Download - BAB I - DAPUS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Tujuan pembangunan kesehatan pada intinya adalah mencapai
kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk Indonesia. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 30,
yang menyatakan bahwa pemberantasan penyakit menular dilaksanakan
dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber
dan perantara penyakit, tindakan karantina dan upaya lain yang diperlukan.
Upaya menghilangkan perantara penyakit dapat dilakukan melalui
pengendalian vektor penyakit.
Pengendalian vektor penyakit merupakan salah satu cara mencegah
Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit, termasuk Demam Berdarah
Dengue (DBD). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
ditularkan oleh vektor nyamuk. Di Indonesia penyebaran penyakit DBD telah
meluas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit penting di Indonesia,
karena jumlah kasus kejadiannya selalu meningkat tiap tahun. Menurut Kepala
Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dr. Lily
S Sulistyowati, jumlah penderita DBD tahun 2005 mencapai 18.929 orang,
dengan kematian 192 orang, atau rata-rata tingkat kematian sebesar 1,0%.
Sedangkan jumlah penderita DBD dari Februari 2006 sampai Januari 2007
1
adalah 8.019 orang, dengan korban meninggal mencapai 144 orang, atau rata-
rata tingkat kematian sebesar 1,8%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa
tingkat kematian DBD dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Vektor utama
DBD adalah nyamuk Aedes aegypti yang aktif pada siang hari dan suka
menghisap darah manusia. Selain DBD masih ada penyakit yang ditularkan
oleh nyamuk seperti demam dengue, malaria, chikungunya, penyakit kaki
gajah, dan lain-lain.
Berbagai cara dilakukan untuk mengatasi pencegahan penyakit DBD
seperti pemberantasan jentik-jentik nyamuk melalui fogging dan penggunaan
bubuk abate, sedangkan pengatasan terhadap gangguan nyamuk dapat juga
dilakukan dengan penyemprotan obat anti nyamuk, obat anti nyamuk bakar,
dan obat anti nyamuk elektrik. Namun, penggunaan pestisida ini dapat
menimbulkan masalah baru bagi kesehatan.
Menurut Rui (2003) cara menghindari nyamuk yang paling baik
adalah dengan pemakaian anti nyamuk berbentuk losion, krim, gel ataupun
pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Hampir semua
losion anti nyamuk di Indonesia mengandung diethyl toluamide (DEET).
Diethyl toluamide adalah racun yang dapat mengakibatkan iritasi dan alergi,
tidak boleh digunakan pada daerah luka atau sekitar mata karena dapat
mengakibatkan kerusakan permanen. Penggunaan jangka waktu lama dengan
dosis tinggi dapat dikaitkan dengan kerusakan saraf (Sembel, 2009).
Suatu penelitian yang dilakukan oleh American Academy of
Pediatric tahun 2003 menyatakan bahwa losion yang mengandung DEET
2
10% hanya efektif dalam waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung DEET
24% efektif selama 5 jam. Di Indonesia, hampir semua losion anti nyamuk
mengandung DEET dengan kadar 10-15% (Gunandini, 2006), namun diklaim
oleh produsennya efektif selama 6-8 jam. Konsentrasi DEET sampai 50%
direkomendasikan untuk orang-orang dewasa dan anak-anak di atas umur 2
bulan. Konsentrasi yang lebih rendah tidak akan bertahan lama sehingga perlu
diulang dalam pemakaiannya. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida
Departemen Pertanian (1995) mensyaratkan bahwa suatu losion anti nyamuk
dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan
mampu bertahan selama 6 jam.
Beberapa jenis tanaman di Indonesia berpotensi sebagai pengusir
nyamuk, antara lain kamboja, kenanga, lavender, daun selasih, sereh, dan lain-
lain. Penelitian mengenai anti nyamuk dari bahan herbal diantaranya adalah
penelitian dengan judul Uji Aktivitas Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga
terhadap Nyamuk Anopheles oleh Vita Ariana tahun 2009 dan Formulasi
Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kayu Manis oleh Sri Widiastuti. Hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Indrawati (2006), menunjukkan bahwa
minyak atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum, Baill) pada konsentrasi
56,58% mampu menolak 90% nyamuk Aedes aegypti pada pengamatan
selama 6 jam.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui formula sediaan losion penolak nyamuk minyak atsiri bunga
3
kenanga yang paling baik, dilihat dari segi kestabilan fisik dan
aseptabilitasnya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana formulasi sediaan losion penolak nyamuk minyak atsiri
bunga kenanga yang paling baik, dilihat dari hasil kestabilan fisik dan
aseptabilitasnya?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui formula sediaan losion penolak nyamuk minyak
atsiri bunga kenanga yang paling baik, dilihat dari hasil kestabilan fisik dan
aseptabilitasnya.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah pilihan produk losion penolak nyamuk, berbahan aktif herbal.
2. Memperkaya literatur mengenai penggunaan insektisida alamiah.
3. Mengurangi penggunaan losion penolak nyamuk yang menggunakan
bahan kimia berbahaya seperti DEET.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bunga Kenanga
1. Taksonomi
Gambar 1: Bunga Kenanga
Tanaman kenanga, memiliki sistematika sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Magnoliales
Family : Annonaceae
Genus : Cananga
Species : Canangium odoratum Baill
5
2. Nama daerah
Kanaga (Sunda), kenanga (Jawa), kupa apale (Sumatera Barat), selanga
(Gayo), lalingiran ( Sulawesi Utara), kananga (Bugis) (Hariana, 2007).
3. Morfologi tanaman
a. Tumbuhan ini dapat tumbuh mencapai ketinggian 30-35 m atau bahkan lebih
pada spesies liarnya (14-20 m pada spesies genuina, dan 15-35 m pada spesies
macrophilla). Batangnya berwarna kelabu. Daun tumbuhan ini berwarna hijau
dan tersusun berselang-seling serta berbentuk eliptikal berukuran panjang 7-
23 cm dan lebar 4-10 cm. Tumbuhan ini juga mempunyai bunga berwarna
kuning kehijauan yang wangi serta mempunyai 6 kelopak.
b. Batang dari tumbuhan ini lurus dan kuat, dengan cabang lateral. Batang utama
dari tanaman ini panjang dan kulit batangnya berwarna abu-abu keputihan.
Kulit batang kenanga menunjukan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, steroid
dan triterpenoid. Dalam abu ditemukan adanya kalium, kalsium, natrium dan
magnesium.
c. Daunnya tunggal setangkai berbentuk bulat telur atau bulat telur memanjang
dengan pangkal daun menyirip jantung dan ujung daun berbentuk runcing
berwarna hijau tua, tersusun berselang-seling, dengan ukuran helai daun
mencapai 8-20 cm x 5-10 cm, dan petiola yang berukuran kurang lebih 1,3
cm. Bagian tepi daun berbentuk keriting berombak dan bagian pangkal daun
6
berbentuk membulat.
d. Bunga dari tanaman ini berbentuk “bintang” majemuk menggarpu, pendek,
menggantung dan berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi kuning
setelah masak. Bunga ini memancarkan aroma yang harum yang khas yang
biasanya digunakan sebagai sediaan parfum karena diambil bagian minyak
atsirinya. Bunga itu muncul pada batang pohon atau ranting bagian atas
pohon, dengan susunan yang khas. Mahkota bunga umumnya berjumlah 6,
namun terkadang berjumlah 8 atau 9, berdaging, terlepas satu sama lainnya,
dan tersusun dalam 2 lingkaran yang masing-masing biasanya berjumlah 3.
Benang sarinya banyak, dan ruang tempat sari berhubungan terdapat di ujung
tangkai sari, berbentuk memanjang dan tertutup, berwarna cokelat muda.
Jumlah bakal buah sekitar 7-15. Kepala putik berbentuk tombol.
e. Buah berbentuk bulat telur terbalik berwarna hijau ketika masih muda, dan
menjadi kehitaman setelah tua. Ukuran panjang buahnya yaitu 2 cm,
berdaging tebal dengan diameter 1,5-2,5 cm, tersusun dari 6-12 buah tiap
tangkai utamanya.
f. Biji buah ini berwarna coklat muda, berjumlah 8-12 per buah tersusun dalam
dua baris, kecil, berukuran 6-7 mm x 4-5 mm, berbentuk bundar, pipih,
dengan permukaan biji yang keras (Steenis, 1992).
7
4.Kandungan bunga kenanga dan efek farmakologis
Bunga kenanga mengandung 1,0%-1,25% minyak atsiri dan
dimanfaatkan sebagai obat antimalaria, bronchitis, asma, sesak nafas, dan kudis
(Hariana, 2007).
Bunga kenanga mengandung minyak atsiri, yang dikenal dengan nama
minyak kenanga, yang mempunyai khasiat dan bau yang khas. Ekstrak bunga
kenanga memiliki kemampuan menolak nyamuk karena adanya kandungan
linalool, geraniol, dan eugenol. Linalool dan geraniol merupakan senyawa fenol
yang mempunyai daya repelan nyamuk. Senyawa-senyawa tersebut merupakan
senyawa minyak atsiri, yang tersusun atas senyawa terpenoid. Senyawa ini
memiliki bau/ aroma khas. Mekanisme daya repelan ekstrak bunga kenanga di
awali dengan meresap ke pori-pori lalu menguap ke udara. Bau ini akan terdeteksi
oleh reseptor kimia (chemoreceptor) yang terdapat pada tubuh nyamuk dan
menuju ke impuls saraf, itulah yang kemudian diterjemahkan ke dalam otak
sehingga nyamuk akan mengekspresikan diri dengan menghindar tanpa mengisap
darah. Semakin banyak kandungan bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak bunga
kenanga, maka semakin besar kemampuan ekstrak tersebut menolak nyamuk
(anonim, 2009).
5. Karakterisitik minyak atsiri bunga kenanga
Identifikasi minyak atsiri bunga kenanga menurut Ekstra Famakope
Indonesia (1974) adalah sebagai berikut: warna dan penampilannya berupa
cairan warna kuning muda hingga kuning tua, memiliki bau khas tajam dan
8
menusuk hidung, berat jenis antara 0,931-0,950 gram/liter, rotasi optik (-27)-(-
50), dan indeks biasnya 1,500-1,505. Sedangkan menurut Ketaren (1986)
minyak atsiri kenanga memiliki indeks bias 1,4999-1,5001 dan bobot jenis
antara 0,913-0,915 gram/ml.
B.Destilasi
Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah dengan destilasi yaitu uap
menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah
menguap. Pada prinsipnya destilasi berlangsung berdasarkan perbedaan tekanan
uap. Uap air yang dihasilkan dari pemanasan akan menyari simplisia, kemudian
uap tersebut diembunkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair yang
merupakan minyak atsiri. Hidrodestilasi atau penyulingan menggunakan air
dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: penyulingan air, penyulingan uap dan air,
penyulingan uap langsung.
1. Penyulingan air
Bahan yang akan disuling berhubungan langsung dengan air mendidih.
Bahan yang akan disuling harus tahan terhadap pemanasan langsung dan
umumnya mengambang di atas air atau terendam seluruhnya. Bahan yang
bergerak bebas dalam air lebih baik dilakukan penyulingan air karena jika
dilakukan penyulingan uap dan air ataupun uap langsung dikhawatirkan bahan
akan mengumpul sehingga uap sulit menembus bahan.
9
Gambar 2: Alat Penyulingan Air
2. Penyulingan uap dan air
Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air
ditempatkan dalam suatu bejana yang bagian tengahnya terdapat pembatas
berlubang-lubang yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah
pembatas diisi air, sedangkan bagian atasnya merupakan tempat bahan yang akan
disuling. Bahan tanaman yang disuling hanya terkena uap, dan tidak terkena air
yang mendidih.
10
Gambar 3: Alat Penyulingan Uap dan Air
3. Penyulingan uap langsung
Terdapat dua bejana yang masing-masing berisi air dan bahan yang akan
disuling. Bejana yang berisi air dipanaskan dan akan menghasilkan uap dengan
tekanan tinggi yang kemudian uap dialirkan ke dalam alat penyulingan. Metode
ini digunakan untuk menyuling bahan yang rusak karena pemanasan langsung
bersama air (Sastrohamidjojo, 2004).
11
Gambar 4: Alat Penyulingan Uap Langsung
C. Losion
1. Pengertian losion
Menurut kamus kedokteran, losion adalah sediaan berupa larutan, suspensi
atau emulsi yang dimaksudkan untuk penggunaan pada bagian luar tubuh (Blood,
2006).
Losion umumnya merupakan suatu suspensi, namun selain itu juga bisa
berupa emulsi atau larutan dengan atau tanpa kandungan obat dan untuk
penggunaan topikal. Losion dimaksudkan untuk digunakan pada kulit tanpa
12
penggosokan. Umumnya digunakan air sebagai medium pendispersinya.
Sedangkan metode pembuatan losion hampir sama dengan metode pembuatan
suspensi, emulsi, atau larutan (Sulaiman, 2008).
Losion merupakan salah satu bentuk sediaan emulsi yang termasuk dalam
kosmetik pelembab. Secara umum dipakai untuk melembabkan, melembutkan,
dan menghaluskan kulit dengan menggunakan emolien, humektan, dan zat
pembawa. Pada umumnya sediaan kosmetik dibuat dalam bentuk emulsi M/A
karena alasan harga yang lebih murah, lebih mudah dibuat, lebih enak dipakai
karena tidak begitu lengket, dan lebih cepat menyebar ke permukaan kulit dan
lebih dingin. Beberapa emulsifier yang digunakan dalam emulsi M/A antara lain
natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat, self emulsifying glyceryl monostearate
dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).
2. Emulsi
Emulsi menurut Lachman (1994) adalah suatu sistem yang tidak stabil
secara termodinamik, yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak
bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase
cair lain. Sistem dibuat stabil dengan adanya zat pengemulsi. Sifat zat pengemulsi,
dikenal dengan karakteristik keseimbangan hidrofil-lipofil (HLB), yakni sifat
polar-nonpolar dari pengemulsi. Sifat ini akan menentukan tipe emulsi yang
dihasilkan apakah akan dihasilkan emulsi minyak dalam air (M/A) ataukah air
dalam minyak (A/M).
13
3. Tipe emulsi
Pada makroemulsi sederhana (2 komponen cairan), terdapat 2 tipe emulsi
yaitu emulsi minyak dalam air (M/A atau O/W) dan emulsi air dalam minyak
(A/M atau W/O). Pada tipe emulsi minyak dalam air, fase minyak yang berbentuk
globul-globul akan terdispersi di dalam air yang merupakan fase pendispersi.
Sedangkan pada tipe emulsi air dalam minyak, sebaliknya minyak menjadi fase
pendispersi dan globul-globul air terdispersi di dalamnya. Pada sistem 3 cairan
dan emulsi ganda atau multiple emulsion, terdapat tipe emulsi minyak dalam air
dalam minyak (O/W/O) dan tipe air dalam minyak dalam air (W/O/W). Pada tipe
emulsi O/W/O, globul minyak terdispersi dalam air sebagai emulsi, dan globul
dari emulsi tadi terdispersi lagi pada fase pendispersi minyak. Sebaliknya pada
tipe emulsi W/O/W adalah mendispersikan emulsi air dalam minyak ke dalam
fase pendispersi air (Martin, 1993).
4. Teori emulsifikasi
Teori emulsifikasi harus dapat menerangkan kestabilan produk dan tipe
emulsi yang terbentuk (Martin, 1993). Pembentukan emulsi meliputi tahap
destruksi dan stabilisasi. Tahap destruksi merupakan pembentukkan globul-globul
dengan pengadukan, dan berlangsung sangat cepat. Tahap stabilisasi meliputi
pembentukan pelindung oleh bahan pengemulsi agar globul yang terbentuk tidak
menyatu kembali. Mekanisme stabilisasi globul tergantung pada pengemulsi yang
digunakan, antara lain pembentukan lapisan monomolekular pada permukaan
globul oleh surfaktan sehingga menurunkan tegangan permukaan, pembentukan
14
lapisan multimolekular oleh koloid hidrofilik, dan pembentukan lapisan partikel di
sekitar globul-globul oleh partikel padat terbagi halus. Beberapa faktor yang
penting untuk diperhatikan pada pembuatan emulsi adalah alat yang digunakan,
kecepatan pengadukan, dan waktu pengadukan. Ketiga faktor tadi akan
mempengaruhi ukuran globul yang terbentuk. Sedangkan faktor lain, yaitu jenis
dan konsentrasi pengemulsi yang akan mempengaruhi mekanisme stabilisasi dari
globul-globul yang telah terbentuk.
5. Ketidakstabilan emulsi
a. Flokulasi dan creaming . Flokulasi merupakan proses aglomerasi
dari fase dalam yaitu globul-globul saling berdekatan, sedangkan creaming
merupakan kelanjutan dari flokulasi yaitu mulai terjadi pemisahan fase. Fase
yang memiliki bobot jenis lebih besar akan terdapat di dasar wadah, dan fase
dengan bobot jenis lebih kecil akan berada di bagian atas. Pada proses
creaming diterapkan Hukum Stokes, yaitu adanya pengaruh ukuran globul dan
viskositas emulsi. Flokulasi dan creaming bersifat reversible, yaitu jika
dilakukan pengocokan maka dispersi akan kembali homogen.
b. Koalesensi (penggabungan) dan breaking (pemecahan). Koalesensi
merupakan penggabungan globul-globul fase terdispersi menjadi globul
dengan ukuran yang lebih besar. Pada koalesensi, penggabungan globul terjadi
secara permanen kerena lapisan pelindungnya sudah tidak ada. Pengocokan
atau pencampuran biasa tidak bisa membentuk kembali globul-globul dan
15
mendispersikannya menjadi suatu bentuk emulsi yang stabil. Breaking
merupakan kejadian ketika jumlah surfaktan kurang atau akibat guncangan
yang berlebihan sehingga globul pecah dan kedua fase tidak lagi terdispersi
dan memisah kembali membentuk dua fase.
c. Inversi fase (pembalikan fase). Tipe emulsi berubah menjadi
berbalik dari W/O menjadi O/W atau sebaliknya. Biasanya terjadi pada emulsi
dengan perbandingan jumlah fasa terdispersi dan pendispersi yang berdekatan,
ataupun karena adanya perubahan kimia dan biologi. Proses ini memicu
terbentuknya hasil urai yang menyebabkan perubahan warna, bau, rasa, pH,
viskositas, dan penurunan kadar zat aktif (Martin, 1993).
D. Nyamuk
1. Definisi
Nyamuk termasuk dalam subfamili Culicinae, dan famili Culicidae
(Nemacotera: Diptera) yang merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-
penyakit arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis,
dan lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa
(malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies-spesies nyamuk ini
tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakit-penyakit lainnya.
Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes sp, Culex
sp, Anopheles sp, dan Mansonia sp.
Tingkah laku dan aktivitas nyamuk pada saat terbang berbeda-beda
16
menurut jenisnya. Ada nyamuk yang aktif pada siang seperti Aedes aegypti dan
ada yang aktif pada malam hari seperti Anopheles. Demikian pula ada nyamuk
yang aktif mengisap darah pada waktu pagi, sore, ada malam sebelum tengah
malam, dan ada yang aktif pada waktu subuh.
2. Siklus hidup
Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva (beberapa
instar), pupa, dan nyamuk dewasa.
a. Telur biasanya berada di atas permukaan air satu per satu atau dalam
kelompok. Telur-telur dari jenis Culex atau Culiseta, telur-telurnya biasanya
diletakkan berkelompok. Dalam satu kelompok bisa terdapat puluhan atau
ratusan butir telur nyamuk. Nyamuk Anopheles dan Aedes meletakkan telur
satu per satu di atas permukaan air. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu
cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-telur
biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan.
b. Larva atau sering disebut sebagai jentik. Larva nyamuk memiliki kepala yang
cukup besar serta toraks dan abdomen yang jelas. Larva dari kebanyakan
nyamuk menggantungkan dirinya pada permukaan air. Larva nyamuk
menyaring mikroorganisme dan partikel-partikel lain dalam air. Larva
biasanya melakukan pergantian kulit empat kali dan berpupasi dalam tujuh
hari.
17
c. Pupa . Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa
berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi akan tetap aktif bergerak dalam air
bila diganggu. Mereka berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan
air. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau tiga
hari, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang.
d. Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas
permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya dan
sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari
makan. Dalam keadaan istirahat, bentuk dewasa dari Culex dan Aedes hinggap
dalam keadaan sejajar dengan permukaan, sedangkan Anopheles hinggap agak
tegak lurus dengan permukaan.
3. Pencegahan dan pengendalian nyamuk
Penyakit-penyakit yang ditularkan nyamuk diantaranya adalah demam
dengue, chikungunya, demam kuning, ensefalitis Jepang, malaria, filariasis. Pada
umumnya pengendalian nyamuk dapat dilakukan baik secara langsung maupun
secara tidak langsung terhadap stadium pra dewasa maupun dewasanya.
a. Pengendalian melalui sanitasi lingkungan merupakan cara pengendalian secara
tidak langsung, yaitu dengan membersihkan tempat-tempat pembiakan
nyamuk seperti kaleng bekas, ban bekas, maupun kontainer lain yang dapat
menampung air.
18
b. Pengendalian cara mekanik yaitu mencegah gigitan nyamuk dengan memakai
pakaian yang dapat menutupi seluruh tubuh, kecuali muka dan dengan
penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah.
c. Pengendalian dengan insektida , seperti penyemprotan dengan ULV malathion
masih merupakan cara umum yang dipakai untuk membunuh nyamuk-nyamuk
dewasa, tetapi cara ini tidak dapat membunuh larva yang hidup di air.
Pengendalian yang umum digunakan untuk larva-larva nyamuk adalah dengan
menggunakan larvasida seperti abate.
d. Pengembangan infrastruktur kesehatan . Meskipun penanganan kesehatan telah
tertata baik, kesadaran akan bahaya serangan nyamuk secara efisien masih
tetap diperlukan. Strategi pencegahan yang lebih baik perlu dilakukan terus
melalui pemberdayaan dan peningkatan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat.
e. Penggunaan zat penolak nyamuk . Obat penolak nyamuk yang umum
digunakan saat ini adalah yang mengandung N,N-diethylmetatoluamide
(DEET) sebagai bahan aktif. Konsentrasi DEET hingga 50%
direkomendasikan untuk orang dewasa dan anak-anak di atas umur 2 bulan.
Konsentrasi yang rendah tidak akan bertahan di dalam tubuh sehingga perlu
direplikasi. Diethyltoluamide (DEET) merupakan racun yang apabila
19
termakan dapat mengakibatkan iritasi kulit untuk orang-orang sensitif.
Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keracunan.
f. Pengendalian vektor penyakit dilakukan secara hayati dengan menggunakan
patogen mikroba seperti Bacillus sphaericus (Maramorosch, 1991). Bakteri
yang diisolasi dari inang yang terinfeksi oleh B. thuringiensis, B. sphaericus,
dan Beauveria bassiana biasanya memiliki patogenitas tinggi (Sembel, 2009).
E. Kulit
Kulit merupakan bagian dari sistem integumen selain rambut, kuku, dan
kelenjar eksokrin. Luas permukaan kulit manusia kurang lebih 1,5- 2 m2. Kulit
memiliki pH bervariasi pada rentang 4,2-5,6. Keasaman ini membentuk suatu
mantel asam yang berfungsi untuk melindungi kulit dari invasi bakteri maupun
jamur. Kulit manusia dalam keadaan normal secara terus-menerus terluka karena
mengalami gesekan atau lecet, maupun terkena radiasi dari matahari. Lapisan
keratin terluar berkembang terus-menerus sehingga melindungi luka fisik kulit
dengan kecepatan penyembuhan yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit
sebagai sistem perlindungan pertama tubuh.
Secara struktural, kulit terdiri dari tiga komponen yaitu epidermis pada
bagian permukaan, dermis, dan subkutan atau hipodermis. Epidermis merupakan
lapisan kulit yang paling luar. Terdiri dari epitel skuamosa yang berlapis-lapis,
dan memiliki ketebalan yang beragam pada bagian tubuh yang berbeda dari 0,08
20
mm hingga 0,5 mm. Epidermis menyediakan perlindungan mekanik, dan
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Urutan lapisan epidermis
dari yang paling luar hingga paling dalam adalah stratum corneum, stratum
lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum.
Dermis memiliki dua komponen utama yaitu lapisan papilari permukaan dan
lapisan retikular yang lebih dalam. Lapisan papilari terdiri dari jaringan areolar.
Daerah ini terdapat kapiler-kapiler dan neuron sensorik yang memenuhi
permukaan kulit. Pada lapisan retikular terdapat kolagen yang berfungsi untuk
elastisitas kulit. Pada kedua lapisan dermis ini terdapat jaringan kerja pembuluh-
pembuluh darah, pembuluh-pembuluh limfe, dan serat-serat saraf. Hipodermis
yang terletak di bawah lapisan dermis kulit ini sangat penting dalam
menstabilisasi posisi kulit yang terkait dengan jaringan di bawahnya seperti otot-
otot skelet atau organ lain, saat melakukan pergerakan (Harry, 1973) .
F. Hipotesis
Formulasi sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang
paling baik dilihat dari kestabilan fisik dan aseptabilitasnya adalah formula losion
yang mengandung cetearyl alkohol sebagai emulsifier agent tertinggi, yakni pada
formula III.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan analisa secara
deskriptif untuk mendapatkan formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga
kenanga yang optimal dilihat dari uji kestabilan dan uji aseptabilitasnya.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium
Teknologi Farmasi Akademi Farmasi Nasional Surakarta pada Januari-Februari
2010.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah minyak atsiri bunga kenanga. Sampel
yang digunakan adalah minyak atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum,
Baill) dari Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
22
D.Besar Sampel
Banyaknya sampel yang digunakan adalah minyak atsiri bunga kenanga
(Canangium odoratum, Baill) sebanyak 200 ml. Dengan bagan kerja sebagai
berikut:
FI A Uji stabilitas dan
aseptabilitas
Formula I FI B Uji stabilitas dan
asetabilitas
FIC Uji stabilitas dan
aseptabilitas
FII A Uji stabilitas dan
aseptabilitas
Destilasi Formula II FII B Uji stabilitas dan
minyak aseptabilitas
Atsiri FII C Uji stabilitas dan
aseptabilitas
FIII A Uji stabilitas dan
aseptabilitas
Formula III FIII B Uji stabilitas dan
aseptabilitas
FIII C Uji stabilitas dan
aseptabilitas
23
E.Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel, yakni variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas berupa konsentrasi cetearyl alkohol dalam
formula, sedangkan variabel terikatnya berupa hasil pengujian losion, meliputi uji
organoleptis, homogenitas, pH, tipe emulsi, viskositas, bobot jenis, uji kestabilan
emulsi, dan uji aseptabilitasnya.
F.Kerangka Pikir
24
Minyak atsiri bunga kenanga
Bersifat repelan
Dibuat losion
Formulasi
Uji stabilitas fisik dan aseptabilitas
Analisa data
Kesimpulan
G.Alur Penelitian
H. Instrumen Penelitian
1. Alat
Neraca analitik (Acis ad-600h), inkubator, indikator pH universal,
piknometer (Herka intercolor, 10 ml), viskosimeter rotary, alat-alat gelas
berderajat Pyrex, kompor listrik, mortir, stamfer, lampu neon, drouple plate,
object glass, anak timbang, stopwatch, lemari es.
Minyak Atsiri Bunga Kenanga
Formulasi Losion
Formula 2Formula 1 Formula 3
Uji Kestabilan Fisik
Uji Aseptabilitas
Analisa Data
Kesimpulan
25
2. Bahan
Minyak atsiri bunga kenanga, aquadest, virgin coconut oil, mineral oil,
cethyl alkohol, cetearyl alkohol, glyserin, metil paraben, losion anti nyamuk
merek ’X’, ’Y’, ’Z’.
I. Prosedur Kerja
1. Formulasi sediaan losion
Tabel I. Formula sediaan losion
Bahan Formula I Formula II Formula III
Minyak kenanga 19% 19% 19%Virgin coconut oil 3% 3% 3%Mineral oil 1% 1% 1%Cethyl alkohol 1% 1% 1%Cetearyl alkohol 15% 17.5% 20%Glyserin 2% 2% 2%
Metil paraben 0.1% 0.1% 0.1%
Aquadest ad 100% ad 100% ad 100%
2. Pembuatan sediaan losion
Aquadest dipanaskan hingga suhu kurang lebih 50OC. Campuran I yang
terdiri dari 3% virgin coconut oil, 1% mineral oil, dan 1% cethyl alkohol
dilelehkan pada suhu 60OC-70OC di atas waterbath bersama dengan glyserin
2% dan cetearyl alkohol dalam berbagai konsentrasi. Minyak kenanga 19%
dimasukkan ke dalam mortir panas kemudian campuran I yang telah leleh
ditambahkan ke dalam mortir panas, kemudian ditambahkan sedikit demi
sedikit aquadest sambil terus diaduk hingga terbentuk losion.
3. Pengujian losion
26
Pengujian dilakukan tiap minggu hingga minggu ke-6 sebagai akhir
pengamatan, meliputi:
a. Organoleptis. Uji tentang karakteristik sediaan losion meliputi bentuk,
warna, dan bau.
b. Homogenitas. Sebanyak 5 ml sediaan ditempatkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian diterawang di bawah lampu neon untuk melihat
homogenitas bahan-bahan penyusun formula.
c. pH. Kertas indikator pH universal dimasukkan ke dalam drouple plate,
kemudian tetesi dengan sediaan emulsi hingga seluruh kertas terbasahi,
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna pH standar.
d. Tipe emulsi. Sebanyak 1 ml emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan air sebanyak 5 ml. Emulsi tipe M/A dapat
diencerkan dengan air, sedangkan emulsi tipe A/M tidak dapat diencerkan
dengan air.
e. Viskositas. Sediaan losion sebanyak 20 ml, dimasukkan ke dalam bejana
viskosimeter rotary hingga bagian pengaduk tenggelam, kemudian diberi
beban 400 gram. Dan diukur waktu tempuh beban hingga mencapai
bagian dasar viskosimeter rotary.
27
f. Bobot jenis. Pikno dicuci dan dibilas dengan aquadest. Untuk
mempercepat pengeringan pikno dibilas dengan aseton dan dikeringkan
dengan bantuan hairdryer. Pikno kering lengkap dengan tutupnya
ditimbang saat mencapai suhu 25oC. Setelah mengetahui bobot pikno
kosong, pikno diisi aquadest hingga penuh dan piknometer ditutup.
Kondisikan pikno pada suhu 20oC, dan apabila terjadi penyusutan volume
maka tambahkan aquadest hingga penuh. Saat suhu tercapai, bagian luar
pikno dikeringkan dan ditimbang saat suhu mencapai 25oC. Tindakan
yang sama dilakukan untuk sediaan uji. Dari data ini dapat dihitung
volume pikno dan bobot cairan uji yang digunakan untuk menghitung
bobot jenis sediaan.
g. Uji kestabilan fisik . Pengujian dilakukan terhadap sediaan losion yang
disimpan pada suhu rendah (4oC) dan suhu tinggi (40oC) dengan
parameter pengujian sama seperti pada suhu ruang, yaitu pengujian
dilakukan tiap minggu hingga minggu ke-6 sebagai akhir pengamatan.
h. Uji stabilitas dipercepat . Pengujian dilakukan terhadap 10 ml sediaan
dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan dan diamati derajat pemisahan
saat tercapai suhu 30OC, 60OC, dan 100OC.
i. Uji kenyamanan dilakukan dengan pengisian angket oleh sukarelawan
dengan parameter sebagai berikut: kemudahan saat pemakaian,
28
kenyamanan, ada tidaknya rasa lengket yang ditimbulkan, dan kemudahan
dalam pencucian. Adapun penilaian pada tiap parameter uji dilambangkan
dengan skor 1, 2, dan 3 yang bermakna:
1. saat digunakan tidak mudah, tidak nyaman, lengket, tidak mudah
dicuci.
2. saat digunakan agak mudah, agak nyaman, agak lengket, agak
sukar dicuci.
3. saat digunakan mudah, nyaman, tidak lengket, mudah dicuci.
J. Analisa Data
Hasil uji stabilitas fisik dan uji aseptabilitas losion anti nyamuk minyak
atsiri bunga kenanga dibandingkan secara deskriptif antara formula I, II, dan III.
Dengan demikian dapat diketahui formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga
kenanga yang memiliki stabilitas dan aseptabilitas yang paling baik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
A. Pengujian Minyak Atsiri
Pengujian minyak atsiri bunga kenanga dilakukan oleh Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat Tradisional di Tawang Mangu. Dari
pengujian diketahui bahwa minyak atsiri bunga kenanga memiliki indeks bias
1,5005 sesuai dengan teori Ekstra Farmakope Indonesia yang menyatakan bahwa
indeks bias minyak atsiri kenanga yakni 1,500-1,505. Sedangkan pengujian bobot
jenis minyak atsiri kenanga yakni 0,9128 g/ml mendekati dengan teori menurut
Ketaren (1986) yang menyatakan bahwa bobot jenis minyak atsiri kenanga adalah
0,913 – 0,915 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa bahan merupakan minyak atsiri
kenanga yang dihasilkan dari destilasi air dengan randemen 1%.
B. Formulasi Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental karena losion minyak
atsiri bunga kenanga (Canangium odoratum, Baill) diformulasi dengan berbagai
konsentrasi cetearyl alkohol yakni 15%; 17,5%; dan 20%. Cetearyl alkohol
merupakan emulsifying agent yang bersifat mengentalkan sediaan, sehingga
sangat cocok dalam pembuatan sediaan setengah padat. Sifat emulsi yang
dihasilkan sangat tergantung dari pemilihan jenis emulsifying agent dan
konsentrasinya dalam sediaan. Pemilihan konsentrasi cetearyl alkohol didasarkan
pada orientasi yang telah dilakukan sebelum penelitian. Hasil orientasi
menunjukkan bahwa cetearyl alkohol dengan konsentrasi kurang dari 15%
menghasilkan sediaan losion yang secara fisik sangat encer dan tidak homogen,
sedangkan konsentrasi cetearyl alkohol di atas 20% menghasilkan sediaan losion
30
yang secara fisik padat. Hal ini berhubungan dengan sifat cetearyl alcohol yang
merupakan emulsifier minyak dalam air sekaligus dapat meningkatkan kekentalan
sediaan losion.
Konsentrasi minyak atsiri bunga kenanga sebesar 19% didasarkan pada
hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2006) yang menyatakan bahwa
minyak atsiri kenanga dengan konsentrasi 56,58% mampu menolak 90% nyamuk
uji selama 6 jam. Orientasi yang dilakukan menunjukkan bahwa losion minyak
atsiri kenanga 56,58% memiliki konsistensi berminyak dan merusak wadah
plastik sehingga dikhawatirkan tidak aman untuk penggunaan secara topikal
karena akan mengiritasi kulit. Oleh karena itu, pada penelitian ini konsentrasi
minyak atsiri kenanga yang diformulasi adalah 19%. Hal ini didasarkan pada
penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric tahun 2003 yang
menyatakan bahwa losion anti nyamuk komersial yang mengandung DEET 10%
menolak 90% nyamuk uji dan efektif dalam waktu 2 jam. Oleh karena itu, losion
anti nyamuk dengan minyak atsiri kenanga 19% diharapkan mampu menolak 90%
nyamuk dan efektif selama 2 jam. Terkait dengan hal tersebut, dalam
penggunaannya sebagai anti nyamuk, losion minyak atsiri bunga kenanga
hendaknya diulang pemakaiannya setelah 2 jam. Namun hal tersebut perlu
dibuktikan dengan melakukan uji efektifitas secara farmakologi.
Masing-masing formula dibuat dengan replikasi 3 kali. Pada masing-
masing hasil replikasi dari tiap formula dilakukan uji fisik dan uji stabilitas. Hal
tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil uji yang representatif, yaitu benar-
31
benar mencerminkan stabilitas fisik dan aseptabilitas dari populasi yang
diwakilinya.
Komponen penyusun formula losion anti nyamuk minyak atsiri bunga
kenanga meliputi: minyak kenanga, virgin coconut oil, mineral oil, cetyl alkohol,
cetearyl alkohol, glyserin, metil paraben, dan akuades. Minyak kenanga
merupakan komponen berkhasiat dalam formula ini, yang berfungsi sebagai zat
penolak nyamuk. Virgin coconut oil merupakan komponen yang berfungsi untuk
memberikan efek kelembutan pada kulit dan sebagai antioksidan pada kulit, cetyl
alkohol dan mineral oil berfungsi sebagai komponen minyak yang akan
mendukung terbentuknya emulsi. Cetearyl alkohol merupakan emulsifying agent
yang akan membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan stabilitas emulsi
dengan pembentukan lapisan monomolekular pada permukaan globul oleh
cetearyl alkohol sehingga menurunkan tegangan permukaan. Selain itu, cetearyl
alkohol juga berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan. Glyserin berfungsi
untuk memberikan kelembapan pada kulit. Metil paraben merupakan bahan
pengawet yang digunakan dengan kadar kurang dari 0,1%. Akuades berfungsi
sebagai fase air dalam pembuatan sediaan emulsi.
C. Pembuatan Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga
Komponen minyak yang terdiri dari virgin coconut oil, mineral oil,
glycerin, dan cetyl alkohol dilelehkan pada suhu 60OC -79OC dengan tujuan untuk
menghomogenkan komponen-komponen tersebut. Minyak atsiri kenanga tidak
dilelehkan bersamaan dengan komponen minyak atsiri lainnya untuk menghindari
32
penguapan minyak atsiri karena sifat atsiri yang mudah menguap. Metil paraben
dilarutkan dalam akuades panas karena larut dalam komponen airnya. Dalam
pembuatan emulsi waktu dan kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap
sifat fisik emulsi yang dihasilkan, tetapi untuk menghindari pembekuan mendadak
dalam pembuatan emulsi, maka digunakan mortir panas dalam pembuatan emulsi.
D. Uji Stabilitas Fisik
Pengujian fisik sediaan losion meliputi organoleptis, homogenitas, tipe
emulsi, nilai pH, viskositas dengan pengamatan yang dilakukan tiap minggu
hingga minggu ke-6 pada penyimpanan pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu
40OC, sedangkan bobot jenis dilakukan pada pengamatan yang dilakukan tiap
minggu hingga minggu ke-6 pada penyimpanan suhu ruang. Tujuan penyimpanan
pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu 40OC adalah untuk melihat stabilitas sediaan
losion jika disimpan dalam berbagai suhu. Sedangkan bobot jenis hanya dilakukan
pengamatan pada suhu ruang karena pengukuran bobot jenis dibandingkan dengan
akuades pada suhu 25OC.
Pengujian organoleptis menunjukkan sifat fisik sediaan losion yakni
bentuk, warna, dan bau untuk melihat kesesuaian dengan komponen losion yang
diformulasi. Berikut hasil uji organoleptis sediaan losion minyak atsiri bunga
kenanga:
33
Tabel II. Hasil pengujian organoleptis minggu ke-0
Pengamatan
Produk losion repelan komersialLosion Minyak Atsiri Bunga
Kenanga
A B C F I F II F III
Bentuk Losion Losion Losion Losion Losion Losion
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bau Gerranium Jeruk Lavender Kenanga Kenanga Kenanga
Losion minyak atsiri bunga kenanga formula I, II, III, menghasilkan sediaan
berupa losion dengan bau kenanga karena komponen utamanya adalah kenanga,
dan warna putih karena tidak mengalami penambahan zat pewarna. Perbedaan
konsentrasi cetearyl alkohol sebagai emulsifying agent tidak mempengaruhi hasil
uji organoleptis losion minyak atsiri bunga kenanga. Kondisi fisik hasil pengujian
organoleptis dibandingkan secara visual dengan kondisi fisik sediaan losion
repelan komersial merek X, Y, Z yang beredar di masyarakat. Pengujian stabilitas
organoleptis terhadap sediaan losion minyak atsiri bunga kenanga diketahui
bahwa sediaan losion formula I, II, dan III stabil secara organoleptis yakni tidak
mengalami perubahan warna, bau, dan bentuk pada penyimpanan suhu 4OC, suhu
ruang, dan suhu 40OC dengan hasil pengamatan sediaan berbentuk losion dengan
warna putih dan bau kenanga.
Pengujian homogenitas menunjukkan tingkat pencampuran komponen-
komponen dalam membentuk sediaan losion. Pengujian ini dilakukan untuk
memastikan bahwa pada saat penggunaan losion, komponen berkhasiat dalam hal
ini adalah minyak kenanga memilki jumlah yang sama sehingga efek farmakologi
34
tidak berbeda di setiap pengolesannya. Berikut hasil uji homogenitas sediaan
losion minyak atsiri bunga kenanga:
Tabel III. Hasil pengujian Homogenitas minggu ke-0
Pengamatan
Losion repelan komersialLosion
Minyak Atsiri Bunga Kenanga
A B C F I F II F III
Hasil Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen
Losion minyak atsiri bunga kenanga formula I, II, dan III homogen secara fisik.
Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen penyusun losion minyak atsiri
bunga kenanga terdistribusi secara merata dalam komponen penyusun losion. Dari
pengujian juga diperoleh bahwa losion stabil secara homogenitas pada
penyimpanan suhu 4OC, suhu ruang, suhu 40OC selama 6 minggu. Hal ini
dikarenakan cetearyl alkohol sebagai emulsying agent mampu mempertahankan
globul-globul yang terbentuk agar tidak bergabung menjadi satu, sehingga emulsi
tetap homogen dalam penyimpanan selama 6 minggu.
Pengujian pH atau tingkat keasaman sediaan berhubungan dengan keamanan
saat digunakan yakni tidak menyebabkan iritasi kulit. Pengujian pH dimaksudkan untuk
melihat bahwa nilai pH sediaan losion berada pada rentang aman untuk penggunaan
secara topikal. Hasil pengujian pH dari sediaan losion minyak atsiri bunga kenanga dapat
dilihat pada tabel IV dan V:
Tabel IV. Hasil pengujian Keasaman (pH) minggu ke-0
Pengamatan
Produk losion repelan komersial
Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga
A B C F I F II F IIIpH 5 7 7 7 7 7
35
Tabel V. Hasil pengujian pH minggu ke-1 hingga ke-6
Minggu ke-1 2 3 4 5 6Formula Suhu
I
4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7
II
4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7
III
4OC 7 7 7 7 7 7Ruang 7 7 7 7 7 740OC 7 7 7 7 7 7
Pengujian stabilitas pH atau keasaman sediaan pada penyimpanan suhu 4OC, suhu
ruang, dan suhu 40OC selama 6 minggu menunjukkan bahwa losion minyak atsiri
bunga kenanga stabil pada pH 7 atau netral. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
aman untuk digunakan karena pH kulit yakni antara 4,2-5,6 atau lebih bersifat
asam.
Pengujian tipe emulsi bersifat aplikatif menunjukkan tingkat kenyamanan saat
digunakan dan kemudahan saat dibersihkan. Berikut hasil pengujian tipe sediaan losion
minyak atsiri kenanga:
Tabel VI. Hasil pengujian tipe emulsi minggu ke-0
Pengamatan
Produk losion repelan komersial
Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga
A B C F I F II F IIITipe M/A M/A M/A M/A M/A M/A
36
Data ini menunjukkan bahwa sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga
kenanga memiliki tipe M/A sama seperti sediaan losion anti nyamuk anti nyamuk
yang umum beredar di pasaran. Pemilihan cetearyl alkohol sebagai emulsifier
tepat dikarenakan tidak mengakibatkan inverse fase, yakni perubahan emulsi dari
minyak dalam air menjadi air dalam minyak karena faktor suhu dan penyimpanan.
Pengujian tipe emulsi pada penyimpanan suhu 4OC, suhu ruang, suhu 40OC
selama 6 minggu diketahui bahwa sediaan losion tidak mengalami inverse fase
tetap dalam bentuk emulsi minyak dalam air yang cenderung lebih nyaman saat
digunakan karena lebih tidak berminyak dibandingkan dengan emulsi tipe A/M.
Selain itu, losion dengan tipe M/A mudah dibersihkan dan memiliki sifat mudah
dicuci dengan air karena fase luar dari losion M/A adalah air.
Viskositas menunjukkan kekentalan sediaan. Viskositas sediaan berpengaruh
pada tingkat kestabilan emulsi. Emulsi yang memiliki viskositas tinggi cenderung lebih
stabil dibanding dengan emulsi yang mempunyai viskositas rendah. Hal ini dikarenakan
pada emulsi dengan viskositas tinggi memiliki kerapatan partikel yang lebih kecil
sehingga tidak mudah terjadi penggabungan globul – globul menjadi satu dan akhirnya
memisah dari sediaan emulsi. Berikut hasil pengujian viskositas sediaan losion anti
nyamuk minyak atsiri kenanga:
Tabel VII. Hasil pengujian viskositas minggu ke-0
Pengamatan
Produk losion repelan komersial
Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga
A B C F I F II F IIIkecepatan
(cm/s) 4.122 3.045 2.558 6.687 4.309 2.588
37
Karena viskositas berbanding terbalik dengan kecepatan tempuh beban
400 gram dari puncak hingga dasar viskosimeter rotary, maka semakin tinggi nilai
kecepatan sediaan maka viskositas semakin kecil dan sebaliknya semakin rendah
nilai kecepatan sediaan maka viskositasnya semakin tinggi. Data ini menunjukkan
bahwa semakin besar konsentrasi cetearyl yang ditambahkan viskositas akan
meningkat. Hal ini dikarenakan cetearyl alkohol sebagai emulsifier juga berfungsi
meningkatkan kekentalan sediaan. Berikut grafik yang menunjukkan pengamatan
viskositas sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri kenanga dalam penyimpanan
pada suhu ruang selama 6 minggu:
Dari grafik ini diketahui bahwa sediaan losion dalam penyimpanan cenderung
stabil pada formula III, sedangkan pada formula I mengalami kenaikan kecepatan
dan penurunan viskositas dan formula II tidak stabil. Hal ini dikarenakan
kekentalan suatu sediaan berpengaruh pada stabilitas sediaan, kekentalan mampu
menghambat terjadinya flokulasi dan penggabungan yang dapat memecah emulsi.
38
Berikut pengamatan viskositas pada suhu 4OC, suhu ruang, dan suhu 40OC pada
minggu ke-6:
Grafik 6: Kurva hubungan viskositas dengan suhu penyimpanan pada suhu
4O
C, ruang, 40O
C pada Minggu ke-6
0123456789
suhu 4C suhu ruang suhu 40C
penyimpanan
Kec
epat
an (
cm/s
)
F IF IIF III
Pada suhu 4OC ketiga formula menghasilkan kecepatan yang rendah dibandingkan
dengan losion yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 40OC. Hal ini dikarenakan
proses pendinginan menyebabkan partikel-partikel menyusut dan cenderung
menggabungkan diri dengan partikel lainnya sehingga kekentalan meningkat.
Proses penggabungan ini juga menyebabkan losion yang disimpan pada suhu
rendah lebih tidak stabil. Pada penyimpanan suhu tinggi, viskositas losion akan
menurun dikarenakan terjadi pemuaian yang menyebabkan putusnya ikatan antar
partikel sehingga mengakibatkan losion semakin encer terutama pada formula
dengan konsentrasi emulsifier yang rendah.
39
Massa jenis merupakan pengukuran terhadap massa zat dibandingkan
dengan volumenya. Berikut hasil pengujian massa jenis pada sediaan losion anti
nyamuk minyak atsiri bunga kenanga:
Tabel VIII. Hasil Pengujian Bobot Jenis Emulsi Minggu ke-0
Pengamatan
Produk losion repelan komersial
Losion Minyak Atsiri Bunga Kenanga
A B C F I F II F IIIBobot Jenis 0.98 0.93 0.96 0.977 0.96 0.943
Losion anti nyamuk minyak atsiri kenanga dibandingkan secara deskriptif dengan
losion anti nyamuk komersial X, Y, Z. Hasilnya losion anti nyammuk minyak
atsiri kenanga formula I, II, III memiliki bobot jenis kurang dari 1,000 g/ml.
Gambar 7: Kurva Hubungan Bobot Jenis dengan Lama Penyimpanan pada Minggu ke-1 ke-6
0,84
0,86
0,88
0,9
0,92
0,94
0,96
0,98
1 2 3 4 5 6
minggu ke-
bob
ot j
enis
Formula 1
Formula 2
Formula 3
40
Dari grafik diketahui bahwa selama penyimpanan massa jenis sediaan mengalami
penurunan. Pada peningkatan konsentrasi emulsifier massa jenis mengalami
penurunan karena jumlah air yang ditambahkan berkurang sehingga
mempengaruhi massa sediaan. Karena massa jenis adalah massa per satuan
volume, maka massa jenis berkurang.
Pengujian stabilitas dipercepat digunakan untuk menentukan stabilitas
sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga pada penyimpanan suhu
ekstrim. Berikut hasil pengujian stabilitas dipercepat:
Tabel IX. Derajat pemisahan pada pengujian stabilitas dipercepat
Formulasuhu (dalam derajat celcius)
0 30 60 100I 0 0 0 14%II 0 0 0 9,00%III 0 0 0 2,00%
Dari tabel ini dapat dilihat bahwa sediaan losion yang memiliki konsentrasi
cetearyl alkohol paling tinggi menghasilkan sediaan losion dengan stabilitas
paling baik yakni derajat pemisahannya 2% pada pengujian dipercepat pada suhu
100OC. Sedangkan pada pemanasan suhu 30OC dan 60OC tidak terjadi pemisahan
fase dikarenakan pemanasan tidak mampu merusak lapisan pada globul sehingga
tetap terlindungi dan mencegah terjadinya penggabungan globul yang
menyebabkan cracking. Sediaan losion dengan konsentrasi cetearyl alkohol tinggi
menghasilkan losion dengan kekentalan tinggi dan mampu mempertahankan
stabilitasnya.
E. Uji Aseptabilitas
41
Pengujian aseptabilitas berfungsi untuk melihat kelayakan sediaan losion
anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang didasarkan pada kemudahan
pemakaian, kemudahan pencucian, dan kenyamanan pada saat pemakaian.
Pengujian dilakukan melalui pengisian quisoner yang diisi oleh pemakai losion
baik untuk formula I, II, III. Berikut hasil pengujian aseptabilitas losion:
Tabel X. Hasil Penilaian Uji Aseptabilitas Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kenanga
Ket.Formula I Formula II Formula III
A B C A B C A B CNilai 2,588 2,550 2,600 2,813 2,788 2,900 2,988 2,988 3,000
Rata-rata 2,579 2,833 2,992
Dari data diketahui bahwa losion formula I dengan penilaian 2,579
menggambarkan bahwa losion, mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat
digunakan, dan mudah dicuci. Losion formula II dengan penilaian 2,833
menggambarkan bahwa losion mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat
digunakan, dan mudah dicuci. Losion formula III dengan penilaian 2,992
menggambarkan bahwa losion mudah dalam penggunaan, tidak lengket saat
digunakan, dan mudah dicuci. Hasil pengujian aseptabilitas ketiga formula losion
ini menunjukkan keterdekatan hasil penilaian dikarenakan jenis losion yang
merupakan emulsi minyak dalam air, sehingga bagian minyak terdispersi dalam
fase luar berupa air, tidak berkesan berminyak, tidak lengket dan mudah dicuci
dalam air.
Secara aseptabilitas formula III memiliki nilai uji aseptabilitas paling
tinggi dibandingkan dengan formula lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa formula
42
III secara aseptabilitas paling baik dan mendekati penilaian maksimal dari
rancangan uji aseptabilitas yakni mendekati nilai 3.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Formulasi sediaan losion anti nyamuk minyak atsiri bunga kenanga yang
paling baik dilihat dari kestabilan fisik dan aseptabilitasnya adalah formula losion
yang mengandung cetearyl alkohol sebagai emulsifier agent tertinggi, yakni pada
formula III dengan konsentrasi cetearyl alkohol sebesar 20%.
B. Saran
Untuk mengetahui efektifitas kerja sediaan losion anti nyamuk minyak
atsiri bunga kenanga dalam fungsinya sebagai penolak nyamuk, pada penelitian
selanjutnya hendaknya dilakukan pengujian secara farmakologi.
44
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Pediatric, 2003, The Insect Repellent DEET, http://www.epa.gov/pesticides/factsheets/chemicals/deet.htm . Diakses pada 27 Oktober 2009
Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, 608-609, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1992, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 30, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2007, Tingkat Kematian DBD Naik, Suara Merdeka Cyber News, http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0702/02/nas3.htm. Diakses pada 22 Oktober 2009
Anonim, 2009, Bunga Kenanga Repellent Nyamuk Aedes Aegypti, Republika Online, http://www.ssffmp.or.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=155897&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=187. Diakses pada 27 Oktober 2009
Blood, D.C., Studdert, V.P., and Gay, C.C., 2006, Saunders Comprehensive Veterinary Dictionary, third (3rd) Ed, Elsever Health Scient, New York
Gunandini, D., 2006, Bioekologi dan Pengandalian Nyamuk sebagai Vektor Penyakit, Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati III, 43-48, Balittra
Hariana, Arief, 2007, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2, 47-48, Penebar Swadaya, Depok
Harry, Raplh G., and Wilkinson, J.B., 1973, Harry’s Cosmeticology, sixth (6th) Ed, Volume I, 636, Leonard Hill Books, London
Indrawati, I.D., 2006, Uji Efektifitas Penolak Nyamuk (Repelan) Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium odoratum, Baill) terhadap Nyamuk Aedes aegypti Secara Topikal, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Setiabudi, Surakarta
Ketaren, S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI-Press, Jakarta
45
Komisi Pestisida Departemen Pertanian, 1995, Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida, Departemen Pertanian Indonesia, Jakarta
Lachman, C.L., Liebermanm H.A., and Kanig, J.L., 1994, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, third (3rd), diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, 1029-1145, UI Press, Jakarta
Martin, Alfred, 1993, Dasar-Dasar Farmasi dalam Ilmu Farmasetik, third (3rd) Ed, diterjemahkan oleh Yoshita, 1143-1168, UI-Press, Jakarta
Moromorosch, K., 1991, Biotechnology for Biological Control of Pets and Vectors, CRC Press
Nugraheni, V.A., 2009, Uji Aktivitas Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Canangium odoratum (Lmk.) Hook. & Thoms) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Anopheles aconitus Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Rui, X., Donald, B., and Arshad, A., 2003, Laboratory Evaluation of Eighteen Repellent Compounds as Oviposition Deterrents of Aedes albopictus and as Larvacides of Aedes aegypti, Anopheles quadrimaculatus , and Culex quiquefasciatus, Agriculture Reseach Service, United States
Sastrohamidjojo, Hardjono, 2004, Kimia Minyak Atsiri, 1-18, UGM-Press, Yogyakarta
Sembel, Dantje T., 2009, Entomologi Kedokteran, 61-75, Penerbit Andi, Yogyakarta
Steenis, C.G.G.J.van., 1992, Flora untuk Sekolah di Indonesia, diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto, Pradnya Paramita, Jakarta
Sulaiman, T.N.S., dan Kuswahyuning, R., 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan Semi Padat, 65-67, Pustaka Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Wasitaatmadja, Syarif M., 1997, Penuntun Kosmetika Medik. UI-Press, Jakarta
Widiastuti, S., 2006, Formulasi Losion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Kayu Manis, Kumpulan Makalah PKMP, Universitas Muhammadyah Malang, Malang
46
LAMPIRAN
47