40
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini dibutuhkan uji reliabilitas dan uji validitas atas
instrumen penelitian yang disusun oleh peneliti. Untuk melakukan uji validitas,
peneliti menggunakan prinsip (experts judgement). Bahwa pengujian validitas atas
isi instrumen penelitian menggunakan pendapat dari para ahli. Peneliti telah
meminta bantuan kepada dosen Ilmu Komunikasi khususnya dosen penguji
proposal penelitian untuk menelaah apakah materi instrumen telah sesuai dengan
konsep yang diukur. Dan setelah melakukan uji validitas, instrumen penelitian
yang telah disusun dinyatakan valid sehingga peneliti dapat melanjutkan
penelitian dengan instrumen yang telah dicapai kesepakatan validnya dalam uji
validitas.
Setelah menemukan hasil dari uji validitas, langkah berikutnya adalah
melakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas digunakan untuk melihat konsistensi
dari serangkaian pengukuran dari alat ukur yang telah ditentukan oleh peneliti.46
Untuk menemukan hasil dari uji reliabilitas dari instrumen penelitian yang telah
disusun, peneliti membutuhkan orang lain yang berperan sebagai koder. Dalam
melakukan uji reliabilitas ini, peneliti menggunakan formula Holsti.
Reliabilitas Antar-Coder = 2M
N1 + N2
46 Eriyanto. Ibid. Hal. 281.
41
Keterangan :
M = Jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing coder).
N1 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 1.
N2 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 2.47
Peneliti meminta bantuan kepada rekan mahasiswa Ilmu Komunikasi
Unika Soegijapranata, Adela Cantika sebagai koder pertama (C2) dan Silvy
Mefita mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro sebagai koder
kedua (C3). Untuk mendapatkan hasil dari uji reliabilitas, peneliti menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut;
1. Memberikan arahan dan penjelasan mengenai unit analisis dan
kategorisasi yang sebelumnya telah disusun oleh peneliti.
2. Kedua koder melakukan pengukuran pada 10 persen dari sampel yang
telah ditentukan, yakni masing-masing 11 berita.
3. Masing-masing hasil pengukuran koder 2 dan koder 3 dibandingkan
dengan hasil penelitian peneliti dengan menggunakan formula Holsti.
Peneliti melakukan uji reliabilitas pada 12 instrumen penelitian yang telah
disusun sebelumnya. Berikut merupakan tabel instrumen penelitian yang telah
disusun oleh peneliti;
Tabel 4.1 Indikator Penelitian
No Indikator
1. Masih dalam tahap penyelidikan.
2. Belum mempunyai bukti tindak kejahatan.
3. Belum ada keputusan dari hakim.
4. Pemberitaan dengan informasi nyata seperti di lapangan.
5. Pemberitaan tidak dibuat dengan asumsi wartawan.
47 Eriyanto. Ibid. Hal. 290.
42
6. Pemberitaan yang mengenal belas kasihan dan tidak kasar.
7. Pemberitaan yang tidak mengikutsertakan kronologis secara
vulgar.
8. Pemberitaan yang mematuhi norma kesusilaan.
9. Memakai inisial atau nama samaran.
10. Menyembunyikan identitas keluarga korban.
11. Memakai inisial atau nama samara.
12. Korban anak merupakan seorang yang berusia kurang dari 16
tahun atau belum menikah.
Sumber: Olahan Peneliti.
Dan berikut ini merupakan hasil dari uji reliabilitas yang telah dilakukan
oleh peneliti;
1. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (1)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 9 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti, maka
diperoleh angka 0,81 dan 0,72.
2. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (2)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 10 dan 10. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,90 dan 0,90.
3. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (3)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 8 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti, maka
diperoleh angka 0,72 dan 0,72.
4. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (4)
43
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 9 dan 10. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,81 dan 0,90.
5. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (5)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 8 dan 10. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,72 dan 0,90.
6. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (6)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 10 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,90 dan 0,72.
7. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (7)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 10 dan 10. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,90 dan 0,90
8. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (8)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 10 dan 9. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,90 dan 0,81.
9. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (9)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 8 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti, maka
diperoleh angka 0,72 dan 0,72.
44
10. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (10)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 8 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti, maka
diperoleh angka 0,72 dan 0,72.
11. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (11)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 8 dan 8. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti, maka
diperoleh angka 0,72 dan 0,72.
12. Hasil Uji Reliabilitas Indikator (12)
Jumlah koding yang disetujui oleh peneliti dan masing-masing koder
adalah 9 dan 11. Berdasarkan rumus koefisien reliabilitas dari Holsti,
maka diperoleh angka 0,81 dan 1. Dan berikut ini rekap hasil uji
reliabilitas yang didapatkan oleh peneliti;
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas
Indikator Koder 1 x Koder 2 Koder 1 x Koder 3
(1) 0,81 0,72
(2) 0,90 0,90
(3) 0,72 0,72
(4) 0,81 0,90
(5) 0,72 0,90
(6) 0,90 0,72
(7) 0,90 0,90
(8) 0,90 0,81
(9) 0,72 0,72
(10) 0,72 0,72
(11) 0,72 0,72
(12) 0,81 1
Sumber: Olahan Peneliti.
Setelah melakukan uji reliabilitas dan semua hasil coefficient reliability
mencapai diatas 0,70 persen maka instrumen penelitian yang disusun oleh
45
peneliti sudah dianggap memadahi dan dapat digunakan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
Dari hasil uji reliabilitas diatas, peneliti menemukan beberapa hasil uji
dengan angka temuan 0,72 persen. Angka temuan tersebut menandakan bahwa
beberapa hasil uji reliabilitas dengan angka 0,72 persen sangat mendekati angka
dari batas uji reliabilitas, yakni 0,70 persen.48
Dan hal ini terjadi pada 11
perbandingan dari hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan oleh peneliti.
Temuan 0,72 persen pertama terdapat pada uji reliabilitas dari koder 1 dan
koder 3 pada indikator (1). Isi dari indikator (1) adalah masih dalam tahap
penyelidikan. Indikator tersebut merupakan bagian dari kategorisasi
menghormati asas praduga tak bersalah. Dalam penelitian indikator (1), peneliti
mencari dan melihat apakah berita tersebut masih dalam tahap penyelidikan atau
kasus yang ada dalam berita kriminal tersebut telah berada pada tahap akhir
yaitu tahap penjatuhan hukuman oleh hakim.
Namun pada dasarya prinsip uji reliabilitas adalah mencari konsistensi dari
instrumen penelitian yang telah disusun peneliti. Dari hasil uji reliabilitas antara
koder 1 dan koder 3 pada indikator (1) menghasilkan angka 0,72 persen.
Terdapat 3 perbedaan dari keseluruhan unit analisis yang dijadikan sampel uji
reliabilitas atas instrumen penelitian tepatnya pada berita 2, 10, dan 11.
Perbedaan tersebut sudah biasa, karena pandangan tiap koder pastinya berbeda
satu sama lain ketika melakukan pendalaman atas unit analisis yang diteliti.
Perhitungan uji reliabilitas melihat dari persamaan pandangan dari kedua koder
48 Eriyanto. Ibid. Hal. 259.
46
atas indikator yang ada dalam instrumen penelitian. Dan hasil tersebut
dinyatakan sah karena angka temuan hasil uji reliabilitas di atas 0,70 persen.49
Temuan hasil uji reliabilitas selanjutnya adalah uji reliabilitas pada
indikator (3). Kedua hasil antara koder 1 dan koder 2 dan koder 1 dan koder 3
sama pada angka 0,72 persen. Isi dari inikator (3) adalah belum ada keputusan
dari hakim. Terdapat 3 perbedaan dari masing-masing uji reliabilitas antar koder
yang telah dilakukan. Perbedaan antara koder 1 dan koder 2 terletak pada berita
2, 4, dan 11, sedangkan antara koder 1 dan koder 3 terletak pada berita 9, 10,
dan 11.
Dalam penelitian indikator ini adalah mencari apakah unit analisis yang
dijadikan sampel masih dalam hasil penyidikan kepolisian atau telah masuk
dalam tahap pemberian keputusan dari hakim. Melalui perhitungan uji
reliabilitas ditemukan hasil sama pada angka 0,72 persen. Hasil tersebut
dinyatakan sah dan reliabel karena batas reliabel atau tidaknya uji reliabilitas
adalah 0,70 persen.50
Temuan hasil uji reliabilitas selanjutnya adalah pada indikator (5). Dalam
hasil uji reliabilitas ini ditemukan angka 0,72 persen perbandingan antara koder
1 dan koder 2. Isi dari indikator (5) adalah pemberitaan tidak dibuat dengan
asumsi wartawan. Terdapat 3 perbedaan dalam hasil uji reliabilitas antar koder
setelah melakukan pengujian. Perbedaan ini terdapat pada berita 2, 6, dan 7.
Dalam penelitian indikator (5) adalah melihat konten unit analisis atau
berita yang benar-benar sesuai dengan kejadian nyata tanpa ada campur tangan
49 Eriyanto. Ibid. Hal. 259. 50 Eriyanto. Ibid. Hal. 259.
47
dari asumsi pribadi wartawan. Harapan dari penerapan indikator (5) agar
informasi yang diberikan kepada masyarakat dapat mengedukasi dengan baik.
Dampak negatif yang akan timbul ketika wartawan melanggar indikator (5)
akan terjadi kesalah pahaman, karena wartawan melebih-lebihkan kejadian yang
sesungguhnya. Dan juga dapat mengubah pola pikir masyarakat pembaca akan
isi dari pemberitaan tersebut. Namun kembali lagi pada batas hasil uji
reliabilitas yaitu 0,70 persen, hasil ini dikatakan sah-sah saja.51
Temuan hasil uji reliabilitas selanjutnya ada dalam pengujian pada
indikator (6). Angka yang dihasilkan dalam pengujian ini sebesar 0,72 persen
perbandingan antara koder 1 dan koder 3. Isi dari indikator (6) adalah
pemberitaan yang mengenal belas kasihan dan tidak kasar. Terdapat 3
perbedaan dari 2 koder penelitian yang menghasilkan angka tersebut dan
tepatnya terletak pada berita 3, 4, dan 7.
Dalam penelitian indikator (6) adalah melihat dimana konten dari unit
analisis tidak terdapat tulisan yang bersifat kasar dan tetap pada jalur yang
mengenal jiwa keperimanusiaan. Konten tersebut bisa mengarah kepada korban
maupun pelaku kejahatan dalam berita yang dituliskan oleh para wartawan. Dan
hasil 0,72 persen tetap dinyatakan reliabel karena batas dari uji reliabilitas
sendiri adalah pada angka 0,70 persen.52
Temuan hasil uji reliabilitas selanjutnya ada dalam pengujian pada
indikator (9). Angka yang dihasilkan dalam pengujian perbandingan antara
koder 1 dan koder 2, koder 1 dan koder 3 sebesar 0,72 persen. Isi dari indikator
51 Eriyanto. Ibid. Hal. 259. 52 Eriyanto. Ibid. Hal. 259.
48
(9) adalah memakai inisial atau nama samaran. Terdapat 3 perbedaan dari
masing-masing koder, pada koder 1 dan 2 perbedaannya pada berita 2, 9, dan
11. Sedangkan pada koder 1 dan 3 perbedaannya terletak pada berita 2, 9, dan
11.
Dalam penelitian indikator (9) adalah melihat pada konten berita apakah
wartawan sudah menerapkan pemakaian inisial nama terhadap korban tindak
kejahatan. Dan hasil uji reliabilitas terhadap 2 koder tersebut menghasilkan
angka 0,72 persen yang mengartikan indikator pada isntrumen penelitian
bersifat reliabel.
Temuan selanjutnya ada pada uji reliabilitas pada indikator (10). Angka
yang dihasilkan pada uji reliabilitas perbandingan antara koder 1 dan 2, 1 dan 3
adalah sama 0,72 persen. Isi dari indikator (10) sendiri adalah menyembunyikan
identitas keluarga korban. Terdapat 3 perbedaan dari tiap hasil uji reliabilitas.
Pada koder 1 dan 2 perbedaannya terletak pada berita 4, 5, dan 9. Sedangkan
pada koder 1 dan 3 terletak pada berita 2, 6, dan 11.
Dalam penelitian indikator (10) adalah melihat apakah wartawan telah
menyembunyikan identitas keluarga korban tindak kejahatan. Setidaknya
dengan menggunakan inisial atau dengan nama samara. Namun mengingat hasil
uji reliabilitas pada 2 koder tersebut menghasilkan angka 0,72 persen, maka
indikator (10) dinyatakan reliabel dan dapat dilanjutkan dalam penelitian
selanjutnya.
Temuan selanjutnya ada pada uji reliabilitas pada indikator (11). Angka
yang dihasilkan pada uji reliabilitas perbandingan antara koder 1 dan 2, 1 dan 3
49
adalah sama 0,72 persen. Isi dari indikator (11) adalah memakai inisial atau
nama samaran. Terdapat 3 perbedaan dari tiap hasil uji reliabilitas. Pada koder 1
dan 2 perbedaannya terletak pada berita 2, 4, dan 11. Sedangkan pada koder 1
dan 3 terletak pada berita 2, 9, dan 11.
Dalam penelitian indikator (11) adalah melihat konten pada berita apakah
wartawan telah memakai inisial atau nama samaran untuk korban tindak
kejahatan asusila. Hal ini menjadi elemen sangat penting khususnya dalam
penerapan Kode Etik Jurnalistik pasal 5. Dalam hal ini wartawan di wajibkan
untuk menghormati privasi seseorang, apalagi yang menjadi korban tindak
kejahatan asusila.
4.2 Pembahasan
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah berita kriminal
pada surat kabar Jawa Pos Radar Semarang periode 1 Agustus 2017 – 30
September 2017. Total berita kriminal yang dijadikan sampel penelitian selama
periode yang telah ditentukan oleh peneliti sejumlah 106 berita.
Tabel 4.3 Daftar Berita Kriminal Periode Agustus-September 2017
No Edisi Judul
1. Selasa 1 Agustus 2017 Mahasiswa Unnes Resmi Tersangka Joki
2. Selasa 1 Agustus 2017 Pamitnya Kondangan, Ternyata di Sidang
3. Selasa 1 Agustus 2017 Pembobol Puskesmas Diringkus
4. Selasa 1 Agustus 2017 Curi Tabung Gas, Alasannya Demi Hidupi Anak
5. Rabu 2 Agustus 2017 Bapak-Anak Edarkan Sabu
6. Kamis 3 Agustus 2017 Driver Grab Babak Belur Dikeroyok 4 Pemabuk
7. Kamis 3 Agustus 2017 Potong 15 Persen, Diserahkan Melalui Bardi
8. Jumat 4 Agustus 2017 Motor Maling Ketinggalan, Ludes Dibakar Warga
9. Jumat 4 Agustus 2017 Terpegok Mencuri, Lemparkan Laptop
10 Sabtu 5 Agustus 2017 DJ Liquid di Tuntut 7 Tahun, Seret Nama Hendrik
11. Sabtu 5 Agustus 2017 Jajan Pakai Upal, Warga Jakarta Diringkus
12. Minggu 6 Agustus 2017 Terpegok Transaksi, 2 Pengedar
50
13. Minggu 6 Agustus 2017 Ditangkap Bobol Toko Alkes, Pencuri Gondol Uang
Tunai Rp 11 Juta
14. Minggu 6 Agustus 2017 Bobol Rumah, Cuma Makan Mi dan Nonton TV
15. Senin 7 Agustus 2017 Amankan 300 Liter Ciu
16. Senin 7 Agustus 2017 Diduga Ketahuan Selingkuh, Pukuli Istri
17. Selasa 8 Agustus 2017 Jelang Idul Adha, Curi Sapi, Ditangkap Polisi
18. Selasa 8 Agustus 2017 Lagi, Ringkus Kurir Sabu
19. Selasa 8 Agustus 2017 Jual Buku Untuk Beli Miras
20. Selasa 8 Agustus 2017 Lagi, Driver Grab Dikeroyok
21. Rabu 9 Agustus 2017 Pesta Oplosan, 4 Tewas, 3 Kritis
22. Rabu 9 Agustus 2017 Selipkan Sabu Dalam Nasi Bungkus
23. Rabu 9 Agustus 2017 Usai di BAP, Pelaku Curat Kabur
24. Kamis 10 Agustus 2017 Curi Baju di Mal, Terekam CCTV
25. Kamis 10 Agustus 2017 Bekuk 3 Tersangka Curanmor, 1 Buron
26. Jumat 11 Agustus 2017 Pesta Oplosan, 8 Siswa SMP Diamankan
27. Jumat 11 Agustus 2017 Bos Jamu PT Nyonya Meneer Di Polisikan
28. Jumat 11 Agustus 2017 Dipecat Tanpa Pesangon, Coba Bunuh Majikan
29. Jumat 11 Agustus 2017 Mahasiswi Pembuang Bayi Masih Diperiksa
30. Jumat 11 Agustus 2017 Gadaikan Mobil Sewaan, Dibekuk Polisi
31. Sabtu 12 Agustus 2017 Bos Hyundai Semarang Polisikan Wanita Hamil
32. Sabtu 12 Agustus 2017 Nyabu, Sopir Truk Terciduk
33. Sabtu 12 Agustus 2017 Tiga Tahun Ayah Kandung Cabuli Anaknya
34. Minggu 13 Agustus 2017 Diduga pesta Sabu, Tiga Polisi Ditangkap
35. Minggu 13 Agustus 2017 Sehari, Tiga Minimarket Dibobol
36. Senin 14 Agustus 2017 2 Kali Nyambret, Resedivis Diciduk
37. Rabu 16 Agustus 2017 Tiga Pemuda Babak Belur Dihajar Geng Motor
38. Rabu 16 Agustus 2017 Sekda Kebumen Dituntut 5 Tahun
39. Kamis 17 Agustus 2017 Dibunuh, Mayat Dibuang di Jalan
40. Kamis 17 Agustus 2017 Bos PGK Diduga Palsu Tanda Tangan Wali Kota
41. Sabtu 19 Agustus 2017 Pencuri Kotak Amal Musala Babak Belur
42. Minggu 20 Agustus 2017 Curi Motor Perusahaan, Kemudian Laporan Polisi
43. Selasa 22 Agustus 2017 Lima Tersangka Narkoba Ditangkap
44. Rabu 23 Agustus 2017 3 Orang Ditangkap Saat Pesta Sabu
45. Rabu 23 Agustus 2017 Pembunuh Dosen Undip Dijerat Pasal Berlapis
46. Rabu 23 Agustus 2017 Pelaku Utama Masih Diburu
47. Rabu 23 Agustus 2017 Uang Saku Untuk Beli Miras
48. Rabu 23 Agustus 2017 Kholiq Pukul Pakai Paving, Iwan Tusuk 14 Kali
49. Kamis 24 Agustus 2017 Ngaku Dukun, Cabuli Pasien Di Hotel
50. Kamis 24 Agustus 2017 Kini Pengedar Narkoba Gunakan Jalur Laut
51. Kamis 24 Agustus 2017 Gelapkan Motor, Lalu Dijual di Facebook
52. Senin 28 Agustus 2017 Pengedar Pil Koplo Dibekuk
53. Selasa 29 Agustus 2017 Keluar Dari Penjara, Pecandu Sabu Diringkus
54. Rabu 30 Agustus 2017 Gagalkan Transaksi, Bekuk Napi Pengendali
55. Rabu 30 Agustus 2017 Nyabu, Ibu Rumah Tangga Dibekuk
51
56. Rabu 30 Agustus 2017 Tiga Pencuri Kayu Berhasil Dibekuk
57. Jumat 1 September 2017 Kenalan di Medsos, Janda Muda Tertipu Rp 22 Juta
58. Jumat 1 September 2017 Dua Bersaudara Terancam Tujuh Tahun Penjara
59. Jumat 1 September 2017 Bandar Togel Diringkus Polisi
60. Jumat 1 September 2017 Pencuri Helm Ditangkap Korbannya
61. Sabtu 2 September 2017 Palak Pengemis, Dituntut 4 Tahun Penjara
62. Selasa 5 September 2017 Bulliying Diduga Terjadi di SMA TN
63. Selasa 5 September 2017 Pesta Miras Oplosan, Tiga Tewas
64. Rabu 6 September 2017 Mencuri Di Masjid Korem
65. Kamis 7 September 2017 Diduga Korupsi, Juru Timbang Bulog Ditahan
66. Kamis 7 September 2017 Bandar Judi Dadu Dibekuk
67. Sabtu 9 September 2017 Suruh Nenek Mengemis, Divonis 3,5 Tahun
68. Senin 11 September 2017 30 Pemuda Tawuran, Tujuh Diamankan
69. Senin 11 September 2017 Vixion Warna Putih Digasak Pencuri
70. Selasa 12 September
2017
Empat Siswa SMP Rampas Motor
71. Selasa 12 September
2017
4 Pemakai Sabu Ditangkap
72. Selasa 12 September
2017
Warga Gagalkan Dua Pencuri Spesialis Jok
73. Rabu 13 September 2017 Jadi Kurir Narkoba, Pasutri Ditangkap
74. Rabu 13 September 2017 Mantan Kepala Pasar Dituntut 15 Bulan Penjara
75. Rabu 13 September 2017 Polisi Buru Pembunuh Pasangan Pengusaha
76. Rabu 13 September 2017 Bawa Kabur Motor Kenalan
77. Kamis 14 September
2017
Tiga Pembunuh Dibekuk, Satu Tewas Ditembak
78. Kamis 14 September
2017
Dijerat Lehernya dan Ditusuk
79. Kamis 14 September
2017
Tiga Pencuri Kentang Dihajar Massa
80. Jumat 15 September
2017
Lecehkan Polisi, Pelajar Diciduk
81. Jumat 15 September
2017
Uang Rp 300 raib
82. Sabtu 16 September 2017 Buron Setahun, Diringkus
83. Sabtu 16 September 2017 Jual Miras, Lima Warung Makan Di Razia
84. Minggu 17 September
2017
Edarkan Pil Koplo, Dua Pelajar SMK Diringkus
85. Senin 18 September 2017 Kusman Terancam Tujuh Tahun Penjara
86. Selasa 19 September
2017
Peredaran Obat Kuat Ilegal Dibongkar
87. Selasa 19 September
2017
Dikendalikan dari Lapas, Kurir Narkoba Dibekuk
88. Selasa 19 September
2017
BNN Amankan Pengedar Pil Excimer
52
89. Kamis 21 September
2017
BPN dan Tim Kurator Nyonya Meneer Digugat
90. Kamis 21 September
2017
Bupati Klaten Divonis 11 Tahun
91. Kamis 21 September
2017
Pelajar Saling Lempar Batu
92. Kamis 21 September
2017
Buron Sehari, Pembunuh Dukun Dibekuk
93. Jumat 22 September
2017
Ditangkap, Hina Jokowi di Facebook
94. Minggu 24 September
2017
Sulit Bedakan Cinta dan Ketakutan
95. Selasa 26 September
2017
Dipancing Lewat FB, Pencuri PS Ditangkap
96. Selasa 26 September
2017
Istri Jadi TKW, Kakek Cabuli Anak Tetangga
97. Selasa 26 September
2017
Bekuk Pengedar Narkoba dan 23 Penjudi
98. Selasa 26 September
2017
Pecah Kaca, Perampok Gondol Rp 100 Juta
99. Rabu 27 September 2017 Seorang Dokter Segera Diadili
100. Rabu 27 September 2017 Buron Curanmor Ditangkap
101. Kamis 28 September
2017
Curi Motor Tetangga Dibekuk
102. Jumat 29 September
2017
Tergiur Bisnis BBM, Eks Dewan Tertipu Rp 390 Juta
103. Jumat 29 September
2017
Tawuran, 93 Siswa SMK Diamankan
104. Jumat 29 September
2017
Memeras Orang Pacaran Diringkus
105. Sabtu 30 September 2017 Tergoda Paha, Gagal Mencuri Burung
106. Sabtu 30 September 2017 Paling Banyak Pembelinya Anjal
Sumber: Olahan Peneliti.
Setelah peneliti mengumpulkan berita yang akan dijadikan subjek
penelitian, selanjutnya peneliti melakukan pengukuran penerapan Kode Etik
Jurnalistik (PWI) khususnya pasal 4 dan pasal 5. Dan berikut isi dari kedua pasal
tersebut,
Pasal 4 : “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis
dan cabul”.
53
Pasal 5 : “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan
identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak
yang menjadi pelaku kejahatan”.53
Dalam penelitian ini, peneliti telah menyusun batasan/kategori yang telah
ditemukan agar memudahkan peneliti untuk membedah lebih dalam unit analisis
yang telah ditentukan. Peneliti melakukan pengukuran pada tiap-tiap kalimat
berita yang dijadikan sampel penelitian. Dan berikut ini merupakan hasil dan
analisis penelitian yang telah ditemukan oleh peneliti.
Tabel 4.4 Tema Berita Kriminal Jawa Pos Radar Semarang Periode
Agustus-September 2017
Tema Berita Frekuensi (F) Persen (%)
Pembunuhan 9 8,5
Penganiayaan 9 8,5
Target Operasi 1 0,9
Narkoba/Miras dan Judi 32 30,2
Pemerkosaan/Pencabulan 3 2,8
Perampokan/Pencurian 26 24,5
Pengancaman/Pemanfaatan 4 3,8
Korupsi 4 3,8
Pelecehan IITE 2 1,9
Kerusuhan/Perusakan 3 2,8
Penipuan/Penggelapan 11 10,4
Pembuangan Bayi 1 0,9
Pungli 1 0,9
Jumlah 106 100
Sumber: Olahan Peneliti.
Berdasarkan hasil temuan peneliti dalam periode 1 Agustus – 30
September 2017, tema berita kriminal yang mendominasi adalah tentang
kejahatan narkoba, miras, dan perjudian yaitu sebanyak 32 item dengan presentase
53 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
54
30,2 persen. Selain itu, tema perampokan dan pencurian juga sering muncul pada
periode tersebut, yaitu sebanyak 26 item dengan presentase 24,5 persen.
4.1.1 Analisis Kategori Tulisan Bohong dan Fitnah
Peneliti melakukan analisis ini berdasarkan dua kategori yang ada dalam
kategori penelitian yang tepatnya terdapat pada pasal 4 Kode Etik Jurnalistik
(PWI), yaitu menghormati asas praduga tak bersalah dan menyiarkan informasi
yang tidak memfitnah. Dan peneliti melakukan penurunan menjadi 2 aspek yang
dijadikan batasan dalam menganalisis, penafsirannya sebagai berikut;
a. Bohong, artinya sesuatu yang sebelumnya sudah diketahui oleh
wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah, artinya tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja
dengan niat buruk.54
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kategori Tulisan Bohong dan Fitnah
Item Frekuensi Presentase (%)
Ada 0 0
Tidak Ada 106 100
Tidak Jelas 0 0
Jumlah 106 100
Sumber: Olahan Peneliti.
Dalam kategori berita bohong dan fitnah, tidak ditemukan sama sekali
adanya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (PWI) pasal 4. Artinya, wartawan dari
surat kabar Harian Jawa Pos Radar Semarang telah menyajikan berita khususnya
berita-berita kriminal yang real, sesuai fakta tanpa ada unsur fitnah dan bohong
pada konten berita kriminal tersebut. Berita bohong dan fitnah berisi tulisan yang
54 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
55
memojokan atau menyudutkan pihak tertentu. Dan tidak jarang berita bohong dan
fitnah menghadirkan tulisan yang berlebihan atau mendramatisir sesuatu hal yang
terdapat dalam isi berita tersebut. Berikut ini merupakan salah satu contoh berita
yang ada dalam unit analisis penelitian yang dapat dikatakan tidak ada
pelanggaran dalam kategori tulisan bohong dan fitnah
Gambar 4.1 Contoh Berita Tanpa Pelanggaran Fitnah dan Bohong
56
Gambar diatas merupakan salah satu berita yang dapat dikatakan tidak
melanggar dua aspek dalam analisis pertama ini, yaitu analisis berita yang
mengandung tulisan bohong dan fitnah. Contoh berita tersebut adalah salah satu
berita deks kriminal dengan tema korupsi. Sangat jelas apa yang terdapat dalam
konten berita tersebut. Wartawan menuliskan orang-orang yang terlibat dalam
kasus tersebut secara jelas. Dan juga konten yang dianggap rawan, dapat
dituliskan dengan sangat jelas. Hal ini sangat berhubungan dengan dua aspek
diatas. Karena ketika wartawan menyebarkan informasi tidak sesuai dengan fakta
yang didapatkan, nantinya akan menimbulkan keraguan bagi pembaca bahkan
kerugian bagi tersangkat maupun orang-orang yang terlibat dalam sebuah kasus
57
yang diberitakan. Namun dalam salah satu contoh berita yang terdapat dalam unit
analisis penelitian, wartawan telah menerapkan aspek penulisan bohong dan fitnah
dengan baik
4.1.2 Analisis Kategori Tulisan Sadis
Peneliti melakukan penelitian ini berdasarkan salah satu kategori yang
terdapat dalam kategori penelitian yang telah disusun. Untuk kategori sadis,
merupakan salah satu aspek dari bagian pasal 4 Kode Etik Jurnalistik (PWI).
Bunyi dari kategori tersebut adalah menyiarkan informasi yang bersifat tidak
sadis. Dan kata sadis sendiri memiliki sebuah penafsiran yang telah ada di dalam
Kode Etik Jurnalistik (PWI);
1. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.55
Tabel 4.6 Hasil Analisis Tulisan Sadis
Item Frekuensi Presentase (%)
Ada 2 1,9
Tidak Ada 104 98,1
Tidak Jelas 0 0
Jumlah 106 98,1
Sumber: Olahan Peneliti.
Dalam hasil analisis kategori sadis, peneliti hanya menemukan
sedikit pelanggaran yang terjadi. Seperti yang ditunjukan pada tabel
diatas, terdapat dua berita yang melanggar kategori sadis yang tercantum
dalam pasal 4 Kode Etik Jurnalistik (PWI). Pelanggaran dari kedua berita
tersebut ada pada judul pada masing-masing berita. Dan berikut ini
merupakan contoh pelanggaran yang telah terjadi;
55 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
58
Berita 1 : terbitan Rabu, 23 Agustus 2017”Kholig Pukul Pakai Paving,
Iwan Tusuk 14 Kali”.
Gambar 4.2 Contoh Berita Kriminal 1
Memang sangat dibutuhkan ketika memilih untuk memperlihatkan
judul yang menarik dalam suatu pemberitaan. Dengan adanya judul yang
menarik, pastinya akan menumbuhkan minat dari para pembaca dan
pembaca lebih merasa penasaran akan isi dari berita tersebut. Namun
seperti judul yang ada diatas, “Kholiq Pukul Pakai Paving, Iwan Tusuk
14 Kali” menurut peneliti, wartawan telah melakukan sebuah pelanggaran
dari pemilihan judul tersebut.
Pelanggaran tersebut terdapat pada judul “Kholiq Pukul Pakai
Paving, Iwan Tusuk 14 Kali”. Menurut peneliti, pemilihan judul tersebut
terlihat kurang pas dan kurang pantas untuk dijadikan sebuah sumber
informasi bagi masyarakat. Wartawan secara tidak langsung menunjukan
secara jelas kejadian penganiayaan kepada korban pada berita tersebut.
Jika di artikan, paving merupakan sebuah benda keras yang digunakan
untuk bahan proyek. Karena pemilihan judul seperti diatas, nantinya
pembaca akan mendapat sebuah imajinasi yang kurang menyenangkan
setelah membaca judul tersebut.
59
Wartawan seharusnya juga memperhatikan bagaimana kondisi
keluarga korban pembunuhan tersebut, ketika bagian keluarga tau bahwa
reka kejadian ditunjukan secara jelas dalam sebuah kalimat yaitu pada
judul berita. Dan berita ini dianggap peneliti melanggar kategori tulisan
sadis.
Berita 2 : terbitan Kamis, 14 September 2017 “Dijerat Lehernya dan
Ditusuk”
Gambar 4.3 Contoh Berita Kriminal 2
Sama halnya yang terjadi pada pelanggaran sebelumnya, judul
merupakan elemen yang sangat penting dari setiap pemberitaan. Ketika
judul dianggap menarik, akan semakin penasaran pula untuk pembaca
menindaklanjuti berita tersebut. Namun wartawan tetap harus berhati-hati
dalam melakukan pemilihan judul pada berita yang akan ditulisnya.
Pemilihan judul “Dijerat Lehernya dan Ditusuk” tersebut lebih
pada memperlihatkan kesadisan dari berita tersebut. Karena pada
dasarnya pembaca memiliki batasan-batasan sendiri dalam menelaah
60
sesuatu hal kususnya sumber informasi yang diterimanya. Ketika
membaca judul tersebut, pastinya semua orang akan terbawa dalam
membayangkan apa yang telah terjadi dengan adanya judul seperti itu.
Kata dijerat sudah sangat menggambarkan sebuah kesadisan, dan lagi
digabung dengan leher manusia. Bagaimana tidak mungkin, ketika
pembaca membaca tersebut akan merasa jijik dan tidak nyaman.
Melihat dua pelanggaran yang ada dalam analisis kategori sadis.
kita perlu mengetahui bahwa tulisan sadis memiliki efek yang negatif.
Tidak semua pembaca dapat menelaah setiap yang ada pada konten berita
dengan baik terhadap penggambaran kekejaman yang ada dalam isi
berita.
4.1.3 Analisis Kategori Tulisan Cabul
Peneliti melakukan analisis kategori tulisan cabul yaitu berdasarkan salah
satu dari kategori penelitian yang ada dalam pasal 4 Kode Etik Jurnalistik (PWI).
Bunyi dari kategori tersebut adalah menyiarkan informasi yang tidak cabul. Dari
isi kategori tersebut sudah sangat jelas, bagian mana dan konteks apa yang
dilakukan penelitian oleh peneliti. Kata cabul pun memiliki penafsiran tersendiri
seperti yang telah tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik (PWI) yaitu;
1. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan
foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk
membangkitkan nafsu birahi.56
Tabel 4.7 Hasil Analisis Kategori Tulisan Cabul
56 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
61
Item Frekuensi Presentase (%)
Ada 1 0,9
Tidak Ada 105 99,1
Tidak Jelas 0 0
Jumlah 106 99,1
Sumber: Olahan Peneliti.
Dalam analisis ini, seperti pada tabel yang telah disusun yaiotu
peneliti menemukan hanya sedikit adanya pelanggaran pada analisis
kategori cabul. Pelanggaran tersebut tepatnya terletak pada konten berita.
Pelanggaran ini sangat berdampak berdampak negatif bagi semua pihak
yang terlibat dalam aktifitas pemberitaan. Dengan adanya kata-kata erotis
yang nantinya dapat menimbulkan pikiran negatif dari pembaca. Berikut
hasil analisa pelanggaran kategori tulisan cabul pada unit analisis yang telah
ditentukan;
Kamis, 24 Agustus 2017. “Ngaku Dukun, Cabuli Pasien di Hotel”
“Usai membaca mantra, Nasikan meminta RR untuk memegangi SZ dari
belakang. Sementara dari depan, Nasikun memegangi bagian intim milik
SZ dengan cara menggesek-gesekan dan memasukan jarinya”.
Terlihat adanya pelanggaran dalam isi dari berita kriminal yang
terbit pada 24 Agustus 2017. Dalam penulisan isi berita tersebut, wartawan
menuliskan kalimat yang tidak mematuhi norma kesusilaan. Kalimat yang
dimaksud adalah terletak pada “dengan cara menggesek-gesekan dan
memasukan jarinya”. Ketika pembaca menemui konten pemberitaan yang
seperti itu, akan tumbuh berbagai imajinasi yang timbul dari pribadi mereka
sendiri. Dan seperti yang telah ditafsirkan pada arti cabul dalam Kode Etik
Jurnalistik (PWI), berbagai macam konten yang bersfiat cabul akan
62
membangkitkan nafsu birahi dari para pembaca. Pastinya ketika hal itu
terjadi, konten ini dianggap sangat melanggar dari kategori tulisan cabul.
Seharusnya wartawan lebih menutupi agar isi berita lebih layak
dibaca berkaitan dengan pasal 4 Kode Etik Jurnalistik bahwa pemberitaan
harus mematuhi norma kesusilaan serta tidak mengikutsertakan kronologis
secara vulgar. Karena mereka tahu bahwa menunjukan kata-kata yang
vulgar akan berakibat negatif bagi semua pihak yang terkait, begitupun
dengan korban kejahatan pada berita kriminal tersebut.
4.1.4 Analisis Kategori Menyebutkan dan Menyiarkan Identitas Korban
Kejahatan Asusila
Penelitian pada analisis kategori menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan asusila diangkat dari kategori pasal 5 Kode Etik Jurnalistik
(PWI). Kategori tersebut menyatakan bahwa wartawan Indonesia tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan asusila.57
Tabel 4.8 Hasil Analisis Kategori Menyebutkan dan Menyiarkan
Identitas Korban Kejahatan Susila
Item Frekuensi Presentase (%)
Ada 0 0
Tidak Ada 106 100
Tidak Jelas 0 0
Jumlah 106 100
Sumber: Olahan Peneliti.
Setelah peneliti melakukan penelitian pada unit analisis yang telah
disusun oleh peneliti, peneliti tidak menemukan sama sekali adanya
pelanggaran yang terjadi. Dalam kategori tersebut bahwa wartawan
Indonesia tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. Identitas
57 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
63
yang dimaksud adalah tentang semua data dan informasi menyangkut diri
seseorang yang bisa memudahkan orang lain untuk melacak.
Korban kejahatan asusila sendiri terdiri dari berbagai macam kasus
yang terjadi. Misalnya adalah sebagai korban pemerkosaan, pencabulan,
KDRT, maupun segala kekerasan seksual yang terjadi karena unsur
kesengajaan dari para pelaku. Dalam membuat suatu berita kejahatan susila,
wartawan harus memiliki prinsip kehati-hatian, rasa empati, dan sikap
bijaksana yang timbul dari dalam diri mereka.
Namun berhubungan dengan hasil analisis dari unit analisis yang
telah ditentukan oleh peneliti, nampaknya analisis kategori ini aman untuk
unit analisis yang ada. Peneliti tidak sama sekali menemukan adanya
pelanggaran yang ada. Dan berikut ini contoh berita-berita dari unit analisis
yang memang tidak melanggar analisis kategori menyebutkan identitas
korban kejahatan susila;
Gambar 4.4 Contoh Non Pelanggaran Kategori WITMIKKA
Dapat kita lihat dari salah satu contoh diatas, khususnya mengenai
penerapan kategori menyebutkan identitas korban kejahatan susila. Pada contoh
berita tersebut, wartawan telah menggunakan inisial/nama samara bagi korban
64
kejahatan tindak susila. Bahkan identitas keluarga korban pun ikut disamarkan.
Hal ini menandakan bahwa penyebutan identitas merupakan salah satu hal yang
dapat dibilang memiliki segi sensivitas yang tinggi. Apalagi yang menjadi korban
kejahatan susila adalah anak-anak.
Pada kategori ini juga dijelaskan bahwa korban yang dapat disebut
sebagai anak-anak adalah seseorang yang usianya 16 atau kurang dari 16 tahun.
Maka wartawan diharapkan sangat melindungi ketika mendapati kasus yang
akan dijadikan pemberitaan yang korbannya merupakan anak-anak. Perlu sikap
hati-hati dan jeli dari wartawan ketika mendapati atau akan menulis sebuah
berita yang berhubungan dengan kejahatan susila. Karena seperti yang telah
dijelaskan diatas, wartawan memiliki tanggung jawab yang besar untuk
melakukan penerapan dan perhatian dalam kategori menyebutkan identitas
korban kejahatan susila.
4.1.5 Analisis Kategori Menyebutkan Identitas Anak yang Menjadi Pelaku
Kejahatan
Penelitian pada analisis kategori menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan merupakan salah satu kategori yang ada dalam Kode
Etik Jurnalistik (PWI) pasal 5. Di dalam tersebut menyebutkan bahwa wartawan
Indonesia tidak menyebutkan identitas pelaku kejahatan anak-anak.58
Tabel 4.9 Hail Analisis Kategori Menyebutkan Identitas Anak yang
Menjadi Pelaku Kejahatan
Item Frekuensi Presentase (%)
Ada 0 0
Tidak Ada 106 100
Tidak Jelas 0 0
Jumlah 106 100
58 Internet. Ibid. https://pwi.or.id/index.php/uu-kej
65
Sumber: Olahan Peneliti.
Dalam penelitian analisis kategori yang terakhir, peneliti tidak
menemukan sama sekali adanya pelanggaran yang terjadi. Khususnya dalam
unit analisis yang telah disusun dan ditentukan peneliti sebagai subjek
penelitian. Berkaitan dengan kategori tersebut disebutkan bahwa wartawan
tidak diperkenankan untuk menulis atau menyebarkan identitas pelaku
kejahatan anak-anak. Yang dimaksud dari pelaku kejahatan anak-anak adalah
seseorang yang usianya kurang dari 16 tahun.
Dalam kategori ini wartawan dituntut untuk benar-benar
menyembunyikan identitas dari anak sebagai pelaku kejahatan. Menimbang
dari kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang wartawan. Karena dalam
hal ini ketika terjadi penyebutan identitas pada pelaku kejahatan anak-anak,
sangat jelas pihak yang bersangkutan akan sangat dirugikan. Informasi
pastinya bersifat umum dan semua orang bisa mendapatkannya. Maka dari itu
peran wartawan dalam hal ini sangat dituntut untuk tetap mengemban
tanggung jawab mereka. Dan berikut ini contoh berita yang tidak terdapat
pelanggaran Kode Etik Jurnalistik kategori yang terakhir;
Gambar 4.5 Contoh Non Pelanggaran Kategori WITMIPKA
66
Gambar diatas merupakan salah satu contoh yang ada dalam unit
analisis yang termasuk bebas dari pelanggaran kategori tidak menyebutkan
identitas pelaku kejahatan anak-anak. Dapat dilihat secara jelas, bahwa dalam
contoh tersebut wartawan menggunakan inisial pada penyebutan nama pelaku.
Dan juga usia dari para pelaku tertera sangat jelas, mereka berusia kurang dari
16 tahun.
Setelah melakukan penelitian pada seluruh unit analisis yang telah
ditentukan oleh peneliti, peneliti menemukan beberapa penemuan yang
dianggap melanggar Kode Etik Jurnalistik (PWI) khususnya pada pasal 4 dan
5. Meskipun hanya terdapat sedikit pelanggaran, namun secara tanggung
jawab seharusnya wartawan lebih berhati-hati dalam menuliskan sebuah
informasi yaitu berita. Karena informasi tersebut bersifat umum dan bebas
untuk dikonsumsi oleh siapa saja.
Sebagai seorang yang berprofesi sebagai wartawan pastinya akan sadar
bahwa mereka mengemban tanggung jawab dan mensyaratkan adanya
67
kebebasan. Karena tanpa adanya sebuah kebebasan, seorang wartawan sulit
untuk melakukan dan mengembangkan pekerjaannya. Akan tetapi kebebasan
tanpa disertai tanggung jawab akan sangat mudah menjerumuskan wartawan
kedalam praktek jurnalistik yang kotor, merendahkan harkat dan martabat dari
wartawan.
Dalam pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (PWI) oleh wartawan sendiri
pastinya tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu adanya kesadaran
diri akan tanggung jawab prosefisnya dan memerlukan jiwa profesionalitas
yang sangat tinggi. Khsusunya pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
tentang penerapan Kode Etik Jurnalistik (PWI) khususnya pasal 4 dan 5 pada
surat kabar Harian Jawa Pos Radar Semarang.
Selama periode dua bulan dari 1 Agustus – 30 September 2017,
ditemukan hanya sedikit kasus pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pasal 4 dan
5 yang terjadi. Presentase penerapannya pun terhitung sangat tinggi, hampir
98 persen berita kriminal sesuai periode yang telah ditentukan peneliti bebas
dari adanya pelanggaran dari segi konten penulisan berita. Dalam penelitian
ini memang peneliti hanya memfokuskan pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi pada konten tulisan saja. Namun diluar itu semua peneliti juga
menemukan pelanggaran lainnya yang juga berkaitan dengan pasal 4 dan 5
Kode Etik Jurnalistik (PWI) yaitu pada gambar yang dipilih oleh wartawan
dalam satu berita. Dan berikut ini contoh pelanggaran yang ditemukan oleh
peneliti;
68
Gambar 4.6 Contoh Penemuan Pelanggaran Gambar KEJ
Jika dilihat gambar diatas jelas melihatkan adanya pelanggaran yang
dibuat oleh wartawan. Pelanggaran tersebut berupa penampilan gambar pelaku
kejahatan anak-anak. Pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (PWI) telah
menjelaskan bahwa Wartawan Indonesia tidak menyebutkan identitas pelaku
kejahatan anak-anak. Identitas tidak hanya nama, tapi sebuah gambar. Dimana
gambar itu sangat jelas menunjukan wajah dari para pelaku. Maka dari itu
berita yang terbit pada Jumat 11 Agustus 2017 dengan judul “Pesta Oplosan, 8
Siswa Smp Diamankan” dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik (PWI)
pasal 5.