6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gaster
2.1.1 Definisi
Gaster merupakan bagian dari tractus gastrointestinal diantara
esophagus dan duodenum. Organ ini adalah saluran pencernaan yang
mengalami dilatasi pada beberapa bagiannya yaitu: fundus, curvatura major
dan antrum pyloricum. Sesuai dengan bentuk dan anatominya mempunyai
fungsi sebagai penampung makanan, proses digesti (pencernaan) dan bagian
kecil proses absorbsi misalnya alkohol. (Netter, 2014).
2.1.2. Sistem Arteri Gaster
Perdarahan gaster berasal dari arteri gastrica sinistra yang berasal dari
truncus coeliacus, arteri gastric dekstra yang dilepaskan dari arteri hepatica,
arteri gastroepiploica cabang dari arteri gastricaduodenalis, arteri
gastroepiploica cabang dari arteri gastricaduodenalis, arteri gastro-
omentalis yang berasal dari arteri splenica, dan arteri gastrica breves berasal
dari distal arteri splenica. (Netter, 2014).
2.1.3. Sistem Vena Gaster
Vena-vena gaster mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal letak
dan lintasan. Vena gastrica dekstra dan vena-vena gastrica sinistra
mencurahkan isinya ke dalam vena porta hepatis, dan vena gastrica breves
dan vena gastroomentalis membawa isinya ke vena splenica yang bersatu
6
7
dengan vena mesentrika superior untuk membentuk vena porta hepatis.
Vena gastroomentalis dekstra bermuara dalam vena mesentrica superior.
(Netter, 2014).
2.1.4. Sistem Limfe Gaster
Pembuluh limfe gaster mengikuti arteri sepanjang curvatura mayor dan
curvatura gastric minor. Pembuluh-pembuluh ini menyalurkan limfe dari
permukaan ventral dan permukaan dorsal lambung kedua curvatura tersebut
utuk dicurahkan ke dalam nodi lymphoidei gastroepiploici yang tersebar
ditempat tersebut. Pembuluh eferen dari kelenjar limfe ini mengikuti arteri
besar ke nodi lymphoidei coeliaci. Persarafan gaster parasimpatis berasal
dari truncus vagalis anterior dan truncus vagalis posterior serta cabangnya.
Persarapan simpatis berasal dari segmen medula spinalis T6-T9 melalui
plexus coeliacus dan disebarkan melalui plexus sekeliling arteria gastrica
dan arteria gastroomentalis. (Netter, 2014).
2.2. Anatomi Gaster Tikus
Morfologi organ tubuh tikus analog dengan morfologi organ manusia.
Oleh karena itu, sering digunakan sebagai hewan pengujian obat sebelum
diberikan pada manusia. Salah satu organ tikus yang analogis dengan organ
manusia adalah gaster .Tikus memiliki satu lambung (monogastric) terletak
di sisi kiri rongga abdomen dan berbatasan dengan hati (Malole et al. 2005).
Lambung dan organ pencernaan lainnya terikat ke rongga tubuh bagian
dorsal oleh mesenterium yang kaya pembuluh darah. Mesenterium yang
mengikat lambung pada kurvatura mayor disebut omentum. Lambung tikus
8
terbagi menjadi 2 bagian, sisi glandular dan sisi lambung depan non-
glandular yang berdinding tipis. Kedua bagian tersebut dibatasi oleh sebuah
jembatan (ridge) yang sekaligus melapisi pintu masuknya esofagus.
Struktur lambung ini mencegah terjadinya muntah pada tikus. Sisi lambung
depan non-glandular memiliki lipatan mukosa yang menyerupai mukosa
lumen dan dilapisi oleh sel epitel skuamosa bertingkat dan berperan sebagai
reservoir. Sisi glandular lambung (korpus) memiliki karakteristik adanya
sumur lambung yang dilapisi oleh sel epitel kolumner selapis. Kelenjar
lambung terdiri dari sel parietal dan chief cell/sel zimogen. Bagian pilorus
lambung tikus dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang juga melapisi
perpanjangan sumur lambung. Dibawah lapisan tersebut terdapat kelenjar
pilorus. (Malole et al. 2005).
Bringman et al. (1995) menyatakan bahwa secara anatomis lambung
mamalia dibagi atas 4 regio, yaitu cardia, fundus, body atau corpus dan
pilorus. Cardia, merupakan bagian dengan luas kecil dan zona pembatas
dekat gastrophageal junction. Fundus, pada mamalia merupakan regio yang
berbentuk kubah terletak sebelah kiri dari esofagus dan banyak terdapat sel
kelenjar. Body atau corpus, merupakan bagian terluas dari lambung (kurang
lebih 2/3 bagian lambung) yang membentang dari fundus inferior sampai
ke pilorus. Pilorus merupakan bagian yang paling akhir. Pilorus berbentuk
corong dengan perluasan kerucut, pada sambungan dengan badan disebut
pyloric antrum dan batang corongnya disebut pyloric canal. Bagian akhir
pylorus terdapat sphinter yang berfungsi mengatur pelepasan chyme ke
9
dalam duodenum. Berikut merupakan gambaran bentuk anatomis dari
lambung dengan regio-regionya:
Gambar 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia. (Tortora dan
Grabowski 2003)
2.3 Histologi Lambung
Lambung depan (lambung nonkelenjar) berbentuk epitel pipih banyak
lapis yang tertutupi oleh lapis keratin. Ketebalan lapisan keratin bervariasi
tergantung pada spesies, umur, diet dan derajat perluasan lambung. Batas
antara lambung nonkelenjar dan lambung kelenjar dapat terlihat pada
peralihan bentuk epitel pipih banyak lapis ke bentuk epitel silindris sebaris.
Menurut Belevander et al. (2000); Bringman et al. (1995); Gartner dan Hiatt
(2001), secara umum, histologi lambung dapat dibedakan menjadi beberapa
bagian yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa dan serosa. Berikut
merupakan gambaran histologi lambung beserta lapisan-lapisannya:
10
Gambar 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus. M= mukosa; MM=
muskularis mukosa; SM= submukosa; TM= tunika muskularis. Gartner dan
Hiatt (2001)
Mukosa Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang,
membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya
tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa
terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia dan muskularis
mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran
yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk
dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap
bagian lambung. Di bawah epitel terdapat suatu lamina propia dan lapisan
di bawah sumuran ini mengandung kelenjar lambung. Kelenjar lambung
berbentuk simpel dan tipe tubular yang meluas hingga basal lubang
sumuran. Gartner dan Hiatt (2001). Kelenjar lambung dibagi menjadi tiga
11
daerah yaitu isthmus, leher dan basal (Gambar 3). Pada masing-masing
daerah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Tiap kelenjar
lambung terbentuk dari empat jenis sel yaitu: sel-sel lendir leher, sel-sel
utama (Chief cell/peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik) dan sel-sel
enteroendokrin (Gambar 4).
Gambar 3 Histologi kelenjar lambung bagian fundus yang terdiri atas
isthmus (a), leher (b) dan basal (c). Gartner dan Hiatt (2001)
Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari sel permukaan, bersifat
basofil, jumlahnya relatif sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan
menyempit di bagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi
mensekresikan mukus. Sel-sel utama (Chief cell/peptic cells) melapisi
bagian bawah kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel serosa yang
khas. Sel ini mengandung bahan basofil, sebagian besar mitokondria dan
granula sekresi yang mengandung pepsinogen, zat pemula pepsin.
Eksositosi pepsinogen dipengaruhi rangsangan syaraf dan hormon. Sel-sel
12
parietal atau sel oksintik berbentuk bulat telur, berukuran relatif besar dan
bersifat asidofil. Sel-sel ini memproduksi pendahulu dari asam hidroklorat
(HCl) dan faktor intrinsik lambung. Letaknya tersebar pada lumen
dipisahkan oleh sel-sel utama (Chief cell). Sel-sel enteroendokrin berjumlah
lebih sedikit dan letaknya tersebar di antara membran dasar dan sel-sel
utama (Chief cell). Sel-sel ini berfungsi mengatur komposisi sekresi
lambung (air, enzim dan kadar elektrolit), motilitas dinding usus, proses
penyerapan dan penggunaan makanan (Belevander et al. 2000; Bringman
et al. 1995; Gartner dan Hiatt 2001).
Submukosa Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan submukosa.
Lapisan submukosa umumnya lebih luas, bersifat fibroelastis dan terdiri
dari kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfatika dan syaraf (Bringman
1995). Pada lapisan ini terdapat kumpulan pembuluh darah kecil yang
dikenal dengan pleksus Heller dan juga meliputi sebagian besar pembuluh
limfatika dan pleksus syaraf (pleksus Meissner) (Beveleander et al. 2000).
Tunika muskularis Tunika muskularis terdiri dari tiga lapis otot. Lapisan
dalam berupa lapisan oblique, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler
dan lapisan luar berupa lapis otot longitudinal. Antara lapis sirkuler dan
lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus syaraf mesenterium dan sel
ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach’s) yang menginervasi kedua lapis
otot (Gartner dan Hiatt. 2001). Serosa lapisan paling luar yang melapisi
saluran pencernaan adalah adventisia atau serosa. Adventisia atau serosa
13
tersusun dari jaringan longgar yang sering mengandung lemak, pembuluh
darah dan syaraf (Beveleander, 2000).
2.1 Tabel Perbedaan gaster tikus, mencit dan manusia
No. Omentum Pembagian Gaster Histologi
pylorus
gaster
Letak Fisiologis
Pylorus gaster
Gaster
tikus
Ada 4 bagian
(cardia,fundus,corpus,pylorus)
sel epitel
kolumnar
selapis
Sisi kiri
rongga
abdomen
berbatasan
dengan
hepar
Terdapat
kelenjar
pylorus yang
menghasilkan
enzim
pencernaan
Gaster
Manusia
Ada 4 bagian
(cardia,fundus,corpus,pylorus)
epitel
silindris
selapis
Sisi kiri
rongga
abdomen
berbatasan
dengan
hepar
Terdapat
kelenjar
pylorus yang
menghasilkan
enzim
pencernaan
Gaster
mencit
Ada 3 bagian ( cardia, fundus,
antrum)
Epitel
kolumnar
selapis
Sisi kiri
rongga
abdomen
Menghasilkan
enzim
pencernaan
dari fundus
Suyanto, (2002)
2.4 Fisiologi Gaster
Gaster memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi
motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan
pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain
mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga
mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik
(gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian corpus
dan fundus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar
pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung
jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida
14
(HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi
mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa
pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall
2012). Fungsi motorik lambung terdiri atas (1) penyimpanan sejumlah besar
makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, (2)
pencampuran makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu
campuran setengah cair yang disebut kimus (chyme) dan (3) pengosongan
makanan dari lambung ke dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Guyton dan Hall
2012).
Pertahanan Mukosa Gaster Menurut Malik (2008), mukosa gaster
merupakan barier antara tubuh dengan berbagai bahan, termasuk makanan,
produk-produk pencernaan, toksin, obat-obatan dan mikroorganisme yang
masuk lewat saluran pencernaan. Bahan-bahan yang berasal dari luar tubuh
maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim proteolitik
yang dapat merusak jaringan mukosa gaster. Oleh karena itu, gaster
memiliki sistem protektif yang berlapis-lapis dan sangat efektif untuk
mempertahankan keutuhan mukosa lambung. Proteksi (faktor pertahanan)
tersebut dilakukan oleh adanya beberapa faktor: 1. Faktor pre-epitelial
Faktor pre-epitelial merupakan faktor proteksi paling depan saluran
pencernaan yang letaknya meliputi secara merata lapisan permukaan sel
epitel mukosa saluran pencernaan. Cairan mukus dan bikarbonat yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa gaster berfungsi sebagai
15
faktor preepitelial untuk proteksi lapisan epitel terhadap enzim-enzim
proteolitik dan asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman
di sekitar lapisan sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim
dan transpor aktif di sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat
bekerja dengan baik (Guyton dan Hall 2012). Menurut Guyton dan Hall
(2012), mukus adalah sekresi kental yang terutama terdiri dari air, elektrolit
dan campuran beberapa glikoprotein, yang terdiri dari sejumlah besar
polisakarida yang berikatan dengan protein dalam jumlah yang lebih
sedikit. Menurut teori dua komponen barier mukus dari Hollander, lapisan
mukus lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan
terhadap autodigesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap
trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 2010). Mukus menutupi
lumen saluran pencernaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi
mukus sebagai proteksi mukosa: (a) pelicin yang menghambat kerusakan
mekanis (cairan dan benda keras), (b) barier terhadap asam, (c) barier
terhadap enzim proteolitik (pepsin) dan (d) pertahanan terhadap organisme
patogen (Julius 2009).
2. Faktor epitelial Integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan
penting dalam fungsi sekresi dan absorbsi dalam saluran pencernaan.
Kerusakan sedikit pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki
dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Sel-sel epitel saluran
pencernaan terus menerus mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3
hari dipengaruhi oleh banyak faktor (Malik, 2008).
16
3. Faktor sub-epitelial Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan
glukosa dan oksigen secara terus menerus. Aliran darah mukosa
mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang
memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu, fungsi aliran darah mukosa
adalah untuk membuang atau sebagai buffer difusi balik ion H+. 4. Proteksi
oleh sistem imun lokal dan sistemik Sistem pencernaan juga diproteksi oleh
sistem imun baik lokal maupun sistemik serta sistem limfe terhadap
berbagai toksin, obat dan bahan lainnya. Sistem imun lokal terdapat dalam
saluran pencernaan, sedangkan sistem imun sistemik terdapat dalam sistem
peredaran darah. Komponen dari sistem imun dalam saluran cerna adalah
sel-sel radang lokal saluran cerna (sel plasma, limfosit, monosit) dan
jaringan limpoid yang bersifat sistemik. Selain beberapa faktor pertahanan
di atas, pada selaput lendir saluran pencernaan juga terdapat komponen
protektif mukosa yaitu prostaglandin (PG). Prostaglandin merupakan
kelompok senyawa turunan asam lemak arakhidonat yang dihasilkan
melaui jalur siklooksigenase (COX). Prostaglandin meningkatkan resistensi
selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi dengan
cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran
darah mukosa. Dalam suatu telaah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan
prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu terjadinya ulkus. Hal ini
membuktikan salah satu peranan penting prostaglandin untuk memelihara
fungsi barier selaput lendir (Malik, 2008).
17
2.5 Alkohol
2.5.1 Definisi Alkohol
Alkohol, yang dimaksudkan disini ialah etanol atau etil alkohol, telah
lama dikenal di masyarakat. Senyawa ini memiliki sifat mendepresi fungsi
SSP. Di beberapa Negara alkohol sebagai minuman yang mudah
didapatkan, sehingga cenderung disalah gunakan. Alkohol berefek pada
berbagai sistem organ tubuh, termasuk saluran cerna, kardiovaskular dan
sistim SSP. Perkembangan embrio dan fetus juga dipengaruhi oleh
konsumsi alkohol (Farmakologi UI, 2011)
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya
melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya
cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut.
Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat
dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat
dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi
juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang
produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,
sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa
lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak
18
mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu
penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya
kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan
enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa
gastrointestinal (Beyer, 2004).
2.5.2 Farmako kinetik
Absorbsi oral alkohol berlangsung secara cepat dilambung dan usus
halus. Kadar puncak plasma pada keadaan puasa dicapai dalam waktu 30
menit. Karena absorpsi berlangsung lebih cepat pada usus halus dari pada di
lambung, penundaan pengosongan lambung (a.I. adanya makanan) dapat
memperlambat absorbsi alkohol. (Katzung, 2004)
Distribusi alkohol berlangsung cepat, alcohol tersebar secara merata ke
seluruh jaringan dan cairan tubuh. Volume of distribution (Vd) alkohol kira-
kira sama dengan total cairan tubuh (0,5-0,7 L/kg). (Katzung, 2004)
Metabolisme alkohol berlangsung terutama di hati dan mengikuti
kinetic zero order, artinya jumlah yang dimetabolismenya tetap per satuan
waktu lepas dari tinggi rendahnya kadar. Alkohol mengalami metabolism
presistematik oleh enzim alkohol dehydrogenase (ADH) di lambung dan
hati. Oksidasi alkohol menjadi asetaldehid dilakukan oleh ADH, katalase,
dan sitokrom P450 . Asetaldehid akan diubah secara cepat menjadi asetat oleh
aldehid dehydrogenase yang ada di sitosol dan mitkondrial di hati. (Katzung,
2004)
19
Selain itu alkohol akan di eksresikan melalui paru dan urin. Hanya
kurang lebih 2-10% yang diekskresikan dalam bentuk utuh. (Katzung, 2004)
2.5.3 Farmako Dinamik
Alkohol terutama bekerja di susunan (SSP). Alkohol merupakan
pendepresi SSP. Konsumsi alkohol berefek sedasi dan antiansietas, dan pada
kadar yang lebih tinggi, menyebabkan bicara tak jelas, ataksia, tak dapat
menentukan keputusan, dan perilaku diinhibisi, yang dapat menimbulkan
kesan adanya efek stimulasi SSP dari alkohol. Proses mental yang
dipengaruhi paling awal ialah yang berhubungan dengan pengalaman dan
latihan, yang berperan dalam proses terjadinya kebijaksanaan dan
pengendalian diri. Daya ingat, konsentrasi dan mawas diri menjadi tumpul
lalu hilang. Rasa kepercayaan diri meningkat, kepribadian menjadi ekspansif
dan bersemangat, perasaan tidak terkontrol dan letupan emosi menjadi nyata.
Perubahan psikis ini disertai gangguan sensorik dan motoric (Katzung, 2004)
2.5.4 Efek alkohol terhadap sistem pencernaan
Alkohol sering merupakan penyebab utama atau salah satu factor
terjadinya disfungsi esophagus. Alkohol juga dihubungkan dengan
timbulknya gejala refluks esophagus, Mukosa lambung pada peminum
alkohol berat dapat rusak dan terjadi gastritis akut maupun kronik. Alkohol
merangsang sekresi asam lambung lewat rangsangan sensoris dan
melepaskan gastrin dan histamin. Minuman yang mengandung alkohol lebih
dari 40% memiliki efek toksis langsung terhadap mukosa lambung. Banyak
peminum alkohol mengalami diare kronik akibat malabsorpsi pada usus
20
halus, hal ini terjadi karena vili pada usu halus mengalami perbuahan bentuk
dan penurunan kadar enzim pencernaan, yang bersifat reversibel
(Beyer, 2004).
Dalam tubuh manusia, terdapat berbagai organ yang memiliki fungsi
melakukan metabolime suatu zat. Organ yang berepan besar dalam
metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa
kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah
sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan
berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat
mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan
dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan
menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi
mukosa gastrointestinal (Beyer, 2004).
2.6 Gastritis
2.6.1 Definisi
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti peradangan / inflamasi.Menurut Suyono (2001), gastritis adalah
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau
bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya
21
infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005), gastritis
adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang
dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
2.6.2 Patofisiologi Gastritis
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya,
obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi
erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapatmenimbulkan
gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut
bagian atas (Brunner, 2000).
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar
oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas
mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu.
Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang
dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter
pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi
integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor
defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin
yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga
integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja
mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
22
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial
sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral
asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang
adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa
lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini
hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung
terhadap asam lambung (Prince, 2005)
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-
lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa
lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan
lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung
terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi
mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang
dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi
meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan
basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis
pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding
lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. (Prince, 2005)
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar
lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna
abu-abu atau kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung
akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan
timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan
23
pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi
bersamaan dengan ulkus peptikum (Suyono, 2001).
2.6.3 Manifestasi Klinis
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung
dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan
pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian
disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika
dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan
atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,
ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan
dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik,
kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan,
tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira
dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai
3 hari (Ester, 2001).
2.6.4 Komplikasi Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), komplikasi yang timbul pada
gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus,
kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus
peptikum dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis
24
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di
dinding lambung (Prince, 2005).
2.7 Mengkudu (Morinda citrifolia )
2.7.1 Sejarah
Asal-usul mengkudu tidak terlepas dari keberadaan bangsa polinesia yang
menetap di kepulauan Samudera Pasifik. Bangsa tersebut suka melakukan
pengembaraan. Tanpa sebab yang jelas, bangsa yang terkenal pemberani
mengembara ini meninggalkan tanah air mereka. Hingga suatu ketika mereka
sampai di sekitar Polinesia, yaitu kepulauan di sekitar Pasifik Selatan.Para
pertualang tersebut langsung jatuh hati saat melihat indahnya pemandangan,
kondisi pantai dan pulaunya. (Muhammad, 2016).
Uniknya, mereka seakan telah mempersiapkan diri untuk berpindah pulau
lain. Hal ini bisa dibuktikan dari adanya sejumlah tumbuhan dan hewan yang
ikut dibawa karena dianggap penting untuk mempertahankan hidup. Beberapa
tumbuhan asli seperti pisang, talas, ubi jalar, sukun, tebu, dan mengkudu
dibawanya. Di antara tumbuhan yang dibawa itu, masih ada yang berupa stek
dan tunas. (Muhammad, 2016).
Salah satu tumbuhan itu, yaitu mengkudu, dianggap barang keramat.
Sejak 1500 tahun lalu penduduk kepulauan yang kini disebut Hawaii itu
mengenal mengkudu dengan sebutan noni. Buah ini dipercaya masyarakat
sekitar dapat mengobati segala penyakit. Karena selalu mengkonsumsi
25
mengkudu, mereka beranggapan selalu sehat sepanjang waktu tanpa terganggu
oleh penyakit yang berarti. (Muhammad, 2016).
Mengkudu (Morinda citrifolia) digunakan sebagai obat tradisional yang
sangat popular di kawasan Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik dan Karibia.
Semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat sejak zaman purba,
terutama di Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, Polinesia, Hawaii, dan
Samoa. Khasiat mengkudu memang belum dibuktikan secara medis, tapi secara
empiris sudah banyak orang merasakan manfaatnya bagi kesehatan.
(Muhammad, 2016).
Seluruh bagian tanaman mengkudu seperti akarm kulit batang, daun dan
buah berkhasiat untuk obat. Buah mengkudu dapat digunakan untuk obat
peluruh kemih, urus-urus, pelembut kulit, kejang-kejang, peluruh haid, asma,
gangguan pernapasa, radang. (Muhammad, 2016).
2.7.2 Ciri umum
a. Pohon, tinggi 4-6 m, batang bengkok-bengkok, dahan kaku, akar
tunggang, kulit batang coklat keabu-abuan atau coklat kekuningan, berlekah
dangkal, tidak berbulu, anak cabang bersegi empat, hijau sepanjang tahun.
(Muhammad, 2016).
b. Berdaun tebal hijau mengkilap letak berhadap-hadapan, ukuran besar,
tebal dan tunggal, bentuk jorong lanset, ukuran 15-50x5-17 cm, tepi daun rata,
ujung lancip-lancip pendek, pangkal daun bentuk pasak, urat daun menyirip,
warna hijau mengkilap, tidak berbulu, ukuran daun penumpu bervariasi,
26
bentuk segitiga lebar. Daun dapat dimakan dan banyak mengandung vitamin
A. (Muhammad, 2016).
c. Perbungaan tipe bonggol bulat, bergagang 1-4cm, tumbuh di ketiak
daun penumpu, bentuk corong, panjang 1,5 cm, putih dan harum.
(Muhammad, 2016)
d.Buah bulat lonjong sebesar telur ayam diameter mencapai 7,5-10
cm,permukaan terbagi dalam sel-sel poligonal berbintik dan berkutil, awal
warna hijau, jelang masak jadi putih kekuningan, setelah matang putih
transparan dan lunak, banyak mengandung air, aroma seperti keju busuk
karena percampuran asam kaprik dan asam kaproat , berbau tengik dan berasa
tidak enak, diduga kedua senyawa ini bersifat aktif sebagai antibiotik.
(Muhammad, 2016)
(Alviventiasari,2012)
Gambar 2.3 Mengkudu (Morinda citrifolia)
27
2.7.3 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheophyta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Subfamili : Rubioideae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L
2.7.4 Kandungan Kimia
Para ilmuwan semula menduga ada sejumlah zat yang berbeda-beda
dalam buah mengkudu yang bekerjsa secara bersama-sama menghasilkan
efek yang baik bagi tubuh. Setelah ditelusuri, ternyata mengkudu, baik akar,
kulit, daun, buah, serta bunganya, juga memiliki khasiat sebagai obat.
Kandungan tersebut di antaranya morindon, morindin, morindanigrin,
antarakuinon, kloroubin, monometil eter, damnacanthal, asperulosida,
saranjidiol, sterol, resin, glikosida, zat kapur, protein, zat besi, karoten, asam
glutamate, asam askorbat, tirosin, tiamin, asam ursalat, proxeronin,
skoploletin, asam benzoate, asam oktoanoat, potassium, terpenoid, glukosa,
eugenol, heksanal, glikosida falvon, asam oleat, dan asam palmitate (Potterat
and Hamburger, 2007).
Satu kandungan buah mengkudu adalah antrakuinon dan skopoletin
yang aktif berberan sebagai antimikroba, terutama bakteri dan jamur,
sehingga penting dalam mengatasi peradangan dan alergi. Juga diketahui
mengandung enzim yang disebut enzim proxeronase dan suatu alkaloid
proxeronin. Jika kita memakan buah dan meminum jusnya, eznim ini di
28
dalam dinding usus besar kita akan membentuk suatu zat aktif yang disebut
xeronine. Xeronin ini kemudian akan masuk ke dalam aliran darah kita
menuju semua sel tubuh. Semua sel tubuh yang dimasuki oleh xeronine ini
akan berubah menjadi sel yang aktif, lebih sehar, dan terjadi perbaikan
struktur maupun fungsinya. Xeronine juga dapat mengurangi proses alergi.
Di samping itu, Xeronine terbukti dapat mengurangi dan mencegah penyakit
asma (Potterat and Hamburger, 2007).
Zat alkaloid yang dikandung mengkudu merupakan zat dasar
organic yang berguna untuk menghasilkan xeronine untuk mengaktifkan
enzim-enzim dan mengatur pembentukan protein. Buah mengkudu juga
banyak mengandung protein. Selain tiu, banyak mengandung proxeronine,
yaitu sejenis asam kaloida yang tidak mengandung gula, asam amino, dan
asam nulkeat (Potterat and Hamburger, 2007).
Gambar 2.4 Kandungan Buah Mengkudu
Potterat O, Hamburger M. Morinda citrifolia (Noni) fruit-phytochemistry,
pharmacology, safety. Planta Med 2007;73:191-9
29
Keterangan: rutin (20), narcissosida (21), nikotiflorosida (22),
3,3’bisdemetilpinoresinol (23), americanol A (24), americanin A (25), asam
americanoat A (26), morindolin (27), isoprinsepin (28), balanofonin (29), kumarin
skopoletin (30)
Berikut adalah pembahasan mengenai zat yang terkandung dalam mengkudu.
a. Zat Nutrisi
Secara keseluruhan mengkudu merupakan buah makanan bergizi
lengkap. Zat nutrisi yang dibutuhkan tubuh, seperti protrin, vitamin, dan
mineral penting. Tersedia dalam jumlah cukup pada buah dan daun mengkudu.
Dari analisis kompisi nutrisi jus mengkudu yang tidak difermentasi, diketahui
bahwa kandungan materi kering mencapai 10% yang terutama terdiri dari
glukosa dan fruktosa (masing-masing 3-4%), protein (0,2-0,5%), dan lipid (0,1-
0,2%). Sementara it, berdasarkan penelitian yang dilakukan Solomon, buah
mengkudu mengandung karbohidrat 52,43%, serat 33,38%, air 7,12%, abu
4,82%, lemak 1,51%, dan protein 0,75%. Kandungan potassium relative tinggi
(30-150 ppm), diikuti kalsium, sodium, dan magnesium. Kandungan vitamin C
dilaporkan bervariasi dari 30-155 mg/kg (Potterat and Hamburger, 2007).
Menurut hasil penelitian, selain mengandung zat-zat nutrisi,mengkudu
mengandung zat aktif, seperti terpenoid, antibakteri,skolopetin, anti kanker,
xeronine dan proxeronine, pewarna alami dan asam (Bangun dan Sarwono,
2002).
1. Xeronine dan Proxeronine. Salah satu alkaloid penting yang terdapat
di dalam buah mengkudu adalah xeronine. Buah mengkudu hanya mengandung
sedikit xeronine, tapi banyak mengandung bahan pembentuk (precursor)
xeronine alias proxeronine dalam jumlah besar.Proxeronine adalah sejenis
asam nukleat seperti koloid-koloid lainnya.Xeronine diserap sel-sel tubuh
untuk mengaktifkan protein-protein yang tidak aktif, mengatur struktur dan
bentuk sel yang aktif. Xeronine dari mengkudu bekerja secara kontradiktif.
Pada penderita tekanan darah
30
tinggi, xeronin menurunkan tekanan darah menjadi normal. Pada penderita
tekanan darah rendah, mengkudu meningkatkan tekanan darah. Dengan kata
lain, sari buah mengkudu berfungsi sebagai adaptogen, penyeimbang fungsi
sel-sel tubuh. (Muhammad, 2016)
Buah mengkudu yang memiliki zat xeronine, xeronine akan bekerja
pada tahap molekuler untuk memperbaiki protein sel yang mengalami
perubahan bentuk dan sifat. Protein tersebut dipergunakan untuk menjaga
keseimbangan fungsi dan meningkatkan efisiensi kerja sel. Buah mengkudu
mengandung sedikit xeronine, tetapi mengandung bahan pembentuk/precursor
xeronine dalam jumlah besar yang disebut proxeronine, didalam usus enzim
proxeronase akan mengubah proxeronine manjadi xeronine untuk
mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur pembentukan protein (Wang, 2002).
Buah mengkudu mengandung proxeronine dalam kadar tinggi yang
sangat dibutuhkan pada banyak stres tingkat tinggi. Xeronine merupakan
alkaloid yang bekerja pada tahap molekuler untuk memperbaiki sel yang rusak
dan xeronine ini mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu membentuk
struktur protein sebagai penghasil sejumlah energi untuk melakukan tugas
mechanical, chemical dan electrical didalam sel sehingga dapat bekerja secara
efisien dan sel-sel yang rusak dapat memperbaiki diri (Rukmana, 2002).
2. Zat anti kanker. Zat-zat anti kanker yang terdapat pada mengkudu paling
efektif melawan sel-sel abnormal (Wang, 2002)
3. Asam. Asam askorbat yang terdapat di dalam buah mengkudumerupakan
sumber vitamin C dan antioksidan yang hebat. Antioksi dan bermanfaat
menetrasir radikal bebas, yaitu partikel-partiker bebahaya yang terbentuk
sebagai hasil samping proses metabolisme yang dapatmerusak materi genetic
dan sistem kekebalan tubuh (Wang, 2002).
2.7.5 Studi Farmakokinetik Mengkudu
Farmakokinetik mengkudu telah dipelajari pada tikus setelah
pemberian dosis 1 mL perasan mengkudu, mengkudu per 100 g berat badan.
Komponen utama yang diketahui pada mengkudu (skopoletin) dipilih
31
sebagai penanda dan dimonitor dalam plasma dan organ yang berbeda
sepanjang waktu dengan analisis high performance liquid chromatography
(HPLC). Konsentrasi plasma mencapai puncak pada waktu 2 jam setelah
pemberian mengkudu secara oral. Kadar puncak skopoletin menurun
menjadi 50% dalam waktu 4 jam. Hanya 12% skopoletin yang tertinggal di
plasma pada 12 jam dan hanya 2% tersisa setelah 24 jam. Absorbsinya cepat
dengan 50% konsentrasi puncak tercapainya hanya dalam 30 menit. Untuk
mempertahankan kadar skopoletin yang tinggi dalam darah, perasan
mengkudu harus dikonsumsi setiap 2-4 jam. Konsentrasi skopoletin
diberbagai organ mengindikasikan bahwa mengkudu diserap ke dalam
jaringan yang berbeda kira-kira 1 jam setelah pemberian. Konsentrasi
puncak pada beberapa jaringan terjadi pada 3 jam setelah mengonsumsi,
dengan penurunan yang cepat (Potterat and Hamburger, 2007).