1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara Pasal 11 ayat (3) menjelaskan bahwa pendapatan negara
bersumber dari tiga sektor yaitu terdiri dari penerimaan perpajakan, penerimaan
negara bukan pajak, dan hibah. Berdasarkan data Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, pendapatan negara ditargetkan dapat mencapai
Rp 2.165,1 Triliun. Penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp 1.786,4
Triliun yang mana sebesar 82,5% pendapatan negara bersumber dari penerimaan
pajak. Hal ini menjadikan penerimaan pajak sebagai sumber utama pendapatan
negara di Indonesia. Target penerimaan perpajakan di tahun 2019 ini apabila
dibandingan dengan outlook ditahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 15,4%
didukung dengan adanya reformasi perpajakan, dimana ini menjadi suatu terobosan
dengan asumsi bahwa dengan adanya reformasi perpajakan yang ada dapat
meningkatkan penerimaan perpajakan setiap tahunnya.
Gambar 1.1
Perbandingan Penerimaan Perpajakan
Sumber : RAPBN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019.
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara
Perpajakan Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
2
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penerimaan perpajakan dalam RAPBN diperkirakan sebesar Rp 1.786,4 Triliun
yang terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Rp 894,4 Triliun; Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 655,4
Triliun; Bea Keluar Rp 4,4 Triliun; Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 19,1
Triliun; Bea Masuk Rp 38,9 Triliun; Cukai Rp 165,5 Triliun; Pajak lainnya Rp 8,6
Triliun. PPh dan PPN/PPnBM diharapkan memiliki kontribusi yang besar terhadap
target penerimaan perpajakan.
Sampai dengan akhir Semester I bulan Juni 2019, penerimaan pajak telah
mencapai Rp 603,34 Triliun, atau 38,25 persen dari target Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 1.577,56 Triliun.
Gambar 1.2
Penerimaan Perpajakan Semester I
Sumber : APBN Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2019.
Menurut Suandy (2017 : 36) Pajak berdasarkan golongannya dibagi menjadi
dua, yaitu a) pajak langsung; dan b) pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah
pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan
dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contohnya adalah PPh. Sedangkan
pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan
kepada pihak lain. Contoh pajak tidak langsung ini adalah PPN/PPnBM.
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
3
Menurut Suandy (2017 : 56) PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap
penyerahan atau impor Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)
yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dapat dikenakan berkali-
kali setiap ada pertambahan nilai dan dapat dikreditkan.
PPnBM adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang
dilakukan oleh produsen/pabrikan untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.(Sumber:https//online-pajak.com)
PPN dikenakan atas BKP dan/atau JKP yang diatur dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Undang-Undang PPN/PPnBM) dan dikecualikan
untuk beberapa barang atau jasa yang diatur dalam Undang-Undang PPN/PPnBM
Pasal 4A. PPN dipungut oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
Ketentuan mengenai PKP diatur dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang
PPN/PPnBM, menjelaskan bahwa PKP adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN/PPnBM.
Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN Pasal 4
ayat (1) menjelaskan bahwa Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku
jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 Miliar.
Bagi Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP memiliki kewajiban
sebagaimana diatur dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang PPN/PPnBM yang
menjelaskan bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h,
kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
4
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut,
menyetor, dan melaporkan PPN/PPnBM yang terutang.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP memiliki kewajiban untuk memungut PPN atas BKP dan/atau
JKP dan membuat Faktur Pajaknya atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang telah
dilakukan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 13 PPN/PPnBM, dan
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP harus menyetorkan dan melaporkan
PPN/PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-
Undang PPN/PPnBM yaitu paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15A Undang-Undang
PPN/PPnBM.
Salah satu sumber penerimaan PPN/PPnBM adalah berasal dari sektor usaha
modern retail. Perkembangan usaha modern retail saat ini mengalami kemajuan
yang cukup pesat baik dalam usaha modern retail skala kecil dan menengah maupun
skala besar. Di Indonesia usaha modern retail mulai berkembang sejak tahun 1990-
an, yang diawali dengan beroperasinya salah satu perusahaan modern retail besar
dari Jepang yaitu SOGO. Seiring berkembangnya waktu, usaha modern retail di
Indonesia pun saat ini menjadi sangat beragam dan dengan berkembangnya industri
usaha modern retail di Indonesia ini baik itu skala kecil dan menengah maupun
skala besar tentu akan meningkatkan penerimaan negara. Banyak sekali usaha
modern retail yang ada di Indonesia diantaranya seperti Alfamart, Alfamidi,
Indomaret, Indogrosir, Super Indo, Giant, Carefour-Transmart, dan lainnya.
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak diatur dalam Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER 17/PJ/2015. Pelaku usaha modern retail yang
sudah menjadi PKP tentu memiliki kewajiban untuk menjalankan kewajiban
perpajakan dalam PPN/PPnBM meliputi memungut, menyetor dan melaporkan
PPN/PPnBM terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-
Undang PPN/PPnBM, termasuk diantaranya tentang penerbitan Faktur Pajak.
Faktur Pajak untuk perdagangan besar menggunakan Faktur Pajak Lengkap,
sedangkan untuk perdagangan eceran diberikan kemudahan untuk menggunakan
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
5
Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor 58/PJ/2010.
Saat melakukan pembelian di perdagangan modern retail, sebagai konsumen
tentu akan dipungut PPN atas barang yang telah dibeli oleh pengusaha modern retail
selaku penjual. Pedagang usaha modern retail selaku pemungut PPN memiliki
kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang, sebaliknya
konsumen akan mendapatkan bukti pembayaran berupa struk pembelian yang
menyatakan bahwa pembelian tersebut sudah termasuk PPN. Struk Pembelian yang
diberikan oleh pedagang retail tersebut merupakan dokumen yang dipersamakan
dengan faktur pajak, dimana PPN yang tertera dalam struk pembelian tersebut telah
dipungut oleh penjual tersebut merupakan pajak terutang bagi penjual dan wajib
untuk disetorkan ke kas negara.
Lantas apa yang menjadi indikator untuk pedagang modern retail selaku penjual
bahwa penjual tersebut telah menyetorkan dan melaporkan pajak terutangnya
dengan sebenar-benarnya disaat Faktur Pajak yang digunakan oleh penjual tersebut
adalah Faktur Pajak Tidak Lengkap, dimana berdasarkan Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 Pasal 5 menjelaskan bahwa kode dan
nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dapat
berupa nomor nota, kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP Pedagang Eceran.
Berdasarkan penalaran yuridis tersebut dimana dengan perkembangan usaha
retail yang ada di Indonesia saat ini tentunya dibutuhkan adanya peningkatan
wawasan dan kemampuan dari para pemeriksa pajak untuk mengevaluasi
kepatuhan Wajib Pajak khsusunya PKP usaha modern retail dalam pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dan menggali potensi dalam memaksimalkan
penerimaan pajak khususnya PPN pada sektor usaha modern retail sehingga dapat
memberikan beberapa masukan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang mana dapat
digunakan dalam mengembangkan pengawasan guna memaksimalkan penerimaan
PPN/PPnBM khususnya di sektor Usaha Modern Retail dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi saat ini.
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
6
1.2.Landasan Teori
1.2.1. PPN
Menurut Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut Suandy (2017 : 56) PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap
penyerahan atau impor BKP atau JKP yang dilakukan oleh PKP yang dapat
dikenakan berkali-kali setiap ada pertambahan nilai dan dapat dikreditkan.
1.2.1.1.Subjek dan Objek PPN
Subjek PPN adalah PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (15)
Undang-Undang PPN/PPnBM menjelaskan bahwa PKP adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN/PPnBM. Objek PPN adalah BKP dan/atau JKP
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPN/PPnBM yang
menjelaskan bahwa PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP;
g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
h. Ekspor JKP oleh PKP.
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
7
1.2.1.1.1. PKP
Pengusaha dikatakan sebagai PKP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2013 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan
Pengusaha Kecil PPN Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa pengusaha wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, apabila sampai dengan suatu
bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya
melebihi Rp 4,8 Miliar. Berdasarkan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang
PPN/PPnBM menjelaskan bahwa PKP adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN/PPnBM.
1.2.1.1.2. Kewajiban PKP
Kewajiban PKP sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN/PPnBM,
diantaranya adalah:
1. PKP wajib memungut; menyetor dan melaporkan sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 3A Undang-Undang PPN/PPnBM;
2. PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
Undang-Undang PPN/PPnBM.
1.2.1.2.Dasar Pengenaan PPN
Dasar Pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-
Undang PPN/PPnBM adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPN yang
terutang. Nilai lain yang dipakai sebagai Dasar Pengenaan PPN diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 121/PMK.03/2015
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, yaitu sebagai
berikut:
a) Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
8
b) Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c) Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
d) Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
e) Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan adalah harga pasar wajar;
f) Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;
g) Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara, adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
h) Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang;
i) Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
j) Untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan
wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan dan pemesanan
sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian
komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan, besarannya
adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
k) Untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang
di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya
transportasi (freight charges) adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau
seharusnya ditagih.
1.2.1.3.Tarif PPN
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-Undang NPPN/PPnBM, sebagai
berikut:
a.) Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
b.) Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. Ekspor BKP Berwujud;
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
9
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
c. Ekspor JKP.
c.) Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)
yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
1.2.1.4.Mekanisme Pemungutan PPN
Menurut Sukardji (2014:43) ada tiga metode dalam menghitung pajak yang
terutang atas nilai tambah, yaitu:
1) Addition method
Berdasarkan metode ini, PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai
tambah dikalikan tarif PPN yangn berlaku.
2) Subtraction method
Berdasarkan metode ini, PPN yang terutang dihitung dari selisih antara
harga penjualan dengan harga pembelian, dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku.
3) Credit/indirect Substraction/Invoice method
Berdasarkan metode ini, PPN yang terutang dihitung dari selisih pajak yang
harus dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat
penjualan, karena itu PPN yang terutang merupakan hasil pengurangan
antara PPN yang dipungut oleh PKP pada saat penjualan dengan PPN yang
dibayarkan pada waktu melakukan pembelian.
Dari ketiga metode perhitungan tersebut, Undang -Undang PPN/PPnBMtentang
PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menganut metode Credit/indirect
Substraction/Invoice method. Sesuai dengan metode ini, mekanisme pengurangan
pajak yang dibayar pada saat melakukan pembelian terhadap pajak yang dipungut
pada saat melakukan penjualan, yang mana dalam disebut dengan mekanisme
pengkreditan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan. Secara umum, mekanisme
pemungutan PPN adalah sebagai berikut:
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
10
1) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN
dari pembeli/penerima BKP dan/atau JKP yang bersangkutan sebesar 10%
dari harga jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutannya.
2) Apabila pembeli BKP dan/atau JKP tersebut berstatus Pemungut PPN yaitu
Badan Usaha Milik Negara, kontraktor dan pemegang izin kontrak kerja
sama, bendaharawan pemerintah, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara, PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP
tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara
oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya
membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya
(10%) disetor langsung ke kas negara.
3) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak
Keluaran bagi PKP Penjual BKP dan/atau JKP, yang sifatnya sebagai pajak
yang harus dibayar atau sebagai utang pajak.
4) Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP dan/atau JKP
yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan, yang
sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP dan/atau JKP
yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
5) Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih
besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas
Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan dan sebaliknya apabila jumlah
Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut
dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat
diajukan pada akhir tahun buku.
6) PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak. (Sumber:pajak.go.id)
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
11
1.2.2. Faktur Pajak
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (23) Undang-Undang PPN/PPnBM,
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP. PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang PPN/PPnBM. Pada pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang PPN/PPnBM dijelaskan bahwa dalam Faktur Pajak harus
dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang
paling sedikit memuat:
1) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan
BKP dan/atau JKP;
2) Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP dan/atau JKP;
3) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
4) PPN yang dipungut;
5) PPnBM yang dipungut;
6) Kode, nomor seri, tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
1.2.2.1.Dokumen yang Dipersamakan dengan Faktur Pajak
Sebagaimana diatur dalam PER-13/PJ/2019 tentang Dokumen yang
Dipersamakan Kedudukannya dengan Faktur Pajak sebagai berikut:
1.) Surat Perintah Penyerahan Barang yang dibuat/dikeluarkan oleh Badan
Urusan Logistik (BULOG) atau Depot Logistik (DOLOG) untuk
penyaluran tepung terigu;
2.) Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
3.) Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (airway bill), atau delivery bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
4.) Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhanan;
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
12
5.) Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
6.) Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air
minum;
7.) Bukti tagihan (trading confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara
efek;
8.) Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan;
9.) Dokumen yang digunakan untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau
(dokumen CK-1);
10.) Pemberitahuan Ekspor Barang yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor,
invoice dan bill of lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut,
untuk ekspor BKP;
11.) Pemberitahuan Ekspor BKP dan/atau JKP Tidak Berwujud dan dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan Pemberitahuan Ekspor BKP dan/atau JKP Tidak Berwujud, untuk
ekspor BKP dan/atau JKP;
12.) Pemberitahuan Impor Barang yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP,
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Impor Barang tersebut, untuk impor BKP;
13.) Pemberitahuan Impor Barang yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP dan surat
penetapan tarif dan/atau nilai pabean, surat penetapan pabean, atau surat
penetapan kembali tarif dan/atau nilai pabean yang mencantumkan identitas
pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari Pemberitahuan Impor Barang tersebut,
untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN
impor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
13
14.) SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan
melampirkan tagihan dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak
Berwujud dan/atau JKP serta nama dan alamat penyedia BKP Tidak
Berwujud dan/atau JKP;
15.) SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang
disertai dengan kutipan Risalah Lelang, yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan SSP tersebut; dan
16.) SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP
dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean
yang dilampiri dengan:
a. Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP; atau
b. Invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP dan/atau JKP Tidak
Berwujud.
1.2.2.2.Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Ketentuan tentang Kode dan Nomor Seri dalam Faktur Pajak dijelaskan pada
Pasal 7 Lampiran III Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012
format kode dan nomor seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu:
a.) 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b.) (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c.) 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan
menjadi sebagai berikut:
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit. KPP tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
14
Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor
Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013.
Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001
demikian seterusnya. Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai
berikut:
a) 010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya
dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,
Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900-
13.00000001 sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal
Pajak.
b) 011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN Pajak dan PPNnya
dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak Pengganti diterbitkan
dengan nomor seri 900-13.00000001 sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak
yang diganti.
Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-
17/PJ/2014 Pasal 9 ayat (3) yang menjelaskan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak
hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
a) telah memiliki Kode Aktivasi dan Password;
b) telah melakukan aktivasi Akun PKP; dan
c) telah melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak
terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP
mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak
1.2.2.3.Cara memperoleh Kode Aktivasi dan Password
Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka,
huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak
kepada PKP melalui surat elektronik.
Tahap untuk memperoleh Kode Aktivasi dan Password adalah sebagai berikut :
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
15
1) PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke KPP
tempat PKP dikukuhkan menggunakan formulir yang sudah ditentukan diisi
lengkap.
2) Setelah diteliti mengenai kelengkapan surat permohonan dimaksud, KPP
memberikan Bukti Penerimaan Surat.
3) PKP yang memenuhi syarat yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
24/PJ/2012 Tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,
Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan
Atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak Pasal 8 ayat (4)
yaitu sudah diregistrasi ulang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2012 tentang Perubahan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 Tentang
Registrasi Ulang PKP Tahun 2012 Pasal 2 yang menyatakan bahwa registrasi
ulang PKP di lakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar,
dimana dengan jangka waktu pelaksanaan Registrasi Ulang PKP dimulai
sejak Februari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 dan sudah
diverifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
73/PMK.03/2012 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
147/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak Dan
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan
Pengukuhan PKP, maka Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan Surat
Pemberitahuan Kode Aktivasi yang dikirim melalui kantor pos, perusahaan
ekspedisi atau jasa kurir ke alamat PKP. Kemudian mengirimkan Password
melalui surat elektronika yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode
Aktivasi dan Password.
4) Sebaliknya PKP yang tidak memenuhi persyaratan KPP memberikan
penolakan Surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password.
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
16
5) Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi dan Password maupun surat penolakan
diberikan paling lama dalam jangka waktu tiga hari sejak surat permohonan
diterima.
6) Jika PKP menerima surat penolakan, PKP dapat mengajukan lagi surat
permohonan setelah dilakukan verifikasi.
7) Apabila surat pemberitahuan kode aktivasi dikembalikan oleh kantor pos,
PKP akan menerima pemberitahuan melalui alamat surat elektronik PKP
pemohon. Selanjutnya PKP melakukan permohonan perubahan alamat
sebelum mengajukan kembali permohonan Kode Aktivasi.
8) Jika PKP menerima Kode Aktivasi tetapi tidak menerima Pasword yang
dikirim lewat surat elektronik, PKP dapat mengajukan update surat
elektronik.
9) Apabila surat pemberitahuan Kode Aktivasi hilang, PKP dapat mengajukan
permohonan cetak ulang Kode Aktivasi ke Kantor Pelayanan Pajak dengan
dilampiri fotokopi surat keterangan hilang dari kepolisisan dan Bukti
Penerimaan Surat dari KPP sehubungan dengan surat permohonan Kode
Aktivasi dan Password.
10) Dalam jangka waktu enam bulan sejak tanggal surat pemberitahuan kode
aktivasi, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan reaktivasi terhadap kode
yang telah dimiliki PKP.
1.2.2.4.Cara Memperoleh Nomor Seri Faktur Pajak
Tata cara untuk memperoleh Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 Pasal 9 adalah
sebagai berikut :
1) PKP dapat melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui:
a. KPP tempat PKP dikukuhkan; dan/atau
b. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
2) Tata cara permintaan Nomor Seri Faktur Pajak:
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
17
a. melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dilakukan dengan menggunakan
surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam
Lampiran IF yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
b. melalui laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak:
a.) untuk PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik; dan
b.) mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk PKP menyampaikan surat permintaan nomor seri Faktur Pajak
menggunakan formulir yang telah ditentukan yang diisi dengan lengkap ke KPP
tempat PKP dikukuhkan. Apabila dari hasil penelitian petugas surat permintaan
sudah diisi dengan lengkap dan benar serta sudah memenuhi persyaratan yang
ditentukan, PKP akan menerima surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak.
Jumlah nomor seri Faktur Pajak yang diberikan ditentukan sebagai berikut:
a. PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT Masa PPN secara
manual/hardcopy, paling banyak 75(tujuh puluh lima) nomor seri.
b. PKP yang telah membuat Faktur Pajak dan melaporkan SPT Masa PPN untuk
masa pajak sebelumnya secara elektronik, jumlah nomor seri Faktur Pajak
yang dapat diberikan sebagai berikut:
a.) Jika jumlah yang diminta oleh PKP lebih dari 120% dari jumlah Faktur
Pajak yang dibuat selama tiga bulan sebelumnya, maka jumlah nomor seri
Faktur Pajak yang diberikan 120%.
b.) Jika jumlah yang diminta PKP kurang dari 120% dari jumlah nomor seri
faktur pajak yang diberikan sesuai dengan jumlah yang diminta.
Nomor seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam satu tahun pajak tertentu,
dilaporkan ke KPP yang bersangkutan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak
Desember dengan menggunakan formulir yang sudah ditentukan. Dalam hal PKP
sudah pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada diluar wilayah
kerja KPP tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP wajib mengajukan
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
18
permohonan Kode Aktivasi dan Password ke KPP yang baru dengan menunjukan
asli pemberitahuan Kode Aktivasi dan Password dari KPP sebelumnya.
1.2.3. Kewajiban Melapor Surat Pemberitahuan Masa PPN
SPT Masa PPN harus dilaporkan setiap bulannya sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 15A Undang-Undang PPN/PPnBM. Jatuh tempo pelaporan adalah
pada hari terakhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jika tidak
melaporkan SPT Masa PPN maka PKP akan dikenakan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 7 ayat (1) yaitu dikenakan denda sebesar Rp
500.000,00
1.2.4. PKP Pedagang Eceran
PKP Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor1 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 Tentang PPN Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menjelaskan bahwa PKP Pedagang Eceran
adalah PKP yang dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya melakukan
penyerahan BKP dengan cara sebagai berikut :
a.) Melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir
lainnya;
b.) Dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen
akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis,
kontrak, atau lelang; dan
c.) Pada umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli dilakukan secara
tunai dan penjual langsung menyerahkan BKP atau pembeli langsung
membawa BKP yang dibelinya.
Termasuk juga dalam kegiatan usaha atau pekerjaan yang melakukan
penyerahan JKP dengan cara sepbagai berikut :
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
19
a) Melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen
akhir atau langsung mendatangi dari suatu tempat konsumen akhir ke
tempat konsumen akhir lainnya;
b) Dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c) Pada umumnya pembayaran atas penyerahan JKP dilakukan secara tunai
sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 Pasal 20 ayat (3).
1.2.4.1.PKP Pedagang Eceran sebagai subjek PPN
Sebagai subjek PPN, baik orang pribadi atau badan yang mana menurut Undang-
Undang PPN/PPnBM telah ditentukan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan
dibidang PPN. PKP Pedagang Eceran terbagi menjadi dua, yaitu pengusaha yang
sudah memenuhi persyaratan sebagai PKP dan pengusaha yang sebenarnya belum
memenuhi syarat menjadi PKP namun memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Dalam hal ini sebagai subjek PPN, pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP
khususnya untuk PKP Pedagang Eceran tentu wajib menjalankan kewajibannya
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN/PPnBM.
1.2.4.2.Tata Cara Pelaporan PPN PKP Pedagang Eceran
Tata cara pelaporan PPN untuk PKP Pedagang Eceran terkait dengan
penggunaan Faktur Pajak untuk PKP Pedagang Eceran ini diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran
Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi PKP
Pedagang Eceran. PKP Pedagang Eceran dalam pembuatan Faktur Pajaknya tentu
tidaklah sama dengan pembuatan Faktur Pajak untuk PKP Non-Pedagang Eceran.
Hal ini didukung dengan sifat transaksi untuk keduanya yang berbeda, pada
transaksi PKP Pedagang Eceran transaksi yang dilakukan adalah transaksi eceran
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
20
dimana dalam Faktur Pajaknya tidak memungkinkan untuk menuliskan Nomor
Pokok Wajib Pajak pembeli, maka dari itu Faktur Pajak yang digunakan PKP
Pedagang Eceran adalah Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan
Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi
PKP Pedagang Eceran.
Faktur Pajak Tidak Lengkap yang dimaksud adalah kumpulan faktur pajak yang
digabung menjadi satu sebelum dihitung penghasilannya dari berbagai Faktur
Pajaknya. Faktur Pajak Tidak Lengkap ini hanya berlaku untuk PKP Pedagang
Eceran, dimana PKP tidak perlu melaporkan Faktur Pajak satu per satu, melainkan
digabung tanpa adanya identitas dan tanda tangan pembeli yang tergabung dalam
periode satu bulan kalender.
1.2.4.3.Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran
Sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor
PER-29/PJ/2015 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian
SPT Masa PPN Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa PKP yang diperkenankan
melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN dengan Faktur Pajak tidak Lengkap
yaitu a) PKP Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah Diubah Beberapa Kali Terakhir dengan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2009; atau b) PKP yang melakukan penyerahan BKPdan/atau JKPyang
diatur secara khusus pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan
Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi
PKP Pedagang Eceran Pasal 2 menjelaskan PKP Pedagang Eceran wajib membuat
Faktur Pajak setiap melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Faktur Pajak bagi PKP Pedagang Eceran harus diisi secara lengkap, jelas, dan
benar sesuai dengan keterangan sedikitnya harus memuat keterangan: a) nama,
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
21
alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP; b) jenis BKP; c) jumlah harga jual
yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan terpisah; d) PPnBM
yang dipungut; dan e) kode nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-58/PJ/2010 tentang Bentuk dan Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian
Keterangan Pada Faktur Pajak Bagi PKP Pedagang Eceran.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-58/PJ/2010 tentang
Bentuk dan Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan Pada Faktur
Pajak Bagi PKP Pedagang Eceran Pasal 5 kode dan nomor seri Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dapat berupa nomor nota,
kode nota, atau ditentukan sendiri oleh PKP Pedagang Eceran.
1.3.Tujuan Penyusunan Laporan Tugas Akhir
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis sebagai berikut:
1) Sebagai salah satu persyaratan akademik yang wajib ditempuh untuk
mendapatkan sebutan Ahli Madya (A.Md) pada Program Studi Diploma III
Perpajakan di Fakultas Vokasi Universitas Airlangga;
2) Untuk menerapkan pengetahuan dan ilmu yang diperoleh pada saat kuliah
kedalam dunia kerja yang sesungguhnya;
3) Menunjukkan efektivitas dan pengevaluasi terhadap optimalisasi
penerimaaan PPN/PPnBM pada sektor usaha modern retail.
1.4.Manfaat Penyusunan Laporan Tugas Akhir
Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan Laporan Tugas Akhir ini
sebagai berikut:
1.) Manfaat Bagi Penulis
a. Dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan dalam aspek perpajakan
yang telah diperoleh selama masa kuliah dan dapat menambah wawasan
serta pengalaman;
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
22
b. Untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan disiplin ilmu baik
secara teori maupun praktik yang berhubungan dengan bidang
perpajakan.
2.) Manfaat Bagi Universitas Airlangga
a. Sebagai wujud pelaksanaan pendidikan yang meciptakan kelulusan serta
keahlian yang berkualitas;
b. Sebagai tambahan literatur di bidang perpajakan bagi mahasiswa
Fakultas Vokasi Universitas Airlangga khususnya Program Diploma III
Perpajakan yang akan mengambil mata kuliah Tugas Akhir.
3.) Manfaat Bagi Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I
a. Sebagai media untuk memberikan informasi di bidang perpajakan dan
masukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk pengembangan sistem
perpajakan;
b. Sebagai salah satu sarana dalam menjalin hubungan kerjasama antara
Kantor Pelayanan Pajak Madya Surabaya dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Timur I dengan Universitas Airlangga.
4) Manfaat Bagi Pembaca
a. Sebagai referensi pembaca untuk pelaksanaan kegiatan sejenis di masa
yang akan datang;
b. Untuk menambah wawasan pembaca di bidang perpajakan
1.5.Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Laporan Tugas Akhir
a) Bidang : PPN
b) Topik : Optimalisasi PPN pada Sektor Usaha
Modern Retail.
c) Jadwal Kegiatan Penyusunan Laporan Tugas Akhir
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH
23
12
34
12
34
12
34
12
34
12
34
12
34
12
34
12
34
1P
erkuliahan
Tugas A
khir
2P
em
bagia
n
Dosen
Pem
bim
bin
g
29
3P
engajuan
Topik
Laporan
Tugas A
khir
6
4P
enyusunan
dan
Bim
bin
gan
Proposal
Laporan
Tugas A
khir
5P
enyerahan
Proposal
Laporan
Tugas A
khir
10
6P
enyusunan
dan
Bim
bin
gan
Laporan
Tugas A
khir
7P
enyerahan
Laporan
Tugas A
khir
19
8U
jia
n L
isan
Laporan
Tugas A
khir
20
9R
evis
i
Laporan
Tugas A
khir
23
10
Penjilid
an
(hard cover
)
Laporan
Tugas A
khir
25
11
Penyerahan
Fin
al L
aporan
Tugas T
ugas
Akhir
26
Agustus
No.
Kegia
tan
Februari
Juni
Juli
2019
2019
2019
2019
14 O
ktober - 6
Desem
ber
Oktober
Novem
ber
Desem
ber
2019
6 S
eptem
ber - 4
Oktober
Septem
ber
2019
2019
2019
12 A
gustus - 29 N
ovem
ber
Tab
el 1
.1.
Jad
wal
Pen
yu
sun
an
Lap
ora
n T
ugas
Ak
hir
Sum
ber
: S
ura
t E
dara
n J
adw
al
Tugas
Akh
ir
IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TUGAS AKHIR OPTIMALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM... ALIFIA FIRASMARA AZZAROH