Download - BAB 1 LP CEDERA KEPALA.docx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. S DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan Disusun Oleh : LUSIYAWATIJ 200 060 034 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
Di Rumah Sakit Pandanarang Boyolali menurut wawancara dengan beberapa perawat peringkat pertama penyakit yang menjadi sepuluh besar adalah cedera kepala akibat kecelakaan lalulintas. Ini terjadi karena pengaruh letak geografis Kabupaten Boyolali yang berada di area pegunungan dengan jalan yang berliku dan rawan akan kecelakaan. Hasil rekam medik tercatat dari sepuluh kasus penyakit di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali sebanyak 32,28% adalah penyakit cedera kepala, yang terbagi menjadi 20,05% cedera kepala ringan, 9,12% cedera kepala sedang, 2,11% cedera kepala berat. 1 2 Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdaraham. Cedera kepala berperan pada hamper separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan mordibitas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderia semakin memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi (Fauzi, 2002). Karena banyaknya kasus penyakit cedera kepala itulah maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala ringan di ruang flamboyan Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali. B.IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita rumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana Merawat pasien Nn. S dengan Cidera Kepala Ringan di bangsal Flamboyan Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali?” 3 C.TUJUAN 1.Tujuan umum
Agar penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien Nn.S dengan cidera kepala ringan, dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan standart keperawatan secara professional. 2.Tujuan khusus a. Penulis dapat mengkaji pasien yang mengalami cedera kepala ringan di bangsal flamboyan RSUD Pandan Arang Boyolali. b. Penulis dapat mengidentifikasi data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang terjadi pada pasien dengan cederakepala ringan. c. Mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan pada Nn.S dengan cidera kepala ringan. d. Dapat mengevaluasi hasil akhir asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala ringan apakah sudah berhasil apa belum. D.MANFAAT Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut: 1. Bagi perkembangan keperawatan. Agar karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala 4 ringan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan cedera kepala ringan. 2. Bagi pembaca Memberikan pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada penderita cedera kepala ringan. 3. Bagi instansi Rumah Sakit Pandanarang Boyolali. Sebagai bahan masukan dan menambah referensi untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan pada penderita cidera kepala ringan. 4. Bagi perawat untuk dapat digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien cidera kepala ringan. 5. Bagi penulis Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan cedera kepala ringan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.F DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG INSTALASI CARE UNIT (ICU) RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia
dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya
(Smeltzer and Bare, 2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cidera kepala baik
cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius.
Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma
dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan
segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit (Sjahrir, 2004).
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan Cedera Kepala Berat di Ruang ICU (Intensive Care
Unit) Rumah Sakit Saras Husada Purworejo Jawa Tengah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala
berat.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan dengan
cedera kepala ringan berat.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan cedera kepala berat.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan cedera kepala berat.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan cedera kepala berat.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan cedera kepala berat.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan cedera kepala
berat.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang
ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan
pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal
dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca,
2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang
disertai atau tanpa pendarahan.
Gambar 1. Gambaran Umum Cedera Kepala
B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan
saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma Scale ( Mansjoer,
dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien sadar dan
berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada intoksikasi alkohol
atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, tidak terdapat fraktur
tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria cedera sedang sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi dan stupor),
pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah sederhana, hilang
kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi, amnesia paska trauma, muntah,
tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan derajat
kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda neurologis fokal,
cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
C. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga,
kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin,
2000).
D. Patofisiologi dan Pathway
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia,
iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
ADO Suplay nutrisi ke otakSuplay oksigen ke otakCedera Kepala Kerusakan Syaraf OtakLaserasiResiko Infeksi
KecelakaanPukulanJatuh dari KetinggianTusukanTembakanCedera Kepala RinganCedera Kepala SedangCedera Kepala Berat
Asam laktat Perubahan metabolisme anaerobhipoxiaProduk atp Edema jaringan otakEnergi <FatigueVasodilatasi serebriNyeri AkutPeningkatan TIKDefisit self careADO Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebralKetidakefektifan perfusi jaringan cerebralPenurunan kesadaranPenumpukan sekretPola nafas tidak efektifBersihan jalan nafas tidak efektif
Gambar 2. Pathway Cedera Kepala Berat
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala, yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura dan
pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus;
muntah seringkali proyektil.
F. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan,
edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrakranial (Musliha, 2010).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak
sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia
atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-
apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya
kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8
jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian
protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).
I. Konsep Asuhan keperawatan
Pengkajian Kegawatdaruratan :
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan
nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat
bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
1. Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi dan keperahan,
cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan
tidak tegang.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi,
pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral, peningkatan TIK
b. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula oblongata/cedera
jaringan otak
c. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
d. Trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan faktor resiko infeksi
e. Defisit self care b/d kelemahan fisik, penurunan kesadaran.
3. Intervensi Keperawatan
N
O
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC NIC
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral b.d edema
serebral,
peningkatan TIK
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan ….
jam klien
menunjukan status
sirkulasi dan tissue
perfusion cerebral
membaik dengan
KH:
-TD dalam rentang
normal (120/80
mmHg)
-Tidak ada tanda
peningkatan TIK
-Klien mampu
Monitoring tekanan intrakranium:
a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral: gangguan mental, pingsan, reaksi pupil, penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata.
b. Hindari tindakan valsava manufer (suction lama, mengedan, batuk terus menerus).
c. Berikan oksigen sesuai instruksi dokterd. Lakukan tindakan bedrest totale. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari
badan (30-40 derajat)f. Minimalkan stimulasi dari luar.g. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaranh. Monitor tanda-tanda TIKi. Batasi gerakan leher dan kepalaj. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk
meningkatkan volume intravaskuler sesuai perintah dokter.
bicara dengan jelas,
menunjukkan
konsentrasi,
perhatian dan
orientasi baik
-Fungsi sensori
motorik cranial
utuh : kesadaran
membaik (GCS 15,
tidak ada gerakan
involunter)
2. Pola nafas tidak
efektif b.d
gangguan/kerusakan
pusat pernafasan di
medula
oblongata/cedera
jaringan otak
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan ….
jam klien
menunjukan pola
nafas yang efektif
dengan KH:
-Pernafasan 16-
20x/menit, teratur
-suara nafas bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi O2: ≥ 95%
a. Kaji status pernafasan klienb. Kaji penyebab ketidakefektifan pola nafasc. Beri posisi head up 35-45 derajatd. Monitor perubahan tingkat kesadaran,
status mental, dan peningkatan TIKe. Beri oksigen sesuai anjuran medikf. Kolaborasi dokter untuk terapi, tindakan
dan pemeriksaan
3. Nyeri akut b.d agen
injuri fisik
Setelah dilakukan
Asuhan
keperawatan ….
Jam tingkat
kenyamanan klien
meningkat, nyeri
terkontrol dg KH:
Manajemen nyeri :
a. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi).
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
d. Kontrol faktor lingkungan yang
-Klien melaporkan
nyeri berkurang dg
scala nyeri 2-3
-Ekspresi wajah
tenang
-klien dapat
istirahat dan tidur
-v/s dbn
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).g. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi nyeri..
h. Kolaborasi untuk pemberian analgetiki. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
4. Trauma, tindakan
invasife,
immunosupresif,
kerusakan jaringan
faktor resiko infeksi
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan …
jam infeksi
terdeteksi dg KH:
-Tdk ada tanda-
tanda infeksi
-Suhu normal ( 36-
37 c )
Konrol infeksi :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Batasi pengunjung bila perlu.c. Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.d. Gunakan baju, masker dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.e. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.f. Lakukan perawatan luka, drainage,
dresing infus dan dan kateter setiap hari, jika ada.
g. Berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
b. Monitor hitung granulosit dan WBC.c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.d. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.f. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
5. Defisit self care b/d
kelemahan fisik,
penurunan
kesadaran.
Setelah dilakukan
askep … jam klien
dan keluarga dapat
merawat diri :
dengan kritria :
Bantuan perawatan diri
a. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
b. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias
c. Beri bantuan sampai klien mempunyai
-kebutuhan klien
sehari-hari
terpenuhi (makan,
berpakaian,
toileting, berhias,
hygiene, oral
higiene)
-klien bersih dan
tidak bau.
kemapuan untuk merawat dirid. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.e. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai kemampuannyaf. Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara ruting. Dorong untuk melakukan secara mandiri
tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
h. Anjurkan keluarga untuk ikutserta dalam memenuhi ADL klien
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas klienNama : Nn. FUmur : 14 tahunAlamat : Doplang RT 05/03 PurworejoStatus perkawinan : Belum KawinAgama : IslamPendidikan : SDPekerjaan : Belum bekerjaDiagnosa medis : Cedera kepala beratTanggal masuk RS : 30 Januari 2013 jam 18.00 wibTanggal pengkajian : 31 Januari 2013 jam 07.00 WIBNo RM : 264623/1071353
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. AUmur : 53 tahunJenis kelamin : laki-lakiPekerjaan : swasta Alamat : Doplang RT 05/03 PurworejoHubungan dengan klien : Ayah
B. Primary surveyAirway :
C. Keluhan utamaPenurunan kesadaran tingkat kesadarn koma
D. Riwayat kesehatan sekarangPada tanggal 30 januari 2013 jam 17.00 terjadi kecelakaan sepeda motor, korban dibawa oleh penolong ke IGD RS Saras Husada. Klien datang dengan kondisi tidak sadarkan diri, terdapat luka lecet dibawah lutut kanan, hematom ± 12 cm dahi kanan, deformitas tangan kiri, terdapat bula dikaki kanan. Tekanan darah : 90/60, Nadi : 60x/i, RR : 22 x/i, S : 36,4 °C. Dari IGD klien dipindahkan ke ruang ICU jam 19.00 guna mendapatkan perawatan intensive.
E. Riwayat penyakit dahuluKeluarga mengatakan bahwa baru kali ini klien masuk rumah sakit dan klien tidak pernah menderita penyakit seperti DM, Hipertensi dan TBC yang mengharuskan klien dirawat di rumah sakit, dan hanya menderita penyakit seperti pilek, demam dan setelah minum obat biasanya langsung sembuh.
F. Riwayat penyakit keluargaKeluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular atau penyakit generative seperti diabetes, Tb atau sebagainya.
G. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : jelek BB/TB : 42 Kg / 150 cmKesadaran : ComaTanda – Tanda Vital :Tekanan darah : 123/69 mmHg Nadi : 132x/m
Suhu : 37,20C Pernafasan : 28x/m
1. Kepala Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat darah yang mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.
2. MukaWajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi kanan ±12 cm
3. MataMata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil anisokor, reaksi pupl terhadap cahaya menurun.
4. Telinga Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen, tidak ada pengeluaran darah maupun cairan.
5. Hidung dan sinus
Lubang hidung simetris, septum hidung tepat di tengah, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat pengeluaran cairan atau darah dari hidung, oksigen terpasang 3 lpm dengan nasal kanul, terpasang NGT
6. Mulut dan tenggorokanBibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering, terdapat luka pada bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital, terdapar sekret pada tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah jatuh, mulut klien berbau tidak sedap, suara nafas gargling
7. Leher Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
8. Thorak Inspeksi thoraks
Thoraks simetris, klien tidak menggunakan otot bantu nafas (retraksi dada), pergerakan dinding dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
Palpasi Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur thorak.
Perkusi thoraksPerkusi paru resonan.
Auskultasi thoraksTidak terdapat suara tambahan di paru-paru
9. JantungHeart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak
10. PayudaraPayudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan di sekitar payudara.
11. Abdomen Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis, tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider nevy, bising usus 10x /menit, perkusi timpani.
12. Genetalia dan perinealKlien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat penyebaran sedikit rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan mayora simetris, tidak berbau dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal, terdapat anus.
13. Ekstremitas Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak terdapat edema.H. Pengkajian pola sistem1. Pola persepsi dan managemen terhadap kesehatan
Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan dapat kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.
2. Pola nutrisi dan metabolic (diit dan pemasukan makanan)Makanan
Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk pauk dan sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak sadarkan diri klien dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20 tts/menit.
3. Pola eliminasiSebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan Saat sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin keluar 300 cc per 12 jam.
4. Pola aktivitas dan latihanSebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien banyak menghabiskan waktunya di luar rumah untuk bermain dengan teman-temanya. Klien dapat memenuhi kebutuhanya sehari-hari tanpa dibantu keluarga. Saat sakit klien dengan tidak sadarkan diri hanya berbaring di tempat tidur dengan kondisi lemah, semua kebutuhan sehari-harinya di bantu oleh perawat dan keluarga.
5. Pola istirahat : tidurSebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut malam klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa tidur pukul 23.00-07.00, tidur siang kadang-kadang. Saat ini klien dalam keadaan tidak sadar
6. Pola kognitif dan persepsiKeluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.
7. Pola persepsi diri dan konsep diriKeluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak pada dahi sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang dipikirkan saat ini yaitu kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah berkumpul dengan keluarga.
8. Pola peran hubunganKeluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan lingkungan, baik kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien dirawat dirumah sakit pun keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk klien.
9. Pola seksual dan reproduksiKeluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur 13 tahun.
10. Pola koping dan toleransi terhadap stressKeluarga klien mengatakan semenjak ibunya klien meninggal klien lebih tertutup dan cenderung menghabiskan waktu di luar rumah
11. Pola nilai kepercayaanKeluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam. aktifitas ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.
J. DATA PENUNJANGLaboratorium 30 januari 2013
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normalGlukosa sewaktu 166 mg/dl 70-140Urea 32 mg/dl 10-50Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2SGOT 23 u/L 0-31SGPT 12 u/L 0-32K 41 Mmol/L 3,4-5,4Na 140 Mmol/L 135-155Cl 93 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif WBC 14,59 [10^3/uL] 4,8-10,8RBC 3,99 [10^6/uL] 4,2-5,4HGB 10,3 [g/dL] 12-16HCT 32,6 [%] 37-47
Pemeriksaan UrinePemeriksaan Hasil NormalWarna Kuning Kuning muda-kuningKejernihan Keruh Jernih Berat jernih 1025 1015-1030PH 6 4,0-78Protein +1 NegatifSedimen - NegatifSell epitel + +1Leukosit 2-4 0-5/LPBEritrosit 10-15 0-2/LPB
GCS : Eye 1Verbal 1Motorik 2Unisokor ¾RP (+ / + )Oksigen : 3 ml (nasal kanul)
Terapy obat Nama obat Golongan Indikasi DosisCefotaxim antibiotic
golongan sefalosporin
Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh
kuman antara lain:
Infeksi saluran pemafasan bagian bawah (termasuk pneumonia).
Infeksi kulit dan struktur kulit. Infeksi tulang dan sendi. Infeksi intra-abdominal. infeksi saluran kemih
2x1 gr
Piracetam nootropic agents
Pengobatan infark serebral 3x1 gr
Ranitidin Antasid Terapi untuk tukak lambung 2x1 ampKeterolac Analgesik Terapi jangka pendek untuk nyeri akut
berat3x30 mg
Phenytoin Natrium Fenitoin
Anti kejang, antiaritmia. 2x1 amp
Kalnex tranexamic acid
untuk membantu menghentikan kondisi 3x500mg
perdarahan
Manitol Untuk menurunkan TIK, menurunkan
edema otak.
4x125ml
RL Mengembalikan keseimbangan elektrolit
pad dehidrasi
20 tts/i
K. Analisa DataAnalisa data Etiologi Masalah DS : -DO : Ku:jelek, kesadaran: coma, GCS: E1V1M2, terpasang O2 dengan nasal kanul=3L, Pernafasan: 28x/m, terdapat secret ditenggorokan dan mulut, suara nafas gargling, terpasang mayo, klien tampak gelisah
Adanya penumpukan sekresi di tenggorokan dan mulut
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
DS : -DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M2, terpasang O2 dengan nasal kanul=3 L, NGT, Pernafasan : 28x/m, terdapat secret ditengorokan, terpasang mayo, suara nafas gargling..
Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata, cedera cidera otak.
Ketidak efektifan pola nafas
DS : -DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M2, klien terpasang infus, terpasang O2 dengan nasal kanul 3 lpm, Tekanan darah : 123/69 mmHg, Nadi: 132x/m, Suhu : 37,20C, Pernafasan : 28x/m, klien tampak gelisah, pupil anisokor.
Edema serebral, peningkatan TIK, penurunan O2 ke serebral
Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral
DS :-DO : Ku : jelek, kesadaran : coma,
Penurunan kesadaran, kelemahan fisik
Defisit self care
GCS : E1V1M2, rambut klien kotor terdapat bercak darah dirambut, bau mulut tidak sedap, kulit tubuh tampak kotor
L. Diagnosa keperawatan1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya penumpukan sekresi di tenggorokan dan mulut.2. Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata, cedera cidera
otak.3. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d Edema serebral, peningkatan TIK, penurunan O2
ke serebral4. Defisit self care b/d Penurunan kesadaran, kelemahan fisik
M. IntervensiNo Diagnosa NIC NIC1. Ketidak efektifan perfusi
jaringan cerebral b.d edema serebral, peningkatan TIK
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam klien menunjukan status sirkulasi dan tissue perfusion cerebral membaik dengan KH:-TD dalam rentang normal (120/80 mmHg)-Tidak ada tanda peningkatan TIK-Klien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan orientasi baik-Fungsi sensori motorik cranial utuh : kesadaran membaik (GCS 15, tidak ada gerakan involunter)
Monitoring tekanan
intrakranium:
a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral: gangguan mental, pingsan, reaksi pupil, penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata.
b. Hindari tindakan valsava manufer (suction lama, mengedan, batuk terus menerus).
c. Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
d. Lakukan tindakan bedrest total
e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari badan (30-40 derajat)
f. Minimalkan stimulasi dari luar.
g. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
h. Monitor tanda-tanda TIK
i. Batasi gerakan leher dan kepala
j. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler sesuai perintah dokter.
2. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula oblongata/cedera jaringan otak
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3 x
24 jam klien
menunjukan pola nafas
yang efektif dengan KH:
-Pernafasan
16-20x/menit, teratur
-suara nafas bersih
-pernafasan vesikuler
-saturasi O2: ≥ 95%
a. Kaji status pernafasan klien
b.Kaji penyebab ketidakefektifan pola nafas
c. Beri posisi head up 35-45 derajat
d.Monitor perubahan tingkat kesadaran, status mental, dan peningkatan TIK
e. Beri oksigen sesuai anjuran medic
f.Melakukan suction jika diperlukan.
g.Kolaborasi dokter untuk terapi, tindakan dan pemeriksaan
3. Defisit self care b/d kelemahan fisik, penurunan kesadaran.
Setelah dilakukan askep
3 x 24 jam klien dan
keluarga dapat merawat
diri : dengan kriteria :
-kebutuhan klien sehari-
hari terpenuhi (makan,
berpakaian, toileting,
berhias, hygiene, oral
higiene)
-klien bersih dan tidak
bau.
Bantuan perawatan diri
a. Monitor kemampuan
pasien terhadap perawatan diri
yang mandiri
b.Monitor kebutuhan akan
personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan, berhias
c. Beri bantuan sampai
klien mempunyai kemapuan
untuk merawat diri
d.Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
e. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
g.Dorong untuk melakukan
secara mandiri tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
h.Anjurkan keluarga untuk ikut
serta dalam memenuhi ADL
klien
N. Implementasi dan EvaluasiNo. Tangga
l Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Paraf
1 31-1-13 Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
cerebral b/d
Edema
serebral,
peningkatan
TIK,
penurunan O2
ke serebral
08.0008.15
08.45
09.0009.30
10.0011.0012.0012.05
13.0014.0015.0015.30
16.0017.0018.0019.0019.30
20.0020.05
21.0022.0023.0024.0024.05
01.0002.0003.0004.0004.05
05.0005.30
1. Mengkaji KU dan VS
2. Mengkaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
3. Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
4. Mengkaji KU dan VS
5. Mengatur posisi tidur yang nyaman bagi klien
6. Mengkaji KU dan VS
7. Mengkaji KU dan VS
8. Mengkaji KU dan VS
9. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (injeksi iv Piracetam 1 gr, injeksi iv Kalnex 500 mg, injeksi ivPheenytoin 1 amp)
10. Mengkaji KU dan VS.
11. Mengkaji KU dan VS
12. Mengkaji KU dan VS
13. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
S : O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M2, klien terpasang infuse Rl 20 tpm, terpasang O2 3 lpm dengan nasal kanul, terpasang NGT, DC, klien tampak gelisah, pupil anisokor.A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
2. Pertahankan pemberian oksigen sesuai instruksi dokter
3. Posisikan pasien kepala lebih tinggi dari badan
4. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
5. Monitor tanda-tanda TIK
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan
06.0007.00
17. Mengkaji KU dan VS
18. Mempertahankan pemberian O2 dengan menambahkan cairan humidifier
19. Mengkaji KU dan VS
20. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (kalnex 3 x 500 mg dan piracetam 3x1 gr)
21. Mengkaji KU dan VS
22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Mengkaji KU dan VS
25. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Phenitoin 2x1amp)
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Mengkaji KU dan VS
30. Melakukan kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3x1gr dan Kalnex 3x500gr)
31. Mengkaji KU dan VS
32. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
33. Mengkaji KU dan VS
34. Mengkaji KU dan VS
31-1-2013
Ketidak
efektifan pola
nafas b/d
Kerusakan
pola
pernafasan
dimedula
oblongata,
cedera cidera
otak
08.0008.1508.30
08.3508.4008.55
09.0009.30
10.0011.0012.0013.0013.25
14.0015.0016.0017.0018.0018.15
19.0019.30
20.0021.0022.0023.0024.0001.0002.0003.0004.0005.0005.30
06.0007.00
1. Mengkaji KU dan VS
2. Mengkaji status pernafasan klien
3. Mengkaji penyebab ketidakefektifan pola nafas
4. Melakukan pemasangan mayo
5. Melakukan suction
6. Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
7. Mengkaji KU dan VS
8. Mengatur posisi tidur yang nyaman bagi klien
9. Mengkaji KU dan VS
10. Mengkaji KU dan VS
11. Mengkaji KU dan VS
12. Mengkaji KU dan VS.
13. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
17. Mengkaji KU dan VS
18. Mengkaji KU dan VS
19. Mempertahankan posisi head up 35-45 derajat
20. Mengkaji KU dan
S : O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M2, klien terpasang infus, terpasang O2 3 lpm dengan nasal kanul, NGT, DC, klien terpasang mayo, klien tampak gelisah, pupil anisokor, sekret di tenggorokan (+) berkurangA : Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji status pernafasan klien
2. Beri posisi head up 35-45 derajat
3. Monitor perubahan tingkat kesadaran, status mental, dan peningkatan TIK
4. Pertahankan pemberian oksigen
5. Melakukan suction jika diperlukan.
VS21. Mempertahankan
pemberian O2 dengan menambahkan cairan humidifier
22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Mengkaji KU dan VS
25. Mengkaji KU dan VS
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Mengkaji KU dan VS
30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji KU dan VS
32. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
33. Mengkaji KU dan VS
34. Mengkaji KU dan VS
31-1-13 Defisit self
care b/d
Penurunan
kesadaran,
kelemahan
fisik
08.1513.0014.00
15.0016.10
20.00
21.00
05.00
1. Membantu oral hygiene klien
2. Membantu BAB dan BAK klien
3. Membantu mengubah posisi klien
4. Membantu memandikan klien
5. Menganjurkan keluarga untuk ikut serta dalam memenuhi ADL klien
6. Membantu
S : O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M2, rambut klien berkurang kotornya, tidak terdapat bercak darah dirambut, bau mulut tidak sedap berkurang, kulit tubuh tampak bersih, mandi (+), NGT (+), urine (+), DC (+), OH (+)A : Masalah defisit self care teratasi sebagian
membuang balance cairan (urine)
7. Membantu mengubah posisi klien
8. Membantu memandikan klien
P : Intervensi dilanjutkan
1. Bantu pemenuhan adl klien
2. Libatkan keluarga dalam pemenuhan adl klien
2 1-2-13 Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
cerebral b/d
Edema
serebral,
peningkatan
TIK,
penurunan O2
ke serebral
08.0008.15
08.45
09.0009.30
10.0011.0012.0012.05
13.0013.25
14.0015.0016.0017.0018.0019.0020.0020.05
21.0022.0023.0024.0024.05
01.0002.00
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
Mengkaji KU dan VS
Mengatur posisi tidur yang nyaman bagi klien
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji KU dan VS
Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex 3x500mg, manitol 4x125ml)
10. Mengkaji KU dan VS.
11. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
12. Mengkaji KU dan VS
S :O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, klien terpasang infus, terpasang O2 3 lpm dengan nasal kanul, NGT, DC, klien tampak gelisah, pupil anisokor.A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral tidak efektif belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
2. Pertahankan pemberian oksigen sesuai instruksi dokter
3. Pertahankan posisi pasien kepala lebih tinggi dari badan
4. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
5. Monitor tanda-tanda TIK
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan
03.0004.0004.05
05.0005.30
06.0007.00
13. Mengkaji KU dan VS
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
17. Mengkaji KU dan VS
18. Mengkaji KU dan VS
19. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex 3x500mg, manitol 4x125ml)
20. Mengkaji KU dan VS
21. Mengkaji KU dan VS
22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (phenitoin 2x1amp)
25. Mengkaji KU dan VS
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex
3x500mg, manitol 4x125ml)
30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji tingkat kesadaran, dan memonitor tanda-tanda TIK
32. Mengkaji KU dan VS
33. Mengkaji KU dan VS
1-2-2013
Ketidak
efektifan pola
nafas b/d
Kerusakan
pola
pernafasan
dimedula
oblongata,
cedera cidera
otak
08.0008.1508.45
08.45
09.0009.30
10.0011.0012.0013.0013.25
14.0015.0016.0017.0018.0018.1519.0020.0021.0021.30
22.0023.0024.0001.0002.0003.0004.0004.30
05.0006.00
1. Mengkaji KU dan VS
2. Mengkaji status pernafasan klien
3. Memberi posisi head up 35-45 derajat
4. Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
5. Mengkaji KU dan VS
6. Mengatur posisi tidur yang nyaman bagi klien
7. Mengkaji KU dan VS
8. Mengkaji KU dan VS
9. Mengkaji KU dan VS
10. Mengkaji KU dan VS.
11. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
12. Mengkaji KU dan VS
13. Mengkaji KU dan VS
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
S :O :Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, klien terpasang infus, terpasang O2 3 lpm dengan nasal kanul, NGT, DC, klien tampak gelisah, pupil anisokor, terpasang mayo, suara nafas vesikuler, A : Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasiP : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji status pernafasan klien
2. Beri posisi head up 35-45 derajat
3. Monitor perubahan tingkat kesadaran, status mental, dan peningkatan TIK
4. Pertahankan pemberian oksigen
5. Melakukan suction jika diperlukan.
07.0007.15
17. Melakukan suction
18. Mengkaji KU dan VS
19. Mengkaji KU dan VS
20. Mengkaji KU dan VS
21. Mempertahankan posisi head up 35 sampai 45 derajat
22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Mengkaji KU dan VS
25. Mengkaji KU dan VS
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Mempertahankan pemberian o2 dengan menambahkan cairan di humidifier
30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji KU dan VS
32. Mengkaji KU dan VS
33. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
1-2-13 Defisit self
care b/d
Penurunan
kesadaran,
kelemahan
08.00
08.1509.00
13.0015.0020.00
Membantu dalam pemenuhan ADL klien
Membantu oral hygiene klien
Membantu mengubah posisi klien
S :O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, rambut klien tampak lebih bersih, bau mulut tidak sedap berkurang, kulit tubuh
fisik21.00
05.00
Membantu BAB dan BAK klien
Membantu memandikan klien
Membantu membuang balance cairan (urine)
Membantu mengubah posisi klien
Membantu memandikan klien
tampak bersih, NGT (+), mandi (+), OH (+), urine (+), DC (+)A : Masalah defisit
self care teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
1. Bantu pemenuhan adl klien
2. Libatkan keluarga dalam pemenuhan adl klien
2-2-13 Ketidak
efektifan
perfusi
jaringan
cerebral b/d
Edema
serebral,
peningkatan
TIK,
penurunan O2 ke serebral
08.0008.15
08.45
09.0010.0011.0012.0012.05
13.00
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji KU dan VS
Mengkaji KU
Subjektif : -Objektif : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, klien terpasang infuse RL 20 tpm, terpasang O2 3 lpm dengan nasal kanul, NGT, DC, klien tampak gelisah, pupil anisokor.A : Masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral belum
13.25
14.0015.0016.0017.0018.0019.0020.0020.05
21.0021.15
22.0023.0024.0024.05
01.0002.0003.0004.0004.05
05.0005.30
06.0007.00
dan VS Mengkaji KU
dan VS Melakukan
Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex 3x500mg, manitol 4x125ml)
Mengkaji KU dan VS.
10. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
11. Mengkaji KU dan VS
12. Mengkaji KU dan VS
13. Mengkaji KU dan VS
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
17. Mengkaji KU dan VS
18. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex 3x500mg, manitol 4x125ml)
19. Mengkaji KU dan VS
20. Mengatur posisi tidur yang nyaman bagi klien
21. Mengkaji KU dan VS
22. Mengkaji KU
teratasiP : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral
2. Pertahankan pemberian oksigen sesuai instruksi dokter
3. Pertahankan posisi pasien kepala lebih tinggi dari badan
4. Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
5. Monitor tanda-tanda TIK
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan
dan VS23. Mengkaji KU
dan VS24. Melakukan
Kolaborasi pemberian obat-obatan (phenitoin 2x1amp)
25. Mengkaji KU dan VS
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Melakukan Kolaborasi pemberian obat-obatan (Piracetam 3 x 1 gr, phenytoin 2 x 1 amp, kalnex 3x500mg, manitol 4x125ml)
30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji tingkat kesadaran, dan memonitor tanda-tanda TIK
32. Mengkaji KU dan VS
33. Mengkaji KU dan VS
02-2-2013
Ketidak
efektifan pola
nafas b/d
Kerusakan
pola
pernafasan
dimedula
oblongata,
cedera cidera
08.0008.1508.30
08.45
09.0009.30
10.0011.0012.0013.0013.25
1. Mengkaji KU dan VS
2. Mengkaji status pernafasan klien
3. Memberi posisi head up 35-45 derajat
4. Memonitor oksigen sesuai instruksi dokter
5. Mengkaji KU dan VS
6. Mengatur posisi tidur yang
S : O :Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, klien terpasang infus, terpasang O23 lpm dengan nasal kanul, NGT, DC, klien tampak gelisah, pupil anisokor, suara nafas vesikuler, terpasang mayoA : Masalah
otak14.0015.0016.0017.0018.0019.0020.0021.0022.0022.10
23.0024.0001.0002.0003.0004.0005.0005.30
06.0007.00
nyaman bagi klien
7. Mengkaji KU dan VS
8. Mengkaji KU dan VS
9. Mengkaji KU dan VS
10. Mengkaji KU dan VS.
11. Mengkaji tingkat kesadaran, dan Memonitor tanda-tanda TIK
12. Mengkaji KU dan VS
13. Mengkaji KU dan VS
14. Mengkaji KU dan VS
15. Mengkaji KU dan VS
16. Mengkaji KU dan VS
17. Melakukan suction
18. Mengkaji KU dan VS
19. Mengkaji KU dan VS
20. Mengkaji KU dan VS
21. Mempertahankan posisi head up 35 sampai 45 derajat
22. Mengkaji KU dan VS
23. Mengkaji KU dan VS
24. Mengkaji KU dan VS
25. Mengkaji KU dan VS
26. Mengkaji KU dan VS
27. Mengkaji KU dan VS
28. Mengkaji KU dan VS
29. Mempertahankan
ketidakefektifan pola nafas belum teratasiP : Intervensi Dilanjutkan
1. Kaji status pernafasan klien
2. Beri posisi head up 35-45 derajat
3. Monitor perubahan tingkat kesadaran, status mental, dan peningkatan TIK
4. Pertahankan pemberian oksigen
pemberian o2 dengan menambahkan cairan di humidifier
30. Mengkaji KU dan VS
31. Mengkaji KU dan VS
02-02-2013
Defisit self
care b/d
Penurunan
kesadaran,
kelemahan
fisik
08.1511.00
13.0015.0014.0020.00
21.00
05.00
Membantu oral hygiene klien
Membantu mengubah posisi klien
Membantu BAB dan BAK klien
Membantu memandikan klien
Memberikan diit entrasol per ngt
Membantu membuang balance cairan (urine)
Membantu mengubah posisi klien
Membantu memandikan klien
S :O : Ku : jelek, kesadaran : coma, GCS : E1V1M3, rambut klien berkurang kotornya, bau mulut tidak sedap berkurang, diit entrasol 250 cc, mandi (+), OH (+), urine (+), NGT (+)A : Masalah defisit self care teratasi sebagianP : Intervensi dilanjutkan1. bantu adl klien2. libatkan keluarga dalam pemenuhan adl klien
JAYA
Home Asuhan keperawatan Otomotif Motor Mobil
Home » ASKEP » Askep CKB (Cidera Kepala Berat)
Askep CKB (Cidera Kepala Berat) 03:01
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera Kepala Berat (CKB) - Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Tarwoto, 2007: 125). Hampir semua orang dalam hidupnya mengalami beberapa bentuk trauma kepala. Lansia, bayi, dan mereka yang bermasalah seperti penyalahgunaan alkohol, terapi anti-koagulasi khususnya rentan untuk konsekuensi serius setelah cedera kepala. Di Indonesia, cedera kepala adalah penyebab utama kecacatan dan kematian dewasa di bawah usia 40 tahun yang mempunyai dampak penting pada pasien cedera otak, keluarga dan masyarakat. Berbagai derajat gejala termasuk kehilangan kesadaran sementara atau permanen, mual, muntah, sakit kepala, pusing, dan hilang ingatan mungkin tampak terkait dengan keparahan cedera kepala. Tanda dan gejala cedera kepala mungki terjadi langsung atau berkembang perlahan setelah beberapa jam hingga hari. Bahkan jika cedera tidak serius ditemukan, pengamatan hati-hati oleh seorang dewasa yang bertanggung jawab, baik di rumah atau rumah sakit harus dilakukan dalam 24-48jam pertama setelah cedera. (Http://www.cederakepala.com/2011) Pengobatan disesuaikan, tergantung keparahan dan jangkauan cedera. Pengobatan berkisar mulai observasi tanda memburuk seperti rasa kantuk, meningkatnya sakit kepala atau pusing (cedera kepala minor) untuk mengambil gumpalan darah pada otak untuk meringankan tekanan pada otak (disebabkan oleh gumpalan darah) atau pemasukan monitor tekanan otak (cedera kepala akut). (Tarwoto, 2007)
B. Tujuan1. Tujuan Umum Setelah dilakukan seminar tentang Cedera Kepala Berat (CKB) diharapkan mahasiswa mampu memahami secara kognitif, motorik dan afektif serta dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat dan komprehensif sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan klien dan memperpendek masa perawatan klien di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus Setelah dilakukan seminar diharapkan: a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi CKB b. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi CKB c. Mahasiswa mampu memahami tentang klasifikasi dari CKB d. Mahasiswa mampu memahami tentang manifestasi klinik CKBe. Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi dari CKBf. Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan CKB g. Mahasiswa mampu memahani tentang asuhan keperawatan dari CKB yang meliputi pengkajian, Analisa data dan Diagnosa Keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. (Sylvia & Price, 2006). Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma fungsi yang disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti continuitas otak (Sjamsuhidajat, 2002). Resiko utama yang terjadi pada pasien cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK. Cedera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 2002 ). Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).
Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:
1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak a. Cidera kepala terbuka b. Cidera kepala tertutup2. Cidera pada jaringan otak (secara anatomis) a. Commusio serebri (gegar otak) b. Edema serebri c. Contusio serebri (memar otak) d. Laserasi 1) Hematoma epidural 2) Hematoma subdural 3) Perdarahan sub arakhnoid (Ergan, 2001:642)3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme) a. Cidera tumpul 1) Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) 2) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) b. Cidera tembus c. Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya
4. Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS) a. Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15 b. Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12 c. Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8
GCS (Glasgow Coma Scale)Membuka mata (E)§ Spontan :4§ Dipanggil/diperintah :3§ Tekanan pada jari/rangsang nyeri :2 § Tidak berespon : 2
Respon Verbal (V)§ Orientasi baik: dapat bercakap-cakap : 5§ Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi : 4§ Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau : 3§ Tidak dapat dimengerti, mengerang : 2§ Tidak bersuara dengan rangsang nyeri : 1
Respon Motorik§ Mematuhi perintah : 6§ Menunjuk lokasi nyeri : 5§ Reaksi fleksi : 4§ Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi) : 3§ Ekstensi abnormal : 2
§ Tidak ada respon, flacid : 1
5. Berdasarkan morfologi a. Fraktur tengkorak 1) Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup. 2) Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VIII
b. Lesi intra cranial 1) Foxal: epidural, subdural, intraserebral 2) Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.
B. Etiologi Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3).Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
C. Patofisiologi Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 2000:226). Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. rauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia Aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke
otak menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK (Tekanan Intrakranial) merangsang kelenjar Pitultary dan Steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang. (Price and Wilson, 2006:1010).
D. Manifestasi KlinikBerdasarkan anatomis1. Gegar otak (comutio selebri) a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah d. Kadang amnesia retrogard2. Edema serebri a. Pingsan lebih dari 10 menit b. Tidak ada kerusakan jaringan otak c. Nyeri kepala, vertigo, muntah3. Memar otak (kontusio selebri) a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan derajad b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK) d. Penekanan batang otak e. Penurunan kesadaran f. Edema jaringan otak g. Defisit neurologis h. Herniasi4. Laserasia. Hematoma Epidural“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia): 1) Kacau mental → koma 2) Gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi 3) Pupil isokhor → anisokhorb. Hematoma subdural 1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik. 2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura 3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan 4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut) 5) Perluasan massa lesi 6) Peningkatan TIK 7) Sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8) Disfasiac. Perdarahan sub arachnoid 1) Nyeri kepala hebat 2) Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)1. Cidera kepala Ringan (CKR) a. GCS 13-15 b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit c. Tidak ada fraktur tengkorak d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS) a. GCS 9-12 b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam c. Dapat mengalami fraktur tengkorak3. Cidera Kepala Berat (CKB) a. GCS 3-8 b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo, 2001:226)
E. Komplikasi Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak. a. Edema serebral dan herniasi Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.b. Defisit neurologik dan psikologik Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.c. Kebocoran cairan cerebrospinal,
dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6 % pasien dengan cidera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbai dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki resiko
meningitis yang meningkat (biasanya pneumolok), pemberian antibiotik profilaksis masih kontoversial. Otorea atau rinorea cairan cerebrospinal yang menentap atau meningitis berulang merupakan indikasi untuk operasi reparatif.d. Fistel Karotis-Kavernosus,
ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosisi dan bruit orbital dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera. Anglografi diperlukan untuk konformasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.e. Diabetes Incipidus,
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum. Vasopresin arginin (pitressin) 5 – 10 unit intravena, intramuscular, atau subkutan setiap 4 – 6 jam atau desmopressin asetat subkutan atau intravena 2 – 4 mg setiap 12 jam, diberikan untuk mempertahankan pengeluaran urin kurang dari 200 ml/jam, dan volume diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung pada berat ringannya hipernatremia.f. Kejang Pascatrauma,
dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predesposisi untuk kejang lanjut. Kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan. Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut (berulang, tanpa provokasi) setelah cidera kepala tertutup adalah 5 %; resiko mendekati 20 % pada pasien dengan perdarahan intrakranial ayau fraktur depresi.g. Pneumonia, radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolidasi.h. Meningitis Ventrikulitisi. Infeksi saluran kemihj. Perdarahan gastrointestinalk. Sepsis asam negatifl. Kebocoran CSS
Komplikasi lain secara traumatik:1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)Komplikasi lain:1. Peningkatan TIK2. Hemorarghi3. Kegagalan nafas4. Diseksi ekstrakranialKomplikasi menurut
F. Penatalaksanaan CKB (Cidera Kepala Berat) 1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret c. Mempertahankan sirkulasi stabil d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus g. Mengelola pemberian obat sesuai program 2. Penatalaksanaan Medis a. Oksigenasi dan IVFD b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema) Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya: 1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II 2) 5 mg/8 jam untuk hari III 3) 5 mg/12 jam untuk hari IV 4) 5 mg/24 jam untuk hari V c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam d. Terapi anti perdarahan bila perlu e. Terapi antibiotik untuk profilaksis f. Terapi antipeuretik bila demam g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. X Ray tengkorak Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak. 2. CT Scan Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati. 3. MRI (Magnetic Resonan Imaging) Gunanya sebagai penginderaan yang mempergunakan gelombang elektomagnetik.
4. Pemeriksaan Laboratorium Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit. 5. Pemeriksaan analisa gas darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
BAB III MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN CKB
A. Pengkajian Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini harus dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai adalah: • Jalan nafas • Pernafasan • Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofuring, diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada riwayat / dugaan trauma servikal (whiplash injury), Jamb dengan kepala dibawa atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa: • Pernafasan cheyne stokes • Pernafasan blot / hiperventilasi • Pernafasan taksik yang menggambarkan makin memburuknya tingkat kesadaran.2. Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intracranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural.3. Status kesadaran, dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cidera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; stulah apatik, samnolen, spoor, coma. Sebaliknya dihindari atau disertai dengan penilaian / perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan skala koma Galsgow. Cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini, perkembangan / perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat.4. Skala koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian / pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu: a. Buka Mata (E) 4 : Spontan 3 : Dengan perintah 2 : Dengan rangsang nyeri 1 : Tidak ada reaksi b. Respon Motorik Terbaik (M) 6 : Mengikuti perintah 5 : Melokalisir nyeri 4 : Menghindari nyeri 3 : Fleksi abnormal 2 : Ekstensi abnormal 1 : Tidak ada gerakan c. Respon Verbal Terbaik (V) 5 : Orientasi baik dan sesuai 4 : Disorientasi tempat dan waktu 3 : Bicara kacau 2 : Mengerang 1 : Tidak ada suara
5. Status Neurologik lain Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis trauma ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan
fokal, dalam hal ini perdarahan intracranial. Tanda fokal tersebut adalah: - Anisokori (ketidaksamaan ukuran diameter kedua pupil mata) - Paresis / Parahisis (Paralisis ringan atau tidak lengkap) - Reties patologik sesisi
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut :
1) Gangguan perfusi jaringan / perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri. 4) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.5) Peningkatan tekanan intrakranial b.d proses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah dalam otak 6) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.7) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan motorik)
C. Rencana Perawatan
NoDiagnosa
Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik :
- Perubahan respon motorik
- Perubahan status mental
- Perubahan
NOC:
1. Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
1. Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
Monitor Tekanan Intra Kranial
Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan
Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
Monitor intake dan output
Pasang restrain, jika perlu
Monitor suhu dan angka leukosit
Kaji adanya kaku kuduk
Kelola pemberian antibiotik
respon pupil
- Amnesia retrograde (gang-guan memori)
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tan-da PTIK
Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai ke-mampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi
Klien mampu mem-proses informasi
Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar
Tingkat kesadaran klien membaik
Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40O dengan leher dalam posisi netral
Minimalkan stimulus dari lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik:
Laporan nyeri kepala secara verbal atau non verbal
Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)
Fakta dari observasi
Gangguan tidur (mata sayu, menye-ringai, dll)
NOC:
1. Nyeri terkontrol
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Mengenal onset nyeri
Tindakan pertolongan non farmakologi
Menggunakan analgetik
Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
Manajemen nyeri
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekspresi nyeri; wajah
Perubahan respirasi rate
Perubahan tekanan darah
Kehilangan nafsu makan
3. Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara mengatasi efek samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat mempengaruhi gaya hidup klien.
Pengelolaan analgetik
1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik, observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis &
cara pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek yang tidak diinginkan
3 Defisit self care b.d dengan kelelahan, nyeri
NOC :
Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi perawatan selama ….x24 jam, pasien mengerti cara memenuhi ADL secara bertahap sesuai kemampuan, dengan kriteria :
Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas
Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL
NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan dampingi
3. Berikan bantuan selama klien masih mampu mengerjakan sendiri
NIC: ADL BerpakaianAktifitas:
1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
4 Peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 2000)
Batasan karakteristik :
- Penurunan kesadaran (gelisah, disorientasi)
- Perubahan motorik dan persepsi sensasi
- Perubahan tanda vital (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
- Pupil melebar, reflek pupil menurun
- Muntah
- Klien mengeluh mual
- Klien mengeluh pandangan kabur dan diplopia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
- Kesadaran stabil (orientasi baik)
- Pupil isokor, diameter 1mm
- Reflek baik
- Tidak mual
- Tidak muntah
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
2. Kaji respon membuka mata, respon motorik, dan verbal, (GCS)
3. Kaji perubahan tanda-tanda vital
4. Kaji respon pupil
5. Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental
6. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
7. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
8. Masase karotis
9. Fleksi dan rotasi leher berlebihan
10. Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas, dan mengejan
11. Perubahan posisi yang cepat
12. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi
13. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-lunak faeces, jika perlu
14. Pertahankan lingkungan yang tenang
15. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
16. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
17. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien sebelum dan sesudah penghisapan
18. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum
penghisapan
19. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
20. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
21. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
22. Antikonvulsan (mencegah kejang)
23. Diuretik osmotik (menurunkan edema serebral)
24. Diuretik non osmotik (mengurangi edema serebral)
25. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler, membatasi edema serebral)
26. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan masuk dan keluar)
5 Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
Setelah dilakukan tindak asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan nutrisi klien seimbang dengan KH :
Klien tidak lemah
Nafsu makan meningkat
Klien tidak mual dan muntah
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien
Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vit C
Kaji kemampuan klien
Monitor mual dan muntah
Kolaborasi pemberian obat antimual dan muntah
Monitor lingkungan selama makan
Berikan makanan kesukaan
Monitor adanya penurunan berat badan
6 Resiko kekurangan volume cairan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama ….. x 24 jam diharapkan volume cairan klien dapat terpenuhi dengan KH.
Klien tidak lemas
ND : normal
Mukosa tidak kering
Turgor kulit baik
1. Kaji TTV
2. Monitor menekan makanan/cairan
3. Dorong masukan oral
4. Anjurkan untuk minum air banyak
5. Kolaborasi pemberian cairan/makanan
6. Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, HMT, Osmolalitas Urin)
7. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
PATHWAY Klik disini => Pathway CKB
DAFTAR PUSTAKA
Price A. S et al. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGCSmeltzer C. S & B.G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGCSudoyo, W. A et al. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGCBarbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450.Hudak dan Gallo. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Mansjoer, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2002, Hal.206 – 208.Soeparman. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi NIC dan NOC kriteria hasil NOC.
Share ke:
Facebook Google+ Twitter
Artikel Terkait Askep CKB (Cidera Kepala Berat) :
Pathway Cidera Kepala Pathway Cidera Kepala - Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulan ...
Pathway DHF (Dengue Haemorhagic Fever) ...
Pathway CKB (Cidera Kepala Berat) Pathway CKB (Cidera Kepala Berat) - Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fun ...
Askep Trauma KepalaA. Pengertian Trauma Kepala Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma ...
ASKEP DHF (Dengue Haemorraghic Fever)BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut se ...
0 komentar:
Post a CommentNewer Post Older Post Home
Entri Populer
Modifikasi Ninja 2 tak Terbaru
Modifikasi Ninja 150 R Terbaru
Cari disini..
Modifikasi Satria FU Terbaru
Askep CKB (Cidera Kepala Berat)
Labels
ASKEP Blogging Harga HP harga motor kawasaki HP Kecantikan Kesehatan Modifikasi Motor Pathway
Copyright © JAYA Template SEO elite