1
ASAS-ASAS PEMERINTAHAN
Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Dengan kemajuan masyarakat dan meningkatnya
permasalahan, birokrasi cenderung terus semakin besar.
Akibatnya timbul masalah birokrasi yang makin lama makin
serius, termasuk beban negara menjadi terus bertambah berat.
Diperparah dengan datangnya era globalisasi, yang
menimbulkan masalah besar, yang harus diatasi agar
kepentingan nasional tidak dirugikan, di lain pihak
menimbulkan pula peluang yang perlu dimanfaatkan untuk
kemajuan dan kepentingan nasional. Namun hal itu tidak
mungkin mampu dihadapi dan ditanggulangi lagi oleh
pemerintah sendiri.
Good Governance berasal dari istilah governance dikenal
sekitar awal decade 90-an yang merupakan paradigma baru
dalam administrasi Negara.
Banyak cendikiawan kontemporer dibidang administrasi
Negara menggunakan istilah governance sebagai pengganti
istilah administrasi Negara. Mereka menilai administrasi
2
Negara modern abad XX sebagai administrasi Negara
tradisional atau lama dan membandingkan dengan teori baru
yang mereka sebut governance tersebut.
Governance diartikan sebagai proses pengambilan keputusan
dan proses diimplementasikan atau tidak
diimplementasikannya keputusan tersebut.
Good Governance bisa tercapai apabila terdapat hubungan
yang sinergis diantara Negara, Sektor Swasta dan
Masyarakat.
Hubungan tersebut dicirikan oleh adanya ;
1. Partisipasi; bahwa setiap warganegara baik langsung
maupun melalui perwakilan, mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan dalam pemerintahan,
2. Aturan hukum (rule of law); kerangka hukum harus adil
dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hak
asasi manusia,
3. Transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi; informasi dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan serta dapat dipahami dan dimonitor,
3
4. Ketanggapan (responsiveness); yang berarti bahwa
berbagai lembaga dan prosedur-prosedur harus berupaya
untuk melayani setiap stakeholder dengan baik; aspiratif,
5. Orientasi pada consensus; Governance yang baik menjadi
perantara kepentingan-kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih
luas,
6. Kesetaraan (equity); semua warga negara mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesejahteraannya, dan
7. Efektifitas dan efisiensi; penggunaan sumber-sumber
secara berhasil guna dan berdaya guna.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(good governance) pemahaman terhadap asas-asas
pemerintahan menjadi hal yang sangat penting.
Asas-asas pemerintahan yang baik dapat dilihat dari 2
golongan, yaitu :
4
Golongan I dilihat dari Proses/Prosedurnya, dimana
dalam pembuatan keputusan dan kebijakan harus
memperhatikan:
1. Pejabat yang mengeluarkan kebijakan/keputusan
tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi baik
langsung maupun tidak langsung terhadap
kebijakan/keputusan yang dikeluarkannya,
2. Kebijakan/keputusan yang dibuat tidak boleh
merugikan atau mengurangi hak-hak warganegara.
Kebijakan/keputusan tersebut harus tetap membela
kepentingan rakyat, dan
3. Antara Konsiderans (pertimbangan/motifasi)
dengan diktum/penetapan keputusan tersebut harus
sesuai dan didasarkan pada fakta-fakta yang dapat
dipertangungjawabkan.
Golongan II dilihat dari kebenaran fakta-fakta, yaitu :
1. Asas larangan kesewenang-wenangan
Kesewenang-wenangan ini bisa timbul
apabila perbuatan pejabat atau keputusan
yang dibuatnya tidak mempertimbangkan
5
semua faktor yang relevan dengan perbuatan
pejabat atau keputusan yang bersangkutan
secara lengkap dan wajar.
Salah satu ciri dari pejabat yang sewenang-
wenang adalah tidak mau dikritik, sulit untuk
mendapat masukan/pendapat.
2. Asas larangan penyalahgunaan wewenang atau
larangan detournement de pouvoir.
Penyalahgunaan wewenang terjadi bilamana
wewenang digunakan untuk tujuan yang
bertentangan atau tidak sesuai dengan maksud
dari wewenang itu diberikan atau ditentukan
undang-undang.
3. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam
Negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, keputusan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Negara.
4. Asas Kepentingan Umum
6
Asas kepentingan umum adalah asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan kolektif.
5. Asas Keterbukaan
Keterbukaan adalah membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
terhadap penyelenggara Negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
6. Asas Proporsionalitas
Proporsionalitas adalah mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggara Negara.
7. Asas Profesionalitas
Asas Profesionalitas adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang berlandaskan
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Asas Akuntabilitas
7
Asas Akuntabilitas adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pelaksanaan asas akuntabilitas
membutuhkan prinsip-prinsip, seperti ;
a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan
seluruh staff instansi untuk melakukan
pengelolaan pelaksanaan misi agar
akuntabel,
b. Harus merupakan suatu sistem yang
dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
8
c. Harus dapat menunjukkan tingkat
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan,
d. Harus berorientasi pada pencapaian visi
dan misi serta hasil dan manfaat yang
diperoleh, dan
e. Harus jujur, obyektif, transparan, dan
inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam
bentuk pemutakhiran metode dan teknik
pengukuran kinerja dan penyusunan
laporan akuntabilitas.
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG
BAIK (AAUPB)____Lanjutan
A. Fungsi dan Arti Penting AAUPB
9
Awal mula : hanya sebagai sarana perlindungan hukum
dan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan
perlindungan hukum
Selain itu : sebagai dasar pertimbangan dalam peradilan
dan upaya administrasi dan sebagai norma hukum tidak
tertulis bagi tindakan pemerintahan.
Dalam perkembangannya :
Bagi administrasi negara bermanfaat sebagai
pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan perundang-undangan
yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Selain
itu, untuk membatasi dan menghindari kemungkinan
administrasi negara mempergunakan freies
ermesson yang jauh menyimpang dari undang-
undang;
Bagi warga masyarakat : sebagai pencari keadilan,
AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan
10
sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No.
5/1986 jo. UU No.9/2004;
Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat
menguji dan membatalkan keputusan yang
dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN;
AAUPB juga berguna bagi badan legislatif dalam
merancang suatu UU.
B. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
Pada mulanya di indonesia belum diakui secara yuridis
formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal
Ketika pembahasan RUU No.5/1986 di DPR, fraksi ABRI
mengusulkan agar asas-asas tersebut dimasukkan sebagai
salah satu alasan gugatan terhadap keputusan
badan/pejabat TUN akan tetapi tidak diterima oleh
pemerintah dengan alasan dalam praktek ketatanegaraan
kita maupun dalam HAN belum mempunyai kriteria
11
tentang Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur
(Ismael Saleh, Menteri Kehakiman pada saat itu).
Asas-asas tersebut dapat diterima di Indonesia karena
memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU
No.14/1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman
(Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya”. Kemudian dalam
pasal 27 ayat (1) UU No.14/1970 ditegaskan “Hakim
sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat”.
Dalam perkembangannya : dimuat dalam UU No.28/1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) (pasal 3) :
Asas kepastian hukum : asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
12
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara;
Asas tertib penyelenggara negara, yaitu asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara
negara
Asas kepentingan umum, yaitu asas yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif dan selektif
Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminasi
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, dan rahasia negara
Asas proporsionalitas, yitu asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggara negara
13
Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil karya dari kegiatan
penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dalam perkembangan berikutnya, UU No.9/2004 dalam
pasal 53 ayat (2) point a : “Keputusan TUN yang digugat
itu bertentangan dengan dengan AAUPB”, dan dalam
Penjelasannya disebutkan : “Yang dimaksud dengan
AAUPB adalah meliputi asas :
Kepastian hukum
Tertib penyelenggara negara
Keterbukaan
14
Proporsionalitas
Profesionalitas, dan
Akuntabilitas
Dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
juga diatur tentang AAUPB, sebagaimana dalam pasal 20
ayat (1) : “Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman
pada Asas Umum Penyelenggara Negara, yang terdiri dari
: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara,
asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan
asas efektifitas.
Nampak ada 2 tambahan, yaitu asas efisiensi dan asas
efektifitas.
C. Pembagian AAUPB
Berkenaan dengan Ketetapan, AAUPB terbagi dalam
2 bagian, yaitu :
1. Asas yang bersifat formal (prosedural);
15
2. Asas yang bersifat material (substansial)
Dibedakan : penting untuk perlindungan
hukum
Asas formal : berkenaan dengan prosedur
yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan
ketetapan (asas kecermatan dan asas
permainan yang layak).
Asas yang bersifat material : dititikberatkan
pada isi dari keputusan pemerintah (asas
kepastian hukum, asas persamaan, asas
larangan sewenang-wenang, asas penyalah
gunaan kewenangan).
D. Macam-macam AAUPB :
a. Asas Kepastian Hukum
Memiliki 2 aspek, yaitu aspek material (terkait
dengan asas kepercayaan) dan aspek formal
(ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang
terkait pada ketetapan-ketetapan yang
16
menguntungkan harus disusun dengan kata-kata
yang jelas).
b. Asas Keseimbangan
Menghendaki adanya keseimbangan antara
hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan
seorang pegawai
Menghendaki kriteria yang jelas mengenai jenis-
jenis atau kualifiksi pelanggaran atau kealpaan yang
dilakukan seseorang sehingga memudahkan
penerapannya pada setiap kasus yang ada dan
perlakuan yang sama untuk kepastian hukum
Contoh : pasal 6 PP No.30/1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai, ditentukan sebagai berikut :
1) Hukuman disiplin ringan berupa :
a) Teguran lisan;
b) Teguran tertulis
c) Pernyataan tidak puas secara tertulis
2) Hukuman disiplin sedang berupa :
a) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling
lama 1 tahun;
b) Penurunan gaji yang besarnya satu kali
kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu
tahun;
17
c) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling
lama satu tahun
3) Hukuman disiplin berat berupa :
a) Penurunan pangkat yang setingkat lebih
rendah untuk paling lama 1 tahun;
b) Pembebasan dari jabatan;
c) Pemberhentian dengan hormat sebagai
pegawai negeri sipil.
c. Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki agar badan pemerintahan
mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak
bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama
yang berlaku bagi setiap orang (melalui
kebijaksanaan).
Pemerintah dapat menerapkan KTUN yang pernah
dikeluarkan pada kasus yang faktanya sama.
Terkesan kabur bila dikaitkan dengan pendapat van
Vollenhoven, bahwa “Sifat tindakan pemerintahan
itu kasuistis, artinya suatu peristiwa tertentu tidak
berlaku tindakan yang sama terhadap peristiwa
lainnya.
d. Asas Bertindak Cermat atau Asas Kecermatan
18
Menghendaki agar pemerintah atau administrasi
bertindak cermat dalam melakukan berbagai
aktifitas penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan
sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga
negara.
Contoh :
Putusan PTUN Medan No.70/G/1992/PTUN-
Medan mengenai gugatan para Penggugat
terhadap surat pembebasan tugas oleh Kepala
Kantor Urusan Agama. Dalam Fundamentum
Petendinya disebutkan : “bahwa tergugat tidak
meneliti dengan seksama tentang hasil
pengaduan tersebut”. PTUN menyimpulkan
bahwa dihubungkan dengan AAUPB (asas
kecermatan), maka jelas bahwa SK tergugat
telah menyimpang dari asas tersebut.
Putusan PTUN Medan No. 65/G/1992/PTUN-
Medan mengenai gugatan seorang
purnawirawan ABRI berhadapan dengan
Kepala Kantor BPN Kabupaten. Penggugat
mendalilkan bahwa tanpa sepengetahuan
Penggugat, Tergugat telah mengeluarkan
sertifikat atas nama AWN, padahal tanah itu
milik Penggugat. Dalam hal ini, Hakim PTUN
19
mempertimbangkan bahwa tergugat telah
melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan asas kecermatan dan kurang hati-hati.
Putusan PTUN Palembang
No.16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan
seorang pegawai Universitas Bengkulu
terhadap Rektor yang telah memutasikan
dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan
kesalahanya dulu. Tindakan Rektor
dipersalahkan karena dalam keputusannya
melanggar asas kecermatan formal.
e. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan
Menghendaki setiap keputusan badan-badan
pemerintahan harus mempunyai motivasi atau
alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan
keputusan dan sedapat mungkin alasan atau
motivasi itu tercantum dalam keputusan.
Dapat dibedakan dalam 3 sub varian, yaitu :
1. Syarat bahwa ketetapan harus diberi alasan
2. Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh
3. Pemberian alasan harus cukup dapat
mendukung.
f. Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan
20
Setiap pejabat pemerintah memiliki wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau berdasarkan pada asas legalitas.
Kewenangan pemerintah secara umum mencakup 3
hal, yaitu : kewenangan segi materiil, kewenangan
segi wilayah, dan waktu.
Didalam UU No.5/1986 terdapat 2 jenis
penyimpangan penggunaan wewenang, yaitu
penyalahgunaan wewenang (detournement de
pouvoir) dan sewenang-wenang (willekeur), pasal
53 ayat (2) huruf b dan c.
g. Asas permainan yang layak (fair play)
Menghendaki agar warga negara diberi kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan
keadilan serta diberi kesempatan untuk membela
diri dengan memberikan argumentasi sebelum
dijatuhkannya putusan administrasi.
Menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan
dalam proses penyelesaian sengketa TUN.
Terbukti adanya instansi Banding.
h. Asas Keadilan dan Kewajaran
21
Menghendaki agar setiap tindakan badan atau
pejabat administrasi negara selalu memperhatikan
aspek keadilan dan kewajaran.
Asas keadilan : menuntut tindakan secara
proporsional, sesuai, seimbang dan selaras dengan
hak setiap orang
Asas kewajaran : menekankan agar setiap aktivitas
pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku
di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan
agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-nilai
lainnya.
i. Asas Kepercayaan Menanggapi Pengharapan yang
Wajar
Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan
harapan-harapan bagi warga negara.
Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada
warga negara, tidak boleh ditarik kembali meskipun
tidak menguntungkan bagi pemerintah
j. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
Berkaitan dengan pegawai yang dipecat dari
pekerjaannya dengan suatu ketetapan (beschikking).
Seorang pegawai yang dipecat karena diduga telah
22
melakukan kejahatan, tetapi setelah dilakukan
proses pemeriksaan di pengadilan terbukti tidak
bersalah, maka harus dikembalikan pada pekerjaan
semula
k. Asas Perlindungan atas Pandangan atau cara hidup
pribadi
Menghendaki agar pemerintah melindungi hak atas
kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan
tentunya juga hak kehidupan pribadi setiap warga
negara (HAM).
l. Asas Kebijaksanaan
Menghendaki pemerintah dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan
keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa
harus terpaku pada peraturan perundang-undangan
formal-----tidak bisa mengikuti perkembangan
jaman.
m. Asas Penyelenggaraan kepentingan umum
Menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum,
yakni kepentingan yang mencakup semua aspek
kehidupan orang banyak.
DAFTAR PUSTAKA
23
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang
Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung.
Bagir Manan, 2004, Hukum Positif Indonesia, Satu Kajian Teoritik, FH
UII Press, Yogyakarta.
Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang Peradilan Tata
Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Koesomahatmadja, 1979, Peranan Administrasi Dalam Pembangunan,
PT. Eresco Jakarta.
Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak
Administrasi Negara, Alumni, Bandung.
Siti Soetami, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT
Refika Aditama, Bandung.
Salamoen Soeharyo dan Nasri Effendy, 2003, Sistem Penyelenggaran
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Lembaga
Administrasi Negara, Jakarta.
Philipus M. Hadjon dkk, 2005, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9
Tahun 2004 tentan Peradilan Tata Usaha Negara.
Hamid Attamimi, 1992, Perbedaan antara Peraturan Perundang-
undangan dan Peraturan Kebijakan, Makalah pada Pidato Dies
Natalis PTIK ke-46, Jakarta.
24
Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam
Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Makalah disampaikan
pada Orasi Guru Besar Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya.