Download - aras - bab4
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan dengan informasi dari data sekunder yaitu rekam
medik pasien perdarahan postpartum sebagai kasus dan rekam medik pasien dengan
persalinan spontan normal sebagai kontrol di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada
bulan Januari sampai Desember 2013. Jumlah kasus perdarahan postpartum yang didapatkan
sebanyak 101 dan hanya 63 yang memenuhi kriteria inklusi. Sedangkan pada kelompok
kontrol didapatkan data sebanyak 165 dan diambil 63 berdasarkan matching kategori paritas
dengan kelompok kasus.
4.1.1 Analisis Univariat
a. Distribusi Sampel Menurut Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. Paritas
dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara (BKKBN, 2006). Pada
penelitian ini matching antara sampel kasus dan sampel kontrol diambil berdasarkan kategori
paritas yang dibagi menjadi kategori multipara (paritas 2 dan 3) dan grandemultipara (paritas
≥ 4). Untuk kategori primipara tidak diikutsertakan karena merupakan kriteria eksklusi pada
penelitian ini.
Penentuan matching dari 126 sampel yang terdiri dari 63 kasus dan 63 kontrol,
didapatkan sampel dengan kategori multipara sebanyak 100 sampel (50 pada kelompok kasus
dan 50 pada kelompok kontrol) dan sampel dengan kategori grandemultipara sebanyak 26
sampel (13 pada kelompok kasus dan 13 pada kelompok kontrol).
b. Distribusi Kasus Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah ibu bersalin yang didiagnosis dengan perdarahan
postpartum sebagaimana tercantum dalam rekam medik atau jika ibu bersalin yang
mengalami perdarahan lebih dari 500 ml setelah bayi atau plasenta lahir pada persalinan
pervaginam (Wiludjeng, 2007). Menurut waktu terjadinya perdarahan postpartum dibagi atas
dua bagian yaitu, kehilangan darah yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan
dikenal sebagai perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage), sedangkan
kehilangan darah yang terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu setelah melahirkan disebut
perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) (Norwitz, 2008).
Distribusi frekuensi kasus perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kasus Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
n Persentase (%)
Perdarahan postpartum primer
Perdarahan postpartum sekunder
89
12
88,12
11,88
Jumlah 101 100
Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada tahun 2013 didapatkan 101 kasus perdarahan
postpartum di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, dengan perdarahan postpartum
primer sebanyak 89 (88,12%) kasus dan perdarahan postpartum sekunder sebanyak 12
(11,88%) kasus.
c. Distribusi Etiologi Perdarahan Postpartum
Penyebab perdarahan postpartum adalah karena kelainan salah satu atau gabungan
dari empat penyebab dasar. Empat penyebab dasar tersebut meliputi 4T, yaitu tone atau
kurangnya kontraksi uteri setelah persalinan, trauma pada jalan lahir, tissue atau sisa jaringan
produk konsepsi, dan thrombin atau kelainan koagulasi darah (Evensen dan Anderson, 2013).
Distribusi etiologi kasus perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Etiologi Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
n Persentase (%)
Tone
Atonia Uteri
Subinvolusi Uterus
Tissue
Retensio Plasenta
Sisa Plasenta
Trauma
4
1
34
23
3,96
0,99
33,67
22,77
Laserasi Jalan Lahir
Ruptur Perineum
Hematom
Luka Episiotomi
Thrombin
Kelainan Koagulasi Darah
Campuran
Atonia Uteri dan Sisa Plasenta
Atonia Uteri dan Laserasi Jalan Lahir
Retensio Plasenta dan Laserasi Jalan Lahir
Sisa Plasenta dan Laserasi Jalan Lahir
27
2
1
1
0
2
1
1
4
26,73
1,98
0,99
0,99
0
1,98
0,99
0,99
3,96
Jumlah 101 100
Berdasarkan tabel 3 di atas, etiologi kejadian perdarahan postpartum dibagi
berdasarkan empat penyebab dasar dan penyebab campuran. Gangguan tone didapatkan
sebanyak 5 (4,95%) kasus, gangguan tissue didapatkan sebanyak 57 (56,44%) kasus,
gangguan pada trauma didapatkan sebanyak 31 (30,69%) kasus, campuran didapatkan
sebanyak 8 (7,92%) kasus, dan tidak didapatkan kasus dengan gangguan thrombin. Etiologi
terbanyak kasus perdarahan postpartum di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2013 adalah retensio plasenta dengan 34 (33,67%) kasus.
d. Distribusi Jarak Antarkelahiran
Jarak antarkelahiran adalah ruang sela antara kelahiran yang lalu dengan kelahiran
berikutnya (Gitta, 2007). Jarak antarkelahiran pada penelitian ini diambil dari waktu antara
kelahiran terakhir dengan kelahiran sebelumnya yang dilihat dari data rekam medik dan
dinyatakan dengan tahun.
Distribusi jarak antarkelahiran pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada
tabel 4 berikut:
Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Jarak Antarkelahiran
Jarak AntarkelahiranKasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Jarak antarkelahiran ≤2 12 19,0 6 9,5 18 14,3
tahun
Jarak antarkelahiran >2
tahun51 81,0 57 90,5 108 85,7
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 4 di atas, dari 18 ibu yang memiliki jarak antarkelahiran ≤2 tahun
didapatkan 12 (19,0%) sampel pada kelompok kasus dan 6 (9,5%) sampel pada kelompok
kontrol. Dari 108 ibu yang memiliki jarak antarkelahiran >2 tahun didapatkan 51 (81,0%)
sampel pada kelompok kasus dan 57 (90,5%) sampel pada kelompok kontrol.
e. Distribusi Usia
Usia adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan (Hoetomo, 2005). Sedangkan usia ibu
hamil pada penelitian ini adalah usia ibu yang diperoleh saat pengambilan data yang
dinyatakan dengan tahun.
Distribusi usia pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Usia
UsiaKasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Usia <20 tahun dan
>35 tahun20 31,7 9 14,3 29 23,0
Usia 20-35 tahun 43 68,3 54 85,7 97 77,0
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 5 di atas, dari 29 ibu yang memiliki usia <20 tahun dan >35 tahun
didapatkan 20 (31,7%) sampel pada kelompok kasus dan 9 (14,3%) sampel pada kelompok
kontrol. Dari 97 ibu yang memiliki usia 20-35 tahun didapatkan 43 (68,3%) sampel pada
kelompok kasus dan 54 (85,7%) sampel pada kelompok kontrol.
f. Distribusi Berat Badan Lahir
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam 1 jam pertama
setelah lahir (Putri, 2013). Berat badan lahir pada penelitian ini adalah berat badan bayi yang
tercatat di rekam medik dan dinyatakan dengan gram.
Distribusi berat badan lahir pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel
6 berikut:
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Berat Badan Lahir
Berat Badan LahirKasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Berat badan lahir
≥4000 gram5 7,9 3 4,8 8 6,3
Berat badan lahir
<4000 gram58 92,1 60 95,2 118 93,7
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 6 di atas, dari 6 ibu yang memiliki berat badan lahir ≥4000 gram
didapatkan 5 (7,9%) sampel pada kelompok kasus dan 1 (1,6%) sampel pada kelompok
kontrol. Dari 118 ibu yang memiliki berat badan lahir <4000 gram didapatkan 58 (92,1%)
sampel pada kelompok kasus dan 60 (95,2%) sampel pada kelompok kontrol.
g. Distribusi Gemeli
Gemeli adalah suatu kehamilan dengan dua jenis atau lebih (Karkata, 2010). Dalam
penelitian ini gemeli didapatkan dari ibu yang melahirkan bayi lebih dari satu dalam satu kali
persalinan yang tercatat dalam rekam medik.
Distribusi gemeli pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Gemeli
GemeliKasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Gemeli 0 0 2 3,2 2 1,6
Tidak gemeli 63 100 61 96,8 124 98,4
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 7 di atas, dari 2 ibu dengan gemeli tidak didapatkan sampel pada
kelompok kasus dan didapatkan 2 (3,2%) sampel pada kelompok kontrol. Dari 124 ibu yang
tidak gemeli didapatkan 63 (100%) sampel pada kelompok kasus dan 61 (96,8%) sampel
pada kelompok kontrol.
h. Distribusi Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertinggalnya plasenta dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir (Karkata, 2010).
Distribusi retensio plasenta pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada tabel
8 berikut:
Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Retensio Plasenta
Retensio PlasentaKasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Retensio plasenta 27 42,9 0 0 27 21,4
Tidak retensio plasenta 36 57,1 63 100 99 78,6
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 8 di atas, dari 27 ibu dengan retensio plasenta didapatkan 27
(42,9%) sampel pada kelompok kasus dan tidak didapatkan sampel pada kelompok kontrol.
Dari 99 ibu yang tidak retensio plasenta didapatkan 36 (57,1%) sampel pada kelompok kasus
dan 63 (100%) sampel pada kelompok kontrol.
i. Distribusi Abnormal Implantasi Plasenta
Abnormal implantasi plasenta adalah kelainan pada perlekatan plasenta pada uterus
yang dalam penelitian ini dibagi menjadi plasenta akreta, inkreta dan perkreta.
Distribusi abnormal implantasi plasenta pada kelompok kasus dan kontrol dapat
dilihat pada tabel 9 berikut:
Tabel 9. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Abnormal Implantasi Plasenta
Abnormal Implantasi
Plasenta
Kasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Abnormal implantasi
plasenta
0 0 0 0 0 0
Normal implantasi
plasenta
63 100 63 100 126 100
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 9 di atas, tidak didapatkan sampel dengan abnormal implantasi
plasenta pada kelompok kasus dan kelompok kontrol.
j. Distribusi Riwayat Perdarahan Postpartum
Riwayat perdarahan postpartum adalah perdarahan postpartum yang terjadi pada
persalinan di masa lalu sebagaimana tercatat dalam rekam medik.
Distribusi riwayat perdarahhan postpartum pada kelompok kasus dan kontrol dapat
dilihat pada tabel 10 berikut:
Tabel 10. Distribusi Sampel Berdasarkan Kategori Riwayat Perdarahan Postpartum
Riwayat Perdarahan
Postpartum
Kasus Kontrol Jumlah
n % n % n %
Riwayat perdarahan
postpartum
3 4,8 1 1,6 4 3,2
Tidak ada riwayat
perdarahan postpartum
60 95,2 62 98,4 122 96,8
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 10 di atas, dari 3 ibu yang memiliki riwayat perdarahan postpartum
didapatkan 3 (4,8%) sampel pada kelompok kasus dan 1 (1,6%) sampel pada kelompok
kontrol. Dari 122 ibu yang tidak memiliki riwayat perdarahan postpartum didapatkan 60
(95,2%) sampel pada kelompok kasus dan 62 (98,4%) sampel pada kelompok kontrol.
4.1.2 Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
dipergunakan uji statistik Chi Square.
a. Hubungan Antara Jarak Antarkelahiran dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara jarak antarkelahiran dan perdarahan postpartum dapat dilihat pada
tabel 10 berikut:
Tabel 10. Hubungan Jarak Antarkelahiran Dengan Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Jarak Perdarahan Postpartum Jumlah p value OR
Antarkelahiran (95% CI)
Perdarahan Tidak
perdarahan
n % n % n %
Jarak
antarkelahiran
≤2 tahun
12 19,0 6 9,5 18 14,3
0,203
2,235
(0,782-
6,389)Jarak
antarkelahiran
>2 tahun
51 81,0 57 90,5 108 85,7
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 10 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,203) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara jarak
antarkelahiran dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=2,235 yang berarti ibu
bersalin dengan jarak antarkelahiran ≤2 tahun mempunyai peluang 2,235 kali untuk
terjadinya perdarahan postpartum bila dibandingkan dengan ibu bersalin dengan jarak
antarkelahiran >2 tahun. Dengan OR > 1 dan batas bawah 95%CI tidak melewati nilai 1,
maka jarak antarkelahiran bukan merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum.
b. Hubungan Antara Usia dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara usia dan perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel 11 berikut:
Tabel 11. Hubungan Usia Dengan Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Usia
Perdarahan Postpartum
Jumlahp value
OR
(95% CI)
Perdarahan Tidak
perdarahan
n % n % n %
Usia <20 tahun
dan >35 tahun20 31,7 9 14,3 29 23,0
0,034
2,791
(1,154-
6,747)Usia 20-35
tahun43 68,3 54 85,7 97 77,0
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 11 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,034) < α
(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti secara statistik ada hubungan antara usia dan
perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=2,791 yang berarti ibu bersalin dengan usia
<20 tahun dan >35 tahun mempunyai peluang 2,791 kali untuk terjadinya perdarahan
postpartum bila dibandingkan dengan ibu bersalin dengan usia 20-35 tahun. Dengan OR > 1
dan batas bawah 95%CI melewati nilai 1, maka usia merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan postpartum.
c. Hubungan Antara Berat Badan Lahir dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara berat badan lahir dan perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel
12 berikut:
Tabel 12. Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Berat Badan
Lahir
Perdarahan Postpartum
Jumlahp value
OR
(95% CI)
Perdarahan Tidak
perdarahan
n % n % n %
Berat badan
lahir ≥40005 7,9 3 4,8 8 6,3
0,717
1,724
(0,394-
7,545)Berat badan
lahir <400058 92,1 60 95,2 118 93,7
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 12 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,717) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara berat
badan lahir dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=1,724 yang berarti ibu yang
melahirkan bayi dengan berat ≥4000 gram mempunyai peluang 1,724 kali untuk terjadinya
perdarahan postpartum bila dibandingkan ibu yang melahirkan anak dengan berat <4000
gram. Dengan OR > 1 dan batas bawah 95%CI tidak melewati nilai 1, maka berat badan lahir
bukan merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum.
d. Hubungan Antara Gemeli dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara gemeli dan perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel 13
berikut:
Tabel 13. Hubungan Gemeli Dengan Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Gemeli
Perdarahan PostpartumJumlah
p valuePerdarahan Tidak perdarahan
n % n % n %
Gemeli 0 0 2 3,2 2 1,60,496
Tidak gemeli 63 100 61 96,8 124 98,4
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 13 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,496) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara
gemeli dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2013. Untuk variabel gemeli tidak didapatkan nilai OR karena variabel
gemeli pada kelompok kasus bernilai 0.
e. Hubungan Antara Retensio Plasenta dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara retensio plasenta dan perdarahan postpartum dapat dilihat pada tabel
14 berikut:
Tabel 14. Hubungan Retensio Plasenta Dengan Perdarahan Postpartum Ibu Melahirkan di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Retensio
Plasenta
Perdarahan PostpartumJumlah
p valuePerdarahan Tidak perdarahan
n % n % n %
Retensio
plasenta
27 42,9 0 0 27 21,4 0,000
Tidak retensio
plasenta36 57,1 63 100 99 78,6
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 14 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,000) < α
(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti secara statistik ada hubungan antara retensio plasenta
dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2013. Untuk variabel retensio plasenta tidak didapatkan nilai OR karena variabel
retensio plasenta pada kelompok kontrol bernilai 0.
f. Hubungan Antara Abnormal Implantasi Plasenta dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara abnormal implantasi plasenta dan perdarahan postpartum tidak
dapat dilakukan uji statistik karena variabel abnormal implantasi plasenta pada kelompok
kasus dan kelompok kontrol bernilai 0.
g. Hubungan Antara Riwayat Perdarahan Postpartum dan Perdarahan
Postpartum
Hubungan antara riwayat perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum dapat
dilihat pada tabel 16 berikut:
Tabel 16. Hubungan Riwayat Perdarahan Postpartum Dengan Perdarahan Postpartum Ibu
Melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013
Riwayat
Perdarahan
Postpartum
Perdarahan Postpartum
Jumlahp value
OR
(95% CI)
Perdarahan Tidak
perdarahan
n % n % n %
Riwayat
perdarahan
postpartum
3 4,8 1 1,6 4 3,2
0,619
3,100
(0,314-
30,638)
Tidak ada
riwayat
perdarahan
postpartum
60 95,2 62 98,4 122 96,8
Jumlah 63 100 63 100 126 100
Berdasarkan tabel 16 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,619) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara
riwayat perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=3,100 yang
berarti ibu bersalin yang memiliki riwayat perdarahan postpartum mempunyai peluang 3,100
kali untuk terjadinya perdarahan postpartum bila dibandingkan dengan ibu bersalin yang
tidak memiliki riwayat perdarahan postpartum. Dengan OR > 1 dan batas bawah 95%CI tidak
melewati nilai 1, maka berat badan lahir bukan merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
postpartum.
4.1.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan uji regresi logistik ganda untuk
mendapat model terbaik yang menggambarkan hubungan jarak antarkelahiran dengan
kejadian perdarahan postpartum setelah dikontrol beberapa variabel counfounding (Riyanto,
2012).
Model akhir uji regresi logistik dapat dilihat pada tabel 17 berikut:
Tabel 17. Model Akhir Uji Regresi Logistik
Variabel Sig Exp(B)95% C.I. forEXP(B)
Lower Upper
Jarak Antarkelahiran .133 2.235 .782 6.389
Berdasarkan tabel 17 di atas, dapat dijelaskan bahwa ibu dengan jarak antarkelahiran
≤ 2 tahun mempunyai risiko mengalami perdarahan postpartum 2.235 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu dengan jarak antarkelahiran > 2tahun. Tidak didapatkan variabel
confounding hubungan antara jarakantarkelahiran dan perdarahan postpartum.
4.2 Pembahasan
a. Hubungan Antara Jarak Antarkelahiran dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan tabel 10 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,203) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara jarak
antarkelahiran dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang tahun 2013. Jarak antarkelahiran ≤2 tahun bukan merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 2,235, 95%CI: 0,782-6,389.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2007)
di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang menyatakan bahwa jarak antarkelahiran
memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian perdarahan postpartum. Pada
penelitian tersebut jarak antar kelahiran ≤2 tahun menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan
postpartum dengan Odds Ratio 3.143, 95 %CI: 1,358-7,7276.
Jarak persalinan yang kurang dari 2 tahun mengakibatkan kelemahan dan kelelahan
otot-otot uterus. Kondisi rahim dan kesehatan ibu juga belum pulih dengan baik dari
persalinan anak sebelumnya, sehingga cenderung mengalami partus lama dan perdarahan
postpartum. Disamping itu persalinan yang berturut-turut dalam jarak waktu singkat
mengakibatkan uterus menjadi fibrotik, sehingga membuat otot-otot uterus menjadi kaku
yang dapat mengurangi daya kontraksi dan retraksi uterus. Selama kehamilan berikutnya
dibutuhkan waktu 2-5 tahun agar kondisi ibu kembali seperti kondisi semula (Armagustini,
2010).
b. Hubungan Antara Usia dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan tabel 11 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,034) < α
(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti secara statistik ada hubungan antara usia dan
perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2013. Usia ibu <20 tahun dan >35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya
perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 2,791, 95%CI: 1,154-6,747.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dina (2013) di
RSUD Majene yang menyatakan bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan terhadap
kejadian perdarahan postpartum. Usia <20 tahun dan >35 tahun pada penelitian tersebut
menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 3,5, 95 %CI: 1,5-
8,3.
Umur aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita dengan usia
kurang dari 20 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan
postpartum karena sistem reproduksi belum berkembang sempurna. Sementara wanita dengan
usia lebih dari 35 tahun menyebabkan proses penuaan. Sehingga menyebabkan tonus otot
berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan atonia uteri terjadilah perdarahan postpartum.
Hal ini dikarenakan pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun organ reproduksinya
belum berkembang dengan sempurna sehingga belum siap menerima kehamilan dan bekerja
mendukung persalinan. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun, fungsi reproduksi wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
memungkinkan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan (Agann
dan Everett, 2007).
c. Hubungan Antara Berat Badan Lahir dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan tabel 12 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,717) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara berat
badan lahir dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2013. Berat badan lahir ≥4000 gram bukan merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 1,724, 95%CI: 0,394-7,545.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supa (2013) di
Puskesmas Jagir Surabaya yang menyatakan bahwa berat badan lahir ≥4000 gram memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kejadian perdarahan postpartum. Bayi yang dilahirkan
dengan berat >4000 gram sering sekali menyebabkan perdarahan postpartum dengan
penyebab laserasi jalan lahir ketika persalinan berlangsung. Selain itu, bayi besar juga
membuat regangan uterus terlalu besar sehingga lebih berisiko untuk terjadi atonia uteri dan
pada akhirnya terjadi perdarahan postpartum (Bratakoesoema dan Angsar tahun 2011).
d. Hubungan Antara Gemeli dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan tabel 13 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,496) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara
gemeli dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2013.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan landasan teori. Gemeli adalah suatu
kehamilan dengan dua jenis atau lebih. Gemeli dapat menyebabkan distensi berlebihan pada
uterus sehingga mengakibatkan otot miometrium tidak berkontraksi secara adekuat. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum akibat dari atonia uteri (Karkata, 2010).
e. Hubungan Antara Retensio Plasenta dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan tabel 14 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,000) < α
(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti secara statistik ada hubungan antara retensio plasenta
dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2013.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Supa (2013) di
Puskesmas Jagir Surabaya yang menyatakan bahwa retensio plasenta memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian perdarahan postpartum primer. Retensio plasenta adalah
plasenta yang tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir. Pada retensio plasenta,
sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Namun,
apabila sebagian plasenta sudah terlepas, hal ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta
manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam (Karkata, 2010).
f. Hubungan Antara Abnormal Implantasi Plasenta dan Perdarahan Postpartum
Hubungan antara abnormal implantasi plasenta dan perdarahan postpartum pada
penelitian ini tidak dapat dilakukan uji statistik karena tidak ditemukan variabel abnormal
implantasi plasenta pada kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Kelainan plasenta berdasarkan tingkat kedalamannya dibagi menjadi plasenta akreta
bila implantasi menembus desidua basalis, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta
sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium. Hal ini akan membuat plasenta menjadi sukar dilepaskan dengan
pertolongan altif kala tiga disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Kelainan ini menyebabkan terjadinya retensio plasenta dan inversi uterus pada perdarahan
postpartum (Karkata, 2010).
g. Hubungan Antara Riwayat Perdarahan Postpartum dan Perdarahan
Postpartum
Berdasarkan tabel 16 di atas, dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,619) > α
(0,05), maka gagal menolak Ho, yang berarti secara statistik tidak ada hubungan antara
riwayat perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Riwayat perdarahan postpartum bukan
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 3,1, 95%CI:
0,314-30,638.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosmadewi
(2011) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung yang menyatakan bahwa riwayat
perdarahan postpartum memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian perdarahan
postpartum. Pada penelitian tersebut riwayat perdarahan postpartum menjadi faktor risiko
terjadinya perdarahan postpartum dengan Odds Ratio 7,408, 95 %CI: 3,781-14,517.
???????
1. BKKBN. 2006. Deteksi Dini Komplikasi Persalinan. Jakarta : BKKBN
2. Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar.
4. Rosmadewi, 2011
Buku agus riyanto 2012 buku tri
Supa, hub paritas, berat, dan retensio