ANALISIS SEMIOTIKA FILM TAARE ZAMEEN PAR
Oleh:
ABDILLAH HAFIED
NIM : 208051000034
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2011
ANALISIS SEMIOTIKA FILM TAARE ZAMEEN PAR
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
ABDILLAH HAFIED
NIM : 208051000034
Pembimbing
Dra, Hj. Musfirah Nurlaily, MA
NIP. 196104221990032001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk memeperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Mei 2013
Abdillah Hafied
i
ABSTRAK
ABDILLAH HAFIED,
Analisis Semiotika Film “Taare Zameen Par”
Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu pesan kepada
para penontonnya. Jika dikaitkan dengan kajian komunikasi, suatu film yang
ditawarkan harusnya memiliki efek yang sesuai dengan pesan yang diharapkan,
jangan sampai inti pesan tidak tersampaikan tapi sebaliknya efek negatif dari film
tersebut justru secara mudah diserap oleh penontonnya.
Salah satu film mendidik dan bermanfaat adalah film india yang berjudul
Taree Zameen Par, film yang diangkat dari kisah nyata. Film ini adalah film edukasi
yang ditujukan kepada orang tua yang ada. Dalam film Taree Zameen Par banyak
pesan komunikasi, pendidikan dan moral yang ingin disampaikan kepada para
penonton.
Dari latar belakang masalah di atas maka timbul rumusan masalah sebagai
berikut: Bagaimana makna denotasi dalam film Taree Zameen Par? Bagaimana
makna konotasi dalam film Taree Zameen Par? Bagaimana makna mitos dalam film
Taree Zameen Par?
Landasan teori yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu teori semiotika
Roland Barthes, yaitu pesan-pesan tersusun atas seperangkat tanda untuk
menghasilkan makna tertentu. Makna tersebut bukanlah innate meaning (makna
bawaan alamiah), melainkan makna yang dihasilkan oleh sistem perbedaan atau
hubungan tanda-tanda.
Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu metode
kualitatif dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi
dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa makna makna denotasi pada film
Taree Zameen Par adalah adalah tentang seorang anak yang menderita penyakit
disleksia. Makna konotasinya adalah hubungan komunikasi ayah dengan keluarga
yang tidak berjalan dengan baik. Sedangkan makna mitosnya adalah gambaran dari
dinamika keluarga Asia secara umum. Dimana masing-masing subsistem berperan
ii
sebagaimana mestinya, dan secara tradisional masih disandarkan pada jenis kelamin.
Ayah sebagai kepala keluarga bekerja di luar rumah guna menghidupi keluarga. Ibu
berperan sebagai isteri yang siap melayani suami dan memenuhi seluruh kebutuhan
anak, membimbing dan mengajari, serta berperan sebagai pihak yang mengontrol
semua urusan anak.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
Hadirat Allah SWT. Karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada nabi
Muhammad SAW, yang senantiasa menuntun kita kejalan yang di ridhai Allah SWT.
Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan, bantuan dari semua pihak,
skripsi ini tidak akan terselesaikan. Maka haturan terimakasih penulis sampaikan
kepada pihakpihak sebagai berikut:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komuniasi. Sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan tidak bosan berhenti memberi
ide, bimbingan, nasihat, kritik, dan motivasi yang diberikan kepada penulis,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
2. Drs. Jumroni, M.SI dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan
Sekretaris Jurusab Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Almarhumah Dra. Hj. Asriati Jamil selaku ketua Kordinator Program Non
Reguler sekaligus dosen pembimbing yang selalu meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikiran, serta memberikan pengarahan dengan penuh kesabaran
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku Sekretaris Program Non Reguler yang
selalu memberi dukungan dan motivasi untuk penyusunan skripsi.
iii
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah
memberikan ilmu yang tak ternilai, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Segenap staf akademik dan staf perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Teruntuk yang mulia kedua orang tuaku, Ayahanda H. Drs. Syamsuddin M.A
dan ibunda Hj. Yunelmiza, yang senantiasa mencurahkan cinta, kasih, dan
sayangnya dikala sehat maupun sakit, dikala susah maupun senang.
Membantu dengan segenap kemampuan dan doa-doa dalam setiap shalatnya,
doa yang selalu mengiringi tiap langkah kaki ini sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudara-saaudaraku Meliza Syamsiatul Munawaroh Amd.Keb, Azwar Syarief
Amd.M, dan Habib Amiruddin Hazazi, kalian semua adalah inspirasi dalam
hidupku untuk terus menjadi Adik dan Kakak yang sukses dan dapat menjadi
inspirasi untuk kalian
9. Terima kasih penulis sampaikan sebesar-besarnya untuk Ate Dila (Rizqa
Fadilah S.Sos.I) dan Igel (Haidar Rigel Putra Anza) yang senantiasa
menghibur dalam keadaan apapun.
10. Sahabat-sahabat KPI Non-Reg 2008 terima kasih atas motivasi, doa, bantuan
dan semangat yang kalian berikan untuk penulis yang tidak tidak bisa
disebutkan satu persatu, jazakallah atas dukungannya.
iv
Terima kasih atas semua yang telah meluangkan waktunya untuk sharing dan
berbagi info serta memberikan inspirasi dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi
dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan budi baik
mereka dengan balasan yang setimpal.
Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
dalam penelitian skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak. Amin…
Jakarta, 27 Mei 2013
ABDILLAH HAFIED
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
BAB I: Pendahuluan ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 5
F. Metodologi penelitian ................................................................... 7
1. Metode Penelitian .................................................................... 7
2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 7
3. Teknik Analisis Data ............................................................... 8
4. Objek Penelitian dan Unit Analisis .......................................... 9
5. Pedoman Penulisan .................................................................. 9
G. Kajian Teoritis .............................................................................. 9
H. Sistematika penulisan .................................................................... 11
BAB II: Tinjauan Teoretis ............................................................................... 13
A. Tinjauan Umum Tentang Film ..................................................... 13
1. Sekilas Sejarah dan Perkembangan Film ................................. 13
2. Definisi Film ............................................................................ 13
3. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ................................. 15
4. Jenis dan Klasifikasi Film ........................................................ 17
a. Jenis-jenis Film .................................................................. 17
b. Klasifikasi Film ................................................................. 18
vi
5. Unsur-unsur Pembentukan Film .............................................. 20
6. Sinematografi ........................................................................... 21
7. Struktur Film ............................................................................ 23
B. Tinjauan Umum Semiotika ........................................................... 24
1. Konsep Semiotika .................................................................... 24
2. Konsep Semiotika Roland Barthes .......................................... 27
BAB III: Profil Singkat Film Taare Zameen Par ............................................ 33
A. Ringkasan Film ............................................................................. 33
B. Nominasi dan Penghargaan .......................................................... 37
BAB IV: Analisis Semiotik Film Taare Zameen Par ...................................... 41
A. Makna Denotasi dalam Film Taree Zameen Par .......................... 41
B. Makna Konotasi dalam Film Taree Zameen Par .......................... 49
C. Makna Mitos dalam Film Taree Zameen Par ............................... 56
BAB V: Penutup ................................................................................................. 61
A. Kesimpulan ................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................. 62
Daftar Pustaka .................................................................................................... 63
Lampiran-lampiran
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Dialog ketika Ishaan pulang dari sekolah ...................................... 43
Gambar 1.2 : Dialog di ruang dapur ..................................................................... 44
Gambar 1.3 : Adegan saat Ishaan di tegur oleh Ibu Guru .................................... 46
Gambar 1.4 : Ishaan ketika menjawab pertanyaan guru ...................................... 46
Gambar 1.5 : Dialog Ishaan dengan ibunya ketika sedang belajar menulis ......... 48
Gambar 1.6 : Penolakan Ishaan ketika ibunya menyuruh berkonsentrasi
dalam belajar ................................................................................... 48
Gambar 2.1 : Adegan yang menggambarkan tentang karakter ayah ................... 51
Gambar 2.2 : Salah satu adegan yang menegaskan tentang pembagian peran .... 53
Gambar 2.3 : Beberapa adegan yang menjelaskan tentang potensi dan
keunikan seorang anak .................................................................... 55
Gambar 3.1 : Adegan saat kepala yayasaan menjelaskan tentang aturan
yang ada di sekolah asrama ............................................................. 59
Gambar 3.2 : Perbedaan cara pandang beberapa guru mengenai gaya
mengajar di sekolah ........................................................................ 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era reformasi seperti saat ini, media komunikasi telah menjadi suatu
hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial
yang selalu berinteraksi dalam kehidupannya, manusia membutuhkan informasi
untuk menunjang proses interaksi dengan manusia lain. Informasi yang
dibutuhkan oleh manusia tersebut dapat diperoleh dari media massa yang setiap
harinya memproduksi dan menyebarluaskan informasi tersebut melalui berbagai
bentuk media informasi yang tergolong dalam media massa umum. Mulai dari
media cetak, media elektronik dan juga media online yang akhir-akhir ini menjadi
pilihan masyarakat modern karena kecepatan akses informasi yang dapat
diperoleh.
Namun, penyampaian sebuah informasi tidaklah hanya terbatas melalui
media-media umum seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Film yang
dianggap oleh banyak orang hanya sebagai media hiburan, sebenarnya adalah
salah satu media yang juga digunakan untuk menyampaikan informasi kepada
khalayak luas. Seperti yang telah terjadi pada era Perang Dunia I sampai Perang
Dunia II.
Harus kita akui bahwa hubungan antara film dan masyarakat memiliki
sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Oey Hong Lee (1965)
misalnya, meyebutkan “Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul
2
di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada abad ke-19, dengan perkataan
lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar telah
dibikin lenyap. Ini berarti bahwa permulaan dari sejarahnya, film dengan lebih
mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami
unsur-unsur teknis, politik, ekonomi, sosial dan demografi yang merintangi surat
kabar pada masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19”.
Fim kata Oey Hong Lee mencapai puncaknya antara Perang Dunia I hingga
Perang Dunia II, namun merosot tajam setelah munculnya medium televisi.1
Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi
dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di TV.2 Film
merupakan salah satu media massa yang berbentuk audio visual dan sifatnya
sangat rumit. Film menjadi sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi
yang bisa menjadi alat penghibur, alat propaganda, juga alat politik. Ia juga dapat
menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain dapat pula berperan sebagai
penyebarluasan nilai-nilai budaya baru.3 Film bisa disebut sebagai sinema atau
gambar hidup yang mana diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari
hiburan, juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni lahir
dari proses kreatifitas yang menuntut kebebasan berkreatifitas.4
Keberadaan film di tengah masyarakat mempunyai makna yang unik
diantara media komunikasi lainnya. Selain dipandangsebagai media komunikasi
1 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. (Bandung: PT. Penerbit Remaja Rosdakarya 2006) h.12.
2. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) h.
136. 3 Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi, (Jakarta: Panitia hari Film
Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010, 2010), h.26. 4 Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional tinjauan dan Restrospeksi, h. 40.
3
yang efektif dalam penyebarluasan ide dan gagasan, film juga merupakan media
ekspresi seni yang memberikan jalur pengungkapan kreatifitas, dan media budaya
yang melukiskan kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Perpaduan
kedua hal tersebut menjadikan film sebagai media yang mempunyai peranan
penting di masyarakat. Di satu sisi film dapat memperkaya kehidupan masyarakat
dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat, namun di sisi lain film dapat
membahayakan masyarakat. Film yang mempunyai pesan untuk menanamkan
nilai pendidikan merupakan salah satu hal yang baik dan bermanfaat, sedangkan
film yang menampilkan nilai-nilai yang cenderung dianggap negatif oleh
masyarakat seperti kekerasan, rasialisme, diskriminasi dan sebagainya akan
membahayakan jika diserap oleh audience dan diaplikasikan dalam
kehidupannya.
Karena setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu
pesan kepada para penontonnya. Jika dikaitkan dengan kajian komunikasi, suatu
film yang ditawarkan harusnya memiliki efek yang sesuai dan sinkron dengan
pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak tersampaikan tapi
sebaliknya efek negatif dari film tersebut justru secara mudah diserap oleh
penontonnya.5 Salah satu film yang mendidik dan bermanfaat adalah film india
yang berjudul Taree Zameen Par, film yang diangkat dari kisah nyata. Film ini
adalah film edukasi yang ditujukan kepada seluruh orang tua yang ada diseluruh
negara yang menyaksikan film ini. Dalam film Taree Zameen Par banyak pesan
komunikasi, pendidikan dan moral yang ingin disampaikan kepada penonton.
5 http:www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2002/03/4bud02.html
4
Dengan latar belakang tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk
mengetahui makna denotasi dan konotasi serta pesan mitos pada film Taree
Zameen Par. Karena, penonton terkadang kurang memperhatikan pesan-pesan
pada sebuah film. Banyak di antara mereka hanya menikmati alur cerita dan
visualisasi film tersebut. Padahal jika kita perhatikan secara seksama, suatu film
dapat menjadi inspirator bagi penontonnya. Mereka dapat mengambil hikmah,
serta pelajaran berharga dari film tersebut, yang dapat direalisasikan dalam
kehidupan nyata.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, penulis sangat tertarik untuk
mengangkat permasalahan tersebut dalam skripsi dengan judul: “ANALISIS
SEMIOTIK FILM TAARE ZAMEEN PAR.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk lebih fokus dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan pada makna dan pesan-pesan yang terdapat pada film Taree
Zameen Par dengan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana makna denotasi dalam film Taree Zameen Par?
2. Bagaimana makna konotasi dalam film Taree Zameen Par?
3. Bagaimana makna mitos dalam film Taree Zameen Par?
C. Tujuan Penelitan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
5
1. Untuk mengetahui makna denotasi film Taree Zameen Par.
2. Untuk mengetahui makna konotasi film Taree Zameen Par.
3. Untuk mengetahui makna mitos dalam film Taree Zameen Par.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademisi
Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah dan dapat
menambah kajian ilmu komunikasi massa melalui film, terutama untuk
Fakultas Ilmu Komunikasi khusunya Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan konstribusi positif bagi para
tim produksi, sutradara dan akademisi yang mengambil bidang komunikasi
khususnya yang berminat di dunia perfilman.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang menginspirasi peneliti dari skripsi-skripsi terdahulu
di antaranya:
1. “Analisis semiotik film A Mighty Heart,” oleh Risky Akmalsyah, tahun 2010,
jururan Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. “Analisis Semiotik Pesan Dakwah Dalam Poster Narkotika Badan Narkotika
Nasional (BBN),” oleh Afaf Sholihin, 2010, Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6
3. “Analisis Semiotik Foto Daily Life Stories Pada World Press Photo 2009,”
oleh Aida Islamie, 2010, Konsentrasi Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ketiga skripsi di atas memiliki objek yang berbeda. Pada skripsi nomor
satu dan dua menggunakan objek film, sedangkan yang ketiga menggunakan
objek poster, serta terakhir menggunakan objek foto. Masing-masing
menggunakan teknik analisis Roland Barthes.
Walau dalam penelitian ini penulis merujuk pada skripsi di atas, namun
tetap ada perbedaan. Dari objek penelitian saja sudah berbeda walaupun sama-
sama meneliti film, gambar dan poster serta menggunakan teori Roland Barthes
tapi gambar-gambar yang dianalisis berbeda-beda.
Film Taree Zameen Par sengaja dipilih penulis untuk diteliti, karena
menurut penulis banyak pesan komunikasi dan edukasi yang terdapat dalam film
ini. Salah satunya adalah bentuk komunikasi dan pendidikan yang seharusnya
dilakukan dalam sistem keluarga yang kaku dan tradisional. Dan, Pesan-pesan
yang ada pada film ini bisa dijadikan hasil karya yang menarik, contohnya novel,
cerpen dan buku bahkan film. Seperti halnya film Taare Zameen Par yang
diangkat dari kisah nyata. Harapan penulis semoga penelitian ini bisa menambah
referensi penelitian film, Khususnya film-film berskala Internasional.
7
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
memberikan gambaran secara objektif, dengan menggambarkan pesan-pesan
secara simbolis dalam film Taare Zameen Par.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif
yang menggunakan model Roland Barthes, yang berfokus pada gagasan
tentang signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang mana
signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifer (penanda) dan
signinified (petanda) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.
Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi
tahap kedua. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda
bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala
alam.6
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data, yaitu:
6 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.127-128.
8
1) Observasi, yaitu secara langsung peneliti menonton dan mengamati
dialog-dialog peradegan dalam film Taare Zameen Par. Kemudian
mencatat, memilih serta menganalisis sesuai dengan model penelitian
yang digunakan.
2) Studi dokumentasi, yakni penulis mengumpulkan data-data melalui telaah
dan mengkaji berbagai literatur yang sesuai dengan materi penelitian
untuk dijadikan bahan argumentasi, seperti DVD film Taree Zameen Par,
arsip, majalah, surat kabar, buku, catatan perkulihan, internet dan lain
sebaginya.
3. Teknik analisis Data
Setelah data-data terkumpul, data-data tersebut diklasifikasikan sesuai
dengan pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Kemudian,
dilakukan analisi data dengan menggunakan teknik analisis semiotik Roland
Barthes. Yang mana Roland mengembangkan semiotik menjadi dua, yakni
denotasi dan konotasi yang menghasilkan makna secara objektif untuk
memahami makna tersirat dalam film Taare Zameen Par yang menjadi objek
dalam penelitian ini.
Yaitu análisis tentang hubungan tanda dan análisis mitos. Dalam
pendekatan semiotika Barthesian ini ada tiga tahap analisis yang digunakan,
yaitu:
1) Deskripsi makna denotatif, yakni menguraikan dan memahami makna
denotatif yang disampaikan oleh sesuatu yang tampak secara nyata atau
materiil dari tanda.
9
2) Identifikasi sistem hubungan tanda dan corak gejala budaya yang
dihasilkan oleh masing-masing tersebut. Ada tiga bentuk hubungan yang
dianalisis yaitu hubungan simbolik, hubungan paradigmatik, dan
hubungan sintagmatik.
3) Analisis mitos, yaitu sebuah film menciptakan mitologi dan ideologi
sebagai sistem konotasi. Apabila dalam denotasi teks mengekspresikan
makna alamiah, maka dalam level konotasi mereka menunjukkan ideologi
atau sebuah makna yang tersembunyi. Semiotika berusaha menganalisis
teks film sebagai keseluruhan struktur dan memahami makna yang
konotatif dan tersembunyi.
4. Objek Penelitian dan Unit analisis
Adapun objek penelitian ini ialah film Taare Zameen Par. Sedangkan
unit analisnya adalah potongan gambar atau visual yang terdapat dalam film
Taare Zameen Par yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
5. Pedoman Penulisan
Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis mengacu pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan disertasi UIN Jakarta yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II Tahun 2007.
G. Kajian Teoritis
Untuk mendefinisikan konstruksi dan mengungkap makna dari realitas
yang ditampakkan, penulis menggunakan pendekatan analisis semiotika dengan
10
pertimbangan analisis semiotik (film) lebih memungkinkan bagi upaya
pembongkaran ideologi dalam teks dan gambar film dan menitikberatkan pada
“pesan tersembunyi” dari film.
Makna denotatif pada film adalah makna apa adanya dari film tersebut,
artinya disini makna lahir pada diri petanda atau interpretan sebagai proses
transformasi pengetahuan, isi film, secara utuh dari penanda, yaitu si pembuat
film. Makna denotatif lebih menekankan pada kedalaman untuk menceritakan
kembali isi film. Makna yang lahir secara denotatif tersebut tidak boleh terlepas
atau keluar dari apa yang tampak secara nyata pada rangkaian film secara
keseluruhan.
Sementara itu makna secara konotasi dari film adalah sebuah makna yang
tidak terlihat. Makna-makna yang hadir adalah makna secara implisit atau sebuah
makna tersembunyi dari apa yang tampak secara nyata dalam film tersebut.
Sementara itu makna secara konotasi dari film adalah sebuah makna yang
tidak terlihat. Makna-makna yang hadir adalah makna secara implisit atau sebuah
makna tersembunyi dari apa yang tampak secara nyata dalam film tersebut. Untuk
untuk mendefinisikan konstruksi dan mengungkap makna dari realitas yang
ditampakkan.
Proses interpretasi makna konotasi ini senantiasa berkaitan dengan
subjektifitas individu yang melakukan pemaknaan. Hasil pemaknaan tersebut
akan berhubungan dengan latar belakang sosial dari individu tersebut. Oleh sebab
itu bisa jadi sebuah tanda yang sama akan dimaknai secara berbeda oleh individu
dengan latar belakang sosial yang berbeda.
11
Semiotika dalam penelitian ini sendiri menggunakan pendekatan melalui
gagasan signifikasi dua tahap Roland Barthes. Semiotika mengasumsikan pesan
medium tersusun atas seperangkat tanda untuk menghasilkan makna tertentu.
Makna tersebut bukanlah innate meaning (makna bawaan alamiah), melainkan
makna yang dihasilkan oleh sistem perbedaan atau hubungan tanda-tanda. Barthes
menciptakan peta tentang bagaimana tanda-tanda tersebut bekerja 7
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (Lima) bab, dan
masing-masing bab akan dibagi lagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, dalam bab ini dibahas Latar belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat
Penelitan, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, menjelaskan
Metode Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik analisis
Data, Objek Penelitian dan Unit analisis, dan Pedoman Penulisan.
Kajian Teoritits, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoretis, yang meliputi, Tinjauan Umum Tentang Film
menjelaskan tentang Sekilas Sejarah dan Perkembangan Film,
Definisi Film, Film Sebagai Media Komunikasi Massa, Jenis dan
Klasifikasi Film, Unsur-unsur Pembentukan Film, Sinematografi
dan Struktur Film. Kemudian dilanjutkan dengan Tinjauan Umum
7 Cobley & Jansz, dalam Sobur, Semiotika Komunikasi. h. 69.
12
Semiotika yang menjelaskan tentang Konsep Semiotika dan
Konsep Semiotika Roland Barthes.
BAB III : Profil Singkat Film Taare Zameen Par. Ringkasan Film dan
Nominasi serta Penghargaan.
BAB IV : Analisis Semiotik Film Taare Zameen Par. Menjelaskan,
Makna Denotasi dalam Film Taree Zameen Par, Makna Konotasi
dalam Film Taree Zameen Par dan Makna Mitos dalam Film Taree
Zameen Par
BAB V : Penutup. Yang berisi Kesimpulan dan Saran.
13
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Umum Tentang Film
1. Sekilas Sejarah dan Perkembangan Film
Pada awal sejarah film, para sutradara semacam Lumiere yang membuat
film hanya merekam realitas secara bersahaja seperti para pekerja yang
meninggalkan pabrik, tanpa menceritakan suatu kisah atau cerita. Sebaliknya
George Millies mengubah kenyataan yang naif ini menjadi kisah dengan
bumbu fantasi yang menarik. Film Voyage of the moon yang dibuat pada
1902, menjadi contoh klasik atas kemauan Millies menghipnotis penonton
dengan impian dan fantasi yang memukau. Kemudian ada Edwin S. Porter.
Beliau memperkaya bidang sinematografinya dengan menemukan sistem
editing sejajar (paralel editing) yang amat terkenal dalam sejarah film dunia.1
2. Definisi Film
Film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari berbagai
teknologi dan unsur-unsur kesenian. Sebagai seni ketujuh, film sangat berbeda
dengan seni sastra, teater, seni rupa, seni suara, musik, dan arsitektur yang
1 Askurifai Baksin. Membuat Film Indie Itu Gampang, (Bandung: Kataris, 2003), cet. Ke-1 h.
3.
14
muncul sebelumnya. Seni film sangat mengandalkan teknologi baik sebagai
bahan baku produksi maupun dalam hal ekshibisi ke hadapan penontonnya.2
Film disebut juga sebagai moving image (gambar gerak).3 Film dalam
pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam
pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan televisi.4
Menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M. A, film atau gambar hidup merupakan
gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui
lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup.
Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik
tersendiri.5
Film adalah selaput seloloid yang memuat gambar negatif.6 Film juga
memiliki pengertian sebagai media untuk merekam gambar yang
menggunakan seloloid sebagai bahan dasarnya. Memiliki berbagai macam
ukuran lebar pita, seperti 16 mm dan 35 mm.7 Film mengandung dua jenis
pengkodean atau rekaman; gambar dan suara (nada). Dalam film terpadukan
tindakan, bahasa, bunyi, dan musik. Yang pertama ialah gambar yang
2 Askurifai Baksin. Membuat Film Indie Itu Gampang, h. 3.
3 John Vivian. Teori Komunikasi Massa Edisi ke-8, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008)
cet. Ke-1, h. 6. 4 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005) cet.
Ke-6, h. 126. 5 Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), cet. Ke-5, h. 48.
6 Pius A Partono dan M Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994),
h. 178. 7 Heru Effendy, Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, (Jakarta: panduan dan
Pustaka Konfiden, 2008), cet. Ke-6, h. 137.
15
bergerak, penyusunan “teks gambar” yang meningkatkannya menjadi media
tersendiri.8
Sedangkan menurut UU perfilman No. 8 tahun 1992, film adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita
seloloid, pita video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau
proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan atau
ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya.9
Dapat disimpulkan bahwa film adalah bentuk media komunikasi massa
audiovisual yang mengandung unsur-unsur teknologi dan kesenian, yang
didalamnya terdapat kode-kode atau simbol-simbol yang dapat melukiskan
pesan atau ideologi dari si pembuat film.
3. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
„tengah‟, „peranta‟ atau „pengantar‟. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara (wasaail) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
8 Kurt Franz Bernhard Meier, Membina Minat Baca Anak, Terj. Soeparmo, (Bandung:
Remaja Karya, 1983), cet. Ke-1, h. 181 9 UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Bab I, Pasal 1, Ayat 1.
Departemen Penerangan RI.
16
pesan. Televisi, film, radio, rekaman audio, foto, gambar yang diproyeksikan,
bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi.10
Karakteristik terpenting pertama komunikasi massa adalah sifatnya yang
satu arah. Kedua, selalu ada proses seleksi, misalnya setiap media memilih
khalayaknya. Dilain pihak, khalayak juga menyeleksi media. Ketiga, mampu
menjangkau khalayak secara luas. Keempat, memiliki program yang menarik
dan menyebarluaskannya kepada sasaran tertentu. Kelima, ada interaksi
tertentu yang berlangsung antara media dan masyarakat.11
Untuk memahami media dengan baik, kita harus memahami pula
lingkungan atau masyarakat dimana media (dalam hal ini film) itu berada.
Sedangkan untuk memahami sebuah masyarakat, kita harus menelaah latar
belakang, asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasarnya. Untuk itu,
diperlukan penguasaan atas sejarah, sosiologis, ilmu ekonomi, dan filsafat,
demi memahami media secara benar.12
Media massa (dalam hal ini adalah film) merupakan sarana dari
komunikasi massa. Media massa (film) menjadi sumber dominan bukan saja
individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tapi juga bagi
masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan budaya yang
juga dibaurkan dengan informasi dan hiburan.13
10
Azhar Arsyad, Media Pengajaran, h. 3-4. 11
Wiliam L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
Modern, edisi ke-2, (Terj) oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna, (Jakarta: Prenada Media,2004), cet.
Ke-2, h. 19-20. 12
Wiliam L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat
Modern, h. 20. 13
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 3.
17
Film sebagai media komunikasi massa selain berfungsi sebagai hiburan
dan informasi juga berpotensi menjadi sumber pendidikan informal, melalui
isi pesan yang dikandungnya, tidak peduli bagaimana cara pesan itu
disampaikan. Namun yang pasti, isi yang dikandungnya tidak bebas dari nilai-
nilai tertentu, seperti bias ideology atau politik dari si pembuat film tersebut.14
Film pada umumnya berfungsi untuk memberikan hiburan, informasi,
pendidikan, dan dokumentasi. Tetapi kebanyakan masyarakat menonton film
untuk mendapatkan hiburan semata.
4. Jenis dan Klasifikasi Film
a. Jenis-jenis film
Secara umum pembagian jenis film didasarkan atas cara bertuturnya,
yakni naratif (cerita) seperti film fiksi dan non-naratif (non-cerita) seperti
film dokumenter dan film eksperimental. Berikut penjelasan jenis-jenis
film:
1) Film Dokumenter, adalah film dengan penyajian fakta berhubungan
dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, danlokasi yang nyata. Film
dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan
tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan,
sosial, politik (propaganda), dan lain-lain.
2) Film Fiksi, adalah film yang menggunakan cerita rekaan di luar
kejadian nyata, terikat oleh plot, dan memiliki konsep pengadegan
14
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa, h. 22.
18
yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat
hukum kausalitas. Cerita fiksi sering kali di angkat dari kejadian nyata
dengan beberapa cuplikan rekaman gambar dari peristiwa aslinya
(fiksi-dokumenter).
3) Film Eksperimental, adalah film yang berstruktur namun tidak berplot.
Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti naratif) dan semua
adegannya menentang logika sebab akibat (anti-rasionalitas).15
b. Klasifikasi film
Menurut Himawan pratista dalam buku Memahami Film, metode yang
paling mudah dan sering digunakan untuk mengklasifikasikan film adalah
berdasarkan genre, yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki
karakter atau pola yang sama sebagai berikut:
1) Aksi, yaitu film yang berhubungan dengan adegan-adegan fisik, seru,
meneganggkan, berbahaya, dan nonstop dengan tempo cerita yang
cepat.
2) Drama, yaitu film yang kisahnya sering kali menggugah emosi,
dramatik, dan mampu mengundang air mata penontonnya. Pada
umumnya tema mengangkat tema isu-isu sosial, seperti kekerasan,
ketidakadilan, masalah kejiwaan, penyakit, dan sebagainya.
15
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), cet. Ke-1, h.
4-8.
19
3) Epik Sejarah, yaitu film dengan tema periode masa silam (sejarah)
dengan latar belakang sebuah kerajaan, peristiwa, atau tokoh besar
yang menjadi mitos, legenda, atau kisah biblikal.
4) Fantasi, ialah film yang berhubungan dengan tempat, peristiwa, dan
karakter yang tidak nyata, dengan menggunakanunsur magis, mitos,
imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi.
5) Fiksi Ilmiah, yaitu film yang berhubungan dengan teknologi dan
kekuatan di luar jangkauan teknologi masa kini yang artifisial.
6) Horor, yaitu film yang berhubungan dengan dimensi spiritual atau sisi
gelap manusia. Biasanya menggunakan karakter antagonis non-
manusia yang berwujud fisik menyeramkan.
7) Komedi, yaitu jenis film yang tujuan utamanya memancing tawa
penontonya. Biasanya memiliki ending cerita yang memuaskan
penontonnya (happy ending).
8) Krimunal dan Gangster, yaitu film yang berhubungan dengan aksi
kriminal dengan mengambil kisah kehidupan tokoh kriminal besar
yang diinspirasi dari kisah nyata.
9) Musikal, yaitu film yang mengkombinasikan unsur musik, lagu, tari,
serta gerak (koreografi).
10) Petualangan, yaitu film yang berkisah tentang perjalanan, eksplorasi,
atau ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum pernah tersentuh.
20
11) Perang, yaitu film yang mengangkat tema kengerian serta teror yang
ditimbulkan oleh aksi perang dengan memperlihatkan kegigihan, dan
perjuangan.
12) Western, yaitu film dengan tema seputar konflik antara pihak baik dan
jahat berisi aksi bsaku tembak, aksi berkuda, dan aksi duel. 16
5. Unsur-unsur Pembentukan Film
Film secara umum dapat dibagi menjadi dua unsur pembentuk, yakni
unsur naratif dan unsur senematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi
dan berkesinambungan satu sama lain. Unsur naratif adalah materi yang di
olah, berhubungan dengan aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur-unsur
seperti: tokoh, masalah, konflik, lokasi, dan waktu. Sedangkan unsur
sinematik adalah cara untuk mengolahnya. Dalam film cerita unsur naratif
adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau
gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.
Unsur sinematik erdiri dari empat elemen pokok, yaitu:
a) Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera.
b) Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan obyek yangdi ambil.
c) Editing, yaitu transisi sebuah gambar ke gambar lainnya.
d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengaran.
16
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 13-20.
21
Film juga mengandung unsur-unsur dramatik. Unsur dramatik dalam
istilah lain disebut dramaturgi, yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya, antara
lain: konflik, suspense, curiosity, dan surprise. Konflik adalah sesuatu
pertentangan yang terjadi dalam sebuah film misalnya, pertentangan antar
tokoh. Suspense adalah ketegangan yang dapat menggiring penonton ikut
berdebar menantikan adegan selanjutnya. Coriosity adalah rasa ingin tahu atau
penasaran penonton terhadap jalannya cerita sehingga penonton terus
mengikuti alur film sampai selesai. Surprise adalah kejutan. Kejutan ini
biasanya digunakan pada alur film yang sulit ditebak.17
6. Sinematografi
Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah
tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap
inilah unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat
dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film, framing, serta durasi
gambar. Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan
melalui kamera dan persediaan filmnya, seperti warna, penggunaan lensa,
kecepatan gerak gambar, dan sebagainya.
Framing adalah hubungan kamera dengan obyek yang akan diambil,
seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan
17
Elizabet Luters, Kunci Sukses Menulis Skenario, (Jakarta: Grasindo, 2004), cet. Ke-3 h.
100-103.
22
kamera dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah
obyek diambil gambarnya oleh kamera.18
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu:
a. Extrem long shot, yaitu jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya.
Wujud manusia nyaris tidak nampak. Teknik ini umumnya untuk
menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.
b. Long shot, yaitu sosok manusia telah tampak jelas namun latar belakang
masih dominan. Long shot sering sekali digunakan sebagai establising
shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak
lebih dekat.
c. Medium Long shot, yaitu tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai
ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan relatif seimbang.
d. Medium shot, yaitu pada jarak ini memperlihatkan dari bawah pinggang
ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai
dominan dalam frame.
e. Medium close-up, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada
ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak
lagi dominan. Adegan percakapan normal biasannya menggunakan jarak
medium close up.
f. Close up, umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah
objek kecil lainnya. Teknik ini mempu memperlihatkan ekspresi wajah
18
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 89.
23
dengan jelas serta gestur yang mendetail. Close-up biasannya di gunakan
untuk adegan dialog yang lebih intim. Close-up juga emperlihatkan sangat
mendetail sebuah benda atau obyek.
g. Ektreme close-up, pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih
mendetilebagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau
bagian dari sebuah obyek.
7. Struktur Film
Seperti halnya sebuah karya literatur yang dapat dipecah menjadi bab
(chapter), alinea, dan kalimat, film jenis apapun, panjang atau pendek, juga
memiliki struktur fisik. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-
unsur sebagai berikut:19
a. Shot merupakan unsur terkecil dari film, yakni proses perekaman gambar
atau perekaman gambar (satu kali take) sejak kamera diaktifkan (on)
hingga di matikan (off). Dalam novel, shot bisa diibaratkan satu kalimat.
Sekumpulan shot biasannya dapat di kelompokkan menjadi subuah
adegan. Satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu
shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.
b. Scene (Adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu isi (cerita), tema, karakter, atau motif, satu adegan umumnya terdiri
19
Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30.
24
dari beberapa shot yang saling berhubungan, biasannya film cerita terdiri
30-50 adegan.
c. Sequence (sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
rangkaian peristiwa yang utuh atau sequence adalah sebuah rangkaian
adegan.20
Satu sequence umumnya terdiri dari beberapa adegan yang
saling berhubungan. Dalam karya literatur, sequence bisa diibaratkan bab
atau sekumpulan bab. Film cerita biasannya terdiri dari 8-15 sequence.
B. Tinjauan Umum Semiotika
1. Konsep Semiotika
Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu
yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di eropa sedangkan
semiotika lazim dipakai oleh ilmuan Amerika. Istilah yang berasal dari kata
yunani yaitu semeion yang berarti „tanda‟ atau „sign‟ dalam bahasa Inggris itu
adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan
sebagainya.
Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika
mempelajari sistem-sistem, atau aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang
mungkin tanda-tanda tersebut mempunyai arti.21
Dalam pengertian yang
hampir sama disebutkan bahwa semiotika adalah bagaimana bentuk-bentuk
20
Heru Effendy, Mari Membuat Film; Panduan Menjadi Produser, (Jakarta: Pustaka
Konfiden, 2008) cet. Ke-6, h 149. 21
Rachmat Kristianto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Ed I, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006), cet ke-2 h. 261.
25
simbolik diinterpretasikan. Kejadian ilmiah mengenai pembentukan makna.
secara subtansial, semiotika adalah kajian yang concern dengan dunia
symbol. Alasannya, seluruh isi media massa pada dasarnya adalah bahasa
(verbal), sementara itu bahasa merupakan dunia simbolik.22
Semiotik seperti yang kita kenal dapat di katakan baru karena berkembang
sejak awal abad ke-20, memang pada abad ke-18 dan ke-19 banyak ahli teks
(khususnya jerman) berusaha mengurai barbagai masalah yang berkaitan
dengan tanda, namun mereka tidak menggunakan pengertian semiotis.
Semiotika (semiotics) didefinisikan oleh Ferdinand de Saussure di dalam
Course in General Linguistic, sebagai “ilmu yang mengkaji tanda sebagai
bagian dari kehidupan sosial. Sedangkan semiotika menurut Roland Barthes
adalah ilmu mengenai bentuk (form). Studi ini mengkaji signifikasi yang
terpisah dari sisinya (content). Semiotika tidak hannya meneliti mengenai
signifier dan signified, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka, tanda
yang berhubungan secara keseluruhan.23
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de
Saussure (1857-1913) dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Kedua tokoh
tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal
satu sama lain. Saussure di eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar
22
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 140. 23
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h. 123.
26
belakang keilmun Saussure adalah linguistik sedangkan Pirce filsafat.
Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiiology).
Ada dua gagasan besar tentang tanda yang umumnya diadikan dasar bagi
penelitian semiotika, yakni gagasan tentang tanda menurut Ferdinand de
Saussure dan Charles Sanders Peirce filsuf sekaligus ahli logika. Berapa
konsep dasar dari pemikiran Saussure dan juga pengikutnya, termsuk Barthes,
yaitu:
1) A signifier (significant) – forma atau citra tanda tersebut, misalnya: tulisan
di kertas, atau suara di udara. Kata lain, wujud fisik dari tanda.
2) The signified (signifie) – konsep yang direpresentasikan atau konsep
mental.
Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Tanda
adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau
petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna”
atau “coretan yang bermakna.24
Semetara itu Charles Shanders Peirce dikenal dengan teori segitiga makna
nya (triagle meaning). Berdasarkan teori tersebut, simiotika berangkat dari
tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda (object),
pengguna tanda (interpretant). Menurut Peirce. Salah satu bentuk tanda
adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatau yang rujuk tanda. Sementara
interpretan adalah tanda yang ada di benak seseorang tentang objek yang di
24
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual; Metode Analisis Tanda dan Makna pada
Karya Desain Komunikasi Visual, (Yogyakarta: Jalasutra, 2008). h. 11.
27
rujuk sebuah tanda. Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam benak
seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang di wakili oleh tanda
tersebut.
2. Konsep Semiotika Roland Barthes
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang
mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat
bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes membahas sistem
pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada
sebelumnya. Menurut Barthes, sistem kedua ini disebut sebagai konotatif,
yang secara tegas dibedakan dari denotatif atau system pemaknaan tataran
pertama. Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertanda (staggered
system) yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga
bertingkat-tingkat, yaitu denotasi dan konotatif.25
Denotasi adalah tingkat pertanda yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau aturan dan rujukannya pada realitas, yang
menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi
dalam hal ini adalah makna yang tampak. Konotasi adalah tingkat petanda
yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya
beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya
25
Tommy Cristomy dan Untung Yuwono (ed.), Semiotika Budaya, (Jakarta: PPKB-LPUI,
2004), h. 94.
28
terbuka berbagai kemungkinan). Barthes menciptakan makna lapis kedua,
yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis,
seperti perasaan, emosi, dan keyakinan. Konotasi dapat menghasilkan makna
Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, tetapi lebih
bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos.
Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean makna dan
nilai-nilai sosial (yang sebetulnya arbiter atau konotatif) sebagai sesuatu yang
dianggap alamiah. Tingkatan tanda dan makna Barthes dapat digambarkan
dalam bagan berikut ini:
Bagan 1: Tingkatan Tanda dan Makna Barthes26
1. Signifier (penanda) 2. Signified (petanda)
3. .Denotative sign (tanda denotatif)
4. Connotative signifier
(penanda konotatif)
5. Connotative Signified
(petanda konotatif)
6. Connotative sign (tanda
konotatif)
Bagan 2: Peta Tanda dan Makna Barthes27
26
Tommy Cristomy dan Untung Yuwono (ed.), Semiotika Budaya, h. 95. 27
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h. 69.
Tanda Konotasi (Kode) Denotasi Mitos
29
Dari peta Barthes tersebut dapat terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri
atas penanda (1) dan petanda (2) namun pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Dalam konsep Barthes, tanda konotatif
tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua
bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Dibukanya tanda pemaknaan konotatif ini memungkinkan pembicaraan
tentang metafora dan gaya kiasan lainnya yang hanya bermakna apabila
dipahami pada tataran konotatif. Roland Barthes, membuat sebuah model
sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian
Barthes lebih tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua tahap (two order of
significations) seperti terlihat pada bagan di bawah ini:
Bagan 3: signifikasi dua tahap Roland Barthes28
28
John Fiske dalam Sobur, Analisis Teks Media, h. 127.
30
Berdasarkan gambar di atas Barthes, seperti dikutip Fiske, signifikasi
tahap pertama merupakan hubungan signifier dan signified di dalam sebuah
tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu
makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan
Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca serta nilai-nilai kebudayannya. Dengan kata lain, denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap suatu objek. Sedangkan konotasi adalah
bagaimana menggambarkannya.
Barthes menjelaskan tahap kedua dari signifikasinya, pada signifikasi
tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos
(myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami
beberapa aspek realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial
yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya, mengenai
hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa
kini misalnya mengenai feminitas dan maskulinitas, ilmu pengetahuan dan
kesuksesan.
Lebih lanjut, menurut Barthes, mitos terletak pada sistem tanda tingkat
dua penandaan. Setelah sistem tanda-penanda-petanda terbentuk, tanda
tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudia memiliki petanda kedua
dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa,
sedang konstruksi penandaan kedua merupakan mitos. Konstruksi penandaan
tingkat kedua ini dipahami Barthes sebagai metabahasa.
31
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang
disebutnya sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan
memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu
periode tertentu.29
Dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda,
petanda, dan tanda. Namun sebagai sebuah sistem yang unik, mitos dibangun
oleh suatu mata rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya, atau dengan
kata lain, mitos adalah juga suatu sisetem pemaknaan tataran kedua. Di dalam
mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Imperialisme
Inggris misalnya, ditandai oleh berbagai ragam penanda, seperti teh (yang
menjadi minuman wajib bangsa Inggris, namun di negeri itu tidak ada satu
pun pohon the yang ditanam), bendera Union Jack yang lengan-lengannya
menyebar ke delapan penjuru, bahasa Inggris yang kini telah
menginternasional. Artinya dari segi jumlah, petanda lebih miskin jumlahnya
daripada penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan sebuah
konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mitologi
mempelajari bentuk-bentuk tersebut karena pengulangan konsep terjadi dalam
wujud berbagai bentuk tersebut.30
Seperti halnya Marx, Barthes juga
memahami ideologi sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di
dunia yang imajiner dan ideal, meski realitas hidupnya yang sesungguhnya
tidaklah demikian. Ideologi ada selama kebudayaan ada. Kebudayaan
mewujudkan dirinya di dalam teks-teks, dan dengan demikian, ideologi pun
29
Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika, (Yogyakarta: PARADIGMA,
2009), h. 206. 30
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 71
32
mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk ke dalam
teks dalam bentuk penanda-penanda pentingm seperti tokoh, latar, sudut
pandang dan lain-lain.31
31
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 64-70.
33
BAB III
PROFIL SINGKAT
FILM TAARE ZAMEEN PAR
तारेज़मीनपर
A. Ringkasan Film
Film Taare Zameen Par – untuk versi luarnya judul film ini adalah Like Stars
on Earth/ bintang di bumi – dirilis pada 21 Desember 2007, sedangkan untuk
DVDnya dirilis pada 25 Juli, 2008. Film ini disutradarai langsung oleh Aamir
Khan. Film ini sangat cocok untuk ditonton oleh anak-anak dan keluarga, karena
film ini mengajarkan tentang komunikasi dan pendidikan yang baik.
Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bernama Ishaan
Nandkishore Awasthi (Darsheel Safary). Seorang anak berumur sembilan tahun
yang menderita penyakit disleksia, yaitu susah untuk menangkap perintah dan
kata-kata orang lain. Setiap kata-kata dan tulisan yang dilihatnya, seolah-olah
tulisannya itu seperti menari-nari.1 Ayahnya bernama Nandkishore Awasthi
(Vipin Sharma) sedangkan Ibunya bernama Maya Awashi (Tisca Chopra) dan
kakaknya bernama Yohaan Awasthi (Sachet Engineer).
1 tetapi perlu diperhatikan juga, kalau penyebabnya karena retardasi mental, tidak diajar
membaca, tidak mendapat kesempatan belajar atau ada penyakit fisik tidak termasuk dalam disleksia,
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/disleksia.pdf, lihat juga Pusat Kurikulum Badan
Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Model Kurikulum Bagi
Peserta Didik Yang Mengalami Kesulitan Belajar dari www.puskur.net/download/prod2007/13_model
kesulitan belajar. pdf.
34
Meskipun sudah berusia sembilan tahun Ishaan masih duduk dibangku
kelas 3, sebab nilai-nilai sekolah Ishaan sangat buruk dan tidak mengalami
peningkatan selama 2 tahun. Sehingga bagi Ishaan sekolah merupakan tempat
yang menakutkan, karena disana dia dijadikan bahan ejekan oleh guru dan teman-
temannya atas ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran. Gurunya sering
memarahinya karena dia mempunyai kekurangan tersebut. Akan tetapi, dibalik
ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran, Ishaan memiliki imajinasi yang
tinggi dan berbakat dalam bidang seni, terutama seni lukis.
Di rumah pun dia tertekan oleh orang tua, terutama oleh ayahnya yang
selalu beranggapan bahwa Ishaan anak yang nakal. Hal ini justru berbeda dengan
kakaknya (Yohaan) yang selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya dan selalu
menuruti perintah dari kedua orang tuanya. Sehingga Ayahnya selalu
membanding-bandingkan dia dengan kakaknya, ayahnya selalu menekan dia
untuk selalu belajar sesuai dengan orang normal yang lainnya. Ketika dia salah
ayahnya selalu memarahinya. ayahnya tidak tahu kondisi yang terjadi kepadanya.
Serupa dengan keadaan itu, Ibunya pun sering merasa kebingungan dalam
mengajari Ishaan ketika di rumah. Ishaan selalu melakukan kesalahan yang serupa
baik dalam menulis maupun berhitung. Ibunya sering merasa sedih dengan
keadaan ini, karena anak-anak seusianya dapat melakukan hal-hal itu dengan
sangat mudah, sedangkan Ishaan sangat sulit untuk melakukannya. Di samping
itu, Ishaan sering sekali menunjukkan perilaku bermasalah; terlibat perkelahian,
berpura-pura sakit, bolos sekolah serta tidak mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan oleh guru.
35
Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Ishaan, kemudian
ayahnya mengirimkan Ishaan ke sekolah asrama yang cukup jauh dari rumah.
Ketika mengetahui niat itu, Ishaan menunjukkan sikap berontak kepada ayahnya.
Dia juga meminta tolong kepada ibunya, agar ayahnya mengurungkan niatnya itu.
Usaha yang dilakukan oleh Ishaan tidak membuat niat ayahnya berubah, Iapun
tetap dibawa ke asrama dan berpisah dengan keluarganya.
Ishaan menganggap bahwa sekolah di asrama merupakan hukuman yang
diberikan oleh orang tua untuk anak-anak yang nakal dan tidak mau menurut.
Anggapan itu kemudian diperkuat dengan sikap dan gaya mengajar guru di
sekolah yang cenderung keras dengan alasan demi menegakkan kedisiplinan
siswa. Suasana kelas dan kegiatan asrama sama sekali tidak dapat dinikmati oleh
Ishan, dan semua guru tetap menganggap dia sebagai siswa yang bodoh. Berbagai
hukumanpun diterima sebagai bentuk konsekuensinya. Ishaan diselimuti oleh
ketakutan dan kesedihan yang dalam, sehingga membuat dia tidak bersemangat
dan tidak mau melakukan apapun termasuk melukis yang selama ini menjadi
aktifitas yang Ia gemari.
Keadaan itu terus berlangsung sampai datangnya guru seni pengganti yang
bernama Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Ram mempunyai cara mendidik
yang baru, tidak seperti guru lain yang mengikuti norma yang ada dalam
mendidik anak-anak. Ram membuat mereka berpikir keluar dari buku-buku, di
luar empat dinding kelas dan imajinasi mereka. Setiap anak di kelas merespon
dengan antusiasme yang besar kecuali Ishaan. Sebab itulah, Ram mencoba
mengamati dan mencari tahu masalah yang dihadapi oleh Ishaan, termasuk juga
36
tanggapan orang tua tentang keadaannya, akhirnya dia mengetahui bahwa Ishaan
adalah anak yang mengalami Disleksia. Walaupun pada awalnya kedua orangtua
Ishaan tidak menerima apa yang telah dikatakan oleh Ram, namun setelah Ram
menunjukan hasil lukisan Ishaan, baru mereka menyadari bahwa yang diutarakan
oleh Ram tersebut adalah benar. Ram terkejut melihat semua hasil karya Ishaan
yang ternyata bakat Ishaan sangat luar biasa, imajinasi seorang anak seperti
Ishaan dicurahkan kepada gambar-gambar dan lukisan-lukisan yang sangat indah.
Ram pun mengerti apa yang harus dia lakukan terhadap Ishaan.
Ram kemudian menjelaskan kepada kedua orang tua dan guru lainnya,
bahwa Ishaan bukan anak yang abnormal, tetapi anak yang sangat khusus dengan
bakat sendiri. Berkat waktu, kesabaran dan perawatan, Ram berhasil dalam
mendorong tingkat kepercayaan Ishaan. Dia membantu Ishaan dalam mengatasi
masalah pelajarannya dan kembali menemukan kepercayaannya yang hilang, serta
mau kembali aktif dalam menuangkan imajiansinya dalam lukisan-lukisan yang
selama ini menjadi dunianya. Sedikit demi sedikit Ram mengajari Ishaan menulis,
membaca dan berhitung. Akhirnya, Ishaan pun dapat membaca menulis juga
berhitung seperti teman-temannya. Dan dalam sebuah perlombaan melukis yang
diadakan oleh Ram, Ishaan mendapatkan juara 1, mengalahkan Ram sendiri.
Orang tua, guru-guru dan orang-orang disekitar Ishaan menyadari bahwa Ishaan
bukan anak yang abnormal, tetapi anak yang sangat khusus dengan bakat seni
yang luar biasa. Akhirnya Ishaan menjadi anak yang periang dan bisa bergaul
dengan teman-teman lainnya.
37
Film ini disutradarai langsung oleh Aamir Khan. Pesan yang ingin
disampaikan Aamir Khan (sutradara) dalam kisah ini setiap anak adalah
pahlawan. Selain itu membantu kita melihat seorang anak dalam diri kita sendiri.
Tidak ada manusia yang sempurna tak peduli apa posisi dia dalam masyarakat.
Setiap anak dengan kemampuan mereka adalah khusus dan berbakat dengan cara
mereka sendiri. Film ini bukan hanya tentang penderitaan anak disleksia tetapi
juga tentang bagaimana orangtua terbawa oleh perkembangan dunia saat ini dan
gagal untuk memahami mimpi anak mereka serta mengembangkan bakat bawaan
mereka.
Selama proses pendidikan dan kehidupan, biarkan menjadi diri sendiri.
Jangan menjadikan kesuksesan dan posisi dalam masyarakat menjadi patokan.
Biarkan berkarya sesuai dengan dirinya sendiri, karena bakat dan kemampuan
seseorang itu berbeda-beda. Selain itu, orang tua harus tahu kondisi
perkembangan anaknya. Dengan selalu berinterkasi dan berkomunikasi dengan
anaknya. Sehingga orangtua memahami dan mengetahui apa kemampuan dan
bakat yang dimiliki oleh si anak.
B. Nominasi dan Penghargaan
1. 2008 Filmfare Awards2
1) Pemenang : Best Movie - Aamir Khan (producer)
2) Pemenang : Best Director - Aamir Khan
2 http://www.southdreamz.com/2008/02/53rd-filmfare-awards-2008-winners-list.html, lihat
juga http://www.awardsandshows.com/features/filmfare-awards-2008-65.html (diakses 10 Mei 2013).
38
3) Pemenang : Best Story - Amole Gupte
4) Pemenang : Critics Award Best Performance - DarsheelSafary
5) Pemenang : Best Lyricist - Prasoon Joshi
6) Nominasi : Best actor in a leading role (male) - DarsheelSafary
7) Nominasi : Best actor in a supporting role (male) - Aamir Khan
8) Nominasi : Best actor in a supporting role (female) - Tisca Chopra
2. 2008 Star Screen Awards3
1) Pemenang : Best Director - Aamir Khan (shared with Shimit Amin for
Chak De India)
2) Pemenang : Best Debut Director - Aamir Khan
3) Pemenang : Best Supporting Actor - Aamir Khan
4) Pemenang : Special Jury Award - DarsheelSafary
5) Pemenang : Best Child Artist - DarsheelSafary
6) Pemenang : Best Story - Amole Gupte
7) Pemenang : Best Dialogue - Amole Gupte
8) Pemenang : Best Lyricist - Prasoon Joshi
9) Nominasi : Best film
10) Nominasi : Best actor in a supporting role (female) - Tisca Chopra
11) Nominasi : Best playback singer (male) - Shankar Mahadevan (title song
and Maa)
12) Nominasi : Best background music - Shankar-Ehsaan-Loy
3 http://www.awardsandshows.com/features/star-screen-awards-2008-135.html (diakses 10
Mei 2013).
39
13) Nominasi : Best music - Shankar-Ehsaan-Loy
14) Nominasi : Best screenplay - Amole Gupte
15) Nominasi : Best special effects - Tata Elxsi
3. 2008 V. Shantaram Awards4
1) Pemenang : Best Film (Gold)
2) Pemenang : Best Director (Silver) - Aamir Khan
3) Pemenang : Best Actor in a lead role - DarsheelSafary
4) Pemenang : Best Writer - Amole Gupte
5) Nominasi : Best artist in a supporting role - Tisca Chopra
6) Nominasi : Best music - Shankar-Ehsaan-Loy
7) Nominasi : Best debut director - Aamir Khan
8) Nominasi : Best debut artist in a leading role - DarsheelSafary
4. 2008 Zee Cine Awards5
1) Pemenang : Zee Cine Award for Best Director - Aamir Khan
2) Pemenang : Zee Cine Award for Most Promising Director - Aamir Khan
3) Pemenang : Zee Cine Award for Best Lyricist - Prasoon Joshi, Maa
4) Pemenang : Zee Cine Award - Critics' Choice Best Actor - DarsheelSafary
5) Pemenang : Most Promising Debut (Child Artiste) - DarsheelSafary
6) Pemenang : Zee Cine Award for Best Story - Amole Gupte
4. http://www.bharatstudent.com/cafebharat/photo_gallery_2-Hindi-Events-
V_Shantaram_Awards_2008-photo-galleries-1,8,2974.php, lihat juga http://www.mid-
day.com/entertainment/2008/dec/271208-Taare-Zameen-Par-wins-V-Shantaram-award.htm (diakses
11 Mei 2013). 5 http://www.indicine.com/movies/bollywood/zee-cine-award-winners-2007-08/,
http://www.whereincity.com/movies/bollywood/zee-cine-awards-2008.php, http://www.india-
forums.com/forum_posts.asp?TID=923281, http://www.awardsandshows.com/features/zee-cine-
awards-2008-472.html (diakses 11 Mei 2013).
40
7) Nominasi : Best film
8) Nominasi : Best actor in a supporting role (male) - Aamir Khan
9) Nominasi : Best actor in a supporting role (female) - Tisca Chopra
5. 2009
1) 2009 Academy Awards Best Foreign Film Submission6
6 http://www.oscars.org/press/pressreleases/2008/08.10.17.html, (diakses 12 Mei 2013).
41
BAB IV
ANALISIS SEMIOTIK FILM TAARE ZAMEEN PAR
A. Makna Denotasi dalam Film Taree Zameen Par
Secara sederhana makna denotasi dapat dikatakan makna yang paling
harfiah dan berada pada signifikasi tingkat pertama. Pada film Taare Zameen Par,
dengan demikian, makna denotasinya adalah “seorang anak yang menderita
penyakit disleksia.” Sebelum penulis menganalisis makna denotasi pada film
Taare Zameen Par. Penulis ingin menjelaskan beberapa gejala dan tanda bahwa
seorang anak menderita penyakit disleksia, yaitu:1
1. Kesulitan mengucapkan kata atau mengeja.
2. Tidak sinkron dalam membunyikan ejaan.
3. Kesulitan mempelajari huruf, angka dan sesuatu yang berurutan seperti nama
hari.
4. Kesulitan membaca jam.
5. Kesulitan menulis.
6. Daya ingat rendah.
7. Kesulitan menjelaskan hal-hal yg bersifat abstrak.
8. Kesulitan dalam memahami secara utuh instruksi yang cepat.
9. Bermasalah dalam mengikuti instruksi lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan.
1 Endah dan Ghozali W. Kesukaran Pelajar, Cermin Dunia Kedokteran No. 35 (1984). h. 40-
45.
42
10. Melihat surat/ kata-kata secara terbalik (b untuk d atau “saw” untuk “was”)
Berdasarkan gejala dan tanda di atas, dalam alur cerita film Taare Zameen
Par, terdapat beberapa dialog yang menunjukkan penanda dan petanda seorang
anak yang menderita penyakit disleksia. Beberapa dialog tersebut dapat menjadi
denotasi dalam tingkatan pertama dari sistem tanda seorang anak yang menderita
penyakit disleksia. Beberapa dialog tersebut seperti di bawah ini:2
Dialog Ishaan dengan Ibunya (menit ke 00.09.56 sampai menit ke
00.10.03).
“Masuk dan bersihkan badanmu…
Simpan Tas di kamarmu...
di atas tempat tidur!”
2 Dialog-dialog ini di kutip secara langsung dari film Taare Zameen Par.
43
Gambar 1.1 Dialog ketika Ishaan pulang dari sekolah
Dialog ini terjadi ketika Ishaan pulang dari sekolah dengan kondisi baju
yang kotor. Karena sebelumnya Ishaan bermain di selokan yang ada di halaman
sekolah untuk mengambil ikan yang ada di dalamnya. Melihat kondisi Ishaan
yang demikian, maka ibunya segera menyuruh Ishaan untuk segera
membersihkan badannya. Mendengar perintah ibunya tersebut Ishaan segera
menuju ke dapur untuk membersihkan dirinya. Namun ketika melihat Ishaan
menuju ke dapur dengan tas yang masih menempel dibadannya. Maka ibunya pun
segera menyuruh Ishaan untuk segera menaruh tasnya tersebut ke dalam
kamarnya. Pada adegan di atas Ishaan memang segera menuju kamar untuk
menaruh tasnya. Akan tetapi tas tersebut tidak diletakkan pada tempat yang benar,
yaitu di atas tempat tidurnya.
Dialog Ishaan dengan ibunya kemudian berlanjut di ruang dapur (menit
00.10.29 sampai dengan menit 00.10.52),
“Cuci tanganmu dulu
Taruh!!!
Taruh!!!
Apa yang kamu lakukan di sekolah?
Lihat di tanganmu, lihat wajahmu”
44
Gambar 1.2 Dialog di ruang dapur
Pada adegan di atas ibu sangat marah kepada Ishaan. Karena melihat
Ishaan memakan roti yang ada di dapur tanpa membersihkan tangan dan wajah
terlebih dahulu. Dan, saat dialog-dialog di atas terjadi, Ishaan memperlihatkan
wajah yang bingung karena harus menerima beberbagai macam perintah dan
instruksi lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sebab seorang yang
menderita penyakit disleksia sulit dalam memahami secara utuh instruksi yang
cepat. Apalagi instruksi tersebut lebih dari satu dan pada waktu yang bersamaan.
Dialog antara Ishaan dengan gurunya, ketika sedang mempelajari kata
sifat (menit 00.22.28 sampai menit 00.24.54).
45
“...Lanjutkan ke halaman 38, bab 4, paragraf 3.
Kita akan menandai kata sifat hari ini.
Itu berlaku juga bagi kamu, Ishaan Awasthi...!
Halaman 38, bab 4, paragraf 3.
Bisakah kau memperhatian saya, Ishaan?
Aku katakan, buka halaman 38, bab 4, ayat 3.
Baca kalimat pertama dan tunjukkan kata sifat.
Halaman 38, lshaan!
Coba Adit Lamba, bantu dia!”
46
Gambar 1.3 Adegan saat Ishaan di tegur oleh Ibu Guru
Saat dialog ini berlangsung Ishaan sedang melihat pemandangan yang ada
di luar kelas melalui jendela kelas. Padahal gurunya sedang menjelaskan pelajaran
tentang kata sifat. Dan, ketika gurunya melihat Ishaan tidak memperhatikan
pelajaran, maka gurunya segera menegur Ishaan, serta memberikan perintah untuk
membaca pelajaran yang sedang dipelajari.
Mengetahui hal tersebut Ishaan hanya bisa memperlihatkan wajah yang
bingung. Karena Ishaan memiliki sebuah kesulitan dalam mengucapkan kata atau
mengeja, tidak sinkron dalam membunyikan ejaan, kesulitan mempelajari huruf,
angka dan sesuatu yang berurutan seperti nama hari. Oleh sebab itu Ishaan
mengatakan kepada gurunya bahwa “mereka… (huruf-huruf yang ada dalam
kalimat tersebut)... Menari. Huruf-huruf itu menari.”
Gambar 1.4 Ishaan ketika menjawab pertanyaan guru
47
Dialog Ishaan dengan ibunya ketika sedang belajar menulis (menit
00.34.27 sampai menit 00.35.23).
“Selesai? Sini ku periksa.
Tulisan apa ini??
Apa ini?
Setiap ejaannya salah?
Tabel kamu ganti “Tabl” dan “Tabel”???
Kata “THE” kamu ganti menjadi huruf “D”..?
Apa ini? Berapa kali kamu mengulangi ini?
Baru kemarin kamu mempelajarinya.
Bagaimana kamu bisa lupa begitu cepat?
Cukup main-main...!! Kamu akan gagal lagi tahun ini.”
48
Gambar 1.5 Dialog Ishaan dengan ibunya ketika sedang belajar menulis
Dalam dialog di atas terlihat sekali kalau Ishaan mengalami kesulitan
dalam menulis dan memiliki daya ingat rendah. Hal ini mengakibatkan Ishaan
sering salah dalam menuliskan ejaan dan huruf. Oleh karena itu Ishaan hanya bisa
menjawab berbagai macam pertanyaan ibunya dengan kalimat “tidak”.
Gambar 1.6 Penolakan Ishaan ketika ibunya
menyuruh berkonsentrasi dalam belajar
Sebenarnya masih banyak cerita dalam film Taare Zameen Par yang
menggambarkan bahwa Ishaan memiliki penyakit disleksia. Tetapi disini penulis
49
hanya menampilkan beberapa adegan dialog saja. Karena menurut hemat penulis
beberapa adegan dialog di atas sudah bisa mewakili pertanda dan penanda makna
denotasi dalam film Taare Zameen Par.
Hal ini sesuai dengan ungkapan, makna denotasi merupakan makna dari
sebuah kata yang tidak mengandung arti atau perasaan tambahan. Pada saat
seseorang hanya ingin menyampaikan informasi kepada orang lain, khususnya
dalam bidang ilmiah, maka kata-kata yang digunakan cenderung yang bersifat
denotasi. Karena tujuan utama dari penyampaian informasi tersebut adalah
pengarahan yang jelas terhadap fakta tanpa adanya interpretasi tambahan. Selain
itu makna denotasi dapat dibedakan atas dua macam relasi, yang pertama adalah
relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan yang
kedua adalah relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari
barang yang diwakilinya.
B. Makna Konotasi dalam Film Taree Zameen Par
Konotasi atau makna konotasi disebut juga makna konotasional, makna
emotif, atau makna evaluatif. Makna konotasi adalah suatu jenis makna dimana
stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotasi sebagian
terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju-tidak setuju, senang-
tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang
50
dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang
sama.3
Makna konotasi merupakan makna yang mengandung arti tambahan,
perasaan, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. Dalam
memilih kata-kata konotasi untuk digunakan bukanlah suatu hal yang mudah,
tidak sama seperti dalam memilih kata-kata yang bersifat denotasi. Pengetahuan
akan pilihan kata yang tepat sangatlah diperlukan, oleh karena itu pilihan kata
atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotasi.
Apabila sebuah kata mengandung konotasi yang salah, seperti contohnya kata
kurus-kering digunakan untuk menggantikan kata ramping dalam sebuah konteks
yang saling melengkapi, maka kesalahan semacam itu mudah diketahui dan
diperbaiki.4
Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan sosial atau
hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. Oleh karena
itu, bahasa manusia tidak hanya menyangkut masalah makna denotasi saja.
Berdasarkan hal tersebut, makna konotasi yang ada pada film Taare Zameen Par
adalah “hubungan komunikasi ayah dengan keluarga yang tidak berjalan dengan
baik.” Sebab pada film Taare Zameen Par, penulis melihat kurangnya keterlibatan
ayah dalam membimbing dan berkomunikasi dengan anak-anak. Sebagaimana
diungkapkan oleh Allen dan Daly dalam Sri Muliati, keterlibatan ayah lebih dari
sekedar melakukan interaksi yang positif dengan anak-anak mereka. Tetapi juga
3 Keraf Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 29.
4 Keraf Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, h. 29.
51
memperhatikan perkembangan anak-anak mereka, dapat memahami, dan
menerima anak-anak mereka. Sehingga membuat anak menjadi dekat dan
nyaman jika bersama sang ayah. Oleh sebab itu keterlibatan ayah dalam
pengasuhan anak mengandung aspek waktu, interaksi, dan perhatian.5
Sedangkan dalam film Taare Zameen Par, sosok ayah digambarkan
sebagai pihak yang sibuk dengan urusan pekerjaan dan memiliki harapan yang
tinggi untuk kedua anaknya. Selain itu, ayah juga digambarkan sebagai sosok
pribadi yang tegas, keras, dan cukup ringan tangan ketika berhadapan dengan
masalah-masalah yang dihadapi oleh anak.
Gambar 2.1 Adegan yang menggambarkan tentang karakter ayah
5 Sri Muliati Abdullah, Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (Paternal Involvement):
Sebuah Tinjauan Teoritis, (Yogyakarta: Universitas Mercu Buana Yogyakarta, tt), h. 1.
52
Sikap semacam inilah yang menurut penulis, menyebabkan anggota
keluarga lain seperti; Ibunya (Maya), Yohan dan Ishaan kurang dapat
mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka inginkan.6
Berdasarkan hal di atas, peran-peran anggota keluarga dalam film Taare
Zameen Par menggambarkan dimensi psikologis peran laki-laki dan perempuan
secara tradisional. Pembagian peran itulah yang pada akhirnya menghalangi
keluarga berfungsi secara baik, karena adanya halangan-halangan yang dihadapi
oleh masing-masing subsistem untuk mengembangkan potensinya. Berikut ini
adalah peran suami dan isteri (laki-laki dan perempuan) secara tradisional:7
1. Peran isteri; berorientasi rumah dan anak, hangat dan penuh kasih sayang,
peka dengan perasaaan anggota keluarga, perhatian dan bijaksana, emosional,
lemah (rapuh), penurut dan cenderung tergantung dengan apa yang
diungkapkan oleh suami.
2. Peran suami: ambisius, kompetitif, kurang berperasaan, tangguh, dominan
dalam menentukan dan membuat keputusan, kasar (keras) dan otokratik
(kaku).
6 Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melihat film Taare Zameen Par secara
langsung. 7 Sri Muliati Abdullah, Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak, h. 5, lihat juga Papalia &
Feldman, Human Development (Psikologi Perkembangan) (terjemahan). Jilid 1 (bagian I-IV), edisi
kesembilan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008).
53
Gambar 2.2 Salah satu adegan yang menegaskan tentang pembagian peran
Disfungsi komunikasi pada keluarga Nandkishore Awasthi tersebut
menyebabkan ketidaktahuan orang tua terhadap masalah yang dihadapi anak
(Ishaan) yang mengalami krisis perkembangan. Sebagai akibatnya, orang tua
(ayah) menganggap bahwa Ishaan adalah anak yang malas, nakal dan tidak dapat
diatur. Posisi Ishaan juga cenderung semakin sulit karena keadaannya bertolak
belakang dengan apa yang ada pada diri kakak (Yohan). Sebab disfungsi peran
keluarga memiliki korelasi yang kuat dengan krisis perkembangan, baik
perkembangan keluarga itu sendiri maupun perkembangan setiap anggota
keluarga, orangtua maupun anak.
Ayahnya menginginkan anak-anak yang cerdas, pintar dan sukses secara
akademik sehingga mereka dapat menjawab tantangan zaman yang terus
menuntut persaingan. Keinginan ayahnya nampaknya tidak begitu sulit bagi
kakaknya (Yohan) karena dia memang anak yang cerdas dan memiliki self-
regulasi yang baik. Sedangkan bagi Ishaan, harapan itu adalah hal yang sangat
sulit untuk dilakukan. Bukan karena dia malas ataupun nakal seperti yang
dipahami oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Semua itu disebabkan oleh
gangguan kesulitan belajar (disleksia) yang cukup terlambat diketahui baik oleh
54
orang tua maupun sekolah. Akibatnya, anaklah yang menjadi korban, dan
masalah-masalah perilaku yang ditunjukkan olehnya adalah bentuk pelarian dari
ketidakmampuannya, bukan karena dia ingin melakukannya.
Beberapa tanda dari keluarga yang disfungsi dalam film Taare Zameen
Par, adalah sebagai berikut:8
1. Pola komunikasi yang patologis; digambarkan oleh adanya komunikasi yang
retak dengan sedikitnya kontrol emosi dari masing-masing anggota keluarga
khususnya ayahnya.
2. Tidak terlibat dan menjaga jarak; ciri ini lebih ditekankan kepada ayah, yang
kurang menunjukkan keterlibatan secara langsung dalam urusan pendidikan
dan pengarahan anak. Kepedulian dan perhatian orang tua dipahami sebatas
terhadap pemenuhan kebutuhan fisik anak maupun laporan keberhasilan
belajarnya. Sehingga sentuhan, perhatian dan penghargaan terhadap prestasi
kecil yang dapat diraih oleh anak kurang begitu dipentingkan, bahkan tidak
pernah ditunjukkan. Kasih sayang orang tua nampak muncul sebagai bentuk
penerimaan bersyarat atas kemampuan mereka.
3. Terjadi kekerasan; Dalam film itu ada beberapa adegan yang menunjukkan
sikap marah ayah, yang disertai dengan pemukulan kepada anak.
Walaupun menggambarkan keluarga yang disfungsi, film ini juga
menggambarkan tentang proses dan upaya dari orang tua untuk mencoba
mengerti dan memahami kebutuhan dan keadaan anak. Hal ini menunjukkan
8 Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melihat film Taare Zameen Par secara
langsung..
55
bahwa tidak sepenuhnya apa yang terjadi dalam keluarga itu adalah salah, karena
semuanya berangkat dari ketidaktahuan mereka. Orang tua mau merubah dan
menghargai impian dan keinginan anak dengan bantuan dari guru di sekolah. Jadi,
interaksi yang baik antara orang tua dan guru tentang perkembangan ataupun
problem yang dialami oleh anak, akan menjadi cara yang bijak dalam memahami
permasalahan anak.
Setiap anak adalah spesial dengan berbagai keunikan harapan dan impian
yang berbeda-beda. Oleh sebab itu tidak tepat kiranya jika kita (para orang tua
dan guru) memasung impian dan harapan mereka. Ijinkan mereka hidup dengan
potensi dan keunikan, hargailah apa yang mereka lakukan, maka mereka pun akan
tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat dan cerdas serta
mengesankan semua orang.9
Gambar 2.3 Beberapa adegan yang menjelaskan
tentang potensi dan keunikan seorang anak
9 http://blog.unm.ac.id/rusli/about/artikel-publikasi/ (diakses 8 Mei 2013).
56
C. Makna Mitos dalam Film Taree Zameen Par
Sebagaimana di jelaskan oleh Barthes, bahwa perkembangan konotatif
yang terus menerus akan melahirkan mitos dalam masyarakat. Dalam kerangka
Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai
“mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos
juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda.
Namun, sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai
pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga
suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat
memiliki beberapa penanda. Dibalik tanda-tanda tersebut terdapat makna yang
misterius yang akhirnya dapat melahirkan sebuah mitos. Jadi intinya, mitos-mitos
tersebut muncul dari balik tanda-tanda dalam komunikasi sehari kita, baik tertulis
maupun melalui media cetak.
Berdasarkan hal di atas, makna mitos yang ada dalam film Taare Zameen
Par, munculnya anggapan bahwa keluarga yang ideal dan sukses dapat dinilai
dalam suatu sistem yang didalamnya memiliki serangkaian aturan, dengan
berbagai batasan untuk masing-masing subsistem yang ada didalamnya.
Subsistem merupakan unit yang ada dalam sebuah sistem yang secara
keseluruhan memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Hal yang perlu
ditekankan adalah kejelasan atas batasan dari masing-masing subsistem guna
menciptakan keluarga yang berfungsi secara efektif dan dapat bertumbuh
bersama.
57
Konsekuensi logis dari fungsi dan peran yang berbeda-beda di atas,
seorang ayah adalah pihak yang harus sibuk dengan urusan pekerjaan dan materi.
Sedangkan ibu adalah pihak yang selalu berorientasi pada segala kesibukan di
rumah, seperti menyiapkan makanan suami dan anak, mengurus anak,
menyiapkan segala keperluan suami ketika hendak pergi ke kantor, menyiapkan
pakaian sekolah untuk anak-anaknya dan lain-lain. Sedangkan tugas anak adalah
mengikuti perintah orangtua, belajar dan membuat prestasi. Oleh karena itu,
seorang ayah menginginkan anak-anak yang cerdas, pintar, dan sukses.
Hal ini digambarkan dalam film pada menit ke 17:36 sampai 20:24, alur
cerita dimulai dengan bunyi alarm pada jam 05:00. Bertepatan dengan bunyi
alarm tadi diikuti oleh terbangunnya si ayah karena mendengar suara alarm
tersebut, kemudian terbangunnya sang istri. Adegan selanjutnya si ayah pergi
mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan si istri (ibu) menyiapkan segala
pakaian dan perlengkapan suami untuk pergi ke kantor. Dan, memasak sarapan
pagi untuk si ayah. Tepat pukul enam kurang sepuluh menit si istri (ibu)
membangunkan anak-anaknya untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk
berangkat sekolah. Sedangkan si istri sekali lagi memasak sarapan pagi untuk
anak-anaknya.
Adegan-adegan selanjutnya di lanjutkan dengan rutinitas masing-masing,
ayah dengan kesibukannya sebagai tulang punggung keluarga. Anak-anaknya
dengan kesibukannya belajar di sekolah, dan ibu dengan pekerjaannya mengurus
rumah. Aktifitas-aktifitas tersebut selalu terulang dalam hari-hari berikutnya.
Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya interaksi dan komunikasi di antara
58
anggota keluarga. Dampak yang muncul, sosok ayah digambarkan sebagai sosok
pribadi yang tegas, keras dan cukup ringan tangan ketika berhadapan dengan
masalah-masalah yang dihadapi oleh anak.
Makna mitos yang lainnya, mengikuti perintah orangtua, belajar dan
membuat prestasi = cerdas, pintar dan sukses. Sehingga muncul sebuah
kesimpulan bahwa anak yang suka membantah orang tua, malas belajar,
mendapatkan nilai ujian yang jelek = nakal, bodoh, tidak sukses. Padahal Setiap
anak lahir dengan membawa berbagai keunikan tersendiri. Mereka memiliki
impian dan ketertarikan yang berbeda. Dan, tentu tidak sama dengan orang lain
termasuk orang tua yang telah melahirkan dan membesarkannya. Entah karena
lupa, tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup, atau bahkan karena sikap
egois yang ada pada orang tua, sehingga mereka sering tidak mau tahu dengan
apa yang dirasakan oleh anak-anaknya. Oleh karenanya, masih banyak orang tua
yang meminta dan menuntut anak-anak mereka bisa mencapai dan menjadi apa
yang dapat diraih oleh orang lain secara umum. 10
Mitos lainnya mengenai realitas dalam praktik pendidikan yang terjadi di
sekolah, tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dalam keluarga. Segala macam
disiplin dan aturan yang ketat serta hukuman yang keras akan dapat membuat
siswa menjadi anak yang penurut. Belum lagi dalam melaksanakan tugas sebagai
10
Edi Warsidi dan Farik, Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas 3 untuk Kelas III
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional, 2008), h. 113. Lihat juga http://blog.unm.ac.id/rusli/about/artikel-publikasi/
(diakses 8 Mei 2013) dan https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/dedi-wijaya/tidak-ada-anak-
bodoh (diakses 9 Mei 2013),
59
pengajar, banyak dari mereka yang kurang bisa mendengarkan pendapat yang
datang dari para siswa. 11
Gambar 3.1 Adegan saat kepala yayasaan
menjelaskan tentang aturan yang ada di sekolah asrama
Gambaran ini seolah ingin menegaskan bahwa guru adalah pihak yang
paling tahu dalam proses pembelajaran. Zaman telah berubah, sumber informasi
ada di mana-mana dan dapat dijangkau dengan mudah oleh anak-anak. Oleh
sebab itu, anggapan yang demikian sangatlah tidak tepat. Proses belajar bisa
terjadi dengan pola interaksi dan komunikasi yang timbal balik antara guru
dengan siswa, maupun siswa dengan guru. Pertukaran informasi itulah, yang
nantinya dapat meningkatkan kemampuan dan wawasan siswa.
11
Edi Warsidi dan Farik, Bahasa Indonesia Membuatku Cerdas 3 untuk Kelas III
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, h. 120.
60
Gambar 3.2 Perbedaan cara pandang beberapa guru
mengenai gaya mengajar di sekolah
Kemampuan mengelola proses pembelajaran juga harus disertai dengan
kemampuan guru dalam memahami karakteristik setiap siswa. Pemahaman
terhadap karakter setiap siswa dapat membantu guru dalam menentukan metode
dan strategi belajar yang tepat. Setiap anak itu unik, mereka memiliki cognitive
style yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
tidak sepatutnya jika guru menerapkan metode yang selalu sama dalam proses
pembelajaran. Jika keadaan ini terus dilakukan, maka penyampaian informasi
dalam dunia pendidikan tidak akan merata, sebagian pihak diuntungkan dengan
metode itu, sehingga mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan lancar.
Sedangkan siswa yang lain akan nampak sebagai siswa yang tidak mampu,
terbelakang, malas dan berbagai labeling negatif lainnya, yang belum tentu tepat
dengan keadaan mereka sesungguhnya.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menjabarkan secara panjang lebar hasil penelitian pada film
“Taree Zameen Par”, Penulis mempunyai kesimpulan sebagai berikut:
1. Makna denotasi pada film Taree Zameen Par adalah adalah tentang
seorang anak yang menderita penyakit disleksia.
2. Makna konotasi pada film Taree Zameen Par adalah hubungan
komunikasi ayah dengan keluarga yang tidak berjalan dengan baik.
3. Makna mitos pada film Taree Zameen Par adalah gambaran dari dinamika
keluarga Asia secara umum. Dimana masing-masing subsistem berperan
sebagaimana mestinya, dan secara tradisional masih disandarkan pada
jenis kelamin. Ayah sebagai kepala keluarga bekerja di luar rumah guna
menghidupi keluarga. Ibu berperan sebagai isteri yang siap melayani
suami dan memenuhi seluruh kebutuhan anak, membimbing dan
mengajari, serta berperan sebagai pihak yang mengontrol semua urusan
anak.
B. Saran
1. Metode dialog dan komunikasi dalam mendidik anak yang menderita
penyakit disleksia harus berbeda dengan anak yang normal. Karena
seorang anak yang menderita penyakit disleksia mempunyai daya ingat
62
yang rendah, sulit memahami secara utuh instruksi yang cepat dan sulit
mempelajari huruf, angka dan sesuatu yang berurutan.
2. Dalam sistem keluarga hubungan komunikasi ayah dengan anak harus
terjalin dengan baik. Sebab ikatan antara ayah dan anak akan memberikan
warna tersendiri dalam pembentukan karakter anak. Jika pada umumnya
ibu memerankan sosok yang memberikan perlindungan dan keteraturan,
sedangkan ayah membantu anak bereksplorasi dan menyukai tantangan.
Jika anak diasuh oleh keduanya secara optimal, maka akan terbentuk rasa
aman dan percaya dalam diri anak.
3. Pada dinamika keluarga yang kaku dan tradisional, perlu ditumbuh
kembangkan proses dialog dan komunikasi antar anggota keluarga.
Terutama sekali antar orangtua dan anak-anak, sehingga orang tua dapat
memahami dan mengetahui bakat dan minat yang ada pada anaknya.
63
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sri Muliati. Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak (Paternal
Involvement): Sebuah Tinjauan Teoritis. Yogyakarta: Universitas Mercu
Buana Yogyakarta, tt.
Alwasilah, A. Chaedar. Linguistik suatu Pengantar. Bandung: Angkasa, 1993.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rhineka Cipta, 1998.
Arsyad, Azhar, Media Pengajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Azwar, Syaifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Baksin, Askurifai. Membuat Film Indie Itu Gampang, Bandung: Kataris, 2003.
Barthes, Roland. Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa. Yogyakarta: Jalasutra,
2007.
Barthes, Roland. Petualangan Semiologi. Terjemahan oleh Stephanus Aswar
Herwinarko, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Bertens, K. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1985.
Budianto, Irmayanti M. Aplikasi Semiotika pada Tanda Nonverbal. Makalah pada
Pelatihan Semiotika, 23-26 September 2001. Jakarta: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitan Universitas Indonesia
(LPUI), 2001.
Budiman, Kris. Semiotika Visual. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2003.
64
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2001.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008.
Cristomy, Tommy dan Yuwono, Untung (ed.). Semiotika Budaya. Jakarta: PPKB-
LPUI, 2004.
Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra,
2010.
Djajasudarman, T. Fatimah. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian. Bandung: PT. Eresco, 2006.
Djuroto, Totok. Management Penerbitan Pers. Bandung: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2000.
Eco, Umberto. Teori Semiotika:Signifikasi Komunikasi, Teori kode, Serta Teori
Produksi-tanda. Terjemahan oleh Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2009.
Effendy, Heru, Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, Jakarta: Panduan
dan Pustaka Konfiden, 2008.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003.
Fiske, John. Cultural And Communication Studies. Cetakan kelima terjemahan oleh
Drs. Yosal Iriantara & Idy Subandi. 2010. Yogyakarta: Jalasutra, 1990.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 2001.
65
Hoed, Benny. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu,
2011.
Imanjaya, Ekky. A-Z About Film Indonesia. Bandung: Mizan, 2006.
Irwansyah, Ade. Seandainya Saya Kritikus Film. Yogyakarta: CV. Humorian
Pustaka, 2009.
John, Little. Teori Komunikasi. Terjemahan oleh Moh. Yusuf Hamdan. Jakarta:
Salemba Humanika, 2009.
Kaelan. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: PARADIGMA,
2009.
Kasali, Rhenald. Management Periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.
Jakarta: Grafiti, 1995.
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.
Keraf, Gorys. Diksi dan Retorika. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Pustaka Utama, 1983.
Kristianto, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Ed I, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006.
Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Yayasan Indonesiatera, 2001.
Kusrianto, A. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2007.
Luters, Elizabet. Kunci Sukses Menulis Skenario, Jakarta: Grasindo, 2004.
Madjadikara, Agus S. Bagaimana Biro Iklan Memproduksi Iklan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Martinet, Jeanne. Semiologi: Kajian Teori Tanda Saussuran. Terjemahan oleh
Stephanus aswar. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
66
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Edisi Kedua.
Terjemahan oleh Agus Dharma & Aminuddin Ram. 1994. Jakarta: Erlangga,
1987.
McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Erlangga, 1996.
Meier, Kurt Franz Bernhard. Membina Minat Baca Anak, Terj. Soeparmo, Bandung:
Remaja Karya, 1983.
Muis, A. Indonesia di Era Dunia Maya: Teknologi Informasi dalam Dunia Tanpa
Batas. Bandung: Remaja Rosdakarya2001.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Papalia & Feldman. Human Development (Psikologi Perkembangan) (terjemahan).
Jilid 1 (bagian I-IV), edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Partono, Pius A dan Al-Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola,
1994.
Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna.
Yogyakarta: Jalasutra, 2003.
Piliang, Yasraf Amir. Memahami Kode-kode Budaya. Makalah disampaikan dalam
In House Training Semiotika dan penerapannya dalam kajian Bahasa, Sastra
dan Budaya”, Fakultas Sastra UNDIP Semarang. 22-23 September, 2004.
Pratista, Himawan. Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Rivers, Wiliam L. Jensen, Jay W dan Peterson, Theodore. Media Massa dan
67
Masyarakat Modern, edisi ke-2, (Terj) oleh Haris Munandar dan Dudy
Priatna, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Riyanto, Bedjo. Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa Masa
Widyaparwa. Yogyakarta: Tarawang, 2000.
Santana, Septiawan. Menulis Ilmiah: Metode Penelitan Kualitatif. Jakarta: Yayasan
Obor, 2007.
Siagian, Gayus. Menilai Film. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2006.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana,Analisis
Semiotik, dan Analisis framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Penerbit Remaja Rosdakarya,
2006.
Sudaryanto. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press, 1993.
Sudjiman, Panuti dan Van Zoest, Aart. Serba Serbi Semiotik. Jakarta: Gramedia,
1996.
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual; Metode Analisis Tanda dan Makna
pada Karya Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra, 2008.
Suprayogo, Imam dan Ms. Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2001.
Suryapati, Akhlis. Hari Film Nasional tinjauan dan Restrospeksi, Jakarta: Panitia ari
Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun 2010, 2010.
Susanto, Astrid. Komunikasi dalam Teori dan Praktik I. Bndung: Bina Cipta, 1977.
68
Teeuw, A. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia, 1983.
UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Bab I, Pasal 1, Ayat 1.
Departemen Penerangan RI.
Van Zoest, Aart. Semiotika. Jakarta: Yayasan Sumber Agung, 1996.
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa Edisi ke-8. Jakarta: Kencana Media Group,
2008.
Wardoyo, Subur. Semiotika dan Struktur Narasi di Kajian Sastra, Vol. 29, No. 1,
Januari 2005.
Warner, Severin. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media
Massa. Jakarta: Kencana, 2009.
Sumber lain:
Media Online
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/disleksia.pdf
http://insearching.tripod.com/tokoh.html, diakses pada tanggal 10 Juni 2011.
http://oase.kompas.com/read/2009/05/26/02000865/film.independen.cinta.diluncurka
n.di.inggris, diakses pada tanggal 9 Juli 2011.
http://www.antaranews.com/view/?i=1243947502&c=SBH&s=SIN, 9 Juli 2011.
http://www.awardsandshows.com/features/filmfare-awards-2008-65.html
http://www.awardsandshows.com/features/star-screen-awards-2008-135.html
http://www.awardsandshows.com/features/zee-cine-awards-2008-472.html
69
http://www.bharatstudent.com/cafebharat/photo_gallery_2-Hindi-Events-
V_Shantaram_Awards_2008-photo-galleries-1,8,2974.php
http://www.ebooklibs.com/teori_pendekatan_semiotik_roland_barthes.html diakses
pada tanggal 27 Mei 2011.
http://www.india-forums.com/forum_posts.asp?TID=923281
http://www.indicine.com/movies/bollywood/zee-cine-award-winners-2007-08/
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan%20Teoritik%20tentang%20Semiot
ik.pdf, diakses pada tanggal 10 Juni 2011.
http://www.lalightsindiefest.com/index.php/article/read/1389/Profil-Sammaria-
Simanjuntak, diakses pada tanggal 10 Juni 2011.
http://www.mid-day.com/entertainment/2008/dec/271208-Taare-Zameen-Par-wins-
V-Shantaram-award.htm
http://www.oscars.org/press/pressreleases/2008/08.10.17.html
http://www.southdreamz.com/2008/02/53rd-filmfare-awards-2008-winners-list.html
http://www.whereincity.com/movies/bollywood/zee-cine-awards-2008.php
http://www.zimbio.com/member/y4nc3/articles/p0G6iGe8ukO/Teori+teori+Semiotik
a, diakses pada tanggal 10 Juni 2011.
http:www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2002/03/4bud02.html
www.puskur.net/download/prod2007/13_model kesulitan belajar. pdf.
Jurnal
Endah dan Ghozali W. Kesukaran Pelajar. Cermin Dunia Kedokteran No. 35 1984.