ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB
MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI
OLEH
RATNA VIDYANI
H14102077
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
RATNA VIDYANI. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum, Jumlah
Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI).
Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter,
Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan dan mulai menata
kembali perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan
pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang menunjukkan
kecenderungan untuk meningkat. Pemerintah memberlakukan Giro Wajib
Minimum (GWM) berbasis Loan to Deposit Ratio (LDR) akan menyebabkan
bank akan semakin berlomba-lomba untuk menyalurkan kreditnya. Semakin besar
nilai dari LDR, maka rasio GWM akan lebih kecil dan berlaku sebaliknya.
Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan berdampak
pada penurunan suku bunga kredit. Dengan suku bunga kredit yang lebih rendah
hal tersebut akan meningkatkan jumlah permintaan kredit. Sebab, semakin besar
dana yang disimpan sebagai GWM, biaya dana (cost of fund) bank akan
meningkat sehingga menurunkan daya saing. Persaingan dalam pengucuran kredit
antarbank pada akhirnya akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit, akan
tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga deposito. Dengan bertambahnya
jumlah kredit yang disalurkan oleh bank, diharapkan hal tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat tercapai target yang
diharapkan. Sementara tujuan penelitian kali ini adalah untuk menganalisis faktor-
faktor yang berperan dalam perubahan pertumbuhan ekonomi, menganalisis
respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan variabel lain dan dirinya sendiri
serta menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan
ekonomi dengan variabel lain dan dirinya sendiri.
Jenis data yang dipakai adalah data time series kuartalan periode 1990
kuartal 1 hingga 2005 kuartal 4 yang didapatkan dari internet, lembaga-lembaga
seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga lainnya serta beberapa
bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku, majalah yang berhubungan
dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data apa saja yang akan dipakai :
nilai total GWM dalam milyar rupiah, total kredit yang disalurkan oleh Bank
Umum dalam milyar rupiah, suku bunga deposito satu bulan dalam persen, jumlah
uang beredar dalam milyar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi dalam persen.
Penelitian kali ini menggunakan metode VAR yang dikombinasikan
dengan VECM jika variabel yang digunakanstasioner pada first difference dimana
dalam menentukan lag optimal menggunakan uji likelihood ratio. Kemudian dari
ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen untuk memperoleh rank
kointegrasi dengan tujuan mendapatkan persamaan kointegrasi jangka panjang.
Setelah jumlah rank kointegrasi ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan
VECM. Setelah itu untuk menganalisis perilaku guncangan suatu variabel dan
peran masing-masing guncangan terhadap variabel tertentu akan menggunakan
Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD). Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software
Micofit 4.0 dan Microsoft Excel.
Berdasarkan hasil analisis, variabel yang digunakan dalam penelitian kali
ini tidak semua stasioner pada level, akan tetapi stasioner pada first difference,
karena itu pendekatan VAR akan dikombinasikan dengan VECM. Sedangkan lag
optimal yang didapatkan adalah 4. Sementara itu rank kointegrasi yang
dipergunakan adalah 3 berdasarkan hasil uji kointegrasi Johansen. Hasil analisis
FEVD menunjukkan, faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi
adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri, suku bunga deposito dan kredit. Hal ini
menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting.
Sementara respon dinamis pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan
yang terjadi pada variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang memiliki
dampak yang positif. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon positif oleh
pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang beredar sementara
variabel lain direspon negatif. Dalam jangka pendek, terdapat hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya,
pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode sebelumnya
dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya. Sedangkan dalam jangka
panjang, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan GWM dan suku
bunga deposito.
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB
MINIMUM, JUMLAH UANG BEREDAR, KREDIT DAN
PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI
Oleh
RATNA VIDYANI
H14102077
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama : Ratna Vidyani
Nomor Registrasi Pokok : H14102077
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib
Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS.
NIP. 131 669 947
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Ratna Vidyani
H14102077
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ratna Vidyani lahir pada tanggal 17 Januari 1985 di
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Rahadi dan Emmy Supariyani. Jenjang pendidikan
penulis dilalui dikota Bogor tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar
pada SDN Pengadilan 4 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor
dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan
studi di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis merupakan anggota Hipotesa periode 2003-
2004.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Muhammad SAW. Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan keselamatan serta keberkahan
kepadanya, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqomah di
jalan-Nya. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib
Minimum, Jumlah Uang Beredar, Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas
waktu, kesabaran, masukan, arahan serta motivasi yang diberikan selama
penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan kepada Penulis.
3. Ibu Henny Reinhardt, SP, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah
memberikan masukan kepada Penulis.
4. Ibu Tita dan Bapak Fadhil dari Bank Indonesia yang telah memberikan
kemudahan dalam memperoleh data-data yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Mas Adrian Lubis yang telah memberikan masukan, arahan dan motivasi
selama bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses
pembuatan skripsi ini. Terimakasih atas kesabaran, waktu dan kerjasama
selama ini.
6. Bapak Rahadi dan Ibu Emmy Supariyani selaku orang tua dari penulis
serta Fariza Anindya selaku saudara penulis yang tidak henti-hentinya
memberikan kasih sayang, dorongan, doa, dan semangat baik moril
maupun spiritual yang sangat dibutuhkan selama proses pembuatan
skripsi.
7. Teman-teman satu bimbingan, Ary, Rudi dan Lia atas dukungan, semangat
dan kritik yang diberikan selama berlangsungnya pembuatan skripsi ini.
8. Kepada para sahabat Wirda, Tasya, Nonon, Lia, Nilam, Meirin, Thamic,
Fickry, Sotoy, Iqbal, Imam, Dive, Aira, Andros, Ria, Anna seluruh ESP
39, ESP 38 dan ESP 40 terima kasih atas dukungan dan kebersamaan
selama ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini namun tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Segala kesalahan yang terjadi dalam
pengerjaan penelitian ini merupakan tanggung jawab penulis. Semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
Ratna Vidyani
H14102077
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4
1.3. Tujuan ......................................................................................... 7
1.4. Kegunaan Penelitian.................................................................... 8
II. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................... 9
2.1. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9
2.1.1. Instrumen Kebijakan Moneter...................................... 9
2.1.2. GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter............. 11
2.1.3. Fungsi Giro Wajib Minimum....................................... 13
2.1.4 Pengertian Kredit ......................................................... 16
2.1.5 Fungsi Kredit................................................................ 16
2.1.6 Pengertian Uang Beredar ............................................. 18
2.1.7 Pertumbuhan Ekonomi................................................. 19
2.2. Kerangka Teori............................................................................ 21
2.2.1. Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Jalur Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter...................................... 21
2.2.2. Model IS-LM ............................................................... 23
2.2.3. Model Umum Vector Autoregression (VAR) .............. 26
2.2.4. Penelitian Sebelumnya ................................................. 31
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 34
2.4. Definisi Variabel ......................................................................... 34
2.5. Hipotesis Penelitian..................................................................... 36
III. METODE PENELITIAN........................................................................ 37
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 37
3.2. Metode Analisis Data.................................................................. 38
3.2.1. Model Analisis Data..................................................... 39
3.2.2. Uji Stasioneritas Data................................................... 40
3.2.3. Penetapan Tingkat Lag Optimal .................................. 42
3.2.4. Uji Kointegrasi ............................................................. 43
3.2.5. Impulses Responses Functions (IRF) ........................... 43
3.2.6. Variance Decompositions (VD)................................... 44
IV. GAMBARAN UMUM ........................................................................... 45
4.1. Giro Wajib Minimum.................................................................. 45
4.2. Perhitungan Neraca GWM Bank ................................................ 46
4.3. Kondisi Perekonomian Indonesia ............................................... 49
4.4. Perkembangan Total Kredit Bank Umum................................... 50
4.5. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ......................................... 51
4.6. Perkembangan Suku Bunga Deposito......................................... 51
V. PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM, JUMLAH
UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI .............................................................. 53
5.1. Pengujian Non Stasioneritas ....................................................... 53
5.2. Pengujian Lag Optimal ............................................................... 55
5.3. Uji Kointegrasi ............................................................................ 55
5.4. Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi .................................... 60
5.5. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ..................... 65
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 70
6.1. Kesimpulan ................................................................................. 70
6.2. Saran............................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72
LAMPIRAN..................................................................................................... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................................ 2
1.2. Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut
Kelompok Bank (Milliar Rp) .................................................................. 3
1.3. Peringkat Bank Berdasarkan Kredit........................................................ 5
3.1. Keterangan dan Simbol Data .................................................................. 37
5.1. Uji Akar Unit Variabel VECM ............................................................... 54
5.2. Uji Kointegrasi Johansen ........................................................................ 56
5.3. Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan
Ekonomi .................................................................................................. 57
5.4. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................................. 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi, dan Suku
Bunga Deposito....................................................................................... 1
2. Kerangka Kebijakan Moneter ................................................................. 10
3. Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimun.................................. 12
4. Keseimbangan Dalam Model IS-LM...................................................... 25
5. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 35
6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ........................................................... 49
7. Perkembangan Kredit Bank Umum ........................................................ 50
8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar ..................................................... 51
9. Perkembangan Suku Bunga Deposito..................................................... 52
10. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang
Beredar .................................................................................................... 61
11. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GWM ................ 62
12. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit ................ 63
13. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga
Deposito .................................................................................................. 64
14. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan
Ekonomi .................................................................................................. 65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Penelitian ........................................................................................ 76
2. Uji non stasioneritas pada level.............................................................. 78
3. Uji non stasioneritas pada 1st Difference................................................. 82
4. Uji Lag Optimal ...................................................................................... 86
5. Uji Rank Kointegrasi............................................................................... 87
6. Hasil Restriksi Umum............................................................................. 89
7. Hasil Estimasi Jangka Pendek................................................................. 90
8. Hasil Analisis Impulse Response Function ............................................. 92
9. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition ........................ 99
10. Matriks Variance dan Covariance .......................................................... 106
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah tercapainya tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan output riil yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
terciptanya iklim usaha yang kondusif. Dalam iklim usaha yang kondusif akan
tercipta pemasukan investasi khususnya investasi jangka panjang dimana
pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selama beberapa tahun terakhir setalah dilanda oleh krisis moneter,
Indonesia perlahan-lahan mulai bangkit dari krisis dan mulai menata kembali
perekonomiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan pertumbuhan
ekonomi selama lima tahun terakhir yang ditampilkan pada tabel 1.1 dibawah ini.
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki
kecenderungan untuk meningkat.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Total pertumbuhan ekonomi 3,83 4,89 5,00 4,89* 5,60**
Triwulan I 0,81 2,51 3,48 2,53 2,33
Triwulan II 1,00 2,23 1,62 2,29 1,69
Triwulan III 2,36 3,69 2,65 3,05 3,05
Triwulan IV -3,05 -3,48 -2,98 -1,50 -2,18 Sumber : Departemen Perindustrian, 2006.
Keterangan : * Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara
Walaupun pada triwulan ke-empat pada tahun 2003 dan triwulan ke-empat
pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, akan tetapi
walaupun pada triwulan tersebut bernilai negatif, tapi secara total, pertumbuhan
ekonomi tetap bernilai positif.
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah bekerja sama dengan otoritas moneter
mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan
oleh otoritas moneter dalam hal ini adalah Bank Indonesia, adalah dengan
menggunakan instrumen Giro Wajib Minimum. Cadangan primer atau yang
umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah instrumen tidak
langsung yang merupakan ketentuan dari Bank Sentral yang mewajibkan bank-
bank memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban
lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini diberlakukan pertama kali pada tahun
1957 dimana bank-bank diwajibkan memelihara cadangan sebesar 30 persen dari
total depositonya.
Pada tabel 1.2, dapat dikatakan bahwa selama beberapa tahun terakhir,
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah mulai pulih, hal ini ditandai
dengan meningkatnya jumlah dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh
perbankan. Jumlah penghimpunan dana Bank Umum mengalami kecenderungan
untuk meningkat selama kurun waktu 1999 sampai 2003. Peningkatan jumlah
dana pihak ketiga untuk Bank Umum yang terdiri dari Bank Persero, Bank
Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Campuran terdapat
pada giro, tabungan dan simpanan berjangka. Apabila penghimpunan dana dari
masyarakat yang dilakukan oleh Bank Umum mengalami peningkatan, berarti
likuiditas bank tersebut akan bertambah. Dengan bertambahnya likuiditas bank,
maka kemampuan untuk menyalurkan kredit akan semakin besar.
Tabel 1.2. Posisi Penghimpunan Dana Pada Bank Umum Menurut Kelompok
Bank (Milliar Rp)
Keterangan 1999 2000 2001 2002 2003
Rupiah 492.808 554.549 643.530 689.412 755.599
Bank Persero 233.773 269.812 318.722 322.556 331.292
Giro 25.407 49.205 54.256 51.320 64.181
Tabungan 55.044 68.538 79.645 90.573 115.150
Simpanan Berjangka 153.322 153.069 184.821 181.663 151.961
Bank Pemerintah
Daerah
13.691 19.854 37.053 45.896 53.243
Giro 7.055 10.806 22.775 25.758 27.081
Tabungan 3.346 4.881 7.252 9.125 13.273
Simpanan Berjangka 3.560 4.167 7.0662 11.013 12.880
Bank Swasta Nasional 217.804 236.981 257.068 289.800 331.886
Giro 26.866 34.123 38.099 44.438 53.401
Tabungan 62.267 77.207 82.034 90.828 112.326
Simpanan Berjangka 128.731 125.651 136.932 154.734 166.159
Bank Asing dan
Campuran
27.270 27.902 30.687 30.160 39.187
Giro 9.128 10.405 8.710 9.561 11.235
Tabungan 2.324 2.499 2.502 2.238 2.665
Simpanan Berjangka 15.818 14.998 19.475 18.361 25.287
Sumber: Bank Indonesia (2004).
Fungsi intermediasi perbankan nasional yang terus meningkat memang
belum mencapai tataran ideal, tetapi upaya keras dan terobosan-terobosan untuk
mencapai tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) yang sehat harus menjadi
perhatian kalangan internal perbankan, dunia usaha sektor riil dan otoritas
moneter. Kondisi LDR yang semakin sehat akan membuat perbankan nasional
mempunyai modal yang kuat dalam kompetisi global.
1.2. Perumusan Masalah
Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan
investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Bank
memiliki peranan yang sangat penting dalam jalannya perekonomian suatu
negara. Salah satu indikator keberhasilan dari suatu bank adalah kemampuannya
menyalurkan dana kepada pihak ke-3 melalui pemberian kredit. Kredit adalah
suatu aset bagi bank dan merupakan kegiatan atau aktivitas utama dari perbankan.
Kredit dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, namun kredit yang
disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan
ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Dengan demikian wajar apabila
melambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997
dianggap sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia
dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan
Thailand).
Tabel 1.3 dibawah ini menunjukkan peringkat dari sepuluh bank
berdasarkan jumlah pemberian kredit kepada nasabahnya. Pada tahun 2004, total
kredit yang disalurkan oleh sepuluh bank tersebut mencapai 352.640 milyar
rupiah dengan pangsa pasar mencapai 63,03 persen. Bank Mandiri menduduki
peringkat 1 dengan total kredit sebesar 88.194 milyar rupiah dan pangsa kredit
sebesar 15,76 persen kemudian diikuti dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada
peringkat kedua dengan total kredit 61.512 milyar rupiah dan pangsa kredit
sebesar 11 persen, Bank Negara Indonesia (BNI) diperingkat ketiga dengan total
kredit 40.283 dan pangsa kredit 10,51 persen Bank Central Asia pada peringkat
keempat, dan peringkat seterusnya diisi oleh Bank Danamon, Bank Niaga, Bank
Permata, Bank Bukopin, Bank Internasional Indonesia (BII) dan Bank Tabungan
Negara (BTN) pada peringkat sepuluh.
Tabel 1.3. Peringkat Bank Berdasarkan Kredit (Milliar Rupiah)
Desember 2004 Desember 2005
Peringkat Nama Bank
Total
Kredit
Pangsa
Terhadap
Kredit
Bank
Umum
(%)
Nama Bank Total
Kredit
Pangsa
Terhadap
Kredit
Bank
Umum
(%)
1 PT. Bank Mandiri
Tbk 88.194 15,76
PT. Bank Mandiri
Tbk 100.780 14,49
2 PT. Bank Rakyat
Indonesia 61.518 11,00
PT. Bank Rakyat
Indonesia 75.352 10,83
3 PT. Bank Negara
Indonesia Tbk 58.824 10,51
PT. Bank Negara
Indonesia Tbk 62.375 8,97
4 PT. Bank Central
Asia Tbk 40.283 7,20
PT. Bank Central
Asia Tbk 54.125 7,78
5
PT. Bank
Danamon
Indonesia Tbk
29.217 5,22
PT. Bank
Danamon
Indonesia Tbk
35.896 5,16
6 PT. Bank Niaga
Tbk 21.317 3,81
PT. Bank Niaga
Tbk 29.362 4,22
7 PT. Bank Permata
Tbk 14.841 2,65
PT. Bank Permata
Tbk 22.218 3,19
8 PT. Bank Bukopin 12.974 2,32
PT. Bank
Internasional
Indonesia
20.318 2,92
9
PT. Bank
Internasional
Indonesia
12.865 2,30 PT. Bank
Tabungan Negara 15.360 2,21
10 PT. Bank
Tabungan Negara 12.607 2,25
PT. Pan Indonesia
Bank Tbk 15.143 2,18
Total 352.640 63,03 Total 430.930 61,95
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2005.
Pada tahun 2005, tidak terdapat banyak perubahan dalam peringkat bank
umum berdasarkan pemberian kredit, posisi tujuh besar masih tetap sama dengan
tahun sebelumnya yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, Bank Danamon
Indonesia, Bank Niaga dan Bank Permata. Bank Bukopin keluar dari selupuh
besar dan masuk Pan Bank Indonesia pada posisi sepuluh. Walaupun jumlah
kredit yang diberikan oleh 10 bank tersebut mengalami peningkatan menjadi
430.930 milyar rupiah dari 352.640 milyar rupiah akan tetapi pangsa pasar kredit
justru mengalami penurunan menjadi 61,95 persen dari 63,03 persen, hal ini
dikarenakan pangsa kredit ke-sepuluh bank tersebut mengalami penurunan
walaupun jumlah total kredit dari masing-masing bank mengalami peningkatan.
Hal ini menandakan bank-bank lainnya sedang berkompetisi untuk mendapatkan
pangsa kredit.
Pemerintah melakukan perubahan dalam komposisi GWM pada tahun
2004 mengenai GWM berjenjang dan pada perubahan pada tahun 2005 mengenai
GWM berbasis LDR. Kedua hal ini tentu saja akan mempengaruhi pemberian
kredit perbankan karena GWM mengurangi jumlah likuiditas perbankan. Dengan
adanya aturan GWM yang dikaitkan dengan LDR, bank akan dipaksa untuk
mengucurkan kredit. Sebab, semakin besar dana yang disimpan sebagai GWM,
biaya dana (cost of fund) bank akan meningkat sehingga menurunkan daya saing.
Persaingan dalam pengucuran kredit antarbank pada akhirnya akan
berdampak meningkatnya suku bunga deposito. Hal tersebut dapat terlihat pada
gambar 1 dibawah ini dimana jika suku bunga deposito memiliki kecenderungan
untuk meningkat seiring dengan peningkatan jumlah GWM. Akan tetapi disisi
lain, peningkatan GWM yang berarti perurunan jumlah likuiditas, yang berarti
penurunan jumlah alokasi pemberian kredit perbankan dan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan pada kuartal keempat tahun 2005.
-5
0
5
10
15
20
Periode
Per
sen
GWM
CR
Y
DEP
Sumber: Bank Indonesia (2004-2005), diolah.
Gambar 1. Perkembangan GWM, Kredit, Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga
Deposito
Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan-permasalahan yang akan
dicari pemecahannya. Permasalahan yang timbul antara lain:
1. Faktor-faktor apakah yang paling berperan dalam pertumbuhan ekonomi?
2. Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM,
jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri
3. Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan
ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit,
suku bunga deposito dan dirinya sendiri.
1.3. Tujuan
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam perubahan
pertumbuhan ekonomi.
2. Menganalisis respon pertumbuhan ekonomi terhadap perubahan GWM,
jumlah uang beredar, kredit, suku bunga deposito, dan dirinya sendiri
3. Menganalisis hubungan jangka pendek dan panjang antara pertumbuhan
ekonomi dengan variabel lain seperti GWM, jumlah uang beredar, kredit,
suku bunga deposito dan dirinya sendiri.
1.4 Kegunaan Penelitian
Sementara kegunaan dari penelitian ini:
1. Bagi penulis khususnya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti
kuliah.
2. Bagi otoritas moneter diharapkan melalui pembahasan ini dapat
mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam membantu
pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
3. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini berguna untuk memberikan
gambaran mengenai kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan ekonomi.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Instrumen Kebijakan Moneter
Pada umumnya kerangka kebijakan moneter terdiri dari instrumen, sasaran
operasional, sasaran antara, serta sasaran akhir. Sasaran antara diperlukan karena
untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan terdapat tenggat waktu antara
pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran akhir (Warjiyo dan
Solikin, 2003). Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih
dapat segera dilihat untuk mengetahui indikasi kebijakan yang biasa disebut
dengan sasaran antara. Selanjutnya untuk mencapai sasaran antara, Bank Sentral
memerlukan sasaran-sasaran yang bersifat operasional agar proses transmisi dapat
berjalan sesuai dengan rencana. Sasaran operasional yang dapat dipilih adalah
monetary base dan suku bunga. Kerangka kebijakan moneter akan disajikan pada
gambar 1.
Beradasarkan kerangka kebijakan moneter, terdapat empat instrumen yang
dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya,
yaitu :
1. Open Market Operation (Operasi Pasar Terbuka/OPT)
OPT dilakukan melalui jual beli surat berharga (di Indonesia dikenal
dengan Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang). Jika terjadi
kelebihan uang beredar maka Bank Sental akan melakukan kontraksi moneter
dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada pihak perbankan, sehingga
Bank Sentral dapat mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Sedangkan
open market purchase menyebabkan peningkatan uang primer sehingga
menaikkan uang beredar.
Sumber: Warjiyo dan Solikin(2003).
Gambar 2. Kerangka Kebijakan Moneter
2. Reserve Requirement (Giro Wajib Minimum)
Reserve Requirement adalah ketentuan Bank Sentral yang mewajibkan
bank-bank untuk memelihara sejumlah harta lancar sebesar persentase tertentu
dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil angka persentase tersebut makin besar
kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan sebaliknya. Dengan
menambah atau mengurangi reserve requirement berarti Bank Sentral
mempengaruhi besarnya money multiplier. Jika Bank Sentral menaikkan reserve
requirement ratio maka berarti akan mengurangi jumlah deposito yang dapat
didukung oleh tingkat uang primer tertentu sehingga uang beredar akan
berkurang. Sebaliknya, jika Bank Sentral menurunkan reserve requirement ratio
maka uang beredar akan meningkat.
Instrumen Target
Akhir
Target
Antara Target
Operasional
OPT
Reserve
Requirement
Fasilitas
Diskonto
Pesuasi
Moral
Inflasi
(dari sisi
demand)
Money
Supply
Nilai Tukar
Suku Bunga
Monetary
Base (MO)
Suku Bunga
(SBI, PUAB)
3. Discount Rate Policy
Discount Rate Policy adalah kebijaksanaan moneter yang dilakukan oleh
Bank Sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dengan mengatur
pemberian kreditnya kepada bank-bank melalui penetapan diskonto. Peningkatan
dalam discount loan akan menambah jumlah uang primer sehingga terjadi
ekspansi dalam jumlah uang beredar. Discount rate yang lebih tinggi akan
menaikkan biaya meminjam dari Bank Sentral. Suatu bank menghindari tiga biaya
ketika meminjam dari Bank Sentral, yaitu biaya bunga yang dicerminkan oleh
discount rate, biaya yang ditimbulkan karena penilaian mengenai kesehatan bank,
dan biaya kemungkinan akan lebih jatuh jika terlau sering meminta fasilitas
discount window.
4. Persuasi Moral
Persuasi moral adalah himbauan yang dilakukan oleh Bank Sental kepada
perbankan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contohnya, himbauan
untuk bersikap konservatif dalam menyalurkan pinjaman.
2.1.2. GWM Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter
GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter yang digunakan
oleh Bank Sentral. Ketika rasio GWM meningkat, hal tersebut akan menyebabkan
perubahan jumlah uang beredar melalui perubahan angka pengganda uang.
Kenaikan cadangan minimum akan mengurangi jumlah deposit yang didukung
oleh jumlah uang beredar yang telah ditetapkan dan akan menjadi kontraksi bagi
jumlah uang beredar. Jika cadangan wajib naik maka kuantitas permintaan akan
1
2
i1ff
i2ff
Tingkat Suku
Bunga Bank Sentral
Kuantitas Cadangan, R
cadangan naik pada tingkat suku bunga berapa pun, oleh karena itu kenaikan rasio
GWM menggeser kurva permintaan cadangan ke kanan dari R1d
ke R2d. Pada
gambar 2 di bawah ini, keseimbangan berubah dari titik 1 ke titik 2, dan pada
akhirnya menaikkan tingkat suku bunga Bank Sentral dari i1ff ke i
2ff (Mishkin,
2001).
Sumber : Mishkin, 2001.
Gambar 3. Respon Terhadap Perubahan Cadangan Minimum
Keterangan:
Rs : Jumlah cadangan yang tersedia.
Rd : Jumlah permintaan cadangan.
iff : Tingkat suku bunga bank sentral.
Menurut Koch dan Donald (1999) tujuan dari cadangan minimum adalah
memberikan kewenangan kepada bank sentral untuk mengontrol jumlah uang
beredar dengan cara memberikan kewajiban kepada bank dan institusi lainnya
Rd2
Rd1
RS
untuk memegang deposit balance dalam mendukung transaksi. Bank sentral
berharap dapat mengontrol ketersediaan kredit dan dapat memberikan pengaruh
terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Perubahan dalam persentase GWM terhadap deposit dan sumber dana
bank lainnya, dapat menimbulkan dampak terhadap ekspansi kredit. Misalkan
dengan meningkatkan GWM berarti bank harus menyisihkan lebih banyak rupiah
untuk disimpan dan akibatnya jumlah uang yang tersedia untuk menyediakan
kredit akan semakin berkurang. Selanjutnya, jika pemerintah meningkatkan GWM
hal ini akan mendorong kenaikan suku bunga karena likuiditas yang dimiliki bank
semakin berkurang. Sementara itu jika rasio GWM diturunkan, hal ini akan
menambah jumlah uang yang dapat dipinjamkan oleh bank. Suku bunga juga akan
turun karena bank mempunyai lebih banyak dana untuk dipinjamkan (Rose,
1999).
2.1.3. Fungsi Giro Wajib Minimum
Pada awalnya GWM dianggap sebagai alat untuk meningkatkan likuiditas
dan keamanan bank (solvency). Namun disadari bahwa (1) Likuiditas yang
disediakan untuk GWM ternyata tidak dapat digunakan manakala diperlukan, (2)
bank ternyata cenderung untuk mencairkan pinjaman atau kredit yang diberikan,
dana investasi dan dana pinjaman untuk memenuhi kekurangan cadangannya dan
(3) bank komersial tergantung pada pinjaman likuiditas bank sentral. Keadaan
tersebut membuat GWM tidak lagi dipandang sebagai penjamin atas keselamatan
bank. Keselamatan bank amat tergantung pada aspek lain diantaranya kualitas
pinjaman dan investasi yang dilakukannya, efisiensi manajemen bank secara
umum dan kecukupan modal (CAR). Berdasarkan paparan diatas, GWM tidak
lagi dirasa tepat untuk memenuhi fungsi sebagai penjamin likuiditas perbankan
(Haslag, 1995)
Menurut Adisti (2005), peran dari GWM lalu bergeser sebagai instrumen
manajemen moneter. Perubahan pada jumlah cadangan bank komersial, rasio
GWM dan biaya atas borrowed reserve, maka otoritas moneter dapat
mempengaruhi jumlah uang, total kredit bank, investasi dan deposito. Sebaliknya
apabila rasio GWM dinaikkan maka akan terjadi kekurangan cadangan pada bank-
bank komersial, yang kemudian akan cenderung mengarah pada kontraksi atau
penurunan pinjaman, investasi dan kemudian juga deposito. Singkatnya
peningkatan rasio GWM akan berfungsi sebagai rem umtuk mencegah ekspansi
lebih lanjut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh karena keseganan bank untuk
meminjan dana dari Bank Sentral melalui fasilitas diskonto dan juga adanya
keseganan untuk meminjam cadangan pinjaman (borrowed reserve) yang bersuku
bunga tinggi.
Sebagai instrumen tidak langsung dalam pengendalian moneter, GWM
mempunyai keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya. Menurut Ascarya
(2002), keuntungan menggunakan GWM adalah:
1. Meningkatkan kemampuan memperkirakan kebutuhan (predictability)
cadangan.
2. Peningkatan cadangan primer bermanfaat untuk sterilisasi ekses likuiditas
atau untuk mengakomodasi perubahan struktural dalam permintaan akan
cadangan.
3. Meningkatkan keefektifan kebijakan moneter.
Sementara kekurangan menggunakan GWM adalah:
1. Cadangan primer yang tinggi merupakan pajak pada intermediasi
perbankan. Hal ini dapat dinetralkan dengan pemberian kompensasi sesuai
dengan suku bunga pasar.
2. Pajak ini dapat menyebabkan melebarnya spreads antara suku bunga
kredit dan suku bunga deposito, yang akan mengarah pada disintermediasi.
Kebijaksanaan perubahan GWM sangat dikenal di negara berkembang,
karena:
1. Negara yang sedang berkembang biasanya memiliki struktur pasar uang
yang sempit, hal ini tidak memungkinkan instrumen OPT untuk dapat
berfungsi secara penuh. Oleh karenanya alternatif instrumen GWM ini
menjadi sangat penting.
2. Bank-bank umum di negara yang sedang berkembang banyak memiliki
kelebihan dana sehingga kenaikan diskonto mungkin tidak cukup untuk
mengurangi kelebihan dana tersebut. Dalam hal ini diperlukan penggunaan
alat langsung seperti GWM
2.1.4. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari kata Latin credere, yang artinya mempercayai.
Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terikat dalam
suatu kesepakatan. Menurut Raymond P Kent dalam Suyatno et al (2003), kredit
adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang karena
penyerahan barang-barang sekarang.
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, kredit
merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pengembalian hasil
keuntungan. Sementara dalam Ensiklopedia Umum, kredit dijelaskan sebagai
sistem keuangan untuk memudahkan pemindahan modal dari pemilik kepada
pemakai dengan pengharapan memperoleh keuntungan. Kredit diberikan
berdasarkan kepercayaan orang lain yang memberikannya terhadap kecakapan
dan kejujuran si peminjam.
2.1.5. Fungsi Kredit
Menurut Simorangkir (2000) fungsi kredit adalah sebagai berikut :
1. Pada hakikatnya kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) uang.
Kredit dapat dijadikan sebagai alat modal usaha atau tambahan modal
usaha yang bermanfaat bagi kelancaran produksi suatu usaha baik yang
diberikan secara langsung oleh pemilik modal ataupun melaui perbankan.
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang
diberikan melalui rekening giro akan meningkatkan peredaran uang giral,
sedangkan kredit yang diberikan secara tunai akan meningkatkan
peredaran uang kartal sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang.
3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan persediaan barang. Kredit
merupakan tambahan modal usaha bagi suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan berproduksi atau mengolah suatu bahan baku dari bahan
mentah menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut akan
meningkat.
4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi. Pemerintah
melakukan kebijakan uang ketat melaului pemberian kredit yang terarah.
Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan
pembatasan kualitatif dan produktif. Tujuannya untuk meningkatkan
jumlah produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa
diekspor.
5. Kredit mampu meningkatkan kegairahan berusaha. Kredit merupakan
salah satu insentif yang diharapkan dapat meningkatkan volume usaha.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Artinya kredit
dijadikan sarana bagi perusahaan untuk memperluas usahanya dan
mendirikan proyek-proyek baru.
7. Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional. Bank-
bank asing di luar negeri dapat memberikan kredit kepada sektor usaha di
Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, begitu pula
dengan negara-negara maju. Dengan demikian, hal ini menandakan
terjalinnya hubungan ekonomi dan internasional antar negara.
Menurut Bank Indonesia, fungsi kredit adalah
1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga
kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian
kredit wajib dilakukan tepat waktu, diharapkan dapat diperoleh
keuntungan dari usahanya.
2. Bagi lembaga keuangan, berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat
(deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha.
2.1.6 Pengertian Uang Beredar
Menurut Solikin dan Suseno (2002), tedapat tiga jenis uang, yaitu:
1. Uang Kartal
Adalah uang yang ada ditangan masyarakat (di luar bank umum) dan siap
dibelanjakan setiap saat, terutama untuk pembayaran-pembayaran dengan jumlah
tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan uang logam
yang beredar dimasyarakat yang diedarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter atau biasa disebut sebagai uang tunai.
2. Uang Giral
Adalah uang simpanan masyarakat pada bank umum yang dapat dicairkan
setiap saat. Masyarakat biasa menyebutnya dengan rekening giro. Untuk
mencairkan simpanan ini, masyarakat harus mempergunakan cek.
3. Uang Kuasi
Adalah uang yang disimpan dalam rekening tabungan dan deposito
berjangka. Pada dasarnya uang kuasi adalah bukan uang, tapi ia mempunyai
fungsi yang mendekati fungsi uang. Untuk dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran, maka tabungan dan deposito berjangka tersebut harus melalui proses
pencairan terlebih dahulu.
Komposisi uang beredar di masyarakat dapat dibedakan menjadi dua
bagian (Boediono, 1985).
1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1)
Jumlah uang beredar dalam arti sempit adalah uang yang digunakan dalam
transaksi sehari-hari. Uang dalam arti sempit disebut juga M1 yang mencakup
uang kertas, uang logam, dan uang kartal yang ada diluar sistem perbankan. Uang
juga didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta
domestik.
2. Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2)
Jumlah uang beredar dalam arti luas disebut juga aktiva mudah tunai yang
mencakup simpanan uang di bank, rekening giro, dan lain-lain. Aktiva ini tidak
termasuk transaksi karena tidak dapat digunakan sebagai alat tukar secara umum.
Uang dalam arti luas (M2) terdiri dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi.
2.1.7. Pertumbuhan Ekonomi
Produk Domestik Bruto atau PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik
dari kinerja perekonomian. Tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai mata uang tunggal dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan adalah
proses pertumbuhan output perkapita jangka panjang, yang terjadi apabila ada
kecenderungan output perkapita naik yang bersumber dari proses intern
perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri)
bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Atau dengan kata lain self
generating yang berarti proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu
kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periode
sebelumnya (Boediono 1994).
Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat
sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.
Sedangkan menurut Salvatore (1997), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses
dimana PDB riil perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan
produktivitas perkapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil perkapita dan taraf
hidup (pendapatan riil perkapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai
melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakain banyak
jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh
sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992).
Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan
pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Teori klasik
mengasumsikan bahwa fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan
kerja penuh. Model pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan
bahwa peningkatan output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
tiga metode yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja dan
penggunakan mesin untuk meningkatkan produktivitas. Apabila ketiga metode
tersebut dilakukan maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi yaitu:
( ),Y f K L= (2.1)
dimana K adalah kapital dan P adalah tingkat produktivitas per pekerja.
Mekanisme pasar yang tidak diatur oleh pemerintah akan meningkatkan kegiatan
ekonomi dengan demikian akumulasi kapital dan pertumbuhan output dapat
berlangsung (Widyanti, 2005).
2.2. Kerangka Teori
2.2.1. Jalur Kredit Sebagai Salah Satu Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia terdiri dari lima jalur
yaitu jalur nilai tukar, jalur kredit, jalur suku bunga, jalur ekspektasi dan jalur
harga aset (Warjiyo, 2004). Salah satu jalur yang melihat pengaruh kebijakan
moneter terhadap kredit adalah jalur kredit. Jalur kredit merupakan jalur yang
bersifat jangka panjang, sekaligus dapat mengantisipasi keadaan
ketidaksempurnaan pasar (imperfect information) dan kemungkinan terjadinya
adverse selection dan moral hazard (Hakim, 2004).
Jalur kredit dapat dibedakan menjadi dua jalur, yaitu bank lending channel
dan balance sheet channel. Bank lending channel merupakan jalur pinjaman bank
yang menekankan kebijakan moneter pada keuangan bank, khususnya sisi aset.
Sementara balance sheet channel, menekankan pengaruh kebijakan moneter pada
kondisi keuangan perusahaan, yang kemudian akan mempengaruhi akses
perusahaan untuk mendapatkan kredit (Warjiyo, 2004).
Bank lending channel (jalur pinjaman bank) menekankan bahwa selain sisi
aset, sisi liabilitas bank juga berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter yang bersifat
kontraktif, misalnya melalui peningkatan rasio giro wajib mininimum, cadangan
di bank akan menurun sehingga jumlah dana yang akan dipinjamkan oleh bank
akan mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan
penambahan dana/pengurangan surat-surat berharga, maka kemampuan bank
untuk untuk memberikan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan
penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.
Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa kebijakan
moneter akan mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Apabila bank sentral
melakukan kebijakan moneter yang ekspansif, maka suku bunga pasar uang akan
turun, yang mendorong harga saham mengalami peningkatan. Sejalan dengan
peningkatan harga tersebut, nilai pasar dari modal perusahaan (networth) akan
meningkat dan rasio leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya
memperbaiki tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan
kepada bank. Kondisi ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit oleh
bank, selanjutnya meningkatkan investasi dan pada akhirnya meningkatkan output
2.2.2. Model IS-LM
Menurut Mankiw (2000), kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat
bunga dan dari tingkat pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam
pasar untuk barang dan jasa. Kurva IS digambar untuk kebijakan fiskal tertentu.
Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang meningkatkan permintan
terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan
dalam kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa
akan menggeser kurva IS ke kiri.
Persamaan dari model IS adalah:
IS Y C I G= + + (2.2)
dimana:
Y = pendapatan nasional,
C = konsumsi,
I = investasi,
G = pengeluaran pemerintah.
Sementara itu persamaan (2.2) diatas dapat ditulis menjadi
Y C G I− − = (2.3)
Disisi kiri dari persamaan merupakan tabungan nasional, sehingga dapat ditulis
menjadi:
S I= (2.4)
Sehingga tabungan nasional nilainya sama dengan investasi. Untuk melihat
bagaimana pasar untuk dana taktis atau dana yang dapat dipinjam, maka akan
diganti fungsi konsumsi untuk C dan fungsi investasi untuk I:
( ) ( )Y C Y T G I r− − − = (2.5)
dimana:
T = pajak,
r = tingkat suku bunga.
Sisi kiri persamaan ini menunjukkan bahwa penawaran dana taktis tergantung
pada pendapatan dan kebijakan fiskal. Sisi kanannya menunjukkan bahwa
permintaan terhadap dana taktis tergantung pada tingkat bunga. Tingkat bunga
menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan terhadap
pinjaman.
Sementara kurva LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat
pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk
keseimbangan uang riil. Kurva LM digambar untuk penawaran dari keseimbangan
uang riil tertentu. Penurunan dalam penawaran dari keseimbangan uang riil akan
menggeser kurva LM ke atas. Kenaikan dalam penawaran dari keseimbangan
uang riil akan menggeser kurva LM kebawah.
Persamaan dari model LM adalah:
( ),LM M P L r Y= (2.6)
dimana:
M = jumlah uang beredar,
P = tingkat harga,
r = tingkat suku bunga.
Keseimbangan perekonomian adalah titik dimana kurva IS dan kurva LM
berpotongan. Titik ini memberikan tingkat suku bunga r dan tingkat pendapatan Y
yang memenuhi keseimbangan baik dalam pasar barang maupun pasar uang.
Perpotongan kurva IS-LM pada Yo dan r
0 dalam gambar 4 dibawah ini
menunjukkan keseimbangan simultan dalam pasar barang dan jasa dan dalam
pasar untuk keseimbangan uang riil untuk nilai pengeluaran pemerintah, pajak,
penawaran uang, dan tingkat harga tertentu.
Sumber: Mankiw (2000).
Gambar 4. Keseimbangan Dalam Model IS-LM
Dari keseimbangan yang terbentuk dalam model IS-LM, dapat diderivasi
menjadi kurva permintaan agregat. Kurva permintaan agregat menunjukkan
sekumpulan titik keseimbangan yang muncul dalam model IS-LM ketika tingkat
harga diubah dan efek yang terjadi akibat perubahan tersebut terhadap
pendapatan. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM disebabkan oleh
perubahan dalam tingkat harga yang menunjukkan pergerakan di sepanjang kurva
Tingkat bunga, r
IS
LM
Pendapatan, output, Y Y0
r0
permintaan agregat. Perubahan pendapatan dalam model IS-LM untuk tingkat
harga tetap menunjukkan pergeseran dalam kurva permintaan agregat (Mankiw,
2000).
2.2.3. Model Umum Vector Autoregression (VAR)
Bentuk hubungan kausalitas VAR berdasarkan pada pemikiran Granger,
yaitu penelitian hubungan kausalitas diantara dua variabel dapat dilakukan dengan
memasukkan unsur waktu. Uji kausalitas Granger menyatakan bahwa variabel X
mempengaruhi variabel Y jika nilai-nilai X baik saat ini maupun nilai periode
masa lalu dapat memprediksi Y lebih akurat dibanding bila tidak menggunakan
variabel X. Bentuk persamaan hubungan bivariat X dan Y dengan memasukkan
distributed lags sampai dengan ukuran tertentu terpilih adalah:
Y = a0 + a1X1 + a2X1-1 + ... + ajX1-m + b1Y-1 + ... + bjY-m + U1 (2.7)
Y = a0 = b1Y-1 + b2Y-2 ... + bjY-m + U2 (2.8)
Hipotesa : H0 : a1= a2 = ... aj = 0, artinya X menyebabkan Y jika H0 ditolak. Lalu
persamaan diatas diuji dengan menggunakan F statistik. Sims mengajukan suatu
pengujian kausalitas yang tahap-tahapnya sebagai berikut:
1. Menurunkan kedua sisi regresi X di atas pada nilai masa lalu, masa kini
dan masa yang akan datang dari Y.
2. Hipotesa nol yang dipakai adalah X tidak mempengaruhi Y bila seluruh
koefisien nilaiY masa depan sama dengan nol.
3. Pengujian terhadap beberapa persamaan linear dilakukan dengan uji
“incremental contribution of explanatory variable” seperti pada Granger
Test.
Dalam pendekatan oleh Sims, pengelompokan antara variabel endogenous
dan eksogenous tidak dilakukan. Semua variabel akan lebih efektif jika dijadikan
endogenous. Hal ini akan membuat model umum VAR sebagai berikut:
zt = ∑=
k
i 1
Aizt-i + εt (2.9)
dimana zt adalah vektor kolom dari pengamatan di waktu t dari semua
variabel di dalam model. εt adalah vektor kolom dari variabel pengganggu, yang
secara temporer dapat berkorelasi dengan yang lain akan tetapi diasumsikan tidak
terjadi autokorelasi sepanjang waktu. Ai adalah matriks dari parameter, yang
nilainya tidak sama dengan nol.
Dari persamaan (2.9) akan lebih mudah dimengerti jika menggunakan
model tiga persamaan, dengan lag maksimum k=2. Persamaan (2.9) kemudian
akan menjadi
wt = a11wt-1 + a12xt-1 + a13yt-1 + b11wt-2 + b12xt-2 + b13yt-2 + ε1t
xt = a21wt-1 + a22xt-1 + a23yt-1 + b21wt-2 + b22xt-2 + b23yt-2 + ε2t (2.10)
yt = a31wt-1 + a32xt-1 + a33yt-1 + b31wt-2 + b32xt-2 + b33yt-2 + ε3t
dalam persamaan (2.19) vektor zt dan εt adalah sebagai berikut
zt = ,
t
t
t
y
x
w
εt =
t
t
t
3
2
1
ε
ε
ε
dan lag yang digunakan adalah k=2, maka akan dua matriks 3 x 3 dalam Ai
A1 =
332331
232221
131211
aaa
aaa
aaa
, A2 =
333231
232221
131211
bbb
bbb
bbb
dalam persamaan (2.10) atau lebih umum dalam persamaan (2.9) setiap variabel
dalam model VAR dipengaruhi oleh variabel lain dengan struktur lag yang persis
sama. Apabila ditambahkan beberapa variabel dalam persamaan (2.8), maka
persamaan tersebut akan menjadi model persamaan simultan dimana x, y dan z
adalah endogenous. Dalam kenyataannya, VAR dapat dikatakan sebagai reduced
form dari model persamaan struktural dengan tidak ada variabel sebagai
eksogenous (Thomas, 1997).
Macam-macam bentuk VAR yang digunakan secara umum:
1. VAR (Unrestricted VAR)
Bentuk VAR yang telah dibahas adalah bentuk VAR biasa (VAR) yang
bebas restriksi. Bentuk restriksi terkait erat dengan permasalahan kointegrasi dan
hubungan teoritis. Jika data yang digunakan di dalam pembentukan VAR
stasioner pada tingkat level, maka bentuk VAR yang digunakan adalah VAR biasa
atau VAR tanpa restriksi.
Variasi VAR (biasa) biasanya terjadi akibat adanya perbedaan derajat
integrasi variabelnya. Kedua bentuk VAR akibat perbedaan derajat integrasi data
variabelnya dikenal dengan nama VAR in level dan VAR in difference. VAR level
digunakan ketika data yang digunakan memiliki bentuk stasioner pada level,
namun tidak memiliki (secara teoritis tidak memerlukan keberadaan) hubungan
kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk diferens.
Dalam perkembangannya, Sims dan Doan kemudian menentang
penggunakan variabel diferens, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root
(tidak stasioner dalam level). Mereka berargumen bahwa differencing akan
membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data (seperti
kemungkinan terdapatnya hubungan kointegrasi).
2. Vector Error Correction Model (VECM)
Merupakan salah satu bentuk dari VAR yang direstriksi. Restiksi
tambahan diberikan jika data tidak stasionel tetapi terkointegrasi. VECM
kemudian memanfaatkan bentuk restriksi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena
itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series yang nonstasioner
tapi memiliki hubungan kointegrasi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel endogen
agar konvergen dalam hubungan kointegarsinya namun tetap membiarkan
dinamika harmonis jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal dengan istilah error,
karena deviasi dari hubungan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui
series parsial penyesuaian jangka pendek.
3. Struktural VAR (S-VAR)
S-VAR merupakan salah satu bentuk VAR yang direstriksi. Restriksi yang
digunakan berdasarkan hubungan teoritis yang kuat akan skema (peta hubungan)
bentuk hubungan (ordering) variabel-variabel yang digunakan dalam sistem VAR.
Oleh karena itu, S-VAR juga dikenal sebagai bentuk VAR yang teoritis
(theoritical VAR)
Keunggulan model VAR dibandingkan dengan metode ekonometri
konvensional menurut Laksani (2003) adalah:
1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang
kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam persamaan itu. Hubungan yang terdeteksi bisa bersifat
langsung maupun tidak langsung.
2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat
tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
3. VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem
persamaan, reduced form dengan menjadikan seluruh variabel sebagai
endogenous.
4. Karena bekerja beradasarkan data, metode VAR terbebas dari batasan teori
ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious
variable endogenty and exogenty) di dalam model ekonomi konvensional
terutama dalam persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran
yang salah.
5. Dengan teknik VAR maka akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk
disinkronisasikan dengan teori yang ada.
Sebagai metode ekonometri, VAR juga tidak luput dari kelemahan.
Kelemahan VAR misalnya disebutkan oleh Manurung et al (2005) yaitu:
1. Tidak seperti model persamaan simultan, model VAR kurang teoritis
karena tidak menjelaskan variabel eksogen secara akurat.
2. Tujuan utama dari model VAR adalah peramalan sehingga kurang tepat
untuk melakukan evaluasi kebijakan.
3. Masalah lain dari model VAR adalah penentuan panjang lag sehingga bila
lag panjang maka parameter yang ditaksir juga banyak.
4. Dalam model VAR dapat bergabung I(0) dan I(1) sehingga time series
stasioner dan non-stasioner.
5. Walaupun koefisien secara individu sulit diinterpretasikan akan tetapi
praktisi menginterpretasikan sebagai respon impulse respon function
(IRF), yaitu respon variabel dependen terhadap kejutan disturbance term
error.
2.2.4. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai perubahan GWM dengan kredit
dilakukan oleh Tjahjono dan Hendy (1998) dimana mereka membahas efektivitas
GWM terhadap kredit perbankan sebagai salah satu kebijakan pengendalian aliran
modal masuk di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, kredit dipengaruhi oleh
pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk baik dalam rupiah maupun
valas, gwm dan total dana pihak ketiga dalam rupiah. Sehingga dapat ditulis
CR = F(FL, GWM, DP3) (2.11)
dimana:
CR = total kredit,
FL = pinjaman dana pihak ketiga dari bukan penduduk,
DP3 = total dana pihak ketiga.
Penelitian tersebut dilakukan pada periode 1990-1996, dimana hasilnya
menunjukkan bahwa perubahan GWM mempunyai pengaruh negatif terhadap
pemberian kredit. Model ini akan digunakan dalam penelitian kali ini untuk
mengestimasi perubahan GWM terhadap kredit.
Adisti (2005) telah melakukan penelitian terhadap perubahan GWM
terhadap inflasi di Indonesia dengan menggunakan metode persamaan simultan,
dimana inflasi dideskripsikan sebagai fungsi dari harga, nilai tukar dan jumlah
uang beredar (M1), sementara jumlah uang beredar sendiri merupakan fungsi dari
pendapatan nasional, lag jumlah uang beredar, GWM, nilai tukar, harga dan suku
bunga deposito. perubahan dari GWM akan mempengaruhi penawaran uang
secara negatif, perubahan penawaran uang inilah yang kemudian akan
mempengaruhi inflasi.
Sebelumnya, Sukarno dalam Widyanti (2005) telah mengembangkan suatu
model pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada model produksi. Dalam
model tersebut, sebelum dilakukan perluasan dikatakan inflasi mempunyai
pengaruh nyata apabila tidak diperkirakan secara sempurna. Model tersebut dapat
ditulis sebagai berikut :
Y(t) = Yn(t) + [P(t) – p(t)] (2.12)
dimana:
Y(t) = produksi, kesempatan kerja atau pengangguran,
Yn = natural rate output,
P(t) = tingkat inflasi.
Apabila sewa dan suku bunga pinjaman sebagai fungsi jumlah kredit,
maka persamaan (2.12) diatas menjadi
Y = F(P, CR, W, IM) (2.13)
dimana:
Y = pertumbuhan ekonomi,
P = tingkat harga,
CR = jumlah kredit,
W = tingkat upah,
IM = jumlah impor.
Dalam rangka pengujian secara empiris maka persamaan tersebut didekati
dengan log linear model. Dengan demikian persamaan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut:
LY = β0 + β1LP + β2LCR + β3LW + β4LIM (2.14)
Dari hasil estimasi penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kredit
mempunyai hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu perbedaan penelitian ini jika dibandingkan dengan
penelitian terdahulu adalah pada penelitian kali ini ingin dilihat bagaimana
kebijakan moneter yang dilaksanakan akan dapat berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi melalui variabel-variabel moneter seperti suku bunga, total kredit dan
jumlah yang beredar. Karena selama ini, variabel moneter lebih sering
dihubungkan dengan inflasi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Instrumen GWM merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
dengan pendekatan kuantitas (quantity approach) bukan dengan pendekatan harga
(price approach). Di Indonesia, telah terjadi pergeseran pendekatan, yaitu dari
pendekatan kuantitas menjadi pendekatan harga. Karena GWM merupakan
instrumen dengan pendekatan kuantitas, maka jika Bank Indonesia merubah
ketentuan GWM maka hal tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam jumlah
likuiditas bank tersebut. Jika likuiditas bank tersebut berkurang, maka
kemampuan bank untuk menyalurkan kredit pun akan berkurang. Bank pun akan
meningkatkan suku bunga deposito untuk meningkatkan dana pihak ketiga.
Karena kredit mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, maka perubahan kredit
akibat perubahan GWM diharapkan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Kerangka pemikiran operasional mengenai pengaruh perubahan GWM terhadap
pertumbuhan ekonomi akan disajikan pada gambar 5.
2.4. Definisi Variabel
Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah:
1. Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan cadangan wajib dari bank
umum yang disimpan di Bank Sentral, dalam satuan milyar rupiah.
2. Jumlah uang beredar (M2) adalah jumlah mata uang beredar, yang terdiri
dari uang kartal, uang giral, dan uang kuasi, dalam satuan milyar rupiah.
3. Total Kredit (CR), merupakan total kredit yang disalurkan oleh bank
umum, dalam satuan milyar rupiah.
4. Suku Bunga Deposito (DEP), merupakan suku bunga deposito satu bulan
bank umum, dalam satuan persen.
5. Pertumbuhan ekonomi (Y), merupakan persentase dari perubahan
pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya terhadap periode sekarang,
dalam satuan persen.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan:
: Variabel yang digunakan.
: Ruang lingkup analisis VECM.
: Persamaan VECM yang akan dibahas.
: Hubungan dua arah.
Otoritas moneter mengeluarkan kebijakan moneter
dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan
moneter yaitu OPT, GWM,
Discount Rate Policy¸ Persuasi Moral
Giro Wajib
Minimum
Jumlah Uang Beredar
(M2)
Pertumbuhan ekonomi Suku Bunga Deposito
Total Kredit
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu
mengenai penetapan GWM di Indonesia, maka dapat diberikan jawaban
sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut:
1. Perubahan GWM akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
2. Perubahan M2 akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
3. Perubahan kredit akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah time series yang
merupakan data kuantitatif kuartalan pada periode 1990:1 sampai dengan 2005:4.
Jenis data yang dipakai adalah data sekunder yang didapatkan dari internet,
lembaga-lembaga seperti Bank Indonesia, Biro Pusat Statistik dan lembaga
lainnya serta beberapa bahan pustaka lainnya berupa literatur dari buku-buku,
majalah yang berhubungan dengan topik penelitian. Berikut akan diuraikan data
apa saja yang akan dipakai : nilai total GWM, total kredit yang disalurkan oleh
Bank Umum, suku bunga deposito satu bulan, jumlah uang beredar, dan
pertumbuhan ekonomi dalam persen.. Karena sampel penelitian dari tahun 1990
sampai 2005, maka akan ditambahkan variabel dummy untuk masa krisis.
Pengolahan data pada penelitian kali ini akan menggunakan software Micofit 4.0
dan Microsoft Excel.
Tabel 3.1. Keterangan dan Simbol Data
No Variabel Simbol Satuan
1 Nilai GWM GWM Milyar Rupiah
2 Total Kredit CR Milyar Rupiah
3 Suku Bunga Deposito 1 bulan Dep Persen
4 Jumlah Uang Beredar M2 Milyar Rupiah
5 Pertumbuhan Ekonomi Y Persen
6 Dummy Krisis D - Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Semua data yang digunakan dalam penelitian ini akan diubah bentuknya
kedalam logaritma natural kecuali data yang sudah dalam persen. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan analisis yang akan diberikan ketika dilakukan IRF
dan FEVD.
3.2. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dengan menggunakan pendekatan
ekonometrika, yaitu analisis dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR).
Uji kausalitas VAR merupakan generalisasi dari metodologi uji kausalitas
Granger. Tidak digunakannya uji kausalitas Granger karena Granger Test bersifat
bivariat, sedangkan VAR bersifat multivariat. Sehingga implikasi kausalitas yang
dihasilkan oleh Granger Test tidak sesuai dengan fenomena nyata mengingat
estimasi parameter yang bias akibat penghilangan variabel bebas lain yang
sebenarnya relevan bila dimasukkan dalam sistem persamaan.
Secara keseluruhan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini
terbagi dalam tiga tahap yaitu:
1) Pengujian nonstasioneritas data dengan menggunakan uji augmented
Dickey-Fuller. Apabila hasil uji ADF mengandung akar unit, maka
dilakukan penarikan diferensial sampai data stasioner. Karena variabel
dalam analisis tidak stasioner pada level, maka pendekatan VAR harus
dikombinasikan dengan vector error correction model (VECM).
2) Menentukan lag optimal dengan menggunakan uji likelihood ratio.
Kemudian dari ordo VAR (k-1) maka digunakan pendekatan Johansen
untuk memperoleh rank kointegrasi dengan tujuan mendapatkan
persamaan kointegrasi jangka panjang. Setelah jumlah rank kointegrasi
ditentukan maka dapat dilakukan pendekatan VECM.
3) Perilaku guncangan suatu variabel dan peran masing-masing guncangan
terhadap variabel tertentu dianalisis dengan menggunakan Impulse
Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD)
3.2.1. Model Analisis Data
Dengan memasukkan variabel-variabel yang akan digunakan dalam
penelitian kali ini, maka persamaan VAR yang akan terbentuk sesuai variabel
yang akan dianalisis adalah:
GWMt = a11GWMt-1+a12Crt-1+a13Dept-1 + a14M2t-1 +a15Yt-1 +b11GWMt-2
+b12Crt-2+ b13Dept-2 + b14M2 t-2 +b 15Y t-2 + D t + ε1t (3.1)
CRt = a21GWMt-1 + a22Crt-1 + a23Dept-1 + a24M2t-1 + a25Yt-1 + b21GWMt-2
+ b22Crt-2+ b23Dept-2+b24M2 t-2+b24Y t-2 + D t +ε2t (3.2)
DEPt = a31GWMt-1 + a32Crt-1+ a33Dept-1+ a34M2t-1+ a35Yt-1+ b31GWMt-2
+ b32Crt-2+ b33tDept-2 + b34M2 t-2 +b35Y t-2 + D t + ε3t (3.3)
M2t = a41GWMt-1+ a42Crt-1+ a43Dept-1+ a44M2t-1 + a45Yt-1+ b41GWMt-2
+ b42Crt-2 + b43Dept-2+ b44M2 t-2+ b45Y t-2+ D t + ε4t (3.4)
Y t = a51GWMt-1 + a52Crt-1 + a53Dept-1 + a54M2 t-1+ a55Y t-1+ b51GWMt-2
+ b52Crt-2+ b53Dept-2 + b 54M2 t-2 +b 55Y t-2 + D t +ε5t (3.5)
Keterangan:
GWM : Giro Wajib Minimum
CR : Total kredit
DEP : Suku Bunga Deposito 1 bulan
M2 : Jumlah Uang Beredar
Y : Pertumbuhan ekonomi
D : Dummy Krisis
t : pengamatan ke-t
ε : error
Dari persamaan di atas, maka untuk mendapatkan jawaban dari
permasalahan jangka panjang maka model VAR harus dikombinasikan dengan
VECM sehingga persamaan akan menjadi sebagai berikut:
1'
1 0 1 1
1
k
t i t t t
i
x x t xµ µ αβ ε−
− −=
∆ = Γ ∆ + + + +∑ (3.6)
Error termnya (1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε ) yaitu sisaan (dugaan error term)
akan menjadi fokus utama. itε dapat diintepretasikan sebagai inovasi atau
guncangan dari variabel yang kita inginkan, sehingga dampak guncangan sebuah
variabel terhadap variabel lainnya dapat dianalisis. Dengan merestriksi persamaan
VAR atau VECM diatas akan menyebabkan jumlah parameter sama dengan
jumlah persamaan (exact identified) sehingga error 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε
dapat diidentifikasi dan diperoleh pure innovation dari 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 t t t t t t tε ε ε ε ε ε ε .
Dengan diperoleh pure innovation maka analisis selanjutnya dapat dimulai yaitu
IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance
Decomposition).
3.2.2. Uji Stasioneritas Data
Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang
menggunakan data time series adalah stasioneritas. Deret waktu dikatakan
stasioner jika secara stokastik data menunjukan pola yang konstan dari waktu ke
waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada
data, secara kasarnya data harus horizontal sepanjang sumbu waktu.
Data yang tidak stasioner akan menghasilkan apa yang dinamakan regresi
rancu atau Spurious Regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan
dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal
kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas,
salah satunya adalah dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller (ADF) Test.
Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila
beradasarkan uji ADF diketahui suatu data time series tidak non stasioner adalah
dengan melakukan difference non stationary processes. ADF test pada dasarnya
melalui estimasi terhadap persamaan regresi sebagai berikut yang menyertakan
intersep dan trend :
∆ Yt = β1 + β2 t + δYt-1 + ai ∑=
m
i 1
∆Yt-1 + εt (3.7)
dimana εt adalah white noise dan ∆Yt-1= Yt-1 – Yt-2 pada ADF yang akan diuji
apakah δ=0. Dengan hipotesis alternatif δ<0, jika nilai dari t-hitung untuk δ lebih
kecil dari nilai ADFnya, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak
stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya.
3.2.3. Penetapan Tingkat Lag Optimal
Dalam analisis VAR sangatlah penting untuk menentukan lag yang
optimal. Lag yang terlalu panjang akan membuang dengan percuma derajat bebas,
sementara lag yang terlalu pendek akan mengakibatkan spesifikasi model yang
salah. Menurut Enders (2000), pemilihan lag optimal dapat dibantu dengan
menggunakan uji likelihood ratio (uji LR). Ketika ingin memilih apakah lebih baik
menggunakan lag 8 atau 12 sebagai lag optimal, maka kita estimasi dulu kedua
model VAR tersebut kemudian kita bentuk matriks varians dan kovarians dari
residual kedua model tersebut. Setelah itu kita gunakan uji LR yaitu sebagai
berikut:
Likelihood Ratio Statistics = 8 12
( )(log )T c− −∑ ∑ (3.8)
dimana:
T = jumlah observasi,
c = jumlah parameter estimasi pada tiap sistem persamaan VAR,
logn∑ = logaritma natural dari determinan n∑ .
Statistik ini memiliki distribusi asimtot sebesar 2χ dengan derajat bebas
sebesar jumlah restriksi dalam sistem. Nilai statistik Likelihood Ratio yang lebih
besar dari nilai 2χ menandakan bahwa kita dapat menolak hipotesis nol bahwa
lag optimal adalah delapan. Tetapi bila nilai statistik Likelihood Ratio lebih kecil
daripada nilai 2χ pada suatu tingkat kepercayaan yang telah ditentukan, maka
kita tidak dapat menolak hipotesis nol bahwa lag optimal adalah delapan.
Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal (lag length criteria),
sebenarnya dapat digunakan kriteria lain seperti Akaike Information Criterion
(AIC), Schwarz Bayesian Criterion (SBC) dan Hannan-Quinn Criterion (HQC).
Besarnya lag yang optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria
terkecil di antara ketiga kriteria tersebut.
3.2.4. Uji Kointegrasi
Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-
variabel yang mekipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier
antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Karena itu
kointegrasi dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menghindari masalah
spurious regression (regresi palsu). Sebagai syarat agar ada keseimbangan jangka
panjang, maka galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nilai nol, dengan
kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner. Salah
satu cara untuk menguji kointegrasi antara dua variabel, misalnya Xt dan Yt ,
adalah dengan menggunakan tes kointegrasi Johansen.
3.2.5. Impulses Responses Functions (IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur
dinamisnya dari sebuah model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya
metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara
jelas. Menurut Sims cara yang paling baik untuk dapat mencirikan struktur
dinamis dalam model adalah dengan menganalisa respon dari model (sistem)
terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan hal ini dengan menunjukkan
bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap
guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya (Thomas,
1997).
3.2.6. Variance Decompositions (VD)
Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam
suatu variabel makro yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi
oleh variabel lainnya adalah Variance Decomposition (VD). Metode ini dapat
mencirikan struktur dinamis dalam model VAR. Dengan metode ini pula dapat
dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam
mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
Dekomposisi varians merinci varians dari error peramalan (forecast)
menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel
endogen dalam model. Dengan menghitung persentasi squared prediction error
k-tahap kedepan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel lain, dapat
dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel
itu sendiri dan variabel-variabel lainnya.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Giro Wajib Minimum (GWM)
Cadangan primer atau yang umum dikenal dengan Giro Wajib Minimum
(GWM) adalah instrumen tidak langsung yang merupakan ketentuan dari Bank
Sentral yang mewajibkan bank-bank memeloihara sejumlah alat likuid sbesar
presentase tertentu dari kewajiban lancarnya (Ascarya, 2002). Instrumen ini
diberlakukan pertama kali pada tahun 1957 dimana bank-bank diwajibkan
memelihara cadangan sebesar 30% dari total depositonya.
Dalam rangka mendorong, mempertahankan dan memelihara kelangsungan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, perluasan kesempatan kerja dan
kestabilan moneter, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan dibidang
keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 27 Oktober 1988. Paket kebijakan
tersebut berupa:
1. Kemudahan mendirikan bank,
2. Penurunan kewajiban likuiditas minimum dari 15 persen menjadi 2 persen.
3. Pajak bunga deposito
4. BUMN dapat menanam dana pada bank swasta.
paket kebijaksanaan ini secara bersama-sama dan saling menunjang dengan
kebijakan disektor lain diharapkan dapat meningkatkan pengerahan dana
masyarakat guna membiayai kegiatan pembangunan, mendorong ekspor
nonmigas, meningkatkan efisiensi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan,
menciptakan iklim pengembangan pasar modal dan meningkatkan kemampuan
pengendalian moneter.
Adisti (2005) mengatakan, dalam pertimbangan surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No 29/87A/KEP/DIR tanggal 11 September 1996 disebutkan
bahwa persentase GWM yang berlaku belum cukup memadai dalam mendukung
terciptanya prinsip kehati-hatian perbankan dan kestabilan moneter. Melihat
pertimbangan tersebut pada dasarnya persentase GWM mengandung dua tujuan,
yaitu tujuan sisi makro ekonomi dan sisi mikro perbankan.
1. Makro ekonomi, dalam rangka pencapaian target moneter yaitu
pengendalian uang beredar khususnya yang berasal dari kredit perbankan.
Semakin besar GWM yang dipersyaratkan, semakin kecil angka
pengganda uang (APU) yang ditimbulkan karena akan mengurangi
kemampuan bank dalam melakukan ekspansi usaha, khususnya dalam
pemberian kredit.
2. Mikro perbankan, semakin besar persentase GWM semakin besar pula
kemampuan perbankan dalam memelihara dan menjaga likuiditasnya.
4.2. Perhitungan Neraca GWM Bank
Menurut Hasibuan (2005), perhitungan dan pelaporan neraca GWM bank
telah ditetapkan Bank Indonesia (BI). Dalam perkembangannya, pembentukan
cadangan wajib bagi perbankan yang dikenal dengan istilah reserve requirement
(RR), kemudian diubah dengan diberlakukannya GWM pada tahun 1996.
Perhitungan GWM bank di Indonesia, rumusnya telah mengalami perubahan,
dimana sebelum tahun 1996 perhitungannya berdasarkan jumlah kas, saldo
rekening di bank lain dan saldo giro di Bank Indonesia dibagi dana pihak ketiga.
Dimana persentase sejak tahun 1967 hingga 31 Desember 1977 sebesar 30%
. .100%
( )
Kas Saldo rek di Bank Lain Saldo rek Giro di BIRR x
Dana Pihak Ketiga DPK
+ += (4.1)
Pada tahun 1978 sampai dengan 27 Oktober 1988 persentasenya
diturunkan sebesar 15%, namum perhitungannya masih sama dengan sebelumnya.
Setelah dikeluarkannya Paket Kebijakan pada tahun 1988, maka perhitungan
terhadap RR mengalami perubahan, dimana komponen cadangan wajib yang
harus dijaga adalah kas, dan rekening giro pada BI saja. Persentasenya pun
mengalami penurunan hanya 2 persen. Kemudian persentasenya dinaikkan
menjadi 3 persen pada 1 Februari 1996.
.100%
( )
Kas Saldo rek Giro di BIGWM x
Dana Pihak Ketiga DPK
+= (4.2)
Pada 30 April 1997, terjadi perubahan kembali pada komposisi
perhitungan GWM dimana komponen cadangan wajib hanya giro pada BI saja.
Perhitungan tersebut masih digunakan sampai sekarang. Rasio GWM yang
ditetapkan hingga Juni 2004 adalah 5 persen.
.100%
Saldo rek Giro di BIGWM x
DPK= (4.3)
Terdapat dua jenis GWM, yaitu GWM berdasarkan nilai Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan GWM berdasarkan total dana pihak ketiga.
Pada bulan Juli 2004 Bank Indonesia menaikkan GWM untuk menyerap
likuiditas didalam sistem perbankan menghadapi lemahnya nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia melakukan penyempurnaan ketentuan GWM yang semula 5%
menjadi sebagai berikut:
1) Bank dengan total Dana Pihak Ketiga (DPK) diatas Rp 50 trilliun
dikenakan tambahan menjadi 8%,
2) Bank dengan DPK antara Rp 10 trilliun sampai Rp 50 trilliun dikenakan
tambahan sebesar 2%,
3) Bank dengan DPK antara Rp 1 trilliun sampai Rp 10 trilliun dikenakan
tambahan sebesar 1% menjadi 6%,
4) Bank dengan DPK dibawah Rp 1 trilliun tidak diberlakukan kenaikan
GWM sehingga GWM harus dipelihara sebesar 5%,
disamping itu Bank Indonesia juga memberikan jasa giro dari simpanan GWM
sebesar 3% (Bank Indonesia, 2004). Kemudian Bank Indonesia melakukan
penyempurnaan peraturannya pada bulan September 2005 dengan mengeluarkan
kebijakan baru berupa menaikkan GWM Rupiah berbasis LDR dengan rincian:
1) Bank dengan LDR diatas 90% dikenakan tambahan 0 persen,
2) Bank dengan LDR antara 75% - 90% dikenakan tambahan 1 persen,
3) Bank dengan LDR antara 60% - 75% dikenakan tambahan 2 persen,
4) Bank dengan LDR antara 50% - 60% dikenakan tambahan 3 persen,
5) Bank dengan LDR antara 40% - 50% dikenakan tambahan 4 persen,
6) Bank dengan LDR dibawah 40% dikenakan tambahan 5 persen,
Bank Indonesia juga menaikkan imbalan jasa giro dari simpanan GWM yang
semula 3% menjadi 5,5% untuk seluruh tambahan GWM Rupiah diatas 5%
(Kompas, 2005).
4.3. Kondisi Perekonomian Indonesia
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun. Dari
tahun 1990 hingga tahun 1994 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang
cukup stabil. Pada tahun 1995 hingga tahun 1996 terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang mendekati angka 10 persen (Gambar 6). Akan tetapi,
ketika krisis nilai tukar mulai melanda Asia pada tahun 1997, juga melanda
Indonesia. Krisis yang bermula dari krisis moneter tersebut telah berubah cepat
menjadi krisis ekonomi, krisis sosial budaya, krisis politik sehingga menjadi krisis
multi-dimensi. Hal tersebut dapat terlihat dari penurunan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 1997. Kondisi ini bertambah parah dimana pada tahun berikutnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia bernilai negatif. Indonesia kemudian berusaha
untuk bangkit dari kondisi tersebut dengan melakukan berbagai perjanjian hutang
dengan naegara-negara donor. Hal itulah yang pada akhirnya dapat membuat
pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali menjadi positif walaupun masih meleset
dari target pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Persen
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
4.4. Perkembangan Total Kredit Bank Umum
Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis yang diawali
oleh nilai tukar, membawa dampak terhadap sektor lain. Salah satu sektor yang
terkena dampaknya adalah sektor kredit. Pada periode sebelum krisis, jumlah
kredit yang diberikan oleh bank umum mempunyai kecenderungan untuk
meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7. Ketika krisis
terjadi pada tahun 1997, banyak masyarakat yang mengajukan kredit untuk
menolong usaha mereka agar tetap bisa bertahan. Hal tesebut terkait dengan
banyaknya pinjaman jangka pendek pihak swasta yang didenominasikan dalam
mata uang asing mengalami peningkatan nilai jatuh tempo akibat krisis nilai tukar.
Akan tetapi, karena pada kondisi perekonomian belum pulih, maka kredit-kredit
yang disalurkan oleh bank umum banyak yang menjadi kredit bermasalah. Karena
banyaknya kredit yang bermasalah, maka dari tahun 1999 hingga tahun 2000
terjadi penurunan jumlah pemberian kredit. Hal ini tentu saja akan memberikan
dampak terhadap perekonomian karena dengan begitu kesempatan masyarakat
untuk berinvestasi akan berkurang.
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Milyar Rp
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 7. Perkembangan Kredit Bank Umum
4.5. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian
bagi Bank Sentral. Jumlah yang beredar berkaitan erat dengan inflasi dan output.
Pada tahun 1984 pemerintah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan
maksud sebagai pengendalian moneter (Warjiyo dan Solikin, 2003). Seperti yang
terlihat pada gambar 8 dibawah ini, jumlah uang beredar di Indonesia cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Akan tetapi ketika terjadi krisis pada
tahun 1997, terlihat bahwa jumlah uang beredar mengalami peningkatan yang
cukup besar dibandingkan tahun-tahun yang lain. Hal ini dikarenakan untuk
mencegah kehancuran sektor perbankan, Bank Indonesia menyuntik dana ke
sektor perbankan dalam jumlah yang sangat besar, yang selanjutnya berakibat
pada melonjaknya laju inflasi.
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
tahun
milyar Rp
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 8. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
4.6. Perkembangan Suku Bunga Deposito
Suku bunga deposito di Indonesia, selama periode sebelum krisis berada
pada kisaran 20 persen. Hal tersebut terkait dengan kondisi perekonomian yang
relatif stabil sehingga suku bunga deposito juga tidak terlalu berfluktuatif. Pada
masa tersebut, Indonesia mengalami peningkatan aliran modal masuk yang sangat
tinggi sehingga jalur suku bunga cukup baik mentransmisikan pengaruh kebijakan
moneter. Pada saat terjadi krisis ekonomi, Bank Indonesia melakukan berbagai
macam kebijakan dalam menjaga kestabilan nilai tukar, salah satunya dengan
meningkatkan suku bunga SBI hingga mencapai 60 persen. Peningkatan suku
bunga SBI tersebut akan meingkatkan suku bunga deposito, sehingga pada masa
krisis, suku bunga deposito mengalami kenaikan yang cukup besar. Setelah tahun
2000, pemerintah mulai dapat menurunkan suku bunga SBI. Hal tersebut akan
mendorong suku bunga deposito untuk turun juga. Seperti yang disajikan dalam
gambar 9, suku bunga deposito mulai mengalami penurunan setelah mengalami
peningkatan yang cukup tajam pada tahun 1999 dan mulai stabil hingga akhir
2005.
0
10
20
30
40
50
60
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
Tahun
Persen
Sumber: Bank Indonesia (1990-2005), diolah.
Gambar 9. Perkembangan Suku Bunga Depositio
V. PENGARUH PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM,
JUMLAH UANG BEREDAR, DAN KREDIT TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI
5.1. Pengujian Non Stasioneritas
Analisis data time series memerlukan pengujian terlebih dulu terhadap
ketidakstasioneran data dengan melihat keberadaan akar unit di dalam variabel.
Hal ini dilakukan agar tidak akan menghasilkan hubungan yang spurious antara
variabel-variabel dalam persamaan (Thomas, 1997). Sehingga sebelum analisis
VAR dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji non stasioneritas data dengan
menggunakan uji ADF.
Nilai mutlak tes statistik ADF dengan trend atau tanpa trend untuk setiap
variabel harus lebih besar dibandingkan nilai mutlak kritis ADF 95 persen yaitu
pada -2,9303 (tanpa trend) dan -3,5162 (dengan trend) untuk level dan pada first
difference -2,932 (tanpa trend) dan -3,5189 (dengan trend). Nilai statistik ADF
berikut dipilih karena memiliki nilai SBC terbesar. Apabila nilai ADF dari
pengujian akar unit ini lebih kecil maka kita dapat menolak hipotesis nol yang
menyatakan bahwa terdapat akar unit dalam variabel. Berdasarkan hasil
pengujian, terdapat dua variabel yang stasioner pada level yaitu suku bunga
deposito dan pertumbuhan ekonomi. Karena ketiga variabel lainnya tidak
stasioner pada tingkat level, sehingga uji ADF dilanjutkan pada data first
difference-nya. Setelah dilakukan pengujian pada First Difference-nya, ditemukan
bahwa semua variabel sudah stasioner pada kondisi ini. Hal ini menandakan
bahwa semua variabel terintegrasi pada ordo satu (I(1)). Tabel 5.1 adalah hasil
pengujian atas keberadaan akar unit pada variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian.
Tabel 5.1. Uji Akar Unit Variabel VECM
Level First Difference
Nilai ADF Nilai ADF
Variabel
Tanpa
Trend
Dengan
Trend
Tanpa
Trend
Dengan
trend
GWM -1.9661 -1.5036 -7.2235 -7.5281
M2 -1.6639 -0.63079 -5.2535 -5.6107
Dep -3.0133 -3.0602 -4.3234 -4.2813
CR -0.68708 -1.5922 -5.0899 -5.0515
Y -7.8523 -7.8973 -8.6267 -8.5442 Sumber: Lampiran 2 dan 3.
Keterangan: Tes akar unit dilakukan dengan menggunakan Microfit 4.0, nilai kritis ADF
95 persen pada level tanpa trend adalah -2,9303 dan dengan trend adalah -3,5162, nilai
kritis ADF 95 persen pada First Difference tanpa trend adalah -2,932 dan dengan trend
adalah -3,5189.
Menurut Sims dalam Enders (2000) tidak direkomendasikan untuk
menggunakan data first difference dalam menganalisis sebuah metode VAR. Sims
mengatakan bahwa tujuan analisis VAR adalah untuk melihat hubungan antar
variabel dan bukan menghitung estimasi parameternya. Ia menambahkan bahwa
hasil analisis VAR yang menggunakan data first difference akan menghilangkan
informasi jangka panjang mengenai hubungan antar variabel dalam sistem
tersebut (seperti kemungkinan adanya hubungan kointegrasi antar variabel) dan
hasil analisis akan berdasarkan pada parameter jangka pendeknya saja. Itulah
sebabnya karena semua variabel dalam pendekatan ini terintegrasi pada ordo satu,
maka metode VAR akan dikombinasikan dengan metode VECM sehingga
hubungan jangka panjang antar variabel dapat dianalisis.
5.2. Pengujian Lag Optimal
Penggunaan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag
dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel
eksogen. Ada beberapa cara dalam melihat lag optimal, yaitu dengan melakukan
uji likelihood ratio (LR test). Uji statistik dimulai dari nilai-p (p-value) tertinggi
hingga lebih kecil dari nilai nyatanya. Ordo optimal adalah jumlah lag sebelum
tercapai nilai-p pertama kali tidak nyata pada α=0,05. Berdasarkan hasil pengujian
lag VAR dengan menggunakan uji LR, maka diperoleh lag optimal VAR yaitu 4.
5.3. Uji Kointegrasi
Menurut Enders (2000) apabila ada kombinasi linear antara variabel non
stasioner yang terintegrasi pada ordo yang sama, maka kondisi tersebut
dinamakan kointegrasi. Kointegrasi digunakan untuk memperoleh persamaan
jangka panjang yang stabil. Dalam analisis ini, uji kointegrasi digunakan untuk
melihat apakah metode VECM dapat digunakan atau tidak. Apabila terdapat lebih
dari nol rank koinegrasi, maka metode VECM dapat digunakan.
Uji kointegrasi yang dipakai adalah Johansen Maximum Likelihood test.
Uji Johansen Maximum Likelihood test dapat dilakukan dengan terlebih dulu
mengurangi ordo VAR (k) menjadi (k-1) sehingga diperoleh persamaan VECM
(k-1), sehingga dalam analisis ini VECM yang digunakan memiliki ordo 3. Hasil
uji kointegrasi Johansen tercantum dalam Tabel 5.2.
Jumlah rank kointegrasi dalam uji Johansen dapat dipilih berdasarkan
maximal eigenvalue dan trace of the stochastic matrix. Bila nilai kritis lebih besar
dari nilai uji LR, maka kita dapat menerima hipotesis nol yang menyatakan
jumlah rank kointegrasi. Cara lain dalam menentukan rank kointegrasi adalah
dengan memilih rank kointegrasi yang memiliki kriteria SBC atau HQC terbesar.
Tabel 5.2. Uji Kointegrasi Johansen
A. Uji Likelihood Ratio (LR)
Tipe Pengujian H0 H1 LR-test Nilai kritis=0,05
r=0 r=1 89.3189 37.8600
r<=1 r=2 63.6512 31.7900
r<=2 r=3 34.0607 25.4200
r<=3 r=4 10.4865 19.2200
1. Didasarkan pada
maximal eigenvalue
of the stochastic
matrix
r<=4 r=5 0.95858 12.3900
r=0 r>=1 198.4758 87.1700
r<=1 r>=2 109.1570 63.0000
r<=2 r>=3 45.5058 42.3400
r<=3 r>=4 11.4451 25.7700
2. Didasarkan pada
trace of the
stochastic matrix
r<=4 r>=5 0.95858 12.3900
B. Selection Criteria
r=0 R=1 r=2 R=3 r=4 R=5
1. SBC -263.904 -239.799 -224.417 -219.719 -222.697 -226.329
2. HQC -225.396 -194.873 -174.356 -165.808 -166.219 -168.567
Sumber: Lampiran 5.
Keterangan: SBC = Schwarz Bayesian Criterion; HQC = Hannan-Quinn Criterion.
Hasil pengujian menunjukkan terdapat tiga rank kointegrasi atau r=3.
Hasil ini didasarkan baik pada maximal eigenvalue maupun trace of the stochastic
matrix, dimana pertama kali hipotesis nol tidak dapat ditolak pada kedua uji
adalah pada r<=3. Selanjutnya untuk memastikan jumlah rank kointegrasi, dapat
dilihat pada nilai SBC dan HQC terbesar yang ternyata terletak pada r=3.
Konsisten dengan kriteria SBC terbesar, maka rank kointegrasi yang dipilih
adalah r=3. Karena itulah maka rank kointegrasi yang dipilih adalah r=3. Kondisi
ini menunjukkan bahwa secara multivariat dari lima persamaan, terdapat tiga
persamaan yang terkointegrasi secara linear.
Dari hasil estimasi VECM akan digunakan untuk memperoleh inovasi
(residual) yang akan digunakan untuk analisis VAR. Setelah diketahui rank
kointegrasi, maka dapat dibuat restriksi umum (general restriction atau just
identifying restriction) berdasarkan metode Johansen, yaitu dengan membuat
matiks identitas. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
=′
363534
262524
161514
100
010
001
βββ
βββ
βββ
β
�
�
�
Berdasarkan hasil restriksi umum atau just identifying restriction, maka
akan didapatkan hasil estimasi VECM. Hasil estimasi tersebut akan digunakan
untuk memperoleh inovasi (residual) yang akan digunakan dalam analisis
selanjutnya. Pada penelitian kali ini hanya akan membahas persamaan VECM
untuk pertumbuhan ekonomi, berikut akan ditampilkan hasil estimasi VECM
untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Tabel 5.3. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Variabel Pertumbuhan
Ekonomi
Regressor Koefisien Probabilitas
Intersep -51.7842 0.408
dLCR1 13.3870 0.256
dLM21 -15.7265 0.519
dY1 1.1535 0.000*
ddep1 -.079308 0.801
dLGWM1 4.4243 0.251
dLCR2 25.0947 0.028*
dLM22 10.3274 0.758
dY2 0.65958 0.000*
ddep2 -0.62364 0.022*
dLGWM2 -2.8277 0.455
Dummy -1.2187 0.776 Sumber: Lampiran 7.
Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 5%.
Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, hasil estimasi VECM jangka
pendek ditampilkan pada tabel 5.3. Berdasarkan hasil estimasi, pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi secara nyata oleh pertumbuhan ekonomi periode
sebelumnya, pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, pertumbuhan kredit
dua periode sebelumnya dan pertumbuhan suku bunga deposito dua periode
sebelumnya, variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya mengalami kenaikan
sebesar satu persen, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 1,15 persen.
Sedangkan jika terjadi kenaikan satu persen pada pertumbuhan ekonomi
dua periode sebelumnya maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar
0,66 persen. Jika terjadi peningkatan jumlah kredit dua periode sebelumnya
sebesar satu persen, hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sebesar 25,09 persen. Ketika kredit pada periode sekarang bertambah, maka hal
terebut akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Jika terjadi kenaikan suku bunga deposito sebesar satu
persen, hal itu akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,623 persen.
Dalam jangka pendek hal tersebut dapat terjadi karena penentuan suku bunga
deposito terkait dengan suku bunga SBI, jika suku bunga deposito mengalami
peningkatan, suku bunga SBI telah mengalami peningkatan sebelumnya, dan
akibat peningkatan SBI, masyarakat lebih tertarik untuk menanamkan uangnya
pada SBI dibandingkan dalam deposito, sehingga kenaikan tersebut berdampak
terhadap jumlah uang beredar, dimana kurva LM akan bergeser kekiri dan akan
menurunkan pertumbuhan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan persamaan jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi yang
terbentuk berdasarkan hasil restriksi adalah:
Y = 0.13685DEP + 1.8181GWM - 0.19781Trend (5.1)
Dalam persamaan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (5.1) jika terjadi
kenaikan suku bunga deposito sebesar satu persen akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,136 persen. Kenaikan suku bunga deposito
sebesar satu persen tersebut akan mengakibatkan masyarakat lebih banyak
menanamkan uangnya pada deposito di bank. Kenaikan dalam deposito dapat
dikatakan sebagai kenaikan tabungan. Jika tabungan sama dengan investasi, maka
kenaikan tabungan akan meningkatkan investasi dan kenaikan investasi tersebut
akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan jika terjadi kenaikan GWM sebesar satu persen, maka
pertumbuhan ekonomi juga akan bertambah sebesar 1,81 persen. Kenaikan rasio
GWM merupakan salah satu kebijakan moneter yantg bersifat kontraksi, dimana
jika rasio GWM dinaikkan maka jumlah uang beredar akan berkurang. Disisi lain,
jika rasio GWM dinaikkan, maka likuiditas bank akan berkurang sehingga
kemampuan bank untuk memberikan kredit akan berkurang. Berkurangnya kredit
bagi perbankan berarti berkurangnya pendapatan bunga yang berasal dari kredit.
Salah satu cara untuk meningkatkan likuiditas agar bank kembali dapat
mengalokasikan kredit adalah dengan menambah jumlah penghimpunan dana
pihak ketiga, salah satunya melalui tabungan. Dengan meningkatkan suku bunga
tabungan, maka diharapkan masyarakat akan menanamkan uangnya pada bank
dalam bentuk tabungan. Dalam persamaan sebelumnya, jumlah tabungan akan
sama dengan investasi, maka peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi
dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Walaupun pada penelitian kali ini membahas hasil estimasi VECM, akan
tetapi fokus penelitian kali ini terletak pada inivasi-inovasi yang dapat terjadi.
Hasil diatas digunakan sebagai hasil antara untuk memperoleh residual. Residual
dari VECM ini selanjutnya akan digunakan untuk analisis pada IRF dan FEVD
pada subbab selanjutnya.
5.4. Respon Dinamis Pertumbuhan Ekonomi
Impuls Response Function atau IRF merupakan cara yang paling baik
untuk mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan VAR dengan menganalisa
respon dari setiap variabel terhadap guncangan dari variabel tertentu. Guncangan
yang digunakan adalah sebesar satu standar deviasi.
IRF atau respon dinamis dari pertumbuhan ekonomi disebabkan karena
adanya guncangan pada variabel M2, GWM, kredit, suku bunga deposito,
pertumbuhan ekonomi dan itu sendiri. Respon dinamis pertumbuhan ekonomi
akan ditampilkan pada gambar 10 hingga 14 dibawah ini. Jika terjadi guncangan
sebesar satu standar deviasi pada variabel M2, pada triwulan pertama
pertumbuhan ekonomi akan akan mengalami peningkatan sebesar 12 persen, akan
tetapi pada triwulan kedua hingga ketiga terjadi penurunan kembali. Pada triwulan
selanjutnya kembali naik. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan ke-10 dan
pada triwulan ke-15 akan tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 15 persen
dari keseimbangan awal. Ketika dilakukan guncangan terhadap jumlah uang
beredar, dalam hal ini jumlah uang beredar akan ditambah sebesar satu standar
deviasi, hal tersebut merupakan salah satu kebijakan moneter uang ekspansif,
dimana kebijakan tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain,
peningkatan pertumbuhan ekonomi tersebut juga akan mengakibatkan
peningkatan harga-harga secara umum. Peningkatan harga tersebut akan
mengurangi daya beli masyarakat sehingga konsumsi juga akan berkurang.
Berkurangnya konsumsi ini akan mengaikibatkan pertumbuhan ekonomi kembali
mengalami penurunan.
LM2
-0.2
-0.4
-0.6
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050
Gambar 10. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Jumlah Uang
Beredar
Sementara jika terjadi guncangan sebesar satu standar deviasi pada GWM,
pada triwulan pertama pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan yang cukup
besar, yaitu 89 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya pertumbuhan
ekonomi akan mengalami penurunan dan pada triwulan selanjutnya akan naik
kembali. Fluktuasi yang diakibatkan oleh guncangan GWM akan mulai berkurang
pada triwulan ke-12 setelah guncangan. Setelah triwulan ke-25, fluktuasi tersebut
akan stabil dan tercipta pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada kisaran 6-8
Respon Pertumbuhan
Ekonomi
Triwulan
persen setelah terjadi guncangan pada GWM. Jika pemerintah meningkatkan rasio
GWM, hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kebijakan moneter yang
bersifat kontraktif. Kenaikan tersebut akan menurunkan jumlah uang beredar akan
tetapi disisi lain akan meningkatkan suku bunga tabungan bank dalam rangka
meningkatkan dana pihak ketiga. Apabila terjadi kenaikan dalam tabungan
deposito, maka masyarakat akan lebih memilih untuk menanamkan uangnya pada
bank. Peningkatan tabungan berarti peningkatan investasi. Jika terjadi kenaikan
dalam investasi, maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi disisi lain juga akan
menyebabkan kenaikan harga-harga secara umum. Akibat kenaikan harga tersebut
maka daya beli masyarakat akan berkurang sehingga konsumsi akan berkurang
dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi penurunan
pertumbuhan ekonomi masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan yang
terjadi sebelumnya sehingga efek akhir dari guncangan tersebut adalah
meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
LGWM
-0.5
-1.0
-1.5
0.0
0.5
1.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050
Gambar 11. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan GMW
Guncangan selanjutnya terjadi pada variabel kredit. Pada saat guncangan
sebesar satu standar deviasi terjadi pada kredit, pada triwulan pertama akan terjadi
Respon Pertumbuhan
Ekonomi
Triwulan
kenaikan sebesar 102,9 persen. Sementara pada triwulan ketiga yang terjadi
adalah penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 184 persen. Fluktuasi
pertumbuhan ekonomi akan berkurang pada triwulan ke-10 dan mulai menghilang
ketika triwulan ke 20. Ketika efek dari guncangan tersebut menghilang,
pertumbuhan ekonomi akan bertambah sebesar satu persen dalam jangka panjang.
Jika pemberian kredit menjadi bertambah, hal tersebut akan meningkatkan
investasi. Jika investasi bertambah hal tersebut akan menyebabkan peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi seperti telah dijelaskan sebelumnya, kenaikan
pertumbuhan ekonomi disisi lain akan menyebabkan peningkatan harga-harga
secara umum. Jika pendapatan tidak berubah, hal tersebut akan mengurangi daya
beli masyarakat yang akan berdampak pada berkurangnya konsumsi.
Berkurangnya konsumsi akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan. Hal tersebut yang akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi.
-0.5
-1.0
-1.5
-2.0
0.0
0.5
1.0
1.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050
Gambar 12. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Kredit
Jika guncangan terjadi pada suku bunga deposito, pertumbuhan ekonomi
akan merespon hal ini dengan adanya penurunan hingga 52 persen pada triwulan
pertama dan 117 persen pada triwulan kedua. Pada triwulan ketiga, terjadi
peningkatan sebesar 112 persen, akan tetapi pada triwulan selanjutnya terjadi
penurunan kembali sebesar 30 persen. Fluktuasi ini akan berkurang pada triwulan
Respon Pertumbuhan
Ekonomi
Triwulan
ketujuh. Efek dari guncangan suku bunga akan menghilang pada triwulan ke-18
dimana tercipta keseimbangan baru yang lebih besar 2 persen dari keseimbangan
semula. Kenaikan suku bunga deposito akan berdampak pada peningkatan
tabungan. Tabungan dan konsumsi merupakan dua hal yang saling bersubstitusi
dimana jika terjadi peningkatan tabungan maka konsumsi akan berkurang dan
berlaku sebaliknya. Jika tabungan meningkat maka konsumsi akan berkurang, hal
tersebut akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Disisi lain,
tabungan mempunyai hubungan positif dengan investasi, dimana jika tabungan
bertambah maka investasi juga akan bertambah. Akibat bertambahnya investasi,
maka hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
DEP
Horizon
-0.5
-1.0
-1.5
0.0
0.5
1.0
1.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050
Gambar 13. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Suku Bunga
Deposito
Sementara jika guncangan terjadi pada pertumbuhan ekonomi itu sendiri,
pada triwulan pertama akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan hingga 339 persen dan terus belanjut hingga triwulan ketiga.
Pertumbuhan ekonomi akan kembali mengalami kenaikan pada triwulan keempat.
Pada triwulan kelima kembali terjadi penurunan. Fluktuasi ini akan berkurang
pada triwulan ke-10 dan pada triwulan ke-25 akan menghilang serta tercapai
Respon Pertumbuhan
Ekonomi
Triwulan
keseimbangan baru yang lebih besar 2,5 persen dari semula. Jika pertumbuhan
ekonomi ditingkatkan sebesar satu standar deviasi, hal tersebut akan
menyebabkan kenaikan harga. Jika pendapatan tidak berubah, maka kenaikan
harga ini akan menyebabkan penurunan daya beli yang akan berdampak pada
penurunan konsumsi. Penurunan konsumsi tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan.
-1
-2
-3
-4
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5050
Gambar 14. Respon Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Guncangan Pertumbuhan
Ekonomi
5.5. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Forecast Error Variance Decomposition atau FEVD adalah metode yang
digunakan untuk melihat bagaimana persentase perubahan dalam suatu variabel
yang ditunjukkan oleh perubahan varians error dipengaruhi oleh variabel-variabel
lainnya. Metode ini dapat mencirikan struktur dinamis model VAR, dimana
dengan metode ini pula dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masing-masing
variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
Hasil dari FEVD untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan
ditampilkan pada tabel 5.4.
Respon Pertumbuhan
Ekonomi
Triwulan
Tabel 5.4. Forecast Error Variance Decomposition
Proporsi Guncangan (%) Variabel
Endogen
Triwulan
Kredit M2 Y GWM Dep
1 98,86 0,071 1,07 0,40 0,52
3 92,55 5,86 0,91 0,24 0,64
6 84,43 6,69 1,66 0,26 0,69
9 72,19 13,85 1,28 0,36 12,30
12 65,82 17,87 1,25 1,43 13,61
15 62,55 20,09 1,16 1,90 14,25
Kredit
20 58,70 22,70 1,05 2,26 15,27
1 1,01 95,63 0,69 2,38 0,26
3 2,83 83,50 8,29 5,03 0,32
6 4,94 77,25 7,39 10,13 0,26
9 5,61 74,16 8,33 11,58 0,29
12 5,80 73,28 8,50 12,13 0,27
15 5,97 72,70 8,55 12,50 0,26
M2
20 6,12 72,07 8,66 12,88 0,55
1 2,48 0,63 94,59 1,40 0,87
3 8,51 1,26 80,69 5,33 4,18
6 7,44 2,44 78,71 7,42 3,97
9 7,43 2,63 77,99 8,09 3,85
12 7,47 2,62 77,74 8,33 3,82
15 7,46 2,72 77,46 8,55 3,79
Y
20 7,45 2,84 77,29 8,62 3,77
1 9,15 10,63 3,38 73,36 3,46
3 8,55 22,24 8,75 56,68 3,76
6 10,14 31,09 8,32 47,24 3,20
9 10,31 36,33 8,60 41,92 2,82
12 10,71 38,86 8,76 38,87 2,78
15 10,98 41,55 8,75 36,09 2,61
GWM
20 10,31 44,87 8,79 32,61 2,39
1 5,17 56,48 0,61 0,64 37,08
3 3,03 66,08 1,06 0,40 29,41
6 2,65 62,25 2,61 6,70 25,78
9 3,42 60,62 2,95 7,91 25,07
12 4,52 59,61 2,94 7,81 25,11
15 5,37 58,97 2,88 7,69 25,06
Dep
20 6,75 57,95 2,81 7,59 24,86 Sumber: Lampiran 9.
Dari hasil FEVD untuk variabel kredit, dalam jangka pendek guncangan
pada kredit dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 98,86 persen. Jumlah uang
beredar hanya memberikan proporsi sebesar 0,071 persen. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi mempengaruhi guncangan kredit sebesar 1,07 persen.
GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi kredit dengan proporsi masing-
masing sebesar 0,40 persen dan 0,52 persen. Proporsi jumlah uang beredar dan
suku bunga deposito dalam jangka panjang mempengaruhi kredit sebesar 22,70
persen dan 15,27 persen. Sementara itu dalam jangka panjang, variabel yang
mempengaruhi kredit paling besar masih didominasi oleh kredit itu sendiri sebesar
58,70 persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan kontribusi sebesar
1,05 persen dan 2,26 persen terhadap guncangan kredit pada jangka panjang.
Untuk variabel M2, hasil FEVD menunjukkan bahwa dalam jangka
pendek jumlah uang beredar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 95,63 persen.
Sementara kredit memberikan kontribusi terhadap guncangan jumlah uang
beredar sebesar 1,01 persen. Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kredit sebesar
0,69 persen. GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi jumlah uang beredar
dengan proporsi masing-masing 2,38 persen dan 0,69 persen. Dalam jangka
panjang, uang beredar masih memiliki proporsi yang cukup besar dalam
perubahan dirinya sendiri, yaitu 72,07 persen. Proporsi GWM terhadap perubahan
jumlah uang beredar meningkat menjadi 12,88 persen. Pertumbuhan ekonomi
mempengaruhi jumlah uang beredar sebesar 8,66 persen dalam jangka panjang.
Sedangkan kredit dan suku bunga deposito mempengaruhi uang beredar dalam
jangka panjang sebesar 6,12 persen dan 0,25 persen.
Untuk variabel pertumbuhan ekonomi, berdasarkan FEVD variabel yang
paling besar pengaruhnya terhadap fluktuasi yang terjadi pada adalah dirinya
sendiri yaitu sebesar 94,59 persen pada jangka pendek dan 77,29 persen pada
jangka panjang. Sedangkan variabel lain seperti kredit, jumlah uang beredar,
GWM dan suku bunga deposito mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada
jangka pendek masing-masing sebesar 2,48 persen, 0,63 persen, 1,40 persen dan
0,87 persen. Sedangkan dalam jangka panjang, variabel-variabel tadi memberikan
proporsi masing-masing sebesar 7,45 persen, 2,84 persen, 8,62 persen dan 3,77
persen. Hal ini mengindikasikan jika bahwa guncangan yang terjadi pada
pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh variabel moneter tetapi dipengaruhi
oleh variabel fiskal.
Hasil FEVD untuk suku bunga deposito menunjukkan bahwa dalam
jangka pendek, guncangannya paling dipengaruhi oleh jumlah uang beredar
sebesar 56,48 persen dan suku bunga deposito itu sendiri sebesar 37,08 persen.
Sementara kredit mempengaruhi guncangan suku bunga deposito sebesar 5,17
persen. Pertumbuhan ekonomi dan GWM memberikan pengaruh terhadap
guncangan suku bunga deposito kurang dari satu persen dalam jangka pendek.
Sedangkan dalam jangka panjang, tidak terdapat perubahan yang berarti dalam
komposisi FEVD dimana jumlah uang beredar paling berpengaruh terhadap
guncangan suku bunga deposito yaitu sebesar 57,95 persen. Suku bunga deposito
hanya menberikan proporsi sebesar 24,86 persen terhadap guncangan dirinya
sendiri. Kredit memberikan proprosi sebesar 6,75 persen dalam guncangan suku
bunga deposito, sedangkan pertumbuhan ekonomi memberikan proporsi sebesar
2,81 persen. Sementara GWM memberikan proporsi sebesar 7,59 persen terhadap
guncangan suku bunga deposito. Dari hasil FEVD, terlihat bahwa jumlah uang
beredar paling berpengaruh dalam guncangan yang terjadi pada suku bunga
deposito. Semakin banyak uang beredar maka akan semakin banyak uang yang
dipegang oleh masyarakat. Dengan jumlah uang yang lebih banyak, masyarakat
dapat meningkatkan konsumsi mereka ataupun menanamkan uangnya di bank
dalam bentuk deposito. Salah satu cara untuk menarik masyarakat agar mau
menanamkan uangnya dalam deposito adalah dengan menaikkan suku bunga
deposito itu sendiri, karena itulah guncangan pada suku bunga deposito lebih
dipengaruhi oleh jumlah uang beredar disamping oleh dirinya sendiri.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian kali ini antara lain:
1. Variabel yang paling berpengaruh dalam perubahan pertumbuhan ekonomi
adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Sedangkan variabel lain seperti
GWM, kredit, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar memiliki
pengaruh yang paling kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
menandakan kebijakan moneter di Indonesia bersifat inflation targetting.
2. Respon pertumbuhan ekonomi terhadap guncangan yang terjadi pada
variabel lain dan dirinya sendiri pada jangka panjang akan kembali
kekeseimbangan awal. Dalam jangka pendek, variabel yang direspon
positif oleh pertumbuhan ekonomi adalah GWM, kredit, dan jumlah uang
beredar sementara variabel lain direspon negatif.
3. Berdasarkan hasil analisis, terdapat hubungan jangka pendek antara
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya,
pertumbuhan ekonomi dua periode sebelumnya, kredit dua periode
sebelumnya dan suku bunga deposito dua periode sebelumnya sedangkan
variabel lain tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan dalam jangka panjang, terdapat hubungan positif antara
pertumbuhan ekonomi dengan GWM dan suku bunga deposito.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis, maka berikut beberapa saran yang dapat
dikemukakan.
1. Dari hasil analisis, uang beredar berpengaruh kepada sebagian besar
variabel yang digunakan. Bank Sentral dapat menjaga jumlah uang beredar
melalui instrumen-instrumen kebijakan moneter yang umum dipakai
seperti suku bunga SBI atau melalui kebijakan GWM.
2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan melalui
variabel fiskal seperti pajak atau pengeluaran pemerintah.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dimasukkan beberapa variabel dari
segi penawaran dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisti, D M. 2004. Analisis Pengaruh Perubahan Giro Wajib Minimum (GWM)
Terhadap Inflasi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ascarya. 2002. Instrumen-Instrumen Pengendalian Moneter. Pusat Pendidikan
dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia, Jakarta.
Bank Indonesia. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.
____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Statistik Ekonomi dan Moneter
Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.
____________. Beberapa Tahun Penerbitan. Laporan Tahunan Bank Indonesia.
Bank Indonesia, Jakarta.
____________. 2005. Statistik Perbankan Indonesia Vol. 4 No. 1 Desember 2005.
Bank Indonesia, Jakarta.
Boediono. 1985. Teori Moneter: Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Nomor 5.
Edisi 3. BPFE, Yogyakarta
________. 1994. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta.
Departemen Perindustrian. 2006. ”Indikator Ekonomi”. www.dprin.go.id –PDB
Indonesia [15 Januari 2006]
Enders, W. 2000. Appllied Economic Time Series. John Wiley & Sons,
New York.
Hakim, L. 2004. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa Sebelum dan
Ketika Krisis Ekonomi 1990.1-2000.4. Jakarta
Hasibuan, M. S. P. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Ima. 2005. “Upaya BI Meredam Gejolak Nilai Tukar Rupiah” [Kompas Online].
http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0508/30/ [10 Januari 2005].
Jhingan, M. L. 1992. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Koch, T. W, dan S. Scott Mac Donald. 1999. Bank Management 5th Edition.
Thomson, South Western
Laksani, C.S. 2004. Netralitas Uang di Indonesia Melalui Analisis Efektifitas
Uang Beredar Dalam Mencapai Tujuan Ekonomi [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
Manurung, J. J, A. H. Manurung, dan F. D. Saragih. 2005. Ekonometrika Teori
dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Market 6th
Edition. Columbia University
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Jakarta
Rose, P. S. 1999. Commercial Bank Management 4th Edition. Mc. Graw Hill
Companies. Inc
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Jilid 1. Erlangga, Jakarta
Simorangkir, IP. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.
Ghalia Indonesia, Jakarta
Solikin, dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam
Perekonomian. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK).
Bank Indonesia, Jakarta
Suyatno, T, HA Chalik, Made Sukada, T Yuniati, dan Djuhaepah T. 2003. Dasar-
Dasar Perkreditan Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics An Introduction. Addison-Wesley,
England
Tjahjono, E. D. dan S. Hendy. 1998. “Kebijakan Pengendalian Aliran Modal
Masuk di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
Desember: 187-212
Todaro, P. M. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta
Warjiyo, P. dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri
Kebanksentralan No. 6. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
(PPSK). Bank Indonesia, Jakarta
Warjiyo, P. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah
Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank
Indonesia, Jakarta
Widyanti, R. D. 2005. Analisis Trade Off Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Di
Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Lampiran 1. Data Penelitian
Periode GWM Cr Y Dep M2 dummy
1990 Q1 896.667 52108.67 21.121 15.3 61033 0
Q2 997 57719.33 1.963 15.6 67909.67 0
Q3 1131.667 65399 -7.282 17.913 74097.33 0
Q4 1213.667 69686 4.199 20.76 81272.67 0
1991 Q1 400.667 71671.33 12.879 23.607 83283.33 0
Q2 439.667 73986 -4.25 24.627 85279 0
Q3 482.667 72471 4.291 21.763 91186.33 0
Q4 487.333 76081 -8.522 20.963 97447 0
1992 Q1 1501.333 78645.67 27.151 20.19 99470 0
Q2 1537.667 79450 -3.623 19.267 104626 0
Q3 1615.667 78582.67 -3.329 17.463 110538 0
Q4 1746.333 79325.33 -27.377 16.123 117929 0
1993 Q1 1783 78420.67 34.835 15.09 121144.7 0
Q2 1806.667 107108.3 1.083 14.517 122406 0
Q3 1979.667 113174.7 7.399 12.9 132035.7 0
Q4 2185.667 118154 1.592 10.837 141655.3 0
1994 Q1 2360 124294.7 -1.162 10.35 148651 0
Q2 2355 130077.7 2.667 11.31 151255.3 0
Q3 2264.667 138431.7 3.703 12.883 158909.3 0
Q4 2526.333 148576 -1.249 13.88 169487 0
1995 Q1 2741.333 155037 2.843 15.647 179238.3 0
Q2 2810.333 163544 1.92 16.937 186676 0
Q3 3124 174351 4.191 17.237 201662.7 0
Q4 3395.333 184241.7 0.307 16.867 216524.7 0
1996 Q1 4809 191496 -0.731 17.113 227768.7 0
Q2 5788.667 203517.3 2.82 17.043 243200.3 0
Q3 6143.667 215721.3 5.89 16.877 256201.3 0
Q4 6683.333 228525.3 2.031 16.7 278103.3 0
1997 Q1 7620.667 240070.7 -3.187 16.127 292891.3 0
Q2 12206 254854 0.576 15.52 305261 0
Q3 12641.33 271874.7 5.994 24.78 324172.7 1
Q4 12496 273409 -2.057 27.84 342315.3 1
1998 Q1 14299 275565.7 -8.525 32.933 443587.3 1
Q2 17286 288542.3 -8.747 53.64 504363.3 1
Q3 18837 295472 2.743 56.06 549272.3 1
Q4 20810.67 308061.3 -4.688 51.597 553431.3 1
1999 Q1 22348.33 286010.7 5.045 37.7 600844.3 0
Q2 23729.33 173248 -1.042 29.35 618937 0
Q3 25240 159532.3 3.804 14.39 638675 0
Q4 25126 148949.7 -2.358 12.32 638522 0
2000 Q1 26063.67 134729.7 17.7518 11.347 653460.7 0
Q2 26941.33 133003.3 -0.643 10.433 677821 0
Q3 27778.67 139606 4.554 11.103 687330.7 0
Q4 28372 147735 -0.319 11.79 724912 0
Lampiran 1. Lanjutan
Periode GWM Cr Y Dep M2 dummy
2001 Q1 29555.67 153829 0.81 13.477 753814 0
Q2 29729 167896.7 0.999 13.867 792329.7 0
Q3 30257 181525 2.357 14.853 776092.3 0
Q4 31156 196644.7 -3.045 15.893 824753.3 0
2002 Q1 32379.67 201295.3 3.178 15.827 835531 0
Q2 32573 217001 1.683 15.087 833332.3 0
Q3 33510.33 241383.7 3.419 13.837 856418.7 0
Q4 34124.33 264260.7 -3.461 12.913 872321.3 0
2003 Q1 34928 272913 3.289 12.297 877558 0
Q2 35561.33 293649 2.037 10.923 890130.7 0
Q3 36781 310985 2.784 8.263 906145 0
Q4 37972.67 333883.7 -3.799 7.023 942221 0
2004 Q1 38257 340738 3.176 6.04 939423.7 0
Q2 38016 364027 2.291 6.083 952986.7 0
Q3 57074.67 392409 3.054 6.283 980706.3 0
Q4 59102 425978.7 -1.5 6.373 1009934 0
2005 Q1 60921.33 446020.3 2.329 6.473 1016237 0
Q2 61841 485216.7 1.692 6.773 1054730 0
Q3 71176 527720.7 3.055 7.977 1118233 0
Q4 88195.33 557273 -2.183 11.29 1179074 0
Lampiran 2. Uji non stasioneritas pada level
Unit root tests for variable LGWM
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -1.9985 24.7177 22.7177 20.6401 21.9067
ADF(1) -1.9681 24.7215 21.7215 18.6052 20.5050
ADF(2) -1.9398 24.7256 20.7256 16.5705 19.1036
ADF(3) -1.9594 24.8897 19.8897 14.6959 17.8623
ADF(4) -1.9661 34.2392 28.2392 22.0066 25.8062
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LGWM
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -2.3163 26.4519 23.4519 20.3356 22.2355
ADF(1) -2.3298 26.5586 22.5586 18.4036 20.9367
ADF(2) -2.3515 26.6864 21.6864 16.4926 19.6590
ADF(3) -2.6152 27.4791 21.4791 15.2465 19.0461
ADF(4) -1.5036 34.9155 27.9155 20.6441 25.0770
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LM2
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -2.1481 109.9224 107.9224 105.8449 107.1114
ADF(1) -1.6639 112.8068 109.8068 106.6905 108.5903
ADF(2) -1.5380 112.9201 108.9201 104.7650 107.2981
ADF(3) -1.5753 113.0118 108.0118 102.8180 105.9843
ADF(4) -1.2140 115.0307 109.0307 102.7980 106.5977
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan
Unit root tests for variable LM2
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -.065784 109.9950 106.9950 103.8787 105.7786
ADF(1) -.63079 112.8570 108.8570 104.7020 107.2351
ADF(2) -.76391 113.0424 108.0424 102.8485 106.0149
ADF(3) -.64614 113.0818 107.0818 100.8492 104.6488
ADF(4) -1.2205 115.6050 108.6050 101.3337 105.7666
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DEP
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -1.6073 -169.6167 -171.6167 -173.6943 -172.4277
ADF(1) -3.0133 -158.2710 -161.2710 -164.3873 -162.4875
ADF(2) -3.3138 -157.3314 -161.3314 -165.4864 -162.9533
ADF(3) -2.9034 -157.3110 -162.3110 -167.5049 -164.3385
ADF(4) -2.4041 -157.0426 -163.0426 -169.2752 -165.4756
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DEP
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -1.6550 -169.5151 -172.5151 -175.6314 -173.7316
ADF(1) -3.0602 -158.0434 -162.0434 -166.1984 -163.6653
ADF(2) -3.3732 -157.0378 -162.0378 -167.2317 -164.0653
ADF(3) -2.9753 -157.0259 -163.0259 -169.2585 -165.4588
ADF(4) -2.4855 -156.7841 -163.7841 -171.0555 -166.6225
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan
Unit root tests for variable LCR
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -.28917 58.8355 56.8355 54.7579 56.0245
ADF(1) -.68708 63.3039 60.3039 57.1876 59.0874
ADF(2) -.77492 63.6304 59.6304 55.4753 58.0084
ADF(3) -.85936 64.1795 59.1795 53.9856 57.1520
ADF(4) -.83905 64.1850 58.1850 51.9524 55.7521
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable LCR
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -.98245 59.3469 56.3469 53.2306 55.1304
ADF(1) -1.5922 64.4120 60.4120 56.2569 58.7900
ADF(2) -1.7982 65.0527 60.0527 54.8588 58.0252
ADF(3) -2.0934 66.1613 60.1613 53.9287 57.7284
ADF(4) -2.1073 66.2493 59.2493 51.9779 56.4108
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable Y
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -11.4775 -200.4363 -202.4363 -204.5139 -203.2473
ADF(1) -6.6859 -200.3681 -203.3681 -206.4844 -204.5846
ADF(2) -7.8523 -194.2714 -198.2714 -202.4265 -199.8934
ADF(3) -4.4700 -193.2933 -198.2933 -203.4871 -200.3208
ADF(4) -3.6561 -193.1691 -199.1691 -205.4017 -201.6020
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9109
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 2. Lanjutan
Unit root tests for variable Y
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
59 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q2 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -11.4135 -200.2934 -203.2934 -206.4097 -204.5099
ADF(1) -6.6614 -200.1994 -204.1994 -208.3545 -205.8214
ADF(2) -7.8973 -193.7809 -198.7809 -203.9747 -200.8084
ADF(3) -4.5141 -192.9673 -198.9673 -205.1999 -201.4003
ADF(4) -3.6880 -192.9017 -199.9017 -207.1731 -202.7401
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4862
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Uji non stasioneritas pada 1st Difference
Unit root tests for variable DLGWM
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -7.7669 21.8897 19.8897 17.8292 19.0871
ADF(1) -6.2533 21.9154 18.9154 15.8247 17.7115
ADF(2) -5.0716 22.0046 18.0046 13.8837 16.3994
ADF(3) -7.2235 31.1216 26.1216 20.9705 24.1151
ADF(4) -4.8289 31.4091 25.4091 19.2278 23.0013
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLGWM
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -8.0108 23.1213 20.1213 17.0306 18.9174
ADF(1) -6.5031 23.1542 19.1542 15.0333 17.5490
ADF(2) -5.3085 23.2425 18.2425 13.0914 16.2361
ADF(3) -7.5281 32.7515 26.7515 20.5702 24.3438
ADF(4) -5.1305 32.8930 25.8930 18.6814 23.0839
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLM2
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -5.2535 109.0767 107.0767 105.0163 106.2741
ADF(1) -3.8226 109.4408 106.4408 103.3501 105.2369
ADF(2) -3.3995 109.4435 105.4435 101.3226 103.8383
ADF(3) -2.2475 112.1913 107.1913 102.0402 105.1848
ADF(4) -2.1973 112.2167 106.2167 100.0354 103.8090
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan
Unit root tests for variable DLM2
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -5.6107 110.5837 107.5837 104.4931 106.3798
ADF(1) -4.1735 110.7194 106.7194 102.5985 105.1142
ADF(2) -3.8043 110.8223 105.8223 100.6712 103.8159
ADF(3) -2.5374 112.9365 106.9365 100.7552 104.5287
ADF(4) -2.5240 113.0555 106.0555 98.8440 103.2465
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DDEP
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -4.3234 -160.4392 -162.4392 -164.4996 -163.2418
ADF(1) -3.6717 -160.4366 -163.4366 -166.5273 -164.6405
ADF(2) -3.9614 -159.3468 -163.3468 -167.4677 -164.9519
ADF(3) -4.3325 -157.8764 -162.8764 -168.0275 -164.8828
ADF(4) -4.7322 -156.0888 -162.0888 -168.2701 -164.4966
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DDEP
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -4.2813 -160.4197 -163.4197 -166.5103 -164.6236
ADF(1) -3.6284 -160.4164 -164.4164 -168.5373 -166.0216
ADF(2) -3.9103 -159.3396 -164.3396 -169.4907 -166.3461
ADF(3) -4.2750 -157.8763 -163.8763 -170.0576 -166.2841
ADF(4) -4.6718 -156.0819 -163.0819 -170.2935 -165.8910
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan
Unit root tests for variable DLCR
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -5.0899 61.4918 59.4918 57.4314 58.6892
ADF(1) -3.7911 61.7422 58.7422 55.6516 57.5384
ADF(2) -2.9281 62.2163 58.2163 54.0954 56.6111
ADF(3) -2.7564 62.2313 57.2313 52.0802 55.2249
ADF(4) -2.5997 62.2409 56.2409 50.0596 53.8331
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DLCR
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -5.0515 61.5187 58.5187 55.4281 57.3148
ADF(1) -3.7635 61.7679 57.7679 53.6471 56.1628
ADF(2) -2.9070 62.2465 57.2465 52.0954 55.2400
ADF(3) -2.7324 62.2596 56.2596 50.0783 53.8519
ADF(4) -2.5704 62.2670 55.2670 48.0554 52.4579
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Unit root tests for variable DY
The Dickey-Fuller regressions include an intercept but not a trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -17.1047 -213.8279 -215.8279 -217.8884 -216.6305
ADF(1) -8.1315 -212.9332 -215.9332 -219.0239 -217.1371
ADF(2) -11.1096 -199.2152 -203.2152 -207.3360 -204.8203
ADF(3) -8.6267 -195.7095 -200.7095 -205.8607 -202.7160
ADF(4) -6.6224 -194.9073 -200.9073 -207.0886 -203.3150
*****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -2.9118
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 3. Lanjutan
Unit root tests for variable DY
The Dickey-Fuller regressions include an intercept and a linear trend
*****************************************************************
58 observations used in the estimation of all ADF regressions.
Sample period from 1991Q3 to 2005Q4
*****************************************************************
Test Statistic LL AIC SBC HQC
DF -16.9437 -213.8277 -216.8277 -219.9184 -218.0316
ADF(1) -8.0509 -212.9329 -216.9329 -221.0538 -218.5381
ADF(2) -11.0032 -199.2147 -204.2147 -209.3658 -206.2212
ADF(3) -8.5442 -195.7089 -201.7089 -207.8902 -204.1167
ADF(4) -6.5509 -194.9062 -201.9062 -209.1178 -204.7153
****************************************************************
95% critical value for the augmented Dickey-Fuller statistic = -3.4875
LL = Maximized log-likelihood AIC = Akaike Information Criterion
SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 4. Uji Lag Optimal
Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model
******************************************************************************
Based on 59 observations from 1991Q2 to 2005Q4. Order of VAR = 5
List of variables included in the unrestricted VAR:
LGWM LCR LM2 DEP Y
List of deterministic and/or exogenous variables:
DUMMY KONSTANTA TREND
******************************************************************************
Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test
5 69.4371 -70.5629 -215.9906 ------ ------
4 29.7017 -85.2983 -204.7567 CHSQ( 25)= 79.4708[.000] 41.7558[.019]
3 -23.2987 -113.2987 -206.7879 CHSQ( 50)= 185.4716[.000] 97.4512[.000]
2 -59.9926 -124.9926 -192.5126 CHSQ( 75)= 258.8594[.000] 136.0109[.000]
1 -105.0365 -145.0365 -186.5872 CHSQ(100)= 348.9471[.000] 183.3451[.000]
0 -337.0062 -352.0062 -367.5877 CHSQ(125)= 812.8865[.000] 427.1099[.000]
******************************************************************************
AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model
*****************************************************************
Based on 58 observations from 1991Q3 to 2005Q4. Order of VAR = 6
List of variables included in the unrestricted VAR:
LGWM LCR Y DEP LM2
List of deterministic and/or exogenous variables:
DUMMY KONSTANTA TREND
*****************************************************************
Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test
6 124.5289 -40.4711 -210.4576 ------ ------
5 73.2802 -66.7198 -210.9508 CHSQ( 25)= 102.4974[.000] 44.1799[.010]
4 35.0914 -79.9086 -198.3841 CHSQ( 50)= 178.8751[.000] 77.1013[.008]
3 -16.4182 -106.4182-199.1382 CHSQ( 75)= 281.8943[.000] 121.5062[.001]
2 -53.5571 -118.5571-185.5215 CHSQ(100)=356.1721[.000] 153.5225[.000]
1 -103.8214 -143.8214-185.0303 CHSQ(125)=456.7007[.000] 196.8538[.000]
0 -328.0801 -343.0801-358.5334 CHSQ(150)=905.2181[.000] 390.1802[.000]
*****************************************************************
AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Lampiran 5. Uji Rank Kointegrasi
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
Cointegration LR Test Based on Maximal Eigenvalue of the Stochastic Matrix
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
List of eigenvalues in descending order:
.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00
*****************************************************************
Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value
r = 0 r = 1 89.3189 37.8600 35.0400
r<= 1 r = 2 63.6512 31.7900 29.1300
r<= 2 r = 3 34.0607 25.4200 23.1000
r<= 3 r = 4 10.4865 19.2200 17.1800
r<= 4 r = 5 .95858 12.3900 10.5500
*****************************************************************
Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors).
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
Cointegration LR Test Based on Trace of the Stochastic Matrix
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
List of eigenvalues in descending order:
.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00
*****************************************************************
Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value
r = 0 r>= 1 198.4758 87.1700 82.8800
r<= 1 r>= 2 109.1570 63.0000 59.1600
r<= 2 r>= 3 45.5058 42.3400 39.3400
r<= 3 r>= 4 11.4451 25.7700 23.0800
r<= 4 r = 5 .95858 12.3900 10.5500
*****************************************************************
Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors).
Lampiran 5. Lanjutan
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
Choice of the Number of Cointegrating Relations Using Model Selection Criteria
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
List of eigenvalues in descending order:
.76875 .64777 .42786 .15794 .015592 0.00
*****************************************************************
Rank Maximized LL AIC SBC HQC
r = 0 -140.5781 -200.5781 -263.9043 -225.3962
r = 1 -95.9186 -165.9186 -239.7992 -194.8731
r = 2 -64.0931 -142.0931 -224.4171 -174.3566
r = 3 -47.0627 -131.0627 -219.7194 -165.8081
r = 4 -41.8195 -129.8195 -222.6979 -166.2194
r = 5 -41.3402 -131.3402 -226.3295 -168.5674
*****************************************************************
AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion
HQC = Hannan-Quinn Criterion
Lampiran 6. Hasil Restriksi Umum
ML estimates subject to exactly identifying restriction(s)
Estimates of Restricted Cointegrating Relations (SE's in Brackets)
Converged after 2 iterations
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restriction(s) on cointegrating vectors:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Vector 1 Vector 2 Vector 3
LCR 1.0000 0.00 0.00
(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)
LM2 0.00 1.0000 0.0000
(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)
Y 0.00 0.00 1.0000
(*NONE*) (*NONE*) (*NONE*)
LGWM 0.053281 -0.53597 -1.8181
(0.42075) (0.091080) (1.6997)
DEP 0.12177 -0.014399 -0.13685
(0.053536) (0.011854) (0.21509)
Trend -0.028651 -0.0039148 0.19781
(0.038340) (0.0082917) (0.15491)
*****************************************************************
LL subject to exactly identifying restrictions= -47.0627
*****************************************************************
Lampiran 7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek
ECM for variable Y estimated by OLS based on cointegrating VAR(3)
*****************************************************************
Dependent variable is dY
61 observations used for estimation from 1990Q4 to 2005Q4
*****************************************************************
Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob]
Intercept -51.7842 62.0046 -.83517[.408]
dLCR1 13.3870 11.6307 1.1510[.256]
dLM21 -15.7265 24.2099 -.64959[.519]
dY1 1.1535 .20053 5.7523[.000]
dDEP1 -.079308 .31226 -.25398[.801]
dLGWM1 4.4243 3.8029 1.1634[.251]
dLCR2 25.0947 11.0225 2.2767[.028]
dLM22 10.3274 33.2959 .31017[.758]
dY2 .65958 .11766 5.6056[.000]
dDEP2 -.62364 .26268 -2.3741[.022]
dLGWM2 -2.8277 3.7546 -.75312[.455]
ecm1(-1) -3.8502 1.2175 -3.1622[.003]
ecm2(-1) 9.6051 6.9867 1.3748[.176]
ecm3(-1) -2.7844 .26715 -10.4226[.000]
DUMMY -1.2187 4.2490 -.28683[.776]
*****************************************************************
List of additional temporary variables created:
dY = Y-Y(-1)
dLCR1 = LCR(-1)-LCR(-2)
dLM21 = LM2(-1)-LM2(-2)
dY1 = Y(-1)-Y(-2)
dDEP1 = DEP(-1)-DEP(-2)
dLGWM1 = LGWM(-1)-LGWM(-2)
dLCR2 = LCR(-2)-LCR(-3)
dLM22 = LM2(-2)-LM2(-3)
dY2 = Y(-2)-Y(-3)
dDEP2 = DEP(-2)-DEP(-3)
dLGWM2 = LGWM(-2)-LGWM(-3)
ecm1 = 1.0000*LCR 0.00*LM2 -.0000*Y + .12177*DEP + .053281*LGWM
-.028651*Trend;ecm2 = 0.00*LCR + 1.0000*LM2 -.0000*Y -.014399*DEP
-.53597*LGWM -.0039148*Trend;ecm3 = 0.00*LCR + .0000*LM2 + 1.0000
*Y -.13685*DEP -1.8181*LGWM + .19781*Trend
*****************************************************************
R-Squared .86081 R-Bar-Squared .81845
S.E. of Regression 5.6159 F-stat. F( 14, 46) 20.3210[.000]
Mean of Dependent Variable .083590 S.D. of Dependent Variable 13.1804
Residual Sum of Squares 1450.8 Equation Log-likelihood -183.2091
Akaike Info. Criterion -198.2091 Schwarz Bayesian Criterion -214.0406
DW-statistic 2.0775 System Log-likelihood -47.0627
*****************************************************************
Lampiran 7. Lanjutan
Diagnostic Tests
*****************************************************************
* Test Statistics * LM Version * F Version *
*****************************************************************
* * * *
* A:Serial Correlation*CHSQ( 4)= 2.9780[.562]*F(4,42)= .53891[.708]*
* * * *
* B:Functional Form *CHSQ( 1)= 7.3907[.007]*F(1,45)= 6.2038[.017]*
* * * *
* C:Normality *CHSQ( 2)= 70.2974[.000]* Not applicable *
* * * *
* D:Heteroscedasticity*CHSQ( 1)= .44781[.503]*F(1,59)= .43633[.511]*
*****************************************************************
A:Lagrange multiplier test of residual serial correlation
B:Ramsey's RESET test using the square of the fitted values
C:Based on a test of skewness and kurtosis of residuals
D:Based on the regression of squared residuals on squared fitted values
Lampiran 8. Hasil Analisis Impulse Response Function
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LCR
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP
0 .064283 .0039602 -.34166 .046121 -.11212
1 .059835 .0032252 1.0293 .068429 .83251
2 .058019 .0068300 .68118 .039907 .15490
3 .056793 .010308 -1.8421 .031574 .070080
4 .043480 .013688 .39589 .045197 .076696
5 .044264 .012322 .054304 .031089 .073448
6 .045929 .010475 .53549 .031921 -.070702
7 .041977 .012130 -.58139 .028623 -.26138
8 .036096 .013075 .10404 .032910 -.31065
9 .035661 .012500 -.10897 .033749 -.28935
10 .036628 .011665 .32524 .033368 -.31693
11 .036741 .011709 -.19299 .030225 -.34822
12 .035362 .012165 .097291 .030637 -.35917
13 .035378 .012236 -.11884 .030174 -.32175
14 .035962 .012012 .16935 .031070 -.30578
15 .036690 .011931 -.082186 .030092 -.30234
16 .036431 .012023 .085810 .030718 -.31238
17 .036343 .012093 -.071628 .030484 -.30888
18 .036250 .012045 .089579 .031185 -.30979
19 .036442 .012002 -.040984 .030777 -.30934
20 .036322 .012008 .061986 .031039 -.31480
21 .036314 .012035 -.035159 .030694 -.31346
22 .036234 .012033 .053868 .030955 -.31357
23 .036335 .012024 -.019208 .030699 -.31097
24 .036310 .012022 .043151 .030880 -.31213
25 .036349 .012030 -.013869 .030704 -.31104
26 .036305 .012031 .036198 .030878 -.31183
27 .036344 .012028 -.0060266 .030756 -.31096
28 .036317 .012026 .030880 .030877 -.31195
29 .036337 .012028 -.0020959 .030774 -.31156
30 .036309 .012028 .026485 .030863 -.31218
31 .036328 .012028 .0019346 .030783 -.31163
32 .036313 .012027 .023521 .030848 -.31201
33 .036329 .012027 .0045164 .030786 -.31162
34 .036316 .012027 .020976 .030838 -.31192
35 .036327 .012028 .0066911 .030794 -.31160
36 .036318 .012027 .019233 .030834 -.31184
37 .036327 .012028 .0082671 .030800 -.31164
38 .036319 .012027 .017785 .030830 -.31185
Lampiran 8. Lanjutan
39 .036325 .012028 .0094848 .030804 -.31169
40 .036320 .012027 .016751 .030827 -.31184
41 .036325 .012028 .010415 .030807 -.31171
42 .036320 .012027 .015929 .030824 -.31182
43 .036324 .012028 .011115 .030809 -.31172
44 .036321 .012027 .015321 .030822 -.31180
45 .036324 .012028 .011655 .030810 -.31173
46 .036321 .012027 .014851 .030821 -.31179
47 .036323 .012028 .012061 .030812 -.31174
48 .036322 .012027 .014496 .030820 -.31179
49 .036323 .012027 .012373 .030813 -.31174
50 .036322 .012027 .014224 .030819 -.31178
*****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LM2
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP
0 0.00 .033572 -.53655 .054552 .76722
1 -.7485E-3 .036376 .12422 .070249 2.6659
2 .021957 .036529 -.50548 .097745 2.2985
3 .020591 .038482 -.43625 .083514 1.7437
4 .1590E-3 .038263 .96961 .079201 1.1260
5 -.011869 .038711 .15839 .068433 .51985
6 -.023647 .039790 -.29623 .076006 .25060
7 -.032164 .040995 -.14489 .079513 .13256
8 -.033218 .039698 .35176 .075618 .15391
9 -.031274 .038489 .34722 .069088 .14473
10 -.031168 .038886 .11477 .063694 .12663
11 -.032243 .039720 .0036568 .063809 .17154
12 -.031869 .039850 .16306 .066095 .23803
13 -.030214 .039370 .21315 .067115 .26928
14 -.029407 .039141 .19121 .067209 .24735
15 -.029903 .039302 .11101 .067225 .21963
16 -.030640 .039438 .14276 .067853 .21186
17 -.030731 .039374 .15597 .068076 .21592
18 -.030536 .039274 .17220 .067879 .21621
19 -.030479 .039284 .14351 .067445 .21431
20 -.030571 .039342 .15122 .067308 .21582
21 -.030556 .039358 .14844 .067307 .22084
22 -.030459 .039339 .16044 .067390 .22365
23 -.030388 .039330 .14986 .067397 .22346
24 -.030411 .039337 .15434 .067453 .22187
Lampiran 8. Lanjutan
25 -.030444 .039342 .14966 .067478 .22111
26 -.030462 .039337 .15598 .067515 .22059
27 -.030460 .039332 .15114 .067492 .22027
28 -.030470 .039334 .15427 .067484 .21996
29 -.030473 .039336 .15102 .067460 .22018
30 -.030472 .039336 .15437 .067462 .22046
31 -.030463 .039335 .15183 .067451 .22074
32 -.030460 .039336 .15384 .067459 .22076
33 -.030459 .039336 .15185 .067457 .22079
34 -.030461 .039336 .15366 .067467 .22073
35 -.030460 .039336 .15222 .067464 .22070
36 -.030461 .039336 .15346 .067469 .22061
37 -.030462 .039336 .15230 .067464 .22060
38 -.030463 .039336 .15330 .067467 .22058
39 -.030462 .039336 .15247 .067463 .22062
40 -.030462 .039336 .15321 .067465 .22062
41 -.030462 .039336 .15254 .067463 .22064
42 -.030462 .039336 .15311 .067465 .22064
43 -.030462 .039336 .15263 .067463 .22065
44 -.030462 .039336 .15306 .067465 .22064
45 -.030462 .039336 .15268 .067464 .22064
46 -.030462 .039336 .15301 .067465 .22063
47 -.030462 .039336 .15272 .067464 .22064
48 -.030462 .039336 .15297 .067465 .22063
49 -.030462 .039336 .15275 .067464 .22064
50 -.030462 .039336 .15294 .067464 .22063
*****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for Y
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*******************************************************************************
Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP
0 0.00 0.00 5.7736 .040493 -.27253
1 .0091572 .0042268 -3.3922 .029673 -.097158
2 -.0053650 .014653 -.64284 .068551 -.094925
3 -.0054293 .017047 -1.5560 .048986 .40771
4 .0052916 .010413 3.0819 .034954 .58911
5 .014751 .0096578 -.87934 .0040343 .35158
6 .0033192 .014641 .16185 .013102 .10246
7 -.0046641 .017518 -1.3061 .023006 .20244
8 -.0041465 .015141 1.2360 .036521 .24596
9 .0011850 .012650 -.30666 .028908 .14539
10 -.0020288 .013087 .52807 .027902 -.071978
Lampiran 8. Lanjutan
11 -.0060654 .014524 -.70006 .023871 -.090870
12 -.0080245 .014606 .52891 .028416 -.035427
13 -.0051380 .013898 -.24038 .025023 .038435
14 -.0042085 .013657 .42266 .025650 .021372
15 -.0040043 .014031 -.31271 .022944 .025145
16 -.0049591 .014229 .29922 .025576 .025781
17 -.0043031 .014115 -.16063 .024809 .047522
18 -.0042756 .013958 .26970 .026384 .033383
19 -.0040759 .013990 -.13805 .025076 .028416
20 -.0046460 .014046 .19640 .026127 .016723
21 -.0045176 .014051 -.083011 .025221 .024471
22 -.0046339 .014010 .17355 .025945 .021572
23 -.0044015 .014015 -.054536 .025124 .026271
24 -.0045651 .014030 .13722 .025693 .023068
25 -.0044334 .014041 -.028848 .025181 .027776
26 -.0045189 .014029 .12012 .025679 .025612
27 -.0043996 .014028 -.0098022 .025288 .027739
28 -.0044993 .014028 .10133 .025657 .024829
29 -.0044394 .014033 .0039636 .025360 .026430
30 -.0045110 .014028 .090006 .025632 .024678
31 -.0044508 .014029 .015350 .025388 .026076
32 -.0045027 .014028 .079941 .025584 .024768
33 -.0044597 .014030 .023276 .025401 .025985
34 -.0044969 .014029 .072950 .025557 .025160
35 -.0044597 .014030 .029842 .025421 .026083
36 -.0044879 .014029 .067366 .025541 .025331
37 -.0044627 .014030 .034494 .025438 .025948
38 -.0044860 .014029 .063187 .025531 .025365
39 -.0044666 .014030 .038231 .025452 .025841
40 -.0044839 .014029 .060006 .025521 .025392
41 -.0044693 .014030 .040970 .025460 .025758
42 -.0044825 .014029 .057566 .025512 .025437
43 -.0044710 .014030 .043108 .025466 .025733
44 -.0044807 .014029 .055731 .025506 .025491
45 -.0044719 .014029 .044710 .025471 .025710
46 -.0044795 .014029 .054318 .025502 .025521
47 -.0044729 .014029 .045940 .025475 .025686
48 -.0044786 .014029 .053253 .025499 .025540
49 -.0044737 .014029 .046872 .025478 .025664
50 -.0044781 .014029 .052436 .025496 .025553
*****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LGWM
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
Lampiran 8. Lanjutan
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP
0 0.00 0.00 0.00 .19914 -.23617
1 .8290E-3 .0073906 .89529 .12973 -.48358
2 -.1668E-3 .0060188 -1.2339 .085343 -.073798
3 -.5271E-3 .014390 .61372 .035015 -.056071
4 .0021633 .016836 -.75531 .0014720 .64718
5 .0065260 .018249 .99596 .0092890 .82072
6 .010930 .019096 -.89219 .013041 .81276
7 .0059217 .019067 .57962 .034282 .57350
8 .0017943 .018490 -.40126 .038026 .29677
9 -.0036839 .017410 .60339 .043418 .041132
10 -.0072730 .017344 -.36510 .038564 -.10443
11 -.010648 .017577 .34262 .037213 -.14646
12 -.010517 .017677 -.23945 .032099 -.075853
13 -.0095365 .017588 .36047 .031139 -.012567
14 -.0076111 .017611 -.15572 .028278 .050526
15 -.0071140 .017745 .25166 .029874 .068671
16 -.0064971 .017821 -.11853 .029875 .085782
17 -.0066416 .017752 .22504 .032120 .073169
18 -.0065025 .017680 -.063558 .031853 .062193
19 -.0069950 .017651 .17853 .032812 .040585
20 -.0071345 .017670 -.041746 .032015 .036198
21 -.0074270 .017667 .15255 .032394 .032159
22 -.0072718 .017668 -.011981 .031613 .039075
23 -.0073030 .017669 .13157 .031880 .040386
24 -.0071324 .017685 .0041507 .031412 .046267
25 -.0071676 .017688 .11519 .031797 .046183
26 -.0070592 .017689 .019580 .031569 .048547
27 -.0071191 .017683 .10330 .031903 .046039
28 -.0070795 .017683 .029613 .031712 .046183
29 -.0071546 .017680 .093546 .031929 .043928
30 -.0071276 .017681 .037984 .031745 .044565
31 -.0071718 .017679 .086634 .031880 .043567
32 -.0071378 .017681 .044101 .031727 .044610
33 -.0071629 .017681 .081109 .031832 .044186
34 -.0071322 .017682 .048881 .031727 .045085
35 -.0071497 .017681 .077078 .031819 .044665
36 -.0071283 .017682 .052474 .031746 .045154
37 -.0071455 .017681 .073894 .031819 .044665
38 -.0071322 .017682 .055199 .031762 .044952
39 -.0071464 .017681 .071524 .031815 .044569
40 -.0071362 .017681 .057285 .031769 .044817
41 -.0071465 .017681 .069696 .031807 .044569
42 -.0071380 .017681 .058865 .031772 .044799
43 -.0071450 .017681 .068320 .031801 .044636
44 -.0071381 .017681 .060077 .031774 .044815
45 -.0071435 .017681 .067267 .031797 .044681
46 -.0071385 .017681 .060992 .031778 .044804
47 -.0071428 .017681 .066466 .031796 .044692
Lampiran 8. Lanjutan
48 -.0071391 .017681 .061692 .031781 .044781
49 -.0071425 .017681 .065857 .031794 .044694
50 -.0071397 .017681 .062222 .031782 .044764
*****************************************************************
Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for DEP
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y LGWM DEP
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y LGWM DEP
0 0.00 0.00 0.00 0.00 1.7332
1 -.0019377 .0036361 -.52931 -.025758 1.3585
2 .6605E-3 .0045340 -1.1716 -.027147 1.1155
3 -.0098798 .0025429 1.1266 -.0046853 .91482
4 -.013466 .5771E-4 .30947 -.0074627 .44576
5 -.020194 -.2530E-3 -.23261 .0025694 .071126
6 -.029507 .0014953 -.51702 .0073084 -.088282
7 -.032183 .6701E-3 .29744 .0050227 -.024577
8 -.028426 -.8801E-3 .18793 -.0026887 .051757
9 -.026270 -.7152E-3 .091164 -.0090340 .080606
10 -.026347 .3419E-3 -.21948 -.010784 .15155
11 -.025885 .7031E-3 .067831 -.0080543 .23717
12 -.023859 .2491E-3 .036107 -.0065572 .28485
13 -.022846 -.6253E-4 .11156 -.0054787 .25852
14 -.023342 .7811E-4 -.064950 -.0053470 .21804
15 -.024454 .2356E-3 .035454 -.0043265 .19589
16 -.024751 .1728E-3 -.0077096 -.0042916 .19516
17 -.024681 .5161E-4 .066147 -.0044532 .19284
18 -.024589 .5992E-4 -.013532 -.0052320 .19242
19 -.024707 .1305E-3 .034317 -.0053746 .19507
20 -.024633 .1570E-3 -.0034232 -.0055416 .20348
21 -.024512 .1349E-3 .041782 -.0053498 .20755
22 -.024384 .1238E-3 .0028390 -.0053999 .20834
23 -.024422 .1315E-3 .030716 -.0052257 .20576
24 -.024452 .1371E-3 .0050317 -.0052317 .20476
25 -.024497 .1296E-3 .030261 -.0051184 .20333
26 -.024490 .1239E-3 .0093186 -.0051952 .20294
27 -.024516 .1246E-3 .026211 -.0051705 .20218
28 -.024513 .1285E-3 .010667 -.0052452 .20272
29 -.024519 .1287E-3 .024845 -.0052162 .20301
30 -.024498 .1282E-3 .013046 -.0052602 .20366
31 -.024498 .1282E-3 .023131 -.0052269 .20361
32 -.024490 .1292E-3 .014005 -.0052489 .20379
Lampiran 8. Lanjutan
33 -.024497 .1290E-3 .022026 -.0052159 .20359
34 -.024492 .1286E-3 .015213 -.0052330 .20363
35 -.024498 .1281E-3 .021150 -.0052130 .20340
36 -.024496 .1283E-3 .015862 -.0052306 .20344
37 -.024501 .1283E-3 .020454 -.0052177 .20334
38 -.024498 .1284E-3 .016502 -.0052319 .20345
39 -.024500 .1283E-3 .019972 -.0052221 .20341
40 -.024497 .1284E-3 .016922 -.0052322 .20349
41 -.024499 .1284E-3 .019568 -.0052236 .20345
42 -.024497 .1285E-3 .017270 -.0052303 .20350
43 -.024498 .1284E-3 .019285 -.0052235 .20346
44 -.024497 .1284E-3 .017524 -.0052288 .20348
45 -.024498 .1284E-3 .019054 -.0052239 .20345
46 -.024497 .1284E-3 .017719 -.0052282 .20347
47 -.024498 .1284E-3 .018887 -.0052246 .20345
48 -.024497 .1284E-3 .017869 -.0052279 .20347
49 -.024498 .1284E-3 .018755 -.0052252 .20345
50 -.024498 .1284E-3 .017981 -.0052277 .20347
Lampiran 9. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LCR
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM
0 1.00000 0.00 0.00 0.00 0.00
1 .98861 .7181E-4 .010749 .5292E-3 .4017E-4
2 .94861 .041328 .0096446 .3928E-3 .2733E-4
3 .92549 .058661 .0091950 .0064073 .2436E-3
4 .92223 .051632 .0096876 .016225 .2204E-3
5 .89303 .051531 .019072 .035484 .8784E-3
6 .84437 .066953 .016615 .069363 .0026974
7 .78980 .094712 .015078 .098003 .0024043
8 .74958 .12032 .014063 .11375 .0022908
9 .72190 .13859 .012885 .12302 .0036121
10 .69846 .15331 .011932 .12986 .0064334
11 .67636 .16688 .011895 .13406 .010811
12 .65824 .17872 .012554 .13614 .014352
13 .64537 .18764 .012364 .13774 .016883
14 .63516 .19465 .012024 .13990 .018261
15 .62554 .20099 .011659 .14251 .019304
16 .61613 .20732 .011481 .14505 .020012
17 .60767 .21314 .011218 .14729 .020696
18 .60016 .21828 .010981 .14931 .021274
19 .59336 .22282 .010736 .15114 .021950
20 .58703 .22705 .010587 .15273 .022607
21 .58126 .23092 .010434 .15410 .023293
22 .57603 .23445 .010311 .15533 .023879
23 .57128 .23765 .010170 .15648 .024429
24 .56686 .24062 .010057 .15757 .024894
25 .56274 .24339 .0099375 .15860 .025334
26 .55890 .24599 .0098356 .15956 .025718
27 .55532 .24840 .0097279 .16046 .026090
28 .55196 .25066 .0096372 .16131 .026428
29 .54882 .25278 .0095462 .16210 .026762
30 .54586 .25478 .0094678 .16283 .027070
31 .54308 .25664 .0093884 .16352 .027368
32 .54046 .25841 .0093183 .16417 .027643
33 .53800 .26007 .0092483 .16478 .027907
34 .53566 .26164 .0091853 .16536 .028151
35 .53345 .26313 .0091226 .16591 .028385
36 .53135 .26455 .0090653 .16643 .028603
37 .52936 .26589 .0090090 .16693 .028814
38 .52746 .26717 .0089572 .16740 .029011
Lampiran 9. Lanjutan
39 .52566 .26838 .0089064 .16785 .029202
40 .52394 .26954 .0088593 .16828 .029382
41 .52230 .27064 .0088132 .16869 .029556
42 .52073 .27170 .0087702 .16908 .029720
43 .51923 .27271 .0087282 .16945 .029878
44 .51779 .27368 .0086887 .16981 .030029
45 .51642 .27460 .0086503 .17015 .030174
46 .51510 .27549 .0086139 .17048 .030312
47 .51383 .27635 .0085786 .17080 .030446
48 .51262 .27717 .0085450 .17110 .030573
49 .51145 .27795 .0085124 .17139 .030696
50 .51032 .27871 .0084813 .17167 .030815
*****************************************************************
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LM2
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM
0 .013723 .98628 0.00 0.00 0.00
1 .010181 .95637 .0069731 .0026485 .023830
2 .017257 .89799 .055184 .0048231 .024747
3 .028384 .83502 .082968 .0032763 .050349
4 .043880 .80602 .075649 .0030626 .071387
5 .049703 .78920 .069526 .0031593 .088410
6 .049442 .77254 .073955 .0026883 .10137
7 .050994 .75612 .081988 .0024864 .10842
8 .054003 .74599 .084222 .0028050 .11298
9 .056184 .74160 .083358 .0029816 .11588
10 .056963 .73882 .083106 .0028753 .11823
11 .057372 .73575 .084157 .0027245 .12000
12 .058066 .73285 .085033 .0026641 .12139
13 .058834 .73060 .085240 .0026666 .12266
14 .059371 .72878 .085283 .0026501 .12391
15 .059731 .72702 .085568 .0026150 .12506
16 .060072 .72535 .085925 .0025919 .12606
17 .060433 .72392 .086173 .0025858 .12689
18 .060748 .72274 .086317 .0025792 .12762
19 .061006 .72171 .086468 .0025653 .12825
20 .061231 .72077 .086627 .0025499 .12882
21 .061446 .71992 .086769 .0025380 .12933
22 .061645 .71916 .086879 .0025283 .12979
23 .061822 .71846 .086984 .0025189 .13022
24 .061982 .71780 .087085 .0025098 .13062
Lampiran 9. Lanjutan
25 .062132 .71720 .087183 .0025022 .13099
26 .062271 .71664 .087268 .0024955 .13132
27 .062400 .71613 .087347 .0024893 .13164
28 .062518 .71565 .087421 .0024833 .13193
29 .062628 .71521 .087491 .0024776 .13220
30 .062731 .71480 .087554 .0024724 .13245
31 .062828 .71441 .087614 .0024674 .13268
32 .062918 .71405 .087670 .0024628 .13290
33 .063003 .71371 .087723 .0024584 .13311
34 .063083 .71339 .087772 .0024543 .13330
35 .063158 .71309 .087819 .0024505 .13348
36 .063229 .71280 .087863 .0024468 .13366
37 .063297 .71253 .087905 .0024434 .13382
38 .063360 .71228 .087945 .0024402 .13398
39 .063421 .71204 .087983 .0024371 .13412
40 .063478 .71181 .088018 .0024341 .13426
41 .063533 .71159 .088052 .0024314 .13440
42 .063585 .71138 .088084 .0024287 .13452
43 .063634 .71118 .088115 .0024262 .13464
44 .063682 .71099 .088145 .0024237 .13476
45 .063727 .71081 .088173 .0024214 .13487
46 .063770 .71064 .088200 .0024192 .13497
47 .063811 .71047 .088225 .0024171 .13507
48 .063851 .71031 .088250 .0024151 .13517
49 .063889 .71016 .088274 .0024132 .13526
50 .063926 .71002 .088296 .0024113 .13535
*****************************************************************
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable Y
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM
0 .0034598 .0085328 .98801 0.00 0.00
1 .024811 .0063988 .94597 .0087857 .014034
2 .031890 .010866 .87992 .027319 .050005
3 .085194 .012680 .80696 .041857 .053312
4 .073783 .024015 .81280 .037529 .051875
5 .071936 .023748 .80271 .038414 .063193
6 .074399 .024468 .78711 .039735 .074289
7 .076406 .023943 .78378 .039051 .076819
8 .074724 .024959 .78469 .038861 .076765
9 .074306 .026303 .77991 .038566 .080917
10 .075098 .026277 .77772 .038641 .082259
Lampiran 9. Lanjutan
11 .074954 .026063 .77754 .038332 .083113
12 .074722 .026273 .77740 .038211 .083398
13 .074656 .026753 .77560 .038136 .084851
14 .074760 .027115 .77520 .038030 .084894
15 .074676 .027207 .77467 .037945 .085502
16 .074645 .027414 .77452 .037884 .085536
17 .074607 .027677 .77379 .037848 .086083
18 .074601 .028003 .77359 .037795 .086013
19 .074553 .028230 .77312 .037762 .086340
20 .074539 .028488 .77295 .037731 .086290
21 .074504 .028739 .77251 .037710 .086533
22 .074485 .029034 .77232 .037683 .086472
23 .074450 .029294 .77194 .037665 .086647
24 .074432 .029569 .77175 .037645 .086600
25 .074400 .029830 .77141 .037630 .086732
26 .074379 .030113 .77120 .037612 .086694
27 .074348 .030380 .77088 .037598 .086795
28 .074327 .030658 .77067 .037582 .086768
29 .074298 .030924 .77036 .037569 .086847
30 .074275 .031203 .77014 .037554 .086829
31 .074247 .031472 .76985 .037541 .086893
32 .074224 .031749 .76962 .037527 .086883
33 .074197 .032018 .76934 .037514 .086936
34 .074173 .032294 .76910 .037500 .086933
35 .074146 .032565 .76883 .037488 .086977
36 .074122 .032839 .76859 .037474 .086979
37 .074095 .033110 .76832 .037462 .087018
38 .074071 .033383 .76807 .037448 .087024
39 .074045 .033654 .76781 .037436 .087058
40 .074020 .033927 .76756 .037423 .087068
41 .073994 .034198 .76730 .037410 .087098
42 .073970 .034470 .76705 .037397 .087110
43 .073944 .034741 .76679 .037384 .087138
44 .073919 .035013 .76654 .037372 .087152
45 .073894 .035283 .76629 .037359 .087178
46 .073869 .035554 .76604 .037346 .087194
47 .073843 .035824 .76578 .037333 .087218
48 .073819 .036095 .76553 .037321 .087235
49 .073793 .036365 .76527 .037308 .087259
50 .073768 .036635 .76502 .037295 .087276
*****************************************************************
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable DEP
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
Lampiran 9. Lanjutan
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM
0 .0033656 .15758 .019884 .81917 0.00
1 .051792 .56485 .0061443 .37080 .0064190
2 .036138 .64283 .0045925 .31181 .0046288
3 .030301 .66081 .010682 .29416 .0040457
4 .027962 .65283 .022885 .27404 .022284
5 .027064 .63711 .026475 .26338 .045979
6 .026526 .62252 .026148 .25780 .067005
7 .028481 .61325 .027158 .25407 .077038
8 .031538 .60833 .028988 .25170 .079440
9 .034264 .60626 .029579 .25073 .079166
10 .037508 .60359 .029599 .25032 .078981
11 .041310 .59975 .029642 .25052 .078782
12 .045255 .59615 .029412 .25108 .078104
13 .048329 .59371 .029222 .25125 .077486
14 .051089 .59171 .029039 .25100 .077169
15 .053782 .58973 .028885 .25061 .076998
16 .056634 .58757 .028729 .25014 .076928
17 .059385 .58552 .028628 .24969 .076777
18 .062125 .58354 .028493 .24928 .076567
19 .064828 .58160 .028353 .24895 .076263
20 .067595 .57959 .028191 .24869 .075932
21 .070295 .57762 .028039 .24846 .075585
22 .072960 .57567 .027883 .24822 .075265
23 .075548 .57379 .027738 .24797 .074958
24 .078128 .57191 .027589 .24769 .074680
25 .080660 .57006 .027451 .24742 .074408
26 .083177 .56823 .027311 .24714 .074148
27 .085650 .56643 .027177 .24686 .073882
28 .088113 .56464 .027039 .24659 .073620
29 .090541 .56287 .026906 .24633 .073350
30 .092950 .56112 .026770 .24608 .073086
31 .095323 .55939 .026639 .24583 .072821
32 .097675 .55768 .026507 .24558 .072562
33 .099994 .55599 .026378 .24533 .072305
34 .10229 .55432 .026249 .24509 .072054
35 .10456 .55267 .026124 .24484 .071805
36 .10681 .55103 .025998 .24460 .071560
37 .10903 .54942 .025875 .24437 .071317
38 .11122 .54782 .025752 .24413 .071077
39 .11339 .54624 .025632 .24390 .070838
40 .11555 .54467 .025512 .24367 .070602
41 .11767 .54313 .025394 .24344 .070368
42 .11978 .54159 .025276 .24322 .070138
43 .12186 .54008 .025161 .24300 .069909
44 .12392 .53858 .025046 .24278 .069684
45 .12595 .53710 .024932 .24256 .069460
46 .12797 .53563 .024820 .24234 .069239
47 .12996 .53418 .024709 .24213 .069020
Lampiran 9. Lanjutan
48 .13194 .53274 .024599 .24192 .068803
49 .13389 .53132 .024490 .24171 .068589
50 .13583 .52991 .024383 .24150 .068377
*****************************************************************
Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LGWM
Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR
*****************************************************************
61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3.
List of variables included in the cointegrating vector:
LCR LM2 Y DEP LGWM
Trend
List of I(0) variables included in the VAR:
DUMMY
*****************************************************************
List of imposed restrictions:
a1=1; a2=0; a3=0; b1=0; b2=1; b3=0; c1=0; c2=0; c3=1;
*****************************************************************
Horizon LCR LM2 Y DEP LGWM
0 .045845 .064137 .035339 .015579 .83910
1 .091540 .10634 .033878 .034616 .73362
2 .085514 .17775 .073476 .041231 .62203
3 .085544 .22243 .087545 .037670 .56681
4 .095772 .25707 .090741 .035127 .52129
5 .099086 .28264 .086698 .033525 .49805
6 .10140 .31092 .083286 .031932 .47246
7 .10083 .33615 .081803 .029928 .45129
8 .10160 .35268 .085444 .028429 .43184
9 .10319 .36333 .086015 .028251 .41921
10 .10519 .37119 .086786 .028486 .40835
11 .10620 .37964 .086567 .028311 .39928
12 .10717 .38868 .087589 .027836 .38872
13 .10800 .39806 .087639 .027288 .37901
14 .10909 .40699 .087881 .026740 .36930
15 .10986 .41553 .087501 .026175 .36093
16 .11064 .42340 .087653 .025614 .35269
17 .11124 .43066 .087569 .025112 .34542
18 .11194 .43717 .087815 .024693 .33838
19 .11254 .44317 .087789 .024332 .33217
20 .11317 .44873 .087989 .023998 .32611
21 .11369 .45405 .088005 .023676 .32058
22 .11424 .45908 .088160 .023368 .31515
23 .11472 .46391 .088161 .023070 .31013
24 .11521 .46848 .088263 .022783 .30526
25 .11564 .47284 .088268 .022507 .30075
26 .11607 .47695 .088355 .022246 .29638
27 .11646 .48086 .088371 .022001 .29231
28 .11685 .48455 .088445 .021769 .28839
29 .11720 .48808 .088470 .021549 .28470
30 .11755 .49143 .088535 .021340 .28115
31 .11788 .49464 .088562 .021140 .27779
32 .11820 .49770 .088616 .020949 .27454
33 .11849 .50064 .088642 .020765 .27146
34 .11879 .50345 .088689 .020589 .26849
35 .11906 .50614 .088715 .020421 .26566
36 .11933 .50873 .088756 .020259 .26293
37 .11958 .51121 .088781 .020103 .26032
38 .11983 .51359 .088818 .019954 .25781
39 .12006 .51589 .088843 .019811 .25540
40 .12029 .51809 .088876 .019673 .25307
41 .12050 .52022 .088900 .019540 .25084
42 .12072 .52226 .088930 .019412 .24868
43 .12092 .52424 .088953 .019289 .24660
44 .12111 .52615 .088980 .019169 .24459
45 .12130 .52799 .089002 .019054 .24265
46 .12149 .52976 .089027 .018943 .24078
47 .12166 .53148 .089048 .018836 .23897
48 .12183 .53315 .089070 .018732 .23722
49 .12200 .53476 .089090 .018631 .23552
50 .12216 .53631 .089111 .018533 .23388
*****************************************************************
Lampiran 10. Matriks Variance dan Covariance
Estimated System Covariance Matrix of Errors
*****************************************************************
LCR LM2 Y DEP LGWM
LCR 0.0041323 .2546E-3 -.021963 -.0072076 .0029648
LM2 .2546E-3 .0011428 -.019366 .025313 .0020141
Y -.021963 -.019366 33.7389 -1.9468 .18876
DEP -.0072076 .025313 -1.9468 3.7353 -.021385
LGWM .0029648 .0020141 .18876 -.021385 .046399
*****************************************************************