ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL MARSIALOPARI KARYA TARALAMSYAH SARAGIH
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA : KEZIA ULIMARINA PURBA
NIM : 100707010
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL MARSIALOP ARI KARYA
TARALAMSYAH SARAGIH
OLEH :
NAMA: KEZIA ULIMARINA PURBA
NIM : 100707010
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Drs. Setia Dermawan Purba, M. Si. Drs. Fadlin, M.A.
NIP 195608281986011001 NIP 196102201989031003
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni
dalam bidang disiplin Etnomuskologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D. ( )
2. Drs. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Setia Dermawan Purba, M. Si ( )
4. Drs. Fadlin, M.A. ( )
5. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si ( )
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
ABSTRAK
Marsialop ari merupakan salah satu nyanyian masyarakat Simalungun yang
di ciptakan oleh Taralamsyah Saragih. marsialop ari adalah nyanyian ajakan
masyarakat untuk bekerja bergotong royong, bercocok tanam.
Dalam penulisan ini, penulis melakukan pendekatan yang bersifat kualitatif
yang menghasilkan data deskriptif. Sehingga menghasilkan pernyataan dari informan
maupun narasumber. Penulis juga menggunakan teori semiotik untuk menganalisa
teks serta menggunakan teori weighted scale dalam menganalisa melodi marsialop
ari. Penelitian ini bertujuan untuk membahas makna dari teks dan musikal dari
marsialop ari.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti marsialop ari ini dan
dituangkan ke dalam skripsi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan
anugrah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis,
serta memberi kekuatan dan pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Analisis Tekstual dan Musikal Marsialop Ari Karya
Taralamsyah Saragih”Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang tedapat dalam penulisan
atau penyusunan skripsi ini. Dan juga tidak luput dari kebosanan dan jenuh yang
penulis rasakan. Namun, dengan adanya dorongan dari orang-orang sekitar penulis
maka penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua
orangtua saya tercinta, ayahanda St. Janesin Purba dan ibunda Rismauli Sihombing.
Terimakasih atas cinta kasih dan perhatian yang telah diberikan kepada saya. Serta
motivasi-motivasi yang diberikan dan juga doa yang selalu dipanjatkan kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr.
Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Begitu juga
segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat BapakDrs.
Setia Dermawan Purba, M. Si. Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing
dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas ilmu-ilmu,
nasehat-nasehat, perhatian, pengalamanyang telah Bapak berikan kepada penulis
selama berada di perkuliahan.Kiranya Tuhan selalu memberikan berkat yang
melimpah serta kesehatan kepada Bapak. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada yang terhomat Bapak Drs. Fadlin, M.A. Sebagai Dosen Pembimbing II yang
telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai
perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan
kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasi melindungi dan
melimpahkan berkat untuk Bapak.
Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris
Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lancarnya administrasi
kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu juga untuk Ibu Adry
Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi
FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf
pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan
pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Kepada
seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs.
Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin,
M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra.
Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan
Purba, M.Si., dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu yang telah membagikan ilmu
dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup
Bapak/Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis.
Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;Bapak Harris Hemdi Purba, Ibu Normasiah
Saragih, Ibu Ance Sinaga, Bapak Urich Damanik. Sungguh pengalaman dan
kesempatan yang tak terhingga yang penulis dapat untuk mengetahui Simalungun
lebih lagi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada abang terkasih Horisman
Maranatha Saragih, S.kom yang sudah memberi semangat dan doa kepada penulis.
Begitu juga kepada saudara-saudara saya yang juga menyokong, memberi semangat
serta materi dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Serta teman-teman
seperjuangan: Anna Purba, Deby Gea, Miduk Nadeak, Riska Prisila, Ruth Marbun,
Ayu Matondang, Erny Banjarnahor, Yusuf Siregar, Lido Hutagalung, Meilinda
Tarigan, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terimakasih atas semangat yang kalian berikan. Semoga kita dapat berhasil semua.
Medan, September 2014
Kezia Ulimarina Purba
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI .................................................................................................. V KATA PENGANTAR ................................................................................... VII DAFTAR ISI .................................................................................................. X DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... XII DAFTAR TABEL .......................................................................................... XIV
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1 1.2 Pokok Permasalahan .................................................................... 7 1.3 Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 8
1.3.1 Tujuan ................................................................................ 8 1.3.2 Manfaat .............................................................................. 8
1.4 Konsep dan Teori......................................................................... 9 1.4.1 Konsep ............................................................................... 9 1.4.2 Teori .................................................................................. 11
1.5 Metode Penelitian ........................................................................ 13 1.5.1 Wawancara............................................................. 15 1.5.2 Kerja Laboratorium.......................................................... 15
1.5.3 Studi Kepustakaan ……………………………………… 1.6 Lokasi Penelitian .........................................................................
BAB II: Gambaran Umum Masyarakat Simalungun ................................ 19
2.1 Suku Simalungun ........................................................................ 19 2.1.1 Asal-usul Simalungun ....................................................... 27 2.2 Sistem kekerabatan ...................................................................... 30 2.2.1 Struktur Sosial: “Tolu Sahundulan Lima Saodoran”......... 31 2.3 Sistem Kepercayaan dan Agama ................................................. 32 2.4 Sistem Mata Pencaharian............................................................ 34 2.5 Kesenian Simalungun .................................................................. 36 2.5.1 Seni Musik ......................................................................... 2.5.2 Seni Tari ............................................................................ 2.5.3 Seni Rupa............................................................................ 2.6 Bahasa ......................................................................................... 2.7 Filosofi Simalungun .................................................................... 2.8 Pengertian Biografi ..................................................................... 2.9 Biografi Taralamsyah Saragih ....................................................
BAB III: Analisis Tekstual Marsialop Ari .................................................. 39 3.1 Bentuk Teks Marsialop Ari ........................................................ 39 3.2 Analisis Semiotik Tekstual Marsialop Ari ................................. 41
BAB IV: Transkripsi dan Analisis Musikal Marsialop Ari …................... 61
4.1 Transkripsi .................................................................................. 61 4.1.1 Simbol Dalam Notasi ........................................................ 61
4.2 Analisis Melodi Marsialop Ari ................................................... 63 4.2.1 Tangga Nada ..................................................................... 63 4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center)................................................. 64
4.2.3 Wilayah Nada (Range) …………………………………. 4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of notes) ……………………... 4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals) …………………... 4.2.6 Pola Kadensa……………………………………………. 4.2.7 Formula Melodik ……………………………………….. 4.2.8 Kontur …………………………………………………..
4.3 Perubahan Penyajian Marsialop Ari............................................
BAB V: PENUTUP ....................................................................................... 112
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 112 5.2 Saran ........................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 123 DAFTAR INFORMAN ................................................................................... 125 LAMPIRAN I MARSIALOP ARI .................................................................... LAMPIRAN II MARSIALOP ARI DENGAN INGGOU ................................
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Nada Dalam Marsialop Ari .........................................
Tabel 4.2 Jumlah Interval Marsialop Ari ................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Pergi ke ladang .....................................................................
Gambar 3.2 gerakan menyabit .................................................................
Gambar 3.3 Gerakan menanam ................................................................
Gambar 3.4 Gerakan memijak Padi ..........................................................
Gambar 3.5 Gerakan atas hasil panen .......................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumatera Utara memiliki wilayah yang luas terbagidari beberapa daerah yang
dipimpin oleh seorang Gubernur dan terdapat beberapa suku, ras, agama, dan
golongan. Diantara semua itu ada beberapa suku yang bertautan dan saling
melengkapi menjadi suatu etnik, adapun etnik tersebut terdiri dari Batak Toba, Karo,
Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu, Pesisir, Sibolga, Nias, inilah sub
etnik yang ada di Sumatera Utara. Etnik Simalungun banyak memiliki kebudayaan
terdiri dari seni vokal, tari-tarian, adat dan kebiasaan yang lainnya yang berbentuk
budaya. Simalungun adalah termasuk salah satu yang banyak memiliki kebudayaan,
secara administratif Simalungun disebut dalam 1 kabupaten Simalungun provinsi
Sumatera Utara.
Dalam kebudayaannya orang Simalungun memiliki sifat perantau
(marlajang), Simalungun mempunyai karakter mudah bearadaptasi (pasiatkon diri)
kemana pun dia pergi melangkah mencari kehidupan sehingga banyak orang yang
menerimanya dengan senang. Kehalusan budi pekerti dan tahu diri membuatnya
bertindak dengan berhati-hati, itulah keadaan Simalungun yang sesuai dengan
budayanya.
Perkataan Simalungun sudah dipergunakan orang belanda dengan nama
Simeloengoen-Landen (tanah simalungun) yang meliputi beberapa kerajaan-kerajaan
yakni kerajaan siantar, kerajaan tanah jawa kerajaan panei kerajaan raya, kerajaan
Purba, kerajaan Silimakuta, dan kerajaan Dolok Silou. Dimana sebelumnya wilayah
itu lebih dikenal dengan nama Batak Timur karena letaknya di sebelah timur Tapanuli
akan tetapi suku Batak Timur kemudian berganti nama yaitu Simalungun. Sebelum
masuknya belanda cukup banyak wilayah yang berpenduduk Simalungun
menaklukan diri (martuan/marpuang) kepenguasaan wilayah lain seperti Padang,
Serdang, Deli, Batubara, Asahan dan Karo. Dan mereka membaurkan diri dengan
budaya yang ada dan menanggalkan identitas nya sebagai identitasnya Simalungun,
namun ada juga yang tetap mempertahankan identitas suku Simalungun nya termasuk
dalam sistem pemerintahan huta (kampung) (Tole, 2003:1).
Simalungun memiliki wilayah yang luas dan subur sehingga Simalungun
dapat disebut daerah agraris. Mata pencaharian orang Simalungun yang tradisional
adalah marjuma yang artinya berladang dengan cara mangimas (menebang hutan
belukar) dan mengolahnya untuk ditanami palawija seperti ubi, padi, jagung, dan
lain-lain. Proses yang dilakukan untuk membuka ladang dan pengolahannya secara
keseluruhan. Di Simalungun peladang disebut dengan parjuma, mereka tinggal di
ladang membuat sopou (rumah kecil) seperti rumah panggung sebagai tempat tinggal
sementara untuk melindungi mereka dari binatang buas. Proses perladangan begitu
panjang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan sehingga dibentuklah kerja
kelompok yang disebut Marsialop Ari untuk semangat dalam bekerja.
Marsialop ari dibudayakan di Simalungun di setiap desa supaya ada semangat
untuk bekerja bersama. Karena, Simalungun memiliki spesifik dalam hal kegotong-
royongan yang turun-temurun. Istilah marharoan menurut wolfgang claus dari
misigent university marharoan disebut receprock labour bekerja dengan berkelompok
mengerjakan pekerjaan yang besar dengan membentuk kelompok beberapa orang
dewasa.
Pada awalnya,1marsialop ari ini dibentuk oleh karena kebutuhan yaitu secara
psikologis jika seseorang bekerja sendiri diladang tentu ada rasa jenuh ataupun malas,
Apalagi ditengah ladang yang sunyi sepi. Manusia adalah makhluk sosial yang suka
berkelompok dan berinteraksi satu dengan yang lain. Jika, bekerja berkelompok
seperti marharoan ini tentu menambah gairah semangat dan sukacita dan diiringi
dengan nyanyian. Marsialop ari juga sangat membantu misalnya sepetak ladang
dikerjakan berkelompok tentu selesai dalam satu hari inilah semangat marharoan
yang ada di Simalungun. Nyanyian atau lagu ini tidak termasuk nyanyian folklore
karena adanya pencipta dari lagu ini.
Marsialop Ari merupakan lagu nyanyian vokal karya Taralamsyah Saragih
yang dikenal masyarakat Simalungun. Lagu ini merupakan ungkapan atau ekspresi
dari luapan atau ajakan mereka untuk bekerja, lagu tersebut dinyanyikan pada saat
memulai dan selesai bekerja. Marsialop Ari berasal dari bahasa Simalungun.
Marsialop Ari berarti sekumpulan masyarakat yang bekerja secara gotong royong
1Hasil wawancara dengan Ibu Normasiah Saragih, anak dari Taralamsyah Saragih pada tanggal 10 April 2014.
membantu satu sama lain. Disinilah mereka bekerja secara bergiliran, sehingga
giliran pergantian hari yang disebut dengan marsialop ari.
Bangsa Indonesia terkenal dengan semangat gotong royong dan hal ini sudah
terjadi dari generasi ke generasi. Dengan adanya semangat gotong royong ini maka
pekerjaan dianggap lebih ringan dan cepat selesai. Hal ini juga terjadi di masyarakat
Simalungun. Oleh karena itu Marsialop Ari sudah dianggap bahagian dari kehidupan
ke gotong royongan dalam bekerja sama. Masyarakat Simalungun tidak lepas dari
budaya nyanyian atau vokal. Sehingga terciptalah lagu Marsialop Ari yang yang
secara khusus diciptakan oleh Taralamsyah Saragih untuk menambah semangat.
Syair sebagai berikut:
Eta marsialop ari ulang be ma tading
Asah parangon hadang ho ma do sangkulhon
Boan ma tajak mu ulang da lupa bajutmu
Olobkon ma tongon na marharoan bolonon
Ganupan ningon dong i juma simalungun on
Olobkon ma tongon na marharoan bolonon
Ganupan ningon dong i juma simalungun on
Taralamsyah Saragih adalah salah seorang bangsawan Simalungun yang
memiliki kepedulian terhadap seni, budaya, dan sejarah Simalungun, beliau juga
seorang yang multi talenta dan mampu memainkan beberapa alat musik, mencipta
lagu dan menari. Kepeduliannya dengan Simalungun, sudah jarang kita temukan saat
ini di kalangan masyarakat Simalungun. Taralamsyah Saragih juga telah banyak
menciptakan lagu Simalungun yang sampai saat ini masih dapat dinikmati di dalam
masyarakat khususnya di kebudayaan Simalungun.
Menurut Harris Purba2 lagu Marsialop Ari ini dinyanyikan atau disajikan saat
sebelum ke ladang sebagai ajakan untuk ikut bekerja, saat memulai, bekerja, dan
mengakhiri pekerjaan lagu ini dinyanyikan juga. Pada zaman itu, lagu ini diiringi
hanya dengan alat musik tiup yaitu suling. Yang membawakan atau menyanyikan
lagu ini adalah sekumpulan orang yang hendak bekerja untuk menambah semangat
dalam beraktifitas mengerjakan pekerjaannya. Lagu ini termasuk lagu hiburan.
Teks atau syair dari lagu Marsialop Ari, sejak diciptakan masih kekal
keberadaannya sampai saat ini. Lagu ini sudah tidak begitu dikenal oleh para
pemuda/pemudi sekarang. Karena disebabkan oleh banyaknya musik modern
sekarang yang begitu berkembang sangat cepat. Namun, menurut informan lagu ini
masih dikenali oleh kalangan yang sudah tua.
Jenis-jenis nyanyian rakyat Simalungun berdasarkan penggolongan yang di
kemukakan Brunvand (dalam Danandjaja 1992 : 145-152) dalam buku
PluralitasMusik Etnik oleh Drs. Setia Dermawan Purba, maka dapat dibagi kedalam 9
bagian:
1. Nyanyian menidurkan anak (lullaby), yakni nyanyian yang mempunyai
lagu dan irama yang halus dan tenang, berulang-ulang, ditambah dengan
2Hasil wawancara dengan Harris Purba, murid Taralamsyah Saragih. Seorang pengajar tari pada tanggal 13 April 2014
kata-kata kasih saying sehingga dapat membangkitkan rasa sejahtera, rasa
santai, dan akhir nya kantuk.
2. Nyanyian kerja (working song) yakni nyanyian yang mempunyai irama
dan kata-kata yang berifat menggugah semangat, sehingga dapat
menimbulkan rasa gairah untuk bekerja.
3. Nyanyian permainan (play song) yakni nyanyian yang mempunyai irama
gembira serta kata-kata lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan
bermain.
4. Nyanyian liris sesunguhnya, yakni nyanyian-nyayian yang liriknya
mengungkapkan perasaan tanpa menceritakan suatu kisah yang
bersambung (coherent).
5. Nyanyian rakyat yang bersifat kerohanian dan keagamaan lainnya, yakni
nyanyian-nyanyian rakyat yang liriknya adalah mengenai cerita-cerita
yang ada dalam kitab injil dan kitab suci lainnya, legenda keagamaan atau
pelajaran-pelajaran keagamaan.
6. Nyanyian nasehat, yakni nyanyian rakyat yang liriknya memberi nasihat
untuk kebaikan.
7. Nyanyian rakyat mengenai pacaran dan pernikahan. Contoh nyanyian ini
di Simalungun adlah tangis-tangis boru laho, taur-taur simbadar,dll.
8. Nyanyian kanak-kanak. Contoh nyanyian ini di Simalungun adalah
marsiarangoi, marsap-sap sere, tapi garo-garo.
9. Nyanyian rakyat yang bersifat berkisah (narrative song), yakni cerita
rakyat yang menceritakan suatu kisah. Contoh nyanyian di Simalungun
adalah inggou turi-turian yang mengisahkan asal mula pengobatan dan
lain-lain.
Dari kesembilan poin-poin diatas, maka nyanyian yang penulis bahas ini ada
termasuk ke poin ketiga, karena nyanyian ini termasuk nyanyian bekerja, untuk
memangkitkan gairah bekerja. Nyanyian ini juga dapat digolongkan ke dalam fungsi
komunikasi sebagaimana dikemukakan Merriam (1964-223) Pluralitas (2004:143-
144) bahwa lagu vocal dalam hal ini nyanyian rakyat, menyampaikan pesan yang
terkandung dalam teksnya, juga termasuk ke dalam fungsi yang berkaitan dengan
norma-norma social yang dalam teks nyanyian rakyat Simalungun sering
memberikan arti agar norma-norma social dapat terpelihara.
Lagu ini diciptakan pada tahun 50-an dan digunakan untuk mengiringi tari
Haroan Bolon di tahun 60-an dan juga dipertunjukkan di bioskop riang Jl.Simarito
no. 59, Pematang Siantar. Dalam pertunjukkan ini Taralamsyah Saragih yang
mengajarkan dan melatih tari dan vokal secara langsung.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis terdorong untuk menyusun serta
menuliskannya dalam bentuk skripsi dengan judul: ANALISIS TEKSTUAL DAN
MUSIKAL LAGU MARSIALOP ARI KARYA TARALAMSYAH SARAGIH
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana struktur melodi Marsialop Ari
b. Apakah makna tekstual dari lagu Marsialop Ari?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Secara akademis, adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana
seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui makna lagu Marsialop ari.
3. Untuk mengetahui struktur dari lagu Marsialop Ari.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji bagaimana pengertian dan
pemahaman mengenai Marsialop Ari dan melihat makna tekstual lagu marsialop Ari
sebagai cara untuk menyampaikan rasa atau ungkapan atau ekspresi mereka.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan
pengetahuan tentang kebudayaan Simalungun. Manfaat lain yang dapat diperoleh
dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai untuk menambah dokumentasi mengenai Simalungun di Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai proses pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh
penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
3. Sebagai referensi untuk peneliti lainnya yang mempunyai keterkaitan dengan
topik judul penelitian.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu
penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis,
berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten (koentjaraningrat 2009:85). Menurut
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005), Konsep merupakan rancangan
ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.Maka, berdasarkan
pengertian diatas penulis akan menjelaskan beberapa konsep yang berkaitan dengan
tulisan ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau
analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan
bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam tulisan
ini berarti hasil penguraian objek penelitian. Melodi dan teks Marsialop Ari yang
didapat akan diuraikan agar memperoleh pengertian dan pemahaman makna tentang
marsialop ari.
Menurut soeharto. M dalam buku “Kamus Musik” (1992:86) pengertian musik
adalah pengungkapan melalui gagasan melalui bunyi, yang unsur dasarnya berupa
melodi, irama, dan harmoni dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat dan warna
bunyi. Dari pengertian musik ini, dapat dikatakan bahwa musikal merupakan suatu
ungkapan dari ekspresi manusia yang diolah dalam suatu nada-nada yang harmonis.
Marsialop Ari merupakan sebuah lagu yang penulis nyatakan sebagai objek
kajian Etnomusikologi, karena ada atau terbentuk dari struktur, bentuk, bunyi-
bunyian, unsur musikal yang dapat di golongkan atau dikategorikan sebagai
nyanyian. Kemudian, Marsialop Ari juga mengandung unsur nada, rythem dan
harmoni. Sesuai dengan pengertian diatas, maka penulis akan membahas yang tertuju
pada melodi.
Teks adalah naskah yang berupa kata-kata dari pengarang, kutipan dari kitab
suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan
pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat
2008:1474). Dari pengertian teks diatas, maka tekstual adalah sesuatu yang berkaitan
dengan teks. Sesuai dengan judul tulisan ini, penulis akan menganalisa makna dari
teks atau kata dari lagu tersebut.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa
(KamusBesar Bahasa Indonesia, 2005).Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79),
mengemukakan:
Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specipying relations among variabels, with purpose of explaining and predicting the phenomena.
Artinya secara harfiah, teori adalah sebuah hubungan konep, defenisi,
proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dengan fenomena yang
menggambarkan hubungan variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi
fenomena tersebut. Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landansan untuk
membahas dan menjawab pokok permasalahan.
Untuk menganalisis struktur melodi marsialop ari penulis menggunakan teori
weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: (1) tangga nada,
(2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada-nada, (5) jumlah
interval, (6) pola-pola kadensa, (7) formula-formula melodik, dan (8) kontur (Malm
dalam terjemahan Takari 1995:15).
Untuk mendukung analisis struktur melodi Marsialop Ari, penulis
menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses penotasian bunyi
yang didengar dan dilihat. Dalam mengerjakan transkripsi penulis menggunakan pada
notasi musik yang dinyatatakan Seeger yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi
preskriptif adalah notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk penyaji
supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif adalah notasi
yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau
detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menggunakan notasi deskriptif.
Karena, penulis akan menyampaikan atau memberikan informasi tentang Marsialop
Ari dengan detail agar jelas tujuan dari komposisi Marsialop Ari.
Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang berbeda.
Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama oleh setiap
pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut dapat berupa
teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan, fungsi, pengajaran,
estetika, kesejarahan, dan lain-lain.
Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia
adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl
1973:3). Dengan demikian pewarisan kebudayaan melalui mulut ke mulut dapat
menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini tentu
dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui tentang
materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan istilah-istilah ideal
dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.
Dalam proses menganalisa struktur teks-teks marsialop ari, penulis
berpedoman pada teori William P. Malm. Dalam buku terjemahan Music Culture of
The Pasific, the Near, East, and Asia, ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal
yang sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya.
Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut
silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut
melismatis.
Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan
antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, Serta sangat membantu melihat
reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata
dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1995:17).
Untuk mengetahui dan mendalami dari teks-teks Marsialop Ari, penulis
menggunakan teori semiotik. Istilah kata semiotik ini berasal dari bahasa Yunani,
semeioni. Panuti Sudjiman dan van Zoest (bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa
semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar.
Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan.
1.5 Metode Penelitian
Metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan
dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan (koentjaraningrat 2009:35).
Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang
dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati
dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis 2006:24).
Jadi, metode penelitian adalah cara yang dipakai untuk mendapatkan atau
memperoleh informasi atau fakta yang ada didalam objek penelitian. Penulis juga
menggunakan metode kualitatif agar mendapatkan dan mengumpulkan data dan
menguraikannya dengan mewawancarai informan dari anak dan murid dari
Taralamsyah Saragih.
1.5.1 Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data
yang dibutuhkan oleh penulis.
Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan pada umumnya ada beberapa
macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.
Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar: (1) wawancara berencana (standardized interview) dan (2) wawancara tak berencana (standardized interview). Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat. Demikian macam metode wawancara tak
berencana secara lebih khusus dapat dibagi ke dalam (a) metode wawancara berstruktur (structured interview) dan (b) metode wawancara tak berstruktur (unstructured interview). Wawancara tak berstruktur juga dapat dbedakan secara lebih khusus lagi dalam dua golongan, ialah (1) wawancara yang berfokus (focused interview) dan (2) wawancara bebas (free interview).
Wawancara juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data dan
keterangan-keterangan untuk melegkapi data yang diperoleh oleh penulis.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 2006:64).
Dalam wawancara, penulis menetapkan 2 narasumber, yaitu Bapak Harris Hemdy
Purba dan Normasiah Saragih mereka mempunyai pengetahuan berkesenian yang
tinggi Bpk. Harris sendiri adalah seorang pengajar tari dan Normasiah adalah guru
musik sekaligus anak kandung dari Taralamsyah Saragih. Selain itu, penulis juga
mewawancarai beberapa tokoh masyarakat lainnya yang berkaitan untuk
pengembangan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, penulis akan mengumpulkan data, mulai dari
wawancara, dokumentasi, dan perekaman diuraikan secara rinci, detail dan
ditafsirkan dengan pendekatan emik dan etik. Data perekaman audio menjadi objek
yang diteliti oleh penulis dengan cara di transkripsikan dengan cara didengar dan
menuliskannya kedalam notasi balok.
Selanjutnya, data tersebut diklasifikasi dan dibentuk sebagai data. Data
tersebut di perbaiki dan diperbarui agar tidak rancu sesuai objek penelitian dalam
menulis skripsi. Pengolahan data ini dilakukan bertahap data-data tidak didapat atau
diperoleh sekaligus. Data-data tersebut juga merupakan data-data yang diperlukan
sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi.
1.5.3 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan penelitian lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan yaitu membaca buku-buku, skripsi, makalah yang berhubungan
dengan apa yang kita teliti atau objek permasalahan. Studi kepustakaan ini dilakukan
untuk menjadi kerangka acuan didalam penulisan dan juga untuk melengkapi data-
data. Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat penting
karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian.
Melalui studi pustaka, penulis sebagai peneliti awam diperkaya dengan informasi-
informasi yang terdapat dalam berbagai sumber buku yang berhubungan dengan
penulisan skripsi ini.
Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu desk
work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan
tergolong ke dalam kerja laboratorium. Di mana sebelum melakukan penelitian,
peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat. Kerja
ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan. Selain itu,
penulis dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian lapangan.
Penulis juga mengumpulkan data dengan teknologi internet. Dengan melalui
penelusuran di situs www.google.com, website Simalungun, blog-blog, dokumen dan
lainnya. Semua data informasi yang penulis dapatkan melalui, buku, internet, skripsi
dan lainnya membantu penulis untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.
1.6 Lokasi Penelitan
Lokasi penelitian penulis bertempat di Medan. Di karenakan informan adalah
anak dari Taralamsyah Saragih yaitu Normasiah Saragih yang ber alamat di jl.
Marindal I gang. Amarta No. 23 dan juga murid dari Taralamsyah Saragih yaitu Haris
Purba, jl. Ngumban Surbakti gang. Kamboja 20, No. 2 Medan. Dan menjadi informan
kunci dalam penelitian ini.
BAB II
BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH
2.1 Suku Simalungun
Batak Simalungun adalah salah sub Suku Bangsa Batak yang berada
di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan
sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari
daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan.
Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu,
Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut
menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar "lungun" yang
memiliki makna "sunyi". Nama itu diberikan oleh orang luar karena penduduknya
sangat jarang dan tempatnya sangat berjauhan antara yang satu dengan yang lain.
Orang Batak Toba menyebutnya "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan
wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Batak Timur
karena bertempat di sebelah timur mereka.
2.1.1 Asal-usul suku Simalungun
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi
sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari
luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :
1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ), diperkirakan datang dari Nagore
(India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5,
menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke
Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di
sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah
Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja
besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat,
daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka
didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran danau
Toba dan Samosir.
Berbicara tentang asal-usul orang Simalungun sering mengundang kontroversi
dan beraneka ragam penuturan. Namun yang dapat dipakai sebagai patokan adalah
asal-usul yang mengandung bukti-bukti sejarah berdasarkan hasil penelitian. Bukti
budaya sebagai fakta otentik hingga kini masih ada ditemui persamaan budaya.
Misalnya pemakaian kain perca putih (Simalungun=porsa), yang diikatkan pada
kepala seperti slayer pada saat kematian orangtua yang sudah lanjut usia. Juga adanya
budaya makan sirih serta meratakan gigi (mangikir ipon). “Mangikir Ipon” adalah
tradisi meratakan gigi dengan cara memotongnya dengan alat kikir. Setelah diratakan,
untuk menghilangkan rasa ngilu, gigi dioles dengan getah kayu (Simalngun: saloh)
sehingga gigi kelihatan berwarna hitam. Budaya ini ditemukan pada semua kelompok
keturunan di atas.
Budaya “Mangikir Ipon” di Simalungun masih ditemukan pada saat
kedatangan orang Jawa ke Simalungun. Oleh sebab itu dulu orang Simalungun
menyebut orang Jawa dengan sebutan “si bontar ipon” (si gigi putih) karena gigi nya
putih atau tidak hitam sebagaimana gigi orang Simalungun (Orang Simalungun 2004:
23-25).
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan
bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan
tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka)
hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya
meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Kini, di
Kabupaten Simalungun sendiri, akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya
menjadi mayoritas di daerah Simalungun atas.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Simalungun#Kepercayaan).
2.2 Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan ialah hubungan kekeluargaan daripada individu-individu.
Kekerabatan timbyl akibat dua hal, yaitu hubungan darah (consaigunal) dan akibat
adanya perkawinan (konjugnal). Oleh karena itu kekerabatan (kinship) menyangkut
jauh dekat hubungannya seseorang (individu) dan antara seorang dengan sekelompok
orang (keluaraga/kerabat) demikian pula sebaliknya.
Untuk menentukan bagaimana jauh dekatnya seseorang diadakan kekerabatan
menurut adat istiadat (budaya) Simalungun, criteria yang digunakan ialah menurut
garis keturunan pihak laki-laki (ayah) dan pertalian darah akibat perkawinan (dari
pihak perempuan). Namun yang paling menentukan ialah garis menurut garis
keturunan ayah. Hal ini karena etnis Simalungun penganut paham kebapakan
(patrilinear discent) bahwa keturunan laki-laki, diman marga ayah sangat dominan.
Walaupun demikian dalam menentukan kekerabatan (partuturan) juga dianut oleh
paham keibuan (bilibneal discent) karena keluarga ibu/istri menduduki posisi yang
sangat penting yaitu sebagai tempat untuk meminta berkat (tuah/pasu-pasu). Maka
terdapat hubungan kekerabatan yang erat antara kelompok ayah/suami dengan
kelompok ibu/istri dan begitu juga sebaliknya (Purba 1997:4).
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal “silsilah” karena penentu
partuturan di Simalungun adalah “hasusuran” (tempat asal nenek moyang) dan
tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal
ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga
ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul
anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini
Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog,
Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih). Hal tersebut disebabkan karena
seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh
karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang
adalah puteri raja tetangganya. Seperti Raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari
Kerajaan Siantar (Damanik), Raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan
Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja
Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan.
Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan
(pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
- Tutur manorus (langsung) : Perkerabatan yang langsung terkait dengan
diri sendiri
- Tutur holmouan (kelompok) : Melalui tutur holmouan ini bisa terlihat
bagaimana berjalannya adat Simalungun.
- Tutur natipak (kehormatan) : Tutur natipak digunakan sebagai pengganti
nama dari orang yang diajak berbicara
sebagai tanda hormat.
2.2.1 Struktur Sosial : “Tolu Sahundulan Lima Saodoran”
Masyarakat Simalungun dalam ikatan sosialnya terhisab ke dalam organisasi
social yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat orang
Simalungun dalam kekerabatan menurut adat istiadat Simalungun dalam kekerabatan
menurut adat istiadat Simalungun. Adapun Tolu Sahundulan itu terdiri dari: Tondong,
Sanina, Boru, dan Boru ni Boru (Anak Boru Mintori).
Hubungan kekerabatan di kerajaan-kerajaan Simalungun boleh dikatakan
seluruhnya diikat oleh hubungan perkawinan. Hal ini dimungkinkan karena konsep
puangbolon (permaisuri) dan puangbona (isteri yang pertama) yang merupakan
prasyarat utama dalam menentukan seseorang menjadi pengganti raja sebelumnya.
Anakboru sanina yang terdapat pada suku bangsa Simalungun turut mengikat
hubungan yang lebih erat yang semakin memperkokoh hubungan kekerabatan di
antara raja-raja Simalungun.
2.3 Sistem Kepercayaan dan Agama
Masyarakat Batak Simalungun pada umumnya telah dipengaruhi oleh
beberapa agama, seperti agam Kristen Protestan, Katholik, Islam dan yang masuk ke
daerah Batak sejak permulaan abad XIX (Purba 1996:40).
Sebelum masuknya Misionaris Agama Kristen dari RMG pada tahun 1903,
penduduk Simalungun bagian timur pada umumnya sudah banyak menganut agama
Islam sedangkan Simalungun Barat menganut animisme. Ajaran Hindu dan Budha
juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan
peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di
Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Budha yang
menunggangi Gajah (Budha).
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan
yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai
persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada
Tiga Dewa, yaitu Dewa di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Dewa di tengah
(dilambangkan dengan warna Merah), dan Dewa di bawah (dilambangkan dengan
warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan
Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan
rumahnya
Pemahaman akan dewa-dewa ini tercermin dalam keyakinan orang
Simalungun yang harus hormat kepada makhluk dan benda-benda tertentu, baik yang
kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Pada zamannya orang Simalungun banyak
yang menyembah batu besar, pohon besar, sungai besar dan lain-lain.
Sistem pemerintahan di Simalungun dipimpin oleh seorang Raja, sebelum
pemberitaan Injil masuk Tuan Rajalah yang sangat berpengaruh. Orang Simalungun
menganggap bahwa anak Raja itulah Tuhan dan Raja itu sendiri adalah Allah yang
kelihatan.
2.4 Sistem Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan
jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan
tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa
yang dipakai adalah bahasa dialek. Banyak proses yang harus dilalui ketika mereka
membuka ladang baru dan keseluruhannya itu harus diketahui oleh gamut yang
merupakan wakil raja daerah. Biasanya, di antara perladangannya didirkan bangunan
rumah tempat tinggal (sopou juma) sebagai tempat mereka sementara dan melindungi
mereka dari serangan binatang buas. Selain itu juga, ada yang mengolah persawahan
(sabah) seperti di Purba Saribu dan Girsang Simpangan Bolon dengan cara-cara
tradisional. Untuk memnuhi kebutuhan sandang pangan, mereka menenun pakaian
(hiou) yang biasanya dilakukan oleh kaum ibu dan gadis-gadis. Mereka juga
menumbuk padi bersama-sama dengan para pemuda di losung huta. Disni biasanya
pada zaman dahulu para pemuda itu akan memilih pasangannya.
Menurut Guru Jason Saragih, orang Simalungun di hilir (jahe-jahei) juga
sudah ada yang berdagang hasil hutan dari Simalungun ke Padang Badagei di dekat
pesisir timur bahkan sampai ke Penang di Semenanjung Malaka. Pedagang Aceh,
Bugis, Asahan, dan Cina datang dari Bandar Khalipah melayari Sungai Padang ke
hulu. Mereka membawa barang-barang dagangan kain, bedil, mesiu, timah,
pinggan,pasu, pahar, dondang, garengseng, kuali bahkan candu (opium). Hal ini
dibuktikan dengan dipakainya banyak mata uang asing dalam transaksi dagang di
Simalungun. (Tole 2003:19-20)
2.5 Kesenian Simalungun
Kesenian merupakan salah satu hasil yang diwarisi secara turun temurun.
Begitu juga halnya pada masyarakat Simalungun, kesenian merupakan bagian yang
sangata penting dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat Simalungun. Beberapa
kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Simalungun antara lain: seni musik, seni
tari, seni rupa.
2.5.1 Seni Musik
Di masyarakat Simalungun seni musik terbagi dalam 2 bagian yaitu music
vocal (inggou) dan musik instrument (gual).
1. Dalam musik vokal (inggou), jenis nyanyian Simalungun terbagi atas 2 yaitu
ilah (nyanyian bersama) dan nyanyian solo (doding).
a. Ilah dinyanyikan secara berama-ramai di halaman luas pada suatu desa
dan di nyanyikan oleh muda-mudi pada malam terang bulan ataupun
pada acara hiburan seperti acara rondang bittang, di nyanyikan sambil
menortor. Nyanyian ilah disajikan tanpa iringan musik, sebagai
pengatur tempo biasa adalah dengan bertepuk tangan.
b. Doding adalah nanyian solo yang dilakukan oleh seseorang apabila ia
sendirian. Doding dapat di nyanyikan dengan iringan musik seperti
sulim, husapi, sarunei, dan lainnya.
2. Musik instrument (gual) Simalungun dapat dibagi 2, yaitu: Alat musik yang
dimainkan dalam bentuk ensambel dan Alat musik yang dipergunakan dalam
permainan tunggal (solo instrument). Alat music yang dimainkan dengan
ensambel dapat dibagi 2 yaitu alat music yang terdapat pada ensambel
Gondrang Sipitu-pitu dan ensambel gonrang sidua-dua. Alat music yang ada
dalam ensambel gondrang sipitu-pitu adalah sarunei bolon, ogung, tujuh buah
gondrang sipitu-pitu, mongmongan, dan sitalasayak. Sedangkan alat music
ensambel gondrang sidua-dua adalah mongmongan dan ogung. Alat music
dalam permainan tunggal seperti arbab, hasapi, sulim, dan sordam.
2.5.2 Seni Tari
Seni tari yang dikenal masyarakat Simalungun disebut tor-tor (tarian).
Ada beberapa Tor-tor Simalungun yaitu: Tor-tor adat (tor-tor yang berhubungan
dengan kepercayaan), tor-tor pencak, dan tor-tor yang bersifat hiburan atau
pertunjukkan. Tor-tor adat biasanya sering kita dilihat di pesta adat, dalam
melakukan tariannya dapat dibagi menurut penari dalam adat. Misalnya kelompok
penari yang terdapat dalam sistem tolu sahundulan. Tor-tor podang adalah tor-tor
yang penarinya memakai pedangterhunu, dilakukan oleh 2 orang pria dambil
memainkan pedang tersebut dan sambil mengikuti irama musik. Tor-tor turahan
yang bersifat tari gotong –royong yang dilakukan sewaktu menarik sebuah balok
besar dari hutan, dimana kayu tersebut akan dipergunakan menjadi bahan losung
untukbahan membangun rumah. Tor-tor yang bersifat hiburan atau pertunjukkan
yaitu: tor-tor muda-mudi, tor-tor pencak, dan tor-tor hiburan lainnya seperti tor-
tor balang sahua, tor-tor rondang bittang dan lainnya.
2.5.3` Seni Rupa
Seni rupa pada masyarakat Simalungun terbagi atas 4 yaitu pahat, gorga,
ukir-ukiran, dan arsitektur (bangunan). Pahat biasanya terdapat pada batu, topeng-
topeng. Gorga termasuk ke dalam lukisan yang condong kepada corak warna yaitu:
warna hitam, putih, merah dan lain-lain. hal ini pada panggorga dimasa lampau dapat
menempatkan warna pada suatu benda, sehingga kelihatan indah. Sedangkan
arsitektur adalah mengenai bangunan-bangunan di Simalungun yaitu pinarmusah,
pinarhobou dan lainnya.
2.6 Bahasa
Bahasa ialah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun yang tulisan
untuk berkomunikasi satu dengan yang lain (koentjaraningrat 1986:39).
Masyarakat Simalungun umumnya menggunakan bahasa Simalungun sebagai
bahasa sehari-hari. Hal ini dapat kita lihat baik dalam acara religi (agama) di gereja,
acara-acara adat dan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa Simalungun terdiri dari beberapa ragam yang dapat dilihat dalam
sastra lisan Simalungun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Dep. P
dan K) adapun ragam bahas Simalungun tersebut ialah:
1. Ragam bahasa Simalungun sehari-hari yang disebut lapung ni hata yaitu
bahasa yang dipakai sesame atau bahasa yang sifatny umum. Contoh: kata
ham (tuan, kamu, anda) dipakai kepada orang yang lebih dihormati atau yang
lebih tua. Kata ho (engkau) dipakai secara umum atau sebaya. Kata
hamma/nasiam (dalam bentuk jamak) dipakai dalam kebiasaan umum.
2. Dalam bahasa Simalungun yang halus yang disebut guruni hata yaitu bahasa
yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dengan nama lain yang dianggap
lebih halus. Misalnya kata babah (mulut) bahasa halusnya pamangan. Kata
ulu (kepala) bahasa halusnya simanjujung. Kata mata (mata) kata halusnya
panonggor dan lain-lain.
3. Ragam bahsa Simalungun kasar yang disebut sait ni hata yaitu bahasa yang
dipakai pada saat-saat tertentu seperti pada saat seseorang marah, atau untuk
menyakiti hati orang lain. Misalnha kata babah (mulut) bahasa kasarnya
tursik/lossot.
4. Ragam bahasa yang digunakan oleh para guru/datu yaitu berupa bahasa
rahasia atau sandi yang sukar dimengerti oleh kebanyakan orang seperti kata
bilangan berikut ini yang dipergunakan pada waktu membaca mantra-mantra.
Contoh : sada, sada oi sada lamba-lamba oi langit berarti “satu”. Dua, dua oi
dua lumba-lumba ni bumi berarti “dua” (D.Kenan Purba, 1996:37).
Jika dilihat dari ragam bahasa diatas, maka bahasa Simalungun yang masih
sering dipergunakan pada saat sekarang ini adalah bahas biasa dan bahasa halus,
namun pada saat seseorang marah ia secara sepontan sering mempergunakan bahasa
yang sifatnya kasar (Purba :6-37).
2.7 Filosofi Simalungun
Ada suatu pemahaman orang yang sangat kental pada keyakinan leluhur orang
Simalungun bahwa Naibata itu mahakuasa, maha adil, dan maha benar. Manusia
juga dituntut untuk bersikap benar segala sesuatu harus di dasarkan kepada hal
yang benar. Inilah perinsip dasal filosofi “Habonaron Do Bona” pada orang
Simalungun.
Falsafah Habonaron Do Bona merupakan filosofi hidup bagi orang
Simalungun. Habonaron Do Bona arti harfiahnya adalah “Kebenaran adalah
dasar segalam sesuatu” artinya mereka menganut aliran pemikiran dan
kepercayaan bahwa segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran, sehingga enak
bagi semua pihak. Merka dituntut senantiasa harus menjaga kejujurannya
(kebenaran) di hadapan sesame manusia. Filosofi Habonaron Do Bona tercatat
pertama kali kurang lebih abad XV dalam pustaka Simalungun “Pustaka
Parmungmung Bandar Syah Kuda”. Dalam pustaka ini dijelaskan asal-usul
seloka “Habonaron Do Bona”. Para orangtua juga selalu menanamkan prinsip
hidup “Habonaron Do Bona”, kepada anak cucunya harus bijaksana dalam
bergaul di tengah masyarakat.
Bagi orang Simalungun ada falsafah yang mengatakan “totik mansiatkon diri,
marombow bani simbuei”, artinya cermat (bijak) membawa diri dan mengabdi
kepada halayak umum. Sehingga hidup selalu menyenangkan bagi orang lain. hal
inilah yang menjadikan orang Simalungun lebih banyak beradaptasi
(menyesuaikan diri) disbanding dengan suku lainnya. Ini juga yang membuat
orang Simalungun sering melepaskan identitasnya, hanya unutk menyesuaikan
dirinya dengan orang sekitarnya. (Sortaman saragih 2008:144)
2.8 Pengertian Biografi
Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah
riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku.
Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta - fakta
kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi
yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi – informasi penting, yang
dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan
jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisia dan menerangkan kejadian - kejadian
pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca
biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang
dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita - cerita atau
pengalaman - pengalaman selama hidupnya. Suatu karya biografi biasanya becerita
tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi
tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas,
jika didalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh
pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang - orang
atau tokoh-tokoh terkenal saja. Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang
tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau
tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau
memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak
sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih
berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama
dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran.
Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau
sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.
Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara
lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama
mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan
waktu.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan
yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut
istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi
dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan
sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang
dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa
yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau
memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah
beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,atau karena keberuntungan;
(h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk
atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan
mengapa demikian. Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari
studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta
menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat
dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs :
(www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).
2.9 Biografi
Taralamsyah Saragih adalah seorang bangsawan Simalungun yang memiliki
kepedulian terhadap seni, budaya dan sejarah Simalungun. Penguasaannya terhadap
sejarah seni dan kebudayaan Simalungun khusunya perlu dihargai dan dikenang
meskipun beliau telah lam berpulang.
Gambar 2.1
Tuan Taralamsyah Saragih
Dalam catatan yang dibuat oleh putra tertuanya, Eddy Taralamsyah
Saragih, beliau pernah menjadi duta budaya Indonesia dalam tour misi kesenian
dalam pertukaran budaya Indonesia ke RRC(Beijing) tahun 1954 di mana beliau
mementaskan tarian Sitalasari dan Pamuhunan. Ketika menjadi dosen Sejarah di
Universitas Sumatera Utara (1968 –1970), bersama mahasiswa USU, beliau
mengikuti tour Misi Kesenian Indonesia ke Johor Malaysia pada 1970 dan
mementaskan tarian Makkail dan Haroan Bolon.
Sebagai pegawai pemerintah, nampaknya beliau berpindah-pindah, pernah
tinggal di Jakarta, Medan, Pematang Siantar dan terakhir di Jambi , sungguh proses
kreatif (penciptaan) bukanlah sesuatu yang mudah. Boleh jadi, justru di rantau beliau
lebih produktif karena kerinduan yang mendalam akan kampung halamannya.
Beberapa aktivitas berkesenian yang digeluti Taralamsyah Saragih
diantaranya:
menjadi pemimpin kelompok musik Siantar Hawaiian Band di Pematang
Siantar.
Pernah rekaman yang menghasilkan 6 piringan hitam (ODEON), berisikan
lagu-lagu daerah Simalungun dan Karo.
Mendirikan dan memimpin orkes keroncong di Pematang Siantar (1936-
1941).
Menjadi pemimpin musik pada kelompok musik Siantar Geki (1942-1946).
Membantu musik tentara di Kutaraja (1949-1951).
Mendirikan Kesenian Simalungun di Medan pada tahun 1952.
Untuk menunjukkan kecintaannya kepada Simalungun, beliaujuga
mengadakan siaran berkala lagu-lagu daerah Simalungun di RRI Medan. Pada tahun
1959 ia membentuk Orkes Na Laingan untuk musik Simalungun dan merekam 2
piringan hitam di Lokananta yang berisi lagu-lagu Simalungun dan Karo. Beliau juga
melatih rombongan Sabang-Merauke untuk tari Haroan Bolon pada pembukaan
Ganefo di Jakarta. Pernah diperbantukan dalam pembinaan kesenian, diantaranya
membantu pembinaan kesenian Simalungun di Lubuk Pakam dan Pematang Siantar.
Ia bukan hanya milik orang Simalungun, kiprahnya di pentas seni Nasional
ditunjukkan dengan keterlibatannya membantu pembentukan Sekolah Musik
Indonesia di Medan. Membantu menyusun tari-tari Melayu seperti Kuala Deli,
Mainang, Tanjung Katung, dan lain-lain (1952-1953).
Setahun setelah mengikuti misi kesenian RI yang pertama keluar negeri pada
tahun 1954, ia melatih tari Melayu dan tari-tari daerah Sumatera Utara di Medan.
Diperbantukan kepada pemerintah daerah Jambi oleh Pangkowilhan Sumatera Utara
untuk membina kesenian setempat. Melatih dan membawa kesenian daerah Jambi
pada pembukaan Jakarta Fair (1972).
Dua kali membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta, untuk Festival
Kesenian Mahasiswa se-Indonesia dan untuk pameran Visuil Pembangunan Indonesia
(1973). Membawa rombongan kesenian Jambi ke Singapura (1974) dan ke Jakarta
untuk pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (1975).\
Membawa koor ibu mengikuti Festival Koor Ibu se-Indonesia dan memimpin
tim penelitian musik dan tari daerah Jambi, proyek P3KD Dep. P dan K (1977), dan
lain-lain. Bahkan beliau memulai karir nya dengan meneliti seni musik dan tarian
daerah Jambi yang diterbitkan menjadi sebuah buku (1978) yang masih berupa
manuscript dengan judul “Ensiklopedia Musik dan Tarian daerah Jambi”
Pada catatan yang sama, beliau menciptakan 14 tarian Simalungun dan 36
buah lagu Simalungun. Lahir sebagai keturunan ningrat Raja Raya di lingkungan
Rumah Bolon (Istana) di Pamatang Raya Simalungun. Mulai mempelajari tari dan
musik tradisi Simalungun pada tahun 1926. Antara tahun 1928-1935, ia mempelajari
alat-alat musik barat seperti biola, gitar dan lain-lain.
Taralamsyah Saragih lahir di Pematang Raya, Simalungun pada tanggal 18
Agustus 1918, dari keluarga keturunan Raja Simalungun. Sejak kecil Taralamsyah
Saragih telah menunjukkan bakat seni yang dimilikinya, terutama di bidang seni
musik dan seni tari.
Ia menyelesaikan pendidikan formal di Holandse Inlandse School (HIS).
Sebagai komponis, karya-karyanya beranjak dari tradisi etnik Simalungun dan
Melayu hal itu dapat telihat dari karakter melodi dan penggunaan teks bahasa daerah
yang khas Simalungun. Di usia yang relatif muda pada tahun 1936 hingga tahun
1941.
Pernah menjadi dosen luar biasa pada mata kuliah sejarah di Univesitas
Sumatera Utara (USU) yakni dari tahun 1968 hingga tahun 1970. Di selah
kesibukannya berorganisasi, Taralamsyah Saragih banyak menciptakan lagu-lagu
atau menggubah lagu rakyat Simalungun serta menciptakan berbagai tari daerah
Simalungun.
Sejak itu, Taralamsyah Saragih sempat tinggal di USI (Universitas
Simalungun), menempati salah satu kamar di lantai 2. Disela-sela kegiatannya
menulis, pada malam hari beliau berdendang dengan clarinetnya. Masa itulah
Taralamsyah Saragih merampungkan bukunya berisi Sejarah Kerajaan Raya dan
Silsilah Raja Raya serta penyebaran keturunan Raja Raya.
Nama Taralamsyah Saragih dan nama Ibunya tercantum sebagai generasi ke-
15, yang berarti Taralamsyah Saragih generasi ke-16. Lalu, naskahnya tersebut
diserahkan kepada seorang penulis agar diterbitkan. Dan akhirnya, oleh penulis
diterbitkan di percetakan Tapian Raya, dengan biaya sendiri. Judulnya “Saragih
Garingging”. Taralamsyah saragih sangat berharap mendapatkan honor dari
penerbitan buku tersebut. Tetapi, hanya sedikit yg Ia dapatkan, karena pengiriman
buku tersebut tersendat.
Pada pertengahan tahun 1971 Taralamsyah Saragih hijrah ke Jambi atas
permintaan Gubernur Provinsi Jambi yang pada saat itu dijabat oleh RM. Noer
Admadibrata untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian masayarakat Jambi.
Website Taman Budaya Jambi menulis, kehadiran Taralamsyah Saragih sejak
tahun 1971 telah menambah kasanah bagi perkembangan dunia kesenian Jambi.
Menurut Tamjid Wijaya (Komponis Jambi), salah seorang sahabat dan murid
terdekatnya (Majalah Sauhur, edisi agustus 2009) mengatakan, Taralamsyah Saragih
dapat diumpamakan sebagai ‘besi berani’ yang mengumpulkan dan menyatukan
serbuk-serbuk besi yang berserakan di sekitarnya. Beliau juga merupakan figur
seorang guru dan sekaligus bapak yang mampu meletakkan porsinya dalam mendidik
murid-muridnya, mereka semua dianggap seperti anak sendiri. Sehingga tidak hanya
mengajarkan ilmu keseniannya, tetapi juga memberikan bekal hidup bagi diri saya
secara pribadi.
Pada tahun 1978 , Gubernur Provinsi Jambi pada maasa itu dijabat oleh
Jamaluddin Tambunan, pernah menginstruksikan untuk melaksanakan penelitian dan
pencatatan seni musik dan tari daerah Jambi yang langsung dipercayakan pada
Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim yang beranggotakan:
Surya Dharma
Tamjid Wijaya
OK. Hundrick
Marzuki Liazimdan dan M. Syafei Ade
Yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, “Ensiklopedi
Musik dan Tari Jambi”.
Saat sebelum revolusi sosoial tahun1946, Taralamsyah Saragih pernah
menjelaskan bahwa masih banyak jenis atau ciri khas lagu/musik Simalungun yang
dahulu mereka pelajari, namun pada saat revolusi sosial tersebut, sekian banyak
peralatan musik Simalungun yang kini tidak ditemukan lagi karena turut terbakar di
dalam Istana Kerajaan Raya di Simalungun.
Dalam bidang tari, taralmsyah Saragih banyak menciptakan dan menggubah
tari Simalungun antara lain: Tari Sitalasari (1946), Pamuhun, Simodak-odak, haro-
haro (1952), Sombah (merupakan penyelarasan atau gubahan dari Tortor Sombah
yang telah lahir dari akar budaya leluhur, 1953), Runten Tolo(1954), Makail,
Manduda (1957), . Demikian halnya, dengan seni musik, Taralamsyah Saragih
banyak menggubah serta menciptakan lagu-lagu rakyat simalungun, dimana hasil
gubahan dan ciptaannya tersebut ditulis secara manual dengan tulisan tangan.Sebut
saja:
Lagu Eta Mangalop Boru lawei,
Parmaluan,
Hiranan,
Inggou Paralajang,
Tarluda,
Parsonduk Dua,
Padan Naso Suhun,
Tading Maetek,
Pamuhunan,
Paima Na So Saud,
Sihala Sitarontom,
Sanggulung Balunbalun,
Ririd Panonggor,
Marsialop Ari,
Mungutni Namatua,
Pindah-Pindah,
Inggou Mariah,
Uhur Marsirahutan,
Poldung Sirotap Padan,
Bujur Jehan,
Simodak-odak (ciptaan bersama dengan Tuan Jan Kaduk Saragih),
serta yang lainnya.
Ada juga beberapa lagu tradisi Simalungun yang ia di gubah kembali, seperti:
Parsirangan,
Doding Manduda (ilah tradisi dari ilah i losung),
Ilah Nasiholan(gubah bersama Jan Kaduk Saragih),
Marsigumbangi dan
Ilah Bolon (Na Majetter) (ilah tradisi dari ilah bolon).
Gambar 2.2
Foto Tuan Taralamsyah Saragih dan Istri Siti Manyun br. Siregar
Dalam perkawinannya, Taralamsyah Saragih menikah saat berusia 26 tahun
pada sabtu, 25 November 1944 dengan Siti Manyun br. Siregar. Taralamsyah
Saragih memiliki 12 orang anak diantaranya 3 laki-laki dan 9 wanita. Pada tahun
1980 Taralamsyah Saragih menyusun buku berjudul, Musik Gondrang, Struktur dan
fungsinya di Simalungun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh
Arlin Dietrich Jansen dalam rangka mendapat gelar Doktor di University of
Washington Amerika.
Tepat pada hari Senin, 01 Maret 1993 di Jambi, Taralamsyah Saragih
menghembuskan nafas terakhir, disaat sedang menyusun dan ingin merampungkan
Kamus Simalungun yang ia susun dari tahun 1960-an dan hingga kini belum
diterbitkan.
BAB III
ANALISIS TEKSTUAL MARSIALOP ARI
3.1 Bentuk Teks Marsialop Ari
Marsialop Ari salah satu pertunjukan kultural Suku Simalungun yang
mengandung unsur-unsur musikal. Selain itu, marsialop ari juga mengandung teks
yang menjadikannya fungsional dalam kebudayaan Simalungun, khususnya dalam
tarian Haroan Bolon teks dari marsialop ari dengan gerakan tarian sangat padu.
Teks marsialop ari berupa kalimat ajakan dan peringatan. Teks marsialop ari
disampaikan dengan menggunakan kata-kata berupa kata-kata ungkapan yang
memiliki makna. Marsialop ari ini dibawakan atau dinyanyikan secara beramai-ramai
oleh para pekerja yang mengerjakan ladang.
Teks marsialop ari juga digolongkan sebagai teks yang bersifat melismatik.
Melismatik berarti satu suku kata dapat dinyanyikan dengan beberapa nada. Dalam
teks marsialop ari ditemukan berbagai suku kata yang diciptakan penyaji dan
dinyanyikan dengan beberapa nada.
Dalam Bab IV ini, penulis mengkaji teks marsialop ari yang disajikan oleh
seorang penyanyi dan digunakan untuk mengiringi sebuah tarian tradisional
Simalungun yaitu Haroan Bolon.Kajian ini menggunakan teori semiotik yang
meletakkan lambang sebagai bagian dari komunikasi. Komunikasi dapat mengandung
makna-makna tertentu. Makna digunakan untuk menyampaikan suatu pesan.
3.2 Analisis Semiotik Tekstual Marsialop Ari
Menganalisis teks marsialop ari berarti penulis mencari tahu dan menemukan
makna-makna dari teks marsialop ari tersebut. Dengan makna-makna tersebut, Alan
P. Merriam mengemukakan bahwa musik juga mempengaruhi bahasa di mana
keperluan musikal meminta perubahan dalam bentuk-bentuk percakapan yang
normal. Ciri-ciri bahasa dalam lagu adalah jenis terjemahan yang istimewa yang
mana kadang kala memerlukan pengetahuan bahasa yang istimewa pula (1964:188).
Bagaimana kata dan nada ini tercipta, karena oleh Taralamsyah Saragih melihat
bagaimana perilaku dari masyarakat pada zaman itu.
Teks marsialop ari diambil penulis untuk dianalisis. Berikut ini, penulis akan
menjabarkan liriknya dan artinya dalam bahasa Indonesia. Artinya ini diterjemahkan
oleh narasumber penulis yaitu Harris Hemdy purba.
1. Lirik Eta marsialop ari ulang be matadi
Asah parang on hadang homa do sangkul on
Boan ma tajak mu ulang da lupa bajut mu
Ayo bergotong royong, jangan ada yang berhenti
Asah parang ini, jinjing juga cangkul ini
Bawalah juga tajak mu (sejenis pisau kecil), jangan lupa bawa
bajut (seperti tempat sirih)
Reff Olobkon ma tongon na marharoan bolon on
Ganupan ningon dong i juma Simalungun on
Mari beramai-ramai yang bergotong-royong ini
Semua harus ikut di ladang Simalungun ini
2. Lirik Patar mangimas hita, dapot juma roba
Tubuh holi da, omei, assimun, lassina
Jagul, uttei homa, gadung, hasang rabut homa
Besok kita membabat(membuka hutan), dapat tanah/ladang
subur
Nanti tumbuh padi, timun, cabai
Jagung, jeruk, ubi, kacang yang subur
Reff Olobkon ma tongon na marharoan bolon on
Ganupan ningon dong i juma Simalungun on
Mari beramai-ramai yang bergotong-royong ini
Semua harus ikut di ladang Simalungun ini
3. Lirik Patar hita martidah, tubuh omei, ratah
Lobong ma tene, riap mangonah hitabei
Hodohon loppah on, tambulni na martidah on
Besok kita menanam padi di darat, supaya tumbuh padi yang
hijau
Lobangi terlebih dahulu, masukkan bibit padi di dalam lobang
tanah dengan bersama
Masakkan sayur ini, untuk makanan yang bekerja
Reff Olobkon ma tongon na marharoan bolon on
Ganupan ningon dong i juma Simalungun on
Mari beramai-ramai yang bergotong-royong ini
Semua harus ikut di ladang Simalungun ini
4. Lirik Patar hita mandogei, gok ma holi omei
Hobon domma dong, gogoh manduda mando tong
Sayop ma lohei roh, anggo marhorja rap gogoh
Besok kita memijak biji padi, penuh lah nanti padi kita
Lumbung padi sudah ada, kuat menumbuk padi
Tidak ada kelaparan, kalau kita bersama-sama kuat bekerja
Reff Olobkon ma tongon na marharoan bolon on
Ganupan ningon dong i juma Simalungun on
Mari beramai-ramai yang bergotong-royong ini
Semua harus ikut di ladang Simalungun ini
Teks marsialop ari merupakan ajakan dan himbauan untuk bergotong royong.
Secara umum, marsialop ari ini dinyanyikan untuk mengiringi tarian haroan bolon
dan dapat disajikan seorang penyanyi atau lebih. Setiap awal teks marsialop ari
memiliki teks-teks yang berbeda-beda dan mempunyai arti masing-masing.
Dalam mengakhiri tiap isi lirik teks marsialop ari, kata-kata: “Olobkon ma
tongon na marharoan bolon on, Ganupan ningon dong i juma Simalungun on” selalu
dinyanyikan. Arti kalimat ini dalam bahasa Indonesia adalah Mari beramai-ramai
yang bergotong-royong ini, Semua harus ikut di ladang Simalungun ini
Teks ini disajikan dengan menggunakan melodi yang terdiri dari delapan
unsur seperti tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval, nada,
dan kontur. Seluruh teks marsialop ari tersebut disajikan dengan penuh semangat.
Berikut ini, penulis menguraikan makna teks marsialop ari. Lirik pertama:
Eta marsialop ari ulang be matadi, Asah parang on hadang homa do sangkul on,
Boan ma tajak mu ulang da lupa bajut mu.
Arti kosa kata3:
- Et : Ayo, mari
- Ari : Hari
- Ulang : Jangan
- Matadi : Tinggal
- Hadang : Jinjing, angkat
- Homa : Juga
- Sangkul : Cangkul
- Boan : Bawa
- Tajak : Alat bertani seperti pisau (serbaguna)
- Bajut : Berupa tempat seperti tempat sirih. Bisa juga untuk tempat uang,
barang-barang berharga dll.
Arti kalimat ini dalam bahasa Indonesia yaitu: Ayo bergotong royong, jangan
ada yang berhenti, Asah parang ini, jinjing juga cangkul ini, Bawalah juga tajak
mu (sejenis pisau kecil), jangan lupa bawa bajut (seperti tempat sirih). Lirik ini 3 Arti kosa kata di terjemahkan oleh Bapak Drs. Urich Damanik
berisi tentang mengajak masyarakat untuk bekerja dan himbauan untuk membawa
peralatan untuk bekerja diladang. Dalam lagu ini syair kesepakatan dalam dalam
jiwa gotong-royong untuk bekerjasama dan sama-sama bekerja untuk
memberikan hasil yang baik dan khas di Simalungun. Manusia adalah makhluk
sosial yang saling berinteraksi dengan sesamanya. Ada yang semarga,
sekampung, dan lain-lain. marsialop ari merupakan lambang dari jiwa yang
saling bertoleransi, untuk berpartisipasi bekerja. Untuk pergi ke ladang tiap orang
wajib membawa parang yang pada umumnya banyak gunanya. Misalnya sitatas
namur (membuka jalan bila ada sesuatu yang menghalangi untuk lewat) maka
parang diayunkan untuk membantu. Akan tetapi bisa juga lambang kegagahan
pria. Karena zaman dahulu pria diwajibkan untuk menjaga diri berupa parang.
Seiring dengan membawa parang mereka juga membawa cangkul dan alat bekerja
lainnya untuk marbabou (membersihkan) rumput dan sebagainya. Demikian juga
tajak sejenis celurit dipakai untuk membersihkan rumput-rumput yang tumbuh di
sekitar padi-padi. Cara bekerja mereka jongkok karena alat nya seperti pisau yang
bisa menjangkau celah-celah tanaman padi.
Selanjutnya, lirik kedua berbunyi sebagai berikut: Patar mangimas hita, dapot
juma roba, Tubuh holi da, omei, assimun, lassina, Jagul, uttei homa, gadung, hasang
rabut homa.
- Patar : Esok
- Mangimas : Membuka Hutan
- Hita : Kita
- Dapot : Dapat
- Juma roba : Sawah/ladang subur
- Tubuh : Tumbuh
- Holi : nanti, akan
- Omei : Padi
- Assimun : Timun
- Lassina : Cabai
- Jagul : Jagung
- Uttei : Jeruk
- Gadung : Ubi
- Hasang : Kacang
- Rabut : Subur
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: Besok kita membuka
hutan, dapat tanah/ladang subur, Nanti tumbuh padi, timun, cabai, Jagung, jeruk,
ubi, kacang yang subur. Lirik ini berisikan perintah untuk bekerja dan juga
harapan supaya apa yang mereka tanam dapat tumbuh subur. Jiwa yang penuh
semangat, mengalahkan segalanya. Membuka hutan4 belukar yang belum pernah
dijalani oleh manusia sangat dibutuhkan motivasi. Disinilah di mulai pertanian
yang baru yang sangat panjang prosesnya mulai dari memotong (mangimas)
sampai menanam padi. Disini, terbukti bila bekerja dengan marharoan
(bergotong-royong) mendatangkan hasil dan kerja yang baik. Bagi masyarakat
Simalungun yang makanan pokoknya adalah padi sangat berharga. Padi adalah
lambang kehidupan. Ladang juga lambang status sosial di masyarakat
diSimalungun pada zaman itu. Misal parjuma bolag (tanah yang luas) maka ia
disebut sangap (berhasil). 4 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Urich Damanik.
Berikutnya, lirik ketiga yakni Patar hita martidah, tubuh omei ratah, Lobong
ma tene, riap mangonah hitabei, Hodohon loppah on, tambulni na martidah on.
- Martidah : Menanam
- Omei ratah : Padi Subur
- Lobong : Lubang
- Riap : Bersama
- Mangonah : Memasukkan padi ke lubang.
- Hita bei : Bersama
- Hodohon : Menanak (nasi)
- Loppah : Sayur
- Tambul : Makanan
Bila diartikan kedalam bahasa Indonesia yakni Besok kita menanam padi di
darat, supaya tumbuh padi yang hijau, Lobangi terlebih dahulu, pria memegang dua
kayu besarnya kurang lebih 10cm dan panjang nya 1,5m. Lalu kayu tersebut
ditancapkan ke dalam tanah, diikuti oleh para wanita sambil mengisi atau
memasukkan bibit padi di dalam lubang tanah dengan bersama, Masakkan sayur ini,
untuk makanan yang bekerja. Lirik ini menyatakan bahwa sama-sama bekerja agar
pekerjaan ini cepat selesai, lalu perintah agar bekerja dengan cara yang benar. Lalu
mengingatkan agar wanita membuat makanan, supaya yang ikut bekerja makan agar
tetap kuat. Menanam dengan harapan tumbuhlah padi yang hijau dan subur siap
untuk dipanen dan dikerjakan juga dengan marsialop ari (bergotong royong) tentu
banyak tenaga yang dikeluarkan. oleh karena itu kebersamaan untuk memasak dan
makan bersama merupakan salah satu toleransi anatara satu dengan yang lain.
Selanjutnya, lirik terakhir berbunyi sebagai berikut: Patar hita mandogei, gok
ma holi omei, Hobon domma dong, gogoh manduda mando tong, Sayop ma lohei roh,
anggo marhorja rap gogoh.
- Mandogei : Memijak
- Gok : banyak
- Hobon : Lumbung
- Domma : Sudah
- Dong : ada
- Gogoh : kuat, bersemangat
- Manduda : Menumbuk
- Lohei : Lapar
- Marhorja : Bekerja
- Rap : Sama
- Anggo : Kalau, Apabila
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: Besok kita memijak biji
padi, penuh lah nanti padi kita, Lumbung padi sudah ada, kuat menumbuk padi,
Tidak ada kelaparan, kalau kita bersama-sama kuat bekerja. Lirik ini menyatakan
ingatan untuk bekerja esok bahwa padi sudah berbuah, pernyataan ini adalah jangan
malas bekerja, supaya tidak ada lagi kelaparan. Manusia punya harapan akan hasil
dari pekerjaannya dan harapan itu semoga tidak akan menjadi sia-sia jika pekerjaan
itu dilandaskan dengan toleransi. Padi yang berlimpah adalah lambang keberhasilan,
jadi bila lumbung padi penuh itu menunjukkan atau melambangkan kekayaan dari
seseorang. Bila lumbung nya sedikit maka menunjukkan bahwa sawah atau ladang
mereka juga sedikit, Jadi bila hobon (lumbung) maka banyak jugalah sawah atau
ladang mereka. Pada umumnya lumbung (hobon) di tempatkan di samping rumah,
lumbung tersebut berbentuk 4 segi, lalu atas nya dibuat ijuk sebagai penutup lumbung
agar padi tidak basah atau lembab. Syair memberi semangat yang kuat untuk giat
bekerja diladang itulah tujuan dan motivasi dari pencipta lagu ini. Menurut Harris
purba5 ada yang mati karena kelaparan maka ia di bursik kon (dihina) oleh
masyarakat karena malas bekerja. Menurut buku “Orang Simalungun” salah satu
sikap dari orang Simalungun adalah Apatis yang berarti adalah sikap yang kurang
bersemangat dalam sesuatu hal.
Lagu ini juga bukan hanya untuk ajakan untuk bergotong royong, akantetapi
bisa lebih daripada itu. Ada relasi hubungan antara sukacita untuk mendapatkan
kesuksesan.
Hubungan6 tari dengan lagu marsialop ari adalah oleh pencipta, diharapkan
orang Simalungun benar-benar begotong-royong untuk membuka lahan pertanian. Ia
menjadikan lagu ini dan dimasukkan kedalam tarian untuk menambah kebudayaan.
Gerakan dalam tari Haroan Bolon menunjukkan bagaimana bait demi bait lagu di
peragakan, misalnya gerakan mangimas dalam lagu maka penari juga mangimas.
Maka di tarian itu juga menunjukkan apa yang di ceritakan di lagu tersebut. Maka
penulis akan melampirkan beberapa foto dibawah ini:
5 Hasil wawancara dari narasumber Bapak Harris Purba. 6 Wawancara dengan Bapak Harris Purba (pengajar tari)
Gambar 3.1
Documentasi Penulis, 2014
Mereka bersikap hendak akan pergi untuk membuka ladang, dengan tangan di
atas menggambarkan mereka menjinjing cangkul.
Documentasi Penulis, 2014
Tari diatas ini menunjukkan untuk bergotong-royong, sama seperti lagu
marsialop ari dibait pertama. Mereka memegang cangkul, membawa bajut. Gerakan
tari nya menunjukkan bahwa mereka sedang membabat rumput-rumput diladang,
untuk membuka ladang baru. tangan mereka seperti menyeka rumput dengan pisau
dan mencangkul. Supaya dapat di tanami padi-padi dan lainnya.
Gambar 3.2
Gerakan Menyabit Documentasi Penulis, 2014
Document Penulis, 2014
Gambar yang kedua ini menunjukkan bahwa pria hendak membersihkan
ladang baru, mencangkul menlobangi tanah, seperti memegang sabit atau cangkul
dengan posisi tubuh miring, lalu mereka mengangkat kaki mereka. Lalu wanita
dengan gerakan yang sama dengan pria bersama-sama bekerja mencangkul, agar
pekerjaan pun segera selesai.
Gambar 3.3
Gerakan Menanam Document Penulis, 2014
Document penulis, 2014
Kemudian gerakan tari di atas ini menunjukkan bahwa mereka hendak
menanam padi, dengan gerakan tangan wanita ke bawah, lalu pria sambil membantu
para wanita dengan gerakan tangan mereka memegang sebuah kayu untuk
menlobang.
Gambar 3.4
Gerakan Memijak Padi Document Penulis, 2014
Document Penulis, 2014
Gerakan ke empat ini adalah, mereka sedang memanen hasil dari padi-padi
mereka. Mereka saling berpegangan lalu dengan gerakan mereka memijak padi-padi
tersebut agar bulir-bulir padi tersebut dapat keluar, dengan cara mengangkat kaki
mereka lalu berpegangan tangan sebagai estetika, untuk memperindah sebuah
gerakan dalam tari.
Gambar 3.5 Bersukacita
Document Penulis, 2014
Untuk yang terakhir tarian ini menunjukkan kebahagian dan sukacita mereka
atas panen mereka. Mereka meloncat dengan kaki mereka maju mundur ke depan
bergantian.
Inilah hubungan nyanyian dengan tari Haroan Bolon yang sangat erat, tarian
ini sekarang sering di perlombakan sebagai pertunjukkan seni.
BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL MARSIALOP ARI
4.1 Transkripsi
Menurut ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan bunyi-
bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam
bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan transkripsi
melodi marsialop ari, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan oleh
Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk menyampaikan
kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum
diketahui oleh pembaca.
Dalam bab 4 ini, penulis akan memilih menganilisis dan mentranskripsikan
marsialop ari. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan menggunakan notasi barat.
Penulis membuat hasil transkripsi dari hasil penelitian dengan narasumber dan
merekam suara seorang penyanyi.
4.1.1 Simbol Dalam Notasi
Simbol-simbol yang digunakan dalam notasi transkripsi marsialop ari
merupakan simbol-simbol dalam notasi Barat. Berikut ini, beberapa simbol yang
digunakan dalam hasil transkripsi marsialop ari.
1. : merupakan garis paranada yang memiliki 5 buah
garis dan 4 spasi dengan tanda kunci C.
2. : merupakan birama 2/4 dalam kunci C.
3. : merupakan 2 buah nada not 1/8 yang digabung
menjadi 1 not yang bernilai 1 ketuk.
4. : merupakan 1 buah not 1/8 dengan titik bernilai ½
dan 1 buah not 1/16 yang bernilai 1 ketuk.
5. : merupakan 2 buah not 1/16 dengan tanda slur
dan 1 buah not 1/8 yang digabung menjadi 1 not
yang bernilai 1 ketuk.
6. : merupakan 3 buah not 1/16 yang digabung
menjadi 1 not yang bernilai 1 ketuk.
7. : merupakan 2 buah not 1/16 dengan tanda slur
yang menjadi 1 not bernilai 1 ketuk.
8. : merupakan 2 buah not 1/8 yang digabung
menjadi 1 not yang bernilai 1 ketuk
dengan tanda kress di depannya yang
berarti nada dinaikkan 1/2 laras dari
sebelumnya.
9. : merupakan 1 buah not ¼ yang bernilai 1
ketuk.
10. : merupakan 1 buah not 1/8 yang bernilai
½ ketuk.
11. : merupakan 1 buah not 1/16
12. : merupakan 1 buah tanda istirahat bernilai
½ ketuk.
13. : merupakan 1 buah tanda istirahat bernilai
1/16 ketuk.
Simbol-simbol yang penulis jabarkan diatas, merupakan simbol-
simbol yang tertulis atau terdapat dalam lampiran partitur agar pembaca dapat
mengerti dan memahami artinya. Hal ini untuk menjelaskan tentang hal-hal yang
dimaksudkan dari notasi tersebut. Dari transkripsi yang diurai diatas, maka hasilnya
seperti dibawah ini.
4.2 Analisis Melodi Marsialop Ari
Dalam menganalisis melodi marsialop ari, penulis berpedoman kepada teori
yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori weighted scale.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga
nada (scale); (2) nada dasar (pitch center); (3) wilayah nada (range); (4) jumlah nada
(frequency of notes); (5) jumlah interval (prevalent intervals); (6) pola kadensa
(cadence patterns); (7) formula melodik (melody formula); dan (8) kontur (contour)
(Malm dalam terjemahan Takari 1993: 13).
4.2.1 Tangga Nada (Scale)
Dalam analisis ini, yang dimaksud tangga nada adalah susunana nada-nada
yang di pakai dalam marsialop ari. Penulis akan mengurutkan nada-nada dari nada
yang terendah hingga nada yang tertinggi. Tangga nada marsialop ari dikategorikan
ke dalam jenis tangga nada heptatonik yaitu tangga nada yang tersusun dari rangkaian
interval penuh dan setengah, interval tersebut adalah satu laras atau 200 sent dan
setengah laras atau 100 sent. Menurut narasumber Harris Purba nada ini adalah ide
dari nada alat tiup sarunei.
Dalam mendeskripsikan tangga nada (scale), penulis mengurutkan nada-nada
yang terdapat dalam marsialop ari tersebut dimulai dari nada terendah sampai nada
yang tertinggi. Penulis memperoleh 8 nada mulai dari nada terendah E dan nada
tertinggi G pada oktaf berikutnya.
2 ½ 1 ½ 1 1 1 ½ laras
500 200 100 200 200 200 100 sent
4.2.2 Nada Dasar (Pitch Center)
Dalam menentukan nada dasar marsialop ari ini, penulis berpatokan pada
lagu yang sudah dituliskan oleh Taralamsyah Saragih yang penulis peroleh dari
seorang informan. Selanjutnya, data tersebut ditranskripsikan ke dalam notasi barat.
Hasil yang didapatkan dalam transkripsi marsialop ari adalah C
4.2.3 Wilayah Nada (Range)
Wilayah nada adalah jarak antara nada tertinggi dan nada terendah dalam
tangga nada. Wilayah nada pada marsialop ari adalah sebagai berikut:
7 ½ laras
1500 sent
4.2.4 Jumlah Nada (Frequency of Notes)
Jumlah nada adalah banyaknya nada-nada yang dipakai secara keseluruhan
dalam suatu musik baik musik instrumental atau vokal. Dalam melodi marsialop ari
penulis memperoleh 16 nada c, 21 nada e, 18 nada b, 14 nada a, 8 nada E, 1 nada g, 2
nada fis, 1 nada d. Selengkapnya lihat gambar dibawah ini:
8 14 18 16 1 21 2 1
Nada yang paling sering muncul dalam marsialop ari adalah nada E, disusul
nada B dan C. nada-nada lain muncul berkisar antara 1 sampai 14. Sementara nada
yang paling sedikit muncul adalah D, Fis, G. Dengan demikian, intensitas
kemunculan yang paling banyak yaitu nada E sehingga mengindikasikan nada
tersebut sebagai pusat tonalitasnya.
Berdasarkan jumlah nada-nada yang diperoleh dalam 1 lirik marsialop ari,
maka jumlah nada-nada secara keseluruhan dalam 4 lirik marsialop ari yaitu:
Tabel 4.1 Jumlah Nada dalam Marsialop Ari
No. Nada Jumlah Nada dalam 1 Lirik
Total (x 4 lirik)
1. E 21 84 2. C 16 64 3. B 18 72 4. A 14 28 5. E 8 32 6. G 1 4 7. Fis 2 8 8. D 1 4
4.2.5 Jumlah Interval (Prevalent Intervals)
Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari
interval naik maupun turun. Di bawah ini merupakan tabel jumlah interval dalam
marsialop ari.
Tabel 4.2
Jumlah Interval Marsialop Ari
Interval Posisi Jumlah Total Total ( x 4 ) 1P - 31 34 136
3
2M 8 12 48 4
2m 8 10 40 2
3M 9 13 52 4
3m 1 4 16 3
4P 4 5 20
1
6m - 1 1 4
Melalui tabel diatas dapat diketahui interval yang paling banyak digunakan
dalam penyajian marsialop ari adalah interval 1P dengan jumlah 136 kali, interval
2M dengan jumlah 48 kali, interval 2m dengan jumlah 40 kali dan interval 3M
dengan jumlah 52 kali. Selanjutnya interval yang paling sedikit digunakan adalah
interval 3m, 4P, 6m. Dengan demikian dapatkan disimpulkan bahwa interval 1P, 2M,
3M mempunyai peranan penting dalam membentuk marsialop ari.
4.2.6 Pola Kadensa
Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi yang menjadi penutup
pada bagian akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna
melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut dalam satu frasa.
Dalam marsialop ari hanya terdapat 1 jenis pola kadensa baik dari akhir melodi
maupun pertengahan melodi.
Pola pada akhir melodi
Pola pada pertengahan melodi I
Pola pada pertengahan melodi II
4.2.7 Formula Melodik
Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk dan frasa.
Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi.
Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. William P. Malm mengemukakan
bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:
1. Repetitive adalah bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang diulang-ulang.
2. Iterative adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan
nyanyian.
3. Strophic adalah bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
4. Reverting adalah bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan
pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progressive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
Dengan apa yang sudah dikemukkan malm, maka penulis menarik kesimpulan
bahwa bentuk yang terdapat pada nyanyian marsialop ari adalah bentuk nyanyian
dengan kategori strophic.
Marsialop ari terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk A dan B. Namun dalam
penyajiannya, bentuk B akan diulangi pada bagian akhir. Dengan demikian marsialop
ari memiliki bentuk A-B-B. Marsialop ari merupakan nyanyian yang terdiri dari 6
frasa. 6 frasa tersebut adalah sebagai berikut:
Frasa I
Frasa II
Frasa III
Frasa IV
Frasa V
Frasa IV
4.2.8 Kontur
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan
kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada
yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada
yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada
ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih
rendah ke nada yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada
yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun
minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai
batas-batasan.
Garis kontur yang terdapat pada melodi marsialop ari pada umumnya adalah
ascending, descending, conjuct, dan juga static. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di
bawah ini:
Kontur Ascending dan Descending
Kontur Static
Kontur conjuct
4.3 Perubahan Penyajian Marsialop Ari
Sebagai dasar perbandingan penulis terhadap lagu marsialop ari, maka
penulis merekam salah seorang penyanyi Simalungun. Penulis membuat sample
melihat perbandingan antara partitur yang telah ditulis oleh Taralamsyah Saragih
yang belum dengan inggou dengan rekaman yang dinyanyikan dengan inggou.
Dari beberapa etnik di Indonesia Simalungun adalah salah satu yang
mempunyai 5 nada yang disebut pentatonik. Alunan nada yang berirama pentatonik
menghasilkan alunan yang disebut inggou. Inggou adalah salah satu kata yang
menunjukkan identitas seni budaya Simalungun. Inggou adalah cara bernyanyi
dengan irama khas Simalungun. Lagu dengan lirik bahasa Simalungun belum tentu
ber-inggou Simalungun. Namun inggou Simalungun bukan sekedar menunjukkan ciri
khas atau keunikan lagu atau nada musik Simalungun dibandingkan suku atau
bangsa lainnya. Inggou dalam lagu Simalungun adalah roh yang menghidupkan lagu
Simalungun.
Jika dikelompokkan maka jenis lagu Simalungun ada 2 yaitu :
1. Lagu inggou dan
2. Lagu populer
Ditengah derasnya terpaan budaya populer yang dengan mudah mengadopsi
budaya luar termasuk nada dan lagu, ternyata lagu ber-inggou Simalungun masih
banyak peminatnya. Tidak ada pula yang salah jika lagu-lagu populer Simalungun
generasi terakhir yang trend, dengan kemasan dangdut, hiphop, rock dsb menjauh
dari inggou. Tuntutan dunia industri juga tidak dapat dielakkan.
(http://rosenmanmanihuruk.blogspot.com/2013/06/oppung-taralamsyah-saragih-
proud-of.html).
Melalui keterangan dibawah ini dapat kita lihat tidak terlalu banyak
perbedaan. Perbedaan nya hanya di inggou dan ada beberapa nada dan nada dasar
yang berbeda. Karena, menurut buku “Irama Simalungun” Taralamsyah Saragih
mengatakan, bahwa sulit menuliskan inggou kalau tidak memakai notasi balok.
Maka, dalam lagu nya Ia tidak menuliskan inggou tersebut.
Dibawah adalah contoh nyanyian marsialop ari dengan inggou dari seorang
penyanyi Simalungun Sapna br. Sitepu:
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sumatera Utara memiliki wilayah yang luas terbagidari beberapa daerah yang
dipimpin oleh seorang Gubernur dan terdapat beberapa suku, ras, agama, dan
golongan. Diantara semua itu ada beberapa suku yang bertautan dan saling
melengkapi menjadi suatu etnik, adapun etnik tersebut terdiri dari Batak Toba, Karo,
Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu, Pesisir, Sibolga, Nias, inilah sub
etnik yang ada di Sumatera Utara. Etnik Simalungun banyak memiliki kebudayaan
terdiri dari seni vokal, tari-tarian, adat dan kebiasaan yang lainnya yang berbentuk
budaya. Simalungun adalah termasuk salah satu yang banyak memiliki kebudayaan,
secara administratif Simalungun disebut dalam 1 kabupaten Simalungun provinsi
Sumatera Utara.
Kesenian Simalungun berpengaruh kepada anak Raja Tuan Gomok yaitu
Tuan Taralamsyah Saragih. Ia terlahir dari keluarga Kerajaan Raya. Karena kecintaan
nya terhadap seni Simalungun begitu besar banyak lagu Simalungun yang Ia buat
sebut saja seperti Eta Mangalop Boru Lawey, Marsialop Ari, Inggou Mariah dan
lainnya.
Marsialop Ari merupakan salah satu nyanyian yang dikenal oleh banyak
orang Simalungun. Nyanyian ini biasa dinyanyikan oleh beberapa orang setelah
selesai bekerja di ladang, bisa juga dinyanyikan solo. Tapi, sekarang nyanyian ini
digunakan sebagai nyanyian hiburan yang bisa diiringi dengan tari Haroan Bolon.
Struktur melodi dampeng terdiri dari 8 unsur, yaitu
(1) Tangga Nada : heptatonik
(2) Nada dasar : C Mayor
(3) Wilayah nada : E – G
(4) Jumlah Nada : c=16, e=21, b=18, a=14, E=8, g=1, fis=2, d=1
(5) Interval nada : 1P=136, 2M=48, 2m=40, 3M=52, 3m=16, 4P=20, 6m=4
(6) Pola kadensa: 2 jenis pola pertengahan melodi dan 1 pola pada akhir
melodi.
(7) formula melodi: strophic
(8) kontur: ascending, descending, conjuct, dan static.
Berdasarkan struktur diatas, nada-nada marsialop ari bersumber dari nada-
nada yang terdapat di sarunei bolon yaitu c-d-e-fis-g-a-b-c. Bahwasannya
Taralamsyah Saragih tidak ingin menghilangkan nada-nada yang berciri khas
Simalungun.
Teks marsialop ari berisikan ajakan untuk bekerja, mengingatkan yang
diambil dari proses kehidupan masyarakat Simalungun, karena banyaknya
masyarakat Simalungun yang bertani sebagai mata pencaharian mereka. Teks tersebut
dinyanyikan seperti lagu pada umumnya yaitu ada lirik dan dilanjutkan dengan
refrain. Dalam penyajiannya marsialop ari terdiri dari 4 lirik dan 4 refrain.
Beberapa makna teks marsialop ari, yaitu: 1) mengajak masyarakat untuk
bekerja dan himbauan untuk membawa peralatan untuk bekerja diladang. 2) berisikan
perintah untuk bekerja dan juga harapan supaya apa yang mereka tanam dapat
tumbuh subur. 3) bekerja agar pekerjaan ini cepat selesai, lalu perintah agar bekerja
dengan cara yang benar. Lalu mengingatkan agar wanita membuat makanan, supaya
yang ikut bekerja makan agar tetap kuat. 4) kita memijak biji padi, penuh lah nanti
padi kita, Lumbung padi sudah ada, kuat menumbuk padi, Tidak ada kelaparan, kalau
kita bersama-sama kuat bekerja.
Bentuk atau pola nyanyian nya adalah strophic atau gaya nyanyian yang
diulang dengan teks yang baru atau berbeda. Dapat dikatakan bahwa marsialop ari
merupakan nyanyian yang mementingkan teks daripada melodi yang disebut dengan
logogenic.
Lagu Taralamsyah Saragih memiliki perbedaan ataupun perubahan dari yang
mulai zaman nya sampai sekarang. Dulu, lagu yang dibuat oleh Taralamsyah Saragih
hanya not-not dasarnya nya saja yang Ia sajikan. Karena adanya tradisi lisan maka
nyanyian ini terdapat variasi ataupun inggou salah satu contoh nya adalah penyanyi
Simalungun yaitu Ibu Sapna Sitepu yang memberikan warna atau inggou dalam lagu
marsialop ari.
5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam mengerjakan tulisan ini.
Maka itu, peneliti selanjutnya yang akan menyempurnakan tulisan ini, baik dari
kurang nya sumber referensi maupun yang lainnya.
Bagi para peneliti selanjutnya, penulis berharap agar peneliti berikutnya dapat
mengkaji bagian-bagian dari Simalungun yang masih banyak mulai dari ritual,
nyanyian, tari-tarian, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Walaupun sudah banyak yang mengkaji tentang Simalungun tetapi pasti ada salah
satu yang belum terjamah oleh kita sebagai penulis.
Bagi pemilik kebudayaan Simalungun, penulis berharap agar berkenan
memberikan informasi dan pengertahuan tentang Simalungun. Agar keberadaan
kebudayaan Simalungun tetap ada bagi generasi-generasi berikutnya. Dan penulis
juga berharap agar masyarakat Simalungun dapat mempertahankan, menjalankan, dan
meningkatkan kebudayaan yang ada di Simalungun agar tidak hilang dimakan oleh
waktu.
Demikian tulisan ini diselesaikan oleh penulis, semoga tulisan ini bermanfaat
bagi yang membaca agar menjadi pengetahuan dan sumber informasi khususnya di
bidang ilmu Etnomusikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Abdul Latiff Abu. 2006. Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni Pertunjukan.
Etnomusikologi (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni),(53), 45-51.
Depdikbud, 2005.Kamusbesarbahasaindonesia.Jakarta balaipustaka.
Dasuha, Juandaha Raya P dan Martin Lukito Sinaga. 2003. Tole! Den Timorlanden
Den DasEvangelium. Kolportase GKPS (bekerjasama dengan Panitia Bolon 100
Tahun Injil di Simalungun).
Departemen pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Mardalis. 2006. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara.
Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia
(terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara (terjemahan Takari).
Manik, Kepler H. 2002. Kajian Tekstual dan Musikal Doding Ni Paragat Pada
Masyarakat Simalungun Di Kelurahan Girsang I Kecamatan Girsang Sipangon
Bolon-Simalungun. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Nettl, Bruno.1964.Theory and Method of Ethnomusicology. New York: The Free Press.
Purba, Anna. 2014. Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat
Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Skripsi Sarjana Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Silaban, Nehemia Herwinka. 2012. Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh
Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual Dan Melodi. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
www.ethnomusicology.org repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29774/4/Chapter%20II.pdf repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41364/4/CHapter%20II.pdf
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Harris Hemdi Purba
Umur : 65 Tahun
Alamat : Jl. Ngumban surbakti gang. Kamboja 20, No. 2
Pekerjaan : Pengajar Tari
2. Nama : Normasiah Saragih
Umur : 54 Tahun
Alamat : Jl. Marindal I gang. Amarta No. 23
Pekerjaan : Guru
3. Nama : Ance br. Sinaga
Umur : 66 tahun
Alamat : Jl. Dr. Sofian
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
4. Nama : Drs. Urich Damanik
Umur : 85 tahun
Alamat : Jl. Timor
Pekerjaan : Pensiun dari Dosen IKIP Medan
LAMPIRAN I MARSIALOP ARI
LAMPIRAN I MARSIALOP ARI DENGAN INGGOU