Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
1
Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
1
1
ANALISIS KELAYAKAN USAHA LADA (Piper nigrum L.)
DI DESA KUNDI KECAMATAN SIMPANG TERITIP
KABUPATEN BANGKA BARAT
CYNTHIA MAWARNITA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
3
Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
3
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis
Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan Simpang
Teritip Kabupaten Bangka Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir karya tulis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Cynthia Mawarnita
NIM. H34090017
ABSTRAK
CYNTHIA MAWARNITA. Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di
Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat. Dibimbing
oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.
Indonesia merupakan salah penghasil lada putih di dunia. Selama beberapa
periode, kontribusi lada putih Indonesia di pasar dunia mengalami kecendrungan
penurunan pasokan. Desa kundi merupakan salah satu wilayah sentra produksi
lada putih di Kabupaten Bangka Barat. Fluktuasi harga jual dan penurunan
poduksi lada putih menyebabkan berkurangnya volume produksi lada putih. Lada
putih merupakan komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena
merupakan komoditas ekspor dan permintaan yang belum terpenuhi. Usaha lada
putih membutuhkan investasi yang tinggi sehingga perlu dilakukan suatu studi
kelayakan lada putih di tingkat petani Desa Kundi untuk mengetahui kelayakan
usaha tersebut. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif
untuk menganalisis kelayakan dari aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan metode
kuantitatif untuk menganalisis kelayakan dari aspek finansial beradasarkan
kriteria invetasi (NPV, IRR, Net B/C, dan PP) dan analisis sensitivitas. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa usaha budidaya lada putih di Desa Kundi
Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat layak untuk dilakukan.
Kata kunci : lada putih, desa kundi, kelayakan
ABSTRACT
CYNTHIA MAWARNITA. The Business Feasibility Analysis of White Pepper
(Piper nigrum L.) in Kundi Village, Simpang Teritip District, Bangka Barat
Regency. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.
Indonesia is one of the countries of white pepper producers in the world. During
some periods, the contribution Indonesia in the world markets had tendencies a
decrease supplied. Kundi village is one of the areas of white pepper production
center in Bangka Barat Regency. Fluctuations in selling prices and a decrease in
the number of white pepper production leads to reduced production volumes
resulting white pepper. White pepper is a commodity which has a potential to be
developed because it is a commodity export and unfullfilling demand. The
Bussiness of white pepper is necessary high investments so that it needs a
feasibility studi of the white pepper of farmer’s level, Kundi village to determine
business feasibility. Methods of analysis data which are used on this research is
qualitative analysis method to analyze feasibility based on nonfinancial aspect
such as market aspect, technical aspect, management aspect, and also social,
economic, and environmental aspect and quantitative which used to analyze the
financial based on investment criteria (NPV,IRR,Net B/C,PP) and sensitivity
analysis. The research result showed that the white pepper cultivation in Kundi
Village, Simpang Teritip District, Bangka Barat Regency is feasible to be done .
Keywords: white pepper, kundi village, feasibility
Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
5
Pag
eErr
or!
Mai
n D
ocu
me
nt
On
ly.
5
5
ANALISIS KELAYAKAN USAHA LADA (Piper nigrum L.)
DI DESA KUNDI KECAMATAN SIMPANG TERITIP
KABUPATEN BANGKA BARAT
CYNTHIA MAWARNITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
`1INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
7
7
7
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa
Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat
Nama : Cynthia Mawarnita
NRP : H34090017
Disetujui oleh
Ir Juniar Atmakusuma, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin
terbaik bagi umat manusia. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Maret sampai April 2013 ini adalah Studi Kelayakan Bisnis, dengan
judul Analisis Kelayakan Usaha Lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi
Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS
selaku Dosen pembimbing skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ir.
Narni Farmayanti M.Sc selaku Dosen pembimbing akademik selama menjalani
perkuliahan, serta kepada Dr Amzul Rifin, SP., MA dan Bapak Rahmat Yanuar,
SP., M.Si selaku Dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Kadin Kabupaten Bangka Barat, Bapak Nadiono selaku kepala
Desa Kundi yang telah memberikan kemudahan dan izinnya untuk melakukan
penelitian di Desa Kundi, Bapak pemadu lapang dan penyuluh lapang (Bang
Pediar) serta para petani lada atas bantuan dan arahannya selama penulis
mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orangtua tercinta (bapak dan ibu) dan seluruh keluarga
atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan
ucapkan terima kasih kepada sahabat penulis, Nora asfia, Emilia Huda, Windy
Kurniasari, Intan Wiyanti, Novita Dewiratnasari, Rina Fauzah, Kak Ida, Kak Kiki,
Vina Fauziah, Dewi Ayuamiati, Virgin, teman seperjuangan skripsi Resti Prastika
D, dan Iqbal Yudhana, sahabat Agribisnis 46 IPB, HIPMA IPB 2011-2012, dan
sahabat-sahabat lainnya yang selalu memberi dukungan dan bantuan dalam
pembuatan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Cynthia Mawarnita
9
9
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 9 Manfaat Penelitian 10 Ruang Lingkup Penelitian 10
TINJAUAN PUSTAKA 10 Budidaya Lada 10 Kelayakan Finansial Lada Putih 13
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Lada Putih 14 KERANGKA PEMIKIRAN 16
Kerangka Pemikiran Teoritis 16 Kerangka Pemikiran Operasional 22
METODE PENELITIAN 25 Lokasi dan Waktu Penelitian 25 Jenis Data dan Sumber data 25 Metode Pengumpulan Data 25 Metode Pengolahan dan Analisis Data 25 Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) 28 Asumsi yang Digunakan dalam Penelitian 28
GAMBARAN UMUM 29 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 29
Karakteristik Petani Responden 30 ASPEK NON FINANSIAL 32
Aspek Pasar 32 Aspek Teknis 37 Aspek Manajemen 45 Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan 48
ASPEK FINANSIAL 50 Arus Penerimaan (Inflow) 50 Nilai Sisa 51 Arus Pengeluaran (Outflow) 51 Analisis Laba Rugi 56
Analisis Kelayakan Investasi 56 Analisis Switching Value 58
SIMPULAN DAN SARAN 59
Simpulan 59 Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 60 LAMPIRAN 62
vii
vii
vii
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan volume ekspor komoditas primer perkebunan
tahun 2008 - 2013 1
2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada nasional tahun 2008-2012 2
3 Perkembangan harga lada hitam dan lada putih di dunia dalam US $
/MT setiap bulan tahun 2011-2013 3
4 Produksi lada putih negara produsen utama di dunia tahun 2005-2010 4
5 Luas areal dan produksi lada putih Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung tahun 2005-2011 4
6 Volume dan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung tahun 2009-2011 5
7 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada putih pada enam
kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011 6
8 Karakteristik petani responden lada putih di Desa Kundi 30
9 Kepemilikan luas lahan petani responden lada putih di Desa Kundi 31
10 Volume ekspor lada putih negara produsen utama di dunia tahun
2001-2010 34
11 Import lada beberapa negara konsumen tahun 2010 35
12 Peralatan budidaya lada putih yang digunakan petani responden di
Desa Kundi tahun 2013 38
13 Jenis-jenis pupuk yang digunakan petani responden dalam budidaya
lada putih di Desa Kundi 39
14 Jenis–jenis obat atau pestisida yang digunakan petani responden
dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada tahun 2013 40
15 Produksi dan produktivitas lada pada kondisi normal per hektar 44
16 Penggunaan tenaga kerja (HOK) pada usaha budidaya lada putih di
Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat 46
17 Komponen penerimaan pada usaha budidaya lada putih pada luasan
1 hektar di Desa Kundi 50
18 Nilai sisa dari biaya investasi pada budidaya lada putih pada luasan
1 hektar 51
19 Rincian biaya investasi dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan 1 hektar 52
20 Penggunaan pupuk dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar 54
21 Penggunaan obat-obatan/ pestisida dalam budidaya lada putih pada
luasan 1 hektar 54
22 Rincian biaya tenaga kerja dalam budidaya lada putih pada luasan
1 hektar 55
23 Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan
1 hektar 56
24 Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari hasil perhitungan
cashflow 57
DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten
Bangka Barat 7
2 Hubungan antara NPV dan IRR 21
3 Kerangka pemikiran operasional 24
4 Saluran pemasaran komoditi lada putih di Bangka Belitung 36
5 Tanaman lada dengan ajir 41
6 Tanaman lada yang diberi naungan 41
7 Kayu yang digunakan sebagai tajar 41
8 Aplikasi hubungan antara NPV dan IRR 58
DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas areal dan produksi lada per Provinsi di Indonesia tahun 2009
dan 2010 62
2 Karakteristik petani responden budidaya lada putih di Desa Kundi 63
3 Hasil panen lada putih dari responden petani di Desa Kundi 64
4 Rata-rata peralatan petani responden dalam budidaya lada putih 65
5 Laporan laba/rugi pada budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan 1 hektar 66
6 Cashflow Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan
1 hektar 67
7 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan harga jual lada putih
yaitu 25.64% atau Rp61 718.80 68
8 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan jumlah produksi lada
putih sebesar 25.64% 69
9 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi kenaikan harga pupuk sebesar
311.637% 70
1
1
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak awal pembangunan, sektor pertanian sudah memegang peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Peran pertanian terhadap
pembangunan nasional mencakup peranannya dalam produksi berupa terjaminnya
ketersediaan pangan, memberikan kesempatan kerja, sebagai faktor produksi
suatu industri, dan kontribusinya dalam menyumbang produk domestik bruto
nasional serta sebagai sumber penerimaan devisa hasil ekspor komoditi. Pertanian
dalam arti luas meliputi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan.
Subsektor pertanian memiliki kontribusi dalam meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi nasional.
Sektor pertanian memberikan sumbangsih terbesar kedua dalam
menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baik pada tahun 2008 dan
2009 sebesar 14.46% dan 15.29% (Direktorat Jendral Perkebunan 2010). Dari
total persentase Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian ini, sebagian
didapatkan dari subsektor perkebunan. Kontribusi PDB subsektor perkebunan
terhadap sektor pertanian atas dasar harga berlaku meningkat 8.14% dari 19.9%
pada tahun 2011 menjadi 21.52% pada tahun 2012 (Direktorat Jendral
Perkebunan 2013). Terdapat beberapa komoditas ekspor unggulan dari subsektor
perkebunan diantaranya: kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tembakau, kelapa, teh,
lada, tebu, kapas, dan cengkeh yang ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan volume ekspor komoditas primer perkebunan
tahun 2008 - 2013 a
Komoditas
Perkebunan
Ekspor Komoditas Primer Perkebunan
2008 2009 2010 2011 2012* 2013*
Januari Februari Maret
…Volume (000/Ton)…
Karet 2 283.2 1 991.5 2 351.9 2 556.2 2 444.3 199.5 201.6 229.7
Minyak sawit 14 91.0 16 29.0 16 292.0 16 36.0 18 850.8 2 296.6 1 889.0 1 367.3 Kelapa 1 080.1 992.8 1 045.3 1 199.8 269.4 18.4 19.0 22.0
Kopi 468.7 510.9 433.6 346.5 448.6 30.1 35.2 31.0
The 96.2 92.3 87.1 75.4 70.1 5.8 6.5 6.3 Lada 52.4 50.6 62.6 36.5 62.6 3.8 1.8 1.8
Tembakau 50.3 52.5 57.4 38.9 37.7 3.6 4.0 4.8
Kakao 515.5 535.2 552.9 410.2 388.0 34.0 26.0 35.0 Jambu Mete 67.0 68.8 45.6 46.1 62.6 6.7 4.0 1.2
Cengkeh 4.3 5.1 6.0 5.4 5.9 0.4 0.4 0.5
Kapas 1.9 0.5 2.0 2.0 0.4 0.0 0.0 0.1 Tebu (molasses) 945.9 496.3 469.5 529.4 0.5 0.1 0.0 0.0
Tebu (gula hablur) 1.5 0.8 - - - - - -
Total 19 857.9 21 626.4 21 405.8 23 682.4 23 064.0 2 559.0 2 187.5 1 699.7 aSumber: Direktorat Jendral Perkebunan (2013)
Keterangan: *) Angka sementara
Neraca perdagangan 12 komoditas unggulan perkebunan sampai dengan
triwulan III tahun 2012, yaitu US $ 24.70 milyar mengalami peningkatan bila
2
dibandingkan pada triwulan III tahun 2011 yang besarnya US $ 21.74 milyar 1.
Semua komoditas tersebut memegang peranan dalam menghasilkan devisa negara
dan memajukan kondisi perekonomian serta tingkat kesejahteraan masyarakat.
Lada (Piper nigrum L. atau pepper) merupakan salah satu jenis rempah
ekspor unggulan dari komoditas subsektor perkebunan Indonesia. Lada telah
sejak lama dibudidayakan di Indonesia yang digunakan sebagai komoditas
konsumsi dan bahan baku industri. Kegiatan budidaya lada secara ekonomi
merupakan sumber pendapatan petani dan devisa negara non migas untuk
Indonesia. Devisa yang diterima negara pada tahun 2011 sebesar US $ 195.9 juta
dan pada tahun 2012 meningkat menjadi US $ 423.5 juta (Direktorat Jenderal
Perkebunan 2013). Kegiatan budidaya lada tersebar di 29 provinsi dan hampir
99.90% dikelola oleh rakyat dengan luas areal, produksi, dan produktivitas yang
berbeda (Lampiran 1). Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas lada
nasional dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada nasional tahun 2008-2012a
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha)
2008 183 082 80 420 702
2009 185 941 82 834 729
2010 179 318 83 663 756
2011 177 490 87 089 784
2012* 178 622 88 160 - aSumber : Departemen Pertanian (2013)
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas areal lada cenderung
mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, produksi lada
setiap tahunnya terus meningkat dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2012,
yaitu sebesar 88 160 ton.
Umumnya, lada yang diperdagangkan di pasar internasional terdiri dari dua
jenis lada yaitu lada hitam (Black Pepper) dan lada putih (White Pepper).
Perbedaan jenis lada ini terdapat pada proses pengolahan (pascapanen) lada. Lada
putih dihasilkan dari buah lada yang dipetik sudah berwarna kuning kemerahan
dan harus dicuci serta direndam selama 10 sampai 15 hari sebelum dikeringkan.
Sementara itu, lada hitam merupakan buah lada yang dipetik saat masih berwarna
hijau dan langsung bisa dikeringkan tanpa harus direndam. Lada putih dan lada
hitam mempunyai cita rasa yang berbeda, lada putih mempunyai cita rasa yang
lebih pedas dibandingkan lada hitam. Komoditi lada dalam perkembangannya
mempunyai volume penawaran ekspor dan harga yang cenderung berfluktuasi.
Perkembangan harga lada dan harga lada hitam ditunjukkan pada tabel 3.
1 www.deptan.go.id//tayangan_perkebunan. [ 12 Agustus 2013]
3
3
3
3
Tabel 3 Perkembangan harga lada hitam dan lada putih di dunia dalam US $
/MT setiap bulan tahun 2011-2013a
Bulan Lada Hitam Lada Putih
2011 2012 2013 2011 2012 2013
Januari 4 796 6 514 6 592 7 103 9 396 9 039
Februari 4 794 6 522 6 758 7 142 9 388 9 213
Maret 4 773 7 007 6 556 7 213 9 562 9 068
April 5 673 6 670 6 416 8 088 9 443 9 039
Mei 5 870 6 848 8 315 9 633
Juni 5 958 6 607 8 156 9 354
Juli 6 024 6 485 8 252 9 117
Agustus 6 325 6 354 8 297 8 905
September 7 436 6 577 9 540 9 222
Oktober 7 778 6 492 10 367 9 157
November 7 141 6 445 10 120 9 010
Desember 6 957 6 420 9 745 8 964 aSumber: Internasional Pepper Community (2013)
2
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa harga lada putih lebih tinggi
daripada harga lada hitam. Selain itu, pergerakan harga lada di pasar dunia
menunjukkan bahwa komposisi harga lada hitam mengalami penurunan sebesar
US$ 140 per MT yaitu dari US$ 6 556 per MT Maret 2013 menjadi US$ 6 416
per MT pada bulan April 2013. Sementara itu, pada periode yang sama lada putih
hanya mengalami penurunan harga jual sebesar US$ 29 per MT.
Berkaitan dengan volume penawaran dan nilai ekspor lada di pasar dunia,
pada bulan Oktober 2011, ekspor lada Indonesia baru mencapai 29 000 ton.
Volume ekspor ini turun 40% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu
yakni sebesar 48 000 ton (Internasional Pepper Community 2011).3 Laju
pertumbuhan lada putih relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam, yaitu secara
rata-rata masing-masing sebesar 14.68% dan 20.29% sedangkan lada hitam
sebesar 14.60% dan 19.26% pada tahun 2011. Meskipun pertumbuhan volume
dan nilai ekspor rata-rata lada putih relatif lebih tinggi dibandingkan lada hitam
namun fluktuasinya relatif lebih besar. Hal ini berarti perekonomian lada putih
memiliki tingkat ketidakpastian yang juga lebih besar4. Produksi dan perdagangan
lada putih dilakukan oleh tujuh negara di dunia yaitu: Vietnam, Indonesia,
Malaysia, China, Brazil, India, dan Sri Lanka. Gambaran produksi lada putih
dunia dapat dilihat pada tabel 4. Produksi lada telah diekspor ke sejumlah negara,
antara lain: Amerika Serikat, Vietnam, Jerman, Singapura, Perancis dan India.
Dalam perdagangan dunia, pasokan lada Indonesia beberapa diantaranya
dipenuhi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal dengan lada
putih (Muntok White Pepper) dan lada dari Provinsi Lampung yaitu lada hitam
(Lampung Black Pepper). Berdasarkan luas areal dan jumlah produksi lada,
2 “ Internasional Pepper Community, 2013”. “Info komoditi/analisis bulanan harga lada hitam dan
lada putih april 2013” www.peppertrade.com [Agustus 2013] 3 “Internasional Pepper Community, 2011”. “Volume ekspor lada Indonesia” www.kompas.com
[Januari 2013] 4 “Penawaran dan Permintaan lada Bangka di pasar dunia” www.stisipol.ac.id
4
Bangka Belitung menempati posisi kedua tertinggi setelah Lampung (Lampiran
1).
Tabel 4 Produksi lada putih negara produsen utama di dunia tahun 2005-2010 a
Negara Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Produksi (Ton)
Brazil 4 500 3 500 3 000 2 500 2 000
India - 50 100 450 450
Indonesia 21 000 21 000 18 000 17 000 19 000
Malaysia 3 000 4 000 6 600 6 600 7 050
Sri Lanka - - 50 50 100
Vietnam 16 000 11 000 9 970 22 000 22 000
China, RRC 18 000 20 000 28 000 21 800 22 800
Total 62 500 59 550 65 720 70 400 73 400 aSumber : Internasional Pepper Community (2013)
5
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai 2007, Indonesia
menjadi negara penghasil lada putih terbesar di dunia. Pada tahun 2008 sampai
2010 produksi lada putih Indonesia mengalami penurunan sehingga pada tahun
2009, negara Vietnam sebagai produksi lada putih terbesar. Sementara itu, negara
China merupakan negara penghasil lada putih tertinggi pada tahun 2010.
Perkembangan produksi lada putih di negara Vietnam dan China dari tahun 2006
sampai 2010 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah yang
berkontribusi dalam pemenuhan pasokan lada putih dunia. Pengembangan luas
areal lada tahun 2011 mencapai 39 165.00 hektar dengan produksi 28 241.51 ton
yang tersebar dienam Kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Luas
areal dan produksi lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditunjukkan
pada tabel 5.
Tabel 5 Luas areal dan produksi lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
tahun 2005-2011a
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
2005 41 834.10 18 273.50
2006 40 720.65 16 292.36
2007 35 842.44 16 424.18
2008 33 739.07 15 671.21
2009 36 961.26 15 601.12
2010 36 372.37 18 472.15
2011 39 165.00 28 241.51 aSumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)
5 Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Sumberdaya Tanaman Lada Provinsi kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2012
5
5
5
5
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa luas areal dan produksi lada putih
berfluktuatif. Setelah tahun 2005, lada putih Bangka Belitung mengalami
penurunan dan fluktuatif pada luas areal dan jumlah produksi. Produksi lada putih
mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 9 769.36 ton (65.40%) yaitu
dari 18 472.15 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 28 241.51 ton pada
tahun 2011. Lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diekspor dalam
bentuk butiran. Penurunan produksi lada putih akan mempengaruhi volume
ekspor lada putih. Perkembangan volume penawaran dan nilai ekspor lada putih
di pasar dunia mencapai 60% sampai 80%. Data volume dan nilai ekspor lada
putih Bangka Belitung dalam tiga tahun terakhir ditunjukkan pada tabel 6.
Tabel 6 Volume dan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung tahun 2009-2011a
Tahun Jumlah
Volume (Ton) Nilai (US $)
2009 6 234.70 26 228 153.71
2010 7 627.68 42 346 703.36
2011 5 576.45 50 593 319.15 aSumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 lada putih mengalami
penurunan volume ekspor dari dua tahun sebelumnya. Penurunan volume ekspor
lada putih sebesar 2 051.23 ton dari tahun 2010. Meskipun demikian, nilai ekspor
lada putih mengalami peningkatan. Perkembangan harga lada putih di pasar dunia
cenderung berfluktuatif.
Perkembangan harga di pasar dunia yang cenderung berfluktuatif sangat
mempengaruhi produksi dan ekspor lada putih. Lada putih Bangka Belitung
(Muntok White Pepper) merupakan lada putih unggulan nasional. Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil utama lada putih di
Indonesia. Permintaan terhadap Muntok White Pepper sangat diminati di pasar
Internasional karena sejak lama dikenal memiliki cita rasa dan aroma yang khas.
Permintaan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia mencapai 240 ribu ton per
tahun. Keseluruhan permintaan ini belum mampu dipenuhi karena keterbatasan
produksi lada putih yang dihasilkan. Saat ini, produksi lada putih petani Bangka
Belitung hanya mampu memenuhi permintaan pasar dunia sekitar 5 000 hingga
6 000 ton per tahun6. Oleh sebab itu, pengusahaan lada putih di tingkat petani
harus terus dilakukan melalui peningkatan luas areal, produksi, dan produktivitas
untuk mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper serta mengembalikan
posisi Indonesia sebagai penghasil lada putih terbesar di dunia.
Kegiatan budidaya lada tersebar di enam Kabupaten di Bangka Belitung.
Berdasarkan luas areal tanaman lada, terdapat empat kabupaten sentra produksi
lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diantaranya: Kabupaten
Bangka Selatan, Belitung, Bangka Barat, dan Belitung Timur. Produksi yang
dihasilkan oleh setiap Kabupaten tentunya akan mempengaruhi total produksi lada
6 www.kompas.com “permintaan dan penawaran lada putih Bangka Belitung” [diakses April
2013]
6
putih Bangka Belitung. Data luas areal, produksi, dan produktivitas lada setiap
kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7 Luas areal, produksi, dan produktivitas lada putih pada enam kabupaten
di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011a
Kabupaten Luas Areal
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha/Th)
Bangka 2 785.96 3 400.00 2.17
Bangka Selatan 19 943.60 12 937.95 1.92
Bangka Tengah 2 241.19 723.85 1.21
Bangka Barat 4 478.18 1 942.85 1.17
Belitung 6 611.52 7 241.00 2.43
Belitung Timur 3 104.55 1 995.86 1.05
Total 39 165.00 28 241.51 1.83 aSumber: Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2013)
Tabel 7 menunjukkan gambaran luas areal, produksi, dan produktivitas lada
putih dari setiap kabupaten akan mempengaruhi total produksi dan volume ekspor
lada putih dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten penghasil lada
putih lada tertinggi adalah Kabupaten Bangka Selatan. Sementara itu, dapat dilihat
juga bahwa produksi terendah dari keempat kabupaten sentra produksi lada putih
yaitu sebesar 1 942.85 ton terjadi pada Kabupaten Bangka Barat.
Kabupaten Bangka Barat merupakan wilayah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung yang sebagian masyarakatnya melakukan aktivitas budidaya lada dan
tersebar pada lima kecamatan. Produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat
cenderung mengalami penurunan. Padahal, daerah ini mempunyai potensi yang
baik dalam menghasilkan lada putihnya karena merupakan salah satu kabupaten
sentra produksi lada putih di Bangka Belitung. Apalagi lada putih memiliki
peluang pasar yang potensial sehingga pengusahaan lada putih harus terus
dilakukan guna mengembalikan kejayaan lada putih (Muntok White Pepper).
Meskipun kegiatan lada sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat setempat
namun tetap perlu dikaji mengenai pelaksanaan kegiatan lada mulai dari
penanaman hingga pemasarannya dan dilakukan perhitungan secara finansial
untuk melihat tingkat kelayakannya. Hal ini sebagai upaya untuk mendorong
minat masyarakat untuk kembali menanam lada, memaksimalkan pengusahaan
lada, dan melihat besarnya perubahan maksimum dari berbagai permasalahan
yang sering terjadi akibat adanya resiko dan ketidakpastian. Keterkaitan antara
input, proses, dan output yang dihasilkan akan mempengaruhi keberlangsungan
kegiatan budidaya, apalagi budidaya lada putih membutuhkan biaya investasi dan
biaya operasional terutama biaya tenaga kerja dan biaya pupuk yang cukup tinggi.
Perumusan Masalah
Kabupaten Barat merupakan salah satu sentra produksi lada putih di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada tahun 2011, kabupaten ini memiliki
7
7
7
7
produksi lada putih terendah dibandingkan kabupaten sentral produksi lainnya.
Produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat dalam beberapa tahun terakhir
cukup berfluktuatif dan mengalami penurunan. Data perkembangan luas areal dan
produksi lada putih selama lima tahun terakhir ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1 Perkembangan luas areal dan produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat
Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan Kabupaten Bangka Barat (2013)
Gambar 1 menunjukkan bahwa produksi lada putih di Kabupaten Bangka
Barat cenderung berfluktuatif dan mengalami penurunan dari tahun 2009 ke
tahun 2010, yaitu sebesar 1 894 ton. Pada tahun 2013, rata-rata produksi lada
putih di Kabupaten Bangka Barat mencapai 1 940.16 ton per tahun dan
produktivitasnya mencapai 5.75 ton per hektar per tahun, dengan luas areal tanam
3 799.67 ha yang tersebar di lima kecamatan. Jumlah produksi lada putih sebesar
1 940.16 ton tersebut berasal dari Kecamatan Muntok sebesar 258 ton, Simpang
Teritip 898.27 ton, Jebus 265.22 ton, Kelapa 223.57 ton dan Tempilang 295.10
ton.7
Penurunan hasil produksi lada putih yang terjadi di Kabupaten Bangka
Barat disebabkan oleh beberapa hal, seperti terjadinya konversi lahan menjadi
tambang timah. Pada tahun 2008 hanya tersisa sekitar 45 025 hektar dari 80 000
hektar lahan lada. Hal ini disebabkan karena lahan tersebut dialih fungsikan
menjadi lahan tambang timah. Peralihan profesi petani menjadi penambang timah
dan konversi lahan menjadi komoditas perkebunan lainnya, seperti karet dan
kelapa sawit serta adanya gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT)
merupakan penyebab menurunnya jumlah produksi lada putih. Selain itu, faktor
utama yang menjadi pertimbangan petani dalam melakukan budidaya lada adalah
ketidakpastian harga jual lada putih. Fluktuasi harga jual lada yang terlalu tinggi
apalagi biaya perawatan, biaya tenaga kerja, dan biaya tiang panjat mati yang
cukup tinggi semakin mendorong petani untuk mengurangi kegiatan budidaya
lada.
7 Produksi lada di Kecamatan Simpang Teritip
http://portal.bangkabaratkab.go.id/id/informasi/bangka-barat-gandeng-belanda-laksanakan-
revitalisasi-lada [ Agustus 2013]
8
Desa Kundi merupakan sentra produksi lada putih di Kecamatan Simpang
Teritip, Kabupaten Bangka Barat. Produksi lada putih di Desa Kundi akan
mempengaruhi total produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat. Sebagian
besar, mata pencaharian masyarakat Desa Kundi adalah seorang petani. Kegiatan
budidaya lada putih sudah turun menurun dilakukan oleh masyarakat desa ini.
Selain lada putih, masyarakat Desa Kundi juga melakukan kegiatan budidaya dari
komoditas perkebunan lainnya seperti; karet, kelapa sawit, dan cengkeh.
Kegiatan penambangan timah yang semakin marak terjadi di Kabupaten
Bangka Barat menyebabkan masyarakat Desa Kundi yang biasanya menanam
lada, beralih profesi menjadi penambang timah. Hal ini terjadi pada beberapa
tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2009 sampai 2010. Pada saat itu, harga jual lada
putih di tingkat petani hanya sebesar Rp30 000.00 per kg sampai Rp40 000.00 per
kg. Harga tersebut dinilai petani cukup rendah dan tidak sebanding dengan biaya
pemeliharaan, biaya tenaga kerja, dan biaya investasi yang telah mereka
keluarkan. Saat ini, harga jual lada putih di Desa Kundi adalah Rp83 000.00 per
kg. Harga jual lada putih cenderung berfluktuatif. Selama tahun 2013, harga jual
lada putih sebelumnya berkisar antara Rp75 000.00 per kg sampai Rp80 000.00
per kg. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk pemeliharaan dan
biaya tenaga kerja, gangguan organisme pengganggu tanaman, dampak
penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas perkebunan lain seperti
karet dan kelapa sawit menyebabkan penurunan produksi lada beberapa tahun
terakhir selain fluktuasi harga jual lada putih. Peralihan profesi petani menjadi
seorang penambang menyebabkan lahan yang sudah ditanami lada menjadi
terbengkalai selama beberapa tahun. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan
terjadi konversi lahan menjadi lahan karet dan kelapa sawit karena lahan bekas
lada yang sudah tidak produktif lagi untuk ditanami lada.
Keadaan pertanaman lada di Bangka Belitung ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati Y, et al. 2009 dalam Ginting (2010)
yang menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah produksi lada yang
disebabkan oleh menurunnya harga jual lada sekitar Rp37 750.00 sampai
Rp40 000.00 per kg, biaya yang cukup besar harus dikeluarkan petani lada untuk
membudidayakan lada, seperti biaya pupuk kimia dan tenaga kerja untuk merawat
kebun lada dan petani beralih profesi ke usaha lain seperti penambang timah, serta
berkebun kelapa sawit dan karet, dimana harga jual dan proses produksi dianggap
lebih cepat dan lebih mudah. Begitu juga dengan hasil studi lapang dari Daras dan
Pranowo (2009) yang menyatakan bahwa adanya penurunan produksi yang
disebabkan oleh penurunan luas areal lada di Bangka Belitung disebabkan oleh
empat faktor. Empat faktor dominan yang menjadi penyebabnya adalah fluktuasi
harga lada, gangguan OPT, dampak penambangan timah ilegal, dan
pengembangan komoditas lain.
Sebagai komoditas primadona dan desa sentra produksi lada putih di
Kabupaten Bangka Barat, pengusahaan terhadap lada putih harus terus dilakukan
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Hal ini juga dilakukan
untuk memenuhi permintaan lada putih di pasar internasional yang belum
tercukupi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa permintaan lada putih
Bangka Belitung di pasar dunia mencapai 240 ribu ton per tahun. Permintaan ini
belum mampu tercukupi karena keterbatasan produksi lada putih yang dihasilkan.
Bangka Belitung hanya mampu memenuhi permintaan pasar dunia terhadap lada
9
9
9
9
putih sekitar 5 000 hingga 6 000 ton per tahun untuk saat ini. Oleh sebab itu,
masih terdapat peluang dan potensi pasar yang baik terhadap lada putih. Selama
ini, pelaksanaan budidaya lada putih cukup memberikan manfaat sosial dan
ekonomi bagi petani, masyarakat Desa Kundi khususnya dan umumnya Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Meskipun demikian, dari sisi produktivitasnya,
tanaman lada di desa tersebut dapat dinilai memiliki hasil yang masih rendah.
Berdasarkan perkiraan atau teori, hasil produksi pada tahun keempat seharusnya
dapat mencapai 1.5 kg hingga 2 kg per pohon jika perawatan tanaman dilakukan
secara optimal. Namun, hasil produksi petani di Desa Kundi masih jauh dari
jumlah tersebut, yaitu hanya 0.8 kg per pohon. Hal ini salah satunya terjadi akibat
kurang optimalnya perawatan tanaman yang dilakukan oleh petani. Keadaan
tersebut mengindikasikan bahwa dalam kegiatan budidaya lada putih terdapat
resiko produksi yang dihadapi oleh petani selain ketidakpastian harga jual di
tingkat petani. Berbagai permasalahan yang dihadapi petani akibat ketidakpastian
harga dan resiko produksi serta kebutuhan akan biaya investasi dan pemeliharaan
yang tinggi dengan pengembalian yang cukup lama membuat menurunnya minat
para petani untuk melakukan budidaya lada.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan juga adanya evaluasi terhadap
pelaksanaan budidaya lada putih melalui pendekatan kelayakan di tingkat petani
Desa Kundi. Sebagai upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper dan
mendorong minat masyarakat untuk terus mengembangkan pengusahaan lada
yang sekarang ini hampir tergeser oleh penanaman komoditas perkebunan
lainnya. Berdasarkan pemaparan di atas, adapun perumusan masalahnya antara
lain:
1. Bagaimana kelayakan usaha lada putih dilihat dari aspek non finansial yang
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial,
ekonomi dan lingkungan di Desa Kundi Kecamatan Simpang teritip Kabupaten
Bangka Barat?
2. Bagaimana kelayakan usaha lada putih dilihat dari aspek finansial di Desa
Kundi Kecamatan Simpang teritip Kabupaten Bangka Barat?
3. Bagaimana kelayakan usaha budidaya lada putih apabila terjadi penurunan
harga jual lada putih, penurunan prduksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk?
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kelayakan usaha lada putih di Desa Kundi Kecamatan Simpang
Teritip Kabupaten Bangka Barat dilihat dari aspek non finansial yang meliputi:
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan usaha lada putih di Desa Kundi Kecamatan Simpang
Teritip Kabupaten Bangka Barat dilihat dari aspek finansial berdasarkan
kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal rate of Return
(IRR), Net B/C ratio dan Payback Period (PP).
3. Mengidentifikasi perubahan maksimum terhadap penurunan harga jual,
penurunan produksi lada putih dan kenaikan biaya pupuk yang memungkinkan
budidaya masih layak untuk dilakukan melalui analisis switching value.
10
Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai budidaya lada putih,
khususnya di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka
Barat dan umumnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2. Sumber informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan lada putih bagi
petani dan masyarakat baik di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip,
Kabupaten Bangka Barat maupun Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam kebijakan
yang berkenaan dengan kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi,
Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan keterbatasan akses tempat penelitian, data, dan informasi yang
diperoleh, penelitian hanya mengkaji mengenai pelaksanaan budidaya lada putih
dalam aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial meliputi:
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Aspek finansial dinilai berdasarkan kriteria investasi, yaitu Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio, dan Payback
Period (PP) serta laporan laba/rugi. Selain itu, dilakukan analisis switching value
untuk mengetahui perubahan maksimum terhadap penurunan harga jual,
penurunan produksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk yang memungkinkan
budidaya lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten
Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih layak dilakukan.
Penelitian dilakukan melalui wawancara kepada 30 responden petani
melalui panduan kusioner, dua pedagang pengumpul desa, penyuluh lapang,
kepala desa, serta observasi secara langsung ke tempat tujuan. Petani responden
didapatkan dari referensi pihak terkait, yaitu kepala desa setempat.
TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Lada
Lada merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas
perkebunan unggulan. Budidaya tanaman lada sudah dilakukan Indonesia sejak
zaman penjajahan. Umumnya, terdapat dua jenis lada yaitu, lada hitam dan lada
putih. Di Indonesia terdapat 40 jenis lada dan penanamannya tergantung dari
daerahnya masing-masing. Pengusahaan lada putih terdapat di Provinsi Bangka
Belitung salah satunya di Kabupaten Bangka Barat yang biasa dikenal dengan
sebutan (Muntok White Pepper ) sementara lada hitam (Lampung Black Pepper)
berasal dari Provinsi Lampung. Secara umum, tidak ada perbedaan dalam
11
11
11
11
budidaya antara lada hitam dan lada putih, perbedaannya pada saat penanganan
pascapanen. Umumnya, budidaya lada di Bangka menggunakan tiang panjat mati
sebagai medium jalar lada sehingga membutuhkan biaya investasi yang tinggi
untuk pembelian tiang panjat TKTM (2010). Namun demikian, masa produktif
lada dengan tiang panjat mati hanya 3 tahun dengan produktivitas optimum
minimal 1 ton/ha.
Persyaratan Tumbuh
Pedoman budidaya lada yang baik yang disusun oleh IPC (2011)
mengatakan bahwa tanaman lada dapat tumbuh baik pada iklim dengan curah
hujan yang merata sepanjang tahun, yakni rata-rata 2000 sampai 3000 mm per
tahun dan hari hujan 110 sampai 170 hari. Musim kemarau hanya terjadi selama 2
sampai 3 bulan per tahun untuk merangsang pembentukan bunga. Kelembaban
udara berkisar antara 70% sampai 90% dengan suhu maksimum 35 0C dan
minimum 25 0C. Penggunaan jenis tanah yang baik pada tanaman lada yaitu tanah
berpasir gembur, tanah podsolik atau latosol dengan kisaran pH 5.5 sampai 6.5.
Tanaman lada membutuhkan tanah yang mengandung banyak bahan organik
sebagai nutrisi dan membantu mempertahankan air tanah.
Pengolahan Tanah
Penanaman lada yang direkomendasikan adalah menggunakan jarak tanam
2.5 m x 2.5 m (1600 tanaman/ Ha) atau 3.0 m x 3.0 m (1100 tanaman/ Ha) dengan
ukuran lubang tanam sekitar 45 cm x 45 cm x 45 cm sampai 60 cm x 60 cm x 60
cm (panjang x lebar x dalam). Tanah galian dibiarkan terbuka agar terkena
matahari selama kurang lebih 40 hari sebelum tanam. Tanah yang berasal dari
bagian atas dicampur dengan bahan organik atau kompos dan mikroba berguna
seperti: mikoriza, Trichoderma sp., Pseudomonas flurescens serta tambahkan
dolomit apabila diperlukan. Tanaman lada tumbuh kurang baik pada areal yang
tergenang. Oleh sebab itu, diperlukan saluran drainase berukuran 30 cm x 20 cm
dan parit keliling beukuran 40 cm x 30 cm (lebar x dalam). Medium jalar lada
dianjurkan menggunakan tanaman hidup, seperti: tanaman gamal (Gliricidia
maculata), dadap cangkring (Erythrina fusca Lour) atau jenis tanaman lainnya
yang mempunyai sifat cepat tumbuh, dapat dipangkas secara periodik dengan
sistem perakaran yang dalam. Panjang dan diameternya kurang lebih 2 m dan 5
cm dengan jarak minimal 30 cm dari lubang tanam.
Penanaman
Bibit setek lada yang telah berakar dan tumbuh 5 sampai 7 buku (ruas)
dapat langsung ditanam dan diletakkan miring, yaitu 300 sampai 45
0 mengarah ke
tajar. Ruas daun setinggi 3 sampai 4 buku bagian pangkal (tanpa daun)
dibenamkan mengajar ke tajar sedangkan 2 sampai 3 buku (berdaun) sisanya
disandarkan dan diikat pada tajar. Apabila bibit lada ditumbuhkan dalam polybag,
polybag terlebih dahulu harus dilepaskan sebelum ditanam. Setelah ditanam,
tanah di sekelilingnya dipadatkan kemudian bibit tersebut diberi naungan berupa
alang-alang atau lainnya yang mudah diperoleh agar terlindungi dari teriknya
sinar matahari. Pelindung dapat dibuka atau diangkat apabila tanaman lada telah
kuat.
12
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman lada dilakukan melalui pengikatan sulur panjat dan
pemangkasan tanaman dengan tujuan untuk membentuk kerangka tanaman lada
yang baik, dilakukan tiga kali sebelum tanaman berproduksi. Pemangkasan
pertama dilakukan apabila tanaman lada telah tumbuh mencapai 8 sampai 9 buku
(umur 5-6 bulan), dengan ketinggian pemangkasan 25 sampai 30 cm dari
permukaan tanah (di atas 2 buku yang telah melekat kuat pada tajar).
Pemangkasan kedua dilakukan apabila tanaman telah mencapai 7 sampai 9 buku
(± 12 bulan) yaitu pada buku yang tidak mengeluarkan cabang buah.
Pemangkasan ketiga dilakukan pada umur tanaman 24 bulan (tinggi tanaman ±
2.5 m) sehingga akan terbentuk kerangka tanaman lada yang mempunyai banyak
cabang produktif. Sulur gantung dan sulur cacing (tanah) merupakan sulur panjat
yang tidak melekat pada tajar dan tidak produktif sehingga harus dipangkas.
Penyiangan gulma atau rumput dilakukan secara rutin dan terbatas.
Penyiangan bersih hanya dilakukan di sekeliling pangkal batang tanaman lada
dengan radius kurang lebih 60 cm. Tanaman lada yang menggunakan tajar hidup
maka harus dilakukan pemangkasan tajar sebanyak 3 sampai 4 kali pertahun.
Pemangkasan tanaman lada dilakukan sebelum pemupukan dengan tujuan untuk
mengoptimalkan sinar matahari dan menekan kompetisi pengambilan hara dan air
antara tanaman lada dan pohon panjat atau tajar.
Pemupukan
Berdasarkan pedoman budidaya lada yang baik, IPC (2011) dalam
pertumbuhannya, tanaman lada membutuhkan jumlah pupuk yang cukup sebagai
nutrisinya. Pemberian pupuk untuk tanaman lada dapat dibagi 2 kali atau lebih.
Umumnya, pada tahun pertama pertumbuhan, diberikan 5 kg bahan organik per
tanaman dan pupuk anorganik sebanyak 300 g per tahun (12:12:17 NPK).
Pemberian pupuk anorganik dibagi/displit 4 kali, yaitu 30 g, 60 g, 90 g, dan 120 g
dengan interval 3 bulan. Tanaman lada yang belum berproduksi diberikan pupuk
5 kg sampai 10 kg bahan organik per tanaman dan pupuk NPK sebanyak 600 g
per tahun dalam 4 kali pemupukan. Pada tanaman lada produktif, pupuk organik
diberikan sebanyak 10 kg sampai 15 kg per tanaman dan pupuk anorganik
sebanyak 1.0 sampai 1.5 kg per tahun dengan 4 kali pembagian, yaitu 40%, 30%,
20%, dan 10%. Pemupukan pertama biasanya dilakukan pada awal musim hujan.
Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan dengan mengikis (mengangkat)
permukaan tanah di sekitar tanaman lada, pupuk disebarkan dan tanah ditutup
kembali dengan bahan organik ditambah dengan tanah dari sekitar tanaman.
Panen dan Pascapanen
Pada saat berumur 24 bulan, tanaman lada baru mengeluarkan bunga
pertamanya. Setelah tanaman lada menginjak umur tiga tahun, muncul bunga
tahap kedua yang dibiarkan menjadi buah. Pada umur 3 tahun, tanaman sudah
dapat dipanen dan pertumbuhannya mencapai ujung tiang penegak dengan
ketinggian 3 meter. Namun, biasanya lada yang dihasilkan masih sedikit. Buah
pertama dipanen 9 bulan setelah persarian selesai sehingga panen pertama terjadi
pada umur tanaman kurang lebih 4 tahun. Pada tahun ke empat ini, hasil panen
lada mencapai jumlah yang paling banyak. Budidaya lada dengan media tiang
13
13
13
13
panjat mati dan pemeliharaan yang baik akan mulai berproduksi pada umur 2
sampai 3 tahun hingga tanaman berumur 10 tahun.
Sejak terbentuk bunga sampai buah matang memerlukan waktu cukup lama,
yaitu sekitar 8 sampai 9 bulan. Panen buah lada dilakukan tergantung pada produk
lada yang dihasilkan, lada hitam atau lada putih. Hasil untuk produk lada putih
dilakukan pada saat buah berwarna kuning kemerahan. Buah yang terlalu matang
(berwarna merah) akan menurunkan mutu lada karena akan menghasilkan produk
lada berwarna kehitaman. Selama musim panen, pemanenan buah lada sebaiknya
dilakukan beberapa kali dengan tujuan mendapatkan kualitas buah yang seragam
sehingga akan diperoleh produk lada bermutu tinggi. Rata-rata produksi maksimal
yang dihasilkan lada putih mencapai 4 ton per hektar. Jumlah produksi tentunya
ditentukan juga oleh pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit. Menurut Suwarto dan Yuke (2010) tahapan pengolahan lada putih secara
manual yang umum dilakukan adalah memasukkan lada ke dalam karung, diikat,
selanjutnya direndam dalam air mengalir dan bersih selama kurang lebih 1
minggu. Tumpukan karung lada sebaiknya dibolak balik agar pelepasan biji dari
kulit buahnya terjadi dengan sempurna. Pengupasan yang dilakukan dengan
menginjak-injak karung lada akan menyebabkan mutu lada putih yang dihasilkan
menjadi rendah. Setelah dicuci bersih, biji lada dijemur sampai kering dan
dihasilkan biji lada putih.
Kelayakan Finansial Lada Putih
Dalam penelitian Sumantri, Basuki, dan Mery (2004), mengenai
“Kelayakan Finansial Lada Putih di Desa Kudaran Kecamatan Ulu Musi
Kabupaten Lahat” menyatakan bahwa pengusahaan lada dilakukan dalam skala
luas lahan yang relatif kecil dan teknologi sederhana. Berdasarkan penggunaan
faktor produksinya, luas lahan yang dikuasai oleh para petani untuk
mengusahakan lada mempunyai kisaran 0.25 hektar sebanyak 55% sedangkan
45% sisanya memiliki luas lahan 0.5 hektar. Status kepemilikan lahan adalah
milik sendiri. Dalam penggunaan tenaga kerja pada usahatani lada menggunakan
tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Biaya terbesar tenaga kerja terdapat pada
panen. Bibit lada yang digunakan berasal dari stek sendiri dan membeli dari
petani lain. Dalam budidaya lada di Sumatra Selatan menggunakan tiang panjat
hidup. Biaya-biaya yang dikeluarkan selama melakukan usahatani lada putih di
Desa Kundaran, yaitu biaya investasi (cangkul, parang, sabit, hand sprayer,
keranjang), biaya tenaga kerja, bibit (lada dan panjatan), pupuk, pestisida, sewa
lahan, pajak/PBB, bangunan dan adanya penyusutan. Berdasarkan hasil
perhitungan kriteria invetasi menunjukkan bahwa usahatani lada seluas satu
hektar dengan tingkat bunga 15% per tahun maka didapatkan NPV sebesar
Rp 46 311 720.00, Gross B/C ratio sebesar 1.5, Net B/C Ratio sebesar 2.5 dan
IRR sebesar 37.50%.
Dalam penelitian Nurasa (2002) mengenai “Analisis Kelayakan Finansial
Lada Putih di Kabupaten Bangka” mengatakan bahwa pemeliharaan tanaman
dilakukan secara intensif, mencakup penyiangan kebun, pemangkasan lada dan
pengendalian hama penyakit. Kegiatan ini memerlukan tenaga kerja cukup besar,
minimal dilakukan empat kali dalam setahun karena tanaman lada sangat peka
14
terhadap pemeliharaan. Salah satu masalah serius yang dihadapi petani lada di
Bangka adalah masalah hama penyakit tanaman yang sudah pada tingkat
endemik. Dua penyakit tanaman yang utama adalah Sakit Bujang (Penyakit
Kuning/Yellow desease) dan Mati Mendadak (Sudden death). Kedua penyakit ini
menyebabkan kematian tanaman hingga 35% per tahun. Masalah ini telah
memperpendek umur produktif tanaman di Bangka hingga menjadi hanya 5
sampai 7 tahun, padahal pada periode yang lalu misalnya pada periode tahun lima
puluhan dan enam puluhan umur produktif tanaman dapat mencapai belasan
tahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan meliputi, sarana produksi, tenaga kerja, sewa
lahan, dan pajak/PBB. Pada tingkat bunga 24% keuntungan bersih (NPV) dari
budidaya ini mencapai Rp0.27 juta per hektar dengan nilai Net B/C Ratio 1.23,
dan IRR sebesar 32.49%. Sementara itu, pada tingkat bunga 30%, akan mengalami
kerugian sebanyak 2 juta per hektar dengan nilai B/C Ratio 0.83. Pada tingkat
input-output aktual, titik impas usahatani lada berada pada nilai IRR 24.63%.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Lada Putih
Ginting (2010) menggambarkan bahwa fluktuasi dan tren penurunan
produksi lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga diikuti oleh fluktuasi
dan tren penurunan luas areal tanam. Pada tahun 2008, luas areal tanaman lada
menghasilkan di provinsi tersebut menurun sebesar 14 644.89 hektar (48.72%)
dibandingkan tahun 2002. Jumlah ekspor lada menurun sebesar 21 133 759 ton
(71.7%). Fluktuasi produksi lada dengan tren yang menurun di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung ini merupakan dampak dari terjadinya hal yang sama
di tingkat kabupaten dan kota, terutama enam kabupaten yang merupakan daerah
penghasil lada di Provinsi tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya indikasi
terhadap harga jual lada, adanya peluang usaha lain, dan penerapan teknologi
budidaya lada petani mempengaruhi produksi lada di Kabupaten Bangka. Adanya
peralihan usaha pada komoditi lainnya seperti karet dan kelapa sawit merupakan
pilihan utama petani lada untuk berdiversifikasi usaha karena dianggap lebih
menguntungkan daripada mengusahakan lada. Komoditi karet dan kelapa sawit
mengalami perkembangan yang positif terlihat dari tren produksinya yang
semakin meningkat. Sementara itu, komoditi lada perkembangannya negatif yang
terlihat dari tren produksinya yang menurun. Penerapan teknologi budidaya lada
petani masih dikategorikan rendah, dilihat dari pengolahan lahan yang masih
tradisional, kurangnya pemeliharaan, serta kurangnya pengendalian hama dan
penyakit. Akibatnya, tanaman lada yang diusahakan tidak berproduksi dengan
baik. Selama tahun 2009, harga dari hasil karet dan kelapa sawit sebagai alih
usaha lain utama yang dilakukan oleh responden petani lada sangat membantu
perekonomian teknologi budidaya lada petani yang mencakup teknik budidaya
lada (pemupukan, penggunaan bibit unggul, pengendalian hama dan penyakit)
berpengaruh positif terhadap produksi lada.
Menurut Kurniawati Y, et al. 2009 dalam Ginting (2010), menyebutkan
bahwa telah terjadi penurunan jumlah produksi lada yang disebabkan oleh
1) menurunnya harga jual lada (sekitar Rp37.750 sampai Rp40.000 per kg),
2) biaya yang cukup besar harus dikeluarkan petani lada untuk mebudidayakan
lada, seperti biaya pupuk kimia dan tenaga kerja untuk merawat kebun lada, dan
15
15
15
15
3) petani beralih profesi ke usaha lain seperti penambang timah, serta berkebun
kelapa sawit dan karet, dimana harga jual dan proses produksi dianggap lebih
cepat dan lebih mudah. Usaha lada pada dasarnya membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk dapat dipanen (sekitar 2-3 tahun) juga memerlukan biaya,
tenaga, dan waktu dalam perawatannya, ditambah harga pupuk dan bibit yang
mahal serta sulit diperoleh. Petani lada membutuhkan pengembalian keuntungan
(uang) dalam waktu yang cepat. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar petani
lada beralih profesi ke bidang lain, seperti penambang timah, berkebun kelapa
sawit, atau berkebun karet. Pertanian lada yang dikembangkan oleh petani lada di
Bangka Belitung pada umumnya menggunakan teknologi tradisional, dalam
lingkup yang kecil dan sederhana dan hingga saat ini tidak mengalami perubahan
yang signifikan.
Hal tersebut dipertegas oleh hasil studi lapang dari Daras dan Pranowo,
(2009)8 bahwa adanya penurunan produksi yang disebabkan oleh penurunan luas
areal lada di Bangka Belitung disebabkan oleh empat faktor. Empat faktor
dominan yang menjadi penyebabnya adalah fluktuasi harga lada, gangguan OPT,
dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas lain. Lada
merupakan komoditas ekspor sehingga fluktuasi harga di pasar internasional
berpengaruh langsung terhadap harga lada di dalam negeri. Ketika harga lada di
tingkat petani rendah, banyak petani lada tidak mampu merawat tanaman secara
baik sehingga produktivitasnya menurun. Hama utama lada seperti penggerek
batang (Lophobaris piperis), pengisap bunga (Diconocoris hewitti) dan pengisap
buah (Dasynus piperis). Penyakit utama yang menyerang pertanaman lada di
Bangka Belitung adalah penyakit kuning.
Kegiatan penambangan timah mampu memberikan pendapatan secara cepat.
Akibatnya, sebagian petani lada beralih ke usaha penambangan timah sehingga
kegiatan budidaya lada hanya sebagai usaha sampingan dan menjadi terbengkalai.
Kondisi ini menyebabkan produksi dan produktivitas lada semakin menurun.
Tidak diperoleh data atau informasi yang akurat mengenai kerusakan lingkungan
di Bangka Belitung akibat penambangan timah yang tidak terkendali. Bahkan,
sebagian petani tidak lagi menanam lada atau mengurangi luas areal lada dengan
beralih pada budidaya komoditas lain. Komoditas perkebunan alternatif tersebut,
seperti; karet, kelapa, dan kelapa sawit. Kelapa sawit sebagai komoditas baru di
Bangka Belitung memperlihatkan perkembangan luas areal tanam yang pesat
selama tahun 2001 sampai 2006 dengan laju pertumbuhan rata-rata 107.60% per
tahun. Selama 5 tahun, luas areal kelapa sawit di Bangka Belitung meningkat
hampir 25 kali lipat.
8 Usman Daras dan D. Pranowo. 2009. Kondisi Kritis Lada Putih Bangka Belitung dan Alternatif
Pemulihannya. http:// http://pustaka.litbang.deptan.go.id. [Diakses tanggal 06 Juli 2013]
16
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Investasi
Gittinger (1986) mengungkapkan bahwa kegiatan investasi dapat mengubah
sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan
keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Secara umum, bisnis
merupakan kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan
memperoleh hasil atau benefit dan secara logika merupakan wadah untuk
melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam
satu unit bisnis. Dalam studi kelayakan bisnis adanya penilaian investasi
bertujuan untuk menghindari terjadinya investasi yang tidak menguntungkan
karena bisnis yang tidak layak akibat kekeliruan dan kesalahan dalam menilai
investasi yang menyebabkan risiko yang menimbulkan kerugian.
Studi Kelayakan Bisnis
Sektor agribisnis merupakan lahan yang potensial bagi pertumbuhan
perekonomian nasional, karena dapat menyerap banyak tenaga kerja mulai dari
tingkat petani, produksi maupun tingkat pemasaran. Dalam meyakinkan para
pelakunya, membutuhkan suatu analisis kelayakan terhadap bisnis yang akan
dijalankan. Studi kelayakan bisnis merupakan analisis tentang kelayakan dari
suatu kegiatan investasi yang dapat memberikan manfaat atau tidak apabila
dilaksanakan. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan suatu keputusan bisnis,
studi kelayakan bisnis mempunyai keterikatan dengan kepentingan masyarakat
dan pemerintah. Penilaian dalam studi kelayakan bisnis dilakukan secara
menyeluruh dalam berbagai aspek Nurmalina, et al. ( 2010).
Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Nurmalina, et al. ( 2010) dalam tahap persiapan dan analisis suatu
kelayakan bisnis perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang mungkin terlibat
dan saling berkaitan. Aspek tersebut terdiri dari aspek non finansial dan aspek
finansial. Aspek non finansial, meliputi, aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen-hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, dan aspek lingkungan.
Gittinger (1986) menyatakan ada enam aspek yang harus dipertimbangkan
dalam proyek-proyek pertanian, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen
(aspek institusional-organisasi-manajerial), aspek sosial, aspek finansial, dan
aspek ekonomi. Dalam penelitian mengenai analisis kelayakan budidaya lada
putih ini meliputi beberapa aspek terkait, yaitu; aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, dan aspek finansial.
Aspek Non Finansial
Aspek Pasar
Aspek komersial suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan dan pelaksanaan proyek Gittinger (1986). Analisis pemasaran
penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap
17
17
17
17
barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan proyek. Menurut
Suratman (2002) kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi dan
peluang pasar atas suatu produk yang akan dihasilkan.
Aspek Teknis
Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input
proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang dan jasa. Selain
itu, aspek teknis akan menguji hubungan-hubungan teknis dalam suatu proyek
terhadap pertanian yang diusulkan, keadaan tanah di daerah proyek dan
potensinya bagi pembangunan pertanian, ketersediaan air, varietas bibit tanaman
dan benih ternak yang cocok dengan areal proyek, pengadaan produksi, potensi
dan keinginan penggunaan mekanisasi dan pemupukan areal, dan alat-alat kontrol
yang diperlukan.
Aspek Manajemen
Dalam aspek manajemen, menurut Gittinger (1986), pada proyek-proyek
pertanian suatu kemampuan manajerial petani harus diikut sertakan. Para petani
yang mempunyai pengalaman terbatas harus diarahkan untuk mempelajari
keahlian baru tersebut, rancangan organisasi, dan biaya-biaya adminstrasi untuk
proyek yang dilakukan. Kontribusi suatu investasi dalam menciptakan pendapatan
baru yang sangat sensitif terhadap keterlambatan dalam pelaksanaan proyek.
Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya-
sumberdaya yang terlibat dalam pelaksanaaan proyek. Analisis dilakukan
berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan perencanaan dan
operasional harus sesuai dengan bentuk dan tujuan dari proyek.
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dinilai adalah dampak
yang diberikan oleh bisnis tersebut secara sosial, ekonomi, dan lingkungannya di
dalam masyarakat. Gittinger (1986) menyatakan bahwa pertimbangan-
pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan bahwa
suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial atau lingkungan
tersebut. Analisis aspek ini juga berkenaan dengan kontribusi bisnis atau proyek
terhadap manfaat ekonomi, seperti: penyerapan tenaga kerja, pemerataan
pendapatan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberlangsungan dari
lingkungan sekitar.
Aspek Finansial
Dalam analisis finansial, tujuan utamanya adalah untuk menentukan
proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien dengan cara
mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta
pada masa-masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger 1986). Menurut
Umar (2005), tujuan dari analisis aspek finansial pada suatu analisis kelayakan
proyek adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan, seperti: ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk
membayar kembali dana tersebut dalam kurun waktu yang telah ditentukan, dan
18
menilai suatu proyek akan dapat berkembang terus. Aspek ini bertujuan untuk
menilai biaya-biaya yang akan dihitung dan besarnya biaya-biaya yang akan
dikeluarkan serta besarnya pendapatan yang akan diterima jika bisnis dijalankan.
Hal-hal yang diteliti dalam aspek ini adalah lama pengembalian investasi yang
ditanamkan, sumber pembiayaan, tingkat suku bunga yang berlaku, biaya
kebutuhan investasi, dan aliran kas (cashflow).
Teori Biaya dan Manfaat
Dalam menganalisis suatu usaha, tujuan analisis harus disertai dengan
definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi
suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu
terlaksananya suatu tujuan (Gittinger 1986). Menurut Nurmalina et al. (2010),
biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis,
sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap tujuan
suatu proyek. Dalam analisis bisnis, umumnya biaya yang dimasukkan adalah
biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, yaitu biaya
investasi dan biaya operasional. Menurut Nurmalina et al. (2010) komponen-
komponen biaya tersebut pada dasarnya terdiri dari:
1. Barang-barang fisik
Barang atau bahan dalam bentuk fisik sebagai material untuk terbentuknya
asset bisnis maupun yang dibutuhkan untuk bahan material dalam operasional
bisnis. Adapun contohnya, seperti gudang penyimpanan produksi, atau input-
input untuk menghasilkan komoditi pertanian, seperti benih, pupuk, dan
pestisida.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja juga mudah diidentifikasi dalam bisnis-bisnis pertanian dan
agroindustri.
3. Tanah
Komponen tanah tidak dapat habis terpakai selama umur bisnis.
4. Biaya tak terduga
Biaya tak terduga dapat dibagi atas dua macam biaya. Pertama, biaya tak
terduga yang bersifat fisik, contohnya jumlah penggunaan input yang lebih
banyak yang diakibatkan oleh perubahan perencanaan spesifikasi bisnis.
Kedua, biaya tak terduga harga yang lebih jauh akibat perubahan harga relatif
dan inflasi.
5. Sunk Cost
Sunk cost merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum
investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan.
Dalam arus cashflow terdapat aliran yang menunjukkan pengurangan kas
akibat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan bisnis di awal
pendirian maupun pada saat tahun berjalan. Komponen-komponen yang terdapat
dalam arus kas keluar (outflow), diantaranya: biaya investasi, biaya operasional,
debt service, dan pajak.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan
dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa tahun kemudian.
Biaya investasi juga dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah bisnis
berjalan yang disebut dengan biaya reinvestasi.
19
19
19
19
2. Biaya Operasional
Biaya operasional menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi
yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan
produksi. Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama, yaitu biaya
variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya
selaras dengan perkembangan produksi atau penjualan setiap tahun. Sementara
itu, biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh
perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun.
3. Debt Service
Debt service merupakan pembayaran yang dilakukan berupa suku bunga dan
modal yang dipinjam. Biaya ini dikeluarkan untuk pembayaran modal
pinjaman yang diterima oleh suatu usaha.
4. Pajak
Pajak berhubungan dengan pengurangan manfaat bersih yang diterima bisnis.
Menurut Nurmalina et al. (2010), manfaat bisnis terdiri dari tiga macam,
yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit.
Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur. Pada umumnya disebabkan
oleh peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan
lokasi penjualan, perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan
biaya transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or
secondary benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri
sehingga mempengaruhi keadaan ekstemal di luar bisnis. Intangible benefit adalah
adanya manfaat yang rill tapi sulit diukur seperti: bisnis pertamanan yang
memberikan manfaat berupa keindahan, kenyamanan, kesegaran, dan kesehatan.
Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money)
Menurut Nurmalina et al. (2010), konsep waktu uang merupakan suatu
konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan karena
perbedaan waktu. Manfaat time value of money adalah untuk mengetahui bahwa
investasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan atau tidak dengan adanya
perbedaan waktu. Dalam menilai kelayakan (investasi), efisiensi penggunaan
sumber-sumber daya yang tebatas yang menjadi perhatian utama. Penilaian
jumlah sumber daya yang terserap dalam bisnis, dibandingkan dengan hasil yang
diharapkan dari penggunaan sumber-sumber tersebut setelah diolah (output) atau
membandingkan biaya dan manfaat bisnis.
Dalam menganalisis pendanaan bisnis mempertimbangkan faktor inflasi,
namun apabila menganalisis efisiensi penggunaan sejumlah sumberdaya yang
akan terserap dalam bisnis maka harus lebih memperhatikan faktor produktivitas
sumber-sumber tersebut. Adanya faktor inflasi, time preference of money, risiko,
dan ketidakpastian serta faktor produktivitas uang akan mempengaruhi nilai uang
sekarang dibandingkan dengan nilainya diwaktu yang akan datang. Opportunity
cost of capital atau biaya imbangan dari modal yang diinvestasikan dalam bisnis
merupakan dasar dalam penentuan tingkat bunga (tingkat diskonto/ discount rate
atau tingkat penggandaaan/ compounding rate).
20
Umur Bisnis
Berdasarkan Nurmalina et al. (2010) penentuan panjangnya umur bisnis
suatu bisnis berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis. Terdapat beberapa
cara diantaranya:
1. Umur ekonomis suatu bisnis
Ditetapkan berdasarkan jangka waktu yang kira-kira sama dengan umur
ekonomis dari aset terbesar yang ada pada bisnis yaitu jumlah tahun selama
pemakaian aset tersebut dan meminimumkan biaya tambahannya.
2. Umur teknis
Umur teknis digunakan untuk memudahkan perhitungan dan pada umumnya
digunakan untuk bisnis besar bergerak. Umur teknis umumnya lebih panjang
dibandingkan umur ekonomis, tetapi hal ini tidak berlaku apabila ada
keusangan teknologi dengan adanya penemuan teknologi baru (absolence).
3. Untuk bisnis yang umur teknis atau ekonomisnya lebih dari 25 tahun biasanya
umur bisnis ditentukan selama 25 tahun karena nilai setelah 25 tahun akan
menghasilkan nilai discount factor yang kecil mendekati nol jika dihitung pada
discount rate dengan tingkat bunga lebih besar dari 10%.
Laporan Laba/ Rugi
Menurut Nurmalina et al. (2010), laporan laba rugi menggambarkan kinerja
perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Langkah
penting yang dilakukan dalam pengelolaan usaha adalah menyusun laporan laba
rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan
yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi.
Kriteria Investasi
Pada analisis finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan
investai. Kriteria kelayakan investasi menurut Nurmalina et al. (2010) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. NPV (Net Present Value) atau nilai kini manfaat bersih merupakan selisih
antara total present value manfaat dengan total present value biaya atau jumlah
present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis
dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya
yang dikeluarkan.
2. IRR (Internal Rate of Return) menilai besarnya pengembalian usaha atau bisnis
terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat discount rate (DR)
yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0). Besaran yang dihasilkan
dari perhitungan ini dinyatakan dalam satuan persentase (%). Terdapat
hubungan antara IRR dan NPV. IRR merupakan tingkat discount rate (DR)
yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Artinya, pada saat tingkat discount
rate sebesar IRR akan menghasilkan NPV sama dengan 0. Hubungan antara
NPV dan IRR ditunjukkan pada gambar 2.
3. Net B/C ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang bernilai
positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat
yang menguntungkan bisnis terhadap satu kerugian dari bisnis tersebut.
4. PP (Payback Period) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
waktu pengembalian investasi dari suatu bisnis.
21
21
21
21
Analisis Sensitivitas dan Switching Value
Analisis sensitivitas digunakan untuk menganalisa adanya pengaruh resiko,
ketidakpastian di masa mendatang serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi
terkait dengan keberlangsungan suatu proyek.
Menurut Gittinger (1986) proyek pertanian sensitif terhadap perubahan
empat faktor atau variabel, antara lain:
1. Harga
Pada setiap proyek pertanian ada kemungkinan terjadi kekeliruan terhadap
harga jual produk. Oleh sebab itu, diperlukan analisis untuk membuat asumsi
alternatif mengenai harga jual pada masa yang akan datang dan meneliti
pengaruhnya terhadap manfaat sekarang (netto) yang akan diterima oleh
proyek terhadap tingkat pengembalian secara finansial maupun ekonomi atau
terhadap perbandingan manfaat dan investasi bersih.
2. Keterlambatan Pelaksanaan
Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek pertanian.
Masalah keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan baru, serta
persyaratan administrasi yang tak terhindarkan akan memperlambat
pelaksanaan proyek karena pada pelaksanaan pertanian memiliki keterkaitan
dan terintegrasi dengan berbagai subsistem dalam sistemnya.
3. Kenaikan biaya
Proyek-proyek cenderung sangat sensitif terhadap kenaikan biaya terutama
konstruksi biaya seringkali diperkirakan sebelum proyek dilaksanakan yang
mungkin faktor diskonto yang digunakan terlalu besar atau karena semua
fasilitas harus sudah tersedia padahal manfaat proyek belum dapat direalisasi.
4. Hasil
Dalam proyek-proyek pertanian, terdapat kecenderungan untuk bersikap
optimis dalam memperkirakan hasil yang akan diperoleh, terutama bila suatu
Gambar 2 Hubungan antara NPV dan IRR Sumber: Nurmalina, et al. (2010)
NPV
560
760
0
-260 25
(i1) 30
(i2)
10
OCC
IRR
i = Discount Rate (%)
22
cara panen baru sedang diusulkan dan bila informasi agronomisnya terutama
didasarkan atas percobaan-percobaan eksperimental.
Analisis switching value merupakan variasi pada analisis sensitivitas
(Gittinger 1986). Analisis ini merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan
maksimum dari suatu perubahan komponen inflow (penurunan harga output,
penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/
peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditolerir agar bisnis masih tetap
layak. Perhitungan ini mengacu kepada besarnya perubahan yang terjadi sampai
menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0).
Pada analisis switching value dicari beberapa nilai pengganti pada
komponen biaya dan penurunan manfaat dapat terjadi yang masih memenuhi
kriteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan
normal. Keuntungan normal terjadi apabila NPV sama dengan nol, IRR sama
dengan tingkat diskonto yang digunakan dan nilai Net B/C Ratio sama dengan
satu (ceteris paribus).
Kerangka Pemikiran Operasional
Pasokan lada putih Indonesia dalam perdagangan dunia beberapa
diantaranya dipenuhi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal
dengan lada putih (Muntok White Pepper). Lada putih Bangka Belitung (Muntok
White Pepper ) merupakan lada putih unggulan nasional. Permintaan terhadap
Muntok White Pepper sangat diminati di pasar Internasional karena sejak lama
dikenal memilki cita rasa dan aroma yang khas. Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung merupakan daerah penghasil utama lada putih di Indonesia. Kegiatan
budidaya lada tersebar di enam Kabupaten di Bangka Belitung. Produksi yang
dihasilkan oleh setiap Kabupaten tentunya akan mempengaruhi total produksi lada
putih Bangka Belitung.
Kegiatan budidaya lada putih juga dilakukan di Kabupaten Bangka Barat
yang merupakan salah satu sentra produksi lada putih dengan produksi terendah di
wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam beberapa tahun yang lalu,
produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat mengalami penurunan. Penurunan
hasil produksi lada putih yang terjadi di Kabupaten Bangka Barat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah peralihan lahan menjadi lahan tambang timah.
Banyak lahan perkebunan yang dialih fungsikan menjadi kegiatan pertambangan
timah. Selain itu juga, terdapat peralihan lahan lada untuk ditanami komoditas
perkebunan lainnya, seperti karet dan kelapa sawit. Gangguan organisme
pengganggu tanaman (OPT) juga merupakan penyebab menurunnya jumlah
produksi lada putih. Fluktuasi harga jual lada yang terlalu tinggi apalagi biaya
perawatan, biaya tenaga kerjanya, dan biaya tiang panjat mati yang cukup tinggi
semakin mendorong petani untuk mengurangi kegiatan budidaya lada.
Desa-desa penghasil lada putih yang terdapat di Kabupaten Bangka Barat
akan mempengaruhi jumlah total produksi lada putihnya. Salah satu desa sentra
produksi lada putih di Kabupaten Bangka Barat adalah Desa Kundi. Selama
beberapa waktu terakhir terjadi penurunan jumlah produksi dari rata-rata lada
putih yang dihasilkan oleh petani di Desa Kundi. Hal ini disebabkan karena
banyaknya petani di Desa Kundi yang beralih profesi menjadi penambang timah.
23
23
23
23
Selain itu, selama ini petani lada putih menghadapi kenyataan bahwa harga jual
buah lada putih yang berfluktuatif dengan harga jual tertinggi pada tahun 2013
sebesar Rp83 000.00 per kg. Pada tahun 2009 sampai 2010, harga jual lada putih
di tingkat petani hanya sebesar Rp30 000.00 per kg sampai Rp40 000.00 per kg.
Tingginya fluktuasi harga lada putih, gangguan organisme pengganggu tanaman,
dampak penambangan timah ilegal, dan pengembangan komoditas perkebunan
lain menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan karena kurangnya
motivasi petani untuk menanam lada. Padahal, masih terdapat peluang pasa r yang
potensial terhadap permintaan terhadap lada putih di pasar internasional.
Peningkatan produksi terus dilakukan untuk mencukupi permintaan akan
kebutuhan pasar guna mengembalikan kejayaan lada putih.
Pelaksanaan budidaya lada putih selama ini telah memberikan manfaat
secara sosial dan ekonomi. Meskipun produktivitas tanaman lada belum sesuai
dengan kondisi seharusnya karena kurang optimalnya perawatan atau
pemeliharaan yang dilakukan petani. Kegiatan budidaya lada putih juga tentunya
tidak terlepas dari ketidakpastian harga dan resiko produksi yang dihadapi oleh
petani. Biaya investasi, biaya pemeliharaan serta biaya tenaga kerja yang tinggi
dengan pengembalian yang cukup lama disertai ketidakpastian harga dan resiko
produksi tersebut membuat menurunnya minat para petani untuk melakukan
budidaya lada. Oleh sebab itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
budidaya lada putih di Desa Kundi melalui analisis kelayakan di tingkat petani.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan kegiatan budidaya lada
putih. Analisis kelayakan tersebut dilakukan dengan melihat dari aspek non
finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial, meliputi: aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan untuk melihat
kelayakan pelaksanaan kegiatan lada putih yang dilakukan. Sementara itu, aspek
finansial didapatkan dari perhitungan berdasarkan kriteria Investasi yaitu Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio, dan Payback
Period (PP) dan laporan laba/rugi. Selain itu, analisis kelayakan terhadap lada
putih juga dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan maksimum dari
penurunan harga jual, penurunan produksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk
yang masih dapat diterima oleh para petani sehingga kegiatan budidaya lada putih
masih layak untuk dilakukan melalui perhitungan analisis switching value (nilai
pengganti). Nilai-nilai yang dihasilkan dari kriteria-kriteria investasi tersebut
digunakan sebagai indikator untuk memberikan kesimpulan mengenai tingkat
kelayakan budidaya lada putih di Desa Kundi. Hasil dari seluruh analisis yang
meliputi analisis aspek non finansial dan aspek finansial digunakan untuk
menentukan keadaan budidaya lada putih tersebut layak atau tidak layak untuk
dilakukan. Jika hasil analisisnya layak maka usaha budidaya dapat terus
dijalankan dan dapat dilakukan upaya pengembangan budidaya lada putih di Desa
Kundi serta pengoptimalan terhadap hasil yang dihasilkan. Namun, jika hasil dari
analisis adalah tidak layak maka dapat dilakukan evaluasi kembali terhadap
pelaksanaan kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi. Keseluruhan hasil dari
analisis ini akan memberikan kesimpulan dan saran mengenai alternatif kebijakan
terhadap kelayakan kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi. Skema atau
gambar kerangka pemikiran operasional secara terstruktur dapat dilihat pada
gambar 3.
24
- Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Merupakan salah penghasil
utama lada putih
- Permintaan terhadap Muntok White Pepper diminati di pasar
Internasional karena memilki cita rasa dan aroma yang khas.
- Kabupaten Bangka Barat mengalami penurunan produksi lada putih
terendah dibandingkan kabupaten sentra produksi lainnya.
Analisis kelayakan usaha lada (Piper nigrum L.) di Desa Kundi Kecamatan
Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat
Aspek Non Finansial
- Aspek Pasar
- Aspek Teknis
- Aspek Manajemen
- Aspek Sosial, Ekonomi
dan Lingkungan
Aspek Finansial
Kriteria Investasi
- NPV
- IRR
- Net B/C ratio
- PP
- Peralihan profesi petani menjadi penambang, konversi lahan,
gangguan organisme, fluktuasi harga jual lada putih.
- Desa Kundi merupakan salah satu sentra penghasil lada putih di
wilayah Kabupaten Bangka Barat.
- Mengembalikan kejayaan muntok white pepper melalui peningkatan
produksi dan produktivitas
- Ketidakpastian harga dan resiko produksi disertai dengan biaya
investasi, pemeliharaan yang tinggi dan pengembalian yang lama.
Analisis Switching value
Layak Tidak Layak
Saran dan Rekomendasi terhadap budidaya lada putih
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
25
25
25
25
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip,
Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lada yang
dihasilkan di provinsi ini dikenal di dunia dengan sebutan Muntok White Pepper
(lada putih Mentok). Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa di daerah tersebut merupakan desa sentra penghasil lada
putih, khususnya di Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilakukan pada bulan Maret
sampai April 2013.
Jenis Data dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara secara
langsung dengan 30 petani responden melalui panduan kuisioner, dua pedagang
pengumpul, penyuluh lapang, dan kepala desa. Data primer digunakan untuk
mengetahui karakteristik responden petani dan informasi mengenai pelaksanaan
budidaya lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten
Bangka Barat. Data sekunder merupakan data pendukung informasi yang diterima
di lapangan. Informasi data sekunder diperoleh dari berbagai instansi antara lain,
kantor Desa Kundi, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Bangka Barat, serta
publikasi atau literatur lainnya yang terkait dengan penelitian seperti: jurnal,
skripsi, serta data dari internet dan perpustakaan LSI IPB.
Metode Pengumpulan Data
Pengambilan contoh (sampling) adalah suatu proses pemilihan bagian
(contoh) yang representatif dari suatu populasi. Dalam penelitian ini, penentuan
jumlah sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu sebanyak 30 orang
petani. Pemilihan sampel sebanyak 30 responden di Desa Kundi dipilih secara
purposive oleh aparatur daerah setempat atas pertimbangan karena petani tersebut
sudah berpengalaman dan masih aktif dalam melakukan kegiatan budidaya lada
putih. Banyaknya sampel yang diambil sebanyak 30 orang karena pendapat Gay
dalam Umar (2003), ukuran minimum sampel dalam pengolahan data secara
statistik yang dapat digunakan dalam penelitian adalah 30 orang.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis dengan menggunakan
dua cara yaitu secara kuantiatif dan kualitatif. Pengolahan data dan informasi
secara kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek non finansial, meliputi:
aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, ekonomi dan lingkungan. Pengolahan
26
data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial
lada putih di Desa Kundi berupa nilai dari kriteria investasi, yaitu Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C),
Payback Periode (PP). Data yang telah diperoleh dari 30 responden petani diolah
dengan menggunakan kalkulator dan program komputer Microsoft Excel 2007.
Data dan informasi disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik untuk
mengklasifikasikan data dan mempermudah dalam melakukan analisis data.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data kualitatif dan kuantitatif adalah
metode deskriptif dan menampilkan data-data yang mendukung dalam bentuk
tabulasi.
Aspek Pasar
Hal-hal yang dianalisis terkait dengan aspek pasar dalam penelitian tentang
kelayakan budidaya lada putih ini adalah peluan, potensi pasar, perkembangan
harga lada putih, dan gambaran saluran pemasaran lada putih di Desa Kundi,
Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
Aspek Teknis
Aspek teknis yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi, keseluruhan
kegiatan budidaya lada putih dan penanganan pascapanen, yaitu: persiapan
budidaya dan faktor-faktor input produksi (lahan, varietas bibit tanaman lada
putih yang digunakan oleh para petani, pengadaan pupuk dan obat, dan tenaga
kerja), kegiatan budidaya, penanganan permasalahan hama dan penyakit, dan
penanganan lada putih pascapanen.
Aspek Manajemen
Dalam menganalisis aspek manajemen, beberapa faktor yang dianalisis
adalah terkait manajemen pelaksanaan kegiatan budidaya lada, manajemen
sumberdaya manusia dalam kegiatan budidaya lada dan kemampuan manajerial
para petani dalam kaitannya dengan penjualan hasil lada putih.
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam penelitian kelayakan
budidaya lada putih mempertimbangkan faktor-faktor sosial, ekonomi dan
lingkungan mencakup kontribusi usaha budidaya lada putih yang dilakukan oleh
para petani terhadap masyarakat sekitar dalam hal penyerapan tenaga kerja dan
penyediaan lapangan pekerjaan, kontribusi terhadap pembangunan dan
pendapatan daerah, dan dampak dari kegiatan budidaya lada putih terhadap
lingkungan di Desa Kundi.
Aspek Finansial
Dalam penelitian mengenai kelayakan lada putih, analisis aspek finansial
difokuskan untuk mengetahui manfaat dan menilai tingkat kelayakan usaha pada
budidaya lada putih. Pada analisis aspek finansial ini, akan digunakan empat
kriteria investasi untuk menyatakan layak-tidaknya usaha budidaya lada putih
untuk terus dilaksanakan. Kriteria investasi tersebut, meliputi: Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan
27
27
27
27
Payback Periode (PP). Dalam penelitian ini juga akan dilakukan perhitungan
laporan laba/rugi dan analisis switching value (nilai pengganti).
Berikut ini adalah perumusan secara sistematis fungsi masing-masing
kriteria kelayakan investasi yang digunakan dalam penelitian kelayakan finansial
lada putih, yaitu:
1. Net Present Value (NPV) yaitu selisih antara total present value manfaat
dengan total present value biaya selama umur bisnis. Suatu bisnis
dinyatakan layak jika NPV > 0 yang artinya bisnis menguntungkan atau
memberikan manfaat. Dengan demikian, jika suatu bisnis mempunyai
NPV < 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.
n
tt
n
tt
n
tt i
CtBt
i
Ct
i
BtNPV
111 )1()1()1(
Keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis
i = Tingkat DR (%)
Sumber: Nurmalina et al. (2010)
2. Internal Rate of Return (IRR) merupakan alat untuk mengukur besarnya
pengembalian bisnis terhadap investasi yang dilakukan. Internal Rate of
Return (IRR) adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan
NPV = 0 yang dinyatakan dalam persentase (%). Sebuah bisnis dinyatakan
layak apabila IRR > DR (opportunity cost of capital).
IRR = )( 12
21
11 ii
NPVNPV
NPVi
Keterangan:
i1 = Discount Rate yang menghasilkan NPV positif
i2 = Discount Rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV 1 = NPV positif
NPV 2 = NPV negative
Sumber: Nurmalina et al. (2010)
3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Manfaat bersih
yang menguntungkan setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu
bisnis dapat dikatakan layak apabila Net B/C > 1 dan tidak layak apabila
Net B/C < 1.
28
Net B/C =
n
tt
n
tt
i
CtBt
i
CtBt
1
1
)1(
)1(………….
Keterangan:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
i = Discount Rate (%)
t = Tahun
Sumber: Nurmalina et al. (2010)
4. Payback Period merupakan metode untuk mengukur lamanya waktu
pengembalian investasi. Metode payback periode merupakan metode
pelengkap penilaian investasi.
Payback Periode = Ab
I
Keterangan:
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan
Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Sumber : Nurmalina et al. (2010)
.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan payback period menyimpulkan
bahwa usulan proyek dapat diterima jika masa pengembalian lebih cepat dari
umur proyek. Sebaliknya, usulan proyek ditolak jika masa pengembalian lebih
lama dari umur proyek, artinya proyek tidak mampu mngembalikan biaya yang
telah dikeluarkan.
Analisis Switching Value (Nilai Pengganti)
Analisis sensitivitas dilakukan sebagai antisipasi terhadap kemungkinan
perubahan arus penerimaan dan biaya yang mungkin terjadi di masa mendatang
akibat adanya ketidakpastian dan resiko. Analisis switching value merupakan
variasi dari analisis sensitivitas yang tujuan untuk mengetahui perubahan
maksimul dari variabel-variabel yang yang memungkinkan proyek tetap layak
untuk dijalankan. Analisis switching akan menghasilkan nilai perubahan yang
menyebabkan NPV bernilai nol. Variabel-variabel yang digunakan dalam
switching value adalah penurunan harga jual lada putih, penurunan produksi lada
putih, dan kenaikan biaya pupuk.
Asumsi yang Digunakan dalam Penelitian
1. Umur proyek lada ditentukan berdasarkan umur ekonomis dari lada putih
yaitu enam tahun merupakan investasi utama dalam budidaya lada putih
yang berupa umur produksi dari bibit lada.
( Bt-Ct ) > 0
( Bt- Ct ) < 0
29
29
29
29
2. Modal yang digunakan petani dalam melakukan usaha budidaya lada putih
semuanya berasal dari modal sendiri.
3. Analisis dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan luasan lahan yang
dimiliki petani contoh dan tidak menggolongkan jumlah pohon yang
dimiliki petani. Sementara untuk hasil produksi lada putih didapatkan dari
rata-rata 30 responden petani dan dikonversi dalam satuan hektar.
4. Jumlah pohon dalam 1 ha adalah 1557 yang didapatkan dari rata-rata dari 30
responden.
5. Panen lada mulai diperhitungkan pada musim awal menghasilkan, yaitu
tahun ke 3.
6. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri. Biaya beli lahan di awal
tahun sebesar Rp5 000 000.00 per hektar.
7. Harga, jumlah, dan rincian lainnya dari seluruh input, biaya tenaga kerja dan
yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari hasil wawancara dan
survey langsung kepada para responden di tempat penelitian dan
disesuaikan pada standar daerah tersebut. Diasumsikan konstan.
8. Biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan dalam biaya perhitungan
dan diasumsikan sama dengan upah biaya tenaga luar keluarga.
9. Harga jual lada putih pada penelitian ini disesuaikan dengan harga saat
penelitian Maret-April 2013, yaitu sebesar Rp83 000.00 per kg.
10. Hasil panen yang diperoleh dalam satu kali panen terjual seluruhnya.
11. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus.
Penyusutan = isUmurEkonom
NilaisisaNilaiBeli
12. Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan cashflow adalah suku
bunga BI rate selama satu tahun, dari bulan Mei sampai April 2013 yaitu
sebesar 5.75% dan diasumsikan tetap selama umur usaha.
13. Pada analisis switching value, diasumsikan komponen lain tidak berubah
(ceteris paribus).
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Letak Geografis dan Iklim
Desa Kundi merupakan desa yang terletak di Kecamatan Simpang Teritip,
Kabupaten Bangka Barat. Desa Kundi berbatasan dengan empat Desa atau
Kelurahan, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Simpang Tiga, sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Bukit Terak, sebelah Timur berbatasan dengan
Desa Air Menduyung dan sebelah Barat berbatasan Desa Mayang dan Belo Laut,
Kecamatan Mentok.
Desa Kundi terletak sekitar 15 km dari Ibukota Kecamatan Simpang Teritip
dengan waktu tempuh sekitar 30 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Sementara jarak Desa Kundi ke Ibukota Kabupaten Bangka Barat dan Provinsi
30
adalah 32 km dan 186 km, dengan waktu tempuh sekitar satu jam dan tiga jam.
Secara keseluruhan, total luas Desa Kundi adalah 98.36 km2, yang
penggunaannya terdiri dari: tanah kering (tegal/ladang, pemukiman, dan sawah
pemukiman), tanah basah (tanah rawa), tanah perkebunan rakyat, tanah fasilitas
umum (kas desa, lapangan olahraga, tempat pemakaman umum, pasar), dan tanah
hutan (produksi, asli, rakyat). Secara topografi, Desa Kundi terletak pada wilayah
dataran rendah dengan ketinggian sekitar 26 meter di atas permukaan laut (dpl).
Desa ini memiliki intensitas curah hujan sebanyak 33 Mm per tahun dengan
jumlah bulan hujan kurang lebih empat bulan. Suhu udara rata-rata harian di Desa
Kundi adalah sekitar 33 0C.
Karakteristik Petani Responden
Jumlah responden dalam penelitian kelayakan usaha budidaya lada putih
adalah 30 orang yang merupakan petani lada putih di Desa Kundi. Tingkat
pendidikan yang pernah ditempuh oleh petani lada putih di Desa Kundi ini cukup
beragam dengan proporsi yang hampir merata dari mulai yang tidak pernah
menempuh pendidikan, sekolah dengan tamatan Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama/ Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas sampai Diploma.
Petani responden menunjukkan sebaran umur dari usia 27 sampai 65 tahun.
Sebaran lamanya petani melakukan budidaya lada putih dari mulai dari 10 hingga
42 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Karakteristik petani responden lada putih di Desa Kundia
Keterangan Jumlah
Petani
Persentase
(%)
Tingkat pendidikan petani
a. Tidak Sekolah
b. Sekolah Dasar (SD)
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sederajat
d. Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sederajat
e. Diploma/ Sarjana Sederajat
5
7
8
9
1
17
23
24
33
3
Total 30 100
Sebaran umur petani
a. 27 - 36 tahun
b. 37 - 46 tahun
c. 47 – 56 tahun
d. 57 – 66 tahun
7
15
5
3
23
50
17
10
Total 30 100
Lama pengalaman budidaya petani
a. 10 - 19 tahun
b. 20 - 29 tahun
c. 30 - 39 tahun
d. 40 - 49 tahun
Total
14
9
3
4
30
47
30
10
13
100 aSumber: Data primer (2013)
31
31
31
31
Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani lada putih di Desa
Kundi hampir merata. Tingkat pendidikan formal petani sangat penting, karena
berkaitan dengan kapasitas petani dalam menghitung, menilai, dan menganalisis
suatu usaha. Semestinya, tingkat pendidikan yang lebih baik mempunyai
kemampuan untuk menganalisis suatu usaha akan lebih baik pula. Pada petani
responden dalam budidaya lada putih mempunyai pendidikan formal tertinggi
sebesar 33% terdapat pada petani responden yang memiliki tingkat pendidikan
akhir Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dalam melakukan budidaya lada ini, petani responden dengan sebaran umur
37 sampai 46 tahun yang paling banyak melakukan budidaya lada dan memiliki
persentase terbesar, yaitu 50% atau 15 orang petani. Berdasarkan data umur petani
tersebut, pada umumnya petani lada berada pada usia produktif sehingga masih
mempunyai kemampuan yang baik dalam berfikir dan bertindak untuk
merencanakan kegiatan budidaya lada. Sementara itu, berdasarkan lama
budidayanya, petani reponden di Desa Kundi mayoritas telah melakukan
budidaya lada selama 10 sampai 19 tahun dengan persentase sebesar 47%.
Dengan pengalaman budidaya lada yang lebih dari 10 tahun, seharusnya
berpengaruh terhadap keahlian dan keberhasilan budidaya lada putih, sehingga
meskipun pendidikan formal dan informalnya rendah, tetapi dengan pengalaman
budidaya lada yang cukup lama, petani merasa belum mampu dan ahli dalam
mengusahakan lada putih karena kegiatan usaha lada putih bersifat turun-
menurun. Pekerjaan utama dari reponden ini umumnya sebagai petani, yaitu
sebanyak 28 orang. Terdapat 2 orang petani yang menjadikan kegiatan usaha
budidaya lada putih sebagai pekerjaan sampingan dengan pekerjaan utamanya
sebagai PNS dan Kepala Desa. Adapun pekerjaan sampingan yang biasanya
dilakukan oleh petani Desa Kundi, yaitu sebagai penambang timah, nelayan, dan
karyawan swasta.
Menurut luas penggunaan lahan dalam melakukan kegiatan budidaya lada
putih, sebagian besar petani responden memiliki lahan dengan luas areal antara
0.25 sampai 0.5 hektar. Luas lahan terbesar yang dimiliki petani responden adalah
seluas 1 hektar dan 1.5 hektar. Luas lahan rata-rata dari 30 responden petani
dalam pengusahaan lada putih di Desa Kundi adalah kurang lebih 0.85 hektar.
Rincian mengenai sebaran luas lahan lada putih petani responden dapat dilihat
pada tabel 9.
Tabel 9 Kepemilikan luas lahan petani responden lada putih di Desa Kundi a
No. Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani Persentase Petani
(%)
1. 0.25 4 14
2. 0.5 18 60
3. 1 7 23
4. 1.5 1 3
Total 30 100 a Sumber: Data primer (2013)
32
Tabel 9 menunjukkan bahwa penggunaan lahan petani responden untuk lada
putih di Desa Kundi paling banyak adalah dengan luas areal tanam 0.85 hektar,
yaitu sebanyak 60% atau sebanyak 18 orang petani. Status kepemilikan lahan
yang digunakan untuk melakukan kegiatan budidaya lada di daerah penelitian
merupakan lahan pribadi. Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang tidak
dapat dipisahkan dalam kegiatan budidaya. Dalam luasan 1 hektar, umumnya
terdapat 2000 pohon lada yang ditanam.
ASPEK NON FINANSIAL
Analisis aspek non finansial merupakan bagian penting dalam analisis dari
studi kelayakan bisnis yang harus dilakukan karena akan mempengaruhi proses
pengambilan keputusan terhadap kelayakan usaha budidaya lada di Desa Kundi
Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat. Adapun aspek-aspek non
finansial tersebut, meliputi: aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Aspek Pasar
Aspek pasar merupakan salah satu aspek non finansial yang penting untuk
dikaji dalam studi kelayakan bisnis. Hal ini dilakukan untuk melihat peluang dan
potensi pasar yang ada karena akan berkaitan dengan permintaan dan penawaran
pasar serta penyerapan pasar terhadap output yang dihasilkan. Aspek pasar akan
memaparkan mengenai potensi dan peluang pasar yang berkaitan dengan
permintaan dan penawaran, perkembangan harga dan saluran pemasaran yang
terjadi pada komoditas lada di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip,
Kabupaten Bangka Barat.
a. Potensi
Perkebunan lada merupakan perkebunan rakyat yang keseluruhannya
dikelola oleh masyarakat. Kegiatan budidaya lada telah lama dilakukan untuk
menopang ekonomi dan menyejahterakan keluarga petani lada. Sebagai
komoditas ekspor, harga lada sering dipengaruhi oleh pasar dunia sehingga
menyebabkan harga lada menjadi fluktuatif. Pada saat krisis moneter yang
melanda Indonesia, para petani lada mencapai kejayaannya karena pada saat itu,
harga lada putih Rp100 000.00 per kg. Setelah itu, harga lada mengikuti
perkembangan harga lada di pasar dunia. Fluktuasi harga menyebabkan budidaya
lada mengalami penurunan karena banyak petani yang mengalihkan profesinya di
bidang lain atau mengganti tanaman lada dengan karet atau kelapa sawit.
Penurunan produksi lada di Indonesia yang menyebabkan berkurangnya
penawaran ekspor lada harus diterima bahwa Indonesia bukan lagi menjadi
penghasil terbesar lada di dunia terutama lada putih.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu penghasil lada
putih di Indonesia bahkan 60% sampai 80% ekspor lada putih dipenuhi dari
33
33
33
33
Bangka Belitung. Permasalahan terkait pelaksanaan budidaya lada yang terjadi di
berbagai daerah juga terjadi di wilayah Bangka Belitung, khususnya Kabupaten
Bangka Barat. Hal ini menyebabkan terjadinya peralihan profesi petani menjadi
penambang timah dan pengusahaan tanaman lain seperti karet dan kelapa sawit
sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah produksi lada putih. Pada tahun
2008 hanya tersisa sekitar 45 025 hektar dari 80 000 hektar lahan lada karena
lahan tersebut dialih fungsikan menjadi lahan tambang timah. Lada putih Bangka
Belitung sudah dikenal sejak dulu dengan sebutan Muntok White Pepper.
Kegiatan budidaya lada putih yang sempat terbengkalai dalam beberapa tahun lalu
yang berdampak pada penurunan produksi lada di Bangka Belitung saat ini mulai
dilakukan upaya untuk mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper. Cita
rasanya yang khas membuat lada putih Indonesia yang berasal dari Bangka
Belitung sangat digemari di pasar internasional. Hal ini menjadi suatu potensi
pemasaran yang baik bagi Bangka Belitung untuk terus mengoptimalkan produksi
ladanya dalam mencukupi kebutuhan pasar. Apalagi produk lada putih (Muntok
White Pepper) sudah dikenal di pasar internasional.
b. Peluang
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil terbesar
lada putih di Indonesia (Lampiran 1). Secara nasional, lada putih (Muntok White
Pepper) merupakan produk lada unggulan Indonesia. Beberapa tahun yang lalu,
Indonesia pernah menjadi negara penghasil lada putih terbesar di dunia. Namun,
sejak tahun 2010 Indonesia menjadi penghasil lada putih nomor tiga terbesar di
dunia karena tergeser oleh negara China dan Vietnam. Meskipun terjadi
penurunan produksi yang diikuti dengan menurunnya volume ekspor lada putih,
lada putih Indonesia di pasar Internasional mempunyai peluang pasar yang baik
karena sudah dikenal sejak jaman dulu sebagai Muntok White Pepper dengan cita
rasa dan aroma yang khas. Oleh sebab itu, sebagai negara produsen, Indonesia
tetap berkontribusi dalam ekspor lada putih di dunia. Indonesia hanya mampu
memasok lada putih sebesar 43.31% dari kebutuhan dunia pada tahun 2005. Saat
itu, Indonesia masih menempati posisi pertama untuk penawaran ekspor lada
putih di dunia.
Sejak tahun 2009, volume ekspor lada putih tertinggi ditempati oleh negara
Vietnam. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan volume ekspor Vietnam selama
periode 2001 sampai 2010 yang terus mengalami peningkatan sehingga
menggeser posisi Indonesia sebagai pengekspor lada putih terbesar. Selain itu,
kenaikan volume ekspor lada putih juga terjadi pada Malaysia. Sementara volume
ekspor Brazil dan China cukup berfluktuatif yang mengalami kenaikan hingga
tahun 2006, namun kemudian kembali mengalami penurunan. Apabila dilihat dari
periode tahun 2001 sampai 2010 volume ekspor lada putih Indonesia terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara dengan
volume ekspor kedua tertinggi setelah Vietnam. Data perkembangan volume
ekspor lada putih negara produsen utama di tunjukkan pada tabel 10.
Lada putih Bangka Belitung sangat diminati oleh pasar internasional.
Permintaan terhadap lada putih Bangka Belitung di pasar dunia yang tinggi
dikarenakan lada putih tersebut memiliki cita rasa, aroma, dan kualitas yang khas
daripada daerah dan negara penghasil lainnya. Negara tujuan ekspor utama dari
lada putih adalah Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Singapura, Belanda, Perancis,
34
Inggris, dan negara lainnya. Permintaan lada putih Bangka Belitung di pasar dunia
mencapai 240 ribu ton per tahun. Permintaan ini belum mampu tercukupi karena
keterbatasan produksi lada putih yang dihasilkan. Saat ini, produksi lada putih
Bangka Belitung hanya mampu memenuhi permintaan pasar dunia sekitar 5 000
hingga 6 000 ton per tahun9. Desa Kundi sebagai salah satu desa sentra produksi
lada di Bangka Belitung juga ikut berkontribusi dalam pemenuhan permintaan
pasar dunia.
Tabel 10 Volume ekspor lada putih negara produsen utama di dunia tahun
2001-2010a
Negara Produksi (Ton)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Brazil 2 700 2 800 2 800 4 000 3 500 3 800 3 000 2 500 2 500 2 000
India 147 213 312 189 1 269 1 531 1 460 1 396 1 509 1 250
Indonesia 29 637 31 343 24 596 13 762 16 227 15 045 15 544 16 038 11 465 13 453
Malaysia 1 812 2 190 4 334 2 695 2 861 5 469 3 884 3 090 2 642 2 887
Sri Lanka - - - - - - - 5 8 -
Vietnam 2 506 2584 4 500 7 880 11 350 17
872
11 872 9 976 22 532 20 000
China,PR 2 079 5 890 4 563 3 479 2 530 10 185 4 801 6 620 2 100 2 400
Total 38 881 45 020 41 105 32 005 37 737 53 903 39 752 39 624 42 756 41 990 aSumber: Internasional Pepper Community (2012)
10
Penawaran volume ekspor lada Indonesia masih terjadi jika masih terdapat
permintaan oleh negara konsumen lada di pasar internasional. Adanya permintaan
dari negara-negara konsumen lada di dunia mengharuskan negara tersebut
mengimpor lada dari berbagai negara produsen dan salah satunya adalah
Indonesia sebagai produsen utama lada. Hal ini menunjukkan bahwa masih
terdapat peluang pasar yang baik bagi komoditas lada. Oleh sebab itu, Indonesia
harus terus melakukan upaya agar tetap dapat menjadi produsen utama dan
mengembalikan kejayaannya sebagai penghasil dan pengekspor tertinggi di dunia.
Adapun beberapa negara konsumen yang melakukan impor lada ditunjukkan pada
tabel 11.
Berdasarkan data mengenai impor pada beberapa negara konsumen pada
Tabel 11 menunjukkan bahwa, negara Amerika (USA) merupakan negara
pengimpor lada terbesar. Adanya nilai total impor tersebut menunjukkan bahwa
permintaan lada tertinggi di pasar internasional adalah Amerika. Sementara itu,
Jerman menempatkan urutan kedua sebagai pengimpor lada terbesar.
9 www.kompas.com “permintaan dan penawaran lada putih Bangka Belitung” [diakses April
2013] 10 Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Sumberdaya Tanaman Lada Provinsi kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2012
35
35
35
35
Tabel 11 Import lada beberapa negara konsumen tahun 2010a
Negara Total Import (US $’000)
Australia 11 807
Belgium 15 743
Canada 30 975
Egypt 26 992
France 43 641
Germany 118 866
Italy 15 329
Japan 48 546
Korea, Rep 13 746
Netherlands 52 071
Poland 20 097
Russian Federation 21 061
Singapore 41 653
Spain 26 470
United Arab Emirates 31 285
United Kingdom 40 057
USA 250 757 a Sumber : Internasional Pepper Community (2012)
11
c. Perkembangan harga lada
Perkembangan harga di pasar dunia cenderung berfluktuatif sehingga
mempengaruhi produksi dan ekspor lada Indonesia. Harga lada putih lebih
fluktuatif dibandingkan lada hitam. Pergerakan harga lada putih di pasar
internasional sedikit mengalami penurunan, yaitu sebesar kisaran 0.3% dari
US$ 9 068 per MT Maret 2013 menjadi US$ 9 039 per MT pada April 2013.
Sebagai komoditas ekspor, harga lada domestik dipengaruhi oleh harga lada di
pasar internasional. Harga lada putih di Bangka Belitung juga cenderung
berfluktuatif. Pada saat krisis moneter tahun 1998, petani lada menikmati
kejayaannya dalam melakukan budidaya lada karena pada saat itu, harga jual lada
putih mencapai Rp100 000.00 per kg. Namun, setelah itu harga lada putih terus
menurun dan berfluktuatif. Pada tahun 2009 sampai 2010, harga lada putih hanya
berkisar antara Rp30 000.00 per kg sampai Rp40 000.00 per kg. Harga yang
diterima petani di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2010 sebesar
Rp45 925.00 per kg. Harga lada putih secara perlahan terus meningkat dan
bertahan pada Rp 80 000.00 per kg pada tahun 2012. Hal ini juga mendorong
petani lada terus berupaya untuk meningkatkan luas areal dan produksi lada putih
sehingga membuat pengusahaan lada putih mulai digemari kembali oleh petani.
Saat ini, harga jual lada putih di Desa Kundi adalah Rp83 000.00 per kg.
Selama tahun 2013, harga jual lada putih berkisar antara Rp75 000.00 per kg
sampai Rp80 000.00 per kg. Pedagang pengumpul lada putih hanya mendapatkan
margin keuntungan sekitar Rp250.00 per kg sampai Rp1 000.00 per kg dari lada
11
Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Sumberdaya Tanaman Lada Provinsi kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2012
36
putih yang dipasarkan. Harga ditingkat petani ditentukan oleh pedagang
pengumpul desa.
d. Pemasaran
Berdasarkan data (Tabel 11) yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lada
puth diekspor ke sejumlah negara. Produk lada putih dijual dalam bentuk butiran.
Negara tujuan ekspor utama dari lada putih adalah Amerika Serikat, Eropa,
Jepang, Singapura, Belanda, Perancis, Inggris, dan negara lainnya. Sebelum
diekspor, pemasaran lada putih dilakukan dari petani kepada lembaga-lembaga
pemasaran yang ada di daerah sekitar, misalnya kepada pengumpul desa,
pengumpul besar, pedagang besar sampai pihak eksportir.
Lada putih yang dihasilkan petani dijual pada pedagang desa yang bertindak
sebagai pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar. Pedagang
pengumpul ini berkedudukan di Desa Kundi. Dalam penjualan lada dari petani ke
pedagang pengumpul dan pedagang besar tidak ada sortiran dan pemisahan
kualitas lada. Harga lada ditetapkan sama untuk semua lada yang dijual.
Pemisahan lada berdasarkan kualitasnya terjadi pada saat lada akan dieskpor.
Dengan penguasaan modal yang kuat, pedagang pengumpul ini umumnya
membayar secara tunai setiap lada putih yang dibeli. Beberapa pedagang
pengumpul desa akan langsung menjualnya kepada pedagang pengumpul besar
yang ada di Provinsi (Pangkal Pinang). Sementara itu, pedagang pengumpul
lainnya akan menjual kembali lada putih kepada pedagang besar lainnya dan
biasanya pedagang besar dari daerah lain yang langsung mendatangi desa
tersebut. Pedagang pengumpul besar menjual lada putih ke pedagang besar atau
pihak eksportir yang ada di Provinsi (Pangkal Pinang). Setelah itu, dari pihak
eksportir atau pedagang besar di Pangkal Pinang akan melakukan ekspor lada
putih dengan persentase sebanyak 90% dan memenuhi permintaan domestik
sebanyak 10%. Gambaran saluran pemasaran yang umumnya terjadi pada
komoditi lada putih dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Saluran pemasaran komoditi lada putih di Bangka Belitung
Petani
Pedagang pengumpul besar Pedagang pengumpul kecil
Domestik
Pedagang besar/ eksportir
Ekspor
30 % 70 %
80 %
100 % 20 %
10 % 90 %
37
37
37
37
Berdasarkan analisis terhadap aspek pasar, usaha budidaya lada putih di
Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat masih layak
dijalankan. Aspek pasar yang telah dianalisis menghasilkan bahwa usaha budidaya
lada putih menghasilkan produk yang dapat diterima oleh pasar. Selain itu, masih
terdapat potensi dan peluang pasar lada putih yang ditunjukkan dari belum
tercukupinya permintaan pasar internasional karena masih sedikitnya penawaran
lada putih dari Bangka Belitung.
Aspek Teknis
Aspek teknis yang dianalisis adalah mencakup pengadaan kebutuhan
produksi (budidaya lada), keseluruhan kegiatan budidaya lada putih dan
penanganan pascapanen, yaitu: kegiatan budidaya, pengolahan tanah,
penanamam, pemeliharaan, pemupukan, penanganan permasalahan hama dan
penyakit, panen, dan pascapanen lada putih.
a. Pengadaan faktor-faktor produksi (budidaya lada)
Lahan
Keadaan tekstur tanah di Desa Kundi adalah berupa pasiran atau debuan.
Secara topografi, Desa Kundi terletak pada wilayah dataran rendah dengan
ketinggian sekitar 26 meter di atas permukaan laut (dpl). Desa ini memiliki
intensitas curah hujan sebanyak 33 Mm per tahun dengan jumlah bulan hujan
kurang lebih empat bulan. Suhu udara rata-rata harian di Desa Kundi adalah
sekitar 33 0C.
Dalam melakukan budidaya lada di Desa Kundi, para petani umumnya
menggunakan lahan milik sendiri. Lahan yang digunakan sebagai tempat
tumbuhnya lada putih merupakan lahan yang sengaja dimanfaatkan oleh para
petani untuk menanam lada putih. Lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan
hutan yang belum dimanfaatkan. Para petani merasa tidak terlalu mengalami
banyak permajsalahan dengan jenis lahan ini, karena sudah sesuai dengan
tanaman lada yang diusahakan, sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh dengan
baik di sana. Penggunaan wilayah untuk usahatani lada putih di Desa ini
mayoritas mempunyai luasan 0.5 hektar. Rincian mengenai luas lahan lada putih
yang dimiliki oleh setiap petani responden dan luas lahan lada putih di Desa
Kundi dapat dilihat pada lampiran 3.
Peralatan dan Kebutuhan Budidaya
Peralatan yang digunakan oleh para petani dalam kegiatan budidaya lada
putih di Desa Kundi terdiri dari beberapa jenis peralatan dan kebutuhan yang
biasa digunakan. Jenis-jenis peralatan utama yang digunakan oleh setiap petani
responden beserta sumber perolehan dan fungsinya dapat dilihat pada tabel 12.
1. Cangkul
Cangkul merupakan peralatan dari kegiatan budidaya lada putih yang
berfungsi untuk membuat parit dan lubang tanam. Rata-rata setiap petani memiliki
2 unit cangkul.
38
Tabel 12 Peralatan budidaya lada putih yang digunakan petani responden di
Desa Kundi tahun 2013
Peralatan Budidaya Sumber
Perolehan
Fungsi
Cangkul Toko alat pertanian Membuat parit dan lubang tanam
Parang Toko alat pertanian Menebas rumput, persiapan lahan
Linggis Toko alat pertanian Membersihkan rumput
Ajir/Tajar Tukang kayu Tempat jalar pohon lada
Tali Toko Pengecer Mengikat pohon lada ke tajar
2. Parang
Parang merupakan peralatan kegiatan yang biasanya digunakan pada saat
persiapan lahan dan untuk menebas rumput. Setiap petani rata-rata memiliki 2 unit
parang dengan umur pakai selama 4 tahun.
3. Linggis
Linggis memiliki fungsi sebagai alat untuk membersihkan rumput saat
penyiangan. Dalam pembudidayaan lada, setiap petani rata-rata petani memiliki
3 unit linggis.
4. Ajir/Tajar
Ajir/ tajar merupakan kayu yang digunakan sebagai tempat jalar pohon lada.
Istilah ajir merupakan kayu yang berukuran kecil dan dipakai pada saat pohon
lada berumur 3-18 bulan. Setelah itu diganti dengan kayu yang lebih besar dan
kuat (tajar) sampai abisnya umur usaha budidaya lada. Jumlah ajir/ tajar sesuai
dengan banyaknya jumlah pohon yang akan ditanam.
5. Tali
Tali merupakan kebutuhan perlengkapan dalam budidaya lada yang
digunakan untuk mengikat pohon lada ke ajir/ tajar. Penggunaan tali biasanya
tergantung pertumbuhan dari pohon lada tersebut.
Peralatan cangkul, parang, linggis, dan tali merupakan peralatan yang
biasanya digunakan petani dalam kegiatan budidaya. Pengeluaran untuk membeli
peralatan ini pun tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar. Namun, adanya
kayu panjat mati membutuhkan biaya pengeluaran yang cukup tinggi untuk
membeli kayu tersebut yang digunakan sebagai ajir/tajar.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi penting dalam kegiatan
budidaya. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan budidaya lada putih
terdiri dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Namun, sebagian
besar petani di Desa Kundi menggunakan tenaga kerja dalam keluarga mulai dari
pembukaan lahan, penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan kecuali panen.
Adapun penggunaan tenaga kerja luar keluarga seluruhnya berasal dari warga
Desa Kundi. Dalam pemanenan (memetik buah lada), biasanya petani
membutuhkan tenaga kerja tambahan dengan menggunakan tenaga kerja luar
keluarga. Setiap tenaga kerja menghabiskan waktu 6 jam sehari untuk memetik
39
39
39
39
buah lada dengan upah sebesar Rp75 000 00 per hari. Besaran upah tersebut
disesuaikan pada standar yang berlaku di Desa Kundi saat pemanenan lada untuk
setiap tenaga kerja panen. Dalam luasan tanam 1 ha lada putih, biasanya
menggunakan maksimal berjumlah total 8 tenaga kerja untuk memetik buah lada
pada saat musim panen. Biasanya 6 tenaga kerja dari luar keluarga. Namun,
penggunaan tenaga kerja luar keluarga kebutuhan dan banyaknya produksi lada
yang dihasilkan. Biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar dalam kegiatan
budidaya lada putih ini. Oleh sebab itulah dengan keadaan lahan yang juga
terbatas, petani hanya menggunakan tenaga luar keluarga sebagai tenaga kerja
bantuan pada saat panen. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya yang
dikeluarkan.
Bibit
Bibit lada yang ditanam di Desa Kundi sebagian besar merupakan bibit hasil
pemangkasan lada yang ditanam (setek batang). Apabila persediaan bibit lada
tidak mencukupi, petani tersebut akan membeli di petani lain. Pada saat bibit lada
berumur 12 sampai 18 bulan, tanaman lada akan dipotong sepanjang 7 ruas untuk
menghasilkan bibit lada. Dengan cara pemotongan tersebut dapat menghasilkan 1
sampai 3 bibit lada kemudian diletakkan di dalam polybag. Bibit lada biasanya
digunakan sendiri oleh petani tetapi terkadang juga dijual jika ada petani yang
membutuhkan bibit lada dengan harga jual Rp6 000 00 per bibit. Berbagai
varietas bibit yang ditanam petani. Dalam istilah petani di Desa Kundi terdapat
jenis bibit lada yaitu, lada kasar, merapen, beluluk, tujuh ruas. Jenis bibit yang
paling banyak ditanam di Desa Kundi adalah jenis bibit merapen.
Pupuk
Pemberian pupuk pada tanaman bertujuan untuk memacu pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan produksi tanaman melalui pembentukkan bunga,
buah sesuai dengan potensinya. Dalam kegiatan budidaya lada putih ini, terdapat
beberapa jenis pupuk yang umum digunakan petani responden. Jenis-jenis pupuk
tersebut disajikan dalam tabel 13.
Tabel 13 Jenis-jenis pupuk yang digunakan petani responden dalam budidaya
lada putih di Desa Kundi
Jenis pupuk Sumber perolehan Fungsi
Pupuk organik Kelompok Tani Menyuburkan tanah, menambah
kandungan organik tanah
Pupuk urea Kelompok Tani Pertumbuhan vegetative tanaman (daun)
Pupuk SP-36 Kelompok Tani Pertumbuhan generative tanaman (bunga
dan buah)
Pupuk NPK Toko pertanian Pertumbuhan vegetative dan generatif
tanaman
Pupuk Phonska Kelompok Tani Pertumbuhan vegetative dan generatif
tanaman
40
Obat-obatan/pestisida
Dalam upaya mencegah berkembangnya penyakit atau hama akibat kondisi
cuaca atau hewan-hewan perusak (hama) maka dilakukan penyemprotan obat-
obatan atau pestisida. Hal ini dilakukan untuk menghindari ulat atau jenis semut-
semutan dan memberantas cendawan. Penggunaan pestisida disesuaikan dengan
kondisi tanaman lada dan hanya digunakan jika hama-hama tersebut menyerang
tanaman. Namun penggunaan obat biasanya dilakukan setelah pemupukan. Setiap
petani responden menggunakan jenis obat-obatan berbeda sesuai dengan
pengetahuan atau pemahaman petani dan penyakit tanaman yang menyerang.
Namun, ada beberapa petani yang tidak menggunakan obat-obatan atau pestisida
dalam pengendaliannya terhadap hama dan penyakit. Rincian jenis-jenis obat
yang digunakan setiap petani responden dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14 Jenis – jenis obat atau pestisida yang digunakan petani responden dalam
budidaya lada putih di Desa Kundi pada tahun 2013
Jenis Obat/Pestisida Sumber Fungsi
Puradan Toko pertanian Pemberantasan hama yang diletakkan
di sekitar tanaman
Matador Toko pertanian Pemberantasan hama
Baycid Toko pertanian Pemberantasan hama
b. Kegiatan Budidaya
Secara umum, kegiatan teknis budidaya lada putih di Desa Kundi hampir
seluruhnya sama karena berdasarkan sifatnya yang turun-menurun. Penggunaan
pupuk dalam budidaya lada disesuaikan dengan modal yang dimiliki.
Jumlah/dosis pupuk yang digunakan terkadang penuh atau hanya sebagian.
Kegiatan budidaya lada yang dilakukan di Bangka, khususnya Desa Kundi
menggunakan tiang panjat mati yaitu menggunakan tiang panjat kayu yang
bermutu tinggi sehingga biaya produksinya pun cukup tinggi. Masa produksi lada
dengan tiang panjat mati di Desa Kundi ini hanya 3 tahun. Selain adanya
pengaruh dari penggunaan kayu panjat mati, lama umur lada juga bergantung dari
pemeliharaannya.
Pengolahan Tanah Para petani lada putih di Desa Kundi mengusahakan budidaya lada putih
menggunakan lahan milik sendiri. Pada awalnya, lahan yang telah disiapkan
untuk melakukan budidaya lada putih harus dibersihkan terlebih dahulu dari
berbagai tanaman pengganggu, seperti, pohon-pohon, semak-semak dan rumput,
serta tanaman lainnya. Kemudian lahan tersebut dibakar dengan alasan untuk
mempermudah proses pembersihan lahan. Setelah dibakar, lahan dibersihkan
kembali sampai lahan tersebut siap ditanami lada. Pada tahapan ini, dilakukan
pemasangan patok sebagai tanda bahwa tempat tersebut akan dijadikan lubang
galian untuk menanam lada.
Penanaman
Penanaman lada yang umumya dilakukan petani lada di Desa Kundi adalah
menggunakan ukuran lubang tanam sekitar 40 cm x 40 cm x 40 cm (panjang x
41
41
41
41
lebar x dalam) dengan jarak tanam 165 cm x 165 cm. Tanah galian dibiarkan
terbuka agar terkena matahari selama kurang lebih 1 sampai 2 minggu sebelum
tanam. Tanaman lada tumbuh kurang baik pada areal yang tergenang. Oleh sebab
itu, dibuat saluran parit keliling beukuran 30 cm x 30 cm (lebar x dalam).
Lubang tanam setelah penggalian untuk penanaman lada dibiarkan kurang
lebih 1 sampai 2 minggu, sebelum ditanami lada. Bibit yang digunakan
merupakan bibit hasil pemangkasan dari pohon lada sebelumnya sepanjang 7
buku (ruas). Sebagian besar, petani Desa Kundi menggunakan bibit lada jenis
kasar dan merapen yang umur produktifnya tiga kali panen. Penanaman bibit lada
diletakkan miring (300-45
0) mengarah ke bagian pangkal (tanpa daun)
dibenamkan mengajar ke tajar sedangkan sisanya 2 sampai 3 ruas atau ukuran 10
cm bibit lada tersebut berada di atas tanah. Setelah ditanam, tanah disekelilingnya
dipadatkan kemudian bibit tersebut diberi naungan berupa tanaman kering yang
disebut rebak atau lainnya yang mudah diperoleh agar terlindungi dari teriknya
sinar matahari. Pelindung dapat dibuka atau diangkat apabila tanaman lada telah
kuat. Pada saat umur lada sudah mencapai 3 bulan, rebak (tanaman penutup)
dilepaskan dan dipasang ajir (kayu jalar kecil). Ajir berupa kayu kecil yang
berdiamater kurang lebih 15 cm dengan tinggi 2 m dan biasanya diperoleh petani
di hutan atau dengan membeli. Setelah di pasang ajir, setiap sebulan sekali
dilakukan pengikatan ke tiang panjat (ajir). Pada saat umur lada mencapai 12
sampai 18 bulan maka akan dilakukan pemangkasan lada untuk mendapatkan
bibit lada, dipotong sepanjang 7 ruas dan akan diperoleh maksimal 3 bibit lada.
Setelah itu, ajir diganti dengan tiang panjat mati (junjung) dengan tinggi 2.5
sampai 3 meter dengan umur produksi tajar maksimal 5 tahun. Sementara itu,
ketika lada berumur 24 sampai 30 bulan lada akan mencapai ketinggian tiang
panjat mati.
Gambar 5 Tanaman lada dengan ajir
Gambar 6 Tanaman lada yang diberi
naungan
Gambar 7 Kayu yang digunakan sebagai tajar
42
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman lada dilakukan melalui pengikatan sulur panjat,
pemangkasan tanaman, dan penyiangan rumput di sekitar tanaman. Penyiangan
gulma atau rumput dilakukan secara rutin dan terbatas, yaitu sebanyak lima kali
dalam setahun. Penyiangan bersih hanya dilakukan di sekeliling pangkal batang
tanaman lada. Pengikatan tanaman lada sulur panjat biasanya dilakukan satu bulan
sekali, namun hal ini juga bergantung pada frekuensi pemberian pupuk pada
tanaman lada. Pupuk akan mempengaruhi kesuburan dan pertumbuhan tanaman
lada.
Pemupukan
Kegiatan pemberian pupuk pada tanaman bertujuan untuk memacu
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi tanaman melalui
pembentukkan bunga, buah sesuai dengan potensinya. Biasanya, pemberian
pupuk pada tanaman dilakukan pada saat awal musim hujan. Dalam kegiatan
budidaya lada putih ini, terdapat beberapa jenis pupuk yang umum digunakan
petani responden. Pemupukan pada tanaman lada di Desa Kundi menggunakan
pupuk organik dan pupuk anorganik, seperti Urea, SP-36, NPK, Phonska
Penggunaan pupuk disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani. Pada
awal penanaman, petani menggunakan pupuk organik dengan tujuan untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Pemberian pupuk organik hanya dilakukan sekali
pada saat awal penanaman dengan dosis sebanyak 0.2 kg sampai 1 kg per pohon.
Selanjutnya dilakukan pemberian pupuk anorganik seperti; pupuk Urea, SP-36,
NPK, Phonska sebanyak 2 sampai 3 kali pertahun. Pada tahun pertama sampai
tahun keempat, pemupukan biasanya dilakukan 3 sampai 4 kali pemupukan
pertahun, tergantung dari musim hujan. Sementara itu, pada tahun kelima dan
keenam, pemberian pupuk masih dengan takaran yang sama, namun dilakukan
sebanyak 2 kali per tahun.
Pada tahun pertama, penggunaan pupuk anorganik pada tanaman lada
memiliki komposisi Urea, SP-36, Phonska yang diberikan sebanyak 2 : 1 :1 dalam
satuan karung dengan berat 50 kg. Pada tahun kedua, penggunaan pupuk terus
meningkat menjadi dua kali lebih banyak dari sebelumnya. Pada tahun ketiga dan
ke empat akan menghabiskan pupuk sebanyak 8 karung dengan komposisi Urea:
SP-36: Phonska (8 : 6 : 6) per hektar dengan frekuensi pemberian pupuk sebanyak
3 kali per tahun. Pupuk NPK sering digunakan petani untuk mengganti pupuk
phonska apabila terjadi keterlambatan pupuk subsidi dari pemerintah. Pemberian
pupuk yang dilakukan oleh petani di Desa Kundi dilihat dari frekuensinya telah
sesuai dengan yang dianjurkan. Pupuk diberikan 3 sampai 4 kali sesuai dengan
awal musim hujan. Banyaknya pupuk yang diberikan pada setiap pohon lada
terkadang tidak sesuai dengan anjuran karena pengalaman yang didapatkan petani
secara turun-menurun. Jumlah pupuk yang diberikan juga terkadang disesuaikan
dengan kondisi keuangan petani. Kegiatan pemberian pupuk tetap dilakukan
meskipun dalam jumlah yang terbatas hanya saja pemberian pupuk yang tidak
sesuai akan berpengaruh terhadap produksi lada putih.
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Lada
Berdasarkan teori yang telah dijelaska bahwa tanaman lada di Bangka
Belitung sangat rentan terhadap penyakit kuning dan busuk pangkal batang.
43
43
43
43
Hampir 35% dari pertanaman lada biasanya terserang penyakit tersebut. Hal yang
sama juga terjadi pada tanaman lada putih di Desa Kundi yang cukup rentan
terhadap hama dan penyakit. Penyakit kuning adalah penyakit yang susah
diberantas. Tanaman yang terserang penyakit ini akan terbawa jika bagian
tanaman tersebut digunakan sebagai bibit. Masalah ini juga telah memperpendek
umur produktif tanaman lada di Bangka Belitung hingga menjadi hanya 5 sampai
7 tahun. Adanya hama dan penyakit yang tidak terkendali dengan baik merupakan
salah satu faktor penyebab penurunan produksi lada putih. Secara umum, hama
utama yang menyerang tanaman lada di Desa Kundi terdiri dari penggerek batang
dan penghisap buah. Sementara penyakit utama tanaman lada adalah busuk
pangkal batang, penyakit kuning, dan penyakit kerdil/ keriting.
a. Hama penggerek batang (Lophobaris piperis).
Cara pengendalian : disemprot dengan menggunakan matador/baycid.
b. Hama penghisap buah (Dasynus piperis).
Cara pengendalian : disemprot dengan menggunakan matador/baycid
c. Penyakit busuk pangkal batang (BPB)
d. Penyakit kuning
e. Penyakit kerdil/ keriting
Pengendalian tanaman lada yang terkena penyakit busuk pangkal batang,
penyakit kuning, penyakit kerdil atau keriting biasanya dilakukan dengan
membuang bagian tanaman yang sakit, mencabut tanaman yang sakit, hingga
mati. Namun, biasanya tanaman lada yang terserang penyakit tersebut dibiarkan
begitu saja karena petani tidak mengetahui cara pengendalian terhadap penyakit
tersebut. Keterbatasan pengetahuan petani, membuat pengendalian hama dan
penyakit di Desa Kundi belum dilakukan dengan baik dan sesuai pedoman. Hal
ini tentunya mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi lada yang dihasilkan.
Panen dan Pascapanen
Secara umum, tidak ada perbedaan dalam budidaya antara lada hitam dan
lada putih, perbedaannya hanya pada saat penanganan pada saat panen. Budidaya
lada di Bangka menggunakan tiang panjat mati sebagai medium jalar lada. Masa
produktif lada dengan tiang panjat mati hanya 3 tahun dengan produktivitas
optimum minimal 1 ton/ha. Namun, budidaya lada dengan media tiang panjat
mati dengan pemeliharaan yang baik akan mulai berproduksi pada umur 2 sampai
3 tahun hingga tanaman berumur 10 tahun. Pengetahuan petani yang terbatas
terhadap pengendalian hama dan penyakit dan pemeliharaan yang baik
menyebabkan kegiatan budidaya lada putih tidak optimal. Hal inilah yang
tentunya akan berdampak pada masa produksi lada putih di Bangka Belitung
yang hanya 3 tahun (umur ekonomis bibitnya hanya 6 tahun).
Sejak terbentuknya bunga sampai buah matang memerlukan waktu cukup
lama, yaitu sekitar 8 sampai 9 bulan. Umumnya, fase produksi lada di Desa Kundi
terjadi pada saat umur lada kurang lebih 4 tahun. Pada tahun ketiga sebenarnya
pohon lada sudah menghasilkan namun hasilnya masih sedikit sekali sehingga
umumnya para petani mengganggap panen lada terjadi pada tahun ke empat. Lada
merupakan tanaman yang hanya menghasilkan buah lada sebanyak satu kali
dalam setahun. Panen lada berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Periode
pemetikan lada dilakukan dalam berkali-kali selama musim panen, biasanya 2
sampai 3 kali petik dengan selang waktu 2 minggu. Pemetikan buah lada
44
dilakukan dengan memotong bagian tangkainya. Buah lada dapat dipanen apabila
dalam satu tangkai sudah terdapat minimal satu buah yang sudah berwarna kuning
kemerahan. Buah yang terlalu matang (berwarna merah) akan menurunkan mutu
lada karena akan menghasilkan produk lada berwarna kehitaman.
Pada tahun ke 3, rata-rata hasil panen lada putih adalah sebanyak 133 kg.
Pada tahun ke 4, rata-rata hasil panen lada putih adalah sebanyak 1247 kg. Pada
tahun ke 5, rata-rata hasil panen lada putih adalah sebanyak 800 kg dan pada
tahun ke 6, yang merupakan masa akhir produksi lada putih rata hasil panen lada
putih mengalami penurunan menjadi 393 kg. Penerimaan tertinggi terjadi pada
tahun ke empat, dimana tahun keempat merupakan puncak produksi dari lada.
Hasil yang diperoleh dari budidaya lada di Desa Kundi belum sesuai dengan
kondisi normal yang diharapkan. Pada puncak produksi, produktivitas lada putih
yang dihasilkan di Desa Kundi hanya 0.8 kg per pohon, padahal produktivitas
lada putih pada saat puncak produksi seharusnya mencapai 1.5 kg - 2 kg per
pohon. Produktivitas lahan pada tanaman menghasilkan (TM) per ha kondisi
normal yang diharapkan dalam MP-PKT lada ditunjukkan pada tabel 15.
Tabel 15 Produksi dan produktivitas lada pada kondisi normal per hektara
Tahun Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha)
TM-I 1 500 0.6
TM-II 3 750 1.5
TM-III 1 500 0.6
TM-IV 1 250 0.5
TM-V 1 000 0.4 aSumber: Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM (2013)
12
Perawatan atau pemeliharaan tanaman lada seperti: pemberian pupuk,
pengendalian hama dan penyakit yang kurang optimal, pemeliharaan lainnya
merupakan faktor penyebab produktivitas dan produksi lada tidak optimal.
Tahapan pengolahan lada putih di Desa Kundi masih dilakukan secara manual.
Lada yang telah dipanen dimasukkan ke dalam karung dan diikat, selanjutnya
direndam dalam air mengalir dan bersih selama 10 sampai 15 hari. Perendaman
dilakukan untuk memisahkan lada dari kulit dan tangkai lada. Setelah
perendaman, lada dicuci bersih, biji lada dijemur sampai kering dan dihasilkan
biji lada putih. Lamanya penjemuran lada bergantung pada keadaan cuaca.
Biasanya pada musim kemarau hanya membutuhkan tiga hari untuk
mengeringkan lada dan menghasilkan lada putih. Berdasarkan penelitian
terdahulu diperoleh bahwa hasil pengolahan tersebut akan diperoleh lada putih
kering dengan rendemen berkisar antara 15 sampai 45% atau rata-rata 24%.
Selain harga jual, jumlah produksi lada putih juga akan mempengaruhi
besarnya penerimaan petani. Selama ini, meskipun kegiatan budidaya lada putih
ini menguntungkan petani secara finansial namun produksi yang dihasilkan belum
mencapai produksi yang optimal. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pemeliharaan
12
“Bank Indonesia- pola pembiayaan usaha kecil (ppuk)-perkebunan lada” [Agustus 2013]
45
45
45
45
yang kurang optimal karena keterbatasan pengetahuan petani. Oleh sebab itu,
diperlukan upaya peningkatan produksi agar kegiatan budidaya lada putih dapat
meningkatkan kesejahteraan petani lada dan menghasilkan produksi sesuai yang
diharapkan.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi
dilakukan berdasarkan sifatnya yang turun menurun. Apabila dilihat dari
lokasinya, Desa Kundi merupakan sentra produksi lada putih di Kabupaten
Bangka Barat dan merupakan salah satu desa pengembangan pemerintah dalam
budidaya lada putih. Kegiatan budidaya lada putih juga sudah lama dilakukan di
desa ini sebagai aktivitas masyarakat untuk menghasilkan pendapatan.
Ketersediaan sarana produksi budidaya lada putih cukup mudah untuk diperoleh
petani. Dalam pengolahan pasca panen masih dilakukan secara manual, namun hal
ini bukan suatu hambatan bagi pelaksanaan kegiatan budidaya lada putih di Desa
Kundi. Oleh sebab itu, berdasarkan aspek teknis yang telah dianalisis maka dapat
disimpukan bahwa berdasarkan aspek teknis, kegiatan budidaya lada putih masih
layak untuk dijalankan. Hanya saja, para petani desa perlu mendapatkan
sosialisasi dan pengetahuan mulai dari cara budidaya yang baik menurut GAP
(Good Agricultural Practice), teknologi budidaya sebagai pendukung, seperti:
penggunaan bibit unggul, pengendalian hama dan penyakit untuk meningkatkan
mutu dan kualitas serta jumlah produksi lada putih.
Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen dalam budidaya lada putih di Desa Kundi
ditinjau melalui beberapa faktor, yaitu: pengetahuan, pengalaman, dan keahlian
para petani dalam melakukan budidaya lada putih, kemampuan manajerial para
petani, manajemen petani dalam kaitannya dengan hubungan kepada para
pedagang pengumpul.
a. Pelaksanaan kegiatan budidaya
Kegiatan budidaya lada di Desa Kundi merupakan kegiatan yang sudah
sejak lama dilakukan dan sifat budidayanya turun-menurun. Tahapan
pelaksanaannya sudah dilakukan dengan baik mulai dari mempersiapkan lahan
melalui pengolahan tanah sampai kegiatan pengangkutan. Keterbatasan
pengetahuan petani membuat manajemen yang kurang terstruktur dalam bentuk
pencatatan tertulis. Dalam hal ini, petani tidak membuat rincian pembukuan
mengenai pengeluaran dan pemasukan dari budidaya lada. Mengatasi
keterlambatan datangnya pupuk subsidi dari pemerintah biasanya petani tetap
memupuk namun membelinya di toko pertanian biasa dengan harga yang pastinya
lebih tinggi. Kegiatan pemupukan terkadang disesuaikan dengan kondisi
keuangan petani tanpa mengikuti pedoman jumlah takaran yang dianjurkan.
Dalam pemasaran, petani menjual lada putih kering kepada pengumpul desa
dengan sistem bayaran tunai. Sebelum menjual hasil panen ladanya, petani juga
melihat tingkat harga jual lada putih di pengumpul desa. Hal ini dilakukan untuk
memaksimalkan keuntungan dan menghindari kerugian dalam budidaya lada
putih ini, karena keadaan harga jual lada putih yang sangat berfluktuatif dan hasil
panen yang juga tidak maksimal. Apabila harga jual rendah dan belum
46
membutuhkan uang, petani biasanya lebih memilih untuk menyimpan hasil panen
lada putihnya karena lada putih merupakan produk tabungan bagi petani bukan
sebagai mata pencaharian utama. Penyimpanan lada dilakukan di rumah masing-
masing petani. Apabila pengeringan lada putih dilakukan secara maksimal maka
lada yang disimpan akan bertahan sampai 12 tahun.
b. Manajemen sumber daya manasia
Dalam melakukan budidaya lada putih, tenaga kerja merupakan salah satu
faktor produksi yang dibutuhkan oleh petani. Tenaga kerja terbagi dari tenaga
kerja dalam dan luar keluarga. Berdasarkan jenis kelaminnya terbagi atas tenaga
kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Petani lada di Desa kundi biasanya
menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, seperti: istri, anak atau mantu. Hal ini
dikarenakan kegiatan budidaya lada merupakan usaha petani sebagai pendapatan
keluarga. Selain itu, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dilakukan untuk
menghemat penggunaan biaya terhadap tenaga kerja karena upah yang dibayarkan
cukup mahal. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga biasanya dibutuhkan pada
saat panen lada. Para petani lada juga menerapkan sistem besaoh (gotong-royong)
untuk saling membantu secara bergantian dalam kegiatan budidaya, misalnya
pada saat pembukaan lahan dan awal penanaman. Pemberian upah pada kegiatan
budidaya lada di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka
Barat, disesuaikan dengan jenis kegiatan dan jenis kelaminnya. Standar upah yang
diberikan sesuai dengan standar upah tenaga kerja yang berlaku di desa tersebut.
Petani menghabiskan waktu kurang lebih 6 jam dalam satu hari untuk
melakukan aktivitas budidaya lada dengan hari kerja sebanyak 6 hari dalam satu
minggu. Hari jum’at merupakan hari libur bagi petani untuk melakukan aktivitas
di kebun. Dalam budidaya lada di Desa Kundi, terdapat sistem (besaoh) gotong
royong antar sesama petani lada/ masyarakat misalnya; pada saat pembukaan
lahan, mencari rebak untuk keperluan tanam maka petani lada lainnya akan
membantu petani yang baru akan menanam lada tersebut. Hal itu akan dilakukan
bergantian kepada petani lada yang ikut membantu. Kegiatan gotong-royong antar
sesama petani juga merupakan cara petani untuk menghemat biaya tenaga kerja
dan mempererat silaturahmi. Penggunaan tenaga kerja usaha budidaya lada putih
di Desa Kundi berdasarkan perhitungan HOK dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16 Penggunaan tenaga kerja (HOK) pada usaha budidaya lada putih di
Desa Kundi Kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat
Kegiatan
HOK ∑ Persentase
Dalam
Keluarga
Luar
Keluarga HOK (%)
Pengolahan tanah 14.1
14.1 2.6
Pembuatan lubang tanam 14.1
14.1 2.6
Penanaman 3.9 2.4 6.3 1.2
Pemupukan 7.2
7.2 1.3
Pemeliharaan 147.8
147.8 27.2
Panen 157.2 180.2 337.3 62.0
Pengangkutan 14.8 14.8 3.2
Total 359 182.5 544.1 100
47
47
47
47
1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dalam budidaya lada dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja
laki-laki keluarga dengan waktu persiapan 10 hari dan jam kerja 6 jam perhari.
Waktu tersebut merupakan waktu yang dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk
mempersiapkan lahan seluas satu hektar. Besarnya upah yang diberikan biasanya
ditetapkan berdasarkan luasan tanah yang diolah. Dalam satu hektar
membutuhkan biaya sebesar Rp1000 000.00 per tenaga kerja. Pengolahan tanah
hanya dilakukan pada tahun pertama.
2. Pembuatan lubang tanam
Pembuatan lubang tanam disesuaikan dengan jumlah pohon yang akan
ditanam. Berdasarkan perhitungan HOK, kegiatan ini dilakukan oleh 2 orang
dengan waktu 10 hari. Namun,besarnya upah yang diterima tenaga kerja untuk
pembuatan lubang tanam di Desa Kundi dihitung per lubang tanam. Upah yang
dibayar adalah Rp1 500.00 per lubang tanam.
3. Penanaman
Penanaman lada hanya dilakukan sekali pada tahun pertama
pembudidayaan. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu satu hari dengan enam jam
kerja dan membutuhkan 8 tenaga kerja. Upah yang diterima tenaga kerja sebesar
Rp1 500.00 per bibit yang ditanam.
4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan lada meliputi: pengikatan sulur panjat,
pemangkasan tanaman, pengendalian hama dan penyakit serta penyiangan rumput
di sekitar tanaman. Pemeliharaan lada menggunakan 3 orang tenaga kerja.
Penyiangan gulma atau rumput dilakukan secara rutin dan terbatas, yaitu
sebanyak lima kali dalam setahun. Kegiatan ini dilakukan dengan intensitas 4 kali
dalam setahun dan menghabiskan waktu 10 hari dalam sekali penyiangan.
Pengikatan tanaman lada sulur panjat biasanya dilakukan satu bulan sekali, namun
hal ini juga bergantung pada frekuensi pemberian pupuk pada tanaman lada. Upah
yang diterima tenaga kerja sebesar Rp75 000 per HOK. Dalam setahun, total hari
dari kegiatan pemeliharaan lada adalah sebanyak 62 hari atau 147.8 HOK.
5. Pemupukan
Kegiatan pemupukan terdiri dari pemberian pupuk kandang, pupuk organik,
dan pupuk kimia (Urea, SP36, NPK dan Phonska). Kegiatan tersebut dilakukan
oleh 2 orang. Pemupukan hanya menghabiskan waktu satu hari. Pupuk tersebut
hanya disebarkan di sekitar tanaman. Kegiatan ini dilakukan setiap 4 bulan sekali
sehingga dalam satu tahun ada 3 kali pemberian atau kegiatan pemupukan. Pada
tahun kelima dan keenam pemberian pupuk hanya dilakukan 2 kali dalam setahun
atau 6 bulan sekali. Total hari kegiatan ini adalah 3 hari dalam setahun atau 7.2
HOK. Upah yang diberikan dihitung berdasarkan HOK, yaitu Rp75 000.00 per
HOK.
6. Panen
Tanaman lada adalah tanaman yang hanya menghasilkan buah lada sekali
dalam setahun. Panen lada berlangsung selama 2 sampai 3 bulan. Periode
48
pemetikan lada dilakukan dalam berkali-kali selama musim panen, biasanya 2-3
kali petik dengan selang waktu 2 minggu. Pada saat panen, membutuhkan
banyak tenaga kerja untuk memrtik buah lada. Setiap panen, membutuhkan
jumlah tenaga kerja yang berbeda karena setiap panen menghasilkan jumlah yang
berbeda. Panen pertama terjadi pada tahun ketiga dimana lada yang dihasilkan
belum banyak sehingga hanya menggunakan 2 orang tenaga kerja dalam keluarga
dalam 6 hari panen. Pada tahun keempat membutuhkan tenaga kerja paling
banyak karena merupakan puncak panen selama masa produksi lada. Tenaga kerja
yang dibutuhkan sebanyak 8 orang dengan hari panen sebanyak 31 hari. Panen
tahun kelima, membutuhkan sebanyak 7 orang tenaga kerja dan tahun keenam
membutuhkan 3 orang tenaga kerja karena hanya menghasilkan lada dalam
jumlah yang sedikit. Total hari pada panen ketiga dan keempat adalah sebanyak
30 hari dan 20 hari. Tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dalam kegiatan
panen merupakan warga sekitar Desa Kundi. Upah yang diberikan adalah sebesar
Rp75 000.00 per HOK. Kegiatan panen merupakan kegiatan budidaya lada
dengan HOK terbesar, yaitu 337.3 HOK atau 62% dari penggunaan tenaga kerja.
7. Pengangkutan
Penggunaan tenaga kerja pada saat setelah panen, biasanya digunakan untuk
melakukan kegiatan pengangkutan ke tempat pencucian lada. Pengangkutan
membutuhkan maksimal oleh 2 orang tenaga kerja dengan waktu kerja sesuai
dengan banyaknya hari panen lada. Upah yang diterima tenaga kerja sebesar
Rp75 000.00 per HOK.
Kegiatan budidaya lada mulai dari pengolahan tanah, pembuatan lubang
tanam, pemeliharaan, pemupukan dan pengangkutan umumnya dilakukan oleh
tenaga kerja dalam keluarga. Namun, pada saat penanaman, dan panen, yang
membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga menggunakan tenaga kerja luar
keluarga. Kegiatan panen merupakan kegiatan dengan HOK terbesar. Berdasarkan
aspek manajemen yang telah dianalisis dapat disimpulkan usaha budidaya lada
layak untuk dilaksanakan. Pengelolaan terhadap ketersediaan tenaga kerja telah
dilakukan dengan baik. Upah yang diberikan jelas dan sesuai dengan standar
daerah tersebut. Meskipun petani belum mampu membuat manajemen terstruktur
karena keterbatasan pengetahuan namun Manajemen dalam pelaksanaannya telah
dilakukan dengan baik karena pengalaman turun–menurun yang telah dimiliki
petani. Permasalahan terkait dengan biaya dan keterlambatan terhadap input
produksi dapat diatasi oleh petani.
Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan
Aspek Sosial
Pelaksanaan budidaya lada putih di Desa Kundi memberikan dampak sosial
yang positif bagi masyarakat. Pertama, kegiatan budidaya lada putih mampu
memberikan pendapatan tambahan kepada masyarakat Desa Kundi melalui
penggunaan tenaga kerja pada kegiatan budidaya lada putih ini. Apalagi dalam
musim panen lada putih yang umumnya satu tahun sekali akan membutuhkan
tenaga kerja yang cukup banyak untuk memetik buah lada putih. Pada saat panen,
biasanya menggunakan tenaga kerja perempuan yang merupakan ibu-ibu
masyarakat sekitar Desa Kundi sehingga akan membantu meningkatkan
49
49
49
49
kesejahteraan rumah tangga masyarakat Desa Kundi. Meskipun bukan merupakan
tenaga kerja tetap namun bagi mereka pekerjaan tersebut dirasakan telah cukup
mengurangi pengangguran. Selain itu, dengan adanya kegiatan budidaya lada
putih menciptakan suatu perkerjaan bagi masyarakat untuk berperan sebagai
pedagang pengumpul. Dalam hal ini, pedagang pengumpul melakukan kegiatan
pemasaran lada putih dengan membeli hasil panen lada putih dari petani
kemudian menjualnya kepada pihak pengumpul besar dengan margin tertentu.
Kedua, dengan adanya kegiatan budidaya lada putih ini para petani dan
masyarakat Desa Kundi merasa memiliki hubungan dan ikatan sosial yang
semakin baik dan kuat. Hal ini terlihat adanya sistem (besaoh) gotong royong
antar sesama petani lada atau masyarakat dalam kegiatan budidaya lada putih,
misalnya: pada saat pembukaan lahan, mencari rebak untuk keperluan tanam
maka petani lada lainnya akan membantu petani yang baru akan menanam lada
tersebut. Hal itu akan dilakukan bergantian kepada petani lada yang ikut
membantu. Pada kenyataannya, selain dapat menambah ikatan silaturahmi yang
baik, kegiatan besaoh ini juga dilakukan untuk menghemat biaya operasional
tenaga kerja yang harus dibayarkan petani.
Aspek Ekonomi
Secara aspek ekonomi, dampak kegiatan budidaya lada putih dapat dilihat
dari peningkatan pendapatan masyarakat yang menjadi tenaga kerja luar keluarga.
Dalam pemetikan lada, biasanya petani menggunakan tenaga kerja perempuan
tambahan yang berasal dari luar keluarga. Para tenaga kerja tersebut memang
bukan tenaga kerja tetap dari budidaya lada putih. Dalam sekali musim panen
selama 2 sampai 3 bulan mereka mendapatkan upah sebesar Rp60 000.00 per hari
selama 30 hari, karena pemetikan buah lada dilakukan 2 sampai 3 kali selama
musim panen.
Aspek ekonomi juga dapat ditinjau dari kegiatan para pedagang pengumpul
dalam memasarkan hasil panen lada putih yang sebagian besar merupakan warga
sekitar Desa Kundi. Dengan kegiatan tersebut, sebagian masyarakat Desa Kundi
dapat memperoleh penghasilan dari pemasaran lada putih. Pedagang pengumpul
desa hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp250.00 sampai Rp1 000.00 per
kg lada putih yang dipasarkan. Pemasaran lada putih yang dilakukan petani
terhadap pedagang pengumpul biasanya bergantung pada keadaan harga jual.
Kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi juga akan meningkatkan pendapatan
daerah, devisa negara karena lada putih di desa ini merupakan komoditas
perkebunan ekspor untuk mencukupi kebutuhan akan permintaan lada putih di
pasar internasional.
Aspek Lingkungan
Analisis aspek lingkungan dari budidaya lada di Desa Kundi menunjukkan
bahwa tidak ada dampak merugikan yang ditimbulkan dari adanya kegiatan
budidaya lada. Pada dasarnya, tempat pencucian lada yang merupakan sungai
mengalir dan bersih terletak jauh dari pemukiman warga, sehingga bau yang
ditimbulkan dari perendaman lada berhari-hari tidak menggangu masyarakat.
Sementara itu, tangkai dan sampah lainnya akibat aktivitas pengolahan
pascapanen lada juga dibuang pada tempatnya. Selama melakukan budidaya lada
putih, belum ada dampak serius yang dirasakan oleh masyarakat setempat.
50
Berdasarkan analisis terhadap aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan,
kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang teritip,
Kabupaten Bangka Barat masih layak dilakukan. Hal ini karena secara aspek
sosial dan ekonomi masih memberikan manfaat untuk masyarakat sekitar daerah
pemerintah setempat, dan penghasil devisa negara karena lada putih merupakan
komoditas ekspor. Selain itu, dari kegiatan budidaya lada putih ini juga tidak ada
dampak lingkungan merugikan yang dirasakan oleh masyarakat.
ASPEK FINANSIAL
Arus Penerimaan (Inflow)
Penerimaan merupakan segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan
pada usaha budidaya lada putih. Penerimaan hasil penjualan yang diterima para
petani berasal dari penjualan bibit lada putih pada tahun kedua dan hasil produksi
lada putih mulai tahun ke 3 sampai tahun ke 6. Selain itu, nilai sisa juga dihitung
sebagai penerimaan di akhir umur usaha. Pada musim panen selama 2 sampai 3
bulan tersebut, para petani melakukan pemanenan sebanyak 2 sampai 3 kali petik,
yaitu berselang dua minggu sekali. Pada musim panen, para petani menghasilkan
lada putih dengan jumlah yang bervariasi antara 100 kg sampai 2 000 kg.
Penerimaan yang diperoleh didapatkan dari harga yang berlaku pada saat itu.
Harga jual bibit lada putih, Rp6 000.00 per pohon dan harga jual lada putih
sebesar Rp83 000.00 per kg. Perincian penerimaan usaha budidaya lada putih
dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17 Komponen penerimaan pada usaha budidaya lada putih pada luasan
1 hektar di Desa Kundi
Tahun Penjualan
Jumlah Harga Total Penerimaan
(Rp) (Rp)
1. - - - -
2. Bibit lada 2 000 6 000 12 000 000
3. Produksi Lada 133 83 000 11 039 000
4. Produksi Lada 1 247 83 000 103 501 000
5. Produksi Lada 800 83 000 66 400 000
6. Produksi Lada 393 83 000 32 619 000
Total 225 559 000 Keterangan: Jumlah bibit lada (Pohon), produksi lada (Kg)
51
51
51
51
Nilai Sisa
Nilai sisa merupakan tambahan manfaat yang diperoleh diakhir tahun yang
merupakan nilai dari barang modal yang tidak habis pakai selama umur proyek.
Nilai sisa berasal dari investasi yang belum habis umur ekonomisnya selama umur
proyek. Komponen nilai sisa pada budidaya lada putih meliputi: lahan, cangkul,
parang, linggis dan komponen lainnya yang digunakan sampai habis pakai atau
rusak atau bernilai 0 di akhir umur proyek. Nilai sisa yang diperoleh dari
budidaya lada putih sebesar Rp5 217 150.00. Lahan merupakan komponen yang
memiliki nilai sisa karena selama umur bisnisnya tidak mengalami penyusutan
sehingga diperoleh nilai sisa sebesar Rp5000 000.00 yang merupakan nilai lahan
pada saat pembelian. Selain itu, nilai sisa diperoleh dari adanya reinvestasi
terhadap peralatan cangkul, parang, dan linggis yang setelah reinvestasi masih
terdapat nilai pakainya. Adapun besarnya nilai sisa dari masing-masing peralatan
tersebut adalah Rp86 400.00, Rp72 750.00, dan Rp58 000.00. Perhitungan nilai
nilai dari biaya investasi pada budidaya lada putih dapat dilihat pada tabel 18. .
Tabel 18 Nilai sisa dari biaya investasi pada budidaya lada putih pada luasan
1 hektar
Jenis
Investasi
Satuan Harga
satuan
(Rp)
Jumlah Nilai
Beli
(Rp)
Umur
pakai
(tahun)
Nilai
sisa
Akhir
Penyusutan
Per tahun
Lahan Ha 5 000 000 1 5 000 000 5 000 000
Bibit lada Pohon 6 000 1557 9 342 000 6
Cangkul Unit 54 000 2 108 000 5 86 400 21 600
Parang Unit 48 500 2 97 000 4 72 750 24 250
Linggis Unit 29 000 3 87 000 3 58 000 29 000
Ajir/Tajar Pohon 17 000 1557 26 469 000 5
Total 5 217 150 74 850
Arus Pengeluaran (Outflow)
Arus Pengeluaran merupakan aliran kas yang dikeluarkan pada kegiatan
budidaya lada putih. Arus Pengeluaran berupa biaya-biaya yang dikeluarkan pada
saat akan memulai suatu kegiatan usaha maupun selama berlangsungnya suatu
usaha. Komponen Outflow terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal tahun proyek
atau awal periode dan pada saat tertentu untuk memperoleh manfaat beberapa
tahun (periode) kemudian. Biaya tersebut dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha budidaya lada
putih. Rincian mengenai berbagai komponen investasi, biaya perolehannya,
beserta umur ekonomis komponen-komponen investasi ini dapat diamati pada
tabel 19.
52
Tabel 19 Rincian biaya investasi dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan 1 hektar
No. Komponen Satuan Jumlah Harga Jumlah Persentase
(Rp) (Rp) (%)
1 Lahan Ha 1 5 000 000 5 000 000 12.16
2 Bibit Pohon 1557 6 000 9 342 000 22.73
3 Cangkul Unit 2 54 000 108 000 0.26
4 Parang Unit 2 48 500 97 000 0.24
5 Linggis Unit 3 29 000 87 000 0.21
6 Ajir/Tajar Pohon 1557 17 000 26 469 000 64.40
Total 41 103 000 100.00
Biaya investasi pada budidaya lada putih terdiri dari beberapa komponen,
yaitu: lahan, bibit lada, cangkul, parang, linggis, dan ajir/tajar. Masing-masing
komponen tersebut memiliki nilai umur ekonomis yang berbeda. Umur ekonomis
terbesar terdapat pada bibit lada pada penelitian ini adalah enam tahun dengan
masa produksi sebanyak tiga kali. Namun, umur ekonomis lada juga bergantung
pada pemeliharaan. Dengan pemeliharaan yang baik, umur tanaman lada akan
mencapai belasan 10 sampai 12 tahun. Penentuan umur usaha budidaya lada putih
pada perhitungan ini menggunakan umur ekonomis dari tanaman lada (bibit
lada), yaitu enam tahun karena memiliki umur ekonomis terbesar.
1. Lahan
Lahan untuk budidaya lada putih merupakan lahan milik petani. Perhitungan
harga jual lahan di Desa Kundi berdasarkan luasan tanah per hektar, yaitu
Rp5 000 000.00 per hektar. Lahan merupakan investasi yang tidak mengalami
penyusutan karena diprediksi mengalami peningkatan harga jual setiap tahunnya.
Dalam investasi kegiatan budidaya lada putih, biaya lahan diasumsikan dari biaya
yang harus dikeluarkan pada awal usaha budidaya untuk membeli lahan seluas 1
hektar sebesar Rp5 000 000.00 per hektar.
2. Bibit lada
Bibit lada memiliki umur ekonomis selama 6 tahun. Penentuan umur usaha
dari budidaya lada dilihat berdasarkan umur ekonomis bibit lada karena memiliki
umur bisnis terlama. Biaya pembelian untuk bibit lada adalah sebesar Rp6 000.00
per pohon. Bibit yang dibeli merupakan bibit yang siap tanam.
3. Cangkul
Cangkul merupakan peralatan dari kegiatan budidaya lada putih yang
berfungsi untuk membuat parit dan lubang tanam. Rata-rata setiap petani memiliki
2 unit cangkul dengan masa pakai selama 5 tahun. Harga cangkul sebesar
Rp54 000.00 per unit.
4. Parang
Parang digunakan pada saat persiapan lahan dan menebas rumput. Dalam
satu petani, rata-rata memiliki 2 unit parang dengan umur pakai selama 4 tahun.
Harga parang adalah sebesar Rp48500.00 per unit.
53
53
53
53
5. Linggis
Dalam kegiatan budidaya lada, linggis memiliki fungsi sebagai alat untuk
membersihkan rumput saat penyiangan. Linggis memiliki umur pakai selama 3
tahun. Rata-rata petani memiliki 3 unit linggis dalam pembudidayaan lada. Harga
linggis adalah sebesar Rp29 000.00 per unit.
6. Ajir/Tajar
Ajir/ tajar merupakan kayu yang digunakan sebagai tempat jalar pohon lada.
Istilah ajir digunakan untuk kayu yang berukuran kecil dan dipakai pada saat
pohon lada berumur 3 sampai 18 bulan. Setelah itu diganti dengan kayu yang
lebih besar dan kuat (tajar) sampai abisnya umur usaha budidaya lada. Biaya
pembelian ajir sebesar Rp2 000.00 per pohon dan tajar Rp 15 000.00 per pohon.
Biaya pembelian terhadap ajir/tajar merupakan biaya investasi terbesar pada
kegiatan budidaya lada putih, yaitu Rp26 469 000 atau 64.40% dari total
keseluruhan biaya investasi. Harga ajir/tajar sesuai dengan kualitas kayu.
Selain biaya investasi, terdapat biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh
petani lada agar kegiatan budidaya lada putih tetap berjalan ketika ada komponen
peralatan telah habis umur ekonomisnya karena setiap tahunnya peralatan tersebut
mengalami penyusutan. Komponen investasi yang memiliki umur ekonomis akan
dilakukan reinvestasi setiap akhir periode umur ekonomis. Kebutuhan peralatan,
seperti: cangkul, parang, dan linggis akan direinvestasi pada tahun tertentu sesuai
dengan umur ekonomisnya. Reinvestasi cangkul akan dilakukan pada tahun
keenam, sementara reinvestasi parang akan dilakukan pada tahun kelima dan
reinvestasi linggis akan dilakukan pada tahun keempat.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan
budidaya lada putih. Biaya operasional termasuk semua biaya produksi,
pemeliharaan, dan lainnya yang menggambarkan pengeluaran selama kegiatan
budidaya lada putih dalam periode produksi. Komponen biaya operasional terdiri
dari biaya variabel dan biaya tetap.
a. Biaya Variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang menggambarkan pengeluaran untuk
menghasilkan produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu
periode produksi. Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi terdiri
dari beberapa komponen, yaitu: biaya pupuk, obat-obatan, tali, dan biaya tenaga
kerja. Setiap tahunnya, nilai biaya variabel dari budidaya lada putih tidaklah sama
karena bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan dari budidaya lada
putih.
1. Pupuk
Dalam kegiatan budidaya lada putih, para petani menggunakan beberapa
jenis pupuk. Dalam perhitungan ini, hanya digunakan jenis pupuk organik, urea,
NPK, SP-36/ TSP dan phonska, karena jenis-jenis pupuk tersebut merupakan jenis
pupuk yang paling banyak digunakan oleh para petani. Sementara itu, pupuk yang
lainnya memiliki fungsi yang hampir sama dengan jenis pupuk yang digunakan
54
dalam perhitungan, sehingga dapat disetarakan dan dianggap sebagai pengganti.
Data dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20 Penggunaan pupuk dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar
Jenis Harga Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6
Pupuk
Persatuan
(kg)
Jumlah (Kg)
Organik 1000 600 - - - - -
Urea 2200 100 150 300 400 400 400
SP-36 2400 50 100 200 300 300 300
NPK 9000 50 50 50 50 50 50
Phonska 2800 50 50 100 100 100 100
Total (Kg) 850 350 750 850 850 850
Biaya (Rp) 2 490 000 2 580 000 4 710 000 6 540 000 4 210 000 4 210 000
2. Pestisida/ Obat
Dalam budidaya lada putih di Desa Kundi, terdapat beberapa jenis obat atau
pestisida yang digunakan untuk meningkatkan fungsi tanaman dan menjaga
tanaman dari serangan berbagai hama dan penyakit. Dalam analisis ini, jenis-jenis
obat atau pestisida yang digunakan dalam perhitungan dibatasi pada jenis-jebis
obat, yaitu: furadan, matador, dan baycid. Hal ini dikarenakan jenis-jenis obat
tersebut tidak seluruhnya digunakan oleh para petani dan terdapat beberapa jenis
obat yang memiliki fungsi yang sama. Petani yang satu dapat menggunakan jenis
obat A sementara petani yang lain menggunakan jenis obat B. Oleh karenanya,
dalam perhitungan ini hanya digunakan beberapa jenis obat yang dapat mewakili
jenis obat yang lainnya karena memiliki fungsi yang sama dan merupakan jenis-
jenis obat yang paling banyak digunakan oleh para petani. Data dapat dilihat pada
tabel 21.
Tabel 21 Penggunaan obat-obatan/ pestisida dalam budidaya lada putih pada
luasan 1 hektar
Jenis obat/ pestisida Harga
per satuan
Jumlah Waktu pemakaian
Furadan 25 000/ 2 kg 10 Pada awal penanaman
Matador 20 000/ btl 1 Setelah pemupukan
Baycid 20 000/ btl 1 Setelah pemupukan
Penggunaan jenis obat atau pestisida furadan dalam budidaya lada hanya
digunakan sekali, yaitu pada saat awal penanaman. Sehingga pada tahun pertama
biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan furadan sebesar Rp250 000.00.
Sementara itu, jenis obat atau pestisida matador dan baycid dapat saling
menggantikan karena memiliki fungsi yang sama. Penggunaan pestisida hanya
dilakukan petani apabila terdapat serangan dari hama dan penyakit. Biasanya
pemyemprotan obat atau pestisida dilakukan setelah pemupukan. Adapun biaya
55
55
55
55
yang dikeluarkan untuk pembelian obat atau pestisida tersebut sebesar
Rp60 000.00 pada tahun pertama sampai tahun keempat dan Rp40 000.00 pada
tahun kelima dan keenam.
3. Tali
Penggunaan tali diperlukan untuk mengikat lada ke tiang panjat (tajar).
Dalam satu hektar, petani membutuhkan kurang lebih 6 gulungan tali setiap tahun
dengan harga Rp9000.00 per gulungan. Setiap tahunnya, petani harus
mengeluarkan biaya sebesar Rp54 000.00 untuk pembelian tali. Namun,
penggunaan tali ini juga bergantung kesuburan dari tanaman lada.
4. Tenaga kerja
Dalam kegiatan budidaya lada putih tenaga kerja variabel merupakan tenaga
kerja yang melakukan kegiatan yang saling berpengaruh terhadap output. Pada
umumnya, petani menggunakan tenaga kerja keluarga dalam budidaya lada putih.
Para petani hanya menggunakan jasa para tenaga kerja pada waktu tertentu. Pada
tahun pertama terdapat pengeluaran biaya tenaga kerja yang digunakan untuk
melakukan pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, dan menanam lada. Pada
saat mulai menghasilkan, jika hasil panen sedikit maka jumlah tenaga kerja akan
berkurang, bahkan petani tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena
petani dapat melakukan kegiatan pemanenan sendiri. Dalam penelitian ini, biaya
tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan ke dalam perhitungan sebagai biaya
yang diperhitungkan. Selama panen lada, yaitu 2 sampai 3 bulan, lada dipetik
sebanyak 2 sampai 3 kali atau sebanyak 20 sampai 30 hari kerja, kecuali pada
tahun ketiga hanya 6 hari karena produksi lada masih sangat sedikit. Waktu yang
digunakan adalah 6 jam per hari, yaitu 3 jam di pagi hari dan 3 jam di siang
sampai sore hari. Rincian biaya tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 22.
Tabel 22 Rincian biaya tenaga kerja dalam budidaya lada putih pada luasan
1 hektar
Kegiatan ∑ Upah Total Persentase
HOK (Rp) Biaya (Rp) (%)
Pengolahan Tanah 14.1 1 000 000/ha 2 000 000 4.46
Pembuatan Lubang Tanam 14.1 1 500/lubang 2 335 500 5.20
Penanaman 6.3 1 500/pohon 2 335 500 5.20
Pemupukan 7.2 75 000/HOK 536 250 1.19
Pemeliharaan 147.8 75 000/HOK 11 085 000 24.69
Panen 1 3.0 75 000/HOK 225 000 0.50
Panen 2 161.4 75 000/HOK 12 103 000 26.96
Panen 3 137.7 75 000/HOK 10 323 750 23.00
Panen 4 35.3 75 000/HOK 2 646 750 5.90
Pengangkutan panen 1 0.9 75 000/HOK 67 500 0.15
Pengangkutan Panen 2 9.1 75 000/HOK 682 500 1.52
Pengangkutan Panen 3 4.4 75 000/HOK 330 000 0.74
Pengangkutan Panen 4 2.9 75 000/HOK 217 500 0.48
Total 544.1 44 888 750 100.00
56
Dalam perhitungan biaya tenaga pada tabel 23 dapat dilihat bahwa biaya
penggunaan tenaga kerja terbesar terdapat pada total kegiatan selama panen, yaitu
sebesar 56.36 persen. Pada tahun pertama, terdapat penggunaan biaya tenaga kerja
untuk pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam dan penanaman. Sementara itu,
pemupukan dan pemeliharaan diperhitungkan pada tahun pertama hingga tahun
keenam dengan jumlah yang tetap. Biaya penggunaan tenaga kerja untuk panen
dan pengangkutan diperhitungkan pada tahun ketiga sampai tahun keenam.
Secara keseluruhan pengeluaran biaya variabelnya, biaya tenaga kerja
merupakan biaya variabel terbesar pada kegiatan budidaya lada putih di Desa
Kundi dengan persentase 78.18% atau sebesar Rp93 018 000.00 selama umur
bisnis. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 24.
Tabel 23 Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan
1 hektar
Komponen Biaya Tahun ke- Total
(Rp)
Persentase
(%) 1 2 3 4 5 6
Pupuk 2 490 000 2 580 000 4 710 000 6 540 000 4 210 000 4 210 000 24 740 000 20.79 Pestisida 250 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 890 000 0.75
Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 324 000 0.27 Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 93 018 000 78.18
Total 23 0696 25 16 955 250 21 507 750 37 660 750 30 829 000 13 063 000 118 972 000 100.00
b. Biaya Tetap
Biaya tetap dalam kegiatan budidaya lada putih adalah biaya-biaya yang
diperhitungkan terkait dengan biaya PBB. Pajak bumi bangunan dibayarkan setiap
tahunnya untuk tanah yang dijadikan perkebunan lada sebesar Rp15 000.00.
Dalam laporan laba rugi terdapat biaya tetap berupa nilai penyusutan dari
peralatan sebesar Rp74 850.00 per tahunnya.
Analisis Laba Rugi
Penyusunan laporan laba rugi dalam budidaya lada putih berkaitan dengan
total penerimaan, pengeluaran, penyusutan, dan kondisi keuntungan yang
diperoleh dalam satu tahun produksi. Berdasarkan perhitungan tersebut, bahwa
total laba bersih setelah pajak yang diperoleh dalam budidaya lada putih adalah
Rp106 047 900.00 selama umur usaha budidaya lada putih. Rata-rata laba bersih
per tahun sebesar Rp17 674 650.00. Rincian laporan laba rugi dapat dilihat pada
lampiran 5..
Analisis Kelayakan Investasi
Dalam menganalisis kelayakan investasi budidaya lada putih di Desa Kundi,
digunakan kriteria investasi yang berupa: Net present value (NPV), Internal Rate
of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP).
Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari perhitungan cashflow dapat
dilihat pada tabel 24. Sementara itu, rincian cahsflow budidaya lada putih dapat
dilihat pada lampiran 6.
57
57
57
57
Tabel 24 Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari hasil perhitungan
cashflow
Kriteria
Investasi
Nilai Indikator
Kelayakan
Hasil Kelayakan
NPV (Rp) 42 469 987 > 0 Layak
IRR (%) 22 > 5.75 Layak
Net B/C 1.72 >1 Layak
PP (Tahun) 4 tahun 3 bulan 8 hari < 6 Layak
Net Present Value (NPV)
Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui nilai kini manfaat bersih
yang diperoleh selama periode kegiatan budidaya lada putih. Nilai NPV dapat
dilihat pada cashflow (Lampiran 6). Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan
nilai NPV dari budidaya lada putih adalah sebesar Rp42 469 987. Nilai ini
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi akan
menghasilkan manfaat bersih tambahan sebesar Rp42 469 987. Uraian tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi ini layak untuk
dilaksanakan, karena menghasilkan NPV lebih besar dari nol (NPV > 0).
Internal Rate of Return (IRR)
Dalam menghitung kelayakan budidaya lada putih pada tingkat Internal
Rate of Return (IRR) maka dilakukan dengan membandingkan hasil Internal Rate
of Return (IRR) yang diperoleh dengan nilai opportunity cost of capital (OCC).
Nilai OCC yang digunakan sebagai pembanding dan indikator kelayakan
berdasarkan kriteria IRR dalam analisa ini adalah sebesar 5.75%. Nilai tersebut
merupakan nilai suku bunga BI rate seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan
asumsi perhitungan. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 6) didapatkan nilai
IRR dari kegiatan budidaya lada putih adalah sebesar 22%. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kegiatan budidaya lada putih terhadap
investasi yang ditanamkan adalah sebesar 22%. Nilai IRR yang diperoleh
berdasarkan hasil perhitungan ini lebih besar dibandingkan dengan nilai OCC
yang telah ditentukan, yaitu sebesar 5.75% (IRR=22% > 5.75%). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi
layak untuk dilaksanakan. Terdapat hubungan antara IRR dan NPV. IRR
merupakan tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0.
Artinya, pada saat tingkat discount rate sebesar 22% akan menghasilkan NPV
sama dengan 0. Adapun hubungan antara NPV dan IRR ditunjukkan pada
gambar 8.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Berdasarkan hasil perhitungan cashflow (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa
nilai Net B/C Ratio yang diperoleh dari kegiatan budidaya lada putih adalah
sebesar 1.72. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tambahan biaya sebesar Rp1.00
akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp1.72 pada kegiatan budidaya
lada putih di Desa Kundi. Nilai Net B/C Ratio yang dihasilkan lebih besar dari 1
(Net B/C Ratio=1.72 > 1). Berdasarkan indikator kelayakan kriteria Net B/C Ratio
dapat disimpulkan bahwa kegiatan budidaya lada putih layak untuk dilakukan.
58
Gambar 2 Aplikasi hubungan antara NPV dan IRR
Payback Period (PP)
Payback Period (PP) merupakan suatu perhitungan untuk melihat jangka
waktu pengembalian modal dari pelaksanaan kegiatan budidaya lada. Dalam
kegiatan budidaya lada putih ini, diperoleh Payback Period (PP) selama 4 tahun 3
bulan 8 hari. Bila dibandingkan dengan umur usaha budidaya lada putih selama 6
tahun maka jangka waktu pengembalian modal kegiatan budidaya lada putih ini
lebih cepat daripada umur usaha sehingga kegiatan budidaya lada putih layak
untuk dilaksanakan.
Nilai IRR dan Net B/C Ratio yang didapatkan pada perhitungan ini
mempunyai nilai yang lebih kecil dari penelitian terdahulu. Pada kedua penelitian
terdahulu yang dilakukan pada tahun 2004 dan tahun 2002, nilai IRR yang
diperoleh adalah sebesar 37.50% dan 32.49% dengan perolehan Net B/C Ratio
sebesar 2.5 dan 1.23. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya: biaya investasi yang dikeluarkan untuk keperluan kayu panjat, biaya
operasional untuk pembelian sarana dan prasarana produksi yang terus meningkat
setiap tahunnya akibat pengaruh inflasi atau faktor lainnya, serta tingkat suku
bunga (discount factor) yang ditetapkan pada perhitungan tersebut. Selain itu,
perbedaan pada umur ekonomis bibit lada, harga jual lada putih yang
berfluktuatif, dan faktor lainnya. Meskipun demikian, kegiatan budidaya lada
putih yang sejak lama diusahakan ini sampai sekarang masih layak untuk
dilakukan karena masih memberikan manfaat bagi petani dan masyarakat
khususnya, serta pemerintah pada umumnya.
Analisis Switching Value
Analisis switching value merupakan variasi dari analisis sensitivitas yang
digunakan untuk melihat perubahan maksimal agar kegiatan budidaya lada putih
di Desa Kundi masih layak untuk di lakukan. Variabel yang digunakan adalah
penurunan harga jual lada putih, penurunan produksi lada putih, dan kenaikan
biaya pupuk. Adanya perubahan tersebut tentunya akan mempengaruhi
perhitungan cashflow dari sisi inflow (penerimaan) dan outflow (pengeluaran).
NPV
i = Discount rate (%)
5.75 22
IRR 42 469 987
0
8
59
59
59
59
Perubahan variabel ini menyebabkan keuntungan mendekati normal dimana NPV
mendekati atau sama dengan nol.
Berdasarkan simulasi penurunan harga jual lada putih pada proyeksi arus
kas, diperoleh hasil switching value sebesar 25.64% atau sebesar Rp61 718.80
dari harga sekarang. Pada simulasi penurunan jumlah produksi diperoleh
switching value sebesar 25.64%. Kedua simulasi tersebut menghasilkan NPV
sama dengan 0, IRR sama dengan nilai discount rate-nya, dan Net B/C Ratio sama
dengan satu. Sementara itu, pada simulasi kenaikan biaya pupuk switching value
yang didapatkan adalah 311.637% yang menghasilkan NPV sama dengan 0, IRR
sama dengan nilai discount rate-nya, dan Net B/C Ratio sama dengan satu. Dari
hasil perhitungan ketiga skenario tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya
lada putih masih layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan jumlah produksi
dan harga jual lada putih sebesar 25.64% dan kenaikan biaya pupuk sebesar
311.637%. Apabila terjadi perubahan penurunan harga jual dan poduksi lada putih
melebihi 25.64% dan kenaikan biaya pupuk lebih dari 311.637% maka budidaya
lada putih ini tidak layak untuk dilakukan karena secara perhitungan finansial
tidak lagi menguntungkan. Usaha budidaya lada putih lebih sensitif terhadap
penurunan harga jual dan penurunan jumlah produksi daripada peningkatan biaya
pupuk. Kenaikan biaya pupuk pada budidaya lada putih tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Secara aspek non finansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, dan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan kegiatan budidaya
lada putih di Desa Kundi layak untuk dilaksanakan.
2. Secara aspek finansial, kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi layak
untuk dilaksanakan karena kriteria penilaian investasi yakni NPV (Net
Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C ratio, dan PP
(Payback Period) memenuhi indikator kelayakan.
3. Hasil perhitungan analisis switching value menunjukkan bahwa variabel
penurunan jumlah produksi dan harga jual lada putih adalah sama, yaitu
sebesar 25.64%. Sementara itu, switching value pada simulasi kenaikan
biaya pupuk sebesar 311.637%. Dalam keadaan tersebut merupakan
perubahan maksimal yang masih dapat meghasilkan kegiatan lada putih
layak untuk dilaksanakan. Variabel penurunan harga jual dan jumlah
produksi lebih sensitif dibandingkan kenaikan biaya pupuk.
60
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dalam pelaksanaan kegiatan budidaya
lada putih di Desa Kundi :
1. Petani sebaiknya diberikan insentif seperti: pemberian bibit lada unggul,
pupuk, dan kayu panjat yang berkualitas untuk mendorong minat petani
kembali menanam lada.
2. Meskipun kegiatan budidaya lada telah dilakukan secara turun menurun
namun pengetahuan petani terhadap cara budidaya lada yang baik masih
kurang sehingga menyebabkan produksi lada yang dihasilkan kurang
optimal. Oleh sebab itu, untuk mendukung pengoptimalan kualitas dan
produktivitas lada putih di Desa Kundi, Kecamatan Simpang Teritip,
Kabupaten Bangka Barat diperlukan pedampingan dari penyuluh pertanian
lapangan agar petani paham dan aplikatif terhadap pengelolaan agribisnis
lada yang baik.
3. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, dan pemeliharaan
lainnya, harus dilakukan dengan baik sesuai dengan jumah yang disarankan
untuk mendapatkan kualitas dan produktivitas yang optimal. Adanya
penerapan teknologi yang tepat dengan teknik budidaya intensif juga sangat
diharapkan untuk peningkatan produksi lada putih. 4. Perlu adanya koordinasi dan pengendalian yang baik pada pengadaan input
pupuk agar tidak terjadi kelangkaan pada saat musim tanam. Sementara itu,
untuk melidungi harga lada putih yang diterima petani agar tetap tinggi dapat
dilakukan dengan membentuk kelompok atau kantor pemasaran bersama.
DAFTAR PUSTAKA [BALITTRO]. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Perkebunan Lada.
2005. Pedoman Budidaya Tanaman Lada. Provinsi Lampung.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Statistik Pekebunan. Luas Areal Dan
Produksi, dan Produktivitas Lada Nasional Tahun 2008-2012. Jakarta :
Pusat Data dan Informasi.
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
2013. Statistik Perkebunan. Luas Tanam dan Rata-Rata Produksi di
Beberapa Wilayah. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
. 2013. Luas areal dan Produksi Lada Putih Di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2005-2011. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
. 2013. Luas Areal Dan Produksi, Dan Produktivitas Lada Putih Pada
Enam Kabupaten Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2011.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
61
61
61
61
[Diperindag] Dinas Perindustrian dan Perdagangan. 2013. Volume dan Nilai
Ekspor Lada Putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2009-
2011. Jakarta : Pusat Data dan Informasi.
[Dirjen Perkebunan] Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Perkembangan
Volume Ekspor Komoditas Primer Perkebunan Tahun 2008-2013. Jakarta
: Pusat Data dan Informasi.
Ginting, Kristiawan H. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Produksi Lada di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian.Penerjemah,
Komet Mangiri, Slamet Sutomo. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI), 1986.
[IPC] International Pepper Community. 2011. Volume Ekspor Lada Putih
Bangka Belitung Di Pasar Internasional, Tahun 2006-2010. Jakarta:
International Pepper Community. www. Kompas. Com
Kementrian Pertanian. 2012. Statistik Perfkebunan Indonesia Lada Tahun 2005-
2011. Luas Areal Lahan dan Produksi, Produktivitas Lada Putih di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Manohara, Dyah. 2011. Good Agricultural Practice (GAP. Jakarta: International
Pepper Community. (IPC)
Nurasa, Tjetjep . 2002. Analisis Kelayakan Finansial Lada Putih di Kabupaten
Bangka. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor, Jawa Barat.
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor:
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Sumantri, Basuki, dan Mery. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Lada
(Pepper nigrum, L) Di Desa Kunduran Kecamatan Ulu Mui Kabupaten
Lahat Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, Volume 6,
No 1, 2004, Hlm. 32-42.
Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Proyek Peningkatan Penelitian
Pendidikan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan Nasional.
Suwarto, Yuke. 2010. Budidaya Tanman Perkebunan. Jakarta: Penebar Swadaya
Syam, Ammirudin. 2000. Efisiensi Produksi Komoditas Lada Putih Di Bangka
Belitung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi
Tenggara.
[TKTM] Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Lada. Bandung: CV
Nuansa Aulia.
Umar, Husein. 2001. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
.2005. Studi Kelayakan Bisnis “Teknik Menganalsis Kelayakan Rencana
Bisnis secara Komprehensif. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
62
Lampiran 1 Luas areal dan produksi lada per Provinsi di Indonesia tahun 2009
dan 2010
Provinsi
2009 2010
Luas
Areal (Ha)
Produksi
(Ton)
Luas
Areal (Ha)
Produksi
(Ton)
Nangro Aceh Darussalam 1 022 274 1 026 259
Sumatera Utara 162 83 153 86
Sumatera barat 485 138 519 145
Riau 18 3 15 3
Kepulauan Riau 309 61 310 55
Jambi 233 33 267 34
Sumatera Selatan 11 074 10 568 11 886 11 121
Bangka Belitung 36 961 15 601 36 790 16 416
Bengkulu 7 089 3 690 6 943 3 882
Lampung 64 073 22 311 63 819 22 281
Jawa Barat 2 787 866 2 790 911
Banten 1 050 196 1 089 206
Jawa Tengah 1 577 965 1 687 1 016
DI Yogyakarta 61 10 66 11
Jawa Timur 958 322 1 041 339
Bali 24 4 24 5
Nusa Tenggara Barat 162 30 149 31
Nusa Tenggara Timur 553 84 610 88
Kalimantan Barat 9 629 4 620 9 416 4 861
Kalimantan Tengah 4 334 1 734 4 152 1 825
Kalimantan Selatan 979 366 1 048 385
Kalimantan Timur 14 906 8 980 13 973 9 177
Sulawesi Utara 423 82 419 86
Sulawesi Tengah 2 144 258 2 413 272
Sulawesi Selatan 12 589 6 365 12 593 5 271
Sulawesi barat 446 70 446 65
Sulawesi Tenggara 11 775 5 104 12 522 5 371
Maluku Utara 77 7 86 7
Papua 41 9 42 9
Indonesia 185 941 82 834 186 294 84 214
63
63
63
63
Lampiran 2 Karakteristik petani responden budidaya lada putih di Desa Kundi
No Nama Umur
(Tahun) Pendidikan
Pekerjaan
Utama
Pekerjaan
Sampingan
Jumlah
Anggota Keluarga
Lama
Melakukan Budidaya
Lada Putih
1. M. Sali Usman 44 SMA Petani - 7 15 tahun
2. Iwan 46 SMA Petani - 4 21 tahun
3. Nadiono 45 SMA Petani Kepala Desa 5 25 tahun
4. Usman 40 SD Petani - 5 15 tahun
5. Muzakir 35 SD Petani Swasta 5 10 tahun
6. H. Rahim 53 Tidak
Sekolah
Petani - 6 39 tahun
7. H. Ajio 61 Tidak
sekolah
Petani - 6 42 tahun
8. H. Jamaluddin 48 Tidak sekolah
Petani - 9 35 tahun
9. Mulyadi 38 SMA Petani - 4 15 tahun
10 Naning 34 SMP Petani - 3 10 tahun
11 Jemaun 45 SMP Petani Nelayan 7 17 tahun
12 Matjais 42 SD Petani 3 15 tahun 13 Darman 27 SMA Petani Tambang
Timah
3 13 Tahun
14 Karya 41 SMA Petani - 5 22 tahun 15 Rusman 45 SD Petani - 6 25 tahun
16 Arba’i 49 SD Petani - 3 33 tahun
17 Saryadi 44 SMP Petani - 4 25 tahun 18 Abdullah 33 Madrasah
Aliyah
Petani - 3 10 tahun
19 Dedi S. 31 Madrasah Aliyah
Petani 3 10 tahun
20 Masidan 43 Madrasah
Aliyah
Petani - 5 15 tahun
21 Armin 34 Tidak
Sekolah
Petani - 4 12 tahun
22 Imron 51 D2 PNS Petani 5 20 tahun
23 Leuspik 32 SLTA Petani - 5 12 tahun 24 Rasidi 65 SMP Petani - 12 41 tahun
25 Kidin 38 SD Petani - 4 21 tahun
26 Dulani 44 SMA Petani - 5 24 tahun
27 Iyas Budaya 40 SMA Petani - 5 14 tahun
28 Taurat 58 Tidak Sekolah
Petani - 7 42 tahun
29 H. Abidin 55 SD Petani - 5 40 tahun
30 Suhar 45 SMP Petani - 3 23 tahun
64
64
Lampiran 3 Hasil panen lada putih dari responden petani di Desa Kundi
Petani Responden Jenis Bibit
Luas
Jumlah Pohon Mortalitas
(pohon)
Hasil Panen (Kg) Per Musim Panen
Lahan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun (Ha) ke -3 ke – 4 ke-5 ke-6 ke - 7
M. Sali Usman Kasar 0.5 1000 200 0 600 500 0 0
Iwan Kasar 1,5 3000 200 0 1200 1000 700 0
Nadiono Cunuk 0,5 1000 200 400 800 500 200 100 Usman Kasar 0.5 1000 25 0 700 150 100 0
Muzakir Merapen 0,25 500 100 0 600 400 500 0
H. Rahim Kasar 0,5 1000 200 0 600 400 200 0 H. Ajio Kasar 1 2000 400 0 2000 1300 400 0
H. Jamaluddin Merapen 1 2000 350 0 1500 1000 300 0
Mulyadi Merapen 0.5 1000 150 0 800 500 200 0 Naning Merapen 0,25 400 100 0 300 150 100 0
Jemaun Merapen 0,25 500 10 0 500 600 400 0 Matjais Kasar 1 2000 100 0 1700 900 300 0
Darman Kasar 0,5 1000 200 0 1000 700 300 0
Karya Cunuk 1 2500 500 200 1500 1300 800 500 Rusman Merapen 0,5 1000 200 0 800 500 0 0
Arba’i Kasar 1 2000 500 0 1400 500 400 0
Saryadi Cunuk 1 2000 200 400 2000 2000 1000 500 Abdullah Merapen 0,5 1000 50 0 800 400 100 0
Dedi S. Kasar 0,25 500 20 0 500 150 200 0
Masidan Kasar 0,5 2000 100 500 1700 900 500 0 Armin Merapen 0,5 1000 100 0 600 300 500 0
Imron Kasar 0,5 2000 120 0 1900 1000 500 0
Leuspik Kasar 0,5 1300 30 0 1200 850 0 0 Rasidi Merapen 0,5 1000 100 600 800 400 150 0
Kidin Merapen 0,5 1000 150 400 800 500 10 0
Dulani Kasar 0,5 1000 100 0 1000 1100 800 0 Iyas Budaya Kasar 0,5 1000 100 400 1000 400 200 0
Taurat Kasar 0,5 1000 200 0 800 300 150 0
H. Abidin Kasar 0,5 1000 50 500 1000 800 600 0 Suhar Kasar 1 2000 250 0 1700 900 400 0
Rata-Rata 0.85 1323 167 113 1060 680 334 37
Konversi 1 ha 1557 196 133 1247 800 393
Konversi ke 1 hektar =1/0.85 ha x jumlah pohon (jumlah panen)
65
65
65
65
Lampiran 4 Rata-rata peralatan petani responden dalam budidaya lada putih
No Jumlah Umur pakai Harga satuan
Cangkul Parang Linggis Tali Cangkul Parang Linggis Tali Cangkul Parang Linggis Tali
1 2 2 2 16 5 3 5 3 45000 50000 25000 6000
2 1 2 2 5 5 3 1 1 50000 50000 30000 8000
3 2 2 2 5 5 2 2 1 50000 40000 25000 6000
4 6 2 3 1 4 3 3 4 55000 50000 35000 25000
5 2 3 4 3 3 5 3 1 50000 65000 25000 6000
6 1 1 2 6 4 3 1 2 45000 35000 25000 6000
7 4 4 4 10 5 3 3 6 60000 90000 60000 9000
8 2 3 3 5 5 1 3 6 60000 25000 50000 6000
9 1 2 2 5 5 3 5 2 60000 50000 25000 6000
10 1 1 2 3 5 3 3 1 70000 50000 25000 6000
11 4 2 4 1 4 4 5 1 50000 40000 30000 8000
12 1 2 1 10 4 1 4 6 40000 46000 15000 20000
13 2 2 2 20 5 5 5 3 50000 50000 25000 7000
14 3 3 3 10 5 3 3 2 40000 35000 25000 6000
15 1 2 2 6 2 3 5 1 50000 40000 25000 6000
16 3 3 3 8 5 3 3 1 50000 60000 30000 6000
17 2 4 4 10 4 2 3 2 50000 50000 20000 15000
18 3 3 2 6 4 2 3 1 50000 35000 20000 6000
19 1 1 1 1 5 1 3 1 50000 60000 25000 9000
20 2 2 3 6 5 3 3 1 60000 50000 25000 6000
21 1 1 1 3 5 5 6 1 50000 50000 30000 15000
22 2 2 6 6 4 4 4 1 80000 35000 35000 6000
23 1 1 1 6 2 2 3 2 50000 50000 25000 5000
24 3 3 3 5 6 6 6 1 75000 70000 30000 5000
25 1 1 1 5 6 4 4 1 50000 40000 30000 6000
26 3 3 3 6 6 2 6 1 60000 50000 30000 12000
27 2 2 2 2 3 2 3 2 50000 50000 30000 12000
28 2 2 2 5 5 4 3 1 60000 45000 30000 12000
29 1 1 2 6 3 3 3 1 40000 40000 30000 9000
30 2 2 3 8 6 5 3 1 65000 50000 30000 12000
Rataan 2 2 3 6 5 3 4 2 54000 48500 29000 9000
66
Pag
e66
Lampiran 5 Laporan laba/rugi pada budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan 1 hektar
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6
PENERIMAAN A. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000
B. Bibit Lada Putih 12 000 000
TOTAL PENERIMAAN 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000 BIAYA VARIABEL
A. Pupuk
- Pupuk Organik 600 000 - Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000
- Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000 -Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000
- Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000
B. Pestisida - Puradan 250 000
- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
- Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
C. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000
D. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000
TOTAL BIAYA VARIABEL
21 206 250 14 375 250 16 797 750 31 120 750 26 619 000 8 853 000
LABA KOTOR -21 206 250 - 2 375 250 -5 758 750 72 380 250 39 781 000 23 776 000
BIAYA TETAP A. Biaya Pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
B. Penyusutan 74 850 74 850 74 850 74 850 74 850 74 850
TOTAL BIAYA TETAP 89 850 89 850 89 850 89 850 89 850 89 850
LABABERSIH SEBELUM
BUNGA DAN PAJAK
-21 296 100 - 2 465 100 -5 848 600 72 290 400 36 691 150 23 676 150
BIAYA BUNGA 0 0 0 0 0 0 LABABERSIH SEBELUM
PAJAK
-21 296 100 - 2 465 100 -5 848 600 72 290 400 36 691 150 23 676 150
PAJAK 0 0 0 0 0 0 LABA BERSIH
SETELAH PAJAK
-21 296 100 - 2 465 100 -5 848 600 72 290 400 36 691 150 23 676 150
67
67
67
67
Lampiran 6 Cashflow Budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan lahan
1 hektar
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6
INFLOW 1. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000
2. Bibit Lada Putih 12 000 000
3. Nilai Sisa 5 217 150 TOTAL INFLOW 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 37 836 150
OUTFLOW
BIAYA INVESTASI a. Lahan 5 000 000
b. Bibit 9 342 000 c. Cangkul 108 000 108 000
d. Parang 97 000 97 000
e. Linggis 87 000 87 000 f. Ajir/Tajar 26 469 000
TOTAL BIAYA
INVESTASI
41 103 000 87 000 97 000 108 000
BIAYA
OPERASIONAL
A. Biaya Variabel a. Pupuk
- Pupuk Organik 600 000
- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000
- Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000
- Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000 b. Pestisida
- Puradan 250 000
- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000
d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 B. Biaya Tetap
Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL
21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000
TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 976 000
NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -5 773 750 72 278 250 39 669 000 28 860 150 DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72
PV NET BENEFIT
(NPV)
-58 935 461 -2 137 384 -4 882 214 57 794 449 29 995 035 20 635 563
PV Benevit / Tahun - 10 730 513 9 334 447 82 760 488 50 207 223 27 053 576
PV Cost/ Tahun 58 935 461 12 867 897 1 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013
NPV 42 469 987
IRR 22% PV POSITIF 101 405 448
PV NEGATIF -58 935 461
NET B/C 1.72 PAYBACK PERIOD 4 tahun 3
bulan 8 hari
68
Lampiran 7 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan harga jual lada
putih yaitu 25.64% atau Rp61 718.80
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6
INFLOW
1. Produksi Lada Putih 8 203 358 76 961 068 49 373 580 24 254771
2. Bibit Lada Putih 12 000 000
3. Nilai Sisa 5 217 150
TOTAL INFLOW 0 12 000 000 8 203 358 76 961 068 49 373 580 29 471 921 OUTFLOW
BIAYA INVESTASI
a. Lahan 5 000 000
b. Bibit 9 342 000 c. Cangkul 108 000 108 000
d. Parang 97 000 97 000 e. Linggis 87 000 87 000
f. Ajir/Tajar 26 469 000
TOTAL BIAYA INVESTASI
41 103 000 87 000 97 000 108 000
BIAYA
OPERASIONAL
A. Biaya Variabel
a. Pupuk
- Pupuk Organik 600 000 - Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000
- Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000
-Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000
b. Pestisida
- Puradan 250 000 - Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
- Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000
B. Biaya Tetap
Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
TOTAL BIAYA
OPERASIONAL
21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000
TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 731 000 8 976 000 NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -8 604 392 45 738 318 22 642 580 20 495 921
DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72
PV NET BENEFIT
(NPV)
-58 935 461 -2 137 384 -7 275 772 36 572 840 17 120 799 14 654 978
PV Benevit / Tahun - 10 730 513 6 940 890 61 538 879 37 332 987 21 072 991 PV Cost/ Tahun -58 935 461 12 867 897 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013
NPV 0
IRR 5.75% PV POSITIF 58 935 461
PV NEGATIF -58 935 461
NET B/C 1.00 PAYBACK PERIOD -
69
69
69
69
Lampiran 8 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi penurunan jumlah produksi lada
putih sebesar 25.64%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6
INFLOW 1. Produksi Lada Putih 8 203 358 76 961 068 49 373 580 24 254771
2. Bibit Lada Putih 12 000 000
3. Nilai Sisa 5 217 150 TOTAL INFLOW 0 12 000 000 8 203 358 76 961 068 49 373 580 29 471 921
OUTFLOW
BIAYA INVESTASI
a. Lahan 5 000 000
b. Bibit 9 342 000
c. Cangkul 108 000 108 000 d. Parang 97 000 97 000
e. Linggis 87 000 87 000
f. Ajir/Tajar 26 469 000
TOTAL BIAYA
INVESTASI
41 103 000 87 000 97 000 108 000
BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel
a. Pupuk
- Pupuk Organik 600 000
- Pupuk Urea 660 000 990 000 1 980 000 2 640 000 1 760 000 1 760 000 - Pupuk SP-36/TSP 360 000 720 000 1 440 000 2 160 000 1 440 000 1 440 000
-Pupuk NPK 450 000 450 000 450 000 900 000 450 000 450 000 - Pupuk Phonska 420 000 420 000 840 000 840 000 560 000 560 000
b. Pestisida
- Puradan 250 000
- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000
d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000
B. Biaya Tetap
Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL
21 221 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 634 000 8 868 000
TOTAL OUTFLOW 62 324 250 14 390 250 16 812 750 31 135 750 26 731 000 8 976 000
NET BENEFIT -62 324 250 -2 390 250 -8 604 392 45 738 318 22 642 580 20 495 921
DF (5,75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72
PV NET BENEFIT
(NPV)
-58 935 461 -2 137 384 -7 275 772 36 572 840 17 120 799 14 654 978
PV Benevit / Tahun - 10 730 513 6 940 890 61 538 879 37 332 987 21 072 991
PV Cost/Tahun -58 935 461 12 867 897 14 216 662 24 966 039 20 212 188 6 418 013
NPV 0 IRR 5.75%
PV POSITIF 58 935 461
PV NEGATIF -58 935 461 NET B/C 1.00
PAYBACK PERIOD -
70
Pag
e70
Lampiran 9 Analisis Switching Value Budidaya lada putih di Desa Kundi pada
luasan lahan 1 hektar apabila terjadi kenaikan harga pupuk sebesar
311.637%
Uraian Tahun
1 2 3 4 5 6
INFLOW 1. Produksi Lada Putih 11 039 000 103 501 000 66 400 000 32 619 000
2. Bibit Lada Putih 12 000 000
3. Nilai Sisa 5 217 150 TOTAL INFLOW 0 12 000 000 11 039 000 103 501 000 66 400 000 37 836 150
OUTFLOW
BIAYA INVESTASI
a. Lahan 5 000 000
b. Bibit 9 342 000
c. Cangkul 108 000 108 000 d. Parang 97 000 97 000
e. Linggis 87 000 87 000
f. Ajir/Tajar 26 469 000
TOTAL BIAYA
INVESTASI
41 103 000 87 000 97 000 108 000
BIAYA OPERASIONAL A. Biaya Variabel
a. Pupuk
- Pupuk Organik 1 869 821 - Pupuk Urea 2 056 803 3 085 204 6 170 408 8 227 211 5 484 808 5 484 808
- Pupuk SP-36/TSP 1 121 892 2 243 785 4 487 570 6 731 355 4 487 570 4 487 570 -Pupuk NPK 1 402 366 1 402 366 1,402 366 2 804 731 1 402 366 1 402 366
- Pupuk Phonska 1 308 875 1 308 875 2 617 749 2 617 749 1 745 166 1 745 166
b. Pestisida
- Puradan 250 000
- Matador 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 - Baycid 60 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000
c. Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000
d. Biaya Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000
B. Biaya Tetap
Biaya pajak PBB 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 TOTAL BIAYA
OPERASIONAL 26 491 006 19 850 479 26 780 843 44 976 796 35 543 909 17 777 909
TOTAL OUTFLOW 67 594 006 19 850 479 26 780 843 45 063 796 35 640 909 17 885 909 NET BENEFIT -67 594 006 -7 850 479 -15 741 843 58 437 204 30 759 091 19 950 241
DF (5.75 %) 0.95 0.89 0.85 0.80 0.76 0.72
PV NET BENEFIT (NPV)
-63 918 682 -7 019,973 -13 311 115 46 727 003 23 257 960 14 264 807
PV Benevit / Tahun 10 730 513 9 334 447 82 760 488 50 207 223 27 053 576
PV Cost/ Tahun 63,918,682 17 750 486 22 645 562 36 033 485 26 949 263 12 788 769
NPV 0
IRR 5.75%
PV POSITIF 63 918 682 PV NEGATIF - 63 918 682
NET B/C 1.00
PAYBACK PERIOD -
71
71
71
71
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Belinyu-Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada tanggal 01 November 1991. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara
pasangan Bapak Eduard Syrman dan Ibu Rusmiati. Setelah lulus SD, penulis
melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Belinyu-Bangka. Pada tahun 2009 penulis
lulus dari SMA Negeri 2 Kraatau Steel Cilegon Bogor dan pada tahun yang sama,
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Depertemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan
maupun organisasi. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya yaitu sebagai
Sekretaris One Day No Rice HIPMA IPB tahun 2011, Sekretaris Jelajah Tani
(Fieldtrip Agribisnis 46 Jawa-Bali) tahun 2012, sebagai Staf Konsumsi pada
kegiatan Agribusiness National Competition (Agrination) 2012, sebagai
Bendahara pada kegiatan Agricareer 2012, Staf Humas pada kegiatan Affection
2012. Sedangkan untuk organisasi yang diikuti yaitu sebagai Anggota Agriaswara
tahun 2009-2010, sebagai Sekretaris Departement Career and Development
(CCDD) HIPMA IPB periode 2010-2011, dan sebagai Sekretaris Umum
Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) IPB periode 2011-
2012.
Selama perkuliahan, penulis pernah memperoleh prestasi, diantaranya
sebagai Finalis FEM Ambassador 2010, juara 2 lomba penulisan proposal bisnis
dalam kegiatan Enterprise tingkat TPB (Tahap Persiapan Bersama), juara 1 lomba
masak dalam kegitan I-Food Day dari Himitepa Fateta IPB. Selain itu, penulis
juga mendapatkan Beasiswa POM dari tahun 2009-2010 dan Beasiswa BRI 100
tahun 2011-2012.