ANALISIS EFFEKTIVITAS OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)
MESIN-MESIN UTAMA SEKSI M/C CRANK SHAFT
(Pada salah satu perusahaan otomotif di Indonesia)
, Sulaeman, S.T, M.T
Universitas Mitra Karya
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa effective kah pelaksanaan program TPM tersebut
dilaksanakan, mengetahui factor factor apa saja yang menjadi penyebab menurunnya tingkat produktivitas
mesin. Langkah perbaikan apa saja yang harus diambil didalam mengurangi downtime yang terjadi dan
mengantisifasinya . Dengan menggunakan metode perhitungan nilai OEE dan analisa Six big losses
pengukuran terhadap mesin mesin utama m/c crankshaft dan dimensi yang diukur nya yaitu Availability
time, Performance time dan Quality time digunakan untuk menentukan prioritas perbaikan. Hasil
penelitian menunjukkan nilai yang AV 86%, PR 62,4%, QR 99,7% OEE sebesar 54% Rekomendasi
berdasarkan prioritas utama yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan berdasarkan Analisa six big losses
adalah pergantian mesin yang sudah masanya, peningkatan man power secara terus menerus dan juga
pengawasan yang intensif dari proses engineering.
Kata kunci : OEE, Crankshaft,six big losses dan proses engineering.
PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan dunia industri manufaktur demikian pesatnya sehingga terjadi
peningkatan investasi antara lain dalam bentuk plant baru.Hal ini terjadi pada salah satu produsen
otomotif yang saat ini menguasai hampir 50% dari pangsa pasar otomotif di Indonesia.Semakin
meningkatnya permintaan otomotif dalam negeri khususnya jenis scooter matic, maka produsen
sepeda motor ini telah membangun plant terbaru di Kawasan Industri Karawang, Jawa Barat sejak
tahun 2014.
Plant baru yang didirikan oleh produsen otomotif tersebut berkonsekuensi pada penambahan
investasi jumlah mesin produksi.Mesin produksi merupakan salah satu aspek yang menunjang
proses produksi agar dapat berjalan dengan baik sehingga hal yang diharapkan perusahaan dapat
tercapai dalam waktu yang telah direncanakan.Kehandalan suatu peralatan atau mesin sangat
berhubungan erat dengan kelancaran produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya
sehingga dibutuhkan suatu perawatan mesin yang baik pula.
Salah satu bagian direktorat produksi pada produsen otomotif tersebut adalah proses machining
pada divisi produksi yang menghasilkan crank shaft comp. Data produksi dan defect disajikan
pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Data produksi dan defect produksi tahun 2014
Section
Produksi Defect
Plan Aktual Plan Aktual
cyl head 457.747 442.557 0,34 0,04
cyl comp 455.48 472.566 0,14 0,14
cr.case 1.181.655 1.208.749 0,15 0,12
cr.shaft 1.125.673 1.125.468 0,83 0,89
Sumber:Laporan Hasil Produksi 2014
Tujuan di adakan nya penelitian ini adalah untu mengetahui berapakah tingkat efektivitas mesin
mesin pada sie.m/c canklshaft dengan menghitung nilai OEE nya untuk saat ini dan juga untuk
mengetahui apakah root cause (Akar Masalah) yang terdapat di dalam lini produksi type k.81 (line
2) yang menyebab kan terjadi penurunan kinerja mesin-mesin dan juga memeberikan saran saran
atau usulan untuk meningkatkan produksi kembali.
Pemeliharaan (Maintenance).
Definisi Pemeliharaan.
Menurut Heizer dan Render (2008), pemeliharaan adalah semua aktivitas yang berkaitan dengan
menjaga semua sistem peralatan agar tetap dapat bekerja.
Menurut Blanchard (1995) dalam Said dan Susetyo (2008), Perawatan (maintenance) merupakan
suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem
produksi sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai dengan yang
dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, dimana
apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang sangat tinggi maka lebih intensif.
Konsep Total Productive Maintenance (TPM).
Definisi Total Productive Maintenance (TPM).
Menurut Nakajima (1988) TPM (Total Productive Maintanance) adalah suatu program untuk
pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi, yang melibatkan
seluruh SDM-nya. Jika diimplementasikan secara penuh, TPM secara dramatis meningkat
produktivitas dan kualitas, dan menurunkan biaya. TPM merupakan pemeliharaan produktif yang
dilaksanakan oleh seluruh karyawan melalui aktivitas kelompok kecil yang terencana.
Dalam TPM operator mesin bertanggung jawab untuk pemeliharaan mesin, disamping operasinya.
Implementasi TPM dapat mewujudkan penghematan biaya yang cukup besar melalui peningkatan
produktivitas mesin. Semakin besar derajat otomatisasi pabrik, semakin besar pengurangan biaya
yang diwujudkan oleh TPM (Nakajima, 1988).
Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu filosofi yang bertujuan memaksimalkan
efektifitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri, yang tidak hanya dialamatkan pada
perawatan saja tapi pada semua aspek dari operasi dan instalasi dari fasilitas produksi termasuk
juga di dalamnya peningkatan motivasi dari orang-orang yang bekerja dalam perusahaan itu.
Komponen dari TPM secara umum terdiri atas 3 bagian, yaitu: (Anthara, 2011).
1. Total Approach.
Semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua fasilitas yang ada dalam
pelaksanaan TPM.
2. Productive Action.
Sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan operasi dari fasilitas produksi.
3. Maintenance.
Pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi.
Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan semua
karyawan. Tujuannya adalah mencapai efektifitas pada keseluruhan sistem produksi melalui
partisipasi dan kegiatan pemeliharaan produktif. Dalam program TPM ditekankan keterlibatan
semua orang, sementara semua fokus kegiatan pun dicurahkan bagi mereka. TPM mirip dengan
Total Quality Control (TQC), dimana keterlibatan semua karyawan adalah kunci sukses dalam
mengembangkan kualitas usaha guna memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pengembangan program TPM pun pada prinsipnya sama dengan pengembangan TQC, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sebagai contoh, kemacetan mesin atau kerewelan mesin bisa
dibandingkan dengan cacat produksi yang terjadi pada jalur produksi. Seperti juga mutu yang lebih
baik dibangun pada sumbernya, yaitu proses produksi dan bukan melalui inspeksi, pemeliharaan
produktif lebih disukai daripada pemeliharaan setelah terjadi kerusakan. (Suzaki, 1987 dalam
Anthara, 2011).
Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Borris (2006) menyatakan OEE merupakan pengukuran kritis yang digunakan dalam penerapan
TPM untuk mengevaluasi kapabilitas sebuah peralatan dalam sebuah sistem produksi. OEE terdiri
dari tiga komponen utama yaitu availability, performance, dan quality. Ketiga nilai komponen
tersebut mencakup seluruh pokok permasalahan yang dapat mempengaruhi seberapa banyak
produk yang dapat dihasilkan oleh peralatan dan operator sistem yang digunakan.
Agus jiwantoro et al (2013) menyatakan Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah metode
pengukuran efektivitas penggunaan suatu peralatan yang digunakan sebagai alat ukur (metric)
dalam penerapan TPM guna menjaga peralatan pada kondisi ideal dengan menghapuskan six big
losses peralatan. Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu
Availabilityratio, Performance ratio, dan Quality ratio. Untuk mendapatkan nilai OEE, makaketiga
nilai dari ketiga rasio utama tersebut harus diketahui terlebih dahulu.Nilai OEE diperoleh dengan
mengalikan ketiga rasio utama tersebut.
Six big losses yang pertama dan kedua dikenal sebagai downtime losses yang digunakan untuk
membantu dalam menghitung nilai availability sebuah mesin (singh et al, 2013). Nakajima (1988)
menyatakan bahwa Availability ratio merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan
waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Availability merupakan rasio
dari operation time, dengan mengeliminasi downtime peralatan, terhadap loading time.
Losses yang ketiga dan keempat merupakan kerugian kecepatan yang menentukan performance
efficiency dari sebuah mesin (Singh et al, 2013). Nakajima (1988). menyatakan bahwa
Performance ratio merupakan suatu ratio yang menggambarkan kemampuan dari peralatan dalam
menghasilkan barang. Rasio ini merupakan hasil dari operating speed rate dan netoperating rate.
Operating speed rate peralatan mengacu kepada perbedaan antara kecepatan ideal (berdasarkan
desain peralatan) dan kecepatan operasi aktual. Net operating rate mengukur pemeliharaan dari
suatu kecepatan selama periode tertentu. Dengan kata lain, ia mengukur apakah suatu operasi tetap
stabil dalam periode selama peralatan beroperasi pada kecepatan rendah.
Untuk losses yang kelima dan keenam dianggap sebagai kerugian akibat adanya defects (Bole et
al, 2014). Nakajima (1988) menyatakan bahwa Quality ratio merupakan suatu rasio yang
menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.
Menurut Nakajima (1988) pengalaman perusahaan yang sukses menerapkan TPM
dalam perusahaan mereka nilai OEE yang ideal / diharapkan adalah :
- Avaibility > 90 %
- Performance Efficiency > 95 %
- Quality Product > 99 %
Sehingga OEE yang ideal adalah : 0,90 x 0,95 x 0,99 = 85 %
Untuk lebih jelasnya perhitungan OEE dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Perhitungan OEE berdasarkan six major production losess
(Nakajima, 1988).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggabungkan 2 pendekatan penelitian, yaitu
pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
- Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif untuk menganalisa aspek-aspek penting dalam pemecahan masalah
yang menjadi faktor-faktor dominan dari losses.
- Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan Kuantitatif digunakan untuk menganalisa atau mengukur dari OEE ( Overall
Equipment Effectiveness )
Tehnik Pengumpulan Data .
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara pengadaan data primer maupun data sekunder untuk
keperluan penelitian. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian
adalah :
- Data Primer, data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian secara
langsung dilapangan. Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan metode sebagai berikut
:
a. Observasi Lapangan, pengamatan dilakukan secara langsung pada area kerja seksi m/c
crankshaftdan mengamati masalah-masalah yang terjadi pada sistem produksi.
b. Wawancara, proses tanya jawab antara penulis dengan para narasumber yang menguasai
bidang pekerjaannya, baik kepada kepala seksi, formen, teknisi dan operator dan pihak-
pihak yang terkait diseksi m/c crankshaft.
- Data Sekunder, adalah data yang tidak langsung diamati peneliti. Data ini dapat berupa
dokumentasi perusahaan, hasil penelitian yang sudah lalu dan data lain nya.
Alur Penelitian
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Identifikasi Masalah
Kesimpulan dan Saran
Study literatur
Observasi lapangan
Pengumpulan Data: 1.primer
2.sekunder
Pengolahan Data: 1.pengukuran effektivitas mesin cr.shaft dengan metode OEE 2.Komponen kritis mesin cr.shaft
Hasil dan pembahasan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel.4.1 jam kerja mesin periode Januari-Mei 2015
BULAN HARI TOTAL JAM
KERJA (hari) SHIFT KERJA (jam)
JAN 23 3 460
FEB 20 3 400
MARET 23 3 460
APRIL 22 3 440
MEI 21 3 420
Sumber : laporan produksi tahun 2015
Tabel 4.2 jumlah produksi dan deffect
Sumber : laporan produksi tahun 2015
Tabel 4.3 jumlah Unplanned Downtime
Sumber : laporan produksi tahun 2015
BULAN PRODUKSI DEFECT
( Pcs ) ( Pcs )
JAN 57.004 536
FEB 71.558 464
MARET 65.066 353
APRIL 66.821 416
MEI 36.797 270
MESIN BULAN (Jam)
JAN FEB MARET APRIL MEI
Grinding 74,2 67,16 47,83 48,16 3,5
Fine
Borring 1,75 36,416 6,916 2 1
Gun
Drilling 71,25 5,66 5 23,5
-
TOTAL 147.16 109.25 59.75 73.66 4.5
PEMBAHASAN
Dari data data tersebut di atas maka kita dapat melihat bahwa selama periode januari – mei 2015
jumlah jam kerja tertinggi terjadi pada bulan januari dan maret yaitu selama 460 jam,dan jumlah
defect tertinggi terjadi pada bulan januari sebanyak 536 pcs,sedankan untuk jumlah downtime
tetinggi yang terjadi pada mesin-mesin tersebut di atas pada mesin Grinding (Gerinda) selama
240,85 jam paling tinggi di antara mesin-mesin yang laen nya.
Mungkin juga ini di sebab kan oleh factor usia mesin dan juga factor –factor penyebab laen nya.
Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Availability
Adalah suatu nilai yang menjelaskan tentang pemanfaatan waktu yang tersedia dalam
operasional mesin.Adapun rumus yang di gunakan untuk menghitung mesin grinding adalah;
Availability = Operating time
Loading time x 100%
Loading time = Availability Time – Planned Downtime
= 460 - 69
= 391 jam
Operating time = Loading time – Down time
= 391 – 74.2
= 316.8
= Operating time
Loading time x 100%
Availability = 316.8
319 x 100% = 81%
Hasil Availability Rate periode Januari-Mei 2015
MESIN BULAN ( % )
Rata-rata JAN FEB MARET APRIL MEI
Grinding 81 80 87,7 87 99 86,94 %
Fine Borring 99,5 89,3 98,2 99,5 99,7 97,24 %
Gun Drilling 82 98,3 98,7 94 100 94,60 %
Performance Rate
Adalah suatu nilai perhitungan yang menunjukkan kemampuan dari suatu mesin/peralatan dalam
menghasilkan suatu output.
Perhitungan Performance Rate periode januari – mei 2015
Mesin Grinding (Gerinda), adalah sebagai berikut :
Performance Rate = ACP
IRT x 100%
Keterangan :
ACP = Actual Capacity Production
IRT = Ideal Run Rate
ACP =Total Produksi
OPerating Time x 100%
=57 004
316,8 x 100% = 179,9
Performance Rate = 179,9
300 x 100% = 59%
Hasil perhitungan performance rate periode yang sama
MESIN BULAN
Rata-rata JAN FEB MARET APRIL MEI
Grinding 59,0 87,0 63,0 68,0 35,0 62,40 %
Fine Borring 58,5 94,0 67,7 72,0 41,3 66,70 %
Gun Drilling 81,0 97,0 76,6 86,6 47,0 77,64 %
Quality Rate of Product
Adalah suatu nilai yang menjelaskan kemampuan mesin/psralatan dalam menghasilkan suatu
produk yang sesuai dengan standar (tidak cacat).
Perhitungan Quality Rate Grinding (Gerinda) periode januari – mei 2015
Quality Rate = TP−Da
TP x 100%
= 57004−300
57004 x 100%
= 99,4%
TP = Total Produksi
DA = Deffect Amount (jumlah reject)
Hasil perhitungan Quality Rate periode yang sama
MESIN BULAN ( % )
Rata rata JAN FEB MARET APRIL MEI
Grinding 99,4 99,9 99,9 99,7 99,7 99,72 %
Fine Borring 99,7 99,7 99,6 99,8 99,8 99,72 %
Gun Drilling 99,8 99,7 99,8 99,8 99,7 99,76 %
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan yang di dapat untuk saat ini adalah,untuk mesin Grinding nilai AVailability
86,94% Performance Rate 62,4% Quality Rate 99,7% dengan nilai OEE = 54%, Fine Boring
AVailability 97,24% Performance Rate 66,7% Quality Rate 99,7% dengan nilai OEE = 64%,
Gun Drill AVailability 94,6% Performance Rate 77,64% Quality Rate 99,76% dengan nilai OEE
= 73%. Dari hasil tersebut maka dapat di lihat bahwa mesin yang memiliki nilai OEE yang
terendah saat ini adalah mesin Grinding dan yang tertinggi adalah mesin GunDrill .Akan tetapi
dari semua nilai OEE yang di dapat masih beum memenuhi atau masih di bawah standard world
class yaitu 85% .
Berdasarkan hasil perhitungan six big losess maka penyebab losess terbesar adalah faktor reduce
speed losses selama periode januari – mei 2015 sebesar 60,8% .
Dimana reduce speed losess ini lebih disebab kan oleh karena umur mesin yang sudah tidak muda
lagi (tua) berdasarkan perhitungan nilai ekonomis dan adanya pergantian komponen komponen
mesin yang tidak atau kurang standard sehingga menyebabkan mesin tidak dapat bekerja sesuai
dengan cycle time yang sudah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. F., Zakuan, N., Jusoh, A., &Takala, J. (2012).Relationship of TQM and business
performance with mediators of SPC, lean production and TPM. Procedia-Social and
Behavioral Sciences, 65, 186-191.
Bakri, A. H., Rahim, A. R. A., Yusof, N. M., & Ahmad, R. (2012).Boosting lean production via
TPM.Procedia-Social and Behavioral Sciences, 65, 485–491.
.
Baluch, N. (2012). Maintenance Management Performance of Malaysian Palm Oil Mills (Doctoral
Dissertation, Universiti Utara Malaysia).
Bole, S. B., & Swami, V. (2014, December). Selecting Best Maintenance Policy For Getting
Quality Products With Least Cost. In International Journal of Engineering Development
and Research . IJEDR.
Chiarini, A., &Vagnoni, E. (2015).World-class manufacturing by Fiat.Comparison with Toyota
Production System from a Strategic Management, Management Accounting, Operations
Management and Performance Measurement dimension. International Journal of
Production Research, 53(2), 590-606.
Cua, K. O., McKone, K. E., & Schroeder, R. G. (2001).Relationships between implementation of
TQM, JIT, and TPM and manufacturing performance.Journal of Operations Management,
19(6), 675–694.
Gupta, A. K., & Garg, R. K. (2012). OEE improvement by TPM implementation: A case
study. International Journal of IT, Engineering and Applied Sciences Research, 1(1).
Hanauer, S. B., Feagan, B. G., Lichtenstein, G. R., Mayer, L. F., Schreiber, S., Colombel, J. F.
(2002). Maintenance infliximab for Crohn’s disease: the ACCENT I randomised trial. The
Lancet, 359(9317), 1541–1549.
Huang, S. H., Dismukes, J. P., Shi, J., Su, Q., Wang, G., Razzak, M. A., & Robinson, D. E. (2002).
Manufacturing system modeling for productivity improvement. Journal of Manufacturing
Systems, 21(4), 249-259.
Jiwantoro, A., Argo, B. D., &Nugroho, W. A.
(2013).AnalisisEfektivitasMesinPenggilingTebudenganPenerapan Total Productive
Maintenance. JurnalKeteknikanPertanianTropisdanBiosistem, 1(2)