Download - AGUS ARIANTO-20110210030-REVISI.doc
Tugas Manajemen Agribisnis Tanaman Industri
TANAMAN KAKAO
Anggota Kelompok :
Agus Arianto (20110210030)
Agus Suprianto (20110210011)
Martin Kusumah (20110210026)
Jefi Muhammad Qaris (20110210014)
Yuli Fitriana M (20110210008)
Agroteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di
Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951.
Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun
1975, setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi kakao per hektar melalui penggunaan
bibit unggul Upper Amazon Interclonal Hybrid, yang merupakan hasil persilangan antar
klon dan sabah. Tanaman tropis tahunan ini berasaldari Amerika Selatan. Penduduk Maya
dan Aztec di Amerika Selatan dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan
dan minuman. Sampai pertengahan abad keXVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya
bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini
menyebar ke Amerika Utara, Afrika danAsia.
Tanaman ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1560 oleh orang Spanyol
melalui Sulawesi (Hall. 1949) dan kakao mulai dibudidayakan secara luas sejak tahun 1970.
Pengembangan kakao di Indonesia tersebar di beberapa wilayah, dan yang termasuk propinsi
sentra produksi kakao adalah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Lampung dan Propinsi Bali.
Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan
Ghana, dengan kondisi politik ekonomi yang cukup stabil, menjadikannya berpeluang besar
sebagai pemasok kebutuhan bahan baku baik untuk pasar domestik maupun global. Dengan
kebangkitan dan berkembangnya kapasitas pengolahan industri kakao nasional dan
masuknya beberapa investor asing ke Indonesia di sektor kakao, maka keberlanjutan kakao
Indonesia baik dari sudut produktivitas dan mutu, tidak bisa ditawar lagi, sehingga
diperlukan kiat-kiat/terobosan untuk mengupayakan keberlanjutan kakao Indonesia. Dalam
kurun waktu tiga tahun belakangan ini, grinding kakao Indonesia menunjukkan peningkatan
yang signifikan, yaitu dari 130.000 ton di tahun 2009/2010 menjadi 265.000 ton di tahun
2011/2012.
Gambar 1. Produksi Kakao
Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan volume ekspor dan produk jadi dari
16% di tahun 2009 menjadi 54% di tahun 2012. Di sisi lain ada tendensi sedikit penurunan
produksi kakao yang antara lain disebabkan oleh umur tanaman yang sudah menua,
dibarengi oleh menuanya umur produsen/petani kakao, serangan hama dan penyakit,
menurunnya tingkat kesuburan tanah, kurang tertariknya generasi penerus untuk menjadi
petani kakao, dan persaingan penggunaan lahan antara budidaya kakao dan komoditas
lainnya. Guna mencari solusi terobosan untuk mewujudkan keberlanjutan kakao Indonesia
baik dari sisi produksi maupun mutu dalam mendukung kebijakan program hilirisasi
Pesaing kakao Indonesia di pasar Uni Eropa cukup banyak dan datang dari negara
negara yang memperoleh fasilitas bebas bea masuk, seperti: Pantai Gading yang menguasai
hampir setengah (41,54%) dari pasokan yang dibutuhkan UE, Ghana,Nigeria, Kamerun,
Brazil, Ecuador dan Swiss. Hampir semua negara tersebut kecuali Swiss merupakan negara
beneficiaries dari General System of Preferences (GSP) UE. Fasilitas yang diperoleh melalui
skema GSP tersebut tidak sama antara satu negaradengan negara lainnya. Negara produsen
kakao yang merupakan negara miskin akanmemperoleh fasilitas pembebasan bea masuk.
Sementara negara lain seperti Indonesiayang masuk dalam kelompok negara berkembang
hanya memperoleh pengurangan tarifsebesar 3,5% dari tarif yang berlaku umum (Most
Favoured Nations). Disampig itu,perlakuan khusus juga diberikan bagi negara (Swiss dan
Norwegia) yang memilikiperjanjian perdagangan bebas dengan UE.Jenis kakao yang
terbanyak diimpor oleh Uni Eropa adalah biji kakao (cocoa beans).
BAB II
PEMBAHASAN
I. Varietas Kakao
Varietas kakao yang umumnya ditanam di perkebunan kakao di Indonesia adalah varietas Criolo (Fine Cocoa), Forastero (Bulk Cocoa) dan Trinitario (Hybrid). Dari ketiga jenis tersebut, yang memiliki tingkat produksi tinggi adalah varietas Forastero terutama kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH). UAH juga cepat mengalami masa generatif setelah 2 tahun dan tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback).
II. Agrobisnis Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting
bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong
pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu
kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta
memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan
kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) 2011 dari Direktorat Jenderal Perkebunan,
luas areal kakao di Indonesia mengalami peningkatan pada periode 2000-2011. Perkebunan
Rakyat (PR) mengalami peningkatan secara signifikan, sementara Perkebunan Besar Negara
(PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) relatif stabil. Tahun 2011 luas areal kakao
Indonesia mencapai 1,67 juta ha. Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi
kakao dalam wujud biji kering juga cenderung meningkat selama tahun 2000-2011. Jika
tahun 2000 produksi kakao Indonesia hanya sebesar 421 ribu ton, maka tahun 2011
meningkat menjadi 712 ribu ton. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar
adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh
perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Gambar 1. Perkembangan Produksi Kakao,2000-2011
Gambar 2. Luas lahan dan Produksi Kakao Indonesia
Indonesia sebenarnya berpotensi menjadi produsen utama kakao dunia. Indonesia
masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih
dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah Maluku dan
Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk
ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50%
potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami
defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan
suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao
mempunyai arti yang stratigis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka
dan pasar domestik masih belum tergarap.
III. Syarat Tumbuh Kakao
a. Iklim
Curah hujan rata-rata 1.700 mm - 3.000 mm/tahun, suhu optimal 18-32 0 C, dan
ketinggian < 800 m dari permukaan laut..
b. Media Tanam
Tekstur tanah terdiri atas 50 % pasir, 10 – 20 % debu, 30 - 40 % lempung, atau
geluh lempung pasiran atau lempung pasiran , pH optimum 6,0 – 7,0.
IV. Budidaya Kakao
1. Perbanyakan Tanaman
A. Secara Generatif
a. Pembibitan
Perkecambahan Biji
Perkecambahan biji ini dilaksanakan dalam bedengan perkecambahan. Tempat ini
biasanya berukuran 0,80-1 meter dan panjangnya tergantung dari keperluan. Bedengan ini
harus dibuat pada tanah-tanah yang gembur dan diatasnya dilapisi dengan pasir setinggi
15cm.
Untuk menghindari tetesan air hujan atau pun sengatan matahari, perlu dibuatkan
atap. Tinggi atap tersebut kurang lebih 1,5 meter untuk yang sebelah timur dan 1,20 untuk
yang sebelah barat.
Cara Meletakkan Biji
Biji yang dinamakan eye atau radical yaitu tempat keluarnya akar, diletakkan di
sebelah bawah. Jika eye atau mata atau radical tidak dapat dibedakan, maka biji dengan
ujung yang besar, diletakkan di bawah. Hal ini memang sangat penting karena kakao bersifat
epigaes yang artinya berkecambah dengan keping bijinya di atas tanah.
Dengan meletakan mata berada di sebelah bawah, lembaga tanaman tidak
kehilangan energy untuk mengangkat kepingnya ke atas tanah. Biji di susun dengan jarak
alur kurang lebih 3 cm, dan jarak biji satu dengan lainnya dalam alur kurang lebih 1 cm. Biji
kita pendam secukupnya, hingga hanya sebagian kecil saja yang tersembul dari tanah.
Setelah biji dikecambahkan, bedengan kecambah segera disiram. Penyiraman bedengan
kecambah kakao ini haruslah dilakukan sehari dua kali, yaitu pagi dan sore.
Pemindahan Kecambah
Setelah 4 atau 5 hari biji-biji itu mulai berkecambah, demikian juga dengan biji-biji
yang lainnya. Pada hari ke-12 semua biji akan berkecambah. Pemindahan kecambah ke
keranjang ataupun kantong-kantong plastic dilakukan setelah keping-keping biji mulai
tersimbul ke atas.Pemindahan dikatakan terlambat bila keping sudah membuka dan sepasang
daun kecil telah tumbuh.
Pemindahan yang terlambat memungkinkan terputusnya akar tunggang. Karena akar
tunggang ini telah berkembang dan mungkin telah bercabang. Kemudian dipindah, ditanam
ke dalam keranjang. Untuk ukuran keranjang maupun kantong-kantong plastic itu
tergantung dari kebutuhan saja.Setelah bibit berusia antara 6 sampai 8 bulan, barulah
dipindahkan ke lapangan perkebun.
Pemeliharaan Bibit Dalam keranjang (polybag).
Keranjang ataupun kantong plastic yang berisi kecambah tersebut disusun teratur di
tanah yang agak ditinggikan dan permukaannya ditutup dengan batu sabak atau batu merah.
Peneduh yang di pergunakan dapat dengan pohon pelindung atau dengan atap yang
pembuatannya sama seperti pada atap bedengan kecambah.Penyiraman di lakukan 2 kali
sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Seminggu setelah bibit dipindahkan ke keranjang,
pemupukan perlu diberikan.
B. Secara Vegetatif.
a. Okulasi
Tempelan mata okulasi lazimnya dilakukan pada ketinggian 10-20 cm dari permukaan tanah. Sisi batang bawah yang dipilih sebaiknya bagian yang terlindung dari kemungkinan kerusakan oleh faktor-faktor luar. Jika cuaca mendukung keberhasilan okulasi dan kemungkinan penyebab kegagalan sangat kecil sebaiknya dipilih bagian yang paling rata atau halus. Jika okulasi dilaksanakan di pembibitan dan jarak antar bibit cukup rapat, lebih tepat jika letak tempelan di sisi yang sama untuk mempermudah pengamatan dan
pemeliharaan. Metode okulasi cukup beragam seperti: Metode modifikasi forket dan metode T.
b. Sambung Samping.
Untuk melakukan sambung samping, pada tanaman kakao yang sehat dibuat tapak sambungan pada ketinggian 45-75 cm dari pangkal batang. Pada tanaman kakao yang sakit, sambungan dapat dibuat pada chupon dewasa atau melakukan sambung pucuk pada chupon muda.
c. Sambung Pucuk.
Sambung pucuk (top grafting) adalah salah satu metode dalam peremajaan tanaman secara vegetatif dengan menanam klon yang unggul. Biasanya dilakukan pada bibit yang berumur tiga bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bibit baru yang mempunyai keunggulan: produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta mudah dalam perawatan.
2. Penyiapan Lahan dan Penanaman.
a. Pembersihan Areal.
Pembersihan areal dilaksanakan mulai dari tahap survai/ pengukuran sampai tahap
pengendalian ilalang. Pelaksanaan survai/pengukuran biasanya berlangsung selama satu
bulan. Pada tahap ini, pelaksanaan pekerjaan meliputi pemetaan topografi, penyebaran jenis
tanah, serta penetapan batas areal yang akan ditanami. Tahap selanjutnya dari pembersihan
areal adalah tebas/babat. Pelaksanaan pekerjaan pada tahap ini adalah dengan membersihkan
semak belukar dan kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas rata dengan permukaan tanah,
lama pekerjaan ini adalah 2-3 bulan baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang .Tahap
berikut ini dilaksanakan selama 3-4 bulan, dan merupakan tahap yang paling lama dari
semua tahap pembersihan areal.
b. Pengolahan Tanah.
Pembersihan areal sering juga diakhiri dengan tahap pengolahan tanah. Pengolalaan
tanah biasanya dilaksanakan secara mekanis. jika tanaman kakao diberi naungan ,persiapan
lahan sebaiknya sudah dilakukan satu tahun sebelum tanaman kakao ditanam, sehingga pada
saat bibit kakao ditanam, tanaman penaung di lapangan sudah tumbuh dengan baik dan siap
berfungsi sebagai penaung kakao.
c. Jarak Tanam
Jarak tanam kakao adalah 4 x 2 m, 3 x 3 m atau 4 x 3 m. Usahakan larikan barisan
tanaman kakao lurus kesemua arah. Pembuatan lobang tanaman dengan ukuran 60 x 60 x 60
cm. Lubang dibuat 6 bulan sebelum tanam dan kedalam lobang diisi pupuk kandang
sebanyak 5 - 10 kg/lobang. Tutuplah lobang tanam 3 bulan sebelum tanam untuk menjaga
agar batu-batu dan sisa akar tanaman tidak masuk kedalam lobang. Jarak tanam yang
diajurkan adalah 3 X 3 m2 . Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk
tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
d. Penanaman.
Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Pada saat mengangkut dan
menanam bibit, tanah dalam polibag tidak boleh pecah. Bagian dasar polibag dipotong
selebar 1-2 cm dan dimasukkan kedalam lobang tanam yang digali seukuran volume tanah
polibag. Selanjutya, lobang tanam diisi dengan tanah agar polibag berdiri tegak. Salah satu
sisi polibag disayat dari bawah ke atas dan tanahnya dipadatkan dengan tangan. Polibag
ditarik ke atas kemudian tanah dipadatkan dengan kaki. Usahakan bibit yang sudah diangkut
harus selesai ditanam dalam satu hari. Bibit yang mati atau kerdil segera disulam sampai
umur 1 tahun.
3. Pemeliharaan
a. Pemupukan
a. Fase Tanaman Belum Menghasilkan
Pemupukan pada fase TBM dilakukan 3-4 kali setahun sesuai dengan dosis
anjuran dengan menggunakan pupuk buatan (anorganik) baik pupuk tunggal maupun
majemuk dan dengan pupuk organik yang berfungsi memperbaiki kondisi tanaman dan
memperpendek masa TBM.
b. Fase Tanaman Menghasilkan.
Pemupukan tanaman kakao sendiri dibagi dua, yaitu melalui tanah dan daun. Pemberian pupuk organik melalui tanah dilakukan dengan meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat melingkar di sekeliling pohon dan kemudian ditutup kembali. Penutupan
itu sendiri dimaksudkan untuk mengurangi penguapan pupuk dan erosi. Cara ini terbukti meningkatkan efisiensinya.
Pemupukan melalui daun hanya dilakukan sebagai pelengkap agar unsur hara yang diberikan dapat segera dipergunakan oleh tanaman. Dilakukan apabila telah tampak gejala kekurangan atau hanya dilakukan pada pemupukan mikro (Cu,Zn,Fe, Mn)
Pemberian pupuk anorganik dilakukan 2 kali setahun, yaitu awal musim hujan (oktober-november) dan akhir musim hujan (maret-april), dan jika memungkinkan pemupukan dapat dilakukan lebih dari dua kali setahun (3-4 kali setahun). Makin sering dipupuk, makin tinggi produksinya meskipun jumlah pupuk yang diberikan dalam setahun tetap sama.
Pupuk orgaik dapat ditaburkan di sekeliling pohon atau diletakkan pada parit pada salah satu pohon, dengan kedalaman parit 30 cm dan pupuk tersebut kemudian ditimbun dengan tanah setebal 5 cm. Dosis aplikasi pupuk organik yang baik adalah 25 kg/ha/pohon/tahun.
b. Pemangkasan
a) Pangkas bentuk
Pemangkasan dilakukan pada tanaman muda (tanaman belum menghasilkan/TBM)
untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang. Cabang primer dan jorget
yang tumbuh kuat dan seimbang dipelihara 3-4, sedangkan cabang sekunder diatur agar
tumbuh seimbang ke segala arah. Memotong cabang primer 4-6 buah dan menyisakan 3 atau
4 cabang yang tumbuh simetris dan seimbang. Membuang cabang-cabang sekunder yang
tumbuh terlalu dekat (berjarak 40-60 cm) dengan jorket . Mengatur cabang-cabang sekunder
agar tidak terlalu rapat satu sama lain. Memotong cabang-cabang yang tumbuh meninggi
untuk membatasi tinggi tajuk tanaman kakao hanya sekitar 4 m.
b) Pangkas pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharan bertujuan untuk mempertahankan kerangka tanaman
yang sudah terbentuk baik; mengatur penyebaran daun produktif, merangsang pembentukan
daun baru, bunga dan buah. Pemangkasan dilakukan dengan mengurangi sebagian daun
yang rimbun pada tajuk tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindung dan
menaungi. Memotong cabang yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya
dan diameternya kurang dari 2,5 cm. Mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi
aliran udara di dalam kebun, sehingga cabang kembali terangkat. Pemangkasan ini
dilakukan secara ringan di sela-sela pemangkasan produksi dengan frekuensi 2-3 bulan. Juga
dilakukan pemangkasan terhadap tunas air (wiwilan).
c) Pemangkasan produksi
Pemangkasan produksi bertujuan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah.
Pemangkasan produksi dilakukan dua kali setahun, yaitu pada akhir musim kemarau dan
awal musim hujan. Memotong cabang yang tumbuh meninggi lebih dari 3-4 m. Memangkas
ranting dan daun hingga 25-50%. Setelah pemangkasan produksi dilakukan, tanaman akan
bertunas intensif setelah daun tunasnya menua, dan tanaman akan segera berbunga.
Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat seperti gunting, arit bergalah dan gergaji
yang tajam. Waktu pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau
ketika sebagian besar buah masih pentil (panjang < 10 cm).
c. Pengendalian Hama dan Penyakit.
Penggerek Buah Kakao (PBK) Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillaridae).
Hama PBK merupakan hama utama kakao yang menyebabkan kerugian mencapai miliaran rupiah. Daerah sebarannya melanda hampir semua propinsi penghasil kakao di Indonesia. Stadium yang menimbulkan kerusakan adalah stadium larva yang menyerang buah kakao mulai berukuran 3 cm sampai menjelang masak. Ulat merusak dengan cara menggerek buah, makan kulit buah, daging buah dan membuat saluran ke biji, sehingga biji saling melekat, berwarna kehitaman, sulit dipisahkan dan berukuran lebih kecil.
Serangan pada buah ditandai dengan memudarnya warna kulit buah, muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Apabila buah digoncang tidak berbunyi. Apabila buah dibelah, terlihat biji yang berwarna hitam dan melekat satu sama lain.
Pengendalian hayati PBK dapat dilakukan dengan memanfaatkan semut hitam, jamur Beuveria bassiana dan parasitoid telur Trichogram-matoidea spp. Peningkatan populasi semut hitam dapat dilakukan dengan menyediakan lipatan daun kelapa atau daun kakao kering atau koloni kutu putih. Penyemprotan jamur Beuveria bassiana. Sebaiknya pada buah kakao muda dengan dosis 50-100 gram spora/ha. Disemprot selama 5 kali menggunakan knapsack sprayer. Di Malaysia Trichogram-matoidea dibiakkan pada telur serangga Corcyra cephalonica. Pelepasan sebanyak 7125 – 104410 ekor/minggu pada areal 10 ha.
Kepik Pengisap Buah Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae)
Serangan pada buah tua ditandai dengan munculnya bercak-bercak cekung yang berwarna coklat muda yang lama kelamaan berubah menjadi kehitaman. Serangan berat pada buah muda, bercahaya akan bersatu menyebabkan permukaan kulit menjadi retak dan
terjadi perubahan bentuk sehingga menghambat perkembangan biji. Serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan layu, kering dan kemudian mati. Daun akan gugur dan ranting tanaman akan seperti lidi. Penurunan produksi buah bisa mencapai 50 - 60%.
Semut hitam dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp. Semut ini merupakan bagian dari perkebunan kakao sejak 80 tahun yang lalu. Semut selalu hidup bersama dengan kutu putih karena kotoran yang dikeluarkan rasanya manis. Aktivitas semut hitam dipermukaan buah menyebabkan Helopeltis tidak sempat bertelur atau menusukkan alat mulutnya. Peningkatan populasi semut dapat dilakukan dengan membuat sarang semut dari lipatan-lipatan daun kelapa. Pengendalian kepik ini dapat dilakukan juga dengan jamur Beauveria bassiana. Helopeltis akan mati setelah 2-5 hari disemprot. Isolat yang digunakan Bby – 725 dengan dosis 25-50 gram spora/ha. Penyemprotan pada imago lebih efektif dibandingkan pada nimfa.
Penyakit Busuk Buah Phytopthora palmivora (Pythiales: Phythiaceae).
Penyebaran jamur dari buah satu ke buah lain melalui berbagai cara ; percikan air hujan, persinggungan antara buah sakit dan buah sehat, melalui binatang penyebar seperti tikus, tupai atau bekicot. Kerugian yang disebabkan penyakit cukup besar persentase busuk buah di beberapa daerah mencapai 30-50%.
Gejala penyakit ini dapat terlihat mulai dari buah muda sampai buah dewasa. Buah yang terinfeksi akan membusuk disertai bercak coklat kehitaman dengan batas yang jelas, gejala ini dimulai dengan ujung atau pangkal buah. Hal ini disebabkan adanya lekukan pada pangkal buah yang menjadi tempat tergenangnya air sehingga sopra menyebabkan infeksi mulai dari pangkal atau ujung.
Penyakit Vascular Streak Dieback (VCD) Oncobasidium theobromae (Ceratobasidiales : Ceratobasideceae)
Penyakit ini menyerang semua stadia tanaman, mulai dari pembibitan hingga stadium produktif. Penyakit menular dari satu pohon ke pohon lain melalui spora diterbangkan oleh angin pada tengah malam. Spora yang jatuh pada daun muda akan berkecambah apabila tersedia air dan tumbuh masuk ke jaringan Xylem. Setelah 3 - 5 bulan baru terlihat gejala daun menguning dengan bercak hijau, daun tersebut mudah gugur. Kerugian hasil karena penyakit VSD sangat bervariasi antara 3 - 60%.
Pengendalian dilakukan dengan cara: penanaman jenis kakao yang toleran, pangkasan sanitasi dan eradikasi. Pada pembibitan yang masih sehat dilindungi dengan fungisida sistemik setiap 2 minggu.
V. Panen dan Pasca Panen
a. Pemetikan dan Sortasi Buah.
Buah kakao dipetik apabila sudah cukup masak, yakni ditandai dengan adanya
perubahan warna kulit buah. Buah ketika mentah berwarna hijau akan berubah menjadi
kuning pada waktu masak, sedangkan yang berwarna merah akan berubah menjadi jingga
pada waktu masak.
Pada satu tahun terdapat puncak panen satu atau dua kali yang terjadi 5 - 6 bulan
setelah perubahan musim. Pada beberapa negara ada yang panen sepanjang musim.Buah
hasil pemetikan dipisahkan antara yang baik dan yang jelek. Buah yang jelek berupa buah
yang kelewat masak, yang terserang hama penyakit, buah muda atau buah yang lewat
masak. Frekuensi pemanenan ditentukan oleh jumlah buah yang masak pada satu periode
pemanenan. Jumlah minimum fermentasi adalah 100 kg buah segar. Petani biasanya
memanen 5 - 6 kali pada musim puncak panen dengan interval satu minggu.
b. Pemeraman dan Pemecahan Buah.
Pemeraman dilakukan selama 5 - 12 hari tergantung kondisi setempat dan
pematangan buah, dengan cara:
(a).Mengatur tempat agar cukup bersih dan terbuka
(b). Menggunakan wadah pemeraman seperti keranjang atau karung goni
(c). Memberi alas pada permukaan tanah dan menutup permukaan tumpukan buah dengan
daun- daun kering. Cara ini menurunkan jumlah biji kakao rusak dari 15% menjadi 5%.
Pemecahan buah dapat dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul berpisau atau
hanya dengan pisau apabila sudah berpengalaman. Selama pemecahan dilakukan sortasi
buah dan biji basah. Buah yang masih mentah, yang diserang hama tikus atau yang busuk
sebaiknya dipisahkan.
Penyimpanan buah sebelum fermentasi hal yang baik dilakukan. Di Malaysia
penyimpanan dan penghamparan buah sebelum fermentasi akan menghasilkan biji kakao
yang bercita rasa coklat lebih baik. Kadar kulit buah berkisar 61.0 – 86.4% dengan rata-rata
74.3%. dan kadar biji segar 39.0%-13.6% dengan ratarata 25.7%.
Setelah pemecahan buah, biji superior dan inferior dimasukkan kedalam karung
plastik dan ditimbang untuk menentukan jumlah hasil pemanenan. Di pabrik,biji ditimbang
ulang untuk melihat bobot penyusutannya. Pemeriksaan mutu dilakukan sebelum
difermentasi.
c. Fermentasi.
Fermentasi dilakukan untuk memperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan
memiliki aroma serta cita rasa khas coklat. Citra rasa khas coklat ditentukan oleh fermentasi
dan penyangraian. Biji yang kurang fermentasi ditandai dengan warna ungu, bertekstur
pejal, rasanya pahit dan sepat, sedang yang berlebihan fermentasi akan mudah pecah,
berwarna coklat seperti coklat tua, cita rasa coklat kurang dan berbau apek.
Fermentasi dapat dilakukan dalam kotak, dalam tumpukan maupun dalam keranjang.
Kotak dibuat dari kayu dengan lubang didasarnya untuk membuang cairan fermentasi atau
keluar masuknya udara. Biji ditutup dengan daun pisang atau karung goni untuk
mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk setiap hari atau dua hari selama waktu 6-8 hari.
Kotak yang kedalamannya 42 cm cukup diaduk sekali saja selama 2 hari. Tingkat
keasamannya lebih rendah dibandingkan lebih dari 42 cm. Fermentasi tidak boleh lebih dari
7 hari. Setelah difermentasi biji kakao segera dikeringkan.
Fermentasi tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau menumpuk biji kakao
segar di atas daun pisang hingga membentuk kerucut. Permukaan atas ditutup daun pisang
atau lainnya yang memungkinkan udara masuk, kemudian ditindih dengan potongan kayu.
Pada metode ini, fermentasi dilakukan selama 6 hari dengan pengadukan dua kali.
Fermentasi harus dilakukan ditempat teduh agar terlindung dari hujan dan cahaya matahari
langsung.
Fermentasi dalam keranjang dilakukan didalam keranjang bambu atau rotan yang
telah dilapisi daun pisang dengan kapasitas lebih dari 20 kg. Permukaan biji ditutup daun
pisang atau karung. Pengadukan dilakukan setelah 2 hari fermentasi. Caranya dipindahkan
ke keranjang lain atau ditempat yang sama kemudian ditutup kembali. Lama fermentasi
tidak boleh lebih dari 7 hari.
d. Perendaman dan Pencucian.
Pencucian dilakukan setelah fermentasi untuk mengurangi pulp yang melekat pada
biji. Biji direndam selama 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dan penampilan
menarik. Kadar kulit biji yang dikehendaki maksimum 12%, yang melebihi 12 % akan
dikenai potongan harga.
e. Pengeringan dan Tempering.
Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari 60% menjadi 6-7%
sehingga aman selama pengangkutan dan pengapalan. Pengeringan tidak boleh terlalu cepat
atau terlalu lambat. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran, memakai alat pengering
atau keduanya.
Penjemuran cara yang paling baik dan murah. Kapasitas per m2 lantai adalah 15 kg.
Biji kakao dapat kering setelah 7-10 hari. Selama penjemuran hamparan biji perlu
dibalikkan 1-2 jam sekali. Selama penjemuran biji dirawat dengan membuang serpihan kulit
buah, plasenta, material asing dan biji yang cacat.
Pada daerah yang curah hujannya agak tinggi dan produksi biji kakao banyak,
penjemuran saja tidak cukup tapi diperlukan pengering mekanis. Pengolahan konvensional
yang masih ditetapkan adalah penjemuran 1 hari dan pengeringan mesin selama 24 jam
efektif, yaitu flat bed dryer yang dioperasikan suhu lebih dari 60 0C.
Tempering adalah proses penyesuaian suhu pada biji dengan suhu udara sekitarnya
setelah dikeringkan, agar biji tidak mengalami kerusakan fisik pada tahap berikutnya.
Biasanya ditempat gudang timbun sementara kapasitasnya 330 kg biji kakao kering/m2.
Sortasi kemudian dilakukan lagi setelah 5 hari dan dilakukan pengemasan.
f. Sortasi.
kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji berdasarkan kenampakan fisik dan
ukuran biji. Biji kakao yang telah 5 hari kering disortasi. Proses sortasi dilakukan secara
manual.
g. Pengemasan dan Penyimpanan
Biji kakao kering dan bersih dikemas dalam karung bersih dan disimpan dalam
gudang. Penyimpanan dan pengelolaan biji kakao kering dilkakukan mengikuti Standar
Prosedur Operasional (SPO) penanganan biji kakao di kesportir, SPO fumigasi kakao di
gudang, dan SPO fumigasi kakao di container.
VI. Daftar Pustaka
Anonim.2010. Teknologi Budidaya Kakao di Areal Kebun Kelapa.
http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=195 . akses tanggal 5 Oktober 2013.
Anonim.2012.Budidaya Kakao. http://bestbudidayatanaman.blogspot.com/2012/12/Budidaya-Kakao-Budidaya-Tanaman-Kakao-atau-Budidaya-Coklat.html . akses tanggal 5 oktober 2013.
Budi.2013.Pemangkasan dan Pemeliharaan Tanaman Kakao. http://thechocolatecrowtrader-blog.blogspot.com/2013_02_01_archive.html. Akses tanggal 5 oktober 2013.
Widodo,s.2008. Persiapan Naungan Tanaman Kakao. http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/persiapan-naungan-tanaman-kakao . Akses tanggal 5 Oktober 2013.