ADSORPSI SENYAWA POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON
FLUORANTENA DENGAN MENGGUNAKAN
KARBON AKTIF SEKAM PADI
(Skripsi)
Oleh
YUNITA DAMAYANTI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
ADSORPTION OF POLICYCLIC AROMATIC HYDROCARBON FLUORANTHENE
USING ACTIVATED CARBON FROM RICE HUSK
By
YUNITA DAMAYANTI
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) are one of the major classes of ecosystem pollutants
that are dangerous for humans and other living things. PAHs is included in global environmental
problems in recent years due to its biotoxicity, one of which is fluorantene. Adsorption is one of
various method that can be used to reduce the presence of PAHs in the environmental. The
adsorbent used in the adsorption process in this study is activated carbon derived from rice husks.
The process to making activated carbon is extraction, carbonization, chemical activation, and
physical activation. Characterization of activated carbon was carried out using SEM-EDX to
observe surface morphology and element composition, FT-IR to determine functional groups, and
PSA to determine the particle size. The adsorption of fluorantene compounds using activated carbon
from rice husk was carried out in three variations, concentration of fluoranthene, mass of activated
carbon, and contact time variations. The results showed that the optimum conditions occurred at 10
ppm fluoranthene concentration, 25 mg of activated carbon mass, and 30 minutes of contact time,
with percent of adsorption reach 59.58%. The isotherm model in this adsorption followed the
Freundlich isotherm model with a R2 value is 0.8651, while the adsorption kinetics followed the
second order pseudo kinetics model with a R2 value value is 0.9968.
Keywords : Fluoranthene, Adsorption, Activated Carbon, Rice Husk
ABSTRAK
ADSORPSI SENYAWA POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON FLUORANTENA
DENGAN MENGGUNAKAN
KARBON AKTIF SEKAM PADI
Oleh
YUNITA DAMAYANTI
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) merupakan salah satu kelas besar dari polutan ekosistem
yang berbahaya, baik bagi manusia ataupun mahluk hidup lain. PAH termasuk ke dalam masalah
lingkungan yang global dalam beberapa tahun terakhir karena sifat biotoksisitasnya, salah satunya
yaitu fluorantena. Adsorpsi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
keberadaan PAH di lingkungan. Adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi dalam penelitian
ini yaitu karbon aktif, yang berasal dari sekam padi. Pembuatan karbon aktif meliputi tahap
ekstraksi, karbonisasi, aktivasi kimia, dan aktivasi fisika. Karakterisasi karbon aktif dilakukan
dengan menggunakan SEM-EDX untuk melihat morfologi permukaan dan komposisi unsur, FT-IR
untuk menentukan gugus fungsi, dan PSA untuk menentukan ukuran partikel. Uji adsorpsi senyawa
fluorantena dengan menggunakan karbon aktif sekam padi dilakukan pada tiga variasi, yaitu variasi
konsentrasi fluorantena, variasi massa karbon aktif, dan variasi waktu kontak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kondisi optimum terjadi pada konsentrasi fluorantena 10 ppm, massa karbon
aktif 25 mg, dan waktu kontak selama 30 menit, dengan tingkat adsorpsi yang diperoleh mencapai
59,58%. Pola isoterm pada adsorpsi ini cenderung mengikuti pola isoterm Freundlich dengan nilai
R2
sebesar 0,8651, sedangkan kinetika adsorpsi cenderung mengikuti model kinetika pseudo orde
dua dengan nilai R2
sebesar 0,9968.
Kata kunci : Fluorantena, Adsorpsi, Karbon Aktif, Sekam Padi
ADSORPSI SENYAWA POLISIKLIK AROMATIK
HIDROKARBON FLUORANTENA DENGAN
MENGGUNAKAN KARBON AKTIF SEKAM PADI
Oleh
YUNITA DAMAYANTI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
JURUSAN KIMIA
Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yunita Damayanti, lahir di Kota
Bumi, Lampung Utara pada 08 Juni 1996 dan merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Suparjono
dan Ibu Komsa Tina Sari. Saat ini penulis bertempat tinggal
di Perum Kopkar Dwi Karya, Blok C2 No 09, Kelurahan
Lempuyang Bandar, Kecamatan Way Pengubuan, Lampung Tengah.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT)
Bustanul Ulum pada tahun 2000 dan lulus pada Tahun 2002. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bustanul Ulum,
Desa Kecubung, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2002. Pada tahun 2008
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3
Way Pengubuan dan lulus pada tahun 2011. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Terbanggi Besar dan
selesai pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa
Universitas Lampung, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Pada Bulan Januari sampai Februari 2017, penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di PT. Great Giant Pineapple. Penulis juga melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Ceringin Asri, Kecamatan Way Ratai, Kabupaten
Pesawaran pada Bulan Juli sampai Agustus 2017.
Pengalaman organisasi penulis dimulai ketika penulis menjadi Kader Muda
Himaki (KAMI) dalam Himpunan Mahasiswa Kimia pada Periode 2014-2015 dan
pada Periode 2015-2016 dan 2016-2017 penulis menjabat sebagai Anggota Biro
Usaha Mandiri (BUM). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Analitik I dan Kimia Aanalitik II pada tahun ajaran 2018/2019.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan beasiswa dari PT Great
Giant Pineapple pada tahun 2014-2018. Penulis juga pernah berpartisipasi sebagai
presenter dalam Seminar The International Conference on Applied Sciences
Mathematics and Informatics (ICASMI) tahun 2018, yang bertempat di Hotel
Horison, Bandar Lampung.
MOTTO
Jujur pada diri sendiri bagaimanapun
situasi dan kondisinya (Yunita Damayanti)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka ”
(QS Ar-Ra'd : 11)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan
itu ada kemudahan” (QS Al-Insyiroh : 5-6)
“Tidak ada kesuksesan melainkan dengan pertolongan ALLAH SWT”
(QS Huud : 88)
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan karunia-Nya, sehingga terciptalah sebuah karya ini yang kupersembahkan
sebagai wujud dan tanggung jawabku kepada :
Bapak Suparjono dan Ibu Komsa Tina Sari, yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan, do’a, dan
motivasi selama ini.
Kakakku Ayu Amanda Puspita Sari dan Adikku M. Aldi Darmawan yang selalu menjadi penyemangatku.
Pembimbing penelitianku, Rinawati, Ph.D. dan Diky Hidayat, M.Sc. yang selalu sabar dalam membimbingku
Sahabat- sahabatku tercinta yang selalu ada saat suka dan duka
Para pendidik dan teman- teman kampus yang memberikan semangat untukku
Serta ALMAMATERKU tercinta
SANWACANA
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Adsorpsi Senyawa
Polisiklik Aromatik Hidrokarbon Fluorantena Dengan Menggunakan
Karbon Aktif Sekam Padi” . Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaat-Nya di Yaumil
Akhir nanti. Aamiin yarabbal alamin.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pengerjaan dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari kesulitan dan rintangan yang penulis hadapi. Namun itu semua bisa
terlewati berkat rahmat dan ridho Allah SWT serta bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ibu Rinawati, Ph.D., selaku pembimbing utama yang telah sabar membimbing
dan memberi masukan serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Diky Hidayat, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku penguji dan pembahas
yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, dan arahan kepada penulis,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S., selaku Kepala Laboratorium Kimia
Analitik atas izinnya untuk menyelesaikan penelitian.
5. Bapak Prof. Dr. Sutopo Hadi, S.Si, M.Sc., selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama
menjalani proses perkuliahan maupun proses pengerjaan skripsi.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis selama menjadi
mahasiswa jurusan kimia.
9. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai. Terimakasih pak, buk atas segala
bentuk kerja keras dan pengorbanan yang telah bapak dan ibu berikan.
Terima kasih juga untuk segala cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan,
motivasi, dan do’a,yang selalu bapak dan ibu berikan, hingga aku bisa
menyelesaikan studi dan menjadi seorang Sarjana.
10. Kakak penulis, Ayu Amanda Puspita Sari yang telah memberikan dukungan,
nasihat, motivasi dan do’a. Terimakasih juga untuk segala cinta dan kasih
sayangmu mbak.
11. Adik penulis, M. Aldi Darmawan yang selalu menyayangiku dan menjadi
teman berantemku.
12. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada
penulis.
13. Sahabat penulis sekaligus tetangga dari bayi hingga saat ini, Anindita Arum
Pratiwi yang selalu menjadi teman berbagi suka dan duka, teman berbagi
kekonyolan, dan teman yang kalo ketemu gak pernah gak bisa diem.
14. Sahabat penulis dari SMP hingga saat ini dan semoga sampai tahun-tahun
berikutnya, Ahyar, Gusty, Fanda, dan Jessy, yang selalu menjadi tempat
berbagi cerita dan berbagi kekonyolan. Terimakasih untuk selalu ada saat
suka dan duka.
15. Sahabat terbaik penulis selama menjalani proses perkuliahan, Riri, Windi,
Arra, Della, Ilham, Luthfi, dan Teguh yang selalu mengisi dan mewarnai hari-
hari penulis dengan penuh cinta dan kasih. Terimakasih untuk segala bentuk
perhatian, dukungan, dan do’a yang telah kalian berikan. Terimakasih juga
untuk selalu ada dalam segala situasi, bahkan dalam situasi terburuk sekalian.
I love you so much guys.
16. Teman seperjuangan penelitian (Karbon Aktif Squad), Riri, Ayi, dan Heny.
Terimakasih atas segala bentuk kerjasama, bantuan, saran, kritik dan motivasi
yang telah diberikan.
17. Keluarga besar Kimia 2014, terimakasih atas segala pertemanan dan
kekeluargaannya selama ini. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang
sukses di masa depan serta berguna bagi keluarga, nusa, dan bangsa. Aamiin.
18. Keluarga KKN Ceringin Asri, Ismini, Sandi, Anas, Ghaly, dan Dika.
Terimakasih untuk 39 harinya. Semoga kekeluargaan kita terus terjalin
kedepannya. Terimakasih juga kepada Bapak Rame dan Ibu Paini, selaku
induk semang yang telah mengizinkan kami untuk tinggal bersama serta
menyanyangi kami seperti anak sendiri.
19. Penghuni Lab Analitik, Riri, Windi, Arra, Della, Ilham, Teguh, Heny, Ayi,
Pew, Rizka, Nova, Dinda, Yola, Riza, Daus, Firza, dan Edith. Terimakasih
atas kebersamaan dan bantuannya selama proses penelitian.
20. Penghuni Kosan Pondok Ratu, Mba Fitri, Athiya, Mia, Gusty, Ajun,
Muslimah, Rani, Mba Tika, Revin, Layla, Asih. Terimakasih untuk segala
canda dan tawanya.
21. Penghuni Kosan Bunda, Mba Jami, Mba Nika, dan Mas Pur. Terimakasih
sudah menjadi teman beberapa bulan di Kosan Bunda tercinta. Terimakasih
sudah menjadi satu-satunya teman yang aku punya di kosan ini.
22. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.
Semoga Allah SWT membalas segala amal kebaikan kalian. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
Yunita Damayanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
C. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Policyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) .......................................... 6
1. Sumber PAH ................................................................................ 8
2. Sifat PAH ..................................................................................... 9
B. Adsorpsi ............................................................................................ 10
1. Jenis-Jenis Adsorpsi ..................................................................... 11
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi ..................... 12
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi ............... 14
4. Isoterm Adsorpsi .......................................................................... 14
5. Kinetika Adsorpsi ......................................................................... 17
C. Karbon Aktif ..................................................................................... 19
1. Klasifikasi Karbon Aktif .............................................................. 20
2. Karbonisasi ................................................................................... 20
3. Aktivasi ........................................................................................ 20
D. Sekam Padi ........................................................................................ 21
ii
E. Karakterisasi ..................................................................................... 23
1. SEM-EDX .................................................................................... 23
2. FT-IR ............................................................................................ 24
3. PSA .............................................................................................. 24
4. Spektrofotometer UV-Vis ............................................................ 25
III. METODOLOGI PENELITAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 29
B. Alat dan Bahan ................................................................................... 29
C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 30
1. Preparasi Sekam Padi Tanpa Unsur Silika ................................... 30
2. Pembuatan Karbon Aktif Sekam Padi .......................................... 31
3. Karakterisasi Karbon Aktif .......................................................... 31
4. Pembuatan Larutan Induk fluorantena ......................................... 31
5. Uji Adsorpsi ................................................................................. 32
6. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Karbon Aktif Sekam Padi .......................................................... 35
B. Karakterisasi Karbon Aktif ................................................................. 37
1. Karakterisasi dengan SEM-EDX ................................................. 37
2. Karakterisasi dengan FT-IR ......................................................... 40
3. Karakterisasi dengan PSA ............................................................ 42
C. Uji Adsorpsi ........................................................................................ 43
1. Penentuan konsentrasi larutan standar fluorantena
optimum dan isoterm adsorpsi ..................................................... 43
2. Penentuan massa optimum karbon aktif ....................................... 48
3. Penentuan waktu kontak optimum dan kinetika adsorpsi ............ 49
4. Proses adsorpsi ............................................................................. 52
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................. 54
B. Saran ................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Beberapa Senyawa PAH dan Strukturnya ............................................... 7
2. Klasifikasi karbon aktif berdasarkan bentuknya ...................................... 19
3. Komposisi kimia sekam padi ................................................................... 22
4. Komposisi karbon aktif dari sekam padi................................................... 39
5. Parameter isoterm adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif ....................... 47
6. Parameter kinetika adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif ...................... 52
7. Penentuan kurva standar fluorantena untuk variasi konsentrasi .............. 62
8. Adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif pada variasi konsentrasi ........... 63
9. Penentuan kurva standar fluorantena untuk variasi massa adsorben ....... 63
10. Adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif pada variasi massa adsorben .... 64
11. Penentuan kurva standar fluorantena untuk variasi waktu kontak ........... 64
12. Adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif pada variasi waktu kontak ........ 65
13. Data perhitungan adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif menurut
model isoterm adsorpsi Langmuir ............................................................ 65
14. Data perhitungan adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif menurut
model isoterm adsorpsi Freundlich .......................................................... 66
15. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde satu pada karbon aktif
terhadap fluorantena ................................................................................. 68
iv
16. Data perhitungan hasil kinetika pseudo orde dua pada karbon aktif
terhadap fluorantena ................................................................................. 69
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ilustrasi proses adsorpsi ........................................................................... 11
2. Skema alat spektrofotometer UV-Vis ...................................................... 28
3. Sekam padi hasil ekstraksi ....................................................................... 35
4. Sekam padi hasil karbonisasi ................................................................... 36
5. Karbon aktif sekam padi ........................................................................... 36
6. Hasil SEM karbon aktif sekam padi dengan perbesaran 1.000x ............. 37
7. Hasil spektrum EDX karbon aktif sekam padi ........................................ 39
8. Hasil spektrum IR karbon aktif sekam padi ............................................. 40
9. Kurva hasil PSA karbon aktif sekam padi ............................................... 42
10. Kurva variasi konsentrasi fluorantena yang teradsorpsi oleh
karbon aktif .............................................................................................. 44
11. Kurva model isoterm adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif menurut
Langmuir .................................................................................................. 46
12. Kurva model isoterm adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif menurut
Freundlich ............................................................................................... 46
13. Kurva variasi massa adsorben pada adsorpsi fluorantena oleh
karbon aktif .............................................................................................. 48
14. Kurva variasi waktu kontak pada adsorpsi fluorantena oleh karbon
aktif .......................................................................................................... 49
15. Kurva kinetika pseudo orde satu pada adsorpsi fluorantena oleh
vi
karbon aktif .............................................................................................. 51
16. Kurva kinetika pseudo orde dua pada adsorpsi fluorantena oleh
karbon aktif .............................................................................................. 51
17. Kurva panjang gelombang maksimum fluorantena ................................. 62
18. Kurva standar fluorantena untuk variasi konsentrasi ............................... 63
19. Kurva standar fluorantena untuk variasi massa adsorben ........................ 64
20. Kurva standar fluorantena untuk variasi waktu kontak ........................... 65
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki sektor cukup luas di
bidang pertanian, salah satunya yaitu padi. Padi merupakan komoditas utama
masyarakat Indonesia yang tingkat produksinya relatif tinggi pada berbagai daerah
di Indonesia. Produksi padi di Indonesia mencapai 75,3 juta ton pada tahun 2015
dan mengalami kenaikan sebesar 4,5 juta ton dibandingkan tahun 2014. Provinsi
Lampung sendiri menghasilkan padi sekitar 3,5 juta ton per tahun (BPS, 2015).
Produksi padi yang besar ini, tentunya akan menghasilkan produk samping yang
besar pula. Produk samping yang dihasilkan antara lain sekam (15-20%), yaitu
bagian pembungkus kulit luar biji, kulit ari atau dedak (8-12%), dan menir (±5%),
yang merupakan bagian beras yang hancur (Widowati, 2001).
Sekam padi merupakan produk samping yang paling melimpah, dan dianggap
menjadi beban bagi petani, dikarenakan terbatasnya tempat penumpukan atau
tempat pembuangan hasil samping tersebut. Sekam padi juga hanya dianggap
sebagai limbah yang tidak bermanfaat (Nurhasni dkk., 2014), padahal dibalik itu
semua, sebenarnya sekam padi memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan
sebagai adsorben, salah satunya yaitu karbon aktif. Kandungan selulosa dan
2
karbohidrat dalam sekam padi yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor
utamanya, selain itu, baik sekam maupun arangnya, memiliki gugus –CO, -OH, -
C-OH, -Si-H, Si-O-Si, dan –Si-OH yang efektif dalam proses adsorpsi (Dongmin
et al., 2011).
Sekam padi merupakan adsorben alternatif yang berasal dari limbah biomassa,
yang memiliki struktur kompleks dari karbon dan silikat setelah zat organik
dihilangkan melalui proses karbonisasi, sehingga dapat digunakan sebagai karbon
aktif (Heo and Park, 2015). Sekam padi memiliki kandungan silika sekitar 20%,
yang membuatnya dapat digunakan untuk produksi material berbasis silika yang
bisa diaplikasikan dalam pemisahan, adsorpsi, katalisis, dan insulasi termal (Lin et
al., 2013).
Adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif sekam padi dapat dijadikan sebagai
salah satu upaya pengendalian senyawa-senyawa Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAH), yang merupakan bahan pencemar lingkungan. Karbon
aktif sendiri dicirikan sebagai material yang memiliki luas permukaan yang besar
dan porositas yang tinggi. Oleh karena itu, karbon aktif dianggap sangat
berpotensi dijadikan sebagai penyerap (adsorben) untuk berbagai aplikasi teknis
(Xiao, 2014). Karbon aktif juga merupakan adsorben yang umum digunakan
dalam pengolahan air limbah. Modifikasi karbon aktif sering dilakukan untuk
mengatur struktur pori dan sifat kimianya (Liu et al., 2010).
PAH dianggap sebagai salah satu kelas besar dari polutan ekosistem yang
berbahaya dan dihasilkan selama pembakaran tidak sempurna dari hidrokarbon
3
dan senyawa organik lain, seperti batu bara, minyak bumi, dan biomass (Trun-
Duc et al., 2010). Menurut penelitian Yin et al., (2017), senyawa PAH termasuk
salah satu jenis polutan yang memiliki kemampuan potensial menyebabkan
gangguan endokrin yang berdampak buruk pada kesehatan manusia. PAH tidak
mudah mengalami biodegradasi, karena merupakan senyawa kimia yang bersifat
persisten dan semi-volatil (Yuan et al., 2010).
PAH merupakan suatu masalah lingkungan yang global dalam beberapa tahun
terakhir karena sifat biotoksisitasnya. Di Cina, polusi yang disebabkan oleh
senyawa PAH menjadi permasalahan serius dengan adanya peningkatan debit
limbah industri dan domestik, serta pengembangan eksplorasi minyak bumi dan
lautan (Jin et al., 2014). Senyawa PAH yang berasal dari kegiatan manusia dapat
menyebabkan kanker dan efek mutagenik pada organisme (Achyani, 2011).
Fluorantena merupakan satu diantara beberapa jenis PAH yang diklasifikasikan
sebagai penyebab efek karsinogen pada manusia (U.S. EPA, 2014). Fluorantena
termasuk jenis PAH yang cukup berbahaya di lingkungan perairan. Fluorantena
dan beberapa PAH lainnya terdaftar sebagai polutan primer oleh US
Environmental Protection Agency (USEPA) yang memiliki sifat karsinogenik,
toksisitas akut dan sifat teratogenik (Balachandran et al., 2012). Fluorantena
ditemukan secara alami pada lingkungan akuatik dan moluska dalam jumlah yang
cukup melimpah (Bouzas et al., 2011). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup (2004), baku mutu senyawa PAH diperairan yaitu 0,003 mg/L.
Peraturan ini merupakan landasan yang menyebutkan bahwa PAH dengan
4
kandungan 0,003 mg/L sudah dapat mencemari perairan. Lilianne and Maurer
(2015), menunjukkan bahwa proses memasak (misalnya, menggoreng,
memanggang, dan menggunakan minyak) sudah cukup berdampak pada tingkat
keberadaan PAH, termasuk fluorantena yang merupakan jenis PAH yang cukup
dominan pula dalam makanan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan hasil bahwa dua senyawa PAH yang bersifat volatil, seperti
fluorantena dan fenantrena, terjadi pada level yang lebih tinggi dari PAH lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini dilakukan adsorpsi senyawa
PAH fluorantena dengan menggunakan sekam padi sebagai adsorben, yang
diharapkan dapat meminimalkan pencemaran lingkungan oleh senyawa PAH.
Adsorben yang dibuat dari sekam padi diharapkan dapat meningkatkan nilai guna
dari sekam padi itu sendiri yang selama ini tidak termanfaatkan.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Membuat karbon aktif dari sekam padi
2. Mengetahui konsentrasi optimum fluorantena, massa optimum karbon
aktif, dan waktu kontak optimum antara fluorantena dan karbon aktif.
3. Megetahui tingkat adsorpsi senyawa fluorantena oleh karbon aktif dari
sekam padi.
5
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi
mengenai pemanfaatan sekam padi yang dapat dijadikan sebagai adsorben (karbon
aktif) untuk senyawa fluorantena.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Policyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
PAH merupakan suatu kelompok dari berbagai macam senyawa organik yang
terdiri dari gabungan dua atau lebih cincin benzena dengan susunan yang
bervariasi. Cincin-cincin benzena tersebut bergabung dalam susunan secara
linear, angular, atau cluster (Huiyong, 2010). PAH merupakan zat kontaminan
yang tersebar luas dan menetap atau stabil di lingkungan, yang merupakan salah
satu polutan utama menurut United States Environmental Protection Agency
(USEPA) karena sifatnya yang beracun, mutagenik, dan karsinogenik serta
bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik aromatik dan bersifat hidrofobik
(Neff, 1979). Berikut ini adalah contoh beberapa senyawa PAH :
7
Tabel 1. Beberapa Senyawa PAH dan Strukturnya (Zakaria and Mahat, 2006).
Senyawa PAH Struktur Senyawa PAH Struktur
Fenantrena
Metil crysena
Antrasena
Benzo(b)
fluorantena
Fluorantena
Benzo(e)pyrena
Pyrena
Benzo(a)pyrena
Metil Fenantrena
Perylena
Benzo(a)antrasena
Indeno(1,2,3-cd)
pyrena
Metil Pyrena
Benzo(ghi)
perylena
Crysena
Coronen
1. Sumber PAH
PAH dan beberapa turunannya berada secara alami di alam dan juga dapat
terbentuk pada saat proses pembakaran tidak sempurna (suhu 500-800°C) atau
8
saat pemanasan bahan organik pada suhu 200-300°C. Kadar signifikan PAH telah
ditemukan di seluruh dunia dalam berbagai komponen ekosistem, seperti
atmosfer, sungai, sedimen, makanan, dan tumbuhan. PAH dapat berasal dari
sumber alami dan aktivitas antropogenik. Sumber utama PAH adalah aktivitas
antropogenik yang menghasilkan emisi, masuk ke dalam atmosfer, diadsorbsi oleh
partikel-partikel, dan dapat bergerak atau berpindah hingga jarak jauh. Sumber
antropogenik secara umum diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu pirogenik dan
petrogenik. Sumber pirogenik dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna bahan
organik (misalnya batu bara, minyak bumi, kayu, dan biomassa), operasional
industri dan pembangunan yang menggunakan bahan bakar fosil, mesin kendaraan
berbahan bakar diesel atau bensin, pembakaran sampah, dan pembakaran hutan.
Sumber petrogenik berasal dari minyak mentah dan produk minyak bumi seperti
minyak tanah, bensin, bahan bakar diesel, minyak pelumas, dan aspal (Saha et al.,
2009).
PAH juga dapat berasal dari sumber alami, yaitu kebakaran hutan dan padang
rumput, rembesan minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan yang berklorofil,
jamur dan bakteri (Lah, 2011). PAH dengan bobot molekul rendah, secara alami
terdapat di atmosfer dalam konsentrasi yang cukup rendah, sedangkan PAH
dengan bobot molekul tinggi umumnya terbentuk karena proses pemanggangan
(Cano-Lerida et al., 2008). Kontaminasi PAH dari lingkungan hanya terjadi pada
makhluk laut avertebrata seperti kerang dan tiram yang tidak dapat melakukan
metabolisme PAH (Wootton et al., 2003; Oros and Ross 2005). Molekul PAH
dalam konsentrasi yang sangat rendah pada hewan vertebrata, seperti sapi, ayam,
dan ikan dapat dimetabolisme lebih lanjut sehingga tidak mengkontaminasi
9
daging yang berasal dari hewan tersebut (Narbonne et al., 2005; Cano-Lerida et
al., 2008).
Karakteristik senyawa PAH yang mempunyai dua atau tiga cincin benzena berasal
dari proses pemanasan dalam suhu rendah dari bahan organik seperti
pembentukan batubara yang biasanya teralkilasi, sebaliknya pembakaran dalam
suhu tinggi akan menghasilkan senyawa PAH dengan 4, 5 atau 6 cincin benzena
dan sedikit yang teralkilasi.
2. Sifat PAH
PAH merupakan zat kontaminan yang tersebar luas dan menetap atau stabil di
lingkungan, yang merupakan salah satu polutan utama menurut United States
Environmental Protection Agency (USEPA) karena sifatnya yang beracun,
mutagenik, dan karsinogenik, bentuknya terdiri dari beberapa rantai siklik
aromatik dan bersifat hidrofobik. Indeno [1,2,3] pyrene telah teridentifikasi
sebagai senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik (Neff, 1979).
Selain pada manusia, PAH juga menimbulkan efek ekotoksikologi pada berbagai
macam biota, meliputi mikroorganisme, tumbuhan darat, biota air, amfibi, reptil,
dan hewan darat. PAH memberikan efek pada keberlangsungan hidup,
pertumbuhan, metabolisme, pembentukan sel tumor, toksisitas pada reproduksi,
genotoksisitas, dan karsinogenesis. Senyawa PAH yang ada dilingkungan
diantaranya dapat menstimulasi terjadinya efek immunotoksisitas, genotoksisitas,
dan toksisitas pada proses reproduksi (Liu et al., 2010).
10
Fluorantena dan beberapa PAH lainnya terdaftar sebagai polutan primer oleh US
Environmental Protection Agency (USEPA) yang memiliki sifat karsinogenik,
toksisitas akut dan sifat teratogenik (Balachandran et al., 2012). Secara alami,
fluorantena ditemukan pada lingkungan akuatik dan moluska dalam jumlah yang
cukup melimpah (Bouzas et al., 2011).
B. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang
disebabkan oleh gaya tarik menarik antar molekul atau suatu akibat dari medan
gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik molekul-molekul gas,
uap, atau cairan (Oscik, 1982). Ilustrasi proses adsorpsi dapat dilihat pada
Gambar 1. Gas atau uap akan teradsorpsi pada permukaan padatan bila
bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih, Permukaan padatan disebut
sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut sebagai adsorbat. Padatan
dapat menyerap gas atau uap pada permukaan. Padatan yang paling efisien adalah
padatan yang berpori seperti arang dan butiran padatan yang sangat halus (Bird,
1993).
11
Gambar 1. Ilustrasi proses adsorpsi
1. Jenis-jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,
adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Adsorpsi fisika
mengasumsikan bahwa gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul
pada permukaan padatan (intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik
antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan
permukaan adsorben relatif lemah. Pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat
kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu
bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan
oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Keseimbangan
antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan
bersifat reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas
permukaan dan ukuran pori.
Interfacial layer
Adsorption space
Surface layer
of solid
12
b. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen
atau ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat
ditentukan. Kuatnya ikatan kimia yang terbentuk menyebabkan adsorbat tidak
mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisika dimana
adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau
ikatan hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan
kimia yang biasanya merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Daya adsorpsi pada proses adsorpsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
a. Ukuran molekul adsorbat
Kesesuaian ukuran molekul adsorbat merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah
molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori
adsorben.
b. Kepolaran zat
Kepolaran zat juga menjadi salah satu penentu dalam proses adsorpsi. Adsorpsi
lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan dengan molekul
yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama. Molekul-molekul yang lebih
polar dapat menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang telah lebih
dahulu teradsorpsi dan pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul
polar lebih dahulu diadsorpsi.
13
c. Suhu
Adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm apabila terjadi pembebasan sejumlah
energi yang disebabkan oleh molekul-molekul adsorbat yang menempel pada
permukaan adsorben. Suhu yang rendah menyebabkan kemampuan adsorpsi
meningkat sehingga adsorbat bertambah. Suhu yang tinggi menyebabkan
kemampuan adsorpsi akan menurun sehingga adsorbat akan berkurang.
d. Tekanan Adsorbat
Molekul adsorbat akan bertambah pada adsorpsi fisika, bila tekanan adsorbat
meningkat. Molekul adsorbat akan berkurang pada adsorpsi kimia bila tekanan
adsorbat meningkat.
e. Karakteristik Adsorben
Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting
adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan, yaitu semakin kecil
ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi, sehingga jumlah
molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Kemurnian adsorben juga merupakan
karakterisasi yang utama karena pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang
lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi
a. Suhu
Proses adsorpsi merupakan proses yang eksotermis, sehingga proses adsorpsi akan
berkurang pada temperatur lebih tinggi. Reaksi antara kontaminan yang
teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih kontaminan kimia
tersebut, maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.
b. Kelembapan
14
Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar, sehingga kelembapan yang
tinggi dapat mempengaruhi dan mengurangi kemampuan adsorben tersebut untuk
mengadsorpsi kontaminan.
c. Laju Alir Pengambilan Sampel
Laju alir yang terlalu tinggi dapat mengurangi efisiensi adsorpsi.
d. Kontaminan Lain
Kontaminan lain dapat mengurangi efisiensi adsorpsi karena adanya kompetisi
antar kontaminan tersebut pada bagian yang teradsorpsi. Reaksi antar senyawa
juga mungkin terjadi, sehingga diperoleh hasil konsentrasi yang lebih rendah dari
yang seharusnya (Lestari, 2009).
4. Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase
fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Isoterm
Langmuir, Freundlich dan juga model isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller
(BET) merupakan beberapa model isoterm yang biasa digunakan pada proses
adsorpsi.
a. Isoterm Adsorpsi Langmuir
Model isoterm adsorpsi Langmuir berdasarkan pada asumsi bahwa laju adsorpsi
akan bergantung pada faktor ukuran dan struktur molekul adsorbat, sifat pelarut
dan porositas adsorben, situs pada permukaan yang homogen dan adsorpsi terjadi
secara monolayer. Proses adsorpsi heterogen memiliki dua tahap, yaitu
perpindahan adsorbat dari fasa larutan ke permukaan adsorben dan adsorpsi pada
permukaan adsorben. Tahap pertama akan bergantung pada sifat pelarut dan
adsorbat yang terkontrol (Oscik,1982). Bagian yang terpenting dalam proses
15
adsorpsi yaitu situs yang dimiliki oleh adsorben yang terletak pada permukaan,
akan tetapi jumlah situs-situs ini akan berkurang jika permukaan yang tertutup
semakin bertambah (Husin and Rosnelly, 2005).
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir tersebut dapat ditulis dalam bentuk
persamaan linier :
adalah konsentrasi kesetimbangan, m adalah jumlah zat yang
teradsorpsi per gram adsorben, b adalah kapasitas adsorpsi dan K adalah
tetapan kesetimbangan adsorpsi. Berdasarkan kurva linier hubungan antara /m
versus maka dapat ditentukan nilai b dari kemiringan (slop) dan K dari
intersep kurva. Energi adsorpsi (Eads) yang didefinisikan sebagai energi yang
dihasilkan apabila satu mol ion logam teradsorpsi dalam adsorben dan nilainya
ekuivalen dengan nilai negatif dari perubahan energi Gibbs standar, ΔG0 dapat
dihitung menggunakan persamaan :
R adalah tetapan gas umum (8,314 J/mol oK), T adalah temperatur (
oK) dan
adalah konstanta kesetimbangan yang diperoleh dari persamaan Langmuir,
sehingga energi total adsorpsi harganya sama dengan negatif energi bebas
Gibbs (Oscik, 1982).
a. Isoterm Adsorpsi Freundlich
Model isoterm Freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian
permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben
16
mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan
adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer, hal ini
berkaitan dengan ciri-ciri adsorpsi secara fisika, yaitu adsorpsi dapat terjadi pada
banyak lapisan (multilayer) (Husin and Rosnelly, 2005). Bentuk persamaan
Freundlich adalah sebagai berikut :
adalah jumlah adsorbat yang terserap tiap satuan berat adsorben (mg/g),
adalah konsentrasi setimbang adsorbat dalam fase larutan (mg/L), dan adalah
konstanta empiris yang tergantung pada sifat padatan, adsorben dan suhu
(Soeprijanto dkk., 2005). Penentuan konstanta dan dapat dilakukan dengan
linierisasi persamaan :
dan dapat dicari dengan membuat kurva ln( ) berbanding ln( ).
didapat dari titik potong dengan sumbu tegak dan dari tangen arah garis lurus
yang terbentuk. Koefisisen sering dikaitkan dengan kapasitas adsorpsi
adsorben sehingga mencerminkan jumlah rongga dalam adsorben tersebut (Singh
and Alloway, 2006).
b. Isoterm BET (Brunauer, Emmet, dan Teller)
Persamaan ini mengembangkan persamaan Langmuir, sehingga dapat digunakan
adsorpsi multi molekuler pada permukaan padatan. Bentuk
Bentuk persaman ini adalah:
adalah tekanan uap jenuh, adalah kapasitas volume monolayer, dan
17
adalah konstanta (Bird, 1993).
Karakteristik karbon aktif yang berkualitas salah satunya ialah memiliki luas
permukaan yang tinggi, dimana semakin besar luas permukaan karbon aktif,
semakin besar pula daya adsorpsinya. Luas permukaan suatu adsorben dapat
diketahui dengan alat pengukur luas permukaan yang menggunakan prinsip
metode BET. Pengukuran luas permukaan dengan model BET ini biasanya
menggunakan nitrogen sebagai adsorbat. Pengukuran ini didasarkan pada data
adsorpsi isotermis nitrogen pada suhu 77oC. Adsorpsi isotermis dengan
prinsip BET merupakan jenis isoterm fisis (Shofa, 2012).
5. Kinetika Adsorpsi
Kinetika kimia mencakup suatu pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi dan
bagaimana proses reaksi berlangsung. Laju reaksi merupakan laju yang diperoleh
dari perubahan konsentrasi reaktan dalam suatu satuan waktu pada persamaan
reaksi kimia yang mengalami kesetimbangan. Laju reaksi bergantung pada
konsentrasi reaktan, tekanan, temperatur, dan pengaruh katalis (Oxtoby, 2004).
Analisa kinetika didasarkan pada kinetika reaksi terutama pseudo orde pertama
atau mekanisme pseudo pertama bertingkat. Sistem pseudo orde pertama oleh
Lagergren dan sistem pseudo orde kedua dengan menggunakan konstanta
kecepatan reaksi adsorpsi kimia untuk ion-ion logam, dilakukan untuk meneliti
mekanisme adsorpsi (Buhani et al., 2010). Persamaan pseudo orde satu adalah
persamaan yang biasa digunakan untuk menggambarkan adsorpsi dan ditentukan
dengan persamaan berikut:
18
adalah jumlah zat yang teradsorpsi pada keadaan setimbang (mg g-1
), adalah
jumlah zat yang teradsorpsi pada waktu tertentu (mg g-1
), adalah waktu (menit)
dan adalah konstanta laju pseudo orde pertama (menit-1
). Persamaan dapat
diintegrasi dengan memakai kondisi-kondisi batas = 0 pada = 0 dan =
pada = , persamaan menjadi:
Model persamaan pseudo orde dua dapat dinyatakan dalam bentuk :
adalah jumlah zat yang teradsorpsi pada keadaan setimbang, (mg g-1
),
adalah jumlah zat yang teradsorpsi pada waktu tertentu (mg g-1
), dan adalah
konstanta laju pseudo orde kedua (dalam g mmol-1
menit-1
). Persamaan dapat
diintegrasi dengan memakai kondisi-kondisi batas = 0 pada = 0 dan =
pada = , persamaan linear dapat diperoleh sebagai berikut :
Laju penyerapan awal, (mg g-1
menit) sedangkan = 0 dapat didefinisikan
sebagai berikut :
Laju adsorpsi awal ( ), kapasitas adsorpsi kesetimbangan ( ) dan konstanta laju
pseudo orde dua ( ) dapat ditentukan secara eksperimen dari slop dan
intersep plot dari / versus (Ho and Kay, 1998).
19
C. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang dapat digunakan pada proses
adsorpsi hidrokarbon. Karbon aktif ini sendiri merupakan senyawa karbon yang
telah diproses dengan cara diaktivasi sehingga senyawa karbon tersebut berpori
dan memiliki luas permukaan yang sangat besar dengan tujuan untuk
meningkatkan daya adsorpsinya (Arfan, 2006). Karbon aktif memiliki struktur
amorf dengan luas permukaan 300-2000 m2/gr (Surest dkk., 2008).
Kandungan dari karbon aktif yaitu karbon sebesar 87% - 97% dan sisanya berupa
hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Kuantitas bahan yang diserap
dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif (Austin, 1996). Karbon aktif termasuk
material yang unik karena material ini memiliki pori dengan ukuran skala molekul
nanometer dan pori tersebut memiliki gaya Van Der Waals yang kuat.
1. Klasifikasi Karbon Aktif
Tabel 2. Klasifikasi karbon aktif berdasarkan bentuknya (Martin, 2008).
Jenis Karbon Ukuran
(mm)
Kegunaan Bentuk
Powdered
Activated Carbon
(PAC)
< 0,18 Digunakan pada
fasa cair
Granular
Activated Carbon
(GAC)
0,2-5 Digunakan pada
fasa cair dan gas
Extruded
Activated Carbon
(EAC)
0,8-5 Digunakan pada
fasa gas
20
2. Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu tertentu
dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen sangat terbatas, biasanya
dilakukan dalam tanur. Tujuan karbonisasi adalah untuk menghilangkan zat-zat
yang mudah menguap (volatile matter) yang terkandung pada bahan dasar. Proses
ini menyebabkan terjadinya penguraian senyawa organik yang menyusun struktur
bahan membentuk air, uap asam asetat, tar-tar, dan hidrokarbon. Material padat
yang tinggal setelah karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan pori-
pori yang sempit. Karbonisasi terjadi pada beberapa tahap yang meliputi
penghilangan air atau dehidrasi, penguapan selulosa, penguapan lignin, dan
pemurnian karbon. Penghilangan air, penguapan selulosa, dan penguapan lignin
terjadi pada suhu pemanasan sampai 400oC, sedangkan proses pemurnian karbon
terjadi pada suhu 500-800oC. Unsur karbon sebanyak 80% diperoleh pada suhu
500-800oC (Marsh and Francisco, 2006).
3. Aktivasi
Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya adsorpsi
karbon aktif. Hidrokarbon, tar, dan senyawa organik yang melekat pada karbon
dilepaskan pada saat proses ini terjadi. Proses aktivasi terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a. Aktivasi Fisika
Aktivasi secara fisika dilakukan dengan memanaskan karbon pada suhu sekitar
800-1000oC dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air, oksigen atau CO2. Gas
pengoksida akan bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon monoksida dan
hidrogen untuk gas pengoksida berupa uap air. Senyawa-senyawa produk
samping akan terlepas pada proses ini sehingga akan memperluas pori dan
21
meningkatkan daya adsorpsi. Reaksi karbon dengan uap air dan CO2 bersifat
endotermis, yaitu :
C + H2O → CO + H2 ( 117 kj/mol)
C + CO2 → 2 CO ( 159 kj / mol )
Aktivasi fisika dengan oksigen melalui reaksi bersifat eksotermis yaitu :
C + O2 → CO2 ( -406 kj / mol )
Struktur karbon terbentuk karena terjadinya pengurangan massa karbon dalam
jumlah yang besar pada aktivasi fisika. Kelebihan oksida eksternal seringkali
terjadi pada aktivasi fisika sewaktu gas pengoksida berdifusi pada karbon,
sehingga terjadi pengurangan ukuran adsorben (Shofa, 2012).
b. Aktivasi kimia
Aktivasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia sebagai aktivating
agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan merendam arang kedalam larutan
kimia seperti NaCl, ZnCl2 , KOH, KCl, dan lain-lain, sehingga bahan kimia akan
meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar
(Tutik dan Fauziah, 2001).
D. Sekam Padi
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Indonesia memiliki sawah seluas 12,84 juta
hektar yang menghasilkan padi sebanyak 65,75 juta ton. Limbah sekam padi yang
dihasilkan sebanyak 8,2 sampai 10,9 ton. Limbah yang besar ini hanya sedikit
yang baru dioptimalkan. Sekam padi biasanya hanya digunakan sebagai bahan
bakar konvensional (Danarto, 2007). Sekam padi merupakan bagian pelindung
22
terluar dari padi (Oryza sativa) dan pada saat penggilingan dihasilkan sekam
sebanyak 20-30%, dedak 8-12% dan beras giling 52% bobot awal gabah.
Komposisi utama sekam padi terdiri atas selulosa 33–34 % berat, lignin 19–47 %
berat, jika dibakar dengan oksigen akan menghasilkan abu sekam 13-29 % berat,
sekam padi yang mengandung silika cukup tinggi yaitu 87–97 % berat abu sekam
padi (Harsono, 2002).
Tabel 3. Komposisi Kimia Sekam Padi (Houston, 1972).
Komponen %Berat
Kadar air 32,40 – 11,35
Protein kasar 1,70 – 7,26
Lemak 0,38 – 2,98
Ekstrak nitrogen bebas 24,70 – 38,79
Serat 31,37 – 49,92
Abu
Pentosa
Selulosa
13,16 – 29,04
16,94 – 21,95
34,34 – 43,80
Lignin 21,40 – 46,97
Sekam memiliki Bulk Density (BD) rendah dengan kadar abu tinggi, berkisar 18
sampai 22% (Bharadwaj et al., 2004). Abu merupakan unsur anorganik yang
terdapat dalam sekam padi, dengan kandungan utama abu sendiri yaitu silika
sekitar 87–97 % dari berat abu sekam padi. Kandungan silika yang tinggi
disebabkan oleh komposisi silikon yang dominan dalam sekam padi (Harsono,
2002).
23
E. Karakterisasi
1. SEM-EDX (Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron digunakan
sebagai alat pendeteksi objek pada skala yang amat kecil. Scanning Electron
Microscope (SEM) digunakan untuk menentukan struktur dan ukuran pori.
Prinsip kerja SEM adalah deteksi elektron yang dihamburkan oleh suatu sampel
padatan ketika ditembak oleh berkas elektron berenergi tinggi secara kontinu yang
dipercepat di dalam kumparan elektromagnetik yang dihubungkan dengan tabung
sinar katoda sehingga dihasilkan suatu informasi mengenai keadaan permukaan
suatu sampel senyawa. Preparasi sampel yang meliputi penghilangan pelarut,
pemilihan sampel, dan lapisan harus dilakukan sebelum sampel dianalisis.
Detektor didalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan
lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut akan
memberi informasi profil permukaan benda.
Elektron dengan energi yang cukup besar akan menumbuk sampel, sehingga
menyebabkan terjadinya emisi sinar-X yang energi dan intensitasnya bergantung
pada komposisi elemental sampel. Energi spesifik sinar-X yang dipancarkan oleh
setiap atom dalam senyawa dapat dideteksi dengan Energy Dispersive X-Ray
(EDX). EDX adalah suatu teknik analitik yang sering digunakan untuk
menganalisis unsur-unsur atau mengkarakterisasi kandungan unsur kimia dari
suatu sampel. EDX menganalisis sampel melalui interaksi antara radiasi
24
elektromagnetik dengan unsur-unsur dan menganalisis emisi sinar-X oleh unsur
dalam partikel (Abdullah dkk., 2008).
2. Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
FT-IR merupakan singkatan dari Fourier Transform Infra Red. FT-IR ini adalah
teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi,
emisi, fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas.
Karakterisasi dengan menggunakan FT-IR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis
vibrasi antar atom. FT-IR juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik
dan anorganik serta analisa kualitatif dan analisa kuantitatif dengan melihat
kekuatan absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu (Hindrayawati,
2010).
Spectroscopy FT-IR menggunakan sistem optik dengan laser yang berfungsi
sebagai sumber radiasi yang kemudian diinterferensikan oleh radiasi inframerah
agar sinyal radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan
bersifat utuh. Prinsip kerja FT-IR berupa cahaya infrared yang melewati celah
menuju sampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi yang
dikirimkan ke sampel. Cahaya infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya
ditransmisikan melalui permukaan sampel sehingga cahaya infrared lolos ke
detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer (Thermo, 2001).
3. Particle Size Analyzer (PSA)
Particle Size Analyzer (PSA) digunakan untuk menganalisis partikel suatu sampel
yang bertujuan menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang
representatif. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya
25
menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan
dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan
analisa gambar, terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer yang
cenderung memiliki aglomerasi yang tinggi. Partikel-partikel didispersikan ke
dalam media sehingga partikel tidak saling aglomerasi, sehingga ukuran partikel
yang terukur adalah ukuran dari single particle. Hasil pengukuran PSA juga
ditampilkan dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat
diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Rusli, 2011).
4. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh
suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraungu (ultra
violet) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak
(visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pengukuran panjang
gelombang dan absorbansi analit menggunakan alat spektrofotometer yang
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,
sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran
secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer (Day dan Underwood, 2002).
Menurut Skoog (1996), secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian
penting yaitu:
1. Sumber Cahaya
26
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki pancaran radiasi yang stabil
dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak,
ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat
rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar
biasa, daerah panjang gelombang (λ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). Lampu
hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraungu
(UV). Lampu wolfram juga digunakan sebagai sumber cahaya, kelebihan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
panjang gelombang. Sumber cahaya untuk spektrofotomrter inframerah, sekitar
2 sampai 15 μm menggunakan pemijar Nernst.
2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda. Monokromator terdiri dari dua macam yaitu prisma
dan kisi difraksi. Cahaya monokromatis ini dapat dipilih pada panjang gelombang
tertentu yang sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang
disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah yang
dipakai (Skoog, 1996).
3. Kuvet
Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat sampel
atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya
Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia
27
Tidak boleh rapuh
Mempunyai bentuk yang sederhana
Kuvet biasanya terbuat dari kwarsa, plexiglass, plastik dengan bentuk tabung
empat persegi panjang 1x1 cm dan tinggi 5 cm. Kuvet yang dipakai pada
pengukuran di daerah UV yaitu kuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan kuvet
dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Pengukuran di
daerah sinar tampak dapat menggunakan semua macam kuvet.
4. Detektor
Detektor penerima berperan memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang
selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk
atau angka digital. Syarat-syarat ideal sebuah detektor yaitu :
Kepekaan yang tinggi
Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.
Prinsip kerja dari alat ini adalah cahaya yang berasal dari lampu deuterium
maupun wolfram yang bersifat polikromatis di teruskan melalui lensa menuju ke
monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.
Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu
kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam
konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diadsorbsi)
28
dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima
oleh detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan
mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui
konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. Skema alat spektrofotometer
UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema alat spektrofotometer UV-Vis (Skoog, 1996).
Monochromator Detector
Data processor
Test
solution
Nebulizer
Flame
Hollow
cathode
lamp
29
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Februari-Mei 2018.
Pembuatan karbon aktif dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik dan
Instrumentasi, Universitas Lampung. Karakterisasi karbon aktif menggunakan
SEM-EDX (Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray) dan FTIR
(Fourier Transform Infra Red), serta uji adsorpsi menggunakan spektrofotometer
UV-VIS (Ulta Violet-Visible) dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Sentra
Inovasi Teknologi (LTSIT), Universitas Lampung. Karakterisasi karbon aktif
menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) dilakukan di Laboratorium Sentral,
Universitas Padjajaran.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, neraca
analitik, kertas saring biasa, pH meter, shaker, siever, oven, furnace, sentrifuga,
SEM-EDX ( Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray), FTIR
(Fourier Transform Infra Red), PSA (Particle Size Analyzer) dan
spektrofotometer UV-VIS (Ulta Violet-Visible).
30
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu NaOH 25 %, HCl 1 N
(37% analisis grade), ZnCl2 10%, methanol p.a, aquabides, air suling dan larutan
standar fluorantena.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sekam Padi Tanpa Unsur Silika
Sekam padi dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air panas untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada sekam padi dan direndam
menggunakan air suling selama semalam. Sekam padi dicuci kembali
menggunakan air panas, sehingga kotoran yang menempel pada sekam padi
benar-benar hilang. Sekam padi yang sudah bersih lalu dikeringkan menggunakan
oven selama semalam pada suhu 900C. Sekam padi kemudian dikeringkan dan
dicuci menggunakan larutan HCl 1 N dalam beaker glass 1000 ml selama 1 jam
sambil dipanaskan menggunakan magnetic stirrer-hot plate dengan suhu 750C
dan disaring. Residu padatannyan dicuci berulang kali dengan air suling untuk
menghilangkan ion-ion logam yang masih menempel pada sekam padi. Sekam
padi kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 900C selama semalam.
Sekam padi yang telah kering kemudian ditimbang sebanyak 40 gram dan
dilarutkan dengan NaOH 25% sebanyak 600 ml dalam beaker glass 1000 ml lalu
dipanaskan menggunakan magnetic stirrer-hot plate pada suhu 900C selama 1 jam
dan disaring menggunakan kertas saring biasa. Residu sekam padi yang diperoleh
kemudian dicuci dengan menggunakan air suling secara berulang kali dan
31
dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 1050C selama 4 jam untuk
menghilangkan kadar air.
2. Pembuatan Karbon Aktif dari Sekam Padi
Hasil ekstraksi sekam padi tanpa unsur silika ditimbang sebanyak 50 gram dan
dilakukan karbonisasi menggunkan furnace pada suhu 3000C selama 2 jam.
Karbon hasil furnace kemudian dihaluskan menggunkan lumpang porselin lalu di
masukkan dalam desikator. Karbon yang sudah dihaluskan kemudian diaktivasi
secara kimia menggunakan ZnCl2 10 % dengan perbandingan 1 : 10 selama 24
jam. Karbon aktif kemudian disaring menggunakan kertas saring biasa dan
dicuci dengan air suling hingga pH 7. Karbon aktif yang telah dicuci dikeringkan
dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam dan diaktivasi secara fisika
menggunakan furnace pada suhu 4000C selama 1 jam, lalu diayak menggunakan
ayakan mesh dengan ukuran 106 µm.
3. Karakterisasi Karbon Aktif
Karbon aktif sekam padi yang diperoleh selanjutnya dikaraterisasi menggunakan
SEM-EDX untuk melihat morfologi (struktur) permukaan dan komposisnya, FT-
IR untuk menentukan gugus fungsinya, dan PSA untuk menentukan distribusi
ukuran partikel.
4. Pembuatan Larutan Induk Fluorantena
Larutan induk fluorantena 25 ppm dibuat dengan cara melarutkan 12,5 mg
padatan fluorantena kedalam labu takar 500 ml lalu ditambahkan pelarut metanol
32
p.a dan aquabides denga perbandingan pelarut (50 : 50) hingga tanda tera dan
dihomogenkan. Larutan induk fluorantena kemudian dianalisis menggunakan
spektofotometer UV-VIS pada panjang gelombang maksimum.
5. Uji Adsorpsi
a. Penentuan Konsentrasi Larutan Standar Optimum
Larutan standar fluorantena 20 ml dengan variasi konsentrasi 3, 5, 10, 15, dan 20
ppm masing-masing di tambahkan 17 mg adsorben. Campuran tersebut kemudian
diaduk menggunakan shaker pada kecepatan 150 rpm selama 1 jam dan
disentrifugasi dengan kecapatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang
dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
maksimum untuk mengetahui konsentrasi fluorantena yang teradsorpsi.
b. Penentuan Massa Optimum Adsorben
Larutan fluorantena 20 ml dengan kosentrasi optimum, masing-masing
ditambahkan adsorben dengan variasi massa 9, 13, 17, 21, 25, 29, dan 33 mg.
Campuran tersebut diaduk menggunakan shaker pada kecepatan 150 rpm selama
1 jam dan disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat
yang dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum untuk mengetahui konsentrasi fluorantena yang
teradsorpsi.
c. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Larutan fluorantena 20 ml dengan konsentrasi optimum ditambahkan adsorben
dengan massa optimum. Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan
33
shaker dengan variasi waktu 10, 30, 60, 90, dan 120 menit pada kecepatan 150
rpm dan disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Filtrat yang
dihasilkan dianalisis dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
maksimum untuk mengetahui konsentrasi fluorantena yang teradsorpsi.
\
34
6. Diagram Alir Penelitian
Preparasi sekam padi
Pembuatan karbon aktif
sekam padi
Karakterisasi karbon aktif
dengan menggunakan SEM,
PSA, dan FT-IR
Optimasi
Variasi
konsentrasi
adsorben
Variasi massa
adsorben
Variasi waktu
kontak
Uji adsorpsi senyawa fluorantena dengan
karbon aktif menggunakan
spektrofotometer UV-Vis
54
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh simpulan
sebagai berikut :
1. Pembuatan karbon aktif dari sekam padi telah berhasil dilakukan, yang
dibuktikan dengan hasil karakterisasi menggunakan SEM yang menunjukkan
adanya pori-pori pada permukaan karbon aktif.
2. Hasil uji adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif sekam padi menunjukkan
bahwa kondisi optimum terjadi pada konsentrasi fluorantena 10 ppm, massa
karbon aktif 25 mg, dan waktu kontak selama 30 menit dengan tingkat
adsorpsi yang diperoleh mencapai 59,58%.
3. Isoterm adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif sekam padi cenderung
mengikuti model isoterm Freundlich dengan nilai koefisien determinasi (R2
)
sebesar 0,8651.
4. Laju adsorpsi fluorantena oleh karbon aktif cenderung mengikuti kinetika
pseudo orde 2 dengan nilai koefisien determinasi (R2
) sebesar 0,9968.
55
B. SARAN
Saran dari peneliti untuk penelitian selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1. Karbon aktif sekam padi dibuat dengan ukuran partikel yang lebih kecil untuk
melihat pengaruh ukuran partikel terhadap daya adsorpsinya.
2. Uji adsorpsi senyawa fluorantena dengan menggunakan adsorben lain atau
karbon aktif dari biomassa yang lain.
3. Uji adsorpsi terhadap senyawa PAH lain yang bobot molekulnya lebih tinggi
menggunakan karbon aktif dari sekam padi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin, dan Khairurrijal. 2008. Karakterisasi Nanomaterial.
A Review: Jurnal Nanoscience dan Teknologi. 2 (1).
Achyani, R. 2011. Karakteristik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) di Air
dan Sedimen serta Akumulasinya Pada Tubuh Ikan Nomei (Horpodon
Nehereus) di Perairan Tarakan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arfan, Y. 2006. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Batubara Dengan
Perlakuan Aktivasi Terkontrol Serta Uji Kinerjanya. Departemen Teknik
Kimia FT-UI. Depok.
Astuti, W., dan K. Bayu. 2015. Adsorpsi Pb2+
Dalam Limbah Cair Artifisial
Menggunakan Sistem Adsorpsi Kolom Dengan Bahan Isian Abu Layang
Batubara Serbuk dan Granular. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Erlangga. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Tanaman Padi. http://www.bps.go.id.
Diakses pada 22 Oktober 2017 pukul 03.00 WIB.
Balachandran, C., V. Duraipandiya., K. Balakrishn., and S. Ignacimuthu. 2012.
Petroleum and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) Degradation and
Naphthalene Metabolism in Streptomyces Sp. (ERI-CPDA-1) Isolated from
Oil Contaminated Soil. Bioresour. Technol. 112 : 83-90.
Bharadwaj, A., Y. Wang, S. Sridhar, and V.S. Arunac halam. 2004. Pyrolysis of
Rice Husk. Research Comunication. 7 : 981-986.
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Bouzas, A., D. Aguad., N. Martí., J.M Pastor., R. Herraez., P. Campins., and A.
Seco. 2011. Alkylphenols and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in
Eastern Mediterranean Spanish Coastal Marine Bivalves. Environ. Monit.
Assess. 176 : 169-181.
Buekens, A., H. Keirsse, J. Schoeters., and A. Verbeeck. 1985. Production of
57
Actived Carbon from Euphorbia Tiraculli. Brussel.
Buhani, Suharso, and Sumadi. 2010. Adsorption Kinetics and Isotherm of Cd(II)
Ion on Nannochloropsis sp Biomass Imprinted Ionic Polymer. Desalination.
pp. 140-146.
Bulut, E., M. Ocazar., and A. Sengil. 2008. Adsorption of Malachite Green Onto
Bentonite : Equilibrium and Kinethics Studies And Process Design.
Micropor. Mesopor. Mat. 115. 234-256.
Cano-Lerida L., M. Rose., and P. Walton. 2008. Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons in Bioactive Compounds in Food. Blackwell Publishing.
Oxford.
Cooney, D.O. 1998. Adsorption Design For Wastewater Treatment. Lewis
Publishers. USA.
Danarto. 2007. Pengaruh Aktivasi Karbon dari Sekam Padi pada Proses Adsorpsi
Logam Cr (VI). UNS. Surakarta
Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Keenam. Jakarta. Erlangga.
Dongmin, A., Y. Guo., B. Zou., Y. Zhu., and Z. Wang. 2011. A Study on the
Consecutive Preparation of Silica Powders and Active Carbon from Rice
Husk Ask. Biomass and Bioenergy. 35(3) : 1227-1234.
Faradina, E., dan N. Setiawati. 2010. Regenerasi Minyak Jelantah Dengan Proses
Bleaching Menggunakan Adsorben Arang Aktif. Skripsi. Universitas
Lambung mangkurat. Banjarbaru.
Griswidia, R. 2008. Penurunan Kadar Minyak dan Lemak pada Limbah Laundry
dengan Menggunakan Biosand Filter Dilanjutkan dengan Reaktor Karbon
Aktif. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dariLimbah Abu Sekam Padi. Jurnal
Ilmu Dasar. 3(2): 98 -103.
Hasan, N.L., M. Zakir., dan P. Budi. 2014. Desilikasi Karbon Aktif Sekam Padi
Sebagai Adsorben Hg Pada Limbah Pengolahan Emas Di Kabupaten Buru
Propinsi Maluku. Indonesia Chimica Acta. 7 (2).
Heo, Y-J., and S-J. Park. 2015. Synthesis of Activated Carbon Derived from Rice
Husks for Improving Hydrogen Storage Capacity. Journal of Industrial and
Engineering Chemistry. 31 : 330-334.
58
Hindrayawati, M. 2010. Jenis-Jenis dan Sifat-Sifat Bambu, Silika,
Ekstraksi Silika, Keramik Silika, dan Karakterisasinya. Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung.
Ho, Y. S., and G. Mc Kay. 1998. Process Biochemistry 34: Pseudo Second Order
Model for Sorption Process. Harpel College Publisher. New York.
Houston, D.F. 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of
Cereal Chemist Inc. St. Paul. Minnesota.
Huiyong, W. 2010. Novel Improvements on the Analytical Chemistry of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons and their Metabolites. Dissertation.
University of Central Florida.
Husin, G., and C. M. Rosnelly. 2005. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang. Tesis. Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala Darrusalam. Banda Aceh.
Jin, Q., L. Pan., D. Liu., and M. Xiu. 2014. Assessing Pahs Pollution In Qingdao
Coastal Area (China) by The Combination Of Chemical And Biochemical
Responses In Scallops, Chlamys Farreri. Mar. Pollut. Bull. 89 : 473–480.
KMNLH. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tentang
Baku Mutu Air Laut untuk Kehidupan Biota Laut.11 hal.
Lah, K. 2011. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons. http://toxipedia.org/display/
toxipedia/ Polycyclic+Aromatic+Hydrocarbons. Diakses pada tanggal 20
November 2017 pukul 19.00 WIB.
Lestari, F. 2009. Bahaya Kimia Sampling dan Pengukuran Kontaminan Kimia di
Udara. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Li, C., and S. Kumar. 2016. Preparation of Activated Carbon from Un-
Hydrolyzed Biomass Residue. Biomass Conv. Bioref. 6(4) : 407–419.
Lilianne, A-Z., and B-M. Maurer. 2015. Fluoranthene and Phenantrene, Two
Predominant Pahs in Heat-Prepared Food, Do Not Influence the Frequency
of Micronucleated Mouse Erythrocytes Induced by Other PAHs. Toxicology
Reports. 2 : 1057-1063.
Lin, L., S-R. Zhai., Z-Y. Xiao., Y-S. Song., Q-D. An., and X-W Song. 2013. Dye
Adsorption of Mesoporous Activated Carbons Produced from NaOH-
Pretreated Rice Husks. Bioresource Technology. 136 : 437-443.
Liu, Y., L. Chen., J. Zhao., Y. Wei., Z. Pan., X.Z Meng., Q. Huang., and W. Li.
2010. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Surface Soil of Shanghai,
China: Concentrations, Distribution and Sources. Organic Geochemistry.
41 : 355-362.
59
Liu Q.S., T. Zheng., N. Li., P. Wang., and G. Abulikemu. 2010. Modification of
Bamboo-Based Activated Carbon Using Microwave Radiation and its
Effects on the Adsorption of Methylene Blue. Appl. Surf. Sci. 256 (33) : 09–
15.
Maelani, A.R. 2015. Pembuatan Karbon Aktif Dari Jerami Padi Menggunakan
Activating Agent H3PO4. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martin, A. 2008. Farmasi Fisik : Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu
Farmasetik Edisi Ketiga. UI-Press. Jakarta.
Marsh, H., and R.R. Francisco. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and
Technology Books. pp. 336.
Narbonne J.F, N. Aarab., C. Clérandeau., M. Daubèze., J. NarbonnE., O.
Champeau., and P. Garrigues. 2005. Scale of Classification Based on
Biochemical Markers in Mussels: Application to Pollution Monitoring in
Mediterranean Coasts and Temporal Trends. Biomarkers 10 : 58–71.
Neff, J.M. 1979. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Aquatic Environment
Source, Fate, and Biological Effects. Applied Science Publishers LTD.
London.
Nurhasni, Hendrawati, dan N. Saniyyah. 2014. Sekam Padi Untuk Menyerap Ion
Logam Tembaga dan Timbal dalam Air Limbah. Valensi. 4(1) : 36-44.
Oros D.R., and J.R.M. Ross. 2005. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in
Bivalves from the San Francisco Estuary: Spatial Distributions, Temporal
Trends, and Sources. Mar Environ Res. 60 : 466–488.
Oscik, J. 1982. Adsorption. Ellis Horwood Limited. England.
Oxtoby, D. W. 2004. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Permana, F.D. 2017. Adsorpsi Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon
Fenantrena dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif Dari Sekam Padi
(Oryza Sativa). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Purnomo, Y., S. Sy., H. Muchtar., dan R. Kumar. 2017. Pembuatan dan
Karakterisasi Tinta Serbuk Printer Berbahan Baku Arang Aktif dari Limbah
Padat Pengolahan Gambir. Jurnal Litbang Industri. 7 (2) : 71-80.
Rusli, P. R. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium Dioksida
Fasa Anatase dengan Metode Sol Gel. Skripsi. Universitas Negeri Medan.
Medan.
Saha, M., A. Togo., K. Mizukawa., M. Murakami., H. Takada., M.P. Zakaria.,
60
N.H. Chiem., B.C. Tuyen., M. Prudente., R. Boonyatumanond., S.K.
Sarkar., B. Bhattacharya., P. Mishra., and T.S Tana. 2009. Sources of
Sedimentary PAHs in Tropical Asian Waters: Differentiation between
Pyrogenic and Petrogenic Sources by Alkyl Homolog Abundance. Marine
Pollution Bulletin. 58 : 189-200.
Shofa. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan
Aktivasi Kalium Hidroksida. Skripsi. Fakultas Teknik UI. Depok.
Singh, B., and B.J. Alloway. 2006. Adsorptive Minerals to Reduce the Availability
of Cadmium and Arcenic in Contaminated Soils. School of Land, Water &
Crop Sciences. University of Sidney.
Skoog, D. A. 1996. Fundamental of Analitycal Chemistry 7th
edition. Saunders
College Publishing. United States of America.
SNI 06-3730-1995. Arang Aktif Teknis. Badan Standarisasi Nasional.
Soeprijanto, E. A., dan E. Sulistyowati. 2005. Kinetika Biosorpsi Ion Logam
Berat Cr(VI) Menggunakan Biomassa Saccharomyces Cerevisiae. Jurnal
teknik kimia Indonesia. 4 (1) : 183-190.
Sukir. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Sekam Padi. Tesis.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Surest, A.H., J. A. Fitri Kasih., dan A. Wisanti. 2008. Pengaruh Suhu, Konsentrasi
Zat Aktivator, dan Waktu Aktivasi Terhadap Daya Serap Karbon Aktif dari
Tempurung Kemiri. Jurnal Teknik Kimia. 2 (15).
Suseno, P.H. 2011. Model Adsorpsi Mn2+
, Cd2+
, dan Hg2+ dalam Sistem Air
Sedimen Sepanjang Sungai Code, Yogyakarta. Jurnal Teknologi. 4 : 174-
179.
Thermo, N. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Nicolet Corporation. USA.
Trun-Duc, T., N. Thamwattana., B.J. Cox., and J.M. Hill. 2010. Adsoption of
Policyclic Aromatic Hydrocarbon on Graphite Surfaces. Com. Mater. Sci .
49 : 307-312.
Tutik, M., dan H. Faizah. 2001. Aktifasi Arang Aktif Tempurung Kelapa Secara
Kimia dengan Larutan Kimia ZnCl2, KCl, dan HNO3. Jurusan Teknik Kimia
UPN. Yogyakarta.
U.S. EPA. 2014. Benzo(a)Pyrene (BaP). TEACH Chemical Summary.
http://www.epa.gov/teach/chem_summ/BaP_summary.pdf. Diakses pada 20
Desember 2017 pukul 14.15 WIB.
61
Widowati, S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam
Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio. 4(1): 33-38.
Wootton E.C., E.A. Dyrynda., R.K. Pipe., and N.A. Ratcliffe. 2003. Comparison
Of PAH-Induced Immunomodulation in Three Bivalve Molluscs. Aquatic
Toxicol. 65 : 13-25.
Xiao X.M., F. Tian., Y.J Yan., and Z.S. Wu. 2014. Adsorption Behavior of Pyrene
from onto Coal-Based Activated Carbons Prepared by Microwave
Activation. J. Shihezi. Univ. 32 : 485–90.
Yin, S., M. Tang., F. Chen., T. Li., and W. Liu. 2017. Environmental Exposure to
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs): The Correlation with and
Impact on Reproductive Hormones in Umbilical Cord Serum.
Environmental Pollution. 220 : 1429-1437).
Yuan M.J., S.T. Tong., S.Q. Zhao., and C.Q. Jia. 2010. Adsorption of Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons from Water Using Petroleum Coke-Derived Porous
Carbon. J. Hazard. Mater. 181 (11) : 15–20.
Zafira. 2010. Studi Kemampuan Lumpur Alum untuk Menurunkan Konsentrasi
Fluorida dalam Air Limbah Industri Pupuk. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya.
Zakaria, M. P., and A.A. Mahat. 2006. Distribution of Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon (PAHs) in Sediments in the Langet Estuary. Coastal Marine
Science. 30(1): 387-395.