Download - 232295230 case-rinosinusitis-upload
Homework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama
sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis.
Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksillaris dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksilla
dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus sphenoid belum.
Sinus maksilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi karena :
1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar.
2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drainase) dari
sinus maksilla hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Dasar sinus maksilla adalah dasar akar gigi (prosessus alveolaris) sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilla. Ostium sinus maksilla terletak
dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.3
2. Anatomi
1
Manusia mempunyai beberapa rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga
hidung. Rongga rongga ini diberi nama sinus yang kemudian diberi nama sesuai dengan
letaknya : sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis (sinus
paranasalis).3
Sinus paranasalis ini mempunyai fungsi3 :
1. Pengatur kondisi udara
2. Thermal insulators
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus
A. Sinus Maksilaris 5
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus.
Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apeksnya
pada pars zygomaticus maxillae.
Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.
Berhubungan dengan :
2
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga
jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c. Duktus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
B. Sinus Ethmoidalis 5
Terbentuk pada usia fetus bulan IV.
Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15
cellulae, dindingnya tipis.
Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung
dan mata
Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.
Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial
(meningitis, encefalitis dsb).
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papirasea. Jika melakukan
operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke
daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
C. Sinus Frontalis 5
Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
3
Volume pada orang dewasa ± 7cc.
Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang kompakta.
b. Orbita, dibatasi oleh tulang kompakta.
c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
D. Sinus Sfenoidalis 5
Terbentuk pada fetus usia bulan III
Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
Volume pada orang dewasa ± 7 cc.
Berhubungan dengan :
a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c. Tractus olfactorius.
d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)5.
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius terdapat
muara-muara sinus maksilla, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Di daerah yang
sempit ini terdapat prosessus uncinatus, infundibulum, hiatus semilunaris, recessus
frontalis, bula etmoid dan sel–sel etmoid anterior. Daerah yang sempit dan rumit ini
disebut kompleks osteomeatal (KOM) yang merupakan faktor utama patogenesa
terjadinya sinusitis.
4
Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel thorak berlapis semu
bersilia dan diatasnya terdapat sel-sel goblet yang menghasilkan lendir. Sekresi dari sel-
sel goblet dan kelenjar ini membentuk selimut mukosa. Di atas permukaan mukosa
terdapat silia yang di rongga hidung bergerak secara teratur kearah nasofaring dan dari
rongga sinus kearah ostium dari sinus tersebut. Silia dan selimut mukosa ini berfungsi
sebagai proteksi dan melembabkan udara inspirasi yang disebut sebagai sistem
mukosilier. Sinus dari kelompok anterior dialirkan ke nasofaring di bagian depan muara
tuba eustachius sedangkan pada bagian posterior dialirkan ke nasofaring di bagian
posteriorsuperior tuba eustachius.11
3. Klasifikasi Sinusitis
Konsensus internasional yang merupakan hasil Internasional Conference On Sinus
Disease tahun 1993 dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan
sinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologi dari pada pembagian waktu
yang ketat berdasarkan lamanya penyakit.
Sinusitis diklasifikasikan sebagai sinusitis akut jika periode infeksinya sembuh
dengan terapi medikamentosa tanpa terjadi kerusakan mukosa. Sinusitis akut rekuren
didefinisikan sebagai episode akut yang berulang yang dapat sembuh dengan terapi
medikamentosa saja sehingga tidak terdapat kerusakan mukosa yang irreversible.
Sinusitis kronis adalah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa
saja. Hal yang merupakan paradigma baru dari consensus international ini adalah, baik
pada sinusitis akut maupun kronis, jika obstruksi ostium dihilangkan dan terjadi laserasi
yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita maka mukosa yang telah rusak dapat
kembali mengalami regenerasi.
Untuk kepentingan praktis, kriteria untuk sinusitis akut dan kronis pada penderita
dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kriteria sinusitis akut dan kronik pada anak dan dewasa menurut
Internasional Conference on Sinus Disease 1993
KRITERIA SINUSITIS AKUT SINUSITIS KRONIK
Dewasa Anak Dewasa Anak
1. Lama Gejala dan Tanda < 8 mgg < 12 mgg ≥ 8 mgg ≥ 12 mgg
2. Jumlah Episode < 4x / thn < 6x / thn ≥ 4x / thn ≥ 6x / thn
5
Serangan akut, masing-masing
berlangsung minimal 10 hari
3. Reversibilitas mukosa Dapat sembuh sempurna Tidak dapat sembuh
sempurna
Dengan medikamentosa Dengan
medikamentosa
Sementara berdasarkan lokasi, sinusitis dapat dibagi menjadi :
a. Sinusitis maksilaris mengenai sinus maksila, bisa menyebabkan nyeri atau
rasa tertekan di daerah pipi
b. Sinusitits frontalis mengenai sinus frontalis, bisa menyebabkan nyeri atau
rasa tertekan di belakang atau di atas mata, sakit kepala
c. Sinusitis etmoidalis mengenai sinus etmoid, bisa menyebabkan nyeri atau
rasa tertekan di antara atau belakang mata
d. Sinusitis sfenoidalis mengenai sinus sfenoid, bisa menyebabkan nyeri atau
rasa tertekan dibelakang mata tapi sering menjalar ke vertex.
4. Etiologi
Faktor-faktor fisik, kimia, saraf hormonal atau emosional dapat mempengaruhi mukosa
hidung yang selanjutnya mempengaruhi mukosa sinus. Defisiensi nutrisi, kelelahan,
kesegaran fisik yang menurun dan penyakit sistemik juga penting dalam etiologi sinusitis.
Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering
yang dapat menyebabkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.
Panyebab sinusitis akut adalah :
1. Rhinitis akut
2. Infeksi faring seperti faringitis, adenoitis, tonsillitis akut.
3. Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3 serta P1 dan P2 (dentogen)
4. Berenang dan menyelam
5. Trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.
6. Barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.
6
Bakteri sering menjadi penyebab terjadinya sinusitis akut. Streptococcus pneumonia (30-
40%), Hemophillus Influenzae (20-30%), Moraxella catarhalis (12-20%) merupakan
bakteri pathogen yang ditemukan pada hampir 70% penderita sinusitis akut. Infeksi virus
juga sering memicu terjadinya sinusitis akut. Rhinovirus, virus influenza dan
parainfluenzae virus merupakan pathogen primer dalam 3-15% kasus sinusitis akut.
Adanya kelainan sinus ditemukan pada 87% pasien yang menderita rhinitis yang
disebabkan oleh virus. Komplikasi bakteri pada rhinitis yang disebabkan oleh virus
ditemukan pada 2% kasus.
Bakteri-bakteri penyebab sinusitis kronis antara lain pneumococcus, streptococcus,
hemophilus influenza, kuman gram positif anaerob, klebsiella, batang gram negative,
streptococcus pneumonia, streptococcus hemoliticus, pseudomonas. Golongan jamur dari
spesies candida, aspergilus juga dilaporkan sebagai penyebab sinusitis.
Kondisi dan faktor yang berperan pada sinusitis kronik diantaranya :
1. Kelainan anatomi yang mempengaruhi kompleks osteomeatal seperti septum
deviasi, konka bulosa, deviasi prosesus uncinatus.
2. Rhinitis alergi : alergi sebagai factor predisposisi dari sinusitis dimana terjadi
edema mukosa dan hipersekresi, keadaan ini akan menimbulkan penyumbatan
muara sinus mengakibatkan stasis sekret. Hal ini sebagai medium infeksi yang
pada akhirnya menimbulkan sinusitis kronik.
3. Nasal polip. Nasal polip dapat menekan komplek osteomeatal sehingga
menyebabkan terjadinya sinusitis kronis. Polip mengakibatkan terjadinya
kerusakan silia sehingga terjadi penurunan produksi dan aliran mucus akibatnya
terjadi stasis yang berlanjut menjadi sinusitis. Timbulnya polip nasal biasanya
dihubungkan dengan adanya inflamasi kronik dari rongga hidung.
4. Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna.
5. Faktor hormonal seperti kehamilan, pubertas dimana gangguan hormonal dapat
mengakibatkan terjadinya edema mukosa.
5. Epidemiologi
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30
juta individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau
7
asma berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. Rhinosinusitis lebih banyak menyerang
wanita dari pada pria. Dan sering pada wanita antara umur 25-64 tahunSinusitis baik
yang akut ataupun yang kronik mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di
masyarakat. Data di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan prevalensi 25
% terutama pada anak-anak dimana angka ini menunjukkan 2-3 kali lipat jumlah
angka di literatur luar negri.
6. Patofisiologi
Mukosa hidung dan sinus paranasal terdiri dari epitel torak bertingkat semu yang pada
permukaanya mempunyai silia. Diatas permukaaan epitel selalu terdapat lendir atau
mukus yang dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar seromukus yang disebut palut lendir.
Lendir ini berguna untuk melembabkan udara pernafasan dan menangkap partikel debu
dan kuman yang masuk ke rongga hidung dan sinus. Silia atau rambut getar bergerak
terus-menerus secara teratur dengan gerak cepat dan kuat ke arah tujuan dan gerakan
lentur dan lambat waktu kembali, sehingga dapat mengalirkan palut lendir dari hidung
dan muara sinus ke arah nasofaring dan dari dalam sinus kearah muaranya.9
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu, mukus
juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan1.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang
dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak
sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten
untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang
disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi
inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
8
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1
Dinding lateral hidung adalah organ penting yang didalamnya terdapat
saluran-saluran sinus dan mempunyai 3 tonjolan tulang yang dilapisi mukosa yang
disebut konka inferior, konka media, dan konka superior.
Terdapat 3 pasangan sinus yang besar, yaitu sinus maksilla, sinus frontal dan
sinus sphenoid masing-masing kiri dan kanan, serta beberapa sinus kecil dengan sel-sel
kecil yang disebut sinus etmoid ( anterior dan posterior ).
Sinus maksilla, sinus frontal dan sinus etmoid anterior disebut sebagai sinus
anterior yang bermuara di meatus medius, sedangkan sinus sphenoid dan sinus etmoid
posterior merupakan kelompok simus posterior yang bermuara di meatus superior
Sinusitis yang hanya mengenai beberapa sinus paranasal disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai sinus paranasal disebut pansinusitis.
Secara singkat agar sinus paranasal berfungsi dengan baik di perlukan 3 faktor
yaitu :
1. Ostium dalam keadaan baik ( terbuka )
2. Sistem mukosiliar bekerja baik
3. Kualitas dan kuantitas sekresi yang normal
6.1 Obstruksi mekanis
Menyebabkan terjadinya sumbatan pada ostium, dapat terjadi karena :
1. Deviasi septum
2. Obstruksi KOM
3. Hipertrofi konka
4. Polip
5. Tumor
6. Rinolit ( benda asing ) di dalam rongga hidung
Obstruksi KOM tersering akibat proses inflamasi pada mukosa hidung akibat
rhinitis kronis dan rhinitis alergi, dimana pada rhinitis alergi tidak hanya oleh karena
edema mukosa, juga akibat lendir yang banyak yang merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya bakteri.
9
Obstruksi persisten menyebabkan berkurangnya tekanan oksigen, menurunkan pH
sinus, disfungsi silia dan menyebabkan tekanan negatif dalam kavum sinus. Bersin
dan batuk menyebabkan bertambahnya tekanan negatif tersebut. Semua hal diatas
menyebabkan sinus sebagai media yang baik untuk tumbuhnya bakteri.
6.2 Infeksi saluran nafas atas
Sinusitis dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri : streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus group
A, Staphylococcus aureus, Niesseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas.
2. Virus : Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob : Fusobakteria
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada dinding hidung dan sinus
sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh
pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim
dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difus virus
pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret
yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik
untuk berkembangnya bakteri pathogen.
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi atau reinokulasi dari virus.
Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam
sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya
bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia
dan aktivitas keukosit.
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak
adekuat, obstruksi sehingga drainase tersebut terganggu dan terdapatnya beberapa
bakteri pathogen.
6.3 Sinusitis kronik dan asma
Keduanya memiliki patofisiologi yang sama yaitu memiliki proses dasar
inflamasi yang sama-sama memiliki yaitu :
1. Mediator kimia : histamin, prostaglandin, D2, leukotrin, C4, D4, E4
10
2. Cytokine : interleukin ( 4, 5, 9, 13 ), CCL 11, TNF α
3. Mediator selular : eosinofil, Th 2, limfosit
4. Sehingga keduanya sering disebut sebagai “ one airway….one disease”
6.4 Infeksi pada gigi
Hubungan yang dekat antara gigi maksilla belakang dengan sinus maksillaris
telah menjadi pertimbangan untuk terjadinya sinusitis maksillaris. Dimana terjadi
perjalaran lansung bakteri dari akar gigi ke sinus maksilla serta reaksi inflamasi
dan reaksi imunologi dari akar gigi sendiri. Streptococcus pneumonia,
Heamophillus influenza, Moraxella catharalis adalah yang paling sering
menimbulkan sinusitis akut, sedangkan bakteri anaerob merupakan penyebab
67% kasus sinusitis kronis.
6.5 Polusi udara
Polusi mengalami penumpukan di mukus selama inspirasi. Peningkatannya
dapat menyebabkan iritasi secara kimia dan fisik yang menyebabkan reaksi
inflamasi yang menyebabkan edema mukosa dan menghasilkan secret yang
berlebihan.
6.6 Baro trauma
Perjalanan menggunakan pesawat, menyelam, penggunaan oksigen hiperbarik
adalah penyebab sering menimbulkan kerusakan jaringan yang berhubungan
dengan perubahan tekanan yang terjadi dengan cepat (baro trauma). Pada baro
sinusitis, tekanan negatif ini terjadi karena ketidakseimbangan antara udara dalam
rongga hidung dan udara dalam sinus. Tekanan negatif ini menyebabkan tekanan
pembuluh darah mukosa edema, perdarahan mukosa dan submukosa dan
perdarahan ke dalam sinus, hal ini menybabkan penyeimbangan suhu udara.
7. Diagnosis
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
7.1 Gejala dan Tanda :
1.Kriteria Mayor :
Sekret nasal yang purulen
Drenase faring yang purulen
11
Purulent Post Nasal Drip
Batuk
2.Kriteria Minor :
Edem periorbital
Sakit kepala
Nyeri di wajah
Sakit gigi
Nyeri telinga
Sakit tenggorok
Nafas berbau
Bersin-bersin bertambah sering
Demam
7.2 Tes Diagnosa
1. Kriteria mayor
- Foto rontgeny (water’s radiograph atau air fluid level) : penebalan lebih
50% dari antrum
- Coronal CT Scan : penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus.
2. Kriteria minor
- Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
- Ultrasound
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :
1. Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor.
2. Tes diagnosa : 1 mayor = confirmatory, 1 minor = supuratif
7.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Transiluminasi
Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi akan
menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh dengan cairan)
12
b. Rontgen sinus paranasalis
Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa
1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat
pada foto waters.
Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini memiliki
kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat dikacaukan dengan penebalan
mukosa sinus.
c. CT Scan
CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang paling baik
akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang relevan untuk
mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut.
Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan dosis radiasi
yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.
d. Sinoscopy
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat
tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak dan
keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy
memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan buat pasien.
e. Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya lebih
akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian anterior. Namun
demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik
pada sinusitis dilakukan dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali
diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih
umum untuk penyakit ini.
8. Terapi10
13
Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai
dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik
mencukupi 10-14 hari.
Selain antibiotic pengobatan tambahan juga diperlukan seperti dekongestan dan
mukolitik. Hal ini dapat mengurangi udem serta palut secret yang menyumbat
ostium sehingga akan memudahkan bagi pengobatan definit untuk mecapai organ
targetnya.
Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini
II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan
antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik
mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan
pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau
bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.
Selain antibiotic pengobatan tambahan juga diperlukan seperti dekongestan dan
mukolitik. Hal ini dapat mengurangi udem serta palut secret yang menyumbat
ostium sehingga akan memudahkan bagi pengobatan definit untuk mecapai organ
targetnya.
Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.
Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis
ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.
Pembedahan
Radikal
a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
14
b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
Non Radikal
a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan
membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
Dan bila keadaan sinusitis yang kronik berhubugan dengan keadaan alergi atau rhinitis
alergi maka, penatalaksanaannya antara lain :
- Hindari alergen
- Medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa tergantung dari lama dan berat-ringannya gejala.
Obat yang biasa digunakan adalah antihistamin H1 generasi I, antihistamin
H1 generasi II, dan bila terdapat gejala hidung tersumbat dapat ditambah
pseudoefedrin.
Pada rinitis alergi persisten, bisa diberikan antihistamin generasi II (setirizin)
jangka lama. Bila gejala tidak membaik dapat diberikan kortikosteroid
intranasal misalnya mometason atau flutikason.
- Tindakan bedah.
Tindakan bedah hanya dilakukan pada kasus-kasus selektif misalnya sinusitis
dengan air-fluid level atau deviasi septum nasi.
. Komunikasi dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala dilakukan
dan pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala, mengingat rinitis Alergi
adalah penyakit kronik yang gejalanya akan hilang timbul. Pada gejala yang menetap dan
berat, diperlukan penilaian menyeluruh dan tatalaksana lanjut, antara lain imunoterapi.
9. Komplikasi7,8,10
15
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat
infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin
dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus
frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista
retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3. Komplikasi Intra Kranial
Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung
16
dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui
lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering
kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya
mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik
berupa malaise, demam dan menggigil
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal 1-6
17
3. http://www.geocities.com.sg/articles/RSUP Fatmawati.html . Diakses tanggal 25
Februari 2012
4. http://www.mayo fondation for medical education.com.sg/articles/sinus infections
problems.html. Diakses tanggal 25 Februari 2012
5. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In
advanced Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505 Wikipedia. Sinusitis.
Diakses dari www.medicastore.org/sinusitis
6. Adams, Boies, Highler. Dalam buku ajar penyakit THT.EGC. Jakarta 1997. Hal
240-259.
7. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis
8. Endang Mangunkusumo. Alergi sebagai penyulit sinusitis. Dalam simposium
PKB Bagian THT FKUI-RSCM. April 2003
9. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125
10. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=163
11. Bagian Ilmu Penyakit Telinga-hidug dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas HAsanuddin Makssar Sulawesi Selatan. Kumpulan Naskah Lengkap
Kursus, Pelatihan Dan Demo Bedah Sius Endoskopik Fungsional. FK Unahas.
Makassar. 2000
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A Tanggal pemeriksaan : 25 Februari 2012
Umur : 39 tahun
18
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamta : Jalan Purus 3 No.10 Padang
Suku bangsa : Minangkabau
ANAMNESIS
Seorang pasien wanita berumur 39 tahun ke poli THT RS Dr M Djamil Padang pada
tanggal 25 Februari 2012 dengan
Keluhan Utama : Hidung berair terus-menerus disertai bersin-bersin sejak 2 bulan yang
lalu
Riwayat penyakit sekarang :
♦ Hidung berair terus-menerus dan bersin-bersin sejak 2 bulan yang lalu. Ingus
yang keluar encer, kadang-kadang kekuningan dan bersin meningkat pada pagi
hari lebih dari 5 kali
♦ Hidung tersumbat tidak terus-menerus terutama bila sedang bersin-bersin sejak 2
bulan yang lalu.
♦ Penciuman mulai berkurang sejak 2 minggu yang lalu.
♦ Riwayat hidung gatal saat pagi hari ada sejak 2 bulan yang lalu
♦ Pasien mengaku sering merasakan cairan/ingus mengalir dari belakang hidung ke
tenggorokan dalam 2 bulan ini.
♦ Riwayat nyeri pada wajah yaitu pipi kanan dan kepala terasa berat ada
♦ Pasien sudah 3 kali berobat ke pukesmas dan diberikan beberapa macam obat, ada
yang putih 2 kali sehari, warna kuning dan merah 3 kali sehari dan terakhir pasien
membeli sendiri obat tremenza, namun tidak ada perbaikan
♦ Riwayat suara terasa sengau ada sejak 2 bulan yang lalu
♦ Riwayat demam tidak ada.
♦ Riwayat keluar darah dari hidung tidak ada.
♦ Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada.
♦ Riwayat gangguan pendengaran tidak ada.
19
♦ Riwayat telinga berdenging tidak ada.
♦ Riwayat sakit gigi disangkal.
♦ Riwayat nyeri menelan tidak ada.
♦ Riwayat batuk disangkal.
Riwayat penyakit dahulu :
♦ Riwayat sakit seperti ini tidak ada.
♦ Riwayat mata berair dan gatal akibat cuaca dingin ada.
♦ Riwayat nafas menciut pagi hari tidak ada
♦ Riwayat kemerahan pada kulit akibat makanan atau obat tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti ini
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan :
♦ Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis cooperative
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 91 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu : 37 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB
20
Paru
Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus terba 2 jari medial LMCS RIC V, tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (–)
Abdomen
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus + normal
Extremitas : edem -/-
Status Lokalis THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Diding liang
telinga
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Sempit
Hiperemi Tidakada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
21
Sekret/serumen
Ada / Tidak Ada Ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Kekuningan Kekunigan
Jumlah minimal Minimal
Jenis Lunak Lunak
Membran timpani
Utuh
Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada
Gambar
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes garpu tala
Rinne ( + ) ( + )
Schwabach Sama dengan
pemeriksa
Sama dengan
pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
22
Kesimpulan Telinga N Telinga N
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Ada (sinus maksila) Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi
Cukup lapang (N) Sempit Cukup lapang(N)
Sempit ada Tidak ada
Lapang Tidak ada Tidak ada
Sekret
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Konka inferior Ukuran Hipertrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
23
Permukaan Bergerigi Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Konka media Ukuran Sukar dinilai Eutrofi
Warna Sukar dinilai Merah muda
Permukaan Sukar dinilai Licin
Edema Sukar dinilai Tidak ada
Septum
Cukup
lupus/deviasi
Cukup lurus Cukup lupus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Massa
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada
Pengaruh
vasokonstriktor
Tidak ada Tidak ada
Gambar
Rinoskopi Posterior
24
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Cukup lapang Cukup lapang
Mukosa
Warna Merah muda Merah muda
Edem Tidak ada Tidak ada
Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
Konka inferior
Ukuran hipertrofi Eutrofi
Warna Kemerahan Merah muda
Permukaan Bergerigi Licin
Edem Tidak ada Tidak ada
Adenoid Ada/tidak Tidak ada Tidak ada
Muara tuba
eustachius
Tertutup sekret Tidak ada Tidak ada
Edem mukosa Tidak ada Tidak ada
Massa
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Post Nasal Drip Ada/tidak Sukar dinilai Sukar dinilai
Jenis Tidak ada Tidak ada
Gambar
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Simetris/tidak Simetris Simetris
25
Palatum mole +
Arkus Faring Warna Merah muda Merah muda
Edem Tidak ada Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding faring Warna Kemerahan Merah muda
Permukaan Licin Licin
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Muara kripti Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dengan pilarTidak ada Tidak ada
Peritonsil
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Gigi Karies/Radiks M3 atas PM3 bawah
Kesan
Lidah
Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal Normal
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
26
Gambar
Laringiskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis
Bentuk N N
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Pinggir rata/tidak Rata Rata
Massa Tidak ada Tidak ada
Ariteniod
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Gerakan Simetris Simetris
Ventrikular band
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Plica vokalis
Warna Merah muda Merah muda
Gerakan Simetris Simetris
Pingir medial Rata Rata
Massa Tidak ada Tidak ada
Subglotis/trakea Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Sinus piriformis Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Valekula Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret ( jenisnya ) Tidak ada Tidak ada
27
Gambar
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher : tidak ada pembesaran KGB
Inspeksi : tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening di leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di leher
RESUME
1. Anamnesis
Hidung berair terus-menerus dan bersin-bersin sejak 2 bulan lalu
Hidung tersumbat bila sedang bersin-bersin.
Penciuman mulai berkurang.
Riwayat hidung gatal saat pagi hari ada
Keluar cairan/ingus yang mengalir dari belakang hidung ke tenggorokan
28
Riwayat nyeri pada wajah dan sakit kepala disangkal
Pasien sudah 3 kali berobat ke pukesmas dan diberikan beberapa macam obat, ada
yang putih 2 kali sehari, warna kuning dan merah 3 kali sehari dan terakhir pasien
membeli sendiri obat tremenza, namun tidak ada perbaikan
Riwayat suara terasa sengau ada
Riwayat demam tidak ada.
Riwayat sakit gigi disangkal
2. Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior
- KND :, Kavum nasi sempit, sekret tidak ada, konka inferior hipertrofi,
hiperemis permukaan bergerigi, konka media sukar dinilai, septum
ditengah
3. Pemeriksaan penunjang : Ro waters
4. Diagnosis Kerja : Rhinosinusitis kronik maksila dekstra ec susp rhinitis alergi
5. Diagnosis Tambahan: karies dentis
Pemeriksaan anjuran Transiluminasi sinus paranasal
Rontgen sinus posisi waters, AP, lateral
Prick test
Nasoendoskopi
6. Terapi :
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Rhinofed 3 x 1
- Ambroxol 3 x1
- Nasal Spray 1x 2 semprot KNDS
7. Prognosis :
- Quo ad vitam : bonam
- Quo ad sanam : dubia et bonam
29