6 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Teori Stewardship
Teori Stewardship adalah teori utama yang menjadi dasar dalam penelitian
ini, dimana teori ini merupakan bagian dari agency theory (Donaldson dan Davis,
1991), yang menggambarkan situasi dimana para manajemen tidaklah termotivasi
oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka
untuk kepentingan organisasi. Teori tersebut mengasumsikan bahwa adanya
hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan
organisasi menggambarkan maksimalisasi utilitas kelompok principals dan
manajemen. Maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan
memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok organisasi
tersebut. Kontrak hubungan antara steward dan principals atas dasar kepercayaan
(amanah = trust) serta bertindak kolektif sesuai dengan tujuan organisasi adalah
model yang sesuai pada stewardship teori. Implikasi teori stewardship terhadap
penelitian ini, dapat menjelaskan eksistensi Pemerintah sebagai suatu lembaga
yang dapat dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik dengan
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan tepat, membuat pertanggungjawaban
keuangan yang diamanahkan kepadanya, sehingga tujuan ekonomi, dan
kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Untuk melaksanakan
tanggung jawab tersebut maka stewards (manajemen dan auditor internal)
mengarahkan semua kemampuan dan keahliannya dalam mengefektifkan
pengendalian intern untuk dapat menghasilkan laporan informasi keuangan yang
berkualitas.
2.2 Teori Agensi
Dalam Teori agensi terdapat dua istilah yakni principal (pemilik),dan
agent (Manager). Teori agensi memiliki gambaran bahwa agent berwewenang
dalam mengola perusahaan serta berhak mengambil keputusan atas nama investor.
Dalam teori ini menjelaskan perbedaan kepentingan antara manajemen dan
pemilik perusahaan menyebabkan adanya asimetri informasi karema principle
7 Universitas Kristen Petra
tidak ikut serta berperan aktif dalam manajemen perusahaan. Dalam hal ini
Principal menyerahkan tanggung jawab serta wewenang atas pengelolaan
perusahaan kepada agent untuk melakukan pekerjaannya. Delegasi otoritas ini
membuat para manajer memiliki inisiatif dalam membuat keputusan yang
strategis dan bertaktik agar operasional yang dikelola dapat memberikan
keuntungan bagi mereka yang mengontrol menjadi sebab utama terjadinya
konflik. Teori keagenan ini memberikan asumsi bahwa agent akan mengambil
keuntungan sebelum memenuhi kepentingan dari para pemegang saham.
Berkembangnya suatu perusahaan menjadi lebih besar akan berdampak pada
pemegang saham yang semakin meningkat membuat biaya agensi yang
dikeluarkan semakin meningkat. Hal ini akan berdampak pada pemilik karena
tidak dapat melakukan kontrol yang baik serta efesien terhadap manajer pengelola
perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa potensi konflik
kepentingan dapat terjadi di antara pihak-pihak yang berhubungan seperti antara
pemegang saham dengan manajer perusahaan (agency cost of equity) atau antara
pemegang saham dengan kreditur (agency costs of debt). Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan nominal
akuntansi diharapkan dapat menggurangi risiko terjadinya konflik diantara pihak
yang saling berkepentingan. Teori agensi ini sulit untuk diterapkan serta memilki
berbagai kendala dan belum cukup memadai, sehingga suatu konsep yang lebih
jelas diperlukan untuk perlindungan terhadap para pemegang saham. Konsep
tersebut harus memiliki hubungan dengan biaya agensi yang timbul dan
permasalahan dari konflik kepentingan, sehingga suatu konsep yang baru dapat
berkembang dalam rangka mengatur dan memonitor kepentingan para pihak yang
saling terkait dengan pengoperasional (pemegang saham) dan kepemilikan suatu
perusahaan, adalah konsep dari corporate governance. Corporate Governance
didasari oleh teori keagenan, sehingga diharapkan dapat berguna sebagai alat yang
memberikan keyakinan pada investor bahwa mereka akan menerima retun on
investment yang ditanamkan sebelumnya (Herawaty, 2008). Corporate
Governance memiliki keterkaitan antara cara investor membuat keyakinan bahwa
manajer akan memberikan return on investment dan yakin akan manajer untuk
tidak menggelapkan atau memberi investasi pada beberapa proyek yang dianggap
8 Universitas Kristen Petra
tidak menguntungkan yang berkaitan dengan modal atau dana yang telah
ditanamkan oleh investor, serta berkaitan dengan cara seorang investor dapat
mengendalikan manajer yang terpilih (Sheifer dan Vishny, 1997). Teori keagenan
merupakan fondasi untuk memahami corporate governance. Hal tersebut
disebabkan oleh teori keagenan yang mengindikasikan bahwa terdapat asimetri
informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai
prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga teori agensi menjadi dasar
pemikiran bahwa kinerja perusahaan yang lebih baik dapat dicapai karena adanya
good corporate governance (Haat, et al. 2008).
2.3 Good Corporate Governance
2.3.1 Pengertian Good Corporate Governance ( GCG )
Corporate governance merupakan suatu struktur hubungan dan
keterkaitannya dengan tanggung jawab di antara pihak yang saling berkaitan
dimana terdiri dari komisaris, para pemegang saham dan anggota dewan direksi
termasuk manajer, yang dipersiapkan untuk mewujudkan tercapainya suatu
kinerja yang berkompetensi dalam mewujudkan tujuan utama bagi suatu
perusahaan Organization Economic Cooperation and Development (OECD).
Corporate Governance juga merupakan suatu proses serta struktur yang berguna
untuk memberikan arahan dalam mengelola bisnis serta berbagai urusan suatu
perusahaan, dalam usaha mewujudkan kesejahteraan berbisnis dan akuntabilitas
suatu perusahaan, dengan tujuan utama yakni menciptakan nilai bagi para
pemegang saham dalam kurun waktu jangka panjang, dengan tetap
memprioritaskan kepentingan para stakeholders yang lain (Malaysian Finance
Committee on Corporate Governance February, 1999,Haat, 2008). Berikut
merupakan beberapa karakteristik board dari good corporate governance:
2.3.2 Board Independent/ Dewan Komisaris Independen (KOMIND)
Komponen Dewan Komisaris yang terdapat di dalam organisasi suatu
perusahaan memiliki tugas yakni memonitor serta memberikan nasehati bagi
kinerja para Dewan Direksi dalam mengelola suatu perusahaan dan menjalankan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dewan komisaris
9 Universitas Kristen Petra
juga berperan penting dalam corporate governance sebab hukum perseroan
berfokus pada urusan serta tanggung jawab legal suatu perusahaan pada dewan
komisaris. Dalam board independent terdapat System dual board (two-tier)
dimana sistem ini merupakan sistem yang dipergunakan bagi beberapa perusahaan
di Indonesia dalam struktur organisasi internal suatu perusahaan, yang satu
dikenal sebagai dewan komisaris, sedangkan satu yang lain dikenal sebagai dewan
direksi. Komisaris Independen juga merupakan anggota dewan komisaris yang
memiliki asal dari luar perusahaan yang bukan merupakan pegawai serta tidak
memiliki hubungan kepemilikian saham, keuangan dan kepengurusan. Komisaris
independen bertugas untuk membantu mempersiapkan suatu strategi untuk jangka
panjang bagi perusahaan, dan secara berkala melakukan tinjauan atas
implementasi tersebut. Dalam usaha corporate governance mewajibkan adanya
komisaris independen dalam perusahaan yang dinilai mampu mendongkrak dan
mewujudkan situasi yang lebih objektif, independent serta dapat menciptakan
kesetaraan sebagai wujud dari prinsip utama dalam memberikan perhatian bagi
kepentingan stakeholder lainnya dan bagi para pemegang saham minoritas .
Selain itu, komisaris independen juga dapat berperan dalam menyelesaikan
permasalahan atau dengan kata lain sengketa yang terjadi diantara dewan
komisaris dengan para pemegang saham. Pembentukan komisaris independen
diacu oleh keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap para pemegang
saham minoritas dalam PT terbuka. Pertanggungjawaban yang utama dari
Komisaris Independen ialah memberi kepastian adanya Good Corporate
Governance dengan wujud pengawasan kepada Dewan Direksi dan memberikan
masukan demi suatu kepentingan bagi perusahaan berupa hal-hal yang memiliki
keterkaitan dengan strategi bisnis yang efisien, pengisian jajaran eksekutif dan
manajerial dengan individu yang berkompetensi, memastikan sistem informasi
dan melakukan pengendalian serta audit terhadap perusahaan yang telah berjalan
dengan baik, dan memastikan ketaatan suatu perusahaan terhadap hukum yang
berlaku. Selain itu, Fama dan Jensen (1983) juga menyatakan bahwa komisaris
independen (non executive director) dapat bertindak sebagai penengah dalam
perselisihan yang terjadi antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan
manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
10 Universitas Kristen Petra
2.3.3 Board Gender
Gender ialah sekumpulan dari ciri khas yang memiliki keterkaitan dengan
jenis kelamin seseorang dan mengarahkan pada peran sosisal atau identitasnya
dalam masyarakat. Menurut WHO gender memiliki penegrtian sebagai
seperangkat perilaku, kegiatan, peran dan atribut yang dinilai layak bagi laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dalam suatu masyarakat.
Diversifikasi struktur sumberdaya bagi manusia yang berkaitan dengan campuran
gender serta ras seringkali dinilai sebagai suatu hal penting untuk memaksimalkan
sumberdaya suatu perusahaan (Siciliano, 1996). Keragaman dari suatu
perusahaan dibutuhkan agar dapat meningkatkan serta mengoptimalkan inovasi
perusahaan. Perempuan seringkali dianggap memberikan perhatian yang lebih
besar dalam mengelola perusahaan. Direksi perempuan juga dinilai lebih banyak
hadir dalam rapat-rapat direksi serta lebih terlibat dengan antusias dalam dalam
memimpin rapat maupun mengikuti jalannya rapat. Menurut Kusumatuti et.al.
(2007), perempuan cenderung menghindari risiko, memiliki sikap kehati-hatian
yang sangat tinggi, dan lebih teliti dibandingkan laki-laki. Sisi inilah yang
membuat perempuan tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan.
Untuk itu dengan adanya perempuan dalam jajaran direksi dinilai dapat membantu
dalam pengambilan keputusan yang lebih tepat dan berisiko lebih rendah.
2.3.4 Board size
FCGI (2002) berpendapat bahwa Board size memiliki dua bentuk sistem
dewan/board dalam perusahaan yakni one tier system (sistem satu tingkat) dan
two tier system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat memiliki pengertian
bahwa perusahaan hanya memiliki satu dewan umumnya ialah kombinasi antara
pengurus senior (direktur eksekutif) atau manajer dan direktur independen yang
bekerja mimiliki prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Sistem ini biasanya
dianut oleh negara yang memiliki sistem Anglo Soxon,seperti Amerika Serikat
dan Inggris. Sistem dua tingkat memiliki dua badan terpisah yakni dewan
manajemen ( dewan direksi ) dewan pengawas ( dewan komisaris). Dewan direksi
memiliki peran dalam mengelola serta mewakili perusahaan di bawah
pengawasan dan pengarahan dewan komisaris dimana Dewan komisaris ini juga
11 Universitas Kristen Petra
berperan untuk memonitor tugas atau kinerja manajemen. Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI,2002) juga menyatakan bahwa Indonesia
menganut two tier system sebab sistem hukum di Indonesia berasal dari sistem
hukum Belanda. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan
Terbatas” Dewan Komisaris ialah organ perseroan yang memiliki peran dalam
memberi nasihat kepada direksi serta melakukan monitor atau pengawasan secara
umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar. 25 Dewan komisaris
memiliki berbbagai fungsi antara lain sebagai fungsi nasihat kepada manajemen,
dan fungsi servis yang berarti dewan komisaris memberikan konsultasi. Sebagai
fungsi kontrol yang berarti dewan komisaris mewakili mekanisme internal untuk
mengontrol perilaku oportunistik manajemen sehingga dapat membantu
menyelaraskan kepentingan pemegang saham dan manajer (FCGI,2002).
Kelemahan dari banyaknya jumlah dewan berkaitan dengan masalah koordinasi
dan komunikasi dimana meningkatnya jumlah dewan akan menyebabkan
turunnya kemampuan dewan dalam mengendalikan manajemen sehingga
menimbulkan permasalahan agensi dari pemisahan antara kontrol dan manajemen.
Menurut (Raluca,2013) Adanya dewan komisaris hanya menyebabkan perusahaan
akan memiliki ketergantungan pada dewannya dalam mengelola sumber dayanya
secara lebih baik sehingga dapat berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.
2.4 Cash Conversion Cycle
Cash conversion cycle merupakan lamanya waktu membayar modal kerja
dan mengumpulkan uang tunai dari penjualan modal kerja (Brigham dan Huston,
2009: 495). Secara definitif yang dimaksudkan dengan cash conversion cycle atau
siklus konversi kas adalah interval waktu antara pengeluran kas untuk pembelian
bahan baku sampai dengan terkumpulnya kembali kas dari hasil penjualan barang
jadi (Deloof, 2003). Konsep dari siklus perputaran kas atau cash conversion cycle
menurut Horne dan Wachowicz (2000) keuntungan akan didapatkan oleh
perusahaan dengan cara mempercepat penerimaan kas dan memperlambat
pengeluaran kas yang digunakan untuk membayar hutang. Perusahaan
mempercepat penerimaan kas agar dapat menggunakan kas tersebut untuk
kebutuhan utama yang dapat meningkatkan efisiensi yang akan meningkatkan
12 Universitas Kristen Petra
profitabilitas dan nilai perusahaan, dan perusahaan akan berusaha untuk menunda
pembayaran hutang tanpa harus menurunkan kepercayaan kreditor agar dapat
meingkatkan manfaat kas yang didapat.
Secara umum cash conversion cycle berasal dari receivable days ditambah
inventory days dikurangi dengan payable days. Semakin pendek waktu yang
diperlukan maka semakin baik untuk perusahaan, sebaliknya semakin panjang
waktu yang diperlukan semakin banyak modal yang harus ditanamkan.
Pengukuran cahs conversion cycle menggunakan rumus (Keown, et. al,
2001:492):
(2.1)
Dimana :
DSO = Days Of Sales Outstanding
DSI = Days Of Sales In Inventory
DPO = Days Of Payable Outstanding
2.4.1 Days of Sales Outstanding
Menilai likuiditas suatu perusahaan sangatlah penting untuk menghitung
kualitas dan likuiditas piutang (Subramarnyam and Wild, 2010). Kualitas disini
dimaksudkan pada kemungkinan tertagihnya piutang tanpa menimbulkan
kerugian, sedangkan likuiditas piutang mengacu pada kecepatan konversi piutang
menjadi kas. Kecepatan konversi ini diatur menggunakan tingkat perputaran
piutang (Subramarnyam dan Wild, 2010).
Salah satu cara untuk menganalisa piutang usaha adalah dengan
menggunakan metode analisis yaitu rasio periode pengumpulan piutang rata-rata
(Days of Sales Outstanding) atau biasa di kenal juga dengan Account receivable
days. Days of Sales Outstanding adalah waktu yang digunakan perusahaan untuk
menagih piutangnya atau kemampuan perusahaan untuk menagih piutang-
piutangnya. Pengukuran account receivable days menggunakan rumus (Keown et
al., 2001:492):
13 Universitas Kristen Petra
(2.2)
2.4.2 Perputaran persediaan Harian ( Days of Inventory outstanding)
Persediaan merupakan salah satu bagian dari modal kerja (Subramarnyam
dan Wild, 2010). Sebagian perusahaan mempertahankan jumlah persediaan pada
tingkat tertentu. Perusahaan ingin memiliki persediaan yang cukup agar proses
produksi ataupun penjualan perusahaan dapat terus berjalan. Manajemen dapat
menganalisa pengelolaan persediaan perusahan dengan mengukur tingkat
perputaran harian (Days of Inventory outstanding). Days of Inventory outstanding
merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang di jual dengan nilai rata-
rata yang dimiliki perusahaan (Munawir, 2007). Perhitungan Days of Inventory
outstanding menunjukan seberapa banyak perusahan membutuhkan waktu untuk
mengubah persediaan menjadi kas atau menjadi piutang. Analisis perputaran
persediaan harian ini menggunakan rumus Keown et al., (2001):
(2.3)
2.4.3 Days of Payable Outstanding
Account payable merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan
yang bersifat jangka pendek (Gitman, 2011). Days of Payable Outstanding
merupakan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam melakukan
pembayaran atas hutang-hutangnya. Apabila perusahaan mampu menunda
pembayaran hutang-hutangnya tanpa meningkatkan biaya operasi maka akan
meningkatkan profitabilitas perusahaan (Brigham dan Huston, 2009). Menurut
Gitman (2012) Days of Payable Outstanding merupakan rata-rata waktu yang
diperlukan oleh perusahaan untuk membayar hutang dagang. Secara umum
perusahaan akan mendapatkan keuntungan dengan mempercepat penerimaan kas
dan memperlambat pengeluaran kas atau pembayaran utang. Perusahaan berusaha
untuk menunda pembayaran utang selama yang merka bias untuk meningkatkan
manfaat kas yang telah didapatkan (Horne dan Wachowicz, 2000). Pengukuran
Days of Payable Outstanding menggunakan rumus Keown et al., (2001:492):
14 Universitas Kristen Petra
(2.4)
2.5 Firm Performance ( ROA )
Firm performance atau Kinerja perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan rasio keuangan (Prasinta, 2012). Investor melakukan penanaman
modal salah satunya dengan melihat rasio profitabilitas (Prasinta, 2012). Rasio
profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Return on Asset
(ROA) karena dapat memberikan gambaran tingkat pengembalian keuntungan
yang dapat diperoleh investor atas investasinya (Prasinta, 2012). Selain itu dengan
ROA, investor dapat melihat bagaimana perusahaan mengoptimalkan penggunaan
asetnya untuk dapat memaksimalkan laba yang juga menjadi tujuan GCG untuk
menggunakan aset dengan efisien dan optimal (OECD, 2004). ROA merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam
memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan keseluruhan total aset yang
dimiliki (Attar, Islahuddin, & Shabri, 2014). ROA mengukur seberapa efektif
perusahaan dapat mengubah pendapatan dari pengembalian investasinya menjadi
asset. Semakin tinggi ROA perusahaan, semakin baik. Beberapa perusahaan
menekankan net margin yang tinggi untuk meningkatkan ROA mereka. Untuk
menghitung ROA menggunakan rumus (Permata, Kusumawati, & Suryawati,
2012):
(2.5)
Keterangan :
ROA = return on asset ( tingkat perputaran asset )
Net income = pendapatan bersih
Total asset = jumlah dari seluruh gross investments, cash and equivalents,
receivables, and other assets as they are presented on the
balance sheet.
15 Universitas Kristen Petra
2.6 Firm Size
Klasifikasi ukuran perusahaan terbagi dalam 3 kategori yaitu, large firms,
medium firms dan small firms (Mardiyah, 2001). Ukuran perusahaan (Firm size)
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan
total aktiva perusahaan atau total penjualan bersih (Kurniasih & Sari, 2013).
Perusahaan yang besar memiliki profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan uang kecil dikarenakan adanya market power dan market experience
sehingga dapat menjual produknya dengan harga yang lebih tinggi (Pervan, 2012).
Menurut (Audretsch & Elston, 2000) perusahaan besar juga memiliki akses yang
lebih mudah untuk mendapatkan pendanaan sehingga memiliki kesempatan
investasi yang lebih luas. Adanya kesempatan investasi yang luas berdampak pada
meningkatnya kesempatan bertumbuh perusahaan dan pada akirnya meningkatkan
nilai perusahaan. Menurut Sawir (2004) perusahaan besar memiliki kelebihan
dibandingkan dengan perusahaan berukuran kecil. Kelebihan tersebut yaitu :
1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan
memperoleh dana dari pasar modal.
2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar (bargaining power)
dalam kontrak keuangan.
3. Adanya kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba.
Pada penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan log total
penjualan dibandingkan dengan log total asset, dikarenakan total sales memiliki
hubungan terhadap cash conversion cycle. Ukuran yang dapat digunakan untuk
menggambarkan ukuran suatu perusahaan adalah logaritma natural dari total
penjualan (Margaretha dan Ramadhan, 2010). Sehingga penelitin kali ini
menggunakan rumus:
(2.6)
Keterangan :
Firm size = Ukuran Perusahaan
LnTS = Logaritma natural dari total sales
16 Universitas Kristen Petra
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu
Margaretha & oktaviani (2016 ) dalam penelitian berjudul “ Pengaruh
Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitias Pada Usaha Kecil Menengah di
Indonesia”. Sampel yang digunakan dalam penelitian 42 UKM yang terdaftar di
PEFINDO periode 2009 – 2014. Hasil menunjukan pengaruh negatif antara siklus
konversi kas terhadap return on asset. Rikalmi & Wibowo(2016) Dalam
penelitiannya berjudul “ Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Modal Kerja Terhadap
Profitabilitas Perusahaan”. Dengan sample perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2014 dengan total observasi
sebanyak 234 perusahaan. Hasil penelitian menunjukan modal kerja (CCC)
berpengaruh terhadap variabel return on assets (ROA) sedangkan variabel ukuran
perusahaan (firm size) tidak berpengaruh terhadap variabel return on assets
(ROA). J. Niresh & Velnampy (2014), dalam penelitiannya berjudul ” Firm Size
and Profitability: A Study of Listed Manufacturing Firms in Sri Lanka”. Dengan
sample data dari 15 perusahaan yang aktif di Colombo Stock Exchange (CSE)
antara tahun 2008 sampai 2012. Hasil penelitian menunjukan Tidak ada hubungan
indikatif antara perusahaan ukuran dan profitabilitas perusahaan manufaktur yang
terdaftar, temuan tersebut mengungkapkan. Selain itu, hasilnya menunjukkan
bahwa perusahaan ukuran tidak memiliki dampak besar pada profitabilitas
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Sri Lanka
Yasir et al.(2014) dalam penelitiannya berjudul “ Cash Conversion Cycle
and its Impact upon Firm Performance: an Evidence from Cement Industry of
Pakistan”. Dengan sample 16 perusahaan industri semen pakistan dari 2007 –
2016. Hasil penelitian menunjukan periode pengumpulan piutang dan inventaris
memiliki hubungan negatif dengan pengembalian aset, Berdasarkan korelasi
negatif antara siklus konversi dan pengembalian aset, disimpulkan bahwa siklus
konversi tunai yang lebih tinggi.
Muscettola (2014). Dalam penelitiannya berjudul “Cash Conversion Cycle
and Firm’s Profitability: An Empirical Analysis on a Sample of 4,226
Manufacturing SMEs of Italy” . Hasil penelitian menunjukan siklus konversi kas
tidak memiliki keterkaitan yang signifikan dengan profitabilitas yang
17 Universitas Kristen Petra
mengindikasikan bahwa tidak perlu selalu ada siklus konversi kas yang lebih
rendah akan menjadi profitabilitas.
Ghabayen (2012). Dalam penelitiannya berjudul “ Board Characteristics
and Firm Performance: Case of Saudi Arabia “ . dengan sample berdasarkan
laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di tahun 2011 sampel perusahaan non-
keuangan di Pasar Saudi (Tadawul). Hasil penelitian menunjukan Antara
komposisi board dan ROA (negatif dan signifikan) - Antara ukuran board dan
ROA (tidak ada hubungan) Antara komposisi AC dan ROA (tidak ada hubungan)
-Beberapa ukuran AC dan ROA (tidak ada hubungan) Kitizo (2011) dalam
penelitiannya berjudul “ the effect of board characteristic on the financial
performance of firm listed in the manufacturing and allied sector of the nairobi
securities exchange”. Dengan sample Data sekunder dikumpulkan dari laporan
tahunan dan laporan keuangan publik yang tersedia untuk publik, dengan data tata
kelola perusahaan dan pasar yang dikumpulkan dari perpustakaan Pasar Modal
dan situs Bursa Efek Nairobi. Hasil penelitian menunjukan Independen variabel
independensi BOD ternyata memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap
ROE, independensi BOD memiliki hubungan negatif dengan ROA.
Ng et al.(2016) dalam penelitiannya berjudul “ the relationship between
board characteristic and firm financial performance in malaysia”. Hasil
penelitian menunjukan Board size dan board tenure berhubungan secara
signifikan dengan ROE dan ROA. Ukuran board secara signifikan signifikan
dengan kinerja perusahaan Penguasaan dewan secara statistik signifikan dengan
kinerja perusahaan. Masa jabatan yang lebih lama akan mengurangi pencapaian
ROA perusahaan dan sebaliknya untuk ROE. Tidak ada hubungan yang signifikan
antara dualitas CEO dan kinerja perusahaan. Oluwabemiga et al. (2016) Dalam
penelitiannya berjudul “Impact of Board Size and Firm’s Characteristics on the
Profitability of Listed Companies in Nigeria”. Dengan sample data sekunder yang
diambil dari laporan keuangan yang diaudit dari sampel 70 perusahaan dengan
sengaja dipilih dari 198 perusahaan yang terdaftar di Nigeria. Hasil penelitian
menunjukan hubungan yang signifikan antara return on capital yang digunakan
dan tiga variabel penjelas yang meliputi ukuran dewan, ukuran perusahaan dan
umur perusahaan.
18 Universitas Kristen Petra
2.8 Hipotesis Penelitian
2.8.1 Pengaruh Cash Conversion Cycle terhadap Firm performance
CCC digunakan sebagai ukuran keseluruhan Working Capital, karena
menunjukkan jarak antara pengeluaran untuk pembelian dan pengumpulan
penjualan (Padachi 2006). Jordan (2003) mendefinisikan siklus kas sebagai
"Waktu antara pencairan uang tunai dan pengumpulan uang tunai ". Para peneliti
mempelajari hubungan antara panjang CCC dan Profitabilitas perusahaan.
Sebagian besar penelitian menguji hubungan empiris antar kedua variabel
menunjukkan hubungan yang signifikan dan negatif. Moss dan Stine (1993)
menemukan bahwa CCC terkait dengan usaha kecil karena usaha kecil perlu
mengatur ketersediaan uang mereka dengan lebih baik. Margaretha & oktaviani
(2016) juga menemukan hasil yang menunjukan pengaruh negatif antara siklus
konversi kas terhadap return on asset. Yasir et al. (2014) Dengan sample 16
perusahaan industri semen pakistan dari 2007 – 2016. menunjukan korelasi
negatif antara siklus konversi dan return on asset. Majeed et al. (2013) juga
menemukan hubungan negatif antara Cash conversion cycle dan return on asset.
Dalam penelitian Muscettola (2014) tidak menemukan hubungan signifikan
positif antara cash conversion cycle dengan roa . semakin besar cash conversion
cycle maka semakin besar juga profitabilitas yang akan didapatkan oleh
perusahaan. maka itu mengarah pada penciptaan hipotesis di bawah ini:
H1 : CCC berpengaruh terhadap Firm Performance
2.8.2 Pengaruh Board Characteristic terhadap Firm Performance
Ukuran dewan dianggap sebagai penentu penting perusahaan yang efektif
pemerintahan (Pearce dan Zahra, 1992; Jensen, 1993; Dalton et al., 1999). Teori
ketergantungan sumber daya menunjukkan bahwa board yang lebih besar
dikaitkan dengan tingkat kinerja perusahaan yang lebih baik, karena semakin
besar board size semakin baik kinerja perusahaan. Beberapa penelitian lain
19 Universitas Kristen Petra
menemukan hubungan positif antara ukuran dewan dan kinerja perusahaan.
Mereka menunjukkan bahwa papan besar menghasilkan kinerja yang lebih baik
karena beragam keahlian dan pengalaman hadir untuk pengambilan keputusan
yang lebih baik dan memantau kinerja CEO (Zahra & Pearce, 1989). Dalam
penelitian ghabayen (2012 ) Secara empiris, Adams dan Mehran (2005)
mempelajari hubungan antara ukuran dewan dan kinerja perusahaan di AS dengan
menggunakan sampel dari 35 perusahaan induk bank publik yang diperdagangkan
pada tahun 1959-1999. Mereka menemukan bahwa board size dan board
independent memiliki efek positif pada kinerja perusahaan mereka. Hasil serupa
juga ditemukan oleh penelitian lain (Pfeffer, 1972; Zahra & Pearce, 1989;Dalton
& Ellstrand, 1999; Mak & Li, 2001). Selain itu Dalam penelitian lain Ng et al.
(2016) menemukan adanya hubungan signifikan antara board size dan ROA
Sedangkan.dengan meneliti hubungan antara atribut corporate governance dan
kinerja keuangan perusahaan di Malaysia. hubungan antara karakteristik board
(board tenure, ukuran dewan dan dualitas CEO) yang dianalisis untuk
menyelidiki korelasi mereka dengan kinerja keuangan perusahaan. Sebanyak 100
publik perusahaan yang terdaftar secara acak dipilih dari Bursa Malaysia untuk
tahun 2009 sampai 2013. maka itu mengarah pada penciptaan hipotesis di bawah
ini:
H2 : Board Characteristic berpengaruh terhadap Firm Performance
2.8.3 Pengaruh firm size terhadap Firm performance
Mayoritas penelitian mengukur pengaruh ukuran perusahaan pada
profitabilitas telah menemukan hasil yang positif arah antara ukuran perusahaan
dan profitabilitas. Sejalan dengan ini, hubungan positif antara ukuran perusahaan
dan profitabilitas ditemukan oleh Vijayakumar dan Tamizhselvan (2010). Penulis
menggunakan ukuran ukuran yang berbeda (penjualan dan total aset) dan
profitabilitas (profit margin dan laba atas total aset) sambil menerapkan model
pada sampel dari 15 perusahaan yang beroperasi di India Selatan dalam studi
mereka, Menurut dia Ukuran perusahaan mutlak memainkan peran luar biasa
dalam menjelaskan profitabilitas.
20 Universitas Kristen Petra
Oluwabemiga et al. (2016) Untuk ukuran perusahaan menemukan bahwa
faktor signifikan positif untuk pertumbuhan profitabilitas terdaftar perusahaan di
Nigeria. Didirikan bahwa perusahaan yang terdaftar telah mengintensifkan upaya
untuk memastikan pertumbuhan dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada
akhir-akhir ini mengenai peningkatan modal dasar perusahaan-perusahaan yang
terdaftar dicapai melalui merger dan akuisisi. Dengan demikian, peningkatan
profitabilitas dapat dikaitkan dengan pertumbuhan Dalam ukuran perusahaan
karena hasil regresi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ukuran
dewan direksi dan laba atas modal yang digunakan. maka itu mengarah pada
penciptaan hipotesis di bawah ini. Dalam Penelitian lain Rikalmi & Wibowo
(2016) tidak menemukan adanya hubungan antara firm size dengan ROA Niresh
& Velnampy (2014), dalam penelitiannya berjudul ” Firm Size and Profitability:
A Study of Listed Manufacturing Firms in Sri Lanka”. Dengan sample data dari
15 perusahaan yang aktif di Colombo Stock Exchange juga tidak menemukan
hubungan antara firm size dan return on asset
H3 : Firm size berpengaruh terhadap Firm Performance