Download - 190879970 Lapkas Stroke
CASE REPORT
STROKE INFARK
DISUSUN OLEH
ASNANDI
IMAM BAIHAQI
KRISNILA PETTY ANDARI
PEMBIMBING : dr. H. DENNY RAHARDJONO
Sp. S
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR NEUROLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATIRSUD CIAMIS
2013
1
BAB I
STATUS ORANG SAKIT
No. Catatn Medik : 330813
Masuk RSUD Ciamis : 22 – 07- 2013
Pukul : 22. 05 WIB
I. IDENTITAS PASIEN
Nama penderita
Jenis kelamin
Umur
Status perkawinan
Agama
Pekerjaan
Suku bangsa
Alamat
: Tn Y
: Laki-laki
: 58 Tahun
: Kawin
: Islam
: Tani
: Sunda, Indonesia
: Kiara Payung Rancah, Ciamis
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis
a. Riwayat Penyakit
Keluhan utama : Lemas bagian tangan dan kaki kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 4 jam SMRS Os tiba-tiba tidak sadarkan diri selama 15 menit.
Dengan posisi miring ke kanan. Kepala os tidak terbentur dengan keras.
Setelah sadar, Os mengeluh lemas dan merasa sulit untuk menggerakan
tangan dan kaki kiri sejak pukul 19.00 WIB. Menurut Os, sebelum tidak
sadarkan diri, os merasa pusing. Nyeri kepala, mual, muntah disangkal.
Namun Os mengeluh nyeri di ulu hatinya. Menurut keluarga Os, setelah
sadar, cara bicara Os menjadi susah atau seperti orang pelo.
2
Os sempat dibawa berobat ke dokter di Puskesmas Rancah dan segera
dirujuk ke IGD RSUD Ciamis dan mendapatkan terapi Infus D5%.
Os baru pertama kali mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat
hipertensi, penyakit jantung, diabetes atau penyakit lainnya disangkal. Riwayat
alergi, terjatuh atau terbentur disangkal.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama seperti yang os
rasakan.
d. Riwayat habituasi
Os merokok 2 batang per hari. Kebiasaan merokok telah berlangsung ± 40
tahun
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 170/100 mmhg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.6 0C
a. Pemeriksaan Generalis
Kepala Wajah : asimetris
Mata : oedem palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
Pupil isokor , reflex cahaya +/+
Telinga : tidak nampak kelainan
Hidung : Sekret (-/-), PCH (-/-)
Mulut : mulut asimetris, Mukosa bibir basah, lidah kotor (-), sianosis
(-).
Leher Bentuk : Simetris
KGB : Tidak teraba pembesaran
3
JVP : Tidak meningkat
Thoraks Bentuk dan Pergerakan Simetris
Pulmo :
Depan BelakangInspeksi Simetris saat statis dan
dinamisSimetris saat statis dan dinamis
Palpasi Taktil fremitus kiri sama dengan kananTidak ada benjolanTidak ada nyeri tekan
Taktil fremitus kiri sama dengan kananTidak ada benjolanTidak ada nyeri tekan
Perkusi Sonor Kedua lapang paru
Sonor Kedua lapang paru
Auskultasi Vesikuler kedua lapang paru
Vesikuler kedua lapang paru
Cor:
Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus cordisPalpasi Iktus cordis tidak terabaPerkusi Batas kanan : sela iga IV linea sternalis kanan
Batas kiri : sela iga V 2 jari setelah linea
midclavicularis kiri
Batas atas : sela iga III linea parasternalis kiriAuskultasi Bunyi jantung I - II murni reguler, murmur ( - ),
gallop (-)
Abdomen Inspeksi Simetris, datarPalpasi
Dinding perut
Hati
Limpa
Ginjal
Supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Tidak teraba pembesaran
Tidak teraba pembesaran
Ballotement ( - ), nyeri ketok CVA ( - )Perkusi Shifting dullness ( - )Auskultasi Bising usus (+) normal
4
Anogenital Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas Superior InferiorAkral Hangat HangatSianosis Tidak ada Tidak adaCRT < 2 detik < 2 detik
b. Pemeriksaan Neurologis
Reflek meningeal :
• Kaku kuduk (-)
• Brudzinski I (-)
• Brudzinski II (-)
• Laseque(-)
• Kerniq (-)
Saraf Otak
Nervus Kanan KiriN I
Penciuman Baik Baik
NIITajam PenglihatanLapangan penglihatanMelihat warnaFundus okuli
BaikBaikTidak dilakukanTidak dilakukan
BaikBaikTidak dilakukanTidak dilakukan
N IIISela mataPergerakan bulbusStrabismusNystagmus
1,5 cmTidak nampak kelainanTidak adaTidak ada
1,5 cmTidak nampak kelainanTidak adaTidak ada
N IVPergerakan mata (bawah dan keluar)Melihat kembar
Baik
Tidak ada
Baik
Tidak ada
N VMembuka mulutMengunyahMenggigitReflek korneaSensibilitas
BaikBaik Baik Baik Baik
BaikBaikBaikBaikBaik
5
N VI Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
N VIIMengerutkan dahi dan mengangkat alisMenutup mataMemperlihatkan gigi
Baik
BaikSudut mulut mencong ke kanan
Baik
BaikSudut mulut tampak sedkit mencong ke kanan
N VIIIPendengaran Baik Baik
N IX Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N XBicaraMenelan
PeloTidak ada keluhan
N XIMengangkat bahuMemalingkan kepala
BaikBaik
BaikBaik
N XIIJuluran lidahTremor lidahArtikulasi
Mencong ke kiriTidak adaBaik
Gerakan-gerakan Abnormal
Tremor NegatifAthetosis NegatifMiokloni NegatifKhorea Negatif
Alat vegetative
Miksi NormalDefakasi Normal
Tes tambahan
Tes Patrick NegatifTes Kontra Patrick Negatif
Anggota Gerak
Kanan KiriSUPERIOR
6
Motorik PergerakanKekuatanAtrofi
Baik5
Tidak ada
Sulit2
Tidak adaSensibilitas
TaktilNyeriThermi
BaikPositif
Tidak dilakukan
Tidak adaPositif
Tidak dilakukanRefleks
BisepsTrisepsRadiusUlna
++++
++++
INFERIORMotorik
PergerakanKekuatanAtrofi
Baik5Tidak ada
Tampak Sulit4Tidak ada
SensibilitasTaktilNyeriThermi
BaikPositif
Tidak dilakukan
sedikitPositif
Tidak dilakukanRefleks
PatellaAchillesBabinskychaddock
++--
++--
Siriraj Stroke Score
[(2,5 x Compos Mentis) + (2 x muntah tidak ada) + (2x Nyeri kepala tidak ada) +
(0,1 x 100) – ( 3 x penanda ateroma tidak ada) – 12] = 0 +0=0+10-0-12 = -2
(stroke infark)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (23 – 07 – 2013)
Hematologi
Hemoglobin : 12,1 g/dl
7
Hematokrit : 37,0 %
Jumlah leukosit : 4400/µl
Jumlah trombosit : 221.000
Laju endap darah : 10
KIMIA DARAH
GDS : 151 mg/dl
Ureum : 23,4 mg/dL
Kreatinin : 1,35 mg/dL
Asam Urat : 8,5 mg/dl
Kolesterol total : 186 mg/dl
Kolesterol HDL : 53,3 mg/dl
Kolesterol LDL : 100,3 mg/dl
Trigliserida : 162 mg/dl
Elektrolit
Natrium,Na : 137 mmol/L
Kalium,K :3,5 mmol/L
Clorida,Cl :107 mmol/L
Kalsium,Ca :8,6 mmol/L
b. EKG
Kesan : Sinus Ritmik, dalam batas normal
c. Foto Thorax
Kesan : Cardiomegali
d. Ct-Scan Kepala tanpa kontras
8
Kesan : Perdarahan intracerebral di temporofrontalis kanan
IV. RESUME
Seorang laki-laki 58 tahun datang ke IGD RSUD Ciamis dengan
keluhan sejak 4 jam SMRS Os tiba-tiba tidak sadarkan diri selama 15 menit.
Dengan posisi miring ke kanan. Kepala os tidak terbentur dengan keras.
Setelah sadar, Os mengeluh lemas dan merasa sulit untuk menggerakan
tangan dan kaki kiri sejak pukul 19.00 WIB. Menurut Os, sebelum tidak
sadarkan diri, os merasa pusing. Nyeri kepala, mual, muntah disangkal.
Menurut keluarga Os, setelah sadar, cara bicara Os menjadi susah atau
seperti orang pelo.
Os sempat dibawa berobat ke dokter di Puskesmas Rancah dan segera
dirujuk ke IGD RSUD Ciamis dan mendapatkan terapi Infus D5%.
9
Os baru pertama kali mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat
hipertensi, penyakit jantung, diabetes atau penyakit lainnya disangkal. Riwayat
alergi, terjatuh atau terbentur disangkal, keluarga yang mengalami hal yang
sama dengan OS disangkal. Selama ± 40 tahun os merokok dan menghabiskan
2 batang rokok per hari.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah Os 170/100 mmHg, batas kiri jantung
di sela iga V 2 jari setelah linea midclavicula kiri, Nyeri tekan epigastrium.
Pemeriksaan neurologis didapatkan hemiparesis sinistra, dan Parese N VII dan
XII sinistra sentral. Siriraj Stroke Score -2 (stroke infark).Hasil Laboratorium
tidak ditemukan kelainan. EKG normal, Foto rontgen thorak menampakan
Cardiomegali, dan Ct-scan menampakan perdarahan intracerebral di
temporofrontalis kanan
V. DIAGNOSIS
Stroke Infark berdarah temporofrontalis Kanan
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Umum
• Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
• Pengendalian tekanan darah dan suhu tubuh
• Mobilisasi
Terapi khusus
• IVFD Asering 20 tts/m
• Citicolin 500 mg 2 x 1 amp
• Aspirin 80 mg 1 x 2
• Dipyridamole 25 mg 3 x 2
• Lansoprazole 1 x 1
10
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal ( atau global ) yang berkembang cepat dalam
detik atau menit, dengan disfungsi berupa hemiparalisis atau hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik dengan atau tanpa gangguan fungsi
luhur. 3,6
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah di otak. Sedangkan stroke non hemoragik adalah tersumbatnya
pembuluh darah diotak. Baik stroke non hemoragik maupun stroke hemoragik
akan menyebabkan berkurangnya pasokan darah bagian ujung yang akan
menyebabkan otak kekurangan oksigen dan zat makanan.
B. Klasifikasi Stroke3
Klasifikasi yang dipakai saat ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan manifestasi klinik
a. Transient Ischemic Attack ( TIA ), serangan kurang dari 24 jam.
b. Stroke in Evolution ( SIE ), hilang dalam 2 minggu.
c. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)
d. Stroke komplit
2. Berdasarkan proses patologik (kausal)
a. infark
b. Perdarahan intra serebral
c. Perdarahan subarachnoidal
3. Berdasarkan tempat lesi
a. Sistem karotis
b. Sistem Vertebrobasiler
Secara umum ada 2 jenis stroke, yakni stroke non hemoragik dan
hemorhagik. Jenis iskemik dapat berupa TIA, trombosis dan emboli. Jenis
12
hemorhagik dapat terjadi sebagai perdarahan intraserebral ataupun
subaraknoid.
Pembagian di klinik biasanya melakukan diagnosis berikut:
1. Stroke non-hemorhagik terbagi atas:
a. Secara klinis terdiri dari:
• TIA
• RIND (Reversible Ischemic Neurological Defisit)
• Stroke komplit
• Progressing stroke
b. Secara kausal:
• Stroke trombotik
• Stroke emboli/non trombik
2. Stroke hemorhagik
a. Perdarahan Subdural
b. Perdarahan Subaraknoid
c. Perdarahan Intraserebral
C. Etiologi Stroke8,13
Beberapa penyebab Stroke non hemoragik:
1. Trombosis
a. Aterosklerosis
b. Vaskulitis: arteri temporalis, poliarteritis nodosa
c. Robeknya arteri: Karotis, Vertebralis ( spontan atau traumatik )
d. Gangguan darah: Polisitemia, Hemoglobinopati ( penyakit sel sabit )
2. Embolisme
a. Sumber di jantung:
• Fibrilasi atrium
• Infark miokardium
• Penyakit jantung rematik
• Penyakit katup jantung
• Kardiomiopati iskemik
13
b. Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
• Bifurkasio karotis komunis
• Arteri vertebralis distal
c. Keadaan hiperkoagulasi
• Kontrasepsi oral
• Karsinoma
3. Vasokonstriksi
a. Vasospasma serebrum setelah PSA ( Perdarahan subaraknoid)
Stroke hemoragik:
1. Perdarahan intraserebral
a. Hipertensi
b. Aneurisma kriptogenik
c. Diskrasia darah
d. Hemofilia
e. Leukemia
f. Trombositopenia
g. Pemakaian antikoagulan jangka lama
h. Tumor otak
2. Perdarahan subaraknoidal
a. Aneurisma pecah
b. Pecahnya Malformasi Arterio Venosa (MAV)
D. Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik
Sekitar 2/3 stroke terjadi tanpa peringatan apapun, sekitar 1/3 memang
memperlihatkan tanda-tanda peringatan, termasuk TIA. Sedangkan tanda-
tanda yang lain adalah:
1. Hilangnya kekuatan ( atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu
bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.
2. Rasa baal ( hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim lain di suatu bagian
tubuh, terutama jika hanya di salah satu sisi.
3. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi.
14
4. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa
5. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab
6. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, bergoyang,
kesulitan menelan, kebingungan akut, atau gangguan daya ingat.
7. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak, atau memiliki karakter
tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat
diterangkan
8. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang
Menurut Sabiston gejala-gejala stroke non hemoragik terdiri dari:
1. Manifestasi iskemia daerah karotis
Penyakit arteria karotis bisa bermanifestasi sendiri dengan gejala mata atau
hemisfer, yang bisa sepintas (TIA) atau menetap (stroke).
a. Gejala Mata
Gangguan penglihatan monokular ipsilateral merupakan manifestasi
paling spesifik bagi penyakit arteria karotis. Amaurosis fugax
merupakan gejala paling diagnostik dari aterosklerosis bifurkasio
karotidis ipsilateral. Amaurosis fugax bermanifestasi sebagai
kehilangan penglihatan sepintas, monokular tak nyeri yang tidak ada
sebelumnya, biasanya berlangsung 2 atau 3 menit dan jarang 5
sampai 10 menit.
b. Gejala Hemisfer
Iskemia hemisfer akibat penyakit oklusi arteria karotis bisa sepintas
(TIA) atau menetap (stroke ). Gejala hemisfer mencakup defisit
neurologis fokal yang melibatkan satu atau lebih hal berikut:
• Defisit motorik yang melibatkan kelemahan, paralisis dan buruknya
penggunaan kekakuan satu atau kedua ekstremitas dalam satu sisi
tubuh kontralateral terhadap hemisfer yang terkena.
• Cacat sensorik yang melibatkan baal, mencakup kehilangan sensasi
atau parestesi dari satu atau kedua ekstremitas dalam satu sisi tubuh
kontralateral terhadap hemisfer yang terkena.
15
• Gangguan bicara atau bahasa, mencakup afasia atau disfasia yang
bisa merupakan satu -satunya cacat kecil atau global, termasuk
kesulitan dalam membaca, menulis dan melakukan perhitungan.
Manifestasi ini biasanya akibat iskemia hemisfer dominan
• Defisit lapangan penglihatan yang melibatkan kehilangan lapangan
penglihatan dalam satu sisi (hemianopia homonim)
TIA hemisfer atau stroke sering lebih simtomatik dalam ekstremitas
atas. Hemiplegia dengan tanda korteks bagi afasia atau pengabaian ruangan
kontralateral menggambarkan cacat korteks yang besar. Hemiplegia tanpa
tanda korteks atau tanda sensorik menggambarkan infark kecil (lakuna).
Hemiplegi dengan obtundasi atau hemianopia menggambarkan infark
substansia alba dan korteks yang besar. Hemiplegia dengan keterlibatan
maksimum dalam tungkai dan inkontinensia urin dengan refleks primitif
menggambarkan trombosis arteria serebri anterior.
Infark lakuna menunjukan infark kecil dalam kawasan arteria basal
perforans kecil, biasanya berdiameter 1 sampai 5 mm dalam lokasi spesifik
seperti kapsula interna, ganglia basalis, thalamus, pons, atau serebellum.
Gejalanya lazim melibatkan hemiplegi motorik murni dalam wajah, lengan
dan tungkai tanpa perubahan kesadaran, penglihatan, sensasi atau intelektual.
Infark lakuna sering didahului oleh serangan iskemik sepintas. Stroke
sensorik murni menggambarkan suatu lesi dalam thalamus atau korteks
serebri. Defisit sensorik wajah, lengan dan tungkai menggambarkan lesi
thalamus. Keterlibatan terpilih dalam beberapa jari tangan menggambarkan
cacat korteks. Baal yang melibatkan toraks dan abdomen menggambarkan
lesi thalamus.
2. Manifestasi Insufisiensi Vertebralis Basilaris
Insufisiensi vertebralis basilaris melibatkan komplikasi sepintas atau
defisit menetap dalam daerah distribusi sistem vertebrobasilaris atau
cabangnya, mencakup satu atau lebih hal berikut:
16
a. Defisit motorik yang melibatkan kelemahan, kecanggungan atau
paralisis pada satu ekstremitas atau lebih dalam kombinasi apapun,
sering dari sisi tubuh dan dengan derajat keparahan yang berfariasi.
b. Defisit sensorik yang melibatkan baal, mencakup kehilangan sensasi
atau parestesi, dalam kombinasi setiap ekstremitas, mencakup
keempatnya atau melibatkan kedua sisi wajah dan mulut. Defisit ini
sering bilateral atau bisa berubah dari satu sisi ke sisi lain dalam
serangan yang berbeda.
c. Kehilangan penglihatan sebagian atau total, dalam lapangan homonim
(hemianopia homonim bilateral)
d. Hemianopia homonim
e. Ataksia, ketidakseimbangan, tidak tenang, atau disekuilibrium yang
tidak berhubungan dengan vertigo.
f. Vertigo dengan atau tanpa muntah, diploppia, disfasia atau disartria
dalam kombinasi apapun.
3. Manifestasi ‘Sublavian Steal Syndrome’
Sublavian Steal Syndrome adalah penyebab insufisiensi vertebrobasilaris
yang dapat dikoreksi dengan pembedahan, akibat aliran terbalik dalam
arteria vertebralis ipsilateral distal terhadap stenosis arteria subclavia
proksimal atau trunkus brakiosefalikus atau oklusi. Aterosklerosis
subclavia menjadi penyebab tersering bising leher. Obstruksi arteria
subklavia timbul dalam sisi kiri dalam 70 % kesempatan. Dalam 70%
pasien fisiologi Sublavian Steal Syndrome, tak ada gejala, karena sirkulasi
kolateral yang mencukupi ke otak dan lengan.
Menurut Sylvia & Lorraine, 2003, gambaran klinis utama yang
berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan
pengelompokan gejala dan tanda berikut ini, yang berlaku bagi iskemia
dan infark akibat trombosis atau embolus:
1. Arteria karotis interna
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata (episodik dan disebut “amaurosis
Fugax”) di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi
arteria retinalis
17
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteria serebri media
c. Tangan lemah, baal dan mungkin mengenai wajah
2. Arteria serebri media
a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai
lengan)
b. Hemianopsia (kebutaan kontralateral)
c. Gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan
komunikasi
d. Disfasia
3. Arteria serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a. Kelumpuhan kontra lateral yang lebih besar di tungkai
b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (disfungsi
lobus frontalis)
4. Sistem vertebrobasilar (manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu sampai ke empat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski Bilateral
e. Gejala-gejala serebelum seperti tremor intertion, vertigo
f. Disfagia
g. Disartia
h. Koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
i. Tinitus, gangguan pendengaran
j. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
5. Arteria serebri posterior (di lobus otak tengah atau thalamus)
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga; hemianopsia, koreoatetosis
Menurut (Mutaqin 2008) Pemeriksaan saraf kranial pada stroke meliputi:
18
1. Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2. Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak
mampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
3. Saraf III, IV, VI : jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4. Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan pengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
5. Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6. Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
7. Saraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8. Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9. Saraf XII : lidah simetris terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
Kriteria perbedaan
Parenchymatous hemorrhage
Subarachnoid hemorrhage
Trombosis of cerebral vessels
Embolism of cerebral vessels
Usia 45-60 th 20-40 th 50 th Tidak penting pada sumber emboli
Tanda awal Sakit kepala menetap
Sakit kepala sementara
Serangan TIA Tidak sakit kepala
Wajah Hiperemi pada wajah,injeksi konjungtiva
Hiperemi pada wajah, tampak blefarosispasme
Pucat Pucat
19
Saat timbulnya penyakit
Mendadak, kadang pada saat melakukan aktifitas dan adanya tekanan mental
Mendadak, merasa ada tiupan di kepala
Secara perlahan, sering pada malam hari atau menjelang pagi
Mendadak
Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran mendadak
Gangguan kesadaran yang reversible
Kecepatan menurunnya sesuai dengan memberatnya defisit neurologis
Sering pada awal kejadian atau perubahan yang terjadi sesuai dengan beratnya defisit neurologis
Sakit kepala Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Motor excitation
Kadang-kadang Kadang-kadang Jarang Jarang
Muntah 70-80% >50% Jarang 2-5% Kadang-kadang(25-30%)
Pernafasan Irregular, mengorok
Kadang cheyne-stokes kemungkinan bronchorrea
jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
Jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
Nadi Bradikardia lebih sering dari pada takikardia
Kecepatan nadi 80-100 x/mnt
Mungkin cepat dan halus
Bergantung pada etiologi penyakit jantung
Jantung Batas jantung mengalami dilatasi, tekanan aorta terdengar pada bunyi jantung II
Patologi jantung jarang
Lebih sering kardiosklerosis tanda hipertonik jantung
Alat jantung endokarditis, aritmia kardiak
Tekanan darah Hipertensi arteri Jarang meningkat (mungkin menetap tak berubah)
Bervariasi bervariasi
20
Paresis atau plagia ekstremitas
Hemiplagia dengan aktivitas berlebih, ekstensi abnormal
Biasanya tidak ada, jarang pada lutut
Hemiparesis lebih prominen pada salah satu ekstremitas bias mengarah ke hemiplegia
Hemiparesis, kelemahan di salah satu ekstremitas lebih tampak daripada yg lainnya. Kadang-kadang mengarah ke hemiplegia
Tanda patologi
Kadang-kadang bilateral,tampak lesi pada salah satu sisi serebral
Kadang-kadang mengarah ke bilateral
Unilateral Unilateral
Rata-rata perkembangan penyakit
Cepat Cepat Secara perlahan
Cepat
Serangan Jarang 30% Jarang Jarang
Tanda awal iritasi meningeal
Kadang-kadang Hampir selalu Jarang Jarang pada gejala awal penyakit
Pergerakan mata
Kadang-kadang Kadang-kadang Kadang-kadang
Jarang
Cairan serebrospinal
Berdarah atau xanthocromic dengan peningkatan tekanan
Kadang-kadang perdarahan
Tidak berwarna dan jernih
Tidak berwarna dan jernih
Fundus mata Kadang-kadang perdarahan dan perubahan pembuluh darah
Jarang perdarahan
Perubahan sklerotik pembuluh darah
Perbedaan perubahan pembuluh darah
21
Selain itu untuk membedakan stroke diperlukan sistem scoring yaitu:
a. Tabel 2. Skor Stroke Siriraj
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolik) – ( 3 x penanda ateroma) – 12
Dimana:
Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = Somnolen; 2 = Sopor
/ koma
Muntah 0 = tidak ada; 1= ada
Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = ada satu atau lebih
( diabetes, angina, penyakit pembuluh
darah)
Hasil skor > 1 : perdarahan supratentorial
< 1 : infark serebri
b. Tabel 3. Skor Stroke Gajah Mada
Penurunan
kesadaran
Nyeri kepala Babinski Jenis stroke
+ + + Perdarahan+ -- - Perdarahan- + - Perdarahan- - + Iskemik- - - Iskemik
22
E. Faktor Resiko Stroke Non Hemoragik
Sebagian faktor resiko dapat dikendalikan atau dihilangkan sama sekali
baik dengan cara medis, misalnya minum obat tertentu, atau dengan cara non
medis, misalnya perubahan gaya hidup. Ini disebut faktor resiko yang dapat
dimodifikasi. Diperkirakan bahwa hampir 85% dari semua stroke dapat
dicegah dengan mengendalikan faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi
tersebut. Namun, terdapat sejumlah faktor resiko yang tidak dapat diubah.
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi ini mencakup penuaan,
kecenderungan genetis, dan suku bangsa.
1. Hipertensi
Orang yang jelas menderita hipertensi ( tekanan darah sistolik sama atau
lebih besar dari 140mmHg atau tekanan darah diastolik sama atau lebih
besar dari 90mmHg) memiliki resiko stroke tujuh kali lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang tekanan darahnya normal atau rendah.
Untuk orang yang berusia di atas 50 tahun, tekanan darah sistolik yang
tinggi (140 mmHg atau lebih) dianggap sebagai faktor resiko untuk
stroke atau penyakit kardiovaskular lain yang lebih besar dibandingkan
dengan tekanan darah diastolik yang tinggi.
2. Penyakit Jantung
Bekuan darah, yang dikenal sebagai embolus, kadang-kadang terbentuk
di jantung akibat adanya kelainan di katup jantung, irama jantung yang
tidak teratur, atau setelah serangan jantung. Embolus ini kemudian
terlepas dan mengalir ke otak atau bagian tubuh lain. Setelah berada di
otak, bekuan darah tersebut dapat menyumbat arteri dan menimbulkan
stroke iskemik.
3. Aterosklerosis (mengerasnya arteri)
Adalah salah satu penyebab utama stroke, terutama stroke iskemik dan
TIA.
4. Kadar Kolesterol Tinggi
23
Kolesterol “jahat”(LDL) melekat di dinding arteri dan ikut berperan
membentuk plak arteri, yang menyebabkan aterosklerosis dan stenosis
(penyempitan), serta membantu terbentuknya bekuan darah sehinga
resiko stroke iskemik meningkat.
5. Serangan Iskemik Sesaat (TIA)
Sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami paling sedikit satu kali
serangan iskemik sesaat seumur hidup mereka. Jika tidak diobati dengan
benar, sekitar sepersepuluh dari para pasien akan mengalami stroke tiga
bulan setelah serangan. (Feigin, 2004).
6. Diabetes Mellitus
Penderita diabetes ini akan menggandakan kemungkinan terkena stroke,
karena diabetes menimbulkan perubahan pada sistem vaskular (pembuluh
darah dan jantung) serta mendorong terjadinya aterosklerosis.
7. Jenis Kelamin
Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki resiko terkena stroke iskemik
lebih tinggi dari pada wanita.
8. Usia
Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah mencapai
usia 50 tahun, setiap penambahan usia tiga tahun meningkat resiko stroke
sebesar 11-20% dengan peningkatan bertambah seiring usia.
9. Genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.
Namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor resiko stroke,
misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh
darah.
10. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena stroke empat kali lipat, terutama
stroke iskemik dan perdarahan subaraknoid. Merokok menyebabkan
penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh, sehingga merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan
menyebabkan darah mudah menggumpal.
24
11. Kurang Olahraga
mereka yang kurang berolahraga kurang dari tiga kali per minggu selama
30 menit memiliki hampir 50% peningkatan resiko terkena stroke
dibandingkan dengan mereka yang aktif aktifitas fisik.
12. Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral kombinasi meningkatkan resiko stroke iskemik,
terutama pada wanita yang berusia lebih dari 30 tahun.
F. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah keadaan pengerasan dinding pembuluh darah yang
menyebabkan penyempitan lumen. Konsekuensi adanya aterosklerosis
adalah penyempitan lubang pembuluh darah yang akan menimbulkan
kekurangan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan insufisiensi
(kekurangan) oksigen dan makanan yang dialirkan pembuluh darah
tersebut 3
Plak aterosklerotik memiliki tiga komponen utama:
a. Sel , termasuk sel otot polos, makrofag, dan leukosit lain
b. Matriks ekstraselular, termasuk kolagen, serat elastik dan proteoglikan
c. Lemak intrasel dan ekstrasel
Komponen tersebut terdapat dalam proporsi dan konfigurasi yang
berbeda-beda di setiap lesi. Biasanya lapisan fibrosa superficial terdiri atas sel
otot polos dan kolagen yang relatif padat. Di bawah dan sisi lapisan penutup
ini terdapat daerah selular yang terdiri atas makrofag, sel otot polos, dan
limfosit T. Jauh di sebelah dalam dari lapisan fibrosa terdapat inti nekrotik,
yang mengandung massa lemak (terutama kolesterol, dan ester kolesterol)
yang tersusun acak, celah yang mengandung kolesterol, debris dari sel yang
mati, sel busa, sel fibrin, thrombus dan protein plasma lainnya.
25
Plak pada umumnya terus bertambah dan membesar secara progresif
melalui kematian dan degenerasi sel, sintesis dan degradasi (remodeling)
matriks ekstrasel, dan organisasi trombus. Selain itu ateroma sering
mengalami kalsifikasi. Lesi aterosklerosis tahap lanjut merupakan lesi yang
sangat rentan terhadap perubahan patologik yang memiliki dampak klinis
berikut:
a. Ruptur, ulserasi, atau erosi fokal di permukaan luminal plak
ateromatosa dapat menyebabkan zat yang sangat trombogenik terpajan
sehingga terbentuk thrombus atau terlepasnya debris ke dalam aliran
darah dan menimbulkan makro embolus yang tersusun oleh isi lesi
( embolus kolesterol atau ateroembolus)
b. Trombosis pada plak adalah penyulit yang paling ditakuti, biasanya terjadi
pada lesi yang mengalami kelainan (ruptur, erosi, atau perdarahan) dan
dapat menyebabkan oklusi lumen parsial atau total Gangguan pasokan
aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah
kejaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke
iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi bisa disebabkan oleh bekuan
(thrombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh atau organ distal.
Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan
plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau
stenosis.
Pangkal arteria karotis interna (tempat arteri komunis bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis. Aterosklerosis arteria serebri media atau
26
anterior lebih jarang menjadi tempat pembentukan aterosklerosis. Darah
terdorong melalui sistem vaskular oleh gradien tekanan, tetapi pada
pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui lumen
yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan di tempat konstriksi
tersebut. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka
meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan akan menyebabkan
penurunan tajam aliran. Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme,
yang sering merupakan respon vaskular reaktif terhadap perdarahan ke
dalam ruang antara lapisan araknoid dan piameter meningen.
Meskipun kematian sel terjadi dalam beberapa menit setelah oklusi
arteri, gambaran makroskopik dan histologik otak selama 4 hingga 12 jam
pertama masih normal. Perubahan pertama tampak secara mikroskopis dan
terjadi atas kelainan neuron iskemik, disertai oleh reaksi peradangan
neutrofilik. Pada 36 hingga 48 jam, daerah nekrotik menjadi bengkak dan
lebih lunak dari pada parenkim otak di sekitarnya yang masih hidup. Batas
antara substansia alba dengan substansia grisea menjadi kabur karena
edema interstisial dan intrasel. Mungkin ditemukan daerah perdarahan,
terutama pada infark yang mengenai arterial border zone atau yang terjadi
akibat oklusi transien oleh embolus atau tekanan ekstrinsik pada
pembuluh. Pada hari ke tiga, makrofag mulai menyebuk lesi dan
memfagosit parenkim yang nekrotik sehingga batas infark menjadi
semakin tegas. Setelah 1 bulan, fagositosis ekstensif parenkim nekrotik
menyebabkan perlunakan dan mencairnya infark disertai pembentukan
kavitas iregular. Sekitar setelah 6 bulan, sebagian besar infark telah
seluruhmya mencair.
G. Pemeriksaan Penunjang Stroke
Stroke merupakan diagnosis klinis, pemeriksaan penunjang ditujukan untuk:
1. Mencari penyebab
2. Mencegah rekurensi
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan perburukan
fungsi susunan saraf pusat.
27
4. Menentukan terapi dan strategi mpengelolaan terbaik.
a. CT Scan Kepala
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe stroke
adalah computerized tomography (CT) pada kepala. Setiap citra
individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan
daerah abnormal yang ada di dalamnya. CT sangat handal untuk
mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap yang paling
awal.
Gambaran CT dapat normal secara keseluruhan, walaupun
sebagian besar infark akan terlihat dalam 24 jam pertama. Kelainan
awal sering kali tidak jelas. Hilangnya diferensiasi substansia abu-
abu/putih menyebabkan penurunan densitas, yang secara normal
terjadi pada teritorial pasokan arteri, sering disertai efek masa yang
ringan selama beberapa hari pertama dan menyebabkan perubahan
atrofik lokal. Sekitar 15% berkembang menjadi hemoragik, yang
terlihat sebagai area dengan densitas yang meningkat.
Pada stroke iskemik, tampak gambaran hipodens, batas tegas,
karena terjadi edema vasogenik yang sesuai dengan daerah yang
divaskularisasi. Sedangkan pada stoke hemoragik, tampak daerah
hiperdens karena terjadi konsolidasi di ruang interstitial yang
kadang disertai tekanan ke daerah sekitarnya kearah kontralateral.
b. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI lebih sensitif dibandingkan dengan CT dalam mendeteksi
stroke iskemik ringan bahkan pada stadium dini, tapi alat ini
kurang peka dibandingkan dengan CT dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
c. Ultrasonografi (USG)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi,
pemindaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan
penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama.
d. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
28
Alat ini bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium
dan malformasi pembuluh darah otak.
e. Angiografi
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak
dalam citra sinar –X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan
sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh
darah di leher dan kepala, angiografi otak menghasilkan gambar
paling akurat mengenai arteri dan vena selama semua fase aliran
darah otak dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perdarahan patologis lain, misalnya aneurisma atau malformasi
vaskular.
f. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal, kadang dilakukan jika diagnosis stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat. Cara ini juga kadang dilakukan,
misalnya jika tidak ada CT, dan untuk mendiagnosis perdarahan
subaraknoid.
g. Elektrokardiografi
Digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke pasien.
h. Foto Toraks
Foto sinar-X toraks adalah prosedur standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi
pasien stroke, cara ini juga dapat memberi petunjuk mengenai
penyebab setiap perburukan keadaan pasien (misalnya, pneumonia
aspirasi atau embolisme paru).
i. Pemeriksaan Gula Darah
Adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui apakah
seseorang mempunyai faktor resiko Diabetes Mellitus atau tidak.
Diabetes akan meningkatkan faktor resiko stroke iskemik 2 kali
lipat. Peningkatan gula darah berhubungan lurus dengan resiko
29
stroke (semakin tinggi kadar gula darah semakin tinggi terkena
stroke).
Tabel 4. Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan Gula Darah NORMALGula Darah Puasa 80-120 mg/dlGula Darah 2 jam Setelah
Makan
<130 mg/dl
Gula Darah Sewaktu 130-170 mg/dlSumber : Soeharto, 2001
j. Profil lipid
Yang dimaksud profil lipid adalah pemeriksaan unsur-unsur lemak
dalam darah yang meliputi:
Tabel 5. Kadar normal Profil Lipid
Profil Lipid Rata- rata Rentang
Kolesterol total 180 153-241Trigliserida 157 58-231LDL 28 18-32HDL 127 87-165Rasio LDL/HDL 4,7 3,1-7,9
Sumber : Soeharto, 2001
H. Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke non hemoragik yaitu untuk menyelamatkan
neuron yang terkena infark jangan sampai mati, dan agar proses patologik
lainnya yang menyertai tidak mengganggu/merusak fungsi otak.
1. Stroke Non Hemoragik
Terapi Umum
- Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
- Stabilisasi hemodinamik : memberikan cairan kristaloid atau koloid
intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa)
30
Fase akut hari ke (0-14 hari sesudah onset penyakit) aspek yang bisa kita
nilai adalah:
1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis.
Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
Berbagai Guidelines merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati. Pada
pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
MAP dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan tekanan
darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg.
2. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia.
3. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik
darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan.
4. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut.
5. Pemberian antikoagulan:
a. Antikoagulan yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya
stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi,
atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan
stroke iskemik akut.
b. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita
dengan stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya
risiko komplikasi perdarahan intrakranial.
c. Inisiasi 24 jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak
direkomendasikan. Kecuali dalam waktu 3 jam awitan stroke
diberikan rtPA (0,9 mg/kgBB, maksimum 90 mg) dengan 10%
31
dosisnya diberikan bolus, diikuti dengan infus yang berlangsung
selama 60 menit.
d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid
setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa
ahli masih merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita
stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi reembolisasi,
diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum
pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk
infark besar > 50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol dan
perubahan mikrovaskular otak yang luas.
6. Pemberian antiplatelet digunakan untuk mencegah perluasan trombus
yang menyebabkan bertambahnya defisit neurologik, serta untuk
mencegah kambuhnya sepisode serebrovaskular.
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan
intervensi akut pada stroke.
c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan
diberikan.
d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam
setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan.
e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin pada
stroke iskemik akut tidak dianjurkan.
f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan.
Beberapa Farmakoterapi yang diberikan :
- Citikolin adalah senyawa pendahulu (precursor) komponen membran
CDP-coline dan dipercaya mempunyai efek neuroprotektif ganda pada
cascade iskemik dengan cara stabilisasi membran neuronal dan
menghambat pembentukan rasikal bebas. Menunjukan perbaikan
signifikan bila diberikan pada pasien dalam awitan 24 jam.
32
- Aspirin digunakan sebagai penghambat siklooksigenase dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari
50 mg/hari, 80 mg/hari, 100 mg/hari sampai 1300 mg/hari. Obat ini
sering dikombinasi dengan dipiridamol
- Dipiridamole merupakan phosphodiesterase inhibitor, menurunkan
agregasi platelet dengan menaikan kadar c AMP dan c GMP dalam
platelet. Dosisnya 400 mg/hari dikombinasikan dengan aspirin
50mg/hari. Kombinasi dipiridamole 75 mg dan aspirin 330 mg,
diberikan 3 kalu sehari.
Reaksi yang merugikan : mual, muntah, diare, nyeri kepala dan
dizziness.
I. Pencegahan Stroke Non Hemoragik
Pendekatan pencegahan dengan 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit
(gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan).
1. Gaya hidup: makan rendah garam, lemak dan kalori, tidak merokok,
olahraga.
2. Lingkungan: kesadaran atas stress kerja.
3. Biologi: perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis kelamin, riwayat
keluarga).
4. Pelayanan kesehatan: penyuluhan dan pemeriksaan tekanan darah secara
rutin.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki 58 tahun datang ke IGD RSUD Ciamis dengan
keluhan sejak 4 jam SMRS Os tiba-tiba tidak sadarkan diri selama 15 menit.
Dengan posisi miring ke kanan. Kepala os tidak terbentur dengan keras.
33
Setelah sadar, Os mengeluh lemas dan merasa sulit untuk menggerakan
tangan dan kaki kiri sejak pukul 19.00 WIB. Menurut Os, sebelum tidak
sadarkan diri, os merasa pusing. Nyeri kepala, mual, muntah disangkal.
Menurut keluarga Os, setelah sadar, cara bicara Os menjadi susah atau
seperti orang pelo.
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal ( atau global ) yang berkembang cepat dalam
detik atau menit, dengan disfungsi berupa hemiparalisis atau hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik dengan atau tanpa gangguan fungsi
luhur.
Sekitar 2/3 stroke terjadi tanpa peringatan apapun, sekitar 1/3 memang
memperlihatkan tanda-tanda peringatan, termasuk TIA. Sedangkan tanda-
tanda yang lain adalah hilangnya kekuatan ( atau timbulnya gerakan
canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah,
lengan atau tungkai.
• Rasa baal ( hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim lain di suatu bagian
tubuh, terutama jika hanya di salah satu sisi.
• Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa
• Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab
• Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, bergoyang,
kesulitan menelan, kebingungan akut, atau gangguan daya ingat.
• Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.
Os baru pertama kali mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat
hipertensi, penyakit jantung, diabetes atau penyakit lainnya disangkal. Riwayat
alergi, terjatuh atau terbentur disangkal, keluarga yang mengalami hal yang
sama dengan OS disangkal. Selama ± 40 tahun os merokok dan menghabiskan
2 batang rokok per hari. Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah Os
170/100 mmHg, batas kiri jantung di sela iga V 2 jari setelah linea
midclavicula kiri, Nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan neurologis didapatkan
hemiparesis sinistra, dan Parese N VII dan XII sinistra sentral. Siriraj Stroke
Score -2 (stroke infark). Hasil Laboratorium tidak ditemukan kelainan. EKG
34
normal, Foto rontgen thorak menampakan Cardiomegali, dan Ct-scan
menampakan perdarahan intracerebral di temporofrontalis kanan.
Hal ini ditunjukan dengan hasil pemeriksaan fisik Tekanan darah penderita
adalah 170/100 mmHg. Kemungkinan penderita jarang memeriksakan kondisi
kesehatannya ke pihak kesehatan sehingga tidak diketahui bahwa penderita
menderita hipertensi. Pada penderita hipertensi memiliki resiko tujuk kali lebih
besar daripada penderita dengan hipotensi ataupun tekanan darahnya normal.
Penderita tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan pada hasil pemeriksaan
menunjukan bahwa penderita tidak ada kelainan pada jantung. Hanya ukuran
jantung membesar akibat kompensasi tubuh terhadap hipertensi. Oleh karena
itu, penderita kemungkinan kecil mengalami stroke akibat emboli jantung.
Kadar Kolesterol penderita dalam batas normal. Sehingga peran kolesterol
“jahat”(LDL) melekat di dinding arteri dan ikut berperan membentuk plak
arteri, yang menyebabkan aterosklerosis dan stenosis (penyempitan), serta
membantu terbentuknya bekuan darah sehinga resiko stroke iskemik
berkurang.
Penderita tidak mengalami penyakit diabetes sehingga kemungkinan terkena
stroke, karena diabetes menimbulkan perubahan pada sistem vaskular
(pembuluh darah dan jantung) serta mendorong terjadinya aterosklerosis
berkurang.
Penderita merupakan pria berusia 58 tahun sehingga penderita memiliki risiko
terkena stroke iskemik lebih tinggi karena strke iskemik lebih tinggi pada pria
berusia kurang dari 65 tahun yang semakin meningkat sejak usia 45 tahun.
Penderita merupakan seorang perokok. merokok meningkatkan resiko terkena
stroke empat kali lipat, terutama stroke iskemik dan perdarahan subaraknoid.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh,
sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
Penderita merupakan seorang petani, sehingga itensitas waktu olahraganya
digantikan dengan kegiatan bertani yang tidak teratur. mereka yang kurang
berolahraga kurang dari tiga kali per minggu selama 30 menit memiliki hampir
35
50% peningkatan resiko terkena stroke dibandingkan dengan mereka yang aktif
aktifitas fisik.
Pemeriksaan saraf kranial pada stroke meliputi:
• Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
• Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidak
mampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
• Saraf III, IV, VI : jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
• Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan pengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
• Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
• Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
• Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
• Saraf XII : lidah simetris terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
Pemeriksaan CT-scan dilakukan karena CT-scan merupakan
pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe stroke adalah
computerized tomography (CT) pada kepala. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal
yang ada di dalamnya. CT sangat handal untuk mendeteksi perdarahan
36
intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan,
terutama pada tahap yang paling awal. Pada pasien ini didapatkan gambaran
Infark berdarah di temporofrontalis kanan.
Penatalaksanaan pada penderita stroke stabilisasi jalan nafas dan
pernafasan penderita baik. Stabilisasi hemodinamik dengan memberikan
cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik
seperti glukosa) sehingga pada penderita kita berikan cairan Asering dengan
kecepatan 20 tetespermenit.
Pemberian obat antihipertensi tidak diberikan pada kebanyakan pasien
stroke iskemik karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis.
Kecuali pada penderita dengan Tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau
diastolik >120 mmHg. Pemberian citicolin digunakan karena dipercaya
mempunyai efek neuroprotektif ganda pada cascade iskemik dengan cara
stabilisasi membran neuronal dan menghambat pembentukan radikal bebas.
Obat ini diberikan dalam awitan 24 jam guna mendapatkan perbaikan
signifikan. Aspirin digunakan untuk menghambat siklooksigenase, dengan
cara menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi dan sebagai pencegahan stroke. Dipiridamole digunakan
untuk menurunkan agregasi platelet dengan menaikan kadar c AMP (cyclic
adenosine monophosphate) dan c GMP (cyclic guanosine monophospahate)
dalam platelet. Obat ini secara tunggal tidak lebih unggul dibandingkan
dengan aspirin, sehinggga obat ini penggunaannya dikombinasikan dengan
aspirin. Lansoprasole digunakan obat sebagai protektif lambung, sebagai
pencegahan efek samping dari penggunaan dari aspirin.
37
BAB IV
KESIMPULAN
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal ( atau global ) yang berkembang cepat dalam
detik atau menit, dengan disfungsi berupa hemiparalisis atau hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik dengan atau tanpa gangguan fungsi
luhur.
Sekitar 2/3 stroke terjadi tanpa peringatan apapun, sekitar 1/3 memang
memperlihatkan tanda-tanda peringatan, termasuk TIA. Sedangkan tanda-
38
tanda yang lain adalah hilangnya kekuatan ( atau timbulnya gerakan
canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah,
lengan atau tungkai.
• Rasa baal ( hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim lain di suatu bagian
tubuh, terutama jika hanya di salah satu sisi.
• Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa
• Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab
• Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, bergoyang,
kesulitan menelan, kebingungan akut, atau gangguan daya ingat.
• Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.
Penderita memiliki beberapa faktor risiko untuk terjadinya stroke seperti :
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis kelamin dan usia. Pria
dengan usia kurang dari 65 tahun memiliki faktor risiko lebih tinggi untuk
terjadi stroke iskemik yang semakin meningkat sejak usia 45 tahun. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, merokok, aktifitas olahraga
kurang.
Pemeriksaan saraf kranial pada stroke, dan pada penderita
didapatkankelainan pada :
• Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan pengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan
satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
• Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
• Saraf IX dan X kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
• Saraf XII : lidah simetris terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pemeriksaan CT-scan dilakukan karena CT-scan merupakan pemeriksaan
paling penting untuk mendiagnosis subtipe stroke adalah computerized
tomography (CT) pada kepala.
39
Penatalaksanaan pada penderita stroke stabilisasi jalan nafas dan
pernafasan penderita baik. Stabilisasi hemodinamik dengan memberikan
cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik
seperti glukosa).
Pemberian obat antihipertensi tidak diberikan pada kebanyakan pasien
stroke iskemik karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis.
Kecuali pada penderita dengan Tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau
diastolik >120 mmHg. Farmakoterapi yang dapat diberikan berupa citikolin,
aspirin yang dikombinasikan dengan dipiridamol serta obat protektor lambung
guna mengurangi efek samping dari farmakoterpi stroke iskemik.
DAFTAR PUSTAKA
Brashers, V.L. Aplikasi Klinis Patofisiologi, edisi 2, EGC, Jakarta, 2007.
Bustan, M.N. Epidemiologi, Penyakit Tidak Menular, Cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.
Corwin, E.J. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2009.
Dewanto G. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf, Jilid 1, EGC, Jakarta, 2009.
Ginsberg, L. Neurologi, Edisi 8, Erlangga, Jakarta, 2005.
40
Guyton, A.C & Hall, J.E Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2007.
Harsono, Neurologi, Cetakan 7, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2009.
Kumar, V. Cotran R.S & Robbins, S.L. Buku ajar Patologi Robbins, edisi 7, EGC, Jakarta, 2007.
Malueka, R.K. Radiologi Diagnostik, edisi 1, Pustaka Cendikia Press Yogyakarta,2007.
Price,S.A., dan Wilson, L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6, EGC, Jakarta, 2006
______, Guideline Stroke 2011, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), Jakarta, 2011
41