Download - 1. Proposal Proyek Akhir
PROPOSAL PROYEK AKHIR
MODIFIKASI NUGGET AYAM DENGAN PENAMBAHAN PATI RESISTEN UBI JALAR SEBAGAI SERAT PANGAN
oleh:
BANGUN AMBAR EKOWATI1006572
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGIAGROINDUSTRIFAKULTAS PENIDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENIDIDIKAN INDONESIA2013
i
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
PROPOSAL PROYEK AKHIR
Judul Proyek Akhir : Modifikasi Nugget Ayam dengan
Penambahan Pati Resisten Ubi Jalar sebagai
Serat Pangan
Nama Mahasiswa : Bangun Ambar Ekowati
NIM : 1006572
Menyetujui dan Mengesahkan
Pembimbing
Dewi Cakrawati, S.TP, M.Si.
NIP. 198308242010122003
Mengetahui:
Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri
Dr. Sri Handayani, M.Pd.
NIP. 1966 0930 1997 03 2001
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Swt.
yang dengan izin-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan
proposal ini yang berjudul “Modifikasi Nugget Ayam dengan
Penambahan Pati Resisten Ubi Jalar sebagai Serat Pangan”.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dewi
Cakrawati, S.TP., M.Si. sebagai dosen yang telah membimbing
dan membantu dalam menyelesaikan proposal ini, serta kepada
semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan
serta memberikan dukungan kepada penyusun.
Dalam proses penyusunan proposal ini, penyusun
menyadari masih banyak kekurangan. Untuk itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak untuk perbaikan proposal ini.
Penyusun juga berharap proposal ini dapat bermanfaat
bagi institusi pendidikan maupun pihak lainnya, khususnya bagi
penyusun.
Bandung, November
2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBARiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
C. Batasan Masalah 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
A. Ubi Jalar 5
B. Serat Pangan 6
C. Pati Resisten 7
D. Naget 10
BAB III METODOLOGI 14
A. Alat dan Bahan 14
B. Metodologi Penelitian 14
DAFTAR PUSTAKA 18
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Chicken Nugget 13
Tabel 2.2. Syarat Mutu Naget Ayam 13
Tabel 3.1. Komposisi Adonan Pembuatan Naget Ayam 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Pati Resisten Type 1 8
Gambar 2.2. Struktur Pati Resisten Type 2 8
Gambar 3.1. Pembuatan Pati Resisten Ubi Jalar 15
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Nugget Ayam Metode Darmaputra
dkk. (2013) 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas masyarakat perkotaan yang begitu sibuk dan cenderung
mengkonsumsi makanan siap saji terutama pada masyarakat menengah ke
atas menyebabkan terjadinya pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat,
tinggi serat dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat,
tinggi lemak dan protein (Olwin Nainggolan dan Cornelis Adimunca, 2005).
Saat ini rata-rata tingkat konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum
yaitu sebesar 10,5 gram/orang/hari, baru mencapai sekitar separuh dari
kecukupan serat yang dianjurkan. Kecukupan serat untuk orang dewasa
berkisar antara 20-35 gram/hari atau 10-13 gram serat setiap 1000 kalori
(Winarti, 2010). Hal ini yang menyebabkan tingginya kasus penyakit-
penyakit seperti jantung koroner, kanker kolon, dan penyakit degeneratif
lainnya di Indonesia. Usaha pencegahan penyakit degeneratif dapat dilakukan
dengan memperbaiki pola makan terutama konsumsi serat pangan.
Upaya untuk meningkatkan serat pangan salah satunya dengan
penelitian “Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan untuk Meningkatkan
Kadar Serat Pangan Pada Nugget Ikan Nila (Oreochromis Sp.)”. Dengan
penambahan tepung wortel pada nugget ikan nila kandungan serat pangan
untuk satu takaran saji sudah dapat mencukupi 20 % kebutuhan serat pangan
orang dewasa sehingga produk tersebut dapat diklaim sebagai sumber serat
pangan yang baik (Abdillah, Fatimah, 2006).
Serat pangan adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak
dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia dan akan sampai
di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh sehingga kebanyakan akan menjadi
substrat untuk fermentasi bagi bakteri yang hidup di kolon (Winarti, 2010).
Olwin Nainggolan dan Coenelis Adimunca (2005), mengemukakan beberapa
manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu mengontrol berat
1
badan atau kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes,
mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar), serta
mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler. Senyawa-
senyawa yang tergolong dalam kelompok serat pangan yang terdapat dalam
bahan pangan dan ditambahkan ke dalam makanan atau digunakan sebagai
foodsuplement yaitu selulosa, hemiselulosa, pektin, gum dan musilase,
polidekstrosa, lignin, khitin dan khitosan, inulin, oligofruktosa dan
fruktooligosakarida, β-glukan, pati resisten, dan resisten dekstrin.
Pati resisten (resistant starch) didefinisikan sebagai sejumlah pati dari
hasil degradasi pati yang tidak dapat diserap oleh usus halus manusia dan
dikelompokkan ke dalam serat pangan (dietary fiber) (AACC, 2001). Secara
alami, pati resisten banyak ditemukan pada bahan pangan, tetapi dapat juga
terbentuk melalui modifikasi pati selama pengolahan. Sumber pati yang dapat
digunakan termasuk pati ubi jalar ( Ipomea batatas L.). Pati merupakan
bagian terbesar dalam ubi jalar dan amilopektin merupakan bagian terbesar
dari pati ubi jalar. Kandungan amilosa pati ubi jalar sebesar 28,19 gram
(Margono et al, 1993). Amilosa berperan penting dalam pembentukan gel dan
film karena kemudahan amilosa untuk membentuk ikatan hydrogen krista
sendiri pada saat pasta pati dihasilkan. Pati dengan kandungan sekitar 25-30%
umumnya dapat memberikan karakter gel pati yang kompak. Sebagai contoh,
dalam pembuatan sohun, bihun, mie, sosis, bakso, dan nugget diperlukan
tepung dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi karena akan
berpengaruh pada kekuatan tekstur gel (Kusnandar, 2010).
Selain itu, protein dalam ubi jalar tergolong rendah apabila
dibandingkan dengan nasi (Yadav etal, 2006). Langkah yang dapat dilakukan
untuk perkayaan protein pada ubi jalar yaitu dengan cara menambahkannya
pada produk olahan daging ayam misalnya sosis, bakso, dan nugget ayam.
Nugget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji.
Nugget merupakan produk olahan daging yang terbuat dari daging, yang
dicetak dan dilapisi dengan tepung berbumbu (baterred dan braded). Pada
dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi,
2
yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso
(Astaman, 2007). Kandungan protein pada nugget sebesar 28%. Kandungan
serat pangan nugget tergolong rendah yaitu hanya 3-7%. Namun, pada produk
nugget yang ditambahkan sayuran, kadar serat pangan tersebut meningkat
hingga 12% (Mulyono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Permadi, dkk
(2012), jamur tiram putih mampu meningkatkan kandungan serat kasar pada
nugget sehingga memberikan nilai fungsional yang lebih baik pada produk
nugget tanpa mempengaruhi nilai rendemen dan sifat organoleptik kesukaan.
Berdasarkan penelitian Cahyaningrum, dkk. (2011), nugget ayam dengan
bahan pengisi ubi jalar 20% memiliki tekstur yang paling kenyal dan paling
disukai oleh panelis. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Astriani, dkk.
(2013), dapat disimpulkan penggunaan tepung yang berasal dari umbi-
umbian sebesar 10% sebagai bahan pengisi (filler) dapat digunakan sebagai
pengganti tepung terigu.
Penggunaan pati resisten ubi jalar pada nugget ayam diharapkan dapat
menghasilkan nugget ayam yang memiliki protein dan serat yang tinggi.
Selain itu, pati resisten dapat menjadi bahan pengisi yang baik sehingga dapat
menghasilkan tekstur yang baik pula. Dengan demikian, diperlukan penelitian
dalam penambahan pati resisten ubi jalar yang tepat untuk menghasilkan
nugget ayam yang memiliki protein dan serat yang tinggi serta dapat diterima
oleh masyarakat.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nugget ayam dengan
penambahan pati resisten ubi jalar dengan karakteristik yang dapat diterima
oleh panelis.
3
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu naget yang terbuat dari
ayam. Naget ayam tersebut akan dimodifikasi dengan penambahan pati
resisten untuk memperkaya serat. Pati resisten tersebut terbuat dari ubi jalar
dengan proses autoclaving. Pengujian yang dilakukan yaitu uji hedonik
dengan 25 orang panelis dan analisis proksimat pada naget yang disukai
konsumen.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ubi Jalar
Ubi jalar mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L.) Lam.,
tergolong famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) yang terdiri
dari tidak kurang 400 galur (Species). Namun dari sekian banyak galur ini,
menurut Onwueme (1978) hanya ubi jalar yang mempunyai nilai ekonomi
sebagai bahan pangan.Prospek dan peluangnya pun cukup cerah bila dikelola
dengan pola agrobisnis atau agroindustri, mengingat budidaya ubi jalar sudah
tersebar di Indonesia. Ubi jalar adalah sumber pangan yang setelah di panen,
dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan pokok ataupun camilan dengan
berbagai cara atau teknologi sederhana dalam mengolah, yaitu dibakar,
direbus, digoreng, dan dikukus. Teknologi pengolahan sederhana berbasis
pedesaan penting dikembangkan untuk dapat meningkatkan citra ubi jalar dan
hasil olahannya (Gardjito, et al., 2013).
Nilai tambah ubi jalar terletak pada hasil olahannya, baik dalam
bentuk tepung, pati, maupun pasta.Pati merupakan bagian terbesar dalam ubi
jalar ( Ipomea batatas L.) danamilopektin merupakan bagian terbesar dari pati
ubi jalar. Kandungan amilosapati ubi jalar sebesar 28,19 gram (Margono et al,
1993).Kandungan pati pada beberapa bahan pangan pati (%) dalam basis
kering dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan
Bahan Pangan Pati (%) dalam basis kering
Biji gandumBerasJagungBiji sorghumKentangUbi jalarUbi kayu
678957727590
90Sumber : Iptek Net, (2005).
5
Pati termasuk ke dalam serat pangan. Ubi jalar memiliki kandungan
serat pangan sejenis karbohidrat yang digolongkan dalam kelompok
karbohidrat yang tidak dapat dicerna disebut dietary fiber (serat pangan).
Dietary fiber dapat menurunkan respon gula darah. Serat pangan dalam ubi
jalar tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia, sehingga konsumsi dietary fiber
tidak dapat memberikan dampak naiknya gula darah dalam tubuh setelah
konsumsi (Winarti, 2010).
B. Serat Pangan
Secara umum, serat pangan banyak didefinisikan sebagai
kelompokpolisakarida dan polimer-polimer lain yang tidak dapat dicerna oleh
sistemsekresi normal. Konsep dasar serat pangan terfokus pada komponen
penyusundinding sel, dimana dapat diterangkan bahwasanya serat pangan
adalahsejumlah polisakarida dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh alat
pencernaanmanusia (Towell, 1973). Menurut Winarno (1997), serat pangan
merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh
enzimpencernaan.
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietaryfiber,
merupakan karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis
(dicerna) oleh enzim pencernaan manusia dan akan sampai di usus besar
(kolon) dalam keadaan utuh sehingga kebanyakan akan menjadi substrat
untuk fermentasi bagi bakteri yang hidup di kolon. Para ahli menemukan
bahwa serat pangan memiliki banyak manfaat yaitu mencegah dan
menyembuhkan kanker usus besar (colon cancer) dan luka serta benjolan
dalam usus besar (diverticulitis), juga dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam darah (perchlolesterolemia) (Winarti, 2010).
Berdasarkan kelarutannya serat pangan terbagi menjadi dua yaitu serat
pangan yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam
tanaman,serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a)polisakarida struktural
yang terdapat pada dinding sel,yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi
pektat; (b)non-polisakarida struktural yang sebagian besar terdiridari lignin;
6
dan (c) polisakarida non-struktural, yaitugum dan agar-agar (Feri Kusnandar,
2010). Selain itu, senyawa-senyawa serat pangan yaitu khitin dan khitosan,
inulin, oligofruktosa dan fruktooligosakarida, β-glukan, pati resisten, dan
resisten dekstrin.
C. Pati Resisten
Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Sifat
pati tergantung daripanjang rantai C-nya, serta rantai molekul (bercabang atau
lurus). Pati terdiri dari dua fraksiyang dapat dipisahkan dengan air panas.
Amilosa merupakan fraksi terlarut dan mempunyaistruktur lurus dengan
ikatan α-(1.4)-D-glukosa. Amilopektin adalah fraksi tidak larut
danmempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1.6)-D-glukosa.
Berdasarkan kemudahannya untuk dicerna dalam saluran pencernaan,
pati dapatdiklasifikasikan menjadi pati yang dapat dicerna secara cepat
(rapidly digestible starch atauRDS), pati yang dicerna secara lambat (slowly
digestible starch atau SDS), dan pati resisten(resistant starch atau RS). RDS
merupakan fraksi pati yang menyebabkan terjadinya kenaikanglukosa darah
setelah makanan masuk ke dalam saluran pencernaan, sedangkan SDS
adalahfraksi pati yang dicerna sempurna dalam usus halus dengan kecepatan
yang lebih lambatdibandingkan dengan RDS.
Pati resisten dianggap sebagai jumlah keseluruhan pati dan produk
degradasi pati yang tidak dapat diserap dalam saluran pencernaan (usus halus)
dan langsung menuju usus besar (kolon). Oleh karena itu, pati resisten
digolongkan sebagai sumber serat pangan (Winarti, 2010).
Pati resisten secara alami banyak ditemukan pada bahan pangan, tetapi
dapat juga terbentuk melalui modifikasi pati selama pengolahan. Pati resisten
diklasifikasikan menjadi 4 tipe (RS1, RS2, RS3 dan RS4) dapat ditemuisecara
alami pada bahan pangan maupun hasil pengolahan pangan(Gardjito, et al.,
2013).Pati resisten tipe I, resisten dalam saluran pencernaan disebabkan pati
ini dilindungidari enzim pencernaan oleh komponen lain yang secara normal
7
ada dalam matriks pati.Terdapat pada biji-bijian serealia yang digiling secara
parsial.
Gambar 2.1. Struktur pati resisten type 1
Pati resisten tipe II, resisten terhadap saluran pencernaan diakibatkan
struktur granuladan arsitektur molekulnya. Terdapat pada pisang, kentang dan
jagung high amilosa.
Gambar 2.2. Struktur pati resisten tipe 2
Pati resisten tipe III, sifat resistennya diakibatkan bentuknya tidak
bergranula (strukturkristal), pati ini terutama dihasilkan selama proses
pemasakan dan pendinginan pati selamaproses pengolahan makanan (pati
terlepas dari struktur granulanya dan mungkin rantaiglukosanya membentuk
kristal atau retrogradasi sehingga sulit untuk dicerna). Pati ini dapatdi cerna
jika dimasak dengan sempurna. Jenis pati ini terdapat pada kentang yang
telahdimasak dan didinginkan, roti, dan cornflake.
8
Pati resisten tipe IV, sifat resistennya diakibatkan ikatan kimia yang
tidak dapat dicernaoleh enzim pencernaan disebabkan oleh modifikasi pati.
Contohnya pati ikatan silang, patiester dan pati ether.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pati resisten antara
lain sifat alamidari pati seperti : kristalinitas pati, struktur granula, rasio
amilosa dna amilopektin,retrogradasi amilosa, atau pengaruh panjang rantai
amilosa. Faktor lain seperti panas dankelembaban, proses pengolahan atau
interaksi dengan bahan lain (protein, serat, lipid,gula, emulsifier, atau
inhibitor enzim). Hal-hal tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Pengaruh kandungan amilosa dan amilopektin pati
Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi kandungan
pati resisten yangterdapat pada pati. Pada tepung jagung dengan
kandungan amilosa yang tinggi (high amylosa– mengandung 70%
amilosa) dilaporkan memiliki kadungan pati resisten sebesar
20g/100gberat kering. Sedangkan tepung jagung yang memiliki kandungan
amilosa sebesar 25%memiliki kandungan pati resisten sebesar 3 g/100g
berat kering. Pembentukan pati resistentipe 3 juga dipengaruhi oleh
kristalisasi amilosa.
2. Pengaruh kandungan protein dan lemak
Kandungan protein dan lemak pada pati berpengaruh terhadap suhu
gelatinisasi patidan kadar pati resisten yang dihasilkan. Kadar pati resisten
pati beras adalah 0.02 g/100 gberat. Setelah dilakukan hidrolisis protein
dan lemak, kadar pati resisten meningkat secarasignifikan. Kadar pati
resisten pati beras setelah hidrolisis protein meningkat menjadi 0.14g/100
g berat. Kadar pati resisten pati beras setelah hidrolisis lemak
menggunakan berbagaisolven berkisar 0.14-0.22 g/100 g berat.
3. Pengaruh kandungan air
Kandungan air dari pati berpengaruh terhadap pati resisten yang
dihasilkan. Kadar patiresisten maksimal diperoleh ketika rasio pati : air (1 :
3.5). Kadar air pati 18 % meningkatkanlevel derajat kristalinitas pati,
9
sedangkan kadar air pati 27 % menyebabkan pati lebih mudahdidegradasi
oleh enzim (Sajilata et al. 2006)
4. Pengaruh suhu dan waktu retrogradasi
Menurut Onyango et al. (2006) suhu dan waktu retrogradasi secara
signifikanberpengaruh terhadap kadar pati resisten tipe III yang dihasilkan,
tetapi interaksi antara suhudan waktu retrogradasi tidak berpengaruh
terhadap kadar pati resisten tipe III. Kadar patiresisten tipe III tertinggi
dihasilkan dari pati singkong yang telah disuspensi 10 mmol/L asamlaktat
dengan suhu dan waktu retrogradasi 60⁰C selama 48 jam, yaitu 9.97 g/100
g beratkering. Waktu retrogradasi berpengaruh terhadap entalpi (ΔH)
retrogradasi dan kadar patiresisten tipe III yang dihasilkan. Pati yang
diretrogradasi selama 2 jam memiliki nilai ΔH dankadar pati resisten tipe
III yang lebih tinggi dibandingkan pati yang diretrogradasi selama 24jam.
ΔH pati yang diretrogradasi selama 2 jam adalah 28.7 mJ/mg dengan pati
resisten tipeIII 93%, sedangkan ΔH pati yang diretrogradasi selama 24 jam
adalah 10.3 mJ/mg denganpati resisten tipe III 56%.
D. Naget
Naget merupakan suatu produk olahan daging giling yang
ditambahkan bahan pengikat dan dicampur dengan bumbu-bumbu kemudian
diselimuti oleh putih telur dan tepung panir kemudian dilakukan pre-frying
lalu dikemas dan dibentukkan untuk mempertahnnkan mutu.
Penambahan bahan pengikat terhadap adonan nugget berpengaruh
pada tekstur nugget yang dihasilkan. Bahan penikat adalah bahan yang
digunkana dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan.
Pryandiarto (1988), penambahan bahan pengikat mempunyai fungsi
agar adonan menjadi kompak dan kokoh. Selain itu, bahan pengikat bersifat
mengurangi kadar air dalam adonan serta memberikan warna dan membentuk
tekstur yang padat dan menarik air dari dalam adonan. Umumnya bahan
pengikat yang ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah bahan-bahan
berpati seperti tepung tapioka, tepung beras, tepung maizena, tepung sagu,
10
dan tepung terigu (Winanrno et al., 1980). Tepung pati dapat meningkatkan
daya tahan mengikat air karena kemampuan menahan air selama proses
pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat mengabsorpsi air 2-3 kali lipat dari
berat semula sehingga adonan menjadi lebih besar. Pada pemanasan sampai
suhu 700C adonan daging menjadi gel setelah didinginkan akan membentuk
padatan.
Adonan nugget banyak mengandung air sehingga perlu ditambahkan
bahan pengisis. Jika tidak ditambahkan, makan tekstur nugget akan menjadi
lembek dan tidak padat. Bila ditambahkan tepung, maka air yang terdapat
dalam adonan akan diserap dan partikel-partikel yang ada akan terhidrolisa.
Bila diaduk akan terjadi kecenderungan memanjang dan membentuk serabut-
serabut, bila pengadukan diulang maka serabut-serabut akan mengembang
menjadi susunan yang sejajar dan menghasilkan matrik kuat dan sejajar.
Bahan pengisi akan mencegah tekstur nugget menjadi lunak dan porus
bila dilakukan pengukusan. Selama pengukusan akan terjadi pengerutan dan
kehilangan berat daging. Lemak menjadi cair, sedangkan bahan pengisi
kandungan karbohidrat tinggi memiliki kemampuan dalam mengikat air tetapi
tidak dapat mengemulsikan lemak.
Perbedaan bahan pengikat dengan bahan pengisi terletak pada fraksi
utama dan kemampuannya dalam mengemulsi lemak. Pada bahan pengikat
proteinnya tinggi dan dapat meningkatkan daya ikat air dan daya mengemulsi
lemak.
Bumbu-bumbu yang digunakan dam pembuatan nugget antara lain
merica, garam, bawang bombay, dan bawang putih. Penambahan garam tidak
sebagai penambah cita rasa saja, tetapi garam angat penting untuk melarutkan
protein terutama myosin dari daging, serta meningkatkan daya ikat air
sehingga didapat produk nugget dengan tekstur yang baik.
11
Pada dasarnya pembuatan nugget mencakup lima tahap yaitu:
1. Penggilingan
Penggilingan daging dilakukan pada suhu dibawah 150C dengan
cara ditambahkan es. Kondisi suhu proses tersebut bertujuan untuk
mencegah terjadinya denaturasi protein aktomyosin oleh panas yang
ditimbulkan karena proses penggilingan karena adanya gesekan-gesekan.
Penggilingan menggunakan alatpenggiling dan diperkecil ukurannya
(diperhalus) dengan menggunakan meat cutter. Pada saat penggilingan
sebaiknya dicampur dengan garam untuk mengekstrak stabilitas emulsi
yang baik. Daging yang telah digiling dicampur bumbu hingga diperoleh
adonan yang tercampur merata atau homogen.
2. Pencetakan
Adonan yang telah dikukus kemudian dicetak sesuai bentuk dan
ukuran yang diinginkan.
3. Coating
Proses selanjutnya yaitu pelapisan atau coating. Makin banyak
coating akan membutuhkan lapisan yang lebih tebal untuk menahannya.
4. Pembekuan
Produk yang telah matang kemudian dibekukan dengan mesin
pembeku (freezer) sampai membeku sempurna. Suhu pembekuan
memegang peran penting terhadap daya simpan nugget.
5. Penggorengan
Goreng nugget dalam minyak goreng cukup banyak dengan api
sedang hingga matang kuning keemasan, selama kurang lebih 7 menit.
Komposisi gizi yang terkandung pada nugget ayam yang ada
dipasaran sangat bervariasi antara satu merek dengan merek lainnya. Hal
tersebut sangat tergantung pada jenis dan kompisisi bahan yang digunakan.
Berdasarkan bahan baku utama yang digunakan yaitu daging ayam tanpa
kulit, kandungan utama nuuget ayam sudah dapat dipastikan berupa protein.
Oleh karen aproses pembuatan nugget melibatkan proses penggorengan,
kandungan lain yang cukup berarti dari nugget adalah lemak.
12
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Chicken Nugget
Komposisi gizi NilaiTotal energi
ProteinKarbohidrat
LemakVitamin B3
Vitamin B6
Asam pantotenatVitamin B2
SeleniumFosforZinc
Kolesterol
307 kkal60%2%20%68%34%16%16%49%29%21%44%
Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan
Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar
lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi
aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada
SNI.01-6638-2002 mendefinisikan naget ayam sebagai produk olahan ayam
yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi
bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan.Berikut ini persyaratan mutu dan
karakateristik naget ayam:
Tabel 2.2. Syarat Mutu Naget Ayam
Jenis Uji PersyaratanKeadaan- Aroma- Rasa- TeksturAir %,b/bProtein %,b/bLemak %,b/bKarbohidrat %,b/bKalsium mg/100g
Normal, sesuai labelNormal, sesuai labelNormalMaks.60Min.12Maks.20Maks.25Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)
13
BAB III
METODOLOGI
A. Alat dan BahanAlat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan,
ember, kain saring, blender, blender kering, saringan 100 mesh, oven, neraca
analitik, autoklaf, freeze dryer, freezer, sentrifuge, spektrofotometer, pH
meter, mikropipet, pipet tetes, cawan petri, gelas pengaduk, magnetic stirer,
gelas ukur, lemari pendingin,hot plate,dan food processor.
Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa daging ayam tanpa
tulang dan pati resisten ubi jalar. Bahan pendukungnya adalah roti tawar, susu
cair, bawang putih, bawang bombay, merica, gula, garam, telur, air es, tepung
maizena dan mentega. Sedangkan bahan untuk melapisi (coating) adalah
putih telur dan tepung roti kasar.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
satu faktor yaitu persentase pati resisten ubi jalar yang digunakan (5%, 10%,
dan 15%) dengan 3 kali ulangan. Analisa organoleptik dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap warna, tekstur, aroma, rasa dan
secara keseluruhan naget ayam. Panelis yang dipilih merupakan panelis semi
terlatih sebanyak 25 orang. Produk ditempatkan dalam cawan, susun secara
acak. Selain itu, uji kimia dilakukan pada hasil sampel yang paling disukai
secarakeseluruhan. Pengujian kimia meliputi kadar air, kadar protein, lemak,
dan kadarabu, karbohidrat, dan kadar serat pangan (AOAC, 1990).
Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstraksi pati ubi jalar. Umbi
yang digunakan adalah ubi jalar putih yang diekstraksi patinya dengan cara
pengupasan, pencucian, pemarutan atau penghancuran, pengektraksian
dengan air (umbi:air = 1:4), pengendapan selama 6-12 jam, penyaringan,
pengeringan dengan oven selama 6 jam (suhu 500C), penggilingan dan
terakhir pengayakan dengan mesin ayak 100 mesh.
14
Selanjutnya pembuatan pati resisten dengan perlakuan autoklaving.
Pembuatan pati resisten menggunakan autoclaving-cooling, yaitu perlakuan
pemanasan suhu tinggi dan pendinginan. Menurut Lehmann (2002),
pembuatan pati resisten dalam penelitian ini yaitu sampel pati disuspensikan
dalam air (20% b/v), kemudian dipanaskan sampai homogen dan mengental
pada suhu 70-800C. Selanjutnya, proses autoklaf selama 30 menit dengan
suhu 1210C, dididinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam,
kemudian dikeringkan dengan freeze dryer dan terakhir digiling dan diayak
60 mesh. Diagram alir proses pembuatan pati resisten dapat dilihat pada
Gambar3.1.
Disuspensikan dalam air (20% b/v)
Dipanaskansampai homogen dan mengental pada suhu 70-800C
diautoklaf selama 30 menit dengan suhu 1210C
dididinginkan dan disimpan pada suhu 4 selama 24 jam
dikeringkan dengan freeze dryer
terakhir digiling dan diayak 60 mesh.
Gambar 3.1 Pembuatan Pati ResistenUbi Jalar
15
Air
Pati Ubi Jalar
Pati ResiPatstan Ubi Jalar
Selanjutnya pati resisten ubi jalar diaplikasikan pada naget ayam.
Naget ayam dengan penambahan pati resisten dengan persentase 5%, 10%,
dan 15%. Daging ayam yang telah di filletsebesar 500gram, air es, susu cair,
roti tawar,kuning telur, bawang bombay yang telah ditumis dengan mentega,
bawang putih yang telah dihaluskan, merica bubuk, dan garam masukkan ke
dalam foodprocessor, proses hingga halus. Tambahkan pati resisten (5%,
10%, dan 15%) dan tepung maizena. Komposisi pembuatan naget ayam dapat
dilihat pada Tabel 3.1. Proses kembali hingga tercampur rata. Siapkan loyang
kotak, oles tipis dengan minyak goreng. Tuang adonan ayam, ratakan. Kukus
selama 30 menit, angkat, didinginkan, lalu potong-potong dengan ukuran 3 x
4 x 0,5 cm. Selanjutnya digulingkandalam tepung roti, dicelupkan dalam
putih telur, dan digulingkan ke dalamtepung roti kembali. Naget ayam yang
sudah dilapisi kemudian disimpan dalam freezer. Diagram alir proses
pembuatan naget ayam dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Tabel 3.1 Komposisi Adonan Pembuatan Naget Ayam
Komponen Besaran
Fillet daging ayam
Roti tawar
Susu cair
Bawang putih
Bawang bombay
Merica
Garam
Gula
Telur
Tepung maizena
Air es
Mentega
500 gram
8 lembar
200 ml
15 gram
75 gram
2,5 gram
12,5 gram
12,5 gram
2 butir
60 gram
250 ml
secukupnya
16
17
Daging Ayam
Penggilingan daging
Pencampuran bahan tambahan
Pencetakan dalam loyang
Pengukusan selama 30 menit, tiriskan
Pemotongan
Coating
Penggorengan
Dimasukkan ke dalam freezer
Nugget Matang
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Nugget Ayam metode Darmaputra dkk. (2013)
DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari, Bonita. (2010). Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
AOAC. (1990). Official Methods of Analysis of The Assosiation of Official Analitycal Chemists. Volume I, Published by AOAC International, Arlinton. USA.
Cahyaningrum, dkk. (2011). “Tingkat Kesukaan dan Kekenyalan NagetAyam dengan Varian Bahan Pengisi Berbagai Jenis Umbi”. Prosiding Seminar Nasional dalam Membangun Daya Saing produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal. Surakarta, 8 Juni 2011.
Gardjito, et al. (2013). Pangan Nusantara Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Kalangi, Maryam. (2012). Menu Favorit Makan Siang dan Sarapan. Jakarta: Kanaya Press.
Lehmann, U., G. Jacobasch, dan D. Schmiedl. 2002. Characterization of Resistant Starch Type III from Banana (Musa Acuminata). Journal of Agricultural and Food Chemistry.
Mulyono, Agus. (2009). Uji Kompetensi IV. [Online]. Tersedia: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=serat%20pangan%20naget%20ayam. [14 September 2013].
Olwin Nainggolan dan Cornelis Adimunca. (2005). Diet Sehat Dengan Serat. Cermin Dunia Kedokteran No. 147, 2005 Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
SNI 01-6683-2002. (2002). Naget ayam (Chicken Naget).[Online]. Tersedia: http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2001-6683-2002.pdf[14 Oktober 2013].
Winarti, Sri. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Abdillah, Fatimah. (2006). Penambahan Tepung Wortel dan Karagenan untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan Pada Nugget Ikan Nila (Oreochromis Sp.). Skripsi pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: diterbitkan.
Towle, G.A. (1973). Carrageenan. Di dalam: Whistler RL, Editor. Industrial Gums.New York : Academic Press.
Winarno. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
18