SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE PASIEN RAWAT INAP DI RUANG
INTERNA RUMAH SAKIT UMUM SAWERIGADING KOTA PALOPO PERIODE APRIL - MEI 2011
”The Factors Related to Personal Hygiene Needs of Inpatiens in the Internal Space of Sawerigading General Hospital Palopo Period April – May 2011”
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan PendidikanPada Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
( STIKES ) Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo
ANDI MARLINA
SK. 07. 02. 002
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA PALOPO PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Personal hygiene (kebersihan diri) merupakan cara perawatan diri
sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara
fisik maupun psikologis. Pemenuhan personal hygiene merupakan
bagian dari kebutuhan dasar manusia. Ini berarti bahwa setiap manusia
membutuhkan kenyamanan pada diri dan lingkungan. Dalam
memberikan suasana atau memenuhi kebutuhan tersebut bukan berarti
perawat harus membersihkan lingkungan, tetapi bagaimana perawat
tersebut menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.Kebutuhan
personal hygiene sangat penting karena akan berdampak pada proses
penyembuhan. Hal ini dapat dilihat pada klien yang mempunyai
lingkungan yang nyaman, tenang, dan klien tersebut merasakan
kedamaian sehingga stress yang terdapat pada dirinya akan hilang.
Maka, proses pemulihan tubuh akan lebih cepat dibandingkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak nyaman. (Steven,Dkk,2000)
Terpenuhinya kebutuhan kebersihan diri dan lingkungan dapat
membangkitkan motivasi klien untuk bekerja sama dalam program
perawatan. Pelaksanaan pemenuhan kebutuhan kebersihan diri dan
lingkungan pada klien dilakukan pada pasien yang tidak mampu secara
sendiri dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan lingkungan. Jika
seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan diri kurang diperhatikan.
Hal ini terjadi karena menganggap bahwa masalah kebersihan adalah
masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus menerus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum.(http//blogspot.com/prosedur
personal hygiene).Di akses 29 Maret 2011
Prosedur pemenuhan kebutuhan personal hygiene dalam
pelayanan keperawatan dapat meliputi menyiapkan tempat tidur tertutup
dan terbuka, merawat kulit pada daerah yang tertekan, merawat rambut,
merawat gigi dan mulut, merawat kuku, higiene vulva dan memandikan
pasien.Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu
dampak fisik dan gangguan psikososial. Banyak gangguan kesehatan
yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik misalnya terjadinya penyakit menular (Demam
Typoid dan Diare).
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun
2006 terdapat 21.500.000 kasus demam thypoid di seluruh dunia,
200.000 diantaranya meninggal karena penyakit tersebut dengan Case
Fatality Rate (CFR) 0,94% (4). Laporan WHO tahun 2007 terdapat 17 juta
kasus Demam thypoid di seluruh dunia, dimana 600.000 diantaranya
meninggal (CFR 3,5%) (WHO, 2008).
Berdasarkan hasil penelitia Crump, J.A., dkk, insiden rate demam
thypoid di Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per
100.000 penduduk, dan di Asia yaitu 274 per 100.000 penduduk. Insiden
rate Demam thypoid di Afrika Selatan yaitu 39 per 1000.000 penduduk
(WHO, 2008). Pada tahun 2005 insidens rate demam thypoid di Dhaka
yaitu 390 per 100.000 penduduk, sedangkan di Kongo dengan jumlah
42.564 kasus dan 214 diantaranya meninggal dengan CFR 0,5% (WHO,
2006).Sedangkan Diare,kematian anak akibat diare di Indonesia adalah
2,5% (12,970) dari seluruh kematian di dunia.(Data WHO 2010).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2005, demam thypoid
menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di
rumah sakit tahun 2005 yaitu sebanyak 77.555 kasus (3,6%). Menurut
hasil Survey Kesehantan Nasional (Surkesnas) tahun 2005, demam
thypoid menempati urutan ke-8 dari 10 penyakit penyebab kematian
umum di Indonesia sebesar 4,3% (Depkes RI, 2005). Pada tahun 2006
jumlah pasien rawat inap demam thypoid yaitu 81.116 kasus (3,15%) dari
menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit pasien rawat inap di rumah sakit
di Indonesia (Depkes RI, 2006). Sedangkan angka kematian akibat diare
tahun 2007 sebesar 46 orang,untuk tahun 2008 sebesar 209 orang (Profil
kesehatan Indonesia 2007, 2008).
Situasi penyakit thypus (demam thypoid) di Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2006 sebanyak 16.478 kasus, dengan kematian
sebanyak 6 orang (CFR=1%). Berdasarkan laporan yang di terima oleh
Subdin P2&PL Dinkes Prov. Sulsel dari beberapa kabupaten yang
menunjukan kasus tertinggi yakni Kota Pare-pare, Kota Makassar, Kota
Palopo, Kab.Gowa. Sedangkan untuk tahun 2006, tercatat jumlah
penderita sebanyak 16.909 dengan kematian sebanyak 11 orang
(CFR=0,007%) dan sebaran kasus tertinggi di Kab. Gowa, Kab.
Enrekang, Kota Pare-pare.(Dinkes Prov.sul sel,2006)
Pada tahun 2007 tercatat jumlah penderita sebanyak 16.552
dengan kematian sebanyak 5 orang (CFR=0,03%) dengan sebaran
kasus tertinggi di Kab. Gowa, Kab. Enrekang dan Kota Makassar.
Penyakit typhus berdasarkan Riskesdas tahun 2007 secara nasional di
Sulawesi Selatan, penyakit typhus tersebat di semua umur dan
cenderung lebih tinggi pada umur dewasa. Prevalensi klinis banyak
ditemukan pada kelompok umur sekolah yaitu 1,9%, terendah pada bayi
yaitu 0,8%.(Dinkes Prov.sul sel,2007).
Dari data program tahun 2008 penyakit typhus tercatat jumlah
penderita sebanyak 20.088 dengan kematian sebanyak 3 orang, masing-
masing Kab. Gowa (1 orang) dan Barru (2 orang) atau CFR=0,01%.
Insiden Rate (IR=0,28%) yaitu tertinggi di Kab. Gowa yaitu 2.391 kasus
dan terendah di Kab. Luwu yaitu 94 kasus, tertinggi pada umur 15 – 44
tahun sebanyak 15.212 kasus.Sedangkan pada tahun 2009 penyakit
typhus tercatat jumlah penderita sebanyak 18.661 (CFR=0,03%), kasus
yang tertinggi yaitu di Kab. Enrekang (2.928 kasus) dan terendah di
Kab.Takalar (0 kasus) (Dinkes Prov. Sulsel,2008,2009).
Sedangkan cakupan penemuan penderita diare di Provinsi
Sulawesi Selatan Kabupaten/Kota Makassar 115,04%, Enrekang
111,67%,Palopo146,745%.(http://infoshe.blogspot.com/2009/12/diare). Di
akses 1 Mei 2011
Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit Sawerigading Palopo
program tahun 2010 penyakit demam typoid tercatat jumlah penderita
sebanyak 226 kasus demam thypoid yang terdiri dari laki-laki 93 orang
dan perempuan 133 orang. Dan jumlah penderita demam thypoid dari
bulan Januari sampai Maret Tahun 2011 tercatat 25 orang.
Dari survey awal di Ruang Interna RSU Sawerigading Palopo
tanggal 28 Maret 2011 adalah 33 pasien rawat inap dan yang diamati
terlihat dari sebagian besar pasien kurang terpenuhi personal hygienenya
dimana kebersihan kulitnya yang ditandai dengan kulit kering dan
bersisik, kuku kaki dan tangan yang panjang dan terdapat kotoran pada
kuku, bibir kering, rambut kusut dan kotor.
Dalam hal ini, kurang terpenuhinya kebutuhan personal hygiene
pasien bukan hanya karena keterbatasan fisik tetapi dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain di antaranya sosial budaya,pengetahuan dan lain – lain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu “Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di
Ruang Interna RSU Sawerigading Palopo Tahun 2011?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang Interna RSU
Sawerigading Palopo Tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang hubungan kondisi fisik terhadap pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo
b. Mengetahui tentang hubungan pengetahuan terhadap
pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap
di Ruang Interna RSU Sawerigading Palopo
c. Mengetahui tentang hubungan budaya terhadap pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Bhakti
Pertiwi Luwu Raya Palopo.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi institusi dalam
meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan khususnya pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pasien.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat menambah wawasan klien dan keluarga tentang
pentingnya personal hygiene.
4. Bagi Peneliti
Dengan penelitian ini menambah wawasan peneliti tentang pemenuhan
kebutuhan personal hygiene dan faktor – faktor yang mempengaruhinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Personal Hygiene
1. Pengertian
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang
artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesehateraan fisik dan psikis.(Tarwanto & Wartonah,2006)
Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri. Pada orang sakit atau tantangan
fisik memerlukan bantuan perawat atau keluarga untuk praktik kesehatan
yang rutin.(Pery & potter,2006)
Mempertahankan hygiene yang baik dapat mencegah infeksi dan
kerusakan kulit, memperbaiki sirkulasi, kenyamanan dan istirahat, nutrisi
dengan memperbaiki nafsu makan, harga diri dengan memperbaiki
penampilan serta rasa sejahtera.(Hidayat.A.A,2006)
2. Tujuan umum perawatan diri (Personal Hygiene)
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan
perawatan diri, baik secara mandiri maupun dengan menggunakan
bantuan, dapat melatih hidup sehat / bersih dengan cara memperbaiki
gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan, serta
menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan.
Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk
menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah
gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada
jaringan ( Hidayat.A.A,2006)
3. Jenis Kebersihan Diri :
a. Kebersihan Kulit
Kulit merupakan bagian terluas dari tubuh dan merupakan
bagian yang penting bagi setiap individu. Penampilan fisik, khususnya
kulitlah yang pertama kali terlihat dan tampak dari luar (baik bagi individu
itu sendiri maupun bagi orang lain), sehingga kondisinya lebih segera
mempengaruhi pandangan orang lain (dan juga dri sendiri ) dan
responnya pun biasanya lebih mendalam dibandingkan dengan penyakit
pada bagian tubuh yang lain.(Tarwanto & Wartonah 2006)
1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kulit
Perubahan dan keutuhan pada kulit dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya :
a. Umur. Perubahan kulit dapat ditentukan oleh umur seseorang,
hal ini dapat terlihat pada bayi yang berumur relative masih
muda, kondisi kulitnya sangat rawan terhadap berbagai trauma
atau masuknya kuman. Sebaliknya, pada orang dewasa,
keutuhan kulit sudah memiliki kematangan sehingga fungsinya
sebagai pelindung sudah baik.
b. Jaringan kulit. Perubahan dan keutuhan kulit dapat dipengaruhi
oleh struktur jaringan kulit. Apabila jaringan kulit rusak, maka
terjadi perubahan pada struktur kulit.
c. Kondisi/Keadaan Lingkungan. Beberapa keadaan lingkungan
atau kondisi yang dapat mempengaruhi keadaan kulit secara
utuh, antara lain keadaan panas, adanya nyeri akibat sentuhan
dan tekanan.
2) Pengkajian Keperawatan pada Kulit
a. Warna Kulit
Pengkajian terhadap masalah kebersihan kulit meliputi
penilaian tentang keadaan kulit, misalnya warna kulit untuk
mengetahui adanya pigmentasi kulit. Warna kulit yang tidak
normal dapat disebabkan oleh melanin pada kulit : warna coklat
dapat menunjukkan adanya penyakit Addison atau tumor
hipofisis, warna biru kemerahan dapat menunjukkan adanya
polisetemia, warna merah menunjukkan adanya alergi dingin,
hipertermia, psikologis, alcohol atau inflamasi local, warna biru
(sianosis) pada kuku atau sianosis perifer akibat kecemasan
atau kedinginan. Atau sentral karena penurunan kapasitas
darah dalam membawa oksigen yang meliputi bibir, mulut, dan
badan. Selanjutnya, warna kuning menunjukkan ikterus yang
menyertai penyakit hati, hemolisis sel darah merah, obstruksi
salluran empedu, atau infeksi berat yang dapat dilihat pada
sclera, membrane mukosa dan abdomen; apabila terdapat pada
telapak tangan, kaki, dan muka menunjukkan dampak atas
konsumsi wortel atau kentang; apabila pada area kulit terbuka
(bukan pada sclera dan membrane mukosa) menunjukkan
adanya penyakit ginjal kronis, warna pucat (kurang merah muda
pada orang kulit putih) atau warna abu-abu pada kulit hitam
menunjukkan adanya sinkop, demam, syok, atau anemia.
Kekurangan warna secara umum dapat menunjukkan albinieme.
b. Kelembapan Kulit
Dalam keadaan normal, kulit agak kering, dan dalam
keadaan patologis dapat dijumpai kekeringan pada daerah bibir.
Kekeringan pada bagian tangan dan genital dapat menunjukkan
adanya dermatitis kontak. Keadaan normal pada membrane
mukosa adalah lembap, dan bila terjadi kekeringan
menunjukkan adanya dehidrasi.
c. Tekstur Kulit
Penilaian tekstur kulit dapat dilakukan melaui
pengamatan dan palpasi. Contoh tekstur abnormal adalah
pengelupasan atau sisik pada jari tangan dan kaki. Perhatikan
juga turgor, yaitu kembalinya klah dicunit dalam keadaan
normal. Selain itu, perhatikan juga ada atau tidaknya edema
dan lesi.(Hidayat.A.A,2006)
3) Mandi
Mandi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kebersihan kulitnya.(Hidayat.A.A. & Musrifatul Uliyah,2006)
Tujuan mandi yaitu :
a. Mempertahankan kebersihan kulit
b. Mencegah infeksi kulit
c. Memperlancar peredaran darah
d. Mempertahankan kenyamanan.
Alat dan Bahan yang digunakan :
a. Baskom mandi dua buah yang berisiskan air dingin dan air
hangat.
b. Pakaian pengganti
c. Kain penutup
d. Handuk dan waslap
e. Tempat untuk pakaian kotor
f. Skrin (sampiran)
g. Sabun
h. Gayung
Mempertahankan kebersihan perawatan kulit secara efektif
dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk menjaga
kebersihan kulit seperti adanya warna, kelembapan, turgor, tekstur,
hilangnya lesi. Mempertahankan sirkulasi darah, mengendorkan otot,
dan membuat tubuh terasa nyaman. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
adanya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
terlihat segar.(Tarwanto & Wartonah,2006)
b. Kebersihan Kuku
Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting
dalam mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat
masuk kedalam tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya
tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Secara antomis kuku terdiri atas
dasar kuku, badan kuku, dinding kuku, kantung kuku, akar kuku, dan
lunula. Kondisi normal kuku ini dapat terlihat halus, tebal kurang lebih 0,5
mm, transparan, dasar kuku berwarna merah muda. ( Hidayat.A.A,2006)
Masalah / gangguan pada Kuku :
1) Ingrown nail, kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan
sakit pada daerah tersebut.
2) Paronychia, radang disekitar jaringan kuku.
3) Ram’s horn nail, gangguan kuku yang ditandai pertumbuhan yang
lama disertai kerusakan dasar kuku atau infeksi.
4) Kuku tumbuh kedalam.
5) Bau tidak sedap, reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau
tidak sedap.
6) Pengkajian yang perlu dilakukan adalah penilaian tentang keadaan
warna, bentuk, dan keadaan kuku. Adanya jari tabuh dapat
menunjukkan penyakit pernapasan kronis atau penyakit jantung dan
bentuk kuku yang cekung atau cembung menunjukkan adanya
cedera, defisiensi besi, dan infeksi.
7) secara umum kebersihan kuku ditandai dengan keadaan kuku yang
bersih, kuku halus, tidak ada tanda radang disekitar kuku,
pertumbuhan baik, dan tidak ada bau yang khas dari kuku.
Alat dan Bahan yang digunakan untuk perawatan kuku :
1) Alat pemotong kuku
2) Handuk
3) Baskom berisi air hangat
4) Bengkok dan sikat kuku
5) Sabun dan kapas.
c. Kebersihan Rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi
sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan
status kesehatan diri dapat diidentifikasi. Secara anatomis, rambut
terdiri atas bagian batang, akar rambut, sarung akar, folikel
rambut, serta kelenjar sebasea. (Hidayat.A.A,2006)
Berbagai masalah yang terjadi pada rambut antara lain :
1. Kutu
2. Ketombe
3. Botak (alopecia)
4. Radang pada kulit di rambut (seborrheio dermatitis)
Pengkajian dilakukan pada warna, ukuran, serta susunan rambut,
selain itu jenis rambut, apakah berminyak atau kering. Kemudian, kaji
pola pertumbuhan rambut, apakah pola cepat atau lambat, sedikit, atau
jumlah kerontokannya. Juga aspek perkembangan dan faktor yang
mempengaruhi perawatan rambut seperti pemakaian minyak rambut,
kemampuan menyisir, frekuensi cuci rambut serta pemakaian sampo.
(Hidayat.A.A,2006)
Tujuan perawatan kulit kepala dan rambut :
1) Menghilangkan mikroorganisme kulit kepala
2) Menambah rasa nyaman
3) Membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit
4) Memperlancar system peredaran darah di bawah kulit.
Alat dan Bahan yang digunakan untuk perawatan kulit kepala dan
rambut
1) Handuk secukupnya
2) Perlak atau pengalas
3) Baskom berisi air hangat
4) Sampo atau sabun dalam tempatnya
5) Kasa dan kapas
6) Sisir dan bengkok
7) Gayung dan ember kosong.
Secara umum rambut yang bersih dan sehat ditandai dengan keadaan
rambut (segar, tidak rontok, tidak ada tanda radang pada kulit kepala,
dan pertumbuhannya baik ).
d. Kebersihan Mulut dan Gigi
Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan
kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.
Banyak organ yang berada dalam mulut, seperti orofaring, tonsil, uvula,
kelenjar sublingual, kelenjar submaksilaris, dan lidah.(Hidayat.A.A,2006)
Masalah yang sering terjadi pada kebersihan gigi dan mulut, antara lain :
1) Halitosis, bau nafas tidak sedap yang dapat disebabkan oleh
kuman atau lainnya.
2) Radang pada daerah gusi.
3) Karies, radang pada gigi.
4) Stomatitis, radang pada daerah mukosa dan rongga mulut.
5) Peridontal desease (gusi yang mudah berdarah dan bengkak).
6) Glostitis, radang pada lidah.
7) Chilosis, bibir yang pecah – pecah.
Pengkajian gigi dan mulut yang perlu diperhatikan antara lain
warna, keadaan permukaan, serta kelengkapan gigi; pada pipi dalam
perlu dilihat adanya warna mukosa serta keadaan permukaan, pada gusi
perlu dilihat warna, tekstur, serta kelembapan. Pada daerah lidah dapat
dilihat warna, tekstur, dan posisi lidah.(Hidayat.A.A,2006) .
Tujuan perawatan gigi dan mulut :
1) Mencegah infeksi gusi dan gigi
2) Mempertahankan kenyamanan rongga mulut
Alat dan bahan yang digunakan untuk perawatan gigi dan mulut :
1) Handuk dan kain pengalas
2) Gelas kumur berisi :
(a) Air masak/NaCl
(b) Obat kumur
(c) Borax gliserin.
3) Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa
4) Kapas lidi, kain kasa, dan bengkok.
5) Pinset atau arteri klem
6) Sikat gigi dan pasta gigi.
4. Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Waktu Pelaksanaan
Adapun jenis perawatan diri (personal hygiene) berdasarkan waktu
pelaksanaan dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Perawatan dini Hari. Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada
waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam
pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan
pertolongan, mempersiapkan pasien dalam melakukan makan pagi
dengan melakukan tindakan perawatan diri, seperti mencuci muka,
tangan, dan menjaga kebersihan mulut.
b. Perawatan Pagi Hari. Perawatan yang dilakukan setelah melakukan
makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti melakukan
pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan
kecil), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit,
melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut, kuku, dan
rambut, serta merapikan tempat tidur pasien.
c. Perawatan Siang Hari. Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan
berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan
siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan, antara lain
mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur,
dan melakukan penliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
d. Perawatan menjelang Tidur. Perawatan yang dilakukan pada saat
menjelang tidur agar pasien dapat tidur dan beristirahat dengan tenang.
Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan
kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mencuci tangan dan
muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.
(Hidayat.A.A,2006)
B. Tinjauan Umum Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan
Kebutuhan Personal Hygiene Pasien Rawat Inap di Ruang Interna
1. Kondisi Fisik
Manusia mempunyai sifat yang holistic, dalam artian manusia adalah
makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan aspek-aspek ini saling
berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Sebagai makhluk yang
berfisik, memiliki kelemahan – kelemahan fisik adalah hal yang nyata. Apa
yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi
psikologis dan rohaninya. Penyakit fisik yang dialami seseorang tidak hanya
menyerang manusia secara fisik saja tetapi juga dapat membawa masalah –
masalah bagi kondisi psikologisnya dan rohaninya.Demikian pula sebaliknya.
(Roshana S,2008)
Gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga,
gangguan fisik pada kuku.
Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi
seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan
hygiene pribadi. Seorang klien yang menggunakan gips pada tangannya
atau menggunakan traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap.
(Perry & Potter,2006)
Kondisi fisik menjadi acuan dalam memberikan jenis perawatan yang
dibutuhkan pasien berdasarkan derajat ketergantungan pasien.
Menurut Douglas (2000), Laveridge & Cummings (2000) klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi tiga kategori (Poerwadarminta,2006) yaitu:
a. Minimal care
Yaitu pasien yang memerlukan bantuan minimal dalam melakukan
tindakan keperawatan & pengobatan pasien. Melakukan aktivitas secara
mandiri. Waktu yang dibutuhkan untuk keperawatan langsung selama 1-2
jam/24 jam. Dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pasien bisa mandiri atau hampir tidak memerlukan bantuan
a. Mampu naik-turun tempat tidur
b. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
c. Mampu mandi sendiri / mandi sebagian dengan bantuan
d. Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
e. Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
f. Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
2) Status psikologis stabil
3) Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik
4) Operasi ringan
b. Intermedit care
Yaitu pasien yang memerlukan bantuan sebagian dalam melakukan
tindakan keperawatan dan pengobatan tertentu. Waktu yang dibutuhkan
untuk keperawatan langsung selama 3 – 4 jam/24 jam. Dengan kriteria
sebagai berikut :
1) Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian
a. Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik-turun tempat
tidur
b. Membutuhkan untuk mandi
c. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan
d. Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
e. Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap)
f. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
g. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian untuk berpakaian dan
berdandan
h. Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK
2) Post operasi minor (24 jam)
3) Melewati fase akut dari post operasi mayor
4) Fase awal dari penyembuhan
5) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
6) Gangguan emosional ringan.
c. Total care
Pasien memerlukan bantuan secara penuh dalam perawatan diri dan
memerlukan observasi yang ketat, perawatan langsung butuh 5 – 6
jam/24 jam. Dengan kriteris sebagai berikut :
1) Pasien yang memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan
memerlukan waktu perawat yang lebih lama :
a. Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari
tempat tidur ke kereta dorong atau kursi roda
b. Membutuhkan latihan pasif
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intervena
(infus) atau NG tube (sonde)
d. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
f. Dimandikan perawat
g. Dalam keadaan inkontenensia, menggunakan kateter.
2) 24 jam post operasi mayor
3) Pasien tidak sadar
4) Keadaan pasien tidak stabil
5) Observasi tanda-tanda vital setiap kurang dari sejam
6) Perawatan luka bakar
7) Perawatan kolostomi
8) Menggunakan alat bantu pernafasan
9) Menggunakan WSD
10) Irigasi kandung kemih secara terus menerus
11) Menggunakan alat traksi
12) Pasca operasi tulang belakang atau leher
13) Gangguan emosional berat, bingung dan disorientasi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui sesudah melihat
atau menyaksikan, mengalami atau diajar.(Notoadmodjo.S,2003)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.(Roshana S,2008)
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui lebih dulu terhadap stimulus.
b. Interest (merasa tertarik), terhadap objek atau stimulus tersebut. Disini
sikap subjek mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah salah satu komponen
perilaku yang termasuk dalam kognitif domain yang terdiri dari enam
tingkatan yakni :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu
ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
mengiterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari, seseorang telah mengetahui secara
mendasar pokok-pokok pengertian tentang suatu yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengumpulkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis adalah kemempuan
seseorang untuk menyusun kembali pengetahuan yang telah diperoleh
kepada bentuk semula maupun bentuk lainnya.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilain terhadap materi-,materi atau obyek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian,
pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi
untuk memelihara perawatan diri. Seringkali, pembelajaran tentang
penyakit atau kondisi mendorong klien untuk meningkatkan hygiene.
3. Budaya
Seorang Antropologi yaitu E.B. Tylor mengemukakan
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt-istiadat serta kebiasaan.
Kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dengan kata lain kebudayaan mencakup kesemuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.(Soekanto S,2002).
Disamping itu manusia Indonesia adalah manusia yang memiliki
berbagai kultur yang bersifat unik dan memiliki berbagai keyakinan
tentang sehat sehingga akan memberikan respon yang berbeda –
beda terhadap upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya secara mandiri
baik dalam kondisi sehat maupun sakit. di akses 29 maret.
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu. Budaya juga mempengaruhi keluarga terhadap
sistem pelayanan kesehatan dan mempengaruhi cara pelaksanaan
seperti kesehatan pribadi. Budaya menggambarkan sifat non fisik,
seperti : nilai, keyakinan, sikap atau adat-istiadat yang disepakati oleh
kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi kegenerasi
berikutnya.(Pery & Potter,2006).
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang
sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan
mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri
sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan.Perbedaan
kultural dan suku pada keluarga yang dirawat di Rumah Sakit harus
mendapat perhatian, karena dapat mempengaruhi siapa yang
merawat, bagaimana cara pemenuhan kebutuhan kebersihan diri.
Proses keluarga dalam konteks kebudayaan, merupakan
perhatian sentral dalam kelompok. Kepercayaan kebudayaan dan nilai
pribadi mempengaruhi perawatan hygiene seseorang dari latar
belakang budaya yang berbeda akan mengikuti praktik keperawatan
diri yang berbeda pula.(Purwanto Heri,2000)
4. Status Ekonomi
Status ekonomi adalah sebuah komponen kelas sosial yang mengacu
pada tingkat pendapatan keluarga dan sumber pendapatan. Kebutuhan
sebuah keluarga umumnya berasal dari pekerjaan para anggota keluarga
dan sumber-sumber pribadi seperti pensiun dan bantuan – bantuan.
(Iswandy,2007).
Keluarga yang berfungsi secara tidak adekuat menunjukkan
karakteristik penghasilan seluruhnya berasal dari bantuan umum karena
kaum dewasa dalam keluarga gagal atau tidak mampu bekerja. Jumlah
penghasilan yang rendah jelas tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
pokok. Begitupula dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.(Roshana
S,2008).
Masalah lain yang dihadapi adalah pembayaran pelayanan di rumah
sakit yang sangat bervariasi antara rumah sakit yang satu dengan yang
lainnya. Ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli layanan
kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dibutuhkan sebagai
ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit baik
yang dibayar oleh pasien langsung (out of pocket), penjamin (insurance)
maupun subsidi. Hal ini menjadi kendala bagi masyarakat dengan status
ekonomi rendah yang cenderung menggunakan jasa subsidi. Dalam memilih
jenis pelayanan yang diinginkan cenderung memilih jenis perawatan yang
murah. Terkait dengan personal hygiene, masyarakat dengan status ekonomi
menengah kebawah sebagian besar dari kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
dikarenakan rupiah yang mereka miliki tidak mampu untuk membeli
kebutuhan tersebut. Berbeda dengan kelas ekonomi menengah keatas
dengan nilai rupiah yang mereka miliki mendorong mereka untuk memilih
jenis perawatan kebersihan diri yang lebih baik.(Sutanto,2001).
5. Sarana Rumah Sakit
Didalam suatu sarana kesehatan, seperti Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan rawat jalan dan rawat inap memiliki standar
pelayanan yang menjadi acuan para personel Rumah Sakit baik
personel medis (dokter), paramedis (perawat), & personel non medis.
Yang saling berkontribusi satu dengan yang lain.
(Poerwadarminta,2006).
Sarana rumah sakit merupakan unsur yang terpenting dalam
institusi rumah sakit. Jika sarana rumah sakit yang tersedia kurang,
maka dapat dipastikan mutu pengelolaan dan pelayanan rumah
sakitpun rendah. Sarana rumah sakit sangat penting untuk membantu
kelancaran pemberian tindakan pada klien yang sedang dirawat.
Kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit memerlukan
ketersediaan air bersih dan kondisi wc yang bagus dan juga
tersedianya alat-alat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
personal hygiene. Jika kondisi air jelek atau tidak tersedia, maka akan
menghambat pemenuhan kebutuhan dasar.( Djojodibroto.D,2000).
Kepentingan masyarakat akan pelayanan keperawatan ada
diatas kepentingan pribadi agar kebutuhan klien (individu, keluarga,
dan masyarakat) akan asuhan keperawatan terpenuhi. Keperawatan
merupakan suatu pelayanan sosial yang esensial dan klien
mempunyai hak menggunakan pelayanan keperawatan dari perawat
secara professional. Peran perawat pada individu sebagai klien, pada
dasarnya pemenuhan kebutuhan dasarnya dimana diantaranya adalah
pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang
kemauan menuju kemandirian pasien(Gaffar Jumadi,2000).
C. Tinjauan Umum Tentang Rawat Inap
Rawat inap merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan untuk tinggal di Rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah. Selama proses tersebut, pasien dan keluarga dapat mengalami
berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. Berbagai
perasaan yang sering muncul yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan rasa
bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu
yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya. Rasa tidak aman dan
nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan
sesuatu dirasakan menyakitkan.(Supartini.Y,2004).
Bagi klien yang baru pertama kali dirawat biasanya menjalani lebih
banyak tindakan pemeriksaan oleh beberapa orang, tidak pernah
mempunyai gambaran tentang dirawat di Rumah sakit. Perubahan
lingkungan yang tiba-tiba, staf yang masih asing, menimbulkan stress
tersendiri bagi klien.
Pasien atau orang yang tinggal di rumah perawatan kehilangan
dengan terpaksa kontak yang yang sudah lama berjalan. Ia merasa tidak
berada lagi dalam lingkungan yang aman yang dijalaninya sebagaian
besar dari hidupnya.
Dalam perawatan orang sakit, perawatan sehari-hari dari pasien
rawat inap adalah bagian yang penting dari keseluruhan paket tugas yang
ada. Suatu perawatan yang baik pertama-pertama harus meningkatkan
faktor hygiene. Setelah itu orang berusaha untuk mempertahankan
keadaan kesehatan dan kemudian memperbaikinya. Jika seseorang
merasa dirinya kurang enak badan, ia biasanya kurang memperhatikan
bagian luarnya. Ini menyebabkan meningkatnya rasa kesal, orang tak lagi
merasa santai dibanding orang lain. Orang akan lebih mudah bertemu
dengan orang lain, tanpa ada perasaan takut adanya bau yang tidak
enak.(http//blogspot/.com/2009/rawat inap//).Diakses 29 maret
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah melihat suatu hubungan atau kaitan
faktor – faktor yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene. Adapun alur kerangka kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
Kondisi Fisik
Personal Hygiene
Pengetahuan
Budaya
Status Ekonomi
Sarana Rumah Sakit
: Variabel Yang Diteliti
: Variabel Yang Tidak Diteliti
B. Hipotesis
1. Hipotesa Alternatif (HA)
a) Ada hubungan antara kondisi fisik dengan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang Interna RSU
Sawerigading Palopo.
b) Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo.
c) Ada hubungan antara budaya dengan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang Interna RSU
Sawerigading Palopo.
2. Hipotesa Nol (H0)
a) Tidak ada hubungan antara kondisi fisik dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo.
b) Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo.
c) Tidak ada hubungan antara budaya dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene pada pasien rawat inap di Ruang
Interna RSU Sawerigading Palopo.
C. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel adalah karateristik subjektif penelitian yang berubah dari
suatu subjek ke subjek lainnya,sehingga dapat pula di sebut sebagai
karateristik suatu benda atau subjek.Menurut fungsinya dalam korteks
penelitian secara keseluruhan,khususnya dalam hubungan antar
variable terdapat beberapa jenis yaitu :
a) Variabel bebas (Variabel independen) adalah variabel yang bila
terjadi perubahan akan mengakibatkan perubahan variabel
lain.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi fisik,
pengetahuan,dan budaya.
b) Variabel tergantung (variabel dependent) adalah variabel yang
berubah diakibatkan adanya perubahan variabel bebas. Variabel
tergantung pada penelitian ini adalah personal hygiene.
2. Defenisi Operasional kriteria objektif
a) Kondisi Fisik
Yang dimaksud dengan kondisi fisik dalam penelitian ini adalah
tentang keadaan sakit yang mempengaruhi kemampuannya
dalam pelaksanaan personal hygiene.
Kriteria Objektif :
Mampu : bila skor jawaban responden median ≥ 9
Tidak mampu : bila skor jawaban responden median < 9
b) Pengetahuan
Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah
tentang segala yang diketahui menyangkut kebersihan diri dan
tata cara pemenuhan kebutuhan kebersihan diri.
Kriteria Objektif :
Baik : bila skor jawaban responden median ≥ 5
Kurang : bila skor jawaban responden median < 5
c) Budaya
Yang dimaksud dengan budaya dalam penelitian ini adalah
tentang kebiasaan yang mempengaruhi praktik personal
hygienenya.
Kriteria Objektif :
Mendukung : bila skor jawaban responden median ≥ 8
Tidak mendukung : bila skor jawaban responden median < 8
d) Personal Hygiene
Yang dimaksud dengan Personal Hygiene dalam penelitian ini
adalah Kebersihan diri yang meliputi : kebersihan kulit,
kebersihan kulit kepala dan rambut, kebersihan gigi dan mulut,
serta kebersihan kuku yang diamati langsung oleh peneliti
Kriteria Objektif :
Terpenuhi : bila skor = 26
Tidak terpenuhi : bila skor < 26
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif Analitik dengan
pendekatan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada
waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali, pada satu saat atau pengukuran pada saat
bersamaan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek penelitian yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam,2003). Populasi dalam
penelitian ini penelitian adalah semua pasien yang dirawat inap di
ruang interna pada tanggal 02 s/d 31 Mei 2011 di Rumah Sakit Umum
Sawerigading Palopo dan tercatat dalam buku register sebanyak 142
orang.
2. Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling.Pengambilan sampel secara purposive di
dasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang di buat oleh peneliti
sendiri,berdasarkan ciri – ciri atau sifat – sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
Rumus pengambilan sampel (Nursalam 2006) :
N n =
1 + N (d ¿¿2
Keterangan :
N = Besarnya populasi
n = Besarnya sampel
d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang di
inginkan (0,1)
Jadi besar sampel untuk N = 142 adalah 58 pasien.
Adapun sampel yang diambil harus memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi meliputi :
1. Pasien rawat inap di Ruang Interna.
2. Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien tidak bersedia menjadi responden.
2. Pasien pulang paksa atau permintaan sendiri
3. Pasien meninggal
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang di maksud adalah di ruang interna Rumah Sakit
Umum Sawerigading Palopo.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 02 s/d 31 Mei 2011.
D. Instrumen penelitian
Instrument pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
yaitu lembar observasi dan kuesioner yang merupakan tekhnik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
dengan menggunakan skala likert dan skala Guttman.
Untuk mengukur variabel personal hygiene digunakan lembar
observasi dengan pernyataan negatif dan menggunakan skala Guttman,
pemberian skor pada setiap alternatif jawaban yaitu, 2 = tidak, 1 = ya.
Dikatakan terpenuhi bila skor sama dengan 26 dan dikatakan tidak
terpenuhi bila skor kurang dari 26.
Untuk mengukur variabel kondisi fisik digunakan skala Guttman.
Pertanyaan tentang kondisi fisik sebanyak 6 item dengan skor pada setiap
alternatif jawaban, yaitu 2 = ya , 1 = tidak. Dikatakan mampu bila skor
jawaban responden lebih atau sama dengan 9 dan dikatakan tidak
mampu bila jawaban responden kurang dari 9.
Untuk mengukur pengetahuan responden tentang personal
hygiene digunakan multipelcoice sebanyak 10 item pertanyaan dengan
skor pada setiap alternatif jawaban, yaitu 1 = jawaban benar, 0 = jawaban
salah. Pengetahuan responden dikatakan baik jika skor sama dengan
atau lebih dari 5 dan dikatakan kurang bila skor kurang dari 5.
Pada variabel budaya digunakan skala likert sebanyak 3 item
pertanyaan dengan pemberian skor pada setiap alternatif jawaban, yaitu
setuju = 3, ragu-ragu = 2, tidak setuju = 1. dikatakan mendukung bila skor
jawaban responden sama dengan atau lebih dari 8 dan dikatakan tidak
mendukung bila skor jawaban responden kurang dari 8.
E. Tehnik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara menyebarkan atau
membagikan kuesioner kepada responden dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Sebelum kuesioner diserahkan kepada responden, peneliti
memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian
b. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden
diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner
c. Jika responden telah menyatakan bersedia, maka kuesioner
diberikan dan responden diminta untuk mempelajari terlebih dahulu
tentang cara pengisian kuesioner
d. Setelah kuesioner selesai diisi oleh responden, selanjutnya
dikumpulkan dan dipersiapkan untuk diolah dan dianalisa.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan sebagai data pelengkap untuk
data primer yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yang didapat dari
Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo. Data yang didapat nantinya akan
dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien.
F. Pengolahan Dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti dalam pengolahan
data yaitu :
a. Editing (memeriksa)
Setelah lembar kuesioner dikumpulkan dalam bentuk data,
kemudian dilakukan pengecekan atau memeriksa kelengkapan
jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi jawaban.
b. Koding (Memberi tanda kode)
Untuk memudahkan pengolahan data, semua jawaban atau data
disederhanakan dengan memberikan simbol-simbol tertentu
untuk setiap jawaban
c. Tabulasi
Data dikelompokkan kedalam suatu tabel menurut sifat – sifat
yang dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.
2. Analisa Data
Pengolahan data secara komputerisasi dengan menggunakan
program SPSS versi 15,0. Analisa data dilakukan dengan langkah –
langkah sebagai berikut :
a. Analisis Univariat
Analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik masing – masing variabel yang diteliti. Bentuknya
tergantung dari jenis datanya.
b. Analisis Bivariat
Yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel dengan menggunakan uji statistik Chi-square
dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
G. Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting, mengingat dalam penelitian ini menggunakan manusia
sebagi subjek. Dalam penelitian ini menekankan pada masalah etika
yang meliputi :
1. Lembar Persetujuan (Informed consent)
Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan,
peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika responden
bersedia diteliti mereka harus menandatangani lembar persetujuan
tersebut, jika tidak peneliti harus menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang di isi
oleh responden. Lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden
dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang
dilaporkan pada hasil penelitian.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Interna RSU Sawerigading Palopo pada
tanggal 02 s/d 31 Mei 2011.Adapun desain penelitian yang di gunakan yaitu
deskriptif analitik,dengan pendekatan cross sectional dan pengambilan sampel di
lakukan dengan menggunakan tehnik purposive sampling.Hasil penelitian
diperoleh melalui observasi dan penyebaran kuesioner yang memuat
pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi fisik, pengetahuan, budaya, dan personal
hygiene.
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Sawerigading Kota Palopo terletak di Jln. Sami’un Kota
Palopo. Rumah Sakit Umum Sawerigading Kota Palopo memiliki UGD, UGD
kebidanan, ruang bedah yg terdiri dari zal bedah laki-laki (kelas I, II dan
Bangsal), zal bedah perempuan (kelas I, II, dan Bangsal), VIP IA, VIP IIA, VIP
IIIA, VIP IVA, VIP VA dan VIP VIA, ruang kelas I dan kelas II, ruang penyakit
dalam yang terdiri dari zal dalam laki-laki 2 bangsal dan zal dalam perempuan 1
bangsal, ruang anak yang terdiri dari zal anak A dan zal anak B, zal anak kelas
IA, IB, IIA, IIB, ruang instalasi gizi, bank darah, laboratorium, laboratorium
kebidanan dan kandungan, kamar operasi, radiologi dan apotik. Rumah Sakit
Umum Sawerigading Kota Palopo memiliki jumlah Dokter 32 orang yang terdiri
dari 15 dokter umum, 2 dokter spesialis bedah, 2 dokter spesialis penyakit
dalam, 2 dokter spesialis anak, 2 dokter spesialis objin, 1 dokter spesialis
patalogi klinik, 1 dokter spesialis mata, 1 dokter THT, 1 dokter spesialis kulit,
jumlah perawat dengan pendidikan S1.Kep. sebanyak 8 orang, DIII Anastesi 2
orang, DIII Kesehatan gigi 4 orang, SPK keperawatan sebanyak 15 orang, S1
Bidan sebanyak 2 orang, spesialis gigi sebanyak 1 orang, SKM sebanyak 13
orang, Apoteker farmasi sebanyak 5 orang, S1 Farmasi sebanyak 2 orang,
Asisten apoteker sebanyak 2 orang, tenaga kesehatan farmasi sebanyak 1
orang, DIII Sanitasi sebanyak 1 orang, Akademi gizi sebanyak 8 orang.
Berdasarkan hasil pengolahan data maka berikut ini akan disajikan analisis
univariat, dan analisis bivariat :
1. Analisis Univariat
a. Kondisi Fisik
Tabel 1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan kondisi fisik
di Rumah Sakit Umum Sawergading Palopo
Kondisi FisikJumlah
N Persent (%)
Mampu 15 25,9
Tidak mampu 43 74,1
Total 58 100
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa responden yang
memiliki kondisi fisik yang mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene 15 (25,9%) dan yang memiliki kondisi fisik yang tidak mampu
sebanyak 43 (74,1%)
b. Pengetahuan
Tabel 2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan
di Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo.
PengetahuanJumlah
N Persent (%)
Baik 17 29,3
Kurang 41 70,7
Total 58 100
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa yang memiliki
tingkat pengetahuan baik sebanyak 17 responden (29,3%), dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 41 responden ( 70,7 %).
c. Budaya
Tabel 3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan budaya
di Rumah Sakit UmumSawerigading Palopo.
BudayaJumlah
N Persent (%)
Mendukung 11 19
Tidak Mendukung 47 81
Total 58 100
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa jumlah
responden dengan budaya yang mendukung sebanyak 11 (19 %) dan
budaya yang tidak mendukung sebanyak 47 responden (81%).
d. Personal Hygiene
Tabel 4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan personal hygiene
di Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo.
Personal HygieneJumlah
N Persent (%)
Terpenuhi 10 17,2
Tidak terpenuhi 48 82,8
Total 58 100Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa jumlah
responden yang terpenuhi personal hygienenya sebanyak10 (17,2%) dan
yang tidak terpenuhi personal hygiene sebanyak 48 (82,8 %).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara Kondisi Fisik dengan Pemenuhan kebutuhan
Personal Hygiene.
Tabel 5
Distribusi Analisis hubungan kondisi fisik dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene di Rumah Sakit Umum
Sawerigading Palopo
Kondisi Fisik
Personal HygieneTotal P
valueTerpenuhi Tidak terpenuhi
f % f % f %
Mampu 9 90 6 12,5 15 25,90,000
Tidak Mampu 1 10 42 87,5 43 74,1
Total 10 100 48 100 58 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dari hasil penelitian
dengan 58 responden, yang kondisi fisik mampu dan personal hygiene
terpenuhi sebanyak 9 ( 90 %) sedangkan yang tidak terpenuhi sebanyak
6 responden (12,5 %). Responden yang memiliki kondisi fisik tidak
mampu dan personal hygiene terpenuhi sebanyak 1 ( 10 %), sedangkan
yang personal hygiene tidak terpenuhi sebanyak 42 ( 87,5%).
Berdasarkan analisa data dengan Chi-Square diperoleh nilai p =
0,000 lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara kondisi fisik dengan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
b. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemenuhan kebutuhan
Personal Hygiene
Tabel 6
Distribusi analisis hubungan pengetahuan dengan pemenuhan kebutuhan personal Hygiene di Rumah Sakit Umum
Sawerigading Palopo
Pengetahuan
Personal HygieneTotal P
ValueTerpenuhi Tidak terpenuhi
f % f % f %
Baik 8 80 9 18,8 17 29,30,000
Kurang 2 20 39 81,2 41 70,7
Total 10 100 48 100 58 100Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 6 di atas menunjukkan bahwa dari hasil penelitian
dengan 58 responden,yang pengetahuan baik dan personal hygiene
terpenuhi sebanyak 8 (80%) sedangkan yang tidak terpenuhi sebanyak 9
responden (18,8%). Responden yang memiliki pengetahuan kurang dan
personal hygiene terpenuhi sebanyak 2 ( 20 %), sedangkan yang
personal hygiene tidak terpenuhi sebanyak 39 ( 81,2 %).
Berdasarkan analisa data dengan Chi-Square diperoleh nilai p =
0,000 lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
c. Hubungan antara Budaya dengan Pemenuhan kebutuhan
Personal Hygiene.
Tabel 7
Distribusi Analisis hubungan budaya dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene di Rumah Sakit Umum
Sawerigading Palopo
Budaya
Personal HygieneTotal P
valueTerpenuhi Tidak terpenuhi
f % f % f %
Mendukung 7 70 4 8,3 11 190,000
Tidak mendukung 3 30 44 91,7 47 81
Total 10 100 48 100 58 100
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel 7 di atas menunjukkan bahwa dari hasil penelitian
dengan 58 responden, budaya yang mendukung dan personal hygiene
terpenuhi sebanyak 7 responden ( 70% ) sedangkan yang tidak terpenuhi
sebanyak 4 ( 8,3 %). Responden dengan budaya tidak mendukung dan
personal hygiene terpenuhi sebanyak 3 ( 30 %), sedangkan yang
personal hygiene tidak terpenuhi sebanyak 44 ( 91,7 %).
Berdasarkan analisa data dengan Chi-Square diperoleh nilai p =
0,000 lebih kecil dari nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara budaya dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
C. Pembahasan
1. Hubungan kondisi fisik dengan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
Hasil penelitian dari 58 responden yang memiliki kondisi fisik mampu
dan personal hygiene terpenuhi sebanyak 9 ( 90 %) sedangkan yang tidak
terpenuhi sebanyak 6 responden ( 12,5 %) Sedangkan jumlah responden
yang kondisi fisiknya tidak mampu dan personal hygiene terpenuhi sebanyak
1 ( 10 %) dan yang tidak terpenuhi sebanyak 42 ( 87,5 %).
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil dari nilai
α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara kondisi fisik dengan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Pery & potter (2006),
seseorang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi
seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan
hygiene pribadi. Hal ini menyebabkan personal hygiene klien tidak terpenuhi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Darmiati (2008)
di kota Makassar yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi
fisik dengan pemenuhan kebutuhan personal hyhiene.
2. Hubungan pengetahuan dengan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
Hasil penelitian dari 58 responden yang memiliki pengetahuan baik
dan personal hygiene terpenuhi sebanyak 8 ( 80 %) dan yang tidak terpenuhi
personal hygienenya sebanyak 9 responden ( 18,8 %) Sedangkan responden
dengan pengetahuan kurang dan personal hygiene terpenuhi sebanyak 2
( 20 %) dan yang tidak terpenuhi sebanyak 39 responden (81,2 %).
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil dari nilai
α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
Walaupun tingkat pengetahuan responden baik tetapi sebagian besar
personal hygienenya tidak terpenuhi. Hal ini dikarenakan kurangnya motivasi
responden untuk merealisasikan pengetahuan tersebut.
Menurut Perry & Potter (2006), pengetahuan tentang pentingnya
hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene.
Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, Klien juga harus
termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Dengan pengetahuan
responden tentang personal hygiene yang kurang menyebabkan tindakan
responden berdasar pada apa yang diketahuinya.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Azrul yang dikutip
Effendi (2000), menyatakan bahwa individu akan sadar, tahu, dan mengerti
serta mau melaksanakan apapun yang ada hubungannya dengan kesehatan
bila ia memiliki pengetahuan yang baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Darmiati (2008)
di kota Makassar menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan pemenuhan kebutuhan personal hyhiene.
3. Hubungan budaya dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Hasil penelitian dari 58 responden diperoleh budaya yang
mendukung dan personal hygiene terpenuhi sebanyak 7 ( 70 %) dan
yang tidak terpenuhi sebanyak 4 ( 8,3 %). Sedangkan jumlah
responden dengan budaya yang tidak mendukung dan personal
hygiene terpenuhi sebanyak 3 ( 30 %) dan personal hygiene yang
tidak terpenuhi sebanyak 44 responden ( 91,7 %).
Dari hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 lebih kecil dari nilai
α (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara budaya dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Jika dilihat dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden dengan budaya yang tidak mendukung dimana
kebudayaan tersebut menghambat pelaksanaan personal hygiene. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih percaya
dengan mitos-mitos atau larangan yang menghambat pelaksanaan
personal hygiene diantaranya tidak boleh mandi pada saat sakit
karena akan memperparah penyakit, tidak boleh memotong kuku
karena akan memperpendek umur, tidak boleh mencuci rambut karena
akan menyebabkan kerontokan dan dilarang bercukur pada saat sakit.
Ini merupakan suatu kewajaran dimasyarakat, karena kebudayaan
terwujud lewat perilaku manusia, dan apabila responden mempercayai
tentang sesuatu yang ada dalam masyarakat maka responden akan
mewujudkannya dalam tingkah laku sehari-hari. Kendati demikian ada
juga responden yang tidak percaya lagi dengan mitos-mitos atau
larangan yang menghambat pelaksanaan pemenuhan kebutuhan
personal hygiene.
Menurut Pery & Potter (2006). Latar belakang budaya
mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu. Budaya juga
mempengaruhi keluarga terhadap sistem pelayanan kesehatan dan
mempengaruhi cara pelaksanaan seperti kesehatan pribadi. Budaya
menggambarkan sifat non fisik, seperti : nilai, keyakinan, sikap atau
adat-istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan
diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Darmiati (2008)
di kota Makassar menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi fisik
dengan pemenuhan kebutuhan personal hyhiene.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pasien rawat inap di Ruang
Interna Rumah Sakit Umum Sawerigading Palopo, ditarik kesimpulan bahwa :
1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene dengan nilai signifikansi p =
0,000 lebih kecil dari 0,05 pada uji Chi-Squere
2. Ada hubungan yang bermakna antara kondisi fisik dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene dengan signifikan p = 0,000 lebih kecil
dari 0,05 pada uji Chi-Squere
3. Ada hubungan yang bermakna antara budaya dengan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene dengan signifikan p = 0,000 lebih kecil
dari 0,05 pada uji Chi-Squere
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diberikan beberapa saran
kepada pihak yang terkait :
1. Di harapkan agar meningkatkan penyuluhan kesehatan tentang
pentingnya personal hygiene dan perilaku hidup sehat.
2. Di harapkan agar menambah buku referensi tentang personal hygiene
dan metodologi penelitian agar dapat dipergunakan oleh mahasiswa
sebagai bahan bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.
3. Di harapkan agar memasukkan faktor perawat sebagai salah satu variabel
penelitian dengan menggunakan metode penelitian yang berbeda dan karya
ilmiah ini dapat digunakan untuk perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011), Kebutuhan Dasar Manusia Prosedur Pemenuhan Kebutuhan Diri Dan Lingkungan. http//blogspot.com/2011/02/ Prosedur Pesonal Hygiene. Diakses 29 Maret 2011
Darmiati. (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene Pasien Rawat Inap.Makassar
Djojodibroto, D. (2000). Kiat mengelola Rumah Sakit. Hipokrates. Jakarta.
Effendy, N.(2000). Dasar – dasar kesehatan masyarakat, Ed.2. Jakarta.
Gaffar Jumadi, (2000). Pengantar keperawatan profesinal. EGC. Jakarta.
Hidayat.A.A. & Musrifatul Uliyah. (2006). Buku saku praktikum kebutuhan dasar manusia. EGC. Jakarta.
Hidayat.A.A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia (Aplikasi, konsep dan proses keperawatan) buku I. Salemba medika. Jakarta.
Hidayat.A.A. (2007). Riset keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Iswandy.(2007). Analisis biaya pelayanan Rumah Sakit berbasis standart pelayanan medis sebagai dasar penetapan tarif diagnosis related’s group. http://iswandykapalawi.wordpress.com. Diakses 29 Maret 2011.
Nazir.M. (2005). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor
Notoatmodjo.S. (2003). Ilmu kesehatan masyarakat (Prinsip-prinsip dasar). Cetakan ke-2 Rineke Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo.S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
Notoatmodjo.S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta
Nursalam, (2006). Konsep dan penerapan penelitian ilmu keperawatan (Pedoman Skripsi,Tesis,dan Instrumen penelitian keperawatan). Salemba Medika. Jakarta.
Poerwadarminta. (2006). Kamus besar bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Purwanto Heri.(2000).Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan.EGC.Jakarta
Potter & Pery. (2006). Fundamental keperawatan buku I. EGC. Jakarta.
Rosana Sintia. (2008). Hak dan kewajiban pasien. http://www.Fransbed negobarus.blogspot.com. Diakses 29 Maret 2011
.
Rosana Sintia. (2008). Manajemen keperawatan (ketenagaan keperawatandan pasien).http://www.nicelight1001.multiply.com. Diakses 29 Maret 2011
Sugiyono. (2003). Statistika untuk penelitian. Alfabeta. Bandung.
Supartini.Y. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. EGC. Jakarta.
Sutanto. (2001). Modul analisa data. FKM UI. Jakarta.
Soekanto,S.(2002).Sosiologi suatu pengantar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tarwato & Wartonah. (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 3. Salemba Medika. Jakarta.
WHO,2004.Thypoid Fever.www.who.Int
WHO,2006.Thypoid Fever.www.who.Int
WHO,2008.Thypoid Fever.www.who.Int