II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan-bahan pada Pembuatan Snack,
(2) Snack Food atau Makanan Ringan dan (3) Pengolahan Snack.
2.1. Bahan-bahan pada Pembuatan Snack
Bahan-bahan pada pembuatan snack yaitu sukun, tepung tapioka, tepung
sukun, telur, air, garam, dan bawang putih. Bahan-bahan ini merupakan faktor
utama yang sangat menentukan mutu dan jenis snack yang dihasilkan.
2.1.1. Sukun
Ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu, misalnya beras dan
gandum, merupakan salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan Indonesia.
Padahal Indonesia memiliki banyak potensi sumber pangan yang dapat
dimanfaatkan sebagai pangan pokok ataupun pangan pendamping. Salah satunya
adalah buah sukun (Artocarpus altilis) (Rusmayanti, 2006).
Buah sukun di Indonesia telah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan,
sedangkan di beberapa negara lain seperti Hawai, Tahiti, Fiji, Samoa, dan di
wilayah kepulauan Sangkir Talaund, sukun dimanfaatkan sebagai bahan makanan
pokok. Upaya pengembangan atau budi daya sukun, perlu didukung oleh adanya
usaha pengolahan dan pengawetannya, sehingga nilai guna dan hasil gunanya
dapat diperoleh secara maksimal (Suprapti, 2002). Kalangan internasional
mengenal sukun sebagai bread fruit atau buah roti (Syah dan Nazaruddin, 1994).
7
8
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.
kayunya lunak, kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah
encer. Daunnya lebar, bercanggap menjari dan berbulu kasar (Sunarjono, 1997).
Secara umum buah sukun berbentuk bulat atau lonjong, dengan kulit
berwarna hijau muda hingga kekuningan. Diameter buah sukun yang berukuran
besar dapat mencapai 26 cm, dengan berat maksimal 4 kg. Daging buah berserat
halus, tekstur lunak, dengan warna kuning gading (krem) dan beraroma spesifik.
Tebal kulit buah antara 1-2 mm (Suprapti, 2002).
Indonesia memiliki 3 jenis atau varietas sukun yang dibedakan berdasarkan
sifat morfologi utamanya yang menyangkut ukuran buah, serta bentuk dan
kedudukan daun. Sukun dengan varietas I, memiliki ciri buah berukuran kecil,
daun menyirip, tepi daun bergerigi dengan lekuk dangkal, kedudukan daun agak
menguncup ke atas. Varietas II, memiliki ciri buah berukuran sedang, daun
menyirip, tepi daun bergerigi dengan lekuk dangkal, kedudukan daun agak
menguncup ke atas, namun varietas ini jarang ditemukan. Sedangkan varietas III
memiliki ciri buah berukuran besar, daun menyirip, tepi daun bergerigi dengan
lekuk dalam, kedudukan daun mendatar (Suprapti, 2002).
Buah sukun dipanen setelah tua benar yang ditandai dengan tonjolan kulit
buah yang mulai merata, buah berwarna kekuningan kusam. Buah sukun yang
dibungkus sejak pentil menunjukkan warna kekuningan yang bersih menarik
(Sunarjono, 2008).
9
Klasifikasi tanaman sukun dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis Fosb
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Buah SukunZat Gizi Sukun Muda Sukun Tua Tepung Sukun
Karbohidrat (g) 9,2 28,2 78,9Lemak (g) 0,7 0,3 0,8Protein (g) 2,0 1,3 3,6Vit B1 (mg) 0,12 0,12 0,34Vit B2 (mg) 0,06 0,05 0,17Vit C (mg) 21,00 17 47,6Kalsium (mg) 59 21 58,8Fosfor (mg) 46 59 165,2Zat Besi (mg) - 0,4 1,1
(Sumber : FAO, 2002 dalam BPPHP).
Tabel 2. Komposisi Kimia Sukun KukusKomposisi Jumlah (%)
Air 76,66Protein 3,57
Pati 18,23(Sumber : Laboratorium Teknologi Pangan, 2013).
Kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh sukun tua cenderung lebih besar
dibandingkan sukun muda. Lemak dan protein yang terdapat pada sukun yang
telah diolah menjadi tepung justru lebih banyak dibandingkan pada buah sukun
10
yang dikonsumsi tanpa pengolahan. Selain dapat memperkecil proses penguapan
air dalam buah sukun, juga dapat meningkatkan kandungan vitamin yang terdapat
di dalamnya.
Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat
basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu
1,21%, fosfor 35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat
atau fiber 2% (Koswara, 2011).
Gambar 1. Buah Sukun
Sukun termasuk jenis buah-buahan yang jika kurang baik pemanfaatannya
akan cepat busuk, agar awet perlu dilakukan pengolahan khusus. Buah-buahan
lebih banyak diawetkan dengan cara pengeringan dibandingkan cara pengawetan
lain (Desrosier, 1988).
Daging buah sukun (Artocarpus altilis) dapat dimanfaatkan menjadi produk.
Daging buah dapat terlebih dahulu dibuat menjadi tepung, atau langsung diproses.
11
Daging buah yang telah dikeringkan dapat dijadikan tepung dengan kandungan
pati yang cukup besar. Hasil olahan yang sudah sering ada di pasaran antara lain
jenis sukun goreng, kukus, dan keripik sukun. (Wardany, 2012).
2.1.2. Tapioka
Ubi kayu yang banyak dihasilkan di pedesaan, dapat dijadikan tapioka,
selain sebagai gaplek. Harga tapioka jauh lebih tinggi daripada ubi kayu
(Surbakti, 2005).
Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses
pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan
(Astawan, 2004). Tapioka dapat disimpan lama, dan dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam campuran dalam pembuatan kue dan roti. Limbah pembuatan
tapioka dapat digunakan untuk makanan ternak (Surbakti, 2005). Tapioka banyak
digunakan dalam berbagai industri karena kandungan patinya yang tinggi dan sifat
patinya yang mudah tergelatinisasi dalam air panas dengan membentuk
kekentalan yang dikehendaki (Somaatmadja, 1984). Tapioka dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain
makanan ringan dan kue kering. Selain itu tapioka dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengental, bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan
(Astawan, 2004). Penggunaan tapioka lebih disukai karena memiliki larutan
jernih, daya gel baik, rasa netral, warna terang dan daya lekat baik
(Radley, 1976). Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh warna tepung, kandungan
air, serat dan derajat kotoran rendah. Warna tapioka biasanya diperbaiki dengan
12
penambahan natrium metabisulfit sebanyak 0,1%. Ubi kayu yang digunakan
untuk pembuatan tapioka harus berumur kurang dari 1 tahun ketika serat dan zat
kayunya masih sedikit tetapi kadar patinya relatif banyak. Daya rekat tapioka
yang tinggi diperoleh dengan cara menghindari penggunaan air yang berlebihan
pada proses produksi (Margono, 1993).
Tabel 3. Komposisi Kimia Tepung Tapioka (per 100 g bahan)Komposisi JumlahKalori (kal) 365,0Protein (g) 0,5Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 86,9Air (g) 12,0P (mg) 0,0
Kalsium (mg) 0,0Fe (mg) 0,0
Bdd (Bahan dapat dimakan) (g) 100,0(Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1996).
Gambar 2. Tapioka
Pengolahan pati sangat erat hubungannya dengan pemanasan, karena bila
suspensi pati dalam pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi dan suhu saat granula
pati pecah disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati yang dipanaskan dan telah dingin
13
kembali ini sebagian airnya masih berada di bagian luar granula yang
menggumpal. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati
pada permukaan butir-butir yang menggumpal. Sebagian air pada pasta yang
dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga yang terbentuk dari butir pati dan
endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa
hari, air tersebut dapat keluar dari bahan. Keluarnya cairan dari suatu gel dari pati
disebut sineresis (Winarno, 1997).
Kemungkinan air yang terikat secara kimia dengan gel cukup tinggi
disebabkan oleh karakteristik amilopektin yang tersusun atas ikatan yang lemah,
sehingga mudah dicapai oleh air (Haryadi, 1989).
2.1.3. Tepung Sukun
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),
ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000).
Program penganekaragaman pangan buah sukun dilakukan sebagai cara
memanfaatkan buah sukun yang berlimpah pada musim panen dan
mengembangkan produk pangan. Penganekaragaman sukun yaitu pembuatan
tepung sukun. Tujuan pembuatan pembuatan tepung sukun untuk memperpanjang
masa simpan, dan disubsitusikan ke produk lain (Fatmawati, 2012).
Sukun dapat menjadi sumber tepung dengan kandungan mineral dan vitamin
yang lebih baik daripada beras. Selain proses pengolahannya yang sederhana
14
(dapat dilakukan di pedesaan), hasil olahan dari tepung sukun juga beragam.
Pemanfaatan sukun menjadi tepung olahan diharapkan dapat mensubstitusi tepung
terigu hingga mencapai 75% (Wardany, 2012).
Tepung sukun memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan tepung
terigu, bahkan unggul dalam hal vitamin C, vitamin B1, fosfor, karbohidrat, dan
kalsium. Daging buah yang telah dikeringkan dapat dijadikan tepung dengan
kandungan pati sampai 75%, 31% gula, 5% protein, dan sekitar 2% lemak.
Tepung sukun dapat dijadikan berbagai kue dan roti dengan rasa yang unik,
teksturnya pun lebih lembut, dan harganya yang lebih ekonomis. Selain itu sukun
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. (Ramdani, 2013).
Beberapa faktor yang mendukung buah sukun diolah menjadi tepung adalah
kadar airnya hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Kondisi ini memudahkan
pengolahannya. Tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain,
kandungan gizinya juga relatif tidak berubah, bahkan flavour khas sukun juga
masih tertinggal khas (Ramdani, 2013).
Tingkat ketuaan buah sangat berperan terhadap warna tepung yang
dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih
kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang
baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari
sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati, 2003).
Tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga dapat dicampur dengan
tepung lain seperti tepung terigu, tepung beras, tepung maizena, atau tepung
15
ketan. Pemilihan tepung bergantung kepada jenis produk yang diolah.
Penambahan tepung sukun dapat mencapai 25%-75% (Widowati, 2003).
Gambar 3. Tepung Sukun
Tabel 4. Rendemen Produk Tepung SukunKomponen yang Diamati Rendemen
Berat sukun kotor 1200-2000 gDaging buah 81,21 %Kulit buah 18,79 %Hati buah 9,09 %
Chip/sawut kering 11,01 %Tepung 10,70 %
(Sumber : Widowati 2003).
Tepung sukun yang diperoleh dari sebuah sukun mentah hanya 10,70% saja
dari daging buahnya yang bernilai 81,21%. Nilai ini cukup kecil jika dihitung per
satuannya, namun komposisi vitamin dan mineral yang terkandung di dalam
tepung sukun justru lebih tinggi dibandingkan sukun mentah. Jadi mengkonsumsi
tepung sukun lebih baik daripada mengkonsumsi sukun tanpa olahan (dibuat
tepung) (Wardany, 2012).
16
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Umbi-umbian dan Buah-buahan
Komoditas Kadar Air (%) Abu Protein Lemak Karbohidrat
Tepung Pisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01Tepung Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03Tepung Labu Kuning 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65Tepung Haddise 9,32 6,62 2,67 0,08 81,32Tepung Ubi Kayu 7,80 2,22 1,60 0,51 87,87Tepung Ubi Jalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,95
(Sumber : Widowati, 2003).
Tepung sukun memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang hampir
setara dengan tepung pisang. Namun jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu,
protein tepung sukun lebih tinggi kadarnya (Widowati, 2003).
2.1.4. Telur
Telur dapat digunakan sebagai senyawa pengental dan pembentuk gel
karena mengandung protein yang dapat terdenaturasi dengan adanya panas.
Perubahan komponen alami molekul protein karena pemanasan mengakibatkan
terjadinya penggumpalan protein atau pembentukan gel. Suhu terjadinya
penggumpalan protein dipengaruhi beberapa faktor seperti pH, adanya garam dan
kecepatan kenaikan suhu (Charley and Weaver, 1998).
Kandungan vitamin dalam telur sangat tinggi, bila dikonsumsi secara teratur
tubuh manusia tidak akan akan kekurangan vitamin. Seseorang yang tidak
mengkonsumsi telur akan kekurangan vitamin A,E dan B12 (Daniswara, 2012).
Telur yang ditambahkan pada pembuatan snack dimaksudkan untuk
meningkatkan gizi, rasa, dan bersifat sebagai pengemulsi serta pengikat
komponen-komponen adonan. Telur juga berperan sebagai pengikat udara dan
17
menahannya sebagai gelembung. Penggunaan telur pada pembuatan snack akan
mempengaruhi kemekaran pada waktu digoreng (Kakashi, 2011).
Gambar 4. Telur
Kuning telur digunakan sebagai pengemulsi, karena dalam kuning telur
terdapat lechitin sebagai pengembang adonan. Selain sebagai pengemulsi
(emulsifier), lesithin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk
mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur juga akan memberikan warna
yang seragam. Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang
tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini
akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah
(Anief, 1999).
Kuning telur adalah bagian yang lebih padat dari putih telur, dan hampir
semua lemak dari telur berada di bagian ini. Meskipun bentuknya padat, kuning
telur mengandung kadar air sebanyak 50% (Paran, 2009).
18
Tabel 6. Komposisi Rata-rata Telur Ayam Ras
Telur Telur Utuh(%)
Kuning Telur (%)
Putih Telur(%)
Protein 14,0 17,0 12,0Fat 12,0 31,0 0,2
Gua (sebagai glucose) 0,3 0,2 0,4Abu 1,0 1,5 1,0
(Sumber : Paran, 2009).
2.1.5. Air
Air merupakan bahan yang paling penting karena air mempunyai proporsi
yang paling besar dan berpengaruh dalam penilaian mutu suatu produk. Kualitas
air untuk berbagai keperluan ditentukan berdasarkan sifat fisik, sifat kimiawi dan
sifat mikrobiologi. Sifat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
tidak keruh. Sifat kimiawi yaitu padatan dan gas yang terlarut, pH serta
kesadahan. Sedangkan untuk sifat mikrobiologi yaitu tidak mengandung
mikroorganisme terutama mikroorganisme pathogen (Sudarmadji, 2010).
Gambar 5. Air
Air merupakan bahan tambahan yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga
19
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 1997).
Snack sukun dalam proses pembuatannya menggunakan air, air mempunyai
peranan yang sangat penting yaitu membantu terbentuknya proses gelatinisasi,
mengontrol kepadatan tekstur adonan, mengatur pemanasan atau pendinginan
adonan. Selain itu air juga berfungsi untuk melarutkan gula dan garam.
2.1.6. Garam
Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga berfungsi sebagai
pengawet tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan. Adapun mekanisme
garam sebagai pengawet adalah: 1) Garam bersifat higroskopis, di mana garam
akan menyerap kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya, 2) Garam bersifat osmotik, dimana garam akan
menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan
dinding sel), 3) Bersifat toksin bagi mikroba (Astuti, 2012).
Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk
menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan selera dan mempertajam
rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, higroskopik
atau terurai menjadi Na+ dan Cl yang merancuni sel mikrobia dan mengurangi
kelarutan O2 (Purba dan Rusmarilin, 1985).
Garam biasa digunakan sebagai penyedap rasa atau bumbu masak yang
sudah tidak asing lagi bagi masyarakat kita. Bagi banyak orang, masakan hambar
rasanya tanpa diberi garam. Garam dapat digunakan untuk menambah rasa nikmat
20
pada makanan yang diolah. Bahan ini juga bisa menekan rasa yang tidak
diinginkan dari suatu bahan makanan (Saparinto dan Diana, 2006).
Garam dapur berfungsi sebagai bahan pengawet serta membunuh bakteri
yang terdapat dalam bahan makanan. Kemampuannya menyerap kandungan air
yang terdapat dalam bahan makanan menyebabkan metabolisme bakteri terganggu
akibat kekurangan cairan. Akibat lebih lanjut, bakteri mengalami kematian
(Saparinto dan Diana, 2006).
Ciri-ciri garam yang baik yaitu mudah larut dalam air, tidak mudah
menggumpal, halus dan bersih (Paran, 2009).
Gambar 6. Garam
2.1.7. Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) termasuk genus afflum atau di Indonesia
lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan
berumbi lapis atau siung yang bersusunan.
21
Bawang putih adalah yang berbentuk rumput berdaun panjang, kecil pipih
(tidak berlubang) seperti daun perai dan kelopak daunnya panjang. Kegunaan
bawang putih antara lain untuk bumbu masak, dan antibiotik. Bawang putih
mengandung lemak, protein, karbohidrat, vitamin B dan C serta beberapa enzim
(Purnomowati, 1992).
Gambar 7. Bawang Putih
Tabel 7. Komposisi Zat Gizi Bawang Putih Per 100 gramKomponen Nilai Gizi
Kalori (kal) 95Protein (g) 4,5Lemak (g) 0,2
22
Karbohidrat (g) 23,1Kalsium (mg) 42Fosfor (mg) 134Besi (mg) 1,0
Vitamin B1 (mg) 0,22Vitamin C (mg) 15
Air (g) 71,0
2.2. Snack Food atau Makanan Ringan
Snack food atau yang dikenal dengan sebutan makanan ringan adalah
makanan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama, dan umumnya sudah
merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari
terutama di kalangan anak-anak dan remaja (Muchtadi 1997). Snack food atau
makanan ringan adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan pengupasan,
pengirisan, dan penggorengan (Azkenazi, 1984).
Bahan makanan sering disebut juga bahan pangan ialah apa yang kita
produksi atau perdagangkan (Sediaoetama, 2000). Penganekaragaman pangan
sebagai salah satu pedoman gizi yang seimbang perlu terus diterapkan sesuai
dengan pangan yang dapat digali dari bumi Indonesia dalam rangka peningkatan
gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia. Masih banyak pangan dari bumi
Indonesia yang perlu di masyarakatkan dan di sosialisasikan sebagai hidangan
yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat (Soenardi dan Sri, 2009).
23
Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi snack, diantaranya ubi kayu,
ubi jalar, sagu singkong, beras, ketan, tapioka, jagung, dan gandum (Huda, 2001).
Produk-produk yang berkategori snack sudah lama dikenal di masyarakat
Indonesia, baik yang bersifat tradisional sampai yang berskala industri, misalnya
keripik singkong, emping melinjo dan keripik jagung (Siahaan, 2010).
Makanan ringan terbagi atas tiga kelompok, kelompok pertama atau
generasi pertama meliputi produk-produk konvensional seperti keripik singkong,
keripik kentang dan creakers. Kelompok kedua yaitu makanan ringan yang diolah
melalui proses ekstruksi sehingga tidak memerlukan tahapan pengolahan lanjutan
seperti halnya makanan kelompok ketiga harus mengalami pengembangan dan
sangat beragam. Makanan ringan dibedakan menjadi dua macam berdasarkan
bahan dasarnya. Jenis yang pertama adalah makanan ringan yang hanya
menggunakan satu macam bahan utama, sedangkan jenis yang kedua adalah
makanan ringan yang memakai bahan baku campuran dari beberapa sumber pati
seperti campuran jagung dan beras, bahan dicampur dengan kacang-kacangan
seperti kedelai dan kacang hijau.
2.3. Pengolahan Snack
Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki
mutu bahan pangan baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memberikan
kemudahan dalam penanganan, mereduksi biaya, memperbaiki cita rasa dan
aroma, dan memperpanjang masa simpan (Damayanthi, 2003).
24
Pembuatan snack meliputi beberapa tahap proses, yaitu pembuatan adonan,
pencetakan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan.
2.3.1. Pembuatan Adonan
Faktor terpenting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan,
karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan.
Proses pembuatan adonan yaitu mencampurkan semua bahan dan diaduk sampai
homogen tanpa melalui pemasakan pendahuluan. Adonan yang baik adalah
homogen dan tidak lengket di tangan.
2.3.2. Pencetakan
Pencetakan adonan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran
yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan
panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan
menghasilkan warna yang seragam (Muchtadi, 1997).
2.3.3. Pengukusan
Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui
media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 100OC. Selama proses
pengukusan, panas dipindahkan ke produk melalui cara konveksi. Pengukusan
merupakan tahap penting karena pada tahap ini akan terjadi gelatinisasi pati yang
berkaitan erat dengan pengembangan pada saat digoreng (Nurhayati, 1997).
Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel
pati terlalu banyak, sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak
25
sempurna. Adonan yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi
dengan sempurna dan akan menghambat pengembangan. Adonan yang telah
masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal
(Djumali, 1982).
2.3.4. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air melalui
penggunaan energi panas. Pengurangan kadar air menyebabkan kandungan
senyawa-senyawa bahan pangan seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral
dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna
pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 2000).
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume
yang lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang dan distribusi.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan artificial dryer (alat
pengering).
2.3.5. Penggorengan
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan
menggunakan lemak atau minyak pangan. Secara komersial bahan pangan yang
digoreng atau (fried food) digoreng dengan menggunakan sistem deep frying.
Pada proses penggorengan dengan menggunakan sistem deep frying, bahan
pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak mencapai
200-205°C. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas
26
juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan.
Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi
dan perlakuan (Ketaren, 1986).