Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 188
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotann (Permen
PU No. 12/PRT/M/2014), Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum.
Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Soewarno, 2014. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistika untuk Analisa Data. Penerbit Graha
Ilmu. Yogyakarta.
Sosrodarsono, Suyono & Takaeda, Kensaku. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Penerbit PT
Pradnya Paramita. Jakarta.
Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanan Bangunan Air. Penerbit Idea Dharma.
Bandung.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Suroso. 2006. Kajian Kapasitas Sungai Logawa dalam Menampung Debit Banjir
Menggunakan Hecras. Penerbit Unversitas Soedirman. Purwokerto.
Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Penerbit Beta Offset. Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 189
ANALISIS KAPASITAS SALURAN DRAINASE KELURAHAN GEDONG
PASAR REBO DENGAN MENGGUNAKAN HEC-RAS
Uni Handayani1
Haryono Putro2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
Abstrak Saluran drainase Kelurahan Gedong merupakan saluran air yang mengalir ke dua Kelurahan
yaitu Gedong dan Tengah serta dua Kecamatan yaitu Pasar Rebo dan Kramat Jati dengan
panjang segmen saluran yaitu 1,2 km, menurut warga sekitar sering terjadi banjir pada titik
banjir seperti di Jalan Ujung Gedong sehingga perlu dilakukannya analisis kapasitas saluran
drainase. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh debit kapasitas yaitu 2,002 sampai dengan
3,719 m3/s dengan rata-rata dimensi penampang berbentuk trapesium yaitu lebar penampang atas
1,94 m, lebar dasar saluran 1,32 m dan kedalaman 0,91 m. Debit banjir rencana yang mampu
mengalir pada saluran tersebut yaitu 2,318 sampai dengan 4,749 m3/s dengan periode ulang 10
tahun.
Kata Kunci: Saluran drainase Kelurahan Gedong, Debit, Hec Ras
PENDAHULUAN
Kawasan Jalan Ujung Gedong berada di Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta
Timur. Kawasan tersebut termasuk daerah pemukiman padat penduduk yang dilalui oleh
saluran drainase primer dengan titik awal di Jalan T. B. Simatupang pada koordinat
6°18'12.9"S 106°51'38.2"E yang mengalir ke sub DAS Ciliwung pada koordinat 6°17'34.6"S
106°52'03.6"E.
Menurut data Tim Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta,
Hujan deras yang mengguyur wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, 6 Desember 2015 sekitar
pukul 17.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB, menyebabkan terjadinya titik genangan,
dibeberapa lokasi diantaranya yaitu Jalan Ujung Gedong, RT.004 RW.010, RT.009 RW.010,
genangan sekitar 40 cm.
Dimensi saluran drainase Jalan Ujung Gedong yaitu lebar ±1,8 m dan kedalaman saluran ±80
cm sudah tidak mampu menampung debit air yang masuk sehingga meluapnya air dari saluran
yang mengakibatkan terjadinya banjir. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut
maka dilakukan perencanaan ulang untuk saluran drainase. Tujuan dari penelitian ini adalah
merencanakan ulang kapasitas saluran drainase Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo,
Jakarta Timur sehingga mampu menampung debit banjir yang ada dengan menggunakan
program HEC-RAS 4.1.0.
LITERATURE REVIEW
Analisis Hidrologi
Analisis data hidrologi digunakan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit
rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai satau saluran dengan periode ulang
tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.
Analisis Curah Hujan Rencana
Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik
yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 190
untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu
yang sama.
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik
terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi bergantung
pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai
stasiun yang ditinjau (Bambang Triatmojo, 2008). Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi:
tc =
0,3852
S1000
L0,87
(1)
Dimana:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
L : Panjang sungai (km)
S : Kemiringan sungai
Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi air hujan persatuan waktu dengan satuan mm/jam. Besarnya
intensitas air hujan yang berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan atau frekuensi
terjadinya hujan. Stasiun hujan yang terdapat di sekitar daerah perencanaan adalah stasiun
penakar hujan harian, oleh karena itu digunakan rumus mononobe untuk mendapatkan
intensitas hujan adalah sebagai berikut:
I = 3
2
24 24
24
R
t (2)
Dimana:
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 : Curah hujan maksimum 24 jam (mm)
t : Lamanya curah hujan (jam)
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air yang mengalir akibat
turunnya hujan di suatu daerah dengan jumlah air hujan yang turun pada daerah tersebut.
Besarnya koefisien pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pemanfaatan lahan
dan aliran sungai.
Penentuan nilai koefisien suatu pengaliran suatu daerah yang terdiri dari beberapa jenis tata
guna lahan ini dilakukan dengan mengambil rata-rata koefisien pengaliran dari setiap tata guna
lahan dengan menghitung bobot masing-masing bagian sesuai dengan luas daerah yang
diwakilinya.
C =
i
ii
A
AC (3)
Dimana:
C : Koefisien pengaliran rata-rata
Ai : Luas daerah masing-masing tata guna lahan
Ci : Koefisien pengaliran masing-masing tata guna lahan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 191
Debit Banjir Rencana
Menghitung debit banjir rencana digunakan metode rasional. Metode rasional banyak
digunakan untuk untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada
daerah tangkapan (DAS) kecil. Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering
digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan. Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional dapat
dilihat pada persamaan (4) sebagai berikut.
Q = 0,278 × C × I × A (4)
Dimana:
Q : Debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi
tertentu (m3/det).
C : Koefisien aliran, tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya dapat dilihat
pada tabel 2.11.
A : Luas daerah tangkapan (km2).
I : Intensitas hujan (mm/jam).
Analisis Hidrolika
Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung
debit rencana. Analisa penampang saluran drainase primer Kelurahan Gedong menggunakan
dua metode, yaitu perhitungan manual dan perhitungan dengan menggunakan program HEC-
RAS. Hasil dari kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dan akan mengetahui
penampang mana saja yang tidak dapat menampung debit rencana, serta akan dilakukan
perbaikan pada penampang tersebut.
Analisa Penampang Eksisting
Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk merencanakan dimensi saluran:
Q = A × V (5)
Kecepatan alirannya menggunakan persamaan 6.
V = 2
1
3
2
SRn
1 (6)
Dimana:
Q : Debit aliran (m3/detik)
A : Luas penampang basah (m2)
V : Kecepatan aliran (m/detik)
R : Jari-jari hidrolis (m)
S : Kemiringan saluran
HEC-RAS 4.1.0
HEC-RAS 4.1.0 adalah sistem software terintegrasi, yang didesain untuk melakukan beraneka
macam tugas. Sistem ini terdiri dari interface grafik pengguna, komponen analisa hidrolika
terpisah, kemampuan manajemen dan tampungan data, fasilitas pelapor dan grafik.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada saluran drainase Kelurahan Gedong dengan titik kordinat
6°18'4.50"S 106°51'46.09"T sampai 6°17'37.41"S 106°51'42.56"T di Kecamatan Pasar Rebo,
Jakarta Timur.
Adapun langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 192
Mulai
Identifikasi Masalah
Analisis Hidrologi
Intensitas Hujan
Debit Rencana
Menghitung:
-Luas Daerah (A)
-Koefisien Pengaliran (C)
Data Curah Hujan Data Eksisting SaluranPeta Topografi
Curah Hujan Max.
Uji Kecocokan
Analisa pemodelan kapasitas
saluran penampang eksisting
dengan HEC-RAS
Debit Kapasitas
Selesai Gambar 1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Saluran Drainase Kelurahan Gedong Pasar Rebo Dengan
Menggunakan Hec-Ras
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hidrologi
Perhitungan curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan metode Log Pearson III
dengan mempertimbangkan metode ini dapat digunakan berbagai sebaran data, diantaranya
distribusi Normal, Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson III. Pengujian kecocokan distribusi
dilakukan dengan menggunakan Uji Smirnov Kolmogorov.
Analisis hidrologi menggunakan metode Log Pearson III didapatkan curah hujan rencana
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson III
No Kala
Ulang
Log
X Sd Kt Log Xt Xt
1 2 1,984 0,097 -0,142 1,970 93,273
2 5 1,984 0,097 0,773 2,059 114,455
3 10 1,984 0,097 1,339 2,114 129,886
4 25 1,984 0,097 2,009 2,179 150,884
5 50 1,984 0,097 2,482 2,225 167,718
6 100 1,984 0,097 2,933 2,268 185,525
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 193
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1).
tc =
0,3852
0,0041000
779,10,87
= 0,866jam
Panjang saluran utama adalah 1,779 km dengan kemiringan 0,004 maka didapatkan waktu
konsentrasinya adalah 0,866 jam atau 41,273 menit.
Intensitas Hujan (I)
Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (2), dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Intensitas Curah Hujan
Titik
Tinjau
tc Kala Ulang (Tahun)
(jam) 2 5 10 25 50 100
P1 0,866 35,595 43,679 49,567 57,581 64,005 70,801
P2 0,840 36,335 44,586 50,597 58,777 65,335 72,272
P3 0,808 37,271 45,736 51,902 60,293 67,019 74,135
P4 0,779 38,178 46,849 53,165 61,760 68,650 75,939
P5 0,772 38,436 47,165 53,524 62,177 69,113 76,452
P6 0,739 39,576 48,564 55,111 64,021 71,164 78,720
P7 0,705 40,803 50,070 56,820 66,006 73,370 81,160
P8 0,619 44,536 54,650 62,018 72,045 80,083 88,585
P9 0,504 51,047 62,639 71,084 82,577 91,789 101,535
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Koefisien Pengaliran
Perhitungan koefisien pengaliran, C dengan menggunakan persamaan (3) adalah sebagai
berikut:
C =
i
ii
A
AC =
67,0
34,0 = 0,52
Sehingga didapatkan koefisien pengaliran sebesar 0,52.
Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana di saluran drainase Kelurahan Gedong dihitung dengan menggunakan
metode rasional. Debit banjir rencana dihitung dengan persamaan (4), dapat dilihat pada Tabel
3. Tabel 3. Debit Banjir Rencana Saluran Drainase Kelurahan Gedong
Titik Tinjau Koefisien
Pengaliran, C
Intensitas
Hujan (I)
Luas Lahan
(A)
Debit Banjir
Rencana (QR)
(mm/jam) (km2) (m
3/s)
P1 0,52 49,567 0,665 4,749
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 194
Titik Tinjau Koefisien
Pengaliran, C
Intensitas
Hujan (I)
Luas Lahan
(A)
Debit Banjir
Rencana (QR)
(mm/jam) (km2) (m
3/s)
P2 0,51 50,597 0,625 4,447
P3 0,51 51,902 0,555 4,049
P4 0,51 53,165 0,518 3,882
P5 0,51 53,524 0,501 3,793
P6 0,50 55,111 0,466 3,560
P7 0,51 56,820 0,416 3,341
P8 0,52 62,018 0,301 2,702
P9 0,53 71,084 0,223 2,318
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Analisis Hidrolika
Analisis Kapasitas Saluran Eksisting
Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (5), dengan hasil yang
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kapasitas Debit Penampang Saluran Drainase Kelurahan Gedong
Titik
Tinjau
Luas
Penampang,
A
Keliling
Basah,
P
Jari-jari
Hidrolis,
R
Koefisien
Manning,
n
Kemiringan,
S
Kecepatan,
V
Debit
Kapasitas,
Q
(m3) (m) (m) (m/s) (m
3/s)
P1 1,289 3,015 0,428 0,016 0,002 1,701 2,192
P2 1,212 2,937 0,413 0,016 0,002 1,652 2,002
P3 1,939 3,762 0,515 0,016 0,002 1,918 3,719
P4 1,361 3,138 0,434 0,016 0,002 1,701 2,315
P5 1,473 3,236 0,455 0,016 0,002 1,758 2,590
P6 1,661 3,428 0,485 0,016 0,002 1,844 3,064
P7 1,555 3,357 0,463 0,016 0,002 1,792 2,787
P8 1,498 3,233 0,463 0,016 0,002 1,799 2,695
P9 1,328 3,063 0,434 0,016 0,002 1,705 2,264
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Analisa Penampang Eksisting dengan Program HEC-RAS 4.1.0
Analisa penampang eksisting dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1.0 dilakukan
sebagai pendukung hasil analisa penampang eksisting manual dan hasil dari limpasan yang
terjadi pada saluran dapat ditampilkan secara visual dengan input data geometri alur saluran
drainase dan penampang melintang saluran. Input data debit aliran tunak dengan debit banjir
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 195
rencana kala ulang 10 tahun. Berikut adalah contoh hasil analisa program HEC-RAS dapat
dilihat pada Gambar 2.
0.0 0.5 1.0 1.5 2.036.0
36.2
36.4
36.6
36.8
37.0
37.2
37.4
37.6
Lat 11 Skripsi tc baru Plan: Plan 01 P8
Station (m)
Ele
vation (
m)
Legend
WS Qr 10 th
Ground
Bank Sta
.016
0.0 0.5 1.0 1.5 2.030.0
30.1
30.2
30.3
30.4
30.5
30.6
30.7
30.8
30.9
31.0
31.1
Lat 11 Skripsi tc baru Plan: Plan 01 P1 Hilir
Station (m)
Ele
vation (
m)
Legend
WS Qr 10 th
Crit Qr 10 th
Ground
Bank Sta
.016
Gambar 2. Penampang Saluran Eksisting Hulu dan Hilir (P1)
Sumber: Hasil Analisis, 2017
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Berhitungan debit banjir rencana total dengan kala ulang 10 tahun sesuai dengan
ketentuan Permen PU No. 12/PRT/M/2014 tentang penyeleng-garaan sistem drainase
perkotaan ialah sebesar 4,749 m3/s dengan panjang saluran 1,8 km, catchment area 0,67
km2, kemiringan 0,004, intensitas hujan 49,567 mm/jam, dan waktu konsentrasi 0,866 jam
atau 41,273 menit dengan rincian debit banjir rencana disetiap titik tinjau seperti berikut:
titik P1 = 4,749 m3/s, P2 = 4,447 m
3/s, P3 = 4,049 m
3/s, P4 = 3,882 m
3/s, P5 = 3,793 m
3/s,
P6 = 3,560 m3/s, P7 = 3,341 m
3/s, P8 = 2,702 m
3/s, dan P9 = 2,318 m
3/s.
2. Berdasarkan perhitungan debit kapasitas tampung saluran Kelurahan Gedong pada titik P1
= 2,192 m3/s, P2 = 2,002 m
3/s, P3 = 3,719 m
3/s, P4 = 2,315 m
3/s, P5 = 2,590 m
3/s, P6 =
3,064 m3/s, P7 = 2,787 m
3/s, P8 = 2,695 m
3/s, dan P9 = 2,264 m
3/s.
Saran
Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitiannya selanjutnya adalah sebagai
berikut:
1. Sebaiknya pembagian segmen tinjau dilakukan dengan jarak yang berdekatan dan konstan
agar mendapatkan hasil perencanaan yang lebih detail dan akurat.
2. Berdasarkan hasil analisis terjadi dimpasan pada saluran, maka perlu dilakukan
perencanaan ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ruslin. “Evaluasi Perencanaan Ulang Saluran Drainase pada Kawasan Perumahan
Sawojajar Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”. Tugas Akhir Universitas
Brawijaya. Malang. 2014
Ari, dkk. “Perencanaan Saluran Drainase Kawasan Komplek Perumahan Belimbing
Kecamatan Kuranji Kota Padang Sumatera Barat”. Universitas Bung Hatta. Padang
Elluisa, Debora. “Redesign Drainase di Perumahan Bukit Cengkeh II Kota Depok”. Tugas
Akhir Universitas Gunadarma. Depok. 2016
Haryoko, Limpat. “Evaluasi Dan Rencana Pengembangan Sistem Drainase di Kecamatan
Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung”. Universitas Malahayati. Bandar Lampung.
2013
Istiarto, “Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika Hec-
Ras”. Modul Pelatihan. Yogyakarta. 2014
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 196
Kamiana, I Made. “Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air”. Graha
Ilmu. Yogyakarta. 2011
Rakisa. “Diguyur Hujan Semalam, 13 Jalan Protokol Ibu Kota Tergenang Banjir”. Diakses
Tanggal 3 Desember 2016. http://www.bangsaonline. com/ berita/21947/diguyur-hujan-
semalam-13-jalan-protokol-ibukota-tergenang-banjir
Suhendar, Ade. “Perencanaan Penampang Sungai Kali Laya Kota Depok”. Tugas Akhir
Universitas Gunadarma. Depok. 2016
Suratman. “Sore ini Jakarta diguyur Hujan Deras, Terpantau Sebanyak 69 Titik Genangan”.
Diakses Tanggal 3 Desember 2016. http://bpbd.jakarta. go.id/news/detail/945
Suripin. “Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”. Andi. Jakarta. 2003
Triatmodjo, Bambang. “Hidrologi Terapan”. Beta Offset. Yogyakarta. 2008
Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 12 /PRT/M/2014 Tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 197
ANALISIS KAPASITAS INLET JALAN KOMJEN POL. M. JASIN
KELAPA DUA, DEPOK
Nurhidayah Tinia Lestari1
Haryono Putro2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
Abstrak Jalan Komjen Pol M. Jasin merupakan salah satu ruas jalan arteri di Kota Depok yang
menghubungkan Jalan Raya Bogor – Jalan Margonda Raya dan Jalan Lenteng Agung Raya. Menurut
keterangan warga serta keterangan beberapa media, ruas jalan tersebut mengalami banjir disaat
terjadi hujan. Sehingga, dilakukan analisis terhadap jaringan drainase untuk mengetahui penyebab
banjir tersebut. Hasil analisis kapasitas penampang saluran drainase ruas jalan tersebut dapat
menampung debit rencana untuk 10 tahun ke depan, sehingga dilakukan analisis kapasitas inlet dalam
mengalirkan air dari jalan menuju saluran drainase. Hasil analisis kapasitas inlet eksisting tidak
dapat menampung aliran untuk saat ini maupun 10 tahun ke depan. Dari hasil analisis dapat diketahui
penyebab terjadinya banjir pada ruas jalan ini yaitu kapasitas street inlet yang tidak memadai untuk
mengalirkan debit air dari jalan raya ke saluran drainase.
Kata Kunci: Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok, Street Inlet, Saluran Drainase.
PENDAHULUAN Jalan Komjen Pol M. Jasin merupakan salah satu ruas jalan di Kota Depok yang masih sering
mengalami genangan pada saat musim penghujan. Pada ruas jalan ini terdapat titik rawan
banjir yang yaitu di depan Rumah Sakit Bhayangkara Brimob yang terletak pada koordinat
garis lintang 6°21'19.42"S dan garis bujur 106°50'58.32"T.
]Dilansir dari surat kabar Sindonews.com, pada tahun 2012 tinggi genangan air yang terjadi di
ruas jalan tersebut akibat hujan selama 3 jam dengan intensitas curah hujan 70 mm/jam adalah
10 cm. Menurut surat kabar POSKOTANEWS, pada tahun ini genangan air yang terjadi di
ruas jalan tersebut setinggi 20 cm dengan lama hujan 1 jam. Penyebab terjadinya
permasalahan di ruas Jalan Komjen Pol M. Jasin diduga karena kapasitas inlet yang tidak
dapat menampung debit air hujan pada sisi jalan yang mengakibatkan air menggenang di
sepanjang jalan ketika hujan.
Meninjau dari permasalahan di atas perlu dilakukannya analisis jaringan drainase pada ruas
Jalan Komjen Pol M. Jasin guna terhindar dari bencana yang akan mengakibatkan kerugian
besar bagi masyarakat di sekitar.
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis jaringan drainase pada ruas Jalan Komjen
Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Depok.
LITERATURE REVIEW
Analisis Hidrologi
Analisis data hidrologi digunakan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit
rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai satau saluran dengan periode ulang
tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.
Analisis Curah Hujan Rencana
Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik
yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 198
untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu
yang sama.
Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik
terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi bergantung
pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai
stasiun yang ditinjau (Bambang Triatmojo, 2008). Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi:
tc =
0,3852
S1000
L0,87
(1)
Dimana:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
L : Panjang sungai (km)
S : Kemiringan sungai
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air yang mengalir akibat
turunnya hujan di suatu daerah dengan jumlah air hujan yang turun pada daerah tersebut.
Besarnya koefisien pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pemanfaatan lahan
dan aliran sungai.
Penentuan nilai koefisien suatu pengaliran suatu daerah yang terdiri dari beberapa jenis tata
guna lahan ini dilakukan dengan mengambil rata-rata koefisien pengaliran dari setiap tata guna
lahan dengan menghitung bobot masing-masing bagian sesuai dengan luas daerah yang
diwakilinya.
Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi air hujan persatuan waktu dengan satuan mm/jam. Besarnya
intensitas air hujan yang berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan atau frekuensi
terjadinya hujan. Stasiun hujan yang terdapat di sekitar daerah perencanaan adalah stasiun
penakar hujan harian, oleh karena itu digunakan rumus mononobe untuk mendapatkan
intensitas hujan adalah sebagai berikut:
I = 3
2
24 24
24
R
t (2)
Dimana:
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 : Curah hujan maksimum 24 jam (mm)
t : Lamanya curah hujan (jam)
Debit Banjir Rencana
Menghitung debit banjir rencana digunakan metode rasional. Metode rasional banyak
digunakan untuk untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada
daerah tangkapan (DAS) kecil. Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering
digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan. Berikut ini adalah persamaan yang
digunakan untuk menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional dapat
dilihat pada persamaan 3 sebagai berikut.
Q = 0,278 × C × I × A (3)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 199
Dimana:
Q : Debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi
tertentu (m3/det).
C : Koefisien aliran, tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya dapat dilihat
pada tabel 2.11.
A : Luas daerah tangkapan (km2).
I : Intensitas hujan (mm/jam).
Uji Keselarasan Distribusi
Metode Smirnov-Kolmogorof
Uji Smirnov-Kolmogorof sering disebut juga uji kecocokan non parametrik (non
parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Apabila
harga Δmaks yang terbaca pada kertas probabilitas lebih kecil dari Δkritis maka distribusi
teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila Δmaks
lebih besar dari Δkritis maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima.
Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam uji keselarasan Smirnov-Kolmogorof,
yaitu:
Pt(x)Pe(x)Δmaks (4)
Dimana:
∆maks = Selisih data probabilitas dan empiris
Pe(x) = Peluang pengamatan
Pt(x) = Peluang teoritis
Tabel 1. Nilai Derajat Kepercayaan Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorof
Jumlah Data α Derajat Kepercayaan
0,20 0,20 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N>50 1,07/n 1,22/n 1,46/n 1,63/n
Sumber : Soemarto, 1999
Analisis Hidrolika
Periode Ulang Minimum
Perencanaan drainase pada umumnya ditentukan dengan kala ulang yang digunakan
berdasarkan fungsi saluran serta tata guna lahan, misalnya 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun, atau
100 tahun, sehingga drainase akan aman jika debit banjir yang terjadi tidak melebihi debit
banjir rencana kala ulang tersebut. Kriteria periode ulang dilihat pada tabel berikut ini:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 200
Tabel 2. Kriteria Periode Ulang Saluran Drainase
No. Tata Guna
Lahan Periode Ulang
1 Jalan Tol 10 Tahun
2 Jalan Arteri 10 Tahun
3 Jalan Kolektor 10 Tahun
4 Jalan Biasa 10 Tahun
5 Perumahan 2 – 5 Tahun
6 Pusat
Perdagangan 2 – 10 Tahun
7 Pusat Bisnis 2 – 10 Tahun
8 Landasan
Terbang 5 Tahun
Sumber: SNI Perencanaan Sistem Drainase Jalan, 2006
Analisis Penampang Eksisting dengan Metode Manual
Analisa penampang eksisting dilakukan untuk mengetahui titik-titik yang memerlukan
penanganan atau perbaikan dengan membandingkan kapasitas debit yang mampu dialirkan
saluran eksisting terhadap debit banjir rencana yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
VAQ (5)
Dimana:
21
SRn
1V 3
2
(6)
Dengan:
Q = debit saluran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
A = luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran
N = koefisien kekasaran manning
Analisis Kapasitas Inlet
Air hujan yang turun dipermukaan jalan akan masuk kesaluran drainase melalui inlet yang
dipasang pada tepi jalan, tepat dibawah kerb (curb). Agar debit air hujan dapat masuk kedalam
saluran drainase dengan lancar, maka diperlukan dimensi dan letak inlet yang tepat.
Untuk mengetahui kapasitas tampung curb inlet digunakan persamaan sebagai berikut:
jalanbahu saluraninlet Q-QQ (7)
Untuk tipe inlet tegak (curb opening inlet) Qbahu jalan dihitung dengan persamaan
2,64n
SSTkQ
21
L3
5
x3
8
njalanbahu (8)
83
21
L3
5
x3
8
n SSk
2,64QT
(9)
Dimana:
kn = konstanta ( det)/1,0 31
T = tinggi genangan
Sx = kemiringan melintang bahu jalan
SL = kemiringan memanjang jalan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 201
Sedangkan, untuk menghitung kapasitas tampung grate inlet digunakan persamaan sebagai
berikut: 0,5
ggg )d(2gA0,67Q (10)
Dimana:
Qg = kapasitas tangkapan grate inlet (m3/detik)
dg = kedalaman genangan di bahu jalan (m) = TSx
Ag = luas ruang terbuka kisi (m2), total luas inlet dikurangi luas kisi
g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik3)
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruas Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok, Jawa
Barat.
Gambar 1. Batas Lokasi Penelitian
Adapun langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Mulai
Identifikasi Masalah
Data Curah
Hujan
Peta
Topografi
Data
Eksisting
Analisis Hidrologi
Uji Keselarasan
Intensitas Hujan
Menghitung:
- Luas Daerah (A)
- Koefisien Pengaliran (C)
Q = 0,278 x C x I x A Qkapasitas
Q > Qkapasitas
Perencanaan Ulang
Saluran Drainase
Selesai
Analisis Kapasitas
Inlet
Tidak
Ya
Gambar 2. Diagram Alir Perencanaan Jaringan Drainase Jalan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 202
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Parameter Statistik
Uji parameter statistik dilakukan pada data curah hujan ketiga stasiun hujan menggunakan
Metode Distribusi Normal, Metode Distribusi Log Normal, Metode Distribusi Gumbel, dan
Metode Distribusi Log Person III untuk menentukan sebaran hujan. Setelah itu dilakukan uji
dispersi untuk menentukan jenis metode sebaran hujan yang digunakan. Berikut ini adalah
hasil uji dispersi pemilihan metode jenis sebaran hujan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Menentukan Jenis Sebaran
No. Distribusi Persyaratan Hasil
Perhitungan Keterangan
1 Normal Cs ≈ 0 1,492 Tidak Memenuhi
Ck ≈ 3 6,401 Tidak Memenuhi
2 Gumbel Cs ≈ 1,14 1,492 Tidak Memenuhi
Ck ≈ 5,4 6,401 Tidak Memenuhi
3 Log Normal Cs = Cv
3 +3Cv = 0,175 0,147 Tidak Memenuhi
Ck = Cv8+6Cv
6+15Cv
4+16Cv
2+3 = 3,055 3,038 Tidak Memenuhi
4 Log Person III Selain nilai di atas
Memenuhi
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Selain itu, dilakukan uji keselarasan menggunakan Metode Uji Smirnov Kolmogorof terhadap
4 metode tersebut. Berikut adalah hasil perhitungannya dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorof
Distribusi Dmax Do Keterangan
Normal dan Gumbel 0,081 0,41 Diterima
Log Normal dan Log Person III 0,079 0,41 Diterima
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Dari tabel di atas dapat diketahui metode yang digunakan dalam jenis sebaran hujan adalah
Metode Log Person III.
Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi menggunakan metode Log Pearson III didapatkan curah hijan rencana pada
Tabel 5 Tabel 5. Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson III
No. Kala
Ulang Log X S K Log XT Xt
1 2 1,984 0,097 -0,148 1,969 93,149
2 5 1,984 0,097 0,769 2,058 114,351
3 10 1,984 0,097 1,339 2,114 129,896
4 25 1,984 0,097 2,018 2,180 151,196
5 50 1,984 0,097 2,498 2,226 168,329
6 100 1,984 0,097 3,401 2,314 205,996
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Intensitas Hujan (I)
Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (2), dengan hasil sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 203
Tabel 6. Intensitas Curah Hujan
egmen tc
(jam)
R24
(mm)
Intensitas hujan
(mm/jam)
Ka1 3,226 129,896 20,626
Ka2 1,394 129,896 36,085
Ki1 3,225 129,896 20,630
Ki2 0,841 129,896 50,533
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Debit Banjir Rencana (Q)
Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (3), dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 7. Debit Banjir Rencana Kala Ulang 10 Tahun
Segmen C I
(mm/jam) A (km
2)
Q
(m3/s)
Ka1 0,9 20,626 0,008 0,040
Ka2 0,9 36,085 0,003 0,028
Ki1 0,9 20,630 0,009 0,044
Ki2 0,9 50,533 0,003 0,040
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Analisis Hidrolika
Analisis Penampang Saluran Eksisting
Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (5), dengan hasil sebagai
berikut: Tabel 8. Debit Kapasitas Eksisting Saluran
Segmen A
(m2/s)
V
(m/s)
Q
(m3/s)
Ka1 0,456 0,147 0,067
Ka2 0,338 0,256 0,086
Ki1 0,408 0,146 0,060
Ki2 0,610 0,314 0,191
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Hasil perbandingan debit kapasitas penampang saluran eksisting terhadap debit banjir rencana
dapat dilihat pada Tabel 9. sebagai berikut:
Tabel 9. Perbandingan Debit Kapasitas Eksisting Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana
Segmen Qrencana
(m3/s)
Qkapasitas
(m3/s)
Keterangan
Ka1 0,040 0,067 Tidak Melimpas
Ka2 0,028 0,086 Tidak Melimpas
Ki1 0,044 0,060 Tidak Melimpas
Ki2 0,040 0,191 Tidak Melimpas
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa saluran drainase eksisting dapat
menampung debit rencana sampai 10 tahun ke depan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut
terhadap penampang inlet saluran.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 204
Analisis Penampang Inlet
Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (7), (8), (9), dan (10),
dengan hasil sebagai berikut: Tabel 10. Debit Inlet Eksisting
Segmen SL SX Qkapasitas n kn T Qbahu jalan Qinlet
Ka1 0,0001 0,02 0,067 0,013 1 33,38 5,154 5,087
Ka2 0,0003 0,02 0,086 0,013 1 29,47 6,643 6,557
Ki1 0,0001 0,02 0,060 0,013 1 31,94 4,590 4,530
Ki2 0,0004 0,02 0,191 0,013 1 39,43 14,729 14,537
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui kapasitas inlet yang ada di Jalan Komjen Pol. M.
Jasin tidak dapat menampung debit rencana untuk 10 tahun ke depan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Banjir yang terjadi di Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok disebabkan oleh
penampang street inlet yang tidak mampu mengalirkan debit banjir yang ada.
2. Kapasitas saluran drainase Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok masih
memadai untuk perancanaan 10 tahun ke depan, sehingga tidak dilakukan perencanaan
ulang pada saluran drainase.
3. Kapasitas inlet drainase Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok tidak
memadai untuk perancanaan 10 tahun ke depan.
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah dengan melakukan perencanaan ulang pada
dimensi inlet saluran drainase pada ruas Jalan Komjen Pol. M. Jasin Kelapa Dua, Depok,
sehingga dapat mengalirkan debit air dari jalan menuju saluran drainase utama, dan diharapkan
dapat menanggulangi permasalahan banjir pada ruas jalan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Elluisa, Debora. “Redesign Drainase di Perumahan Bukit Cengkeh II Kota Depok”. Tugas Akhir
Universitas Gunadarma. Depok. 2016
Hasmar. Halim. “Drainase Terapan”. Penerbit UII Press. Yogyakarta. 2012
Hidayat, Taufik. “Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara
Kota Pekanbaru - Riau”. Tugas Akhir Universitas Islam Riau. Pekanbaru 2010
Kamiana, I Made. “Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air”. Graha Ilmu. Yogyakarta.
2011
Kementrian Pekerjaan Umum. “Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan
umum”. Jakarta. 2012.
Risman, Angga. “Tak Ada Drainase, Jalan di Depok Bsnjir”. Diakses Tanggal 21 November 2016.
http://poskotanews.com/2016/01/04/tak-ada-drainase-jalan-di-depok-banjir/
Suharyanto, Agus. “Desain Street Inlet Berdasarkan Geometri Jalan Raya”. Universitas Brawijaya.
Malang. 2013
Suhendar, Ade. “Perencanaan Penampang Sungai Kali Laya Kota Depok”. Tugas Akhir
Universitas Gunadarma. Depok. 2016
Sumarto. “Hidrologi Teknik”. Surabaya. 1987
SNI Pd. T-02-2006-B, “Perencanaan Sistem Drainase Jalan”. Departemen Pekerjaan Umum
Suryapraja, Dipo. “Perencanaan Sistem Drainase Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Surabaya-
Mojokerto Seksi IA”. Tugas Akhir Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 2011
Suripin. “Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”. Andi. Jakarta. 2003
Triatmodjo, Bambang. “Hidrologi Terapan”. Beta Offset. Yogyakarta. 2008
.[ s.n ]. “Drainase Perkotaan”. Penerbit Universitas Gunadarma. Jakarta. 1997
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 205
ANALISIS EFISIENSI RANCANG BANGUN POMPA HIDRAULIK RAM
Andi Kusuma Herlan1
Budi Santosa2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail:[email protected],
Abstrak
Pompa hidraulik ram merupakan pompa tanpa bahan bakar maupun tenaga listrik yang bekerja secara
otomatis menggunakan tenaga air dengan memanfaatkan tinggi energi. Pengujian dilakukan untuk
mengukur kinerja pompa hidraulik ram melalui efisiensi pompa. Desain pompa dengan spesifikasi ¾"
× 1" dan kapasitas tabung udara 70 cm × 2" dapat memindahkan air sebanyak 0,26 liter/menit
dengan ketinggian tempat 272 cm dari pompa. Adapun debit air rata-rata tersedia melalui inlet pompa
adalah 16,89 liter/menit dengan tinggi tekan air 76 cm dari pompa. Perkiraan ketinggian tempat yang
masih mampu dicapai adalah lebih rendah dari 569,76 cm dalam kondisi debit dan tinggi suplai air
yang sama. Efisiensi pompa hidram sesuai kondisi pengujian adalah 5,54 % ; 5,20 % ; 6,70 % ; dan
5,29 %.
Kata Kunci: pompa hidraulik ram, tenaga air, kebutuhan air, wilayah berbukit
PENDAHULUAN Air merupakan penunjang kehidupan utama yang digunakan pada berbagai macam bidang
kehidupan manusia, diantaranya untuk kebutuhan industri, pertanian, dan kebutuhan rumah
tangga. Ketersediaan air menjadi faktor yang sangat diperhatikan. Di sisi lain, air juga memiliki
fungsi sebagai pembangkit tenaga mekanik. Beda ketinggian di bandan air akan menghasilkan
energi kinetik pada bagian yang lebih rendah.
Secara alamiah air mengalir menurut prinsip gravitasi yaitu dari tempat tinggi ke tempat yang
lebih rendah. Pada kondisi sebaliknya, perlu digunakan pompa untuk memindahkan air,
misalnya untuk memindahkan air dari sungai sebagai sumber air permukaan menuju rumah-
rumah penduduk. Kondisi topografi sepanjang alur sungai lebih rendah bila dibandingkan
dengan ketinggian daratan di sekitarnya.
LITERATURE REVIEW
Pompa hidraulik ram merupakan jenis pompa yang menggunakan tenaga mekanik yang timbul
akibat adanya beda ketinggian air. Efek palu air yang ditimbulkan mengubah energi kinetik
menjadi bentuk energi potensial yang akan mendorong air untuk naik pada elevasi daerah yang
lebih tinggi (Watt, 1975 dan Hanafie, 1979).
Wilayah dengan topografi berbukit merupakan daerah yang potensial untuk diterapkan
penggunaan pompa ini. Wilayah tersebut kerap kali belum dijangkau atau masih kesulitan
akses jaringan listrik, sehingga pompa jenis ini menjadi tepat guna karena tidak memerlukan
listrik maupun bahan bakar. Pompa hidram diharapkan mampu menjadi prasarana ramah energi
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan air pada daerah-daerah tertinggi dengan sistem
kerjanya yang otomatis dan terus-menerus ketika memompakan air.
Pengujian di laboratorium menggunakan model prototipe pompa dilakukan guna mengetahui
dan mengamati kinerja pompa hidram pada daerah perbukitan. Beberapa hal yang diamati
meliputi kapasitas debit pemompaan, ketinggian tempat yang mampu dicapai, ketinggian
maksimum yang mampu dicapai, serta menghitung efisiensi pada desain pompa yang ada.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 206
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan melalui tahap awal berupa studi literatur dan pengumpulan informasi
ilmiah mengenai rancang bangun pompa hidram yang pernah dibuat dan dipublikasikan.
Kemudian dilanjutkan dengan perancangan model atau prototipe pompa untuk digunakan
sebagai instrumen penelitian.
Beberapa besaran ditentukan nilainya sebagai variabel tetap dengan mengondisikan instrumen
penelitian sedemikian rupa. Besaran-besaran tersebut diantaranya ialah suplai debit air tersedia,
tinggi jatuh atau tinggi terjunan air suplai, serta variabel terkontrol berupa ketinggian tempat.
Melalui simulasi ini diperoleh data primer yang meliputi tinggi pemompaan dan data massa air
untuk menghitung kapasitas pempompaan.
Pengolahan data dilakukan untuk melakukan analisis kinerja pompa hidram dengan cara
meninjau kapasitas debit pemompaan, ketinggian tempat yang mampu dicapai, serta
menghitung efisiensi pompa. Langkah-langkah tersebut dilakukan seperti pada diagram alir
pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengujian Pompa Hidram
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desain Pompa
Pompa hidraulik ram atau hidram yang digunakan memiliki spesifikasi ¾" × 1" dan kapasitas
tabung udara 70 cm × 2". Bagian-bagian utama yang menyusun pompa hidram adalah pipa
masukkan, pipa penghantar, katup limbah, katup penghantar/ katup hisap, dan tabung udara.
Pro
ses desain
Data
MULAI
Menentukan
debit suplai, Q
Menentukan
tinggi jatuh, H
Merencanakan
dimensi komponen-
komponen pompa
hidram
Diperoleh
desain pompa
hidram
Simulasi
laboratorium
Menghitung
kapasitas pompa, q
Menghitung debit
air terbuang, Qw
Menentukan
kapasitas
rencana, qreq
Menghitung
efisiensi
pompa hidram
q > qreq ?Tidak
Ya
SELESAI
Menghitung
ketinggian yang
dapat dicapai, h
Studi literatur
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 207
Pipa Masukkan
Pipa masukkan berfungsi untuk memberi suplai air ke dalam badan pompa hidram. Perlu
diperhatikan bahwa terjadi tekanan yang besar dan fluktuatif pada pipa masukan, sehingga
penggunaan material yang tepat perlu diperhatikan. Material yang paling ideal digunakan untuk
pipa masukan adalah material dengan bahan kaku dan inelastis (Watt, 1975). Sebisa mungkin
pipa masukan dipasang dalam keadaan lurus tanpa tikungan yang dapat menyebabkan terjadi
gelembung udara sehingga dapat mengurangi tekanan. Pada percobaan digunakan pipa
masukkan berbahan PVC dengan diameter 1" dan panjang 4 meter.
Gambar 2. Pipa Masukkan Berbahan PVC
Pipa Penghantar
Pipa penghantar umumnya memiliki ukuran diameter yang lebih kecil daripada pipa masukan.
Pipa penghantar dapat dibuat menggunakan material apapun karena tekanannya relatif kecil
dibandingkan dengan tekanan pada pipa masukan. Bagian ini berfungsi meneruskan air hingga
ke tangki penampungan atau tandon air.
Gambar 3. Pipa Penghantar Berupa Selang Karet
Pada percobaan digunakan pipa penghantar berbahan selang karet berukuran diameter ¼" yang
bersifat lentur sehingga fleksibel dan mudah diatur ketinggiannya saat proses pengujian
berlangsung.
Katup Limbah
Katup limbah berperan penting dalam mekanisme kerja pompa hidram. Melalui sela-sela katup
limbah akan terbuang banyak air karena terjadi buka-tutup pada katup. Namun hal ini justru
4 m
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 208
perlu terjadi agar terjadi efek palu air. Katup limbah yang digunakan dalam pengujian adalah
katup satu arah tipe ayunan berengsel dengan ukuran diameter ¾" dan berbahan kuningan.
Katup satu arah diposisikan terbuka ke bawah agar tertutup saat terdapat dorongan air dari
badan hidram yang berada di bawahnya. Gambar 4 menunjukkan posisi katup limbah.
Gambar 4. Katup Limbah Berbahan Kuningan
Katup Penghantar
Katup penghantar atau katup hisap terletak di antara badan hidram dan tabung udara. Katup ini
memiliki fungsi menahan air dan udara yang telah dimampatkan dalam tabung udara agar tidak
kembali masuk ke badan hidram. Katup penghantar yang digunakan pada pengujian adalah
katup satu arah tipe ayunan berengsel dengan ukuran diameter ¾" dan berbahan kuningan,
sama seperti katup limbah. Gambar 5 menunjukkan posisi katup penghantar.
Gambar 5. Katup Penghantar Berbahan Kuningan
Tabung Udara
Tabung Udara untuk meratakan perubahan tekanan yang drastis dalam pompa hidram. Udara
yang hilang bersama aliran air yang naik ke tandon air dari dalam tabung ini terus digantikan
oleh udara dari luar yang masuk melalui katup udara. Pada percobaan digunakan tabung udara
berbahan PVC dengan diameter 2" dan panjang 70 cm.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 209
Gambar 6. Prototipe Pompa Hidram
Pada bagian dalam tabung diberi karet ban yang telah berisi udara sehingga pada desain pompa
tidak dibuatkan katup udara. Diharapkan volume udara di dalam tabung tetap konstan lebih
kurang sebesar 1500 cm3. Badan pompa hidram secara utuh ditunjukkan pada Gambar 6.
Keterangan Gambar 6:
1) masukkan,
2) katup limbah,
3) katup penghantar,
4) tabung udara, dan
5) keluaran.
Cara Kerja Pompa
Pompa hidram bekerja ketika katup limbah dan katup penghantar terbuka dan tertutup secara
bergantian. Tekanan dinamik akan diteruskan sehingga tekanan inersia yang terjadi dalam pipa
masukkan memaksa air naik ke pipa penghantar. Mekanisme ini akan menimbulkan suara yang
disebut dengan efek palu air dan terjadi secara berkesinambungan. Pada fase tekanan palu air,
terdapat sejumlah air yang terbuang. Pompa hidram hanya akan meneruskan air ke tangki
penampungan sebanyak 20 hingga 40 persen saja (Browne, tanpa tahun).
Saat air dialirkan dari sumber air, baik sungai maupun tangki melalui pipa masukan, aliran
diteruskan dan keluar melalui katup limbah. Aliran air yang terjadi cukup cepat, menyebabkan
tekanan dinamik yang menimbulkan gaya dorong katup limbah sehingga tertutup secara tiba-
tiba. Pada fase ini, aliran air dalam pipa masukan berhenti sejenak. Setelah aliran masuk tiba-
tiba terhenti, tekanan dalam pompa secara tiba-tiba juga menjadi naik. Tekanan yang besar
akan mendorong ruang di bawah katup penghantar sehingga membiarkan air mengalir
mendorong katup penghantar dan terbuka. Air masuk ke dalam tabung udara melalui katup
penghantar.
1
2 3
4
5
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 210
Tekanan dalam badan hidram sebagian dikurangi dengan lolosnya air ke dalam tabung udara.
Denyut tekanan melopat kembali menuju pipa masukan yang mengakibatkan terjadi hisapan
dalam badan hidram. Maka katup penghantar akan kembali menutup dan mencegah air dari
dalam tabung udara agar tidak kembali turun ke badan hidram. Katup limbah juga turun dan
terbuka karena penurunan tekanan. Air dari pipa masukan kembali mengisi badan hidram dan
mengalir ke luar melalui katup limbah secara tiba-tiba seperti ditunjukkan pada Gambar 7,
sikus ini terjadi secara berlang-ulang.
Gambar 7. Sebagian Air Keluar Melalui Katup Limbah
Tabung udara diperlukan untuk meratakan perubahan tekanan yang drastis dalam pompa
hidram. Udara ini harus tetap ada selama pompa bekerja. Selain disimpan dalam tabung,
sebagian udara dari luar yang masuk ke dalam tabung bersama air juga dikeluarkan memalui
pipa penghantar untuk diteruskan ke tandon air.
Kondisi tekanan dan kecepatan pada ujung pipa masukkan menuju badan hidram serta posisi
katup limbah selama pompa hidram bekerja digambarkan melalui diagram pada Gambar 8.
Siklus pompa hidram dibagi menjadi periode-periode tertentu agar dapat dengan mudah
dipahami (Watt, 1975).
Periode 1 : Kecepatan air melalui badan hidram bertambah seiring membukanya katup limbah.
Tekanan pada badan hidram negatif.
Periode 2 : Aliran masuk melalui katup limbah mulai naik hingga mencapai maksimum.
Periode 3 : Katup limbah mulai menutup, menyebabkan naiknya tekanan dalam badan hidram.
Kecepatan aliran melalui pompa menjadi maksimum.
Periode 4 : Katup limbah tertutup, menyebabkan terjadi denyut tekanan atau efek palu air.
Sebagian air mengalir melalui katup penghantar. Kecepatan aliran melalui badan
hidram kemudian turun secara cepat.
Periode 5 : Denyut tekanan memantul kembali ke pipa masukan, menyebabkan hisapan dalam
badan hidram. Katup limbah terbuka saat terjadi hisapan dan karena beban
sendirinya. Air mulai mengalir kembali melalui katup limbah. Siklus kerja pompa
hidram terulang.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 211
Gambar 8. Diagram Siklus Kerja Pompa Hidram
Sumber: Watt, 1975
Debit dari sumber air (Q pada Gambar 9) yang digunakan harus cukup besar agar pompa
bekerja dengan baik. Tenaga yang dapat digunakan oleh pompa hidram dipengaruhi oleh
kondisi ketinggian air jatuh (H pada Gambar 9). Apabila suplai debit yang masuk melalui pipa
masukan terlalu kecil, maka energi yang dihasilkan tidak cukup. Sedangkan bila debit yang
masuk terlalu besar, maka tekanan yang ditimbulkan justru terlalu besar sehingga
menyebabkan siklus pompa hidram menjadi jarang (Browne, tanpa tahun).
Sementara itu, beda ketinggian antara pompa dengan tandon air (h dalam Gambar 9) juga tidak
diperkenankan terlalu tinggi. Selain menyebabkan reduksi kecepatan aliran, juga dapat
menimbulkan tekanan balik ke arah pompa yang mengakibatkan kebutuhan tekanan lebih
besar.
Gambar 9. Susunan Model Infrastruktur Pompa Hidram
Jumlah air yang dipompakan (q pada Gambar 9) bergantung dari ukuran katup limbah dan beda
ketinggian yang tersedia. Pada mekanisme kerja pompa hidraulik ram, ukuran pipa tidak
memberikan dampak yang begitu luas dalam menentukan performa pompa hidram. Hal
tersebut disebabkan karena debit yang terjadi selalu dalam kondisi fluktuatif. Pemilihan
diameter pipa masukan dapat disesuaikan dengan ukuran badan hidram (Watt, 1975).
Perbandingan antara panjang pipa dan diameter pipa yang diperkenankan berada pada rentang
antara 150 hingga 1000. Di luar itu, kinerja pompa hidram dianggap kurang efisien. Batasan
tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan kemampuan untuk memenuhi kondisi percepatan
400cm H=76cm
Bak penampung
Pompa
Pipa masukan
Pipa penghantar
h
Muka air
q
Q
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 212
aliran dalam pipa masukan setelah aliran berhenti tiba-tiba akibat katup limbah tertutup (Watt,
1975). Berikut diberikan panjang pipa yang dapat digunakan untuk pipa penghantar dengan
diameter tertentu (Karekezi, et al., 2005).
Tabel 1. Rentang Panjang Pipa Berdasarkan Diameter Pipa
Diameter pipa
masukan (mm)
Panjang (meter)
Minimum Maksimum
13 2,0 13,0
20 3,0 20,0
25 4,0 25,0
30 4,5 30,0
40 6,0 40,0
50 7,5 50,0
80 12,0 80,0
100 15,0 100,0
Sumber: TaTEDO, 2004 dalam Karekezi, et al., 2005
Hasil Pengujian
Kapasitas debit rencana diasumsikan dan disesuaikan dengan standar kebutuhan air bersih
menurut Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya tahun 1996 untuk melayani kebutuhan rumah
tangga minimal 5% dari penduduk desa berjumlah < 20.000 jiwa. Konsumsi air bersih yang
terjadi mengharuskan pompa mampu bekerja memindahkan air dengan kapasitas minimum
sebesar 0,185 liter tiap detik atau 11,10 liter/menit.
Di samping itu, kondisi yang perlu dipenuhi ialah debit aliran Q harus bersifat tunak dan terjadi
secara konstan. Debit air dihitung dengan prinsip bangku hidrolik seperti pada Persamaan 1.
Besaran Q adalah debit aliran, m adalah berat (massa) air, ρ adalah massa jenis air (1000
kg/m3), dan t adalah waktu aliran. Melalui perhitungan, debit suplai yang digunakan adalah
senilai 16,89 liter/menit.
mQ
t
................................................................................................................... (1)
Besar tinggi jatuh air H ditentukan senilai 76 cm. Dihitung secara vertikal dari muka air hingga
pada ketinggian pipa masukkan pada pompa hidram, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Bak Tampung untuk Suplai Air
76 cm
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 213
Hasil pengujian pompa hidram diberikan pada Tabel 2 dan dengan penggambaran melalui
grafik hubungan h vs. q pada Gambar 11. Grafik tersebut menunjukkan perbandingan terbalik
antara ketinggian tempat target pemompaan (h) dengan debit yang dapat dipompakan (q) yang
berarti semakin tinggi tempat akan semakin kecil debit pemompaannya.
Grafik tersebut diperoleh dengan meniadakan nomor percobaan C dengan pertimbangan
kelayakan data untuk analisis (Sunarta, 2009), sehingga hanya diperoleh tiga pasangan data (xi ,
yi). Melalui persamaan garis yang diperoleh diketahui bahwa perkiraan ketinggian maksimum
tempat sampai pompa tidak mampu memindahkan air lagi (q = 0) adalah 569,76 cm.
Tabel 2. Nilai Rata-Rata q pada setiap h Nomor
Percobaan
A (lit/mnt)
(hA = 272 cm)
B (lit/mnt)
(hB = 298 cm)
C (lit/mnt)
(hC = 329 cm)
D (lit/mnt)
(hD = 343 cm)
1 0,22 0,22 0,27 0,22
2 0,28 0,23 0,26 0,19
3 0,26 0,21 0,24 0,20
4 0,27 0,23 0,26 0,20
5 0,28 0,23 0,27 0,18
Rata-rata 0,26 0,22 0,26 0,20
Gambar 11. Grafik h vs. q Menunjukkan Perbandingan Terbalik
Efisiensi Pompa
Setiap jenis pompa memiliki tingkat efisiensi dalam hal mengangkat fluida. Peninjauan tingkat
efisiensi pompa hidram dilakukan dengan mengamati beda ketinggian dan debit yang terjadi.
Tekanan pada pompa dibuat besar agar dapat memompakan air secara efisien. Dengan kata lain
tinggi jatuhan air pada pipa masukan harus cukup untuk dapat menghasilkan energi potensial
yang besar sehingga dapat menjangkau tempat yang lebih tinggi. Efisiensi pompa hidram dapat
dihitung melalui Persamaan (2) dengan ilustrasi sesuai dengan Gambar 9.
100%D
q h
Q H
.................................................................................................. (2)
Keterangan:
D adalah efisiensi D’Aubuisson dari pompa (%)
q adalah debit air terpompakan tiap siklus (m3/detik)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 214
Q adalah debit air suplai masuk dalam pompa (m3/detik)
h adalah beda tinggi hantar (m)
H adalah beda tinggi suplai (m)
Pada Tabel 3 merupakan hasil pengamatan efisiensi dan jumlah air yang keluar dari katup
limbah. Jumlah air terbuang tersebut merupakan selisih debit suplai masuk ke dalam pompa
dengan debit air yang dapat dipompakan.
Tabel 3. Efisiensi Pompa dan Jumlah Air Terbuang
Nomor
Percobaan
h
(cm)
q rata-rata
(lit/mnt)
Efisiensi
(%)
Qw
(lit/mnt)
A 272 0,26 5,54 16,63
B 298 0,22 5,20 16,67
C 329 0,26 6,70 16,63
D 343 0,20 5,29 16,69
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemanfaatan pompa hidraulik ram sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan air baku telah
dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Namun dengan hadirnya energi listrik, secara
otomatis teknologi ini mulai ditinggalkan. Penulis mencoba untuk menggali kembali
pengetahuan mengenai cara kerja pompa yang hanya menggunakan tenaga air menggunakan
instrumen penelitian berupa prototipe pompa hidraulik ram dengan spesifikasi ¾" × 1" dan
kapasitas tabung udara 70 cm × 2" (±1,5 liter).
Apabila kapasitas pemompaan dibandingkan dengan kapasitas rencana untuk memenuhi
kebutuhan air 5% penduduk desa (< 20.000 jiwa), maka spesifikasi pompa yang diuji belum
mampu memenuhinya. Dibutuhkan spesifikasi pompa hidram yang lebih besar dan/ atau perlu
dilakukan optimasi pada desain pompa yang digunakan karena efisiensi pompa dianggap belum
ideal sesuai kajian teori dengan hanya bernilai 5,54 % ; 5,20 % ; 6,70 % ; dan 5,29 %. Efisiensi
pompa hidram menjelaskan perbandingan antara debit dan beda tinggi pemompaan dengan
debit dan beda tinggi sumber air suplai pompa hidraulik ram.
Saran
Penelitian lanjutan dapat dilakukan guna mengetahui pengaruh desain pompa hidraulik ram
terhadap efisiensi yang terjadi. Diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang optimasi pada
kinerja pompa tanpa bahan bakar ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. “Hydraulic Ram Pumps”, Appropriate Technology, Vol. 29 No. 5 pg. 30,
Agriculture Journal.
Budiman, Agus. 24 November 2016. Pelatihan Pembuatan Hidram (Pompa Tenaga Air)
sebagai Alternatif Penghematan Tenaga Listrik dan Pemenuhan Kebutuhan Air pada
Musim Kemarau. URL: http://eprints.uny.ac.id
Browne, Dominique. 1 Desember 2016. Module 6: Hydraulic Ram Pump System, Action
Contre la Faim, Paris. URL: http://www.pseau.org
Hanafie, J. dan Hans de Iongh. 1979. Teknologi Pompa Hidraulik Ram. Bandung: Pusat
Teknologi Pembangunan ITB.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 215
Karekezi, S., et al. 3 Desember 2016. The Potential Contribution of Non-Electrical Renewable
Energy Technologies (RETs) to Poverty Reduction in East Africa. RETs Technical
Report, Nairobi. URL: http://www.gnesd.org/publications/
Kodoatie, R. J. 2002. Hidrolika Terapan: Aliran pada Saluran Terbuka dan Pipa. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Sunarta. 2009, Mei. Kesalahan Penggunaan “Metode Regresi Linear” dalam Analisa Data
Eksperimen Fisika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Watt, S.B. 1975. A Manual on the Hydraulic Ram for Pumping Water. London: Intermediate
Technology Publication Ltd.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 216
EFEKTIVITAS AKAR VETIVER DALAM PENINGKATAN
KOHESI TANAH PADA LERENG
Nurul Badriyah1
Sri Wulandari2
1,2Progtam Studi Magister Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Perkuatan lereng dengan metode bio-engineering/ vegetatif merupakan salah satu upaya penanganan
longsor pada lereng dengan memanfaatkan tanaman. Akar-akar tumbuhan dalam kasus kestabilan
massa tanah akan memperkuat lereng. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
efektivitas akar vetiver dalam peningkatan kohesi tanah lereng sebagai bentuk perkuatan lereng.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian dengan membuat
pemodelan lereng dan pengujian di laboratorium. Pemodelan lereng yang dibuat mempunyai dimensi
150 cm × 50 cm × 70 cm dengan kemiringan 80°. Pengujian di laboratorium dilakukan dalam dua
tahap, yaitu pengujian karakteristik fisik (indeks propertis) dan karakteristik mekanis (pengujian kuat
geser) tanah asli yang dilakukan sebelum penanaman vetiver. Pengujian selanjutnya merupakan
pengujian terhadap parameter mekanis (pengujian kuat geser) sampel setelah penanaman vetiver pada
umur tanam 4 dan 6 minggu pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm. Berdasarkan penelitian
analisis stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar vetiver, dapat disimpulkan
bahwa akar vetiver mampu meningkatkan nilai kohesi tanah pada kedalaman 0 – 30 cm sebesar
13,932% di umur tanam 4 minggu dan 52,140% di umur tanam 4 minggu pada kedalaman 30 – 60 cm.
Kata Kunci: perkuatan lereng, akar vetiver, kohesi
PENDAHULUAN Lereng jalan yang dibiarkan terbuka dari pengaruh luar (dalam hal ini curah hujan), akan
berakibat rawan terjadinya longsoran. Terlebih lagi apabila kemiringan lereng tersebut curam,
karena derajat kemiringan lereng merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsoran.
Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, baik secara perlahan maupun mendadak,
dengan/ tanpa tanda-tanda yang terlihat. Perkuatan lereng dengan metode bio-engineering/
vegetatif merupakan salah satu upaya penanganan longsor pada lereng dengan memanfaatkan
tanaman, salah satunya menggunakan akar tanaman. Rumput vetiver merupakan salah satu
jenis tumbuhan yang mempunyai kemampuan mencegah erosi lereng, stabilisasi tebing,
penahan abrasi pantai, dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan.
Penelitian mengenai pengaruh akar tanaman vetiver terhadap stabilitas lereng sebagai salah
satu upaya perkuatan lereng telah dilakukan oleh Merry Natalia dan Harianto Hardjasaputra
(2010) yang meneliti parameter geser tanah (sudut geser dan kohesi tanah) pada suatu lereng di
areal UPH. Areal lereng ini ditanami vetiver dan pada usia 3 bulan komposit antara tanah dan
akar vetiver dari lereng tersebut dilakukan pengujian. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh
kesimpulan bahwa komposit tanah dan akar vetiver tersebut menambah nilai kohesi pada tanah
sebesar 35,8%, sedangkan nilai sudut geser dalam tanah tidak mengalami perubahan karena
akar bekerja sebagai angkur yang menahan gaya geser pada tanah.
Tujuan dilakukannya penelitian analisis stabilitas lereng melalui akar vetiver untuk
mengevaluasi efektivitas akar vetiver dalam peningkatan kohesi tanah lereng sebagai bentuk
perkuatan lereng.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 217
LITERATURE REVIEW
Lereng Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah yang
lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Kemungkinan untuk terjadi longsor
pada lereng selalu ada, karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata akan menyebabkan
komponen gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa tanah dari
elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan perkuatan
lereng untuk mencegah terjadinya longsor.
Stabilitas Lereng
Hal-hal yang paling berpengaruh dalam kestabilan lereng adalah kuat geser tanah, geometri
lereng, tekanan air pori atau gaya rembesan dan kondisi pembebanan dan lingkungan. Tanah
kohesif seperti lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau berkerikil, kuat gesernya
ditentukan terutama dari nilai kohesinya. Keruntuhan lereng pada tanah kohesif banyak terjadi
karena meningkatnya kadar air tanah. Longsoran terjadi karena tidak adanya kuat geser tanah
yang cukup untuk menahan gerakan tanah pada bidang longsornya.
Vegetasi untuk Stabilitas Lereng
Gangguan stabilitas lereng sering disebabkan oleh melemahnya zona di sekitar kaki lereng,
terutama oleh kenaikan kadar air tanah. Perkuatan lereng oleh tumbuh-tumbuhan paling efektif
apabila akar-akar mampu menembus tanah sampai retakan atau rekahan batuan dasar. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa perkuatan akar dapat menambah kuat geser tanah, bahkan pada
kerapatan dan kuat tarik akar yang rendah. Akar-akar tumbuhan dalam kasus kestabilan massa
tanah akan memperkuat lereng dan air yang diserap akar akan mengurangi kelembaban tanah
sehingga memperkuat lereng (menaikkan kuat geser tanah). Rumput vetiver merupakan salah
satu jenis tumbuhan yang mempunyai kemampuan mencegah erosi lereng, stabilisasi tebing,
penahan abrasi pantai, dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan.
Rumput vetiver merupakan sejenis rumput-rumputan yang dikenal dengan nama akar wangi.
World Bank, sejak tahun 1987 telah memublikasikan penanaman rumput vetiver sebagai
tanaman pagar untuk menahan erosi (Grimshaw, 1987). Rumput ini dengan cepat membentuk
pagar tanaman jika ditanam berjarak 10 – 15 cm. Akar vetiver diketahui mampu menembus
lapisan setebal 15 cm yang sangat keras. Ujung-ujung akar vetiver mampu masuk menembus
dan menjadi semacam jangkar yang kuat di lereng-lereng keras dan berbatu. Cara kerja akar ini
seperti besi kolom yang masuk ke dalam menembus lapisan tekstur tanah, dan pada saat yang
sama menahan partikel-partikel tanah dengan akar serabutnya. Kondisi seperti ini dapat
mencegah erosi yang disebabkan oleh angin dan air sehingga vetiver dijuluki sebagai “kolom
hidup” (Wijayakusuma, 2007).
Vetiver sangat efektif ketika ditanam berdekatan pada baris di kontur lereng. Garis kontur
vetiver dapat menstabilkan lereng alami, potongan lereng, dan tanggul isian. Sistem akarnya
yang kaku dan dalam membantu menstabilkan struktur lereng sementara tunas-tunasnya
memencarkan limpasan, mengurangi erosi, dan menjebak sedimen agar spesies lokal tumbuh.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh akar tanaman terhadap stabilitas lereng sebagai salah satu upaya
perkuatan lereng telah dilakukan oleh Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer (1991), dalam
penelitiannya Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer membuat pemodelan tegangan geser yang
diperkuat dengan akar pohon, menjelaskan bahwa akar-akar horizontal menyebar di lapisan
permukaan tanah akan mencengkeram tanah dan akar-akar vertikal bertindak sebagai jangkar
akan menopang tegaknya pohon sehingga tidak mudah tumbang oleh pergerakan massa tanah.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 218
Penelitian selanjutnya mengenai kekuatan dari rumput vetiver terhadap stabilitas lereng telah
dilakukan Merry Natalia dan Harianto Hardjasaputra (2010) yang meneliti parameter geser
tanah (sudut geser dan kohesi tanah) pada suatu lereng di areal UPH yang telah diketahui
terlebih dahulu nilai parameter fisik dan gesernya. Areal lereng ini dipilih untuk ditanami
vetiver, pada usia 3 bulan komposit antara tanah dan akar vetiver dari lereng tersebut diuji.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa komposit tanah dan akar vetiver
tersebut menambah nilai kohesi pada tanah sebesar 35,8% sedangkan nilai sudut geser dalam
tanah tidak mengalami perubahan. Dijelaskan juga dalam penelitian ini, bahwa analisis
stabilitas lereng menggunakan program PLAXIS untuk mendapatkan nilai faktor keamanan
lereng tanpa dan dengan akar vetiver. Akar vetiver ini digambarkan sebagai node to node
anchor dengan nilai kuat tarik dari hasil uji kuat tarik terhadap akar vetiver sebesar 0,16 kN.
Susilawati dan Veronika (2016) melakukan kajian terhadap kombinasi antara bahan geotekstil
dan rumput vetiver. Menurutnya kombinasi antara bahan geotekstil dan rumput vetiver,
merupakan peluang yang sangat potensial memberikan solusi. Bahan geotektil berfungsi
menahan lereng longsor secara kuat pada awal konstruksi, sementara rumput vetiver masih
memerlukan pemeliharaan awal yang cukup intensif sampai bertumbuh kuat dan siap
menggantikan peran geotekstil yang dalam waktu tertentu mulai rusak oleh pengaruh cuaca dan
beban. Rumput vetiver yang memiliki akar serabut kuat memegang tanah, setelah mengalami
pemeliharaan awal yang baik, akan hidup kokoh dan mampu menahan beban tanah yang
hendak longsor. Pemetaan penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang
dilakukan.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian dengan pemodelan
simulasi lereng dan pengujian di laboratorium. Pemodelan lereng yang dibuat mempunyai
dimensi 150 cm × 50 cm × 70 cm dengan kemiringan 80°, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Model simulasi untuk lereng dengan kemiringan 80°
Pengujian di laboratorium dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian karakteristik fisik
(indeks propertis) dan karakteristik mekanis (pengujian kuat geser) tanah asli yang dilakukan
sebelum penanaman vetiver. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat tanah sebelum
dilakukan perkuatan lereng menggunakan vetiver. Pengujian selanjutnya merupakan pengujian
terhadap parameter mekanis (pengujian kuat geser) sampel setelah penanaman vetiver pada
umur tanam 4 dan 6 minggu. Pengujian parameter mekanis meliputi pengujian terhadap kuat
geser langsung. Pengujian ini dilakukan pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm.
Standar Pengujian Laboratorium
Standar yang digunakan dalam pengujian sampel tanah, baik untuk parameter fisis maupun
mekanis adalah standar pengujian yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI),
antara lain:
1. SNI 1965:2008 tentang Cara Uji Penentuan Kadar Air untuk Tanah dan Batuan.
2. SNI 1964:2008 tentang Cara Uji Berat Jenis Tanah.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 219
3. SNI 3432:2008 tentang Cara Uji Analisis Ukuran Butir Tanah.
4. Atterberg limit dibagi menjadi 3 pengujian, yaitu:
a. SNI 1967:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Cair Tanah.
b. SNI 1966:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Plastis dan Indeks Plastisitas Tanah.
c. SNI 3422:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Susut Tanah.
5. SNI 3420:2016 tentang Cara Uji Kuat Geser Langsung Tanah Tidak Terkonsolidasi dan
Tidak Terdrainase.
Diagram Alir Penelitian
Diagram alir dari penelitian stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar
vetiver ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Indeks Propertis
Pengujian yang dilakukan dalam indeks propertis meliputi pengujian terhadap kadar air, berat
jenis, analisis gradasi butiran, dan batas-batas Atterberg. Berdasarkan pengujian indeks
diperoleh data sebagai berikut:
Pengambilan
Sampel Asli
Parameter Fisis (kadar air,
berat isi, berat jenis, AGB,
dan Atterberg limit)
Parameter Mekanis (kuat geser) Pembuatan
Prototype
Penanaman Vetiver
Mulai
Studi Literatur
Pengambilan
Sampel Tanah
Pengujian Parameter Mekanis (pengujian kuat geser) pada kedalaman 0 –
30 cm dan 30 – 60 cm setelah umur 4 dan 6 minggu
Analisis Hasil Pengujian
Kesimpulan dan Saran Selesai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 220
Tabel 1. Rekapitulasi hasil pengujian indeks tanah asli No. Pengujian Hasil
1. Kadar Air 34,039%
2. Berat Jenis 2,558
3. Batas-batas Atterberg
a. Batas cair (LL)
b. Batas plastis (PL)
c. Indeks plastisitas (PI)
d. Batas susut (SL)
61,901%
43,481%
18,420%
34,452%
4. Analisis Saringan dan Hydrometer
a. Berbutir kasar
b. Berbutir halus
24,648
75,352
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air tanah asli (sebelum penanaman) sebesar
34,039% dengan berat jenis sebesar 2,558. Tanah dikategorikan dalam tanah berbutir halus
dilihat dari persentase tanah hasil pengujian gradasi butiran sebesar 75,352% yang terdiri dari
61,262% tanah lanau dan 14,090% tanah lempung, sehingga disimpulkan bahwa tanah yang
digunakan adalah tanah lanau kelempungan. Berdasarkan hasil pengujian batas-batas Atterberg
diperoleh nilai LL (batas cair) sebesar 61,901%, nilai PL (batas plastis) sebesar 43,481%, dan
nilai SL (batas susut) sebesar 34,452%, dengan indeks plastisitas (PI) sebesar 18,420%.
Pengujian Tanah Mekanis
Pengujian tanah mekanis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian kuat geser yang
dilakukan dalam 2 tahap, yaitu sebelum penanaman (kondisi tanah asli) dan setelah penanaman
(kondisi tanah dengan perkuatan). Pengujian kuat geser dilakukan saat umur penanaman
vetiver 4 minggu dan 6 minggu dengan kedalaman pengambilan sampel yang berbeda yaitu 0 –
30 cm dan 30 – 60 cm. Hasil yang diperoleh dalam pengujian kuat geser adalah nilai kohesi,
yang ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil dan efektivitas pengujian kuat geser
Kedalaman Waktu
Tanam Kohesi Efektivitas
(cm) (minggu) (kN/m2) (%)
0 - 30
Tanah Asli 36,883 -
4 42,021 13,932
6 37,697 2,207
30 - 60 4 56,114 52,140
6 48,229 30,763
Berdasarkan hasil pengujian kuat geser diperoleh nilai kohesi sebesar 36,883 kN/m2 pada
sampel tanah asli. Nilai kohesi mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur
tanam vetiver di lereng yaitu pada kedalaman 0 – 30 cm di umur tanam 4 dan 6 minggu
berturut-turut sebesar 42,021 kN/m2 dan 37,697 kN/m
2 dengan peningkatan kohesi sebesar
13,932% di umur tanam 4 minggu. Nilai kohesi pada kedalaman 30 – 60 cm di umur tanam 4
dan 6 minggu berturut-turut sebesar 56,114 kN/m2 dan 48,229 kN/m
2 dengan peningkatan
kohesi sebesar 52,140% di umur tanam 4 minggu.
Nilai kohesi antara umur penanaman 4 minggu cenderung lebih besar dibandingkan nilai
kohesi 6 minggu penanaman. Hal ini kemungkinan karena saat pengambilan sampel uji, akar
dari vetiver sedikit yang mengenai benda uji sebab jumlah titik penanaman dalam satu baris
tidak sama. Namun, jika dilihat dari tren hasil nilai kohesi mengalami kenaikan dari nilai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 221
kohesi lereng sebelum mengalami perkuatan vetiver. Berdasarkan hasil kenaikan kohesi
tersebut dapat disimpulkan bahwa akar vetiver dapat meningkatkan nilai kohesi tanah pada
lereng. Hal ini karena akar vetiver mempunyai fungsi untuk mengikat butiran tanah agar lebih
rapat, sehingga mampu melawan kuat geser tanah.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian analisis stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar
vetiver, dapat disimpulkan bahwa akar vetiver mampu meningkatkan nilai kohesi tanah pada
kedalaman 0 – 30 cm sebesar 13,932% di umur tanam 4 minggu dan 52,140% di umur tanam 4
minggu pada kedalaman 30 – 60 cm.
Melihat hasil yang kurang maksimal di umur tanam vetiver 6 minggu yang seharusnya
meningkat dari umur tanam 4 minggu, maka terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan
untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penanaman vetiver untuk benda uji pada kondisi lapangan dalam posisi sejajar dengan
jumlah titik penanaman yang sama.
2. Perlu dipertimbangkan posisi pengambilan sampel agar saat pengambilan sampel
mengenai akar vetiver sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin, Abd. Rachman, dkk. ----. “Analisa Numerik Pengaruh Tanaman Akar Wangi
Terhadap Stabilitas Lereng”. Universitas Hasanudin. Makassar.
G. Gunawan., Kusminingrum, Nanny. ----. “Penanganan Erosi Lereng Galian dan Timbunan
Jalan dengan Rumput Vetiver”. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2012. Tanah Longor & Erosi Kejadian dan Penanganan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Harianto, Tri, dkk. ----. “Karakteristik Mekanis Perkuatan Lereng Menggunakan Geo-root¬
dengan Tanaman Akar Wangi”. Universitas Hasanudin. Makassar.
Kusminingrum, Nanny. 2011. “Peranan Rumput Vetiver dan Bahia dalam Meminimasi
Terjadinya Erosi Lereng”. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.
Natalia, Merry., Hardjasaputra, Harianto. 2010. “Pengaruh Akar Tumbuhan (Vetiveria
Zizanioides) Terhadap Parameter Geser Tanah dan Stabilitas Lereng”. Konferensi
Nasional Teknik Sipil 4. Sanur-Bali.
Noor, Aspian, dkk. 2011. “Stabilisasi Lereng Untuk Pengendalian Erosi dengan Soil
Bioengineering Menggunakan Akar Rumput Vetiver”. Jurnal Poros Teknik. Volume 3.
No. 2. Hal. 69 – 74.
Susilawati, dkk. 2016. “Kajian Rumput Vetiver sebagai Pengaman Lereng secara
Berkelanjutan”. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil. Volume 22. No. 2.
Wijayakusuma, Rully. 2007. “Stabilisasi Lahan dan Fitoremediasi dengan Vetiver System”.
Green Design Seminar. Pasuruan-Jawa Timur.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 222
KORELASI NILAI AKTIVITAS LEMPUNG TERHADAP NILAI
SOAKED CALIFORNIA BEARING RATIO
(Studi Kasus: Tanah di Daerah Cikalong, Ciapus, dan Ciluer – Jawa Barat)
Anastasia Maya Widya Ekaputri
1
Sri Wulandari2
1, ,2Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Sifat fisik dan mekanis tanah lempung bergantung pada mineral lempung yang menyusunnya. Aktivitas
mineral lempung dapat digunakan sebagai indeks untuk mengetahui kemampuan mengembang tanah.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh aktivitas lempung terhadap daya dukung
tanah melalui pengujian Soaked California Bearing Ratio (Soaked CBR). Sampel yang digunakan
terdiri dari tiga lokasi yaitu Cikalong, Ciapus dan Ciluer. Hasil penelitian menunjukkan angka
aktivitas tanah berkisar antara 0,306 – 1,568 dengan jenis mineral lempung Kaolinite dan
Montmorillonite. Nilai aktivitas tanah di Cikalong sebesar 0,306, aktivitas tanah di Ciapus sebesar
0,408., dan angka aktivitas tanah di Ciluer sebesar 1,568. Nilai Aktififitas di lokasi ini menunjukan bila
kategori tanah lempung di daerah Ciluer termasuk dalam kategori paling aktif dengan nilai aktivitas >
1,25 dan potensi mineral lempung yang terkandung adalah Montmorillonit. Tanah yang berlokasi di
Cikalong dan Ciapus termasuk kedalam jenis tanah lempung berplastisitas tinggi dengan nilai Indeks
Plastisitas masing-masing sebesar 18,852% dan 21,131%, sedangkan tanah di lokasi Ciluer termasuk
dalam jenis tanah lempung berplastistas rendah dengan nilai indeks plastisitas sebesar 9,031%. Hasil
pengujian CBR Soaked untuk lokasi Cikalong, Ciapus dan Ciluer masing-masing yaitu sebesar 5,145%,
5,374%, dan 4,537%. Hubungan antara angka aktivitas tanah dan nilai CBR dengan menggunakan
suatu metode statistika berupa analisis regresi korelasi. Hasil korelasi menunjukkan hubungan antara
angka aktivitas dan nilai CBR berbanding terbalik dengan nilai variabel r sebesar 0,8882. Hal ini
berarti semakin tinggi nilai aktivitas lempung maka semakin rendah nilai daya dukung tanah pada
daerah penelitian.
Kata Kunci : Nilai Aktivitas, Soaked CBR, Tanah Lempung
PENDAHULUAN Tanah lempung merupakan jenis tanah yang memiliki sifat kohesif. Tanah kohesif didefinisikan
sebagai kumpulan dari partikel mineral yang mempunyai indeks plastisitas sesuai dengan batas-
batas Atterberg yang pada waktu mengering membentuk suatu massa tanah yang bersatu
sedemikian rupa sehingga diperlukan suatu gaya untuk memisahkan setiap butiran
mikroskopisnya. Tanah lempung, sesuai dengan karakteristiknya adalah tanah yang dapat
mengalami penyusutan (shrinkage) dan pengembangan (swelling). Karakteristik tanah
ekspansif ini biasanya muncul pada tanah berbutir halus seperti pada tanah lempung plastisitas
tinggi. Aktivitas tanah digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan
mengembang dari suatu tanah lempung. Di Indonesia, tanah ekspansif meliputi hamper 20%
luas tanah di Pulau Jawa dan kurang lebih 25% luas tanah di Indonesia (Herina, 2005). Tanah
ekspansif di Pulau Jawa menempati dataran rendah sampai daerah perbukitan bergelombang
rendah yang dapat berupa endapan alluvium atau endapan vulkanik, meliputi formasi aluvium,
formasi Notopuro dan endapan gunung api. Tanah ekspansif ini didominasi oleh jenis tanah
lempung lanauan atau lanau lempungan berwarna abu-abu sampai hitam, mineral lempung
tanah ekspansif pada umumnya terdiri dari montmorillonite, illite, kaolinite. Penelitian ini
membahas mengenai pengaruh aktivitas tanah terhadap daya dukung tanah melalui pengujian
California Bearing Ratio (CBR) dengan perendaman (soaked).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 223
LITERATURE REVIEW
Batas Konsistensi (Atterberg)
Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Atterberg limit
adalah gamabaran secara garis besar akan sifat-sifat tanh yang bersangkutan. Tanah yang
memiliki nilai bats cair yang tinggi umumnya memiliki sifat teknis kompresbilitasnya tinggi.
Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang
bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis dan batas susut. Atterberg Batas cair
adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis. Standar pada
percobaan untuk batas cair adalah SNI-1967-1990. Batas plastis adalah sifat tanah dalam
keadaan konsistensi yaitu cair, plastis, semi padat atau padat bergantung pada kadar airnya.
Secara umum semakin besar plastisitas tanah yaitu semakin besar rentang kadar air daerah
plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai kembang susut
yang semkain besar. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan plastis (interval kadar air
pada kondisi tanah masih bersifat plastis), karen aitu menunjukkan sifat keplastisan tanah.
PI = LL – LL
Dimana,
LL : Liquid Limit (%)
PL : Plastic Limit (%)
PI : Plastic Index (%)
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat macam tanah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah
PI Sifat Macam Tanah
0 Non Plastis Pasir
< 7 Plastisitas Rendah Lanau
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung
Sumber : Chen, 1975
Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahan-lahan hilang dari dalam
tanah. Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya,
semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk menyusut dan mengembang.
Kandungan mineral lempung mempengaruhi nilai batas konsistensi. Angka-angka batasan
Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung dapat diihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batasan Atterberg untuk Mineral Lempung
Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut
Montmorillonite 100 - 90 50 - 100 8,5 - 15
Montronite 37 - 72 19 - 72 -
Illite 60 - 120 35 - 60 15 - 17
Kaolinite 30 - 110 25 - 40 25 - 29
Halloysite 50 - 70 47 - 60 -
Terhidrasi 35 - 55 30 - 45 -
Holloysite 160 - 230 100 - 120 -
Attapulgite 44 - 47 36 - 40 -
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 224
Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut
Chlorite 200 - 250 120 - 140 -
Allophane
Sumber : Mitchell, 1976
Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan
kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan ukuran 2μ
merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. Untuk menentukan
jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui
mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik
ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm. Tiga
mineral utama penyusun mineral lempung yaitu Kaolinite, Illite dan Montmorillonite. Kaolinite
merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra
dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å, Karena itu,
mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan
pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Montmorillonite, disebut juga dengan
smectit, adalah mineral yang dibentuk oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran
aluminium (gibbsite). Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah
mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat
merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. Illite adalah bentuk mineral lempung yang
terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah
lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedral. Susunan
Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.
Aktivitas Tanah
Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks
Plastisitas (IP) dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan
dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan sebagai berikut.
C
IPAktivitas
Nilai A>1,25 digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Nilai 1,25>A>0,75 digolongkan normal,
sedangkan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Aktivitas tanah lempung juga berhubungan
dengan mineralogi tanah lempung yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Aktivitas Tanah Lempung
Mineralogi Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,33 - 0,46
Illite 0,99
Montmorillonite (Ca) 1,5
Montmorillonite (Na) 7,2
Sumber : Skempton, 1953
Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari
suatu tanah lempung. Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam
mineralnya. Jadi dapat disimpulkan plastisitas tanah lempung tergantung dari sifat mineral
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 225
lempung yang ada pada butiran dan jumlah mineral. Bila ukuran butiran semakin kecil, maka
luas permukaan butiran akan semakin besar. Pada konsep Atterberg, jumlah air yang tertarik
oleh permukaan partikel tanah akan bergantung pada jumlah partikel lempung yang ada di
dalam tanah. Sifat tanah (lempung) ekspansif antara lain tergantung pada jenis dan jumlah
mineral, kemudahan bertukarnya ion-ionnya atau disebut kapasitas pertukaran kation serta
kandungan elektrolit dan tatanan struktur lapisan mineral. Mineral lempung yang menyusun
tanah lempung ekspansif umumnya antara lain montmorilonit, illit dan kaolinit. Dari ketiga
jenis mineral tersebut, montmorilonit yang mempunyai daya kembang terbesar sehingga
kehadirannya diduga merupakan faktor utama menentukan sifat ekspansif lempung tersebut,
dengan mengetahui kandungan mineralogi yang dimiliki tanah / batuan dapat digunakan untuk
memperkirakan sifat ekspansif tanah lempung (Yulianti dkk, 2012).
California Bearing Ratio
Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum dipakai adalah cara-cara empiris dan yang
biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh
California State Highway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan
(subgrade). CBR menunjukkan nilai relatif kekuatan tanah, semakin tinggi kepadatan tanah
maka nilai CBR akan semakin tinggi. Pemeriksaan CBR bertujuan untuk menentukan harga
CBR tanah yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Disamping itu,
pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan
tanah. Pemeriksaan CBR Laboratorium mengacu pada AASHTO T-193-74 dan ASTM-1883-
73. CBR menunjukkan suatu perbandingan (ratio) antara beban yang diperlukan untuk
menekan piston logam (luas penampang 3 inch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan
(penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap material
batu pecah di California pada penetrasi yang sama (Canonica, 1991). Harga CBR adalah nilai
yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah
yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban, sedangkan, nilai CBR yang
didapat akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas
lapisan yang mempunyai nilai CBR tertentu. Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk
menghitung kekuatan pondasi jalan adalah penetrasi 0,1” dan penetrasi 0,2” dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut, dimana x adalah pembacaan dial saat penetrasi 0,1”
sedangkan y adalah pembaaan dial pada saat penetrasi 0,2”.
100%3000
x0,1"CBR
100%4500
y0,2"CBR
Nilai CBR umumnya digunakan untuk subgrade jalan. Semakin besar nilai CBR berarti
kemampuan tanah untuk menahan lalu lintas diatasnya semakin besar. Berikut kategori nilai
CBR terhadap kekuatan subgrade jalan yang diklasifikasikan dalam Guide Highways
Maintanance (2000).
Tabel 4. Nilai CBR terhadap Kekuatan Subgrade Jalan
Nilai CBR Keterangan
< 3% Kurang Baik
3% - 5% Baik
5% - 15% Sangat Baik
Sumber : Guide to Highways Maintanance, 2000
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 226
METODE PENELITIAN
Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah yang digunakan adalah jenis sampel tanah terganggu (disturbed) yang diambil
dari tiga lokasi berbeda yaitu Cikalong, Ciapus dan Ciluer. Pengambilan sampel dilakukan
dengan terlebih dahulu menggali kurang lebih sedalam 30 cm untuk membuang akar-akar
tanaman. Sampel tanah terganggu (disturbed) dimasukkan kedalam karung yang telah dilapisi
trash bag dan diikat untuk menjaga kadar air tanah. Sampel yang diambil masing-masing
sebanyak 2 karung.
Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Tanah
Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanik Tanah, Universitas Gunadarma, Ciracas.
Parameter sifat fisik tanah yang yaitu berat jenis tanah, batas-batas konsistensi tanah, dan
analisis gradasi butiran, sedangkan untuk parameter mekanik tanah yang digunakan yaitu nilai
California Bearing Ratio (CBR) soaked. Nilai Indeks Plastisitas dan analisis gradasi butiran
digunakan dalam menentukan nilai aktivitas tanah lempung. Nilai Soaked CBR digunakan
untuk menentukan daya dukung tanah. Hubungan keduanya ditunjukkan dengan menggunakan
suatu metode statistika berupa analisis regresi dan korelasi dimana nilai aktivitas lempung
sebagai variabel bebas (x) dan nilai CBR sebagai variabel terikat (y). Metode regeresi
dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara aktivitas lempung dan daya
dukung tanah dengan pengujian CBR Laboratorium perendaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Sifat Fisik Tanah
Pengujian sifat fisik tanah meliputi pengujian berat jenis tanah, batas konsistensi tanah dan
analisis gradasi butiran. Hasil analisis gradasi butiran menunjukkan bahwa tanah dari ketiga
lokasi pengambilan sampel, termasuk kedalam tanah berbutir halus dengan nilai berat jenis
berkisar antara 2,565 – 2,679. Hasil berat jenis tersebut menunjukkan bahwa tanah Cikalong
dan Ciapus termasuk kedalam jenis tanah lempung organik, sedangkan tanah Ciluer termasuk
dalam jenis tanah lempung tak organik Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Laboratorium Mekanika Tanah, Universitas Gunadarma, diperoleh data fisik tanah sebagai
berikut.
Tabel 5. Hasil Pengujian Indeks Properties
Parameter Cikalong Ciapus Ciluer
Berat Jenis 2,565 2,611 2,679
Batas Cair (%) 57,171 62,679 50,411
Batas Plastis (%) 38,318 41,548 41,379
Batas Susut (%) 37,566 31,866 14,332
Indeks Plastisitas (%) 18,852 21,131 9,031
Nilai batas cair untuk masing-masing lokasi penelitian yaitu 57,171%., 62,679%., dan 50,411%
dengan nilai batas plastis untuk lokasi Cikalong sebesar 38,318%., lokasi Ciapus 41,548% dan
lokasi Cilluer sebesar 41,379%. Tanah Cikalong dan Ciapus termasuk dalam lempung
plastisitas tinggi dengan nilai (PI) > 17%, sedangkan tanah Ciluer termasuk lempung plastisitas
sedang dengan nilai PI sebesar 9,031%.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 227
Analisis Angka Aktivitas Lempung
Perhitungan angka aktivitas lempung menggunakan metode Skempton (1953), yaitu
perbandingan Indeks Plastisitas dengan persentase tanah lempung lolos saringan 0,002 mm
sehingga diperoleh nilai angka aktivitas terendah sebesar 0,306 dan nilai angka aktivitas
tertinggi sebesar 1,568. Nilai aktivitas tanah dapat menunjukkan potensi kandungan mineral
lempung. Nilai angka aktivitas lempung menunjukkan potensi kandungan sifat mineral
lempung yang berbeda-beda. Tanah yang memiliki nilai angka aktivitas lebih besar dari 1,25
diperkirakan termasuk dedalam sifat mineral golongan Montmorillonite. Hasil pengujian
menunjukkan tanah Cikalong dan Ciapus termasuk kedalam sifat mineral golongan Kaolinite
dengan nilai aktivitas tanah masing-masing sebesar 0,306 dan 0,408. Tanah Ciluer termasuk
kedalam golongan mineral lempung Montmorillonite dengan angka aktivitas 1,568 dan
tergolong paling aktif. Mineral lempung yang menyusun tanah lempung ekspansif umumnya
antara lain Montmorilonit, Illit dan Kaolinit. Dari ketiga jenis mineral tersebut, Montmorilonit
yang mempunyai daya kembang terbesar sehingga kehadirannya diduga merupakan faktor
utama menentukan sifat ekspansif lempung tersebut, dengan mengetahui kandungan mineralogi
yang dimiliki tanah / batuan dapat digunakan untuk memperkirakan sifat ekspansif tanah
lempung.
Analisis Nilai Soaked CBR
Pengujian CBR dilakukan setelah melakukan pengujian pemadatan tanah. Pemadatan
merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah yaitu dengan mengeluarkan udara pada
pori-pori tanah yang biasanya mengunakan energi mekanis. Tingkat kepadatan tanah diukur
dari nilai berat volume keringnya (γd). Berat volume kering tidak berubah oleh adanya kenaikan
kadar air. Tujuan pemadatan diantaranya untuk memadatkan tanah dalam keadaan kadar air
optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Pengujian CBR yang dilakukan
adalah CBR dengan perendaman (soaked) selama empat hari sesuai dengan SNI 1744:2012.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Soaked CBR untuk tiga jenis
sampel sebagai berikut.
Tabel 6. Nilai Soaked CBR
Parameter Cikalong Ciapus Ciluer
CBR (%) 5,145 5,374 4,537
Nilai CBR untuk Tanah Cikalong dan Ciapus termasuk dalam golongan sangat baik untuk
digunakan sebagai subgrade jalan, sedangkan Ciluer termasuk dalam golongan baik dengan
nilai CBR berada pada rentang 3% – 5%.
Pengaruh Angka Aktivitas Lempung Terhadap Nilai Soaked CBR
Sifat kembang susut tanah dipengaruhi oleh mineral lempung yang terkandung. Tanah
ekspansif, dimana tanah yang memiliki keadaan mengembang dan menyusut terlalu sering
umumya terdapat pada tanah berbutir halus, seperti lempung plastisitas tinggi. Tingkat
keaktifan tanah dapat dilihat dari nilai aktivitas kempung. Skempton (1953) menjelaskan bahwa
nilai angka aktivitas tanah > 1,25 menunjukkan sifat ekspansif tanah yang sangat aktif.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 228
Gambar 1. Grafik Hubungan Aktivitas Lempung dan Nilai Soaked CBR
Grafik diatas menggambarkan hubungan fungsional antara variabel yang dinyatakan
dengan bentuk persamaan matematika y = -0,5812(x) + 0,8882. Koefisien korelasi (x)
negatif menunjukkan kedua variabel mempunyai hubungan yang berbanding terbalik. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa jika nilai angka aktivitas lempung (x) semakin tinggi maka
nilai Soaked CBR (y) akan semakin rendah. Berdasarkan korelasi yang dibuat,
mengindikasikan bahwa angka aktivitas lempung berpengaruh kuat dalam menentukan
daya dukung tanah yang dilihat dalam nilai Soaked CBR, diindikasikan dari nilai koefisien
korelasi yang cukup tinggi dengan R2 = 0,8891. Dalam penentuan hubungan korelasi
dengan nilai regresi, Soedjana (1992) menggunakan nilai r dalam memberikan kriteria
untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua
variabel . Berdasarkan Soedjana (1992), variabel R > 0,5 mengindikasikan memiliki
hubungan korelasi yang kuat, dimana semakin tinggi nilai aktivitas tanah maka semakin
kecil nilai Soaked CBR.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai aktivitas tanah di lokasi Cikalong, Ciapus dan
Ciluer masing-masing adalah 0,306., 0,408 dan 1,568 dengan kandungan mineral Kaolinite
serta Montmorillonite. Nilai CBR laboratorium dengan perendaman pada masing-masing lokasi
Cikalong, Ciapus dan Ciluer yatu 5,145%., 5,374%., dan 4,537%. Berdasarkan hubungan
mengenai angka aktivitas tanah lempung dan nilai Soaked CBR diperoleh korelasi hubungan
berupa hubungan berbanding terbalik dengan nilai koefisien korelasi (x) bernilai negatif. Hal
ini berarti, jika angka aktivitas lempung (X) semakin tinggi maka nilai daya dukung tanah yaitu
nilai Soaked CBR (Y) semakin rendah dengan variabel r lebih dari 0,5 yang mengindikasikan
hubungan korelasi kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Alifahmi., Irvan Sophian., Dicky Muslim. 2016. “Aktivitas Tanah Lempung Pada Formasi
Bojongmanik Terhadap Kestabilan Lereng di Daerah Cikopomayak, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat”. Bulletin od Science Contribution. Vol. 14, No 3.
Darwis. 2017. Dasar-Dasar Teknik Perbaikan Tanah. Pustaka AQ. Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 229
Das, Braja M. 1985. Mekanika (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1 Penerbit Erlangga.
Jakarta
Hardiyatmo, Harry Christady. 2006. Mekanika Tanah. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Lestari, I Gusti Agung Ayu Istri. 2014. “Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif (Studi Kasus
di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)”. Gabec Swara. Vol 8, No 2.
Taufandhie Ridho, Irvan Sophian, Dicky Muslim. 2018. “Pengaruh Aktivitas Lempung
Terhadap Nilai Daya Dukung Tanah Fondasi Dangkal Di Kawasan Cimenyan,
Kabupaten Bandung”. Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No 1.
Tri Winarno. Anis Kurniasih, Jenian Marin dan Istiqomah Ari Kusuma. 2017. Identifikasi Jenis
dan Karakteristik Lempung di Perbukitan Jiwo, Bayat, Klaten, dan Arahannya sebagai
Bahan Galian Industri. Jurnal Universitas Diponegoro Vol 38. No 2 (65 – 70)
Utami, Dyah Nursita. 2018.”Kajian Jenis Mineralogi Lempung dan Implikasinya dengan
Gerakan Tanah”. Vol 2, No 2.
Widya Ika Retnoningtyas, Zulfiadi Zakaria, dan Emi Sukiyah. 2017. “Potensi Mengembang
Tanah Lempung Di Wilayah Kampung Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan
Malausma, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat”. Bulletin of Scientific
Contribution Geology Vol 15 No 2 Agustus 2017 (123-128).
Yulianti, A., D. Sarah dan E. Soebowo. 2012. “Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi
Amblesan Tanah Di Daerah Semarang”. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22
No. 2 (93 – 104).
Yuliet Rina, Abdul Hakam, Getby Febrian. 2011. “Uji Potensi Mengembang pada Tanah
Lempung dengan Metode Free Swelling Test”. Jurnal Rekayasa Sipil. Vol 7, No 1.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 230
PERENCANAAN PENGENDALIAN BIAYA DAN WAKTU DENGAN
KONSEP EARNED VALUE
Putri Agustina Hidayat
1
Andi Tenrisuki Tenrianjeng2
1,2
Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Salah satu metode untuk pengendalian pembangunan gedung adalah dengan menggunakan metode
Earned Value. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kinerja dari segi waktu dan biaya
penyelesaian proyek, salain itu dapat digunakan untuk memperkirakan waktu dan biaya penyelesaian
proyek pada saat ditinjau serta mengetahui indeks prestasi proyek. Hasil penelitian menujukan
berdasarkan peninjauan minggu ke-65 indikator Earned Value yang didapat yaitu nilai PV sebesar Rp.
168.834.659.103, nilai EV sebesar Rp. 151.205.747.094, nilai AC sebesar Rp.153.344.115.799. Hasil
Ananlisis Varian dan Indeks performasi yang didapat pada minggu k-65 nilai CV Rp. -2.138.368.705,
nilai CPI 0.968, SV Rp. -17.628.912.009 dan nilai SPI 0,896. Prakiraan biaya dan jadwal yang
ditinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai ETC sebesar Rp. 89.035.849.199, EAC sebesar Rp.
273.060.224.447 artinya prakiraan biaya akhir melebihi biaya awal yaitu dengan nilai Rp.
239.000.000.000 artinya memiliki selisih dana sebesar Rp. 34.060.244.447, dan TE atau prakiraan
waktu penyelesaian proyek yaitu 94 dengan jadwal yang direncankan yaitu selama 91 minggu artinya
memiliki keterlambatan jadwal selama 3 minggu.
Kata Kunci : earned value, planed value, actual cost
PENDAHULUAN Menjalankan sebuah konstruksi tentunya diharapkan bahwa proyek tersebut berjalan sesuai
dengan apa yang direncanakan baik dari pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa, yang
harus diperhatikan dalam mencapai tujuan tersebut adalah besar biaya yang dialokasikan,
jadwal pelaksanaan serta mutu yang harus dipenuhi. Kenyataan yang terjadi yaitu
ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi di lapangan oleh karena itu dibutuhkan
pengendalian agar proyek tersebut dapat berjalan kearah tujuan yang ditetapkan. Penelitian ini
berisi tentang perencanaan pengendalian waktu dan biaya yaitu dengan konsep Nilai Hasil
(Earned Value) yang membantu mengendalikakan suatu proyek dengan memadukan unsur
prestasi biaya dan waktu sehingga dapat memperkirakan biaya dan waktu menyelesaikan
proyek dengan dasar asumsi tertentu.
LITERATURE REVIEW
Konsep Earned Value merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pengelolaan proyek
yang mengintegrasikan biaya dan waktu (Dwi Kartika,2014).
Analisis Indikator Earned Value
Menurut Ir. Irika Widiasanti M.T dan Lenggogeni, M.T (2013) dalam buku Manajemen
Konstruksi mengungkapkan terdapat tiga elemen dasar yang menjadi acuan dalam
menganalisis kinerja dari proyek berdasarkan konsep Earned Value, ketiga alemen tersebut
adalah :
1. Planed Value (PV) atau BCWS (Budget Cost for Work Schedule)
Planed Value adalah biaya yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja yang disusun
terhadap waktu.
PV = Kontrak Nilairencanabobot %
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 231
2. Earned Value (EV) atau BCWP (Budgeted Cost for Work Performed)
EV dihitung berdasarkan akumulasi dari pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan selama
periode waktu tertentu.
EV = Konntrak Nilairealisasibobot %
3. Actual Cost (AC) atau ACWP (Actual Cost for Performed)
Besarnya nilai AC yaitu jumlah aktual dari pengeluaran atau dana yang diigunakan untuk
melaksanakan pekerjaan pada kurun waktu tertentu. AC menurut George J. Ritz dalam Total
Contruction Project Management (1994) dihitung dengan cara berikut ini :
AC = langsung tidak Biaya langssung Biaya
Biaya langsung = Kontrak Nilai85%
Biaya tidak langsung = Kontrak Nilai15%
AC per minggu = Bobot langsung Biayaminggu Total
langsung tidak Biaya
Analisis Varian
Analisis varian dari konsep nilai hasil terdiri dari kinerja biaya dan waktu pada waktu tertentu,
terdapat dua parameter yang digunakan dalam menegatahuinya. Kedua parameter tersebut
menurut Ir. Irika Widiasanti M.T dan Lenggogeni, M.T (2013) adalah :
1. Cost Variance (CV)
Nilai positif dari CV mengindikasikan bahwa bagian pekerjaan tersebut memberikan
keuntungan pada periode waktu yang ditinjau. Di lain sisi, jika nilai CV negatif menunjukan
bahwa bagian pekerjaan tersebut adalah merugi.
CV = AC-EV
2. Schedule Varience (SV)
Nilai positif dari Schedule Variance mengindikasikan bahwa pada periode waktu tersebut
bagian pekerjaan yang diselesaikan lebih banyak dari pada rencana, dengan kata lain
pekerjaan lebih cepat dari rencana.
SV = PV-EV
Analisis Indeks Performasi
1. SPI (Schedule Performance Index)
Schedule Performance Index adalah faktor efisiensi kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan
dapat diperlihatkan oleh perbandingan antara nilai pekerjaan yang secara fisik telah
diselesaikan dengan rencana pengeluaran biaya yang dikeluarkan berdasarkan rencana
pekerjaan.
SPI = PV
EV
2. CPI (Cost Performance Index)
Cost Performance Index adalah faktor efesiensi biaya yang telah dikeluarkan dapat
diperhatikan dengan membandingkan nilai pekerjaan yang secara fisik telah diselesaikan
dengan biaya yang telah dikeluarkan dalam periode yang sama.
CPI = AC
EV
Prakiraan waktu dan biaya Penyelesaian Proyek
Perkiraan biaya akhir untuk menyelesaikan proyek dapat dilakukan dengan menggunakan
indikator yang diperoleh pada saat pelaporan untuk memberikan peramalan yang bermanfaat
dalam memberikan peringatan dini mengenai hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 232
datang, didasarkan pada asumsi bahwa kecendurngan yang ada dan terungkap pada saat
pelaporan tidak mengalami perubahan
1. Estimate to Complete (ETC)
ETC merupakan prakiraan biaya pekerjaan tersisa, dengan asumsi bahwa kecenderungan
kinerja proyek akan tetap sampai akhir proyek.
a. ETC untuk progress fisik <50%
ETC = EVBAC
b. ETC untuk progress fisik >50%
ETC =
CPI
EVBAC
2. Estimate at Complete (EAC)
EAC adalah prakiraan biaya total pada akhir proyek dengan asumsi kinerja sama dengan
saat peninjauan. Nilai EAC diperoleh dengan rumus berikut ini :
EAC =
SPICPI
EV-BACAC
3. Time Estimate (TE)
TE merupakan prakiraan waktu penyelesaian proyek dengan asumsi kecenderungan kinerja
proyek akan tetap pada saat pelaporan.
TE = akaiWaktu terpSPI
waktuSisa
METODE PENELITIAN
Sumber data yang digunakan pada penulisan proposal tugas akhir ini yaitu menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari survey lapangan dan
wawancara pada pihak kontraktor serta data sekunder adalah data yang diperoleh PT Jaya
Construction Managemen selaku kontraktor dari pembangunan Apartemen Bintaro Plaza –
Breeze Tower dan studi literatur untuk menunjang pembuatan penelitian.
Menentukan indikator Earned Value yaitu PV, EV, dan AC
Menentukan analisis varians yaitu SV dan CV
Mulai
Identifikasi masalah
Pengumpulan data
Primer : survey lapangan dan
wawancara pihak kontraktor
Sekunder : RAB, Kurva S
Menentukan analisis indeks kinerja yaitu SPI dan CPI
A
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 233
Gambar 1 Flowchart Pengendalian biaya dan waktu menggunakan Earned Value
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator Earned Value
Earned Value memiliki tiga indikator yang menjadi dasar acuan dalam menganalisis
kinerja dari proyek diantaranya yaitu Planed Value (PV), Earned Value (EV) dan Actual
Cost (AC).
1. Planed Value (PV)
Planed Value atau BCWS (Budget Cost for Work Schedule) menunjukan anggaran
untuk satu paket pekerjaan dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan.
PV = Kontrak Nilairencanabobot %
PV = 0.000239.000.00%1030,0
= Rp. 246.229.150
Setelah mendapat nilai dari Plane Value setiap minggu, maka untuk mencari nilai Planed
Value kumulatif dengan cara menghitung kumulatif dari minggu sebelumnya.
2. Earned Value
Nilai EV didapat dari perkalian antara presentase bobot realisasi tiap minggu dengan
total nilai kontrak, kemudian diakumulasikan tiap minggunya.
EV = Konntrak Nilairealisasibobot %
= 0.000239.000.00 Rp.0,7525%
= Rp. 1.822.418.874
Setelah mendapat bobot dari nilai Earned Value pada setiap minggu, kemudian untuk
mencari bobot kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai EV minggu sebelumnya.
3. Actual Cost
Actual Cost (AC) atau Actual Cost for Performed adalah jumlah biaya aktual dari
pekerjaan yang telah dilaksanakan pada kurun waktu tertentu.
Biaya langsung = Kontrak Nilai 85%
= 0.000239.000.00 Rp. 85%
= Rp. 203.150.000.000
Biaya tidak langsung = Kontrak Nilai 15%
= 0.000239.000.00 Rp. 15%
= Rp. 35.850.000.000
Bobot minggu ke-1 = 0,0925%
Total minggu = 91
AC = Bobot langsung Biaya
minggu Total
langsung tidak Biaya
= %0925,00.000203.150.00 Rp. +
91
.00035.850.000 Rp.
= Rp. 581.777.955
Selesai
Menentukan prakiraan biaya dan waktu penyelesiaan proyek yaitu
ETC, EAC dan TE
A
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 234
Setelah mendapat nilai AC perminggu maka menghitung nilai Actual Cost kumulatif setiap
minggunya dengan cara mengakumulasikan nilai AC pada minggu sebelumnya.
Analisis Varian
Analisis varian digunakan untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi pada biaya dan
jadwal pelaksaan pekerjaan.
1. Cost Variance
CV merupakan selisih antara nilai yang diperoleh setelah menyelesaikan paket
pekerjaan dengan biaya aktual selama pelaksanaan proyek.
CV minggu ke-31 = AC-EV
= 7302.904.794. Rp.-8662.953.927. Rp.
= Rp. 49.133.136
Setelah mendapat nilai dari Cost Variance (CV) pada setiap minggu, maka untuk
mencari CV kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai CV pada minggu
sebelumnya.
2. Schedule Variance
Schedule Variance digunakan untuk menghitung penyimpangan antar Planed Value
(PV) dengan Earned Value (EV).
SV minggu ke-15 = PV-EV
= 7452.970.326. Rp.-6253.266.814. Rp.
= Rp. 256.487.879
Setelah mendapat nilai dari Cost Variance (SV) pada setiap minggu, maka untuk
mencari SV kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai SV minggu sebelumnya.
Analisis Indeks Performasi
Analisis indeks performasi yaitu menilai kinerja dari progress yang telah dikerjaan pada
proyek pembangunan. Analisis indeks performasi terdiri dari Schedule Performance Index
(SPI) dan Cost Performance Index (CPI).
1. Shedule Performance Index
SPI meninjau kinerja jadwal yang telah dilaksanakan pada pada periode waktu tertentu.
Contoh perhitungan Schedule Performance Index pada minggu ke-5 sebagai berikut :
SPI minggu ke-5 = PV
EV
=7451.313.296. Rp.
7521.630.239. Rp.
= 1,241
2. Cost Permance Index (CPI)
Cost Performance Index (CPI) meninjau kinerja biaya pada periode waktu tertentu.
Berikut merupakan contoh perhitungan Cost Performance Index pada minggu ke-5 :
CPI minggu ke-5 =AC
EV
=0093.355.484. Rp.
7521.630.239. Rp.
= 0,486
Prakiraan waktu dan biaya Penyelesaian Proyek
Prakiraan dihitung dengan berdasarkan asumsi tertentu, yaitu kinerja pada saat pelaporan
tidak mengalami perubahan hingga akhir proyek.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 235
1. Estimate to Complete
Estimate to Complete (ETC) menunjukan prakiran biaya tersisa dengan asumsi kinerja
proyek akan tetap sama sampai akhir proyek.
ETC minggu ke-3 =
CPI
EVBAC
=
0,486 Rp.
1871.927.03 Rp.0.000239.000.00 Rp.
= Rp. 488.572.575.732
2. Estimate at Complete
Estimate at Complete (EAC) yaitu perkiraan biaya akhir proyek dengan asumsi kinerja
pada saat pelaporan akan sama hingga akhir proyek.
EAC minggu ke-65 =
SPICPI
EV-BACAC
=
0,8960,986
.747.094Rp.151.205-0239.000.00 Rp.5.799153.344.15 Rp.
= Rp. 237.060.224.447
3. Time Estimate
Time Estimate (TE) adalah perkiraan waktu penyelesaian proyek dengan asumsi bahwa
kinerja proyek pada saat peninjuan akan sama hingga akhir proyek.
TE minggu ke-65 = akaiWaktu terpSPI
waktuSisa
= 650,896
65)-(91
= 94 minggu
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data serta hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada proyek
pembangunan Apartemen Bintaro Plaza – Breeze Tower dapat disimpulkan beberapa hal
diantaranya :
1. Indikator Earned Value (EV) yang didapat pada minggu ke-65 yaitu nilai Planed Value
(PV) sebesar Rp. 168.834.659.103, Earned Value (EV) sebesar Rp. 151.205.747.094 dan
Actual Cost (AC) sebesar Rp. 153.344.115.799.
2. Analisis varian dan Indeks Performasi yang di tinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai Cost
Variance (CV) sebesar Rp. -2.138.368.705, Schedule Variance (SV) sebesar Rp. -
17.628.912.009, Cost Performance Index sebesar 0,986 dan Schedule Performance Index
sebesar 0,896. Pengamatan pada minggu ke-65 dari segi biaya mengeluarkan biaya melebihi
biaya yang direncankan ditunjukan pada CV bernilai negatif dan dukung oleh nilai CPI
kurang dari satu, dari segi jadwal terjadi keterlambatan dari jadwal yang direncanakan
ditunjukan dengan nilai SV negatif dan didukung nilai SPI kurang dari satu.
3. Prakiraan biaya dan jadwal yang ditinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai Estimate to
Complete sebesar Rp. 89.035.849.199, Estimate at Complete sebesar Rp. 273.060.224.447
artinya prakiraan biaya akhir melebihi biaya awal yaitu sebesar Rp. 239.000.000.000 artinya
memiliki selisih dana sebesar Rp. 34.060.244.447, dan Time Estimate (TE) atau prakiraan
waktu penyelesaian proyek yaitu 94 dengan jadwal yang direncankan yaitu selama 91
minggu artinya memiliki keterlambatan jadwal selama 3 minggu.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 236
Saran
Saran yang dapat di simpulkan penulis pada penulisan tugas akhir dengan juduk perencanaan
pengendalian biaya dan waktu dengan konsep Earned Value yaitu :
1. Perlu ditingkatkan dalam pengawasan proyek baik dalam segi biaya maupun jadwal
pelaksanaan proyek agar proyek berjalan sesuai dengan yang direncanakan
2. Pelaporan progress kinerja sebaiknya dilakukan setiap hari sehingga agar didapatkan
informasi yang akurat dan apabila adanya penyimpangan baik dalam segi biaya maupun
jadwal pelaksanaan proyek dapat segera terdeteksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kartikasari, Dwi, Pengendalian Biaya dan Waktu dengan Metode Earned Value (Studi Kasus :
Proyek Struktur dan Aritektur Production Hall-02 Pandaan, Jurnal Teknik sipil Untag
Surabaya, Vol. 7 No.2, 2014.
Ritz, G.J., Total Construction Project Management, MC Graw Hill, Boston Massachusetts
Burr Ridge, 1994
Widiasanti, irika dan Lenggogeni, 2013, Manajemen Konstruksi, PT Remaja Rosdakarya,
Bandung
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 237
PERANCANGAN PEMELIHARAAN PERKERASAN JALAN
MENGGUNAKAN HASIL FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER
METODE BINA MARGA 2017
Ninche Evinda
1
Nahdalina2
1,2
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Infrastruktur jalan berkontrbusi dalam kegiatan distribusi barang dan jasa, sehingga diperlukan
pemeliharaan perkerasan jalan, agar kegiatan tersebut berjalan aman dan nyaman. Tujuan dari
perencanaan ini adalah perencanaan pemeliharaan jalan akibat beban overloading. Perencanaan
pemeliharaan perkerasan ini dilakukan dengan menggunakan metode Bina Marga 2017, dimana
berdasarkan nilai lendutan dari hasil survei FWD (Falling Weight Deflectometer) yang digunakan
untuk mengetahui kondisi struktur perkerasan jalan. Langkah pertama dalam analisis adalah
menghitung VDF kondisi normal dan VDF beban akibat overload, setelah itu didapatkan CESA yang
merupakan prameter untuk analisis lendutan. Selanjutnya, evaluasi lendutan dengan melakukan
analisis pemilihan jenis penanganan yang didasarkan pada grafik nilai pemicu. Perencanaan ini
didapatkan kenaikan VDF akibat overload sebesar 0,005%, dengan lendutan FWD sebesar 0,08 mm,
dan didaptkan lendutan dibawah pemicu lendutan 1 dan luas kerusakan < 5%. Sehingga solusi yang
diperoleh adalah pemeliharaan rutin dengan tambalan permukaan (surface patching) dan dengan
laburan permukaan aspal (surface dressing).
Kata Kunci : Pemeliharaan, Perkerasan, Overload, lendutan, FWD, VDF.
PENDAHULUAN Kerusakan jalan menurut Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 disebabkan karena beban
berlebih, temperatur perkerasan tinggi, curah hujan tinggi, dan tanah lunak. Faktor-faktor
tersebut merupakan tantangan terhadap kinerja aset jalan di Indonesia. Kementrian Pekerjaan
Umum Dan Perumahan Rakyat Direktorat Jendral Binamarga menerbitkan Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 04/SE/Db/2017, dimana dalam pedoman tersebut digunakan untuk
mengetahui nilai kondisi suatu jalan dimana sebagai acuan terhadap usulan pemeliharaan jalan
dikemudian hari menggunakan pendekatan lendutan maksimum dan analisis kurva atau
lengkung lendutan, sehingga faktor-faktor kerusakan jalan tersebut dapat ditanggulangi dengan
baik agar keselamatan pengguna jalan tetap terjaga.
Penelitian tugas akhir ini akan membahas perencanaan pemeliharaan perkerasan jalan dari hasil
uji perkerasan Falling Weight Deflectometer akibat beban berlebih dengan metode Bina Marga
yang mengacu pada metode perencanaan terbaru Bina Marga 2017.
LITERATURE REVIEW
Perkerasan yang secara terus menerus mengalami tegangan-tegangan akibat beban lalu lintas
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada perkerasan, selain itu temperatur, kelembaban, dan
gerakan tanah dasar dapat pula menyebabkan kerusakan perkerasan. Tujuan pemeliharaan jalan
menurut Bina Marga adalah dimana akibat kondisi lalu lintas dan kondisi non lalu lintas
lainnya maka jalan akan mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan terjadinya
kerusakan pada permukaan perkerasan jalan, oleh karena itu deteksi dan perbaikan kerusakan
secara dini pada perkerasan akan mencegah kerusakan minor yang mungkin dapat berkembang
menjadi kegagalan perkerasan. Perencanaan pemeliharaan berdasarkan analisis metode Bina
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 238
Marga 2017 salah satunya dengan lendutan maksimum. Pengukuran lendutan dengan metode
ini menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD), dengan menggunakan beban pelat
dinamik (impuls) pada permukaan perkerasan. Langkah-langkah dalam menentukan
perencanaan pemeliharaan, yaitu sebagai berikut :
1) Pengolahan data input yaitu data-data terlebih dahulu disusun, dihitung dan disesuaikan
dengan kebutuhan data yang diinginkan seperti data LHR, data Lendutan FWD, dan data
struktur perkerasan terpasang.
2) Penentuan jenis penanganan, yang didasarkan pada nilai lendutan yang didapat dari alat
uji FWD, didalam melakukan analisis jenis penanganan digunakan nilai pemicu yang
didefinisikan sebagai nilai batas dimana suatu penanganan perlu atau layak dilaksanakan.
3) Analisis Perhitungan Penanganan Pemeliharaan Perkerasan.
Nilai Dwakil yang diperoleh dari analisis lendutan kemudian selanjutnya dibandingkan
dengan nilai ESA4 aktual yang diperoleh dan dicocokkan dengan tabel lendutan pemicu
untuk pemilihan penanganan lapis tambah dan rekonstruksi, seperti ditunjukkan pada
gambar dan tabel berikut ini :
Gambar 1. Grafik Ilustrasi Konsep Pemicu Penanganan Perkerasan
(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017)
METODE PENELITIAN Metode pengambilan data adalah dengan cara mengambil data sekunder yaitu data berat
angkutan barang dari jembatan timbang UPPKB Losarang, dan data stripmap jalan, hasil
FWD, dan data riwayat penanganan dari P2JN Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 239
Mulai
Studi Pustaka
Menyusun Metodologi
Penentuan Ruas
Pengumpulan Data
Kondisi Lalu Lintas Kondisi Perkerasan
Data Survey
LHR
Data Jembatan
Timbang
Data Riwayat
Penanganan
Data Lendutan
dari Alat FWD
Analisis pemicu
menggunakan Metode Bina
Marga 2017
Hasil dan
Pembahasan
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
VDF
Kendaraan
CESA
Presentasi
Kerusakan Jalan
Lendutan Wakil
Data PrimerData Sekunder
Gambar 2. Bagan Alur Perencanaan Pemeliharaan Jalan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Studi Kasus
Lokasi studi yang dipilih dalam perencanaan ini adalah jalan nasional yang terletak di Provinsi
Jawa Barat yaitu ruas jalan Sewo-Lohbener arah Jakarta sepanjang 2 Km yaitu pada segmen
KM 62+000 – KM 64+000 dengan kondisi perkerasan lentur.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 240
Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Data volume lalu lintas yang didapatkan yaitu tahun 2017 yang merupakan data sekunder yang
diperoleh dari P2JN Jawa Barat. Data ini akan digunakan untuk perhitungan nilai kumulatif
beban, sedangkan faktor pertumbuhan lalu lintas sendiri ditentukan mengikuti tabel
pertumbuhan series (historical growth data) pada Manual Desain Perkerasan Jalan 2017.
Tabel 1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata Golongan Kendaraan LHR (kend/hari)
Sepeda Motor, Skuter dan Kendaraan Roda 3 7579
Sedan, Jeep dan Station Wagon 627
Opelet, Pick-up-opelet, Suburdan, Combi dan Mini Bus 2469
Pick-up, Micro Truck dan Mobil Hantaran 758
Bus Kecil 60
Bus Besar 446
Truck 2 Sumbu 2327
Truck 3 Sumbu 1336
Truck Gandengan 260
Truck Semi Trailer 510
Kendaraan Tidak Bermotor 55
(Sumber : P2JN Jawa Barat)
Data Hasil Penimbangan Jembatan Timbang
Data hasil penimbangan jembatan timbang didapatkan dari UPPKB Losarang tahun 2018,
dimana data hasil penimbangan akan digunakan untuk menghitung faktor ekivalen beban yaitu
VDF aktual hasil dari beban berlebih yang terjadi.
Data Hasil Uji FWD dan Perkerasan Eksisting
Data kondisi perkerasan ruas Sewo-Lohbener arah Jakarta KM 62+000 – KM 64+000, untuk
penangan terakhir yaitu dilakukan pada tahun 2014 dengan overlay, dengan tebal overlay
sebagai berikut :
Tebal AC-WC = 50 mm
Tebal AC-BC = 70 mm
Tebal AC-BASE = 70 mm
0
50
100
150
200
250
300
350
Nila
i Le
nd
uta
n d
f1 (
0,0
01
mm
)
Gambar 3. Grafik Data Lendutan Hasil Pengujian dengan Alat FWD
(Sumber : P2JN Jawa Barat)
Kondisi Kerusakan Jalan Eksisting
Metode pengukuran dilakuan dengan mengestimasi luas kerusakan setiap jarak 100 m. Hal ini
dikarenakan saat penelitian berlangsung tidak ada kegiatan penutupan jalan dan perbaikan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 241
jalan, sehingga menyulitkan pengukuran langsung kerusakan jalan tersebut. Luas kerusakan
total yang didapatkan adalah 166,139 m2.
Analisis Lalu Lintas
Analisis lalu lintas yaitu perhitungan kumulatif CESA, dimana sebelumnya beban lalu lintas
dikonversi ke beban standar (ESA) dengan menggunakan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle
Damage Factor) yaitu perhitungan faktor kerusakan akibat beban kendaraan.
Vehicle Damage Factor Beban Normal
Hasil perhitungan VDF tiap golongan kendaraan berdasarkan Bina Marga dengan rumus,
adalah sebagai berikut :
Sumbu tunggal = (1)
Sumbu ganda = 0,086 × (2)
Tabel 2. Vehicle Damage Factor Beban Normal
Jenis Kendaraan
Berat
Total
(ton)
Konfigurasi beban sumbu (ton) Vehicle
Damage
Factor
RD RB
1 2 3 4 5
Sedan, Jeep, st.
Wagon 2 1,1 2,00 1,00 1,00 - - - - 0,0005
Pick up, Combi 3 1,2 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174
Truck 2 as (L) 4 1,2L 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174
Bus Kecil 5a 1,2 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174
Bus Besar 5b 1,2 9,00 3,06 5,94 - - - - 0,3006
Truck 2 as (H) 6 1,2H 15,15 5,15 10,00 - - - - 2,4159
Truck 3 as 7a 1,2,2 25,01 6,25 9,38 9,38 - - - 2,7416
Truck 4 as,
truck gandengan 7b 1,2+2,2 31,40 5,65 8,79 8,48 8,48 - - 3,9083
Truck S. Trailer 7c 1,2,2+2,2 40,13 5,88 10,00 10,00 7,00 7,25 - 4,1718
Vehicle Damage Factor Beban Overloading
Menghitung Beban Overloading yang terjadi dari data penimbangan.
(3)
Hasil penimbangan jembatan timbang golongan kendaraan tersebut menujukkan adanya beban
yang melebihi dari JBI yang ditentukan, dimana golongan 3 rata-rata sebesar 90%, golongan 4
sebesar 34%, golongan 5a sebesar 42%, 5b sebesar 36%, golongan 6 sebesar 39%, golongan 7a
sebesar 84%, golongan 7b sebesar 50% dan golongan 7c sebesar 52%, sehingga hasil
perhitungan VDF beban berlebih adalah sebaga berikut :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 242
Tabel 3. Vehicle Damage Factor Beban Overloading
Jenis Kendaraan
Berat
Total
(ton)
Konfigurasi beban sumbu (ton) Vehicle
Damage
Factor RD
RB
1 2 3 4 5
Sedan, Jeep, st.
Wagon 2 1,1 2,00 1,00 1,00 - - - - 0,0005
Pick up, Combi 3 1,2 8,37 2,85 5,53 - - - - 0,2256
Truck 2 as (L) 4 1,2L 8,33 2,83 5,50 - - - - 0,2207
Bus Kecil 5a 1,2 8,33 2,83 5,50 - - - - 0,2213
Bus Besar 5b 1,2 9,03 3,07 5,96 - - - - 0,3049
Truck 2 as (H) 6 1,2H 15,21 5,17 10,04 - - - - 2,4520
Truck 3 as 7a 1,2,2 25,22 6,30 9,46 9,46 - - - 2,8397
Truck 4 as, truck
gandengan 7b 1,2+2,2 31,56 5,68 8,83 8,52 8,52 - - 3,9882
Truck S. Trailer 7c 1,2,2+2,2 40,34 5,91 10,05 10,05 7,04 7,29 - 4,2609
Berdasarkan perhitungan diperoleh persentase peningkatan VDF kumulatif akibat muatan
berlebih aktual sebesar 0,005%.
Menghitung Cumulative Equivalent Single Axle Load
Data lalu lintas harian rata-rata pada tabel 18 digunakan untuk menghitung CESA pada lajur
desain selama umur rencana. Umur rencana pemeliharaan yang digunakan adalah 10 tahun.
Hasil perhitungan CESA sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Perhitungan CESA Aktual
Golongan
Kendaraan
LHR 2017
VDF
Faktor
Distribusi
Lajur
(DL)
Faktor
Distribusi
Arah
(DD)
Faktor
Pertumbuhan
ESA4 per
Hari
ESA4 per
Tahun CESA4 CESA5
(kend/hari)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
2 627 0,0005 0,8 0,5 10 1,133 413,405
19859085 37732262
3 2469 0,2256 0,8 0,5 10 2232,193 814750,270
4 758 0,2207 0,8 0,5 10 669,961 244535,818
5a 60 0,2213 0,8 0,5 10 53,073 19371,820
5b 446 0,3049 0,8 0,5 10 545,018 198931,589
6 2327 2,4520 0,8 0,5 10 22857,806 8343099,154
7a 1336 2,8397 0,8 0,5 10 15200,867 5548316,566
7b 260 3,9882 0,8 0,5 10 4149,678 1514632,374
7c 510 4,2609 0,8 0,5 10 8698,724 3175034,138
Total LHR 8792
Nilai CESA4 didapatkan sebesar 19.859.085 yang selanjutnya digunakan untuk parameter dari
analisis penaganan pemeliharaan perkerasan jalan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 243
Analisis Data Lendutan Data nilai lendutan dilakukan perhitungan kurva FWD Wakil. Lendutan yang digunakan adalah
lendutan D0−D200. Nilai lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor
musim) dan koreksi temperatur, dari hasilanalisis didapatkan sebesar 76 μm atau setara dengan
0,076 mm dibulatkan menjadi 0,08 mm.
Analisis Pemicu dan Jenis Penanganan
Pemicu lendutan adalah nilai pemicu didapat dari nilai FWD untuk D0−D200 wakil. Pemicu
lendutan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pemicu lendutan 1 dan pemicu lendutan 2. Hasil
lendutan wakil dan lalu lintas CESA4 Aktual yang diperoleh yaitu 19.859.085 ESA4
kemudian diplotkan menggunakan gambar ilustrasi konsep pemicu penanganan dengan
defleksi lendutan wakil yaitu 0,08 mm, dimana hubungan lalu lintas dan lendutan wakil
tersebut akan mendapatkan titik pertemuan solusi penanganan yang diberikan, setelah itu
kemudian dicocokan dengan tabel pemilihan jenis penanganan pedoman Bina Marga 2017.
Gambar 4. Hasil Plot dari Ilustrasi Konsep Pemicu Penanganan Perkerasan
Tabel 5. Pemilihan jenis penanganan pada tahap desain untuk perkerasan lentur eksisting dengan beban
lalu lintas 10 th 1-30 juta ESA4
Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan
1 Hanya pemeliharaan
rutin Lendutan dan IRI di bawah Pemicu 1, luas kerusakan serius < 5% terhadap
total area.
2 Penambalan berat (Heavy Patching)
Lendutan melebihi Pemicu Lendutan 2 atau permukaan rusak berat dan luas
area dari seluruh segmen jalan yang membutuhkan heavy patching lebih kecil
dari 30% (jika lebih besar lihat 6 atau 7).
3 Kupas dan ganti material
di area tertentu Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI > Pemicu IRI 2 dan hasil
pertimbangan teknis.
4 Overlaynon struktural
Lendutan kurang dari Pemicu Lendutan 1, indeks kerataan lebih besar dari
pemicu IRI1.
5 Overlaystruktural Lebih besar dari Pemicu Lendutan 1 dan kurang dari Pemicu Lendutan 2
6 Rekonstruksi Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal <100mm.
7 Daur ulang Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal > 100mm.
(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 244
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis lalu lintas untuk perhitungan VDF akibat beban kendaraan yang melebi ijin,
memberikan pertambahan nilai sebesar 0,005%, hasil perhitungan VDF tersebut kemudian
digunakan untuk menghitung CESA rencana untuk pemeliharaan jalan 10 tahun mendatang
dan didapatkan nilai CESA4 sebesar 19.859.085 dan dengan analisis lendutan Dwakil adalah
0,08 mm, dengan memperhatikan fator koreksi tempertaur yang digunakan menyesuaikan
dengan kondisi iklim dan cuaca yang ada di Indonesia. Metode Bina Marga 2017 ini, lebih
sedikit menggunakan asumsi-asumsi yang digunakan sebagai parameter desain. Hasil analisis
penanganan dari plot gambar grafik hubungan lendutan dan lalu lintas pada Bina Marga 2017,
menunjukkan bahwa solusi yang didapatkan adalah pemeliharaan rutin dibawah pemicu
lendutan 1. Lendutan terbilang kecil karena hal ini disebabkan kondisi jalan masih dalam
kondisi mantap, kerusakan yang terjadi kategori sedang dimana kerusakan yang terjadi
terhadap luas total area yang ditinjau < 5%, dan beberapa kerusakan telah ditangani namun
beberapa kerusakan lama dan kerusakan baru perlu ditangani lagi karena untuk mencegah
kerusakan perkerasan yang lebih parah, sehingga solusi untuk penangan yan digunakan adalah
tambalan permukaan (surface patching) dan dengan laburan permukaan aspal (surface
dressing).
Saran
Perencanaan atau penelitian selanjutnya dalam perhitungan pemeliharaan ini, disarankan
melakukan perencanaan dengan metode lainnya, sebagai pertimbangan dalam pemeliharaan,
perencanaan lapis tambah jalan, rehabilitasi jalan ataupun rekontruksi jalan dan metode
pengambilan data sebaiknya dilakukan dengan alat ukur, dan dilakukan pada jam lalu lintas
rendah sehingga didapatkan total luas kerusakan yang terukur.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Purnomo, YI Wicaksono, and Bagus Hario Setiadji. 2014. “Perencanaan Jalan
Lingkar Utara Brebes-Tegal STA. 8+800 – STA. 17+377.” Jurnal Karya Teknik Sipil
3(3): 760–772.
Aji, Akhmad Haris Fahruddin, Bambang Sugeng Subagio, Eri Susanto Hariyadi, and Widyarini
Weningtyas. 2015. “Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode
AASHTO 1993 Dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus : Jalan Nasional Losari -
Cirebon.” Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil 22(2): 147–164.
Iskandar, Gunawan Wibisonol, and Elianora. 2017. “Perencanaan Tebal Lapis Tambah
(Overlay) Dengan Perbandingan Metode PD T-05-2005-B Dan Manual Perkerasan Jalan
Nomor 02/M/BM/2013.” Jom FTEKNIK 4(2): 1–9.
Putra, M Yoga Mandala. 2013. “Evaluasi Kondisi Fungsional Dan Struktural Menggunakan
Metode Bina Marga Dan AASHTO 1993 Sebagai Dasar Dalam Penanganan Perkerasan
Lentur Studi Kasus : Ruas Medan - Lubuk Pakam.” Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang
Rekayasa Sipil 20(3): 245–254.
Putri, Vidya Annisah, I Wayan Diana, and Sasana Putra. 2016. “Identifikasi Jenis Kerusakan
Pada Perkerasan Lentur ( Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ).” JRSDD
4(2): 197–204.
Wahyudi, Danu, Priyo Pratomo, and Hadi Ali. 2016. “Analisis Perencanaan Tebal Lapis
Tambah ( Overlay ) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T-05-2005-B Dan
Pedoman Interim No . 002 / P / BM / 2011 Berdasarkan Petunjuk Perencanaan
Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa.” JRSDD 4(1): 137–152.
Widodo, Apriyadi Dwi. 2018. Evaluasi Kondisi Perkerasan dan Prediksi Sisa Umur
Perkerasan Lentur dengan Metode Pavement Condition Index, Bina Marga dan Metode
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 245
Mekanistik-Empiris dengan Program Kenpave. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. 2011. Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan
Nomor : 13/PRT/M/2011. Menteri Pekerjaan Umum, Jakarta.
Bina Marga. 2011. Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011.
Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta.
Bina Marga. 2005. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode
Lendutan. Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta.
Bina Marga. 2012. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 22/KPTS/Db/2012. Kementrian
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Bina Marga. 2013. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013. Kementrian
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Bina Marga. 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 04/SE/Db/2017. Kementrian
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Direktorat Sarana Perhubungan Darat. 2008. Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor
SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI, JBKI
untuk mobil barang, kendaraan khusus, kendaraan penarik berikut kereta
tempelan/kereta gandengan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 246
PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN TAMAN
ARCADIA MEDITERANIA DEPOK JAWA BARAT
Muhammad Irzal Dwi Putra1
Diyanti2
1.,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma Indonesia
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak Perubahan tata guna lahan adalah faktor terbesar dalam meningkatnya air limpasan permukaan.
Tujuan dari perencanaan ini adalah merencanakan saluran drainase yang cukup untuk menampung
debit banjir yang melewati Perumahan Taman Arcadia Mediterania. Debit banjir rencana dihitung
berdasarkan data curah hujan yang diambil dari tiga stasiun hujan terdekat. Saluran yang
direncanakan adalah saluran sekunder yang terdapat pada sisi kanan kiri jalan utama. Saluran yang
direncanakan ada empat yaitu saluran Sekunder 1, Sekunder 2, Sekunder 3, dan Sekunder 4 dengan
panjang total 2.412 m. Saluran sekunder 1 sampai dengan 4 mempunyai debit banjir rencana berturut-
turut adalah sebesar 0,247 m3/detik, 0,275 m
3/detik, 0,587 m
3/detik, 0,685 m
3/detik. Saluran yang
direncanakan menggunakan bahan U-Ditch Beton Pracetak. Dimensi yang direncanakan untuk saluran
sekunder 1 dan 2 dengan lebar 60 cm dan tinggi 70 cm dan untuk saluran sekunder 3 dan 4 dengan
lebar100 cm dan tinggi 100 cm. Pemodelan pada aplikasi HEC-RAS menunjukkan hasil bahwa tinggi
muka air pada setiap saluran tidak melebihi dimensi saluran yang direncanakan.
Kata Kunci: Perencanaan, Drainase Perumahan, HEC-RAS
PENDAHULUAN Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama tingginya runoff dibandingkan dengan
faktor lainnya. Apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah
menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat 6 sampai 20 kali. Angka
tersebut tergantung dari jenis hutan danjenis pemukiman (Kodatie dan Rustam, 2008).
Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air baik
kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada di bawah
permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat
dari waktu hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan (Wesli,
2008).
Perumahan Taman Arcadia Mediterania sebagai perumahan baru yang akan dihuni harus
memiliki fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kinerja perumahan. Penelitian ini
bertujuan untuk merencanakan saluran drainase di Perumahan Taman Arcadia Mediterania
dimana output yang akan didapatkan nanti adalah dimensi saluran dan bahan.
LITERATURE REVIEW
Drainase yang berasal dari bahasa inggris drainage yang mempunyai arti mengalirkan,
membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal
dari hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi di suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi
kawasan tidak terganggu. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air
tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan
tapi juga air tanah. (Suripin, 2004).
METODE PENELITIAN
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 247
Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk perencanaan ini adalah Perumahan Taman Arcadia Mediterania.
Perumahan Taman Arcadia Mediterania terletak di Jl. Raya Tapos, Cimanggis, Depok, Jawa
Barat.
Gambar 1. Peta Lokasi Perumahan Taman Arcadia Mediterania
Sumber: Google Maps, 2018
Data Yang Digunakan
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan diambil dari tiga stasiun hujan yang paling dekat dengan lokasi yaitu stasiun
hujan Cibinong, Cawang, dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Data curah hujan yang
digunakan adalah pada 10 tahun terakhir yaitu dari tahun 2008 hingga 2017.
2. Data Site Plan dan Tata Guna Lahan
Data diperlukan untuk perhitungan debit banjir rencana dan dimensi penampang saluran.
Metode Analisis
Analisis Hidrologi
Data yang telah didapat kemudian diolah dalam analisa hidrologi. Analisa hidrologi ini
bertujuan untuk menentukan debit banjir yang akan melewati saluran.
Analisis Hidrolika
Debit banjir yang telah didapat diolah pada analisa hidrolika agar mendapatkan dimensi
penampang saluran yang sesuai. Pemodelan menggunakan aplikasi HEC-RAS pun dilakukan
setelah mendapatkan dimensi penampang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hidrologi
Curah Hujan Harian Maksimum Rata-rata
Perhitungan curah hujan Harian maksimum rata-rata menggunakan Metode Rata-Rata Aljabar.
Curah hujan maksimum pada setiap stasiun hujan pada setiap tahunnya dikelompokkan. Lalu
curah hujan maksimum tersebut diolah menjadi curah hujan rata-rata dengan menggunakan
rumus:
n
3R
2R
1R
R
Tabel 1. Curah Hujan Harian Rata-rata
Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2008 50,0 87,3 67,5 55,0 38,8 29,4 7,1 67,6 48,3 36,1 93,5 73,0
2009 75,0 63,2 92,0 66,5 83,3 56,3 63,5 14,4 40,3 56,0 63,8 45,8
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 248
Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
2010 67,0 74,3 49,0 23,3 48,7 65,5 44,3 41,4 58,3 66,0 58,8 53,5
2011 44,7 49,0 24,0 50,8 71,8 32,6 33,7 20,2 36,8 57,3 68,5 64,1
2012 52,0 78,8 74,7 78,4 71,2 53,2 39,4 4,4 21,7 49,7 68,3 88,4
2013 91,8 51,0 41,3 59,1 43,4 40,2 52,1 55,5 41,2 50,3 55,8 76,9
2014 120,8 96,5 73,9 68,3 73,5 54,1 79,7 56,4 26,2 52,3 106,8 87,7
2015 60,3 85,7 93,0 63,4 42,2 17,2 0,0 11,8 0,0 0,8 14,0 28,4
2016 72,3 85,4 54,9 88,5 47,5 67,5 94,2 105,9 83,9 84,2 63,5 68,7
2017 46,6 107,8 72,2 52,1 54,9 57,9 37,6 28,3 47,0 75,8 87,4 154,2
Dari data curah hujan harian rata-rata diatas ditentukan curah hujan maksimum rata-rata. Cara
menentukannya adalah dengan memilih curah hujan terbesar diantara setiap bulan pada setiap
tahun. Tabel 2. Curah Hujan Harian Maksimum Rata-rata
No Tahun Curah Hujan Maksimum (mm)
1 2008 93,5
2 2009 92,0
3 2010 74,3
4 2011 71,8
5 2012 88,4
6 2013 91,8
7 2014 120,8
8 2015 93,0
9 2016 105,9
10 2017 154,2
Parameter Statistik
Perhitungan parameter statistik untuk distribusi Normal dan Gumbel adalah sebagai berikut. 1. Nilai Rata-Rata
n
nX....2
X1
XX
10
71,83 74,33 88,40 91,83 92,00 93,00 93,50 105,87 120,77 154,17X
mm 98,57 X
2. Standar Deviasi
1-n
2)
_X - (Xi
S
1-10
89,5187 S
24,01 S
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 249
3. Koefisien Variasi
_X
S
VC
57,98
24,01
VC
0,24
VC
4. Koefisien Kemencengan
3S2-n1-n
3)
_X - (Xi
n Cs
324,012-101-10
147879,2910 Cs
48,1 Cs
5. Koefisien Kurtosis
4S3-n 2-n1-n
4)
_X - (Xi
2
n K
C
424,013-10 2-101-10
610672105,9
210
KC
6,37 K
C
Tabel 3. Parameter Statistik Distribusi Normal dan Gumbel
Parameter Statistik Nilai
Nilai Rata-rata Curah Hujan 98,57
Standar deviasi (S) 24,01
Koefisien Variasi (Cv) 0,24
Koefisien Kemencengan (Cs) 1,48
Koefisien Kurtosis (Ck) 6,37
Tabel 4. Parameter Statistik Distribusi Log Normal dan Log Pearson III
Parameter Statistik Nilai
Log Nilai Rata-rata Curah Hujan 1,98
Standar deviasi (S) 0,10
Koefisien Variasi (Cv) 0,05
Koefisien Kemencengan (Cs) 0,9
Koefisien Kurtosis (Ck) 5,10
Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik diatas ditentukan distribusi yang memenuhi
persyaratan.
Tabel 5. Pemilihan Jenis Distribusi
Jenis Distribusi Frekuensi Syarat Distribusi Nilai Cs Nilai Ck Hasil
Distribusi Normal Cs = 0 dan Ck = 3 1,48 6,37 Tidak Memenuhi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 250
Distribusi Log Normal Cs > 0 dan Ck > 3 0,92 5,10 Tidak Memenuhi
Distribusi Gumbel Cs = 1,139 dan Ck = 5,402 1,48 6,37 Tidak Memenuhi
Distribusi Log Person III Cs antara 0-0,9 0,9 5,10 Memenuhi
Uji Kecocokan
Uji Chi-Kuadrat
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai chi kritis dan nilai chi hitung dari masing-
masing distribusi. Apabila nilai chi kritis yang lebih besar, maka distribusi dapat diterima.
Berikut adalah hasil dari uji kecocokan chi kuadrat.
Tabel 6. Hasil Uji Chi Kuadrat Distribusi Log Normal dan Log Pearson III
No. Kelas Ei Oi X2
1 1,80 < X < 1,91 2,5 2 0,1
2 1,91 < X < 2,02 2,5 5 2,5
3 2,02 < X < 2,13 2,5 2 0,1
4 2,13 < X < 2,24 2,5 1 0,9
Nilai Chi Kuadrat Hitung X2 = 3,6
Tabel 7. Hasil Uji Chi Kuadrat
Syarat Chi Hitung < Chi Kritik
Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III
Hasil 6,8 3,8 3,6 3,8
Kesimpulan Distribusi Tidak Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima
Pemilihan Kala Ulang
Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan tipologi kota dan daerah tangkapan air
berdasarkan dari Permen PU No.12/PRT/M/2014.
Tabel 8. Tabel Pemilihan Kala Ulang
TIPOLOGI KOTA
DAERAH TANGKAPAN AIR (Ha)
< 10
10 – 100
101 – 500
> 500
Kota Metropolitan
Kota Besar Kota
Sedang Kota
Kecil
2 Th
2 Th
2 Th
2 Th
2 – 5 Th
2 – 5 Th
2 – 5 Th
2 Th
5 – 10 Th
2 – 5 Th
2 – 5 Th
2 Th
10 – 25 Th
5 – 20 Th
5 – 10 Th
2 - 5 Th
Kota Depok masuk dalam kategori kota metropolitan dan luas lahan sebesar 19,79 Ha sehingga
kala ulang yang diambil adalah 2 sampai 5 tahun.
Analisis Distribusi Frekuensi dengan jenis Distribusi Log Pearson III
Nilai curah hujan rencana pada distribusi log pearson III dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 251
ST
KYT
Y
Dimana:
YT = Curah hujan rencana
Y = Nilai rata-rata curah hujan (Y = Log X)
S = Deviasi standar nilai Y
KT = Faktor frekuensi
Tabel 9. Nilai Curah Hujan Rencana Distribusi Log Pearson III
Kala Ulang KT Log X (YTr) XTr
(mm)
2 -0,15 1,97 93,07
5 0,77 2,06 114,24
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe, dengan kemiringan saluran
0,0039 dan panjang saluran 0,775 km didapatkan waktu konsentrasi 0,463 jam.
Tabel 10. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Kala Ulang Curah Hujan
(mm) Intensitas Curah Hujan (I) (mm/jam)
2 93,07 53,95
5 114,24 66,21
Debit Banjir Rencana
Luas lahan dari Perumahan Taman Arcadia Mediterania sebesar 197.969 m2. Lahan dibagi
menjadi tiga jenis yaitu lahan hijau, jalan aspal, dan rumah atau bangunan. Nilai koefisien
pengaliran masing-masing jenis lahan berurutan adalah 0,25, 0,8, dan 0,4. Perencanaan saluran
meliputi saluran sekunder yang berada di jalan utama perumahan. Saluran ini dibagi menjadi 4
bagian yaitu saluran sekunder 1 sampai 4 dimana saluran sekunder 1 dan 3 saling menyambung
begitu juga dengan saluran 2 dan 4. Masing-masing saluran memiliki sub das masing-masing
yang dihitung koefisien pengalirannya berdasarkan luas masing-masing jenis lahan pada tiap
sub das. Debit banjir dihitung menggunakan metode Rasional. Debit banjir yang diambil
adalah pada periode ulang 5 tahun. AIC0,00278 Q
Tabel 11. Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana
No Nama Saluran Debit (m3/detik)
1 Saluran Sekunder 1 0,247
2 Saluran Sekunder 2 0,275
3 Saluran Sekunder 3 0,587
4 Saluran Sekunder 4 0,685
Analisis Hidrolika
Saluran direncanakan dengan bentuk penampang persegi dan bahan dari beton precast (U-
Ditch). Dimensi penampang dihitung menggunakan paham saluran ekonomis. Hasil
perhitungan penampang diselaraskan dengan ukuran U-Ditch yang ada di pasaran.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 252
Tabel 12. Hasil Perhitungan Dimensi Saluran
No Nama Saluran Dimensi Hasil Perhitungan (m) Dimensi yang Digunakan (m)
Lebar (b) Tinggi (h) Lebar (b) Tinggi (h)
1 Saluran Sekunder 1 0,618 0,702 0,60 0,70
2 Saluran Sekunder 2 0,644 0,723 0,60 0,70
3 Saluran Sekunder 3 0,964 0,973 1,00 1,00
4 Saluran Sekunder 4 0,993 0,995 1,00 1,00
Pemodelan dengan Aplikasi HEC-RAS
Dimensi yang telah didapat dimodelkan pada aplikasi HEC-RAS agar dapat diketahui apakah
debit banjir rencana yang mengalir meluap atau tidak. Berikut hasil simulasi tinggi muka air
berdasarkan data debit banjir rencana periode ulang 5 tahun:
Saluran Sekunder 1
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,71,0
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
SALURAN SEKUNDER 1 Plan: HASIL S1 30/11/2018 HULU
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
SALURAN SEKUNDER 1 Plan: HASIL S1 30/11/2018 HILIR
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
Gambar 2. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 1 Bagian Hulu dan Hilir
Saluran Sekunder 2
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,71,0
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
1,6
1,7
SALURAN SEKUNDER 2 Plan: HASIL S2 30/11/2018 HULU
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,70,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
SALURAN SEKUNDER 2 Plan: HASIL S2 30/11/2018 HILIR
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
Gambar 3. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 2 Bagian Hulu dan Hilir
Saluran Sekunder 3
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,03,0
3,2
3,4
3,6
3,8
SALURAN SEKUNDER 3 Plan: HASIL S3 30/11/2018
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,00,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
SALURAN SEKUNDER 3 Plan: HASIL S3 30/11/2018 HILIR
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
Gambar 4. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 3 Bagian Hulu dan Hilir
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 253
Saluran Sekunder 4
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,03,0
3,2
3,4
3,6
3,8
SALURAN SEKUNDER 4 Plan: HASIL S4 30/11/2018 HULU
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,00,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
SALURAN SEKUNDER 4 Plan: HASIL S4 30/11/2018 HILIR
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Crit PF 1
Ground
Bank Sta
,013
Gambar 5. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 4 Bagian Hulu dan Hilir
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perencanaan saluran drainase Perumahan Taman Arcadia Mediterania Depok Jawa Barat yang
dilakukan pada saluran sekunder yang terdapat pada sisi kanan dan kiri jalan utama yang
membawa air dari saluran tersier ke saluran primer. Saluran yang direncanakan ada empat yaitu
saluran sekunder 1, sekunder 2, sekunder 3, dan sekunder 4 dengan panjang total 2.412 m.
Saluran sekunder 1 sampai dengan 4 mempunyai debit banjir rencana berturut-turut adalah
sebesar 0,247 m3/detik, 0,275 m
3/detik, 0,587 m
3/detik, dan 0,685 m
3/detik. Dimensi yang
direncanakan untuk saluran sekunder 1 dan 2 adalah lebar 60 cm dan tinggi = 70 cm dan untuk
saluran sekunder 3 dan 4 adalah lebar 100 cm dan tinggi 100 cm. Saluran menggunakan bahan
U-Ditch beton pracetak.
Saran Adapun saran yang diberikan adalah perlu dilakukan simulasi 3 Dimensi dan perencanaan tidak
hanya berdasarkan data curah hujan, melainkan limbah rumah tangga juga diperhitungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Kodoatie, R.J. dan Sjarief, Rustam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air terpadu. Andi:
Yogyakarta.
Peraturan Menteri pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 12/PRT/M/2014 tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan
Prihandono, Aris. 2009. Tinjauan Sosial Kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan, Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum, Volume 1 Nomor 3.
Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Sandi Offset: Yogyakarta
Wesli, 2008. Drainase Perkotaan. PT Graha Ilmu: Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 254
ANALISIS KEBUTUHAN FONDASI BOR PADA TANAH KOHESIF
UNTUK BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN 31 LANTAI DI
JAKARTA PUSAT
Dea Eka Pratama
1
Ellysa2
1,2
Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Fondasi berfungsi meneruskan beban bangunan yang ditahan serta berat sendirinya ke dalam tanah
yang terletak di bawahnya. Fondasi harus direncanakan secara baik dengan memperhatikan tingkat
daya dukung yang aman dan penurunan yang diijinkan. Penulisan ini bertujuan merencanakan
fondasi bored pile pada bangunan gedung perkantoran 31 lantai di Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil
penyelidikan tanah diperoleh data karakteristik jenis tanah, yaitu tanah kohesif. Metode yang
digunakan dalam perencanaan fondasi ini menyesuaikan dengan data N-SPT. Perhitungan daya
dukung tiang tunggal menggunakan metode Meyerhof (1956). Perhitungan penurunan tiang tunggal
menggunakan metode semi empiris. Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Davisson
dan Gill (1963). Direncanakan fondasi pada kedalaman 25 m dengan diameter fondasi 1,0 m.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh daya dukung izin tiang fondasi sebesar 1256 ton pada DB1
dan DB2, penurunan fondasi tiang tunggal sebesar 90,128 mm pada DB1 dan 91,184 mm pada DB2.
Defleksi terbesar terjadi pada kolom 35 yaitu 4,182 mm. Tulangan longitudinal tiang pondasi
memakai D25 dan tulangan geser dengan diameter 10 mm. Tulangan kepala tiang memakai D22.
Biaya total untuk fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m sebanyak 124 tiang
dan 17 kepala tiang dengan variasi jumlah tiang dari 2 tiang sampai dengan 22 tiang adalah Rp
19.048.799.521,00.
Kata Kunci : Fondasi Tiang Bor, Daya Dukung, Penurunan, tanah lempung
PENDAHULUAN Perencanaan gedung bertingkat merupakan perencanaan yang kompleks. Mulai dari awal
perencanaan sampai gedung itu berdiri. Salah satu bagian terpenting dari struktur bangunan
tinggi adalah fondasi. Fondasi merupakan suatu konstruksi bangunan bagian paling bawah
yang berhubungan langsung dengan tanah atau batuan.
Gedung ini berdiri diatas tanah seluas ± 14.817 m2 dengan 31 lantai kantor. Tanah dibawah
gedung ini memiliki jenis tanah didominasi oleh tanah kohesif. Pada bangunan tinggi
disarankan menggunakan fondasi dalam. Pemilihan jenis fondasi dalam dipilih berdasarkan
pertimbangan aspek lingkungan di sekitar proyek, teknis, non teknis, dan segi ekonomis.
Berdasarkan pada keadaan tanah di lokasi penelitian maka dipilih penggunaan fondasi dalam
dengan jenis fondasi yaitu fondasi tiang bor.
Tujuan dari penulisan tugas akhir berupa perencanaan fondasi tiang bor untuk bangunan
gedung adalah sebagai berikut :
1) Merencanakan fondasi tiang bor pada bangunan gedung perkantoran di Jakarta Pusat
2) Menghitung rencana anggaran biaya (RAB) pada pekerjaan fondasi
LITERATURE REVIEW
Beberapa peneliti yang telah melakukan dengan perencanaan fondasi tiang pada bangunan
gedung antara lain Fischer A. Boris (2013) tentang Analisa Kapasitas Kelompok Tiang
Pancang Terhadap Beban Lateral Menggunakan Metode Finite Difference; Pamungkas,
Anugrah, dan Enry Harianti (2013) tentang desain fondasi tahan gempa; dan Rara Dwi Noviarti
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 255
(2016) tentang Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express Jakarta
Selatan.
Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban fondasi
struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan tanah untuk melawan
penurunan akibat pembebanan. Perancangan fondasi harus dipertimbangkan terhadap
keruntuhan geser dan penurunan yang berlebih. Daya dukung dengan standard penetration test
(SPT) oleh Mayerhof (1956) dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Qu = Qb + Qs – Wp
Penurunan merupakan penyebab yang paling umum bagi keruntuhan fondasi – fondasi dan
karenanya sangat penting untuk memahami mekanisme penurunan. Penurunan segera dibagi
menjadi penurunan tiang tunggal dan penurunan tiang kelompok. Penurunan tiang tunggal
akibat gaya aksial dapat dihitung dengan metode Semi Empiris sebagai berikut :
Se = Ss + Sp + Sps
METODE PENELITIAN
Pada perencanaan fondasi ini memilki beberapa tahapan yaitu perhitungan perencanaan fondasi
yang meliputi perhitungan, penentuan dimensi tiang, perhitungan daya dukung tiang,
perhitungan jumlah tiang fondasi, perhitungan daya dukung tiang kelompok, perhitungan
penurunan, perhitungan defleksi tiang, perhitungan penulangan tiang fondasi dan kepala tiang,
dan perhitungan rencana anggaran biaya fondasi, Berikut metode perhitungannya dan langkah-
langkah perhitungan yang di sajikan dalam bagan alir umum perencanaan tugas akhir.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 256
Gambar 1. Bagan Alir Perencanaan Penulisan Tugas Akhir
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data
Dalam perencanaan ini, tidak dilakukan perhitungan beban struktur atas, karena data beban
struktur atas adalah data sekunder, data sekunder adalah data yang telah diperoleh dari sumber
yang sudah ada.
Data tanah digunakan untuk menghitung daya dukung dan penurunan yang terjadi akibat gaya
dari struktur atas. Data tanah pada proyek ini merupakan data dari laboratorium dan lapangan
berupa N-SPT. Dari data tanah yang ada maka dibuatlah starata tanah sehingga dapat melihat
pendekatan lapisan tanah yang ada di bawah struktur tersebut.
Tidak
Pengumpulan Data
1. Data Penyelidikan Tanah
2. Data Struktur
Ya
Perhitungan Fondasi Tiang Dan
Perencanaan Dimensi Tiang
Cek Penurunan dan Defleksi
Tiang
Perhitungan Pile cap
Mulai
Perhitungan Penulangan Fondasi dan Pile
Cap
Gambar Fondasi dan Pile Cap
Selesai
Perhitungan RAB Material dan Pekerjaan Fondasi
Kesimpulan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 257
Gambar 2. Strata tanah DB1 dan DB2
Perhitungan rencana anggaran biaya untuk proyek ini harga material didapatkan dari Jurnal
Harga Satuan Bahan Bangunan dan Upah Kerja Tahun 2018
Perencanaan Fondasi
Perhitungan daya dukung ultimit dan daya dukung ijin menggunakan metode mayerhof,
dengan panjang tiang 25 meter dan diameter tiang 1 meter. Setelah mengetahui diameter dan
panjang tiang yang sesuai untuk menahan gaya aksial struktur atas, maka dapat melanjutkan
menghitung jumlah kebutuhan tiang pondasi perkolom.
Tabel 1. Banyak Tiang Pondasi Pada DB1
No
Kolom Dimensi
Kolom
Beban
Vertikal
(Gaya Aksial)
Daya
Dukung
Izin
Jumlah
Tiang N
(m) (Ton) (Ton)
8 1,5 1429,531 574,888 2,487 3
13 1,5 1890,087 574,888 3,288 4
23 1,5 2046,053 574,888 3,559 4
31 1,5 1637,386 574,888 2,848 3
32 1,5 1592,234 574,888 2,770 3
33 1,5 1500,206 574,888 2,610 3
34 1,5 1346,605 574,888 2,342 3
35 1,5 991,628 574,888 1,725 2
71 1,5 1855,638 574,888 3,228 4
72 1,5 3388,047 574,888 5,893 6
73 1,5 2603,623 574,888 4,529 5
74 1,5 1254,101 574,888 2,181 3
152 1,5 2261,295 574,888 3,933 4
153 1,5 2202,796 574,888 3,832 4
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 258
Perhitungan efisiensi dilakukan sebelum menghitung daya dukung kelompok tiang, efisiensi
dihitung dengan metode Los Angeles. Nilai efisiensi kelompok tiang Yang terbesar adalah 0,95
dan nilai yang terkecil adalah 0,72. Setelah diketahui nilai efisiensi kelompok tiang, maka
dapat diperhitungkan nilai daya dukung kelompok tiang. Daya dukung kelompok tiang harus
lebih besar dari gaya aksial yang terjadi.
Tabel 2. Daya Dukung Kelompok Tiang
Grup Banyak
Tiang Eg Qq (ton) FZ (ton) Ket
P2-A 2 0,95 1088,75 991,63 OK
P2-B 2 0,95 1163,70 991,07 OK
P3-A 4 0,82 1882,82 1429,53 OK
P3-B 3 0,82 1412,12 1346,60 OK
P3-C 4 0,82 1882,82 1500,21 OK
P3-D 4 0,82 1882,82 1592,23 OK
P3-E 4 0,82 1882,82 1637,39 OK
P3-F 3 0,82 1509,34 1428,26 OK
P3-G 3 0,82 1509,34 1346,72 OK
P3-H 3 0,82 1509,34 1499,28 OK
P3-I 4 0,82 2012,45 1591,79 OK
P3-J 4 0,82 2012,45 1637,22 OK
P8-A 10 0,74 4274,03 3936,14 OK
P8-BD 21 0,72 8749,65 8399,64 OK
P8-C 9 0,76 4193,94 3937,32 OK
P18-A 22 0,72 9218,34 9101,41 OK
P18-B 22 0,72 9352,03 9097,58 OK
Perhitungan penurunan segera tiang tunggal dan tiang kelompok menggunakan metode semi
empiris. Diperoleh hasil penurunan tiang tunggal sebesar 90,128 mm pada DB1 dan sebesar
91,184 mm pada DB2. Setelah mendapat penurunan elastis tiang tunggal dilanjutkan dengan
penurunan elastis tiang kelompok.
Tabel 3. Penurunan Kelompok DB1
Grup Jumlah
Tiang D (m) L (m) Bg (m) Se (m) Sg (m)
P2-A 2 1 25 4 0,090 0,180
P3-A 4 1 25 4 0,090 0,180
P3-B 3 1 25 4,35 0,090 0,188
P3-C 4 1 25 4 0,090 0,180
P3-D 4 1 25 4 0,090 0,180
P3-E 4 1 25 4 0,090 0,180
P8-A 10 1 25 5,3 0,090 0,207
P8-BD 21 1 25 7 0,090 0,238
P18-A 22 1 25 5,3 0,090 0,207
Perhitungan defleksi menggunakan metode Davisson dan Gill. Syarat yang harus dipenuhi
defleksi tidak boleh lebih dari 20 mm.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 259
Tabel 4. Defleksi Tiang Pondasi Pada DB1
Penulangan Tiang Fondasi
Perhitungan tulangan longitudinal dengan menggunakan SNI 2847 2013 pasal 21.6.1.
Didapatkan hasil bahwa dipakai tulangan D-25 dengan jumlah yang sama untuk setiap tiang,
yaitu sebanyak 16 buah.
Perhitungan tulangan geser dengan menggunakan SNI 2847 2013 Pasal 11.1.1. Didapatkan
hasil bahwa tulangan spiral yang digunakan adalah 10 mm dengan jarak yang sama setiap
tiangnya yaitu 189 mm.
Perhitungan Kepala Tiang.
Perhitungan kepala tiang meliputi menghitung dimensi kepala tiang, menghitung kuat geser
dan menghitung tulangan akibat gaya aksial yang terjadi. Setelah dilakukan cek gaya geser 1
arah, kepala tiang dapat menahan gaya geser 1 arah dengan kuat geser beton tanpa
membutuhkan tulangan, kuat geser beton kepala tiang terbesar adalah 2287,588 ton dan yang
terkecil adalah 448,922 ton. Setelah dilakukan cek gaya geser 2 arah, kuat geser beton kepala
tiang terbesar adalah 85,26 ton dan yang terkecil adalah 47,57 ton.
Perhitungan tulangan kepala tiang besi tulangan sisi panjang yang dipakai yaitu D22. Jumlah
besi tulangan terbanyak yaitu 50 buah dan paling sedikit yaitu 15 buah. Sedangkan tulangan
kepala tiang sisi pendek yang dipakai yaitu D22. Jumlah besi tulangan terbanyak yaitu 30 buah
dan paling sedikit yaitu 10 buah.
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Perhitungan biaya tiang bor meninjau pada biaya material yang dibutuhkan dalam pembuatan
tiang bor, baik fondasi tiang dan juga kepala tiang yang mengacu pada Jurnal Harga Satuan
Bahan Bangunan, Konstruksi dan Interior Tahun 2018.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan berdasarkan
penulisan Tugas Akhir sebagai berikut :
1. Kapasitas daya dukung tiang yang didapatkan dari perhitungan yaitu :
No.
Kolo
m
D
(m)
L
(m) H Ep
(ton/m2)
I (m2)
R (m)
L/R
(Zmax)
Ax
(z=0)
Yx
m mm
8 1 25 10,66 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000660 0,660
13 1 25 1,17 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000073 0,073
23 1 25 6,67 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000413 0,413
31 1 25 1,05 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000065 0,065
32 1 25 6,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000410 0,410
33 1 25 57,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,003568 3,568
34 1 25 4,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000286 0,286
35 1 25 67,56 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,004182 4,182
71 1 25 1,12 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000070 0,070
72 1 25 2,30 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000143 0,143
73 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000511 0,511
74 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000512 0,512
152 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000512 0,512
153 1 25 2,33 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000144 0,144
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 260
a. Pada DB1 didapatkan daya dukung ujung tiang sebesar 1256 ton, daya dukung selimut
tiang sebesar 230,282 ton, daya dukung ultimit 1437,220 ton dan daya dukung ijin
574,887 ton, dengan diameter tiang 1 meter dan panjang tiang 25 m.
b. Pada Pada DB2 didapatkan daya dukung ujung tiang sebesar 1256 ton, daya dukung
selimut tiang sebesar 329,229 ton, daya dukung ultimit 1536,167 ton dan daya dukung
ijin 614,466 ton, dengan diameter tiang 1 meter dan panjang tiang 25 m.
2. Jumlah pondasi tiang yang dibutuhkan untuk menahan beban struktur atas adalah sebanyak
124 tiang pondasi dengan diameter 1 meter dan panjang tiang 25 meter. Jumlah pondasi
tiang berbeda pada setiap kolomnya, juga terdapat tiang tunggal dan tiang kelompok. Tiang
kelompok memiliki jumlah tiang yang berbeda yaitu 2 tiang, 3 tiang, dan 4 tiang, 9 tiang,
10, tiang, 21, tiang dan 22 tiang.
3. Penurunan maksimal pada penurunan segera untuk tiang tunggal adalah 91,184 mm dan
pada tiang kelompok yaitu 0,241m.
4. Defleksi tiang lateral yang terjadi yaitu dengan kondisi tiang terjepit. Defleksi terbesar
terjadi pada kolom 67 dan 35 adalah 4,182 mm.
5. Tulangan longitudinal tiang fondasi memakai D-25 dengan jumlah tulangan sebanyak 16
pada setiap tiangnya. Tulangan geser tiang pondasi memakai D-10 dengan jumlah tulangan
yang sama yaitu 132 pada setiap tiangnya, dengan jarak tulangan yaitu 189 mm.
6. Tulangan kepala tiang memakai D22 dengan jumlah tulangan yang berbeda pada setiap
kepala tiang. Jumlah tulangan terbanyak pada tulangan sejajar sisi panjang yaitu 50 buah.
Jumlah tulangan terbanyak pada tulangan sejajar sisi pendek yaitu 30 buah.
7. Rencana anggaran biaya untuk pekerjaan dan pembuatan fondasi tiang bor adalah sebesar
Rp 19.048.799.521,00.
Saran
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Pada perencanaan fondasi, untuk peneliti berikutnya agar menggunakan metode yang
berbeda, tetapi tetap menyesuaikan dengan data yang ada.
2. Pada perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) diharapkan menggunakan koefisien
peraturan yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
A. Boris, Fischer. 2013. “Analisa Kapasitas Kelompok Tiang Pancang Terhadap Beban Lateral
Menggunakan Metode Finite Difference”, Laporan Penelitian Ilmiah Universitas
Indonesia, Depok.
Bowles, Joseph. E. -. Analisis dan Desain Fondasi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Coduto, Donald.P. 2001. Foundation Design Principles and Practices. Prantice Hall, New
Jersey.
C. Teng, Wayne. 1992. Foundation Design. Tarun Offset Printer, New Delhi.
Damoerin, Damrizal. 2005. Diktat Kuliah Rekayasa Fondasi 1. Universitas Indonesia, Depok.
Departemen Pekerjaan Umum. -. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung. Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 1996. Teknik Fondasi I. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
M. Das, Braja. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 261
M. Das, Braja. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit
Erlangga, Jakarta.
M. Das, Braja. 2011. Principles Of Foundation Engineering (Seventh Edition). Cengage
Learning, USA.
Noviarti, Rara Dwi. 2016. “Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express
Jakarta Selatan”, Laporan Penelitian Ilmiah Universitas Gunadarma, Jakarta.
Pamungkas, Anugrah dan Harianti, Erny. 2013. Desain Fondasi Tahan Gempa. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 262
PENERAPAN APLIKASI HEC-RAS PADA PERENCANAAN
PENAMPANG SALURAN DRAINASE UTAMA PERUMAHAN
Muhammad Irfan
1
Heri Suprapto2
1,2
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100, Depok, 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak Sungai Kali Jantung merupakan saluran drainase yang mengalir melintasi perumahan Bukit Cengkeh
II, dengan memiliki panjang saluran 1212 meter dari awal memasuki perumahan sungai ini selalu
meluap hampir setiap kali terjadi hujan deras. Alasan utama saluran tersebut meluap dikarenakan
tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi. Kapasitas saluran eksisting berkisar dari 5,74
m3/detik sampai 14,7 m
3/detik, dengan menggunakan Distribusi Log Normal didapatkan debit banjir
sebesar 11,69 m3/detik, maka terjadilah peluapan pada beberapa ruas saluran. Debit banjir yang
digunakan adalah debit dengan kala ulang banjir 10 tahun sesuai dengan standar pada lampiran 1
Permen PU No. 12/PRT/M 2014. Pemodelan aliran menggunakan applikasi Hec-RAS, penerapan
aplikasi Hec-RAS digunakan untuk memodelkan dimensi saluran pada ke 14 titik tinjau yang telah
diukur kelapangan, kemudian dibandingkan dengan hasil analisa hidrolika pada tiap titik tinjau.
Teradapat 2 titik tinjau yang memiliki hasil berbeda, kesimpulannya adalah pendekatan menggunakan
aplikasi Hec-RAS dapat menghasilkan kondisi yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya, karena
Hec-RAS dapat mensimulasikan dengan lebih baik, ditunjukan dengan menghasilkan pemodelan yang
memiliki hubungan antara tiap tiitk tinjau, yang dipengaruhi oleh jarak antara titik dan beda tinggi.
Kata Kunci: Banjir, Drainase, dan Hec-RAS
PENDAHULUAN Sebuah drainase utama (kali) tidak umum melintasi sebuah perumahan padat penduduk, tetapi
tak ayal masih ada beberapa perumahan yang dilintasi, umumnya pihak pengembang selaku
kontraktor menjadikan area disekitar saluran menjadi perumahan agar dengan mudah
mendapatkan jalur pembuangan air.
Bahaya yang sering terjadi bagi kawasan perumahan yang berasa dekat/terlintasi dengan
saluran buangan yang besar adalah banjir. Banjir sendiri merupakan suatu permasalahan di
Indonesia yang tidak kunjung selesai, banyak aspek yang menyebabkan banjir itu sendiri
diantaranya adalah tidak adanya ketersediaan sarana drainase yang memadai, kurangnya pera
watan pada saluran drainase sendiri khusunya yang bertipe saluran terbuka, dan yang paling
berpengaruh adalah alih fungsi lahan.
Pengalihfungsian lahan ini sendiri didukung pula dengan kondisi saluran pembuangan yang
tidak memadai, dan lambat laun menjadi permasalahan yang selalu terjadi, menyebabkan banjir
datang pada kondisi hujan lebat maupun ringan. Maka dari itu penulis mengambil topik ini agar
para pengembang, kontraktor, maupun pembaca akan lebih menaruh perhatian besar pada
saluran drainase yang ada nantinya.
LITERATURE REVIEW
Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah-olah bukan
pekerjaan yang penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan dengan pekerjaan-
pekerjaan pengendalian banjir, padahal pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit
dan kompleks, bisa jadi memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang lebih besar dibandingkan
dengan pekerjaan pengedalian banjir. Secara fungsional, kita sulit memisahkan secara jelas
antara sistem drainase dan pengendali banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 263
bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau sungai
(Suripin, 2004).
Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah
topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke
sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, dalam jurnal Sismanto 2009). DAS
merupakan satuan gerak air yang bersifat bebas dari DAS lainnya, yaitu dua buah DAS adalah
DAS yang satu sama yang lainnya berbeda dalam hal pengaliran air. Dengan demikian, suatu
DAS secara jelas dapat dipandang sebagai satu kesatuan ekosistem hidrologi, geografi atau
unsur fisik lainnya dengan unsur utamanya sumber daya tanah, air, flora, dan fauna (Fairizi,
2015).
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).
Dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan
lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat
keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat
disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai
suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan
peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari)
dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang
berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun (“Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS) Terpadu,” 2005).
METODE PENELITIAN SURVEI LOKASI DAN IDENTIFIKASI MASALAH
Tahap ini langsung melihat kondisi di lapangan serta mengidentifikasi masalah yang terjadi,
lokasi yang ditinjau merupakan lokasi yang sama dengan penulis tinggal, sehingga survei
lapangan hampir terjadi dalam kurun waktu yang lama semenjak penulis tinggal di lokasi pada
tahun 2003 sampai sekarang, sehingga dapat diidentifikasi masalah secara lebih signifikan.
Masalah sampah, pertambahan penduduk, pengurangan kawasan hijau/ atau daerah tangkapan
air, sedimentasi, pengecilan dimensi saluran, merupakan masalah yang terjadi selama penulis
tinggal.
STUDI LITERATUR
Studi dilakukan dengan mencari perbandingan pada perencanaan yang sudah ada, dengan
tinjauan lokasi drainase yang melintas sejajar dengan drainase yang ditinjau, dan masih dalam
satu kawasan yang sama. Diharapkan dengan pendekatan masalah yang tidak berbeda jauh,
perencanaan ini akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data primer dengan meninjau lokasi, serta melihat kondisi saluran sebagai
identifikasi jenis penampang drainase, dan kondisinya.
Pengumpulan data sekunder dengan mengajukan permohonan data curah hujan ke Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, dan pencarian model data ketinggian.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 264
DIAGRAM ALUR PERENCANAAN
Gambar 1. Diagram Alur Perencanaan
HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS HIDROLOGI DAN ANALISIS HIDROLIKA
Analisis hidrologi memanfaatkan data sekunder curah hujan selama 10 tahun kebelakang,
menggunakan metode curah hujan rata-rata mengingat lokasi perencanaan yang cukup terbatas,
pembatasan lokasi ditinjau dari pemodelan data ketinggian menjadi data batas daerah aliran
sungai, sehingga teridentifikasi luas untuk perencanaan. Perhitungan dispersi dan uji kecocokan
didapatkan distribusi hujan
Analisis hidrologi dimulai dari menentukan batas daerah tangkapan air menggunakan model
data ketinggian, menjadi peta batas daerah tangkapan air, yang akan membatasi luas lokasi
perencanaan. Kemudian meninjau apakah lokasi perencanaan sudah berada dalam poligon dari
3 stasiun yang akan diambil datanya.
Mulai
Survei Lokasi Dan
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Data Primer
1. Dimensi Eksisting
2. Kondisi Eksisting
Data Sekunder
1. Curah Hujan
2. Data DEM
Analisis Hidrologi
Analisis Hidrolika
Selesai
Pemodelan Hec-RAS
Dengan Data Eksisting
Perencanaan Ulang
Identifikasi Segmen
Yang Meluap
Studi Literatur
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 265
Gambar 2. Data Model Ketinggian Kota Depok Dengan Alur Sungai
Gambar 3. Data Batas Daerah Tangkapan Air
Gambar 4. Poligon Stasiun Hujan Cawang, Fakultas Teknik UI, dan Cibinong
Dilihat luas hanya mencapai 1,16 km2 maka digunakan metode rata-rata aljabar, perhitungan
metode rata-rata aljabar adalah dengan merata-ratakan nilai curah hujan maksimum bulanan
dari ke tiga stasiun hujan.
n
P
n
P ... P P P P
in321
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 266
3
60 32,5 57,5 P
50,0 3
150 P mm
Tabel 1. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Aljabar Dan Nilai Maksimum
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des
Max
(mm)
2008 50,0 87,3 67,5 55,0 38,8 29,4 7,1 53,1 48,3 36,1 93,5 73,0 93,5
2009 75,0 63,2 92,0 66,5 83,3 56,3 63,5 14,4 40,3 56,0 63,8 45,8 92,0
2010 67,0 74,3 49,0 23,3 48,7 65,5 44,3 41,4 58,3 66,0 58,8 53,5 74,3
2011 44,7 49,0 24,0 50,8 71,8 32,6 33,7 20,2 36,8 57,3 68,5 64,1 71,8
2012 52,0 78,8 74,7 78,4 71,2 53,2 39,4 4,4 21,7 49,7 68,3 88,4 88,4
2013 91,8 51,0 41,3 59,1 43,4 40,2 52,1 55,5 41,2 50,3 55,8 76,9 91,8
2014 120,8 96,5 73,9 68,3 73,5 54,1 79,7 56,4 26,2 52,3 106,8 87,7 120,8
2015 60,3 85,7 93,0 63,4 42,2 17,2 0,0 11,8 0,0 0,8 14,0 28,4 93,0
2016 72,3 85,4 54,9 88,5 30,8 67,5 94,2 105,9 83,9 84,2 63,5 68,7 105,9
2017 46,6 107,8 72,2 52,1 54,9 57,9 37,6 28,3 47,0 75,8 87,4 154,2 154,2
Analisis frekuensi menggunakan 4 jenis distribusi hujan seperti yang dijelaskan oleh Ir. Suripin
dalam bukunya yaitu Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, yaitu distribusi normal,
log normal, log person III, dan gumbel. Guna menentukan dari awal mana distribusi yang akan
digunakan, maka dimulai dengan perhitungan dispersi setiap distribusi dan juga uji kecocokan.
Uji Chi Kuadrat
Menggunakan rumus dibawah ini untuk mendapatkan nilai-nilai parameter
n log 3,322 1 k
1 - KelasBanyak
Terkecil Nilai -Terbesar Nilai X
2
X - X X minawal
K
n E i
Tabel 2. Hasil Nilai Chi Kuadrat
Hubungan Nilai Chi Kuadrat Hitung Dengan Chi Kuadrat Kritik
Syarat Chi Hitung < Chi Kritik
Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III
Hasil 6,80000 3,84146 3,60000 3,84146
Kesimpulan Distribusi Tidak Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima
Tabel 3. Hasil Nilai Smornov-Kolmogorov
Hubungan Nilai D Dengan Do
Syarat Chi Hitung < Chi Kritik
Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III
Hasil 0,081 0,409 0,079 0,409
Kesimpulan Distribusi Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 267
Maka didapatkan distribusi yang boleh digunakan adalah distribusi normal atau log normal
Menggunakan rumus dispersi di bawah ini
1-n
)X - (Xi S
2_
3
3_
S2-n1-n
)X - (Xin Cs
X
S C
_V
4
4_
2
KS3-n 2-n1-n
)X - (Xi n C
Distribusi Log Normal
Dengan data untuk perhitungan distribusi log normal didapatkan seperti nilai di bawah ini
Tabel 4. Hasil Nilai 4 Jenis Distribusi
Jenis Distribusi Hasil Cek Parameter Distribusi
Keterangan Cv Cs Ck
Distribusi Normal 0,24 1,48 6,37 Ditolak
Distribusi Log Normal 0,05 0,92 5,10 Diterima
Distribusi Log Person III 0,05 0,92 5,10 Ditolak
Distribusi Gumbel 0,24 1,48 3,21 Ditolak
Metode Rasional
Dipilih untuk didapatkan nilai debit banjir
AIC0,278 QP Tabel 5. Nilai Debit Banjir Rencana
Debit Banjir (m3/det)
Tr (Kala Ulang)
Metode Rasional
Q = 0,278 * C * I * A
Log Normal
10 11.69
Diambil nilai debit banjir 10 tahun sebesar 11,69 m3/detik
PEMODELAN HEC-RAS
Menggunakan nilai yang berdasarkan standar untuk jenis tutupan pada saluran makan
didapatkan pemodelan dengan aplikasi Hec-RAS dan beberapa segmen yang meluap
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 268
0 1 2 3 44.0
4.5
5.0
5.5
6.0
Tugas Akhir Plan: Saluran Eksisting 26/11/2018 0 m
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Ground
Bank Sta
.03
Gambar 5. Potongan Titik 1 Saluran Eksisting Sta 0 m
0 1 2 3 42.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
Tugas Akhir Plan: Saluran Eksisting 26/11/2018 524 m
Station (m)
Ele
vation
(m
)
Legend
EG PF 1
WS PF 1
Ground
Bank Sta
.03
Gambar 6. Potongan Titik 5 Saluran Eksisting Sta 524 m
Hasilnya didapatkan 9 titik tinjauan yang meluap dengan penerapa aplikasi Hec-RAS,
berbeda dengan perhitungan analisis hidrolika yang hanya menghitung perpotongan, tidak
mempertimbangkan aliran sebelum dan sesudah, serta jarak antar saluran beserta
ketinggiannya.
Tabel 6. Perbandingan Status Saluran Hasil Analisa Manual dan Hec-RAS
Titik 1 2 3 4 5 6 7
Status
Saluran
Manual Meluap Meluap Meluap Meluap Meluap Cukup Meluap
Hec-
RAS Meluap Meluap Meluap Meluap Meluap Cukup Meluap
Titik 8 9 10 11 12 13 14
Status
Saluran
Manual Meluap Cukup Cukup Meluap Meluap Cukup Cukup
Hec-
RAS Meluap Meluap Cukup Cukup Meluap Cukup Cukup
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan pada perencanaan dengan diterapkannya aplikasi Hec-RAS adalah adanya
pendekatan analisa secara keseluruhan saluran, jadi tidak hanya saja mempertimbangkan besar
debit banjir dan kapasitas dimensi saluran pada titik tinjauan, tetapi juga mempertimbangkan
laju aluran dari titik tinjauan sebelum kesesudahnya, karena dibuat dengan pemodelan aplikasi
untuk saluran.
Saran perlu adanya lebih banyak titik tinjauan agar ketelirian dapat lebih dimaksimalkan pada
penerapan aplikasi Hec-RAS, di dalam aplikasi ini dapat dilakukan interpolasi pada antara titik
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 269
tinjauan, hanya tidak mungkin mendapatkan ukuran yang sesuai dengan yang ada pada
lapangan. Sebaiknya dilakukan perbanyakan titik tinjauan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. B. Al, Ilmiaty, R. S., Haki, H., & Rizki, T. F. (2013). © Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya. Kalibrasi Nilai Kekasaran Manning Pada Saluran Terbuka Komposit (Fiber
Bergelombang-Kaca) Terhadap Variasi Kedalaman Aliran (Kajian Laboratorium),
(November).
Dirgantarri, M. H. (2006). Pengaruh Perubahan Peruntukan Lahan Terhadap Aspek
Hidrologi.
Fairizi, D. (2015). Analisis Dan Evaluasi Saluran Drainase Pada Kawasan Perumnas Talang
Kelapa Di Subdas Lambidaro Kota Palembang. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan,
3(1), 755–765.
Istiarto. (n.d.). Modul Pelatihan Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC-RAS Jenjang Dasar: Simple Geometry River, 1.
K., H. W., & Wijaya, V. K. A. W. (2008). Tugas Akhir. Universitas Katolik Soegijapranata.
Kagatpratista, E., & Imron, M. (2008). Bab ii dasar teori 2.1.
Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. (2005). Bappenas, 1–
Kamiana, I. M. (2011). Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air.
Ningsih, D. H. U. (2012). Metode Thiessen Polygon untuk Ramalan Sebaran Curah Hujan
Periode Tertentu pada Wilayah yang Tidak Memiliki Data Curah Hujan. Jurnal
Teknologi Informasi DINAMIK, 17(2), 154–163.
Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan.
Wicaksono, D. H., Anwar, R., & Suroso. (2013). Evaluasi Dan Perencanaan Ulang Saluran
Drainase Pada Kawasan Perumahan Sawojajar Kecamatan Kedungkandang Kota
Malang, 1–7.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 270
ANALISIS FONDASI BOR JEMBATAN
PADA TANAH LEMPUNG KELANAUAN DI DAERAH JAKARTA
SELATAN
Merdy Evalina Silaban1
Sri Wulandari2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail : [email protected],
Abstrak Fondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah, atau
bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi memikul beban
bangunan lain di atasnya. Fondasi jembatan berfungsi untuk menyalurkan beban dari pilar ke tanah
yang ada di bawahnya. Tujuan penelitian ini adalah mendesain dimensi dan menghitung kapasitas
daya dukung tiang bor, menghitung besar penurunan tiang, dan menghitung rencana anggaran biaya
(RAB) fondasi bor. Berdasarkan hasil penyelidikan tanah diperoleh karakteristik jenis tanah adalah
lempung kelanauan dengan kedalaman tanah keras di bawah 14 meter. Perhitungan daya dukung tiang
tunggal menggunakan metode Meyerhoff (1956) dengan berdasarkan data lapangan N-SPT.
Perhitungan penurunan tiang tunggal menggunakan metode semi empiris. Penurunan total pada
kelompok tiang pilar 1 dan pilar 3 sebesar 0,969 m dan 1,097 m pada pilar 2 dan 4. Berdasarkan hasil
perhitungan, pada fondasi pilar 1 dan pilar 3 daya dukung tiang tunggal bernilai 497,700 ton dengan
diameter 1,0 m dan panjang tiang 18 m dan membutuhkan 20 buah tiang. Pada fondasi pilar 2 dan
pilar 4 daya dukung tiang tunggal 442,160 dengan diameter 1,0 m dan panjang tiang 16 m dan
membutuhkan 21 buah tiang. Daya dukung ijin lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang
panjang adalah 407,880 dengan defleksi maksimum 0,006 mm. Tulangan fondasi pilar 1 hingga pilar 4
menggunakan16D25 untuk tulangan longitudinal dan D10-185 untuk tulangan geser. Rencana
anggaran biaya fondasi tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00.
Kata Kunci: Daya Dukung, Fondasi Tiang Bor, Tanah Lempung Kelanauan
PENDAHULUAN Fondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah,
atau bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi
memikul beban bangunan lain di atasnya (Joseph E. Bowles, 1997). Fondasi jembatan
berfungsi untuk menyalurkan beban dari jembatan atau pilar ke tanah yang ada di bawahnya.
Beban yang bekerja pada struktur atas jembatan berdasarkan “Buku Perencanaan Teknik
Jembatan” yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga meliputi beban mati, beban hidup (lalu
lintas), beban angin, dan beban gempa. Berdasarkan data tanah yang didapatkan di daerah
Manggarai, Jakarta Selatan dan data struktur jembatan yang direncanakan, dapat dilakukan
analisis fondasi untuk struktur jembatan tersebut. Tanah di sekitar jembatan rencana
merupakan lempung kelanauan dan berada pada lapisan yang cukup dalam sehingga jenis
fondasi yang dianalisis adalah fondasi tiang bor. Tujuan penelitian “Analisis Fondasi Bor
Jembatan pada Tanah Lempung Kelanauan di Daerah Jakarta Selatan” adalah untuk mendesain
dimensi dan menghitung kapasitas daya dukung tiang bor, menghitung besar penurunan tiang,
dan menghitung rencana anggaran biaya (RAB) fondasi bor.
LITERATURE REVIEW
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Laurentia Natasha Prisca (2016): Adam Dwi
Rahmanto (2013); dan Muh. Handy Dwi Adityawan (2016), Penelitian tersebut mendukung
penelitian “Analisis Fondasi Bor Jembatan pada Tanah Lempung Kelanauan di Daerah Jakarta
Selatan” ini. Perhitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 271
dan dinamis. Perhitungan kapasitas tiang secara statis dilakukan melalui teori Mekanika Tanah,
yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah sedangkan perhitungan dengan cara dinamis
dilakukan dengan menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari pemancangan
tiang (Hary C. Hardiyatmo, 2011). Analisis daya dukung pondasi dibagi menjadi dua macam,
yaitu tiang dukung ujung (end bearing pile) dan tiang gesek (friction pile).
Meyerhoff (1956) memberikan persamaan daya dukung ujung tiang (Qb) sebagai berikut:
Qb = 40 . Nb . Ap
Meyerhoff (1956) memberikan persamaan daya dukung selimut tiang (Qb) untuk tanah
berbutir halus sebagai berikut:
Qs = 0,1 . N . As
Perhitungan daya dukung ultimit tiang fondasi (Qu) menggunakan rumus seperti sebagai
berikut:
Qu = Qb + Qs
Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung ultimit
tiang (Qu) dengan faktor keamanan.
Faktor keamanan untuk pondasi tiang bor adalah 2,5 – 3 (Hary Christady, 2011). Perhitungan
minimum jarak tiang (S) berdasarkan Teng (1962) menggunakan rumus :
S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm
Perhitungan tulangan longitudinal dan perhitungan tulangan geser mengacu pada SNI 03 2847
2013.
METODE PENELITIAN
Perhitungan dimulai dengan menentukan dimensi fondasi dan menghitung daya dukung
fondasi. Daya dukung fondasi terbagi menjadi dua, yaitu daya dukung akibat beban aksial
dimulai dengan menghitung daya dukung ujung tiang dan daya dukung selimut menggunakan
metode Meyerhoff. Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung ujung dan selimut tersebut,
dapat dihitung kapasitas ultimit tiang tunggal. Setelah dilakukan perhitungan pada tiang
tunggal selanjutnya dilakukan perhitungan fondasi tiang kelompok. Pada perhitungan ini
digunakan data beban vertikal yang diperoleh dari data struktur untuk menentukan berapa
banyak tiang yang akan digunakan. Metode Broms untuk perhitungan daya dukung akibat
beban lateral. Perhitungan defleksi merupakan tahap selanjutnya yang dapat dilakukan dalam
merencanakan fondasi. Metode semi empiris digunakan untuk menghitung defleksi. Setelah
memperoleh hasil perhitungan tersebut, selanjutnya dapat dilakukan desain penulangan
fondasi, dapat dibuat gambar kerja fondasi yang direncakan. Berdasarkan gambar tersebut,
dapat dihitung rancangan anggaran biaya dibatasi berdasarkan analisa harga satuan tenaga
kerja, bahan dan peralatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Umum dan Data Stuktur Jembatan
Spesifikasi umum atau data umum pada perencanaan jembatan Manggarai, Jakarta Selatan
diantaranya klasifikasi jalan (jalan arteri), kelas jalan jembatan (Kelas 1), jenis kelas jembatan
(kelas khusus), dan total panjang jembatan (400 m).
Data Beban Struktur
Data beban struktur didapatkan melalui beban yang diterima di masing-masing pilar.
Data Karakteristik Tanah
Data karakteristik tanah juga berguna untuk memperkirakan pengaruh yang akan terjadi pada
fondasi akibat pembebanan. Adapun data karakteristik tanah dapat dilihat pada Gambar 2,
bawah ini.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 272
Gambar 1. Diagram alir perencanaan pondasi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 273
Gambar 2. Gambar penampang tanah BH 20 dan BH 23
Data Spesifikasi Fondasi Data spesifikasi fondasi, meliputi jenis fondasi (fondasi tiang bor), kedalaman fondasi (18
meter), mutu beton pile cap (K-350), dan dimensi fondasi (diameter 1 meter)
1. Perhitungan Daya Dukung Aksial Fondasi Tiang
Dimensi fondasi yang direncanakan pada perhitungan daya dukung tiang adalah 1 m pada
tanah lempung kelanauan sesuai dengan data boring machine BH-1. Kedalaman fondasi
yang direncanakan adalah 18 meter karena pada kedalaman ini nilai N sudah lebih besar
dari 50. Perhitungan daya dukung aksial fondasi menggunakan metode Meyerhoff dengan
menggunakan data SPT. Berikut adalah perhitungan aksial fondasi tiang bor.
Tahanan Ujung Ultimit Penentuan daya dukung fondasi tiang menggunakan data SPT menurut Meyerhoff (1956).
Daya dukung ujung tiang pada pilar 1 dan pilar 3 sebesar 847,800 ton sedangkan daya
dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 973,400 ton.
Tahanan Gesek Selimut Berdasarkan perhitungan didapatkan daya dukung selimut tiang pada pilar 1 dan pilar 3
sebesar 147,610 ton sedangkan daya dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 234,872 ton
Perhitungan daya dukung selimut membutuhkan nilai rata-rata SPT per lapisan, tebal
lapisan, dan luas selimut tiang (As)
Kapasitas Dukung Ijin Tiang Bor Setelah menghitung tahanan ujung dan tahanan gesek ultimit, maka kapasitas dukung
didapat dukung ijin tiang pada pilar 1 dan pilar 3 sebesar 497,610 ton sedangkan daya
dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 442,160 ton
Perhitungan Jumlah Tiang Bor
Perhitungan jumlah tiang bor dapat diketahui dengan membagi beban yang bekerja pada
masing-masing pilar dibagi dengan kapasitas dukung ultimit (Qu). Jumlah tiang pilar 1 dan
pilar 3 sebanyak 20 tiang sedangkan daya dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 21 tiang.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 274
Perhitungan Jarak Antar Tiang
Perhitungan minimum jarak tiang (S) disarankan oleh Teng (1962) untuk fungsi tiang
sebagai tiang dukung ujung dalam lapisan keras. Kedalaman fondasi 16 meter dan diameter
0,8 m. Perhitungan minimum jarak tiang menggunakan rumus:
S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm
Maka jarak minimum antar tiang fondasi:
S = 15,2
S = 2,5 meter
Susunan Tiang Penentuan susunan tiang fondasi kelompok berdasarkan dengan banyaknya jumlah tiang
fondasi di setiap titiknya dan disusun berdasarkan jarak antar tiang fondasi. Maka, susunan
kelompok tiang fondasi untuk fondasi pilar 3 adalah sebagai berikut:
(Pilar 1 & Pilar 3) (Pilar 2 & Pilar 4)
(20 tiang) (21 tiang)
Gambar 3. Susunan tiang fondasi kelompok
2. Perhitungan Daya Dukung dan Efisien Kelompok Tiang Efisiensi pilar 1 dan pilar 3 sebanyak 1,00 sedangkan efisiensi pilar 2 dan pilar 4 sebesar
1,00.
3. Perhitungan Penurunan Fondasi Penurunan digunakan untuk menunjukkan pergerakan dari suatu titik tertentu pada
bangunan terhadap titik acuan yang tetap.
Perhitungan Penurunan Tiang Tunggal
Penurunan dipengaruhi mekanisme pengalihan beban, maka penyelesaian untuk perhitungan
penurunan hanya bersifat pendekatan. Metode semi empiris digunakan dalam
memperkirakan besarnya penurunan fondasi tiang di bawah beban kerja vertikal (P)
disebabkan oleh tiga faktor, sebagai berikut:
Penurunan Elastis Tiang
Diasumsikan bahan tiang adalah elastis, penurunan tiang hasil perhitungan yaitu
0,00859 m
Penurunan Tiang Akibat Beban pada Ujung Tiang
Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang, didapat nilai sebesar
0,0471 m.
Penurunan Tiang Akibat Beban Menerus Sepanjang Tiang Penurunan tiang fondasi yang ditimbulkan oleh pembebanan pada selimut tiang,
didapatkan nilai sebagai berikut: 0,00737 m. Penurunan total (S) sebesar 0,0630 m
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 275
4. Perhitungan Penurunan Kelompok Tiang
Penurunan fondasi tiang pada tanah kohesif terdiri atas dua komponen yaitu penurunan
segera dan penurunan jangka panjang atau penurunan konsolidasi.
Perhitungan Penurunan Segera
Perhitungan penurunan kelompok tiang dapat dihitung menggunakan metode Vesic (1977),
dan didapatkan nilai sebesar 0,225 m.
Penurunan Konsolidasi
Penurunan konsolidasi dihitung mulai dari kedalaman tekanan yang bekerja pada tiang,
yaitu pada kedalaman 2/3 L sampai dengan lapisan tanah keras di bawah ujung tiang.
Perhitungan konsolidasi dilakukan per lapisan dan nilai total penurunan konsolidasi didapat
dari penjumlahan nilai penurunan konsolidasi tiap lapisan.
penurunan konsolidasi total = 0,969 m
Kecepatan Penurunan Konsolidasi
Estimasi kecepatan konsolidasi dibutuhkan untuk mengetahui besarnya kecepatan
penurunan fondasi selama proses konsolidasinya. Kecepatan penurunan pada pilar 1 dan
pilar 3 adalah 107,577 hari, sedangkan kecepatan penurunan pada pilar 2 dan pilar 4
adalah 84,999 hari.
5. Perhitungan Daya Dukung Lateral
Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal Gaya lateral yang terjadi pada ujung tiang bergantung pada kekakuan atau tipe tiang, macam
tanah, penanaman ujung tiang ke dalam pelat penutup kepala tiang (pile cap), sifat gaya-
gaya, besarnya defleksi
yang terjadi pada pilar 1, pilar 2, pilar 3 dan pilar 4 tidak melebihi
syarat yang ditentukan yaitu 0,006 mm.
6. Perhitungan Penulangan Fondasi
Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25 dan tulangan geser pada
fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah dengan tebal 1,8 meter.
Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah
D29-110.
Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25 dan tulangan geser pada
fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah dengan tebal 1,8 meter.
Tulangan pilar dan pilar 3 arah x adalah D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-
110.
7. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan rencana anggaran biaya pekerjaan fondasi tiang bor dilakukan berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/Prt/M/2016 Tentang
Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. dihitung dengan mengalikan
volume pekerjaan dengan harga satuan pekerjaan. Harga satuan pekerjaan yang didapat
berdasarkan Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan Konstruksi dan Interior, dihitung dengan
memasukkan harga satuan bahan dan upah dikalikan dengan koefisien bahan dan koefisien
tenaga. Berikut merupakan analisa harga satuan pekerjaan. Rencana anggaran biaya fondasi
tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 276
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan fondasi tiang bor, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Fondasi pada pilar jembatan direncanakan dengan diameter 1 m.
2. Pada pilar 1 dan pilar 3 didapatkan daya dukung tiang fondasi bernilai 497,70 ton,
jumlah fondasi tiang sebanyak 20 buah, daya dukung kelompok tiang bernilai
19.908,12 ton. Penurunan total pada kelompok tiang sebesar 0,969 m. Daya dukung ijin
lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang panjang adalah 407,880 dan defleksi
maksimum 0,006 mm. Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25
dan tulangan geser pada fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah
meter 12,814,3 dengan tebal 1,8 meter. Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah
D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-110.
3. Pada pilar 2 dan pilar 4 didapatkan daya dukung tiang fondasi bernilai 442,16 ton,
jumlah fondasi tiang sebanyak 21 buah, daya dukung kelompok tiang bernilai
25.373,71 ton. Penurunan total pada kelompok tiang sebesar 1,097 m. Daya dukung ijin
lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang panjang adalah 407,880 dan defleksi
maksimum 0,006 mm. Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25
dan tulangan geser pada fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah
meter 16,314,3 dengan tebal 1,8 meter. Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah
D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-110.
4. Rencana anggaran biaya fondasi tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00
Saran
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut.
1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu diperhatikan penggunaan metode yang dapat
disesuaikan dengan ketersediaan data.
2. Penggunaan daftar harga satuan bahan dan upah dipilih sesuai lokasi rencana atau
daerah sekitarnya dan terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Asroni, Ali. 2010. Kolom, Fondasi dan Balok “T” Beton Bertulang. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Bowles, Joseph E. 1997. Analisis dan Desain Pondasi, Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.
BSN. 2013. SNI 2847-2013. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Damoerin, Damrizal. 2005. Diktat Kuliah Rekayasa Fondasi 1. Departemen Teknik Sipil
Universitas Indonesia, Depok.
Das, Braja M. 1990. Principles of Foundation Engineering. PWS-KENT Publishing Company,
Boston.
Djajaputra, Aziz, dkk. 2000. Manual Pondasi Tiang. Universitas Katolik Parahyangan, Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 1996. Teknik Fondasi I, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 277
PERBAIKAN TANAH DENGAN KOMBINASI METODE PRELOADING
DAN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN PADA DAERAH SEKITAR
JEMBATAN TABALONG KALIMANTAN SELATAN
Abdul Muis
1
Asri Wulan2
1,2
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Permasalahan utama yang sering dialami konstruksi di atas tanah lunak yaitu penurunan yang sangat
besar dan dalam jangka waktu yang lama dan dengan daya dukung tanah yang sangat rendah yang
mengganggu stabilitas konstruksi. Solusi untuk permasalahan penurunan yang besar dan lama pada
umumnya menggunakan teknik percepatan penurunan yaitu dengan cara mengeluarkan air pori pada
tanah dengan lebih cepat dibandingkan proses konsolidasi secara alami. Salah satu metodenya yaitu
preloading yang dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Jembatan Tabalong
merupakan jembatan yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan, menghubungkan jalan dari
Kecamatan Kelanis ke Kecamatan Paringin. Tanah dasar pada lokasi merupakan tanah lempung lunak
mencapai kedalaman 13 m. Hasil dari perhitungan waktu konsolidasi tanah alami untuk BHB-3A
dengan penurunan 90% sebesar 1,133 meter yaitu 40,80 Tahun, untuk BHB-3 dengan penurunan 90%
sebesar 1,330 meter yaitu 33,62 Tahun, untuk BHB-6 dengan penurunan 90% sebesar 0,707 meter
yaitu 35,75 tahun, dan untuk BHB-6A dengan penurunan 90% sebesar 0,986 meter yaitu 44,13 tahun.
Waktu konsolidasi tanah dengan menggunakan PVD untuk BHB-3A yaitu 13 Minggu, untuk BHB-3
yaitu 11 Minggu, untuk BHB-6 yaitu 11 Minggu, dan untuk BHB-6A yaitu 13 Minggu. Waktu
konsolidasi dengan PVD berlangsung 11-13 Minggu. Waktu ini jauh lebih singkat bila dibandingkan
dengan penurunan alami.
Kata Kunci : Prefabricated Vertical Drain, Preloading, Perbaikan Tanah, Konsolidasi
PENDAHULUAN Tanah lunak merupakan salah satu jenis tanah yang kurang baik untuk dibangun suatu
konstruksi. Kendala yang timbul dari pembangunan konstruksi di tanah lunak yaitu settlement
tanah yang besar dalam waktu yang lama sehingga mengganggu konstruksi diatasnya. Solusi
untuk permasalahan penurunan yang besar dan lama pada umumnya menggunakan teknik
percepatan penurunan yaitu dengan cara mengeluarkan air pori pada tanah dengan lebih cepat
dibandingkan proses konsolidasi secara alami. Salah satu metodenya yaitu preloading yang
dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Preloading dalam hal ini
merupakan timbunan tanah yang diberikan di atas lapisan tanah lunak sebelum pembangunan
konstruksi dilakukan sehingga terjadi proses pemampatan tanah akibat dari beban vertikal.
Pembangunan jembatan Tabalong menghubungkan jalan dari Kecamatan Kelanis ke
Kecamatan Paringin di Provinsi Kalimantan Selatan. Tanah dasar pada lokasi merupakan tanah
lunak mencapai kedalaman 13 m, sehingga dilakukan perbaikan tanah dengan metode
preloading yang dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Tujuan penulisan
adalah sebagai berikut:
1. Menghitung waktu konsolidasi tanah
2. Menghitung waktu konsolidasi tanah dengan kombinasi preloading dan prefabricated
vertical drain
3. Menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perbaikan tanah dengan metode
prefabricated vertical drain.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 278
LITERATURE REVIEW
Preloading
Preloading adalah salah satu cara untuk mempercepat penurunan dan meningkatkan daya
dukung tanah dengan memberikan beban tambahan pada tanah. Pemberian beban ini akan
efektif bila beban total (beban awal ditambah beban tambahan) melebihi tekanan maksimum
yang pernah dialami tanah (tekanan prakonsolidasi).
Preloading digunakan pada tanah lunak seperti tanah lempung atau lanau yang memiliki
komprebilitas tinggi. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengeluarkan air
pori.
Waktu Pemampatan
Pemampatan konsolidasi lapisan tanah dasar yang terjadi disebabkan keluarnya air pori ke
lapisan yang lebih porus. Waktu konsolidasi menurut Terzaghi dalam Das (1985) dirumuskan
sebagai berikut : 2
( )t = dr
v
vT H
C
Dimana :
t = waktu konsolidasi
Tv = faktor waktu
Hdr = panjang aliran air (drainage)
Cv = koefisien konsolidasi akibat aliran air pori arah vertikal
Untuk tanah yang memiliki banyak lapis dengan ketebalan yang berbeda-beda, harga Cv
gabungan dapat ditentukan dengan formula berikut :
2
1 2
v gabungan
1 2
1 2
..... =
.....
n
n
v v vn
H H HC
HH H
C C C
Dimana :
Hi = tebal lapisan i
Cvi = nilai Cv pada lapisan i
Vertical Drain
Vertical drain berfungsi untuk mempercepat waktu pemampatan konsolidasi primer pada
lapisan tanah lempung compressible. Hal ini dikarenakan pemampatan konsolidasi yang terjadi
pada tanah lempung berlangsung sangat lambat. Dengan adanya vertical drain maka air pori
tanah tidak hanya mengalir keluar kearah vertikal saja, tetapi juga ke arah horizontal.
Vertical drain dapat berupa kolom pasir (sand drain) atau pre-fabricated vertical drain (PVD).
PVD terbuat dari bahan geosintetik yang diproduksi di pabrik. Bahan ini dapat mengalirkan air
dengan baik, namun masa efektif kerja bahan ini hanya 6 bulan.
Waktu Konsolidasi dengan Vertical Drain
Waktu konsolidasi yang dibutuhkan dengan menggunakan vertical drain menurut Barron
(1948) adalah : 2 1
t = . ( ).ln8 1h h
DF n
C U
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 279
2
( )
h8
2
1U = 1 100%
n
t Ch
D F
Dimana :
t = waktu untuk menyelesaikan konsolidasi primer
D = diameter ekivalen daerah pengaruh dari PVD
Ch = koefisien konsolidasi tanah horisontal
F(n) = faktor hambatan disebabkan karena jarak antar PVD
Ūh = Derajat konsolidasi tanah akibat aliran air arah radial
Gambar 1. PVD pola susunan bujur sangkar
Sumber: Hansbo, 1979 dalam Mochtar, 2000
Gambar 2. PVD pola susunan segitiga
Sumber: Hansbo, 1979 dalam Mochtar, 2000
Teori di atas dikembangkan oleh Hansbo (1979) dengan memasukkan dimensi fisik dan
karakteristik dari PVD. Fungsi F(n) merupakan fungsi hambatan akibat jarak antar titik pusat
PVD. Harga F(n) didefinisikan dengan: 2 2
(n) 2 2 2
3 1F = ln( )
1 4
n nn
n n
Dimana :
n = w
D
D
dw = diameter ekivalen dari vertical drain
METODE PENELITIAN Penelitian ini memiliki tahapan-tahapan awal dalam menentukan permasalahan sampai dengan
kesimpulan. Tahapan-tahapan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data Sekunder ini berupa data
penyelidikan tanah. Menganalisis Pemampatan tanah yang terjadi di lokasi, analisis
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 280
pemampatan didapatkan dari data sekunder berupa boring log. Perencanaan perbaikan tanah
dengan kombinasi metode preloding dan PVD meliputi jarak PVD, kedalaman PVD, waktu
proses pemampatan akibat PVD dan Biaya yang diperlukan untuk perbaikan tanah.
Gambar 3. Tahapan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan Preloading
Perhitungan preloading direncanakan pada Zona 3, 3A, 6, dan 6A (Gambar 4), dimana data
tanahnya masing-masing diwakili BHB-3, BHB-3A, BHB-6, dan BHB-6A. Perencanaan ini
memperhatikan pemampatan tanah akibat konsolidasi primer yaitu pada kondisi
overconsolidated. Dari perhitungan tersebut diperoleh besar pemampatan (Sc), tinggi
preloading awal (H-Initial), dan tinggi preloading akhir (H-Final) untuk perencanaan.
Untuk mendapatkan nilai H-Initial dilakukan perhitungan pemampatan tanah dasar dengan
variasi pemberian beban timbunan (q), sedangkan H-Final diketahui setinggi 8 m dari
permukaan tanah dasar. Berdasarkan data tanah, diperoleh lapisan mampu mampat (N-SPT
≤10) pada kedalaman 13 m.
Gambar 4. Zona Perencanaan PVD Sumber : PT. Maratama Cipta Mandiri
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 281
Perhitungan Besar Pemampatan
Perhitungan besar pemampatan (Sc) dilakukan terhadap hasil analisis data tanah. Pemampatan
dihitung akibat tinggi tanah timbunan yang setara dengan variasi beban timbunan dan beban
perkerasan jalan.
Tabel 1. Penurunan Tanah pada BHB-3A Sebelum Preloading Tambahan
Layer
(kN/m3
)
Kedalama
n (m)
H
(m)
qc
(kg/cm2
)
qc
(MPa
) m
mv
(m2/kN)
P
(kN/m
)
Sc
(m)
Beban Desain
32 0 1
1 MPa = 0.1 kg/cm2 embankment/platform
17 0 8
Timbunan Tambahan
17 0 0
Lapisan Tanah 1 11 1,5 1,5 8 0,8 2,
2
5,68E-
04 168 0,143
Lapisan Tanah 2 12 8 6,5 14 1,4 3,
6
1,98E-
04 168 0,217
Lapisan Tanah 3 12 9 1 2 0,2 4 1,25E-
03 168 0,210
Lapisan Tanah 4 12 13 4 3 0,3 4 8,33E-
04 168 0,560
Kedalaman yang dapat
dimampatkan
13
Total Sc 1,130
Sc 1,017
Penurunan tanah pada BHB-3A sebelum preloading tambahan diberikan yaitu 1,130 meter,
dengan 90% penurunannya sebesar 1,017 meter.
Perhitungan Tinggi Preloading Awal (H-Awal) dan Tinggi Preloading Akhir (H-Akhir)
Untuk memperoleh Hakhir sesuai elevasi yang direncanakan yaitu 8 m diatas tanah asli, maka
diberikan tambahan preloading menjadi 11,016 m. Untuk hasil penurunan dapat dilihat di
Tabel 2 dan Tabel 3
Tabel 2. Hasil Penurunan Tanah pada BHB3A
Layer
(kN/m3)
Kedalaman
(m)
H
(m)
qc
(kg/cm2)
qc
(MPa) m
mv
(m2/kN) P
(kN/m)
Sc
(m)
Beban Desain
32 0
1
1 MPa = 0.1 kg/cm2 embankment/platform
17 0
8
Timbunan Tambahan
17 0
1,133
Lapisan Tanah 1 11 1,5 1,5 8 0,8 2,2 0,00057 187,269 0,160
Lapisan Tanah 2 12 8 6,5 14 1,4 3,6 0,0002 187,269 0,242
Lapisan Tanah 3 12 9 1 2 0,2 4 0,00125 187,269 0,234
Lapisan Tanah 4 12 13 4 3 0,3 4 0,00083 187,269 0,624
Kedalaman yang dapat
dimampatkan 13
Total Sc 1,259
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 282
Layer
(kN/m3)
Kedalaman
(m)
H
(m)
qc
(kg/cm2)
qc
(MPa) m
mv
(m2/kN) P
(kN/m)
Sc
(m)
Sc 1,133
Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Penurunan Tanah
Titik Bor Kedalaman
(m)
Hawal
(m)
Stripping
(m)
Hakhir
(m)
90%Sc
(m)
BHB-3A 13 11,016 1,882 8,000 1,133
BHB-3 13 11,212 1,882 8,000 1,330
BHB-6 13 10,590 1,882 8,000 0,707
BHB-6A 13 10,868 1,882 8,000 0,986
Penurunan tanah tertinggi terdapat pada BHB-3 yaitu 1,330 meter, dengan H-awal sebesar
11,212 meter dan Stripping tanah sebesar 1,882 meter.
Perhitungan Waktu Pemampatan Tanpa PVD
Perhitungan ini menggunakan contoh dari data tanah BHB-3A. Data tanah BHB-3A yang
dibutuhkan untuk menghitung waktu pemampatan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Cv gabungan tanah BHB-3A
Layer H (m) mv (m2/kN)
k
(cm/s) cv (m
2/s) H'
Lapisan tanah 1 1,50 5,68E-04 1E-07 1,76E-07 1,50
Lapisan tanah 2 6,50 1,98E-04 1E-08 5E-08 3,48
Lapisan tanah 3 1,00 1,25E-03 1E-06 8E-07 2,13
Lapisan tanah 4 4,00 8,33E-04 1E-07 1,2E-07 3,30
13,00 cv gab. 1,13E-07 10,41
Dari Tabel 4 diperoleh Cv gabungan sebesar -71,13×10 m2/s dan tebal lapisan drainage (Hdr)
sebesar 13 m. Waktu penurunan konsolidasi dihitung menggunakan rumus dibawah ini 2
v dr
c
v
T ×Ht =
C
Derajat konsolidasi (U) sebesar 90%, waktu pemampatan pada zona BHB-3A membutuhkan
waktu selama 40,80 tahun. Untuk waktu konsolidasi setiap zona dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Waktu Konsolidasi Alami
Titik Bor Kedalaman
(m)
90%Sc
(m)
Cv
Gabungan
t90
(Tahun)
BHB-3A 13 1,133 1,13E-07 40,80
BHB-3 13 1,330 1,37E-07 33,62
BHB-6 13 0,707 1,29E-07 35,75
BHB-6A 13 0,986 1,04E-07 44,13
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 283
Dari Tabel 5 diperoleh waktu konsolidasi terlama pada BHB-6A sebesar 44,13 Tahun.
Perhitungan Waktu Konsolidasi
Perhitungan waktu konsolidasi dengan menggunakan kombinasi preloading dan PVD untuk
mencapai derajat konsolidasi yang direncanakan yaitu U90. Pola pemasangan segitiga dengan
spasi 1,5 m dihitung menggunakan rumus dibawah ini. 2
(n)
h h
D 1t = ×F ×ln
8×C 1-U
Hasil perhitungan waktu konsolidasi dengan kombinasi preloading dan PVD disajikan pada
Tabel 6
Tabel 6. Waktu Konsolidasi dengan PVD
t BHB 3A BHB 3 BHB 6 BHB 6A
Minggu bulan U (%) S (m) U (%) S (m) U (%) S (m) U (%) S (m)
0 0 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
1 0,25 16 0,20 19 0,28 20 0,16 16 0,18
2 0,50 30 0,38 35 0,52 36 0,28 30 0,33
3 0,75 41 0,52 47 0,69 48 0,38 41 0,45
4 1,00 51 0,64 58 0,86 59 0,46 51 0,56
5 1,25 59 0,74 66 0,98 67 0,53 59 0,65
6 1,50 65 0,82 72 1,06 73 0,57 66 0,72
7 1,75 71 0,89 78 1,15 79 0,62 71 0,78
8 2,00 76 0,96 82 1,21 83 0,65 76 0,83
9 2,25 80 1,01 85 1,26 86 0,68 80 0,88
10 2,50 83 1,05 88 1,30 89 0,70 83 0,91
11 2,75 86 1,08 91 1,34 91 0,72 86 0,94
12 3,00 88 1,11 92 1,36 93 0,73 88 0,96
13 3,25 90 1,13 94 1,39 94 0,74 90 0,99
14 3,50 92 1,16 95 1,40 95 0,75 92 1,01
15 3,75 93 1,17 96 1,42 96 0,75 93 1,02
Dari Tabel 6 diperoleh waktu konsolidasi untuk BHB-3A dan BHB-6A adalah 13 Minggu,
untuk BHB-3 dan BHB-6 adalah 11 Minggu.
Kebutuhan PVD dan Timbunan
Tabel 7. Kebutuhan PVD
Titik Bor Luas Jumlah
Titik
Kedalaman
m
90%Sc
(m) Platform Panjang Volume
BHB-3A 3500 1797 13 1,133 1,330 14,830 26641,315
BHB-3 1000 514 13 1,330 1,330 14,830 7611,804
BHB-6 1500 770 13 0,707 1,330 14,830 11417,707
BHB-6A 3000 1540 13 0,986 1,330 14,830 22835,413
Jumlah 68506,240
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 284
Didapatkan Kebutuhan PVD sebesar 68506,240 m. Untuk luas geotekstil nonwoven yang
dipakai seluas area PVD yaitu 9000 m2. Jumlah kebutuhan Timbunan dapat dilihat pada Tabel
8
Tabel 8. Volume Timbunan
Titik Bor Luas Hawal
(m) Platform Vtanah Vpasir
BHB-3A 3500 11,016 1,330 38555,475 4654,697
BHB-3 1000 11,212 1,330 11212,267 1329,913
BHB-6 1500 10,590 1,330 15884,359 1994,870
BHB-6A 3000 10,868 1,330 32604,533 3989,740
Jumlah 98256,634 11969,221
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan perbaikan tanah dengan menggunakan metode preloading yang
dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain maka diperoleh beberapa simpulan
sebagai berikut :
1. Waktu konsolidasi tanah alami dengan preloading dengan penurunan 90% untuk BHB-
3A sebesar 1,133 meter yaitu 40,80 Tahun, untuk BHB-3 sebesar 1,330 meter yaitu
33,62 Tahun, untuk BHB-6 sebesar 0,707 meter yaitu 35,75 Tahun, dan untuk BHB-6A
sebesar 0,986 meter yaitu 44,13 Tahun. Waktu konsolidasi terlama terjadi pada zona 6A
yang diwakili titik bor BHB-6A.
2. Waktu konsolidasi tanah dengan kombinasi preloading dan PVD dengan penurunan
90% untuk BHB-3A sebesar 1,13 meter yaitu 13 Minggu, untuk BHB-3 sebesar 1,34
meter yaitu 11 Minggu, untuk BHB-6 sebesar 0,72 meter yaitu 11 Minggu, dan untuk
BHB-6A sebesar 0,99 meter yaitu 13 Minggu. Waktu konsolidasi dengan PVD hanya
berlangsung 11-13 Minggu.
3. Total biaya pekerjaan perbaikan tanah dengan kombinasi preloading dan PVD adalah
Rp. 35.504.859.000,00.
Saran
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan penulis, maka diperoleh beberapa saran sebagai
berikut:
1. Pola pemasangan PVD secara bujur sangkar perlu diperhitungkan agar terlihat
perbedaan percepatan dari pemilihan pola pemasangan.
2. Jarak antar titik PVD dan pola PVD perlu dibuat beberapa pilihan agar diketahui yang
lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Barron, R. A. 1948. Consolidation of Fine Grained Soils by Drain Wells, Transaction ASCE,
Vol. 113.
Christady, H. 2010. Mekanika Tanah 2 Edisi Ke Lima. Gadjah mada University Press.
Yogyakarta
Christady, H. 2013. Geosintetik Untuk Rekayasa Jalan Raya Perancangan dan Aplikasi.
Gadjah mada University Press. Yogyakarta
Craig, R. F. 1994. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Das, M. Braja. 1991. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip rekayasa Geoteknik). Erlangga. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 285
Das, M. Braja. 2011. Principles of Foundation Engineering 7th Edition. Cengage Learning.
Stamford.
Giroud, J.P. 1981. Designing With Geotextiles, Mater. Const (Paris), Vol.14. no.82, pp.257-
272
Hansbo, S. 1979. Geodrains in Theory and Practice, Geotechnical Report, Terrafigo,
Stockholm, Swedia.
Surendo, Bambang. 2015. Mekanika Tanah Teori, Soal, dan Penyelesaian. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
Terzaghi, K. 1925. Erdbaumechanik auf Bodenphysikalischer Grundlage, Deutichke, Vienna.
Terzaghi, K., and Peck, R. B. 1967. Soil Mechanics in Engineering Practice, 2nd ed., Wiley,
New York.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 286
ANALISIS FONDASI GEDUNG DENGAN TIANG PANCANG PADA
TANAH PASIR BERLEMPUNG DI KALIMANTAN TIMUR
Dyna Prasetya Riani
1
Sri Wulandari2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma.
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Pembangunan infrastruktur sedang berkembang disetiap daerah di Indonesia. Penyerataan
pembangunan bertujuan untuk mengembangkan ekonomi daerah. Pembangunan insfrastruktur
dilakukan dengan beberapa tahapan seperti tahapan awal proyek, tahap konstruksi, dan tahapan
operasional. Penulisan ini bertujuan untuk merencanakan suatu gedung di Kalimantan Timur.
Berada di atas lahan seluas 178678,62 m2 dan berada di atas tanah sekitaran pinggir pantai.
Akibat lokasi pembangunan disekitar pinggir pantai maka tidak disarankan menggunakan fondasi
tiang bor. Fondasi menggunakan fondasi tiang pancang berbentuk persegi dengan diameter 450
cm. Desain dilakukan berdasarkan data tanah proyek pada bor hole 3 dan bor hole 4. Daya
dukung fondasi dilakukan berdasarkan hasil pengujian Standard Penetration Test (SPT). Daya
dukung izin pada bor hole 3 sebesar 163,655 ton, sedangkan pada bor hole 4 sebesar 158,429.
Penurunan yang terjadi sekitar 0,08 m hingga 0,12 m. Dimensi pile cap bervariasi mulai dari 1
tiang hingga 50 tiang per titik. Biaya total untuk fondasi tiang pancang yang digunakan pada bh3
sebesar Rp 21.519.059.676, sedangkan untuk tiang pacang pada bh 4 sebesar Rp 6.412.879.779.
Total biaya perkiraan perencanaan struktur bawah bangunan sekitar Rp 189.100.171.411,00.
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka direkomendasikan fondasi tiang pancang berbentuk
persegi dengan dimensi 0,45 m dengan panjang 19 m dan 13 m. Hal tersebut dipertimbangkan
berdasarkan daya dukung, penurunan, letak fondasi, letak fondasi, dan biaya material.
Kata Kunci: Fondasi, Tiang Pancang, Pasir Berlempung, N-SPT.
PENDAHULUAN Menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie, R.J., 2005),
infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen
publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan
limbah, transportasi, dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial
dan ekonomi. Selain itu, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai perusahaan demi
mewujudkan kesetaraan pembangunan daerah.
Penulisan ini membahas perencanaan fondasi gedung dengan tiang pancang pada tanah pasir
berlempung di Kalimantan Timur. Pemilihan jenis fondasi dilakukan berdasarkan hasil
pengujian tanah yang dilakukan. Proyek gedung di Kalimantan Timur ini merupakan bangunan
yang menggabungkan hotel, apartemen, nature park, gourment tower, dan pusat perbelanjaan.
Berdasarkan data pengujian tanah yang diperoleh, pengerjaan struktur bawah proyek ini tidak
disarankan untuk menggunakan tiang bor. Hal tersebut diakibatkan karena bangunan dibangun
pada pinggir pantai yang terdapat lapisan lempung dan lanau berpasir. Oleh karena itu, sistem
tiang pancang sangat disarankan karena lebih efisien dan efektif dalam pengerjaan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 287
LITERATURE REVIEW
Tahapan perencanaan dilakukan berdasarkan hasil dari berbagai investigasi geologi teknik yang
dilakukan guna menyelidiki karakteristik tanah agar tidak terjadinya kegagalan fungsi fondasi
yang disebabkan oleh penurunan atau base shear failure. Karakteristik tanah dan keadaan
lingkungan sekitar menentukan kedalaman fondasi dan jenis fondasi yang digunakan. Fondasi
merupakan struktur bangunan paling bawah yang menyalurkan beban vertikal maupun beban
horizontal ke dalam tanah. Fondasi harus memperhitungkan kestabilan bangunan terhadap
beratnya sendiri beserta gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain.
Selain itu, tidak boleh terjadi penurunan level melebihi batas yang diijinkan. Persyaratan utama
dalam proses pembangunan fondasi antara lain cukup kuat menahan muatan geser akibat
muatan tegak ke bawah, dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil, dan dapat
menahan pengaruh perubahan cuaca dan bahan kimia.
Kapasitas Daya Dukung Fondasi Akibat Beban Aksial/ Vertikal
Kapasitas dukung tiang merupakan kemampuan dari tiang dalam mendukung beban sehingga
bangunan dapat stabil. Daya dukung fondasi tiang ditentukan menggunakan data Standard
Penetration Test (SPT), Meyerhoff (1976) menganjurkan formula daya dukung untuk tiang
pancang sebagai berikut:
AbNb380)d
L(Nb)(38AbQp (1)
fsAsQs (2)
WpQsQpQu (3)
Qa = SF
Q u (4)
Keterangan:
Qa = daya dukung ijin tiang beton (ton)
Qu = daya dukung maksimum tiang (ton)
Qp = Daya dukung ujung tiang
Qs = Daya dukung selimut tiang
Nb = Harga N-SPT pada elevasi dasar tiang
Ab = Luas penampang dasar tiang (m2)
As = Luas selimut tiang (m2)
SF = Safety Factor atau faktor keamanan
Kapasitas Daya Dukung Kelompok Fondasi Tiang
Kapasitas ultimit kelompok tiang merupakan hasil perkalian jumlah tiang dalam kelompok
tiang dengan daya dukung ultimit. Daya dukung ultimit tersebut merupakan penjumlahan dari
daya dukung ujung, daya dukung selimut tiang tunggal dan berat tiang. Kapasitas dukung
kelompok tiang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
gQ aQmn (5)
Keterangan:
m = jumlah tiang pada deretan baris (m)
n = jumlah tiang pada deretan kolom (m)
Qa = daya dukung izin (ton)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 288
Penurunan Fondasi Tiang
Penurunan atau settlement merupakan gerakan pada suatu titik tertentu pada bangunan terhadap
titik referensi yang tetap. Segala penurunan tiang dipengaruhi oleh sifat tanah dan penyebaran
tekanan fondasi terhadap tanah dibawahnya. Umumnya tanah kohesif memiliki nilai penurunan
yang lebih besar dibandingkan tanah nonkohesif. Penurunan yang diizinkan tergantung dari
beberapa faktor seperti jenis bangunan, tinggi bangunan, fungsi bangunan, dan kekakuan.
Penurunan Tiang Tunggal
s = 321 sss (6)
1s pp
sp
.EA
).L.Q(Q (7)
2s p
Pp
D.q
.CQ (8)
3s ws2
ss
s .Iμ1E
D
p.L
Q
(9)
Penurunan Kelompok Tiang
Sg = D
BS
g (10)
Keterangan:
Sg = Penurunan seketika kelompok tiang
s = Penurunan tiang tunggal
Bg = Lebar kelompok tiang
D = Dimensi tiang
Qs = Daya dukung selimut tiang (ton)
L = Panjang tiang (m)
P = Keliling penampang tiang (m)
Es = Modulus elastisitas tanah pada ujung tiang (ton/m2)
μs = Poisson’s Ratio tanah
Iws = faktor pengaruh
Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal
Perhitungan beban lateral yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini menggunakan
Metode Poulos.
Hu pf
2h
I
LNf (11)
Keterangan:
pf = Defleksi kepala tiang (6,25 x 10-3
)
Hu = Beban lateral pada kepala tiang maksimum (kN)
Nh = Koefisien variasi modulus (kN/m3)
L = Panjang tiang (m)
pfI = faktor pengaruh elastis yang mempengaruhi defleksi akibat beton horizontal dan momen.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 289
Daya Dukung Lateral Kelompok Tiang
Perhitungan defleksi lateral dan rotasi tiang yang terjadi pada permukaan tanah, kondisi kepala
kelompok tiang diasumsikan menjadi tiga kategori:
1. Bila kepala tiang adalah bebas, setiap tiang dalam grup memiliki defleksi yang sama.
2. Bila kepala tiang adalah bebas, beban lateral atau momen yang nilainya sama bekerja pada
masing-masing tiang.
3. Bila kepala tiang adalah jepit, setiap tiang memiliki defleksi yang sama. Poulos
memberikan persamaan dalam menghitung beban horizontal total dalam grup sebagai
berikut:
HG =
n
1j
Hj (12)
Keterangan:
HG
: Beban lateral total (kN)
Hj
: Beban lateral pada tiang j (kN)
Defleksi Akibat Beban Lateral/ Horizontal
Nilai defleksi maksimum untuk kondisi kepala tiang terjepit dirumuskan sebagai berikut.
pfpf2h
'F/ILN
H (13)
Keterangan:
pf = Defleksi kepala tiang
H = Beban lateral pada kepala tiang (kN)
Nh = Koefisien variasi modulus (kN/m3)
L = Panjang tiang (m)
pfI = Faktor pengaruh elastis yang mempengaruhi defleksi akibat beton horizontal dan momen.
pf'F = Faktor yield-displacement
METODE PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian tanah diperoleh karakteristik tanah seperti pada Gambar 2.
Berdasarkan stratifikasi tanah tersebut menunjukkan bahwa pada bor hole 3 dan bor hole 4
jenis tanahnya merupakan tanah pasir berlempung. Tiang pancang yang digunakan pad bor
hole 3 sepanjang 19 m dan pada bor hole 4 sepanjang 13 m. Perbedaan panjang tiap bor
hole ditentukan oleh nilai N-SPT yang diperoleh. Semakin besar nilai SPT maka semakin
keras jenis tanah yang digunakan.
Daya Dukung Fondasi Tiang
Kapasitas daya dukung tiang akibat beban aksial yang terletak pada tanah pasir berlempung
dengan menggunakan Metode Meyerhoff. Daya dukung izin diperoleh dari kekuatan izin tekan
dan kekuatan izin tarik yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dan kekuatan material itu sendiri.
Daya dukung kelompok tiang dilakukan menggunakan Metode Vesic. Perhitungan daya
dukung akibat beban lateral atau horizontal menggunakan Metode Poulos dan Davis.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 290
Gambar 1. Diagram Alir Perencanaan Fondasi Gedung dengan Tiang Pancang Pada Tanah Pasir
Berlempung, Kalimantan Timur
Gambar 2. Penampang tanah pada (a) Bor Hole 3 dan (b) Bor Hole 4
Daya dukung tiang yang direncanakan menggunakan tiang berbentuk spun pile dan mini
pile dengan panjang tiang 19 m dan 13 m. Desain fondasi ini menggunakan fondasi tiang
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 291
pancang berbentuk persegi dengan dimensi 0,45 m. Desain dilakukan berdasarkan data
tanah proyek pada bor hole 3 dan bor hole 4. Daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole
3 sebesar 163,655 ton. Sedangkan daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 4 sebesar
158,429.
Penurunan Tiang
Penurunan tiang diperhitungkan dengan tiang tunggal dan tiang kelompok. Penurunan
fondasi tiang tunggal menggunakan Metode Semi Empiris sebesar 0,08m pada bor hole 3
dan sebesar 0,12m pada bor hole 4. Penurunan tiang kelompok menggunakan Metode
Vesic sesuai dengan ketebalan pile cap serta jumlah tiang yang digunakan, Setiap
kelompok tiang memiliki penurunan kelompok yang berbeda-beda namun dengan batas
yang tidak melampaui aturan yang berlaku yaitu sekitar 6 mm. Pada Perancangan fondasi
tiang tidak diperkenankan mengalami defleksi tiang lateral yang besar karena akan
membahayakan stabilitas jangka panjang bangunan yang didukungnya. Bangunan gedung
umumnya gerakan lateral yang ditoleransikan hanya berkisar 6 mm – 18 mm. Penentuan
defleksi tiang lateral dapat menggunakan Metode Poulos.
Desain Kepala Tiang (Pile cap)
Perencanaan dimensi dan penulangan pile cap tiang pancang menggunakan acuan
peraturan SK SNI 8460: 2017. Dimensi pile cap untuk dimensi fondasi 0,45 m yaitu 0,8 m
hingga 3 m dengan bentuk pile cap yang bervariasi, mulai dari 1 tiang sampai 50 tiang.
Lebar pile cap mulai dari 0,75 m sampai 5,25 m, sedangkan panjang pile cap mulai dari
0,75 sampai 10,88 m.
Penulangan Fondasi
Penentuan tulangan tarik dan geser fondasi digunakan untuk mengetahui jumlah tulangan
tekan dan geser pada suatu fondasi yang direncanakan. Tulangan yang digunakan pada
fondasi dimensi 0,45 m adalah 6D16 untuk tulangan longitudinal dan D16 – 413 untuk
tulangan spiral.
Rencana Anggaran Biaya
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 28/Prt/M/2016
Tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Harga satuan
pekerjaan dihitung dengan memasukkan harga satuan bahan dan upah dikalikan dengan
koefisien bahan dan koefisien tenaga. Perhitungan biaya tiang pancang meninjau pada
biaya material yang dibutuhkan dalam pembuatan tiang pancang, baik fondasi tiang dan
juga pile cap. Berdasarkan analisa harga satuan pekerja maka dapat diperhitungkan
rencana anggaran biaya. Berikut merupakan Tabel 2 Rekapitulasi Rencana Anggaran
Biaya fondasi 0,45 m.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan perancangan dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Desain fondasi ini menggunakan fondasi tiang pancang berbentuk persegi dengan
dimensi 0,45 m. Desain dilakukan berdasarkan data tanah proyek pada bor hole 3 dan
bor hole 4. Daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 3 sebesar 163,655 ton.
Sedangkan daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 4 sebesar 158,429. Penurunan
fondasi tiang tunggal sebesar 0,08m pada bor hole 3 dan sebesar 0,12m pada bor hole 4.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 292
Tabel 2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya
(RAB)Jenis Pekerjaan Sat. Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
A PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Pembersihan lapangan dan Perataan m2 26.880 160.448 4.312.837.829Rp
2 Pembuatan Pagar Sementara dari Seng Gelombang m2 292 181.074 52.902.529Rp
B PEKERJAAN PEMANCANGAN
1 Pemancangan Tiang Pancang Diameter 0,45 m3 43.682 2.453.885 107.190.594.750Rp
C PEKERJAAN PILE CAP
1 Pekerjaan Galian m3 54.918 242.933 13.341.386.160Rp
2 Pekerjaan Pemasangan Bekisting m2 4.598 158.892 730.613.715Rp
3 Pekerjaan Pembesian /10kg 17.296 1.260.596 21.803.243.236Rp
4 Pekerjaan Pengecoran m3 54.918 445.713 24.477.668.518Rp
171.909.246.737Rp
17.190.924.674Rp
189.100.171.411Rp
No.
Jumlah
Pajak (10%)
Total Anggaran
2. Dimensi pile cap untuk dimensi fondasi 0,45 m yaitu 0,8 m hingga 3 m. Lebar pile cap
mulai dari 0,75 m sampai 5,25 m.
3. Tulangan yang digunakan pada fondasi dimensi 0,45 m adalah 6D16 untuk tulangan
longitudinal dan D16 – 413 untuk tulangan spiral.
4. Biaya total keseluruhan perencanaan struktur bawah sekitar Rp 189.100.1771.411,00.
5. Rekomendasi fondasi yang digunakan adalah fondasi persegi dimensi 0,45 m. Hal ini
dipertimbangkan berdasarkan daya dukung, penurunan, dan letak fondasi.
Saran
Berdasarkan perancangan dan analisa fondasi yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan
yaitu untuk melakukan perhitungan menggunakan software bantuan guna mempermudah
perencanaan perhitungan serta mengurangi probabilitas salah perhitungan manual. Perhitungan
analisa data harus ditinjau dengan berbagai metode perhitungan yang mendekati keadaan tanah
lapangan untuk meminimalisir keadaan yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asroni, Ali. 2017.Teori dan Desain Balok Plat Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847-2013.
Muhammadiyah University Press: Surakarta.
Bowles, Joseph E. 1996. Foundation Analysis and Design, 5th
Edition. The McGraw-Hill
Companies. Inc., Singapore.
Budiono, B. 2012. SI 321 Struktur Beton Bertulang I. Penerbit: ITB. Bandung
BSN. 2002. SNI-03-2847-2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Bandung.
BSN. 2012. SNI-03-1726-2012. 2012. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non-Gedung. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Bandung.
BSN. 2013. SNI 2847:2013. 2013. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 293
ANALISIS FONDASI BOR PADA GEDUNG APARTEMEN 34 LANTAI
DI TANGERANG SELATAN
Pangeran Holong Sitorus
1
Asri Wulan2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
email: [email protected]
Abstrak
Fondasi merupakan bagian dari elemen struktur bawah yang berfungsi meneruskan beban
yang ditopang serta beratnya sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya.
Penulisan ini bertujuan untuk merencanakan fondasi tiang bor pada gedung apartemen 34
lantai di Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, diperoleh data
karakteristik jenis tanah yaitu kohesif. Metode yang digunakan dalam perencanaan fondasi
menyesuaikan dengan data N-SPT. Perhitungan daya dukung axial tiang menggunakan metode
Meyerhof (1956). Perhitungan penurunan tiang tunggal menggunakan metode semi empiris.
Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Fondasi direncanakan pada
kedalaman 29 m dengan diameter 1,0 m. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk fondasi tiang
bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m, daya dukung izin tiang fondasi sebesar
588,122 ton pada BH1 dan 561,448 ton pada BH2 serta penurunan fondasi tiang tunggal
sebesar 0,072 m pada BH1 dan 0,070 m pada BH2. Defleksi terbesar terjadi pada kolom 85
yaitu 3,029 mm. Tulangan longitudinal tiang pondasi memakai D25 dan tulangan geser
dengan diameter 10 mm. Besi tulangan kepala tiang memakai D25 dan D19. Biaya total untuk
fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m sebanyak 266 tiang dan 106
kepala tiang dengan variasi jumlah tiang dari 1 sampai 6 tiang adalah Rp 31.801.952.202,00.
Kata Kunci: Tiang Bor, Fondasi, Daya Dukung, Penurunan
PENDAHULUAN Fondasi merupakan suatu konstruksi bangunan yang terdapat pada bagian paling bawah
bangunan dan berhubungan langsung dengan tanah atau batuan. Fondasi harus kuat menahan
beban dari struktur atas tanpa terjadinya penurunan. Perencanaan fondasi berdasarkan gedung
yang ditinjau yaitu apartemen di kawasan Bintaro Tangerang Selatan yang direncanakan
memiliki 34 lantai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dimensi fondasi tiang bor dan
fondasi kelompok tiang yang memenuhi kriteria daya dukung bangunan gedung dan tidak
melebihi penurunan fondasi yang diijinkan. Bangunan tinggi seperti ini membutuhkan daya
dukung yang besar, sehingga jenis fondasi yang memadai adalah fondasi dalam. Pemilihan
jenis fondasi pada lokasi penelitian juga didasarkan pada hasil uji tanah yang menunjukan
bahwa kondisi tanah pada lokasi tersebut adalah lempung berlanau dengan konsistensi sedang.
Penggunaan fondasi tiang bor dianggap lebih sesuai karena keadaan sekitar tanah bangunan
sudah banyak berdiri bangunan tinggi dengan tinggi rata-rata diatas 30 lantai dan dengan
penggunaan tiang bor dapat meminimalisir dampak gangguan terhadap lingkungan. Selain itu,
penggunaan fondasi tiang bor juga dapat menghemat kebutuhan pile cap karena daya dukung
yang tinggi, sehingga memungkinkan perancangan satu kolom dengan dukungan satu tiang.
LITERATURE REVIEW
Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang perencanaan pondasi tiang bor pada
bangunan gedung antara lain Fajarsari (2013); Noviarti (2016); Pamungkas, Anugrah, dan
Harianti (2013). Perhitungan daya dukung ujung tiang (Qb) menggunakan metode Meyerhoff :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 294
Qb = 40 . Nb . Ap
Perhitungan daya dukung selimut tiang (Qs) menggunakan metode Meyerhoff untuk tanah
butir halus seperti sebagai berikut :
Qs = 0,1 . N . As
Perhitungan daya dukung ultimit tiang fondasi (Qu) menggunakan rumus seperti sebagai
berikut :
Qu = Qb + Qs
Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung
ultimit tiang (Qu) dengan faktor keamanan. Faktor keamanan untuk pondasi tiang bor adalah
2,5 – 3 (Hary Christady, 2011). Perhitungan minimum jarak tiang (S) berdasarkan Teng (1962)
menggunakan rumus :
S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm
Perhitungan tulangan longitudinal dengan menggunakan SNI 03 2847 2013 pasal 10.1.
Perhitungan tulangan geser dengan menggunakan SNI 03 2847 2013 Pasal 11.1.1.
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan metode perencanaan pondasi dengan cara manual. Tahap
perencanaan pondasi dengan cara manual akan dijelaskan pada diagram alir Gambar 1.
Gambar 1 Diagram Alir Perencanaan Pondasi Tiang Bor
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Perencanaan Pondasi Tiang Bor
Adapun data beban per kolom dapat dilihat pada Tabel 1.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 295
Tabel 1 Data Beban Per Kolom
Kolom
Dimensi
Kolom
(m)
Gaya
Aksial
(ton)
Gaya
Lateral
(ton)
1 1,2 x 1,2 121,906 7,224
2 1,2 x 1,2 2559,507 16,374
3 1,2 x 1,2 1139,695 12,801
4 1,2 x 1,2 1656,201 2,645
5 1,2 x 1,2 1671,009 0,316
6 1,2 x 1,2 1664,352 0,132
7 1,2 x 1,2 1638,944 0,300
8 1,2 x 1,2 1634,852 0,437
9 1,2 x 1,2 1634,853 0,438
10 1,2 x 1,2 1638,946 0,299
11 1,2 x 1,2 1664,355 0,133
12 1,2 x 1,2 1671,012 0,315
13 1,2 x 1,2 1656,204 2,643
14 1,2 x 1,2 1139,696 9,587
15 1,2 x 1,2 2559,482 16,331
16 1,2 x 1,2 1518,300 9,149
17 1,2 x 1,2 2147,995 1,537
18 1,2 x 1,2 2360,451 1,280
19 1,2 x 1,2 2378,217 0,575
20 1,2 x 1,2 2315,608 2,160
21 1,2 x 1,2 3251,000 14,680
22 1,2 x 1,2 1545,519 12,079
23 1,2 x 1,2 1545,518 7,596
24 1,2 x 1,2 3451,275 15,867
25 1,2 x 1,2 2315,607 2,159
26 1,2 x 1,2 2378,216 0,574
27 1,2 x 1,2 2360,444 1,280
28 1,2 x 1,2 2147,914 0,208
29 1,2 x 1,2 1518,376 9,902
30 1,2 x 1,2 1473,473 10,923
31 1,2 x 1,2 2243,958 0,383
32 1,2 x 1,2 2370,366 0,939
33 1,2 x 1,2 2379,967 0,044
34 1,2 x 1,2 2318,548 0,485
35 1,2 x 1,2 3273,000 16,008
36 1,2 x 1,2 1560,636 6,615
37 1,2 x 1,2 1560,617 12,628
38 1,2 x 1,2 3273,000 14,386
39 1,2 x 1,2 2318,547 0,485
40 1,2 x 1,2 2379,967 0,238
41 1,2 x 1,2 2370,366 1,332
42 1,2 x 1,2 2243,956 1,657
43 1,2 x 1,2 1473,504 10,921
44 1,2 x 1,2 2527,272 11,563
45 1,2 x 1,2 1138,428 9,877
46 1,2 x 1,2 1684,018 2,590
47 1,2 x 1,2 1722,826 0,619
48 1,2 x 1,2 1717,082 0,462
49 1,2 x 1,2 1692,952 0,896
50 1,2 x 1,2 1688,904 1,630
51 1,2 x 1,2 1688,906 1,630
52 1,2 x 1,2 1692,955 0,895
53 1,2 x 1,2 1717,085 0,462
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 296
54 1,2 x 1,2 1722,830 0,152
55 1,2 x 1,2 1684,025 2,589
56 1,2 x 1,2 1138,464 12,640
57 1,2 x 1,2 2527,279 18,905
58 1,2 x 1,2 189,467 1,473
59 1,2 x 1,2 188,733 0,358
60 1,2 x 1,2 189,466 0,027
61 1,2 x 1,2 189,412 0,084
62 1,2 x 1,2 189,385 0,013
63 1,2 x 1,2 189,328 0,019
64 1,2 x 1,2 189,313 0,025
65 1,2 x 1,2 189,313 0,026
66 1,2 x 1,2 189,328 0,020
67 1,2 x 1,2 189,385 0,011
68 1,2 x 1,2 189,412 0,082
69 1,2 x 1,2 189,466 0,018
70 1,2 x 1,2 188,732 0,357
71 1,2 x 1,2 189,467 1,471
72 1,2 x 1,2 121,907 7,224
73 1,2 x 1,2 196,372 2,582
74 1,2 x 1,2 195,050 0,649
75 1,2 x 1,2 194,583 0,645
76 1,2 x 1,2 196,308 2,804
77 1,2 x 1,2 122,021 11,789
78 1,2 x 1,2 189,495 21,450
79 1,2 x 1,2 188,071 18,990
80 1,2 x 1,2 310,739 8,159
81 1,2 x 1,2 146,413 14,772
82 1,2 x 1,2 236,431 28,670
83 1,2 x 1,2 420,879 0,666
84 1,2 x 1,2 419,994 0,121
85 1,2 x 1,2 235,647 28,776
86 1,2 x 1,2 235,577 28,760
87 1,2 x 1,2 419,839 0,011
88 1,2 x 1,2 419,829 0,012
89 1,2 x 1,2 235,581 28,766
90 1,2 x 1,2 235,581 28,766
91 1,2 x 1,2 419,829 0,012
92 1,2 x 1,2 419,839 0,012
93 1,2 x 1,2 235,577 28,760
94 1,2 x 1,2 235,647 28,776
95 1,2 x 1,2 419,994 0,122
96 1,2 x 1,2 420,879 0,667
97 1,2 x 1,2 236,431 28,670
98 1,2 x 1,2 146,413 14,772
99 1,2 x 1,2 310,739 12,436
100 1,2 x 1,2 188,071 18,989
101 1,2 x 1,2 189,495 21,450
102 1,2 x 1,2 122,022 11,789
103 1,2 x 1,2 196,308 13,271
104 1,2 x 1,2 194,581 10,409
105 1,2 x 1,2 195,025 10,800
106 1,2 x 1,2 196,367 13,358
106 1,2 x 1,2 196,367 13,358
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 297
Berdasarkan data tanah yang didapat, dibuatlah stratifikasi tanah sehingga dapat dilihat
jenis lapisan tanah yang ada di bawah struktur bangunan tersebut.
Gambar 2 Stratifikasi Tanah BH1 dan BH2
Perhitungan Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) dan Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)
Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang untuk fondasi berbentuk lingkaran dengan diameter 1,000 m
pada Boring Hole 1 adalah sebagai berikut :
Qp = 2m 0,7854040 = 1256,000 ton
Qs total = 214,305 ton
Perhitungan Daya Dukung Ultimit Tiang (Qu)
Qu= 1256,000 ton + 214,305 ton = 1470,305 ton
Perhitungan Daya Dukung Izin Tiang Tunggal (Qa) dan Jumlah Tiang (n)
Kapasitas dukung ijin (Qa) =2,5
1470,305 = 588,122 ton
Berikut adalah hasil perhitungan jumlah tiang pada Boring Hole 1 kolom 35 dengan beban vertikal yang
bekerja di atas fondasi adalah sebesar 3273,000 ton :
N = 5,566 buah
Hasil perhitungan jarak minimum antar tiang fondasi :
S = 2 meter
Penentuan susunan kelompok tiang fondasi untuk kolom 35 seperti Gambar 3.
Gambar 3. Susunan Tiang Fondasi Kelompok Bentuk Lingkaran pada Titik 35
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 298
Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perencanaan Fondasi Tiang Bentuk Lingkaran Diameter 1,0 m
KOLOM
Penurunan
Tiang (S)
(m)
n Qg
(ton) Eg
Sg
(m)
Hizin
(ton)
Mizin
(ton)
Defleksi
Lateral
(mm)
1 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,760
2 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,724
3 0,072 2 2940,61 1,000 0,082 407,88 960 1,348
4 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,278
5 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,033
6 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,014
7 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,032
8 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,046
9 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,046
10 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,031
11 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,014
12 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,033
13 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,278
14 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,009
15 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,719
16 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,963
17 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,162
18 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,135
19 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,060
20 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,227
21 0,070 6 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,545
22 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,271
23 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,800
24 0,072 6 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,670
25 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,227
26 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,060
27 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,135
28 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,022
29 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 1,042
30 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 1,150
31 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,040
32 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,099
33 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,005
34 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,051
35 0,072 6 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,685
36 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,696
37 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,329
38 0,070 6 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,514
39 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,051
40 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,025
41 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,140
42 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,174
43 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,150
44 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,217
45 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,040
46 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,273
47 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,065
48 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,049
49 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,094
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 299
50 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,172
51 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,172
52 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,094
53 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,049
54 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,016
55 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,273
56 0,072 2 2940,61 1,000 0,082 407,88 960 1,331
57 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,990
58 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,155
59 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,038
60 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,003
61 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,009
62 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001
63 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,002
64 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,003
65 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,003
66 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,002
67 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001
68 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,009
69 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,002
70 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,038
71 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,155
72 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,760
73 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,272
74 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,068
75 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,068
76 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,295
77 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,241
78 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 2,258
79 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,999
80 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,859
81 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,555
82 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,018
83 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,070
84 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,013
85 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,029
86 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,027
87 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001
88 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001
89 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,028
90 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,028
91 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001
92 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001
93 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,027
94 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,029
95 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,013
96 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,070
97 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,018
98 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,555
99 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,309
100 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,999
101 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 2,258
102 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,241
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 300
103 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,397
104 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,096
105 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,137
106 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,406
Hasil perhitungan untuk tulangan longitudinal yaitu tulangan D-25 sebanyak 16 buah per tiang.
Hasil perhitungan untuk tulangan spiral fondasi adalah 10 mm dengan jarak 182 mm.
Perhitungan RAB berdasarkan pada ketentuan SNI dan Harga Dasar Satuan Kota Tangerang
Selatan yaitu mencakup biaya pekerjaan persiapan, pekerjaan tiang bor dan pekerjaan kepala
tiang sehingga didapat hasil akhir untuk 266 tiang dan 106 kepala tiang dengan variasi jumlah
tiang dari 1 sampai 6 tiang adalah Rp 31.801.952.202,00
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Desain fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,00 m, daya dukung
ultimit sebesar 1470,305 ton (BH1) dan 1403,619 ton (BH2). Daya dukung izin tiang
fondasi sebesar 588,122 ton (BH1) dan 561,448 ton (BH2).
2. Penurunan fondasi tiang tunggal sebesar 0,072 m (BH1) dan 0,070 m (BH2) dan
penurunan kelompok tiang sebesar 0,131 m (BH1) dan 0,127 m (BH2).
3. Tulangan yang digunakan pada fondasi diameter 1,000 m adalah 16D25 untuk tulangan
longitudinal dan D10 - 182 untuk tulangan spiral. Lebar kepala tiang mulai dari 1,300 m
sampai 3,300 m, sedangkan panjang kepala tiang mulai dari 1,300 m sampai 5,300 m.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pada analisis fondasi, untuk peneliti berikutnya agar menggunakan metode yang
berbeda, tetapi tetap menyesuaikan dengan data yang ada.
2. Pada perhitungan RAB diharapkan menggunakan harga dasar satuan yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Das, Braja M. 2011. Principles of Foundation Engineering, SI Edition, 7th
Edition. Cengage
Learning, Stamford.
Fajarsari, Ega Julia. 2013. Perencanaan Pondasi Tiang Bor Pada Proyek Cikini Gold Center.
Universitas Gunadarma, Depok.
Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Meyerhoff G.G dan Murdock L.J. 1953. An Investigation of The Bearing Capacity of Some
Bored and Driven Piles in London Clay. Geotechnique. Kanada.
Noviarti, Rara Dwi. 2016. Perencanaan Pondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express
Jakarta Selatan. Universitas Gunadarma, Depok.
Pamungkas, Anugrah dan Erny Harianti. 2013. Desain Pondasi Tahan Gempa. ANDI Offset,
Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 301
PENGGUNAAN BASE ISOLATION TIPE HIGH DAMPING RUBBER
BEARING PADA STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA
Hardiyanto Purnomo1
Relly Andayani2
1,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu alternatif untuk meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar
lantai yang besar terhadap gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe
High Damping Rubber Bearing sebagai sistem kontrol pasif. Sistem ini dapat diterapkan untuk
mendesain struktur baru, maupun perbaikan dari struktur lama. Prinsip dasar dari struktur
isolasi adalah mengurangi “the demand” (gaya gempa pada bangunan) daripada
meningkatkan kapasitas desain. Engineer tidak dapat mengubah gempa tapi engineer dapat
memodifikasi “the demand” dengan mencegah gerakan gempa tersalurkan dari pondasi ke
struktur di atasnya. Penelitian ini dibuat untuk mendesain struktur gedung bertingkat 30 tahan
gempa menggunakan sistem isolasi dasar (base isolation) tipe High Damping Rubber Bearing.
Struktur gedung direncanakan sesuai dengan prosedur spektrum respons pada SNI 1726:2012
dan SNI 2847:2013 dengan bantuan program bantu ETABS dan SpColumn. Hasil perhitungan
menunjukan bahwa sistem isolasi dasar direncanakan menggunakan base isolator tipe high
damping rubber bearing (HDRB) jenis HH90x6R untuk kolom eksterior dan HH110x6R untuk
kolom interior. Perhitungan tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 1726-2012 dan SNI
2847-2013.
Kata Kunci : Base Isolation, High Damping Rubber Bearing , Gedung Tahan Gempa
PENDAHULUAN Struktur yang direncanakan dengan konsep daktilitas apabila mengalami plastisitas yang
mengakibatkan simpangan antar lantai yang besar dapat menyebabkan kerusakan yang
signifikan pada bagian struktur maupun non struktural. Salah satu alternatif untuk
meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar lantai yang besar terhadap
gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe high damping rubber bearing
sebagai sistem kontrol pasif. Sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi menjadi tidak
efektif karena perioda natural yang tinggi membuat percepatan gempa kecil walaupun tidak
menggunakan sistem isolasi. Pertimbangan lain seperti kenyamanan pengguna, kepentingan
bangunan dan tidak diizinkannya bagian non struktural untuk rusak membuat adanya dorongan
untuk mengembangkan penggunaan sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi.
Penggunaan sistem isolasi dasar pada struktur bangunan tingkat tinggi detik dapat dilakukan
dengan meningkatkan kekakuan struktur dengan memberikan bresing atau dinding geser pada
struktur dan meningkatkan fleksibilitas dari sistem isolasi yang digunakan (Budiono dan
Adelia, 2015).
LITERATURE REVIEW
Alternatif untuk meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar lantai yang
besar terhadap gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe high damping
rubber bearing sebagai sistem kontrol pasif. Sistem ini dapat diterapkan untuk mendesain
struktur baru, maupun perbaikan dari struktur lama. Prinsip dasar dari struktur isolasi adalah
mengurangi “the demand” (gaya gempa pada bangunan) daripada meningkatkan kapasitas
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 302
desain. Engineer tidak dapat merekayasa gempa tapi engineer dapat memodifikasi “the
demand” dengan mencegah gerakan gempa tersalurkan dari pondasi ke struktur di atasnya
(Kelly. 2001).
High-damping rubber bearing merupakan salah satu jenis laminated rubber bearing yang
terbuat dari campuran senyawa karet dengan nilai rasio redaman yang tinggi. High-damping
rubber bearing memiliki nilai kekakuan awal yang tinggi sehingga mampu mengakomodasi
gaya angin dan gempa ringan tanpa berdeformasi secara signifikan. Meningkatnya eksitasi
gempa maka deformasi lateral akan meningkat dan modulus geser dari rubber akan menurun
dan menghasilkan sistem isolasi dasar yang efektif (cukup fleksibel untuk memperpanjang
periode struktur). Kekakuan horizontal akan meningkat kembali pada nilai regangan geser 250
hingga 300% akibat pengaruh hardening effects. Pengaruh ini berfungsi sebagai “sekring”
untuk membatasi deformasi yang melebihi batas gempa maksimum yang direncanakan
(Budiono dan Setiawan, 2014). Berikut merupakan mekanisme pergerakan dan disipasi energi
dari perangkat HDRB pada pembebanan siklik.
Gambar 1 Terminologi dan Mekanisme Base Isolation
Sumber : (Budiono dan Adelia, 2015)
METODE PENELITIAN
Diagram Alir Perencanaan
Diagram alir perencanaan tentang langkah langkah secara keseluruhan yang dilakukan
disajikan dalam Gambar 2 dan 3.
Gambar 2 Diagram Alir Perencanaan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 303
Gambar 3 Denah dan Tampak Perencanaan
Data Perencanaan Bangunan
Fungsi bangunan : Perkantoran
Lokasi : Jalan Pejompongan Raya V, No. 24, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat
Material struktur : Beton Bertulang Mutu Beton K-500 sampai K-400
Tinggi gedung : 132 m
Sistem gedung : Sistem isolasi dasar (base isolation) dengan sistem ganda (sistem
rangka pemikul momen khusus dan dinding geser khusus)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kontrol Gaya Geser Dasar Fix Base
Beban gempa dinamik tidak boleh kurang dari 85% beban gempa statik, atau dengan kata lain
lain STATIKDINAMIK VV 85,0 , jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka beban gempa dinamik
harus dikalikan dengan faktor skala.
Tabel 1 Nilai Gaya Geser Dasar
Gaya Gempa Vx (kgf) Vy(kgf) Skala
X 1,030
Statik 1170522,71 1762742,96
85% Statik 994944,30 1498331,52 Skala
Y 1,598 Dinamik Respons
Spektra 965758,12 937571,80
Hasil gaya geser dasar menunjukkan STATIKDINAMIK VV 85,0 , maka syarat tidak terpenuhi dan
beban gempa dinamik harus dikalikan dengan faktor skala.
Skala arah x= IKBASE DINAM
KBASE STATI
V
V, 850 = 1,030 ; Skala y=
IKBASE DINAM
KBASE STATI
V
V, 850 = 1,598
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 304
Kontrol Partisipasi Massa
Tabel 2 Partisipasi Massa Struktur dan Arah Partisipasi Massa Struktur
Case Item Static Dynamic
Mode T UX UY UZ RX RY RZ % %
Modal UX 100 98,84 1 3,063 0 0,6555 0 0,3502 0 0
Modal UY 100 98,53 2 2,482 0,6929 0 0 0 0,3071 0,0071
Modal UZ 0 0 3 1,515 0,0029 0 0 0 0,0066 0,8019
Tabel 2 menunjukan bahwa partisipasi massa telah mencapai total lebih dari 90% dan pada
mode 1 dan 2 sudah dominan pada arah translasi dan mode 3 dominan pada rotasi sesuai
dengan yang disyaratkan SNI 1726:2012
Kontrol Simpangan Antar Lantai (Drift)
Simpangan antar lantai dibatasi sebesar 0,020 hsx menurut ketentuan SNI 1726-2012, dimana
hsx merupakan tinggi antar tingkat. ∆ijin = 0,020 x hsx = 88; ∆30 < ∆ijin =17,22< 88
Tabel 3 Simpangan Antar Lantai Untuk Arah X dan Y
Lantai Hs
(mm)
δx
(mm) Δx(mm) Δix(mm)
δy
(mm) Δy(mm) Δiy(mm)
Δ
izin Ket.
Lantai 30 4400 81,05 445,75 13,65 196,66 1081,65 42,14 88 OK
Lantai 29 4400 78,56 432,10 14,22 189,00 1039,51 42,79 88 OK
Lantai 28 4400 75,98 417,88 14,73 181,22 996,72 43,30 88 OK
Lantai 27 4400 73,30 403,14 15,22 173,35 953,42 43,76 88 OK
Lantai 26 4400 70,53 387,93 15,66 165,39 909,66 44,11 88 OK
Lantai 25 4400 67,68 372,26 16,10 157,37 865,55 44,45 88 OK
Lantai 24 4400 64,76 356,16 16,48 149,29 821,11 44,75 88 OK
Lantai 23 4400 61,76 339,68 16,82 141,16 776,36 44,97 88 OK
Lantai 22 4400 58,70 322,86 17,11 132,98 731,39 45,08 88 OK
Lantai 21 4400 55,59 305,75 17,33 124,78 686,31 45,07 88 OK
Lantai 20 4400 52,44 288,42 17,50 116,59 641,25 44,93 88 OK
Lantai 19 4400 49,26 270,92 17,59 108,42 596,32 44,65 88 OK
Lantai 18 4400 46,06 253,33 17,64 100,30 551,67 44,22 88 OK
Lantai 17 4400 42,85 235,69 17,61 92,26 507,45 43,64 88 OK
Lantai 16 4400 39,65 218,08 17,51 84,33 463,80 42,89 88 OK
Lantai 15 4400 36,47 200,57 17,36 76,53 420,92 41,97 88 OK
Lantai 14 4400 33,31 183,21 17,12 68,90 378,94 40,88 88 OK
Lantai 13 4400 30,20 166,09 16,82 61,47 338,07 39,61 88 OK
Lantai 12 4400 27,14 149,27 16,45 54,27 298,46 38,14 88 OK
Lantai 11 4400 24,15 132,82 16,01 47,33 260,32 36,49 88 OK
Lantai 10 4400 21,24 116,81 15,49 40,70 223,83 34,63 88 OK
Lantai 9 4400 18,42 101,32 14,91 34,40 189,19 32,58 88 OK
Lantai 8 4400 15,71 86,41 14,25 28,48 156,62 30,30 88 OK
Lantai 7 4400 13,12 72,17 13,51 22,97 126,32 27,80 88 OK
Lantai 6 4400 10,66 58,65 12,69 17,91 98,52 25,07 88 OK
Lantai 5 4400 8,36 45,96 11,81 13,35 73,45 22,07 88 OK
Lantai 4 4400 6,21 34,15 10,81 9,34 51,38 18,80 88 OK
Lantai 3 4400 4,24 23,34 9,74 5,92 32,58 15,21 88 OK
Lantai 2 4400 2,47 13,61 8,40 3,16 17,36 11,28 88 OK
Lantai 1 4400 0,95 5,21 5,21 1,11 6,08 6,08 88 OK
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 305
Kontrol P-delta
Pengecekan kestabilan bangunan atau efek P-Delta, dibutuhkan nilai beban kumulatif gravity
pada tiap lantai dengan faktor beban individu tidak melebihi 1,0. Oleh karena itu diambil
kombinasi untuk pengecekan P-Delta adalah Comb P-delta = 1,0 DL + 0,3 LL.
Tabel 4 Cek Kestabilan P-Delta Akibat Gempa Arah X dan Y
Story θx θxmax Cek θy θymax Cek
Story30 0,010311 0,090909 STABIL 0,016735 0,090909 STABIL
Story29 0,010422 0,090909 STABIL 0,017129 0,090909 STABIL
Story28 0,011105 0,090909 STABIL 0,018522 0,090909 STABIL
Story27 0,012078 0,090909 STABIL 0,020500 0,090909 STABIL
Story26 0,012894 0,090909 STABIL 0,022857 0,090909 STABIL
Story25 0,013652 0,090909 STABIL 0,024503 0,090909 STABIL
Story24 0,014428 0,090909 STABIL 0,025499 0,090909 STABIL
Story23 0,015219 0,090909 STABIL 0,026520 0,090909 STABIL
Story22 0,016006 0,090909 STABIL 0,027539 0,090909 STABIL
Story21 0,016787 0,090909 STABIL 0,028541 0,090909 STABIL
Story20 0,017554 0,090909 STABIL 0,029513 0,090909 STABIL
Story19 0,018296 0,090909 STABIL 0,030436 0,090909 STABIL
Story18 0,019017 0,090909 STABIL 0,031294 0,090909 STABIL
Story17 0,019694 0,090909 STABIL 0,032075 0,090909 STABIL
Story16 0,020319 0,090909 STABIL 0,032745 0,090909 STABIL
Story15 0,020903 0,090909 STABIL 0,033295 0,090909 STABIL
Story14 0,021404 0,090909 STABIL 0,033700 0,090909 STABIL
Story13 0,021832 0,090909 STABIL 0,033938 0,090909 STABIL
Story12 0,022174 0,090909 STABIL 0,033974 0,090909 STABIL
Story11 0,022412 0,090909 STABIL 0,033786 0,090909 STABIL
Story10 0,022524 0,090909 STABIL 0,033327 0,090909 STABIL
Story9 0,022502 0,090909 STABIL 0,032577 0,090909 STABIL
Story8 0,022331 0,090909 STABIL 0,031482 0,090909 STABIL
Story7 0,021992 0,090909 STABIL 0,030005 0,090909 STABIL
Story6 0,021439 0,090909 STABIL 0,028090 0,090909 STABIL
Story5 0,020690 0,090909 STABIL 0,025666 0,090909 STABIL
Story4 0,019634 0,090909 STABIL 0,022672 0,090909 STABIL
Story3 0,018327 0,090909 STABIL 0,019016 0,090909 STABIL
Story2 0,016372 0,090909 STABIL 0,014602 0,090909 STABIL
Story1 0,010504 0,090909 STABIL 0,008147 0,090909 STABIL
Perhitungan Struktur Base Isolator
Perhitungan Dimensi Isolator
Isolator akan direncanakan pada kolom eksterior dan interior. Beban kolom yang terjadi adalah
Kolom Eksterior =34,535 MN dan Kolom Interior=57,09 MN.
Asumsi spesifikasi awal material rubber :
Modulus Shear (G) = 0,620 N/mm2 = 0,620 MN/m2
Ketebalan Rubber (tr) = 200 mm
Reaksi (Kolom Interior) (m) = 20729,3701 KN = 20,72 MN
Reaksi (Kolom Eksterior) (m) = 14097,524 KN = 14,09 MN
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 306
Nilai kekakuan horizontal base isolation :
MN/m 886,2Bentang pj
T
2πm
2
HK (Interior); MN/m 1,9627Bentang pj
T
2πm
2
HK (Eksterior)
Nilai luasan rubber:
21
1 9309,0 mG
tKA
t
AGK
t
rH
r
tH
(Interior); 2
1
6331,0 mG
tKA
t
rH
(Eksterior)
Diameter rubber
m
ADDA 088,1
4
4
1 2
(Interior);
mA
D 8978,04
(Eksterior)
Dipakai Base Isolator HDRB HH 110 x 6R dan HDRB HH 90 x 6R
Analisis Struktur Isolasi
Berdasarkan hasil analisa ETABS didapatkan T struktur isolasi = 5,725 detik, sehingga TM =
5,725 detik dan TD= 3x1,775 =5,325 detik. Nilai faktor reduksi gempa (R) pada struktur
isolasi adalah 2, untuk faktor keutamaan gempa (I) =1. Berdasarkan tipe base isolator yang
dipilih pada brosur bridgestone didapat damping ratio = 0,24 dengan nilai koefisien redaman
BD atau BM = 1,58 (interpolasi linier).
Kontrol Gaya Geser Dasar Struktur Isolasi
Gaya lateral minimum struktur di atas sistem isolasi
1
max
R
DKV DD
s =1385157 Kg ; Maka untuk arah X dan Y:
Vxt > 0,85 Vs =1892880,13 Kgf > 1108125 Kgf (OK)
Vyt > 0,85 Vs =1912237,65 Kgf > 1108125 Kgf (OK)
Kontrol Partisipasi Massa Struktur Isolasi
Tabel tersebut menunjukan bahwa partisipasi massa telah mencapai total lebih dari 90% dan
pada mode 1 dan 2 sudah dominan pada arah translasi dan mode 3 dominan pada rotasi.
Tabel 5 Partisipasi Massa Struktur dan Arah Partisipasi Massa Struktur
Case Item Static Dynamic
Mode T UX UY UZ RX RY RZ
% %
Modal UX 100 100 1 5,72 0 0,944 0 0,056 0 0
Modal UY 100 100 2 5,64 0,900 0 0 0 0,027 0,073
Modal UZ 0 0 3 5,21 0,070 0 0 0 0,003 0,924
Kontrol Simpangan Isolasi Dasar (Displacement) dan Simpangan Antar Lantai
(Drift)
Menghitung perpindahan maksimum untuk sistem isolasi
mmB
TSgD MM
M 97,6694
..
M2
1
Simpangan antar lantai dibatasi sebesar 0,020 hsx menurut ketentuan SNI 1726-2012.
∆ijin = 0,015 x hsx = 66 ; ∆30 < ∆ijin = 6,4 < 66; ∆30 < ∆ijin = 13,13 < 66
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 307
Kontrol Perpindahan Gedung Base Isolation Akibat Gempa : 614 mm < DM = 669,967 mm
(OK)
Gambar 4 Deformasi Struktur Fix Base dan Isolation Base
Gambar 5 Perbedaan Deformasi Struktur Fix Base dan Isolation Base
Kontrol Displacement Base Isolator
Berdasarkan katalog Seismic Isolation Bridgestone HDRB rencana mempunyai Ultimate
Displacement sebagai berikut :
HH 90 x 6R = 450 mm > 172,46 mm dan 141 mm
HH 110 x 6R = 550 mm > 172,46 mm dan 141 mm
Maka Ultimate Displacement (DU) > Actual Displacement (DA) (OK)
Ruang Pemeriksaan dan Penggantian
Jalan akses untuk pemeriksaan dan penggantian semua komponen-komponen sistem isolasi
harus disediakan.
Gambar 6 Lantai Pemeliharaan dan Detail Isolator HH 90 x 6R dan HH 110 x 6R
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 308
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data, hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
struktur gedung yang direncanakan adalah struktur beton bertulang dengan fondasi tiang bor
dan menggunakan dua jenis isolator yang telah memenuhi persyaratan SNI 1726-1276 dan SNI
2847-2013, yaitu isolator tipe high damping rubber bearing (HDRB) jenis HH90x6R untuk
kolom eksterior dan HH110x6R untuk kolom interior.
Saran
Saran yang dapat disimpulkan penulis adalah diperlukan studi lebih lanjut mengenai perilaku
gedung tinggi dengan sistem isolasi dalam berbagai aspek seperti ekonomi, teknis, dan
kenyamanan. Sehingga pemodelan dapat dimodelkan dengan lebih teliti dan penggunaan sistem
isolasi harus lebih dipelajari dan dianalisis secara mendalam terlebih untuk gedung dengan
konfigurasi tidakberaturan agar hasil lebih teliti dan akurat
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Bambang dan Adelia, Cella. 2015. “Penggunaan Isolasi Dasar Single Friction
Pendulum dan Triple Friction Pendulum pada Bangunan Beton Bertulang”. Jurnal
Teknik Sipil Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, Vol. 22 No. 2.
Budiono, Bambang dan Setiawan, Andry. 2014 .“Studi Komparasi Sistem Isolasi Dasar High-
Damping Rubber Bearing dan Friction Pendulum System pada Bangunan Beton
Bertulang”. Vol. 21.
Kelly, T. E.. 2001. Base Isolation Of Structures, design Guidlines, Holmes Consulting Group
Ltd, New Zealand.
Muharam, A. F.. 2017 dkk, Modifikasi Perencanaan Struktur Apartemen One East Residence
Surabaya dengan Menggunakan Struktur Komposit Baja Beton dan Base Isolator : High
Damping Rubber Bearing (HDRB), Jurnal Teknik ITS, Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN :
2337-3539 (2301-9271 Print).
Nawy, G. E.. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Refika Aditama, Bandung.
SNI 1726:2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,
2013.
SNI 1727:2013. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Geudung dan Sreuktur Lain,
Jakarta. 2013.
SNI 2847:2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,
2013.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 309
PERENCANAAN STRUKTUR BOX GIRDER
(Studi Kasus: Jembatan Kereta Manggarai)
Kartika Setiawati
1
Tri Handayani2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Pemilihan jenis jembatan dapat di sesuaikan berdasarkan lebar jalan yang
akan dihubungkan. Berdasarkan lebar jalan 25-40 meter dapat digunakan jenis
jembatan box girder. Jalan Raya Matraman-Jatinegara merupakan kawasan yang
memiliki lebar jalan 35 meter dan jalur transportasi yang produktif di DKI
Jakarta. Pada perencanaan struktur atas menggunakan CSI Bridge 2016 sedangkan
strutkur bawah dihitung manual dan pembebanan menggunakan Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 60 Tahun 2012 Tentang
Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan
diperoleh lebar box girder 8 m, tinggi 1,5 m dan panjang 35 m yang didesain
menggunakan material beton prategang dengan jenis kabel prestress 7 wire
diameter 0,5 inch yang terletak di tumpuan. Struktur bawah jembatan terdiri dari
abutment dan fondasi tiang bor dengan diameter 1 m dan jumlah tiang 50 yang di
desain menggunakan material beton bertulang.
Kata kunci: cable-stayed, beton bertulang, box girder, pylon, fondasi.
PENDAHULUAN Jalan Raya Matraman-Jatinegara merupakan kawasan produktif di ibu kota. Setiap jamnya
aktifitas transportasi selalu bergantian melayani masyarakat. Kereta merupakan salah satu
transpotrasi yang melintas pada kawasan tersebut melalui jembatan layang dengan lebar 35
meter. Pemilihan jenis jembatan dapat di sesuaikan berdasarkan lebar jalan yang akan
dihubungkan. Berdasarkan lebar jalan 25-40 menter dapat digunakan jenis jembatan box girder.
Konsep box girder menggunakan beton prategang yang bertujuan untuk menimbulkan tegangan
awal dan lendutan awal (chamber) yang berlawanan dengan tegangan-tegangan yang
ditimbulkan oleh beban kerja. Dengan demikian konstruksi dapat memikul beban yang lebih
besar seperti kereta api tanpa harus merubah mutu betonnya.
Penggunaan box girder memiliki keuntungan pada momen inersia yang tinggi dalam kombinasi
dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga di tengah penampang.
Keutamaan box girder adalah kemampuan tahanan terhadap beban torsi. Hal tersebut
melatarbelakangi penulis mengambil judul perencanaan struktur box girder studi kasus
jembatan kereta manggarai. Tujuan dari penulisan Perencanaan struktur box girder studi kasus
jembatan kereta manggarai yaitu : merencanakan struktur atas yang berkaitan dengan
perencanaan jembatan meliputi gelagar jembatan dan merencanakan struktur bawah jembatan
yang meliputi komponen abutment dan fondasi. Penelitian ini sebelumnya sudah dilakukan
dengan tinjauan Jembatan KA Babat-Tuban oleh Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana,
Detail Engineering Design Bridge Politeknik Negeri Bandung.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 310
LITERATURE REVIEW
Kriteria Desain Jembatan
Jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria-kriteria
desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan serta sesuai dengan pokok-pokok
perencanaan. Pokok-pokok perencanaan tersebut adalah sebagai berikut: Kekuatan dan
stabilitas struktur, kenyamanan dan keamanan, kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan),
ekonomis, pertimbangan aspek lingkungan, sosial da aspek keselamatan jalan, keawetan dan
kelayakan jangka panjang, estetika.
Beton Prategang
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah terhadap kondisi tarik. Kuat
tarik beton bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik
tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk
mengurangi dan mencegah berkembangnya retak pada beton tersebu, gaya konsentris atau
eksentrisitas diberikan dalam arah longitudinal elemen struktur. Gaya tersebut mencegah
berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di
bagian tumpuan kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur,
geser, dan torsial penampang tersebut. Penampang dapat berperilaku elastis, dan hampir semua
kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi
penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur tersebut.
Gaya longitudinal yang diterapkan pada keadaan tersebut disebut dengan gaya prategang,
yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu
elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup
horizontal transien. Gaya prategang diberikan secara longitudinal disepanjang atau sejajar
dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian
prategang linier.
Kehilangan Prategang
Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-
tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Immediate Elastic Losses adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah
beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan
oleh :
a. Perpendekan Elastic Beton.
b. Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini terjadi
pada beton prategang dengan sistem post tension.
c. Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur
2. Time dependent Losses adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang
mana hal ini disebabkan oleh :
a. Rangkak (creep) dan Susut pada beton.
b. Pengaruh temperatur.
c. Relaksasi baja prategang.
METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 311
Mulai
Selesai
Studi literatur dan
pengambilan data
Preliminary design
Pemodelan struktur
Analisis struktur
Output gaya dalam
Perhitungan struktur
jembatan
Input material dan
input beban
Rancangan anggaran
biayaGambar kerja
un
un
VV
MM
ya
tidak
Gambar 1 Diagram Alir Metode Perancangan
Jembatan Box Girder
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Struktur
Spesifikasi umum atau data umum pada perencanaan jembatan adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi jalan jembatan = Jalan Kereta Api
2. Kelas jalan jembatan = Kelas I
3. Jenis kelas jembatan = Kelas khusus
4. Panjang Jembatan = 35 m
Data penentuan lebar jalan yang terdiri dari 1 jalur dan 2 lajur pada perencanaan jembatan
adalah sebagai berikut:
1. Lebar lajur = 3 x 2 = 6 m
2. Lebar trotoar = 0,5 x 2 = 1 m
3. Total lebar jalan = 6 + 1 = 7 m
Data struktur pada perencanaan jembatan box girder adalah sebagai berikut:
1. Jenis gelagar = Box Girder Tipe H, Beton bertulang
2. Abutment = Beton Bertulang
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 312
3. Fondasi = Tiang bor
(a) (b)
Gambar 2 : (a) Pemodelan 3D Jembatan Box girder Bentang 35 m, (b) Tampak Melintang
Jembatan Box Girder
Pembebanan Struktur
Pembebanan pada perancangan jembatan ini dengan menggunakan aturan Persyaratan Teknis
Jalur Kereta Api Indonesia dan SNI 1725-2016 Pasal 6.1 pada tabel 5.2 merupakan kombinasi
pembebanan yang diberikan pada perancangan jembatan ini.
Tabel 1. Kombinasi Pembebanan
Teg MS fk MA Fk MK fk TB fk EW fk Total
K 1-A 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8
611713,5
K 1-B 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8
611713,5
K III 18244,6 1,1 18388,7 2 1 56846,5
K V 18244,6 1,1 18388,7 2 3,2 1 56846,5
DL I-A 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8 3,2 1 611713,5
DL I-B 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8 3,2 1 611713,5
Perencanaan Box Girder
Adapun section properties dari Box Girder pada Gambar 3.
Gambar 3. Section Properties Box Girder
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 313
Tabel 2. Hasil Perhitungan Section Properties
No
Dimensi Shape
factor
Jumlah
tampang
Luas
tampang
Jarak
thp
alas
Statis
momen
A*y
Inersia
momen
A *y2
Inersia
momen
I0 Lebar
(m)
Tebal
(m)
1 5,60 0,30 1,0 1 1,68 1,2 2,0 2,42 0,29030
2 0,70 0,30 1,0 2 0,42 1,2 0,5 0,60 0,07258
3 0,70 0,20 0,5 2 0,14 1 0,1 0,14 0,01167
4 0,30 0,30 0,5 2 0,09 0,9 0,1 0,07 0,00492
5 0,30 1,00 1.0 2 0,6 0,9 0,5 0,48 0,03281
6 0,25 0,25 0,5 2 0,06 0,65 0,0 0,03 0,00093
7 5,60 0,30 1.0 1 1,68 0,25 0,4 0,10 0,00054
4,67 3,7 3,85 0,41400
Data yang diperoleh dari perhitungan section properties adalah luas penampang total sebesar
4,67 m dan momen inersia dari box girder sebesar 0,414 mm.
Gaya Prestress
Menurut PBI – 1971 presstress adalah tegangan yang ditimbulkan intern dengan nilai
dan pembagian yang sedemikia rupa hingga tegangan-tegangan akibat beton-beton dapat
dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan. Pada perencanaan jembatan, perhitungan gaya
dalam dengan menggunakan aplikasi CSI Bridge.
a. Tegangan serat atas (persamaan 1)
a
bs
a
sttci
W
M
W
eP
A
Pf
'80,0
67,4
1
447,1
5,0
447,1
65,18244265608,0
tP =96258,824
b. Tegangan serat bawah (persamaan 2)
AW
e
W
Mf
P
b
s
b
bsci
t1
'25,0
=
67,4
1
657,1
5,0
657,1
65,182442656025,0
tP = 21422,29 kN
c. Gaya prategang awal (Pt) = 21422,29 kN
Penentuan Jumlah Tendon dan Strand
Jumlah strand miinimal yang diprlukan saat kondisi awal,
a. Jenis strand yang digunakan = 7 wire strand(ASTM A-416 grade 270)
b. Diameter strand yang digunakan = 1/2” = 12,7 mm
c. Luas tampang nominal (Ast) = 98,7 mm2 = 0,0000987 m
2
d. Beban putus satu strands (Pbs) = 187,3 kN
e. Jumlah strand minimal (ns) =bs
t
P
P
8,0=
3,1878,0
21422,29
=
150
38240,11=143 strands
Tabel 3. Jumlah Strand Tiap Tendon
nt1 6 tendon tengah
bentang
12 strands tiap tendon 72strand 13 mm
nt2 6 tendon tumpuan 12 strands tiap tendon 72strand 13 mm
nt 12 tendon Total strands 144 13 mm
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 314
Jumlah strand 143 untaian dibagi tiap-tiap tendon sisi tengah dan sisi bawah tumpuan dan 12
tendon.
Posisi Tendon
Ditetapkan , panjang jembatan (L) = 35 m Fo = es = 0,5 m Yb = 0,8 m
Jarak masing-masing baris tendon terhadap alas :
F1 = 0,789 m; F2 = 0,626 m; F3 = 0,476 m
Posisi masing-masing cable :
Dimana :
Yb = Jarak momen inersia terhadap bagian atas
X = Jarak tendon dari garis inti
Z1 = yb – 4 × f1 × X / L2 × X)
= 0,8 – 4 × 0,789 × 0 / 352 × 0)
= 0,789
Gambar 6 Grafik Posisi Tendon
Kehilangan Tegangan Prategang pada Balok Pratarik
Kehilangan tegangan prategang pada beton pratarik dan pascatarik teridri dari kehilangan
sesudah penarik, kehilangan karena perpendekan elastis, kehilangan karena angker, kehilangan
karena gesekan, kehilangan karena rangkak, kehilangan relasasi dan tegangan akhir.
Tabel 4. Keadaan Tegangan Pascatarik dan Pascatarik
Keadaan pada berbagai tahap (Mpa) (%)
Sesudah penarikan 1395 100
Kehilangan karena perpendekan elastis 0 0
Kehilangan karena angker 3,53 0,238
Kehilangan karena gesekan 48,88 3,951
Kehilangan karena rangkak 47,70 3,583
Kehilangan karena susut 25,545 1,962
Kehilangan relasasi 128,58 9,023
Pertambahan karena topping 0,001 5,7E-05
Tegangan akhir 940,520 81,240
Kehilangan total (%) 18, 75
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 315
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat disampaikan pada perencanaan jembatan cable stayed adalah sebagai
berikut:
1. Pada box girder menggunakan mutu beton K-400, diameter kabel prestress 12,7
mm atau 0,5 in, jenis angkur VSL GC unit 6-12, jumlah tendon dan strands yang
digunakan adalah 12 dan 72 buah. Besar kehilangan gaya prategang sebelum dan
sesudah adalah sebesar 18,75%. Angka tersebut telah sesuai karena lebih kecil dari
yang disyaratkan yaitu sebesar 30%.
2. Kontrol guling didapatkan nilai safety factor pada kontrol guling arah x adalah
2,268; 2,268; 2,929. Nilai safety factor pada kontrol guling arah y adalah 2,268;
2,268; 2,929. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety
factor yaitu 2 sampai 3. Serta kontrol geser didapatkan nilai safety factor pada
kontrol geser arah x adalah 1,695; 1,695; 1,701.Nilai safety factor pada kontrol
geser arah y adalah 1,522; 1,522; 1,677. Nilai safety factor sudah lebih besar dari
batas syarat minimal safety factor yaitu 1,5. Hasil perhitungan pada abutment dan
fondasi adalah sebagai berikut:
a. Kontrol guling dan kontrol geser pada abutment sebagai berikut:
1) Nilai safety factor pada kontrol guling arah x adalah 31,045; 38,806; 43,386.
Nilai safety factor pada kontrol guling arah y adalah 250,273; 250,273;
9,238. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety
factor yaitu 2 sampai 3.
2) Nilai safety factor pada kontrol geser arah x adalah 8,403; 10,504; 11,776;
72. Nilai safety factor pada kontrol geser arah y adalah 116,501; 116,501;
4,257. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety
factor yaitu 1,5.
SARAN
Beberapa saran yang dapat disampaikan dalam mengerjakan bahasan dengan tema yang sama,
adalah sebagai berikut:
1. Referensi dalam preliminary design haruslah lebih spesifik agar dalam pengerjaan
lebih jelas dan terperinci.
2. Pemodelan yang dilakukan haruslah lebih detail agar lebih mudah dipahami.
3. Referensi mengenai kontrol penampang dilakukan sedetail mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
American Railway Engineering and Maintenance-of-Way Association (AREMA)., 2005,
Manual for Railway Engineering 2005, Volume 2 Chapter 15 Steel Structures.
Badan Standar Nasional. 2008. Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan. SNI 2
83-2008. Jakarta
Badan Standar Nasional. 2016. Pembebanan untuk jembatan. SNI 1726-2016. Jakarta
Departemen Perhubungan. 2006. Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Nawy, Edward G. 2001. Concrete Construction Engineering Handbook, The state. University
of New York.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia, 2012. Persyaratan Teknis Jalur Kereta
Api. PM/60/2012. Jakarta.
Railway Technical Institute. 2004. Design Standard Railway Structure for Concrete Structure.
Perencanaan Teknik Jembatan. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 316
PERENCANAAN KOLAM RETENSI PADA PEMBANGUNAN
PERUMAHAN GRAHA KARTIKA BERINGIN MENGGUNAKAN
PRINSIP ZERO DELTA Q POLICY CIREBON JAWA BARAT
Wahyu Nuruddin1
Heri Suprapto2
1,2
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: 1 [email protected],
Abstrak Pesatnya kegiatan manusia memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi. Namun disisi
yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungannya. Akibatnya terjadi eksploitasi alam yang berlebihan,
perubahan tata guna lahan yang tak terkendali dan menurunnya daya dukung lingkungan. Multi-player
effect dari aktifitas tersebut pada hakekatnya menimbulkan kecenderungan peningkatan bencana baik
dari segi kuantitas maupun kualitas. Penerapan zero delta q policy menggunakan kolam retensi di
perumahan Graha Kartika Beringin yang berlokasi di Desa Beringin Kecamatan Ciwaringin
Kabupaten Cirebon. Dilihat dari tata guna lahan yang sebelum nya merupakan area lahan terbuka
yang dialih fungsikan sebagai area pemukiman pasti akan mengurangi area peresapan air hujan ke
dalam tanah dan mengakibatkan limpasan permukaan semakin meningkat, oleh sebab itu adanya
penerapan zero delta Q Policy di peruntukkan untuk mengendalikan peningkatan air limpasan
permukaan. Hasil perhitungan perencanaan kolam retensi pada pembangunan perumahan Graha
Kartika Beringin dengan menerapkan prinsip zero delta q policy yaitu : Debit sebelum terbangun
perumahan sebesar 0,587 m3/dtk, sedangkan debit setelah terbangun perumahan sebesar 0,857 m
3/dtk.
Kapasitas kolam retensi yang didapat sebesar 534,97 m3. Total biaya pekerjaan perencanaan
pembuatan kolam retensi adalah sebesar Rp. 568.269.000.
Kata Kunci : Kolam Retensi, Zero Delta Q Policy, Tata Guna Lahan
PENDAHULUAN Pesatnya kegiatan manusia memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi. Namun
disisi yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak
memperhatikan daya dukung lingkungannya. Alih fungsi lahan seperti untuk membangun
perumahan yang semakin meningkat menyebabkan semakin berkurang nya Ruang Terbuka
Hijau (RTH) dan berkurang nya area resapan air khususu nya di daerah perkotaan. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang mengakibatkan semakin meningkatnya
kebutuhan ruang dan sumberdaya. Berkurangnya area resapan air akan mempercepat terjadinya
aliran air permukaan (run-off) dan memicu terjadinya banjir (Kodoatie,2002).
Berdasaran hal tersebut peneliti akan melakukan penerapan zero delta q policy menggunakan
kolam retensi di perumahan Graha Kartika Beringin yang berlokasi di Desa Beringin
Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Dilihat dari tata guna lahan yang sebelum nya
merupakan area lahan terbuka yang dialih fungsikan sebagai area pemukiman pasti akan
mengurangi area peresapan air hujan ke dalam tanah dan mengakibatkan limpasan permukaan
semakin meningkat, oleh sebab itu adanya penerapan zero delta Q Policy di peruntukkan untuk
mengendalikan peningkatan air limpasan permukaan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 317
LITERATURE REVIEW
Zero Delta Q Policy
Sinergi antar infrastruktur akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan
permukiman. Diharapkan dengan sinergi dampak negatif pembangunan (perubahan lahan)
terkait dengan peningkatan aliran permukaan (surface runoff) akibat berkurangnya daerah
resapan dapat dikurangi.
Pada wilayah yang belum terbangun, koefisien runoff (C) rendah, air hujan yang turun dapat
meresap perlahan ke dalam tanah setelah tanah mulai jenuh air barulah aliran permukaan
terjadi. Sebaliknya pada wilayah terbangun, koefisien runoff (C) tinggi, air hujan yang jatuh
dapat dengan cepat mengalir ke drainase lingkungan menuju drainase perkotaan maupun
sungai. Hal ini mengakibatkan kenaikan debit aliran sungai (∆q) akibat berubahnya fungsi
lahan. Kondisi ini dapat dirumuskan dengan Qtoday = Qbefore + ∆q. Untuk curah hujan tetap,
apabila semakin banyak konversi lahan untuk permukiman maka aliran permukaan (runoff)
akan semakin meningkat, mengakibatkan terjadinya limpasan (overtopping) pada drainase
maupun sungai. Dirumuskan dengan Qtoday = Qbefore + ∑∆q.
Kolam Retensi
Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air
sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi adalah prasarana drainase yang berfungsi
untuk menampung dan meresapkan air hujan di suatu wilayah. Kolam Retensi dapat dirancang
untuk mempertahankan level muka air tanah dan sebagai ruang sosial, tempat wisata atau
tempat berekreasi dan olahraga bagi penghuni kawasan dan masyarakat sekitar (Cipta Karya,
2013). Kolam retensi dibagi menjadi 2 macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar
kolam, yaitu kolam alami dan kolam buatan.
Analisa Curah Hujan Rencana
Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan
di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan area dapat
dihitung dengan metode rata-rata aljabar, metode ini paling sederhana, pengukuran yang
dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian
dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada
dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa
diperhitungkan. Menurut Triatmodjo (2008), metode rata-rata aljabar memberikan hasil yang
baik apabila :
a. Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.
b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.
Pengukuran Dispersi
Dalam analisis frekuensi curah hujan dan data hidrologi dikumpulkan, dihitung, disajikan dan
ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, yaitu metode statistik. Perhitungan
hidrologi pada metode statistik berkaitan dengan dispersi dari data hidrologi, dispersi adalah
besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya
dispersi disebut pengukuran dispersi. Adapun pengukuran dispersi meliputi :
a. Standar Deviasi (S)
b. Koefisien Skewness (Cs)
c. Pengukuran Kurtosis (Ck)
d. Koefisien Variasi (Cv)
Analisis Frekuensi Distribusi Hujan
Perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris dapat ditentukan dengan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 318
menggunakan data periode ulang tertentu untuk curah hujan maksimum. Besaran curah
hujan maksimum dengan periode ulang tertentu tersebut dapat diprediksi dengan analisis
frekuensi curah hujan maksimum. Metode analisis frekuensi yang digunakan yaitu metode
distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan metode gumbel.
Uji Kecocokan Distribusi
Uji kecocokan distribusi digunakan sebagai penguji parameter untuk menguji kecocokan (the
goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji chi-kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov.
Analisis Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan
tingkat pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka
kemungkinan terjadinya banjir terbesar.
Salah satu metode untuk menghitung debit banjir rancangan adalah dengan metode Rasional
(Imam Subarkah,1980). Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit
sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS.
METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian yang akan dibahas disini adalah metodologi penelitian yang diperlukan
dalam teknik pelaksanaan perencanaan kolam retensi unuk mencegah adanya genangan setelah
alih fungsi lahan
Identifikasi Masalah
Permasalahan alih fungsi lahan dapat menyebabkan perubahan pada limpasan air hujan yang
meresap kedalam tanah. Oleh sebab itu maka akan di rencanakannya pembuatan kolam retensi
utnuk menahan limpasan air hujan yang berada dalam daerah tangkapan perumahan Graha
Kartika Beringin sebelum di buang kedalam aliran sungai.
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam analisis penyusunan tugas akhir ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari lapangan
melalui survei pengukuran. Selain dari data primer , penulis juga menggunakan data sekunder
yang didapat dari instansi terkait. Data tersebut antara lain, data curah hujan, topografi, dan tata
guna lahan.
Analisis Hidrologi
Tahapan ini meliputi perhitungan curah hujan rata-rata, distribusi hujan, uji keselarasan,
perhitungan intensitas curah hujan, waktu konsentrasi, dan debit banjir rencana.
Analisa Hidrolika Analisis hidraulika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit banjir
dengan suatu kala ulang tertentu.
Tahap Perencanaan Kolam Retensi Hasil analisis kondisi eksisting sebelumnya digunakan untuk merencanakan kolam retensi
Perumahan Graha Kartika Beringin, Desa Beringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.
Hasil dari perencanaan ini adalah sebuah kolam retensi.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 319
Rencana Anggaran Biaya Biaya pembuatan redesain saluran drainase yang telah dievaluasi kemudian disusun dalam
rancangan anggaran biaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Curah Hujan
Data yang digunakan untuk menganalisis curah hujan bersumber dari 3 stasiun hujan yaitu
Stasiun Hujan Klangenan, Stasiun Hujan Kepuh dan Stasiun Hujan Arjawinangun yang didapat
dari Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung
Tabel.1. Rata-rata Curah Hujan Maksimum Metode Aljabar
TAHUN BULAN
MAKS JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEPT OKT NOV DES
2008 110 64 105 38 0 0 0 0 0 73 55 0 110
2009 82 76 53 71 50 44 0 0 0 19 92 51 92,33
2010 77 82 76 78 93 62 49 32 28 42 30 82 92,67
2011 41 57 64 64 46 46 3 0 0 27 49 138 138
2012 0 52 0 0 0 0 0 0 0 5 29 58 58,33
2013 0 62 50 0 45 65 23 0 0 0 0 0 64,67
2014 73 85 87 67 28 61 36 15 0 8 21 104 104
2015 91 84 53 36 29 1 1 0 0 0 12 47 91,17
2016 100 79 70 23 19 45 28 15 29 86 65 60 100
2017 89 77 52 54 31 58 6 0 15 19 53 35 89,33
Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Diketahui bahwa curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebesar 100 mm dan curah
hujan terendah terdapat pada tahun 2013 sebesar 64,67 mm. Metode distribusi frekuensi yang
digunakan yaitu metode distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan
metode gumbel.
Tabel.2. Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan
Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat
Keterangan Cs Ck Cs Ck
Gumbel 0,308 3,332 1,1396 5,4 Tidak memenuhi
Normal 0,308 3,432 0 Tidak memenuhi
Log Normal -0,233 3,432 Cs=3cv 0,883 Tidak memenuhi
Log Person III -0,233 3,432
selain nilai
diatas atau
Cs<0
Memenuhi
Uji Kesesuain Distribusi
Pengujian kecocokan distribusi digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data
memenuhi syarat untuk data perencanaan. Pengujian kecocokan distribusi data dilakuakn
dengan 2 cara, yaitu dengan Metode Chi –Square dan Smirnov-Kolmogorov.
Metode Chi-Square
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 320
Tabel.3. Rekapitulasi Nilai X2 < X
2cr
Distribusi Probabilitas X
2 X
2cr X
2cr X
2cr
Keterangan Terhitung 5% 2.5% 1%
Normal 11 7,815 9,348 11,.35 Tidak Diterima
Gumbel 11 7,815 9,348 11,.35 Tidak Diterima
Log Normal 5 5,991 7,378 9,210 Diterima
Log Pearson III 5 5,991 7,378 9,210 Diterima
Metode Smirnov-Kolmogorov
Tabel.4. Rekapitulasi Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov
Distribusi
Probabilitas D MAX Do Keterangan
Normal 0,144 0,409 Diterima
Gumbel 0,144 0,409 Diterima
Log Normal 0,195 0,409 Diterima
Log Pearson III 0,195 0,409 Diterima
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian bahwa semua hasil distribusi hujan dapat diterima
untuk dijadikan sebagai curah hujan rencana, dan yang digunakan adalah nilai curah hujan pada
metode distribusi log pearson III mengacu ke parameter statistik pemilihan jenis distirbusi dan
berdasarkan uji smirnov – kolmogorov pada metode distribusi log pearson III memiliki selisih
data pengamatan dan data teoritis yang kecil (Dmaks = 0,195) sehingga asumsi data yang
digunakan dinilai lebih akurat.
Tabel.5. Perhitungan Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III
Periode Ulang X Kt Sx LogXt Xt
2 1,962 0,034 0,107 1,965 92,343
5 1,962 0,845 0,107 2,053 112,863
10 1,962 1,258 0,107 2,097 125,006
20 1,962 1,554 0,107 2,129 134,516
25 1,962 1,702 0,107 2,145 139,539
Perhitungan Intensitas Hujan Rencana
Untuk kurva intensitas hujan rencana, jika yang tersedia adalah hujan harian maka dapat
ditentukan dengan Rumus Mononobe. Bentuk umum dari Rumus Mononobe adalah
3
224
)t
24(×
24
R=I
jammm /706,105=I
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan adalah suatu bilangan tanpa dimensi (satuan)
yang bergantung pada kondisi dan sifat lahan yang ada pada wilayah yang dilalui oleh aliran air
hujan. Hal yang paling mempengaruhi koefisien pengaliran tentunya adalah tataguna lahan
yang ada di wilayah dilalui aliran.
Koefisien pengaliran digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana, adapun koefisien
pengaliran untuk wilayah Perumahan Graha Kartika Beringin berdasarkan tataguna lahannya
adalah sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 321
Tabel 6 Koefisien Pengaliran Di Kawasan Perumahan Graha Kartika Beringin
No Penggunaan Lahan
Presentase
Penggunaan
Luas
Lahan
Koefisien
Pengaliran
Lahan (%) (km2) (c )
1 Perumahan dan
Fasos/Fasum 91,56% 0,03662 0,75
2 RTH dan kelebihan
tanah kavling 2,22% 0,00089 0.35
3 Jalan dan Saluran 6,23% 0,00249 0,95
Analisis Durasi Hujan Analisa kebutuhan kolam retensi dilakukan untuk mengetahui perkiraan volume penyimpanan
kolam retensi dengan menentukan durasi hujan kritis(txmax)
Perhitungan Debit Banjir Rencana
Debit banji rencana pada Perumahan Graha Kartika Beringin dihitung dengan menggunakan
metode rasional. Dalam Departemen PU, SK SNI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa
Metode Rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran < 5000 Ha.
Tabel 7 Debit Banjir Rencana
Periode koef. Intensitas Luas Debit
Ulang pengaliran, Hujan, Lahan Banjir, Q
(Tahun) C (mm/jam) (km2) (m
3/s)
2 0,7295 105,706 0,03991 0,857
Analisis Hidrolika
Analisis hidrolika dilakukan untuk mengetahui kapasitas kolam retensi dan merencanakan
kolam retensi.
Analisis Volume Penyimpanan Kolam Retensi
Untuk menentukan volume penyimpanan kolam retensi hitung dengan rumus :
1 c xcritical 2 c xcriticalt
3 xcritical 3
K (t t ) K (2t t )V
(K t ) K
Volume maksimum yang didapat dari perhitungan adalah sebesar 534,947 m
3
Analisis Konfigurasi Kolam Retensi
Pengaplikasian kolam retensi dengan kedalaman 2,2 m dapat kita hitung sebagai berikut:
tt
t
VA
d
Luas lahan untuk pembuatan kolam retensi adalah 243,170 m
2
Analisa Diameter Lubang dan Outlet
Untuk menampung kapasitas debit yang masuk kedalam kolam retensi maka di perlukan
saluran masuk dan keluar dari dalam kolam.
o o o oQ C .A . 2gH
Diameter lubang inlet dan outlet nya didapat sebesar 0,5 m.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 322
Cek Stabilita Geser
Bangunan akan aman apabila angka keamanan lebih dari 1,5 dan dikatakan bergeser apabila
kurang dari 1,5 (factor keamanan yang disyaratkan).
Besarny gaya geser di pngaruhi oleh besarnya gaya vertical yang berbanding dengan gaya
geser atau gaya horizontal. Gaya vertical meliputi berat sendiri sedangkan gaya horizontal
adalah tekanan aktif dan tekanan pasif.
Besarnya stabilitas yang didapat dari hasil perhitungan adalah 1,944 dikatakan aman
karena telah mmenuhi syarat yaitu SF>1,5
Cek Stabilitas Guling
Bangunan dikatakan aman apabila sngka keamanan >1,5 dan dikatakan guling apabila angka
keamanan <1,5 (factor kemanan yang disyaratka).
Bergulingnya bangunan dipengaruhi oleh bearnya momen terhadap guling yang berbanding
dengan momen pengguling. Besarnya momen tahan meliputi momen berat sendiri dan momen
pasif. Sedangkan momen pengguling meliputi momen aktif.
Pada perencanaan ini setelah di hitung stabilitas gulingnya sebesar 5,07 maka bangunan aman
dari bahaya guling.
Rencana Anggaran Biaya (Rab)
Biaya yang dibutuhkan untuk membuat kolam retensi di perumahan Graha Kartika Beringin
adalah sebesar Rp. 568.269.000
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari perhitungan perencanaan kolam retensi pada pembangunan perumahan Graha
Kartika Beringin dengan menerapkan prinsip zero delta q policy, maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut .
1. Debit sebelum terbangun perumahan sebesar 0,587 m3/dtk, sedangkan debit setelah
terbangun perumahan sebesar 0,857 m3/dtk.
2. Kapasitas kolam retensi yang harus di buat sebesar 534,97 m3
3. Total biaya pekerjaan perencanaan pembuatan kolam retensi adalah sebesar Rp.
568.269.000
Saran
Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Data penelitian sebaiknya selengkap mungkin agar tidak menemui kesulitan pada saat
pengerjaan.
2. Hasil penelitian akan akurat apabila ada stasiun hujan yang benar-benar berada
disekitar lokasi penelitain
DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya.2010.Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan
Polder, Jakarta
Das, M. Braja 1991. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip rekayasa Geoteknik). Erlangga
Kamiana, I Made. 2011. Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu.
PUB, 2018. Technical Guide for On-site Stormwater Detention Tank Systems
Robert J. Kodoatie, 2005, Pengantar Manajemen Infrastruktur, Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Suripin, 2004, Sistem Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset: Yogyakarta
Suroso, 2006, Kajian Kapasitas Sungan Logawa dalam Menampung Debit Banjir Menggunakan
Hecras, Unversitas Soedirman Purwokerto.
Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Nova, Bandung.
Sosrodarsono, Suyono, Masateru Tominaga, 1984, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, PT. Pradnya
Paramitha, Jakarta
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 323
ANALISIS GEDUNG SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS
KHUSUS PADA GEDUNG BAJA 10 LANTAI
Sri Oktaviani1
Relly Andayani2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk merencanakan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai
sesuai dengan SNI 03-1726-2012. Lokasi perencanaan yang diambil pada studi ini adalah Kota
Yogyakarta mengingat daerah tersebut adalah daerah rawan gempa. Hal ini dikarenakan Yogyakarta
berada pada jalur subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia. Analisis percepatan gempa statik
menggunakan analisis statik ekivalen, sedangkan gempa dinamik menggunakan analisis respon
spektrum. Perencanaan konstruksi dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing
Kosentris Khusus (SRBKK) melalui program ETABS 2013. Hasil perencanaan menunjukkan
pengecekan P-Delta pada seluruh lantai terhadap seluruh beban lateral dinamik yang bekerja
didapatkan bahwa θ < 0,25, menunjukkan bahwa model struktur bangunan gedung yang dirancang
masih dalam kondisi stabil terhadap beban lateral statik ekivalen. Bresing Kosentris Khusus (SRBKK)
Diagram momen menunjukkan bahwa akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar
123,5818 Kn-m sedangkan akibat interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang diterapkan sebesar
100%, frame hanya memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini membuktikan bahwa analisis
terpisah untuk frame yang menahan 25% gempa desain memang perlu dilakukan guna memenuhi
syarat dari sistem ganda. Setiap elemen struktur direncanakan sesuai dengan perilaku masing-masing
elemen dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam SNI sehingga terbentuk struktur yang kuat dan
aman sesuai dengan yang diharapkan.
Kata Kunci: SRBKK, ETABS 2013, SNI 2012
PENDAHULUAN Indonesia secara geografis terletak berada pada pertemuan lempeng-lempeng tektonik, dimana
sabuk vulkanik terletak memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara dan
Sulawesi dikenal sebagai Ring of Fire. Hal ini menyebabkan Indonesia berpotensi tinggi
terhadap bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Berdasarkan hal tersebut, sudah
sepatutnya struktur-struktur bangunan terutama bangunan publik di Indonesia memiliki struktur
yang tahan akan gempa untuk mengurangi resiko kerugian yang terjadi. Material baja
merupaka material yang memenuhi kriteria akan kekuatan dan kekakuan yang tinggi dan juga
memiliki keunggulan sebagai material untuk struktur tahan gempa. Daktilitas merupakan
kemampuan material mengembangkan regangannya dari pertama kali mengalami leleh hingga
mengalami putus. Sistem rangka bresing mempunyai elemen bracing yang berguna
memperkaku dan memperkuat struktur rangka. Berdasarkan “Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726:2012”
struktur rangka baja penahan gempa salah satunya ialah struktur baja sistem ganda.
Sebagai bahan studi akan dilakukan perencanaan struktur baja sistem ganda antara rangka baja
pemikul momen (SRPM) dengan rangka baja bresing kosentris (SRBK). SRPM memiliki
daktilitas yang bagus dan SRBK memiliki kekakuan yang baik, maka dengan menggabungkan
masing-masing keunggulan pada sistem tersebut, akan menjadi sistem tahan gempa yang
ekonomis. Tujuan penulisan berupa perencanaan gedung baja dengan sistem ganda ini yaitu
merencanakan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai sesuai dengan SNI 03-1726-
2012, merencanakan konstruksi baja dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 324
Kosentris Khusus (SRBKK), dan merencanakan struktur atas meliputi perencanaan struktur
balok, kolom, bresing, plat lantai
LITERATURE REVIEW
Sistem Struktur Baja Tahan Gempa
Berdasarkan SNI 03-1726-2012, struktur sistem rangka baja tahan gempa terbagi menjadi dua
bagian besar, yaitu sistem rangka pemikul momen, sistem rangka bresing. Kedua jenis ini
memiliki karakteristik yang berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan.
Sistem rangka pemikul momen memiliki sambungan antara balok dan kolom harus didesain
cukup kuat untuk memperkuat kekuatan balok dan mengurangi resiko keruntuhan pada
sambungan balok dan kolom. RSPM memiliki rentang balok cukup lebar (tanpa pengaku), hal
ini dapat memberikan deformasi yang cukup besar sehingga sistem ini memiliki daktilitas yang
cukup besar dibanding dengan sistem rangka pemikul momen jenis lainnya. Jika dibandingkan
dengan struktur baja pemikul momen jenis lainnya, sistem struktur ini memiliki ukuran elemen
struktur yang lebih besar untuk menjaga deformasi strukturnya. Sistem ini merupakan jenis
portal baja yang sering digunakan dalam aplikasi di dunia konstruksi.
Sistem rangka bresing (braced frame) ini ditunjukan untuk menahan kestabilan struktur
terhadap beban lateral yang dialami oleh struktur. Sistem bresing biasanya ditempatkan
diagonal antara balok dan kolom suatu struktur. Karakteristik dari sistem bresing yaitu
kekakuan yang tinggi diperoleh dari diagonal brace yang menahan beban lateral struktur frame
yang meningkatkan aksi gaya dalam aksial dan aksi lentur yang kecil. Secara garis besar,
sistem bracing terbagi menjadi dua, yaitu sistem bresing kosentris (Cocentrically Braced
Frame) dan sistem bresing eksentris (Eccentrically Braced Frame).
Perencanaan Komponen Struktur Kolom Berdasarkan Metode Direct Analysis Method
Rekayasa struktur bangunan baja di Indonesia mulai berkembang dengan disusunnya draft SNI
baja yang baru (Puskim 2011). Isinya ternyata mengadopsi penuh standar Amerika, yaitu AISC
(2010). Isi materinya baru, yaitu dipilihnya Direct Analysis Method (DAM) sebagai analisis
stabilitas yang utama pada struktur baja. Materi lama tidak dihapus tetapi dipindah ke bagian
Appendix sebagai cara alternatif. Cara lama juga diberi nama, yaitu Effective Length Method
(ELM) untuk membedakan dengan yang baru, yang pada dasarnya adalah cara perencanaan,
yang merujuk pada AISC versi 2005 atau versi sebelumnya.
Strategi perencanaan baru struktur baja, dengan DAM (AISC 2010) memerlukan komputer
untuk mengimplementasikannya. Cara itu sebenarnya telah diperkenalkan sebelumnya, sebagai
Appendix 7 di AISC 2005. Adapun saat ini telah menjadi metode utama.
Perencanaan Bresing
Material baja mempunyai kemampuan sama dalam memikul gaya tarik atau gaya tekan. Mutu
bahannya juga relatif tinggi, sehingga dimensinya cenderung langsing. Untuk elemen struktur
seperti itu maka pemakaian material baja hanya efisien terhadap tarik. Batang tekan maka
kapasitasnya ditentukan oleh tekuk (buckling), suatu masalah stabilitas yang tergantung
konfigurasi geometri, struktur dan penampang, dan tidak hanya oleh materialnya saja.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Data beban – beban yang bekerja dan komponen struktur yang digunakan dalam perencanaan
mengacu pada peraturan di Indonesia. Berikut adalah pedoman yang dipakai dalam
perencanaan :
Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987
Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa (SNI 03-1726-2012)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 325
Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 2847-2002)
Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2015)
Pendekatan Penelitian
Adapun Pendekatan perancangan akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut :
Identifikasi permasalahan.
Pengumpulan data mengenai jenis pembebanan dan analisis SRBKK.
Pengolahan data dengan Program ETABS 2013
Kesimpulan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Struktur
Struktur bangunan gedung yang direncanakan dimodelkan dalam program ETABS 2013.
Bangunan gedung yang direncanakan terdiri dari 5 segmen bentang arah sumbu global X dan Y
dengan panjang bentang 6 dan 8 meter dimana as untuk arah sumbu global X dinotasikan
dengan ABCDEF dan as untuk arah sumbu global Y dinotasikan dengan 123456. Tinggi tipikal
tiap lantai adalah 3,5 meter untuk lantai 3 – 10 sedangkan lantai 1 memiliki tinggi 4,7 meter
dan 4,5 meter untuk lantai 2 dengan jumlah lantai 10 lantai dimana lantai 9 dan 10 merupakan
top story difungsikan sebagai lantai atap. Dalam pemodelan struktur bangunan gedung ini,
ditetapkan untuk semua balok yang membentang dalam arah yang sama dan semua kolom
setiap dua tingkat lantai memiliki dimensi yang sama dan semua kolom setiap dua tingkat lantai
memiliki dimensi yang sama.
Gambar 1. Pemodelan 3 dimensi struktur bangunan gedung
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 326
Gambar 2. Denah tipikal lantai 1-9
Gambar 3. Tampak As 1
Gambar 4. Tampak As A
Analisis Sistem Ganda
Diagram momen diambil dari kolom pada As 2/B-D pada lantai base. Dapat dilihat bahwa
akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar 123,5818 Kn-m sedangkan akibat
interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang diterapkan sebesar 100%, frame hanya
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 327
memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini membuktikan bahwa analisis terpisah untuk
frame yang menahan 25% gempa desain memang perlu dilakukan guna memenuhi syarat dari
sistem ganda agar frame memiliki tahanan yang lebih baik selain dari tahanan akibat interaksi
shear wall dengan frame (interaksi ganda) itu sendiri.
Perencanaan Tulangan Struktur Pelat Lantai
Beban minimum yang ditumpu oleh bondek berasal dari beban tambahan dan beban hidup
yaitu sebesar 4,03 kN/m2. Berdasarkan tabel perencanaan praktis untuk bentang menerus
dengan tulangan negatif dengan satu baris penyangga didapatkan perencanaan bondek dengan
data-data sebagai berikut :
Panjang bentang (span) : 3,5 m
Tebal pelat beton : 12 cm
Mutu beton minimum : K-361,45
Tulangan negatif : 4,29 cm2/m
Mutu baja tulangan : U-48
Jumlah tulangan rencana Ø dalam satu meter : 10 mm; As = 78,54 mm2
Banyaknya tulangan tiap satu meter
6 462,554,78
429
SA
A
Jarak antar tulangan tarik tiap satu meter
mm 167mm 6,1666
1000
Sehingga spesifikasi tulangan tarik yang dibutuhkan Ø10 – 167
Gambar 6. Potongan Pelat Lantai
(Sumber : Hasil Olahan)
Perencanaan Balok Induk
Gambar 7. Tampak Samping Lokasi Pemasangan Penghubung Geser (Sumber : Hasil Olahan)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 328
Gambar 8. Tampak Samping Lokasi Pemasangan Penghubung Geser (Sumber : Hasil Olahan)
Pengecekan Kapasitas Struktur Kolom
288,0159,10286
76,2963
n
u
P
P
2,0n
u
P
P
maka
19
8
ny
uy
nx
ux
n
u
M
M
M
M
P
P
15,604
3095,17
33,2046
7314,68
9
8
159,10286
76,2963
0,343 ≤ 1 …. OK
Nilai kontrol interaksi gaya tekan dan lentur pada perhitungan diatas menunjukkan bahwa
kolom aman untuk digunakan karena memiliki nilai kurang dari 1.
Bresing
Material baja BJ54 (fy = 390 MPa dan fu = 540 MPa), profil W360x237, A = 30100 mm2
Luas netto
)( fimajinern tdAA
mm 8,29314)2,3026(30100 nA
Faktor shear-lag
3
2039,1
381
396
d
b f
, maka
U = 0,9
Pengaruh shear-lag terhadap luas netto 2mm 32,263838,293149,0. ne AUA
Kapasitas tarik dari kriteria fraktur penampang berlubang
eun AfP ..75,0
kN 245,1068510.32,2638354075,0 3
nP
Kapasitas tarik dari ktiteria leleh (yield) penampang utuh
gyn AFP 9,0
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 329
kN 6,65011000
301002409,0
nP
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perenacanaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan
berdasarkan penulisan Tugas Akhir sebagai berikut :
Perencanaan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai berdasarkan SNI 03-1726-
2012 hasil pengecekan P-Delta pada seluruh lantai terhadap seluruh beban lateral dinamik
yang bekerja didapatkan bahwa θ < 0,25, maka tidak disyaratkan untuk diperhitungkan
terhadap efek P-Delta. Nilai θ < θmax menunjukkan bahwa model struktur bangunan gedung
yang dirancang masih dalam kondisi stabil terhadap beban lateral statik ekivalen.
Perencanaan konstruksi baja dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing
Kosentris Khusus (SRBKK) Diagram momen diambil dari kolom pada As 2/B-D pada lantai
base. Dapat dilihat bahwa akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar
123,5818 Kn-m sedangkan akibat interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang
diterapkan sebesar 100%, frame hanya memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini
membuktikan bahwa analisis terpisah untuk frame yang menahan 25% gempa desain
memang perlu dilakukan guna memenuhi syarat dari sistem ganda agar frame memiliki
tahanan yang lebih baik selain dari tahanan akibat interaksi bracing dengan frame (interaksi
ganda) itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Standar Nasional Indonesia, 2013, Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur lain 03-1927-2013, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 1989, Pedoman Perencanaan Pebebanan untuk Rumah dan
Gedung SNI 03-1727-1989, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2015, Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural
03-1729 -2015, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung 03-1726-2012. Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung 03-2847-2002, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 330
EVALUASI SALURAN DRAINASE PADA JALAN ARIF RAHMAN
HAKIM KOTA DEPOK
Abdul Wahab
1
Haryono Putro2
1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
E-mail: [email protected]
Abstrak Depok dahulu dikenal sebagai daerah resapan air bagi kota Jakarta, juga menghadapi persoalaan
mengenai genangan banjir. Tercatat sebanyak 36 titik di kota depok merupakan wilayah rawan banjir.
Contohnya adalah banjir yang terjadi di jalan Arif Rahman Hakim (Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Kota Depok, 2017). Survei menunjukana bahwa saluran drainase yang ada di jalan Arif
Rahman Hakim sangat memperihatinkan kondisi penuh sampah dan sedimentasi, bahkan dibeberapa
titik sangat parah hampir mencapai cover U-Ditch maka dilaksanakan kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan drainase dengan pengerukan sedimen berkala 1 kali/tahun mengacu pada Peraturan
Mentri Pekerjaan Umum Nomer 12/PRT/M2014. Evaluasi saluran SA1 dan SB1 dengan cathment area
dari masing-masing saluran menunjukan debit yang mampu ditampung saluran SA1 0,742 m3/detik
sedangkan debit rencana saluran SA1 0,993 m3/detik, dan untuk saluran SB1 debit yang mampu
ditampung 0,442 m3/detik sedangkan debit rencana saluran SB1 0,533 m3/detik maka dilakukan
penanganan dua tindakan penanganan yaitu redesign dan pembuatan saluran pembagi, semua
tindakan penanganan saluran SA1 dan SB1 sudah dapat menampung debit yang melimpas, namun
tindakan penanganan redesign membutuhkan dana lebih besar dari pembuatan saluran pembagi maka
tindakan yang dipilih dalam penanganan ini dengan pembuatan saluran pembagi yang membutuhkan
dana Rp. 694.204.000.
Kata Kunci: sedimentasi, debit limpasan, saluran pembagi.
PENDAHULUAN Tercatat sebanyak 36 titik di kota depok merupakan wilayah rawan banjir. Salah satu
contohnya adalah banjir yang terjadi di jalan Arif Rahman Hakim (Dinas Pekerjaan Umum dan
Perumahan Kota Depok, 2017). Hasil survei menunjukana bahwa saluran drainase yang ada di
jalan Arif Rahman Hakim sangat memperihatinkan dengan kondisi penuh sampah dan
sedimentasi, bahkan sedimentasi yang terjadi dibeberapa titik sangat parah hampir mencapai
cover U-Ditch.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka saluran drainase di jalan Arif Rahman Hakim harus
dievaluasi untuk mengetahui apakah desain yang ada sudah benar atau masih memerlukan
perbaikan-perbaikan agar lebih baik lagi dalam arti kapasitasnya mampu menampung debit
rencana atau tidak, atau dilakukan tindakan operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan
dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan umum nomer 12/PRT/M2014 tentang
penyelenggaraan sistem drainase perkotaan sehingga nanti tidak merugikan masyarakat yang
ada didaerah tersebut termasuk pengguna kendaraan yang melintas dijalan tersebut
LITERATURE REVIEW
Analisis Curah Hujan Rencana
Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan
di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan area dapat
dihitung dengan metode rata-rata aljabar, metode ini paling sederhana, pengukuran yang
dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian
dibagi jumlah stasiun.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 331
Pengukuran Dispersi
Cara mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi. Adapun pengukuran dispersi
meliputi:
a. Standar Deviasi (S)
b. Koefisien Skewness (Cs)
c. Pengukuran Kurtosis (Ck)
d. Koefisien Variasi (Cv)
Analisis Frekuensi Distribusi Hujan
Perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris dapat ditentukan dengan
menggunakan data periode ulang tertentu untuk curah hujan maksimum. Besaran curah
hujan maksimum dengan periode ulang tertentu tersebut dapat diprediksi dengan analisis
frekuensi curah hujan maksimum. Metode analisis frekuensi yang digunakan yaitu metode
distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan metode gumbel.
Uji Kecocokan Distribusi
Uji kecocokan distribusi digunakan sebagai penguji parameter untuk menguji kecocokan (the
goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji chi-kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov.
Analisis Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan
tingkat pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka
kemungkinan terjadinya banjir terbesar. Adapun kriteria desain hidrologi sistem drainase
perkotaan dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:
Tabel.1. Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan
Luas DAS
(Ha)
Periode Ulang (Tahun) Metode Perhitungan Debit Hujan
<10 2 Rasional
10-100 2-5 Rasional
101-500 5-20 Rasional
>500 10-25 Hidrograf Satuan
Sumber: Suripin, 2004
Salah satu metode untuk menghitung debit banjir rancangan adalah dengan metode Rasional
(Imam Subarkah,1980). Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan
yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit
sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS.
METODE PENELITIAN
Identifikasi Masalah Meninjau ke lokasi secara langsung dan mengidentifikasi permasalahan yang ada
dilapangan terkait dengan saluran drainase di jalan Arif Rahman Hakim hingga nantinya didapat
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 332
solusi untuk penyelesaian masalah yang terjadi.
Pengumpulan Data Pada tahapan ini, penulis mengumpulkan data-data apa saja yang dibutuhkan untuk
menganalisis permasalahan yang ada dan mendatangi instasi- instasi yang dapat menjadi
sumber data. Data yang dikumpulkan ialah data primer dan data skunder yang meliputi:
Pengambilan data primer : yaitu data yang berhubungan dengan bentuk, konstruksi saluran
dana rah aliran dalam saluran yang ditinjau di Jalan Arif Rahman Hakim.
Pengambilan data skunder : yaitu data curah hujan selama 10 tahun yang didapat dari BBWS
Ciliwung Cisadane.
Analisis Hidrologi Tahapan analisis hidrologi ini meliputi perhitungan curah hujan rata-rata maksimum,
analisis distribusi hujan menggunakan distribusi normal, log normal, log person III dan gumbel,
uji keselarasan mengguunakan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov – Kolmogorov.
Analisa Hidrolika Analisis hidraulika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit
banjir dengan suatu kala ulang tertentu dan digunakan untuk mengetahui profil muka air pada
jaringan drainase yang akan direncanakan.
Operasi dan Pemeliharaaan Saluran Drainase Hasil dari semua perhitungan analisa hidrologi dan analisa hidrolika akan digunakan
untuk mengetahui solusi yang akan diberikan dalam merencanakan saluran drainase dan
sesuai kondisi dilapangan harus diadakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan sistem drainase
perkotaan dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan umum nomer 12/PRT/M2014
tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.
Rencana Anggaran Biaya Biaya pembuatan redesain saluran drainase yang telah dievaluasi kemudian disusun
dalam rancangan anggaran biaya.
Kesimpulan
Kesimpulan merupakan ringkasan dari semua penulisan. Kesimpulan tersebut harus
menjawab tujuan dari penulisan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Saluran Eksisting
Data ini didapatkan dengan melakukan survei secara langsung ke lapangan, Tabel.2. Dimensi Saluran Eksisting.
No Nama
saluran
Panjang
(m)
Dimensi
Bentuk
Saluran
Jenis
Saluran
Tinggi
(m)
Lebar
(m)
1 SA1 510 0,80 0,80 Persegi Uditch
2 SA2 510 0,80 0,80 Persegi Uditch
3 SB1 317 0,60 0,40 Persegi Uditch
4 SB2 317 0,60 0,40 Persegi Uditch
5 SC1 157 0,80 0,80 Persegi Uditch
6 SC2 157 0,80 0,80 Persegi Uditch
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 333
7 SD1 178 0,80 0,80 Persegi Uditch
8 SD2 178 0,80 0,80 Persegi Uditch
Data Curah Hujan
Data yang digunakan untuk menganalisis hujan rencana pada penelitian ini adalah
menggunakan data hujan pada tiga stasiun terdekat yaitu, stasiun hujan Cibinong, stasiun hujan
Keracak dan stasiun hujan Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Tabel.3. Rata-rata Curah Hujan Maksimum Metode Aljabar
Tahun
Bulan Maks
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des
2008 74,8 61,7 69,0 57,0 42,7 27,4 16,4 66,9 58,7 62,9 118,3 83,0 118,3
2009 67,7 68,8 93,0 65,2 75,0 75,1 59,5 18,1 34,7 71,3 69,0 44,2 93,0
2010 55,0 75,7 58,0 13,0 142,0 73,7 49,3 61,7 76,7 52,7 143,8 33,8 143,8
2011 44,3 44,8 29,7 60,7 70,5 42,7 48,8 30,3 48,3 58,0 74,0 64,8 74,0
2012 52,8 70,4 52,1 85,7 81,2 46,8 44,1 62,7 27,8 57,2 71,3 77,7 85,7
2013 67,5 55,9 63,9 66,1 52,8 41,1 68,4 73,2 64,2 74,3 42,5 57,7 74,3
2014 116,8 120,2 66,0 70,4 91,2 52,7 64,6 66,9 29,1 71,9 97,2 92,9 120,2
2015 71,2 55,7 76,6 68,3 61,1 38,7 7,7 4,0 0,0 0,0 0,0 0,0 76,6
2016 65,3 88,5 68,0 84,0 87,2 89,8 123,2 90,5 100,3 152,1 72,7 55,3 152,1
2017 55,3 84,5 63,6 70,6 53,6 85,4 88,3 81,8 72,2 102,0 52,6 54,8 102,0
Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Diketahui bahwa curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebesar 152,07 mm
dan curah hujan terendah terdapat pada tahun 2011 sebesar 74,00 mm. Metode distribusi
frekuensi yang digunakan yaitu metode distribusi normal, metode log normal, metode log
pearson III dan metode gumbel.
Tabel.4. Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan
Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat
Keterangan Cs Ck Cs Ck
Gumbel 0,595 3,041 1,1396 5,4 Tidak memenuhi
Normal 0,595 3,041 0 Tidak memenuhi
Log Normal 0,314 2,696 0,175 5,398 Tidak memenuhi
Log Person III 0,314 2,696 selain nilai diatas Memenuhi
Uji Kesesuain Distribusi
Pengujian kecocokan distribusi digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data
memenuhi syarat untuk data perencanaan. Pengujian kecocokan distribusi data dilakuakn
dengan 2 cara, yaitu dengan Metode Chi –Square dan Smirnov-Kolmogorov.
Metode Chi-Square Tabel.5. Rekapitulasi Nilai X
2 < X
2cr
Distribusi
Probabilitas X^2
Xcr Xcr Xcr Keterangan
5% 2,50% 1%
Normal 3 5,991 7,378 9,21 OK
Log Normal 1 5,991 7,378 9,21 OK
Log Pearson III 1 5,991 7,378 9,21 OK
Gumbel 3 7,815 9,348 11,345 OK
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 334
Metode Smirnov-Kolmogorov
Tabel.6. Rekapitulasi Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov
Distribusi
Probabilitas Dmax
Do
(5%) Keterangan
Normal 0,100 0,409 OK
Log Normal 0,090 0,409 OK
Log Pearson III 0,090 0,409 OK
Gumbel 0,100 0,409 OK
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian bahwa semua hasil distribusi hujan dapat diterima
untuk dijadikan sebagai curah hujan rencana, dan yang digunakan adalah nilai curah hujan pada
metode distribusi log pearson III mengacu ke parameter statistik pemilihan jenis distirbusi dan
berdasarkan uji smirnov – kolmogorov pada metode distribusi log pearson III memiliki selisih
data pengamatan dan data teoritis yang kecil (Dmaks = 0,090) sehingga asumsi data yang
digunakan dinilai lebih akurat.
Tabel.7. Perhitungan Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III
Periode Ulang LogX Kt SlogX LogXt Xt
2 2,003 -0,052 0,117 1,997 99,252
5 2,003 0,823 0,117 2,099 125,533
10 2,003 1,310 0,117 2,156 143,055
20 2,003 1,671 0,117 2,198 157,638
25 2,003 1,852 0,117 2,219 165,479
Debit Rencana
Metode untuk perhitungan debit rencana menggunakan metode rasional, metode
rasional dihitung dengan mempertimbangkan luasnya daerah tangkapan air, koefisien
pengaliran, dan intensitas hujan.
AIC0,278 Q r
Sebelumnya untuk nilai C sendiri atau koefisien pengaliran dapat dihitung dahulu,
dikarenakan lokasi penelitian merupakan bermacam kawasan maka perlu dilakukan
perhitungan nilai C dengan berbagai macam kawasan yang ada dalam daerah tangkapan air.
Analisis Hidrolika
Dimensi saluran yang aman ialah saluran yang harus mampu mengalirkan debit rencana
atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (Qs) harus lebih besar dari debit
rencana (Qr) hubungan ini ditunjukan dengan syarat sebagai berikut :
Qs > Qr
Tabel.8. Hasil Analisis Penampang Saluran Eksisting
Nama
saluran As (m2) P (m)
Jari-jari
Hidrolis Kemiringan V
Qs
(m3/s)
Qr 5 tahun
(m3/s) ket.
SA1 0,512 2,08 0,246 0,002 1,449 0,742 0,993 Banjir
SA2 0,512 2,08 0,246 0,002 1,449 0,742 0,213 Tidak Banjir
SB1 0,192 1,36 0,141 0,009 2,198 0,422 0,533 Banjir
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 335
Nama
saluran As (m2) P (m)
Jari-jari
Hidrolis Kemiringan V
Qs
(m3/s)
Qr 5 tahun
(m3/s) ket.
SB2 0,192 1,36 0,141 0,009 2,198 0,422 0,082 Tidak Banjir
SC1 0,512 2,08 0,246 0,013 3,694 1,891 0,089 Tidak Banjir
SC2 0,512 2,08 0,246 0,013 3,694 1,891 0,110 Tidak Banjir
SD1 0,512 2,08 0,246 0,006 2,453 1,256 0,105 Tidak Banjir
SD2 0,512 2,08 0,246 0,006 2,453 1,256 0,228 Tidak Banjir
Diketahui bahwa terjadi limpasan pada saluran SA1 dan SB1, debit saluran tersebut lebih kecil
dari debit rencana sehingga menimbulkan terjadinya Banjir. Melihat hasil tersebut maka perlu
dilakukan evaluasi saluran drainase untuk mengatasi banjir yang terjadi dengan mencarikan
solusi untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1 sehingga diharapkan dapat membantu
menyelesaikan masalah banjir didaerah tersebut.
Solusi yang akan dilakukan untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1 dengan dua tindakan
yaitu redesign saluran dan membuat saluran pembagi, yang nantinya dipilih tindakan mana
yang lebih tepat untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1.
Tabel.9. Rekap Penanganan Saluran SA1 dan SB1
Penanganan Saluran
Eksisting
Dimensi
Eksisting Dimensi Penanganan dengan U-dicth Anggaran
Redesign SA1 80X80 redesign saluran SA1 120X120
Rp. 3.445.045.000 SB1 40X60 redesign saluran SB1 80X80
Pembuatan
saluran pembagi
SA1 80X80 saluran pembagi SA1 60X60 Rp. 694.204.000
SB1 40X60 saluran pembagi SB1 50X50
Operasi dan Pemeliharaan Drainase
Permasalahan yang ada pada saluran di jalan Arif Rahman Hakim yaitu telah terjadi
penumpukan sampah dan sedimentasi, pada beberapa saluran ketinggian sedimentasi mencapai
40 cm, yang lebih parah lagi sedimentasi pada saluran SB mencapai cover U-dicth,
penumpukan sedimentasi tersebut mengakibatkan kapasitas debit yang dapat ditampung
menjadi berkurang, berdasarkan hasil survei ke pemda setempat dan warga dilokasi untuk
kegiatan OP eksisting saluran tersebut belum dilakukan atau belum ada kegiatan OP dan sesuai
kondisi dilapangan saluran jauh dari kata pemeliharaan didasarkan pada tingginya endapan
sedimen disaluran tersebut , maka dari itu disarankan diperlukannya kegiatan operasi dan
pemeliharaan sistem drainase perkotaan dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan
umum nomer 12/PRT/M2014 tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan dengan
pengerukan sedimen berkala 1 kali/tahun sehingga nanti tidak merugikan masyarakat yang ada
didaerah tersebut termasuk pengguna kendaraan yang melintas dijalan tersebut. Adapun
langkah-langkah pengerukan sedimen sebagai berikut:
1. Angkat penutup saluran
2. Sedimen yang mengendap di dasar saluran digali dan diangkat ke atas tanggul/tepi
saluran dengan alat cangkul dan sekop.
3. Penggalian sedimen harus benar-benar sampai ke dasar saluran.
4. Jika di dalam saluran drainase terdapat sampah, maka sampah diangkat terlebih
dahulu selanjutnya dilakukan pengerukan sedimen.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 336
5. Sedimen didiamkan terlebih dahulu sampai cukup kering (kira-kira 3 jam) setelah
penggalian.
6. Sedimen dan sampah dimasukan ke dalam kantung plastik yang terpisah kemudian
diikat.
7. Karung sedimen diangkut ke lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan alat
gerobak dorong maupun truk-truk kecil.
8. Karung sampan yang terkumpul diangkut ke TPS maupun ke TPA dengan
menggunakan alat cangkul.
9. Tutup kembali penutup saluran.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Permasalahan banjir yang terjadi dijalan Arif Rahman disebabkan oleh penumpukan
sampah dan sedimen bahkan disalah satu saluran mencapai cover U-dicth hal ini
mengakibatkan kurangnya kapasitas saluran dalam menampung debit maka dari itu
dilaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan drainase dengan pengerukan sedimen
berkala 1 kali/tahun yang dalam pelaksanaan mengacu pada Peraturan Mentri Pekerjaan
Umum Nomer 12/PRT/M2014 tentang penyelenggaraan system drainase perkotaan.
2. Hasil dari evaluasi bahwa saluran SA1 dan SB1 dengan cathment area dari masing-
masing saluran menunjukan debit yang mampu ditampung oleh saluran SA1 yaitu
0,742 m3/detik sedangkan debit rencana untuk saluran SA1 yaitu 0,993 m
3/detik, dan
untuk saluran SB1 debit yang mampu ditampung sebesar 0,442 m3/detik sedangkan
debit rencana untuk saluran SB1 yaitu 0,533 m3/detik.
3. Tindakan penanganan redesign saluran SA1 dan SB1 didapatkan dimensi U-dicth
120X120 untuk saluran SA1 dan U-dicth 80X80 untuk saluran SB1 dengan rencana
anggaran biaya redesign saluran tersebut sebesar Rp. 3.445.045.000.
4. Tindakan penanganan pembuatan saluran pembagi di saluran SA1 dan SB1 didapatkan
dimensi U-dicth 60X60 untuk saluran pembagi SA1 dan U-dicth 50X50 untuk saluran
pembagi SB1 dengan rencana anggaran biaya redesign saluran tersebut sebesar Rp.
694.204.000.
5. Semua tindakan penanganan untuk saluran SA1 dan SB1 tersebut sudah dapat
menampung debit yang melimpas, namun tindakan penanganan redesign membutuhkan
dana yang lebih besar dari pembuatan saluran pembagi maka dari itu tindakan yang
dipilih dalam penanganan ini yaitu dengan pembuatan saluran pembagi SA1 dengan
panjang 232 m dan SB1 dengan panjang 203 m yang membutuhkan dana sebesar Rp.
694.204.000.
Saran
1. Data penelitian sebaiknya selengkap mungkin agar tidak memenuhi kesulitan pada saat
pengerjaannya.
2. Hasil penelitian akan lebih akurat apabila ada stasiun hujan yang benar-benar berada
disekitar lokasi penelitian.
3. Perlu diadakannya kerja sama atau gotong royong setiap minggunya antara kepala
lingkungan dan masyarakat di daerah sekita jalan Arif Rahman Hakim untuk
membersihkan saluran drainase yang ada dari sampah sampah yang menyumbat saluran
tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 337
DAFTAR PUSTAKA
Hardihardaja J. 1997. Drainase perkotaan. Depok : Penerbit Gunadarma
Nugroho RA. 2014. Kaji Ulang Perencanaan Drainase Jalan Hayam Wuruk Kabupaten
Jember. Jember : Universitas Jember.
Pd. T-02-2006-B. Perencanaan Sistem Drainase Jalan. Jakarta : Departemen Pekerjaan
Umum.
Priambodo S. 2004. Karakteristika Hujan di Beberapa Stasiun Hujan di Wilayah DKI Jakarta.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Ramadhan Syahriadi. 2016. Perencanaan Drainase Pada Perumahan Taman Duta Kota
Depok. Depok : Universitas Gunadarma.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : ANDI.
SNI 03-2415-1991. Metode Perhitungan Debit Banjir. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
SNI 03-3424-1994. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum.
SNI 2415-2016. Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Jakarta : Badan Standardisasi
Nasional.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 338
PERENCANAAN PENAMPANG SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN
APLIKASI HEC-RAS
Ekky Nur Fajriyah1
Heri Suprapto2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Salah satu sungai yang mengalami banjir adalah Sungai Cigede Kulon yang mengalir di
daerah Bogor. Penyebab banjir dan genangan pada beberapa daerah yang dialiri oleh Sungai
Cigede Kulon adalah dimensi saluran yang tidak dapat menampung air ketika hujan terjadi.
Kawasan yang sering kali mengalami banjir adalah sukadamai yang berada di Kelurahan
Cibadak Kota Bogor. Banjir di daerah ini disebabkan oleh limpasan air sungai Cigede Kulon,
sungai tersebut tidak dapat menampung dan mengalirkan air dengan baik ke saluran
selanjutnya. Berdasarkan hasil analisis yang telah di lakukan diketahui debit banjir rencana
periode 10 tahun pada Sungai Cigede Kulon dengan luas DAS 131,9 hektar adalah 21,252
m3/s. Saluran Sungai Cigede Kulon yang meluap, berada di Sukadamai dengan kapasitas
berkisar dari 2,489 m3/s , 3,350 m
3/s, 3,099 m
3/s, 7,095 m
3/s, 1,195 m
3/s, 2,521 m
3/s, 2,806
m3/s, 3,407m
3/s, dan 3,836m
3/s. Setelah di analisis dan di lakukan perencanakan dimensi
penampang dengan menggunakan program HEC-RAS, dapat dihasilkan analisa dimensi yang
sesuai untuk menampung debit air yang ada, serta resiko banjir pun dapat dikurangi. Total
rencana anggaran biaya yang di perlukan untuk perencanaan ulang saluran sungai Cigede
Kulon sepanjang 1772 m adalah sebesar Rp. 6.001.620.241,98,-
Kata kunci: Debit Banjir, Kapasitas, Sungai Cigede Kulon, Rencana Anggaran biaya
PENDAHULUAN
Salah satu sungai yang mengalami banjir adalah Sungai Cigede Kulon yang mengalir di daerah
Bogor. Penyebab banjir dan genangan pada beberapa daerah yang dialiri oleh Sungai Cigede
Kulon adalah dimensi saluran yang tidak dapat menampung air ketika hujan terjadi. Kawasan
yang sering kali mengalami banjir adalah sukadamai yang berada di Kelurahan Cibadak Kota
Bogor. Banjir di daerah ini disebabkan oleh limpasan air sungai Cigede Kulon, sungai tersebut
tidak dapat menampung dan mengalirkan air dengan baik ke saluran selanjutnya.
LITERATURE REVIEW Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai yang disebabkan dimensi saluran sungai yang
tidak dapat lagi menampung air dari curah hujan atau genangan air yang terjadi pada daerah
yang rendah dan tidak bisa terdrainasikan. Banjir biasanya terjadi karena faktor hujan dengan
intensitas tinggi yang jatuh pada daerah yang memiliki saluran air yang kurang baik seperti
volumenya yang tidak mampu menampung air saat hujan datang untuk mendapatkan ukuran
dimensi penampang yang sesuai di perlukan analisis penampang saluran.
METODE PENELITIAN Dalam suatu perencanaan pada penelitian diperlukan metodologi yang tepat agar hasil
yang didapatkan sesuai dengan tujuan perencanaan. Pada bab ini, tahapan yang diperlukan
dalam penelitian sungai secara garis besar akan dinyatakan dengan bentuk flowchart diagram
alur.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 339
Gambar 1. Diagram Alir Penulisan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan Saluran Sungai Cigede Kulon memiliki aliran yang berada di wilayah sukadamai,
Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. sedangkan akhir pengamatan
berada di Jalan Kencana. Kota Bogor. Saluran sungai Taman Sari Persada yang diamati,
mengalir sepanjang 3,86 km. Sungai ini memiliki hulu di sukadamai, Kelurahan Cibadak,
Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. sedangkan akhir pengamatan berada di Jalan Kencana.
Kota Bogor. Data curah hujan yang digunakan berasal dari tiga stasiun hujan yang berada di
sekitar DAS Cigede Kulon diantaranya, Stasiun hujan Dramaga, Stasiun hujan Kracak dan
Stasiun hujan Cibinong pada tahun 2008 sampai 2017.
Analisis Hidrologi
Analisis Hujan Rata-Rata
Analisis data curah hujan rata-rata pada tiga stasiun hujan yaitu Stasiun Cibinong, Stasiun
Dramaga dan Stasiun Kracak menggunakan metode rata-rata aljabar. Berikut ini adalah hasil
perhitungan rata-rata curah hujan maksimum dengan menggunakan metode aljabar :
Tabel 1. Rata - Rata Curah Hujan Maksimum Dengan Metode Aljabar
Tahun Curah Hujan (mm)
Maks Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2008 83,0 64,8 75,2 63,8 44,5 34,8 45,4 56,9 64,7 82,2 115,8 41,7 115,8
2009 79,3 60,5 60,8 59,1 81,7 81,8 37,2 18,6 30,8 57,7 60,7 38,7 81,8
2010 52,2 66,4 62,9 13,9 154,1 82,4 59,7 81,3 98,2 67,1 138,9 28,5 154,1
2011 54,3 27,0 27,0 45,8 77,9 55,2 63,2 42,4 38,3 41,2 63,8 44,9 77,9
2012 43,5 78,1 41,8 67,2 66,4 27,6 45,4 80,4 36,2 57,8 64,7 71,9 80,4
2013 64,8 70,8 76,5 43,9 58,5 32,7 73,9 55,7 41,9 67,4 46,7 65,8 76,5
2014 103,1 92,2 59,5 106,4 66,0 36,4 55,4 92,5 27,2 80,6 77,4 85,8 106,4
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 340
2015 62,9 39,2 69,0 58,7 62,1 46,2 7,9 35,5 18,0 21,2 24,2 27,2 69,0
2016 74,6 82,0 76,9 61,4 97,4 96,6 112,1 77,9 116,4 152,3 74,3 29,3 152,3
2017 63,5 72,3 73,8 83,0 56,8 51,7 31,8 91,6 70,8 73,6 61,2 57,2 91,6
Analisis Frekuensi dan Probabilitas
Analisis frekuensi dan probabilitas menggunakan data curah hujan maksimum tahunan.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan, didapatkan hasil curah hujansebagai berikut :
Tabel 5.2 Curah Hujan Maksimum Tahunan
Nomor Tahun Maks
(mm)
1 2010 154,1
2 2016 152,3
3 2008 115,8
4 2014 106,4
5 2017 91,6
6 2009 81,8
7 2012 80,4
8 2011 77,9
9 2013 76,5
10 2015 69,0
Parameter yang diperlukan untuk analisis frekuensi dan probabilitas adalah nilai rata-rata ( X ),
standar deviasi (S), factor frekuensi (KT), dan koefisien kemencengan (Cs). Metode distribusi
frekuensi yang digunakan yaitu metode distribusi log pearson III. Berikut ini adalah hasil
perhitungan nilai curah hujan rencana menggunakan metode distribusi log Pearson III :
Tabel 3. Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III
No Periode Ulang X S K Log XT XT
1 2 1,997 0,122074521 -0,83 1,996 99,256
2 5 1,997 0,122074521 0,808 2,095 124,565
3 10 1,997 0,122074521 1,323 2,158 143,967
4 25 1,997 0,122074521 1,910 2,230 169,794
5 50 1,997 0,122074521 2,311 2,279 190,052
6 100 1,997 0,122074521 2,686 2,325 211,179
Pengukuran Dispersi
Analisis pengukuran dispersi membutuhkan beberapa parameter statistik diantaranya, nilai
rata-rata (𝑋), standar deviasi (S), faktor frekuensi (KT), dan koefisien kemencengan (Cs
Uji Kecocokan Distribusi Frekuensi
Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data memenuhi syarat untuk
perencanaan. Uji yang dilakukan meliputi pengujian dengan metode Chi-Kuadrat dan Smirnov-
Kolmogorov.
Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji Smirnov-Kolmogorov dilakukan pada data distribusi Log Pearson III. Berikut ini hasil
perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov pada metode distribusi Log Pearson III :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 341
Tabel 4. Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov pada
Metode Distribusi Log Pearson III
No Xi P(X) f(t) A. Kurva P'(X) ΔP
a b c d e f g
1 2,05 0,091 0,87 0,8907 0,1093 -0,018
2 2,03 0,182 0,56 0,8238 0,1762 0,006
3 2,00 0,273 0,03 0,6554 0,3446 -0,072
4 2,00 0,364 -0,01 0,6406 0,3594 0,004
5 1,99 0,455 -0,14 0,5871 0,4129 0,042
6 1,99 0,545 -0,16 0,5793 0,4207 0,125
7 1,98 0,636 -0,27 0,5398 0,4602 0,176
8 1,96 0,727 -0,66 0,3821 0,6179 0,109
9 1,93 0,818 -1,19 0,2061 0,7939 0,024
10 1,84 0,909 -2,68 0,0102 0,9898 -0,081
ΔP max 0,176
Nilai uji Smirnov-Kolmogorov terdapat pada data ke-7 yaitu 0,176. Berdasarkan ketentuan
yang berlaku yaitu Dmaks<Dmaks(20%) maka diketahui nilai n=10 dan α = 20% adalah 0,32. Dari
hasil perhitungan nilai distribusi Log Pearson III dapat diterima.
Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat menggunakan parameter X2. Berikut ini adalah hasil perhitungan dari
pengujian Chi-Kuadrat pada metode distribusi Log Pearson III :
Tabel 5. Perhitungan Uji Chi Kuadrat pada Metode Distribusi Log Pearson III
Kelas Nilai Batas Ei Oi (Ei-Oi)2 (Ei-Oi)
2/Ei
Kelas 1 1,7950 < X < 1,8823 2 1 1
Kelas 2 1,8823 < X < 1,9696 2 4 4
Kelas 3 1,9696 < X < 2,0569 2 2 0
Kelas 4 2,0569 < X < 2,1442 2 1 1
Kelas 5 2,1442 < X < 2,2314 2 2 0
Jumlah 10 10 6 3
Hasil pengujian kecocokan distribusi frekuensi pada data distribusi Log Pearson III
menunjukan hasil, data diterima oleh metode Chi kuadrat. Berikut ini adalah hasil
rekapitulasinya : Tabel 6. Rekapitulasi Pengujian Distribusi
Distribusi probabilitas X2 Hitung X
2 cr Keterangan
Log Pearson III 3,00 5,991 Diterima
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil distribusi Log
Pearson III dengan pengujian Chi Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov dapat diterima.
Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien pengaliran merupakan variabel yang didapatkan dari hasil analisa kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Penentuan area-area yang
digunakan untuk koefisien pengaliran menggunakan aplikasi “Google Earth Pro”. Penentuan
Segmen pada DAS Sungai Cigede Kulon berdasarkan kelurahan serta karakteristik saluran.
Pembagian segmen bertujuan agar mengetahui debit di masing-masing wilayah segmen.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 342
Penentuan koefisien pada setiap area berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil sebagai
berikut : Tabel 7. Rekapitulasi Penggunaan Lahan
Segmen Area Luas Koefisien C
1
Pemukiman 51,64 38,73
RTH 13,96 4,188
Bisnis 4,6 4,14
Total 70,2 47,058 1,264
2
Pemukiman 53,32 39,99
RTH 5,53 1,659
Jalan 2,85 2,7075
Total 61,7 44,3565
Intensitas Hujan Rencana
Intensitas hujan rencana dihitung berdasarkan data curah hujan harian. Perhitungan yang
dilakukan menggunakan persamaan Mononobe. Berikut ini adalah hasil perhitungan intensitas
curah hujan rencana : Tabel 8. Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe
Pada Berbagai Macam Lama Hujan
Lama
hujan,
T (Jam)
Periode Ulang
2 5 10 25 50 100
93,17342 124,5647 143,9671 169,7935 190,0523 211,1791
1 32,30 43,18 49,91 58,864 65,89 73,21
2 20,35 27,20 31,44 37,08 41,51 46,12
3 15,53 20,76 23,99 28,30 31,68 35,20
4 12,82 17,14 19,81 23,36 26,15 29,05
5 11,05 14,77 17,07 20,13 22,53 25,04
6 9,78 13,08 15,12 17,83 19,95 22,17
7 8,83 11,80 13,64 16,09 18,01 20,01
8 8,08 10,80 12,48 14,72 16,47 18,30
9 7,47 9,98 11,54 13,60 15,23 16,92
10 6,96 9,30 10,75 12,68 14,20 15,77
Waktu konsentrasi yang terjadi dianggap sebagai lamanya hujan yang dapat menyebabkan
debit banjir. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus Kirpich didapatkan
hasil sebagai berikut :
jamtc 14,100932,01000
)86,387,0(385,0
2
Dengan hasil tc yang didapatkan yaitu 1,14 jam maka didapatkan periode ulang sebagai
berikut: Tabel 9. Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe
Lama
hujan,
T
(Jam)
Periode Ulang
2 5 10 25 50 100
93,17342 124,5647 143,9671 169,7935 190,0523 211,1791
1,14 29,68 39,69 45,87 54,09 60,55 67,28
Debit Banjir Rencana Perhitungan debit banjir rencana menggunakan metode rasional. Metode ini dapat
menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan besar curah hujan yang berlaku untuk
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 343
luas DAS di bawah sampai 5000 hektar atau 50 Km2 (SNI 2415, 2016). Luas DAS Sungai
Taman Sari Persada yang di amati sebesar 156,7 hektar. Penentuan kala ulang berdasarkan
peraturan kala ulang berdasarkan tipologi kota. Luas daerah tangkapan air (DTA)/DAS yang
ada di sesuaikan dengan tipologi kota. Kota Bogor termasuk dalam kota metropolitan karena
memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 juta penduduk. Sehingga didapatkan hasil kala
ulang yang dipilih adalah 10 tahun. Hasil perhitungan debit banjir rencana sebagai berikut :
Tabel 10. Perhitungan Debit Banjir Rencana
Periode
Ulang
Koef
Pengaliran (C)
Intensitas
Hujan (I)
Luas
Lahan (A)
Debit
Banjir (Q)
Tahun (mm/jam) (Hektar) (m3/s)
10 1,264 45,866 131,9 21,252
Total dari hasil perhitungan debit banjir rencana (Q) pada periode ulang 10 tahun pada saluran
penampang sungai Cigede Kulon adalah 21,252 m3/s.
Analisis Hidrolika Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kapasitas dari saluran Sungai Cigede Kulon
dalam mengalirkan debit air. Hasil analisa akan menjelaskan dimensi sungai yang ada perlu di
perbaiki atau tidak. Analisis penampang dengan debit banjir rencana periode ulang 10 tahun.
Perhitungan hidrolika menggunakan cara manual dan menggunakan program HEC-RAS.
Analisis Penampang Eksisting Dengan Metode Passing Capasity
Menghitung debit kapasitas penampang eksisiting dilakukan dengan metode manual. Adapun
hasil perhitungan debit kapasitas penampang adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Perhitungan Debit Kapasitas
No.
Saluran
Luas
Basah
(As)
Jari -
Jari (R)
Kemiringan
(S) Koef.Manning (n)
Kecepatan
(V) Debit (Qs)
A1 1,620 0,449 0,012 0,041804 1,536 2,49
A2 2,100 0,488 0,012 0,042581 1,595 3,35
A3 1,815 0,491 0,012 0,039902 1,708 3,10
A4 3,375 0,674 0,012 0,040059 2,102 7,10
A5 1,210 0,374 0,012 0,057549 0,988 1,20
A6 1,980 0,503 0,012 0,054438 1,273 2,52
A7 2,240 0,513 0,012 0,056066 1,253 2,81
A8 2,470 0,553 0,012 0,053499 1,379 3,41
A9 2,580 0,582 0,012 0,051352 1,487 3,84
A10 8,125 1,014 0,005 0,016652 4,208 34,19
A11 11,375 1,138 0,005 0,015961 4,741 53,93
A12 8,125 0,969 0,005 0,0165 4,122 33,49
A13 10,875 1,208 0,005 0,017289 4,556 49,54
A14 13,640 1,337 0,005 0,016816 5,013 68,37
A15 14,880 1,391 0,005 0,016905 5,118 76,16
Selanjutnya adalah perbandingan debit kapasitas (Qs) terhadap debit banjir rencana kala ulang
10 tahun sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 344
Tabel 12. Perbandingan Debit Kapasitas dengan Debit Banjir Rencana
No.
Saluran
Debit
(Qs)
Qt
10 Th Keterangan
A1 2,489 21,25 Melimpas
A2 3,350 21,25 Melimpas
A3 3,099 21,25 Melimpas
A4 7,095 21,25 Melimpas
A5 1,195 21,25 Melimpas
A6 2,521 21,25 Melimpas
A7 2,806 21,25 Melimpas
A8 3,407 21,25 Melimpas
A9 3,836 21,25 Melimpas
A10 34,193 21,25 Tidak Melimpas
A11 53,932 21,25 Tidak Melimpas
A12 33,488 21,25 Tidak Melimpas
A13 49,541 21,25 Tidak Melimpas
A14 68,375 21,25 Tidak Melimpas
A15 76,161 21,25 Tidak Melimpas
Hasil perhitungan menunjukan dari perbandingan debit kapasitas dengan debit banjir rencana
terdapat sembilan lokasi yang mengalami limpasan.
Analisis Penampang Eksisting Dengan Program HEC-RAS
Analisa penampang eksisting dengan menggunakan program HEC–RAS dilakukan sebagai
pendukung hasil analisa penampang eksisting dengan cara manual dan membuat limpasan yang
terjadi pada saluran dapat ditampilkan secara visual. Berikut ini hasil visualisasi geometri pada
program HEC–RAS pada beberapa lokasi.
Gambar 4 Penampang Saluran Eksisting A1 (Sumber : Hasil Analisis, 2018)
Gambar 5.16 Penampang Memanjang Saluran Eksisting Sungai (Sumber : Hasil Analisis, 2018)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 345
Tabel 13. Hasil Analisa Penampang Eksisting
No. Saluran Manual HEC-RAS
A1 Melimpas Melimpas
A2 Melimpas Melimpas
A3 Melimpas Melimpas
A4 Melimpas Melimpas
A5 Melimpas Melimpas
A6 Melimpas Melimpas
A7 Melimpas Melimpas
A8 Melimpas Melimpas
A9 Melimpas Melimpas
A10 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
A11 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
A12 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
A13 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
A14 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
A15 Tidak Melimpas Tidak Melimpas
Perencanaan Perbaikan Penampang Sungai
Solusi untuk limpasan yang terjadi adalah memperbaiki penampang sungai yang ada
(eksisting). Sehingga penampang sungai mampu menampung debit banjir yang direncanakan.
Perencanaan penampang sungai dapat dilakukan dengan metode trial and error yang kemudian
dibandingkan dengan debit banjir rencana. Berikut ini adalah hasil analisa dimensi yang
direncanakan : Tabel 14. Hasil Analisa Penampang Rencana
Tabel diatas menjelaskan Qs baru mampu menampung debit yang ada. Sehingga limpasan
tidak terjadi lagi pada semua lokasi. Berikut ini gambar saluran sungai sebelum perencanaan
dan sesudah perencanaan :
STA Lebar
(B)
Dasar
Tinggi
(H)
Koef.
Manning
(n)
Kemiringan
(S)
Keliling
Basah
(P)
Jari-Jadi
Hidrolik
(R)
Kecepatan
(V)
Debit
(Q)
A1 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A2 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A3 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A4 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417
A5 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417
A6 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417
A7 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A8 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A9 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027
A10 3,5 2,70 3 0,013 0,005 8,9 0,967 8,239 77,855
A11 3,5 3,70 5 0,013 0,005 10,9 1,100 5,692 73,710
A12 3,5 3,00 3 0,013 0,005 9,5 1,012 5,385 56,542
A13 4,7 3,70 3 0,013 0,005 12,1 1,310 6,396 111,222
A14 4,8 4,20 3,5 0,013 0,005 13,2 1,400 6,686 134,780
A15 5 4,00 3,5 0,013 0,005 13 1,404 6,697 133,933
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 346
Gambar 5. Penampang Saluran Eksisting A1 Rencana Dengan HEC-RAS
(Sumber : Hasil Analisis, 2018)
Gambar 6. Penampang Memanjang Saluran Eksisting Sungai
(Sumber : Hasil Analisis, 2018)
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan pada tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Intensitas curah hujan pada DAS Cigede Kulon pada kala ulang 10 tahun pada segmen
satu adalah 8,446 mm/jam dengan tc 0,65 jam, pada segmen dua 7,76312 mm/jam dengan
tc 0,75 jam.
2. Debit banjir rencana periode 10 tahun pada Sungai Cigede Kulon dengan luas DAS 131,9
hektar adalah 16,2093 m3/s.
3. Hasil analisis menggunakan program HEC-RAS menunjukkan 9 yaitu pada lokasi A1 – A9
lokasi profil muka air pada saluran eksisting mengalami limpasan. Setelah dilakukan
perencanaan ulang (redesign) menunjukkan profil muka air tidak mengalami limpasan.
4. Hasil perhitungan rencana total anggaran biaya yang dipergunakan untuk pembuatan
penampan Sungai Cigede Kulon adalah Rp. 6.001.620.241,98,-
Saran
Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lengkapi berbagai macam sumber informasi dan data, baik dari jurnal, buku maupun
standar yang ada. Sehingga dalam proses perencanaan dan analisis memiliki pedoman dan
sumber yang pasti.
2. Pada dasarnya saluran sungai pasti membutuhkan perawatan berkala supaya kerusakan,
sedimentasi dan penyumbatan dapat diminimalisir . Pemeliharaan aliran sungai bukan
hanya dari segi teknis yang dilakukan pemerintah, namun masyarakat di sekitar sungai
juga perlu memahami dan turut menjaga kelestarian sungai.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 347
DAFTAR PUSTAKA
Istiarto. 2011. Modul Pelatihan Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC-RAS. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012, Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014, Tata Cara Perencanaan Sistem
Drainase Perkotaan. Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015, Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau,
Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991, ”Sungai”, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia, 2016, Tata cara perhitungan debit banjir rencana SNI
2415:2016, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset: Yogyakarta
Suripin. 2004. Sistem Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset: Yogyakarta
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
348 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...
ANALISIS FONDASI RAFT-PILE PADA GEDUNG 12 LANTAI
PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BOGOR
1Raga Siwi Ardhani
2Ellysa
2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat,
e-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perencanaan fondasi dengan raft-pile system dilakukan untuk mengantisipasi beban struktur atas dan
kondisi tanah dasar. Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari konstruksi yang
ditempatkan diatasnya tanpa mengalami keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan.
Keruntuhan geser tanah terjadi jika daya dukung tanah terlewati. Penurunan yang berlebihan akan
menyebabkan kerusakan struktural pada kerangka bangunan akibat penurunan fondasi. Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk merencanakan fondasi raft-pile pada gedung 12 lantai di Bogor. Diperoleh
data karakteristik tanah menunjukan jenis tanah yang dominan adalah tanah lempung dan permukaan
air tanah berada antara -4,00 m dan -5,00 m dibawah permukaan tanah. Perhitungan daya dukung
fondasi raft menggunakan metode Skempton, Perhitungan penurunan fondasi raft dan raft pile system
menggunakan metode H.G Poulos dan E.H Davis (1980). Perhitungan daya dukung aksial ujung tiang
menggunakan metode Mayerhof, Perhitungan daya dukung selimut tiang menggunakan metode
Kulhawy. Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Berdasarkan hasil
perencanaan dan perhitungan ketebalan fondasi raft 2 m. Jumlah tiang yang digunakan 140 tiang
dengan diameter 0,6 m dan panjang tiang 11 m. Daya dukung izin fondasi raft-pile sebesar 105,369
Ton/m2. Penurunan total fondasi raft-pile 0,0492 m. Tulangan yang digunakan pada fondasi raft
adalah D32-100 untuk tulangan bawah arah X dan Y sedangkan D19-200 untuk tulangan atas arah X
dan Y. Tulangan fondasi tiang untuk tulangan longitudinal digunakan 10D19 dan untuk tulangan geser
50D10. Biaya yang dibutuhkan untuk fondasi sistem raft-pile sebesar Rp. 10.798.169.198,-.
Kata kunci: Fondasi Rakit, Sistem Tiang Rakit, Penurunan, Daya Dukung, Tulangan Fondasi
PENDAHULUAN
Perencanaan fondasi pada gedung disesuaikan dengan kondisi tanah dasar dan beban dari
struktur atas. Dari hasil penyelidikan tanah pada area pembangunan gedung jenis tanah yang
dominan adalah tanah lempung dan permukaan air tanah berada antara -4,00 m dan -5,00 m
dibawah permukaan tanah yang direncanakan menggunakan penggabungan antara fondasi rakit
(raft foundation) dan fondasi tiang (pile foundation). Fondasi rakit adalah suatu kombinasi
telapak yang menutupi seluruh area bawah suatu struktur dan mendukung semua dinding dan
kolom yang terdapat diatasnya. Fondasi rakit umumnya bersentuhan langsung dengan tanah
atau batuan tetapi dapat juga didukung oleh tiang-tiang sebagai pengurang dari suatu
penurunan yang sering terjadi pada fondasi rakit. Penambahan tiang-tiang pada fondasi rakit ini
disebut raft-pile system.
Perencanaan fondasi dengan raft-pile system dilakukan untuk mengantisipasi beban struktur
atas dan kondisi tanah dasar. Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari
konstruksi yang ditempatkan diatasnya tanpa mengalami keruntuhan geser dan penurunan yang
berlebihan. Keruntuhan geser tanah terjadi jika daya dukung tanah terlewati. Penurunan yang
berlebihan akan menyebabkan kerusakan struktural pada kerangka bangunan akibat penurunan
pada fondasi. Tujuan dari penelitian ini merencanakan fondasi raft-pile pada gedung 12 lantai
di Bogor.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 349
LITERATURE REVIEW
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Bianca Natasya (2011) dan Nova Dwi Gandini
(2013). Penelitian tersebut mendukung penelitian tentang “Analisis Fondasi Raft-Pile pada
Bangunan Gedung 12 Lantai Pada Tanah Lempung di Daerah Bogor”. Perhitungan daya
dukung ultimate fondasi raft menggunakan metode Skempton (1951) untuk fondasi
memanjang:
qu = γDNC fcu × luasan fondasi
Daya dukung izin fondasi raft diperoleh dengan membagi daya dukung ultimate fondasi raft
dengan faktor keamanan, Faktor keamanan yang digunakan pada fondasi untuk bangunan
permanen dengan kontrol normal adalah 2,5 (Reese R O’Neill, 1939). Perhitungan penurunan
fondasi raft menggunakan metode H.G Poulos dan E.H Davis (1980) untuk total settlement
dari fondasi raft adalah sebagai berikut:
PTF
Es
μ1
B
P0,947
2
Perhitungan daya dukung aksial ujung tiang (Qp) pada tanah lempung menggunakan metode
Mayerhof sebagai berikut:
Qp = Ap × Cu × Nc
Perhitungan daya dukung selimut tiang (Qs) pada tanah kohesif menggunakan metode
Kulhawy sebagai berikut:
Qs = Σ(As × fs)
Daya dukung ultimite netto tiang tunggal (Qu) diperoleh jumlah dari daya dukung ujung tiang
fondasi (Qp) dan daya dukung selimut tiang (Qs) sebagai berikut:
Qu = Qp + Qs
Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung ultimit
tiang (Qu) dengan faktor keamanan. Faktor keamanan untuk fondasi tiang bor adalah 2,5 – 3
(Hary Christady, 2011).
Perhitungan daya dukung lateral untuk tiang tunggal dimulai dengan menentukan faktor
kekakuan tiang (T) sebagai berikut:
T 5
ηh
IpEp
Perhitungan daya dukung lateral tiang tunggal dengan metode Broms (1964) untuk tiang
panjang dengan kepala tiang (fixed head) pada tanah lempung sebagai berikut:
3DCu
My
2
DCu
Hu
Perhitungan daya dukung lateral raft-pile adalah sebagai berikut:
V 2
nVVg
n
Vg2
Perhitungan defleksi lateral menggunakan Metode Broms, dimana tiang merupakan tiang
panjang dengan ujung terjepit sebagai berikut:
β = 4IpEp4
dkh
yo =Ldkh
H
Penurunan yang terjadi pada fondasii raft-pile yaitu penurunan segera dan penurunan
konsolidasi. Metode yang digunakan untuk menghitung penurunan fondasi raft-pile adalah
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
350 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...
metode konvensional Poulos-Davis-Randolph. Metode ini memberikan nilai penurunan
menurut jumlah tiang yang diasumsikan untuk mendukung fondasi raft. Berdasarkan dimensi
fondasi raft panjang (P) = 50,4 m dan lebar (B) = 23,4 m. Tiang yang telah ditentukan D = 0,6
m, dan L = 11 m, daya dukung ijin dipakai DB-II, dengan syarat maksimum yang diijinkan
menurut Bowles adalah 0,051 m.
Untuk menghitung immediate settlement digunakan rumus sebagai berikut:
Si = EuB
)vs(1PA)(PW 0,947+S1i×R×PA
2
G0,5
Untuk menghitung consolidation settlement digunakan rumus sebagai berikut:
SCF = PW×(RGV×S1CF-RG0,5×Sli)
Perhitungan penulangan fondasi mengacu pada SNI 03- 2847-2013 tentang Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan metode perencanaan fondasi dengan cara manual.
Perencanaan dan analisis ini akan menguraikan perhitungan dan analisis dalam perencanaan
desain fondasi sistem raft-pile.
Gambar 1. Diagram Alir Perencanaan Fondasi Raft-Pile
Menentukan Dimensi Tiang dan Jumlah Tiang
Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal
Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile
Perhitungan Defleksi Lateral Tiang
Cek Penurunan
Fondasi Raft-Pile
Cek Persyaratan
Tulangan
Selesai
2
Perhitungan Penulangan
Perhitungan RAB Material Fondasi
Output:
Gambar Fondasi Raft-Pile
N
N
Y
1
Y
Perhitungan Daya Dukung Aksial Raft-Pile
Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal
Perhitungan Daya Dukung Lateral Raft-Pile
Mulai
Input Data Perencanaan:
1. Data Penyelidikan Tanah
2. Data Pembebanan Struktur
Menentukan Tebal Fondasi Raft
Perhitungan Daya Dukung Fondasi
Raft
Perhitungan Daya Dukung Ijin (Qs)
Perhitungan Penurunan Fondasi Raft
Cek Persyaratan
Qs>Pu
Cek Penurunan
Fondasi Raft
Evaluasi Kinerja Struktur:
1. Tambah Tebal Fondasi
Raft 2
Y
N
Y
1
2. Tambah Tiang (Raft-Pile
System)
N
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Beban Struktur
Perhitungan desain fondasi raft-pile memerlukan data beban aksial atau vertical dari setiap
kolom yang akan dihitung dari bangunan gedung 12 lantai.
Data Karakteristik Tanah
Data tanah terdiri dari data hasil penyelidikan di lapangan (field investigation) dan data hasil
tes laboratorium (laboratory test) berupa index properties dan engineering properties.
1. Perencanaan Fondasi Raft
Tahap perencanaan fondasi dimulai dengan menentukan dimensi fondasi yang akan
digunakan. Untuk tebal fondasi raft direncanakan dengan ketebalan 2 meter.
Perhitungan Daya Dukung Fondasi Raft
Hasil perhitungan didapat daya dukung ultimate pada fondasi raft adalah sebagai berikut:
qu = 1100,745 Ton
Qijin = 440,298 Ton
Cek hasil Qijin > Pu
440,298 Ton < 780,049 Ton Tidak Oke
Perhitungan Penurunan Fondasi Raft
Hasil perhitungan total settlement dari fondasi raft dan penurunan yang diijinkan untuk
fondasi raft adalah 2 inci atau 0,051 m menurut (Bowles, 1988) sebagai berikut:
0,192 m > 0,051 m Tidak Oke
2. Perencanaan Fondasi Raft-Pile
Jenis tiang yang digunakan adalah tiang bor karena gedung yang dibangun lebih dari 10
lantai. Dimensi tiang yang digunakan adalah tiang dengan diameter 0,6 m dengan
panjang tiang 11 m.
Perhitungan Daya Dukung Aksial Ujung Tiang (Qp)
Qp = 0,283 m2 × 20 Ton/m
2 × 9,000 = 50,894 Ton
Perhitungan Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)
Qs total = 212,529 Ton
Perhitungan Daya Dukung Ultimite Total Tiang (Qu)
Qu = 50,894 + 212,529 = 263,423 Ton
Perhitungan Daya Dukung Izin Fondasi Tiang Tunggal (Qa)
Qa = 105,369 Ton
Perhitungan Daya Dukung Aksial Raft-Pile
Untuk perhitungan daya dukung raft-pile menggunakan perhitungan sederhana. Dari cek
persyaratan daya dukung raft yang tidak memenuhi syarat, daya dukung fondasi raft
harus lebih besar dari beban aksial per kolom, maka ditambahkan jumlah tiang sampai
daya dukung fondasi raft memenuhi syarat.
Qijin tiang = 105,369 Ton × 4 = 861,774
Qijin tiang > Pu
861,774 > 780,049 Ton Oke
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
352 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...
Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal
Menentukan faktor kekakuan tiang dengan D=0,6 m dan L=11 m didapat kekakuan tiang
(T) sebesar 1,251 dimana L ≥ 4T, maka termasuk jenis tiang panjang. Hasil perhitungan
daya dukung lateral tiang tunggal dengan metode Broms (1964) untuk tiang panjang
dengan kepala tiang (fixed head) pada tanah lempung sebagai berikut:
Hu = 38 × Cu × D2 = 273,600 Ton
Perhitungan Daya Dukung Lateral Raft-Pile
Vg > Hbeban
1231,2 Ton > 2,324 Ton Oke
3. Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile
Berdasarkan dimensi fondasi raft panjang (P) = 50,4 m dan lebar (B) = 23,4 m. Tiang
yang telah ditentukan D = 0,6 m, dan L = 11 m, daya dukung ijin dipakai DB-II, dengan
syarat maksimum yang diijinkan menurut Bowles adalah 0,051 m.
Perhitungan Penurunan Segera (Immediate Sattlement) Hasil perhitungan penurunan segera dilakukan dengan mengagap tiang sebagai kondisi
tak
teralirkan (undrained) dengan nilai poison rasio 0,5 adalah sebagai berikut:
Si = 930,00023,400
)0,5(122486,569) (18128,9130,947+0,000014×0,230×22486,569
2
= 0,1725 m
Perhitungan Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Hasil perhitungan penurunan konsolidasi, menggunakan nilai poisson ratio 0,4 adalah
sebagai berikut:
SCF = 18128,913 × (0,104× 0,00014 – 0,100 × 0,00014)
= 0,01022 m
Perhitungan Penurunan Total (Total Settlement)
Hasil perhitungan penurunan total fondasi raft-pile didapat dari hasil penjumlahan dari
penurunan segera dan konsolidasi sebagai berikut:
STF = Si + Scf
= 0,1725 + 0,01022 = 0,1827 m
Penurunan total untuk jumlah 72 tiang menurut penambahan tiang di dayang dukung
fondasi raft tersebut saat dilakukan perhitungan penurunan kelompok tidak memenuhi
syarat batas maksimum penurunan menurut bowles yaitu 0,051 m. maka tiang yang
memenuhi syarat penurunan berjumlah 140 tiang.
Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile
Ʃ
Tiang
PW
(Ton) RG0,5
Si
(m) G0,5
G0
R
R
G0,5
G0,4
R
R RG0,4
Scf
(m)
STF
(m) SIjin Ket
1 18128,913 0,230 0,5850 1,650 1,130 0,260 0,07604 0,6610 0,051 Tidak Oke
2 18128,913 0,230 0,5849 1,550 1,110 0,255 0,06436 0,6493 0,051 Tidak Oke
4 18128,913 0,230 0,5849 1,550 1,110 0,255 0,06436 0,6492 0,051 Tidak Oke
9 18128,913 0,220 0,5624 1,420 1,084 0,238 0,04705 0,6095 0,051 Tidak Oke
16 18128,913 0,210 0,5379 1,390 1,078 0,226 0,04171 0,5796 0,051 Tidak Oke
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 353
Perhitungan Defleksi Fondasi Raft-Pile
Berdasarkan hasil perhitungan untuk titik C3 diperoleh defleksi lateral 0,055 mm untuk
fondasi berbentuk lingkaran dengan diameter 0,6 m. Defleksi yang terjadi masih batas
aman, karena syarat defleksi pada gedung maksimal 6 mm (Mc Nulty).
4. Perhitungan Penulangan Fondasi Raft-Pile
Perhitungan penulangan dengan mutu beton f’c 29,05 Mpa, mutu baja fy 400 Mpa
dengan diameter tiang 600 mm pada fondasi tiang didapatkan tulangan longitudinal
sebesar 10D19 dan untuk tulangan geser yang digunakan tulangan spiral yaitu 50D10.
Tulangan pada fondasi raft adalah D32-100 untuk arah X dan Y, sedangkan tulangan
tekan atas yang digunakan adalah tulangan D19-200 untuk arah X dan arah Y.
5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan RAB berdasarkan pada ketentuan SNI dan Harga Dasar Satuan Kota Bogor
yaitu mencakup biaya pekerjaan persiapan, pekerjaan bored pile, pekerjaan tanah, dan
pekerjaan struktur adalah Rp 10.798.169.198,00,-.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan fondasi raft-pile, maka dapat disimpilkan sebagai
berikut:
a. Kedalaman total fondasi raft-pile 14,5 meter.
b. Daya dukung raft-pile ijin fondasi sebesar 105,369 Ton/m2
c. Dimensi tiang yang digunakan diameter 0,6 meter dengan panjang tiang 11 meter.
d. Jumlah tiang keseluruhan adalah 140 buah. Penurunan Total fondasi 0,0492 m.
e. Tulangan pada fondasi tiang yaitu tulangan longitudinal untuk tiang 0,6 m menggunakan
tulangan 10D19. Tulangan geser yang digunakan adalah tulangan spiral 50D10.
Tulangan yang digunakan pada fondasi raft adalah D32-100 untuk arah X dan Y,
sedangkan tulangan tekan atas yang digunakan adalah tulangan D19-200 untuk arah X
dan arah Y.
f. Rencana anggaran biaya fondasi raft-pile sebesar Rp. 10.798.169.198,00,-.
Saran
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut.
1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu diperhatikan penggunaan metode yang dapat
disesuaikan dengan ketersediaan data.
2. Penggunaan daftar harga satuan bahan dan upah dipilih sesuai lokasi rencana atau daerah
sekitarnya dan terbaru.
25 18128,913 0,200 0,5102 1,300 1,060 0,212 0,03059 0,5408 0,051 Tidak Oke
36 18128,913 0,100 0,2432 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,2534 0,051 Tidak Oke
49 18128,913 0,100 0,2177 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,2279 0,051 Tidak Oke
64 18128,913 0,100 0,1882 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1984 0,051 Tidak Oke
72 18128,913 0,100 0,1725 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1827 0,051 Tidak Oke
81 18128,913 0,100 0,1548 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1650 0,051 Tidak Oke
100 18128,913 0,100 0,1175 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1277 0,051 Tidak Oke
121 18128,913 0,100 0,0763 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,0865 0,051 Tidak Oke
140 18128,913 0,100 0,0389 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,0492 0,051 Oke
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
354 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...
DAFTAR PUSTAKA
Gandini, Nova Dwi. 2013. Perencanaan Pondasi Rakit pada Bangunan Gedung Perkantoran.
Universitas Gunadarma, Jakarta.
Hardiyatmo, Hary Christiady. 1996. Teknik Pondasi I. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hardiyatmo, Hary Christiady. 1996. Teknik Pondasi II. Edisi Kedua. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Natasya, Bianca. 2011. Pondasi Tiang-Rakit Pada Sebuah Proyek Apartemen di Jakarta dengan
Menggunkan Metode Konvensional poulos dan Plaxis Dua Dimensi. Universitas
Indonesia, Depok.
Poulos H.G, Davis. 1980. “Pile Foundation Analysis And Design”. University of Sydney.
Australia.
SNI 03-2847-2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. 2013.
Tim Penyusun. Manual Pondasi Tiang. Program Pasca Sarjana Teknik Sipil. Universitas
Katolik Parahyangan. Bandung.
Bowles, Joseph E. 1997. “Analisi dan Desain Pondasi, Edisi keempat”. Jakarta: Erlangga.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 355
METODE SISTEM GANDA DALAM PERENCANAAN GEDUNG
Ridhwan Ariq Darmawan1
Tri Handayani2
1,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
email : [email protected]
Abstrak
Perancangan struktur gedung dengan sistem ganda (dual system) yaitu gabungan antara special
moment frame dan special shear wall. Penggunaan opsi moment frame saja tidak cukup ekonomis
karena kurangnya kekakuan dari sistem ini. Selain itu single system merupakan sistem penahan gaya
gempa berupa wall yang dibatasi ketinggian maksimumnya hanya sampai sekitar 60 meter. Struktur
gedung direncanakan dengan ketinggian 112 meter. Struktur gedung direncanakan sesuai dengan
prosedur spektrum respons pada SNI 1726:2012 dan SNI 2847:2013 dengan bantuan program bantu
ETABS dan PCACOL. Hasil menunjukkan bahwa setelah dilakukan trial and error memodifikasi
dimensi kolom dan penempatan shear wall, partisipasi massa bangunan telah sesuai syarat yaitu harus
melebihi 50% untuk 3 mode pertama. Mode 1 dan 2 telah memenuhi syarat yaitu bergerak translasi dan
mode selanjutnya diizinkan berotasi. Partisipasi massa bangunan telah mencapai syarat 90% yaitu
terjadi pada mode ke-14 untuk arah x dan y. Moment frame (kolom) menerima distribusi beban geser
lebih dari 10% dan sisanya diterima oleh shear wall. Simpangan tiap lantai masih berada di bawah
simpangan izin dan gedung dalam keadaan stabil. Perencanaan komponen struktur dilakukan setelah
semua memenuhi persyaratan.
Kata kunci: Simpangan, Sistem Ganda, Gempa
PENDAHULUAN
Perancangan bangunan tinggi tahan gempa di desain berdasarkan dengan SNI Gempa.
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan
gedung dan komponennya harus mengacu pada pedoman yang ditetapkan. Struktur bangunan
gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu
memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan
gerak tanah desain dalam batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.
Perencanaan tahan gempa pada umumnya didasarkan pada analisis elastik yang diberi faktor
beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas). Perilaku runtuhnya struktur bangunan pada saat
gempa pada kenyataannya terjadi saat kondisi inelastik. Banyak aspek yang mempengaruhi
pada saat merencanakan suatu struktur dengan beban gempa diantaranya adalah periode
bangunan. Periode bangunan itu sangat dipengaruhi oleh massa struktur serta kekakuan
struktur tersebut. Kekakuan struktur sendiri dipengaruhi oleh kondisi struktur, bahan yang
digunakan serta dimensi struktur yang digunakan. Evaluasi untuk memperkirakan kondisi
inelastik struktur bangunan pada saat gempa perlu untuk mendapatkan jaminan bahwa
kinerjanya memuaskan pada saat terjadinya gempa.
Jenis penahan gempa yang dipilih adalah sistem ganda (dual system), yaitu gabungan
antara special moment frame dan special shear wall. Hal ini dikarenakan penggunaan opsi
moment frame saja tidak cukup ekonomis karena kurangnya kekakuan dari sistem ini. Selain
itu single system merupakan sistem penahan gaya gempa berupa wall dibatasi ketinggian
maksimumnya hanya sampai sekitar 60 meter.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 356
STUDI LITERATUR
Konsep dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa yaitu daktilitas dan sendi plastis.
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik
yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan
yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam
kondisi di ambang keruntuhan. Pada perencanaan gedung dengan sistem daktail, diupayakan
agar kolom lebih kuat dari pada baloknya. Dengan demikian jika, terjadi gempa yang lebih
besar dari pada gempa rencana, maka balok akan patah lebih dulu (sehingga terjadi sendi
plastis), tetapi gedung yang bersangkutan masih berdiri (tidak runtuh). Selanjutnya setelah
semua ujung-ujung balok terjadi sendi plastis, barulah gedung tersebut runtuh. Menurut SNI-
2847-2013, daerah sendi plastis adalah panjang elemen rangka dimana pelelehan lentur
diharapkan terjadi akibat perpindahan desain gempa. Ketika terjadi gempa, struktur akan
menerima beban siklik dan pada daerah-daerah yang mempunyai momen terbesar (umumnya
diujung balok) regangan tarik baja tulangan akan berganti-ganti untuk momen negatif pada tepi
atas dan positif pada tepi bawah. Apabila regangan tarik baja sudah leleh, maka beton akan
mulai rusak retak. Kerusakan tersebut didesain terjadi pada sendi plastis. Pada daerah sendi
plastis, tulangan harus di detail sedemikian sehingga perilakunya benar-benar daktail atau liat.
Gambar 1 Sendi Plastis pada Struktur Gedung
Pada Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dengan daktalitas tertentu, sendi plastis
dipasang pada balok dan kolom. Mekanisme pembentukan sendi plastis juga harus diperhatikan
agar struktur mampu berperilaku daktail seperti yang direncanakan. Sendi plastis balok
dipasang pada ujung kanan dan ujung kiri dengan jarak 2h dari kolom, dimana h adalah tinggi
penampang balok. Sendi plastis kolom hanya boleh dipasang pada ujung bawah kolom lantai
paling bawah. Lokasi sendi plastis kolom dipasang pada jarak Io dari ujung bawah kaki kolom.
Gambar 2 Sendi Plastis pada Balok dan Kolom
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 357
Sistem ganda (dual system) adalah salah satu sistem struktur yang beban gravitasinya dipikul
sepenuhnya oleh space frame (rangka), sedangkan beban lateralnya dipikul bersama oleh space
frame dan shear wall (dinding geser/ dinding struktur). Menurut SNI 1726-2012, space frame
sekurang-kurangnya memikul 25% dari beban lateral dan sisanya dipikul oleh shear wall.
Karena shear wall dan space frame dalam dual system merupakan satu kesatuan struktur maka
diharapkan keduanya dapat mengalami defleksi lateral yang sama atau setidaknya space frame
mampu mengikuti defleksi lateral yang terjadi. Analisis struktur gedung ditinjau dengan
menganalisis perbandingan antara pengaruh beban gempa statik dengan beban gempa dinamik.
Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan yaitu dengan cara
analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivalen. Setiap
struktur gedung harus direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan suatu beban geser dasar
akibat gempa dalam arah-arah yang ditentukan. Analisis dinamik dilakukan untuk menetukan
pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan
cara analisis ragam spektrum respons atau dengan cara analisa respons riwayat waktu. Salah
satu aspek penting dalam analisis dinamik adalah periode dan pola getar alami yang
menghasilkan frekuensi dan periode. Analisis dinamik yang ditentukan didasarkan atas
perilaku struktur yang bersifat elastik penuh dengan meninjau gerakan gempa dalam satu arah.
Salah satu aspek penting dalam analisa dinamik adalah periode dan pola getar alami. Dalam hal
ini dapat dilakukan analisis modal untuk mode getaran dengan menggunakan eigenvector.
METODE PENELITIAN
Analisis kontrol desain struktur dalam metode perencanaan berfungsi sebagai acuan komperatif
untuk menentukan parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan.
Standar dan Kode Perencanaan
Peraturan dan standar perancangan berfungsi sebagai titik acuan dalam perencanaan desain.
Dalam merencanakan bangunan bertingkat tahan gempa, desain bangunan yang dibuat harus
sesuai dengan kaidah-kaidah peraturan yang berlaku. Adapun peraturan dan standar
perancangan yang digunakan sebagai berikut:
1. SNI 2847-2013 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
2. SNI 1727-2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain.
3. SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung.
4. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983.
Analisis Perhitungan
Dalam analisis perhitungan, desain perencanaan dihitung dengan dua cara yaitu desain manual
(Ms. Excel) dan dengan menggunakan program (ETABS 2016 dan PCACOL).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 358
Diagram Alir Perencanaan
Gambar 3 Bagan Alir Metode Perencanaan Struktur
Data Perencanaan Gedung
Sistem Gedung : Dual System (SRPMK dan Shear Wall)
Lokasi : Bintaro, Tangerang Selatan
Nama Bangunan : Breeze Tower
Fungsi Bangunan : Pusat Perbelanjaan dan Hunian
Luas Lt. Dasar s/d Lt. 4 : 4032 m2
Luas Lt. 5 s/d Lt. 34 : 1872 m2
Tinggi Gedung : 112 m
Sistem Fondasi : Fondasi Tiang Bor
Material Struktur : Beton Bertulang
Mutu Beton : 35 MPa sampai 45 MPa
Mutu Baja : 420 MPa
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 359
Gambar 4 Denah Perencanaan Struktur Gedung Lt. Dasar s/d Lt. 4
Gambar 5 Denah Perencanaan Struktur Gedung Lt. 5 s/d Lt. 34
Gambar 6 Gedung 3D
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 360
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya Geser Statik Tiap Lantai
Gaya geser tiap lantai akibat beban gempa desain merupakan kumulatif dari penjumlahan gaya
gempa statik ekivalen tiap lantai. Tabel 2 Gaya Geser Statik Tiap Lantai
Lantai Fx Vx Fy Vy
(kg) (kg) (kg) (kg)
Atap 155533,312 155533,312 155533,312 155533,312
Lantai 33 221980,337 377513,649 221980,337 377513,649
Lantai 32 210517,722 588031,371 210517,722 588031,371
Lantai 31 199000,462 787031,833 199000,462 787031,833
Lantai 30 187766,552 974798,385 187766,552 974798,385
Lantai 29 176818,119 1151616,504 176818,119 1151616,504
Lantai 28 166157,375 1317773,879 166157,375 1317773,879
Lantai 27 156600,504 1474374,383 156600,504 1474374,383
Lantai 26 147542,083 1621916,466 147542,083 1621916,466
Lantai 25 137635,57 1759552,036 137635,57 1759552,036
Lantai 24 128030,393 1887582,428 128030,393 1887582,428
Lantai 23 118729,367 2006311,796 118729,367 2006311,796
Lantai 22 109735,459 2116047,255 109735,459 2116047,255
Lantai 21 101051,797 2217099,051 101051,797 2217099,051
Lantai 20 93907,539 2311006,59 93907,539 2311006,59
Lantai 19 87224,477 2398231,067 87224,477 2398231,067
Lantai 18 79255,044 2477486,111 79255,044 2477486,111
Lantai 17 71620,343 2549106,453 71620,343 2549106,453
Lantai 16 64324,763 2613431,217 64324,763 2613431,217
Lantai 15 57373,027 2670804,244 57373,027 2670804,244
Lantai 14 50770,233 2721574,477 50770,233 2721574,477
Lantai 13 44521,916 2766096,393 44521,916 2766096,393
Lantai 12 38634,119 2804730,512 38634,119 2804730,512
Lantai 11 33113,487 2837843,999 33113,487 2837843,999
Lantai 10 28431,491 2866275,49 28431,491 2866275,49
Lantai 9 24069,187 2890344,677 24069,187 2890344,677
Lantai 8 19534,968 2909879,645 19534,968 2909879,645
Lantai 7 15418,555 2925298,2 15418,555 2925298,2
Lantai 6 11732,904 2937031,104 11732,904 2937031,104
Lantai 5 8493,494 2945524,598 8493,494 2945524,598
Lantai 4 10360,683 2955885,281 10360,683 2955885,281
Lantai 3 8117,705 2964002,986 8117,705 2964002,986
Lantai 2 3957,169 2967960,156 3957,169 2967960,156
Lantai 1 1163,013 2969123,169 1163,013 2969123,169
Kontrol Partisipasi Massa
Partisipasi massa bangunan merupakan jumlah ragam vibrasi dalam penjumlahan respons
dinamik yang harus disyaratkan sesuai SNI 1726-2012 dimana partisipasi massa minimum
mencapai 90%.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 361
Tabel 3 Jumlah Partisipasi Massa
Mode Periode UX UY UZ Sum UX Sum UY Sum UZ
(detik) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
1 3,692 61,150 0,000 0,000 61,150 0,000 0,000
2 3,473 0,000 58,250 0,000 61,150 58,250 0,000
3 2,856 0,010 0,000 0,000 61,160 58,250 0,000
4 1,050 12,500 0,000 0,000 73,660 58,250 0,000
5 0,875 0,000 15,380 0,000 73,660 73,630 0,000
6 0,699 0,003 0,000 0,000 73,660 73,630 0,000
7 0,495 7,110 0,000 0,000 80,770 73,630 0,000
8 0,383 0,000 8,140 0,000 80,770 81,770 0,000
9 0,300 0,140 0,000 0,000 80,910 81,770 0,000
10 0,291 5,370 0,000 0,000 86,280 81,770 0,000
11 0,226 0,000 6,080 0,000 86,280 87,850 0,000
12 0,196 4,230 0,000 0,000 90,510 87,850 0,000
13 0,176 0,001 0,000 0,000 90,510 87,850 0,000
14 0,155 0,000 4,220 0,000 90,510 92,070 0,000
15 0,142 2,630 0,000 0,000 93,140 92,070 0,000
16 0,121 0,001 0,000 0,000 93,140 92,070 0,000
17 0,115 0,000 2,270 0,000 93,140 94,340 0,000
18 0,108 1,520 0,000 0,000 94,660 94,340 0,000
19 0,089 0,000 1,220 0,000 94,660 95,560 0,000
20 0,088 0,030 0,000 0,000 94,680 95,560 0,000
21 0,085 0,980 0,000 0,000 95,670 95,560 0,000
22 0,072 0,000 0,830 0,000 95,670 96,390 0,000
23 0,069 0,810 0,000 0,000 96,470 96,390 0,000
24 0,067 0,010 0,000 0,000 96,490 96,390 0,000
25 0,060 0,000 0,710 0,000 96,490 97,090 0,000
26 0,058 0,750 0,000 0,000 97,240 97,090 0,000
27 0,054 0,002 0,000 0,000 97,240 97,090 0,000
28 0,052 0,000 0,650 0,000 97,240 97,740 0,000
29 0,051 0,640 0,000 0,000 97,880 97,740 0,000
30 0,046 0,000 0,510 0,000 97,880 98,250 0,000
31 0,045 0,070 0,000 0,000 97,950 98,250 0,000
32 0,044 0,360 0,000 0,000 98,310 98,250 0,000
33 0,041 0,000 0,330 0,000 98,310 98,580 0,000
34 0,040 0,200 0,000 0,000 98,510 98,580 0,000
35 0,039 0,090 0,000 0,000 98,600 98,580 0,000
36 0,037 0,000 0,220 0,000 98,600 98,800 0,000
37 0,035 0,210 0,000 0,000 98,810 98,800 0,000
38 0,034 0,010 0,000 0,000 98,820 98,800 0,000
39 0,033 0,000 0,180 0,000 98,820 98,980 0,000
40 0,032 0,200 0,000 0,000 99,020 98,980 0,000
41 0,030 0,000 0,180 0,000 99,020 99,150 0,000
42 0,030 0,000 0,000 0,000 99,020 99,150 0,000
43 0,029 0,220 0,000 0,000 99,240 99,150 0,000
44 0,028 0,000 0,190 0,000 99,240 99,350 0,000
45 0,027 0,140 0,000 0,000 99,370 99,350 0,000
Relasi Beban Statik – Dinamik
Beban gempa dinamik tidak boleh kurang dari 85% beban gempa statik, atau dengan kata lain
STATIKDINAMIK VV 85,0 , jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka beban gempa dinamik harus
dikalikan dengan faktor skala sebesar:
IKBASE DINAM
KBASE STATI
V
V,factorScale
850
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 362
Tabel 4 Nilai Gaya Geser Dasar
Gaya Gempa Vx Vy
(kg) (kg)
Statik 2969123 2969123
85% Statik 2523755 2523755
Dinamik 1651218 1890760
Hasil gaya geser dasar menunjukkan STATIKDINAMIK VV 85,0 , maka syarat tidak terpenuhi dan
beban gempa dinamik harus dikalikan dengan faktor skala.
Scale factor arah x = IKBASE DINAM
KBASE STATI
V
V, 850 =
1651218
2523755= 1,528
Scale factor arah y = IKBASE DINAM
KBASE STATI
V
V, 850 =
1890760
2523755= 1,335
Distribusi Beban Geser Tabel 5 Distribusi Beban Gempa
Distribusi Beban Gempa EX
(%)
Gempa EY
(%)
Shear Wall 88.25 88,07
Kolom 11,75 11,93
Kontrol Simpangan Antar Lantai
Kontrol desain struktur dilakukan terhadap pengecekan batas simpangan antar lantai yang
diatur dalam SNI 1726-2012 Pasal 7.8.6 dan Pasal 7.12.1 serta pengecekan kestabilan akibat
efek P-Delta yang diatur dalam Pasal 7.8.7.
Tabel 6 Simpangan Antar Lantai Akibat Gempa
Story hsx δxe δx Δ Δizin
Ket. (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
Story 34 3200 196,96 1083,25 25,60 64 OK
Story 33 3200 192,30 1057,65 26,36 64 OK
Story 32 3200 187,51 1031,29 27,13 64 OK
Story 31 3200 182,58 1004,16 28,03 64 OK
Story 30 3200 177,48 976,13 29,02 64 OK
Story 29 3200 172,20 947,11 30,07 64 OK
Story 28 3200 166,74 917,04 31,25 64 OK
Story 27 3200 161,05 885,80 32,39 64 OK
Story 26 3200 155,17 853,41 33,62 64 OK
Story 25 3200 149,05 819,79 34,81 64 OK
Story 24 3200 142,72 784,98 35,97 64 OK
Story 23 3200 136,18 749,01 37,06 64 OK
Story 22 3200 129,45 711,95 38,04 64 OK
Story 21 3200 122,53 673,90 38,98 64 OK
Story 20 3200 115,44 634,93 39,64 64 OK
Story 19 3200 108,23 595,29 40,29 64 OK
Story 18 3200 100,91 554,99 40,76 64 OK
Story 17 3200 93,50 514,24 41,06 64 OK
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 363
Story 16 3200 86,03 473,18 41,18 64 OK
Story 15 3200 78,55 432,00 41,10 64 OK
Story 14 3200 71,07 390,91 40,78 64 OK
Story 13 3200 63,66 350,12 40,22 64 OK
Story 12 3200 56,35 309,90 39,39 64 OK
Story 11 3200 49,19 270,52 38,27 64 OK
Story 10 3200 42,23 232,24 36,72 64 OK
Story 9 3200 35,55 195,53 35,00 64 OK
Story 8 3200 29,19 160,53 32,81 64 OK
Story 7 3200 23,22 127,72 30,19 64 OK
Story 6 3200 17,73 97,53 27,08 64 OK
Story 5 3200 12,81 70,44 22,80 64 OK
Story 4 3200 8,66 47,64 18,85 64 OK
Story 3 3200 5,24 28,79 14,77 64 OK
Story 2 3200 2,55 14,02 9,87 64 OK
Story 1 3200 0,75 4,15 4,15 64 OK
Kontrol Kestabilan Akibat P-Delta
Tabel 7 Kestabilan Gedung Akibat Gempa
Story hsx Δ P Vx
θ θmax Ket. (mm) (mm) (kgf) (kgf)
Story 34 3200 25,60 1527320 243024,39 0,009142 0,090909 STABIL
Story 33 3200 26,36 4162852 516233,26 0,012078 0,090909 STABIL
Story 32 3200 27,13 6818717 709719,60 0,014808 0,090909 STABIL
Story 31 3200 28,03 9474582 840039,69 0,017965 0,090909 STABIL
Story 30 3200 29,02 12130446 927020,08 0,021575 0,090909 STABIL
Story 29 3200 30,07 14786311 987877,43 0,025571 0,090909 STABIL
Story 28 3200 31,25 17442175 1120107,80 0,027645 0,090909 STABIL
Story 27 3200 32,39 20092014 1253218,23 0,029505 0,090909 STABIL
Story 26 3200 33,62 22783372 1378629,00 0,031570 0,090909 STABIL
Story 25 3200 34,81 25474731 1495619,23 0,033688 0,090909 STABIL
Story 24 3200 35,97 28166089 1604445,06 0,035878 0,090909 STABIL
Story 23 3200 37,06 30857447 1705365,03 0,038100 0,090909 STABIL
Story 22 3200 38,04 33548806 1798640,17 0,040318 0,090909 STABIL
Story 21 3200 38,98 36240164 1884534,19 0,042589 0,090909 STABIL
Story 20 3200 39,64 38919470 1964355,60 0,044622 0,090909 STABIL
Story 19 3200 40,29 41698424 2038496,41 0,046830 0,090909 STABIL
Story 18 3200 40,76 44477378 2105863,19 0,048908 0,090909 STABIL
Story 17 3200 41,06 47256331 2166740,49 0,050878 0,090909 STABIL
Story 16 3200 41,18 50035285 2221416,53 0,052699 0,090909 STABIL
Story 15 3200 41,10 52814239 2270183,61 0,054322 0,090909 STABIL
Story 14 3200 40,78 55593193 2313338,31 0,055686 0,090909 STABIL
Story 13 3200 40,22 58372146 2351181,93 0,056737 0,090909 STABIL
Story 12 3200 39,39 61151100 2384020,93 0,057401 0,090909 STABIL
Story 11 3200 38,27 63930054 2412167,40 0,057636 0,090909 STABIL
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 364
Story 10 3200 36,72 66696955 2436334,17 0,057113 0,090909 STABIL
Story 9 3200 35,00 69585648 2456792,98 0,056320 0,090909 STABIL
Story 8 3200 32,81 72474341 2473397,70 0,054629 0,090909 STABIL
Story 7 3200 30,19 75363034 2486503,47 0,051989 0,090909 STABIL
Story 6 3200 27,08 78251727 2496476,44 0,048232 0,090909 STABIL
Story 5 3200 22,80 81140420 2503695,91 0,041989 0,090909 STABIL
Story 4 3200 18,85 86081725 2512502,49 0,036692 0,090909 STABIL
Story 3 3200 14,77 92366852 2519402,54 0,030773 0,090909 STABIL
Story 2 3200 9,87 98651979 2522766,13 0,021935 0,090909 STABIL
Story 1 3200 4,15 104961338 2523754,69 0,009799 0,090909 STABIL
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, didapatkan hasil kesimpulan berdasarkan tujuan penulisan Tugas Akhir
sebagai berikut:
1. Partisipasi massa bangunan telah sesuai syarat yaitu harus melebihi 50% untuk 3 mode
pertama. Mode 1 dan 2 telah memenuhi syarat yaitu bergerak translasi dan mode
selanjutnya diizinkan berotasi. Partisipasi massa bangunan telah mencapai syarat 90%
yaitu terjadi pada mode ke-14 untuk arah x dan y.
2. Moment frame (kolom) menerima distribusi beban geser lebih dari 10% dan sisanya
diterima oleh shear wall.
Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
1. Lebih teliti dalam pemodelan dan pembebanan. Kesalahan yang terjadi pada kedua hal
tersebut dapat memberikan hasil yang salah meskipun tahapan perhitungan benar.
2. Harus dilakukan pemeriksaan terhadap moment frame dengan diberi 25% beban gempa
desain untuk mendapatkan distribusi beban geser tiap lantai.
3. Dalam perencanaan struktur portal gedung tahan gempa harus diperhatikan yaitu sendi
plastis. Karena dalam sistem rangka, sendi plastis didesain untuk bekerja secara inelastis
penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Aribowo, DE. 2007. Konsep Pembebanan Gedung Bertingkat
Asroni, Ali. 2010. Beton Bertulang
Sasmito, Dody Hary. 2017. Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Kantor Graha Atmaja
dengan Metode Dual System di Daerah Resiko Gempa Tinggi
SNI 1726:2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,
2013
SNI 1727:2013, Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain,
Jakarta, 2013
SNI 2847:2013, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Jakarta, 2013
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 365
PENGENDALIAN BANJIR DENGAN KONSEP ZERO DELTA Q
POLICY MENGGUNAKAN SUMUR RESAPAN PADA PERUMAHAN
TAMAN ARCADIA MEDITERANIA
Amsor Chairuddin1
Budi Santosa2
1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak
Kota Depok sebagai daerah penyangga ibu kota Jakarta menjadikan kota ini menjadi daerah
pemukiman yang semakin padat, sehingga kebutuhan tempat tinggal cenderung meningkat.
Pembangunan Perumahan Taman Arcadia Mediterania mengakibatkan beralihnya fungsi lahan yang
semula lahan lapangan hijau dengan kemampuan penyerapan yang baik menjadi lahan yang
penyerapan air hujannya sangat kecil karena perkerasan tanah. Konsep Zero Delta Q Policy bertujuan
agar perubahan tata guna lahan tidak mengakibatkan bertambahnya debit air yang masuk ke saluran
drainase. Salah satu caranya untuk mengurangi aliran permukaan tersebut dengan menyerapkan air
limpasan hujan ke tanah menggunakan sumur resapan. Berdasarkan analisis data perencanaan, debit
banjir untuk periode ulang 5 tahun dengan metode rasional sebelum alih fungsi lahan adalah 0,58
m3/detik, sedangkan debit banjir setelah dibangun perumahan adalah 1,41 m3/detik, sehingga selisih
debit (∆Q) sebesar 0,83 m3/detik. Hasil perancangan jumlah kebutuhan sumur resapan untuk
memperoleh ∆Q = 0 menggunakan buis beton ᴓ100 cm dengan kedalaman 2 meter adalah sebanyak
2495 buah dengan jumlah berbeda-beda setiap type rumahnya sehingga dapat menampung debit air
lebih dari 0,83 m3/detik (∆Q).
Kata Kunci : Tata Guna Lahan, Kenaikkan Debit, Sumur Resapan.
PENDAHULUAN Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren peningkatan jumlah penduduk di Kota
Depok yang mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal cenderung meningkat.
Pembangunan Perumahan Taman Arcadia Mediterania mengakibatkan beralihnya fungsi lahan
yang semula lahan lapangan hijau dengan kemampuan penyerapan yang baik menjadi lahan
yang penyerapan air hujannya sangat kecil karena perkerasan tanah. Hal ini mengakibatkan
perubahan besar debit air hujan yang meresap ke tanah sehingga mengakibatkan bertambahnya
debit limpasan air hujan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.
26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengharuskan pengelola
kawasan (developer) untuk mengelola air limpasan pada kawasannya sendiri. Konsep Zero
Delta Q Policy dilakukan agar perubahan tata guna lahan tidak mengakibatkan bertambahnya
debit air yang masuk ke saluran drainase. Salah satu caranya untuk mengurangi aliran
permukaan tersebut dengan menyerapkan air limpasan hujan ke tanah dengan menggunakan
sumur resapan. Perubahan tata guna lahan dan debit air hujan dihitung dan dievaluasi dengan
tujuan mengetahui perubahan debit sebelum dan sesudah perumahan dibangun (analisis
hidrologi), sehingga dapat ditentukan dimensi dan jumlah sumur resapan yang dibutuhkan
untuk menampung perubahan debit yang terjadi.
LITERATURE REVIEW
Zero Delta Q Policy adalah suatu kebijakan untuk mempertahankan besaran debit run off/debit
limpasan supaya tidak bertambah dari waktu ke waktu, dan memperbesar kesempatan air untuk
berinfiltrasi ke dalam tanah. (Doni W, 2012). Kebijakan prinsip Zero Delta Q Policy muncul
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 366
dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Bab VII Bagian dua Paragraf 7, pasal 99 ayat 3a yang diterbitkan tanggal 10 Maret 2008.
Yakni, keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke
sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Beberapa teknik atau metode yang dapat
digunakan untuk menerapkan prinsip Zero Delta Q Policy ini, antara lain areal resapan air
hujan, lubang resapan biopori, modifikasi lansekap, penampungan air hujan, rain garden, sumur
injeksi, dan sumur resapan.
Perhitungan Perancangan Sumur Resapan
Perhitungan kebutuhan pembuatan sumur resapan menurut SNI 03-2453-2002 tentang
Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan untuk Lahan Pekarangan, adalah sebagai
berikut: Volume Andil Banjir (Vab)
Vab = 0,855.Ctadah.Atadah.R Volume Air Hujan Meresap (Vrsp)
ctV = A×KRrsp
Volume Penampungan (Storasi) Air Hujan
Vstorasi = Vab - Vrsp
Kedalaman Total Sumur Resapan
Htotal = storasi.V
Ah
Jumlah Sumur Resapan
n = total
rencana
H
H
Debit Masuk Sumur Resapan
Qsumur = storasi.
c
V
t
METODE PENELITIAN Perancangan sumur resapan diperlukan agar didapat desain sumur resapan yang efektif
untuk mengatasi masalah perbedaan debit limpasan pada pembangunan Perumahan Arcadia
Mediterania Cimanggis, Depok. Metode yang digunakan dalam perancangan ini akan
digambarkan dengan bagan alur untuk memudahkan proses perancangan ke tahap berikutnya.
Adapun bagan alurtperancangan sumur resapan adalah sebagai berikut:
MULAI
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
A
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 367
Analisis Hidrologi
Q Awal - Q Akhir = ∆Q
Penentuan Jumlah dan Dimensi
Sumur Resapan
TIDAK
∆Q = 0 ?
IYA
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
SELESAI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Lokasi Studi
Studi perancangan ini berlokasi di Perumahan Taman Arcadia Mediterania, Kota Depok,
termasuk kedalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi. Lokasi studi memiliki
luas lahan 19,79 Ha, dengan kedalaman air tanah rata-rata 27 meter. Sebelum perumahan
dibangun lokasi ini adalah area kebun rerumputan. Adapun batas-batas wilayah perumahan
ini antara lain: Sebelah Utara : Jalan Raya Tapos
Sebelah Barat : Jalan Mayor Idrus
Sebelah Selatan : Jalan Mayor Idrus
Sebelah Timur : Jalan Raya Tapos
Koordinat : (-6.4237497; 106.8870706)
Gambar 1. Lokasi Studi
Sumber: maps.google.com, 2018
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 368
Data Site Plan dan Penggunaan Tata Guna Lahan
Developer Perumahan Taman Arcadaia Mediterania membuat 7 (tujuh) type rumah dengan
luas lahan yang berbeda-beda. Tipe-tipe tersebut yaitu, type Saka dengan luas lahan 99 m2
sebanyak 83 unit, type Padma dengan luas lahan 166 m2
sebanyak 71 unit, type Aruna dengan
luas lahan 116 m2 sebanyak 106 unit, type Prima/Pico Dalcon dengan luas lahan 150 m
2
sebanyak 118 unit, type Cindaga dengan luas lahan 144 m2 sebanyak 64 unit, type Ontario
dengan luas lahan 200 m2 sebanyak 48 unit, type Pasadena dengan luas lahan 300 m
2 sebanyak
72 unit, type Ruko dengan luas lahan 105 m2 sebanyak 41 unit. Berikut siteplan dan tata guna
lahan perumahan Taman Arcadaia Mediterania:
Gambar 2. Site Plan
Sumber: tamanarcadia.com, 2018
Tata guna lahan Perumahan Taman Arcadia Mediterania secara garis besar dibagi 3 (tiga) jenis
berdasarkan kemampuannya menyerap air, dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 1. Tata Guna Lahan
No Kegunaan Lahan Luas %
1 Lahan Hijau 30014 m² 15.16%
2 Jalan 49570 m² 25.04%
3 Bangunan 118385 m² 59.80%
Luas Total 197969 m² 100.00% Sumber: tamanarcadia.com, 2018.
Data Komposisi Tanah Tabel 2. Komposisi Tanah
Jenis Tanah Range Persentase total
Particle Larger than 2 mm >2 18.000 18.000
Coarse Sand 0,42 0,42-2 0.066 18.066
Fine Sand 0,074-0,42 45.492 63.558
Silt 0,002-0,074 32.880 96.438
Clay <0,002 3.562 100.000
Sumber: Praktikum Mekanika Tanah, 2016
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan dalam studi ini didapat dari stasiun-stasiun hujan
terdekat dengan lokasi studi. Stasiun hujan yang digunakan antara lain stasiun hujan FT
UI, stasiun hujan Cibinong, dan stasiun hujan Cawang. Data curah hujan yang didapat
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 369
merupakan data hujan harian pertahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu dari
2008 hingga 2017.
Analisis Hujan Rata-rata
Berdasar kepada data perancangan yang didapatkan, metode analisis curah hujan yang
tepat adalah metode rata-rata aljabar karena luas DAS < 500 Km2
dan memiliki pos penakar
hujan yang cukup. Data curah hujan harian diubah menjadi data curah hujan harian maksimum
setiap bulan dan tahun dengan menggunakan persamaan rata-rata aljabar. Setelah itu dilakukan
perhitungan distribusi dengan metode distribusi normal, log normal, gumbel dan log pearson
III. Nilai hujan rancangan pada setiap metode distribusi kemudian diuji menggunakan uji
smirnov-kolmogorov dan chi-kuadrat. Setelah diuji, nilai distribusi yang memenuhi hanya
distribusi log normal dan log pearson III. Selanjutnya untuk menentukan jenis distribusi yang
dipakai dilakukan pengujian nilai dispersi dengan parameter statistik.
Penentuan Jenis Distribusi Uji Nilai Dispersi
Proses analisis dibutuhkan parameter-paremetr staistik diantaranya, nilai rata-rata (X),
standar deviasi (S), faktor frekuensi (Kt), dan koefisien kemencengan (Cs).
Tabel 3. Rekap Hasil Nilai Dispersi 4 Jenis Distribusi
No Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat
Kesimpulan Cs Ck Cs Ck
1 Log Normal 0.920 5.099 0.731 18.833 Tidak Memenuhi
2 Log Pearson III 0.920 5.099 0.000 ≤ Cs < 0.900 Memenuhi Sumber: Perhitungan, 2018.
Tabel 4. Nilai Besaran Curah Hujan Kala Ulang pada Distribusi Log Pearson III
Periode
Ulang
Log Rerata
(Log X) KT S Log X Log XT
Hujan
Rancangan (XT)
2
1.983
-0.151
0.097
1.969 93.070
5 0.767 2.058 114.235
10 1.339 2.113 129.804
20 1.795 2.157 143.709
25 2.023 2.180 151.210 Sumber: Perhitungan, 2018.
Koefesien Pengaliran/Runoff (C)
Tanah di tempat perumahan sebelum dibangun adalah lahan hijau yang memiliki daya
serap baik sehingga sedikit air yang melimpas, namun setelah perumahan dibangun daya serap
lahan tidak sebaik lahan hijau asli sebelumnya. Berikut tabel yang menggambarkan perubahan
koefesein pengaliran/runoff pada lahan perumahan:
Tabel 5. Perbandingan Nilai C Sebelum dan Setelah Perumahan Dibangun
Kegunaan Lahan
Sebelum Pembangunan
C
(a)
Luas
(b)
%
(c) = (b) x ∑(b)
C0 Partisipasi
(d) = (a) x (c)
Lahan Hijau 0.30 197969 m² 100.00% 0.30
Total 197969 m² 100.00% 0.30
Kegunaan Lahan
Setelah Pembangunan
C
(a)
Luas
(b)
%
(c) = (b) x ∑(b)
Ca Partisipasi
(d) = (a) x (c)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 370
Lahan Hijau 0.30 30014 m² 15.16% 0.05
Jalan Aspal 0.80 49570 m² 25.04% 0.20
Atap 0.80 118385 m² 59.80% 0.48
Total 197969 m² 100.00% 0.72 Sumber: Perhitungan, 2018.
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan didapat dengan memperhitungkan curah hujan maksimum harian
hasil perhitungan statistik disribusi hujan pada periode ulang tertentu dan durasi hujan.
Berdasarkan uji statistik dan kecocokan distribusi, maka distribusi yang dipilih adalah
distribusi Log Pearson III dan berdasarkan luas lahan dan penggunaan lahan kala ulang yang
memenuhi adalah 2 tahun sampai dengan 5 tahun, dipilih kala ulang 5 tahun. Berikut
perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan mononobe:
2
324
c
R 24I =
24 t
,
2
3
0,92
116,12 24I =
24 0,9 116,12
,
I=35,61 mm/jam
Perubahan Debit Sebelum dan Setelah Pembangunan (∆Q)
Perhitungan perubahan debit (∆Q) didasarkan pada perubahan koefesien pengaliran/
run off, dan variabel lain dianggap sama/tidak ada perubahan, sehingga perubahan debit dapat
dihitung dengan metode rasional sebagai berikut: 𝛥Q = 0,278 × Csebelum× I × A - 0,278 × Csesudah× I × A
𝛥Q = 1,41 m3/detik - 0,58 m3/detik -
𝛥Q = 0,83 m3/detik
Koefesien Permeabilitas Tanah
Koefesien permeabilitas tanah didasarkan pada data komposisi tanah (Tabel 2)
kemudian di hubungkan dengan tabel koefesien permebilitas tanah. Berikut tabel perhitungan
koefesien permeabilitas tanah:
Tabel 6. Tabel Perhitungan Koefesien Peremeabilitas Tanah
Jenis Tanah Range (mm) Persentase
(a)
K (cm/det)
(b)
K Partisipasi (m/jam)
(c) = (a) x (b) x (3600)/100
Kerikil >2 18.00% 1.00 6.480
Pasir Kasar 0,42-2 0.07% 0.99 0.024
Pasir Halus 0,074-0,42 45.49% 0.0099 0.162
Lanau 0,002-0,074 32.88% 0.00099 0.012
Lempung <0,002 3.56% 0.000099 0.000
Total 100.00% 0.668
Sumber: Perhitungan, 2018.
Perhitungan Kebutuhan Sumur Resapan
Sumur resapan direncanakan menggunakan buis beton (kedap) dengan diameter 1 meter
dan kedalaman 2 m. Perhitungan kebutuhan pembuatan sumur resapan menurut SNI 03-2453-
2002 sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 371
Tabel 7. Tabel Perhitungan Kebutuhan Jumlah Sumur Resapan
Sumber: Perhitungan, 2018.
Konsep Zero Delta Q Policy mengharuskan perubahan tata guna lahan yang terjadi tidak
menyebabkan bertambahnya debit yang masuk ke saluran, maka debit tampungan sumur
resapan harus dapat menampung perubahan debitnya, secara matematis dirumuskan dengan:
tampung
3 3
Q - Q 0
0,83 m 0,85 m 0
0,02 0 (memenuhi)
Gambar Rencana
Hasil perhitungan kebutuhan sumur resapan pada setiap type rumah berbeda-beda
sesuai dengan luas lahannya. Sedangkan untuk gambar detail pemasangan sumur resapan,
material dan komponen pelengkap sumur resapan adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Potongan Memanjang dan Melintang Pemasangan Sumur Resapan
Type
Rumah
A
(m2)
Vab
(m3)
Vrsp
(m3)
V
Storasi
H
(m)
n
(bh)
Q
(m3/s)
Jumlah
unit
Qtampung
(m3/s)
Saka 99.00 4.10 0.29 3.81 4.85 3.00 0.0011 83.00 0.07
Padma 116.00 4.81 0.29 4.52 5.75 3.00 0.0011 71.00 0.08
Aruna 116.00 4.81 0.29 4.52 5.75 3.00 0.0011 106.00 0.11
Prima 150.00 6.21 0.29 5.92 7.54 4.00 0.0015 118.00 0.17
Cindaga 144.00 5.97 0.29 5.68 7.22 4.00 0.0015 64.00 0.09
Ontario 200.00 8.29 0.29 8.00 10.18 6.00 0.0022 48.00 0.09
Pasadena 300.00 12.43 0.29 12.14 15.45 8.00 0.0030 72.00 0.21
Ruko 105.00 4.35 0.29 4.06 5.17 3.00 0.0011 41.00 0.04
Debit Total Tertampung 0.85
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 372
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan data dan pembahasan yang telah disampaikan, disimpulkan sebagai
berikut:
1. Debit banjir untuk periode ulang 5 tahun dengan metode rasional sebelum alih fungsi
lahan adalah 0,58 m3/detik, sedangkan debit banjir setelah dibangun perumahan adalah
dan beralih fungsi lahan adalah 1,41 m3/detik, sehingga selisih debit (∆Q) sebesar 0,83
m3/detik.
2. Hasil perancangan jumlah kebutuhan sumur resapan untuk memperoleh ∆Q =0
menggunakan buis beton ᴓ100 cm dengan kedalaman 2 meter pada setiap type rumah
dengan jumlah berbeda.
3. Jumlah keseluruhan sumur resapan yang dibutuhkan adalah sebanyak 2495 buah sumur
resapan sehingga dapat menampung debit air lebih dari 0,85 m3/detik.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Z. 2005. Evaluasi Kebijakan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Konservasi Air Tanah
Dangkal Di Kabupaten Sleman. Universitas Diponegoro, Semarang.
Arafat, Y. 2008. Reduksi Beban Aliran Drainase Permukaan Menggunakan Sumur Resapan.
Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 3, Agustus, 144 – 153.
Hetwisari, Tia. 2014. Ruang Terbuka Hijau dalam Menunjang Kawasan Perkotaan Zero Delta
Q Policy. Semarang. Universitas Diponegoro.
Kusnaedi. 2011. Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan, Penebar
Swadaya. Jakarta.
Soemarto, C. D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Sunjoto. 1989. Teknik Konservasi Air Pada Kawasan Permukiman.Yogyakarta. Universitas
Gadjah Mada.
Wangsasusana, Doni. 2012. Kajian Konsep Zero Delta Q Policy Terhadap Adanya Kebijakan
Pemekaran Wilayah Kota Banjar – Jawa Barat. Bandung.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 373
ANALISIS SISTEM DEWATERING MENGGUNAKAN METODE
PREDRAINAGE PADA KONSTRUKSI BASEMENT PROYEK
APARTMENT GAYANTI CITY, JAKARTA SELATAN
Retno Dwi Wulandari1
Budi Santosa2
1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma,
Jalan Akses Kelapa Dua, Kampus G Universitas Gunadarma Depok,
e-mail: [email protected],
Abstrak
Penelitian dilakukan pada proyek Gayanti City yang terletak di Jl. Gatot Subroto kav.2, terdiri dari 3
gedung yaitu 2 gedung apartemen dan 1 gedung kantor dengan 4 lantai basement yang memiliki luas
keseluruhan bangunan 8433 m2
atau 0.85 Ha. Penelitian bertujuan untuk merencanakan sistem
dewatering yang dilakukan guna menurunkan muka air tanah 0,5 - 1 m di bawah rencana elevasi
galian, sehingga tidak mengganggu pekerjaan konstruksi basement. Perhitungan pada laporan ini
diasumsikan sebagai akuifer terbatas dengan menggunakan sistem dewatering predrainage dengan
hasil analisa perhitungan debit air tanah sebesar 4175 liter/menit, memiliki kapasitas pemompaan
debit air tiap sumur sebesar 445 liter/menit. Membutuhkan 12 pompa submersible berkapasitas 250
liter/menit dan waktu pengeringan ±2 menit. Pemompaan air tanah ini menyebabkan penurunan muka
air tanah pada daerah sekitar sebesar 6 m. Sedangkan, Hasil analisa debit rembesan air tanah sebesar
852 liter/menit dan debit banjir rencana 133,82 liter/menit dengan hasil perhitungan dimensi sump pit
5 x 5 x 1,5 m, dengan kebutuhan pompa sebanyak 11 pompa engine berkapasitas 250 liter/menit di tiap
titik sump pit dengan waktu pengeringan ±2 menit.
Kata Kunci : Basement, Dewatering, Pompa Submersible, Predrainage
PENDAHULUAN Pelaksanaan kontruksi basement memerlukan proses penggalian tanah yang dilakukan hingga
puluhan meter di bawah muka air tanah. Masalah yang dihadapi dalam konstruksi pelaksanaan
basement adalah muka air tanah yang tinggi pada daerah penggalian. Saat berlangsungnya
pekerjaan konstruksi, basement di haruskan dalam kondisi kering dari genangan air, sehingga
pembangunan basement selesai tanpa gangguan. Menjaga area kontruksi basement untuk tetap
kering, maka dilakukan pekerjaan sistem dewatering. Sistem dewatering adalah sistem
pengaturan atau pengontrolan air. Pekerjaan dewatering diperlukan untuk menurunkan muka
air tanah awal (M.a.t) sehingga berada dibawah elevasi rencana galian.
Pekerjaan dewatering mutlak diperlukan untuk menjaga gaya uplift selama pekerjaan galian,
kontruksi basement dan pondasi sampai perhitungan berat konstruksi bangunan dapat
mengimbangi gaya uplift. Laporan tugas akhir ini akan membahas tentang perencanaan sistem
dewatering menggunakan metode predrainage pada Proyek Apartemen Gayanti City. Hal ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem dewatering, untuk
menyelesaikan pelaksanaan konstruksi tahap pertama proyek gedung secara efektif dan efisien.
LITERATURE REVIEW
Air tanah merupakan air sisa yang meresap turun (infiltrasi) ke dalam tanah setelah hujan,
evaporasi, dan evapotranspirasi. Pengaruh air tanah yang tidak dipertimbangkan pada proyek
kontruksi dapat mengakibatkan suatu problem yang besar, seperti menyebabkan keterlambatan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 374
proyek bahkan perubahan desain kontruksi secara drastis. Oleh karena itu Pekerjaan
dewatering perlu di persiapkan terlebih dahulu untuk menghindari permasalahan tersebut.
Dewatering merupakan pekerjaan pengeringan tanah agar air tanah yang ada tidak mengganggu
proses pelaksanaan pekerjaan yang dipengaruhi oleh air tanah, seperti pekerjaan basement.
Dewatering dapat dilakukan dengan menurunkan muka air tanah sebelum pelaksanaan
pekerjaan galian, serta dapat dilaksanakan setelah pekerjaan galian baru dimulai dan air tanah
secara kontinyu dipompa keluar lokasi galian selama pekerjaan galian berlangsung.
Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan dewatering diantaranya :
a. Open Pumping
b. Cut Off
Pada metode dewatering cut off ini aliran air tanah dipotong dengan
beberapa cara seperti dinding penahan tanah.
c. Predrainage
Pada metode dewatering ini muka air (water table) diturunkan terlebih dahulu sebelum
penggalian dimulai, dengan menggunakan wells, wellpoint.
METODE PENELITIAN
Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang sekiranya dapat digunakan untuk perhitungan.
Data yang di perlukan untuk perhitungan adalah sebagai berikut :
1. Data hidrologi berupa data curah hujan 10 tahun.
2. Data geoteknik seperti penyeledikan tanah dan pengujian tanah lab.
3. Data beban etabs dengan asumsi berat kontruksi yang telah diolah.
4. Data pengujian pemompaan lapangan.
Gambar 1. Flowchart Perencanaan Sistem Dewatering Predrainage
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 375
PEMBAHASAN
Radius Equivalent
Menentukan jumlah air yang harus dipompa melalui akuifer juga harus berdasarkan luas galian
yang ada, dengan Radius equivalent well (Rw) dan radius equivalent untuk multiple well
(metode hausmann, 1990). Menentukan total jumlah air yang harus di pompa. Maka harus
mengestimasikan area penggalian sebagai sumur bayangan dengan dengan jarak dari nilai Rw.
Gambar 2. Radius sebuah sumur bayangan
Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.
π
b x aR w
Dimana : rw : Jari-jari sumur uji
a : Panjang area galian
b : Lebar area galian
π : Radius Pemompaan (3,14)
Perhitungan pada radius sumur bayangan berdasarkan luas area galian proyek apartemen
Gayanti City yaitu sebesar 51,99 m atau 52 m.
Parameter Hidrogeologi
Koefisien permeabilitas rata-rata yang searah dengan arah aliran dari suatu aliran tanah dapat
ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan dari sumur. Ketinggian air di dalam
sumur uji dan sumur observasi diteliti secara terus menerus sejak pemompaan dilakukan
hingga keadaan stabil (steady state equilibrium) dicapai ( Braja. M. D, 1985). Tujuan uji
pemompaan (pumping test) ialah untuk mensimulasi proses dewatering yang kelak akan
dilakukan, dengan memperoleh parameter hidrogeologi diantaranya transmissibiltiy, koefisien
storage, dan koefisien permeabilitas yang diperlukan untuk merencanakan pekerjaan
dewatering. Hasil perhitungan parameter uji pemompaan yang diperoleh pada proyek
Apartemen Gayanti City yaitu : Transmissibilty (T) sebesar 0,001437 m2/sec , Koefisien
Permeabilitas sebesar 5,74 x 10-5
m/sec, dan Koefisien Storage sebesar 0,80876 x 10-2
m2/sec.
Radius Pengaruh
Radius pengaruh ialah jarak dari sumbu sumur uji ke suatu jarak tertentu dimana tinggi muka
air tanahnya tidak mengalami penurunan atau sama dengan tinggi muka air tanah awal. Radius
pengaruh dapat diperoleh berdasarkan rumus Sichart (1928). Perhitungan radius pengaruh
pada proyek apartemen Gayanti City yaitu sebesar 102,709 atau 102 m
Debit Air Tanah
Perhitungan debit tanah harus memperhatikan jenis akuifer pada lokasi, hal tersebut dapat
dilihat dalam boring log. Bahwa akuifer dalam proyek gayanti city adalah akuifer terbatas
(confined aquifer). Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui daya laju air pada suatu lapisan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 376
tanah sehingga dapat diketahui debit air nya. Menggunakan asumsi (Dupuit, 1863 dan Thiem,
1906).
Gambar 3. Aliran Confined Aquifer
Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.
w
w
rR
hHkDQ
ln
2
Dimana :
Q : Debit air pada sumur yang dipompa pada lapisan confined aquifer (m3/detik)
H : Level piezometer sebelum pemompaan (m)
hw : Level muka air tanah di sumur setelah pemompaan (m)
rw : Jari-jari sumur uji
GWL = 6 m
GWL Turun -20.5
Well Diameter : 15 cm
hw : 4,5 m
H : 19 m
Dasar Galian -19.5 m
Dasar Pompa -25 m
Dasar Lubang Sumur -27 m
Muka Tanah
GAMBAR PERHITUNGAN DEWATERING
Gambar 4. Hasil Perhitungan Dewatering
Kapasitas Pemompaan
Efektifitas dari setiap sumur tidak dapat mencapai 100 % karena adanya kehilangan gesekan,
Oleh Karena itu perhitungan harus mengestimasikan kapasitas pemompaan dari setiap sumur.
Berdasarkan Sichart dan Kyrieleis (1930) untuk mengestimasikan pemompaan sumur tunggal
sedangkan untuk debit dari air yang dipompa pada sumur jamak dapat dihitung menggunakan
rumus (Forchheimer, 1930).Dengan hasil perhitungan sebesar sebesar 445 liter/menit untuk
sumur tunggal dan 5443,02 liter / menit untuk pemompaan sumur jamak dalam sekali
pemompaan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 377
Gambar 5. Grup sumur : (a) notasi dan (b) pengaturan melingkar dari sumur
Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.
Jarak Penurunan Muka Air
Karena tanah di akuifer terbatas selalu berada dalam keadaan jenuh, pengeringan air pori
selama dewatering menyebakan penurunan ketebalan akuifer. Karena penurunan head
mengikuti kenaikan tegangan efektif, ketebalan akuifer akan berkurang sebagai hasilnya.
Menggunakan rumus (Jacob, 1940), berikut adalah hasil perhitungannya :
Tabel 1. Jarak Penarikan Air Terhadap Waktu
Time since pumping
started (min) Drawdown (m)
0 0
0,25 0,95
0,5 1,23
0,75 1,40
1 1,52
2 1,80
3 1,97
5 2,18
7 2,32
10 2,46
20 2,75
30 2,91
50 3,12
70 3,26
100 3,41
200 3,69
300 3,86
500 4,07
700 4,21
1000 4,36
1200 4,43
1300 4,46
1400 4,49
1500 4,52
1600 4,55
1700 4,57
1800 4,60
1900 4,62
2000 4,64
2200 4,68
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 378
Gambar 6. Kurva Drawdown vs waktu pemompaan
Setelah dilakukan pemompaan untuk periode waktu tertentu, pompa dimatikan dan kurva
drawdown akan bertahap kembali pada ketinggian air awal. Hubungan antara pemulihan kurva
drawdown dan waktu bisa didapatkan dengan koefisien transmissivity atau permeabilitas,
sesuai dengan desain sebagai metode recovery. Berdasarkan Theis (1935).
Gambar 7. Variasi penarikan pada cofined aquifer : (a) hubungan antara penarikan dan waktu dan (b)
hubungan antara penarikan dan jarak. Sumber: Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.
'log
4
3.2
'ln
4'
t
t
T
Q
t
t
T
Qs
Dimana :
s' : Residual drawdown, dimana, jarak antara level air pada sumur pemompaan dan muka air tanah
awal.
Q : Kuantitas pengembalian air, sebanding dengan jumlah pelepasan.
T : Koefisien transmissivity
t : Waktu semenjak pemompaan
t' : Waktu semenjak pemompaan
berenti
Tabel 2. Nilai Residual Drawdown
Time Since Pumping
Started (min) t/t'
Residual Drawdown
(m)
3021 3021,00 3,2915
3022 1511,00 3,0070
3023 1007,87 2,8406
2500 4,73
2800 4,78
2990 4,81
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 379
3025 605,00 2,6310
3027 805,00 2,7483
3030 432,43 2,4931
3040 303,00 2,3470
3070 152,00 2,0636
3090 61,40 1,6913
3120 31,20 1,4132
3220 16,10 1,1414
3520 7,04 0,8016
3720 5,31 0,6858
4020 4,02 0,5715
5020 2,51 0,3780
5980 2,02 0,2888
Gambar 8. Kurva Nilai Residual Drawdown Terhadap Waktu
Akibat pekerjaan dewatering akan terjadi penurunan muka air tanah yang dapat diperhitungkan
dengan menggunakan rumus sichart (Ray K.Linsey, Joseph B.Franzini, Water-Resources
Engineering, 1979) sebagai berikut : 22 rb
Karena nilai b belum diketahui, terlebih dahulu mencari nilai b menggunakan perhitungan
berikut :
Rw
R
hwHbkQ
log
)(7,2
Maka ditemukan nilai b, yaitu sebesar :
31065,7 b
Setelah memasukan semua nilai kedalam rumush sichart dihasilkan jarak penurunan sebesar 6
m.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 380
Gambar 9. Radius Penurunan Air Tanah Pada Area Galian
Debit Rembesan (Seepage)
Debit rembesan air pada area galian meliputi area dinding dan bawah galian. Hal tersebut
dikarenakan penggunaan metode predrainage, area galian tidak dikeliling dinding penahan
tanah seperti pada cut off. Nilai yang dihasilkan pada setiap lapisan tanah pun berbeda
tergantung tingkat permeabiltas tanahnya. Perhitungan debit rembesan (seepage) dapat
dihitung menggunakan hukum Darcy (1856).
Tabel 3. Hasil Debit Rembesan Tiap Lapisan Tanah
Jadi, jumlah debit yang lewat dari seluruh lapisan pada satu sisi adalah 0,0000366 m3/sec.
Mempertimbangkan keliling area galian sepanjang 388 meter, maka total rembesan adalah
0,0142 m3/sec atau 852 liter/menit untuk luas area 388 meter dan kedalam sekitar 60 meter
dengan tanah dominan adalah lanau kelempungan.
Perhitungan Rembesan (Seepage) Air Tanah
Banyak Lapisan v q
Lapisan 1
(Silty Clay) 1,38x10
-6 6,90x10
-6
Lapisan 2
(Sand Very Dense) 8,13x10
-6 7,32x10
-5
Lapisan 3
(Silty Clay) 2,41x10
-8 7,22 x 10
-8
Lapisan 4
(Silty Clay) 1,20x10
-5 1,44x10
-5
Lapisan 5
(Silty Clay) 8,13x10
-10 4,87x10
-9
Lapisan 6
(Cemented Sand) 2,41x10
-5 9,62x10
-5
Lapisan 7
(Silty Clay ) 8,13x10
-10 1,63x10
-9
Lapisan 8
(Sand, medium dense) 2,41x10
-6 3,36x10
-5
Lapisan 9
(Cemented Sand) 2,41x10
-6 1,20x10
-5
JUMLAH 3,66x10-5
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 381
No. Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Kesimpulan
Cs ≈ 0 -0,285 Tidak Memenuhi
Ck = 0 2,621 Tidak Memenuhi
Cs = 3*Cv+Cv2=0.205 0,00350549 Tidak Memenuhi
Cv = 0,06 0,001 Tidak Memenuhi
Cs ≠ 0 -1,861 Memenuhi
Cv ≈ 0,3 0,001 Tidak Memenuhi
Cs < 1,14 -0,285 Memenuhi
Ck < 5,4 2,621 Memenuhi4 Gumbel Tipe I
Pemilihan Jenis Sebaran
1 Normal
2 Log Normal
3 Log pearson III
Hidrologi
Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan mengenai
fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data hidrologi yang dikumpulkan (Soewarno, 1995).
Analisis hidrologi pada sistem dewatering di sini adalah rumus-rumus pendekatan atau empiris
yang digunakan untuk menghitung debit air yang harus dipompa agar tujuan dewatering yang
diinginkan dapat tercapai (Asiyanto, 2006).
Tabel 4. Resume Perhitungan Metode Distribusi
Tabel 5. menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu metode
distribusi. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai Cs dan Ck yang menjadi persyaratan
dari penggunaan 4 jenis metode distribusi.
Tabel 5. Syarat Penggunaan Jenis Sebaran
Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran Metode
Gumbel Tipe I dengan nilai Cs = -0,285 mendekati persyaratan Cs ≤ 1,14 dan nilai Ck = 2,621
yang mendekati persyaratan Ck ≤ 5,4002.
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di
mana air tersebut berkonsentrasi.Intenstias hujan ditentukan oleh waktu konsentrasi t, yaitu
waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir dari titik tejauh sampai sumpit, dimana
kecepatan aliran dibatasi 0,5 m/det untuk mencegah penggerusan. Menghitung Nilai intensitas
(I) dengan metode Mononobe.
3
2
24 24.
24
t
RI
Dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam).
T : Lamanya curah hujan (jam).
24R : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
Resume Perhitungan Metode Distribusi
No Periode
Ulang
Analisis Frekuensi Hujan Rencana (mm)
Metode
Gumbel
Metode
Normal
Metode
Log
Normal
Metode
Log
Pearson III
1 2 122,864 127,900 127,900 140,929
2 5 167,215 159,113 170,750 168,359
3 10 196,575 175,463 198,652 177,030
4 25 224,373 201,474 252,736 129,449
5 50 233,682 204,075 258,896 177,884
6 100 261,207 214,480 285,072 186,020
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 382
R2 R5 R10 R25 R50 R100
122,86 167,21 196,57 224,37 233,68 261,21
1 42,60 57,97 68,15 77,79 81,01 90,56
2 26,83 36,52 42,93 49,00 51,04 57,05
3 20,48 27,87 32,76 37,40 38,95 43,54
4 16,90 23,01 27,05 30,87 32,15 35,94
5 14,57 19,83 23,31 26,60 27,71 30,97
6 12,90 17,56 20,64 23,56 24,54 27,43
7 11,64 15,84 18,62 21,26 22,14 24,75
8 10,65 14,49 17,04 19,45 20,25 22,64
9 9,84 13,40 15,75 17,98 18,72 20,93
10 9,18 12,49 14,68 16,76 17,45 19,51
11 8,61 11,72 13,78 15,73 16,38 18,31
12 8,13 11,06 13,00 14,84 15,46 17,28
13 7,70 10,49 12,33 14,07 14,65 16,38
14 7,33 9,98 11,73 13,39 13,95 15,59
15 7,00 9,53 11,21 12,79 13,32 14,89
16 6,71 9,13 10,73 12,25 12,76 14,26
17 6,44 8,77 10,31 11,77 12,25 13,70
18 6,20 8,44 9,92 11,33 11,80 13,19
19 5,98 8,14 9,57 10,92 11,38 12,72
20 5,78 7,87 9,25 10,56 11,00 12,29
21 5,60 7,62 8,95 10,22 10,64 11,90
22 5,43 7,38 8,68 9,91 10,32 11,53
23 5,27 7,17 8,43 9,62 10,02 11,20
24 5,12 6,97 8,19 9,35 9,74 10,88
Perhitungan Intensitas Curah Hujan
t (jam)
R24
Tabel 6. Intensitas Curah Hujan
Gambar 10. Kurva Perhitungan Intensitas Hujan
Debit Banjir Rencana
Mempertimbangkan tanah lapisan atas galian basement merupakan tanah kohesif dengan nilai
permeabilitas yang rendah. Menyebabkan debit air yang menyerap sedikit dan cenderung
membutuhkan waktu penyerapan yang lama kedalam butiran tanah, sehingga air yang tidak
diserap pun akan melimpas ke luar daerah penggalian. Metode yang digunakan untuk
menghitung debit banjir rencana adalah metode Rasional
AICQ 278,0
Dimana :
Q : Debit rencana (m3 /detik)
C : Koefisien pengaliran
I : Intensitas hujan (m3 /jam)
A : Luas area tampungan (m2 )
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 383
Hasil perhitungan debit banjir rencana menggunakan metode rasional sebesar 133,82
liter/menit. Perhitungan debit air hujan tersebut untuk waktu yang singkat. Volume air hujan
maksimum terjadi bila waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi. Perhitungan nilai volume
air hujan maksimum sebesar 4796 liter/menit.
Sump Pit
Sump pit berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa keluar dari area galian
basement. Dimensi sump tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari sump. Pada
prinsipnya sump diletakan pada lantai basement yang paling rendah, jauh dari aktifitas
konstruksi, daerah sekitarnya tidak muda longsor, dekat dengan kolam pengendapan, dan
mudah untuk dibersihkan. Sump pada daerah penelitian rencananya dibuat pada setiap lapisan
penggalian pada lokasi pit bottom tower dengan elevasi terendah. Sump dirancang agar mampu
menampung air selama periode hujan dan air rembesan tanpa dilakukan pemompaan, dengan
trial and error dilakukan pemilihan dimensi sump untuk dapat menampung debit selama satu
hari. Tabel 7. Analisa Dimensi Sump Pit
Gambar 11. Dimensi Sump Rencana
Kebutuhan Pompa
Perhitungan kebutuhan pompa ini digunakan untuk menentukan keefektifan jumlah
penggunaan dengan debit yang ada sehingga waktu pengeringan dewatering tercapai dan tidak
menghambat pekerjaan galian basement, terdapat dua jenis pompa yang digunakan sebagai
yaitu sumur dalam (deep well) dan permukaan. Pemompaan pada daerah galian harus
mencukupi untuk menurunkan muka air tanah pada kedalaman dibawah permukaan galian.
Muka air tanah harus berada sekurangnya 0.5-1 m dibawah permukaan galian. Dengan hasil
kebutuhan pompa deep well sebesar 12 buah dengan menggunakan pompa berkapasitas 2PK
atau 250 liter/menit membutuhkan waktu pengeringan 1,8 menit atau 0,03 jam, sedangkan
untuk pompa permukaan dibutuhkan 11 pompa dengan kapasitas pompa yang sama
membutuhkan waktu pengeringan sekitar 1 menit.
Gaya Uplift Gaya uplift atau tekanan uplift merupakan suatu peristiwa konstruksi bangunan terangkat karena gaya
rembesan yang terjadi lebih besar dari pada beban struktural. Menggunakan perhitungan hukum
Archimedes, diperoleh nilai berat konstruksi (P1) sebesar 13,10 ton/m2 ,
kapasitas tarik tiang (Qs)
sebesar 21,3 ton, nilai uplift (P2) sebesar 30 ton/m2.
Maka: Bila gaya P2 lebih besar dari jumlah P1+Qs,
maka gaya uplift akan terjadi, namun bila sebaliknya yaitu gaya uplift (P2) lebih kecil, maka keadaan
dapat dikatakan aman.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 384
H (m) Lapisan Tanah Δσ
(kN/m2)
Δ'vo
(kN/m2)
(Δ'vo+Δσ)/
Δ'vo
log
((Δ'vo+Δσ
)/Δ'vo)
δv
5 Silty Clay 45,6 58,27 1,78 0,25 0
9 Sand, Very Dense 169,56 153,03 2,11 0,32 0
3 Silty Clay 27,3 39,01 1,7 0,23 0
12 Silty Clay 134,4 151 1,89 0,28 0
6 Cemented Sand 113,04 108,3 2,04 0,31 0
4 Silty Clay 45,08 59,99 1,75 0,24 0,047
2 Sand, Medium Dense 37,68 48,66 1,77 0,25 0
14 Silty Clay 161,56 189,34 1,85 0,27 0,227
5 Cemented Sand 94,2 93,39 2,01 0,3 0
Hasil Analisis Penurunan Konsolidasi
Konsolidasi
Sejauh dewatering dan pompa dibutuhkan, penyelesaian konsolidasi harus dipertimbangkan.
Jumlah penurunan konsolidasi yang disebabkan oleh pemompaan dapat dihitung dengan
menggunakan salah satu teori konsolidasi dimensi 1 Terzaghi. Penurunan konsolidasi hanya
dapat terjadi pada jenis tanah lempung. Contoh perhitungan konsolidasi untuk 1 lapisan adalah
sebagai berikut :
vo
vo
ve
CcH'
'
log1 0
Dimana :
δv : Penurunan konsolidasi
H : Ketebalan dari lapisan lempung
e0 : Inisial void ratio
Cc : Koefisien pemampatan
Δσ : Tekanan efektif vertikal akibat pemompaan
σ'v0 : Tekanan efektif vertikal pada tanah lempung
Tabel 8 Perhitungan Penurunan Konsolidasi
Besarnya penurunan total diatas, terjadi akibat penurunan muka air tanah oleh pelaksanaan
pekerjaan dewatering. Penurunan tersebut merupakan potensi konsolidasi yang dapat terjadi
bila batas penurunan muka air tanah berada dibawah siklus musim hujan dan kemarau.
Penurunan konsolidasi ini hanya terjadi pada jenis tanah lempung, sedangkan untuk jenis pasir
menggunakan perhitungan penurunan segera. Total penurunan konsolidasi untuk lapisan
dengan kedalaman 35-39 m yaitu sebesar 0,047, sedangkan untuk kedalaman 41-55 m sebesar
0,227 m.
Gambar 12. Perencanaan denah lokasi sumur dewatering, piezometer, dan sumur recharging metode
predrainage.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 385
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Menggunakan asumsi confined aquifer dengan kedalaman air tanah sedalam ±6 m, Hasil
analisis debit air tanah yaitu 4.175 liter/menit dengan luas area galian basement ±0.85 Ha.
Perhitungan analisa debit rembesan (seepage) yaitu sebesar 0,0142 m3/sec untuk area
penggalian ±388 m. Hasil analisa debit curah hujan menggunakan data curah hujan 10
tahun stasiun hujan cawang, diperoleh metode distribusi yang sesuai yaitu gumbel tipe I
dengan debit banjir rencana yang diperoleh sebesar 67,96 mm/jam atau 133,82 liter/menit.
2. Kapasitas pemompaan debit setiap sumur 445 liter/menit, debit dari kapasitas pemompaan
sumur jamak 5.443,02 liter/menit.
3. Jarak penurunan muka air tanah pada sekeliling area pemompaan sebesar 6 m, sedangkan
jarak terbesar akibat penarikan air setiap sumur adalah 4,81 m
4. Perhitungan kebutuhan pompa yang diperoleh untuk deep well (submersible) yaitu 12
buah, dan pompa permukaan yaitu 11 buah, dengan kapasitas pompa rencana 250-300
liter/menit.
5. Berdasarkan hasil analisa nilai penurunan tanah (konsolidasi) dari data Cu triaxial
adalah sebesar 0,275 m dan nilai uplift dikatakan aman.
Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Saluran drainase pada lokasi pekerjaan perlu diperhatikan, mengingat pemompaan debit
cukup besar, sehingga harus diperhitungan debit yang akan di buang pada saluran drainase
perkotaan.
2. Perhitungan nilai konsolidasi pada laporan ini hanya dihitung berdasarkan data cu triaxial
dan perhitungan penurunan segera tidak dihitung, oleh karena itu harus ditinjau kembali
standar penurunan jika ada, dan perhitungan harus berdasarkan data yang lebih lengkap.
3. Perhitungan uplift pada tugas akhir ini hanya berdasarkan perhitungan empiris, sehingga
perhitungan tersebut belum dikatakan memenuhi perhitungan teoritis yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Asiyanto. (2006). Metode Konstruksi Dewatering. Jakarta : UI-Press.
Cashman, P.M. and Preene M. (2002). Ground Water Lowering in Construction, London and
New York : Spoon Press.
Departments of Army, the Navy, and Air Force. (1983). Dewatering and Groundwater
Control, Washington D.C.
Intara, I Wayan. (2014). “Metode Pelaksanaan Dewatering yang Ramah Lingkungan pada
Proyek the Nest Condotel”. Journal of Politeknik Negeri Bali.
Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor :
28/PRT/M/2016 Tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Ma’ruf, Rifzal Azka. (2014). Analisis Pengaruh Genangan Air pada Pelaksanaan Pondasi
Ditinjau dari Biaya Proyek Hotel Anugerah Palace Surakarta. Tugas Akhir Fakultas
Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah, Surakarta
Muchsinin, Achmad. (2014). Desain Struktur Bawah Proyek Gedung di Jakarta. Tugas Akhir
Fakultas Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana.
Nurmanto, Andri. (1994). Desain, Pelaksanaan dan Permasalahan Pekerjaan Dewatering
Basement Dua Lantai pada Tanah Kohesif di Jakarta, Tugas Akhir fakultas Teknik Sipil,
Universitas Indonesia.
Powes, J.P. et al. (1992). Construction Dewatering 2nd ed.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 386
PT. Tarumanegara Bumiyasa. (2014). Laporan Tanggapan Atas Pemeriksaan III-TPKB
Gayanti City.
Runi Asmaranto, ST., MT. Rembesan Air Dalam Tanah. Available :
http://runiasmaranto.lecture.ub.ac.id/materi-kuliah/mekanika-tanah-lanjut/
Sahid, Mur Nur. dan Abdurrosyid Jaji, Dkk. (2016). “Analisis Pengaruh Genangan Air
Lingkungan pada Pelaksanaan Proyek Hotel Harris dan Pop! Solo Terhadap Biaya”.
Journal of Universitas Muhammadiyah Surakarta.
U.S Department of the Interior Bureau of Reclamation (1977). Ground Water Manual.
Warsita, Ita. dan Permana, Sulwan. Dkk. (2014). “Perancangan Dewatering Pada Konstruksi
Basement Proyek Landmark Residence Bandung”. Journal of Sekolah Tinggi Teknologi
Garut.
Wijaya, Eka Sendi. (2014). Analisis Kapasitas Saluran Drainase Perumahan Kopri Tangerang,
Tugas Akhir Fakultas Teknik Sipil, Universitas Mercu buana.
Zaidatul, Zahara. (2008). Kontrol Penurunan Tanah Akibat Timbunan Pada Titik dengan Bor
Log Test No. BH-II (Area-II) Proyek Bandar Udara Kuala Namu. Tugas Akhir Fakultas
Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 387
PERENCANAAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL STAGGER
MENGGUNAKAN SOFTWARE VISSIM
Nisatun Muslimah1
Nahdalina2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected],
Abstrak Transportasi darat merupakan masalah yang paling dominan dibanding transportasi lainya
terutama di daerah perkotaan, Persimpangan merupakan pertemuan dua jalan atau lebih yang
bersilangan (MKJI, 1997), disini lalu lintas mengalami konflik permasalahan persimpangan juga
terjadi pada persimpangan stagger. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk mensimulasikan
perencanaan kinerja simpang menggunakan software Vissim berdasarkan data yang diambil
dilapangan setelah dilakukan kalibrasi. Data yang diambil yaitu berupa data volume kendaraa, data
kondisi geometrik, data panjang antrian dan data setting lampu. Kalibrasi dilakukan secara trial and
error dengan mengubah perilaku pengemudi. Variabel yang diperhitungkan pada kalibrasi yaitu
panjang antrian pada simulasi dan panjang antrian yang diambil dilapangan dengan diukur korelasi
kedekatan panjang antrian yang dihasilkan. Kinerja yang direncanakan yaitu konfigurasi lampu pada
Simpang Manunggal lalu di simulasikan kembali dengan menggunakan software Vissim, dihasilkan
bahwa nilai panjang antrian dapat berkurang 35% dan 62% nilai tundaan.
Kata Kunci: simpang, kinerja, lapangan, vissim
PENDAHULUAN
Transportasi darat merupakan masalah yang paling dominan dibanding transportasi lainya
terutama di daerah perkotaan. Persimpangan merupakan pertemuan dua jalan atau lebih yang
bersilangan (MKJI, 1997), disini lalu lintas mengalami konflik permasalahan persimpangan
juga terjadi pada persimpangan stagger. Permasalahan yang biasa terjadi pada simpang stagger
yaitu kendaraan yang berhenti pada area stagger karena mendapat sinyal merah sebelum lepas
ke lengan berikutnya (Budiyanto Wahyu, 2014). Solusi untuk meningkatkan pelayanan
simpang bersinyal stagger perlu dilakukan evaluasi,analisis dan juga permodelan. Permodelan
yang dilakukan yaitu simulasi kinerja simpang bersinyal stagger menggunakan software Vissim
agar dapat membadingkan kinerja dengan yang ada dilapangan untuk melihat perbedaan yang
signifikan. Peningkatan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi terbaik dalam meningkatkan
kinerja simpang bersinyal stagger tersebut.
LITERATURE REVIEW
Menurut Bina Marga simpang Stagger merupakan simpang T bergeser dimana persimpangan
satu kakinya bergeser. Vissim adalah Software yang bisa mensimulasi, dapat digunakan dalam
beberapa pengaturan sinyal, termasuk mengevaluasi kinerja simpang bersinyal stagger,
Pengguna software ini bisa memodelkan segala jenis konfigurasi geometrik ataupun perilaku
pengguna jalan yang terjadi dalam sistem transportasi (Aryandi R.D. and Munawar, 2014)
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan perencanaan menggunakan software vissim
antara lain Agung & Eryani (2015); Budiyanto Wahyu (2014); Budiman Febri, Erwan, et.al.
(2016); Aryandi, R.D. & Munawar (2014); W. C pipit (2016). Penelitian ini bertujuan untuk
mengukur kondisi lalu lintas di lapangan termasuk kondisi geometrik, volume kendaraan,
setting lampu dan panjang antrian, mengkalibrasi dan memvalidasi vissim dengan kondisi
aktual di lapangan, dan merencanakan perbaikan kinerja simpang stagger menggunakan
permodelan vissim.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 388
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam metodologi penelitian merupakan data primer yang langsung
diambil di lapangan yaitu meliputi data kondisi eksisting geometrik, panjang antrian, data
lampu lalu lintas dan volume kendaraan. Bagan alir perencanaan sebagai berikut :
Gambar 1 Bagan Alir Perencanaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permodelan Simulasi Vissim
Permodelan simulasi vissim dilakukan diawali dengan membuat jaringan jalans esuai
dengan kondisi di lapangan, menginput data-data yang telah di survei, mengatur rute kendaraan
(Vehicle routes), mengatur kecepatan kendaraan pada simulasi vissim, menerapkan conflict
area, menentukan model kendaraan, kelas kendaraan, komposisi kendaraam (vehicle
composition), menerapkan perilaku pengemudi (driving behavior) sesuai dengan keadaan
eksisting di lapangan dan melakukan konfigurasi sinyal lampu (Signal Control).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 389
Kalibrasi Program Vissim dengan Lapangan
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan metode trial and error yang telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu oleh Nurjannah Haryanti Putri dan Muhammad Zudhy Irawan dengan judul
Mikrosimulasi Mixed Traffic Pada Simpang Bersinyal Dengan perangkat Lunak Vissim (Studi
Kasus: Simpang Tugu Yogyakarta) dan uji coba trial and error dengan angka yang lain.
Paramater dilakukan kalibrasi pada permodelan simulasi Simpang manunggal adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Kalibrasi Vissim
Trial Ke- Parameter yang diubah Sebelum Sesudah
1 (Default) Desired Position at free flow Middle of lane : Off On
2 (Peneliti terdahulu)
Average standstiil distance 0,55 0,6
Additive part of safety distance 0,55 0,6
Multiplicative part off safety distance 1 1
3
Average standstiil distance 0,6 0,65
Additive part of safety distance 0,6 0,65
Multiplicative part off safety distance 1 1
Setelah melakukan ketiga trial and error seperti pada Tabel 1. maka dapat disimpulkan hasil
trial and error yang mendekati hasil panjang antrian lapangan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Grafik Kumulatif Panjang Antrian
Gambar 2 menjelaskan bahwa panjang antrian yang hasilnya hampir sama dengan hasil
lapangan yaitu pada trial ke 2 yaitu menggunakan trial dari penelitian terdahulu.
Validasi Program Vissim dengan Lapangan
Hasil proses kalibrasi simulasi program vissim dan lapangan pada masing masing kondisi dan
lengan sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Kalibrasi Panjang Antrian
Kondisi WAKTU
Panjang Antrian
Sebelum Kalibrasi Setelah Kalibrasi
Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta
Hari
Kamis
08.00-09.00 100,88 225,35 88,35 195,11 85,09 81,54 77,23 91,3
09.00-10.00 100,68 225,35 88,35 195,11 86,03 81,54 77,23 90,81
10.00-11.00 120,11 226,72 96,65 203,87 86,39 81,47 77,23 90,81
11.00-12.00 134,52 270,87 96,22 200,22 86,98 81,47 78,32 88,98
15.00-16.00 122,56 292,77 100,34 225,15 88,4 185,22 71,97 98,57
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 390
Kondisi WAKTU
Panjang Antrian
Sebelum Kalibrasi Setelah Kalibrasi
Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta
16.00-17.00 100,78 214,66 96,7 180,77 89,56 144,58 59,96 97,86
17.00-18.00 145,5 226,77 98,8 192,17 82,78 113,56 54,38 87,28
Hari
Minggu
14.00-15.00 165,9 200,13 107,23 208,88 92,73 175,38 67,34 69,39
15.00-16.00 135,66 206,43 97,78 206,75 89,12 155,07 61,12 47,15
16.00-17.00 115,56 265,81 95,35 186,15 89,44 111,17 58,06 33,4
17.00-18.00 100,38 230,54 86,55 197,25 90,79 89,14 59,37 24,39
Tabel 2 merupakan tabel hasil kalibrasi antara hasil kalibrasi sebelum kalibrasi dan setelah
kalibrasi.
Tabel 3. Setelah Kalibrasi dan Data Lapangan
Kondisi WAKTU
Panjang Antrian
Hasil Lapangan Setelah Kalibrasi
Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta
Hari
Kamis
08.00-09.00 86 89 80 93 85,09 81,54 77,23 91,3
09.00-10.00 88 87 80 92 86,03 81,54 77,23 90,81
10.00-11.00 87 87 77 95 86,39 81,47 77,23 90,81
11.00-12.00 88 90 80 90 86,98 81,47 78,32 88,98
15.00-16.00 89 175 75 100 88,4 185,22 71,97 98,57
16.00-17.00 90 156 63 99 89,56 144,58 59,96 97,86
17.00-18.00 83 118 60 90 82,78 113,56 54,38 87,28
Hari
Minggu
14.00-15.00 94 180 72 80 92,73 175,38 67,34 69,39
15.00-16.00 89 152 66 55 89,12 155,07 61,12 47,15
16.00-17.00 91 135 58 45 89,44 111,17 58,06 33,4
17.00-18.00 92 103 63 45 90,79 89,14 59,37 24,39
Tabel 3 merupakan tabel hasil lapangan dengan tabel kalibrasi sehingga dapat terlihat
perbedaan panjang antrian yang tidak terlalu signifikan.
Validasi kalibrasi dapat dibuktikan dengan menggunakan korelasi sehingga dapat dilihat
seberapa jauh keakuratan hasil lapangan dengan hasil kalibrasi pada vissim. Persebearan
panjang antrian tiap lenganya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Persebaran Panjang Antrian lengan Merdeka
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 391
Gambar grafik 3. menjelaskan kolerasi antara panjang antrian hasil lapangan dengan
hasil kalibrasi pada vissim dengan memiliki trendline linear dengan nilai R2 mendekati angka
1,0 atau mendekati garis 45 derajat dengan nilai 0,9601 untuk lengan merdeka, 0,9577 untuk
lengan manunggal, 0,9609 untuk lengan tentara pelajar dan 0,9863 untuk lengan RE.
Martadinata, sehingga menunjukan bahwa hasil kalibrasi sudah mendekati hasil lapangan.
Sehingga hasil tundaan yang dihasilkan sebelum dan sesudah kalibrasi dapat dilihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Tundaan Setelah Kalibrasi dan Sebelum kalibrasi
Perencanan Perbaikan Kinerja Simpang
Alternatif kinerja simpang yaitu dengan perubahan konfigurasi waktu sinyal sehingga
menambah waktu siklus yang ada dilapangan
Tabel 5. Data Lampu Lalu Lintas Alternatif
Sinyal Lengan All Red Kuning Merah Hijau
Fase 1 Merdeka 4 2 90 45
Fase 2 Manunggal 5 2 80 40
Fase 3 Tentara Pelajar 5 2 90 45
Fase 4 Re.Martadinata 5 2 90 30
Waktu siklus 187
Tabel 5. menjelaskan bahwa perubahan waktu siklus yang terjadi yaitu penambahan waktu
siklus dari 176 menjadi 187, dan perubahan konfigurasi lampu sinyal terjadi yaitu penambahan
waktu hijau pada lengan Merdeka 15 detik, lengan Manunggal 10 detik, lengan Tentara Pelajar
5 detik dan pengurangan waktu hijau pada RE. Martadinata 10 detik.
Tabel 6. Data Panjang Antrian Alternatif
Time Interval Kondisi Panjang Antrian (m)
Jl.
Merdeka
Jl.
Manunggal
Jl. Tentara
Pelajar
Jl. RE.
Martadinata
0-3600 Sebelum 88,84 90,24 71,97 98,57
Setelah 71,50 60 47,78 30,81
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 392
Tabel 6. Tundaan Alternatif
Time Interval Kondisi Lengan Tundaan LOS
0-3600
Sebelum Merdeka
114,67 F
Setelah 48,4 D
Sebelum Manunggal 179,70 F
Setelah 59,33 E
Sebelum Tentara Pelajar 93,01 F
Setelah 39,80 D
Sebelum RE. Martadinata 106,95 F
Setelah 38,07 D
Hasil optimalisasi yaitu konfigurasi waktu siklus lampu Simpang Manunggal maka
didapatkan pengurangan panjang antrian dan tundaan, yaitu dapat mengurangi nilai
panjang antrian 35% dan dapat mengurangi 62% nilai tundaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari tugas akhir yang berjudul Perencanaan Kinerja
Simpang Bersinyal Stagger Menggunakan Software Vissim adalah Pengukuran lokasi
penelitian terletak di Simpang Manunggal, Kota Bogor, dilakukan pada hari Kamis
diambil 2 periode yaitu jam 08.00-12.00 WIB dan jam 15.00-18.00 WIB, sedangkan hari
Minggu diambil 1 periode jam 14.00-18.00 WIB. Pengukuran ketika dilapangan di
dapatkan sebagai berikut :
a. Kondisi Geometrik
Jalan Merdeka dengan lebar lengan 7 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan
samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan
Manunggal dengan lebar lengan 6,5 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan
samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan
Tentara Pelajar dengan lebar lengan 7 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan
samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan
RE. Martadinata dengan lebar lengan 9 meter, kondisi lingkungan komersial,
hambatan samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri
langsung).
b. Volume Kendaraan
Volume kendaraan diambil perjam yaitu hari Kamis jam 08.00-09.00 WIB yaitu 6175
kendaraan, 08.00-10.00 WIB yaitu 6610 kendaraan, jam 10.00-11.00 WIB yaitu 6608
kendaraan dan jam 11.00-12.00 WIB yaitu 6267 kendaraan, jam 15.00-16.00 WIB
yaitu 7240, jam 16.00-17.00 WIB yaitu 6333 kendaraan dan jam 17.00-18.00 WIB
yaitu 5629 kendaraan, Volume kendaraan diambil perjam yaitu hari Minggu jam
14.00-15.00 WIB yaitu 6816 kendaraan, 15.00-16.00 WIB yaitu 5956 kendaraan, jam
16.00-17.00 WIB yaitu 5763 kendaraan dan jam 17.00-18.00 WIB 5599 kendaraan.
c. Setting Lampu
Data setting lampu lalu lintas pada jalan manunggal yaitu memiliki 176 waktu siklus
dan 4 fase sinyal yaitu fase 1 yaitu lengan Jalan Merdeka dengan lampu all red 4
detik, kuning 2 detik, merah 90 detik dan hijau 30 detik, Fase 2 yaitu lengan Jalan
Manunggal dengan lampu all red 5 detik, kuning 2 detik, merah 80 detik dan hijau 30
detik, fase 3 yaitu lengan Jalan Tentara Pelajar dengan lampu all red 5 detik, kuning 2
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 393
detik, merah 90 detik dan hijau 40 detik, fase 4 yaitu lengan Jalan RE. Martadinata
dengan lampu all red 5 detik, kuning 2 detik, merah 90 detik dan hijau 40 detik.
d. Panjang Antrian
Hari Kamis Panjang antrian rata-rata tiap lengan Simpang Manunggal yaitu 60 meter
hingga 80 meter, hari Minggu
Panjang antrian rata-tiap lengan Simpang Manunggal yaitu 40 meter hingga 180 meter.
Hasil kalibrasi dan validasi dengan metode trial 2 mendekati hasil lapangan dengan korelasi
menggunakan trendline dengan hasil R lengan merdeka 0,9601, lengan manunggal 0,9577,
lengan tentara 0,9609 dan lengan RE. Martadinata 0,9863, perencanaan perbaikan simpang
dilakukan dengan konfigurasi waktu sinyal pada Simpang manunggal menghasilkan
berukurangnya nilai panjang antrian 32% dan 62% nilai tundaan.
Saran
Saran yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlu adanya beberapa yang diperhatikan
seperti 1aktu yang diperlukan untuk penelitian akan lebih baik apabila lebih banyak waktu
pengamatan yang diambil agar data lalu lintas yang didapatkan lebih spesifik dengan kondisi
lalu lintas sebenarnya, peneliti selanjutnya diharapkan menyiapkam surveyor dan alat cadangan
untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan saat suervey dilaksanakan, peneliti
selanjutnya diharapkan dalam mengkalibrasi data dengan lebih banyak percobaan metode trial
and error agar data yang dihasilkan dapat lebih mendekati hasil pada vissim,pembenahan
sistem manajemen lalu lintas pada simpang stagger harus lebih diperbaiki agar tidak terjadi
penumpukan pada lengan stagger.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I. G. and Eryani, P. (2015) ‘Perencanaan Simpang Bersinyal pada Simpang Ciung
Wanara di Kabupaten Gianyar’, PADURAKSA, 4(2), pp. 49–54.
Aryandi R.D. and Munawar (2014) ‘Pengunaan Software Vissim untuk Analisis Simpang
Bersinyal (Studi Kasus Simpang Mirota Kampus Terban Yogyakarta)’, The 17th FSTPT
International Symposium, 2(1), pp. 22–24.
Budiman Febri, Erwan, K. and Said (2016) ‘Analisis Kinerja Simpang Stagger pada Jl. Sultan
Abdurrahman-Jl. Johan Idrus-Jl. Putri Candramidi Kota Pontianak’, Jurnal Mahasiswa
Teknik Sipil Tanjung Pura, 1(1), pp. 1–13.
Budiyanto Wahyu (2014) ‘Optimasi Kinerja Simpang Bersinyal Stagger Jl. Slamet Riyadi
Sukoharjo-Jl. DR. Rajiman-Jl. Transito-Jl. Joko Tingkir’, Jurnal teknik sipil dan
perencanaan, 18(1), pp. 149–168.
Khisty, C. J. and Lall, B. K. (2005) Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi.
MKJI (1997) ‘Highway Capacity Manual Project ( Hcm )’, 1(I), p. 594.
PTV GROUPS (no date) Plannung Transport Verkehr AG. Available at: http://vision-
traffic.ptvgroup.com/en-us/product/ptv-vissim/.
Winarto C Pipit (2016) Tugas Akhir Analisis Simpang Bersinyal Menggunakan Software
Vissim. Fakultas Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah.
Yudistira (2014) Perencanaan Peningkatan Kinerja Simpang (Studi Kasus Jl.Raya Bogor KM
28). Universitas Gunadarma.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 394
PERENCANAAN KAPASITAS TAMPUNGAN EMBUNG AIR BAKU
MENGGUNAKAN METODE RIPPLE PADA DAS TUGURARA KOTA
TERNATE MALUKU UTARA
Maria Ulfa1
Haryono Putro2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak
Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki curah hujan rendah dan
rawan kekeringan. Kota Ternate merupakan kota dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi
tertinggi di Provinsi Maluku Utara. Seiring dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan air
baku pun ikut meningkat. Berdasarkan data hujan dan klimatologi dari BMKG Sultan Baabullah
Ternate selama 10 tahun terakhir, didapatkan debit andalan sebesar 0,79 m3/detik. Kebutuhan
air domestik pada tahun 2038 di wilayah DAS Tugurara sebesar 26,447 L/detik dan kebutuhan
non domestik sebesar 7,934 L/detik, sehingga total kebutuhan air baku yaitu 41,258L/detik.
Analisis tampungan embung menggunakan metode Ripple. Metode ini memperhitungkan
kebutuhan air suatu daerah secara kumulatif dan ketersediaan air secara kumulatif pula pada
daerah tersebut. Berdasarkan metode tersebut didapatkan tampungan sebesar 221.634 m3.
Kata Kunci: kapasitas tampungan, embung, air baku, metode Ripple
PENDAHULUAN Air menjadi kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Adanya siklus hidrologi menyebabkan
jumlah air di bumi ini tetap. Namun jumlah yang tetap itu menjadi tidak ideal jika distribusi air
secara alamiah tidak ideal. Air melimpah pada musim penghujan, cenderung terjadi banjir dan
erosi. Namun pada musim kemarau terjadi kekeringan dan sulit mendapatkan air baku. Hal ini
sering terjadi di Indonesia bagian timur yang memiliki curah hujan yang tidak sebesar di
Indonesia bagian barat. Infrastruktur yang belum merata pun menjadi salah satu penyebab
kurangnya manajemen air di Indonesia timur.
Kota Ternate sebagai pusat dari Wilayah Sungai Halmahera Utara memiliki laju pertumbuhan
penduduk dan perekonomian yang tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara.
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian yang tinggi di wilayah Kota Ternate
menyebabkan peningkatan kebutuhan air pula. Kebutuhan ini harus dijamin sepanjang tahun,
tidak mengenal musim kemarau maupun penghujan. Untuk itu diperlukan suatu manajemen
yang baik untuk mengelola sumber daya air. Salah satunya adalah dengan membangun
embung.
Tujuan dari ditulisnya jurnal ini antara lain yaitu:
1. Menghitung besarnya potensi air di DAS Tugurara,
2. Menghitung besarnya kebutuhan air baku pada DAS Tugurara
3. Menghitung besarnya tampungan yang dibutuhkan.
LITERATURE REVIEW
Debit Andalan
Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk
memenuhi kebutuhan air. Dr. F. J. Mock memperkenalkan cara perhitungan simulasi aliran
sungai dari data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai dalam
makalahnya yang berjudul Land Capability Appraisal and Water Availibility Appraisal.
Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 395
Perhitungan empiris ini dihasilkan dari data hujan bulanan, evapotranspirasi potensial bulanan
dan parameter fisik lainnya sehingga menghasilkan debit aliran simulasi bulanan.
Kebutuhan Air
Air baku merupakan air yang berasal dari sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah terlebih
dahulu menjadi air bersih atau air minum. Perhitungan kebutuhan air menggunakan standar-
standar perhitungan yang telah ditetapkan kemudian diproyeksikan hingga tahun-tahun
mendatang. Hasil proyeksi tersebut kemudian dihitung dari sektor domestik dan non domestik
berdasarkan kriteria Dirjen Cipta Karya.
Tabel 1 Kebutuhan Air Rumah Tangga
No Kategori Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Air Bersih
(L/O/H)
1 Semi urban (IKK Kecamatan/Desa) 3.000-20.000 60-90
2 Kota Kecil 20.000-100.000 90-110
3 Kota Sedang 100.000-500.000 110-125
4 Kota Besar 500.000-1.000.000 125-150
5 Metropolitan >1.000.000 150-200 (Sumber: SNI 19-6728.1, 2015)
P(r)1000
q(r)P(u)
1000
q(u)hari 365Q(DMI)
Di mana:
Q(DMI) : kebutuhan air domestik (m3/tahun)
q(u) : konsumsi air perkotaan (liter/kapita/hari)
q(r) : konsumsi air pedesaan (liter/kapita/hari)
P(u) : jumlah penduduk kota
P(r) : jumlah penduduk desa
Kebutuhan air perkotaan yaitu untuk komersial dan sosial seperti toko, gudang, bengkel,
sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya diasumsikan antara 15% sampai 30% dari total
pemakaian air bersih rumah tangga. Semakin besar dan padat penduduk akan cenderung lebih
banyak memiliki daerah komersial dan sosial, sehingga kebutuhan airnya akan lebih tinggi.
(SNI 6728,1:2015)
Metode Ripple
Metode ini dikemukakan oleh Ripple (1883) untuk besarnya kapasitas tampung yang memadai
pada tingkat kebutuhan air tertentu. Metode ini efektif digunakan pada kebutuhan air yang
konstan. Metode kurva massa Ripple ini adalah plotting debit kumulatif tampungan dengan
kemiringan kurva massa adalah nilai aliran masuk pada waktu tertentu. Kemiringan kurva
permintaan adalah kebutuhan air baku. Analisis dilakukan dengan melihat perbedaan antara
garis yang bersinggungan dengan garis permintaan ditarik pada titik tertinggi dan titik terendah
dari kurva massa. Nilai tersebut adalah kapasitas penyimpanan yang diperlukan. Prosedur
hitungan sebagai berikut:
1. Data debit digambarkan sebagai garis massa debit.
2. Kebutuhan air dianggap konstan, sehingga kebutuhan kumulatif bisa digambarkan
dengan kemiringan tertentu.
3. Jarak vertikal antara garis massa debit dengan garis kebutuhan kumulatif merupakan
kapasitas tampungan. Jarak vertikal terbesar adalah kapasitas yang diperlukan.
4. Jarak tegak antara tangen-tangen yang berturutan menyatakan jumlah air yang dialirkan
melalui pelimpah.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 396
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahap menghimpun data yang diperlukan dalam perencanaan
yang dilakukan. Data sekunder yang diperlukan adalah:
1. Data hidroklimatologi, yang terdiri dari curah hujan, suhu, kelembaban udara, kecepatan
angin, dan penyinaran matahari selama 10 tahun.
2. Data jumlah penduduk selama 10 tahun.
3. Peta tata guna lahan
4. Peta topografi
5. Data tanah
Analisis Data
Data yang sudah terhimpun kemudian dianalisis sesuai dengan teori-teori yang telah
dikumpulkan sebelumnya. Tahapan analisis tersebut meliputi:
1. Perhitungan potensi ketersediaan air. Adapun potensi yang diperhitungkan dalam
analisis ini yaitu hanya potensi air hujan saja, termasuk di dalamnya aliran sungai.
Analisis hidrologi yang dilakukan termasuk menganalisis curah hujan, perhitungan
evapotranspirasi menggunakan Metode Penmann Modifikasi dan analisis debit andalan
menggunakan Metode F. J. Mock.
2. Perhitungan kebutuhan air baku di lokasi perencanaan, termasuk sektor domestik dan
non domestik. Komponen yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air di antaranya
adalah jumlah penduduk dan fasilitas-fasilitas sosial yang ada di daerah tersebut.
3. Perhitungan neraca air untuk mengetahui keseimbangan volume tampungan dengan
memperhitungkan volume dari debit rencana sebagai aliran masuk dan volume
kebutuhan, evaporasi dan infiltrasi sebagai aliran keluar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS HIDROLOGI
Analisis hidrologi adalah analisis awal yang harus dilakukan dalam merencanakan bangunan
air agar karakteristik hidrologi pada lokasi yang ditinjau dapat diketahui. Analisis hidrologi
dilakukan untuk menentukan besarnya debit rencana dan debit andalan. Data yang dianalisis
yaitu data curah hujan dan klimatologi selama 10 tahun ke belakang.
Analisis Hujan
Analisis hujan dilakukan guna mendapatkan curah hujan maksimum agar dapat dipergunakan
pada perhitungan distribusi hujan. Analisis hujan pada perencanaan embung ini menggunakan
metode hujan titik. Metode ini dipilih karena jumlah pos penakar hujan pada daerah Kota
Ternate, Maluku Utara, sangat terbatas. Data yang digunakan berasal dari data curah hujan
pada Stasiun Sultan Baabullah Ternate.
Tabel 2 Nilai Maksimum Curah Hujan
Tahun Max Log X
2007 93,0 1,97
2009 87,0 1,94
2010 86,0 1,93
2011 144,0 2,16
2012 61,0 1,79
2014 89,0 1,95
2015 59,9 1,78
2016 102,1 2,01
2017 70,6 1,85
Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 397
Analisis Evapotranspirasi
Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan rumus empiris dari Penmann yang
memperhitungkan temperatur, radiasi matahari, kelembaban dan kecepatan angin sehingga
hasilnya relatif lebih akurat. Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut, dapat dihasilkan
rumus empiris sebagai berikut:
)01,0()9,01,0()1( 321 wkFSFrRFE
Tabel 3 Rekapitulasi Evapotranspirasi Potensial (mm/bulan)
Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2007 122,00 110,66 123,18 104,37 93,52 82,19 88,42 98,58 121,80 130,09 103,49 116,46
2009 118,80 108,67 120,41 103,36 98,13 85,47 97,43 120,94 138,66 146,96 124,18 139,05
2010 120,32 125,84 140,62 101,18 99,79 88,05 93,61 106,33 126,85 139,44 133,36 118,47
2011 122,96 100,46 124,96 101,41 90,03 84,42 98,14 111,87 111,18 117,81 126,81 122,47
2012 116,64 121,66 121,16 105,34 95,26 90,90 86,67 110,87 138,65 152,71 121,80 129,40
2014 123,05 126,60 153,37 122,97 109,25 100,07 113,47 110,67 146,92 165,37 133,57 133,82
2015 139,38 129,05 152,34 128,10 116,71 95,14 126,55 145,27 169,78 174,39 142,21 152,95
2016 142,21 147,55 164,06 117,06 112,63 94,66 94,32 137,55 122,79 133,81 135,82 129,19
2017 124,25 115,81 124,61 106,23 99,66 87,31 95,54 114,30 117,72 146,75 121,63 120,11
070,114
737,1807,115
737,1
807,115%5,1
)1718(20
30
EEE
E
E
E
paktual
p
Analisis Debit Andalan
Perhitungan debit andalan menggunakan metode Mock. Komponen yang dihitung dalam
metode ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 4 Rekapitulasi Perhitungan Debit Andalan Metode Mock
Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2007 0,30 0,27 0,31 0,21 0,29 0,32 0,20 0,08 0,08 0,03 0,61 0,29
2009 0,05 0,26 0,47 0,60 0,37 0,27 0,11 0,05 0,03 0,01 0,35 0,02
2010 0,38 0,12 0,06 0,41 0,57 0,28 0,30 0,31 0,18 0,29 0,12 0,52
2011 0,67 0,60 0,61 0,31 0,84 0,50 0,20 0,10 0,11 0,04 0,12 0,70
2012 0,17 0,16 0,32 0,29 0,49 0,40 0,44 0,16 0,08 0,08 0,24 0,14
2014 0,40 0,23 0,10 0,05 0,24 0,17 0,07 0,16 0,08 0,03 0,06 0,17
2015 0,16 0,09 0,04 0,02 0,10 0,20 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 0,19
2016 0,30 0,07 0,03 0,05 0,19 0,44 0,42 0,15 0,21 0,23 0,16 0,67
2017 0,38 0,27 0,31 0,39 0,53 0,61 0,46 0,23 0,15 0,06 0,10 0,14
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 398
ANALISIS KEBUTUHAN AIR
Proyeksi Jumlah Penduduk
Proyeksi jumlah penduduk pada Kelurahan Tubo, Kelurahan Akehuda, dan Kelurahan Dufa-
Dufa menggunakan metode eksponensial dengan persamaan berikut:
o
t
rt
ut
P
P
tr
ePP
ln1
Di mana:
Pt : jumlah penduduk pada tahun t
Po : jumlah penduduk pada tahun dasar
r : laju pertumbuhan penduduk
t : periode waktu antara tahun dasar dan tahun t (dalam tahun)
e : bilangan pokok dari sistem logaritma natural (ln) = 2,7182818
Perhitungan proyeksi jumlah penduduk pada DAS Tugurara untuk tahun 2038 adalah sebagai
berikut:
jiwa 24.269t
P
2017)38(0,99%)(20e19.713
tP
rteu
Pt
P
Adapun hasil rekapitulasi perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk 20 tahun ke depan
tertera pada Tabel berikut. Tabel 5 Proyeksi Jumlah Penduduk DAS Tugurara Tahun 2038
Kelurahan Proyeksi 2038
Tubo 3.255
Akehuda 5.518
Dufa-dufa 6.820
Tabam 2.251
Tafure 6.414
Jumlah 24.269
Analisis Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air bersih rumah tangga adalah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan rumah tangga yang diperoleh secara individu. Perhitungan kebutuhan air rumah
tangga (domestik) sangat dipengaruhi oleh data statistik kependudukan.
Tabel 6 Perhitungan Kebutuhan Air Rumah Tangga DAS Tugurara
Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kebutuhan
Air (L/O/H)
Jumlah
Kebutuhan
Air (L/detik)
Tingkat
Pelayanan
Total
Kebutuhan
Air
(L/detik)
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
2018 18.086 100 20,933 100% 20,933
2028 20.329 100 23,529 100% 23,529
2038 22.851 100 26,447 100% 26,447
Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 399
Analisis Kebutuhan Air Non Domestik
Berdasarkan SNI 6728.1:2015, kebutuhan air perkotaan yaitu untuk keperluan komersial dan
sosial seperti toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dan hal lainnya diasumsikan
antara 15% sampai 30% dari total pemakaian air bersih rumah tangga. Semakin besar dan
padat penduduk, maka daerah komersial dan sosial cenderung akan semakin banyak sehingga
kebutuhan airnya akan semakin tinggi. Tabel 7 Perhitungan Kebutuhan Air Non Domestik DAS Tugurara
Tahun Jumlah Penduduk
(jiwa)
Total Kebutuhan
Air (L/detik) Persentase
Total Kebutuhan Air
(L/detik)
(a) (b) (c) (d) (e)
2018 18.086 20,933 30% 6,280
2028 20.329 23,529 30% 7,059
2038 22.851 26,447 30% 7,934
Hasil rekapitulasi perhitungan kebutuhan air pada DAS Tugurara dapat dilihat pada tabel
berikut. Tabel 8 Rekapitulasi Kebutuhan Air DAS Tugurara
Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kebutuhan Air
Rumah Tangga
(L/detik)
Kebutuhan Air
Non Domestik
(L/detik)
Persentase
Kehilangan
Air (%)
Total
Kebutuhan
Air (L/detik)
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
2018 19.909 23.043 6,913 20% 35,947
2028 21.981 25.441 7,632 20% 39,688
2038 24.269 28.089 8,427 20% 43,818
ANALISIS TAMPUNGAN
Volune Efektif
Volume efektif embung ditentukan dari besarnya debit pengambilan pada pintu keluaran yang
dipengaruhi oleh kebutuhan air baku masyarakat DAS Tugurara Kota Ternate. Analisis volume
efektif tampungan menggunakan metode Rippl. Metode kurva massa Ripple ini adalah plotting
debit kumulatif tampungan dengan kemiringan kurva massa adalah nilai inflow pada waktu
tertentu. Kemiringan kurva permintaan adalah kebutuhan air baku. Analisis dilakukan dengan
melihat perbedaan antara garis yang bersinggungan dengan garis permintaan ditarik pada titik
tertinggi dan titik terendah dari kurva massa. Nilai tersebut adalah kapasitas penyimpanan yang
diperlukan.
Gambar 1 Diagram Ripple
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 400
Garis kumulatif debit merupakan jumlah dari debit inflow yang masuk. Garis permintaan
bersinggungan dengan lengkung inflow pada titik ke 16. Sehingga jarak dari titik ke 19 ke garis
adalah 221.634 m3.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Debit banjir yang terjadi pada DAS Tugurara pada kala ulang 20 tahun adalah sebesar
39,14 m3/detik, sedangkan debit andalannya sebesar 0,79 m3/detik.
2. DAS Tugurara terdiri dari empat kelurahan, yaitu Tubo, Akehuda, Dufa-dufa dan
Tafure. Jumlah penduduk tahun 2017 pada empat kelurahan tersebut adalah sebesar
17.876 jiwa. Hasil proyeksi pada tahun 2038 adalah sebesar 22.851 jiwa. Pada tahun
2038, kebutuhan air domestik diprediksikan sebesar 26,447 L/detik dan kebutuhan non
domesitk sebesar 7,934 L/detik. Total kebutuhan air baku pada tahun 2038 adalah
sebesar 41,258 L/detik.
3. Perhitungan tampungan embung yang dibutuhkan terdiri dari volume tampungan air
baku, volume evaporasi, dan volume infiltrasi. Volume tampungan embung dihitung
menggunakan metode Ripple sebesar 221.634 m3.
Saran
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan jurnal ini di antaranya sebagai
berikut:
1. Diperlukan data tanah yang memadai agar perencanaan dapat dilakukan lebih detail.
2. Diperlukan kajian lebih mendetail untuk menentukan lokasi yang tepat dalam
pembangunan embung air baku tersebut.
3. Analisis kestabilan tubuh bendung perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Syarifudin Harahab. 2009. Perencanaan Embung Tambaboyo Kabupaten Sleman
DIY. Yogyakarta.
Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama, Malang.
Kamiana, I Made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Nisa, Anette, Coki Romulus H. 2008. “Detail Design Embung UNDIP As A Flood Control Of
East Flood Channel”. Semarang.
SNI 6728.1:2015. Penyusunan Neraca Spasial Sumber Daya Alam.
Soedibyo, Ir. 2003. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 401
PERENCANAAN PERCEPATAN PEKERJAAN BASEMENT
DENGAN METODE TIME COST TRADE OFF
(Studi Kasus: Proyek Apartemen Synthesis Residence)
Hendra Firmansyah
Andi Tenrisukki T.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100, Depok 16424, Jawa Barat
Abstrak
Faktor biaya, waktu dan kualitas merupakan satu kesatuan yang berpengaruh pada suatu perencanaan
proyek namun segala hal yang sudah direncanakan dalam sebelumnya terkadang tidak berjalan sesuai
dengan apa yang sudah direncanakan khususnya pada penjadwalan proyek. Sehingga menyebabkan
keterlambatan yang merugikan dari segi waktu dan biaya. Pada pembangunan Apartemen Shynthesis
Residence mengalami keterlambatan yang disebabkan oleh perencanaan pekerjaan yang kurang baik,
metode pekerjaan yang kurang tepat dan faktor cuaca, Oleh karena itu, salah satu bentuk penanganan
untuk mengatasi keterlambatan waktu proyek yang dapat dilakukan dengan percepatan proyek.
Melakukan penambahan tenaga kerja, mengganti metode pelaksanaan yang lebih praktis, penambahan
alat berat dengan metode Time Cost Trade Off. Didapat Durasi pekerjaan penggalian Basement 1 dan
basement 2 sebelum dilakukan percepatan sebesar 91 hari kerja dengan biaya sebesar Rp
327,176,675.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan adalah sebesar 67 hari kerja dengan biaya
sebesar Rp 504,720,000.00. Durasi pekerjaan struktur basement sebelum dilakukan percepatan sebesar
322 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 3,764,108,855,00.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan
adalah sebesar 140 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 4,312,227,777.00. Setelah dilakukan percepatan
terdapat kenaikan biaya sebesar Rp 679,998,647.00 atau sebesar 16,62% lebih besar dengan biaya
normal dan durasi percepatan sebesar 220 hari kerja atau sebesar 34,62%, lebih cepat dibandingkan
dengan waktu normal.
Kata Kunci: Percepatan Pekerjaan, Penambahan Tenaga Kerja, Precast, Alat Berat, Perbandingan
Biaya dan Waktu, Time Cost Trade Off.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan proyek proyek pembangunan Apartemen Synthesis Residence Mengalami
keterlambatan yang sangat signifikan pada pekerjaan Basement yang disebabkan karena
pelaksanaan konstruksi yang buruk disertai kendala teknis yang sering terjadi seperti kendala
cuaca. Keterlambatan yang terjadi pada pekerjaan basement mengakibatkan keterlambatan pada
pekerjaan konstruksi pada struktur diatasnya, maka dari itu dibutuhkan percepatan pekerjaan pada
pekerjaan basement yang meliputi percepatan pekerjaan penggalian dan percepatan pekerjaan
struktur basement agar proyek tersebut tidak mengalami kerugian dan mengefisienkan antara
waktu dan biaya.
Tujuan
Penulisan ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan solusi alternatif untuk percepatan pekerjaan basement dengan meninjau
faktor-faktor yang berpengaruh seperti penambahan jumlah pekerja dan penambahan alat
bantu.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
402 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...
2. Mengetahui reduksi waktu dan total biaya pekerjaan Basement setelah dilakukannya
percepatan pada pekerjaan penggalian dan pekerjaan struktur basement.
Batasan Masalah
Pembahasan dalam Tugas Akhir ini dibatasi oleh beberapa hal, antara lain
1. Perhitungan percepatan basement ini hanya difokuskan pada pekerjaan penggalian dan
struktur basement.
2. Analisa jaringan kerja dengan metode jalur kritis menggunakan bantuan aplikasi Ms.
Project 2013 dan hanya di tinjau pada waktu pelaksanaan pekerjaan basement.
3. Total penyelesaian waktu dan biaya proyek dalam melakukan percepatan
menggunakan metode time cost trade off.
4. Kenaikan harga material dan jual beli sewa alat berat dianggap ideal.
5. Jam kerja normal adalah 8 jam/hari.
6. Penambahan pekerja sebesar 30% dan 50%.
7. Perhitungan cost slope dilakukan pada item pekerjaan basement.
8. Alat berat yang dipakai pada penggalian hanya excavator dan dump truck.
LITERATURE REVIEW
Keterlambatan Proyek
Berbagai hal dapat terjadi dalam proses konstruksi yang dapat menyebabkan bertambahnya durasi
konstruksi, sehingga penyelesaian proyek menjadi terlambat. Penyebab umum yang sering terjadi
adalah terjadinya perbedaan kondisi lokasi, perubahan desain, pengaruh cuaca, tidak terpenuhinya
kebutuhan pekerja, material atau peralatan, kesalahan perencanaan, pengaruh keterlibatan pemilik
proyek dan lain-lain. Keterlambatan proyek akan berdampak pada aspek lain dalam proyek.
Sebagai contoh, meningkatnya biaya untuk usaha mempercepat pekerjaan dan bertambahnya
biaya overhead proyek. Dampak lain yang juga sering terjadi adalah penurunan kualitas karena
pekerjaan “terpaksa” dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya sehingga memungkinkan
beberapa hal teknis dilanggar demi mengurangi keterlambatan proyek.
Metode Perencanaan Waktu
Durasi dari suatu pelaksanaan pekerjaan konstruksi adalah jumlah waktu yang diharapkan dan
secara konsisten dinyatakan dalam suatu satuan waktu, yang akan diperlukan untuk
menyelesaikan aktivitas mulai dari permulaan sampai pada penyelesaiannya. Satuan waktu
tersebut dapat berupa hari, minggu, bahkan jam atau menit. Ada dua metode teknik perencanaan
waktu yang biasa dipakai pada kegiatan konstruksi, yaitu :
Metode Bagan Balok (Bar Chart) dan Kurva-S
Analisis Jaringan Kerja (Network Analysis)
Metode Analisis Jaringan Kerja (Network Analysis)
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode bagan balok, dimana dapat ditentukan suatu
jalur kritis yang dapat mempengaruhi penyelesaian proyek secara keseluruhan. Metode ini lazim
digunakan pada proyek besar yang mempunyai jenis kegiatan yang luas dan banyak, yang saling
berkaitan satu sama lain. Diantara berbagai versi dari metode analisis jaringan ini adalah Metode
Jalur Kritis (Critical Path Method/CPM).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 403
Alat Berat
Alat berat merupakan alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan
pembangunan suatu struktur. Alat berat juga merupakan faktor penting di dalam proyek, terutama
proyek konstruksi dengan skala yang besar. Memudahkan manusia dalam mengerjakan
pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah dan dalam
waktu yang relatif lebih singkat.
Waktu Siklus Alat Berat
Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan disebut waktu siklus atau cycle time (CT). waktu
siklus terdiri dari beberapa unsur. Pertama adalah waktu muat atau loading time (LT). waktu muat
merupakan waktu yagn dibutuhkan oleh suatu alat berat untuk memuat material kedalam alat
angkut sesuai dengan kapasitas angkut tersebut. nilai LT dapat ditentukan walaupun tergantung
dari jenis tana, ukuran unit pengangkut (blade, bowl, bucket, dst), metode dalam pemuatan dan
efesiensi alat. Waktu pembongkaran atau dumping time (DT), unsur terakhir adalah waktu tunggu
atau spotting time (ST).
Produktivitas Alat Berat
Dalam menentukan durasi suatu pekerjaan maka hal-hal yang diperlukan diketahui adalah volume
pekerjaan dan produktivitas alat. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dicapai (output)
dengan seluruh daya yang digunakan (input). Produktivitas alat tergantung pada kapasitas dan
waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktivitas alat adalah :
Untuk menghitung jumlah alat-alat lainnya maka gunakan rumus:
Kemudian dengan membandingkan produktivitas masing-masing alat dicari produktivitas
total terkecil. Akan didapat lama pekerjaan dengan menggunakan rumus :
Alat Penggali (Excavator)
Rumus yang umum digunakkan untuk perhitungan produktivitas excavator adalah :
Dimana :
Q = Produktivitas atau produksi per-jam (m3/jam)
q = Produksi per-cycle (m3)
Cm = cycle time (detik)
E = Job efficiency atau faktor efisiensi
Alat Pengangkut (Dump Truck)
Produksi perjam dari sejumlah dump truck yang bekerja dipekerjaan yang secara simultan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
404 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...
Dimana,
P = produksi per jam (m3/jam)
C = produksi persiklus
Et = effisiensi kerja dump truck
Cmt = waktu siklus dump truck (menit)
M = jumlah dump truck yang bekerja
n = jumlah siklus dari loader untuk mengisi dump truck
q1 = kapasitas bucket (m3, cuyd)
K = faktor bucket loader
Es = effisiensi kerja loader
Cms = waktu siklus loader (menit)
Metode Percepatan Proyek (Crashing)
Crashing adalah suatu proses yang disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan
pengujian dari semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada
pada jalur kritis. Proses crashing dilakukan dengan cara melakukan perkiraan dari variabel cost
dalam menentukan pengurangan durasi yang maksimal dan paling ekonomis dari suatu kegiatan
yang masih mungkin direduksi. Kegiatan dalam suatu proyek dapat dipercepat dengan berbagai
cara, yaitu:
a. Mengadakan Shift Pekerjaan
b. Memperpanjang Waktu Kerja (Lembur)
c. Menggunakan Alat Bantu yang Lebih Produktif
d. Menambah Tenaga Kerja Baru
e. Menggunakan Material yang Dapat Lebih Cepat Pemasangannya
f. Menggunakan Metode Konstruksi Lain yang Lebih Cepat
Metode Time Cost Trade Off
Time Cost Trade Off dalam bahasa Indonesia disebut juga pertukaran Waktu dan Biaya. Maksud
dari metode penjadwalan ini adalah mempercepat waktu pelaksanaan proyek, pada umumnya
percepatan suatu proyek akan menambah biaya proyekt tersebut. Tetapi percepatan juga dapat
mengurangi biaya proyek apabila menggunakan pilihan percepatan yang tepat (Aditya, 2011).
Precast Plat
Sebagai elemen struktur yang langsung mendukung beban penghuni sebuah bangunan gedung,
plat lantai harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Eksistensi plat lantai
dalam bangunan tinggi membutuhkan material hingga 50o/o dari kebutuhan total material
elemen struktur. Oleh karena itu plat lantai merupakan elemen yang penting untuk dikaji guna
mendapatkan metode pengadaan yang efisien. Berbagai cara digunakan untuk mengadakan
plat lantai, dari yang konvensional dengan melaksanakan cor di tempat di mana posisi elemen
tersebut berada hingga cara pabrikasi. Berbagai untung/rugi, keunggulan/kelemahan perlu
dikaji secara seksama guna mencapai tujuan efisiensi.
METODE PENELITIAN
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 405
Berikut metode penelitian yang digunakan dan dituangkan ke dalam diagram alir yang berisi
beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk proses perhitungan nantinya. Berikut ini adalah
digaram alir perncanaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Biaya Dan Waktu Setelah Crashing
Setelah dihitung dan dilakukan analisa percepatan pekerjaan penggalian dan pekerjaan struktur
basement dengan penambahan tenaga kerja, penambahan alat berat, serta menggunakan metode
precast maka akan didapatkan total durasi percepatan dan total biaya yang dikeluarkan .
Mulai
Identifikasi
Masalah
Input Data :
- - Rencana anggaran biaya
- - Bobot prestasi pekerjaan
Proses
- Pembuatan Network Planning
Menggunakan Ms. Project
- Identifikasi Jalur Kritis Item
Pekerjaan Menggunakan Ms. Project
Analisis Data
- Menentukan metode Crashing
- Analisa dengan time cost trade off
- Perhitungan Cost Slope
Output - Durasi dan biaya yang didapat
setelah melakukan crasing
- Memilih percepatan terbaik
Selesai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
406 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...
Tabel Perbandingan Biaya percepatan kombinasi I dengan percepatan kombinasi II
Kombinasi I Kombinasi II
Metode Pekerjaan Total Biaya Metode Pekerjaan Total Biaya
Penambhan Pekerja
30% Rp611,585,000.00
Penambhan Pekerja
50% Rp678,415,000.00
Alat Berat Rp504,719,000.00 Alat Berat Rp504,719,000.00
Sistem Precast Rp2,273,262,142.00 Sistem Precast Rp2,273,262,142.00
Total Rp3,389,566,142.00 Total Rp3,456,396,142.00
Tabel perbandingan durasi normal dengan durasi setelah percepatan kombinasi I dan kombinasi II
Pekerjaa Durasi Normal Durasi Setelah Crashing
Kombinasi I
Pekerjaan Penggalian 91 (Hari) 67 (Hari)
Pekerjaan Basement 2 182 (Hari) 112 (Hari)
Pekerjaan Basement 1 140 (Hari) 84 (Hari)
Total 431 (Hari) 280 (Hari)
Kombinasi II
Pekerjaan Penggalian 91 (Hari) 67 (Hari)
Pekerjaan Basement 2 182 (Hari) 91 (Hari)
Pekerjaan Basement 1 140 (Hari) 49 (Hari)
Total 431 (Hari) 224 (Hari)
Tabel Perhitungan cost slope pada pekerjaan crashing dan penambahan tenaga kerja 50%.
Pekerjaan Durasi
Normal
Durasi
Setelah
Crashing
Biaya Normal Biaya setelah
crashing Cost Slope
Pekerjaan Penggalian 91 67 Rp327,176,675.00 Rp504,720,000.00 Rp7,739,639..00
Pekerjaan Basement 1 182 91 Rp2,427,528,425.00 Rp2,695,257,791.00 Rp2,942,080.95
Pekerjaan Basement 2 140 78 Rp1,336,580,530.00 Rp1,616,969,986.00 Rp3,081,202.81
Berdasarkan hasil analisis biaya dan waktu pekerjaan penggalian dan struktur basement dengan
kombinasi metode penambahan tenaga kerja 30% dan 50%, alat berat, serta menggunakan metode
precast full . maka dapat diperoleh percepatan terbaik untuk mengatasi keterlambatan pelaksanaan
proyek, yaitu dengan kombinasi metode penambahan pekerja 50%, alat berat, serta metode
precast full . Percepatan tersebut dapat mereduksi waktu pekerjaan selama 24 hari kerja untuk
pekerjaan penggalian basement dan mereduksi waktu pekerjaan Selama 126 hari kerja untuk
pekerjaan struktur basement. Sehingga total durasi pekerjaan penggalian dan struktur basement
menjadi 236 hari kerja.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 407
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis menggunakan penambahan tenaga kerja, alat bantu,
dan precast plat dengan metode time cost trade off pekerjaan penggalian dan struktur basement
Apartemen Shynthesis Residence, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Percepatan terbaik menggunakan penambahan tenaga kerja 50%, menggunakan alat berat,
serta menggunakan metode precast plat .
2. Durasi pekerjaan penggalian Basement 1 dan basement 2 sebelum dilakukan percepatan
sebesar 91 hari kerja dengan biaya sebesar Rp327,176,675.00 sedangkan setelah dilakukan
percepatan adalah sebesar 67 hari kerja dengan biaya sebesar Rp504,720,000.00, dengan
Cost Slope Rp7,739,639.00/hari
3. Durasi pekerjaan struktur basement sebelum dilakukan percepatan sebesar 322 hari kerja
dengan biaya sebesar Rp 3,764,108,955.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan adalah
sebesar 140 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 4,312,227,777.00 dengan cost slope
Rp3,011,642.00/hari
4. Setelah dilakukan percepatan terdapat kenaikan biaya sebesar Rp 679,998,647.00 atau
sebesar 16,62% lebih besar dengan biaya normal dan durasi percepatan sebesar 220 hari
kerja atau sebesar 34,62%, lebih cepat dibandingkan dengan waktu normal.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa saran sebahai berikut :
1. Menggunakan kombinasi precast yang lebih variatif memungkinkan mereduksi waktu
lebih cepat.
2. Pemilihan alternative seperti penambahan tenaga kerja, shift kerja, atau pekerjaan lembur
dapat menjadi pilihan percepatan untuk mendapatkan biaya dan waktu yang optimum.
3. Percepatan menggunakan alat berat yang optimum dapat mempercepat durasi pekerjaan,
dengan analisa yang tepat dan menggukan alat berat yang
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk
Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. SNI 7394:2008.
Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek Konstruksi Jilid 1. Kanesius. Jakarta.
Ervianto, Wulfram I. 2004. Teori-Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi. ANDI. Yogyakarta.
Ganesha, A P M. 2013. Aplikasi Metode Time Cost Trade Off Untuk Pekerjaan Tribun
(Studi Kasus: Proyek Stadion Kabupaten Bogor). Skripsi Teknik Sipil. Program Sarjana
Universitas Gunadarma. Jakarta (tidak dipublikasikan).
Heryanto Imam dan Tribowo Totok. 2013. Manajemen Proyek Berbasis Teknologi Informasi.
Informatika. Bandung
Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. ANDI. Yogyakarta.
Luthan, Putri Lynna A dan Syafriandi. 2006. Aplikasi Microsoft Project untuk Penjadwalan
Kerja Proyek Teknik Sipil. Andi. Yogyakarta.
Nincy, A., 2012, Optimasi Penjadwalan Proyek pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Non Tol
Kp.Melayu-Tanah Abang Tahap 1 (Casablanca-K.H Mas Mansyur) dengan Metode
Crashing. Skripsi Teknik Sipil, Program Sarjana Universitas Gunadarma, Jakarta (tidak
dipublikasikan).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
408 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...
Noviati, Tati., 2010, Perbandingan Efisiensi Biaya Perencanaan Hollow Core Slab (HCS) dengan
Pelat Lantai Beton Konvensional. Skripsi Teknik Sipil. Program Sarjana Universitas
Gunadarma. Jakarta (tidak dipublikasikan).
Pedoman Pekerjaan Umum. 2018. Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Pekerjaan Umum.
Rudi, W, 2006., Produktivitas Tower Crane Terhadap Sumber Daya Manusia, Skripsi Teknik
Sipil, Program Sarjana Universitas Lampung, Lampung (tidak dipublikasikan).
Tenriajeng, Andi T. 2003. Pemindahan Tanah Mekanis. Gunadarma. Depok.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 409
KOMPARASI BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN PENGGUNAAN
BEKISTING RING-LOCK SCAFFOLDING DAN SISTEM ALUMA PADA
LANTAI TIPIKAL
Rizky Zulkarnaen1
Ida Ayu Ari Anggraeni2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
e-mail: [email protected]
Abstrak
Proyek pembangunan apartemen South Hills menggunakan bekisting modern yang terbagi dalam
dua jenis, yaitu Ring-Lock Scaffolding dan Aluma System. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan kedua metode pekerjaan bekisting pada lantai tipikal dengan meninjau biaya dan
waktu yang dikeluarkan selama pembangunan berlangsung. Penelitian ini dikerjakan dengan
menggunakan metode kualitatif dimana data diambil langsung dari lapangan, diskusi ahli, dan
wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait didalam proyek. Pelaksanaan pekerjaan
bekisting Ring-Lock Scaffolding memiliki produktivitas sebesar 2,5 m2/hari/org, sedangkan
pelakasanaan pekerjaan bekisting Aluma memiliki produktivitas 4 m2/hari/org. Produktivitas
kedua jenis bekisting berpengaruh langsung terhadap hasil penelitian, dimana total waktu yang
dihabiskan dalam pekerjaan bekisting Ring-Lock Scaffolding adalah sebanyak 341 hari kerja,
sedangkan bekisting Aluma sebanyak 253 hari kerja. Hasil komparasi waktu dari kedua jenis
bekisting menunjukkan bahwa penggunaan bekisting Aluma lebih cepat 88 hari daripada bekisting
Ring-Lock Scaffolding. Hal yang sama terjadi pada hasil komparasi biaya yang dikeluarkan pada
kedua jenis bekisting, dimana total biaya pengeluaran pekerjaan bekisting Aluma adalah sebesar
Rp. 7.710.478.492, sedangkan Ring-Lock Scaffolding sebesar Rp. 8.832.661.769. Penggunaan
bekisting Aluma lebih murah Rp. 1.122.183.277 dibandingkan Ring-Lock Scaffolding.
Kata Kunci : Bekisting, Aluma, Ring-Lock Scaffolding, Biaya, Waktu
PENDAHULUAN Proyek pembangunan Apartemen South Hills menggunakan dua jenis bekisting yaitu
menggunakan Ring-Lock Scaffolding dan Aluma System pada pelaksanaannya. Kedua jenis
metode pelaksaan bekisting tersebut merupakan teknik bekisting modern yang dikembangkan
dan bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan konstruksi, khususnya untuk mengoptimalkan
mutu bangunan, siklus waktu, mengurangi biaya, tenaga kerja, dan meningkatkan produktivitas
pada bangunan gedung bertingkat tinggi, yang pada umumnya dikerjakan berulang-ulang saat
pelaksanaan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti lebih jauh perbedaan antara kedua tipe bekisting
tersebut terhadap waktu dan biaya konstruksi di lantai yang tipikal pada pelaksanaan proyek
apartemen South Hills yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan.
LITERATURE REVIEW
Menurut Asiyanto (2010), bekisting/formwork merupakan alat dari struktur beton, untuk
mencetak beton menjadi suatu bentuk, ukuran yang diinginkan, dan mengontrol posisi serta
alignment-nya. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton
selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan (Wigbout, 1997).
Namun demikian bekisting tidaklah hanya sekedar alat cetak saja tetapi merupakan struktur
sementara yang mendukung beratnya sendiri, beban beton basah, serta beban hidup yang ada
diatasnya seperti : material, alat, tenaga kerja, dan lain-lain.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 410
+341
+321 +328
+333
+313 +320
+325
+305 +312
+101
+81 +88
+93
+73 +80
+85
+65 +72
+77
+57 +64
+69
+49 +56
+61
+41 +48
+53
+33 +40
+45
+25 +32
+37
+17 +24
+29
+9 +16
+21
+1 +8
Lt. 14
Lt. 13
Lt. 12
Lt. 11
Lt. 10
Lt. 9
Lt. 8
Lt.7
Lt. 6
Lt. 5
Lt. 4
Lt. 42
Lt. 43
Roof
METODE PENELITIAN Ditinjau dari latar belakang dan rumusan masalah tentang pembahasan penelitian ini, peneliti
menggunakan pengumpulan data berdasarkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
menggunakan data primer berupa hasil wawancara atau diskusi bersama pihak-pihak terkait seperti
Engineering Manager dan Construction Manager terkait pembahasan dalam penelitian ini. Sedangkan
untuk data sekunder berupa data seperti biaya investasi bekisting, shop drawing, dan schedule proyek.
Dari data-data yang dikumpulkan akan diolah dan menghasilkan analisis data, yaitu hasil analisis biaya
dan waktu terhadap pekerjaan plat lantai menggunakam bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma
System . Dari hasil analisa tersebut dapat diambil kesimpulan serta saran yang akan menjawab tujuan
dari penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ANALISIS WAKTU PEKERJAAN BEKISTING
Analisis Waktu Pekerjaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding Berdasarkan data validasi pakar dan schedule riil pelaksanaan pekerjaan bekisting yang telah dijabarkan
pada bab sebelumnya, diperoleh bahwa proses instalasi Ring-Lock Scaffolding memakan waktu 8 hari
untuk pemasangan, dan 4 hari untuk pembongkaran. Proses pembongkaran dilakukan 14 hari setelah
dilakukan pengecoran plat untuk mencapai kekuatan beton 88%.
Gambar 1. Siklus per Lantai Menggunakan Ring-Lock Scaffolding
(Sumber : Data Proyek, 2018)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 411
+253
+235 +240
+247
+229 +234
+241
+223 +228
+79
+61 +66
+73
+55 +60
+67
+49 +54
+61
+43 +48
+55
+37 +42
+49
+31 +36
+43
+25 +30
+37
+19 +24
+31
+13 +18
+25
+7 +12
+19
+1 +6Lt. 4
Lt. 6
Lt. 5
Lt. 9
Lt. 8
Lt.7
Roof
Lt. 14
Lt. 13
Lt. 12
Lt. 11
Lt. 10
Lt. 43
Lt. 42
Dari gambar diatas diperoleh total 341 hari kerja (±12 bulan) untuk menyelesaikan pekerjaan
bekisting Ring-Lock Scaffolding.
Analisis Waktu Pekerjaan Bekisting Aluma
Berdasarkan data validasi pakar dan schedule riil pelaksanaan pekerjaan bekisting yang telah
dijabarkan pada bab sebelumnya, diperoleh bahwa proses instalasi bekisting Aluma memakan
waktu 6 hari untuk pemasangan, dan 1 hari untuk pembongkaran.. Proses pembongkaran
dilakukan 14 hari setelah dilakukan pengecoran plat untuk mencapai kekuatan beton 88%.
Gambar 2. Siklus per Lantai Menggunakan Aluma System
(Sumber : Data Proyek, 2018)
Dari gambar diatas diperoleh total 253 hari kerja (±9 bulan) untuk menyelesaikan
pekerjaan bekisting Aluma.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 412
ANALISIS BIAYA PEKERJAAN BEKISTING
Analisis Biaya Pekerjaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding
Tabel 1. Total Analisa Harga Satuan Ring-Lock Scaffolding
Berdasarkan analisisa harga satuan diatas diperoleh bahwa total biaya untuk pekerjaan
bekisting plat lantai menggunakan Ring-Lock Scaffolding adalah Rp. 7.646.661.769
(Tujuh Milyar Enam Ratus Empat Puluh Enam Juta Enam Ratus Enam Puluh Satu Ribu
Tujuh Ratus Enam Puluh Sembilan).
Analisis Biaya Pekerjaan Bekisting Aluma
Tabel 2. Total Analisa Harga Satuan Bekisting Aluma
Berdasarkan analisisa harga satuan diatas diperoleh bahwa total biaya untuk pekerjaan
bekisting plat lantai menggunakan Aluma System adalah Rp. 6.790.878.492 (Enam Milyar
Tujuh Ratus Sembilan Puluh Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Delapan Ribu Empat Ratus
Sembilan Puluh Dua).
Analisis Biaya Peralatan
Tabel 3. Biaya Peralatan dengan Tinjauan Menggunakan Ring-Lock
(Sumber : Data Proyek, 2018)
m2
Rp. 186.515 Rp. 7.646.661.769
b lbr 0,336 Rp. 200.000 Rp. 67.200
b ltr 0,05 Rp. 35.000 Rp. 1.750
b kg 0,368 Rp. 17.500 Rp. 6.440
b m3
0,002 Rp. 3.500.000 Rp. 7000
b m2
1 Rp. 24.125 Rp. 24.125
u m2
1 Rp. 40.000 Rp. 40.000
u m2
1 Rp. 40.000 Rp. 40.000
Upah pasang
Upah Bongkar
40997,57Bekisting Plat
Plywood (t = 18 mm)
Mould Oil
Nail
Timber
Ring-Lock Scaff.
m2
Rp. 165.641 Rp. 6.790.878.492
b lbr 0,336 Rp. 200.000 Rp. 67.200
b ltr 0,05 Rp. 35.000 Rp. 1.750
b kg 0,368 Rp. 17.500 Rp. 6.440
b m3
0,002 Rp. 3.500.000 Rp. 7000
b m2
1 Rp. 33.251 Rp. 33.251
u m2
1 Rp. 25.000 Rp. 25.000
u m2
1 Rp. 25.000 Rp. 25.000
Upah pasang
Upah Bongkar
40997,57Bekisting Plat
Plywood (t = 18 mm)
Mould Oil
Nail
Timber
Aluma System
Harga Satuan Jangka Waktu Total Harga
(Rp) (Bulan) (Rp)
Pondasi TC ls 1 131.000.000 1 131.000.000
TC Jib 60 unit 2 80.000.000 12 1.920.000.000
Mob/Demob TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000
Fitting/Dismantlle TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000
Operator Fee org 2 16.000.000 12 384.000.000
Generator Se350 kva unit 1 20.000.000 12 240.000.000
Mbb/Demob Genset unit 1 10.000.000 12 120.000.000
2.965.000.000
Deskripsi Material Satuan Jumlah
Ring-Lock Scaffolding
TOTAL
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 413
Tabel 4. Biaya Peralatan dengan Tinjauan Menggunakan Aluma
(Sumber : Data Proyek, 2018)
Total biaya peralatan yang dijabarkan pada tabel diatas merupakan biaya total operasional
Tower Crane (TC) untuk keseluruhan proyek. Apabila biaya diatas hanya digabungkan dengan
pekerjaan bekisting tentunya akan menimbulkan kesalahan perhitungan. Oleh karena itu,
menurut analisa pakar dan penyesuaian dengan RAB proyek, biaya operasional peralatan diatas
dapat dikalikan 40% untuk megetahui biaya riil pekerjaan khusus bekisting.
Perhitungan total biaya peralatan khusus untuk pekerjaan bekisting Ring-Lock Scaffolding
dapat dijabarkan sebagai berikut :
Dari perhitungan diatas diperoleh total biaya riil peralatan pekerjaan bekisting Ring-Lock
Scaffolding adalah Rp. 1.186.000.000 (Satu Milyar Seratus Delapan Puluh Enam Juta Rupiah).
Sedangkan untuk perhitungan total biaya peralatan khusus untuk pekerjaan bekisting Aluma
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Dari perhitungan diatas diperoleh total biaya riil peralatan pekerjaan bekisting Aluma adalah
Rp. 919.600.000 (Sembilan Ratus Sembilan Belas Juta Enam Ratus Ribu Rupiah).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka penelitian
tentang Komparasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan Penggunaan Bekisting Ring-Lock
Scaffolding dan Bekisting Sistem Aluma Pada Lantai Tipikal dapat disimpulkan kedalam
beberapa poin :
1. Bekisting Aluma memiliki keunggulan dalam hal produktivitas pengerjaan
dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding, yakni 88 hari lebih cepat. Bekisting
Aluma lebih cepat dalam pelaksanaan dikarenakan tidak ada proses pembogkaran
secara keseluruhan saat bekisting dipindah ke lantai berikutnya sehingga dapat
meningkatkan nilai produktivitas pekerjaan.
2. Bekisting Aluma memiliki harga satuan material lebih tinggi dibandingkan dengan
bekisting Ring-Lock Scaffolding, yakni Rp. 9.126 (Sembilan Ribu Seratus Dua Puluh
Enam) lebih mahal. Tetapi bekisting Aluma memiliki akumulasi biaya lebih rendah
Harga Satuan Jangka Waktu Total Harga
(Rp) (Bulan) (Rp)
Pondasi TC ls 1 131.000.000 1 131.000.000
TC Jib 60 unit 2 80.000.000 9 1.440.000.000
Mob/Demob TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000
Fitting/Dismantlle TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000
Operator Fee org 2 16.000.000 9 288.000.000
Generator Se350 kva unit 1 20.000.000 9 180.000.000
Mbb/Demob Genset unit 1 10.000.000 9 90.000.000
2.299.000.000
Deskripsi Material Satuan Jumlah
TOTAL
Aluma System
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 414
dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding karena terdapat perbedaan tingkat
produktivitas. Biaya akumulasi total didapat dari menambahkan total keseluruhan
pekerjaan yaitu biaya material yang dibutuhkan, upah pekerja, dan biaya peralatan.
Perbedaan total biaya pekerjaan bekisting setelah diakumulasikan dapat dilihat pada
Tabel 6.1.
Tabel 5. Komparasi Total Biaya Pengeluaran Pekerjaan Bekisting
3. Bekisting Aluma memiliki keunggulan dalam wakttu pelaksanaan yang lebih cepat dan
biaya yang lebih murah dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding. Tetapi bekisting
Aluma juga memiliki kelemahan yakni table formwork yang digunakan dalam
pelaksanaan hanya dapat diaplikasikan pada lantai tipikal.
Demikianlah kesimpulan mengenai penelitian Komparasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan
Penggunaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Bekisting Sistem Aluma Pada Lantai Tipikal
ini disusun. Kelima poin kesimpulan diatas dapat dijadikan acuan bagi para kontraktor dalam
memilih jenis bekisting yang ingin digunakan.
SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang ditujukan kepada peneliti
selanjutnya apabila ingin melakukan penelitian dibidang sejenis, diantaranya :
1. Bekisting Aluma Table Form merupakan bekisting yang dipabrikasi sebelum proses
pemasangan dilakukan, dimana dalam proses pabrikasinya bentuk serta ukuran
bekisting telah disesuaikan dengan plat lantai yang tipikal. Hal ini dilakukan agar pada
saat pemindahan bekisting tidak perlu dilakukan pembongkaran secara keseluruhan.
Oleh karena itu perlu ditinjau kembali untuk pelaksanaan pada jenis konstruksi yang
tidak tipikal.
2. Pada saat proses instalasi bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma terdapat tahapan-
tahapan lebih detail yang bisa didokumentasikan langsung dilapangan agar hasil
penulisan pada pembahasan metode pelaksanaan menjadi lebih akurat.
3. Perbedaan total harga antara penggunaan bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma
pada penelitian ini hanya diteliti pada satu lokasi proyek. Untuk itu dapat ditinjau
kembali total harga pengeluaran biaya bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma pada
beberapa proyek lain untuk mengetahui sejauh manakah keuntungan yang didapatkan
apabila bekisting Aluma yang dipakai di sejumlah proyek.
4. Penelitian ini terbatas pada proyek South Hills Apartment, sehingga hasil yang didapat
tidak dapat digeneralisasi untuk proyek yang lain. Untuk itu dibutuhkan penelitian
lanjutan mengenai Aluma System untuk proyek yang lain.
5. Kondisi progress (kemajuan) proyek saat melakukan penelitian ini perlu diperhatikan.
Apabila proyek yang akan diteliti telah mencapai tahapan finishing maka akan sulit
untuk menggali informasi tentang tahapan-tahapan instalasi bekisting.
Total Biaya
Pengeluaran
Pekerjaan
Bekisting
Ring-Lock Scaff.
(Rp)9.408.661.769
Aluma System
(Rp)8.142.478.492
Hasil Komparasi
(Rp)1.266.183.277
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 415
DAFTAR PUSTAKA
Asiyanto., Formwork for Concrete. Jakarta : UI-Press, 2010
Baharudin dan Dodi., Studi Perbandingan Penggunaan Bekisting Tradisonal dengan Bekisting
Prafabrikasi Sebagai Cetakan Beton Pada Proyek Konstruksi Gedung Bertingkat.
Institut Teknologi Bandung, 2008
F. Wigbout Ing., Buku Pedoman Tentang Bekisting (Kotak Cetak), Erlangga, Jakarta, 1997
Hanna, Awad S and Marcel Dekker., Concrete Formwork Systems, University of Wisconsin,
Madison, 1999
Ilinoui, O.G., “Slab Formwork Design”, Jurnal Dimensi Teknik Sipil UB, Vol. 6, No. 2, pp 15-
20, (Sept 2006) ISSN 1978-5658
Legstyana, Esti., Komparasi Biaya Pelaksanaan Bekisting Konvensional dengan Bekisting
Sistem Peri. Skripsi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, 2012
Nawy, Edward G., Reinforced Concrete A Fundamental Approach first edition, 1997
Novi Dwi, Yevi dan Retno., “Analisa Perbandingan Penggunaan Bekisting Semi
Konvensional dengan Bekisting Table Form pada Konstruksi Gedung Bertingkat”, Jurnal
Teknik ITS, Vol. 01, pp. 01-08, (Sept 2012) ISSN : 2301-9271
Utami, Anggraeni dan Budi Santosa., Analisis Perbandingan Zoning dan Siklus Bekisting
Table Form System pada Proyek Pembangunan Prima Orchard Apartment. Skripsi
Teknik Sipil, Universitas Mercubuana, 2014
Valerii, Viunov., Comparison of Scaffolding Systems in Finland and in Russia, Bachelor’s
Thesis, Saima University of Applied Sciences, Finland, 2011
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 416
ANALISA INDIKATOR PENILAIAN KINERJA PENERAPAN
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
PADA PROYEK KONSTRUKSI BADAN USAHA JASA KONSTRUKSI
KUALIFIKASI KECIL
(Kerangka Konseptual Dalam Melakukan Analisis Indikator Penilaian
Kinerja Penerapan SMK3 Pada Badan Usaha Jasa Konstruksi Mengacu
Pada Peraturan Perundangan K3)
Riko Hadiyanto Prasetio1, Rosmariani Arifuddin
2,
Farouk Maricar3
1Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
Jln Pattimura No. 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan DKI Jakarta, 2,3
Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino Km.6 Borongloe,
Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Keberhasilan suatu penyelenggaraan konstruksi salah satunya di tentukan oleh penyedia jasa
sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan konstruksi, sehingga kompetensi penyedia jasa sangat
menentukan sebuah pelaksanaan kegiatan konstruksi. Kinerja pekerjaan konstruksi dikatakan
baik apabila memenuhi waktu, mutu dan biaya sesuai dengan perjanjian kontrak yang sudah
disepakati dengan pengguna jasa. Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3) merupakan salah satu faktor penentu dalam suatu pekerjaan konstruksi yang masih
belum diperhatikan oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) di Indonesia. Kewajiban
BUJK dalam menerapkan SMK3 telah banyak diatur dalam peraturan dan perundangan.
Kurangnya penerapan SMK3 oleh BUJK kecil salah satunya adalah faktor kemampuan
keuangan dan ketersediaan tenaga kerja terampil dalam proyek konstruksi mereka. Kurangnya
penggunaan tenaga terampil yang tersertifikasi oleh BUJK kualifikasi kecil akan
meningkatkan resiko kecelakaan kerja pada pelaksanaan konstruksi. Indikator penilaian
kinerja terkait penerapan SMK3 sudah bayak diatur oleh peraturan dan perundangan yang
ada . Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh indikator penilaian penerapan SMK3 yang
telah diatur pada peraturan perundangan yang ada kepada badan usaha kecil untuk dapat
melihat efektifitas pengaturan yang ada dan dapat menjadi masukan pada regulasi yang ada
terkait penilaian kinerja BUJK khususnya kepada BUJK kualifikasi kecil.
Kata Kunci: K3, Kinerja, Kemampuan BUJK
PENDAHULUAN Perusahaan konstruksi merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung
perkembangan pembangunan di Indonesia. Salah satunya dapat dilihat dari total pembiayaan
infrastruktur yang dianggarkan pemerintah selama 5 tahun sebesar sebesar Rp5.559 triliun
untuk semua sektor baik pemerintah maupun swasta. Data BPS terkait jumlah kontrak yang
diselesaikan oleh penyedia jasa konstruksi dari tahun 2004 sampai dengan 2015 tumbuh rata-
rata 20% per tahunnya. Kemampuan dan kapasitas konstruksi nasional sangat berpengaruh
kepada keberhasilan sektor konstruksi, dalam hal ini adalah kemampuan kinerja dari penyedia
jasa yang kemudian menjadi sangat penting untuk diketahui. Keberhasilan dari suatu kegiatan
konstruksi sangat erat kaitannya dengan penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3). Permasalahan Keselamatan Kerja di Indonesia ditentukan pula
pada bagaimana Penyedia jasa telah mematuhi dan mengimplementasikan kebijakan
pemerintah tentang keselamatan kerja, menurut (Lipscomb et al, 2003). Dampak yang
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 417
ditumbulkan dari kecelakaan kerja cukup besar, selain hilangnya nyawa dan penurunan kualitas
hidup pekerja, kecelakaan kerja di proyek konstruksi juga menyebabkan keterlambatan proyek,
biaya proyek meningkat, beban medis dan konsekuensi negatif lainnya.
Kecelakaan kerja di proyek konstruksi menempati urutan kedua setelah kecelakaan kerja di
pabrik atau manufacturing. Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja yang
terjadi pada tahun 2017 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar. 1 tercatat 123.041 kejadian
dengan korban meninggal dunia sebanyak 3.173 Meninggal dunia. Sedangkan 2016 (hingga
bulan November) tercatat 105.182 kejadian dengan 201 korban meninggal dunia 2.382 orang
pepanjang tahun 2017, menurut statistik BPJS Ketenagakerjaan terjadi peningkatan kecelakaan kerja
sekira 20% dibandingkan tahun 2016 secara nasional. Total kecelakaan kerja tahun 2017 sebanyak 123
ribu kasus dengan nilai klaim Rp 971 miliar lebih, angka ini meningkat dari tahun 2016 dengan nilai
klaim hanya Rp 792 miliar lebih.
Gambar 1.Kasus Kecelakaan di Indonesia Sumber : Laporan tahunan PT Jamsostek Indonesia tahun 2013 dan Laporan Tahunan BPJS Tahun 2017
Data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar.2 menyebutkan bahwa jumlah badan usaha jasa konstruksi di Indonesia sekarang
ini adalah 610.235 badan usaha, dengan perbandingan jumlah badan usaha Kualifikasi Kecil
502.957, Kualifikasi Menengah 101.278 dan Kualifikasi Besar sebesar 5.896 badan usaha.
Gambar 2. Jumlah badan usaha jasa konstruksi di Indonesia Sumber: Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional 2019
Data jumlah badan usaha kualifikasi kecil diatas mempunyai perbandingan jumlah badan usaha
kualifikasi kecil yang sangat signifikan dengan hampir 82% di Indonesia. Jumlah badan usaha
jasa konstruksi kecil yang besar mayoritas menggunakan tenaga terampil dalam melakukan
pekerjaan konstruksinya. Jumlah tenaga terampil yang tenaga terampil yang tersertifikasi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 418
masih sedikit dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah tenaga terampil di
Indonesia. Jumlah badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil yang besar yang tidak
dibarengi dengan penggunaan tenaga kerja terampil yang tersertifikasi akan menyebabkan
resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.
KAJIAN LITERATUR
Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundangan tentang Standar Managemen
Kesehatan dan Keselamatan konstruksi (SMK3) untuk dapat ditaati dan dilaksanakan oleh
badan usaha jasa konstruksi dengan maksud melindungi keselamatan kerja perkerja konstruksi,
badan usaha jasa konstruksi dan juga lingkungan tempat proyek konstruksi dilaksanakan, hal
ini dilakukan karena dampak dari kecelakaan konstruksi dapat mempengaruhi dari berbagai
level, mulai dari level mikro (level proyek), kemudian pada level meso (level perusahaan)
sampai dengan level makro (level nasional).
Dalam Undang – undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pemerintah Pusat
memiliki Tanggung Jawab atas terciptanya iklim usaha yang kondusif, Penyelenggaraan jasa
konstruksi yang transparan , Persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan
kewajiban antara Pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan adanya tanggung jawab pemerintah
pusat dimaksud maka pemerintah diberikan amanah oleh Undang – undang untuk memiliki
kewenangan mengembangkan sistem kinerja penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi. Kinerja badan usaha jasa konstruksi sesuai amanah Undang – undang Jasa
konstruksi Tahun 2017 menjadi salah satu indikator yang menjadi pertimbangan dalam
melakukan pemilihan penyedia jasa.
Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Managemen Kesehatan dan Keselatan Kerja pada
perusahaan – perusahaan besar melalui Undang – undang Ketenagakerjaan, baru menghasilkan
2,1 % saja dari 15.000 Lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan
Sistem Manajemen K3 (wirahadikusumah, 2006). Permasalahan yang terkait dengan
keselamatan kerjadi Indonesia adalah bukan hanya mengenai kualitas dari kebijakan tersebut
telah di implementasikan dalam pekerjaan konstruksi dilapangan (Akhmad Suraji, 2014).
Badan usaha kualifikasi kecil dalam melakukan pekerjaan dengan nilai kecil tetapi memiliki
resiko yang cukup besar. (Wirahadikusumah , 2007) menyebutkan ada dua jenis pekerjaan
konstruksi yang berbahaya, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan di ketinggian dan pekerjaan
galian. Penelitian risiko kecelakaan kerja di proyek pembangunan apartemen yang dilakukan
oleh wicaksono dan singgih (2011) memperlihatkan bahwa resiko terbesar adalah material
terjatuh dari material yang diangkat, tersengat listrik, tertimpa peralatan, dan jatuh dari
ketinggian.
6,059,624 5,863,200 5,980,873 6,001,793
2,148,262 2,155,367 2,155,763 2,298,504
0
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
5,000,000
6,000,000
7,000,000
8,000,000
9,000,000
2015 2016 2017 2018
SMA Kebawah SMA Keatas
Gambar 3. Proporsi tenaga kerja Konstruksi Indonesia 2015 – 2018
Sumber : Data BPS Tahun 2015 samapi dengan 2018
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 419
Gambar 4. Jumlah tenaga kerja tersertifikasi kompetensi konstruksi
Sumber : Data LPJKN 2018
Data proposi tenaga kerja konstruksi indonesia pada Gambar 3 memperihatkan jumlah tenaga
kerja terampil yang tidak berbanding lurus dengan data tenaga kerja terampil yang tersertifikasi
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yaitu sebesar 68 % dari 616.081
orang total pekerja konstruksi yang tersertifikasi.
Badan usaha jasa konstruksi (BUJK) dilihat dari sisi pemberi kerja telah memiliki sebuah
standar – standar keamanan kerja yang cukup baik, Suraji (2014).Perusahaan dengan proyek
Konstruksi tinggi, telah merapkan NSPK K3 dengan cukup baik hal ini dikarenakan badan
usaha dalam melaksanakan kegiatan konstruksinya telah memahami peraturan yang ada,
persyaratan yang terkait kontrak, badan usaha telah memiliki sertifikasi ISO dan OHSAS. Hal
ini berbanding terbalik dengan keadaan badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil pada saat
ini yang belum memiliki pemahaman yang jelas tentang NSPK K3 yang ada dan terbentur
terkait biaya investasi untuk memiliki sertifikasi ISO dan OHSAS yang dapat dikatan cukup
mahal, kondisi ini dalam prakteknya akan menimbulkan sebuah masalah kecelakaan kerja yang
cukup serius karena ketidak mampuan badan usaha menimbulkan ketidak pedulian yang akan
berdampak pada korban kecelakaan kerja yang akan menimpa para pekerja konstruksi, yang
tentu saja akan berdampak kepada kredibilitas badan usaha dan kerugian finansial yang cukup
besar.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryati Indah (2017) bertujuan untuk mengevaluasi penerapan
dan kendala penerapan K3 pada proyek bangunan gedung di Kabupaten Cirebon, dan
mengetahui perbedaan penerapan K3 berdasarkan skala proyek. Metode penelitian
menggunakan pendekatan survei terhadap 10 kontraktor pada 10 proyek bangunan gedung 2
lantai atau lebih di Kabupaten Cirebon. Komponen evaluasi K3 dikembangkan berdasarkan
Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Konstruksi (ILO, 2005). Hasil
penelitian menemukan bahwa tingkat penerapan K3 pada aspek, penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) (60%), Pengelolaan Kondisi Darurat (75%), Pekerjaan Struktur, Perancah dan
Tangga (66,7%), Penggunaan Bahan Beracun dan Berbahaya (62,9%), Kesehatan dan
Kebersihan Lingkungan Kerja ( 89,2%). Kendala penerapan K3 pada umumnya adalah
anggaran, budaya pekerja yang belum terbiasa dengan penerapan K3 serta dampak penerapan
terhadap biaya dan harga jual konstruksi properti.
Dari seluruh keadaan dan kondisi badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil tersebut
menjadikan badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil sulit untuk dapat menerapkan
peraturan perundangan dan Standar yang ditetapkan oleh pemerintah, sementara aturan
pemerintah berlaku untuk semua kualifikasi badan usaha jasa konstruksi.
Tujuan Penelitian ini adalah melakukan analisa indikator apa yang dapat dilaksanakan oleh
badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil sesuai dengan peraturan perundangan Pemerintah
yang berlaku dalam menerapkan standar SMK3 pada suatu pekerjaan proyek dengan
kualifikasi kecil. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peraturan
perundangan yang akan dirumuskan oleh kementerian teknis bidang konstruksi dalam
melakukan penilaian badan usaha jasa konstruksi kecil.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 420
METODE PENELITIAN Penelitian ini akan dimulai dengan melakukan kajian literatur terkait peraturan dan
perundangan yang telah mengatur terkait SMK3 Konstruksi, setelah itu melakukan survey
lapangan dengan menggunakan metode quisioner dan wawancara, langkah selanjutnya adalah
dengan melakukan analisa data melalui olahan data yang telah didapat dari hasil sebaran
quisioner dan wawancara sehigga didapatkan Kesimpulan. Eksperimen, Survey, Analisa Arsip,
studi kasus menjadi 4 hal dalam strategi penelitian ini.
Tabel 1. Strategi penelitian sesuai dengan rumusan masalah
Rumusan Masalah Pertanyaan yang
digunakan Strategi
Apa sajakah Indikator penilaian K3 yang ada
pada peraturan dan perundangan yang
berlaku?
Apa 1. Analisis arsip
2. Studi Literatur
Bagaimana pengaruh peraturan dan
perundangan tentang K3 yang berlaku pada
pekerjaan konstruksi badan usaha jasa
konstruksi kecil pelaksana pekerjaan
konstruksi?
Bagaimana 1. Studi Kasus
2. Survei
Indikator penilaian k3 apa saja yang dapat
diterapkan oleh badan usaha jasa konstruksi
kecil sesuai dengan kemampuan badan usaha
menurut peraturan dan perundangan yang
berlaku
Apa
1. Studi kasus
2. Studi literatur
3. survei
Sumber: olahan Penulis (2019)
PENGUMPULAN DATA
Pengambilan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan melalui observasi dan
wawancara dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada penanggung jawab badan
usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil, alasan dengan pada badan usaha jasa konstruksi
kualifikasi kecil pada umumnya tidak memiliki sebuah divisi khusus ataupun penanggung
jawab teknis yang khusus untuk penanganan K3 pada pekerjaan konstruksi, sehingga
penanggung jawab badan usaha atau pemilik perusahaan Badan usaha jasa konstruksi
kualifikasi kecil biasanya merangkap sebagai penanggung jawab teknis, struktur organisasi
semacam ini dapat dibenarkan karena diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Data sekunder berupa literatur dan peraturan perundangan yang
berlaku yang mengatur terkait SMK3, selain itu penelitian terdahulu terkait indikator penilaian
kinerja SMK3 badan usaha jasa konstruksi juga menjadi dasar pada penelitian ini. Dokumen-
dokumen yang mencakup program kerja K3, data pernyataan kebijkan K3 perusahaan, struktur
organisasi tanggap darurat, daftar undang-undang K3, dokumentasi penerapan K3 dan Evaluasi
K3 juga menjadi data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis data deskriptif
dalam penelitian ini akan dilakukan untuk melakukan wawancara sehingga mendapatkan
informasi terkait SMK3 yang telah dilakasanakan pada proyek konstruksi oleh badan usaha
jasa kostruksi kualifikasi kecil spesialis. Skala Likert akan digunakan dalam penelitian ini
untuk menganalisis tingkat penerapan SMK3, skala likert merupakan skala yang digunakan
untuk menguku variable penelitian seperti sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang (Drs. Riduwan, M.B.A, Metode dan Teknik Menyusun Tesis).
DISKUSI DAN PEMBAHASAN Dalam menjalankan amanah dari Undang – undang jasa konstruksi pemerintah pusat
diamanahi tanggung jawab menciptakan sebuah sistem penilaian kinerja badan usaha jasa
konstruksi yang akan dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan pemilihan penyedia
jasa dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kinerja badan usaha jasa konstruksi dalam hal
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 421
penerapan SMK3 adalah bagian dalam sistem penilaian tersebut yang tentu saja indikator
penilaiannya harus sesuai dengan sebuah peraturan dan perundangan yang sudah berlaku.
Indikator Penilaian kinerja terhada badan usaha pada penelitian ini menggunakan indikator
pengukuran kinerja proaktif dan rekatif yang dimaksud dengan pengukuran kinerja proaktif
adalah bagian dari pengukuran proses sistem manajemen K3. Penyediaan tempat kerja yang
aman bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman agar dapat
meminimalisasi kecelakaan akibat kerja, hal ini mendukung terciptanya kinerja K3 yang baik,
sedangkan pengkuran kinerja reaktif adalah pengukuran setelah terjadi kecelakaan di tempat
kerja, Pengukuran kinerja reaktif meliputi pengukuran outcome. Pengukuran outcomes
berfungsi untuk mengetahui hasil sistem manajemen K3 seperti jumlah kecelakaan yang
terjadi, jenis kecelakaan yang terjadi, jam kerja yang hilang, tren kecelakaan dan sakit, dan
sebagainya. Sesuai dengan batasan peraturan perundangan pada tabel 2. maka indikator dan
variable pengukuran kinerja yang akan digunakan pada penelitian ini untuk selanjutnya
dianalisis adalah sebagai berikut (tabel 3):
Tabel 2. Pengukuran Kinerja Proaktif
NO Variable Indikator
Dasar Hukum Proaktif Reaktif
1 Komitmen dan
Kebijkan K3
perusahaan penyedia
jasa
5 Indikator 2 Indikator
Permenaker No. 4 Tahun 1993
Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
PP No. 50 Tahun 2012
PP No. 12 Tahun 2013
Permen PU No. 05/PRT/M/2014
Permenaker No. 1 Tahun 1980
Permenaker No. 15 Tahun 2008
Permenaker No. 08 Tahun 2010
Permenaker No. 13 Tahun 2011
Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
'PP No. 19 Tahun 2003
UU No.1 Tahun 1970
UU No. 13 Tahun 2011
UU No. 3 Tahun 1992
SE Menteri PU No. 13/SE/M/2012
SE Menteri PU No. 66/SE/M/2015
2 Perencanaan K3 5 Indikator 4 Indikator
3 Penerapan dan
Operasi
25 Indikator 4 Indikator
4 Pemeriksaan dan
evaluasi Kinerja K3
11 Indikator 16 Indikator
5 Tinjauan Ulang
Kinerja K3 2 Indikator 1 Indikator
Sumber: olahan Penulis (2019)
Dari uraian penjelasan diatas maka pertanyaan mendasar yang akan dijawab dari penelitian ini
adalah a) Apa sajakah Indikator penilaian K3 yang ada pada peraturan dan perundangan yang
berlaku?, b) Bagaimana pengaruh peraturan dan perundangan tentang K3 yang berlaku pada
pekerjaan konstruksi badan usaha jasa konstruksi kecil pelaksana pekerjaan konstruksi ? c)
Indikator penilaian K3 apa saja yang dapat diterapkan oleh badan usaha jasa konstruksi kecil
sesuai dengan kemamuan badan usaha menurut peraturan dan perundangan yang berlaku?
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemerintah pusat yang telah diamanahi oleh Undang – Undang Jasa konstruksi Nomor 02
Tahun 2017 akan melakukan penilaian kinerja badan usaha jasa konstruksi dari berbagai aspek,
dimana didalamnya terdapat aspek penilaian kinerja penerapan K3. Penelitian diperlukan untuk
melakukan analisa terhadap indikator penilaian kinerja terhadap penerapan SMK3 badan usaha
jasa konstruksi, yang akan diberlakukan oleh pemerintah pusat secara keseluruhan kepada
badan usaha jasa konstuksi.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 422
DAFTAR PUSTAKA
Ari syaiful Rahman arifin, Akhmad Suraji, Bambang Istijono. (2014). Pengukuran Tingkat
Penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Kesehatan dan Keselamatan
Konstruksi (NSPK K3) Pada Proyek Konstruksi
Reini, D Wihadikusumah, Febby Ferial. (2005) . Kajian Penerapan Pedoman Keselamatan
Kerja Pada Pekerjaan Galian Konstruksi.
Gerry Silaban ( 2010). Kinerja Penerapan Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Hubungannya Dengan Angka Kekerapan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Keelakaan Kerja.
Wirahadikusumah. (2007). Work at height fatalities in the repair, maintanance, alteration and
addition works, Journal of Construction Engineering and Management-ASCE, 134, 527-
535.
Indah (2017). Evaluasi Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek
Bangunan Gedung Di Kabupaten Cirebon
Wicaksono, Iman. K., dan Singgih, Moses. (2011). Manajemen Risiko K3 (Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja) Pada Proyek Pembangunan Apartemen Puncak Permai Surabaya.
Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Managemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2014 Tentang Perubahan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan
Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 1 Tahun 1980 Tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 4 Tahun 1993 Tentang Jaminan
Kecelakaan Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 15 Tahun 2008 Tentang Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 08 Tahun 2010 Tentang Alat
Pelindung Diri
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 423
KERANGKA KONSEPTUAL INTEGRASI QHSE (SISTEM
MANAJEMEN MUTU, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA,
DAN LINGKUNGAN) DI PT. WIJAYA KARYA
Aji Hafid Laksana1, Rosmariani Arifuddin
2, Syarif Burhanuddin
3
1Mahasiswa Program Magister Rekayasa Keselamatan Konstruksi
Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin 2,3
Dosen Fakultas Teknik Departemen Sipil, Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km.6 Borongloe, Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini untuk melihat keuntungan integrasi sistem manajemen mutu, sistem manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan sistem manajemen Lingkungan (QHSE Management
System). Studi dilakukan pada Perusahaan Badan Usaha Milik Negara Karya. Penelitian akan
membandingkan Semua Sistem Manajemen dengan Eksisting yang ada di Perusahaan Wijaya Karya
dengan Sistem ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan.
Penelitian dilakukan dengan cara Analisa Arsip dan studi Literatur. Studi literatur terdahulu
menunjukkan Klausul yang membentuk integrasi QHSE Management System adalah ruang lingkup,
kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan perbaikan.
Kata Kunci: Integrasi Sistem Manajemen, Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamtan Kerja ,Sistem Manajemen Lingkungan, PT. Wijaya Karya
PENDAHULUAN Level Implementasi integrasi Sistem Kualitas, Keselamatan dan kesehatan Kerja, dan
Lingkungan dalam perusahaan BUMN Karya di Indonesia masih secara partial terintegrasi
akibatnya tidak memberikan efek yang konsisten terhadap konsitensi kinerja Sistem Konstruksi
Berkelanjutan (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018). Pada tahun 2018 terjadi 12
Kecelakaan Proyek Infrastruktur dalam 7 Bulan (Zufrizal, 2018), merujuk hal tersebut secara
jelas Kecelakaan Konstruksi dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia masih
Rendah. Selain itu kualitas infrastruktur di Indonesia masih sangat rendah secara kualitas jika
dibandingkan negara sekitar seperti Singapura. Atas kejadian diatas, sebagai regulator di
bidang Jasa Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan
usulan kepada Kementerian BUMN untuk membentuk Unit Khusus Quality, Health, Safety
dan Environtment (QHSE) di setiap BUMN Karya.
Dalam undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 2 tahun 2017 disebutkan pada pasal 59 ayat 3
bahwa Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) paling sedikit meliputi: a. standar mutu bahan; b. standar mutu peralatan; c.
standar keselamatan dan kesehatan kerja; d. standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi; e.
standar mutu hasil pelaksanaan jasa Konstruksi; f. standar operasi dan pemeliharaan; g.
pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semua pemimpin mengidentifikasi bahwa integrasi sistem kualitas, sistem lingkungan dan
Sistem keselamtan telah membawa banyak manfaat. Peningkatan dalam manajemen rutin
adalah manfaat utama, dan manfaat keuangan sebagai yang paling penting dalam persepsi
mereka. (Carvalho, Picchi, Camarini, & Chamon, 2015).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 424
Penelitian ini untuk melihat level integrasi dan keuntungan integrasi sistem manajemen mutu,
sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan sistem manajemen Lingkungan
(QHSE Management System) untuk mencapai hasil konstruksi yang berkelanjutan.
LITERATURE REVIEW
Integrated Management Systems (IMS)
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018) terdapat
model yang mencoba untuk mengkonsep integrasi QHSE
Gambar 1. Variabel Yang Digunakan Dalam Sistem Managamen Terintegrasi untuk mencapai
Sustainable Construction.(Source: Data processing).(Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)
Gambar 2. State-of-the-Art Source: Data processing, 2017.(Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 425
Gambar 2 diatas merupakan hasil studi literatur yang memperlihatkan penelitian dengan topik
Integrasi Sistem Manajemen. Terlihat bahwa integrasi bisa dilakukan. IMS bertujuan untuk
meningkatkan kinerja organisasi dengan sistem manajemen terintegrasi melalui proses
pengintegrasian dimensi, pengintegrasian risiko, audit integrasi dan sumber daya integrasi
sistem kualitas / keselamatan / lingkungan dengan pengembangan sistem informasi berbasis
web yang tertanam dengan manajemen pengetahuan dalam organisasi perusahaan konstruksi.
Hasil penelitian ini menemukan kerangka kerja konseptual sistem manajemen terintegrasi
untuk meningkatkan kinerja organisasi perusahaan konstruksi. (Masuin, Latief, &
Zagloel,2018)
Gambar 2 juga memperlihatkan penelitian yang dilakukan di banyak negara memperlihatkan
adanya celah untuk mengintegrasikan QHSE dalam model IMS. Pada penelitian sebelumnya
ditemukan Klausul yang membentuk integrasi QHSE adalah ruang lingkup, kepemimpinan,
kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan perbaikan. klausus ini terjalin
dan bergantung pada pendekatan proses PDCA. Tingkat kepentingan dan prioritas antara
variabel klausa Menurut tingkat pelaksanaan IMS dan posisi atau tingkat manajer untuk
masing-masing perusahaan akan membantu mencapai tujuan dari sistem. Proses
mengintegrasikan setiap klausul harus dalam proses integrasi bingkai model yang
mencerminkan tahapan dari sistem manajemen proses integrasi yang dapat diterapkan di
tingkat pelaksanaan sistem manajemen yang berbeda.(Masuin, Rofi’udin, & Latief, 2018)
Gambar 3. The Conceptual Framework (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)
Kerangka kerja konseptual ini akan menguji hubungan antara sistem manajemen integrasi,
manajemen pengetahuan, kesehatan dan keselamatan, dan sistem informasi dengan unsur-unsur
konstruksi berkelanjutan. Sistem manajemen terintegrasi terdiri dari proses integrasi, risiko
integrasi, dan audit integrasi. Untuk membuktikan konsep ini, setiap hubungan dapat dibentuk
sebagai hipotesis seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
HI: Manajemen pengetahuan memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai dimensi
sistem manajemen terintegrasi. H2: Manajemen pengetahuan memiliki dampak positif pada
risiko integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H3: Manajemen pengetahuan
memiliki dampak positif pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi.
H4: Kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai dimensi
sistem manajemen terpadu. H5: Kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif pada
risiko integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H6: Kesehatan dan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 426
keselamatan memiliki dampak positif pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen
terintegrasi. H7: Sistem Informasi memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai
dimensi yang terintegrasi sistem manajemen. H8: Sistem Informasi memiliki dampak positif
pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H9: Proses Terpadu
memiliki dampak positif pada konstruksi berkelanjutan. H10: Risiko Terintegrasi memiliki
dampak positif pada konstruksi berkelanjutan. H11: Audit terintegrasi memiliki dampak positif
pada konstruksi berkelanjutan. Selanjutnya, hipotesis tersebut diuji melalui survei dengan para
ahli terkait. (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dimulai dengan melakukan kajian literatur terkait Sistem Managemen
Kualitas, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Sistem Manajemen
Lingkungan, setelah itu melakukan Analisa Arsip untuk membandingkan Sistem ISO 9001
tentang sistem manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan dengan sistem
yang ada di Wijaya Karya. pengelompokan penelitian tersebut dapat diterangkan dalam bentuk
tabel sebagai berikut: Tabel 1. Strategi Pengukuran Penelitian
Strategi Bentuk pertanyaan Kontrol terhadap
peristiwa
Fokus terhadap peristiwa
kontemporer
Eksperimen Bagaimana, mengapa Ya Ya
Survey
Siapa, apa, dimana,
berapa banyak, berapa
besar
Tidak Ya
Analisa Arsip
Siapa, bagaimana,
apa, dimana, berapa
banyak, berapa besar
Tidak Ya
Sejarah Bagaimana, Mengapa Tidak Ya/Tidak
Studi Kasus Bagaimana, Mengapa Tidak Ya
Sumber: yin 1994
Berdasarkan empat pertanyaan penelitian yang ada, maka cara yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan peneltian tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Strategi penelitian sesuai dengan rumusan masalah
Rumusan Masalah Pertanyaan yang
digunakan Strategi
Bagaimana Sistem Managemen Mutu
Diterapkan di Wijaya Karya dibandingkan
dengan ISO 9001
Bagaimana 1. Analisis arsip
2. Studi Literatur
Bagaimana Sistem Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Diterapkan di Wijaya Karya
dibandingkan dengan ISO ISO 45001
Bagaimana 1. Analisis arsip
2. Studi Literatur
Bagaimana Sistem Managemen Lingkungan
Diterapkan di Wijaya Karya dibandingkan
dengan ISO 14001
Bagaimana 1. Analisis arsip
2. Studi Literatur
Bagaimana Integrasi Sistem Diterapkan di
Wijaya Karya Bagaimana
1. Analisis arsip
2. Studi Literatur
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian sebelumnya terdapat klausul yang membentuk integrasi manajemen sistem
antara lain ruang lingkup, kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi
kinerja, dan perbaikan. Hasil penelitian tersebut akan menjadi benchmarking yang akan di
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 427
fokuskan pada penelitian ini. Dengan Kajian Literatur Sistem ISO 9001 tentang sistem
manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan lalu dilakukan analisis Arsip standar
Mutu, Keselamatan dan Keseharan Kerja dan Lingkungan yang berlaku di Perusahaan PT.
Wijaya Karya.
Setiap Perusahaan memiliki standar tersendiri dari Adopsinya terhadap beberapa sistem diatas
namun pasti akan ada kemiripan dengan Sistem ISO. Seperti di Wijaya Karya mereka sering
menyebut Penerapan HSE atau Health, safety and Environtment.
Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan besar seperti Wijaya Karya dan Perusahaan
Tersebut mengadopsi ISO sebagai Standarnya.
Dari studi literatur didapatkan Klausul yang membentuk integrasi QHSE adalah ruang
lingkup, kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan
perbaikan. Hal ini akan menjadi Benchmarking untuk melihat lebih dalam terhadap masing
masing sistem managemen.
Untuk mempermudah pemahaman terhadap gagasan kerangka konseptual ini penulis mencoba
menjabarkan sebagai berikut seperti tertuang dalam Tabel 3:
Tabel 3. Gambaran model operasional penelitian
Rumusan masalah Input Proses Output
Bagaimana Sistem
Managemen Mutu
Diterapkan di Wijaya
Karya dibandingkan
dengan ISO 9001
- Analisa Sistem
Manajemen Mutu di
Wijaya Karya
- Acuan Teori ISO 9001
Tentang Sistem
Manajemen Mutu
Komparasi sitem
manajemen mutu
Wijaya Karya
dengan Standar ISO
9001 Tentang
Manajemen Mutu
Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Mutu
Bagaimana Sistem
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Diterapkan di Wijaya
Karya dibandingkan
dengan ISO 45001
- Analisa Sistem
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di
Wijaya Karya
- Acuan Teori ISO
45001Tentang Sistem
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Komparasi sitem
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Wijaya Karya
dengan Standar ISO
45001Tentang
Sistem Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Bagaimana Sistem
Managemen
Lingkungan
Diterapkan di Wijaya
Karya dibandingkan
dengan ISO 14001
- Analisa Si Sistem
Managemen
Lingkungan di Wijaya
Karya
- Acuan Teori ISO
14001Tentang Sistem
Managemen
Lingkungan
Komparasi Sistem
Managemen
Lingkungan Wijaya
Karya dengan
Standar ISO
14001Tentang
Sistem Manajemen
Lingkungan
Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Lingkungan
Bagaimana Integrasi
Sistem QHSE
Diterapkan di Wijaya
Karya
- Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Mutu
- Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
- Hasil Komparasi
Standar Manajemen
Lingkungan
Benchmarking
dengan Klausul
ruang lingkup,
kepemimpinan,
kebijakan,
perencanaan,
dukungan, operasi,
evaluasi kinerja,
dan perbaikan
Integrasi Sistem
QHSE di Wijaya
Karya
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 428
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2019 semester kedua dan akan dilaksanakan di
Jakarta di PT. Wijayakarya. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
integrasi QHSE dapat dilakukan dan akan menambah keuntungan perusahaan. Selain itu juga
akan menambah baik pencapaian kinerja Badan Usaha Konstruksi dalam mewujudkan
Konstruksi yang berkelanjutan dimana di topang oleh Mutu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
dan Lingkungan.
Laporan ini merupakan kerangka konseptual yang mencoba memberikan gambaran untuk
penelitian lebih lanjut dalam Integrasi Sistem Manajemen Mutu, Keselamatan dan Kesehatan
Kerja,dan Lingkungan serta membuka lebar ruang untuk diskusi, masukan, kritik dan saran
agar kerangka konseptual ini dapat diwujudkan menjadi hasil nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Carvalho, K. M., Picchi, F., Camarini, G., & Chamon, E. M. (2015). Benefits in the
Implementation of Safety, Health, Environmental and Quality Integrated System. IACSIT
International Journal of Engineering and Technology, Vol. 7, No. 4, August 2015.
Masuin, R., Latief, Y., & Zagloel, T. Y. (2018). Information System Development on Web-
Based in Integrated Management System through Improving Knowledge Management to
Increase Organization Performance of Construction Company (A Conceptual Framework
). 2018 International Conference on Information Management and Technology
(ICIMTech), 49.
Masuin, R., Latief, Y., Zagloel, T. Y., & Sagita, L. (2018). Integrated management system to
achieve sustainable construction - A conceptual. AIP Conference Proceedings 1977,
040013 (2018); doi: 10.1063/1.5042983.
Masuin, R., Rofi’udin, M., & Latief, Y. (2018). Important Clauses Construct The Integration
Process of Quality, Safety, Occupational Health, and Environment Management Systems.
2018 International Conference on Information Management and Technology
(ICIMTech), 195.
Yin, R. (1994). Case study research: Design and methods 2nd edition. CA: Sage Publications.
Zufrizal. (2018, February 4). ekonomi.bisnis. Dipetik March 18, 2019, dari bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180204/45/734043/ini-12-rentetan-kecelakaan-
konstruksi-dalam-7-bulan-terakhir
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 429
POLA DISTRIBUSI HUJAN DOMINAN DI DAS CITARUM HULU
JAWA BARAT
Enung1
Iwan K. Hadihardaja2
M. Syahril Badri Kusuma3
Hadi Kardhana4
Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha No.10 Bandung, Jawa Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak Distribusi hujan merupakan masukan yang penting dalam analisis hidrologi terutama untuk
analisis debit banjir rancangan. Pola distribusi hujan di suatu daerah aliran sungai (Das) bisa
jadi memiliki pola distribusi hujan yang berbeda dengan das lainnya. Tujuan dari penelitian
ini yaitu mengembangkan pola distribusi hujan yang dominan berdasarkan durasi hujan di
Das Citarum Hulu. Data hujan jam-jaman dalam dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis
digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode observasi
dan analisis statistik. Data hujan jam-jaman dikumpulkan, diseleksi, dan dikelompokan
menjadi tujuh kelompok berdasarkan durasi hujan (durasi hujan 2-8 jam). Data kemudian
dianalisis untuk mendapatkan frekuensi dari masing-masing durasi hujan dan kemudian
menentukan distribusi hujan jam-jaman yang digambarkan dalam bentuk histogram. Dari
hasil penelitian diperoleh pola distribusi hujan memiliki pola yang berbeda-beda untuk setiap
durasi hujan, durasi hujan dominan di Das Citarum hulu yaitu 2-5 jam dengan posisi hujan
puncak rata-rata pada jam ke-2.
Kata kunci: Hujan, Citarum hulu, distribusi hujan, durasi hujan, hujan jam-jaman
PENDAHULUAN Hujan merupakan salah satu komponen penting dalam perencanaan sumber daya air termasuk
dalam analisis debit banjir rancangan untuk perencanaan infrastruktur bangunan air.
Ketersediaan data hujan durasi pendek (dalam menitan ataupun jam-jaman) dari hasil
pengukuran hujan otomatis di lapangan masih sangat terbatas baik secara kualitas maupun
kuantitas. Data hujan yang tersedia pada umumnya adalah hujan harian yang bersumber dari
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) ataupun dari instansi pemerintah yang terkait
seperti Balai Besar Wilayah Sungai, Dinas Sumber Daya Air, dan lainnya.
Dalam perencanaan analisis debit banjir rancangan diperlukan masukan berupa hujan jam-
jaman yang didistribusikan dari hujan rancangan hasil analisis frekuensi. Dikarenakan
keterbatasan data hujan jam-jaman di suatu daerah aliran sungai (DAS) maka analisis distribusi
hujan jam-jaman dilakukan dengan menggunakan pendekan empiris. Beberapa model distribusi
hujan yang telah dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian menjadi hujan jam-
jaman antara lain yaitu model distribusi hujan seragam, segitiga, Alternating Block Method
(ABM), dan distribusi hujan Tadashi Tanimoto (Triatmodjo,2010).
Pada beberapa kasus, model distribusi empiris tersebut tidak sesuai dengan pola distribusi
hujan di satu wilayah. Masing-masing wilayah memiliki pola distribusi hujan yang unik
tergantung dari pengaruh topografi dan karakteristik iklim di wilayah tersebut (Tunas, 2016).
Oleh karena itu berbagai penelitian mengenai pola distribusi hujan dibeberapa wilayah telah
dikembangan seperti pola hujan jam-jaman di pulau Jawa yang dikembangkan oleh
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 430
Adidarma,et al (1999), Prayoga (2004) melakukan penelitian pola hujan di DAS Cimanuk, Jawa
Barat, Sumarauw (2016) melakukan penelitian pola hujan di daerah Minahasa Selatan dan
Tenggara, Kusumastuti et al., (2016) di Das Way Awi provinsi Lampung. Dalam Harto (2016)
beberapa penelitian lainnya terkait dengan pengembangan persamaan yang berhubungan
dengan durasi hujan kumulatif dan kedalaman hujan kumulatif juga telah dikembangkan oleh
Sobriyah (2003), Sukoso (2004), Yudianti (2006), Mutia (2011) dan Lauw (2012).
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan pola distribusi hujan yang dominan di
Das Citarum Hulu berdasarkan data hujan jam-jaman dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis
yang tersebar di Das Citarum Hulu.
LITERATURE REVIEW
Presipitasi atau hujan dapat didefinisikan sebagai turunnya air dari atmosfer ke permukaan
bumi yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Hujan berasal dari uang
air di atmosfer, sehingga bentuk dan dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti
angin, temperatur dan tekanan atmosfer (Triatmodjo, 2010). Karakteristik hujan yang
digunakan dalam analisis hidrologi seperti tinggi hujan, durasi hujan, intensitas hujan, dan
distribusi hujan. Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi
hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar dalam satuan mm, durasi
hujan adalah panjang waktu dimana hujan turun dalam satuan menit atau jam, intensitas hujan
hujan adalah laju hujan atau tinggi air persatuan waktu dalam satuan mm/jam, mm/menit, atau
mm/hari (Suripin, 2003).
Distribusi hujan sebagai fungsi waktu (temporal) dapat dinyatakan dalam bentuk diskrit dan
kontinyu. Bentuk diskret disebut sebagai hyetograph yaitu histogram kedalaman hujan atau
intensitas hujan sebagai ordinat dan pertambahan waktu sebagai absis (Gambar 1). Sedangakan
bentuk kontinyu menggambarkan hubungan antara hujan kumulatif terhadap waktu (Gambar 2)
(Ponce,1989).
Gambar 1 Hyetograph
Beberapa model distribusi hujan yang telah dikembangkan yaitu distribusi hujan seragam,
segitiga, Alternating Block Method (ABM) (Chow et al, 1988) dan distribusi hujan Tadashi
Tanimoto (Triatmodjo, 2010). Distribusi hujan seragam merupakan distribusi hujan yang
paling sederhana dengan mengasumsikan hujan didistribusikan secara merata selama durasi
hujan, pada umumnya hujan dengan distribusi seragam terjadi pada durasi pendek (Tunas,
2016).
Pola kejadian hujan mempunyai berbagai bentuk atau model yang bervariasi tergantung dari
perhitungan yang diperoleh. Bentuk pola kejadian hujan dinyatakan dalam bentuk histogram.
Bentuk histogram dapat berbentuk persegi, segitiga siku baik menghadap ke kiri atau ke
kanan, ada pula yang berbentuk siku dan lain sebagainya ( Brummer (1984) dalam Adidarma
(1999) mengklasifikasikan 10 pembagian pola hujan dan menghitung jumlah frekuensi dari
setiap jenis pola hujan menurut peringkat durasi hujan dan juga ketebalan hujan seperti pada
Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 431
Gambar 2 Pola hujan menurut Johannes Brummer
Hasil penelitian Adidarma (1999) menghasilkan pola distribusi hujan untuk pulau Jawa seperti
pada Tabel 1. Tabel 1 Pola hujan untuk Jawa Barat
Durasi
(Jam)
Periode
1
Periode
2
Periode
3
Periode
4
Periode
5
Periode
6
Periode
7
Periode
8
Interval
jam/pola
3 68 24 8 1 (V)
4 26 61 10 3 1 (V)
5 11 54 28 6 1 1 (V)
6 12 54 24 6 3 1 1 (V)
7 50.5 25.5 12.6 6.5 3.4 1.2 0.3 1 (III)
8 12.3 50.2 4.4 7.7 21.5 2.4 1.2 0.3 1 (VIII)
9-10 24 57 12 5 2 2 (VIII)
11-12 28 50 12 3 6 1 2 (VIII)
13-15 56 25 11 6 2 3 (IV) Sumber: Adidarma (1999)
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini analisis pola distribusi hujan dilakukan berdasarkan data pengukuran
hujan dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis. Data hujan yang digunakan bersumber dari
BBWS Citarum melalui website www.bbwscitarum.com. Periode data yang digunakan yaitu
tahun Januari 2017 s.d 6 Maret 2019 dengan total data kejadian hujan sebanyak 545 data. Peta
lokasi stasiun curah hujan otomatis seperti pada Gambar 3. Langkah pertama yaitu dengan
melakukan pemilihan data hujan dengan batasan hujan harian > 20 mm, kemudian
dikelompokan berdasarkan durasi hujan yang sama. Hujan dengan durasi yang sama kemudian
dikelompokan kembali menjadi dua kelompok intensitas hujan yaitu: hujan 20 – 50 mm/hari
(hujan normal), dan hujan > 50 mm/hari (hujan lebat). Setelah itu hujan tersebut dibuat
persentase distribusi hujan setiap jam-nya dirata-ratakan dan dibuat dalam bentuk histogram.
. Gambar 3 Peta staisun curah hujan
Sumber: Enung et al (2018)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 432
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola distribusi hujan dilakukan berdasarkan data dari 13 stasiun hujan dengan jumlah data
sebanyak 545 data kejadian hujan dengan intensitas hujan ≥ 20 mm. Adapun durasi hujan yang
terjadi di wilayah studi (Das Citarum hulu) mulai dari hujan 1 jam s.d hujan selama lebih dari 8
jam. Gambar 4 menunjukan frekuensi kejadian hujan untuk masing-masing durasi hujan yang
dinyatakan dalam persen.
Gambar 4 Frekuensi kejadian hujan berdasarkan durasi hujan
Berdasarkan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa durasi hujan yang paling sering terjadi di Das
Citarum hulu yaitu durasi hujan selama 2-5 jam. Selanjutnya hujan yang telah dikelompokan
berdasarka durasi hujannya kemudian dikelompokan kembali berdasarkan intensitas hujannya
yaitu untuk hujan normal (hujan 20-50 mm/ hari) dan hujan lebat (hujan > 50 mm/hari). Selain
berdasarkan intensitas hujan, untuk menganalisa pola distribusi hujan juga dilakukan
berdasarkan bentuk hyetograph hujan.
Hujan durasi 2 jam memiliki dua tipe pola hujan yaitu hujan dengan puncak pada jam ke-1 dan
hujan dengan puncak pada jam ke-2. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan hasil pengelompokan
hujan untuk durasi hujan 2 jam. Sedangkan persentase distribusi hujan seperti pada Gambar 5
dan 6. Tabel 2 Hujan durasi selama dua jam dengan puncak hujan pada jam ke-1
Hujan 24 jam Frekuensi
Kedalaman hujan Jam
ke- (mm)
Persentase kedalaman hujan
Jam ke - (%)
1 2 Total 1 2 Total
> 50 mm 6 46 15 61 75 25 100
20-50 mm 51 24 6 30 80 20 100
Total 57
Tabel 3 Hujan durasi selama dua jam dengan puncak hujan pada jam ke-2
Hujan 24 jam Frekuensi
Kedalaman hujan Jam ke-
(mm)
Persentase kedalaman hujan
Jam ke – (%)
1 2 Total 1 2 Total
> 50 mm 0 - - - - - -
20-50 mm 42 7 22 29 24 76 100
Total 42
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 433
Gambar 5 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)
Gambar 6 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-2)
Berdasarkan Tabel 2 dan 3 dapat dilihat hujan dengan tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)
lebih besar frekuensi kejadiannya (58%) dibandingkan dengan hujan tipe 2 (puncak hujan pada
jam ke-2) sebesar 42%. Distribusi hujan jam-jaman untuk hujan normal maupun hujan lebat
tidak memiliki perbedaan persentase distribusi hujan yang signifikan.
Pada hujan dengan durasi 3 jam terdapat tiga kemungkinan pola distribusi berdasarkan letak
hujan puncak yaitu pada jam ke-1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk
Das Citarum hulu pola distribusi hujan dengan frekuensi kejadian lebih besar yaitu untuk
distribusi hujan dengan puncak hujan pada jam ke-2 sebesar 61%, puncak hujan jam ke-1
sebesar 36%, dan puncak hujan jam ke-3 sebesar 3%. Pola distribusi hujan durasi 3 jam seperti
pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7 Pola distribusi hujan durasi 3 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)
Gambar 8 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 2 (puncak hujan pada jam ke-2)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 434
Pola distribusi hujan untuk durasi hujan selama 4, 5, 6, 7, dan 8 jam seperti ditampilkan pada
Gambar 9 s.d 13 dan Tabel 4-5.
Gambar 9 Pola distribusi hujan durasi 4 jam
Gambar 10 Pola distribusi hujan durasi 5 jam
Gambar 11 Pola distribusi hujan durasi 6 jam
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 435
Gambar 12 Pola distribusi hujan durasi 7 jam
Gambar 13 Pola distribusi hujan durasi 8 jam
Tabel 4 Pola distribusi hujan untuk hujan 24 jam > 50mm
Durasi hujan
(jam)
Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
2 75 25
3 21 77 2
4 31 38 24 7
5 38 40 14 6 3
6 21 37 19 11 9 2
7 30 27 23 11 3 4 1
8 15 33 13 14 10 11 3 2
Tabel 5 Pola distribusi hujan untuk hujan 24 jam 20 - 50 mm
Durasi hujan
(jam)
Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
2 80 20
2 24 76
3 25 65 10
4 28 38 24 10
5 33 30 18 14 6
6 21 25 20 18 10 5
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 436
Durasi hujan
(jam)
Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
7 19 24 11 16 14 10 6
8 21 28 11 11 12 7 6 3
Berdasarkan table 4 dan 5, pola distribusi hujan yang dihasilkan di Das Citarum Hulu memiliki
pola yang berbeda dengan pola distribusi yang dikembangkan oleh Adidarma (1999). Hal ini
dapat disebabkan oleh kondisi iklim yang berubah dari tahun 1999 dan tahun 2017, selain itu
wilayah kajian yang dilakukan dalam peneltian lebih spesifik yaitu khusus untuk das Citarum
hulu, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan untuk wilayah yang lebih luas lagi yaitu di
seluruh Jawa Barat.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap sejumlah data hujan otomatis dapat
disimpulkan distribusi hujan observasi untuk Das Citarum hulu bervariasi tergantung dari
durasi hujannya. Hujan puncak rata-rata terjadi pada jam ke-2 dan terus bekurang seiring
dengan bertambahnya durasi hujan. Durasi hujan paling dominan di Das Citarum hulu yaitu
hujan dengan durasi 2-5 jam. Terdapat perbedaan pola distribusi hujan untuk hujan normal dan
hujan lebat meskipun tidak terlalu signifikan pada beberapa durasi hujan. Pola distribusi hujan
yang dihasilkan dalam penelitian ini hanya berlaku untuk Das Citarum Hulu, untuk das lain
perlu dilakukan analisis distribusi hujan observasi di das yang ditinjau.
Penelitian ini merupakan penelitian awal sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terkait dengan pola distribusi hujan di Das Citarum hulu dengan melakukan validasi terhadap
pola distribusi yang dihasilkan. Penambahan jumlah data perlu dilakukan supaya dapat
diperoleh hasil yang lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Adidarma,W., Martawati, L., Mulyantari, F. 1999. Pola hujan jam-jaman untuk perhitungan
banjir rencana. Seminar Sehari Tata Air Perkotaan Di Indonesia Menghadapi Milenium
Ketiga, Jurusan Teknik Sipil Unpar
Brotowiryatmo, Sri Harto. 2016. Review of Rainfall Hourly Distributionon the Island of Java.
Journal of the Civil Engineering Forum. Vol. 2 No.1
Chow, v. T., Maidment, D. R. & Mays, L. W., 1988. Applied Hydrology. McGraw Hil
Enung., Hadihardaja, I, K.,Kusuma, M, S, B., Kardhana, Hadi. 2017, Karakteristik Hujan Dan
Debit Pada Kejadian Banjir Tahun 2017 Di Das Citarum Hulu. Prosiding PIT 35 HATHI.
Medan
Kusumastuti, D.I., Jokowinarno, D., Van Rafi’i, C.H., and Yuniarti, F. 2016. Analysis of
Rainfall Characteristics for Flood Estimation in Way Awi Watershed, Civil Engineering
Dimension, 18(1):31-37
Ponce, VM. 1994. Engineering Hydrology: Principles and Practices. Prentice Hall
Sumarauw, J, S, F. 2016. Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Daerah Minahasa Selatan Dan
Tenggara. Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.11 November 2016 (675-686) ISSN: 2337-6732
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi,Yogyakarta
Tunas, IG; Anwar, N; Lasminto, U. 2016. Analysis of Dominant Rainfall Distribution Pattern For
Flood Hydrograph Prediction. International Seminar on Infrastructure Development 2016
(ISID 2016). Makassar, Indonesia, September 22, 2016
Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 437
PENGEMBANGAN ALGORITMA SAND TRACKER 1 DENGAN
MENGGUNAKAN CITRA DIGITAL
Sri Wulandari
1
Febry Mandasari2
1,2Universitas Gunadarma, Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: {1sri_wulandari,
2febry_mandasari}@staff.gunadarma.ac.id
Abstrak Penggunaan teknologi informasi akan memberikan kemudahan dalam melakukan proses analisis suatu
masalah dengan cepat. Hal ini mendorong dikembangkannya teknik analisis dengan menggunakan
pengolahan citra digital di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Penelitian ini melakukan
pengembangan algoritma segmentasi citra untuk memisahkan butiran-butiran tanah/pasir dari bagian
yang bukan butiran tanah. Data citra digital tanah pasir diekstraksi menjadi butiran tanah pasir
dengan menggunakan teknik segmentasi yang kemudian dikembangkan menjadi algoritma Sand
Tracker 1. Hasil dari algoritma ini dapat lebih mempermudah proses penghitungan ukuran butiran.
Validasi dari algoritma ini dilakukan dengan menggunakan tes analisis saringan. Algoritma
segmentasi yang dikembangkan berhasil memisahkan butiran tanah pasir dari bagian yang bukan
butiran tanah pasir sehingga teknik segmentasi ini dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi
ukuran butiran menggunakan citra tanah pasir. Algoritma segmentasi Sand Tracker 1 dapat digunakan
untuk menggambarkan kurva distribusi ukuran butiran pasir dengan adanya perbedaan nilai lolos
saringan dengan hasil laboratorium berkisar antara 0,083% – 5,886%.
Kata kunci: Algoritma Sand Tracker 1, Segmentasi, Tanah Pasir
PENDAHULUAN Penggunaan teknologi informasi merupakan salah cara untuk mendapatkan informasi yang
lebih cepat dan akurat. Hal ini mendorong dikembangkannya teknik analisis dengan
menggunakan pengolahan citra digital di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pengolahan citra
digital dan teknik analisis citra mulai diaplikasikan untuk memecahkan masalah di bidang
geoteknik seperti pergeseran batuan pasir akibat adanya deformasi yang diskontinu [Harris et
al. 1995], identifikasi komponen-komponen struktur pada tanah terkompaksi [Dillon et al.,
2003], dan perhitungan distribusi rongga dalam tanah [Hryciw et al., 2008].
Shin dan Hryciw (2004) memberikan pendekatan yang lebih fleksibel dalam penentuan ukuran
partikel tanah berdasarkan citra digital dan mencoba untuk menemukan feature texture yang
tidak terpengaruh faktor kondisi lingkungan seperti iluminasi atau warna tanah yaitu
pendekatan transformasi image dengan menggunakan wavelet decomposition. Contoh tanah
pada eksperimen ini menggunakan gambar tanah yang seragam (uniform soil). Hasilnya adalah
dengan pendekatan wavelet, penentuan ukuran butir tanah dapat dilakukan pada tanah yang
saling melekat dan pengaruh dari faktor illuminasi dan warna butiran dapat dikurangi. Dengan
pendekatan wavelet memiliki teknik pencitraan menjadi lebih kompleks.
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi butiran tanah pasir dengan menggunakan teknik
segmentasi. Peralatan yang digunakan dalam akuisisi data menggunakan perangkat pemotretan
digital yang lebih terjangkau dan memungkinkan dibawa ke berbagai lokasi, sehingga
dimungkinkan bila untuk mengetahui ukuran butiran dapat dilakukan di berbagai tempat.
Tujuan dari peneitian ini adalah mengembangkan algoritma segmentasi citra untuk
memisahkan butiran-butiran tanah/pasir dari bagian/region yang bukan butiran tanah/pasir.
Hasil dari algoritma ini dapat lebih mempermudah proses penghitungan ukuran butiran.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
438 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...
LITERATURE REVIEW
Segmentasi Citra
Segmentasi citra dapat diartikan sebagai pemisahan obyek-obyek gambar. Segmentasi citra
membagi citra ke dalam daerah sesuai dengan intensitasnya masing-masing sehingga dapat
dibedakan antara obyek yang dituju dengan latar belakangnya. Segmentasi citra pada umumnya
berdasar pada sifat diskontinuitas atau similaritas dari intensitas piksel [Gonzales et al, 2002].
Pendekatan diskontiuitas umumnya mempartisi citra berdasarkan perbedaan intensitasnya atau
bila terdapat perubahan intensitas secara tiba-tiba. Contohnya adalah titik, garis, dan tepi (edge
based). Pendekatan similaritas dilakukan dengan membagi citra menjadi daerah-daerah yang
memiliki kesamaan sifat tertentu (region based). Contoh dari pendekatan ini adalah penentuan
ambang batas dan segmentasi berdasarkan daerah (region growing, region splitting and
merging).
Proses segmentasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Segmentasi berdasarkan klasifikasi (classification based segmentation)
Merupakan proses segmentasi yang dilakukan dengan mencari kesamaan ukuran dari
nilai-nilai piksel.
2. Segmentasi berdasarkan tepi (edge based segmentation)
Proses segmentasi untuk mendapatkan garis yang ada pada gambar dengan asumsi
bahwa garis tersebut adalah tepi dari obyek yang memisahkan obyek yang satu dengan
obyek yang lain atau memisahkan obyek dengan latar belakangnya. Contohnya adalah
deteksi tepi dengan menggunakan filter Sobel, Prewitt, Canny, dan lain-lain.
3. Segmentasi berdasarkan daerah (region based segmentation)
Proses segmentasi untuk mendapatkan daerah yang dianggap sebagai sebuah obyek.
Untuk mendapatkan obyek tersebut maka perlu dilakukan analisis terhadap warna pada
piksel atau adanya kesamaan tekstur pada gambar. Contoh dari metode ini adalah
metode watershed.
Pengolahan Citra Untuk Distribusi Ukuran Butiran
Teknik pengolahan citra telah memberikan alternatif model pengujian dalam analisis partikel
tanah [Raschke et al., 1997], [Ghalib et al., 1999]. Dengan menggunakan deteksi tepi atau gray
scale thresholding [Raschke et al., 1997] sebagai komponen segmentasi dan komponen
perhitungan piksel pada suatu area obyek. Metode ini memberikan hasil yang menunjukkan
bahwa teknik ini dapat menentukan ukuran butiran dan distribusi ukuran. Hanya saja metode
ini bisa dilakukan untuk partikel tanah yang tidak saling kontak dan tanah dengan ukuran yang
sama. Apabila sebuah partikel tanah saling kontak dengan partikel lainnya, maka partikel ini
akan diinterpretasikan sebagai sebuah partikel tanah yang besar.
Ghalib [Ghalib et al., 1999] mengembangkan metode lain dengan menggunakan teknik
segmentasi watershed untuk memisahkan partikel tanah yang saling berdekatan. Pengambilan
gambar dilakukan dengan teknik mosaic menggunakan kamera CCD (coupled charged device).
Literature review merupakan state of the art penelitian yang dilakukan, yaitu berisi konsep,
teori yang mendukung penelitian, dan penelitian terdahulu yang menjadi acuan utama
penelitian. Jika penelitian melakukan uji empiris, maka bagian ini sekaligus memuat alur pikir
terbentuknya hipotesis.
METODE PENELITIAN
Penelitian diawali dengan memasukan data berupa citra yang akan diolah. Obyek dari citra ini
adalah tanah pasir. Kemudian akan diekstraksi dengan menggunakan program MATLAB.
Hasil dari ekstraksi obyek pasir ini merupakan jumlah butiran yang terbaca oleh program.
Tahapan penelitian ini dipresentasikan pada Gambar 3
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 439
Ekstrasi Citra
Input Citra
Hasil Ekstrasi
Gambar 1 Langkah Penelitian
Citra untuk input diperoleh melalui akuisisi obyek pasir. Proses akuisisi untuk mendapatkan
citra digital dilakukan dengan menggunakan perangkat kamera digital. Sumber cahaya dalam
proses ini berasal dari sinar matahari dan sinar buatan yang berasal dari lampu. Obyek gambar
dalam penelitian ini adalah tanah pasir yang berada pada kisaran ukuran 0,075 mm – 2 mm.
Penentuan kriteria diameter tanah pasir ini mengikuti klasifkasi yang ditetapkan oleh Unified
Soil Classification System (USCS).
Istilah diameter dalam bidang geoteknik adalah penentuan ukuran butiran tanah pasir mengacu
pada bentuk tanah pasir yang diidentifikasikan bulat. Satuan dari ukuran diameter ini adalah
mm. Namun dalam penelitian ini, istilah diameter akan diganti menjadi luasan mengingat hasil
akhir dari penelitian ini berupa luasan dari ukuran butiran.
Pada tahap pengolahan citra, citra diproses melalui pre-processing dan ekstraksi. Ekstraksi citra
dilakukan dengan pendekatan 1 (Algoritma SandTracker1).
Citra keluaran berupa hasil ekstraksi butiran tanah pasir yang sudah dihitung luasannya dan
ditentukan diameter yang mewakili butiran tersebut. Secara kasat mata bentuk butiran tanah
pasir terlihat bulat. Namun setelah dilakukan pembesaran, ukuran butiran tanah pasir tidak
beraturan. Mengingat bentuknya yang tidak beraturan, maka diameter yang dipilih adalah
diameter rata-rata yang mewakili ukuran butiran tersebut.
Pada proses ekstraksi ini dilakukan dengan cara segmentasi sehingga didapatkan butiran yang
terpisah dari warna dasarnya. Kemudian dihitung jumlah butiran yang terkandung di dalamnya.
Setelah mendapatkan jumlah butiran yang mewakili masing-masing ukuran saringan, kemudian
dibuat kurva distribusi saringan sebagai hasil dari proses ini.
Algoritma untuk proses ini adalah sebagai berikut:
1. Baca data
2. Pre processing
3. Proses segmentasi citra dengan memisahkan obyek pasir dengan warna dasarnya
4. Proses pelabelan butiran
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar yang sudah diakuisisi, kemudian dilakukan pembacaan gambar oleh program, maka
dilakukan proses pemisahan obyek pasir terhadap warna dasarnya. Pada proses ini diawali
dengan mengubah citra berwarna RGB menjadi HSV. Kemudian citra HSV diberi ambang
batas T agar dapat memisahkan obyek dengan latar belakangnya. Hasilnya ditampilkan pada
Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
440 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...
Gambar 2 Hasil Pemisahan Obyek Terhadap Latar Belakang Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1
Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan citra, maka dilakukan perbandingan dengan hasil
dari laboratorium. Hasilnya ditabelkan pada Tabel 1, dan kurva distribusi dipresentasikan pada
Gambar 3. Hasil dari Tabel 4.4 kolom [9] diplot pada Tabel 2 kolom [4]. Tabel 2 kolom [5]
merupakan hasil perhitungan persentase lolos saringan dari laboratorium. Kolom [6]
merupakan selisih antara kolom [5] dengan kolom [4].
Berdasarkan Tabel 2 terdapat perbedaan nilai persentase dengan kisaran nilai antara 0,083 % -
5,885 %. Untuk saringan nomor 16 sampai saringan nomor 50, selisih nilai untuk uji
berdasarkan pendekatan satu lebih besar dari persentase lolos saringan dari laboratorium. Hal
ini ditandai dengan nilai positif sebagai hasil pengurangan antara kolom [5] dengan kolom [4].
Selisih nilai antara ukuran butiran pasir terbesar ke-1 yang tertahan di saringan nomor 16
hingga nilai ukuran butiran pasir terbesar ke-5 yang tertahan saringan nomor 50 berkisar antara
2,245% - 5,886%. Untuk saringan nomor 60 sampai saringan nomor 200, selisih nilai untuk uji
berdasarkan pendekatan satu lebih kecil dari persentase lolos saringan dari laboratorium. Hal
ini ditandai dengan nilai negatif sebagai hasil pengurangan antara kolom [5] dengan kolom [4].
Selisih nilai antara ukuran butiran pasir terbesar ke-6 yang tertahan di saringan nomor 60
hingga nilai ukuran butiran pasir terbesar ke-9 yang tertahan saringan nomor 200 berkisar
antara 0,000 % - 1,470%. Pada saringan nomor 200, persentasi lolos butiran adalah 0%
menandakan bahwa tidak aja butiran yang melewati saringan nomor 200. Karena saringan
nomor 200 adalah batas dari obyek uji yang merupakan tanah pasir. Apabila ada bagian yang
melewati tanah pasir, menunjukkan bahwa obyek yang melewati saringan nomor 200 termasuk
kategori tanah lanau atau lempung.
Pasir ukuran butiran terbesar kedua
Luas 0,567 mm2 – 1,092 mm
2
(diameter saringan 0,850 mm – 1,179 mm)
Pasir ukuran butiran terbesar pertama
Luas 1,093 mm2 – 3,140 mm
2
(diameter saringan 1,18 mm – 2 mm)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 441
Tabel 1 Perhitungan Lolos Saringan Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1 Nomor Nomor Jumlah butiran Diameter Luas Luas Tertahan Lolos
Saringan
per saringan
tertahan Saringan Saringan Total (%) (%)
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [8] [9]
[3] x [5]
(mm) (mm2) (mm
2) 100
1 16 341 1.18 1.093 372.725 17.255 82.745
2 20 747 0.85 0.567 423.670 19.613 63.132
3 30 1317 0.6 0.283 372.184 17.230 45.903
4 40 2308 0.425 0.142 327.253 15.150 30.753
5 50 4362 0.3 0.071 308.175 14.266 16.486
6 60 6652 0.2 0.031 208.873 9.669 6.817
7 100 5366 0.15 0.018 94.777 4.388 2.430
8 120 3266 0.1 0.008 25.638 1.187 1.243
9 200 6079 0.075 0.004 26.843 1.243 0.000
Total 30438 2160.138 100.00
Untuk proses plotting pada gambar distribusi saringan, maka sumbu X merupakan variabel luas
butiran, dan sumbu Y adalah persentase lolos butiran. Nilai sumbu X berasal dari kolom [3]
dari Tabel 4.5 yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan luas butiran dengan diameter
butiran yang berasal dari kolom [2]. Nilai sumbu Y merupakan nilai yang diambil dari kolom
[4] yang merupakan nilai dari persentase lolos saringan untuk pendekatan satu dan kolom [5]
yang merupakan nilai dari persentase lolos saringan berdasarkan persentase berat uji saringan
mekanik. Skala yang digunakan untuk memperoleh distribusi saringan ini adalah skala
logaritma.
Tabel 2 Perbandingan Lolos Saringan Berdasarkan Algorirma Sand Tracker 1 Dengan
Uji Sarigan Mekanik
Nomor Diameter Luas Persentase Lolos
Saringan Saringan Butiran Pendekatan
Uji Saringan
Mekanik Selisih
Satu (% Berat)
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
16 1,18 1,093 82,745 80,500 2,245
20 0,85 0,567 63,132 59,100 4,032
30 0,6 0,283 45,903 43,000 2,903
40 0,425 0,142 30,753 25,900 4,853
50 0,3 0,071 16,486 10,600 5,886
60 0,2 0,031 6,817 6,900 -0,083
100 0,15 0,018 2,430 3,900 -1,470
120 0,1 0,008 1,243 1,900 -0,657
200 0,075 0,004 0,000 0,000 0,000
Grafik kurva distribusi butiran tanah untuk hasil distribusi pendekatan satu dan berdasarkan
pendekatan satu digambarkan pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3 posisi kurva pendekatan satu dari nomor saringan 16 sampai nomor
saringan nomor 60 berada di atas kurva uji saringan mekanik. Kemudian terjadi perpotongan di
titik saringan nomor 60. Setelah melewati perpotongan tersebut, posisi kurva pendekatan satu
berada di bawah kurva uji saringan mekanik. Bila melihat hasil perhitungan dari Tabel 4.4
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
442 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...
kolom 6 untuk saringan nomor 60, perbedaan nilai persentase lolos saringan antara pendekatan
satu dan uji saringan mekanik adalah 0,083%.
Adanya perbedaan hasil perhitungan persentase lolos saringan dari kedua cara tersebut
dikarenakan perhitungan luas butiran untuk pendekatan satu menggunakan luas lingkaran. Pada
kenyataannya butiran obyek memiliki kecenderungan berbentuk tidak beraturan. Obyek pasir
memiliki bentuk yang tidak selalu bulat, karena pasir merupakan hasil pembentukan dari
pecahan batuan yang lebih besar.
Gambar 3 Kurva Distribusi Ukuran Butiran Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1 dan Uji
Saringan Mekanik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Algoritma segmentasi yang dikembangkan berhasil memisahkan butiran tanah pasir dari bagian
yang bukan butiran tanah pasir sehingga teknik segmentasi ini dapat digunakan untuk
menggambarkan distribusi ukuran butiran menggunakan citra tanah pasir. Algoritma
segmentasi Sand Tracker 1 dapat digunakan untuk menggambarkan kurva distribusi ukuran
butiran pasir dengan adanya perbedaan nilai lolos saringan dengan hasil laboratorium berkisar
antara 0,083% – 5,886%. Nilai discrepancy ratio, Rd, 0,908 menunjukkan bahwa segmentasi
Algoritma Sand Tracker cukup akurat dengan uji saringan mekanik. Nilai koefisien
determinasi, R2,adalah 0,916. Nilai ini menunjukkan bahwa antara pendekatan satu dan uji
saringan memiliki tingkat presisi yang baik.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengenalan butiran berdasarkan luas butiran. Penelitian
lebih mendalam mengenai bentuk butiran sehingga dapat dihitung luas sesungguhnya dengan
menggunakan teknik pengolahan citra.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 443
DAFTAR PUSTAKA
Dillon,C.G., Llyod,C., and Philip,L. (2003). Identifying Short-range and Long-range Structural
Components of Compacted Soil: an Integrate Geostatitical amd Spectral Approach.
Computer Geoscience.
Hryciw,R.D., and Jung,Y. (2009). Three Point Imaging Test for AASHTHO Soil
Classification. Transportation Research Board. England.
Ghalib,A.M., and Hryciw,R.D. (1999). Soil Particle Size Distribution by Mosaic Imaging and
Watershed Analysis. Journal of Computing in Civil Engineering, ASCE.
Gonzales,R.,C., and Woods.,R.,E., (2002). Digital Image Processing. Second Edition. Pearson
Prentice Hall. Singapore
Gonzales,R.C., Woods,R.E., and Eddins,S.L. (2002). Digital Image Processing Using Matlab.
Pearson Prentice Hall. Singapore
Hryciw,D.O., Shin,S., and. Jung,Y. (2006).Soil Image Processing – Single Grains To Particle
Assemblies. GeoCongress ASCE. Hryciw,D.O., and. Jung,Y. (2008).Accounting for Void Ratio Variation in Determination by
Soil Column Image Processing. GeoCongress ASCE.
Raschke,S.A., and Hryciw,R.D. (1997). Grain-size Distribution of Granular Soil by Computer
Vision. ASTM Geotech Testing Journal.
Shin,S., and Hryciw,D.O. (2004).Wavelet Analysis of Soil Mass Images for Particle Size
Determination. Journal of Computing in Civil Engineering, ASC