bab6
DESCRIPTION
bab 6TRANSCRIPT
VI - 1
BAB VI ALIRAN BERUBAH LAMBAT LAUN DAN CEPAT
6.1. Aliran Berubah Lambat Laun
Perhitungan profil aliran dengan cara tahapan langsung adalah dengan membagi panjang
saluran menjadi penggal-penggal pendek dan melakukan perhitungan tahap demi tahap dari suatu
ujung / akhir dari suatu penggal ke penggal yang lain. Terdapat banyak macam dan cara tahapan
langsung dengan keunggulan masing-masing, namun tidak ada satupun yang dianggap terbaik dalam
penerapannya.
Gambar 6.1 Suatu penggal saluran untuk penurunan cara tahapan langsung
Cara tahapan langsung yang dijelaskan disini merupakan cara tahapan langsung yang
sederhana untuk diterapkan pada aliran di dalam saluran prismatis. Gambar diatas menunjukkan suatu
penggal saluran dengan panjang x. Persamaan energi dari penampang 1 ke penampang 2 dapat
dinyatakan sebagai berikut :
z1 + h1 + 2g
uα2
11 = z2+ h2 + 2g
uα2
22 + if x
(z1 - z2 ) + h1 + 2g
uα2
11 = h2 + 2g
uα2
22 + if x
ib x + h1 + 2g
uα2
11 = h2 + 2g
uα2
22 + if x
Tinggi energi spesifik pada penampang 1 dan penampang 2 adalah :
Datum
h1
hf = if . x
z2
z1
g
u
2
211
1
x
z
ib
x
2
ib
if
iw
hc
g
u
2
222
h2
VI - 2
E1 = h1 + 2g
uα2
11
E2 = h2 + 2g
uα2
22
Dengan memasukkan dua persamaan tersebut ke dalam persamaan didapat persamaan :
ib x + E1 = E2 + if x
Atau :
x = fbfb
12
ii
ΔE
ii
EE
Apabila diambil asumsi 1 = 2 =
E = h + g 2
u α2
Dalam persamaan – persamaan tersebut :
h = kedalaman air (m)
u = kecepatan rata-rata aliran (m/det)
= koefisien pembagi kecepatan atau koefisien energi
ib = kemiringan dasar saluran
if = kemiringan garis energi
fi = kemiringan rata-rata garis energi
Apabila persamaan Manning yang digunakan :
4/3
22
fR
uni
Apabila persamaan Chezy yang digunakan :
R C
ui
2
2
f
Penggunaan cara tahapan langsung ini dapat diuraikan lebih jelas dengan beberapa contoh berikut ini :
Soal 6.1 :
Suatu saluran berpenampang trapesium dengan lebar dasar B = 6 m, kemiringan tebing z = 2,
kemiringan dasar saluran (longitudinal) ib = 0,0016 dan angka kekasaran Manning n = 0,025,
mengalirkan air sebesar Q = 11 m3/det.
Hitung profil aliran dengan menggunakan cara tahapan langsung.
Penyelesaian :
a. Penentuan harga h (kedalaman normal)
VI - 3
A = (B + zh)h = (6 + 2h)h = 2(3 + h)h
O = B + 2h 2z1 = 6 + 2h 5 = 2 (3 + h 5 )
R = 5h3
hh3
5h32
hh32
O
A
Q = n
1 AR
2/3 ib
1/2
11 = 025,0
1 [ 2 (3 + h) h]
2/3
5h3
hh3x 0,0016
1/2
5h30,00162
0,025113/2
1/2 = [(3 + h) h]
5/2
19,12 + 14,23 h = [(3 + h) h]5/2
h dicoba-coba
b. Cara tahapan langsung
Dari data tersebut perhitungan aliran dilakukan untuk tiap-tiap kedalaman aliran dengan cara
tahapan langsung seperti dicantumkan di dalam tabel berikut ini. Penjelasan dari tiap-tiap kolom
di dalam tabel tersebut adalah sebagai berikut :
Kolom 1 : Kedalaman aliran dalam m, dengan cara dicoba-coba
Kolom 2 : Luas penampang aliran dalam m2 untuk tiap kedalam aliran di dalam kolom 1
Kolom 3 : Jari-jari hidraulik dalam m
Kolom 4 : Jari-jari hidraulik pangkat 4/3
Kolom 5 : Kecepatan rata-rata aliran dalam m/det diperoleh dari debit dibagi luas Q/Au
Kolom 6 : Tinggi kecepatan dalam m
Kolom 7 : Energi spesifik dalam m, yaitu kedalaman aliran ditambah tinggi kecepatan
Kolom 8 : Perubahan tinggi energi (dalam m) yaitu selisih tinggi energi dari satu penampang
dengan penampang sebelumnya
Kolom 9 : Kemiringan geser atau kemiringan garis energi yang dihitung dengan menggunakan
persamaan diatas dengan kekasaran Manning sama dengan 0,025, kecepatan aliran
dari kolom 5 dan R4/3
dari kolom 4
Kolom 10 : kemiringan geser rata-rata antara penampang aliran dari tiap langkah yaitu : harga
rata-rata dari kemiringan geser yang bersangkutan dengan kemiringan geser
penampang sebelumnya.
Kolom 11 : Selisih kemiringan dasar saluran ib = 0,0016 dengan kemiringan geser rata-rata fi
Kolom 12 : Panjang penggal saluran dalam m diantara dua penampang aliran yang berurutan,
didapat dari penggunaan persamaan diatas yaitu E didalam kolom 8 dibagi nilai ib
- fi didalam kolom 11
VI - 4
Kolom 13 : Jarak penampang yang ditinjau terhadap lokasi penampang kontrol yang dalam hal
ini berada di lokasi bendung (tepat di hulu bendung)
Tabel 6.1 Perhitungan profil permukaan aliran dengan cara tahapan langsung
h
(m)
A
(m2)
R
(m)
R4/3
(m4/3) u
(m/det)
u 2/2g
(m)
E
(m) E
(m) if
fi ib - fi x
(m)
X
(m)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1,50
1,44
1,38
1,32
1,26
1,20
1,14
1,11
1,08
1,065
1,050
1,041
1,026
1,020
1,010
13,50
12,79
12,09
11,40
11,25
10,08
9,44
9,12
8,81
8,66
8,51
8,41
8,26
8,20
8,10
1,60
1,03
0,99
0,96
0,97
0,89
0,85
0,83
0,81
0,80
0,80
0,79
0,78
0,78
0,77
1,87
1,04
0,99
0,95
0,96
0,86
0,81
0,78
0,76
0,74
0,74
0,73
0,72
0,72
0,71
0,815
0,860
0,910
0,965
0,978
1,091
1,165
1,206
1,249
1,270
1,293
1,308
1,332
1,341
1,358
0,0372
0,0415
0,0464
0,0522
0,0536
0,0668
0,0761
0,0816
0,0874
0,0905
0,0937
0,0959
0,9940
0,1009
0,1034
1,5372
1,4815
1,4264
1,3722
1,3136
1,2668
1,2161
1,1916
1,1674
1,1555
1,1437
1,1369
1,1254
1,1209
1,1134
-
0,0557
0,0551
0,0542
0,0586
0,0468
0,0507
0,0245
0,0242
0,0119
0,0119
0,0068
0,0115
0,0045
0,0008
0,000222
0,000444
0,000523
0,000613
0,000623
0,000865
0,001047
0,0011655
0,001283
0,001362
0,001412
0,001465
0,001540
0,001561
0,001623
-
0,000333
0,000484
0,000568
0,000618
0,000744
0,000956
0,001106
0,001224
0,001323
0,001387
0,001439
0,001500
0,001550
0,001590
-
0,001267
0,001116
0,001032
0,000982
0,000856
0,000644
0,00494
0,000376
0,000277
0,000213
0,000162
0,000100
0,000050
0,000008
-
43,96
49,37
52,52
59,67
54,67
78,73
49,60
64,36
42,96
55,87
41,98
115,00
90,00
100,00
-
43,96
93,33
145,85
205,52
260,19
338,52
388,12
452,48
495,44
551,24
592,22
707,22
797,22
897,22
Dari hasil perhitungan yang ditunjukkan di dalam tabel diatas tampak bahwa hasil perhitungan dengan
cara tahapan langsung ini tidak banyak beda dengan hasil perhitungan dengan cara integrasi grafis.
Gambar 6.2 Profil permukaan aliran
897,2
2
797,2
2
707,2
2
592,2
2
552,2
2
495,4
4
1,0
10 m
205,5
2
145,8
5
93,3
3
43,9
6
452,4
8
388,1
2
338,5
2
260,1
9
1,0
20 m
1,0
26 m
1,0
41 m
1,0
50 m
1,0
65 m
1,0
80 m
1,1
10 m
1,1
40 m
1,3
20 m
1,2
60 m
1,2
00 m
1,3
80 m
1,4
40 m
1,5
00 m
VI - 5
6.2. Aliran Berubah Dengan Cepat
6.2.1. Loncatan Air pada Dasar Horizontal
Suatu loncatan air dapat didefinisikan sebagai suatu transisi dari aliran superkritis (FR > 1) di
hulu dari loncatan-loncatan air sampae ke aliran subkritis (FR < 1) di hilir dari loncatan air tesebut
seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 6.3 Suatu loncatan air pada dasar saluran horizontal
Suatu loncatan air dapat terjadi pada kaki suatu pelimpah atau dibelakang suatu pintu air bukaan
bawah (sluice gate). Ditinjau dari panjang loncatan air, dapat dibedakan beberapa tipe loncatan
yaitu :
a) FR,1 = 1 sampai 2 ; L 3h2 : Loncatan air berombak
Dalam hal ini permukaan aliran sepanjang aliran berombak dan loncatan tersebut loncatan
berombak (undular jump)
b) FR,1 = 1 sampai 2,5 ; L 4h2 : Loncatan air lemah
Dalam kondisi ini serangkaian gulungan-gulungan kecil terbentuk di permukaan air sepanjang
loncatan, namun di hilir loncatan permukaan aliran tetap rata. Kecepatan aliran secara
keseluruhan adalah seragam dan kehilangan energi akibat loncatan adalah kecil. Loncatan air
seperti ini disebut loncatan lemah (weak jump)
c) FR,1 = 2,5 sampai 5 ; L 5h2 : Loncatan air bergetar
Dalam kondisi ini terdapat semburan getaran memasuki dasar loncatan lalu menuju ke
permukaan, kemudian bergulung dan kembali lagi ke dasar tanpa periode tertentu. Tiap-tiap
getaran menimbulkan gelombang dari periode tidak teratur yang dapat menjalar jauh ke hilir
dan menyebabkan kerusakan tebing saluran. Loncatan air seperti ini disebut loncatan
bergetar (oscillating jump).
h1
h2
HL
L
2g
u2
22g
u2
1
VI - 6
d) FR,1 = 5 sampai 10 ; L 6h2 : Loncatan mantap
Di dalam loncatan air ini batas hilir dari gulungan permukaan dan titik dimana semburan
kecepatan tinggi cenderung meninggalkan aliran praktis terjadi pada penampang vertikal yang
sama. Gerak dan posisi dari loncatan tidak peka terhadap kedalaman aliran hilir. Loncatan air
ini sangat seimbang dan penampilannya terbaik. Peredam energi oleh loncatan air ini cukup
besar yaitu 45% sampai 70%. Loncatan air ini disebut loncatan berombak atau loncatan
mantap (steady jump).
e) FR,1 > 10; L 6h2 : Loncatan kuat
Di dalam loncatan ini semburan kecepatan tinggi menangkap gulungan di permukaan yang
bergerak ke depan loncatan, membentuk gelombang ke hilir, dan membentuk permukaan
aliran menjadi tidak rata (kasar). Gerakan loncatan adalah kasar (keras) tetapi efektif karena
dapat meredam energi sampai 85%. Loncatan air ini disebut loncatan kuat (strong jump)
Keseimbangan momentum diantara penampang 1 dan penampang 2 dari suatu loncatan air yang
terjadi di dalam saluran penampang persegi empat pada gambar dapat dinyatakan sebagai berikut :
12
2
2
2
1 uuqρhgρ2
1hgρ
2
1
21
212
2121hh
hhqρhhhhgρ
0g
q2hhhh
2
2121
0hg
q2hhh
1
2
21
2
2
3
1
2
11
1
22
112hg
q81h
2
1h
2
1
hg
q8hh
2
1h
1F81h2
1h
2
R,112
Perlu diperhatikan bahwa harga negatif dari h2 tidak ditulis disini karena tidak mungkin terjadi
secara fisik. Dengan menggunakan persamaan tersebut, kedalaman aliran h2 dapat ditentukan
apabila kedalaman aliran h1 diketahui.
1. Panjang Loncatan Air
Panjang loncatan air dapat didefinisikan sebagai jarak yang diukur dari permukaan depan dari
loncatan sampai ke suatu titik pada permukaan tepat di hilir gulungan. Panjang loncatan air ini
tidak dapat ditentukan dengan mudah secara teoritis, tetapi telah diteliti dengan berbagai
VI - 7
percobaan pleh para ahli hydraulika, antara lain ditetapkan bahwa panjang loncatan air adalah L
5 h2.
Soal 6.2 :
Suatu saluran terbuat dari beton dengan permukaan halus, berpenampang segi empat dengan lebar
B1 = 1,00 m, mempunyai kemiringan dasar sama dengan nol (horizontal) dan kedalaman aliran h1
= 1 m untuk suatu kecepatan rata-rata u = 1 m/det. Saluran tersebut menyempit secara lambat
laun menjadi selebar B2 = 0,50 m. Bersamaan dengan penyempitan tersebut kemiringan dasar
saluran juga berubah dari ib = 0 menjadi ib > 0 dan kembali menjadi ib = 0 (horizontal) pada waktu
B2 menjadi 0,50 m. Aliran di hilir perubahan tersebut merupakan aliran tetap dan seragam. Dalam
hal ini tidak ada kehilangan energi akibat geseran yang diperhitungkan karena jarah perubahan
sangat pendek.
Gambar 6.4 saluran dengan perubahan lebar dan kemiringan dasar
Penurunan dasar saluran adalah sebesar z = 1,00 m, seperti pada gambar diatas. Hitung kedalaman
aliran di penampang 2. Apabila dari perhitungan diperoleh harga h2 dan harga 2u lebih dari satu,
tunjukkan dan jelaskan harga-harga kedalam air dan kecepatan rata-rata tersebut yang mungkin
terjadi. Harga-harga dan diperkirakan sama dengan satu ( = = 1).
Penyelesaian :
a. Hukum kontinuitas aliran antara penampang 1 dan penampang 2 :
222111 uhBuhBQ
h1
h2 = ?
A
A
B
B
B1 B2
1
2
(a) Tampak atas
(b) Penampang memanjang
1u
2u
VI - 8
20,5
111uh 22
2
hu 2
2
b. Hukum ketetapan energi :
Karena tidak ada kehilangan energi yang diperhitungkan maka digunakan persamaan
Bernoulli antara penampang 1 dan penampang 2.
H = z1 + gρ
p1 + 2g
uα2
1 = z2 +
gρ
p2 + 2g
uα2
2
1 + 1 + 8,92
12
= 0 + h2 + 2g
uα2
2
h2 + 2g
uα2
2 = 2,05
h2 + 2
2
2
hg2
2 = 2,05
h3 – 2,05 h2
2 + 0,205 = 0
Dengan cara coba-coba didapat :
(h2 – 2) (h22 – 0,05 h – 0,1) = 0
Untuk : h2 – 2 = 0
h2,1 = 2 m
Untuk : h22 – 0,05 h – 0,1 = 0
h2(2,3) = 2
1,0405,005,0 2
= 0,025 0,317
h2,2 = 0,025 + 0,317 = 0,34 m
h2,3 = 0,025 - 0,317 = -0,292 m
Dengan demikian terdapat dua kemungkinan harga h positif. Untuk mencari harga h2 yang
sama yang mungkin terjadi perla diperiksa dengan persamaan momentum.
c. Persamaan momentum :
Dalam menerapkan persamaan momentum perlu asumsi : tidak ada kehilangan energi dan
tekanan air karena kemiringan dasar antara penampang A dan penampang B diabaikan.
Persamaan momentum antara penampang 1 dan penampang 2 adalah :
2
1 . . g . h1
2 . B1 -
2
1 . . g . h2
2 . B2 = 12 uu
g
Qβγ
VI - 9
2
h2
1 x 1 - 2
h2
2 x 0,5 = 1u9,8
12
2222
2
h
2
h0,5
1
hB
Qu
0,5 – 0,25 h22 = 0,102
h
0,2051
h
2
9,8
1
22
h23 – 2,4 h2 + 0,8 = 0
Dengan cara coba-coba persamaan tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :
(h2 – 1,35) (h22 + 1,35 h2 – 0,59) = 0
Untuk : h2 – 1,35 m = 0
h2,2 = 1,35 m
Untuk : h22 + 1,35 h2 – 0,59 = 0
Terdapat 2 harga h2 yaitu :
h2(2,3) = 2
04,235,1
2
59,0435,135,1 2
h2,2 = 2
04,235,1 = 0,34 m
h2,3 = negatif
Apabila dilihat dari persamaan momentum maka baik h2,1 = 1,35 m maupun h2,2 = 0,34 m
dapat terjadi di saluran hilir dimana h2,1 merupakan kedalaman urutan dari kedalaman h2,2.
Namun hal ini perlu diperiksa dengan persamaan sebagai berikut :
1F812
1
h
h 2
R
2,1
2,2
10,30,349,80,5
1
hg
uF
22
2
2,1
2
2,12
R
413,01812
1
h
h
2,1
2,2
h2,2 = 4 h2,1 = 4 x 0,34 = 1,36 m
Hasil perhitungan ini membuktikan bahwa h2,2 merupakan kedalaman urutan dari h2,1. Hasil
perhitungan dari persamaan energi dimana h2 = 2 m, secara matematis adalah benar, namum
secara hydraulik meragukan. Di dalam penampang A dasar saluran adalah horizontal dan
kedalaman aliran h1 = 1 m adalah lebih besar daripada hc.
33
2
c9,8
1
g
qh = 0,47 m < h1
VI - 10
Profil aliran merupakan profil H2 yang merupakan profil penurunan (draw down). Hal yang
sama terjadi pada penampang B, dimana h2 (2 m) adalah lebih besar daripada hc.
32
3
2
c8,90,5
1
g
qh = 0,74 m < h2
Antara A dan B dasar saluran tidak horizontal tetapi miring. Kemiringan dasar ini termasuk
kemiringan landai atau kemiringan curam tergantung pada jarak antara A dan B. Dari hasil
perhitungan diatas kedalaman aliran di hulu dan di penampang hilir dari kemiringan dasar
adalah lebih besar daripada kedalam kritis. Dalam hal kemiringan dasar adalah kemiringan
curam, maka aliran adalah aliran superkritis dan profil aliran adalah profil S1. Hal ini berarti
bahwa aliran ditentukan oleh penampang di hulu dan permukaan air mendekati horizontal
secara symptotis. Lengkung S1 dimulai dari suatu loncatan air yang menghasilkan kehilangan
energi. Ini berarti bahwa persamaan Bernoulli tidak dapat diterapkan dan kedalaman h2 = 2 m
adalah tidak mungkin. Dalam hal kemiringan landai, profil aliran yang mungkin terjadi adalah
M1 atau M2.
Suatu profil M2 merupakan suatu aliran subkritis yang dipercepat karena suatu kondisi
penampang kontrol di hilir (yang tidak ditunjukkan dalam contoh ini). Sedang profil H2 dan
suatu profil M2 kedua-duanya menunjukkan bahwa permukaan aliran menurun di arah aliran
dan dengan demikian kedalaman aliran di B adalah lebih rendah daripada kedalaman aliran di
A, jadi lebih rendah daripada 2 m.
Profil M1 adalah profil air balik (backwater) karena dikontrol oleh penampang di hilir,
sehingga apabila h2 di B = 2 m, maka kedalaman aliran di hilir harus lebih besar dari 2 m.
Kesimpulannya kedalaman h2 = 2 m di penampanag B adalah tidak mungkin.
Soal 6.3 :
Suatu saluran berpenampang persegi empat terdiri dari pasanagn batu yang diplester halus,
mempunyai lebar B = 3 m, angka kekasaran Manning n = 0,013 dan kemiringan dasar saluran ib1 =
0,015. Pada suatu lokasi, kemiringan dasar saluran berubah menjadi ib2 = 0,0016. Apabila debit
aliran di dalam saluran tersebut adalah 10,8 m3/det tentukan lokasi lonctan air yang terjadi karena
perubahan kemiringan dasar tersebut dan tentukan pula besarnya kehilangan energi akibat loncatan
air yang terjadi.
Penyelesaian :
a. Kedalam kritis
m 1,1039,8
10,8
g
/BQ
g
qh 3
2
2
3
22
3
2
c
VI - 11
b. Kedalaman normal di hulu : (ib = 0,015)
1/2
b
2/3 iARn
iQ
2/3
n
n
n1/2
1
1
1 h23
h3h3
0,015
0,0131,08
2/3
n
n
n
1
1
1 h23
h3h0,382
hn = 0,65 m
hn < hc berarti aliran superkritis
c. Kedalaman normal di hilir : (ib = 0,0016)
1/2
b
2/3 iARn
iQ
2/3
n
n
n1/2
2
2
2 h23
h3h3
0,016
0,0131,08
2/3
n
n
n
2
2
2 h23
h3h1,17
2nh = 1,44 m
2nh > hc berarti aliran subkritis
d. Loncatan air
Karena aliran berubah dari superkritis menjadi aliran subkritis maka terjadi loncatan air.
Apabila kedalaman normal di saluran hulu yaitu hn1 = 0,65 m diambil sebagian kedalaman
awal dari loncatan air maka kedalaman urutannya dapat dicari dengan menggunakan
persamaan :
1F812
1h 2
R2 1
4,8150,6539,8
10,8
hB9
Q
hg
uF
32
2
3
1
2
2
1
2
12
R1
m 1,7214,815810,652
1h2
Kedalaman tersebut lebih besar daripada kedalaman normal disaluran hilir h2 > hn2 sehingga
loncatan air tidak dapat terjadi. Apabila kedalaman normal disaluran hilir (hn2 = 1,44 m)
VI - 12
diambil sebagai kedalaman urutan dari kedalaman awal loncatan air maka kedalaman awal h1,2
dapat dicari dengan persamaan :
1F812
1h 2
R1,2 2
443,044,139,8
10,8
hB9
Q
hg
uF
32
2
3
2
2
2
2
2
22
R2
m 83,01638,08144,12
1h1,2
Kedalaman awal dari loncatan air tersebut terjadi disaluran hilir, dengan jarak dari lokasi
perubahan kemiringan dasar saluran sebesar x. Jarak x dapat dicari dengan menerapkan
persamaan :
bf
21
ii
EEΔx
m 2,22 0,6539,82
10,80,65
g2
uhE
22
22
1
11
m 80,1 0,8339,82
10,80,83
g2
uhE
22
22
2
22
m/det 4,942
4,345,54
2
uuu
21
ratarata
m 0,4940,5340,4532
1
83,023
83,03
65,023
65,03
2
1
2
21 RRR ratarata
Dengan menggunakan persamaan Manning :
2/13/21fiR
nu
0106,0494,0
94,4013,03/4
2
3/4
22
R
uni f
m 46,770,00160,0106
1,802,22Δx
VI - 13
Gambar 6.5 loncatan air
Dengan demikian, kedalaman air di saluran hulu sama dengan hn1 = 0,65 m, di hilir perubahan
kemiringan profil aliran adalah M3 sampai pada suatu penampang dimana kedalaman aliran
sama dengan h1,2 = 0,83 m pada jarak kurang lebih 46,8 m, kemudian loncatan air terjadi mulai
dari kedalaman h1,2 = 0,83 m sampai hn2 = 1,44 m.
Kehilangan energi akibat loncatan air adalah :
m 0,051,761,811,4439,82
10,81,44
0,8339,82
10,80,83EEΔE
22
2
22
2
21
6.2.2. Pelimpah
1. Prinsip-prinsip dasar
Seperti yang didefinisikan, aliran berubah dengan cepat mempunyai profil aliran melengkung
sehingga pembagian tekanan disebagian besar lengkung aliran tersebut tidak hydrostatik (non
hydrostatic pressure distribution). Aliran melalui pelimpah adalah salah satu bentuk dari dua
bentuk aliran berubah dengan cepat yaitu bentuk aliran dipercepat. Aliran ini pada dasarnya
merupakan gejala lokal (local phenomena) dalam arti bahwa karena jarak dari aliran berubah
dengan cepat ini pendek maka geseran dianggap tidak memegang peranan.
Pada gejala lokal terdapat penampang kontrol yang dapat digunakan sebagai lokasi pengukuran
aliran. Di dalam praktek terdapat bendung-bendung di dalam saluran untuk menaikkan tinggi muka
air agar dapat dialirkan ke daerah-daerah irigasi. Bendung-bendung tersebut yang berbentuk
pelimpah digunakan pula sebagai alat pengukur aliran. Sehubungan dengan hal tersebut maka
uraian di dalam sub bab ini ditunjukkan untuk menjelaskan penggunaan pelimpah sebagai alat
pengukur debit aliran dengan memperhatikan dua kelemahan dari karakteristik pelimpah yaitu :
kehilangan energi dan terjadinya akumulasi sedimen di hulu bendung.
x = 466,77 m
h1,2 = 0,83 m
hn1
A
A’
C F’ F
M3 B
hn2
D
VI - 14
Dua hal tersebut perlu dipertimbangkan benar-benar sebelum memilih bentuk pelimpah tertentu.
Gambar dibawah ini menunjukkan tiga bentuk umum pelimpah ambang lebar dan ambang pendek
serta ambang tipis yang banyak dijumpai di dalam praktek.
Gambar 6.6 Pelimpah ambang lebar (a), ambang pendek (b) dan ambang tajam (c)
2. Pelimpah Ambang Lebar Sempurna
Suatu pelimpah dinamakan ambang lebar apabila paling tidak terdapat satu penampang diatas
ambang yang mempunyai garis-garis arus lurus sehingga pembagian tekanan di penampang
tersebut adalah hydrostatik. Kemudian pelimpah dinamakan sempurna apabila besarnya debit
aliran Q tidak ditentukan atau tidak dipengaruhi oleh kedalaman aliran di hilir bendung, seperti
tampak pada Gb. 6.7 :
Gambar 6.7 Pelimpah ambang lebar sempurna
Apabila kedalaman air di hilir menurun, debit aliran bertambah sampai aliran diatas ambang
menjadi aliran kritis. Pada aliran kritis dimana energi spesifik minimum maka debit adalah
maksimum. Dengan demikian, apabila aliran diatas ambang merupakan aliran kritis maka debit
aliran adalah maksimum. Sesudah itu, penurunan kedalaman aliran di hilir tidak lagi menyebabkan
bertambahnya debit aliran. Jadi, debit akan maksimum apabila kedalaman aliran h2 sama dengan
kedalaman kritis 1c H3
2h . Hal ini dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
22
2
2
2
2
2
21 hhg2
qαh
g2
uαHH
untuk = 1
h1
hc
h
(a) (b) (c)
H1 h1 h2 = 2/3 H1
h3
H3
1
2
2H
32
2g
u
VI - 15
122
2
2
Hhhg2
q
q2 = 2 . g . h2
2 . (H1 – h2)
q = h2 . [2g (H1 – h2)]1/2
q maksimum apabila 0dh
dq
0hH2g
h2g2
1
hH2gdh
dq1/2
21
21/2
21
2g (H1 – h2) = g h2
3 h2 = 2 H1
12 H3
2h
Dengan demikian debit maksimum adalah :
1/2
111max H3
2H2gH
3
2q
3/2
1
1/2
max Hg3
2
3
2q atau
qmax = 1,71 H13/2
Penurunan persamaan tersebut dilakukan dengan mengambil asumsi : = 1, kehilangan energi
karena geseran dan geometri pelimpah diabaikan. Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa
pengukuran tinggi H1 sulit dilaksanakan sehingga pada umumnya yang diukur adalah kedalaman
air di hulu bendung yaitu h1.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka persamaan umum untuk debit aliran melalui
pelimpah ambang lebar adalah :
qmax = 1,71 m h13/2
atau
qmax = 1,71 m B h13/2
dimana :
Q = debit aliran dalam m3/det
B = lebar saluran atau panjang pelimpah ambang dalam m
h1 = kedalaman air di hulu pelimpah diukur dari mercu pelimpah dalam m
m = koefisien debit yang besarnya berkisar antara 0,9 sampai 1,30 tergantung pada geometri
dan kekasaran permukaan pelimpah.
Alat ukur ambang lebar banyak digunakan bahkan dianjurkan penggunaannya di dalam jaringan
irigasi. Di dalam buku Standar Perencanaan Irigasi Indonesia (Kriteria Perencanaan Bagian
VI - 16
Bangunan/KP – 04) dicantumkan persamaan debit aliran untuk alat ukur ambang lebar di dalam
saluran berpenampang persegi empat yaitu :
5,1
13
2
3
2hBgCCQ vd
dimana :
Q = debit aliran (dalam m3/det)
B = lebar mercu pelimpah (dalam m)
h1 = kedalaman air di hulu diukur terhadap ambang alat ukur (dalam m)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
Cd = koefisien debit yang besarnya
= 0,93 + 0,10 H1/L untuk
0,1 < H1/L < 1,0 ; dimana
H1 = tinggi energi di hulu (dalam m)
L = panjang ambang (dalam m)
Cv = koefisien kecepatan yang tergantung pada bentuk penampang kontrol
3. Pelimpah Ambang Lebar Tidak Sempurna
Pelimpah dinamakan pelimpah tidak sempurna apabila debit aliran tergantung pada kedalaman
aliran di hilir pelimpah. Gb. 6.8 menunjukkan aliran di atas pelimpah ambang lebar tidak
sempurna.
Gambar 6.8 Pelimpah ambang lebar tidak sempurna
H1 h1 h3 h2
D
L
1 2 3
2g
uα2
3
2g
uα2
2
2g
uα2
1
VI - 17
Menurut persamaan Bernoulli untuk tiap satuan lebar
22
2
2
2
2
2h
hg2
qh
g2
uαH
q = h2 . [2g (H – h2)]1/2
Seperti dijelaskan di muka penampang kritis merupakan penampang aliran yang kondisinya tidak
stabil, sehingga pengukuran di penampang kritis agak sulit. Oleh karena itu untuk keperluan di
dalam praktek lebih praktis untuk menerapkan harga h3 dengan meberi faktor koreksi m.
q = m h3 . [2g (H – h3)]1/2
dimana :
q = debit aliran tiap satuan lebar dalam m3/det.m
h3 = kedalaman aliran di hilir pelimpah diukur dari mercu pelimpah, (dalam m)
m = koefisien debit
Akibat adanya pelebaran aliran di arah vertikal, kedalaman aliran h3 lebih besar daripada
kedalaman aliran h2. Oleh sebab itu perlu dimasukkan koefisien aliran m kedalam persamaan
tersebut. Besarnya harga m tergantung pada bentuk geometri pelimpah dan ditetapkan berdasarkan
pengalaman pengukuran-pengukuran (koefisien empiris). Untuk permukaan pelimpah kasar dan
tajam biasanya diambil harga m = 0,9 sedang untuk permukaan pelimpah licin dan melengkung
biasanya diambil harga m = 1,3.
Soal 6.4 :
Suatu aliran melalui bendung pelimpah seperti pada gambar dibawah ini mempunyai kedalaman
aliran di hulu sebesar h1 = 8 m. Kecepatan rata-rata di atas mercu bendung adalah 2u = 4 m/det.
Elevasi mercu bendung adalah 5,25 m diatas dasar saluran di hulu dan 1,58 m diatas dasar saluran
di hilir. Apabila harga diambil sama dengan 1 dan kehilangan energi disepanjang bendung
diabaikan, hitung :
a. kecepatan rata-rata aliran di hulu ( 1u )
b. kedalaman aliran di atas mercu bendung (h2)
c. kedalaman aliran di hilir (h3)
d. kedalaman rata-rata aliran di hilir (u3)
VI - 18
Gambar 6.9 Aliran melalui bendung pelimpah ambang lebar
Penyelesaian :
a. Karena kehilangan energi diabaikan maka dapat diterapkan persamaan Bernoulli antara
penampang 1 dan penampang 2
g2
uαh25,5
g2
uαh
2
2
2
2
1
1
9,82
4h5,25
9,82
u8
2
2
2
1
2
1u + 37,90 – 19,6 h2 = 0
Hukum kontinuitas :
h1 1u = h2 2u
h2 = 4
u8 1 = 2 1u
2
1u + 37,90 – 39,2 1u = 0
m/det 12
37,83439,239,2u
2
1
b. H2 = 2 1u = 2 x 1 = 2 m
c. Persamaan momentum antara penampang 2 dan penampang 3
232
3
2
2 uug
qγhγ
2
11,58hγ
2
1
4u9,8
82h1,582 3
2
3
2
h1
h2
h3
5,25 m
1,58 m
1 2 3
VI - 19
atau
5h32 + 8,15 3u - 96,95 = 0
Hukum kontinuitas
3u h3= 2u h2 = 4 x 2 = 8
3
3
h
8u
dimasukkan ke dalam persamaan diatas didapat :
5 h32 +
3h
88,15 - 96,95 = 0
5 h32 - 96,95 h3 + 65,2 = 0
dengan cara coba-coba didapat :
h3 = 4 m
d. /detm 24
8
h
8u 3
3
3
Dari perhitungan tersebut diatas dapat ditambahkan sebagai berikut :
q = m h3 . [2g (H – h3)]1/2
m 2,829,82
42
g2
uhH
22
2
2
q = m (4 – 1,58) . [2 x 9,8 {2,82 - (4 – 1,58)}]1/2
= 8 m3/det.m
m x 6,776 = 8
1,186,776
8m
Harga m tersebut berada di dalam kisaran 0,9 sampai 1,30.
Soal 6.5 :
Suatu saluran panjang berpenampang persegi empat dengan lebar B = 4 m mempunyai kemiringan
landai. Suatu lengkung hubungan antara kedalaman aliran dan debit aliran (rating curve) dari
aliran seragam di dalam saluran tersebut menunjukkan data sebagai berikut :
Tabel 6.2 Debit aliran menurut kedalamannya (rating curve)
Kedalaman aliran (m) 0,5 0,1 1,5 2,0 2,5
Debit aliran (m3/det) 3,00 8,15 14,22 20,8 27,7
Di dalam saluran tersebut akan dipasang suatu bendung pelimpah ambang lebar untuk mengukur
(memonitor) debit aliran. Pengukuran debit akan berkisar antara 3,0 dampai 20,0 m3/det. Tentukan
VI - 20
tinggi mercu bendung sehingga debit aliran di dalam saluran dapat diukur hanya dengan mengukur
elevasi permukaan air di hulu saja dengan menggunakan papan duga seperti pada gambar di bawah
ini.
Gambar 6.10 Bendung pelimpah ambang lebar
Penyelesaian :
Kriteria perencanaan yang ideal adalah bahwa suatu loncatan air harus terjadi di hilir pelimpah.
Dari data tabel debit aliran didapat bahwa untuk harga Q = 20 m3/det, kedalaman aliran adalah 1,95
m. Untuk menjaga agar kedalaman urutan aliran h3 (hn di hilir) sama dengan 1,95 m diperlukan
kedalaman awal yang memenuhi persamaan loncatan air sebagai berikut :
1F812
1
h
h 2
R
3
s
3
0,3441,9549,8
20
hg
uF
32
2
3
2
33
R
m 0,91410,344812
1,95h s
m 2,441,5270,9140,91449,82
200,914
hB2g
QhE
2
2
s
2
ss
Untuk aliran kritis di atas mercu bendung
m 1,37g
qhh 3
2
c2
m 0,6791,3749,82
200,914
hB2g
Q
2g
u
2g
u22
2
2
s
22
c
2
2
Energi spesifik pada aliran kritis di atas ambang adalah :
Ec = 1,37 + 0,679 = 2,05 m (1,5 hc)
1 2 S 3
h1
h1
h1
z = ?
VI - 21
(hasil ini sesuai dengan kriteria cc h2
11E )
Untuk mencari kedalaman minimum di atas mercu bendung digunakan persamaan berikut :
E2 = Es
z + Ec = Es
z + 2,05 = 2,44 m
z = 2,44 – 2,05 = 0,39 m
Tinggi z perlu diperiksa apakah memenuhi kriteria aliran di hulu bendung. Kedalaman di hulu
bendung dapat dihitung dengan persamaan E1 = Es dengan mengabaikan kehilangan energi :
m 2,44hB2g
Qh
2
1
2
1
h13 – 2,44 h1
2 + 1,28 = 0
Pada debit rendah Q = 3 m3/det kedalaman aliran adalah 0,5 m. Kedalaman aliran awal dari
kedalaman urutan 0,5 adalah :
1F812
1h
2
Rs 1
0,4595,049,8
3
hg
uF
32
2
3
2
32
R3
m 0,2910,459812
0,5h s
Kedalaman kritis yang diperlukan untuk debit 3 m3/det adalah :
m 0,38648,9
3
g
qh 3
2
2
3
2
c
m 0,5790,3862
3h
2
3E cc
Dengan membuat tinggi bendung z = 0,40 m maka E2 = 0,40 + 0,579 = 0,979 m.
Karena kedalaman tersebut lebih tinggi daripada kedalaman aliran seragam di hulu (> 5 m) aliran
diatas mercu dapat merupakan aliran kritis selama di hulu tidak ada masalah. Tetapi hal ini perlu
diperiksa.
E2 = Es = 0,979
m 979,0hB2g
Qh
2
s
2
s
hs3 – 0,979 hs
2 + 0,029 = 0
hs = 0,255 m
VI - 22
Karena kedalaman tersebut lebih rendah daripada kedalaman awal yang diperlukan yaitu hs = 0,29
m maka loncatan air akan terjadi di hilir dari penampang 3. Dengan demikian perencanaan sudah
memenuhi syarat.
Soal 6.6 :
Suatu aliran berpenampang persegi empat lebar B = 5 m, mempunyai kemiringan dasar landai,
mengalirkan air sebesar Q = 8 m3/det pada suatu kedalaman normal 1,25 m. Apabila di dalam
saluran tersebut dipasang suatu ambang lebar seperti pada gambar dibawah ini, maka :
Gambar 6.11 Suatu bendung ambang lebar
a. Tentukan kedalaman kritis
b. Tunjukkan berapa tinggi ambang tersebut yang akan mempengaruhi kedalaman aliran di hulu
dan kedalaman aliran di hilir ambang apabila kehilangan energi diabaikan dan = 1.
c. Tunjukkan bahwa apabila aliran diatas mercu bendung merupakan aliran kritis maka ambang
tersebut dapat digunakan sebagai alat pengukur debit aliran dengan hanya menggunakan
pengukuran kedalaman aliran hulu saja.
Penyelesaian :
a. m 0,6458,9
8
g
qh 3
2
2
3
2
c
b. Tanpa kehilangan energi
Dengan adanya ambang lebar maka :
Ea.1 = Ea.2 + z
Dimana :
Ea.1 = energi spesifik di penampang 1, setelah dipasang ambang
Ea.2 = energi spesifik di penampang 2, setelah dipasang ambang
z = tinggi ambang
1
h1
h2
h3
hs
z = ?
2 3 S
2g
u α2
1
2g
u α2
2
2g
u α2
s
2g
u α2
3
2u
VI - 23
Apabila aliran di dalam suatu saluran berpenampang persegi empat merupakan aliran seragam,
maka lengkung energi spesifik di setiap penampang adalah sama. Dengan demikian, apabila
lengkung energi spesifik digambar untuk suatu penampang dan untuk suatu debit tertentu,
lengkung tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan perubahan dari h1 dan h2.
Untuk debit aliran Q = 8 m3/det, lengkung energi spesifik dapat digambar dari hasil
perhitungan di dalama tabel berikut.
Tabel 6.3 Energi spesifik
H
(m) u = Q/Bh
(m/det)
2
u /2g
(m)
Es = h + 2
u /2g
(m)
0,2
0,3
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
8,00
5,33
4,00
2,67
2,00
1,60
1,33
1,14
1,00
3,265
1,450
0,816
1,363
0,204
0,131
0,091
0,067
0,051
3,465
1,750
1,216
0,963
1,004
1,131
1,291
1,467
1,651
Gambar 6.12 Lengkung energi spesifik
Dengan harga-harga didalam tabel tersebut dapat digambar lengkung energi spesifik seperti
gambar diatas. Apabila pertanyaan akan diselesaikan dengan cara grafis dapat diikuti langkah
sebagai berikut :
Untuk harga z kecil (tinggi pelimpah) dan dengan mengambil asumsi bahwa kedalaman aliran
di hulu adalah seragam, persamaan Es.1 = Es.2 = z, dapat dievaluasi (untuk h2) dengan
memasukkan harga z dengan garis horizontal ke arah kiri yang memotong lengkung Es di titik
N yang menunjukkan harga h2. Prosedur ini dapat diulang-ulang untuk semua harga z sampai z
= zc dimana tinggi aliran sama dengan kedalaman kritis. Di dalam rentang tinggi ambang ini.
Kedalaman aliran di hulu (kedalaman normal aliran, hn) tetap tidak mempunyai alternatif.
h h
M
E E
N
z
zc z
zc
h1 = hn
h1 = hn’
h2
h2
hc h2 = hc
VI - 24
Penyelesaian ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
zg2
uh
g2
uh
2
2
2
2
1
1
tetapi tetap harus diingat bahwa apabila z melebihi zc maka h1 tidak lagi sama dengan
kedalaman normal hn. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini apabila harga z dipasang
lebih besar daripada zc, h1 naik menjadi h1’ yang akan menyebabkan peningkatan energi untuk
mengalirkan debit diatas ambang.
Penyelesaian dengan menggunakan persamaan energi dapat dilakukan dengan hasil seperti
pada tabel dibawah.
Tabel 6.4 Perhitungan hubungan antara z, h1, dan h2
z (m) 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
h1 (m) 1,25 1,25 1,25 1,28 1,39 1,50 1,61 1,72 1,82
h2 (m) 1,13 1,00 0,85 0,639 0,64 0,64 0,64 0,64 0,4
Apabila hasil tersebut digambar adalah seperti pada grafik berikut :
Gambar 6.13 Grafik Hubungan antara h dan z
Dari diagram dapat dilihat bahwa rentang harga z adalah 0 sampai zc. Untuk z lebih besar
daripada zc maka h1 melebihi hn.
c. 2g
uhE
2
cc1
1c E3
2h
2.0
h1 = hn
1.5
1.0
0.5
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 m
z (tinggi ambang) dalam (m)
h
h1 vs z
h2 vs z
VI - 25
2g
uE
3
2E
2
c11
1/2
1c E3
1
3
2gu
1/2
1cc Eg3
2E
3
2BuhBQ
3/2Eg
3
2B
3
2Q
E1 adalah tinggi energi diukur dari mercu ambang. Di dalam praktek lebih mudah mengukur
h1, oleh karena itu maka persamaan debit menjadi :
3/2
1dv hcc3
2gB
3
2Q
4. Pelimpah Ambang Pendek
Pelimpah ambang pendek adalah suatu pelimpah dimana garis-garis arus dari aliran di atas
ambangnya melengkung. Dalam kondisi ini tidak terdapat satu penampang pun yang mempunyai
garis-garis arus lurus, sehingga pembagian tekanan tidak lagi hydrostatik. Seperti tampak pada
gambar dibawah, pengaruh gaya centrifugal menyebabkan pembagian tekanan tidak hydrostatik.
Gambar 6.14 Aliran melalui pelimpah ambang pendek (de Vries, 1985)
Persamaan Bernoulli dapat digunakan utnutk mencari tekanan dititik 1 dengan menerapkannya
pada penampang tegal lurus garis-garis di atas ambang.
2
1
s2
21
1 dugr
uz
ρg
pz
ρg
p
Karena p2 = tekanan atmosfer maka p2 = 0
Dengan demikian persamaan pembagian tekanan titik 1 adalah :
H
2
1
n
S2
P2
z1
z
S1
2g
uS
2
s
s
VI - 26
2
1
s12
1 drgr
uzz
ρg
p
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pembagian tekanan tidak hydrostatik.
Debit aliran melalui pelimpah ambang pendek sempurna dapat dicari dengan menggunakan
persamaan qmax = 1,71 H13/2
dan untuk debit aliran melalui pelimpah ambang pendek tidak
sempurna dapat dicari dengan menggunakan persamaan q = m h3 . [2g (H – h3)]1/2
, namun dengan
koefisien debit yang berbeda disesuaikan dengan bentuk pelimpah dan kekasaran dari mercu
pelimpah.
Didalam praktek pelimpah ambang pendek dapat dibedakan menurut bentuk dan fungsinya yaitu :
pelimpah ambang tajam dan bendung pelimpah (spillway).
A. Pelimpah Ambang Tajam
Pelimpah ambang tajam digunakan untuk mengukur debit aliran di dalam saluiran irigasi.
Beberapa bentuk alat ukur pelimpah ambang tajam yang banyak digunakan adalah alat ukur
Rehbock, Thomson (V Notch), Cipoletti, dan Ambang Lingkaran.
JENIS ALAT UKUR
AMBANG TIPIS
PERSAMAAN
DEBIT ALIRAN
KETERANGAN
TAMBAHAN
3
2
effHg3
2
3
2BmQ
Heff = h + 0,11 cm
s
eff
h
H0,1411,045m
o Bentuk ambang
(pisau)
o Tidak ada kontraksi
hilir
o Lebar ambang sama
dengan lebar saluran
Q = m . tg ½ . h5/2
m 1,4 . m1/2
/ s
Berlaku untuk debit kecil
Q = m . r1/2
. h2
m 2,8 . m1/2
/ s
Berlaku untuk h < r
h
r
AMBANG LINGKARAN
h
ALAT UKUR THOMSON
hs
h H
ALAT UKUR REHBOCK
3O
1 mm
VI - 27
Q = m . B . h3/2
m = 1,86 . m1/2
/ s
Persyaratan :
B 3h
hs > 3h
l < 2h
Kemiringan pisau 4 : 1
Gambar 6.15 Alat-alat ukur pelimpah ambang tipis/ambang tajam
h
hS B
l 4
1
ALAT UKUR CIPOLETTI