doc.indra kp2kp s.liat.doc

24
PETUNJUK PEDOMAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN doc. Indra

Upload: deni-awaks-rozali

Post on 13-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KANTOR PELAYANAN PENYULUHAN DAN KONSULTASI PERPAJAKAN (KP2KP) TUGUMULYO

PETUNJUK

PEDOMAN PELAKSANAAN

KEWAJIBAN PERPAJAKANdoc. Indra

I. PTKP, TARIF PENHASILAN KENA PAJAK PPh OP /PPH BADAN,

DAFTAR KODE MAP DAN KJS

A. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

NOSTATUSSEBULANSETAHUN

1TK/ WAJIB PAJAK SENDIRI Rp. 1.320.000Rp. 15.840.000

2K.0/ KAWIN TETAPI TIDAK MEMPUNYAI TANGGUNGANRP. 1.430.000Rp. 17.160.000

3K.1/ KAWIN, TANGGUNGAN ANAK 1Rp. 1.540.000Rp. 18.480.000

4K.2/ KAWIN, TANGGUNGAN ANAK IIRp. 1.650.000Rp. 19.800.000

5K.3/ KAWIN, TANGGUNGAN ANAK IIIRp. 1.760.000Rp. 21.120.000

B. TARIF PPH PASAL 17 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

NOLAPISAN PENGHASILANTARIF (%)

1s.d Rp. 50.000.0005%

250.000.001 s.d 250.000.00015%

3250.000.001 s.d 500.000.00025%

4Diatas 50.000.00130%

C. TARIF PENGHASILAN KENA PAJAK WAJIB PAJAK BADAN UU NO.36 TAHUN 2008SPT Tahunan

Tahun 2009 diatas 50 MSPT Tahunan

Tahun 2009 dibawah 50 MSPT Tahunan

Tahun 2010 diatas 50 MSPT Tahunan

Tahun 2010 dibawah 50 M

28 %14 %25%12,5%

D. DAFTAR KODE MATA ANGGARAN PENERIMAAN (MAP) DAN KODE JENIS SETORAN (KJS)NOMAP*KJS*URAIAN

1411121100SPT Masa PPh Pasal 21

2411121401Pasal 21 Final atas pembayaran sekaligus JHT/Uang Tebusan Pensiun/Pesangon

3411121402Pasal 21 Final atas Honor/Insentif Gol III ke atas bagi PNS

4411122100SPT Masa PPh Pasal 22

5411122900SPT Masa PPh Pasal 22 Bagi Pemungut/Bendaharawan Pemerintah

6411124100SPT Masa PPh Pasal 23

7411124101SPT Masa PPh Pasal 23 atas Dividen

8411124102SPT Masa PPh Pasal 23 atas Bunga Premium/Diskonto

9411124103SPT Masa PPh Pasal 23 atas Royalti

10411124104SPT Masa PPh Pasal 23 atas Jasa (PMK. No.244/pmk.03/2008)

11411125100SPT Masa PPh Pasal 25 Orang Pribadi

12411125200SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

13411126100SPT Masa PPh Pasal 25 Badan

14411126200SPT Tahunan PPh Badan

15411611100Bea Materai

16411128401PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas Diskonto/Bunga Obligasi/Surat Utang Negara

17411128402PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

18411128403PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas Sewa Tanah dan/atau Bangunan

19411128404PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas Bunga Deposito/Tabungan/Jasa Giro/Diskonto SBI

20411128405PPh Final Pasal 4 ayat 2 atas Hadiah Undian

21411211100SPT Masa PPN

22411211900SPT Masa PPN bagi Pemungut/Bendaharawan

II. TARIF PPH PASAL 21, PASAL 22, PASAL 23, PPN PUT DAN PASAL 4 AYAT 2A. PPH PASAL 21

* Pembayaran Honorarium kepada guru non PNS atau Komite Sekolah ( bila ada ), harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 % dari jumlah bruto honor ( tidak final ).

* Pembayaran Honorarium kepada guru PNS gol.IIIA keatas, harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar

15 % dari jumlah bruto honor ( final ).

* Pembayaran Honorarium kepada guru PNS gol.IID kebawah tidak dilakukan pemotongan PPh

Pasal 21.

Penghasilan dipotong PPh Pasal 21 (Per 31/PJ/2009, Per 01 Januari 2009NoUraianTarif

1Pegawai Tetap, PNS, termasuk komisaris/dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap(bruto biaya jabatan-PTKP) x tarif psl. 17

2Pegawai tidak tetap, pegawai lepas (honorer, calaon pegawai, satpam, CS)a. Bulanan atau kumulatif melebihi Rp. 1.320.000,- per bulan =

(bruto-PTKP) x tarif psl. 17b. Harian melebihi Rp.150.000,- per hari kumulatif sebulan <

Rp 1.320.000 = (bruto- 150.000 x Tarif psl. 17)c. Harian melebihi Rp.150.000,-kumulatif sebulan>Rp.1.320.000,- = (bruto PTKP harian sebenarnya) x Tarif psl. 17

3Bukan pegawai (tenaga ahli, pengacara, dokter, akuntan, arsitek, notaris, pemain musik, penyanyi, mc, atlit, pemberi jasa, EO, agen iklan, dll)a. Berkesinambungan (lebih dari satu kali tahun kalender)

- Ada NPWP (50% x (bruto PTKP) x tarif psl. 17

- Tidak ada NPWP (50% x bruto) x tarif psl. 17

b. Tidak berkesinambungan = (50% x bruto) x tarif psl. 17

4Peserta kegiatan, pelatihan, peserta rapat, sidang dan lain-lain dari APBNa. Non PNS = bruto x tarif psl.17

b. PNS gol III.a ke atas = bruto x 15% (final)

B. PPH PASAL 22 & PPN

Tarif PPh pasal 22 adalah 1,5 % x DPP (Dasar Pengenaan Pajak)

Tarif PPN adalah 10 % x DPP (Dasar Pengenaan Pajak)

CONTOH 1 : ( Bendaharawan Sekolah Negeri )

1. Bendaharawan SMP Sungailiat membeli ATK ke toko Dayaprima Senilai Rp. 3.300.000 (sudah termasuk pajak), maka PPN dan PPh Pasal 22 serta uang

yang dibayarkan ke toko Dayaprima yakni ?

BRUTO =

Rp 3.300.000,-

PPN yang harus dipungut =10% x DPP=10%x (100/110 x 3.000.000) Rp 300.000,-

PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1.5%XDPP (1.5%X3.000.000) Rp 45.000,- Maka jumlah uang yang dibayarkan =

Rp 2.955.000,-Cara menghitungnya adalah sbb :

Pertama-tama dicari dulu DPP nya, dengan cara

DPP =

100/110 x 3.300.000 = 3.000.000,-

PPN =

10/100 x 3.000.000 = 300.000,-

PPh.Pasal 22 =

1,5/100 x 3.000.000 = 45.000,-

Jumlah uang yang dibayarkan =

98,5/100x3.000.000 = 2.955.000,-

Contoh 2 : ( Bendaharawan Sekolah Negeri )

1. Bendaharawan SMP Sungailiat membeli ATK ke toko DayaprimaSenilai Rp. 3.000.000 (BELUM TERMASUK PAJAK), maka PPN dan PPh Pasal 22 serta uang yang dibayarkan ke toko Dayaprima Yakni?

Harga Pembelian/DPP =

Rp 3.000.000,-

PPN yang harus dipungut =10% x DPP=10% x 3.000.000

Rp 300.000,-

PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1.5% X DPP (1.5%X3.000.000) Rp 45.000,- Maka jumlah uang yang dibayarkan =

Rp 2.955.000,-

Cara menghitungnya adalah sbb :

PPN =

10/100 x 3.000.000 = 300.000,-

PPh.Pasal 22 =

1,5/100 x 3.000.000 = 45.000,-

Jumlah uang yang dibayarkan =

98,5/100x3.000.000 = 2.955.000,-

NB : Belanja diatas Rp.2.000.000 Baru dikenakan PPh Pasal 22 (PERATURAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR : 154/PMK.03/2010/terlampir) berlaku mulai tanggal 31 Agustus 2010

C. PPH PASAL 23 & PPN Tarif PPh pasal 23 adalah 2 % x Jumlah Bruto tidak termasuk PPN. Tarif PPN adalah 10 % x DPP (Dasar Pengenaan Pajak)CONTOH 1 : ( Bendaharawan Sekolah Negeri )

1. Bendaharawan SMP Lubuk Linggau servis Computer ke toko ABC

Senilai Rp. 1.000.000 (sudah termasuk pajak), maka PPN dan PPh Pasal 23 serta uang

yang dibayarkan ke toko ABC Yakni?

BRUTO + PPN =

Rp . 1.000.000,-

PPN yang harus dipungut =10% x DPP=10%x (100/110 x 1.000.000) Rp . 90.909,-

BRUTO TIDAK TERMASUK PPN =

Rp. 909.091,-

PPh Pasal 23 yang harus dipungut = 2%X 909.091

Rp 18.181,- Maka jumlah uang yang dibayarkan =

Rp 890.910,-

CONTOH 2 : ( Bendaharawan Sekolah Negeri )

1. Bendaharawan SMP Lubuk Linggau servis Computer ke toko ABC

Senilai Rp. 1.000.000 (belum termasuk pajak), maka PPN dan PPh Pasal 23 serta uang

yang dibayarkan ke toko ABCYakni ?

Harga Barang =

Rp . 1.000.000,-

PPN yang harus dipungut =10% x harga barang =10% x 1.000.000 Rp . 100.000,- PPh Pasal 23 yang harus dipungut = 2%X 1.000.000

Rp 20.000,-

Maka jumlah uang yang dibayarkan =Rp. 1.000.000 20.000 = Rp. 980.000,-NB :

Untuk pemungutan PPh Pasal 23 tidak ada ketentuan batasan minimal nilai transaksi ;

Jenis Jasa PPh Pasal 23 ada Di Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 244/PMK.03/2008 (terlampir)D. PPH FINAL PASAL 4 AYAT 2

Tarif PPh Final untuk Bunga Deposito/ Tabungan = 20 % X Jumlah bruto bunga

Tarif PPh Final untuk Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau bangunan = 5 % X Jumlah Bruto Nilai pengalihan Tarif PPh Final untuk Hadiah Undian = 25 % X Jumlah bruto Hadiah Undian Tarif PPh Final untuk Sewa Tanah dan/atau Bangunan = 10 % X Jumlah bruto III. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT MASA/TAHUNAN SERTA SANKSI BAGI WP YANG TIDAK BER-NPWPA. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT MASANoJenis SPT MasaBatas Waktu Penyetoran/PembayaranBatas Waktu Penyampaian SPT Terakhir

1PPh Pasal 21Tanggal 10 bulan takwim berikutnyaTanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

2PPh Pasal 22 - BendaharawanPada hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang yang di biayai dari belanja negara dengan SSP yang di isi oleh dan atas nama rekanan serta ditanda tangani oleh Bendahara

14 hari setelah Masa Pajak

3PPh Pasal; 22- Bea CukaiHarus di setor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan

7 hari setelah pembayaran

4PPh Pasal 22- Yang DipungutHarus di lunasi sendiri oleh wajib pajak sebelum penebusan Delivery Order (DO)Tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir

5PPh Pasal 22 Badan TertentuPaling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnyaTanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir

6PPh Pasal 23/26Tanggal 10 bulan takwim berikutnyaTanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir

7PPh Pasal 25Tanggal 15 bulan takwim berikutnyaTanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir

8PPN/PPnBM-PKP/PemungutTanggal 15 bulan takwim berikutnya Tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir

9PPN/PPnBM-BendaharawanPaling lambat tanggal 7 bulan takwim berikutnya14 hari setelah akhir Masa Pajak

10PPN/PPN-BM-Yang DipungutHarus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan.7 hari setelah pembayaran

B. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNANNoYang Menyampaikan SPTBatas Waktu Penyetoran/PembayaranBatas waktu pembayaranBatas Waktu Penyampaian SPT

1SPT Tahunan PPh Orang PribadiWajib Pajak Orang PribadiSebelum SPT disampaikan3 Bulan setelah akhir Tahun Pajak

2SPT Tahunan PPh BadanWajib Pajak BadanSebelum SPT disampaikan4 Bulan setelah akhir Tahun Pajak

C. SANKSI BAGI YANG TIDAK BER-NPWP NoJenis Pot/PutTarif Non NPWP dibandingkan tarif NPWP

1PPh Pasal 2120% lebih tinggi

2PPh Pasal 22100% lebih tinggi

3PPh Pasal 23100% lebih tinggi

D.SANKSI ADMINISTRASI

NoSanksi Administrasi atas keterlambatan

atau tidak menyampaikan SPTDENDA

1SPT Masa bulananPPN = Rp. 500.000,-Lain-lain = Rp. 100.000,-

SPT Masa tahunanOrang Pribadi = Rp. 100.000,-Badan =Rp. 1000.000,-

IV. LAMPIRAN-LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR : 154/PMK.03/2010TENTANGPEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGANPEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPORATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAINDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 1

Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;

c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);

d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);

e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;

g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.Pasal 2(1)Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

a.

Atas impor:

1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;

2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau

3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

b.

Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

c.

Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:

1.

Bahan Bakar Minyak sebesar:

a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;

b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;

2.

Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;

3.

Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

d.

Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:

1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;

2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;

3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai ;

4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.

e.

Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

(2)Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.

(3)Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

(4)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.

Pasal 3(1)Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:

a.

Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;

b.

Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau PPN:

1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;

3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;

4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;

7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

8. barang pindahan;

9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;

10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;

11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program (PIN);

14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;

16. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

17. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;

18. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau

19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

c.

Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;

d.

Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;e.

Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d , berkenaan dengan:

1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.

f.

Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);

g.

Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;

h.

Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

(2)Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%(nol persen).

(3)Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(4)Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).

(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 4(1)Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.

(2)Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

(3)Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.

(4)Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.

(5)Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).

(6)Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Pasal 5(1)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:

a. importir yang bersangkutan; atau

b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

(2)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.

(3)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

(4)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Pasal 6(1)Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.

(2)Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :

a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan

c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Pasal 7

Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.Pasal 8

Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.Pasal 9(1)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d, penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.

(2)Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:

a. penyalur/agen bersifat final;

b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.Pasal 11

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor254/KMK.03/2001tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.Pasal 12

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Agustus 2010MENTERI KEUANGAN,

ttd.

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 31 Agustus 2010MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ttd.

PATRIALIS AKBARUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 42 TAHUN 2009TENTANGPERUBAHAN KETIGA ATASUNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASADAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Pasal 4

(1)

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

(2)

Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Ketentuan Pasal 4Adiubah sehinggaberbunyi sebagai berikut:

Pasal 4A

(1)

Dihapus.

(2)

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentudalam kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;

b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

c. makanandan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputimakanandan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasukmakanandan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dand. uang, emas batangan, dan surat berharga.

(3)

Jenis jasa yang tidak dikenai PPNadalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

a. jasa pelayanan kesehatan medik; jasa pelayanan sosial;

b. jasa pengiriman surat dengan perangko;

c. jasa keuangan;

d. jasa asuransi;

e. jasa keagamaan;

f. jasa pendidikan;

g. jasa kesenian dan hiburan;

h. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;

i. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;

j. jasa tenaga kerja;

k. jasa perhotelan;

l. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;

m. Jasa penyediaan tempat parkir;

n. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

o. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan

p. Jasa boga atau katering

Ketentuan Pasal 5 diubah sehinggaberbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1)

Disamping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dikenai juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan

b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

(2)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

7.Ketentuan Pasal 5A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5A

(1)

PPN atau PPNBm atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut.

(2)

PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan tersebut.

(3)

Ketentuan mengenai tata cara pengurangan Pajak Pertambahan Nilaiatau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengurangan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri Keuangan.

Ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).

(2)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;

b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan

c. ekspor Jasa Kena Pajak.

(3)

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PASAL II

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Disahkan di Jakartapada tanggal 15 Oktober 2009PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 15 Oktober 2009MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTAPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 244/PMK.03/2008TENTANGJENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF CANGKA 2UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983TENTANG PAJAK PENGHASILANSEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGANUNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 1

(1)Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

(2)Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Jasa penilai (appraisal);

b. Jasa aktuaris;

c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

d. Jasa perancang (design);

e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);

f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;

h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

i. Jasa penebangan hutan;

j. Jasa pengolahan limbah;

k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)

l. Jasa perantara dan/atau keagenan;

m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;

n. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

p. Jasa mixing film;

q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

t. Jasa maklon;

u. Jasa penyelidikan dan keamanan;

v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

w. Jasa pengepakan;

x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;

y. Jasa pembasmian hama;

z. Jasa kebersihan atau cleaning service;

aa. Jasa catering atau tata boga.

(3)Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tariff sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 2(1)Jasa penunjang di bidang penambangan migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf f adalah jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa:

a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;

b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur semen untuk maksud-maksud:

Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong / Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air/ Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal/ Penutupan sumur.

c. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangakaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa;

d. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;

e. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil;

f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;

g. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;

h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair);

i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan;

j. Jasa penggantian peralatan/material;

k. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;

l. Jasa mud engineering;

m. Jasa well logging & perforating;

n. Jasa stimulasi dan secondary decovery;

o. Jasa well testing & wire line service;

p. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;

q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;

r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;

s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pegeboran migas.

(2)Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf g adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa:

a. Jasa pengobaran;

b. Jasa penebasan;

c. Jasa pengupahan dan pengeboran;

d. Jasa penambangan;

e. Jasa pengangkutan/system transportasi, kecuali jasa angkutan umum;

f. Jasa pengolahan bahan galian;

g. Jasa reklamasi tambang;

h. Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan penggalian/pemindahan tanah;

i. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.

(3)Jasa penunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf h adalah berupa:

a. Bidang aeronautika, termasuk:

1. Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;

2. Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);

3. Jasa pelayanan penerbangan;

4. Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara didarat;

5. Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.

b. Bidang non-aeronautika, termasuk:

1. Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;

2. Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.

(4)Jasa maklon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf t adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.

(5)Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf v adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelengaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.

Pasal 3

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 2008MENTERI KEUANGAN

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI