eprintseprints.unpam.ac.id/1835/8/lampiran .doc · web view2 uang penghargaan masa kerja: 6 bulan...
TRANSCRIPT
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 1
m P U T U S A N
Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan industrial pada tingkat kasasi
memutuskan sebagai berikut dalam perkara antara:
1 YUSNIARI, bertempat tinggal di Dusun Pasir Putih Utara RT/RW.
02/01, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Maluk, Kabupaten
Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat,
2 MARTHEN LEMPANG, bertempat tinggal di Niru No. 23
Karang Janggu Cakranegara, Kelurahan Karang Janggu, Kota
Mataram, Nusa Tenggara Barat,
3 DWI YANTORO, bertempat tinggal di Jalan Raya Serani Blok
18A No. 13 RT/RW. 001/005 Kelurahan Sekarpuro, Kecamatan
Pakis, BTN Sawojajar 2, Kotamadya Malang-Jawa Timur,
4 SURYADI, bertempat tinggal di Dusun Maluk Loka RT/RW. 08/03.
Desa Maluk, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa
Tenggara Barat, kesemuanya dalam hal ini memberi kuasa kepada :
1 Zainuddin,
2 Burhanuddin,
3 Jamaluddin,
4 Muchammad Fachruddin,
5 Jamaluddin, kesemuanya adalah karyawan PT Newmount Nusa
Tenggara sekaligus selaku Pengurus Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia PUK SPKEP SPSI PT NTT yang bekedudukan di
Townsite Batu Hijau PT Newmount Nusa Tenggara, Kecamatan
Sekongkang, Kabupaten sumbawa Barat, NTB, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus Nomor 058-A/PUK.SPKEP/SPSI/XII/2013 tanggal
28 November 2013, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu
Tergugat II, III, IV dan VI ;
m e l a w a n
PT. NEWMONT NUSA TENGGARA, berkedudukan di Menara
Rajawali Lantai 26, Jalan Dr Ide Anak Agung Gde Agung (d/h Jalan
Hal. 1 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 2
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Mega Kuningan) Lot. #5.1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta, dalam hal
ini memberi kuasa kepada :
1 Ignatius Andy, SH.,
2 I Gede Sukarmo, SH., MH.,
3 Ridwan, SH.,
4 Rando Purba, SH.,
5 Made Susanti, SH., Para Advokat dan Asisten Advokat, beralamat di
Jl. Catur Warga No.7, Kota Mataram, Nusatenggara Barat,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal Nomor 1564/PD-MH/NNT/
III/2014, tanggal 6 Maret 2014, sebagai Termohon Kasasi dahulu
Penggugat ;
d a n :
1 Drs. AZHAR, bertempat tinggal di Dusun Sumber Sari RT/
RW.12/03. Desa Bukit Damai, Kecamatan Maluk, Kabupaten
Sumbawa Barat,Nusa Tenggara Barat,
2 MANSYUR BETHAN, bertempat tinggal di Babakan
Residence, Jalan Jaya Lengkara Blok A/1 Sandubaya, Kota
Mataram Nusa Tenggara Barat,
Para Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat I dan Tergugat V;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon
Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Pemohon Kasasi
dan turut Termohon Kasasi dahulu sebagai Para Tergugat di depan persidangan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram, pada pokoknya
sebagai berikut:
I RIWAYAT PEKERJAAN PARA TERGUGAT
Bahwa Para Tergugat bekerja sebagai karyawan Penggugat dengan riwayat
pekerjaan sebagai berikut:
Tergugat I (Drs. ASHAR – NB0568)
a Status : Pegawai Tetap
b
c
Diangkat sebagai pegawai tetap
Jabatan terakhir
: 19 Mei 1997
: Specialist – Purchasing Support
d Gaji terakhir : Rp.7.764.000,-
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 3
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
e Dirumahkan tanggal : 9 November 2012
f Diskorsing tanggal : 12 Desember 2012
g Masa Kerja : 15 tahun 10 bulan
Tergugat II (YUSNIARI – NB3013)
a Status : Pegawai Tetap
b Diangkat sebagai pegawai tetap : 9 November 1999
c Jabatan terakhir : Specialist – Contract & Invoicing
d Gaji terakhir : Rp.11.293.000,-
e Dirumahkan tanggal : 9 November 2012
f Diskorsing tanggal : 12 Desember 2012
g Masa Kerja : 13 tahun 4 bulan
Tergugat III (MARTHEN LEMPANG – NB4119)
a
b
Status :
Diangkat sebagai pegawai tetap :
Pegawai Tetap
17 Mei 2000
c Jabatan terakhir : Specialist – SHLP Compliance
d Gaji terakhir : Rp.9.873.000,-
e Dirumahkan tanggal : 9 November 2012
f Diskorsing tanggal : 14 Desember 2012
g Masa Kerja : 12 tahun 10 bulan
Tergugat IV (DWI YANTORO – NB2046)
a
b
Status :
Diangkat sebagai pegawai tetap :
Pegawai Tetap
24 Juni 1999
c Jabatan terakhir : Specialist – SHLP Compliance
d Gaji terakhir : Rp.12.099.000,-
e Dirumahkan tanggal : 9 November 2012
f
g
Diskorsing tanggal :
Masa Kerja :
14 Desember 2012
13 tahun 9 bulan
Tergugat V (MANSYUR BETHAN – NB2828)
a Status : Pegawai Tetap
b Diangkat sebagai pegawai tetap : 31 Oktober 1999
c
d
Jabatan terakhir :
Gaji terakhkir :
Foreman – Mobile Equipment
Rp.15.107.000,-
Hal. 3 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 4
e Dirumahkan tanggal : 9 November 2012
f
g
Diskorsing tanggal :
Masa Kerja :
14 Desember 2012
13 tahun 5 bulan
Tergugat VI (SURYADI – NB3883)
a
b
Status :
Diangkat sebagai pegawai tetap :
Pegawai Tetap
2 Maret 2000
c Jabatan Terakhir : Foreman – Mobile Equipment
d Gaji terakhir : Rp.13.778.000,-
e
f
Dirumahkan tanggal :
Diskorsing tanggal :
9 November 2012
12 Desember 2012
g Masa Kerja : 13 tahun
II PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN
NEGERI MATARAM YURISDIKSI UNTUK MENGADILI PERKARA
INI
Selanjutnya, Penggugat menguraikan alasan-alasan dan dasar-dasar Gugatan
perselisihan hubungan industrial pemutusan hubungan kerja (PHK) ini sebagai berikut :
1 Bahwa Penggugat mempunyai hak untuk mengajukan Gugatan perselisihan
hubungan industrial pemutusan hubungan kerja (PHK) ini ke Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Mataram.
2 Bahwa para pihak atau salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke PHI apabila
para pihak telah menempuh tahap mediasi, namun gagal mencapai kesepakatan
atau apabila para pihak/salah satu pihak menolak anjuran yang dikeluarkan oleh
mediator. Hal ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
• Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (“UU No. 2/2004”) menyatakan:
“Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai
kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial.”
• Pasal 14 ayat (1) UU No. 2/2004 secara tegas menyatakan:
“Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf a ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 5
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.”
3 Bahwa dalam proses menyelesaikan perkara ini, para pihak sebelumnya telah
menempuh tahap bipartite (Bukti P-1A s/d P-1F) dan mediasi. Selanjutnya,
mediator telah mengeluarkan Anjuran Nomor 567/564/ Nakertrans/2013 pada 31
Juli 2013 (Bukti P-2). Oleh karena itu, Penggugat mempunyai hak untuk
mengajukan Gugatan ini ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Mataram di Mataram.
4 Bahwa perkara ini merupakan perselisihan hubungan industrial (perselisihan
pemutusan hubungan kerja) antara Penggugat sebagai pengusaha dengan Para
Tergugat sebagai pekerja yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2/2004
yang menyatakan sebagai berikut:
“Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan” ;
5 Bahwa secara lebih khusus, jenis perselisihan hubungan industrial dalam perkara
ini adalah perselisihan pemutusan hubungan kerja antara Penggugat dengan Para
Tergugat yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 2/2004 yang menyatakan
sebagai berikut:
“Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak” ;
6 Bahwa perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam perkara ini timbul karena
perbedaan pendapat dan tidak adanya kesepakatan antara Penggugat sebagai
pengusaha dengan Para Tergugat sebagai pekerja mengenai keinginan Penggugat
untuk mengakhiri hubungan kerja Para Tergugat.
7 Bahwa Penggugat ingin melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap Para
Tergugat sebagai upaya untuk dapat mempertahankan keberlangsungan kegiatan
operasional Penggugat.
8 Bahwa dengan demikian, Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan
yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ini. Hal ini sesuai
dengan Pasal 1 angka 17 UU No. 2/2004 yang menyatakan sebagai berikut:
Hal. 5 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 6
“Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa, mengadili dan
memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial”.
Pasal 56 juga secara tegas menyatakan:
“Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus:
a Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
b Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
c Di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/
serikat buruh dalam satu perusahaan.”
9 Bahwa lebih lanjut, Pengadilan Hubungan Industrial yang dimaksud adalah
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram. Hal ini sesuai
dengan Pasal 81 UU No. 2/2004 yang menyatakan:
“Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
pekerja/buruh bekerja” ;
10 Bahwa tempat Para Tergugat bekerja yang berkaitan dengan perkara ini berada
di wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Mataram, yaitu di Provinsi NTB. Dengan demikian, Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram merupakan pengadilan yang
berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ini;
11 Bahwa berdasarkan penjelasan di atas sudah sepatutnya Majelis Hakim Yang
Mulia menerima pengajuan Gugatan ini karena telah diajukan ke Pengadilan
Hubungan Industrial yang berwenang setelah dilakukan tahapan dan mekanisme
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
III PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PARA TERGUGAT
MERUPAKAN UPAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN
KELANGSUNGAN KEGIATAN OPERASIONAL PENGGUGAT.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 7
1 Bahwa saat ini, industri pertambangan global tengah menghadapi tantangan yang
sangat berat akibat harga jual logam yang menurun sedangkan biaya operasional
Penggugat terus meningkat. Hal ini memberi dampak yang merugikan terhadap
seluruh perusahaan tambang di seluruh dunia termasuk Penggugat (Bukti P-3) ;
2 Bahwa, selain terkena dampak industri pertambangan global, saat ini kondisi
Penggugat menjadi bertambah buruk dikarenakan tingkat produksi Penggugat
yang terus mengalami penurunan, sementara biaya operasional dan biaya modal
Penggugat justru mengalami peningkatan yang signifikan (Bukti P-4). Penggugat
tidak dapat terus-menerus mempertahankan kegiatan operasional perusahaan
seperti sekarang ini sebab akan berdampak pada berkurangnya kemampuan
Penggugat untuk beroperasi secara berkelanjutan dan/atau berinvestasi di masa
yang akan datang. Dampak yang lebih buruk lagi, kondisi ini dapat
mengakibatkan ditutupnya kegiatan operasional perusahaan secara keseluruhan ;
3 Bahwa untuk dapat mempertahankan kelangsungan operasional Penggugat, maka
Penggugat secara berkelanjutan telah melakukan langkah-langkah penghematan
untuk mengurangi dampak kerugian bagi Penggugat berupa (Bukti P-5):
1 Pengurangan dan pembatasan jumlah pembelian alat berat dan
perlengkapan lainnya, seperti haul truck, shovel, excavator dan lainnya;
2 Pengurangan peralatan pendukung operasional yang disewa, seperti
crane, forklift, helikopter, bis penumpang dan lainnya;
3 Pengurangan tenaga kerja asing;
4 Pengurangan kegiatan eksplorasi;
5 Pengurangan jumlah kendaraan ringan yang dioperasikan dan
pembatasan/pengaturan ulang penggunaan kendaraan ringan yang ada;
6 Pengurangan jumlah konsultan serta mitra bisnis dan karyawannya;
7 Peniadaan kenaikan gaji berdasarkan kinerja karyawan (merit increase);
8 Pengurangan jumlah donasi;
9 Pengurangan jumlah perjalanan dinas, pelatihan dan seminar;
10 Pembatasan kegiatan yang sifatnya seremonial dan kegiatan lainnya;
11 Pembatasan dan pengaturan ulang penggunaan alat telekomunikasi yang
ada;
Sebelum melakukan langkah-langkah penghematan tersebut di atas, Penggugat
telah melakukan sosialisasi ke semua departemen (bagian) termasuk ke
departemen (bagian) tempat Para Tergugat bekerja;
Hal. 7 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 8
4 Bahwa, walaupun langkah-langkah penghematan telah dilakukan sebagaimana
tersebut di atas, namun hal itu belum cukup untuk memastikan keberlangsungan
operasional perusahaan secara sehat dan berkelanjutan karena Penggugat
ternyata masih tetap mengalami kerugian. Oleh karena itu, dengan sangat
terpaksa, Penggugat harus melakukan upaya tambahan yaitu berupa reorganisasi
perusahaan, antara lain sebagai berikut:
1 Merampingkan atau mengurangi posisi supervisi dan/atau staf;
2 Menata ulang garis tanggung jawab; dan
3 Menghapus sejumlah posisi/jabatan yang kosong karena pekerja pensiun,
mengundurkan diri, atau alasan-alasan lain, termasuk posisi/jabatan Para
Tergugat (Bukti P-6);
5 Bahwa, sebagai akibat pelaksanaan reorganisasi tersebut, Penggugat telah
melakukan pengurangan karyawan sebanyak 53 (lima puluh tiga) orang secara
musyawarah mufakat dengan persetujuan bersama sesuai dengan ketentuan Pasal
66 Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku di Penggugat (Bukti P-7). Sedangkan,
Para Tergugat menolak untuk dilakukan pemutusan hubungan kerja secara
musyawarah mufakat;
6 Bahwa selain dimaksudkan sebagai upaya untuk melakukan penghematan akibat
kerugian yang dialami oleh Penggugat, pengurangan dan penghapusan posisi
karyawan (termasuk posisi Para Tergugat) juga dilakukan dengan pertimbangan
bahwa saat ini jumlah karyawan untuk posisi-posisi tersebut telah melebihi
kebutuhan operasional perusahaan. Kondisi ini mengharuskan Penggugat untuk
melakukan pengurangan karyawan (termasuk Para Tergugat) agar dapat
mempertahankan kelanjutan operasional perusahaan.
7 Bahwa Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU No. 13/2003”) pada pokoknya mengatur bahwa hubungan
kerja antara pengusaha dan pekerja harus mempunyai unsur pekerjaan, upah dan
perintah. Hal ini kami kutip sebagai berikut:
“….Hubungan kerja adalah hubungan antara Pengusaha dengan Pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan
perintah…”;
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 9
8 Bahwa unsur-unsur hubungan kerja d i atas bersifat kumulatif sehingga seluruh
unsur tersebut harus terpenuhi sebagai syarat untuk membuktikan adanya
hubungan kerja antara Penggugat dan Para Tergugat. Apabila unsur-unsur
tersebut diterapkan dan diuji dalam hubungan hukum antara Penggugat dan Para
Tergugat, maka terlihat jelas bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Para
Tergugat sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 13/2003 sudah menjadi
tidak terpenuhi karena:
i Sesuai uraian di atas, jumlah karyawan Penggugat pada posisi-posisi
yang dijabat oleh Para Tergugat melebihi volume pekerjaan yang ada
sehingga melebihi kebutuhan perusahaan. Hal ini berarti bahwa saat
ini pekerjaan yang tersedia bagi Para Tergugat untuk mendukung
kelanjutan operasional perusahaan sudah tidak ada. Dengan demikian,
unsur pekerjaan sudah tidak terpenuhi dalam hubungan hukum antara
Penggugat dan Para Tergugat;
ii Karena unsur pekerjaan sudah tidak terpenuhi maka unsur perintah
dari Penggugat kepada Para Tergugat juga menjadi tidak terpenuhi
dalam hubungan hukum antara Penggugat dan Para Tergugat;
Berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa unsur pekerjaan dan unsur perintah
sudah tidak terpenuhi dalam hubungan hukum antara Penggugat dan Para
Tergugat. Karena itu, secara hukum hubungan kerja antara Penggugat dan Para
Tergugat juga sudah tidak terpenuhi. Dengan demikian, pengakhiran hubungan
kerja terhadap Para Tergugat sudah tepat dan berdasar hukum;
9 Bahwa tindakan Penggugat yang telah terlebih dahulu melakukan berbagai
langkah penghematan sebelum melakukan PHK telah sesuai dengan ketentuan
Pasal 151 ayat (1) UU No. 13/2003 yang menyatakan:
“Pengusaha, Pekerja/buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan pemerintah,
dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja”
Dengan demikian, pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh Penggugat
terhadap Para Tergugat sudah tepat dan berdasar hukum;
Hal. 9 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 10
10 Bahwa, terkait dengan langkah penghematan yang dilakukan sebagaimana
disebutkan dalam Angka 4 butir 4.4 di atas, Penggugat dengan terpaksa telah
mengurangi sebagian besar kegiatan eksplorasi yang sedang berlangsung di blok
Elang, Kabupaten Sumbawa yang juga mengakibatkan diberhentikannya
sebagian besar karyawan eksplorasi secara bertahap sejumlah 110 karyawan. Hal
ini terpaksa dilakukan oleh Penggugat, meskipun kegiatan eksplorasi tersebut
bagi Penggugat adalah merupakan kegiatan terpenting yang seharusnya
dilakukan demi keberlangsungan operasional Penggugat dalam jangka panjang.
Bahkan, dengan memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi saat ini,
sangat besar kemungkinannya Penggugat akan kembali melakukan pengurangan
tenaga kerja sebagai upaya penghematan operasional perusahaan (Bukti P-8).
11 Bahwa pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan dengan alasan efisiensi
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan operasional suatu
perusahaan agar tidak tutup secara keseluruhan telah sesuai dengan Putusan
Mahkamah Agung No. 217 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 31 Maret 2010 pada halaman
17 yang kami kutip sebagai berikut:
“Bahwa ternyata hubungan hukum antara Pemohon Kasasi dengan Termohon
Kasasi dinyatakan putus dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), mengacu
kepada Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor: 13 Tahun 2003 dengan alasan
efisiensi guna penyelamatan perusahaan tersebut;”
12 Bahwa lebih lanjut, pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan dengan alasan
efisiensi sudah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung. Bahwa terdapat
beberapa Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan pemutusan
hubungan kerja terhadap karyawan dengan alasan efisiensi, antara lain sebagai
berikut:
• Putusan Mahkamah Agung No. 85 K/Pdt.Sus/2013 tanggal 30 Mei 2013
pada halaman 8 menyatakan:
“Bahwa PHK yang terjadi merupakan PHK yang digolongkan PHK karena
efisiensi,…”
• Putusan Mahkamah Agung No. 288 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 25 Oktober
2012 pada halaman 12 menyatakan:
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 11
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“tindakan PHK oleh Tergugat a quo dapat dikatagorikan sebagai PHK dengan
alasan melakukan efisiensi sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 164 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;”
• Putusan Mahkamah Agung No. 828 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 20 April 2011
pada halaman 8 menyatakan:
“putusan Judex Facti dalam pokok perkara yang demikian telah sesuai dengan
ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 karena tindakan PHK
oleh Tergugat a quo dapat dikategorikan sebagai tindakan PHK dengan alasan
melakukan efisiensi;”
13 Bahwa lebih jauh, karena adanya ketidaksesuaian pendapat mengenai
pengakhiran hubungan kerja secara musyawarah mufakat antara Penggugat
dengan Para Tergugat, saat ini hubungan kerja antara Penggugat dengan Para
Tergugat sudah menjadi tidak harmonis sehingga hubungan kerja Penggugat dan
Para Tergugat sudah tidak sesuai dengan salah satu tujuan dasar pembentukan
UU No. 13/2013, yaitu untuk mewujudkan hubungan industrial yang harmonis
antara pengusaha dan tenaga kerja (Penjelasan Umum UU No. 13/2013). Bahwa
pemutusan hubungan kerja berdasarkan alasan disharmonisasi adalah berdasar
hukum karena telah sesuai dengan Penjelasan Umum UU No. 2/2004. Hal ini
telah menjadi yurisprudensi tetap Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut :
• Putusan Mahkamah Agung No. 20 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 21 Februari
2012 pada halaman 31 yang menyatakan:
“Bahwa alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan bahwa hubungan kerja tidak
mungkin harmonis lagi,…;
Bahwa terhadap PHK dengan alasan disharmonis dapat dikabulkan karena
telah sesuai dengan Penjelasan Umum Alinea III Undang-Undang No. 2
Tahun 2004…”
• Putusan MA No. 461 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 3 Agustus 2012 pada
halaman 31 yang menyatakan:
“bahwa karena Pengusaha/Pemohon Kasasi telah menjatuhkan skorsing dalam
rangka proses pemutusan hubungan kerja (PHK)…, maka berdasarkan
tuntutan ex aequo et bono , adil dijatuhkan putusan hubungan kerja dengan
Hal. 11 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 12
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
alasan sebagaimana dimaksud pada penjelasan umum alinea ke-3 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 karena disharmonis…”
Dengan demikian, pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh Penggugat
terhadap Para Tergugat sangat beralasan hukum;
14 Berdasarkan seluruh uraian di atas, terbukti bahwa pemutusan hubungan kerja
terhadap Para Tergugat merupakan dampak reorganisasi perusahaan sebagai
salah satu upaya penghematan/efisiensi yang bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan kegiatan operasional Penggugat. Oleh karena itu kami mohon agar
Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan
Para Tergugat berakhir karena PHK, dengan hak-hak normatif sesuai ketentuan
hukum yang berlaku;
IV HAK-HAK NORMATIF PARA TERGUGAT
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13/2003, perhitungan uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak atas pemutusan
hubungan kerja Para Tergugat gross (sebelum dikurangi pajak) adalah sebagai
berikut:
Tergugat I (Drs. ASHAR – NB0568).
Masa Kerja 15 tahun 10 bulan dan besarnya gaji/bulan Rp7.764.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp7.764.000,00
= Rp69.876.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU No. 13/2003 yang mengatur
bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi dengan
kewajiban membayar uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), maka besarnya uang pesangon yang diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp 69.876.000,00
= Rp139.752.000,00 (seratus tiga puluh sembilan juta tujuh ratus lima puluh
dua ribu rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 6 bulan upah.
= 6 x Rp 7.764.000,00
= Rp46.584.000,00 (empat puluh enam juta lima ratus delapan puluh empat
ribu rupiah).
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 13
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja
= 15/100 x (Rp139.752.000,00 + Rp27.950.400,00)
= 15/100 x Rp186.336.000,00
= Rp27.950.400,00 (dua puluh tujuh juta sembilan ratus lima puluh ribu
empat ratus rupiah).
Tergugat II (YUSNIARI – NB3013).
Masa Kerja 13 tahun dan besarnya gaji/bulan Rp11.293.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp11.293.000,00
= Rp101.637.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan
perusahaan melakukan efisiensi dengan kewajiban membayar uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), maka besarnya uang
pesangon yang diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp101.637.000,00
= Rp203.274.000,00 (dua ratus tiga juta dua ratus tujuh puluh empat ribu
rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.
= 5 x Rp11.293.000,00
= Rp56.465.000,00 (lima puluh enam juta empat ratus enam puluh lima
ribu rupiah).
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja
= 15/100 x (Rp203.274.000,00 + Rp56.465.000,00)
= 15/100 x Rp259.739.000,00
= Rp38.960.850,00 (tiga puluh delapan juta sembilan ratus enam puluh
ribu delapan ratus lima puluh rupiah).
Tergugat III (MARTHIN LEMPANG – NB4119).
Masa Kerja 12 tahun 10 bulan dan besarnya gaji/bulan Rp9.873.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
Hal. 13 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 14
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp9.873.000,00
= Rp 88.857.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan
melakukan efisiensi dengan kewajiban membayar uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), maka besarnya uang pesangon yang
diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp88.857.000,00
= Rp177.714.000,00 (seratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus empat belas
ribu rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.
= 5 x Rp9.873.000,00
= Rp49.365.000,00 (empat puluh sembilan juta tiga ratus enam puluh lima
ribu rupiah).
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja.
= 15/100 x (Rp177.714.000,00 + Rp49.365.000,00)
= 15/100 x Rp 227.079.000,00
= Rp. 34.061.850,- (tiga puluh empat juta enam puluh satu ribu delapan ratus
lima puluh rupiah).
Te r gu gat I V (D WI YANTORO – NB204 6 ).
Masa Kerja 13 tahun dan besarnya gaji/bulan Rp12.099.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp12.099.000,00
= Rp108.891.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan
melakukan efisiensi dengan kewajiban membayar uang pesangon sebesar 2
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 15
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), maka besarnya uang pesangon yang
diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp108.891.000,00
= Rp217.782.000,- (dua ratus tujuh belas juta tujuh ratus delapan puluh
dua ribu rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.
= 5 x Rp12.099.000,00
= Rp60.495.000,00 (enam puluh juta empat ratus sembilan puluh lima ribu
rupiah).
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja.
= 15/100 x (Rp 217.782.000,00 + Rp60.495.000,00)
= 15/100 x Rp278.277.000,00
= Rp41.741.550,- (empat puluh satu juta tujuh ratus empat puluh satu ribu
lima ratus lima puluh rupiah ).
Tergugat V (MANSYUR BETHAN – NB2828).
Masa Kerja 13 tahun dan besarnya gaji/bulan Rp15.107.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp15.107.000,00
= Rp135.963.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan
melakukan efisiensi dengan kewajiban membayar uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), maka besarnya uang pesangon yang
diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp135.963.000,00
= Rp271.926.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu juta sembilan ratus dua
puluh enam ribu rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.
= 5 x Rp 15.107.000,00
Hal. 15 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 16
= Rp75.535.000,00 (tujuh puluh lima juta lima ratus tiga puluh lima ribu
rupiah).
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja..
= 15/100 x (Rp271.926.000,00 + Rp.75.535.000)
= 15/100 x Rp347.461.000,00
= Rp52.119.150,00 (lima puluh dua juta seratus sembilan belas ribu seratus
lima puluh rupiah).
Tergugat VI (SURYADI – NB3883).
Masa Kerja 13 tahun 3 bulan dan besarnya gaji/bulan Rp13.778.000,00 diperoleh
perhitungan sebagai berikut:
1 Uang Pesangon: 9 bulan upah.
= 9 x Rp13.778.000,00
= Rp124.002.000,00
Dan sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan
perusahaan melakukan efisiensi dengan kewajiban membayar uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), maka besarnya uang
pesangon yang diterima Tergugat I adalah:
= 2 x Uang Pesangon.
= 2 x Rp124.002.000,00
= Rp248.004.000,00 (dua ratus empat puluh delapan juta empat ribu
rupiah).
2 Uang Penghargaan Masa Kerja: 5 bulan upah.
= 5 x Rp13.778.000,00
= Rp68.890.000,00 (enam puluh delapan juta delapan ratus sembilan
puluh ribu rupiah).
3 Uang Penggantian Hak: 15% dari jumlah Pesangon dan Penghargaan Masa
Kerja.
= 15/100 x (Rp248.004.000,00 + Rp68.890.000,00)
= 15/100 x Rp316.894.000,00
= Rp47.534.100,00 (empat puluh tujuh juta lima ratus tiga puluh empat ribu
seratus rupiah).
V TUNTUTAN PROVISI.
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 17
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa, karena gugatan ini diajukan berdasarkan alat bukti yang sah, otentik dan
kuat, maka Penggugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara ini menyatakan putusan ini dapat diperintahkan untuk dijalankan terlebih
dahulu meskipun ada upaya hukum kasasi (Uitvoerbaar bij Voorraad).
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram agar memberikan putusan
sebagai berikut:
DALAM PROVISI:
Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada
upaya hukum kasasi maupun upaya hukum lainnya (Uitvoerbaar bij Voorraad).
DALAM POKOK PERKARA:
1 Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2 Menetapkan hukum:
1 bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat I (Drs. ASHAR –
NB0568) putus sejak tanggal 12 Desember 2012.
2 bahwa hak Tergugat I (Drs. ASHAR – NB0568) sesuai ketentuan Pasal
156 Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adalah
sebesar:
Pesangon : Rp139.752.000,00 (seratus tiga puluh sembilan
juta tujuh ratus lima puluh dua ribu rupiah).
Penghargaan Masa Kerja : Rp46.584.000,00 ( empat puluh enam juta lima
ratus delapan puluh empat ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp27.950.400,00 (dua puluh tujuh juta sembilan
ratus lima puluh ribu empat ratus rupiah).
3 Menetapkan hukum:
1 Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat II (YUSNIARI –
NB3013) putus sejak tanggal 12 Desember 2012.
2 Bahwa hak Tergugat II (YUSNIARI – NB3013) sesuai ketentuan Pasal 156
Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adalah sebesar:
Pesangon : Rp. 203.274.000,- (dua ratus tiga juta dua ratus
tujuh puluh empat ribu rupiah).
Hal. 17 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 18
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penghargaan Masa Kerja : Rp. 56.465.000,- (lima puluh enam juta empat
ratus enam puluh lima ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp. 38.960.850,- (tiga puluh delapan juta
sembilan ratus enam puluh ribu delapan ratus
lima puluh rupiah).
4 Menetapkan hukum:
1 Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat III ( MARTHIN
LEMPANG – NB4119) putus sejak tanggal 14 Desember 2012.
2 Bahwa hak Tergugat III (MARTHIN LEMPANG – NB4119) sesuai
ketentuan Pasal 156 Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, adalah sebesar:
Pesangon : Rp177.714.000,00 (seratus tujuh puluh tujuh
juta tujuh ratus empat belas ribu rupiah).
Penghargaan Masa Kerja: Rp49.365.000,00 (empat puluh sembilan juta tiga
ratus enam puluh lima ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp34.061.850,00 (tiga puluh empat juta enam
puluh satu ribu delapan ratus lima puluh rupiah).
5 Menetapkan hukum:
1 Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat IV (DWI YANTORO –
NB2046) putus sejak tanggal 14 Desember 2012.
2 Bahwa hak Tergugat IV (DWI YANTORO – NB2046) sesuai ketentuan Pasal
156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adalah
sebesar:
Pesangon : Rp217.782.000,00 (dua ratus tujuh belas juta
tujuh ratus delapan puluh dua ribu rupiah).
Penghargaan Masa Kerja: Rp60.495.000,00 (enam puluh juta empat ratus
sembilan puluh lima ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp41.741.550,00 (empat puluh satu juta tujuh
ratus empat puluh satu ribu lima ratus lima
puluh rupiah).
6 Menetapkan hukum:
1 Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat V (MANSYUR
BETHAN – NB2828) putus sejak tanggal 14 Desember 2012.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 19
2 Bahwa hak Tergugat V (MANSYUR BETHAN – NB2828) sesuai ketentuan
Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
adalah sebesar:
Pesangon : Rp271.926.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu
juta sembilan ratus dua puluh enam ribu rupiah).
Penghargaan Masa Kerja: Rp75.535.000,00 ( tujuh puluh lima juta lima ratus
tiga puluh lima ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp52.119.150,00 (lima puluh dua juta seratus
sembilan belas ribu seratus lima puluh rupiah).
• Menetapkan hukum:
1 Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat VI (SURYADI –
NB3883) putus sejak tanggal 12 Desember 2012.
2 Bahwa hak Tergugat VI (SURYADI – NB3883) sesuai ketentuan Pasal 156
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adalah
sebesar:
Pesangon : Rp248.004.000,00 (dua ratus empat puluh
delapan juta empat ribu rupiah).
Penghargaan Masa Kerja : Rp68.890.000,00 (enam puluh delapan juta
delapan ratus sembilan puluh ribu rupiah).
Penggantian Hak : Rp47.534.100,00 (empat puluh tujuh juta lima
ratus tiga puluh empat ribu seratus rupiah).
• Menghukum Para Tergugat untuk mematuhi serta melaksanakan putusan dalam
perkara ini.
• Menetapkan biaya perkara sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
dan/atau
Apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan lain yang
seadil-adilnya (ex aquo et bono).
Bahwa, terhadap gugatan tersebut, Tergugat mengajukan Rekonvensi pada
pokoknya sebagai berikut:
i Bahwa Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi telah
melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Tergugat II, III,
IV dan VI Konpensi/Penggugat Rekonpensi tanpa melalui
Hal. 19 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 20
prosedur hukum yang berlaku dan bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundangan ketenagakerjaan, karena tidak memperoleh
ijin dari instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
ii Bahwa atas tindakan Penggugat tersebut Tergugat II, III, IV dan
VI Konpensi/Penggugat Rekonpensi sangat dirugikan baik moril
maupun materiil, karena dengan adanya tindakan Pemutusan
Hubungan Kerja tersebut Tergugat II, III, IV dan VI Konpensi/
Penggugat Rekonpensi tidak mendapat kepercayaan dari
masyarakat dan instansi baik pemerintah maupun swasta.
iii Bahwa atas tindakan Penggugat Konpensi/Tergugat
Rekonpensi tersebut Penghasilan Tergugat II, III, IV dan VI
Konpensi/Penggugat Rekonpensi sangat menurun drastis karena
pendapatan yang biasa diterima menjadi hilang.
iv Bahwa setelah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja oleh
Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonvensi, maka Penghasilan
Tergugat II, III, IV dan VI Konpensi/Penggugat Rekonpensi
seperti Bonus sebesar 8 x pertahun yang dibayarkan per tiga bulan
gaji dan General Increase yang seharusnya diterima menjadi
hilang/tidak diterima oleh Tergugat II, III, IV dan VI Konpensi/
Penggugat Rekonpensi.
v Bahwa oleh karena Bonus sebesar 8 x pertahun yang dibayarkan
per tiga bulan gaji tersebut dihitung dari hasil produksi expit
mining dan produksi konsentrat di pabrik konsentrator, maka
semua karyawan berhak untuk memperoleh bonus tersebut.
vi Perlu diketahui bahwa Tergugat II, III, IV dan VI
Konpensi/Penggugat Rekonpensi tidak dapat masuk kerja dan
melakukan kegiatan sebagaimana mestinya karena hal tersebut
dalam rangka melaksanakan perintah Penggugat Konpensi/
Tergugat Rekonpensi.
vii Disamping itu bonus sebesar 8 x pertahun yang
dibayarkan per tiga bulan gaji yang seharusnya diterima oleh
Tergugat II, III, IV dan VI Konpensi/Penggugat Rekonpensi
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 21
sebelum dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja sampai saat ini
tidak pernah diterima.
viii Bahwa disamping hal tersebut di atas, General Incease
yang diterima oleh karyawan lain tidak dapat dinikmati oleh
Tergugat II, III, IV dan VI Konpensi/Penggugat Rekonpensi tanpa
alasan yang jelas.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat Rekonvensi mohon kepada
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram agar memberikan
putusan sebagai berikut:
DALAM GUGATAN REKONPENSI.
1 Mengabulkan Gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi.
2 Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar bonus sebesar 8 x gaji
pertahun yang dibayarkan pertiga bulan sekali kepada Penggugat Rekonpensi.
3 Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menaikkan General Increase kepada
Penggugat Rekonpensi
4 Atau apabila Majelis berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya
Bahwa, terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Mataram telah memberikan putusan Nomor 10/G/2013/
PHI.PN.MTR. tanggal 23 Januari 2014 yang amarnya sebagai berikut:
DALAM KONVENSI
DALAM PROVISI
• Menyatakan provisi Penggugat tidak dapat diterima;
DALAM POKOK PERKARA
• Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
• Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat II
(Yusniari-NB3013), Tergugat III (Marthen Lempang-NB4119),Tergugat IV
( Dwintoro-NB2046) dan Tergugat VI (Suryadi-3883) putus dengan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhitung sejak sejak tanggal 23
Januari 2014;
• Menghukum Penggugat untuk membayar hak-hak Tergugat II, III, IV dan
VI sebagai akibat Pemutusan Hubungan Kerja sebagai berikut :
Hal. 21 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 22
1 Tergugat II (YUSNIARI – NB3013) berhak atas Pesangon , Penghargaan
masa Kerja dan Penggantian Hak dengan jumlah total sebesar
Rp298.699.850,00 (dua ratus sembilan puluh delapan juta enam ratus
sembilan puluh sembilan ribu delapan ratus lima puluh rupiah);
2. Tergugat III (MARTHIN LEMPANG – NB4119) berhak atas Pesangon,
Penghargaan Masa Kerja, Penggantian Hak dengan total sebesar
Rp261.140.850,00 (dua ratus enam puluh satu juta seratus empat puluh ribu
delapan ratus lima puluh rupiah);
3. Tergugat IV (DWI YANTORO – NB2046). berhak atas Pesangon, Penghargaan
Masa Kerja, Penggantian Hak dengan total sebesar Rp320.018.550,00 (tiga
ratus dua puluh juta delapan belas ribu lima ratus lima puluh rupiah);
4. Tergugat VI (SURYADI – NB3883) berhak atas Pesangon, Penghargaan Masa
Kerja, Penggantian Hak dengan total sebesar Rp364.428.100,00 (tiga ratus
enam puluh empat juta empat ratus duauluh delapan ribu seratus rupiah) ;
• Menolak gugatan untuk selain dan selebihnya;
DALAM REKONVENSI
• Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi II, III, IV, VI /Tergugat Konvensi
II, III, IV, VI;
DALAM KONVENSI/DALAM REKONVENSI
• Menghukum Tergugat Konvensi II, III, IV, VI/Penggugat Rekonvensi II,
III, IV dan VI untuk membayar biaya perkara sebesar Rp955.000,00
(sembilan ratus lima puluh lima ribu rupiah) ;
Menimbang, bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Mataram tersebut telah diucapkan dengan hadirnya kuasa Penggugat dan kuasa
Tergugat II, III, IV dan VI pada tanggal 23 Januari 2014, terhadap putusan tersebut, Para
Tergugat melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 28 November 2013
mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Februari 2014, sebagaimana ternyata
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 23
dari Akta Permohonan Kasasi Nomor 10/G/2013/PHI.PN.MTR. yang dibuat oleh
Panitera Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram, permohonan
tersebut diikuti dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram pada tanggal 25 Februari 2014 ;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Penggugat pada tanggal 04
Maret 2014, kemudian Para Tergugat mengajukan kontra memori kasasi yang diterima
di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram pada
tanggal 14 Maret 2014 ;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang
waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan
kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
Bahwa tanpa mengurangi rasa hormat Pemohon Kasasi/Tergugat II, III, IV dan
VI pada Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Mataram
sebagaimana telah Pemohon Kasasi/Tergugat II, III, IV dan VI uraikan di atas, Pemohon
Kasasi/Tergugat II, III, IV dan VI sangat keberatan dan sangat tidak sependapat dengan
pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri Mataram dalam putusannya, pertimbangan hukum mana nyata-
nyata tidak mempertimbangkan seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
dan bukt i-bukti yuridis yang diajukan dalam persidangan. Selain itu ada perlakuan tidak
adil oleh Majelis Hakim kepada Para Pihak yang berperkara baik dalam toleransi waktu
dalam proses jawab-jinawab maupun hak Para Pihak dalam pembuktian. Dalam jawab
jinawab waktu yang diberikan oleh Majelis Hakim untuk Penggugat dan Tergugat
berbeda dengan waktu yang diberikan kepada Tergugat II, III, IV dan VI. Hal yang
paling parah dan nyata- nyata keberpihakan Majelis Hakim kepada Penggugat adalah
dalam kesaksian, Penggugat
boleh mengajukan siapapun sebagai saksi baik ahli maupun fakta yang merupakan
bagian dari Penggugat dan bahkan salah satu saksi fakta terjun langsung menangani
proses bipartit maupun tripartit tanpa ada batasan, sedangkan hak Tergugat II, III, IV
dan VI sangat terbatas bahkan dikebiri karena 2 (dua) orang saksi fakta yang diajukan
oleh Tergugat II, III, IV dan VI ditolak oleh Majelis Hakim karena mananya disebut-
sebut dalam berkas, sehingga dengan demikian putusan yang diberikan tidak
Hal. 23 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 24
mencerminkan irah-irah
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ;
Bahwa dengan demikian terbukti bahwa Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Mataram tidak menerapkan atau salah menerapkan hukum ataupun
lalai dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan dalam peraturan perundangan,
sehingga sangat layak dan patut bilamana Mahkamah Agung RI membatalkan putusan
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram tersebut ;
Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alasan-alasan diajukannya Memori Kasasi
oleh Pemohon Kasasi ini adalah sebagai berikut :
Bahwa Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram telah
salah menerapkan hukum atau Ialai memenuhi syarat-syarat yang diwajihkan oleh
Peraturan Perundang-undangan. Sesuai ketentuan pasal 100 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial "Dalam mengambil
putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan dan
keadilan" ;
Dalam putusan perkara Nomor 10/G/2013/pHl. PN. MTR tertanggal 23 Januarl
2014 Majelis Hakim telah salah menerapkan hukum, dengan tidak
mengindahkan/melaksanakan ketentuan SE. 907/MEN/PHl-PPHI/X/2004 tanggal 28
Oktober 2004. Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim alenia V
halaman 79 sampai 80 yang menyatakan "Menimbang, bahwa sesuai keterangan saksi
ahli Prof. Dr. Lalu Husni, SH. M. Hum., bahwa SE. 907/MEN/PHl-PPHI/X/Z004
tanggal 28 Oktober 2004 hanya merupakan himbauan, yang namanya surat edaran tidak
wajib untuk dilaksanakan perusahaan dapat melakukan langkah-langkah sesuai dengan
kondisi perusahaan dan tidak perlu harus sama dengan SE. 907/MEN/PHI-PPHI/X/2004.
Dan bahwa sesuai keterangan saksi ahli Basani Situmorang SH. M. Hum., bahwa
Iangkah-langkah yang diJakukan oleh perusahaan tidak wajib mengikuti sebagaimana
diatur dalam SE. 907/MEN/PHI-PPHI/X/2004, tanggal 28 Oktober 2004, tetapi sangat
tergantung dengan kondisi perusahaan atau disesuaikan dengan keadaan perusahaan, hal
ini merupakan hak manajemen perusahaan untuk menentukan kebijakan yang akan
diambil. Oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa apabila perusahaan melakukan
langkah-langkah penghematan atau efisiensi tidak harus sesuai dengan yang diatur
dalam SE. 907/MEN/PHI-PPHI/X/2004, tapi dlsesualkan dengan kondisi yang dihadapi
perusahaan, disamping itu perusahaanlah yang mengetahui dan berhak menentukan
kebijakan apa yang akan diambil untuk memastikan perusahaan dapat berjalan dengan
baik." Dengan adanya pertimbangan hukum yang demikian, maka akan menimbulkan
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 25
ketidak pastian hukum sehingga timbul pertanyaan untuk apa aturan dibuat kalau tidak
wajib dilaksanakan atau tidak perlu dipatuhi?
Disamping itu Majelis Hakim juga telah salah menerapkan hukum sebagaimana
tertuang dalam pertimbangan hukum pada alenia 3 halaman 84 yang menyatakan
"Menimbang, bahwa sesuai keterangan saksi ahli Prof. Dr. Lalu Husni, SH. M. Hum.,
bahwa untuk melakukan efisiensi perusahaan tidak tutup, karena Pasal 164 ayat (3) lahir
untuk memberikan kesempatan pada devisi atau bagian atau wilayah operasional agar
tidak tutup, bahwa pada ayat (i) pengusaha dapat melakukan PHK karena perusahaan
tutup dengan syarat ayat (2). Sedangkan pada ayat (3) pengusaha dapat melakukan PHK
karena melakukan efisiensi dan perusahaan tidak tutup, karena tidak mungkin 2 (dua)
ayat dalam pasal yang sama syaratnya sama-sama yaitu perusahaan tutup permanen ;
Kesalahan penerapan hukum Majelis Hakim juga terulang pada alinea 4 halaman
84 yang mengatakan "Menimbang, bahwa sesuai keterangan saksi Basani Situmorang,
SH. M.Hum., bahwa dalam ayat (3) Pasal 164 UU No.13 Tahun 2003 apabila
perusahaan melakukan efisiensi perusahaan tidak tutup, karena PHK dengan alasan
efisiensi dalam rangka penyehatan supaya perusahaan tidak tutup, tidak dlpersoalkan
tentang adanya kesalahan pekeria, karena PHK untuk menyehatkan perusahaan,
sehingga secara filosofisnya pekerja yang di PHK diberikan pesangon 2 (dua) dan
ketentuan Pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003. Oleh karena itu Majelis berpendapat
apabila perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi maka perusahaan tidak
perlu tutup atau perusahaan tetap rnelaksanakan kegiatannya agar perusahaan sehat
kembali" ;
Dari pertimbangan hukum pada alinea 3 dan 4 halaman "84 yang merupakan
pendapat saksi ahli merupakan suatu penyesatan karena pendapat 2 (dua) orang saksi
ahli tersebut memutarbalikkan ketentuan Pasal 164 terutama pendapat saksi ahli Prof.
Dr. Lalu Husni, SH. M.Hum., yang menganggap persyaratan Pasal 64 ayat (1, 2 dan 3)
UU No. 13 Tahun 2003 adalah sama. Padahal apabila dibaca secara saksama Pasal 164
ayat (1) Perusahaan tutup syaratnya adalah perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun atau keadaan memaksa, ayat (2) mensyaratkan kerugian
harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh
akuntan publik, sedangkan ayat (3) menyaratkan tutupnya perusahaan bukan oleh
kerugian maupun keadaan memaksa tetapi tutupnya perusahaan karena efisiensi ;
Kesalahan penerapan hukum Majelis Hakim semakin nyata pada alinea V halaman 84
yang menyatakan "Menimbang, bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUU- IX/20ll
tanggal 20 Juni 2011 sebagaimana dimaksud oleh Tergugat II, III, IV dan VI, sesuai keterangan
Hal. 25 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 26
saksi ahli Prof. Dr. Lalu Husni, SH. M. Hum., bahwa penafsiran Mahkamah Konstitusi tentang
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 164 ayat (3) bertentangan secara historikal, karena
adanya ayat 3 untuk memberikan kesempatan agar perusahaan tidak tutup, disamping itu
kasusnya keliru karena PT. Papandayan melakukan renovasi dikatakan efisiensi, karena dasar
kasusnya keliru maka keputusannya tidak dapat digeneralisir pada kasus lain, disamping itu ada
beberapa Keputusan Mahkamah Agung yang keluar setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi
namun tidak mengikuti Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut" ;
Dari pertimbangan hukum Majelis Hakim yang secara mentah-mentah mengadopsi
keterangan saksi ahli yang nota bene keterangan saksi ahli secara hukum hanya dapat dijadikan
sebagai referensi dan petunjuk serta tidak mutlak untuk dijadikan dasar pertimbangan Majelis
Hakim dalam memutuskan perkara apalagi keterangan saks i ahli tersebut bertentangan dengan
Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/2011 tanggal 20 Juni 2011, dimana menurut
ketentuan Undang-undang, Mahkamah Konstitusl mempunyai Tugas, Fungsi dan "Wewenang
untuk merevisi dan/atau membatalkan kentuan atau pasal-pasal dalam undang-undang maupun
peraturan-peraturan lain di bawah Undang-Undang Dasar 1945, namun sangat aneh dan tidak
masuk akal ternyata Keputusan Mahkamah Kontitusi tersebut dikesampingkan dan dipandang
sebelah mata oleh Majelis Hakim karena bertentangan dengan pendapat saksi ahli. Lebih jauh
lagi analisa dan keterangan yang disampaikan oleh saksi ahli juga menyimpang dan
menyesatkan karena Putusan Mahkamah Konstitusi No.19/PUU-IX/201 1 tanggal 20 J uni 2011
tersebut tidak hanya menyangkut PT Hotel Papandayan saja karena ya ng dimintakan uji Materi
adalah ketentuan Pasal 164 ayat "(3) UU No. 13 Tahun 2003. Sedangkan terhadap pendapat saksi
ahli yang mengatakan ada beberapa Putu san Mahkamah Agung RI yang keluar setelah Putusan
Mahkamah Konst itusi namun tidak mengikuti Keputusan Mahkamah Konstitusi adalah
menyesatkan karena putusan-putusan tersebut pokok persoalan atau dasar kasusnya berbeda
dengan pokok persoalan dan dasar kasus dalam perkara ini ;
Kesalahan penerapan hukum lainnya dapat dilihat pada alinea II halaman 85 yang
menyatakan "Menimbang, bahwa sesuai keterangan saksi ahli Basuni Situmorang, SH. M.Hum.,
bahwa saksi tidak setuju dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUU- IX/2011 tanggal
20 Juni 2011 karena Mahkamaah Konstitusi telah mengabaikan pasal 164 ayat (1) dan (3). Pada
ayat (1) PHK karena perusahaan rugi 2 (dua) tahun berturut-turut perusahaan tutup permanen,
sedangkan pada ayat (3) supaya perusahaan sehat maka diadakan pengurangan karyawan, tidak
dipersoalkan kesalahan pekerja. Secara historis Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 19 PUU-
IX/2011 tanggal 20 Juni 2011 seharusnya hanya berlaku paada PT Papandayan. Dan ada
beberapa Keputusan Mahkamah Agung tentang PHK dengan alasan efisiensi yang dikeluarkan
setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan bukti P-14A, P-14B dan T-15.
Oleh karena itu Majelis berpendapat bahwa Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUU-
IX/2011 tanggaI 20 Juni 2011 tidak mutlak dijadikan dasar dalam memutus perkara PHK dengan
alasan efisiensi" ;
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 27
Dari pertimbangan hukum pada alenia II halaman 85 jelas-jelas saksi ahli memutar
balikkan fakta isi Pasal 164 ayat (3) karena dalam ketentuan Pasal 164 ayat (3) mensyaratkan
untuk melakukan efisiensi perusahaan harus tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua)
tahun berturut-turut maupun keadaan mernaksa. Selain itu saksl ahli juga telah membelokkan
substansi Keputusan Mahkamah Konstitusi dengan mengatakan bahwa Keputusan Mahkamah
Konstltusi No. 19/PUU-IX/2011 hanya berlaku pada PT Papandayan. Padahal kita semua
mengetahui bahwa Keputusan Mahkamah Konstltusl tersebut berlaku mengikat dan wajib ditaati
semua pihak baik pemerintah maupun swasta. Dalam sejarahnya UU No. 13 Tahun 2003 tidak
hanya sekali ini saja dilakukan uji materiil Mahkamah Konstitusi seperti contoh Pasal 158 UU
No. 13 Tahun 2003, dimana atas Keputusan Mahkamah Konstitusi Pasal 1S8 UU No. 13 Tahun
2003 tidak punya makna dan tidak berlaku kecuali apabila kesalahan berat tersebut diproses
pidana dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tetapi anehnya keterangan saksi ahli yang
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundangan justru mutlak dijadlkan dasar
oleh Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini ;
Kesalahan penerapan hukum Majelis Hakim lainnya terdapat pada alinea terakh ir
halaman -86 yang menyatakan " Menimbang, bahwa karena tidak ada kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja secara musyawarah mufakat antara Penggugat dengan
Tergugat 2, 3.4,dan 6 sehingga menyebabkan hubungan antara Penggugat dengan Tergugat
2,3.4, dan 6 menjadi tidak har monis, s esuai keterangan saksi ahli Basani Situmorang,
SH., M.Hum; bahwa pekerj a tidak dapat memaksa pengusaha untuk memperkerjakan pekerja
begitu juga sebaliknya pengusaha tidak dapat memaksa pekerja untuk bekerja sedangkan pekerja
sudah tidak mau bekerja. Oleh karenanya Majelis berpendapat apabila pengusaha dipaksa
untuk mempertahankan bekerja sedangkan pengusaha ingin mengakhiri hubungan pekerja,maka
dalam hubungan kerja tersebut akan terjadi disharmonis, oleh karena itu dalam hubungan ker
ja tidak mungkin berjalan dengan baik ketika terjadi disharmoni" ;
Pertimbangan hukum tersebut di atas tidak relevan dengan alasan dan dalil gugatan
Penggugat tentang efisiensi sebagaimana bunyi ketentuan Pasal 164 ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003. Apabila disharmoni sebagimana tersebut di atas dijadikan alasan oleh Penggugat untuk
dapat melakukan tindakan PHK, seharusnya Majelis Hakim lebih bij ak menyikapi dan menggali
fakta hukum yang obyekt if, maka akan di temukan sebuah persoalan baru yang harus
dijadikan pertimbangan hukum apakah tindakan sewenang- wenang Penggugat yang ingin
melakukan PHK kepada Tergugat II, III, IV dan VI namun Tergugat II, III, IV dan VI
menolak dapat disimpulkan telah terjadi disharmoni dan dapat dijadikan dasar oleh
perusahaan untuk melakukan PHK kepada karyawannya ? Kalau pertimbangan Majelis Hakim
ini tidak diluruskan maka akan dijadikan sebagai p edoman bagi perusahaan-perusahaan lain di
Indonesia, sehingga akan merusak tatanan dan kemapanan yang telah terbangun selama ini
dan karvawan tidak mendapatkan perli ndungan hukum karena hak dan martabatnya akan
terampas oleh keangkuhan dan k esewenang-wenangan pengusaha ;
Hal. 27 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 28
Kesalahan pertimbangan hukum Iainnya adalah tidak dipertimbangkannya
ketentuan Pasal 153 ayat (I) UU No. 13 Tahun 2003 dalam mengambil putusan perkara
ini, dalam ketentuan Pasal 153 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan "Pengusaha,
pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah, dengan segala upaya harus
mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja." Menurut penjelasan
Pasal 153 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, yang dimaksud dengan segala upaya dalam
ayat ini adalah kegiatan-kegiatan yang positif yang pada akhirnya dapat menghindari
terjadinya pemutusan hubungaan kerja antara lain pengaturan waktu kerja,
penghematan, pembenahan metode kerja dan memberikan pembinaan kepada pekerja/
buruh. Bahwa sebelum Penggugat melakukan tindakan PHK kepada Tergugat II, III, IV
dan VI, Penggugat tidak pernah melakukan upaya-upaya yang menjadi amanat
ketentuan Pasal 153 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 yang kemudian dijabarkan Lebih
detail dalam penjelasan Pasal 153 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 ;
Bahwa selain hal-hal tersebut di atas Majelis Hakim Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram juga tidak memper-timbangkan ketentuan
Pasal 66 Perjanjian Kerja Bersama yang berlaku di PT. Newmont Nusa Tenggara yang
dijadikan senaga i salah satu dalil gugatan Penggugat angka 5 Romawi III. Dalam Pasal
66 PKB PT. NNT pe riode 01 Januari 2011 s/d 31 Desember 2012 disebutkan
"Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja karena berakhirnya kegiatan
operasional per usahaan. Pembayaran hak-hak pekerja mengacu kepada peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Dalam hal ini segala bentuk
penyelesaian ditentukan setelah dirundingkan dengan PUK-SPSI." Dari ketentuan ini
PHK dapat dilaksanakan karena berakhirnya kegiatan operasional perusahaan
(perusahaan tutup) dan mekanisme penyelesaiannya harus dirundingkan terlebih dahulu
dengan PUK SPSI, sementara faktanya PT NNT saat ini masih melakukan kegiatan
operasional sebagaimana biasanya. Sehingga hal ini bersesuaian dengan ketentuan Pasal
164 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 jo Keputusan Mahkamah Konstitusi Pasal 19/PUU-
IX/2011 tanggal 20 Juni 2011 ;
Bahwa Pemohon kasasi juga tidak sependapat dengan pertimbangan hukum
alenia I halaman 69 yang mengatakan "Menimbang, bahwa pada sidang pertama
Tergugat I dan Tergugat V tidak memenuhi panggilan untuk menghadiri persidangan
yang telah ditentukan tanpa mengirimkan kuasa hukum atau wakilnya dan selanjutnya
dalam persidangan tersebut kuasa Penggugat menyampaikan bahwa Tergugat I dan
Tergugat V sudah terjadi perdamaian dengan Penggugat dan telah membuat Perjanjian
Bersama. Perjanjian Bersama tersebut sedang dalam proses pendaftaran di Kepaniteraan
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 29
Pengadilan Hubungan lndustrial pada Pengadilan Negeri Mataram, hal ini sesuai pula
dengan bukti P-18 A dan P-18B, oleh karena itu Majelis berpendapat hal-hal yang
berkaitan dengan Tergugat I dan Tergugat V dalam perkara a quo tidak perlu
dipertimbangkan lagi. Pertimbangan hukum ini tidak tepat dan sangat membingungkan
Pemohon Kasasi, seharusnya setelah terjadi perdamaian antara Tergugat I dan Tergugat
V dengan Penggugat, gugatan Penggugat harus diperbaharui/direvisi agar kedudukan
hukum Tergugat I dan Tergugat V jelas. Dalam pertimbangan hukumnya majelis
berpendapat Tergugat I dan Tergugat V sudah terjadi perdamaian dengan Penggugat
sehingga tidak perlu dipertimbang-kan, namun fakta hukum yang terungkap dalam
persidangan ketika Tergugat II, Ill, IV dan VI mengajukan 2 (dua) orang saksi yang
pertama yaitu Saudara Drs. Azhar NB. 0568 dalam perkara a quo Tergugat I dan
Saudara Mansyur Bethan NB. 2828 dalam perkara a quo Tergugat V telah ditolak oleh
Majelis Hakim dengan alasan kedua orang saksi yang diajukan oleh Tergugat II, III, IV
dan VI namanya tertera dalam berkas sehingga tidak boleh didengar keterangan dalam
persidangan. Dengan adanya perbedaan pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut
mencerminkan dualisme pola pikir Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara ini. Dengan ditolaknya dua orang saksi yang diajukan oleh Tergugat II, III, IV
dan VI oleh Majelis Hakim, maka Tergugat II, III, IV dan VI mengajukan saksi lain
yaitu saudara H. Lalu Munawardana dan saudara Istiono ;
Bahwa Pemohon Kasasi didepan persidangan telah menyatakan keberatan atas
keberadaan saksi-saksi baik saksi fakta maupun saksi ahli yang diajukan oleh
Penggugat/Termohon Kasasi karena ketiga orang saksi fakta yang diajukan oleh
Termohon Kasasi adalah bagian/unsur Penggugat sendiri yaitu staf managemen HRD,
namun Majelis berpendapat lain karena keberadaan managemen sebagai saksi dalam
perkara ini akan dapat mengungkap fakta hukum yang sebenarnya. Dasar keberatan
Tergugat II, III IV dan VI atas diajukannya saksi fakta oleh Penggugat karena
keterangannya pasti subyektif dan akan membela kepentingan Penggugat apalagi saksi-
saksi tersebut bagian/unsur Penggugat sendiri. Suatu hal diluar kewajaran dan
bertentangaan dengan hukum bahwa Penggugat diperkenankan men jadi saksi untuk
Penggugat oleh Majelis Hakim, sehingga sudah tepat menurut hukum bila putusan ini
harus dibatalkan karena ada pelanggaran hukum acara yang telah dilakukan o leh Majelis
Hakim dalam perkara ini ;
Setali tiga uang dengan keberadaan tiga orang saksi fakta yang diajukan o leh
Penggugat, terhadap dua orang saksi ahli yang diajukan oleh Penggugat Pemohon
Kasasipun juga telah mengajukan keberatan karena kehadiran saksl ahli dipersidangan
Hal. 29 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 30
bukan dibutuhkan oleh Majelis Hakim akan tetapi oleh Penggugat/Termohon Kasasi,
sehingga keterangannyapun diragukan obyek-tifitasnya, karena semua faslilitas yang
dibutuhkan oleh saksi ahli tidak ditanggung Pengadilan ;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung
berpendapat:
Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti
secara saksama memori kasasi tanggal 24 Februari 2014 dan kontra memori kasasi
tanggal 14 Maret 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini
Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram tidak salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
• Karena putusan Judex Facti/Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Mataram yang pada pokoknya telah mengabulkan
gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan sekaligus menetapkan
kompensasi telah benar dan tepat sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Mataram dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: YUSNIARTI, dan kawan-
kawan tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena nilai gugatan dalam perkara ini
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) keatas, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, maka biaya perkara dalam
tingkat kasasi ini dibebankan kepada Pemohon Kasasi ;
Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : 1. YUSNIARI, 2.
MARTHEN LEMPANG, 3. DWI YANTORO, 4. SURYADI tersebut;
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 31
Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat
kasasi ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada
Mahkamah Agung pada hari Selasa, tanggal 30 September 2014 oleh Dr. Yakup
Ginting, SH., CN., MKN., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Majelis, Arsyad, SH., MH., dan Bernard, SH., MM., Hakim-Hakim Ad
Hoc PHI, masing-masing sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-
Anggota tersebut dan oleh Rafmiwan Murianeti, SH., MH., Panitera Pengganti tanpa
dihadiri oleh para pihak ;
Anggota-anggota, K e t u a,
ttd. ttd.
Arsyad, SH., MH. Dr. Yakup Ginting, SH., CN., MKN.
ttd.
Bernard, SH., MM.
Panitera Pengganti,
ttd.
Rafmiwan Murianeti, SH., MH.
Biaya-biaya :
1 M e t e r a i ………… Rp 6.000,00
2 R e d a k s i ……….. Rp 5.000,00
3 Administrasi kasasi Rp 489.000,00
Jumlah …………….. Rp 500.000,00
Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n Panitera
Hal. 31 dari 32 hal.Put.Nomor 518 K/Pdt.Sus-PHI/2014
m
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318)
Halaman 32
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Panitera Muda Perdata Khusus,
RAHMI MULYATI, SH. MH. NIP : 19591207 1985 12 2 002