diskriminasi rasial terhadap minoritas muslim uighur …
TRANSCRIPT
DISKRIMINASI RASIAL TERHADAP MINORITAS MUSLIM UIGHUR DI
CHINA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Agama Islam Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Mendapat Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah
Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag.,M.Ag.
Disusun Oleh :
Lidya Elmira Amalia
14421005
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
YOGYAKARTA
2018
i
HALAMAN JUDUL
DISKRIMINASI RASIAL TERHADAP MINORITAS MUSLIM UIGHUR DI
CHINA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
Disusun Oleh :
Lidya Elmira Amalia
14421005
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
YOGYAKARTA
2018
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawahini,
Nama : LIDYA ELMIRA AMALIA
NIM : 14421005
Program Studi : Ahwal Al-Syakhshiyyah
Fakultas : Ilmu Agama Islam
JudulSkripsi : Diskriminasi Rasial Terhadap Minoritas Muslim Uighur di China
Ditinjau dari Hukum Islam
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil karya
sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi
ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya
bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan
aturan tata tertib yang berlaku di Universitas Islam Indonesia.
Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tidak dipaksakan.
Penulis,
[Lidya Elmira Amalia ]
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi
Oleh :
Lidya Elmira Amalia
14421005
Telah dimunaqasahkan di depan Dewan Munaqasyah Skripsi Program Studi Hukum
Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan dinyatakan diterima sebagai
persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
TIM PENGUJI SKRIPSI
Nama Jabatan Tanda Tangan
Ketua
____________
Sekretaris
____________
Pembimbing
____________
Penguji I
____________
Penguji II
____________
Yogyakarta, ___________________2018
Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
DR. TAMYIZ MUKHAROM, MA, PH.D.
iv
REKOMENDASI PEMBIMBING
Yang bertanda tangan di bawah ini, Dosen Pemimbing Skripsi :
Nama Mahasiswa : Lidya Elmira Amalia
Nomor Mahasiswa : 14421005
Judul Skripsi : Diskriminasi Rasial Terhadap Minoritas Muslim Uighur
di China Ditinjau dari Hukum Islam
Menyatakan bahwa, berdasarkan proses dan hasil bimbingan selama ini, serta
dilakukan perbaikan, maka yang bersangkutan dapat mendaftarkan diri untuk
mengikti munaqasyah skripsi pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas
Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Yogyakarta,25 Januari 2018
Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag.,M.Ag.
v
Yogyakarta, 8 Jumadil Awal 1439 H
25 Januari 2018 M
NOTA DINAS
Hal : Skripsi
Kepada : Yth. Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
di Yogyakarta
Assalamu‟alaikum wr.wb
Berdasarkan penunjukan Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia dengan surat nomor : 3560/Dek/60/DAS/FIAI/XI/2017 taggal 20 Oktober
2017 atas tugas kami sebagai pembimbing skripsi saudara :
Nama : Lidya Elmira Amalia
Nomor pokok/NIMKO : 14421005
Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Indonesia
Jurusa/Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah
Judul Skripsi : Diskriminasi Rasial Terhadap Minoritas Muslim Uighur di
China Ditinjau dari Hukum Islam
Setelah kami teliti dan adakan perbaikan seperlunya, akhirnya kami berketetapan
bahwa skripsi saudara diatas memenuhi syarat untuk diajukan ke sidang Munaqasah
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.
Demikian, semoga dalam waktu dekat bisa dimunaqasahkan, dan bersama ini kami
kirimkan 4 (empat) eksemplar skripsi yang dimaksud.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag.,M.Ag.
vi
ABSTRAK
Diskriminasi Rasial Terhadap Minoritas Muslim Uighur di China Ditinjau dari
Hukum Islam
LIDYA ELMIRA AMALIA
Keberagaman penduduk yang ada di seluruh belahan bumi ini menjadi
sesuatu yang menarik. Segala hal tersebut menjadi objek kajian yang menarik untuk
dipelajari. Namun, tidak semua orang menganggap segala perbedaan tersebut sebagai
suatu keindahan atau pelengkap. Sebagai makhluk sosial, tentunya seseorang tidak
bisa hidup tanpa adanya individu atau kelompok lain. Setiap individu memerlukan
sosialisasi, interaksi atau komunikasi untuk pencapaian hidup. Dalam masyarakat
multikultural, pencapaian kebutuhan hidup tersebut mengalami berbagai hambatan,
seperti hambatan rasial, agama, etnis, kelas, gender.
Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan sikap, kecendrungan,
pernyataan, dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi kelompok
masyarakat terutama ketika karena identitas ras. Adanya diskriminasi menunjukkan
bahwa manusia itu dibedakan lantaran dari segi luarnya saja. Manusia kurang
dihargai sebagai manusia, tetapi lebih dipandang dan di nilai dari penampilan fisik.
Perbedaan warna kulit hitam, putih, kuning, atau warna lain telah banyak menjadikan
sebab perpecahan, permusuhan dan bahkan perang.
Salah satu contoh kasus diskriminasi rasial ialah kasus diskriminasi yang
dilakukan pemerintah China terhadap etnis minoritas Uighur di China, etnis Uighur
merupakan salah satu etnis minoritas di China. mayoritas etnis Uighur tersebut
mendiami wilayah China yang bernama Xianjiang. Wilayah ini memang sarat akan
konflik etnis dan agama. Al-Qur‟an dan hadis tidak pernah memperkenalkan konsep
politik mayoritas-minoritas. Islam hanya memperkenalkan konsep musyawarah antar
berbagai kelompok di dalam masyarakat. Islam menyerukan umatnya jika berada da-
lam posisi mayoritas agar menghargai umat atau kelompok minoritas di dalam
masyarakat. Sebaliknya, jika umat Islam menjadi kelompok minoritas agar tetap
memberikan pengakuan, sepanjang umat Islam diberi kebebasan menjalankan ajaran
agama dianutnya.
Hasil penelitian ini diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah China tidak
bisa dibenarkan meskipun dengan alasan sebagai tindakan represif untuk menjaga
keamanan dan kestabilan negara.
..
Kata Kunci : diskriminasi, rasisme, muslim, minoritas
vii
ABSTRACT
Racial Discrimination Against Uighur Muslim Minorities in China in the Perspective
of Islamic Law
LIDYA ELMIRA AMALIA
The diversity of the population that exists throughout this hemisphere
becomes interesting. All these things become interesting object of study to learn.
However, not everyone considers these differences as a beauty or complement. As a
social being, surely one can not live without the existence of another individual or
group. Every individual needs socialization, interaction or communication for the
achievement of life. In a multicultural society, the attainment of these necessities of
life encounters various obstacles, such as racial, religious, ethnic, class, gender
barriers.
Racism in general can be interpreted as an attack of attitudes, tendencies,
statements, and actions that favor or host community groups especially when due to
racial identity. The existence of discrimination shows that man is distinguished
because of the outer side only. Humans are less valued as human beings, but more
perceived and in value than physical appearance. Differences in black, white, yellow,
or other colors have caused much division, hostility and even war.
One example of racial discrimination is a case of discrimination by the
Chinese government against ethnic Uighur minorities in China, the Uighurs are one
of the ethnic minorities in China. the majority of the Uighurs inhabit the Chinese
region of Xianjiang. This region is full of ethnic and religious conflict. The Qur'an
and the hadith never introduce the majority-minority political constants. Islam only
introduces the concept of musyawarah among various groups in society. Islam calls
its people if they are in the majority position in order to respect the people or
minorities in society. Conversely, if Muslims become a minority group in order to
continue to give recognition, as long as Muslims are given the freedom to practice
religious teachings.
The results of this study of discrimination by the Chinese government can not
be justified despite the reasons as a repressive measure to maintain the security and
stability of the country. The results of this study of discrimination by the Chinese
government can not be justified despite the reasons as a repressive measure to
maintain the security and stability of the country.
Keyword: discrimination, racism, Muslims, minorities
viii
MOTTO
耳听为虚,眼见为实。1
What you hear about may be false; what you see is true.
人不可貌相。2
Never judge a person by his appearance.
1 Pepatah kuno China
2 ibid
ix
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini saya persembahkan untuk :
Bapakku tersayang Budi Jatmiko Subekti dan Mamahku tercinta
Nurhidayah, yang selalu berdoa dan berkorban demi kelancaran studi
mbak, dan memberikan mbak semangat hidup....
Adikku Aditya Elmir Satria yang menjadi teman dalam suka dan duka...
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam serta menjadi raja di hari
pertimbangan dan pembalasan. Semoga rahmat dan kesejahteraan selalu dilimpahkan
atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul yang terakhir. Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan kami meminta kemudahan segala urusan. Dan
kepada-Nya, kekasih-Mu ya Allah yang Engkau sebut-sebut dalam Al-Qur‟an, kami
berburu Syafa‟at di dunia ini dan di akhirat kelak dengan lantunan sholawat.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Tinggi, penulisan skripsi ini
dimulai. Tujuannya, hanyalah semata-mata menuntut limpahan berkah dan
kenikmatan-Nya atas apa yang talah penulis peroleh. Hanya pujian dan rasa syukur
yang mendalam atas segala limpahan rizqi, itulah yang dapat penulis lakukan atas
terselesainya penulisan ini. Kemudian skripsi ini penulis ajukan sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ahwal Al -
Syakhshiyyah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia di
Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini,
penulis mengalami kesulitan dan lemah. Oleh karena itu, penulis membutuhkan
banyak bimbingan, bantuan, petunjuk serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu,
secara pribadi penulis ucapkan ribuan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Nandang Sutrisno, S.H LL.M., M.Hum., Ph.D. selaku Rektor
Universitas Islam Indonesia.
2. Bapak Dr. Tamyiz Mukhrrom, MA, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Agama
Islam (FIAIUII) yang telah memberikan ijin penelitian.
3. Bapak Prof. Dr. Amir Mu‟allim, MIS. selaku Ketua Program Studi Ahwal Al
Syakhshiyyah.
4. Bapak Drs. H. Syarif Zubaidah, M.Ag. selaku sekretaris Program Studi
Ahwal Al - Syakhshiyyah
5. Bapak Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag.,M.Ag. selaku dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga tugas akhir ini
dapat terselesaikan.
xi
6. Bapak Budi Jatmiko Subekti dan mamah Nurhidayah tercinta yang selalu
memberikan dukungan baik berupa dukungan moral materil, dan tak kenal
lelah dalam memberi semangat.
7. Bapak / Ibu Dosen khususnya prodi ahwal al- syakhshiyyah yang telah
membekali penulis dengan ilmu disiplin yang berguna.
8. Staf Pengurus Akademik beserta jajarannya yang tak kenal lelah membantu
penulis selama kuliah.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan Dian Hidayat, Inten Mutia Ramadhan,
Prhanata Nerha, Dwi Condro Wulan, dll yang selalu memberi semangat dan
bantuan dalam keadaan suka maupun duka penulis, penulis sangat
berterimakasih atas semangat serta dukungan dan motivasi dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Serta ucapan terima kasih kepada semua pihak-pihak yang telah mendukung
penyusunan skripsi ini yang kerena keterbatasan tempat tidak dapat saya sebutkan
dengan jelas dalam skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
penulis hanya berusaha atas dasar kelebihan yang sangat kecil,penuh kesalahan dan
khilaf yang telah diberikan Allah berupa akal fikiran, hari dan juga kesempatan.
Kesempurnaan semua milik Allah SWT, untuk itu kritik dan saran dari pembaca,
penulis nanti-nantikan dan harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan mohon maaf atas segala khilaf
serta kekurangan. Penulis berharap skripsi yang jauh dari sempurna ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 25 Januari 2018
Penulis
Lidya Elmira Amalia
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 158 Th. 1987
Nomor: 0543b/U/1987
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Pendahuluan
Penelitian transliterasi Arab-Latin merupakan salah satu program penelitian
Puslitbang Lektur Agama, Badan Litbang Agama, yang pelaksanaannya dimulai
tahun anggaran 1983/ 1984.Untuk mencapai hasil rumusan yang lebih baik, hasil
penelitian itu dibahas dalam pertemuan terbatas guna menampung pandangan dan
pikiran para ahli agar dapat dijadikan bahan telaah yang ber-harga bagi forum
seminar yang sifatnya lebih luas dan nasional.
Transliterasi Arab-Latin memang dihajatkan oleh bangsa Indonesia karena
huruf Arab di-pergunakan untuk menuliskan kitab agama Islam berikut
penjelasannya (Al-Qur‟an dan Hadis), sementara bangsa Indonesia mempergunakan
huruf latin untuk menuliskan bahasanya. Karena ketiadaan pedoman yang baku,
yang dapat dipergunakan oleh umat Islam di Indonesia yang meru-pakan mayoritas
bangsa Indonesia, transliterasi Arab-Latin yang terpakai dalam masyarakat ban-yak
ragamnya. Dalam menuju kearah pembakuan itulah Puslitbang Lektur Agama
melalui peneli-tian dan seminar berusaha menyusun pedoman yang diharapkan dapat
berlaku secara nasional.
Dalam seminar yang diadakan tahun anggaran 1985/1986 telah dibahas
beberapa makalah yang disajikan oleh para ahli, yang kesemuanya memberikan
sumbangan yang besar bagi usaha ke arah itu. Seminar itu juga membentuk tim yang
bertugas merumuskan hasil seminar dan selan-jutnmya hasil tersebut dibahas lagi
dalam seminar yang lebih luas, Seminar Nasional Pembakuan Transliterasi Arab-
xiii
Latin Tahun 1985/1986. Tim tersebut terdiri dari 1) H.Sawabi Ihsan MA, 2) Ali
Audah, 3) Prof. Gazali Dunia, 4) Prof. Dr. H.B. Jassin, dan 5) Drs. Sudarno M.Ed.
Dalam pidato pengarahan tangal 10 Maret 1986 pada semi nar tersebut, Kepala
Litbang Agama menjelaskan bahwa pertemuan itu mempunyai arti penting dan
strategis karena:
1. Pertemuan ilmiah ini menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu pengetahuan ke-Islaman, sesuai dengan gerak majunya pembangunan yang
semakin cepat.
2. Pertemuan ini merupakan tanggapan langsung terhadap kebijaksanaan Menteri
Agama Kabinet Pembangunan IV, tentang perlunya peningkatan pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan agama bagi setiap umat beragama, secara ilmiah
dan rasional.
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang baku telah lama didambakan karena
amat membantu dalam pemahaman terhadap ajaran dan perkembangan Islam di
Indonesia. Umat Islam di Indo-nesia tidak semuanya mengenal dan menguasai huruf
Arab. Oleh karena itu, pertemuan ilmiah yang diadakan kali ini pada dasamya juga
merupakan upaya untuk pembinaan dan peningkatan kehidupan beragama,
khususnya umat Islam di Indonesia.
Badan Litbang Agama, dalam hal ini Puslitbang Lektur Agama, dan instansi
lain yang ada hubungannya dengan kelekturan, amat memerlukan pedoman yang
baku tentang transliterasi Arab-Latin yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian
dan pengalih-hurufan, dari Arab ke Latin dan sebaliknya.
Dari hasil penelitian dan penyajian pendapat para ahli diketahui bahwa
selama ini masyarakat masih mempergunakan transliterasi yang berbeda-beda. Usaha
penyeragamannya sudah pemah dicoba, baik oleh instansi maupun perorangan,
namun hasilnya belum ada yang bersifat meny-eluruh, dipakai oleh seluruh umat
Islam Indonesia. Oleh karena itu, dalam usaha mencapai kes-eragaman, seminar
menyepakati adanya Pedoman Transliterasi Arab-Latin baku yang dikuatkan dengan
suatu Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
untuk digunakan secara nasional.
xiv
Pengertian Transliterasi
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih hurufan dari abjad yang satu ke
abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin di sini ialah penyalinan huruf-huruf Arab
dengan huruf-huruf Latin beserta perangkatnya.
Prinsip Pembakuan
Pembakuan pedoman transliterasi Arab-Latin ini disusun de ngan prinsip sebagai
berikut
1. Sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
2. Huruf Arab yang belum ada padanannya dalam huruf Latin dicarikan padanan
dengan cara memberi tambahan tanda diakritik, dengan dasar “satu fonem satu
lambang”.
3. Pedoman transliterasi ini diperuntukkan bagi masyarakat umum.
Rumusan Pedoman Transliterasi Arab-Latin
Hal-hal yang dirumuskan secara kongkrit dalam pedoman transliterasi Arab-Latin ini
meliputi:
1. Konsonan
2. Vokal (tunggal dan rangkap)
3. Maddah
4. Ta‟marbu!ah
5. Syaddah
6. Kata sandang (di depan huruf syamsiah dan qamariah)
7. Hamzah
8. Penulisan kata
9. Huruf kapital
10. Tajwid
Berikut penjelasannya secara berurutan :
1. Konsonan Tunggal
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian
xv
dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda
sekaligus.Dibawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dangan huruf latin:
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif أTidak
dilambangkan Tidak dilambangkan
Ba B Be ة
Ta T Te د
Ṡa Ṡ s (dengan titik di atas) س
Jim J Je ج
Ḥa Ḥ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha Kh ka dan ha خ
Dal D De د
Ż Ż Zet (dengan titik di atas) ر
Ra R Er س
Zai Z Zet ص
Sin S Es ط
Syin Sy es dan ye ػ
Ṣad Ṣ es (dengan titik di bawah) ص
Ḍad Ḍ de (dengan titik di bawah) ض
Ṭa Ṭ te (dengan titik di bawah) ط
Ẓa Ẓ Zet (dengan titik dibawah) ظ
ain „ Koma terbalik diatas„ ع
xvi
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em و
Nun N En
Wau W We و
Ha H Ha ھ
Hamzah „ Apostrof ء
Ya Y Ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau
monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya seb-agai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah A A
Kasrah I I
Hammah U U
xvii
b. Vokal rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat
dan.huruf, transliterasinya berupa ga bungan huruf, yaitu
Tanda Nama Huruf Latin Nama
... fathah dan ya Ai A dan i
fathah dan wau Au A dan u و ...
Contoh:
fa‟ala- فعم
ukira - ركش
ya habu -يزھت
su‟ila - عئم
su‟ila - عئم
haula- ھىل
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya
berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan
huruf
Nama Huruf dan
tanda
Nama
ي ... ا... fathah dan alif atau ya a a dan garis di atas
... kasrah dan ya I i dan garis di atas
dhammah dan wau Ū u dan garis di atas و ...
Contoh:
qa la - قبل
rama - سي
q la - قيم
yaqu lu- يقىل
4. Ta’ marbu•ah
Transliterasi untuk ta marbu"ah ada dua:
a. ta marbu"ah hidup
xviii
Ta marbu"ah yang hidup atau mendapat harakat fat#ah, kasrah dan dammah,
trasnliterasinya adalah „t‟.
b. ta marbu"ah mati
Ta marbu"ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah „h‟.
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbu"ah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang AL serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbu"ah
itu ditransliterasikan dengan ha (h).
Contoh:
rau ah al-a fa l - سوضخ الأ طفبل
- rau atul a fa l
ى سح ذيخ ان al-Mad nah al-Munawwarah - ان
- al-Mad natul-Munawwarah
Ṭal ah- طهحخ
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,
tanda syaddah atau tanda tasydid, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut
dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda
syaddah itu.
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا, namun
dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh
huruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti huruf qamariah.
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditranslite-rasikan sesuai dengan
bunyinya, yaitu huruf /1/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu.
b. Kata sandang diikuti oleh huruf qamariah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasi-kan sesuai aturan
yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
Baik dikuti huruf syamsiah maupun huruf qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari
kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang.
xix
Contoh:
جم ar-rajulu-انش
يذ as -sayyidu-انغ
ظ as-syamsu -انش
al-qalamu -انقهى
al-bad ‟u -انجذيع
al-jala lu -انجلال
7. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa ditransliterasikan dengan apostrof.Namun, itu hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan diakhir kata .Bila hamzah itu terletak
diawal kata, isi dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.Contoh:
ta‟khu u na - رأخزو
‟an-nau - انىءۥ
syai‟un- شيئ
inna - إ
umirtu - أيشد
akala - أكم
8. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi‟il, isim maupun harf ditulis terpisah. Hanya kata-kata
tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata
lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasi ini, penulisan
kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh:
اصقي وإهههههىخيشانشWa innalla ha lahuwa khair ar-ra iq n
Wa innalla ha lahuwa khairurra iq n
يضا وأوفىاانكيهىانFa auf al-kaila wa al-m a n
Fa auf al-kaila wal m a n
بنخهيمۥ إثشاھيIbra h m al-Khal lu
Ibra h mul-Khal l
جشاھبويشعبھب ismilla hi majreha wa mursa ha ثغههه
عه انبط حج انجيذ و لل
اعزطبعإنيهغجيلاي
Walilla hi „alan-na si hijju al-baiti manista a ‟a ilaihi
sab la
Walilla hi „alan-na si hijjul-baiti manista a ‟a ilaihi
sab la
xx
9. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini
huruf tersebut tetap digunakan. Penggunaanhuruf kapital seperti apa yang berlaku
dalam EYD, di antaranya. Huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama
diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri terebut, bukan huruf awal
kata sandangnya.
Contoh:
إلاسعىل ذ Wa ma Muhammadun illa rasu lun ويبيح
خيجبسكب نجيزىضعههبعههزىججك Inna awwala baitin wu i‟a linna si lilla إأو
bibakkata muba rakan
ضنفيهبنقش -Syahru Rama a n al-la un ila f h al آشهشسيضببنزىأ
Qur‟a nu
Syahru Rama a nal-la un ila f hil-Qur‟a nu
جي Wa laqad ra‟a hu bil-ufuq al-mub n ونقذ سآء ثبلأفقبن
Wa laqad ra‟a hu bil-ufuqil-mub ni
ي ذنههشثبنعبن Alhamdu lilla hi rabbil al-„a lam n انح
Alhamdu lilla hi rabbilil-„a lam n
Penggunaan huruf awal kapital hanya untuk Allah bila dalam tulisan Arabnya
memang lengkap demikian dan kalau tulisan itu disatukan dengan kata lain
sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak digunakan.
Contoh:
قشيت بنههىفزح ي Nasrun minalla hi wa fathun qar b صش
يعب Lilla hi al-amru jam ‟an نههبلأيشج
Lilla hil-amru jam ‟an
Walla ha bikulli syai‟in „al m وانههجكهشيئعهيى
xxi
10. Tajwid
Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan ilmu Tajwid. Karena itu peresmian
pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.
xxii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................
REKOMENDASI PEMBIMBING....................................................................
NOTA DINAS...................................................................................................
ABSTRAK.........................................................................................................
MOTTO..............................................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
TRANSLITERASI ARAB-LATIN...................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xii
xxii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
C. Tujuan Penelitian.......................................................................
D. Manfaat Penelitian.....................................................................
E. Tinjauan Pustaka........................................................................
F. Sistematika Penulisan Skripsi....................................................
1
5
5
6
6
15
BAB II LANDASAN TEORI.....................................................................
A. Rasisme dan Diskriminasi..........................................................
1. Pengertian Rasisme..............................................................
2. Sejarah Rasisme...................................................................
3. Pengertian Diskriminasi.......................................................
4. Diskriminasi Rasial..............................................................
5. Bentuk Diskriminasi Rasial..................................................
B. Minoritas....................................................................................
1. Pengertian Minoritas............................................................
2. Konsep Minoritas dalam Islam............................................
17
17
17
19
24
25
26
28
28
30
BAB III METODE PENELITIAN............................................................
A. Jenis Penelitian..........................................................................
B. Sumber Data..............................................................................
C. Teknik Pengumpulan Data........................................................
38
38
39
40
xxiii
D. Analisis Data.............................................................................
40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN..............................................
A. Sejarah dan Kondisi Muslim Uighur.........................................
1. Sejarah dan Asal-Usul Muslim Uighur...............................
2. Diskriminasi Pemerintah China terhadap Muslim
Uighur....
B. Pandangan Islam terhadap Diskriminasi yang Terjadi pada
Muslim Uighur...........................................................................
C. Penghargaan Islam terhadap Minoritas.....................................
42
42
42
48
51
52
BAB V PENUTUP.....................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................
B. Saran..........................................................................................
56
56
57
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penduduk bumi yang multikultur,
multiras, dan multietnik. Sebagaimana dalam firman Allah berikut :
QS. Ar-Rum ayat [30]:22
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui."1
QS. Al-Hujurat ayat[49]:13
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."2
Keberagaman penduduk yang ada di seluruh belahan bumi ini menjadi
sesuatu yang menarik. Segala hal tersebut menjadi objek kajian yang menarik
untuk dipelajari. Namun, tidak semua orang menganggap seala perbedaan
tersebut sebagai suatu keindahan atau pelengkap. Perbedaan dan
1QS. Ar-Rum[30]::22
2QS. Al-Hujurat [49]:13
2
keanekaragaman bahasa yang ada di seluruh penjuru dunia, mendorong manusia
untuk mempelajari lebih dalam tentang bahasa-bahasa yang berbeda dengan
bahasa yang digunakannya. Sebagai makhluk sosial, tentunya seseorang tidak
bisa hidup tanpa adanya individu atau kelompok lain. Setiap individu
memerlukan sosialisasi, interaksi atau komunikasi untuk pencapaian hidup.3
Dalam masyarakat multikultural, pencapaian kebutuhan hidup tersebut
mengalami berbagai hambatan, seperti hambatan rasial, agama, etnis, kelas,
gender. Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan sikap,
kecendrungan, pernyataan, dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi
kelompok masyarakat terutama ketika karena identitas ras. Rasisme juga
dipandang sebagai sebuah kebodohan karena tidak mendasarkan (diri) pada satu
ilmu apapun, serta berlawanan dengan norma-norma etis, perikemanusiaan, dan
hak-hak asasi manusia. Akibatnya, orang dari suku bangsa lain sering
didiskriminasikan, dihina, ditindas dan dibunuh. Aspek kedua dari rasisme
adalah prasangka(prejudice)rasmerupakan akar dari segala bentuk rasisme.4
Adanya diskriminasi menunjukkan bahwa manusia itu dibedakan lantaran
dari segi luarnya saja. Manusia kurang dihargai sebagai manusia, tetapi lebih
dipandang dan di nilai dari penampilan fisik. Perbedaan warna kulit hitam, putih,
kuning, atau warna lain telah banyak menjadikan sebab perpecahan, permusuhan
dan bahkan perang. Sulit untuk menerima adanya diskriminasi berdasarkan ras
3Baidhawy,Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Erlangga, Jakarta
2005, hal.32 dalam James Senduk, Analisis Yuridis Atas Perlakuan Rasisme
BerdasarkanInternational Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination
1965 (Studi Kasus: Diskriminasi Rasial Terhadap Etnis Uighur Di China), Skripsi, (Makassar :
Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, 2014). hal.1 4James Senduk, Analisis Yuridis Atas Perlakuan Rasisme BerdasarkanInternational
Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Studi Kasus:
Diskriminasi Rasial Terhadap Etnis Uighur Di China), Skripsi, (Makassar: Fakultas Hukum
Universitas Hassanudin, 2014), hal.2
3
atau warna kulit. Ras dan warna kulit manusia tidaklah dapat menjadi ukuran
tunggal. Manusia hendaknya dinilai dari segi martabatnya. Manusia sungguh-
sungguh sebagai manusia, justru karena martabatnya itu, harga diri dan martabat
itu melekat pada diri manusia dan tidak dapat dipisahkan lantaran adanya
perbedaan warna kulit atau ras tertentu. Itulah landasan dari Hak Asasi Manusia
(HAM).5
Salah satu contoh kasus diskriminasi rasial ialah kasus diskriminasi yang
dilakukan pemerintah China terhadap etnis minoritas Uighur di China, etnis
Uighur merupakan salah satu etnis minoritas di China. mayoritas etnis Uighur
tersebut mendiami wilayah China yang bernama Xianjiang. Wilayah ini memang
sarat akan konflik etnis dan agama. Pola-pola integratif yang dilakukan
pemerintah China dengan pendidikan politik terbukti tidak berhasil
mengintegrasikan etnis Uighur dengan penduduk China yang lain. Bahkan
ekskalasi pemberontakan etnis Uighur diperuncing dengan adanya migrasi
besar-besaran oleh etnis Han ke wilayah Xianjiang dan juga Urumqi. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa migrasi besar-besaran oleh etnis Han tersebut
bertujuan untuk menyingkirkan etnis Uighur secara perlahan dari wilayah
Xianjiang maupun Urumqi. Diketahui bahwa kedua wilayah ini merupakan salah
satu wilayah di China yang tercatat memiliki kandungan gas alam dan minyak
bumi yang besar dan letaknya yang strategis karena berbatasan langsung dengan
Asia Tengah.6
5Martino Sardi, Menuju Masyarakat Bebas diskriminasi, (Yogyakarta : Atma Jaya, 2005), hal.
86. 6Nikita Ayu Rulinda, Diskriminasi Pemerintah China Terhadap Etnis Minoritas Muslim
Uighur, (Palembang : Universitas Sriwijaya, 2011), hal 1-2
4
Selanjutnya mereka (suku Han) diberi jabatan tinggi dan kekuasaan penuh.
Sementara penduduk asli(Uighur) dijadikan penduduk kelas dua yang
dipekerjakan sebagai pegawai rendahan, dan pekerja kasar untuk memperoleh
penghidupannya. Sesungguhnya yang melakukan kejahatan terhadap warga
Uighur sekarang, bukan hanya pemerintah dan aparatnya yang bertindak
represif, namun juga orang-orang China keturunan Han yang banyak melakukan
berbagai bentukpermusuhan dan pelecehan terhadap penduduk asli. Di mana
penduduk asli diperlakukan seperti suku Indian di Amerika.7
Pengalaman umat Islam menjadi minoritas terjadi sejak komunitas muslim
lahir di periode Mekkah awal dan ketika sebagian kaum muslim hijrah ke
Abessinia dan Yatsrib atau Madinah. Meskipun pada proses berikutnya kaum
muslim mampu membalik keadaan menjadi mayoritas di mana di dalamnya
hidup pula minoritas, tetapi ekspansi Islam membuat mereka banyak yang
tinggal di negara atau komunitas nonmuslim.8
Al-Qur‟an dan hadis tidak pernah memperkenalkan konsep politik
mayoritas-minoritas. Islam hanya memperkenalkan konsep musyawarah antar
berbagai kelompok di dalam masyarakat. Islam menyerukan umatnya jika
berada dalam posisi mayoritas agar menghargai umat atau kelompok minorotas
di dalam masyarakat. Sebaliknya, jika umat Islam menjadi kelompok minoritas
7Muhammad Fajrin Saragih, Tinjauan Yuridis Pelanggaran Ham Terhadap Muslim Uighur Di
China Ditinjau Dari Hukum Humaniter, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2015), hal.3-4 8Ahmad Fuaedy, dkk, Islam dan Kaum Minoritas : Tantangan Kontemporer, (Jakarta : The
Wahid Institute, 2012), hal.19
5
agar tetap memberikan pengakuan, sepanjang umat Islam diberi kebebasan
menjalankan ajaran agama dianutnya.9
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, penulis ingin
mengangkat permasalahan diskriminasi rasial yang dilakukan pemerintah China
terhadap minoritas muslim Uighur kedalam sebuah judul skripsi
“DISKRIMINASI RASIAL TERHADAP MINORITAS MUSLIM
UIGHUR DI CHINA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk diskriminasi rasial pemerintah China terhadap etnis
Uighur?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap konsep minoritas?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap diskriminasi rasial?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi rasial yang dilakukan
oleh Pemerintah China terhadap etnis Uighur.
2. Mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap konsep
minoritas.
3. Mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap diskriminasi
rasial.
9Nasaruddin Umar, Islam Tidak Mengenal Konsep Mayoritas-Minoritas, Senin, 19 Desember
2016 dalam http://www.rmol.co/read/2016/12/19/273113/Islam-Tidak-Mengenal-Konsep-Mayoritas-
Minoritas- diakses pada 30 Oktober 2017
6
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan bahan referensi
dan menambah wawasan intelektual dalam perkembangan ilmu hukum
khususnya bagi para calon penegak hukum mengenai penghapusan segala
bentuk diskriminasi rasial.
2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan
kepada semua pihak termasuk aparat penegak hukum dan kalangan
akademisi serta masyarakat yang memiliki perhatian serius dalam bidang
hukum Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Peneliti menelaah dari berbagai literatur yang ada seperti buku,
skripsi, dan karya ilmiah, sehingga akan memperjelas bahwa permasalahan
tersebut layak untuk ditelilti lebih lanjut, adapun penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan pembahasan diskriminasi terhadap etnis Uighur diantaranya
adalah :
Muhammad Fajrin Saragih, dalam penelitiannya di tahun 2015 yang
berjudul Tinjauan Yuridis Pelanggaran HAM Terhadap Muslim Uighur Di
China Ditinjau Dari Hukum Humaniter. Permasalahan yang dibahas dalam
penelitian tersebut adalah bagaimana bentuk-bentuk masalah pelanggaran
HAM terhadap muslim di Uighur, bagaimana kejahatan kemanusiaan
terhadap muslim di Uighur ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta
Roma dan bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan oleh organisasi
7
internasional dalam meredam kericuhan yang terjadi pada muslim di
Uighur.10
James Senduk, dalam penelitiannya di tahun 2014 yang berjudul
“Analisis Yuridis Atas Perlakuan Rasisme Berdasarkan International
Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965
Studi Kasus Diskriminasi Terhadap Etnis Uighur Di China” Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran hak-hak yang
seharunya dijamin oleh negara peserta konvensi hak tersebut adalah hak
untuk diperlakukan sama hak sipil dan hak politik serta hak ekonomi, sosial
dan budaya. Sebagai upaya untuk memperjuangkan haknya etnis Uighur
menempuh dua cara yaitu yang pertama secara damai melalui World Uyghur
Congress, yang kedua dengan cara memberikan tekanan kepada pemerintah
China melalui aksi-aksi teror yang dilakukan oleh beberapa organisasi serta
kelompok etnis Uighur yang ingin memisahkan diri dari China.11
Jonathan Gery Boy, pada tahun 2014 dalam penelitiannya yang
berjudul "Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif
Terhadap Etnis Minoritas (Studi Kasus : Etnis Muslim Uighur Di China)",
hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia
adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya
manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat
diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab
10
Muhammad Fajrin Saragih, Tinjauan Yuridis Pelanggaran Ham Terhadap Muslim Uighur
Di China Ditinjau Dari Hukum Humaniter, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2015) 11
James Senduk, Analisis Yuridis Atas Perlakuan Rasisme BerdasarkanInternational
Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Studi Kasus:
Diskriminasi Rasial Terhadap Etnis Uighur Di China), Skripsi, (Makassar : Fakultas Hukum
Universitas Hassanudin, 2014). hal. 63-64
8
untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah
individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas,
khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-
haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen
Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim
Uighur dilatarbelakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china
policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis
Uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime).12
Berdasarkan pemaparan kajian pustaka diatas, terdapat beberapa hal
yang dapat kita simpulkan. Pertama, penelitian ini memiliki kesamaan subjek
dengan penelitian Muhammad Fajrin Saragih yaitu tentang pelanggaran
HAM terhadap etnis Uighur ditinjau dari Hukum Humaniter, sama-sama
meneliti mengenai etnis Uighur, namun diteliti dalam perspektif yang
berbeda. Kedua, penelitian ini memiliki kesamaan subjek dan pokok bahasan
dengan penelitian James Senduk yaitu mengenai tindak rasisme terhadap
etnis Uighur, namun pada penelitian James Senduk lebih mengarah ke
analisis berdasarkan International Convention on The Elimination of All
Forms of Racial Discrimination 1965, sedangkan disini penulis ingin meneliti
mengenai diskriminasi rasial menurut pandangan hukum Islam. Ketiga,
penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Jonathan Gery Boy,
12
Jonathan Gery Boy, Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif
Terhadap Etnis Minoritas (Studi Kasus : Etnis Muslim Uighur Di China),(Medan:Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara,2014),hal.113
9
yaitu sama-sama meneliti tentang diskriminasi yang dialami etnis minoritas
Uighur, namun ditinjau dari perspektif yang berbeda.
Selain 3 buah skripsi tersebut diatas, penulis juga menelaah beberapa
jurnal dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian, diantaranya :
Triyanto, 2012 dalam tulisannya yang berjudul Perlindungan Warga
NegaraDari Diskriminasi Ras Dan Etnis mengemukakan Umat manusia
berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan umat manusia
dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama tanpa perbedaan apa pun,
baik ras maupun etnis. Segala tindakan diskriminasi ras dan etnis
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), dan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (HAM).13
Katie Corradini, dalam tulisannya yang berjudul Uyghurs under the
Chinese State: Religious Policy and Practice in China.Menyebutkan bahwa
Pemerintah Republik Rakyat China (RRC) terkenal karena melakukan
pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran ini termasuk pembunuhan bayi,
perdagangan manusia, penegakan kekerasan terhadap kebijakan satu anak,
dan penganiayaan agama. Masyarakat internasional umumnya mengabaikan
penganiayaan agama terhadap orang Uyghur, yang menjadi sasaran dan
sering ditindas oleh pemerintah China. China bisa dibilang sebagai pusat
sistem politik dan ekonomi internasional, namun, karena diaspora Uighur
13Triyanto, Perlindungan Warga NegaraDari Diskriminasi Ras Dan Etnis, FKIP Universitas
Sebelas Maret,2012. hal.2-7
10
berkembang ke negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat, seluruh dunia
harus memahami isu-isu yang berada di garis depan konflik.14
Preeti Bhattacharji, 2008, dalam tulisannya yang berjudul Uighurs
and China's Xinjiang Region , memaparakan bahwa beberapa warga Uighur
menyebut kehadiran China di Xinjiang sebagai bentuk imperialisme, dan
mereka meningkatkan seruan untuk kemerdekaan seringkali dengan
kekerasan pada tahun 1990an melalui kelompok separatis seperti Gerakan
Islam Turkestan Timur (ETIM). Pemerintah China telah bereaksi dengan
mempromosikan migrasi dari mayoritas etnis China, Han, ke Xinjiang.
Beijing juga telah memperkuat hubungan ekonomi dengan daerah tersebut
dan mencoba untuk memotong sumber-sumber potensial dukungan separatis
dari negara-negara tetangga yang secara linguistik dan etnis terkait dengan
orang-orang Uighur.15
Muhammad Roy Purwanto, 2017, dalam tulisannya yang berjudul
"Problems Of Minority In India And Indonesia (Comparative Study Of
Muslim Minorities In Allahabad India And Bali Indonesia)" dalam
Proceeding Of ICARBSS 2017 Langkawi, Malaysia Volume 1,
mengemukakan tentang bagaimana hubungan antara mayoritas dan minoritas,
hubungan antara minoritas dan negara, masalah ketidaksetaraan ekonomi,
ketidaksetaraan politik, dan ketidaksetaraan sosial, toleransi dan sikap
intoleransi masyarakat. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan historis dan sosial. Ini digunakan untuk melihat
14Katie Corradini, "Uyghurs under the Chinese State: Religious Policy and Practice in
China".Human Right And Human Walfare, hal.29
15
Preeti Bhattacharji, "Uighurs and China's Xinjiang Region", The Washington Post Friday,
August 1, 2008
11
hubungan antara minoritas muslim, negara dan mayoritas. Pendekatan
historis digunakan untuk mengetahui dengan jelas kapan dan bagaimana
Islam muncul di India dan Indonesia, juga mengetahui pola penyebaran Islam
pada periode awal. Pendekatan historis juga berusaha untuk melihat sejarah
konflik antara minoritas dan mayoritas di India dan Indonesia. Sedangkan
pendekatan sosial yang digunakan untuk melihat fenomena konflik, latar
belakang konflik, penyebab konflik, ketidaksetaraan ekonomi,
ketidaksetaraan politik, ketertarikan politik yang terjadi pada minoritas
Muslim di Allahabad India dan Bali Indonesia. Hasil dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: pertama, Allahabad dan Bali memiliki populasi
dengan mayoritas Hindu dan minoritas Muslim. Di Allahabad, Hinduisme
mencapai 95%, sedangkan di Bali mencapai 85%. Islam adalah agama
minoritas di Allahabad dan Bali. Populasi Muslim di Allahabad sekitar 4%,
sedangkan di Bali 13%. Kedua, ada ketegangan antara minoritas dan
mayoritas di Allahabad dan Bali. Di Allahabad, dapat dilihat di kalangan
minoritas Muslim dan mayoritas Hindu dan pemerintahan. Sementara di Bali,
hanya terjadi antara minoritas Muslim dan mayoritas Hindu. Ketiga, meski
muncul ketegangan dan konflik, namun bisa diminimalisir oleh pemimpin
agama, pemerintahan dan hukum yang menghormati perbedaan dan toleransi
dalam kehidupan beragama..16
M.Rayila, 2011, dalam tulisannya yang berjudul The Pain of a
Nation: The Invisibility ofUyghurs in China Proper, Masalah minoritas di
16Muhammad Roy Purwanto, "Problems Of Minority In India And Indonesia (Comparative
Study Of Muslim Minorities In Allahabad India And Bali Indonesia)" ,Proceeding Of ICARBSS 2017
Langkawi, Malaysia Volume 1, hal.84
12
China sangat sensitif, seperti yang ditunjukkan kepada masyarakat
internasional, juga pemerintah China, ketika kerusuhan terjadi di Urumqi
pada tanggal 5 Juli 2009. Jika pemerintah China tidak memberikan
penegakan hukum untuk melindungi Uighur dari semua bentuk diskriminasi
dan ketidaksetaraan, maka akan sulit untuk menghindari konflik lain dari sifat
ini.17
The Uyghur Human Rights Project, 2012, dalam laporannya yang berjudul
Uyghur Homeland, Chinese Frontier: The Xinjiang Work Forum and
Centrally Led Development menyebutkan dalam laporannya, Proyek Hak
Asasi Manusia Uighur (UHRP) berusaha untuk memberikan gambaran umum
tentang sifat kebijakan pembangunan yang diberlakukan dalam dua tahun
sejak Forum Kerja. UHRP juga berusaha untuk mendokumentasikan cara-
cara di mana prakarsa Forum Kerja belum memastikan pemerataan manfaat
pembangunan di antara populasi daerah. Sampai kekurangan dalam prakarsa
pembangunan daerah diatasi, dan disparitas yang mencolok ditangani,
keberhasilan pembangunan masa depan di Turkistan Timur akan dibiarkan
dipertanyakan.18
Dalam sebuah artikel berjudul “Urumqi Riot: ackstory.” China
Today (July) tahun 2009,di dalamnya menjelaskan sinopsis singkat dari
kerusuhan Urumqi yang meletus pada bulan Juli 2009. Penulis artikel ini
menjelaskan peran pemerintah China dan langkah apa yang diperlukan untuk
menghentikan kekerasan tersebut. Menurut artikel tersebut, Kongres Uighur
17M.Rayila," The Pain of a Nation: The Invisibility ofUyghurs in China Proper", The Equal
Right Review, Volume six (2011),hal.52
18
The Uyghur Human Rights Project, Uyghur Homeland, Chinese Frontier: The Xinjiang
Work Forum and Centrally Led Development. (Washington:Juni 2012),hal.2
13
Dunia menghasut kerusuhan tersebut dan pemerintah China hanya membela
diri. Artikel tersebut tidak menyalahkan China atas kerusuhan tersebut;
Sebaliknya, mereka menyalahkan satu pihak pada orang Uyghur. Terlepas
dari sisi mana yang dibutuhkan pembaca, artikel ini sangat informatif.19
ecquelin, N. 2000, dalam tulisannya yang berjudul “Xinjiang in the
Nineties.” dalam The China Journal membahas tentang saat jatuhnya Uni
Soviet pada awal 1990an, pemerintah China mengenali volatilitas kawasan
ini dan mencoba untuk memerintah dalam budaya Uighur di provinsi
Xinjiang untuk menyesuaikannya lebih dengan budaya dan politik Tionghoa.
Selain itu, China menyesuaikan diri dengan membentuk sebuah aliansi yang
disebut "kelompok lima" dengan negara-negara Asia Tengah lainnya untuk
mengendalikan atmosfir sosiopolitik di wilayah tersebut. Becquelin menulis
sketsa sejarah Xinjiang yang sangat informatif selama tahun 1990an,
khususnya setelah jatuhnya Uni Soviet. Artikel ini akan sangat berguna bagi
seseorang yang ingin belajar bagaimana aspek politik, ekonomi, dan sosial
masyarakat Xinjiang berkembang selama akhir. dua dekade.20
Clarke, 2003, dalam tulisannya yang berjudul “Xinjiang and China‟s
Relations with Central Asia, 1991-2001: Across the „Domestic-Foreign
Frontier?” Asian Ethnicity vol. 4 ,berpendapat bahwa ada hubungan langsung
antara kebijakan luar negeri China dengan Asia Tengah dan kebijakan
domestiknya mengenai etnis minoritas di wilayah Xinjiang. Klaim bahwa
pembaca artikel ini sudah memiliki pengetahuan tentang kebijakan luar
19“Urumqi Riot: ackstory.” China Today (July)2009.: http://www.chinatoday.com.cn/
ctenglish/se/txt/2009- 07/30/content_209831.htm?intx=july+2009. diakses pada 9 November 2017
20Becquelin, N. “Xinjiang in the Nineties.” The China Journal (2000)(44),hal.65-90.
14
negeri China di Asia Tengah dan Uyghur ' keadaan di China Barat. Dia juga
mempertanyakan hubungan antara perkembangan ekonomi dan stabilitas
etnis di wilayah Xinjiang. Kelebihan informasi dalam artikel ini bisa sedikit
berlebihan, namun Clarke mencakup hal-hal spesifik yang diperlukan untuk
memahami hubungan China dengan Asia Tengah.21
Dalam Artikel lainnya yang berjudul “China‟s „War on Terror‟ in
Xinjiang: Human Security and the Causes of Violent Uighur Separatism.”
Terrorism & Political Violence tahun 2008, Clarke membahas tentang
konsekuensi dari label "teroris" yang ditempatkan pada orang Uyghur di
Xinjiang oleh pemerintah China. Clarke menunjukkan bahwa, sepanjang
sejarah, pemberontakan kekerasan utama di Xinjiang telah menjadi respons
terhadap perubahan kebijakan mengenai orang Uyghur, baik selama masa
Maois China atau pemerintahan saat ini. Kekerasan tersebut bukanlah
tindakan terorisme, bertentangan dengan yang diklaim oleh China dan
negara-negara lain. Selain itu, label "teroris" telah berbuat banyak untuk
meningkatkan kesadaran akan perjuangan mereka di dalam masyarakat
internasional. Jika ada, label itu telah menghambat perkembangan yang telah
mereka capai selama dua dekade terakhir ini. Artikel ini menjelaskan bahwa
kebijakan politik dan ekonomi China membuat sangat sulit, jika bukan tidak
mungkin, bagi orang Uyghur untuk mempertahankan budaya dan identitas
mereka sendiri di China.22
21Clarke, M. “Xinjiang and China‟s Relations with Central Asia, 1991-2001: Across the
„Domestic-Foreign Frontier‟?” Asian Ethnicity 4 (2003) (2),hal. 207.
22
Clarke, M. “China‟s „War on Terror‟ in Xinjiang: Human Security and the Causes of
Violent Uighur Separatism.” Terrorism & Political Violence(2008)(20),hal. 271-301.
15
Davis, E. V. W. 2008. “Uyghur Muslim Ethnic Separatism in
Xinjiang, China.” Asian Affairs: AnAmerican Review. Isi artikel Davis adalah
sejarah singkat kebijakan China terhadap kelompok Muslim di China Barat,
dan sebuah analisis tentang bagaimana sejarah tersebut telah berkontribusi
pada politik masa kini. Artikel ini sangat membantu bagi seseorang yang
tertarik secara khusus dalam hubungan antara China dan Asia Tengah. Selain
itu, artikel ini menjelaskan perubahan hubungan antara China dan populasi
Muslimnya pasca 9/11. Sementara artikel ini terutama berfokus pada China
dan Timur Tengah, penulis juga membahas kebijakan luar negeri AS.23
Penjelasan diatas, menjelaskan dan menekankan bahwa penelitian ini
layak untuk diteliti karena berdasarkan kajian pustaka diatas, tidak ada yang
memilki kesamaan secara signifikan yang terdapat dalam skripsi ini baik
mengenai objek, teori, serta pandangan yang digunakan, serta belum ada yang
meneliti, maka skripsi ini dapat dilanjutkan dan diteliti sebaik-baiknya.
F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Penulisan yang disusun oleh penulis terdiri dari lima (5) bab dengan urutan
sebagai berikut:
Pertama, Pendahuluan. Pendahuluan ini menguraikan tentang Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
serta tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya.
23Davis, E. V. W. 2008. “Uyghur Muslim Ethnic Separatism in Xinjiang, China.” Asian
Affairs: AnAmerican Review 35(2008) (1),hal.15-30.
16
Kedua, Landasan Teori. Dalam bab ini diuraikan tentang Pengertian
Diskriminasi, Rasisme, Minoritas, Macam-macam bentuk Diskriminasi, serta
bagaimana Konsep Minoritas dalam Islam.
Ketiga, Metode Penelitian. Dalam bab ini berisi penjelasan mengenai
Jenis Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, serta Metode Analisis Data yang
digunakan oleh penulis dalam menyusun penelitian ini.
Keempat, Analisis dan Pembahasan. Dalam bab ini membahas tentang
kondisi dan sejarah muslim Uighur, bentuk diskriminasi pemerintah China
terhadap muslim Uighur, pandangan Islam terhadap diskriminasi yang terjadi
pada Muslim Uighur, serta pandangan Islam dalam penghargaan Islam
terhadap minoritas.
Kelima, Penutup. Penutup ini menguraikan kesimpulan yaitu berupa
jawaban dari rumusan masalah yang diperoleh berdasarkan penelitian serta
berisi mengenai saran-saran yang diajukan berdasarkan jawaban dari rumusan
masalah dalam penelitian ini.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Rasisme dan Diskriminasi
1. Pengertian Rasisme
Menurut Horton dan Hunt, ras adalah suatu kelompok manusia yang
agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya selain dalam segi ciri-ciri
fisik bawaan, dalam banyak hal juga ditentukan oleh pengertian yang
digunakan oleh masyarakat.1 Para ahli antropologi fisik umumnya
membedakan ras berdasarkan lokasi geografis, ciri-ciri fisik-seperti warna
mata, warna kulit, bentuk wajah, warna rambut, bentuk kepala dan prinsip
evolusi rasial.2
Rasisme adalah suatu gagasan atau teori yang mengatakan bahwa
kaitan kausal antara ciri-ciri jasmaniah yang diturunkan dan cirri-ciri tertentu
dalam hal kepribadian, intelek, budaya atau gabungan dari semua itu,
menimbulkan superioritas dari ras tertentu terhadap yang lain.3
Rasisme berasal dari dominasi dan menyediakan dasar pemikiran
sosial dan filosofis pembenaran untuk merendahkan dan melakukan
kekerasan terhadap orang berdasarkan warna. Rasisme, diskriminasi rasial,
prejudice dan berbagai sikap intoleransi masih hidup subur tidak hanya di
bagian-bagian dunia yang secara stereotip dihubungkan dengan keadaan itu
1J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi; Teks Pengantar dan Terapan, Cetakan ke-
2, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 195
2ibid,hal.196
3N. Daldjoeni, Ras-ras Umat Manusia; Biogeografis, Kulturhistoris, Sosiopolitis, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 81
18
seperti halnya Amerika Serikat. Sikap intoleransi itu ada dimana-mana,
dengan berbagai baju. Asal mula istilah ras diketahui sekitar tahun 1600.
Saat itu, Francois Bernier, pertama kali mengemukakan gagasan tentang
pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan
bentuk wajah.4
Perbedaan berdasarkan warna kulit seringkali memicu timbulnya
gerakan-gerakan yang mengunggulkan rasnya masing-masing. Gerakan-
gerakan ini bahkan kemudian memicu konflik antar ras menjadi semakin
besar. Dalam bukunya yang berjudul Prasangka dan Konflik, Alo Liliweri,5
mendefinisikan rasisme sebagai berikut :
a. Suatu ideologi yang mendasarkan diri pada gagasan bahwa manusia
dapat dipisahkan atas kelompok ras; bahwa kelompok tersebut dapat
disusun berdasarkan derajat atau hierarki berdasarkan kepandaian atau
kecakapan, kemampuan dan bahkan moralitas.
b. Suatu keyakinan yang terorganisasi mengenai sifat inferioritas (perasaan
rendah diri) dari suatu kelompok sosial dan kemudian karena
dikombinasikan dengan kekuasaan, keyakinan ini diterjemahkan dalam
praktik hidup untuk menunjukkan kualitas atau perlakuan yang berbeda.
c. Diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orang karena ras
mereka, kadang-kadang konsep ini menjadi doktrin politis untuk
mengklaim suatu ras lebih hebat dari pada ras lain.
4Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Multikultur, (Yogyakarta :
Lkis, 2005), hal.21.
5Ibid, hal. 29-30.
19
d. Suatu kompleks keyakinan bahwa beberapa subspecies dari manusia
(stocks) inferior (lebih rendah) dari pada subspecies manusia lain.
e. Rasisme juga menjadi ideologi yang bersifat etnosentris pada
sekelompok ras tertentu. Apalagi ideologi ini didukung oleh manipulasi
teori sampai mitos, stereotip dan jarak sosial serta diskriminasi yang
sengaja diciptakan.
f. Rasisme merupakan salah satu bentuk khusus dari prasangka yang
memfokuskan diri pada variasi fisik diantara manusia. Kadang-kadang
paham ini juga menyumbang pada karakteristik superioritas dan
inferioritas dari sekelompok penduduk berdasarkan alasan fisik maupun
faktor bawaan lain dari kelahiran mereka.
Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa hal-hal yang termasuk
dalam rasisme adalah sikap yang mendasarkan diri pada karakteristik
superioritas dan inferioritas, ideologi yang didasarkan pada derajat manusia,
sikap diskriminasi dan sikap yang mengkalim suatu ras lebih unggul
daripada ras lain. Hal ini sering kali terjadi dalam masyarakat multikultur.6
2. Sejarah Rasisme
Rasisme, juga disebut rasialisme, tindakan, praktik, atau kepercayaan
apapun yang mencerminkan pandangan dunia rasial - ideologi bahwa
manusia dapat dibagi menjadi entitas biologi terpisah dan eksklusif yang
disebut "ras"; bahwa ada hubungan kausal antara sifat fisik yang diwariskan
dan sifat kepribadian, intelek, moralitas, dan ciri budaya dan perilaku
lainnya; dan bahwa beberapa ras secara bawaan lebih unggul dari orang lain.
6Ibid, hal.30
20
Sejak akhir abad 20, gagasan tentang ras biologis telah diakui sebagai
penemuan budaya, seluruhnya tanpa dasar ilmiah.7
Setelah kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I, anti-Semitisme yang
telah tertanam di negara itu berhasil dieksploitasi oleh Partai Nazi, yang
merebut kekuasaan pada tahun 1933 dan menerapkan kebijakan diskriminasi
sistematis, penganiayaan, dan pembunuhan massal terhadap orang-orang
Yahudi di Jerman dan wilayah-wilayah yang diduduki oleh negara selama
Perang Dunia II.8
Di Amerika Utara dan era apartheid Afrika Selatan, rasisme
mendiktekan bahwa ras yang berbeda (terutama orang kulit hitam dan kulit
putih) harus dipisahkan satu sama lain; bahwa mereka harus memiliki
komunitas mereka sendiri yang berbeda dan mengembangkan institusi
mereka sendiri seperti gereja, sekolah, dan rumah sakit; dan itu tidak wajar
bagi anggota dari berbagai ras untuk dinikahi.9
Secara historis, mereka yang secara terbuka mengakui atau
mempraktikkan rasisme berpendapat bahwa anggota ras dengan status
rendah harus dibatasi pada pekerjaan dengan status rendah dan bahwa
anggota kelompok dominan harus memiliki akses eksklusif terhadap
kekuatan politik, sumber daya ekonomi, pekerjaan dengan status tinggi, dan
tidak dibatasi hak-hak sipil. Pengalaman hidup rasisme untuk anggota ras
dengan status rendah mencakup tindakan kekerasan fisik, penghinaan sehari-
hari, dan tindakan sering dan ungkapan penghinaan dan penghinaan tanpa
7 https://www.britannica.com/topic/racism
8 ibid
9 ibid
21
henti, yang kesemuanya memiliki dampak mendalam pada harga diri dan
hubungan sosial.10
Rasisme berada di jantung perbudakan Amerika Utara dan kegiatan
kolonisasi dan kekaisaran orang-orang Eropa barat, terutama di abad ke-18.
Gagasan tentang perlombaan diciptakan untuk memperbesar perbedaan
antara orang-orang Eropa dan keturunan Afrika yang nenek moyangnya telah
secara tidak sadar diperbudak dan dikirim ke Amerika. Dengan mencirikan
orang Afrika dan keturunan Afrika Amerika mereka sebagai manusia yang
lebih rendah, para pendukung perbudakan berusaha untuk membenarkan dan
mempertahankan sistem eksploitasi sambil menggambarkan Amerika Serikat
sebagai benteng dan pejuang kebebasan manusia, dengan hak asasi manusia,
institusi demokratis, kesempatan tak terbatas, dan persamaan. Kontradiksi
antara perbudakan dan ideologi kesetaraan manusia, yang menyertai filsafat
kebebasan manusia dan martabat, nampaknya menuntut dehumanisasi dari
orang-orang yang diperbudak tersebut.11
Pada abad ke-19, rasisme telah matang dan menyebar ke seluruh
dunia. Di banyak negara, para pemimpin mulai memikirkan komponen etnis
dari masyarakat mereka sendiri, biasanya kelompok agama atau bahasa,
dalam istilah rasial dan untuk menunjuk ras "yang lebih tinggi" dan "lebih
rendah". Mereka yang dipandang sebagai ras dengan status rendah, terutama
di wilayah penjajah, dieksploitasi untuk pekerjaan mereka, dan diskriminasi
terhadap mereka menjadi pola umum di banyak wilayah di dunia. Ungkapan
10 ibid
11
ibid
22
dan perasaan superioritas rasial yang menyertai kolonialisme menimbulkan
kebencian dan permusuhan dari orang-orang yang terjajah dan dieksploitasi,
perasaan yang berlanjut bahkan setelah kemerdekaan.12
Sejak pertengahan abad ke-20 banyak konflik di seluruh dunia telah
ditafsirkan secara rasial meskipun asal-usul mereka berada dalam
permusuhan etnis yang telah lama menandai banyak masyarakat manusia
(misalnya, orang Arab dan Yahudi, Inggris dan Irlandia). Rasisme
mencerminkan penerimaan bentuk terdalam dan tingkat perpecahan dan
membawa implikasi bahwa perbedaan antar kelompok begitu besar sehingga
tidak dapat ditentang.
Rasisme menimbulkan kebencian dan ketidakpercayaan dan
menghalangi usaha untuk memahami korbannya. Oleh karena itu,
kebanyakan masyarakat manusia telah menyimpulkan bahwa rasisme salah,
setidaknya pada prinsipnya, dan kecenderungan sosial telah menjauh dari
rasisme. Banyak masyarakat mulai memerangi rasisme yang dilembagakan
dengan mencela keyakinan dan praktik rasis dan dengan mempromosikan
pemahaman manusia terhadap kebijakan publik, seperti juga Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia, yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1948.13
Di Amerika Serikat, rasisme mendapat serangan yang meningkat
selama gerakan hak sipil pada tahun 1950an dan 1960-an, dan undang-
undang dan kebijakan sosial yang memberlakukan segregasi rasial dan
12 ibid
13
ibid
23
diskriminasi rasial yang diizinkan terhadap orang-orang Amerika Afrika
dieliminasi secara bertahap. Hukum yang ditujukan untuk membatasi hak
suara minoritas rasial tidak berlaku lagi oleh Amandemen Dua Puluh Empat
(1964) kepada Konstitusi AS, yang melarang pajak jajak pendapat, dan oleh
Undang-Undang Hak Voting federal (1965), yang mewajibkan yurisdiksi
dengan riwayat pemilih penindasan untuk mendapatkan persetujuan federal
("preclearance") dari setiap perubahan yang diajukan pada undang-undang
pemungutan suara mereka (persyaratan awal dikeluarkan secara efektif oleh
Mahkamah Agung AS pada tahun 2013). Pada tahun 2010, lebih dari dua
pertiga negara bagian telah mengadopsi berbagai bentuk undang-undang ID
pemilih, yang memungkinkan calon pemilih diminta atau diminta untuk
mempresentasikan bentuk-bentuk identifikasi tertentu sebelum memberikan
suara. Kritik terhadap undang-undang tersebut, beberapa di antaranya
berhasil ditantang di pengadilan, berpendapat bahwa mereka secara efektif
menekan pemungutan suara di antara orang-orang Amerika Afrika dan
kelompok demografis lainnya.14
Meskipun ada tindakan konstitusional dan legal yang bertujuan untuk
melindungi hak-hak minoritas rasial di Amerika Serikat, kepercayaan dan
praktik pribadi banyak orang Amerika tetap bersifat rasis, dan beberapa
kelompok yang dianggap memiliki status yang lebih rendah sering dijadikan
kambing hitam. Kecenderungan itu terus berlanjut sampai abad ke-21.
Karena, dalam pikiran yang populer, "ras" dikaitkan dengan perbedaan fisik
di antara orang-orang, dan ciri-ciri seperti warna kulit gelap telah dilihat
14 ibid
24
sebagai penanda status rendah, beberapa ahli percaya bahwa rasisme
mungkin sulit diberantas. Memang, pikiran tidak dapat diubah oleh undang-
undang, namun keyakinan tentang perbedaan manusia dapat dan memang
berubah, seperti halnya semua elemen budaya.15
3. Pengertian Diskriminasi
Menurut Banton, diskriminasi yang didefinisikan sebagai perlakuan
yang berbeda terhadap orang yang termasuk dalam kategori tertentu
menciptakan apa yang disebut dengan jarak sosial (social distance).
Sedangkan Ransford membedakan antara diskriminasi individu (individual
discrimination) dan diskriminasi institusi (Institutional Discrimination).
Diskriminasi individu merupakan tindakan seorang pelaku yang
berprasangka (prejudice). Sedangkan diskriminasi institusional merupakan
tindakan diskriminasi yang tidak ada kaitannya dengan prasangka individu,
melainkan merupakan dampak kebijakan atau praktik tertentu berbagai
institusi dalam masyarakat.16
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskriminasi adalah
pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna
kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya).17
Danandjaja18
menyatakan bahwa dalam arti tertentu diskriminasi
mengandung arti perlakuan tidak seimbang terhadap sekelompok orang,
15 ibid
16
Sunarto, Kamanto.Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia, 2004). hal.146
17
https://kbbi.web.id/diskriminasi diakses pada 9 November 2017
18
Danandjaja, James, 2003 “Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan Masalah
Aktual Di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera” dalam
25
yang pada hakekatnya adalah sama dengan kelompok pelaku diskriminasi.
Obyek diskriminasi tersebut sebenarnya memiliki beberapa kapasitas dan
jasa yang sama, adalah bersifat universal. Apakah diskriminasi dianggap
ilegal, tergantung dari nilai-nilai yang dianut masyarakat bersangkutan, atau
kepangkatan dalam masyarakat dan pelapisan masyarakat yang berlandaskan
pada prinsip diskriminasi. Kriteria masyarakat, untuk apa yang dianggap
perlakuan diskriminasi terhadap seorang maupun kelompok, selalu bergeser,
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.
4. Diskriminasi Rasial
Diskriminasi rasial adalah ketika seseorang diperlakukan dengan
kurang baik daripada orang lain dalam situasi yang sama karena ras, warna
kulit, keturunan, status asal etnis atau asal imigran mereka.19
Hal yang juga
merupakan diskriminasi rasial adalah apabila ada peraturan atau kebijakan
yang sama untuk semua orang namun memiliki efek tidak adil pada orang-
orang dengan ras, warna kulit, keturunan, status etnis atau asal imigran
tertentu atau etnis tertentu, ini disebut sebagai 'diskriminasi tidak
langsung'(indirect discrimination).20
Konsep diskriminasi rasial kebanyakan orang melibatkan kekerasan
eksplisit dan langsung yang diungkapkan oleh orang kulit putih terhadap
anggota kelompok rasial yang kurang beruntung. Namun, diskriminasi dapat
mencakup lebih dari sekedar perilaku langsung (seperti penolakan
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/ Diskriminasi%20terhadap%20minoritas%20-
%20james%20danandjaja.pdf, diakses pada 27 Oktober 2017. 19
Australian Human Rights Commission, Racial Discrimination : Know your right. Tersedia
secara online dalam format pdf dan doc di http://www.humanrights.gov.au/. Diakses pada 17 Januari
2018 20
ibid
26
kesempatan kerja atau sewa); Hal itu juga bisa halus dan tidak sadar (seperti
permusuhan nonverbal dalam postur atau nada suara).Selanjutnya,
diskriminasi terhadap individu dapat didasarkan pada asumsi keseluruhan
tentang anggota kelompok rasial yang kurang beruntung yang diasumsikan
berlaku untuk orang tersebut (yaitu, diskriminasi atau pembuatan profil
statistik).Diskriminasi juga dapat terjadi sebagai akibat dari prosedur
kelembagaan dan bukan perilaku individu.21
5. Bentuk Diskriminasi Rasial
Istilah diskriminasi rasial kadang disamakan dengan segregasi rasial
atau ketidakadilan, dan kemudian dipertentangkan dengan istilah keadilan
rasial. Dalam prinsip keadilan rasial, ketidakadilan adalah masalah
pengucilan dari institusi masyarakat yang dominan dan persamaan adalah
persoalan non diskriminasi serta kesempatan yang sama untuk berperan serta.
Dari prinsip ini, peraturan-perundangan yang memberikan intitusi terpisah
bagi minoritas bangsa tidak berbeda dari segregasi rasial, sehingga perluasan
alaminya adalah melepaskan status terpisah kebudayaan minoritas, dan
mendorong partisipasi yang sama dalam masyarakat yang dominan. Dalam
hukum internasional, istilah dan prinsip ini di Amerika Serikat pernah
dimanfaatkan untuk melindungi hak-hak orang Indian, penduduk asli Hawai,
dan hak-hak minoritas bangsa.22
Bentuk tindakan diskriminasi rasial ini
berbeda-beda, namun secara umum terdiri dari:
21
Rebecca M. Blank, Marilyn Dabady, dan Constance F. Citro. Measuring Racial
Discrimination. (The National Academies Press, The National Academies of Sciences Enginering
Medicine. Tersedia dalam format pdf di http://nap.edu/10887 diakses pada 18 Januari 2018 22
Tim Redaksi (Cherry Augusta dan Iwi Yunanto et al.), Open Source Book: Hubungan Antar
Etnis di Yogyakarta. (Yogyakarta : Impulse, 2010), hal. 18-19.
27
a. Diskriminasi Etnosentrisme
Sikap diskriminasi ras yang pertama adalah etnosentrisme, yaitu
pandangan yang merasa bahwa kelompoknya sendiri adalah pusat
segalanya, sehingga semua kelompok yang lainnya selalu dibandingkan
dan dinilai sesuai dengan standar kelompoknya. Maka dengan demikian
etnosentrisme selalu menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai
kebudayaan yang paling baik. Orang yang berprinsip etnosentris
cenderung kurang bergaul karena hanya bergaul dengan kalangannya
saja, tidak mau membuka wawasan, dan fanatik, pemeluk agama yang
fanatik.23
b. Diskriminasi Xenophobia
Kata xenophobia berasal dari kata Yunani, xenos dan phobos. Xenos
artinya orang asing, dan phobos artinya ketakutan.24
Jadi xenophobia
adalah ketakutan yang berlebihan terhadap orang asing, atau segala
sesuatu yang berbau asing.
c. Diskriminasi Miscegenation
Miscegenation adalah sikap diskriminasi yang menolak terjadinya
hubungan antar ras, termasuk dalam hal kawin campur antar ras yang
berbeda. Sikap ini sangat menjaga kemurnian rasnya dan berusaha sekuat
mungkin agar tidak “terkotori” oleh kawin campur antar ras. Sejarah
mencatat Hitler dengan nazinya adalah kelompok yang sangat
mendukung sikap miscegenation ini. Ia berpandangan bahwa ras arya
23
Tito Edy Priandono, Komunikasi Dalam Keberagaman, (Bandung : Departemen Ilmu
Komunikasi FPIPS UPI, 2014), hal.200
24
Rahman Arge, Permainan Kekuasaan: 200 kolom Pilihan, Buku Kompas, (Jakarta : 2008),
hal. 373
28
adalah ras yang paling unggul di dunia, oleh karena itu harus dijaga
kemurnian rasnya.25
d. Diskriminasi Stereotipe
Stereotipe termasuk bentuk dari sikap diskriminasi ras, sebab menilai
seseorang hanya berdasarkan persepsi kepada kelompok dimana orang
tersebut berasal. Stereotipe bisa juga diartikan sebagai sikap
mengeneralisir terhadap suatu kelompok tertentu. Jadi tak penting apa
dan bagaimana sesungguhnya seseorang di mata pengikut sikap
diskriminasi ras ini. Apapun dan bagaimana pun yang dilakukan orang
lain, maka tak mempengaruhi penilaian terhadap orang tersebut, sebab
mereka telah memiliki penilaian tersendiri yang bersifat general.26
B. Minoritas
1. Pengertian Minoritas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata minoritas memiliki
pengertian golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan karena
itu didiskriminasikan oleh golongan lain itu.27
Graham C. Lincoln mendefinisi kelompok minoritas sebagai
kelompok yang dianggap oleh elit-elit sebagai berbeda dan atau inferior
atas dasar karakteristik tertentu dan sebagai konsekuensi diperlakukan
25
Downing, et al., Multiracial America: A Resource Guide on the History and Literature of
Interracial Issues, (Scarecrow Press ,2005), hal 9. 26
Hesti Armiwulan Sochmawardiah, Diskriminasi Rasial dalam Hukum HAM: Studi Tentang
Diskriminasi terhadap Etnis Tionghoa,(Yogyakarta : Genta Publishing, 2013). hal.75 27
https://kbbi.web.id/minoritasdiakses pada 1 November 2017
29
secara negatif.28
Yap Thiam Hien mengatakan, minoritas tidak ditentukan
jumlah, tapi perlakuan yang menentukan status minoritas.29
Menurutnya
suatu jumlah besar bisa mempunyai status minoritas seperti halnya rakyat
Indonesia di zaman kolonial, dimana sejumlah kecil orang Belanda
mempunyai kedudukan „dominan‟ grup.
Tidak beda jauh, Fransesco Capotorti, UN Special Rapporteur,
menerangkan minoritas sebagai:
“A Group, numerically inferior to the rest population of a state,in a non –
dominant position, whose members– being national of the state
possesethnic, religious or linguistic characteristic differing from those of
the rest ofthe population and show, if only implicity, a sense of solidarity,
directed towardspreserving their culture, traditions, religioun and
languange.”30
Dari kaca mata sosiologi, yang dimaksudkan dengan minoritas adalah
kelompok-kelompok yang paling tidak memenuhi tiga gambaran berikut:
1) anggotanya sangat tidak diuntungkan, sebagai akibat dari tindakan
diskriminasi orang lain terhadap mereka; 2) anggotanya memiliki
solidaritas kelompok dengan “rasa kepemilikan bersama”, dan mereka
memandang dirinya sebagai “yang lain” sama sekali dari kelompok
28
Teuku Cemal Hussein, “Posisi Kelompok Minoritas Magribi Dalam Masyarakat Perancis
Pada Dasawarsa 1980”, Skripsi Pada Fakultas Sastra UI, Jakarta: 3 Maret 1992, hal. 14. dalam Yogi
Zul Fadhli,”Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan Hukumnya Di
Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 2, (Juni 2014), hal.356 29
“Namaku, Identitasku,” Majalah Tempo, Edisi 3-9 Juni 2013, hal. 86 dalam Yogi Zul
Fadhli,”Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan Hukumnya Di
Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 2, (Juni 2014), hal.356 30
Hikmat udiman, “Minoritas, Multikulturalisme, Modernitas”, dalam Hikmat udiman, ed.,
Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme Di Indonesia,Jakarta Selatan: The Interseksi
Foundation/Yayasan Interseksi, 2005, hal. 10. Dalam Yogi Zul Fadhli,”Kedudukan Kelompok
Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan Hukumnya Di Indonesia”, Jurnal Konstitusi,
Volume 11, Nomor 2, (Juni 2014), hal.356
30
mayoritas; 3) biasanya secara fisik dan sosial terisolasi dari komunitas
yang lebih besar.31
Kelompok minoritas menurut Suparlan yaitu orang-orang yang karena
ciri-ciri fisik tubuh asal-usul keturunannya atau kebudayaannya
dipisahkan dari orang-orang lainnya dan diperlukan secara tidak sederajat
atau tidak adil dalam masyarakat dimana mereka hidup. Kelompok
minoritas ini mengalami eksploitasi dan diskriminasi karena kelompok
minoritas tidak mempunyai kebudayaan yang dominan sehingga
berkembang persaingan yang ketat antar etnik dan hubungan antar etnik
pun mengalami ketegangan.32
2. Konsep Minoritas dalam Islam
Pada saat Rasulullah saw. membangun negara Islam (Daulah
Islam) di Madinah, keadaan masyarakatnya tidaklah seragam. Madinah
saat itu dihuni oleh kaum Muslim, Yahudi, Nasrani, dan juga kaum
Musyrik. Meskipun struktur masyarakatanya beragam, namun semua
masyarakat dapat hidup berdampingan dengan damai dalam naungan
Daulah Islamiyyah dan di bawah otoritas hukum-hukum Islam.
Kelompok-kelompok selain Islam tidak dipaksa masuk ke dalam
agama Islam, atau diusir dari Madinah. Bahkan mereka dibiarkan
beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Hal ini sebagaimana
31
Eddie Riyadi Terre, “Posisi Minoritas Dalam Pluralisme: Sebuah Diskursus Politik
Pembebasan”, http://interseksi.org/publications/essays/articles/posisi_minoritas.html, diunduh 11 Juni
2013.dalam Yogi Zul Fadhli,”Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan
Perlindungan Hukumnya Di Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 2, (Juni 2014), hal.356 32
Hikmat Budiman.Hak Minoritas (ethnos, demos, dan batas-batas multikultural). (Jakarta:
Gramedia, 2009),hal.47 dalam Denika Astianisti, Relasi Mayoritas-Minoritas AntaraEtnis Jawa,
China, Arab (Studi Kasus Di Kelurahan Kauman Kota Pekalongan), (Semarang:Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang,2015),hal.9
31
yang telah diterangkan dalam al-Quran, “Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah
berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” .33
Mereka hidup berdampingan satu dengan yang lain tanpa ada
intimidasi, diskriminasi dan gangguan. Mereka mendapatkan
perlindungan dan hak yang sama seperti kaum Muslim. Jaminan Negara
Islam terhadap non muslim tersebut terlihat jelas dalam Piagam Madinah
yang dicetuskan oleh Rasulullah saw. Secara keseluruhan, Piagam
Madinah tersebut berisi 47 pasal.34
Pasal 1, misalnya, menegaskan prinsip
persatuan dengan menyatakan:"Sesungguhnya mereka adalah ummat
yang satu, lain dari (komunitas) manusia yang lain" (innahum ummah
wāḥidah min dūn al-nās).
Pasal 44 menegaskan: "Mereka (para pendukung piagam) bahu membahu
dalammenghadapi penyerang atas kota Yatsrib (Madīnah)"(Wa inna
baynahum al-naṣr „alá man dahama Yatsrib).
Selanjutnya dalam Pasal 24 dinyatakan: "Kaum Yahudi memikul
biayabersama kamu mu‟minin selama dalam peperangan" (Wa inna al-
Yahūd yunfiqūna ma„aal-mu‟minīn mā dāmū muḥāribīn)
33
QS. Al-Baqarah(2) : 256 34
Ibn Katsīr, Al-Sīrah al-Nabawīyah, Jilid II, ( eirut: Dār al-Fikr,1978), hal.320-323.
32
Kemudian Pasal 25 menegaskan: " Kaum Yahudi dari ani „Awf adalah
satu umat dengan kaum mu‟minin. agi kaum Yahudi agama mereka, dan
bagi kaum mu‟minin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi
sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan yang
jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya sendiri".(Wa inna
Yahūda Banī „Awf ummah ma„a al-mu‟minīn,lil-Yahūd dīnuhum wa-lil-
Muslimīn dīnuhum, mawālīhim anfusuhumillā man ẓalam wa-atsima fa-
innahū lā yūtaghu illā nafsah wa-ahlabaytih)
Jaminan persamaan dan persatuan dalam keragaman tersebut
demikian indah dirumuskan dalam Piagam ini, sehingga dalam
menghadapi musuh yang mungkin akan menyerang kota Madīnah, setiap
warga kota ditentukan harus saling bahu membahu.35
Dalam hubungannya dengan perbedaan keimanan dan amalan
keagamaan, jelas ditentukan adanya kebebasan beragama. Bagi orang
Yahudi sesuai dengan agama mereka, dan bagi kaum mu‟minin sesuai
dengan agama mereka pula. Prinsip kebersamaan ini bahkan lebih tegas
dari rumusan al-Qur‟ān mengenai prinsip lakum dīnukum waliya dīn
(bagimu agamamu, dan bagiku agamaku) yang menggunakan perkataan
“aku” atau “kami” versus “kamu”. Dalam piagam digunakan perkataan
mereka, baik bagi orang Yahudi maupun bagi kalangan mu‟minin dalam
jarak yang sama dengan Nabi.36
35
Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas non-Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi,
Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal .334 36
ibid. hal .334
33
Konsep ahl al-dzimmah pada warga non Muslim pada literatur
Islam klasik, melekatkan hak dan kewajiban yang berbeda dari warga
Muslim pada umumnya. Mereka tidak bisa menduduki posisi-posisi
strategis dalam pemerintahan, mereka tidak boleh menjadi pemimpin
politik dan anggota majelis permusyawaratan, mereka tidak mempunyai
hak suara, bahkan mereka diwajibkan membayar jizyah. Dalam kitab-
kitab klasik disebutkan juga bahwa mereka dilarang untuk membunyikan
lonceng gereja, dilarang mendirikan rumah ibadah lebih tinggi dari
Mesjid dan diwajibkan untuk menggunakan pakaian khusus yang berbeda
dari warga Muslim. Artinya, dalam kitab-kitab fiqh klasik merupakan
kalangan yang dituntut dengan sejumlah kewajiban, tetapi tidak
mendapatkan hak yang sejajar dansetara sebagaimana komunitas
Muslim.37
Padahal jika kita merujuk pada praktik kenegaraan Islam yang
dicontohkan oleh Rasulullah sebelumnya maka akan kita dapati bahwa
semangat yang diusung dalam konsep adalah semangat “perlindungan”
bukan “penindasan”. Di dalam Piagam Madinah disebutkan bahwa
Yahudi yang tinggal di Madinah termasuk warga negara. Mereka
memunyai hak dan kewajiban seperti kaum Muslimin di setiap
wilayahnya. Yahudi bebas menjalankan agamanya dan kaum Muslimin
juga bebas menjalankan agamanya. Teks piagam juga menjelaskan bahwa
“unsur regional (Madīnah) dan domisili saat berdirinya kedaulatan, itulah
yang memberikan hak warga negara untuk non Muslim dan menjamin
37
ibid,hal .338
34
mereka mendapat persamaan hak dan kewajiban”. Sangat jelas tersirat
petunjuk konstitusional atas persamaan non-Muslim dan kaum Muslimin
serta tidak adanya rasialisme, atau mengangggap mereka warga negara
tingkat kedua seperti dalam sebutan Rasulullah untuk warga negara
daulah Islamiyah dalam undang-undang Madinah bahwa mereka semua
adalah “umat yang sama dengan kaum mu‟minin”.38
Bahkan lebih tegas
dan jelas Nabi mengingatkan mereka yang melakukan perbuatan
sewenang-wenang apalagi membunuh terhadap non-Muslim tanpa alasan
yang dibenarkan agama dannegara, sebagaimana tertera dalam Ḥadīts
Nabi: “Man qatalamu„āhadan fī ghayr kunhih, ḥarrama Allāh „alayh al-
jannah” ( arangsiapa yang telah membunuh non-Muslim tanpa alasan
yang benar maka Allah benar-benar melarang baginya masuk surga).39
Dalam hal ini Nabi seringkali mengingatkan mereka akan
tercelanya perbuatan penganiayaan terhadap non-Muslim sebagaimana
dalam Ḥadīts lain disebutkan:
“Man qatala mu„āhadan, lam yaruḥ rā‟iḥatal-jannah wa inna rīḥahā
layūjad min masīrat arba„īn „āman” (Orang yang membunuh non Muslim
maka dia tidak pernah merasakan bau harumnya surga padahal bau harum
surga itu sudah bisa dirasakan baunya dari jarak perjalanan empat puluh
tahun).
38
Farid abdul Khaliq, Fikih Politik Islam (Jakarta: Amzah, 2005), hal.161.Mary Silvita,
“Islam dan Hak-hak Minoritas non-Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3(
Oktober 2012), hal.338 39
Jalāl al-Dīn al-Suyū ī, Al-Jāmi„ al-Ṣaghīr min Ḥadīts al-Baṣīr al-Naẓīr,(ttp:tnp,t.t) hal.177.
dalam Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas non-Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi,
Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal.339
35
Adanya akad dzimmah menumbuhkan hak-hak yang bersama-
sama berlaku di antara kedua belah pihak, yakni kaum Muslim dan kaum
non-Muslim (ahl al-dzimmah), di samping kewajiban kewajiban mereka.
Hak yang diperoleh oleh kaum non-Muslim (kaum minoritas), seperti
yang juga diperoleh kaum Muslim, adalah perlindungan dan jaminan
dalam berbagai hal. Di antara perlindungan yang diberikan kepada
mereka adalah sebagai berikut:40
a. Perlindungan terhadap pelanggaran dari luar negeri
Sudah merupakan kewajiban seorang imam atau penguasa dari
negara Islam untuk melakukan penyelenggaraan perlindungan
seperti ini dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh
syari„ah (hukum Islam) serta kekuasaan militer yang berada di
bawah wewenangnya.41
b. Perlindungan terhadap kezaliman di dalam negeri
Perlindungan terhadap kezaliman yang berasal dari dalam negeri
adalah suatu yang diwajibkan oleh Islam, bahkan sangat diwajibkan.
Islam memeringatkan kaum Muslimin agar jangan sekali-kali
mengganggu dan melanggar hak ahl al-dzimmah, baik dengan
tindakan ataupun ucapan.42
c. Perlindungan nyawa, badan, harta, dan kehormatan
40
Al-Qara āwī, Fiqh Jihad, 752-774. dalam Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas
non-Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal.340 41
Mary Silvita, “Islam dan ......hal .340
42
Ibid, hal.340
36
Hak perlindungan yang ditetapkan bagi ahl al-dzimmah mencakup
perlindungan keselamatan darah (nyawa) dan badan mereka
sebagaimana mencakup pula harta dan kehormatan mereka.43
d. Jaminan hari tua dan kemiskinan
Islam memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi orang-orang
non-Muslim yang berdiam di daerah kekuasaan kaum Muslim serta
keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Bagi mereka yang sudah
berusia tua dan sudah tidak lagi mampu bekerja atau sakit sehingga
tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka, maka mereka
dibebaskan dari kewajiban jizyah, dan bahkan mereka berserta
keluarganya kemudian menjadi tanggungan Bayt al-Māl (kas
negara).44
e. Jaminan atas kebebasan beragama
Kebebasan beragama dan beribadah dijamin dalam Islam, baik bagi
kaum Muslim maupun non-Muslim. Tidak diperbolehkan melakukan
tekanan dan ancaman agar mereka memeluk agama Islam. Dalam
sejarah tidak pernah dikenal suatu bangsa Muslim memaksa ahl al-
dzimmah (non-Muslim) untuk memeluk Islam. Begitu juga Islam
telah menjaga dengan baik rumah-rumah ibadah milik kaum non-
Muslim serta menghargai kesucian upacara-upacara ritual mereka.45
43Ibid, hal.341
44
Ibid, hal.342 45
Ibid, hal.342
37
f. Jaminan atas kebebasan bekerja dan berusaha
Kaum minoritas non-Muslim memiliki kebebasan untuk bekerja dan
berusaha, memilih pekerjaan-pekerjaan bebas yang mereka inginkan,
dan mengelola berbagai macam kegiatan ekonomi sama seperti
kebebasan yang dimiliki oleh kaum Muslim. Selain hal ini,mereka
juga dapat menikmati kebebasan penuh dalam perdagangan,industri,
dan keterampilan.46
g. Jaminan jabatan dalam pemerintahan
Ahl al-dzimmah juga memiliki hak untuk menduduki jabatan-jabatan
dalam pemerintahan seperti halnya kaum Muslim, kecuali jabatan-
jabatan keagamaan, seperti imam, pemimpin tertinggi negara,
panglima tentara, hakim untuk kaum Muslim, penanggungjawab
urusan zakat dan sedekah, dan yang sejenisnya.47
Sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi ahl al dzimmah
adalah:
a. kewajiban keuangan seperti membayar jizyah, kharrāj, dan pajak
perdagangan
b. mengikat diri pada hukum-hukum konstitusi Islam dalam muamalah,
transaksi-transaksi di sektor sipil dan sebagainya, dan
c. menghormati syiar-syiar Islam serta menjaga perasaan-perasaan kaum
Muslim.48
46
Ibid, hal.343 47
Ibid, hal.343 48
Al-Qara āwī, Fiqh Jihad, 769. dalam Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas non-
Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal.344
38
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan data yang akurat dan dapat
digunakan serta diolah menjadi suatu informasi untuk mendukung penulisan Tugas
Akhir. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis memerlukan cara yang tepat untuk
mempermudah pelaksanaan pengumpulan data tersebut. Dalam hal ini penulis
melakukannya dengan cara sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research),
yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka.1 Menurut Abdul Rahman Sholeh, penelitian kepustakaan (library
research) ialah penelitian yang mengunakan cara untuk mendapatkan data
informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpustakaan, seperti buku,
majalah, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah.2 Atau penelitian kepustakaan
murni yang terkait dengan obyek penelitian.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan, manusia, kawasannya sendiri, dan
1Mahmud,Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: pustaka setia, 2011), hal. 31
2Abdul Rahman Sholeh, Pendidikan Agama dan Pengembangn untuk Bangsa, ( Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 63
39
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
peristilahannya” 3
Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney
dalam Moh Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-
situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-
sikap,pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena4
B. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari
mana data dapat diperoleh.5 Sumber data meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari
tangan pertama), sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti
dari sumber yang sudah ada. Data primer disini adalah sumber data utama yang
penulisnya melakukan penelitian secara langsung di Xinjiang berupa tulisan-
3Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif,( Bandung:Remaja Rosdakarya, 2004),
hal.131 4Moch. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta:Salemba Empat,2003), hal.16
5Suharsimi Arikunto, Presedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:RIneka
Cipta,2006), hal. 129
40
tulisan lepas, artikel, berita, jurnal serta dokumen yang terkait dengan objek
penelitian yang diangkat. Data sekunder adalah data yang sudah ada berupa
buku, artikel, tesis, maupun jurnal yang secara khusus membahas tentang
diskriminasi maupun hal lain yang terkait dengan etnis Uighur di China, dan
juga pendapat masyarakat China baik muslim maupun non-muslim yang melihat
secara langsung kenyataan dilapangan berkaitan dengan objek penelitian yang
diangkat.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dengan menggunakan teknik kajian kepustakaan, yaitu pengumpulan data
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan
pustakan seperti buku, artikel, tesis, majalah, laporan penelitian sebelumnya
serta bahan pustaka penunjang lainnya serta melalui studi kepustakaan,
penulis menggunakan media internet untuk mendapatkan data-data tersebut.
2. Dengan menggunakan teknik wawancara, yaitu pengumpulan data dimana
penulis mengadakan tanya jawab dengan sumber data terkait. Wawancara
akan dilakukan terhadap beberapa orang warga China dari etnis Han, etnis
Hui yang beragama Islam, dan beberapa orang warga China yang ada di
beberapa provinsi berbeda di China. Teknik wawancara ini semata-mata
digunakan untuk menambah, memperkuat, dan memverifikasi data primer.
D. Analisis Data
Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan menentukan
dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan
41
tujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat
dipakai untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian.
42
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi dan Sejarah Muslim Uighur
1. Sejarah dan Asal-Usul Muslim Uighur
Uighur adalah sub-divisi etnik Turki yang tinggal terutama di sebuah
tempat yang disebut oleh pemerintah China sebagai XUAR (Xinjiang
Uighur Autonomous Region) dan disebut Turkistan Timur oleh aktivis
Uighur di Republik Rakyat China. Sensus tahunan buku tahunan China
2010 yang terbaru memberi informasi bahwa populasi Uighur sekarang
yang tinggal di Xinjiang atau Turkisatan Timur sekitar 10 juta.1
Meski demikian, menurut beberapa sumber non-resmi, Erkin Alptekin
berpendapat, jumlah aktual Uighur jauh lebih tinggi daripada deklarasi
resmi yang diperkirakan lebih dari 18 juta. Seperti yang dilaporkan oleh
Ablet Kamalov, ada juga komunitas diasporik Uighur besar di negara-
negara Asia Tengah Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Uzbekistan, yang
diperkirakan mencapai setengah juta orang. Ini selain hampir 150.000
orang Uighur yang dipercaya tinggal di Pakistan, Afghanistan, Arab
Saudi, Turki, Eropa Barat, dan Amerika Utara.2
Orang Uighur berasal dari XUAR yang terletak di Utara-Barat China,
di perbatasan dengan Asia Tengah. Meliputi seperenam dari total wilayah
negara, XUAR adalah daerah yang luas namun jarang penduduknya
dengan sekitar 19 juta penduduk. Sekitar 8 juta penduduknya adalah
1Abdulahad Kasim, Discrimination and the Uighur Resistance in China. hal.1
2ibid
43
Muslim Uighur yang berbahasa Turki, terkonsentrasi di bagian selatan
wilayah ini di sekitar kota-kota seperti Kashgar, yang dikenal orang
China sebagai Kashi, yang terletak 2.500 mil sebelah barat Beijing.
Orang Uighur (yang diucapkan Wee-gurs) berjumlah sekitar 45% dari
populasi XUAR.3 Organisasi hak asasi manusia Uighur di luar negeri
yang telah dibentuk oleh pembangkang Uighur dan orang-orang buangan
telah menyebut bagian Turkistan Timur Jauh yang jauh ini, yang
mengacu pada dua negara merdeka yang terbentuk pada abad ke-20 -
Republik Turki-Turki Turkistan Timur 1930an4 dan Republik Turkestan
Timur tahun 1940an.5
“Uighur”, artinya persatuan atau persekutuan.6 Leluhur mereka,
kemungkinan merupakan bagian dari suku pengelana Ding Ling dari
daerah Baratlaut China yang tinggal dekat Danau Baikal. Mereka tinggal
antar sungai Irtish dan danau Balkhash, sekitar abad ketiga sebelum
Masehi. Sekitar pertengahan abad kesembilan Masehi, daerah ini
diduduki Turki. Orang-orang Uighur yang terserak, lamabat-laun
berkumpul di daerah Yutian.
Sejak itu orang-orang Uighur yang semula menjadi pengelana mulai
menetap. Perkembangan peradaban mereka maju pesat. Karena posisinya
3 ranigan, T. and Weaver, M., “Q&A: China and the Uighurs”, guardian.co.uk, 6 July 2009,
available at: http://www. guardian.co.uk/world/2009/jul/06/china-muslim-uighurs-background.
4Millward, J. A., and Perdue, P. C., “Political and Cultural History of Xinjiang Region
through the Late Nineteenth Century”, in Frederick Starr, S. (ed.), Xinjiang: China's Muslim
Borderland, M. E. Sharpe, 2004, p. 77.
5ibid. hal.81
6Anshari thayyib, Islam di China, (Surabaya: Amarpress, 1991), h. 26 dalam Ketidakpuasaan
Xinjiang (Etnis Uighur) Terhadap Kebijakan Politik China, Diposting 19th December
2009 oleh sHanTeE Ve' diakses melalui http://shanteeve.blogspot.co.id/2009/12/ketidakpuasaan-
xinjiang-etnis-uighur.html diakses pada 19 November 2017
44
yang strategis, oang-orang uighur justru berperan sebagi perantara
perdagangan antara China dengan Barat. Justru pergaulannya dengan
pedagang-pedagang Persia, Turki dan Arab itulah yang membuat Islam
pelan-pelan masuk ke sana. Secara bertahap, islam dianut oleh orang-
orang Uighur di kaxgar, kemusian merembes ke Yarkant dan Yutian.
Peradaban mereka yang tinggi, membuat orang-orang Uighur sebenarnya
memiliki pengaruh yang tinggi pada perpolitikkan China di daerah barat
dari abad ke abad.7
Xinjiang adalah nama yang diberikan oleh Dinasti Ching (Manchu).
Jauh sebelum dinasti Ching menguasai negeri ini di abad 18, negeri ini
dikenal dengan nama Turkistan Timur. Kata “Turkistan” berarti “wilayah
orang-orang Turki” dan merujuk kepada wilayah Utara Sungai Sir di
Asia Tengah.8
Xinjiang atau Turkestan Timur awalnya merupakan propinsi muslim
dengan ibukotanya Kashgar. Bahasa Arab dan kebudayaan Islam tersebar
di negeri ini sehingga menghasilkan sarjana-sarjana terkemuka seperti
Sadiduddin Kashgari dan Mahmud Kashgari di zaman Abbasiyah.9
Pada tahun 466 H/1073 M suku-suku Turki menyerbu Turkestan
Utara dan diikuti di abad tiga belas oleh tentara mongol di bawah Cingis
7Ketidakpuasaan Xinjiang (Etnis Uighur) Terhadap Kebijakan Politik China, Diposting 19th
December 2009 oleh sHanTeEVe' diakses melalui http://shanteeve.blogspot.co.id/
2009/12/ketidakpuasaan-xinjiang-etnis-uighur.html diakses pada 19 November 2017
8Dhurorudin Mashad, Muslim di China, (Jakarta: Pensil, 2006), h. 5. dalam Ketidakpuasaan
Xinjiang (Etnis Uighur) Terhadap Kebijakan Politik China, Diposting 19th December
2009 oleh sHanTeE Ve' diakses melalui http://shanteeve.blogspot.co.id/2009/12/ketidakpuasaan-
xinjiang-etnis-uighur.html diakses pada 19 November 2017
9Ketidakpuasaan Xinjiang (Etnis Uighur) Terhadap Kebijakan Politik China, Diposting 19th
December 2009 oleh sHanTeEVe' diakses melalui http://shanteeve.blogspot.co.id/
2009/12/ketidakpuasaan-xinjiang-etnis-uighur.html diakses pada 19 November 2017
45
Khan, yang ibukotanya adalah Karakorum (Pasir hitam) di Turkestan
timur. Turkestan Timur menjadi suatu negara merdeka di bawah orang-
orang Mongol yang telah di-Islam-kan dan orang-orang Turki samapi
abad ke-17 ketika diserbu oleh penguasa Manchu China.10
Suatu pemberontakan dilancarkan pada 1289 H/1872 M kepada
penguasa Manchu dan pemberontakan itu sukses menghailkan
kemerdekaan dibawah Raja Yaqub-Beg. Namun kemerdekaan ini tidak
berlangsung lama hanya bertahan selama empat tahun. Negeri ini pun
diserbu kembali oleh China pada 1293 H/1876 M yang mengubahnya
pada 1301 H/1884 M menjadi salah satu propinsi China. 11
Keadaan ini pun tidak berubah begitu jatuhnya Dinasti Manchu malah
akhirnya memunculkan pemberontakan baru yang dipimpin oleh Haji
Khoja Niyas yang berhasil membebaskan negeri itu. Namun orang-orang
Rusia tidak setuju pembentukkan suatu negara Turki Muslim di sebelah
timur koloni Turki Muslim mereka. Hingga mereka membantu China
menghancurkan negara baru itu. Penyerbuan besar-bsaran pun terjadi
yang menyebbakan kematian ratusan ribu Muslim, termasuk Haji Khoja
Niyas, Maulana Tsabit dan semua pemimpin Muslim. Dengan kejadian
ini orang-orang Muslim pun melakukan pemberontakan hingga terjadi
tiga kali pemberontakan yang terakhir ini pada 1940 dibawah pimpinan
Uthman Batur berhasil mengalahkan orang-orang Rusia dan mendirikan
suatu negara Muslim merdeka yang berlangsung 1943. pada tahun itu
10ibid
11
ibid
46
pemerintah Nasionalis China mengambil alih negeri itu. Diikuti pada
1949 oleh republik Rakyat yang terus memerintah atas daerah itu sampai
sekarang.12
Ketahanan Uighur terhadap peraturan Han memiliki sejarah panjang
di Xinjiang, yang bagiannya juga telah dikendalikan oleh orang Arab,
Mongol, Rusia, Kazakh dan Tibet selama berabad-abad. Kaisar China
menjalankan kekuasaan di wilayah tersebut pada awal 200 SM. di bawah
dinasti Han, tapi cengkeraman mereka di wilayah itu wax dan memudar
seiring dengan naik turunnya dinasti. Provinsi ini telah digambarkan
sebagai "negara yang diduduki yang menjalani invasi keenam atau
ketujuh dari China dalam dua ribu tahun". Dikatakan bahwa kontrol
Xinjiang dari ibu kota, sementara secara historis longgar, juga telah
secara historis dilakukan secara kolonial oleh faksi mana pun yang
memerintah di Beijing. Uighur mendirikan sebuah kerajaan di sini pada
akhir abad ke-8 dan menguasai berbagai daerah sampai penuntutan
Genghis Khan hampir 500 tahun.13
Namun, China melukis sejarah kawasan ini sebagai salah satu
kontinuitas dan kontrol yang substansial. Periode kontrol China saat ini
berasal dari tahun 1870-an ketika dinasti Qing menindas pemberontakan
Muslim yang dipimpin oleh petualang - dan agen Inggris - Yaqub Beg.
Gelombang sistematis pertama laporan imigrasi Han kembali ke periode
itu. Provinsi ini dimasukkan ke dalam kerajaan China pada tahun1884.
12ibid
13
Davide Giglio, Separatism And The War On Terror In China‟s Xinjiang Uighur
Autonomous Region, the Certificate of Training in United Nations Peace Support Operations. Thesis.
(United Nation : Peace Operation Traaining Institute,tt). hal.9-10
47
Dari tahun 1911 sampai 1944, wilayah ini didominasi oleh panglima
perang yang saingan atau ditempati oleh kekuatan lain pada sebagian
besar paruh pertama abad ke-20. Kuomintang tidak berhasil
mengendalikan wilayahnya setelah revolusi nasionalis tahun 1911 dan
elit Turki setempat mengumumkan sebuah negara Republik Turkistan
Timur Turkistan yang independen. Ini terjadi dua kali selama periode
interwar, sebelum revolusi Komunis, dari kekacauan perang China
dengan Jepang, pertama pada tahun 1933 di Kashgar, dan kemudian pada
tahun 1944 di Lembah Yili dengan bantuan agen Soviet.
Ketika Uni Soviet mendekati Komunis China pada tahun 1948-49,
Republik Turkistan Timur dibubarkan. Setelah kemenangan Mao Tse
Tung atas pasukan Nasionalis pada tahun 1949, Xinjiang dibawa kembali
ke dalam liputan China melalui kombinasi antara kecerdasan politik dan
kekuatan militer. Selama perang saudara, posisi partai komunis China
adalah bahwa kelompok etnis di wilayah seperti Mongolia, Tibet dan
Xinjiang akan bebas memilih masa depan mereka sendiri. Namun, Mao
Tse Tung pada tahun 1949 sebagai pengganti penentuan nasib sendiri
menawarkan daerah otonom, provinsi dan kabupaten kepada berbagai
kelompok etnis dengan janji untuk menemukan persamaan konteks
seperti itu dengan mayoritas orang China. Daerah Otonomi Uighur
Xinjiang (XUAR) diproklamirkan pada tahun 1955 namun janji komunis
untuk otonomi bagaimanapun hanya telah dipenuhi secara nominal. Sejak
1955, suksesi para pemimpin non-Han telah memimpin pemerintah
daerah. Sebenarnya, kekuatan sebenarnya tetap ada pada Partai Komunis
48
dan militer terkontrol Han. Sebagian besar administrator senior, dan
semua komandan militer di Xinjiang, adalah orang China Han yang
ditunjuk oleh Beijing.14
2. Diskriminasi Pemerintah China terhadap Muslim Uighur
Menurut Michael Dillon, pemerintah China telah menerapkan
kebijakan asimilasi mengenai budaya Uighur dalam tiga tren:
(1.)Menurunnya penggunaan bahasa daerah di ranah publik;
(2.)membatasi akses terhadap pendidikan etnis, terutama terlihat dalam
pembatasan pendidikan agama atau budaya di daerah otonom; dan (3.)
Melembagakan kampanye pendidikan nasionalis patriotik dan China di
forum keagamaan, dan di sekolah dasar dan menengah, dalam upaya
negara untuk memperkuat rasa kesetiaan individu minoritas terhadap
negara China.15
PKC telah memberikan penekanan khusus pada penghapusan tarikan
agama di anggota partai Uighur, pejabat pemerintah, anak-anak sampai
usia 18 tahun dan siswa yang secara terbuka menolak hak untuk percaya.
Dalam beberapa tahun terakhir, jika anggota partai Uighur dan pejabat
pemerintah tertangkap sedang sholat atau puasa selama ramadhan,
mereka telah dihukum dengan sangat kasar, pengusiran dari jabatan
mereka paling sedikit. Similary, siswa Uighur sangat dilarang melakukan
praktik Islam apa pun, dan siswa yang tidak taat diusir dari sekolah dan
orang tua mereka juga dihukum karena tidak mendidik anak-anak
14
ibid 15
Abdulahad Kasim, Discrimination and the Uighur Resistance in China. hal.3
49
mereka. Kebijakan Partai Komunis China. Yang perlu diperhatikan, ada
bukti keras dari pada siswa yang terpaksa makan dan minum semasa
Ramadhan untuk mencegahnya berpuasa.16
Relatif, sejak tahun 1949 otoritas China memiliki, sebagai bagian dari
kebijakan pengusiran Islam dari identitas Uyghur, memberikan
penekanan khusus untuk mengasingkan wanita Uyghur di Xinjiang /
Turkistan Timur untuk mengekspresikan keyakinan Islam mereka,
terutama dalam pakaian. Dengan kata-kata Nicholas Bequelin, seorang
peneliti senior Human Rights Watch, "Wanita Uighur benar-benar
korban pertama dari meningkatnya ketegangan dan penindasan di
Xinjiang". Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang China telah
mengintensifkan tekanan represifnya terhadap kode etik wanita Uyghur.
Sudah normal bagi wanita Muslim Uighur telah menjadi subyek
pelecehan di pos pemeriksaan karena memakai jilbab dan jilbab,
terutama di bagian selatan Xinjiang / Turkistan Timur dimana mayoritas
orang Uyghur tinggal, dan dipaksa melakukan program "pendidikan
ulang" dikelola oleh polisi setempat dan pusat kebudayaan resmi, untuk
mengubah kode pakaian reaksioner mereka.17
Hal ini juga menjadi normal bagi jilbab, dan jilbab yang
memperburuk sikap terhadap wanita Uyghur karena telah ditolak untuk
memasuki gedung-gedung pemerintah. Bagi keluarga Uyghur, sikap yang
paling menghina oleh pihak berwenang China adalah pencarian dari
16
Ibid. Hal.3-4 17
ibid hal.5
50
rumah ke rumah dan menghukum mereka yang dinyatakan bersalah
dengan pakaian reaksioner. Di Karamay, sebuah kota di Northen
Xinjiang / Turkistan Timur, jilbab-jilbab yang mengenakan pakaian
wanita dilarang naik bus umum. Untuk memaksimalkan tekanannya pada
wanita Uyghur, pemerintah China telah meluncurkan "Proyek
Kecantikan" tahun 2011 dengan sebuah slogan "Biarkan rambut Anda
berkibar, biarkan wajah cantik Anda terbuka".18
Kebijakan dan kebijakan yang ditempuh oleh pihak berwenang China
di Xinjiang / Turkistan Timur telah menimbulkan rasa takut di kalangan
orang Uyghur bahwa perasaan budaya, agama dan bahasa mereka
berasimilasi dan dipinggirkan oleh orang China Han yang menciptakan di
antara mereka perasaan putus asa. , sebuah perasaan suram bahwa
keberadaan mereka sebagai orang yang berbeda berada di bawah
ancaman fana dari Beijing dan perwakilannya secara lokal. Sentimen ini
mendorong perlawanan Uighur melawan orang China Han. Sebagai
tanggapan, pemerintah China telah menerapkan kebijakan pengetatan
langkah-langkah keamanan dengan membungkam keras semacam
ekspresi Uyghur tentang ketidakpuasan mereka di Xinjiang / Turkistan
Timur. Mengenai insiden baru-baru ini di Xinjiang / Turkistan Timur,
Presiden China Xi Jinping telah memerintahkannya untuk menangkap
"teroris" "dengan jaring yang menyebar dari bumi ke langit," dan
memburu mereka "seperti tikus yang berlari-lari di seberang jalan,
bersama semua orang berteriak, "kalahkan mereka" ", seperti dikutip
18
Abdulahad Kasim, Discrimination and the Uighur Resistance in China. hal.3
51
Washington Post (19/09). Demikian pula, sekretaris partai Xinjiang
Zhang Chunxian telah berjanji untuk melakukan tindakan keras lebih
banyak lagi dengan mengatakan, TIME (04/08) mengutip, "kita harus
memukul keras, memukul secara akurat dan memukul dengan kekuatan
yang menakjubkan".19
B. Pandangan Islam Terhadap Diskriminasi yang Terjadi pada Muslim
Uighur
Ditinjau dari segi apapun sikap diskriminatif ini tentu tidak bisa
dibenarkan. Terlebih lagi ditinjau dari kacamata Islam. Islam merupakan
agama yang universal dan menjadi rahmat bagi seluruh manusia tanpa
membedakan jenis kulit, suku, marga, golongan dan lainsebagainya. Bahkan
Islam menegaskan antar laki-laki dan perempuan di hadapan Allah sama.
Yang menentukan kemulian seseorang bukan jenis kelaminnya, suku, bangsa
dan status sosialnya tetapi adalah takwanya yang tercermin dalam perilaku
kesehariannya.
وقبائل لتعارفوا ان اكرمك خلقنك من ذكر وانثي وجعلنك شعوبا االناس ان عندالله اتقك يايه
ان الله علي خبي Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” 20
Ketika Islam datang praktik perbudakan sedikit-demi
sedikit dihilangkan. Semua memiliki derajat yang sama. Seperti
19
ibid 20Q.S. Al Hujurat [49]:: 13
52
bagaimana posisi Bilal bin Rabah di sisi Rasululla, ia adalah sahabat dekat
Rasul. Pada kalau dilihat dari asal-usulnya ia adalah bekas budak
yang berkulit hitam legam. Tetapi kehadiran Bilal bin Rabah sangat
berarti dalam pelaksanaan dakwah Islam. Suaranya yang merdu setiap
waktu melantunkan adzan menyeru kaum muslimin untuk
melaksanakanshalat. Bahkan Nabi Muhammad sendiri sebagai keturunan
Arab menegaskan bahwa tidak ada kemulian bagi bangsa Arab atas non Arab.
"Dan sesungguhnya nenek moyangmu adalah satu Inat, Orang Arab tidak
ada keunggulan atas orang non-Arab dan orang non Arab juga tidak punya
keunggulan atas orang Arab. (HR. Ahmad)"
Jelas penerapan sikap diskrimatif tidak bisa dibenarakan dalam semua
tingkatan. Dalam suatu keluarga seorang ayah atau ibu tidak boleh bertsikap
diskriminatif terhadap anak-anaknya. Di sekolah seorang guru tidak
dibenarkan bersikap diskrimatif terhadap muridnya. Di kelas seorang siswa
tidak bersikap diskriminatif terhadap temantemannya. Demikian pula di
tingkatan yang lebih luas, misalnya dalam sebuah organisasi, pemerintahan
dan lain sebagainya, praktik diskriminatif harus dihindari.
Jadi, tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah China
tidak bisa dibenarkan meskipun dengan alasan sebagai tindakan represif
untuk menjaga keamanan dan kestabilan negara.
C. Pandangan Islam dalam Penghargaan Islam terhadap Minoritas
Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap kaum minoritas,
hak yang diperoleh oleh kaum non-Muslim (kaum minoritas), seperti yang
53
juga diperoleh kaum Muslim, adalah perlindungan dan jaminan dalam
berbagai hal. Di antara perlindungan yang diberikan kepada mereka adalah
sebagai berikut:21
a. Perlindungan terhadap pelanggaran dari luar negeri
Sudah merupakan kewajiban seorang imam atau penguasa dari negara
Islam untuk melakukan penyelenggaraan perlindungan seperti ini dengan
kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh syari„ah (hukum Islam) serta
kekuasaan militer yang berada di bawah wewenangnya.22
b. Perlindungan terhadap kezaliman di dalam negeri
Perlindungan terhadap kezaliman yang berasal dari dalam negeri adalah
suatu yang diwajibkan oleh Islam, bahkan sangat diwajibkan. Islam
memeringatkan kaum Muslimin agar jangan sekali-kali mengganggu dan
melanggar hak ahl al-dzimmah, baik dengan tindakan ataupun ucapan.23
c. Perlindungan nyawa, badan, harta, dan kehormatan
Hak perlindungan yang ditetapkan bagi ahl al-dzimmah mencakup
perlindungan keselamatan darah (nyawa) dan badan mereka sebagaimana
mencakup pula harta dan kehormatan mereka.24
d. Jaminan hari tua dan kemiskinan
Islam memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi orang-orang non-
Muslim yang berdiam di daerah kekuasaan kaum Muslim serta keluarga
yang menjadi tanggungan mereka. Bagi mereka yang sudah berusia tua
21
Al-Qara āwī, Fiqh Jihad, 752-774. dalam Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas
non-Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal.340 22
Mary Silvita, “Islam dan ......hal .340
23
Ibid, hal.340
24
Ibid, hal.341
54
dan sudah tidak lagi mampu bekerja atau sakit sehingga tidak lagi dapat
mencukupi kebutuhan hidup mereka, maka mereka dibebaskan dari
kewajiban jizyah, dan bahkan mereka berserta keluarganya kemudian
menjadi tanggungan Bayt al-Māl (kas negara).25
e. Jaminan atas kebebasan beragama
Kebebasan beragama dan beribadah dijamin dalam Islam, baik bagi
kaum Muslim maupun non-Muslim. Tidak diperbolehkan melakukan
tekanan dan ancaman agar mereka memeluk agama Islam. Dalam sejarah
tidak pernah dikenal suatu bangsa Muslim memaksa ahl al-dzimmah
(non-Muslim) untuk memeluk Islam. Begitu juga Islam telah menjaga
dengan baik rumah-rumah ibadah milik kaum non-Muslim serta
menghargai kesucian upacara-upacara ritual mereka.26
f. Jaminan atas kebebasan bekerja dan berusaha
Kaum minoritas non-Muslim memiliki kebebasan untuk bekerja dan
berusaha, memilih pekerjaan-pekerjaan bebas yang mereka inginkan, dan
mengelola berbagai macam kegiatan ekonomi sama seperti kebebasan
yang dimiliki oleh kaum Muslim. Selain hal ini,mereka juga dapat
menikmati kebebasan penuh dalam perdagangan,industri, dan
keterampilan.27
g. Jaminan jabatan dalam pemerintahan
Ahl al-dzimmah juga memiliki hak untuk menduduki jabatan-jabatan
dalam pemerintahan seperti halnya kaum Muslim, kecuali jabatan-
25Ibid, hal.342
26Ibid, hal.342
27Ibid, hal.343
55
jabatan keagamaan, seperti imam, pemimpin tertinggi negara, panglima
tentara, hakim untuk kaum Muslim, penanggungjawab urusan zakat dan
sedekah, dan yang sejenisnya.28
Sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi ahl al dzimmah
adalah:
a. kewajiban keuangan seperti membayar jizyah, kharrāj, dan pajak
perdagangan
b. mengikat diri pada hukum-hukum konstitusi Islam dalam muamalah,
transaksi-transaksi di sektor sipil dan sebagainya, dan
c. menghormati syiar-syiar Islam serta menjaga perasaan-perasaan kaum
Muslim.29
28
Ibid, hal.343 29
Al-Qara āwī, Fiqh Jihad, 769. dalam Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas non-
Muslim dalam Piagam Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012), hal.344
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui hasil penelitian dan pengolahan data serta pengkajian lebih
dalam mengenai Diskriminasi Rasial Terhadap Minoritas Muslim Uighur Di
China Ditinjau Dari Hukum Islam, disimpulkan bahwa:
1. Bentuk diskriminasi yang dilakukan Pemerintah China adalah adanya
kebijakan pengusiran Islam dari identitas Uyghur, memberikan
penekanan khusus untuk mengasingkan wanita Uyghur di Xinjiang /
Turkistan Timur untuk mengekspresikan keyakinan Islam mereka,
terutama dalam pakaian. Untuk memaksimalkan tekanannya pada wanita
Uyghur, pemerintah China telah meluncurkan "Proyek Kecantikan"
tahun 2011 dengan sebuah slogan "Biarkan rambut Anda berkibar,
biarkan wajah cantik Anda terbuka". Pemerintah juga memberlakukan
larangan bagi muslim Uighur untuk memasuki masjid dan berpuasa pada
bulan ramadhan.
2. Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap kaum minoritas,
hak yang diperoleh oleh kaum non-Muslim (kaum minoritas), seperti
yang juga diperoleh kaum Muslim, adalah perlindungan dan jaminan
dalam berbagai hal.
3. Ditinjau dari segi apapun sikap diskriminatif ini tentu tidak bisa
dibenarkan. Terlebih lagi ditinjau dari kacamata Islam. Islam merupakan
agama yang universal dan menjadi rahmat bagi seluruh manusia tanpa
57
membedakan jenis kulit, suku, marga, golongan dan lainsebagainya.
Bahkan Islam menegaskan antar laki-laki dan perempuan di hadapan
Allah sama. Yang menentukan kemulian seseorang bukan jenis
kelaminnya, suku, bangsa dan status sosialnya tetapi adalah takwanya
yang tercermin dalam perilaku kesehariannya. tindakan diskriminatif
yang dilakukan oleh pemerintah China tidak bisa dibenarkan meskipun
dengan alasan sebagai tindakan represif untuk menjaga keamanan dan
kestabilan negara.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan data yang telah
diperoleh, maka pada kesempatan kali ini peneliti dapat memberikan
beberapa saran :
1. Perlu diadakan forum khusus untuk membahas masalah diskriminasi
yang terjadi pada minoritas muslim Uighur di China.
2. Harus ada mediator yang menengahi kedua belah pihak, karena selama
ini pertemuan yang diadakan oleh pemerintah China dengan para
perwakilan muslim Uighur tidak pernah membuahkan hasil yang
maksimal.
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Sholeh. 2005. Pendidikan Agama dan Pengembangn untuk Bangsa,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ahmad Fuaedy, dkk.2012.Islam dan Kaum Minoritas : Tantangan Kontemporer,
Jakarta : The Wahid Institute.
Alo Liliweri.2005.Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Multikultur,
Yogyakarta : Lkis.
Amnesty International, Gross Violations Of Human Rights In The Xinjiang Uighur
Autonomous Region, (London:tnp, 1999)
Anthony J. Howell,” Chinese Minority Income Disparity in the Informal Economy :
A Cross-Sectoral Analysis of Han-Uyghur Labour Market Outcomes in
Urumqi‟s Formal and Informal Sectors Using Survey Data”, CIJ Volume 11
Nomor 3 (2013)
Australian Human Rights Commission, Racial Discrimination : Know your right.
Tersedia secara online dalam format pdf dan doc di
http://www.humanrights.gov.au/. Diakses pada 17 Januari 2018
ecquelin, N. 2000. “Xinjiang in the Nineties.” The China Journal (44)
Clarke, M.2008. “China‟s „War on Terror‟ in Xinjiang: Human Security and the
Causes of Violent Uighur Separatism.” Terrorism & Political Violence (20)
----------2003. “Xinjiang and China‟s Relations with Central Asia, 1991-2001:
Across the „Domestic-Foreign Frontier‟?” Asian EthnicityVol. 4 (2)
Danandjaja, James, 2003 “Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan
Masalah Aktual Di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera” dalam
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Diskriminasi%20terhadap%20mi
noritas%20-%20james%20danandjaja.pdf, diakses pada 27 Oktober 2017.
Davis, E. V. W. 2008. “Uyghur Muslim Ethnic Separatism in Xinjiang, China.”
Asian Affairs: AnAmerican Review 35
Denika Astianisti.2015.Relasi Mayoritas-Minoritas Antara Etnis Jawa, China, Arab
(Studi Kasus Di Kelurahan Kauman Kota Pekalongan), Semarang:Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Downing, et al.,2005.Multiracial America: A Resource Guide on the History and
Literature of Interracial Issues, Scarecrow Press.
59
Hesti Armiwulan Sochmawardiah.2013.Diskriminasi Rasial dalam Hukum HAM:
Studi Tentang Diskriminasi terhadap Etnis Tionghoa,Yogyakarta : Genta
Publishing.
https://www.britannica.com/topic/racism diakses pada Januari 2018
https://kbbi.web.id/ diakses pada November 2017
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. 2006. Sosiologi; Teks Pengantar dan
Terapan, Cetakan ke-2, Jakarta: Kencana.
James Senduk.2014. Analisis Yuridis Atas Perlakuan Rasisme Berdasarkan
International Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial
Discrimination 1965 (Studi Kasus: Diskriminasi Rasial Terhadap Etnis
Uighur Di China), Skripsi, Makassar: Fakultas Hukum Universitas
Hassanudin.
Jonathan Gery Boy.2014.Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan
Diskriminatif Terhadap Etnis Minoritas (Studi Kasus : Etnis Muslim Uighur
Di China),Medan:Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Katie Corradini, "Uyghurs under the Chinese State: Religious Policy and Practice in
China".HUMAN RIGHT AND HUMAN WALFARE
Lexy J. Moelong.2004.Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya.
M.Rayila," The Pain of a Nation: The Invisibility ofUyghurs in China Proper", The
Equal Right Review, Volume six (2011)
Mahmud.2011. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Martino Sardi.2005.Menuju Masyarakat Bebas diskriminasi, Yogyakarta:Atma Jaya.
Mary Silvita, “Islam dan Hak-hak Minoritas non-Muslim dalam Piagam
Madinah”,Refleksi, Volume 13, Nomor 3( Oktober 2012)
Moch. Nazir.2003. Metode Penelitian, Jakarta:Salemba Empat.
Muhammad Fajrin Saragih.2015.Tinjauan Yuridis Pelanggaran Ham Terhadap
Muslim Uighur Di China Ditinjau Dari Hukum Humaniter, Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Muhammad Roy Purwanto.2017. "Problems Of Minority In India And Indonesia
(Comparative Study Of Muslim Minorities In Allahabad India And Bali
Indonesia)" , Proceeding Of ICARBSS 2017 Langkawi, Malaysia Volume 1
Nasaruddin Umar, Islam Tidak Mengenal Konsep Mayoritas-Minoritas,
60
Senin, 19 Desember 2016 dalam http://www.rmol.co
/read/2016/12/19/273113/Islam-Tidak-Mengenal-Konsep-Mayoritas-
Minoritas- diakses pada 30 Oktober 2017
N. Daldjoeni. 1991. Ras-ras Umat Manusia; Biogeografis, Kulturhistoris,
Sosiopolitis, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Nikita Ayu Rulinda.2011.Diskriminasi Pemerintah China Terhadap Etnis Minoritas
Muslim Uighur, Palembang : Universitas Sriwijaya.
Preeti Bhattacharji, "Uighurs and China's Xinjiang Region", The Washington Post
Friday, August 1 (2008)
Rebecca M. Blank, Marilyn Dabady, dan Constance F. Citro. Measuring Racial
Discrimination. (The National Academies Press, The National Academies of
Sciences Enginering Medicine. Tersedia dalam format pdf di
http://nap.edu/10887 diakses pada 18 Januari 2018
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET
Suharsimi Arikunto. 2006. Presedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta:Rineka Cipta.
Sunarto, Kamanto.2004. Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). Jakarta : Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
The Uyghur Human Rights Project, Uyghur Homeland, Chinese Frontier: The
Xinjiang Work Forum and Centrally Led Development. Washington (Juni
2012)
Tim Redaksi (Cherry Augusta dan Iwi Yunanto et al.).2010.Open Source Book:
Hubungan Antar Etnis di Yogyakarta. Yogyakarta : Impulse.
Tito Edy Priandono,2014.Komunikasi Dalam Keberagaman, Bandung : Departemen
Ilmu Komunikasi FPIPS UPI.
Triyanto, Perlindungan Warga NegaraDari Diskriminasi Ras Dan Etnis, FKIP
Universitas Sebelas Maret(2012)
“Urumqi Riot: ackstory.” China Today (July)2009.: http://www.chinatoday.com.cn
/ctenglish/se/txt/2009- 07/30/content_209831.htm?intx=july+2009
Yogi Zul Fadhli,”Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan
Perlindungan Hukumnya Di Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 11,
Nomor 2, (Juni 2014)