disintegrasi umat islam: study tentang …
TRANSCRIPT
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG
KERUNTUHAN KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA
ABAD XI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Sarjana Humaniora
(S.Hum)
Disusun Oleh:
Trisna Ernawati
NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2011 M
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KBRUNTUHANKEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
SkripsiDiajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Humaniora (S.Hum)
Oleh:Trisna Ernawati
NIM: 107022001292
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTAI43r Hl 2011
Pembimbing
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi dengan judul "Disintegrasi Umat Islam: Study Tentang Keruntuhan
Kekuusaan Islum di Andatusia Abad 77", telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
pada hari Jum'at tanggal 22 September 201 l. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah
Peradaban Islam.
Jakarta, 22 September 20 1 I
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. M. Ma'ruf Mistrah
NIP. 19591222199103 1 003
Anggota
\lPenguji-'II
NrP. 195410i0 198803 I 001
Pembimbing
tus Sa'divah- M.Pd
NrP. 197s0417 2A0501 2 007
Pengufi I
NrP. 19611025 199403 1 001
Prof. Dr.LltiBudi Sulistiono. M. Hum
(un Derani. MA
27 199203 I 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 15 Agustus 2011
Trisna Ernawati
ii
ABSTRAK
TRISNA ERNAWATI
DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN
KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI
Penelitian ini menemukan bahwa kehancuran Islam di Andalusia
disebabkan oleh pertikaian sesama mereka, di mulai dari konflik perseteruan antar
suku yang dilakukan oleh kaum Berber dengan bangsa Arab, suku Mudar dengan
suku Yaman, perebutan kekuasaan oleh para elite penguasa, sampai pada
hubungan tidak harmonis antara Ulama dan pemerintah.
Akibat dari kondisi dan situasi terpecah inilah memberi kesempatan
kepada musuh untuk bangkit, menyusun kekuatan, untuk merebut kekuasaan
yang selama ini mereka pegang, yang pada akhirnya pada tahun 1492 Umat Islam
di Andalusia terusir.
Berdasarkan penemuan di atas saya menyimpulkan bahwa kehancuran
Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh Umat Islam sendiri (Al-Islam Mahjub
bil Muslim) yang menimbulkan benih-benih kehancuran dengan adanya
disintegrasi, dalam keadaan seperti itu memberikan peluang kepada Umat Nasrani
untuk bangkit, dan mendorong umat Islam kepada jurang kehancuran.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syulur kehadirat Ilahi Rabbi,
Dzat yang maha pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih
payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa
kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan
pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam
kerapuhan, fikiran, hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang terus
merongrong. Demi Dzat yang maha sempurna, penu;is tidak akan bisa bertahan
tanpa inayah dan hidayah dari-Nya.
Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin sejati,
pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw.
Di pengantar Skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang Tua tercinta; Ayahanda Dedi .M. Iskandar dan Ibunda Teti Hartati.
Terima kasih yang tulus, rasa ta’dzim dan hormat penulis haturkan atas
kesabaran, nasihat dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Adik-adik ku
Azis M. Fauzi dan Akbar M. Irsyadillah. Ini wujud ‘bangga’ untuk keluarga
dari ananda, semoga Allah selalu memberi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Amin.
2. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora
3. Drs. H. Ma’ruf Misbah, M.A, selaku Ketuan Jurusan Sejarah dan Peradaban
iv
Islam
4. Sholikatus Sa’diyah, M.pd. selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban
Islam
5. Drs. Saidun Derani, M.A, Selaku pembimbing dalam menyusun skripsi ini,
dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam mengajar
mahasiswa-mahasiswanya. Terimakasih atas bimbingan, masukan, saran dan
waktu luan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh Staff akademik Fakultas Adab dan Humaniora.
8. Kakak-kakak dan adik-adikku seperjuangan di SPI. Sahabat saya Mela, Ian,
Odading Club; Lara, Tatik, Riri , keluarga KKN Crew21, keluarga alumni Al-
Masthuriah 2007, serta teman-teman SPI 2007, semoga kita tetap menjaga
silaturahmi.
9. Seseorang yang selalu menikmati hangatnya secangkir teh mimpi, terimakasih
untuk support, perhatian, proses pendewasaan, kepekaan terhadap sekitar, dan
hal-hal yang belum pernah saya jamah. Semoga hidup jaya raya kita menjadi
bukti nyata.
10. Terimakasih kepada Organisasi HMI KOFAH, dan teman-teman LK1 2007.
Jakarta, 15 Agustus 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Permasalahan penelitian ....................................................... 11
C. Tujuan ................................................................................... 12
D. Kontribusi ............................................................................. 12
E. Metodologi penelitian ........................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14
BAB II MULUK AT-TAWAIF ................................................................ 16
A. Islam di Andalusia Dari Segi Historis ............................................. 16
B. Latar Belakang Terjadinya Disintegrasi ......................................... 22
C. Keadaan Sosial Umat Islam Dalam Masa Disintegrasi ................... 81
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI ............. 85
A. Kebangkitan Umat Nasrani ............................................................ 85
B. Dampak Social Setelah Munculnya Disintegrasi ........................... 93
C. Faktor-faktor Penyebab Disintegrasi Umat Islam ........................... 130
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keruntuhan Umat Islam di Andalusia adalah hukum alam yang
memang harus diakui, teori perkembangan yang tak dapat dielakan oleh
manusia bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian
mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara
perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Begitupun yang
terjadi di Andalusia yang kali ini lebih akrab di sebut Spanyol. Nama
Andalusia berasal dari nama bahasa Arab "Al Andalus", yang merujuk kepada
bagian dari jazirah Iberia yang dahulu berada di bawah pemerintahan Muslim.
Sejarah Islam Spanyol dapat ditemukan di pintu masuk al-Andalus. Tartessos,
ibu kota dari Peradaban Tartessos yang dahulu besar dan berkuasa, terletak di
Andalusia, dan dikenal di dalam Alkitab dengan nama Tarsus.
Andalusia merupakan salah satu tempat dimana Islam pernah berjaya,
pada abad ke 7 Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad disebut-sebut sebagai
tokoh pelaku yang membawa Islam masuk ke wilayah itu. Berawal dari
ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa,
merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer
penting yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan itu menandai
puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa, seperti halnya penaklukan
Turkistan yang menandai titik terjauh ekspansi ke kawasan Mesir-Asia.
2
Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke
Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah militer Abad
Pertengahan. Pengintaian pertama dilakukan pada bulan Juli 710 ketika Tharif,
orang kepercayaan Musa Ibn Nushair, gubernur terkemuka di Afrika Utara
pada Periode Umayah, mendarat di semenanjung kecil membawa bala tentara
berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus pasukan invanteri yang
terletak hampir diujung paling selatan benua Eropa. Semenanjung ini,
sekarang disebut Tarifa, sejak saat itu menyandang namanya, Jazurah
(kepulauan) Tharif. Musa, yang telah menguasai kegubernuran kira-kira sejak
700, berhasil memukul mundur pasukan Bizantium selamanya dari wilayah
barat Kartago dan perlahan-lahan meluaskan penaklukannya sampai ke
Atlantik, sehingga memberikan batu loncatan kepada Islam untuk menyerang
Eropa. Terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat adanya konflik
penguasa di Kerajaan Spanyol Gothic Barat, juga didorong oleh hasrat untuk
memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk melakukan, Musa
mengutus seorang budak Berber yang sudah dibebaskan, Thariq Ibn Ziyad,
pada tahun 711 ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar
terdiri atas orang-orang Berber. Thariq mendarat dekat gunung batu besar
yang kelak mengabadikan namanya, Jabal (gunung) Thariq (Gibraltar). Kapal-
kapal mereka, menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran
Ceuta, yang namanya cukup melegenda, meski lebar selat itu hanya sekitar
tiga belas mil.
Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan,
pada 19 Juli 711 berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai
3
Barbate di pesisir laguna Janda. Roderick berhasil naik tahta setelah
menggulingkan pendahulunya, putera Witiza. Kendati berjumlah 25.000
orang, tentara Gothic barat bisa dikalahkan karena adanya pengkhianatan dari
musuh-musuh politik Roderick, yang dikepalai oleh Uskup Oppas, saudara
Witiza.1 Hadirnya Islam menjadi titik awal perubahan yang gemilang bagi
sejarah di negeri tersebut. Islam membuka suatu era baru dimana kebenaran
dan keadilan ditegakan, kebebasan beragama terjamin, bagi mereka beragama
Yahudi dan Kristen. Sendi-sendi dasar Islam ditegakkan demi membentuk
sebuah masyarakat yang soleh, pemerintahan yang adil dan mengayomi
masyarakatnya mewarnai masa kegemilangan ini. Kembali mengenang
kejayaannya di masa lampau, adalah Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abd ar-
Rahman I, seorang keturunan Bani Umayah yang kemudian meneruskan
pengibaran panji-panji Islam di Andalusia sebagai Emir of Andalus.2 Abd ar-
Rahman I melakukan restorasi politik dan kenegaraan bersamaan dengan
pembangunan infrastruktur kemasyarakatan. Salah satunya mengawali
pembangunan masjid Cordoba, taman-taman yang indah, jembatan-jembatan,
benteng-benteng. Andalusia adalah pusat peradaban dunia dalam kurun waktu
hampir 700 tahun lebih, kemakmuran dan kemegahannya diwarnai pula oleh
kemajuan pesat dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi, militer,
perekonomian, sehingga Spanyol yang kita kenal sekarang hanya pernah
benar-benar mencapai puncak kemajuannya selama masa pemerintahan Islam.
1 Philiph K Hitti, History of the Arab (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal
627-628 2Scalles. Peter C, The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in conflict
(New York: Koln Brill, 1994), hal 113
4
Cordoba sebagai kota penting di Andalusia, merupakan kota termegah, terkaya
dan salah satu yang terbesar di dunia pada pertengahan.3 Hal ini sangat
berbeda dengan kota-kota Eropa lainnya, dimana bangsa Eropa pada saat itu
tengah dilanda kegelapan dan kebodohan.4 Apa yang menjadi kemajuan barat
pada saat ini adalah kontribusi besar kemajuan peradaban yang di tumbuhkan
masyarakat Islam di Eropa pada saat itu.5
Namun dibalik Kemakmurannya Islam disana bukan berarti tidak
mengalami hambatan dan masalah, banyak benih-benih kehancuran mulai
terlihat, diantaranya: Terjadinya pemberontakan-pemberontakan ditubuh
kerajaan itu sendiri, seperti pemberontakan yang dipimpin oleh sekelompok
orang yang pernah belajar dibawah bimbingan Imam Malik, yang juga
merupakan orang-orang yang menyebabkan al-Muwatha‟Imam Malik diterima
secara luas di Andalusia. Ditambah para pemimpin yang saling guling
mengulingkan untuk memperebutkan tahta kerajaan,6 perseteruan antara antar
suku dan para ulama dengan pemerintah menjadi faktor-faktor timbulnya
Disintegrasi umat islam. Didukung kaum Nasrani yang menyatukan kekuatan
untuk menghancurkan umat Isla m di Andalusia. Ini menjadi hal menarik
untuk dikaji bagaimana Islam menguasai Andalusia hingga 7 abad kemudian
menjadi hancur akibat benih-benih perpecahan di dalam tubuh penguasa Islam
sendiri didukung dengan perlawanan yang dilakukan oleh umat Nasrani.
3 Ahmad Thomson dan Muhammad ‟Ata‟ Ur Rahim, Islam Andalusia: sejarah
kebangkitan dan keruntuhan (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), hal 46-48. 4 Bernard Lewis, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1994 ) hal 123 5 W. montgorry
6 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993) hal.290
5
Perpecahan yang terjadi timbul akibat konflik yang berkepanjangan,
diantara konflik itu adalah Perselisihan antar suku yang menjadikan rakyat
Andalusia tidak memiliki solidaritas social, kecuali dalam kalangan terbatas
sepersukuan, atau dalam batas etnis tertentu. Hal tersebut terlihat pada sifat
pemberontakan yang ditimbulkannya. Seperti pemberontakan suku-suku
Berber melawan suku-suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan
suku Arab Selatan (Yaman) yang timbul pada 740 M. Padahal mereka semua
seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat
menunjukkan keberadaannya. Atau jika solidaritas keagamaan itu menonjol di
kalangan mereka, maka hal tersebut terjadi pada waktu suasana damai antar
suku terjalin dengan baik. Dan jika suasana permusuhan antar suku mulai
menguasai keadaan, maka solidaritas keagamaan tidak mampu menahan
gejolak perasaan yang bersifat permusuhan itu lagi. Selain konflik perseteruan
antar suku, konflik di dalam tubuh kerajaan mewarnai hal-hal yang
mendukung hancurnya Islam ditanah Andalusia. diantaranya, Ketika
Andalusia dipimpin pada masa Hisyam II peran Khalifah sangat lemah,
kedudukan beliau tidak ubahnya seperti boneka, Hisyam yang pada saat itu
berumur 11 tahun, kekuasaan kerajaan di ambil alih oleh Ibunya yang
bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama muhammad
Ibnu Abi Amir.7 Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang
ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya
ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini
dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia
mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan
7 Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, hal. 308
6
keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga
Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah.8
Hisyam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara,
tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca
gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam
kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar
putra Al-Mansur Billah pada tahun 1009 yang pada saat itu sempat
menggantikan kedudukan ayahnya. Setelah wafat Al-Muzaffar, Ia di gantikan
oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu.9 Seiring
berjalannya waktu pergantian penguasa demi penguasa tidak membuahkan
hasil untuk menciptakan Andalusia yang damai, dari sinilah kerajaan muslim
di Andalusia mulai menunjukan tanda-tanda pembusukan yang kasat mata.
Badan politik kaum muslim terpecah dan terus terpecah belah dalam jangka
waktu lima belas tahun setelah kematian Al-Manshur, seluruh Andalusia telah
terbagi-bagi menjadi banyak sekali kerajaan kecil yang oleh orang Arab di
sebut Muluk Al-Thawaif,10
hal ini disebabkan partikularisme baik pribumi
atau ras menjadi salah satu pendorong terbentuknya kerjaan-kerajaan kecil
yang masing-masingnya mempunyai penguasa sendiri.11
Di Kordova keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis Republik yang
pada tahun 1068 diambil alih oleh Bani Abbad di Seville, sejak saat itu
dominasi diantara Negara-negara muslim terletak di Seville, yang
8 Thomsond & Rahim, Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81
9 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal.
97 10
Lewis, The Arab in History, hal 129 11
W. Montgomery Watt & Pierre Chachia, A History of Islamic Spain (Edinburgh
University Press, 1992) Hal 91
7
kedudukannya selalu dihubungkan dengan Kordova. Kemudian di Granada
terdapat pusat kekuasaan rezim Ziriyah, yang namanya diambil dari nama
pendirinya yang berkebangsaan Berber, Ibn Ziri. Rezim ini di hancurkan oleh
sekelompok Murabitun Maroko pada 1090. Inilah satu-satunya kota muslim
Spanyol yang di dalamnya seorang Yahudi, Wazir Isma‟il ibn Naghzalah,
pernah memegang kekuasaan yang benar-benar kuat. Di Malaga dan distrik-
distrik sekitarnya, kekuasaan distrik Hamudiyah, yang pendirinya dan dua
penerusnya menjadi Khalifah di Kordova, berakhir sampai 1057. Serta
kekuasaan Ziriyah berakhir, Malaga akhirnya berada dibawah cengkraman
Murabitun. Di Saragosa, banu Hud berkuasa dari 1039 sampai di kalahkan
orang Kristen pada 1141, diantara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar
Abbadiyah di Seville adalah paling kuat yang merupakan cikal-bakal
datangnya Murabitun ke Andalusia.12
Semua kerajaan ini di pimpin oleh penguasa-penguasa yang berasal
dari berbagai macam suku bangsa dan golongan. Di samping itu, hal ini juga
mencerminkan adanya ketidakharmonisan etnik dan persaingan antar
kelompok militer yang dapat menimbulkan peperangan satu sama lainnya,
seringkali para raja-raja itu meminta bantuan orang-orang Kristen Trinitarian
yang tentunya amat senang hati membantu. Pada ketika itu kaum muslim
terpecah belah dan mulai mengukur diri mereka sebagai anggota dari bangsa-
bangsa yang berbeda, sebab perpecahan dari kalangan mereka ini, diiringi
dengan kepentingan kotor dan ambisi berlebih-lebihan dari beberapa Raja dari
12
Philiph K Hitti, History of the Arab, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010, hal 683
8
mereka, dalam keadaan seperti ini orang-orang Kristen mampu menyerang
kaum muslim secara tuntas dan menundukan mereka satu demi satu. 13
Kerajaan-kerajaan tersebut yang berbatasan langsung dengan teritorial
yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian Utara semenanjung
Iberia, mereka diwajibkan untuk membayar upeti tahunan kepada orang-orang
Kristen supaya tetap memperoleh “kemerdekaan” nya. guna membayar upeti
ini serta mempertahankan kemewahan hidup di bawah kekuasaan mereka,
Para penguasa dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi
kepada rakyat yang hidup dibawah kekuasaan mereka, Pajak ini jauh melebihi
batas penarikan pajak yang di bolehkan oleh hukum-hukum Islam. 14
Sebuah perjuangan sia-sia bagi mereka yang berjuang untuk
mempertahankan atau menerapkan kembali ajaran Islam dalam segala
aspeknya yang kemudian tidak hanya mendapatkan diri mereka berperang
melawan orang-orang Kristen Trinitian di Utara, tetapi juga melawan saudara-
saudara muslim mereka. mereka terjebak dalam posisi pecah dan pembusukan
yang tak dapat di putar mundur kembali.15
Selama kaum muslim Andalusia
tetap bersatu dalam ajaran Islam mereka, mereka terus berkembang dan
meluas. Begitu mereka mulai mengabaikan agama Islam dan menjadi terpecah
belah, jumlah mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mulai mampu
mengambil alih urusan yang ada di Andalusia. Perpecahan di dalam umat ini
merupakan satu dari faktor-faktor yang fundamental yang menjadi penyebab
13
Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam , jilid II (Ichtiar Baru Van Hoeve,
tanpa tahun) hal 201-202 14
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 81 15
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal 98
9
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan
kelemahan yang sepenuhnya di manfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian di
Utara. Ketika kaum muslim di Andalusia terpecah, bala tentara Gereja
Trinitarian memperoleh tumpuan di Negeri itu dan dibantu oleh orang-orang
Kristen yang hidup di wilayah kekuasaan muslim, yang sebenarnya telah
bertambah jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan muslim
yang amat toleran, cengkraman mereka atas negri itu semakin kuat.
Dalam menuruti rencana-rencananya, raja Kristen tidak pernah
melewati momen-momen untuk melakukan serbuan ke negeri umat muslim,
yang umumnya didapati dalam keadaan penuh perselisihan dan pertikaian
internal, hal-hal yang mempercepat keruntuhan dan kehancuran mereka
sendiri.
Sesungguhnya, bukan hanya kepala-kepala suku independen pada
waktu itu terus menerus melancarkan perang satu sama lain, tetapi mereka
juga tidak jarang menarik keuntungan bagi diri mereka sendiri. Dengan
menggunakan bala tentara dan senjata dari orang-orang Kristen, mereka
menyerang dan menghancurkan saudara sebangsa serta seagama mereka
sendiri, memboroskan hadiah-hadiah mahal dari Alfonso (leluhur dari semua
raja Kristen yang dikenal dengan nama tersebut) dan memberikan kepadanya
harta karun sebanyak-banyaknya yang dia inginkan supaya bisa mendapat
uluran tangan darinya dan untuk menjamin keamanan bagi diri mereka sendiri,
serta bantuan untuk menghadapi musuh-musuh mereka.
Orang-orang Kristen, yang melihat kaum muslim telah jatuh ke dalam
10
kondisi korup, menjadi luar biasa gembira; sebab, pada waktu itu, amat sedikit
orang yang memiliki ahlak mulia dan prinsip Islam yang kuat di tengah kaum
muslim, masyarakat umum mulai minum-minuman keras dan melakukan
segala hal yang berlebih-lebihan. Para pemimpin Andalusia hanya berfikir tak
lain soal membelanjakan uang untuk mengundang atau membeli penyanyi
perempuan, budak-budak untuk melayani mereka, berpesta pora
menghabiskan sampai bersih harta Negara yang telah terkumpul di masa lalu,
dan menindas rakyat mereka dengan segala bentuk pajak dan pungutan, dan
mereka mengirimkan hadiah-hadiah dan persembahan mahal kepada Alfonso,
serta memohon kepadanya untuk membantu mereka mencapai keinginan-
keinginan ambisius mereka.16
Segalanya berlangsung dalam cara ini di tengah
para kepala suku Andalusia yang saling bertentangan satu sama lain, hingga
kelemahan menguasai orang-orang yang menjadi penakluk diantara mereka,
juga orang-orang yang di taklukan; dan kehinaan memangsa menyerang,
sebagaimana hal itu melumat mereka yang di serang; para jenderal dan kapten
tak lagi menunjukan keberanian mereka; penduduk negeri terjerumus kedalam
penderitaan dan kemiskinan terparah. Islam, tak terpisahkan seperti tubuh di
tinggalkan jiwa, tak lebih hanya mayat semata.
Diantara para penguasa muslim, yang pada dasarnya tidak tunduk pada
Alfonso; setuju untuk membayar upeti tahunan kepadanya. Dan dengan
demikian menjadi pengumpul kekayaan bagi kerajaan Kristen di wilayah
kekuasaan mereka sendiri, ketika keadaan serupa ini terus berlangsung tak
seorang pun yang berani menentang kehendak ataupun melanggar perintah-
16
Hitty, History of the Arab, hal 686
11
perintah Alfonso.
Dibawah kepemimpinan Alfonso tersebut, satu demi satu kota kaum
muslim jatuh ke tangan orang-orang Kristen Trinitarian dan pada 1072 ia telah
menjadi penguasa Leon, Castilia, dan portugis. Aktivitasnya berpuncak pada
perebutan Toledo, setelah pengepungan yang di lancarkannya selama tujuh
taun.17
Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mengambil judul
“DISINTEGRASI UMAT ISLAM: STUDY TENTANG KERUNTUHAN
KEKUASAAN ISLAM DI ANDALUSIA ABAD XI”
B. Permasalahan penelitian
Pembahasan mengenai situasi budaya, agama dan politik umat Islam di
wilayah Andalusia diharapkan menjadi gambaran awal faktor terjadinya
disintegrasi tersebut. Adapun supaya pembahasan skripsi ini tidak mengalami
pelebaran, maka penulis memfokuskan pada permasalahan:
1. Yang dimaksud dengan disintegrasi disini adalah perpecahan yang terjadi
pada umat Islam di Andalusia.
2. Skripsi ini akan membahas faktor internal dan eksternal terjadinya proses
disintegrasi berdasarkan teori konflik Ralf Dahrendorf.
Dengan Perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami
Disintegrasi?
17
Thomsond & Rahim , Islam Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91
12
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui sejarah awal mula keruntuhan Islam di Andalusia
2. Memahami secara baik keadaan dan dampak disintegrasi yang terjadi pada
umat Islam di Andalusia
3. Dalam skala yang lebih global, mengambil pelajaran untuk berbuat yang
lebih baik di masa yang akan datang bersandarkan pada peristiwa sejarah
tersebut.
D. Kontribusi
Secara teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan berguna bagi
pengembangan pengetahuan terkait dengan historisitas Kemunduran Islam di
Andalusia. Dan aplikasi terhadap penulis dapat menambah khazanah
kesejarahan dan pengetahuan tentang penyebab dari munculnya Disintegrasi
umat Islam di Andalusia pada abad 11.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial. Lebih tepatnya,
dalam membedah sejarah Islam di Andalusia ini, saya akan menggunakan
teori social yang membicarakan tentang konflik. Teori konflik ini saya
gunakan Ralf Dahrendorf untuk melihat pihak yang bertikai, yang
berakibat pada kemunduran Islam di Andalusia.
13
2. Sumber data
Data ataupun sumber penelitian dapat dikategorikan menjadi dua;
data primer dan data sekunder. Data primer, adalah beberapa data yang
merupakan data rujukan utama yang menjadi rujukan keilmiahan.
Bentuknya, berupa dokumen-dokumen penting pada zaman itu.
Sedangkan data Sekunder bentuknya seperti buku-buku bacaan,
artikel-artikel, jurnal, dan hasil wawancara pada tokoh yang mempunyai
kapasitas yang mumpuni di bidang Islam di Andalusia.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik library research (study
kepustakaan). Yaitu dengan menelaah buku-buku, majalah, artikel-artikel
yang memuat tentang Islam di Andalusia. Sedangkan untuk sumber
lainnya, terutama untu sumber sekunder, penulis mendapatkannya lewat
hasil penjelajahan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain
itu, penulis juga mendapatkannya di Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora. Beberapa sumber liannya yang didapat, juga berasal dari
pribadi, dan dari teman penulis.
4. Analisa Data
Data-data yang sudah terkumpul kemudian masuk pada tahap
analisa untuk mendapat sumber yang otentik dan otoritatif. Data tulisan
diklasifikasi untuk menentukan waktu penulisan dan isi dari dokumen
tersebut. Sedangkan, hasil wawancara akan ditranskrip dalam tulisan,
kemudian diintegrasikan, diolah, dengan data-data yang telah ada.
Selain proses analisis di atas, data-data tersebut akan masuk ke fase
14
kritik sumber. Pada tahap inilah, sumber itu mulai terlihat layak atau tidaknya
data itu disebut otentik, sehingga karya sejarah ini dapat diuji secara ilmiah.
Kemudian fakta sejarah yang telah dianalisis dengan metode kritik sumber
akan diadakan interpretasi dengan menggunakan pendekatan multidesipliner
dalam ilmu-ilmu sosial.
F. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian skripsi ini disajikan kedalam empat bab:
Bab I menyajikan pokok mengenai latar belakang masalah,
permasalahan penelitian, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
Bab II memuat pembahasan gambaran umum mengenai Islam di
Andalusia dari segi historis, latar belakang terjadinya disintegrasi, keadaan
sosial pada masa disintegrasi.
Bab III memuat tentang kebangkitan umat Nasrani, dampak dari
terjadinya disintegrasi sampai pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
disintegrasi.
Bab IV bab penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dari seluruh isi
tulisan beserta saran.
16
BAB II
MULUK AL-TAWAIF
A. Islam di Andalusia dari segi Historis
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715
M), salah seorang Khalifah dari bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara18
dan
menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah.
Penguasa sepenuhnya atas afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul
Malik mengangkat Hasan ibn Nu‟man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah
itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu‟man sudah digantikan oleh
Musa ibn Nushair. Dizaman al Walid itu, Musa ibn Nushair, memperluas
wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia
juga menyempurnakan penaklukan kedaerah-daerah bekas kekuasaan bangsa
Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan
berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah
mereka lakukan sebelumnnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari
pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah bani
Umayah memakan waktu selama 53tahun yaitu mulai tahun30 H (masa
pemerintahan Muawiyah Ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-
Walid)19
sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam dikawasan ini
18
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Grafindo Persada, Cet ke II 2000.
Hal. 87 19
A. Syalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983,
cetakan pertama), hlm. 154
17
sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang
kekusaan islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai umat islam
dikawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan
kerajaan romawi, yaitu kerajaan gothic. Kerajaan ini sering menghasut
penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah
kekuasaan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam. Setelah kawasan ini
betul-betul dapat dikuasai umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk
menaklukkan Spanyol, dengan demikian Afrika Utara menjadi batu loncatan
bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang
dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuannya pasukan ke sana. Mereka
adalah Tharif bin Malik, Thariq ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat
disebut-sebut perintis dan penyelidik, ia menyebragi selat yang berada diantra
Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang
diantaranya adalah tentara berkuda mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian.20
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat
perlawanan yang berarti, Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa
harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan
Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotic yang
memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dibawah pimpinan Thariq
20
Ibid., hlm. 158.
18
bin ziyad.21
Thariq ibn ziyad lebih banyak dikenal sebagai panaklukan pasukannya
lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar
suku Barbar yang didukung oleh Musa bin Nusair dan sebagian lagi orang
Arab yang dikirim khalifah al-Walid pasukan itu kemudian menyebrangi selat
dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.22
sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya dikenal dengan
gibraltar. Dengan dikuasainya daerah ini maka terbukalah pintu secara luas
memasuki spanyol. Dalam pertempuran ini disuatu tempat yang bernama
bakkah, Raja Roderrck dapat dikalahkan, dari situlah Thariq dan pasukannya
terus menaklukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo
(ibukota Goth pada jaman itu)23
sebelum Thariq menaklukan kota-kota Toledo
ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara,
Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel sehingga
jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang jumlah ini belum sebanding
dengan pasukan Gothic yang jauh lebih besar 100.000 orang
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq bin Ziyad, membuka
jalan untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi, untuk itu Musa ibn
Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan
maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar ia
berangkat menyebrangi selat itu dan satu persatu kota dilewatinya dapat
21
Philip K. Hitty, History of the Arabs (London: Macmillan Press, 1970), hlm 493 22
Carl, Brockelmann, History of the Islamic Peoples, (London: Rotledge & Kegan Paul,
1980), hlm 83 23
A. Syalabi, op. cit., hlm 161
19
ditaklukannya, setelah Musa ibn Nushair berhasil menaklukan Sidonia,
Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasaa Kerajaan Ghotic
theodomir di Oriheula, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk
bagian Utaranya mulai dari Sargosa sampai Navarre.24
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa
pemerinthan khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Kali ini
sasaran ditunjukan untuk menguasai daerah sekitar pergunungan Pyrenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepadad al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd al-Rahman ibn Abdullah al-
Ghafiqi. Dengan pasukkannya ia menyerang kota Tours, akan tetapi diantara
kota Poiter dan Tours itu ia ditahan olehh Charler martel, sehingga
penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali
ke Spanyol. Sesudah itu masih juga terdapat penyerangan-penyerangan seperti
ke Avirignon tahun 734 M ke Lyon 743 M dan pulau-pulau yang terdapat
dilaut tengah Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian
dari Sicilia juga jatuh ketangan Islam di zaman bani Umayah.25
Gelombang
kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada
permulaan abad ke 8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar
24
Brockelmann, History of the Islamic Peoples, Hal 14 25
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press,
1985, cetakan kelima), hal 62
20
jauh menjangkau Perancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.26
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu
mudah hal itu dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang
menguntungkan, yang dimaksud faktor eksternal adalah suatu kondisi yang
terdapat didalam negeri Spanyol sendiri pada masa penaklukan Spanyol oleh
orang-orang Islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negeri ini terkoyak dan
terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil, bersamaan dengan itu penguasa
Ghotic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh
penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain
Yahudi. Penganut agama Yahudi, yang merupakan bagian terbesar dari
penduduk Spanyol dipaksa dibabtis menurut agama Kristen, yang tidak
bersedia disiksa dan dibunuh secara brutal.27
Rakyat dibagi-bagi kedalam
sistem kelas sehingga keaadaaannya meliputi oleh kemelaratan ketertindasan
dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu kaum tertindas
menanti kedatanagan juru bebas dan juru pembebasannya mereka temukan di
islam.28
Kerajaan berada dalam kemelut, membawa akibat perlakuan yang keji
koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan
pemberontakan perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu
keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan ini amat
banyak coraknya dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ketika
26
Bertold Spuler, The Muslim World: A Historical Survey, (Leiden: E.J. Brill, 1960) hal
100 27
Thomas W. Arnold, Sejarah Da’wah Islam, (Jakarta: Wijaya, 1983) jal 118 28
Syed Mahmuddunnasir, Islam Its Concept & History, (New Delhi: Kitab Bhavan,
1981), hal 214
21
Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh padahal
sewaktu Spanyol berada dibawah pemerintahan Romawi berkat kesuburan
tanahnya pertanian maju pesat demikian juga pertambangan industri dan
perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi
setelah Spanyol berada dibawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian
lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun, hektaran tanah dibiarkan
terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup dan diantara satu darerah
dengan yang lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan.
Buruknya sosial ekonomi dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaaan politik yang kacau, kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderik, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran Raja Ghot adalah ketika Raja Roderick
memindahkan ibukota Seviile ke Toledo sementra Witiza yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaaan
ini memancing amarah dari Oppas dan Achila kakak dan anak Witiza. Kedua
nya kaemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick.
Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum Muslim.
Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian,
mantan penguasa Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di
Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol.
Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai Tharif
dan Thariq dan Musa. Hal yang menguntungkan tentara Islam adalah bahwa
tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi
22
mempunyai semangat perang. Selain itu orang Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi
yang terdapat dalam tubuh penguasa tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit
Islam yanng terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para
pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat tentaranya kompak bersatu dan
percaya diri. Merekapun cakap berani dan tabah dalam menghadapi setiap
persolalan, yang terpenting adalah ajaran Islam yang ditunjukan para tentara
Islam yaitu toleransi persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi
persaudaraan dan tolong menolong itu menyebabkan penduduk spanyol
menyambut kehadiran Islam.29
B. Latar Belakang Disintegrasi Umat Islam
M. Lombard,30
menyebutkan bahwa tujuhbelas ribu pasukan Tariq Ibn
Ziyad dan Musa Ibn Nusayr ke Spanyol yang terdiri dari orang-orang Berber
dan Arab adalah, mereka yang Berdarah militer alami. Tidak seorangpun dari
mereka kembali ke Afrika. Kemudian diikuti para imigran Berber maghribi,
yang tertarik kepada kesuburan tanah taklukan baru itu. Keadaan tersebut terus
berlangsung sampai abad pertengahan, yang memungkinkan Kerajaan
Granada dapat bertahan sampai abad kelimabelas. Dengan demikian di
samping penduduk Spanyol, terdapatlah orang-orang Berber Afrika Utara dan
29
Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Hal 93 30
Lihat M. Lombard, The Golden Age of Islam, (Amsterdam: North-Holland Publishing
Company, 1975), h. 78; selanjutnya disebutkan The Golden saja.
23
Arab. Dan karena Afrika lebih dekat ke Spanyol dibanding Suria dan Arabia,
maka orang Berber lebih banyak dari orang Arab.
Hal yang kemudian menimbulkan permasalahan adalah, penempatan
bekas pejuang atau penakluk Andalusia yang berasal dari Afrika, dan Arab.
Kedua bangsa ini sama-sama berjasa dalam penaklukan Spanyol. Tetapi
orang-orang Arab yang menduduki kursi kepemimpinan kata al-'Ibadi31
,
mengambil wilayah sebelah timur dan selatan yang subur dan berudara baik
untuk kaum bangsanya sendiri, sementara itu untuk kaum Berber diberikan
atau mendapat bahagian di sebelah utara yang berudara dingin dan kering atau
tidak subur.
Al-'Abbadi mengecam sikap orang Arab fanatik yang. menempatkan
diri mereka lebih tinggi dari orang lain, sebagai halnya orang Yunani dan
Romawi, yang memandang pihak lain sebagai barbar dan tidak beradab. Bani
Umayyah, katanya lebih lanjut, telah membangkitkan rasa kesukuan, yang
merusak nama baik mereka dan bangsa Arab.32
Orang-orang Berber itu tidak
dapat menerima perlakuan yang demikian. mereka bangkit melawan, tidak
31
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam,
1964)h h. 50 32
Dalam kalangan Bani Umayyah, barangkali Khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz sajalah
yang mampu mengembalikan nama baik Bani Umayyah, dengan sikap-sikapnya yang wara' dan
penuh pengertian. Kefanatikan orang-orang Arab terhadap kabilahnya, kadang-kadar)g
mengalahkan kecintaan mereka kepada Islam. salah seorang pengikut nabi palsu, Musaylamah
mengakui: "Aku tahu Musaylamah itu pendusta besar, tetapi pendusta suku Rabi'ah ini, lebih baik
bagiku daripada org. yang selalu berkata benar dari suku Mudar." Yaitu nabi kaum Muslimin
(Lihat al-Tabari, Jami' al-Bayan fi Tafsir al-qur'an (Kairo: al-Misriyyah, 1324 H.), j. ii, h. 508.
demikian pulalah halnya ketika Abu Bakar di bay'at, Sa'ad bin ubadah menolak membai'atnya,
karena cintanya kepada sukunya sendiri. Tidak jauh bedanya dengan Abu Sufyan yg juga tidak
rela Abu Bakar menjadi khalifah, juga berlatar belakang fanatisme sempitnya kepada keluarganya
sendiri. Lihat Ibid., h. 449; lihat juga Alau al-Din al-Hindi, Kanz al-Ummal, (Haidar Abad, Dairat
al-Maarif 1336) j. ii Kerajaan (Bandung: Mizan, 1984) h. 126-7) dalam contoh tersebut, yang
mempelopori kefanatikan dan kesombongan terhadap suku atau kabilah adalah, orang-orang
terkemuka dari kalangan mereka sendiri. Padahal mereka selalu menjadi panutan kaumnya.
24
hanya karena harta yang berharga itu saja, tetapi juga karena perasaan mereka
telah tersinggung. Dan ini merupakan salah satu faktor timbulnya gerakan
Khawarij, dengan peperangan dahsyat di Afrika, yang mendapat dukungan
orang-orang Berber.33
Sementara itu, Musa Ibn Nusayr yang punya pengalaman banyak
dengan orang-orang Berber ketika menjawab pertanyaan Khalifah Sulayman
Ibn 'Abd al-Malik mengatakan: "Mereka wahai Amir al-Mu'minin, banyak
persamaannya dengan orang Arab dibanding dengan orang 'ajam lainnya;
terus terang dan pemberani (liqa' wa najdah), ulet dan lihai berkuda (sabran
wa Furusiya) lpang dada dan lugu (samahat wa badiyat), kecuali wahai Amir
al-mu'minin, mereka suka culas (ghudr)." Dan bahwa yang negatif dari
mereka adalah, ketidak jujuran. yang nampaknya bertentangan dengan sifat
mereka yang lain, yaitu badiyah atau dusun (murni) dan hertendensi baik. Tapi
mengapa dikatakannya tidak jujur? Barangkali karena Tariq yang diberi
wewenang untuk membatasi gerakan, justru melanggar perintah atasannya,
yaitu Musa sendiri.
Sungguhpun demikian, dapat dipahami juga mengapa pembagian
tempat domisili itu berbeda kondisinya. Pertama, karena mereka (Berber dan
Arab) bukan satu kesatuan bangsa yang berintegrasi secara total, atau
berasimilasi penuh. sehingga tidaklah mungkin satu tempat didiami oleh dua
suku secara bersamaan. Kedua, setiap pihak membawa adat kebiasaan yang
berlainan, sungguhpun banyak persamaannya (sebagai yang digambarkan
33
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus , op.cit., hh 53-4
25
Musa). Dan ini alamiyah sifatnya (sunnat Allah),34
sehingga pemisahan tempat
adalah alami juga.
Ketiga, orang-orang Arab menduduki posisi kepemimpinan, sedangkan
orang-orang Berber di bawah mereka. Kekuasaan di Semenanjung Iberia itu
diperoleh melalui gerakan militer, sehingga hirarki kemiliteran amat berperan
di dalam kepemimpinan mereka. Dalam kalangan militer penghormatan
terhadap komandan merupakan unsur kedisiplinan yang harus ditaati. dengan
demikian bila pihak Arab yang menduduki tempat teratas dalam hirarki
militer, mengambil tempat yang lebih subur untuk diri mereka terlebih dahulu
dan sisanya bagi orang Berber, dapat dipandang sebagai sesuatu hal yang
wajar saja, sungguhpun menimbulkan ketidak puasan pada pihak yang
"dirugikan", dalam hal ini Berber. Salah satu akibat dari kebijaksanaan
kepemimpinan Arab pada masa Imarah tersebut di atas ialah: timbulnya
pemberontakan orang-orang Berber pada tahun 740 M. kebangkitan mereka
menentang kepemimpinan Arab berlanjut sehingga dua abad kernudian.35
Pertentangan juga terjadi di antara sesame bangsa Arab; Qays dan Kalb.36
Dan
di antara Mudar dari utara dan orang Yaman dari selatan Arabia.Yang utara
dipengaruhi oleh Sunni, yang lain oleh Syi'ah.37
Sesudah itu timbul pula kelompok Islam lainnya yang terdiri dari orang-
orang Spanyol sendiri dan orang-orang Slavia. Masing-masing kelompok
34
Lihat al-Qur‟an, 49:13 35
Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. J. xx,, h. 1087,
orang Berber juga mernberontak di Afrika (Marokko) pada tahun 740 36
Ibid 37
Hitty, History, op, cit., h. 502. Kedua "partai" tersebut (Sunni dan Syi'ah), bertentangan
dalam hal berebut kepemimpinan kaum Muslimin (kekhalifahan Islam) dan bersifat politis. Di
antara keduanya juga terdapat perbedaan dalam hal menyangkut hukum dan ketentuan-ketentuan
syari'at, yang sering dikategorikan dalam bidang fiqih.
26
tersebut memiliki pengikut dan tujuan sendiri. Pertentangan, perselisihan dan
peperangan yang timbul di antara mereka terus-menerus hingga terjadi
ketidakstabilan pemerintahan yang berkepanjangan. Tidak pernah ada
ketenangan politik di Iberia ini, kecuali bila yang menjadi pemimpinnya
adalah seorang yang benar-benar kuat dan mampu menundukkan rakyatnya.38
Gejala perpecahan ini sudah nampak di mata Karel Martel, yang pernah
menghadang Abdurrahman al-Ghafigi di Poitiers. Ia menasihati kaumnya
untuk tidak menghadang bangsa Arab, agar membiarkan mereka melakukan
apa saja yang mereka kehendaki. Karena orang-orang itu mempunyai
kemauan keras, dan niat yang suci dan benar. Dalam keadaan demikian orang
Arab tersebut, tidak dapat dihancurkan, "Tunggulah" katanya, "sampai mereka
menjadi tenang menyelesaikan segala persoalan, kemudian akan berlomba
lomba memperebutkan kursi kepemimpinan, kekayaan dan harta. Ketika itulah
mereka akan berselisih dan menjadi lemah, dan memberikan kesempatan
kepada kalian untuk melawannya dengan mudah".39
Dan ramalan tersebut
ternyata tidak meleset.
Dalam periode keamiran pertama, Spanyol dipimpin oleh kaum
militer,140
yang berasal dari para penakluk yang datang dari Afrika Utara, yang
kemudian menjadi penghuni tetap. Dalam periode ini terdapat dua puluh orang
amir, yang masing-masing memerintah dalam masa jabatan relatif singkat. Hal
tersebut karena mereka menganut sistem yang bebas dan terbuka dalam
38
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,( Kairo:
1969) v, h. 36. 39
'Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus (Kairo: Dar al-Qalam,
1964)h. 53 40
Lombard, The Golden Age of Islam, h. 78.
27
menentukan dan menilai kepemimpinan seorang amir. Dan sekaligus
menunjukkan adanya ketidak stabilan41
dan pergolakan dalam kepemimpinan
mereka.
Amir terakhir yang berkuasa, dan sekaligus merupakan penutup periode
keamiran pertama, yang demokratis itu adalah Yusuf b. Abd al-Rahman al-
Fihri. Ia digulingkan oleh pendatang baru dari Damaskus. Sejak itu periode
keamiran kedua dimulai, dan tidak ada lagi amir yang dipilih secara langsung
dan bebas oleh rakyatnya. Karena yang berkuasa adalah keluarga Raja. Tetapi
gelar amir tetap juga digunakan.42
„Abd al-Rahman B. Muawwiyah, pengganti Yusuf al-fihri merupakan
tokoh legendaris; yang berhasil melepaskan diri, ketika seluruh keluarganaya
keluarganya dibantai oleh lawan politik mereka di Damaskus. Ia adalah salah
seorang cucu Hisyam khalifah Islam yang kesepuluh Dinasti Bani Umayah.
Ketika pembunuhan massal berlangsung terhadap keluarganya, ia sempat
bersembunyi dalam sebuah kemah Badui di tepi sungai Effrat. Riwayat
hidupnya hampir saja berakhir, ketika bendera hitam lambang Abbasiyah
melintas di dekat tempat persembunyiannya. Menyadari ada bahaya yang akan
merenggut nyawanya, ia melompat ke dalam sungai bersama saudaranya yang
masih berusia tigabelasan tahun. Semangatnya untuk tetap hidup, mendorong
keberaniannya melawan arus berenang ke tepi seberang sungai. sementara
saudaranya berbalik ke belakang, mungkin karena takut terbawa hanyut
bersama arus sungai yang deras, atau mungkin juga karena terbujuk oleh janji
41
Abd al-Hamid al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus op.cit., h 49 42
Mungkin karena meyakini konsep bahwa di dunia Islam hanya ada seorang Khalifah,
yang waktu itu, b.Abbas.
28
mereka yang memburunya, ia datang kepada mereka. Nasibnyapun ditetapkan
di ujung pedang pembunuhnya.43
Abd al-Rahman B. Mu'awiyah menempuh perjalanan panjang bersama
pembantunya yang setia, Badr. Pemuda yang serusia duapuluhan itu,
membungkus dirinya dalam penyamaran, untuk mengelabui mata-mata jeli
kaum Abbasiyah, yang pada setiap saat siap menyudahi riwayatnya. Selama
limatahun ia mengadu nasibnya ke Palestina, Mesir, dan akhirnya ia tiba di
Ceuta (755) di Afrika Utara. Dan keberuntungan masih tetap menyertainya,
ketika gubernur Afrika utara yang masih punya hubungan keluarga dengan Al-
Fihri, nyaris membunuhnya. Di sini ia mendapat bantuan salah seorang paman
dari pihak ibunya, seorang keturunan Berber. Disini juga segala rencana
diputuskan. Badr dikirim ke daratan Iberia untuk menghubungi simpatisan
keluarga Bani Umayyah. Nampaknya nama Umayyah masih mendapat cukup
banyak simpati. Dan barangkali ia sendiripun tidak menduga sebelumnya,
Sebuah kapal khusus dikirim untuk menjemput pemimpin mereka ke Ceuta.
orang-orang Yaman yang diKalahkan Yusuf al-Fihri dari suku Mudar,
mendukung kehadiran 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah, yang kemudian
mendapat gelar al-Dakhil, karena berhasil melepaskan diri dari pengejaran
Bani Abbas dan masuk ke Spanyol.44
Pengalamannya dalam pengembaraan selama lima tahun, dan
pendidikan yang diterimanya dalam keluarga kerajaan, menjadikannya
seorang yang matang dalam kepemimpinan dan politik kenegaraan. Tidak sulit
43
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh (Beirut: Dar Sadir, 1965) j. vi,., j. v, h. 377 44
Ibid
29
baginya menghimpun para pendukung dalam suasana yang serba kacau, dan
lawan yang dihadapinya dapat ditundukkan, setelah beberapa wilayah di
selatan Spanyol menerima kehadirannya tanpa perlawanan; Archidona,
Sidona, dan Seville. Dari Seville ia menyerang kordoba. Dan pada 14 Mei 756
di tepi sungai Guadalquivir, kedua pasukan bertemu. Pertempuran tidak
berlansung lama, yusuf nampak melarikan diri dan kemudian Kordoba
dikuasai dalam kesempatan lain, Yusuf terbunuh di Toledo.45
Dengan naiknya 'Abd al-Rahman b. Mu'awiyah kepanggung politik di
Andalus, maka kekuasaan Bani Abbas mendapat tantangan dari Bani
Umayyah yang baru saja digulingkannya. Di Bagdad pada waktu itu sedang
berkuasa khalifah Abu Ja'far 'Abdullah Ibn Muhammad al-Mansur (136-
158/754-775), khalifah kedua yang menggantikan Abu al-'Abbas al-saffah
(132-136/750-754). 'Abd al-Rahman I (al-Dakhil) di Andalus itu, segera
memutuskan hubungannya dengan Bagdad, setahun setelah ia berkuasa, di
dalam khutbah-khutbah dihapuskan nama khalifah Abbasiyyah, tetapi ia
sendiri tidak menggunakan gelar khalifah untuk dirinya. Ia tetap memakai
gelar Amir sebagaimana yang berlaku ketika itu di Andalus.46
Sementara itu, Al-Mansur di Bagdad sedang menghadapi bahaya yang
datang dari Kerajaan Bizantium yang berada di bawah pimpinan Kaisar
Constantine V (740-775), di Asia Kecil,2 Dengan demikian Al-Mansur tidak
45
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh op.cit., h. 57 46
Hitty, History, op,cit., h. 508, Ketidak beranian „Abd al-Rahman menggunakan gelar
khalifah, erat kaitannya dengan keyakinan umum umat Islam pada waktu itu; yaitu di dunia Islam
hanya ada seorang khalifah saja. Keyakinan ini berubah di kemudian hari, ketika Kaum Syi'ah
menggunakan gelar khalifah bagi kepala negaranya di Mesir. Tindakan syi‟ah tersebut, mendorong
Abd al-Rahman III dari Andalus untuk berbuat serupa Dan ternyata kaum Muslimin menerimanya.
30
dapat mengambil tindakan apapun untuk menghukum 'Abd al-Rahman yang
telah dengan gemilang memisahkan dirinya dari Bagdad.
Baru pada tahun 761 Khalifah Al-Mansur memberanikan diri mengirim
Al-A'la Ibn Mughit‟s ke Spanyol bersama tujuh ribu anggota pasukannya, dari
Afrika utara. Dalam sebuah pertempuran sengit di selatan, Al-A'la tewas ber-
sama sejumlah anggota pasukannya.47
'Abd al-Rahman mengirim kepala
mereka yang terbunuh ke Qairawan, dan kepala Al-A'la dikirim kepada Al-
mansur yang sedang menjalankan ibadah hajinya di Mekkah, bersama dengan
bendera hitam, lambang abbasiah.48
Ketika itulah Al-Mansur menyatakan rasa
syukurnya kepada Allah yang telah memisahkan dirinya dan musuhnya itu
dengan lautan.49
Iapun menjuluki 'Abd al-Rahman I sebagai seekor Rajawali
Quraisy (Saqr Quraisy).
Rajawali Quraisy kemudian berhadapan dengan para pemberontak yang
bersimpati, atau sisa-sisa pengikut Yusuf al-Fihri, seperti Sulaiman b. Yaqzan
al-A'rabi al-Kalbi seorang penguasa Barcelona, bersama 'Abd al-Rahman b.
Habib al-Fihri, Abu Sa'ud al-Fihri dan Abu al-Aswad b. Yusuf. mereka
meminta bantuan Al-Mansur melalui Afrika Utara, dan meminta infiltrasi
Charlamagne dari Perancis, agar memperluas wilayah kekuasaannya ke
Asbania. Diperoleh kesepakatan, bahwa Al-Fihri dan kawan-kawannya akan
menyerang dari selatan bersama pasukan dari Afrika Utara, sementara pihak
47
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , op.cit., j. vi, hh. 7-8. 48
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, (Bulan: 1248), j. vii., j. iv, h. 122-4. Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-
Maghrib, (Leyden, 1848)ed. Dozy, j. ii h. 671, h. 61 49
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, (Leyden, 1855), j.i
h. 166;
31
Charlemagne menyerang 'Abd al-Rahman dari sebelah utara.
Tetapi al-Fihri dan al-Kalbi tidak sabar menanti kedatangan sekutunya,
Charlamagne. Mereka menyerang lebih dulu dari selatan, dan 'Abd al-Rahman
mematahkannya dengan mudah. Dan ketika Charlamagne memulai
penyerangannya (778) dari arah timurlaut Spanyol menuju ke Saragossa, pintu
kota ditutup di depan mata mereka. Dan pada saat bersamaan dengan itu,
tersiar kabar tentang penyerangan orang-orang Saxon, dari utara terhadap
Charlamagne. Sehingga pasukan tersebut ditarik kembali, dan digiring pulang.
Dalam perjalanan yang “penuh dengan kekecewaan" itu, orang-oranq Franka
di pegunungan Pirennea menyerang mereka, dalam satu gerakan bersifat
kejutan, Sehingga banyak korban yang jatuh. Dan di antara korbannya adalah
pahlawan gagah berani, Roland. peristiwa tersebut mengilhami para penyair
menyusun epic, sejenis sastra yang bernada pemujaan terhadap sifat berani.
yang kemudian menjadi bibit dari syair "hamasah" dalam kesusasteraan
Perancis.50
Dengan demikian 'Abd al-Rahman menunjukkan keunggulannya,
terhadap lawan-lawannya, baik yang ada di Barat; atau pun yang ada di Timur.
Kekuatan Barat yang diwakili Perancis yang tentu saja amat khawatir terhadap
"bahaya Islam" itu, untuk sementara harus menerima keunggulan 'Abd al-
Rahman I. Sedangkan Daulat Abbasiyah dari timur, telah merasa cukup
mendapat pil pahit, sejak kegagalan Al-A'la b. Mughits di tahun 761/146, yang
kepalanya dikirimkan kepada Al-Mansur.
50
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal, j. vii, hh. 123-4; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, hal 80-3
32
Untuk lebih memantapkan kekuasaannya, dalam menghadapi musuh-
musuhnya, 'Abd al-Rahman I membangun angkatan bersenjata dengan tentara
bayaran, yang terdiri dari suku bangsa Berber dari Afrika. Empatpuluh ribu
orang anggota vasukan elite yang berdisiplin keras itu, dapat dengan mudah
diperintahkannya untuk menundukkan lawan-lawannya diarena petempuran.
Dan dengan itu pula, ia dapat mendesak lawan-lawan politiknya untuk
berdamai, atau mengadu kekuatan. Dengan demikian ia selalu diperhitungkan
oleh musuh-musuhnya, yang ingin "mengusik-usik" wilayah kekuasaannya.
kemudian iapun menampakkan kemampuannya membangun negara, dan
membina kesejahteraan umatnya, serta membangun sarana-sarana penunjang
bagi pembangunan dimaksud.
'Abd al-Rahman memperindah ibu-kota keamirannya, Kordoba, dan
memagarinya dengan tembok yang kokoh, sebagaimana kebiasaan kota-kota
di dunia ketika itu. Kemudian ia menggali sebuah kanal air tawar, dan
dibangunnya jembatan indah di atasnya, dengan kamar-kamar mandi umum
serta hotel-hotel, tempat menginap para pelancong. Dan untuk lebih
memperindah ibu-kota ia membangun kebun-kebun hias, di tepi sungai Wadi
al-Kabit. Ia menambah kesemarakan kota dengan istana bergaya Timur,
sebagai yang dibangun kakeknya Hisyam di Damaskus. Ia juga memberi
perhatian terhadap perkembangan di bidang pertanian, dengan membangun
saluran air dan jalan-jalan. Disediakannya sekolah-sekolah, yang tersebar di
kota-kota di Andalusia. Para ulama dan murid-murid mereka, didorong untuk
maju dan menciptakan suasana yang menarik bagi negerinya, kemudian
33
memberi kesempatan untuk menuntut ilmu bagi para pelajar yang datang dari
Eropa. Mesir, Syam dan Irak. Sehingga Kordoba menjadi pusat kegiatan ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan. Apalagi negeri ini dihuni oleh penduduk yang
multi rasial, yang terdiri dari bangsa-bangsa Arab, Berber, Numidia, Gothia,
Spanyol-Arab; menjadi tempat bertemunya segala bangsa. Asia, Afrika, dan
Eropa. Dua tahun menjelang wafatnya 'Abd al-Rahman membangun sebuah
mesjid agung yang monumental, di pusat ibu kotanya Kordoba, yang
kemudian diperindah dan diperluas oleh Para penggantinya. bentuknya yang
istimewa, dengan pilar-pilarnya yang megah dan agung, memberi kesan
menakjubkan sampai berabad-abad kemudian bahkan setelah dijadikan
katedral oleh Ferdinand III. Pada tahun 1236, mesjid itu tetap dikenal sampai
kini, dengan nama "La mezquita".51
Demikianlah 'Abd al-Rahman I, menguasai Spanyol dan menurunkan
warisan kekuasaan kepada keturunannya, sejak tahun 756 - 1031/ 138 - 422.
Setelah itu Spanyol dikuasai oleh Muluk al-Tawaif.
'Abd al-Rahman al-Dakhil menyadari bahwa Andalus dikuasainya itu,
berada pada suatu wilayah yang berbatasan langsung dengan musuh. Dan
sampai saat ia memerintah keadaan saling bermusuhan masih terus terjadi,
atau pengumuman perang di antara kedua belah pihak belum lagi cabut. Jika
terdapat suasana damai di antara kedua belah pihak, maka hal tersebut terjadi
karena pihak lawan belum mampu atau mampu menyerangnya, dan saling
mengintai serta mencari kesempatan. Atau kedua belah pihak terikat oleh
51
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , op.cit., j. vi, h. 77
34
suatu perjanjian tidak saling menyerang. Jika kedua kondisi tersebut sudah
tidak ada lagi, maka perang kembali menguasai keadaan. dengan demikian,
Andalusia selalu terancam perang, sungguhpun suasananya dalam keadaan
dama. Perang dan damai silih berganti dan dapat terjadi pada setiap waktu.
Maka untuk menjaga stabilitas negeri ini, diperlukan adanya persatuan dan
kedamaian di dalam negeri disamping adanya kekuatan angkatan bersenjata
yang kuat. Sehingga musuh negara harus berfikir beberapa kali untuk
menyerang pemerintah; baik yang datang dari luar, maupun yang muncul dari
dalam. Mungkin pertimbangan tersebutlah, yang mendorong Abd al-Rahman
I, mempersiapkan puteranya Hisyam menjadi penggantinya, di samping
pertimbangan dinasti Umayyah yang juga harus dipertahankan dan
dilestarikan. Sehingga perebutan kekuasaan di antara sesama saudara tidak
terjadi.
Sungguhpun demikian, pengangkatan Hisyam mendapat tantangan dari
dua orang puteranya yang lain, yaitu Sulaiman dan Abdullah. Hisyam
mendapat latihan khusus dari ayahnya dalam bidang politik dan peperangan.52
Ia diangkat menjadi penguasa di wilayah perbatasan, Merida, dengan tujuan
agar menguasai pola-pola dan teknik perang pihak lawan, dan terbiasa dalam
memimpin. Ketika Hisyam memangku jabatannya setelah ayahnya wafat, ia
mengangkat sulayman menjadi penguasa di Toledo, dan saudaranya 'Abdullah
menjadi penggantinya di Merida. Tetapi kedua-duanya bersatu memberontak
melawan Hisyam. Sehingga memaksa Hisyam menghadapi saudaranya
52
Kepala negara pada masa itu, tidak hanya menjadi panglima angkatan bersenjata karena
jabatan, tetapi memang harus mahir memainkan senjata dan memimpin perang.
35
sendiri, yang memakan cukup banyak waktu untuk menundukkan kedua
mereka.53
Hisyam disebutkan meniru tingkah laku pemerintah Umar Ibn Abd al-
Aziz yang wara' dan saleh dan banyak melakukan kegiatan keagamaan.
Hisyam suka menolong orang susah, dan berjalan di malam hari mencari
orang-orang yang sakit yang memerlukan pertolongan. Ia juga mengharuskan
adanya kegiatan jaga malam, untuk mencegah terjadinya kemaksiatan,
pertengkaran dan tindakan-tindakan kriminal di dalam masyarakat. Ia juga
mengirimkan para da'i ke semua wilayah kekuasaannya untuk tugas-tugas
amar makruf nahi munkar, sehingga orang-orang lalim menjadi amat
berkurang, keamanan masyarakat menjadi lebih terjamin.54
la berjalan keliling
kota Kordoba dan bercampur aduk dengan rakyatnya. mungkin karena ia
sebagai pelindung terhadap rakyatnya yang tertindas.55
"Keberanian"
mengambil resiko semacam itu, memang bukan hanya milik Hisyam, tetapi
juga pernah dipraktekkan oleh kepala-kepala negara yang jujur dan ber-
tanggung jawab, sebagaimana halnya dengan Umar Ibn Khattab dan Umar Ibn
Abd al-Aziz pada masa yang lalu.
Dan barangkali karena keadaan di dalam negeri dipandang stabil, maka
Hisyam menghadapi musuhnya dari luar. kepemimpinannya yang religius itu,
memancing simpati kaum Muslimin untuk mengabulkan seruannya melakukan
perang suci ke utara. Beribu-ribu orang tua dan muda, didukung oleh orang-
53
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,j. v, h. 43 54
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 86-7; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-
Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiya., h. 44; Lane Poole, The Arabs in Spain, (New
York:1911) h. 61-2. 55
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah, ibid, Lihat
juga Dozy: History of Muslim In Spain, (London: Frank Cass, tt), h. 242
36
orang kaya, yang memberi harta mereka untuk penyedia peralatan perang dan
menjadi perajurit di bawah kepemimpinan Hisyam ketika menyerang Galicia.
Kemudian ia menunjuk wazirnya Abd al-Malik bin mughis untuk menyerang
Perancis. Kedua peperangan itu, dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan
harta rampasan perang yang melimpah.56
Pada masa Hisyam memerintah Andalusia, di Madinah al-Nunawwarah
berkembang mazhab Maliki. Imam Malik yang hidup sezaman dengannya,
menaruh simpati kepada Hisyam. Dan Hisyam sendiripun menerima mazhab
Maliki menjadi mazhab negara, yang dianut di seluruh Andalus. Dan menjadi
lebih berkembang, setelah Hisyam mengundang para murid Imam Malik
untuk bekerja di Andalus, seperti Ziyad ibn 'Abd al-Rahman dan Yahya bin
Yahya Al-Laitsi. Pengaruh para ahli fikih pada masa Hisyam cukup dominan,
baik dalam bidang hukum dan peradilan maupun dalam bidang politik. Hal
tersebut dimungkinkan mengingat Hisyam sendiri, adalah seorang yang taat
kepada agama, dan amat hormat pada para ulama. Ia diceritakan tidak begitu
terpengaruh dengan kemegahan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut
dibuktikan ketika ia menyempurnakan pembangunan sebuah jembatan di atas
sungai Quadalquivir yang dimulai Al-Samh b, Malik al-Khawlami, sehingga
menjadi pembicaraan umum. Sementara itu, orang banyak mempergunjingkan
pembangunan jembatan yang indah itu, untuk memudahkan jalan baginya
untuk berburu. Mengetahui pergunjingan itu, lalu ia bersumpah untuk tidak
56
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. vi, h. 80; menyebutkan penyerangan ke Galicia
dipimpin juga oleh amirnya/ wazirnya abd-Malik b. Mughis. Berbeda dgn Mausu' ah dikutip di
atas.
37
menggunakan jembatan tersebut, sebagai tempat ia berlalu,57
Di samping itu, Hisyam juga amat menaruh perhatian terhadap
perkembangan bahasa Arab, sebagaimana yang diberikan oleh Abd al-Malik
B. Marwan di Damaskus.58
yang menyempurnakan pengetahuan orang-orang bukan Arab yang
telah mulai pandai berbahasa Arab. Dan barangkali juga Hisyam menyadari
bahwa, bahasa merupakan faktor utama baqi komunikasi masyarakat,untuk
dapat memahami pikiran atau pendapat, antara satu dengan lainnya. Apalagi
bahasa Arab itu, tidak saja menjadi bahasa agama yang tercantum dalam kitab
suci al-Qur'an dan Hadis, tetapi juga menjadi bahasa wajib dalam ibadah kaum
Muslimin, sehingga bahasa Arab menjadi faktor utama bagi pembentukan
masyarakat Islam di Andalusia. Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa
Arab dipakai oleh sekolah-sekolah yang didirikan kaum Yahudi. Dan
sungguhpun ia seorang yang fanatik terhadap agama, dan memimpin sendiri
pertempuran melawan orang-orang Kristen di utara seperti disebutkan di atas,
ia amat toleran terhadap kaum zimmi baik dari kalangan Kristen maupun
Yahudi di dalam wilayah kekuasaannya, mereka diizinkan membangun
sekolah dan rumah-rumah ibadah, dan mengangkat sejumlah besar dari
mereka menjadi pegawai dalam pemerintahannya.59
Setelah Hisyam wafat tampuk kepemimpinan di pegang oleh Puteranya
ialah Al-Hakam b. Hisyam, Ia gemar berolah raga dan berburu, senang pada
57
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i, h. 160 58
Lihat Islam dan Aspeknya, op.cit., j. I, h. 63 59
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah ,j. v, h. 44 ;
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 82-3.
38
keindahan dan seni suara. Nampaknya ia lebih "duniawi" dibanding ayahnya
yang taat dan saleh, sehingga disebut lebih menyerupai Umar ibn 'Abd al-
'Aziz. Dan karena itu pula, ia beda dengan ayahnya dalam hal
kebijaksanaannya menghadapi ulama fikih. Sungguhpun ia masih tetap hormat
pada mereka, tetapi campur tangan ulama fikih dalam pemerintahan mulai
dibatasi.60
Dan sebagaimana diketahui, para ulama fikih yang berpengaruh
besar di Andalus pada masa ayahnya Hisyam I, adalah pengikut mazhab
Maliki. Menurut Al-Hakam, setiap Muslim mempunyai hak yang sama
dihadapan Allah, sehingga hasil pemikiran para ulama, tidak mutlak benar
dalam segala hal, sehingga mereka menjadi “perantara” dengan Allah dalam
pengambilan putusan politik, karena kemutlakannya itu. Atau mungkin juga,
karena al-hakam lebih dekat kepada kalangan bukan ulama, bahkan lebih
dekat pada kelompok yang suka pada kemewahan dan pesta pora, maka
kualitas keagamaannya lebih “longgar” dibanding ayahnya yang saleh,
sehingga kebijaksanaan politiknya berbeda jauh dengan para ulama fikih yang
berpola fikir “mazhabi”. Sementara itu dapat terjadi, pandangan ulama fikih
yang tidak jarang berbeda-beda dalam satu hal yang sama, membuat Al-
Hakam lebih condong pada mazhab lain, yang lebih sesuai dengan
pemikirannya, tetapi terhalang oleh Keterikatannya terhadap satu madzhab
saja, yaitu madzhab Maliki. Dalam hal inilah penilaian al-„Ibadi yang
menyatakan al-Hakam lebih cerdas dari ayahnya, dapat dipahami.61
Sementara
itu para ulama sendiri berpendapat, jika terjadi perbedaan pendapat dalam
60
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 79 61
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 79
39
kalangan umat, maka Negara Islam dan imam kaum Muslimin berhak memilih
salah satu pendapat fikih dan mewajibkannya kepada umat.62
Kebijaksanaan al-Hakam I, terhadap ulama dan para pengikut mazhab
Maliki, menimbulkan kemarahan dan tantangan keras dari pihak mereka dan
orang-orang awam. Nampaknya kemarahan itu, tidak semata-mata karena
peranan para ahli fikih yang menjadi kecil, akan tetapi juga akibat ke-
bijaksanaan al-Hakam yang menggunakan tentara bayaran,untuk membangun
sistem pertahanannya. Bahkan dialah orang yang menggunakan cara ini di
Andalusia, sehingga banyak orang yang mengasingkan diri, dan menambatkan
kuda-kuda perang mereka dipintu rumahnya. Dan yang lebih menarik lagi,
adalah bahwa pasukan inti pertahanan Al-Hakam, terdiri dari orang-orang
Negro dan budak belian, yang sama sekali tidak mengerti bahasa Arab.
Mereka dinamakan sibisu atau al-khars, yang berjumlah sekitar 5.000 orang.63
Sehingga komunikasi mereka dengan rakyat yang berbahasa Arab putus.
Pengawal pribadinya juga tordiri dari bangsa Zanji, yang „bisu‟, serta dinilai
berhati keras, dan amat membenci orang-orang Arab.64
Hal tersebut amat tidak
menguntungkan bagi keamanan, dan stabilitas politik pemerintahan al-Hakam
di Andalusia. Kebencian penduduk kepada pengawal istana, dan sebaliknya
kebencian pengawal istana terhadap orang-orang Arab, yang menjadi rakyat
dari kepala negara yang dikawalnya itu, dapat merupakan dua kutub yang
saling berjauhan dan saling bertentangan. Kedua belah pihak saling
62
Sa' d Hawaa, Membina Angkatan Mujahid, (Jakarta: Islahy, 1408/1987), h. 36.
terjemahan AbuRidha. 63
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, j. iv, h. 122 64
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j. I h. 160
40
menghimpun kebencian dan dendam kesumat, bagaikan mengumpulkan zat
kimia untuk bahan peledak. Dan untuk mumbuat sebuah letusan cukuplah bila
ada saja orang yang dapat menyulutnya. Dan memang demikianlah yang
terjadi.
Pada suatu ketika di tahun 202 H, salah seorang serdadu mendatangi
seorang budak di perkampungan Rabad, untuk memperbaiki pedangnya.
Kemudian di antara mereka berdua terjadi pertengkaran, yang berkesudahan
dengan terbunuhnya si budak, ahli pertukangan; pandai besi itu. Bara api di
perapian pandai besi itu, menimbulkan kebakaran, sehingga menarik
perhatian penduduk di sekitarnya, yang terdiri dari segala macam tukang
yang ahli dalam pekerjaan tangan, dan kaum terpelajar, murid-murid para ahli
fikih dan rakyat awam yang hidup bercampur aduk di perkampungan Rabd
tersebut. Dengan alasan ini, masa rakyat yang sudah lama memendam
kebencian kepada al-hakam, langsung membunuh perajurit tadi, dan
melanjutkan pelampiasan kemarahan mereka, dengan mengarahkan
"demonstrasi" mereka ke istana, yang letaknya tidak jauh dari tempat
tersebut. Rabd hanya dipisahkan oleh sebuah jembatan indah yang terkenal,
di atas Wadi al-Kabir, yang diperbaharui Hisyam I, sebelumnya. Para
demonstran yang bersenjata kapak, tongkat, pisau, dan apa saja yang terambil
ketika mulai bergerak itu, mengepung istana. Dan di antara para ahli fikih
yang ikut berdemonstrasi itu terdapat seorang tokoh terkemuka, Yahya bin
Al-Laytsi. Al-Hakam yang merasa dirinya telah dikepung massa rakyat,
memerintahkan sebahagian perajuritnya menyalakan api di perkampungan
Rabd, sehingga kaum demonstran yang melihatnya segera berlari-lari pulang
41
untuk menyelamatkan keluarga mereka. Sedangkan sebahagian para
perajuritnya menghadapi kaum pemberontak ini, di depan istana. Dan ketika
yang belari pulang itu, tiba di dekat jembatan, mereka telah dihadang oleh
pasukan al-Hakam, dari depan dan diserang dari belakang, sehingga korban
jiwa tidak dapat dihindarkan lagi. Dan setelah pemberontakan dikenal dengan
"Tsawrah al-fuqaha "' ini dapat dipadamkan, Al-Hakam memerintahkan
pengosongan wilayah Rabd tersebut dari penghuninya, hanya dalam waktu
tiga hari.65
Dan betapapun keadaannya, dan apapun yang menjadi alasannya,
peristiwa tersebut telah menghancurkan kepercayaan rakyat kepada al-Hakam.
Pemerintahannya telah ternoda.
Mungkin saja Al-Hakam cukup puas, karena telah menumpas sebuah
pemberontakan yang digerakkan oleh para fukaha', yang tidak disukainya dan
dirasakan begitu banyak ikut campur dalam urusan pemerintahan yang bukan
urusan mereka. Akan tetapi ia telah melukai hati rakyatnya, dan merusak
hubungannya dengan mereka melalui pengusiran. Di antara mereka ada yang
menuju ke Afrika Utara, dan menetap di Fas, yang dibangun Idris I. Dan
kehadiran mereka disambut dengan baik. Bahkan diberikan sebuah
perkampungan, yang sampai sakarang tetap dikenal dengan nama
perkampungan orang-orang Andalusia. Di tempat mereka yang baru ini,
keahlian pertukangan menjadi lebih berkembang. Sebahagian lainnya
mengembara ke arah Timur, melalui laut dan darat, dan melakukan
65
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus; Dozy, Reinhart. Spanish Islam. (London:
Frank Cass, tt),h. 250
42
penyerangan ke Iskandariah, lalu memerintah negeri itu Tetapi kemudian
dapat ditundukkan oleh seorang penguasa Mesir,'Abd Allah bin Tahir bin al-
Husayn. Mereka akhirnya menuju ke Crete yang dikuasai Bizantium, dengan
persetujuan dan bantuan Abdullah, Mereka dapat menguasai Crete ter sebut,
dan membangun sebuah pemerintahan, yang dikenal dengan nama Dinasti
Kalbi. Pendiri dinasti ini adalah Abu Hafs 'Umar al-Balluti.66
Pada tahun 961,
orang Yunani merebut kembali wilayah Crete dari tangan mereka.
Dari kenyataan ini dapat diduga bahwa, kaum pemberontak tersebut
terdiri dari kaum politisi, dan para pejuang yang frustrasi, yang memiliki
kemampuan tempur, dan keahlian mengurus negara. Hal tersebut
ditunjukkannya di wilayah pengasingan. Dengan demikian besar
kemungkinannya bahwa warga Andalusia yang terusir itu adalah mereka yang
memiliki idealisme dan iktikad baik untuk ikut berpartisipasi membangun
negara. mereka adalah kaum intelektual berjiwa keagamaan, yang dikenal
sebagai ahli Fikih. Ada kemungkinan, Al-Hakam menduga para ahli fikih itu
akan berusaha menguasai dirinya sebagai mana mereka telah menguasai
ayahnya. Karena mereka tidak mungkin akan menggulingkan seorang amir,
yang keberadaannya diakui sah oleh hukum fikih kalau terjadi perbedaan
antara al-Hakam dengan para fukaha ini, diperkirakan berkisar pada
kebijaksanaan politik yang sulit diterima oleh al-Hakam, yang agak "sekuler"
itu. Karena sebagai disebut di atas al-Hakam senang berolah raga berburu dan
66
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 79-82; Reinhart. Spanish Islam., hh. 253-
4. barangkali mereka yang terusir itu, berasal dari satu suku, atau satu keluarga besar yang
berpengikut banyak, sehingga dapat menyerang sesuatu daerah dan membangun pemerintahan
yang berdaulat, seperti kabilah Kilab ini.
43
mencintai kemewahan serta seni suara. Dalam kaitan ini, kemewahan
merupakan suatu kecondongan, yang mungkin akan mendapatkan banyak
tantangan dari fukaha'. Karena pada dasarnya kemewahan itu lebih dekat
kepada hal-hal yang dibenci oleh agama. Kemungkinan lain dapat juga terjadi
sebagaimana yang biasanya terjadi pada setiap orang yang memegang tampuk
kekuasaan tertinggi yaitu, bahwa mereka lebih condong hatinya kepada orang-
orang yang dapat dikuasai atau yang dapat diperintah sesuai dengan keingin-
anya. Dan amat tidak senang kepada orang-orang yang berfikir kritis dan yang
berusaha meluruskan suatu kondisi atau perilaku yang nenyimpang.
Pengusiran kaum intelektual dari tanah air mereka ke Negeri lain oleh
penguasa, atau penindasan terhadap kebebasan mereka, serta intimidasi dan
pemenjaraan tanpa melalui proses hukum, atau melalui proses hukum yang
penuh misteri, bukanlah kejadian aneh dalam sejarah semenjak dahulu hingga
kini dan mungkin untuk masa yang akan datang karena tampaknya pemilikan
kekuasaan itu, membuat manusia terdorong untuk tetap mempertahankannya.
Salah satu “bahaya" yang dapat mengancam kelanggengan sebuah kekuasaan
adalah, kata-kata, benar atau salah, diucapkan secara jujur atau dalam bentuk
fitnah, akan mempunyai dampak yang “menggoyahkan" kursi kekuasaan. Dan
cara yang paling aman adalah membasmi setiap "suara sumbang" yaitu suara
yang bertentangan dengan suara penguasa. Selama penguasa itu mampu
menggunakan "alat peredam suara" itu dengan baik, selama itu pula yang
bersangkutan berada di puncak kekuasaan.
Bagaimanapun haInya kemampuan manusia adalah terbatas, terlepas
44
dari baik dan buruknya tujuan sebuah kekuasaan. Sementara itu para ahli
fikih yang ikut memberontak, banyak pula yang bersembunyi di dalam kota,
termasuk di antaranya adalah Yahya al-Laytsi yang mendapat perlindungan
dari orang-orang Berber. Tokoh lainnya adalah Kadi, yang setelah
bersembunyi selama setahun, menemui Al-Hakam dan meminta maaf atas
kesalahannya yang telah ikut Memberontak, Untuk maksud tersebut ia
mengharap Al-Hakam mencontoh Nabi Muhammad yang memaafkan kaum
Quraisy yang juga telah memusuhinya. Dan al-Hakam memberi maaf kepada
Kadi dan juga kepada Al-Laysi, serta lainnya. Kecuali kepada seorang yang
bernama Talhut, yang menampakkan sikap sombong di hadapan al-Hakam,
padahal ia datang untuk mengharapkan sebuah pengampunan darinya. yang
ditempuhnya melalui salah seorang muridnya, Abu Bassam yang menjadi
wazir al-Hakam. Sehingga al-Hakam terpaksa mengusirnya dan tak ingin
melihatnya lagi. Tetapi ketika Talhut meninggal dunia, al-Hakam tetap ikut
hadir pada saat Talhut dikubur. Bahkan al-Hakam masih memberikan hadiah-
hadiah berharga kepada ahli fikih yang keras hati ini, sebelum ia meninggal.67
Pada masa pemerintahan 'Abd al-Rahman II bin al-Hakam I, Andalus
menjadi lebih cemerlang dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Para pemikir Timur banyak yang berdatangan ke Andalusia, untuk
mengembangkan kemampuan mereka masing-masing, dalam berbagai cabang
ilmu pengetahuan yang berkembang pada waktu itu. Hal tersebut didukung
oleh sifat 'Abd al-Rahman sendiri yang mencintai ilmu, sehingga iapun
67
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus.
45
terkenal sebagai ilmuan dan budayawan ternama. Dan pada masa yang
hampir bersamaan di Timur, muncul al-ma‟mun, Khalifah khalifah Abbasiah
yang terkenal dan pencinta ilmu. Kedua kota Islam pada masa itu, Kordoba
dan Bagdad berlomba-lomba menerangi dunia dengan sinar ilmu
pengetahuan, hasil karya dan kesungguhan putera-puteta zamannya.
Di antara yang dikembangkan adalah bahasa Arab, dan melalui bahasa
Inilah ilmu pengetahuan diajarkan kepada manusia. Dan melalui bahasa Arab,
seni sastra Arab Islam mencapai puncak kejayaannya. Terpengaruh dengan
pesona sastra Arab, sebahagian umat Nasrani memandang rendah mutu dan
kemampuan bahasa Latin. Alvaro seorang penulis yang mempertahankan
tradisi bahasa Latin, menyesali kaumnya dan Mengatakan: "Orang-orang
Kristen pengikut saya, amat senang dengan syair dan roman Arab, mereka
mempelajari teologi Islam dan falsafat, bukan untuk membantah dan
membuktikan ketidak benarannya, tetapi untuk mendapatkan suatu gaya
bahasa yang indah dan benar dalam bahasa Arab". Dia mengeluh tentang
sulitnya mendapatkan orang yang mampu membaca komentar Injil dalam
bahasa Latin, di kalangan awam. Orang-orang muda tidak memahami bahasa
latin, sebaik pemahaman mereka tentang bahasa Arab. Bahkan mereka amat
menyenangi cerita puji-pujian, yang dibacakan dengan berlagu di dalam
Bahasa Arab. Kemudian mereka amat merendahkan kitab-kitab keagamaan
Kristen, bahkan dipandangnya tidak layak untuk diperhatikan.68
68
Dozy, Reinhart. Spanish Islam, h. 268. Dikatakan juga Kardinal Ximenes, telah
membalas sakit hatinya dengan membakar 80.000 kitab bahasa Arab di Granada, ketika kota
tesebut ditaklukkan. la menilai bahasa Arab sebagai bahasa yang kasar, dan hanya digunakan oleh
orang yang hina saja. karena itu ia melarang umat Nasrani mempelajarinya. Begitulah caranya
Ximenes melumpuhkan kemampuan bahasa Arab, dan dengan demikian, nampaklah betapa
seorang pendeta menilai sesuatu.
46
Dalam gambaran Dozy tersebut di atas, yang tidak seluruhnya dikutip-,
terdapat kesan bahwa pengaruh bahasa Arab sudah amat merata, dan tidak
sekadar dipahami untuk keinginan komunikasi, tetapi telah dipelajari secara
mendalam sehingga mereka menghayati,al-zuq al-'arabiyyah-nya secara
prima. Sementara itu, perhatian mereka terhadap bahasa Latin, yang menjadi
bahasa keagamaan dalam dunia Kristen, telah dibaikan. Alvaro merasa sulit
menemukan orang yang sanggup membalas sepucuk surat sekalipun, yang
ditulis dalam bahasa Latin. Penghargaan orang muda Kristen terhadap
kemampuan bahasa Arab, sebagai alat untuk mengekspressikan perasaan dan
fikiran, secara lebih sempurna, tentu saja sulit untuk disebut sebagai hasil
sebuah pemaksaan. Mereka mencintai karya bahasa Arab dan merendahkan
karya bahasa Latin.
Sebab lain yang membuat bahasa Arab menjadi bahasa yang
"merakyat" mungkin karena digunakan oleh para Penguasa dan orang-orang
terpelajar, dan ditemukan dimana saja, pada setiap kali orang berkomunikasi.
Di samping itu pemerintah menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa
administrasi, dan bahasa resmi pada setiap kali pemerintah berhubungan
dengan pihak lain, termasuk dengan rakyat. Untuk tingkat pertama, rakyat
bukan Arab mungkin merasa sulit menggunakan bahasa asing itu, akan tetapi
setelah membiasakannya, tumbuhlah rasa cinta dan menyukainya. Tetapi
mengapa sebahagian anak muda membenci bahasa Latin? Dozy tidak
menjelaskannya, demikian juga Alvaro tidak menyebutkan mengapa
pengikutnya senang pada syair dan roman berbahasa Arab.
47
Keistimewaan bahasa Arab dibanding bahasa-bahasa lainnya, termasuk
bahasa Latin adalah, karena bahasa Arab nampaknya sudah “sempurna” sejak
dahulu, sehingga tetap mampu melayani konsep-konsep pemikiran manusia
sepanjang masa. Untuk mengujinya dapat dibandingkan dengan bahasa inggris
dewasa ini, dengan bahasa Inggris pada sepuluh abad yang lalu. Pada kedua
ujung dari panjangnya waktu tersebut, terlihat perbedaan yang amat jauh,
dalam segi kebahasaannya. Sebaliknya bahasa Arab pada masa Nabi
Muhammad masih "tetap" sama dengan bahasa Arab sekarang. Demikian
pula dengan bahasa Indonesia atau bahasa lain yang manapun, terdapat
perbedaan yang menyolok setelah berlalu beberapa abad, dalam hal
perkembangannya, penggunaan kata-katanya, atau pramasastranya. Banyak
bahasa agama seperti Bahasa Latin dan Sangsekerta, begitu juga Ibrani, tidak
dipakai lagi pada masa sekarang, sehingga menjadi bahasa mati.
Dalam hal menyangkut urusan keagamaan, nampaknya „Abd al-
Rahman lebih condong memilih sikap kakeknya Hisyam, daripada sikap
ayahnya Al-Hakam. Dan sebagaimana halnya Hisyam I, 'Abd al-Rahman
menaruh hormat pada para ulama fiqih, ia memilih Yahya bin Yahya al-Laysi
menjadi penasihatnya. Yahya adalah salah seorang murid Imam Malik dari
Madinah, dan merupakan ulama cukup terkemuka di Andalusia69
. Apalagi
yahya telah berada di Andalus, sejak ia mendampingi Hisyam, lalu berontak
terhadap al-Hakam, dan kemudian dimaafkan bersama dengan sejumlah ulama
fiqih lainnya, lalu bersama 'Abd Al-Rahman. Dengan demikian ulama ini
69
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh 85-6
48
semakin dihormati, baik karena ketuaannya atau umurnya, maupun
pengalamannya. Tentu saja ilmunyapun bertambah, untuk mendampingi
wibawa seorang ulama. Sementara itu Dozy,70
menggambarkan yahya sebagai
seorang bekas pemberontak, yang melakukan kesalahan, dan merasa perlu
menjadi penjilat untuk mendapatkan kedudukan dan merebut pengaruh dalam
istana raja. Dan Abd al-Rahman sendiri membiarkan ulama yang sombong dan
kasar serta amat ditakuti itu, karena ia telah bersedia tunduk kepada semacam
penebusan dosa yang tidak disenanginya, dihadapan beberapa orang petugas
penerima pengakuan dosa di istana.71
Keterangan Dozy tersebut di atas amat aneh. Kelihatannya Dozy telah
melihat Yahya, seorang ulama yang di segani pada masa Abd al-Rahman,
sebagai seorang pendeta di kalangan umat Nasrani. mungkin Dozy tidak
menyadari bahwa seorang ulama di dalam Islam, tidaklah sama dengan
seorang pendeta dalam agama Nasrani. Terutama dilihat dari sudut wewenang
mereka terhadap agama. Seorang ulama dikalangan kaum muslimin,
betapapun dalam ilmunya, dan besarnya wibawa dan pengaruhnya, serta
bagaimanapun bebasnya ia berfikir, tidaklah mungkin ia menerima pengakuan
dosa manusia, konon pula mengampuninya. Ulama Islam tidak mendapat
mandat menebus dosa-dosa manusia. Karena ulama islam itu bukanlah
“orang-orang suci” yang tanpa dosa. Dalam pandangan Islam jangankan
ulama yang sering disebut “pewaris para Nabi”, biarkan Nabi itu sendiri, tidak
70
Dozy, Reinhart. Spanish Islam,h 260-1 71
Dozy, Reinhart. Spanish Islam, hh. 260-1: 1"Abd
Al-Rahman indeed tolerated Yahya's
hectoring speeches and even his fits of ill-humour, submitted with docility to the disagreeable
penances laid upon him by his severe confessor, bowed his head before the power of this religious
tribune.."
49
dapat mengampuni dosa orang lain. Karena pahala dan dosa itu, sepenuhnya
berada dalam wewenang dan kekuasaan Tuhan yang Maha Kuasa.
Berbeda halnya dengan kaum pendeta dalam kalangan umat Nasrani.
Mereka dipandang sebagai "orang-orang suci", yang mempunyai wewenang
menerima pengakuan dosa umatnya lalu memberikan pengampunan dosa, atas
nama Tuhan! Bahkan di Abad Pertengahan, kaum pendeta dapat menjual surat
pengampunan dosa kepada siapa saja yang mampu menebusnya dengan uang
atau materi. Sehingga nilai-nilai ruhani yang luhur, dapat diganti dengan
materi yang nilainya berbeda. Dengan wewenang yang demikian besarnya,
para pendeta dapat memberi “nasihat" kepada seorang raja Recarred dari
Dinasti Gothia Atau Visigoth di Spanyol, sebelum Islam, dengan "fatwa"
mematikan bagi umat Yahudi. Dan raja tidak boleh bertanya mangapa orang-
orang Yahudi itu harus dibunuh. Seandainya, Raja Recarred tidak memeluk
Katolik, atau tidak bersedia menerima fatwa pendeta semacam itu, tentulah
toleransi beragama tetap terjamin di negeri Spanyol, sebelum Islam. Hal
tersebut dapat dilihat pada masa Kerajaan Romawi masih berkuasa, ketika itu,
para penguasa Kerajaan Romawi tidak “akrab” dengan kaum pendeta, bahkan
kaum pendeta menuduh para penguasa sebagai orang-orang yang tidak
memperdulikan agama. Dan justru karena itu, umat Yahudi yang berbeda
kepercayaannya dengan umat Katolik dapat hidup berdampingan. Wewenang
pendeta yang demikian besarnya tidak terdapat di dalam keyakinan kaum
Muslimin. Sikap Dozy mempersamakan seorang ulama Islam seperti yang di
atas, yang telah membuat Abd al-Rahman tunduk kepada semacam penebusan
dosa, sulit dipahami.
50
Orang penting lainnya yang turut mewarnai suasana pemerintahan 'Abd
al-Rahman al-Awsat adalah, Hasan Ibn 'Ali Ibn Nafi‟. Ia seorang ahli musik
terkemuka dan murid Ishaq al-Mawsili; seorang musisi kenamaan dari
Bagdad. Di luar pengetahuan gurunya, ia menyusun sejenis seni-suara, yang
ketika diperdengarkannya di hadapan gurunya dan khalifah Harun al-Rasyid,
mereka dan segenap hadirin menjadi amat terpesona. Dan setelah itu Hasan
diberi peringatan oleh gurunya yang dengan kecerdasannya ia langsung
menyadari, bahwa "kelancangan" nya itu, dapat mengancam hari depan
gurunya sendiri. Iapun menyurati al-Hakam untuk mencari peruntungan di
Barat. Al-Hakam menyambut permohonannya dengan tangan terbuka dan
menjanjikan tempat yang layak di istana. Tetapi ia tiba di Kordoba, ia
mendengar berita wafatnya amir yang baik hati itu. Hampir saja ia pulang
kembali ke tanah airnya jika tidak bertemu dengan utusan khusus al-Hakam
sendiri, seorang musisi berkebangsaan Yahudi bernama Mansur. Mansur
meyakinkan dia bahwa 'Abd al-Rahman putera al-Hakam mempunyai hobbi
yang sama dengan ayahnya. Demikianlah ia kemudian menjadi amat dekat
dengan Istana.72
"Ziryab" adalah nama julukan al-Hasan yang dikenal namanya melebihi
namanya sendiri. Ziryab sebenarnya adalah nama seekor burung berwarna
hitam di Arabia, dan nama ini dipakai kepadanya karena ia juga berkulit hitam
seperti Ziryab. keistimewaan Ziryab terletak pada alat musiknya yang benama
al-'Ud. Alat musik tersebut mempunyai empat utas tali (awtar) yang masing-
72
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h 87
51
masingnya melambangkan karakter jiwa manusia, (taba’I al-nafs al-
basyariyyat) dan sekaligus menggambarkan karakter dari unsur pokok
penciptaan manusia. (tabai'al-mawwadal-Ula) Yang pertama, al-hadi'
(ketenangan), al-‘asabiy (fanatisme), al-safrawi (netral/kosong), al-barid
(dingin, beku). Sedangkan sifat dari karakter kedua adalah, al-ma' (air), al-
hawa' (udara), al-turab (tanah) dan al-Nar (api). Kemudian Ziryab
menambahkan yang kelima dan kemudian diberinya nama soul, soul yang
menjadi lambing dari "ruh", yang diletakkannya di antara al-hadi' dan alasabi.
Diceritakan bahwa dialah orang pertama yang memperkenalkan nyanyian
koors, sehingga murid yang baru itu tidak langsung secara sendiri menghadapi
public. Dan ia juga mempunyai cara yang baik untuk melatih sura yang bersih
tetapi kuat, dan membuat dasar-dasar bagi music Spanyol, yang kemudian
berkembang melalui tangan-tangan dan terampil dari murid-muridnya,
sehingga musik ini memiliki keistimewaan yang melebihi musik Arab lainnya,
baik yang muncul di Barat, maupun yang tumbuh di Timur.1
Dan hal penting lain yang tumbuh dari adanya musik kegiatan kesenian
kelompok Ziryab adalah, timbulnya pakaian sesuai dengan musim, yang
sebelumnya tidak di kenal, karena musim boleh berganti, tanpa merubah
pakaian.
Sedangkan Ziryab memakai pakaian yang terbuat dari katun pada
musim panas (saif) dan pakaian dari sauf:, (wol) pada musim dingin (syita').
Sementara itu ia juga amat mahir dalam menata perabot rumah tangga dan
pesta-pesta, serta menciptakan berbagai ragam masakan dan makanan dan cara
52
menghidangkannya. Dengan demikian ia memperkenalkan sejenis kehidupan
yang bersifat glamor dan mewah, kepada rakyat Andalus.73
'Abd al-Rahman juga didampingi oleh seorang yang punya hobbi aneh
(pada waktu itu), yaitu 'Abbas ibn Farnas, seorang ahli ilmu pengetahuan alam
dan kimia. Keahlian ini di Eropa pada waktu itu, kata „Abadi, dapat
mengundang kebencian dan dipandang sama dengan ahli sihir yang jahat, se-
hingga dapat dihukum bunuh dan dibakar. Di samping itu ia memperkenalkan
kepada masyarakat barat ilmu falak, yang dibuat secara visual di rumahnya. Ia
membuat gambar langit dalam bentuk kubah dan dibagi-bagikannya ke dalam
sejumlah buruj (gugusan-gugusan bintang) dan tempat bagi turunnya sinar
matahari menerangi seluruh angkasa dalam jangka waktu selama peredaran
setahun. Dan berusaha menjelaskan perbedaan posisi bulan dengan
menggunakan semacam peralatan yang dapat distel. Akan tetapi orang yang
diundangnya untuk menyaksikan, tidak semua memahaminya, sehingga ada
yang menuduhnya sebagai tukang sihir atau orang gila. menurut keterangan
'Abbadi, 'Abbas bin Farnas juga pernah berusaha membuat pesawat terbang,
yang jika benar, berarti usaha untuk itu sudah dimulai sejak lama.74
Orang-orang lain yang ikut mempengaruhi pemikiran emir Andalus ini
adalah seorang eunuch atau al-khassi yang mungkin dapat diartikan seorang
pengawal keluarga raja, atau harem. Tetapi lebih banyak bersifat kehidupan
pribadi dan tidak menyangkut urusan kenegaraan. Demikian pula dengan
seorang wanita yang bernama Tarub, yang cukup terkenal karena
73
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hh 86-9; Dozy, Reinhart. Spanish Islam,h
261-4 74
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hh 89-90;
53
kecantikannya, sehingga amat berpengaruh kepada sang amir 'Abd al-
Rahman. Demikian juga dengan Yahya bin Hakam al-Bakri, seorang yang
lancar dalam menggubah syair dan mudah menyusun kata-kata sastra yang
memikat.75
Demikianlah 'Abd al-Rahman dikelilingi oleh para Ulama, ilmuan,
budayawan, seniman dan penyair. Sehingga terasa bahwa kehidupan di
Spanyol pada masa pemerintahannya bukan saja penuh dengan kemewahan,
tetapi juga ditandai oleh kegiatan ilmiah putera zamannya. Dan tidak dijumpai
sesuatu informasi, yang menyebutkan bahwa kaum Muslimin di Spanyol,
berusaha mengumpulkan kekayaan negeri tersebut, lalu mengirimkan ke
negeri asalnya di Timur. Yang ditemui adalah bahwa mereka berkarya untuk
kepentingan tanah air, dan tempat tinggalnya, serta masa depan bersama
mereka di Spanyol.
Kecemerlangan 'Abd al-Rahman II tidak dapat di wariskan kepada
kedua anaknya, Abdullah dan Muhammad. Tetapi tahta kekuasaan telah
beralih ke tangan Muhammad I yang memerintah pada (236-273/852-886) .Ia
tidak dapat mempertahankan kebesaran orang tuanya, apa lagi melebihinya.
Bahkan ia digambarkan sebagai seorang yang senang dengan kemewahan
dan pesta-pora. Sehingga perimbangan pembagian dan alokasi keuangan
negara menjadi timpang dan berat sebelah. Karena pengeluaran untuk mem-
biayai kesenangan amir ini semakin membengkak, mengakibatkan biaya
pembangunan dan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat menjadi semakin
mengecil dan menciut.
75
Ibid
54
Keadaan yang bertolak belakang antara masa-masa pemerintahan Abd
al-Rahman dan puteranya Muhammad, tidak saja menimbulkan ketimpangan
dalam hal keuangan dan perbelanjaan Negara, akan tetapi juga dalam hal
perimbangan kekuatan sosial dan politik. Apalagi masyarakat Andalusia yang
sejak semula memang sudah amat heterogen, baik karena adanya perbedaan
suku bangsa, maupun karena perbedaan perilaku, watak dan agama serta
keyakinan. Jika perbedaan tersebut dapat dikendalikan dan mendapatkan
penyaluran, serta setiap pihak memperoleh haknya masing-masing, maka pada
masa Muhammad ini, tidak akan terdapat ketimpangan semacam itu lagi.
Negara menjadi lemah, wibawa pemerintah menjadi luntur, pertentangan
menjadi semakin meluas, dan musuh Muslimin pun menjadi semakin berani.
Orang-orang Nasrani mengulangi tindakan mereka, untuk mendapatkan
kematian terhormat, dengan jalan menghina nabi kaum Muslimin dan
umatnya. Kota Toledo yang dihuni oleh kebanyakan kaum bangsawan
Visigoth dan pendeta-pendeta Katolik yang pernah berkuasa, menjadikan kota
ini sebagai pusat kegiatan untuk melancarkan gerakan tersebut, yang keudian
berkembang dan meluas ke seluruh Andalusia. Islamo phobia yang semula
terbatas dalam kalangan pendeta-pendeta yang menderita sejenis maniac, dan
mendapat kecaman dari saudaranya sendiri orang-orang Nasrani, kini menjadi
paham yang dipandang saleh menurut agama Nasrani. Kemudian Banu Hajjaj
di Seville, memisahkan dirinya dari pemerintahan pusat di Kordoba. Lalu
disusul oleh kaum Barbari terutama Banu Zu al-Nun di sebelah barat, dan Ibn
Takit di Merida. Selanjutnya Ibn Hafsun menguasai wilayah selatan dan barat;
55
malaka dan Runda. Dan „Abd al-Rahman ibn Marwan diMerida dan Asybuna
(Lisbon, Lissabon) serta musuh utama di sebelah utara.76
Timbulnya perlawanan terhadap pemerintah amir yang baru,
nenimbulkan kesan, bahwa Andalusia benar-benar penuh tantangan.
Rakyatnya benar-benar memiliki sifat. Spontanitas yang tinggi, dan tidak ada
solidaritas sosial yang melebihi kesukuan dan kebangsaan. Disebut memiliki
spontanitas yang tinggi, karena sifat perlawanan yang spontan itu dan
kelihatannya dalam setiap pergantian pemimpin negara, kekacauan mesti
timbul. Tidak ada seorang penguasa yang naik tahta, tanpa harus menumpas
sesuatu pemberontakan terlebih dulu. Atau dengan perkataan lain, setiap
penguasa baru dipandang, lemah kecuali ia mampu membuktikan sebaliknya.
Dan pembuktian itu adalah dengan menumpas pemberontakan. Dengan
demikian, rakyat Andalusia hanya tunduk kepada penguasa yang benar-benar
kuat dan berwibawa. Tidak perduli apakah pemimpin itu adil atau lalim. Dan
sebaliknya jika ternyata bahwa pemimpin mereka itu seorang yang lemah, dan
jelas kelemahannya, maka segera saja akan timbul kekacauan. seolah-olah
setiap orang mampu menjadi kepala negara, sebagai yang terjadi dengan
pemerintahan Muhammad I ini.
Kemudian disebutkan bahwa rakyat Andalusia tidak memiliki
solidaritas sosial, kecuali dalam kalangan terbatas sepersukuan, atau dalam
batas etnis tertentu. Hal tersebut kelihatan pada sifat pemberontakan yang
76
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar,, j. iv, h. 135-6; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 103-8, . Syalabi,
Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,( Kairo: 1969, h 52; Dozy,
Reinhart. Spanish Islam,, h. 294-300
56
ditimbulkannya. Misalnya pemberontakan suku-suku Berber melawan suku-
suku Arab, dan suku-suku Arab utara (Mudar) melawan suku Arab Selatan
(Yaman). Padahal mereka semua seagama. Solidaritas keagamaan sama sekali.
atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan keberadaannya. Atau jika
solidaritas keagamaan itu menonjol di kalangan mereka, maka hal tersebut
terjadi pada waktu suasana damai antar suku terjalin dengan baik. Dan jika
suasana permusuhan antar suku mulai menguasai keadaan, maka solidaritas
keagamaan tidak mampu menahan gejolak perasaan yang bersifat permusuhan
itu lagi.
Jika gerakan kaum muslimin ke Spanyol dikaitkan dengan prinsip-
prinsip dasar ajaran Islam, maka tujuannya adalah untuk melindungi agama
dari serangan musuh, dan berusaha mengembangkan ajaran Islam yang suci
kepada umat manusia. Kemudian menunjukkan contoh ajaran Islam ke dalam
praktek hidup sehari-hari, sebagai mana yang dicontohkan oleh pembawa
Risalah Islam itu sendiri dan para sahabatnya. di antara ajarannya adalah
bahwa seorang Muslim harus mendahulukan kepentingan agama di atas
kepentingan lainnya.77
ternyata kecintaan mereka kepada suku, atau etnis dan
kelompok tertentu dengan kepentingan tertentu lebih di utamakan dibanding
kecintaan mereka kepada Islam. Masing-masing kelompok yang berbeda itu
melakukan tindakan sendiri-sendiri, bahkan saling bertentangan satu dengan
77
Al-Qur'an, al-Taubah (9):24. "Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasik.
57
lainnya. inilah yang disebutkan bahwa mereka memang kurang memiliki
solidaritas sosial, kecuali terbatas dalam persukuan saja. sementara itu,
kecintaan seseorang terhadap sukunya, jika mencapai tingkat "fanatik"
mendapat kecaman dari Nabi.78
Tampuk kepemimpinan dilanjut oleh Al-Munzir b. Muhammad I (273-
275/886-888) Al-Munzir lahir tahun 229/844, dan menggantikan ayahnya
pada tahun 273/886 dalam usia empatpuluh empat tahun hingga ia wafat pada
15 Safar 275/ 29 Juni 888.79
nampaknya ia belum sempat berbuat banyak, atau
apa yang ia lakukan tidak banyak membawa pengaruh, bagi kestabilan dan
kemajuan keamirannya. Setelah Al-Munzir di lanjut oleh „Abd b. Muhammad
I,(275-300/888-912) Ia adalah saudara kandung dari Al-Munzir, yang di
lahirkan pada 229/844 sama seperti tahun kelahiran almunzir tersebut di atas,
tetapi tidak ada keterengan apakah mereka berdua bersaudara kembar atau lain
ibu. Ia menjadi Amir Andalus sampai wafatnya pada 1 Rabi' 1-awwal 300/ 16
oktober 912.80
Pada dasarnya keadaan politik pada masa tiga orang amir setelah 'Abd
al-Rahman al-Awsat, berada dalam kekacauan penuh pertentangan. Ketiga
orang tersebut adalah, puteranya sendiri, Muhammad dan dua orang cucunya,
al-Munzir dan'Abdullah. Atau sejak 238-300/852-912, lebih kurang 60 sampai
62 tahun. Paling tidak dapat dikatakan bahwa, penguasaan Andalus tidak
hanya berada dalam tangan amir dari Bani Umayyah, tetapi juga berada dalam
tangan Hajjaj orang Yaman. Dan ditangan Musa beserta tiga puteranya dari
78
Hadis. Orang yang meninggal karena mempertahankan kesukuannya, dipandang kufur. 79
Encyclopaedia. The Encyclopaedia of Islam. (Leiden: E. J. Brill, 1960. H.A.R. Gibb et.
Al)., j. I, hal 493 80
Ibid
58
kelompok berber, yang bermarkas di wilayah barat Estremadura, yang lebih
dikenal sebagai keluarga Zu al-Nun. Lalu orang Spanyol sendiri yang diwakili
Ibn Hafsun. Sebagaimana disebutkan di belakang.
Tetapi di balik kenyataan politik yang tidak menguntungkan itu,
tersembunyi suatu kemajuan dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Misalnya ketika Ibrahim b. al-Hajaj yang memisahkan diri dari amir
Umayyah-- yang membangun sebuah kerajaan kecil di Seville, is dikelilingi
oleh para sastrawan, sejarawan, budayawan dan para ahli di bidang lainnya. Di
antara mereka yang terkemuka disebutlah nama Ibn „Abd Rabbih, penulis
kitab 'al-'Iqd al-Farid. Seolah-olah Isybilia atau Seville pada masa itu, sebagai
sebuah kota satelit dari Bagdad yang ada di Timur. Di masa Amir Muhammad
ibn „Abd al-Rahman al-awsat, filsafat berkembang untuk pertama kalinya di
Spanyol. Pada masa inilah Ibn Sa‟id al-Andalusi menyusun sebuah kitab yang
amat berharga Tabaqat al-Umam yang membicarakan tantang berbagai bangsa
dengan berbagai kebudayaan, ilmu, seni dan sastra mereka masing-masing.
Dan khusus tentang Spanyol disebutkannya bahwa Amir Muhammad seorang
yang mencintai ilmu dan kesusasteraan dan seni, Dalam buku inilah
disebutkan ilmu filsafat muncul pertama kali pada zaman Muhammad I bin
'Abd al-Rahman al-awsat.81
Setelah itu tampuk kepemimpinan di lanjut oleh Abd al-Rahman al-
Nasir, yang biasa disebut Abdrahman III, Ketika 'Abdullah b. Muhammad
menjadi amir, ia berada dalam usia tua, yang dihadapinya tidak saja kemelut
politik yang diwariskan pendahulunya, akan tetapi anaknya sendiripun ikut
81
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., hal 105-108
59
memusingkan kepalanya; Muhammad berontak dan bahkan kemudian
bergabung dengan Ibn Hafsun. Sungguhpun pemberontakan Ibn Hafsun tidak
dapat dipadamkannya, tetapi anaknya Muhammad dapat ditangkap dan
dikurung dalam sebuah kamar di istananya. Sementara itu ia harus memimpin
pertempuran di luar kota. Maka puteranya yang lain yaitu matraf, diangkat
menjadi wakilnya di istana. Dalam kesempatan inilah Matraf,yang tidak setuju
terhadap sikap ragu-ragu 'Abdullah kepada anaknya yang berontak itu, mem-
bunuh Muhammad yang sudah tidak berdaya lagi. Mengetahui tindakan
matraf yang kejam terhadap saudaranya sendiri, Abdulah menjadi salah
tingkah. Tetapi ia tidak menambah jumlah korban berikutnya, dengan
membunuh Matraf misalnya.
'Abd al-Rahman putera dari Muhammad yang terbunuh oleh matraf
tersebut di atas, yang masih menyusu pada ibunya menjadi tumpuan perhatian
dan kasih sayang sang kakek Abdullah, Dialah yang kemudian diangkat
sebagai putera mahkota dan bukan anaknya. Dan tidak ada seorangpun yang
Berusaha membatalkannya. Dan barangkali air mata penyesalan kakeknya itu
telah jatuh ke dalam.
Tetapi kemudian ia mekar menjadi suatu kekuatan raksasa yang dapat
"menyelamat" kan Andalusia dari kehancuran, dan menimbulkan cahaya
terang benderang, menyinari daratan Eropa dengan berkembangnya ilmu
petahuan dan kebudayaan Islam, pada saat ia menduduki tampuk kekuasaan,
sementara kakeknya tersenyum puas di dalam pusaranya. Abd al-Rahman III b
Muhammad ternyata menjadi bintang pada masanya. Ia memadamkan semua
60
pemberontakan, dan mengembalikan keadaan yang kacau kepada ketenangan
dan kemajuan, yang belum pernah dicapai oleh generasi sebelumnya. Orang-
orang yang murtad disadarkan, sementara orang Nasrani yang ekstrem dibujuk
untuk menjadi orang yang sehat kembali, dan menggunakan akalnya.82
Pada awal pemerintahan 'Abd al-Rahman, orang-orang Nasrani di utara
menyerang orang-orang Berber yang bertetangga dengan mereka. Dan
sebagaimana biasanya mereka membunuh para tawanan perang, dan berlaku
kejam terhadap kaum Muslimin, serta menghancurkan mesjid-mesjid dan
membakar kitab-kitab. Maka untuk memadamkan pemberontakan umat
Nasrani tersebut, Abd al-Rahman mengirim Abu Ubaidah ke kerajaan Leon.
Abu Ubaidah gugur kena panah, setelah ia memperoleh beberapa kali
kemenangan. Kemudian Hajib Badr menggantikan kedudukan Abu Ubaidah
untuk menuntut balas. Selanjutnya 'Abd al-Rahman sendiri memimpin per-
tempuran dan meruntuhkan pertahanan kerajaan tersebut. kerajaan Aragon,
sebuah kerajaan Kristen lainnya di utara, juga melancarkan pemberontakan
mereka terhadap 'Abd al-Rahman. Di antara pendukungnya terdapat
Muhammad ibn Hasyim, seorang penguasa Muslim yang diberi wewenang
mengurus wilayah perbatasan di utara. Pemberontakan inipun di
padamkannya, dan ia menerima permintaan maaf dari petugasnya yang
memberontak dan bekerja-sama dengan musuhnya itu.83
82
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j.i h. 166; Ency. Of
Islam, op.cit., j.i. h. 494; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. 110 83
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, j. iv., hh. 141-2
61
Pemberontakan lainnya yang agak unik dilakukan oleh Umar ibn
Hafsun, seorang keturunan bangsawan Gothia yang semula mengakui
memeluk Islam. Ia telah memulai pemberontakannya sejak 'Abd al-Rahman
al-Awsat berkuasa. keunikannya justru karena ia dapat menarik dukungan dari
sebahagian kaum Muslimin dan Nasrani asal Andalusia, dan memisahkan
dirinya dari Kordoba. Lalu membangun benteng di Bubastro di selatan
Spanyol. Nampaknya keinginannya membangun suatu kekuatan politik bagi
dirinya cukup besar. Ia pernah meminta perhatian Bani Abbasiyah dan Bani
Aghlab di Afrika Utara untuk mendukung gerakannya. Tetapi harapannya
tidak terpenuhi. Mungkin karena itu ia kecewa, dan iapun segera membuka
dirinya dengan mengumumkan kenasraniannya, dan membuang kedok Islam
yang selama ini dipakai untuk mencari pengaruh, pada tahun 299. Dan 'Abd
al-Rahman menekan kekuatan Ibn Hafsun sampai ke titik terendah, akhirnya
menjadi lemah, dan hancur ketika Ibn Hafsun meninggal 305 H.84
Abd al-Rahman memadamkan semua pemberontakan. la merukunkan
orang-orang Arab dengan orang-orang Berber, dan menghadapi orang-orang
Nasrani ektrem dengan penuh kebijaksanaan. Setelah itu barulah ia
mempersiapkan rakyatnya menghadapi masa depan yang cemerlang yang
belum pernah dicapai oleh seorang penguasa Andalusia seblumnya dan juga
sesudahnya. Ia mendapat gelar al-Nasir karena ia selalu keluar sebagai
pemenang dalam setiap pertempuran, atau ia adalah seorang penyelamat dan
penolong keamiran yang terancam kehancuran, akibat pemberontakan yang
84
Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib, j. iii., h. 671; Syalabi, Ahmad.
Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah hh. 58-9; Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar
wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar j. iv., h. 135.
62
merajalela di seluruh wilayah Andalusia. Karenanya ia sering digambarkan
muncul dari kegelapan dan membawa sinar kecemerlangan. Ia seorang yang
berpikiran cemerlang, cerdas dan penuh energi. Kemudian ia juga seorang
yang tulus dan dapat dipercaya.dalam menghadapi kemelut negerinya, ia
membuat garis kebijaksanaan yang jelas, terang dan tidak berbelit-belit,
bahkan amat sederhana. Ia menyatakan akan membinasakan setiap musuh
dimanapun, dan memberi kesempatan kepada mereka untuk menyerah dan
mendapatkan pengampunan. maka setiap pembakang yang datang kembali ke
tengah masyarakat, diberi maaf dan dihormatinya serta mendapatkan
penghargaan.85
Sikap politik 'Abd al-Rahman yang cukup jelas itu, melambangkan
sikap mentalnya dalam mengendalikan negara, dan menggunakan kekuasaan
yang ada di tangannya yang sering digambarkan sebagai "amanah" rakyst,
atau amanah Tuhan; bagi seorang demokrat tentu amanah rakyat, dan bagi se-
orang Muslim tentu amanah Allah.86
Ia membangun Andalus untuk putera
Andalus sendiri, tanpa membeda-bedakan agama, etnis dan warna kulit.
Barangkali dengan motivasi semacam inilah orang-orang Arab, membangun
Suria, Irak, Iran, Mesir, Afrika Utara, India, Transxonia dan lain-lain, sejak
awal kehadiran mereka diwilayah-wilayah baru yang mereka kuasai.
85
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j,i., h. 126-7 86
Demokrasi membutuhkan konsensus antara penguasa dan rakyat, maka jika rakyat
hilang kepercayaan para penguasa merasakan berkurangnya kepercayaan itu. (lihat David E.
Apter, Pengantar Analisa Politik, (Jakarta: LP3ES, 1985) h. 170, yang mengutip Harold J.Laski, A
Grammar of Politics (London: George Allen and Unwin, 1938). Selanjutnya disebut analisa
Politik saja. Kepercayaan itu disebut amanah dalam Qur‟an, 33:72. Dengan demikian,
pertanggungan-jawabannya tidak hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Tuhan; Sang Pemilik
Alam Semesta, yang menjadi pemilik amanah.
63
Kemudian pola pikir ini menjadi semacam model, bagi agama,87
kemanusiaan
dan sebagainya. Karena bagi agama, kemanusiaan dan sebagainya. Karena
bagi seorang Muslim bumi yang diinjaknya itulah tanah airnya, dan memang
diciptakan untuk mereka,88
sehingga tidak ada bedanya bagi mereka, apakah
tinggal di Andalusia atau di wilayah lain di mana saja di muka bumi. Seolah-
olah mereka warga negara internasional; karena negara mana saja yang di-
datanginya, dipandangnya sebagai tanah atau bumi Allah yang diperuntukkan
bagi setiap cucu Adam.
Dalam kaitan ini, barangkali cukup menarik untuk diperhatikan yaitu,
kelihatannya semua penguasa Islam yang memerintah Andalusia, tidak bekerja
untuk kepentingan negeri asal mereka di Timur misalnya, baik Bagdad,
Damaskus, atau Afrika Utara dan lain-lainnya.89
Mungkin sesuai dengan
konsep di atas, dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak, dimana orang
mencari nafkah di situ pula mereka mengabdi. Ini menjadi menarik karena,
pertama karya mereka dalam bidang apa saja, dilakukan dan dikembangkan
sampai ke batas kemampuan penguasa dan rakyat di mana mereka mengabdi.
Hal ini berbeda dengan imperialisme Barat di kemudian hari, yang men-
87
dalam konsepsi Islam, seorang manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Tuhan.
Artinya menjalankan apa saja yang diperintahkan, dan menjauhi apa saja yang dilarangNya(lihat
Q.S. 51:56). motivasi mengabdi kepada Allah sering digambarkan sebagai sikap jujur dan ikhlas,
yang tanpa terkait sedikitpun kepada penilaian manusia (lihat Ihya'' ulum al-din op.cit., j. viii.,
hh.54-60). Tentu saja sebuah Konsepsi tidak selalu dapat dilihat ujudnya dalam kenyataan.
Demikian juga dengan kejujuran seorang penguasa, apa lagi penguasa yang mempunyai hak
mutlak seperti raja-raja. 88
Lihat Q.S. 2:29. Mungkin karena itulah mereka tidak mengenal "nasionalisme". Di
mana mereka tinggal disitulah tanah air mereka. 89
Ada ketentuan, jika suatu negara yang diperangi itu dapat dikuasai kaum Muslimin,
seperti Andalusia, maka hasil pendapatan negaranya diperuntukkan bagi negara yang bersangkutan
sekiranya dikirim ke pusat pemerintahan, hanya jika ada kelebihan saja. Sebaliknya jika ada
wilayah tertentu dalam wilayah kekuasaan Islam, dalam keadaan kekurangan, maka pusat
berkewajiban menanggulangi kekurangan tersebut. (Lihat Salah Paham, op .cit., h 265-277)
64
jalankan kebijaksanaan negeri asal mereka di Eropa, dan terbatas pada hal-hal
yang diperkirakan tidak membahayakan negri induknya di Barat. Kedua,
negeri asal mereka, atau pusat pemerintahan Islam, tidak menetapkan pajak
dari Andalusia. karena Andalus sendiri, negri yang bebas dan berdiri sendiri.
Keistimewaan 'Abd al-Rahman yang amat menonjol di antara lain
adalah, keberaniannya menyandang gelar khalifah yang selama dua abad tetap
bertahan dalam satu tangan saja dan diakui oleh seluruh dunia Islam. Tetapi
"pelanggaran ini tidak dilakukan oleh Abd al-Rahman saja, bahkan Bani
Fatimiyah adalah pihak pertama, yang menggunakan gelar Khalifah bagi
kepala negaranya, ketika mereka menguasai Qairawan tahun 297/909.90
Pada mulanya Abd al-Rahman tetap menggunakan nama gelar amir,
sebagaimana halnya dengan para pendahulunya. Dan diwaktu itu dunia Islam
hanya mengakui seorang khalifah saja. Yang berhak memberi putusan dan
menerima pengakuan dari seluruh wilayah taklukan Islam sebagai suatu
pangkat atau kedudukan yang dipandang suci dan luhur. Tetapi pada waktu
Fatimiyah berkuasa di Afrika Utara tahun 296-7/909, dan mereka
menggunakan gelar "khalifah", maka atribut yang demikian sucinya berubah
dari hanya satu menjadi dua. Nampaknya bagi kaum Syi'ah, gelar khalifah
hanya berhak disandang oleh keturunan Ali dan Fatimah. Penerimaan mereka
terhadap kekhalifahan yang tidak dari turunan Ali sebelumnya, adalah karena
terpaksa saja (taqiyyah). sementara itu, Daulat 'Abbasiyah di Bagdad tidak lagi
mempunyai seorang khalifah yang benar-benar berkuasa sebagaimana halnya
90
Khuda Bakhsh, DS. Margolioth, The Renaissance of Islam, (Delhi: Idarah Adabiyah-i),
h. 2.
65
seorang khalifah, di masa-masa sebelumnya. Kekuasaan yang sesungguhnya
berada di tangan para sultan. $ehingga banyak wilayah kekuasaannya
melepaskan diri dari Pusat pemerintahan, dan mendirikan kerajaan-kerajaan
yang berdiri sendiri.91
Dengan demikian fungsi khalifah sebagai seorang
imam, di tengah-tengah kaum muslimin tidak berlaku sebagaimana mestinya.
Dan jika kaum Sunni tidak mampu lagi mempertahankan seorang khalifah
sebagai imam, maka barangkali kaum Syi'ah merasa telah saatnya untuk
tampil kedepan, menggantikan imam Sunni yang telah "lumpuh" itu. dan
ternyata bahwa pihak 'Abbasiyah, yang dalam hal ini mewakili kaum Sunni,
tidak berbuat banyak, atau tidak dapat berbuat apa-apa, selain membiarkan
khalifah umat Islam menjadi dua di Dunia Islam. Selanjutnya bagi 'Abd al-
Rahman III al-Nasir, memakai gelar khalifah, dapat berarti memakai kembali
gelar yang pernah disandang nenek moyangnya, sebelum kekuasaan mereka
ditumbangkan oleh Dinasti Abbasiyah.92
Barangkali gelar khalifah yang
disandangnya itu, tidaklah sekedar mengambil kembali apa yang pernah
menjadi miliknya, akan tetapi juga sebagai salah satu usaha untuk
mengembalikan. kewibawaan khalifah sunni yang menjadi pudar di tangan
Bani Abbasiyah di Bagdad. Orang-orang Syi'ah yang mengalami terlalu
banyak tekanan dan penderitaan pada masa Umayyah di Damaskus, tidak
mendapatkan tempat yang selayaknya pada masa Abbasiyah, apalagi diikut
91
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, j. i, h. 166;
Kelemahan itu mulai oleh prakarsa al-mu'tasim, yang memberi kepercayaan lebih besar kepada
bangsa Turki daripada kepada bangsa Arab. (lihat H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam (Jakarta:
Bulan Bintang,1977)j. iii, h. 257. 92
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, iv, h. 122; Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib, j. ii, hh. 162,212.
66
sertakan di dalam kepemerintahan, sungguhpun mereka telah memberikan
sumbangan yang cukup berarti bagi tegaknya Bani Abbas.93
Dan melemahnya
wibawa khalifah Abbasiyah, memberikan kesempatan bagi mereka untuk
muncul ke permukaan. Hal tersebut bukan saja telah menampar muka khalifah
Abbasiyah, akan tetapi juga berarti telah mencoreng arang di kening 'Abd al-
'Rahman; salah seorang turunan Bani Umayyah. Ia ingin menyatakan bahwa
khalifah Sunni itu tidaklah lemah. Dan ia sendiripun telah menunjukkan hal
tersebut, dalam usahanya mengembalikan stabilitas dan keamanan di dalam
negerinya. Dengan munculnya 'Abd al-Rahman III menjadi kepala Negara
dengan gelar khalifah, maka Dunia Islam memiliki tiga orang khalifah dalam
satu masa; yang belum pernah terjadi sebelumnya.
'Abd al-Rahman al-Nasir nampaknya memang seorang yang cukup
matang dalam dunia politik. Ia tidak ingin menggantinya merusak tatanan
politik yang sudah dibinanya dengan susah payah. Untuk itu ia memilih
puteranya Al - Hakam menjadi putera mahkota. Dan menyerahkan anaknya itu
kepada seorang tokoh terkemuka Abu 'Ali al-Qali, untuk membimbingnya
dalam kepemerintahan dan taktik perang. Ternyata anaknya yang lain
Abdullah, tidak menerima kebijaksanaan orang tuanya, dan bersama rekan-
rekannya ia berkomplot menentangnya. 'Abd al-Rahman membunuh dan
menghancurkan mereka tanpa ragu-ragu.94
Ketika Al-Hakam II naik tahta, ia
93
H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam j.iii, h. 212; lihat juga Yoesoef Sou'yb, Sejarah
Daulat Abbasiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), j. i, h. 12. Pada mulanya turunan Abbas
mendukung ide pengembalian jabatan khalifah kepada turunan Ali, tetapi belakangan membentuk
gerakan sendiri secara diam-diam. Dan merebut jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah. 94
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar j. iv, h. 143;kelihatannya di dalam dunia politik, seorang ayah bisa membunuh
anaknya demikian juga sebaliknya.
67
sudah berusia empatpuluh tahun. Ia dikenal sebagai pencinta buku dan
menjadi pelindung bagi ilmuan. Sehingga ada dugaan masa ini lebih menonjol
dalam bidang ilmu pengetahuan dibanding politik. Al-Hakam banyak
memberi hadiah kepada para ilmuan dan membangun sekolah-sekolah umum
di ibukota.95
Selama pemerintahannya, Universitas Kordoba yang dibangun
oleh 'Abd al-Rahman III berkembang menjadi sebuah lembaga terunggul di
dunia dalam bidang pendidikan, sungguhpun Al-Azhar dan al-Nizamiyah
lebih dahulu deripadanya. Lembaga pendidikan Tinggi Universitas Kordoba
itu, telah menarik perhatian para pelajar Kristen dan Islam, baik dari Asia
Afrika maupun Eropa. Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi
sivitas akademika, al-Hakam menyalurkan air melalui pipa-pipa besar ke
lokasi tersebut, dan memperluas mesjid yang ditempati universitas, dan
menghiasinya dengan mozaik hasil karya para seniman Bizantium. Proyek
luar biasa ini memakan biaya ratusan ribu dinar. kemudian untuk tenaga
pengajarnya, al-Hakam mengundang para ahli dari Timur. Antara lain
misalnya Abu Qutiyyah, sejarawan terkemuka, yang juga mengajarkan ilmu
tatabahasa dan memperbaharui ilmu filologi, yang didatangkan dari Bagdad.
Kemudian Abu 'Ali al-Qali, pengarang kitab Amali yang sampai sekarang
kedua kitab mereka masih dipelajari.96
Di atas disebutkan al-Hakam adalah seorang ilmuan dan tentu saja
pecinta buku. Untuk mendapatkan buku-buku bagi kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan di Andalus, utusan-utusan al-Hakam tidak
segan-segan memaksa pemilik buku-buku untuk menjual kepada mereka
95
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. viii, h. 498; Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi
Akhbar al-Maghrib,, j. ii, h. 256; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-, h. 125 96
Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib,, j. ii, h.253-7
68
buku-buku yang di inginkannya, dalam jumlah besar, atau menkopinya dari
manuskrip asli, untuk dibawa pulang ke Andalusia. Dikatakan orang, ada
sekitar 400.000 judul buku, yang dicatat balam catalog yang terdiri dari 44
jilid, setiap jilid berisi 20 lembar yang memerlukan keahlian tersendiri pula.97
Ibn Khaldun menggambarkan al-Hakam sebagai seorang yang
mencintai ilmu. "Ia mencintai ilmu dan memuliakan orangnya, mengumpulkan
kitab dalam berbagai bidang,yang belum pernah dilakukan oleh pendahulunya,
dari para raja.”98
Barangkali Al-Hakam adalah yang terpelajar diantara para
khalifah Islam. Ia membuktikan keunggulannya melalui catatan pinggir pada
buku-buku tertentu yang dibacanya. Ini memberi sumbangan cukup berharga
bagi mereka yang bergelut dalam bidang ilmu pengetahuan, yang datang
kemudian. Ia juga begitu bernafsu untuk mendapatkan buku yang bermutu,
dan untuk itu ia bersedia membayar mahal. Misalnya untuk mendapatkan
kepastian diperolehnya buku al-ghani karangan al-Asfahani, al-Hakam
mengirimkan seribu dinar (uang emas) kepada si pengarangnya.99
Barangkali memang benar juga pepatah Arab yang menyatakan bahwa
rakyat itu, mengikuti agama rajanya. Maka jika al-Hakam, atau al-Nasir
mencintai ilmu, rakyat merekapun mencintai ilmu. Dan sebagai yang
dikemukakan oleh pengamat Barat, hampir setiap orang pada masa itu mampu
menulis dan membaca. Sementara di Eropa pada waktu itu orang baru
97
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar,, j. iv, h. 146; Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j.i,
h. 249 98
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, op.cit., j. iv, h. 146 99
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy., j. i, h. 250
69
mengenal huruf. Itupun hanya dikenal oleh sebahagian kecil orang saja,
terutama para pendeta.100
Sementara itu Kordoba, mempunyai tujuhribu buah perpustakaan dan
sejumlah besar toko-toko buku.101
Ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan
atau intelektualitas masyarakat Islam atau non Muslim di bawah khalifah
Islam cukup tinggi. Atau sekurang-kurangnya perhatian rakyat, dikota
metropolitan Kordoba, terhadap buku sebagai sarana ilmu pengetahuan cukup
besar.Dalam bidang militer, al-Hakam tidak begitu menonjol. Sungguhpun
demikian, ia pernah juga mengirimkan pasukannya ke utara, untuk meluruskan
pandangan umat Nasrani, yang memandangnya lemah, sehingga perjanjian
yang pernah mereka ikrarkan kepada Abd al-Rahman III pada 348/959, untuk
menyerahkan sejumlah benteng kepada kaum Muslimin tidak jadi mereka
lakukan. Tentu saja al-Hakam menjadi murka. Dan pasukannya mampu
meluruskan kekeliruan umat Nasrani diwilayah perbatasan bahagian utara
itu.102
Berikutnya al-Hakam juga menghadapi Bani Idris selatan negerinya,
yang berusaha merebut Andalusia settolah Daulat Fatimiyyah pindah ke
Mesir. Usaha mereka dapat digagalkan oleh pasukan al-Hakam, bahkan sisa
keluarga Idris dapat ditawan dan dibawa ke Kordoba.103
Dari kenyataan yang ada, al-Hakam merupakan pewaris kekhalifahan
yang tepat, dari 'Abd al-Rahman III. Ia juga pelanjut kebijaksanaan yang
100
The Cambridge medieval history, (New York: 1922)j. iii, h 434 101
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j.i, h. 298 102
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 126 103
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 126
70
bijaksana dari pendahulunya, dan seorang pemimpin yang berkualitas. Akan
tetapi kemampuannya mempertahankan stabilitas politik, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, tidaklah berarti dapat di-
terima secara baik oleh semua pihak dari kalangan rakyatnya.
Di satu pihak, umat Nasrani lebih senang "menguji" dulu Kemampuan
tempur al-Hakam, barulah kemudian mereka bersedia memenuhi janji mereka,
menyerahkan beberapa benteng kepada kaum Muslimin, sebagaimana janji
mereka dengan 'Abd Al-Rahman sebelumnya. Selanjutnya dari pihak kaum
Muslimin sendiri, rongrongan datang dari Afrika, keluarga Idrisiyah seperti iri
hati melihat keberhasilan saudaranya di Spanyol, lalu mencoba
menyerangnya, kalau bisa menaklukkannya. Kedua golongan tersebut harus
dihadapi, karena siapapun mereka, membahayakan negara dan pemerintahan
Islam di Andalus kemudian tantangan juga datang dari pihak tertentu, yan
mungkin lebih tepat disebut kaum munafik. Misalnya Muhammad bin
Hasyim, seorang Muslim yang diberi kekuasaan memerintah wilayah
perbatasan dengan umat Masehi di utara Spanyol. Ibn Hasyim ternyata lebih
senang bergabung dengan musuh negaranya untuk melawan pemerintahnya
yang sah, ketimbang ikut menghancurkan musuh-musuh negara.
Dengan demikian seorang kepala negara, menghadapi tiga musuh, yang
siap menghancurkan seluruh karirnya dan melenyapkan pemerintahan dan
kepemimpinannya. Dan ketiga-tiganya adalah musuh dari luar dirinya, yang
jelas wujudnya, jelas tujuan dan motivasinya. Pertama, pihak Kristen ingin
menghancurkan dan mengusir serta melenyapkan Islam dari Semenanjung
71
Iberia itu. Kedua orang Muslim yang merasa tidak senang melihat nikmat
Allah, berada pada tangan saudaranya. Sifat dengki dan iri hati di kalangan
sesama saudara seagama, sekeluarga, senegara dan sebagainya, sudah
merupakan tanda-tanda zaman di sepanjang masa, pada kelompok yang mana
saja. Kepentingan kelompok ini sesuai dengan konsep teori konflik yang
digadangkan oleh Ralph Dahrehdrof yang mana kelompok yang mempunyai
struktur, organisasi, tujuan program, serta anggota yang jelas. Kelompok
kepentingan inilah yang jelas-jelas menjadi sumber nyata bagi timbulnya
konflik di dalam masyarakat.104
Dan ketiga orang munafik, yang mempunyai
sifat ingin mendapatkan keuntungan, yang lebih banyak dari yang ada
ditangannya, dan yang menjadi haknya, sesuai dengan peraturan yang berlaku,
dan yang dijanjikan negara kepadanya. Orang munafik ini, tidak pernah
senang pada pemimpin yang jujur, apalagi jika membatasi keinginannya. Ibn
Hasyim tersebut di atas, cukup mengerti bahwa, negaranya selalu diserang
umat Kristen, dan secara logika sehat, ia tidak akan mungkin bekerjasama
dengan musuh. Akan tetapi ia memang tidak menyukai kewajaran, kejujuran
dan kesetiaan kepada kebenaran, kecuali jika hal tersebut menguntungkan
dirinya.105
104
Ed. Yusron Rozak, Sosilogi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Persepektif Islam, (Jakarta:LSA) 2008, Hal 42 105
Pada zaman ini kepemimpinan seorang kepala negara, atau kebijaksanaan suatu
pemerintahan, misalnya kapitalis,dll. dalam percaturan politik internasional juga menghadapi hal
serupa. Pertama, pihak musuh (katakanlah komunisme) ingin menghancurkan sistem dan
eksistensi Kapitalisme. Kedua iri hati diantara (dirumuskan sebagai persaingan) sesama negara
Kapitalis. ketiga, pengkhianatan para pejabat negara itu sendiri, dalam bentuk ingin mengeruk
keuntungan bagi dirinya sendiri, dan amat marah kepada orang yang jujur dan setia kepada
kebenaran.
72
Ketika 'Abd al-Rahman III wafat, ia telah mempersiapkan seorang
pewaris tahtanya. Ia memilih al-Hakam dan bahkan membunuh anaknya yang
lain, yang berusaha menentang kebijaksanaan khalifah, yang adalah juga
orang tuanya. Ketegasan Abd al-Rahman dan putusannya membunuh anaknya
itu, membuat suksesi kepemimpinannya, menjadi aman dan damai. Abd al-
Rahman III rupanya, tidak hanya seorang ilmuwan dan pecinta kemajuan,
tetapi ia adalah juga seorang negarawan, yang sadar benar peda watak dan
karakter umat dan bangsa, yang dipimpin dan dibimbingnya. Spanyol
memerlukan seorang laki-laki perkasa, yang tegas dan bijaksana. Hal tersebut
terbukti setelah kepergiannya. Di antaranya al-Hakam naik tahta tanpa
tantangan dan keributan, adalah karena ketegasan dan kebijaksanaannya.
Tetapi tidak demikian halnya dengan al-hakam sendiri, setelah ia wafat dan
meninggalkan tahta kekhalifahan kepada pewarisnya.
Ketika Al-Hakam meninggal, ia hanya mempunyai seorang putera yang
berusia antara sepuluh dan duabelas tahun yang bernama Hisyam II b. Al-
Hakam II (366-399/976-1009).
Para pemimpin pemerintahan terpecah dua. Pertama, pihak militer yang
terdiri dari bangsa Slav dan sejumlah orang-orang istana. Kedua kaum elite di
bawah al-Hajib Ja'far al-Mushafi. Pihak pertama, merasa bahwa tanggung-
jawab kenegaraan yang demikian besar, dan yang penuh tantangan, terutama
yang datang dari pihak Kristen, dan pemberontakan-pemberontakan yang
timbul dari dalam, tidaklah pantas dipikulkan kepada seorang anak yang
belum baligh, seperti halnya Hisyam. Karena itu mereka berusaha mengangkat
dan membai'at al-Mughirah b. 'Abd al-Rahman al-Nasir, paman dari Hisyam
73
itu sendiri. 106
Kedengaranya pendapat tersebut objektif dan jujur serta punya
iktikad baik. Akan tetapi hal semacam itu tidaklah selalu dapat diterima oleh
semua pihak, yang berkepentingan. Karena sungguhpun rambut sama-sama
hitam, pikiran lain-lain. Ibu suri Subh bersama Ibn Amir107
, bekerjasama
dengan al-hajib Ja'far al-Mushafi, dapat menyingkirkan al-Mughirah sebelum
dibai'at, oleh pihak pertama tersebut di atas, dan mengumumkan pembai‟atan
mereka terhadap Hisyam, sebagai khalifah pengganti al-Hakam, dan karena
masih di bawah umur, segala urusan ditangani oleh ibu suri "Al-Subh" 108
Kelompok elite di bawah pimpinan al-hajib Ja'far al-mushafi, dapat
menundukkan pihak militer dan sejumlah orang-orang istana, yang bersimpati
kepada al-mughirah. Sehingga istana menjadi bersih dari kaum opposisi.
Sementara itu, Ibn Abi Amir mendapat kepercayaan menghadapi umat
beragama Nasrani di belahan utara. Dalam tugas ini, ia memperlihatkan
kemampuannya yang luar biasa di medan laga, sehingga ia tidak terkalahkan.
Untuk itu ia diberi gelar kehormatan "Al-Mansur", sebagai tanda simpati dan
hormat kepadanya. Kedudukannya di mata pihak militer menjadi semakin
106
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 147-8 107
Sementara al-Hakam menjalankan pemerintahannya, dalam keadaan yang relatif aman
dan penuh kedamaian, isterinya "al-Subh" tertarik kepada seorang anak muda terpelajar, yang
nampak cerdas dan dapat dipercaya. Sehingga Subh memandangnya pantas untuk mendapatkan
kepercayaan dari istana, mengurus persoalan berhubungan dengan rakyat dan keluhan-keluhan
mereka. Pemuda tersebut bernama Muhammad b. 'Abd Allah b‟ Abi „ Amir al-Ma‟azi al-Qahtani,
sering disebut Ibn Abi Amir. ia adalah seorang keturunan salah seorang pendatang pertama di
zaman penaklukan Spanyol, ketika Tariq bin ZIyad dan Musa Ibn Nusayr, menjejakan kakinya ke
tanah Semenanjung Iberia ratusan tahun sebelumnya. (Lihat al-„ajab fi talkhis, akhbar al-Maghrib,
op.cit. h. 17-18), lihat juga al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus; al-Mausu‟ah j.v, op.cit., h.
61 108
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. barangkali, jika mereka ikut membai‟at al-
Mughirah, yang lebih tua dan lebih pantas menjadi pengganti al-hakam, disbanding Hisyam, maka
pihak elite istana, tidak akan mendapatkan kekuasaan atau wewenang, sebagai yang diperolehnya
dari Hisyam. Jadi, motivasi kekuasaanlah yang bukan pengabdian untuk agama dan Negara yang
menjadi dasar.
74
kuat. apalagi setelah itu ia mempersunting puteri Ghalib ibn Abd al-Rahman,
seorang panglima angkatan bersenjata. Posisi yang demikian nampaknya
memang direncanakan: Ibn Abi Amir, secara matang. Dengan posisi yang kuat
ituIah, ia menuduh al-hajib Ja'far al-Mushafi melakukan tindak pidana
korupsi, dan menyeretnya ke pengadilan. Ia mendapat ganjaran hukuman
penjara, dan akhirnya meninggal didalam sel tahanannya. "Al-Mansur" Ibn
Abi Amir, meraih kemenangan dalam dunia politik, setelah ia berhasil men-
duduki tempat terhormat dalam bidang militer. karena yang menggantikan al-
Mushafi, adalah Ibn Abi Amir sendiri.109
Ibn Abi Amir yang menduduki tempat tertinggi dalam pemerintahan
Hisyam, nampaknya belum merasa aman jika sang panglima yang adalah juga
mertuanya- Ghalib bin Abd al-Rahman, tetap menjabat panglima angkatan
bersenjata. Bisa jadi, pada masa itu, istilah "mutasi" belum melembaga,
sehingga "Al-Mansur" menggunakan jalan pintas,yaitu membunuhnya atau
mungkin juga sudah melembaga, akan tetapi tidak terdapat alasan yang kuat
untuk memutasikan Ghalib ke tempat lain yang sesuai dengan professinya,
misalnya. Padahal ia cukup berjasa untuk menyeret al-Mushafi ke meja hijau,
dan kemudian melempangkan jalan bagi naiknya Ibn Abi Amir ke puncak
kekuasaan, sebagai seorang al-hajib, atau tangan kanan Khalifah, yang masih
belum baligh itu. Dan mungkin juga Ghalib bersedia memenjarakan al-hajib
al-Mushafi, mengingat Ibn Abi Amir adalah menantunya sendiri, yang akan
109
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar,, h. 147-9; al-Marrakusyi, „Abd-al-Wahid. al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib,
ed. Dozy. Leyden,1881 h. 17. Keinginan Ibn Amir untuk menjadi “orang besar” sudah ada
semenjak ia dibangku sekolah, dan telah didiskusikannya dengan rekan-rekannya.
75
menggantikan al-Mushafi, yang dituduh korupsi itu. Sedangkan dilain pihak,
Ibn Abi Amir nampaknya tidak memandang Ghalib sebagai mertuanya, akan
tetapi Ghalib sebagai sebagai seorang panglima angkatan bersenjata, yang
mempunyai kedudukan dan wewenang yang cukup menentukan dalam
pemerintahan. Sekiranya pada suatu ketika, Ghalib mempunyai gagasan atau
hal-hal lain yang bersifat menentukan, bagi kelancaran atau kelangsungan
kekuasaan, yang bertentangan dengan Ibn Abi Amir maka Ghalib merupakan
batu penarung yang cukup berat untuk dapat disingkirkan begitu saja. Oleh
karena itu, ia memilih jalan pintas, dengan. membunuhnya. Sungguhpun yang
dibunuh itu adalah mertuanya sendiri.
Jika apa yang tersebut di atas dapat dipandang benar, atau mendekati
kebenaran, maka Ibn Abi Amir memang seorang "al-mansur" yang tak
terkalahkan. Kadangkala ia dijuluki "The Bismarck of the tenth century"
110,
atau ia disebut dictator militer111
, yang telah menggunakan asas al-ghayah
tubarrir al-wasilat, tujuan menghalalkan cara.112
Ibn Abi Amir tampil dalam sejarah Islam di Spanyol sebagai seorang
yang berkemauan keras, yang tidak mengenal lelah, dan tidak hanya menanti
kesempatan, tetapi berusaha merebutnya atau menciptakannya. Ia menguasai
seluruh ke-bijaksanaan khalifah Hisyam, sehingga dialah penguasa yang
sebenarnya. Hisyam tidak lebih dari sebuah "boneka" atau barangkali "robot"
yang berbicara dan bertindak, sesuai dengan program yang disusun oleh Ibn
110
Hitty, History, h. 509 111
Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher, tt. j.
xx, h. 1087 112
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus ,h. 131
76
Abi Amir. Dan dialah yang menentukan siapa yang "berhak" untuk berada di
puncak kekuasaan, dan siapa yang harus disingkirkan. Dan untuk itu ia
mendapat dukungan dan persetujuan Hisyam, sang raja yang bergelar khalifah,
yang tetap saja berada di dalam genggaman Ibn Abi Amir.113
Dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Nasrani, Ibn Abi Amir
membangun angkatan bersenjatanya, dengan jalan membaharui pasukannya.
Pada mulanya tentara Umayyah itu, terdiri dari bangsa Arab, Barbar dan
Slavia. Ibn Abi Amir melihat orang-orang Arab sudah tidak cocok Lagi
menjadi perajurit, karena mereka sudah berjiwa sebagai aristokrat, sehingga
semangat tempurnya, bukan saja menurun bahkan mereka cenderung menjadi
penakut. Sementara orang_orang Slavia, kurang tepat untuk membela sebuah
kekuasaan, yang sejak terjadinya pembunuhan terhadap al-mughirah, berpihak
kepada lawan Ibn Abi Amir. Dengan demikian tinggal hanya satu unsur saja
yang cocok untuk menjadi prajuritnya,yaitu bangsa Barbar. Untuk itu semua
suku Barbar yang beraneka macam, dicampur menjadi satu, agar tidak tumbuh
benih kekuasaan kesukuan yang sempit di kalangan mereka. Dengan demikian
Ibn Abi Amir mendapatkan sejumlah orang yang dapat dididiknya menjadi
prajurit yang berdisiplin baja. Dan dikuasainya secara penuh. Ia melakukan
gerakan militer ke utara, dua kali dalam setahun, yaitu pada musim bunga
(rabi‟) dan musim (kharif) (di antara musim panas dan musim dingin). Dan
tidak kurang dari limapuluh kali ia terjun ke medan laga bersama prajuritnya,
selama duapuluh lima tahun ia berkuasa. Lalu ia sendiripun menghembuskan
113
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, j. iv, hh. 147-9;. la membunuh Ghalib melalui tangan ja‟far b. Ahmad b. Hamdun,
dan Ja'far dibunuh lagi melalui tangan Ibn Jahur don Ibn zi al-Nun
77
nafasnya yang terakhir di medan pertempuran, di Medinacelli.114
Setelah wafat al-Mansur (1002/392) anaknya 'Abd al-Malik
menggantikannya. Anaknya ini sama cerdas dan kemahirannya dalam
memerintah dengan ayahnya Ibn Abi Amir. Dan setelah tujuh tahun berkuasa,
ia digantikan pula oleh saudaranya Abd al-Rahman. Akan tetapi ia tidak
secerdas ayah dan saudaranya yang mendahuluinya. Bahkan 'Abd al-Rahman
inilah yang menutup periode Ibn Abi Amir, dalam sejarah Islam di Spanyol.
Kehebatan orang tua dan saudaranya sedikitpun tidak diwarisinya, bahkan ia
amat menyukai kemewahan dan bersenang-senang. Sehingga ia lebih dekat
kepada seorang raja yang suka berbuat zalim. Akhirnya, ia melakukan suatu
kesalahan yang amat fatal, yaitu meminta kepada Hisyam untuk mengangkat
dia sebagai putera mahkota.
Hisyam yang terbiasa dengan keluarga Ibn Abi Amir, yang begitu
dipercayainya, meluluskan permintaan Abd al-Rahman. akan tetapi reaksi
yang tumbuh dalam masyarakat, di luar perhitungan mereka yang sedang
mabuk dalam kekuasaan itu. Kaum Mudar mengkhawatirkan kursi kekuasaan
akan berpindah ke tangan orang Yaman, dan turunan Quraisy akan kehilangan
hak sebagai pewaris pemangku khalifah. Tetapi kedua pihak yang bersengketa
sejak dulu itu (Mudar dan Yaman) bersatu, menghadapi Hisyam, lalu
memecatnya, dan mengangkat khalifah baru turunan al-Nasir, Muhammad ibn
Hisyam ibn Abd al-Jabbar ibn Amir al-Mukminin al-Nasir, dengan gelar "al-
Mahdi billah" sementara itu, Abd al-Rahman yang sudah resmi menerima
jabatan "Putera mahkota" sedang berada di daerah perbatasan di sebelah utara.
114
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus hh. 137-8, diceritakan bahwa seorang
pendeta, karena bencinya menulis: "Pada tahun 1002 M. al-mansur mati, dan dikuburkan dalam
neraka jahim."
78
Mendengar kabar tersebut di atas, iapun segera pulang ke ibu kota, dan tentu
saja ia dihadang kaum pemberontak, dan sekaligus menamatkan riwayatnya.
Itu terjadi pada tahun 399 H.115
Dengan demikian berakhirlah dinasti Ibn Abi Amir sampai di sini.
Suatu hal yang menarik adalah, ketika al-hajib ibn Abi Amir dan puteranya
'Abd al-Malik menguasai Hisyam, orang-orang Arab tidak memperlihatkan
perlawanan yang serius, kecuali pada awal pembaiatan terhadap al-mughirah.
Dalam hal ini, sebahagian mereka mendukung al-Mughirah bersama orang
Slavia, dan sebahagian lagi mendukung Ibn Abi Amir, yang berpihak kepada
pendukung Hisyam. Dan ketika Hisyam telah menjadi "boneka" tidak terdapat
keterangan dalam buku sejarah adanya perlawanan dari pihak Arab, yang
menentang perlakuan Ibn Amir terhadap Hisyam itu, Ibn Khaldun me-
nyebutkan sebab dari penguasaan Ibn Abi Amir terhadap khalifah Umayyah
Andalusia, adalah karena ketika itu fanatisme atau 'asabiyah kearaban sudah
luntur, demikian juga yang terjadi ketika Kerajaan-kerajaan kecil berkuasa di
Spanyol.116
Keterangan Ibn Khaldun tersebut menunjukkan adanya
kemunduran dari kalangan orang Arab. Dan kemunduran yang
dimaksudkannya adalah berkurangnya rasa'asabiyah.
Setelah Hisyam dimakzulkan dari tahata kekhalifahannya, dan
digantikan oleh Muhammad II (399-400), Maka sejak masa itu dan seterusnya,
dynasty Umayyah berada dalam suatu periode yang teramat kacau, yang
115
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah j/ iv, h. 6;
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, hal 139 116
Lihat Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1986), h.
189. terjemahan Ahmadie Thoha, dan selanjutnya disebut Muqaddimah saja
79
menggoncangkan sendi-sendi kekhalifahannya, terutama dilihat dari segi
tegaknya kewibawaan seorang Khalifah dimata umatnya. Dalam periode ini,
para Khalifah tidak memerintah Andalusia sampai meninggal, sebagaimana
yang lazim berlaku pada periode-periode yang lalu. Hal tersebut menunjukkan
bahwa, ada kekuatan lain yang menentukan atau menilai dan menetapkan
apakah seorang Khalifah, diberi kesempatan untuk meneruskan
kepemimpinannya ataukah sudah cukup syaratnya untuk digantikan oleh
orang lain. Pada masa sebelumnya kekuatan semacam itu tidak kelihatan, atau
barangkali tidak ada, karena seorang khalifah biasanya tetap memerintah umat
sampai akhir hayatnya. Dengan demikian apa yang terjadi di Andalusia pada
masa itu, merupakan perkembangan baru dari sebuah sistem yang sudah
berjalan berabad-abad. Dan perkembangan dimaksud, nampaknya berbentuk
penilaian kebijaksanasaan seorang khalifah, oleh "kekuatan" tertentu yang
tidak meIembaga. Dalam kasus pemakzulan khalifah Hisyam, dilakukan oleh
dua “kekuatan” yang selama ini sering bertentangan, yaitu suku Yaman dan
suku Mudar. Mereka tidak membentuk sesuatu lembaga resmi untuk memberi
penilaian terhadap kebijaksanaan seorang khalifah, tidak jelas bagaimana
caranya mereka bergabung, tetapi dapat diduga mereka mengikuti cara-cara
masa lampau, yang sering disebut dengan wa amruhum Syura baynahum. Dan
system ini mendorong mereka mengirim wakil masing-masing untuk
berembuk dan membicarakan permasalahan yang diinginkan.
Hal yang baru di sini bukanlah musyawarahnya, akan tetapi isi
musyawarahnya. Isi musyawarah mereka nampaknya berbentuk penilaian
80
terhadap kebijaksanaan seorang khalifah, yang belum pernah dilakukan oleh
generasi sebelumnya. mungkin karena khalifah itu merupakan pucuk pimpinan
yang paling tinggi, dan tidak ada seorang pun yang lebih tinggi dari seorang
khalifah kecuali Allah. Dan khalifah tidak memberi pertanggungan
jawabannya kepada sesuatu lembaga, sebagaimana seorang Perdana menteri
memberi pertanggungan jawabannya kepada Parlemen dalam sebuah negara
demokrasi. Seorang Perdana Menteri dapat dijatuhkan oleh Parlemen jika
kebijaksanaannya dinilai buruk, dan dapat meneruskan kekuasaannya jika
parlemen menilai baik kebijaksanaannya. Tidak demikian halnya dengan
seorang khalifah. Seorang Khalifah mempertanggung-jawabkan
kebijaksanaannya di hadapan Allah, bukan di hadapan sebuah lembaga
tertentu, sehingga seorang khalifah harus berbuat sesuai dengan perintah
Allah, walaupun manusia barangkali menentangnya. Dan untuk kasus-kasus
tertentu yang tidak ada pedoman yang jelas dari Allah dan Rasulnya, maka
seorang khalifah biasanya mengajak kaumnya untuk berembuk, dan mencari
jalan keluar dari kesulitannya. Konsep tersebut di atas, memerlukan tokoh
"ideal" untuk duduk di singgasana kekhalifahan Islam. Dan ketika tokoh
dimaksud sudah tidak mampu menunjukan keteladanan maka hilanglah rasa
hormat umat kepada Khalifah. Ketika seorang Khalifah sudah tidak
berwibawa lagi, maka timbulah “keberanian” umat melanggar ketentuan yang
sudah mapan selama berabad-abad.
Pemecatan Hisyam oleh kedua kelompok masyarakat Arab yang amat
berpengaruh itu, menunjukkan adanya kelemahan ketidak-percayaan umat
81
kepada khalifah. Pengangkatan Muhammad II (399-400) menjadi khalifah,
dan bukan salah seorang dari kalangan suku Mudar atau suku Yaman,
menunjukannya rasa hormat umat Islam kepada suku Quraisy yang
nampaknya mempunyai “hak istimewa” sebagai pemangku jabatan khalifah.
Dalam pengangkatan khalifah pada periode ini terdapat perbedaan dengan
periode sebelumnya. Semula keluarga khalifah yang paling menentukan siapa
yang berhak menjadi khalifah. Sekarang orang-orang Mudar dan Yaman
mengaturnya.117
Setelah pemecatan Hisyam ada enam orang khalifah yang
mendapat kepercayaan menduduki kursi kekhalifahan. Mereka adalah
Muhammad II Ibn Hisyam b. „Abd al-Jabbar b. al-Nasir (399-400), kemudian
disusul oleh Sulayman bin al-Hakam b. Sulayman b. 'Abd al-Rahman III (399-
403/1009-13) 'Abd al-Rahman IV (403-406/1013-18), 'Abd al-Rahman V
(408-414/1018-23), Muhammad III (414-16/1024-25) dan terakhir Hisyam III
B. Muhammad (420-22/1029-31). Masa pemerintahan mereka relatif
singkat.118
C. Keadaan Sosial Umat Islam pada masa Disintegrasi
Dalam keadaan seperti itu badan kaum muslimin terpecah dan terus
terpecah belah. Seluruh Andalusia terbagi-bagi menjadi banyak sekali
kerajaan kecil, yang masing-masing mempunyai penguasa sendiri. Di
Kordoba, keluarga Jahwariyah mengepalai sejenis republic yang pada tahun
1068 diambil alih oleh Bannu „Abbad di Seville. Sejak saat itu, dominasi di
117
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah j. iv. H 66 118
Lihat daftar nama mereka pada Ency of Islam, op.cit., j,I, h 494
82
antara Negara-negara Muslim terletak di Seville, yang kedudukannya selalu
dihubungkan dengan Kordoba. Granada adalah pusat kekuasaan Rezim
Ziriyyah, yang namanya diambil dari nama pendirinya dari kebangsaan
Berber, Ibn Ziri (1012-1019). Dan Rezim ini dihancurkan oleh kelompok
Murabitun Maroko pada 1090. Di Malaga, dan distrik-distrik sekitarnya,
kekuasaan dinasti Hamudiyah, yang pendirinya dan dua penerusnya menjadi
Khalifah di Kordoba, berakhir 1057. Setelah kekuasaan Ziriyah berakhir,
Malaga akhirnya berada didalam cengkraman Murabbitun. Tahta Toledo
diduduki oleh Banu dzu al-Nun (1032-1085), sebuah keluarga Berber juno
yang sering memberontak hingga dihancurkan oleh Alfonso VI dari Leon dan
Castille, di Saragossa Banu Hud berkuasa dari 1039 sampai dikalahkan oleh
orang Kristen pada 1141. Di antara raja-raja kecil ini, pemerintahan terpelajar
Abbadiyah di Seville adalah yang paling kuat.119
Kerajaan-kerajaan ini terus-
menerus berperang satu sama lainnya. Dan yang lebih merusak dari itu semua
adalah, setiap pihak yang bersengketa mencari dukungan orang Nasrani, untuk
melawan musuhnya.
Sementara bagi pihak Kristen, hal tersebut merupakan kesempatan
emas yang tidak dilewatkan begitu saja. Apalagi mereka masih memendam
kepada Ibn Abi Amir, yang telah berkali-kali memporak-porandakan benteng
dan pertahanan mereka. Khalifah Umayah terakhir adalah al-Muktamid billah,
setelah itu tidak ada lagi yang berhak menjabat jabatan khalifah. Dan dengan
meninggalnya al-mu'tamid billah, maka mungkin dengan pertimbangan
119
Hitty, History, hal 683-684
83
bahwa, sungguhpun yang berhak menjadi khalifah tidak ada, akan tetapi umat
Islam tidak boleh dibiarkan tanpa pemimpin, maka bekas perdana menteri atau
wazir Abu muhammad'ibn Jahur, mengumumkan bahwa dia dan para menteri
tetap memimpin sebuah pemerintahan, yang diatur orang banyak (jumhur).120
Kerajaan-kerajaan tersebut, atau di sebut Taifa, yang berbatasan langsung
dengan territorial yang dikuasai orang-orang Kristen Trinitarian di bagian
Utara Semenanjung Iberia, yang telah lenyap persatuannya, diwajibkan untuk
membayar upeti tahunan kepada orang-orang Kristen supaya tetap
memperoleh “kemerdekaan” mereka. Guna membayar upeti ini serta
mempertahankan kemewahan hidup di istana-istana mereka, para penguasa
dari kerajaan-kerajaan kecil ini menarik pajak yang tinggi kepada rakyat yang
hidup dibawah kekuasaan mereka. Pajak ini jauh melebihi batas penarikan
pajak yang dibolehkan oleh hukum-hukum Islam.
Mereka yang berjuang untuk mempertahankan atau menerapkan
kembali ajaran Islam dalam segala aspeknya kemudian tidak hanya mendapati
diri mereka berperang melawan orang-orang Kristen Trinitarian, tetapi juga
melawan saudara-saudara Muslim mereka. Sebuah perjuangan sia-sia. Mereka
mendapatkan diri mereka terjebak dalam proses pecah dan pembusukan yan
tak dapat diputar mundur kembali. Selama kaum Muslim Andalusia tetap
bersatu dalam ajaran mereka, mereka terus berkembang da meluas. Begitu
mereka mulai mengabaikan di Islam dan menjadi terpecah belah, jumlah
mereka mulai berkurang, dan orang-orang Kristen mampu memulai urusan
pengambilalihan Andalusia.
120
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 140
84
Selanjutnya, karena perpecahan yang disayangkan yang telah terjadi
antara Barat dan Timur di dalam umat Islam sendiri, tidak ada bantuan dari
kaum Muslim di Timur pada masa selanjutnya. Perpecahan di dalam umat ini
merupakan satu dari faktor-faktor fundamental yang menjadi penyebab
pembasmian sepenuhnya Islam dari Andalusia, sebab hal ini merupakan
kelemahan yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh kaum Kristen Trinitarian
memperoleh tumpuan di negeri itu dan, dibantu oleh orang-orang Kristen yang
hidup di wilayah kekuasaan Muslim, yang sebenarnya telah bertambah
jumlahnya dan maju kehidupannya akibat pemerintahan Muslim yang amat
Toleran, cengkraman mereka atas negeri itu tumbuh semakin kuat.121
121
Andalusia: sejarah kebangkitan dan keruntuhan, hal 91-92
85
BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DISINTEGRASI
A. Kebangkitan Umat Nasrani
Sikap menentang pemerintah dan menolak kepemimpinan kaum
Muslimin oleh umat Nasrani Andalusia yang nampak tidak pernah mengendor
merupakan faktor penting dari penyebab terusirnya kaum Muslimin dari
Semenanjung Iberia. Kaum bangsawan Visigoth yang berdomisili di Toledo;
bekas ibukota kerajaan mereka yang telah hilang, selalu saja menimbulkan
pertentanngan dengan setiap gubernur yang berasal Arab. kota ini merupakan
sebuah wilayah yang penuh dengan pertentangan dan pergolakan. Pola berfikir
lama, yang di pengaruhi para pendeta, dan kenangan indah kepada kerajaan
yang telah hilang cukup besar, dan amat mempengaruhi jiwa mereka, sehingga
mereka menunjukan sikap tidak mau diperintah dan suka menghasut.122
Bagaimanapun, kehancuran kekuasaan Visigoth amat menyakitkan dan
menusuk harga diri mereka. Apalagi kekalahan itu datang dengan cara yang
tidak diduga-duga. Bukankah dan umatnya itu adalah, orang-orang yang anti
Kristus? Bagaimana mungkin orang "penyembah berhala" itu mengalahkan
umat Nasrani yang beriman? Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah, jumlah
orang-orang Islam sedikit, dibanding dengan umat Nasrani di Spanyol, tetapi
dengan mudah saja menghancurkan pasukan yang terlatih, dart sebuah
122
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 246,suasana semcam ini terjadi pada orang-orang,
yang tertekan perasaannya. dan orang-orang Nasrani di Toledo, yang kebanyakannya kaum awam,
mungkin turunan para penguasa zaman Visigoth,yang menginginkan kejayaan masa
lampau,terulang kembali pada masa mereka. Hal tersebut tidak mungkin lagi, lalu merekapun
jengkel.
86
kerajaan yang berusia ratusan tahun. Mungkin pada mulanya mereka
terpengaruh, bingung dan terpesona, pada kehebatan dan keluar-biasaan
pendatang, yang telah memukau dan nembuat mereka menjadi bingung dan
keheranan atas kekalahan yang mereka derita. Akan tetapi setelah “kesadaran”
mereka kembali, maka mereka mencoba menangkap makna peristiwa yang
telah dialaminya. Ternyata orang-orang yang telah mengalahkan mereka
adalah, manusia biasa seperti mereka juga.
Dalam teorinya Ibn Khaldun123
mengatakan bahwa golongan yang kalah
selalu berusaha meniru golongan yang menang dalam pakaian, tanda-tanda
kebesaran, akidah kepercayaan dan lain-lain adat kebiasaan. Karena mereka
beranggapan bahwa pihak yang menang itu lebih unggul dan lebih sempurna.
Dan hal tersebut memang dapat dilacak dalam data sejarah Spanyol Islam,
sebagai halnya di negara negara sedang berkembang, pada abad keduapuluh,
yang berusaha untuk menjadi "Barat",sungguhpun mereka tetap tidak pernah
menjadi “Barat”, kecuali secara lahiriah saja. Berbeda halnya dengan teori Ibn
Khaldun tersebut, di Toledo umat Nasrani bukan saja tidak meniru umat
Islam, yang telah mengalahkan mereka, bahkan sebaliknya berusaha
merendahkan dan memfitnah dan melawan musuh mereka itu, penulis
menduga, bahwa setelah umat Nasrani "sadar" terhadap apa yang dialaminya,
merekapun berontak terhadap kenyataan yang ada. Karena sebagai tersebut di
atas, setelah mereka menyadari diri, barulah nampak bahwa umat Islam yang
telah mengalahkan mereka tidak lebih dari manusia biasa juga. Oleh karena itu
123
Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali (Jakarta:
Tintamas), 1962 hal 71
87
bangkitlah rasa harga diri mereka, yang dimanifestasikan dalam bentuk
kemarahan. Tentu saja, mereka memandang orang Islam yang menguasai
Negri Andalusia itu, telah merendahkan martabat mereka, yaitu martabat
orang-orang bangsawan Visigoth. Mungkin itulah sebabnya mengapa kaum
bangsawan Visigoth selalu menunjukkan sikap tidak mau diperintah dan suka
menghasut.
Keadaan semacam itu mendorong Al-Hakam (350-366/ 861-976)
mengangkat gubernur baru non Arab asal Spanyol, yang Muslim. Pilihan itu
jatuh pada Amrus Ibn Yusuf. Ia memulai debutnya sebagai seorang pemain
yang berbakat pada 807. Dan berusaha membujuk kaum bangsawan Visigoth
untuk menerima dirinya, yang pada dasarnya adalah sama dengan mereka,
yaitu sama-sama membenci orang Arab dan khalifah Bani Umayyah.
Percaya kepada buah percakapan Amrus Ibn yusuf kaum bangsawan
Visigoth menerima baik kehadirannya. Di Toledo. Dan Amruspun
merencanakan sebuah jebakan maut, untuk menghentikan perlawanan dan
pemberontakan yang tidak pernah kunjung selesai dari mereka. Amrus
mengirimkan undangan kepada semua kaum bangsawan Visigoth untuk meng-
hadiri jamuan makan, menghormat kehadiran putera mahkota „Abd al-
Rahman, yang pada waktu itu baru berusia empat belas tahun. Penerimaan
tamu diatur sedemikian rupa sehingga setiap orang masuk satu demi satu.
Pasukan pengawal yang dipersiapkan sebelumnya, telah menanti para tamu
dengan pedang terhunus. Maka satu demi satu di antara tamu itu, dipenggal
lehernya. Dan dilemparkan ke dalam lobang yang telah dipersiapkan
88
sebelumnya. Maka setelah peristiwa tersebut Toledo menjadi aman.124
Berapa
jumlah korbannya sulit diperhitungkan, tetapi ada sumber yang menyebutkan
tujuhratus orang. Dan ada sumber lain menyebutkan jumlah limaribu orang.125
Rasanya jumlah tujuhratus Lebih realistis karena pembantaian itu terjadi
dalam beberapa jam saja. Apalagi yang diundang itu terbatas pada orang-
orang tertentu yang diyakini menjadi biang keladi setiap kerusuhan. Bahkan
rencana pembantaian ini direncanakan, justru setelah tercium adanya usaha
untuk memberontak terhadap al-Hakam. Dan sungguhpun cara ini
menghendaki pembantaian yang bertaraf wajar, dan kelihatan amat licik, serta
tidak sportif, nampaknya pengikut mereka, rakyat kecil tidak menjadi korban.
Sumber yang adapun tidak menyebutkan tentang ada atau tidak adanya para
isteri atau anak mereka yang ikut dalam pesta tersebut. Demikianlah setiap
pembantaian terjadi sepanjang sejarah, dan dilakukan oleh mereka yang
melakukannya atas nama politik, seperti tersebut di atas, atau nama rasialisme
seperti Hitler membantai umat Yahudi pada abad keduapuluh. Atau atas nama
apa saja sebagai yang terjadi terhadap umat Palestina di Syatila Libanon oleh
orang-orang Israel. Atau manusia itu bersepakat untuk membunuh diri secara
bersama-sama, sebagai yang terjadi di Amerika dan Korea, pada abad
duapuluh ini. Dan bahwa manusia suka menumpahkan darah, tidak hanya
tersebut dalam al-Qur'an,126
tetapi juga dalam kenyataan.
124
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar,., j. iv, h. 126; 125
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. 126
Lihat al-Qur‟an, 2:30
89
Pemberontakan umat Katolik tersebut di atas, mempunyai latar
belakang keagamaan, sebagai yang dilakukan oleh mereka yang mencari
syahid, ada pula yang berlatarbelakang politik, sebagai yang dilakukan kaum
bangsauan Visigoth di kota Toledo. Ada lagi motif rasialisme, sebagai yang
ditunjukkan oleh Ibn Hafsun. Ia memeluk Islam dan mendapat kepercayaan
dari bahagian ketenteraan Bani Umayyah di Kordoba. Dan ketika keadaan
umat Islam kacau balau, pada masa antara pemerintahan 'Abd al-Rahman al-
Awsat dan al-Nasir Ibn Hafsun memimpin pemberontakan melawan
pemerintah, dan sempat menjadi pemimpin yang berpengaruh di wilayah
selatan Spanyol, serta membangun sebuah benteng di Basytar atau Bobastro.
Dalam pertempuran yang berlangsung di antara pasukan Ibn Hafsun dengan
pihak pemerintahan di kedua belah pihak banyak berjatuhan korban.127
Umar Ibn Hafsun dapat memikat hati orang-orang asli Spanyol, baik
yang beragama Islam maupun Katolik, dan pernah ia mencoba menarik
perhatian Bani Abbas yang berkuasa di Afrika, yang pada waktu itu di bawah
Bani Aghlab, meminta bantuan untuk menguasai Spanyol.128
Usaha tersebut
tidak mendapat tanggapan baik. Barangkali karena Bani Aghlab
memperhitungkan tidak akan mempu menghadapi kekuatan Bani Umayyah di
daratan Andalusia. Mungkin juga karena mempertimbangkan kredibilitas
Umar Ibn Hafsun, sebagai Muslim yang diragukan kejujurannya. Kemudian
pada tahun 299 H. ia mengumumkan kenasraniannya kembali, dengan nama
127
Al-Khatib, Akhbar Majmu’ah Fi Fath al-Andalus, Lafuente Alcantara. (Madrid:
1867) j. h 150 sebagai dikutip Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-
Islamiyah., j. v. h. 58 128
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar., ia mengharapkan Bani Abbas mengakui kedudukannya sebagai seorang Amir, di
Adalus
90
baptis Samuel, yang selama ini disembunyikannya.129
Kasus Ibn Hafsun yang tersebut di atas, bersifat rasial dan bukan
semata-mata agama. Karena yang ikut berjuang di pihak Ibn Hafsun itu,
termasuk sebahagian dari umat Islam juga, tetapi berasal Iberia. Dan dengan
sikap memurtadkan dirinya dari Islam, nampak bahwa keislamannya itu
mempunyai motifasi untuk menarik saudaranya sebangsa, agar memberontak
kepada pemerintah Islam. Dan setelah ia melihat kegagalan, ia kembali ke
agama asalnya. Bagaimanapun juga, pemberontakan tersebut, melambangkan
ketidak puasan dan protes keras dari kalangan umat penguasa. Dan
ketidakpuaan masyarakat, dalam sebuah Negara, adalah milik segala zaman
pada semua bangsa di dunia. Dan bahwa sebuah pemberontakan yang timbul
akibat sentimen keagamaan, bukan sesuatu yang luar biasa. Hal itu dapat
terjadi setiap saat, terutama jika penguasa mengambil jalan yang menyinggung
perasaan keagamaan rakyatnya. Ini Barangkali bisa dijadikan dasar, mengapa
umat Katolik merasa tidak puas terhadap penguasa Islam Andalusia; kurang-
kurangnya dapat diduga sebagai penyebabnya.
Konsili keduabelas Toledo, kaum gerejawan merasa dipermalukan dan
merasa amat sedih, atas pembatasan-pembatasan yang ditetapkan pemerintah
terhadap hak untuk memanggil (summoning councils), dan terhadap lembaga
pengangkatan dan pemberhentian Bishop, tidak diizinkan ditangani oleh raja-
raja Visigoth, tetapi diserahkan kepada sultan-sultan Arab. Demikian juga ada
kantor-kantor Bishop yang tidak dipakai lagi, dijual kepada pihak lain yang
129
Ibn „Izari, Al-bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Maghrib j.ii, h. 143
91
tinggi penawarannya.130
Selanjutnya semua gereja di ibu-kota Islam Andalus
dimusnahkan kecuali sebuah Katedral S. Vincent, yang pada tahun 747
diserahkan kepada umat Katolik melalui sebuah perjanjian. Tetapi setelah
Kordoba menjadi padat oleh pendatang dari Syria, dan mesjid yang ada tidak
mampu menampung jamaah lagi, maka setengah dari gereja dipakai menjadi
mesjid. Beberapa tahun berselang 'Abd al-Rahman I membeli yang separo lagi
dengan harga 400.000 dinar, dan mengizinkan umat Kristen Katolik
membangun gereja baru untuk mereka di tempat lain.131
Peristiwa penghancuran gereja dan pengambilalihan katedral menjadi
mesjid, sebagai tersebut di atas, nampaknya memang sulit diterima.
Sungguhpun barangkali kordoba yang telah menjadi ibu-kota keamiran,
dipenuhi kaum Muslimin, baik pendatang maupun penduduk aslinya. Dengan
demikian umat Katolik relatif menjadi ciut jumlahnya, sehingga banyak nya
gereja tidak bermanfaat lagi.132
Banyak pula kantor-kantor Bishop yang tidak
dipakai lagi oleh pemiliknya, dan kemudian dilelang oleh pemerintah. Ini
menunjukkan bahwa kegiatan keagamaan, dalam hal ini agama Katolik, tidak
berjalan sebagaimana sebelumnya. Disebut sulit diterima karena katedral yang
dibeli 'Abd al-Rahman al-Dakhil, secara hukum masih terikat dengan
perjanjian yang dibuat peda tahun 747, saat Yusuf b. 'Abd al-Rahman al-Fihri
(746-56) memegang kendali pemerintahan. Boleh jadi perjanjian tersebut
130
Dozy, Reinhart. Spanish Islam h. 238-9 131
Ibid. Barangkali karena mesjid bagi umat Islam adalah pusat kegiatan kemasyarakatan,
dan lambang supremasi pemerintahannya, maka dipandang tidak layak ada lambang agama lain
yang menyainginya. Sebagaimana mesjid Kordoba menjadi gereja setelah Islam terusir dari sini. 132
Sebagai halnya di Eropa dewasa ini, banyak gereja yang tidak lagi berfungsi sebagai
rumah ibadah, sehingga dijual untuk dimanfaatkan bagi kepentingan lain. Ada yang di jadikan
gudang, tempat hiburan, dan juga mesjid.
92
dibuat untuk menarik dukungan umat Katolik bagi kekuasaannya. dan apapun
yang menjadi latar belakangnya, sebuah perjanjian tetap harus dihormati,
sungguhpun ditandatangani oleh saudaranya yang lain.133
Kebijaksanaan politik Abd al-Rahman menyangkut gereja Katolik, di
ibu-kota Kordoba sungguhpun dapat dipahami, tetapi memang untuk umat
Katolik cukup menyakitkan. Dan sentimen keagamaan berkembang menjadi
semacam dendam kesumat yang sulit dihilangkan, dan kadang-kadang
menimbulkan sikap yang aneh-aneh, sebagai halnya sikap mencari mati syahid
dengan menghina kaum Muslimin. Rasa tertekan dan ingin melawan, tetapi
kekuatan amat terbatas, berbaur menjadi satu. Hal ini dapat menimbulkan
trauma dalam jiwa mereka, terutama yang fanatik terhadap agama. Di samping
itu timbul pula sikap nekad dan tidak lagi memikirkan akibat dari
kenekatannya. Dan itulah yang diterima oleh kaum Muslimin pada masa itu.
Kebijaksanaan politik dari sebuah pemerintahan yang dimotori oleh
agama, menghasilkan sikap yang bernafas keagamaan. Kebijaksanaan politik
sekuler yang non agamis, menghasilkan sikap yang sesuai dengan itu pula.
Maka jika Abd al-Rahman I menghancurkan gereja-gereja Katolik di ibu kota
keamirannya, tentu saja karena ia seorang amir dari sebuah negara yang
berdasarkan Islam, sebagai yang dipahaminya. Dan tidak mustahil ada orang
lain pada masa itu yang tidak menyetujui kebijaksanaan tersebut, tetapi juga
133
Hal ini dipandang dari sudut agama,misalnya: Al-Qur'an, 2:177; 17: 34; 3:76; dll. Juga
Huzaifah b. Yaman berjanji dengan orang Quraisy, tidak akan memerangi mereka, artinya tidak
bergabung dgn nabi untuk melawan Quraisy, sehingga ia dan anaknya diizinkan hijrah ke
Madinah. Ketika keduanya mendaftarkan diri untuk ikut Perang Badar, nabi melarang mereka
berdua untuk ikut memerangi orang Quraisy dgn alasan terikat janji. (Al-Hufi Min Akhlaq al-Nabi,
(Kairo: Al-Syu'un al-Islamiyyah, 1968 , h. 297.
93
mendasarkan pemikirannya kepada Islam sebagai agama. Bagi umat Katolik
di Spanyol pada waktu itu, menerima atau memolak mengandung resiko dan
berdampak negatif. Menerima berarti melepaskan sebahagian dari sarana
keagamaan, dan menolak berarti menentang keputusan penguasa; serba salah.
B. Dampak social setelah munculnya disintegrasi
Secara lahiriah, tidak sulit mencari Bagaimana dampak social setelah
munculnya disintegrasi? Dan mungkin yang sulit menjawabnya adalah,
mengapa sampai terjadi disintegrasi atau berpecah? Apapun yang menjadi
jawabannya, perpecahan itu sendiri berakibat fatal; menimbulkan keberanian
pihak lawan, melemahkan pertahanan, memudahkan timbulnya
pengkhianatan, dan sulit mempertahankan prinsip yang diyakini
kebenarannya, sehingga harga diripun melorot jatuh, bahkan tanpa harga. Dan
jika perpecahan itu timbul di kalangan para pemimpin, maka yang menjadi
korbannya adalah yang dipimpin, dengan segala akibatnya. Dan itulah yang
dialami para pemimpin dan rakyat di Kerajaan Kecil, Muluk al-Tawa'if. Dan
itulah pula yang dialami oleh Dinasti Nasir di Granada pada penutup sejarah
Islam di Spanyol, ketika merekapun berpecah dan bertengkar di antara sesama
kaum Muslimin.
Puncak kehancuran Muluk al-Tawa'if ditandai oleh jatuhnya Toledo ke
tangan Alfonso VI (1065-1109) pada tahun 1085, yang ketika itu berada di
bawah Banu Zi al-Nun (1032-1085). Alfonso memanfaatkan pertentangan
raja-raja kecil itu, dengan memberi bantuan kepada salah satu pihak yang
94
bertikai, bahkan ia diminta untuk menjadi penengah,134
dalam pertikaian
tersebut. Serangan pihak Kristen semakin seru, bahkan pernah sudah mencapai
Cadiz di selatan. Dalam pada itu pula seorang yang bergelar Cid di Valensia
bekerjasama dengan orang-orang Castilia, mulai mengusik bani 'Abbad (1023-
91). Banu 'Abbad yang pada waktu itu di bawah al-Mu'tamid (1068-91) di
Seville, adalah seorang penyair terkemuka. la melihat bahaya besar
mengancam umat Dan dirinya, yang tidak mungkin dilawannya sendiri.
Mungkin karena ia melihat semua kekuatan Islam di Spanyol sudah
berantakan, maka ia memandang baik meminta bantuan ke Afrika Utara.
Ketika orang mengecamnya ia mengatakan bahwa, menjadi penggembala
seekor unta di Afrika labih baik daripada menjdi kawanan babi di Castilia135
,
Amir Sevilla Mu'tamid, menyebrangi Gibraltar meminta bantuan Yusuf Ibn
Tasyfin pada tahun 479. Yusuf meninggalkan Afrika bersama duapuluh ribu
anggota pasukannya, menuju daratan Eropa. Sementara itu Alfonso sedang
mengepung Saragossa. mengetahui bala bantuan kaum Muslimin telah tiba,
Alfonso mernpersiapkan limapuluh ribu tentara dan menyambutnya di
Zallaqa136
, Pertempuran sengit terjadi pada 23 Oktober 1086/479137
, Alfonso
terpaksa meninggalkan puluhan ribu mayat anggota pasukannya,
menyelamatkan diri dari serangan dahsyat putra Afrika yang berdarah Negro
itu. Dan Yusuf segera meninggalkan Spanyol begitu ia selesai menjalankan
134
Encyclopaedia of Islam, op.cit., j. I, h 495
penengah itu disebutnya arbiter, apa tidak
mungkin mereka yang meminta Alfonso VI menjadi "hakim" tsb. sebagai halnya ketika pelanduk
menjadi hakim terhadap dua ekor anjing yang memperebutkan sepotong daging? Setiap kelebihan
timbangan lalu dimakannya, sehingga kedua ekor anjing akhirnya tertipu?
135 Ency Britannica, op,cit., j. xx, h. 1088; Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus
al-Ratib, ed. Dozy j. i, h. 288; Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi
Ayyam Wal’Ajam wal – Barbar,, j. iv, h. 161; 136
juga disebut Sacralias, sekarang Sagrajas 137
Dalam Ency. of Islam, disebut tanggal 22 Rajab 479/2 Nopember 1086. op.cit., j. i, h.
495
95
tugas sucinya.138
Kekalahan Alfonso di Zallaqa, menimbulkan kemarahan pihak Kristen,
yang berakibat diserangnya benteng al-Mu'tamid di Loyath, sehingga
mendorong raja Seville itu meminta kembali bantuan Yusuf dari al-Murabitun
di Afrika, (1090/483). Permohonan ini diterimanya lagi, akan tetapi ia melihat
ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di kalangan kaum Muslimin
Spanyol, yang memuakkannya. Yusuf akan datang dan tidak untuk menolong
mereka yang mabuk di dalam kemewahan, tetapi justru untuk menguasai
mereka. Yusuf melihat raja-raja kecil di Andalusia itu hidup dalam
kemewahan dan suka boros. la memperkirakan tentu mereka, telah memeras
pajak yang melebihi kewajiban umat. Untuk itu ia menganjurkan mengurangi
pajak, tetapi tidak ada yang mengacuhkan pikirannya, kecuali ibn 'Abbad.
Yusuf juga mengetahui keadaan mereka lebih banyak, melalui pengaduan-
pengaduan yang dibuat para raja-raja kecil itu, saling menyalahkan pihak lain,
dan membenarkan tindakannya sendiri. Dari informasi yang diterimanya, ia
tidak lagi percaya kepada mereka. Ia memutuskan menguasai raja-raja kecil
(Muluk al-Tawa'if) itu, dan menyerang mereka bersama dengan menyerang
pihak Kristen. Sikap Yusuf tersebut mendapat dukungan para fukaha' (ahli
hukum Islam) yang selama ini pendapat dan fatwa mereka selalu dijadikan
pedoman di dalam mengambil langkah-langkah politiknya. Hal itu menjadi
lebih meyakinkan dirinya lagi, setelah dua ulama terkemuka, Imam al-Ghazali
dan Imam al-Turtusyi, mendukung fatwa ulama Andalusia.139
138
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, j. vi, hh. 180-7; Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh j. x, hh. 101-3; W. Montgomery
Watt, The Mayesty That Was Islam, (London: William Clows & Sons Ltd.?) h. 245 139
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 162-3; E.o.I, op.cit., h. 495; Al-Tarikh
al-Islami, op.cit., j. iv, h. 124
96
Pada bulan Nopember 1090/483, Yusuf memasuki kota Granada dan
menangkap Abdullah ibn Balkin sekutu Alfonso, kemudian ia melakukan
serangan-serangan ke wilayah lain, satu demi satu kota Muluk al-Tawa'if
dikuasainya, kecuali Toledo yang tetap berada dalam tangan kaum Kristen.140
Setelah kehancuran Muluk al-Tawa‟if muncul Al-Murabitun (448-541/1054-
1147), 0rganisasi pergerakan al-Murabitun, semula bergerak dalam bidang
kegiatan ibadah, kemudian menjadi meluas dan berkembang dalam bentuk
gerakan politik yang radikal. Dan karena Islam pada abad ke 11 telah menjadi
suatu agama yang berurat dan berakar di Afrika, maka ia berkembang menjadi
suatu kekuatan spiritual yang dahsyat. Kombinasi semangat keagamaan dan
potensi suku atau kabilah telah mampu membentuk sebuah dawlat, yang
bersifat politik yang sempat mewarnai Afrika Utara dan Spanyol.141
Semula,
mereka muncul di tengah-tengah kabilah Lamtunah, suku sanhajah. Menurut
riwayat mereka berasal dari kabilah Arab Himyari, yang mengembara dari
Yaman ke Syam, kemudian menuju ke Afrika dan bertempat tinggal di padang
pasir, sebagai nomaden.142
Tokoh utama mereka adalah, Yahya ibn Ibrahim,
pemimpin kabilah Lamtunah, Abu Imran al-Fasi, seorang ulama Maliki, dan
Abdullah ibn Yasin alJazuli yang juga seorang ulama. Mereka menarik
pengikut nya dari kabilah Lamtunah tersebut, dan membangun ribat.143
di
sebuah pulau di dekat Senegal, Semula jumlah mereka, berkisar seribu orang
“santri”, yang kemudian dapat menarik sejumlah orang Negro memeluk Islam.
140
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus Ibid 141
Marshal G.E. Hodgson, The Venture of Islam (University of Chicago Press, ?) h. 268 142
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh , j. ix, h. 232 143
Ribat biasanya merupakan pusat kegiatan para ahli tarikat, yang bersifat
mengintensifkan ibadah kepada Allah, yang dilakukan secara berkelompok, dipimpin seorang
tokoh yang dipandang lebih taqwa dari lain-lainnya, dengan disiplin keras, tetapi juga diimbangi
rasa kasih sayang yang mendalam. Ribat juga berarti pusat kekuatan militer (ingat: Ribat al-Khayl)
97
Dan setelah berapa tahun membangun diri, mereka menjadi yang dipertuan
disepanjang utara dan barat Afrika dan akhirnya Spanyol.144
Di Senegal ribat tersebut menjadi pusat kegiatan peribadatan kaum
muslimin, dan menjadi sentral dari kekuatan bagi pertahanan diri terhadap
serangan aliran lain. Yahya ibn Ibrahim dan Abdullah ibn Yasin membina
aspek politik bagi kekuatan baru ini, dengan jalan mengumpulkan para fukaha'
di bawah Yahya ibn Amir. Mereka memberantas Bid'ah dan menegakkan
hukum Islam. Pengaruhnya meluas ke padang pasir Sudan, Dar' ah,
Sijilmasah. Di bawah pimpinan Abu Bakr Ibn Amir al-Lamtuni, mereka
menguasai Sus dan Masmudah. Ketika itu Yusuf ibn Tasyfin menjadi
komandan pasukan, yang setelah menyempurnakan penaklukan Sus,
membebaskan negeri itu dari pengaruh Syi'ah bajaliyyah. Lalu menguasai
Nafis, Aghmat dan Ghargawatha, dan membebaskan wilayah tersebut dari
pengaruh sesat dan pengikut Salih ibn Tarif, yang mengaku dirinya sebagai
nabi.145
Setelah Ibn Yasin gugur dalam pertempuran ini, ia digantikan oleh Abu
Dakar ibn Amir. Ia kemudian merasa bahwa Yusuf ibn Tasyfin lebih pantas
dari dirinya untuk menjadi pemimpin, maka Yusuf dibai'at sebagai gantinya,
Kemudian diikuti pihak lainnya. Pengangkatan ini diumumkan kepada rakyat
melalui mesjid-mesjid di Maghribi dan di Andalusia. Inilah untuk kali pertama
seorang Berber memegang peranan penting dalam percaturan politik di
kawasan Afrika Utara dan Semenanjung Iberia, dengan mengambil gelar
144
Ibn al-Asir, Al-Kamil Fi al-Tarikh., j. I, h 425-7 145
Ibrahim Hasan, al-Tarikh al-Islami (Kairo: al-Nahdah, ?), j. iv, h. 286-8
98
"Amir al-Muslimin".146
Sementara itu orang-orang al-Murabitun mendapat sorotan dari umat
Islam di Andalusia. Sebahagian mereka memuji kesalehan dan ketaatan serta
kesederhanaan "santri" dari Afrika itu. Sebahagian yang lain, terutama para
penggemar sastra dan kebudayaan, para ahli seni dan penguasa,
mencemoohkan dan merendahkan mereka. Karena orang "dusun" itu terlalu
tolol dengan perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai umat Islam
Andalusia. Mereka dipandang terlalu kasar dan kaku dalam beragarna serta
amat fanatik.147
Apapun pendapat orang terhadap al-Murabitun, yang jelas bahwa
mereka telah menyelamatkan umat Islam dari serangan Kristen, sekurang-
kurangnya menunda kehancuran mereka untuk sementara. Dan semangat
juang yang demikian tingginya, serta keberhasilan mereka mematahkan
perlawanan Alfonso VI, lebih banyak ditentukan oleh sifat-sifat mereka yang
masih lugu, "bodoh, kasar dan fanatik". Atau dengan perkataan lain, mereka
belum mengenal kehidupan sebagai yang dikenal umat Islam Andalusia.
Barangkali apa yang dihadapi mereka pada waktu itu, dihadapi juga oleh
generasi berikutnya sepanjang zaman. Pertanyaan yang menggoda adalah,
mengapa orang Al-Murabbitun yang katakanlah "bodoh dan kampungan” itu,
dapat mengalahkan pasukan Alfonso VI sebegitu meyakinkan? Bahkan
sumber Hitti menyebutkan umat Kristen mengalami kekalahan yang amat
146
LG.E von Grunebaum, Classical Islam, (London: Utwin Brother Ltd. ?) h. 180:
History, op.cit., h. 542 147
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, op.cit., h. 163; Hitti bahkan menyatakan
mengundang Murabbitun suatu kesalahan yang amat fatal, History, op.cit., h. 540
99
memalukan, dan diperkirakan sekitar 300.000 umat Nasrani menjadi korban,
40.000 di antaranya dikirimkan ke,, Afrika oleh pemimpin al-Murabitun dalam
bentuk kepalanya saja, sebagai trophy.148
Terlepas dari apakah catatan sebut
benar ataukah dilebih-lebihkan, yang jelas umat Nasrani tidak akan
memandang enteng terhadap yang "bodoh dan kampungan" itu.
Sebaliknya, umat Islam Andalusia sudah maju dan modern, bahkan
mempunyai reputasi internasional. mereka berilmu pengetahuan luas,
memiliki para sarjana: yang handal dalam segala bidang, baik ketika
Andalusia dibawah pimpinan para khalifah umayyah, maupun pada saat
Muluk al-Tawaif yang berantakan itu. Tradisi ilmu sudah begitu
memasyarakat, sehingga sudah seharusnya mereka maju.
Dinasti al-Murabitun merebut kota-kota Andalusia satu demi satu. Dan
dalam bulan November 1090 mereka merebut Granada. Tahun berikutnya
Seville. Kota yang diperintah oleh Banu 'abbad, di tempat al-Mu'tamid
berkuasa. Dan yang telah "berjasa" mengundang al-Murabitun ke Iberia,
mendapat surat agar ia tunduk kepada Yusuf Ibn Tasyfin. Tidak jelas apa yang
dipertimbangkan al-Mu‟tamid; surat itu tidak dibalasnya. Iapun dikepung dan
akhirnya terpaksa menyerah. la dikapalkan bersama keluarganya ke Marokko,
dan meninggal di Aghmat tahun 487/1095. Kemudian pendudukan terhadap
Andalusia menjadi lebih sempurna, setelah jatuhnya Valencia (495/1102).
Kota ini telah dikuasai Cid Campedor Rodrigo Diaz tahun 478/1085.
Kemudian Saragossa menyerah setelah meninggalnya raja terakhir Banu Hud,
148
Ibn al-Khatib, al-Hulal al-Mawsyiyah Fi Zikr al-Akhbar al-Marakusyiyah, (Tunis,
1329) h. 43: History, op.cit., h. 540
100
al-Musta'in (503/1110). Satu-satunya kota yang tetap berada dalam kekuasaan
Kristen dan tak mampu di rebutnya adalah kota toledo, sunguhpun mereka
dapat memenangkan pertempuran di Ucles th 512/1118).149
Pemerintahan al-Murabitun sudah mulai stabil pada tahun 495/1102.
Sejak itu mereka telah menjadi yang dipertuan di sepanjang utara Afrika, dan
Andalusia. Suasana di negara mereka digambarkan berada damai. Harta dan
jiwa manusia mendapat perlindungan secara hukum. Masyarakat nenjadi biasa
menghormati hukum. Karena kepastian benar-benar diwujudkan. orang-orang
Nasranipun mendapatkan hak mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
Kemakmuran rakyat terasa meningkat dalam masa pemerintahan al-Murabitun
di Andalusia, untuk beberapa dasawarsa.150
Sementara itu para fukaha' amat
dominan dalam mengatur ketertiban hukum, dan mengatur kebijaksanaan
politik al-Murabitun. Sejumlah cendikiawan merasa tidak senang dengan para
fukaha' tersebut. Demikian pula dengan para negarawan Andalusia yang kini
tidak memiliki kekuasaan apapun lagi. Mereka memandang ulama Fikih itu
amat kaku dalam menghadapi persoalan yang tumbuh dalam masyarakat.
Terutama menyangkut bidang ilmu pengetahuan, filsafat, dan pemikiran. Pola
berfikir mereka amat terikat dengan ilmu fikih dan tafsir, dan bahkan
mengecam ilmu kalam. Kemudian memperdayakan orang-orang pemerintah
untuk membakar karya al-Ghazali, karena dipandang tidak sejalan dengan
mazhab Maliki yang menjadi mazhab resmi al-Murabitun. Sungguhpun al-
149
Lihat Encyclopaedia of Islam, op.cit., j.i. h 495; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-
Andalus h 163; History, op.cit.., h. 540; Ibn Khallikan, wafayat al-A‟yan (Kairo, 1299), j. ii, h.
419: Khaqan, Qala‟id al-„Iqyan (Bulaq, 1283), h. 25 150
Lihat Encyclopaedia of Islam, loc.cit.
101
Ghazali termasuk ulama terkemuka yang mendukung tindakan al-Murabitun
menyerang Muluk al-tawa'if dan menguasainya. Dan karya al-Ghazali
dimasukkan ke dalam daftar hitam pada masa putera Yusuf naik tahta, Ali ibn
Yusuf (1106-43). 151
Di atas telah disebutkan bahwa, pemerintahan al-Murabitun dapat
menegakan hukum Islam dan memakmurkan rakyatnya, sungguhpun ada
sementara pihak yang tidak berkenan dengan cara-cara yang ditempuh fuqaha'
dan pola berfikir mereka, yang dinilai kaku dan statis.
Barangkali Andalusia akan tetap menjadi sebuah kerajaan yang kuat
dan megah, melalui pedang dan ketangguhan al-Murabitun, seandainya
mereka tetap memiliki sifat-sifat badui padanya pasir yang sederhana, dan
tetap mempertahankan tradisi dan keberanian milik mereka sendiri. Akan
tetapi ternyata setelah berlalu beberapa waktu, merek tidak kuat bertahan
dengan keketatan hukum dan kepastian pelaksanaannya. Mereka yang pada
mulanya datang ke Asbania dengan hati yang tegar dan tangguh, dan tidak
menaruh minat untuk mereguk kenikmatan, serta benci pada kelemah
lembutan. Mereka datang membanggakan keberanian dan kekuatan, dengan
hati yang sarat oleh fanatisme keagamaan, diiringi oleh darah panas dan
pemikiran yang sederhana. Mungkin mereka adalah manusia qana' ah; yang
merasa cukup dengan apa adanya, yang amat bersahaja. Apalagi, menilik pada
awal sejarah kebangkitan mereka, yang bermula dengan ribat; suatu cara
diantara sekian cara yang ditempuh oleh mereka yang sudah ingin menjauhi
151
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 164
102
"dunia". Kini Mereka terlempar di tengah-tengah hiruk pikuknya dunia.
Mereka harus “meluruskan” orang yang sudah “menyeleweng” yang selama
ini dibencinya, tetapi sama-sekali tidak pernah dikenalnya. Ternyata setelah
mereka sering melihat dan mengetahui, karena terlibat langsung dalam kancah
"pertarungan abadi" antara kebajikan dan keburukan, antara perintah dan
larangan, antara kepatuhan dan kelalaian, bahkan pertentangan, maka
merekapun tergoda. Mereka hanyut bersama kemewahan yang ditawarkan
Andalusia.
Dengan melihat jalan yang ditempuh al-Murabitun, mungkin dapat
ditemukan penyebab kejatuhannya. Ternyata mereka jatuh setelah menempuh
jalan, yang ditempuh oleh saudaranya umat Islam Andalusia. Barangkali
mereka bukan menempuh jalan yang pernah dilalui pendahulunya, melainkan
meniru apa yang pernah dilihat pada saudaranya di Andalusia. Dan karena
meniru, maka mereka tidak mengetahui lebih dari apa yang nampak secara
lahir saja. Dan karena itu pula, mungkin mereka menjadi heran, mengapa
mereka mendapat hasil yang berbeda, padahal sudah meniru apa yang orang
lain lakukan, "Qul hal yastawi allazina ya'lamuna wa allazina la ya'lamun ?"
152 dan apa yang selama ini dibenci mereka, kini menjadi disenangi, bahkan
menjadi kebutuhan. Mereka mereguk Kenikmatan sepuas-puasnya, mandi
dengan kemewahan, dan berenang bersama kemaksiatan. Sehingga mereka
goncang.
152
Lihat Al-Qur‟an. Al-Zumar, 39:9; Lihat juga 5:100; (al-Ma‟idah); al-An‟am, 6;50; al-
Ra‟d, 13:16; Fatir, 35:12
103
Akhlak mereka menjadi rusak. Sifat berani dan terus-terang bertukar
menjadi penakut dan penuh kemunafikan. Kejantanan yang selama ini
dibanggakan, telah luntur bersama khamar dan kaum Hawa. lni tidak melebihi
jangka waktu duapuluh tahun. sehingga tidak ada lagi orang yang mampu
mempertahankan serangan pihak Kristen, yang semakin meningkat dan
semakin intensif, dari hari ke hari.153
Serangan pihak Kristen mendatangkan banyak kerugian, akan tetapi
tidak ada tindakan balasan yang mampu dilakukan pihak penguasa al-
Murabitun. Hal tersebut nimbulkan kegelisahan bagi kaum Muslimin di
Andalusia. Sementara itu di Afrika Utara, sedang muncul suatu kekuatan baru
yang mengancam keberadaan al-Murabitun, yaitu alMuwahhidun. Umat Islam
Andalusia memberontak dan berhasil mengusir al-Murabitun kembali ke
Afrika. Al-Murabitun yang memerintah sejak 1090 kini berakhir dengan su'ul
Khatimah (1147). sepeninggal al-Murabitun, Andalusia terpecah-pecah lagi,
"penyakit" Muluk al-Tawa'if kambuh kembali. Di Kordoba berkuasalah
Hamdin bin Muhammad (Bani Hud) (538-541). Banu Mardanisy menjadi
yang dipertuan di Valencia (439_555), di Qadis muncul Ibn el-Lumtani di
Granada.154
Begitulah Andalusia yang penuh dengan pergolakan, tidak akan
menjadi tenang tanpa sesuatu kekuatan yang benar-benar kokoh dan kuat.
Keadaan Umat Islam semacam itu, meninggalkan berbagai kesan
negatif, kepada generasi dibelakangnya. Bermacam dugaan dapat timbul,
dalam bentuk makian dan kutukan sejarah, yang ditujukan kepada mereka.
153
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 164; 154
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah,., h 74
104
karena kekalahan kaum Muslimin terhadap umat Kristen pada masa al-
Murabitun misalnya, bukan karena kalah perang yang dihadapi dengan penuh
keimanan, akan tetapi rnereka telah tersungkur sebelum pedang musuh dapat
menyentuh kulit mereka. Oleh karena kemewahan telah menjerat semua,
langkah keperkasaan, yang selama ini dibanggakan mereka. Barangkali materi
tidak lagi sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah, tetapi telah berubah
menjadi tujuan hidup mereka. Sehingga mereka takut kehilangan materi, lalu
dipertahankannya. Padahal materi itu diperoleh setelah mereka berada di
puncak kekuasaan. Dan kekuasaan itu didapatkan melalui kekompakan dan
kerjasama, dengan tekad dan keberanian sebagai pelengkapnya. Akan tetapi
setelah kemewahan mempengaruhi jalan pikiran mereka, lupalah kacang akan
kulitnya. Ibn Khaldun meriwayatakan bahwa kemewahan itu melenyapkan
Ketegaran hidup padang pasir, dan melemankan solidaritas sosial dan
keberanian. Keturunan merekapun tumbuh dan berkembang dalam gaya
demikian, yaitu hidup bersenang-senang. Akhirnya solidaritas sosial dan
keberanian terjadi lenyap, dan mereka sendiri menjadi binasa.155
Demikianlah
Al-Muwahidun datang menggantikan Al-Murabbitun.
Potensi Islam Afrika Utara cukup besar. mungkin karena sifat
keagamaan Islam yang memberi keleluasaan berfikir kepada umatnya, maka
perkembangan pemikiran keagamaan dalam Islam menjadi berkembang dan
terbuka. Hal serupa yang dialami dunia Islam wilayah lain, dialami juga oleh
Afrika. Di antara pengembangan pemikiran dalam Islam terdapat suatu aliran
155
Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terjemahan Ahmadie Thoha (Jakarta:
Pustaka Firdaus) 1986
105
yang sering dinamakan mujassimah atau antropomorphisme, yang memahami
ayat al-Qur'an secara tajsim.156
aliran ini mendapat tantangan dari sebahagian
umat Islam yang tidak sepaham dengan paham tersebut. Di antaranya di-
pelopori oleh Ibn Tumart dengan al-Muwahhidunnya.
Sesuai dengan namanya, aliran ini bertujuan hendak mengembalikan
penafsiran ayat al-Qur'an tentang Allah, sebagaimana yang ditafsirkan oleh
para sahabat pada masa awal Islam. Atau dengan perkataan lain, ingin
memurnikan Islam. Ibn Tumart misalnya berusaha meniru Nabi hampir dalam
segala hal. Ia menserupakan kepergiannya ke Tinamal dengan hijrah Nabi dari
Mekkah ke Madinah. Kemudian pernyataan setia para pengikutnya, sengaja
dilangsungkan di bawah sebuah pohon. Para pembantunya dinamakan Ansar.
Ia juga mempersaudarakan para pengikutnya dari berhagai suku, sebagaimana
nabi persaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar di Madinah pada masa awal
Hijrah Nabi.157
Jika nabi punya sahabat sepuluh orang yang dijamin masuk
Surga, maka Ibn Tumart punya "ahl al'asyrah” atau kelompok sepuluh yang
dekat dengannya, yang akan menggantikan kedudukannya kemudian hari,dan
berfungsi sebagai majlis wuzara' (pleno menteri), yang menjadi inti daulat al-
Muwahidun,. Masih ada lagi kelompok lima, ahl khamsin dan ahl sab'in,
kelompok tujuh, dan lain-lain."158
Dari nama kelompok yang digunakan dan sikap meniru nabi yang
156
Paham ini sering juga disebut Musyabbihah, yang Menserupakan Allah dengan
manusia. misalnya Allah itu mempunyai tubuh yang terdiri dari darah dan daging, bemuka,
bermata, bertangan, berkaki, bahkan mereka menetapkan bahwa Tuhan itu berkelamin lelaki.
(Lihat KH. Siradjuddin Abbas, I‟tikad Ahlussunnah Wal-Jama'ah (Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 1987) h. 253 157
Grunebaum, Classical Islam., h. 187 158
Ibrahim Hasan, al-Tarikh al-Islami., j. iv, h. 301.
106
ditunjukkannya, nampaknya Ibn Tumart berusaha membangun kembali citra
dunia Islam abad pertama. la ingin mengembalikan kenangan lama, dan
membangkitkan semangat orang orang beriman masa nabi, untuk kemudian
mengharapkan adanya semacam "kesadaran" dari kaum muslimin, untuk
kembali mengikuti teladan Rasul Allah dan sunnahnya.159
Ibn Tumart juga meniru Nabi dalam menyebar-luaskan ajarannya,
melalui surat ke berbagai kabilah,dan menyerukan agar tunduk kepada
ajarannya, memberi jaminan keamanan kepada mereka yang tunduk dan
memerangi mereka yang menolak. Ia segera memperoleh pengakuan dari
berbagai kabilah, Hantanah, Janfisah, Hargha, dipegunungan Atlas. Dalam
usahanya menebarkan ajaran al-Muwahhidun, Ibn Tumart tewas dalam
pertempuran Bahirah (524), dan pasukannya kalah. Kematiannya dirahasiakan
untuk menjaga pengaruh buruk pengikutnya. Murid dan pendampingnya yang
cerdas 'Abd al-Mu'min, menggantikan kedudukannya, dan ia dibai'at olef
ahl 'asyrah tahun 524. Dua tahun kemudian baru dilakukan pembai'atan secara
umum dan terbuka di mesjid Tinamal, 20 R. Awwal 526 H.160
'Abd al-Mu'min
memakai gelar Amir al-Muslimin dan memerintah selama 33 tahun. Dan pada
541/1146 -1147 'Abd al-Mu'min merebut kota Marokko ibu kota Daulat Al-
Murabitun, sekaligus menutup riwayatnya. Dua tahun sebelumnya ia
159
Apa yang dilakukan Ibn Tumart pada abad 6/12 itu, juga diusahakan orang pada abad
keduapuluh. Atau barangkali juga terjadi sepanjang zaman, setelah wafat Rasulullah, meniru
Rasulullah, secara tekstual teologis memang dianjurkan. Tetapi juga dipersoalkan yang manakah
yang diperintahkan untuk ditiru. terlepas dari hal mana yang ditiru, sikap meniru nabi dan
sahabat,bahkan usaha mengembalikan suasana masa rasul, telah banyak mempengaruhi sikap batin
umat ini. 160
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h.
186; Classical Islam, op.cit., h. 187
107
menghancurkan pasukan al-Murabitun dekat kota Tilimsan, kemudian berikut
kota Fas, Ceuta, Tangir dan kota Aghmat.
Sementara itu umat Islam Spanyol mendapat serangan dari pihak
Kristen, apalagi mereka sudah kembali ke suasana untuk al-Tawaif yang
berpecah-belah, tentu dengan mudah menjadi bulan-bulanan. Sekali lagi
Afrika Utara menjadi tumpuan harapan bagi umat Islam Andalusia yang kini
terjepit. Abd al-Mu'min mengirim pasukannya ke Andalusia (539/1144) dan
dalam tempo yang relatif singkat, Andalusia seluruhnya berada di bawah
kekuasaannga, tidak sampai lima tahun. Dan ibu kota kerajaannya tetap di
Afrika, yaitu marokko. Untuk mengutus pemerintahan Andalusia
dipercayakan kepada perwakilannya saja. mungkin itu pula yang menjadi
sebab, Andalusia tidak dapat dikuasainya dengan baik, dan tidak menjadi lebih
kuat. Apalagi Andalusia itu sendiri, memang sejak awal,telah menjadi ajang
pertarungan, antar suku-suku bangsa dan amat heterogen, dengan berbagai
tujuan dan beraneka keinginan,161
Setelah 'Abd al-Mu'min meninggal (1163),
penguasa al-Muwahhidun yang terbesar lainnya adalah, cucunya Abu Yusuf
Ya'qub al-mansur (1184-99). Pada masa ia berkuasa, Seville dijadikan ibu
kota kerajaan untuk Andalusia (1170). Marokko di Afrika tetap sebagai pusat
Kerajaan al-muwahhidun. Ia juga melanjutkan pembangunan mesjid dengan
menara yang indah, yang sampai sekarang masih ada, dan telah dijadikan
Katedral. Di samping itu ia membantu kaum Muslimin mesir, melawan tentara
salib, dengan mengirim 180 kapal kepada Salahuddin al-Ayyubi. Masa al-
161
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 168
108
Mansur dipandang sebagai masa keemasan bagi Muwahhidun,162
Pemberontakan umat Nasrani melawan kaum muslimin dan pemerintahan
mereka, semakin lama semakin meningkat. Kedudukan kaum muslimin
sebagai penguasa, dan bahkan keberadaan mereka sebagai pengikut Nabi
Muhammad, menjadi semakin goyah dan terancam punah. Sejumlah wilayah
yang dikuasai kaum muslimin telah jatuh ke tangan umat Nasrani. Tortossa
dan Lerida misalnya, yang berada di wilayah Catalonia, telah jatuh ke tangan
Ramon Berenguer IV. Sementara itu, tokoh terkemuka reconquista, Raja
Alfonso VIII dari Castille (1158-1214) memperoleh posisi penting di Silves,
Evora dan Cuenca. Dengan demikian dukungan terhadap gerakan reconquista
menjadi semakin meluas di kalangan umat Nasrani yang mungkin selama ini
terdapat keragu-raguan, karena sungguhpun umat Islam itu dalam keadaan
kacau balau, tidaklah mudah mematahkan mereka. Dengan semangat yang
menyala-nyala, umat Nasrani semakin gencar menyerang umat Islam. Seolah-
olah mereka sudah tidak sabar lagi menanti saat yang tepat, untuk mengusir
kaum Muslimin dari Andalusia. Dan arus balikpun terjadi. mereka kalah di
Alarces (al-Arak) pada 8 Sya'ban 591/18 Juli 1195. Kemenangan tersebut
tidak lebih kecil dari kemenangan al-Murabitun di Zallaqah.2 Ya'qub al-
Mansur membangun sebuah observatory sesudah perang di Alercos. Dan
membangun rumah-rumah sakit di hampir semua kota di wilayahnya, berikut
tempat menyantuni fakir miskin dan orang-orang jompo. Al-Mansur juga
seorang khalifah al-Muwahhidun yang mencintai ilmu sejak masa remajanya.
162
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy j. ii, h. 693
109
Ia menekuni filsafat, ilmu falak dan ilmu kedokteran. Dan pada masanya
remaja, Marokko menjadi salah satu pusat kegiatan pengembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam.163
Membaiknya keadaan ekonomi, dan adanya keamanan, menumbuhkan
minat manusia untuk berkarya, dan memperluas wawasan mereka dalam dunia
ilmu pengetahuan. Sementara itu, para ahli fikih mempunyai pengaruh yang
cukup besar di kalangan rakyat awam yang taat beragama. Dan biasanya,
setiap pengembangan pikiran yang dipandang bertentangan dengan agama
oleh para fukaha& tersebut, sering menimbulkan kerawanan. Dalam hal ini
para penguasa haruslah benar-benar bijaksana, terutama wilayah Andalusia
yang sering menghadapi serangan umat Nasrani. Karena jika fatwa ulama
telah dikeluarkan, maka pengaruhnya akan lebih besar daripada kekuasaan
pemerintah sendiri. Salah satu contoh terjadi pada karya Ibn Rusyd, dalam
bidang filsafat, yang terpaksa dibakar oleh Ya'qub, karena karya tersebut tidak
mendapat simpati para ulama fikih. Dan ibn Rusyd sendiri diusir ke Afrika,
setelah perang di Alarcos, dan diterima di istana Marokko.164
Padahal Ibn
Rusyd sendiri adalah seorang ahli fikih terkemuka, yang sampai hari ini kitab
Bidayahal-Mujtahidnya, tetap menjadi referensi ulama Islam.
Tidak sampai limabelas tahun setelah pertempuran Al-Arak (591/1195),
yang dimenangkan oleh kaum Muslimin, terjadilah sebuah pertempuran
dahsyat, yang memporak-porandakan pasukan kaum Muslimin di Al-'Iqab
(Las Navas de Tolosa) pada 15 Safar 609/ 17 Juli 1212. Pihak penguasa al-
muwahhidun dipimpin oleh Muhammad al-Nasir bin Mansur billah (1199-
163
Lihat Sarancens, op.cit., h. 538. 164
Grunebaum, Classical Islam., 188
110
1214), membawahi sekitar lima atau enamratus ribu anggota pasukannya,
menghadapi sebuah koalisi Kristen di bawah pimpinan Alfonso VIII (1158-
1214) dari Castile, yang membawahi pasukan-pasukan yang dipimpin raja-raja
Kristen di dalam negeri Spanyol, seperti Navarre, Aragon, Portugal serta
Castilia dan Leon. Kemudian dibantu oleh pasukan Salib dari Perancis,
Jerman, Inggris dan Italia.165
Tidak jelas berapa besar kekuatan mereka
semuanya. Al-Nasir yang gagal memenangkan pertempuran tersebut,
melarikan diri ke ibu kota al-Muwahhidun, marokko, dan wafat di sana dua
tahun kemudian.166
Kemenangan yang gilang gemilang bagi umat Nasrani, dalam
pertempuran di al-'Iqab tersebut, merupakan pukulan telak yang hampir
menghancurkan seluruh kekuatan umat Islam di Andalusia. Dan berbeda
dengan pertempuran yang terjadi sebelumnya, yang nampaknya tidak ada
campur tangan asing, kali ini, di al-'Iqab hal tersebut telah berubah. Semangat
Salib yang semula, mungkin dimaksudkan untuk memudahkan umat Kristen
naik haji ke Betlehem, yang mendapat halangan dari Dinasti Saljuk, sehingga
Paus Urban II berseru kepada umat Kristen Eropa di tahun 1095 supaya
mengadakan perang suci terhadap Islam167
dan perang itu pecah di Timur168
,
kini bara api yang masih berasap ditangan mereka, telah menyulut peperangan
165
Ency. Britannica, j. xx, h. 1089; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus, h. 169 ;
Encyclopaedia of Islam (E.o.I), j.i, h. 495 166
Hitty, History, h. 549 167
Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press,
1979), j. I, h. 78 168
Perang Salib I :(1095-99) P.S. II, (1147-49 Di pimpin oleh Conrad III dari Jerman dan
Louis VII dari P'cis. PS III,(1187-93) dpp. Frederick Barbarossa, Richard I dari Inggris, dan Philip
II dari Perancis. PS IV, (1202-04) dpp Perancis. PS V, (1217-21) dpp Pelasius. PS VI (1228-29),
dpp. Frederick II. PS VII (1248-54) dpp. Raja Louis IX dari Perancis. PS VIII, (1270) menyerang
Tunis, matinya Louis IX (lihat Almanak Reader's Digest, 1967). Seluruhnya terjadi di Timur
Islam, atau Barat Kristen menyerang Timur Islam, sejak PS I, sampai sekarang (dalam bentuk
budaya).
111
melawan Islam di al-'Iqab, di Barat. Barangkali juga karena al-Mansur, (1184-
99) salah seorang penguasa al-Muwahhidun, pernah mengirim 180 kapal
kepada Salahuddin al-Ayyubi, sebagai bantuan al-Muwahhidun untuk
menghadapi perang Salib.169
Sehingga Negara-negara Eropa mempunyai
cukup alasan membantu Spanyol, memukul habis umat Islam di al-'Iqab
tersebut. Atau mungkin juga tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
perang di Timur, yang ada adalah Eropa Kristen membantu saudaranya
Spanyol Kristen menghadapi musuh bersama, Islam di mana saja. Selanjutnya
satu demi satu kota-kota di Andalus jatuh ke tangan Kristen. Jacques I dari
Aragon merebut kota Valencia (636/1238). Ferdinand III (1217-52) merebut
Kordoba (1236) dan Seville (646/1248). Dengan semangat dan jiwa Perang
Salib yang ditanamkan dalam gereja Spanyol oleh tatakerja Cluniac dan
Cistercian, Ferdinand pertama-tama mengusir penduduk moor di kota-kota
Andalusia secara massal, tetapi kemudian terpaksa merubah kebijaksanaannya
karena kehancuran perekonomian Andalusia yang tak terelakkan. Ia juga
menyetujui rencana pendirian kerajaan Granada, terutama karena alasan-
alasan keuangan, dibawah kedaulatan Castilia.170
Sementara itu penguasa al-
Muwahhidun di Andalusia diusir ke Afrika sejak 633/1235. Dan setelah al-
Nasir, masih ada sembilan orang lainnya memerintah di marokko, yang
kesemuanya masih keturunan Abd al-Mu'min. Pada 1269 Marokko jatuh ke
tangan Banu marin, suatu cabang dari kabilah Zanatah,171
Di Andalusia
sendiri, setelah al-Muwahhidun terusir, majulah Banu Hud mengambil alih
169
Ibn Khaldun, Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam Wal’Ajam
wal – Barbar, j. vi, h. 246 170
Britannica, op,cit., j. xx, h. 1089 171
Hitty, History, op.cit., h. 549
112
pemerintahan dan menguasai wilayah selatan Spanyol, selama tiga tahun. Dan
akhirnya Bani Nasir menguasai keadaan dan berkuasa di Granada.
Kerajaan Granada adalah kerajaan terakhir orang Arab di Spanyol,
setelah kedaulatan mereka di negeri ini direbut kembali oleh pihak Kristen,
dan kota-kota Andalus, jatuh ketangan umat Nasrani. Granada sebuah wilayah
di Selatan Spanyol, yang dikelilingi oleh pegunungan Siera-Nevada, terus ke
Selat Gibraltar di selatan dan Laut Tengah di timur, tetap bertahan bagaikan
batu karang di tengah-tengah samudera, untuk selama dua setengah abad
menahan ombak dan gelombang massa. Pendiri kerajaan ini adalah seorang
pria Arab keturunan kabilah Khazraj dari Madinah yang terkenal, bernama
Muhammad Yusuf lbn Nasir (1232-73) dan dijuluki Ibn al-Ahmar, sesuai
dengan kulitnya yang kemerah-merahan. la seorang pria yang berbudi luhur
dan kuat (maras), dan berpengaruh, sehingga disebut juga al-syaikh.
Betapapun kelebihan yang dimilikinya, ia justru dipandang bijaksana karena
menyadari keterbatasan dirinya dan pengikutnya. la terkurung di tengah-
tengah umat Nasrani yang sedang terbakar oleh fanatisme keagamaan, yang
terpantul dari percikan api salib yang mara di timur. la tidak akan mempu
memperluas wilayahnya melebihi batas Granada yang masih mendapat
perlindungan dari pihak Kristen, karena mereka mengharapkan pembayaran
pajak yang tinggi , untuk menunjang ke kehidupan perekonomian mereka,
yang porak-poranda akibat di usirnya kaum Muslimin dikota-kota Islam yang
direbutnya.172
172
Lihat Britannica, op.cit., j. xx, h. 1089
113
Tegaknya Granada di tengah-tengah kerajaan-kerajaan Kristen
berhaluan keras, sebagai halnya Spanyol, nampaknya sebagai suatu keajaiban,
apalagi Granada bertahan selama lebih kurang dua setengah abad lamanya.
Wilayahnyapun relative kecil dengan penduduk yang tentu saja, tidaklah
sebanding dengan umat Kristen tetangganya. Apalagi mengingat hampir
semua wilayah kekuasaan Islam, yang telah berkuasa berabad-abad yang lalu,
telah jatuh ke tangan Nasrani semuanya kecuali Granada. Dan saat al-
Muwahhidun terusir dari semenanjung ini, kaum Muslimin sebagaimana
biasanya, sejak Muluk al-Tawa'if saling bertikaian.
Dinasti Muhammad Yusuf Ibn Nasir, atau bani Nasir yang dijuluki Ibn
al-Ahmar atau Bani al-Ahmar, melakukan sesuatu hal yang mengejutkan. la
mengadakan aliansi dengan pihak Kristen. Tindakan tersebut memang tidak
baru, yang baru adalah tujuan aliansinya. Aliansi sebahagian kaum Muslimin
dengan pihak Nasrani pada masa Muluk al-Tawaif, yang bertujuan
melemahkan atau menghancurkan lawan politiknya sesama muslim. Dengan
perkataan lain, bertujuan demi kepentingan diri sendiri. Tetapi aliansi yang
dilakukan Ibn al-Ahmar, bertujuan untuk melestarikan keberlangsungan hidup
kaum Muslimin di Granada. Atau sekurang-kurangnya Bani ini tidak lagi
punya musuh atau lawan politik pihak Islam.
Mungkin timbul pertanyaan mengapa tokoh Bani Ahmar beraliansi
dengan pihak Kristen dan tidak menempuh jalan saudaranya yang lalu,
meminta bantuan kaum Muslimin di Afrika? Barangkali jawabannya karena,
di Afrika tidak ada kekuatan yang mampu menolong mereka. Sementara ke
114
wilayah lain seperti Mesir, Turki dan lain-lain, bukan saja letaknya jauh,
bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Mungkin faktor jauhnya itulah yang
utama, bukan karena belum pernah terjadi.
Untuk menjawab apa yang mendorong Ibn al-Ahmar melakukan aliansi
dengan pihak Kristen, mungkin dapat di lacak dengan memperhatikan situasi
dan kondisi yang merajai Spanyol pada saat itu. Sementara itu motivasinya
dapat terungkap, dengan memperhatikan langkah-langkah politiknya dan
sikapnya terhadap rakyatnya.
Pertama, nampaknya Ibn Al-Ahmar telah menyadari kelemahan kaum
Muslimin Spanyol yang mabuk kemewahan dan lupa pada pesatuan dan
kesatuan umat Islam. Kemudian satu demi satu kota-kota Islam Andalusia
jatuh ke tangan musuh. Jika tidak ada satu tindakanpun yang diambil, maka
ketika itu juga kaum Muslimin sudah terusir dari Andalusia, bersama-sama
atau sedikit lebih terlambat dari masa terusirnya al-Muwahhidun, karena tidak
akan ada lagi kota yang dapat dipertahankan dari serangan pihak Kristen, yang
semakin mendapat banyak kemajuan. Inilah kondisi objektif yang tidak
terelakkan, yang dihadapi kaum Muslimin Asbania.
Kedua, umat Islam yang ada di kota-kota Andalusia yang telah jatuh ke
tangan umat Kristen, seperti Kordoba, dan Seville misalnya, diusir secara
massal oleh Ferdinand III (1217-52). Pengusiran tersebut didorong oleh
semangat Perang Salib yang sedang menyala, dan mendapat dukungan dari
Cluniac dan Cistercian dari gereja Spanyol.173
Keadaan ini tentu amat
mencemaskan kaum Muslimin. Tetapi tidak ada tindakan yang dapat mereka
173
Lihat Britannica, op. cit., j. xx, h. 1089; Kota Kordoba jatuh tahun 1236, Seville tahun
1248. Dua kota Islam Andalusia yang pernah dijadikan ibu kota negara.
115
lakukan untuk mengimbangi kekuatan yang sedang dibangun umat Kristen
untuk mengusir kaum Muslimin tersebut. Satu-satunya yang dapat dilakukan
adalah menanti giliran atau meninggalkan negeri ini sebelum malapetaka itu
datang menimpa diri mereka.
Ketiga, pengusiran kaum muslimin dari kota-kota Andalusia tersebut,
telah berakibat tidak baik bagi Spanyol dalam bidang ekonomi. Hal tersebut
mudah dimengerti, jika diingat bahwa mereka lah yang menentukan warna
Spanyol selama ini. Orang Islam ahli dalam pertanian, perdagangan, dan
industri. Sedangkan umat Kristen pada masa itu masih terbelakang dan bahkan
terisolasi selama berabad-abad, semestinyalah mereka belajar pada kaum
muslimin dan bukan mengusir mereka, padahal mereka belum siap mengambil
alih kepemimpinan negara yang ditinggalkan kaum Muslimin.
Keempat, hancurnya perekonomian kota-kota Andalusia setelah
pengusiran kaum Muslimin, menyadarkan pihak Kristen akan kekeliruan
mereka. Kehancuran itu tidak akan terjadi, sekiranya umat Kristen, dalam hal
ini kaum pendeta, dapat memanfaatkan atau bersedia menerima kaum
muslimin hidup berdampingan bersama mereka. Tetapi nampaknya kaum
padri itu merasa lebih baik "bodoh" daripada harus menerima ilmu dan
bekerjasama dengan kaum Muslimin. Atau mereka memanfaatkan orang-
orang Kristen yang pernah hidup bersama dengan kaum Muslimin, yang
mereka sebut kaum "mozareb", dan umat Islam yang berasal Spanyol, yang
dinamakan "mudejar". Perbedaan pandangan di antara para penguasa
semacam Alfonso VI misalnya, yang toleran terhadap kaum Muslimin, dan
kaum pendeta yang bersikap sebaliknya, barangkali karena perbedaan pola
116
berfikir. Alfonso VI mungkin cukup sadar pada keterbelakangan kaumnya,
yang terisolasi selama berabad-abad di pergunungan Asturia. Dia merasa lebih
menguntungkan kaumnya jika bersikap toleran dibanding dengan mengusir
kaum Muslimin. Pertarungan dua kutub pemikiran itu nampaknya cukup
tajam, dan sulit dipertemukan. Tetapi Ibn Ahmar dapat memanfaatkan
pertentangan tersebut, untuk kepentingan dirinya dan kaum Muslimin yang
mengikutinya. Nampaknya ia benar-benar melihat jauh ke depan, dan
memperhitungkan berbagai kemungkinan, yang pada prinsipnya: umat Islam
tidak mampu melawan umat Kristen yang demikian banyaknya dan yang
demikian besar kebenciannya sejak dulu, kecuali berkelit.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat dipahami sikap
yang diambil Ibn al-Ahmar. Ia bersedia membayar pajak yang tinggi, yang
ditetapkan pihak Kristen dalam hal ini Kerajaan Castile, dan dapat dipahami
pula bahwa, tindakan tersebut lebih banyak didorong oleh keinginan untuk
hidup, atau mempertahankan keberadaan kaum Muslimin di Asbania, dari
pada suatu gagasan untuk maju dan kemajuan bersama semata-mata. Kondisi
kaum muslimin Asbania, yang penuh percekcokan dan pertentangan, sejak
Muluk al-Tawa'if sampai akhir masa al-Muwahhidun terusir dari Spanyol,
tidak memungkinkan adanya kerjasama di antara sesama mereka.
Dalam uraian terdahulu, tergambar satu karakter umum kaum Muslimin
Andalusia sepanjang sejarah mereka, memberi kesan bahwa, suatu
pemerintahan yang lemah hampir dapat dipastikan, cenderung menimbulkan
pemberontakan. Dan barangkali begitulah caranya mereka menyampaikan ke-
tidakpuasan atau protes. Dan pemerintahan yang kuat dan bersih,
117
menimbulkan wibawa dan menarik simpati serta menghimpun dukungan
banyak pihak, untuk membantu kelancaran pemerintahannya.
Ibn al-Ahmar digambarkan sebagai seorang yang memiliki pandangan
jauh ke depan. la merasa bahwa, untuk tetap bertahan di hadapan musuh-
musuhnya, ia memerlukan banyak orang (rijal ), dan untuk itu la memerlukan
harta atau dana (al-mal). Kemudian untuk membangkitkan semangat ke-
bersamaan, keadilan dan kepastian hukum harus ditegakkan, setelah itu
kebijaksanaan yang tepat harus menjadi tujuan pokok pada setiap tindakan
kepemerintahannya, (husn alsiyasah). Ibn al-Ahmar mempraktekkan sikap
adil di tengah-tengah rakyatnya, dan iapun menjalankan kebijaksanaan yang
tepat guna, sehingga masyarakatnya mencapai tingkat kehidupan yang relative
tinggi dan penuh ketenangan (al-Rakha ‘wa al-Istiqrar)174
. Keadilan dan
kebijaksanaan yang tepat, telah lama terkubur dan hilang dari kenyataan
kehidupan kaum Muslimin Asbania. Ketika keduanya dihidupkan kembali,
masyarakat Islam nampaknya amat gembira dan bersyukur, karena apa yang
seharusnya menjadi milik mereka telah dikembalikan ke asalnya atau ke
tempatnya. Gairah hidup dan semangat bekerja, telah mendorong mereka
mencapai titik tertinggi dalam keberhasilan membangun sebuah kota yang adil
dan makmur. Itulah barangkali faktor utama yang mendorong mereka menjadi
maju dan disegani, sehingga mampu bertahan selama lebih kurang dua
setengah abad lamanya. Dan janganlah dikira bahwa semua raja-raja yang
menggantikan Ibn Al-Ahmar itu, sama bijaksananya dan sama adilnya terhadp
174
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h 172. Dalam faktor rijal itu, dapat
dimasukan para Ksatria yang gagah berani, yang melarikan diri dari Granada, dari kota lain.
118
rakyat. Kota Granada bukan saja sebuah kota perjuangan, tetapi adalah juga
kota yang penuh pesona, ia sering disejajarkan dengan Damaskus di timur.
Kemudian orang Islam yang pindah ke Granada adalah, orang-orang yang
memiliki keahlian dalam berbagai bidang keterampilan; petani, pedagang, dan
industriawan serta seniman dan budayawan. Dengan demikian masing-masing
mereka mempunyai andil untuk memakmurkan negeri kecil tersebut, sesuai
dengan keahlian mereka masing-masing. Petaninya memanfaatkan tanah
untuk pertanian, dan tidak ada sejengkal tanahpun yang dibiarken menganggur
tidak digarap. Dalam bidang perdagangan misalnya, terdapat kemajuan pesat
berkat majunya industri tekstil sutera, yang dieksport ke Italia. Begitu pula
dengan usaha komersial lainnya yang dapat mendatangkan keuntungan materi
bagi masyarakat.175
Disamping itu perlu dicatat bahwa, kaum muslimin yang
berdiam di kota-kota Andalusia lainnya, yang telah jatuh ke tangan umat
Nasrani, tidak mendapatkan perlakuan yang wajar dari saudara mereka umat
Kristen, terutama dalam hal keagamaan. Mungkin karena umat Nasrani pada
masa itu di tempat tersebut, tidak mengenal toleransi beragama, terutama
kaum pendeta mereka. Sesak dada mereka melihat ada manusia lain, yang
berlainan agama dengan mereka dan tidak ada jalan yang dapat ditempuh
untuk membangun saling pengertian, selain menerima Katolik menjadi agama,
atau meninggalkan kota-kota tersebut sebelum diusir atau dibunuh. Barangkali
sulit dapat digambarkan betapa keadaan kaum Muslimin yang menghadapi
persoalan semacam itu. Bagi sebahagian orang mungkin tidak begitu sulit
175
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, j. i, hh. 109,721, Al-Lamhah
al-Badriyah fi’ al-Dawlat al-Nasriyah (ed. alKhatib1(Cairo,1347) h. 13.
119
meninggalkan akidah keyakinannya yang Islam, dan dengan mudah memeluk
agama Nasrani, sebagai mudahnya orang yang berganti pakaian. Tetapi bagi
sebahagian lainnya, lebih suka memilih lari, menyelamatkan agamanya,
daripada menempuh jalan murtad, dan dunia inipun memang tidaklah kecil,176
sehingga seorang Muslim lebih senang berhijrah, sungguhpun ketika hijrah
berlansung, hati mereka penuh dengan sejuta perasaan dalam bentuk ke-
kesalan, kedongkolan, kebencian, kemarahan atau dendam yang nenyala-
nyala. Sementara itu, mereka yang tidak ikut berhijrahpun merasakan hal yang
serupa, dan kondisi batin yang semacam ini, dapat merubah bentuk yang
negatif tersebut, menjadi sifat positif, dari marah menjadi berani, dan dari
kekesalan, kebencian dan lain-lain, menjadi nekad dan pasrah serta siap mati
untuk satu tujuan mulia. Mungkin inilah penyebabnya, mengapa Granada
dapat dipertahankan sekian lama. Keamanan dan kemakmuran serta keadilan
penguasa, mendorong tumbuhnya kemajuan dalam banyak bidang kehidupan.
Bidang pertambangan menambah kekayaan negara, sehingga dibangunkanlah
rumah-rumah sakit untuk memelihara kesehatan masyarakat, dan digalakkan
mendirikan sekolah-sekolah untuk tempat anak-anak mereka menuntut ilmu.
Dalam bidang budaya dan seni, Granada mempersembahkan sebuah karya
sejarah yang monumental, yaitu al-Hambra. Sebuah istana yang disulap dari
sebuah benteng lama Bani Umayyah masa lalu. Al-Hambra atau al-Hamra'
yang terbuat dari unsur-unsur semen merah dan marmer, berada di puncak
176
Lihat al-Qur'an, 4:97. "... Malaikat bertanya: dalam keadaan bagaimana kamu ini?"
mereka menjawab: "Adalah kami orang yang tertindas..." ... bukankah bumi Allah itu luas?...".
Ayat ini mengecam mereka yang menyerahkan “nasib" kepada orang lalim. mengapa kalian tdak
lari saja`?..
120
sebuah bukit, kemudian dibuat sebuah pelataran seperti Acropolis di Athena,
dengan hiasan bergaya Arab klasik, dan diperindah lagi oleh penerus Ibn al-
Ahmar, sehingga menjadi salah satu karya yang mengagumkan dunia.
Granada yang unik ini menjadi sebagai besi bermagnit yang menarik kaum
ulama berdatangan kemari. Pada masa Muhammad al-Khamis (763/1362)
salah seorang penerus Ibn al-Ahmar yang cemerlang, dua ulama terkemuka
berdiam di Granada, Ibn Khaldun dan Lisan al-Din al-Khatib, kedua-duanya
ahli sejarah yang jarang tandingannya.177
Rupanya Granada yang berkesan itu,
setelah berada di puncak kejayaannya di masa Muhammad al-Khamis
tersebut, ia lalu menjadi layu, karena para penerusnya tidak ada lagi yang
mampu menegakkan kewibawaan pendahulu mereka. Faktor lain yang
menunjang tegaknya Bani al-Ahmar di Granada adalah, adanya kerjasama di
antara Granada dan Bani Marrin di Al-Maghribi. Bani marrin selalu mengirim
bantuan ke Granada, terutama jika terancam perang, bahkan ada sejumlah
perajurit yang diserahkan di bawah pimpinan penguasa Granada, untuk
digunakan sewaktu-waktu terjadi serangan dari pihak Kristen. Tetapi pada
abad kesembilan hijriyah, daulat lain menggantikan Bani marrin, sehingga
bantuan yang biasanya diperoleh dari al-Maghribi, tidak diperolehnya lagi.
Dan Granadapun berada pada kondisi yang lemah dan siap menjadi mangsa
pihak Kristen.178
Mungkin juga, Granada dibiarkan tetap hidup dan
berkembang oleh pihak Kristen, karena mereka sendiri terlibat dalam
pertikaian di antara sesama negara Kristen, dan juga sedang menyelesaikan
177
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus., h. 173-4 178
Ibid h. 172
121
problem yang timbul dari wilayah yang sudah ditaklukkannya. Dan sedikit
saja terdapat kesempatan untuk menyerang, Granadapun segera menjadi
sasaran. Dan kedua belah pihak secara bergantian memperoleh
kemenangan dan kekalahan. Tetapi setiap kali terjadi kontak senjata, maka
kedua-duanya telah dikuasai oleh hawa-nafsu ingin membunuh dan membalas
dendam, serta saling menganiaya yang sudah berada di luar batas-batas
kewajaran,179
Gerakan merebut kembali Spanyol dari tangan kaum Muslimin, yang
sudah menjadi hangat sejak kaum Muslimin yang sudah menjadi hangat sejak
kaum Muslimin terpecah belah, menjadi semakin semarak di pengujung abad
ke 15. Terutama dengan bersatunya dua kerajaan yang biasanya tidak selalu
rukun, Aragon dan Castile. Dan penyebabnya adalah karena dua orang Raja
mereka, Ferdinan dari Kerjaan Aragon dan Isabella dari Castile
melangsungkan pernikahan (1479). Dengan demikian urusan penaklukan
kembali Spanyol atau Reconquista menjadi semakin mudah. Sejumlah kota-
kota Islam di Andalusia telah dikuasai sebelumnya, dan tanah terakhir yang
masih tersisa adalah Granada. Granada yang selama ini menjadi pembayar
pajak yang paling banyak dan paling setia, menjadi pembangkang pada masa
Ali Abu al-Hasan naik tahta (1461-82 dan 83-85). Apa yang mendorong Ali
Abu al-Hasan melakukan pembangkangan tidak begitu jelas, tetapi ia disebut
sebagai seorang pemberani, Cuma saja kurang perhitungan (da’if al-ra’y).
Mungkin ia merasa dihina atau direndahkan oleh utusan dari pihak Kristen
179
Hitty, History, op.cit., h. 551
122
yang amat nyinyir (lahha) ia berkata: “katakana pada majikanmu, para raja
Granada yang anda musushi, dan membayar pajak telah mati. Granada yang
sekarang jangan anda harapkan lebih dari sekadar perang”.180
Untuk
mewujudkan kata-katanya, Abu al-Hasan menyerang Castile. Serangan itu
mengalami kegagalan, bahkan Ferdinan membalas menyerang dan merebut
Hammah di barat daya Granada. dalam keadaan gawat itu, puteranya
Muhammad Abu Abdullah merebut kekuasaan dengan menyerang al-Hamra',
dan menyatakan dirinya sebagai penguasa, (1482). Setahun kemudian, Abu
Abd Allah menyerang Lucena, tetapi gagal dan ia tertawan. Sementara itu Abu
al-Hasan kembali ke istana memegang kekuasaan kembali, tapi pada 1485 ia
menyerahkan estafet kepemimpinan umat kepada adiknya Muhammad XII
yang bergelar al-Zaghl. Al-Zaghal disebut sebagai seorang pemberani dan
taguh pendirian, dan raja terkuat terakhir di Granada.181
Barangkali Ferdinan
dan Isabella sudah melihat bahaya besar jika al-Zaghal dibiarkan meneruskan
kepemimpinannya di wilayah yang makrnur itu. Bersamaan dengan itu
nampak pula jalan keluar yang paling menggelitik, yang jika berhasil
merupakan pukulan yang paling menyakitkan bagi lawannya, dan jika tidak
berhasil tidak ada pula yang perlu disesali. Abu Abdullah dihasut agar
melawan pamannya. Dan tentu saja dengan segala macam janji-janji palsu,
dan hamburan pujian dalam ekspressi wajah yang meyakinkan, Rupanya Abu
Abdullah yang ketika menyerang al-Hamra' terpengaruh dengan hasutan
180
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 174. Tidak mustahil utusan pihak Kristen
itu, bertindak di luar kesopanan karena mereka berkuasa, lalu merendahkan Abu al-Hasan tersebut. 181
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus;; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-
Islami wal hadzarah Al-Islamiyah. j.iv, h 76
123
ibunya, kini iapun terpengaruh dengan hasutan musuhnya. Akal sehatnya
sudah dikalahkan oleh keinginannya menjadi raja. Dua tokoh terkemuka
Kristen itu, menjanjikan kepadanya akan menyerahkan Granada, bila al-
Zaghal tersingkir. Percaya kepada janji orang yang telah diperanginya itu, Abu
Abdullah mengobarkan perang saudara. Untuk itu orang-orang Castile telah
diikut sertakan melawan pamannya, disamping itu ia juga di bantu dengan
dana secukupnya oleh Ferdinan dan Isabella. Abu Abdullah dapat merebut
sebahagian Granada, dan dengan demikian terdapat dua orang raja sekaligus.
Tentu saja, hal tersebut menjadi salah satu tanda dari kehancuran. Dan
bersamaan dengan itu pula pasukan Kristen menyerang wilayah Granada, dan
satu demi satu benteng Islam jatuh ke tangan umat Nasrani (1486). Setahun
setelah itu Malagapun jatuh pula, dan sebahagian besar penduduknya dijual
sebagai budak. Di sini, Abu Abdullah meluapkan kegembiraannya, dengan
mengirimkan ucapan selamat kepada Ferdinan.182
Sementara itu, al-Zaghal
selalu dihalang-halangi oleh Abdullah ini, sehingga ia sia-sia menumpahkan
seluruh kemampuannya untuk bertahan. Ia dikalahkan, dan menyerahkan kota
Almeria kepada Ferdinan. Kemudian iapun mengundurkan diri ke Afrika, di
Tilimsan, setelah ia mencoba menghimbau negara Afrika untuk
membantunya. Tidak ada negara Islam yang membantu, terutama Afrika yang
sedang dalam perang saudara pula.183
Ferdinan dan Isabella mengirim surat
kepada Abu Abdullah, agar menyerahkan Granada kepada mereka (1490). Hal
182
Sikap “aneh” itu mungkin sulit dipahami, tapi selalu ditemui dikalangan kaum
Muslimin setiap masa 183
Al-Maqarri, Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy, j.ii, h. 810
124
tersebut bertentangan dengan janji mereka kepadanya, ketika menjadi
tawanan. Dan nampaknya Abdullah amat yakin pada kejujuran kedua tokoh
Kristen tersebut waktu itu, sehingga ia bersedia membantu keduannya
mengalahkan pasukan pamannya sendiri. Bahkan ia mengucapkan selamat
kepada mereka, ketika orang-orang Islam yang membangkang melawan
pasukan Kristen, kalah dan dijual sebagai budak. Mungkin bagi Abdullah apa
yang dialami oleh umat Islam waktu itu adalah kesalahan umat Islam sendiri,
karena kebodohan umat yang tidak tau memilih teman. Dan sebaliknya
Ahmad Syalabi, menyebut Abdullah orang tamak pada kekuasaan.184
Ketamakannyalah yang membuat ia menjadi bodoh, dan kebodohannya
itu, bukanlah karena ia tidak berilmu, tetapi karena akalnya telah dibimbing
oleh hawa nafsunya. Ketika hawa nafsu telah menguasai seseorang, maka apa
yang sebenarnya baik, dipandangnya tidak baik. Akalnya ditekan atau di-
arahkan agar mendukung keinginannya itu, sehingga ia yakin bahwa apa yang
ia percaya itu, adalah benar. Dalam hal ini, sungguhpun Abu Abdullah telah
menyerang Ferdinan dan Isabela, kedua orang tersebut tidaklah marah
kepadanya. Karena itu mungkin tidak sedikitpun ia merasa bahwa ia telah
mengkhianati Islam yang dipimpinnya. Bahkan jalan yang ditempuh. Itulah
jalan yang seharusnya ditempuh kaum Muslimin. Itulah jalan kebenaran.
Itulah jalan keselamatan.185
184
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah 185
Lihat al-Qur'an, 2:11, "Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi" mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan
perbaikan". Al-Kahf, 1L3:103,104, "... yaitu orangorang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaikbaiknya". Lihat
juga: surat 45:23
125
Ternyata ia menempuh jalan yang keliru, itu bukan jalan kebenaran, dan
bukan pula jalan keselamatan. Boleh jadi Ia telah sadar, dan sungguhpun
terlambat, ia telah melakukan sesuatu yang positif di lihat dari segi umat
Islam. Ia menolak menyerahkan Granada kepada Ferdinan dan Isabella dan
bersama Musa ibn Abi al-Ghassan, keturunan Arab campuran Persia ia
menantang perang.
Pasukan Ferdinan melakukan Blokade untuk menghancurkan semua
hasil pertanian dan hasil panen tahun 1491. Hal tersebut mendatangkan hasil.
Umat Islam kelaparan, makanan habis, jalan lari tertutup. Ketika itulah
serangan yang mematikan itu dilancarkan. Abdullah -sebagai biasanya- me-
nempuh jalan damai, ia percaya Ferdinan dan Isabella itu seorang juru-selamat
untuk kaum Muslimin. Iapun menyerah dan menerima janji lagi. Janji seorang
"juru-selamat". Sedangkan Musa ibn Ghassan dan pengikutnya, memilih
syahid dan tidak bersedia menyerah. Mungkin ia tidak percaya bahwa kedua
tokoh Katolik itu adalah "juru selamatnya", mungkin ia dan rekan-rekannya
lebih yakin kepada janji Allah.
Janji yang diberikan oleh pihak Katolik yang memenangkan perang,
kepada kaum Muslimin yang kalah dalam perang, di dapati 67 buah syarat
bagi penyerahan tersebut. Di antara lain menjamin jiwa, harta dan keluarga,
membiarkan mereka di tempat tinggalnya masing-masing, dan menjalankan
keyakinan agamanya, dan tidak menghukum seseorang kecuali dengan hukum
syari'at yang diyakininya, membiarkan rumah ibadah, mesjid dan harta wakaf
sebagaimana adanya, tidak memaksa seseorang meninggalkan agamanya. Dan
126
seorang Muslim dijamin keamanannya jika melakukan perjalanan di negeri
orang Nasrani baik jiwa maupun harta, dan agar tidak diberikan kepada
mereka tanda-tanda sebagai yang diberikan kepada orang Yahudi. Agar kaum
Muslimin dapat memimpin sekelompok jamaah dari kalangan mereka sendiri.
Dan orang Spanyol agar mengkhususkan tempat bagi para tawanan kaum
Muslimin. Dan agar diberi hak untuk meninggalkan Spanyol menuju ke
Afrika dengan harta dan anak-anak mereka, kapan saja mereka mau dan
seterusnya.186
Apa yang dijanjikan di atas adalah, apa yang sewajarnya diterima
sebagai hak-hak azasi manusia. Dan bagi kaum muslimin tidak ada yang
istimewa, tetapi apakah umat Katolik mengenal hak-hak manusia lain
semacam di atas? Kelihatannya sampai abad ketujuhbelas mereka belum
mengenal hak-hak asasi manusia. Dan tidak ada seorangpun yang berhak
merubah catatan sejarah yang sudah ada, menyangkut perlakuan umat Katolik
terhadap umat Islam pada masa itu.
Hal yang paling mengesankan adalah ketika Abu Abdillah
menyerahkan kunci kota Granada kepada kedua tokoh yang pernah
memberinya janji-janji palsu, Ferdinand dan Isabella . Ketika ia dipanggil
untuk menghadap, barulah terasa kehinaan menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan
ketika tali kekang kudanya memutar ke belakang, untuk melihat kali terakhir
kota yang pernah didiaminya, nampak ia tidak mampu menahan cucuran air
matanya. Ibunya dengan tepat berkata: "Menangislah sebagai seorang wanita
186
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180; Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-
Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. h, 78; Akhbar al-'Asr fi ingida' Dawlat Bani
Nasr, ed. M.J.Muller (Munich,l836)'h.49
127
terhadap sebuah kerajaan yang telah hilang. Yang tak 'kan mampu di-
pertahankan, sungguhpun oleh pria-pria perkasa". Tempatyang penuh
kenangan itu kini dikenal dengan nama El Ultimo Suspiro del Moro (The last
sight of the Moors). Abu Abd Allah Yang malang itu akhirnya pindah ke Fas
dan wafat di sana pula (1533-4).187
Begitulah setelah berlalu beberapa lama, perjanjian yang dibuat di
antara kaum Muslimin dan umat Katolik , dibatalkan sepenggal-demi
sepenggal. Cardinal Ximenez de Cisneros yang biasa menerima pengakuan
dosa Isabella,tidak dapat menerima kebijaksanaan Uskup Granada Hornando
Tala vera, yang bersikap toleran terhadap kaum Muslimin. Ximenez
mengatakan kepada raja bahwa, menjaga janji dengan kaum muslimin, sama
artinya dengan berkhianat kepada janji Allah. Dan realisasi dari nasihat
pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin, sama
artinya dengan berkhianat kepada janji Allah.188
Dan realisasi dari nasihat
pendeta kepada raja, adalah penindasan terhadap semua kaum Muslimin.
Tetapi Karena kaum Muslimin tidak dapat menrima begitu saja pemaksaan
agama Katolik kepada mereka, maka timbullah pemberontakan. Pemaksaan
agama Katolik kepada umat Islam di Spanyol dimulai pada 1499. Kardinal
187
History, op.cit., h. 555 188
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 180. Kalimat Kardinal tersebut,
menggambarkan keyakinan pihak Katolik, bahwa menghormati janji itu bukanlah sifat yang
terpuji. Atau dipandang terpuji juga, kecuali dengan umat Islam. Agama Katolik tidak sebagai
agama Islam, yang Nabinya Muhammad diutus menjadi rahmat bagi seluruh alam. (21:107)
sedangkan Katolik khusus untuk umat Katolik saja. Dengan demikian sikap mereka membenci
Islam adalah suatu keyakinan dan tanda-tanda keimanan. Sebaliknya Islam mengajarkan
menghormati janji dengan siapa saja tanpa membedakan agama dan etnis manusia. Umat Katolik
juga diajarkan membenci dan memusuhi umat Yahudi, karena mereka telah menyalib Tuhan Jesus.
"It is the wrath of God! It is due to the crime of the Jews!" (Lihat Spanish Islam, op. cit., h. 227).
Lihat juga al-Qur'an 2:120. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga kamu mengikuti ajaran agama mereka..." mungkin, kamu dipaksa jadi Katolik!
128
Ximenez menetapkan bahwa setiap Muslim harus meninggalkan agamanya,
atau meninggalkan Spanyol. Generasi berikutnya sejak dari anak-anak harus
dididik menjadi Katolik oleh pihak gereja, mesjid-mesjid ditutup, kitab-kitab
berbahasa Arab di bakar, dan kaum Muslimin mendapat siksaan keras sebagai
usaha pihak Katolik untuk membujuk mereka, memasuki agama yang
menganjurkan kelemah lembutan dan kasih sayang itu. Dan lembaga Inkuisisi
bekerja keras untuk melegalisasikan pelaksanaan melanggar hak-hak asasi
manusia.189
Mungkin pemberontakan di Spanyol merupakan ciri khas sepanjang
sejarahnya. Akan tetapi jika pemberontakan sebelum ini, lebih banyak bersifat
politis dan dalam kerangka kebebasan berfikir dan bertindak, maka kini pem-
berontakan timbul akibat hak-hak mereka sebagai manusia, telah dicabut dan
diperkosa oleh umat Nasrani. Nampaknya mengerikan, tetapi persoalannya
menjadi amat gamblang, dan amat mudah menentukan sikap. Karena dalam
menghadapi pemaksaan terhadap agama hanya ada dua pilihan, pertama,
dibunuh atau menang (Yuqtal aw yaghlib)190
, dan kedua, berpura-pura murtad.
Sikap pertama milik orang-orang yang gagah dan kuat imannya, dan kedua
milik orang-orang yang lemah atau mungkin saja orang-orang yang bijaksana.
Sementara ketika menentukan sikap terhadap sebuah perilaku politik, orang
masih memperdebatkan apakah "ijtihad"nya itu sungguh-sungguh karena iman
atau karena hawa nafsu. Tidak demikian halnya dalam hal membela keyakinan
atau mempertahankan akidah. Dan hanya orang yang beriman saja yang
189
Ibid 190
Lihat Al-Qur‟an 4:74
129
merasa tersinggung, jika akidahnya dirusak. Dan Islam tidak pernah memaksa
manusia melebihi kemampuannya.
Lokasi pemberontak berada di pergunungan alBusyarrat atau Bubasytro
di antara Sierra Nevada dan laut yang panjangnya sekitar 19 mil dan lebarnya
11 mil, yang diselang-selingi tanah rendah yang datar dan keras serta lembah
yang dalam.191
Seolah-olah tempat tersebut merupakan sebuah arena yang
telah dipersiapkan,untuk mempertaruhkan nyawa, demi memperjuangkan hak
untuk hidup dan hak untuk meyakini sesuatu kebenaran keagamaan, atau
akidah. Dan barangkali tempat ini bukanlah satu-satunya tempat, atau arena
pertarungan, karena pertumpahan darah dan pertarungan maut juga terjadi di
gereja-gereja dan di rumah-rumah penduduk, di penjara-penjara dan di mana
saja. Pemberontakan yang timbul akibat dorongan yang bersifat sentimen
keagamaan, barangkali merupakan suatu hal atau tindakan yang amat sensitif.
Kedua belah pihak yakin pada kebenaran tindakan mereka. Yang satu
menindas dan yang lain tertindas. Umat Nasrani memperkosa hak-hak asasi
umat Islam mempertahankan kebenaran keyakinan mereka. Umat Nasrani
yakin bahwa, membunuh dan memperkosa hak orang lain yang di luar agama
Nasrani;192
baik Yahudi maupun Islam, dipandang sebagai menjalankan
perintah Tuhan mereka. Sementara umat Islam memandang mempertahankan
diri terhadap musuh yang ingin menghancurkan akidah mereka adalah ter-
masuk menjalankan salah satu perintah Allah. Dengan begitu kedua-dua belah
pihak meyakini kebenaran tindakan masing-masing, sungguhpun kedua-
duanya bertolak belakang.
191
al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus h. 183. 192
Keterangan Ximenes, memenuhi janji kepada umat Islam melanggar perintah Tuhan.
Sikap Nasrani kepada Yahudi pun cukup jelas.
130
Umat Islam di Spanyol tidak hanya dipaksa menjadi Nasrani, dipaksa
murtad dari agama mereka, tetapi mereka juga dilarang mengikuti adat istiadat
yang diwariskan dari nenek moyang mereka, dan bahkan dilarang memakai
pakaian Arab, bahasa Arab dan nama-nama "Arab".1 Mungkin semua yang
berbau Arab. Ferdinan sendiri, salah seorang tokoh Nasrani yang ikut
membuat ikrar janji kepada umat Islam, ternyata aktif sekali membantai kaum
Muslimin termasuk membakar sebahagian dari kaum Muslimin, dan
merampas harta mereka serta menganiaya mereka dengan berbagai cara. Dan
puncak kebuasan dan kebiadaban dilakukan oleh Philip III (1609-1614). Dan
pada masanyalah semua orang Islam lenyap di Spanyol. Diperhitungkan sejak
jatuhnya Granada sampai awal abad ke tujuh belas, terdapat tiga juta kaum
Muslimin menjadi korban.193
Inilah pertarungan agama dalam bentuk
bentrokan fisik. Kedua belah pihak melakukan tindakan-tindakan yang sudah
di luar garis kemanusiaan. Tidak ada lagi peri kemanusiaan, tidak ada lagi
kasih sayang, tidak ada lagi kedamaian dan ketenangan. Dunia menjadi gelap,
hati penuh dengan dendam, persaudaraan menjadi sebuah Impian kosong, dan
agama menjadi alat untuk saling membunuh. Agama di tangan manusia yang
sempit dadanya, sama dengan senjata di tangan perampok dan pembunuh.
C. Faktor-faktor penyebab disintegrasi umat Islam
Perkembangan Islam di Andalusia, yang dimotori oleh orang-orang
Arab dan Afrika, sulit dipisahkan dari perwujudan watak mereka masing-
193
Lihat History, op.cit., h. 556; al-'Ibadi, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus . h. 183;
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah., j. v, h. 81.
131
masing. Pergolakan pemikiran dan manifestasinya dalam tingkah laku
menghasilkan sikap-sikap positif dan negatif. Positifnya, mereka adalah
orang-orang yang bebas dalam berfikir dan bertindak. negatifnya, sulit
mendapatkan kesatuan langkah dan pandanggan, lalu menghasilkan
perpecahan. Perpecahan itu pada mulanya biasanya timbul akibat adanya
perbedaan pendapat, dan perbedaan tersebut muncul akibat manusia
menggunakan akalnya dan daya penalarannya. Islampun mendukung setiap
kegiatan yang bersifat penalaran dan usaha berfikir untuk memecahkan
sesuatu persoalan.194
Kemudian nabi Muhammad sendiri menyatakan bahwa
perbedaan pendapat di antara umatnya adalah rahmat.195
Tetapi Islam
bukanlah agama yang hanya mendorong akal untuk berfikir dan memecahkan
persoalan dan fikiran yang sehat, islam juga menuntut umatnya membangun
motivasi yang tujuannya, semata-mata mencari kerelaan Allah.196
Jika tujuan
luhur ini telah terlepas dari diri umat Islam, maka Islampun melepaskan diri
dari tanggung-jawab dan bimbingannya.
Besar kemungkinan perbedaan pendapat di antara umat Islam di
Semenanjung Iberia, tidak lagi dengan motif mencari kerelaan Allah, sebagai
yang tersebut dalam ajaran Islam, melainkan telah menyimpang ke arah lain.
194
Dalam Al-Qur'an terdapat 41 ayat yang menggunakan kata-kata kaifa , yang menuntut
setiap otang menggunakan daya pikirnya. (misalnya surat ke 25 : 9, 45. (27) :14 51, 69. (28): 40,
(30): 9, 42, 48, 50. dan seterusnya.
Lihat juga Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, h.5-11 195
Hadis inipun tidak bertujuan menonjolkan perbedaan semata-mata. Yang menjadi
masalah pokoknya adalah, setiap orang dapat menggunakan daya pikirnya, sungguhpun berakibat
terjadi perbedaan-perbedaan, atau menimbulkan berbagai variasi di dalam memandang sesuatu
persoalan. 196
Hadis Nabi yang berbunyi: Innama al-a'mal bi alniyyat, dan seterusnya, cukup dikenal
dalam Islam, sehingga setiap Muslim dituntut untuk membersihkan dirinya dari tujuan yang
bersifat duniawi semata-mata. Atau hal lain yang bersifat mencari kerelaan selain Allah. Dalam
ajaran Islam Allah menjadi fokus bagi setiap gerak dan tindakan.
132
Misalnya untuk mencari kekayaan bagi diri sendiri, lalu membonceng
kebebasan berpendapat. Dan meyakinkan orang lain bahwa, perbedaannya
dengan lawannya semata-mata karena mencari kerelaan Allah. Tidak
seorangpun berhak dan mampu mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi
dalam batinnya.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah, di antara umat Islam
dan umat Nasrani di Spanyol, terdapat perbedaan agama yang mendasar,
menyangkut soal keyakinan, atau keimanan dan akidah. Akidah ini bisa amat
berpengaruh dalam diri manusia. Terutama dalam komunikasinya dengan
sesama manusia dan dengan Tuhannya. Akidah ini pula yang mempengaruhi
pola berfikir manusia dalam menghadapi hidup dan tantangannya. Dengan
demikian jika terdapat perbedaan sikap di antara umat Islam dan umat
Nasrani, dalam menghadapi sesuatu persoalan, maka perbedaan itu berasal
dari perbedaan akidah kedua belah pihak. Adapun perbedaan yang terjadi di
antara sesame umat Islam, biasanya karena adanya perbedaan penafsiran
terhadap sesuatu kata atau sesuatu konsep yang "multi dimensional", sehingga
dari sudut manapun dipandang, masih dapat memantulkan satu segi dari multi
dimensional tersebut dan dapat dibuktikan kesahehannya. Sehingga perbedaan
itu lebih mengarah pertentangan. Sementara itu, perbedaan yang terjadi antara
umat Islam. dan umat Nasrani dalam hal sikap masing-masing pihak terhadap
adanya perbedaan agama, amatlah berbeda.
Toleransi atau kebebasan beragama dalam system Islam, bukanlah
semacam kebijaksanaan politik yang dibuat-buat (jika "agama dan negara"
dipisahkan) untuk menarik rasa simpati non Muslim terhadap Islam dan kaum
133
Muslimin. Akan tetapi merupakan keyakinan yang berakar Dada kitab suci al-
Qur'an197
, yang juga telah diwujudkan dalam sejarah. Sekiranya sikap toleran
atau konsep tasamuh dalam Islam itu dipandang sebagai suatu kebijaksanaan
politik (karena kebijaksanaan tersebut berada di dalam tangan penguasa),maka
itulah kebijaksanaan, yang berdasarkan perpaduan diantara agama dan negara
dalam sistem pemerintahan Islam. dan jelas kebijaksanaan Islam itu amat
berbeda dengan kebijaksanaan yang dibuat penguasa Spanyol, ketika Recarred
mencoba menggabungkan agama Katolik dengan negara, dan di masa inkuisisi
mempertaruhkan nama agama di arena politik.198
Dan Gerakan Reconquista, ini adalah salah satu gerakan yang menjadi
faktor disintegrasi di tanah Andalusia, Gerakan ini mulai muncul secara lebih
terkoordinasi sejak jatuhnya Dinasti Umayyah Spanyol pada abad V/XI. Ke-
jatuhan dinasti ini mendorong umat Nasrani kepada keyakinan bahwa Spanyol
akan berhasil direbut kembali, setelah dikuasai kaum Muslimin selama
berabad-abad.
Sementara para sejarawan Spanyol berkeyakinan, bahwa gerakan
reconquista itu telah dimulai sejak Playo199
dari Asturia memimpin
197
Al-Qur'an, II:156. Ayat ini jelas menjadi dasar hukum bagi kaum muslimin dalam
tindakan hukumnya menghadapi non Muslim. Tetapi agak aneh juga jika Schacht mengingatkan
bahwa hukum Islam tidak mempunyai dasar ke-Islam-an (apalagi dasar Qur'an). Hukum Islam -
katanya- adalah hukum Romawi Barat, Bizantium, Persia den lain-lain yang dipadu --tetapi tidak
pernah secara sempurna-- dengan suatu sistem persyaratan-persyaratan moral yang di "wahyukan",
tetapi diakui sebagai wahyu oleh ulama Islam. dst. (Lihat Gustave E. von Grunebaum (ed.), Islam
Kesatuan Dalam Keragaman,(Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1975), h. 9, 79-102). nampaknya,
orientalisme memang punya gaya berfikir yang berdasarkan pada pembedaan ontologis dan
epistemologis yang dibuat antara”Timur" (the Orient) dan (hampir selalu) "Barat" (the
Occident)Lihat Edward W. Said, Orientalism (New York: Vintage Books,1978) h. 2. Bagi Al
qur'an, Islam diterima manusia melalui hidayah (7:178; 17:98; 18:17; 42:52). Oleh karena itu tidak
ada manfaatnya mengharap orang kafir mengakui Islam (43:40; 10:43; 2:6-7) apalagi mengakui
keunggulan Islam dan hati mereka dipandang mengidap semacam penyakit (2:10). 198
Dozy, Reinhart. Spanish Islam. h. 224; 199
Kaum bangsawan Visigoth mengangkat Playo menjadi pemimpin mereka di tempat
pelarian mereka di Asturia (Britannica, op. cit., j. xx, h. 1088)
134
perlawanan terhadap kaum muslimin diCavadonga (718). Tetapi gerakan
tersebut mungkin lebih tepat dimasukkan ke dalam usaha mempertahankan
diri, dan bukan usaha untuk merebut kembali tanah yang sudah direbut umat
Islam. Berbeda halnya dengan gerakan yang dimulai pada hart-hari terakhir
Bani Umayyah di Spanyol. Ketika itu keadaan umat Islam sudah melemah,
stamina mereka telah menurun. Akhirnya satu demi satu kota-kota di Iberia
direbut kembali oleh umat Nasrani, kecuali Granada, yang direbut setelah
lebih kurang duaratus tahun kemudian.
Reconquista menampakkan dirinya sebagai sebuah gerakan yang
bertujuan membebaskan negeri Spanyol/Iberia dari pengaruh Islam dan segala
hal yang berkaitan dengannya. Gerakan ini sekaligus melambangkan
pemberontakan umat Nasrani terhadap pemerintahan Islam dan kaum
Muslimin, Dan pemberontakan tersebut telah berlangsung selama berabad-
abad Akan tetapi sifatnya tidak menyeluruh, dan tanpa koordinasi yang baik.
Hal itu dapat dipahami, mengingat kekuatan umat Islam masih berada pada
posisi yang sulit dipatahkan, walau pun kekuatan kaum Muslimin itu terpecah-
pecah, karena perpecahan dan pertikaian serta pergolakan-pergolakan yang
timbul dan tenggelam sepanjang masa. Barulah kemudian pada akhir masa
kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol, gerakan pemberontakan reconquista
meluas dan terkoordinasi, dari yang bersifat sporadis menjadi menyeluruh dari
gerakan-gerakan kecil menjadi gerakan besar.
Gerakan reconquista dapat muncul dan berkembang karena umat
Nasrani dapat membangun masyarakatnya sendiri di utara Spanyol. Dengan
demikian mereka dapat melestarikan adat istiadat dan tradisi serta agama di
wilayah perbatasan di sebelah utara tersebut. Hal ini dapat terjadi kerena
135
ketika penaklukan Spanyol yang dilakukan oleh umat Islam pada masa awal
atau pada masa Musa dan Tariq, tidak tuntas. Padahal sepanjang yang dapat
kita baca dalam riwayat penaklukan mereka, tidaklah sulit bagi kedua tokoh
legendaris ini untuk menghancurkan seluruh kekuatan umat Nasrani yang ada.
Tetapi mengapa mereka tidak melakukannya atau mengapa mereka
membiarkan orang yang sudah tidak berdaya itu memperoleh hak hidup
mereka lagi? Mengapa mereka tidak bertindak sebagai mana tindakan orang-
orang Barat yang menaklukkan Amerika, beberapa abad sesudah itu, yaitu
menghancurkan seluruh kekuatan dan potensi bangsa Indian, atau
sebagaimana yang dilakukan orang-orang Inggris terhadap bangsa Aborigin di
Australia? Inilah soal akidah. soal pandangan hidup atau way of life yang
berlainan, cara menyelesaikan persoalan manusia yang berbeda. Mungkin jika
orang ingin memperturutkan perasaanya, memenuhi kepuasan hati yang
bersifat hawa nafsu, akar muncul rasa "penyesalan" dalam dirinya. Akan tetapi
di sinilah letaknya arti nilai-nilai moral dalam hidup umat manusia, nilai-nilai
kemanusiaan yang tidak sekedar berperang untuk membunuh saja, tetapi
berperang untuk mengancurkan kebatilan, dan menegakkan kebenaran serta
menganjurkan manusia berbuat kebajikan dan melarang mereka melakukan
kejahatan,200
200
Ketika Nabi Muhammad mengirim pasukan untuk menghadapi orang Badui beragama Kristen (Bani Kalb) yang berdiam di sekitar Daumat al-Jandal, yang melakukan perampokan hingga ke Madinah berkata: "Sekali-kali kamu tidak boleh menipu atau mengkhianat, dan tidak boleh membunuh anak-anak kecil." Pada setiap kali Nabi mengirim ekspedisinya mengingatkan pasukannya agar "Dalam menuntut balas terhadap penganiayaan yang dilakukan orang terhadap kita, janganlah ganggu penghuni rumah yang tidak bersalah, jangan usik perempuan yang lemah, jangan sakiti anak yang masih'menyusu atau orang yang tidak bisa bangun karena sakit. Janganlah hancurkan rumah-rumah penduduk yang tidak berdaya, janganlah memusnahkan mata pencahariannya dan pohon-pohonoebuahannya, dan janganlah singgung pohon kurma." Abu Bakr menambahkan lagi nasihatnya kepada pasukannya: antara lain "Hai Yazid! janganlah sekali-kali menindas kaummu sendiri, atau mengganggu ketenteramannya, tapi nasihatilah mereka, lakukanlah apa yang benar dan adil. Jika kamu melihat para pendeta mengasingkan diri mereka dalam biara-biara, mereka merasa dengan jalan demikian mengabdi kepada Tuhannya pula Biarkanlah mereka, jangan bunuh mereka dan jangan binasakan biaranya. (Lihat Ameer Ali, Api Islam, op. cit., j.i, hh. 146-7 dan seterusnya).
136
Umat Nasrani dapat hidup dan berkembang serta memiliki potensi
untuk bangkit kembali melawan kaum Muslimin dari wilayah perbatasan
sebelah utara Spanyol, pada dasarnya bukanlah kesalahan sikap dari Musa dan
Tariq atau para pemimpin umat Islam generasi berikutnya, yang tidak mem-
binasakan mereka. Akan tetapi hidup dan berkembangnya umat Nasrani itu
adalah haknya mereka sepenuhnya dari Allah, yang dihormati oleh kaum
Muslimin, sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya kepada umat
Islam selama umat Islam masih mengakui Allah sebagai Tuhan dan
Muhammad sebagai nabi mereka. Artinya sikap membiarkan umat Nasrani
hidup dan berkembang di perbatasan Spanyol, adalah sikap yang berlandaskan
keyakinan dan akidah kaum Muslimin itu.
Ketika umat Nasrani bangkit dalam gerakan merebut kembali wilayah
Spanyol dari tangan kaum Muslimin, maka gerakan tersebut pada dasarnya
tidaklah aneh, dan bukan sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi sesuatu yang
wajar dan manusiawi, dan menjadi hak mereka yang sah. Sedangkan Yang
menjadi persoalan kita bukanlah reconquistanya itu. Yang menjadi masalah
adalah tindakan umat Nasrani terhadap umat Islam yang diawali oleh gerakan
ini, dengan jalan membunuh siapa saja yang mengaku beragama Islam.
Padahal sebelum pembantaian ini terjadi, pihak Isabella dan Ferdinan telah
menanda-tangani suatu perjanjian yang berisi, kesediaan mereka untuk
menghormati hak-hak sah yang asasi dari seorang manusia, yang kebetulan
beragama Islam.
Sekiranya perjanjian untuk menghormati dan memberikan hak kepada
kaum Muslimin untuk memeluk agama dan kepercayaannya, menghormati
rumah-rumah ibadah dan hak untuk berusaha dan mendapatkan nafkah hidup,
137
dan lain-lain lagi tidak ada, umat Nasranipun tentu mengenal juga nilai-nilai
kemanusiaan semacam itu. Bukankah mereka memeluk suatu agama yang
mengajarkan manusia untuk saling mencintai, bahkan meminta agar mencintai
musuh-musuh mereka sekalipun? Inilah soalnya. Jadi, bukan soal reconquista,
bukan tentang hak umat Islam saja, tetapi tentang hak seorang manusia! yang
berjumlah sekitar tiga juta. Yang berlansung dari abad ke 15 hingga ke 17
Masehi, baik terbunuh maupun yang diusir.201
Seandainya pembunuhan tersebut terjadi ketika per tempuran sedang
berkecamuk, maka berapapun jumlah manusia, yang jatuh menjadi korbannya,
masih dapat dipahami, sungguhpun mungkin kita akan menyesalinya,
sebagaimana orang menyesali jatuhnya korban bom atom di Hirosyima dan
Nagasaki. Akan tetapi masih memiliki alasan untuk melakukannya. Dan apa
yang dijadikan alasan oleh umat Nasrani Spanyol untuk membenarkan
tindakan mereka, hanya merekalah yang tahu!
201
Lihat History op, cit, h. 556; Tidak jelas apakah sikap mereka ada hubungannya
dengan titah Nabi orng Israil di dalam I Sem. xv, 3; dan Jehezk. ix, 6: "Demikianlah firman Tuhan
seru sekalian alam. Pergilah sekarang & dan gempurlah Amalik, hancurkan samasekali seluruh
miliknya dan jangan beri mereka ampun; bunuhlah laki-laki maupun perempuan, anak tanggung
maupun bayi menyusu, sapi maupun domba, onta maupun keledai". Dan "bunuhlah sama sekali
org tua dan muda, anak dara, anak-anak perempuan".
138
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Apa yang menyebabkan Umat Islam di Andalusia mengalami
Disintegrasi?
Disintegrasi Umat Islam di Andalusia di sebabkan oleh konflik yang
ditimbulkan oleh umat Islam itu sendiri, diantara konflik itu ialah, adanya
perselisihan antar sesama muslim, perselisihan yang lebih kepada solidaritas
terhadap sukunya sendiri daripada agama yang mereka anut, dan hal ini
terdapat dalam tubuh bangsa Arab dan kaum Berber Afrika Utara, suku Mudar
dengan suku Yaman, walaupun mereka satu agama nampaknya solidaritas
keagamaan sama sekali. atau seakan-akan tidak dapat menunjukkan
keberadaannya, konflik selajutnya yaitu pergolakan politik yang timbul di
dalam pemerintahan itu sendiri, perebutan kekuasaan, raja yang terlalu
bergelimangan dalam kemewahan menjadikan ia lupa diri hingga menuju titik
lemah dalam memimpin pemerintahan, didukung pula kebijaksanaan-
kebijaksanaan raja dalam menghadapi para ulama yang menimbulkan konflik
berkepanjangan.
2. Bagaimana dampak dari disintegrasi umat Islam di Andalusia?
Dampak dari disintegrasi ini cukup fatal, karena disintegrasi ini telah
melemahkan potensi umat, dan mendorong umat Nasrani untuk menyerang
lebih bersemangat. Sekiranya umat Nasrani punya keinginan untuk maju,
maka mereka akan berusaha memanfaatkan kaum Muslimin. Selain itu, dunia
139
Islam pada saat itu sedang menurun, dan penuh dengan pergolakan, sehingga
tidak dapat memberikan perhatian yang sepantasnya untuk Spanyol. Baik
gerakan reconquista, maupun timbulnya peradilan inkuisisi, dan bahkan semua
gerakan pengusiran kaum Muslimin dari Iberia. kelihatannya sulit dipisahkan
dari pengaruh yang amat dominan dari kaum pendeta Katolik.
Ketika kaum muslimin berkuasa dan memerintah negeri ini di bahagian
selatan, umat Nasrani membangun masyarakatnya di perbatasan Spanyol di
belahan utara. Kedua belah pihak selalu dalam keadaan siap siaga terus-
menerus, tidak pernah lengah. Pemerintahan Islam mendapat tantangan se-
panjang sejarahnya di Spanyol. Baik tantangan itu datang dari pihak Nasrani
maupun datang dari pihak Islam sendiri. Disintegrasi menyebabkan fitalitas
Umat Islam menurun, hingga berujung pada pengusiran umat Islam di
Andalusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, KH. Siradjuddin, I’tikad Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 1987
Al-’Ibadi, ‘Abd al-Hamid, Al-mujmal Fi Tarikh Al-Andalus. Kairo: Dar al-Qalam,
1964
Al-Asir, Ibn. Al-Kamil Fi al-Tarikh. Beirut: Dar Sadir, 1965
Ali, Ammer. Api Islam. Jakarta: PT pembangunan, 1967
Al-Khatib, Akhbar Majmu’ah Fi Fath al-Andalus, Lafuente Alcantara. Madrid:
1867
al-Khatib, Ibn , al-Hulal al-Mawsyiyah Fi Zikr al-Akhbar al-Marakusyiyah,
Tunis, 1329.
Al-Maqarri. Nafh al-Tib Min Ghusn al-Andalus al-Ratib, ed. Dozy. Leyden, 1855
Al-Marrakusyi, ‘Abd-al-Wahid. al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib, ed.
Dozy. Leyden,1881
Al-Tabari. Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-qur’an. Kairo: al-Misriyyah, 1324 H
Arnold, Thomas W., Sejarah Da’wah Islam, Jakarta: Wijaya, 1983
Brockelmann, Carl, History of the Islamic Peoples, London: Rotledge & Kegan
Paul, 1980.
David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1985. Khuda Bakhsh,
DS.
DS. Margolioth, Khuda Bakhsh, The Renaissance of Islam, Delhi: Idarah
Adabiyah-I, tt.
Ed. Yusron Rozak, Sosilogi sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Persepektif Islam, (Jakarta:LSA) 2008
Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica. Chicago: William Benton; Publisher,
tt.
Encyclopaedia. The Encyclopaedia of Islam. Leiden: E. J. Brill, 1960. H.A.R.
Gibb et. Al
Grunebaum, G.E von, Classical Islam, London: Utwin Brother Ltd.Al-Hufi, Min
Akhlaq al-Nabi, Kairo: Al-Syu'un al-Islamiyyah, 1968.
H.Z.A.Ahmad, Ilmu Politik Islam. Jakarta: Bulan Bintang,1977
Hasan, Ibrahim, al-Tarikh al-Islami. Kairo: al-Nahdah, tt.
Hawaa, Sa' d , terj AbuRidha, Membina Angkatan Mujahid. Jakarta: Islahy,
1408/1987
Hawaa, Sa’ d. Membina Angkatan Mujahid, terjemahan AbuRidha. Jakarta:
Islahy, 1408/1987
Hitti, Philiph K. History of the Arab. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010
Hodgson, Marshal G.E., The Venture of Islam. University of Chicago Press, tt
Issawi, Charles, Filsafat Islam Tentang Sejarah. Terjemahan H.A Mukti Ali
Jakarta: Tintamas, 1962
Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun, terjemahan Ahmadie Thoha Jakarta:
Pustaka Firdaus 1986,
Khaldun, Ibn. Kitab al-’Ibar wa Diwan al-mubtada’ wal-khabar Fi Ayyam
Wal’Ajam wal – Barbar. Bulan: 1248
Khallikan, Ibn, wafayat al-A’yan. Kairo, 1299.
Khilafah,” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, jilid II Ichtiar Baru Van
Hoeve, tanpa tahun
Lewis , Bernard, The Arabs In History. Penerjemah Drs. Said Jamhuri Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, 1994
M. Lombard, The Golden Age of Islam. Amsterdam: North-Holland Publishing
Company, 1975
Mahmudunnasir, Syed. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993
Margolioth, The Renaissance of Islam. Delhi: Idarah Adabiyah-i
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbaqai Aspeknya. Jakarta:UI Press, 1979
Peter C, Scalles. The fall of the caliphate of Córdoba: Berbers and Andalusis in
conflict. New York: Koln Brill, 1994
Poole , Lane. The Arabs in Spain. New York:1911
Reinhart, Dozy. History of Muslim In Spain, London: Frank Cass, tt
Reinhart, Dozy. Spanish Islam. London: Frank Cass, tt
Spuler, Bertold, The Muslim World: A Historical Survey, Leiden: E.J. Brill, 1960
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid 2, cet I, Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1983.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah At-Tarikh Al-Islami wal hadzarah Al-Islamiyah.
Kairo: 1969
Thomson, Ahmad dan Ur Rahim , Muhammad ‘Ata’, Islam Andalusia: sejarah
kebangkitan dan keruntuhan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004
Watt , W. Montgomery & Chachia, Pierre, A History of Islamic Spain. Edinburgh
University Press, 1992
Watt, W. Montgomery, The Mayesty That Was Islam, London: William Clows &
Sons Ltd.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006