disertasi keragaman genetik dan penanda …repository.unair.ac.id/32775/13/32775.pdf · c. hubungan...
TRANSCRIPT
DISERTASI
KERAGAMAN GENETIK DAN PENANDA MORFOLOGI,
FISIOLOGI, BIOKIMIA SERTA MOLEKULER TANAMAN
JAGUNG (Zea mays L.) EFISIEN NITROGEN
MAKHZIAH
090810038-D
PROGRAM STUDI S3 MIPA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
PRAKATA vi
UCAPAN TERIMAKASIH vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR SINGKATAN xiv
INTISARI xv
ABSTRACT xvi
KATA MUTIARA xvii
BAB I. PENGANTAR
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Manfaat Penelitian 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1. Karakteristik dan Pertumbuhan Tanaman Jagung 8
2.2. Siklus Nitrogen 13
2.3. Penyerapan dan Asimilasi Nitrogen dalam Tanaman 14
2.4. Kebutuhan dan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung 18
2.5. Dampak Negatif Penggunaan Pupuk Nitrogen yang Berlebihan 19
2.6. Efisiensi Penggunaan Nitrogen dalam Tanaman 20
2.7. Hubungan Sistem Perakaran dengan Penyerapan Nitrogen 22
2.8. Remobilisasi N dan Daun Tetap Hijau Saat Masak (Stay Green)
23
2.9. Peranan Ensim Nitrat Reduktase dalam Metabolism Nitrogen 25
2.10. Aplikasi Penanda (Marka) dalam Mengidentifikasi Sifat yang Dituju
25
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
iii
BAB III. KONSEP ILMIAH DAN HIPOTESIS
3.1. Konsep Ilmiah 28
3.2. Hipotesis 30
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. PENELITIAN I : Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
32
4.1.1. Tujuan Penelitian 32
4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian 32
4.1.3. Bahan dan Alat Penelitian 32
4.1.4. Rancangan Percobaan 33
4.1.5. Pelaksanaan Percobaan di Lapang 33
4.1.6. Prosedur Pengambilan Data 34
4.1.7. Analisis Statistik 36
4.2. PENELITIAN II : Pengamatan Pertumbuhan Sistem Perakaran Genotipe Jagung Efisien Nitrogen dan Kurang Efisien Nitrogen
37
4.2.1. Tujuan Penelitian 37
4.2.2. Waktu dan Tempat Penelitian 37
4.2.3. Rancangan Percobaan 37
4.2.4. Pelaksanaan Percobaan 37
4.2.5. Analisis Statistik 37
4.3. PENELITIAN III : Analisis Protein dan Analisis Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien Nitrogen
38
4.3.1. Tujuan Penelitian 38
4.3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 38
4.3.3. Prosedur Analisis protein dan DNA 38
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL PENELITIAN I: Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
41
5.1.1. Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen
41
5.1.2. Pengaruh Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen pada Karakter Morfologi
41
A. Pengaruh Pemupukan Nitrogen pada Karakter Morfologi . 41
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
iv
a. Tinggi Tanaman dan Luas Daun 41
b. Perakaran 43
B. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Fisiologi 46
a. Kandungan Klorofil dan Stay Green Interval Keluar Bunga Jantan-Betina
46
b. Akumulasi Biomassa, Translokasi Biomassa, Serapan N dan Remobilisasi N
49
C. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Aktifitas Enzim Nitrat Reduktase
53
D. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Agronomi 55
E. Pengaruh Pemupukan N terhadap Parameter Efisiensi Nitrogen pada Beberapa Genotipe Jagung
59
5.1.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen
62
5.1.3. Seleksi Genotipe Jagung Efisien N dan Produksi Tinggi 65
5.1.4. Identifikasi Karakter yang Berhubungan dengan Hasil dan Efisiensi N
66
A. Hubungan Parameter Efisiensi N dengan Produksi Biji 67
B. Hubungan Karakter Morfologi dengan Produksi Biji 66
C. Hubungan Karakter Fisiologi dengan Produksi Biji 72
D. Hubungan Karakter Biokimia dengan Produksi Biji 74
5.2. HASIL PENELITIAN II: Perkembangan Sistem Perakaran Genotipe Jagung Efisien N dan Kurang Efisien N
74
5.3. HASIL PENELITIAN III: Analisis Protein dan Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
78
5.3.1. Profil Pita Protein Genotipe Efisien N dan Kurang Efisien N 78
5.3.2. Survei Polimorfis Marka random amplified polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
80
5.4. PEMBAHASAN 83
5.4.1 Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Tanaman Jagung
83
5.4.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen dan Seleksi Genotipe Jagung Efisien N
83
5.4.3. Karakter Morfologi Tanaman Jagung Efisien N 85
5.4.4. Karakter Fisiologi Tanaman Jagung Efisien N 87
a. Akumulasi Biomassa dan Translokasi Biomassa 87
b. Serapan N dan Remobilisasi N 88
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
v
c. Kandungan Klorofil dan Stay Green 92
5.4.5. Profil Protein Genotipe Jagung Efisien N dan Enzim yang Terlibat Asimilasi Nitrogen
94
5.4.6. Seleksi Marka RAPD (random amplified polymorphic DNA) yang Terpaut dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
97
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 100
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 123
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
vi
PRAKATA
Segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam, sang Maha Pengasih dan
Penyayang yang memberikan kekuatan kepada saya dalam menyusun disertasi ini.
Kegiatan pertanian ternyata penyumbang emisi gas N2O terbesar penyebab
utama kenaikan suhu bumi atau pemanasan global, salah satunya melalui aplikasi
pupuk nitrogen (N) yang berlebihan. Oleh sebab itu perlu dilakukan efisiensi N baik
secara kultur teknis maupun penggunaan varietas efisien N. Jagung merupakan
tanaman yang sangat responsif terhadap pemupukan N. Perakitan varietas jagung
efisien N akan sangat membantu mengurangi dampak negatif dari aplikasi pupuk N
berlebihan. Pencarian materi genetik jagung efisien N merupakan langkah awal
dalam perakitan varietas jagung efisien N. Disamping itu, identifikasi karakter
jagung efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan sebagai
penanda kriteria seleksi genotipe jagung efisien N. Penanda morfologi, fisiologi,
biokimia, dan molekuler sangat membantu kegiatan pemuliaan jagung efisien N.
Sebagian hasil penelitian telah dipublikasikan di American Journal of
Experimental Agriculture. 3(1): 182-199. Effect of Nitrogen Supply and
Genotypic Variation for Nitrogen Use Efficiency in Maize.
Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya
disampaikan kepada Prof. Dr.Ir. Hj. Kusriningrum R.S., MS dan Prof. H. Hery
Purnobasuki, MSi, Ph.D. selaku promotor dan ko-promotor yang telah banyak
memberi bimbingan, arahan, motivasi, saran dan masukan selama penulisan disertasi
ini. Dukungan dari Ditjen Dikti, Kemendikbud Republik Indonesia yang sangat
besar dengan memberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa BBPS dan Hibah
Penelitian sangat membantu kelancaran studi dan penelitian ini. Terimakasih juga
dihaturkan kepada Rektor UPN “Veteran” Jatim, atas ijin dan kesempatan untuk
menempuh pendidikan Program Doktor dan bantuan biaya pendidikan.
Akhir kata semoga apa yang tertulis dalam disertasi ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan, dapat diterapkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Surabaya, Juli 2014
Penulis
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
vii
UCAPAN TERIMAKASIH
Bismillahirrohmaannirrohiim,
Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta, Maha pengasih dan
penyayang, yang menumbuhkan tanaman beraneka ragam bentuk dan rasanya.
Sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Berkat karunia
rahmat dan hidayahNya maka saya dapat menyelesaikan penulisan disertasi untuk
Program Doktor MIPA, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.
Setulus hati saya menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada yang terhormat:
Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. selaku promotor yang penuh
perhatian dan kesabaran dalam memberi bimbingan, arahan, wawasan berfikir,
nasihat dan motivasi kepada saya selama penelitian dan penulisan disertasi.
Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D. selaku ko-promotor yang telah banyak
memberi arahan, kerangka berfikir, saran, masukan dan motivasi selama
penelitian dan penulisan disertasi.
Ditjen Dikti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
yang telah memberi kesempatan untuk mendapatkan beasiswa BBPS dan Hibah
Penelitian yang sangat membantu kelancaran studi dan penelitian ini.
Rektor Universitas Airlangga dan Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga
yang telah memberikan kesempatan mengikuti pendidikan Program Doktor di
Universitas Airlangga.
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Ketua Program
Studi S3 MIPA Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan, fasilitas
dan motivasi untuk segera menyelesaikan pendidikan Doktor.
Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, atas ijin dan
kesempatan untuk menempuh pendidikan Program Doktor dan bantuan biaya
pendidikan.
Seluruh Tim Penguji Ujian Kelayakan yaitu Prof. Dr. H. Agoes Soegianto, DEA,
Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S., MS. Prof.H. Win Darwanto, MSi.
PhD; Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.; Prof.Dr. Bambang Irawan, MSc.;
Dr. Y. Sri Wulan Manuhara, MSi.; Dr.Tini Surtiningsih, DEA. yang telah banyak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
viii
memberikan ide, masukan dan saran sebagai landasan menguatkan kerangka
konseptual penelitian disertasi.
Seluruh Tim Penguji Proposal yaitu Prof.Dr.Hj.Ir. Kusriningrum Rochiman S.,
MS. Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.; Dr. Sucipto Hariyanto, DEA; Dr.
Y. Sri Wulan Manuhara, MSi.; Dr.Tini Surtiningsih, DEA; Dr. Eddy Setiti Wida
Utami, MS; Dr.Tarzan Purnomo, MSi. yang telah banyak memberikan koreksi,
masukan dan saran untuk perbaikan proposal penelitian.
Seluruh Tim Penguji Ujian Kelayakan dan Ujian Tertutup yaitu Prof.Dr.Hj.Ir.
Kusriningrum Rochiman S., MS. Prof. H. Hery Purnobasuki, M.Si, Ph.D.;
Prof.H. Win Darwanto, MSi. Ph.D; Prof. Dr. Ir. H. Arifin, MS; Dr. Sucipto
Hariyanto, DEA; Dr. Eddy Setiti Wida Utami, MS; dan Dr.Ir. Eko Murniyanto,
MP yang telah banyak memberikan pertanyaan, wawasan, koreksi, saran dan
masukan yang sangat berarti bagi perbaikan naskah disertasi ini. Semoga
kebaikan mereka dicatat sebagai amal jariyah.
Dekan Fakultas Pertanian dan Kaprogdi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak
memberi semangat dan dukungan moril untuk segera menyelesaikan studi saya.
Kepala Laboratorium Bioteknologi dan Kepala Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas penelitian.
Bapak Yamiran di Tulungagung yang telah menyediakan sawahnya untuk lahan
percobaan.
Laboratorium Sentral Hayati Universitas Brawijaya yang telah membantu
melakukan analisis protein dan DNA.
Teman-teman seangkatan Program Doktor MIPA Universitas Airlangga yang
saling membantu, menguatkan dan memberi dukungan.
Semua rekan kerja di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur yang
banyak memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan disertasi serta
dukungan yang tiada henti untuk segera menyelesaikan studi.
Kedua orang tua bapak Abdul Rahman Muid (alm) dan ibu Hj. Zaitun (alm) yang
sangat saya hormati yang telah menghadap Sang Khalik, semoga beliau selalu
mendapatkan kemuliaan dan pengampunan dari yang Maha Kuasa.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
ix
Semua kakak dan adik, keponakan, saudara, terimakasih atas dukungan dan doa
kalian semua.
Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang juga ikut banyak
membantu selama penelitian dan penyusunan disertasi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak mendapat pahala dari Alloh SWT. Ammiin
.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
x
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
4.1. Dosis pupuk urea yang diberikan tiap tanaman sesuai perlakuan pupuk N pada umur 2 minggu setelah tanam (MST), 5 MST dan 7 MST
34
5.1. Tinggi tanaman dan luas daun genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis Nitrogen
42
5.2. Total panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar 44
5.3. Kandungan klorofil, persentase stay green, interval keluar bunga jantan-betina (ASI) beberapa genotipe jagung pada berbagai dosis pemupukan N
47
5.4. Akumulasi biomassa, translokasi biomassa dan serapan N beberapa genotipe jagung yang ditanam pada berbagai dosis N
50
5.5. Remobilisasi Nitrogen beberapa Genotipe Jagung pada Dosis Pemupukan N
53
5.6. Aktifitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N
54
5.7. Berat kering biji dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
56
5.8. Jumlah biji per tongkol dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
58
5.9. Efisiensi serapan N dan efisiensi pemanfaatan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
60
5.10. Efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
61
5.10. Nilai heritabilitas beberapa karakter tanaman jagung pada semua dosis N
63
5.11. Skor nilai beberapa genotipe jagung pada karakter produksi dan parameter efisiensi N
66
5.12. Korelasi berat kering biji dengan karakter lain pada berbagai dosis pemupukan N
67
5.13. Hasil biji maksimum yang diperoleh pada dosis N optimum dan besarnya nilai efisiensi penggunaan N (NUE) Dosis N optimum
68
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xi
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Fase pertumbuhan tanaman jagung. 8
2.2. Jenis jagung berdasarkan karakteristik endospermnya 12
2.3. Siklus nitrogen di alam 13
2.4. Diagram jalur asimilasi N dalam sel tanaman 16
3.1. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian 29
5.1. Kondisi tanaman jagung varietas NK-33 pada pemupukan 43
5.2. Sistem perakaran jagung varietas 45
5.3. Kondisi tanaman jagung umur 52 HST 48
5.4. Pengurangan hasil BK biji akibat penurunan dosis N 57
5.5. A. Hubungan dosis pemupukan N, produksi berat biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3 dan Arjuna.
69
B. Hubungan dosis pemupukan N, produksi berat biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) untuk varietas Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan Kodok.
70
5.6. Perakaran jagung varietas (1) Bisma, (2) NK-33, (3) Kodok, (4) Arjuna
75
5.7. Pertumbuhan total panjang akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
76
5.8. Pertumbuhan jumlah akar primer dan seminal beberapa genotipe jagung
76
5.9. Pertumbuhan diameter akar beberapa genotipe jagung 77
5.10. Pertumbuhan berat kering akar beberapa genotipe jagung 77
5.11. Profil pita protein NK-33 (V1) dan Madura (V2) yang ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2).
79
5.12. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA1, OPA2, OPA3, OPA4, OPA5, OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10
81
5.13. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10
81
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xii
5.14. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan primer OPA11, OPA12, OPA13, OPA14, OPA15
81
5.15. Fragmen DNA jagung A1-20= NK-33 dan B1-20=Madura hasil amplifikasi dengan OPA16, OPA17, OPA18, OPA19, OPA20
82
5.16. Rangkuman Hasil Penelitian berupa Materi Genetik, Karakteristik dan Penanda Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
99
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
I Analisis Peragam Karakter Genotipe Jagung yang Ditumbuhkan pada Dosis N Berbeda
111
II. Analisis ragam perakaran empat genotipe jagung 140
III. Korelasi Antar Karakter Jagung 144
IV. Ragam genotipe dan ragam fenotipe untuk nilai heritabilitas 148
V. Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y) dengan dosis pupuk N (X)
150
VI. Sifat fisik dan kimia tanah tempat percobaan lapang di desa Tambak Rejo, Sumber Gempol, Tulungagung
151
VII. Penghitungan Kebutuhan Pupuk 152
VIII. Analisis Kandungan Nitrogen 153
IX. Analisis Kandungan Klorofil Total 154
XI. Analisis Aktivitas Nitrat Reduktase 155
XII. Deskripsi Varietas Jagung 156
XIII. Riwayat Hidup 166
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AE : agronomic efficiency = efisiensi agronomi
ASI : anthesis-silking interval = interval keluar bunga jantan-betina
BSA : bulk segregant analysis
FAO : Food and Agriculture Organization
Glu : glutamat
GOGAT : glutamin oxoglutarat amino transferase atau glutamin sintase
GS : glutamin sintetase
HATS : high affinity transport system
HST : hari setelah tanam
kDa : kilo Dalton
LATS : low affinity transport system NR : nitrat reduktase
NUE : nitrogen use efficiency = efisiensi penggunaan N
NUp : nitrogen uptake = serapan N
NUpE : nitrogen uptake efficiency = efisiensi serapan N
NUtE : nitrogen utilization efficiency = efisiensi pemanfaatan N
OPA : operon A
PCR : polymerase chain reaction
QTL : quantitative trait loci
RAPD : randomly amplified polymorphic DNA
SDS-PAGE : sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis
Stay green : tanaman tetap hijau saat masak
Y : yield = hasil panen
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xv
INTISARI
Keragaman Genetik dan Penanda Morfologi, Fisiologi, Biokimia serta Molekuler
Tanaman Jagung (Zea mays L.) Efisien Nitrogen
Makhziah1)
, Kusriningrum2)
, Hery Punobasuki3)
1) Mahasiswa S3MIPA Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga 2) Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
3) Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Efisiensi nitrogen (N) seharusnya menjadi pertimbangan yang baik untuk mengurangi dampak negatif dari aplikasi pupuk N yang berlebihan, khususnya bagi tanaman yang banyak membutuhkan N seperti tanaman jagung. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dasar genetik efisien N melalui karakter morfologi, fisiologi, biokimia, marka molekuler terpaut sifat efisien N sebagai kriteria seleksi dan mendapatkan materi genetik yang efisien N atau toleran N-rendah. Penelitian terdiri dari tiga percobaan: 1) evaluasi variasi genetik terhadap karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang berhubungan dengan efisiensi N dan mendapatkan materi genetik jagung efisien N; 2) pengamatan perakaran jagung efisien N di awal pertumbuhan; 3) analisis profil protein dan seleksi marka randomly amplified polymorphysm DNA (RAPD) sebagai kandidat untuk penanda seleksi dalam pengembangan genotipe jagung efisien N atau toleran N-rendah. Sepuluh genotipe jagung diuji pada empat dosis pupuk N (0; 30; 90; 180 kg N/ha) dengan rancangan petak terbagi yang diulang tiga kali dilakukan di lapang, sedangakan pengamatan perakaran dilakukan di green house. Pertumbuhan dan perkembangan awal perakaran emapat genotipe diamati sebagai kriteria seleksi jagung efisien N. Profil protein dianalisis dengan metode SDS-PAGE, dan marka RAPD yang polimorfis diseleksi untuk membentuk marka yang terpaut erat dengan sifat efisien N. Data dianalisis dengan analisis peragam dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur; heritabilitas untuk analisis keragaman genetik, korelasi Pearson untuk melihat hubungan antar sifat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan pupuk N menyebabkan berbagai pengurangan secara nyata (P ≤0,01) tinggi tanaman, luas daun, kandungan klorofil, stay green, serapan N, akumulasi biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga jantan-betina dan parameter efisiensi N. Nilai heritabilitas tinggi untuk sebagian besar karakter yang diamati. NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, DK-979 dan Bisma mempunyai berat biji dan efisiensi N yang tinggi sehingga berpeluang menjadi materi genetik jagung efisien N. Perakaran, akumulasi biomassa, serapan N, remobilisasi N, efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi berkorelasi positif dengan berat biji, sedangkan aktifitas nitrat reduktase berkorelasi postif pada N-tinggi. Diduga beberapa protein (nitrat reduktase, glutamin sintetase, glutamat dehidrogenase, dekarboksilase) berhubungan dengan sifat efisien N. Marka OPA2, OPA3, OPA5, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 dan OPA18 menunjukkan polimorfis dan berpeluang menjadi penanda jagung efisien N. Kata kunci: jagung, efisiensi N, keragaman genetik, marka penanda seleksi.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xvi
ABSTRACT
GENETIC VARIATION AND MORPHOLOGY, PHYSIOLOGY, BIOCHEMICAL
AND MOLECULAR MARKERS FOR EFFICIENT MAIZE
Makhziah1)
, Kusriningrum2)
, Hery Punobasuki3)
1) Post graduate student of Faculty of Science & Technology, Airlangga University 2) Faculty of Veterenery Medical, Airlangga University
3) Faculty of Science & Technology, Airlangga University
Nitrogen use efficiency (NUE) should become a good consideration in order to minimize the negative impacts of excessive N fertilization, particularly on crops that need lots of nitrogen (N) such as maize. Therefore, this research was carried out to enhance the understanding of genetic basis of NUE via morphological, physiological, biochemical traits and also molecular markers linked to NUE as criteria selection and find genetic materials for developing maize genotypes that use N efficiently or low-N tolerant. Three trials were carried out in this research; 1) evaluating genetic variation of maize for most of characters (morphology, physiology, biochemical) related to NUE and find out genetic materials for developing N efficient maize genotypes; 2) root system assessment in early growth stage; 3) protein profile analysis and molecular markers selection as candidate for marker assisted selection (MAS) in breeding for developing N-efficient maize genotypes or tolerant to N-low. Ten genotypes were evaluated at four N levels (0; 30; 90; 180 kg N/ha) in split plot randomized block design with three replications in field and in green house for root system assessment. Early root system growth of four genoptypes was evaluated as criteria selection for N-efficient genotypes. Protein profile analyzed by SDS PAGE and random amplified polymorphism DNAs (RAPD) markers were selected for polymorphism to develop markers linked to NUE traits. Quantitative data was analyzed by heritability estimates, analysis of covariance (ANCOVA), honestly significant difference (HSD), and Pearson correlation analysis. Result showed N deprivation caused significantly (P ≤0,01) varied reductions of plant height, leaves area, chlorophyll content, stay green, N uptake, biomass accumulation, grain yield and grain number among genotypes; but did increase anthesis-silking interval and N efficiency parameters. Heritability estimates were high for most of measured traits at all N levels. NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, DK-979 and Bisma had more yield and high NUE therefore could be considered as genetic materials for developing N-efficient genotypes. Root system, biomass accumulation, N uptake, N uptake efficiency, N remobilization, NUE and agronomy efficiency were positive correlated significantly with yield, while nitrate reductase activity only related to yield at N-high. Some proteins (nitrate reductase, glutamine sintetase, glutamat dehidrogenase, dekarboksilase) may related to NUE. RAPD markers OPA2, OPA3, OPA5, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13 and OPA18 showed polymorphism and could potentially as marker assisted selection (MAS) for identifying genotypes with high NUE or low-N tolerant genotypes in maize breeding program. Key words: maize, nitrogen use efficiency, genetic variation, marker assisted selection.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
xvii
Allah adalah cahaya langit dan bumi
perumpamaan cahaya-Nya adalah ibarat sebuah misykat
dalam misykat itu ada pelita
pelita itu dalam kaca
kaca itu laksana bintang berkilau
dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati
pohon zaitun yang bukan di timur atau di barat
yang minyaknya hampir menyala dengan sendirinya
walaupun tiada api yang menyentuhnya
cahaya di atas cahaya!
Allah menuntun kepada cahaya-Nya,
siapa saja yang dia kehendaki
dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia
sungguh Allah mengetahui segala (QS An Nur : 35).
Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah
aku ke dalam golongan orang yang sholeh (QS As Syu’ara:83)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
1
BAB I. PENGANTAR
1.1. Latar Belakang
Tanaman jagung di Indonesia merupakan tanaman pangan yang banyak
diusahakan petani setelah tanaman padi. Menurut data Balai Penelitian Serealia
(2013) luas panen jagung secara nasional pada tahun 2013 mencapai 3.857.359
hektar dengan produktivitas 4,577 ton/hektar dan produksi nasional mencapai
18.510.022 ton.
Untuk menunjang pertumbuhan dan produksi yang maksimal, tanaman
jagung memerlukan input unsur hara optimal, dan nitrogen (N) merupakan unsur
yang paling banyak dibutuhkan yaitu berkisar 120-180 kg N/Ha atau setara dengan
260-390 kg urea/ha (Sirappa, 2002). Varietas hibrida membutuhkan 420 kg urea/ha
(193 kg N/kg), sedangkan varietas komposit membutuhkan 350 kg urea/ha atau
setara 161 kg N/ha (Akil & Dahlan, 2008).
Namun saat ini penggunaan pupuk N telah melampaui dosis anjuran,
ditengarai penggunaan pupuk N mencapai 500-700 kg urea/ha (Depkominfo,
2007), bahkan berdasarkan informasi dari beberapa petani penggunaan pupuk urea
pada tanaman jagung bisa mencapai 1 ton/ha atau setara dengan 460 kg N/ha.
Menurut data Food and Agriculture Organisation (FAO) (2004) dalam Moose et
al. (2005) diperkirakan penggunaan pupuk N pada tanaman jagung mencapai 5 juta
ton/tahun di negara maju dan lebih dari 5 juta ton di negara berkembang.
Kebutuhan dunia akan pupuk N pada tahun 2011 mencapai 105,348 juta ton dan
diperkirakan meningkat 1,7% per tahunnya selama periode 2011-2015 (FAO,
2011).
Petani lebih banyak menggunakan pupuk anorganik dari pada pupuk organik
karena dirasakan langsung pengaruhnya terhadap hasil tanaman. Padahal aplikasi
pupuk anorganik yang berlebihan dalam jangka panjang justru dapat menyebabkan
kerusakan lahan pertanian akibat struktur tanah berubah dan keseimbangan unsur
hara terganggu. Penggunaan pupuk N berlebihan sangat tidak efisien karena
sebenarnya hanya sekitar 33% jumlah N yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman,
sedangkan 67% sisanya hilang dalam berbagai cara yaitu pencucian (leaching),
penguapan (volatisation), aliran permukaan (run off) dan denitrifikasi (Raun &
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
2
Johnson, 1999). Aplikasi pupuk N berlebihan juga dapat menyebabkan peningkatan
emisi gas nitro oksida (N2O) yaitu gas berbahaya yang dapat merusak lapisan ozon
sehingga meningkatkan suhu bumi atau pemanasan global, menyebabkan hujan
asam serta berdampak negatif pada kesehatan (Wihardjaka, 2004). Kandungan
nitrat dalam tanah yang terlalu tinggi sangat berbahaya bagi kesehatan karena air
tanah yang tercemar nitrat dapat menyebabkan berbagai penyakit (Haller et al.,
2003). Pemupukan N berlebihan juga dapat menyebabkan dominasi spesies gulma
sehingga menurunkan keragaman spesies (Bainbridge & George, 1999). Selain itu
aplikasi pupuk N berlebihan tidak menguntungkan secara ekonomis, apalagi jika
subsidi harga pupuk terus dikurangi maka biaya produksi bertambah besar dan
seringkali terjadi kelangkaan pupuk pada saat musim tanam.
Dalam upaya menekan biaya pemupukan N dan mengurangi dampak negatif
terhadap lingkungan, maka sebaiknya penggunaan pupuk N bisa lebih efisien atau
melakukan efisiensi N. Efisiensi N adalah perbandingan hasil panen dengan jumlah
N yang tersedia lewat pemupukan ataupun yang terdapat di tanah.
Efisiensi N ini juga sejalan dengan peraturan pemerintah melalui Permentan
No.40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang penghematan pemakaian pupuk. Menurut
Raun & Johnson (1999) peningkatan efisiensi N sebesar 1% pada tanaman serealia
di seluruh dunia mampu menghemat biaya pemupukan sebesar $234.638.462,
sedangkan di Indonesia penghematan pemupukan N (urea) dapat menghemat biaya
sebesar Rp. 260-690 M per musim (Depkominfo, 2007). Peningkatan efisiensi N
dapat dilakukan melalui strategi pengelolaan N secara terpadu dengan
memperhatikan aspek pupuk, tanah dan pengelolaan kegiatan agronomis (Wiesler
et al., 2001).
Selama ini efisiensi N lebih banyak difokuskan pada kegiatan kultur teknis
misalnya cara dan waktu pemupukan yang tepat, jenis pupuk, jenis tanah,
pengolahan tanah, sistem pengairan dan lain sebagainya. Selain melalui praktek
budidaya tanaman, efisiensi N juga ditentukan oleh faktor genetik yaitu genotipe
tanaman yang mampu menyerap dan memanfaatkan N secara maksimal. Oleh
karena itu dalam rangka peningkatan efisiensi N pada tanaman jagung, maka perlu
dikembangkan varietas jagung efisien menggunakan N dan biasanya juga toleran
N rendah. Varietas jagung toleran N rendah juga sangat cocok untuk diusahakan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
3
pada daerah marjinal kurang subur dimana luasnya di Indonesia dari tahun ke tahun
terus meningkat yaitu mencapai kurang lebih 60 juta hektar pada tahun 2011
(Badan Litbang Pertanian, 2011).
Varietas jagung baru mempunyai produksi yang lebih tinggi dari pada
varietas lama namun sangat responsif terhadap pemupukan N, sehingga apabila
ditanam pada lahan yang kurang subur atau dosis pupuk N rendah, maka produksi
menjadi rendah bahkan bisa lebih rendah dari varietas lokal. Di Indonesia belum
banyak diperoleh informasi tentang varietas jagung efisien N atau toleran
pemupukan N rendah. Oleh sebab itu perlu pengembangan varietas jagung efisien
N dalam upaya mengatasi permasalahan pemakaian pupuk N yang berlebihan pada
budidaya tanaman jagung.
Pencarian materi genetik jagung efisien N sangat diperlukan untuk
mendapatkan bahan pemuliaan sebagai langkah awal dalam perakitan varietas
jagung toleran N rendah. Materi genetik untuk perbaikan suatu karakter bisa
diperoleh jika terdapat keragaman genetik yang cukup tinggi pada suatu populasi
tanaman. Keragaman genetik mempunyai arti penting dalam pemuliaan tanaman
karena besarnya keragaman genetik akan menentukan keberhasilan program
pemuliaan tanaman (Mangundidjojo, 2003). Jadi dengan adanya keragaman
genetik yang tinggi memungkinkan untuk mencari materi pemuliaan genotipe
jagung efisien N.
Pengembangan varietas jagung efisien N memerlukan pemahaman
mekanisme fisiologi dan biokimia sifat yang berhubungan dengan efisiensi N.
Disamping itu karakter morfologi dan agronomi yang berkaitan dengan efisiensi N
juga perlu diketahui. Hal ini sangat berguna untuk mempelajari dasar genetik dan
juga sebagai kriteria seleksi dalam perakitan varietas jagung toleran N rendah.
Beberapa penanda atau marka yang sering digunakan untuk seleksi dalam kegiatan
pemuliaan tanaman adalah penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler.
Sistem perakaran merupakan karakter morfologi yang berperan dalam
transport unsur hara ke tanaman. Varietas baru pada tanaman jagung mempunyai
sistem perakaran yang lebih dalam dibandingkan varietas lama (Wang et al., 2000).
Perakaran yang dalam, memungkinkan tanaman jagung dapat mengambil unsur
hara dan air lebih efisien sehingga meningkatkan toleransi tanaman terhadap
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
4
cekaman dan stabilitas produksi (Hammer et al., 2009). Pertumbuhan dan pola
distribusi perakaran genotipe jagung efisien N perlu diamati sejak fase kecambah
untuk menentukan kapan perakaran dapat digunakan sebagai kriteria seleksi.
Semakin awal perakaran dapat digunakan sebagai kriteria seleksi genotipe efisien
N akan semakin menguntungkan.
Serapan N, kandungan klorofil, stay green (kondisi tanaman tetap hijau saat
masak), akumulasi biomassasa, translokasi biomassasa dan remobilisasi N
merupakan karakter fisiologi yang diduga berkaitan dengan ciri genotipe jagung
efisien N.
Karakter biokimia yang sering dihubungkan dengan efisiensi N adalah
enzim-enzim yang terlibat dalam asimilasi N seperti nitrat reduktase, glutamin
sintetase dan glutamin sintase. Nitrat reduktase (NR) dipertimbangkan sebagai
indikator efisiensi N karena nitrat reduktase adalah enzim pertama yang bekerja
dalam asimilasi N yang mengubah nitrat menjadi nitrit (Kleinhofs & Warner,
1990). Beberapa peneliti melaporkan hasil yang beragam antara hubungan nitrat
reduktase dengan hasil pada tanaman jagung (Deckard et al., 1973; Eichelberger et
al., 1989a; Machado et al., 2001; Gallais & Hirel, 2004), sorgum (Traore, 1999),
wheat (Kumari, 2011), sehingga kajian lebih dalam tentang aktifitas nitrat
reduktase sebagai penanda genotipe efisien N masih diperlukan.
Pemetaan lokus yang mengendalikan sifat berkaitan dengan efisiensi N
menggunakan peta quantitative trait loci (QTL) pada tanaman jagung telah
dilakukan dengan menggunakan beberapa penanda molekuler seperti restriction
fragment length polymophism (RFLP) (Gallais & Hirel, 2004) dan simple sequence
repeats (SSR) (Gallais & Hirel, 2004; Liu et al., 2008). QTL dapat mendeteksi
lokus-lokus yang bertanggung jawab terhadap suatu karakter dengan akurat
sehingga sangat berguna untuk membantu kegiatan seleksi berdasarkan marka yang
terpaut (marker assited selection=MAS). Menurut Michelmore et al. (1991) dalam
Liu et al. (2012), peta QTL membutuhkan jumlah marka molekuler yang sangat
besar agar mempunyai kerapatan tinggi dalam kromosom, hal ini bisa menjadi
tidak efisien karena membutuhkan biaya yang besar. Analisis segregasi DNA
campuran atau bulk segregant analysis (BSA) merupakan metode cepat untuk
mengidentifikasi marka yang terpaut dengan karakter yang diinginkan pada daerah
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
5
tertentu di genom. Metode BSA lebih sederhana dan tidak membutuhkan jumlah
marka yang besar sehingga relatif lebih murah. Berbagai jenis marka molekuler
telah digunakan untuk metode BSA misalnya Restriction Fragment Length
Polymorphisms (RFLPs), Simple Sequence Repeats (SSRs, or microsatellites),
Amplified Fragment Length Polymorphisms (AFLPs), Cleaved Amplified
Polymorphic Sequence (CAPS), Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs),
Sequenom SNP-typing. (Liu et al., 2012).
Metode BSA dilakukan dengan cara mencampur DNA individu-individu
yang mempunyai kesamaan sifat yang dituju sehingga terdapat dua pool DNA
dengan sifat kontras, lalu dibuat analisis segregasinya pada keturunan hasil
persilangan kedua tetua yang kontras tersebut.
Syarat awal untuk membentuk peta marka yang terpaut dengan sifat efisiensi
N adalah dengan seleksi marka moleluker yang polimorfis untuk dapat
membedakan genotipe jagung efisien N dengan yang kurang efisien N. Marka-
marka yang terpilih selanjutnya digunakan untuk analisis segregasi DNA keturunan
hasil persilangan genotipe efisien N dengan genotipe kurang efisien N. Marka yang
konsisten selalu muncul pada genotipe efisien N berpeluang besar untuk dijadikan
penanda molekuler jagung efisien N. Penggunaan beberapa penanda baik
morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler secara bersama diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Oleh sebab itu pencarian materi genetik dan pemahaman karakter jagung
efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan mendapatkan
penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler sebagai kriteria seleksi dalam
pembentukan genotipe jagung efisien N atau toleran pada N rendah.
1.2. Rumusan Masalah
Peningkatan efisiensi N melalui faktor genetik yaitu varietas jagung efisien N
memerlukan materi genetik sebagai bahan pemuliaan. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian beberapa varietas jagung pada berbagai dosis N untuk
mengetahui nilai efisiensi N. Disamping itu juga kajian tentang karakter tanaman
jagung efisien N sangat diperlukan untuk mengetahui dasar genetik dan berguna
sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Oleh sebab itu
penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan sebagai berikut:
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
6
1. Bagaimanakah respon tanaman jagung terhadap pengurangan dosis N?
2. Apakah terdapat keragaman genetik serta materi pemuliaan jagung efisien N?
3. Apakah terdapat karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan
genotipe jagung efisien N yang berguna sebagai kriteria seleksi?
4. Apakah terdapat marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan
sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Fungsional
Penelitian ini mempunyai tujuan fungsional untuk mendapatkan materi
genetik untuk bahan pemuliaan tanaman jagung efisien N dan pemahaman tentang
karakteristik tanaman jagung yang efisien dalam menggunakan N.
1.3.2. Tujuan Operasional
Adapun tujuan operasional penelitian adalah untuk:
1. Mempelajari respon tanaman jagung terhadap pengurangan N.
2. Mengetahui keragaman genetik serta memperoleh materi genetik jagung efisien
N.
3. Mempelajari karakter jagung efisien N secara morfologi, fisiologi dan biokimia
yang berguna sebagai kriteria seleksi.
4. Mendapatkan marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan
sebagai penanda molekuler genotipe jagung efisien N.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun dari hasil penelitian ini diharapkan:
1. Dapat membantu memberikan informasi ilmiah dan pemahaman tentang
karakteristik tanaman jagung efisien dalam menyerap dan memanfaatkan N
dalam tanaman sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk
mengetahui dasar genetik dan manipulasi gen dalam perakitan varietas jagung
efisien N.
2. Diperolehnya materi genetik jagung efisien N sangat berguna sebagai bahan
pemuliaan dan juga pemanfaatan penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
7
molekuler sangat membantu untuk menghasilkan varietas jagung efisien N atau
toleran N rendah.
3. Dapat mengatasi permasalahan penggunaan pupuk N yang berlebihan dan
dampak negatif yang ditimbulkannya.
4. Penggunaan varietas efisien N dapat untuk mengoptimalkan lahan-lahan yang
kurang subur.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan sumber makanan utama bagi manusia dan
hewan, yang ditanam paling banyak dibandingkan dengan tanaman lain, serta
tanaman serealia paling produktif di seluruh dunia (Iriany et al., 2008; US Grains
council, 2009). Tanaman jagung juga merupakan tanaman serealia yang
mempunyai adaptasi tinggi terhadap lingkungan dibandingkan dengan serealia lain,
sehingga tanaman ini mempunyai variasi tipe yang sangat besar (Martin et al.,
2006). Penyebaran tanaman jagung sangat luas meliputi wilayah tropis hingga 50°
LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan
laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per
tahun (Dowswell et al. 1996).
Gambar 2.1. Fase pertumbuhan tanaman jagung, VE: fase perkecambahan;
V1-10: tanaman mempunyai 1-10 daun; VT: mulai keluar bunga jantan; R1: mulai keluar bunga betina; R2: mulai terbetuk biji jagung; R3: fase masak susu pengisian biji dengan karbohidrat berlangsung cepat; R4: pengisian biji sudah mencapai separuhnya; R5: biji mulai mengeras; R6: Masak fisiologis (Anonymous, 2010a).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
9
Proses pertumbuhan tanaman jagung terdiri dari tiga fase (Gambar 2.1.):
1) fase perkecambahan, yaitu saat proses imbibisi air yang ditandai dengan
pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; 2) fase
pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka
sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini
diidentifikasi dengan jumlah daun yang terbentuk; 3) fase reproduktif, yaitu fase
pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Iriany et al., 2008). Fase
vegetatif (V) terdiri dari V1 (keluar daun pertama), V2 (keluar daun kedua), V3
(keluar daun ketiga), dan seterusnya sampai Vn (keluar daun terakhir). Awal fase
vegetatif yaitu VE (emergence: perkecambahan) dan akhir fase vegetatif adalah
VT (tasseling: keluar bunga jantan). Fase reproduktif (R) terdiri dari R1 (silking:
keluar bunga betina), R2 (blister), R3 (milk), R4 (dough), R5 (dent) dan R6 (masak
fisiologis) (Anonymous, 1993; Anonymous, 2010). Deskripsi pertumbuhan
tanaman jagung pada fase vegetatif dan generatif menurut Iriany et al. (2008)
adalah:
(1) Fase V3-V5
Tanaman berumur antara 10-18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar
seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik
tumbuh berada di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik
tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah
daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (McWilliams et al. 1999).
(2) Fase V6-V10
Tanaman berumur antara 10-35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh
sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah
sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal
bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Lee, 2005). Tanaman
mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada
fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams et
al. 1999).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
10
(3) Fase V11- Vn
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah
berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering
meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk
mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman
kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan
akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol,
yang mengakibatkan hasil turun (McWilliams et al. 1999; Lee 2005). Kekeringan
pada fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
(4) VT (keluar bunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya
cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut
tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, dimana pada
periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan
serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomassa maksimum dari bagian
vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan
N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.
(5) Fase R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang
terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan
(polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh
permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan
waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), dimana pembuahan
(fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan
siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8
cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan
tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting
biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar
biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan.
Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
11
struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir lengkap
(Lee, 2005).
(6) Fase R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari setelah silking, rambut tongkol sudah
kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna,
biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke
endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.
(7) Fase R3 (milk = masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam
bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat
cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas),
dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-
R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat
mencapai 80%.
(8) Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti
pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk,
dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini
berpengaruh terhadap bobot biji.
(9) Fase R5 (dent = pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah
terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan
segera terhenti. Kadar air biji 55%.
(10) Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking.
Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum.
Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah
terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan
hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian
pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman
yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
12
bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis.
Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan
penyerapan N,P,K oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.
Berdasarkan karakteristik dan bentuk endosperm (Gambar 2.2), maka jagung
dibedakan:1) Jagung gigi kuda (Zea mays indentata); 2) jagung mutiara (Zea mays
indurata); 3) jagung manis (Zea mays saccharata); 4) jagung berondong; (Zea
mays everta); 5) jagung tepung (Zea mays amylaceae); 6) jagung polong (Zea mays
tunicata); 7) jagung ketan (Zea mays ceratina) (Prihatman, 2000).
Gambar 2.2. Jenis jagung berdasarkan karakteristik endospermnya: a) tipe dent (gigi), b) tipe flint (mutiara), c) tipe sweet (manis), d) tipe wax (lilin), e) tipe pop (popcorn), f) tipe pod (polong) (Anomymous, 2014).
Jenis jagung berdasarkan lingkungan tempat tumbuh meliputi: (i) dataran
rendah tropis (<1.000 m dpl), (ii) dataran rendah sub tropis dan mid altitude (1.000-
1.600 m dpl), dan (iii) dataran tinggi tropik (>1.600 m dpl) (Iriany, Yasin, Takdir,
2008). Jenis jagung menurut umur dibagi menjadi 3 jenis: a) berumur pendek
(genjah): 75-90 hari, b) berumur sedang : 90-120 hari, c) berumur panjang: > 120
hari (Anonymous, 2007).
Sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat
dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibrida dan jagung
bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetik yang heterosigot
homogenus, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik
a d e f b c
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
13
heterosigot heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik
(distinct), seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu
kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung.
Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung (Iriany et
al., 2008).
2.2. Siklus Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan komponen utama dari DNA, RNA dan protein yang
merupakan senyawa penting penyusun kehidupan. Meskipun N terdapat melimpah
di atmosfir (79%), namun N dalam bentuk tidak tersedia bagi organisme hidup
karena tiga ikatan rangkap atom N dalam N2 yang menyebabkan sifatnya lembam
(inert). Agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan hewan, maka N2 harus diubah
menjadi amonium (NH4+), nitrat (NO3
-) dan nitrogen organik (misalnya urea-
(NH2)2CO). Kelembaman N2 menyebabkan terbatasnya N tersedia di dalam
ekosistem sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan akumulasi biomassa
tanaman (Harrison, 2003). Kebanyakan tanaman mengambil N dalam bentuk nitrat
anorganik dari larutan tanah, sedangkan amonium sedikit dimanfaatkan oleh
tanaman karena dalam konsentrasi tinggi, amonium bersifat toksik (Pidwirny,
2006).
Gambar 2.3. Siklus nitrogen di alam (Pidwirny, 2006)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
14
Di dalam ekosistem (Gambar 2.3.), nitrogen (N) tersimpan di dalam
organisme hidup dan ketika organisme mati N mengalami mineralisasi melalui
proses dekomposisi oleh dekomposer (bakteri aktinomycetes dan jamur) yang
mengubah amonia (NH3) menjadi garam amonium (NH4+). Amonium mengalami
nitrifikasi ketika amonium yang bermuatan positif terjerap dalam koloid tanah dan
terlepas dari koloid tanah melalui pertukaran kation oleh bakteri autotropik (genus
Nitrosomonas) menjadi nitrit (NO2-), yang kemudian diubah oleh bakteri
Nitrobacter menjadi nitrat (NO3-). Nitrat sangat mudah larut dan hilang di tanah
melalui pencucian (leaching) dan terbawa ke laut yang kemudian menguap
(volatisasi) dengan mengubah nitrat kembali menjadi N2 atau gas nitro oksida
(N2O) (denitrifikasi) (Pidwirny, 2006).
2.3. Penyerapan dan Asimilasi Nitrogen dalam Tanaman
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi tanaman yang dibutuhkan
dalam jumlah yang besar, dimana unsur ini 3-4% sebagai penyusun bahan kering
(Eckert, 2010) dan 16% penyusun protein tanaman, sehingga N merupakan faktor
pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Frink et al. 1999).
Melalui kerja bakteri penambat, N2 di atmosfer diubah menjadi amonia
(NH3) dan amonia jika bertemu dengan air akan langsung menjadi amonium
(NH4+) yang bisa dimanfaatkan tanaman dan hewan. Namun biasanya amonia
langsung dioksidasi menjadi nitrit (NO2-) oleh bakteri Nitrosomonas, lalu diubah
menjadi nitrat (NO3-) oleh bakteri Nitrobacter dimana nitrat merupakan bentuk
yang paling banyak tersedia bagi tanaman (Boyer, 1999).
Di dalam tanah, sumber N organik maupun N anorganik berasal dari
mineralisasi bahan organik dan sisa tanaman budidaya di lahan pertanian, fiksasi N
secara biologis, N dari air irigasi dan deposisi N (Cassman et al., 1996). Nitrogen
diserap dan digunakan tanaman dalam berbagai bentuk yaitu amonia (NH3)
nitrogen oksida (NOx), N mineral (NO3-, NH4
+), N organik (asam amino, peptida),
namun nitrat (NO3-) merupakan sumber utama N bagi tanaman (Crawford & Glass,
1998; Hirsch & Sussman, 1999; Wang et al., 2001; Pathak et al, 2008).
Penyerapan N oleh tanaman dimediasi oleh transpoter yang terletak di
membran plasma sel epidermis dan korteks (Abrol,1999). Beberapa transport N
melewati membran tonoplas dan membran plasma sel sistem pembuluh, lalu
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
15
daun mendistribusikan NO3- melewati daun dan batang. N dapat disimpan di
biji dan organ penyimpanan (Abrol et al., 1999; Hildebrand, 2010).
Nitrat diserap tanaman melalui sel epidermis akar dan selanjutnya NO3-
masuk ke salah satu dari empat jalur nitrat, yaitu: 1) keluar masuk di apoplas dan
tanah, 2) masuk dalam vakuola dan disimpan, 3) direduksi menjadi amonium oleh
kerja enzim nitrat reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NiR), 4) ditranslokasikan
melalui simplas menuju xylem (Hildebrand, 2010).
Terdapat dua sistem transport penyerapan N berdasarkan energi kinetik atau
afinitasnya, yaitu low affinity transport system (LATS) dan high affinity transport
system (HATS). HATS terdiri dari Constitutive HATS (CHATS) dan Inducible
HATS (IHATS). Pada kondisi nitrat (NO3-) tinggi yaitu di atas 200 µM maka
sistem transport N yang berlangsung adalah LATS, sedangkan jika konsentrasi
NO3- rendah (kurang dari 100 µM) maka sistem transport yang berlangsung adalah
CHATS, sedangkan IHATS bekerja setelah diinduksi oleh nitrat yang diambil oleh
CHATS (Abrol, 1999, Pathak, 2008, Hildebrand, 2010). Pada awal pertumbuhan
tanaman baik LATS maupun HATS sama-sama bekerja, namun pada saat
memasuki fase pembungaan dan pengisian biji dimana kandungan N pada tanah
rendah, maka hanya HATS yang bekerja (Abrol, 1999).
Penyerapan N diatur oleh serangkaian gen yang terlibat dalam asimilasi N
termasuk gen pengangkut nitrogen (nitrogen transporter), pengangkut amonium
(amonium transporter), gen-gen asimilasi (genes assimilatory) misalnya nitrat
reduktase (NR) dan nitrit reduktase (NiR), glutamin sintetase (GS) dan glutamin
oxoglutarat amino transferase atau glutamat sintase (GOGAT). Nitrat yang diserap
diubah menjadi amonium selanjutnya menjadi asam amino melalui produksi
glutamin dan glutamat (Crawford & Glass, 1998).
Mekanisme penyerapan dan asimilasi N di dalam tanaman (Gambar 2.4.)
diawali dengan H+-ATPase di plasma membran memompa proton keluar dari sel,
menghasilkan gradient pH dan listrik. Nitrat transpoter (Ntr) membantu transport
dua atau lebih proton per nitrat ke dalam sel. Nitrat dapat dipindahkan melewati
tonoplas dan disimpan di vakuola. Nitrat di sitosol direduksi menjadi nitrit oleh
enzim NR kemudian masuk ke dalam plastida dimana nitrit direduksi menjadi
amonium oleh enzim NiR. Amonium diubah menjadi glutamin (Gln) oleh enzim
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
16
glutamin sintetase (GS) kemudian menjadi glutamat oleh enzim glutamat sintase.
Nitrat juga bertindak sebagai sinyal untuk meningkatkan ekspresi enzim NR, NiR
dan gen Ntr (Crawford, 1995). Amonium pada konsentrasi tinggi bersifat toksik
karena menurunkan pH sel sehingga perlu dikeluarkan dari tanaman yang berarti
hilangnya N dalam tanaman. Jika amonium berasal dari asimilasi nitrat, maka
amonium tidak bisa diakumulasi dan ditransportasikan, tetapi harus diubah menjadi
asam amino atau urida (Simpson, 2005).
Gambar 2.4. Diagram jalur asimilasi N dalam sel tanaman (Crawford, 1995)
Di dalam tanaman, N akan mengalami serangkaian reaksi kimia. Setelah
nitrat masuk ke dalam tanaman, maka terjadi asimilasi N primer yaitu mengubah
nitrat menjadi amonium. Nitrat diserap oleh akar tanaman dan diubah menjadi
amonium melalui reaksi reduksi yang mengubah nitrat menjadi nitrit yang
dikatalis oleh enzim nitrat reduktase (NR), kemudian nitrit diubah menjadi
amonium oleh nitrit reduktase (NiR) (Meyer & Stitt, 2001; Campbell, 2002).
Nitrat reduktase merupakan senyawa flavoprotein yang mengandung molybdenum,
sedangkan nitrit reduktase tidak memerlukan molybdenum tetapi mengandung
tembaga dan besi. Karena diperlukan feredoxin sebagai sumber elektron, maka
reaksi ini berlangsung di daun, demikian juga ion nitrit akan direduksi menjadi
amonium di daun (Anonymous, 2010b).
Pada asimilasi N sekunder, amonium diubah menjadi glutamin dengan
bantuan enzim glutamin sintetase (GS) sebagai katalisator, kemudian glutamin
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
17
diubah menjadi glutamat oleh enzim glutamat sintase (GOGAT) dan selanjutnya
akan diubah menjadi asam amino melalui serangkaian reaksi kimia.
GS 2NH4+ + 2 ATP + 2glutamat 2glutamin + 2ADP + 2Pi
GOGAT NADPH + α-ketoglutarat + glutamin 2glutamat + NADP
Jalur lain dari asimilasi amonium adalah melalui glutamat dehidrogenase
(GDH) dan aspargin sintetase (ASN) (Hirel & Lea, 2001; Dubois et al., 2003).
GDH berperan dalam metabolisme N dengan mengatur keseimbangan metabolisme
karbon dengan siklus asam trikarboksilat. GDH tidak terlibat dalam asimilasi
amonium primer, tetapi GDH menyediakan amonium ke glutamin sintetase untuk
sintesis glutamin jika tidak terjadi asimilasi nitrat (Glevarec et al., 2004). ASN
dikenal sebagai rute utama biosintesis aspargin dalam tanaman. Aspargin lebih
stabil, kurang reaktif dan mempunyai ratio nitrogen-karbon lebih besar dari pada
glutamin. Pada kondisi terang, nitrogen diasimilasi menjadi glutamin dan diekspor
keluar daun. Sedangkan pada kondisi gelap, ASN meningkat dan nitrogen
diarahkan ke tempat penyimpanan dan komponen transport aspargin (Lillo, 2004).
Banyak gen yang terlibat dalam metabolisme asam organik, metabolisme
redoks dan sintesis zat pati yang diatur oleh ketersediaan N (Stitt, 1999) dan
bersama dengan gen lain yang terlibat dalam transport air, gen cekaman, protein
ribosomal dan lainnya (Wang et al., 2001; Wang et al., 2002).
Nitrat bertindak sebagai sinyal perubahan perkembangan fisiologis tanaman
dan mempunyai peran dalam: 1) induksi gen untuk reduksi nitrat dan nitrit,
2) pengambilan nitrat dan sistem translokasi, 3) protein DNA regulatory diperlukan
untuk ekspresi gen sistem kedua. Peran lain dari nitrat adalah terlibat dalam
proses yang lebih kompleks, yaitu: 1) proliferasi sistem perakaran, 2) pengaturan
respirasi, 3) perubahan fisiologis tanaman yang lain. “A constitutive 'NO3- sensor'
protein” akan mendeteksi adanya NO3- di tanah, sehingga mengaktifkan protein
pengatur induksi NO3- yang akan menginisiasi proses transkripsi gen utama lewat
RNA polimerase dan menghasilkan NR, NiR, NO3- transporter, NO3
- translocator
serta enzim asimilasi amonia. Nitrat tidak hanya menginduksi penyerapan nitrat
tetapi juga menginduksi aktivitas nitrat reduktase dan nitrit reduktase dengan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
18
mengubah ekspresi gen untuk mengaktifkan gen berikutnya. Nitrat, cahaya, dan
gula bertindak sebagai inducer sedangkan glutamat dan glutamin sebagai represor
(Hildebrand, 2010).
2.4. Kebutuhan dan Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Jagung
Nitrogen merupakan salah satu hara makro tanaman yang sering menjadi
faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanaman jagung
merupakan tanaman yang sangat banyak membutuhkan unsur N yaitu berkisar
antara 120-180 kg N/ha namun jumlah N di dalam tanah hanya sedikit yaitu sekitar
0,02-0,4% (Sirrapa, 2002), sehingga penambahan N melalui pemupukan
merupakan keharusan untuk dapat memperoleh hasil yang tinggi. Varietas jagung
hibrida membutuhkan 420 kg urea/Ha, sedangkan varietas komposit membutuhkan
350 kg urea/Ha. Pemupukan N bisa diberikan dua atau tiga kali yaitu pada umur
10, 25 dan 40 hari atau 10 dan 35 hari (Akil & Dahlan, 2008).
Menurut Syafruddin et al. (2008) sebaiknya pemupukan dilakukan secara
berimbang sesuai kebutuhan tanaman dengan mempertimbangkan kemampuan
tanah menyediakan hara secara alami, keberlanjutan sistem produksi, dan
keuntungan yang memadai bagi petani. Pemupukan berimbang adalah pengelolaan
hara spesifik lokasi, bergantung pada lingkungan setempat terutama tanah. Hal ini
tentunya sangat sesuai dengan sifat N yang sangat dinamis di dalam tanah karena
mudah berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti NH4+ menjadi NO3
-,
NO, N2O dan N2 dan mudah hilang menguap dan tercuci bersama drainase
(Setyorini et al., 2007), sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Ketidak tersediaan N
dalam tanah dapat melalui proses pencucian (leaching) nitrat (NO3¯), denitrifikasi
nitrat (NO3¯) menjadi dinitrogen (N2), volatilisasi amonium (NH4+) menjadi amonia
(NH3), terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.
Nitrat merupakan ion yang mudah bergerak disebabkan sifatnya yang mudah sekali
larut dan tidak terjerap (adsorbsi) oleh koloid tanah (Fauzi, 2003). Bentuk
N-anorganik dalam tanah merupakan hasil dari proses pencucian, fiksasi dan
denitrifikasi. Kondisi tersebut mempersulit pendugaan tentang kapan dan berapa
jumlah N yang dapat tersedia (Setyorini et al., 2007).
Dinamika N dan respon tanaman terhadap N sangat tergantung kondisi tanah
dan cuaca. Cuaca berpengaruh terhadap ketersediaan N organik, meningkatkan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
19
leaching, denitrifikasi, penyerapan N dan residu N di akhir pertumbuhan tanaman
(Eghball & Varvel, 1997; Sogbedji et al., 2001; Kay et al., 2006; Khaliq, 2009).
Cuaca panas menyebabkan hasil tanaman jagung lebih meningkat dari pada cuaca
dingin (Wienhold et al., 1995; Derby et al., 2005).
2.5. Dampak Negatif Penggunaan Pupuk Nitrogen yang Berlebihan
Sejak proses Haber–Bosch ditemukan yaitu reaksi nitrogen (N2) dan hidrogen
(H2) menjadi amonia yang merupakan bahan pupuk buatan, maka produksi
pertanian dapat meningkat berkali lipat atau dikenal dengan Revolusi Hijau,
menyebabkan kebutuhan N bagi tanaman sangat besar. Menurut FAO (2011)
aplikasi pupuk N telah mencapai sekitar 105 juta metrik ton per tahun yang berarti
suatu biaya yang sangat besar.
Namun seringkali aplikasi pupuk N yang salah berdampak negatif terhadap
lingkungan. Petani biasanya menggunakan lebih banyak pupuk anorganik dari pada
pupuk organik. Padahal pemupukan N anorganik yang berlebihan ini dalam jangka
panjang justru dapat menyebabkan kerusakan lahan pertanian karena struktur tanah
yang berubah dan keseimbangan unsur hara yang terganggu. Selain itu akibat
pemupukan N yang berlebihan dapat menyebabkan polusi nitrat pada tanah dan air
tanah yang sangat berbahaya bagi lingkungan, karena sebenarnya hanya sekitar
33% N yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan sisanya sebanyak 67%
hilang karena pencucian (leaching), penguapan (volatisation), aliran permukaan
(run off) dan denitrifikasi (Frink, 1999; Raun & Johnson, 1999).
Denitrifikasi akibat aplikasi pupuk N berlebihan dapat menyebabkan emisi
gas nitro oksida (N2O) yang sangat berbahaya bagi lingkungan karena dapat
merusak lapisan ozon sebagai pemicu pemanasan global dan sinar UV yang masuk
lebih besar, menyebabkan hujan asam dan juga dapat mengganggu kesehatan
(Wihardjaka, 2004). Adanya polusi nitrat pada tanah dan air tanah sangat
berbahaya bagi kesehatan terutama jika air tanah dikonsumsi untuk minum dan
masak, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit misalnya penyakit
methemoglobinemia atau blue-baby syndrome dan kanker pada pencernaan (Haller
et al., 2003), penyakit non-Hodgkin’s lymphoma, nitrit yang dihasilkan dari
nitrosamine bersifat karsinogenik (Abrol et al., 1999).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
20
Secara ekologis kelebihan pupuk N dapat menyebabkan menurunnya
keragaman spesies karena digantikan oleh spesies gulma super yang semakin
meningkat (Bainbridge dan George, 1999), dan juga menyebabkan eutrofikasi
yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh adanya nutrisi yang berlebihan di
dalam ekosistem air sehingga dipenuhi pertumbuhan alga dan bakteri hijau-biru
yang menyebabkan matinya organisme lain di sungai (Anonymous, 2005).
2.6. Efisiensi Nitrogen dalam Tanaman
Dalam usaha untuk menekan biaya pemupukan khususnya pupuk N dan
mengatasi dampak negatif N terhadap lingkungan, maka yang perlu diperhatikan
adalah penggunaan pupuk N secara efisien atau dilakukan suatu efisiensi N
(nitrogen use efficiency). Efisiensi N adalah perbandingan hasil ekonomis dengan
jumlah N yang tersedia baik dari dalam tanah maupun dari pemupukan N dan
beberapa metode telah dikembangkan untuk meghitung parameter efisiensi N
(Good et al., 2004). Dua komponen penting dalam efisiensi N adalah: efisiensi
serapan N dan efisiensi pemanfaatan N. Efisiensi serapan N (N uptake efficiency)
adalah perbandingan N yang diserap tanaman dengan jumlah N yang ada di dalam
tanah dan N pemupukan, sedangkan efisiensi pemanfaatan N (N utilization
efficiency) adalah perbandingan hasil dengan N yang ada di dalam tanaman (Moll
et al., 1987 dalam Gallais & Hirel, 2004).
Untuk meningkatkan efisiensi N maka diperlukan strategi pengelolaan N
secara terpadu dengan memperhatikan aspek pupuk, tanah dan pengelolaan
kegiatan agronomis (Wiesler et al., 2001). Selain itu efisiensi N juga ditentukan
oleh faktor genetik yaitu genotipe tanaman yang mampu menyerap dan
memanfaatkan N secara maksimal. Hal ini berhubungan dengan potensi genetik
yang dimanifestasikan dengan potensi hasil yaitu kapasitas metabolisme N dan
remobilasi N ke komponen hasil yang lebih baik (Hirel et al., 2001).
Diperlukan suatu pemahaman yang baik tentang proses metabolisme N di
dalam tanaman untuk dapat membentuk suatu varietas yang dapat beradaptasi pada
aplikasi N yang rendah (Jeuffroy, et.al. 2002) dan (Loudét et al., 2003). Hal ini
berkaitan dengan proses fisiologis dan biokimia, dimana tersedianya N yang cukup
untuk dapat mensintesis protein dan pembentukan sistem metabolisme akan
menentukan kapasitas pertumbuhan, perkembangan dan hasil yang disebut sebagai
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
21
potensi genetik (Lawlor, 2002). Efisiensi serapan dan pemanfaatan N terhadap
hasil perlu melalui proses pengambilan, translokasi, asimilasi dan redistribusi N
yang efektif (Kanampiu, et al., 1997). Seperti dikatakan oleh Gallais & Hirel
(2004) bahwa pengembangan varietas akan lebih efisien jika proses fisiologis dan
dasar genetik diketahui dan dipahami dengan baik.
Menurut Jeuffroy et al. (2002) adanya interaksi antara faktor lingkungan dan
genetik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan N. Ada tiga alat yang
dapat membantu petani untuk mengatur penggunaan N, yaitu: 1) diagnosis kapan
tanaman kekurangan N atau fase apa tanaman banyak membutuhkan N;
2) genotipe yang mampu beradaptasi pada N rendah, 3) modelling tanaman yaitu
simulasi yang melibatkan kultur teknis terhadap hasil, mutu dan kehilangan N
akibat lingkungan.
Menurut Pathak et al. (2008) efisiensi penggunaan N bisa dievaluasi
berdasarkan parameter agronomis, fisiologis dan biokimia. Efisiensi agronomis
adalah indeks integratif dari total hasil ekonomis terhadap N dalam tanah dan N
pemupukan. Beberapa hasil penelitian tentang efisiensi penggunaan N pada
tanaman jagung telah dilaporkan Gallais & Hirel (2004); Ma et al. (1999); Moose
& Below (2003); Wiesler et al. (2001) bahwa varietas berpengaruh terhadap tingkat
efisiensi penggunaan N. Penelitian Ma et al. (1999) menunjukkan bahwa varietas
berpengaruh terhadap tingkat efisiensi penggunaan N dimana varietas hibrida
modern lebih besar 7,5% dari pada varietas hibrida lama. Perbedaan dosis
pemupukan N 100 kg N/Ha dan 200 kg N/Ha menyebabkan peningkatan produksi
jagung (20%) lebih tinggi pada varietas hibrida yang baru (Pioneer „3902‟) dari
pada hibrida lama (Pride 5), sedangkan nilai efisiensi penggunaan N meningkat
(17%) pada Pioneer „3902‟ lebih tinggi dari pada Pride 5 (Ma et al., 1999).
Kessel dan Becker (1999) menyatakan bahwa dosis N mempengaruhi hasil
biji beberapa genotipe tanaman lobak (Brassica napus). Pada dosis 0 dan 240 kg
N/ha, beberapa genotipe mempunyai empat kategori tanggapan yang berbeda untuk
berat biji, yaitu kategori efisien N pada N rendah dan N tinggi, serta kurang efisien
N pada N rendah dan N tinggi. Genotipe terdiri dari beberapa golongan yaitu galur,
varietas lama, hibrida, resintesis dan persilangan varietas mandul jantan dengan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
22
resintesis. Varietas hibrida dan galur banyak yang efisien N, resintesis tidak respon
terhadap pemupukan N, sedangkan varietas lama ada yang efisien dan tidak efisien.
Pemberian dua dosis pupuk N berbeda (168 kg N/Ha dan 336 kg N/Ha)
pada dua kelompok aksesi jagung yaitu galur silang dalam (inbred line) dan hibrida
yang dilakukan Hefny & Aly (2008) juga menyimpulkan bahwa terjadi interaksi
yang nyata antara dosis N dengan genotipe terhadap berat biji/m2, berat
biji/tanaman, berat 100 biji, serapan N, efisiensi penggunaan N, indeks panen (IP).
Pada dosis N rendah, galur silang dalam mengalami penurunan yang lebih besar
untuk berat biji/m2, berat biji/tanaman, berat 100 biji dan IP masing-masing
(48,70%; 46,06%; 16,75%; dan 21,21%) dibandingkan dengan varietas hibrida
(34,50%, 34,50%, 9,64% dan 4,17%).
Pada umumnya pemuliaan tanaman jagung menghasilkan varietas jagung
yang responsif terhadap pemupukan, sehingga apabila varietas tersebut ditanam
pada kondisi kurang subur maka produksi sangat menurun. Untuk mendapatkan
varietas jagung yang toleran pada kondisi kurang subur, maka seleksi populasi
dilakukan pada kondisi lingkungan sesuai target yang diharapkan yaitu lingkungan
yang kurang subur (Sutoro et al., 2006).
Tampaknya seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman pada lingkungan yang
mirip dengan lingkungan target akan menghasilkan kemajuan seleksi yang lebih
besar daripada seleksi tak langsung atau seleksi pada lingkungan yang sangat
berbeda dengan lingkungan target (Banziger et al. 1997).
2.8. Hubungan Sistem Perakaran dengan Penyerapan Nitrogen
Akar merupakan bagian dari tanaman yang mempunyai fungsi sebagai
tempat tegaknya tanaman (anchorage) dan menyerap serta membawa mineral ke
dalam tanaman (Bell & Bryan, 2008). Disamping kedua fungsi tersebut, akar
tanaman juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan makanan (Holley, 2009).
Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi tanaman, serta
kondisi sifat morfologi tanaman yang berhubungan dengan adaptasi pada N rendah,
maka sistem perakaran atau arsitektur perakaran sering dipelajari (Guingo et al.,
1998; Kamara et al., 2003; Gallais & Coque, 2005; Whu et al., 2005).
Menurut Mi (2006) sebenarnya pada kondisi N cukup maka sistem perakaran
tidak menjadi faktor pembatas karena N sangat mobil di dalam tanah dan bergerak
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
23
cepat oleh aliran massa (Sinclair & Vadez, 2002). Namun pada saat N di dalam
tanah terbatas, maka sistem perakaran menjadi sangat penting dalam pengambilan
N, terutama N yang baru mengalami mineralisasi (Marschner, 1998).
Penyerapan N dan remobilisasi N berhubungan dengan arsitektur perakaran
(Coque et.al, 2008). Demikian juga Feil (1992) mengatakan bahwa penyerapan N
berhubungan dengan karakteristik sistem perakaran sehingga seleksi tanaman
berdasarkan sistem perakaran akan dapat meningkatkan penggunaan pupuk N dan
mineralisasi N tanah. Menurut Yang & Sung (1988) pertumbuhan akar dan
distribusi kerapatan akar, respirasi oksidasi, tenaga oksidasi, metabolisme sintesis
energi adalah sifat-sifat penting yang bertanggung jawab pada potensi absorbsi N
yang lebih tinggi. Perkembangan sistem perakaran yang ekstensif penting bagi
absorbsi N dari dalam tanah ke bagian atas tanaman saat pemupukan N. Varietas
hibrida pada tanaman padi mengembangkan sistem perakaran yang ekstensif,
dimana mempunyai berat basah dan berat kering akar, volume akar, panjang akar,
kerapatan akar yang lebih besar dari pada varietas biasa (Yang & Sung,1988).
Sifat Morfologi dan fisiologi perakaran berkorelasi positif dengan penyerapan N
oleh batang padi. Aktivitas dehidrogenase, cytochrome oksidase, tenaga oksidasi,
kandungan ATP pada akar lebih tinggi pada varietas hibrida dari pada varietas
biasa (Yang et al., 1999).
2.9. Remobilisasi N dan Daun Tetap Hijau Saat Masak (Stay Green)
Remobilisasi N merupakan aktivitas tanaman untuk mentranslokasikan N
dari organ-organ vegetatif yang mulai mengalami penuaan ke biji setelah
memasuki fase generatif dikarenakan ketersediaan N dari dalam tanah yang mulai
berkurang (Hirel et al., 2004). Model hubungan source dan sink N ini dapat
digunakan sebagai parameter atau penanda fisiologis untuk sifat efisien
penggunaan N.
Selama masa pertumbuhan vegetatif, akar dan daun bertindak sebagai
lumbung (sink) untuk asimilasi N anorganik dan sintesis asam amino yang berasal
dari serapan N, yang kemudian direduksi melalui jalur nitrate assimilatory (Hirel
& Lea, 2001). Selanjutnya asam-asam amino ini dipakai untuk sintesis enzim dan
protein pembentuk arsitektur tanaman dan komponen lain dalam proses
fotosintesis. Kandungan enzim rubisco (ribulose 1.5-biphosphate carboxylase) di
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
24
daun bisa mencapai lebih dari 50% untuk tanaman C3 dan lebih dari 20% untuk
tanaman C4 (Sage et al., 1987). Setelah memasuki masa pembungaan, terjadi
remobilisasi N dimana akar dan daun bertindak sebagai sumber (source) N dengan
melepas asam amino dari hidrolisis protein kemudian diangkut ke organ
reproduktif atau penyimpan seperti biji, umbi dan batang (Masclaux et al., 2001).
Remobilisasi N pada tanaman adalah proses metabolisme yang sangat
kompleks dan sangat penting bagi produktivitas tanaman. Pada tanaman serealia,
hasil biji bukan hanya ditentukan oleh penyerapan nitrat sebelum pembungaan
tetapi juga remobilisasi N dari daun ke biji. Pada tanaman padi, sekitar 80% N
dalam malai berasal dari remobilisasi N dari organ-organ yang telah mengalami
penuaan (senescence) (Shrawat & Good, 2008) dan pada tanaman jagung sekitar
35–65% (Bertin & Gallais, 2000; Gallais & Coque, 2005).
Penyerapan N ke biji setelah memasuki fase pembungaan juga ditentukan
oleh “stay green” karena berkaitan dengan kapasitas tanaman mengabsorbsi N
(Racjan & Tollenar, 1999). Stay green didefinisikan sebagai daun tetap hijau tidak
senesen selama fase pengisian biji sampai masak setelah memasuki masa
pembungaan (Borrell et al., 2003).
Stay-green disebabkan karena kerja dari hormon sitokinin. Penurunan
kandungan sitokinin di dalam tanaman menyebabkan daun mengalami penuaan
atau senesen (Robson, 2001). Sedangkan Thomas et al. (2002) mengatakan daun
mengalami senesen ketika klorofil mengalami katabolisme, maka protein akan
mengalami mobilisasi ke biji karena sumber (sink) N tidak lagi cukup untuk
asimilasi. Gen-gen yang mengendalikan jalur katabolisme klorofil sangat penting
dalam mengatur mobilisasi protein.
Menurut Borrell et al. (2003) genotipe yang lebih lama daunnya tetap hijau
(stay green) selama pengisian biji disebabkan 1) karena daun stay green
mempunyai kandungan N daun yang lebih tinggi dibandingkan daun genotipe yang
cepat senesen, 2) penyerapan N lebih tinggi selama pengisian biji dan
3) remobilisasi N dari daun selama pengisian biji lebih kecil dibandingkan genotipe
yang cepat senesen. Stay green dapat digunakan sebagai kriteria seleksi varietas
yang dapat menyerap N lebih besar (Coque et al., 2008).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
25
2.10. Peranan Ensim Nitrat Reduktase dalam Metabolisme Nitrogen
Efisiensi penggunaan N dapat dikaitkan dengan aktivitas enzim–enzim yang
terlibat dalam metabolisme N. Nitrat reduktase (NR) adalah ensim pertama yang
berperan dalam proses reduksi nitrat (NO3ˉ) menjadi amonium (NH4+) (Kleinhofs
& Warner, 1990). NR merupakan ensim yang dapat menginduksi substrat sehingga
dianggap sebagai faktor pembatas dalam asimilasi N (Hageman & Hucklesby,
1971; Beevers & Hageman, 1969; Kelly et al., 1995). Dengan alasan ini maka
aktivitas nitrat reduktase digunakan sebagai kriteria seleksi untuk produksi dan
potensi asimilasi N (Hageman & Lambert 1988; Serrard et al. 1986), sedangkan
menurut Wilkinson & Crawford (1993) di dalam tanaman laju reduksi NO3-
menjadi NH4+ sangat dikendalikan oleh laju penyerapan NO3
- dari pada perubahan
aktivitas NR sehingga nampaknya penyerapan NO3- menjadi sangatlah penting
dalam asimilasi N. Namun Traore (1999) melaporkan NR tidak berkorelasi dengan
hasil dan tidak berbeda nyata dengan dosis pemupukan N pada tanaman sorgum,
sedangkan Gallais & Hirel (2004) melaporkan bahwa NR berkorelasi negatif
dengan hasil biji jagung. Aktivitas NR dipengaruhi beberapa faktor misalnya
kondisi lingkungan (Srivasta, 1980) dan fase pertumbuhan tanaman (Eck, et al.
1975), juga bagian tanaman misalnya akar dan pucuk (Fakorede & Mock, 1978).
Penelitian Sugiharto dan Sugiyama (1992) menyimpulkan bahwa ketika
tanaman jagung disuplai N dari nitrat (KNO3), maka aktivitas NR meningkat, tetapi
aktivitas glutamin sintetase (GS) menurun, dan ketika tanaman disuplai N dari
amonium (NH4Cl) maka aktivitas GS yang meningkat namun aktivitas NR
menurun, sedangkan aktivitas Fd-GOGAT sama-sama meningkat ketika diberi N
baik dari nitrat maupun amonium.
2.11. Aplikasi Penanda (Marka) dalam Mengidentifikasi Sifat yang Dituju
Pengetahuan yang cukup tentang karakter morfologi, anatomi, mekanisme
fisiologi, biokimia dan dasar genetik yang mengendalikan sifat efisien N
diperlukan dalam usaha pengembangan genotipe toleran N rendah.
Dalam pemuliaan konvensional seleksi terhadap karakter yang dituju
biasanya dilakukan atas dasar pada pengamatan fenotipe yang dibantu dengan
pendugaan menggunakan metode statistik yang tepat. Seleksi morfologi adalah
praktis, cepat dan murah, pengamatan dapat secara visual dan bersifat kuantitatif,
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
26
namun beberapa masalah dalam pemuliaan konvensional adalah membutuhkan
waktu yang cukup lama, sulit memilih dengan tepat gen yang menjadi target seleksi
pada sifat morfologi atau agronomi karena penampilan fenotipe tanaman bukan
hanya ditentukan oleh komposisi genetik tetapi juga oleh lingkungan, rendahnya
frekuensi gen dalam populasi yang besar menyulitkan kegiatan seleksi untuk hasil
yang valid dan pautan gen antara sifat yang diinginkan dengan sifat yang tidak
diinginkan (Azrai, 2006; Handayani, 2006).
Kemajuan bidang biologi molekuler saat ini memungkinkan untuk
mengetahui karakter suatu tanaman dan pewarisannya dengan menggunakan
penanda (marka) DNA. Marka molekuler dapat digunakan untuk membantu
menelusuri gen yang mengendalikan suatu sifat. Pencarian lokasi gen berdasarkan
pautan atau penandaan gen (gene-tagging) merupakan prasyarat sebelum dilakukan
proses seleksi. Dari penandaan gen akan diperoleh informasi tentang jumlah gen
yang mengendalikan suatu karakter fenotipik, lokasi gen dalam peta dan besarnya
sumbangan masing-masing gen terhadap ekspresi untuk sifat kuantitatif (McCouch
& Tanksley, 1991).
Adanya marka molekuler yang terpaut dengan gen target dapat membantu
untuk menyeleksi galur-galur yang membawa gen target dengan kombinasi sifat
yang diinginkan (Abenes et al., 1994). Marka molekuler DNA yang menawarkan
keleluasaan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan konvensional dengan
melakukan seleksi tidak langsung pada karakter yang diinginkan, yaitu pada marka
yang terkait dengan karakter tersebut. Pemuliaan konvensional sangat bergantung
pada seleksi berdasarkan fenotipe terhadap individu superior dari suatu populasi
bersegregasi. Walaupun lewat pemuliaan konvensional telah diperoleh kemajuan
yang pesat untuk sifat yang dituju melalui seleksi fenotipe, tetapi untuk beberapa
tujuan pemuliaan sering menghadapi masalah karena harus dilakukan di
lingkungan target. Marka molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat
terdeteksi pada semua fase pertumbuhan tanaman. (Pabendon et. al, 2007;
Trikoesoemaningtyas, 2007). Lebih lanjut Barakat et al. (2008) mengatakan
penggunaan marka molekuler memungkinkan untuk melakukan seleksi materi
pemuliaan dalam jumlah besar di awal pertumbuhan dan dalam waktu yang
singkat. Keberhasilan seleksi dengan marka molekuler sangat bergantung pada
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
27
keeratan hubungan antara marka dengan gen atau QTL yang dituju, dan idealnya
marka berada dalam sekuen gen yang dituju (Babu et al. 2004).
Menurut Azrai (2006) ada beberapa tipe penanda molekuler yang biasa
digunakan dalam pemuliaan tanaman yaitu marka yang berdasarkan pada
hibridisasi DNA seperti restriction fragment length polymorphism (RFLP),
2) marka yang berdasarkan pada reaksi rantai polimerase yaitu polymerase chain
reaction (PCR) dengan menggunakan sekuen-sekuen nukleotida sebagai primer,
seperti randomly amplified polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment
length polymorphism (AFLP), 3) marka yang berdasarkan pada PCR dengan
menggunakan primer yang menggabungkan sekuen komplementer spesifik dalam
DNA target, seperti sequence tagged sites (STS), sequence characterized amplified
regions (SCARs), simple sequence repeats (SSRs) atau mikrosatelit, dan single
nucleotide polymorphisms (SNPs).
Marka randomly amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah fragmen DNA
dengan panjang 9-10 basa nukleotida (decamer), primer berasal dari berbagai
sumber DNA dan sekuen primer dipilih secara random tanpa perlu informasi
sekuen genom tanaman yang akan dianalisis, dapat menghasilkan produk
amplifikasi yang merupakan karakteristik dari template DNA. Marka RAPD
terdapat melimpah di genom, konsentrasi DNA yang dibutuhkan sedikit, cara
penggunaannya relatif mudah dan murah dan dapat melengkapi marka morfologi
(Cheghamirza, 2002; Pabendon, 2007; Kumar & Gurusubramanian, 2011).
Menurut Cheghamirza (2002) teknik RAPD telah banyak digunakan untuk analisis
polimorfis genetik, studi pewarisan sifat kuantitatif dan dapat untuk membentuk
peta marka yang terpaut dengan gen target.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
28
BAB III. KONSEP ILMIAH DAN HIPOTESIS
3.1. Konsep Ilmiah
Tanaman jagung sangat banyak membutuhkan nitrogen, sehingga N
seringkali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung.
Dengan alasan untuk mendapatkan produksi tinggi, petani biasanya memberikan
pupuk N melebihi dosis anjuran. Padahal selain tidak ekonomis, pemakaian pupuk
N yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan gangguan
kesehatan, oleh karenanya perlu dilakukan efisiensi penggunaan N atau efisiensi N.
Selain melalui kultur teknis atau sistem budidaya tanaman, efisiensi N dapat
ditingkatkan melalui faktor genetik. Hal ini berkaitan dengan metabolisme N yaitu
kemampuan tanaman menyerap dan memanfaatkan N semaksimal mungkin yang
dimanifestasikan dengan potensi hasil. Pembentukan varietas jagung efisien N
memungkinkan jika terdapat materi genetik dan keragaman genetik yang tinggi.
Dalam rangka pembentukan varietas jagung efisien N atau toleran
pemupukan N rendah maka diperlukan pemahaman tentang mekanisme penyerapan
dan asimilasi N di dalam tanaman untuk menentukan karakteristik tanaman jagung
efisien N. Untuk itu perlu dilakukan kajian efisiensi N pada tanaman jagung baik
secara morfologi, agronomi, fisiologi dan biokimia.
Kajian secara morfologi berkaitan dengan perakaran (organ penyerapan
unsur hara), luas daun dan tinggi tanaman. Secara fisiologi berkaitan dengan
kandungan klorofil (sebagai penyusun klorofil dan tempat proses fotosintesis),
umur lama daun tetap hijau (stay green) serta remobilisasi N dari daun ke biji
setelah memasuki fase pembungaan dan pengisian biji. Secara biokimia berkaitan
dengan enzim-enzim kunci yang terlibat dalam asimilasi N. Pendekatan secara
agronomi berhubungan dengan hasil yaitu berat biji dan jumlah biji.
Penggunaan penanda molekuler yang terpaut erat dengan karakter yang
berhubungan dengan efisiensi N sangat berguna dalam mempercepat seleksi
genotipe efisien N dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Bagan kerangka konseptual menjelaskan konsep ilmiah dari penelitian ini
yang dapat dilihat pada halaman berikutnya.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
29
: dipengaruhi : indikator : ouput penelitian : hubungan : karakter
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian
Pemupukan N berlebihan
- Kerusakan & pencemaran lingkungan
- Tidak ekonomis Efisiensi nitrogen (N)
Lingkungan/ budidaya
Molekuler
Parameter efisiensi
nitrogen tinggi
Genetik/ varietas
Fisiologi Morfologi Biokimia
- Tinggi tanaman
- Luas daun - Sistem
perakaran
Marka RAPD - Klorofil - Stay green - ASI - Serapan N &
Remobilisasi N - Akumulasi &
translokasi biomassa - Parameter efisiensi N
-Nitrat reduktase -Profil protein
Jagung banyak membutuhkan nitrogen
Informasi karakter yang berkaitan erat dengan efisiensi nitrogen
Peranan nitrogen dalam metabolisme tanaman
Karakteristik tanaman jagung efisien nitrogen
Faktor pembatas pertumbuhan dan hasil tanaman
Penyusun asam amino
Hasil panen tinggi pada N
rendah
1. Materi genetik untuk pemuliaan jagung toleran N rendah. 2. Kriteria (penanda) seleksi genotipe toleran N rendah
Agronomi
Komponen hasil
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
30
3.2. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan berbagai respon pada karakter
tanaman jagung.
2. Terdapat keragaman genetik dan materi pemuliaan genotipe jagung efisien N.
3. Terdapat karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan genotipe
jagung efisien N yang berguna sebagai kriteria seleksi.
4. Terdapat marka RAPD polimorfis yang berpeluang untuk dijadikan sebagai
penanda molekuler genotipe jagung efisien N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
31
BAB IV. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang terdiri dari tiga
percobaan yaitu: 1) Keragaman genetik, penentuan genotipe dan karakteristik
tanaman jagung efisien N, 2) Pertumbuhan sistem perakaran jagung efisien N di fase
awal, 3) Analisis profil protein & seleksi polimorfisme marka RAPD terpaut dengan
sifat efisien N pada tanaman jagung. Materi dan kegiatan percobaan dapat dilihat di
bawah ini:
PERCOBAAN I II III
Topik
Penelitian
Keragaman genetik, penentuan genotipe dan karakteristik tanaman jagung efisien N
Pertumbuhan sistem perakaran jagung efisien N di fase awal.
Analisis profil protein & seleksi polimorfisme marka RAPD terpaut dengan sifat efisien N pada jagung
Kegiatan
Penelitian
Menguji 10 genotipe jagung pada 4 dosis N berbeda untuk mengamati keragaman genetik dan mendapatkan genotipe serta karakter yang berkaitan erat dengan sifat efisien N.
Meneliti sistem perakaran 4 genotipe jagung yang berbeda sifat efisiensi N pada awal pertumbuhan.
1. Menganalisis profil protein genotipe efisien N & kurang efisien N yang ditumbuhkan pada dosis N-tinggi N-rendah.
2. Seleksi marka RAPD polimorfis antara genotipe efisien N & kurang efisien N.
Hasil
Penelitian
1. Terpilih genotipe jagung efisien N.
2. Informasi karakter morfologi, fisiologi dan biokimia terkait dengan sifat efisien N.
Informasi sistem perakaran genotipe jagung efisien N sebagai penanda seleksi di awal pertumbuhan
1. Profil protein. 2. Marka RAPD yang
polimorfis
Luaran Akhir
Penelitian
1. Diperoleh materi pemuliaan jagung efisien N. 2. Diperoleh penanda morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler
untuk kriteria seleksi genotipe jagung efisien N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
32
4.1. Penelitian I: Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis
Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter
Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
4.1.1. Tujuan Penelitian
Penelitian di lapang ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui respon genotipe jagung yang diuji terhadap pengurangan dosis N.
2. Mengetahui keragaman genetik dan mendapatkan materi genetik jagung efisien
N.
3. Mengetahui karakter morfologi, fisiologi dan biokimia yang mencirikan genotipe
jagung efisien N.
4. Mendapatkan penanda morfologi, fisiologi dan biokimia yang dapat dijadikan
sebagai kriteria seleksi dalam perakitan jagung efisien N atau toleran N rendah.
4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011,
di lahan sawah di desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumber Gempol Kabupaten
Tulungagung dengan ketinggian 85 m dpl, jenis tanah Alluvial hidromorf, suhu
rata-rata 28-31ºC (Dirjen Cipta Karya, 2000).
4.1.3 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Benih jagung sebanyak 10 varietas yang terdiri dari 2 jenis jagung yaitu varietas
hibrida (5 varietas) dan varietas bersari bebas (5 varietas). a) Varietas hibrida
yaitu: Bisi-2, P-21, NK-33, DK-979, dan Bima-3. b) Varietas bersari bebas yaitu:
Bisma, Sukmaraga, Lamuru, Arjuna, lokal Madura.
2. Pupuk anorganik terdiri dari: urea, TSP, dan KCl.
3. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis N pada tanah dan jaringan tanaman
jagung adalah tablet kjeldahl, H2SO4 96%, H2O2, KOH, reagen analisis N dan
aquadest.
4. Bahan kimia untuk analisis aktifitas nitrat reduktase.
Peralatan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Alat pengolahan tanah berupa cangkul dan sabit.
2. Tugal untuk penanaman benih jagung, meteran untuk mengukur tanaman.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
33
3. Timbangan digital dan analitik untuk menimbang biomassaa tanaman dan bahan
kimia.
4. Oven untuk mengeringkan biomassasa.
5. Peralatan untuk analisis N berupa labu kjeldahl, labu digest, grinder, beaker
glass, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi.
4.1.4. Rancangan Percobaan
Percobaan merupakan percobaan faktorial (4x10) yang dirancang dalam
Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang
diulang tiga kali. Sebagai petak utama (main plot) adalah varietas jagung dan anak
petak (sub plot) dosis pupuk N.
Petak utama (varietas) terdiri dari: V1= Pioneer-21; V2= NK-33; V3 = DK-
979; V4 = Bisi-2; V5 =Arjuna; V6 = Bima-3; V7 = Sukmaraga; V8 = Lamuru; V9=
Bisma; V10= Kodok (lokal Madura). Anak petak (dosis pemupukan N) terdiri dari:
N0 = 0 kg N/Ha (tanpa pupuk); N1 = 30 kg N/Ha (rendah); N2 = 90 kg N/Ha
(sedang); N3 = 180 kg N/Ha (tinggi).
4.1.5. Pelaksanaan Percobaan di lapang
a. Petak Percobaan
Petak utama percobaan merupakan perlakuan varietas sedangkan anak petak
percobaan perlakuan dosis pupuk N. Dalam satu petak utama terdapat empat anak
petak dengan ukuran 3 m x 1 m. Penanaman jagung merupakan baris tunggal (single
row), dalam tiap anak petak terdiri 5 baris tanaman jagung dengan jarak 75 cm antar
baris dan 20 cm dalam baris dengan 1 tanaman tiap lubang. Populasi tanam tiap anak
petak sebanyak 25 tanaman.
b. Penanaman dan Pemupukan
Penanaman dengan cara tanah ditugal kemudian memasukkan 2 benih per
lubang tanam. Setelah tumbuh umur 10 hari tanaman dijarangkan dengan
meninggalkan 1 tanaman per lubang.
Pupuk dasar diberikan sebelum tanam, berupa SP36 dan KCl dengan dosis
optimal untuk tanaman jagung yaitu 125 kg/ha dan 75 kg/ha atau 1,875 gram dan
1,125 gram per tanaman.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
34
Pupuk N berupa urea diaplikasikan sesuai perlakuan dengan jumlah dan waktu
pemberian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. (Perhitungan dosis pupuk tiap
tanaman dapat dilihat pada Lampiran VII). Pupuk dibenamkan ke dalam tanah yang
telah dilubangi sedalam 5 cm dengan jarak kurang lebih 5 cm dari tanaman.
Tabel 4.1. Dosis pupuk urea yang diberikan tiap tanaman sesuai perlakuan pupuk N pada umur 14 hari setelah tanam (HST), 35 HST dan 49 HST
Perlakuan N Aplikasi dosis pupuk urea (gram/tanaman)
(kg/ha) Umur 14 HST Umur 35 HST 49 HST Total 0 0,0 0,0 0,0 0,0 30 0,5 0,5 0,0 1,0 90 1,0 1,0 1,0 3,0 180 2,0 2,0 2,0 6,0
4.1. 6. Prosedur pengambilan data
Dari 25 tanaman untuk setiap satuan percobaan diambil 5 tanaman sebagai
sampel pengamatan. Tanaman pinggir (border) tidak dipakai sebagai tanaman
sampel. Data yang diambil meliputi:
A. Karakter morfologi tanaman:
1. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi
pada saat tanaman telah memasuki fase generatif (keluar bunga).
2. Luas daun, diukur berdasarkan metode yang dikembangkan oleh McKee (1964)
dalam Yi et al. (2010) yaitu luas daun = panjang x lebar x fk (0,75) x jumlah
daun. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman telah memasuki fase generatif
(keluar bunga).
3. Perakaran meliputi panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar diamati
setelah panen. Untuk pengamatan perakaran dilakukan pada tanaman yang
ditanam dalam polybag dengan berat tanah 10 kg.
a. Panjang akar, diukur rata-rata panjang akar primer baik embrionik maupun
adventif.
b. Jumlah akar, dihitung jumlah embrionik dan akar adventif.
c. Berat kering akar, menimbang biomassa akar yang telah dikeringkan dengan
oven pada suhu 60°C selama 24 jam.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
35
B. Karakter Fisiologi
1. Kandungan klorofil daun diukur pada umur 49 HST (metode analisis klorofil
terdapat di Lampiran IX).
2. Akumulasi biomassa tanaman diukur dengan cara destruksi tanaman kemudian
menimbang berat biomassa tanaman yang telah dioven pada suhu 60°C selama
24 jam pada saat tanaman antesis (keluar bunga jantan) dan pengisian biji (15
hari setelah antesis).
3. Translokasi biomassasa (%) = St - Sr
St x 100
St: berat biomassasa saat berbunga, Sr: berat biomassasa saat pengisian biji.
4. Serapan N diukur pada saat berbunga dan pengisian biji dihitung dengan
mengalikan kandungan N tanaman x berat kering brangkasan.
5. Remobilisasi N (%) = UN1 – UN2
UN1 x 100
UN1: Serapan N pada saat berbunga, UN2: Serapan N pada pengisian biji.
6. Lama daun tetap hijau (stay green), dihitung persentase daun tetap hijau pada
saat masak.
C. Parameter Efisiensi Nitrogen
Parameter efisiensi N yang digunakan berdasarkan Dobermann (2005) yaitu :
1. Efisiensi serapan N = UN – U0
FN
2. Efisiensi agronomi = YN – Y0
FN
3. Efisiensi Pemanfaatan N = YN – Y0
UN – U0
4. Efisiensi Penggunaan N = YN FN
Keterangan:
U0 = Serapan N tanaman tanpa pemupukan (0 kg N/ha)
UN = Serapan N tanaman pada dosis pemupukan N
YN = Berat kering biji pada dosis pemupukan N
Y0 = berat kering biji tanpa pemupukan N (0 kg N/ha)
FN = dosis pemupukan N (kg/ha)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
36
C. Karakter Agronomi (hasil)
1. Berat biji per hektar.
2. Jumlah biji per tongkol.
D. Karakter Biokimia
Mengukur aktivitas nitrat reduktase yaitu enzim yang mengubah nitrat menjadi
nitrit. Prosedur analisis aktivitas nitrat reduktase dapat dilihat pada Lampiran X.
E. Seleksi Genotipe efisien N
Genotipe efisien N ditentukan berdasarkan pada besarnya nilai untuk karakter
produksi (berat kering biji), efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi
penggunaan N dan efisiensi agronomi pada semua dosis pemupukan N. Nilai
tertinggi sampai terendah diberi skor 10 sampai 1.
4.1.7. Analisis Statistik:
Analisis statistik untuk data kuantitatif yang digunakan dalam percobaan ini
adalah:
1. Analisis peragam (Anakova) dengan variabel pengiring waktu keluar bunga
jantan. Jika analisis peragam ada pengaruh (H0 ditolak) maka dilanjutkan dengan
uji Tukey atau beda nyata jujur (BNJ) untuk mengetahui rata-rata perlakuan
mana yang berbeda.
2. Nilai heritabilitas (h2) dalam arti luas, dihitung untuk mengetahui besarnya
keragaman genetik yaitu proporsi ragam genotipe dengan ragam fenotipe.
h2 = σ2gσ2p
= σ2g
σ2g+ σ2e
h2 = Heritabilitas (0 – 1)
σ2g = ragam genotipe
σ2e = ragam lingkungan atau ragam galat
σ2p= ragam fenotipe
Keragaman genetik: tinggi jika h2 > 0,5; sedang jika 0,2 ≤ h2 ≤ 0.5; dan rendah
jika h2< 0,2; nilai minus dianggap nol (Mc Whirter, 1979; Stanfield, 1988).
3. Korelasi Pearson untuk mengetahui keeratan hubungan antara karakter morfologi,
fisiologi, biokimia, parameter efisiensi N dengan karakter agronomi (hasil).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
37
4.2. Penelitian II: Pengamatan pertumbuhan sistem perakaran genotipe jagung
efisien N dan kurang efisien N.
4.2.1. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengamati perbedaan pertumbuhan perakaran
genotipe jagung efisien N dan kurang efisien N di awal pertumbuhan yang berguna
sebagai kriteria seleksi tanaman jagung efisien N.
4.2.2. Waktu dan Tempat
Penanaman jagung dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012, di green
house Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur di Surabaya.
4.2.3. Rancangan Percobaan
Percobaan merupakan percobaan faktor tunggal yaitu varietas jagung yang
paling efisien N (NK-33), efisiensi N sedang (Bisma dan Arjuna) dan kurang efisien
N (Madura) yang dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan diulang
tiga kali.
4.2.4. Pelaksanaan Percobaan
Benih jagung sebanyak 2 biji ditanam dalam polybag yang diisi campuran
tanah dan kompos (1:1) sebesar 10 kg. Jumlah tanaman sebanyak 30 polybag. Umur
5 hari setelah tanam (HST) tanaman dijarangkan menjadi 1 tanaman per polybag.
4.2.5. Prosedur pengambilan data
Terdapat lima kali pengamatan pertumbuhan perakaran yaitu dengan
melakukan destruksi tanaman. Tiap kali pengamatan sistem perakaran dilakukan
destruksi dua tanaman untuk masing-masing varietas yaitu pada umur 7, 12, 17, 22
dan 27 hari setelah tanam (HST).
Data yang diambil meliputi rerata panjang akar, jumlah akar, diameter akar
dan berat kering akar.
4.2.5. Analisis Statistik:
Analisis statistik yang digunakan dalam percobaan ini adalah analisis ragam
dan uji beda nyata jujur (BNJ) untuk mengetahui perbedaan sistem perakaran
genotipe jagung efisien dan kurang efisien N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
38
4.3. Penelitian III: Analisis protein dan analisis marka RAPD (random
amplified polymorphic DNA) untuk keterpautan dengan
sifat efisien N.
4.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui profil protein dari genotipe jagung efisien dan kurang efisien N pada
kondisi N-tinggi dan N-rendah.
2. Mendapatkan marka RAPD yang polimorfis terhadap genotipe efisien dan
kurang efisien N.
4.3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penanaman jagung dilaksanakan pada bulan November - Desember 2013, di
green house Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur di Surabaya dengan
media tanah dan kompos dalam pot. Analisis protein dan DNA dilakukan di
Laboratorium Sentral ilmu Hayati Universitas Brawijaya, Malang.
4.3.3. Prosedur Analisis protein dan DNA
a. Penanaman Jagung di green house
Varietas jagung NK-33 (efisien N) dan Madura (kurang efisien N)
ditumbuhkan di dalam pot pada dosis N-tinggi dan N-rendah. Tanaman diberi pupuk
urea 6 gram per pot untuk perlakuan N-tinggi dan 1 gram untuk N-rendah pada umur
10 hari. Umur 4 minggu tanaman dipanen untuk analisis protein, sedangkan untuk
analisis DNA tanaman diambil pada perlakuan N-rendah.
b. Analisis protein SDS-PAGE
Analisis kandungan protein dilakukan berdasarkan metode Lowry (1951)
dalam Kristina et al. (2009). Daun segar tanaman jagung sebanyak 0,1 gram (umur
28 HST) varietas NK-33 dan Madura yang ditanam pada N-tinggi dan N-rendah
ditempatkan ke dalam mortar dan diberi nitrogen cair lalu dihaluskan. Selanjutnya
sampel daun yang telah halus dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berisi 5 mL
buffer pH 7 dan 10 μL merkaptoetanol. Buffer pH 7 terdiri dari 0,1 M Tris HCl pH
7,6; 4 mM EDTA; dan 0,7% (v/v) merkaptoetanol. Larutan dihomogenkan sebelum
disentrifuse pada kecepatan 15000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4ºC.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
39
Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 750 nm dan konsentrasi protein
dihitung berdasarkan kurva standar.
Larutan separating gel dibuat dengan menggunakan bahan pereaksi 3,35 mL
Aquades (H2O); 2,5 mL Tris- HCl 1,5 M pH 8,8; 0,1 mL SDS 10%; 4 mL akrilamid;
0,05 mL Amonium Persulfat (APS) 10% dan 0,008 mL TEMED. Larutan stacking
gel dibuat dengan menggunakan 2,95 mL Aquades (H2O); 1,25 mL Tris HCl 1,5 M
pH 8,8; 9,05 mL SDS 10%; 0,05 mL APS 10%, dan 0,008 mL TEMED.
Elektroforesis protein dilakukan menurut metode Andrews (1986) dalam
Kristina (2009). Masing-masing sampel sebanyak 10 μL dimasukkan ke dalam
sumur gel. Deteksi protein pada gel dilakukan dengan pewarnaan coomasie blue
selama semalam dan digoyang menggunakan penggojog (shaker). Larutan pewarna
terdiri dari Metanol 45,5%; H2O 45,5%; asam asetat 9%; dan 0,09% Coomasiee
Blue R 250. Penyimpanan gel dilakukan dengan merendam gel pada larutan asam
asetat 7% dan pengeringan serta pengawetan gel dilakukan dengan selofan dan
dibiarkan semalam di ruang dingin. Identifikasi dan analisis pola protein hasil SDS-
PAGE dilakukan dengan pengamatan pemisahan pita proteinnya.
Identifikasi dan analisis pola protein hasil SDS-PAGE dilakukan dengan
pengamatan pemisahan pita protein. Protein target ditentukan Rf-nya, kemudian
bobot molekul dari protein tersebut ditentukan berdasarkan kurva standar log berat
molekul terhadap Rf dari protein standar.
Rf =
c. Seleksi marka RAPD polimorfis
Daun segar jagung sebanyak 0,2 gram umur 28 HST varietas NK-33 (efisien
N) dan Madura (kurang efisien N) diberi nitrogen cair lalu digerus dengan mortar.
Ditambah 700µl buffer ekstrak-CTAB hangat 65°C (2% CTAB, 100 mM Tris-HCl
pH 8; 20 mM EDTA pH 8; 1,4 M NaCl) lalu ditambahkan 2% merkapto ethanol,
dipindah ke tabung 1,5 mL dan divorteks kemudian diinkubasi dalam water bath
suhu 65°C selama 30 menit dengan kecepatan 130 rpm. Larutan disentrifugasi
13000 rpm selama 10 menit pada suhu 25°C dan supernatan yang diperoleh
dipindahkan ke tabung baru dan ditambah Cl dengan volume sama dan
dihomogenkan. Larutan disentrifugasi 13000 rpm selama 5 menit pada suhu 25°C.
Jarak pergerakan pita protein dari awal (cm) Jarak pergerakan pewarnaan protein standar dari awal (cm)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
40
Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung baru dan ditambah amonium
asetat 7,5 M (0,1 vol) kemudian ditambah etanol absolute (2,5 vol) lalu dicampur
pelan dan diinkubasikan pada suhu -20°C selama 3 jam. Disentrifugasi 13000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4°C. Supernatan dibuang, pellet ditambah ethanol 70%
sebanyak 500µl dan dicampur secara pelan. Sentrifugasi 13000 rpm selama 10 menit
pada suhu 4° C. Supernatan dibuang dan pellet dikeringkan dalam inkubator suhu
55°C. DNA berupa pellet dilarutkan dalam 50µL TE buffer pH 7,6 (10mM Tris Cl
pH 7,6; 1 mM EDTA pH 8).
Sebanyak 20 primer OPA1 - OPA20 digunakan untuk melihat polimorfisnya
pada kedua genotipe jagung. Prosedur analisis RAPD berdasarkan Williams et al.
(1990) yang dimodifikasi. Reaksi PCR dilakukan menggunakan bahan Promega dan
Real Biotech Corporation (RBC) dan amplifikasi PCR menggunakan thermal cycler
Gene Amp PCR 2400 (Perkin Elmer), dengan siklus termal diulang sebanyak 45
kali, diprogram 1 menit pada suhu 94°C (denaturasi), 1 menit pada 37°C untuk
penempelan primer dan 2 menit pada 72°C untuk pemanjangan rantai diikuti dengan
pemanjangan rantai akhir selama 4 menit pada 72°C. DNA hasil amplifikasi
ditambahkan dengan 5µL buffer loading 6x (0.25% bromophenol blue (b/v) dan
40% sukrosa (b/v), dan dipisahkan dengan cara elektroforesis pada gel agarosa 1,4%
selama 70 menit pada voltase 50V, menggunakan buffer TAE 1X (Tris 40 mM,
asam asetat glasial 20 mM, EDTA 1 mM pH 8,0). DNA 1 kb ladder (Promega)
digunakan sebagai penanda untuk mengestimasi fragmen hasil amplifikasi. Setelah
elektroforesis, gel direndam pada larutan etidium bromida selama 30 menit lalu
pada akuades selama 10 menit. Selanjutnya pita DNA divisualisasi dengan UV
transluminator dan didokumentasi dengan film polaroid 667.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
41
V. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
5. 1. Hasil Penelitian I: Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis
Pupuk Nitrogen, Keragaman Genetik dan Karakter
Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
5.1.1. Respon Genotipe Jagung terhadap Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen
Pengurangan dosis pupuk N menyebabkan penurunan tinggi tanaman, luas
daun, perakaran (panjang akar, jumlah akar, berat kering akar), kandungan klorofil,
persentase stay green, akumulasi biomassa, serapan N, aktivitas nitrat reduktase,
berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga jantan-bunga
betina (ASI), translokasi biomassa, remobilisasi N dan parameter efisiensi N.
A. Pengaruh Pengurangan Dosis Pupuk Nitrogen pada Karakter Morfologi
Hasil analisis peragam (ANCOVA) menunjukkan adanya interaksi yang sangat
nyata antara pemupukan N dan genotipe jagung (p≤0,01) pada karakter morfologi
yang meliputi tinggi tanaman, luas daun dan perakaran (Lampiran 1).
a. Tinggi Tanaman dan Luas Daun
Masing-masing genotipe mempunyai respon yang berbeda terhadap
pengurangan dosis pemupukan N untuk karakter tinggi tanaman. Pengurangan dosis
pupuk N dari 180 sampai 30 kg N/ha menyebabkan tinggi tanaman fluktuatif dan
tidak berbeda nyata kecuali DK-979. Sementara itu Pioneer-21, NK-33, Sukmaraga,
Lamuru dan Bisma mengalami penurunan tinggi tanaman yang tidak nyata ketika
dosis pupuk N dikurangi kecuali pada dosis N-0. Pada kondisi N sangat kurang (N-0)
tinggi tanaman mengalami reduksi yang nyata pada semua genotipe kecuali varietas
Kodok (lokal Madura) yang kurang responsif terhadap pemupukan N (Tabel 5.1).
Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan NK-33 adalah genotipe yang mengalami lebih
sedikit penurunan tinggi tanaman ketika dosis N dikurangi.
Gambar 5.1 menunjukkan tinggi tanaman jagung varietas NK-33 pada empat
dosis pemupukan N. Tanaman dengan dosis pemupukan N-tinggi (180 kg/ha) terlihat
lebih tinggi, warna daun hijau tua dan cepat berbunga, sebaliknya pada N-0 tanaman
terlihat lebih pendek dan warna daun lebih pucat. Nitrogen merupakan unsur yang
mempengaruhi produksi hormon sitokinin yang berperan dalam pembelahan dan
pemanjangan sel (Smiciklas & Below, 1992; Wang & Below, 1996; Liu et al., 2000).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
42
Tabel 5.1. Tinggi tanaman dan luas daun genotipe jagung pada saat berbunga yang diuji dengan berbagai dosis pemupukan N
Genotipe Dosis N (kg/ha) Tinggi tanaman (cm) Luas daun (m2)
Pioneer-21 0 206,44 ± 6,52 jkl 0,63 ± 0,025 klm
30 234,56 ± 5,10 efgh 0,73 ± 0,017 ghi
90 238,22 ± 2,83 cdefgh 0,68 ± 0,023 hijk
180 242,89 ± 1,35 abcde 0,58 ± 0,014 mno
NK-33 0 226,89 ± 3,27 fgh 0,49 ± 0,007 p
30 252,67 ± 3,06 abc 0,60 ± 0,010 klmn
90 246,78 ± 1,02 abcde 0,66 ± 0,101 ijklm
180 251,00 ± 0,58 abcde 0,92 ± 0,008 abc
DK-979 0 188,67 ± 4,33 lm 0,52 ± 0,006 nop
30 221,89 ± 2,01 ghi 0,74 ± 0,027 ghi
90 244,00 ± 3,38 abcde 0,67 ± 0,033 hijkl
180 248,67 ± 6,69 abcde 0,68 ± 0,009 hijkl
Bisi-2 0 187,11 ± 3,36 m 0,66 ± 0,057 ijklm
30 247,67 ± 3,61 abcde 0,91 ± 0,012 abc
90 249,89 ± 1,17 abcde 0,84 ± 0,012 cdef
180 249,56 ± 2,34 abcde 0,94 ± 0,013 ab
Bima-3 0 187,33 ± 1,53 m 0,65 ± 0,017 jklm
30 236,33 ± 2,03 defg 0,90 ± 0,011 abc
90 240,89 ± 1,07 bcdef 0,75 ± 0,003 gh
180 243,00 ± 2,91 abcde 0,77 ± 0,039 fg
Arjuna 0 147,11 ± 1,84 n 0,51 ± 0,019 op
30 192,78 ± 3,36 lm 0,74 ± 0,021 ghi
90 206,56 ± 16,71 jkl 0,86 ± 0,034 bcde
180 212,44 ± 10,29 hij 0,89 ± 0,023 abcd
Sukmaraga 0 203,56 ± 10,78 jkl 0,58 ± 0,019 mno
30 254,56 ± 1,07 ab 0,84 ± 0,018 cdef
90 257,33 ± 2,03 a 0,77 ± 0,010 g
180 256,89 ± 0,96 a 0,92 ± 0,050 abc
Lamuru 0 201,22 ± 3,10 jklm 0,60 ± 0,018 lmn
30 253,78 ± 1,90 ab 0,79 ± 0,042 efg
90 255,89 ± 3,60 a 0,80 ± 0,008 defg
180 256,78 ± 0,84 a 0,80 ± 0,021 defg
Bisma 0 209,33 ± 7,80 ijk 0,68 ± 0,045 hijkl
30 251,00 ± 2,19 abcde 0,95 ± 0,014 a
90 248,56 ± 3,27 abcde 0,80 ± 0,032 defg
180 249,11 ± 6,62 abcde 0,94 ± 0,017 a
Kodok 0 191,89 ± 5,42 lm 0,46 ± 0,014 p
30 193,44 ± 3,89 lm 0,48 ± 0,006 p
90 200,56 ± 8,04 jklm 0,46 ± 0,006 p
180 195,22 ± 8,18 klm 0,48 ± 0,024 p
BNJ 5% 14,68 0,09
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
43
Gambar 5.1. Kondisi tanaman varietas NK-33 pada pemupukan: A.) N-180; B)N-90; C) N-30; D) N-0. Semakin kecil dosis N, tanaman semakin pendek, warna daun semakin pucat dan waktu berbunga terlambat.
Pengurangan dosis pemupukan N juga menyebabkan respon yang berbeda dari
masing-masing genotipe pada karakter luas daun (Tabel 5.1). Pioneer-21 dan Kodok
mempunyai luas daun yang tidak berbeda nyata pada semua dosis pemupukan N,
sementara NK-33, Bisi-2 dan Arjuna berkurang luas daunnya secara nyata dengan
semakin berkurangnya dosis N. Bisi-2 dan Bisma mempunyai luas daun yang lebih
besar dibandingkan dengan varietas lain pada semua dosis pemupukan N serta yang
paling sedikit mengalami pengurangan luas daun ketika dosis N diturunkan.
Sementara itu varietas Kodok mempunyai luas daun paling kecil dan tidak
dipengaruhi oleh dosis N. Peneliti lain melaporkan adanya interaksi antara dosis N
dengan genotipe jagung terhadap tinggi tanaman (Idikut & Kara, 2011), luas daun
(Akmal et al., 2010) dan jumlah daun (Gungula et al. 2005 dan Gupta et al., 2012).
b. Perakaran
Pertumbuhan dan perkembangan akar diamati dalam kaitannya dengan
penyerapan unsur hara termasuk N, yaitu meliputi rerata panjang akar, jumlah akar
serta berat kering akar. Pengamatan dilakukan setelah panen. Pengaruh nyata
pengurangan dosis pupuk N terhadap perakaran jagung terjadi pada perlakuan tanpa
pupuk N, dimana panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar mengalami reduksi
secara nyata pada semua genotipe kecuali varietas Kodok (lokal Madura) yang
mempunyai perakaran sangat terbatas yaitu panjang akar, jumlah akar berat kering
akar paling kecil (Tabel 5.2).
A B C D
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
44
Tabel 5.2. Rerata panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
Genotipe Dosis N
(kg/ha)
Rerata panjang akar
(cm)
Jumlah akar Berat kering akar
(g)
Pioneer-21 0 34,11 ± 3,8 efgh 18,0 ± 1,8 h 13,22 ± 1,7 d
30 52,01 ± 7,0 abcd 27,0 ± 3,6 g 33,53 ± 2,9 abc
90 52,44 ± 4,3 abcd 32,3 ± 4,5 abcdef 37,11 ± 2,8 ab
180 51,99 ± 4,2 abcd 32,0 ± 1,8 abcdefg 38,27 ± 1,2 ab
NK-33 0 38,88 ± 7,1 cdefgh 17,2 ± 2,9 hi 14,53 ± 1,3 d
30 58,35 ± 4,8 a 30,0 ± 4,8 abcdefg 33,28 ± 2,5 abc
90 56,39 ± 2,4 ab 34,7 ± 2,7 ab 38,47 ± 2,3 ab
180 50,86 ± 7,2 abcd 35,3 ± 3,7 a 38,83 ± 1,8 a
DK-979 0 33,43 ± 2,7 fgh 16,7 ± 1,0 hi 13,17 ± 1,2 d
30 45,00 ± 3,1 abcdefgh 30,3 ± 2,7 abcdefg 33,62 ± 1,9 abc
90 53,18 ± 2,2 abc 29,3 ± 2,7 bcdefg 37,43 ± 0,8 ab
180 49,29 ± 3,9 abcde 33,0 ± 1,8 abcde 36,03 ± 1,3 abc
Bisi-2 0 38,77 ± 5,0 cdefgh 15,7 ± 2,7 hi 14,49 ± 2,8 d
30 44,14 ± 6,7 abcdefgh 28,7 ± 3,7 defg 33,87 ± 3,2 abc
90 51,46 ± 6,5 abcd 33,7 ± 2,7 abcd 36,44 ± 2,8 abc
180 55,49 ± 7,9 ab 34,3 ± 2,7 abc 35,67 ± 3,4 abc
Bima-3 0 32,74 ± 8,5 gh 16,3 ± 2,7 hi 10,93 ± 0,4 de
30 51,13 ± 7,6 abcd 29,0 ± 5,4 cdefg 31,74 ± 2,4 abc
90 49,79 ± 3,9 abcde 30,3 ± 3,7 abcdefg 32,15 ± 3,1 abc
180 50,77 ± 3,2 abcd 28,7 ± 1,0 defg 31,76 ± 1,1 abc
Arjuna 0 30,50 ± 5,1 h 16,3 ± 2,7 hi 13,33 ± 1,0 d
30 53,70 ± 6,1 abc 26,7 ± 2,7 g 29,79 ± 2,1 c
90 52,09 ± 4,8 abcd 29,7 ± 4,5 bcdefg 32,99 ± 4,7 abc
180 48,87 ± 1,0 abcdef 31,3 ± 2,7 abcdefg 33,76 ± 3,3 abc
Sukmaraga 0 36,94 ± 3,5 defgh 16,3 ± 3,7 hi 12,76 ± 1,4 d
30 51,02 ± 9,8 abcd 28,0 ± 6,5 efg 32,46 ± 2,9 abc
90 45,80 ± 0,7 abcdefgh 30,0 ± 1,8 abcdefg 34,81 ± 2,7 abc
180 41,59 ± 1,3 bcdefgh 33,7 ± 2,7 abcd 36,37 ± 1,0 abc
Lamuru 0 32,99 ± 8,5 gh 16,0 ± 3,6 hi 13,39 ± 1,8 d
30 49,85 ± 5,5 abcde 27,3 ± 5,5 fg 31,47 ± 3,2 bc
90 42,86 ± 9,5 abcdefgh 32,3 ± 3,7 abcdef 36,56 ± 2,7 abc
180 42,29 ± 5,7 bcdefgh 33,7 ± 2,7 abcd 38,18 ± 1,7 ab
Bisma 0 34,68 ± 8,4 efgh 18,3 ± 3,7 h 15,04 ± 1,0 d
30 46,59 ± 1,3 abcdefg 31,0 ± 3,6 abcdefg 34,65 ± 1,6 abc
90 47,54 ± 5,6 abcdefg 32,7 ± 2,7 abcdef 37,77 ± 3,0 ab
180 45,31 ± 0,9 abcdefgh 33,0 ± 4,8 abcde 35,77 ± 4,8 abc
Kodok 0 11,77 ± 2,6 i 12,0 ± 3,6 i 3,55 ± 0,6 f
30 10,82 ± 1,9 i 14,0 ± 1,8 hi 4,26 ± 0,7 ef
90 10,68 ± 2,3 i 13,3 ± 2,7 hi 4,85 ± 0,5 ef
180 9,87 ± 1,4 i 15,3 ± 2,7 hi 4,47 ± 0,5 ef
BNJ 5% 15,78 5,5 13,22
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
45
Masing-masing genotipe jagung mempunyai perakaran dan respon yang
berbeda terhadap pengurangan dosis pupuk N. NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3,
Arjuna dan Kodok mengalami penurunan panjang akar yang lebih sedikit
dibandingkan dengan yang lain, sedangkan jumlah akar berkurang secara nyata pada
Pioneer-2, Bisi-2, Sukmaraga dan Lamuru akibat pengurangan pupuk N dari 180
menjadi 30 kg N/ha namun tidak pada NK-33 dan Bisma. Berat kering akar
cenderung berkurang akibat pengurangan N dan pengurangan terbesar terjadi pada
perlakuan tanpa pupuk N (N-0).
Meskipun tidak nyata beberapa genotipe jagung yaitu Pioneer-21, NK-33,
Bima-3, Sukmaraga, Lamuru cenderung memanjangkan akar ketika dosis N
berkurang dari 180 kg/ha menjadi 90 kg/ha dan 30 kg/ha namun jumlah akar
berkurang. Diantara genotipe yang diuji, NK-33 mempunyai perakaran (rerata
panjang akar, jumlah akar, dan berat kering akar) yang lebih besar dibandingkan
dengan yang lain, sementara perakaran dari varietas Kodok paling tidak berkembang
pada semua dosis pemupukan N.
A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4
Gambar 5.2. Bentuk perakaran jagung varietas: A)NK-33 dan B)Kodok pada dosis pupuk N:1) 0; 2) 30;3) 90; 4)180 (kg N/ha).
Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa perakaran NK-33 (A) lebih berkembang
dibandingkan dengan perakaran varietas Kodok (B). Perakaran varietas NK-33 pada
dosis pemupukan N-90 (A3) dan N-180 (A4) terlihat mempunyai jumlah akar dan
kerapatan akar lebih besar pada bagian atas akar (± 20 cm dari pangkal akar).
30 cm
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
46
Sementara itu pada N-30 (A2) dan N-0 (A1), tanaman memanjangkan perakarannya
namun jumlah akar dan kerapatan akar berkurang.
Hal ini sesuai pendapat Mi (2008) bahwa adaptasi tanaman ketika kekurangan
N adalah dengan memanjangkan akar agar dapat mengambil N pada lapisan tanah
yang lebih dalam. Sedangkan penelitian Hayati et al. (2009) menyimpulkan bahwa
pada kondisi unsur hara normal pertumbuhan perakaran jagung terkonsentrasi di
bagian atas dan tengah akar, namun bila kondisi unsur hara tanah terbatas maka
jumlah akar sedikit tetapi tanaman memanjangkan perakarannya sebagai upaya untuk
mendapatkan nutrisi pada lapisan tanah yang lebih dalam. Menurut Yang (1988) dan
Mi (2008) tanaman yang efisien N mampu mengembangkan perakaran yang
ekstensif, yaitu mempunyai berat akar, volume akar, panjang akar, kerapatan akar
yang lebih besar. Sen et al. (2013) menjelaskan bahwa penurunan dosis N
menyebabkan penurunan berat kering akar.
B. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Fisiologi
Karakter fisiologi yang dikaitkan dengan ketersediaan N yang diamati meliputi
kandungan klorofil, stay green, interval keluar bunga jantan-betina, akumulasi
biomassa, translokasi biomassa, serapan N dan remobilisasi N. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua karakter tersebut dipengaruhi oleh pupuk N, genotipe
jagung serta terjadi interaksi yang sangat nyata (p≤0,01) (Lampiran I).
a. Kandungan Klorofil, Stay Green dan Interval Keluar Bunga Jantan-Betina
Kandungan klorofil diamati karena N merupakan salah satu unsur penyusun
klorofil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing genotipe mempunyai
kandungan klorofil yang berbeda nyata dan pengurangan dosis pemupukan N
menyebabkan pengurangan kandungan klorofil yang berbeda pula secara nyata pada
tiap genotipe. Pioneer-21 mempunyai kandungan klorofil paling tinggi pada semua
dosis pemupukan N kecuali pada perlakuan tanpa pupuk N. Penurunan kandungan
klorofil secara nyata terjadi ketika dosis N dikurangi menjadi N-rendah (30 kg/ha)
dan N-0 (tanpa pupuk N) pada semua genotipe kecuali Kodok yang tidak
menunjukkan perbedaan nyata kandungan klorofil pada semua dosis N (Tabel 5.3).
Pengurangan dosis pemupukan N juga menyebabkan penurunan persentase stay
green (tanaman tetap hijau saat masak). Pengurangan persentase stay green secara
nyata terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
47
Tabel 5.3. Kandungan klorofil, stay green dan interval keluar bunga jantan-betina (ASI) beberapa genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N
Genotipe
Dosis N
(kg/ha)
Kandungan
klorofil (mg/g)
Stay green
(%)
ASI
(hari)
Pioneer-21 0 1,54 ± 0,1 op 39,17 ± 6,3 lm 4,33 ± 0,6 ab
30 6,25 ± 1,2 defg 67,97 ± 2,3 abcdef 3,33 ± 0,6 abcd
90 8,76 ± 0,9 ab 70,52 ± 1,7 abcd 2,67 ± 0,6 bcdef
180 9,03 ± 0,6 a 75,00 ± 2,8 a 2,33 ± 0,6 cdef
NK-33 0 1,69 ± 0,0 op 39,21 ± 4,6 lm 4,67 ± 0,6 a
30 5,90 ± 0,5 efghi 68,10 ± 4,7 abcdef 3,67 ± 0,6 abc
90 7,98 ± 0,6 bc 69,58 ± 3,4 abcde 3,67 ± 0,6 abc
180 8,90 ± 0,8 a 77,57 ± 3,3 a 3,33 ± 0,6 abcd
DK-979 0 1,68 ± 0,1 op 43,63 ± 4,2 ijklm 3,67 ± 0,6 abc
30 4,26 ± 1,0 jklmn 63,97 ± 1,3 abcdefg 3,67 ± 0,6 abc
90 7,44 ± 0,5 bcd 63,24 ± 1,3 abcdefg 3,33 ± 0,6 abcd
180 7,25 ± 0,3 cde 77,02 ± 5,1 a 3,67 ± 0,6 abc
Bisi-2 0 0,90 ± 0,1 p 43,83 ± 7,4 hijklm 3,33 ± 0,6 abcd
30 3,18 ± 0,2 mn 57,11 ± 1,5 cdefghi 3,67 ± 0,6 abc
90 5,88 ± 0,8 efghi 63,97 ± 1,3 abcdefg 3,67 ± 0,6 abc
180 6,43 ± 0,0 def 71,94 ± 4,0 abc 3,67 ± 0,6 abc
Bima-3 0 0,82 ± 0,1 p 36,17 ± 6,5 m 2,67 ± 0,6 bcdef
30 3,24 ± 0,3 mn 63,06 ± 3,4 abcdefg 2,33 ± 0,6 cdef
90 6,48 ± 1,2 def 57,97 ± 1,5 cdefghi 2,33 ± 0,6 cdef
180 6,57 ± 0,4 cdef 73,09 ± 3,0 ab 2,33 ± 0,6 cdef
Arjuna 0 0,79 ± 0,1 p 40,27 ± 3,4 klm 2,33 ± 0,6 cdef
30 2,92 ± 0,6 no 51,96 ± 1,7 ghijklm 1,67 ± 0,6 def
90 6,55 ± 0,2 cdef 52,83 ± 2,8 ghijkl 1,00 ± 0,0 f
180 6,57 ± 0,2 cdef 68,44 ± 5,2 abcdef 1,33 ± 0,6 ef
Sukmaraga 0 0,78 ± 0,1 p 40,41 ± 3,0 klm 1,33 ± 0,6 ef
30 3,29 ± 0,3 lmn 52,83 ± 2,8 ghijkl 2,33 ± 0,6 cdef
90 4,72 ± 0,3 ijkl 51,84 ± 7,6 ghijklm 1,67 ± 0,6 def
180 6,08 ± 0,6 defghi 65,74 ± 8,4 abcdefg 2,00 ± 1,0 cdef
Lamuru 0 1,10 ± 0,2 p 38,10 ± 8,9 lm 2,33 ± 0,6 cdef
30 3,61 ± 0,2 klmn 54,56 ± 9,4 fghijk 2,33 ± 0,6 cdef
90 5,87 ± 0,3 efghi 54,68 ± 7,3 efghijk 3,00 ± 0,0 abcde
180 6,00 ± 0,5 defghi 64,81 ± 12,8 abcdefg 2,67 ± 0,6 bcdef
Bisma 0 1,20 ± 0,1 p 39,65 ± 3,5 klm 2,33 ± 0,6 cdef
30 3,15 ± 0,1 mn 57,11 ± 1,5 cdefghi 3,67 ± 0,6 abc
90 5,77 ± 0,5 fghij 70,20 ± 3,4 abcd 3,67 ± 0,6 abc
180 6,17 ± 0,4 defgh 70,14 ± 4,3 abcd 3,33 ± 0,6 abcd
Kodok 0 4,21 ± 0,1 klmn 42,18 ± 4,2 jklm 1,00 ± 0,0 f
30 4,82 ± 0,7 ghijk 58,46 ± 1,8 bcdefgh 1,33 ± 0,6 ef
90 4,38 ± 0,1 jklm 55,73 ± 1,6 defghij 1,33 ± 0,6 ef
180 4,80 ± 0,3 hijk 58,75 ± 4,7 bcdefgh 1,33 ± 0,6 ef
BNJ 5%
1,44
14,93 1,73 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
48
Gambar 5.3. Kondisi tanaman jagung umur 52 HST. A) daun tampak masih hijau pada N-tinggi; B) daun dan batang mengalami klorosis sehingga terjadi penuaan (senesen) yang lebih cepat pada tanpa pemupukan N.
Perlakuan tanpa pemupukan N menyebabkan kandungan klorofil dan
persentase stay green paling rendah dan tidak berbeda nyata pada semua genotipe
yang diuji serta terjadi penuaan daun yang lebih cepat, dimulai pada minggu ke enam
setelah tanam. Gambar 5.3. menunjukkan keadaan tanaman saat berbunga (umur 45-
55 HST) dimana tanaman yang tanpa dipupuk (B) terlihat mengalami penuaan atau
senesen organ tanaman lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk
N-tinggi (A). Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa kandungan klorofil dan
stay green dipengaruhi oleh dosis pemupukan N (Gungula et al. 2005; Monneveux et
al. 2005; Hefny & Aly, 2008).
Pada percobaan ini kelompok varietas hibrida (Pioneer-21, NK-33, DK-979,
Bisi-2, Bima-3) mempunyai persentase stay green lebih besar dari pada varietas
bersari bebas kecuali Bisma yang termasuk kelompok varietas bersari bebas tetapi
memiliki sifat stay green yang besar. Hefny & Aly (2008) juga melaporkan
penurunan kandungan klorofil akibat pengurangan dosis pemupukan N lebih besar
terjadi pada galur (inbred) daripada hibrida. N merupakan penyusun utama klorofil
sehingga berhubungan dengan kapasitas fotosintesis, akibatnya akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ustin, et al. 1998) dan berdampak pada
produksi biomassa dan biji (Dawson, et al. 2003).
A B
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
49
Masing-masing genotipe jagung mempunyai interval saat keluar bunga jantan-
betina (ASI) yang berbeda secara nyata (Tabel 5.3). Varietas Kodok, Bima-3,
Sukmaraga, Lamuru dan Arjuna mempunyai ASI yang lebih pendek dari pada
Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2 dan Bisma.
Beberapa genotipe (Pioneer-21, NK-33 dan Bima-3) cenderung meningkat ASI
nya ketika dosis pemupukan N berkurang, sementara yang lain tidak dipengaruhi
dosis N. Hefny & Aly (2008), Monnoveux et al. (2005) dan Narayana (2013)
mencatat bahwa tanaman pada kondisi kekurangan N akan memperpanjang interval
keluar bunga jantan-betina, sedangkan saat keluar bunga betina lebih cepat daripada
bunga jantan. Menurut Gallais & Hirel (2004) ASI yang pendek mempunyai arti
prolifik fisiologis, artinya jika varietas yang tidak mengalami peningkatan interval
keluar bunga jantan-betina sebagai akibat cekaman N maka akan mempunyai
metabolisme N lebih efisien atau mempunyai hasil yang lebih tinggi pada N rendah
dibandingkan dengan varietas yang ASI nya meningkat ketika mengalami stress N.
b. Akumulasi Biomassa, Translokasi Biomassa, Serapan N dan Remobilisasi N
Akumulasi biomassa dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dan dosis N.
Akumulasi biomassa berkurang secara nyata ketika dosis pemupukan N berkurang
dari 180 menjadi 30 dan 0 kg/ha, sedangkan biomassa antara dosis N 180 kg/ha
dengan dosis N 90 kg/ha tidak berbeda nyata. Pada dosis N-tinggi semua genotipe
mempunyai akumulasi biomassa yang tinggi kecuali Kodok yang mempunyai
akumulasi biomassa paling kecil (Tabel 5.4).
Genotipe yang mempunyai umur masak lebih lama (Pioneer-21, Bisi-2,
DK-979, NK-33, Bisma) mempunyai biomassa lebih besar dari pada genotipe yang
cepat masak (Kodok). Bisi-2, Bisma dan Lamuru mengalami penurunan biomassa
yang lebih sedikit pada dosis N-rendah dibandingkan dengan genotipe lain. Tanpa
pemupukan N menyebabkan semua genotipe mengalami pertumbuhan yang
terhambat sehingga produksi biomassa rendah. Kazemghassemi-Golezani &
Tajbakhsh (2012) mengamati bahwa genotipe jagung mempengaruhi produksi
biomassa. Sementara Hefny & Aly (2008) menyimpulkan bahwa dosis pemupukan N
mempengaruhi produksi biomassa tanaman jagung, dan galur (inbred) mempunyai
biomassa lebih kecil dibandingkan dengan varietas hibrida.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
50
Tabel 5.4. Akumulasi biomassa, translokasi biomassa dan serapan N beberapa genotipe jagung yang ditanam pada berbagai dosis N
Genotipe Dosis N
(kg/ha)
Akumulasi Biomassa
(g/tanaman)
Translokasi
biomassa (%)
Serapan N
(g/tanaman)
Pioneer-21 0 66,5 ± 7,4 h 43,83 ± 11,5 a 0,90 ± 0,2 o
30 105,9 ± 7,4 defg 21,89 ± 5,0 cde 1,82 ± 0,2 klmn 90 118,5 ± 5,4 abcde 16,62 ± 2,3 efgh 3,00 ± 0,4 cdefgh 180 123,0 ± 3,3 abc 12,81 ± 4,5 fgh 3,93 ± 0,3 ab NK-33 0 71,3 ± 6,2 h 34,60 ± 5,8 abc 1,03 ± 0,3 no 30 102,1 ± 2,8 efg 20,63 ± 7,3 cdefg 1,75 ± 0,3 lmno 90 124,2 ± 5,2 abc 18,37 ± 6,4 efgh 2,60 ± 0,3 fghijkl 180 128,4 ± 1,5 a 14,24 ± 5,4 fgh 3,21 ± 0,3 abcdef DK-979 0 70,1 ± 9,5 h 38,89 ± 5,0 ab 1,09 ± 0,1 no 30 100,5 ± 2,3 g 17,87 ± 3,9 efgh 2,01 ± 0,1 jklm 90 121,3 ± 2,1 abcd 18,46 ± 2,1 efgh 2,66 ± 0,5 fghijk
180 126,5 ± 3,5 ab 13,59 ± 5,7 fgh 2,82 ± 0,3 efghij Bisi-2 0 67,9 ± 5,6 h 42,16 ± 2,9 a 0,91 ± 0,0 o 30 110,0 ± 9,8 cdefg 23,27 ± 6,0 bcde 2,88 ± 0,4 defghi 90 122,8 ± 3,5 abc 14,05 ± 7,1 fgh 3,12 ± 0,7 abcdefg 180 124,3 ± 5,9 abc 15,21 ± 4,4 fgh 3,58 ± 0,1 abcde Bima-3 0 60,2 ± 2,3 h 16,46 ± 3,3 efgh 0,88 ± 0,1 o 30 101,0 ± 3,4 fg 11,83 ± 4,2 fgh 2,31 ± 0,3 ghijkl 90 116,5 ± 3,4 abcdef 5,76 ± 8,3 gh 3,39 ± 0,2 abcdef 180 114,6 ± 10,3 abcdefg 4,85 ± 5,9 h 3,67 ± 0,4 abcd Arjuna 0 65,6 ± 0,9 h 23,63 ± 4,0 bcde 0,85 ± 0,2 o 30 100,2 ± 6,9 g 14,27 ± 4,9 fgh 2,10 ± 0,1 ijklm 90 111,9 ± 6,2 abcdefg 12,79 ± 3,2 fgh 2,89 ± 0,4 defghi 180 113,7 ± 5,1 abcdefg 7,94 ± 6,2 fgh 2,95 ± 0,4 defghi Sukmaraga 0 67,4 ± 3,8 h 17,68 ± 2,4 efgh 0,88 ± 0,2 o 30 104,5 ± 5,6 efg 9,77 ± 3,5 fgh 2,36 ± 0,3 fghijkl 90 117,9 ± 1,8 abcde 12,65 ± 3,3 fgh 2,98 ± 0,1 cdefgh
180 122,3 ± 4,3 abc 4,70 ± 2,3 h 3,10 ± 0,3 bcdefg Lamuru 0 64,2 ± 3,9 h 15,28 ± 12,0 fgh 1,01 ± 0,1 no 30 107,0 ± 6,3 cdefg 12,42 ± 5,7 fgh 2,17 ± 0,4 hijkl 90 114,2 ± 6,0 abcdefg 9,39 ± 3,5 fgh 2,56 ± 0,2 fghijkl 180 123,1 ± 3,2 abc 8,72 ± 4,8 fgh 2,79 ± 0,3 efghij Bisma 0 69,4 ± 1,4 h 32,08 ± 11,1 abcd 0,90 ± 0,1 o 30 110,2 ± 8,4 bcdefg 20,91 ± 7,8 cdef 2,54 ± 0,4 fghijkl 90 122,9 ± 9,5 abc 10,09 ± 3,2 fgh 3,96 ± 0,1 a 180 124,6 ± 5,3 abc 15,07 ± 3,8 fgh 3,81 ± 0,1 abc Kodok 0 58,8 ± 2,1 h 21,18 ± 5,8 cde 0,92 ± 0,0 o 30 59,7 ± 2,7 h 15,37 ± 2,6 fgh 1,28 ± 0,1 mno 90 59,9 ± 3,9 h 10,87 ± 3,8 fgh 1,07 ± 0,0 no 180 61,5 ± 5,2 h 12,33 ± 7,1 fgh 1,02 ± 0,1 no
BNJ 5% 15,4 16,02 0,85
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
51
Terjadi penurunan biomassa setelah fase pembungaan karena adanya
translokasi biomassa sebagai sumber karbohidrat untuk pengisian biji. Besarnya
persentase biomassa batang dan daun yang dialokasikan ke pembentukan biji atau
translokasi biomassa meningkat dengan berkurangnya dosis N. Masing-masing
genotipe jagung memiliki besaran translokasi biomassa yang berbeda berkisar antara
4,70-43,83%. Beberapa genotipe (Arjuna, Sukmaraga, Lamuru) tidak mengalami
peningkatan translokasi biomassa secara nyata dengan menurunnya pemupukan N,
sementara yang lain mempunyai translokasi biomassa tertinggi pada perlakuan tanpa
pemupukan N dan berbeda nyata dengan dosis N 180 dan 90 kg /ha (Tabel 5.4).
Penelitian pada tanaman barley (Uzik et al., 2005) dan jagung merah (Zhu et
al., 2011) juga menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe terhadap besarnya
translokasi biomassa. Penelitian yang dilakukan Hokmalipour & Darbandi (2011)
juga menunjukkan adanya interaksi nyata antara genotipe jagung dan dosis N untuk
translokasi biomassa dimana translokasi biomassa meningkat dengan menurunnya
dosis N.
Jadi bisa disimpulkan bahwa setelah pembungaan dimana suplai hara dalam
tanah semakin berkurang, maka akan memacu peningkatan translokasi fotosintat dari
daun dan batang menuju ke biji. Varietas hibrida cenderung mempunyai translokasi
biomassa yang lebih besar dibandingkan dengan varietas bersari bebas, kecuali
Bisma (bersari bebas) mempunyai translokasi biomassa yang tergolong besar.
Sebaliknya Bima-3 dari varietas hibrida mempunyai rata-rata translokasi biomassa
yang lebih kecil dibandingkan dengan genotipe lain. Rendahnya translokasi biomassa
pada Bima-3 diduga karena panjangnya selang waktu antara berbunga menuju waktu
masak, karena varietas Bima-3 adalah varietas yang paling akhir waktu masak
bijinya. Dikatakan Pampana et al. (2009) bahwa semakin lama periode pembungaan
sampai dengan masak akan meningkatkan aktivitas fotosintesis tanaman sehingga
menghambat laju penuaan daun dan menghalangi translokasi karbohidrat cadangan
untuk pengisian biji.
Serapan N dipengaruhi oleh dosis pemupukan N dan kemampuan masing-
masing genotipe jagung dalam menyerap N juga berbeda nyata. Penurunan dosis
pemupukan N menyebabkan menurunnya serapan N oleh tanaman jagung dan terjadi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
52
interaksi nyata antara genotipe dengan dosis pemupukan N dikarenakan kemampuan
tiap genotipe menyerap N yang berbeda.
Genotipe yang mampu menyerap N lebih besar pada pemupukan N-tinggi
adalah Pioneer-21, NK-33 dan Bisi-2 dari kelompok hibrida; Bisma dan Arjuna dari
kelompok bersari bebas. Masing-masing genotipe mempunyai respon yang berbeda
terhadap pengurangan dosis pemupukan N dari 180 kg menjadi 90 kg/ha dan
30 kg/ha, tetapi perlakuan tanpa pemupukan N menghasilkan serapan N paling
rendah dan tidak terjadi perbedaan nyata diantara genotipe yang diuji (Tabel 5.4).
Varietas Kodok mempunyai serapan N paling kecil dan tidak dipengaruhi oleh dosis
pemupukan N. Penelitian Dilallessa (2006), menyimpulkan bahwa peningkatan dosis
N meningkatkan serapan N pada tanaman jagung dimana varietas hibrida
mempunyai serapan N lebih tinggi dari pada varietas bersari bebas.
Kandungan N pada organ vegetatif berkurang setelah fase pembungaan sampai
masak dikarenakan N telah ditranslokasikan untuk pengisian biji atau terjadi
remobilisasi N ketika tanaman memasuki fase generatif. Ketika pemupukan N tidak
lagi mencukupi untuk pengisian biji maka diperlukan remobilisasi N dari daun ke
daun serta dari daun ke biji (Masclaux-Daubresse, 2011).
Tidak terjadi interaksi nyata antara genotipe jagung dengan dosis pemupukan
N untuk besaran remobilisasi N, namun baik genotipe maupun dosis pemupukan N
berpengaruh nyata terhadap remobilisasi N.
Besarnya remobilisasi N pada Pioneer-21, NK-33 dan Bisi-2 lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan Arjuna, Lamuru dan Kodok. Sementara itu penurunan dosis N
menyebabkan peningkatan remobilisasi N, dimana remobilisasi N paling besar
terjadi pada tanpa pemupukan N yang berbeda nyata dengan dosis N lain (Tabel 5.5).
Remobilisasi N pada tanaman biasanya terjadi pada organ yang mengalami
penuaan dimana proses penuaan bisa dipicu karena terbatasnya unsur hara
(Masclaux-Daubresse, 2011). Remobilisasi N akan berlangsung lebih cepat pada
tanaman yang ditumbuhkan pada N-rendah (Ta & Weiland, 1992). Peningkatan
remobilisasi N mempunyai arti ekonomi karena dapat mengurangi kebutuhan
tanaman terhadap pupuk N ketika memasuki fase pengisian biji dan besarnya
remobilisasi N bervariasi untuk tiap tanaman dan juga genotipe (Kichey, 2007).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
53
Tabel 5.5. Remobilisasi Nitrogen dari Masing-Masing Faktor yaitu Genotipe Jagung dan Dosis Pemupukan N
Perlakuan Remobilisasi N (%) Varietas Pioneer-21 42,86 ± 6,2 a
NK-33 44,35 ± 4,5 a
DK-979 38,87 ± 1,9 ab
Bisi-2 45,78 ± 2,7 a
Bima-3 38,67 ± 2,7 ab
Arjuna 32,43 ± 2,1 bcd
Sukmaraga 35,88 ± 6,0 abc
Lamuru 28,20 ± 4,3 cd
Bisma 36,85 ± 5,8 abc
Kodok 23,87 ± 6,8 d
BNJ 5 % 10,05 Dosis N (kg/ha)
0 50,45 ± 1,5 a
30 35,03 ± 3,6 b
90 31,21 ± 3,1 b
180 30,41 ± 0,8 b
BNJ 5 % 5,50 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
C. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Aktivitas Enzim Nitrat Reduktase
Karakter biokimia yang diamati adalah aktivitas nitrat reduktase (NR) karena
nitrat reduktase merupakan enzim pertama yang bekerja pada metabolisme N di
dalam tanaman yaitu mengubah nitrat yang masuk ke dalam tanaman menjadi nitrit.
Perlakuan dosis pemupukan N, genotipe dan interaksi keduanya sangat nyata
(p≤0.01) terhadap aktivitas nitrat reduktase (Lampiran I).
Pengurangan N menyebabkan berkurangnya aktivitas NR secara nyata pada
beberapa genotipe (Bisi-2, Arjuna, Bima-3, Sukmaraga, Bisma dan Kodok)
sementara aktivitas NR pada genotipe lain (Pioneer-21, DK-979, NK-33 dan
Lamuru) tidak dipengaruhi dosis N dan cenderung tetap tinggi dengan berkurangnya
dosis N. Aktivitas NR tertinggi dicapai pada N-tinggi oleh semua genotipe dan tidak
ada perbedaan nyata diantara genotipe yang diuji (Tabel 5.6). Perbedaan nyata
aktivitas NR masing-masing genotipe hanya terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan
N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
54
Tabel 5.6. Aktivitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis pemupukan N
Genotipe Dosis N (kg/ha) Aktivitas nitrat reduktase (µ mol/g/jam)
Pioneer-21 0 9,18 ± 0,2 abcdefgh
30 9,95 ± 0,0 abcd
90 9,68 ± 0,3 abcd
180 10,25 ± 0,1 ab
NK-33 0 9,08 ± 0,3 bcdefgh
30 9,57 ± 0,4 abcdef
90 10,03 ± 0,1 abcd
180 10,13 ± 0,3 abc
DK-979 0 9,29 ± 0,2 abcdefgh
30 9,48 ± 0,4 abcdef
90 9,91 ± 0,2 abcd
180 10,22 ± 0,2 ab
Bisi-2 0 8,97 ± 0,2 cdefgh
30 9,57 ± 0,3 abcdef
90 8,86 ± 1,2 defghi
180 10,19 ± 0,2 ab
Bima-3 0 8,13 ± 0,6 hi
30 10,04 ± 0,1 abcd
90 10,30 ± 0,1 a
180 10,25 ± 0,1 ab
Arjuna 0 8,45 ± 0,4 efghi
30 9,56 ± 0,4 abcdef
90 9,76 ± 0,2 abcd
180 10,24 ± 0,1 ab
Sukmaraga 0 8,24 ± 0,3 ghi
30 9,24 ± 0,4 abcdefgh
90 9,98 ± 0,4 abcd
180 10,20 ± 0,1 ab
Lamuru 0 9,44 ± 0,2 abcdefg
30 9,62 ± 0,2 abcde
90 9,84 ± 0,5 abcd
180 10,16 ± 0,2 abc
Bisma 0 7,67 ± 0,6 i
30 9,26 ± 0,2 abcdefgh
90 9,62 ± 0,3 abcde
180 9,19 ± 0,5 abcdefgh
Kodok 0 8,38 ± 0,7 fghi
30 9,09 ± 0,0 bcdefgh
90 9,99 ± 0,2 abcd
180 9,16 ± 0,9 abcdefgh
BNJ 5% 1,20 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
55
Menurut Reed (1980) aktivitas NR yang tinggi dapat mempertahankan
kandungan nitrat selama fase pengisian biji jagung. Dengan demikian varietas yang
dapat mempertahankan aktivitas NR tetap tinggi pada N-rendah adalah varietas yang
diduga mempunyai efisiensi N yang tinggi.
Cheneby et al. (2009) menyatakan bahwa dosis N mempengaruhi reduksi
nitrat. Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa aktivitas NR menurun karena
pengurangan dosis N pada tanaman brokoli (Wojciechowska et al., 2006), jagung
(Martins et al., 2008) dan barley (Latif, 2012). Terdapat perbedaan reduksi nitrat
diantara spesies dan genotipe (Wallace, 1986; Chalifour & Nelson, 1988). Sedangkan
Fan et al. (2007) menyimpulkan genotipe padi yang mempunyai efisiensi
penggunaan N tinggi juga mempunyai aktivitas NR yang tinggi.
D. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Agronomi
Karakter agronomi berupa komponen hasil adalah karakter penting sebagai
indikator utama untuk mengetahui besarnya efisiensi N. Komponen hasil yang
diamati adalah berat biji per hektar dan jumlah biji per tongkol. Perlakuan
pemupukan N dan genotipe jagung serta interaksi diantara keduanya berpengaruh
sangat nyata (p ≤ 0.01) terhadap berat biji per hektar, sementara jumlah biji tidak
terjadi interaksi nyata namun genotipe dan dosis pupuk N berpengaruh sangat nyata
(Lampiran I).
Pada pemupukan N-tinggi (180 kg/ha) semua genotipe menghasilkan berat
kering biji yang sama-sama tinggi secara statistik kecuali Kodok (Tabel 5.7). Namun
demikian tampaknya berat kering biji kelompok varietas hibrida cenderung lebih
besar dari pada varietas bersari bebas, kecuali Bisma mempunyai berat kering biji
yang sama tinggi dengan varietas hibrida sehingga bisa dikatakan varietas bersari
bebas potensial. Kim et al. (2007) melaporkan bahwa pada pemupukan N-rendah
(60 kg/ha), varietas hibrida jagung menghasilkan berat biji lebih besar dari pada
varietas bersari bebas. Pada pemupukan N-sedang (90 kg/ha) berat kering biji
tertinggi dicapai oleh NK-33, Bisma, DK-979, Arjuna dan Bisi-2, sedangkan pada
N-rendah (30 kg/ha) hasil tertinggi diperoleh oleh NK-33, Pioneer-21, Bisi-2,
DK-979, dan Bisma. Dengan demikian dari kesepuluh genotipe yang diuji
tampaknya NK-33, DK-979, Pioneer-21 dan Bisma yang relatif toleran terhadap N
rendah, disusul oleh Bisi-2 dan Bima-3 yang agak toleran terhadap N-rendah.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
56
Tabel 5.7. Berat kering biji (ton/ha) dari genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
Genotipe Dosis N (kg/ha) Berat kering biji (ton/ha)
Pioneer-21 0 5,05 ± 0,0 ij 30 9,23 ± 0,3 bcdefg
90 9,48 ± 0,1 abcdefg
180 11,18 ± 0,3 ab
NK-33 0 5,43 ± 0,3 i 30 9,48 ± 0,5 abcdefg
90 10,78 ± 0,6 abcd
180 10,85 ± 1,4 abc
DK-979 0 6,01 ± 2,3 i 30 9,15 ± 1,2 cdefgh
90 10,27 ± 0,8 abcdefg
180 10,30 ± 0,4 abcdefg
Bisi-2 0 5,10 ± 1,1 ij 30 9,23 ± 0,1 bcdefg
90 9,64 ± 0,6 abcdefg
180 11,28 ± 0,4 a
Bima-3 0 5,25 ± 0,7 i 30 8,86 ± 0,4 defgh
90 9,68 ± 0,3 abcdefg
180 9,87 ± 0,5 abcdefg
Arjuna 0 3,17 ± 0,5 jkl
30 8,36 ± 0,0 gh
90 8,53 ± 0,3 fgh
180 10,16 ± 0,4 abcdefg
Sukmaraga 0 4,77 ± 0,5 ijk
30 8,16 ± 0,3 h
90 8,34 ± 0,1 gh
180 9,57 ± 1,2 abcdefg
Lamuru 0 4,25 ± 0,7 ijkl
30 8,66 ± 0,6 efgh
90 8,78 ± 0,2 efgh
180 9,45 ± 0,8 abcdefg
Bisma 0 5,88 ± 0,1 i 30 9,09 ± 0,6 cdefgh
90 10,36 ± 0,2 abcdef
180 10,50 ± 0,2 abcde
Kodok 0 2,29 ± 0,1 l 30 2,46 ± 0,2 kl
90 2,97 ± 0,3 kl
180 3,15 ± 0,3 jkl
BNJ 5% 1,96 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
57
01020304050607080
180-90 180-30 180-0 90-30 90-0 30-0
Pada perlakuan tanpa pemupukan N, berat kering biji yang dihasilkan paling
rendah dan tidak ada perbedaan nyata diantara genotipe. Hasil penelitian Fageria et
al. (2010) pada tanaman padi menyimpulkan bahwa berat kering biji tidak berbeda
nyata diantara genotipe yang diuji pada pemupukan N-rendah.
Gambar 5.4. Pengurangan hasil berat biji akibat penurunan dosis N
Pengurangan N menyebabkan penurunan hasil yang bervariasi diantara
genotipe. Besarnya penurunan berat kering biji akibat penurunan dosis N berkisar
0,3%-68,8% pada semua genotipe (Gambar 5.4.). Rata-rata besarnya pengurangan
hasil (berat biji) akibat pengurangan N dari 180 menjadi 90, 30 dan 0 kg/ha berturut-
turut adalah 7,77%, 14,36% dan 49,39%. Beberapa peneliti menyatakan bahwa
untuk keperluan seleksi genotipe toleran N-rendah, reduksi hasil tidak melebihi 43%
(Banziger et al., 1997) dan 35-40% (Gallais & Coque, 2005). Seleksi genotipe pada
kondisi tercekam lebih efektif dibandingkan dengan kondisi tidak tercekam untuk
tujuan meningkatkan hasil tanaman yang ditanam pada lingkungan yang kurang
subur (Banziger & Diallo, 2001). Oleh karena itu dalam penelitian ini, reduksi
pemupukan N dari 180 kg N/ha menjadi 90 dan 30 kg N/ha dapat digunakan untuk
melakukan seleksi materi genetik yang mampu beradaptasi pada N-rendah.
DK-979, NK-33 dan Bisma adalah genotipe yang mempunyai hasil tinggi pada
dosis N-tinggi dan mengalami lebih sedikit penurunan hasil ketika dosis N
diturunkan menjadi 90 kg/ha yaitu berturut-turut 0,25%, 0,67% dan 1,26%. Ketika
dosis pupuk N diturunkan menjadi 30 kg/ha ketiga varietas tersebut mengalami
penurunan hasil sebesar 11,18%, 12,69% dan 13,42%. Sementara genotipe lain yang
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
58
juga mempunyai hasil tinggi pada dosis N-tinggi namun mengalami penurunan hasil
yang lebih besar akibat pengurangan dosis N adalah Pioneer-21 dan Bisi-2 yaitu
sebesar 17,41% dan 14,49% pada N-90 kg/ha; dan 15,21% dan 18,12% pada
N-30kg/ha. Kodok mempunyai berat kering biji terkecil dan tidak berbeda nyata
pada semua dosis N.
Tabel 5.8. Rerata Jumlah Biji Per Tongkol dari Masing-Masing Faktor Genotipe
Jagung dan Dosis Pemupukan N Varietas Jumlah biji
Pioneer-21 355,30 ± 24,2 ab
NK-33 331,80 ± 37,8 bc
DK-979 391,06 ± 19,8 a
Bisi-2 349,66 ± 28,8 ab
Bima-3 330,66 ± 10,1 bc
Arjuna 338,33 ± 22,1 bc
Sukmaraga 335,48 ± 19,6 bc
Lamuru 294,84 ± 28,7 c
Bisma 350,68 ± 37,5 ab
Kodok 236,43 ± 18,5 d
BNJ 5 % 47,88 0 229,21 ± 12,4 c
30 348,34 ± 4,7 b
90 357,74 ± 24,2 b
180 390,40 ± 19,1 a
BNJ 5 % 31,85 Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Tidak terjadi interaksi nyata antara genotipe dengan dosis pemupukan N
terhadap jumlah biji, namun masing-masing faktor perlakuan berpengaruh nyata.
Pengaruh genotipe nyata terhadap jumlah biji jagung, dimana DK-979 mempunyai
rerata jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan dengan NK-33, Bima-3, Arjuna,
Sukmaraga, Lamuru dan Kodok. Demikian juga dosis pemupukan N juga
mempengaruhi jumlah biji. Pengurangan dosis N menyebabkan berkurangnya jumlah
biji jagung secara nyata (Tabel 5.8). Dosis 180 kg N/ha menghasilkan jumlah biji
terbanyak, sementara dosis 90 kg N/ha tidak berbeda nyata dengan dosis 30 kg N/ha,
dan jumlah biji paling sedikit dihasilkan pada perlakuan N-0. Menurut Gallais &
Hirel (2004) bahwa pengurangan jumlah biji lebih disebabkan oleh aborsi bakal biji
setelah pembuahan sebagai akibat dari berkurangnya produksi fotosintesis setelah
fase pembungaan (post-anthesis) karena terbatasnya sumber nutrisi tanaman. Pada
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
59
penelitian ini juga dijumpai biji yang tidak bisa berkembang atau mengalami aborsi
sehingga tidak menjadi biji pada perlakuan N rendah.
E. Pengaruh Pemupukan N terhadap Parameter Efisiensi Nitrogen pada
Beberapa Genotipe Jagung
Ada beberapa cara penghitungan nilai parameter efisiensi nitrogen yang telah
dikembangkan (Good et al., 2004; Hirel et al., 2007). Dalam penelitian ini
parameter efisiensi N yang diukur meliputi efisiensi serapan N, efisiensi agronomi,
efisiensi pemanfaatan N dan efisiensi penggunaan N dalam perspektif agronomi
yaitu berdasarkan input N melalui pemupukan karena penelitian dilakukan di lapang
(Dobermann, 2005).
Pemupukan N dan genotipe serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata
terhadap parameter efisiensi N (Lampiran I). Pengurangan N menyebabkan
peningkatan semua parameter efisiensi N. Beberapa penelitian sebelumnya juga
menunjukkan hal yang sama pada tanaman jagung (Worku et al. 2001; Bertin &
Gallais, 2000; Gungula et al., 2005; Hefny & Aly, 2008; De Souza et al., 2008); pada
padi (Fageria et al., 2010; Tayefe et al., 2011) dan pada gandum (Ortiz-Monasterio et
al., 1997; Kanampiu et al. 1997).
Efisiensi serapan N adalah besarnya kemampuan tanaman dalam menyerap N
yang diberikan. Genotipe jagung yang diuji menunjukkan respon yang berbeda untuk
efisiensi serapan N (Tabel 5.9). Bisi-2, Bisma dan Sukmaraga mempunyai efisiensi
serapan N yang tinggi pada dosis N-rendah, sedangkan efisiensi serapan N pada
Pioneer-21, NK-33 dan Kodok tidak dipengaruhi oleh dosis N secara nyata.
Efisiensi agronomi merupakan proporsi selisih hasil ekonomis pada dosis N
tertentu dan hasil ekonomis pada N-0 dengan besarnya jumlah pupuk N yang
diaplikasikan. Hal ini menunjukkan kemampuan tanaman dalam memanfaatkan N
yang diberikan lewat pemupukan N menjadi hasil ekonomis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa efisiensi agronomi meningkat dengan menurunnya dosis
pemupukan N. Pada dosis N-rendah genotipe yang mempunyai efisiensi agronomi
tinggi adalah Bima-3, Lamuru, Pioneer-21, Bisi-2 dan NK-33. Sementara itu varietas
Kodok mempunyai efisiensi agronomi paling kecil untuk ketiga dosis N.
Efisiensi pemanfaatan N merupakan kemampuan tanaman dalam mengolah N
yang telah diserap menjadi hasil ekonomis. Efisiensi pemanfaatan N tertinggi dicapai
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
60
oleh NK-33 pada dosis N-30 kg/ha yang tidak berbeda nyata dengan Pioneer-21,
Arjuna dan Lamuru pada dosis N yang sama serta dengan Kodok pada N-90 kg/ha.
Tabel 5.9. Efisiensi serapan N dan efisiensi pemanfaatan N genotipe jagung yang
diuji pada berbagai dosis N
Genotipe Dosis N (kg/ha) NupE (kg/kg) NUtE (kg /kg)
Pioneer-21 30 1,85 ± 0,8 cdef 61,89 ± 9.04 ab
90 1,42 ± 0,1 defg 22,33 ± 2.93 f
180 1,02 ± 0,2 efgh 22,95 ± 4.78 ef
NK-33 30 1,45 ± 0,5 defg 66,99 ± 19.48 a
90 1,06 ± 0,3 efgh 40,25 ± 12.82 bcdef
180 0,73 ± 0,0 fgh 23,16 ± 5.24 ef
DK-979 30 1,85 ± 0,1 cdef 37,97 ± 14.18 bcdef
90 1,06 ± 0,3 efgh 34,73 ± 5.73 cdef
180 0,58 ± 0,1 gh 24,60 ± 6.12 def
Bisi-2 30 3,99 ± 0,8 a 24,33 ± 9.05 def
90 1,49 ± 0,5 defg 24,01 ± 6.17 ef
180 0,90 ± 0,1 efgh 25,74 ± 1.40 def
Bima-3 30 2,89 ± 0,4 abc 38,80 ± 8.60 bcdef
90 1,69 ± 0,2 defg 24,89 ± 2.16 def
180 0,94 ± 0,2 efgh 24,36 ± 0.47 def
Arjuna 30 2,52 ± 0,6 bcd 48,46 ± 15.26 abcde
90 1,37 ± 0,1 defg 29,57 ± 5.71 cdef
180 0,71 ± 0,1 fgh 37,55 ± 5.09 bcdef
Sukmaraga 30 3,00 ± 0,6 abc 25,56 ± 1.22 def
90 1,42 ± 0,1 defg 18,87 ± 2.36 f
180 0,75 ± 0,1 fgh 24,25 ± 6.74 def
Lamuru 30 2,36 ± 1,0 bcd 49,76 ± 13.50 abcd
90 1,05 ± 0,2 efgh 32,67 ± 3.05 cdef
180 0,60 ± 0,1 gh 32,62 ± 5.01 cdef
Bisma 30 3,32 ± 0,7 ab 21,43 ± 2.62 f
90 2,06 ± 0,0 cde 17,56 ± 2.01 f
180 0,98 ± 0,0 efgh 18,32 ± 0.85 f
Kodok 30 0,74 ± 0,2 fgh 21,21 ± 8.72 f
90 0,10 ± 0,0 h 51,67 ± 13.94 abc
180 0,03 ± 0,0 h 25,17 ± 8.45 def
BNJ 5% 1,17 25,63 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ
5%, NupE: efisiensi serapan N, NUtE: efisiensi pemanfaatan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
61
Tabel 5.10. Efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N genotipe jagung yang diuji pada berbagai dosis N
Genotipe Dosis N (kg/ha) AE(kg /kg) NUE (kg/kg)
Pioneer-21 30 109,44 ± 14,6 b 316.04 ± 10.4 a
90 34,45 ± 1,3 cdef 102.61 ± 1.9 de
180 25,24 ± 2,1 cdef 62.12 ± 4.5 fgh
NK-33 30 100,10 ± 17,9 b 316.13 ± 14.4 a
90 44,04 ± 6,0 c 119.78 ± 5.2 d
180 18,61 ± 2,5 cdef 60.30 ± 5.5 gh
DK-979 30 77,59 ± 43,4 b 304.93 ± 28.6 abc
90 41,40 ± 15,3 c 114.07 ± 6.4 de
180 14,88 ± 5,9 cdef 57.21 ± 2.0 gh
Bisi-2 30 102,11 ± 17,6 b 307.71 ± 4.5 ab
90 37,43 ± 5,6 cd 107.15 ± 5.7 de
180 25,44 ± 4,3 cdef 62.66 ± 2.0 fgh
Bima-3 30 89,15 ± 23,4 b 295.44 ± 21.9 abc
90 36,48 ± 20,9 cde 107.52 ± 9.9 de
180 19,03 ± 3,7 cdef 54.85 ± 3.6 gh
Arjuna 30 127,96 ± 6,4 a 278.58 ± 2.9 bc
90 44,06 ± 5,0 c 94.76 ± 3.2 def
180 28,75 ± 1,4 cdef 56.45 ± 1.4 gh
Sukmaraga 30 83,86 ± 24,4 b 272.06 ± 21.5 c
90 29,43 ± 5,4 cdef 92.68 ± 3.8 defg
180 19,79 ± 3,5 cdef 53.18 ± 4.9 gh
Lamuru 30 108,76 ± 18,4 b 288.58 ± 13.0 abc
90 37,28 ± 6,3 cd 97.57 ± 3.2 de
180 21,40 ± 3,9 cdef 52.52 ± 4.2 gh
Bisma 30 79,21 ± 16,5 b 302.91 ± 28.4 abc
90 39,87 ± 3,0 c 115.14 ± 2.8 de
180 19,74 ± 1,2 cdef 58.31 ± 2.0 gh
Kodok 30 4,30 ± 4,3 ef 82.05 ± 3.8 efg
90 5,64 ± 1,9 def 33.03 ± 3.2 hi
180 3,54 ± 1,0 f 17.49 ± 1.6 i
BNJ 5% 32,79 33.56 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%,
AE: efisiensi agronomi, NUE: efisiensi penggunaan N Efisiensi penggunaan N adalah besarnya kemampuan tanaman menggunakan N
yang diaplikasikan menjadi hasil ekonomis. Efisiensi penggunaan N meningkat nyata
dengan berkurangnya dosis N, dan yang tertinggi dicapai oleh NK-33 dan Pioneer-21
pada N-30 (rendah) namun tidak berbeda nyata dengan Bisi-2, DK-979, Bisma dan
Lamuru. Efisiensi penggunaan N terendah ada pada varietas Kodok (Tabel 5.10).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
62
Menurut Dobermann (2005) efisiensi serapan N dipengaruhi oleh metode
aplikasi N (jumlah, waktu, penempatan dan bentuk N), juga faktor yang menentukan
ukuran lumbung N (N-sink) tanaman (genotipe, iklim, kepadatan tanam, cekaman
biotik dan abiotik), sementara efisiensi penggunaan N tergantung karakteristik
genotipe, lingkungan dan pengelolaan tanaman terutama selama fase reproduktif.
Penjelasan tentang efisiensi N yang dipengaruhi oleh genotipe dapat dilihat
dalam penelitian ini. varietas hibrida, misalnya NK-33 mempunyai efisiensi
agronomi dan efisiensi penggunaan N yang tinggi, sebaliknya varietas Kodok yang
merupakan varietas bersari bebas menunjukkan penampilan yang rendah pada semua
parameter efisiensi N. Diduga varietas Kodok mempunyai kapasitas penyerapan,
akumulasi dan penggunaan N yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe yang
lain, namun varietas ini tahan kekeringan.
Varietas bersari bebas lain seperti varietas Bisma dan Lamuru mempunyai
paramater efisiensi N yang cukup tinggi, kemungkinan disebabkan karena varietas
tersebut adalah genotipe lokal yang telah mampu beradaptasi pada N-rendah. Seperti
telah dijelaskan Hirel et al. (2007) bahwa beberapa varietas lokal tertentu
mempunyai kapasitas absorbsi dan penggunaan N yang lebih baik, sementara yang
lainnya tidak. Menurut Sutoro (2006) varietas Bisma mempunyai latar belakang
genetik yang luas, sehingga masih memungkinkan mendapatkan varietas yang
toleran terhadap pemupukan rendah dengan cara menyeleksi populasi varietas
Bisma.
5.1.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen
Keragaman genetik diperlukan dalam rangka untuk mendapatkan genotipe
sesuai dengan sifat yang diinginkan. Dalam penelitian ini keragaman genetik
digunakan untuk mendapatkan genotipe jagung efisien N. Semakin tinggi keragaman
genetik akan semakin besar peluang untuk mendapatkan genotipe efisien N.
Besarnya keragaman genetik tanaman jagung pada berbagai dosis pemupukan N
ditentukan berdasarkan nilai heritabilitas (h2) seperti tersaji pada Tabel 5.11.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
63
Tabel 5.11. Nilai heritabilitas beberapa karakter tanaman jagung pada semua dosis N
Karakter Dosis pemupukan N (kg N.ha-1)
0 30 90 180
Tinggi tanaman (cm) 0,974 0,979 0,995 0,966 Luas daun (m2) 0,955 0,992 0,993 0,967 Total panjang akar primer dan seminal (cm) 0,890 0,973 0,978 0,978 Jumlah akar primer dan seminal 0,668 0,978 0,939 0,969 Berat kering total akar (g) 0,933 0,975 0,971 0,963 Serapan N (g/tanaman) -0,204 0,960 0,839 0,916 Remobilisasi N (%) 0,861 0,697 0,502 0,170 Kandungan klorofil (mg/g) 0,995 0,994 0,995 0,996 Stay green (%) 0,998 0,996 0,992 0,994 Interval keluar bunga jantan-betina (hari) -0,892 0,672 0,862 0,861 Akumulasi biomassa (ton/ha) 0,510 0,975 0,946 0,975 Translokasi biomassa (%) 0,846 0,470 0,540 0,558 Aktivitas nitrat reduktase (µmol/g/jam) 0,866 0,737 0,722 0,545 Produksi biji per hektar (ton/ha) 0,881 0,985 0,977 0,989 Jumlah biji per tongkol 0,640 0,635 0,716 0,814 Efisiensi serapan N (kg/kg) - 0,962 0,839 0,930 Efisiensi agronomi (kg/kg) - 0,952 0,888 0,856 Efisiensi pemanfaatan N (kg/kg) - 0,857 0,689 0,500 Efisiensi penggunaan N (kg/kg) - 0,985 0,977 0,989 Rata-rata 0,734 0,883 0,861 0,839
Keterangan: heritabilitas (h2) = 0 – 1 & termasuk tinggi (h2 > 0,5), sedang (0,2 ≤ h2 ≤ 0.5), dan rendah (h 2< 0,2); nilai minus dianggap nol (Mc Whirter, 1979; Stanfield, 1988).
Sebagian besar karakter yang diamati menunjukkan nilai heritabilitas tinggi
(h2> 0.5) pada semua dosis pemupukan N. Hal ini menunjukkan adanya keragaman
genetik jagung yang cukup besar dalam merespon pemberian N. Nilai rata-rata
heritabilitas untuk semua karakter yang paling rendah terdapat pada perlakuan tanpa
pemupukan N (h2=0,716). Sangat rendahnya N yang tersedia di dalam tanah pada
perlakuan tanpa pemupukan diduga sebagai penyebab terjadinya cekaman yang kuat
sehingga semua genotipe menunjukkan respon yang sama untuk sebagian besar
karakter, oleh sebab itu terjadi penurunan nilai heritabilitas. Sementara itu nilai rata-
rata heritabilitas semua karakter tertinggi pada dosis pemupukan N-tinggi (180 kg
N/ha) (h2=0,883) dibandingkan dengan N-sedang dan N-tinggi (90 dan 30 kg N/ha).
Beberapa peneliti melaporkan keragaman genetik jagung bervariasi pada
kondisi N-rendah dan N-tinggi. Presterl et al. (2003) menyimpulkan nilai
heritabilitas yang sama pada kondisi N-tinggi dan N-rendah, sedangkan hasil
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
64
penelitian Hefny (2007) menunjukkan adanya keragaman genetik lebih tinggi pada
dosis N-tinggi dari pada dosis N-rendah untuk sebagian besar karakter yang diamati,
demikian juga dengan beberapa peneliti lain (Bänziger et al.1997; Bertin & Gallais,
2000). Sebaliknya Lafitte & Edmeades (1994) dan Agrama et al. (1999) mengamati
nilai heritabilitas tinggi pada N-rendah dibandingkan N-tinggi.
Karakter morfologi yang meliputi tinggi tanaman, luas daun dan perakaran
(rerata panjang akar, jumlah akar serta berat kering akar) menunjukkan keragaman
genetik tinggi pada semua dosis N (h2=0,0668-0,995). Penelitian Camus-
Kulandaivelu (2006) menyebutkan adanya keragaman genetik untuk arsitektur
perakaran tanaman jagung.
Keragaman genetik untuk karakter fisiologi juga tinggi untuk sebagian besar
yang diamati pada semua dosis N kecuali serapan N dan interval keluar bunga
jantan-betina pada N-0. Hal yang sama pernah dilaporkan oleh Hefny & Aly (2008).
Rendahnya keragaman genetik untuk serapan N pada N-rendah, disebabkan
terbatasnya N yang tersedia di tanah dan juga kapasitas tanaman yang rendah dalam
menyerap N (Gallais & Hirel, 2004).
Sementara itu remobilisasi N merupakan parameter penting dalam efisiensi N
yang menggambarkan translokasi N dari organ vegetatif ke organ generatif untuk
pengisian biji setelah antesis, menunjukkan keragaman genetik tinggi pada perlakuan
tanpa pemupukan N (h2=0,861).
Kandungan klorofil dan persentase stay green (daun tetap hijau pada saat
panen) menunjukkan keragaman genetik tinggi pada semua dosis pemupukan N
(h2=0,994-0,995). Hal ini berkaitan dengan kemampuan masing-masing genotipe
yang berbeda dalam menyerap N sebelum antesis, serta remobilisasi N setelah
antesis. N adalah salah satu elemen penyusun klorofil sehingga mempengaruhi
pembentukan kloroplas dan akumulasi klorofil (Bojovic & Markovic, 2009). Hefny
(2007) melaporkan bahwa nilai heritabilitas stay green lebih tinggi pada N-tinggi
(h2=0,752) dibandingkan dengan pada N-rendah (h2=0,668). N total dan kandungan
klorofil merupakan bagian dari sifat fisiologis yang menjadi indikator mencerminkan
aktivitas metabolisme individu daun dalam kaitannya dengan asimilasi serta daur
ulang N (Hirel et al., 2007).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
65
Produksi biji per hektar menunjukkan keragaman genetik tinggi pada semua
dosis pemupukan N, sedangkan jumlah biji per tongkol menunjukkan keragaman
genetik lebih rendah dibandingkan produksi biji. Tanpa pemupukan N menyebabkan
semua genotipe tercekam pertumbuhannya sehingga mengakibatkan pengurangan
hasil panen yang cukup besar, oleh karena itu keragaman genetik menjadi lebih
rendah dibandingkan dengan tanaman yang dipupuk N.
Pada parameter efisiensi N, terlihat keragaman genetik tinggi untuk efisiensi
serapan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N pada semua perlakuan N.
Sedangkan keragaman genetik untuk efisiensi pemanfaatan N hanya tinggi pada
dosis N-tinggi namun pada N-rendah dan N-sedang terlihat lebih rendah
dibandingkan parameter efisiensi N lain.
Jadi dengan tingginya nilai heritabilitas untuk sebagian besar karakter yang
diamati pada berbagai dosis N mencerminkan besarnya keragaman genetik pada
penelitian ini. Hal ini berarti memungkinkan untuk mendapatkan materi genetik
untuk pengembangan varietas jagung efisien N.
5.1.3. Seleksi Genotipe Jagung Efisien N dan Produksi Tinggi
Genotipe efisien N ditentukan berdasarkan pada besarnya nilai untuk karakter
produksi (berat kering biji), efisiensi serapan N, remobilisasi N, efisiensi
pemanfaatan N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi pada semua dosis
pemupukan N. Nilai tertinggi sampai terendah diberi skor 10 sampai dengan 1.
Berdasarkan hasil skoring nilai dari karakter produksi dan parameter efisiensi
N maka urutan genotipe yang mempunyai produksi tinggi dan paling efisien N
sampai yang kurang efisien N adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma, DK-979,
Bima-3, Arjuna, Lamuru, Sukmaraga dan Kodok (Tabel 5.12). NK-33 mempunyai
rerata berat biji, remobilisasi N dan efisiensi penggunaan N tertinggi.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
66
Tabel 5.12. Skor nilai beberapa genotipe jagung pada karakter produksi dan parameter efisiensi N
Genotipe Skor Total skor Y
(N0-180) NUpE
(N330-90) RN
(N0-90) NUtE
(N30-90) AE
(N30-90) NUE
(N30-90) NK-33 36 11 36 22 18 29 152 Bisi-2 30 25 30 15 22 22 144 Pioneer-21 28 21 28 14 21 24 136 Bisma 31 28 31 4 15 22 131 DK-979 31 8 31 19 12 21 122 Bima-3 23 15 23 23 23 11 118 Arjuna 13 24 13 16 13 16 95 Lamuru 13 10 13 24 20 10 90 Sukmaraga 11 20 11 10 12 7 71 Madura 4 3 4 18 3 3 35
Keterangan:Y:berat kering biji; RN: Remobilisasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
5.1.4. Identifikasi Karakter yang Berhubungan dengan Hasil dan Efisiensi N
Identifikasi karakter tanaman jagung efisien N sangat bermanfaat untuk
mengetahui dasar genetik dan juga sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan pemuliaan
tanaman jagung efisien N. Dalam kaitannya untuk mendapatkan karakter tanaman
jagung efisien N, maka hubungan antara produksi biji sebagai karakter utama
(primary trait) dengan karakter lain (secondary trait) pada berbagai dosis
pemupukan N menjadi penting untuk dikaji. Oleh sebab itu dilakukan analisis
korelasi antar karakter menggunakan analisis korelasi Pearson yang hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 5.12. Karakter yang secara nyata berkorelasi positif dengan
produksi biji merupakan karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi
dalam kegiatan pemuliaan tanaman jagung efisien N.
Hasil analisis korelasi antara produksi biji dengan karakter lain menunjukkan
variasi pada tiap dosis pemupukan N. Pada dosis N-tinggi banyak terdapat korelasi
nyata (p ≤ 0.05) dan sangat nyata (p ≤ 0.01) antara produksi biji dengan sifat lain,
kemudian semakin berkurang dengan semakin menurunnya dosis pemupukan N.
Beberapa karakter menunjukkan korelasi positif yang sangat nyata (**) dengan
produksi biji dan konsisten pada semua dosis pemupukan N, yaitu perakaran, serapan
N, remobilisasi N, akumulasi biomassa, dan efisiensi agronomi, demikian juga
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
67
dengan jumlah biji. Sementara itu efisiensi penggunaan N berkorelasi positif dengan
hasil (produksi biji ) dengan koefisien korelasi 1 pada pada N-30, N-90 dan N-180,
artinya bahwa efisiensi penggunaan N sangat berhubungan dengan erat dengan
produksi biji jagung.
Tabel 5.12. Korelasi berat kering biji dengan karakter lain pada berbagai dosis pemupukan N
Karakter Berat kering biji (ton/ha) N0 N30 N90 N180
Tinggi tanaman (cm) 0,481 0,618 0,695* 0,740* Luas daun (m2) 0,481 0,638* 0,640* 0,617 Total panjang akar (cm) 0,831** 0,968** 0,936** 0,987** Jumlah akar primer dan seminal 0,781** 0,960** 0,940** 0,938** Berat kering total akar (g) 0,721* 0,988** 0,955** 0,958** Serapan N (g/tanaman) 0,683* 0,957** 0,972** 0,961** Remobilisasi N (%) 0,644* 0,689* 0,667* ,778** Kandungan klorofil (mg/g) -0,540 0,704* 0,613 0,653* Stay green (%) -0,079 -0,213 0,257 0,689* Interval keluar bunga jantan-betina (hari) 0,610 0,704* 0,681* 0,588 Akumulasi biomassa (g/tanaman) 0,683* 0,957** 0,972** 0,961** Tranloskasi biomassa (%) 0,484 0,285 0,280 0,093 Aktivitas nitrat reduktase (µmol/g/jam) 0,093 0,550 -0,162 0,640* Jumlah biji per tongkol 0,773** 0,835** 0,746* 0,982** Efisiensi serapan N (kg/kg) - 0,544 0,759* ,887** Efisiensi agronomi (kg/kg) - 0,851** 0,932** 0,830** Efisiensi pemanfaatan (kg/kg) - 0,417 -0,004 -0,870** Efisiensi penggunaan N (kg/kg) - 1,000** 1,000** 1,000**
Keterangan: *: korelasi nyata (p≤0.05), **:korelasi positif (p≤0.01)
Jadi bisa disimpulkan bahwa perakaran, serapan N, remobilisasi N, akumulasi
biomassa, efisiensi serapan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N
merupakan karakter penting yang berhubungan erat dengan produksi tinggi dan sifat
efisien N pada tanaman jagung. Disamping untuk mengetahui dasar genetik,
karakter-karakter tersebut dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam kegiatan
pemuliaan tanaman jagung efisien N.
A. Hubungan Parameter Efisiensi N dengan Produksi Biji
Dari keempat parameter efisiensi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi
agronomi yang konsisten mempunyai korelasi positif dengan produksi biji pada
semua dosis pemupukan N. efisiensi serapan N berkorelasi positif dengan produksi
biji pada N-sedang dan N-tinggi (Tabel 5.12). Efisiensi penggunaan N mempunyai
korelasi positif yang sangat nyata dengan nilai koefisien korelasi 1 menunjukkan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
68
bahwa efisiensi penggunaan N menjadi indikator utama genotipe efisien N.
Demikian juga dengan konsistensi keeratan hubungan antara efisiensi agronomi
dengan produksi biji pada semua dosis N memberikan petunjuk bahwa parameter
efisiensi agronomi dapat digunakan sebagai penanda genotipe jagung efisien N. Hasil
penelitian Haegele et al. (2013) menyimpulkan bahwa efisiensi agronomi dan
efisiensi serapan N berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-rendah dan
N-tinggi.
Tabel 5.13. Hasil biji maksimum yang diperoleh pada dosis N optimum dan
besarnya nilai efisiensi penggunaan N (NUE) Genotipe Hasil biji
maksimum (ton/ha) Dosis N optimum
(kg/ha) NUE
(kg/kg) Pioneer-21 11,11 156,66 22,75 NK-33 11,82 125,77 55,96 DK-9797 11,07 125,72 58,64 Bisi-2 11,32 151,41 43,46 Bima-3 10,64 125,91 53,52 Arjuna 10,64 142,27 37,82 Sukmaraga 9,65 147,87 35,66 Lamuru 10,07 128,56 42,71 Bisma 11,22 128,25 58,03 Kodok 3,16 179,96 17,47
Gambar 5.5.A dan 5.5.B menjelaskan hubungan antara dosis pupuk N,
produksi biji dan efisiensi penggunaan N (NUE) pada masing-masing genotipe. Nilai
persamaan regresi kuadratik terdapat di Lampiran 5. Dengan menghitung nilai
turunan (diferensial) model kuadratik antara dosis pupuk N dengan berat biji maka
dapat ditentukan titik maksimum (Vmax) yang menggambarkan produksi biji
maksimum pada dosis N tertentu yang disebut dosis optimum pupuk N untuk
masing-masing genotipe, sekaligus juga dapat diketahui besarnya nilai efisiensi
penggunaan N (NUE) yang dicapai pada dosis N optimum dan produksi biji
maksimum (Tabel 5.13) Garis putus-putus pada Gambar 5.5. menjelaskan titik
maksimum (Vmax) berat biji pada dosis pupuk N dan NUE. NK-33 pada dosis N
optimum (125,77 kg/ha) mempunyai produksi biji maksimum yang tertinggi yaitu
11,8 ton/ha dengan nilai NUE sebesar 55,96 kg/kg, sementara varietas Kodok
menghasilkan produksi biji terendah (3,16 ton/ha) pada dosis N optimum yang lebih
tinggi yaitu 176,96 kg/ha dan nilai NUE yang kecil (31,33 kg/kg).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
69
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Pioneer-21
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
NK-33
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
bij
i (to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
DK-979
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Bisi-2
Poly. (produksi)
Poly. (NUE)
Vmax Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/k
g)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Bima-3
Poly. (produksi)
Poly. (NUE)
Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Arjuna
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
Vmax
Gambar 5.5.A. Hubungan dosis pemupukan N, produksi biji dan efisiensi
penggunaan N (NUE) untuk varietas Pioneer-21, NK-33, DK-979, Bisi-2, Bima-3 dan Arjuna,. Vmax: titik maksimum (produksi maksimum pada dosis N optimum).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
70
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Sukmaraga
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Bisma
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
Dosis pupuk N (kg/Ha)
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Lamuru
Poly. (produksi)Poly. (NUE)
Vmax
Vmax
0
100
200
300
400
500
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200
NU
E (k
g/kg
)
Be
rat
biji
(to
n/H
a)
Dosis pupuk N (kg/Ha)
Kodok (lokal Madura)
Poly. (produksi)
Poly. (NUE)
Vmax
Gambar 5.5.B. Hubungan dosis pemupukan N, berat biji (BB) dan efisiensi
penggunaan N (NUE) untuk varietas Sukmaraga, Lamuru, Bisma dan Kodok, Vmax: titik maksimum (produksi maksimum pada dosis N optimum).
B. Hubungan Karakter Morfologi dengan Produksi Biji
Diantara karakter morfologi, hanya perakaran meliputi rerata panjang akar,
jumlah akar dan berat kering akar yang menunjukkan hubungan erat dengan produksi
biji pada semua dosis N (Tabel 5.12). Peneliti lain melaporkan bahwa panjang akar,
diameter akar dan berat kering akar berkorelasi positif dengan produksi biji gandum
(Waines, 2012; Atta et al. 2013).
Perakaran juga yang paling banyak berkorelasi dengan karakter lain termasuk
dengan serapan N dan parameter efisiensi N (efisiensi agronomi, efisiensi
penggunaan N dan efisiensi serapan N) (Lampiran III). Korelasi positif antara
perakaran dengan efisiensi agronomi teramati pada semua dosis N, sedangkan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
71
dengan efisiensi penggunaan N pada dosis pemupukan N-rendah dan N-0,
sebaliknya dengan efisiensi serapan N teramati pada N-sedang dan N-tinggi.
Perbedaan dalam serapan N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pemanjangan akar dan
morfologi akar serta mekanisme asimilasi N secara fisiologi dan biokimia (Jackson et
al., 1986 dan Sen et al., 2013). Ditambahkan oleh Kling et al. (1996) perakaran yang
dalam dan maksimal serta kapasitas akar menyerap nutrisi yang besar menyebabkan
tanaman mampu mengambil N dari berbagai lapisan tanah.
Jadi perakaran dapat dipertimbangkan menjadi karakter kedua (secondary trait)
yang mencirikan tanaman jagung efisien N. Informasi tentang mulainya terjadi
pertumbuhan akar yang lebih cepat pada genotipe jagung efisien N dibandingkan
dengan kurang efisien N sangat diperlukan dalam upaya untuk mengembangkan tipe
ideal perakaran jagung efisiensi N. Dengan diketahuinya fase perkembangan akar
terutama pada periode awal juga memudahkan untuk menjadikannya sebagai
penanda kriteria seleksi (Penelitian II).
C. Hubungan Karakter Fisiologi dengan Produksi Biji
Berdasarkan nilai koefisien korelasi, karakter fisiologi yang secara konsisten
nyata berkorelasi positif dengan produksi biji adalah remobilisasi N, akumulasi
biomassa pada semua dosis N. Serapan N hanya nyata berkorelasi positif dengan
produksi biji pada N-sedang dan N-tinggi (Tabel 5.12). Senada dengan penelitian
Gallais & Hirel (2004) menyimpulkan bahwa produksi biji jagung berkorelasi positif
dengan serapan N pada dosis N-tinggi, dan hal ini menunjukkan pentingnya serapan
N bagi pertumbuhan tanaman. Sebaliknya penelitian Di-Fonso et al. (1982)
menunjukkan adanya korelasi positif antara serapan N saat antesis dengan produksi
biji pada N-rendah.
Remobilisasi N berkorelasi positif dengan produksi biji pada semua dosis
pemupukan N (Tabel 5.12). Remobilisasi N merupakan nilai ekonomi N tanaman
yang sangat penting karena mengontrol sebagian besar pergerakan N (N fluxes) dari
source ke sink (Masclaux-Daubresse et al., 2008). Lebih lanjut menurut Kichey
(2007) peningkatan remobilisasi N mempunyai arti ekonomi karena dapat
mengurangi kebutuhan pupuk N oleh tanaman ketika memasuki fase pengisian biji.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
72
Masclaux-Daubresse et al. (2008) menyatakan remobilisasi N pada tanaman
biasanya diikuti dengan meningkatnya kandungan enzim protease dan penuaan daun.
Oleh sebab itu peranan protease sebagai penanda genotipe jagung efisien N juga
layak untuk diuji lebih lanjut.
Sementara itu hasil penelitian Coque & Gallais (2007) menunjukkan bahwa
produksi biji jagung tidak berkorelasi nyata dengan remobilisasi N, namun
berkorelasi positif dengan serapan N setelah antesis. Lebih lanjut Coque & Gallais
(2007) menjelaskan bahwa nilai korelasi antara produksi biji dengan serapan N
setelah pembungaan lebih besar dibandingkan dengan remobilisasi N, menunjukkan
bahwa sumbangan N untuk pengisian biji lebih banyak yang berasal dari N yang
diserap setelah antesis daripada N hasil remobilisasi organ vegetatif.
Akumulasi biomassa mempunyai korelasi positif dengan produksi biji pada
semua dosis N (Tabel 5.12.). Hal ini berarti bahwa peningkatan biomassa
menyebabkan meningkatnya produksi biji. Lorenz et al. (2010) mendapatkan
kesimpulan yang beragam dari hasil beberapa penelitian sebelumnya untuk korelasi
biomassa saat masak dengan produksi biji, dimana beberapa peneliti melaporkan
adanya korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan produksi biji jagung,
sementara yang lain melaporkan korelasi tidak nyata untuk kedua sifat tersebut.
Ghassemi-Golezani & Tajbakhsh (2012) juga menyatakan korelasi positif antara
akumulasi biomassa dengan berat biji jagung. Menurut Lorenz et al. (2010) berat
biomassa yang besar mempunyai hubungan dengan hasil tanaman jagung yang besar
pula, sehingga berat biomassa dapat digunakan untuk memprediksi hasil dalam
kegiatan budidaya tanaman jagung.
Kandungan klorofil nyata berkorelasi positif dengan produksi biji pada
N-rendah dan N-tinggi. Seperti diketahui bahwa jumlah N menentukan pembentukan
klorofil, sehingga semakin banyak N yang terakumulasi maka semakin tinggi pula
kandungan klorofil dan tentu saja akan berdampak pada laju fotosintesis yang
kemudian ditranslokasikan ke pembentukan biji. Bojovic & Markovic (2009)
melaporkan bahwa N berkorelasi positif dengan kandungan klorofil pada tanaman
wheat. Korelasi yang tidak nyata antara kandungan klorofil dengan produksi biji
pada perlakuan tanpa pemupukan N, diduga dikarenakan pengukuran klorofil
dilakukan pada saat pembungaan dimana pada saat itu tanaman yang tidak dipupuk
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
73
N telah mengalami degradasi klorofil akibat sangat kurangnya pasokan N, sehingga
untuk pengisian biji tanaman mengimpor N dan senyawa lain dari hasil katabolisme
daun yang mengalami senesen.
Sementara itu stay green berkorelasi positif dengan produksi hanya pada
N-tinggi, hal ini diduga ada kaitannya dengan kandungan klorofil. Pada kondisi
ketersediaan N di dalam tanah sangat rendah, maka semua genotipe tertekan
pertumbuhannya sehingga genotipe yang seharusnya mempunyai sifat stay green
tidak terekspresi. Pada saat kandungan N tanaman sangat rendah maka tanaman
mengalami senesen yang lebih cepat sehingga stay green tampak tidak berkorelasi
dengan produksi biji. Hal ini sesuai dengan penelitian Subedi & Ma (2005) yang
menyimpulkan bahwa sifat stay green hanya muncul bila tersedia N yang cukup.
Beberapa penelitian lain mengindikasikan beragam korelasi yang berbeda
antara stay green dengan produksi biji pada tanaman jagung. Ding et al. (2005)
menyimpulkan bahwa varietas jagung yang stay green memiliki proses fotosintesis
lebih lama, biomassa lebih besar dan juga produksi biji tinggi pada N-rendah.
Demikian juga Echarte et al. (2008) melaporkan hal yang sama pada N-rendah dan
N-tinggi. Sebaliknya Martin et al. (2005) mendapati varietas stay green
mengakumulasi biomassa dan N lebih besar namun produksi biji dan N biji tidak
lebih besar dari varietas yang cepat senesen.
D. Hubungan Karakter Biokimia dengan Produksi Biji
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas nitrat reduktase (NR) hanya
nyata berkorelasi positif dengan produksi biji pada N-tinggi. Aktivitas NR juga nyata
berkorelasi positif dengan serapan N pada N-0.
Hubungan antara aktivitas NR dengan produksi tanaman dan sifat lain pernah
dilaporkan beragam oleh beberapa peneliti. Terdapat korelasi positif antara aktivitas
NR dengan produksi biji tiga varietas jagung (Bano et al., 1980), dengan produksi
biji padi, serapan N dan efisiensi penggunaan N (Sun et al., 2009). Sebaliknya
Machado et al. (2001) melaporkan adanya korelasi negatif antara aktivitas NR
dengan produksi biji jagung, demikian juga Gallais & Hirel (2004) menyimpulkan
berapapun besarnya N tanah, aktivitas NR berkorelasi negatif dengan produksi biji
jagung. Sedangkan Traore & Maranville (1999) melaporkan tidak adanya hubungan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
74
antara aktivitas NR dengan produksi biji sorgum, akumulasi biomassa, dan efisiensi
penggunaan N, namun berkorelasi positif dengan kandungan N biji dan serapan N.
5.2. Hasil Penelitian II: Perkembangan Perakaran Genotipe Jagung Efisien N
dan Kurang Efisien N
Dikarenakan perakaran mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hasil
biji dan beberapa karakter lain termasuk dengan parameter efisiensi N, maka
perakaran dipertimbangkan sebagai salah satu penanda seleksi genotipe jagung
efisien N. Oleh sebab itu perkembangan perakaran di awal pertumbuhan perlu
diamati antara genotipe efisien dan kurang efisien N untuk mengetahui saat kapan
telah terjadi perbedaan perakaran diantara kedua tipe genotipe tersebut. Hal ini
penting untuk menentukan saat kapan seleksi berdasarkan perakaran mulai dapat
dilakukan terutama di awal pertumbuhan untuk genotipe jagung efisien N.
1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4
Gambar 5.6. Perakaran jagung varietas (1) Bisma, (2) NK-33, (3) Kodok, (4) Arjuna pada umur: A) 7 HST(V3);B) 12 HST (V5); C) 17 HST (V6) , D) 27 HST (V7-V8). HST= hari setelah tanam.
A B
C D
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
75
Hasil analisis ragam perakaran empat genotipe jagung yaitu yang paling efisien
N (NK-33), efisiensi N sedang (Bisma dan Arjuna) dan paling kurang efisien N
(Kodok) pada fase pertumbuhan awal yaitu umur 7, 12, 17, 22 dan 27 HST (V3-V8)
menunjukkan adanya perbedaan nyata perkembangan perakaran (total panjang akar,
jumlah akar, diameter akar dan berat kering akar) (Lampiran II). Perkembangan
perakaran keempat genotipe pada umur 7 HST (V3) sampai dengan 27 HST (V7-V8)
dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.7. Pertumbuhan total panjang akar primer dan seminal beberapa genotipe
jagung
Gambar 5.8. Pertumbuhan jumlah akar primer dan seminal beberapa genotipe
jagung
0
100
200
300
400
500
600
700
0 7 14 21 28 35
Tota
l pan
jang
aka
r (cm
)
Umur (HST)
BismaNK-33MaduraArjuna
0
5
10
15
20
25
0 7 14 21 28 35
Jum
lah
akar
sem
inal
dan
late
ral
Umur (HST)
BismaNK-33MaduraArjuna
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
76
Perbedaan perakaran genotipe jagung efisien N (NK-33) dan yang kurang
efisien N (Kodok) sudah terjadi sejak umur pengamatan 7 HST (V3). Pengamatan
untuk total panjang akar menunjukkan bahwa genotipe yang paling efisien N yaitu
NK-33 mempunyai total panjang akar yang paling panjang sejak umur 7 HST(V3)
sampai 27 HST (V7-V8) sementara Kodok mempunyai total panjang akar yang
paling kecil (Gambar 5.7). Untuk parameter jumlah akar (primer dan seminal),
tampaknya jumlah akar varietas NK-33 tidak berbeda nyata dengan Bisma dan
Arjuna namun berbeda nyata dengan Kodok yang mempunyai jumlah akar paling
sedikit (Gambar 5.8).
Sementara itu pertumbuhan diameter akar menunjukkan adanya perbedaan
nyata diantara genotipe yang diuji (Gambar 5.9). Diameter akar NK-33 tidak berbeda
nyata dengan Bisma dan Arjuna namun berbeda nyata dengan Kodok pada umur
7 HST (V3) dan 12 HST (V4-V5), sedangkan pada umur 17 HST (V6) tidak
menunjukkan perbedaan nyata pada semua genotipe. Setelah umur 22-27 HST
(V7-V8), NK-33 berbeda nyata dengan genotipe yang lain dan mempunyai diameter
akar paling besar.
Gambar 5.9. Pertumbuhan diameter akar beberapa genotipe jagung
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0 7 14 21 28 35
Dia
met
er a
kar (
mm
)
Umur (HST)
BismaNK-33MaduraArjuna
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
77
Gambar 5.10. Pertumbuhan berat kering akar beberapa genotipe jagung
Pertumbuhan berat kering akar (Gambar 5.10) menunjukkan bahwa berat
kering akar belum menunjukkan perbedaan nyata pada umur 7 sampai 17 HST,
kemudian baru menunjukkan perbedaan nyata pada umur 22- 27 HST (V7-V8).
Berat kering akar varietas NK-33 lebih besar dibandingkan dengan genotipe yang
lain, sementara Kodok yang paling kecil.
Menurut hasil penelitian Peng et al. (2012), total panjang akar meningkat
secara drastis setelah memasuki V8 dan mencapai puncaknya pada fase pembungaan
(T) kemudian menurun sampai R6. Namun untuk keperluan sebagai penanda seleksi,
perbedaan karakter perakaran dua genotipe diawal pertumbuhan sangat
menguntungkan agar seleksi dapat dilakukan di awal pertumbuhan tanaman.
Dari keempat parameter perakaran tampaknya total panjang akar yang
konsisten menunjukkan perbedaan genotipe efisien N dengan genotipe kurang efisien
N sejak umur 7 HST (V3). Perbedaan perakaran genotipe efisien N dengan yang
kurang efisien N semakin besar setelah memasuki umur 20 HST (V6) ke atas
sehingga pada fase ini seleksi genotipe efektif untuk dilakukan.
Jadi genotipe efisien N mempunyai perakaran yang cepat berkembang di awal
pertumbuhan. Distribusi akar lebih baik yaitu akar lebih panjang, kerapatan akar
tinggi, ukuran akar lebih tebal sehingga berat akar juga lebih besar. Dengan distribusi
perakaran yang baik, maka genotipe efisien N akan mampu menyerap lebih banyak
unsur hara terutama N yang mudah bergerak.
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
0 5 10 15 20 25 30 35
Ber
at k
erin
g ak
ar (g
)
Umur (HST)
BismaNK-33MaduraArjuna
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
78
5.3. Hasil Penelitian III: Analisis Protein dan Marka Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD) untuk Keterpautan dengan
Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
5.3.1. Profil Pita Protein Genotipe Efisien N dan Kurang Efisien N
Untuk melihat apakah ada perbedaan profil pita protein antara genotipe jagung
yang efisien N dengan kurang efisien N maka profil protein dua genotipe jagung
dipisahkan dengan metode SDS-PAGE. Untuk genotipe yang efisien N diwakili oleh
NK-33 (V1) dan Kodok (V2) mewakili genotipe kurang efisien N, dimana keduanya
ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2).
Hasil pemisahan protein menunjukkan pita protein yang muncul mempunyai
berat molekul sebesar 225, 110, 100, 80, 70, 60, 55, 45, 40, 28, 24, 222, 16, dan 13
kDa (Gambar 5.11). Beberapa pita protein yang muncul diduga termasuk protein
(enzim) yang terlibat dalam metabolisme N, yaitu nitrat reduktase (NR) (110 kDa),
glutamin sintetase (GS) (40 kDa dan 44 kDa), glutamat dehidrogenase (GDH) (41
kDa dan 42 kDa) (Becker et al., 2000), alanin transferase (AlaAT) (50 kDa dan 100
kDa) (Orzechowski et al., 1999), glutamat dekarboksilase (56 kDa dan 58 kDa)
(Turano & Fang, 1998).
Gambar 5.11. Profil pita protein NK-33 (V1) dan Kodok (V2) yang ditumbuhkan pada N-rendah (N1) dan N-tinggi (N2). Tanda panah pada V1N2 menunjukkan pita protein yang lebih tebal dibandingkan dengan protein dengan berat molekul yang sama.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
79
Profil pita protein kedua genotipe jagung yang ditumbuhkan pada N-rendah
dan N-tinggi adalah sama, namun yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan
tebal pita protein masing-masing genotipe pada kondisi N-rendah dan N-tinggi.
Penebalan pita protein lebih banyak tampak pada protein yang ditumbuhkan pada
N-tinggi baik pada NK-33 maupun Kodok.
Pada N-tinggi (N2), beberapa pita protein varietas NK-33 terlihat lebih tebal
dibandingkan dengan pita protein varietas Kodok. Protein tersebut terletak pada 110
kDa,70 kDa, 60 kDa, 55 kDa, 40-45 kDa, 20 kDa dan 18 kDa (tanda kepala panah
pada Gambar 5.11). Pita protein yang terlihat lebih tebal tersebut kemungkinan juga
bisa termasuk protein yang terlibat dalam metabolisme N, yaitu diantaranya enzim
nitrat reduktase (110 kDa), glutamin sintetase (40 dan 44 kDa), glutamat
dehidrogenase (41 kDa dan 42 kDa) dan glutamat dekarboksilase (56 dan 58 kDa)
(Becker et al. 2000; Turano & Fang, 1998).
Perbedaan kuantitas protein yang muncul di gel hasil pemisahan SDS-PAGE
bisa dihitung dengan teknik densitometri sehingga perbedaan konsentrasi masing-
masing protein bisa diketahui lebih pasti. Selanjutnya dengan teknik westernblot
akan dapat diketahui secara lebih spesifik enzim-enzim yang lebih dominan pada
genotipe efisien N.
5.3.2. Survei Polimorfis Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)
untuk Keterpautan dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
Untuk melihat keterpautan marka molekuler RAPD dengan karakter efisien N
maka sebelumnya perlu dilakukan pengamatan perbedaan pola pita fragmen DNA
dari marka RAPD atau yang biasa disebut survey polimorfis marka DNA terhadap
kedua genotipe jagung yang efisien N dan kurang efisien N. Oleh sebab itu DNA
jagung NK-33 (efisien N) dan Kodok (kurang efisien N) yang telah diisolasi
kemudian diamplifikasi melalui mesin Polymerase Chain Reaction (PCR)
menggunakan primer acak RAPD sebanyak 20 primer yaitu OPA1 sampai dengan
OPA20. Hasil pemisahan fragmen DNA dari ke 20 primer menghasilkan 89 fragmen
DNA dengan panjang fragmen berkisar 300-3500 bp (Gambar 5.12 – 5.15).
Dari 20 primer yang diuji ada 14 primer (70%) yang polimorfis yang dapat
membedakan kedua genotipe jagung, yaitu OPA2, OPA3, OPA4, OPA5, OPA7,
OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13, OPA15, OPA16, OPA17, dan OPA19.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
80
Sementara itu dari 14 marka RAPD yang polimorfis terdapat 9 primer yang terlihat
lebih jelas pola pita DNAnya yaitu primer OPA2 pada 1200 bp; OPA3 pada 400 dan
500 bp; OPA5 pada 1500 dan 1700 bp; OPA8 pada 750 bp; OPA9 pada 350, 750
dan 800 bp; OPA11 pada 1500 bp; OPA 12 pada 1000, 1100 dan 1600 bp; OPA13
pada 400 dan 700 bp; dan OPA17 pada 500 dan 600 bp. Primer-primer yang
polimorfis ini merupakan marka yang terpilih untuk pengujian selanjutnya, yaitu
menguji segregasi marka polimorfis terpilih pada generasi F1 dan F2 hasil persilangan
NK-33 dan Kodok.
Gambar 5.12. Fragmen DNA jagung A1-5= NK-33 dan B1-5=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA1, OPA2, OPA3, OPA4, OPA5 Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Gambar 5.13. Fragmen DNA jagung A6-10= NK-33 dan B6-10=Kodok hasil amplifikasi dengan primer OPA6, OPA7, OPA8, OPA9, OPA10 Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
81
Gambar 5.14. Fragmen DNA jagung A11-15= NK-33 dan B11-15=Kodok hasil
amplifikasi dengan primer OPA11, OPA12, OPA13, OPA14, OPA15. Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Gambar 5.15. Fragmen DNA jagung A16-20= NK-33 dan B16-20=Kodok hasil amplifikasi dengan
primer OPA16, OPA17, OPA18, OPA19, OPA20. Tanda panah menunjukkan pita DNA yang polimorfis antara NK-33 dengan Kodok.
Segregasi marka DNA bertujuan untuk mengetahui marka mana yang terpaut
erat dengan gen yang mengendalikan karakter yang berhubungan dengan sifat efisien
N. Keterpautan marka DNA dengan sifat yang dituju dapat dilakukan dengan
membuat peta marka quantitative trait loci (QTL) ataupun dengan cara yang lebih
sederhana dan lebih murah yaitu dengan metode Bulk Segregant Analysis (BSA)
karena hanya memetakan keterpautan marka dengan sifat yang dituju tanpa perlu
mengetahui letak marka di dalam kromosom (Michelmore et al., 1991).
Hasil penelitian Handayani et al. (2006) pada pengujian marka RAPD untuk
sifat tahan naungan pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa dari 20 marka
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
82
menunjukkan ada 14 marka yang polimorfis. Hasil segregasi marka pada generasi F1
dengan metode BSA menunjukkan marka ROTH-480.01 dan UBC-153 terpaut dan
dapat membedakan genotipe kedelai toleran dan tidak toleran naungan. Demikian
juga konsistensi pola pita kedua kandidat marka tersebut ketika amplifikasi diulang
dengan primer yang sama menunjukkan pola pita yang sama.
Penelitian lain yang dilakukan Barakat et al. (2008) menyimpulkan terdapat
27 primer RAPD (dari 38 primer yang diuji) menunjukkan polimorfis pada DNA
tanaman jagung yang tahan dan kurang tahan terhadap penyakit bercak daun.
Sementara hasil segregasi marka pada generasi F1 dan F2 dengan metode BSA
diperoleh marka Pr11 dengan panjang fragmen 300 bp dan 800 bp yang terpaut dan
dapat membedakan DNA tanaman yang tahan dan kurang tahan penyakit bercak
daun pada tanaman jagung.
Dengan demikian metode BSA bisa juga digunakan untuk mengetahui marka
RAPD yang terpaut erat dengan gen pengendali sifat efisien N pada tanaman jagung.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
83
5.4. PEMBAHASAN
5.4.1 Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Karakter Tanaman Jagung
Nitrogen merupakan unsur makro utama yang menentukan hasil tanaman
jagung. Oleh karena itu pemupukan N mutlak diperlukan karena jumlah N di dalam
tanah tidak mencukupi. Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi genotipe dan
dosis N serta juga terdapat variasi genetik yang tinggi dalam merespon N pada
sebagian besar karakter yang diamati. Masing-masing genotipe menunjukkan respon
yang berbeda terhadap pengurangan dosis N, mulai dari yang toleran N-rendah
sampai yang kurang toleran N-rendah. Pengurangan dosis pemupukan N
menyebabkan menurunnya rata-rata penampilan tanaman yaitu tinggi tanaman, luas
daun, kandungan klorofil, stay green, aktivitas nitrat reduktase, serapan N, akumulasi
biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan interval keluar bunga
jantan-betina (ASI), remobilisasi N, translokasi biomassa dan nilai efisien N
(efisiensi serapan N, efisiensi penggunaan N, efisiensi agronomi).
Hasil yang sama pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti lain, Narayana
(2013) mencatat bahwa pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan penurunan
kandungan klorofil, tinggi tanaman, meningkatnya ASI dan penurunan berat biji.
Kekurangan N pada tanaman jagung akan menyebabkan terhambatnya perluasan
daun dan laju fotosintesis (Muchow, 1988), produksi juga akan ikut mengalami
penurunan jumlah biji dan berat biji dikarenakan sedikit bakal biji yang dibuahi,
aborsi biji dan beberapa perubahan pada tingkat fisiologi dan biokimia (Uhart &
Andrade, 1995). Namun pengurangan N meningkatkan efisiensi serapan N,
remobilisasi N dan translokasi biomassa, efisiensi pemanfaatan N, efisiensi
penggunaan N serta efisiensi agronomi pada berbagai jenis tanaman (Ortiz-
Monasterio et al., 1997; Kanampiu et al. 1997; Bertin & Gallais, 2000; Worku et al.
2001; Gungula et al., 2005; Hefny & Aly, 2008; De Souza et al., 2008; Fageria et al.,
2010; Tayefe et al., 2011).
5.4.2. Keragaman Genetik Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Nitrogen
dan Seleksi Genotipe Jagung Efisien N.
Pencarian materi genetik untuk tanaman jagung toleran N-rendah atau efisien
N akan semakin cepat bisa diperoleh jika terdapat keragaman genetik yang besar.
Menurut Gallais & Coque (2005) keragaman genetik dalam kaitannya dengan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
84
efisiensi N mempunyai dua hal penting yaitu, pertama apakah terdapat keragaman
genetik efisiensi N terhadap pemupukan N-rendah dan yang kedua apakah terdapat
genotipe sama yang toleran terhadap pemupukan N-tinggi dan N-rendah.
Hasil perhitungan heritabilitas menunjukkan sebagian besar karakter yang
diamati mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi pada masing-masing dosis
pemupukan N, yang berarti terdapat variasi atau keragaman genetik yang cukup
besar dalam merespon pemberian dosis pupuk N. Rata-rata nilai heritabilitas paling
tinggi untuk semua karakter dicapai pada dosis N-rendah (30 kg N/ha) dibandingkan
dengan dosis pemupukan N yang lain, sementara yang paling rendah teramati pada
perlakuan tanpa pemupukan N (N-0) karena semua genotipe mengalami cekaman
yang kuat sehingga menunjukkan respon yang sama untuk sebagian besar karakter
dan terjadi penurunan nilai heritabilitas.
Keragaman genetik tinggi juga teramati untuk hasil berat biji pada semua dosis
N, sedangkan parameter efisiensi N yang mempunyai keragaman genetik tinggi
adalah efisiensi serapan N dan efisiensi agronomi. Sementara itu keragaman genetik
efisiensi penggunaan N mengalami peningkatan ketika dosis N menurun. Adanya
variasi adaptasi oleh genotipe pada N-rendah lebih penting dari pada variasi pada
N-tinggi (Gallais & Hirel, 2004), karena keragaman genetik yang tinggi pada
N-rendah merupakan nilai pemuliaan yang sangat penting untuk mengembangkan
genotipe jagung efisien N atau toleran N rendah. Semakin tinggi nilai keragaman
genetik semakin tinggi pula nilai pemuliaan karena kegiatan seleksi akan semakin
efektif (Poespodarsono, 1988).
Biasanya varietas lokal mempunyai keragaman genetik yang besar dan
mempunyai adaptasi pada berbagai lingkungan termasuk N-rendah. Varietas lokal
mempunyai kandungan protein lebih tinggi baik pada biji maupun pada brangkasan,
dan hal ini diduga karena penampilannya yang lebih rendah dibandingkan varietas
modern (Gallais & Coque, 2005).
Berdasarkan kriteria berat biji dan semua parameter efisiensi N (efisiensi
serapan N, remobilisasi N, efisiensi penggunaan N dan efisiensi agronomi) (Tabel
5.15), dari kesepuluh genotipe jagung yang termasuk efisien dalam menyerap dan
memanfaatkan N menjadi hasil ekonomis adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma
dan DK-979 (skor nilai 152-122); Bima-3, Arjuna, Lamuru, Sukmaraga mempunyai
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
85
efisiensi N sedang (skor 118-71) sementara yang paling kurang efisien N adalah
Kodok (skor nilai 35). Kelompok varietas hibrida cenderung mempunyai hasil dan
efisiensi N yang lebih tinggi dibandingkan kelompok varietas bersari bebas.
5.4.3. Karakter Morfologi Tanaman Jagung Efisien N
Dari ketiga karakter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman, luas daun
dan perakaran tampaknya yang berkorelasi positif atau berkaitan erat dengan berat
biji dan nilai efisiensi N pada semua dosis pemupukan N adalah perakaran. Akar
merupakan organ utama yang bertanggung jawab terhadap penyerapan unsur hara
termasuk N.
Perbaikan arsitektur perakaran atau pengembangan perakaran merupakan salah
satu strategi yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan efisiensi N pada tanaman,
dan tampaknya masih sedikit penelitian tentang perakaran dalam kaitannya dengan
suplai N pada tanaman serealia (Narayana, 2013).
Tanaman jagung mempunyai perakaran yang terdiri dari akar embrionik yaitu
akar primer dan seminal yang tumbuh pada saat perkecambahan sampai beberapa
minggu kemudian, setelah itu berkembang akar adventif (post-embrionic) yang
terdiri akar penyangga atau akar mahkota (crown root), akar lateral dan akar nafas
(brace root) (Hochholdinger, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan varietas NK-33 (efisien N) mempunyai
morfologi perakaran yang lebih baik dari pada Kodok (kurang efisien N). Pada
kondisi N-rendah perakaran NK-33 mengurangi jumlah akar namun memanjangkan
perakarannya untuk mendapatkan unsur hara pada lapisan tanah yang lebih dalam,
sementara Kodok tidak menunjukkan perbedaan perakaran, baik pada kondisi
tercukupi N maupun kekurangan N (Gambar 5.2, A1 & A2). Pada kondisi N
tercukupi NK-33 mengembangkan perakaran yang intensif baik dalam jumlah
maupun panjangnya serta sistem percabangan akar (akar mahkota dan lateral).
Kerapatan akar NK-33 lebih rapat dibandingkan dengan Kodok sampai kedalaman
± 25 cm (Gambar 5.2, A3 & A4). Hal ini sesuai dengan pendapat Liedgens &
Richner (2001) yang mengamati perkembangan kerapatan akar jagung meningkat
sampai kedalaman 25 cm dan setelah itu berkurang dengan bertambahnya kedalaman
lapisan tanah.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
86
Akar lateral sangat mempengaruhi arsitektur perakaran dan bertanggung jawab
terhadap penyerapan air dan nutrisi dikarenakan kapasitas percabangannya (Varney
et al., 1991). Hirel et al. (2007) menyatakan bahwa penampilan tanaman yang baik
disebabkan perkembangan akar dan sistem percabangan akarnya juga baik. Lebih
lanjut dikatakan Marschner (1998) genotipe yang mempunyai akar primer, seminal,
mahkota dan lateral yang panjang, volume akar dan berat kering akar yang besar
berpotensi mempunyai efisiensi penggunaan air dan nutrisi yang besar. Perakaran
yang efektif sangat penting dalam pemuliaan jagung efisien N karena mencegah
pencucian N dan meningkatkan penyerapan N (Sen et al., 2012).
Lynch (2012) mengemukakan beberapa tipe ideal perakaran tanaman jagung
yang dapat mengambil air dan N secara optimal yaitu a) diameter akar primer besar
dengan sedikit akar lateral namun panjang dan tahan terhadap suhu tanah rendah;
b) banyak akar seminal dengan sudut tumbuh dangkal, diameter kecil, banyak akar
lateral dan rambut akar banyak atau alternatif lain jumlah akar seminal tidak terlalu
banyak (sedang) dengan sudut tumbuh tunggang, diameter besar dan sedikit akar
lateral disertai dengan percabangan lateral yang banyak dari pangkal akar mahkota
(crown root); c) jumlah akar mahkota sedang dengan sudut tumbuh tunggang dan
sedikit akar lateral namun panjang; d) akar penyangga (brace roots) dalam masuk ke
tanah, mempunyai sudut tumbuh agak dangkal dibandingkan sudut tumbuh akar
mahkota dengan sedikit akar lateral namun panjang; e) aerenkim kortek melimpah,
ukuran sel kortek besar dan jumlah sel kortek optimal; f) Km rendah dan Vmax
tinggi untuk serapan nitrat.
Perkembangan perakaran tanaman jagung antara umur 7-28 HST (V3-V8) pada
empat genotipe jagung yang mempunyai tingkat efisiensi N berbeda menunjukkan
bahwa NK-33 mempunyai perakaran yang paling vigor dibandingkan Bisma, Arjuna
dan Kodok, yaitu total panjang akar, berat kering akar dan diameter akar. Perakaran
yang sangat vigor (mempunyai perluasan dan distribusi perakaran yang baik) sangat
penting untuk bisa mengambil nutrisi yang mudah bergerak (mobile) seperti NO3-
((Linkohr et al. 2002). Pada umur 7 HST telah terjadi perbedaan total panjang akar
antara NK-33 dengan yang lainnya, kemudian terjadi pertumbuhan cepat perakaran
genotipe efisien N (NK-33) dimulai setelah umur 20 HST (V6) dibandingkan
genotipe yang kurang efisien N (Kodok). Hasil penelitian Peng et al. (2012)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
87
menunjukkan total panjang akar meningkat secara drastis setelah memasuki V8 dan
mencapai puncaknya pada fase pembungaan (T) kemudian menurun sampai R6.
Menurut Narayana (2013) beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
korelasi positif antara perakaran bibit jagung (pertumbuhan awal tanaman jagung)
dengan berat biji, yaitu korelasi positif antara berat kering akar bibit jagung dengan
berat biji. Lebih lanjut seperti dikutip Narayana (2013); Nass & Zuber (1971);
Andrew & Solanki (1966) dan Zuber (1968) bahwa evaluasi perakaran pada fase
bibit (±14 HST) dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan perakaran pada
fase selanjutnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk keperluan sebagai penanda
seleksi, perbedaan perakaran genotipe efisien N dan yang kurang efisien N di awal
pertumbuhan sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai kriteria seleksi
di awal pertumbuhan tanaman.
5.4.4. Karakter Fisiologi Tanaman Jagung Efisien N
a. Akumulasi Biomassa dan Translokasi Biomassa
Akumulasi biomassa dipengaruhi oleh genotipe dan dosis pemupukan N.
Genotipe yang berumur lebih dalam (Pioneer-21, Bisi-2, DK-979, NK-33)
mempunyai biomassa yang lebih besar dari pada yang berumur genjah (Kodok). Hal
ini berkaitan dengan kemampuan genotipe berumur dalam untuk lebih lama
melangsungkan fotosintesis. He et al. (2005) menyatakan waktu senesen yang lebih
lama pada genotipe jagung disebabkan karena peranan hormon sitokinin.
Menurutnya genotipe yang lebih lama senesen mempunyai daun yang mengandung
hormon kelompok sitokinin yang lebih besar yaitu trans-zeatin riboside, t-ZR;
dihydrozeatin riboside, DHZR; isopentenyladenosine, iPA; sebaliknya senyawa
abscisic acid (ABA) lebih rendah dibandingkan dengan genotipe yang lebih cepat
mengalami senesen.
Berat kering biomassa menjadi berkurang pada saat masak dibandingkan saat
pembungaan karena terjadinya translokasi biomassa untuk pengisian biji. Besarnya
translokasi biomassa berbeda untuk tiap genotipe jagung yang diuji dan juga
dipengaruhi oleh dosis N, semakin menurun dosis pemupukan N semakin besar
translokasi biomassa (Tabel 5.4). Translokasi biomassa terjadi karena mulainya
proses senesen dimana salah satu penyebabnya adalah menurunnya kandungan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
88
sitokinin pada daun dan kerja enzim proteolitik (Buchanan-Wollaston, 1997; Nooden
et al., 1997). Pemberian sitokinin eksogen menghambat degradasi klorofil dan
protein fotosintesis (Badenoch-Jones et al., 1996; He & Jin, 1999), sebaliknya
senyawa ABA diduga menginisiasi proses senesen, penyemprotan ABA memicu
senesen pada tanaman padi dan jagung (He et al., 2005).
Pada penelitian ini terdapat korelasi positif antara akumulasi biomassa dengan
produksi biji pada semua dosis N (Tabel 5.12). Menurut Lorenz et al. (2010)
beberapa peneliti lain melaporkan adanya korelasi positif antara akumulasi biomassa
dengan produksi biji jagung, demikian juga hasil penelitian Gholezani & Tajbakhsh
(2012); sementara yang lain menyatakan tidak ada korelasi nyata untuk kedua sifat
tersebut. Ditambahkan Lorenz et al. (2010) berat biomassa yang besar biasanya
mempunyai hubungan dengan hasil tanaman jagung yang besar pula, sehingga berat
biomassa dapat digunakan untuk memprediksi hasil dalam kegiatan budidaya.
b. Serapan N dan Remobilisasi N
Serapan N juga berkorelasi nyata dengan berat biji pada N-sedang dan
N-tinggi (Tabel 5.12), dimana semakin tinggi serapan N semakin tinggi pula
produksi biji. Sebelumnya Gallais & Hirel (2004) juga melaporkan adanya korelasi
positif antara serapan N dengan berat biji pada N-tinggi. Hal ini menunjukkan
pentingnya serapan N bagi pertumbuhan dan hasil tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan genotipe efisien N (NK-33) yang berumur lebih
dalam mempunyai serapan N yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe
kurang efisien N (Kodok) yang berumur genjah pada semua dosis N. Hal yang sama
pernah dicatat oleh Martin et al. (2005) bahwa genotipe jagung berumur dalam
mempunyai serapan N lebih besar 40% dibandingkan dengan genotipe berumur
genjah. Rendahnya serapan N pada genotipe kurang efisien N (Kodok) diduga ada
kaitannya dengan rendahnya kerja sistem transport nitrogen HATS (high affinity
transport system).
Seperti diketahui ada dua sistem transport N pada tanaman berdasarkan
energi kinetiknya yaitu low affinity transport system (LATS) yang bekerja pada saat
N-tinggi dan high affinity transport system (HATS) yang bekerja pada saat N-rendah
(Abrol, 1999, Glass, 2003; Pathak, 2008; Hildebrand, 2010). LATS pada tanaman
jagung dikode oleh 4 kelompok gen ZmNrt1 dan HATS dikode oleh 4 kelompok gen
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
89
ZmNrt2 dan gen pendukung kerja gen Nrt2 yaitu NAR2 (Quaggiotti et al., 2003;
Gaudin et al., 2011; Garnettet al., 2013). Pada awal pertumbuhan tanaman baik
LATS maupun HATS sama- sama bekerja, namun pada saat memasuki fase
pembungaan dan pengisian biji dimana kandungan N-tanah rendah, maka HATS
yang bekerja (Abrol, 1999; Filleur et al., 2001; Glass, 2003; Okamoto et al., 2006;
Santi et al., 2003; Liu et al., 2009). Namun beberapa peneliti menyebutkan bahwa
HATS dan LATS sama-sama bekerja pada seluruh fase pertumbuhan tanaman
Brassica napus (Malagoli et al., 2004), jagung (Garnett et al., 2013, Liseron-Monfils
et al., 2013).
Hasil penelitian Malagoli et al. (2004) pada tanaman Brassica napus
menyimpulkan bahwa penyerapan N (NO3-) pada tanaman lebih banyak disuplai
melalui HATS (89%) dari pada LATS, demikian juga pada tanaman jagung, gen
ZmNrt2.1 dan ZmNrt2.2 (HATS) terekspresi baik pada kondisi N-rendah maupun
N-tinggi (Garnett et al., 2013). Hal ini menunjukkan pentingnya peranan HATS
dalam penyerapan N. Sistem penyerapan N melalui HATS ini ternyata dapat
digunakan untuk membedakan genotipe jagung efisien N dengan yang kurang efisien
N, dimana jagung efisien N mempunyai ekspresi gen ZmNrt2 (HATS) yang lebih
besar (20%) dari pada genotipe kurang efisien N (Quaggiotti et al., 2003). Demikian
juga tanaman mutan Arabidopsis yang kehilangan gen AtNrt2 mengakibatkan
hilangnya 75% aktivitas penyerapan N lewat HATS dan menghasilkan serapan Nitrat
daun yang rendah (Filleur et al., 2001).
Pada umumnya tanaman mempunyai dua fase pertumbuhan, yaitu fase
vegetatif dimana akar, batang dan daun bertindak sebagai sink (penimbun) hasil
asimilasi N anorganik dan sintesis asam amino, kemudian pada fase generatif dimana
setelah antesis organ vegetatif berubah menjadi source yang mentranslokasikan hasil
perombakan asam amino di organ vegetatif menuju organ generatif yaitu biji sebagai
sink (Gallais et al., 2006), meskipun sebenarnya remobilisasi N bisa terjadi sebelum
memasuki fase generatif yaitu dari organ vegetatif yang senesen ke organ yang
sedang tumbuh (Latanzi et al., 2005). Remobilisasi N dipicu oleh karena tidak
tercukupinya kebutuhan N yang besar selama pengisian biji dengan jumlah N yang
diserap dari tanah (Masclaux-Daubresse et al., 2010).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
90
Remobilisasi N merupakan nilai ekonomi N yang penting karena mengontrol
sebagian besar aliran N dari source ke sink (Masclaux-Daubresse et al., 2007) karena
peningkatan efisiensi translokasi N dapat mengurangi kebutuhan pupuk N oleh
tanaman ketika memasuki fase pengisian biji (Kichey, 2007).
Pada penelitian ini, korelasi positif secara nyata ditunjukkan antara
remobilisasi N dengan berat biji pada semua dosis N yang berarti semakin tinggi
remobilisasi N menyebabkan produksi biji semakin meningkat. Varietas NK-33,
Bisi-2, Pioneer-21 mempunyai remobilisasi N lebih besar dari pada Kodok dan
Lamuru (Tabel 5.5), hal ini mengindikasikan bahwa genotipe yang efisien N akan
meremobilisasikan N lebih besar dari daun dan batang menuju ke biji akibat
rendahnya serapan N setelah pembungaan (antesis).
Besarnya remobilisasi N diantara genotipe jagung dan dosis N pada penelitian
ini tergolong rendah sampai sedang yaitu berkisar 16.5-65.7%, dimana remobilisasi
N terendah terdapat pada Kodok. Hal ini berbeda dengan pendapat Masclaux-
Daubresse et al. (2010) bahwa sumbangan N-daun ke N-biji pada tanaman padi,
gandum dan jagung berkisar antara 50-90% tergantung genotipe, sementara menurut
Gallais & Coque (2005) dan Weiland & Ta (1992) remobilisasi N dari daun dan
batang untuk pengisian biji pada tanaman jagung berkisar antara 45-65% tergantung
kondisi lingkungan atau genotipe. Sedangkan sisanya 35-55% N-biji berasal dari
serapan N setelah antesis (Gallais & Coque, 2005; Bertin & Gallais, 2000; Weiland
& Ta, 1992).
Rendahnya rata-rata remobilisasi N pada penelitian ini terutama pada
N-tinggi diduga karena besarnya serapan N setelah antesis sebagai dampak N dalam
tanah masih cukup banyak. Hal ini nampak pada varietas Kodok pada N-tinggi yang
mempunyai remobilisasi N terendah (16.5%), kemungkinan disebabkan karena
kapasitas menyerap N pada genotipe ini yang rendah sehingga ketika memasuki fase
pengisian biji tanaman lebih banyak menyerap N di tanah dari pada mengambil N
dari daun dan batang dikarenakan N-tanah masih banyak tersedia. Hal ini sama
dengan penelitian Coque & Gallais (2007) yang mengamati bahwa sumbangan N
untuk pengisian biji pada jagung lebih banyak berasal dari N yang diserap setelah
antesis daripada N hasil remobilisasi organ vegetatif. Sebagian besar asam amino
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
91
yang disintesis berasal dari serapan N setelah antesis dan protein brangkasan yang
dihidrolisis untuk menyediakan N biji (Gallais et al., 2006).
Remobilisasi N terjadi karena proses penuaan jaringan atau senesen (Bleecker
1998; Masclaux-Daubresse et al. 2008). Senesen merupakan kunci siklus dalam
kehidupan tanaman, dimana selama proses senesen terjadi perubahan morfologi,
fisiologi dan molekuler yang mengarah pada kematian jaringan (He et al., 2005) dan
selama senesen terjadi remobilisasi material dari daun yang senesen ke pembentukan
biji (Smart, 1994; Smart et al., 1995). Sebagian besar N yang ditranslokasikan dari
daun ke biji pada tanaman serealia berasal dari N yang terdapat di kloroplas
(Gregersen et al., 2008) karena lebih dari 75% N dalam sel yang aktif melakukan
fotosintesis terdapat di kloroplas terutama dalam enzim Rubisco (ribulose-1,5-
bisphosphate carboxylase ⁄ oxygenase) (Hortensteiner & Feller, 2002).
Selama penuaan atau senesen berlangsung, komponen protein di daun
mengalami degradasi menjadi asam amino, amida dan amonium (Gregersen et al.,
2008). Sebagian besar amonium direasimilasi menjadi asam amino untuk diekspor,
sedangkan sisanya dievaporasi sebagai amonia keluar tanaman ((Schjoerring et al.
1993). Asam amino diekspor melalui phloem untuk pengisian biji (Simpson et al.
1983). Enzim glutamin sintetase (GS) mempunyai peranan penting dalam reasimilasi
amonium selama senesen terutama GS yang berada di sitosol (Habash et al. 2001;
Miflin & Habash 2002). Identifikasi gen-gen yang bekerja selama proses senesen
telah dilakukan dan dapat dijadikan sebagai penanda molekuler (Wu et al., 2012).
Sejauh ini ekspresi kelompok gen senescence-associated genes (SAG) atau
senescence-enhancedgenes (SEE) pada tanaman telah banyak diteliti untuk
mengamati inisasi dan proses senesen yaitu kelompok gen yang mengekspresi enzim
proteinase, lipase, nuklease, klorofilase, serta enzim untuk daur ulang nutrisi seperti
glutamat sintase (Gepstein, 2003).
Remobilisasi N pada tanaman biasanya diikuti dengan meningkatnya
kandungan enzim protease dan proses senesen pada daun (Masclaux-Daubresse et
al., 2007). Senyawa amino yang banyak diekspor selama remobilisasi N adalah
aspargin pada tanaman pea (Rochat & Boutin 1991) dan glutamin pada tanaman
serealia, tembakau, tomat dan arabidopsis (Caputo & Barneix 1997; Corbesier et al.
2002; Chaffei et al. 2004). Ketika proses senesen berlangsung kedua asam amino ini
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
92
meningkat pada phloem dan lebih tinggi dibandingkan di daun (Chaffei et al., 2004;
Herrera-Rodriguez et al., 2006; Masclaux-Daubresse et al. 2006). Pada kebanyakan
tanaman dijumpai kandungan glutamin selalu lebih banyak pada eksudat phloem dari
pada di daun (Chaffei et al. 2004; Masclaux-Daubresse et al.2006), hal ini
mengindikasikan bahwa glutamin dan aspargin mempunyai peranan penting dalam
remobilisasi N (Masclaux-Daubresse et al.2008).
Jadi sesuai dengan pendapat Hirel et al. (2001) bahwa peningkatan produksi
jagung diduga karena kemampuan tanaman untuk lebih banyak menyerap Nitrat di
daun selama fase vegetatif dan meremobilisasikannya secara efisien selama periode
pengisian biji.
c. Kandungan Klorofil dan Stay Green
Pengurangan dosis pemupukan N menyebabkan kandungan klorofil menurun
dan mengalami degradasi yang lebih cepat karena N merupakan salah satu komponen
penyusun klorofil. Sebagai akibatnya karakter stay green juga ikut menurun (Tabel
5.3 dan Gambar 5.3). Stay green merupakan kondisi daun tetap hijau selama
pengisian biji setelah antesis sampai masak (Borell et al., 2001). Penuaan daun yang
lebih cepat terjadi sebagai akibat adanya remobilisasi N lebih awal terhadap tanaman
yang ditanam pada N-rendah dibandingkan tanaman yang ditanam pada N-tinggi
karena kurangnya ketersediaan unsur N di dalam tanah (Gallais & Coque, 2005).
Lamanya umur daun (leaf longevity) dipertahankan dengan meningkatnya
ketersediaan N tanah (Racjan & Tollenar, 1999), dan kurangnya N tanah akan
memicu penuaan daun setelah fase pembungaan (D’Andrea et al., 2006).
Pada penelitian ini terdapat perbedaan kandungan klorofil dan stay green
diantara genotipe jagung. Kedua sifat tersebut juga mempunyai korelasi positif
dengan berat biji dan efisiensi penggunaan N. Hal ini sama dengan penelitian Hefny
& Aly (2008) yang menunjukkan adanya korelasi positif antara stay green dengan
berat biji jagung dan efisiensi penggunaan N, sedangkan Martins et al. (2008)
mencatat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata diantara genotipe jagung untuk
kandungan klorofil.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa genotipe jagung yang stay green
mempunyai kapasitas fotosintesis lebih lama pada N-rendah dan N-tinggi,
mengakumulasi lebih banyak biomassa, menyerap N lebih besar, dan menghasilkan
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
93
lebih banyak biji (Echarte et al., 2008; Ding et al., 2005), mempunyai rasio
source/sink dan hasil yang tinggi (Rajcan & Tollenaar, 1999). Genotipe stay green
mempunyai beberapa kelebihan yaitu pertumbuhan akar lebih cepat, menyediakan
lebih banyak karbon, memperpendek interval antesis-silking (Davies, et al., 2011).
Sebaliknya Martin et al. (2005) menyimpulkan stay green meningkatkan akumulasi
biomassa namun tidak meningkatkan berat biji jagung.
Secara fungsional stay green merupakan jalur fiksasi karbon yang lebih lama
pada saat pengisian biji untuk memaksimalkan kapasitas fotosintesis pada jaringan
hijau sehingga dapat meningkatkan hasil biji (Derkx, 2013). Terdapat lima cara
tanaman mengalami senesen yaitu tipe A: waktu dimulainya (onset) senesen mundur
namun kecepatan senesen normal; tipe B: waktu onset senesen normal namun
kecepatan senesen lambat; tipe C: degradasi klorofil terhambat sehingga
mempertahankan kandungan klorofil tanpa batas; tipe D: kematian sel yang cepat;
tipe E: meningkatkan kandungan klorofil jadi meski waktu dan kecepatan senesen
normal namun durasi proses senesen menjadi lebih lama (Thomas & Howard, 2000).
Tipe A, B dan E adalah stay green secara fungsional yaitu mempertahankan
kapasitas fotosintesis dalam jaringan hijaunya (Derkz, 2013). Pada kebanyakan
tanaman serealia terdapat dua tipe stay green yaitu termasuk kategori tipe A dan tipe
B yaitu waktu onset senesen yang mundur dan kecepatan senesen yang lambat
(Thomas & Smart, 1993) dan keduanya terbukti dapat meningkatkan produksi
(Borrel et al., 2001).
Onset senesen dimulai karena pengaruh kerja hormon etilen yang dikontrol
oleh kelompok gen yang dikenal dengan nama gen OLD (onset of leaf death) (Jing et
al. 2003; Jing et al. 2005). Mutan Arabidopsis etr-1 dan ein2 menunjukkan karakter
daun yang tahan lama (leaf longevities) (Grbic & Bleecker, 1995; Oh et al., 1997)
sedangkan tekanan antisense ACC oxidase pada tomat juga menyebabkan penundaan
senesen pada daun. Beberapa senyawa lain yang ikut berperan dalam onset senesen
antara lain ABA (Zacarias & Reid, 1990; Jing et al., 2005), brassinosteroid (Clousse
& Sasse, 1998; Yin et al., 2002), dan juga asam salisilat yang ikut memicu ekspresi
gen SAG dan senesen (Morris, 2000).
Sampai saat ini gen yang mengontrol kecepatan proses senesen belum banyak
diketahui, namun adanya tanaman ephemeral (berumur pendek) yang senesen dalam
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
94
beberapa minggu, tanaman monocarpic yang berumur semusim dan tanaman
berkayu berumur lama merupakan bukti adanya perbedaan lama proses senesen pada
tanaman (Wu et al., 2012).
Terdapat hubungan yang kompleks antara onset senesen daun dengan efisiensi
N (remobilisasi N) dan hasil (Chardon et al. 2010;Masclaux-Daubresse et al. 2010;
Masclaux-Daubresse & Chardon, 2011) yang cukup sulit untuk dimanipulasi (Derkz,
2013). Stay green dapat meningkatkan hasil namun penundaan senesen
menyebabkan rendahnya laju pengisian biji, efisiensi penggunaan N dan kandungan
protein biji, sehingga menimbulkan dilema bagi bidang pemuliaan (Mi et al. 2002;
Gong et al.2005; Masclaux-Daubresse et al., 2010; Wu et al., 2012). Waktu onset
dan kecepatan senesen juga penting dalam menentukan hasil melalui remobilisasi
fotoasimilat setelah antesis (Thomas & Howarth 2000; Himelblau & Amasino,
2001). Oleh sebab itu penundaan waktu onset senesen yang dikombinasikan dengan
proses senesen yang cepat merupakan tipe ideal (ideotype) untuk menghasilkan
genotipe yang mempunyai stay green lama dan remobilisasi nutrisi yang tinggi
termasuk nitrogen (Wu et al., 2012).
5.4.5. Profil Protein Genotipe Jagung Efisien N dan Enzim Terlibat Asimilasi N Nitrat reduktase (NR) merupakan enzim pertama yang bekerja setelah nitrat
masuk ke dalam tanaman yang mengubah nitrat menjadi nitrit yang terjadi di sitosol
akar dan batang. Nitrit kemudian ditranslokasikan ke kloroplas dan diubah menjadi
amonium oleh enzim nitrit reduktase. Selanjutnya amonium bereaksi dengan
glutamat membentuk glutamin yang dibantu kerja glutamin sintetase (GS) dan
glutamin bereaksi dengan 2-oxoglutarat diubah kembali menjadi dua molekul
glutamat oleh enzim glutamine 2-oxoglutarate amino transferase (GOGAT) atau
disebut juga glutamin sintase. Reaksi ini dikenal dengan jalur GS/GOGAT yang
sebagian besar berlangsung di plastida/kloroplast (Masclaux-Daubresse, 2010).
NR merupakan enzim yang dapat menginduksi substrat sehingga dianggap
sebagai faktor pembatas dalam asimilasi N (Kelly et al., 1995) dan efisiensi
penggunaan N (Hirel et al., 2007). Hasil penelitian Reed (1980) menyimpulkan
bahwa aktivitas NR yang tinggi dapat mempertahankan kandungan nitrat selama fase
pengisian biji jagung. Dengan mempertahankan aktivitas nitrat reduktase tetap tinggi
selama fase pengisian biji akan menyebabkan berat biji meningkat dan mencegah
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
95
menurunnya kandungan N di biji (Kumari, 2011). Beberapa peneliti menyebutkan
adanya hubungan yang beragam antara aktivitas nitrat reduktase dengan produksi
tanaman. Korelasi positif antara aktivitas nitrat reduktase dengan produksi teramati
pada tanaman jagung (Deckard et al., 1973 dalam Kumari, 2011) dan wheat
(Kumari, 2011). Sementara peneliti lain menyatakan aktivitas NR tidak berkorelasi
nyata dengan berat biji dan dosis pupuk N pada sorgum (Traore, 1999) dan jagung
(Machado et al., 2001). Sedangkan Reed et al. (1980) dan Gallais & Hirel (2004)
menyatakan aktivitas NR berkorelasi negatif dengan berat biji dan kandungan N biji
jagung.
Pada penelitian ini aktivitas NR berkorelasi positif dengan berat biji jagung
hanya pada N-tinggi, hal ini diduga ada kaitannya dengan pengaruh dosis N dimana
peningkatan N menyebabkan peningkatan aktivitas NR (Tabel 5.6). Demikian juga
hasil pemisahan protein dengan SDS-PAGE (Gambar 5.11) menunjukkan bahwa pita
dengan berat 110 kDa yang diduga NR mempunyai konsentrasi lebih tinggi pada
perlakuan N-tinggi dari pada N-rendah, sedangkan pita protein genotipe efisien N
(NK-33) sedikit lebih tebal dibandingkan dengan genotipe kurang efisien N (Kodok)
(Gambar 5.11). Perbedaan aktivitas NR tidak nyata pada semua genotipe kecuali
pada N-0, sehingga keragaman aktivitas NR paling besar terjadi pada N-0. Meskipun
tidak ada konsistensi antara aktivitas NR dengan berat biji pada genotipe jagung
yang diuji untuk masing-masing dosis N, namun genotipe yang paling kurang efisien
N (Kodok) mempunyai aktivitas NR paling kecil dibandingkan dengan yang lain
pada semua dosis N.
Hasil penelitian ini memperkuat pendapat Hirel et al. (2007) bahwa meskipun
aktivitas NR bukan enzim utama yang berperan dalam efisiensi N (Andrew et al.,
2004) namun dengan hasil yang telah dicapai oleh Lea et al. (2004) yang
menunjukkan adanya pengaruh aktivitas NR terhadap produksi NO2- dan NO yang
mana ikut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta
pertumbuhan umbi kentang (Djenane et al., 2004), telah membuka perspektif baru
bahwa manipulasi NR masih dapat diharapkan untuk meningkatkan efisiensi N.
Pita protein lain yang terlihat lebih tebal pada NK-33 (genotipe efisien N) dosis
N-tinggi yang diduga berkaitan dengan asimilasi N adalah glutamin sintetase (GS)
(40 dan 44 kDa), glutamat dehidrogenase (GDH) (41 kDa dan 42 kDa) dan glutamat
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
96
dekarboksilase (56 dan 58 kDa). Glutamin sintetase dan glutamat sintase yang
bekerja pada jalur asimilasi amonium (GS/GOGAT) dan juga GDH dipertimbangkan
sebagai enzim kunci dalam asimilasi N yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan
N (Gallais & Hirel, 2004; Masclaux-Daubresse et al. 2008, Masclaux-Daubresse et
al. 2010). Terdapat dua kelompok enzim GS yaitu GS1 yang terdapat di sitosol yang
dikode oleh gen Gln1 dan terlibat dalam reduksi amonium hasil daur ulang N dari
organ yang mengalami senesen dan GS2 yang terdapat di kloroplas yang dikode gen
Gln2 dan terlibat dalam asimilasi N primer yaitu amonium yang berasal dari reduksi
nitrat (Bernard & Habash, 2009).
Hasil penelitian Hirel et al. (2001) menunjukkan bahwa GS berkorelasi positif
dengan berat biji dan jumlah biji jagung pada N-rendah, serapan N setelah antesis
dan kandungan N biji pada N-tinggi serta kandungan nitrat pada semua dosis N.
Hirel et al. (2001) juga menemukan lima marka yang terkait quantitative trait loci
(QTL) untuk GS daun di kromosom 1, 5 dan 9. Lebih dari itu juga didapati QTL
untuk GS muncul secara bersamaan (coinsident) dengan QTL hasil (berat biji dan
jumlah biji) di kromosom 1 dan kromosom 5. Tanaman jagung mutan yang
kehilangan gen GS1 yaitu Gln1-3 menyebabkan berkurangnya ukuran biji, tanaman
mutan yang kehilangan gen Gln1-4 menyebabkan berkurangnya jumlah biji,
sedangkan tanaman mutan ganda yang kehilangan gen Gln1-3 dan Gln1-4
menyebabkan efek kumulatif terhadap pengurangan ukuran dan jumlah biji (Hirel et
al., 2007). Pada kondisi N terbatas aktivitas GS berkorelasi positif dengan jumlah
biji menunjukkan bahwa aktivitas GS yang tinggi mencegah gugurnya embrio biji
(Below, 1995).
Enzim lain dipertimbangkan mempunyai peranan dalam asimilasi N yang
berkaitan dengan efisiensi N adalah glutamat dehidrogenase (GDH). GDH berperan
dalam deaminasi glutamat untuk melepas amonium pada daun yang senesen (Dubois
et al., 2003). Aktivitas GDH mempunyai korelasi positif dengan jumlah biji jagung
pada N-rendah (Gallais & Hirel, 2004). Jadi bisa disimpulkan bahwa GS1 bersama
GDH terlibat dalam remobilisasi N sehingga manipulasi GS1 dan GDH diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
97
5.4.6. Seleksi Marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) yang
Terpaut dengan Sifat Efisien N pada Tanaman Jagung
Pencarian marka random amplified polymorphism DNA (RAPD) yang terpaut
sifat efisien N pada tanaman jagung diawali dengan seleksi marka molekuler RAPD
yang polimorfis (pola pita DNA berbeda) pada kedua tetua tanaman jagung efisien N
(NK-33) dan kurang efisien N (Kodok). Dari 20 primer yang diuji terdapat 14 primer
(70%) yang polimorfis dan 9 primer diantaranya terlihat lebih jelas pola pita
DNAnya yaitu primer OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13
dan OPA18 yang mempunyai panjang fragmen berkisar antara 350-3500 bp (Gambar
5.12-5.15.). Primer-primer yang polimorfis ini merupakan marka yang terpilih untuk
pengujian selanjutnya, yaitu analisis segregasi marka polimorfis terpilih terhadap
generasi F1 dan F2 hasil persilangan NK-33 dan Kodok dengan metode metode Bulk
Segregant Analysis (BSA). Diharapkan diantara ketujuh marka RAPD yang
polimorfis terdapat marka yang terpaut erat dengan karakter efisien N sehingga dapat
digunakan sebagai penanda seleksi genotipe efisien N dalam pemuliaan tanaman atau
yang dikenal marker assisted selection (MAS). Dibandingkan dengan penanda lain,
marka molekuler mempunyai kelebihan yaitu jumlahnya melimpah di dalam genom,
netral karena terletak di non-coding region dan tidak dipengaruhi lingkungan
maupun fase pertumbuhan tanaman (Collard et al., 2005).
Segregasi marka DNA bertujuan untuk mengetahui marka mana yang terpaut
erat dengan gen yang mengendalikan karakter yang berhubungan dengan sifat efisien
N dan metode yang dapat digunakan adalah metode Bulk Segregant Analysis (BSA)
(Michelmore et al., 1991). Analisis segregasi dilakukan pada keturunan hasil
persilangan antara kedua tetua yang mempunyai sifat yang dituju secara ekstrim
berbeda misalnya efisien N dan yang kurang efisien N. Metode BSA dilakukan
dengan mencampur (bulk) DNA genotipe F1 yang efisien N dijadikan satu dan DNA
genotipe yang kurang efisien N dijadikan satu kemudian dianalisis segregasinya
terhadap DNA kedua tetua. Metode ini dapat dengan cepat mengidentifikasi marka
yang terpaut dengan sifat yang dituju karena metode BSA hanya fokus pada daerah
di sekitar marka (Michelmore et al., 1991). BSA dapat digunakan untuk menguji
kandidat gen untuk pengaruh QTL (Quarrie et al., 1999). Hasil penelitian Ignjatovic-
Micic (2006) menunjukkan metode BSA dapat dengan cepat dan informatif
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
98
mendeteksi marka RFLP yang terpaut dengan gen pengendali produksi pada tanaman
jagung dan daerah kromosom yang membawa gen tersebut.
Secara komperehensif hasil penelitian ini bisa dijelaskan pada Gambar 5.13.,
yaitu diperoleh genotipe efisien N (NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma, DK-979) yang
berguna sebagai materi genetik untuk pengembangan genotipe jagung efisien N atau
toleran N-rendah. Selain itu juga diperoleh pemahaman karakter tanaman jagung
efisien N baik secara morfologi, fisiologi dan biokimia. Hal ini sangat penting untuk
mengetahui dasar genetik genotipe jagung efisien N dan berguna sebagai kriteria
seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman. Genotipe jagung efisien N dicirikan
dengan perakaran yang baik (panjang akar, jumlah akar dan berat kering akar yang
besar), akumulasi biomassa yang besar, serapan N dan remobilisasi N yang tinggi
pada saat pengisian biji, serta nilai efisiensi serapan N, agronomi dan efisiensi
penggunaan N yang besar pula. Aktivitas nitrat reduktase dapat dipertimbangkan
menjadi kriteria seleksi genotipe jagung efisien N terutama tanaman jagung yang
ditanam pada N-rendah. Perakaran di awal pertumbuhan yaitu umur 7-22 HST
(V3-V7) dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi jagung efisien N. Sementara hasil
seleksi marka RAPD (OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9, OPA11, OPA12, OPA13
dan OPA18) menunjukkan pola pita DNA yang polimorfis yang dapat membedakan
genotipe efisien N dan kurang efisien N, sehingga berpeluang untuk dapat dijadikan
sebagai penanda genotipe jagung efisien N. Penggunaan secara bersama penanda
morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi seleksi dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
NK33, Pioneer-21, Bisi-22,
DK-979, Bisma
Materi pemuliaan
Perakitan varietas
jagung efisien N
Penelitian lanjutan
Analisis segregasi F1/F2 dari NK-33 x Madura
Sistem perakaran
Pertumbuhan & distribusi perakaran cepat.
Sebagai penanda jagung efisien
N di fase awal (V3-V8)
N-rendah
N-tinggi
Glutamat dehidrogenase
Enzim-enzim dalam
Asimilasi Nitrogen
Sitosol akar & batang
GS1 – Gln1 sitosol GS2 – Gln2 kloroplast
High affinity trasport system (HATS)
ZmNrt2.1 ZmNrt2.2 ZmNrt2.3 ZmNrt2.4
Senesen daun
N-rendah
Produksi Fotosintesis
Sitokinin
Degradasi protein
Enzim protease N (glutamin & aspargin)
Akumulasi N rendah
Karakter & Penanda Fisiologi
Penanda Molekuler
Karakter & Penanda Morfologi
Parameter efisien N
Berat biji Berat pupuk N
Remobilisasi N dari
daun ke pengisian biji
Akumulasi
biomassa
Serapan N
Serapan N – Serapan N0 Berat pupuk N
99
Nitrat reduktase
Glutamin sintase
Karakter & Penanda Biokimia
Sitokinin
Gambar 5.16. Rangkuman Hasil Penelitian berupa Materi Genetik, Karakteristik dan Penanda Tanaman Jagung Efisien Nitrogen
OPA2, OPA3, OPA5, OPA6,
OPA11,OPA12, OPA13, OPA18
Marka RAPD berpotensi sebagai penanda jagung efisien N
Marka terpaut sifat efisien N (Marker Assisted Selection)
?
Memanjangkan perakaran, jumlah akar sedikit
Jumlah & kerapatan akar tinggi
Glutamin sintetase
GS-GOGAT
Gen SAG (senescence-associated genes) genes)
Berat biji N – Berat biji N0 Berat pupuk N
Efisiensi penggunaan N
Efisiensi agronomi
Efisiensi serapan N
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
100
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Pengurangan dosis N menyebabkan penurunan tinggi tanaman, luas daun, jumlah
akar, berat kering akar, kandungan klorofil, stay green, aktivitas nitrat reduktase,
serapan N, akumulasi biomassa, berat biji dan jumlah biji; namun meningkatkan
panjang akar, remobilisasi N, translokasi biomassa, efisiensi serapan N, efisiensi
pemanfaatan N, efisiensi agronomi dan efisiensi penggunaan N.
2. Keragaman genetik tinggi untuk sebagian besar karakter yang diamati
menunjukkan adanya perbedaan respon genotipe jagung terhadap pengurangan N,
dan genotipe jagung yang tergolong efisien N serta dapat digunakan sebagai
materi pemuliaan adalah NK-33, Bisi-2, Pioneer-21, Bisma dan DK-979.
3. Karakteristik genotipe jagung efisien N mempunyai perakaran yang berkembang
dengan cepat dan panjang sehingga mampu menyerap N lebih besar dan
mengolahnya menjadi biomassa dan produksi tinggi meski pada kondisi
N-rendah dikarenakan besarnya remobilisasi N dan tingginya efisiensi serapan N,
efisiensi agronomi, efisiensi penggunaan N serta aktifitas enzim nitrat reduktase.
4. Marka RAPD yang polimorfis adalah OPA2, OPA3, OPA5, OPA8, OPA9,
OPA11, OPA12, OPA13, OPA17 dan beberapa diantaranya berpeluang sebagai
penanda molekuler genotipe jagung efisien N.
6.2. Saran
Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Peningkatan efisiensi N dapat dilakukan dengan menggunakan genotipe jagung
efisien N yaitu genotipe yang mampu menyerap N secara maksimal dan
mengolahnya menjadi hasil panen yang tinggi meskipun ditanam pada N-rendah.
2. Perakitan varietas jagung efisien N hendaknya memperhatikan karateristik
tanaman jagung efisien N sebagai dasar untuk mengetahui susunan genetik dan
juga sebagai kriteria seleksi.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu analisis segregasi marka RAPD, guna
mendapat marka yang terpaut erat dengan gen yang mengendalikan sifat efisien
N pada tanaman jagung dengan metode bulk segregant analysis (BSA).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
101
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Latif, S. 2012. Study on barely two genotypes differ in nitrate reductase activity under two fertilization regimes. Australian J. of Basic and Appl. Sci, 6(8): 605-608.
Abenes, M.L.P., Tabien, R.E. McCouch, S.R. Ikeda, R. Ronald, P. Khush, G.S. &
Huang, N. 1994. Orientation and integration of the classical and molecular genetic maps of chromosome 11 in rice. Euphytica.,76(1-2): 81-87.
Abrol, Y.P., Chatterjee, S.R., Kumar, P.A., & Jain, V. 1999. Improvement in
nitrogen use efficiency: Physiological and molecular approacheses. Current Sci. 76(10): 1357-1364.
Adnan, A., Rapar, C. & Zubactirodin. 2010. Deskripsi Varietas Jagung Unggul.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Kementan. Hal.:60-115. Agrama, H.A.S., Zacharia, A.G., Said, M. & Tuinstra, M. 1999. Identification of
quantitative trait loci for nitrogen use efficiency in maize. Mol. Breed., 5(2): 187–195.
Akil, M. & Dahlan, M.2008. Budi Daya Jagung dan Diseminasi Teknologi. Buku
Jagung. Hal.:192-204. Balitsereal. Maros.
Akmal, M. Hameed-Ur-Rehman, Farhatullah, Asim, M & Akbar, H. 2010. Response of maize varieties to nitrogen application for leaf area profile, crop growth, yield and yield components, Pak. J. Bot., 42(3):1941-1947.
Andrews, M., Lea, P.J., Raven, J.A. & Lindsay, K. 2004. Can genetic manipulation
of plant nitrogen assimilation enzymes result in increased crop yield and greater N-use efficiency? An assessment. Annals of Appl. Biol., 145(1):25–40.
Andrews, M., Morton, J.D., Lieffering, M. & Bisset, L. 1992. The partitioning of
nitrate assimilation between root and shoot of a range of temperate cereals and pasture grasses. Ann. Bot., 70(3) :271-276.
Anonymous, 2005. What is Nitrification. Transgalactic Ltd. Manufacturer of
Bioscreen C software.[Internet] [sitasi 29April 2011]. Didapat dari: http://www.bionewsonline.com/v/what_is_nitrification.htm.
Anonymous, 2007. Jagung. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan. Hal.:1-6.
Anonymous. 2010a. Corn Growth Stages. Extension.University of Illinois. [Internet]
[sitasi 20 Mei 2014]. Didapat dari: www.odells.typepad.com/blog/corn-growth-stages.html.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
102
Anonymous, 2010b. Nitrogen Metabolism in Plants. [Internet] [sitasi 20 Januari 2010]. Di dapat dari:http://www.tutorvista.com/content/biology/biology-iv/plantnutrition/ nitrogenmetabolism-plants.php
Anonymous 2011. How a Corn Plant Develops. Special Report No. 48. Iowa State
University of Sci and TechnologyCooperative Extension Service Ames, Iowa. Didapat dari: www.biologie.unihamburg.de/bonline/library/maie/www. ag.iastate. edu/departments/agronomy/corngrows.html. [Internet] [sitasi 30 Januari 2011].
Anomymous, 2014. Corn Hybrid Selection. University of Wisconsin. [Internet][sitasi
6 Desember 2014]. Di dapat dari: http://www.corn.agronomy.wis.edu
Atta, B.M., Mahmood, T. & Trethowan, R.M. 2013. Relationship between root morphology and grain yield of wheat in North-Western NSW Australia. Australian J. of Crop Sci., 7(13): 2108-2115.
Azrai, M. 2006. Sinergi Teknologi Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman
Jagung. Pustaka. Litbang. Deptan. Hal: 81-89. Babu, R., Nair, S.K., Prasanna, B. M. & Gupta, H. S. 2004. Integrating marker-
assisted selection in crop breeding-prospects and challenges. Current Sci. 87(5): 607-619.
Badan Litbang Pertanian, 2011. Penanaman lada di lahan bekas tambang timah
agroinovasi. Sinar Tani, No.3394 Tahun XLI. Hal.: 2-5. Badenoch-Jones, J., Parker, C.W., Letham, D.S. & Singh, S. 1996. Effect of
cytokinins supplied via the xylem at multiples of endogenous concentrations on transpiration and senescence in derooted seedlings of oat and wheat. Plant, Cell and Env., 19(5): 504–516.
Bainbridge, D. & George, M. 1999. Problems with Nitrogen Pollution. Earth Times.
San Diego. USA. Balai Penelitian Serealia. 2013. Data Statistik Jagung. [Internet][sitasi 21April
2014]. Didapat dari: www.balitsereal.litbangdeptan.go.id. Bano, A., Fattah, Q. A. & Husain, Z. 1980. Relationship between nitrate reductase,
nitrogen content, grain yield and protein content of potassium naphthenate treated maize plants. J. Indian J. of Plant Physiol. 23(3): 238-243.
Banziger, M., Betrand, F.J., &Lafitte, H.R. 1997. Efficiency of high-nitrogen
selection environments for improving maize for low nitrogen target environments. Crop Sci., 37(4):1103-1109.
Banziger, M. & Diallo, A.O. 2001. Progress in developing drought & stress tolerant
maize cultivar for Eastern and Southern Africa. Seventh Eastern and Southern Africa Region Maize Conf., 7:189-194.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
103
Barakat, M.N., Milad, S.I., El-Shafei, A.M. & Khatab, S.A. 2008. Genetic analysis and identification of RAPD markers linked to northern corn leaf blight disease resistance in a white maize population. Met., Env. & Arid Land Agric. Sci., 20(1): 45-61.
Becker, T.W, Carrayol, E.,&Hirel, B. 2000. Glutamine synthetase and glutamate
dehydrogenase isoforms in maize leaves in localization, relative proportion and their role in ammonium assimilation or nitrogen transport. Planta, 211 (6): 800-806.
Bell, A.D. & Bryan, A. 2008. Plant Form: an Illustrated Guide to Flowering Plant
Morphology. Timber Press, Portland, London. P: 122-140 Below, F.E. 1995. Nitrogen Metabolism and Crop Productivity, dalam
Pessarakli,M. (ed) Handbook of Plant and Crop Physiol., 275-301. Marcel Dekker, New York.
Bernard, S.M. & Habash, D.Z. 2009. The importance of cytosolic glutamine
synthetase in nitrogen assimilation and recycling. New Phytol, 182(3): 608–620.
Bertin, P. & Gallais, A. 2000. Genetic variation for nitrogen use efficiency in a set
of recombinant maize inbred lines I. Agrophysiological results. Maydica, 45(1): 53–66.
Bleecker, A.B. 1998. The evolutionary basis of leaf senescence: method to the
madness? Curr. Opin. Plant Biol.,1(1): 73–78. Bojovic, B., &Markovic, A. 2009. Correlation between nitrogen and chlorophyll
content in wheat (Triticum aestivum L.). Kragujevac J. Sci.,31:69-74. Borrel A, Hammer, G.L. & Van Oosterom, E. 2001. Stay-green: a consequence of
the balance between supply and demand for nitrogen during grain filling. Ann of Appl. Biol.,138 (1): 91–95.
Borrell, A., Oosterom, E.V.,Hammer, G.L., Jordan, D. & Douglas. A., 2003. The
Physiology of “Stay-Green” in Sorghum, dalam Unkovich, M., & O'Leary, G. (eds.). Proceedings of the 11th Australian Agronomy Conference. Australian Society of Agronomy, Geelong, Victoria. 11:1-4.
Bosch, L., Casañas, F., Ferret, A., Sánchez, E. & Nuez, F. 1994. Screening tropical
maize populations to obtain semiexotic forage hybrids. Crop Sci., 34(4):1089–1096.
Boyer, R.1999. Concepts in Biochemistry. Brooks/Cole Publishing Company. Hal.
592-595.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
104
Buchanan-Wollaston, V. 1997. The molecular biology of leaf senescence. J of Exp. Bot.,48 (307): 181-199.
Campbell, W.H. 2002. Molecular Control of Nitrate Reductase and Other Enzymes
Involved in Nitrate Assimilation,dalam Foyer, C.H., Noctor G., (eds.) Photosynthetic Nitrogen Assimilation and Associated Carbon and Respiratory Metabolism,hal. 35-48. Netherlands: Kluwer Academic.
Camus-Kulandaivelu, L., Veyrieras, J-B., Madur, D., Combes, V., Fourmann, M.,
Barraud, S., Dubreuil, P., Gouesnard, B., Manicacci, D. & Charcosset. A. 2006. Maize adaptation to temperate climate: relationship between population structure and polymorphism in the dwarf gene. Genetics., 172(4): 2449–2463.
Caputo, C. & Barneix, A.J. 1997. Export of amino acids to the phloem in relation to
N supply in wheat. Physiologia Plantarum, 101(4): 853–860. Cassman, KG, Gines, G.C., Dizon, M.A.Samson, M.I. & Alcantara, J.M.1996.
Nitrogen use efficiency in tropical lowland rice systems: contribution from indigenous and applied nitrogen. Field Crops Res., 47(1): 1 – 12.
Chaffei, C., Pageau, K., Suzuki, A., Gouia, H., Ghorbel, M.H. & Masclaux-
Daubresse, C. 2004. Cadmium toxicity induced changes in nitrogen management in Lycopersicon esculentum leading to a metabolic safeguard through an amino acid storage strategy. Plant and Cell Physiol., 45(11): 1681–1693.
Chalifour, F.P. & Nelson, L.M.1988. Effects of time of nitrate application on nitrate
reductase activity, nitrate uptake, and symbiotic dinitrogen fixation in faba bean and pea.Canadian J. of Bot., 66(8): 1639-1645.
Chardon, F., Barthelemy. J., Daniel-Vedele, F. & Masclaux-Daubresse, C. 2010.
Natural variation of nitrate uptake and nitrogen use efficiencyin arabidopsis thaliana cultivated with limiting and ample nitrogensupply. J. of Exp. Bot., 61(9):2293–2302.
Cheghamirza, K., Koveza, O., Konovalov, F. & Gostimsky, S. 2002. Identification
of RAPD markers and their use for molecular mapping in pea (Pisum sativum L.). Cellular & Mol. Bio. Letters. 7(2B): 649 – 655.
Cheneby, D., Brauman, A., Rabary, B. & Philippot, L. 2009. Differential responses
of nitrate reducer community size, structure, and activity to tillage systems. Applied and Env. Microb., 75(10): 3180–3186.
Clouse, S.D., Sasse, J.M. 1998. Brassinosteroids: Essential regulators of plant
growth and development. Annu Rev Plant Physiol. Plant Mol. Biol., 49(1):427-451.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
105
Collard, B.C.Y., Jahufer, M.Z.Z., Brouwer, J.B. & Pang, E.C.K. 2005. An introduction to markers, quantitative trait loci (QTL) mapping and marker-assisted selection for crop improvement: The basic concepts. Euphytica, 142(1-2): 169–196.
Coque, M. & Gallais, A. 2008. Genetic variation for n-remobilization and post
silking n-uptake in a set of recombinant inbred lines. 1. Evaluation by 15N labeling, heritabilities and correlation among traits for test cross performance. Maydica, 53(1): 29-38.
Coque, M., Martin, A. Veyrieras, J.B., Hirel, B. & Gallais, A. 2008. Genetic
variation for N remobilization and postsilking N-uptake in a set of maize recombinant inbred lines.3. QTL detection and coincidences. Theor. Appl. Gen., 117(5):729 747.
Corbesier, L., Bernier, G. & Perilleux, C. 2002. C:N ratio increases in the phloem
sap during floral transition of the long-day plants sinapis albaand Arabidopsis thaliana. Plant and Cell Physiol, 43(6): 684–688.
Crawford, N.M. 1995. Nitrate: nutrient and signal for plant growth. The Plant Cell,
7(7): 859-868. Crawford, N.M. & Glass, D.M.A.1998. Molecular and phisiological aspect of
nitrate uptake in plants. Trends Plant. Sci. 3(10): 389 – 395. D‟Andrea, K.E., Otegui, M.E., Cirilo, A.G. & Eyherabide, G. 2006. Genotypic
variability in morphological and physiological traits among maize inbred lines-nitrogen responses. Crop.Sci., 46(3):1266-1276.
Dawson, T.P., North, P.R.J. Plummer S.E. & Curran. P.J. 2003. Forest ecosystem,
chlorophyll content: Implications for remotely sensed estimates of net primary productivity. Int. J. Remote Sens., 24: 611-617.
Davies, W.J., Zhang, J., Yang, J. & Dodd, I.C. 2011. Novel crop Science to improve
yield and resource use efficiency in water-limited agriculture. J. Agr. Sci.,149 (1):123–131.
Depkominfo, 2007. Permentan No.40 Th 2007 Untuk Menghemat Pemakaian
Pupuk. Didapat dari: www.depkominfo.go.id/2007/05/10/permentan-no40-th-2007-untukmenghemat-pemakaian-pupuk
Derby, N.E., Steele, D.D., Terpstra, J., Knighton, R.E. & Casey. F.X.M. 2005.
Interactions of nitrogen, weather, soil, and irrigation on corn yield. Agron. J., 97(5): 1342-1351.
Derkx, A.P. 2013. Improving Nitrogen Use and Yield With Stay-Green Phenotypes
in Wheat. Disertasi. The University of Nottingham. Nottingham.UK.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
106
De-Souza, L.V., Miranda, G.V., Galvao, J.C.C., Eckert, F.R., Mantovani E.E, Lima, R.O., Moreira, L.J. & Guimarães, L.J.M. 2008. Genetic control of grain yield and nitrogen use efficiency in tropical maize. Pesq. Agropec. Bras, Brasília, 43(11):1517-1523.
Djennane, S., Quilleré, I., Leydecker, M.T., Meyer, C. & Chauvin, E. 2004. Expression of a deregulated tobacco nitrate reductase gene in potato increases biomass production and decrease nitrate concentration in all organs. Plant, 219(5): 884-893.
Di-Fonzo, M. Motto, M., Maggiore, T., Sabatino, R. & Salamini. F. 1982. N-
uptake, translocation and relationships among n-related traits in maize as affected by genotype N. Agronomie, 2(9): 789-796.
Dilallessa, T. D. 2006. Effect of Tillage System, Residue Management and Nitrogen
Fertilization on Maize Production in Western Ethiopia. Disertasi. Department of Soil, Crop and Climate, Faculty of Natural and Agricultural at the University of the Free State, Bloemfontein, South Africa.
Ding, L., Wang, K.J., Jiang, G.M., Liu, M.Z., Niu, S.L. & Gao, L.M., 2005. Post-
anthesis changes in photosynthetic traits of maize hybrids released in different years. Field Crops Res., 93(1): 108–115.
Dirjen Cipta Karya, 2000. Profil Kota Tulungagung. Didapat dari:
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/tulungagung.pdf
Dobermann, A.R. 2005. Nitrogen Use Efficiency-State of The Art. Agronomy-Faculty Publications. Agronomy and Horticulture Department of Nebraska-Lincoln.
Dowswell, C.R., Paliwal, R.L., & Cantrell, R.P 1996. Maize in The Third World.
Westview Press. Boulder, Colorado. Hal.: 1-35. Dubois, F.,Terce-Laforgue,T.,Gonzalez-Moro, M.B., Estavillo, J.M. Sangwan, R.,
Gallais, A. & Hirel. B. 2003. Glutamate dehydrogenase in plants: is there a new story for an old enzyme? Plant Physiol. Biochem.,41(6-7): 565-576.
Echarte, L., Rothstein, S. & Tollenaar, M. 2008. The response of leaf photosynthesis
and dry matter accumulation to nitrogen supply in an older and a newer maize hybrid. Crop Sci, 48(2): 656-665.
Eckert, D. 2010. Efficient Fertilizer Use Nitrogen.
http://www.rainbowplantfood.com/agronomics/efu/nitrogen.pdf Eghball, B. & Varvel., G.E. 1998. Fractal analysis of temporal yield variability of
crop sequences: Implications for site-specific manageme. Agron. J. 89(6): 85-855.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
107
Eilrich, G.L. & Hageman, R.H. 1973. Nitrate reductase activity and its relationship to accumulation of vegetative and grain nitrogen in wheat (Triticum aestivumL.). Crop Sci., l3(1): 59-66.
Fageria, N.K., de Morais, P.O. & dos Santos, A.B. 2010. Nitrogen use efficiency in
upland rice genotypes. J. of Plant Nutrition, 33(11):1696-1711. Fakorede, M.A.B. & Mock, J.J. 1978. Nitrate reductase activity and grain yield of
maize cultivar hibryds. Crop Sci., 18 (4): 680-682. FAO. 2011. Current world fertilizer trends and outlook to 2015. Food and
Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Fan, X., Jia, L., Li Y., Smith, S.J., Miller, A.J. & Shen, Q. 2007. Comparing nitrate
storage and remobilization in two rice cultivars that differ in their nitrogen use efficiency. J. of Exp. Bot., 58 (7): 1729–1740.
Fauzi. M. 2003. Pergerakan Unsur Hara Nitrogen dalam Tanah. Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian. Unversitas Sumatera Utara. Feil, B.1992. Breeding progress in small grain cereal-a comparison of old and
modern cultivars. Plant Breeding, 108(1):1-11. Filleur, S., Dorbe, M., Cerezo, M.,Orsel, M., Granier, F., Gojon, A. & Daniel-
Vedele, F. 2001. An arabidopsis T-DNA mutant affected in NRT2 genes is impaired in nitrate uptake. FEBS Letter, 489 (2): 220–224.
Frink, C.R. Waggoner, P.E. &Ausubel, J.H. 1999. Nitrogen fertilizer: restropect and
prospect. Proc. Natl Acad. Sci., 96(4):1175-1180. Gallais, A. & Coque, M. 2005. Genetic variation and selection for nitrogen use
efficiency in maize: A synthesis. Maydica, 50: 531-547.
Gallais, A., Coque, M., Quillere, I., Prioul, J.L. & Hirel, B. 2006. Modelling postsilking nitrogen fluxes in maize (Zea mays) using 15N labelling field experiments. The New Phytol., 172(4): 696–707.
Gallais, A. & Hirel, B. 2004. An approach to the genetics of nitrogen use efficiency
in maize. J. of Exp. Bot., 55 (396) : 295-306. Garnett, T., Conn, V., Plett, D., Conn, S., Zanghellini, J., Mackenzie, N., Enju, A.,
Francis, K., Holtham, L. & Roessner, U. 2013. The response of the maize nitrate transport system to nitrogen demand and supply across the life cycle. New Phytol., 198(1):82-94.
Gaudin, A.C.M., McClymont, S.A. & Raizada, M.N. 2011. The nitrogen adaptation
strategy of the wild teosinte ancestor of modern maize (Zea mays sub sp parviglumis). Crop Sci., 51(6):2780-2795.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
108
Grbic, V. & Bleecker, A.B. 1995. Ethylene regulates the timing of leaf senescence in arabidopsis. The Plant J., 8(4): 595–602.
Gepstein, S., Sabehi, G., Carp, M.J., Hajouj, T., Nesher, M.F., Yariv, I., Dor, C. &
Bassani, M. 2003. Large-scale identification of leaf senescence associatedgenes.Plant J.,36(5), 629–642.
Ghassemi-Golezani, K. & Tajbakhsh, Z. 2012. Relationship of plant biomass and
grain fillingwith grain yield of maize cultivars. Inter. J. of Agric and Crop Sci., 4(20): 1536-1539.
Glass, A.D.M. 2003. Nitrogen use efficiency of crop plants: Physiological
constraints upon nitrogen absorption. critical reviews in. Plant Sci, 22 (5): 453–470.
Glevarec, G., Bouton,S., Jaspard, E.Riou, M.T., Cliquet, J.B., Sizuki, A. & Limami,
A.M. 2004. Respective roles of the glutamine synthetase/glutamate synthase cycle and glutamate dehydrogenase in ammonium and amino acid metabolism during germination and post-germinative growth in the model legume (Medicago truncatula). Planta, 219 (2): 286-297.
Gong, Y.H., Zhang, J., Gao, J.F., Lu, J.Y. & Wang, J.R. 2005. Slow export of
photoassimilate from stay-green leaves during late grain-filling stage in hybrid winter wheat (Triticum aestivum L.). J. Agron. Crop Sci.,191 (4): 292–299.
Good, A.G., A. K., Shrawat, A.K. & Muench, D. G. 2004.Can less yield more? is
reducing nutrient input into the environment compatible with maintaining crop production? Trends in Plant Sci., 9 (12): 597-605.
Gregersen, P.L., Holm, P. B. & Krupinska, K. 2008. Leaf senescence and nutrient
remobilisation in barleyand wheat. Plant Biol., 10(1): 37–49. Gueye, T. & Becker, H. 2011. Genetic variation in nitrogen efficiency among
cultivars of irrigated rice in Senegal. J. of Agric. Biotech. and Sustainable Dev., 3(3): 35-43.
Guingo, E., Hebert, Y. & A. Charcosset. A. 1998. Genetic analysis of root traits in
maize. Agronomie, 18 (3): 225-235. Gungula, D.T., Togun, A.O. & Kling, J.G. 2005. The influence of n levels on maize
leaf number and senescence in Nigeria. World J. Agric. Sci., 1(1):1-5. Gupta N, Gupta, A.K., Gaur, V.S. & Kumar A. 2012. Relationship of nitrogen use
efficiency with the activities of enzymes involved in nitrogen uptake and assimilation of finger millet genotypes grown under different nitrogen inputs. The Scientific World J. 1: 1-10.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
109
Habash, D., Massiah, A., Rong, H., Wallsgrove R. & Leigh, R. 2001. The role of cytosolic glutamine synthetase in wheat. Ann of Appl Biol., 138(1): 83–89.
Haegele, J.W., Cook, K.A., Nichols, D.M. & Below, F.W. 2013. Changes in
nitrogen use traits associated with genetic improvement for grain yield of maize hybrids released in different decades. Crop Sci., 53(4):1256–1268.
Hageman, R.H. & Lambert, R.J. 1998. The Use of Physiological Traits for Corn
Improvement, dalam Sprague, G.F. (Ed.) Corn and Corn Improvement. 3ed. American Society of Agronomy, Madison. p.: 431-461.
Haller, L., McCarthy, P., O'Brien, T., Riehle, J. & Stuhldreher, T. Nitrate Pollution
Of Groundwater. Didapat dari:http://www.alphausasystems.com./nitrat/info.ht. Halliday, D.J. & Trenkel, M.E. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual.
International Fertilizer Industry Association, Paris. Hammer, G.L., Dong, Z., Mc Clean, G., Doherty, A., Messina, C.,Schussler, J.,
Zinselmeier, C., Paszkiewicz, S. & Cooper, M. 2009. Can change in canopy and/or root system architeqture explain historical maize yield trend in The U.S.corn belt. Crop Sci., 49(1): 299-312.
Handayani, T., Sastrosumarjo, S., Sopandie, D., Suharsono & Setiawan, A. 2006. Analisis marka morfologi dan molekuler sifat ketahanan kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. J. Sains dan Tek. Indonesia, 8(1): 43-50.
Hayati, R., Munandar & Lestari, F.K.S. 2009. Agronomic performance of corn
population selected for nutrient efficiency in marginal land. J. Agron. Indonesia, 37(1) : 8 – 13.
Hefny, M. M. 2007. Estimation of quantitative genetic parameters for nitrogen use
efficiency in maize under two nitrogen rates. Inter. J. of Plant Breed. and Gen.,1(2): 54-66.
Hefny, M.M. & Aly, A.A. 2008. Yielding ability and nitrogen use efficiency in
maize inbred lines and their crosses. Inter. J. of Agric Research, 3(1):27-39. He, P. & Jin, J.Y. 1999. Relationships among hormone changes, trans membrane
flux of ca2+ and lipid peroxidation during leaf senescing in spring maize. Acta Botanica Sinica, 41(3): 1221–1225.
He, P., Osaki,M., Takebe, M., Shinano, T. & Wasaki, J. 2005. Endogenous
hormones and expression of senescence-related genes in different senescenttypes of maize. J. of Exp. Bot, 56(414): 1117–1128.
Herrera-Rodriguez, M.B., Maldonado, J.M. & Perez-Vicente, R. 2006. Role of
asparagine and asparagine synthetase genes in sunflower (helianthus annuus) germination and natural senescence. J. of Plant Physiol., 163(10): 1061–1070.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
110
Himelblau, E. & Amasino, R.M. 2001. Nutrients mobilized from leaves of Arabidopsis thaliana during leaf senescence. J. Plant Physiol.,158 (10): 1317–1323.
Hildebrand, D. 2010. Plant Biochemistry.Lecture Twenty Three. Nitrogen
Metabolism-Nitrate Reduction, Ammonia Assimilation. Didapat dari:http://www.uky.edu/dhild/biochem/lecture.html.
Hirel, B., Bertin, P., Quillere, I., Bourdoncle, W., Attagnant, C., Dellay, C., Gouy, A., Cadiou, S., Retailliau, C., Falque, M. & Gallais, A. 2001. Towards a better understanding of genetic and physiological basis for nitrogen use efficiency in maize. Plant Physiol., 125(3): 1258-1270.
Hirel, B., Chardon, F. & Durand, J. 2007. The contribution of molecular physiology
to the improvement of nitrogen use efficiency in crops. J. Crop Sci. Biotech., 10(3):123- 132.
Hirel B. & Lea, P.J. 2001. Ammonia Assimilation, dalam Lea PJ, Morot-Gaudry
JF, (eds): Plant Nitrogen, hal.: 79–99. Springer-Verlag. Berlin. Hirel,B., Quilleré, I., Pommel, B.,Floriot, M., Andrieu, B., Drouet, J.L., Chelle, M.
Martin, A. Valadier, M.H. Macadam, X.B., Fortineau, A. Chartier, M. Fournier, C., Gallais, A., Prioul, J.L., Lelarge, C. & Laforgue,T.T. 2004. Genetic Variability for Pre- and Post-Flowering Nitrogen Metabolism in Maize in Relation to Plant Architecture and Leaf Senescence. 4th Crop Sci Congress.
Hirsch, R.E. & Sussman, M.S. 1999. Improving nutrient capture from soil by the
genetic manipulation of crop plants. Trends Biotech., 17(9): 356 – 361. Hochholdinger, F., Woll, K., Sauer, M. & Dembinsky, D. 2004. Genetic dissection
of root formation in maize (Zea mays) reveals root-type specific developmental programmes. Ann. of Bot., 93(4): 359-368.
Hokmalipour, S. & Darbandi, M.H. 2011. Investigation of nitrogen fertilizer levels
on dry matter remobilization of some varieties of corn (Zea mays L). World Appl. Sci. J, 12(6): 862-870.
Holley, D. 2009. The Function of Plant Roots. Investigating Water Uptake,
Anchorage, and Food Storage inRoots. www.suite101.com/content/the-function-of-plant-roots-a137403.
Hortensteiner, S. & Feller, U. 2002. Nitrogen metabolism and remobilization during
senescence. J.of Experimental Bot, 53(370): 927–937. Hou, P. Gao, Q., Xie, R., Shaokun, L.C, Meng, Q., Ernest, A., Kirkby, Römheld,
V., Müller, T., Zhang, F., Cui, Z. & Chen, X. 2012. Grain yields in relation to N requirement: Optimizing nitrogen management for spring maize grown in China. Field Crops Res.,129(1): 1–6.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
111
Idikut, L. & Kara, S.N. 2011. The effects of previous plants and nitrogen rates on second crop corn. Turkish Journal of Field Crops, 2011, 16(2): 239-244.
Igjatovic-Micic, D., Markovic, K. & Lazic-Jancic, V. 2006. Aplication molecular
markers in bulk segregant analysis of yield in maize (Zea mays l.) synthetic populations. Genetika, 38 (1):59-66.
Inamullah, Rehman, N. Shah, N.H., Siddiq, M.A.M. & Mian, I.A. 2011.
Correlations among grain yield and yield attributes in maize hybrids at various nitrogen levels. Sarhad J. Agric,. 27(4): 531-538.
Iriany, R.N., Yasin, M. & Takdir, A.M. 2008. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi Tanaman Jagung. Buku Jagung. Hal: 16-28. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Jackson W.A., Pan, W.L., Moll, R.H. Kamprath, E.J. 1986. Uptake, translation, and
reduction of nitrate, nitrogen metabolism, dalam Neyra, C.A. (Ed.), Biochem. Basis of Plant Breeding, 2, p.:73-108. Crc Press, Boca Raton, Fl, USA.
Jeuffroy, M.H., Ney, B. & Ourry, A. 2002. Integrated physiological and agronomic
modelling of N capture and use within the plant. J of Exp. Botany, 53(370): 809- 823.
Jing, H.C., Hille, J. & Dijkwel, R.R. 2003. Ageing in plants: conserved strategies
and novel pathways. Plant Biol.,5 (5):455–464. Jing, H.C., Schippers, J.H.M., Hille, J.& Dijkwel, P.P. 2005. Ethylene induced leaf
senescence depends on age-related changes and OLD genes in arabidopsis. J. of Exp. Bot, 56 (421): 2915–2923.
Kamara, AY., Kling, J.G., Menkir, A. & Ibikunle, G. 2003. Agronomic performance
of maize (Zea mays l.) breeding lines derived from a low nitrogen maize population. J. of Agric. Sci., 141 (2):221–230.
Kanampiu, F.K., Raun, W.R., Johnson, G.V. & Anderson. 1997. Effect of nitrogen
rate on plant nitrogen loss in winter wheat varieties. J. of Plant, 20(2-3): 389-404.
Kay, B.D., Mahboubi, A.A., Beauchamp, E.G. & Dharmakeerthi, R.S. 2006.
Integrating soil and weather data to describe variability in plant available nitrogen. Soil Sci. Soc. Am. J., 70 (4): 1210-1221.
Kelly, J.T.,Bacon,R.K. &Wells, B.R.1995. Genetic variabilty in nitrogen utilization
at four growth stages in soft red winter wheat. J. Plant Nutr.,18(5): 969-982. Kessel, B. & Becker, H.C. 1999. Genetic Variation of Nitrogen-Efficiency in Field
Experiments with Oilseed Rape (Brassica napus L.). 10th International Rapeseed Congress.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
112
Khaliq, T., Ahmad, A., Hussain, A. & Ali, M.A. 2009. Maize hybrids response to nitrogen rates at multiple locations in semiarid environment. Pak. J. Bot., 41(1): 207-224.
Kichey, T., Hirel, B., Heumez, E., Dubois, F. & Gouis, J.L. 2007. In winter wheat
(Triticum aestivum L.), post anthesis nitrogen uptake and remobilisation to the grain correlates with agronomic traits and nitrogen physiological markers. Field Crops Res., 102 (1): 22–32.
Kim, S.K., Adetimirin, V. Yoon, St., Adepoju, M. & Gbadamosi, B. 2007. Green-
maize potential of hybrid and open-pollinated cultivars at varying levels of applied nitrogen: relationship with grain yield. Tropical Sci., 47(4): 149-158.
Kleinhofs, A. & Warner, R.L. 1990. Advances in Nitrate Assimilation, dalam
Miflin, B.J. & Lea, P.J. (Eds.). The Biochesmistry of Plants, 16:89-120. Intermediary Nitrogen Metabolism. San Diego, CA Academic press.
Kling J.G., Heuberger, H.T. Oikeh, S.O. Akintoye, H.A. & Horst. W.J. 1996, dalam
Sympossium on Developing Drought and Low Nitrogen Tolerant Maize, p.: 490-501. CiMMYT, Mexico.
Kristina, N.N., Kusumah, E.D. & Lailani, P.K. 2009. Analisis fitokimia dan
penampilan pola pita protein tanaman pegagan (Centella asiatica ) hasil konservasi in vitro. Bul. Littro, 20(1): 11-20.
Kumari, S. 2011.Yield response of uniculm wheat (Triticum aestivum L.) to early
and late application of nitrogen: flag leaf development and senescence. J. of Agric.Sci, 3(1): 170-182.
Kumar, N.S. & Gurusubramanian, G. 2011. Random amplified polymorphic DNA
(RAPD) markers and its applications. Sci Vis., 11(3), 116-124. Lafitte, H.R., Edmeades, G.O. & Taba, S. 1997. Adaptative strategies identified
among tropical maize landraces for nitrogen-limited environments. Field Crops Res., 49(2-3):187- 204.
Lattanzi, F.A., Schnyder, H. & Thornton, B. 2005. The sources of carbon and
nitrogen supplying leaf growth. assessment of the role of stores with compartmental models. Plant Physiol., 13(1), 383–395.
Lawlor, D.W. 2002. Carbon and nitrogen assimilation in relation to yield.
Mechanism are the key to understanding production systems. J. of Exp. Bot., 53 (370): 773- 787.
Lea, U.S., Ten-Hoopen, F., Provan, F., Kaiser, W.M., Meyer, C., Lillo C. 2004. Mutation of the regulatory phosphorylation site of tobacco nitrate reductase results in high nitrite excretion and NO emission from leaf to root tissue. Planta, 219(1): 59-65.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
113
Lee, C. 2005. Corn Growth and Development. Didapat dari: http://www.uky.edu/Ag/GrainCrops.
Liedgens, M. & Richner, W. 2001. Relation between maize (Zea mays L.) leaf area
and root density observed with mini rhizotrons. European J. of Agron. ,15 (2): 131–141.
Lillo, C. 2004. Light regulation of nitrate uptake, assimilation and metabolism.,
dalam amancio, S., Stule, I. (eds.) Nitrogen Acquisition and Assimilation in Higher Plants. Plant Ecophysiology, 3: 149-184. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht.
Lynch, J.P. 2012. Steep, cheap and deep: an ideotype to optimize water and N
acquisition by maize root systems. Annals of Bot., 112(2):1-11. Linkohr, B.I., Williamson, L.C., Fitter, A.H. & Leyser, H.M.O. 2002. Nitrate and
phosphate availability and distribution have different effects on root system architecture of arabidopsis. The Plant J., 29 (6): 751-760.
Liseron-Monfils, C., Bi, Y-M, Downs, G.S., Wu, W., Signorelli, T., Lu, G., Chen,
X., Bondo, E., Zhu, T., Lukens, L.N., Colasanti, J., Rothstein, S.J. & Raizada, M.N. 2013. Nitrogen transporter and assimilation genes exhibit developmental stage-selective expression in maize (Zea mays L.) associated with distinct cis-acting promoter motifs. Plant Signaling & Behavior, 8(10): 1-14.
Liu, J.X., Chen, F.J., Olokhnuud, C., Glass, A.D.M., Tong, Y.P., Zhang, F.S. & Mi,
G.H. 2009. Root size and nitrogen-uptake activity in two maize (Zea mays) inbred lines differing in nitrogen-use efficiency. J. of Plant Nut. and Soil Sci., 172(2):230–236.
Liu, P.W., Neumann, G.,Fritz, B. & Engels, C. 2000. Rapid effects of nitrogen form
on leaf morphogenesis in tobacco. J. Exp. Bot., 51(343): 227-237. Liu, S., Yeh, C.-T., Tang, H.M., Nettleton, D. & Schnable, P.S.2012. Gene mapping
via bulked segregant RNA-Seq (BSR-Seq). PLoS ONE, 7(5): e36406. Liu, Z.H., Xie, H.L., Tian, G.W., Chen, S.J., Wang, L., Hu, Y.M. & Tang, J.H.
2008. QTL Mapping of Nutrient Components in Maize Kernels under Low Nitrogen Conditions. Plant Breeding. 127(3):279-285.
Lorenz, A.J., Coors, J.G., de Leon, N., Wolfrum, E.J., Hames, B.R., Sluiter, A.D. &
Weimer, P.J. 2009. Characterization, genetic variation, and combining ability of maize traits relevant to the production of cellulosic ethanol. Crop Sci., 49 (1):85–98.
Lorenz, A.J., Gustafson, T.J., Coors, J.G. & De Leon, N. 2010. Breeding maize for a
bioeconomy: a literature survey examining harvest index and stover yield and their relationship to grain yield. Crop Sci., 50(1):1–12.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
114
Loudet, O., Chaillou, S., Merigout, P., Talbotec, J. & Vedele, F.D. 2003. Quantitative trait loci analysis of nitrogen use efficiency in arabidopsis. Plant Physiol., 131(1): 345 – 358.
Ma, B.L., Dwyer, L.M. & Gregorich, E.G.1999. Oil nitrogen amendment effects on
nitrogen uptake and grain yield of maize. Agron. J., 9(2): 650-656. Machado, A.T., Sodek, L., Paterniati, E. & Fernades, F.D. 2001. Nitrate reductase
and glutamine syinthtase activities in S1 endogamic families of the maize polulation sol da manha NF and catetao. Rev. Bras. Fisiol Veg., 13 (1): 88-102.
Malagoli, P., Laine,P., Deunff, E.L., Rossato, L., Ney, B. & Ourry, A. 2004.
Modeling nitrogen uptake in oilseed rape cv capitol during a growth cycle using influx kinetics of root nitrate transport systems and field experimental data. Plant Physiol., 134(1): 388-400.
Mangundidjojo, M. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Hal.: 29-34. Blackwell Publishing, Ltd. Marschner, H., 1998. Role of root growth, arbuscular mycorrhiza, and root exudates
for the efficiency in nutrient acquisition. Field Crops Res.,56 (1-2): 203–207. Martin, A., Belastegui-Macadam, X., Quilleré, I., Floriot, M., Valadier, M-H.,
Pommel,B., Andrieu, B., Donnison, I. & Hirel, B. 2005. Nitrogen management and senescence in two maize hybrids differing in the persistence of leaf greenness: agronomic, physiological and molecular aspects. New Phytol.,167(2): 483–492.
Martins, A.O., Campostrini, E., Magalhães, P.C., Guimarães, .J.M., Durães, F.O.M
Marriel, I.E. & Netto, A.T. 2008. Nitrogen-use efficiency of maize genotypes in contrasting environments. Crop Breed. and App. Biot., 8(4): 291-298.
Martin, J.H., Leonard, W.H., Stamp, D.L., Waldren, R.P. 2006. Principles of Field
Crop Production. Prentice Hall. 323-377. Masclaux-Daubresse, C. & Chardon, F. 2011. Exploring nitrogen remobilization for
seed filling using natural variation in Arabidopsis thaliana. J. Exp. Bot., 62(6): 2131–2142.
Masclaux-Daubresse,C., Daniel-Vedele, F., Dechorgnat, J., Chardon, F. Gaufichon,
L. & Suzuki, A. 2010. Nitrogen uptake, assimilation and remobilization in plants: Challenges for sustainable and productive agriculture. Ann of Bot, 105 (7): 1141–1157.
Masclaux-Daubresse, C., Quillere, I. Gallais, A. & Hirel, B. 2001. The challenge of
remobilization in plant nitrogen economy. a survey of physio-agronomic and molecular approaches. Ann of App. Biol., 138(1):69–81.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
115
Masclaux-Daubresse, C., Reisdorf-Cren, M. & Orsel, M. 2008. Leaf nitrogen remobilisation for plant development and grain filling. Plant Biol., 10 (1): 23-36.
Masclaux-Daubresse, C., Reisdorf-Cren, M., Pageau K., Lelandais, M., Grandjean,
O., Kronenberger, J. Valadier, M-H., Feraud, M., Jouglet, T. & Suzuki, A. 2006. Glutamine synthetase-glutamate synthase pathway and glutamate dehydrogenase play distinct roles in the sink-source nitrogen cycle in tobacco. Plant Physiol. 140 (2): 444–456.
McCouch, S.R. & Tanksley, S.D. 1991. Development and Use of Restriction
Fragmen Length Polymorphism in Rice Breeding and Genetics, dalam Khush, G.S. & Toenniessen G.H. (eds): Rice Biot. IRRI. Philiphines. 109-133.
McWilliams, D.A., Berglund, D.R. & Endres, G.J. 1999. Corn growth and
management quick guide. Didapat di: www.ag.ndsu.edu McWhirter, K.S., 1979. Breeding of Cross Polinated Crops. In: Knight (ed.). Plant
Breeding. AAUCS. Brisbane. 79-121. Meyer, C. & Stitt, M. 2001. Nitrate reduction and signalling, dalam Lea, P.J. &
Morot-Gaudry J.F., (eds.): Plant Nitrogen. Hal.:37-59. Springer-Verlag. Berlin.
Mi, F.C. & Zhang, F. 2008. Multiple signaling pathways control nitrogen-mediated
root elongation in maize Guohua. Plant Signaling & Behavior, 3(11): 1030-1032.
Miflin, B. & Habash, D. 2002. The role of glutamine synthetase and glutamate
dehydrogenase in nitrogen assimilation and possibilities for improvement in the nitrogen utililzation of crops. J. of Exp Bot. 53 (370): 979–987.
Mi, G. 2007. Physiological and genetic mechanisms for nitrogen-use efficiency in
maize. J. Crop Sci. Biot., 10(2): 57-63.
Mi, G.H., Tang, L., Zhang, F. & Zhang, J.H. 2002. Carbohydrate storage and utilization during grain filling as regulated by nitrogen application in two wheat cultivars. J. Plant Nutr.,25(2): 213–229.
Mi, G.H., Chen, F.J., Wu, Q.P., Lai, N.W., Yuan, L.X. & Zhang, F.S. 2010.
Ideotype rott architeqture for efficiency nitrogen acquisition by maize intensive cropping systems. Sci. China Life Sci., 53(12): 1369-1373.
Monneveux, P., Zaidi, P. H. & Sanchez, C. 2005. Population density and low
nitrogen affects yield associated traits in tropical maize. Crop Sci., 45(2): 535-545.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
116
Moose, S. & Below, F. 2003. Nitrogenes: Improving Corn Yield with Fewer N Inputs. Departments College of Agriculture, Consumer and Enviromental Scis University of Illinois Extension. http://agronomyday.cropsci.illinois.edu/2003/nitrogenes/index.html.
Moose, S., Below, F. & Buckler, E.S. 2005. Gene Discovery for Maize Responses to Nitrogen.Research Project. University of Illinois at Urbana-Champaign. USA. didapat dari: http://nitrogenes.cropsci.illinois.edu/NSFPG%20Maize%20NUE%20proposal.pdf.
Morris, K.A-H., Mackerness, S., Page, T., John, C.F., Murphy, A.M., Carr, J.P. &
Buchanan-Wollaston, V. 2000. Salicylic acid has a role in regulating gene expression during leaf senescence. Plant J., 23 (5): 677–685.
Muchow, R.C. 1988. Effect of nitrogen supply on the comparative productivity of
maize and sorghum in a semi-arid tropical environment I. Leaf growth and leaf nitrogen. Field Crops Res.,18(1): 1–16.
Narayana, B.K.T. 2013. Candidate Gene Based Association Study for Nitrogen Use
Efficiency and Associated Traits in Maize. Iowa State University. Disertasi. Hal. 1-75.
Nooden, L.D., Guiamet, J.J. & John, I. 1997. Senescence mechanisms. Physiologia
Plantarum, 101(4): 746-753. Oh, S.A., Park, J.H., Lee, G.I., Paek, K.H., Park, S.K.& Nam, H.G. 1997.
Identification of three genetic loci controlling leaf senescence in Arabidopsis thaliana. The Plant J., 12(3): 527–535.
Okamoto, M., Kumar, A., Li, W., Wang, Y., Siddiqi, M.Y., Crawford, N.M. &
Glass, A.D. 2006. High-affinity nitrate transport in roots of Arabidopsis depends on expression of the NAR2-Like Gene AtNrt3.1. Plant Physiol., 140(3):1036-46.
Ortiz-Monasterio, J.I., Sayre, K.D., Rajaram, S. & McMahon, M. 1997. Genetic
progress in wheat yield and nitrogen use efficiency under four nitrogen regimes. Crop Sci., 37(3):898-904.
Pabendon, M.B., Azrai, M., Kasim, M.F. & Mejaya, M.J. 2007. Prospek
Penggunaan Markah Molekuler Dalam Program Pemuliaan Jagung. 110-133. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Balitsereal. Maros.
Pampana, P., Ercoli, L., Masoni, A., Arduini, I. 2009. Remobilization of dry matter
and nitrogen in maize as affected by hybrid maturity class. Italia. J. Agron. / Riv. Agron.,2(1):39-46.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
117
Pathak, R.R., Ahmad, A., Lochab, S. & Raghuram, N. 2008. Molecular physiology of plant nitrogen use efficiency and biotechnological options for its enhancement. Current Sci., 94(11):1393-1403.
Peng, Y., Li, X. & Li, C. 2012. Temporal and spatial profiling of root growth
revealed novel response of maize roots under various nitrogen supplies in the field. Plos ONE, 7(5): 1-13.
Pidwirny, M. 2006. "The Nitrogen Cycle". Fundamentals of Physical Geography,
2nd Edition. www.physicalgeography.net/fundamentals/9s.html Poepodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar
Universitas Insititut Pertanian Bogor & Lembaga Sumber Daya Informasi-IPB. Bogor.
Presterl, T., Seitz, G., Landbeck, M., Thiemt, E.M., Schmidt, W. & Geiger, H.H.
2003. Improving nitrogen-use efficiency in european maize: Estimation of quantitative genetic parameters. Crop Sci., 43:1259–1265.
Prihatman, K. 2000. Jagung. TTG Pertanian. Kantor Deputi Menegristek Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Didapat dari: http://www.ristek.go.id.
Quaggiotti, S., Ruperti, B., Borsa, P., Destro, T. & Malagoli, M. 2003. Expression of
a putative high-affinityNO3-transporter and of an H+-ATPase in relation to
whole plant nitrate transport physiology in two maize genotypes differently responsive to low nitrogen availability. J of Exp. Bot., 54(284):1023-31.
Quarrie, S.A., Lazic-Jancic, V., Kovacevi, D., Steed, A. & Pekic, S. 1999. Bulk
segregant analysis with molecular markers and its use for improving drought resistance in maize. J. of Exp. Bot., 50(337): 1299–1306.
Rajcan, I., Tollenaar, M., 1999. Source: Sink ratio and leaf senescence in maize.
II. nitrogen metabolism during grain filling. Field Crops Res., 60 (3): 255-265. Raun, W.R. & Johnson, G.V. 1999. Improving nitrogen use efficiency for cereal
production. Agron. J., 91(3): 357 – 367. Reed, A.J., Below, F.E. & Hageman, R.H. 1980. Grain protein accumulation and the
relationship between leaf nitrate reductase and protease activities during grain development in maize (Zea mays L.). Plant Physiol., 5(66): 1179-1183.
Robson, P., Donnison, I., Thorogood, D., Cowan, S., Ougham, H. & Thomas, H.
2001. New Ways to Stay Green. Iger Inovation. Hal.:12-15. Rochat, C. & Boutin, J.P. 1991. Metabolism of phloem-borne amino acids in
maternal tissues of fruit of nodulated or nitrate-fed pea plants (Pisum sativum L.). J. of Exp. Bot., 42(2): 207–214.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
118
Syafruddin, Faesal, & Akil, M. 2008. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Buku Jagung. Hal.:192-204. Balitsereal. Maros.
Sage, R.F., Pearcy, R.W. & Seeman. J.R. 1987. The nitrogen use efficiency in C3
and C4 plants. Plant Physiol., 85(2):355–359. Santi, S., Locci, G., Monte, R., Pinton, R. & Varanini, Z. 2003. Induction of nitrate
uptake in maize roots: Expression of a putative high-affinity nitrate transporter and plasma membrane H+-ATPase isoforms. J. of Exp. Bot., 54(389): 1851–1864.
Schjoerring, J., Kyllingsbaek, A., Mortensen, J. & Byskov-Nielsen S. 1993. Field
investigations of ammonia exchange between barley plants and the atmosphere. I: Concentration profiles and flux densities of ammonia. Plant, Cell and Env., 16(2): 161–167.
Sen, S., Smith, M.E. & Setter, T.L. 2013. Analysis of maize root traits in response to
low nitrogen. Asian J. Plant Sci. Res. 3(3):121-125. S. Sen, Setter, T. & Smith, M.E. 2012. Maize root morphology and nitrogen use
efficiency. Agri. Reviews., 33(1): 16 – 26. Serrard, J.H, Lambert, R.J., Below, F.E., Dunand, R.T.,.Messmer, M.J. & Willman,
M.R.1986. Use of Physiological Traits, especially those of Nitrogen Metabolism for Selection in Maize, dalam Neyra, C.A.(ed.). Nitrogen Met..Bioch. Basis of Plant Breed., 2:109-130. Boca Raton, FL : CRC Press. P.
Setyorini, D., Suriadikarta, D.A. & Nurjaya. 2007. Rekomendasi Pemupukan Padi di
Lahan Sawah Bukaan Baru. Buku sawah Bukaan Baru. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Hal.: 77 – 106.
Shrawat, A.K. & Good, A.G. 2008. Genetic Engineering Approaches for Improving
Nitrogen Use Efficiency (NUE) in Plants. Information Systems for Biotechnology. Didapat dari: http: //www.isb.vt.edu/news/2008/artspdf /may080.pdf
Simpson, K. 2005. Transport of Nitrogen in Plants. Dissertation. Simpson, R.J., Lambers, H. & Dalling, M.J. 1983. Nitrogen redistribution during
grain growth in wheat (Triticum aestivum L.). IV. Development of a quantitative model of the translocation of nitrogen to the grain. Plant Physiol.,71: 7–14.
Sinclair, T.R. & Vadez,V. 2002. Physiological traits for crop yield improvement in
low N and P environments. Plant and Soil, 245(1): 1-15. Sirappa, M.P. 2002. Penentuan batas kritis dan dosis pemupukan n untuk tanaman
jagung di lahan kering pada tanah typic Usthorthents. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 3(2): 25 – 37.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
119
Smart, C.M. 1994. Gene expression during leaf senescence. New Phytol.,126(3): 419–448.
Smart, C.M., Hosken, S.E., Thomas, H., Greaves, J.A., Blair, B.G. & Schuch, W.
1995. The timing of maize leaf senescence and characterization of senescence-related cDNAs. Physiologia Plantarum, 93(4): 673–682.
Smiciklas, K.D, & Below F.W. 1992. Role of cytokinins in enhanced of productivity
of maize supplied with NH4+ and NO3
-. Plant and Soil,142(2): 307-313. Sogbedji, J.M.,Van Es, H.M., Klausner, S.D., Bouldin, D.R. & Cox, W.J. 2001.
Spatial and temporal processes affecting nitrogen availability at the landscape scale. Soil Tillage Res., 58(3-4): 233-244.
Srivastava, H.S.1980. Regulation of nitrate reductase activity in higher plants.
Phytochesmistry, 19(5): 725-733. Stanfield, W.D., 1988. Genetics. McGraw Hill Book Company. New York. Stitt, M. 1999. Nitrate regulation of metabolism and growth. Physiology and
metabolism. Current Opin. in Plant Biol., 2(3): 178-186. Subedi, K.D. & Ma, B.L. 2005. Nitrogen uptake and partitioning in stay-green and
leafy maize hybrids. Crop Sci., 45(2):740–747. Sun, Y-J., Sun, Y-Y., Li, X-Y., Guo, X. & Ma, J. 2009. Relationship of nitrogen
utilization and activities of key enzymes involved in nitrogen metabolism in rice under water–nitrogen interaction. Acta Agron. Sinica, 35(11): 2055–2063.
Sutoro, Bari, A., Subandi & Yahya., S. 2006. Parameter genetik jagung populasi
bisma pada pemupukan berbeda. I. Ragam aditif-dominan bobot biji jagung. J. Agro. Biogen, 2(2):60-67.
Sugiharto, B. & Sugiyama, T. 1992. Effects of nitrate and ammonium on gene
expression of phosphoenolpyruvate carboxylase and nitrogen metabolism in maize leaf tissue during recovery from nitrogen stress. Plant Physiol., 98(4):1403-1408.
Syafruddin, Faesal & Akil, M. 2008. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Buku
Jagung. Hal.: 205-218. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Ta, C.T. & Weiland, R.T. 1992. Nitrogen partioning in maize during ear
development. Crop Sci., 32(2): 443. Tayefe, M., Gerayzade, A., Amiri, E. & Zade, A.N. 2011. Effect of nitrogen
fertilizer on nitrogen uptake, nitrogen use efficiency of rice, dalam Baby, S., Dan, Y. (Eds.) Inter. Proceed. of Chem., Biol. and Env. Engineer., 24:470-473.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
120
Thomas, H. & Howarth, C.J. 2000. Five ways to stay green. J. Exp. Bot., 51(1): 329–337.
Thomas, H., Ougham, H., Canter, P. & Donnison, I. 2002. What stay-green mutants
tell us about nitrogen remobilization in leaf senescence. Inorganic nitrogen assimilation special issue. J. of Exp. Bot., 53(370): 801-808.
Thomas, H. & Smart, C.M. 1993. Crops that stay green. Ann. of Appl. Biol., 123(1): 193–219.
Traore, A. & Maranville, J.W. 1999. Nitrate reductase activity of diverse grain
sorghum genotypes and its relationship to nitrogen use efficiency. Agron. J.,91(5): 863-869.
Trikoesoemaningtyas, Widodo, I., Wirnas, D., Arsyad, D.M. & Sopandie, D. 2007.
Aplikasi marka RAPD dalam seleksi galur kedelai toleran naungan. Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi. Hal.:120-128.
Turano, F.J. & Fang, T.K. 1998. Characterization of two glutamate decarboxylase
cdna clones from arabidopsis. Plant Physiol., 117(4):1411–1421. Uhart, S.A. & Andrade, F.H. 1995. Nitrogen deffciency in maize. II. carbon-
nitrogen interaction effects on kernel number and grain yield. Crop Sci, 35(5): 1384-1389.
U.S. Grains council, 2009. Corn. Didapat dari: www.grains.org/corn. Uzik, M., Jova, A.Z. & Hantvogel, P. 2005. Genotypic differences in translocated
dry matter and nitrogen of spring barley. Acta Fytotechnica Et Zootechnica.1: 12-16.
Varney, G.T. & McCully, M.E. 1991. The branch roots of Zea mays.
II. Developmental loss of the apical meristem in field-grown roots. New Phytol., 118(4): 535–546.
Waines, J.G. & Riverside, U.C. 2012. Determination Of Optimum Root and Shoot
Size in Bread Wheat for Increased Waterand Nutrient-Use Efficiency and Grain Yield. Report to California Wheat Commission. 1-8.
Wallace, W. 1986. Distribution of nitrate assimilation between root and shoot of legumes and a comparison with wheat. Physiologia Plantarum, 66(4): 630-636.
Wang, J.Y. 1960. A critique of the heat unit approach to plant response studies.
Ecology, 41(4):785-790.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
121
Wang, K.J. 2000. Root physiologycal characters of maize genotypes with different yield potential and its relationship with above-ground growth. Disertasi. Taian: Shandong Agric. Univ.
Wang, X. & Below, F.E. 1996. Cytokinins enhanced growth and tillering of wheat
induced by mixed nitrogen source. Crop Sc., 36(1): 121-126. Wang, Y.H., Garvin, D.F. & Kochian, L.V.2001. Nitrate-induced genes in tomato
roots. Array analysis reveals novel genes that may play a role in nitrogen nutrition. Plant Physiol, 127(1) : 345 – 359.
Wang, Y.H., Garvin, D.F. & Kochian, L.V. 2002. Rapid induction of regulatory and
transporter genes in response to phosphorus, potassium, and iron deficiencies in tomato roots. evidence for cross talk and root/rhizosphere-mediated signals. Plant Physiol., 130(3): 1361-1370.
Weiland, R.T. & Ta, T.C. 1992. Allocation and retranslocation of 15N by maize
(Zea mays l.) hybrids under field conditions of low and high fertility. Australian J. of Plant Physiol., 19(1): 77–88.
Wienhold, B.J., Trooien, T.P. & Reichman, G.A. 1995. Yield and nitrogen use
efficiency of irrigated corn in the Northern great plains. Agron. J., 87(5): 842-846.
Wiesler, F.,Behrens, T. & Horst, W.J. 2001. The role of nitrogen-efficient cultivars
in sustainable agriculture. The Scientific World J., 6(1): 61-69. Wilkinson, J.K. & N.M. Crawford. 1993. Identification and characterization of a
chlorate-resistant mutant of Arabidopsis thaliana with mutations in both nitrate reductase structural genes NIA1 and NIA2. Mol. Gen. Genet., 239(1-2): 289- 297.
Wihardjaka, 2004. Mewaspadai Emisi gas Nitro Oksida dari Lahan Persawahan.
Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan. Didapat dari: http://www.litbang.deptan.go.id/artikel.php/one/84/pdf/.
Whu, L., McGechan, M.B.,Watson, C.A. & Baddeley, J.A. 2005. Developing
existing plant root system architecture models to meet future agricultural challenges. Advances in Agronomy, 85(39):181–219.
Wojciechowska, R., RoŜek, S. & Leja, M. 2006. The effect of differentiated
nitrogen fertilizationon nitrate reduction in broccoli heads of „Lord F1in spring cultivation. Horticulturae Ann., 18(1): 101-110.
Worku, M., Tuna, H., Abera, W., Wolda, L., Diallo, A., Afriyie, S.T. & Guta, A.
2001. Developing low n tolerant maize varieties for mild atltitude sub humid agro ecology of Ethiopia. Seventh Eastern and Southern Africa Regional Maize Conference, Hal.: 197-201.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
122
Wu, X.Y., Kuai, B.K., Jia, J.Z. & Jing, H.C. 2012. Regulation of leaf senescence and crop genetic improvement. J. Integr. Plant Biol.,54(12): 936–952.
Yang, X. & Sun, X. 1988. Physiological characteristics of F1 hybrid rice N
metabolism. In hybrid rice. International Rice Research Institute, Manila, Hal.: 159 – 164.
Yang, X., Zhang, J. & Ni, W.1999. Characteristics of nitrogen nutrition in hybrid
rice. Minireviews. Didapat dari: www.irri.org/publications/irrn/pdfs/vol24 no.1/IRRN 24-1.
Yi, L., Shenjiao, Y., Shiqing, L., Xinping, C. & F., Chen. 2010. Growth and development of maize (Zea mays L.) in response to different field water management practices: Resource capture and use efficiency. Agri. and Forest Meteorolgy, 150: 606–613.
Yin, Y., Wang, Z.Y., Mora-Garcia, S., Li J., Yoshida, S., Asami, T. & Chory, J.
2002. BES1 accumulates in the nucleus in response to brassinosteroids to regulate gene expression and promote stem elongation. Cell, 109(2):181-91.
Zacarias, L. & Reid, M.S. 1990. Role of growth regulators in the senescence of
Arabidopsis thaliana leaves. Physiologia Plantarum, 80(4): 549–554. Zhu, M., Ge, Y.X., Li, F.H., Wang, Z.B., Wang, H.W. & Shi, Z.S. 2011.
Accumulation and translocation of dry matter and nitrogen in different purple corn hybrids (Zea mays L.). African J.of Agric. Res., 6(12): 2820-2827.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
123
LAMPIRAN I. Analisis Peragam Karakter Genotipe Jagung yang Ditumbuhkan
pada Dosis N Berbeda
1. Tinggi Tanaman
Analysis of Co-Variance for Tinggi tanaman (cm), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 420.6 6.6 6.6 0.600
Ulangan 2 40.0 42.87 21.43704 0.56 0.555 x
PU (Varietas) 9 73879.0 40687.55 4520.839 118.65 0.000
Ulangan*PU (Varietas) 18 1738.5 685.85 38.10267 0.090
AP (Dosis) 3 7784.3 41973.56 13991.19 593.81 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 7521.5 8004.43 296.4605 12.59 0.000
Error 59 1406.5 1389.58 23.55216
Total 119 92790.4 92790.45
x Not an exact F-test.
S = 4.88253 R-Sq = 98.48% R-Sq(adj) = 96.94%
Term Coef SE Coef T P
Constant 259.68 61.89 4.20 0.000
Bunga jantan -0.573 1.087 -0.53 0.600
Unusual Observations for Tinggi tanaman (cm)
Tinggi
tanaman
Obs (cm) Fit SE Fit Residual St Resid
63 148.000 140.497 3.471 7.503 2.19 R
64 192.333 199.424 3.454 -7.091 -2.05 R
67 225.333 213.202 3.454 12.131 3.51 R
69 193.333 200.132 3.528 -6.799 -2.01 R
75 192.000 200.292 3.547 -8.292 -2.47 R
116 191.667 200.469 3.471 -8.802 -2.56 R
119 204.667 194.753 3.471 9.913 2.89 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
1050-5-10
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
250225200175150
10
5
0
-5
-10
Fitted Value
Re
sid
ua
l
12840-4-8
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
10
5
0
-5
-10
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Tinggi tanaman (cm)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
124
2. Luas Daun
Analysis of Variance for Luas daun (m2), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 0.343726 0.000233 0.000233 0.29 0.590
Ulangan 2 0.002957 0.003285 0.001642 2.09 0.153 x
PU (Varietas) 9 1.531487 0.635099 0.070567 89.64 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 0.027807 0.014156 0.000786 0.99 0.484
AP (Dosis) 3 0.255714 0.157849 0.052616 66.22 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 0.507971 0.507971 0.018814 23.68 0.000
Error 59 0.046876 0.046876 0.000795
Total 119 2.716539
x Not an exact F-test.
S = 0.0281871 R-Sq = 98.27% R-Sq(adj) = 96.52%
Term Coef SE Coef T P
Constant 0.5227 0.3573 1.46 0.149
Bunga jantan 0.003397 0.006277 0.54 0.590
Unusual Observations for Luas daun (m2)
Luas daun
Obs (m2) Fit SE Fit Residual St Resid
19 0.724695 0.667549 0.019993 0.057146 2.88 R
21 0.540584 0.627512 0.019993 -0.086928 -4.37 R
37 0.714193 0.671211 0.020265 0.042983 2.19 R
39 0.600572 0.647549 0.020366 -0.046977 -2.41 R
84 0.864581 0.906022 0.020265 -0.041441 -2.12 R
97 0.624636 0.665642 0.020366 -0.041006 -2.10 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
0.050.00-0.05-0.10
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
1.00.80.60.4
0.05
0.00
-0.05
-0.10
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.060.040.020.00-0.02-0.04-0.06-0.08
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
0.05
0.00
-0.05
-0.10
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Luas daun (m2)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
125
3. Panjang Akar
Analysis of Variance for Panjang akar(cm), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 36780212 64653 64653 0.73 0.398
Ulangan 2 276967 297592 148796 2.16 0.144 x
PU (Varietas) 9 141607267 16297503 1810834 25.55 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 3637141 1240077 68893 0.77 0.721
AP (Dosis) 3 22133241 17705438 5901813 66.27 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 15946206 15946206 590600 6.63 0.000
Error 59 5254625 5254625 89061
Total 119 225635660
x Not an exact F-test.
S = 298.432 R-Sq = 97.67% R-Sq(adj) = 95.30%
Term Coef SE Coef T P
Constant -273 3783 -0.07 0.943
Bunga jantan 56.62 66.46 0.85 0.398
Unusual Observations for Panjang akar(cm)
Panjang
Obs akar(cm) Fit SE Fit Residual St Resid
24 3830.47 4252.65 214.55 -422.18 -2.04 R
43 4802.57 4377.78 211.10 424.79 2.01 R
44 3859.20 4393.53 212.83 -534.33 -2.55 R
89 3049.25 3685.81 213.62 -636.56 -3.05 R
90 3925.43 3294.80 211.68 630.63 3.00 R
93 2934.07 3369.09 212.83 -435.02 -2.08 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
5002500-250-500
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
48003600240012000
500
250
0
-250
-500
Fitted Value
Re
sid
ua
l
6004002000-200-400-600
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
500
250
0
-250
-500
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Panjang akar(cm)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
126
4. Jumlah Akar
Analysis of Variance for Jumlah akar, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 605.12 1.48 1.48 0.45 0.506
Ulangan 2 22.55 20.82 10.41 2.67 0.096 x
PU (Varietas) 9 4660.56 459.72 51.08 13.31 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 183.80 70.12 3.90 1.18 0.306
AP (Dosis) 3 906.17 754.61 251.54 76.21 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 414.41 414.41 15.35 4.65 0.000
Error 59 194.73 194.73 3.30
Total 119 6987.33
x Not an exact F-test.
S = 1.81673 R-Sq = 97.21% R-Sq(adj) = 94.38%
Term Coef SE Coef T P
Constant 10.68 23.03 0.46 0.645
Bunga jantan 0.2707 0.4046 0.67 0.506
Unusual Observations for Jumlah akar
Obs Jumlah akar Fit SE Fit Residual St Resid
19 36.0000 33.3073 1.2886 2.6927 2.10 R
50 18.0000 15.4530 1.3200 2.5470 2.04 R
107 30.0000 33.1598 1.2917 -3.1598 -2.47 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
5.02.50.0-2.5-5.0
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
40302010
2
0
-2
-4
Fitted Value
Re
sid
ua
l
210-1-2-3
16
12
8
4
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
2
0
-2
-4
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Jumlah akar
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
127
5. Berat Akar
Analysis of Variance for Berat akar (g), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 2544.83 26.91 26.91 5.04 0.029
Ulangan 2 0.31 1.37 0.69 0.12 0.887 x
PU (Varietas) 9 12077.05 1328.61 147.62 26.21 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 400.14 101.96 5.66 1.06 0.413
AP (Dosis) 3 1186.34 957.63 319.21 59.74 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 678.38 678.38 25.13 4.70 0.000
Error 59 315.28 315.28 5.34
Total 119 17202.33
x Not an exact F-test.
S = 2.31164 R-Sq = 98.17% R-Sq(adj) = 96.30%
Term Coef SE Coef T P
Constant 92.78 29.30 3.17 0.002
Bunga jantan -1.1552 0.5148 -2.24 0.029
Unusual Observations for Berat akar (g)
Berat
Obs akar (g) Fit SE Fit Residual St Resid
7 40.2400 36.7862 1.6396 3.4538 2.12 R
42 37.3200 34.0234 1.6436 3.2966 2.03 R
56 28.7900 32.2297 1.6619 -3.4397 -2.14 R
89 34.2800 30.7340 1.6547 3.5460 2.20 R
105 34.2700 37.9108 1.6346 -3.6408 -2.23 R
106 30.3700 35.6667 1.6436 -5.2967 -3.26 R
108 39.3700 35.1440 1.6702 4.2260 2.64 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
5.02.50.0-2.5-5.0
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
403020100
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Fitted Value
Re
sid
ua
l
3.01.50.0-1.5-3.0-4.5
20
15
10
5
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Berat akar (g)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
128
6. Kandungan Klorofil
Analysis of Variance for Kandungan klorofil, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 22.856 0.006 0.006 0.02 0.876
Ulangan 2 1.747 1.818 0.909 3.32 0.059 x
PU (Varietas) 9 399.633 90.723 10.080 37.47 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 19.009 4.921 0.273 1.19 0.297
AP (Dosis) 3 198.727 178.696 59.565 259.87 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 69.603 69.603 2.578 11.25 0.000
Error 59 13.524 13.524 0.229
Total 119 725.100
x Not an exact F-test.
S = 0.478765 R-Sq = 98.13% R-Sq(adj) = 96.24%
Term Coef SE Coef T P
Constant 5.626 6.069 0.93 0.358
Bunga jantan -0.0167 0.1066 -0.16 0.876
Unusual Observations for Kandungan klorofil
Kandungan
Obs klorofil Fit SE Fit Residual St Resid
6 7.62400 6.64901 0.34144 0.97499 2.91 R
8 9.79800 8.92030 0.33854 0.87770 2.59 R
9 8.43000 9.17473 0.33959 -0.74473 -2.21 R
28 3.07100 3.86978 0.33865 -0.79878 -2.36 R
43 6.80400 6.12515 0.33865 0.67885 2.01 R
67 5.27500 6.10308 0.33865 -0.82808 -2.45 R
68 7.62100 6.82198 0.34420 0.79902 2.40 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
1.00.50.0-0.5-1.0
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
10.07.55.02.50.0
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.90.60.30.0-0.3-0.6
20
15
10
5
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Kandungan klorofil
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
129
7. Stay Green
Analysis of Variance for Stay green (%), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 368.87 0.00 0.00 0.00 0.997
Ulangan 2 94.87 97.68 48.84 2.23 0.137 x
PU (Varietas) 9 11772.11 1945.68 216.19 9.73 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 614.02 394.78 21.93 0.89 0.596
AP (Dosis) 3 4077.12 3415.52 1138.51 46.00 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 1385.76 1385.76 51.32 2.07 0.010
Error 59 1460.36 1460.36 24.75
Total 119 19773.12
x Not an exact F-test.
S = 4.97513 R-Sq = 92.61% R-Sq(adj) = 85.10%
Term Coef SE Coef T P
Constant 57.53 63.07 0.91 0.365
Bunga jantan 0.004 1.108 0.00 0.997
Unusual Observations for Stay green (%)
Stay
Obs green (%) Fit SE Fit Residual St Resid
82 56.2500 64.5175 3.5228 -8.2675 -2.35 R
83 72.2222 64.5424 3.5481 7.6798 2.20 R
85 47.6190 32.0662 3.5288 15.5528 4.43 R
86 30.0000 40.5996 3.5613 -10.5996 -3.05 R
94 50.0000 58.7872 3.5192 -8.7872 -2.50 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
100-10
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
806040
10
0
-10
Fitted Value
Re
sid
ua
l
1612840-4-8
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
10
0
-10
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Stay green (%)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
130
8. Berat Biji
Analysis of Variance for Berat biji (ton/ha), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 125.720 0.111 0.111 0.32 0.575
Ulangan 2 1.770 2.138 1.069 3.94 0.038 x
PU (Varietas) 9 581.890 114.398 12.711 45.54 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 18.671 4.887 0.272 0.78 0.715
AP (Dosis) 3 98.286 70.635 23.545 67.58 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 46.483 46.483 1.722 4.94 0.000
Error 59 20.556 20.556 0.348
Total 119 893.377
x Not an exact F-test.
S = 0.590264 R-Sq = 97.70% R-Sq(adj) = 95.36%
Term Coef SE Coef T P
Constant 12.094 7.482 1.62 0.111
Bunga jantan -0.0741 0.1314 -0.56 0.575
Unusual Observations for Berat biji (ton/ha)
Berat biji
Obs (ton/ha) Fit SE Fit Residual St Resid
22 9.9823 10.9450 0.4210 -0.9627 -2.33 R
23 11.9358 10.9461 0.4180 0.9897 2.37 R
25 8.0783 6.5911 0.4244 1.4872 3.62 R
26 4.7977 5.6704 0.4265 -0.8727 -2.14 R
28 8.2097 9.6842 0.4175 -1.4745 -3.53 R
29 9.8892 8.9117 0.4265 0.9774 2.40 R
82 8.7092 9.6029 0.4180 -0.8936 -2.14 R
95 10.3176 9.4523 0.4180 0.8653 2.08 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
10-1
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
12963
1
0
-1
Fitted Value
Re
sid
ua
l
1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5
40
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
1
0
-1
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Berat biji (ton/ha)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
131
9. Jumlah Biji per Tongkol
Analysis of Variance for Jumlah biji per tongkol, using Adjusted SS for
Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 27548 276 276 0.13 0.725
Ulangan 2 11097 11508 5754 5.70 0.012 x
PU (Varietas) 9 476065 74373 8264 7.31 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 20258 18219 1012 0.46 0.966
AP (Dosis) 3 126076 71781 23927 10.84 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 37588 37588 1392 0.63 0.905
Error 59 130262 130262 2208
Total 119 828894
x Not an exact F-test.
S = 46.9875 R-Sq = 84.28% R-Sq(adj) = 68.30%
Term Coef SE Coef T P
Constant 542.1 595.6 0.91 0.366
Bunga jantan -3.70 10.46 -0.35 0.725
Unusual Observations for Jumlah biji per tongkol
Jumlah biji
Obs per tongkol Fit SE Fit Residual St Resid
34 351.730 439.342 33.237 -87.612 -2.64 R
109 111.250 211.063 33.781 -99.813 -3.06 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
100500-50-100
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
500400300200
50
0
-50
-100
Fitted Value
Re
sid
ua
l
60300-30-60-90
16
12
8
4
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
50
0
-50
-100
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Jumlah biji per tongkol
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
132
10. Akumulasi Biomassa
Analysis of Variance for Akumulasi biomassa (ton/ha), using Adjusted SS for
Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 6.1728 0.1000 0.1000 0.89 0.350
Ulangan 2 0.1340 0.1361 0.0680 0.54 0.592 x
PU (Varietas) 9 220.9991 19.4611 2.1623 17.36 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 8.5277 2.2664 0.1259 1.12 0.358
AP (Dosis) 3 54.6174 49.5344 16.5115 146.74 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 15.4975 15.4975 0.5740 5.10 0.000
Error 59 6.6390 6.6390 0.1125
Total 119 312.5875
x Not an exact F-test.
S = 0.335447 R-Sq = 97.88% R-Sq(adj) = 95.72%
Term Coef SE Coef T P
Constant 3.039 4.252 0.71 0.478
Bunga jantan 0.07043 0.07470 0.94 0.350
Unusual Observations for Akumulasi biomassa (ton/ha)
Akumulasi
biomassa
Obs (ton/ha) Fit SE Fit Residual St Resid
37 4.38379 4.91591 0.24117 -0.53212 -2.28 R
51 4.65476 4.13115 0.23793 0.52362 2.21 R
83 8.93615 8.43305 0.23923 0.50311 2.14 R
85 5.21172 4.44908 0.23793 0.76264 3.23 R
86 4.23252 4.76780 0.24012 -0.53528 -2.29 R
94 7.63051 8.32423 0.23728 -0.69371 -2.93 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
0.80.40.0-0.4-0.8
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
10864
0.8
0.4
0.0
-0.4
-0.8
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.80.60.40.20.0-0.2-0.4-0.6
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
0.8
0.4
0.0
-0.4
-0.8
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Akumulasi biomassa (ton/ha)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
133
11. Serapan N
Analysis of Variance for Serapan N (g/tan), using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 1.0470 0.1366 0.1366 1.58 0.214
Ulangan 2 0.0785 0.1179 0.0589 0.50 0.612 x
PU (Varietas) 9 53.7168 6.5996 0.7333 6.45 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 3.3940 2.1013 0.1167 1.35 0.193
AP (Dosis) 3 13.9574 13.0477 4.3492 50.22 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 8.0880 8.0880 0.2996 3.46 0.000
Error 59 5.1100 5.1100 0.0866
Total 119 85.3917
x Not an exact F-test.
S = 0.294297 R-Sq = 94.02% R-Sq(adj) = 87.93%
Term Coef SE Coef T P
Constant 6.348 3.731 1.70 0.094
Bunga jantan -0.08231 0.06553 -1.26 0.214
Unusual Observations for Serapan N (g/tan)
Akumulasi
Obs N (g/tan) Fit SE Fit Residual St Resid
9 1.73403 2.20573 0.20874 -0.47170 -2.27 R
43 3.20422 2.52187 0.20817 0.68235 3.28 R
88 1.21685 1.68285 0.20874 -0.46600 -2.25 R
96 1.78689 2.26487 0.20817 -0.47798 -2.30 R
102 2.46649 2.03256 0.20924 0.43393 2.10 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
0.80.40.0-0.4-0.8
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
3210
0.5
0.0
-0.5
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.60.40.20.0-0.2-0.4
24
18
12
6
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
0.5
0.0
-0.5
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Akumulasi N (g/tan)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
134
12. Remobilisasi N
Analysis of Variance for Remobilisasi N, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 4062.57 335.67 335.67 5.57 0.022
Ulangan 2 130.00 154.59 77.30 1.61 0.227 x
PU (Varietas) 9 8268.65 3720.23 413.36 8.41 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 954.52 862.15 47.90 0.79 0.699
AP (Dosis) 3 1097.11 539.86 179.95 2.98 0.038
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 1692.64 1692.64 62.69 1.04 0.437
Error 59 3558.74 3558.74 60.32
Total 119 19764.24
x Not an exact F-test.
S = 7.76644 R-Sq = 81.99% R-Sq(adj) = 63.68%
Term Coef SE Coef T P
Constant -195.47 98.45 -1.99 0.052
Bunga jantan 4.080 1.729 2.36 0.022
Unusual Observations for Remobilisasi N
Obs Remobilisasi N Fit SE Fit Residual St Resid
7 20.5460 32.6076 5.5087 -12.0616 -2.20 R
9 49.2454 34.6138 5.5087 14.6316 2.67 R
10 43.9349 32.8547 5.4936 11.0803 2.02 R
12 23.3019 34.8609 5.5836 -11.5590 -2.14 R
52 49.8301 38.5581 5.4993 11.2720 2.06 R
92 34.9952 21.0287 5.6777 13.9665 2.64 R
93 19.0613 31.6867 5.5388 -12.6253 -2.32 R
98 60.2011 49.2410 5.5219 10.9601 2.01 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
20100-10-20
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
80604020
10
0
-10
Fitted Value
Re
sid
ua
l
151050-5-10
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
10
0
-10
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Remobilisasi N
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
135
13. Aktifitas Nitrat Reduktase
Analysis of Variance for C20, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 0.0100 0.1108 0.1108 0.70 0.405
Ulangan 2 0.5318 0.4858 0.2429 2.67 0.097 x
PU (Varietas) 9 31.9853 7.1444 0.7938 8.13 0.000 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 1.6159 1.6410 0.0912 0.58 0.900
AP (Dosis) 3 7.3396 5.3790 1.7930 11.39 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 11.8131 11.8131 0.4375 2.78 0.001
Error 59 9.2855 9.2855 0.1574
Total 119 62.5811
x Not an exact F-test.
S = 0.396713 R-Sq = 85.16% R-Sq(adj) = 70.07%
Term Coef SE Coef T P
Constant 13.724 5.029 2.73 0.008
Bunga jantan -0.07412 0.08834 -0.84 0.405
Unusual Observations for C20
Obs C20 Fit SE Fit Residual St Resid
43 7.4991 8.5439 0.2806 -1.0448 -3.73 R
45 9.9153 9.0087 0.2821 0.9067 3.25 R
109 7.7900 8.3728 0.2852 -0.5828 -2.11 R
111 9.0850 8.3035 0.2920 0.7815 2.91 R
118 9.8010 9.2266 0.2829 0.5744 2.07 R
120 8.1220 9.0091 0.2806 -0.8871 -3.16 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
1.00.50.0-0.5-1.0
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
1098
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.90.60.30.0-0.3-0.6-0.9
20
15
10
5
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for C20
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
136
14. Efisiensi Penggunaan Nitrogen
Analysis of Variance for Efisiensi penggunaan N, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Bunga jantan (hari) 1 5534.74 27.90 27.90 0.47 0.498
Ulangan 2 8.61 13.45 6.73 0.08 0.925 x
PU (Varietas) 9 9040.26 2645.90 293.99 3.53 0.008 x
Ulangan*PU (Varietas) 18 1877.10 1546.76 85.93 1.43 0.150
AP (Dosis) 3 2293.09 3359.00 1119.67 18.69 0.000
PU (Varietas)*AP (Dosis) 27 5750.56 5750.56 212.98 3.55 0.000
Error 59 3534.88 3534.88 59.91
Total 119 28039.24
x Not an exact F-test.
S = 7.74036 R-Sq = 87.39% R-Sq(adj) = 74.57%
Term Coef SE Coef T P
Constant 114.01 98.12 1.16 0.250
Bunga jantan -1.176 1.724 -0.68 0.498
Unusual Observations for Efisiensi penggunaan N
Efisiensi
Obs penggunaan N Fit SE Fit Residual St Resid
1 81.314 69.820 5.475 11.494 2.10 R
4 53.796 64.778 5.475 -10.982 -2.01 R
25 102.882 80.768 5.565 22.114 4.11 R
26 49.858 64.248 5.593 -14.390 -2.69 R
28 54.219 66.280 5.475 -12.060 -2.20 R
34 40.131 52.447 5.475 -12.316 -2.25 R
88 65.390 53.795 5.490 11.595 2.13 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
20100-10-20
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
80604020
20
10
0
-10
Fitted Value
Re
sid
ua
l
20151050-5-10-15
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
1201101009080706050403020101
20
10
0
-10
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Efisiensi penggunaan N
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
137
15. Efisiensi Serapan N
Analysis of Variance for Efisiensi serapan N, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Ulangan 2 0.0379 0.0379 0.0190 0.10 907
PU (Varietas) 9 24.4167 24.4167 2.7130 14.02 000
Ulangan*PU (Varietas) 18 3.4837 3.4837 0.1935 1.35 .210
AP (Dosis pupuk N) 2 28.6828 28.6828 14.3414 100.16 .000
PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) 18 24.8196 24.8196 1.3789 9.63 .000
Error 40 5.7275 5.7275 0.1432
Total 89 87.1683
S = 0.378402 R-Sq = 93.43% R-Sq(adj) = 85.38%
Unusual Observations for Efisiensi serapan N
Efisiensi
Obs serapan N Fit SE Fit Residual St Resid
2 1.05551 1.58651 0.28204 -0.53100 -2.10 R
48 1.85141 2.37981 0.28204 -0.52841 -2.09 R
64 1.19090 1.97264 0.28204 -0.78174 -3.10 R
66 3.00076 2.47401 0.28204 0.52675 2.09 R
75 4.14119 3.59393 0.28204 0.54726 2.17 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
1.00.50.0-0.5-1.0
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
43210
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Fitted Value
Re
sid
ua
l
0.80.40.0-0.4-0.8-1.2
40
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
9080706050403020101
1.0
0.5
0.0
-0.5
-1.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Efisiensi serapan N
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
138
16. Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen
Analysis of Variance for Efisiensi Pemanfaatan N, using Adjusted SS for
Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Ulangan 2 414.3 414.3 207.2 0.98 0.394
PU (Varietas) 9 7042.9 7042.9 782.5 3.71 0.009
Ulangan*PU (Varietas) 18 3797.8 3797.8 211.0 1.47 0.154
AP (Dosis pupuk N) 2 2307.7 2307.7 1153.8 8.03 0.001
PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) 18 8470.4 8470.4 470.6 3.27 0.001
Error 40 5747.8 5747.8 143.7
Total 89 27780.9
S = 11.9873 R-Sq = 79.31% R-Sq(adj) = 53.97%
Unusual Observations for Efisiensi Pemanfaatan N
Efisiensi
Obs Pemanfaatan N Fit SE Fit Residual St Resid
11 94.3741 74.8709 8.9348 19.5032 2.44 R
12 43.4073 63.0607 8.9348 -19.6534 -2.46 R
64 89.3262 63.6777 8.9348 25.6485 3.21 R
89 85.3013 66.2723 8.9348 19.0291 2.38 R
90 45.2156 61.8674 8.9348 -16.6518 -2.08 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
40200-20-40
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
80604020
40
20
0
-20
Fitted Value
Re
sid
ua
l
3020100-10-20-30
20
15
10
5
0
Residual
Fre
qu
en
cy
9080706050403020101
40
20
0
-20
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Efisiensi Pemanfaatan N
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
139
17. Efisiensi Agronomi
Analysis of Variance for Efisiensi Agronomi, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
Ulangan 2 2294.4 2294.4 1147.2 4.90 .020
PU (Varietas) 9 22466.2 22466.2 2496.2 10.66 .000
Ulangan*PU (Varietas) 18 4213.6 4213.6 234.1 2.09 .027
AP (Dosis pupuk N) 2 58567.0 58567.0 29283.5 260.86 .000
PU (Varietas)*AP (Dosis pupuk N) 18 31577.9 31577.9 1754.3 15.63 .000
Error 40 4490.4 4490.4 112.3
Total 89 123609.5
S = 10.5952 R-Sq = 96.37% R-Sq(adj) = 91.92%
Unusual Observations for Efisiensi Agronomi
Efisiensi
Obs Agronomi Fit SE Fit Residual St Resid
20 117.265 94.342 7.897 22.923 3.25 R
21 31.270 54.024 7.897 -22.754 -3.22 R
27 8.136 -8.689 7.897 16.825 2.38 R
60 56.876 72.209 7.897 -15.334 -2.17 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
40200-20-40
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
150100500
40
20
0
-20
-40
Fitted Value
Re
sid
ua
l
3020100-10-20-30-40
30
20
10
0
Residual
Fre
qu
en
cy
9080706050403020101
40
20
0
-20
-40
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Efisiensi Agronomi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
140
LAMPIRAN II. Analisis Ragam Perakaran Empat Genotipe Jagung
Tabel Lampiran 1. Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 7 HST
SK db JK KT F
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 74,29 37,15 0,90
5,14 10,92
Perlakuan 3 1557,23 519,08 12,60 ** 4,76 9,78
Galat 6 247,21 41,20
Total 11 1878,73
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar Umur 7HST
SK db JK KT F
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 4,67 2,33 1,91
5,14 10,92
Perlakuan 3 21,67 7,22 5,91 * 4,76 9,78
Galat 6 7,33 1,22
Total 11 33,67
**; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05)
Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 7 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 0,00 0,00 2,53
5,14 10,92
Perlakuan 3 0,04 0,01 15,38 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,01 0,00
Total 11 0,05
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 7 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 0,00 0,00 1,14
5,14 10,92
Perlakuan 3 0,01 0,00 50,91 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,00 0,00
Total 11 0,01
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 12 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 153,17 76,58 0,60
5,14 10,92
Perlakuan 3 8570,00 2856,67 22,45 ** 4,76 9,78
Galat 6 763,50 127,25
Total 11 9486,67
**; nyata pada (p≤0,01)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
141
Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar Umur 12HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 6,50 3,25 2,39
5,14 10,92
Perlakuan 3 44,33 14,78 10,86 ** 4,76 9,78
Galat 6 8,17 1,36
Total 11 59,00
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 7. Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 12 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 0,07 0,04 9,27 * 5,14 10,92
Perlakuan 3 0,08 0,03 6,45 * 4,76 9,78
Galat 6 0,02 0,00
Total 11 0,17
*; nyata pada (p≤0,05)
Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 12 HST
SK db JK KT F hit Ftab 5% Ftab 1 %
Kelompok 2 0,000 0,000 0,082
5,14 10,92
Perlakuan 3 0,011 0,004 7,768 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,003 0,000
Total 11 0,014
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 17 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 16176,13 8088,06 9,78 * 5,14 10,92
Perlakuan 3 16342,23 5447,41 6,59 * 4,76 9,78
Galat 6 4960,71 826,78
Total 11 37479,06
*; nyata pada (p≤0,05)
Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar Umur 17 HST
SK db JK KT F hit Ftab 5% Ftab 1 %
Kelompok 2 25,17 12,58 12,24 ** 5,14 10,92
Perlakuan 3 17,33 5,78 5,62 * 4,76 9,78
Galat 6 6,17 1,03
Total 11 48,67
**; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
142
Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 17 HST
SK db JK KT F hit Ftab 5% Ftab 1%
Kelompok 2 0,06 0,03 3,29
5,14 10,92
Perlakuan 3 0,09 0,03 3,09
4,76 9,78
Galat 6 0,06 0,01
Total 11 0,21
Tabel Lampiran 12. Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 17 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5% Ftab 1%
Kelompok 2 0,0005 0,0003 0,7988
5,14 10,92
Perlakuan 3 0,0056 0,0019 5,6180 * 4,76 9,78
Galat 6 0,0020 0,0003
Total 11 0,0081
Tabel Lampiran 13. Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 22 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 643,37 321,68 3,73
5,14 10,92
Perlakuan 3 109045,79 36348,60 421,61 ** 4,76 9,78
Galat 6 517,28 86,21
Total 11 110206,44
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 14. Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar Umur 22 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 7,17 3,58 6,14 * 5,14 10,92
Perlakuan 3 84,25 28,08 48,14 ** 4,76 9,78
Galat 6 3,50 0,58
Total 11 94,92
**; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05)
Tabel Lampiran 15. Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 22 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab 1
%
Kelompok 2 0,07 0,04 8,84 * 5,14 10,92
Perlakuan 3 0,44 0,15 36,20 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,02 0,00
Total 11 0,54
**; nyata pada (p≤0,01), *; nyata pada (p≤0,05)
Tabel Lampiran 16. Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 22 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Perlakuan 3 0,88 0,29 23,11 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,08 0,01
Total 11 0,98
**; nyata pada (p≤0,01)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
143
Tabel Lampiran 17. Analisis Ragam (Anova) Panjang Akar Umur 27 HST
SK db JK KT F hit Ftab 5% Ftab 1 %
Kelompok 2 3258,50 1629,25 0,55
5,14 10,92
Perlakuan 3 312182,92 104060,97 35,35 ** 4,76 9,78
Galat 6 17662,83 2943,81
Total 11 333104,25
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 18. Analisis Ragam (Anova) Jumlah Akar Umur 27HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 1,17 0,58 0,09
5,14 10,92
Perlakuan 3 268,33 89,44 14,06 ** 4,76 9,78
Galat 6 38,17 6,36
Total 11 307,67
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 19. Analisis Ragam (Anova) Diameter Akar umur 27 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 0,07 0,03 0,69
5,14 10,92
Perlakuan 3 2,00 0,67 13,11 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,30 0,05
Total 11 2,37
**; nyata pada (p≤0,01)
Tabel Lampiran 20. Analisis Ragam (Anova) Berat Kering Akar umur 27 HST
SK db JK KT F hit
Ftab
5%
Ftab
1 %
Kelompok 2 0,02 0,01 1,39
5,14 10,92
Perlakuan 3 2,83 0,94 108,77 ** 4,76 9,78
Galat 6 0,05 0,01
Total 11 2,91
**; nyata pada (p≤0,01)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
144
LAMPIRAN III. Korelasi Antar Karakter Jagung
Tabel Lampiran 21. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 0 kg N/ha.
Sifat PH LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA GY GN NUpA NUpTE NUpE NUtE AE NUE
PH 1 0,149 0,332 0,274 0,831** 0,145 -0,203 0,329 0,348 0,136 0,481 0,286 0,399 0,294 - - - -
LA 1 0,540 0,535 0,493 0,607 -0,302 0,097 0,088 - 0,232 0,481 0,235 -0,374 0,372 - - - -
RL 1 0,912** 0,950** -0,814** -0,203 0,629 0,779** 0,149 0,831** 0,449 0,119 0,747* - - - -
RN 1 0,876** 0,722* -0,341 0,594 0,694* 0,024 0,781** 0,415 0,051 0,639* - - - -
RDW 1 -0,837** -0,108 0,570 0,805** 0,200 0,721* 0,345 0,144 0,644* - - - -
CC 1 0,322 -0,254 -0,423 0,013 -0,540 -0,120 0,190 -0,414 - - - -
SG 1 -0,025 0,295 0,213 -0,079 0,460 0,247 0,224 - - - -
ASI 1 0,596 0,581 0,610 0,410 0,452 0,694* - - - -
DMA 1 0,251 0,683* 0,709* 0,414 0,721* - - - -
NRA 1 0,093 0,015 0,673* 0,142 - - - -
GY 1 0,773** 0,367 0,644* - - - -
GN 1 0,363 0,619 - - - -
NUpA 1 -0,030 - - - -
NTE 1 - - - -
NUpE 1 - - -
NUtE 1 - -
AE 1 -
NUE 1
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
145
Tabel Lampiran 22. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 30 kg N/ha. Sifat PH LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA GY GN NUpA NUpTE NUpE NUtE AE NUE
PH 1 0,552 0,139 0,650* 0,744* -0,019 0,129 0,609 0,699* 0,174 0,618 0,277 0,553 0,222 0,491 0,082 0,346 0,367
LA 1 0,606 0,698* 0,709* -0,660* -0,297 0,334 0,775** 0,278 0,638* 0,535 0,935** 0,303 0,935** -0,378 0,483 0,033
RL 1 0,937** 0,966** -0,089 0,178 0,556 0,928** 0,572 0,968** 0,843** 0,536 0,574 0,490 0,457 0,871** 0,783**
RN 1 0,758* -0,208 0,162 0,714* 0,932** 0,413 0,960** 0,864** 0,667* 0,553 0,591 0,266 0,898** 0,662*
RDW 1 -0,166 0,133 0,682* 0,978** 0,200 0,988** 0,869** 0,679* 0,644* 0,616 0,319 0,825** 0,697*
CC 1 0,802** 0,254 -0,247 0,182 0,704* -0,108 -0,697* 0,183 -0,724* 0,594 0,147 0,932**
SG 1 0,527 0,002 0,217 -0,213 0,237 -0,385 0,282 -0,443 0,263 -0,033 0,258
ASI 1 0,583 0,197 0,704* 0,640* 0,406 0,687* 0,307 0,204 0,319 0,572
DMA 1 0,450 0,957** 0,799** 0,758* 0,634* 0,708* 0,254 0,724* 0,600
NRA 1 0,550 0,403 0,152 0,386 0,148 0,433 0,609 0,597
GY 1 0,835** 0,611 0,689* 0,544 0,417 0,851** 1,000**
GN 1 0,520 0,735* 0,464 0,712* 0,288 0,656*
NUpA 1 0,415 0,987** -0,363 0,499 - 0,913**
NUpTE 1 0,385 0,356 0,657* 0,561
NUpE 1 -0,417 0,479 -0,923**
NUtE 1 0,560 0,841**
AE 1 0,681*
NUE 1
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
146
Tabel Lampiran 23. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 90 kg N/ha Sifat PH LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA GY GN NUpA NUpTE NUpE NUtE AE NUE
PH 1 0,442 0,603 0,737* 0,658* 0,153 0,291 0,693* 0,750* -,0157 0,695* 0,318 0,581 0,181 0,534 -0,172 0,480 0,275
LA 1 0,740* 0,835** 0,799** 0,055 -0,089 0,178 0,730* -0,414 0,640* 0,614 0,781** 0,415 0,786** -0,373 0,734* -0,134
RL 1 0,956** 0,950** 0,715* 0,505 0,551 0,955** -0,282 0,936** 0,797** 0,767** 0,718* 0,734* -0,061 0,900** 0,366
RN 1 0,973** 0,545 0,424 0,775** 0,970** -0,292 0,940** 0,677* 0,797** 0,667* 0,762* 0,095 0,732* 0,322
RDW 1 0,562 0,392 0,589 0,988** -0,235 0,955** 0,782** 0,794** 0,607 0,750* -0,055 0,915** 0,382
CC 1 0,645* 0,462 0,535 0,026 0,613 0,570 0,271 0,605 0,229 0,338 0,606 0,582
SG 1 0,759* 0,404 -0,251 0,257 0,315 0,363 0,509 0,326 0,052 0,337 0,261
ASI 1 0,597 -0,385 0,681* 0,273 0,428 0,519 0,278 0,165 0,494 0,526
DMA 1 -0,237 0,972** 0,792** 0,835** 0,617 0,795** -0,112 0,909** 0,350
NRA 1 -0,162 -0,199 -0,238 -,0446 -0,245 0,184 -0,166 0,074
GY 1 0,746* 0,810** 0,667* 0,759* -0,004 0,932** 1.000*
GN 1 0,744* 0,482 0,718* 0,800** -0,159 0,200
NUpA 1 0,346 0,995 -0,558 0,725* -0,709*
NUpTE 1 0,310 0,378 0,752* 0,561
NUpE 1 -0,621 0,681* 0,788**
NUtE 1 0,127 0,854**
AE 1 0,454
NUE
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
147
Tabel Lampiran 24. Korelasi antar karakter jagung pada pemupukan 180 kg N/ha.
Sifat PH LA RL RN RDW CC SG ASI DMA NRA GY GN NUpA NUpTE NUpE NUtE AE NUE
PH 1 0,651* 0,741* 0,840** 0,156 0,393 0,528 0,712* 0,865** 0,455 0,740* 0,698* 0,694* 0,396 0,647* -0,842** 0,409 -0,119
LA 1 0,841** 0,873** 0,850** 0,458 0,479 0,381 0,654* 0,409 0,617 0,734* 0,838** 0,547 0,841** -0,740* 0,836** -0,097
RL 1 0,943** 0,942** 0,654* 0,799** 0,640* 0,953** 0,678* 0,987** 0,924** 0,858** 0,814** 0,825** -0,830** 0,803** 0,054
RN 1 0,980** 0,548 0,649* 0,619 0,984** 0,609 0,938** 0,883** 0,781** 0,716* 0,744* -0,805** 0,751* 0,153
RDW 1 0,609 0,680* 0,550 0,989** 0,036 0,958** 0,900** 0,837** 0,675* 0,797** -0,842** 0,785** 0,077
CC 1 0,841** 0,366 0,592 0,519 0,653* 0,626 0,574 0,679* 0,531 -0,556 0,425 -0,130
SG 1 0,663* 0,725* 0,453 0,689* 0,801** 0,695* 0,771** 0,640* -0,760* 0,412 -0,168
ASI 1 0,650* 0,132 0,588 0,611 0,486 0,420 0,417 -0,638* 0,144 -0,045
DMA 1 0,613 0,961** 0,922** 0,840** 0,697* 0,800** -0,881** 0,724* 0,051
NRA 1 0,640* 0,616 0,451 0,608 0,431 -0,434 0,628 0,314
GY 1 0,982** 0,914** 0,778** 0,887** -0.870** 0,830** 1.000**
GN 1 0,815** 0,786** 0,780** 0,711* 0,854** -0,024
NUpA 1 0,605 0,995** -0,842** 0,765** -0,896**
NUpTE 1 0,585 -0,589 0,620 0,585
NUpE 1 -0,893** 0,780** -0,877**
NUtE 1 0,127 0,846**
AE 1 0,454
NUE 1
Keterangan: *: nyata (p>0.05); **: sangat nyata (p 0.01);PH: tinggi tanaman; LA: luas daun; RL: panjang akar seminal; RN: jumlah akar seminal; RDW: berat kering akar seminal; CC: kandungan klorofil; SG: stay green; A: keluar bunga jantan 50%; S: keluar bunga betina50%; ASI: interval keluar bunga jantan-betina; DMA: berat kering biomassa saat antesis; DMTE: efisiensi translokasi biomassa; NRA: aktifitas nitrat reduktase; GY: berat kering biji; GN: jumlah biji; TGW: berat kering seribu biji; HI: indeks panen; NUpA: serapan N saat antesis; NUpM: serapan N saat masak; NupTE: efisiensi translokasi N; NUpE: efisiensi serapan N; NUtE: efisiensi pemanfaatan N, AE: efisiensi agronomi; NUE: efisiensi penggunaan N.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
148
LAMPIRAN IV. Ragam genotipe dan ragam fenotipe untuk nilai heritabilitas Tabel lampiran 25. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-0
Traits
MS
Varietas
MS
Error n ∂2g ∂
2p H
2
Tinggi Tanaman 1309.79 33.85 3 425.31 436.60 0.974
Luas Daun 1783996 79675 3 568107 594665 0.955
Interval B.Jantan-
Betina 4.31 0.19 3 1.37 1.44 0.956
Kandungan klorofil 3.17 0.01 3 1.05 1.06 0.997
Stay green 17.32 32.78 3 -5.15 5.77 -0.892
BK biji per Hektar 4.18 0.50 3 1.23 1.39 0.881
Jumlah Biji per tongkol 4220.06 1520.49 3 899.86 1406.69 0.640
Serapan N total Tanaman 0.02 0.02 3 0 0 -0.204
Efisiensi Serapan N
3 0 0 0
Efisiensi Penggunaan N
3
0 0 0
Efisiensi Pemanfaatan N
3 0 0 0
Efisiensi Agronomi N
3 0 0 0
ANR 1.03 0.14 3 0.30 0.34 0.866
Akumulasi biomassa 49.96 24.49 3 8.49 16.65 0.510
Panjang Akar 416759 45895 3 123621 138920 0.890
Jumlah Akar 8.96 2.98 3 2.00 2.99 0.668
Berat Kering Akar 33.21 2.22 3 10.33 11.07 0.933
Remobilisasi N 434.71 60.29 3 124.81 144.90 0.861
Tabel lampiran 26. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-30
Traits
MS
Varietas
MS
Error n ∂2g ∂
2p H
2
Tinggi Tanaman 1711.40 9.00 3 567.47 570.47 0.995
Luas Daun 6281340 44967 3 2078791 2093780 0.993
Interval B.Jantan-Betina 2.46 0.36 3 0.70 0.82 0.854
Kandungan klorofil 4.39 0.35 3 1.35 1.46 0.920
Stay green 123.49 17.06 3 35.48 41.16 0.862
BK biji per Hektar 13.19 0.30 3 4.30 4.40 0.977
Jumlah Biji per tongkol 8614.28 2444.2 3 2056.71 2871.43 0.716
Serapan N total Tanaman 0.60 0.10 3 0.17 0.20 0.839
Efisiensi Serapan N 2.75 0.44 3 0.77 0.92 0.839
Efisiensi Penggunaan N 14651.68 331.12 3 4773.52 4883.89 0.977
Efisiensi Pemanfaatan N 970.72 302.01 3 222.90 323.57 0.689
Efisiensi Agronomi N 3347.33 374.65 3 990.89 1115.78 0.888
ANR 0.27 0.07 3 0.06 0.09 0.722
Akumulasi biomassa 646.28 35.11 3 203.72 215.43 0.946
Panjang Akar 3162442 70037 3 1030802 1054147 0.978
Jumlah Akar 70.90 4.35 3 22.19 23.63 0.939
Berat Kering Akar 248.85 5.48 3 81.12 82.95 0.978
Remobilisasi N 80.76 40.21 3 13.52 26.92 0.502
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
149
Tabel lampiran 27. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-90
Traits
MS
Varietas
MS
Error n ∂2g ∂2p H2
Tinggi Tanaman 1150.44 39.23 3 370.40 383.48 0.966
Luas Daun 4182213 138084 3 1348043 1394071 0.967
Interval B.Jantan-Betina 3.07 0.27 3 0.93 1.02 0.912
Kandungan klorofil 5.68 0.43 3 1.75 1.89 0.925
Stay green 153.10 21.20 3 43.96 51.03 0.861
BK biji per Hektar 14.80 0.16 3 4.88 4.93 0.989
Jumlah Biji per tongkol 6241.99 1159.96 3 1694.01 2080.66 0.814
Serapan N total Tanaman 1.66 0.14 3 0.51 0.55 0.916
Efisiensi Serapan N 0.80 0.06 3 0.25 0.27 0.930
Efisiensi Penggunaan N 1826.81 19.43 3 602.46 608.94 0.989
Efisiensi Pemanfaatan N 247.90 123.86 3 41.35 82.63 0.500
Efisiensi Agronomi N 378.31 54.30 3 108.00 126.10 0.856
ANR 0.44 0.20 3 0.08 0.15 0.545
Akumulasi biomassa 1093.59 27.19 3 355.47 364.53 0.975
Panjang Akar 4492671 100677 3 1463998 1497557 0.978
Jumlah Akar 110.46 3.44 3 35.67 36.82 0.969
Berat Kering Akar 303.37 8.46 3 98.30 101.12 0.972
BK brangkasan saat masak 6.52 0.42 3 2.03 2.17 0.935
Remobilisasi N 113.76 94.46 3 6.43 37.92 0.170
Tabel lampiran 28. Nilai heritabilitas (H2) masing-masing karakter pada N-90
Traits
MS
Varietas
MS
Error n ∂2g ∂2p H2
Tinggi Tanaman 1238.59 26.37 3 404.07 412.86 0.979
Luas Daun 7940511 63171 3 2625780 2646837 0.992
Interval B.Jantan-
Betina 2.36 0.30 3 0.69 0.79 0.873
Kandungan klorofil 5.13 0.18 3 1.65 1.71 0.964
Stay green 83.87 27.50 3 18.79 27.96 0.672
BK biji per Hektar 16.74 0.26 3 5.49 5.58 0.985
Jumlah Biji per tongkol 6451.47 2355.53 3 1365.31 2150.49 0.635
Serapan N total Tanaman 2.10 0.08 3 0.67 0.70 0.960
Efisiensi Serapan N 0.25 0.01 3 0.08 0.08 0.962
Efisiensi Penggunaan N 516.55 7.92 3 169.54 172.18 0.985
Efisiensi Pemanfaatan N 493.14 70.57 3 140.86 164.38 0.857
Efisiensi Agronomi N 144.76 6.89 3 45.96 48.25 0.952
ANR 0.57 0.15 3 0.14 0.19 0.737
Akumulasi biomassa 1175.87 29.28 3 382.20 391.96 0.975
Panjang Akar 4361978 118432 3 1414515 1453993 0.973
Jumlah Akar 101.37 2.19 3 33.06 33.79 0.978
Berat Kering Akar 313.38 6.02 3 102.45 104.46 0.981
Remobilisasi N 154.83 46.98 3 35.95 51.61 0.697
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
150
LAMPIRAN V. Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y)
dengan dosis pupuk N (X)
Tabel lampiran 29. Persamaan regresi kuadratik antara hasil biji jagung (Y) dengan dosis pupuk N (X)
Genotipe Persamaan Regresi kuadratik Persamaan turunan Vmax (titik maksimum) untuk dosis N-optimum
Pioneer-2 y = -0.000208x2 + 0.065172x + 6.000758 0= -000412X + 0.065172 NK-33 y = -0.000368x2 + 0.092596x + 6.002727 0= -000736X + 0.092566 DK-979 y = -0.000293x2 + 0.073674x + 6.436136 0= -00059X + 0.092566 Bisi-2 y = -0.000237x2 + 0.071770x + 5.882197 0= -0.000474X + 0.071770 Bima-3 y = -0.000304x2 + 0.076556x + 5.816667 0= -0.000608X + 5.816667 Arjuna y = -0.000306x2 + 0.087071x + 4.188939 0= -0.000612X + 0.087071 Sukmaraga y = -0.000193x2 + 0.057076x + 5.431364 0= -0.000386X+ 0.057076 Lamuru y = -0.000301x2 + 0.077394x + 5.092424 0= -0.0006021X+ 0.077394 Bisma y = -0.000299x2 + 0.076694x + 6.300833 0= -0.000598X+ 0.076694 Madura y = -0.000028x2 + 0.010078x + 2.251742 0= -0.000056X + 0.010078
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
151
LAMPIRAN VI. Sifat fisik dan kimia tanah tempat percobaan lapang di desa
Tambak Rejo, Sumber Gempol, Tulungagung
Sifat Fisik tanah Ciri-ciri
Jenis tanah Tekstur Warna Water run off
Aluvial Hidromorf Liat Kelabu Lambat
Sifat Kimia tanah Metode
pengukuran
Nilai Satuan Keterangan
pH Reagen H2O 6,20 -
Reagen KCl 5,24 - CO Kurmis 1,27 % Sangat rendah N Kjeldahl 0,13 % Rendah P2O5 Bray I 34,33 ppm Tinggi K Morgan (Wolf) 0,22 me/100g Rendah SO4 Morgan (Wolf) 51,45 ppm Rendah
Fe Morgan (Wolf) 39,55 ppm Rendah
Cu Morgan (Wolf) 12,48 ppm Rendah
Zn Morgan (Wolf) 3,26 ppm Rendah
Na Morgan (Wolf) 0,31 me/100g Rendah
Ca Morgan (Wolf) 13,40 me/100g Rendah
Mg Morgan (Wolf) 3,16 me/100g Rendah
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
152
LAMPIRAN VII. Penghitungan Kebutuhan Pupuk
Kebutuhan pupuk tiap tanaman dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm dengan
kepadatan tanam 66667 tanaman/Ha, maka tiap tanaman mendapatkan pupuk
sebesar:
a. Pupuk P = 125 𝑘𝑔
66667 x 100
36 = 0,00528 kg SP36/Ha= 5,208 gram/tanaman
b. Pupuk K = 75
66667 x 100
45 = 0,001125 kg KCl/Ha = 2,499 gram/tanaman
c. Pupuk N 0 kg/Ha = 0 kg urea/ha.
d. Pupuk N 30 kg/Ha = 30
66667 x 100
45 kg urea/Ha = 1 gram/tanaman.
e. Pupuk N 90 kg/Ha = 90
66667 x 100
45 kg urea/Ha = 3 gram/tanaman.
f. Pupuk N 180 kg/Ha = 180
66667 x 100
45 kg urea/Ha = 6 gram/tanaman.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
153
LAMPIRAN VIII. Analisis Kandungan Nitrogen
Analisis kandungan N dalam jaringan tanaman jagung menggunakan metode
yang digunakan oleh Laboratorium Kimia Tanah Balittanah Kementan yang telah
terstandarisasi Nasional. Menimbang 0,250 g sampel tanaman jagung < 0,5 mm ke
dalam tabung digestion. Ditambahkan 1 g campuran selen dan 2,5 mL H2SO4 p.a.
Campuran diratakan dan dibiarkan satu malam supaya diperarang. Menyiapkan
blanko dengan memasukkan hanya 1 g campuran selen dan 2,5 mL H2SO4 p.a. ke
dalam tabung digestion. Esoknya dipanaskan dalam blok digestion hingga suhu
350ºC. Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4
jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air
bebas ion hingga tepat 50 mL. Dikocok sampai homogen dan dibiarkan semalam
agar partikel mengendap.
Ekstrak sampel diambil 1 mL ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml
air bebas ion dan dikocok dengan pengocok tabung. Ke dalam tabung reaksi masing-
masing diisi 2 ml ekstrak encer dan deret standar. Kemudian berturut-turut
ditambahkan larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 mL,
dikocok dan dibiarkan 10 menit lalu ditambahkan 4 mL NaOCl 5%, dikocok dan
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit
sejak pemberian pereaksi ini.
Catatan: warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil, oleh karena itu
diupayakan agar diperoleh waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan
pengukuran untuk setiap deret standar dan sampel. Cara perhitungan:
Kadar N (%) = ppm kurva x mL ekstrak 1000 mL-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
= ppm kurva x 50
1000 x 100
250 x 10 x fk
= ppm kurva x 0,2 x fk
Keterangan:
ppm kurva = kadar sampel yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
100 = konversi ke %
fp = faktor pengenceran (10)
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
154
LAMPIRAN IX. Analisis Kandungan Klorofil Total
Analisis kandungan klorofil total pada tanaman jagung menggunakan metode
Arnon (1949) dalam Kumari (2011). Daun jagung segar sebanyak 3 gram
dihancurkan (blender) untuk diekstraksi dengan100 mL aceton 80% dan didiamkan
selama 15 menit. Larutan bening dituang pada tabung reaksi lalu diputar dengan
kecepatan sentrifus 2.500 rpm selama 3 menit. Supernatan diambil untuk diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm.
Perhitungan:
Klorofil a = (12,7 x D663 – 2,69 x D645 ) x V
1000W mg/g
Klorofil b = (22.9 x D645 – 4.68 x D663) x V
1000W mg/g
Total klorofil = klorofil a + klorofil b
= (20,2 x D645) + (8,02 x D663)
Keterangan:
D645 dan D663 : nilai absorbansi pada panjang gelombang 645 dan 663.
V : volume larutan sampel
W : berat sampel
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
155
LAMPIRAN X. Analisis Aktivitas Nitrat Reduktase
Penetuan nilai aktivitas nitrat reduktase sesuai dengan metode yang
dikembangkan Reed et al. (1980) yaitu menggunakan daun ketiga dari pucuk.
Pengambilan daun dilakukan pada pukul 10.00 – 12.00 pada saat taselling. Daun
yang telah diambil dibersihkan dengah tissue basah kemudian diiris kecil-kecil (±1.0
cm x 0.1 M) dengan meninggalkan bagian pangkal, ujung dan tulang daun. Irisan
seberat 300 mg dimasukkan ke dalam tabung hitam berisi 10 ml 0,1 M medium
larutan penyangga fosfat (Na-Fosfat buffer dengan pH 7,5) dibiarkan selama 24 jam.
Setelah waktu perendaman terpenuhi larutan medium dikeluarkan dengan
menggunakan pipet penghisap, dan diganti dengan medium pengujian 0,1 M larutan
penyangga fosfat (pH 7,5) berisi 0,08% SDS dan 0,1 M NaNO3 kemudian diikubasi
selama 2 jam suhu kamar. Setelah waktu inkubasi tercapai maka ke dalam tabung
reaksi berisi 1,0 mL pereaksi warna yang terdiri dari 0,5 mL 0,1% sulfanilamide
(dalam 3 N HCl) dan 0,5 ml 0,02% N-naphtylethylene diamine dichloride
ditambahkan 0,1 mL aliquot. Campuran dikocok dengan menggunakan mesin
pengocok (vortex) dan warna dibiarkan berkembang. Lima belas menit kemudian
ditambahkan aquadest sampai volume akhir mencapai 5 mL. Larutan dalam tabung
reaksi kemudian dipindahkan ke dalam kuvet spektrofotometer dan dibaca pada
gelombang 540 nm. Sebagai larutan standar adalah NaNO2-1mM.
Pada alat terbaca besarnya penerusan sinar (transmittance) , yang diubah
menjadi nilai serapan (absorbance) dengan menggunakan rumus sbb :
Absorbansi = 2 – log transmittan
Tingkat aktivitas nitrat reduktase ditentukan berdasarkan nilai serapan terbaca
pada spektrofotometer dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ANR = absorbansi
X x 1000
300 x 1
3 x 500
1000 µ mole NO2 /gram berat basah / jam
(X = nilai absorbansi dari blanko)
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
156
LAMPIRAN XI. Deskripsi Varietas Jagung
Deskripsi varietas jagung yang digunakan dalam penelitian ini menurut
Adnan et al. (2010) adalah sebagai berikut:
1. BISI-2
Tahun dilepas : 1995 Asal : F1 silang tunggal antara FS4 x FS9, FS4 dan FS9
merupakan tropical inbred dari CharoenSeed Co., Ltd.Thailand dan Dekalb Plant Genetic, USA.
50% keluar rambut : ± 56 hari Panen : ± 90-100 hari Batang : Tinggi dan tegap Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 232 cm Daun : Panjang, lebar, dan terkulai Warna daun : Hijau cerah Keragaman tanaman : Seragam Perakaran : Baik Kerebahan : Tahan Tongkol : Sedang, silindris, dan seragam Kedudukan tongkol : Di tengah-tengah batang Kelobot : Menutup tongkol dengan baik Tipe biji : Setengah mutiara (semi flint) Warna biji : Kuning oranye Jumlah baris/tongkol : 12 - 14 baris Bobot 1000 biji : + 265 g Rata-rata hasil : 8,9 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 13 t/ha pipilan kering Ketahanan : Toleran terhadap penyakit bulai dan karat daun Keterangan : Baik ditanam di dataran rendah sampai 1000 m dpl.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
157
2. PIONEER-21
Tanggal dilepas : 29 Juli 2003 Asal :F1 dari silang tunggal (single cross) antara galurmurni
F30Y87dengan M30Y877, keduanya adalahgalur murni Tropis yang dikembangkanoleh Pioneer Hi-Bred (Thailand) Co., Ltd
50% polinasi : ± 54 hari 50% keluar rambut : ±56 hari Masak fisiologis : ± 95 hari Batang : Tegap, besar, dan cukup kokoh Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 210 cm Daun : Setengah tegak dan lebar Warna daun : Hijau tua Keragaman tanaman
: Sangat seragam
Perakaran : Baik Kerebahan : Tahan rebah Bentuk malai : Besar dan terbuka Warna malai : Putih kekuningan Warna sekam : Hijau keunguan Warna rambut :Hijau terang dengan warna kemerahan di ujungnya Tongkol : Besar, panjang, dan silindris Kedudukan tongkol : Di pertengahan tinggi tanaman (+ 95 cm) Kelobot : Menutup biji dengan baik Tipe biji : Semi mutiara Warna biji : Oranye Baris biji : Tidak lurus dan rapat Jumlah baris/tongkol
: 14 - 16 baris
Bobot 1000 biji : ± 311 g Rata-rata hasil : 6,1 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 13,3 t/ha pipilan kering Ketahanan : - Tahan terhadap karat daun, bercak daun kelabu C.Zea-
maydis - Ketahanan sedang terhadap busuk tongkol Diplodia, virus,
dan perkecambahan tongkol - Agak rentan terhadap busuk batang dan bulai
Keunggulan : Potensi hasil tinggi, kualitas bijidan pengisian biji baik. Batang cukup kokoh,perakaran baik, cukup tahan terhadap kerobohan.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
158
3. NK-33
Tanggal dilepas : 14 Februari 2003 Asal
: NT 6661 adalah hibrida F1 dari silang tunggal (single cross) antara galur tropis NP 5038 dengan galur tropis NP 5063 yangdikembangkan oleh PT. Novartis (Thailand).
Umur : Berumur dalam 50% polinasi : ± 55 hari 50% keluar rambut : ± 56 hari Masak fisiologis : ± 90-100 hari Batang : Besar dan kokoh Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 190 cm Warna daun : Hijau tua Keragaman tanaman : Seragam Perakaran : Baik Kerebahan : Tahan rebah Bentuk malai : Tegak, sedang, dan terbuka Warna malai : Hijau Warna sekam : Hijau bergaris Warna anthera : Coklat Warna rambut : Merah Bentuk tongkol : Silindris Kedudukan tongkol : + 95 cm Kelobot : Menutup tongkol sangat baik Tipe biji : Semi mutiara Warna biji : Kuning Jumlah baris/tongkol : 14 - 16 baris Bobot 1000 biji : ± 300 g Rata-rata hasil : 8,10 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 10,12 t/ha pipilan kering Ketahanan : Agak tahan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan
karat Daerah pengembangan
:Adaptasi pada dataran rendah sampai ketinggian 850 m dpl
Pengusul : P.T. Syngenta Indonesia
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
159
4. DK-979
Asal : F1 dari silang tunggal modifikasi antara TB0406F dengan TB0406M. TB0406F adalah F1 dari persilangan antara dua galur bersaudara yaitu TB9701LP dengan TB9702LP. TB0406F, TB9701LP, dan TB9702LP adalah galur murni tropis yang dikembangkan oleh Monsanto (Thailand).
Golongan : Hibrida silang tunggal modifikasi (modified single cross) 50% polinasi : 54 hari 50% keluar rambut : 56 hari Masak fisiologis : 90-95 hari Batang : Sedang dan kokoh Warna Batang : Hijau Tinggi Tanaman : 201 cm Daun : Agak tegak Warna Daun : Hijau KeragamanTanaman : Seragam Perakaran : Sangat baik Kerebahan : Tahan Bentuk Malai : Terbuka Warna Sekam : Merah muda Warna Anthera : Ungu Kedudukan Tongkol : Pertengahan Warna Rambut : Putih agak kemerahan Bentuk Biji : Semi mutiara Warna Biji : Kuning Tongkol : Sedang dan berbentuk silindris Jumlah Baris : 14-18 Baris Biji : Lurus dan rapat Kelobot : Menutup biji dengan baik Bobot 1000 Butir (g) : 350 Rata-rata Hasil : 10,054 kg/ha Potensi Hasil : 12,364 kg/ha Ketahanan Penyakit :Tahan penyakit bulai, karat daun, hawar daun Daerah Adaptasi Beradaptasi baik di dataran rendah.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
160
5. BIMA-3 BANTIMURUNG
Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal
: Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr-14. Nei 9008 dikembangkan dari galur Introduksi Departemen Pertanian Thailand. Mr-14 dikembangkan dari populasi Suwan 3
Umur : Berumur dalam 50% polinasi : ± 55 hari 50% keluar rambut : ± 56 hari Masak fisiologis : ± 90 hari Batang : Sedang dan tegap Warna batang : Hijau sedikit ungu Tinggi tanaman : ± 200 cm Jumlah daun : 12 – 14 helai Keragaman tanaman : Seragam Perakaran : Sangat baik Bentuk malai : Kompak Warna malai : Krem Warna sekam : Krem Warna anthera : Krem Warna rambut : Krem Tongkol : Besar dan panjang (+ 21 cm) Bentuk tongkol : Silindris Kedudukan tongkol : + 98 cm Kelobot : Menutup tongkol dengan baik (+ 98%) Tipe biji : Setengah mutiara (semi flint) Baris biji : Lurus Warna biji : Jingga Jumlah baris/tongkol : 12 – 14 baris Bobot 1000 biji : ±359 g Rata-rata hasil : 8,27 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 10 t/ha pipilan kering Ketahanan : Toleran terhadap penyakit bulai (P. maydis) Keunggulan : - Beradaptasi baik pada lahan subur dan lahan sub-
optimal. - Populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha.
Pemulia : Made Jana Mejaya, R. Neni Iriany, Andi Takdir M., M. Isnani,Achmad Muliadi, dan Amrizal Nasar
Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
161
6. BISMA
Tanggal dilepas : 4 September 1995 Asal : Persilangan Pool 4 dengan bahan introduksi disertai
seleksimassa selama 5 generasi 50% keluar rambut : ± 60 hari Panen : + 96 hari Batang : Tegap, tinggi sedang (+ 190 cm) Daun : Panjang dan lebar Warna daun : Hijau tua Perakaran : Baik Kerebahan : Tahan rebah Tongkol : Besar dan silindris Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang Kelobot : Menutup tongkol dengan cukup baik (+ 95%) Tipe biji : Semi mutiara (semi flint) Baris biji : Lurus dan rapat Warna biji : Kuning Jumlah baris/tongkol : 12 - 18 baris Bobot 1000 biji : ± 307 g Warna janggel : Kebanyakan putih (+ 98 cm) Rata-rata hasil : ± 5,7 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 7,0 - 7,5 t/ha pipilan kering Ketahanan : Tahan penyakit karat dan bercak daun Keterangan : Baik untuk dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl Pemulia : Subandi, Rudy Setyono, A. Sudjana, dan Hadiatmi Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
162
7. SUKMARAGA
Tanggal dilepas : 14 Februari 2003 Asal
: Bahan introduksi AMATL (Asian Mildew Acid Tolerance Late), asal CIMMYT Thailand dengan Introgressi bahan lokal yang diperbaiki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Populasi awalnya diseleksi pada tanah kering masam Sitiung Sumbar, dan tanah sulfat masam di Barabai (Kalsel). Hasil kombinasi diuji pada berbagai lingkungan asam dan normal.
50% keluar rambut : ± 58 hari Masak fisiologis : ± 90-100 hari Batang : Tegap Warna batang : Hijau Tinggi tanaman : ± 195 cm (180 - 220 cm) Daun : Panjang dan lebar Warna daun : Hijau muda Keragaman tanaman : Agak seragam Perakaran : Dalam, kuat dan baik Bentuk malai : Semi kompak Warna rambut : Coklat keunguan Bentuk tongkol : Panjang silindris Kedudukan tongkol : ± 195 cm (90-100 cm) Kelobot : Tertutup baik (85%) Tipe biji : Semi mutiara (semi flint) Baris biji : Lurus dan rapat Warna biji : Kuning tua Jumlah baris/tongkol : 12 - 16 baris Bobot 1000 biji : ± 270 g Rata-rata hasil : 6,0 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 8,50 t/ha pipilan kering Kerebahan : Agak tahan Ketahanan : Cukup tahan terhadap penyakit bulai (P. maydis), penyakit
bercak daun (H. maydis), dan penyakit karat daun (Puccinia sp.)
Daerah sebaran : Dataran rendah sampai 800 m dpl, adaptif tanah-tanah masam
Pemulia : Firdaus Kasim, M. Yasin HG., M. Basir, Wasmo Wakman. Syafruddin, A. Muliadi, Nurtitayani, dan Adri
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
163
8. ARJUNA
Tanggal dilepas : 1980 Asal : TC1 Early DMR (S) C2, introduksi dari Thailand 50% keluar rambut : ± 55 hari Panen : 85 - 90 hari Batang : Tinggi sedang Daun : Panjang dan lebar Warna daun : Hijau tua Perakaran : Baik Kerebahan : Cukup tahan Bentuk tongkol : Cukup besar dan silindris Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah batang Kelobot : Tidak semua tongkol tertutup dengan baik Tipe biji : Umumnya mutiara (flint) Baris biji : Lurus dan rapat Warna biji : Kuning, kadang-kadang terdapat 2- 3 biji berwarna putih Jumlah baris/tongkol : Umumnya 12 - 14 baris Bobot 1000 biji : ± 272 g Rata-rata hasil : 4,3 t/ha pipilan kering Ketahanan Cukup tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis),
karat dan bercak daun Keterangan : Baik untuk dataran rendah
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
164
9. LAMURU
Tanggal dilepas : 25 Februari 2000 Asal : Dibentuk dari 3 galur GK, 5 galur SW1, GM4, GM12,
GM15, GM11, dan galur SW3 50% keluar rambut : ± 55 hari Panen : 90 - 95 hari Batang : Tegap Warna batang : hijau Tinggi tanaman : 160 – 210 cm Daun : panjang Warna daun : Hijau Keseragaman tanaman : agak seragam Perakaran : Baik Malai : Semi kompak Warna anthera : Coklat muda Warna rambut : Coklat keunguan Kerebahan : Cukup tahan Bentuk tongkol : Panjang dan silindris Kedudukan tongkol : 85 – 110 cm Kelobot : Tertutup dengan baik Tipe biji : Mutiara (flint) Baris biji : Lurus dan rapat Warna biji : Kuning Jumlah baris/tongkol : Umumnya 12 - 16 baris Bobot 1000 biji : ± 275 g Rata-rata hasil : 5,6 t/ha pipilan kering Potensi hasil : 7,6 t/ha Ketahanan Cukup tahan terhadap penyakit bulai (Penonosclerospora
maydis) dan karat Daerah sebaran : Dataran rendah sampai 600 m dpl Pemulia : Mustari Basir, Marsum Dahlan, Made J. Mejaya,
ArbiMappe, dan Firdaus Kasim
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
165
10. Lokal Madura
Asal : Madura varietas lokal nama Kodok
Nama : Manding (Kecamatan)
Nama lokal : Kodok
Umur panen : 80 hari
Tipe biji : gepeng, mutiara, mengkilat
Warna biji : jingga
Bobot 1000 biji : 186 g
Rata-rata hasil : 1,8 ton/ha
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
166
LAMPIRAN XIII. RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama lengkap : Ir. Makhziah, MP Tempat dan Tanggal Lahir : Tulungagung, 23 Juni 1966 Agama : Islam Pekerjaan : Dosen Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa
Timur NIP : 196606231992032001 Pangkat Golongan : Pembina Tingkat I/IV-b Jabatan Fungsional : Lektor Kepala/IVb E-mail : [email protected] Alamat Rumah : Jl. Medayu Pesona XIII/L-25, Surabaya Nomor Telepon/HP : 081803178179 Alamat Kantor : Jl. Raya Rungkut Madya, Surabaya Nomor Telepon/Faks : 031-8706369/031-8706372
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1973-1980 : SDN Kampungdalem Tulungagung 1980-1982 : SMPN I Tulungagung 1982-1985 : SMPPN Tulungagung
1985-1990 : Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
1999-2002 : Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
2008-2014 : Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
C. PENGALAMAN PENELITIAN
1. Teknologi perbanyakan klonal batang bawah mangga secara in vitro. Ramdan Hidayat, Sukendah, Nora Augutien, Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Bersaing 2005-2006 (DIKTI).
2. Kendali Genetik Sifat Efisien Penggunaan Nitrogen pada Tanaman Tomat untuk Menunjang Pertanian Yang Berkelanjutan. Makhziah & Sukendah. Ketua Peneliti Dosen Muda 2006 (DIKTI).
3. Perakitan Kelapa Kopyor True-Type melalui In-Vitro secara Vegetatif dan Generatif. Sukendah, Ira Wijaya & Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Bersaing 2006-2009 (DIKTI).
4. Kajian Sistem Perakaran, Serapan N dan Aktivitas Nitrat Reduktase sebagai Pemahaman secara Fisiologis dan Biokimia Sifat Efisien Penggunaan N pada
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
167
Tanaman Tomat. Makhziah & Sukendah. Ketua Peneliti Dosen Muda 2007. (DIKTI).
5. Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Tanaman Tomat melalui Pembentukan Varietas Berpotensi Hasil Tinggi dan toleran dengan Pemupukan N Rendah. Makhziah & Ida Retno Moeljani. Ketua Peneliti Hibah Bersaing 2008-2010 (DIKTI).
6. Karakterisasi fenotipe Tanaman jagung Toleran N rendah. Makhziah & Yonny Koentjoro. Ketua Peneliti SINTA dan Strategis Nasional 2009-2010 (DIKTI-LITBANGDEPTAN).
7. Pengembangan Pupuk Organik Cair dari Limbah Industri Tahu Guna Meningkatkan Kemandirian Petani dalam Penyediaan Pupuk. Yonny Koentjoro, Makhziah & Ida Retno Moeljani. Anggota Peneliti Hibah Kreatifa 2011 (UPN “Veteran” Jawa Timur).
8. Strategi Peningkatan Efisiensi Penggunaan Nitrogen dan Air Pada Tanaman Jagung. Makhziah, W. Guntoro & Yonny Koentjoro. Ketua Peneliti Hibah Bersaing 2013-2014 (DIKTI).
9. Pengembangan Protokol Kultur Embrio Somatik Kelapa Kopyor Dengan Sistem Immersion Dehidrasi Menggunakan Eksplan Plumula Dan Embrio Tanpa
Haustorium. Sukendah, Pangesti Nugrahani & Makhziah. Anggota Peneliti Hibah Kompetensi 2014-2015 (DIKTI).
10. Seleksi Tanaman Kedelai Hasil Radiasi Sinar Gamma Cobalt 60 Untuk Sifat Produksi Tinggi dan Tahan Kekeringan. Yonny Koentjoro, Makhziah & Ida Retno Moeljani. Anggota Peneliti Hibah Kreatifa 2014 (UPN “Veteran” Jawa Timur).
D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
1. Aplikasi Teknologi Tepat Guna Pembuatan Pupuk Cair Organik Dari Kotoran Sapi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani Di Desa Senjayan – Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk. Yonny Konetjoro, Agus Sulistyono & Makhziah. Iptek bagi Masyarakat 2009 (DIKTI).
2. Sebagai instruktur dalam “Diklat Awal Pembibitan dan Pengolahan Limbah Kelapa Kopyor” 2010.
3. Program Ipteks Bagi Masyarakat (Ibm) Pada Kelompok Masyrakat dan Petani Putri Domas di Desa Domas Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. 2012 (DIKTI).
4. Instruktur Pembekalan Teknis Perbenihan Uji Mutu Benih Tanaman Perkebunan. 2013.
5. Instruktur Pelatihan Kelapa Kopyor, 19-21 Nopember 2013 di FP UPNVJT. 6. Pembibitan Tanaman Buah dengan Teknik Sambung dan Pembuatan Kompos
Metode Takakura pada Warga Binaan Yayasan Nurul Hayat, Kecamatan Gunung Anyar Surabaya. KKN Tematik 2013 (UPN Veteran Jawa Timur).
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
168
7. Penyuluhan dan Demo "Bercocok Tanam Sistem Vertikultur, di warga binaaan Yayasan Nurul Hayat" 23 Agustus 2013.
8. Instruktur Pelatihan Kultur Jaringan bagi siswa SMA se Surabaya , 8 Maret 2014 di FP UPNVJT.
E. PUBLIKASI ILMIAH
1. Makhziah & Yonny Koentjoro. 2005. Tanggapan Dua Varietas Kedelai terhadap Tingkat Pemberian Air yang Berbeda. Mapeta. 8 (1): 31-37.
2. Sukendah, Ira Djajanegara & Makhziah. 2006. Protokol Kultur Embrio Sigotik Kelapa Kopyor. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8(1): 15-20.
3. Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2006. Uji Kekerabatan Salak Suwaru dengan Analisis Gerombol Scott-Knott. Mapeta. 8(3):181-185.
4. Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2006. Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Beberapa Varietas Tomat. Tropika. 15 (1): 55-62.
5. Makhziah. 2008. Kajian Sistem Perakaran & Serapan N sebagai Pemahaman sifat Efisien N pada Tananaman Tomat. Mapeta. 10 (2): 105-114.
6. Makhziah & Ida Retno Moeljani. 2008. Pengaruh Penyambungan Beberapa Varietas Melon dengan Batang Bawah Waluh terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon. Agrivita. 30 (2): 127-131.
7. Makhziah. 2008. Penambahan BAP dan NAA Teknis dalam Media MS Kultur Jaringan Anggrek. Mapeta. 10 (3): 218-223.
8. Makhziah & Yonny Koentjoro. 2011. Genetic Variation & Agronomic Traits Association with Nitrogen Use Efficiency in Maize. Journal of Nature Studies. 9(2):47-52.
9. Makhziah. 2011. Survei Polimorfis Tetua dan Analisis Segregasi Galur untuk Pembuatan Peta Marka yang Terpaut Gen Ketahanan Penyakit Blas pada Tanaman Padi. Plumula. 1 (1): 117-124.
10. Makhziah, Kusriningrum & Herry Purnobasuki. 2013. Effect of Nitrogen Supply and Genotypic Variation for Nitrogen Use Efficiency Nitrogen in Maize. American Journal of Experimental Agriculture. 3 (1):182-199.
F. Penyampaian Makalah Pada Pertemuan/Seminar Ilmiah
1. Tanggapan beberapa Varietas Tomat terhadap Aplikasi Dosis Pupuk Nitrogen yang Rendah. Seminar Nasional Bioteknologi & Pemuliaan Tanaman. Agustus 2006, IPB-Bogor.
2. Genetic Variation of Nitrogen Use Efficiency in Tomato. International Seminar Genetic Resources management of Agriculture. 21 Agustus 2007, BB-Biogen, Bogor.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH
169
3. Uji Kompatibilitas Beberapa Varietas pada Penyambungan Bibit Tomat dengan Terong. Seminar Nasional Hortikultura“Pengembangan Produk Hortikultura Unggulan lokal Melalui Pemberdayaan Petani” 15 Nopember 2007, UNS Solo.
4. Pembentukan Varietas Tomat Berpotensi Hasil Tinggi dan Toleran Pemupukan Nitrogen Rendah. Seminar Nasional Akselerasi Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Mendukung Revitalisasi Pertanian. 2 Desember 2009, UPNV JT, Surabaya.
5. Peningkatan Efisiensi Penggunaan N pada Tanaman Jagung secara Genetik. Seminar Nasional Peningkatan Kompatibilitas Kinerja Teknologi Pertanian di Bid.Litdimas. 15-16 Desember. 2010, UPNVJT, Surabaya.
6. Efisiensi penggunaan nitrogen melalui pembentukan varietas tomat berpotensi hasil tinggi dan toleran pemupukan nitrogen rendah. Seminar Hasil Penelitian HB- DIKTI. 22 Juni 2011, Surabaya.
7. Nitrogen Use Efficiency And Yielding Ability Of Four Maize Varieties. International Seminar Natural Resources Climate Change & Food Security. 27-28 Juni 2011, UPNVJT.
8. Relationship Between Nitrate Reductase Activity and Some Other Traits at Different Nitrogen Rates in Some Maize genotypes. International Conference on Food Security 2012, 27-28 Nov 2012, Univ. of Brawijaya.
9. Technopreneurship dalam Mata Kuliah Bioteknologi Tanaman:Implementasinya pada Fakultas Pertanian UPN Jatim Konferensi Nasional “Inovasi dan Technopreneurship” IPB, 18-19 Februari 2013. Sukendah, Makhziah, dan Pangesti Nugrahani.
10. Dosis Optimum Pupuk Nitrogen pada Beberapa Varietas Jagung untuk Efisiensi Penggunaan Nitrogen. Seminar Nasional PERIPI. 23-24 Oktober 2014. Univ. Jember.
11. Strategi Peningkatan Efisiensi penggunaan Nitrogen dan Air pada Tanaman jagung. Seminar Nasional Hasil Penelitian. LPPM UPN “Veteran” Jawa Timur. 4 November 2014.
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DISERTASI KERAGAMAN GENETIK DAN ....... MAKHZIAH