dinamika sistem pertambahan nilai kayu jati abdul … · nilai produk kayu jati dan tersusunnya...
TRANSCRIPT
DINAMIKA SISTEM PERTAMBAHAN NILAI KAYU JATI
DI KPH BANTEN PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
ABDUL LATIF
E 14103040
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ABDUL LATIF (E14103040). Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Di bawah bimbingan HERRY PURNOMO dan DODIK RIDHO NURROCHMAT. Studi dinamika sistem pertambahan nilai kayu jati bertujuan untuk menggambarkan sistem pengusahaan kayu jati dalam sebuah model simulasi, diperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai produk kayu jati dan tersusunnya rekomendasi skenario kebijakan masa depan yang sesuai dan menguntungkan bagi para aktor yang berperan. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan sistem dinamik, yaitu dengan menganalisis komponen dari sistem secara keseluruhan. Dari studi ini diperoleh hasil bahwa secara umum nilai jati mengalami penurunan yang dikarenakan produksi bahan baku yang tidak stabil dan cenderung menurun, sehingga jika tidak diantisipasi dapat mempengaruhi industri hilir seperti industri furnitur. Pertambahan nilai kayu jati juga diperankan oleh banyak aktor, dan masing-masing aktor yang berperan memiliki nilai yang berbeda-beda. Pertambahan nilai dari hasil studi ini menunjukkan bahwa pertambahan nilai yang dihasilkan dari bahan yang digunakan, Perum Perhutani sebagai pemasok bahan baku menikmati sekitar 40,61% dari total pertambahan nilai sebesar Rp 1.933.000. Sedangkan pada pertambahan nilai dari produk, aktor yang menikmati pertambahan nilai terbesar adalah produsen furnitur dengan 21,63% dari total pertambahan nilai produk sebesar Rp 3.639.000. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penurunan jumlah potensi hutan dan penurunan pertambahan nilai kayu jati, maka dibuatlah skenario masa depan yang dikembangkan untuk membantu meningkatkan pertambahan nilai jati diantaranya dengan peningkatan efisiensi produksi, meningkatkan volume tebang dengan membuka investasi penanaman lahan kosong dan memberikan perhatian khusus bagi penjual domestik dan mancanegara dengan memberi insentif pemasaran. Dari skenario yang dibuat dapat diprediksi bahwa skenario dengan membuka investasi penanaman lahan kosong dapat meningkatkan pertambahan nilai kayu jati.
Kata kunci : jati, furnitur, nilai tambah, sistem dinamik
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Sistem
Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dan Banten adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Abdul Latif
NRP E14103040
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH
Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Nama Mahasiswa : Abdul Latif
NRP : E 14103040
Departemen : Manajemen Hutan
Fakultas : Kehutanan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc NIP. 131 795 793 NIP. 132 130 468
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Kamis tanggal 26 Desember 1985,
putra kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Mabaryanto dan Ibu
Hayati. Pendidikan formal penulis dimulai di Madrasah Ibtidaiyyah Darul
Muqinin Jakarta pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997 kemudian
melanjutkan studi di SLTP Negeri 127 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Penulis
melanjutkan ke SMU Negeri 112 Pesanggrahan, Jakarta dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas
Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB).
Pada tahun 2006 penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di
KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur, Batu Raden dan Praktek
Pengelolaan Hutan di kampus Getas UGM gelombang II. Pada bulan Juni-
Agustus 2007 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK PT. Diamond Raya Timber, Kec. Bangko Kab. Rokan Hilir Provinsi
Riau.
Selama masa studi penulis aktif di DKM Ibadurrahman pada tahun 2004-
2005 sebagai anggota Dept. PSDM Ibadurrahman dan 2005-2006 sebagai Ketua
pada salah satu Biro di Dept. PSDM Ibadurrahman. Pada tahun 2004-2006 penulis
diamanahkan sebagai asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Pada tahun 2006 menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Informatika. Pada
tahun 2006-2007 menjadi koordinator salah satu event Dompet Dhuafa pada bulan
Ramadhan yaitu Zakat Goes to Mall.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Dinamika Sistem Pertambahan Nilai
Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” di
bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Dodik Ridho
Nurrochmat, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin. Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya, yang telah memilih kita sebagai
ummat Sayyidina Muhammad saw. Segala Puji bagi Allah Dzat Pemberi Hidayah,
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan Rahmat dan Kemudahan dari-
Nya SWT. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw beserta keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang
tetap setia dan istiqomah dalam mengikuti jejak perjalanannya. Kami datang pada
panggilanmu wahai Nabi saw yang telah membimbing kami dan menyatukan
kami, kami datangi panggilanmu wahai Rasulullah.
Skripsi ini berjudul Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di
KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini menggambarkan pertambahan nilai kayu jati, informasi faktor dan
aktor yang berperan dan menggambarkan kedinamisan sebuah sistem serta
membuat skenario-skenario peningkatan pertambahan nilai kayu jati.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam
tulisan ini. Karena itu, masukan, kritikan dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga menyampaikan ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, masukan dan saran terhadap penulisan penelitian ini.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta menjadi pendorong
bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam pengetahuan yang telah
diperoleh.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan berbagai
macam kenikmatan yang tiada terhitung dan atas anugerah yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad saw. yang teramat
mencintai ummatnya sehingga mengajarkan kepada kita kebaikan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc
sebagai dosen pembimbing skripsi atas keikhlasannya dalam meluangkan
waktu, berbagi ilmu, bimbingan dan nasihat serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalasnya
dengan sebaik-baik balasan.
2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen
Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc sebagai dosen penguji wakil
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah
memberikan arahan, masukan dan pengalaman berharga untuk
penyempurnaan skripsi ini.
3. Ayah dan Ibu tersayang atas setiap do’a yang tercurah, setiap kebaikan yang
terlimpah, kasih sayang dan pengorbanan yang senantiasa diberikan serta
motivasi untuk penulis. Aa’ Hadi dan adik-adikku tersayang Evi dan Doni,
tiada kebaikan yang tersia-siakan, semoga Allah SWT mencurahkan
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan selalu.
4. Habibana Munzir bin Fuad al Musawa, Bang Emil Fadli, Wisnu, Febi
Muryanto, Sandrio dan kawan Lingkaran Pengokoh Ruhiyah terima kasih atas
do’a, ilmu, perhatian dan bantuan. Semoga Allah menguatkan ukhuwah kita,
semoga kita dapat berkumpul di surga-Nya nanti di bawah Panji Rasulullah
saw.
5. Kepala, Staf dan Pegawai KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten dan KBM Wilayah II bogor atas bantuan penelusuran data dan
kemudahan yang diberikan.
iii
6. Sahabatku dalam kebaikan : Arizia, Jati, Hadi, Agus, Nuralim, Dwi, Arul,
Nur, Sofwan, Azam, Ncep, Nurban, dan teman-teman MNH 40 atas do’a,
motivasi dan dukungan. Semoga kalian dalam kebahagian selalu.
7. Ibu Riksawati atas bantuan, pinjaman komputernya dan keluarga besar Lab.
Biometrika Hutan atas ilmu, pengalaman dan dukungan.
8. Keluarga besar DKM ‘Ibaadurrahman, saudaraku di Rotan 40 dan FMNC
(Forum Management Ngaji Club) yang telah memberikan banyak pelajaran
untuk selalu memperbaiki diri dan cerdas dalam memaknai kehidupan,
semoga tetap Ikhlas dan Profesional dalam berdakwah.
9. Sahabatku di Angka1 Event Organizer untuk setiap waktu dan kebersamaan
yang telah terjalin. Semoga semakin sukses dan mendapatkan apa yang kalian
selama ini cari.
10. Sahabatku di kost-an : Aliy Cool, Sarwo, Santo, Mamo, Ramdhan. Makasih
atas PGT-annya, sehingga masih bisa numpang hingga penulis lulus, semoga
kebaikan kalian menjadi anugerah yang mendekatkan kalian kepada Rabb
yang teramat mencintai hamba-Nya.
11. Seluruh staf pengajar Fakultas Kehutanan IPB khususnya Departeman MNH
atas ilmu yang diberikan, semoga menjadi ilmu yang manfaat dunia dan
akhirat. Staf administrasi Departeman MNH atas bantuan dan kerjasamanya,
Terima kasih banyak.
12. Teman-teman satu almamater Fakultas Kehutanan IPB dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga senantiasa
kebaikan kalian semua menjadi kebaikan di sisi Allah SWT.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................i
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vii
PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Pendekatan masalah ...............................................................................2
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................3
E. Output Yang Diharapkan........................................................................3
F. Manfaat Penelitian..................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
A. Hutan dan Jati ........................................................................................5
B. Teori Sistem, Analisis dan Dinamika Sistem ..........................................7
C. Analisis dan Desain Sistem.....................................................................8
D. Sistem Dinamik......................................................................................9
E. Rantai Nilai dan Nilai Tambah ...............................................................9
METODE PENELITIAN...................................................................................14
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................ 14
B. Alat dan Bahan..................................................................................... 14
1. Alat .................................................................................................. 14
2. Bahan............................................................................................... 14
C. Metode Pengumpulan Data................................................................... 15
D. Metode analisis .................................................................................... 15
E. Pengolahan Data, Pembuatan Model, dan Analisis Data ...................... 16
KONDISI UMUM PERTAMBAHAN NILAI JATI ..........................................20
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................24
A. Pengembangan Model .......................................................................... 24
1. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan ................................................ 24
v
2. Konseptualisasi ................................................................................ 25
3. Pertambahan Nilai Jati KPH Banten ................................................. 28
4. Spesifikasi Model............................................................................. 31
B. Evaluasi ............................................................................................... 37
C. Penggunaan Model............................................................................... 39
1. Simulasi Dasar ................................................................................. 39
2. Pembuatan skenario ......................................................................... 45
KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................50
A. Kesimpulan ..........................................................................................50
B. Saran ....................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................51
LAMPIRAN ......................................................................................................54
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Harga jual kayu bundar di Myanmar pada tahun 1994-1998 .................20
Tabel 2 Harga rata-rata gergajian kayu jati Myanmar (April-Mei 2007) ............21
Tabel 3 Volume penjualan kayu bulat jati dan penerimaan Perhutani (1998-
2002)....................................................................................................22
Tabel 4 Nilai Kayu gergajian jati di berbagai negara .........................................23
Tabel 5 Pertambahan nilai kayu jati di tiap aktor dan produk (Rp x 1.000/m3)...29
Tabel 6 Pertambahan nilai kayu jati (Rp x 1000/m3)..........................................29
Tabel 7 Pertambahan nilai kayu jati pada bahan dan produk hasil (Rp x 1000)..30
Tabel 8 Analisis sensitivitas dengan total pertambahan nilai (Rp) .....................39
Tabel 9 Jumlah pohon tiap KU pada akhir tahun simulasi dasar ........................40
Tabel 10 Stok kayu dan volume penjualan tahun (simulasi dasar) ....................41
Tabel 11 Total pertambahan nilai tahun ke-7, 31 dan 100 (simulasi dasar) ........42
Tabel 12 Urutan skenario penyesuaian dengan pertambahan nilai .....................48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Model dasar value chain ...................................................................10
Gambar 2 Rantai nilai sederhana oleh Kaplinsky dan Morris (2000) .................11
Gambar 3 Tahapan Pemodelan..........................................................................18
Gambar 4 Konseptualisasi model yang dikembangkan ......................................27
Gambar 5 Diagram sebab akibat alir kayu jati KPH ..........................................28
Gambar 6 Submodel areal hutan .......................................................................32
Gambar 7 Submodel penjualan kayu KPH ........................................................33
Gambar 8 Submodel perantara (broker) ............................................................34
Gambar 9 Submodel penggergajian...................................................................35
Gambar 10 Submodel furnitur...........................................................................36
Gambar 11 Submodel Finishing dan penjual .....................................................36
Gambar 12 Analisis sensitivitas model terhadap perubahan total pertambahan
nilai......................................................................................................38
Gambar 13 Dinamika tegakan kelas umur (simulasi dasar)................................40
Gambar 14 Pertambahan nilai dari KPH............................................................42
Gambar 15 Pertambahan nilai broker (simulasi dasar).......................................43
Gambar 16 Pertambahan nilai kayu pada penggergajian (simulasi dasar) ..........43
Gambar 17 Pertambahan nilai kayu pada industri furnitur (simulasi dasar)........44
Gambar 18 Pertambahan nilai kayu pada industri finishing dan penjual
furnitur (simulasi dasar)........................................................................45
Gambar 19 Total pertambahan nilai pada skenario I..........................................46
Gambar 20 Total pertambahan nilai pada skenario II.........................................47
Gambar 21 Total pertambahan nilai pada skenario III .......................................48
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan jati di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan secara baik
dan dikelola menurut asas kelestarian secara ekonomi, ekologi dan sosial. Hutan
jati di Indonesia saat ini merupakan tegakan yang tidak normal, yang didominasi
oleh pohon-pohon muda yang seharusnya tidak dipanen dalam jangka waktu
puluhan tahun.
Permasalahan yang terjadi dalam pengusahaan hutan jati begitu kompleks,
mulai dari kegiatan produksi (pembuatan tanaman), pemeliharaan sampai dengan
pemasaran hasil hutannya. Permasalahan ini tidak hanya dari segi teknis tanam-
menanam saja tetapi juga menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya sampai
dengan kebijakan pemerintah. Permasalahan tersebut menjadi menarik sebagian
orang untuk terus belajar dan mencari tahu. Ada dua permasalahan penting yang
berkaitan dengan pengusahaan kayu jati, yaitu: pertama, batas etat yang
diperbolehkan dalam penebangan dan kedua, nilai jual. Jika batas pasokan yang
pada etat tersebut selalu memperoleh tekanan untuk memenuhi kebutuhan
industri, maka yang terjadi adalah penurunan daya produksi hutan dan kerusakan
sumberdaya hutan dan lingkungan. Ini berarti menjadikan produktivitas hutan
sebagai penjaga gawang terakhir bagi keberlanjutan produksi bahan baku,
produksi industri kerajinan dan kebutuhan konsumen.
Dalam pengembangan pengusahaan kayu jati, informasi tentang pasar
komoditi (kayu) yang dihasilkan hutan, baik yang dikelola pemerintah maupun
rakyat sangatlah penting sehingga pasar sangat berperan dalam menentukan harga
jual, begitu juga faktor kelestarian hutan mutlak dibutuhkan untuk memengaruhi
pasar. Untuk itu diperlukan kajian mengenai sistem pengusahaan hutan dan bisnis
perkayuan, khususnya jati, yang menguntungkan dengan tetap memerhatikan
produktivitas hutan, karena bagaimanapun juga penanam dan aktor bisnis
perkayuan mengharapkan keuntungan dari penjualan kayunya.
2
B. Rumusan Masalah
Penjualan dan perkembangan bisnis kayu jati memiliki andil dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemasukan kas negara. Namun
demikian, pada umumnya keuntungan yang diperoleh petani dalam penjualan
kayu yang dihasilkan masih tergolong rendah dibanding pelaku pasar lainnya.
Selama ini, disinyalir sistem pemasaran yang kurang menguntungkan dipengaruhi
oleh kinerja pengusahaan hutan dan bisnis perkayuan.
Terdapat hubungan tarik menarik antara struktur, perilaku dan kinerja
pengusahaan hutan rakyat dalam batasan kelestarian ekosistem, sosial dan
ekonomi serta sistem pemanenan yang tebang butuh. Hubungan ini membentuk
suatu permasalahan sistemik dimana antara satu dengan yang lainnya saling
terkait dan saling memberikan pengaruh. Untuk itu penelitian ini ingin menjawab
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana penggambaran sistem pengusahaan kayu jati dan simulasi
model dinamik komponen pertambahan nilai dalam sistem pengusahaan
kayu jati?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan nilai produk
kayu jati?
3. Skenario apa yang mendorong bagi kelangsungan kelestarian hutan dan
industri furnitur?
C. Pendekatan masalah
Pengusahaan hutan dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang terbentuk
dari subsistem-subsistem yang mendukungnya dan saling berhubungan. Sistem
yang membentuk pengusahaan hutan dan bisnis perkayuan terdiri dari tiga
subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan hasil hutan, dan
subsistem pemasaran. Hubungan antar elemen atau subsistem ini kemudian
menimbulkan suatu permasalahan yang kompleks, yang mengarah pada
permasalahan sistemik dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain
Ruang lingkup kajian ini adalah analisis structure (struktur), conduct
(perilaku), performance (kinerja) pengusahaan hutan rakyat. Dengan menganalisis
ketiga aspek tersebut (struktur, perilaku dan kinerja) yang terjadi dalam
3
pengusahaan hutan jati maupun sifat hubungan antar ketiga aspek tersebut
diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi atau acuan dalam pengambilan
keputusan dalam penentuan kebijakan pengusahaan hutan dan hasil hutan,
khususnya jati, baik dari sisi produksi, pemeliharaan, maupun pemasaran.
Permasalahan ini akan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu,
sehingga pendekatan yang kemudian digunakan dan dianggap sesuai dalam
penelitian ini adalah dengan melalui pendekatan sistem.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan sistem
dinamik, yaitu pendekatan dalam pembuatan model yang menekankan hubungan
sebab akibat antar variabel dan pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan dengan
bertambahnya waktu. Software yang digunakan untuk membantu analisis dalam
pendekatan sistem dinamik adalah STELLA. Penggunaan pendekatan ini lebih
ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman tentang bagaimana
tingkah laku muncul dari struktur kebijakan dalam suatu sistem.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tergambarkannya sistem pengusahaan kayu jati dalam sebuah model
simulasi serta mempelajarinya dengan pendekatan sistem dinamik.
2. Diperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan rantai nilai produk kayu jati.
3. Tersusunnya rekomendasi skenario kebijakan yang sesuai dan
menguntungkan bagi para pelaku pada sistem pengusahaan hutan dan hasil
hutan, khususnya usaha furnitur kayu jati.
E. Output Yang Diharapkan
1. Informasi mengenai keterkaitan antar komponen pada proses pengusahaan
hutan dan hasil hutan, khususnya jati.
2. Tersedianya simulasi model sistem pengusahaan hutan dan hasil hutan,
khususnya jati.
3. Tersedianya dokumen yang berisi gambaran mengenai perilaku dan
kinerja pasokan bahan baku industri furnitur.
4
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah
Tersedianya informasi mengenai alternatif peningkatan potensi dan
kesejahteraan bagi masyarakat di daerah yang bisa digunakan sebagai acuan
dalam perumusan kebijakan, khususnya untuk pengembangan hutan rakyat.
2. Bagi masyarakat
Tersedianya informasi mengenai pengembangan pengusahaan hutan
dan industri furnitur kayu jati (furnitur) agar tetap sukses bertahan pada pasar
global.
3. Bagi KPH (Perhutani)
Tersedianya informasi bagi KPH dalam upaya menyeimbangkan rasio
kelestarian hutan dengan produksi yang dihasilkan serta masukan
pengembangan usaha lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan dan Jati
Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dijelaskan bahwa hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah
dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di
Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah (fancy wood) dan memiliki
kualitas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur dan mampu bertahan
hingga 500 tahun (Sumarna, 2003).
Dalam sistem klasifikasi, tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledone
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis Linn. F
Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand,
sampai ke Indonesia khususnya Pulau Jawa. Jati tumbuh di hutan yang
menggugurkan daun di musim kemarau. Menurut sejumlah ahli botani, jati
merupakan spesies asli di Myanmar, yang kemudian menyebar ke semenanjung
India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati
adalah spesies asli di Myanmar, India, Thailand dan Laos. Sekitar 70% kebutuhan
jati dunia pada saat ini dipasok oleh Myanmar. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh
India, Thailand, Indonesia, Srilangka, dan Vietnam. Pasokan dunia dari hutan jati
alam satu-satunya berasal dari Myanmar. Sedangkan lainnya berasal dari hasil
hutan tanaman jati (Wikipedia Indonesia, 2007).
6
� Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati
(Myanmar, India, Thailand dan Laos) dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai
hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19),
Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909). Iklim yang
cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu
panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan
intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang
optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan
hanya terdiri dari satu jenis pohon. Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson
yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon
akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies
pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Tanah yang sesuai adalah
yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik),
mengandung cukup banyak kapur (Ca) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang
air. Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan
(diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu.
Di Jawa, hutan jati tercatat menyebar di pantai Utara Jawa, mulai dari
Kerawang hingga ke ujung Timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak
menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650
meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih dari
200 meter di atas permukaan laut. Di kedua provinsi ini, hutan jati sering
terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan
secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban
Rembang, Blora, Grobogan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik
dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Saat
ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah
perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan
Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati
Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan
setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa (Wikipedia
Indonesia, 2007). Di Indonesia sendiri, selain di pulau Jawa dan pulau Muna, jati
7
juga dikembangkan di pulau Bali dan Nusa Tenggara. Dalam beberapa tahun
terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan
Kalimantan Selatan, namun hasilnya kurang menggembirakan.
B. Teori Sistem, Analisis dan Dinamika Sistem
Menurut Amirin (1992), istilah sistem berasal dari istilah Yunani “systema”
yang mengandung arti keseluruhan (a whole) yang tersusun dari sekian banyak
bagian; berarti pula hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau
komponen secara teratur. Istilah sistem dipergunakan untuk menunjukkan banyak
hal diantaranya untuk menunjukkan suatu himpunan bagian yang saling berkaitan;
keseluruhan organ-organ tubuh tertentu; sehimpunan ide-ide, prinsip dan
sebagainya; hipotesis atau teori; metode atau tata cara (prosedur); skema atau
metode pengaturan susunan sesuatu.
Sedangkan menurut Simatupang (1995), sistem adalah kumpulan obyek-
obyek yang saling berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
tertentu dalam lingkungan yang komplek. Obyek yang dimaksud disini adalah
bagian-bagian dari sistem, seperti input, proses, output, pengendalian umpan
balik, dan batasan-batasan dimana setiap bagian ini mempunyai beberapa nilai
atau harga yang bersama-sama menggambarkan keadaan sistem pada suatu saat
tertentu. Interaksi disini menghasilkan suatu ikatan antar obyek-obyek dalam
proses sistem, antara sistem dengan subsistem, sehingga dihasilkan suatu perilaku
sistem tertentu. Lima unsur utama dalam sistem, yaitu elemen-elemen atau
bagian-bagian yang meliputi:
a. Adanya interaksi atau hubungan antar elemen-elemen atau bagian-bagian
b. Adanya sesuatu yang mengikat elemen-elemen atau bagian-bagian tersebut
menjadi suatu kesatuan
c. Terdapat tujuan bersama, sebagai hasil akhir
d. Berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Studi teori sistem dapat didefinisikan sebagai studi transdisiplin tentang
abtraksi organisasi fenomena, yang independen dari substansinya, tipe maupun
skala spasial dan temporal dari keberadaannya. Studi ini menginvestigasi prinsip-
prinsip umum dari entitas-entitas kompleks, dan biasanya menggunakan model
8
matematika untuk menggambarkan prinsip-prinsip tersebut (Heylighen dan
Joslyn, 1992).
Purnomo (2005) menyebutkan bahwa teori sistem erat hubungannya dengan
sibernetika dan dinamika sistem (system dynamics), yaitu model-model yang
terdiri dari jaringan peubah yang berubah dengan waktu; seperti model-model
“world dynamics” dari Jay Forrester dan Club of Rome. Dijelaskan pula bahwa
model adalah abstraksi dari sebuah sistem. Sistem adalah sesuatu yang terdapat di
dunia nyata (real world). Sehingga pemodelan adalah kegiatan yang membawa
seluruh dunia nyata ke dalam dunia tak nyata atau maya tanpa kehilangan sifat-
sifat utamanya. Melalui model tersebut beragam percobaan dan perlakuan bisa
dimplementasikan, sehingga dampak dari beragam implementasi tersebut dapat
segera diketahui.
C. Analisis dan Desain Sistem
Analisis sistem berguna mendekati masalah yang secara intuitif dapat
digolongkan ke dalam organized complexities atau kompleksitas yang
terorganisasi. Analisis sistem berguna untuk membahas sistem kompleks yang
terorganisasi baik yang terlihat atau tidak terlihat (Purnomo, 2005).
Analisis sistem juga mempersyaratkan adanya dasar pemahaman terhadap
sistem tersebut baik sedikit atau banyak. Pemahaman tersebut dapat dicari melalui
perenungan atau sejumlah pustaka yang ada.
Tahapan pemodelan yang berbasis komputer telah dikemukakan dalam
banyak literatur, salah satunya dikemukakan oleh Grant et al. (1997) yang
menjelaskan tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Menentukan batasan sistem yang akan diteliti dan mengidentifikasi
komponen-komponen dari sistem berupa parameter dan peubah sistem.
2. Pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif.
3. Menentukan model matematika yang nenyatakan hubungan fungsional
antar komponen tersebut.
4. Evaluasi model, dimana model dimantapkan dengan percobaan-
percobaan melalui komputer dan dibandingkan dengan keadaan sistem
yang sebenarnya atau melalui komputer dan dibandingkan dengan
9
keadaan sistem yang sebenarnya atau melalui uji stastistik dan
observasi.
5. Eksperimen model dengan komputer, termasuk uji kepekaan
(sensitivity analysis).
6. Implementasi hasil simulasi (aplikasi model).
D. Sistem Dinamik
Ford (1999) dalam Purnomo (2005) menjelaskan bahwa sistem dinamik
atau system dynamics secara formal mulai dikenal tahun 1960-an melalui kerja Jay
W. Forrester dan koleganya dari Sloan School of Management di Massachusetts
Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat. Mereka mengembangkan ide-ide
penerapan konsep teori kontrol umpan balik terhadapa sistem-sistem industri. Ide-
ide ini kemudian dikenal sebagai industrial dynamics yang diimplementasikan
dengan perangkat lunak DYNAMO.
Forrester (1999) dalam Purnomo (2005) mendefinisikan dinamika sistem
sebagai sebuah bidang untuk memahami bagaimana sesuatu berubah menurut
waktu. Dinamika sistem berakar dari atau dibentuk oleh persamaan-persamaan
difference dan diferensial. Purnomo (2005) juga menjelaskan bahwa dinamika
sistem merupakan studi mengenai perubahan sistem menurut waktu dengan
memperhatikan faktor umpan balik.
E. Rantai Nilai dan Nilai Tambah
Istilah value chain (rantai nilai) pertama kali dikemukakan oleh Michael
Porter dalam bukunya berjudul "Competitive Advantage: Creating and Sustaining
superior Performance" pada tahun 1985. Analisis rantai nilai ini, menguraikan
aktivitas di dalam dan sekitar organisasi dan menghubungkannya pada posisi dan
suatu analisa organisasi pesaing yang kuat (Recklies, 2001).
Gambar 1 berikut merupakan model dasar rantai nilai dari Porter (1985).
Gambar tersebut menjelaskan bahwa istilah margin (keuntungan) menyiratkan
bahwa kemampuan organisasi atau perusahaan untuk mendapatkan profit margin
tergantung kepada kemampuan mengelola hubungan antar semua aktivitas dalam
rantai nilai, dengan kata lain sebuah organisasi atau perusahaan akan mampu
10
memberikan sebuah barang atau jasa kepada konsumen dengan kemampuan
membayar lebih (willingness to pay) dari jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rantai nilai tersebut.
Inbound Logistics
> Operations > OutboundLogistics
> Marketingand Sales
> Service > MA R G I N
Firm Infrastructure
HR Management
Technology Development
Procurement
MA R G I N
Sumber : Porter (1985)
Gambar 1 Model dasar value chain
Gambar 1 di atas juga menjelaskan bahwa kegiatan transformasi input
menjadi output yang meliputi inbound logistik, operasional, outbound logistik,
pemasaran dan penjualan, dan jasa serta berbagai pendukung perusahaan seperti
infrastruktur perusahaan, SDM, pengembangan teknologi, dan pengadaan yang
dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaannya merupakan kegiatan yang saling
terkait dalam value chain.
Menurut sebuah artikel dalam www.quickmba.com, tujuan aktivitas
transformasi yang digambarkan Porter (1985) adalah untuk menciptakan nilai
yang melebihi biaya yang dikeluarkan dalam menyediakan produk atau jasa,
dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan. Dalam artikel tersebut juga
menjelaskan proses primer value chain, yaitu :
1. Inbound logistik, proses ini meliputi penerimaan, pergudangan, dan
pengendalian persediaan masukan material
2. Operasional merupakan aktivitas yang berhubungan dengan proses
pembentukan nilai yang mengubah input kepada produk akhir
3. Outbound logistik adalah aktivitas yang diperlukan untuk
mendapatkan produk jadi kepada konsumen, termasuk pergudangan
dan pemenuhan pesanan
11
4. Pemasaran dan penjualan adalah aktivitas yang berhubungan dengan
pembeli yang potensial termasuk di dalamnya pemilihan saluran
penjualan, iklan dan penetapan harga
5. Jasa atau layanan merupakan aktivitas pemeliharaan dan peningkatan
nilai produk termasuk di dalamnya menjaga kepuasan konsumen dan
perbaikan pelayanan.
Rantai nilai menguraikan cakupan aktivitas yang diperlukan untuk
membawa produk atau jasa (layanan) dari konsepsi, sampai tahap produksi yang
berbeda (menyertakan suatu kombinasi perubahan bentuk fisik dan masukan
berbagai produsen jasa), penyerahan ke konsumen akhir, dan penjualan akhir
setelah penggunaannya (Kaplinsky dan Morris, 2000). Empat mata rantai nilai
secara sederhana menurut Kaplinsky dan Morris (2000) dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut :
Gambar 2 Rantai nilai sederhana oleh Kaplinsky dan Morris (2000)
Kaplinsky dan Morris (2000) juga menjelaskan bahwa, dunia produksi dan
pertukarannya yang sering diteliti bersifat kompleks dan heterogen. Tidak hanya
berbeda rantai nilai (keduanya berada di dalam dan antar sektor), tetapi juga
dilakukan dalam konteks lokal dan nasional. Tidak ada metodologi mekanis yang
digunakan melainkan dengan metode rantai nilai. Tiap rantai masing-masing
mempunyai karakteristik tertentu, peneliti dapat membedakan dan mengaitkan
objek penelitiannya lebih luas dan dapat secara efektif ditangkap dan diteliti
dengan pemahaman yang luas pula. Metode rantai nilai dimulai dengan
pemahaman alami pasar akhir (final markets), serta dipengaruhi:
1. Titik masukan untuk rantai nilai analisa.
2. Pemetaan rantai nilai.
3. Segmen produk dan faktor sukses kritis pasar akhir.
Desain Produksi Konsumsi dan pendauran ulang
Pemasaran
12
4. Bagaimana produsen mengakses pasar akhir.
5. Benchmarking efisiensi produksi.
6. Penguasaan berharga rantai.
7. Meningkatkan mutu rantai nilai.
8. Distribusi.
Schmitz (2005) dalam Purnomo (2006) menjelaskan bahwa analisa rantai
nilai sangat efektif digunakan pada aliran perdagangan produk, dapat menunjukan
tahapan pertambahan nilai dan mengidentifikasi aktor kunci dan kerjasama
terhadap aktor lainnya dalam sistem.
Menurut Schiebel (2007) Analisis rantai nilai didefinisikan sebagai sebuah
satu kesatuan yang terintegrasi (aktivitas struktur harga dasar, biaya kepemilikan,
biaya eksternal dan internal) dan proses yang digunakan untuk menggambarkan
capaian dan biaya-biaya pada saat ini, seperti halnya dalam menilai dampak
potensi yang diusulkan oleh ECR (Efficient Consumer Response) pada
peningkatan konsep keseluruhan rantai persediaan untuk kategori produk
konsumsi.
Sedangkan dalam artikel yang dimuat oleh www.mindtools.com disebutkan
definisi analisa rantai nilai yaitu suatu alat analisis untuk mendapatkan bagaimana
kemungkinan nilai terbesar bagi konsumen, sebagaimana mendapatkan nilai
keuntungan maksimal bagi produsen/penjual. Pada artikel tersebut juga
menyebutkan tahapan proses analisa rantai nilai yaitu:
1. Analisa aktivitas, langkah pertama yang dilakukan dalam analisa rantai
nilai adalah mengidentifikasi yang dilakukan untuk menciptakan suatu
barang atau jasa.
2. Analisa nilai, langkah kedua adalah menilai aktivitas yang dilakukan
agar mendapat nilai terbesar bagi konsumen
3. Evaluasi dan perencanaan, langkah ketiga adalah mengevaluasi apakah
barang atau jasa yang dihasilkan mengalami perubahan nilai atau tidak,
kemudian merencanakan tindakan kedepan.
Samuelson (1980) dan Gordon (1981) dalam Prahasto (1990) menjelaskan
konsep nilai tambah (value added) pada awalnya merupakan metoda yang
digunakan dalam perhitungan produk nasional kotor (GNP), dengan konsep ini,
13
maka total nasional adalah penjualan dari nilai tambah setiap sektor. Perhitungan
GNP dengan metoda ini terutama ditunjukkan untuk menghindarkan terjadinya
double counting product akibat dihitungnya produk antara (intermediate product)
dalam GNP padahal sebenarnya termasuk pada perhitungan produk akhir.
Nilai tambah adalah seluruh tambahan biaya yang mencakup upah, bunga,
sewa, dan keuntungan akibat bertambahnya rantai kegiatan ekonomi atau tahapan
produksi (Samuelson, 1980 dalam Prahasto, 1990). Perubahan dari ekspor kayu
bulat menjadi ekspor kayu gergajian, selain menambah panjang rantai pengolahan
produk sebelum diekspor juga menambah biaya yang diperlukan untuk
pengolahan yang merupakan nilai tambah.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten, Propinsi Banten. KBM Wilayah II Bogor, dan Industri
pengolahan kayu jati wilayah sekitar Jakarta pada bulan November hingga
Desember 2007.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan meliputi :
a. Seperangkat komputer, software STELLA 8.0 dan Minitab 14
b. Panduan penelitian
c. Kuisioner pertanyaan
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder untuk proses simulasi dan pemodelan :
a. Data primer, meliputi: catatan lapangan (field report) sebagai hasil
pengamatan langsung, lembar jawaban kuisioner dan hasil
wawancara dari setiap aktor yang terlibat dalam rantai nilai serta
sumber informasi penting lainnya.
b. Data sekunder, meliputi: berbagai dokumentasi administratif
bidang kehutanan, seperti blangko data (form) monografi
kehutanan pada berbagai tingkat pemerintahan, blangko
administrasi kayu meliputi daftar penjualan, daftar harga jual dasar
kayu bundar jati, data biaya pengelolaan, data potensi luasan dan
volume, data sosial ekonomi serta sebaran jenis hutan serta data
penunjang lainnya yang dianggap perlu.
15
C. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh dari KPH Banten dan KBM Wilayah II Bogor yang
meliputi data luasan hutan kelas perusahaan jati, volume dan luasan tebang,
potensi hutan, data pembiayaan pengelolaan hutan, daftar penjualan, dan daftar
harga jual dasar kayu bundar jati. Pengumpulan informasi lainnya yaitu melalui
wawancara terstruktur dan studi pustaka.
a. Wawancara terstruktur dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner
adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk tujuan
mengumpulkan data dan pendapat dari responden yang ada
hubungannya dengan studi penelitian. Teknik kuisioner dipilih untuk
menggali informasi terkait dengan objek penelitian dengan
mengumpulkan informasi dari broker, dan industri pengolahan kayu
jati yang menggunakan kayu KPH Banten sebagai bahan baku.
b. Studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dari
sumber-sumber yang relevan. Studi dokumenter mencakup
dokumentasi administratif dari lembaga yang besangkutan, juga
berbagai literatur dan hasil penelitian lain yang berhubungan. Studi
pustaka adalah mempelajari pustaka yang terkait dengan penelitian
untuk lebih memahami kondisi riil lapangan. Pustaka yang dipilih
difokuskan pustaka-pustaka yang masih terkait dengan tema
penelitian.
D. Metode analisis
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan sistem. Pendekatan sistem digunakan sebagai metode untuk
mengintegrasikan ragam pengetahuan yang didapat dari beragam metode untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks (Purnomo, 2005). Pendekatan sistem
menekankan pada sebuah analisis dan desain secara keseluruhan, dari sebuah
komponen atau bagian-bagian. Pendekatan sistem melihat suatu permasalahan
dari luar dan memperhitungkan dari setiap segi dan variabel, dan hubungan sosial
dengan aspek-aspek teknologi.
16
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemodelan
sistem yang merupakan bagian dari pendekatan sistem. Pendekatan ini dilakukan
untuk menghadapi permasalahan yang kompleks dan tidak mungkin diselesaikan
dengan pendekatan analitis. Pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang
memanfaatkan persamaan-persamaan deduktif untuk menggambarkan
keseluruhan sistem dan dinamikanya. Purnomo (2005) menyebutkan bahwa
analisis sistem mendasarkan pada kemampuan untuk memahami fenomena dari
jumlah data yang tersedia. Analisis sistem adalah sebuah pemahaman yang
berbasis pada proses, sehingga sangat penting untuk berusaha memahami proses-
proses yang terjadi. Analisis sistem juga menguraikan suatu sistem informasi yang
utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk
mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan-permasalahan, kesempatan-
kesempatan, hambatan-hambatan dan kebutuhan-kebutuhan yang terjadi pada
dunia nyata yang diharapkan menjadi umpan balik informasi, sehingga dapat
diusulkan perbaikan-perbaikannya.
E. Pengolahan Data, Pembuatan Model, dan Analisis Data
1. Identifikasi isu, tujuan dan batasan.
Identifikasi isu, tujuan dan batasan penting dilakukan untuk mengetahui
dimana sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Membuat tujuan secara spesifik
agar semakin memudahkan proses pembuatan model, dalam hal ini peneliti
membatasi ruang lingkup penelitian pada produk-produk furnitur kayu jati yang
berasal dari satu KPH. Sedangkan isu yang diangkat adalah mencari model
pertambahan rantai nilai serta pihak yang berperan dalam meraih keuntungan.
2. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Pengolahan data wawancara terstruktur (kuisioner). Pengolahan
data tahap ini bertujuan untuk membuat data input model, data
diolah menjadi data kuantitatif (tabulasi) baik dalam bentuk tabel,
grafik ataupun diagram.
b. Pengolahan data sekunder, seperti data produksi, data penjualan
kau bulat Perhutani dan volume. Pengolahan data sekunder ini
17
bertujuan untuk membuat data input model dari sumber yang
relevan yang selanjutnya data tersebut diolah menjadi data
kuantitatif (tabulasi) baik dalam bentuk tabel maupun grafik atau
diagram.
c. Studi pustaka digunakan sebagai bahan tambahan, dasar
perhitungan yang relevan untuk studi ini.
3. Konseptualisasi Model
Pemodelan dinamik merupakan pemodelan yang menggambarkan
perubahan yang terjadi pada suatu sistem berdasarkan waktu (bersifat dinamis).
Dalam pemodelan ini satuan waktu yang digunakan adalah tahun. Fase ini
bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang model yang
dibuat. Memasukkan data yang telah diolah ke dalam model (sebagai input) dan
membuat simulasi.
4. Spesifikasi Model
Melakukan perumusan yang lebih detil dari setiap hubungan yang ada
dalam model konseptual. Jika pada model konseptual, hubungan dua komponen
dapat digambarkan dengan anak panah, maka pada fase ini anak panah tersebut
dapat berupa persamaan numerik dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu
yang dapat digunakan dalam pemodelan juga harus ditentukan.
5. Evaluasi Model
Fase ini bertujuan untuk melihat apakah relasi yang dibuat telah logis sesuai
dengan harapan atau perkiraan. Tahapan dalam fase ini adalah:
a. Pengamatan model dan membandingkan dengan kenyataan pada
dunia nyata
b. Mengamati perilaku model, apakah sesuai dengan harapan/
kenyataan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model
c. Membandingkan perilaku model dengan data yang didapat dari
sistem atau dunia nyata
Proses pengujian kewajaran dan kelogisan model adalah melakukan
pembandingan dunia nyata dengan model yang dibuat. Perbandingan dilakukan
dengan uji Khi Kuadrat (χ2) (Walpole, 1995) dengan rumus berikut :
χ2 hitung = ∑ (yriil – ymodel)2/ ymodel
18
dengan hipotesis = Ho : ymodel = yriil H1 : yriil ≠ ymodel
Dengan kriteria hitung uji = χ2 hitung < χ2 tabel : terima Ho
χ2 hitung > χ2 tabel : tolak Ho
6. Penggunaan Model
Model dapat dipakai untuk mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan
dan pengembangan perencanaan dan agenda bersama antar pihak. Dalam
penggunaan model ini diperlukan kegiatan:
o Membuat daftar panjang skenario dari semua skenario yang
mungkin dapat dibuat dan akan dikembangkan
o Menganalisis hasil dari daftar pendek skenario
o Merumuskan skenario tersebut menjadi pilihan kebijakan.
Tahapan pemodelan dan analisis data pada studi ini disajikan pada Gambar
3 berikut:
Gambar 3 Tahapan Pemodelan
Identifikasi Isu, tujuan dan batasan
Konseptualisasi model
Spesifikasi model
Evaluasi model
Penggunaan model
19
Dalam penelitian ini, analisis rantai nilai dilakukan dengan :
1. Penelusuran rantai nilai tataniaga kayu dari produsen (Perhutani)
sampai ke pedagang dan konsumen, serta melakukan pemetaan
aliran produk yang mencakup: a) nilai output kotor, b) nilai input,
dan c) aliran fisik dari produk
2. Analisa nilai tambah dan distribusi nilai tambah yang diterima
masing-masing aktor yang dirumuskan sebagai berikut :
π = Hj – B
Dimana:
π = Keuntungan yang diterima oleh aktor
Hj = Harga jual produk
B = Total biaya
3. Selanjutnya memasukkan nilai-nilai yang telah dicari ke dalam
model simulasi.
KONDISI UMUM PERTAMBAHAN NILAI JATI
Jati merupakan salah satu komoditi berasal dari hutan yang baik dan
bernilai jual tinggi, karena memiliki nilai fisik dan estetika yang tinggi. Di
Indonesia jati banyak diperoleh di Pulau Jawa. Selain di Indonesia jati juga
banyak ditemukan di Kamboja, Thailand, Myanmar dan India. Nilai jati terus
mendapat perhatian karena perannya dalam peningkatan devisa negara serta
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di Kamboja, pengelolaan hutan jati yang
dikelola oleh negara dengan rotasi 30 tahun dengan perlakuan penjarangan
menghasilkan nilai keuntungan bagi perusahaan sebesar US$ 1.000/Ha pada tahun
ke-3, US$ 2.000/Ha pada tahun ke-8 dan US$ 4.000/Ha pada tahun ke-15 dan 20
sedangkan pada tahun ke-30 pada pengelolaan tersebut mengasilkan keuntungan
US$ 30.000/Ha. Nilai yang hampir sama didapat pada pengelolaan tanpa
penjarangan, yaitu sebesar US$ 30.000/Ha, dengan nilai estimasi pohon berdiri
sebesar US$ 100/pohon dan terdapat 300 pohon/Ha (Agrifood Consulting
International, 2005). Pengelolaan hutan jati tanpa penjarangan memiliki nilai
NPV/Ha/Tahun sekitar US$ 55 pada tingkat suku bunga 10%, sedangkan
penjualan kayu persegi oleh lahan miliki pribadi, dijual seharga US$ 300/m3,
sehingga pada waktu panen perusahaan pengelola hutan jati menjual kayu yang
dipanennya kepada perusahaan penggergajian pribadi untuk meningkatkan nilai
kayu tersebut (Agrifood Consulting International, 2005).
Di Myanmar, produksi kayu bulat jati pada tahun 1971-1997 yang diizinkan
oleh pemerintah adalah rata-rata sebesar 609.500 m3/tahun. Nilai jual kayu bundar
jati berbeda tiap tahunnya. Berikut ini harga jual kayu bundar di Myanmar pada
beberapa tahun :
Tabel 1 Harga jual kayu bundar di Myanmar pada tahun 1994-1998
Tahun 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998
Harga (US$/log) 1.438 1.363 1.233 1.304
Perusahaan perkayuan di Myanmar memiliki efisiensi produksi produk dari
pemanenan dengan nilai tingkat sisa produksi (limbah) sampai produk akhir
sebesar 25%, sehingga pada produk akhir di pasar 100 m3 membutuhkan kayu
21
yang dipanen sebanyak 125 m3 (Castrén, 1999). Ekspor produk hasil hutan di
Myanmar memiliki peran yang cukup penting. Perputaran kayu banyak
didominasi oleh kayu bundar yaitu sebesar 80-85%, hanya sekitar 1/5 dari total
pendapatan ekspor hasil hutan diisi oleh produk pengolahan kayu. Produk olahan
primer seperti penggergajian, kayu lapis, dan kayu vinir mencapai 10-15% serta
pertambahan nilai pada industri kayu lainnya seperti moulding, flooring dan
furnitur hanya 5% dari total ekspor hasil hutan.
Saat ini Myanmar banyak menggunakan hutan alam sebagai penghasil kayu
bulat jati. Harga log kayu jati pada bulan Januari hingga Juni tahun 2007
bervariasi. Harga Kualitas II dihargai sebesar € 4.515/m3, harga kualitas III
dihargai sebesar € 4.288/m3 dan kualitas IV dengan harga € 3.944/m3.
Tabel 2 Harga rata-rata gergajian kayu jati Myanmar (April-Mei 2007)
Harga Rata-rata € perhoppus* Ton Kualitas Kayu Gergajian
April Mei
Kualitas I 2.461 2.836
Kualitas II 2.016 2.094
Kualitas III - -
Kualitas IV 1.687 1.661
Kualitas V 1.325 1.350
Sumber: ITTO (2007); *Hoppus ton = 1,8 m3 (1 US$ = € 0,726 = Rp 9.042)
Furnitur di negara Cina memiliki peran penting bagi pendapatan negara
tersebut. Asosiasi furnitur Cina secara formal menganugerahi sebuah sebutan
furnitur klasik Eropa pada daerah Yuhuan di Provinsi Zheijiang. Daerah ini dapat
menghasilkan 90% industri furnitur yang memproduksi furnitur klasik Eropa,
dengan rata-rata kapasitas produksi sebesar 900.000 set furnitur pertahun. Hal ini
merupakan produksi terbesar di Cina bagian Timur dan memiliki andil 30% dari
pasar nasional Cina, serta 70% produk furnitur telah dijual kepada 30 negara.
Harga kayu gergajian jati dengan panjang 4 meter dari Cina dihargai sebesar
10.000-12.000 Yuan/m3 atau sebesar 1321-1585 US$/m3 dengan nilai tukar
sebesar 1 US$ = 7,57 Yuan (ITTO, 2007).
Di Amerika Utara, pertumbuhan konsumsi furnitur di Amerika sejalan
dengan pendapatan bersih pajak pada tingkat 6,1% pada tahun 2006, meningkat
22
dari 4,7% dari tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan konsumsi di Amerika
ini, kemungkinan besar membawa peningkatan pada nilai pasar dunia sekitar US$
88,58 milyar pada tahun 2007 dibandingkan pada tahun sebelumnya dengan nilai
US$ 83,82 milyar. Sedangkan harga kayu jati gergajian (yang kasar) di Amerika
Utara merupakan kayu impor dari Taiwan bernilai US$ 2.125/m3 (ITTO, 2007).
Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi persediaan kayu jati.
Indonesia memiliki 31% dari sekitar 94% total luas tanaman jati tropis di Asia
(Bhat, 2003). Di Indonesia, peran yang besar tersebut didominasi oleh pemegang
hak pengelolaan kawasan jati khususnya di Jawa yaitu Perhutani. Perhutani
sebagai pengelola kawasan jati terbesar di Indonesia, memperkirakan penerimaan
pada tahun 2007 sebagai perusahaan pengelolaan hutan negara sebesar Rp 2,415
triliun, suatu kenaikan sebesar Rp 500 milyar dibanding tahun 2006. Pemasukan
terbesar didapat dari hasil hutan kayu sebesar 75% dan 25% dari hasil hutan non
kayu (ITTO, 2007).
Tabel 3 Volume penjualan kayu bulat jati dan penerimaan Perhutani (1998-2002)
Penerimaan (Rp x 1000) Tahun Volume (m3)
Total Rata-rata/m3
1998 703.005 550.602.273 783
1999 567.715 656.779.314 1.156
2000 726.653 675.994.415 930
2001 645.041 813.704.787 1.261
2002 613.219 836.439.281 1.364
Sumber: Siswamartana (2003)
Rata-rata harga kayu bulat jati di atas ditentukan beberapa faktor sebagai
berikut :
o Komposisi kayu menurut kelas diameter dan kualitas.
o Illegal loging yang membuat kelebihan persediaan kayu dan
menurunkan harga.
o Krisis ekonomi yang menyebabkan merosotnya daya beli
konsumen.
Setiap meter kubik kayu jati yang dijual oleh Perhutani menyangkut kepada
hal berikut ini :
23
o Pertambahan nilai pada pajak sebesar 10% dari harga kayu
o Bagian sumberdaya hutan
o Retribusi kepada pemerintah daerah
o Fee lelang dan kepedulian sosial
Setiap meter kubik diprediksi bagian wajib pajak sebesar Rp 450.000 untuk
penjualan langsung dan Rp 650.000 untuk penjualan melalui lelang
(Siswamartana, 2003).
Berikut ini tabel perbandingan nilai kayu gergajian jati di berbagai negara
pada tahun 2007 :
Tabel 4 Nilai Kayu gergajian jati di berbagai negara
Nama Negara Kualitas Nilai Kayu Jati (US$)
I 2.026
II 1.572
IV 1.280
Myanmar
V 1.027
Cina* - 1.453
Taiwan - 2.125
I 809
II 753
Indonesia (penjualan
dalam negeri)
III 677
Sumber: ITTO (2007), Perhutani (2007); * 1 US$ = 7,567 Yuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengembangan Model
1. Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan
Tingkat kebutuhan kayu semakin meningkat dan diiringi dengan semakin
bertumbuhnya industri pengolahan kayu. Permintaan kebutuhan kayu yang tinggi
tidak diimbangi dengan persediaan sumber daya hutan terutama kayu. Hutan
tanaman yang banyak berdiri menggantikan hutan alam yang kian berkurang juga
berperan sebagai pendukung persediaan kayu bulat untuk memenuhi pasar.
Perhutani sebagai perusahaan pengelolaan hutan tanaman terbesar di pulau Jawa
memiliki andil besar dalam penyediaan kayu jati yang diminta oleh pasar.
Total luas kawasan hutan yang dikelola Perhutani adalah seluas 3.009.771
ha yang meliputi hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, dan taman
nasional, dengan luas 1.083.925 ha berupa kawasan hutan jati. Pada 2003, sekitar
76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu
kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu).
Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung,
suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam. Sedangkan KPH Banten yang berada
dibawah pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten memiliki
luas kawasan hutan jati sebesar 36.438,55 Ha atau sebesar 1,21% dari total luas
hutan Perum Perhutani dan sebesar 3,36% dari luas kawasan jati Perum Perhutani.
Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki
fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Memiliki nilai yang besar dan penting
untuk pendapatan negara. Begitu juga dengan industri hilir yang berada
setelahnya, seperti penggergajian kayu, industri mebel dan lainnya. Nilai-nilai
tersebut mengalir dari produsen hingga ke konsumen, dengan nilai yang berbeda.
Pada penelitian ini penulis membatasi lingkup penelitian hanya pada jati
yang berasal dari KPH Banten. Selanjutnya melakukan penelusuran aliran kayu
hingga ke industri pengolahan kayu jati (furnitur) di daerah Jakarta dan
sekitarnya.
Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani memiliki banyak tujuan,
selain sebagai pemasok kebutuhan bahan baku kayu, juga dapat meningkatkan
25
kesejahteraan masyarakat dan membuka peluang kerja bagi masyarakat,
mendukung dan berperan serta dalam pembangunan wilayah dan perekonomian
nasional. Dalam rangka pengelolaan hutan lestari, pengelolaan hutan Perum
Perhutani jugs bertujuan meningkatkan produktivitas, kualitas dan nilai sumber
daya hutan. Isu yang diangkat dalam pemodelan ini adalah mencari dinamika
sistem pertambahan nilai jati di KPH Banten melalui penelusuran produk lanjutan
kayu jati.
Pemodelan ini dibuat dengan tujuan untuk menggambarkan sistem
pengusahaan kayu jati, menggambarkan sistem tersebut dalam sebuah model
simulasi serta mempelajarinya dengan pendekatan sistem dinamis, diperolehnya
informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai produk
kayu, serta tersusunnya rekomendasi skenario kebijakan yang sesuai dan
menguntungkan bagi pelaku pada sistem pengusahaan hutan dan kayu jati.
Berdasarkan model tersebut diharapkan dapat menjadi informasi mengenai
alternatif peningkatan potensi dan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah, dapat
memberikan masukan mengenai pengembangan pengusahaan hutan dan industri
pengolahan kayu jati (furnitur) agar tetap sukses bertahan pada pasar global, serta
dapat memberikan masukan bagi KPH agar dapat menyeimbangkan rasio
kelestarian hutan dengan produksi yang dihasilkan serta masukan pengembangan
usaha lainnya. Batasan sistem terkait dengan sumber bahan baku kayu jati yang
dalam hal ini adalah KPH Banten, lingkup pemasaran produk lanjutan kayu jati di
daerah Jakarta dan sekitarnya seperti broker dan industri pengolahan kayu jati.
Batasan sistem ditetapkan dengan tujuan untuk memisahkan komponen yang
berada di dalam sistem dan komponen yang berada di luar sistem. Komponen
yang berada di dalam sistem dibatasi sebagai berikut : (1) Harga jual dasar kayu
bundar jati Perhutani, (2) Harga beli dan harga jual broker, (3) Biaya industri
pengolahan kayu jati dan harga jual produk, (4) Satuan produk dan (5)
Keuntungan.
2. Konseptualisasi
Model konseptual yang dikembangkan dideskripsikan melalui aliran dan
stok. Model yang dibuat terdiri dari beberapa submodel antara lain: areal hutan
26
dan produksi kayu KPH Banten, penjualan kayu, industri pengolahan kayu serta
pasar produk furnitur. Pemodelan dinamik merupakan pemodelan yang
menggambarkan perubahan yang terjadi pada suatu sistem berdasarkan waktu
(bersifat dinamis). Dalam pemodelan ini satuan waktu yang digunakan adalah
tahun. Fase ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh
tentang model yang dibuat.
Kebutuhan akan kayu yang terus meningkat dapat dilihat dari besarnya
permintaan kayu di pasar. Pasar dapat menjadi penentu besaran produksi yang
dihasilkan dari hutan sebagai penghasil kayu (bahan baku), dalam hal penghasil
kayu KPH Banten berperan sebagai penghasil kayu bulat yang dihasilkan dari
kegiatan pemanenan. Kegiatan pemanenan merupakan rangkaian kegiatan
pengelolaan hutan, dimana kegiatan pengelolaan hutan biasanya dimulai dengan
kegiatan penanaman, lalu diikuti oleh kegiatan lainnya seperti pemeliharaan,
penanaman dan sebagainya. Banyaknya penanaman akan mempengaruhi
dinamika tegakan yang akan berhubungan dengan banyaknya penebangan. Jika
yang ditanam banyak memungkinkan akan dapat banyak menebang pada waktu
yang akan datang, yang akan mengahsilkan kayu bulat. Kayu bulat yang
dihasilkan tersebut selanjutnya diolah melalui industri pengolahan kayu primer
yang akan menghasilkan produk kayu olahan.
Pengelolaan hutan lestari diharapkan mampu menghasilkan produk yang
dapat menyeimbangkan permintaan kayu khususnya jati yang menguntungkan
secara sosial ekonomis, produktif, dan berwawasan lingkungan. Sehingga selain
dapat meningkatkan nilai perolehan dari kayu yang dihasilkan juga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan pendapatan masyarakat
lainnya melalui industri pengolahan kayu. Konseptualisasi model dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :
27
(+)
(+) (+)
(+) (+) (+) (+) Pengolahan kayu bulat (+) (+) (+) (+) (+)
Penjualan produk
(+)
Gambar 4 Konseptualisasi model yang dikembangkan
Gambar 5 di bawah ini merupakan diagram sebab akibat alir kayu KPH
Banten. Diagram ini meliputi aktor, peran aktor dan aliran kayu. KPH Banten
sebagai salah satu sumber penghasil kayu bulat Perum Perhutani menghasilkan
kayu tiap tahunnya, dengan jumlah volume yang berbeda. Aktor selanjutnya
adalah Broker yang memiliki peran dalam aliran pertambahan nilai kayu KPH
Banten, selanjutnya kayu bulat tersebut akan diproses pada industri pengolahan
kayu yang terdiri dari penggergajian, pembuatan furnitur (produsen), dan terakhir
finishing untuk mempertinggi nilai kualitas furnitur. Selanjutnya produk furnitur
tersebut dijual kepada konsumen.
pemanenan
Konsumsi domestik
Ekspor
Jati KPH
Penanaman Kayu bulat
Produk kayu olahan
Industri furnitur
pasar Hutan jati
penjualan
Broker Ind. pengolahan
28
Pasar ekspor
+
+
Penanaman
Pemanenan
Hutan jatiJati KPH
Kayu bulat
broker
Penjualan langsung
Lelang
Penggergajian
Produsen furnitur
PertumbuhanJati
Finishing
Penjual
Konsumsi domestik
Tegakan jati
++
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+ +
Gambar 5 Diagram sebab akibat alir kayu jati KPH
3. Pertambahan Nilai Jati KPH Banten
Dari hasil studi ini, diperoleh pertambahan nilai jati KPH Banten dengan
nilai yang berbeda pada setiap aktor, perolehan pertambahan nilai dapat dilihat
pada Tabel 4. Nilai output diperoleh dari nilai produk akhir. Nilai pertambahan
kayu yang diperoleh ditentukan dari masukan bahan baku sejumlah 1 m3 yang
akan terus menjadi produk akhir sebanyak 0,285 m3. Tiap aktor memiliki peran
berbeda dalam pertambahan nilai kayu jati, penyumbang terbesar diprediksi dari
perhutani. Sedangkan aktor dalam industri pengolah kayu sebagai penyumbang
pertambahan nilai terbesar dipegang oleh produsen furnitur. Berikut ini
pertambahan nilai kayu per meter kubik jati pada setiap aktor.
29
Tabel 5 Pertambahan nilai kayu jati di tiap aktor dan produk (Rp x 1.000/m3)
Aktor Nilai Output Nilai Input Output bersih
Perhutani 2.496 1.711 785
Broker 497 200 297
Penggergajian 1.011 500 511
Produsen furnitur 2.047 1.260 787
Finishing 1.360 680 680
Penjual 1.052 474 578
Nilai pada tabel di atas masih memerlukan perhitungan kembali untuk
mendapatkan hasil nyata yang diperoleh dari 1 m3 produk kayu bulat sebagai
bahan baku yang akan menjadi produk akhir sebesar 0,285 m3. Sehingga
diperlukan faktor konversi sebagai pembantu perhitungan, karena tiap aktor
menghasilkan produk tinggal yang berbeda. Tabel 6 berikut ini merupakan
perhitungan yang dilakukan untuk mendapat nilai pada produk akhir :
Tabel 6 Pertambahan nilai kayu jati (Rp x 1000/m3)
Aktor Faktor Konversi
Produk Tinggal
Nilai Output
Input Biaya
Pertambahan Nilai (bahan)
% m3 Rp Rp Rp
Perhutani 100 1 2.496 1.711 785
Broker 100 1 497 200 297
Penggergajian 50 0,5 505 250 255
Produsen furnitur 60 0,3 614 378 236
Finishing 95 0,285 387 193 193
Penjual 100 0,285 299 135 164
Total 4.801 2.868 1.933
Sumber : Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999), Hidayat (2007), Purnomo (2006)
Produk tinggal merupakan perkalian antara faktor konversi yang digunakan
dari aktor kepada aktor yang selanjutnya. Tabel di atas menunjukan bahwa untuk
mendapatkan produk tinggal berupa produk furnitur sebesar 0,285 m3 yang telah
difinishing dan siap jual membutuhkan kayu bulat sebagai bahan baku sebanyak 1
30
m3, dengan harga akhir sebesar Rp 4.801.000 yang membutuhkan biaya sebesar
Rp 2.868.000 serta pertambahan nilai dari bahan yang digunakan sebesar Rp
1.933.000. Sedangkan pertambahan nilai yang dihasilkan dari produk satu ke
produk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Pertambahan nilai kayu jati pada bahan dan produk hasil (Rp x 1000)
Aktor Pertambahan Nilai (bahan) Pertambahan Nilai (produk)
Rp/m3 % Rp/m3 %
Perhutani 785 40,61 785 21,57
Broker 297 15,41 297 8,18
Penggergajian 255 13,23 511 14,05
Produsen
furnitur
236 12,21 787 21,63
Finishing 193 10,03 680 18,69
Penjual 164 8,52 578 15,88
Total 1.933 100,00 3.639 100,00
Total pertambahan nilai bahan per meter kubik sampai produk akhir adalah
sebesar Rp 1.933.000/m3, dengan aktor yang menikmati pertambahan nilai bahan
terbesar adalah Perum Perhutani sebesar 40,61%. Hal ini diprediksi karena
dipengaruhi faktor konversi dan volume penjualan yang besar. Tetapi dengan
melihat waktu yang dibutuhkan untuk memeroleh nilai tersebut broker memiliki
peluang yang cukup besar dibanding Perhutani. Sedangkan pertambahan nilai
yang dihasilkan dari produk adalah sebesar Rp 3.639.000/m3. Pertambahan nilai
produk dari Tabel 5 di atas diperoleh bahwa produsen furnitur mendapat
persentase pertambahan nilai produk terbesar, yaitu sebesar 21,63% atau sebesar
Rp 787.000 dari total pertambahan nilai produk sebesar Rp 3.639.000. hal ini
disebabkan karena pertambahan nilai produk tidak dipengaruhi faktor konversi,
melaikan lebih dipengaruhi oleh keuntungan yang didapat oleh tiap aktornya.
Besaran jumlah pertambahan nilai yang diperoleh aktor terdistribusi secara
bervariasi. Aktor industri pengolahan kayu (penggergajian, produsen furnitur dan
finishing) mendapatkan 35,46% dari pertambahan nilai jati, sedangkan perhutani
31
sebagai produsen mendapatkan 40,61%. Broker mendapatkan 15,41% dan penjual
memperoleh 8,52% dari pertambahan nilai jati dari bahan yang diproduksi.
4. Spesifikasi Model
Pemodelan dinamika sistem pertambahan nilai kayu jati KHP Banten ini
menggunakan software sistem dinamik STELLA 8, terdiri dari beberapa
submodel :
1. Areal Hutan
Submodel areal hutan menggambarkan sumber daya hutan sebagai tempat
produksi kayu jati dari kawasan hutan KPH Banten sebagai sumber
kebutuhan kayu bulat di berbagai daerah. KPH Banten telah memiliki
komitmen bersama dengan direksi Perum Perhutani tentang pembebasan
wilayah hutan dari tanah kosong, sehingga KPH Banten telah melakukan
pengawalan tanaman secara serius yaitu dengan membentuk brigade hijau
dimana persentase tumbuh tanaman minimal 95% dan laju kerusakan hutan
tidak lebih dari 2% per tahun. KPH Banten tidak hanya berkonsentrasi pada
pembuatan tanaman tetapi juga pada pemeliharaannya. Dalam submodel ini
diasumsikan bahwa penananaman dilakukan dan disesuaikan dengan luasan
kawasan hutan yang dipanen. Ingrowth merupakan jumlah tanaman yang
hidup saat penanaman yang akan masuk menjadi kelas umur (KU) 1.
Sedangkan pembalakan liar dianggap tidak ada (nol). Jumlah pohon pada
tiap kelas umur didekati dengan persamaan yang digunakan oleh Sopari
(2007) :
N = (L KUi x 10.000) : (0,5 x JT2 x 1,73)
Dimana:
N = Jumlah pohon tiap KU.
L KUi = Luas kelas umur yang akan dicari jumlah pohon.
JT = Jarak tanam
Tabel 8 Persen penjarangan dan persen tumbuh terhadap jumlah pohon
Jenis persentase 1 2 3
Penjarangan 0,021 1,217 1,39
Tumbuh 98,6 98,0 99,0
Sumber: Data diolah
32
Persen penebangan di KPH Banten pada setiap tahunnya berbeda,
penebangan rata-rata pada 5 tahun terakhir adalah sebesar 11.342,97 m3;
sedangkan etat luas dan etat volume masing-masing sebesar 242 Ha/tahun
dan 21.983 m3/tahun (KPH Banten, 2008). Pada submodel areal hutan,
penebangan didekati dengan jumlah pohon yang ditebang pada setiap
tahunnya dengan menggunakan persen tebang terhadap jumlah pohon yaitu
sebesar 0,85% - 1% penebangan kelas umur (KU) 4 dan 1,988%
penebangan pada kelas umur (KU) 5 setiap tahunnya. Simulasi model yang
dapat digambarkan pada submodel ini dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :
penjarangan1
mortaliti1penebangan2
penebangan1
penjarangan2
mortaliti2 mortaliti3
persentumbuh3
ingrowth out growt1
jml phn KU I jml phn
KU 3
jml phn KU 2
out growt2 out growt3 out growt4
jml phn KU 4
jml phn KU 5
persentumbuh1
persentumbuh2
penjarangan3
jml tanam
persentebang2
persentebang1
persenpenj 1
totaltebang
luas tebang
persenpenj 2
persenpenj 3
luas tanam
Table 9
Lahan kosong
teg tinggal5
Graph 6
totalpenjarangan
Areal hutan
Gambar 6 Submodel areal hutan
2. Penjualan Kayu Perhutani
Submodel ini menggambarkan aliran kayu jati yang dipasarkan dan
dijual dari KPH Banten melalui Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) wilayah II
Bogor. Penjualan dalam negeri hasil hutan kayu jati dan rimba pada perum
perhutani, dalam kondisi dan situasi saat ini telah banyak mengalami
perubahan. Pejabat yang ditunjuk dan diberikan wewenang untuk
memasarkan dan melayani penjualan kayu bundar di wilayah kerjanya
adalah General manajer, dalam hal ini wilayah II Bogor melayani penjualan
kayu jati yang berasal dari KPH Banten.
33
Kayu jati bundar yang dipasarkan dan dijual, dilakukan dengan
beberapa macam penjualan, yaitu penjualan melalui lelang, penjualan
langsung dan penjualan dengan kontrak. Penjualan melalui lelang adalah
penjualan hasil hutan kayu bundar yang dilaksanakan di depan umum
dengan cara penawaran terbuka. Penjualan melalui lelang ini dilakukan di
kantor pemasaran Perhutani Unit III Bandung. Penjualan lelang ini juga
masih dibagi lagi menjadi lelang kecil dan lelang besarnya volume
penjualan hasil hutan melaui saluran lelang pada masing-masing general
manager ditetapkan oleh kepala unit. Penjualan langsung merupakan
penjualan hasil hutan kayu bundar yang dilakukan dengan menerbitkan
Surat Izin Pembelian (SIP), penjualan langsung ini merupakan penjualan
terbanyak yang sering dilakukan oleh para pengguna kayu bulat, baik
industri penggergajian, pengrajin dan masyarakat umum yang membeli
kayu. Sedangkan penjualan dengan kontrak adalah penjualan hasil kayu
bundar yang dilakukan oleh Perum Perhutani dengan pihak pembeli yang
dituangkan dalam suatu perjanjian jual beli. Penjualan semacam ini biasanya
dilakukan dalam kapasitas yang besar dan dilakukan oleh industri-industri
pengolahan kayu dengan kapasitas besar (>6000 m3/tahun). Kayu yang
dipasarkan untuk keperluan industri pengolah kayu (furnitur) kebanyakan
berasal dari jenis tebangan A. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
rasio volume tebang sebesar 0,824 m3/pohon, sedangkan rasio penjarangan
sebesar 0,0268 m3/pohon (KPH Banten 2007-2008). Submodel penjualan
KPH ini disimulasikan pada Gambar 7 di bawah ini:
v ol tebang penjualan
stok kay u
sisa
Table 1
pengeluaran
HJ PPperkubik
pertmbh nilaidari KPH
persenpenjualan
biay atanam
biay apengelolaan
biay atebang
Graph 4
totaltebang
rasiov olume
luas tanamluas tebang
totalpenjarangan
rasiopenjarangan
pendapatan
Penjualan KPH
Gambar 7 Submodel penjualan kayu KPH
34
Kayu bulat yang dihasilkan dari KPH Banten Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten dipasarkan dan selanjutnya dipergunakan untuk
keperluan produksi berbagai produk yang akan terus sampai kepada para
pengguna atau konsumen. Kayu tersebut melewati beberapa aktor yang
akan mempengaruhi nilai kayu tersebut. Di antara banyaknya aktor tesebut,
kayu yang berasal dari KPH Banten kemudian dipasarkan melalui Kesatuan
Bisnis Mandiri (KBM) Perum Perhutani Wilayah II Bogor dan diantaranya
dibeli dan disalurkan oleh perantara (broker).
3. Perantara/Broker
Submodel ini adalah aktor lanjutan yang memiliki peran dalam
pertambahan nilai kayu jati yaitu perantara/broker, kayu yang berasal dari
KBM Perum Perhutani Wilayah II Bogor dijual kepada broker (perorangan
atau perusahaan) yang selanjutnya menjual kayu jati yang diperolehnya
kepada industri pengolahan kayu pertama (penggergajian). Industri
penggergajian dapat pula membeli langsung dari KBM. Gambar 8 di bawah
ini adalah submodel Broker :
input kybroker
ky masukpenggergajian
penjualan
Table 2
nilai beli nilai jual
net broker
jml kay ujual broker
Graph 5
perantara (broker)
Gambar 8 Submodel perantara (broker)
4. Penggergajian
Kayu yang dipasarkan oleh broker selanjutnya akan menjadi bahan
baku untuk industri penggergajian yang menghasilkan produk kayu
35
gergajian. Pada submodel ini, kayu gergajian memiliki rendemen rata-rata
sebesar 50%, dimana 1 m3 kayu bulat akan menghasilkan 0,5 m3 kayu
gergajian (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999) sebagai
perbandingan, nilai rata-rata rendemen penggergajian di Amerika Serikat
sebesar 54% dan di Inggris mencapai 55%.
Table 3
net penggergajian
nilai inputsawmill
nilai outputsawmill
jml kygerg
konsumsiky gerg
ky masukpenggergajian
bahan bakukay u gergajian
limbah
jml kay u diolah
tk prod ky gerg
rendemen
Graph 7
industri penggergajian
Gambar 9 Submodel penggergajian
5. Produsen Furnitur
Submodel ini menggambarkan aktor dan proses kayu gergajian yang
berasal dari industri penggergajian selanjutnya menjadi bahan baku bagi
industri furnitur yang akan menghasilkan produk mentah furnitur berupa
kursi, meja, pintu dan produk lainnya. Hidayat (2007) menyebutkan bahwa
produk yang dihasilkan memiliki nilai rendemen sebesar 40-60%. Sehingga
dengan bahan baku kayu gergajian sebesar 0,5 m3 akan menghasilkan
produk furnitur sebesar 0,3 m3. Gambar 10 berikut ini merupakan simulasi
submodel produsen furnitur :
36
Table 4
net produsen
nilai inputprodusen
kay u meubel
limbah meubel
konsumsiky gerg
ky diolahuntuk meubel
tk prod meubel konsumsimeubel
rendemenmeubel
jml prodmeubel
nilai outputprodusen
Graph 8
produsen meubel
Gambar 10 Submodel furnitur
6. Finishing dan Penjual
Submodel ini menjelaskan, lanjutan proses setelah menjadi produk
mentah kemudian diteruskan kepada industri finishing yang akan
menghasilkan produk jadi yang siap dijual. Purnomo (2006) menyebutkan
nilai rendemen industri finishing ini adalah sebesar 95% sehingga produk
mentah sebesar 0,3 m3 akan menghasilkan produk jadi yang siap dijual
sebesar 0,285 m3 sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh Purnomo
(2006) yaitu sebesar 0,24 m3. Selanjutnya produk-produk furnitur dijual
kepada konsumen melalui pengecer atau penjual furnitur.
prod mentah tk prod jadi
konsumsimeubel
prod f inishing
penjualanmeubel
limbah f insh
rendemen f ins
jml prod jadi
nilai inputf inishing
nilai outputf inishing nilai output
penjual
net f inishing net penjual
nilai inputpenjual
Graph 9Table 11
industri f inishing dan penjual
Gambar 11 Submodel finishing dan penjual
37
B. Evaluasi
Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kemampuan model dalam
mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan. Evaluasi model dilakukan
dengan menggunakan analisis sensitivitas keluaran, yang terjadi akibat perubahan
nilai masukan. Keluaran hasil simulasi akan dibandingkan dengan teori yang ada.
Tujuannya, untuk mengamati sejauh mana model dapat memprediksi dengan baik
apabila nilai masukan diubah-ubah (Sunaryo, 2006).
Grant et al (1997) menjelaskan langkah-langkah evaluasi model dalam
tahapan berikut :
1. Menilai kelayakan pada struktur model dan dapat diinterpretasikan pada
hubungan fungsional model
2. Mengevaluasi kesesuaian antara model dengan pola perilaku model yang
diharapkan
3. Pengujian kesesuaian model dengan data yang ada di dunia nyata
4. Menentukan kepekaan (sensitivity) model terhadap perubahan nilai
parameter penting
Evaluasi model yang dilakukan pada penelitian ini menilai kelayakan dan
kewajaran dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Proses pengujian
dilakukan dengan uji Khi kuadrat (χ2) (Walpole, 1995) dengan rumus berikut :
χ2 hitung = ∑ (yriil – ymodel)2/ ymodel
Dengan hipotesis = Ho : ymodel = yriil H1 : yriil ≠ ymodel
Dengan kriteria hitung uji = χ2 hitung < χ2 tabel : terima Ho
χ2 hitung > χ2 tabel : tolak Ho
Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil volume tebang model simulasi dengan
volume tebang rencana produksi.
H1 : Terdapat hubungan antara hasil volume tebang simulasi dengan volume
tebang rencana produksi.
Dari perhitungan menggunakan software Minitab 14 diperoleh hasil
sebagai berikut:
χ2 hitung = 317732,000
38
Sehingga χ2 hitung > χ2 tabel dengan demikian Ho ditolak. P-value masing-
masing statistik uji menunjukan rasio di bawah α = 0,05. Sehingga hasil uji
hipotesis mengarah pada kesimpulan menolak hipotesis awal yang mengatakan
tidak ada hubungan antara hasil volume tebang model simulasi dengan volume
tebang rencana produksi. Ini berarti ada keterkaitan antara hasil simulasi dengan
rencana produksi, sehingga simulasi model dapat dikatakan wajar dan logis.
Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui total
pertambahan nilai kayu jati dengan mengubah-ubah persen tebang produksi kayu
jati.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah persen tebang kelas
diameter 4 dan 5 pada produksi kayu bulat perhutani yaitu (1) 2% dan 2,5%; (2)
3% dan 0,9%; (3) 5% dan 0,9%. Semakin besar produksi kayu bulat yang
dimasukkan maka semakin mengubah komposisi dinamika tegakan dan mengubah
besaran nilai total pertambahan nilai yang dihasilkan. Hasil analisis sensitivitas
model dapat dilihat pada gambar 12 berikut :
9:56 15 Apr 2008
analisis sensitiv itas keluaran
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
5e+010,
7.5e+010
1e+011,
3.5e+010
5e+010,
6.5e+010
3.5e+010
7.5e+010
1.15e+011
1: total nilai 2: total nilai 2 3: total nilai 3
1
11
1
2
22 2
3
3
3
3
Gambar 12 Analisis sensitivitas model terhadap perubahan total pertambahan nilai
Keterangan :
1. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 2% dan 2,5%
39
2. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 3% dan 0,9%
3. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 5% dan 0,9%
Grafik pada Gambar 12 di atas menunjukkan adanya fluktuasi total
pertambahan nilai dari semua aktor penjualan kayu dan produk. Peningkatan total
pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan masukan jumlah produksi kayu
bulat Perhutani memiliki total pertambahan nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena nilai masukan dan keluaran pada analisis sensitivitas memiliki nilai yang
berbeda pada tahun simulasi tersebut. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas yang
dilakukan, dapat dilihat tahun ke-37 merupakan tahun yang optimal dari
pertambahan nilai kayu jati dilihat dari aspek finansial. Tanpa melihat etat luas
dan volume yang ada, maka dapat dilihat peningkatan total pertambahan nilai
pada tahun ke-100 adalah sebagai berikut :
Tabel 8 Analisis sensitivitas dengan total pertambahan nilai (Rp)
Total pertambahan nilai pada Analisis sensitivitas 1 2 3 Tahun ke-37 71.934.384.562 61.194.968.872 80.329.294.587Akhir (tahun ke-100) 62.005.708.905 57.734.000.372 106.074.526.688
C. Penggunaan Model
1. Simulasi Dasar
Simulasi dasar model yang dibuat menjelaskan keadaan sektor kehutanan
baik pengusahaan hutan yang dalam hal ini Perum Perhutani KPH Banten, sampai
pada pengolahan kayu pada masa yang akan datang (jangka waktu 100 tahun) jika
diasumsikan tidak ada perubahan nilai harga jual kayu bulat Perhutani dan
perubahan nilai harga jual produk. Berikut ini menunjukan beberapa submodel
pertambahan nilai kayu jati dalam 100 tahun yang akan datang :
1. Areal Hutan
Pada submodel areal hutan ini diasumsikan bahwa outgrowth yang terjadi
sebesar 10% dari luas tiap kelas umur (KU), sedangkan penebangan
menggunakan persen tebang terhadap jumlah pohon. Luas tebangan
40
menyesuaikan jumlah pohon yang ditebang dengan nilai rasio jumlah pohon
yang ditebang terhadap luasan areal adalah 111 pohon perhektar (Perum
Perhutani 2007). Nilai volume tebang yang dihasilkan tiap tahun berfluktuasi
dikarenakan jumlah pohon outgrowth berbeda tiap tahun, sedangkan
penebangan terjadi pada kelas umur (KU) IV dan V. Penebangan yang
diharapkan adalah tidak lebih dari etat yang telah ditentukan. Hasil simulasi
dasar submodel areal hutan dapat dilihat pada Gambar 13. Besarnya jumlah
pohon tiap KU adalah sebagai berikut :
Tabel 9 Jumlah pohon tiap KU pada akhir tahun simulasi dasar
KU I II III IV V
Jumlah pohon
2.304.815 1.784.759 1.796.310 1.703.267 170.845
9:36 26 Mei 2008
Dinamika tegakan kelas umur
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
2000000
5000000
8000000
1500000
2500000
3500000
500000
2000000
3500000
1250000
1700000
2150000
50000
150000
250000
1: jml phn KU I 2: jml phn KU 2 3: jml phn KU 3 4: jml phn KU 4 5: jml phn KU 5
1
1 11
2
22
2
33
33
4
4
4
4
5 5
5
5
Gambar 13 Dinamika tegakan kelas umur (simulasi dasar)
2. Penjualan Kayu Perhutani
Penjualan kayu yang dilakukan Perhutani dilakukan dengan berbagai
cara. Cara penjualan yang paling banyak dilakukan dengan cara penjualan
melalui saluran lelang dan penjualan langsung (Perum Perhutani, 2006).
Pendapatan KPH dari penjualan ini bervariasi sesuai dengan jumlah penjualan
yang ditentukan dari volume tebang dan jumlah stok tiap tahun. Stok kayu
41
merupakan akumulasi dari volume tebang tiap tahun, sehingga nilai stok kayu
selalu meningkat. Nilai persentase penjualan adalah sebesar 95,45% (Perum
Perhutani, 2007) yang terjadi diasumsikan sama setiap tahun. Pada simulasi
ini stok kayu pada tahun ke-100 sebesar 15.436,51 m3, sedangkan volume
penjualan terbesar terjadi pada tahun ke-31 dan volume penjualan terkecil
pada tahun ke-7 (Tabel 10).
Tabel 10 Stok kayu dan volume penjualan tahun (simulasi dasar)
Tahun ke Stok Kayu (m3) Penjualan (m3)
7 13.752,07 13.126,35
31 19.274,39 18.397,40
100 15.436,51 14.734,14
Tabel di atas menjelaskan bahwa selama tahun simulasi dasar persentase
penjualan adalah sama yakni sebesar 95,45% dari stok kayu tiap tahunnya,
maka prediksi nilai pendapatan, pertambahan nilai oleh perhutani serta
pertambahan nilai perkubik dengan mengasumsikan nilai harga jual kayu
bulat perhutani sama tiap tahunnya yaitu sebesar Rp 2.496.000/m3 dan biaya
yang dikeluarkan tiap tahun yang dikeluarkan perhutani meliputi biaya
tebang, biaya tanam dan biaya pengelolaan hutan yang besarannya masing-
masing tergantung kepada luasannya. Biaya tebang sebesar Rp 1.763.960/Ha
dan Rp 12.225.508/Ha untuk biaya tanam, Sedangkan pengelolaan hutan Rp
14.026.784.000 (Perum Perhutani, 2007) diasumsikan sama setiap tahunnya.
Prediksi nilai tersebut digambarkan sebagai berikut :
42
12:24 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari KPH
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1.6e+010
1.7e+010
1.8e+010
3e+010,
4e+010,
5e+010,
1.5e+010
2.5e+010
3.5e+010
1: pembiay aan 2: pendptn 3: pertmbh nilai dari KPH
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 14 Pertambahan nilai dari KPH
Dari penjualan yang dilakukan Perhutani didapatkan masukan nilai bagi
submodel ini yang digunakan untuk menghitung pendapatan dari penjualan
kayu bulat. Sehingga nilai tambah yang dihasilkan dari Perhutani (KPH
Banten) diprediksi mengalami penurunan, sedangkan nilai tambah dari bagi
perolehan total pertambahan nilai dari perhutani mengalami nilai terbesar
pada tahun 98 sedangkan total pertambahan nilai terendah dicapai pada tahun
ke-7 pada simulasi dasar.
Tabel 11 Total pertambahan nilai tahun ke-7, 31 dan 100 (simulasi dasar)
Tahun Total Pertambahan Nilai (Rp) Pendapatan (Rp) 7 16.352.593.368 32.763.374.10431 28.411.836.862 45.919.912.464100 19.974.080.937 36.776.423.533
3. Perantara/Broker
Setelah kayu dijual oleh perhutani, aktor selanjutnya adalah perantara
penjual (broker), yang menghubungkan perhutani dengan pembeli potensial
seperti industri pengolahan kayu. Pada submodel ini prediksi pertambahan
nilai yang didapat oleh broker terus menurun. Pada akhir simulasi dasar
prediksi pertambahan nilai yang dihasilkan oleh broker sebesar Rp
7.345.185.050. Gambar 15 berikut adalah pertambahan nilai yang dicapai
oleh broker :
43
20:32 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari broker
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
3e+010,
4e+010,
5e+010,
3.5e+010
5e+010,
6.5e+010
6.5e+009
8e+009,
9.5e+009
1: nilai beli 2: nilai jual 3: net broker
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 15 Pertambahan nilai broker (simulasi dasar)
4. Penggergajian
Kayu yang dijual broker akan masuk ke industri penggergajian yang
akan menghasilkan produk kayu gergajian. Industri ini memiliki rendemen
sebesar 50% sehingga kayu gergajian sebesar 0,5 m3 yang dihasilkan
membutuhkan kayu bulat sebanyak 1 m3. Pada submodel ini, pertambahan
nilai kayu jati yang dihasilkan dari industri penggergajian diprediksi
mengalami penurunan secara perlahan mulai tahun ke-32 simulasi dasar,
yaitu sebesar Rp 9.299.886.118 menuju Rp 7.493.576.608 pada akhir tahun
simulasi. Berikut ini gambar 16 merupakan prediksi pertambahan nilai yang
dihasilkan oleh industri gergajian pada simulasi dasar.
20:32 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari penggergajian
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
3e+009,
4e+009,
5e+009,
1: net sawmill
1
1
1
1
Gambar 16 Pertambahan nilai kayu pada penggergajian (simulasi dasar)
44
5. Produsen Furnitur
Aktor selanjutnya yang mempengaruhi pertambahan nilai kayu jati
adalah industri furnitur. Bahan baku yang diperoleh merupakan kayu
gergajian yang oleh industri furnitur akan diubah bentuk menjadi produk
furnitur mentah. Nilai rendemen industri furnitur dari kayu gergajian sebesar
60%, menghasilkan 0,3 m3 prokuk furnitur. Prediksi pertambahan nilai oleh
industri furnitur dapat dilihat pada Gambar 17. Pertambahan nilai diprediksi
mengalami penurunan dari titik tertingginya pada tahun ke-34 dengan
pertambahan nilai sebesar Rp 5.649.841.793 menuju Rp 4.580.275.955 pada
akhir tahun simulasi.
20:44 15 Apr 2008
Pertambahan nilai pada produsen f urnitur
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
4e+009,
5e+009,
6e+009,
1: net produsen
1
1
1
1
Gambar 17 Pertambahan nilai kayu pada industri furnitur (simulasi dasar)
6. Industri Finishing dan Penjual
Industri finishing merupakan industri yang memanfaatkan produk
mentah dari hasil industri furnitur sehingga menghasilkan produk jadi yang
siap pakai dan siap jual. Industri ini memiliki peran yang cukup besar dalam
pertambahan nilai kayu. Sama halnya dengan industri finishing, penjual
furnitur juga memiliki peran yang besar. Prediksi pertambahan nilai oleh
kedua aktor ini dapat dilihat pada gambar 18 berikut :
45
20:51 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari f inishing dan penjual
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
2.4e+009
2.9e+009
3.4e+009
2.15e+009
2.6e+009
3.05e+009
1: net f inishing 2: net penjual
1
11
1
2
2
2
2
Gambar 18 Pertambahan nilai kayu pada industri finishing dan penjual furnitur (simulasi dasar)
Dari Gambar 17 di atas dapat dilihat pertambahan nilai yang dihasilkan
oleh industri finishing meningkat lalu menurun perlahan hingga akhir tahun
simulasi, besar pertambahan nilai tang dihasilkan dari finishing dan
penjualan pada akhir simulasi masing-masing sebesar Rp 2.755.046.604 dan
Rp 2.479.427.034.
2. Pembuatan skenario
Pembuatan skenario dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
peningkatan nilai kayu jati dengan skenario yang relevan, tujuannya agar dapat
menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan industri pengolahan kayu
jati dan pengelolaan hutan. Pembuatan skenario dihadapkan kepada bagaimana
sikap tanggap terhadap konsep bisnis dapat memelihara bisnis furnitur. Purnomo
(2006) juga menyebutkan minimal ada dua langkah yang dibutuhkan untuk
membesarkan bisnis furnitur, yaitu pertama adalah dengan meningkatkan porsi
pertambahan nilai pada penanam kayu jati dan penerimaan perusahaan menengah
bawah, kedua membuat arahan investasi pada pengelolaan kayu jati. Pada
penelitian ini, beberapa skenario yang dibuat adalah :
1. Peningkatan efisiensi produksi
2. Meningkatkan volume tebang dengan membuka investasi penanaman
lahan kosong
46
3. Kolaborasi skenario 1 dan Perhatian khusus bagi penjual domestik dan
mancanegara
Skenario I
Muhtaman dkk (2006) dalam Purnomo (2006) menyebutkan bahwa sikap
tanggap bisnis dapat menciptakan premium harga melalui implementasi promosi
perdagangan dan indikasi geografis. Premium harga bagi penanam kayu jati,
perusahaan kecil menengah, dapat diperoleh dari meningkatkan harga akhir
produk, mengurangi keuntungan broker, sertifikasi, efisiensi kolektif atau pasar
nyata. Skenario pertama merupakan simulasi dengan meningkatkan efisiensi
produksi pada penggergajian sebesar 70% dan produsen furnitur sebesar 70-75%.
Simulasi yang dilakukan selama 100 tahun yang akan datang menunjukkan bahwa
distribusi nilai setiap aktor dalam pertambahan nilai kayu jati mengalami
fluktuasi. Pada awal simulasi menunjukan total pertambahan nilai berada pada
angka Rp 48.722.359.974 dan diakhir tahun simulasi berada pada angka Rp
52.210.939.431. Gambar 19 berikut ini menggambarkan simulasi total
pertambahan nilai kayu jati.
22:07 03 Jun 2008
Total pertambahan nilai pada skenario 1
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
4.5e+010
6e+010,
7.5e+010
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 19 Total pertambahan nilai pada skenario I
47
Skenario II
Skenario kedua ini dilakukan dengan melakukan penanaman besar-besaran
pada lahan kosong. Berdasarkan data dari KPH Banten (2008), saat ini terdapat
lahan kosong sebesar 12.000 Ha, dengan mengalokasikan penanaman yang lebih
dikhususkan dengan menanam pohon jati sebesar 1% pertahun dari lahan kosong,
maka penanaman ini akan meningkatkan jumlah pohon dan dapat merubah total
produksi yang saat ini. Sehingga pada 30-40 tahun yang akan datang pohon yang
ditanam telah memasuki kelas diameter 3 dan 4 sehingga siap ditebang. Total
pertambahan nilai pada skenario diprediksi sebesar Rp 103.968.870.776 dengan
produksi kayu bulat sebesar 34.002,73 m3. Gambar 20 tentang distribusi
perolehan pertambahan nilai pada skenario II :
13:43 23 Jul 2008
Total pertambahan nilai pada skenario II
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
3e+010,
7e+010,
1.1e+011
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 20 Total pertambahan nilai pada skenario II
Skenario III
Pada skenario simulasi III ini dilakukan dengan menggabungkan skenario
pertama dan memberikan insentif dalam pemasaran produk dan kerjasama dengan
pusat-pusat desain produk kayu olahan, sebagai bentuk sikap perhatian kepada
produsen dan penjual. Pada skenario ini diharapkan dapat mengembangkan usaha
pengolahan dan pemasaran produk kayu olahan dengan meningkatnya harga jual
serta mengurangi beban biaya pemasaran, dan diharapkan terdapat peningkatan
nilai sebesar 20-30% dari harga normal. Dari skenario ini diperoleh total nilai
48
pada tahun awal skenario sebesar Rp 54.944.578.491, sedangkan pada akhir tahun
skenario total pertambahan nilai sebesar Rp 58.849.851.001. Gambar 21 berikut
merupakan total pertambahan nilai pada skenario III
22:25 03 Jun 2008
Total pertambahan nilai pada skenario III
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
5e+010,
6.5e+010
8e+010,
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 21 Total pertambahan nilai pada skenario III
Pembuatan tiga skenario tersebut diharapkan dapat dijadikan alternatif
pilihan untuk memperbaiki sistem pertambahan nilai kayu jati dan produknya di
Indonesia dan dapat bermanfaat bagi pengembangan industri pengolahan kayu
yang lebih baik. Berdasarkan skenario di atas, dapat dilihat urutan pertambahan
nilai terbesar sampai terkecil sebagai berikut :
Tabel 12 Urutan skenario penyesuaian dengan pertambahan nilai
Skenario Penyesuaian Pertambahan nilai pada akhir
tahun simulasi (Rp.)
2. Meningkatkan volume tebang
dengan membuka investasi
penanaman lahan kosong
103.968.870.776
3. Kolaborasi skenario 1 dan
Perhatian khusus bagi penjual
domestik dan mancanegara
58.849.851.001
1. Peningkatan efisiensi produksi 52.210.939.431
49
Skenario yang paling besar dalam peningkatan pertambahan nilai pada akhir
tahun simulasi adalah skenario kedua, dimana melakukan peningkatkan volume
tebang dengan membuka investasi penanaman seluas 120 Ha atau sebesar 1% tiap
tahunnya dari lahan kosong. Skenario pertama dapat diperoleh dari meningkatkan
harga akhir produk, mengurangi keuntungan broker, sertifikasi, efisiensi kolektif
atau pasar nyata. Skenario kedua membutuhkan kajian yang lebih lengkap seperti
kajian etat luas dan etat volume serta dinamika tegakan, dari skenario ini
menghasilkan total pertambahan nilai pada akhir tahun simulasi sebesar Rp
103.968.870.776.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait beberapa skenario di atas
yaitu daya beli masyarakat, disain furnitur dan kualitas yang ditawarkan. Karena
bagaimanapun, setiap produk akan memiliki nilai sesuai dengan kualitas dan
kuantitasnya. Sebagai perbandingan misalnya, kualitas jati yang ditanam di Blora
akan memiliki kualitas yang berbeda dengan jati daerah lainnya.
Melihat dari beberapa skenario yang dibuat, skenario 2 mempunyai
beberapa kendala yaitu pengelolaan dan pencapaian, sedangkan skenario 1 dan 3
merupakan skenario dengan pola meningkatkan pertambahan nilai melalui
produsen kayu olahan dan furnitur, sehingga resiko keberhasilan ditentukan oleh
semua aktor yang berperan dan mengikutsertakan peran pemerintah. Dengan
mempertimbangkan hal-hal di atas, maka skenario yang memungkinkan untuk
diterapkan adalah skenario kedua dengan melakukan investasi penanaman dari
lahan kosong dengan memperhatikan dan mengkaji kembali etat yang
diperbolehkan dalam penebangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Simulasi dasar terhadap penggunaan model menunjukkan bahwa
pengusahaan dan pertambahan nilai kayu jati di KPH Banten diperankan oleh
banyak aktor dengan peran yang berbeda. Luas dan potensi hutan menentukan
banyaknya volume yang dapat ditebang. Semakin banyak luas yang ditebang
membuat komposisi tegakan semakin didominasi oleh kelas umur muda.
Berdasarkan hasil simulasi dasar pertambahan nilai kayu jati menunjukkan
penurunan total nilai. Hal ini dikarenakan input kayu bulat Perhutani menurun,
yang berdampak pada turunnya produksi lanjutan kayu jati. Apabila keadaan
tersebut terus berlanjut, maka keberlangsungan industri furnitur tidak terlalu
banyak diharapkan menghasilkan keuntungan yang besar. Pertambahan nilai kayu
jati dipengaruhi oleh faktor seperti volume produksi kayu bulat, efisiensi
produksi, waktu, dan volume penjualan.
Pembuatan skenario-skenario penyesuaian diharapkan dapat menjadi
alternatif pilihan bagi perkembangan industri pengolahan kayu. Dari simulasi
tersebut paling mungkin untuk diterapkan adalah diterapkan adalah skenario
kedua dengan melakukan penanaman 1% setiap tahun dari lahan kosong dengan
catatan mengkaji kembali etat yang diperbolehkan dalam penebangan, dan
memperhatikan kualitas serta desain produk.
B. Saran
Model skenario yang dibuat hanya dikembangkan untuk membantu
meningkatkan pertambahan nilai kayu jati dan distribusi keuntungan pada masa
yang akan datang, tanpa memperhatikan keberadaan kayu ilegal yang beredar dan
tenaga kerja yang digunakan. Untuk penelitian lanjutan, model dapat
disempurnakan dengan peubah lain yang lebih spesifik untuk mengkaji
penggunaan tenaga kerja dan pertambahan nilai kayu ilegal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Value Chain. http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC
10.htm /Value Chain Analysis/a. [23 Oktober 2007] . 2007. The Value Chain. http://www.quickmba.com/strategy/value-
chain.htm. [23 Oktober 2007] Agrifood Consulting International. 2005. Final Report for the Cambodian
Agrarian Structure Study. http://siteresources.worldbank.org/ INTCAMBODIA/Resources/293755-1151087924882/Agrarian-Structure-Study-main-report.pdf. [15 April 2008]
Amirin TM. 1992. Pokok-Pokok Teori Sistem. CV Rajawali. Jakarta. Bhat KM. 2003. Quality Concerns of Sustainable Teak Wood Chain. [Paper for
Oral Presentation]. India Castrén T. 1999. Timber Trade and Wood Flow-Study. http://www.globalwood.
org/market1/aaw20060802.htm. [15 April 2008] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.
Jakarta: Dephutbun. Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management. System Analysis and Simulation. John Wiley and Sons, inc. New York.
Heylighen F, Joslyn C. 1992. What is Systems Theory?. http://www.physical
geography.net/fundamentals/4b.html. [23 oktober 2007] Hidayat. 2007. Hanya 12,72% dari Sebuah Pohon yang Menjadi Perabot Kayu.
http://web.mac.com/ehidayat/iWeb/Eko/Woodworking/42C9C8B4-E0A2-4CBB-8331-431F470E302D.html. [4 April 2008]
ITTO. 2007. Tropical Timber Market Report. Volume 12 Number 13. [1-15 July
2007] Kaplinsky R, Morris M. 2000. A Handbook for Value Chain Research. IDRC.
www.ids.ac.uk/global.PDF. [08 April 2007] Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Perum Perhutani. 1999. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas
Perusahaan Jati. Diterbitkan oleh Seksi Perencanaan Hutan I. Bogor.
52
Perum Perhutani. 2005. Laporan Tahunan 2004. Diterbitkan oleh Direksi Perum Perhutani.
. 2007. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 995/KPTS/
DIR/2007 tentang Pedoman Penjualan dalam Negeri Hasil Hutan Kayu Bundar Jati dan Rimba. Diterbitkan oleh Direksi Perum Perhutani.
. 2007. Laporan Data Kemajuan Pekerjaan model-DKP s/d
Desember 2006. Diterbitkan oleh KBM Wilayah II. Bogor. . 2008. Pembinaan Hutan. http://www.kphbanten.perum
perhutani.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=126. [23 Oktober 2007]
Porter ME. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance. New York. The Free Press. Prahasto H, Purnama BM. 1990. Nilai Tambah Industri Pengolahan Kayu Jati
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 12 Nomor 1.
Purnomo H. 2005. Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan Simulasi. Bahan
bacaan. Mata Ajaran Analisis Sistem. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Purnomo H. 2006. Teak Furnitur and Business Responsibility: A Global Value
Chain Dynamics Approach. Economics and Finance in Indonesia 54:411-443.
Recklies D. 2001. The Value Chain. http://sysdyn.clexchange.org/sdep/papers/D-
4165-1.pdf. [23 Oktober 2007] Schiebel W. 2007. The Value Chain Analysis of ECR Europe,
Interpreting A System Innovation in Supply Chains. Simatupang TM. 1995. Teori Sistem Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi
Offset. Yogyakarta. Simon H. 2004. Membangun Kembali Hutan Indonesia. Pustaka Pelajar Offset.
Jakarta. Siswamartana, S. 2003. The Up and Down of Teak Forest Management in
Indonesia. [Paper for Oral Presentation]. Jepara. Sopari H. 2007. Model Simulasi Rasio Kelestarian Hutan Produksi Kelas
Perusahaan Jati di Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
53
Sumarna Y. 2003. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunaryo. 2006. Stella dan Model Wanulcas. www.worldagroforestry.org/
sea/publications/files/lecturenote/LN0006-04.PDF. [10 maret 2006]. Wikipedia Indonesia. 2007. Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Jati. [16 Desember
2007].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Persamaan Model Dinamika Sistem Simulasi Dasar Areal hutan jml_phn__KU_2(t) = jml_phn__KU_2(t - dt) + (out_growt1 - out_growt2 - penjarangan2 - mortaliti2) * dt INIT jml_phn__KU_2 = 1763789 INFLOWS: out_growt1 = 0.1*jml_phn__KU_I OUTFLOWS: out_growt2 = 0.1*jml_phn__KU_2 penjarangan2 = jml_phn__KU_2*persen_penj_2 mortaliti2 = jml_phn__KU_2*(1-persen_tumbuh2) jml_phn__KU_3(t) = jml_phn__KU_3(t - dt) + (out_growt2 - out_growt3 - penjarangan3 - mortaliti3) * dt INIT jml_phn__KU_3 = 682736 INFLOWS: out_growt2 = 0.1*jml_phn__KU_2 OUTFLOWS: out_growt3 = 0.1*jml_phn__KU_3 penjarangan3 = persen_penj_3*jml_phn__KU_3 mortaliti3 = jml_phn__KU_3*(1-persen_tumbuh3) jml_phn__KU_4(t) = jml_phn__KU_4(t - dt) + (out_growt3 - out_growt4 - penebangan2) * dt INIT jml_phn__KU_4 = 1578176 INFLOWS: out_growt3 = 0.1*jml_phn__KU_3 OUTFLOWS: out_growt4 = 0.1*jml_phn__KU_4 penebangan2 = jml_phn__KU_4*persen_tebang2 jml_phn__KU_5(t) = jml_phn__KU_5(t - dt) + (out_growt4 - penebangan1 - teg_tinggal5) * dt INIT jml_phn__KU_5 = 64624 INFLOWS: out_growt4 = 0.1*jml_phn__KU_4 OUTFLOWS: penebangan1 = jml_phn__KU_5*persen_tebang1 teg_tinggal5 = jml_phn__KU_5-penebangan1 jml_phn__KU_I(t) = jml_phn__KU_I(t - dt) + (ingrowth - out_growt1 - penjarangan1 - mortaliti1) * dt INIT jml_phn__KU_I = 7037187
55
INFLOWS: ingrowth = jml_tanam OUTFLOWS: out_growt1 = 0.1*jml_phn__KU_I penjarangan1 = persen_penj_1*jml_phn__KU_I mortaliti1 = jml_phn__KU_I*(1-persen_tumbuh1) Lahan_kosong(t) = Lahan_kosong(t - dt) INIT Lahan_kosong = 0 jml_tanam = luas_tanam*10000/(0.5*9*1.73)+Lahan_kosong luas_tanam = luas_tebang luas_tebang = (total_tebang*111)/10000 persen_penj_1 = 0.00021 persen_penj_2 = 0.01217 persen_penj_3 = 0.00139 persen_tebang1 = 0.01988 persen_tebang2 = IF(jml_phn__KU_4>=1600000) then 0.0085 else 0.01 persen_tumbuh1 = 0.9866 persen_tumbuh2 = 0.98 persen_tumbuh3 = 0.999 total_penjarangan = penjarangan1+penjarangan2+penjarangan3 total_tebang = penebangan2+penebangan1 industri finishing dan penjual jml_prod_jadi(t) = jml_prod_jadi(t - dt) + (tk_prod_jadi - penjualan_meubel) * dt INIT jml_prod_jadi = tk_prod_jadi INFLOWS: tk_prod_jadi = rendemen_fins*prod_finishing OUTFLOWS: penjualan_meubel = jml_prod_jadi prod_finishing(t) = prod_finishing(t - dt) + (prod_mentah - tk_prod_jadi - limbah_finsh) * dt INIT prod_finishing = prod_mentah INFLOWS: prod_mentah = konsumsi_meubel OUTFLOWS: tk_prod_jadi = rendemen_fins*prod_finishing limbah_finsh = (1-rendemen_fins)*prod_finishing net_finishing = nilai_output_finishing-nilai_input_finishing net_penjual = nilai_output_penjual-nilai_input_penjual nilai_input_finishing = 680000*prod_finishing nilai_input_penjual = jml_prod_jadi*474000 nilai_output_finishing = tk_prod_jadi*1360000 nilai_output_penjual = penjualan_meubel*1052000 rendemen_fins = 95/100
56
industri penggergajian jml_kayu_diolah(t) = jml_kayu_diolah(t - dt) + (bahan_baku_kayu_gergajian - limbah - tk_prod_ky_gerg) * dt INIT jml_kayu_diolah = bahan_baku_kayu_gergajian INFLOWS: bahan_baku_kayu_gergajian = ky_masuk_penggergajian OUTFLOWS: limbah = (1-rendemen)*jml_kayu_diolah tk_prod_ky_gerg = jml_kayu_diolah*rendemen jml_ky_gerg(t) = jml_ky_gerg(t - dt) + (tk_prod_ky_gerg - konsumsi_ky_gerg) * dt INIT jml_ky_gerg = tk_prod_ky_gerg INFLOWS: tk_prod_ky_gerg = jml_kayu_diolah*rendemen OUTFLOWS: konsumsi_ky_gerg = jml_ky_gerg net_penggergajian = nilai_output_sawmill-nilai_input_sawmill nilai_input_sawmill = jml_kayu_diolah*250000 nilai_output_sawmill = tk_prod_ky_gerg*1011000 rendemen = 50/100 log trade total_nilai = pertmbh_nilai_dari_KPH+net_produsen+net_penjual+net_finishing+net_penggergajian+net_broker Penjualan KPH stok_kayu(t) = stok_kayu(t - dt) + (vol_tebang - penjualan - sisa) * dt INIT stok_kayu = vol_tebang INFLOWS: vol_tebang = (total_tebang*rasio_volume)+(total_penjarangan*rasio_penjarangan) OUTFLOWS: penjualan = persen_penjualan*stok_kayu sisa = (1-persen_penjualan)*stok_kayu biaya_pengelolaan = 14026784000 biaya_tanam = 12225508*luas_tanam biaya_tebang = luas_tebang*1763960 HJ_PP_perkubik = 2496000 pendapatan = penjualan*HJ_PP_perkubik pengeluaran = biaya_pengelolaan+biaya_tanam+biaya_tebang persen_penjualan = 0.9545 pertmbh_nilai_dari_KPH = pendapatan-pengeluaran rasio_penjarangan = 0.026819 rasio_volume = 0.823934014
57
perantara (broker) jml_kayu_jual_broker(t) = jml_kayu_jual_broker(t - dt) + (input_ky_broker - ky_masuk_penggergajian) * dt INIT jml_kayu_jual_broker = input_ky_broker INFLOWS: input_ky_broker = penjualan OUTFLOWS: ky_masuk_penggergajian = jml_kayu_jual_broker net_broker = nilai_jual-nilai_beli nilai_beli = jml_kayu_jual_broker*2496000 nilai_jual = ky_masuk_penggergajian*2993000 produsen meubel jml_prod_meubel(t) = jml_prod_meubel(t - dt) + (tk_prod_meubel - konsumsi_meubel) * dt INIT jml_prod_meubel = tk_prod_meubel INFLOWS: tk_prod_meubel = rendemen_meubel*ky_diolah_untuk_meubel OUTFLOWS: konsumsi_meubel = jml_prod_meubel ky_diolah_untuk_meubel(t) = ky_diolah_untuk_meubel(t - dt) + (kayu_meubel - limbah_meubel - tk_prod_meubel) * dt INIT ky_diolah_untuk_meubel = kayu_meubel INFLOWS: kayu_meubel = konsumsi_ky_gerg OUTFLOWS: limbah_meubel = (1-rendemen_meubel)*ky_diolah_untuk_meubel tk_prod_meubel = rendemen_meubel*ky_diolah_untuk_meubel net_produsen = nilai_output_produsen-nilai_input_produsen nilai_input_produsen = ky_diolah_untuk_meubel*614000 nilai_output_produsen = tk_prod_meubel*2047000 rendemen_meubel = 60/100 Not in a sector