perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id identifikasi ...... · perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP
LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Skripsi
Skripsi
Oleh :
Haris Ady Saputra
K 2307028
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP
LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
Haris Ady Saputra
K 2307028
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Haris Ady Saputra. IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP
LISTRIK DINAMIS KELAS X SMA TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi.
Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Juli 2011.
Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi profil miskonsepsi yang
dimiliki oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
Penelitian miskonsepsi ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif
yang bersifat noneksperimental yaitu metode deskriptif. Populasi penelitian
adalah siswa SMA kelas X. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 3
Surakarta yang terdiri dari 328 siswa dan seluruh siswa kelas X SMAN 5
Surakarta yang terdiri dari 243 siswa. Data penelitian tentang miskonsepsi siswa
diperoleh dari instrumen penelitian berupa perangkat tes identifikasi miskonsepsi
berbentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan sedangkan teknik analisis
data yang digunakan adalah statistik deskriptif .
Dari hasil tes identifikasi miskonsepsi dapat disimpulkan bahwa siswa
SMA N 3 Surakarta dan siswa SMA N 5 Surakarta teridentiikasi memiliki
miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Adapun profil miskonsepsi
yang dimiliki oleh siswa SMA N 3 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa
tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1). Model konsumsi
arus, siswa beranggapan bahwa arus berkurang setiap melewati lampu atau
hambatan; 2). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 3). Batere dianggap
sebagai sumber arus tetap; 4). Adanya pemikiran sequential reasoning; 5).
Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 6). Miskonsepsi tentang
beda potensial. Sedangkan profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5
Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30%
adalah sebagai berikut: 1). Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 2). Batere
dianggap sebagai sumber arus tetap; 3). Adanya pemikiran sequential reasoning;
4). Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 5). Miskonsepsi tentang
beda potensial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Haris Ady Saputra. IDENTIFICATION OF TENTH HIGH SCHOOL
STUDENTS’ MISCONCEPTIONS ABOUT DYNAMICS ELECTRIC
ACADEMIC YEAR 2010/2011. Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training
and Education of Sebelas Maret Surakarta University. July 2011.
The purpose of this research is to identify the ownership of profile
student’s misconceptions on the subject of Dynamics Electric
This misconceptions’s research follows quantitative research paradigm.
The population research was the tenth high school student. The research used
purposive sampling technique. The sample in this research were all of SMA N 3
Surakarta’s student who were consisted of 328 students and all of SMA N 5
Surakarta’s student who were consisted of 243 students. Research data about
students misconceptions was derived from the research instrument in the form of
the test device identification misconceptions shaped by reason of objective tests
have been determined whereas data analysis technique which was used is
descriptive statistic.
From the test identification of misconceptions results, can be concluded
that the students from both SMA N 3 Surakarta and SMA N 5 are identificated
having misconceptions about dynamic electricity. The profile of SMA N 3
Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions of each tipe
above 30% as follows: 1). Current consumption model, current is consumed by
resistors or bulb; 2). Batteries are regarded as current sources; 3). Batteries are
constant current sources; 4) Sequential reasoning; 5). Misconceptions about
circuit’s model; 6). Misconceptions about voltage’s concept, whereas the profile
of SMA N 5 Surakarta’s students with percentage of the average misconceptions
of each tipe above 30% as follows: 1). Batteries are regarded as current sources;
2). Batteries are constant current sources; 3) Sequential reasoning; 4).
Misconceptions about circuit’s model; 5). Misconceptions about voltage’s
concept.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?” Jadilah hamba yang
selalu bersyukur dan berserah diri pada-Nya. (QS. Ar-Rahman : 13)
Hidup itu Indah, Jalanilah......walaupun sakit dan asa terurai tapi puncak itu pasti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Makalah Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Orangtua ku, Ibu Siti Nur Anisah dan Bapak
Suyono yang telah memberikan doa dan maaf
atas harapan yang tak teraih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat
dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd., M.Si.,Ph.D. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.
3. Bapak Supurwoko, M.Si. Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Y. Radiyono. Selaku Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan
P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
5. Bapak Ahmad Fauzi, S.Pd., M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Sahabat-sahabatku Fisika 2007 untuk segala dukungan, persahabatan, dan
bantuannya.
Penulis menyadari skripsi yang telah dikerjakan ini masih banyak
kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
JUDUL……......................…………………………………………………
PENGAJUAN …………….....................………………………………….
PERSETUJUAN ….....................………………………………………….
PENGESAHAN……….....................……………………………………...
ABSTRAK ……………………………………………...............................
ABSTRACT …………….....................………………………………........
MOTTO ………......................……………………………………………..
PERSEMBAHAN ………….....................………………………………...
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………...
A. Latar Belakang Masalah………………………………..…....
B. Identifikasi Masalah…………………………………..….….
C. Pembatasan Masalah ………………………………..….…...
D. Perumusan Masalah………………………………………....
E. Tujuan Penelitian ……………………………..…………….
F. Manfaat Penelitian….……………………..……………......
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………..
A. Tinjauan Pustaka …………………………………….……..
1. Belajar ……………...…………………………...............
a. Belajar …………………………………....................
b. Konsep........................….…………..……………….
c. Belajar Konsep...........................................……….....
d. Pentingnya Belajar Konsep …………………….......
2. Miskonsepsi ……………………………………………
a. Konsepsi............................…………………………
b. Prakonsep.........................…………………………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xiv
xv
xvi
1
1
4
5
5
5
5
7
7
7
7
8
10
12
13
13
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
c. Miskonsepsi……………………………...................
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya........................
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran
untuk mengatasinya.............................................
3. Penelitian yang Relevan............................................……
a. Miskonsepsi tentang Konsumsi Arus.......................
1) Penelitian Shipstone............................................
2) Penelitian Van Den Berg.....................................
3) Penelitian Bryan dan Stuessy..............................
4) Penelitian Huseyin dan Demircy.........................
b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus
Konstan......................................................................
1) Penelitian Cohen, Eylon, dan Ganiel……….......
2) Penelitian Van Den Berg.....................…………
3) Peneltian Huseyin dan Sabri................................
c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber
Arus...........................................................................
1) Penelitian Engelhardt dan Beichner.……….......
2) Penelitian Purba dan Depari....................………
d. Miskonsepsi tentang Local Reasoning.....................
1) Penelitian Shipstone………................................
2) Penelitian McDermott dan Shaffer......................
e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning.............
4. Teknik Menghilangkan Miskonsepsi Mengenai Listrik...
a. Menyesuaikan Urutan Silabus dengan Cara
Berpikir Siswa...........................................................
b. Konflik Kognitif......................................………...
c. Analogi.....................................................………….
5. Identifikasi Miskonsepsi...................……………………
B. Kerangka Pemikiran................................……………………
13
13
16
16
16
16
16
17
17
17
17
17
18
18
18
18
19
19
19
19
19
20
20
21
22
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………....
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………….……...
1. Tempat Penelitian ………………………………………
2. Waktu Penelitian………………………………..………
B. Jenis dan Desain Penelitian..............…………………..……
C. Sampel Penelitian...........................................................……
D. Teknik Pengumpulan Data……....…………………………..
E. Validitas Instrumen..............………………….……………..
F. Analisis Data..............…………………...........……………..
1. Tahap Persiapan………….………………………….......
2. Tahap Tabulasi Data………………………………….....
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian.....
G. Prosedur Penelitian ……………………..…………………..
BAB IV HASIL PENELITIAN …………………………………………
A. Hasil Analisis Data Penelitian………………………..….......
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta.............
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………....
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi.......
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta.............
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi………...
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi........
B. Hasil Analisis Data Penelitian………………………..….......
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta.............
a. Model Konsumsi Arus................................................
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus...........
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...........
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...................
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial.........................
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta.............
a. Model Konsumsi Arus................................................
25
25
25
25
25
25
26
26
27
27
28
29
30
32
32
32
32
34
36
36
38
39
39
39
43
46
51
57
60
64
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus...........
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap...........
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning...................
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian....
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial.........................
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN …….……………
A. Kesimpulan …………………………..………………..…...
B. Implikasi ……. …………………..……………...................
C. Saran ……………………………………………………..…
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..………………………
LAMPIRAN ……………………………..………………………………...
67
70
75
81
84
89
89
89
90
91
92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep …………………...... 14
Table 2.2 Faktor-faktor Penyebab Miskonsepsi ………………………………. 15
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Pemahaman Siswa ………..... 29
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan
Paling Rendah..................................................................................... 30
Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Siswa yang Miskonsepsi Tiap Tipe
Soal Miskonsepsi............................................................................... 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Train Analogy yang dikembangkan oleh Duphin & Joshua……... 21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Dalam Penelitian……....................................... 24
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data .................................………….... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jadwal Penelitian …………………………………………..…… 93
Lampiran 2 Materi Ajar................................................................................... 94
Lampiran 3 Kisi - kisi soal.............................................................................. 103
Lampiran 4 Soal Tes Identifikasi Miskonsepsi Listrik Dinamis...………..... 104
Lampiran 5 Kunci Jawaban …………………………………………........... 118
Lampiran 6 Lembar Jawaban ………………………………………………. 119
Lampiran 7 Persebaran Jawaban Siswa …………………………………….. 120
Lampiran 8 Persentase Jawaban Siswa …………………………………….. 124
Lampiran 9 Surat Perizinan ………………………………………………… 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman hidup dan intuisi yang dimiliki anak terhadap fenomena
alam tertentu akan membentuk suatu konsepsi yang digunakan oleh anak untuk
menafsirkan peristiwa alam yang ada di sekitarnya. Konsepsi bisa dipandang
sebagai tafsiran tiap anak terhadap suatu konsep ilmu tertentu. Misalnya, ketika
anak TK ditanya mana yang benar : Bumi mengelilingi Matahari atau Matahari
mengelilingi Bumi, maka dengan tegas si anak berkata bahwa Mataharilah yang
mengelilingi Bumi karena pengalaman hidup si anak dengan mata kepalanya
sendiri melihat bahwa Matahari terbit dari timur, terus bergerak di atas Bumi dan
akhinya terbenam di barat. Anak selama perkembangan usianya terus membangun
dan mengonstruk pengetahuan yang ada di sekitarnya. Selama waktu itu anak
sudah membangun konsep-konsep di dalam kepalanya mengenai kecepatan, gaya,
cara manusia melihat, dan sebagainya, walaupun anak tersebut mungkin tidak
menggunakan istilah-istilah itu dan tidak menyadari apa sedang dibangun dalam
kepalanya. Oleh sebab itu, konsepsi siswa sulit untuk diubah sebab konsepsi
tersebut merupakan hasil dari sekian tahun perkembangan. Setelah menerima
pendidikan di sekolah, ternyata seringkali kerangka konsep yang telah dibangun
oleh siswa tersebut menyimpang dari konsep yang benar.
Tampak jelas bahwa siswa dan mahasiswa bukanlah suatu tabula rasa atau
kertas kosong yang bersih, yang dalam proses pembelajaran akan ditulisi
oleh guru atau dosen mereka. Siswa atau mahasiswa, sebelum mengikuti
proses pembelajaran formal di sekolah sudah membawa konsep tertentu
yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelumnya.
Konsep yang mereka bawa itu dapat sesuai dengan konsep ilmiah tetapi juga
dapat tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Di sinilah pentingmya pendidikan
formal. (Suparno, 2005: 2-3)
Selanjutnya, kerangka konsep siswa yang salah tersebut akan disebut sebagai
miskonsepsi. Istilah miskonsepsi digunakan karena lebih mudah dimengerti baik
oleh guru ataupun orang awam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Banyak hal yang bisa memicu terjadinya miskonsepsi tidak hanya sebatas
pada faktor siswa ataupun guru, bisa saja buku teks yang jadi pegangan penuh
dengan miskonsepsi ataupun pengalaman hidup yang sudah mendarah daging.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab
miskonsepsi pada siswa. secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat
diringkas dalam lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konsteks,
dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa dapat terdiri
berbagai hal, seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan,
minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat
berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar
yang tidak tepat atau sikap guru yang berelasi dengan siswa kurang baik.
Konteks, seperti budaya dan bahasa sehari - hari juga mempengaruhi
miskonsepsi siswa. Sedangkan metode mengajar yang hanya menekankan
kebenaran satu segi sering memunculkan salah pengertian pada siswa
(Suparno, 2005: 29)
Miskonsepsi terjadi pada semua bidang sains, seperti Bologi, Kimia,
Fisika dan Astronomi. Tidak ada bidang sains yang luput dari dalam hal
miskonsepsi. Banyak penelitian dilaksanakan untuk mencari atau mengungkap
miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa. Wandersee, Mintzes, dan Novak, dalam
Suparno (2005: 11) menjelaskan bahwa konsep alternative terjadi dalam semua
bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang Fisika, ada 300
yang meneliti tentang miskonsepsi dalam Mekanika, 159 tentang Listrik, 70
tentang Panas, Optika, dan Sifat-sifat materi, 35 tentang Bumi dan Antariksa serta
10 studi mengenai Fisika Modern.
Bersamaan dengan gencarnya penelitian mengenai miskonsepsi
kelistrikan, Osborne dalam Van den Berg (1991: 63) mewawancarai siswa SD di
Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan.
Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne
menemukan empat model mengenai arus listrik, yaitu “arus dari satu kutub saja
sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub
bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan
oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap”.
Pada tahun 1983, Cohen, Eylon dan Ganiel dalam Italo Testa (2007: 61)
meneliti miskonsepsi siswa dan guru mengenai rangkaian sederhana. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
jawaban benar siswa hanya 40% sedangkan dari guru kurang dari 50%. Cohen
dkk. menemukan bahwa banyak siswa yang salah dalam menafsirkan hubungan
antara beda potensial, arus dan hambatan. Siswa beranggapan, “Jika arus sama
dengan nol maka beda potensial juga nol”. Selain itu siswa juga beranggapan,
“Batere sebagai sumber arus konstan”
Shipstone dalam Italo Testa (2007: 62) menguji pemahaman siswa yang
berumur 15 - 17 yang sebelumnya telah mendapatkan pelajaran listrik dengan
sampel 1250 siswa dari lima negara di Eropa. Hasilnya sangat mengejutkan hanya
27% yang benar dalam menjawab. Banyak dari siswa yang beranggapan, “Lampu
menghabiskan arus listrik”.
Patricia (1992: 259) juga menemukan adanya kebingungan dari guru
manakala mereka ditunjukkan rangkaian paralel yang berbeda – beda. Banyak dari
guru yang tidak konsisten menentukan lampu yang paling terang manakala posisi
rangkaian paralel dimodifikasi. Padahal pengubahan rangkaian paralel tersebut
tidak berpengaruh terhadap daya lampu yang diserap
Pada tahun 2007, Husyein dan Sabri (mengembangkan instrument
miskonsepsi dengan literatur dari Shipstone) menemukan adanya miskonsepsi
siswa di Turki. Banyak dari siswa tersebut yang beranggapan bahwa batere
merupakan sumber arus tetap dan arus akan berkurang jika melewati suatu
rangkaian (model konsumsi).
Beberapa data penelitian di atas, menunjukkan siswa masih mengalami
kesukaran dalam memahami tentang konsep - konsep kelistrikan dan hal inilah
yang memicu terjadinya miskonsepsi. McDermort dan Shaffer (1992) menyatakan
bahwa siswa sering mendefinisikan konsep antara arus, tegangan, energi dan daya
secara tidak tepat dan saling tertukar. Meskipun ada beberapa siswa yang bisa
mendifinisikan konsep secara benar namun mereka mengalami kebingungan
manakala konsep-konsep tersebut diaplikasikan dalam rangkaian listrik.
McDermort juga mengungkapkan bahwa banyak siswa yang sukar memahami
konsep kelistrikan karena siswa sendiri jarang diajak bereksperimen di
laboratorium, sedangkan guru di dalam pengajaran hanya memberikan contoh
rangkaian yang sederhana sehingga tidak ada kesempatan dari siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengaplikasikan konsep formalnya dalam rangkaian nyata. Meskipun listrik
adalah pelajaran yang sangat abstrak dan rawan dengan miskonsepsi, guru bisa
menggunakan analogi untuk membantu pamahaman siswa mengenai konsep
kelistrikan seperti yang dilakukan Dupin & Joshua dalam Italo Testa (2007: 121)
dengan train analogi-nya.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa contoh hasil penelitian miskonsepsi
pada beberapa konsep fisika yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa
adanya kemungkinan miskonsepsi juga terjadi pada siswa SMA di Indonesia.
Konsep yang dipilih untuk diteliti adalah Listrik Dinamis sebab konsep arus dan
tegangan termasuk dalam penelitian yang mendapat sorotan dari para ahli selain
itu Listrik Dinamis merupakan bahan ajar Fisika untuk kelas X SMA sehingga
dari hasil peneltian tersebut bisa diketahui sejauh mana konsep tersebut telah
dikuasai oleh siswa X SMA mengingat konsep tersebut juga telah diajarkan pada
tingkatan SMP
Dengan alasan-alasan yang telah diuraikan, maka penulis bermaksud
untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepemilikan
miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis pada siswa SMA kelas X
Adapun judul penelitian tersebut adalah “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada
Konsep Listrik Dinamis Kelas X SMA Tahun Ajaran 2010-2011 ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Setelah menerima pendidikan di sekolah, ternyata konsep yang telah dibangun
oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.
2. Siswa mengalami kesukaran dalam memahami tentang konsep-konsep
kelistrikan dan hal inilah yang memicu terjadinya miskonsepsi
3. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat terdiri berbagai hal,
seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara
berpikir, dan teman lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
4. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya
penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru yang
berelasi dengan siswa kurang baik
5. Miskonsepsi yang dimiliki siswa harus diungkap.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah agar penelitian ini
dapat mencapai tujuan, ruang lingkup dan arahan yang jelas. Adapun pembatasan
masalah tersebut adalah mengungkap dan mengidentifikasi profil miskonsepsi
yang dimiliki siswa pada konsep Listrik Dinamis
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut di atas,
dirumuskan permasalahan tentang : Bagaimanakah profil miskonsepsi yang
dimiliki oleh siswa SMA kelas X pada pokok bahasan Listrik Dinamis ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil miskonsepsi yang dimiliki
oleh siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
F. Manfaat Penelitian
Sebagai studi alamiah, studi ini memberi sumbangan konseptual utamanya
kepada pendidikan Fisika, di samping juga kepada studi pembelajaran Fisika.
Sebagai studi pendidikan Fisika yang aplikatif, studi memberikan urunan
substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru/ siswa yang
bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang
fisika terutama pada layanan perencanaan pembelajaran Fisika di sekolah.
Perencanaan pembelajaran Fisika yang akan dibuat diharapkan relevan dan dapat
digunakan untuk mereduksi miskonsepsi yang terjadi.
2. Manfaat Praktis
Pada tataran praktis, penelitian ini memberikan sumbangan kepada
lembaga pendidikan maupun sekolah dan memberi masukan pada guru dan calon
guru Fisika agar memperhatikan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelum
memberikan konsep baru agar tidak terjadi miskonsepsi.
Selain itu, penulisan makalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut, sehingga dapat memberikan
sumbangan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan, khususnya Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar
a. Belajar
Pengertian tentang belajar mempunyai makna yang luas. Hal yang
demikian ini, disebabkan oleh banyaknya perbuatan-perbuatan yang dapat disebut
sebagai belajar. Banyak kegiatan-kegiatan yang hampir setiap orang menyetujui
bahwa kegiatan tersebut sebagai belajar, misalnya mendengarkan berita dari radio,
menghafalkan puisi, berlatih menari dan sebagainya.
Belajar bukan suatu kegiatan untuk menghafal dan mengingat, belajar
merupakan suatu proses yang ditandai dengan perubahan sikap dan tingkah laku
pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari belajar ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti bertambahnya pengetahuan, pemahaman, sikap, dan
tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, dan kemampuannya, daya kreasi, daya
penerimaannya dan aspek-apek lain dari individu tersebut.
Cronbach (1954: 47) dalam bukunya Educational Psychology menyatakan
bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Jadi menurut Cronbach, belajar yang sebaik- baiknya
adalah dengan mengalami; dan dengan mengalami itu si pelajar
mempergunakan panca inderanya. Sesuai dengan pendapat ini adalah
pendapatnya Harold Spears. Spears (1955: 94) menyatakan bahwa adalah
belajar untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu,
mendengarkan dan mengikuti arah. Senada dengan apa yang dikemukakan
Cronbach diatas itu ialah pendapat McGeoh yang menyatakan bahwa belajar
adalah hasil dari latihan (Tim Belajar dan Pembelajaran I, 1993: 5)
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu kegiatan yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik potensial
maupun aktual. Perubahan – perubahan itu, berbentuk kemampuan-kemampuan
baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama (konstan), serta perubahan-
perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang
sedang belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yang dirangkum
dari Slameto (2010: 54-69) sebagai berikut:
a) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor ini
berupa:
(1) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat
tubuh.
(2) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani.
(3) Faktor Psikologis
Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berpikir
intelegensi dan lain-lain.
b) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini
berupa:
(1) Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah
tangga dan keadaan ekonomi keluarga.
(2) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
metode belajar dan tugas rumah.
(3) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor
yang mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor tersebut berasal dari dalam diri
siswa sendiri (faktor internal) dan faktor dari luar (faktor eksternal). Faktor -faktor
tersebut sangat berpengaruh terhadap proses belajar dan prestasi belajar siswa.
b. Konsep
Van den Berg (1991: 8) menyatakan “Konsep adalah benda-benda,
kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang
terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau suatu simbol”. Sedangkan
Dahar (1989: 80) menyatakan “Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadan-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan,
yang mempunyai atribut-atribut yang sama.” Jadi berdasarkan pengertian di atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia
berpikir.
Mulyati (2005: 53) menyebutkan ada lima tipe konsep yaitu konsep
afirmatif, konjungtif, disjungtif, kondisional, dan bikondisional. Kelimanya
menjadi dasar bagi belajar konsep. Tiga konsep pertama sering dijumpai dalam
kehidupan sehari - hari sedangkan dua konsep terakhir lebih sulit dipahami.
Kelima tipe konsep tersebut yaitu :
1) Konsep afirmatif adalah konsep yang menunjukkan bahwa suatu obyek
atau peristiwa memiliki suatu nilai spesifik dalam suatu dimensi
partikuler. Misalnya, konsep angka rata - rata adalah “suatu angka atau
sembarang angka yang tepat dibagi oleh dua”
2) Konsep konjungtif adalah konsep yang mempertemukan dua kondisi
simultan, misalnya konsep kelaikan umur agar dapat dipilih menjadi
seorang presiden
3) Konsep disjungtif adalah konsep yang satu atau lain kriteria, tetapi tidak
keduanya harus dipertemukan. Misalnya, konsep peraturan beberapa
tingkat sekolah menggunakan ketentuan pelamaran
4) Konsep kondisional adalah konsep yang dapat dikenali dari susunan
gramatikal “jika..., maka...”. Misalnya, konsep seorang pramubakti yang
penuh perhatian adalah “jika sebuah gelas minum telah kosong, maka
pramubakti yang penuh perhatian akan segera mengisi kembali gelas
tersebut”
5) Konsep bikondisional adalah konsep yang memiliki obyek ditiadakan
dari keanggotaan kategorinya (mengambil kesamaan dari yang berbeda).
Misalnya, konsep kepantasan perilaku adalah : “merupakan suatu
kepantasan untuk tertawa hanya jika sesuatu lucu dalam perkataan atau
tindakan”
Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri tingkatan. Tingkat-
tingkat itu dimulai dari hanya mampu menunjukkan suatu contoh dari suatu
konsep hingga dapat menjelaskan sepenuhnya atribut-atribut konsep. Semua
konsep tidak dapat dicapai pada tingkat yang sama. Sebagai contoh, sebagian
orang dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku.
Meskipun penjelasan-penjelasan setiap orang berbeda, namun setiap orang
tersebut masih dapat mengkomunikasikan definisi secara kuat mengenai konsep
buku. Menurut Dahar (1989: 88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep
dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1) Tingkat Konkret. Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret,
apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya.
Untuk mencapai konsep tingkat konkret, seorang siswa harus dapat
memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-
stimulus yang ada di lingkunganya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu
objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai
orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu
ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu
bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan
melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal
persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi
mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori
ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-
batas tertentu itu ekuivalen. Dalam operasi mental ini siswa berusaha
untuk mengabstraksi kualitas-kualitas yang sama yang dimilki oleh objek -
objek tersebut
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa
harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa
telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu,
mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan
mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non
contoh dari konsep.
c. Belajar Konsep
Siswa sering menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan
hubungan antara konsep dengan konsep yang lain. Hal inilah yang membuat
konsep baru tersebut tidak masuk dalam jaringan konsep yang telah ada dalam
kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep
lainnya, padahal arti konsep sebenarnya berasal dari hubungan dengan konsep-
konsep lain.
Menurut Gagne, belajar konsep merupakan satu bagian dari suatu
hierarki dari delapan bentuk belajar. Gagne membedakan tipe belajar ke dalam
delapan jenjang dan jenjang keenam serta ketujuh berhubungan dengan belajar
konsep. Beberapa butir pemikiran Gagne mengenai belajar konsep dalam Mulyati
(2005:62) yang dapat dipaparkan sebagai kesimpulan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
1) Belajar konsep berpedoman juga pada komponen Stimulus dan Respon,
tetapi tidak seperti pendapat Pavlov dan teman-temannya.
2) Belajar konsep mengisyaratkan bahwa kelakuan manusia pada dasarnya
dikendalikan suatu aturan dan yang berfungsi mengatur adalah intelek
atau akal
3) Berhubungan dengan kegiatan mengingat, belajar bersifat merumuskan
kembali dan menggunakan dalam situasi baru
4) Dalam merumusakan pengajaran berdasar b
elajar konsep, hendaknya diperhatikan bahasa anak-anak atau
perkembangan bahasa anak yang dijabarkan ke dalam berbagai tujuan
instruksional
Sedangkan Dahar (1989: 82) mengemukakan teori belajar konsep ditinjau
dari dua pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Perilaku. Perbedaan utama antara belajar konsep dan belajar
yang lain adalah dalam belajar konsep, anak yang belajar memberikan
satu respons terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi bukan
memberikan satu respons terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu
berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus-stimulus itu mempunyai
satu atau lebih atribut yang sama. Tugas anak atau siswa adalah untuk
mengasosiakan satu respons dengan atribut - atribut yang sama di antara
stimulus-stimulus itu
2) Pendekatan kognitif. Pada pendekatan ini memusatkan pada proses
perolehan, sifat dan bagaimana konsep-konsep disajikan dalam struktur
kognitif
Sementara itu dalam buku Miskonsepsi Fisika dan Remidiasi (Van den
Berg, 1991: 11) dijelaskan bahwa mengajar konsep agar siswa dapat :
1) Mendefinisikan konsep yang bersangkutan.
2) Menjelaskan perbedaan konsep yang bersangkutan.
3) Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep lain.
4) Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)
yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain sehingga
diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang
masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan
memiliki arti atau bermakna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Oleh karena itu, perlu diciptakan kondisi dalam suatu situasi yang dapat
membantu manusia dalam mempelajari konsep. Nasution (2000: 163) berpendapat
bahwa belajar konsep dapat dibantu dan dipercepat dengan bantuan instruksi
verbal, diantaranya adalah :
1) Lebih dahulu diajarkan benda-benda yang mengandung konsep yang
akan dipelajari. Stimulus itu diberikan berturut-turut dalam waktu yang
pendek jaraknya (kontinuitas). Setiap kali guru bertanya, “Apa ini?”
sebagai stimulus dengan mengharapkan respons “sudut”
2) Guru menanyakan konsep itu dalam situasi-situasi yang belum dihadapi
anak lalu ditanyakan, “Apa ini?” atau “Dimana sudutnya?” Bila respon
salah dapat diperbaiki
3) Kemudian anak dihadapkan pada berbagai situasi yang baru yang
mengandung konsep itu dan menanyakan rangkaian verbal yang belum
pernah dipelajari siswa. Bila dalam situasi-situasi baru ini anak dapat
memberikan respons yang tepat, maka ini merupakan bukti bahwa
siswa tersebut telah memahami konsep yang diberikan
4) Dalam proses belajar diperlukan reinforcement, yakni anak
diberitahukan bila jawabannya benar.
d. Pentingnya Belajar Konsep
Belajar akan sangat terhambat jika tidak dilandasi oleh suatu konsep,
misalnya hanya dengan beberapa contoh, anak dapat memahami suatu konsep
yang kemudian dapat dipergunakannya dalam situasi yang tidak terbatas
jumlahnya. Anak tidak lagi terikat pada stimulus tertentu. Anak dengan
perantaraan intruksi verbal baik lisan ataupun tertulis dapat berkomunukasi
dengan orang lain melalui perantaraan konsep yang menimbulkan konsep yang
sama di antara pendengarnya. Dahar dalam Mulyati (2005: 59) menyebutkan ada
beberapa keuntungan yang diperoleh dari belajar konsep, yaitu :
1) Mengurangi beban berat memori karena kemampuan manusia dalam
mengkategorisasikan berbagai stimulus terbatas
2) Konsep-konsep merupakan batu - batu (building blocks) pembangun
berpikir
3) Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses - proses mental yang lebih
tinggi untuk merumuskan prinsip - prinsip dan generalisasi -
generalisasi
4) Konsep-konsep diperlukan untuk memecahkan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2. Miskonsepsi
a. Konsepsi
Van den Berg (1991: 10) menyatakan “Konsepsi adalah tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misalnya, inti konsep dari proses rotasi dan
revolusi bumi yang benar adalah bumi mengelilingi matahari. Tetapi, banyak anak
yang mempunyai konsepsi yang berbeda, mereka dengan tegas menjawab bahwa
Mataharilah yang mengelilingi Bumi karena tiap hari mereka melihat bahwa
Matahari terbit dari timur, terus bergerak ke atas Bumi dan akhirnya terbenam di
barat dan hal ini terus-menerus terjadi. Anak dengan tegas meyimpulkan bahwa
Matahari mngelilingi bumi sedangkan Bumi ini diam. Padahal, menurut teori
ilmiah konsepsi tersebut tidak benar
b. Prakonsep
Van den Berg (1991: 10) menyatakan, “Prakonsep adalah konsepsi yang
dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan
pelajaran formal”.
Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki
pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa
sebelum mengikuti pelajaran Listrik Dinamis, mereka sudah berpengalaman
dengan peristiwa-peristiwa kelistrikan (arus, hambatan, tegangan ataupun
tersetrum listrik). Oleh karena itu, mereka sudah mengembangkan banyak
konsepsi misalnya mengenai arah arus ataupun kecepatan arus listrik yang belum
tentu sama dengan konsepsi fisikawan. Prakonsepsi yang tidak benar jika tidak
diperhatikan guru maka akan mengganggu dalam proses pembelajaran
c. Miskonsepsi
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya
Suparno (2005: 8) menyatakan, “Miskonsepsi adalah suatu konsep yang
tidak sesuai dengan konsep yang diakui oleh para ahli”. Misalnya, siswa
berpendapat bahwa pada saat seseorang mendorong mobil dan mobil tersebut
belum bergerak maka tidak ada gaya yang bekerja pada mobil tersebut. Padahal
tidak demikian, meskipun mobil tidak bergerak pada mobil tersebut tetap terjadi
gaya yang diakibatkan oleh orang tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman
antar konsep” (Van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep
(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa terdapat hubungan yang tidak benar
antara konsep-konsep sehingga menimbulkan respon yang yang salah.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan
pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan pengertian akan konsep,
penggunaan konsep yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan
hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Abraham, Grzybosky, Renner dan Marek (1992: 112) membagi derajat
pemahaman konsep menjadi tiga kategori yaitu kategori tidak memahami,
kategori miskonsepsi, dan kategori memahami. Pengelompokan tersebut secara
lengkap pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1.Tidak
memahami
2. Miskonsepsi
- tidak ada respon
- tidak memahami
e. - miskonsepsi
f. - memahami sebagian
g. dengan miskonsepsi
a. tidak ada jawaban /
kosong
b. menjawab “saya tidak
tahu”
c. menjawab “saya tidak
mengerti”
d. mengulang pertanyaan
e. menjawab tetapi tidak
berhubungan dengan
pertanyaan atau tidak jelas
a. menjawab dengan
penjelasan tidak logis
b. menjawab dengan
penjelasan yang
bertentangan dengan
konsepsi para ahli
c. jawaban menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3. Memahami
- memahami sebagian
- memahami konsep
adanya konsep yang
dikuasai tetapi ada
pernyataan dalam jawaban
yang menunjukkan
miskonsepsi
a. jawaban menunjukkan
hanya sebagian konsep
dikuasai tanpa ada
miskonsepsi
b. jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penjelasan benar
Sedangkan sebab-sebab terjadinya miskonsepsi secara lebih lengkap,
Suparno (2005: 53) menyatakan faktor penyebab miskonsepsi fisika dibagi
menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks,
dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan pada
Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Faktor - Faktor Penyebab Miskonsepsi
Sebab
Utama Sebab Khusus
Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar
siswa
Pengajar Tidak menguasai bahan, tidak memberi waktu siswa untuk
mengungkapkan gagasan, relasi guru - siswa jelek
Buku Teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, buku teks tidak disertai
pedoman penggunaan, buku fiksi dan kartun sains sering salah
konsep sebagai daya tarik belajar
Konteks Pengalaman siswa keliru, bahasa sehari-hari berbeda, teman
diskusi yang salah, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru,
konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru)
Cara
mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk
matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak
mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya
Van den Berg (1991: 17) mengungkapkan berbagai fakta mengenai
miskonsepsi yaitu :
Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki, seringkali siswa mengalami
miskonsepsi terus-menerus, soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan,
tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul
kembali, sering terjadi regresi yaitu siswa yang yang sudah mengatasi
miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi, dengan ceramah yang
bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari, siswa,
mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi, siswa
yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi.
Berdasarkan fakta tersebut, Van den Berg (1991: 22) juga menyimpulkan
beberapa saran untuk mengatasi miskonsepsi, antara lain :
Mempelajari miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa dari literatur dan
pekerjaan siswa, menyadari dalam diri pengajar ada miskonsepsi atau tidak,
mencoba menggunakan demonstrasi, menentukan prioritas dan pengajaran
remidial khusus untuk materi dasar dan prasyarat untuk materi lain, mencari
soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan.
3. Penelitian yang Relevan
a. Miskonsepsi tentang Konsumsi Arus
1) Penelitian Shipstone
Shipstone dalam Italo Testa (2007: 61) meneliti pemahaman siswa
mengenai usia 15 - 17 tahun yang telah mendapat palajaran dasar - dasar konsep
listrik. 1250 siswa dari lima negara Eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan
Jerman Barat) dengan teknik kuesioner. Hasi penelitian menunjukkan profil
miskonsepsi siswa masih sama meskipun ada perbedaan bahasa dan sistem
pendidikan. Hanya 27% yang menjawab benar. Kebanyakan siswa masih
menganggap bahwa arus dikonsumsi dalam suatu rangkaian.
2) Penelitian Van Den Berg
Van Den Berg (1991: 63) meneliti miskonsepsi mengenai arus dan
tegangan listrik di Salatiga. Sampel yang diambil terdiri siswa 110 siswa SMA
dan 66 mahasiswa dengan instrumen pilihan ganda. Hasil penelitian menunjukkan
banyak siswa dan mahasiswa yang menganggap bahwa arus berkurang manakala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
melewati lampu. Proporsi jawaban benar antara siswa dan mahasiswa hanya 24%
dan 35%.
3) Penelitian Bryan dan Stuessy
Bryan dan Stuessy dalam Italo Testa (2007: 63) meneliti miskonsepsi
tentang konsep listrik dengan mengambil sampel 51 guru fisika. Dari hasil
penelitian tersebut, didapatkan suatu “hukum” yang merupakan pemikiran guru.
Banyak guru yang menganggap bahwa terangnya suatu lampu bergantung dari
jumlah lampu dalam rangkaian tersebut, tanpa memperhatikan secara detail
rangkaian lampu yang digunakan.
4) Penelitian Huseyin dan Demircy
Huseyin dan Demircy (2007: 733) meneliti profil miskonsepsi tentang
konsep listrik guru fisika di Turki. Sampel yang diambil 25 guru fisika dari
berbagai provinsi ( 22 pria dan 3 wanita) dengan usia 26 - 49 tahun dan dengan
pengalaman mengajar 5 sampai 24 tahun. Instrumen miskonsepsi yang digunakan
adalah tes objektif dengan alasan terbuka. Hasilnya sangat mengecewakan hanya
17 orang yang menjawab dengan alasan benar sementara itu 6 orang menjawab
tanpa menuliskan alasan dan 1 orang menjawab salah
b. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus Konstan
1) Penelitian Cohen, Eylon dan Ganiel
Cohen dkk. dalam Italo Testa (2007: 60) meneliti kepemilikan
miskonspsi guru dan siswa tentang rangkaian listrik sederhana. Sampel yang
diambil yaitu 25 guru fisika dan 145 murid SMA dengan instrumen tes objektif
dan wawancara. Guru dan siswa ditanya mengenai dua lampu yaitu lampu A dan
lampu B dan satu batere yang masing - masing dipasang paralel satu sama lain,
kemudian lampu A dicabut. Banyak guru dan siswa yang beranggapan bahwa
lampu B menjadi lebih terang karena arus yang semula menuju ke lampu A
mengalir ke B. Persentasi jawaban benar hanya 10 % untuk siswa dan 4% untuk
guru
2) Penelitian Van Den Berg
Van Den Berg (1991: 65) dalam penelitian di Salatiga juga mendapatkan
hasil yang sama. Banyak siswa dan mahasiswa yang menganggap bahwa arus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
yang mengalir dari batere besarnya selalu tetap sehingga jika semula ada dua
lampu dan batere yang dipasang paralel satu sama lain kemudian salah satu lampu
dicabut maka lampu yang masih berada dalam rangkaian akan lebih terang karena
mendapatkan arus lebih banyak
3) Penelitian Huseyin dan Sabri
Huseyin dan Sabri (2007: 103), membuat instrumen test miskonsepsi
tentang listrik dengan nama CAT (Conceptual Understanding Test), menggunakan
literatur soal dari Shipstone (1988). Sampel yang diambil sebanyak 76 siswa SMA
di Balikesir, Turki. Dalam penelitiannya, sekitar 36.8 % siswa beranggapan
bahwa batere sebagai sumber arus tetap dan berkurang pada setiap percabangan
rangkaian paralel
c. Miskonsepsi tentang Batere Sebagai Sumber Arus
1) Penelitian Engelhardt dan Beichner
Pada tahun 2004, Engelhardt dan Beichner meneliti kepemilikan
miskonspsi siswa dan mahasiswa tentang rangkaian listrik DC sederhana. Sampel
yang diambil yaitu 1135 siswa yang terdiri dari 454 siswa SMA dan 681
mahasiswa dengan instrumen tes objektif. Hasil penelitian menunjukkan baik
siswa maupun mahasiswa beranggapan bahwa batere yang dipasang paralel
mempunyai daya lebih besar karena menghasilkan arus yang lebih besar.
Persentasi jawaban yang miskonsepsi yaitu 32% dari jumlah total sampel. Van
den Berg (1991) dalam penelitiannya di Salatiga juga menyimpulkan bahwa
banyak siswa dan mahasiswa yang beranggapan bahwa batere yang dipasang
paralel menghasilkan arus lebih besar. Persentase jawaban benar hanya sedikit
yaitu 36% siswa SMA dan 36% untuk mahasiswa
2) Penelitian Purba dan Depari
Pada tahun 2008, Purba dan Depari (2008) dengan mengembangkan
instrumen literatur Van den Berg, menemukan hampir 68% mahasiswa D3 Teknik
Elektro UPI menganggap bahwa arus listrik akan bertambah manakala batere
disambung secara paralel. Sampel yang diambil adalah 22 mahasiswa tingkat I
tahun akademik 2007/2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d. Miskonsepsi tentang Local Reasoning
1) Penelitian Shipstone
Penelitian Shipstone dalam Italo Testa (2007: 72) tentang local reasoning
dari 1250 siswa dari lima negara eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Swedia dan
Jerman Barat) menyimpulkan banyak siswa yang beranggapan bahwa rangkaian
paralel selalu identik dengan bentuknya yang geometri, sehingga manakala
ditampakkan bentuk modifikasi rangkaian paralel yang lain, siswa tampak
bingung. Lokal reasoning berhubungan dengan kecenderungan siswa untuk fokus
pada suatu titik tertentu dalam rangkaian listrik sehingga mengabaikan pengaruh
perubahan terhadap seluruh komponen dalam rangkaian.
2) Penelitian McDermott dan Shaffer
Penelitian McDermott (1992: 999) dalam upaya perbaikan kurikulum
fisika, menyimpulkan bahwa masih banyak siswa yang kesulitan dalam
memahami tipe rangkaian paralel, karena siswa cenderung fokus pada titik
percabangan rangkaian paralel yang simetri. Istilah paralel lebih dianggap sebagai
bentuknya yang simetri daripada konsep Listrik Dinamisnya
e. Miskonsepsi tentang Sequential Reasoning
Van Den Berg (1991: 64) menyatakan, “masih banyak siswa yang
beranggapan bahwa perubahan dalam suatu komponen hanya berpengaruh
terhadap komponen yang terletak sesudahnya”. Siswa cenderung berpikir lokal,
tidak menyadari bahwa perubahan tersebut dapat berpengaruh terhadap seluruh
komponen dalam rangkaian. Kemudian dalam penelitian upaya perbaikan
kurikulum, McDermot (1992) menyatakan “Ketika ada perubahan dalam suatu
rangkaian listrik, siswa hanya fokus pada komponen yang mengalami perubahan,
tidak berpikir secara holistik bahwa adanya perubahan dalam rangkaian listrik
dapat berpengaruh terhadap komponen lain”. Siswa berpikir bahwa komponen -
komponen dalam rangkaian listrik tersebut tidak berpengaruh satu sama lain. Hal
inilah yang disebut dengan sequential reasoning.
4. Teknik Menghilangkan Miskonsepsi Mengenai Listrik.
Banyaknya penelitian yang menunjukkan miskonsepsi listrik, membuat
para ahli fisika beralih ke penelitian untuk mengatasi miskonsepsi. Van den Berg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(1991:18) menyatakan “Ada enam cara untuk mengatasi masalah miskonsepsi
yaitu menyesuaikan silabus dengan cara berpikir siswa, konflik kognitif, analogi,
interaksi pasangan, meta learning dan demonstrasi”. Namun dalam mengatasi
miskonsepsi listrik tidak semua cara tersebut bisa digunakan. Beberapa cara yang
sering digunakan oleh para ahli yaitu :
a. Menyesuaikan Urutan Silabus dengan Cara Berpikir Siswa
Di negara Belanda, Pieter Licth dan rekan - rekannya mengembangkan
bahan pengajaran yang yang bertolak dari terangnya lampu dalam berbagai
jenis rangkaian. Terangnya lampu adalah variabel yang mutlak, yang nyata
daripada arus yang abstrak. Melalui terangnya lampu silabus beralih ke energi
dan baru kemudian ke arus dan beda potensial. Pendekatan ini telah di
ujicobakan di 10 sekolah di negeri Belanda dengan hasil yang lebih
memuaskan daripada urutan tradisional
b. Konflik Kognitif
Jaringan konsep sebenarnya merupakan suatu “teori” atau model yang
digunakan siswa untuk menyelesaikan soal dan masalah Fisika. Seandainya
konsepsi siswa mengenai hubungan antara potensial dan arus salah, maka
dalam banyak soal yang menyangkut hubungan tersebut siswa akan salah.
Seperti teori ilmuwan dalam fisika, “teori siswa” juga dapat diuji.
Misalnya siswa dihadapkan dengan suatu masalah, disuruh meramalkan yang
terjadi. Kemudian sesudah ramalan, guru atau siswa menguji ramalan dalam
demonstrasi di depan kelas. Jika hasil tidak cocok dengan ramalan tadi, siswa
menghadapi konflik kognitif yang dapat menghasilkan perubahan jaringan
konsep dalam otak siswa (perubahan struktur kognitifnya). Dalam konsep
listrik, banyak siswa yang punya miskonsepsi bahwa arus dikonsumsi dalam
lampu, maka mereka meramalkan bahwa arus yang masuk lampu lebih besar
daripada arus yang keluar, ternyata besarnya sama. Dengan demikian maka
siswa akan mengalami perubahan konsep dalam otaknya yang tadinya salah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c. Analogi
John Clement yang termasuk “pendiri” penelitian miskonsepsi pada awal
tahun 70-an, mengemukakan salah satu cara penggunaan analogi dalam
mengajar.
Dalam cara analogi suatu keadaan Fisika yang sulit dimengerti atau yang
penyelesaiannya sulit diterima (“tak masuk akal”) dianalogikan dengan
keadaan lain yang lebih nyata yang menjadi „jangkar‟ dalam otak untuk
“mengikat” konsepsi baru. Misalnya dalam konsep listrik, Dupin dan Joshua
dalam Italo Testa (2008: 120) mengembangkan train analogy untuk
menerangkan konsep dalam listrik. Di dalam train analogy diibaratkan
rangkaian kereta api yang didorong dengan gaya konstan dan dihambat
geraknya oleh rel (hambatan listrik) dengan gaya gesek yang konstan sehingga
rata - rata kecepatan alir dari setiap gerbong sama di setiap titik. Siswa yang
merasa lelah karena harus mempertahankan gerak kereta api dengan konstan
diibaratkan energi dalam batere.
Gambar 2.1 Train Analogy yang Dikembangkan oleh Duphin & Joshua
Keterangan lengkap mengenai train analogy dideskripsikan dalam tabel
berikut :
Tabel 2.3 Keterangan Konsep Listrik Dalam Train Anaogy
No Analogi kereta api (train analogy) Konsep listrik
1 Gerbong kereta Elektron
2 Pergerakan gerbong kereta Pergerakan
elektron
3 Rata - rata banyaknya gerbong kereta yang lewat Arus listrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tiap satuan waktu
4 Gesekan mekanik pada rel Hambatan listrik
5 Dorongan pada kereta Batere
6 Kelelahan otot yang dirasakan Energi yang
terpakai dari batere
7 Getaran pada gerbong dan panas yang ditimbulkan
karena gesekan gebong dengan rel
Panas dan cahaya
yang dihasilkan
antara elektron
dengan atom -
atom filamen
lampu
5. Identifikasi Miskonsepsi
Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk
mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami
konsep, yang dalam hal ini adalah konsep siswa yang berbeda dengan konsep para
ahli.
Identifikasi diberikan dengan cara memberikan tes diagnostik. Tes
diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta
didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Penekanan tes diagnostik adalah
pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar. Hasil tes diagnostik memberikan
informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami
oleh peserta didik.
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan wawancara, peta
konsep, tes objektif dengan alasan terbuka, tes esai tertulis dan diskusi dalam
kelas.
Tes objektif beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain
dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain dimana kedua item
tersebut mempersoalkan hal yang sama atau mengontrol melalui pilihan beralasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Dengan cara ini siswa dianggap benar atau bisa mengerjakan soal jika pilihan dan
alasannya benar.
Tes objektif beralasan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan
pemahaman siswa dalam artian mengetahui jalan pikiran siswa untuk sampai pada
jawaban yang benar. Dengan memperhatikan alasan yang dipilih merupakan dasar
untuk memilih jawaban yang benar, sehingga apabila siswa belum betul-betul
menguasai materi yang diujikan maka siswa tersebut tidak mempunyai
kemungkinan yang benar untuk menebak.
Tes objektif beralasan selain digunakan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi, juga merupakan salah satu alat evaluasi yang luas, objektif dalam
memberikan skor dan segera dapat diketahui hasilnya. Dengan kata lain, tes
objektif beralasan adalah alat evaluasi yang efektif dan efisien untuk
mengidentifikasi miskonsepsi. Suparno (2005: 124) menyatakan beberapa peneliti
mengunakan tes objektif beralasan dengan alasan untuk lebih memudahkan dalam
menganalisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir dalam Penelitian
Konsep
Tes Konsep
Produk Fisika
Memahami Miskonsepsi
Profil Miskonsepsi Siswa
Jawaban sesuai dengan
konsepsi para ahli
Jawaban berbeda dengan
konsepsi para ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Surakarta dan SMA N 5 Surakarta
Sampel yang diambil adalah seluruh siswa kelas X SMA N 3 Surakarta di kelas
X-1, X-2, X-3, X-4, X-5, X-6, X-7,X-8, X-9 dan X-10 dan seluruh siswa kelas X
SMA N 5 Surakarta yang terdiri dari 9 kelas, namun karena ada distorsi saat tes
berlangsung, data yang diambil hanya dari 7 kelas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011
dimulai pada bulan Februari sampai dengan Juli 2011. Adapun jadwal Penelitian
dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian miskonsepsi ini mengikuti paradigma penelitian kuantitatif
yang bersifat noneksperimental yaitu metode deskriptif. Penelitian deskriptif
ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena apa adanya.
Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka -
angka.
Penelitian miskonsepsi ini menggunakan desain penelitian studi kasus
dalam arti penelitian difokuskan pada fenomena miskonsepsi Listrik Dinamis saja
yang diperdalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya misalnya,
metode pembelajaran yang digunakan ataupun buku-buku yang digunakan.
Penelitian miskonsepsi ini akan menghasilkan deskripsi tentang fenomena
miskonsepsi Listrik Dinamis yang terjadi
C. Sampel Penelitian
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Populasi
penelitian adalah siswa SMA kelas X. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
siswa kelas X SMAN 3 Surakarta yang terdiri dari 328 siswa dan seluruh siswa
kelas X SMAN 5 Surakarta yang terdiri dari 243 siswa
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan dan dapat diolah menjadi suatu data yang dapat
disajikan sesuai dengan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Penyusunan
instrumen tes didahului dengan konsultasi kepada dosen yang berpengalaman
mengajar listrik dinamis dan dilengkapi dengan kajian literatur untuk mengetahui
konsep mana saja yang sering salah dipahami. Literatur yang digunakan adalah
jurnal-jurnal penelitian dan artikel-artikel yang berkaitan dengan miskonsepsi
listrik dinamis.
Teknik tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan. Tes yang digunakan berbentuk tes objektif beralasan
karena lebih efektif dan efisien. Suparno (2004: 124) menyatakan bahwa beberapa
peneliti dalam mengungkap miskonsepsi siswa menggunakan pertanyaan pilihan
ganda digabungkan dengan alasan tertentu sehingga siswa lebih praktis memilih
alasan - alasan yang sudah dipilihkan. Tes objektif beralasan lebih dipilih dengan
alasan lebih mudah dalam menganalisis
E. Validitas Instrumen
Validitas yang digunakan dalam instrumen tes ini adalah validitas isi
(content validity). Untuk menguji validitas isi dapat dilakukan dengan
membandingkan antara isi instrumen dengan materi yang diteskan. Pada
penelitian ini, sebelum pengambilan data, penulis melakukan pengujian terhadap
validitas tes listrik dinamis yang sudah dibuat. Pengujian validitas isi instrumen
tes listrik dinamis yaitu dilakukan dengan konsultasi dosen pembimbing yang ahli
mengenai konsep listrik dinamis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
F. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Sugiyono
(2008: 207) menyatakan statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau
generalisasi. Penyajian data hasil tes miskonsepsi dilakukan dengan perhitungan
persentase, tabel ataupun diagram
Langkah-langkah analisis secara garis besar ditunjukkan pada Gambar
3.1
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data
1. Tahap Persiapan
Tahapan pertama dalam analisis data adalah persiapan. Pengumpulan
data atau informasi tentang kepemilikan miskonsepsi dilaksanakan melalui tes
diagnosis miskonsepsi yang berbentuk tes objektif dengan alasan yang ditentukan.
Data yang diperoleh melalui tes inilah yang kemudian diolah menjadi data
kuantitatif yang didukung data kualitatif, berupa pendeskripsian profil
miskonsepsi pada diri siswa pada pokok bahasan listrik dinamis. Kegiatan dalam
tahap persiapan antara lain:
Persiapan
Tabulasi Data
Penerapan Data Sesuai dengan
Pendekatan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
1. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisis untuk pengolahan data
lebih lanjut.
2. Mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrument pengumpulan
data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrument barangkali ada yang
terlepas atau sobek).
3. Mengecek macam isian data. Jika di dalam instrument termuat sebuah atau
beberapa item yang tidak dikehendaki peneliti, padahal item yang diharapkan
tersebut merupakan variabel pokok, maka item perlu didrop.
2. Tahap Tabulasi Data
Pada tahap tabulasi data, penulis mengolah data hasil tes identifikasi
miskonsepsi dan mengelompokkan jawaban siswa menurut klasifikasi derajat
pemahaman siswa, kemudian data hasil jawaban dikelompokkan lagi sesuai
dengan tipe miskonsepsi yang diteskan dalam soal
Berikut adalah pengkategorian jawaban siswa menurut Abraham,
Grzybosky, Renner dan Marek (1992: 112) yang disusun dalam instrumen tes
konsep listrik dinamis
a. Jawaban mahasiswa termasuk kategori tidak memahami bila:
1) Jawaban benar, namun tidak memberikan penjelasan atas jawaban
tersebut.
2) Menjawab tetapi tidak berhubungan dengan pertanyaan atau tidak jelas
3) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan
dengan pertanyaan.
b. Jawaban mahasiswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami
sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban menunjukkan hanya sebagian
konsep yang dipahami dan tidak menunjukkan adanya miskonsepsi.
c. Jawaban mahasiswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
1) Jawaban benar, penjelasan menunjukkan jawaban yang tidak logis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2) Jawaban benar, namun penjelasan jawaban bertentangan dengan konsepsi
para ahli
3) Jawaban dan penjelasan menunjukkan adanya miskonsepsi.
3. Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
Tahap analisis berikutnya yaitu penerapan data sesuai dengan pendekatan
penelitian. Pada tahap penerapan data, data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan
pendekatan penelitian atau desain yang diambil.
Data yang didapat dari hasil tes penelitian dianalisis dengan cara statistik
deskriptif dan didukung data deskriptif profil miskonsepsi siswa. Langkah yang
dilakukan adalah menganalisis per item soal untuk diambil kesimpulan berupa
data kuantitatif persentase miskonsepsi tiap kategori miskonsepsi listrik dinamis
yang didukung deskripsi data profil miskonsepsi siswa.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung persentase jawaban siswa tiap item soal
1) Kategori memahami
Persentase memahami : x 100%
2) Kategori miskonsepsi
Persentase memahami : x 100%
3) Kategori tidak memahami
Persentase memahami : x 100%
b. Membuat tabel frekuensi dan persentase hasil jawaban tes miskonsepsi
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
No
Soal
Memahami Miskonsepsi Tidak memahami
frekuensi % frekuensi % frekuensi %
1
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c. Pembuatan diagram derajat pemahaman siswa berdasarkan persentase hasil
jawaban tes miskonsepsi
d. Menganalisis distribusi jawaban tiap tipe soal miskonsepsi, yaitu
1) Membuat tabel persentase jawaban miskonsepsi paling tinggi dan paling
rendah dari tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Jawaban Miskonsepsi
Paling Tinggi dan Paling Rendah
2) Membuat tabel persentase rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi
tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 3.3 Contoh Tabel Persentase Rata-rata Siswa yang
Miskonsepsi Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
No. Tipe Soal Miskonsepsi Persentase Rata- rata
Siswa Miskonsepsi
1 Model Konsumsi Arus
2 Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus
3 Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap
e. Pembahasan soal miskonsepsi tiap soal dan tipe miskonsepsi berdasarkan data
persentase hasil jawaban tes miskonsepsi
No. Tipe Soal Miskonsepsi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Tinggi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Rendah
1 Model Konsumsi Arus
2. Batere Lebih Dianggap
Sebagai Sumber Arus
3
Batere Dianggap
Sebagai Sumber Arus
Tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
G. Prosedur Penelitian
Secara operasional penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Persiapan
Meliputi : Pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal, permohonan ijin, dan perakitan instrumen.
b. Tahap Pelaksanaan
Meliputi pelaksanaan pengambilan data di lapangan yang ditunjuk sebagai
tempat penelitian
c. Tahap Penyelesaian
Meliputi analisis data dan penyusunan laporan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Data Penelitian
Data yang dideskripsikan berupa hasil jawaban tes miskonsepsi dan
distribusi jawaban siswa sebagai subjek penelitian, untuk setiap item soal tes
miskonsepsi tersebut. Sebagai langkah awal yang dilakukan untuk analisis
deskriptif ini adalah memeriksa dan mengelompokkan jawaban mahasiswa dalam
tiga kategori yaitu memahami, tidak memahami, dan miskonsepsi.
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta
Dari 30 item soal, soal kemudian dikelompokkan berdasarkan tipe
miskonsepsi yang terjadi pada listrik dinamis. Jawaban siswa baik memahami,
miskonsepsi dan tidak memahami dinyatakan persen
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Tabel 4.1 Tabel Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi Siswa SMAN 3
Surakarta Kelas X tentang Listrik Dinamis Tiap Item Soal
No.
Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Model Konsumsi Arus
1 189 57,62 102 31,09 37 11,29
2 71 21,16 150 45,73 107 33,11
3 132 40,24 113 34,45 83 25,31
18 90 27,43 138 42,07 100 30,50
No.
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
2. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus
4 53 16,15 216 65,85 59 18
5 39 11,89 230 70,12 59 18
7 87 26,52 126 38,41 115 35,07
8 47 14,32 200 60,97 81 24,71
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
3. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap
9 53 16,15 239 72,86 36 10,99
12 19 5,79 264 80,48 45 13,73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
15 12 3,65 272 82,92 44 13,43
16 1 0,30 269 82,01 58 17,69
17 5 1,54 199 60,67 328 37,79
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
4. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning
19 58 17,68 166 50,60 104 31,72
20 55 16,76 172 52,43 101 20,81
21 60 18,29 195 59,45 73 22,26
22 51 15,54 169 51,52 108 32,94
23 68 20,73 133 40,54 127 38,73
24 67 20,42 139 42,37 122 37,21
25 140 42,68 82 25 106 32,32
26 76 23,17 121 36,89 131 39,94
27 72 21,95 136 41,46 120 36,59
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
5. Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian
28 14 4,26 184 56,09 130 39,65
29 18 5,48 143 43,59 167 50,93
30 43 13,10 169 51,52 116 35,38
No.
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
6. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial
6 90 27,43 73 22,25 165 50,32
10 23 7,01 258 78,65 47 14,34
11 84 25,60 182 55,48 62 18,92
13 3 0,91 267 81,40 58 17,69
14 25 7,62 196 59,75 107 32,63
Keterangan :
Jumlah seluruh siswa SMA N 3 Surakarta yang mengikuti tes adalah 328
siswa
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada
semua soal yang diujikan. Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menganalisis
data di atas diubah dalam bentuk diagram balok, seperti pada Gambar 4.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 4.1 Diagram Balok Hasil Tes Identifikasi Miskonsepsi SMA N 3
Surakarta
Pada Gambar (4.1) terlihat bahwa rata-rata siswa memiliki tingkat miskonsepsi
yang tinggi pada tiap soal. Dari data jawaban soal, diketahui bahwa dari 328 siswa
tidak ada satu pun siswa yang menjawab benar di semua soal yang diujikan. Hal
ini dapat terlihat dari tingginya persentase diagram batang pada Gambar (4.1).
Persentase miskonsepsi siswa ditunjukkan oleh diagram batang berwarna merah
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
Berdasarkan analisis data lanjut, terhadap lembar jawaban siswa
diperoleh hasil persentase jawaban miskonsepsi paling tinggi dan paling rendah
dari tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 4.2 Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan Paling Rendah
No. Tipe Soal Miskonsepsi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Tinggi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Rendah
1 Model Konsumsi Arus Soal no 2 (45,73%)
Opsi 1B
Soal. no 1 (31,09%)
Opsi 2A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Sedangkan rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi pada tiap tipe soal
miskonsepsi diperoleh hasil, seperti pada Tabel (4.3)
Tabel 4.3 Persentase Rata-rata Siswa yang Miskonsepsi
Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
No. Tipe Soal Miskonsepsi Persentase Rata- rata
Siswa Miskonsepsi
1 Model Konsumsi Arus 38,34%
2 Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus 44,50%
3 Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap 43,96%
4 Adanya Pemikiran Sequential Reasoning 44,47%
5 Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian 37,59%
6 Miskonsepsi Tentang Beda Potensial 53,10%
2. Batere Lebih Dianggap
Sebagai Sumber Arus
Soal no 4 (55,55%)
Opsi 1A
Soal. no 8 (23,04%)
Opsi 3A
3 Batere Dianggap Sebagai
Sumber Arus Tetap
Soal no.9 (57,92%)
Opsi 1A
Soal no.17 (21,03%)
Opsi 1A
4 Adanya Pemikiran
Sequential Reasoning
Soal no.12 (59,25%)
Opsi 1A
Soal no.17 (49,79)
Opsi 1A
5
Miskonsepsi Tentang
Bentuk / Topologi
Rangkaian
Soal no.28 (69,13%)
Opsi 1A
Soal no.30 (16,04%)
Opsi 2B
6 Miskonsepsi Tentang
Beda Potensial
Soal no.13 (55,96%)
Opsi 3A
Soal no.11 (20,16%)
Opsi 1B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta
Dari 30 item soal, soal kemudian dikelompokkan berdasarkan tipe
miskonsepsi yang terjadi pada listrik dinamis. Jawaban siswa baik memahami,
miskonsepsi dan tidak memahami dinyatakan persen
a. Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Tabel 4.4 Tabel Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi Siswa SMA N 5
Surakarta Kelas X tentang Listrik Dinamis Tiap Item Soal
No.
Persentase Hasil Jawaban Tes Miskonsepsi
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Model Konsumsi Arus
1 212 87,24 15 6,41 16 6,35
2 97 39,91 99 40,74 47 19,35
3 79 32,51 88 36,21 76 31,28
18 108 44,44 57 23,45 78 32,11
No.
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
2. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus
4 26 10,69 187 76,95 30 12,36
5 21 8,64 167 68,72 55 22,64
7 52 21,39 107 44,03 84 34,58
8 27 11,11 163 67,07 53 21,82
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
3. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap
9 32 13,16 170 69,95 41 16,89
12 5 2,05 211 86,83 27 11,12
15 4 1,64 231 95,06 8 3,30
16 0 0 208 85,59 35 14,41
17 1 0,41 194 79,83 48 19,76
No
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
4. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning
19 57 23,45 115 47,32 71 29,23
20 67 24,54 96 35,16 80 40,30
21 54 22,22 101 41,56 88 36,22
22 61 25,10 65 26,74 117 48,16
23 91 37,44 64 26,34 88 36,22
24 52 21,39 99 40,74 92 37,87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
25 125 51,44 52 21,39 66 27,17
26 93 38,27 77 31,68 73 30,05
27 54 22,22 124 51,02 65 26,76
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
5. Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian
28 27 11,11 168 69,13 48 19,76
29 10 4,11 156 54,19 77 41,70
30 36 14,81 128 52,67 79 32,52
No.
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
6. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial
6 58 23,86 69 28,39 121 52,25
10 20 8,23 183 75,30 40 16,47
11 68 27,98 123 50,61 52 21,41
13 3 1,23 200 82,30 40 16,47
14 10 4,11 186 76,54 140 19,35
Keterangan
Jumlah seluruh siswa SMA N 5 Surakarta yang mengikuti tes adalah 243
siswa
Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menganalisis data di atas diubah dalam
bentuk diagram balok, seperti pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Diagram Balok Hasil Tes Identifikasi Miskonsepsi SMA N 5
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Pada Gambar (4.2) ada beberapa hasil pesentase miskonsepsi yang tidak terlalu
tinggi seperti pada soal no.1, 18 ataupun 25. Namun, secara keseluruhan masih
banyak siswa mengalami tipe miskonsepsi listrik dinamis yang lain. Dari data
jawaban soal, diketahui bahwa dari 243 siswa tidak ada satu pun siswa yang
menjawab benar di semua soal yang diujikan. Persentase miskonsepsi siswa
ditunjukkan oleh diagram batang berwarna merah
b. Distribusi Jawaban Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
Berdasarkan analisis data lanjut, terhadap lembar jawaban siswa
diperoleh hasil persentase jawaban miskonsepsi paling tinggi dan paling rendah
dari tiap tipe soal miskonsepsi
Tabel 4.5 Persentase Jawaban Miskonsepsi Paling Tinggi dan Paling Rendah
No. Tipe Soal Miskonsepsi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Tinggi
No. Soal dengan
Persentase Jawaban
Miskonsepsi Paling
Rendah
1 Model Konsumsi Arus Soal no 2 (40,74%)
Opsi 1B
Soal. no 1 (6,41%)
Opsi 2A
2. Batere Lebih Dianggap
Sebagai Sumber Arus
Soal no 5 (56,40%)
Opsi 1A
Soal. no 8 (19,20%)
Opsi 3D
3 Batere Dianggap Sebagai
Sumber Arus Tetap
Soal no.9 (57,92%)
Opsi 1A
Soal no.17 (21,03%)
Opsi 1A
4 Adanya Pemikiran
Sequential Reasoning
Soal no.21 (59,45%)
Opsi 2A
Soal no.25 (25%)
Opsi 2A
5
Miskonsepsi Tentang
Bentuk / Topologi
Rangkaian
Soal no.28 (56,09%)
Opsi 1A
Soal no.30 (16,46%)
Opsi 2B
6 Miskonsepsi Tentang Beda
Potensial
Soal no.10 (42,07%)
Opsi 3A
Soal no. 6 (22,25%)
Opsi 1A
Sedangkan rata-rata siswa yang mengalami miskonsepsi pada tiap tipe soal
miskonsepsi diperoleh hasil, seperti pada Tabel (4.6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
A4
A1 A3 A1
Tabel 4.6 Persentase Rata - rata Siswa yang Miskonsepsi
Tiap Tipe Soal Miskonsepsi
No. Tipe Soal Miskonsepsi Persentase Rata- rata
Siswa Miskonsepsi
1 Model Konsumsi Arus 26,70%
2 Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus 48,35%
3 Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap 54,32%
4 Adanya Pemikiran Sequential Reasoning 35,77%
5 Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian 46,90%
6 Miskonsepsi Tentang Beda Potensial 52,67%
B. Pembahasan Hasil Analisis Data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi tentang konsep Listrik
Dinamis yang dimiliki siswa kelas X SMA N 3 Surakarta dan siswa kelas X SMA
N 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010 - 2011 dapat dijaring dan diidentifikasi melalui
penggunaan instrumen tes miskonsepsi pada penelitian ini.
1. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 3 Surakarta
a. Model Konsumsi Arus (Soal No. 1, 2, 3 dan 18)
Profil miskonsepsi pada Model Konsumsi Arus Listrik dapat dinyatakan
dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
1) Pada rangkaian Gambar 1, nilai hambatan R2 lebih besar daripada nilai
hambatan R1, simbol A adalah amperemeter. Jika pada amperemeter 1 (A1) arus
menunjukkan nilai sebesar 2 ampere. Maka pernyataan di bawah ini yang benar
untuk nilai amperemeter yang lain ......
Gambar 1
A2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
1. Amperemeter yang lain menunjukkan nilai 2 Ampere
2. Ampermeter yang lain secara berturut-turut (A2, A3 dan A4)
menunjukkan nilai arus lebih kecil dari 2 A
3. Ampermeter yang lain secara berturut-turut (A2, A3 dan A4)
menunjukkan nilai arus lebih besar dari 2 Ampere
Alasan
a. Nilai arus setelah melewati hambatan (R1 dan R2) akan semakin berkurang
b. Arus di seluruh titik dalam rangkaian seri menunjukkan nilai yang sama
c. Batere dalam amperemeter akan menambah beda potensial dalam
rangkaian
d. Terlalu banyak amperemeter, menyebabkan arus tidak dapat mengalir
dalam rangkaian
Sebanyak 31,09% siswa, menjawab bahwa amperemeter yang lain
secara berturut-turut (A2, A3 dan A4) menunjukkan nilai arus lebih kecil dari 2 A.
Siswa mempunyai miskonsepsi bahwa nilai arus setelah melewati hambatan (R1
dan R2) akan semakin berkurang
A B C
Gambar 2
2) Dari Gambar 2 di atas, jika lampu, batere dan hambatan yang digunakan tiap
rangkaian identik maka, urutan lampu dari yang paling terang menjadi kurang
terang adalah
1. lampu A lebih terang dari lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu C
2. lampu C lebih terang dari lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu A
3. Lampu A, B dan C akan sama terang dalam semua rangkaian
Alasan
a. Arus yang dekat kutub positif batere lebih besar daripada arus yang dekat
kutub negatif batere
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b. Arus berkurang setiap melewati hambatan resistor
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai yang sama
d. Arus dalam semua rangkaian menunjukkan nilai yang sama
Sebanyak 45,73% siswa, menjawab bahwa lampu A lebih terang dari
lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu C. Siswa beranggapan bahwa arus
berkurang setiap melewati hambatan resistor. Jadi mereka berpikir bahwa lampu
yang paling dekat dengan kutub positif yang yang paling terang karena arus
listriknya belum diserap oleh hambatan.
3) Dari Gambar 3 di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan tiap
rangkaian identik maka, urutan lampu dari yang paling terang menjadi kurang
terang adalah
A B
Gambar 3
1. lampu A lebih terang dari lampu B
2. lampu B lebih terang dari lampu A
3. lampu A dan B sama terang
Alasan
a. Arus yang dekat kutub positif batere lebih besar daripada arus yang
dekat kutub negatif batere
b. Arus berkurang setiap melewati hambatan resistor
c. Arus dalam rangkaian A dan B bernilai sama karena dipasang seri
d. Hambatan resistor akan mengurangi nilai arus total suatu rangkaian
Meskipun soal dibuat semakin sederhana, masih ada siswa yang
beranggapan adanya konsumsi arus. Sebanyak 34,45% siswa, menjawab benar
bahwa lampu B lebih terang dari lampu A, namun alasan yang digunakan masih
mengandung miskonsepsi bahwa arus berkurang setiap melewati hambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
resistor padahal hambatan berpengaruh terhadap nilai arus total dalam seluruh
rangkaian tidak hanya berpengaruh sesudah melewati hambatan.
Pada rangkaian Gambar 10 berikut ini, terdapat 2 batere (identik) ; 2
lampu identik dan satu hambatan R yang nilai hambatannya dapat diubah – ubah.
Gambar 10
18) Arus listrik yang lewat lampu L1 adalah.......
1. Lebih kecil daripada arus yang lewat lampu L2
2. Lebih besar daripada arus yang lewat lampu L 2
3. Sama dengan arus yang lewat lampu L2
Alasan
a. Tidak ada hambatan R yang mengurangi nilai arus lampu L1
b. Tegangan dalam lampu L1 lebih besar dari pada tegangan dalam lampu L2
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Nilai arus di seluruh titik dalam rangkaian seri sama
Meskipun soal model konsumsi arus listrik diulang, dan diletakkan pada
urutan no.18. Persentase siswa yang mempunyai miskonsepsi tidak jauh berbeda
yaitu 42,07%. Siswa menjawab, arus listrik yang lewat lampu L1 lebih besar
daripada arus yang lewat lampu L2 dengan alasan tidak ada hambatan R yang
mengurangi nilai arus lampu L1
Berdasarkan soal no. 1, 2, 3 dan 18, rata rata siswa yang masih memiliki
miskonsepsi bahwa adanya arus listrik dikonsumsi oleh hambatan adalah 38,34%.
Mereka beranggapan bahwa arus berkurang setiap melewati hambatan resistor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus (Soal No. 4, 5, 7 dan 8)
Profil miskonsepsi bahwa batere lebih dianggap sebagai sumber arus
dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal:
Pada Gambar 4 di bawah ini, rangkaian terdiri dari dua buah batere
(identik) yang dipasang paralel dihubungkan dengan sebuah lampu L. Kedua
batere tersebut ideal artinya tegangan dalam tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik. Lampu mula-mula menyala dengan batere I.
Gambar 4
4) Mula-mula saklar S terbuka seperti Gambar 4. Jika saklar S ditutup, maka
terang lampu akan...........
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Bertambah tapi kemudian berkurang
Alasan
a. Arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali lipat
b. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
c. Arus yang mengalir ke lampu tidak berubah
d. Beda potensial pada lampu bertambah
Sebanyak 65,85% siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A dan 1D. Siswa (48,78%) beranggapan bahwa ketika saklar ditutup maka lampu
menjadi lebih terang dengan alasan arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali
lipat sedangkan sebanyak 17,07% siswa, beranggapan ketika saklar ditutup maka
lampu bertambah terang karena beda potensial lampu bertambah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
5) Jika saklar S ditutup, maka arus listrik di dalam lampu akan....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali lipat
b. Beda potensial pada lampu tidak berubah
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai yang sama
d. Beda potensial pada lampu bertambah
Soal no. 5 untuk memperkuat jawaban siswa pada no.4. Sebanyak
70,12% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi 1A dan 1D. Siswa
(56,40%) beranggapan bahwa ketika saklar ditutup maka arus listrik di dalam
lampu bertambah dengan alasan arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali
lipat, sedangkan sebanyak 13,72%, siswa beranggapan ketika saklar ditutup arus
dalam lampu bertambah karena beda potensial lampu bertambah.
7) Jika saklar S ditutup, maka arus listrik yang mengalir lewat Baterai I akan.....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Setiap batere selalu menghasilkan nilai arus yang sama
b. Beda potensial dalam batere bertambah
c. Arus terbagi antara percabangan batere I dan Batere II
d. Arus dari batere II mengalir ke batere I
Sebanyak 38,41% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1B, 1D dan 2A. Siswa beranggapan bahwa ketika saklar ditutup maka arus listrik
yang mengalir lewat baterai I bertambah dengan alasan beda potensial dalam
batere bertambah (0,60%) atau dengan alasan arus dari batere II mengalir ke
batere I (7,31%). Sedangkan sebanyak 25% siswa, menganggap arus listrik yang
mengalir lewat Baterai I tidak berubah karena setiap batere selalu menghasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
nilai arus yang sama. Hal ini menegaskan bahwa siswa lebih menganggap betere
sebagai sumber arus daripada sumber tegangan
8) Pada Gambar 5 di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan tiap
rangkaian identik maka pernyataan berikut ini yang benar mengenai rangkaian di
bawah ini.........
Gambar 5
1. Lampu A, B, C dan D sama terang
2. Lampu A dan B lebih terang daripada lampu C dan D
3. Lampu C dan D lebih terang daripada lampu A dan B
Alasan
a. Batere yang dipasang paralel menghasilkan arus lebih besar
b. Batere yang dipasang paralel menghasilkan beda potensial total lebih besar
c. Beda potensial tiap lampu di kedua rangkaian bernilai sama
d. Batere yang lebih banyak selalu menghasilkan arus yang lebih besar
Sebanyak 60,97% siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A, 3B dan 3D. Siswa beranggapan bahwa lampu C dan D lebih terang daripada
lampu A dan B. Dengan alasan batere yang dipasang paralel menghasilkan arus
lebih besar (21,34%), batere yang dipasang paralel menghasilkan beda potensial
total lebih besar (20,42%) dan batere yang lebih banyak selalu menghasilkan arus
yang lebih besar (19,20%). Berdasarkan opsi 3A dan 3D, siswa lebih menganggap
betere sebagai sumber arus daripada sumber tegangan
Berdasarkan soal no. 4, 5, 7 dan 8, rata-rata siswa yang memiliki
kecenderungan menggunakan arus daripada beda potensial dalam menganalisa
rangkaian listrik adalah 44,50%. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan karena
beda potensial menyebabkan arus listrik tidak sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
L2
Gambar 6
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap (Soal no. 9, 12, 15, 16 dan
17)
Profil miskonsepsi bahwa batere dianggap sebagai sumber arus tetap
dapat dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Sumber tegangan (batere) ideal disambung dengan dua lampu yang sama
(identik), L1 dan L2 seperti pada Gambar 6. Mula-mula kedua lampu menyala.
9) Jika lampu L2 dilepas dari tempat lampu maka arus listrik dalam lampu L1
akan :
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan
a. Arus yang semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1
b. Beda potensial lampu L1 tidak berubah
c. Beda potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1
d. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 65,85% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1C dan 1D. Siswa beranggapan bahwa jika lampu L2 dilepas dari tempat
lampu maka arus listrik dalam lampu L1 akan bertambah dengan alasan : arus
yang semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1 ( 57,92%), beda
potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1 (5,79%), dan
hambatan total dalam rangkaian berkurang (9,14%). Banyaknya siswa yang
memilih opsi 1A menunjukkan bahwa siswa beranggapan bahwa batere
merupakan sumber arus tetap, mereka berasumsi arus yang dikeluarkan batere
adalah bernilai tetap dengan mengabaikan bentuk rangkaian listrik
L1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Pada Gambar 7, di bawah ini, dua buah lampu (identik) dihubungkan
secara paralel kemudian dihubungkan oleh sebuah hambatan R. Sumber tegangan
(batere) yang digunakan ideal (tegangan tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik). Mula – mula kedua lampu menyala .
Gambar 7
12) Jika lampu L2 dilepas, maka arus listrik dalam lampu L1 akan
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan
a. Arus yang semula melewati lampu L2 dialihkan ke lampu L1
b. lampu L1 dipasang paralel terhadap batere
c. Beda potensial pada lampu L1 bertambah
d. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang.
Sebanyak 80,48% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1D dan 3B. Siswa beranggapan bahwa jika lampu L2 dilepas dari tempat
lampu maka arus listrik dalam lampu L1 akan bertambah dengan alasan : arus
yang semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1 ( 57,31%) dan
hambatan total dalam rangkaian berkurang (10,97%). Sedangkan sebanyak
12,19%, siswa lain beranggapan arus listrik dalam lampu L1 tidak berubah karena
Lampu L1 dipasang paralel terhadap batere. Soal ini mirip dengan soal no.9, hanya
saja dimodifikasi dengan adanya resistor. Adanya kemiripan persentase yang
menjawab opsi A pada soal no.9 dengan no 12. menegaskan bahwa masih terdapat
siswa yang beranggapan bahwa arus yang dikeluarkan batere nilainya selalu tetap
dengan mengabaikan bentuk rangkaian listrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
15) Pada Gambar 8, di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan tiap
rangkaian identik, maka pernyataan berikut yang benar adalah............
Gambar 8
1. Lampu A paling terang
2. Lampu B dan C paling terang
3. Lampu A, B dan C sama terang
Alasan.
a. Arus yang lewat lampu A = arus yang lewat lampu B + arus yang lewat
lampu C
b. Semakin banyak lampu dalam rangkaian, maka lampu tersebut semakin
redup
c. Beda potensial lampu A, B dan C sama besar
d. Hambatan total rangkaian 1 lebih kecil daripada rangkaian 2
Sebanyak 82,92% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1B dan 1D. Siswa beranggapan bahwa lampu A paling terang dengan alasan :
Arus yang lewat lampu A = arus yang lewat Lampu B + arus yang lewat lampu C
(37,19%), semakin banyak lampu dalam rangkaian, maka lampu tersebut semakin
redup (27,13%) dan hambatan total rangkaian 1 lebih kecil daripada rangkaian 2
(18,59%). Banyaknya siswa yang memilih opsi 1A, menunjukkan bahwa siswa
menganggap batere sebagai sebagai sumber arus tetap. Padahal secara teori,
harusnya arus total rangkaian 2 = dua kali arus total rangkaian 1, siswa terbentuk
miskonsepsi karena lebih cenderung menganalisa rangkaian dengan menganggap,
betere sebagai sumber arus daripada sumber tegangan. Selain itu, miskonsepsi
terjadi karena siswa kurang bisa memahami konsep dari rangkaian seri ataupun
rangkaian paralel, siswa tidak menyadari bahwa ketika lampu dipasang paralel,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
maka hambatan totalnya menjadi kecil sehingga arus dalam rangkaian menjadi
lebih besar.
Sebuah batere dengan hambatan dalam yang dapat diabaikan
dihubungkan dengan lampuM dan lampu N yang identik seperti pada Gambar 9.
Kedua lampu M dan N mula-mula menyala.
Gambar 9
16) Jika lampu N dilepas, maka .....
1. Beda potensial antara titik D dan E akan bertambah
2. Lampu M akan menyala lebih terang dari sebelumnya
3. Beda potensial antara titik D dan E menjadi nol
Alasan
a. Arus yang semula menuju lampu N akan dialihkan ke lampu M
b. Tak ada arus yang mengalir antara titik D dan E
c. Tidak ada beda potensial antara titik E dan F
d. Hambatan total dalam rangkaian tidak berubah
Sebanyak 82,01% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A, 3A dan 3B. Siswa beranggapan bahwa jika lampu N dilepas maka lampu M
akan menyala lebih terang dari sebelumnya, karena arus yang semula menuju
lampu N akan dialihkan ke lampu M (46,34%). Sedangkan siswa lain
beranggapan, ketika lampu N dilepas maka beda potensial antara titik D dan E
menjadi nol dengan alasan : arus yang semula menuju lampu N akan dialihkan ke
lampu M (3,96%) dan tak ada arus yang mengalir antara titik D dan E (31,70%).
Banyaknya persentase opsi 2A, menunjukkan siswa cenderung menganggap
bahwa arus yang dihasilkan betere nilainya tetap, sehingga berasumsi meskipun
lampu N dilepas, nilai arus totalnya masih tetap sehingga bisa dialihkan ke lampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
M. Siswa tidak menyadari manakala lampu N dilepas, hambatan totalnya menjadi
besar sehingga arus totalnya menjadi lebih kecil dari semula.
17) Jika lampu M dilepas, maka.....
1. Lampu N akan menyala lebih terang dari sebelumnya
2. Beda potensial antara titik A dan B akan bertambah
3. Beda potensial antara titik A dan B menjadi nol
Alasan
a. Arus yang semula menuju lampu M pindah ke lampu N
b. Tak ada arus yang mengalir antara titik A dan B
c. Tidak ada beda potensial antara titik B dan C
d. Hambatan total dalam rangkaian tidak berubah
Sebanyak 60,67% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 3A dan 3B. Siswa beranggapan bahwa jika lampu M dilepas, maka lampu N
akan menyala lebih terang dari sebelumnya karena arus yang semula menuju
lampu M akan dialihkan ke lampu N (21,03%). Sedangkan siswa lain
beranggapan, ketika lampu M dilepas maka beda potensial antara titik A dan B
menjadi nol dengan alasan : arus yang semula menuju lampu M akan dialihkan
ke lampu N (1,82%) dan tak ada arus yang mengalir antara titik A dan B
(37,80%). Berdasarkan persentase opsi 1A, menunjukkan siswa cenderung
menganggap bahwa arus yang dihasilkan betere nilainya tetap, sehingga
berasumsi meskipun lampu M dilepas, nilai arus totalnya masih tetap, sehingga
bisa dialihkan ke lampu N
Persentase jawaban siswa menunjukkan bahwa siswa menganggap,
betere sebagai sumber arus tetap, artinya betere dianggap selalu menghasilkan
arus yang nilaianya selalu konstan, sehingga dalam benak siswa tertanan adanya
istilah “pengalihan arus” ketika terjadi pengurangan jumlah lampu
Berdasarkan soal no. 9, 12, 15, 16 dan 17, rata - rata siswa yang
menganggap betere sebagai sumber arus tetap (betere dianggap selalu
menghasilkan arus yang nilainya selalu konstan) adalah 43,96%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning (Soal no.19 s.d 27)
Profil miskonsepsi bahwa adanya pemikiran sequential reasoning dapat
dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Soal no.19 - 22
Pada rangkaian Gambar 10 berikut ini, terdapat 2 batere (identik) ; 2
lampu identik dan satu hambatan R yang nilai hambatannya dapat diubah – ubah.
Gambar 10
19) Jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat lampu L1 adalah....
1. Tidak berubah
2. Bertambah
3. Berkurang
Alasan
a. Hambatan R terletak setelah lampu L1, sehingga tidak mempengaruhi arus
lampu L1
b. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Tegangan dalam lampu L1 tidak berubah
Sebanyak 50,60% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat
lampu L1 tidak berubah karena hambatan R terletak setelah lampu L1, sehingga
tidak mempengaruhi arus lampu L1. Secara teori, jika nilai hambatan suatu
penghambat atau resistor diubah, maka nilai arus listrik di seluruh titik dalam
rangkaian seri juga akan berubah. Tetapi, siswa menganggap bahwa komponen
yang diubah hanya mempengaruhi arus dalam komponen-komponen sesudahnya,
dan tidak sebelumnya. Siswa menganalogikan rangkaian seri, seperti sungai yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
mana pengaruh utama tanggul akan menentukan debit aliran air sesudahnya,
padahal analogi semacam ini tidak tepat jika diterapkan dalam rangkaian seri. Hal
inilah yang disebut dengan sequential reasoning, yaitu perubahan nilai hambatan
hanya mempengaruhi terhadap nilai arus sesudahnya.
20) Jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat lampu L2 ........
1. Tidak berubah
2. Bertambah
3. Berkurang
Alasan
a. Hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L2
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Tegangan dalam lampu L2 berkurang
Sebanyak 52,43% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat
lampu L2 bertambah karena hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L2. Siswa tidak meyadari bahwa
penambahan arus yang lewat lampu L2 disebabkan oleh nilai hambatan total yang
berkurang dan bukan karena nilai hambatan yang berkurang terletak sebelum
lampu L2.
21) Jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat lampu L1.....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Perubahan nilai hambatan R tidak berpengaruh terhadap nilai arus lampu L1
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
c. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
d. Tegangan dalam lampu L1 tidak berubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sebanyak 59,45% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat
lampu L1 tidak berubah, dengan alasan perubahan nilai hambatan R tidak
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L1. Soal no 21 berkaitan dengan soal no.19,
sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa menganggap bahwa perubahan nilai
hambatan R (baik bertambah atau berkurang) sama sekali tidak mempengaruhi
nilai arus lampu L1, karena hambatan R terletak setelah lampu L1. Hal ini
menegaskan adanya pemikiran sequential reasoning
22) Jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat lampu L2.......
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L2
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
c. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
d. Tegangan dalam lampu L2 bertambah
Sebanyak 51,52% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat
lampu L1 berkurang dengan alasan hambatan R terletak sebelum lampu L2,
sehingga berpengaruh terhadap nilai arus lampu L2. Soal no.22 ini berhubungan
dengan soal no 20, adanya kemiripan persentase yang memilih opsi 3A,
menunjukkan, bahwa siswa masih memiliki pemikiran yang kuat tentang
sequential reasoning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pada rangkaian Gambar 11 berikut ini, terdapat 1 batere ; 1 lampu dan 2
hambatan variabel (R1 dan R2 ) yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah.
Gambar 11
23) Jika nilai R1 bertambah dan nilai R2 tetap maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
c. Tegangan dalam lampu L tidak berubah
d. Tegangan dalam lampu L bertambah
Sebanyak 40,54% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R1 bertambah, maka lampu L
bertambah redup dengan alasan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L.
24) Jika nilai R1 tetap dan nilai R2 bertambah maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R2 terletak setelah lampu L, sehingga tidak mempengaruhi arus
lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L tidak berubah
Sebanyak 42,37% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R2 bertambah, maka terang L lampu
tidak berubah, karena hambatan R2 terletak setelah lampu L. Hal ini menegaskan
bahwa siswa memiliki pemikiran sequential reasoning.
25) Jika besar R1 dan R2 bertambah, maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L bertambah
Sebanyak 25% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa menjawab benar ketika hambatan (R1 dan R2) bertambah, maka lampu
akan bertambah redup namun alasan yang digunakan masih mengandung
miskonsepsi yaitu karena hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L. Pada soal no.25 jumlah persentase
jawaban benar meningkat yaitu 42,68%. Hal ini menegaskan adanya pemikiran
sequential reasoning, siswa beranggapan ketika nilai hambatan (R1 dan R2)
bertambah maka siswa menyebut hambatan total dalam rangkaian bertambah.
Namun, ketika yang bertambah hanya salah satu hambatan, siswa tidak
mengatakan hambatan total dalam rangkaian bertambah.
26) Jika besar R1 berkurang dan R2 tetap maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Arus lampu L hanya hanya tergantung pada besar kecilnya nilai hambatan
R1
b. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L berkurang
Sebanyak 36,89% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa menjawab jika besar R1 berkurang dan R2 tetap maka, maka Lampu L
akan bertambah terang karena arus lampu L hanya hanya tergantung pada besar
kecilnya nilai hambatan R1.
27) Jika besar R1 tetap dan R2 berkurang maka ......
1. Lampu L akan bertambah cerah
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Perubahan nilai hambatan (R2) tidak berpengaruh terhadap arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam Lampu L tidak berubah
Sebanyak 41,46% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa lampu L hanya dipengaruhi oleh R1 sehingga
perubahan nilai hambatan R2 sama sekali tidak mempengaruhi lampu L. Hal ini
karena siswa memiliki pemikiran sequential reasoning yaitu hambatan yang
terletak setelah lampu L tidak berpengaruh.
Berdasarkan soal no. 19 s.d 27, rata-rata siswa siswa yang memliki
pemikiran sequential reasoning adalah 44,47%. Mereka menganalogikan
rangkaian seri seperti sungai yang mana pengaruh utama tanggul akan
menentukan debit aliran air sesudahnya, padahal analogi semacam ini tidak tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
jika diterapkan dalam rangkaian seri, sehingga berapapun diberi soal tipe
sequential reasoning persentase jawaban miskonsepsi selalu tinggi.
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk / Topologi Rangkaian (Soal no. 28, 29 dan
30)
Profil miskonsepsi tentang bentuk / topologi rangkaian dapat dinyatakan
dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
28) Lihat Gambar 12 di bawah ini, rangkaian tersusun atas satu batere (ideal) dan
3 lampu yang identik dengan arus total dalam rangkaian adalah 1,2 Ampere.
Gambar 12
Berdasarkan gambar di atas maka besar arus pada I1 , I2, dan I3 adalah......
1. I1 = 0.6 A ; I2 = I3 = 0.3 A
2. I1 = I2 = I3 = 0.4 A
3. I1 = 0.8 A ; I2 = I3 = 0.2 A
Alasan
a. Arus terbagi menjadi dua bagian sama besar di titik percabangan A
b. Beda potensial lampu L1 paling besar
c. Beda potensial lampu L1, L2 dan L3 sama besar
d. Beda potensial lampu L1 paling kecil
Sebanyak 56,09% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa cenderung menganggap rangkaian paralel lebih ke bentuknya yang
simetri daripada konsep dari rangkaian paralel itu sendiri. Sehingga banyak dari
siswa yang menjawab opsi 1A, dimana siswa membagi arus dua sama besar di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
titik A kemudian membagi arus lagi di titik B. Hal ini menegaskan bahwa siswa
cenderung menganalisa rangkaian paralel dari bentuknya yang simetri.
29) Pada Gambar 13 di bawah ini, jika lampu yang digunakan identik dan batere
ideal (beda potensial batere dianggap tetap bagaimanapun besar arus), maka
pernyataan yang benar mengenai arus lampu ?
Gambar 13
1. Nilai arus lampu D atau nilai arus lampu E adalah setengah dari nilai arus
lampu A
2. Nilai arus lampu A, B, C, D dan E sama besar
3. Nilai arus lampu A, D dan E adalah sama besar
Alasan
a. Arus total terbagi dalam 3 titik ( titik 1, 2 & 3) dengan nilai yang sama
b. Beda potensial lampu A, D dan E sama besar
c. Beda potensial tiap lampu sama besar
d. Lampu yang paling dekat dengan batere mempunyai beda potensial paling
besar
Sebanyak 43,59% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A dan 2C. Siswa (40,24%) cenderung menganggap rangkaian gambar 13 terdiri
dari 3 rangkaian paralel, sehingga siswa membagi arus total menjadi 3 bagian
sama besar padahal gambar 13 sebenarnya terdiri dari 4 rangkaian paralel. Hal ini
menegaskan bahwa siswa cenderung pada bentuk rangkaian paralel yang selalu
simetri. Sedangkan siswa lain, mengalami miskonsepsi (3,35%) dengan
beranggapan bahwa nilai arus lampu A,B,C, D dan E sama besar karena beda
potensial yang sama, siswa tidak menyadari bahwa arus lampu B dan C adalah
arus yang paling kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
30) Pada Gambar 14 di bawah ini, jika lampu yang digunakan identik dan batere
ideal (beda potensial batere dianggap tetap bagaimanapun besar arus), pernyataan
berikut yang benar mengenai rangkaian Gambar 14 di bawah ini....
Gambar 14
1. Lampu A menyala sedangkan lampu B mati
2. Lampu A dan B menyala sama terang
3. Lampu A menyala terang sedangkan lampu B redup
Alasan
a. Pada lampu B terjadi hubung singkat
b. Lampu A dan B dipasang paralel sehingga beda potensial tiap lampu sama
c. Arus yang dekat kutub positif batere adalah arus yang paling besar
d. Nilai arus lampu A sama dengan lampu B
Sebanyak 51,52% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2B, 2D dan 3C. Siswa (16,46%) menganggap rangkaian Gambar 14 adalah
rangkaian paralel, sehingga memilih opsi 2B, yaitu lampu A dan B menyala sama
terang, karena beda potensial tiap lampu sama. Padahal tidak demikian, rangkaian
Gambar 14 adalah rangkaian seri, karena lampu B terjadi hubung singkat. Siswa
(11,89%) menganalisa rangkaian Gambar 14 dengan menganggap batere sebagai
sumber arus sehingga berpendapat lampu A dan B menyala sama terang karena
nilai arus lampu A sama dengan lampu B. Sedangkan 23,17%, siswa beranggapan
bahwa Lampu A menyala terang sedangkan lampu B redup, dengan alasan arus
yang dekat kutub positif batere adalah arus yang paling besar
Berdasarkan soal no. 28, 29, dan 30, rata-rata siwa yang memilki
miskonsepsi mengenai bentuk/topologi rangkaian adalah 37,59%, kebanyakan
siswa menganalisis rangkaian paralel dari bentuknya yang simetri daripada konsep
dari rangkaian paralel itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial (Soal no. 6, 10, 11, 13 dan 14)
Profil miskonsepsi tentang beda potensial dapat dinyatakan dalam uraian
berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Pada Gambar 4 di bawah ini, rangkaian terdiri dari dua buah batere
(identik) yang dipasang paralel dihubungkan dengan sebuah lampu L. Kedua
batere tersebut ideal artinya tegangan dalam tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik. Lampu mula-mula menyala dengan batere I.
Gambar 4
6) Jika saklar S ditutup, maka beda potensial lampu akan ........
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Arus yang lewat lampu bertambah besar
b. Hambatan dalam lampu bertambah
c. Lampu dipasang paralel dengan batere
d. Nyala lampu bertambah terang
Sebanyak 22,25%, siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa cenderung menganggap betere sebagai sumber arus sehingga
berpendapat bahwa beda potensial lampu bertambah, karena ketika saklar ditutup
arus yang lewat lampu bertambah. Hal ini menegaskan bahwa konsep siswa
mengenai arus dan tegangan terbalik. Siswa menganggap arus yang menghasilkan
beda potensial tidak sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
L2
Gambar 6
Sumber tegangan (batere) ideal disambung dengan dua lampu yang sama
(identik) , L1 dan L2 seperti pada Gambar 6. Mula – mula kedua lampu menyala.
10) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik M dan N ?
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. 0 ( tidak ada)
Alasan.
a. Tidak ada arus yang mengalir antara titik M dan N
b. Tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka
c. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang
d. Rangkaian antara titik M dan N paralel terhadap batere
Sebanyak 78,65% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A dan 3B. Siswa cenderung menganggap beda potensial antara titik M dan N
tidak ada ketika lampu L2 dilepas dengan alasan : tidak ada arus yang mengalir
antara titik M dan N (42,07%) dan tidak ada beda potensial dalam rangkaian
terbuka (36,58%). Siswa mempunyai miskonsepsi bahwa beda potensial terjadi,
hanya jika ada arus yang mengalir, sedangkan siswa lain menganggap, beda
potensial mengalir seperti arus, sehingga berpendapat bahwa beda potensial tidak
terjadi pada rangkaian terbuka
11) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik O dan P ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan.
a. Arus yang mengalir antara titik O dan P bertambah
L1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Beda potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Rangkaian antara titik O dan P paralel terhadap batere
Sebanyak 55,48% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1B dan 1C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial
antara titik O dan P bertambah dengan alasan : arus yang mengalir antara titik O
dan P bertambah (24,39%), beda potensial yang semula menuju lampu L2
dialihkan ke lampu L1 (27,13%), dan hambatan total dalam rangkaian berkurang
(3.96%). Berdasarkan opsi 1A, siswa memilki konsep yang terbalik antara arus
dan beda potensial, siswa menganggap arus yang menyebabkan beda potensial.
Sedangkan siswa yang memilih opsi 1B, menganggap beda potensial seperti arus
yang mengalir dalam rangkaian sehingga bisa dialihkan dari satu rangkaian ke
rangkaian yang lain. Sedangkan opsi 1C menyatakan bahwa siswa belum
memahami konsep hambatan total dalam rangkaian seri ataupun paralel.
Pada Gambar 7, di bawah ini, dua buah lampu (identik) dihubungkan
secara paralel kemudian dihubungkan oleh sebuah hambatan R. Sumber tegangan
(batere) yang digunakan ideal (tegangan tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik). Mula – mula kedua lampu menyala .
Gambar 7
13) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik M dan N ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. 0 ( tidak ada)
Alasan.
a. Tidak ada arus yang mengalir antara titik M dan N
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
b. Beda potensial antara titik O dan P bertambah
c. Tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka
d. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 81,40% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A dan 3C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara
titik M dan N tidak ada, dengan alasan tidak ada arus yang mengalir antara titik M
dan N (39,93%) dan tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka (41,47%).
Berdasarkan jawaban tersebut, maka siswa mengangggap tidak adanya arus dalam
rangkaian menyebabkan tidak adanya beda potensial.
14) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik O dan P ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan.
a. Arus yang semula melewati lampu L2 dialihkan ke lampu L1
b. Beda potensial dalam hambatan resistor berkurang
c. Rangkaian antara titik O dan P paralel terhadap batere
d. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 59,75% siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1D dan 3C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial
antara titik O dan P bertambah dengan alasan : arus yang semula melewati lampu
L2 dialihkan ke lampu L1 (31,71%) dan hambatan total dalam rangkaian berkurang
(7,92%). Sedangkan siswa lain (20,12%) menjawab bahwa beda potensial antara
titik O dan P tidak berubah dengan alasan rangkaian antara titik O dan P paralel
terhadap batere.
Berdasarkan opsi 1A, siswa memilki konsep yang terbalik antara arus
dan beda potensial, siswa menganggap arus yang menyebabkan beda potensial.
Siswa yang memilih opsi 1B, menyatakan bahwa siswa belum memahami konsep
hambatan total dalam rangkaian seri ataupun paralel. Sedangkan opsi 3C
menunujukkan bahwa siswa mempunyai miskonsepsi dalam memahami rangkaian
paralel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
A4
A1 A3
A1 A3 A1
Berdasarkan jawaban siswa terhadap soal miskonsepsi tentang beda
potensial . Siswa masih salah dalam memahami konsep arus dan beda potensial.
Siswa mengalami miskonsepsi, bahwa aruslah yang menghasilkan beda potensial.
Jika sebelumnya siswa memiliki miskonsepsi bahwa batere sebagai sumber arus
tetap, maka akan berlanjut bahwa aruslah yang menentukan beda potensial. Selain
itu, siswa menganalogikan beda potensial seperti arus listrik yang dapat mengalir
dalam rangkaian tertutup sehingga berlanjut pada miskonsepsi bahwa beda
potensial tidak terjadi pada rangkaian terbuka. Rata - rata siswa yang memiliki
miskonsepsi mengenai beda potensial adalah 53,10%.
2. Data Hasil Tes Miskonsepsi SMA N 5 Surakarta
a. Model Konsumsi Arus ( Soal No. 1, 2, 3 dan 18)
Profil miskonsepsi pada Model Konsumsi Arus Listrik dapat dinyatakan
dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
1) Pada rangkaian Gambar 1, nilai hambatan R2 lebih besar daripada nilai
hambatan R1, simbol A adalah amperemeter. Jika pada amperemeter 1 (A1) arus
menunjukkan nilai sebesar 2 ampere, maka pernyataan di bawah ini yang benar
untuk nilai amperemeter yang lain ......
Gambar 1
1. Amperemeter yang lain menunjukkan nilai 2 Ampere
2. Ampermeter yang lain secara berturut-turut (A2, A3 dan A4)
menunjukkan nilai arus lebih kecil dari 2 A
3. Ampermeter yang lain secara berturut-turut (A2, A3 dan A4)
menunjukkan nilai arus lebih besar dari 2 Ampere
Alasan
a. Nilai arus setelah melewati hambatan (R1 dan R2) akan semakin berkurang
A2
A2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Arus di seluruh titik dalam rangkaian seri menunjukkan nilai yang sama
c. Batere dalam amperemeter akan menambah beda potensial dalam
rangkaian
d. Terlalu banyak amperemeter, menyebabkan arus tidak dapat mengalir
dalam rangkaian
Sebanyak 6,41% siswa, menjawab bahwa amperemeter yang lain secara
berturut-turut (A2, A3 dan A4) menunjukkan nilai arus lebih kecil dari 2 A. Siswa
mempunyai miskonsepsi bahwa nilai arus, setelah melewati hambatan (R1 dan R2)
akan semakin berkurang
A B C
Gambar 2
2) Dari Gambar 2 di atas, jika lampu, batere dan hambatan yang digunakan tiap
rangkaian identik maka, berikut mengenai urutan lampu dari yang paling terang
menjadi kurang terang adalah....
1. lampu A lebih terang dari lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu C
2. lampu C lebih terang dari lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu A
3. Lampu A, B dan C akan sama terang dalam semua rangkaian
Alasan
a. Arus yang dekat kutub positif batere lebih besar daripada arus yang dekat
kutub negatif batere
b. Arus berkurang setiap melewati hambatan resistor
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai yang sama
d. Arus dalam semua rangkaian menunjukkan nilai yang sama
Sebanyak 40,74% siswa, menjawab bahwa lampu A lebih terang dari
lampu B, dan lampu B lebih terang dari lampu C. Siswa beranggapan bahwa arus
berkurang setiap melewati hambatan resistor. Jadi mereka berpikir bahwa lampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang paling dekat dengan kutub positif yang yang paling terang karena arus
listriknya belum diserap oleh hambatan.
3) Dari Gambar 3 di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan tiap
rangkaian identik maka, berikut mengenai urutan lampu dari yang paling terang
menjadi kurang terang adalah....
A B
Gambar 3
1. lampu A lebih terang dari lampu B
2. lampu B lebih terang dari lampu A
3. lampu A dan B sama terang
Alasan
a. Arus yang dekat kutub positif batere lebih besar daripada arus yang dekat
kutub negatif batere
b. Arus berkurang setiap melewati hambatan resistor
c. Arus dalam rangkaian A dan B bernilai sama karena dipasang seri
d. Hambatan resistor akan mengurangi nilai arus total suatu rangkaian
Meskipun soal dibuat semakin sederhana, masih ada siswa yang
beranggapan adanya konsumsi arus. Sebanyak 36,21% siswa, menjawab benar
bahwa lampu B lebih terang dari lampu A, namun alasan yang digunakan masih
mengandung miskonsepsi bahwa arus berkurang setiap melewati hambatan
resistor, padahal hambatan berpengaruh terhadap nilai arus total dalam seluruh
rangkaian, tidak hanya berpengaruh sesudah melewati hambatan.
Pada rangkaian Gambar 10 berikut ini, terdapat 2 batere (identik) ; 2
lampu identik dan satu hambatan R yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Gambar 10
18) Arus listrik yang lewat lampu L1 adalah.......
1. Lebih kecil daripada arus yang lewat Lampu L2
2. Lebih besar daripada arus yang lewat Lampu L 2
3. Sama dengan arus yang lewat Lampu L2
Alasan
a. Tidak ada hambatan R yang mengurangi nilai arus lampu L1
b. Tegangan dalam lampu L1 lebih besar dari pada tegangan dalam lampu L2
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Nilai arus di seluruh titik dalam rangkaian seri sama
Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi mengalami adalah
23,45%. Siswa menjawab, arus listrik yang lewat lampu L1 lebih besar daripada
arus yang lewat lampu L2, dengan alasan tidak ada hambatan R yang mengurangi
arus lampu L1.
Secara keseluruhan berdasarkan soal no. 1, 2, 3 dan 18, rata rata siswa
yang masih memiliki miskonsepsi bahwa adanya konsumsi arus listrik adalah
26,70%.
b. Batere Lebih Dianggap Sebagai Sumber Arus ( Soal No. 4, 5, 7 dan 8)
Profil miskonsepsi bahwa batere lebih dianggap sebagai sumber arus
dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal:
Pada Gambar 4 di bawah ini, rangkaian terdiri dari dua buah batere
(identik) yang dipasang paralel dihubungkan dengan sebuah lampu L. Kedua
batere tersebut ideal artinya tegangan dalam tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik. Lampu mula-mula menyala dengan batere I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Gambar 4
4) Mula-mula saklar S terbuka seperti Gambar 4. Jika saklar S ditutup, maka
terang lampu akan...........
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Bertambah tapi kemudian berkurang
Alasan
a. Arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali lipat
b. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
c. Arus yang mengalir ke lampu tidak berubah
d. Beda potensial pada lampu bertambah
Sebanyak 76,95% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A dan 1D. Siswa beranggapan, ketika saklar ditutup maka lampu menjadi lebih
terang, dengan alasan arus yang mengalir ke lampu menjadi dua kali lipat
(55,55%) sedangkan sebanyak (21,40%), siswa beranggapan ketika saklar ditutup
maka lampu bertambah terang karena beda potensial lampu bertambah.
5) Jika saklar S ditutup, maka arus listrik di dalam lampu akan....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Lampu mendapat arus dari 2 buah baterai
b. Beda potensial pada lampu tidak berubah
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai yang sama
d. Beda potensial pada lampu bertambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Soal no. 5 ditujukan untuk memperkuat jawaban siswa pada no.4.
Sebanyak 68,72%, siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi 1A dan
1D. Siswa (53,08%) beranggapan bahwa ketika saklar ditutup maka arus listrik di
dalam lampu bertambah dengan alasan lampu mendapat arus dari 2 buah baterai
sedangkan sebanyak 15,63% siswa, beranggapan ketika saklar ditutup arus dalam
lampu bertambah karena beda potensial lampu bertambah.
7) Jika saklar S ditutup, maka arus listrik yang mengalir lewat Baterai I akan.....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Setiap batere selalu menghasilkan nilai arus yang sama
b. Beda potensial dalam batere bertambah
c. Arus terbagi antara percabangan batere I dan Batere II
d. Arus dari batere II mengalir ke batere I
Sebanyak 44,03% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1B, 1D dan 2A. Siswa beranggapan bahwa ketika saklar ditutup maka arus listrik
yang mengalir lewat baterai I bertambah, dengan alasan beda potensial dalam
batere bertambah (8,23%) atau dengan alasan, arus dari batere II mengalir ke
batere I (5,76%). Sedangkan sebanyak 30,04%, siswa menganggap arus listrik
yang mengalir lewat baterai I tidak berubah, karena setiap batere selalu
menghasilkan nilai arus yang sama. Hal ini menegaskan bahwa siswa lebih
menganggap betere sebagai sumber arus daripada sumber tegangan
8) Pada Gambar 5 di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan tiap
rangkaian identik, maka pernyataan berikut ini yang benar mengenai rangkaian
di bawah ini.........
Gambar 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
L2
Gambar 6
1. Lampu A, B, C dan D sama terang
2. Lampu A dan B lebih terang daripada lampu C dan D
3. Lampu C dan D lebih terang daripada lampu A dan B
Alasan
a. Batere yang dipasang paralel menghasilkan arus lebih besar
b. Batere yang dipasang paralel menghasilkan beda potensial total lebih besar
c. Beda potensial tiap lampu di kedua rangkaian bernilai sama
d. Batere yang lebih banyak selalu menghasilkan arus yang lebih besar
Sebanyak 67,07% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A, 3B dan 3D. Siswa beranggapan bahwa lampu C dan D lebih terang daripada
lampu A dan B. Dengan alasan : batere yang dipasang paralel menghasilkan arus
lebih besar (23,04%), batere yang dipasang paralel menghasilkan beda potensial
total lebih besar (12,34%) dan batere yang lebih banyak selalu menghasilkan arus
yang lebih besar (31,68%). Berdasarkan opsi 3A dan 3D, siswa lebih menganggap
betere sebagai sumber arus daripada sumber tegangan
Berdasarkan soal no. 4, 5, 7 dan 8, rata-rata siswa yang memiliki
kecenderungan menggunakan arus daripada beda potensial, dalam menganalisa
rangkaian listrik adalah 48,35%. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan, karena
beda potensial yang menyebabkan terjadinya arus listrik tidak sebaliknya.
c. Batere Dianggap Sebagai Sumber Arus Tetap (Soal no. 9, 12, 15, 16 dan
17)
Profil miskonsepsi bahwa batere dianggap sebagai sumber arus tetap
dapat dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Sumber tegangan (batere) ideal disambung dengan dua lampu yang sama
(identik), L1 dan L2 seperti pada Gambar 6. Mula-mula kedua lampu menyala.
L1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
9) Jika lampu L2 dilepas dari tempat lampu maka arus listrik dalam lampu L1
akan :
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan
a. Arus yang semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1
b. Beda potensial lampu L1 tidak berubah
c. Beda potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1
d. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 69,95% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1C dan 1D. Siswa beranggapan bahwa jika lampu L2 dilepas dari tempat
lampu maka arus listrik dalam lampu L1 akan bertambah dengan alasan : arus
yang semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1 ( 53,08%), beda
potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1 (10,28%), dan
hambatan total dalam rangkaian berkurang (6,58%). Banyaknya siswa yang
memilih opsi 1A, menunjukkan bahwa siswa beranggapan, batere merupakan
sumber arus tetap, mereka berasumsi arus yang dikeluarkan batere adalah bernilai
tetap dengan mengabaikan bentuk rangkaian.
Pada Gambar 7, di bawah ini, dua buah lampu (identik) dihubungkan
secara paralel kemudian dihubungkan oleh sebuah hambatan R. Sumber tegangan
(batere) yang digunakan ideal (tegangan tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik). Mula-mula kedua lampu menyala .
Gambar 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
12) Jika lampu L2 dilepas, maka arus listrik dalam lampu L1 akan
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan
a. Arus yang semula melewati lampu L2 dialihkan ke lampu L1
b. Lampu L1 dipasang paralel terhadap batere
c. Beda potensial pada lampu L1 bertambah
d. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang.
Sebanyak 86,83% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1D dan 3B. Siswa beranggapan, jika lampu L2 dilepas dari tempat lampu
maka arus listrik dalam lampu L1 akan bertambah dengan alasan : arus yang
semula melewati lampu L2 akan dialihkan ke lampu L1 (59,25%) dan hambatan
total dalam rangkaian berkurang (11,11%). Sedangkan sebanyak 16,46%, siswa
lain beranggapan arus listrik dalam lampu L1 tidak berubah karena lampu L1
dipasang paralel terhadap batere. Soal ini mirip dengan soal no.9, hanya saja
dimodifikasi dengan adanya resistor. Adanya kemiripan persentase yang
menjawab opsi 1A, pada soal no.9 dengan no 12. menegaskan bahwa masih
terdapat siswa yang beranggapan bahwa arus yang dihasilkan batere nilainya
selalu tetap dan siswa mengabaikan bentuk rangkaian listrik yang digunakan
15) Pada Gambar 8, di bawah ini, jika lampu dan batere yang digunakan
rangkaian A dan B identik, maka pernyataan berikut yang benar adalah............
Gambar 8
1. Lampu A paling terang
2. Lampu B dan C paling terang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
3. Lampu A, B dan C sama terang
Alasan.
a. Arus yang lewat lampu A = arus yang lewat Lampu B + arus yang lewat
lampu C
b. Semakin banyak lampu dalam rangkaian, maka lampu tersebut semakin
redup
c. Beda potensial lampu A, B dan C sama besar
d. Hambatan total rangkaian 1 lebih kecil daripada rangkaian 2
Sebanyak 95,06% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1B dan 1D. Siswa beranggapan bahwa lampu A paling terang dengan alasan
: arus yang lewat lampu A = arus yang lewat Lampu B + arus yang lewat lampu C
(52,67%), semakin banyak lampu dalam rangkaian, maka lampu tersebut semakin
redup (29,62%) dan hambatan total rangkaian 1 lebih kecil daripada rangkaian 2
(12,75%). Banyaknya siswa yang memilih opsi 1A menunjukkan bahwa siswa
menganggap batere sebagai sebagai sumber arus tetap. Padahal secara teori,
harusnya arus total rangkaian 2 = dua kali arus total rangkaian 1, siswa terbentuk
miskonsepsi, karena lebih cenderung menganalisa rangkaian dengan menganggap
betere sebagai sumber arus daripada sumber tegangan. Selain itu, siswa kurang
bisa memahami konsep dari rangkaian seri ataupun rangkaian paralel, siswa tidak
menyadari bahwa ketika lampu dipasang paralel, maka hambatan totalnya menjadi
kecil, sehingga arus dalam rangkaian menjadi lebih besar.
Sebuah batere dengan hambatan dalam yang dapat diabaikan
dihubungkan dengan lampu M dan lampu N yang identik seperti pada Gambar 9.
Kedua lampu M dan N mula – mula menyala.
Gambar 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
16) Jika lampu N dilepas, maka .....
1. Beda potensial antara titik D dan E akan bertambah
2. Lampu M akan menyala lebih terang dari sebelumnya
3. Beda potensial antara titik D dan E menjadi nol
Alasan
a. Arus yang semula menuju lampu N akan dialihkan ke lampu M
b. Tak ada arus yang mengalir antara titik D dan E
c. Tidak ada beda potensial antara titik E dan F
d. Hambatan total dalam rangkaian tidak berubah
Sebanyak 85,59% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A, 3A dan 3B. Siswa beranggapan bahwa jika lampu N dilepas maka lampu M
akan menyala lebih terang dari sebelumnya karena arus yang semula menuju
lampu N akan dialihkan ke lampu M (56,79%). Sedangkan siswa lain
beranggapan, ketika lampu N dilepas maka beda potensial antara titik D dan E
menjadi nol dengan alasan : arus yang semula menuju lampu N akan dialihkan ke
lampu M (4,11%) dan tak ada arus yang mengalir antara titik D dan E (24,69%).
Banyaknya persentase opsi 2A, menunjukkan siswa cenderung menganggap
bahwa arus yang dihasilkan betere nilainya tetap, sehingga berasumsi meskipun
lampu N dilepas, nilai arus totalnya masih tetap, sehingga bisa dialihkan ke lampu
M. Siswa tidak menyadari manakala lampu N dilepas, hambatan totalnya menjadi
besar sehingga arus totalnya menjadi lebih kecil dari semula.
17) Jika lampu M dilepas, maka.....
1. Lampu N akan menyala lebih terang dari sebelumnya
2. Beda potensial antara titik A dan B akan bertambah
3. Beda potensial antara titik A dan B menjadi nol
Alasan
a. Arus yang semula menuju lampu M pindah ke lampu N
b. Tak ada arus yang mengalir antara titik A dan B
c. Tidak ada beda potensial antara titik B dan C
d. Hambatan total dalam rangkaian tidak berubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Sebanyak 79,83% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 3A dan 3B. Siswa beranggapan, jika lampu M dilepas maka lampu N akan
menyala lebih terang dari sebelumnya, karena arus yang semula menuju lampu M
akan dialihkan ke lampu N (49,79%). Sedangkan siswa lain beranggapan ketika
lampu M dilepas maka beda potensial antara titik A dan B menjadi nol dengan
alasan: arus yang semula menuju lampu M akan dialihkan ke lampu N (3,70%)
dan tak ada arus yang mengalir antara titik A dan B (24,69%). Berdasarkan
persentase opsi 1A, menunjukkan siswa cenderung menganggap bahwa arus yang
dihasilkan betere nilainya tetap, sehingga berasumsi meskipun lampu M dilepas,
nilai arus totalnya masih tetap sehingga bisa dialihkan ke lampu N. Soal 17 hanya
mengulang soal 16, hanya saja lampu yang dilepas berbeda, namun persentase
jawaban siswa yang beranggapan adanya”pengalihan arus” tidak jauh berbeda.
Persentase jawaban siswa menunjukkan bahwa siswa menganggap,
betere sebagai sumber arus tetap, artinya betere dianggap selalu menghasilkan
arus yang nilaianya selalu konstan sehingga dalam benak siswa tertanam adanya
istilah “pengalihan arus”, ketika terjadi pengurangan jumlah lampu
Berdasarkan soal no. 9, 12, 15, 16 dan 17, rata - rata siswa yang
menganggap, betere sebagai sumber arus tetap, artinya betere dianggap selalu
menghasilkan arus yang nilainya selalu konstan adalah 54,32%..
d. Adanya Pemikiran Sequential Reasoning ( Soal no. 19 s.d 27)
Profil miskonsepsi bahwa adanya pemikiran sequential reasoning dapat
dinyatakan dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Soal no.19 - 22
Pada rangkaian Gambar 10 berikut ini, terdapat 2 batere (identik); 2
lampu identik dan satu hambatan R yang nilai hambatannya dapat diubah – ubah.
Gambar 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
19) Jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat lampu L1 adalah....
1. Tidak berubah
2. Bertambah
3. Berkurang
Alasan
a. Hambatan R terletak setelah lampu L1, sehingga tidak mempengaruhi arus
lampu L1
b. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Tegangan dalam lampu L1 tidak berubah
Sebanyak 47,32% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat
lampu L1 tidak berubah karena hambatan R terletak setelah lampu L1, sehingga
tidak mempengaruhi arus lampu L1. Secara teori, jika nilai hambatan suatu
penghambat atau resistor diubah, maka nilai arus listrik di seluruh titik dalam
rangkaian seri juga akan berubah. Tetapi, siswa menganggap bahwa komponen
yang diubah, hanya mempengaruhi arus dalam komponen - komponen sesudahnya
dan tidak sebelumnya. Siswa menganalogikan rangkaian seri, seperti sungai yang
mana pengaruh utama tanggul akan menentukan debit aliran air sesudahnya
padahal analogi semacam ini tidak tepat jika diterapkan dalam rangkaian seri. Hal
inilah yang disebut dengan sequential reasoning, yaitu perubahan nilai hambatan
hanya mempengaruhi terhadap nilai arus sesudahnya.
20) Jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat lampu L2 ........
1. Tidak berubah
2. Bertambah
3. Berkurang
Alasan
a. Hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L2
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Tegangan dalam lampu L2 berkurang
Sebanyak 35,16% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R berkurang, maka arus yang lewat
lampu L2 bertambah, karena hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L2. Siswa tidak meyadari bahwa
penambahan arus yang lewat lampu L2 disebabkan oleh nilai hambatan total yang
berkurang dan bukan karena, nilai hambatan yang berkurang terletak sebelum
lampu L2.
21) Jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat lampu L1.....
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Perubahan nilai hambatan R tidak berpengaruh terhadap nilai arus lampu
L1
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
c. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
d. Tegangan dalam L1 tidak berubah
Sebanyak 41,56% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat
lampu L1 tidak berubah, dengan alasan perubahan nilai hambatan R tidak
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L1. Soal no 21 berkaitan dengan soal no.19,
sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa menganggap bahwa perubahan nilai
hambatan R (baik bertambah atau berkurang) sama sekali tidak mempengaruhi
nilai arus lampu L1, karena hambatan R terletak setelah lampu L1. Hal ini
menegaskan adanya pemikiran sequential reasoning
22) Jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat lampu L2.......
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Alasan
a. Hambatan R terletak sebelum lampu L2, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L2
b. Hambatan R tidak mempengaruhi arus total dalam rangkaian
c. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
d. Tegangan dalam lampu L2 bertambah
Sebanyak 26,74% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R bertambah, maka arus yang lewat
lampu L1 berkurang dengan alasan hambatan R terletak sebelum lampu L2,
sehingga berpengaruh terhadap nilai arus lampu L2.
Pada rangkaian Gambar 11 berikut ini, terdapat 1 batere ; 1 lampu dan 2
hambatan variabel (R1 dan R2 ) yang nilai hambatannya dapat diubah-ubah.
Gambar 11
23) Jika nilai R1 bertambah dan nilai R2 tetap maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
c. Tegangan dalam Lampu L tidak berubah
d. Tegangan dalam Lampu L bertambah
Sebanyak 26,33% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R1 bertambah, maka lampu L
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
bertambah redup, dengan alasan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L.
24) Jika nilai R1 tetap dan nilai R2 bertambah maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R2 terletak setelah lampu L, sehingga tidak mempengaruhi arus
lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L tidak berubah
Sebanyak 40,74% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa jika hambatan R2 bertambah, maka terang L lampu
tidak berubah, karena hambatan R2 terletak setelah lampu L. Hal ini menegaskan
bahwa siswa memiliki pemikiran sequential reasoning.
25) Jika besar R1 dan R2 bertambah, maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga berpengaruh terhadap
nilai arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian bertambah
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L bertambah
Sebanyak 21,39% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2A. Siswa menjawab benar ketika hambatan (R1 dan R2) bertambah, maka lampu
akan bertambah redup, namun alasan yang digunakan masih mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
miskonsepsi yaitu karena hambatan R1 terletak sebelum lampu L, sehingga
berpengaruh terhadap nilai arus lampu L. Pada soal no.25 jumlah persentase
jawaban benar meningkat yaitu 51,44%. Hal ini menegasakan adanya pemikiran
sequential reasoning, siswa beranggapan ketika nilai hambatan (R1 dan R2)
bertambah maka siswa menyebut hambatan total dalam rangkaian bertambah.
Namun, ketika yang bertambah hanya salah satu hambatan, siswa tidak
mengatakan hambatan total dalam rangkaian bertambah
26) Jika besar R1 berkurang dan R2 tetap maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Arus lampu L hanya hanya tergantung pada besar kecilnya nilai hambatan
R1
b. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
d. Tegangan dalam lampu L berkurang
Sebanyak 31,68% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa menjawab, jika besar R1 berkurang dan R2 tetap, maka lampu L akan
bertambah terang, karena arus lampu L hanya tergantung pada besar kecilnya nilai
hambatan R1.
27) Jika besar R1 tetap dan R2 berkurang maka ......
1. Lampu L akan bertambah terang
2. Lampu L akan bertambah redup
3. Lampu L tidak terpengaruh
Alasan
a. Perubahan nilai hambatan (R2) tidak berpengaruh terhadap arus lampu L
b. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
c. Arus mengalir dari kutub negatif ke kutub positif dengan nilai arus yang
sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
d. Tegangan dalam Lampu L tidak berubah
Sebanyak 51,02% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A. Siswa beranggapan bahwa lampu L hanya dipengaruhi oleh R1, sehingga
perubahan nilai hambatan R2 sama sekali tidak mempengaruhi lampu L. Hal ini
karena siswa memiliki pemikiran sequential reasoning yaitu hambatan yang
terletak setelah lampu L tidak berpengaruh.
Berdasarkan soal no. 19 s.d 27, siswa memiliki pemikiran sequential
reasoning. Mereka menganalogikan rangkaian seri seperti sungai yang mana
pengaruh utama tanggul akan menentukan debit aliran air sesudahnya padahal
analogi semacam ini tidak tepat jika diterapkan dalam rangkaian seri sehingga
berapapun diberi soal tipe sequential reasoning persentase jawaban miskonsesi
selalu tinggi.
Jika dicermati secara khusus dari soal no.19 - no.27, maka persentase
jawaban miskonsepsi siswa akan menunjukkan angka yang tinggi pada soal. no
19, 21, 24 dan 27. Hal ini karena, keempat soal tersebut memilki struktur
pertanyaan yang sama, yang intinya adalah siswa dengan mudah menjawab
miskonsepsi, manakala hambatan yang nilainya berubah terletak setelah lampu.
Rata - rata siswa yang memiliki pemikiran sequential reasoning agak tinggi yaitu
35,77%.
e. Miskonsepsi Tentang Bentuk/Topologi Rangkaian (Soal no. 28, 29, dan
30)
Profil miskonsepsi tentang bentuk/topologi rangkaian dapat dinyatakan
dalam uraian berikut ini sesuai dengan nomor soal :
28) Lihat Gambar 12 di bawah ini, rangkaian tersusun atas satu batere (ideal) dan
3 lampu yang identik dengan arus total dalam rangkaian adalah 1,2 Ampere
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Gambar 12
Berdasarkan gambar di atas maka besar arus pada I1 , I2, dan I3 adalah......
1. I1 = 0.6 A ; I2 = I3 = 0.3 A
2. I1 = I2 = I3 = 0.4 A
3. I1 = 0.8 A ; I2 = I3 = 0.2 A
Alasan
a. Arus terbagi menjadi dua bagian sama besar di titik percabangan A
b. Beda potensial lampu L1 paling besar
c. Beda potensial lampu L1, L2 dan L3 sama besar
d. Beda potensial lampu L1 paling kecil
Sebanyak 69,13% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa cenderung menganggap rangkaian paralel lebih ke bentuknya yang
simetri daripada konsep dari rangkaian paralel itu sendiri. Sehingga banyak dari
siswa yang menjawab opsi 1A, dimana siswa membagi arus dua sama besar di
titik A kemudian membagi arus lagi di titik B. Hal ini menegaskan bahwa siswa
cenderung menganalisa rangkaian paralel dari bentuknya yang simetri.
29) Pada Gambar 13 di bawah ini, jika lampu yang digunakan identik dan batere
ideal (beda potensial batere dianggap tetap bagaimanapun besar arus), maka
pernyataan yang benar mengenai arus lampu ?
Gambar 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
1. Nilai arus lampu D atau nilai arus lampu E adalah setengah dari nilai arus
lampu A
2. Nilai arus lampu A, B, C, D dan E sama besar
3. Nilai arus lampu A, D dan E adalah sama besar
Alasan
a. Arus total terbagi dalam 3 titik ( titik 1, 2 & 3) dengan nilai yang sama
b. Beda potensial lampu A, D dan E sama besar
c. Beda potensial tiap lampu sama besar
d. Lampu yang paling dekat dengan batere mempunyai beda potensial paling
besar
Sebanyak 54,19% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A dan 2C. Siswa (55,55%) cenderung menganggap rangkaian gambar 13 terdiri
dari 3 rangkaian paralel sehingga siswa membagi arus total menjadi 3 bagian
sama besar, padahal gambar 13 sebenarnya terdiri dari 4 rangkaian paralel. Hal ini
menegaskan bahwa siswa cenderung pada bentuk rangkaian paralel yang simetri.
Sedangkan siswa lain mengalami miskonsepsi (8,64%), dengan beranggapan
bahwa nilai arus lampu A,B,C, D dan E sama besar, karena beda potensial yang
sama, siswa tidak menyadari bahwa arus lampu B dan C adalah arus yang paling
kecil.
30) Pada Gambar 14 di bawah ini, jika lampu yang digunakan identik dan batere
ideal (beda potensial batere dianggap tetap bagaimanapun besar arus), pernyataan
berikut yang benar mengenai rangkaian Gambar 14 di bawah ini....
Gambar 14
1. Lampu A menyala sedangkan Lampu B mati
2. Lampu A dan B menyala sama terang
3. Lampu A menyala terang sedangkan Lampu B redup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Alasan
a. Pada lampu B terjadi hubung singkat
b. Lampu A dan B dipasang paralel sehingga beda potensial tiap lampu sama
c. Arus yang dekat kutub positif batere adalah arus yang paling besar
d. Nilai arus lampu A sama dengan lampu B
Sebanyak 52,67% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
2B, 2D dan 3C. Siswa (16,04%) menganggap rangkaian Gambar 14 adalah
rangkaian paralel, sehingga memilih opsi 2B, yaitu lampu A dan B menyala sama
terang karena beda potensial tiap lampu sama. Padahal tidak demikian, rangkaian
Gambar 14 adalah rangkaian seri, karena lampu B terjadi hubung singkat. Siswa
(17,69%) menganalisa rangkaian Gambar 14 dengan menganggap batere sebagai
sumber arus tetap, sehingga berpendapat lampu A dan B menyala sama terang,
karena nilai arus lampu A sama dengan lampu B. Sedangkan 18,93%, siswa
beranggapan bahwa lampu A menyala terang sedangkan lampu B redup dengan
alasan arus yang dekat kutub positif batere adalah arus yang paling besar
Berdasarkan soal no. 28, 29, dan 30, rata-rata siwa yang memilki
miskonsepsi mengnai bentuk/topologi rangkaian adalah 46,90%, kebanyakan
siswa menganalisa rangkaian paralel dari bentuknya yang simetri daripada konsep
dari rangkaian paralel itu sendiri.
f. Miskonsepsi Tentang Beda Potensial (Soal no. 6, 10, 11, 13 dan 14)
Profil miskonsepsi tentang beda potensial (dapat dinyatakan dalam uraian
berikut ini sesuai dengan nomor soal :
Pada Gambar 4 di bawah ini, rangkaian terdiri dari dua buah batere
(identik) yang dipasang paralel dihubungkan dengan sebuah lampu L. Kedua
batere tersebut ideal artinya tegangan dalam tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik. Lampu mula – mula menyala dengan batere I.
Gambar 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
L2
Gambar 6
6) Jika saklar S ditutup, maka beda potensial lampu akan ........
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. Berkurang
Alasan
a. Arus yang lewat lampu bertambah besar
b. Hambatan dalam lampu bertambah
c. Lampu dipasang paralel dengan batere
d. Nyala lampu bertambah terang
Sebanyak 28,39% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A. Siswa cenderung menganggap betere sebagai sumber arus sehingga
berpendapat bahwa beda potensial lampu bertambah karena ketika saklar ditutup
arus yang lewat lampu bertambah. Hal ini menegaskan bahwa konsep siswa
mengenai arus dan tegangan terbalik. Siswa menganggap arus yang menghasilkan
beda potensial tidak sebaliknya.
Sumber tegangan (batere) ideal disambung dengan dua lampu yang sama
(identik),L1 dan L2 seperti pada Gambar 6. Mula-mula kedua lampu menyala.
10) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik M dan N ?
1. Bertambah
2. Tidak berubah
3. 0 ( tidak ada)
Alasan.
a. Tidak ada arus yang mengalir antara titik M dan N
b. Tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka
c. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang
L1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
d. Rangkaian antara titik M dan N paralel terhadap batere
Sebanyak 75,30%, siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A dan 3B. Siswa cenderung menganggap beda potensial antara titik M dan N
tidak ada ketika lampu L2 dilepas dengan alasan : tidak ada arus yang mengalir
antara titik M dan N (47,32%) dan tidak ada beda potensial dalam rangkaian
terbuka (27,98%). Siswa mempunyai miskonsepsi bahwa beda potensial terjadi
hanya jika ada arus yang mengalir sedangkan siswa lain menganggap beda
potensial mengalir seperti arus, sehingga berpendapat bahwa beda potensial tidak
terjadi pada rangkaian terbuka
11) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik O dan P ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
Alasan.
a. Arus yang mengalir antara titik O dan P bertambah
b. Beda potensial yang semula menuju lampu L2 dialihkan ke lampu L1
c. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
d. Rangkaian antara titik O dan P paralel terhadap bataere
Sebanyak 50,61% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1B dan 1C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial
antara titik O dan P bertambah dengan alasan : arus yang mengalir antara titik O
dan P bertambah (20,16%), beda potensial yang semula menuju lampu L2
dialihkan ke lampu L1 (24,69%), dan hambatan total dalam rangkaian berkurang
(5.76%). Berdasarkan opsi 1A, siswa memilki konsep yang terbalik antara arus
dan beda potensial, siswa menganggap arus yang menyebabkan beda potensial.
Sedangkan, siswa yang memilih opsi 1B, menganggap beda potensial seperti arus
yang mengalir dalam rangkaian sehingga bisa dialihkan dari satu rangkaian ke
rangkaian yang lain. Opsi 1C menyatakan bahwa siswa belum memahami konsep
hambatan total dalam rangkaian seri ataupun paralel
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Pada Gambar 7, di bawah ini, dua buah lampu (identik) dihubungkan
secara paralel kemudian dihubungkan oleh sebuah hambatan R. Sumber tegangan
(batere) yang digunakan ideal (tegangan tiap batere tetap bagaimanapun besar
arus listrik). Mula – mula kedua lampu menyala .
Gambar 7
13) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik M dan N ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. 0 ( tidak ada)
Alasan.
a. Tidak ada arus yang mengalir antara titik M dan N
b. Beda potensial antara titik O dan P bertambah
c. Tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka
d. Hambatan total di dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 82,30% siswa, mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
3A dan 3C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara
titik M dan N tidak ada dengan alasan : tidak ada arus yang mengalir antara titik
M dan N (55,96%) dan tidak ada beda potensial dalam rangkaian terbuka
(26,34%). Berdasarkan jawaban tersebut, maka siswa mengangggap tidak adanya
arus dalam rangkaian menyebabkan tidak adanya beda potensial
14) Jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial antara titik O dan P ?
1. Bertambah
2. Berkurang
3. Tidak berubah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Alasan.
a. Arus yang semula melewati lampu L2 dialihkan ke Lampu L1
b. Beda potensial dalam hambatan resistor berkurang
c. Rangkaian antara titik O dan P paralel terhadap batere
d. Hambatan total dalam rangkaian berkurang
Sebanyak 76,54% siswa mengalami miskonsepsi dengan menjawab opsi
1A, 1D dan 3C. Siswa menganggap jika lampu L2 dilepas, maka beda potensial
antara titik O dan P bertambah dengan alasan : arus yang semula melewati lampu
L2 dialihkan ke lampu L1 (32,51%) dan hambatan total dalam rangkaian berkurang
(5,76%). Sedangkan siswa lain (38,27%) menjawab bahwa beda potensial antara
titik O dan P tidak berubah dengan alasan rangkaian antara titik O dan P paralel
terhadap batere.
Berdasarkan opsi 1A, siswa memilki konsep yang terbalik antara arus
dan beda potensial, siswa menganggap arus yang menyebabkan beda potensial.
Siswa yang memilih opsi 1B, menyatakan bahwa siswa belum memahami konsep
hambatan total dalam rangkaian seri ataupun paralel. Sedangkan opsi 3C
menunujukkan bahwa siswa mempunyai miskonsepsi dalam memahami rangkaian
paralel.
Berdasarkan jawaban siswa terhadap soal miskonsepsi tentang beda
potensial . Siswa masih salah dalam memahami konsep arus dan beda potensial.
Siswa mengalami miskonsepsi bahwa aruslah yang menghasilkan beda potensial.
Jika sebelumnya siswa memiliki miskonsepsi bahwa batere sebagai sumber arus
tetap, maka akan berlanjut bahwa aruslah yang menetukan beda potensial. Selain
itu siswa, menganalogikan beda potensial seperti arus listrik yang mengalir dalam
rangkaian tertutup sehingga berlanjut pada miskonsepsi bahwa beda potensial
tidak terjadi pada rangkaian terbuka. Rata-rata siswa yang memiliki miskonsepsi
mengenai beda potensial adalah 52,67%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
BAB V
KESIMPULAN , IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada pokok bahasan Listrik Dinamis dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Siswa SMA N 3 Surakarta dan siswa SMA N 5 Surakarta teridentiikasi
memiliki miskonsepsi pada pokok bahasan Listrik Dinamis. Miskonsepsi
terjadi pada beberapa konsep dengan tingkatan yang berbeda-beda (terdukung
data).
2. Adapun profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 3 Surakarta
dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah
sebagai berikut: 1). Model konsumsi arus, siswa beranggapan bahwa arus
berkurang setiap melewati lampu atau hambatan; 2). Batere lebih dianggap
sebagai sumber arus; 3). Batere dianggap sebagai sumber arus tetap; 4).
Adanya pemikiran sequential reasoning; 5). Miskonsepsi tentang bentuk atau
topologi rangkaian; 6). Miskonsepsi tentang beda potensial. Sedangkan profil
miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5 Surakarta dengan persentase
rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30% adalah sebagai berikut: 1).
Batere lebih dianggap sebagai sumber arus; 2). Batere dianggap sebagai
sumber arus tetap; 3). Adanya pemikiran sequential reasoning; 4).
Miskonsepsi tentang bentuk atau topologi rangkaian; 5). Miskonsepsi tentang
beda potensial
B. Implikasi
Setelah dilakukan penelitian tentang miskonsepsi pada pokok bahasan
Listrik Dinamis maka implikasi dari penelitian ini adalah:
1. Listrik Dinamis merupakan salah satu dari berbagai konsep fisika yang tidak
lepas dari miskonsepsi, sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
a. Gejala-gejala mengenai konsep Listrik Dinamis sering ditemui oleh siswa
dalam kehidupan sehari-hari yang memungkinkan terbentuknya konsepsi
yang salah
b. Siswa cenderung menghafalkan setiap konsep yang diterima ataupun
rumus yang diterima daripada memahaminya
2. Memberikan gambaran yang jelas tentang adanya miskonsepsi siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi pada penelitian ini dapat
disarankan sebagai berikut:
1. Perlunya proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan kemampuan
mental dan penguasaan konsep secara mendalam.
2. Untuk mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep-konsep Fisika dapat
dilakukan dengan cara berikut:
a. Mendeteksi dan memperbaiki konsepsi siswa.
b. Membantu siswa dalam menghubungkan antar konsep.
c. Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.