perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · organic rice cultivation technology at ... pengembangan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI
DENGAN TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI
ORGANIK DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN
Jurusan / Program Studi
Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Disusun Oleh :
HARI PURNOMO ARIF SUDARMAWAN
H0405032
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Penelitian Sarjana dan Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing :
Pembimbing Utama : Ir. Supanggyo, MP ( ) NIP. 194710071981031001
Pembimbing Pendamping : Widiyanto, SP, M.Si ( ) NIP. 198102212005011003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana
Nama : Hari Purnomo Arif Sudaramawan
NIM : H. 0405032
Jurusan : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Program Studi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah atau Naskah Penelitian Sarjana yang disusun oleh
yang bersangkutan dan dipublikasikan (dengan/tanpa *) mencantumkan nama Tim
Pembimbing Sebagai Co-Auditor.
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Ir. Supanggyo, MP Widiyanto, SP, M.Si
NIP. 194710071981031001 NIP. 198102212005011003
*) coret yang tidak perlu
RINGKASAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hari Purnomo Arif Sudarmawan, H0405032 ” HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI ORGANIK DI KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Ir. Supanggyo, MP. Dan Widiyanto, SP. MSi.
Kondisi pertanian di Indonesia saat ini yang dinilai masih jauh dari tujuan Pembangunan pertanian berkelanjutan sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat pertanian Indonesia. Kondisi lingkungan yang semakin rusak, produktifitas tanah yang semakin menurun, kebersihan dan keamanan bahan makana yang menurun akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan menjadi permasalahan yang perlu segera diatasi di pertanian, terkhusus adalah dalam rangka menciptakan pertanian berkelanjutan. Dibutuhkan sistem yang bisa menjalankan dan mewujudkan cita-cita tersebut. Saat ini isu pertanian organik menjadi isu penting dalam dunia pertanian, dan saat ini ada daerah-daerah yang berusaha menjalankan sistem ini, salah satunya adalah Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Banyak faktor yang mempengaruhi pertanian organik salah satunya adalah Faktor sosial ekonomi pertanian, sajauh mana pengaruh sosial ekonomi petani terhadap tingkat penerapan teknologi padi organik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi sosial ekonomi petani padi organik di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen, mengkaji tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen, dan mengkaji hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di Kecamaan Sambirejo Kabupaten Sragen.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen dengan menggunakan metode kuantitatif. Penentuan sample dilakukan dengan metode Snowball sampling di Kecamatan Sambirejo. Jumlah responden yang diambil sebanyak 40 orang. Metode analisis yang digunakan adalah Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukan bahwat terdapat hubungan yang signifikan antara umur petani, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan petani, lingkungan sosial dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik, sedangkan faktor sosial ekonomi yang berupa luas lahan, pengalaman usahatani padi organik, dan kosmopolitan dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik tidak terdapat hubungan yang signifikan.
SUMMARY
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hari Purnomo Arif Sudarmawan, H0405032 "RELATIONSHIP BETWEEN FARMER SOCIO-ECONOMIC FACTORS WITH APPLICATION OF ORGANIC RICE CULTIVATION TECHNOLOGY AT SUB DISTRICT SAMBIREJO SRAGEN". Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University of Surakarta . Under the guidance of Ir. Supanggyo, MP. And Widiyanto, SP. MSi.
Agricultural condition in Indonesia in this time which is evaluated still far from the aim of sustainable agricultural development, so this condition become homework for the agricultural society in Indonesia. Environmental condition are getting damaged, declining of soil productivity, declining of hygiene and food safety caused by over using of chemicals. All of these problems need to be solved in agriculture, to create sustainable agriculture. It takes a system that can run and realize that goal. Currently organic agriculture becomes important issues in world agriculture, and there are areas that are trying to run this system, one of which is Sambirejo District Sragen Regency. Many factors that influence the organic farming, one of them is socio-economic factor of agriculture, and how far the impact farmers socio-economic on level application of organic rice cultivation technology.
The aims of this research were to study the socio-economic condition of organic rice farmers in sub district Sambirejo Sragen, to study the level of application of organic rice cultivation technology in sub district Sambirejo Sragen and to study the relationship between socio-economic factors with a level application of organic rice cultivation technology in the sub district Sambirejo Sragen.
This research had done in the Sambirejo District of Sragen Regency and using quantitative method. Determination of sample was conducted using snoowball sampling method in Sambirejo District. The number of respondents that were taken as many as 40 peoples. The analytical method was used the Spearman Rank Correlation Coefficient Test (rs) at 95% confidence level.
The result showed that there was a significant relationship between age of farmers, formal education, non formal education, farmer’s income, social environment with the level of application of organic rice cultivation technology, and there was no significant relationship between land area, farming experience in organic rice and cosmopolitan with a level application of organic rice cultivation technology.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk
melaksanakan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan
perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk
jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah dan didukung oleh
partisipasi masyarakat dengan menggunakan teknologi terpilih
(Mardikanto, 1996). Dari pengertian diatas, pembangunan dapat diartikan
sebagai proses sadar dan terencana yang dilakukan oleh kelompok atau
perorangan untuk menuju perubahan yang lebih baik dengan menggunakan
inovasi teknologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menopang
pembangunan indonesia yang mampu memperbaiki mutu hidup dan
kesejahteraan masyarakat serta merupakan sektor yang strategis yang
mampu mendukung sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian juga mampu
menyediakan bahan mentah dan bahan setengah jadi serta membuka
peluang pasar bagi sektor industri.
Permasalahan yang muncul dari sektor pertanian antara lain,
menyusutnya lahan pertanian yang terkonversi ke area pemukiman.
Menurut Soedarsono (1982) yang dikutip dari Mardikanto (1994), hasil
sensus penduduk tahun 1980 dibandingkan dengan sensus pertanian tahun
1973 mengungkapkan adanya kenaikan jumlah petani yang hanya
memiliki lahan kurang dari 0,5 Ha sebesar 7,7% per tahun, jumlah petani
penggarap naik sebesar 28% per tahun, dan jumlah buruh tani (petani tak
bertanah) naik sebesar 2,2% per tahun.
Selain kondisi diatas, permasalahan yang ditimbulkan dari sektor
pertanian lainnya adalah rusaknya lahan pertanian karena teracuni zat
kimia atau anorganik yang mengakibatkan menurunnya produktifitas
lahan, sehingga produk pertanian juga ikut tercemari zat kimia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berdampak pada kesehatan konsumen. Sejak akhir tahun delapan puluhan,
mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan
produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Hasil
tanaman tidak menunjukkan kecenderungan meningkat walaupun telah
digunakan varietas unggul yang memerlukan pemeliharaan dan
pengelolaan hara secara intensif melalui bermacam-macam paket
teknologi (Sutanto, 2002).
Sistem pertanian yang dikembangkan selama beberapa dekade
yang lalu telah memberikan kontribusi besar bagi persediaan pangan di
Indonesia hal itu bisa dibuktikan denan tercapainya swadaya beras pada
tahun 1980-an. Sistem itu telah mampu meningkatkan produksi beras saat
itu, namun sistem itu seakan-akan hanya mengeksplorasi pada satu hal saja
tidak berorientasi jangka panjang dan mencakup aspek yang lebih luas.
Sistem tersebut hanya menekankan pada kenaikan produk, kurang
mempedulikan aspek kesehatan, kelestarian lingkungan, dan
kesinambungan produksi. Kenyataan seperti ini memerlukan sistem
pertanian yang memberikan fokus sebanyak perhatian yang diberikan
orang pada teknologi, sumber daya produksi, jangka panjang, dan jangka
pendek. Hanya sistem seperti itu yang dapat menghadapi tantangan pada
masa mendatang, yang dimaksud sistem ini adalah pertanian
berkelanjutan. Keberlanjutan disini dapat diartikan sebagai menjaga agar
suatu upaya terus berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga
agar tidak merosot. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada dasarnya
berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan
basis sumber daya (Reijntjes, 1999).
Pertanian keberlanjutan perlu diarahkan kearah yang bisa
merehabilitasi kondisi tanah yang sedang “sakit”. Menurut Sutanto (2000)
yang dikutip dari Sutanto (2002) mengatakan salah satu usaha
meningkatkan kesehatan tanah adalah membangun kesuburan tanah yang
dilaksanakan dengan cara meningkatkan kandungan bahan organik melalui
kearifan tradisional, atau menggunakan masukan dari dalam usaha tani (on
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
farm inputs) itu sendiri. Usaha inilah yang saat ini sedang dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Sragen. Melalui kegiatan-kegiatan pertanian
organik diharapakan bisa diwujudkan pertanian berkelanjutan.
Asosiasi Petani Organik Kabupaten Sragen (2008) mengatakan
bahwa sejarah pertanian organik di Kabupaten Sragen dimulai pada tahun
2001. Pada tahun 2001 mulai berkembang isu back to nature (kembali ke
alam), yang tidak lain adalah pertanian organik. Hampir semua wacana
yang dikembangkan untuk mencoba melaksanakan kembali pertanian
konvensional yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia. Kepedulian
lingkungan hidup, biohayati, dan kesehatan manusia mulai menguat
setelah semakin disadari ketidakseimbangan ekosistem sebagai dampak
negatif dari pemakaian pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan.
Sragen merupakan salah satu Kabupaten yang tetap konsisten untuk
selalu mengembangkan teknologi organik. Mulai tahun 2003 bupati
Sragen mencanangkan program pertanian organik. Program pertanian
organik di perkenalkan di desa-desa melalui pelatihan dan penyuluhan
kepada kelompok tani untuk mengembangkan teknologi organik. Program
pertanian organik yang dikembangkan adalah budidaya padi organik.
Beberapa produk hasil padi organik antara lain beras menthik wangi
organik, IR 64 organik, C-4 raja organik, beras merah unggul lokal
organik, beras merah lokal organik dan sereal bekatul organik (Asosiasi
Petani Organik Kabupaten Sragen, 2008).
Pengembangan pertanian organik di Kabupaten Sragen mengalami
bebarapa hambatan. Isu organik mengalami permasalahan berbeda-beda di
setiap kecamatan. Ada yang mengalami fase pasang ada yang mengalami
fase surut bahkan ada beberapa daerah yang menentang dan menolak isu
organik dengan alasan yang akan mengancam ketahanan pangan nasional,
tidak efisien bahkan ada yang menolak tanpa alasan yang jelas (Asosiasi
Petani Organik Kabupaten Sragen, 2008). Hambatan ini salah satunya
disebabkan oleh pengaruh sosial ekonomi masyarakat. Terkait dengan hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut, maka perlu diteliti tingkat penerapan teknologi budidaya padi
organik dalam rangka mewujudkan pertanian keberlanjutan.
B. Perumusan Masalah
Pembangunan pertanian merupakan suatu hal yang tidak bisa
dilepaskan dalam perjalanan hidup umat manusia. Pertanian senantiasa
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan umat manusia. Menurut
World Commission on Environment and Development (WCED) yang
dikutip dari Reijntjes (1999) mengatakan pada tahun 1987 perhatian pada
masalah besar dan tantangan yang dihadapi pertanian dunia, jika
kebutuhan pangan saat ini dan mendatang harus terpenuhi dan perlunya
suatu pendekatan baru untuk pengembangan pertanian. Pada akhir abad
ini, sekitar 1,3 miliar manusia akan bertambah. Sistem pangan dunia harus
dikelola untuk meningkatkana produksi pangan sebesar tiga sampai empat
persen per tahun.
Melalui program revolusi hijau, produksi pangan dunia meningkat
secara dramatis, sehingga mampu mengatasi kerawanan pangan terutama
di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika latin. Peningkatan produksi
pangan tidak terlepas dari penggunaan produk teknologi modern seperti
benih ungggul, pupuk kimia atau pabrik, pestisida, herbisida, zat pengatur
tumbuh, dan penanaman monokultur. Akan tetapi pada kenyataannya
program revolusi hijau hanya dapat berhasil diwilayah dengan sumber
daya tanah dan air yang baik, serta infrastruktur mendukung
(Sutanto, 2002).
Peningkatan produksi sering sekali diberi perhatian utama, dalam
pembangunan dibidang pertanian. Peningkatan produksi ada batas
maksimal, Jika batas itu dilampaui ekosistem akan mengalami degradasi
dan kemungkinan akan runtuh sehingga hanya sedikit orang yang bisa
bertahan hidup dengan sumber daya yang tersisa. Prinsip ekologi dasar
mewajibkan kita untuk menyadari, bahwa produktifitas pertanian memiliki
kemampuan terbatas (Reijntjes, 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Sangatanan (1989) yang dikutip dari Sutanto (2002)
mengatakan menurut pakar ekologi, teknologi modern (pertanian
bergatung bahan kimia) berdasarkan pertimbangan fisik dan ekonomi
dianggap berhasil menanggulangi kerawanan pangan, tetapi ternyata harus
dibayar mahal dengan makin meningkatnya kerusakan yang terjadi
dipermukaan bumi, seperti desertifikasi, kerusakan hutan, penurunan
keragaman hayati, salinitas, penurunan kesuburan tanah, pelonggokan
senyawa kimia di dalam tanah maupun perairan, erosi dan kerusakan
lainnya. Penggunaan pupuk pabrik serta pestisida yang berlebihan dan
tidak terkendali mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan yaitu
penggunaannya setiap waktu meningkat (ketergantungan),
kemangkusannya (efficiency) menurun, dan cenderung berdampak negatif
terhadap lingkungan (Sutanto, 2002). Sistem pertanian seperti diatas saat
ini telah memperlihatkan bukti bahwa sistem tersebut sudah tidak seampuh
dulu, bahkan cenderung memberikan kerugian dengan rusaknya
lingkungan, menurunkan produktivitas lahan dan merusak kesehatan. Oleh
karena itu diperlukan sistem pertanian yang memberikan fokus sebanyak
perhatian yang diberikan orang pada teknologi, sumber daya produksi,
jangka panjang, dan jangka pendek. Semangat dari sistem ini adalah
pertanian berkelanjutan.
Pertanian organik akan banyak memberikan keuntungan ditinjau
dari segi peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman
maupun ternak, serta dari segi lingkungan dalam mempertahankan
keseimbangan ekosistem. Di samping itu, dari segi ekonomi akan lebih
menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan kimia
pertanian, serta memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan petani.
Pertanian saat ini harus mulai memperhatikan sistem pertanian
yang sepadan baik dari lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial
ekonomi. Meskipun budidaya organik dengan segala aspeknya jelas
memberikan keuntungan kepada pembangunan pertanian rakyat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penjagaan lingkungan, termasuk konservasi sumber daya lahan, namun
penerapannya tidak mudah dan banyak menghadapi kendala
(Sutanto, 2002).
Pertanian organik merupakan sebuah ide, menurut Samsudin
(1982) dalam penerimaan suatu ide pada kenyataannya setiap orang, dalam
hal ini petani, tidak akan sama kemampuannya. Ada yang sifatnya cepat
menerimanya, lambat, bahkan ada yang tidak mau menerima. Sesuatu
akan diterima oleh petani memerlukan jangka waktu, tergantung pada cara
penyampaian, media yang digunakan dan kemampuan petani sendiri.
Begitu juga dengan pengembangan padi organik yang dilakukan di
Kabupaten Sragen, tidak semua daerah menerima isu organik dengan
berbagai alasannya.
Tingkat penerapan teknologi padi organik dipengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi antara lain adalah tingkat
pendidikan, umur, pendapatan, luas lahan, lingkungan sosial dan lain-lain.
Menurut Mardikanto (1994) contohnya adalah tingkat pendidikan, hal ini
karena adopsi teknologi baru hanya akan dapat berkembang dengan
cepatnya apabila masyarakat (petani) yang menerimanya cukup
mempunyai dasar pendidikan atau pengetahuan dan ketrampilan dalam hal
cara pandang yang lebih terbuka dalam menyikapa sebuah inovasi, dalam
hal ini adalah inovasi teknologi padi organik dan juga ketrampilan
budidaya padi organik.
Berdasarkan uraian diatas, muncul beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana faktor-faktor sosial ekonomi petani padi organik di
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen?
2. Bagaimana tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen?
3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani
dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di
Kecamaan Sambirejo Kabupaten Sragen?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen bertujuan untuk:
1. Mengkaji kondisi sosial ekonomi petani padi organik di Kecamatan
Sambirejo Kabupaten Sragen.
2. Mengkaji tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen.
3. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan
tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di Kecamaan
Sambirejo Kabupaten Sragen.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah dan pihak lembaga terkait sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan
penerapan teknologi budidaya padi organik.
2. Bagi masyarakat, diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengetahuan
dalam proses penerapan budidaya padi organik.
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan untuk lebih mendalami pengetahuan budidaya padi
organik untuk bekal pengelolaan usaha beras organik.
4. Bagi peneliti lain yang tertarik tentang masalah pengembangan padi
organik, sebagai bahan pembanding dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan pertanian
Pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh
masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup melalui
modernisasi, industrialisasi untuk memajukan keadaan sosial termasuk
keadilan yang lebih besar, kebebasan, dan kualitas terhadap
lingkungannya. Pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di
negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan,
pengangguran, dan ketidakpastian sosial (Nasution, 2004).
Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari
pembangunan ekonomi dan pembangunan masyarakat secara umum.
Pembangunan pertanian merupakan produk masyarakat dan
memberikan sumbangan kepadanya serta menjamin bahwa
pembangunan menyeluruh itu akan benar-benar bersifat umum, dan
mencakup penduduk yang hidup dari bertani, yang jumlahnya besar,
dan untuk tahun-tahun mendatang. Agar pembangunan pertanian itu
terlaksana, pengetahuan dan ketrampilan petani harus terus meningkat
dan berubah. Karena petani terus-menerus menerima metode baru,
cara berpikir mereka pun berubah. Mereka mengemban sikap baru
yang berbeda terhadap pertanian, terhadap alam sekitar dan terdiri dari
mereka sendiri (Mosher, 1966).
Pembangunan pertanian bertujuan untuk mewujudkan pertanian
yang tangguh, maju, dan efisien. Tanggung disini diartikan bahwa
dalam pembangunan pertanian tercipta ketahanan pangan dalam
persediaan dan ketersidiaan bahan pokok secara merata dalam jumlah
yang cukup dengan harga yang terjangkau rakyat banyak secara terus-
menerus (Soetrisno, 1998).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang
berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan
dan melestarikan sumber daya alam (Reijntjes, 1999). Pengertian
pertanian berkelanjutan lebih spesifik mampu mengintegrasikan
tujuan utama yaitu kesehatan lingkungan, keuntungan ekonomi, dan
keadilan sosial ekonomi.
“…Sustainable agriculture integrates three main goals environmental health, economic profitability, and social and economic equity. A variety of philosophies, policies and practices have contributed to these goals. People in many different capacities, from farmers to consumers, have shared this vision and contributed to it. Despite the diversity of people and perspectives, the following themes commonly weave through definitions of sustainable agriculture...” (Feenstra,1997) Pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah Low
Input Sustainable Agriculture (LISA) adalah membatasi ketergantungan
pada pupuk organik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma,
penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman,
pertanaman campuran, bioherbisida, insektisida organik yang
dikombinasikan dengan pengelolaan tanaman yang baik
(Sutanto, 2002).
3. Pertanian organik
Terdapat sepuluh aspek pertanian organik termasuk
terminologinya, Sepuluh aspek pertanian organik yang digunakan
sebagai standar-standar dasar, ialah: (1) rekayasa genetika; (2)
produksi tanaman dan peternakan secara umum; (3) produksi tanaman;
(4) peternakan; (5) produksi akuakultur; (6) pengolahan dan
penanganan makanan; (7) pengolahan tekstil; (8) pelabelan; (9)
kepedulian sosial; dan (10) pengelolaan hutan (Sutanto, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Definisi pertanian organik dapat bervariasi. Pertanian organik
menggantikan pupuk sintetis dengan pupuk kandang, rotasi tanaman,
kacang-kacangan, pupuk hijau, budidaya mekanis, dan lain-lain.
“…The definition of organic farming can vary. At the minimum, however, organic farmers substitute the use of synthetic fertilizers, pesticides and fertilizers with some combination of crop rotation, plant residues, animal manure, legumes, green manure, off-farm wastes, mechanical cultivation, mineral-bearing rocks and biological pest control to maintain soil health, supply plant nutrients and minimize pests…” (Goforth, 2003).
Prinsip pertanian organik sejalan dengan pengembangan
pertanian dengan masukan teknologi rendah (low input technology)
dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Kita
mulai sadar tentang potensi teknologi, kerapuhan lingkungan, dan
kemampuan budidaya manusia dalam merusak lingkungan
(Sutanto, 2002).
Menurut Andoko (2002) pertanian organik merupakan kegiatan
bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan. Pertanian organik
berusaha meminimalkan dampak negatif dari alam sekitar. Ciri utama
pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif masih
alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida
organik. Alasan kenapa pertanian organik lebih utama menggunakan
varietas alami adalah karena sifat dari varietas itu sendiri, varietas
hibrida atau non alami mempunyai sifat membutuhkan pupuk kimia
sebagai pemacu pertumbuhan, sedangkan untuk varietas alami tidak
memerlukan pupuk kimia untuk memacu pertumbuhan.
4. Adopsi Inovasi
a) Konsep adopsi inovasi
Adopsi adalah suatu proses yang dimulai dari keluarnya
ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai
diterimanya ide tersebut oleh masyarakat sebagai pihak kedua.
Sedang inovasi merupakan sesuatu yang baru yang disampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepada masyarakat, lebih baik dan lebih mengutungkan dari hal-hal
yang sebelumnya ada (Samsudin, 1982).
Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerima
inovasi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur
dengan jumlah penerima yang mengadopsi suatu ide baru dalam
suatu periode waktu tertentu. Hal-hal lain yang dapat menjadi
variabel penjelas kecepatan adopsi adalah (1) tipe keputusan
inovasi, (2) sifat saluran komunikasi yang dipergunakan untuk
menyebarkan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (3) ciri
sistem sosial, (4) gencarnya usaha agen pembaharu dalam
mempromosikan inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1981).
Adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada
hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan
atau perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan
(cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric)
pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan
penyuluh kepada masyarakat sasaran. Penerimaan di sini
mengandung arti tidak sekadar “tahu”, tetapi sampai benar-benar
dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta
menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya
(Wijianto, 2009).
Menurut Soekartawi (1988), inovasi adalah suatu ide yang
dipandang baru oleh seseorang. Karena latar belakang seseorang
berbeda-beda, maka didalam menilai secara obyektif apakah suatu
ide baru yang dimaksud itu adalah sangat relatif sifatnya. Sifat baru
ide tersebut kadang-kadang menentukan reaksi seseorang. Reaksi
ini tentu saja berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain.
Dengan demikian, maka suatu pandangan inovasi mungkin berupa
suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran
pertanian yang baru dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Rogers dan Shoemaker ( 1981) mengartikan inovasi sebagai
ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat
dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat
sasaran penyuluh.
b) Tingkatan adopsi
Menurut Samsudin (1982) dalam penyuluhan pertanian
dikenal adanya proses adopsi. Seseorang menerima sesuatu hal
baru atau ide selalu melalui tahapan-tahapan. Tahapan ini dikenal
sebagai tahap proses adopsi, yaitu:
1. Tahap kesadaran. Petani mulai sadar tentang adanya sesuatu
yang baru, mulai terbuka akan perkembangan dunia luarnya,
sadar apa yang sudah ada dan apa yang belum.
2. Tahap minat. Lama kelamaan sesudah menyadari akan
kekurangan dalam cara berusaha tani, petani mulai menaruh
minat akan hal yang baru diketahuinya. Tahap ini ditandai oleh
adanya kegiatan mencari keterangan-keterangan tentang hal-hal
yang baru diketahuinya, apa itu, bagaimana dan apa
kemungkinannya jika dilaksanakan sendiri.
3. Tahap penilaian. Setelah keterangan yang diperlukan diperoleh.
Mulai timbul rasa menimbang-nimbang untuk kemungkinan
melaksanakannya sendiri. Apa mampu, apa menguntungkan dan
apa sesuai dengan jenis kegiatan yang sudah biasa dilaksanakan
atau tidak. Petani akan menilai kebenaran dan kebaikan dari apa
yang dianjurkan atau disuluhkan kepadanya.
4. Tahap mencoba. Jika keterangan sudah lengkap, minat untuk
meniru besar, dan jika ternyata dari hasil penilaiannya positif
maka dimulai usaha mencoba-coba hal baru yang sudah
diketahuinya. Para petani dengan menggunakan sebagian kecil
dari area sawahnya mencoba-coba menanam varietas padi baru,
mencoba dosis pupuk yang dianjurkan, dan dilihat dulu
bagaimana hasilnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5. Tahap adopsi. Pada tahap ini, sebagi tahap terakhir, petani
sudah mulai mempraktekkan hal-hal baru dengan keyakinan
akan berhasil. Luas area pertanaman diperluas, bahkan mungkin
seluruh varietas padi lama diganti dengan varietas baru/unggul,
karena sudah yakin dengan dari hasil percobaannya memang
baik, dan yakin bahwa dengan menanam varietas tersebut
selanjutnya akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar.
Tahap-tahap adopsi ini penting untuk dipelajari agar
diketahui dalam tahap mana petani berada, sehingga dapat
ditentukan bagaimana cara penyuluhannya.
Samsudin (1982) mengatakan adanya perbedaan dalam
kecepatan menerima sesuatu hal baru oleh petani, berakibat
timbulnya suatu pembagian golongan petani yang didasarkan atas
cepat lambatnya proses adopsi dan partisipasi petani dalam usaha
penyebarluasan hal-hal baru tersebut kedalam lingkungannya. Ada
lima golongan adopter, yaitu:
a) Innovator
Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk
mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih
erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini
lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun
terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah
mereka yang memeiliki.
b) Early adopter
Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator.
Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini
dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi
tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan
dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan
keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c) Early mayority
Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang
tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah
inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara
hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi
inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-
orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi
sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas
bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
d) Late mayority
Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi
sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang
telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya
bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan
ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
e) Langgard
Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi
inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul
dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan
mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru,
kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,
dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
c) Faktor penentu dan kendala adopsi
Faktor lambannya adopsi dan inovasi disektor pertanian
menjadi permasalahan. Menurut Rogers (1974) yang dikutip dari
Mardikanto (2003) mengungkapkan beberapa faktor yang
menyebabkan kelambanan proses adopsi inovasi yang disampaikan
kepada petani kecil, mencakup:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Strategi komunikasi dengan pendekatan media massa yang
selain kurang dapat menjangkau petani kecil, juga sering kali
tidak dapat dipahami, dan karena itu lebih bermanfaat bagi
petani lapisan “atas” saja.
2. Kelambanan proses difusi inovasi dari lapisan “atas” ke
“bawah” karena kurangnya keterpaduan kedua lapisan
tersebut dalam jaringan komunikasi interpersonal.
3. Adanya beberapa isolasi sosial budaya yang menghambat
proses difusi inovasi dari lapisan “atas” ke “bawah”.
Tingkat adopsi dipengaruhi beberapa faktor diantaranya
adalah: keuntungan relatif, kesesuaian, kesukaran, ketercobaan, dan
mudah tidaknya inovasi tersebut diamati. Rogers (1983) yang
dikutip Rogers (1995) mengatakan:
“…The perceived attributes of an innovation are one important explanation of the rate of adoption of an innovation. From 49 to 87 percent of the variance in rate of adoption is explained by five attributes: relative advantage, compatibility, complexity, trialability, and observability…" Variabel lain yang mempengaruhi tingkat adopsi adalah 1)
sifat-sifat inovasinya, 2) kegiatan promosi yang dilakukan
penyuluh, 3) ciri-ciri sistem sosial masyarakat sasaran, 4) dan jenis
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran.
”…In addition to these five perceived attributes of an innovation, such other variables as (1) the type of innovation-decision, (2) the nature of communicatioan channels diffusing the innovation at various stages in the innovation-decision process, (3) the nature of the social system in which the innovation is diffusing, and (4) the extent of change agents’ promotion efforts in diffusing the innovation, effect an innovation’s rate of adoption (Rogers, 1995)…”
Isu organik mengalami “disparitas” berbeda-beda ditiap-tiap
Kabupaten. Ada yang mengalami fase pasang ada yang mengalami
fase surut bahkan ada beberapa daerah yang menentang dan
menolak isu organik dengan alasan yang akan mengancam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketahanan pangan nasioanal, tidak efisien bahkan ada yang tanpa
alasan yang jelas
(Asosiasi Petani Organik Kabupaten Sragen, 2008).
5. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Adopsi Inovasi
Faktor-faktor sosial ekonomi adalah faktor-faktor yang berasal
dari segi sosial dan ekonomi yang dimiliki petani sehingga dapat
mempengaruhi keputusan mereka mengenai suatu hal. Faktor-faktor
sosial ekonomi yang dimiliki petani dapat mempengaruhi keputusan
mereka untuk menentukan apakah mereka perlu mengadopsi inovasi
atau tidak. Faktor-faktor sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian
ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal,
pendapatan, luas lahan penguasaan petani, dan lingkungan sosial
petani.
a. Umur
Menurut Lionberg yang dikutip dari Mardikanto (2003)
menyatakan bahwa semakin tua (lebih dari 50 tahun) biasanya
semakin rendah partisipasinya dan cenderung hanya
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh
waraga masyarakat setempat. Petani muda biasanya mempunyai
semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui,
sehingga mereka lebih cepat dalam melakukan adopsi inovasi.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petani-petani yang lebih
tua mempunyai problem-problem yang berbeda dari pada yang
berusia setengah tua dan yang lebih muda (Soekartawi, 1988).
Orang-orang yang berperan aktif di dalam masyarakat
pedesaan saat ini adalah orang-orang yang lanjut usia atau yang
sudah berangkat menuju jenjang ketuaan. Orang-orang ini
mempunyai dasar pendidikan formal yang rendah. Orang-orang
inilah yang menentukan “segala sesuatu” bagi desanya. Di
samping itu, karena kurangnya berkomunikasi dengan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
di luar desa (karena daerah terisolir dsb) orang-orang ini menjadi
sangat kurang berpengalaman dan kurang mempunyai
ketrampilan untuk mengikuti perkembangan teknologi baru yang
terus melaju diluar masyarakatnya. Keadaan demikian ini, jelas
akan sangat menghambat proses adopsi teknologi
(Mardikanto, 1994).
b. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan struktur dari suatu sistem
pengajaran yang kronologis dan berjenjang, lembaga pendidikan
mulai dari pra sekolah sampai perguruan tinggi (Suhardiyono,
1992). Lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah
memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak
didiknya menuju sikap yang kita harapkan. Tujuan pendidikan
adalah merubah sikap anak didik kearah tujuan pendidikan.
Peranan sekolah itu jauh lebih luas, didalamnya berlangsung
beberapa bentuk-bentuk dasar dari pada kelangsungan pendidikan
pada umumnya ialah pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan
yang wajar (Azwar,1995).
c. Pendidikan non formal
Pendidikan non formal diartikan sebagai penyelenggaraan
pendidikan yang terorganisir yang berada diluar sistem
pendidikan sekolah, isi pendidikan terprogram, proses pendidikan
yang berlangsung berada dalam situasi interaksi belajar mengajar
yang terjontrol (Mardikanto dan Sutarni, 1982).
Menurut Azwar (1995) mengemukakan bahwa pendidikan
non formal merupakan pendidikan yang didapat diluar bangku
sekolah. Penyuluh pertanian dan pelatihan merupakan pendidikan
non formal. Penyuluhan pertanian merupakan sistem pendidikan
non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau
menjelaskan tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya
agar memiliki pengetahuan pertanian dan berusaha tani yang luas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif
terhadap inovasi sesuatu (informasi) baru, serta terampil
melaksanakan kegiatan.
d. Pendapatan
Menurut Harnanto (1993), mengatakan salah satu status
sosial ekonomi petani adalah pendapatannya. Tingkat pendapatan
seseorang menunjukan status ekonominya.
Petani dengan tingkat pendapatan yang tinggi ada
hubungannya dengan tingkat keterlibatannya dalam pelaksanaan
partisipasi sehingga akan terlihat bahwa masyarakat dengan status
sosial yang tinggi akan cenderung aktif dalam setiap kegiatan
masyarakat (Soekartawi, 1988).
e. Luas lahan
Menurut Mardikanto (1994), luas lahan yang diusahakan
petani di Indonesia relatif sempit, petani yang hanya memiliki
lahan kurang dari 0,5 Ha sebesar 7,7% per tahun jumlah ini selalu
bertambah dari tahun ke tahun. Petani berlahan sempit sering kali
tidak dapat menerapkan usahatani yang sangat intensif, karena
bagaimanapun ia harus melakukan kegiatan-kegitan lain di luar
usahatani untuk memperoleh tambahan pendapatan.
Menurut Soedarsono (1982) yang dikutip Mardikanto
(1994) dengan mengutip hasil sensus penduduk tahun 1980
dibandingkan dengan sensus pertanian tahun 1973
mengungkapkan adanya kenaikan jumlah petani yang hanya
memiliki lahan kurang dari 0,5 Ha sebesar 7,7% per tahun,
jumlah petani penggarap naik 28% per tahun, dan jumlah buruh
tani (petani tak bertanah) naik sebesar 2,2 per tahun.
f. Lingkungan sosial
Petani memutuskan mengadopsi suatu inovasi dikarenakan
kondisi lingkungan sosialnya. Petani mengadopsi inovasi
disebabkan orang-orang disekitarnya banyak yang mengadopsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau petani mengikuti pemuka masayarakat di daerahnya. Rogers
dan Shoemaker (1981) menyatakan didalam suatu masyarakat
biasanya ada orang-orang tertentu yang menjadi tempat bertanya
dan tempat meminta nasehat anggota masyarakat lainnya
mengenai urusan-urusan tertentu. Mereka ini seringkali memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak
dalam cara-cara tertentu.
Pendapat lebih lanjut disampaikan oleh Wijianto (2009)
tentang adanya sifat kelompok masyarakat (terutama yang masih
tertutup) untuk mencurigai setiap tindakan orang-orang yang
berasal dan berada di luar sistem sosialnya, seringkali
berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi. Karena itu, proses
adopsi inovasi dapat dipercepat jika penyuluh dapat
memanfaatkan tokoh-tokoh atau panutan masyarakat setempat.
Sebab, di dalam masyarakat sasaran seperti ini, mereka akan cepat
mengadopsi inovasi yang disampaikan oleh orang-orang yang
telah mereka kenal, dan pihak-pihak yang senasib dan
sepenanggungan.
g. Pengalaman usaha tani
Pengalaman tidak selalu melewati proses belajar formal.
Pengalaman juga bisa diperoleh melalui rangkaian aktivitas yang
pernah di alami (Rahmat, 1998). Semakin banyak pengalaman
yang dimiliki petani dalam budidaya padi organik maka tingkat
adopsi teknologi juga semakin tinggi.
h. Tingkat kosmopolitan
Arti secara harafiah bahwa kekosmopolitan adalah tingkat
kemampuan seseorang dalam mencari informasi pengetahuan
berupa pengalaman melihat, mendengar, membaca (media massa,
cetak maupun elektronik) “bergaul” maupun bepergian ke suatu
tempat sehingga dapat menambah pengalaman dalam
memecahkan masalah dan perubahan perilaku pribadinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perilaku individu untuk melakukan aktivitas komunikasi timbul
berdasarkan dorongan yang ada dalam diri individu tersebut untuk
melakukan sesuatu gerakan atau tindakan yang sesuai dengan
keinginannya (Subagiyo dan Sri Budhi Lestari, 2005).
6. Teknik budidaya padi organik
Penerapan produksi tanaman yang berkelanjutan perlu
memperhatikan berbagai pendekatan. Pendekatan dalam produksi ada
dua strategi yaitu strategi khusus dan strategi umum. Strategi khusus
hendaklah memperhatikan aspek topografi, karakter tanah, iklim,
input lokal, sedangkan strategi umum adalah aspek pemilihan spesies
dan varietas, diversifikasi pertanian, pengelolaan tanah, efisiensi dan
manusiawi penggunaan input dan tujuan serta gaya hidup petani.
“…Sustainable production practices involve a variety of approaches. Specific strategies must take into account topography, soil characteristics, climate, pests, local availability of inputs and the individual grower's goals. Despite the site-specific and individual nature of sustainable agriculture, several general principles can be applied to help growers select appropriate management practices:
• Selection of species and varieties that are well suited to the site and to conditions on the farm;
• Diversification of crops (including livestock) and cultural practices to enhance the biological and economic stability of the farm;
• Management of the soil to enhance and protect soil quality; • Efficient and humane use of inputs; and • Consideration of farmers' goals and lifestyle choices…”
(Feenstra 1997).
Budidaya pertanian organik, khususnya budidaya padi organik
diperlukan pedoman khusus dalam pembudidayaannya sehingga petani
mengetahui proses yang benar dalam budidaya padi organik. Pedoman
ini juga berguna untuk melindungi konsumen dari penipuan dan segala
bentuk kecurangan, claim (tuntutan) produk yang tidak berdasar serta
melindungi konsumen dari produk non organik (Seta, 2002). Teknik
budidaya padi organik meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Pemilihan varietas
Varietas padi yang cocok dibudidayakan dengan cara
organik adalah padi non hibrida. Handoko (2002) menyatakan
bahwa tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan
secara organik. Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik
karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium.
Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan tahan
penyakit tertentu, tetapi umumnya padi hibrida hanya dapat
tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi
pupuk kimia dalam jumlah banyak. Tanpa pupuk kimia, padi
tersebut tidak akan tumbuh subur dan berproduksi optimal.
Padi dikatakan bervarietas unggul apabila mempunyai salah
satu sifat keunggulan terhadap varietas sebelumnya. Keunggulan
tersebut dapat tercermin pada sifat pembawanya yang dapat
menghasilkan buah yang produksinya tinggi, pada satu satuan luas
lahan dan pada satu satuan waktu. Produksi yang tinggi ini dapat
terjadi karena perpaduan antara beberapa sifat yang ada pada
tanaman. Sifat-sifat tanaman padi varietas unggul antara lain: (1)
Mempunyai banyak anakan, (2) Jumlah malai tiap anakan banyak,
(3) Banyaknya buah padi tiap-tiap malai 250 butir keatas, (4)
Respon terhadap pemupukan, (5) Tahan terhadap hama dan
penyakit, termasuk virus, (6) Umur pendek (110-140 hari setelah
menyebar). Disamping itu masih ada sifat-sifat tambahn yang
diinginkan (sesuai selera) petani antara lain: (1) Rasa nasi enak,
(2) Tahan rontok, (3) Perawatannya mudah (AAK, 1990).
Untuk mengetahui keadaan benih yang baik dapat dilihat:
- Kebersihan benih terhadap gabah hampa, setengah hampa,
potongan jerami, kerikil dan tanah, kotoran dan benda lain
serta hama gudang.
- Warna gabah hendaklah sesuai dengan aslinya, yaitu cerah
dan bersih. Ada kemungkinan terdapat warna yang berbeda,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
misalnya hijau, hitam. Hal ini dapat terjadi pada benih yang
kemasannya tidak seragam, ganguan lingkungan atau
berbeda varietas. Terjadinya warna lain juga bisa
disebabkan penanaman jatuh pada musim hujan, terutama
PB 26 dan PB 39 (AAK, 1990).
b. Pembenihan
Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil
panen yang maksimal. Bila pembenihan benih tidak baik, hasilnya
tidak akan baik walaupun perawatan seperti pemberian pupuk dan
pemberantasan hama penyakit sudah dilakukan dengan benar.
Handoko (2002) lebih lanjut mengatakan benih dikatakan bermutu
bila jenisnya murni, bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan
bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki.
Benih yang baik pun harus tinggi daya kecambahnya, paling tidak
harus mencapai 90%.
Lahan harus dipersiapkan sebaik-baiknya, agar diperoleh
bibit yang baik. Dalam persiapan lahan untuk persemaian yang
perlu diperhatikan adalah:
- Tanah harus subur
Tanah yang subur mengandung bunga tanah atau humus dalam
lapisan yang dalam dan gembur. Tanah yang berstruktur
gembur akan mempermudah penyediaan air.
- Cahaya matahari
Sinar matahari dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan bibit agar tetap sehat dan kuat. Bibit harus
diupayakan jangan sampai terlindung dari cahaya matahari,
untuk menjaga terhadap penyakit etiolasi (bibit memanjang
dan lemah).
- Pengairan
Air dalam persemaian sangat diperlukan terutama untuk
perkembangan semai (bibit). Keadaan air pada persemaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harus diperhatikan; apabila mengalami kekeringan, harus
segera diairi. Sebaliknya, apabila air terlalu tinggi, harus
dikurangi/dialirkan, agar bibit tetap sehat.
- pengawasan
untuk memudahkan pengawasan, sebaiknya dipilih tempat
persemaian yang strategis, misalnya dekat dengan rumah atau
tempat lain yang mudah di awasi (AAK, 1990).
Persiapan lahan persemaian ini dilakukan 50 hari sebelum
penanaman; bedeng semai harus sudah siap pada saat itu. Bibit
memerlukan pemeliharaan, agar selama dalam persemaian atau
sebelum bibit itu ditanam di lahan pertanaman, tetap dalam
keadaan sehat. Ada berbagai cara untuk melakukan pengolahan
tanah persemaian, yaitu persemaian kering, persemaian basah dan
persemaian sistem Dapog (AAK, 1990).
Menurut AAK (1990) menyatakan bahwa ada hal-hal yang
harus diperhatikan dalam menebar benih adalah : (1) Benih telah
berkecambah dengan panjang 1 mm, (2) Benih tersebar merata,
(3) Kerapatan benih harus sama.
c. Penyiapan lahan
Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-
bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur
lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air
yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam area penanaman
cukup banyak maka akan makin banyak unsur hara dalam koloid
yang dapat larut. Keadaan ini akan berakibat makin banyak unsur
hara yang dapat diserap akar tanaman (Handoko, 2002).
Tanah sawah yang masih ada jeraminya perlu pembersihan
dengan cara dibabat, kemudian dikumpulkan dilain tempat atau
dibuat kompos. Jerami dapat juga untuk makanan ternak atau
dibakar. Pembakaran jerami sebaiknya dilakukan pada tempat
tertentu, sebab temperatur yang tinggi pada petak sawah akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mematikan mikro organisme yang ada, meskipun abu dari sisa
pembakaran mengandung unsur-unsur yang dapat menambah
kesuburan tanah. Rumput-rumput liar yang tumbuh harus
dibersihkan pula, agar bibit padi tidak mengalami persaingan
dalam mendapatkan makanan (AAK, 1990).
Setelah kegiatan pembersihan selesai dilakukan, menurut
AAK (1990) selanjutnya dilakukan pekerjaan tahap berikutnya,
yakni pencangkulan. Tahap ini dimulai dengan memperbaiki
pematang serta mencangkul sudut-sudut petak sawah yang sukar
dikerjakan dengan bajak. Pencangkulan dilakukan untuk
mempermudah langkah pengolahan tanah selanjutnya.
Dalam pembajakan tanah biasanya ditentukan oleh jenis
tanaman dan ketebalan lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan oleh
tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18 cm (IRRI), bahkan ada
tanah yang harus dibajak lebih dalam lagi, sekitar 20 cm.
demikian pula bila dilakukan pengolahan tanah dengan cangkul
(AAK, 1990). Menurut Handoko (2002) bahwa kedalaman
pembajakan atau pengolahan tanah mempengaruhi produktivitas,
semakin dalam pengolahan tanah maka makin bagus produktivitas
padi yang ditanam.
d. Penanaman
Penerapan sistem larikan akan memudahkan pemeliharaan,
terutama dalam penyiangan. Demikian pula untuk pemupukan,
pengobatan (pengendalian hama dan penyakit) dan perlakuan-
perlakuan lainnya akan menjadi lebih baik dan cepat. Penanaman
dengan sistem larikan biasanya menggunakan alat berupa tali, alat
penggaris atau bambu berpaku, yang sekaligus dapat digunakan
untuk mengatur jarak tanam (AAK, 1990).
Pengaturan penanaman diatas bermaksud untuk mengatur
jarak tanam. AAK (1990) mengatakan ada berbagai faktor yang
ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tergantung pada: (1) Jenis tanaman, (2) Kesuburan tanah, (3)
Ketinggian tempat/musim.
Petani di Indonesia sebagian besar kurang memperhatikan
kedalaman membenamkan bibit ke lahan. Banyak daerah yang
membenamkan benih terlalu dalam, hal ini menyebabkan
berkurangnya jumlah anakan tanaman. Kedalaman untuk
membenamkan benih adalah sekitar 5 cm atau sekitar dua buku
jari tangan (Handoko, 2002).
e. Perawatan tanaman
1. Penyulaman dan penyiangan
Tindakan mengganti tanaman yang mati atau kerdil
dengan tanaman yang sehat merupakan langkah yang tepat.
Tindakan mengganti tanaman ini dinamakan menyulam, dan
menyulam ini tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan
harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada
dan menguntungkan. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam penyulaman ialah: (a) Bibit yang digunakan harus jenis
yang sama, (b) Bibit yang digunakan merupakan sisa bibit
terdahulu (bibit cadangan), (c) Penyulaman tidak boleh
melampaui 10 hari setelah tanam (AAK, 1990).
Sedangkan untuk kegiatan penyiangan sendiri menurut
AAK (1990) bahwa penyiangan dapat dilakukan dengan cara
mencabut rumput-rumput yang tumbuh. Cara penyiangan
semacam ini bisa sekaligus menggemburkan tanah, apalagi
jika hal tersebut diikuti dengan pemupukan, akan lebih bagus.
Penyiangan dilakukan dua kali, yakni penyiangan pertama
dilakukan pada saat tanaman padi di sawah itu telah berumur 3
minggu, sedangkan penyiangan kedua dilakukan setelah
tanaman padi berumur 6 minggu.
Apabila penyiangan tidak dilakukan pada masa-masa
pertumbuhan, maka tanaman padi akan mendapat persaingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam memperoleh makanan, sehingga membawa akibat
produksi gabah merosot.
2. Pengairan
Pada mulanya sawah dikeringkan selama 2-3 hari, agar
akar tanaman padi dapat melekat pada tanah, kemudian sedikit
demi sedikit, sawah tadi dialiri air. Penggenangan air pada
petak sawah tidak selalu sama setiap saat. Semenjak padi
ditanam di sawah hingga umur 8 hari harus diupayakan agar
lumpur tetap basah dengan genanga air sedalam 5 cm. pada
waktu tanaman padi berumur 8-45 hari, pengairan semakin
diperbesar, hingga kedalaman air menjadi 10 cm sampai
dengan 20 cm. Pada saat padi mulai berbulir, pengairan sawah
harus diusahakan bisa mencapai kedalaman 20-25 cm, dan
apabila padi mulai menguning, maka air harus mulai dikurangi
sedikit demi sedikit (AAK, 1990).
3. Pengendalaian OPT
Menurut Asosiasi Petani Organik Kabupaten Sragen
(2008) pengendalian OPT dilakukan 2-3 minggu sekali dengan
cara pestisida nabati disemprotkan dengan menggunakan
sprayer. Pestisida nabati yang digunakan disesuaikan dengan
hama/penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida yang
digunakan adalah pestisida organik.
4. Pemupukan
Pupuk kandang sebaiknya dipergunakan setelah
mengalami proses penguraian atau pematangan terlebih
dahulu, dan disebarkan lebih kurang 2 minggu sebelum tanam.
Pupuk kandang dapat juga diberikan menjelang pengolahan
tanah, yaitu dengan cara dibenamkan ke dalam tanah pada saat
pengolahan tanah. Sedangkan sisa-sisa tanaman dan pupuk
hijau hendaknya diberikan jauh hari sebelumnya, sebab sisa-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sisa tanaman tersebut memerlukan waktu untuk proses
pembusukan.
Pembenaman jerami sebaliknya dilakukan 2—4 minggu
sebelum tanam. Hal ini juga dapat dilakukan pada saat
dilakukan pengolahan tanah. Jerami juga dapat dikomposkan
terlebih dahulu, kemudian setelah menjadi kompos dapat
dimanfaatkan sebagaimana mestinya (AAK, 1990).
7. Hasil Penelitian Terdahulu
Menurut Wibowo (2004) dalam penelitiannya tentang penerapan
budidaya padi organik di Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen,
menyatakan bahwa luas lahan, pendidikan formal, dan pendapatan
merupakan faktor sosial ekonomi petani berhubungan sangat nyata
dengan tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik. Faktor-faktor
sosial ekonomi diatas merupakan faktor sosial ekonomi yang ada
hubungan signifikan dengan penerapan teknologi padi organik. Hal ini
menunjukan adanya hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan
tingkat penerapan teknologi padi organik, dan hal ini bisa terjadi pada
faktor sosial ekonomi lainnya pada penelitian di Kecamatan Sambirejo.
Penelitian lainnya yaitu Widowati (2006) di dalam desertasinya
tentang analisis ekonomi usahan padi organik di Kabupaten Sragen
menyatakan bahwa variable-variabel sosial yaitu pendidikan dan jenis
pekerjaan, serta variabel-variabel ekonomi yaitu luas lahan dan
kepemilikan lahan menjadi pertimbangan petani dalam memilih sistem
tanam padi organik.
B. Kerangka Berfikir
Permasalahan yang ada di sektor pertanian diantaranya adalah
rusaknya lahan pertanian karena teracuni zat kimia atau zat anorganik.
Rusaknya lahan pertanian tersebut mengakibatkan menurunnya
produktifitas lahan dan produk pertanian mengandung residu zat kimia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang berdampak pada kesehatan konsumen. Kondisi seperti diatas
menuntut manusia untuk berfikir pada suatu sistem pertanian
berkelanjutan yang bisa mempertahankan jumlah produksi, ramah
lingkungan, dan baik untuk dikonsumsi. Pertanian berkelanjutan
memerlukan adanya usaha meningkatkan kesuburan tanah yaitu dengan
cara meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik
selain untuk meningkatkan kesuburan tanah berguna juga untuk
kelestarian lingkungan dan hasil pertanian aman untuk dikonsumsi karena
sifatnya alami. Kondisi seperti tersebut yang menyebabkan maraknya
pertanian organik di Indonesia.
Pertanian organik sebagai suatu inovasi di dunia pertanian
mengalami hambatan. Masifisasi isu organik mengalami permasalahan
berbeda di setiap kecamatan. Ada yang mengalami fase pasang ada yang
mengalami fase surut, bahkan ada beberapa daerah yang menentang dan
menolak isu organik dengan alasan yang akan mengancam ketahanan
pangan nasional, tidak efisien bahkan ada yang menolak tanpa alasan yang
jelas (Asosiasi Petani Organik Kabupaten Sragen, 2008). Hambatan ini
muncul salah satunya disebabkan oleh faktor sosial ekonomi masyarakat.
Faktor sosial ekonomi yang diduga berkaitan dengan cepat
lambatnya adopsi inovasi pertanian organik antara lain adalah umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan, luas lahan,
lingkungan sosial, pengalaman usaha tani padi organik, dan kosmopolitan.
Penelitian ini menempatkan fakor-faktor sosial ekonomi petani menjadi
variabel X.
Adopsi inovasi petani terkait dengan teknologi budidaya padi
organik dapat di lihat dari beberapa aspek-aspek, diantaranya adalah
pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, dan
perawatan tanaman. Dalam penelitian ini teknologi budidaya padi organik
dijadikan variabel Y.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1. Hubungan faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik.
C. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis mayor
Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor sosial
ekonomi petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi
organik di Kecamaan Sambirejo Kabupaten Sragen.
2. Hipotesis minor
a) Terdapat hubungan yang signifikan antara umur petani dengan
penerapan teknologi budidaya padi organik.
b) Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal
petani dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
c) Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pendidikan non
formal petani dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
d) Terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan petani
dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
e) Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara luas lahan petani
dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
f) Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial petani
dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
Variable X Faktor-faktor sosial ekonomi: a. Faktor sosial
• Umur • Pendidikan formal • Pendidikan non formal • Lingkungan sosial • Pengalaman usaha tani
padi organik • kosmopolitan
b. Faktor ekonomi • pendapatan • Luas lahan
Variabel Y Tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik: • Pemilihan varietas • Pembenihan • Penyiapan lahan • Penanaman • Perawatan tanaman
tinggi
sedang
Rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g) Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman
budidaya padi organik dengan penerapan teknologi budidaya padi
organik.
h) Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara kosmopolitan
dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
D. Pembatasan Masalah
1. Status sosial ekonomi meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan
non formal, pendapatan, luas lahan, lingkungan sosial, pengalaman
usaha tani padi organik, dan kosmopolitan.
2. Petani yang dimaksud adalah petani yang melakukan usahatani padi
organik.
3. Batasan adopsi teknologi budidaya padi organik ini meliputi pemilihan
varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, dan perawatan
tanaman.
4. Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun
2010.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Definisi Operasional
a. Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi petani adalah
sebagai berikut:
1. Umur, yaitu usia petani responden pada saat dilakukan
penelitian, dinyatakan dalam tahun, diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
2. Pendidikan formal, adalah tingkat pendidikan responden yang
dicapai saat penelitian dilakukan dan diperhitungkan
berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan pada
lembaga pendidikan formal. Diukur dengan menggunakan skala
ordinal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Pendidikan non formal, adalah pendidikan di luar sekolah atau
di luar pendidikan lembaga formal yang pernah ditempuh
responden, dihitung berdasarkan frekuensi mengikuti kegiatan-
kegiatan penyuluhan pertanian, pelatihan, dan kursus di bidang
pertanian dalam satu tahun terakhir. Diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
4. Pendapatan, adalah jumlah penerimaan yang diterima oleh
petani dari kegiatan usahatani dalam satu tahun terakhir. Diukur
dengan menggunakan skala ordinal.
5. Luas lahan, adalah luas lahan yang dikuasai oleh responden
yang dipergunakan untuk usahatani padi, dinyatakan dalam
hektar, diukur dengan menggunakan skala ordinal.
6. Lingkungan sosial, adalah kondisi masyarakat atau adanya
tokoh kunci yang ada disekitar responden yang mempengaruhi
adopsi teknologi budidaya padi organik. Diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
7. Pengalaman usaha tani, adalah lamanya petani dalam melakukan
budidaya padi organik sampai penelitian ini dilaksanakan.
Diukur dengan menggunakan skala ordinal.
8. Kosmopolitan adalah tingkat hubungan petani dengan dunia luar
di luar sistem sosial sendiri yang dinyatakan melalui frekuensi
bepergian keluar desa dalam hubungan dengan kegiatan
pertanian, khususnya yang berkaitan dengan budidaya padi
organik. Diukur dengan menggunakan skala ordinal.
b. Pengukuran variabel tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik.
Adalah tingkat penerapan petani terhadap teknologi budidaya
padi organik yang diukur melalui pelaksanaan tingkat teknologi
budidaya padi organik yang meliputi pemilihan varietas,
pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, perawatan tanaman yang
diukur dengan skala ordinal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Pemilihan varietas adalah tingkat penerapan petani dalam
menyeleksi bakal benih yang akan dibudidayakan. Diukur dengan
menjumlahkan skor jawaban dari indikator yang berupa:
a) Varietas padi yang digunakan petani
b) Asal varietas yang digunakan petani
c) Lama varietas tersebut digunakan dalam budidaya padi organik
Untuk mengukur tingkat adopsi teknologi pemilihan varietas,
digunakan rumus lebar interval:
Lebar interval = jumlah skor ter tinggi – jumlah skor ter rendah
Jumlah kelas
2) Pembenihan adalah tingkat penerapan petani dalam pelaksanaan
seleksi benih sampai penyebaran benih (bibit). Diukur dengan
menjumlahkan skor jawaban dari indikator yang berupa:
a. Seleksi benih
1) Kriteria benih yang digunakan dalam budidaya padi organik
2) Cara mengetahui kebutuhan akan benih padi
b. Penyiapan tempat pembenihan
1) Cara menentukan luas tempat untuk pembenihan
2) Ada tidaknya parit untuk pengaturan air di tempat
pembenihan
3) Penggunaan pupuk (jenis, waktu, dosis) pada tempat
pembenihan
c. Pengecambahan benih
1) Cara pengecambahan
2) Lama pengecambahan
d. Menyebarkan benih
1) Cara menyebarkan benih ke persemaian
2) Lama pembenihan sampai menjadi bibit
Untuk mengukur tingkat adopsi teknologi pembenihan, digunakan
rumus lebar interval:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lebar interval = jumlah skor ter tinggi – jumlah skor ter rendah
Jumlah kelas
3) Penyiapan lahan adalah tingkat penerapan petani dalam
pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami bibit padi.
Diukur dengan menjumlahkan skor jawaban dari indikator yang
berupa:
a. Lama lahan digunakan untuk budidaya organik
b. Pupuk yang digunakan setelah pembajakan
c. Sumber pengairan lahan
Untuk mengukur tingkat adopsi teknologi penyiapan lahan,
digunakan rumus lebar interval:
Lebar interval = jumlah skor ter tinggi – jumlah skor ter rendah
Jumlah kelas
4) Penanaman adalah tingkat penerapan petani dalam penanaman
bibit yang siap tanam ke lahan yang tersedia. Diukur dengan
menjumlahkan skor jawaban dari indikator yang berupa:
a. Jarak tanam yang digunakan
b. Jumlah bibit yang dimasukan dalam setiap rumpun/ “dapur”
Untuk mengukur tingkat adopsi teknologi penanaman, digunakan
rumus lebar interval:
Lebar interval = jumlah skor ter tinggi – jumlah skor ter rendah
Jumlah kelas
5) Perawatan tanaman adalah tingkat penerapan petani dalam
penyulaman, penyiangan, pengairan, penggunaan pupuk,
pengendalian hama dan penyakit. Diukur dengan menjumlahkan
skor jawaban dari indikator yang berupa:
a. Pemupukan
1) Pupuk dasar yang digunakan
2) Frekuensi penggunaan pupuk
3) Pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan I (saat
tanaman berumur 15 HST) dan dosis yang digunkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan II (saat
tanaman berumur 25-60 HST) dan dosis yang digunkan.
b. Pengendalian hama dan penyakit yang diterapkan
1) Cara pengendalian hama
2) Cara pengendalian gulma
3) Cara pengendalian penyakit
4) Pestisida/herbisida yang digunakan untuk pengendalian
hama dan penyakit (bahan-bahan yang digunakan)
5) Dosis pestisida/herbisida yang digunakan
Untuk mengukur tingkat adopsi teknologi perawatan tanaman,
digunakan rumus lebar interval:
Lebar interval = jumlah skor ter tinggi – jumlah skor ter rendah
Jumlah kelas
2. Pengukuran Variabel
Tabel 2.1 Faktor Sosial Ekonomi
Variabel kriteria Skor
1. Umur 28-41 tahun
42-55 tahun
>55 tahun
3
2
1
2. Luas lahan > 1,07 Ha
0,66-1,06 Ha
0,25-0,65 Ha
3
2
1
3. Pendidikan
formal
> 18 Tahun
13-18 tahun
6-12 tahun
3
2
1
4. Pendidikan
non formal
> 18 kali/tahun
12-17 kali/ tahun
< 12 kali/ tahun
3
2
1
5. Pendapatan > 10.000.000/tahun
7.000.000-10.000.000/tahun
3
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.000.000-6.999.999/tahun 1
6. Lingkungan
sosial
• Pengaruh dari elemen masyarakat
dalam menerapkan budidaya padi
organik, elemen masyarakat yang
mempengaruhi meliputi: tetangga,
kelompok tani, keluarga dan aparat
desa/pemerintah.
• Pengaruh dari elemen masyarakat
dalam menerapkan budidaya padi
organik, elemen masyarakat yang
mempengaruhi meliputi: tetangga
dan kelompok tani.
• Pengaruh dari elemen masyarakat
dalam menerapkan budidaya padi
organik, elemen masyarakat yang
mempengaruhi hanya kelompok
tani saja
3
2
1
7. Pengalaman
usaha tani padi
organik
> 9 tahun
7-9 tahun
< 7 tahun
3
2
1
8. Tingkat
kosmopolitan
18-23 kali/ tahun
12-17 kali/ tahun
6-11 kali/ tahun
3
2
1
Tabel 2.2 Tentang adopsi budidaya padi organik pada tahap
pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman, dan
perawatan tanaman mengunakan skor 1-3. Skor tersebut mempunyai arti
sebagai berikut: skor 3 untuk menyatakan tinggi, skor 2 untuk menyatakan
sedang, dan skor 1 untuk menyatakan rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.2 Adopsi budidaya padi organik pada tahap Pemilihan varietas, pembenihan, Penyiapan lahan, penanaman, dan Perawatan tanaman
Indikator adopsi Standar Kriteria skor
1. Pemilihan varietas
a. varietas padi yang
digunakan oleh petani
a. varietas lokal seperti mentik, beras merah,
panda wangi
b. varietas unggul seperti IR 64 dan C-4 raja
c. bergantian antara varietas lokal dengan
varietas produk unggul.
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
b. asal varietas yang
digunakan
a. produk pertanian organik (agen pertanian
organik)
b. dari penyisihan panen yang terdahulu atau
dari petani
c. produk rekayasa genetika
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
c. lama varietas tersebut
dibudidayakan dalam
budidaya organik
a. >2 tahun
b. 2 tahun
c. < 1 tahun
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
2. Pembenihan
a. Seleksi benih
1. kriteria benih yang
digunakan dalam
budidaya padi organik
1. syaratnya benih harus berasal dari varietas
alami, dengan kriteria: jenisnya murni,
bernas, kuning, bebas dari penyakit, bebas
dari campuran biji rerumputan yang tidak
di kehendaki dan daya kecambah tinggi
2. hanya sebagian kriteria yang diterapkan
diantaranya adalah bernas, bebas dari
penyakit, dan daya kecambah tingg
3.semua kriteria tidak diterapkan atau
dipenuhi
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
2. cara menyeleksi benih
padi
1. dengan cara merendam benih kedalam air
2.diseleksi tanpa merendam dalam air
Baik
Sedang
3
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. tanpa penyeleksian benih Buruk
1
b. Kebutuhan benih
1. cara mengetahui
kebutuhan akan benih
padi
1. dihitung berdasarkan jarak tanam dan luas
lahan
2. berdasarkan perkiraan
3. tidak dihitung, asal membuat benih saja
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
c. penyiapan tempat
pembenihan
1. cara menentukan luas
tempat untuk
pembenihan
1. luas tempat pembenihan minimal adalah
1/20 dari luas lahan
2. luas tempat pembenihan minimal adalah
<1/20 dari luas lahan
3. tidak punya dasar yang jelas
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
2. ada atau tidaknya parit
untuk pengaturan air di
tempat pembenihan
1. parit dibuat diantara bedengan dengan
jarak 30 cm
2. parit dibuat di sisi-sisi tertentu dari tempat
pembenihan
3. tidak dibuat parit
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
3. penggunaan pupuk
pada tempat pembenihan
1. diberi pupuk organik matang dan abu
tanpa pupuk kimia pada saat pengolahan
tanah untuk pembenihan.
2. diberi campuran pupuk kandang dengan
pupuk kimia
3. tidak diberi pupuk kandang ataupun
pupuk kimia
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
d. pengecambahan benih
1. cara mengecambah
kan benih padi
1. direndam dalam air bersih selama kurang
lebih 24 jam setelah itu benih diperam
dengan karung /kresek diatas lantai yang
Baik
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hangat dan bisa ditambah zat penangkal
hama seperti dringo dan bawang putih,
tunggu hingga keluar akar dengan
panjang 1-2 mm.
2. seperti cara pada point a, tetapi tidak
diberi zat penangkal hama atau
penyakit
3. menggunakan cara yang tidak dianjurkan
Sedang
Buruk
2
1
2. lama mengecam-
bahkan benih padi
1. 24 jam
2. < 24 jam
3. >24 jam
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
e. Menyebarkan benih
1. cara menyebarkan
benih ke persemaian
1. Disebarkan secara merata dimulai dari
pinggir
2. Disebarkan secara merata dari berbagai
arah tidak teratur
3. Dibenamkan
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
3. lama pembenihan
sampai menjadi bibit
1. 18-21hari
2. 22-23 hari
3. < 18 atau > 24 hari
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
3. Penyiapan lahan
a. lama lahan digunakan
untuk budidaya padi
organik
a. 5-7 tahun
b. 2-4 tahun
c. < 2 tahun
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
b. pupuk yang digunakan
setelah pembajakan
a. pupuk kandang atau kompos
b. pupuk kandang dan pupuk kimia
c. pupuk kimia
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
c. asal atau sumber peng
airan untuk sawah
a. air tanah
b. air tanah bercampur limbah rumah
tangga (air bekas penggunaan dari rumah
Baik
Sedang
3
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tangga, contoh air cucian)
c. air pabrik atau industri
Buruk
1
4. penanaman
a. jarak tanam yang di
gunakan
a. 20 cm x 20 cm
b. 25 cm x 25 cm
c. 30 cm x 30 cm
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
b. jumlah bibit yang
dimasukan dalam setiap
rumpun
a. 2-3 bibit
b. 1 bibit
c. > 4 bibit
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
5. Perawatan tanaman
a. Pemupukan
1. Pupuk dasar yang
digunakan
1) Pupuk kandang/kompos/bokashi
2) Campuran antara pupuk organik dengan
kimia
3) Pupuk kimia
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
2. Frekuensi penggunaan
pupuk
1) 4x (1 pupuk dasar, 3x pupuk susulan)
2) 3x (1 pupuk dasar, 2x pupuk susulan)
3) < 2 kali
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
3. Pupuk yang diguna
kan untuk pemupu- kan
susulan I (saat tanaman
berumur 15 HST) dan
dosis yang digunakan
1) Pupuk kandang 1 ton/ Ha/ 0,5 ton
kompos fermentasi/Ha
2) Campuran pupuk organik dan pupuk
kimia
3) Pupuk kimia
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
4. Pupuk yang diguna
kan untuk pemupu kan
susulan II (25-60 HST)
dan dosis yang
digunakan
1) Pupuk organik cair dengan unsur N
tinggi, 1 liter pupuk organik cair dengan
17 liter air/Ha
2) Campuran pupuk organik dan pupuk
kimia
3) Pupuk kimia
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Pengendalian hama dan
penyakit yang diterapkan
1. Cara pengendali-an
hama
1) Teknik budidaya (dengan rotasi
tanaman), biologis (dengan predator,
menyemprotkan cendawan penginfeksi),
fisik (dengan perangkap), kimia
(pestisida organik)
2) biologis (dengan predator,
menyemprotkan cendawan penginfeksi),
fisik (dengan perangkap), kimia
(pestisida organik) dan pestisida non
organik (pestisida pabrikan)
3) dengan pestisida non organik
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
2. cara pengendalian
gulma
1) secara fisik (selain dibakar,
penyiangan/dicabut), rotasi tanaman
2) secara fisik dan secara kimia (non
organik/herbisida)
3) dengan pestisida non organik (pabrikan)
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
3. cara pengendalian
penyakit
1) perbaikan kesuburan tanah (menambah
pupuk kandang/kompos) biologi (dengan
serangan Vektor), fisik (pencabutan
inang), kimia (fungisida organik)
2) biologi (dengan serangan Vektor), fisik
(pencabutan inang), kimia (herbisida
organik) dan herbisida non organik/
pabrik
3) dengan herbisida non organik
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
4. pestisida atau
herbisida yang
digunakan untuk
1) tumbuhan dan binatang, mineral, mikro
organisme
2) tumbuhan dan binatang
Baik
Sedang
3
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengendalian hama dan
penyakit (bahan yang
digunakan)
3) dari bahan kimia non organik Buruk 1
5. dosis pestisida atau
herbisida yang
digunakan
1) sesuai aturan yang ada dikemasan, luas
lahan, dan jenis hama penyakit
2) kurang memperhatikan kebutuhan
3) tidak memperhatikan
Baik
Sedang
Buruk
3
2
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah metode yang memusatkan pada
pengumpulan data kuantitatif yang berupa angka-angka kemudian
dianalisis dengan menggunakan alat analisis kuantitatif yang berupa
analisis statistika maupun dengan menggunakan perhitungan matematika
(Mardikanto,2001). Sedangkan, teknik penelitian yang digunakan adalah
teknik survei.
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), penelitian survei adalah
penelitian dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dengan
menggunakan kuisoner sebagai alat pengumpul.
B. Penentuan Lokasi Penelitian
Metode yang digunakan untuk menentukan lokasi dalam penelitian
ini adalah metode Purposive. Metode Purposive merupakan metode
pemilihan lokasi secara sengaja dengan alasan tertentu yang sesuai dengan
penelitian. Hal ini sesuai dengan peryataan Wirartha (2006), yaitu sampel
di tetapkan secara sengaja oleh peneliti di dasarkan atas kriteria atau
pertimbangan tertentu.
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen. Penelitian dilaksanakan di daerah tersebut, karena beberapa alasan
yaitu: 1) Kecamatan Sambirejo merupakan satu-satunya Kecamatan yang
memperoleh sertifikasi organik 100 persen di Kabupaten Sragen., 2)
Kecamatan Sambirejo digunakan sebagai daerah pengembangan dan
pelatihan padi organik tingkat propinsi., 3) Budidaya padi organik di
Kecamatan Sambirejo juga berlangsung secara terus menerus dan diawasi
setiap tahunnya oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Tanah Bogor
(BALITBANG Tanah) sejak tahun 2006 sampai 2009., 4) Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sambirejo mendukung dikembangkannya budi daya padi organik karena
memiliki sumber mata air yang belum tercemar oleh bahan kimia.
Kecamatan Sambirejo mempunyai tujuh sumber mata air yang dapat
memenuhi kebutuhan perairan sepanjang musim tanam.
Kecamatan Sambirejo juga merupakan daerah penghasil padi
organik, pupuk organik, dan pestisida organik. Berikut adalah data yang
diperoleh dari lapang.
Table 3.1 Data luas panen, produktivitas dan produksi padi organik Kabupaten Sragen
No Kecamatan Luas panen (Ha)
Produktivitas GKP (Kw/Ha)
Produksi GKP (ton)
1 Sragen 1169 38,32 4480 2 Karangmalang 675 66,70 4503 3 Kedawung 1615 76,85 12411 4 Sidoharjo 549 76,50 4200 5 Masaran 147 62,95 925 6 Gondang 392 74,40 2918 7 Sambungmacan 800 60,19 4815 8 Ngrampal 76 66,75 507 9 Sambirejo 879 64,68 5686 10 Gemolong 106 62,91 667 11 Miri 22 60,50 133 12 Kalijambe 105 69,13 729 13 Tanon 202 62,81 1269 14 Plupuh 178 60,29 1073 15 Sumberlawang 80 47,11 377 16 Gesi 205 52,56 1078 17 Tangent 22 52,30 118 18 Mondokan 92 45,44 420 19 Sukodono 346 30,1 1035 20 Jenar 112 66,92 750
Sumber: data sekunder BAPPELUH Kab. Sragen 2009
Table 3.1 diatas dijelaskan Pada tahun 2009, Kecamatan Sambirejo
mempunyai lahan atau sawah seluas 879 Ha yang ditanami padi organik
dan produksi padi organik sebanyak 5.686 Ton. Selain itu dalam jumlah
produksi pupuk organik dan pestisida organik Kecanatan Sambirejo juga
tergolong tinggi, bisa kita lihat pada table 3.2 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Table 3.2. Data produsen pupuk organik dan pestisida organik Kabupaten Sragen
No Kecamatan Jumlah produsen
Volume yang tersedia
Volume yang tersalurkan
Volume yang tersisa
Pupuk (ton)
Pestisida(Ltr)
Pupuk (ton)
pestisida(Ltr)
Pupuk (ton)
pestisida(Ltr)
Pupuk (ton)
pestisida(Ltr)
1 Sragen 3 107 107 2 Karangmalang 10 3 420 3600 341 2825 79 775 3 Kedawung 7 391 391 4 Sidoharjo 12 1 199 54 199 54 5 Masaran 5 125 108 176 Gondang 16 3 1.119 588 1.089 576 30 12 7 Sambungmacan 43 3 1.047 2677 1.001 1177 46 1500 8 Ngrampal 7 149 149 9 Sambirejo 23 4 1.238 2474 1.238 2474 10 Gemolong 29 180 180 11 Miri 4 5.482 1 5481 12 Kalijambe 89 2 642 24 603 129 39 ‐150 13 Tanon 6 157 157 14 Plupuh 20 1.926 1.696 230 15 Sumberlawang 18 2 105 131 82 89,5 23 41,5 16 Gesi 10 1 319 110 151 10 168 100 17 Tangent 33 1 291 22 291 22 18 Mondokan 11 383 353 3019 Sukodono 11 3 652 505 652 505 20 Jenar 20 110 110
Sumber: data sekunder BAPPELUH Kab. Sragen 2009
Data diatas dijelaskan pada tahun 2009, kecamatan Sambirejo
mampu menghasilkan 1.238 ton pupuk organik dan 2.474 liter pestisida
organik. Semua produksi pupuk dan pestisida mampu terserap semua
untuk budidaya padi organik.
C. Populasi dan Sampel
1. populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh petani padi organik yang
ada di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. Data yang diperoleh
dari Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sambirejo menunjukan
populasi sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3.3 Data petani padi organik Kecamatan Sambirejo No Desa Jumlah kelompok tani Jumlah petani 1 Sukorejo 5 413
2 Jambeyan 3 59
3 Sambi 3 91
4 Blimbing 2 240
5 Dawung 2 56
6 Sambirejo 2 84
7 Jetis 2 185
8 Musuk 2 45
9 Kadipiro 2 75
Total 23 1248
Sumber: Data sekunder BPP Kec. Sambirejo 2008
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan
budidaya padi organik. Pengambilan sampel menggunakan teknik
Cluster Random Sampling. Menurut Suyanto dan Sutinah (2005)
mengatakan satu hal yang perlu dicatat disini adalah cluster sampling
dikenal pula dengan sebutan multistage random sampling, karena cara
ini dikerjakan melalui tahapan-tahapan tertentu. Cara peng-clusteran-
nya sebagai berikut: tahap pertama, mereka dibagi berdasarkan wilayah
desa, tahap kedua, cluster wilayah desa tersebut di bagi dalam wilayah
kelompok tani dan pada tahap ketiga, masing-masing kelompok diambil
responden secara acak sesuai dengan proporsional. Sembilan desa di
Kecamatan Sambirejo yang melakukan budidaya padi organik, diambil
empat desa dengan jumlah petani padi organi terbanyak (tabel.3.2).
Tahap peng-clusteran-nya bisa dilihat dalam tabel 3.4 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Table 3.4. tahap peng-clusteran
Untuk pengambilan jumlah sampel sebanyak 40 responden
dengan rumus sebagai berikut:
ni = nNnk
keterangan :
ni : Jumlah sampel dari masing-masing Desa
nk : Jumlah petani padi organik dari masing-masing Desa
N : Jumlah populasi
n : Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 40 petani
Tabel 3.5 Sampel penelitian No Nama desa Kelompok tani Populasi Sampel 1 Sukorejo 5 413 18
2 Blimbing 2 240 10
3 Jetis 2 185 8
4 Sambi 3 91 4
Total 12 929 40
Sumber: Data sekunder BPP Kec. Sambirejo 2008
Tahap I Tahap II Tahap III Dibagi berdasrkan wilayah desa. Yaitu: 1. Sukorejo 2. Jambeyan 3. Sambi 4. Blimbing 5. Dawung 6. Sambirejo 7. Jetis 8. Musuk 9. Kadipiro
Diambil empat Desa dengan jumlah petani padi organik terbanyak sekaligus dibagi dalam wilayah kelompok tani, yaitu: • Sukorejo: 5 kelompok
tani dengan 413 petani. • Blimbing: 2 kelompok
tani dengan 240 petani. • Jetis: 2 kelompok tani
dengan 185 petani • Samba: 3 kelompok
petani dengan 91 petani
Dari masing-masing kelompok tani diambil sampel secara acak sebanyak 40 responden, didapatkan sampel (table 3.5)
Keterangan: Dari Sembilan desa ini kemudian diambil 4 desa dengan jumlah petani padi organik terbanyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Jenis dan Sumber Data
Tabel 3.6 Jenis dan sumber data Data yang diperlukan Cara sifat sumber pr sk kn kl
Data pokok
10. Identyitas responden
a. Nama responden
b. Umur
c. Pendidikan formal
11. Faktor sosial ekonomi
a. Pendidikan non formal
b. Pendapatan
c. Luas lahan
d. Lingkungan sosial
e. Pengalaman usaha tani
padi organik
f. Kosmopolitan
12. Teknologi padi organik
a. Pemilihan varietas
b. Pembenihan
c. Penyiapan lahan
d. Penanaman
e. Perawatan tanaman
Data pendukung
1. Keadaan alam
2. Keadaan penduduk
3.Panduan budidaya Padi
organik Kab. Sragen
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Petani/responden
Dinas pertanian
BPS Sragen
BAPPELUH Kab.
Sragen
Keterangan: Pr: Primer
Sk: Skunder
Kn: Kuantitatif
Kl: Kualitatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara
terstruktur kepada petani berdasarkan data pertanyaan yang sudah
dibuat.
2. Pencatatan
Teknik pencatatn data yang diperlukan baik dari reponden maupun
dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
3. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang diteliti.
F. Metode Analisis Data
Penelitian deskriptif termasuk salah satu jenis penelitian
kategori penelitian kuantitatif. Layaknya suatu penelitian kuantitatif,
kegiatan studi deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data, serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan
penganalisisan data tersebut (Wirartha, 2006). Metode analisis yang
digunakan sebagai berikut:
1. Analisis faktor sosial ekonomi petani padi organik.
Untuk mengetahui faktor sosial ekonomi petani padi organik
di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen dapat di golongkan ke
dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. Tingkat tersebut dapat di
hitung dengan menggunakan rumus interval(I):
I= skor tertinggi pengamatan-sekor terendah pengamatan
Banyaknya kelas
2. Analisis tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik.
Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi budidaya padi
organik di Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen dapat di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesim
1. J
h
d
golongka
tersebut d
I= skor t
3. Analisis
dengan ti
Untu
Ekonomi
organik d
korelasi R
spearman
Keterang
rs: Koefis
di: Selisih
N: Jumla
Untuk me
berikut:
Keterang
N: Jumla
rs: Koefis
mpulan:
Jika t hitung
hubungan ya
dengan tingk
an ke dalam
dapat di hitu
tertinggi pen
hubungan
ingkat pener
uk mengeta
i Petani deng
di Kecamata
Rank Spearm
n adalah seba
gan:
sien korelasi
h atau rangk
ah sampel.
engetahui tin
gan:
ah sampel,
sien korelasi
g t tabl
ang signifik
kat penerapan
m kategori tin
ung dengan m
ngamatan-sek
Banyaknya
antara fakt
rapan teknolo
ahui hubun
gan tingkat p
an Sambirejo
man (rs) men
agai berikut:
i Rank Spear
king dari vari
ngkat signifi
i Spearman.
le (
kan antar fak
n teknologi b
nggi, sedang
menggunaka
kor terendah
a kelas
tor-faktor so
ogi budidaya
ngan antara
penerapan te
o Kabupaten
nurut Siegel
:
rman
iabel pengam
ikansi rs, dig
maka H
ktor-faktor
budidaya pa
g dan renda
an rumus inte
h pengamatan
osial Ekono
a padi organ
a faktor-fak
eknologi bud
n Sragen dig
l (1994) rum
matan,
gunakan rum
o ditolak, b
sosial ekono
adi organik.
ah. Tingkat
erval(I):
n
omi Petani
nik.
ktor sosial
didaya padi
gunakan uji
mus jenjang
mus sebagai
berarti ada
omi petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jypk
Jika t hitungyang signifikpenerapan tekali ini meng
g t table (kan antar fakeknologi budggunakan SP
mktor-faktor sdidaya padi oPSS versi 17
maka Ho ditesosial ekonomorganik. Seb7.
erima, berartimi petani debagai alat an
i tidak ada hengan tingkatalisis pada p
hubungan t
penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Kondisi Geografi dan Topografi
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan
Sambirejo, kecamatan Sambirejo berada pada ketinggian 191 mdpl dengan
bentang wilayah berbukit dan dataran rendah. Topografi Kecamatan
Sambirejo secara keseluruhan merupakan daerah berbukit dan dataran
rendah yang banyak ditanami tanaman padi dan palawija. Tekstur tanah di
Kecamatan Sambirejo berupa lempungan dan sebagian besar tanahnya
berwarna merah. Curah hujan di Kecamatan Sambirejo setinggi 2.752
milimeter per tahun.
Secara administratif Kecamatan Sambirejo merupakan bagian dari
wilayah Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Sambirejo
mempunyai orbitasi berupa jarak dari pusat pemerintahan kabupaten 12
Km. Kecamatan Sambirejo terbagi menjadi 9 desa yaitu Desa Musuk,
Desa Jetis, Desa Sukorejo, Desa Jambeyan, Desa Sambi, Desa Dawung,
Desa Blimbing, Desa Sambirejo, dan Desa Kadipiro. Adapun batas-batas
wilayah Kecamatan Sambirejo adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kecamatan Gondang.
Sebaelah selatan : Kabupaten Karanganyar.
Sebelah barat : Kecamatan Kedawung.
Sebelah timur : Provinsi Jawa Timur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan
Kecamatan Sambirejo mempunyai luas wilayah 4.842.51 Ha.
Adapun rincian tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel. 4.1 Luas Kecamatan Sambirejo Menurut Penggunaan Lahan.
Sumber : Monografi Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di
Kecamatan Sambirejo sebagian besar dimanfaatkan untuk sektor
pertanian, yaitu berupa sawah, pekarangan, tegalan, perkebunan, dan
tambak. Lahan yang digunakan untuk pemukiman dan sektor lain jauh
lebih kecil. Dengan demikian, Kecamatan Sambirejo mempunyai potensi
di sektor pertanian yang cukup besar. Kecamatan Sambirejo mempunyai
tanah kering lebih luas dibanding tanah sawah yakni 69,24%, hal ini
dikarenakan letaknya berada di daerah perbukitan.
B. Keadaan Penduduk
1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk di Kecamatan Sambirejo adalah 46.577 jiwa
dengan kepadatan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel 4.2.
Jenis tanah Luas (Ha) Prosentase (%) Tanah sawah Irigasi teknis Irigasi setengah teknis Irigasi sederhana Tadah hujan Jumlah Tanah kering Pekarangan Tegal/Kebun Padang/gembala Tambak/kolam Hutan negara Perkebunan negara/swasta Lain-lain Jumlah
598,75501,53349,5939,62
1,489,49
1,430,57922,54
1,502,50
155,00370,00470,91
3,353,02
12,36 10,36 7,22 0,82
30,76
29,54 19,05 0,03 0,05 3,20 7,64 9,72
69,24 Total 4,842,51 100,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) 1. 2.
Laki-laki Perempuan
18,461 18,560
Jumlah 37,021 Sumber: Monografi Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Tabel 4.2 menunjukkan jumlah penduduk laki-laki 18,461 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan 18,560 jiwa. Data pada tabel dapat dicari sex
ratio, sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki
dibanding dengan jumlah penduduk perempuan. Terkait dengan hal
tersebut, sex ratio di Kecamatan Sambirejo, dapat diketahui sebagai
berikut :
%100xperempuanpenduduk
lakilakipendudukratioSex
∑∑ −
=
Sex Ratio = ×100 %= 99,47%
Sehubungan dengan hal tersebut maka sex ratio di Kecamatan
Sambirejo adalah 99,47 persen. Sex ratio sebesar 99,47 persen mempunyai
arti bahwa setiap 100 perempuan terdapat 99 laki-laki. Dapat diartikan
bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk
laki-laki, meski selisihnya tidak terlalu jauh. Selain itu dapat berarti pula
bahwa jumlah tenaga kerja perempuan lebih besar dari jumlah tenaga kerja
laki-laki.
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Faktor penduduk merupakan salah satu sumber daya dari daerah
tersebut, terutama berhubungan dengan faktor tenaga kerja. Tersedianya
tenaga kerja yang besar merupakan peluang bagi pengembangan berbagai
macam usaha. Penduduk Kecamatan Sambirejo berjumlah 37.021 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Sambirejo
dapat dilihat pada :
18.461 18.560
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Sambirejo Menurut Umur Tahun 2008.
Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) (%) 0-4 4.618 12,475-9 4.126 11,15
10-14 4.137 10,1715-19 4.151 10,2120-24 3.600 9,7225-29 3.278 8,8530-34 2.862 7,7335-39 2.319 6,2640-44 1.866 5,0445-49 1.569 4,2450-54 55-59 60-64 65-69 70-74
1.245 891 703 590 452
3,362,411,901,591,22
75+ 614 1,66Jumlah 37.021 100,00
Sumber : Monografi Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar
penduduk berada pada kelompok umur 0 tahun sampai 4 tahun, yaitu
sebanyak 4.618 jiwa atau 12,47 persen. Sedangkan yang terkecil berada
pada pada kelompok umur 70 tahun sampai 74 tahun, sebanyak 452 jiwa
yaitu 1,22 persen. Dari tabel dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk di Kecamatan Sambirejo termasuk dalam kategori umur balita.
Pada kelompok umur ini adalah penduduk yang masih dapat dikatakan
belum produktif.
Berdasarkan data di atas dapat diketahui Angka Beban Tanggungan
(ABT) yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak
produktif dengan jumlah penduduk produktif dalam 100 jiwa penduduk,
yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus
menanggung sejumlah penduduk usia non produktif. Menurut Mantra
(1995), usia non produktif adalah usia 0 – 14 tahun dan > 64 tahun,
sedangkan usia produktif adalah usia 15 – 64 tahun, sehingga besar Angka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Beban Tanggungan di Kecamatan Sambirejo dapat diketahui sebagai
berikut :
100Pr
Pr×=
∑∑
oduktifPendudukoduktifnPendudukno
ABT
ABT = ×100 = 64,65 ~ 65 Angka ini menunjukkan bahwa 100 penduduk usia produktif di
Kecamatan Sambirejo harus menanggung 65 orang usia non produktif.
Semakin besar rasio antara jumlah kelompok non produktif dari jumlah
kelompok produktif maka akan semakin besar beban tanggungan bagi
kelompok yang produktif terhadap kelompok non produktif. Hal ini dapat
berpengaruh terhadap proses pembangunan perekonomian yang sedang
dijalankan.
3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Distribusi penduduk Kecamatan Sambirejo menurut tingkat
pendidikan yang berhasil ditamatkan dapat dilihat pada :
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Sambirejo Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Pada Tahun 2008.
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%) Perguruan Tinggi/akademi 507 1,53SLTA/SMTA 4.027 12,16SLTP/SMTP 4.785 14,45SD 15.877 47,94Tidak/belum tamat SD 5.269 15,91Belum Sekolah 2.652 8,00Jumlah 33.117 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Tabel 4.4 menunjukan bahwa penduduk Kecamatan Sambirejo
sebagian besar tamat sekolah dasar yaitu sebanyak 15.877 orang (47,94%).
Sedangkan yang tamat perguruan tinggi merupakan jumlah terkecil yaitu
sebanyak 507 orang (1,53%).
14.537 22.484
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk menunjukkan struktur perekonomian
yang ada pada wilayah tersebut, hal ini akan menentukan arah kebijakan
pembangunan di daerah setempat. Kondisi penduduk menurut mata
pencaharian di Kecamatan Sambirejo dapat dilihat pada :
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Sambirejo 2008.
Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Prosentase (%) Pertanian,perkebunan, perikanan, peternakan 11.232 71,57Industri penggolahan 630 4,01Perdagangan 1.840 11,72Jasa 570 3,63Transportasi,komunikasi 195 1,24Perbankan dan real estate 9 0,05pertambangan 499 3,18konstruksi 709 4,52Listrik, gas dan air minum 9 0,05Jumlah 15.693 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar mata pencaharian
penduduk adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 11.232 jiwa
(71,57%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memegang
peranan utama bagi masyarakat untuk menggantungkan hidupnya. Dengan
demikian kebijakan pembangunan yang perlu diambil adalah dengan
menitikberatkan sektor pertanian yang didukung oleh sektor-sektor lainnya
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah setempat.
C. Keadaan Pertanian
Pertanian merupakan satu-satunya bidang untuk menghasilkan produk
untuk mencukupi kebutuhan pangan. Tidak terbatas pada pemenuhan pangan
penduduk setempat tetapi juga bagi penduduk wilayah lainnya. Komoditas
pertanian di Kecamatan Sambirejo antara lain yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 4.6 Komoditas Pertanian di Kecamatan Sambirejo Tahun 2008. Jenis komoditas Luas panen (ha) Produksi (Kw) Rata-rata(Kw/ha)Padi Jagung Ubi kayu Kacang tanah Kedelai Kacang hijau Kacang panjang Cabe
2,55 90
535 416 695 37 5 4
153 3 8
9,6 7,6 234 75 60
60 32 18 23 11 6,3 15 15
Sumber : Statistik Kecamatan Sambirejo Tahun 2008.
Tabel 4.6 dijelaskan produksi pertanian tertinggi dengan luas panen
tertinggi adalah padi, dimana komoditas padi merupakan produk pertanian
utama dari Kecamatan Sambirejo. Selain komoditas produksi dari tanaman
pangan produksi pertanian, komoditas lainnya adalah dari sektor peternakan.
Jenis ternak yang diusahakan adalah ternak sapi, kerbau, kambing domba dan
unggas.
D. Keadaan Umum Pertanian Organik
Pertanian yang diterapkan di Kecamatan Sambirejo sebagian besar
lebih mendekati sistem pertanian semi organik, dimana di dalam pelaksanaan
budidayanya memanfaatkan pupuk organik dari kotoran hewan ternak, namun
masih menggunakan pupuk kimia sebagai penunjang. Meskipun demikian,
pertanian di daerah ini tergolong pertanian organik karena meminimalkan
penggunaan pupuk dan pestisida kimia (Susanti, 2008).
Pertanian padi organik di Kecamatan Sambirejo memang sebagian
besar adalah dengan sistem pertanian semi organik, tetapi di sana juga ada
desa yang sudah melaksanakan pertanian organik secara murni yaitu di Desa
Sukorejo dan Desa Jetis. Kedua desa ini sudah mendapatkan sertifikat organik
murni. Sejarah pertanian organik di Kecamatan Sambirejo diawali sejak tahun
2001. Hal yang serupa juga terjadi di Kabupaten Sragen yaitu dengan adanya
pewacanaan isu back to nature (kembali ke alam), namun secara resmi baru
pada tahun 2003 dimana bupati Kabupaten Sragen mencanangkan program
pertanian organik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Mulai tahun itulah mulai marak usaha-usaha yang dilakukan untuk
membumikan program pertanian organik. Program pertanian organik
diperkenalkan di desa-desa melalui pelatihan dan penyuluhan kepada
kelompok tani untuk mengembangkan teknologi organik. Program pertanian
organik yang dikembangkan adalah budidaya padi organik. Beberapa produk
hasil padi organik antara lain beras menthik wangi organik, IR 64 organik, C-4
raja organik, beras merah unggul lokal organik, beras merah lokal organik,
dan sereal bekatul organik.
Kecamatan Sambirejo mempunyai sumber mata air yang belum
tercemar oleh bahan kimia. Kecamatan Sambirejo mempunyai tujuh sumber
mata air yang dapat memenuhi kebutuhan perairan sepanjang musim tanam
dalam satu tahun. Pada tahun 2009, Kecamatan Sambirejo mempunyai
lahan/sawah seluas 879 ha yang ditanami padi organik dan produksi padi
organik sebanyak 5.685Ton. Pada tahun yang sama, Kecamatan Sambirejo
mampu menghasilkan 1.238 ton pupuk organik dan 2.474 liter pestisida
organik. Selain sebagai daerah penghasil padi organik dan pupuk organik,
daerah ini juga digunakan sebagai daerah pengembangan dan pelatihan padi
organik tingkat provinsi.
Petani di Kecamatan Sambirejo ada yang sudah menggunakan pupuk
organik seperti yang sudah digunakan dalam pertanian organik pada
umumnya, yaitu pupuk kandang/kompos yang diolah lebih lanjut sehingga
menjadi pupuk organik siap tabur. Petani di Kecamatan Sambirejo sudah
banyak yang menyadari kelebihan atau manfaat menggunakan pupuk organik,
mereka sadar bahwa pupuk organik baik untuk kesuburan tanah, baik untuk
kesehatan, dan lebih meminimalisir biaya produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Sosial Ekonomi Petani
1. Umur Petani
Umur, adalah usia petani responden pada saat dilakukan penelitian.
Untuk mengetahui umur petani secara keseluruhan dapat diketahui pada
tabel 5.1:
Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Petani. No Keterangan Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-
rata 1 28-41 tahun 3 7 17,5% Tinggi
2 2 42-55 tahun 2 18 45% Sedang 3 >55 tahun 1 15 37,5% rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Table 5.1 menjelaskan bahwa mayoritas umur rosponden termasuk
kategori sedang yaitu pada umur 42-55 tahun sebanyak 18 orang atau 45
persen. Umur terbanyak ke dua adalah umur lebih dari 55 tahun yaitu
sebanyak 15 orang atau 37,5 persen. Sedangkan umur 28-41 tahun adalah
jumlah paling sedikit yaitu sebanyak 7 orang saja. Rata-rata umur petani
berada pada kategori sedang. Umur petani padi organik di Sambirejo
tergolong umur dengan kategori produktif, artinya pada umur tersebut
responden masih mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan perekonomian
keluarga dan mengembangkan usaha taninya. Petani yang berusia produktif
memiliki kemampuan menerima informasi lebih mudah, sehingga peluang
untuk memahami dan mengadopsi hal baru akan lebih mudah. Petani
dengan usia 42-55 tahun berada dalam usia sedang dimana kemampuan
secara fisik dan cara berpikir masih belum terlalu tua.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan menjadi sarana penting dalam membantu individu
meningkatkan pengetahuannya. Tingkat pendidikan akan sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
menentukan tingkat pemahaman, ketrampilan berkomunikasi serta sikap
petani menerapkan suatu inovasi.
Pendidikan formal pada penelitian ini adalah tingkat pendidikan
responden yang dicapai saat penelitian dilakukan dan diperhitungkan
berdasarkan jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan pada lembaga
pendidikan formal. Untuk mengetahui tingkat pendidikan formal petani
secara keseluruhan dapat diketahui pada tabel 5.2:
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal. No Keterangan Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-
rata 1 >18 Tahun 3 4 10% Tinggi 2 13-18 tahun 2 16 40% Sedang 2 3 6-12 tahun 1 20 50% Rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Tabel 5.2 dijelaskan bahwa tingkat pendidikan responden mayoritas
termasuk rendah. Petani menempuh pendidikan formal selama 6-12 tahun
atau setara dengan pendidikan SD. Petani yang menempuh pendidikan
formal selama 6-12 tahun sebanyak 20 petani atau 50 persen dari jumlah
responden. Tingkat pendidikan petani urutan ke dua yaitu menempuh
pendidikan formal selama 13-18 tahun atau pada tingkat SMP atau SMA,
dengan jumlah petani sebanyak 16 orang atau 40 persen. Urutan ketiga yaitu
petani dengan tingkat pendidikan kategori tinggi yaitu menempuh
pendidikan formal lebih dari 18 tahun atau pada tingkat S1 atau Akademis,
dengan jumlah petani sebanyak empat orang atau 10 persen. Rata-rata
pendidikan formal petani berada pada kategori sedang. Tingkat pendidikan
mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, jika semakin banyak
pengalaman yang diperoleh dari tingkat pendidikan yang diselesaikannya,
maka semakin maju pola berfikirnya. Pendidikan yang tergolong rendah
cenderung susah menerima suatu inovasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pendidikan yang diperoleh petani di luar pendidikan formal. Pendidikan non
formal di sini dimaksudkan pendidikan yang sasaran utamanya adalah orang
dewasa (baik dewasa dalam arti biologis maupun psikologis), memiliki
program yang terencana, dapat dilakukan dimana saja, tidak terikat waktu
serta disesuaikan dengan kebutuhan sasaran peserta didik. Sehubungan
dengan hal ini, maka pendidikan non formal diasumsikan sebagai
penyuluhan, dan pelatihan yang pernah diikuti oleh petani.
Petani semakin sering mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan
di bidang pertanian maka informasi yang diperoleh akan semakin banyak.
Pendidikan non formal ini akan berpengaruh terhadap keterampilan petani
dalam pengelolaan usaha taninya. Untuk mengetahui tingkat pendidikan non
formal petani secara keseluruhan dapat diketahui pada tabel 5.3:
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Non Formal. No Keterangan Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-
rata 1 >18 kali/tahun 3 14 35% Tinggi 2 12-18 kali/ tahun 2 19 47,5% Sedang 2 3 < 12 kali/ tahun 1 7 17,5% rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Pada tabel 5.3 diatas dijelaskan bahwa mayoritas petani mengikuti
pendidikan non formal pada kategori sedang yaitu antara 12-18 kali/tahun
dengan jumlah 19 orang atau 47,5 persen. Kategori tinggi ada di urutan ke
dua yaitu lebih dari 18 kali/tahun mengikuti pendidikan non formal, dengan
jumlah petani sebanyak 14 orang atau 35 persen. Kategori rendah ada di
urutan terakhir hanya 7 orang atau 17,5 persen yaitu yang mengikuti
pendidikan non formal kurang dari 12kali/tahun. Rata-rata pendidikan non
formal petani berada pada kategori sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
4. Pendapatan
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan usahatani. No Keterangan Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata
-rata 1 > 10.000.000/tahun 3 15 37,5% Tinggi 2 7.000.000-
10.000.000/tahun 2
14 35%
Sedang
2
3 4.000.000-7.000.000/tahun
1
11 27,5%
rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah penerimaan yang
diterima oleh responden dari kegiatan usahatani,yaitu penerimaan petani
dikuranggi biaya produksi (penerimaan – biaya produksi) dalam satu tahun
terakhir. Rata – rata biaya produksi padi organik per hektar per musim
tanam adalah 3.500.000 – 4.000.000. Table 5.4 dijelaskan bahwa mayoritas
pendapatan responden adalah pada kategori tinggi yaitu lebih besar dari
10.000.000/tahun dengan jumlah orang sebanyak 15 atau 37,5 persen.
Urutan ke dua ada petani kategori pendapatan sedang dengan pendapatan
antara 7.000.000-10.000.000/tahun ada sebanyak 14 orang atau 35 persen,
dan yang terakhir ada petani kategori pendapatan rendah, dengan
pendapatan 4.000.000-7.000.000/tahun sebanyak 11 orang atau 27,5 persen.
Rata-rata pendapaan petani berada pada kategori sedang.
Pendapatan petani diatas berasal dari hasil budidaya padi organik,
karena harga Gabah Kering Panen (GKP) padi organik lebih mahal
dibandingkan dengan GKP padi non organik. Selisih harga padi organik
dengan padi non organik adalah antara 500-1000 rupiah per kilogram, dan
kondisi harga padi organik lebih stabil dibandingkan yang non organik.
Kondisi diatas disebabkan beberapa kelebihan padi organik, beberapa
kelebihan tersebut adalah 1) aman bagi kesehatan karena tidak mengandung
residu zat kimia, 2) Nasi padi organik bisa tahan lebih lama, 3) Rasa nasi
padi organik lebih enak, 4) Baunya tidak apek. Kelebihan padi organik dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
segi fisik diantaranya adalah berwarna bening, kadar air maksimal adalah
15%, tidak banyak butir yang patah.
Pendapatan menjadi salah satu aspek pertimbangan dalam penerapan
teknologi budidaya padi organik, terutama ketika saat ini
mempertimbangkan harga pupuk dan pestisida kimia yang harganya sangat
mahal.
5. Luas Lahan
Luas lahan adalah luas lahan yang dikuasai oleh responden yang
dipergunakan untuk usahatani padi. Untuk mengetahui luas lahan petani
secara keseluruhan dapat diketahui pada tabel 5.5:
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan. No Keterangan Skor Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-rata
1 > 1,07 Ha 3 4 10% luas 2 0,66-1,06 Ha 2 6 15% Sedang 1 3 0,25-0,65 Ha 1 30 75% sempit
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Luas lahan yang dimiliki petani akan mempengaruhi optimalisasi
usahataninya. Luas lahan yang cukup maka petani dapat dengan maksimal
mengelola usahataninya, hal ini berkaitan dengan biaya produksi,
penerimaan yang diterima, dan keuntungannya.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa luas lahan yang diusahakan
oleh responden sebagian besar masuk dalam kategori sempit yaitu 0,25-
0,65 Ha, yaitu sebanyak 30 orang yaitu 75 persen. Enam orang responden
atau 15 persen dari total responden memiliki luas lahan dengan kategori
sedang (0,66-1,06 Ha) dan ada sebanyak 10 persen dari jumlah responden
yaitu 4 orang memiliki luas lahan dengan kategori luas (> 1,07 Ha). Data di
atas memperlihatkan rata-rata luas lahan yang dimiliki petani berada pada
kategori sedang. Kepemilikan luas lahan ini mempengaruhi tingkat
penerapan teknologi budidaya padi organik baik dari pemakaian pupuk dan
pestisida alami serta tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
6. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial dalam penelitian ini adalah kondisi masyarakat atau
adanya tokoh kunci yang ada disekitar responden yang mempengaruhi
adopsi teknologi budidaya padi organik. Lingkungan sosial yang
mempengaruhi meliputi: tetangga, kelompok tani, keluarga dan aparat
desa/pemerintah (petugas penyuluh pertanian). Table 5.6 adalah data
lingkungan sosial yang mempengaruhi petani mengadopsi teknologi
budidaya padi organik.
Table 5.6. Orang-Orang Yang Mempengaruhi Petani Dalam Mengadopsi Teknologi Padi Organik.
No Lingkungan sosial yang mempengaruhi budidaya padi organik
Jumlah (orang)
1 Tetangga, kelompok tani, keluarga & pemerintah (PPL) 8 2 Tetangga dan kelompok tani 23 3 Kelompok tani 9
total 40 Sumber: Analisis data primer 2010.
Azwar (1995) menyatakan bahwa pada umumnya, individu cenderung
untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh
keinginan berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan
orang yang dianggap penting tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh lingkungan sosial dapat dilihat pada tabel 5.7:
Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Sosial. No Kategori Skor Jumlah
(orang) Persentase (%) Rata-rata
1 tinggi 5-6 21 52,5% 2 sedang 4 10 25% 2 3 rendah 2-3 9 22,5%
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa pengaruh lingkungan sosial
mayoritas berada pada kategori tinggi yaitu ada 21 petani atau 52,5 persen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dan untuk lingkungan sosial petani rata-rata petani berada pada kategori
sedang . Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran lingkungan
sosial cukup berpengaruh terhadap petani dalam menerapkan teknologi
budidaya padi organik. Keberadaan tokoh kunci atau lingkungan sosial
menjadi mitra penting dalam penerapan informasi atau inovasi. Kategori
sedang berada pada urutan ke dua yaitu sebanyak 10 petani atau 25 persen,
dan urutan terakhir yaitu kategori rendah dengan jumlah petani sebanyak
Sembilan petani atau 22,5 persen dari jumlah responden.
7. Pengalaman Usaha Tani Padi Organik
Pengalaman usaha tani adalah lamanya petani dalam melakukan
budidaya padi organik sampai penelitian ini dilaksanakan. Untuk
mengetahui pengalaman usaha tani padi organik petani secara keseluruhan
dapat diketahui pada tabel 5.8:
Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan lingkungan sosial petani. No Keterangan Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-
rata 1 > 9 tahun 14 35% Tinggi 2 7-9 tahun 14 35% Sedang 2 3 < 7 tahun 12 30% rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Tabel 5.8 diatas dijelaskan bahwa pengalaman usaha tani padi organik
responden ada prosentase yang sama yaitu kategori tinggi dan sedang.
Masing-masing kategori terdapat 14 petani atau 35 persen dari total
responden. Kategori tinggi adalah petani dengan lama usaha tani lebih dari 9
tahun, dimana petani ini sudah mengusahakan padi organik sejak sebelum
diwacanakan program pertanian organik oleh pemerintah Sragen pada tahun
2001. Petani kategori sedang adalah petani yang usaha taninya berlangsung
selama 7-9 tahun, dimana petani ini menjalankan pertanian organik sejak
ada wacana dari pemerintah Sragen yaitu antara tahun 2001-2003.
Kategori rendah ada di urutan terakhir dengan jumlah petani sebanyak
12 petani atau 30 persen, dimana petani di kategori ini adalah mereka yang
menjalankan program pertanian organik setelah tahun 2003. Program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pertanian organik di Kabupaten Sragen belum berjalan lama, yaitu baru
dimulai tahun 2001 dengan pewacanaan pertanian organik. Rata-rata
pengalaman usaha tani padi organik yang dimiliki petani berada pada
kategori sedang. Pada tahun 2003 Bupati Sragen mencanangkan program
pertanian organik secara resmi. Pertanian organik dalam bidang budidaya
padi organik mulai dikelola secara lebih professional. Perubahan
pengelolaan ini mempengaruhi pengalaman petani dalam menerapkan
teknologi budidaya padi organik.
8. Kosmopolitan
Kosmopolitan dalam penelitian ini adalah tingkat hubungan petani
dengan dunia luar di luar sistem sosial sendiri yang dinyatakan melalui
frekuensi bepergian keluar desa yang berhubungan dengan kegiatan
pertanian, khususnya yang berkaitan dengan budidaya padi organik. Tingkat
kosmopolitan akan sangat berpengaruh dengan informasi yang diterima
petani, hal ini akan berakibat juga pada kemampuan petani menerapkan
teknologi padi organik. Untuk mengetahui tingkat kosmopolitan petani
secara keseluruhan dapat diketahui pada tabel 5.9:
Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kosmopolitan. No Keterangan Jumlah
(orang) Persentase
(%) Kategori Rata-
rata 1 18-23 kali/ tahun 10 25% Tinggi 2 12-17 kali/tahun 28 70% Sedang 2 3 6-11 kali/tahun 2 5% rendah
Jumlah 40 100,0 Sumber : Analisis data primer 2010.
Tabel 5.9 diata diketahui bahwa tingkat kosmopolitan responden
sebagian besar berada pada tingkat sedang yaitu 28 responden atau 70
persen dengan frekuensi 12-17 kali/tahun. Tingkat kosmopolitan kategori
tinggi terdapat 10 responden atau 25 persen, dan kategori rendah terdapat 2
responden atau lima persen. Rata-rata kosmopolitan petani berada pada
kategori sedang.Data ini menandakan bahwa informasi yang diperoleh
petani tentang budidaya padi organik sudah cukup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
B. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik
Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya padi organik
diketahui dari jumlah total skor dari tiap teknologi budidaya padi organik
yang diadopsi. Adopsi teknologi budidaya padi organik dibagi menjadi lima
variabel yaitu adopsi pada pemilihan varietas, pembenihan, penyiapan lahan,
penanaman serta perawatan.
Dalam penilaiannya, tingkat adopsi teknilogi budidaya padi organik
oleh petani dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan
rendah.
Tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik
Tingkat adopsi teknologi budidaya padi organik para petani di
Sambirejo dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik. No Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata 1 Rendah 28-46 6 15 2 Sedang 47-65 15 37,5 2 3 Tinggi 66-84 19 47,5
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Berdasarkan tabel 5.10 diatas diperoleh data rata-rata tingkat adopsi
teknologi budidaya padi organik para petani di Sambirejo berada pada tingkat
sedang dan diketahui bahwa adopsi teknologi budidaya padi organik para
petani di Sambirejo mayoritas masuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak
19 responden atau 47,5 persen. Kategori sedang ada diurutan ke dua dengan
jumlah responden sebanyak 15 orang atau 37,5 persen, dan kategori rendah
ada di urutan terakhir dengan jumlah responden sebanyak 6 orang atau 15
persen.
Penerapan teknologi budidaya padi organik ada lima tahapan, yaitu:
tahap pemilihan varietas, tahap pembenihan, tahap penyiapan lahan untuk
budidaya padi organik, tahap penanaman, dan tahap perawatan. Tingkat
adopsi pada setiap tahapnya dapat kita lihat dalam pembahasan berikutnya
yang lebih jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
1. Tingkat Adopsi Pada Pemilihan Varietas Padi Organik
Pemilihan varietas merupakan proses pemilihan benih yang akan
digunakan sebagai bibit dalam budidaya padi organik. Indikator yang
digunakan dalam pemilihan varietas meliputi: varietas padi yang
digunakan petani, Asal varietas yang digunakan petani, dan lama varietas
tersebut digunakan dalam budidaya padi organik. Untuk mengetahui
secara rinci tingkatan penerapan teknologi organik pada tahap varietas
dapat dilihat pada table 5.11.
Tabel 5.11. Tingkat Penerapan Teknologi Organik Pada Tahap Pemilihan Varietas Padi Organik.
No Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata 1 Rendah 3-5 6 15 2 Sedang 6-7 18 45 2 3 Tinggi 8-9 16 40 Jumlah 40 100
Sumber : Analisis data primer 2010.
Analisis data di lapangan diketahui bahwa tingkat penerapan
teknologi organik pada tahap pemilihan varietas organik di kecamatan
Sambirejo tergolong pada kategori sedang, hal ini bisa dilihat dari table
5.11 diatas yang mayoritas responden berada pada kategori sedang, dan
dari data diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat penerapan petani
pada tahap pemilihan varietas berada pada kategori sedang. Berdasarkan
penelitian dilapangan petani padi organik di kecamatan sambirejo dalam
memilih varietas yang digunakan mayoritas memilih varietas hibrida
seperti varietas IR64 dan menthik. Banyak juga petani yang
membudidayakan varietas lokal. Responden yang membudidayakan
varietas lokal ada sebanyak 16 orang. Varietas IR 64 merupakan varietas
hibrida dengan umur panen sekitar 100 hari. Kelemaham memakai varietas
IR 64 ini adalah menuntut input bahan kimia (pupuk kimia) yang cukup
banyak supaya pertumbuhan dan produksi padinya optimal. Petani banyak
menggunakan varietas hibrida ini dikarenakan umur varietas ini genjah
(pendek) dan benihnya mudah di dapatkan dipasaran dari pada varietas
lokal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Berkaitan dengan sumber benih yang digunakan, sebagian besar
petani padi organik di Kecamatan Sambirejo mendapatkan benih dengan
cara penyisihan hasil panen yang sudah diseleksi pada musim tanam
sebelumnya. Lama penggunaan varietas tersebut diatas petani padi organik
sudah menggunakan lebih dari dua tahun, rata-rata petani memakai
varietas tersebut sudah bertahun-tahun. Hal seperti ini saat ini sudah
menjadi kebiasaan dan kegemaran petani di Kecamatan Sambirejo.
2. Tingkat Adopsi Pada Pembenihan Padi Organik
Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi
organik atau budidaya padi pada umumnya. Dalam pembenihan indikator
yang digunakan meliputi: seleksi benih, penyiapan tempat pembenihan,
pengecambahan benih, penyebaran benih, dan pengairan. Adapun secara
rinci dapat dilihat pada table 5.12.
Tabel 5.12.Tingkat Penerapan Teknologi Organik Pada Tahap Pembenihan Padi Organik.
No Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata 1 Rendah 10-16 7 17,5 2 Sedang 17-23 14 35 2 3 Tinggi 24-30 19 47,5
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Analisis data lapangan diketahui bahwa rata-rata tingkat penerapan
petani pada tahap pemilihan varietas berada pada kategori sedang. Dari
tabel 5.12 diperoleh data bahwa sebanyak 47,5 persen responden berada
pada kategori tinggi, 35 persen pada kategori sedang, dan 17,5 persen pada
kategori rendah. Kondisi ini bisa dilihat dari sebagian besar petani
menggunakan benih dengan kriteria: jenisnya murni, bernas, kuning, sehat,
bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak di
kehendaki dan daya kecambah tinggi. Kondisi ini tidak lepas dari proses
penyeleksian benih yang sudah dilakukan petani selama bertahun-tahun,
sehingga petani padi organik di Kecamatan Sambirejo sudah
berpengalaman bagai mana menilai benih yang unggul dan bagus. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
pertanian organik kriteria benih unggul tidak terlalu berbeda dengan
pertanian anorganik, hanya satu perbedaannya adalah pertanian organik
lebih cocok menggunanakan varietas alami.
Petani padi organik di Sambirejo dalam melakukan seleksi benih
sudah sesuai dengan tata cara seleksi benih untuk budidaya padi organik
karena caranya sama dengan seleksi benih padi pada umumnya yaitu
dengan merendam benih padi dalam air sehingga dengan cara demikian
akan diketahui butir-butir padi yang isi dengan yang kosong.
Petani hendaklah memperhatikan betul tahap seleksi benih ini,
karena dalam melakukan seleksi benih seharusnya petani mengetahui ciri-
ciri fisik benih yang baik untuk dibudidayakan. Petani akan sangat sia-sia
ketika melakukan perawatan tanaman jika dalam melakukan seleksi benih
sudah tidak benar dan yang ditanam adalah benih yang jelek mutunya.
Pengetahuan petani akan kebutuhan benih dalam tiap patoknya juga
berdasarkan perhitungan antara jarak tanaman dengan luas lahan. Atas
dasar perhitungan jarak tanam dengan luas lahan inilah petani mengetahui
kebutuhan benih tiap patoknya, namun dengan luas lahan dan jarak tanam
yang tetap dan pengalaman bertanam padi yang sudah bertahun-tahun
seolah-olah alasan mendasar tadi menjadi sebuah kebiasaan.
Petani padi organik menentukan luas tempat pembenihan tidak
mempunyai dasar yang jelas, perhitungannya hanya berdasarkan perkiraan
saja seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan petani pada umumnya.
Luasan tempat pembenihan akan berpengaruh pada proses tumbuh bibit
padi. Jika luas tempat pembenihan tidak sesuai dengan jumlah benih yang
ditebarkan maka benih akan tersebar secara berdekatan atau bahkan akan
tumpang tindih dengan yang lainnya, padahal seharusnya tersebar secara
merata dan tidak tumpang tindih. Akibatnya, bibit akan tumbuh saling
berjejal sehingga sinar matahari tidak dapat menembus sela-sela bibit.
Kondisi semacam ini akan mengakibatkan pertumbuhan benih yang tidak
seragam, kurang kokoh karena kurang sinar matahari sehingga saat
dipindahkan ke lahan akan banyak yang mati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Berkenaan dengan drainase di tempat pembenihan, petani sudah
membuat parit disekitar tempat pembenihan. Parit berfungsi sebagai
saluran pembuangan air saat tempat pembenihan kelebihan air karena jika
air yang menggenang di tempat pembenihan cukup tinggi akan
mengakibatkan turunya mutu bibit. Drainase yang buruk akan
mengkibatkan perakaran yang tidak sempurna karena suhu didalam tanah
terlalu rendah. Pemberian pupuk organik (kompos/kandang) di tempat
pembenihan akan berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah agar bibit
dapat tumbuh optimal. Petani padi organik di Kecamatan Sambirejo
memberikan pupuk organik yang disesuaikan dengan luas tempat
pembenihan yang digunakan. Petani padi organik sebagian besar
memberikan pupuk organik ditempat persemaian.
Fase pengecambahan benih, petani merendam benih dengan air tanpa
zat penangkal hama selam satu hari satu malam. Setelah itu ditiriskan dan
dimasukan kedalam kantong plastik dan diperam selama 24 jam sehingga
benih akan mulai berkecambah, setelah itu baru benih disebarkan ditempat
pembenihan.
Penyebaran benih dilakukan secara merata di tempat pembenihan.
Sebagian besar petani melakukan penyebaran benih secara benar yaitu
disebarkan secara merata dan dimulai dari pinggir. Penyebaran benih
dilakukan secara merata bertujuan supaya benih yang disebarkan tidak
tumpang tindih dan dapat tumbuh secara optimal menjadi bibit yang sehat
dan kokoh. Bibit sudah bisa dipindahkan apabila sudah berumur 21-25 hari
dengan syarat pengairan lancar, jika pengairan tidak lancar bisa lebih dari
25 hari. Petani padi organik di kecamatan Sambirejo membibitkan benih
padi selama 18-21 hari setelah itu baru di pindahkan ke sawah.
Bibit siap ditanam jika sudah berumur 21-25 hari. Ada juga yang
lebih baik dalam menilai bibit yang baik yaitu dengan menilai
keseragaman pertumbuhan, warna daun dan tinggi bibit. Syarat bibit yang
baik untuk dipindahkan ke sawah adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
malai 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas hama dan
penyakit, serta jenisnya seragam.
Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas dan untuk setiap
varietas memiliki umur yang ideal untuk setiap tanaman. Varietas genjah
(100-115) umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah 18-21 hari.
Varietas sedang (sekitar 130) umur bibit terbaik untuk dipindahkan adalah
21-25 hari. Sementara untuk varietas dalam (sekitar 150) umur bibit
terbaik untuk dipindahkan adalah 30-34 hari.
3. Tingkat Adopsi Pada Penyiapan Lahan Untuk Budidaya Padi
Organik
Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik (padi
organik) menurut Seta (2002) yang dikutib dari Wahyu (2004), harus
bebas dari bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida non organik). Jika
lahan yang akan digunakan untuk produksi pertanian organik berasal dari
lahan yang sebelumnya digunakan untuk produksi pertanian non organik,
maka lahan tersebut harus dilkaukan konversi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Tanaman semusim diperlukan masa konversi minimal dua tahun
sedangkan untuk tanaman tahunan diperlukan masa konversi minimal
tiga tahun. Bergantung pada kondisi dan situasi yang ada, masa
konversi bisa diperpanjang atau diperpendek namun masa konversinya
tidak boleh kurang dari 12 bulan.
b. Lahan yang telah dikonversi atau yang sedang dikonversi ke produksi
organik tidak diperbolehkan untuk dirubah bolak balik antara organik
dan konvensional (non organik).
c. Dalam suatu hamparan, konversi lahan tidak dilakukan pada saat yang
bersamaan,maka perlu ada pemisahan yang jelas dan tegas antara lahan
organik dan lahan non organik untuk menghindari kontaminasi dari
lahan non organik ke lahan organik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Data tingkat adopsi teknologi padi organik tahap penyiapan lahan
dapat dilihat pada table 5.13.
Tabel 5.13. Tingkat Penerapan Teknologi Organik Pada Tahap Penyiapan Lahan Budidaya Padi Organik.
No Kategori Skor Jumlah (orang) Persentase (%) Rata-rata1 Rendah 3-5 6 15 2 Sedang 6-7 16 40 2 3 Tinggi 8-9 18 45
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Dari tabel 5.13 diatas diperoleh data rata-rata tingkat adopsi petani
pada tahap penyiapan lahan untuk budi daya padi organik berada pada
tingkat sedang. Penilaian tingkat adopsi teknologi penyiapan lahan
menggunkan indikator yang meliputi lama lahan digunakan untuk
budidaya padi organik dan pupuk yang digunakan setelah pembajakan.
Berdasarkan analisis data dilapangan diketahui bahwa mayoritas
lahan yang digunakan petani untuk budidaya padi organik di Kecamatan
Sambirejo adalah selama tujuh sampai sembilan tahun yaitu sebanyak 45
persen. Penggunaan lahan untuk budidaya padi organik di Kecamatan
Sambirejo sudah relatif lama dan sudah memenuhi standart waktu
penggunaan lahan untuk budidaya padi organik, namun baru ada dua desa
yang sudah mendapatkan sertifikasi 100 persen organik yaitu desa
Sukorejo dan Jetis sedangkan desa yang lain masih bersetatus semi
organik. Kondisi ini di akibatkan juga karena sumber daya alam yang ada,
terutama letak geografisnya. Letak geografis ini bisa mempengaruhi
kemurnian air, air yang terbawa melalui pengairan air yang ada akan lebih
beresiko tercemari limbah pabrik atau limbah rumah tangga apabila ia
semakin jauh dari sumber mata air. Dua desa yang sudah mendapatkan
sertifikasi 100 persen organik diatas letaknya ada di hulu sungai yang
airnya masih murni belum tercemar limbah.
Setelah dilakukan pembajakan tanah kemudian diberi pupuk
kandang/kompos, dan pemberian pupuk kompos atau kandang ini
dijadikan sebagai pupuk dasar dalam budidaya padi organik. Kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
yang dilakukan setelah tanah diberi pupuk kandang atau kompos tanah
kemudian digaru (diratakan) agar tanah menjadi rata dan membenamkan
rumput-rumput yang masih ada dipermukaan. Atau sebelum dibajak, tanah
sudah terlebih dahulu disebari pupuk kandang atau kompos setelah itu
dibajak. Dari pengamatan dilapangan diperoleh juga tidak semua petani
menggunakan pupuk kandang atau kompos saja setelah pemupukan,
namun ada yang mencampurkan pupuk organik dengan pupuk kimia.
Para petani padi organik di Kecamatan Sambirejo sumber pengairan
sawahnya berasal dari sumber mata air. Di Kecamatan Sambirejo ada
sekitar tujuh sumber air yang dikelola pemerintah Sambirejo untuk
pengairan pertanian, tujuh sumber air ini adalah bendungan gepuk,
bendungan kedung gempol, bendungan nangsri, bendungan kedungsong,
bendungan gamping, bendungan sedayu, dan bendungan Serambang.
4. Tingkat Adopsi Pada Penanaman Padi Organik
Penanaman pada dasarnya memindahkan bibit yang siap tanam dari
tempat pembenihan ke lahan yang siap ditanami. Penilaian tingkat adopsi
teknologi budidaya padi organik pada tahap penanaman menggunakan
beberapa indikator, yang meliputi jarak tanam yang digunakan dan jumlah
bibit yang ditancapkan dalam setiap rumpun. Untuk mengetahui sikap
tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap penanaman
dapat dilihat pada tabel 5.14 :
Tabel 5.14. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Pada Tahap Penanaman Padi Organik.
No Kategori Skor Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rata-rata
1 Rendah 2-3,3 4 10 2 Sedang 3,4-4,7 12 30 2 3 Tinggi 4,8-6 23 60
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Tabel 5.14 diatas menjelaskan rata-rata tingkat adopsi petani pada
tahap penanaman padi organik berada pada tingkat sedang dan diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap
penanaman ini mayoritas masuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 23
responden atau 60 persen. Dari data diatas bisa diketahui bahwa sebagian
besar petani sudah menerapkan teknologi budidaya padi organik pada
tahap penanaman. Kategori sedang ada di urutan kedua dengan 12
responden atau 30 persen, dan kategori rendah ada di urutan ke tiga
dengan 4 responden atau 10 persen.
Jarak tanam antar tanaman di lahan juga mempengaruhi tinggi
rendahnya produktivitas padi, hal ini akan sangat terkait dengan
pemenuhan nutrisi dari tanah untuk tanaman itu sendiri serta penerimaan
sinar matahari dalam melakukan fotosintesi. Menurut andoko 2002 yang
dikutip dari Wahyu (2004) penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki
sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi
yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih
subur, jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang tidak subur.
Jumlah bibit dalam setiap rumpun (dapur) yang ideal adalah 3-4
bibit, namun hal ini sangat tergantung pada kondisi lahan serta varietas
yang digunakan. Apabila daya rumpunnya tinggi dan tanahnya subur maka
jumlah bibit yang dimasukan dalam satu rumpun juga sedikit sekitar 2-3
bibit. Berdasarkan tabel 5.13 tingkat penerapan teknologi budidaya padi
organik pada tahap penanaman padi organik masuk dalam kategori tinggi,
petani padi organik menanam padi dengan jarak 20 cm x 20cm. Petani
menanaman bibit dalam satu rumpun berjumlah 3-4 bibit. Petani padi
organik menancapkan bibit padinya dengan pola leter “L”, pola leter L
disini maksudnya adalah posisi akar diletakkan memanjang diatas tanah
sedangkan batang bibit tegak berdiri. Pola leter L ini bertujuan untuk
memperbanyak anakan yang akan tumbuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
5. Tingkat Adopsi Pada Perawatan Padi Organik
Bila pada budidaya padi non organik digunakan pupuk dan pestisida
kimia (non organik) maka pada budidaya padi organik menggunakan
pupuk dan pestisida organik. Berkaitan dengan pengendalian hama,
penyakit dan gulma, harus dikendalikan dengan salah satu atau kombinasi
dari cara-cara berikut ini:
a. Pemilihan spesies dan varietas yang sesuai.
b. Program rotasi yang tepat.
c. Pengolahan tanah secara mekanis.
d. Proteksi dengan menggunakan musuh alami melalui pemberian habitat
yang cocok, seperti misalnya sarang dan tempat menetas, zona buffer
ekologi yang menjaga vegetasi alami sebagai rumah bagi predator
hama.
e. Musuh alami termasuk pelepasan predator dan parasit.
f. Cara-cara biodinamik dari stone meal, kotoran hewan atau tanaman.
g. Mulsa dan pemangkasan.
h. Pengembalaaan ternak.
i. Pengendalian mekanis seperti perangkap, pemisah, sinar dan suara.
j. Sterilisasi dengan uap jika rotasi tidak dapat dilakukan (Seta, (2002)
dikutip dari Wahyu,( 2004))
Serangan hama, penyakit dan gulma sangat berat dan tindakan yang
dilakukan dengan cara-cara tersebut di atas dianggap kurang memadai
maka, perlu dilakukan dengan cara-cara lain yang diperkenankan dalam
produksi pertanian organik yaitu pestisida yang dibuat dari bahan-bahan
organik (Seta 2002, idem). Untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi
budidaya padi organik pada tahap perawatan dapat dilihat pada table 5. 15:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Tabel 5.15. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik Pada Tahap Perawatan Padi Organik.
No Kategori Skor Jumlah (orang)
Persentase (%) Rata-rata
1 Rendah 10-16 11 27,5 2 Sedang 17-23 16 40 2 3 Tinggi 24-30 13 32,5
Jumlah 40 100 Sumber : Analisis data primer 2010.
Penilaian tingkat adopsi pada tahap perawatan tanaman,
menggunakan beberapa indikator yang meliputi pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Berdasarkan tabel 5.15 diatas diperoleh
data rata-rata tingkat adopsi petani pada tahap perawatan padi organik
berada pada tingkat sedang dan diketahui bahwa tingkat penerapan
teknologi budidaya padi organik pada tahap perawatan ini mayoritas
masuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 16 responden atau 40 persen.
Kategori tinggi ada diurutan ke dua dengan jumlah responden sebanyak 13
orang atau 32,5 persen, dan kategori rendah ada di urutan terakhir dengan
jumlah responden sebanyak 11 orang atau 27,5 persen. Berdasarkan
analisis data dilapangan, diketahui bahwa petani padi organik di
kecamatan Sambirejo dalam melakukan pemupukan dasar menggunakan
pupuk kandang dan kompos.
Prinsip pertanian organik adalah tidak menggunakan pupuk kimia
(non organik) untuk memacu kesuburan tanah, tetapi untuk petani di
Kecamatan Sambirejo tidak bisa melepaskan budidaya padi organik dari
pemakaian pupuk kimia. Sehingga budidaya padi organik di Kecamatan
sambirejo merupakan budidaya padi semi organik, meskipun secara
penggunaan pupuk kimia sudah sedikit jumlahnya. Tetapi di Kecamatan
Sambirejo ada dua Desa yang sudah menerapkan dan bersetifikat organik
100 persen yaitu desa Sukorejo dan Jetis.
Kondisi diatas diakibatkan beberapa hal diantaranya adalah beberapa
petani masih menggunakan varietas IR 64 yang merupakan padi hibrida
yang membutuhkan pupuk kimia untuk memacu pertumbuhan dan faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
lainnya adalah letak geografis lahan persawahan, Desa Sukorejo dan Jetis
merupakan desa yang sumber airnya masih terjaga dari bahan kimia karena
letaknya dihulu sumber mata air, sedangkan untuk area persawahan di desa
yang lain sudah jauh dari hulu dan tercemar dengan bahan-bahan kimia
seperti limbah rumah tangga dan pupuk kimia yang terlarut bersama aliran
irigrasi. Pemupukan yang dilakukan oleh petani padi organik dilakukan 2-
3 kali tiap musim tanam yaitu pupuk dasar, pemupukan I yaitu dua pekan
setelah tanam dan pemupukan II yaitu saat tanaman berumur satu bulan.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk kompos, urin sapi,
score (ramuan empon-empon dan bahan alami lainnya), dan lain-lainnya.
Kebutuhan pupuk yang dibutuhkan tiap musim tanam untuk luas tanah per
hektar adalah lima ton pupuk.
Petani menggunakan pestisida organik yang dibuat masing-masing
kelompok untuk pengendalian hama dan penyakit, pestisida buatan ini
dibuat sesuai arahan dari penyuluh pertanian di Kecamatan Sambirejo.
Pestisida buatan ini menggunakan bahan-bahan alami seperti jahe, daun
mimba, gadung, cabe rawit, kunyit, urin sapi, tembakau, kencur dan
lainnya. Petani mencukupi kebutuhan pestisida nabati yang belum bisa
dibuat oleh kelompok dengan cara membeli di toko atau agen saprotan
organik.
Petani yang tidak sabar atau terlalu khawatir terhadap tanamannya
yang terkena serangan hama atau penyakit tidak puas dengan hanya
memakai pestisida organik lalu menggunakan bahan kimia seperti Regent
dan Bayer agar tanaman bisa segera sehat dan terbebas dari hama penyakit.
Dalam konsep pertanian organik perlu diperhatikan keseimbangan
ekosistem, termasuk keberadaan predator alami bagi hama dan penyakit
yang ada di area budidaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
C. Hubungan Antara Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani Dengan Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Padi Organik di Kecamaan Sambirejo Kabupaten Sragen
Penelitian ini mengkaji hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi
petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik di
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. hubungan antara faktor-faktor
sosial ekonomi petani dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi
organik tersaji dalam tabel 5.16.
Tabel 5.16. Hubungan Antara Sosial Ekonomi Pertanian Dengan Tingkat Penerapan Budidaya Padi Organik.
No. Variabel X Y total
Rs T hitung 1. X1 0,346* 2,273 2. X2 0,333* 2,177 3. X3 0,442** 3,037 4. X4 0,327* 2,133 5. X5 0,037 0,228 6. X6 0,371* 2,463 7. X7 0,291 1,875 8 X8 0,121 0,751
Sumber : analisis data primer 2010.
Diketahui : Ttab : 2,042 (α = 0,05) rs : Korelasi rank Spearman ** : Signifikan pada α = 0,01 * : Signifikan pada α = 0,05 X1 : Umur petani X2 : Pendidikan formal petani
X3 : Pendidikan non formal petani X4 : Pendapatan petani X5 : Luas lahan Petani X6 : Lingkungan sosial petani X7 : Pengalaman budidaya padi organik X8 : Kosmopolitan petani
Tabel 5.16 di atas diketahui bahwa hasil analisis menunjukkan
hubungan yang signifikan antara variabel faktor-faktor sosial ekonomi petani
dengan tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik, namun juga ada
yang tidak signifikan. Untuk mengetahui makna angka-angka hasil analisis di
atas dapat diuraikan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1. Hubungan Umur Petani Dengan Penerapan Teknologi Budidaya Padi
Organik
Melihat hasil analisis diperoleh nilai koefisien korelasi rs sebesar
0,346. Sehingga dapat dilihat bahwa pada taraf kepercayaan 95% dan t
hitung > t tabel (2,273 > 2,024) ini menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan antara umur petani dengan penerapan teknologi budidaya padi
organik. Hal ini karena umur akan mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam menerima informasi atau teknologi dan umur juga akan
berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam olah fisik maupun
keterampilannya. Artinya semakin tinggi umur petani semakin rendah
tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik. Hal ini dikarenakan
petani yang secara usia dia semakin tua atau lanjut usia responnya dalam
memahami dan menerima suatu inovasi akan semakin lamban.
Petani dengan usia yang lebih muda dia akan lebih mudah
menerima dan memahami inovasi yang ada. Hasil analisis dilapangan
menunjukan bahwa sebagian besar responden adalah berada pada usia
produktif dan 18 responden berumur sekitar 42 tahun-54 tahun, pada umur
inilah petani secara pengalaman bertani lebih banyak dibandingkan yang
lebih muda usianya dan pada umur inilah petani lebih mudah menerima
dan memahami inovasi dari pada petani yang usianya lebih tua.
2. Hubungan Pendidikan Formal Petani Dengan Penerapan Teknologi
Budidaya Padi Organik
Tabel 5.16 dijelaskan bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,333 maka t
hitung > t tabel (2,177 > 2,024) ini menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara pendidikan formal dengan penerapan teknologi budidaya
padi organik. Tingkat pendidikan yang semakin maju atau tinggi yang
dimiliki seseorang akan membuat orang tersebut semakin terbuka
menerima inovasi, karena pengetahuan yang dia miliki semakin luas,
interaksi dia dengan orang lainpun juga semakin banyak.
Hasil dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani, menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
semakin tingginya tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik. Hal
ini bisa terjadi dikarenakan semakin banyaknya pengetahuan yang
diperoleh petani tentang budidaya padi organik. Selain itu dengan
pendidikan yang tinggi membuat petani lebih terbuka dalam menerima
inovasi, karena petani lebih banyak informasi yang diperoleh sehingga dia
bisa menilai dan menimbang apa yang baik untuk petani lakukan.
Kondisi masyarakat yang sedemikian harus dibuat kebijakan yang
bisa meningkatkan pengetahuan petani, kebijakan itu salah satunya dengan
mengintensifkan kegiatan pendidikan informal atau non formal. Dari hasil
pengamatan dilapangan hal ini sudah baik pelaksanaannya, tetapi perlu
dievaluasi secara rutin untuk didapatkan metode yang lebih efektif. Salah
satunya adalah mengoptimalakan keberadaan tokoh-tokoh kunci di
masyarakat. Tokoh-tokoh kunci bisa membantu atau justru akan lebih
mudah mendapat kepercayaan petani padi secara luas.
3. Hubungan Pendidikan Non Formal Petani Dengan Penerapan
Teknologi Budidaya Padi Organik
Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,442
maka t hitung > t tabel (3,037 > 2,024) ini menunjukkan ada hubungan
yang sangat signifikan antara pendidikan non formal dengan penerapan
teknologi budidaya padi organik. Artinya pendidikan non formal
mengakibatkan dampak yang sangat signifikan terhadap tingkat penerapan
teknologi budidaya padi organik. Hal ini karena dengan pendidikan non
formal seperti kegiatan penyuluhan petani memperoleh informasi
mengenai budidaya padi organik. Pendidikan non formal yang sering
dilakukan saat ini adalah kegiatan penyuluhan yang rata-rata dilaksanakan
1 kali per bulan.
Untuk lebih mengintensifkan program pendidikan non formal agar
semakin sering diperoleh seluruh petani padi organik bisa ditempuh
dengan cara pemerintah melibatkan stakeholders yang lainnya, seperti
pelibatan pihak swasta, tokoh masyarakat, perusahaan-perusahaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk memberikan penyuluhan
kepada petani padi organik.
4. Hubungan Pendapatan Petani Dengan Penerapan Teknologi
Budidaya Padi Organik
Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,327
maka t hitung > t tabel (2,133 > 2,024) ini menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara pendapatan petani dengan penerapan teknologi
budidaya padi organik. Artinya semakin tinggi pendapatan petani maka
semakin tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik. Pendapatan
petani yang tinggi bisa meningkatkan area budidaya padi organik dan juga
untuk mencukupi upah tenaga kerja. Meningkatnya luas area produksi
memperbesar kemungkinan keuntungan yang diperoleh petani, karena
jumlah produksi juga meningkat.
Nilai ekonomi padi organik dengan padi biasa lebih tinggi. Dari
hasil wawancara dilapangan diperoleh data bahwa harga Gabah Kering
Panen (GKP) padi organik adalah sebesar sekitar 4000 rupiah per kilogram
sedangkan padi biasa sekitar 3000 rupiah per kilogram, atau selisih sekitar
1000 rupiah per kilogram. Dari hasil wawancara dengan petani rata-rata
produksi padi organik per musim tanam per hektar adalah sekitar 5-6 ton.
Padi organik tidak membutuhkan in put yang besar dari luar
terutama kebutuhan penggunaan pupuk atau pestisida kimia yang selama
ini menjadi beban tanggungan sendiri bagi petani dalam budidaya padi non
organik. Potensi pertanian organik yang hanya membutuhkan in put dari
luar yang sedikit ini mampu memperbesar keuntungan yang diperoleh
petani, apalagi nilai ekonomis padi organik relatif stabil dari pada padi
jenis non organik, karena harga padi organik cenderung stagnan saat harga
beras turun dan akan mengalami kenaikan ketika ada kenaikan harga.
Dengan demikian kehidupan petani dimungkinkan bertambah
kesejahteraannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
5. Hubungan Luas Lahan Petani Dengan Penerapan Teknologi
Budidaya Padi Organik
Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,037
maka t hitung < t tabel (0,228 < 2,024) ini menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara luas lahan petani dengan penerapan
teknologi budidaya padi organik. Hasil ini menunjukkan bahwa
penguasaan lahan usahatani tidak mempengaruhi tingkat penerapan
teknologi budidaya padi organik.
Kita ketahui bahwa di Indonesia banyak petani yang mempunyai
lahan pertanian dalam jumlah sempit. Kondisi inilah yang juga terjadi di
Kecamatan Sambirejo, sebagian besar petani di Kecamatan Sambirejo
mempunyai luas penguasaan lahan sebesar 0,25-0,65 Ha saja dan ada 30
orang responden yang masuk dalam kategori ini dimana ini adalah kategori
terendah, kondisi inilah yang memungkinkan terjadinya hubungan yang
tidak signifikan.
Luas lahan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap penerapan
teknologi budidaya padi organik, karena secara teknis perlakuan yang
diberikan sama, baik yang luas lahannya luas atau sempit. Yang
membedakan luas lahan yang luas dan sempit adalah kuantitasnya,
maksudnya adalah luas lahan yang luas dia membutuhkan jumlah pupuk
yang lebih banyak dibandingkan dengan yang lahan sempit, begitu juga
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lahan yang luas lebih
membutuhkan lebih banyak tenaga kerja disbanding yang lahan sempit.
6. Hubungan Lingkungan Sosial Dengan Penerapan Teknologi Budidaya
Padi Organik
Tabel 5.16 dapat diketahui bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,371
maka t hitung > t tabel (2,463 > 2,024) ini menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara lingkungan sosial petani dengan penerapan
teknologi budidaya padi organik. Hasil ini menunjukkan bahwa
lingkungan sosial petani mempengaruhi tingkat penerapan teknologi
budidaya padi organik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Semakin banyak petani mendapatkan saran atau informasi dari
orang-orang yang ada dilingkungan sosialnya seperti keluarga, tetangga,
anggota kelompok tani, dan juga pemerintah (PPL) menjadikan petani padi
organik paham dan terpengaruh dengan informasi yang diberikan.
Sehingga petani padi organik akan semakin yakin dengan penerapan
teknologi padi organik yang ia lakukan. Kecenderungan masyarakat kita
biasanya akan lebih mudah menerima saran atau ajakan dari orang yang
sudah dekata atau sudah dikenal.
Walaupun pada kenyataannya keputusan yang diambil oleh petani
didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman petani, namun peran
lingkungan sosial petani juga cukup berpengaruh terhadap adopsi
teknologi padi organik. Dari pengamatan dilapangan ditemukan bahwa
tetangga dan kelompok tani adalah orang-orang yang paling banyak
mempengaruhi petani dalam melakukan adopsi teknologi padi organik, hal
ini karena orang-orang inilah yang paling banyak berinteraksi dengan
petani.
Nilai rs yang positif ini menunjukkan hubungan yang searah antara
lingkungan sosial petani dengan penerapan teknologi budidaya padi
organik, yaitu semakin tinggi lingkungan sosial yang terlibat dalam
budidaya padi organik maka tingkat penerapan teknologi padi organik juga
akan semakin baik.
7. Hubungan Pengalaman Budidaya Padi Organik Dengan Penerapan
Teknologi Budidaya Padi Organik
Tabel 5.16 dapat diketahui bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,291
maka t hitung < t tabel (1,875 < 2,024) ini menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengalaman budidaya padi organik
dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
Hal ini dikarenakan program pertanian organik di Kabupaten
Sragen dimulai serempak pada tahun 2003, sehingga rata-rata responden
juga baru membudidayakan padi organik pada tahun tersebut, dari data
yang didapatkan di lapangan ada sekitar 35 persen responden mulai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
melaksanakan budidaya padi organik pada tahun 2003. Hal lain yang
menyebabkan pengalaman tidak signifikan terhadap penerapan teknologi
budidaya padi organik adalah tingkat pendidikan formal ataupun non
formal petani dan pengaruh lingkungan sosial petani. Dua hal ini adalah
hal yang sangat berpengaruh terhadap penerapan teknologi budidaya padi
organik. Data dari hasil penelitian tingkat pendidikan non formal petani di
Sambirejo sudah bagus dimana mereka rutin mengadakan kegiatan
penyuluhan sebulan sekali, dan pengaruh lingkungan sosial petani yang
mendukung petani dalam membudidayakan padi organik.
Faktor-faktor ini yang menyebabkan pengalaman tidak begitu
signifikan dalam mempengaruhi penerapan teknologi padi organik. Nilai rs
yang positif ini menunjukkan hubungan yang searah antara pengalaman
petani membudidayakan padi organik dengan penerapan teknologi
budidaya padi organik, yaitu semakin tinggi pengalaman petani
membudidayakan padi organik maka tingkat penerapan teknologi padi
organik juga akan semakin baik.
8. Hubungan Kosmopolitan Dengan Penerapan Teknologi Budidaya
Padi Organik
Tabel 5.16. dapat diketahui bahwa nilai koefisien rs sebesar 0,121
maka t hitung < t tabel (0,751< 2,024) ini menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara kosmopolitan petani dengan penerapan
teknologi budidaya padi organik.
Hal ini disebabkan karena Kecamatan Sambirejo merupakan salah
satu kecamatan yang mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam
pengembangan budidaya padi organik, termasuk dalam hal pemberian
informasi kepada para petani di Kecamatan Sambirejo. Sehingga tingkat
penerapan budidaya padi organik di Kecamatan Sambirejo tergolong
tinggi. Oleh sebab itu, petani jarang pergi keluar kota untuk mencari
informasi yang berkaitan dengan budidaya padi organik. Hal lain yang
menyebabkan tingkat kosmopolitan tidak signifikan terhadap penerapan
teknologi budidaya padi organik adalah tingkat pendidikan formal ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
non formal petani dan pengaruh lingkungan sosial petani. Dua hal ini
adalah hal yang berpengaruh terhadap penerapan teknologi budidaya padi
organik. Data dari hasil penelitian tingkat pendidikan non formal petani di
Sambirejo sudah bagus dimana mereka rutin mengadakan kegiatan
penyuluhan sebulan sekali, dan pengaruh lingkungan sosial petani yang
mendukung petani dalam membudidayakan padi organik. Faktor-faktor ini
yang menyebabkan tingkat kosmopolitan tidak begitu signifikan dalam
mempengaruhi penerapan teknologi padi organik.
Tidak semua petani padi organik di Kecamatan Sambirejo jarang
pergi keluar kota, terutama para ketua kelompok tani mereka lebih sering
keluar daerah untuk mengikuti pelatihan atau mencari informasi tentang
budidaya padi organik. Selain itu Kecamatan Sambirejo merupakan sentra
produksi padi organik yang dijadikan tempat studi banding oleh petani-
petani padi organik dari kota-kota yang lain. Nilai rs yang positif ini
menunjukkan hubungan yang searah antara kosmopolitan petani dengan
penerapan teknologi budidaya padi organik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kondisi faktor-faktor sosial ekonomi petani di Kecamatan Sambirejo menurut
penelitian ini diketahui sebagai berikut:
a) Faktor umur petani mayoritas berada pada kategori sedang, sedangkan
untuk rata-rata umur petani berada pada kategori sedang.
b) Faktor pendidikan formal petani mayoritas berada pada kategori rendah,
sedangkan untuk rata-rata pendidikan formal petani berada pada kategori
sedang.
c) Faktor pendidikan non formal petani mayoritas berada pada kategori
sedang, sedangkan untuk rata-rata pendidikan non formal petani berada
pada kategori sedang.
d) Faktor pendapatan petani mayoritas berada pada kategori tinggi,
sedangkan untuk rata-rata pendapatan petani berada pada kategori sedang.
e) Faktor luas lahan petani mayoritas berada pada kategori rendah, sedangkan
untuk rata-rata luas lahan petani berada pada kategori rendah.
f) Faktor lingkungan sosial petani mayoritas berada pada kategori tinggi,
sedangkan untuk rata-rata lingkungan sosial petani berada pada kategori
sedang.
g) Faktor pengalaman usaha tani padi organik petani berada pada kategori
sedang.
h) Faktor kosmopolitan petani mayoritas berada pada kategori sedang,
sedangkan untuk rata-rata kosmopolitan petani berada pada kategori
sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Kondisi tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik adalah sebagai
berikut :
a) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik oleh petani mayoritas
berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat penerapan
teknologi padi organik berada pada kategori sedang.
b) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap pemilihan
berada pada kategori sedang, sedangkan rata-rata tingkat penerapan
teknologi padi organik pada tahap pemilihan berada pada kategori sedang.
c) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap
pembenihan berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat
penerapan teknologi padi organik pada tahap pembenihan berada pada
kategori sedang.
d) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap penyiapan
lahan berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat penerapan
teknologi padi organik pada tahap penyiapan lahan berada pada kategori
sedang.
e) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap penanaman
berada pada kategori tinggi, sedangkan rata-rata tingkat penerapan
teknologi padi organik pada tahap penanaman berada pada kategori
sedang.
f) Tingkat penerapan teknologi budidaya padi organik pada tahap perawatan
berada pada kategori sedang, sedangkan rata-rata tingkat penerapan
teknologi padi organik pada tahap perawatan berada pada kategori sedang.
3. Hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat
penerapan teknologi budidaya padi organik di Kecamatan Sambirejo
Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :
a) Terdapat hubungan yang signifikan dimana ini berarti ada hubungan nyata
antara umur petani dengan penerapan teknologi budidaya padi organik.
Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
b) Terdapat hubungan yang signifikan dimana ini berarti ada hubungan nyata
antara pendidikan formal petani dengan penerapan teknologi budidaya
padi organik. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
c) Terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana ini berarti ada
hubungan nyata antara pendidikan non formal petani dengan penerapan
teknologi budidaya padi organik. Pada tingkat kepercayaan 99
persen (α = 0,01)
d) Terdapat hubungan yang signifikan dimana ini berarti ada hubungan nyata
antara pendapatan petani dengan penerapan teknologi budidaya padi
organik. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
e) Terdapat hubungan yang tidak signifikan dimana ini berarti tidak ada
hubungan nyata antara luas lahan petani dengan penerapan teknologi
budidaya padi organik. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
f) Terdapat hubungan yang signifikan dimana ini berarti ada hubungan nyata
antara lingkungan sosial petani dengan penerapan teknologi budidaya padi
organik. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
g) Terdapat hubungan yang tidak signifikan dimana ini berarti tidak ada
hubungan nyata antara pengalaman budidaya padi organik dengan
penerapan teknologi budidaya padi organik. Pada tingkat kepercayaan 95
persen (α = 0,05)
h) Terdapat hubungan yang tidak signifikan dimana ini berarti tidak ada
hubungan nyata antara kosmopolitan dengan penerapan teknologi
budidaya padi organik. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (α = 0,05)
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian hubungan sosial ekonomi petani
dengan tingkat penerapan teknologi padi organik, dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Pertemuan rutin antara penyuluh dan petani perlu dijaga kesinambungannya. 2. Mengoptimalkan petani muda dalam agenda-agenda pelatihan dan lain
sebagainya agar mampu menularkan pembelajaran bagi petani lain yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
secara usia lebih senior. Hal ini karena petani muda lebih mudah menerima dan memahami informasi dibandingkan dengan petani yang sudah senior.
3. Pemerintah diharapkan bisa menambah kegiatan pendidikan non formal kepada petani agar kemampuan petani akan semakin bertambah dan akan mempunyai nilai tawar yang tinggi. Usaha peniningkatan pendidikan non formal ini bisa melibatkan stakholders lainnya.