digilib.unmuhjember.ac.iddigilib.unmuhjember.ac.id/files/.../umj-1x-andrianas-440… · web...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Peraturan Presiden nomer 19 tahun 2016 tentang kenaikan tarif BPJS kesehatan di kabupaten Jember.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif melalui pendekatan kualitatif, dan dasar penelitin terjun langsung dalam mengumpulkan data dengan teknik wawancara. Hal ini dimasukkan guna untuk mengetahui adanya pengaruh dalam peraturan presiden nomer 16 tahun 2016 tentang kenaikan tarif pembayaran BPJS di masyarakat hususnya di kabupaten jember.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan atas iuran bulana yang di tetapkan oleh presiden tahun 2016 masih sangat minim terutama para pengguna yang jarang menggunakan fasilitas jaminan kesehatan.
Kata kunci : Peraturan Presiden, Kenaikan Tarif Kesahatan.
ABSTRACT
This study aims to determine the implementation of the presidential decree
number 19 in 2016 on a rate increase of social security health agency in the
district jember.
Kind used research in this research is descriptive research tife through a
qualitative approach , and basic research directly involved in collecting data by
interview .It is included in order to determine the effect of the presidential decree
number 16 in 2016 about the increase rate of payment of social security agencies
in the community hususnya in Jember district .
From the results of this study indicate that the level of compliance on a flat
monthly fee set by the president in 2016 is still very low , especially those users
who rarely use social security facilities.
Keywords : a presidential decree , the rate increase health
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Animo masyarakat Jawa Timur untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan di
Provinsi Jawa Timur terus meningkat. Saat ini, jumlah peserta BPJS Kesehatan
mencapai 21,4 juta dari total penduduk Jawa Timur sekitar 38 juta jiwa.
BPJS Kesehatan Devisi Regional 7 Jawa Timur, telah merilis data,
mayoritas dari kepesertaan ini adalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI),
termasuk peserta Jamkesda yang sudah terintegrasi dengan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Dari 38 kabupaten di Jawa Timur, 13 di antaranya
mengintegrasikan Jamkesda ke JKN. Ditargetkan semua kabupaten terintegrasi di
2016. Namun, kepatuhan peserta, khususnya peserta bukan penerima upah
(PBPU) atau peserta mandiri di provinsi ini masih fluktuatif.
Sistem Jaminan Sosial Nasional Merupakan Program Negara Yang
Bertujuan Memberikan Kepastian Perlindungan Dan Kesejahteraan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Yaitu: Dalam Pasal 28 H Ayat (1), Ayat (2) Dan Ayat (3) Dan Pasal 34 Ayat (1)
Ayat (2) Dan Melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
X/Mpr/2001, Dimana Presiden Ditugaskan Untuk Membentuk Sistem Jaminan
Sosial Nasional Dalam Rangka Memberikan Perlindungan Sosial Bagi
Masyarakat Yang Lebih Menyeluruh Dan Terpadu.
Jaminan Sosial ini Merupakan Satu Bentuk Sistem Perlindungan Sosial.
Rys (2011) Menyatakan Perlindungan Sosial Lazimnya Dipahami Sebagai
Intervensi Terpadu Oleh Berbagai Pihak Untuk Melindungi Individu, Keluarga,
Atau Komunitas dari berbagai resiko kehidupan sehari-hari yang mungkin terjadi,
atau untuk mengatasi berbagai dampak guncangan ekonomi, atau untuk
memberikan dukungan bagi kelompok-kelompok rentan di masyarakat. Sistem
perlindungan sosial yang bersifat formal dapat dikelompokkan dalam beberapa
Bentuk Yaitu (I) Bantuan Sosial (Social Assistance), (Ii) Tabungan Hari Tua
(Provident Fund), (Iii) Asuransi Sosial (Social Assurance), (Iv) Tanggung Jawab
Pemberi Kerja (Employer’s Liability) (Kertonegoro, 1982).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sjsn) Sebagai
Wujud Komitmen Pemerintahan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Nasional, Selanjutnya Ditindaklanjuti Dengan Membentuk Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (Bpjs) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. hal ini juga berkait dengan
Keputusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Perkara Nomor 007/Puu-Iii/2005.
pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (bpjs) juga akan
melahirkan transformasi kelembagaan dari beberapa perusahaan persero yang
selama ini ada, yaitu: pt. jamsostek (persero), pt. taspen (persero), pt. asabri
(persero) dan pt. askes (persero), menjadi badan penyelenggara jaminan sosial
(bpjs), yang berubah status menjadi badan hukum publik. selain itu badan
penyelenggara jaminan sosial selanjutnya akan dilaksanakan oleh 2 (dua) badan
penyelenggara jaminan sosial (bpjs), yaitu badan penyelenggara jaminan sosial
(bpjs) kesehatan dan badan penyelenggara jaminan sosial (bpjs) Ketenagakerjaan.
Transformasi Badan-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tersebut Akan
Dilanjutkan Dengan Pengalihan Peserta, Program, Aset Dan Liabilitas, Pegawai,
Serta Hak Dan Kewajiban
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional. Pemerintah sebagai instansi tertinggi yang bertanggungjawab atas
pemeliharaan harus pula memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan penyediaan
sarana pelayanan kesehatan.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan bahwa kesehatan
merupakan investasi, hak, dan kewajiban setiap manusia. Kutipan tersebut juga
tertuang dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 selanjutnya
disingkat dengan (UUD NRI) dan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan selanjutnya disingkat dengan (UUK), menetapkan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga
dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan
negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Oleh karena itu
pemerintah mengambil kebijakan strategis untuk menggratiskan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin. Sejak januari 2005 program ini menjadi
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (PJPKM) Yang populer
dengan nama Askeskin. Pada tahun 2008 program askeskin ini di ubah namanya
menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
Kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan. UUD 1945 mengamanatkan bahwa jaminan
kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang miskin dan tidak mampu, adalah
tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Pada UUD 1945 Perubahan, Pasal
34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah menjalankan UUD 1945 tersebut
dengan mengeluarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) untuk memberikan jaminan sosial menyeluruh bagi setiap orang
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Dalam UU No 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004, SJSN diselenggarakan dengan
mekanisme Asuransi Sosial dimana setiap peserta wajib membayar iuran guna
memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta
dan/atau anggota keluarganya. Dalam SJSN, terdapat Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang merupakan bentuk komitmen pemerintah terhadap
pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat Indonesia seluruhnya. Sebelum JKN,
pemerintah telah berupaya merintis beberapa bentuk jaminan sosial di bidang
kesehatan, antara lain Askes Sosial bagi pegawai negeri sipil (PNS), penerima
pensiun dan veteran, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek bagi
pegawai BUMN dan swasta, serta Jaminan Kesehatan bagi TNI dan Polri. Untuk
masyarakat miskin dan tidak mampu, sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan
telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, yang awalnya dikenal
dengan nama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin
(JPKMM), atau lebih populer dengan nama program Askeskin (Asuransi
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin). Kemudian sejak tahun 2008 sampai dengan
tahun 2013, program ini berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas).
Seiring dengan dimulainya JKN per 1 Januari 2014, semua program
jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah tersebut (Askes PNS, JPK
Jamsostek, TNI, Polri, dan Jamkesmas), diintegrasikan ke dalam satu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Sama halnya dengan
program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran
JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, maka Jaminan
Kesehatan Nasional dikelola dengan prinsip :
1. Gotong royong. Dengan kewajiban semua peserta membayar iuran
maka akan terjadi prinsip gotong royong dimana yang sehat membantu
yang sakit, yang kaya membantu yang miskin
2. Nirlaba. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak diperbolehkan
mencari untung. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana
amanat, sehingga hasil pengembangannya harus dimanfaatkan untuk
kepentingan peserta.
3. Keterbukaan, kehati – hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangan
4. Portabilitas, Prinsip ini menjamin bahwa sekalipun peserta berpindah
tempat tinggal atau pekerjaan, selama masih di wilayah Negara
Republik Indonesia tetap dapat mempergunakan hak sebagai peserta
JKN
5. Kepesertaan bersifat wajib. Agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.
6. Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik – baiknya
demi kepentingan peserta.
7. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar – besar kepentingan peserta.
Prinsip pelaksanaan program JKN di atas, maka kepesertaan bersifat
wajib. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta JKN
terdiri dari Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Non Penerima
Bantuan Iuran (Non PBI). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012
tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, diantaranya disebutkan
bahwa:
1. Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh Menteri
Sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri dan/atau pimpinan
lembaga terkait.
2. Hasil pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang dilakukan
oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
statistik (BPS) diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri Sosial untuk
dijadikan data terpadu.
3. Data terpadu yang ditetapkan oleh Menteri Sosial dirinci menurut
provinsi dan kabupaten/kota dan menjadi dasar bagi penentuan jumlah
nasional PBI Jaminan Kesehatan
4. Menteri Kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan
Kesehatan sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS
Kesehatan.
Untuk tahun 2014, peserta PBI JKN berjumlah 86,4 juta jiwa yang datanya
mengacu pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan
Sosial (PPLS) yang dilaksanakan pada tahun 2011 oleh BPS dan dikelola oleh
Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Namun demikian, mengingat sifat data kepesertaan yang dinamis, dimana
terjadi kematian, bayi baru lahir, pindah alamat, atau peserta adalah PNS, maka
Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 149 tahun 2013 yang
memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk mengusulkan peserta
pengganti yang jumlahnya sama dengan jumlah peserta yang diganti. Adapun
peserta yang dapat diganti adalah mereka yang sudah meninggal, merupakan
PNS/TNI/POLRI, pensiunan PNS/TNI/POLRI, tidak diketahui keberadaannya,
atau peserta memiliki jaminan kesehatan lainnya. Disamping itu, sifat dinamis
kepesertaan ini juga menyangkut perpindahan tingkat kesejahteraan peserta,
sehingga banyak peserta yang dulu terdaftar sebagai peserta Jamkesmas saat ini
tidak lagi masuk ke dalam BDT.
Penduduk Indonesia berdasarkan sensus pada tahun 2010 sebanyak
237.556.363 jiwa, data kementrian kesehatan tahun 2010 menunjukan bahwa
penduduk Indonesia yang telah memiliki jaminan kesehatan adalah 60,24℅ atau
sejumlah 14.179.507 jiwa, dan 39,76℅ atau 95.376.856 penduduk belum
mempunyai jaminan kesehatan (bps.go.id).
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS kesehatan adalah badan
hukum publik yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bgi
seluruh masyarakat Indonesia termasuk warga asing yang bekerja paling singkat 6
bulan di Indonesia. Peserta BPJS terdiri dari peserta bantuan iur (PBI) yang terdiri
dari fakir miskin serta orang tidak mampu, dan golongan non PBI atau peserta
dari peralihan ASKES (UU BPJS, 2011).
Pengalihan program ini meliputi 6 hal yaitu pelaksanaan koordinasi dan
simulasi dalam proses pengalihan program jamkesmas ke dalam BPJS kesehatan,
pelaksanaan sosialisasi jaminan kesehatan nasional, penyelesaian pembayaran
terhadap klaim fasilitas pelayanan kesehatan yang telah memberikan pelayanan
kesehatan kepada peserta jamkesmas, pendayagunaan verifikator independen
jamkesmas menjadi sumberdaya manusia yang diperlukan BPJS kesehatan sesuai
kualifikasi, pemanfaatan teknologi aplikasi verifikasi klaim dan sistem pelaporan
pelaksanaan jamkesmas ke dalam BPJS kesehatan dan, pengalihan data
kepesertaan penerima jamkesmas tahun 2013 ke dalam BPJS kesehatan sebagai
peserta penerima bantuan iuran (www.depkes.go.id)
Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat indonesia. Peran strategis ini di peroleh karena Rumah
Sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat tehnologi dan padat pakar (Aditama,
2003).
Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, akan berpengaruh
terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, di
samping itu menyelenggarakan pelayanan kesehatan Rumah Sakit juga banyak
disorot oleh masyarakat mengenai kinerja tenaga- tenaga kesehatan selain
masyarakat juga mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan
kesehatan terutama pelayanan keperawatan. Di Rumah Sakit, sumber daya
manusia terbanyak yang berinteraksi secara langsung dengan pasien adalah
perawat, sehingga kualitas pelayanan yang dilaksanakan oleh perawat dapat
dinilai sebagai indicator baik apa buruknya kualitas pelayanan di Rumah Sakit.
Sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan BPJS, keluarga peserta
seringkali mengeluh kurang puas dengan pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Mereka menganggap bahwa pasien yang menjadi peserta jamkesmas mendapat
pelayanan dan perlakuan yang berbeda dengan pasien lain di beberapa Rumah
Sakit, baik yang di rawat maupun yang hanya berobat.
Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin melalui program jamkemas belum optimal. Lembaga Swadaya
Masyarakat itu menyatakan, meski hasil survey menunjukkan sebagian peserta
jamkesmas (83,2%) menyatakan puas dengan pelayanan kesehatan yang di
berikan, namun masih ada peserta yang tidak puas denga pelayanan Dokter (5%),
perawat (4,7%,) dan petugas kesehatan (4,7%). Hasil observasi ICW
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta jamkesmas belum
baik jika di lihat berdasarkan panjangnya antrian berobat, sempitnya ruang tunggu
dan lamanya peserta dalam menunggu waktu operasi. Beberapa peserta
jamkesmas mengeluhkan kekecewaan yang berkaitan dengan rumitnya proses
administrasi untuk mengurus persyaratan jamkesmas, sikap perawat dan dokter
yang tak ramah, lamanya waktu menunggu tindakan-tindakan medis atau operasi
dan fasilitas ruang rawat yang terbatas, bahkan berita penolakan terhadap pasien
jamkesmas sering terdengar (Tempo, 2009).
Dari temuan survey CRC (Citizen Report Cards) Tahun 2010 yang
dilakukan ICW terhadap 989 pasien miskin pemegang kartu jamkesmas,
jamkesda, gakin dan SKTM pada 19 Rumah Sakit pemerintah dan swasta di
Jabotabek, sebagian pasien miskin pemegang kartu jamkesmas, jamkesda, gakin
dan SKTM (70%) masih mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit. Keluhan tersebut
antara lain terkait dengan pelayanan administrasi, perawat, sarana dan prasarana,
uang muka, obat, biaya dan layanan Rumah Sakit lainnya, karena hal tersebut
sangat erat kaitannya dengan implikasi kefluktuatifan tingkat kepatuhan peserta
BPJS Kesehatan.
Per tanggal 1 April 2016, BPJS Kesehatan menaikkan tariff nya menurut
peraturan presiden no 19 tahun 2016. Berdasarkan apa yang dipaparkan diatas,
penulis tertarik untuk meneliti dengan judul: Implementasi Peraturan Presiden No
19 Tahun 2016 mengenai kenaikan tarif BPJS Kesehatan di Kabupaten Jember.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian yang diambil oleh peneliti yaitu:
1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Presiden No 19 Tahun 2016
mengenai kenaikan tarif BPJS Kesehatan di Kabupaten Jember ?
2. Bagaimanakah kepatuhan peserta BPJS Kesehatan terkait Peraturan
Presiden No 19 Tahun 2016 mengenai kenaikan tarif BPJS Kesehatan
di Kabupaten Jember ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan implementasi Peraturan Presiden No 19 Tahun
2016 mengenai kenaikan tarif BPJS Kesehatan di Kabupaten Jember.
2. Untuk mendeskripsikan tingkat kepatuhan peserta BPJS Kesehatan
terkait Peraturan Presiden No 19 Tahun 2016 mengenai kenaikan tarif
BPJS Kesehatan di Kabupaten Jember.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap bahwa penilitian ini dapat digunakan sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis:
a) Dapat mengasah kepekaan terhadap isu yang berkembang di dunia
sosial dan politik
b) Dapat menjadikan karya tulis ilmiah ini menjadi tolok ukur
kemampuan memecahkan masalah
c) Dapat menciptakan kesadaran berpartisipasi politik dalam
kesehariannya
d) Dapat menerapkan dan mengamalkan ilmu pemerintahan yang telah
dimiliki untuk masyarakat.
2. Manfaat praktis:
a) Hasil penelitian ini diharapkan sebagai acuan dan titik tolak bagi
peneliti yang ingin mengembangkan teori-teori pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan public.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
memperkuat strategi dalam menyikapi kepatuhan peserta BPJS
Kesehatan baik mandiri maupun non mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Implementasi
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan
implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan
Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas
yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang
saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan
Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70)
mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa”.
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-
sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh
karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek
berikutnya yaitu kurikulum. Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum
menurut Fullan merupakan proses untuk melaksanakan ide, program atau
seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan
melakukan perubahan. Dalam konteks implementasi kurikulum pendekatan-
pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses.
Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang digunakan
untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang dituangkan
dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan desain
tersebut. Masing-masing pendekatan itu mencerminkan tingkat pelaksanaan yang
berbeda. Dalam kaitannya dengan pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman
(2004) menjelaskan bahwa pendekatan pertama, menggambarkan implementasi
itu dilakukan sebelum penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses
dalam pendekatan ini adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan
program, mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode
pengajaran yang diugunakan. Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman
(2002) menekankan pada fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini
lebih menekankan pada interaksi antara pengembang dan guru (praktisi
pendidikan). Pengembang melakukan pemeriksaan pada program baru yang
direncanakan, sumber-sumber baru, dan memasukan isi/materi baru ke program
yang sudah ada berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-
pengalaman guru. Interaksi antara pengembang dan guru terjadi dalam rangka
penyempurnaan program, pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-
diskusi dengan guru-guru untuk memperoleh masukan. Implementasi dianggap
selesai manakala proses penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap.
Sedangkan pendekatan ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang
implementasi sebagai bagian dari program kurikulum. Proses implementasi
dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan megadopsi program-program
yang sudah direncanakan dan sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum
desain (dokumentasi).
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah
kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan
sepenuhnya.Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat
oleh seorangInsinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas
kalkirnya makaimpelemntasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan
yang telah dibuattadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng
atau tidak sesuai denganrancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak
sama dengan hasilrancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan yang
telah di buat karenarancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit, sulit dan
telah sempurna darisisi perancang dan rancangan itu. Maka implementasi
kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah
direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati dan
keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadiapabila yang dilaksanakan
bertolak belakang atau menyimpang dari yang telahdirancang maka terjadilah
kesia-sian antara rancangan dengan implementasi.Rancangan kurikulum dan
impelemntasi kurikulum adalah sebuah sistem danmembentuk sebuah garis lurus
dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam artiimpementasi mencerminkan
rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guruserta aktor lapangan lain
yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai intikurikulum untuk
memahami perancangan kuirkulum dengan baik dan benar.
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan
implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan
Usman, 2004:70) mengemukakan bahwa ”implementasi adalah perluasan aktivitas
yang saling menyesuaikan”. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang
saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan
Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70)
mengemukakan bahwa ”implementasi adalah sistem rekayasa.” Pengertian-
pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada
aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan
mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi
suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena
itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya
yaitu kurikulum.
Dalam kenyataannya, implementasi kurikulum menurut Fullan merupakan
proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan
harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Dalam konteks
implementasi kurikulum pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas
memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses,
suatu aktivitas yang digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau
harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis) agar
dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut. Masing-masing pendekatan itu
mencerminkan tingkat pelaksanaan yang berbeda. Dalam kaitannya dengan
pendekatan yang dimaksud, Nurdin dan Usman (2004) menjelaskan bahwa
pendekatan pertama, menggambarkan implementasi itu dilakukan sebelum
penyebaran (desiminasi) kurikulum desain. Kata proses dalam pendekatan ini
adalah aktivitas yang berkaitan dengan penjelasan tujuan program,
mendeskripsikan sumber-sumber baru dan mendemosntrasikan metode pengajaran
yang digunakan.
Pendekatan kedua, menurut Nurdin dan Usman (2002) menekankan pada
fase penyempurnaan. Kata proses dalam pendekatan ini lebih menekankan pada
interaksi antara pengembang dan guru (praktisi pendidikan). Pengembang
melakukan pemeriksaan pada program baru yang direncanakan, sumber-sumber
baru, dan memasukan isi/materi baru ke program yang sudah ada berdasarkan
hasil uji coba di lapangan dan pengalaman-pengalaman guru. Interaksi antara
pengembang dan guru terjadi dalam rangka penyempurnaan program,
pengembang mengadakan lokakarya atau diskusi-diskusi dengan guru-guru untuk
memperoleh masukan. Implementasi dianggap selesai manakala proses
penyempurnaan program baru dipandang sudah lengkap. Sedangkan pendekatan
ketiga, Nurdin dan Usman (2002) memandang implementasi sebagai bagian dari
program kurikulum. Proses implementasi dilakukan dengan mengikuti
perkembangan dan megadopsi program-program yang sudah direncanakan dan
sudah diorganisasikan dalam bentuk kurikulum desain (dokumentasi).
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan. Artinya yang dilaksanakan dan diterapkan adalah
kurikulum yang telah dirancang/didesain untuk kemudian dijalankan
sepenuhnya.Kalau diibaratkan dengan sebuah rancangan bangunan yang dibuat
oleh seorangInsinyur bangunan tentang rancangan sebuah rumah pada kertas
kalkirnya makaimpelemntasi yang dilakukan oleh para tukang adalah rancangan
yang telah dibuattadi dan sangat tidak mungkin atau mustahil akan melenceng
atau tidak sesuai denganrancangan, apabila yang dilakukan oleh para tukang tidak
sama dengan hasilrancangan akan terjadi masalah besar dengan bangunan yang
telah di buat karena rancangan adalah sebuah proses yang panjang, rumit, sulit
dan telah sempurna darisisi perancang dan rancangan itu. Maka implementasi
kurikulum juga dituntut untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang telah
direncanakan dalam kurikulumnya untuk dijalankan dengan segenap hati dan
keinginan kuat, permasalahan besar akan terjadiapabila yang dilaksanakan
bertolak belakang atau menyimpang dari yang telahdirancang maka terjadilah
kesia-sian antara rancangan dengan implementasi.Rancangan kurikulum dan
impelemntasi kurikulum adalah sebuah sistem danmembentuk sebuah garis lurus
dalam hubungannya (konsep linearitas) dalam artiimpementasi mencerminkan
rancangan, maka sangat penting sekali pemahaman guruserta aktor lapangan lain
yang terlibat dalam proses belajar mengajar sebagai intikurikulum untuk
memahami perancangan kuirkulum dengan baik dan benar.
Berikut adalah model skema implementasi:
Gambar 2.1 : Skema model implementasi
2.2 Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan
hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya
suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan
hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya
berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme
politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan
eksplisit.
Sering diperdebatkan apa perbedaan antara kebijakan dengan
kebijaksanaan. Ini terjadi, karena dua kata ini, kebijakan dan kebijaksanaan, sama-
sama belum dibakukan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam pengertian kedua kata
ini masih belum disepakati penggunaannya. Namun, menurut Zaenuddin Kabai,
kebijakan adalah formalisasi dari sebuah kebijaksanaan, mengingat seringnya kata
kebijakan digunakan pada lingkungan-lingkungan formal (organisasi atau
pemerintahan). Menarik juga untuk memperhatikan pengertian kebijakan yang
dikemukakan oleh beberapa ahli atau organisasi berikut ini:
1. Menurut Lasswell (1970): kebijakan adalah sebagai suatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a
projected program of goals values and practices).
2. Menurut Anderson (1979): kebijakan adalah serangkaian tindakan
yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh
para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah (a purposive corse of
problem or matter of concern).
3. Menurut Heclo (1977): kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
4. Menurut Eulau (1977): kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan
oleh tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka
yang membuat dan melaksanakan kebijakan.
5. Menurut Amara Raksasa Taya (1976): kebijakan adalah suatu taktik
atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
6. Menurut Friedrik (1963): kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
diajukan seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu
dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta
kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam
upaya mencapai tujuan.
7. Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan keputusan
yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha
memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
8. Menurut Carter V. Good (1959): kebijakan adalah sebuah
pertimbangan yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian
terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan
perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam
pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.
9. Menurut Indrafachrudi (1984): kebijakan adalah suatu ketentuan pokok
yang menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi
atau pengelolaan.
10. Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang
untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
11. Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar
pedoman (untuk) bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program
mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
12. Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan,
kepemimpinan, serta cara bertindak (tetang perintah, organisasi, dan
sebagainya).
13. Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai
tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk
memecahkan suatu masalah.
Menurut Musto padidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi
yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau
untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat
dijadikan pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang
harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana
kebijakan, (2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah
ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun
dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum public
yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011
tentang BPJS).
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) BPJS (Badan
Penyelengaraan
JaminanSosial) Kesehatan adalah Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yang
dibentuk pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan untuk masyarakat.
1. BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah
pengganti layanan kesehatan dari PT.ASKES dan juga
PT.JAMSOSTEK.
2. BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah
program SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) yang di khususkan
untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia yang
menitikberatkan kepada pemerataan pelayanan kesehatan.
3. BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah
program untuk semua masyarakat tanpa terkecuali.
4. BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan memiliki 2
jenis, yaitu DPI (Dots Per Inch) dan non DPI (Dots Per Inch). Dimana
anggota DPI (Dots Per Inch) iuran dibayarkan oleh pemerintah,
sedangkan non DPI (Dots Per inch) iuran membayar sendiri
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada
setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah.(UU
No.40 tahun 2004 tentang SJSN).
Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk
memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan
program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS
memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.
Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan
sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut
secara transparan.
2.2.1. Dasar Hukum
Dasar hukum dalam penyelenggaraan program BPJS ini adalah :
1. Undang – Undang
a) UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN
b) UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
2. Peraturan Pemerintah
a) PP No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang
subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi
kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun.
b) PP No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
c) PP No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi
administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara
dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan penerima
bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
d) PP No. 87 Tahun 2013 tentang tatacara pengelolaan aset jaminan
sosial kesehatan.
e) Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas perpres no. 12
Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.
f) Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan
program jaminan sosial.
g) Perpres No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan
pengelolaan program jaminan sosial.
h) Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu
berkaitan dengan kegiatan operasional kementerian pertahanan,
TNI, dan Kepolisian NRI.
i) Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.
2.2.2. Pengertian BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum public
yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011
tentang BPJS).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada
setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah.(UU
No.40 tahun 2004 tentang SJSN).
Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk
memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan
program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS
memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.
Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan
sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut
secara transparan.
2.2.3. Tugas BPJS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas
untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan
7. Ketentuan program jaminan sosial.
8. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk
menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan Sosial,
pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas
penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan
keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti
menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
2.2.4. Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar
peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai
apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit
akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk
menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan
derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS
adalah :
1. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
2. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan
kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan
jaminan hati tua
2.2.5. Wewenang BPJS
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS
berwenang:
1. Menagih pembayaran Iuran.
2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya.
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santunan
kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
2.2.6 Prinsip BPJS
Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU
SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Maksud prinsip asuransi sosial adalah :
1. Kegotongroyongan antara si kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,
yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah.
2. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selaktif.
3. Iuran berdasarkan presentase upah atau penghasilan.
4. Bersifat nirlaba.
Sedangkan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh
pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang
dibayarkan. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan
finansial ke pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dan masuk dalam program pemerintah pada
tahun 2014.
2.2.7 Tujuan
Tujuan dari jaminan kesehatan bagi masyarakat adalah:
Tujuan sebuah negara adalah menciptakan kesejahteraan kepada seluruh
rakyatynya. Dalam hal ini, maka Indonesia membentuk penyelenggaraan jaminan
social yaitu BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial). Yang dimana tujuan
dari Institut ini memberikan jaminan terpunuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Sebelum BPJS tertentu, beberapa program jaminan social telah tebentuk,
seperti Jaminan social Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang mencakup tentang
jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan
kesehatan,jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi
tenaga kerja. Selanjutnya Jaminan untuk pegawi Negeri yaitu TASPEN
( Tabungan dan Asuransi Pegawai Negri) dan ASKES ( Asuransi Keseshatan dan
untuk Prajurut Tentara Nasional Indinesia ( TNI ), anggota Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI) dan PNS Kementian Pertahanan /TNI / Polri beserta
keluarganya telah dilaksanakan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia
(ASABRI).
Namun Sebagian besar masyarakat belum memperoleh perlindungan yang
memadai dengan program-program diatas. Perlu adanya sasaran yang lebih luas
lagi dan manfaat yang lebih besar pada setiap peserta.Oleh karena itu, di
bentuklah BPJS yang diharapkan menjadi penyempurna dari program – program
jaminan social tadi. Yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan adanya BPJS Kesehatan ini pelayanan medis bisa lebih jeli dan
teliti mengidentifikasi masalah pasien dan melakukan tindakan/pemeriksaan
sesuai dengan indikasinya, karena BPJS membiayai sesuai dengan diagnosa
penyakit dan telah dihitung pemeriksaan yang dilakukan sesuai indikasi. Namun,
dampak dari BPJS ini adalah ke dokter juga, yaitu penetapan biaya yang sesuai
belum ditentukan.
Sejalan dengan BPJS yang sekarang sedang hangatnya di perbincangkan,
yang merupakan agenda unggulan dari Presiden baru kita Jokowi,yatitu KIS
(Kartu Indonesia Sehat) dimana KIS dan BPJS mempunyai tujuan yang sama
hanya cakupan peserta KIS lebih besar dari Jumlah peserta JKN. JKN (jaminan
Kesehatan Niasioanal ) merupakan program yang dikelolah oleh BPJS
sebelumnya.Peserta KIS merupakan peserta yang termasuk dalam daftar JKN,
hanya KIS menambah cakupannya yaitu peserta Penyandang MAsalah
Kesejahteraan Sosial dan bayi baru lahir dari orang tua peserta PBI (Penerima
Bantuan Iuran).
Perluasan manfaat KIS, sinergis dan terintegrasinya pelayanan kesehatan
perorangan dengan promotif,preventif, skrining yang diatur lebih lanjut secara
teknis. KIS dapat dikatakan sebagai penyempurna bagi BPJS, sehingga
diharapkan adanya sinkronisasi antara BPJS dan KIS, sesuai dengan perkataan
Puan Maharani, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
“KIS itu adalah sebuah system, sedangkan BPJS adalah sebuah badan yang
mengelolah system”. Namun, penerapan KIS ini belum diketahui pasti, apakah
berjalan baik seperti BPJS yang hampir 1 tahun telah berjalan.
2.2.8 Manfaat BPJS
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan
kesehatan mencakup:
a. Rawat jalan, meliputi:
i. Administrasi pelayanan
ii. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan sub spesialis
iii. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
iv. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
v. Pelayanan alat kesehatan implant
vi. Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi
medis
vii. Rehabilitasi medis
viii. Pelayanan darah
ix. Peayanan kedokteran forensik
x. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
b. Rawat Inap yang meliputi:
i. Perawatan inap non intensif
ii. Perawatan inap di ruang intensif
iii. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
2.2.9 Kepesertaan
Peserta BPJS (UU SJSN 2004) adalah sebagai berikut :
1. Peserta PBI jaminan kesehatan terdiri atas orang yang tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu
2. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas :
a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu :
i. Anggota TNI Dan POLRI
ii. Pegawai Negeri Sipil
iii. Pejabat Negara
iv. Pegawai pemerintah non pegawai negeri
v. Pegawai Swasta
vi. Pegawai yang tidak termasuk salah satu di atas yang menerima
upah.
b. Pegawai bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu :
i. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri
ii. Pekerja yang tidak termasuk point pertama yang bukan penerima
upah
iii. Warga Negara Asing yang bekerja dan tinggal di Indonesia paling
singkat 6 bulan.
c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri dari :
i. Investor
ii. Pemberi kerja
iii. Penerima pension
iv. Veteran
v. Perintis kemerdekaan
vi. Bukan pekerja yang tidak termasuk salah satu diatas yang mampu
membayar iuran.
d. Penerima pensiun terdiri atas :
i. PNS yang berhenti dengan hak pension
ii. Anggota TNI dan POLRI yang berhenti dengan hak pension
iii. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pension
iv. Penerima pensiun selain point di atas
v. Janda, duda atau yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada point di atas yang mendapat hak pensiun.
e. Anggota keluarga bagi keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi :
i. Istri atau suami yang sah dari peserta.
ii. Anak kandung, anak tiri dan / atau anak angkat yang sah dari
peserta dengan kriteria :
iii. Anak yang tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri.
iv. Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun bagi yang
masih melanjutkan pendidikan formal.
2.2.10 Pelayanan BPJS
Jenis Pelayanan, Ada dua jenis pelayanan yang diperoleh peserta BPJS, yaitu
berupa pelayanan kesehatan atau medis serta akomodasi dan ambulan ( non
medis). Ambulan diberikan pada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan
kondisi tertentu yang ditetapkan bpjs.
Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
2.2.11 Kelebihan BPJS
1. Murah.
Murah bukan berarti murahan dengan hanya premi perbulan untuk
kelas 1 59 ribu kelas 2 49.500 kelas 3 25.000 anda sudah bisa di cover
puluhan penyakit,rawat inap,pembedahan obat dan lain sebagainya,dari
hasil berita tetangga saya yang sering cuci darah puas karena gratis,ada
juga cerita teman saya yang istrinya melahirkan dan biaya nol alias
gratis
2. Wajib.
Kenapa wajib karena di undang undang sudah ada dan bersifat
wajib artinya jika anda ikut asuransi swasta maka anda juga harus
asuransi bpjs kesehatan.
3. No medical check up.
Nah jika anda mendaftar di asuransi kesehatan swasta lain,anda
akan kena medical cek up terlebih dahulu jika anda terkena penyakit
kritis dan sudah berumur diatas 40 tahun maka premi anda akan
menjadi mahal bahkan malah pengajuan polis anda bisa di tolak,nah di
bpjs di umur berapapun boleh mendaftar dan tanpa medical cek up
bahkan bayi yang masih dalam kandungan saja bisa di daftarkan.
4. Berani jamin seumur hidup.
Mungkin hanya bpjs yang berani menanggung proteksi peserta
hingga seumur hidup asuransi yang lain paling maksimal 100 tahun
itupun kami belum pernah dapat testimoni atau kabar ada asuransi yang
berani menanggung hingga umur 100 tahun
5. No pre Existing
Nah jika di asuransi swasta jika sebelumnya anda sudah terkena
penyakit kronis tapi tetap mendaftar itu bisa ditolak kalaupun tidak
nanti premi mahal bahkan polis di tolak kalaupun juga berbohong nanti
juga anda akan susah klaim dana anda ketika sakit dan bisa di anggap
pembohongan,nah di bpjs
12. Kelemahan BPJS
1. Metode berjenjang
Nah jika di asuransi lain anda bisa langsung ke berobat ke
rumahsakit yang bekerja sama atau rekanan,maka kalau di bpjs anda
harus ke faskes 1,biasanya klinik atau puskesmas setelah di faskes 1
dapat rujukan baru anda ke rumah sakit yang bekerja sama dengan
bpjs,sebenarnya langsung ke rumah sakit bisa tapi ada prosedurnya
seperti kritis atau kecelakaan dan lain sebagainya namun jika anda yang
biasa pakai asuransi swasta pasti akan mengeluh dengan prosedur
seperti ini.
2. Hanya Indonesia
Perlindungan asuransi bpjs hanya melindungi di indoensia berbeda
dengan asuransi swasta sebelah yang bisa melindungi dan rumah sakit
yang bekerja sama hingga seluruh dunia
3. Antri Sana Sini
Untuk pendaftaran dan pengubahan data di kantor bpjs antrian
kadang tidak terbendung contohnya saja hari senin silahkan anda lihat
di kantor bpjs antrian lumayan banyak tidak cukup disitu saja jika anda
berobat ke rumah sakit dan sudah dapat rujukan dari faskes 1 antrian
berobat di rumah sakit juga banyak,boleh dibuktikan
4. Jarang Dapat Kelas 1
Nah saat mengurus istri saya yang melahirkan saya coba gunakan
BPJS selain untuk mereview juga menilai bagaimana sistemnya dan
hasilnya saya hanya dapat kelas 3 padahal kelas bpjs saya bukan 3
itupun kata rumah sakit kelas 3 hanya tinggal 1 kamar,begitu juga cerita
dari teman teman saya gak ada yang dapat kelas 1 kalau berobat
menggunakan bpjs,heran saya,mungkin memang kamar penuh atau
jawab sendiri saja ya.
Waktu anda sakit misalnya jantung anda bisa daftar bpjs dan asal syarat
lengkap 99% di terima Nah itulah beberapa kelebihan bpjs dibanding asuransi
swasta,walaupun masih baru bpjs juga selalu berusaha untuk memperbaiki dan
membuat terobosan yang membantu masyarakat indonesia,prinsip gotong royong
seperti yang sehat menolong yang sakit cocok untuk lidah orang indonesia karena
gotong royong sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Sistem Jaminan Sosial Nasional Merupakan Program Negara Yang Bertujuan
Memberikan Kepastian Perlindungan Dan Kesejahteraan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Sebagaimana Diamanatkan Dalam Undang-Undang Dasar 1945, Yaitu:
Dalam Pasal 28 H Ayat (1), Ayat (2) Dan Ayat (3) Dan Pasal 34 Ayat (1) Ayat (2)
Dan Melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/Mpr/2001,
Dimana Presiden Ditugaskan Untuk Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam Rangka Memberikan Perlindungan Sosial Bagi Masyarakat Yang Lebih
Menyeluruh Dan Terpadu.
Jaminan Sosial Ini Merupakan Satu Bentuk Sistem Perlindungan Sosial. Rys
(2011) Menyatakan Perlindungan Sosial Lazimnya Dipahami Sebagai Intervensi
Terpadu Oleh Berbagai Pihak Untuk Melindungi Individu, Keluarga, Atau
Komunitas Dari Berbagai Resiko Kehidupan Sehari-Hari Yang Mungkin Terjadi,
Atau Untuk Mengatasi Berbagai Dampak Guncangan Ekonomi, Atau Untuk
Memberikan Dukungan Bagi Kelompok-Kelompok Rentan Di Masyarakat.
Sistem Perlindungan Sosial Yang Bersifat Formal Dapat Dikelompokkan Dalam
Beberapa Bentuk Yaitu (I) Bantuan Sosial (Social Assistance), (Ii) Tabungan Hari
Tua (Provident Fund), (Iii) Asuransi Sosial (Social Assurance), (Iv) Tanggung
Jawab Pemberi Kerja (Employer’s Liability) (Kertonegoro, 1982).
Sehubungan Dengan Hal Tersebut, Maka Telah Ditetapkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Sjsn) Sebagai
Wujud Komitmen Pemerintahan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Nasional, Selanjutnya Ditindaklanjuti Dengan Membentuk Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (Bpjs) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hal Ini Juga Berkait Dengan
Keputusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Perkara Nomor 007/Puu-Iii/2005.
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Juga Akan
Melahirkan Transformasi Kelembagaan Dari Beberapa Perusahaan Persero Yang
Selama Ini Ada, Yaitu: Pt. Jamsostek (Persero), Pt. Taspen (Persero), Pt. Asabri
(Persero) Dan Pt. Askes (Persero), Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(Bpjs), Yang Berubah Status Menjadi Badan Hukum Publik. Selain Itu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Selanjutnya Akan Dilaksanakan Oleh 2 (Dua)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs), Yaitu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (Bpjs) Kesehatan Dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs)
Ketenagakerjaan. Transformasi Badan-Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tersebut Akan Dilanjutkan Dengan Pengalihan Peserta, Program, Aset Dan
Liabilitas, Pegawai, Serta Hak Dan Kewajiban
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian studi kasus yang digunakan adalah penelitian deskriptif melalui
pendekatan kualitatif. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti
transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-
lain. Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan
dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman
jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. pendekatan kualitatif, yaitu
penelitian yang menggunakan data pokok yang berbentuk kalimat, gambar, dan
sebagainya. Dengan definisi tersebut, maka penelitian kualitatif deskriptif menjadi
acuan peneliti untuk menghasilkan data-data baru.
3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif yang berusaha memberikan gambaran sekaligus menerangkan
fenomena-fenomena yang ada sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dari keadaan yang ada di masyarakat pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya sesuai dengan permasalahan
penelitian. Berkaitan dengan judul penelitian, yang termasuk dalam gejala-gejala
sosial yang ada bersifat deskiptif kualitatif, sehingga penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang umunya berangkat
dari pertanyaan why atau how. Untuk itu teknik penelitian yang digunakan peneliti
dengan studi kasus, karena permasalahan yang diteliti lebih sesuai apabila
menggunakan studi kasus. Bogdan dan Biklen (1982) menjelaskan studi kasus
merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu subjek atau satu
tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu.
Metode ini digunakan karena:
1. Metode kualitatif lebih mudah menggambarkan keadaan dan menyesuaikan dengan keadaan yang sesungguhnya apabila berhadapan langsung dengan kehidupan nyata.
2. Metode ini juga lebih peka dan lebih dimengerti karena peneliti
mempelajari fenomena yang terjadi dengan jalan mengumpulkan data
berupa cerita rinci dari informan.
3. Informasi detail karena sesuai dengan pandangan responden/informan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati fenomena yang terjadi dan yang
lebih difokuskan kembali ke area kerja BPJS Kesehatan cabang Jember. Peneliti
terjun langsung dalam mengumpulkan data, dan tidak bisa dimanipulasi, karena
fenomena yang terjadi memang benar – benar ada pada wilayah kerja BPJS
Kesehatan cabang Jember.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Berdasarkan jenisnya, sumber data yang diperoleh berdasarkan hasil data
tertulis karena bersifat naratif dan deskriptif. Jenis data tertulis teridiri atas hasil
wawancara. Serta dari pihak luar (eksternal) meliputi informasi dari media massa
yang berkaitan dengan judul (majalah, artikel, dan berita lain yang disiarkan
melalui media massa).
Menurut McMillan & Schumacher (2003) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian
yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan
memberikan berbagai informasi dari informan yang diperlukan selama proses
penelitian Informan yang diteliti dalam penelitian ini terdapat beberapa informan
yang terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Informasi Kunci (Key Informant)
Informasi Kunci (Key Informant) yaitu informan yang memiliki
berbagai pokok informasi yang diperlukan dalam penelitian atau
informan yang memberi informasi secara mendalam dalam permasalahan
yang diteliti. Informan kunci ini diantaranya dia yang menguasai atau
memahami sesuatu yang menjadi pusat penelitian, sehingga sesuatu itu
bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati. Dalam penelitian ini, yang
menjadi key informant adalah Sofia. Beliau adalah pengguna jaminan
kesehatan BPJS kesehatan selama lebih dari satu tahun. Beliau memiliki
sakit yang sangat sering kambuh dan mengharuskannya menggunakan
BPJS Kesehatan di setiap bulannya. Sofia lahir di Jember 32 tahun lalu
danertempat tinggal di kelurahan Sumbersari – Jember dengan
penghasilan sebagai penjual nasi bungkus.
2. Informan Kedua (second informant)
Informan Kedua (second informant) yaitu informan yang sama
pentingnya dengan informan kunci, sama-sama memberikan informasi
penting yang turut mendukung berhasilnya penelitian. Informan kedua
membantu melengkapi berbagai informasi yang telah disampaikan
informan kunci. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai informan
kedua yaitu Anggun Aulia. Beliau adalah bagian hubungan masyarakat
(Humas) BPJS Kesehatan cabang Jember. Beliau sudah bekerja hampir 2
tahun di kantor tersebut.
3. Informan Tambahan.
Informan Tambahan/Pendukung yaitu informan yang mempunyai
informasi tambahan, dan dapat melengkapi hasil data dari informan
kunci. Informan tambahan ini berdasarkan rekomendasi dari informan
kunci. Informan tambahan dari pengguna BPJS kesehatan yang aajarang
menggunakan layanan kesehatan dari jaminan BPJS Kesehatan
dikarenakan hanya menjadikan nya sebagai langkah antisipatif saat
kondisi sakit.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menentukan informan kunci,
informan kedua dan informan tambahan dengan menggunakan teknik Purposive
Sampling yang merupakan teknik sampling dengan menentukan kriteria yang
tepat pada informannya. Teknik ini paling banyak dipakai ketika peneliti tidak
banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang
yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Pengambilan sampel untuk
suatu populasi dapat dilakukan dengan cara mencari contoh sampel dari populasi
yang kita inginkan, kemudian dari sampel yang didapat dimintai partisipasinya
untuk memilih komunitasnya sebagai sampel lagi, seterusnya hingga jumlah
sampel yang diinginkan terpenuhi.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data dan informasi, peneliti menggunakan metode
pengumpulan data primer dan sekunder yang terdiri sebagai berikut:
1. Wawancara (interview)
Teknik wawancara dalam Moeleong (2000), merupakan teknik
pengumpulan data kualitatif dengan menggunakan instrument yaitu
berupa pedoman wawancara. Peneliti menggunakan teknik wawancara
dengan mewawancari langsung informan / narasumber dengan
berdasarkan masalah yang akan diteliti.
Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun
berdasarkan dimensi perjalanan dalam memilih menggunakan jaminan
kesehatan BPJS kesehatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar
yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara
yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini
adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi
pedoman wawancarara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari
pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara
dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan
selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun
berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara
dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta
pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang
dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak
memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah
wawancara selesai.
Peneliti selanjutnya memilih subjek yang sesuai dengan
karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara
dilaksanakan, peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya untuk
diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti
membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara.
Wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis diatas.
2. Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode
observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang
tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat
memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat
dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah
observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi
subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat
memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Patton dalam (Poerwandari, 1998) tujuan observasi
adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang
berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna
kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang
diamati tersebut.
Menurut Patton dalam (Poerwandari, 1998) salah satu hal yang
penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal
yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil
observasi menjadi data penting karena:
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
dalam hal yang diteliti akan atau terjadi.
b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka,
berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan
mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek
penelitian sendiri kurang disadari.
d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal
yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek
penelitian secara terbuka dalam wawancara.
e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap
introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan
pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat
dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti.
f. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumentasi
mendukung untuk kelengkapan data dalam proses penelitian.
Dokumnetasi adalah teknik kedua dan terakhir dalam pengumpulan
data yang bersifat tercetak. Teknik ini bertujuan untuk melengkapi
data-data tambahan serta mendukung berhasilnya penelitian seperti,
buku-buku, artikel, ataupun berita yang terkait.
3. Studi Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau
dokumen yang ada di lokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang
terkait dengan objek penelitian (Bungin, 2007).
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data-data sekunder yang terkait dengan permasalahan
penelitian. Data-data sekunder disini berhubungan dengan gambaran
umum para karyawan Radio Prosalina Fm, dan dalam kegiatan
wawancara dengan subjek peneliti.
4. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan studi pustaka
untuk mendukung kelengkapan data dalam proses penelitian. Studi
pustaka adalah teknik terakhir yang di pakai oleh peneliti untuk
mengumpulkan berbagai sumber informasi sehingga data-data yang
dibutuhkan lengkap. Studi pustaka bersifat tercetak (printed) seperti
buku-buku dan tulisan-tulisan. Peneliti mendapatakan mulai dari artikel
hingga karya ilmiah yang berkaitan dengan tema dan judul yang diambil.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang dapat berupa kata-kata, kalimat, atau narasi, baik yang diperoleh
dari hasil wawancara maupun observasi. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
ini disusun dan di analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif.
Sugiyono (2005) menjelaskan, analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.
Penyajiannya dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowcart, dan sejenisnya. Peneliti menganalisa data ke
dalam beberapa tahap antara lain:
1. Mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya.2. Data-data yang di dapat kemudian disusun berdasarkan rumusan
masalah dan tujuan.
3. Data yang telah dikumpulkan dan di susun kemudian diinterpretasikan.
4. Berdasarkan analisa dan penafsiran yang dibuat, ditarik kesimpulan
serta saran untuk kebijakan.
3.5 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada wilayah kerja BPJS Kesehatan cabang jember dan lebih terfokus pada pengguna jaminan kesehatan BPJS Kesehatan dalam lingkup kota Jember.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
Merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh
pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun
PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.
BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama
Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember2013. Untuk BPJS
Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari2014, sedangkan BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli2014.
Gambar 4.1 Logo Jaminan Kesehatan Nasional
BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang
dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak
tanggal 1 Januari2014.
4.1.2 Sejarah Singkat BPJS Kesehatan
1. 1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas
mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan
membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI
yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK),
dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A.
Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
2. 1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional,
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984
tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima
Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya.
Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
3. 1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola
Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis
Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan
diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan
badan lainnya sebagai peserta sukarela.
4. 1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status
Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan
pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada
Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada
peserta dan manajemen lebih mandiri.
5. 2005 PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
a. Dasar Penyelenggaraan :
i. UUD 1945
ii. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
iii.UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
iv. Keputusan MenteriKesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004
dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,
b. Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :
i. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan asas
gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.
ii. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
iii.Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
iv. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
v. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada
peserta.
vi. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan
mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
c. 2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero)
berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang
no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
4.1.3 Kepesertaan wajib
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di
Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS.Ini sesuai
pasal 14 UU BPJS.
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota
BPJS.Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan
ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin,
iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal,
namun juga pekerja informal.Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS
Kesehatan.Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai
dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara
bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah
memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi
menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis
penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.
4.1.4 Dasar hukum
1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 5
4.2 Iplementasi Perpres No 19 Tahun 2016
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tugas dan fungsi Jaminan
Kesehatan Nasional dengan BPJS Kesehatan ada sedikit perbedaan, Mulai 1
Januari 2014 sistem Jaminan Sosial terbaru atau JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) resmi diberlakukan. Namun masih banyak warga yang belum tahu apa
itu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan JKN. Berikut ini
adalah pertanyaan-pertanyaan dari warga yang masih bingung soal JKN dan
BPJS.
JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan
kepanjangan dari Jaminan Kesehatan Nasional yang sistemnya menggunakan
sistem asuransi. Artinya, seluruh warga Indonesia nantinya wajib menyisihkan
sebagian kecil uangnya untuk jaminan kesehatan di masa depan. Bagaimana
dengan rakyat miskin? Tidak perlu khawatir, semua rakyat miskin atau PBI
(Penerima Bantuan Iuran) ditanggung kesehatannya oleh pemerintah. Sehingga
tidak ada alasan lagi bagi rakyat miskin untuk memeriksakan penyakitnya ke
fasilitas kesehatan.
Sementara BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. BPJS ini adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai
PT Askes. Begitupun juga BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari
Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Antara JKN dan BPJS tentu berbeda.
JKN merupakan nama programnya, sedangkan BPJS merupakan badan
penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan
Sosial Nasional).
Menurut Humas BPJS kesehatan, Anggun, “BPJS saat ini lebih dikenal
sebagai penggantinya askes, tapi banyak juga kok yang menggunakan bpjs
kesehatan apalagi di Jember banyak rumahsakit yang biasa menjadi rujukan dari
rumah sakit di daerah kayak Banyuwangi, Bondowoso sama Lumajang”
(Wawancara dengan Anggun, Mei 2016).
Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), dengan adanya JKN, maka seluruh masyarakat Indonesia
akan dijamin kesehatannya. Dan juga kepesertaanya bersifat wajib tidak terkecuali
juga masyarakat tidak mampu karena metode pembiayaan kesehatan individu
yang ditanggung pemerintah.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 jenis Iuran dibagi
menjadi:
1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh
Pemerintah daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan
tidak mampu).
2. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS,
Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai
negeri dan pegawai swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong
langsung dari gaji bulanan yang diterimanya.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau
pekerja mandiri) dan Peserta bukan Pekerja (investor, perusahaan,
penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, anak
yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar oleh Peserta
yang bersangkutan.
Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima
Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri akan dipotong sebesar 5 persen dari
gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja,
dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Tapi iuran tidak dipotong sebesar demikian secara sekaligus. Karena
secara bertahap akan dilakukan mulai 1 Januari 2014 hingga 30 Juni 2015 adalah
pemotongan 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen
dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta.
Namun mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah
per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen oleh
Peserta.
Sementara bagi peserta perorangan akan membayar iuran sebesar
kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan bahwa:
1. Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per
bulan
2. Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per
bulan
3. Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per
bulan
Pembayaran iuran ini dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan dan
apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari
total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan. Dan besaran
iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama dua tahun sekali yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden.
1. Untuk peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran)
a. Pekerja penerima upah ( PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara,
Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta, akan
mendapatkan pelayanan kelas I dan II
b. Pekerja bukan penerima upah (Pekerja di luar hubungan kerja atau
pekerja mandiri, karyawan swasta) akan mendapatkan pelayanan
kelas I, II dan III sesuai dengan premi dan kelas perawatan yang
dipilih.
c. Bukan pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran,
perintis kemerdekaan serta janda, duda, anak yatim piatu dari veteran
atau perintis kemerdekaan. Termasuk juga wirausahawan, petani,
nelayan, pembantu rumah tangga, pedagang keliling dan sebagainya)
bisa mendapatkan kelas layanan kesehatan I, II, dan III sesuai
dengan premi dan kelas perawatan yang dipilih.
2. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu yang dibayarkan
preminya oleh pemerintah mendapatkan layanan kesehatan kelas III
Direktur Kepersertaan BPJS, Sri Endang Tidarwati mengatakan bahwa
sistem pelayanan BPJS akan lebih baik karena didukung oleh SDM yang banyak
dan terlatih. Sementara bila semua data lengkap dan seluruh isian dalam formulir
sudah terisi dengan baik, pihak BPJS (Badan penyelenggara Jaminan Sosial)
mengklaim prosedur pendaftaran menjadi peserta JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) cukup 15 menit.
Menteri Kesehatan menyampaikan, bila ada satu RS yang dokternya
galak, maka pasien ini boleh pindah ke RS yang memiliki dokter yang ramah dan
melayani dengan baik. Menkes mengatakan, lama-lama jumlah pasien di dokter
galak tersebut akan berkurang. Sementara dokter yang melayani dengan baik dan
gembira, jumlah pasien dan pendapatannya meningkat.
Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk
pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
Seperti misalnya untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif), peserta
JKN akan mendapatkan pelayanan:
1. Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai
pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri
pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.
3. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi
dan tubektomi
4. Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu.
5. Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).
Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur mengatakan bahwa Anda bisa
datang ke kantor BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kemudian
melakukan hal berikut:
1. Mengisi formulir pendaftaran
2. Pembayaran premi
Anda akan diberikan virtual account atau kode bank untuk
pembayaran premi pertama yang bisa dilakukan melalui ATM atau
bank terdekat yang saat ini sudah bekerjasama yaitu bank BRI, BNI dan
Mandiri.
Untuk biaya premi peserta mandiri dengan perawatan kelas 3,
sebulan hanya Rp 25.500 per orang, untuk perawatan kelas II sebulan
Rp 42.500 per orang dan perawatan kelas I sebesar Rp 59.500 per
orang.
Adapun besaran premi pada kelompok pekerja sebesar 5 persen
dari gaji pokoknya, 2 persen dibayarkan oleh yang bersangkutan dan 3
persen dibayarkan oleh perusahaan tempat pekerja bekerja.
Tabel 4.1
Pembayaran Premi
PT. Askes
BPJS
Kelas Perawatan Biaya Perawatan Per Orang
Perawatan Kelas I Rp 59.500 Per Orang
Perawatan Kelas II Rp 42.5000 Per Orang
Perawatan Kelas III Rp 25.500 Per Orang
Sumber ; BPJS
3. Mendapat kartu BPJS Kesehatan yang berlaku di seluruh Indonesia.
Menurut Anggun, kartu BPJS juga saat ini sudah banyak yang
menggunakan, sekitar 30% yang belum mendaftarkan diri.
Setelah membayar premi, nantinya Anda akan mendapat kartu
BPJS Kesehatan yang menjadi bukti bahwa Anda merupakan peserta
JKN. Saat ini fasilitas kesehatan yang dimiliki pemerintah otomatis
melayani JKN. Sementara fasilitas kesehatan milik swasta yang dapat
melayani JKN jumlahnya terus bertambah. Hanya tinggal sekitar 30
persen saja yang belum bergabung (Wawancara dengan Anggun, Mei
2016).
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan kesempatan
kepada swasta untuk berperan serta memenuhi ketersediaan fasilitas
kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
a. Untuk pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas
kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat.
b. Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta
berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.
c. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar, kecuali berada di
luar wilayah fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta
terdaftar atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur menambahkan, bila sudah aktif
menjadi peserta, alur pelayanan menggunakan pola rujukan berjenjang yang
dimulai dari sistem layanan primer hingga tersier.Ia mengatakan, layanan primer
terdiri atas Puskemas, klinik dokter pribadi serta klinik pratama (klinik swasta).
Jadi nanti setiap orang mulai berobat dari sistem layanan primer dulu sehingga
menghindari penumpukkan di satu rumah sakit. Khusus untuk keadaan darurat
seperti kecelakaan atau penyakit yang tidak bisa ditangani di layanan primer, bisa
langsung ke rumah sakit.
Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.
Secara eksternal, pengawasan akan dilakukan oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial
Nasional) dan Lembaga pengawas independen. Dan secara internal, BPJS akan
diawasi oleh dewan pengawas satuan pengawas internal.
1. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan
kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta.
2. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
sebagaimana dimaksud, BPJS Kesehatan memberitahukan secara
tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari sejak diterimanya iuran.
3. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan
pembayaran iuran bulan berikutnya.
Bila peserta tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
maka peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat langsung datang ke posko BPJS
di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.
Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mengalami
kenaikan. Kenaikan berkenaan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan.Dalam keterangannya, Perpres yang ditetapkan pada 29
Februari 2016 lalu itu menyebutkan, kenaikan iuran per bulan Jamkesda atau
Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didaftarkan pemda dari sebelumnya sebesar
Rp 19.225 menjadi Rp 23.000 ribu.Untuk peserta mandiri, semua kelasnya pun
mengalami kenaikan besaran iuran per bulan.Untuk peserta JKN kelas I, iuran
yang sebelumnya sebesar Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu.
Untuk iuran per bulan peserta JKN yang memilih fasilitas kelas II, yang semula
sebesar Rp 42.500 kini menjadi Rp 51 ribu.Adapun iuran per bulan untuk peserta
JKN kelas III, sebelumnya sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.
Tabel 4.2
Kenaikan Pembayaran
BPJS
Jenis Biaya Awal Biaya Akhir Total Kenaikan
Biaya
Iuran Per Bulan
Jamkesda
Rp 19.225 Rp 23.000 Rp 3.775
Kelas I Rp 59.500 Rp 80.000 Rp 20.500
Kelas II Rp 42.500 Rp 51.000 Rp 8.500
Kelas III Rp 25.5000 Rp 30.000 Rp 4.500
Sumber : BPJS
Setelah adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 April lalu, menurut
pihak BPJS hal ini telah tersosialisasikan jauh sebelumnya.
“ Kita udah banyak sosialisasi kok, mulai dari Rumah sakit, terjun ke
masyarakat langsung, di kantor dan instansi perusahaan juga sudah, sampai desa-
desa juga sudah tersebar informasi kenaikan ini. Toh juga ini karena ada perpres
juga, sifatnya kan ini subsidi silang”.(Wawancara dengan Anggun, Mei 2016).
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan pertamanya dilakukan lewat Perpres No.
111 Tahun 2013. Perubahan keduanya ini berimplikasi pada pemangku
kepentingan seperti peserta. Sebab ada beberapa perubahan penting dalam revisi
Perpres. Simak saja poin-poin pentingnya pasal 1 angka 14 a Perpres mengatur
tentang kecurangan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).Fraud
adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan
finansial dari program JKN dalam SJSN melalui perbuatan curang yang tidak
sesuai dengan ketentuan.Berarti agar terjadi fraud ada unsur kesengajaan.
Pasal 4 ayat (2) huruf e Perpres memasukkan pimpinan dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam kategori peserta penerima upah
(PPU). Pasal 5 ayat (1) menegaskan jumlah anggota keluarga yang ditanggung
peserta kategori PPU paling banyak 5 orang yakni PPU, istri/suami yang sah, anak
kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah.
Bagi pekerja yang belum didaftarkan pemberi kerja dalam program JKN,
sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perpres, boleh mendaftar sendiri dengan
melampirkan dokumen yang membuktikan status ketenagakerjaannya. Ayat
selanjutnya menegaskan iuran yang dibayar pekerja yang mendaftar sendiri
besaran iurannya mengacu Perpres Jamkes. Pasal 11 ayat (5) Perpres menyebut
jika pekerja/buruh belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, pemberi kerja wajib
bertanggung jawab pada saat pekerja membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai
manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Pasal 11 ayat (6) mengatur sanksi
untuk pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya dalam program JKN,
sanksi berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik
tertentu.“Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”,
begitu bunyi pasal 11 ayat (7) Perpres Jamkes. Pasal 11 ayat (8) mengamanatkan
kepada setiap pekerja bukan penerima upah sesuai ketentuan pasal 6 ayat (3)
huruf c wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-
sendiri atau berkelompok sebagai peserta JKN. Ketentuan itu juga berlaku bagi
setiap orang bukan pekerja sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (9) Perpres
Jamkes Ketentuan baru yang ditambahkan dalam Perpres Jamkes yaitu Pasal 12
ayat (2) tentang identitas peserta berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS). Identitas
paling sedikit memuat nama dan nomor identitas peserta yang terintegrasi dengan
nomor identitas kependudukan (NIK) kecuali untuk bayi baru lahir dari ibu yang
terdaftar sebagai PBI. Pasal 12 ayat (2a) menegaskan KIS diberikan kepada
peserta secara bertahap.
Pasal 16 ayat (3) menegaskan iuran JKN bagi PBPU dan Bukan Pekerja
(BP) dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Pasal 16A ayat (1)
memaparkan kenaikan besaran iuran PBI dari Rp19.225 menjadi Rp.23.000 per
orang setiap bulan.Pasal 16A ayat (2) mengatur berlakunya iuran PBI itu sejak 1
Januari 2016.Pasal 16B ayat (1) sebagian besar tidak ada perubahan, hanya ada
penambahan frasa 'pimpinan dan anggota DPRD.'Begitu juga pasal 16B ayat (3)
huruf b ada tambahan frasa 'bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan
dan anggota DPRD.'Pasal 16D mengubah batas atas gaji atau upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar penghitungan besaran iuran JKN bagi PPU dari 2 kali
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 orang anak
menjadi Rp8 juta.Besaran iuran bagi PBPU naik, itu tercantum dalam pasal 16F
ayat (1). Untuk ruang perawatan kelas III Rp30.000 (sebelumnya Rp25.500),
kelas II Rp51.000 (sebelumnya Rp42.500), kelas 1 Rp80.000 (sebelumnya
Rp59.500).Pasal 16F ayat (2) mengatur kenaikan besaran iuran itu mulai berlaku
1 April 2016.
Ada satu ayat yang ditambahkan dalam pasal 16H yakni ayat (4),
menjelaskan pembayaran iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana
ayat (2) diawali dengan pemberian surat kuasa dari pekerja kepada pemberi kerja
untuk melakukan pemotongan tambahan iuran dan menyetorkan kepada BPJS
Kesehatan.Pasal 17A.1 berisi ketentuan yang intinya mengatur penghentian
penjaminan oleh BPJS Kesehatan bagi peserta yang terlambat membayar iuran
lebih dari sebulan sejak tanggal 10, serta denda yang dikenakan kepada peserta
yang telat membayar iuran.Pasal 21 ayat (1) huruf b nomenklatur 'imunisasi dasar'
diubah menjadi 'imunisasi rutin.Pasal 21 ayat (3) mengatur pelayanan imunisasi
rutin meliputi pemberian jenis imunisasi rutin sesuai ketentuan perundang-
undangan.Pasal 21 ayat 4 menegaskan pelayanan kontrasepsi vasektomi dan
tubektomi masuk sebagai manfaat promotif preventif.
Pasal 21 ayat 4a mengatur pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi
bagi peserta JKN di fasilitas kesehatan (faskes) diatur dengan Peraturan Kepala
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).“Vaksin
untuk imunisasi rutin serta alat dan obat kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) disediakan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” begitu paparan pasal 21
ayat (5) Perpres Jamkes.Pasal 22 ayat (1) menghapus pelayanan transfusi darah di
faskes tingkat pertama (FKTP).Untuk pelayanan di faskes tingkat lanjutan
(FKRTL) ada yang ditambah yaitu pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
dasar (ayat (1) huruf b angka 2); pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik (ayat (1) huruf b angka 3); dan pelayanan keluarga berencana (ayat (1)
huruf b angka 11).Pasal 22 ayat (2) menjelaskan pelayanan kesehatan yang
dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 hanya berlaku untuk pelayanan di unit
gawat darurat.Pasal 22 ayat (3) mengatur pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 11 tidak termasuk keluarga berencana yang
telah dibiayai pemerintah.Selain mendapat pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pasal 22 ayat (1) mengacu pasal 22 ayat (4) peserta juga berhak
mendapat pelayanan berupa alat kesehatan. Ditegaskan pasal 22 ayat (5) alat
kesehatan yang dimaksud termasuk alat bantu kesehatan.
Pasal 22A memberi kewenangan kepada Menteri untuk menetapkan
pelayanan kesehatan lain yang dijamin berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment) dengan memperhitungkan kecukupan iuran setelah
berkoordinasi dengan mentri keuangan. Berikutnya, Pasal 23 huruf b angka 4
memasukan PPU selain angka 1 sampai 3 dan pegawai pemerintah non PNS
dengan gaji sampai Rp4 juta mendapat ruang perawatan kelas II. Kelas I untuk
pimpinan dan anggota DPRD beserta anggota keluarganya (Pasal 23 huruf c
angka 2).Ruang perawatan kelas I juga diperoleh peserta PPU selain angka 1
sampai 5 dan pegawai pemerintah non PNS dengan gaji di atas Rp4-Rp8 juta
(Pasal 23 huruf c angka 8).
Dibanding peraturan sebelumnya, Perpres Jamkes mengatur lebih rinci
peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya.Itu
diatur dalam Pasal 24 yang terdiri dari empat ayat.Ada beberapa ketentuan baru
dalam Pasal 25 yang mengatur tentang pelayanan kesehatan yang tidak dijamin
BPJS Kesehatan.Misalnya, Pasal 25 ayat (1) huruf c menjelaskan BPJS Kesehatan
tidak menjamin pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program Jaminan
Kecelakaan Kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja.
Pada Pasal 29 ayat (2a), (2b) dan (2c) diatur bahwa BPJS Kesehatan bisa
memindahkan peserta dari satu FKTP ke FKTP lain. Pasal 32 ayat (3) memasukan
BKKBN sebagai salah satu unsur dalam Komite Nasional.Pasal 32A ayat (1) dan
(2) menegaskan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah atas
ketersediaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
ketentuang peraturan perundang-undangan. Pasal 36 ayat (4a) mengatur
keterlibatan dinas kesehatan kabupaten/kota dalam pelaksanaan kerja sama BPJS
Kesehatan dengan faskes.Pasal 36A terdiri dari tiga ayat yang intinya melarang
faskes menarik biaya kepada peserta selama pelayanan yang diberikan sesuai
dengan manfaat yang berhak diterima peserta. Pasal 38 ayat (1) huruf b dan c
menegaskan batas waktu pembayaran klaim BPJS Kesehatan kepada faskes paling
lambat 15 hari kerja. Pasal 38A mengatur daluarsa pengajuan klaim oleh faskes
kepada BPJS Kesehatan yakni dua tahun sejak pelayanan kesehatan diberikan.
Pasal 39 ayat (1a) menegaskan pengaturan pembayaran kapitasi kepada
FKTP milik pemerintah pusat mengikuti ketentuan di bidang keuangan negara.
Pasal 39 ayat (5) mengamanatkan agar evaluasi tarif kapitasi dan INA-CBGs
dilakukan dengan menghitung kecukupan iuran dan kesinambungan program
sampai dua tahun ke depan. Pasal 39A ayat (1) dan (2) membolehkan BPJS
Kesehatan meminta rekam medis peserta kepada faskes.Pasal 43A ayat (1), (2)
dan (3) mengatur pengembangan teknis operasionalisasi sistem pelayanan
kesehatan, kendali mutu pelayanan dan pembayaran pelayanan kesehatan dalam
JKN.Pasal 45 ayat (2) menjelaskan peserta dan faskes bisa mengadu kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau Menteri jika tidak
mendapat pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan. Pasal 46 ayat (1a)
memperjelas peran Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota dan/atau
Badan Pengawas Rumah Sakit (RS) dalam penyelesaian sengketa pelayanan
kesehatan pada program JKN.
Pemerintah menyelaraskan Perpres Jamkes dengan Permenkes No. 36
Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (fraud) Dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan.Itu terlihat dari adanya BAB khusus terkait fraud di pasal 46A
ayat (1)-(5) Perpres Jamkes.
Tingkat kepatuhan pembayaran BPJS Kesehatan untuk wilayah Jember,
Kepatuhan Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari
mandiri di Jember membayar iuran premi, sangat rendah. Padahal iuran bulanan
sangat penting untuk membantu peserta BPJS lainnya yang membutuhkan
pengobatan di rumah sakit.
"Kami menyayangkan hal itu. Sebab tingkat kepatuhan masih di bawah
50 persen. Sehingga saat mendaftar lalu setelah berobat, maka peserta tidak lagi
membayar iuran," urai Kepala Humas BPJS Kesehatan Jember. (Wawancara
dengan Anggun, Mei 2016).
Pihaknya berharap tahun 2016, peserta mandiri lebih bijak untuk tetap
membayar premi sebagai bentuk tolong menolong sesama.
"Memang banyak yang menjadi alasan peserta menunggak membayar.
Salah satunya bank yang ditunjuk lokasinya jauh sehingga membutuhkan biaya
tambahan saat hendak membayar iuran bulanan,".(Wawancara dengan Anggun,
Mei 2016).
Maka untuk mempermudah pembayaran iuran mulai tahun 2016 ini,
BPJS Kesehatan memperluas layanan sistem pembayaran iuran kepada para
peserta sehingga bisa melakukan pembayaran iuran di seluruh gerai Indomaret,
Alfamart dan kantor pos serta cabangnya.
Sementara itu Kepala BPJS Jember, Tania Rahayu Pringgowati
menyatakan hal sama juga terjadi bagi peserta BPJS mandiri di Kota Jember.
Berbeda dengan peserta dari pemerintah daerah (Pemda), TNI dan Polri,
perusahaan kepatuhan membayar premi sudah baik.
“Untuk yang lainnya sudah seratus persen, hanya peserta mandiri ini
yang kesadaran masih rendah untuk bayar iuran bulanan,” urainya. (Wawancara
dengan Anggun, Mei 2016).
Sementara menurut peserta BPJS Kesehatan yang mengklaim dirinya
selalu patuh membayar iuran meskipun dirinya peserta mandiri, beranggapan
bahwasanya dirinya sangat membutuhkan menjadi peserta BPJS Kesehatan
mengingat kesehatan baginya sangat penting.
“Gak papa meskipun naik, nanti yang penting pelayanannya bisa kita
rasakan bedanya, Ya harus lebih baik, kalau ga lebih baik saya ya gak mau ikut
jadi peserta lagi, Ini juga kan nolongin orang.” (Wawancara dengan Asih, Mei
2016).
Meskipun demikian masih saja ada yang tidak patuh hingga menyentuh
lebih dari 50% setelah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ada yang tidak mau
membayar. Seperti yang dituturkan Ahmadi.
“Ngapain saya bayar lagi, wong saya makek juga jarang, jarang sakit,
lagian juga kalau gak pernah dipakai juga uang saya gak bias diminta. Ya
berhemat aja, biar kalaupun sakit langsung puskesmas kan tetep terjangkau,
daripada buat bulanan iurannya juga naik, mending saya stop”. (Wawancara
dengan Ahmadi, Mei 2016).
Dengan demikian dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwasanya
Implementasi dari perpres nomor 19 tahun 2016 ini sangat erat kaitannya dengan
tingkat kepatuhan membayar para peserta BPJS Kesehatan mandiri yang ada di
wilayah kota Jember khususnya. Yang disebabkan kurangnya rasa kepedulian.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian, maka penulis dapat memberikan
kesimpulan atas penelitian ini sebagai berikut:
1. Pemkab Jember di dalam menghadapi kenaikan iuran BPJS sangat
menyayangkan sekali dikarenakn masyarakat sebelum adanya
kenaikan iuran kurang kesadarannya membayar apalagi iuran
dinaikkan maka untuk mendorong kesadarannya dalam membayar
iuran pemkab jember mengadakan penyuluhan ke desa-desa, ke
puskesmas, ke PKK bahkan mewajibkan setiap perusahaan
mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS.Sedangkan orang atau
keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri
dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik
iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga
miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan
Iuran. Meskipun warga jember sendiri banyak yang mengeluh atas
adanya perubahan mengenai peraturan Presiden no 19 tahun 2016
tentang kenaikan iuran.
2. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan atas
iuran bulanan yang di tetapkan oleh presiden tahun 2016 masih sangat
minim terutama para pengguna yang jarang menggunakan fasilitas
jaminan kesehatan. Tingkat kepatuhan pembayaran BPJS Kesehatan
untuk wilayah Jember, Kepatuhan Peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari mandiri di Jember membayar
iuran premi, sangat rendah. Padahal iuran bulanan sangat penting
untuk membantu peserta BPJS lainnya yang membutuhkan pengobatan
di rumah sakit. Oleh karena itu untuk mempermudah pembayaran iuran
mulai tahun 2016 ini, BPJS Kesehatan memperluas layanan sistem
pembayaran iuran kepada para peserta sehingga bisa melakukan
pembayaran iuran di seluruh gerai Indomaret, Alfamart dan kantor pos
serta cabangnya. Meskipun demikian masih saja ada yang tidak patuh
hingga menyentuh lebih dari 50 % setelah kenaikan iuran BPJS
kesehatan ada yang tidak mau membayar, bahkan ada masyarakat yang
diwaktu penyuluhan ke desa-desa yang ada di daerah Jember berkata
“ngapai saya membayar iuran mahal-mahal wong saya jarang pakek
BPJS soalnya jarang sakit, lagian kalau tidak dipakai uang saya tidak
bisa diminta mending disimpen aja uangnya biar kalau sakit langsung
ke puskesmas lebih terjangkau dari pada bayar iuran yang selalu naik
mending saya setop aja.
Bagi peserta BPJS mandiri di Kota Jember, berbeda dengan peserta
dari pemerintah daerah (Pemda), TNI dan Polri, perusahaan kepatuhan
membayar premi sudah baik.
5.2 SARAN
1. Perlu adanya pengkajian ulang dalam penerapan Peraturan Presiden
nomor 19 tahun 2016 tentang kenaikan tarif BPJS Kesehatan bagi non
Penerima Bantuan Iuran.
2. Perlu dilakukan diskusi dengan masyarakat tentang kebijakan Perpres
nomor 19 tahun 2016
3. Kegiatan sosialisasi lebih diperluas dan ditingkatkan pada khalayak
4. Bagi pihak rumah sakit hendakya bisa mempertahankan atau bahkan
bisa meningkatkan kualitas pelayanan, baik bagi segi pelayanan
administrasi, pelayanan medis baik rawat jalan maupun rawat inap,
serta kelengkapan sarana dan prasarana.
5. Pihak rumah sakit hendaknya memperbanyak pelatihan-pelatihan dan
pendidikan tentang pelayanan bermutu mulai dari pengetahuan maupun
keterampilan sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, James E.1979. Public Policy Making. Second Edition.New York :
University of Houston.
Amirin, Tatang M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian, Rajawali Press Jakarta.
Asih Eka Putri. 2014. Buku Saku Paham BPJS Kesehatan. Jakarta : Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia
Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta:Gajah Mada Press.
Ekowati Retaningsih. Akses Layanan Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo Persada,.
Friedrich, Carl J, 1963. Man and His Government, McGraw-Hill, New York.
Good, Carter V. (1959) Dictionary Of Education, New York: Mc. Graw-Hill Book Company
Juliantara, Dadang. 2000. Menggeser Pembangunan, Memperkuat Rakyat. Lapera Pustaka Utama. Jogyakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (Edisi Keempat). 2008. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kartono, Kartini. 1993. Pemerintahan dan Kepemimpinan. Rajawali Press. Jakarta.
Lukman, Sampara. 1999. Manajemen Kualitas Pelayanan. STIA LAN Press. Jakarta.
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penenlitian Kualitatif. P.T. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Muhammad, Arni. 2006. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Mustofa, Bisri (2009). Pedoman Proposal Penelitian Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Novi Nur Kusuma Wardani 2015. Kapitasi dan Persepsi Kecukupan Kapitasi Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Skripsi
Ningsih Suria, Dkk. 2013. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Artikel
Sinambela, Lijan P dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi. Bumi Aksara. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1984. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.
Sugiyono. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta.Syarif. Bandung.
---------- 2011, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif,dan R&D. CV Alfabeta, Bandung.
Suryani Amaliah Risqy, 2014. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja
Setelah TransFormasi Kelembagaan Jamsostek Menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Skripsi
Roesli. 1991. Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Bina Aksara. Bandung.
DOKUMEN :
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Panduan layanan bagi peserta
BPJS Kesehatan, Jakarta : BPJS Kesehatan Pusat
Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, 2014
Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2016