diare.docx
DESCRIPTION
nmbjkbkjTRANSCRIPT
A. DIARE
I. Definisi Diare
Diare adalah defekasi yang mengalami perubahan pada konsistensi dan atau frekuensi.
Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air dalam feses, yaitu lebih
dari 10 ml/kgBB/hari2 (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari (pada dewasa). Perubahan
frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih mendapat ASI
tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. Keadaan ini tidak dapat disebut
diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.
II. Klasifikasi Diare
Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
(1) Diare akut, apabila kurang dari 14 hari
(2) Diare persisten, yaitu diare akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30
hari
(3) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.
Pada literatur lain, diare persisten disamakan dengan diare kronik, yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari. Pengertian ini juga berlangsung di Indonesia agar para tenaga
kesehatan tidak lengah dan dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare lebih tepat.
Berdasarkan mekanisme patofisiologis yang terjadi, diare diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
diare sekretorik yang biasanya disebabkan oleh infeksi, misalnya infeksi Retrovirus, dan diare
osmotik, yang biasanya disebabkan oleh malabsorbsi laktosa.
Berdasarkan penyebab, diare diklasifikasikan menjadi diare organik, bila ditemukan penyebab
yang bersifat anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik, dan diare fungsional, yaitu
bila tidak ditemukan penyebab organik. Di dalam kelompok diare organik juga terdapat diare
infektif, yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Selain itu, dikenal juga istilah disentri, yaitu
kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari diare disertai darah, lendir, dan tenesmus ani.
III. Epidemiologi Diare
Survei Program Pemberantasan Diare (P2 Diare) menyebutkan bahwa angka kesakitan
diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 kasus per 1000 penduduk. Survei yang sama pada
tahun 2003 menyebutkan angka kesakitan diare meningkat menjadi 374 kasus per 1000. Sebesar
70-80% dari kasus ini adalah anak berumur di bawah 5 tahun yang setiap tahunnya mengalami
lebih dari satu kejadian diare. Sebanyak 1-2% kasus akan mengalami dehidrasi yang bila tidak
segera ditolong maka 50-60% dapat berakhir dengan kematian.
IV. Etiologi Diare
Sebanyak 85% disebabkan oleh Rotavirus, ETEC, dan tidak ditemukan
mikroorganisme penyebab. Sedangkan sisanya yaitu 15% disebabkan bakteri lainnya, virus
lainnya, parasit, malabsorpsi makanan, alergi makanan, keracunan makanan, imunodefisiensi,
dan lain-lain. Jadi kebanyakan penyebab diare tidak memerlukan antimikroba/antibiotik untuk
mengatasinya. Sebagian besar kasus diare yiatu sebanyak 80% disebabkan oleh agen infeksi,
dimana 1/3 kasus ( 30%) diare di masyarakat disebabkan oleh rotavirus. Sebanyak 50%
kasus diare yang dirawat di RS disebabkan oleh rotavirus, menunjukkan diare karena rotavirus
menimbulkan dehidrasi yang lebih berat. Hanya sekitar 10% disebabkan oleh agen makanan,
yakni pada kasus keracunan, malabsorpsi, intoleransi, ataupun alergi.
V. Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni gangguan
osmotik dan gangguan sekretorik.
1. Gangguan osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat
untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi
jika bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik
dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa
diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air
dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas
dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare.
2.Gangguan sekretorik
Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan vili gagal
mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat.
Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
VI. Manifestasi Diare
Mula-mula anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir
dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena
seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat
banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan
keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi.
1. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat
dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan. Derajat
dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat
dari tabel berikut :
Tabel 1. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
Derajat Dehidrasi Penurunan Berat Badan (%)
Tidak Dehidrasi
Dehidrasi Ringan
< 2½
2½ - 5
Dehidrasi Sedang
Dehidrasi Berat
5 – 10
10
2 Gangguan keseimbangan asam-basa
Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis.
Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi
penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang
bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP).
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg %
pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa:
lemas, apatis , tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan
sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan
pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat
meninggal.
VII. Penatalaksanaan Diare
Menurut WHO ada empat dasar terapi diare yaitu pemberian cairan untuk mengobati atau
mencegah dehidrasi, diet dengan meneruskan ASI dan makanan lainnya, obat-obatan dengan
tidak memakai antibiotika terkecuali pada kasus kolera dan disentri, WHO telah
merekomendasikan pemakaian zinc dan penyuluhan. Secara umum penanganan diare ditujukan
untuk mencegah atau menanggulangi dehidrasi dan kemungkinan terjadinya intoleransi,
mengobati kausa dari diare, mencegah / menanggulangi gangguan gizi, dan menanggulangi
penyakit penyerta.
1. Rehidrasi
Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya.
Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan
atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan
dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus
berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak
atau golongan umur.
a. Rencana Terapi A
Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di
rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang
dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang. Gunakan larutan oralit
untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Jumlah oralit yang
diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang
disediakan di rumah
< 12 bulan
1-4 tahun
>5 tahun
50-100 ml
100-200 ml
200-300 ml
400 ml/hari (2 bks)
600-800 ml/hari ( 3-4 bks)
800-1000 ml/hari (4-5 bks)
b. Rencana terapi B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang,
dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. Berat badan anak tidak
diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel 3 berikut:
Tabel 3. Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama
Umur < 1 Tahun 1-5 tahun > 5 tahun
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml
( Buku ajar diare, 1999 )
Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga
100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan
penilaian, kemudian pilih rencana A, B atau C untuk melanjutkan pengobatan.
c. Rencana Terapi C
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-tama
menentukan bagaimana cairan akan diberikan, yaitu dengan jalur oral atau jalur
intravena. Jalur pilihan pada pasien dengan dehidrasi berat sebenarnya adalah jalur
intravena, karena membutuhkan waktu rehidrasi yang cepat, sedangkan cairan paling baik
adalah ringer laktat. Nilai setelah 3 jam, Jika keadaan anak sudah cukup baik maka
berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana
pengobatan yang sesuai. Jika dehidrasi teratasi pada bayi diberikan ASI dan dilanjutkan
terapi A atau B.
2. Nutrisi
Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek
buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi
tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan
persyaratan diet sebagai berikut yakni, pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi
yakni 24 jam pertama, makanan cukup energi dan protein, makanan tidak merangsang, makanan
diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil
dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektolit
sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. Khusus untuk
penderita diare karena malabsorbsi diberikan makanan sesuai dengan penyebabnya, antara lain
malabsorbsi lemak berikan trigliserida rantai menengah, Intoleransi laktosa berikan makanan
rendah atau bebas laktosa, Panmalabsorbsi berikan makanan rendah laktosa, parenteral nutrisi
dapat dimulai apabila ternyata dalam 5-7 hari masukan nutrisi tidak optimal.
3. Medikamentosa
Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obat-obat anti diare
meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti Norit,
kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan klorpromazin.
4. Penyuluhan
Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Diare (P2P Diare)
Tujuan dan Target program P2P diare
a. Tujuan
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare.
Tujuan kegiatan program yaitu perlu ditetapkan jumlah penemuan dan pengobatan
penderita diare.
b. Sasaran
Pelaksanaan pemberantasan penyakit diare ditujukan pada semua kelompok umur dengan
mengutamakan pada kelompok balita, yaitu bayi (0 - >1 tahun) dan balita (1 - <5 tahun).
c. Upaya Kegiatan Pencegahan Diare
Memberikan ASI
Memperbaiki makanan pendamping ASI
Menggunakan air bersih yang cukup
Mecuci tangan dengan air dan sabun
Menggunakan jamban
Membuang tinja bayi yang benar
Memberikan imunisasi campak
d. Upaya-upaya yang Telah Dilakukan
Mengadakan pertemuan Petugas Pengelola Diare Puskesmas
Pemberian oralit
Pengambilan data Diare ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)
Kunjungan Rumah Penderita Diare (Rehidrasi)
Pembinaan dan Penyuluhan
Kegiatan program P2P diare
a. Tatalaksana Pasien Diare di dalam Rumah Tangga
Dilakukan dengan jalan:
Meningkatkan cairan rumah tangga
Dilakukan dengan memberikan segera cairan yang banyak untuk mencegah terjadinya
dehidrasi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan yaitu kuah tajin, air sup, kuah sayur.
Meneruskan pemberian makanan
Merujuk ke Puskesmas terdekat
b. Protap Pelayanan Penderita Diare
Tujuan:
1) Untuk meningkatkan pelayanan penderita diare.
2) Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat diare.
3) Untuk memberikan standar pengobatan yang rasional
c. Lintas Diare
1) Rehidrasi dengan oralit formula baru (oralit osmolaritas rendah)
Keunggulan ORALIT osmolaritas rendah:
a) Mengurangi volume tinja hingga 25%
b) Mengurangi mual-muntah hingga 30%
c) Mengurangi pemberian cairan intravena hingga 33%
Kandungan ORALIT Rendah Osmolaritas
a) Natrium 75 mEq/L
b) Osmolaritas 245 mmol/L
o Pengurangan kadar glukosa dan garam perpendek durasi diare.
o Pengurangan osmolaritas Oralit mengurngi kuantitas tinja.
o Meningkatkan efektifitas pada anak dengan diare akut, nonkolera.
2) Pemakaian Zinc selama 10 hari berturut-turut
Keunggulan ZINC:
a) Mengurangi durasi diare akut sebesar 25%.
b) Mengurangi durasi diare persisten sebesar 29%.
c) Mengurangi kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 40%.
Dosis ZINC dan cara pemberian
a) Bayi umur < 6 bulan: Setengah tablet Zinc (10mg) sekali sehari selama
sepuluh hari berturut-turut.
b) Anak umur > 6 bulan: Satu tablet Zinc (20mg) sekali sehari selama
sepuluh hari berturut-turut.
3) ASI dan MP ASI diteruskan
4) Penggunaan antibiotika atas indikasi dan rasional
5) Nasihat pada ibu/pengasuh mengenai makanan, rujukan, dan pencegahan
d. Sarana Rehidrasi
Sarana rehidrasi dapat digolongkan menurut tempat pelayanan, yaitu di Puskesmas,
disebut Pojok Upaya Rehidrasi Oral (URO) atau lebih dikenal dengan nama POJOK
ORALIT dan di Rumah Sakit disebut kegiatan Pelatihan Diare (KPD). Pojok Oralit (Oojok
URO) didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat/ibu rumah tangga, kader dan petugas kesehatan dalam tatalaksana
penderita diare. Pojok URO juga merupakan sarana rujukan penderita diare, baik yang dari
kader maupun dari masyarakat. Melalui Pojok URO diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tatalaksana penderita diare khususnya dengan
upaya rehidrasi oral.
1) Fungsi Pojok Oralit
Mempromosikan upaya-upaya Rehidrasi Oral (URO)
Memberikan pelayanan penderita diare
Memberikan pelatihan kader (Posyandu)
2) Tempat Pojok Oralit
Adalah bagian dari suatu ruangan di Puskesmas (di sudut ruangan tunggu pasien)
dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas Puskesmas dapat mempromosikan URO kepada
ibu-ibu yang sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bila seseorang
penderita memerlukan URO. Penderita tersebut dapat duduk di kursi dibantu oleh
ibu/keluarganya untuk melarutkan dan meminum oralit selama waktu observasi 3 jam.