dialog konstruktif inisiatif internasionalisme ham dalam …

20
DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM MENEMBUS SACRED VEIL KEDAULATAN NEGARA M. Burhanuddin Ubaidillah 1 Abstract: The universality of human rights has become a trending topic in international arena studies since the ratification of the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) by the UN General Assembly in 1948. Human rights protection has become a tool for internationalism to penetrate the sacred veil of state sovereignty. Differences in views gave rise to a clash of civilizations between the West and the East. In the West, The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) was born and in the East, the IUDHR and the Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) were ratified by the OIC. Religion has the potential to be the most powerful and influential force on earth. On the other hand, historical facts show that wars, massacres, and crimes against humanity are more often committed in the name of religion than in the name of institutions. Calls for interfaith dialogue are seldom voiced in various parts of the world, instead, they are met with contempt and rejection due to isolation and lack of understanding of the importance of dialogue. This article examines the efforts of constructive dialogue and the initiative of Human Rights Internationalism in Penetrating the Sacred Veil of State Sovereignty by exploring authentic sources of all religions and conducting dialogue based on the verse ta'ala ila sentence in sawain bainana wa bainakum (a common word between us and you). with his teachings of peace can be realized. Keywords: international human rights, dialogical approach, evolutionary theory. Pendahuluan Universalitas HAM menjadi trend topik kajian percaturan internasional sejak disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1948. Perlindungan HAM sebagai alat internasionalisme menembus sacred veil kedaulatan negara. Konsep Hak Asasi Manusia 1 STAI Darussalam Krempyang Nganjuk

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM MENEMBUS SACRED VEIL KEDAULATAN NEGARA

M. Burhanuddin Ubaidillah1

Abstract: The universality of human rights has become a trending topic in international arena studies since the ratification of the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) by the UN General Assembly in 1948. Human rights protection has become a tool for internationalism to penetrate the sacred veil of state sovereignty. Differences in views gave rise to a clash of civilizations between the West and the East. In the West, The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) was born and in the East, the IUDHR and the Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) were ratified by the OIC. Religion has the potential to be the most powerful and influential force on earth. On the other hand, historical facts show that wars, massacres, and crimes against humanity are more often committed in the name of religion than in the name of institutions. Calls for interfaith dialogue are seldom voiced in various parts of the world, instead, they are met with contempt and rejection due to isolation and lack of understanding of the importance of dialogue. This article examines the efforts of constructive dialogue and the initiative of Human Rights Internationalism in Penetrating the Sacred Veil of State Sovereignty by exploring authentic sources of all religions and conducting dialogue based on the verse ta'ala ila sentence in sawain bainana wa bainakum (a common word between us and you). with his teachings of peace can be realized. Keywords: international human rights, dialogical approach, evolutionary theory.

Pendahuluan

Universalitas HAM menjadi trend topik kajian percaturan internasional

sejak disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Sidang

Umum PBB pada tahun 1948. Perlindungan HAM sebagai alat internasionalisme

menembus sacred veil kedaulatan negara. Konsep Hak Asasi Manusia

1 STAI Darussalam Krempyang Nganjuk

Page 2: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

68

mempengaruhi tujuan dan semua aspek hubungan internasional yang melingkupi

semua tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.2 Hal ini disebabkan karena setiap

manusia memiliki derajat yang luhur (human dignity) dari Tuhan. Semua manusia

memiliki martabat dan derajat yang sama, memiliki hak dan kewajiban yang sama

tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, suku, agama maupun status sosial

yang lainnya. 3

Dalam merealisasikan semua hak dan kebebasan asasi manusia adalah

tugas semua Negara, apapun sistem politik, ekonomi dan budayanya, sebagaimana

tertuang dalam Deklarasi Vienna: All human rights are universal, indivisible and

interdependent and interrelated. The international community must treat human

rights globally in a fair and equal manner, on the same footing, and with the same

emphasis. While the significance of national and regional particularities and various

historical, cultural and religious backgrounds must be borne in mind, it is the duty of

States, regardless of their political, economic and cultural systems, to promote and

protect all human rights and fundamental freedoms.4

Meski HAM diterima oleh semua negara sebagai sesuatu yang universal,

realisasi HAM harus terus-menerus dikontruksi dengan mempertimbangkan

kekhususan nasional, regional yang timbul karena faktor sejarah, budaya dan

2 Mashood A. Baderin, Internasional Human Rights and Islamic Law (New York : Oxford

University Press, 2003), 1, Fahmi Huwaedi, Al-Islam wa al-Demokratiyyah, (Kairo: Markaz al-Ahram, 1993), 195, Weeramantry, C.G. “Human Rights and Scientific and Technological Progress.” In Human Rights: New Dimensions and Challenges, 2019. 23.

3 Saleem Azzam “Deklarasi Islam Universal Hak Asasi Manusia”, dalam Hak Asasi Manusia Dalam Islam, ed. Harun Nasution dan Bahtiar Effendi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 157, Dede Rosyada dkk, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani (Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media, 2003), 200.

4 Dalam Deklarasi Vienna butir 5 ditegaskan, pertama, semua hak asasi manusia bersifat universal, tidak dapat dipisahkan, saling bergantung dan saling terkait yang berarti masyarakat dunia harus memperlakukan semua HAM secara adil dan seimbang dengan dasar dan penekanan yang sama. Kedua, kekhususan nasional dan regional serta berbagai latar belakang sejarah, budaya dan agama adalah sesuatu yang penting dan harus terus menjadi pertimbangan dalam memajukan dan melindungi semua HAM. Ketiga, tugas semua negara, apapun sistem politik, ekonomi dan budayanya, untuk memajukan dan melindungi semua HAM dan kebebasan asasi.Vienna Declaration and Programme of Action Adopted by the World Conference on Human Rights in Vienna on 25 June 1993.

Page 3: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

69

agama yang melahirkan berbagai konsep dan penafsiran tentang Hukum

Internasional Hak Asasi Manusia. Perbedaan pandangan di wilayah domestik dan

internasional menunjukkan belum terdapat kesepakatan faham. Perbedaan

konseptual yang terjadi adalah berasal dari kompleksitas dan keragaman

masyarakat dan peradaban.5 Di Barat lahir The Universal Declaration of Human

Right (UDHR) sebagai kontruks budaya mereka yang egaliter dan toleran, dan di

Timr lahir IUDHR dan Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI) yang

diratifikasi oleh OKI. Persepsi inilah yang memunculkan clash civilization antara

Barat dan Timur.

Menurut Charles Kimball, agama berpotensi sebagai kekuatan yang paling

dahsyat dan berpengaruh di muka bumi. gagasan dan komitmen keagamaan

mengilhami individu dan pemeluknya meninggalkan semua kepentingan pribadi

demi mencapai nilai kebenaran tertinggi. Di sisi lain, fakta sejarah menunjukkan

adanya perang, pembantaian, dan masih banyak lagi kejahatan kemanusiaan lebih

sering dilakukan atas nama agama dibandingkan atas nama institusional.6

Dalam pandangan Kimball, ada lima penyimpangan yang menunjukkan

agama akan menjelma menjadi bencana. Pertama, agama mengedepankan klaim

kebenaran secara mutlak (absolute truth claims) terutama bagi agama missi

seperti Islam, Kristen dan Yahudi. Standar ideal yang diyakini bersifat konsisten,

lengkap dan final, satu-satunya jalan kebenaran karena benar-benar asli dari

Tuhan. Sedangkan standar yang dipakai menilai agama lain sepenuhnya terbalik.

Agama lain dianggap salah, sesat, bahkan kafir. Ideologi klaim kebenaran mutlak

berimbas pada sikap standar-ganda (double-standard) dan menciptakan suasana

chaos yang tiada henti dalam sejarah kehidupan manusia. Kedua, ketaatan buta

kepada pemimpin agama yang dianggap mempunyai otoritas (blind obedience)

5 B. Weston, Human Rights in New Encyclopedia Britannica, 15th Ed., Vol 20, 713, Abu al-A’la

al-Maududi, Human Rights in Islam, (Leicester: Islamic Foundation, 1983), 19. 6 Charles Kimball, When Religion Becomes Evil, (Jakarta: Mizan, 2013), 1, Mohammed

Arkoun, Al-Fikr al-Islamiy: Qiraah Ilmiyyah, (Beirut: Markaz al-Inma al-Qaumiy, 1996), 74.

Page 4: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

70

dengan mencampuradukkan antara agama dengan pemahaman keagamaan dalam

bentuk doktrinasi yang terjadi di masyarakat tradisional yang begitu taat dengan

kharisma pemimpin, juga dalam masyarakat modern yang mengalami kegersangan

spiritual. Ketiga, pemeluk agama merindukan zaman ideal di masa lalu dan

bertekat merealisasikan di zaman sekarang (establishing the “ideal” time). Pemeluk

agama Yahudi ingin menjadikan tafsir kitab suci sebagai ketegasan Tuhan dengan

mendirikan negara Israel dan menguasai Jerussalem. Gerakan Kristen the Moral

Majority and Christian Coalition di Amerika, berniat memberlakukan ajaran Tuhan

sebagai hukum positif yang menjamin keteraturan hidup manusia, dan orang

muslim memiliki fantasi untuk mewujudkan kembali masa keemasan berupa

negara Islam. Keempat, agama membiarkan terjadinya tujuan yang menghalalkan

segala cara (the end justifies the means) atas nama kesucian agamanya yang secara

hakiki bertentangan dengan missi agama. Kelima, mengobarkan perang suci atas

nama agama (declaring holy war).7 Magnus Ranstorp menyebutnya dengan

terrorism in the name of religion dan Bruce Hoffan menyebutnya dengan religion

terrorism. Dalam Islam, doktrin declaring holy war terwujud dalam konsep jihad

yang ditafsirkan secara semena-mena sebagai agresi tanpa batas atas nama Tuhan,

sedangkan perang suci Kristen bersumber kepada doktrin Perang Adil pada awal

kekuasaan Constantine dan Perang Salib yang diserukan oleh Paus Urban II.8

Menurut Charles Kimball, ideologi dan komitmen keagamaan menjadi

faktor sentral dalam eskalasi kekerasan dan kejahatan di seluruh dunia.9 Robert

John Ackermann mengatakan bahwa kritik tidak membuat agama layu, tetapi

agama yang tidak dapat melancarkan kritik berarti sudah mati, karena agama

selain menyediakan ruang teraktualisasikannya potensi spiritual manusia ia juga

7 Charles Kimball, When Religion Becomes Evil, (Jakarta: Mizan, 2013), 49-166, Rumadi,

Renungan Santri dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama (Jakarta: Erlangga, t.t), 122, 8 Syamsul Arifin, “Fundamentalisme Agama” dalam Terorisme & Fundamentalisme Agama

Sebuah Tafsir Sosial, ed. Achmad Jainuri, dkk. (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), 78. 9 Charles Kimball, When Religion Becomes Evil, (Jakarta: Mizan, 2013), 6.

Page 5: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

71

tertuntut untuk berdialog dengan kecerdasan, pergolakan fisik dan perubahan

mental pemeluknya.10

Syaikh Ali Goma’a mengatakan bahwa ajakan dialog antar agama hampir

tidak pernah disuarakan di berbagai belahan dunia, justru disambut dengan

penghinaan dan penolakan karena isolasi dan belum memahami pentingnya

dialog. Tetapi sekarang dialog menjadi sebuah kebutuhan intelektual dan

pragmatis di mana rintangan telah disingkirkan melalui komunikasi, transportasi,

dan teknologi baru.11 Dari sinilah agama-agama dituntut menggali sumber-sumber

secara otentik di mana semua agama pernah menjadi agen perdamaian. Selain itu

diperlukan kajian menjernihkan pemikiran yang salah, dan mendialogkan antar

agama agar agama yang sarat dengan ajaran kedamaiannya benar-benar dapat

terwujud.

Pergulatan Panjang Asal Usul HAM Internasional

Pergulatan panjang asal usul HAM melahirkan dua pendekatan. Pertama,

pemikiran yang mendasarkan pandangannya langsung pada ajaran agama (wahyu

Allah) sebagai kekuatan yang mengatasi manusia dan keberadaanya tidak

bergantung pada umat manusia. Kedua, pemikiran yang tidak secara langsung

mendasarkan diri pada agama yang sangat beragamam. Prinsip pemikiran ini

adalah manusia dapat hidup dibawah nilai kemanusiaan memerlukan syarat

objektif, bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka nilai kemanusiaan akan hilang

dan manusia akan musnah.12

10 Robert John Ackermann, Religion as Critique, (New York: The University of Massachusetts

Press Post Office Box, 1985), 5. 11 Ali Goma’a, “A Common Word Between Us and You”: Motives and Application” dalam

Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 2.

12 Peter Davies, HAM, Sebuah Bunga Rampai (Jakarrta: Yayasan Obor Indonesia, 1994), 193.

Page 6: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

72

Secara historis, perkembangan ide-ide HAM tidak dapat dilepaskan dari

gagasan Iohn Locke. sebelum ada negara, manusia dikuasai hukum alam.13 Ide-ide

John Locke dalam karyanya Second Kreatise of The Government menyatakan bahwa

semua orang itu dinyatakan sama dan memiliki hak-hak alamiah yang tidak dapat

dilepaskan. Ide toleransi waktu itu antara orang Katolik dan Atheis.14

Teori revolusioner Rene Descartes mengenai Cogito Ergo Sum

merefleksikan peralihan dari kekuasaan iman tradisi umum ke kesadaran pribadi

individu, dan pemikiran Hogo Grotius (de Groot) menerangkan terbentuknya

negara bertitik tolak dari kodrat manusia. Tetapi, abad pertengahan menganggap

hukum alam sebagai manifestasi kekuasaan Ilahi, Grotius menetapkan landasan

hukum alam adalah manusia sendiri yang mempunyai rasio untuk berpikir

(rasional), sehingga menurutnya hak-hak subjektif manusia mencakup: hak untuk

menguasai dirinya sendiri, yaitu hak kemerdekaan, hak untuk menguasai orang

lain; seperti kekuasaan orang tua terhadap anak, Serta hak untuk menguasai harta

miliknya.15

Para bangsawan Inggris mempertahankan hak-hak mereka yang

dicampakkan oleh kekuasaan Raja John dan melahirkan Magna Carta (1215) yang

isinya antara lain memberikan batasan kekuasaan raja yang absolut dan totaliter.

Semangat Magna Carta melahirkan Undang-Undang Hak (Bill of Right) dalam

Kerajaan Inggris tahun 1689,16 hingga timbul adagium yang berintikan "manusia

sama di muka hukum" (Equality Before The Law) yang memperkuat timbulnya

negara hukum dan demokrasi, mengakui dan menjamin asas persamaan dan

kebebasan sebagai warga negara.17

13 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukuru Islam, Vol. II (]akarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

1997), 78. 14 Eko Praseho, Hak Asasi Manusia: Proyek Penataan Global, Pelatihan HAM dan Kekerasan

yang dilaksanakan oleh PUSHAM UII, Tanggal 12 November 2000, 1. 15 Gunawan Setiardja, Hak Asasi Manusia Berdasarkan ldeologi Pancasila (Yogyakarta:

Kanisius, 1997), 79-82. 16 Kompilasi Deklarasi Hak Asasi Manusia (Jakarta: YLBH, 1988), 5. 17 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 21.

Page 7: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

73

Di Perancis (1789) lahir The French Declaration dengan hak-hak yang lebih

rinci sebagai dasar dari The Rule of Lazo.18 Deklarasi yang lahir dari Revolusi

Perancis berhasil meruntuhkan susunan masyarakat feodal, termasuk golongan

pendeta agama dan susunan pemerintahan negara yang bersifat kerajaan dengan

sistem monarki absolut. Revolusi Perancis bertujuan memperoleh jaminan hak-

hak manusia dalam perlindungan undang-undang negara yang dirumuskan dalam

tiga prinsip (Trisloganda), yaitu (1) Kemerdekaan (Liberte), (2) Kesamarataan

(Equalite), (3) Kerukunan dan Persaudaraan (Furniture). Ketiga semboyan ini telah

melahirkan konstitusi Perancis 1791.19

Konsepsi HAM terus mengalami perubahan. Isi dan ruang lingkup HAM

tidak responsif dan aspiratif terhadap perkembangan situasi serta tuntunan realita

sosial yang berkembang. Hak-hak yang harus mendapat perlindungan tidak hanya

yuridis-politis, melainkan juga hak-hak dalam bidang kehidupan seperti ekonomi,

sosial, dan budaya.20 Pada penghujung abad ke-20 hampir di seluruh dunia,

masalah HAM diangkat sebagai masalah urgen dalam negara demokrasi. HAM

dianggap sebagai konsep etika politik modern dengan gagasan inti tuntutan moral

menyangkut bagaimana manusia wajib diperlakukan sebagai manusia karena HAM

pada dasarnya mengarah pada penghormatan terhadap kemanusiaan,21 dipandang

dari segi ideologi, adat istiadat, terutama kemajuan dunia modern. Para politisi,

organisasi keagamaan dan serikat buruh, baik secara pribadi maupun organisasi

nonpemerintah memberikan inspirasi demi mewujudkan standar internasional.22

18 Dalam The French Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang

menjamin timbulnya demokrasi dan negara hukum. Baharuddin Loppa, Al-Qur'an dan HAM (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), 3-4.

19 Kuncoro Purbopranoto, Hak-hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979), 18-19.

20 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 22. 21 Robert A. Dahl, Demokrasi dan Para Pengkritiknya (Jakarta: Yayasan Obor

lndonesia,1992), Antonio Cassesse, Latar Belakang Hak Asasi Manusia di Dunia Yang Berubah,Terj. (Jakarta: Yayasan Obor lndonesia, 1994), xxiii.

22 Nanang Kosim, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam: Studi Perbandingan Pemikiran antara al-Maududi dan An-NAim dalam Merespon Deklarasi Universal HAM, UIN Sunan Kalijaga, 13.

Page 8: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

74

Toc Queville mengistilahkan lingkaran kebebasan pribadi sebagai tatanan budaya

politik bangsa yang menekankan nilai hak pribadi, kebebasan dan kesempatan

tidak hanya sebagai idealisme, tetapi pada kenyataan yang

sesungguhnya.23Anthony Giddens menyatakan bahwa globalisasi merupakan

sebuah proses yang kompleks, tidak hanya digerakkan oleh suatu kekuatan

tertentu, melainkan oleh banyak kekuatan, seperti budaya, teknologi, politik

maupun ekonomi.24

Dimensi baru HAM dirumuskan D. Roosevelt, menjadi inspirasi dan bagian

dari Universal Declaration of Human Rights 1948.25 Terbentuknya konsensus

internasional tentang Universal Declaration of Human Rights pada 10 Desember

1948 dimotori oleh AS, Perancis, dan Inggris. Hal ini memperkuat pandangan

bahwa isu-isu hak azasi manusia tidak saja terkait dengan persoalan krusial

menyangkut aspek-aspek dan standar universalitas hak azasi manusia, tetapi juga

terkait dengan latar belakang pembentukannya untuk menciptakan perdamaian

dunia. Tahun 1993 diselenggarakan Konferensi Dunia tentang Hak-hak Asasi

Manusia di Wina, Austria dan melahirkan beberapa kesepakatan yang bertujuan

memperkuat dan menegaskan pelaksanaan HAM di seluruh dunia. Hasil

kesepakatan tersebut melahirkan Deklarasi Wina.26

Menurut Jean Claude Vatin (peneliti Centre de Recherches et d'etuder Sur Les

Societes Mediterranee, Aix-en Proaence Perancis), di negara-negara Islam muncul

upaya perumusan HAM dengan tiga kategori: Pertama, seluruh hak-hak asasi

manusia telah ada dalam Al-Qur'an dan masyarakat pada zaman Rasulullah. Kedua,

mengadakan reformasi dan transformasi melalui peraturan Islam yang diperbarui

secara menyeluruh, dirancang secara baru untuk memenuhi kebutuhankebufuhan

23 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 23. 24 Anthony Giddens, The Third Way: The Renewal of Social Democracy, (Cambridge, UK:

Polity Press, 1998), 38. 25 United Nations, “The Universal Declaration of Human Rights”, dalam Microsoft Encarta

2006. Microsoft Corporation. All rights reserved, 1993-2005. 26 Ahmad Kosasih, HAM dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 23.

Page 9: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

75

sosial masyarakat. Ketiga, kelompok moderat berupaya menampilkan solusi baru

tentang hak-hak asasi manusia yang bahan-bahannya diambil dari ajaran Islam

dan kebutuhan di zaman modern. Masuk dalarn kategori ini adalah Deklarasi Islam

Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia yang telah diterbitkan oleh Dewan Islam

pada Konferensi Islam di Mekah tahun 1981. Deklarasi ini berisi 23 pasal. Teks

deklarasi membuat acuan dari totalitas peraturan yang berasal dari Al Qur'an,

sunnah Rasulullah, dan hukum-hukum lainnya yang ditarik dari kedua sumber

tersebut dengan metode-metode yang dianggap sah menurut hukum Islam.

Sedangkan dalam pendahuluan deklarasi, dikemukakan bahwa hak-hak asasi

manusia bersumber dari suatu kepercayaan bahwa Allah, dan hanya Allah pemberi

hukum dan sumber dari segala hak-hak asasi manusia. Karena bersumber dari

Tuhan, maka tidak seorang penguasa, pemerintah, majelis, atau ahli yang bisa

membatasi atau melanggar dengan cara apa pun hak-hak asasi manusia yang telah

dianugerahkan Tuhan. Demikian pula hak-hak tersebut tidak dapat dilepaskan dari

manusia.27

Saleem Azzam dalam prakata Deklarasi Islam Universal Tentang Hak Asasi

Manusia mengatakan pandangan Islam terhadap HAM dapat dilihat dari tiga hal.

Pertama, Islam sebagai ajaran yang mempunyai misi rahmatan lil Âlamîn. Kedua,

Secara kelembagaan, yakni dalam bentuk konvensi IUDHR (Islamic Universal

Declaration of Human Rights) dan CDHRI (Cairo Declaration on Human Rights in

Islam). Ketiga, Secara personal para ulama dan cendekiawan Muslim.28 Rumusan

dasar HAM internasional dalam bentuk piagam dimulai sejak pertemuan di Abu

Dhabi tahun 1977 dan menghasilkan rumusan “Deklarasi Islam Universal Tentang

Hak Asasi Manusia” (Islamic Universal Declaration of Human Rights, IUDHR) yang

27 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum lslam, Vol. II (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1997), 497-499, Masykuri Abdillah, Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of Democracy, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 101-102.

28 Prakata Saleem Azzam pada “Deklarasi Islam Universal Hak Asasi Manusia”, dalam Hak Asasi Manusia Dalam Islam, ed. Harun Nasution dan Bahtiar Effendi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 157.

Page 10: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

76

terdiri dari 22 pasal. Pada tahab selanjutnya lahir Cairo Declaration on Human

Rights in Islam (CDHRI), dideklarasikan pada 15 Agustus 1990 di Kairo oleh

negara-negara Muslim yang tergabung dalam Organization of Islamic Conference

(OIC).29

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme HAM dalam Menembus Sacred

Veil Kedaulatan Negara

Prinsip interpretasi Abdullah Ahmad An-Naim tehadap HAM menggunakan

teori evolusi syari’ah yang dikembangkan Mahmoud Muhamed Taha.30 Penafsiran

ini menunjukkan kriteria pengindentifikasian ayat-ayat yang harus

diimplementasikan dalam konteks kemodernan yang disinyalir mampu

memecahkan kebuntuan antara tujuan pembaruan, keterbatasan konsep dan

tehnik syariah historis dengan penukaran teks periode Madinah pada teks periode

Makkah yang lebih awal.31 Evolusi ini terjadi dengan interpretasi evolusioner

melalui pembalikkan proses nasakh, yakni, nasakh al-hukm wa al-tilawah

(penghapusan hukum dan tilawahnya), dan nasakh al-hukm dûna al-tilâwah

29 Rincian Konvensi OKI ini secara garis besar dibagi dua kategori. Pertama, hak-hak sipil

dan politik yang meliputi hak persamaan dan martabat manusia, kewajiban dan tanggung jawab dasar (Pasal 1), hak hidup sebagai pemberian Tuhan (Pasal 2), hak persamaan di depan hukum (Pasal 19), dan tentang hak berpendapat bebas dan tidak bertentangan dengan syariah (Pasal 22). Kedua, hak-hak sosial dan ekonomi, yang meliputi hak memperoleh pendidikan (Pasal 9), hak bekerja (Pasal 13), hak memiliki kekayaan (Pasal 15), hak memenuhi kehidupan yang memadai (Pasal 17), hak untuk aman bagi dirinya, agama, tanggungan, kehormatan dan hartanya (Pasal 18), dan lain-lain.

30 Mahmoud Muhamed Taha menyatakan: “Dalam teori evolusi ini kami mempertimbangkan alasan di luar suatu teks. Jika ayat tambahan yang digunakan untuk menolak ayat utama pada abad ke tujuh telah memfungsikan tujuannya secara sempurna dan menjadi tidak relevan bagi era baru, abad ke dua puluh, maka waktu yang memungkinkan menghapuskannya dan kemudian ayat utama diberlakukan. Dengan cara itu ayat utama kembali sebagai teks yang operatif pada abad kedua puluh dan menjadi basis legislasi yang baru. Inilah yang dimaksud dengan teori evolusi syariah, satu peralihan dari suatu teks lain yang ditunda hingga waktunya tepat. Oleh karena itu, evolusi bukan suatu yang tidak realistis atau prematur, bukan pula menunjukkan suatu pandangan yang naif dan mentah. Ia semata-mata hanyalah problem dari satu teks ke teks yang lain.” Mahmoud Muhamed Taha, e Second Message. Of Islam: Syariah Demokratik, (Surabaya: elSAD, 1996), 55-56.

31 Husniatus Salamah Zainiati, Reformasi Syariah dan HAM: Kajian atas Pemikiran Abdullah Ahmad An-Naim, dalam Jurnal IAIN Sunan Ampel, Edisi XVIII, Oktober-Desember 1999, 71.

Page 11: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

77

(penghapusan hukum tanpa teksnya). Proses pembalikan nasakh ini menyebabkan

teks-teks yang dihapus tilawahnya dan masih berlaku hukumnya dianggap

mungkin untuk diberlakukan dan pada kondisi mendesak untuk pembaruan

hukum Islam, dan karenanya wajib diaplikasikan.32 Menurut Mayer, pemikiran An-

Naim tidak bernada defensif dan apologetik seperti umumnya kalangan

konservatif Muslim,33 dan secara terbuka menolak konsep hak-hak asasi manusia

universal.34

Menurut an-Naim, konsep syariah merupakan produk pemahaman manusia

terhadap sumber-sumber Islam dalam konteks histories sejak abad ke VII sampai

abad ke IX. Selama periode tersebut para fuqaha menafsirkan al-quran, al-sunnah

dan sumber lainnya dalam rangka mengembangkan system syariah yang

komprehensif dan koheren sebagai petunjuk bagi umat Islam. Jika formulasi

syariah tersebut diaplikasikan pada masa sekarang, ia akan melanggar hak asasi

kaum perempuan dan non-muslim.35

Menghadapi isu-isu hak asasi manusia universal, An-Naim menekankan

pentingnya penalaran dalam menafsirkan sumber-sumber ajaran Islam. An-Naim

menggunakan prinsip evolusioner Mahmoud Muhamed Taha dengan terlebih

dahulu membagi al-Quran ke dalam dua corak pesan yang berbeda secara

kualitatif sebagai analisis tahapan pembentukan syariah modern yang

menghormati HAM. Pertama, teks-teks al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad di Makkah. Teks-teks al-Quran di Makkah menurutnya mengandung

esensi universalisme Islam dan mempunyai kandungan makna yang abadi, seperti

32 Abdullah Ahmad An-Naim, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), 113. 33 Ann Elizabeth Mayer, Islam and Human Rights: Traditions amd Politics, (Colorado: West

View Press, 1999), 44. 34 Bassam Tibi, “Syariah, HAM dan Hukum Internasional”, dalam Dekonstruksi Syariah (II),

terj. Farid Wajidi (Yogyakarta: LKIS, 1996), 95. 35 Abdullahi Ahmed An-Na’im, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996) 3-4. Abdullah Ahmad an-Naim dan Mohammed Arkoun, Dekontruksi Syariah II: Kritik Penjelajahan Lain, terj. Farid Wajdi (Yogyakarta: LkiS, tt).

Page 12: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

78

persaudaraan, koeksistensi damai, kesetaraan antar jenis kelamin dan kebebasan

beragama. Kedua, teks-teks al-Quran yang diwahyukan di Madinah, mengandung

gagasan dan ajaran yang di dalamnya berisi pembatasan-pembatasan terhadap

kebebasan individu, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan non-

Muslim.36 Menurut An-Naim, periode Madinah dianggap sebagai awal tahap

pembentukan syariah dalam Islam dibanding dengan periode Makkah yang lebih

menekankan aspek akidah dan moral. Periode Makkah adalah periode yang

bersifat umum, mencerminkan Islam sebagai agama, sedangkan periode Madinah

merupakan periode khusus dimana Islam ditampilkan sebagai negara.37

Dalam konteks ini, An-Naim melihat pesan Makkah sebagai pesan abadi dan

fundamental yang menekankan martabat yang inheren pada seluruh umat

manusia tanpa membedakan jenis kelamin, ras, golongan, keyakinan agama dan

lain-lain.38 Sedangkan pesan Madinah merupakan pesan kompromi praktis dan

realistic ketika tingkat tertinggi dari pesan Makkah tidak dapat diterima oleh

masyarakat abad VII M. Dengan demikian, ayat-ayat Makkiyah merupakan pesan

Universal-Egaliterian-Demokratik yang sangat menjungjung nilai-nilai HAM,

sementara ayat-ayat Madaniyyah mencerminkan pesan sektarian-eksklusif-

deskriminatif. Pesan yang disebut terakhir ini diyakini oleh An-Naim sebagai

kurang popular dengan kondisi kemodernan.

Dalam penerapan norma-norma legal hak-hak asasi manusia universal, dan

sejalan dengan berbagai kebutuhan masyarakat kontemporer serta standar hukum

internasional, An-Naim menggunakan prinsip resiprositas. Prinsip ini menyatakan

bahwa seseorang harus memperlakukan orang lain sama seperti ia mengharapkan

diperlakukan orang lain. Menurut An-Naim, prinsip ini dimiliki oleh semua tradisi

36 Istiaq Ahmed, “Konstitualisme, HAM dan Reformasi Islam”, dalam Dekonstruksi Syariah

(II), terj. Farid Wajidi (Yogyakarta: LKIS, 1996), 75. 37 Abdullah Ahmad an-Naim dan Mohammed Arkoun, Dekontruksi Syariah II: Kritik

Penjelajahan Lain, terj. Farid Wajdi (Yogyakarta: LkiS, tt), 104 38 Abdullahi Ahmed An-Na’im, Islam and Human Rights: Beyond The Universality Debate,

(Washington: The American Society of International Law, 2000), 95. David Littman, Universal Human Rights and Human Rights in Islam, (New York: Journal Midstream, 1999), 1.

Page 13: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

79

agama besar dunia. Selain itu, prinsip ini menurutnya memiliki kekuatan moral

dan logika yang dapat mudah diapresiasi oleh semua umat manusia.39 Penerapan

prinsip ini harus bersifat saling menguntungkan, artinya ketika seseorang

mengidentifikasikan orang lain, maka seseorang hendaknya menggunakan prinsip

timbal balik yang sama. Kriteria yang dikedepankan An-Naim dalam

mengidentifikasi hak-hak asasi manusia universal adalah bahwa hak-hak itu

diberikan atas dasar kemanusiaan. Ketika hak-hak asasi manusia universal itu

diklaim oleh suatu tradisi untuk anggota-anggotanya, maka dengan sendirinya

tradisi tersebut harus mengakui anggota-anggota dari tradisi lain.40

Penerapan prinsip resiprositas dapat menopang hak-hak asasi manusia

universal, maka penafsiran harus mencakup pihak lain dari seluruh umat manusia

dengan mengabaikan jenis kelamin, agama, ras, atau bahasa. Dalam rangka

melakukan penafsiran yang valid dan dipercaya, An-Naim menerapkan prinsip

interpretasi evolusioner untuk meraih inisiatif kreatifnya. Teori evolusioner

menyarankan agar dilakukan pengujian secara terbuka terhadap teks-teks al-

Quran dan Sunnah yang melahirkan dua tahap risalah Islam, yaitu periode Makkah

dan Madinah. Pesan Makkah merupakan pesan Islam yang abadi dan fundamental,

yang menekankan martabat inheren pada seluruh umat manusia, tanpa

membedakan jenis kelamin, keyakinan keagamaan, ras, dan lain-lain. Pesan itu

ditandai dengan persamaan antara laki-laki dan perempuan dan kebebasan penuh

untuk memilih dalam beragama dan keimanan.41 Ketika pesan universal pada teks-

teks Makkah belum bisa dilaksanakan, maka pesan realistik diturunkan di

Madinah. Dengan demikian, pesan-pesan universal periode Makkah yang belum

siap dilaksanakan, ditunda dan diganti dengan prinsip-prinsip praktis yang

39 Abdullah Ahmad An-Naim, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), 310. 40 Abdullahi Ahmed An-Naim, Islam and Human Rights: Beyond The Universality Debate,

Washington: The American Society of International Law, 2000, 372. 41 Abdullah Ahmad An-Naim, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), 103.

Page 14: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

80

diwahyukan di Madinah. Aspek-aspek pesan universal Makkah yang ditunda

tersebut tidak akan pernah hilang sebagai sumber hukum. Pesan-pesan tersebut

hanya ditangguhkan pelaksanaannya, dan menunggu waktu yang tepat.42

Perbedaan teks-teks Makkah dan Madinah bukan karena persoalan waktu

dan tempat, melainkan perbedaan sasaran kelompok. Dengan memperhatikan isu

hak-hak asasi manusia universal yang menyangkut diskriminasi atas dasar gender

dan agama, An-Naim menggunakan teori evolusioner Mahmoud Muhamed Taha

sebagai solusinya. Dengan kata lain, An-Naim mengusulkan evolusi dari teks-teks

Madinah ke teks-teks Makkah. Prinsip interpretasi evolusioner yang dimaksudkan

adalah membalikkan proses penghapusan hukum suatu teks, sehingga teks-teks

yang dihapus pada masa lalu dapat digunakan dalam hukum sekarang.43

B. Weston melihat adanya perbedaan pandangan prinsip HAM di wilayah

domestik dan internasional, yang berarti belum terdapat kesepakatan tentang

ruang lingkup HAM. Perbedaan konseptual yang terjadi adalah berasal dari

kompleksitas dan keragaman masyarakat dan peradaban. 44 Dalam konteks ini,

Mashood A. Baderin, Reader Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Direktur

Hukum Internasional dan HAM menyatakan: A dialogical approach demands a

culture of tolerance and persuasion and the abandonment of culture of parochialism,

violience and rivalry. It requires capacity to listen, respect, accommodate and

exchange.45 Menurut Mashood Baderin, perspektif harmonisasi konstruktif

berpeluang besar dikembangkan baik secara teologis maupun keilmuan yang

moderat, dinamis, dan konstruktif berkaitan hak-hak perempuan, hak-hak

minoritas, dan penerapan hukum pidana dengan pendekatan komplementer dan

akomodatif untuk keseluruhan umat manusia.

42 Abdullah Ahmad An-Naim, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), 103-104. 43 Abdullah Ahmad An-Naim, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights,

and International Law, (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), 110. 44 B. Weston, Human Rights in New Encyclopedia Britannica, 15th Ed., Vol 20, 713. 45 Mashood A. Baderin, Internasional Human Rights and Islamic Law (New York : Oxford

University Press, 2003), 5

Page 15: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

81

Menurut Ali Goma’a, dialog adalah salah satu dari beberapa jenis eksplorasi

dalam sebuah pencarian kejelasan, yang merupakan salah satu dari basis esensial

dari dialog itu sendiri. Ia menegaskan pentingnya mengedepankan hal-hal umum

dan mengesampingkan egoism yang hanya ingin mencari pembenaran sendiri

yang pada akhirnya melupakan perbedaan.46 Fokus dari inisiatif Sebuah

Persamaan yang diinginkan Ali Goma’a adalah bukan hanya mencari titik

perspektif yang menyatukan, melainkan juga menyadari dan menghargai

perbedaan yang mengayakan.47 Hal Paling mendasar yang mendorong gagasan

Sebuah Persamaan adalah kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. Selain

itu, yang menginspirasi Ali Goma’a untuk melakukan gerakan ini adalah

perdamaian.48 Menurut Wiliam O. Gregg Sebuah Persamaan memberikan

kesempatan untuk menamai dan mengetahui perbedaan nyata antara kita pada

cara-cara yang konstruktif, kritis dan memberi hidup.49

Senada dengan Ali Goma’a dan Wiliam O. Gregg, Hossein Nasr berpendapat

bahwa teori menemukan Sebuah Persamaan tidak didasarkan pada menanggalkan

beberapa ajaran agama masing-masing, tidak mengesampingkan hal-hal yang

sakral bagi pemeluk agama, tetapi didasarkan pada penetrasi melampaui

ketertiban formalitas ke rumah perdamaian yang melebihi perbedaan-perbedaan

secara formal dengan mempertimbangkan realita untuk memperoleh pemahaman

46 Ali Goma’a, “A Common Word Between Us and You”: Motives and Application” dalam

Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 2.

47 F.X. Armada Riyanto, “Nilai-nilai Agama: Dialogical & Rekonsiliatif Perspektif Gereja Katolik”, Toleransi, Jurnal Dialog Lintas Agama, Vol. 1 No. 2, (Juli 2000), 15.

48 Ali Goma’a, “A Common Word Between Us and You”: Motives and Application” dalam Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 16.

49 Wiliam O. Gregg, “The Power of Finding Common Ground: “A Common Word” and the Invitation to Understanding” dalam Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 32-33.

Page 16: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

82

yang lebih simpatik akan mengapa ada perbedaan yang tidak bisa diperkecil di

antara sesama dalam bidang formal tersebut.50

Hossein Nasr menyatakan bahwa sebuah agama tidak bisa dibatasi olehnya,

melainkan oleh apa yang tidak dicakup olehnya, setiap agama pada hakekatnya

suatu totalitas.51 Bagi Husen Nasr agama-agama besar dunia adalah pembentuk

aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai satu puncak hakikat yang

misterius.52 Hossein Nasr berharap dengan tataran esoterik dan eksoterik

penganut agama akan terjalin dialogis yang hakiki, sebab keragaman agama

merupakan akibat langsung dari kekayaan wujud Tuhan yang tak terbatas.53

Konteks mengedepankan prinsip perdamaian dalam menemukan Sebuah

persamaan dalam hubungan internasional baik dengan sesama negara Islam

maupun negara non Islam seperti ini sejalan dengan hubungan Internasional di

kalangan Liberalisme Sosiologis sebagai hubungan yang koperatif dan mendukung

perdamaian. Menurut Karl Deutsch yang dikutip oleh Robert Jackson & Georg

Sorensen, hubungan antar masyarakat atas dasar perdamaian akan menghasilkan

security community, konflik dan persoalan dapat diselesaikan tanpa harus

menggunakan kekerasan fisik dalam sekala besar (perang).54

PENUTUP

Asal usul HAM Internasional mengalami pergulatan panjang. Berangkat dari

gagasan John Locke, teori revolusioner Rene Descartes, pemikiran Hogo Grotius,

50 Sayyed Husen Nasr, “A Common Word” Initiative: “Theori and Praxis” dalam Muslim and

Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 3-4.

51 Frithjof Schuon, The Preneal of Fhilosofi Muslim (Bandung: Mizan, 1993),76. 52 Seyyed Hossein Nasr, In Quest of the Eternal Sophia dalam Philosopher Critique D’eux Mens

Philosophische Selbstbetrachtugen, (Andre Mercier and Sular Maja, Vol. 5-6,1980),113. 53 Sayyed Husein Nasr, “A Common Word” Initiative: “Theori and Praxis” dalam Muslim and

Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan, New York: Palgrave Macmillan, 2010, 70-71.

54 Robert Jackson & Georg Sorensen, Understanding International Relations, 2nd ed., (New York: Palgrave, 2001), 144.

Page 17: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

83

Magna Carta tahun 1215 hingga melahirkan Bill of Right dalam Kerajaan Inggris

tahun 1689. Di Perancis lahir The French Declaration tahun 1789 sebagai dasar The

Rule of Lazo. Dimensi baru HAM internasional dirumuskan D. Roosevelt yang

menjadi inspirasi dan bagian dari terbentuknya konsensus internasional Universal

Declaration of Human Rights (UDHR) pada 10 Desember 1948. Tahun 1977 lahir

Islamic Universal Declaration of Human Rights (IUDHR) di Abu Dhabi dan

selanjutnya dideklarasikan Cairo Declaration on Human Rights in Islam (CDHRI)

pada 15 Agustus 1990 di Kairo oleh negara-negara Muslim yang tergabung dalam

Organization of Islamic Conference (OIC).

Meski HAM diterima oleh semua negara, namun perbedaan pandangan di

wilayah domestik dan internasional menunjukkan belum terdapat kesepakatan

faham. Persepsi inilah yang memunculkan clash civilization antara Barat dan

Timur. Abdullah Ahmad An-Naim mengajukan interpretasi evolusioner melalui

pembalikkan proses penghapusan hukum suatu teks, sehingga teks-teks yang

dihapus pada masa lalu dapat digunakan dalam hukum sekarang dengan terlebih

dahulu membagi al-Quran ke dalam dua corak pesan yang berbeda secara

kualitatif sebagai analisis tahapan pembentukan syariah modern yang

menghormati HAM. An-Naim melihat pesan Makkah sebagai pesan abadi dan

fundamental, menekankan martabat yang inheren pada seluruh umat manusia

tanpa membedakan jenis kelamin, ras, golongan, keyakinan agama dan lain-lain

yang merupakan pesan universal-egaliterian-demokratik dan sangat menjunjung

tinggi nilai-nilai HAM. Dalam penerapan norma-norma legal dan sejalan dengan

berbagai kebutuhan masyarakat kontemporer serta standar hukum internasional,

An-Naim menggunakan prinsip resiprositas yang menyatakan bahwa seseorang

harus memperlakukan orang lain sama seperti ia mengharapkan diperlakukan

orang lain. Prinsip ini dimiliki oleh semua tradisi agama besar dunia. Selain itu,

prinsip ini menurutnya memiliki kekuatan moral dan logika yang dapat mudah

diapresiasi oleh semua umat manusia.

Page 18: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

84

Dalam konteks ini, Mashood A. Baderin mengajukan perspektif harmonisasi

konstruktif baik secara teologis maupun keilmuan yang moderat dan dinamis

dengan pendekatan komplementer dan akomodatif untuk keseluruhan umat

manusia. Ali Goma’a menawarkan dialog inisiatif sebuah persamaan (A Common

Word), bukan hanya mencari titik perspektif yang menyatukan, melainkan juga

menyadari dan menghargai perbedaan yang mengayakan. Menurut Syed Hossein

Nasr, teori menemukan sebuah persamaan tidak berarti menanggalkan ajaran

agama masing-masing, tidak mengesampingkan hal-hal yang sakral, tetapi lebih

pada penetrasi ketertiban formalitas ke rumah perdamaian yang melebihi

perbedaan-perbedaan secara formal dengan mempertimbangkan realita untuk

memperoleh pemahaman yang lebih simpatik akan mengapa ada perbedaan yang

tidak bisa diperkecil di antara sesama dalam bidang formal tersebut. Hossein Nasr

berharap dengan tataran esoterik dan eksoterik penganut agama akan terjalin

dialogis yang hakiki, sebab keragaman agama merupakan akibat langsung dari

kekayaan wujud Tuhan yang tak terbatas.

Daftar Pustaka

Abdillah, Masykuri, Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of Democracy, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.

Abdullah Ahmad an-Naim dan Mohammed Arkoun, Dekontruksi Syariah II: Kritik Penjelajahan Lain, Yogyakarta: LkiS, 1999.

Ackermann, Robert John, Religion as Critique, New York: The University of Massachusetts Press Post Office Box, 1985.

Ahmed, Istiaq, “Konstitualisme, HAM dan Reformasi Islam”, dalam Dekonstruksi Syariah (II), Yogyakarta: LKIS, 1996.

al-Maududi, Abu al-A’la, Human Rights in Islam, Leicester: Islamic Foundation, 1983.

Anghie, Antony. “C.G. Weeramantry at the International Court of Justice.” Leiden Journal of International Law, 2001.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed, Islam and Human Rights: Beyond The Universality Debate, Washington: The American Society of International Law, 2000.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed, Towards an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law, Syracuse: Syracuse University Press, 1996.

Page 19: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

Dialog Konstruktif Inisiatif Internasionalisme Ham Dalam Menembus Sacred Veil …

85

Arifin, Syamsul, “Fundamentalisme Agama” dalam Terorisme & Fundamentalisme Agama Sebuah Tafsir Sosial, ed. Achmad Jainuri, dkk. Malang: Bayumedia Publishing, 2003.

Arkoun, Mohammed, Al-Fikr al-Islamiy: Qiraah Ilmiyyah, Beirut: Markaz al-Inma al-Qaumiy, 1996.

Azzam Saleem, “Deklarasi Islam Universal Hak Asasi Manusia”, dalam Hak Asasi Manusia Dalam Islam, ed. Harun Nasution dan Bahtiar Effendi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.

Baderin, Mashood A., Internasional Human Rights and Islamic Law, New York: Oxford University Press, 2003.

C.G., Weeramantry. “ACCESS TO INFORMATION: A NEW HUMAN RIGHT.THE RIGHT TO KNOW.” In Asian Yearbook of International Law, Volume 4, 2020.

Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum lslam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Dede Rosyada dkk, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jakarta: Tim ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Prenada Media, 2003.

Giddens, Anthony, The Third Way: The Renewal of Social Democracy. Cambridge, UK: Polity Press, 1998.

Giddens, Anthony, The Third Way and its Critics. Cambridge, UK: Polity Press. 2000. Goma’a, Ali, “A Common Word Between Us and You”: Motives and Application”

dalam Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan, New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Gregg, Wiliam O., “The Power of Finding Common Ground: “A Common Word” and the Invitation to Understanding” dalam Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan, New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Huwaedi, Fahmi, Al-Islam wa al-Demokratiyyah, Kairo: Markaz al-Ahram, 1993. Kimball, Charles, When Religion Becomes Evil, Jakarta: Mizan, 2013. Kosasih, Ahmad, HAM dalam Perspektif Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003. Kosim, Nanang, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam: Studi Perbandingan

Pemikiran antara al-Maududi dan An-NAim dalam Merespon Deklarasi Universal HAM, UIN Sunan Kalijaga.

Littman, David, Universal Human Rights and Human Rights in Islam, New York: Journal Midstream, 1999.

Loppa, Baharuddin, Al-Qur'an dan HAM, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996.

Mayer, Ann Elizabeth, Islam and Human Rights: Traditions amd Politics, Colorado: West View Press, 1999.

Nasr, Sayyed Husein, Theology, philosophy and spirituality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Page 20: DIALOG KONSTRUKTIF INISIATIF INTERNASIONALISME HAM DALAM …

M. Burhanuddin Ubaidillah

86

Nasr, Sayyed Husen, “A Common Word” Initiative: “Theori and Praxis” dalam Muslim and Christian Understanding Theory and Application of “A Common Word”, Ed. Waleed el-Ansary and David K. Linnan, New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Nasr, Seyyed Hossein, In Quest of the Eternal Sophia dalam Philosopher Critique D’eux Mens Philosophische Selbstbetrachtugen, Andre Mercier and Sular Maja, Vol. 5-6, 1980.

Purbopranoto, Kuncoro, Hak-hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.

Riyanto, F.X. Armada, “Nilai-nilai Agama: Dialogical & Rekonsiliatif Perspektif Gereja Katolik”, Toleransi, Jurnal Dialog Lintas Agama, Vol. 1 No. 2, Juli 2000.

Robert Jackson & Georg Sorensen, Understanding International Relations, 2nd ed., New York: Palgrave, 2001.

Rumadi, Renungan Santri dari Jihad hingga Kritik Wacana Agama, Jakarta: Erlangga, t.t.

Schuon, Frithjof, The Preneal of Fhilosofi Muslim, Bandung: Mizan, 1993. Serrano Ruano, Delfina. “C.G. Weeramantry, Islamic Jurisprudence.” Anaquel de

estudios árabes, 1991. Setiardja, Gunawan, Hak Asasi Manusia Berdasarkan ldeologi Pancasila,

Yogyakarta: Kanisius, 1997. Taha, Mahmoud Muhamed, e Second Message. Of Islam: Syariah Demokratik,

Surabaya: elSAD, 1996. Tibi, Bassam, “Syariah, HAM dan Hukum Internasional”, dalam Dekonstruksi

Syariah (II), Yogyakarta: LKIS, 1996. Weeramantry, C.G. “Human Rights and Scientific and Technological Progress.” In

Human Rights: New Dimensions and Challenges, 2019. Weeramantry, Judge C.G. “Foreword: Rights, Responsibilities, and Wisdom from

Global Cultural Traditions.” Legal Aspects of Sustainable Development, 2011. Weston, B., Human Rights in New Encyclopedia Britannica, 15th Ed., Vol 20, 713. Zainiati, Husniatus Salamah, Reformasi Syariah dan HAM: Kajian atas Pemikiran

Abdullah Ahmad An-Naim, dalam Jurnal IAIN Sunan Ampel, Edisi XVIII, Oktober-Desember 1999.