di kejaksaan negeri banda aceh...di kejaksaan negeri banda aceh nomor perkara 432/pid.sus/2019/pn...
TRANSCRIPT
-
Di Kejaksaan Negeri Banda Aceh
Nomor Perkara 432/PID.SUS/2019/PN BNA
Dengan Terdakwa
Dr. SAIFUL MAHDI M S.Si., M.Sc Bin (Alm) ABDULLAH
PENDAPAT AHLI
Dari of ARTICLE 19: Kampanye Global untuk Kebebasan Berekspresi
ARTICLE 19: Global Campaign for Free Expression
Free Word Centre 60 Farringdon Road
London EC1R 3GA, UK
Tel: +44 207 324 2500 Fax: +44 207 490 0566 Web: www.article19.org
13 April 2020
-
Rangkuman:
1. Pendapat ahli ini diajukan oleh: ARTICLE 19: Global Campaign for Free Expression (selanjutnya disebut ARTICLE 19), sebagai amicus curiae (Sahabat Pengadilan), atau pihak terkait dengan kepentingan tidak langsung dalam kasus Tergugat, Saiful Mahdi. Kami memahami bahwa Terdakwa didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 UU No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Dakwaan tersebut diajukan berdasarkan komentar Terdakwa pada kolega-koleganya di kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
mengenai proses perekrutan dosen baru. Secara khusus, ia mengkritik prosedur untuk menseleksi kandidat terpilih dari tes Pegawai Negeri Sipil di Fakultas Teknik Unsyiah.
2. Tujuan dari amicus curiae ini adalah untuk menginformasikan kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh tentang standar internasional dan regional terkait kebebasan berekspresi yang harus diterapkan dalam kasus ini. Hal ini secara khusus termasuk berbagai standar berdasarkan Pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Indonesia mengaksesi ICCPR pada tanggal 23 Februari 2006, dan tidak melakukan
penolakan maupun deklarasi bersyarat sehubungan dengan ketentuan-ketentuan ICCPR tentang hak-hak yang dipermasalahkan dalam kasus ini. Oleh karena itu, Indonesia tidak hanya terikat oleh ketentuan-ketentuan
tersebut sebagai hukum internasional tetapi juga wajib untuk memberikan efek melalui undang-undang dan praktik hukum nasionalnya.
3. Amicus curiae juga merangkum tinjauan yurisprudensi komparatif dan praktik-praktik terbaik di seluruh dunia terkait isu-isu berkaitan. ARTICLE 19 berharap bahwa hukum Indonesia tentang pencemaran nama
baik harus ditafsirkan secara konsisten dengan preseden dan pernyataan otoritatif sejenis dari yurisdiksi internasional dan nasional di negara lain, dengan mengingat perlindungan yang diberikan kepada kebebasan berekspresi dalam Konstitusi Indonesia.
4. Amicus curiae ini menyampaikan isu-isu berikut untuk menjadi pertimbangan Pengadilan: Pertama, menguraikan standar-standar kebebasan berekspresi
internasional yang dapat diterapkan untuk kasus ini;
Kedua, menyajikan kesesuaian undang-undang pidana nasional
pencemaran nama baik dengan standar internasional, regional dan
standar-standar komparatif tentang kebebasan berekspresi;
Ketiga, menyarankan pendekatan yang benar, sejalan dengan standar
HAM internasional, untuk penilaian proporsionalitas pembatasan
kebebasan berekspresi dalam kasus ini.
-
5. Secara ringkas, dinyatakannya Terdakwa bersalah atas pencemaran nama
baik dalam kasus ini akan bertentangan tidak hanya dengan jaminan
kebebasan berekspresi dalam Konstitusi Republik Indonesia, tetapi juga
dengan standar HAM internasional. Keduanya menjamin keberlanjutan
hak untuk kebebasan berekspresi dan mendorong debat publik yang
terbuka, terutama pada hal-hal yang menjadi kepentingan umum.
Kepentingan ARTICLE 19
6. ARTICLE 19 adalah organisasi Hak Asasi Manusia global, dengan kantor
internasionalnya beralamat di London (Badan Nirlaba Inggris terdaftar No. 32741) dan beberapa kantor regional. Organisasi ini mengambil nama dan mandatnya dari Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta kampanye menentang sensor dalam berbagai bentuk di seluruh dunia. Selama bertahun-tahun, ARTICLE 19 telah menghasilkan sejumlah dokumen penetapan standar dan ringkasan kebijakan berdasarkan hukum internasional dan komparatif serta praktik terbaik
terkait masalah kebebasan berekspresi, termasuk tentang perlindungan reputasi/nama baik. 1
7. ARTICLE 19 kerap menyampaikan komentar tertulis / amicus curiae dalam kasus-kasus yang menimbulkan masalah yang menyentuh pada jaminan internasional kebebasan berekspresi di hadapan pengadilan regional seperti Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar-Amerika (The Inter-American Court of Human Rights), Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (The European Court of Human Rights), dan Pengadilan Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Afrika (The African Court on Human and Peoples’ Rights) –
termasuk ke pengadilan di yurisdiksi nasional, seperti di Indonesia. Sebagai contoh, Article 19 telah mengajukan ringkasan amicus publik bersama dengan organisasi-organisasi hak asasi manusia lainnya dalam Peninjauan Kembali Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penistaan Agama.2
1 ARTICLE 19, Defining Defamation: Principles on Freedom of Expression and Protection of Reputation, 2017, tersedia pada link https://bit.ly/333fXKk. Versi lebih awal tentang prinsip-prinsip teresebut diadopsi oleh sekelompok ahli yang sangat dikenal dan dihormati dalam bidang kebebasan berekspresi dan perlindungan reputasi/nama baik, dan prinsip-prinsip tersebut telah diterima dan dianjurkan penggunaannya oleh ketiga mandat internasional khusus berkaitan dengan kebebasan berekspresi – Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Beropini dan Berekspresi, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama dalam Perwakilan Eropah untuk Kebebasan Media, dan Pelapor Khusus Organisasi Negara-Negara Amerika tentang Kebebasan Berekspresi – serta banyak lagi organisasi dan individu lainnya. 2 Public Amicus Brief by ARTICLE 19, Amnesty International, Cairo Institute for Human Rights, and Egyptian Initiative for Personal Rights, dalam Mahkamah Konstitusi Indonesia, Judicial Review terhadap UU No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan pelecehan dan/atau penistaan agama, tersedia dalam https://bit.ly/3aY8TmQ.
https://bit.ly/333fXKkhttps://bit.ly/3aY8TmQ
-
Masukan a) Pentingnya interpretasi yang luas tentang hak atas kebebasan berekspresi
8. Kasus ini menyangkut ruang lingkup hak atas kebebasan berekspresi dan
batasannya. Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) memberikan kerangka hukum utama untuk menilai kewajiban internasional Indonesia sehubungan dengan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Komite Hak Asasi Manusia (Komite HAM), badan perjanjian PBB yang ditugaskan di bawah ICCPR untuk mengawasi
pelaksanaannya, telah menjelaskan dalam Komentar Umum No. 31 bahwa:3
[a]ll cabang-cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dan
otoritas publik atau pemerintah lainnya, pada tingkat apa pun ... berada dalam
posisi untuk memikul tanggung jawab Pihak Negara. [...]
Meneruskan hal tersebut, kecuali hak-hak Kovenan sudah dilindungi oleh hukum
domestik atau pelaksanaannya, pihak Pemerintah harus melakukan ratifikasi
untuk membuat perubahan pada hukum domestik dan pelaksanaannya yang
diperlukan untuk memastikan kesesuaiannya dengan Kovenan. Jika ada
ketidakkonsistenan antara hukum domestik dan Kovenan, pasal ... hukum atau
praktik domestik [harus] diubah untuk memenuhi standar yang diberlakukan oleh
jaminan substantif Kovenan.
9. Selain itu, sesuai dengan bagian 7 (2) Undang-Undang Indonesia No.
39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, meratifikasi ketentuan perjanjian
internasional yang terkait dengan hak asasi manusia secara otomatis menjadi bagian dari hukum domestik Indonesia. Lebih lanjut, hak atas kebebasan berekspresi secara khusus dijamin oleh Konstitusi Republik Indonesia, sebagaimana diabadikan dalam Pasal 28E.
10. ARTICLE19 mengingatkan bahwa di bawah hukum Hak Asasi Manusia
internasional dan regional, hak atas kebebasan berekspresi bukanlah hak absolut dan mungkin dibatasi secara sah oleh Negara dalam keadaan tertentu. Uji-tiga-bagian menetapkan kondisi yang harus dicermati pembatasan yang diusulkan dan persyaratan ini juga berlaku untuk konten online: 4
Batasan harus disediakan oleh hukum: dengan demikian, harus
memiliki dasar dalam hukum, yang tersedia untuk umum dan dapat
diakses, dan diformulasikan dengan ketepatan yang cukup untuk
3 Komite HAM PBB, Komentar Umum No. 31 (General Comment No. 31): Nature of the General Legal Obligation Imposed on States Parties to the Covenant, UN Doc CCPR/C/21/Rev.1/Add.13, 26 May 2004, paragaraf 4 dan 13 berturut-turut. 4 C.f. e.g. Komite HAM PBB, Komentar Umum No. 34 (General Comment No. 34), Article 19: Freedoms of opinion and expression, 12 September 2011, CCPR/C/GC/34, paragraf 43.
-
memungkinkan warga negara untuk mengatur perilaku yang sesuai. 5 Pembatasan harus mengikuti tujuan yang sah, dari pada yang
disebutkan secara lengkap dalam Pasal 19 ayat 3 ICCPR, yaitu: keamanan nasional, integritas wilayah atau keselamatan publik, pencegahan gangguan atau kejahatan, perlindungan kesehatan atau moral, dan/atau perlindungan reputasi atau hak orang lain.
Pembatasan harus dipentingkan dalam masyarakat demokratis,
yang berarti bahwa hal tersebut diperlukan dan proporsional. Hal ini
membutuhkan penilaian apakah batasan yang diusulkan memenuhi "kebutuhan sosial yang mendesak" dan apakah tindakan itu adalah metode pembatasan terkecil untuk mencapai tujuan.
b) Pidana pencemaran nama baik dan solusi yang tepat 11. Pada awalnya, ARTICLE 19 menunjukkan bahwa otoritas hak asasi
manusia internasional dan regional sering mencatat kerasnya ketentuan pidana tentang pencemaran nama baik. Sebagai contoh, Pelapor Khusus
PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi menyatakan pada 2008:
Karakter subyektif dari banyak undang-undang defamasi/pencemaran nama
baik, cakupannya yang terlalu luas dan penerapannya dalam hukum pidana
telah mengubahnya menjadi mekanisme yang kuat untuk melumpuhkan
jurnalisme investigatif dan membungkam kritik. 6
12. Pelapor Khusus PBB telah menekankan bahwa pencemaran nama baik sipil
memberikan perbaikan yang memadai ketika telah terjadi serangan yang
tidak dapat dibenarkan terhadap reputasi seseorang. Dalam Deklarasi
Bersama dengan Pelapor Khusus OAS tentang Kebebasan Berekspresi dan
Perwakilan Khusus OSCE tentang Kebebasan Media pada tahun 2002,
Pelapor khusus PBB menegaskan bahwa:
Pidana pencemaran nama baik bukanlah pembatasan yang dibenarkan atas
kebebasan berekspresi; semua undang-undang pencemaran nama baik pidana
harus dihapuskan dan diganti, jika perlu, dengan hukum pencemaran nama
baik sipil yang tepat. 7
5 Ibid., paragraf 24-25. Lihat juga European Court of Human Rights (European Court), The Sunday Times v United Kingdom, App. No. 6538/74, 26 April 1979, para 49. 6 Komisi PBB untuk HAM (UN Commission on Human Rights), Report of the Special Rapporteur on the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression, Ambeyi Ligabo, A/HRC/7/14, 28 Februari 2008, paragraf 39. 7 The 2002 Joint Declaration of UN Special Rapporteur on Freedom of Opinion and Expression, OAS Special Rapporteur on Freedom of Expression and the OSCE Special Representative on Freedom of the Media pada 10 Desember 2002.
-
13. Terjadi peningkatan pengakuan bahwa undang-undang pidana pencemaran nama baik tidak sesuai dengan standar internasional tentang kebebasan berekspresi dan berbagai bagian dari sistem PBB telah mengutuk undang-undang pidana pencemaran nama baik. Komite Hak Asasi Manusia PBB dalam Komentar Umum No. 34 menyerukan negara-negara di dunia untuk mempertimbangkan dekriminalisasi pencemaran nama baik dan mencatat bahwa hukuman penjara tidak pernah merupakan hukuman yang tepat. Selain itu, sejumlah organisasi internasional dan regional telah menyerukan reformasi undang-undang pencemaran nama baik. Terutama:
UNESCO telah mengadopsi banyak deklarasi yang merekomendasikan
pencabutan undang-undang pidana pencemaran nama baik. 8 Deklarasi Washington yang diadopsi pada Mei 2011 menyerukan negara-negara anggota UNESCO untuk "memastikan lingkungan hukum di mana kebebasan berbicara didorong, dan tidak dihukum baik oleh undang-undang pencemaran nama baik yang berat, maupun hukuman moneter yang berlebihan." 9 Deklarasi Doha pada Mei 2009 juga menyerukan kepada negara-negara anggota UNESCO “untuk menghapus undang-undang tentang pencemaran nama baik dari hukum pidana.” 10. .
Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (Pengadilan Eropa) telah
mengkritisi penggunaan pidana pencemaran nama baik dan
berpendapat bahwa hukuman penjara tidak boleh diberikan, juga tidak boleh ada penangguhan atau pembatasan lain dari hak untuk kebebasan berekspresi. Secara lebih khusus, Pengadilan Eropa secara konsisten berpendapat bahwa hukuman penjara apa pun dalam kasus pencemaran nama baik akan merupakan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi berdasarkan pasal 19 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, terlepas dari apakah temuan pertanggungjawaban
itu dibenarkan. Selanjutnya, jika pidana pencemaran nama baik diterapkan, standar pembuktian pidana (yaitu tanpa keraguan) harus sepenuhnya dipenuhi.
Pengadilan Hak Asasi Manusia Antar-Amerika juga dengan jelas
menyatakan bahwa penuntutan pidana untuk pelaksanaan hak atas kebebasan berekspresi hanya dapat diajukan dalam kasus-kasus luar biasa di mana ada kebutuhan mutlak untuk menggunakan tindakan-tindakan semacam itu. 11 Hal ini juga telah menggarisbawahi bahwa proses pidana biasanya akan menjadi respons yang tidak perlu dan
8 Deklarasi Dakar (Dakar Declaration), Konferensi Hari Kebebasan Pers (World Press Freedom Day Conference) yang disponsori UNESCO, 1-3 Mei 2005. 9 Deklarasi Washington (Washington Declaration), Konferensi Hari Kebebasan Pers (World Press Freedom Day Conference) yang disponsori UNESCO, 1-3 Mei 2011. 10 Deklrasi Doha (Doha Declaration), Konferensi Hari Kebebasan Pers (World Press Freedom Day Conference) yang disponsori UNESCO, 1-3 Mei 2009. 11 Inter-American Court for Human Rights, Kimel v. Argentina, 2 Mei 2008 (Merits, Reparations and Costs), paragraf 78.
-
tidak proporsional terhadap ekspresi karena hukum pidana "adalah cara yang paling ketat dan paling keras untuk menetapkan pertanggungjawaban atas perilaku ilegal." 12
Pengadilan Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Masyarakat juga
menyatakan bahwa sanksi penahanan untuk berbicara akan menjadi pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi kecuali dalam "keadaan serius dan sangat luar biasa ... misalnya, hasutan kejahatan internasional, hasutan publik untuk kebencian, diskriminasi atau kekerasan atau ancaman terhadap seseorang atau sekelompok orang,
karena kriteria tertentu seperti ras, warna kulit, agama, atau kebangsaan. "13 Demikian pula, baru-baru ini, Pengadilan Masyarakat Ekonomi Negara-negara Afrika Barat, yang membahas undang-undang pencemaran nama baik dan penghasutan Gambia menyimpulkan, setelah survei luas yurisprudensi internasional, bahwa: “yurisprudensi kebebasan berekspresi menunjukkan bahwa erosi kebebasan berekspresi dengan cara tidak langsung sebagai ketentuan [pencemaran nama baik dan hasutan] tampaknya telah dilakukan merujuk pada temuan pelanggaran yang sangat jelas. Keberadaan pidana pencemaran nama baik dan penghinaan atau undang-undang
penghasutan memang merupakan contoh pelanggaran berat kebebasan berpendapat dan berekspresi. Dimana hal tersebut juga membatasi hak akses ke informasi publik".14
14. ARTICLE 19 juga mencatat bahwa semakin banyak negara yang
mendekriminalisasi pencemaran nama baik atau secara signifikan
membatasi penggunaannya dengan gerakan menuju dekriminalisasi,
termasuk Argentina, Meksiko, Georgia, Ghana, Inggris, Irlandia,
Maladewa, Sri Lanka dan Togo, dan yang paling baru Burkina-Faso,15
Afrika Selatan16 dan Zimbabwe.17 Seperti yang ditunjukkan oleh
keberhasilan pencabutan hukum pidana pencemaran nama baik di
semakin banyak negara, hal ini menunjukkan bahwa tidak perlu
bergantung pada hukum pidana untuk melindungi reputasi dan menjaga
ketertiban umum.18
12 Ibid., paragraf 76. 13 African Court on Human and Peoples’ Rights, Lohé Issa Konaté v. Republic of Burkina Faso, Application No. 004/2013, [165]. 14 The Court of Justice of the Economic Community of West African States, Federation of African Journalists and ors v. Republic of The Gambia, ECW/CCJ/JUD/04/18, hal.40. 15 Di Burkina Faso, Kode Etik Pers baru berlaku pada September 2015; denda menggantikan kurungan penjara sebagai sangsi untuk defamasi atau penyebaran berita bohong; Lihat BBC, Burkina: The New Criminal Code, 5 September 2015. 16 Pada September 2015, ANC telah mengambil sikap tidak setuju dengan kriminalisasi defamasi, yang seharusnya diikuti oleh tindakan legislatif; lihat D. Milo, The Case Against Criminal Defamation, 29 September 2015. 17 Mahkamah Konstitusi Zimbabwe, Madanhire and Another v The Attorney General, Keputusan No CCZ 2/14. 18 Hukum sipil/perdata terhadap defamasi dan hukum pencegahan pidana sudah cukup; adalah mungkin membuat dan menerapkan keduanya secara efektif untuk mencapai perlindungan kebebasan berekspresi yang layak. Pada saat yang sama, kompensasi pada kasus-kasus perdata harus proporsional, sehingga tak terlalu buruk dampaknya pada kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapat informasi.
-
15. Oleh karena itu, ARTICLE 19 mendesak Pengadilan ini, berdasarkan
penjelasan di atas, untuk memulai dari premis bahwa keberadaan
pertanggungjawaban pidana per se dalam undang-undang domestik tidak
dibenarkan. Semua contoh hukuman pidana merupakan hukuman yang
tidak proporsional untuk kerusakan reputasi dan harus dihapuskan.
c) Proporsionalitas pidana pencemaran nama baik
16. Sekalipun Pengadilan menemukan bahwa pertanggungjawaban pidana
pada prinsipnya bisa berarti pembatasan yang dibenarkan atas hak untuk kebebasan berekspresi dalam keadaan tertentu, ARTICLE 19 percaya bahwa Pengadilan ini perlu mempertimbangkan apakah pencemaran nama baik secara pidana dapat dianggap sebagai tindakan proporsional yang diperlukan dalam masyarakat demokrasi, khususnya dimana:
Pokok perkara dari pernyataan yang diperkarakan menyangkut
ekspresi pendapat/opini; dan/atau
Pokok perkara dari pernyataan yang diperkarakan terkait dengan proses institusional [di lembaga publik], karena itu masalahnya terkait kepentingan umum.
Pandangan tentang manfaat dari peningkatan perlindungan
17. ARTICLE 19 percaya bahwa pendapat/opini berhak atas perlindungan yang ditingkatkan/diperluas di bawah jaminan hak atas kebebasan berekspresi dan hal ini berkedudukan kuat dibawah payung hukum internasional. Baik
pengadilan regional dan nasional biasanya membedakan antara pendapat
dan pernyataan fakta, yang memungkinkan kebebasan yang lebih besar dalam kaitannya dengan yang sebelumnya.
18. ARTICLE 19 berpendapat bahwa tidak seorang pun dapat dimintai pertanggungjawaban atas pernyataan pendapat, yang didefinisikan sebagai pernyataan yang tidak dapat ditampilkan sebagai benar atau salah atau yang tidak dapat secara wajar ditafsirkan sebagai menyatakan fakta (misalnya karena bersifat retorika, sindiran/satire atau lelucon). Pendapat menurut definisi bersifat subyektif dan pengadilan tidak boleh menilai apakah pantas atau tidak untuk mengartikulasikannya. Lebih
lanjut, tidak seorang pun harus diminta untuk membuktikan kebenaran pernyataan pendapat, atau penilaian moral. Paling tidak, pernyataan-pernyataan/opini tersebut harus mendapat manfaat dari perlindungan yang ditingkatkan.
19. Selain itu, Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa
-
“komunikasi informasi dan ide-ide tentang isu-isu publik dan politik antara warga negara, kandidat dan perwakilan terpilih adalah penting. Ini artinya pers yang bebas dan media lain yang dapat mengomentari masalah-masalah publik tanpa sensor atau pengekangan dan untuk menginformasikan pendapat publik ” 19 [Penekanan ditambahkan].
20. Pelapor Khusus PBB dalam upaya promosi dan perlindungan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi juga menyatakan bahwa pembatasan yang diperbolehkan dalam Pasal 19 (3) dari ICCPR “tidak dimaksudkan untuk menekan ekspresi pandangan kritis, pendapat
kontroversial atau pernyataan yang salah secara politis”. 20 21. Hal ini telah diakui oleh berbagai pengadilan nasional dan regional.
Sebagai contoh, Pengadilan Eropah dalam kasus Lingens di Austria (Lingens vs. Austria), memandang bahwa penilaian berbasis nilai/moral harus dipisahkan dengan tegas dari kuatnya fakta. Dalam kasus itu,
Pengadilan Eropah mencatat bahwa jurnalis yang didakwa dalam kasus
tersebut sedang meliput isu-isu politik yang menjadi kepentingan umum publik di Austria dan bahwa menyensor artikel-artikel seperti yang ditulis si jurnalis itu akan mencegah jurnalis-jurnalis lain berkontribusi pada
diskusi publik. Pengadilan Eropah menegaskan bawah
[A] Pembedaan yang hati-hati harus dibuat antara fakta dan penilaian-
penilaian moral. Adanya fakta bisa ditunjukkan, sementara kebenaran
penilaian-penilaian moral sulit untuk dibuktikan... Sehubungan dengan
penilaian-penilaian moral, syarat [untuk membuktikan kebenaran] adalah
tidak mungkin dipenuhi dan ianya mengancam kebebasan beropini itu
sendiri.21
22. ARTICLE 19 juga mencatat bahwa dalam contoh ekpresi opini/pendapat
tertentu, penggunaan kata-kata yang keras dan kritik yang pedas dapat
ditolerir, mungkin bahkan diharapkan, khususnya dalam masalah-masalah yang menjadi kontroversi atau kepentingan umum. Selanjutnya, berbagai pengadilan telah menginterpretasikan istilah “opini” secara sangat bebas dan memungkinkan sebuah opini hanya bisa dipatahkan hanya ketika yang beropini jelas-jelas tidak percaya pada pandangan yang diekspresikannya sendiri dalam opini tersebut. Dalam kasus Sokolowski di Polandia (Sokolowski v Poland), Pengadilan Eropah mempertimbangkan sebuah pernyataan sampai pada efek bahwa seorang konselor kota memang “membawa lari” uang dari warga kota dengan cara memilih dirinya sendiri untuk sebuah posisi bergaji dalam komite pemilihan
19 Komisi HAM PBB (UN Human Rights Committee), General Comment 25, UN Doc CCPR/C/21/Rev.1/Add/7 (1996) paragraf 25. 20 Dewan HAM PBB (Human Rights Council), Laporan Pelapor Khusus (Report of the Special Rapporteur on the promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression), Ambeyi Ligabo, pada the Human Rights Council, 28 February 2008 A/HRC/7/14, paragraf 85. 21 European Court, Lingens v. Austria, App. No. 9815/82, 8 Juli 1986, paragraf 46.
-
lokal.22 Menemukan bahwa pernyataan itu berisi ekspresi pendapat ketimbang fakta, Pengadilan berpandangan “bahkan tuduhan serius adanya pencurian pun tidak dapat….dianggap terbaca dari pernyataan seperti itu.”23
23. ARTICLE 19 mengharapkan PN Banda Aceh menerapkan semua standar ini
dalam kasus ini. Dengan analogi yang sama dengan kasus-kasus di atas, pernyataan Terdakwa yang jadi pokok perkara ini tidak bisa dimaknai sebagai adanya kewajiban membuktikan penyelewengan dan pelanggaran hukum. Dalam pandangan ARTICLE 19, pernyataan Terdakwa seharusnya
dipahami sebagi ekpresi pendapat oleh Terdakwa berkenaan dengan prosedur penerimaan dan administrasi universitas tentang sebuah seleksi [CPNS] yang penting.
Pernyataan kepentingan umum 24. ARTICLE 19 selanjutnya percaya sudah sangat kuat di bawah hukum
internasional bahwa pendapat/pernyataan/opini yang menyangkut kepentingan umum layak mendapat perlindungan yang lebih diperluas karena peran pentingnya dalam menjaga demokrasi dan kepetingan umum
secara luas.
25. Perlunya perlindungan yang diperluas terhadap pandangan yang
menyangkut kepentingan umum telah juga secara eksplisit diakui dalam konteks khusus undang-undang tentang pencemaran nama baik oleh Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Ekspresi dan Opini yang menyatakan bahwa “undang-undang tentang pencemaran nama baik harus merefleksikan pentingnya debat terbuka untuk kepentingan publik.”24
26. Pengadilan-pengadilan di berbagai penjuru dunia, di tingkat internasional
maupun nasional, memberi perhatian lebih pada perlindungan pendapat/pernyataan/opini untuk kepentingan umum. Walaupun perlindungan diberikan ke pembuat pendapat/pernyataan/opini, alasan kenapa perlindungan lebih harus diberikan adalah karena ‘masyarakat umum berhak atas informasi itu’ (the public is entitled to receive such information). Sebagai contoh: Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Ekspresi dan Opini menyatakan
bahwa “undang-undang tentang pencemaran nama baik harus merefleksikan pentingnya debat terbuka untuk kepentingan publik.”25
22 Pengadilan Eropah (European Court), Sokolowski v. Poland, App. No. 75955/01, 29 Maret 2005, paragraf 48. 23 Ibid. 24 Promotion and protection of the right to freedom of opinion and expression, 18 January 2000, E/CN.4/2000/63, paragraf 52. 25 Ibid., paragraf 52.
-
Pengadilan Eropah juga mengusung prinsip ini, menyatakan bahwa, “hanya ada sedikit ruang […] untuk pembatasan terhadap pidato atau debat politik saat menyangkut kepentingan umum.”26 Sebagai contoh, Pengadilan Eropah mendapati bahwa pertimbangan terhadap kebebasan ekspresi yang luas sangat penting berkenaan dengan pendapat tentang McDonalds, perusahaan waralaba multinasional, sehingga Pengadilan Eropah berpandangan bahwa kritik terhadap kebijakan lingkungan dan tenaga kerja perusahaan itu ada dalam ruang lingkup perlindungan yang lebih luas atas pendapat untuk kepentingan umum.27 Pengadilan Eropah menyatakan bahwa “dalam masyarakat demokrtis bahkan kelompok-
kelompok kampanye kecil dan infromal […] harus dapat melakukan kegiatan mereka secara efektif dan ada kepentingan umum yang kuat untuk memastikan kelompok-kelompok dan individu seperti itu yang biasanya berada di luar arus utama untuk berkontribusi pada debat publik dengan mendisimenasikan informasi dan ide-ide yang menyangkut kepentingan umum seperti kesehatan dan lingkungan. 28
Kesimpulan-kesimpulan yang sama dibuat oleh Pengadilan Inter-Amerika (the Inter-American Court) dan Pengadilan Afrika Timur (the East African Court of Justice).29
Pengadilan Banding Tertinggi Hongkong (The Hong Kong Court of Final
Appeal), juga, telah mengakui mendasarnya peran publik terhadap
sejumlah perusahaan swasta tertentu, dengan menyatakan dalam kasus 2003: “Di sini, kita ada tokoh berpengaruh dalam komunitas bisnis, wakil presiden sebuah perusahaan swasta, [yang menjual semua sahamnya dalam perusahaan itu dalam waktu satu minggu]. Ini jelas masalah kepentingan umum, dan layak dikomentari orang-orang dalam media.”30
27. ARTICLE 19 juga mencatat bahwa defamasi atau pencemaran nama baik,
sebagaimana penerapan dari hukum asalnya dalam Hukum Inggris, dapat digambarkan sebagai publikasi materi, secara lisan maupun tulisan, “yang melukai nama baik dan reputasi seorang individu”.31 Prinsip dasar hukum ini adalah bahwa tujuannya hanya untuk melindungi hak individual terhadap reputasi. Pencemaran nama baik hanya bisa ditindak jika si pelapor dapat menunjukkan kerusakan terhadap dirinya sebagai akibat alami atau
26 Pengadilan Eropah (European Court), Dichand and Others v. Austria, App. No. 29271/95, 26 Februari 2002, paragraf 39. 27 Pengadilan Eropah (European Court), Steel and Morris v. United Kingdom, App, No. 68416/01, 2005, paragraf 88. 28 Ibid., paragraf 89. Lihat juga the 2005 Joint Declaration of the Special Rapporteurs for the African Commission on Human and Peoples’ Rights and the Organization of American States, 28 February 2005, yang mencatat bahwa “semua anggota masyarakat harus bebas mendiskusikan isu-isu yang menyangkut kepentingan umum dan berpartisipasi secara bebas dalam debat publik tanpa rasa takut terhadap reaksi balasan … dalam bentuk … pidana hukum.” 29 Lihat misalnya Pengadilan Antar Amerika (the Inter-American Court), Herrera-Ulloa v. Costa Rica, 2 Juli 2004 (Preliminary Objections, Merits, Reparations and Costs), [199]; Ivcher-Bronstein, 6 Februari 2001, [150]; the East African Court of Justice, Managing Editor of Mseto v. Tanzania, Ref No 7 tahun 2016, 21 Juni 2018. 30 Next Magazine Publishing Ltd v. Ma Ching Fat, 5 March 2003, Banding Akhir No. 5 of 2002, paragraf 36. 31 Lihat misalnya Townsend, C., & Haig, A. (1891). The English Law Governing the Right of Criticism and Fair Comment. The American Law Register (1852-1891), 39(8), 517-565. doi:10.2307/3305353, hal. 517.
-
disebabkan oleh kata-kata yang diekspresikan Terdakwa.32 Dengan kata lain, sebagaimana dipegang oleh banyak pengadilan, orang berakal sehat dapat dengan mudah dan tanpa ragu menunjukkan bahwa pencemaran nama baik itu ditujukan kepada si pelapor, baik dengan penyebutan nama seseorang secara eksplisit maupun dengan deskripsi yang jelas yang merujuk pada perorangan tersebut.33 Selanjutnya, pernyataan tentang sebuah kelompok atau sebuah klasifikasi orang tertentu umumnya tidak dapat diperkarakan oleh seorang individu anggota kelompok atau seseorang yang masuk klasifikasi tersebut, kecuali ada alasan untuk menyakini bahwa pernyataan itu ditujukan pada seseorang individu dalam kelompok/klasifikasi itu
(misalnya, karena kelompok/klasifikasinya sangat kecil).34
28. ARTICLE 19 percaya bahwa komentar-komentar Terdakwa dalam kasus ini berkaitan dengan prosedur penerimaan pegawai pada universitas tersebut – Terdakwa tidak merujuk pada nama siapapun. Selanjutnya, seorang berakal sehat yang membaca opini Terdakwa tersebut tidak akan menyimpulkan bahwa Terdakwa sedang merujuk pada individu tertentu. Ini karenanya bukan contoh dimana reputasi atau nama baik seseorang dicemarkan yang dapat ditindak sebagai pencemaran nama baik. Pernyataan Terdakwa juga mengandung ekspresi opini tentang kepentingan publik. Terlepas apapun
pandangan seseorang terhadap pernyataan yang jadi pokok perkara ini, adalah sangat penting diskusi semacam ini terjadi.
Kesimpulan 29. Kebebasan berekspresi telah dikenal sebagai prasyarat dasar untuk sebuah
demokrasi yang fungsional, dan bahkan untuk kemajuan ummat manusia dan pembangunan. Aliran bebas informasi dan ide adalah sangat penting, dan hanya ada sedikit ruang untuk membatasi pidato politik, ekspresi opini atau perdebatan atas pertanyaan-pertanyaan menyangkut kepentingan umum di
bawah Pasal 19(3) ICCPR.
32 Ibid., hal. 518. 33 Pernyataan ulang (Restatement) (2d) of Torts, § 564A (1977). 34 Ibid, mengutip Neiman-Marcus v. Lait, 13 F.R.D. 311 (S.D.N.Y. 1952).
-
30. ARTICLE 19 percaya pasal-pasal defamasi/pencemaran nama baik di
Indonesia seharusnya ditiadakan, dan karena itu PN Banda Aceh seharusnya tidak menerapkan pasal ini pada kasus ini. Apapun alasannya, pernyataan yang diperkarakan dalam kasus ini adalah opini/pendapat, yang mendapat perlindungan sangat tinggi dari pengadilan-pengadilan nasional dan regional di bawah jaminan atas hak kebebasan berekspresi. Pernyataan-pernyataan itu mewakili pandangan personal Terdakwa terhadap proses penerimaan pegawai negeri di universitas dan tatakelola seleksi CPNS. Juga jelas semuanya bahwa Terdakwa secara jujur dan murni percaya dengan opininya
itu. Karena itu, pernyataan-pernyataan tersebut dilindungi dari pasal-pasal pencemaran nama baik/defamasi di bawah hukum internasional dan banyak pengadilan nasional.
31. ARTICLE 19 menganggap bahwa keputusan bersalah terhadap Terdakwa dalam kasus ini akan menjadi kemunduran serius dalam kebebasan berekspresi di Indonesia. Konsekwensinya adalah pengaruh buruk pada kebebasan berekspresi, yang akan merugikan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sebaliknya, membebaskan Terdakwa dari semua tuntutan
pidana akan mengirimkan pesan yang jelas, baik di dalam Indonesia maupun ke seluruh dunia, bahwa Indonesia punya komitmen tinggi terhadap demokrasi dan HAM, serta pada perlindungan hak kebebasan berekspresi.
32. Ini adalah pandangan ARTICLE 19, diserahkan oleh yang bertanda tangan di
bawah ini, dan berpulang pada keputusan Pengadilan ini.
Paige Morrow Senior Legal Officer ARTICLE 19