determinan preferensi jumlah anak pada remaja (15-24 tahun
TRANSCRIPT
1
Universitas Indonesia
Determinan Preferensi Jumlah Anak Pada Remaja (15-24 Tahun) di 10 Provinsi Penyangga (Analisis Data SDKI 2012)
Annisa Anggraeni Sari
Departemen Biostatistik dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
16424, Indonesia
E-mail: [email protected] / [email protected]
Abstrak
Preferensi jumlah anak yang dinyatakan sebagai jumlah anak ideal yang diinginkan dapat memprediksi pertumbuhan penduduk di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran preferensi jumlah anak yang diinginkan remaja belum kawin usia 15-24 tahun di 10 Provinsi Penyangga serta faktor-faktor yang berhubungan dengan preferensi tersebut. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia komponen Kesehatan Reproduksi Remaja tahun 2012. Hasil analisis menunjukan rata-rata jumlah anak yang diinginkan remaja yaitu 2,4 anak. Terdapat 33,6 persen remaja pria dan 25,1 persen remaja wanita berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak. Umur dan tempat tinggal merupakan faktor yang paling mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan remaja wanita dan remaja pria. Faktor pelayanan KIE kesehatan reproduksi dan program KB pada remaja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah anak yang diinginkan.
Kata Kunci : remaja, determinan, preferensi fertilitas, jumlah anak yang diinginkan
Determinant Preference The Number of Children in Adolescents (15-24 years old) in 10
Penyangga Provinces (SDKI Analysis 2012)
Abstract
Preference the number of children expressed as the number of ideal that desirable can predict the population growth in the future. The aims of this research are to understand the description preference the number of children desired by the non-married adolescents (15-24 years old) in 10 Penyangga Provinces and factors associated with a preference. This research used data from Indonesia Demographic and Health Survey in components Adolescents Reproductive Health in 2012. The analysis showed the average number of children desired by the adolescents is 2,4 children. Then, 33,6 % man and 25,1 % woman desirous of owning more than two children. Age and residence are factor that most affect the number of children desired by them. KIE the adlescent reproductive health service and FP programs in adolescent did not showed significant influence against preference the number of children to be desired. Keywords: Adolescents, determinant, fertility preference, and the number of children desired.
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Pendahuluan Jumlah penduduk dunia saat ini mencapai 7,2 miliar, 6 miliar diantaranya tinggal di Negara
Berkembang, salah satunya Indonesia (PRB’s World Population Data Sheet, 2014). Sensus
Penduduk (SP) tahun 2010 menunjukan jumlah penduduk Indonesia meningkat dari 205,1 juta
jiwa pada hasil SP tahun 2000, menjadi 237,6 juta jiwa (Badan Pusat Statitik, 2010). Di dunia,
Indonesia menduduki peringkat 4 negara dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Amerika
Serikat (317,7 juta jiwa), India (1,29 miliar jiwa) dan Republik Rakyat China yang merupakan
Negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, sekitar 1,36 miliar jiwa (PRB’s World
Population Data Sheet, 2014).
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia yaitu sebesar 1,49 persen, hasil tersebut yang tidak
berubah sejak 20 tahun terakhir (BPS, 2010). Pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh
tiga faktor demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan
(mobilitas). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) sejak tahun
1991 Angka Fertilitas Total/ Total Fertility Rate (TFR) Indonesia secara nasional menunjukan
penurunan dari 3,03 anak per wanita usia subur pada tahun 1991 menjadi 2,60 anak per wanita
usia subur pada tahun 2002/2003. Sejak periode tahun 2002/2003 sampai dengan survei terakhir
tahun 2012, angka fertilitas total nasional stagnan pada angka 2,60 anak per wanita usia subur
(BKKBN, BPS, Kemenkes, USAID, 2013a).
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, remaja 15-24 tahun di Indonesia berjumlah
40,77 juta jiwa atau sekitar 17,16 persen dari total penduduk Indonesia (BPS, 2011). Remaja
adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut World Bank, 2007,
salah satu masa transisi remaja adalah untuk memulai kehidupan berkeluarga (form families).
Untuk memulai kehidupan berkeluarga dibutuhkan perencanaan yang baik dari remaja.
Perencanaan remaja terkait waktu yang tepat untuk memiliki anak dan jumlah anak yang
diinginkan (Fertility Preferences) secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk
dan perkembangan ekonomi (World Developed Report, 2007).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Preferensi fertilitas yang diukur dengan jumlah anak yang diinginkan bukan merupakan indikator
langsung terhadap fertilitas, namun persepsi ini akan menjadi dasar untuk memprediksi tingkat
fertilitas di masa depan (Philipov, 2011). Adanya hubungan signifikan antara jumlah anak yang
diinginkan dengan jumlah anak lahir hidup, telah dibuktikan pada beberapa penelitian
(Agushybana, Purnami, Herawati, Nugraha, Sumekar, 1998; Zhang, 2004; Preeti dan Singh,
2010). Hasil SDKI 2012, rata-rata jumlah anak ideal yang diinginkan wanita pernah kawin yaitu
2,7 anak dengan hasil TFR yang mendekati rata-rata tersebut, yakni 2,6 anak per wanita usia
subur (BKKBN, BPS, Kemenkes, USAID, 2013a) . Sya’bani (2014) menyebutkan bahwa wanita
usia subur yang belum mencapai jumlah anak yang diinginkan memiliki kemungkinan 35,5 kali
lebih besar untuk berkeinginan memiliki anak lagi, dibanding wanita usia subur yang telah
mencapai jumlah anak yang dinginkan.
Pada remaja, jumlah anak yang diinginkan dapat menentukan dengan tepat jumlah anak yang
dimiliki sepanjang hidupnya. Jumlah kelahiran akan meningkat jika remaja berpersepsi positif11
terhadap keberadaan anak, namun sebaliknya ketika persepsi terhadap anak negatif maka angka
kelahiran akan tertekan dan menurun (Listyaningsih, 2012).
Berdasarkan Laporan SDKI komponen Kesehatan Reproduksi Remaja tahun 2012 menyebutkan
bahwa hasil median jumlah anak yang diinginkan remaja sedikit meningkat dari 2,5 anak pada
tahun 2007 menjadi 2,6 anak (BKKBN, BPS, Kemenkes, USAID, 2013b). Angka tersebut masih
cukup tinggi jika dibandingkan dengan target TFR sebesar 2,1 pada tahun 2015.
BKKBN telah menetapkan Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur
sebagai provinsi penyangga yang dijadikan prioritas sasaran dan percepatan program
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB). Pemilihan provinsi penyangga karena penduduk
di 10 provinsi tersebut mencakup 70 persen penduduk Indonesia yang saat ini mencapai 240 juta
jiwa (Strategic Alliance for Poverty Alleviation, 2013). Sedangkan jumlah penduduk remaja (15-
24 tahun) pada 10 provinsi penyangga yaitu sebesar 71 persen dari total penduduk 15-24 tahun di
Indonesia (Kementrian PPN/Bappenas, BPS, UNFPA, 2013). Kondisi kependudukan dan
1 Ditinjau dari nilai posiif terhadap anak cenderung meningkatkan angka kelahiran, sedangkan nilai negativf terhadap anak berakibat sebaliknya dapat menurunkan angka kelahiran (Lucas, 1984 dalam Agustus, 2013).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
4
Universitas Indonesia
keberhasilan program Kependudukan dan Keluarga Berencana pada 10 provinsi penyangga
diharapkan dapat mempercepat pencapaian secara nasional.
Menurut Harbour (2011) faktor yang mempengaruhi besar keluarga yang diinginkan adalah
karakteristik individu seperti jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, hasil kekayaan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, ukuran rumah tangga dan status perkawinan. Akses remaja terhadap
media juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh untuk mengurangi jumlah anak yang
diinginkan (Anggraeni, 2009). Program GenRe yang dikembangkan BKKBN dengan kegiatan
pertemuan yang membahas kesehatan reproduksi remaja (KRR) dan pembentukan wadah/tempat
pusat informasi dan konseling remaja (PIK Remaja), diharapkan dapat membentuk remaja untuk
bersikap positif terhadap keluarga ideal dengan 2 anak cukup (BKKBN, 2012a).
Penelitian ini mengenai preferensi jumlah anak pada remaja belum kawin usia 15-24 tahun di 10
provinsi penyangga, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur serta faktor-
faktor yang berhubungan dengan hal tersebut. Penelitian bersifat kuantitatif dengan pendekatan
studi potong lintang (cross-sectional). Data yang digunakan dalam penelitian adalah data
sekunder hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, komponen
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dengan menggunakan kuesioner SDKI-RP dan SDKI-
WUS. Sampel pada penelitian ini adalah remaja wanita dan pria belum kawin usia 15-24 tahun di
10 provinsi penyangga.
Tinjauan Teoritis
Masa remaja dikatakan sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak menjadi dewasa.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai individu yang berkembang
dengan menunjukan tanda-tanda seksual sekunder sampai mencapai kematangan seksual. Batasan
umur remaja (adolescent) menurut WHO adalah penduduk laki-laki atau perempuan yang berusia
10-19 tahun. United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) mengembangkan definisi
youth/pemuda yaitu mereka yang berusia 15-24 tahun. Dan lembaga PBB menyatukan definisi
remaja dan pemuda menjadi young people/orang muda adalah mereka yang berusia 10-24 tahun.
Sedangkan World Bank mengartikan young generation/generasi muda adalah penduduk laki-laki
dan perempuan yang berusia 12-24 tahun (Nofrizal, BKKBN Gorontalo, 2011). Pada survei
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
5
Universitas Indonesia
SDKI komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) tahun 2012 kelompok umur difokuskan
pada wanita dan pria 1524 tahun yang belum kawin (BKKBN, BPS, Kemenkes, USAID, 2013b).
Berdasarkan World Bank (2007) terdapat 5 masa transisi pada remaja/Youth Five Life
Transtions, yaitu melanjutkan sekolah (continue learning), mencari pekerjaan (start working),
memulai kehidupan berkeluarga (form families), menjadi anggota masyarakat (exercise
citizenship), dan mempraktikan hidup sehat (practice health life). Menurut Hurlock (1980) dalam
Ramadan (2013) terdapat 10 tugas perkembangan masa remaja sebagai upaya untuk mencapai
kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa, salah satu tugas tersebut adalah mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan dan memahami berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Teori fertilitas mengasumsikan bahwa permintaan terhadap jumlah anak yang diinginkan
ditentukan oleh preferensi individu atas jumlah anak yang dianggap ideal, ukuran ini merupakan
pengukuran sederhana dari preferensi fertilitas (Pritchett, 1994). Menurut Thomson dalam
Bhuyan dan Islam (2011) menyebutkan bahwa jumlah anak yang diinginkan juga dapat dilihat
dari permintaan dan nilai terhadap anak itu sendiri. Konsep nilai anak berkaitan dengan
pembatasan kelahiran, dalam arti secara teoritik mempunyai hubungan dengan keikutsertaan
sesorang dalam program keluarga berencana (Agustus, 2013). Pandangan terhadap nilai anak
menurut teori ekonomi fertilitas menjelaskan bahwa nilai anak bergantung pada keseimbangan
antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran seorang
anak, baik berupa keuangan maupun psikis (Caldwell, 1983 dalam Supardi, Fauzi, dan Chandra,
Policy Brief Provinsi Bengkulu, tanpa tahun; Becker, 1991).
“A simplified model of Family Planning demand and supple effects on Fertility” merupakan
hasil kerangka pikir dari evalusi dampak program keluarga berencana tehadap fertilitas yang
dilakukan Angeles, et. al. (2001). Pengaruh program Keluarga Berencana (KB) dilihat dari 3
variabel keluaran yaitu; Preferensi fertilitas dengan jumlah anak yang diinginkan/Ideal Family
Size (IFS), penggunaan/pemilihan metode kontrasepsi dan tingkat fertilitas/TFR. Preferensi
fertilitas bukan merupakan variabel yang langsung mempengaruhi tingkat fertilitas yang
sebenarnya. Variabel ini akan mempengaruhi individu untuk menggunakan atau tidak
menggunakan metode/alat cara kontrasepsi. Sama dengan yang dijelaskan dengan pendekatan
TPB, individu yang telah memiliki jumlah anak lahir hidup sesuai dengan yang jumlah yang
diinginkan akan memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Faktor karakteristik individu yang dilihat berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
sosial ekonomi, dan akses terhadap media memiliki pengaruh langsung terhadap dua variabel
outcome yaitu jumlah anak yang diinginkan (fertility preferences), dan penggunaan kontrasepsi.
Faktor lain yaitu supply/penawaran program KB yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.
Penawaran program KB yang diberikan kepada remaja belum kawin dikemas dengan program
Generasi Berencana (GenRe) yang memberikan informasi terkait kesehatan reproduksi dan
program KB melalui media (cetak/elektronik), materi pelajaran di sekolah maupun dengan
pembentukan wadah/tempak konseling bagi remaja.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 komponen Kesehatan Reproduksi Remaja, variabel yang akan diteliti dipilih
dari kuesioner SDKI-RP, remaja pria belum kawin usia 15-24 tahun dan SDKIWUS, remaja
wanita belum kawin usia 15-24 tahun. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-
sectional, yaitu suatu desain penelitian yang mengukur suatu kejadian pada waktu tertentu dan
mengukur variabel yang diperlukan secara bersamaan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga penentuan besar sampel bergantung pada
data SDKI 2012. Berdasarkan data pada data sheet SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja 2012,
jumlah sampel pada 10 provinsi penyangga (Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung,
Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur) yaitu 8.045 responden yang terdiri dari 3.659 remaja wanita dan 4.386 remaja
pria. Variabel yang diamati pada penelitian ini terdiri dari variabel independen, yaitu jenis kelamin,
umur, tempat tinggal, pendidikan, status ekonomi, keterpaparan media (surat kabar/majalah,
radio, televisi), informasi cara mencegah kehamilan/KB mealui media (surat kabar/majalah,
radio, televisi), pelajaran sistem reproduksi manusia dan cara mencegah kehamilan/KB di
sekolah, menghadiri pertemuan kesehatan reproduksi remaja dan mendengar informasi terkait
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
7
Universitas Indonesia
tempat/wadah konseling bagi remaja. Variabel dependen penelitian ini adalah jumlah anak yang
diinginkan di masa mendatang (fertility preferences).
Hasil Penelitian
Gambaran Karakteristik dan Pelayanan Informasi Metode Alat/Cara KB pada Remaja.
Umur rata-rata responden remaja di 10 provinsi penyangga yaitu 17,82 tahun. Sebagian besar
remaja telah mencapai tingkat pendidikan menengah ke atas yaitu SLTA/SMA dan Perguruan
Tinggi. Remaja wanita memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik dibanding remaja pria.
Sejalan dengan tingkat pendidikan, persentase remaja wanita dengan status sosial ekonomi
menengah atas dan teratas lebih tinggi dibandingkan remaja pria. Berdasarkan tingkat sosial
ekonomi, persentase remaja wanita terbanyak ada tingkat sosial ekonomi menengah atas,
sedangkan remaja pria di tingkat menengah bawah.
Tabel 1. Latar Belakang Sosial Demografi Remaja di 10 Provinsi Penyangga Tahun 2012
Variabel Remaja Wanita
3.659 Remaja Pria
4.386 Total 8045
% % % Umur
Mean 17,61 18,07 17,82 CI (95%) 17,47 – 17,75 17,91 – 18,23 17,71 – 17,93 SE 0,072 0,082 0,056 15 – 19 79,2 71,1 75,4 20 – 24 20,8 28,9 24,6
Tempat Tinggal Perkotaan 61,6 62,3 61,9 Pedesaan 38,4 37,7 38,1
Pendidikan Perguruan Tinggi 14,9 9,8 12,5 SMA/SLTA 53,0 50,9 52,0 SMP/SLTP 26,2 29,8 27,9 SD 5,5 8,9 7,1 Tidak Sekolah 0,4 0,5 0,4
Sosial Ekonomi Teratas 19,1 18,7 18,9 Menengah Atas 22,3 19,0 20,7 Menengah 21,0 20,6 20,8
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Menengah Bawah 21,4 22,6 22,0 Terendah 16,2 19,1 17,6
Keterpaparan Media Surat kabar/Majalah 14,8 15,2 15,0 Radio 15,3 16,4 15,8 Televisi 88,3 85,2 86,9
Tabel 2. Akses Pelayanan Informasi Cara Mencegah Kehamilan/KB dan Sistem
Reproduksi Pada Remaja di 10 Provinsi Penyangga Tahun 2012.
Variabel Remaja Wanita
3.659 Remaja Pria
4.386 Total 8045
% % % Informasi mencegah kehamilan/ KB, melalui :
Surat Kabar/Majalah Ya 17,0 15,3 16,3 Tidak 83,0 84,7 83,7
Radio Ya 12,0 12,2 12,1 Tidak 88,0 87,8 87,9
Televisi Ya 37,7 33,3 35,6 Tidak 62,3 66,7 64,4
Pelajaran tentang sistem reproduksi Ya 89,3 81,9 85,8 Tidak 10,7 18,1 14,2
Pelajaran cara mengatur kehamilan/KB
Ya 26,0 16,7 21,6 Tidak 74,0 83,3 78,4
Menghadiri pertemuan KRR Ya 3,0 3,6 3,3 Tidak 97,0 96,4 96,7
Mendengar tentang PIK-Remaja Ya 3,6 3,9 3,8 Tidak 96,4 96,1 96,2
Akses remaja terhadap informasi tentang cara pencegahan kehamilan/KB cukup terbatas. Selama
6 bulan terakhir sebelum survei dilakukan, hanya 35,6 persen remaja yang pernah menonton
tayangan terkait cara pencegahan kehamilan/KB melalui televisi, 12,1 persen remaja
mendapatkan informasi melalui artikel di surat kabar/koran/majalah dan hanya 11,5 persen yang
pernah mendengar melalui siaran radio. Persentase remaja wanita yang mendapat pelajaran
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
9
Universitas Indonesia
tentang sistem reproduksi di sekolah lebih tinggi dibanding remaja pria (89,3 persen dibanding
81,9 persen), dan hampir 72 persen remaja mendapat pelajaran sistem reproduksi pada saat
SMP/SLTP. Pelajaran tentang cara mengatur kehamilan/KB hanya didapatkan oleh sebagian
kecil remaja (21,6 persen). Jumlah remaja yang pernah menghadiri pertemuan KRR kurang dari
264 orang, atau sama dengan hanya 3,3 persen dari total keseluruhan remaja. Hasil yang tidak
jauh berbeda, pada persentase remaja yang pernah mendengar tentang tempat/wadah yang
menjadi Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) terkait kesehatan reproduksi hanya
302 remaja (3,8 persen).
Preferensi Jumlah Anak pada Remaja. Ditanyakan pada 8.045 remaja usia 15-24 tahun yang
belum kawin di 10 provinsi penyangga, “Setelah Saudara menikah nanti, berapakah jumlah anak
yang Saudara inginkan selama hidup?”. Dari seluruh sampel remaja ada 433 jawaban normatif
(non numeric answer) seperti: tidak tahu, terserah dengan rezeki Tuhan, dan lain-lain. Terdapat
7.612 remaja menjawab jumlah anak yang diinginkan dengan selang 0–15 anak. Rata-rata jumlah
anak yang diinginkan oleh remaja yaitu 2,40 anak. Remaja pria memiliki rata-rata jumlah anak
yang diinginkan sebesar 2,48 anak, hasil ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada remaja
wanita yaitu 2,33 anak.
Tabel 3. Preferensi Jumlah Anak pada Remaja di 10 Provinsi Penyangga Tahun 2012
Variabel Remaja Wanita Remaja Pria Total
Preferensi Jumlah Anak : Frekuensi (numeric answer) 3.408 4.204 7.612
Non numeric answer 251 182 433 Total 3.659 4.386 8.045
Mean 2,33 2,48 2,40
CI (95%) 2,30 – 2,37 2,44 – 2,52 2,38 – 2,43 SE 0,019 0,020 0,014 ≤ 2 Anak 74,9 66,4 70,8 > 2 Anak 25,1 33,6 29,2 P-value 0,001 OR (95%CI) 1,51 (1,33 – 1,71)
Analisis selanjutnya, dengan menggunakan batasan jumlah anak ideal Program KB Nasional “2
anak cukup” (BKKBN, 2014), maka jumlah anak yang diinginkan pada remaja dikategorikan
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
10
Universitas Indonesia
menjadi dua yaitu sama atau kurang dari 2 anak dan lebih dari 2 anak. Persentase remaja pria
yang berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak yaitu sebesar 33,6 persen, sedangkan persentase
remaja wanita sebesar 2,51 persen. Hasil analisis dengan regresi logistik sederhana, menyatakan
dengan signifikan (p-value < 0,05) bahwa remaja pria memiliki kemungkinan 1,5 kali untuk
mempunyai keluarga besar (> 2 anak) dibanding remaja wanita. Bedasarkan hal ini, analisis
selanjutnya akan dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 1. Preferensi Jumlah Anak pada Remaja di 10 Provinsi Penyangga Tahun 2012
Pada gambar 1 dapat dilihat, bahwa Provinsi Sumatera memiliki presentase remaja yang
berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak yang tertinggi yaitu sebesar 41,7 persen. Sedangkan
yang terendah di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan masing-masing persentase
sebesar 17,8 dan 17,6 persen.
Karakteristik Individu, Akses Pelayanan Informasi dengan Preferensi Jumlah Anak pada
Remaja. Kelompok umur dan tempat tinggal memiliki pengaruh yang signifikan (pvalue < 0,05)
terhadap preferensi jumlah anak yang diinginkan remaja wanita dan pria di masa depan. Remaja
wanita dan pria yang lebih tua memiliki keinginan yang lebih besar untuk mempunyai lebih dari
2 anak dibanding remaja dengan umur yang lebih muda. Remaja wanita dan remaja pria yang
tinggal di pedesaan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu sebesar 1,3 kali lebih besar
untuk memiliki lebih dari 2 anak dibanding yang tinggal di perkotaan. Secara umum persentase
remaja yang berkeinginan memiliki anak lebih dari 2 tertinggi yaitu pada remaja dengan yang
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
11
Universitas Indonesia
berpendidikan tinggi (Akademi/Universitas). Persentase remaja wanita pada tingkat sosial
ekonomi terbawah memiliki kecenderungan 1,33 kali lebih besar untuk memiliki lebih dari 2
anak dibanding pada tingkat sosial ekonomi teratas. Pada remaja pria tidak terdapat perbedaan
yang berarti pada setiap tingkat sosial ekonomi. Hubungan keterpaparan media (surat
kabar/majalah, radio dan televisi) dengan preferensi jumlah anak hanya siginifikan terhadap
remaja pria.. Sedangkan pada remaja wanita hanya keterpaparan terhadap televisi saja yang
signifikan mempengaruhi preferensi jumlah anak, remaja wanita yang tidak terpapar media
televisi memiliki kecenderungan 1,45 kali lebih tinggi untuk membetuk keluarga besar ( > 2
anak). Tabel 4. Preferensi Jumlah Anak Berdasarkan Karakteristik Sosial Demografi Remaja di
10 Provinsi Penyangga Tahun 2012
Variabel
Preferensi Jumlah Anak
Remaja Wanita Remaja Pria
≤ 2 > 2 OR 95 % CI ≤ 2 > 2 OR 95 % CI
Umur
15 – 19 77,1 22,9 1 *) 68,5 31,5 1*)
20 – 24 66,7 33,3 1,68 1,36-2,07 61,3 38,7 1,38 1,15-1,65
Tempat Tinggal
Perkotaan 76,5 23,5 1*) 68,4 31,6 1*)
Pedesaan 72,1 27,9 1,26 1,02-1,56 63,0 37,0 1,27 1,06-1,52
Pendidikan
Perguruan Tinggi 67,4 32,6 1 *) 63,1 36,9 1
SMA/SLTA 77,4 22,6 0,60 0,48-0,76 67,6 32,4 0,82 0,61-1,11
SMP/SLTP 74,9 25,1 0,69 0,52-0,92 68,8 31,2 0,77 0,55-1,06
SD 71,4 28,6 0,83 0,51-1,34 56,2 43,8 1,33 0,96-1,83
Tidak Sekolah 72,3 27,7 0,79 0,10-6,23 39,9 60,1 2,57 0,72-9,25
Pendidikan
Perguruan Tinggi 67,4 32,6 1 *) 63,1 36,9 1
SMA/SLTA 77,4 22,6 0,60 0,48-0,76 67,6 32,4 0,82 0,61-1,11
SMP/SLTP 74,3 25,7 0,71 0,54-0,94 65,7 34,3 0,89 0,67-1,19
Sosial Ekonomi
Teratas 76,8 23,2 1 **) 66,1 33,9 1
Menengah Atas 78,9 21,1 0,88 0,62-1,26 67,8 32,2 0,93 0,68-1,27
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Menengah 74,6 25,4 1,12 0,80-1,57 64,8 35,2 1,06 0,80-1,40
Menengah Bawah 72,0 28,0 1,28 0,92-1,78 67,1 32,9 0,96 0,72-1,27
Terbawah 71,2 28,8 1,33 0,97-1,83 66,0 34,0 1,01 0,76-1,34
Surat kabar/Majalah
Ya 76,7 23,3 1 71,6 28,4 1 *)
Tidak 74,5 25,5 1,12 0,90-1,41 65,7 34,4 1,32 1,04-1,67
Radio
Ya 73,7 26,3 1 70,6 29,4 1 *)
Tidak 75,1 24,9 0,93 0,78-1,11 65,5 34,5 1,26 1,06-1,51
Televisi
Ya 75,7 24,3 1 *) 67,6 32,4 1 *)
Tidak 68,3 31,7 1,45 1,11-1,90 59,5 40,5 1,42 1,13-1,77
Informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui surat kabar/majalah, radio dan televisi pada
remaja pria tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi jumlah anak pada remaja pria.
Remaja wanita yang tidak mendapatkan informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui radio
memiliki OR 0,7 kali lebih rendah untuk membentuk keluarga besar (> 2 anak) dibanding remaja
wanita yang mendapat informasi tersebut melalui siaran radio.
Tabel 5. Preferensi Jumlah Anak Berdasarkan Akses Pelayanan Informasi Cara Mencegah
Kehamilan/KB dan Sistem Reproduksi Pada Remaja di 10 Provinsi Penyangga
Tahun 2012
Variabel
Preferensi Jumlah Anak
Remaja Wanita Remaja Pria
≤ 2 > 2 OR 95 % CI ≤ 2 > 2 OR 95 % CI
Informasi cara mengatur kehamilan/KB
Surat Kabar/Majalah
Ya 72,8 27,2 1 67,8 32,2 1
Tidak 74,8 25,2 0,90 0,71-1,15 67,9 32,1 0,99 0-79-1,25
Radio
Ya 68,8 25,9 1 *) 68,2 31,8 1
Tidak 76,1 23,9 0,69 0,52-0,92 66,0 34,0 1,10 0,80-1,52
Televisi
Ya 73,6 26,4 1 66,8 33,2 1
Tidak 75,7 24,3 0,89 0,72-1,11 66,7 33,3 1,01 0,84-1,20
Pelajaran Sistem
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Reproduksi Ya 75,3 24,7 1 **) 67,4 32,6 1 *)
Tidak 70,5 29,5 1,28 0,96-1,70 62,3 37,7 1,25 1,02-1,53
Pelajaran cara mengatur kehamilan/KB
Ya 75,9 24,1 1 66,4 33,6 1
Tidak 74,4 25,6 1,08 0,87-1,35 66,5 33,5 0,99 0,80-1,24
Hadir Pertemuan KRR
Ya 70,9 29,1 1 **) 68,2 31,8 1
Tidak 75,0 25,0 0,81 0,61-1,08 66,3 33,7 1,09 0,77-1,53
Mendengar PIK Remaja
Ya 73,8 26,2 1 71,0 29,0 1
Tidak 74,9 25,1 0,94 0,63-142 66,2 33,8 1,25 0,81-1,94
Terdapat perbedaan pengaruh antara pelajaran di sekolah pada jumlah anak yang diinginkan
remaja. Persentase remaja wanita dan remaja pria yang tidak mendapatkan pelajaran tentang
sistem reproduksi di sekolah memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memiliki lebih dari
2 anak dibanding dengan remaja yang mendapat pelajaran tersebut. Dengan masingmasing OR
sebesar 1,28 dan 1,25. Tidak terdapat perbedaan yang berarti untuk menentukan jumlah anak
yang diinginkan dimasa depan pada remaja yang mendapat pelajaran cara mencegah
kehamilan/KB di sekolah atau tidak mendapat pelajaran tersebut.
Hasil analisis pada tabel 5 menunjukan pada remaja wanita, pertemuan KRR dan pengalaman
pernah mendengar terkait PIK Remaja menjadi faktor risiko untuk membentuk keluarga besar (>
2 anak). Remaja wanita yang tidak menghadiri pertemuan KRR mempunyai kecenderungan 0,81
kali lebih rendah untuk berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak dibanding remaja yang
mengikuti kegiatan/pertemuan KRR. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada remaja pria,
meskipun tidak signifikan (p-value > 0,05). Persentase remaja pria yang tidak pernah mengikuti
pertemuan KRR memiliki persentase yang besar untuk memiliki lebih dari 2 anak dibanding yang
pernah mengikuti kegiatan tersebut. Remaja pria yang tidak pernah mendengar tentang PIK
Remaja memiliki kecenderungan 1,25 kali lebih tinggi untuk membentuk keluarga besar
dibanding yang pernah mendengar PIK Remaja.
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Faktor Dominan Preferensi Jumlah Anak Pada Remaja. Secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel 6 bahwa faktor yang dominan mempengaruhi preferensi jumlah anak pada remaja wanita
dan remaja pria yaitu umur remaja dan wilayah tempat tinggal. Pada remaja wanita selain kedua
faktor tersebut terdapat 3 faktor lain yang mempengaruhi yaitu tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi serta informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui radio. Sedangkan pada remaja
pria keterpaparan media memiliki pengearuh yang signifikan. Remaja pria yang tidak terpapar
media memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memiliki lebih dari 2 anak dibanding
remaja pria yang tidak terpapar media apapun.
Tabel 6. Perbandingan Faktor Dominan yang Mempengaruhi Preferensi Jumlah Anak
Pada Remaja Wanita dan Remaja Pria di 10 Provinsi Penyangga Tahun 2012
Variabel
Preferensi Jumlah Anak Remaja Wanita (3.408) Remaja Pria (4.204)
P-value OR 95% CI P-value OR 95% CI
Umur 15 – 19 0,024 1 0,001 1 20 – 24 1,43 1,05-1,94 1,46 1,21-1,75
Tempat Tinggal Perkotaan 0,034 1 0,003 1 Pedesaan 1,36 1,02-1,82 1,32 1,10-1,58
Pendidikan Perguruan Tinggi 0,013 1 - - SMA/SLTA 0,65 0,48-0,87 - - ≤ SMP/SLTP 0,65 0,45-0,95 - -
Sosial Ekonomi Teratas 0,001 1 - - Menengah Atas 0,84 0,55-1,30 - - Menengah 1,16 0,79-1,71 - - Menengah Bawah 1,47 0,98-2,18 - - Terbawah 1,84 1,26-1,69 - -
Terpapar Radio Ya - - 0,002 1 Tidak - - 1,32 1,10-1,57
Informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui Radio
Ya 0,036 1 - - Tidak 0,73 0,54-0,98 - -
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Pembahasan
Rata-rata jumlah anak yang diinginkan remaja yaitu yaitu 2,40 anak. Remaja pria memiliki rata-
rata preferensi jumlah anak yang lebih tinggi yakni sebesar 2,48 anak sedangkan remaja wanita
sebesar 2,33 anak. Jika angka ini dibiarkan terjadi, maka di tahun 2025 target TFR nasional
sebesar 2,1 anak per wanita usia subur akan sulit tercapai.
Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur adalah dua provinsi dengan persentase remaja yang
berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak yang terbesar dibanding 8 provinsi lain. Apabila dilihat
dengan hasil SDKI 2012, TFR di kedua provinsi tersebut juga lebih tinggi dari ratarata nasional
masing-masing sebesar 3,0 dan 3,3 anak per wanita usia subur. Artinya pemerintah di kedua
provinsi tersebut harus berusaha keras untuk menurunkan angka fertilitasnya.
Terdapat perbedaan preferensi jumlah anak yang diinginkan remaja pria dan remaja wanita.
Remaja pria mempunya kecenderungan 1,5 kali lebih tinggi untuk memiliki lebih dari 2 anak
dibanding remaja wanita. Dengan hasil ini artinya kesadaran untuk membentuk keluarga ideal (≤
2 anak) lebih tinggi pada remaja wanita dibanding remaja pria. Umur menjadi faktor dominan
yang mempengaruhi jumlah anak yang dinginkan. Pada remaja kelompok umur 2024 tahun
memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memiliki lebih dari 2 anak dibanding remaja
umur 15-19 tahun. Menurut teori, wilayah tempat tinggal memiliki pengaruh terhadap akses
informasi dan keterjangkauan layanan. Akses masyarakat perkotaan terhadap informasi lebih
mudah dibanding masyarakat yang tinggal di pedesaan (Asih, 2009 dalam Afda’tiyah, 2014).
Selain itu, apabila dilihat dari nilai anak bagi masyarakat di desa anak dapat memberikan
kebahagian kepada orangtua, memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman bagi keluarganya
(Siregar, 2003). Hal ini yang menjadikan remaja di pedesaan memiliki kemungkinan 1,3 kali
lebih tinggi untuk berkeinginan membentuk keluarga besar (> 2 anak) dibanding masyarakat
kota.
Hubungan preferensi jumlah anak dengan tingkat pendidikan hanya signifikan terjadi pada
remaja wanita. Remaja wanita dan remaja pria dengan pendidikan tinggi/perguruan tinggi
memiliki persentase yang lebih besar untuk memiliki lebih dari 2 anak dibanding remaja dengan
pendidikan rendah dan menengah. Hasil ini berbeda dengan penelitian Angeles, et. al. (2001),
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Guend (2005), Harbour (2011), Anggraeni (2009), Bongaart (2011), Khongji (2013). Penelitian
yang dilakukan di Mesir pada tahun 2004 dengan sampel pemuda usia 15-24 tahun, menunjukan
bahwa responden yang berpendidikan menengah dan teratas memiliki kemungkinan (OR) 1,6 kali
lebih tinggi berkeinginan membetuk keluarga kecil dibanding responden yang berpendidikan
rendah (Harbour, 2011). Analisis lanjut dengan mengkategorikan pendidikan berdasarkan 5
kelompok. Hasil yang berbeda didapatkan pada persentase remaja dengan keinginan memiliki
lebih dari 2 anak pada remaja pria dan wanita. Pada remaja pria yang tidak bersekolah dan hanya
pada tingkat pendidikan SD memiliki persentase yang besar untuk berkeinginan memiliki lebih
dari 2 anak dibanding tingkat pendidikan menengah pertama dan menengah atas.
Secara umum remaja pria pada 10 provinsi penyangga memiliki tingkat pendidikan yang lebih
rendah dibanding remaja wanita. Berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan perbedaan intervensi
pada remaja pria dan wanita. Pemerintah di 10 provinsi penyangga secara khusus harus
meningkatkan tingkat pendidikan remaja pria, sehingga akses informasi, pengetahuan dan taraf
hidup remaja pria akan lebih baik. Sedangkan pada remaja wanita teori yang menyatakan bahwa
salah satu cara untuk menurunkan ukuran keluarga yang diinginkan (desired family size) yaitu
dengan meningkatkan pendidikan wanita (Bongaart, 2011), tidak dapat diterapkan pada remaja
wanita di 10 provinsi penyangga tahun saat ini. Untuk itu yang harus dilakukan adalah
peningkatan informasi kependudukan bagi remaja di perguruan tinggi sehingga mereka semakin
peduli untuk mengendalikan jumlah penduduk dan tidak berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak.
Analisis multivariat secara statistik signifikan, pengaruh sosial ekonomi terjadi pada remaja
wanita dengan tingkat ekonomi terbawah mempunyai kecenderungan 1,8 kali lebih besar untuk
memiliki lebih dari 2 anak dibanding remaja wanita dengan tingkat sosial ekonomi teratas. Hasil
ini sama dengan hasil data DHS di 62 negara, (Bongaart, 2011) menunjukan bahwa hubungan
antara jumlah besar keluarga yang diinginkan dengan tingkat sosial ekonomi (GDP/per kapita)
terbalik dan signifikan (p-value < 0,001). Artinya semakin tinggi pendapat perkapita seseorang
maka semakin kecil jumlah anak yang diinginkan di masa depan. Menurut Becker (1991) dengan
terjadinya kenaikan pendapatan maka terdapat perubahan mengenai selera anak dan mulai
menginginkan mutu/kualitas seorang anak dibanding sekedar jumlah yang banyak. Artinya
dengan meningkatnya pendapatan orang tua, jumlah anak yang diinginkan menjadi lebih kecil.
(Agustus, 2013).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Akses remaja terhadap pelayanan KIE kesehatan reproduksi remaja (KRR) dan cara mencegah
kehamilan/KB masih sangat terbatas. Hanya 35,6 persen remaja yang mengaku mendapatkan
informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui televisi. Hal ini yang menyebabkan pemberian
informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui surat kabar/majalah, radio dan televisi tidak
memiliki pengaruh terhadap preferensi jumlah anak pada remaja. Secara statistik pada analisis
bivariat dan multivariat hanya pemberian informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui radio
yang memiliki hubungan signifikan terhadap jumlah anak yang diinginkan remaja wanita. Namun
hubungan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan, pada remaja wanita yang mendapat
informasi cara mencegah kehamilan/KB melalui radio memiliki kemungkinan 0,7 kali lebih
rendah untuk berkeinginan mempunyai lebih dari 2 anak. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Angeles, et. al. (2001) dengan data DHS 11 Negara salah
satunya Indonesia. Pengaruh akses wanita terhadap program KB sangat kecil dan tidak
signifikan, serta terdapat hasil yang menyimpang untuk mempengaruhi ukuran keluarga ideal
(IFS). Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa program dan akses informasi KB lebih
berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode/alat kontrasepsi dibanding untuk
menurunkan jumlah keluarga ideal (Angeles, et. al. 2001).
Hasil analisis multivariat, faktor yang paling dominan mempengaruhi preferensi jumlah anak
yang diinginkan pada remaja wanita dan remaja pria yaitu hanya umur dan wilayah tempat
tinggal. Pada penelitian ini faktor pelayanan KIE Kesehatan Reproduksi Remaja dan program KB
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap preferensi jumlah anak. Hal tersebut
disebabkan karena persentse remaja yang terpapar dan mendapatkan informasi dari program
tersebut persentasenya sangat kecil. Hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi BKKBN sebagai
badan yang memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut. BKKBN harus meningkatkan
kuantitas dan kualitas program dengan meluaskan jangkauan sasaran remaja, agar persentase
remaja yang terpapar semakin meningkat dan dampak program terlihat berpengaruh secara
signifikan.
Kesimpulan
Rata-rata preferensi jumlah anak pada remaja di 10 provinsi penyangga yaitu 2,4 anak. Remaja
pria memiliki persentase yang lebih besar untuk berkeinginan memiliki lebih dari 2 anak di
banding remaja wanita (33,6 persen banding 25,1 persen). Provinsi Sumatera Utara dan Nusa
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Tenggara Timur adalah provinsi dengan persentase terbesar pada remaja yang berkeinginan
memiliki lebih dari 2 anak. Umur dan wilayah tempat tinggal merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi preferensi jumlah anak pada remaja wanita dan remaja pria. Faktor pelayanan
KIE kesehatan reproduksi dan program KB pada remaja tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap jumlah anak yang diinginkan.
Saran Diperlukan peningkatan intervesi/kampanye program KB dan jumlah anak ideal “2 anak cukup,
laki-laki, perempuan sama saja” serta menjelaskan manfaat dari Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (KKBS). Intervensi khusus juga harus dilakukan pada remaja di tingkat pendidikan
tinggi (perguruan tinggi) dengan pendidikan kependudukan melalui materi perkuliahan. Selain
meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) melaui media (surat kabar/majalah,
radio dan televisi) pemerintah (BKKBN) dapat melakukan inovasi promosi dengan
memanfaatkan internet dan media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Tumblr/Blog dan
media lain yang banyak diakses oleh remaja. Meningkatkan jangkauan program Genre sehingga
semakin banyak remaja yang terpapar informasi dari program tersebut dan lebih peduli untuk
merencanakan kehidupan berkeluarga di masa depan.
Daftar Referensi Afda’tiyah, R. (2013). Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada
Akseptor KB di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan (Analisis Data SDKI 2012). Skripsi,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Agushybana, Purnami, Herawati, Nugraha, Sumekar. (1998). Fertilitas Penduduk Wanita dan Keinginan
Jumlah Anak pada Keluarga Nelayan Pantai Utara Jawa. Laporan Penelitian, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
Agustus, Caesar. F. R, (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Tentang Keluarga Berencana dan Alat
Kontarsepsi Terhadap Rencana Jumlah Anak pada Siswi SMK Kesehatan Mulia Karya Husada Tahun
2012. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Ajzen dan Klobas. (2013). Fertility Intention: An Approach Based on The Theory of Planned Behavior.
Demographic Research: Volume 29, Article 8, Pages 203-232. Published 31 July 2013.
http://www.demographic-research.org /volumes/vol29/8/29-8.pdf. (11 Juli 2014, 18.23 WIB).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Angeles, Gustavo, et. al. (2001). A Meta-Analysis of The Impact of Family Planning Programs on Fertility
Preferences, Contraceptive Method Choice and Fertility. Chapel Hill, NC: Carolina Population Center.
Anggraeni, Maria. (2009). Keinginan Remaja Untuk Ber KB dan Jumlah Anak yang Diinginkan Di Masa
yang Akan Datang. Analisis Lanjut SDKI 2007. Jakarta : BKKBN.
Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metoda Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2006). Panduan Pengelola Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta : BKKBN.
----------------. (2011). Rencana Strategis Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional 2010-2014. Jakarta : BKKBN.
----------------. (2012a). Grand Design Program Pembinaan Ketahanan Remaja. Jakarta : Direktorat Bina
Ketahanan Remaja BKKBN.
----------------. (2012b). Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa
(PIK R/M). Jakarta : Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN.
----------------. (2012c). Arah Kebijakan dan Strategi BKKBN 2013. Jakarta : BKKBN.
----------------. (Tanpa Tahun). Lembar Balik Tema Remaja : Ayo Menjadi Remaja Berkarakter : Religius,
Sehat, Cerdas, Produktif. Jakarta : BKKBN.
----------------. (2014a). Kebijakan dan Strategi Akselerasi Program Kependudukan, KB dan
Pembangunan Keluarga, Tahun Anggaran 2014. Jakarta : BKKBN.
----------------. (2014b). Optimalisasi Pemanfaatan Bonus Demografi. Paparan Kuliah Umum oleh Kepala
BKKBN Prof, dr. Fasli Jalal, PhD, SpGK. di Universitas Udayana, Bali. Selasa, 13 Mei 2014.
Bkkbn.go.id (19 Desember 2014, 09.52 WIB).
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, United Nations Population Fund.
(2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta : Kementrian PPN/Bappenas, BPS, UNFPA.
Badan Pusat Statistik. (2010). Hasil Sensus Penduduk 2010: Data Agregat per Provinsi. Jakarta : BPS.
----------------. (2011). Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia; November
2011. Jakarta : BPS.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian
Kesehatan (Kemenkes), dan ICF International. (2013a). Indonesia Demographic and Health Survey
2012. Jakarta, Indonesia: BPS, BKKBN, Kemenkes dan ICF International.
----------------. (2013b). Indonesia Demographic and Health Survey, Adolescent Reproductive Health
2012. Jakarta, Indonesia: BPS, BKKBN, Kemenkes dan ICF International.
Basten, Stuart. (2010). Television and Fertility. Austria: Finnish Yearbook of Population Research XLV
2010.
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Becker, Gary. (1991). The Demand for Children.
public.econ.duke.edu/~vjh3/e195S/readings/Becker_Demand_Children.pdf. (28 Desember 2014, 21.48
WIB).
Bhuyan, K. C., dan Islam, Syeda Sanjida. (2011). Determinats of Desired Family Size and Children Ever
Born in Bangladesh. http://medind.nic.in/jah/t11/i2/ jaht11i2p39.pdf. (30 Agustus 2014, 23.20 WIB).
Bongaarts. (2011). Can Family Planning Programs Reduce High Desired Family Size in Sub-Saharan
Africa. Volume 37, Number 4, December 2011. guttmacher.org/pubs/journals/3720911.html. (17 Juli
2014, 16.38 WIB).
Bongaarts, Cleland, Townsend, Bertrand, dan Gupta. (2012). Family Planning Programs For The 21st
Century Rationale and Design. Population Council.
Guend, Hani. (2005). A Cross Country Analysis of Ideal Family Size, Family Planning, and Women’s
Value’s and Belief’s. iussp2005.princeton.edu/papers /50580. (5 Juli 2014, 22.27 WIB).
Goldstein, Lutz, Testa, Maria. (2003). The Emergence of Sub-Replacement Family Size in Europe.
Population Research and Policy Review 22: 479-496, 2003.
Harbour, Catherine. (2011). Normative Influence and Desired Family Size among Young People in Rural
Egypt. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21834412. (4 Juli 2014, 11.51 WIB).
Hastono, Sutanto Priyo. (2006). Analisis Multivariat. Depok : Departemen Biostatistik Fakultas Kesehatan
Masyarkat Universitas Indonesia.
----------------. (2009). Peran Faktor Komposisional dan Faktor Kontekstual Terhadap Jumlah Anak Yang
Diinginkan Di Indonesia : Permodelan Dengan Analisis Multilevel. . Analisis Lanjut SDKI 2007.
Jakarta : BKKBN.
Khatun, Taslima. (2011). Desired and Actual Fertility in Bangladesh : The Role of Mass Media and Social
Interactions. The Netherlands : International Institute of Social Studi.
Khongji, Phrangstone. (2013). Determinants and Trends of Ideal Family Size in a Matrilineal Set-up. The
NEHU Journal, Vol XI, No.2, July 2013.
Kodzi, Johnson, dan Casterline. (2010). Examining the Predictive Value of Fertility Preferences among
Ghanaian Women. demographic-research.org /volumes/vol22/30/. (11 Juli 2014, 18.11 WIB).
Kominfo. (2014). Siaran Pers Tentang Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja
Dalam Menggunakan Internet. Siaran Pers No. 17/PIH/KOMINFO/2/2014. Selasa 18 Februari 2014.
kominfo.go.id (25 Desember 2014, 15.20 WIB).
Listyaningsih, Umi. (2012). Remaja, Perencanaan Fertilitas Masa Depan.
http://www.cpps.or.id/content/remaja-perencana-fertilitas-masa-depan-oleh-umi-listyaningsih. (20 Juli
2014, 13.20 WIB).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Muliarta. Artikel : BKKBN Kenalkan Remaja Pada Program KB. Denpasar, 13 Februari 2013.
http://www.voaindonesia.com/content/bkkbn-kenalkan-remaja-pada-program-kb/1602700.html (5
Oktober 2014, 13.30 WIB).
Olaleye, O. D. (1993). Ideal Family Size: A Comparative Study of Numerical and Non-Numerical Fertility
Desires of Women in Two sub-Saharan African Countries. DHS Working CPapers Number 7. USA :
Macro International Inc.
Philipov, D. (2011). Theories on fertility intentions: A demographer’s perspective. Vienna Yearbook of
Population Research 9: 37-45. (23 Juni 2014, 11.51 WIB).
Population Reference Bureau. (2014). 2014 World Population Data Sheet. prb.org/pdf14/2014-world-
population-data-sheet_eng.pdf (20 Juni 2014, 12.13 WIB).
Preeti dan Singh. (2010). Time Varying and Unvarying Factors Affecting Ideal and Actual Family Size in
North India. ppa2010. Diakses Online princeton.edu/download. aspx?submissionId=101274. (4
November 2014, 22.18 WIB).
Pritchett, Lant H. (1994). Desired Fertility and the Impact of Population Policies. Population and
Development Review. Vol. 20. No. 1 (Mar, 1994).
Prosiding Seminar “Perlukah Pendidikan Seks bagi Remaja?”. Jakarta : 27 Januari 2000. Diakses Online
cahayapanorama.files.wordpress.com
/2012/01/7055476seminar20perlukah20pendidikan20seks20bagi20remaja.pdf. (28 Desember 2014,
22.10 WIB).
Ramadan, Mariana Panji. (2013). Hubungan Antara Penerimaan Perkembangan Fisik dengan
Kematangan Emosi pada Remaja Awal. http://repository.upi.edu/9377/2/s_psi_0800503_chapter1.pdf.
(28 Juli 2014, 6.54 WIB).
Nofrizal, BKKBN Provinsi Gorontalo. (2011). Generasi Berencana GenRe. Gorontalo : BKKBN.
Siregar, Fazidah. (2003). Pengaruh Nilai dan Jumlah Anak pada Keluarga Terhadap Norma Keluarga
Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Diakses Online USU Digital Library 2013. (1 Desember 2014, 21.34 WIB).
Strategic Alliance for Poverty Alleviation (SAPA). (2013). Sepuluh Target Penyangga Jadi Target
BKKBN. Diakses Online sapa.or.id/b1/99-k2/889-10-provinsi-penyangga-jadi-target-bkkbn. (20
November 2014, 12.32 WIB).
Sunartiningsih, (Tanpa Tahun). Pendidikan Kependudukan bagi Remaja Masalah dan Solusi.
kulonprogokab.go.id. (3 Juli 2014).
Supardi, Fauzi, dan Chandra, (Tanpa Tahun). Kesenjangan Antara Angka Kesuburan dengan Jumlah
Anak Ideal. Bengkulu : BKKBN.
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Syabani, A., (2014). Faktor-faktor yang Behubungan dnegan Keinginan Menambah Anak pada Wanita
Kawin di Indonesia (Analisis Lanjut SDKI 2012). Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Tempo.co. (2014). BNN : Pengguna Narkob di Kampus Mencemaskan (Jakata, 29 November 2014).
Diakses Online pemilu.tempo.co/read/news/2014/11/29/ 269625193/BNN-Pengguna-Narkoba-di-
Kampus-Mencemaskan (12 Desember 2014).
The World Bank. (2007). World Development Report 2007; Development and The Next Generation.
http://www-wds.worldbank.org (22 Juni 2014, 11.17 WIB).
Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga.
United Nations Fund for Population Activities (UNFPA). (2008). Levels, Trends, and Determinants of
Lifetime ande Desired Fertility in Ethiopia : Findings from EDHS 2005, Ethiopia Society of
Population Studies. countryoffice.unfpa.org/ethiopia/drive/Fertility.pdf. (3 Juli 2014, 12.14 WIB).
Zhang, G. (2004). Does The Family Planning Program Affect Fertility Preferences? The Case of China.
Australia : Australian Population Assciation.
Zinab, Hassan. E. (2005). Evaluation of The Impact of Fertility Planning Programs on Fertility: A Case
Study on East Azerbaijan Province (Iran)-2000. http://iussp2005.princeton.edu/papers/50796. (30
Agustus 2014, 22.45 WIB).
Determinan preferensi jumlah..., Annisa Anggraeni Sari, FKM UI, 2014