deteksi dini karsinoma nasofaring
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Early Detection of Nasopharyngeal CarcinomaKeiji Tabuchi,Masahiro Nakayama, Bungo Nishimura,
Kentaro Hayashi, dan Akira Hara
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
Journal Reading
Pembimbing :
Dr. Sudarman, Sp.THT-KL(K)
Oleh:
Muhamad Muamar, S.Ked
G9911112098
Candrika Izzatika, S.Ked
G9911112033
Albertus Bayu K, S.Ked G99121003
1. PENGANTAR
• Jenis karsinoma sel skuamosa non limfomatosa, terjadi pada lapisan epitel nasofaring.
• menunjukkan berbagai tingkat diferensiasi• sering terjadi pada resesus faringius (Fossa
Rosenmuller), posteromedial ke arah kruris medial pada pembukaan tuba Eustachius di nasofaring [1].
Karsinoma nasofaring (KNF)
1. PENGANTAR
• Berbeda dari kanker kepala dan leher lain dalam hal:• etiologi, epidemiologi, patologi,
presentasi klinis, dan respon terhadap pengobatan [2].
Karsinoma nasofaring (KNF)
1. PENGANTAR
Gambaran Anatomi Karsinoma Nasofaring (KNF)
1. PENGANTAR
• Di luar wilayah endemik Asia Tenggara, KNF jarang terjadi, hanya kurang dari 1/1, 000,000 orang [3].
• Di Amerika Utara, KNF menyumbang sekitar 0,2% dari seluruh keganasan, dengan sekitar 0,5-2 kasus per 100.000 laki-laki dan sekitar sepertiga dari jumlah itu terjadi pada wanita [4-6].
Karsinoma nasofaring (KNF)
1. PENGANTAR
• Insiden KNF dilaporkan tetap tinggi pada orang China yang beremigrasi ke Asia Tenggara atau Amerika Utara, namun lebih rendah pada orang China yang lahir di Amerika Utara dibandingkan yang lahir di Cina Selatan [7, 8].
• Temuan ini menunjukkan bahwa faktor genetik serta lingkungan memainkan peran dalam penyebab penyakit [9].
Karsinoma nasofaring (KNF)
1. PENGANTAR
• Pengobatan utama KNF adalah radioterapi,• Tetapi, hasil pengobatan untuk KNF
stadium lanjut belum memuaskan.• Hal itu menjadi fokus dari kajian ini yaitu
untuk memberikan gambaran tentang KNF, terutama wawasan baru tentang deteksi dini KNF.
Karsinoma nasofaring (KNF)
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
• Relatif jarang terjadi di sebagian besar wilayah dunia
• Menyumbang 2% dari semua jenis karsinoma sel skuamosa pada kepala dan leher, dengan kejadian 0,5-2 per 100.000 di Amerika Serikat [10].
• Namun, penyakit ini menjadi endemik di banyak daerah geografis, termasuk Cina Selatan, Asia Tenggara, Jepang, dan Timur Tengah / Afrika Utara [10, 11].
Karsinoma nasofaring (KNF)
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• Ho [12] KNF sbg jenis kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki, dengan kejadian antara 50 per 100.000 populasi di Provinsi Guangdong Cina Selatan.
• Emigrasi dari daerah dengan insidensi tinggi ke daerah-insidensi rendah seperti Amerika Serikat dan Kanada mengurangi kejadian KNF pada generasi pertama ras Cina,
• Tapi angka ini masih tetap lebih tinggi dari tujuh kali insidensi di Kaukasia [8].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• KNF sbg penyakit kompleks yang disebabkan oleh interaksi antara infeksi kronis dengan virus herpes gamma onkogenik Epstein-Barr virus (EBV) dan lingkungan serta faktor genetik, yang melibatkan seluruh tahapan proses karsinogenik [10].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma
nasofaring (KNF)
• KNF sbg penyakit kompleks yang disebabkan oleh interaksi antara• infek
si kronis dengan virus herpes gamma onkogenik Epstein-Barr virus (EBV)
• lingkungan
• faktor genetik, yang melibatkan seluruh tahapan proses karsinogenik [10].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• EBV terdapat di seluruh dunia, dan menginfeksi lebih dari 95% dari populasi orang dewasa secara global [13].
• Di Hong Kong, 80% dari anak-anak terinfeksi pada usia 6 tahun, dan hampir 100% telah mengalami serokonversi pada usia 10 tahun [14].
• Meskipun EBV primer Infeksi biasanya subklinis, virus ini terkait dengan perkembangan selanjutnya dari beberapa keganasan, termasuk KNF [11].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)• Virus ini ditularkan melalui air liur, dan infeksi
utama terjadi selama masa kanak-kanak dengan replikasi virus dalam sel-sel lapisan orofaringeal, diikuti oleh infeksi laten limfosit B (target utama EBV).
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• Titer peningkatan EBV terkait antigen (khususnya IgA),• infeksi laten EBV diidentifikasi dalam sel neoplastik dari hampir semua kasus KNF,• klonal EBV genom secara konsisten terdeteksi pada sel karsinoma invasif dan lesi
displastik tinggi yang menunjukkan peran penting dari EBV dalam patogenesis KNF di daerah endemik [10].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• Eksposur nonviral melibatkan konsumsi garam-ikan yang diawetkan, sebagai makanan utama tradisional di beberapa daerah endemik KNF-[11].
• Dalam studi pada populasi Cina, risiko relatif KNF pada sampel dengan konsumsi garam mingguan, dibandingkan dengan yang tidak pernah atau jarang mengonsumsi, umumnya berkisar 1,4-3,2 per 100.000.
• Sementara untuk sampel dengan konsumsi setiap hari angka berkisar antara 1,8 sampai 7.5 [15-22].
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
• Makanan dengan garam yang diawetkan adalah makanan utama pada semua populasi endemik KNF [23].
• Dengan demikian, makanan ini dapat menjelaskan pola distribusi kejadian KNF secara internasional.
Karsinoma nasofaring (KNF)
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
• Potensi karsinogenik ikan yang diberi garam dan diawetkan ini didukung oleh percobaan pada tikus, yang berkembang menjadi tumor ganas hidung dan nasofaring setelah mengkonsumsi ikan asin [18, 24, 25].
Karsinoma nasofaring (KNF)
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• Proses pengawetan garam yang tidak efisien, memungkinkan ikan dan makanan lain untuk menjadi rusak.• Akibatnya, tingkat nitrosamin karena makanan ini menumpuk secara signifikan, yang dikenal karsinogen
dalam hewan [23, 26, 27].• Ikan dengan garam dan diawetkan juga mengandung bakteri mutagen, genotoksin langsung, dan zat EBV-
reaktif [28-30], salah satu atau semua yang dapat berkontribusi terhadap penyakit ini diamati hubungannya.
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
• Namun, belum ada studi mengenai hubungan resiko KNF dengan konsumsi ikan yang diberi garam-diawetkan, atau hampir semua paparan lingkungan lainnya, di daerah endemis.
Karsinoma nasofaring (KNF)
2. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
• Beberapa hubungan telah dijelaskan tentang frekuensi dari antigen leukosit manusia (HLA) kelas I gen dalam populasi tertentu dan risiko berkembangnya KNF. Sebagai contoh, peningkatan risiko KNF diamati pada individu dengan alel HLA-A2, khususnya HLA-A0207 [31].
• Studi terkini yang menjelaskan hubungan genome, menegaskan keterlibatan molekul HLA pada generasi KNF [32, 33].
• Gen seluler terhadap perubahan yang juga berkontribusi terhadap pengembangan KNF, terutama inaktivasi gen supresor tumor, SPLUNC1, UBAP1, BRD7, Nor1, NGX6, dan LTF [34].
Karsinoma nasofaring (KNF)
3. PATOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF)
• Pada tahun 1978, pedoman klasifikasi histologis yang diusulkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkategorikan KNF menjadi tiga kelompok:• tipe 1 (keratinizing karsinoma sel skuamosa),• tipe 2 (nonkeratinizing karsinoma), dan• tipe 3 (Karsinoma tidak terdiferensiasi).
3. PATOLOGI
GambaranKarsinoma nasofaring (KNF)
3. PATOLOGI
Pada 1991 klasifikasi WHO membagi karsinoma nasofaring menjadi dua kelompok:Karsinoma sel skuamosa (keratinizing karsinoma
sel skuamosa, tipe 1 dari klasifikasi sebelumnya)
Nonkeratinizing karsinoma (tipe 2 dan 3 dari klasifikasi sebelumnya digabungkan menjadi
satu kategori).Karsinoma terdiferensiasi
Karsinoma tidak terdiferensiasi [35].
3. PATOLOGI
• Klasifikasi ini lebih berlaku untuk penelitian epidemiologi dan juga telah terbukti memiliki makna prognostik.
• Karsinoma tidak terdiferensiasi memiliki tingkat kontrol tumor lokal yang lebih tinggi dengan pengobatan dan insiden yang lebih tinggi terhadap metastasis jauh dibandingkan karsinoma terdiferensiasi [36, 37].
Karsinoma nasofaring (KNF)
3. PATOLOGI
• Data menunjukkan proporsi yang lebih tinggi pada keratinizing karsinoma sel skuamosa antara semua KNF di daerah nonendemis dibandingkan dengan daerah endemis.
• Beberapa penelitian melaporkan bahwa jumlah karsinoma sel skuamosa sekitar 25% dari semua KNF di Amerika Utara, tetapi hanya 1% di daerah endemik; sedangkan jumlah karsinoma tidak terdiferensiasi untuk 95% dari semua kasus di daerah insidensi, tetapi hanya 60% kasus di Amerika Utara [9, 10, 38].
Karsinoma nasofaring (KNF)
CT Scan
KarsinomaNasofaring(KNF)
4. TERAPI AWAL
Karena tingginya insidensi metastasis kelenjar servikal, radiasi leher profilaksis dianjurkan
bahkan pada kasus N0.
Radioterapi merupakan terapi utama untuk KNF.
•Penelitian terbaru: penambahan kemoterapi → meningkatkan hasil terapi pada pasien KNF.
•Terdapat peningkatan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun dengan adanya penambahan kemoterapi
•Namun masih terdapat perdebatan tentang efektivitas penambahan kemoterapi ajuvan
4. TERAPI AWAL
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Gejala pada pasien KNF terbagi menjadi 4 kategori:
(1) gejala yang disebabkan oleh adanya massa tumor di nasofaring
(3) gejala yang terkait dengan ekstensi
superior dari tumor (4) massa leher
(2) gejala yang berhubungan
dengan disfungsi tuba Eustachii
Gejala yang berhubungan dengan KNF pada stadium awal biasanya tidak spesifik
Pasien KNF kebanyakan didiagnosis pada stadium lanjut
Padahal hasil terapi untuk KNF stadium lanjut tidak memuaskan
Diagnosis dini dan manajemen tepat penting untuk mencapai hasil terapi optimal
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Bentuk endemik KNF dikaitkan dengan EBV
Titer IgA untuk EBV-VCA dan EBV-EA dalam tes imunofluoresen dapat digunakan untuk skrining
serologi KNFELISA yang memanfaatkan antigen EBV rekombinan
murni juga semakin dianjurkan dalam tes imunofluoresen
Tes ini sering digunakan sebagai tumor marker pada keadaan remisi dan kambuh
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Ji et al.: Peningkatan level antibodi EBV mendahului onset klinis KNF
Namun belum ada skrining serologis yang memuaskan karena rendahnya tingkat sensitivitas dan spesifisitas
Deteksi gen EBV pada swab nasofaring dari pasien yang memiliki gejala
terbukti cukup prediktif pada kasus KNF
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Wei et al. → analisis sampel serum pasien KNF → puncak 4 protein di 4.097, 4.180, 5.912, dan 8.295 Da →
membedakan pasien KNF dengan sensitivitas dari 94,5% dan spesifisitas 92,9%.
Chang et al. → penggunaan panel tiga-marker → berkontribusi meningkatkan deteksi KNF
Ada kemungkinan bahwa penggabungan tes ini dalam skrining rutin KNF dapat meningkatkan deteksi dini
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Gejala klinis, anamnesis, dan
pemeriksaan klinis → diagnosis awal KNF
Keluhan paling umum: rasa sakit di atas massa leher atau
adanya massa
Orang dewasa → otitis media serous unilateral
yang tidak dapat dijelaskan → diperiksa seksama untuk
menyingkirkan KNF.
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Endoskopi memainkan peran penting dalam mendeteksi lesi awal KNF, dan biopsi endoskopik memungkinkan untuk penegakan diagnosis definitif
Ketika KNF dicurigai dengan kuat, pemeriksaan pencitraan dan/atau biopsi mukosa nasofaring dianjurkan meskipun permukaan mukosa tampak normal.
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARINGPerhatian cermat harus diberikan ketika dilakukan MRI pada pasien otitis media serosa unilateral atau limfadenopati servikal
Otitis media serosa diakibatkan obstruksi dari orifisium faring pada tuba Eustachii.
60 sampai 96% dari pasien KNF menunjukkan adenopati kelenjar getah bening servikal pada saat datang
MRI dapat membantu untuk menggambarkan kanker subklinis yang tidak tampak pada endoskopi
5. DETEKSI DINI KARSINOMA NASOFARING
Telah dikemukakan bahwa MRI lebih unggul dibandingkan 18-fluoro-2-deoksiglukosa (FDG) tomografi emisi positron (PET) untuk penilaian invasi locoregional dan metastasis nodus retrofaringeal
PET tidak cocok untuk mendeteksi nodus retropharngeal kecil atau untuk membedakan nodus retrofaringeal dari tumor primer yang berdekatan
Diagnosis dini KNF Rekurens
Diagnosis
NBI (narrow band imaging)
Flexible fiberscope
FDG-PET
MRI
Pemeriksaan klinis & “imaging studies” (flexible fiberscope, NBI, MRI, FDG-PET)
• Inspeksi flexible fiberscope -> peran utama follow up
• Reaksi mukosa pada radioterapi menghambat dx KNF (sekret & kerak menutupi mucosa nasofaring)
• Lapisan submukosa dan lapisa yang lebih dalam sulit diidentifikasi flexible fiberscope
-Meningkatkan sensitivitas diagnostik pada endoskopi -> karakter jaringan -Mukosa letak superficial dapat terdeteksi -> nonangiogenetik, proliferasi mikrovaskuar-Lin & wang melaporkan penggunaan NBI & konevensional endoskopi berhasil mendeteksi lesi KNF rekurens
-MRI lebih baik dalam mendeteksi abinormaitas soft tissue dibanding CT-scan- MRI dilakukan 2-3 bulan setelah initial treatment -> tiap 3-6 bulan posttreatment selama 2 tahun pertama ( tanda abnormalitas stabil/berkurang )- jika tidak ada tanda kekambuhan dilanjutkan setiap 6-12 bulan
- Dapat membedakan lesi rekurens dari perubahan radiasi seperti nekrosis jaringan, fibrosi, edema
- Liu et al -> sensitivitas deteksi lesi residual/rekurens: CT (76), MRI (78), PET (95)
- Konsumsi FDG meningkat karena reaksi inflamasi pada periode awal radioterapi
KESIMPULAN
Deteksi KNF pada stadium awal sulit karena gejalanya tidak spesifik
tes serologi - EBV digunakan sebgagai alat skrining pada pupulasi yang memiliki faktor resiko
Biomarker molekular merupakan alat baru yang sedang diteliti untuk mendeteksi lesi awal KNF
KESIMPULAN
Reaksi mukosa postradiasi menyulitkan diagnosa pasti KNF
MRI masih merupakan modalitas utama yang digunakan untuk deteksi lesi KNF. Penggunaan PET dibenarkan apabilla pada pemeriksaan MRI tidak ditemukan kelainan
Ketelitian klinisi dan pengetahuan masyarakat umum mengenai KNF berperan penting dalam diganosis dini penyakit ini
TERIMAKASIH