deskripsi obyek penelitian - fakultas...

59
IMPLIKASI KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP DISCRETIONARY ACCRUAL Abdul Haris Fakultas Ekonomi Universitas Panca Marga Probolinggo Jl. Yos Sudarso 107, Dringu, Kabupaten Probolinggo (67271), Tilp (0335)422715 Abstract: Changes in the world economic system that occurred in late as a result of globalization will affect Indonesian economic and legal system. A number of studies have examined the discretionary accrual, and this study also takes this topic. It investigates the impact of highly ownership concentration on discretionary accrual. The researcher is interested in Indonesian companies that their ownership concentrates on a few owners in form of institution with the majority of Limited Corporation. Samples in this study are firms listed in the Jakarta Stock Exchange 2006-2011. Multiple regression analysis is used to test the hypotesis. The dependent variables are discretionary accrual and the independent variables of the ownership proportion by institutions are measured with the first biggest ownership by institutions. The control variables are leverage, size and return. The result of this study suggests that the companies owned by institutions do discretionary accrual in income decreasing to avoid political cost. Keyword: earnings management, institution ownership, and discrenionary accrual. PENDAHULUAN Perubahan sistim ekonomi dunia yang terjadi pada akhir-akhir ini yang diakibatkan globalisasi akan mempengaruhi sistim hukum dan ekonomi Indonesia. Globalisasi merupakan fenomena baru akibat perkembangan dan peningkatan kegiatan ekonomi dan bisnis antar negara-negara di dunia yang didukung oleh kemajuan teknologi seperti teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Studi ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada implikasi negatif konsentrasi kepemilikan saham oleh institusi terhadap discretionary accrual. Studi ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Carlson dan Bathala, (1997) dan Rajgofal, et al., (1999) yang menguji pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap manajemen laba. Hasil studi Carlson dan Bathala, (1997) didasarkan pada pandangan investor institusional adalah pemilik sementara (transient owners) yang hanya berfokus pada current earnings (Porter, 1992 dalam Midiastuti dan Machfoedz, 2003). [1]

Upload: nguyennhu

Post on 11-Mar-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

IMPLIKASI KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP DISCRETIONARY ACCRUAL

Abdul HarisFakultas Ekonomi Universitas Panca Marga Probolinggo

Jl. Yos Sudarso 107, Dringu, Kabupaten Probolinggo (67271), Tilp (0335)422715

Abstract: Changes in the world economic system that occurred in late as a result of globalization will affect Indonesian economic and legal system. A number of studies have examined the discretionary accrual, and this study also takes this topic. It investigates the impact of highly ownership concentration on discretionary accrual. The researcher is interested in Indonesian companies that their ownership concentrates on a few owners in form of institution with the majority of Limited Corporation. Samples in this study are firms listed in the Jakarta Stock Exchange 2006-2011. Multiple regression analysis is used to test the hypotesis. The dependent variables are discretionary accrual and the independent variables of the ownership proportion by institutions are measured with the first biggest ownership by institutions. The control variables are leverage, size and return. The result of this study suggests that the companies owned by institutions do discretionary accrual in income decreasing to avoid political cost.

Keyword: earnings management, institution ownership, and discrenionary accrual.

PENDAHULUAN

Perubahan sistim ekonomi dunia yang terjadi pada akhir-akhir ini yang diakibatkan globalisasi akan mempengaruhi sistim hukum dan ekonomi Indonesia. Globalisasi merupakan fenomena baru akibat perkembangan dan peningkatan kegiatan ekonomi dan bisnis antar negara-negara di dunia yang didukung oleh kemajuan teknologi seperti teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi.

Studi ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada implikasi negatif konsentrasi kepemilikan saham oleh institusi terhadap discretionary accrual. Studi ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Carlson dan Bathala, (1997) dan Rajgofal, et al., (1999) yang menguji pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap manajemen laba.

Hasil studi Carlson dan Bathala, (1997) didasarkan pada pandangan investor institusional adalah pemilik sementara (transient owners) yang hanya berfokus pada current earnings (Porter, 1992 dalam Midiastuti dan Machfoedz, 2003). Perubahan yang tidak diinginkan dalam laba jangka pendek dapat mengakibatkan investor institusional melikuidasi kepemilikan mereka karena manajer dianggap

berkinerja tidak baik. Dengan melikuidasi kepemilikan mereka karena manajer dianggap berkinerja tidak baik. Dengan terlikuidasi saham oleh institusi yang berjumlah besar maka akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan, akibatnya manajer melakukan tindakan yang dapat meningkatkan laba jangka pendek.

Hasil studi Rajgofal, et al., (1999) yang bisa memperoleh keuntungan dalam mendapatkan dan memproses informasi, sehingga investor institusional dapat melakukan monitoring dengan lebih baik dan tidak mudah percaya dengan tindakan manajemen laba.

Hasil kedua penelitian tersebut berbeda karena ada perbedaan struktur kepemilikan. Carlson dan Bathala, (1997) menguji pada struktur kepemilikan menyebar, Rajgofal, et al., (1999) menguji pada struktur kepemilikan terkonsentrasi. Peneliti tertarik untuk melakukan studi ini karena struktur kepemilikan perusahaan publik di Indonesia kepemilikannya terkonsentrasi pada sedikit pemilik dalam bentuk institusi dengan mayoritas PT (Perseroan Terbatas). Dari 118 perusahaan yang tercatat dari tahun 2006 – 2012 ada 826 amatan, 883 perusahaan terdapat kepemilikan institusi, dengan kepemilikan maksimal

[1]

Page 2: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

0,5% maksimal 99,59%, dan hanya kurang dari 10% perusahaan yang mempunyai kepemilikan institusi dibawah 42,04% (Gunarsih, 2003). Selain itu Indonesia termasuk pasar kurang likuid, sehingga investor tetap memiliki saham dan menggunakan hak suara untuk mempengaruhi perusahaan guna memperoleh return yang lebih baik walaupun kinerja perusahaan kurang baik (Maug, 1998).

La Porta, et al., (1996) menjelaskan bahwa kuat atau lemahnya perlindungan terhadap investor berhubungan dengan tatanan hukum yang diikuti oleh negara yang bersangkutan. Indonesia dan negara-negara di Asia pada umumnya, termasuk ke dalam negara yang mendasarkan pada French Civil Law, dengan salah satu cirinya adalah struktur kepemilikan perusahaan yang terkonsentrasi, selain itu keluarga pemilik perusahaan juga menguasai manajemen perusahaan dengan mendudukkan anggota keluarga di dalam manajemen perusahaan. Dari fakta tersebut maka perusahaan-perusahaan publik di Indonesia tidak memiliki pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian, sehingga masalah perbedaan kepentingan utama adalah perbedaan kepentingan antara pemilik mayoritas sebagai pengendali perusahaan dengan pemilik minoritas (Gunarsih, 2003). Pemilik mayoritas mempunyai insentif dan kemampuan untuk memonitor dan mengendalikan manajemen, sehingga akan mempresentasikan kepentingannya sendiri yang akan merugikan kepentingan pemilik minoritas (Gunarsih, 2003).

Manajemen laba merupakan salah satu permasalahan keagenan karena manajemen menyajikan laba yang sesuai dengan kepentingan manajemen yang mungkin tidak sesuai dengan kepemimpinan prinsipal. Peluang untuk mendistorsi laba akrual tersebut timbul karena GAPP (General Accepted Accounting Principles) memberikan kesempatan bagi manajer untuk memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan earnings yang diinginkan (Watt dan Zimmerman, 1986).

Kepemilikan Institusi sebagai Agen Pengawas (Monitoring Agents)

Menurut Shleifer dan Vishny (1997) untuk meningkatkan akuntabilitas manajerial, dapat digunakan mekanisme pengawasan oleh institusi memaksa pada insider untuk bertindak lebih hati-hati.

Peningkatan aktivitas investor institusional dalam melakukan pengawasan terjadi karena peningkatan kepemilikan saham oleh institusional akan mendorong tindakan secara kolektif. Kepemilikan saham oleh institusi juga berimplikasi negatif terhadap disccreationary accrual karena investor institusional tidak mudah melikuidasi sahamnya hanya karena adanya penurunan laba sekarang (Rajgofal, et al., 1999).

Menurut Zhuang, et al., (2000) yang menguji corporate goverance pada lima negara, Indonesia, Repubik Korea, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Hasilnya adalah tidak efektifnya Dewan Direksi, lemahnya pengendalian, lemahnya audit, kurangnya disclosure yang mencukupi, kurangnya pelaksana legal, serta terkonsentrasinya kepemilikan perusahaan. Dalam kepemilikan terkonsentrasi, pemilik besar (large shareholder-pemilik dengan kepemilikan tinggi) dapat berperan mengawasi manajemen. Menurut Shleifer dan Vishny (1997), pemilik besar dapat melakukan pengawasan karena dapat mendapatkan informasi dan memonitor manajemen serta mempunyai hak suara untuk menekan manajemen dalam beberapa kasus. Khususnya pemegang saham dengan kepemilikan lebih dari 51%, akan mempunyai hak pengendalian langsung atas perusahaan dan manajemen. Konsentrasi kepemilikan, selain menguntungkan juga berpotensi menimbulkan kerugian. Apabila kepemilikan semakin terkonsentrasi maka pemegang saham akan mempresentasikan kepentingan meraka sendiri, yang mungkin berbeda dengan kepentingan investor lain, pekerja dan manajer. Potensi kerugian kedua adalah pemegang saham akan menanggung risiko yang besar karena kepemilikan tidak terdiversifikasi.

Manajemen LabaMasalah keagenan sebenarnya muncul ketika

prinsipal kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan prinsipal. Menurut teori keagenan salah satu mekanisme yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen adalah melalui mekanisme pelaporan keuangan (Wolk, et al., 2001). Melalui pelaporan keuangan yang merupakan tanggung jawab agen, prinsipal dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja agen (Watts Zimmerman, 1986). Namun, karena dalam akuntansi dikenal adanya dasar akrual yang

Page 3: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

mewajibkan perusahaan untuk mengakui pendapatan (biaya) yang sudah menjadi hak (kewajiban) dalam periode sekarang, meskipun transaksi kasnya baru terjadi dalam periode berikutnya, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan mengandung komponen akrual, baik yang berada di bawah kebijakan manajemen (dicretionary) maupun yang tidak (non discreationary) (Sugiri, 1999). Karena adanya kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri (moral hazard) dan tingkat asimetri informasi yang tinggi, ditambah motif-motif tertentu, memperbesar kemungkinan manajemen memanfaatkan pos-pos akrual guna menyajikan laba yang sesuai dengan kepentingan yang mungkin tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Definisi manajemen laba menurut Schipper (1989) sebagai intervensi dalam proses pelaporan keuangan kepada pihak eksternal yang bertujuan memperoleh keuntungan pribadi untuk stockholders atau manajer. Stockholder akan diuntungkan jika manajemen laba digunakan untuk memberi sinyal tentang informasi privat yang dimiliki oleh manajer (Healy dan Palepu, 1995), atau untuk mengurangi biaya politik (Watts Zimmerman, 1986). Namun, stockholder akan dirugikan jika manajemen laba digunakan untuk menghasilkan keuntungan abnormal pribadi manajer, seperti menaikkan kompensasi (Healy, 1985) atau mengurangi kemungkinan pemecahan ketika kinerja manajer bersangkutan rendah (Weisbach, 1988).

HIPOTESIS

Dalam hubungannya dengan monitoring, investor institusional diyakini lebih mampu memonitor tindakan manajemen dibandingkan investor individual. Namun bila, dihubungkan dengan tindakan manajemen laba, ada dua pendapat yang bertentangan. Pendapat pertama, yang didasarkan pada pandangan investor institusional adalah pemilik sementara (transient owners) yang hanya berfokus pada current earnings (Porter, 1992 dalam Midiastuti dan Machfoedz, 2003). Perubahan yang tidak diinginkan dalam laba jangka pendek dapat mengakibatkan investol institusional melikuidasi kepemilikan mereka sehingga manajer yang dianggap berkinerja tidak baik. Dengan terlikuidasi saham oleh institusi yang berjumlah besar maka akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan, akibatnya manajer melakukan tindakan yang dapat

meningkatkan laba jangka pendek (Carlson dan Bathala, 1997). Pendapat kedua , memandang investor institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated) yang bisa memperoleh keuntungan dalam mendapatkan dan memproses informasi. Wang dan William (1994) dan Rajgofal, et al., (1999) menemukan bahwa investor institusional akan melakukan monitoring dengan lebih baik dan tidak mudah percaya dengan tindakan manajemen laba.

Dalam hubungannya dengan kepemilikan institusional juga terdapat perbedaan dalam corporate governance pada negara dengan pasar likuid dan pasar tidak likuid. Maug (1998) menjelaskan bahwa pasar modal likuid akan mengurangi insentif pemilik saham dalam jumlah besar untuk memonitor perusahaan karena pasar yang likuid memungkinkan mereka untuk menjual saham apabila menerima informasi yang tidak menguntungkan mengenai perusahaan. Sebaliknya, pada pasar kurang likuid akan memaksa investor untuk tetap memiliki saham dan menggunakan hak suara untuk mempengaruhi perusahaan guna memperoleh return yang lebih baik.

Hasil studi Rajgofal, et al., (1999) menemukan hubungan negatif antara kepemilikan institusional dengan discretionary accrual. Hasil ini menunjukkan bahwa manajer mengakui bahwa investor institusional lebih banyak memiliki informasi dibandingkan investor individual, sehingga investor manajer untuk me-manage laba menjadi kurang bermanfaat karena investor institusional tidak mudah “dibodohi”. Konsisten dengan pendapat bahwa investor institusional tidak berfokus pada laba sekarang tapi pada kinerja jangka panjang karena investor institusional dapat berperan sebagai agen pengawas yang efektif dalam mengendalikan perilaku opportunistic manajer yang dapat diobservasi dari adanya discretionary accrual sehingga yang diusulkan untuk institusi sebagai berikut:

Page 4: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

METODE PENELITIANSampel penelitian ini adalah perusahaan yang

tercatat di BEI periode 2006-2012. Pemilihan sampel dilakukan dengan purposive yaitu sampel yang memenuhi kriteria antara lain perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria antara lain perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI, data laporan keuangan tersedia dan perusahaan mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan menggunakan tahun buku berakhir pada tanggal 31 Desember.

Variabel dan Data PenelitianVariabel penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah skunder konsentrasi kepemilikan dan discretionary accrual. Konsentrasi kepemilikan dalam penelitian ini diukur dengan proksi persentase kepemilikan terbesar pertama perusahaan publik oleh institusi dalam bentuk PT.

Discretionary accrual (DTAC) dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi (Dechow, et al., 1995) untuk mengukur tingkat manajemen laba. Model ini menggunakan total accrual (TAC) yang diklasifikasikan menjadi komponen discretionary (DTAC) yaitu tingkat akrual yang abnormal atau merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba oleh manajer dan non discretionary (NDTAC) atau tingkat akrual yang wajar yang tidak dari rekayasa manajer.

TAC = laba bersih – arus kas operasi ............................................................................................. (1)TACt/Tat-1 = a1 {1/TAt-1} + a2 {ΔSALt/TAt-1} + a3 {PPEt/TAt-1} + t .......................................... (2) NDTAC = â1 {1/Tat-1} +â2{(ΔSAL1 – ΔREC)/TAt-1} +Â3{PPEt/TAt-1} + t ........................... (3)DTACt = TACt/TAt-1 – NDTAC ............................................................................................. (4)

Keterangan:TAC = total accrual periode tDTAC = discretionary accrualTA = Total Aktiva periode tDSAL = Perubahan penjualan bersih periode tDREC = Perubahan piutang bersih periode tPPE = Property, Plant, and Equipment (aktiva tetap)a1, a2, a3 = Koefisien regresiâ1, â2, â3 = Fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi

(ΔSAL – ΔREC) dilakukan dengan alasan lebih mudah bagi manajemen untuk merekayasa laba dari penjualan kredit dari pada penjualan tunai, atau penjualan kredit merupakan komponen DTAC. Sedangkan PPE merupakan bagian dari total akrual yang berhubungan dengan biaya deprisiasi yang NDTAC. DTAC positif mencerminkan adanya income increasing dan sebaliknya income decreasing.

Data yang diperlukan adalah data laporan keuangan terdiri dari total aset, data piutang, data persediaan, data utang, data laba bersih, data penjualan, data arus kas, dan data aktiva tetap. Data perusahaan yang diperlukan terdiri dari persentase kepemilikan institusi. Semua data diperoleh dari ICMD dan laporan arus kas.

Model Analisis

Untuk menguji hipotesis digunakan model 5 sebagai berikut:DTACit = a + b1 INT + b2 LEV + b3 SIZE + b5 ROA + e.............................................................(5)

Page 5: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Keterangan:DTACit = Nilai discretionary accrual sebagai

variabel dependen karena variabel ini kemungkinan dipengaruhi oleh besarnya persentase kepemilikan saham oleh institusi.

INT = Persentase kepemilikan saham oleh institusi akan mempengaruhi discretionary accrual (sebagai variabel independen).

LEV = Leverage dapat digunakan untuk mengurangi perilaku opportunistic manajemen (Dechow, 1995). Tingkat utang yang tinggi memungkinkan manajer discretionary accrual.

SIZE = Size dihitung dari log asset, perusahaan besar memiliki kemampuan untuk mensinkronkan pendapatan dan laba dengan melakukan discretionary accrual untuk akun-akun yang tidak terjadi berulang-ulang (Carlson dan barhala, 1997), sehingga perusahaan besar lebih mampu melakukan manipulasi laba dengan akun-akun discretionary accrual.

ROA = Laba dibagi dengan total aset, untuk mengontrol pengaruh kinerja yang ekstrim (Carlson dan Bathala, 1997). Perusahaan yang mempunyai kinerja yang ekstrim akan melakukan memanipulasi laba dengan akun-akun discretionary accrual, dengan tujuan agar labanya tetap stabil.

a = Konstanta.e = Error.

HASIL PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode pooling

yaitu menggunakan data time series dan cross section, data perubahan yang berhasil dikumpulkan sebagai sampel sebanyak 113 perusahaan, dengan total observasi selama periode pengamatan dari tahun 2006 – 2012

sebanyak 417 sampel. Hasil deskriptif statistik disajikan untuk sampel data terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskriptif StatistikMean Dev. Std. Minimum Maximum N

KPMLK 0,5144 0,2213 0,0974 0,9632 417DTAC -0,9458 1,6612 -31,95 1,3323 417LEV 0,7812 0,5675 0,0029 8,3755 417SIZE 5,8101 0,6566 4,490 7,75 417ROA -0,0158 0,2511 -1,09 2,49 417

Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa rata-rata kepemilikan terbesar pertama oleh institusi (KPMLK) 51,44% serta maksimum kepemilikan saham 96,32% dan kepemilikan minimum 9,74%, hasil ini menggambarkan bahwa rata-rata perusahaan di Indonesia terkonsentrasi pada sedikit pemilik dengan jumlah kepemilikan tiap investor banyak, rata-ratanya lebih 50%.

Data proporsi kepemilikan perusahaan publik oleh institusi (non-individu) dengan proporsi tertinggi di tahun 2006 sampai 2012 berubah-ubah, tetapi kepemilikan terbesar sampai lebih dari 90%. Dengan demikian, kepemilikan publik hanya 10% bahkan kurang. Pada tahun 2006, terdapat empat perusahaan publik dengan total proporsi kepemilikan institusi lebih dari 90%.

Rata-rata discretionary accrual (DTAC) adalah -0,9458 nilai maksimum 1,3323 dan minimal -31,95 hasil ini menggambarkan bahwa perusahaan-perusahaan sampel yang diambil rata-rata melakukan manajemen laba dalam bentuk income decreasing, hal ini termotivasi untuk menghindari pajak yang tumpang tindih dan memberatkan, tuntutan kenaikan upah pekerja atau regulasi tertentu, karena perusahaan yang berhadapan dengan politik cenderung melakukan rekayasa penurunan laba untuk menurunkan biaya politik.

Hasil rata-rata discretionary accrual (DTAC) yang negatif ini mungkin juga bisa disebabkan karena rata-rata laba perusahaan negtif, sampel yang diambil pada periode tersebut banyak perusahaan yang merugi, kalau angka laba negatif maka hasil discretionary accrual (DTAC) menjadi negatif, sampel yang diambil pada periode tersebut banyak perusahaan yang merugi, kalau angka laba negatif maka hasil discretionary accrual (DTAC) menjadi negatif, tapi laba yang negatif tersebut bisa saja terjadi

Page 6: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

karena perusahaan menghindari beberapa tekanan di atas.

Rata-rata Leverage (LEV) adalah 78,12% maksimum 838% dan minimum 0,029%, hasil ini mengindikasikan tingginya tingkat risiko rata-rata perusahaan di Indonesia yang tercermin dari rata-rata Leverage di atas 50%. Kebanyakan perusahaan publik di Indonesia dibelanjai dari utang, sehingga besarnya maksimum utang sampai 86% sampai 80%. Besarnya tingkat utang ini akan meningkatkan risiko kebangkrutan karena beban bunga yang harus dibayar tiap periode. Variabel leverage (LEV) sebagai variabel kontrol karena perusahaan yang mempunyai utang besar cenderung melakukan manajemen laba, tingkat utang yang tinggi memungkinkan manajer memanipulasi laba dengan akun-akun discretionary accrual. Variasi dari laba berhubungan dengan kebangkrutan, dengan laba yang diatur manajer dapat mengurangi estimasi variansi klaim utang yang didasarkan pada volalitas laba.

Variabel Size menunjukkan rata-rata 5,8 maksimal 7,75 minimal 4,49 ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan sampel memiliki ukuran perusahaan yang relatif sama dan tidak terlalu ekstrim. Variabel size dihitung dari log aset, pemilihan metode akuntansi. Perusahaan besar memiliki kemampuan untuk mensinkronkan pendapatan dan laba dengan melakukan discretionary accrual untuk akun-akun yang tidak terjadi berulang-ulang.

Variabel return (ROA) rata-ratanya -1,58% minimal -1,09% maksimal 249%. Dari hasil tersebut terlihat bahwa rata-rata return rendah -1,58%. Variabel ini untuk mengontrol pengaruh kinerja yang ekstrim. Perusahaan dengan kinerja ekstrim cenderung melakukan manajemen laba.

Hasil Uji DiagnostikUji penyampelan tidak dilakukan karena sesuai

central limit theorm semakin besar sampel, maka sampling distribution rata-rata akan terdistribusi normal, maka pelanggaran terhadap asumsi normalitas tidak cukup berpengaruh pada tingkat risiko tipe I (Sharma, 1996 seperti yang dikutip Halim dan Hidayat, 1999). Central limit theorm menyatakan bahwa jika terdapat variabel random dalam jumlah yang besar dan terdistribusi secara identik, maka distribusi penjumlahannya cenderung akan

berdistribusi secara normal sejalan dengan meningkatnya jumlah variabel tersebut. Varian central limit theorm menyatakan bahwa walaupun jumlah variabel-variabel tidak cukup besar atau jika variabel-variabel tersebut tidak independen, penjumlahannya masih akan tetap terdistribusi secara normal (Gujarati, 2003).

Penelitian ini memiliki sampel 60 perusahaan selama 7 tahun pengamatan sehingga jumlah seluruhnya menjadi 417 buah observasi. Jumlah ini menurut central limit theorm sudah cukup besar sehingga residual sudah bisa diasumsikan memiliki distribusi yang normal (sampel size yang digunakan lebih dari 30).

Hasil uji heteroskedastisitas untuk menguji adanya variansi residual yang tidak sama antara satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas digunakan uji dengan Glejser (diuji dari angka absolut residual). Suatu model persamaan empiris dikatakan bebas dari heteroskedastisitas jika semua variabel independen tidak signifikan mempengaruhi nilai absolut residual dari estimasi persamaan. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang signifikan mempengaruhi absolut residual. Berarti model penelitian ini tidak terkena heterokedastisitas. Semua hasil pengujian pada Tabel 2 signifikansinya lebih dari 5%, sehingga dapat disimpulkan tidak ada variabel independen yang signifikan mempengaruhi absolut residual, jadi tidak terjadi heterkodastisitas atau antara pengamatan satu dengan pengamatan yang lain variasi residualnya sama.

Tabel 2. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

untuk Persamaan 5Signifikansi

(Constanta0 0,841KPMLK 0,660LEV 0,312SIZE 0,441LABA 0,130Sig. (F-Statistic) 0,463Dependen variabel: Absolute Residual

Page 7: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Otokorelasi dideteksi dengan DW nilainya du<d<4-du’. Otokorelasi terjadi karena kelambatan yang biasanya banyak terjadi pada data time series karena data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan saling ketergantungan. Nilai DW pada Tabel 3 hasilnya 1,901 (persamaan 5) di antara batas bawah (1,209) dan batas atas (2,792), sehingga tidak terdapat otokorelasi. Dari hasil uji ini dapat dikatakan bahwa tidak terjadi ketergantungan data dengan data tahun sebelumnya yang terjadi karena pengamatan data runtut waktu.

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Model klasik regresi linier mengharuskan tidak adanya hubungan linier semprna antar variabel-variabel independen di dalam model regresi. Asumsi tidak adanya multikolinearitas mengharuskan bahwa population regression function hanya diikuti variabel-variabel yang bukan merupakan fungsi linier sempurna dari satu atau lebih variabel model (Gujarati, 2003).

Gejala adanya multikolinearitas bisa ditentukan dari VIF (Variance – Inflating – Factor) dan nilai dari toleran (TOL) maupun CI (Condition Index). Pada penelitian ini dilihat dari VIP dan CI. Hasil pada Tabel 3 dapat dilihat hasil VIF meupun CI di bawah 10, jadi tidak ada masalah multikolinearitas serius kesuali ROA lebih besar dari 10 tetapi kurang dari 30, jadi ada multikolinearitas moderat (Gujarati, 1995). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain, karena kalau hal ini terjadi maka akan mengganggu hasil penelitian.

PEMBAHASAN

Hasil uji hipotesis untuk menguji apakah proporsi kepemilikan saham oleh Institusi yang terkonsentrasi pada sedikit pemilik dalam jumlah besar (kepemilikan mayoritas) berpengaruh negatif terhadap dicretionary accrual. Hipotesis ini akan ditolak bila terbukti variabel INT (singkatan dari kepemilikan oleh institusi) mempunyai koefisien negatif dan signifikan secara statistis.

Hasil uji hipotesis pada model persamaan 5 pada Tebal 3 secara keseluruhan model persamaan 5 pada Tabel 3 secara keseluruhan model persamaan dapat digunakan ditunjukkan dengan nilai Fhitung 3,179 signifikan secara statistis pada 5% nilai R2 0,046 dan R2 yang disesuaikan 0,032 menunjukkan bahwa variabel independen mampu memjelaskan variasi dalam variabel dependen hanya sekitar 4,6% (3,2%), hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak faktor lain yang dapat menjelaskan variabel dependen.

Hasil uji pengujian hipotesis dihasilkan koefisien variabel INT sebagai pengukur kepemilikan saham oleh institusi adalah negatif signifikan (-1,670 dengan a5%) (one tail test). Hal ini mengidentifikasikan bahwa variabel kepemilikan saham oleh institusi adalah negatif terhadap discretionary accrual, hal ini konsisten dengan pendapat bahwa investor institusional dapat melakukan monitoring dengan lebih baik dan tidak mudah percaya dengan tindakan manajemen laba Rajgofal, et al., (1999).

Dari hasil uji ini maka pengawasan oleh investor institusional dapat meningkatkan pengawasan sehingga mampu memaksa para insider untuk bertindak lebih hati-hati. Peningkatan aktivitas investor institusional dalam melakukan pengawasan terjadi karena peningkatan kepemilikan saham oleh institusional akan mendorong tindakan secara kolektif. Hasil ini juga konsisten dengan pendapat bahwa pada pasar kurang liquid akan memaksa investor untuk tetap memiliki saham dan menggunakan hak suara untuk mempengaruhi perusahaan guna memperoleh return yang lebih baik.

Kepemilikan saham oleh institusi yang besar, dapat digunakan sebagai pengendali dan tidak mudah melikuidasi sahamnya hanya karena adanya penurunan laba sekarang. Hasil ini menunjukkan bahwa manajer mengakui bahwa investor institusional lebih banyak memiliki saham dan menggunakan hak suara untuk mempengaruhi perusahaan guna memperoleh return yang lebih baik.

Kepemilikan saham oleh institusi yang besar, dapat digunakan sebagai pengendali dan tidak mudah melikuidasi sahamnya hanya karena adanya penurunan laba sekarang. Hasil ini menunjukkan bahwa manajer mengakui bahwa investor institusional lebih banyak memiliki informasi dibandingkan investor individual, sehingga motivasi manajer untuk me-manage laba menjadi kurang bermanfaat karena

Page 8: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

investor institusional tidak mudah “di pengaruhi faktor negatif”. Konsisten dengan pendapat bahwa investor institusional tidak berfokus pada laba sekarang tapi pada kinerja jangka panjang karena investor institusional dapat berperan sebagai agen pengawas yang efektif dalam mengendalikan perilaku opportunitistic manajer yang dapat diobservasi dari adanya discretionary accrual.

Variabel size berhubungan negatif signifikan dengan discretionary accrual, berlawanan dengan prediksi teori akuntansi positif (Watts dan Zimmerman, 1978). Dalam teori akuntansi positif

dikatakan bahwa semakin besar perusahaan lebih memiliki kemampuan untuk mensinkronkan pendapatan dan laba dengan melakukan discretionary accrual untuk akun-akun yang tidak terjadi berulang-ulang (Carlson dan bathala, 1997), sehingga perusahaan besar lebih mampu melakukan manipulasi laba dengan akun-akun discretionary accrual. Dalam penelitian ini hasilnya berlawanan, karena hasilnya tidak positif tapi negatif, hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan publik di Indonesia dalam skala besar lebih rentan terhadap perubahan ekonomi.

Tabel 3. Hasil Pengujian untuk Persamaan 5Harapan Koefisien T VIF C.I

Konstanta 1,076 1,552* 1,000INT - -0,099 -1,670** 1,104 2,087LEV ? 0,074 1,110 1,249 4,500SIZE + -0,155 -2,546*** 1,032 7,563ROA + 0,083 1,256 1,198 23,664Dependent Var. :DTAC Durbin-Watson : 1,984R-Square : 0,046 N(observasi) : 417Adjust R-Square: 0,032 F-Statistic : 3,199S E of the Estimate: 1,2813 Sig. (F-Statistic) : 0,014

Pada perusahaan dalam skala besar mempunyai daya tahan lebih rendah dari perusahaan kecil, terbukti hasil penelitian Halim dan Hidayat (1999), menunjukkan kinerja keuangan pada perusahaan besar mengalami penurunan kinerja lebih besar dari pada perusahaan kecil dan menengah, sehingga perusahaan-perusahaan besar banyak yang labanya negatif, sehingga mempengaruhi hasil penelitiana ini.

Tabel 3 merupakan hasil regresi persamaan DTACit = a+ b1 INT + b2 LEV + b3 SIZE + b5 ROA + e

T:hasil thitung, ***signifikan pada a1%, ** signifikan pada a5% *signifikan pada a10%. CI: Condition Index, VIF: variance inflation factor, untuk mendeteksi multikolinearitas, DTAC: nilai discretionary accrual, INT: kepemilikan oleh institusi, LEV: Leverage (total hutang dibagi total asset), SIZE: Size dihitung dari log asset ROA: Laba dibagi dengan total asset. Durbin-Watson: untuk menguji otokorelasi.

Variabel dependen = DTAC it atau nilai dicretionary accrual perusahaan i periode t.

Variabel independen = a) INT: kepemilikan oleh institusi diukur dari

persentase kepemilikan terbesar pertama oleh institusi.

b) SIZE: Size dihitung dari log asset.c) ROA: Laba dibagi dengan total asset.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah perusahaan yang dimiliki oleh mayoritas institusi melakukan manajemen laba dalam bentuk income decreasing untuk menghindari biaya politik. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel kepemilikan saham oleh institusi adalah negatif terhadap decretionary accrual. Hal ini mengindikasikan bahwa investor institusi sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated) yang tidak mudah percaya dengan tindakan manajemen laba. Hasil ini juga konsisten dengan pendapat bahwa pada pasar kurang likuid akan memaksa investor untuk tetap memiliki saham dan menggunakan hak suara untuk

Page 9: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

mempengaruhi perusahaan guna memperoleh return lebih baik.

Saran

Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan keterbatasan penelitian ini antara lain proporsi kepemilikan hanya terbatas kepemilikan langsung, tanpa mempertimbangkan kepemilikan tidak langsung, apakah hasilnya konsisten atau tidak.

Proporsi kepemilikan diukur dengan proporsi kepemilikan terbesar pertama, peneliti selanjutnya dapat menggunakan suatu pengukuran yang berbeda misalnya Herfindahl Index untuk mengukur konsentrasi kepemilikan. Laporan keuangan pada periode krisis mungkin juga dapat mengganggu hasil penelitian ini.

DAFTAR RUJUKANCarlson, S.J. dan Bathala, C.T. 1997. Ownership

Differences and Firm’Income Smoothing Behavior. Journal of Business Finance & Accounting, 24:179-196.

Dechow, P. 1995. Accounting Earning and Cash Flows as a Measures of Firm Performance: the Role of Accounting Accruals. Journal of Accounting and Economics, 18:13-42.

Sudarmayanti. 2004. Good Governance. Penerbit Mandar Maju/2004/Bandung.

Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometrics. Edisi 3, McGrawhill.

Gunarsih, T. 2003. Pengaruh Struktur Kepemilikan dalam Corporate Governance dan Strategi Diversifikasi terhadap Kinerja Perusahaan. Unpublished Disertasi, Universitas Gajah Mada.

Halim, A., dan nasukhi, H. 1999. Pengaruh Krisis Moneter dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Finansial Perusahaan Publik di BEJ: Suatu Penerapan MANOVA. KOMPAK, Juli, 311-337.

Healy, P.M. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Acconting Decisions. Journal of Accounting and Economics, Volume 7.

Healy, P.M., Palepu, K.G. 1993. The Effect of Firm’s Disclosure Strategies on Stock Price. Accounting Horizon, 1-11.

La Porta, R., Florencio, L., dan Shleifer, A. 1996. Law and finance, National Bureau of Economic Research working Paper, >http://www.nber.org/papers/w5661.

Marwah M. Diah. 2003. Restrukturisasi BUMN di Indonesia, Privatisasi Atau Korporatisasi. Literata, Jendela Dunia Ilmu.

Maug, E. 1998. Large Shareholders AS Monitor:

Is there a trade-off between liquidity and control. Journal of Finance 34 (2), 549-561.

Midiastuti, P.P dan Machfoedz, M.2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Oktober, SNA VI, Surabaya.

Rajgofal S., Venkatachalam, M., dan Jiambalvo. 1999. Is Institution Ownership Associated with Earnings Management and the Extent to Which Stock Price Reflect Future Earnings. Working Paper, University of Washington Seattle.

Schipper, K. 1989. Comentary on Earnings managemen. Accounting Horizons, Volume 3 (Desember)

Shleifer, A., dan Vishny, R.W. 1997. A survey of corporate Governance. Journal of Finance 52, 737-783.

Sugiri, S. 1999. Earnings management: Teori, Model, dan Bukti Empiris, Telaah: 1-7.

Page 10: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Wang, Z., dan William, T.H. 1994. Accounting Income Smothing and Stockholder Wealth. Journal of Applied Business Research, Summer.

Watts, R.L., and Zimmerman, J.L. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prensice-Hall, Inc.

Weinbach, M. 1988. Outside Directors and CEO turnover. Journalof Financial Economics, Vol 20.

Wolk, H.I., Tearney, M.G., Dodd, J.L. 2001. Accounting Theory-A Conceptual and Institutional Approach. 5th Ed, South-Western College Publishing.

Zhuang, Juzhong., Edwards, D., Webb, D., Ma. Virginita, A.C.2000. Corporate Governance and Finance in East Asia – a Study of Indonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philippines, and Thailand, Asia Development Bank, Manila.

Korespondensi dengan Penulis:Prof. Dr. Ir. R. Abdul Haris, MM: HP. 081939700100E-mail: [email protected]

Page 11: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

PENGARUH ANALISIS 5C DALAM PEMBERIAN KREDIT DAN DAMPAKNYA TERHADAP NON PERFORMING LOAN (NPL)

PADA PT BPR ANTAR PARAMAKRAKSAAN – PROBOLINGGO

Oleh: Khusnik HudzafidahDosen Fakultas Ekonomi Universitas Panca Marga Probolinggo

Jl. Yos Sudarso 107, Dringu, Kabupaten Probolinggo (67271), Tilp (0335)422715

Abstract :The study was conducted at PT BPR Antar Parama Kraksaan with the object of the 5C's analysis of research on lending and the impact on non-performing loan (NPL) . This is done in order to determine 5C's analysis in lending and the impact on non-performing loan (NPL) At PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo, for the formulated problem "How 5C's analysis of the impact of credit and non-performing loan (NPL) in PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo".This type of research is the type of causal research study aimed to find out how big or have the effect of the independent variable on the dependent variable. Variables used independent variable ( X ) is a variable that explains or other variables that affect the value of Credit . Dependent variable ( Y ) is a variable that described or which are affected by the independent variable is the Non-Performing Loan (NPL). The results showed that the application of the principle of 5C's on credit decisions PT BPR Antar Parama Kraksaan emphasizes the principle of Character, Collateral, and Capacity, while another principle, namely Capital, and Condition of economy is used as a support to strengthen the data of borrowers. Collectibility of loans extended in 2011 can be upgraded and can reduce the level of substandard loans , but as a whole during the years 2007 to 2011 NPL ratio PT BPR Antar Parama Kraksaan still above the maximum NPL ratio required by Bank Indonesia at 5 % . The magnitude of the impact (influence) the value of non-performing loans (NPL ) was 65,20% , while the variation of non-performing loans (NPL) amounted to 34,80 % more influenced by other variables not examined , including factors ease credit conditions, the period credit, human resource factor. From the test results proved the hypothesis that "The role of credit analysis 5C's in giving effect to the decrease in non-performing loan ( NPL ) At PT BPR Antar Parama Kraksaaan Probolinggo".

Keywords: 5C’s Analysis, Credit, Non Performing Loan (NPL)

PENDAHULUAN

PT BPR Antar Parama Kraksaan merupakan salah satu bank yang beroperasi di kota Kraksaan Probolinggo dengan kegiatan utama yang dilakukan adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito yang kemudian menyalurkannya dalam bentuk kredit. PT BPR Antar Parama Kraksaan dalam menyalurkan kredit memperhatikan analisis kredit untuk menilai kelayakan calon debiturnya.

Upaya yang berkesinambungan dalam menangani pinjaman bermasalah (Non Performing Loan/NPL) terus dilakukan terutama dari segi pemberian kredit oleh manajemen PT BPR Antar Parama Kraksaan yang bekerja sama dengan seluruh karyawan. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk menekan dan menurunkan pertumbuhan NPL antara lain melakukan evaluasi terhadap kredit.

Analisis kredit bertujuan untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang akan diberikan kepada calon debitur. Melakukan analisis kredit bank

Page 12: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat mengetahui kondisi debitur secara keseluruhan/utuh sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia untuk memperkecil derajat resiko kredit.

Berdasarkan ketentuan Bank Infonesia penyaluran kredit didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Bentuk penerapan prinsip kehati-hatian adalah penyaluran kredit kepada debitur yang didasarkan pada prinsip 5C. Menurut Tjoekam (2005:94) bahwa “Untuk dapat melakukan kegiatan perkreditan secara sehat, pihak bank harus menerapakan prinsip 5C yang meliputi Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition”.

Dengan dipenuhinya syarat-syarat penilaian tersebut maka kemungkinan kredit yang tidak dapat ditagih (Non Performing Loan/ NPL) dapat diminimalisasikan. Walaupun berbagai antisipasi tersebut di atas sudah dilakukan tetapi masih saja mengalami kredit yang bermasalah, hampir semua bank mengalami masalah kredit macet.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: “Bagaimana analisis 5C dalam pemberian kredit dan dampaknya terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo?”.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini untuk mengetahui analisis 5C dalam pemberian kredit dan dampaknya terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo.

KAJIAN TEORI

1. Pengertian KreditMenurut UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

2. Prinsip-prinsip Pemberian KreditPemberian kredit merupakan kegiatan usaha

yang mendominasi pengalokasian dana bank, oleh

karena itu sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan bunga. Penganalisisan terhadap calon pelanggan menurut Riyanto (2001:216) disebut dengan istilah The Five C's of Credit, sebagai berikut:a. Character (Kepribadian)

Menunjukkan kemungkinan dari pelanggan untuk secara jujur berusaha memeunuhi kewajibannya. Faktor ini sangat penting karena setiap transaksi kredit mengandung kesanggupan untuk memba-yar.

b. Capacity (Kemampuan)Merupakan perndapat subyektif mengenai kemampuan dari pelanggan. Hal ini didukung dengan riwayatnya di masa lalu, dilengkapi dengan observasi fisik pada pabrik atau toko maupun penghasilan pelanggan.

c. Capital (Modal)Diukur posisi finansial perusahaan pelanggan secara umum, di mana hal ini ditunjukkan oleh analisis rasio finansiil, yang khususnya ditekankan pada nilai modal dari perusahaan.

d. Colateral (Jaminan) Dicerminkan oleh aktvia dari pelanggan yang dikaitkan atau dijadikan keamanan kredit yang diberikan kepada pelanggan tersebut.

e. Conditions (Kondisi)Menunjukkan pengaruh langsung dari kecenderu-ngan ekonomi secara umum terhadap perusahaan yang bersangkutan atau perkembangan khusus dalam suatu bidang ekonomi tertentu yang mungkin mempunyai efek terhadap kemamuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya.

Sebagai suatu kesatuan, kelima C tersebut memegang peranan yang sangat penting sepanjang hal tersebut dapat menjamin bahwa tidak ada faktor-faktor penting lain yang dilupakan dalam analisis yang telah dilakukan.

Selain itu menurut Tjoekam (2005:94) “Jaminan kredit bisa diperoleh melalui penilaian berdasarkan 5C Principles” yaitu :a. Character

Untuk mengetahui sifat positif/negatif dari para calon debitur sebagai manajemen/pemilik perusahaan. Tujuannya untuk memberikan keyakinan kepada bank, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.

Page 13: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

b. CapacityUntuk melihat kemampuan debitur dalam

untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, kemampuan debitur untuk mencari dan mengkombinasikan resources yang terkait dengan bidang usaha , kemampuan memproduksi barang dan jasa yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan konsumen/pasar.

c. CapitalPenilaian pada aspek ini diarahkan pada

kondisi keuangan nasabah, yang terdiri dari current assets yang tertanam dalam bisnis dikurangi dengan current liabilities (disebut working capital) dan modal yang tertanam dalam barang-barang modal long term assets dikurangi dengan long term financing.

d. CollateralMerupakan jaminan kredit yang

mempertinggi tingkat keyakinan bank bahwa debitur dengan bisnisnya mampu melunasi kredit, agunan merupakan jaminan tambahan jika bank menganggap aspek-aspek yang mendukung usaha debitur lemah.

e. ConditionKondisi yang dipersyaratkan adalah bahwa

kegiatan usaha debitur mampu mengikuti fluktuasi ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri, dan usaha masih mempunyai prospek ke depan selama kredit masih dinikmati oleh debitur.

3. Kredit Bermasalah (Non Performing Loan/NPL)Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank

adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada debitur atau disebut dengan resiko kredit. Menurut Tkoekam (2005:62) “Resiko kredit (Credit Risk) merupakan erosi nilai yang disebabkan oleh terjadinya wanprestasi atau nonpayment dari debitur”..

Resiko kredit di dalamnya termasuk Non performing loan (NPL) adalah kredit yang bermasalah di mana debitur tidak dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.

Hal ini juga dijelaskan dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 31 yang menyebutkan bahwa ”Kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah

jatuh tempo atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan”.

Kredit bermasalah merupakan kredit dimana debiturnya tidak dapat memenuhi persyaratan yang telah diperjanjikan sebelumnya, misalnya mengenai pembayaran bunga, pengembalian pokok pinjaman, peningkatan agunan.

Menurut Tjoekam (2005:93) ”Kredit bermasalah/problem loan diartikan sebagai resiko kerugian yang timbul dari kelompok kredit yang berkolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet”.

Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami resiko kegagalan, bahkan cenderung menuju atau mengalami kerugian potensial. Perlu diketahui bahwa menganggap kredit bermasalah selalu dikarenakan kesalahan nasabah merupakan hal yang salah. Kredit bermasalah menjadi bermasalah dapat dikarenakan kredit bermasalah dapat dikarenakan oleh berbagai hal yang berasal dari nasabah, dari kondisi internal dan pemberi kredit. Yang termasuk ke dalam non performing loan adalah kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, Rasio NPL dapat dihitung dengan rumus

Rasio NPL = Kredit kurang lancar + kredit

diragukan + kredit macet X 100%Total kredit yang diberikan

Peningkatan NPL dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank dituntut untuk selalu menjaga kredit tidak dalam posisi NPL yang tinggi.

Agar dapat menentukan tingkat wajar atau sehat maka ditentukan ukuran standar yang tepat untuk NPL. Dalm hal ini Bank Indonesia menetapkan bahwa tingkat NPL yang wajar adalah > 5% dari total portofolio kreditnya.

METODE PENELITIAN

1. Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kausal yaitu jenis penelitian yang ditujukan untuk mengetahui sebesar apa atau adakah pengaruh

Page 14: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

yang ditimbulkan (effect) dari variabel bebas terhadap variabel tergantung/ terikat (Mulyana, 2008:3).

2. Variabel PenelitianTerdapat dua jenis variabel yang digunakan pada penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, sebagai berikut:a. Variabel bebas (X) yaitu “Nilai Kredit”.b. Variabel terikat (Y) yaitu “Non Performing

Loan (NPL)”.3. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah data berupa nilai kredit dan non performing loan (NPL) tahun 2007 s/d tahun 2011.

Dengan berdasarkan pertimbangan bahwa penerapan analisis 5C ditujukan untuk mengendalikan pemberian kredit terhadap non performing loan (NPL) maka sampel yang diambil yaitu data nilai kredit dan non performing loan (NPL) tahun 2007 – 2011.

4. Metode Analisis Dataa. Analisis Data Deskriptif

Analisis deskriptif ditujukan memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti. Deskriptif data berkaitan dengan hasil observasi dan wawancara tentang peranan analisis 5C dalam pemberian kredit pada PT BPR Antar Parama Kraksaan.

b. Analisis Data KuantitatifAnalisis data kuantitatif yang

menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika dalam rangka pengujian hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil.

Analisis Regresi Hubungan antar variabel dapat berupa

hubungan linear ataupun hubungan tidak linear, untuk dua variabel hubungan linearnya dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan linear Y = a + bX dan bila digambarkan secara grafis (scatter diagram), semua nilai Y dan X berada pada suatu garis lurus yang disebut garis regresi.

Sebagaimana menurut Siagian (2002:223) “Analisis regresi merupakan analisis yang digunakan untuk menelaah bentuk hubungan antara variabel yang bertujuan mempelajari hubungan linier antara dua variabel”,Koefisien Determinasi

Menurut Siagian (2002:259) bahwa “Koefisien determinasi (R) merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel terikat”.

Koefisien determinasi (R) dari hasil regresi sederhana mengukur besar proporsi (persentase) dari jumlah ragam Y yang diterangkan oleh model regresi atau untuk mengukur besarnya sumbangan variabel bebas X terhadap ragam varaibel terikat Y. Secara umum nilai R terletak pada nilai 0 sampai dengan 1 (0 < R < 1).

Semakin mendekat nol besarnya koefisien determinasi (R) suatu persamaan regresi, semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen (dengan kata lain semakin kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel dependen). Sebaliknya, semakin mendekat satu besarnya koefisien determinasi (R) suatu persamaan regresi, semakin besar pula pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen.Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan Uji t yang digunakan untuk menguji koefisien regresi dari variabel independennya. Untuk menentukan nilai t-statistik tabel ditentukan tingkat signifikasi = 5% Jika – t tabel > t hitung > + t tabel, maka H0 ditolak Jika – t tabel < t hitung < + t tabel, maka H0 diterima

Hipotesisnya yaitu : H0 = β = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang

signifikan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

H1 = β ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signi-fikan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).Dalam analisis data ini menggunakan

bantuan program SPSS v.12.

Page 15: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Obyek PenelitianPT BPR Antar Parama Kraksaan menjalankan

aktivitas pusat administrasi di kota Kraksaan yaitu tepatnya di Jalan PB. Sudirman 266 Kraksaan Probolinggo. PT BPR Antar Parama Kraksaan merupakaan perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) yaitu suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang.2. Penggolongan Kredit

PT BPR Antar Parama Kraksaan menggolongkan kredit yang diberikan dari sudut kolektibilitas yaitu keadaan pembayaran pokok dan pembayaran bunga kredit oleh nasabah, ke beberapa keadaan yaitu:

a. Lancar berarti tidak terdapat tunggakan angsuran pokok bunga atau cerukan.

b. Kurang lancar berarti ada kelambatan sebentar dalam pembayaran angsuran pokok, bunga atau tunggakan, tetapi debitur masih membayar dan dapat ditolerir.

c. Diragukan berarti selalu terlambat cukup lama dalam pembayaran angsuran pokok, bunga atau tunggakan, tetapi debitur masih membayar dan sulit ditolerir.

d. Macet berarti menunggak dan tidak lagi membayar angsuran, bunga atau tunggakan.

Kolektibilitas adalah ketertiban pembayaran bunga oleh nasabah, pengelompokan kredit berdasarkan keadaan dan kelancarannya sangat perlu untuk dilakukan demi kelancaran tugas-tugas pengamanan fasilitas-fasilitas yang telah diberikan kepada para nasabah.

Bentuk tabel di bawah ini adalah kriteria pengelompokan kredit berdasarkan kalancaran atau keadaan tahun 2011, sebagai berikut:

Tabel 1Data Pengelompokan Kredit Berdasarkan Kolektibilitas

No Kolektibilitas Jangka Waktu Kredit Kelancaran Mengembalikan

1 Lancar 1 Bulan < 1 Bulan

    1 – 3 Bulan < 3 Bulan

    4 Bulan/Lebih < 6 Bulan

    < 3 Bulan Tanpa Angsuran Pokok Sebelum Jatuh Tempo

2 Kurang Lancar < 1 Bulan > 1 Bulan < 3 Bulan

    1 – 3 Bulan > 3 Bulan < 6 Bulan

    4 Bulan/Lebih > 6 Bulan < 9 Bulan

    < 3 Bulan Tanpa Angsuran Pokok > 3 Bulan < 6 Bulan

3 Diragukan Idem Tidak termasuk lancar dan kurang lancar ( > 9 Bulan < 12 Bulan)

    75% dari saldo kredit + bunga Masih dapat diselamatkan

    Agunan minimal 100% dari kewajiban debitur Kredit tidak dapat diselamatkan

4 Macet Idem Tidak termasuk lancar, kurang lancar, dan diragukan ( > 13 Bulan)

    > 13 bulan sejak kredit disalurkan Belum ada pelunasan/ penyelamatan

     

Penyelesaian kredit diserahkan ke Pengadilan Negeri, Badan Urusan Negara dan ke Perusahaan Asuransi Kredit

Page 16: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Sumber : PT BPR Antar Parama Kraksaan

3. Perkembangan Kolektibilitas

Menurut data perkembangan kredit yang disalurkan PT BPR Antar Parama Kraksaan menunjukkan angka sebagai berikut:

Tabel 2Data Perkembangan Kolektibilitas Kredit Tahun 2007 – 2011

Uraian2007 2008 2009

Nilai (Rp) Nasabah Nilai (Rp) Nasabah Nilai (Rp) Nasabah

Lancar 3.631.831.000 2.6803.750.112.00

0 2.739 4.023.891.000 2.884

Kurang Lancar 156.983.000 191 101.097.000 128 94.972.000 166 Diragukan 132.601.000 154 123.092.000 126 102.033.000 107 Macet 146.009.000 67 134.055.000 74 131.175.000 87

Jumlah 4.067.424.000 3.0924.108.356.00

0 3.067 4.352.071.000 3.244

Uraian2010 2011

Nilai (Rp) Nasabah Nilai (Rp) Nasabah

Lancar 4.468.574.000 3.0554.968.602.00

0 3.290

Kurang Lancar 94.795.000 127 83.971.000 118 Diragukan 99.353.000 95 85.702.000 85 Macet 125.299.000 82 100.601.000 58

Jumlah 4.788.021.000 3.3595.238.876.00

0 3.551

Sumber : PT BPR Antar Parama Kraksaan, Probolinggo

Dari data di atas dapat diketahui mulai dari dari 2007 PT BPR Antar Parama Kraksaan berusaha menekan kredit macet yang dimiliki, dari jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 4.067.424.000,- terdapat kredit macet sebesar Rp 146.009.000,- dalam kurun lima tahun kredit macet tersebut dapat ditekan hingga pada tahun 2011 mencapai sebesar Rp 100.601.000,- dengan nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp 5.238.873.000,-

Analisis Data Deskriptif

1. Penerapan Analisis Kredit 5CDalam pengambilan keputusan kredit PT BPR

Antar Parama Kraksaan sebelumnya menganalisis calon nasabah terlebih dahulu. Untuk menganalisis calon nasabah apakah layak atau tidak untuk diberikan

kredit, PT BPR Antar Parama Kraksaan menggunakan prinsip 5 C, yaitu : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of economy.

a. CharacterDasar dari pemberian kredit adalah

kepercayaan, jadi yang mendasari suatu kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak bank bahwa si peminjam memilki moral, watak, ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, masyarakat, atau dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Manfaat dari penilaian character ini, adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban–kewajiban dari calon debitur, character ini

Page 17: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

sangat penting, sebab walaupun debitur tersebut mampu membayar hutang–hutangnya namun tidak ada etiket baik tentu akan membawa berbagai masalah bagi bank di kemudian hari.

Dalam menilai character seseorang bukanlah hal yang mudah, karena kita memerlukan ketrampilan psikologis untuk dapat menilai character seseorang. Di sini pihak bank menilai character calon debitur dengan cara :1) Meneliti daftar riwayat hidup debitur dengan cara

wawancara langsung dengan nasabah ataupun bertanya kepada masyarakat di lingkungan calon debitur tinggal.

2) Meneliti reputasi calon debitur di lingkungan tempat kerja.

3) Meneliti apakah calon debitur terlibat pada suatu masalah, penjudian, perampokan, pemabuk dan lain-lain.

4) Meminta informasi dari bank lain, dengan melakukan pengeekan pada SID (Sistem Informasi Debitur) calon debitur, apakah masih mempunyai tanggungan pada bank atau pihak lain.

b. CapacityYang dimaksud capacity di sini, adalah

kemampuan debitur dalam melunasi kewajiban–kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukan atau yang akan dilakukan yang dibiayai oleh bank. Jadi, jelasnya adalah sampai sejauh mana usaha yang akan diperolehnya, akan mampu melunasi tepat waktu sesuai perjanjian yang telah disepakati.

Pengukuran capacity ini, dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yaitu:1) Pendekatan historis, yaitu menilai past

performance dari nasabah yang bersangkutan apakah usahanya banyak mengalami kegagalan atau selalu menunjukkan ke arah yang maju.

2) Pendekatan finansiil, yaitu dengan menilai posisi neraca dan laporan perhitungan rugi/laba untuk beberapa periode terakhir, yaitu untuk mengetahui berapa besarnya solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas tingkat usahanya.

3) Pendekatan edukasional, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus perusahaan calon beditur.

4) Pendekatan yuridis, yaitu menilai apakah calon debitur tersebut secara yuridis mempunyai kapasitas untuk mewakili dirinya atau badan usaha

yang diwakilinya untuk mengadakan ikatan perjanjian kredit dengan bank.

5) Pendekatan managerial, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan nasabah dalam melaksanakan fungsi menagemen dalam memimpin perusahaannya.

6) Pendekatan teknis, yaitu menilai sejauh mana kemampuan calon debitur dalam mengelola faktor–faktor produksi seperti tenaga kerja, bahan baku, peralatan–peralatan kerja/mesin, administrasi dan keuangan bahkan sampai pada kemampuan merebut pangsa pasar

Apabila dana yang dicairkan untuk pembiayaan barang konsumsi, maka penilaian capacity nasabah didasarkan pada pekerjaan yang sedang dikerjakan oleh nasabah saat ini dan seterusnya. Dari situ pihak bank dapat menyimpulkan apakah nasabah

tersebut mampu melunasi kewajiban-kewajibannya. c. Capital

Pihak bank menilai dari jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Sebagai contoh apabila calon nasabah meminta pihak bank untuk membiayai pembelian sepeda motor, maka pihak bank harus mengetahui berapa besarnya prosentase uang muka yang diberikan oleh calon debitur. PT BPR Antar Parama Kraksaan berani membiayai pembelian sepeda motor apabila besarnya uang muka yaitu 20% dari harga beli sepeda motor tersebut. Sedangkan untuk kredit dengan jaminan BPKB, pihak PT BPR Antar Parama Kraksaan berani mencairkan dana sebesar 50% dari harga taksasi sepeda motor tersebut.d. Collateral

Collateral yaitu barang-barang jaminan yang diberikan oleh peminjam sebagai jaminan atas kredit yang diterima. Manfaat collateral adalah sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab lain di mana debitur tidak mampu melunasi hutangnya. Jaminan juga sebagai alat pengaman dalam menghadapi kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan datang pada saatnya kredit tersebut harus dilunasi. Jaminan ini sifatnya sebagai pelengkap dari kelayakan/keterlaksanaan dari proyek nasabah.

Penilaian terhadap collateral ini harus ditinjau dari 2 sudut yaitu sudut ekonomisnya yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan dijaminkan,

Page 18: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang jaminan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai barang jaminan.e. Condition of economy

Yang dimaksud dengan condition of economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit. Condition of economy sangat penting untuk diketahui apabila kredit tersebut diberikan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di luar negeri sendiri. Faktor-faktor makro ekonomis ini termasuk pula peraturan-peraturan pemerintah setempat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya suatu perusahaan.

Maksud penilaian terhadap condition of economy dimaksudkan pula untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisikondisi yang mempengaruhi perekonomian suatu negara/suatu daerah akan memberikan dampak yang bersifat positif maupun dampak yang bersifat negatif terhadap perusahaan yang memperoleh kredit tersebut.

Untuk memungkinkan penilaian condition of economy ini perlu dipelajari masalah-masalah politik budaya, kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah setempat, peraturan-peraturan moneter, perpajakan, anggaran belanja dan pendapatan negara yang bersangkutan, keadaan perekonomian dan sebagainya.2. Pengawasan Kredit

Pengawasan yang dilakukan PT BPR Antar Parama Kraksaan terhadap kredit yang disalurkan kepada nasabah terdiri dari:a. Pengawasan preventif merupakan pengawasan

yang dilakukan PT BPR Antar Parama Kraksaan sebelum kredit tersebut dicairkan kepada masyarakat (nasabah) untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah. Pengawasan preventif ini sebagai upaya penjagaan dan pengamanan kredit (harta/kekayaan bank), dalam hal ini dilakukan dengan nilai pihak debitur apakah layak diberi kredit atau tidak, untuk menilai debitur ini menggunakan analisis 5C.

b. Pengawasan represif merupakan pengawasan yang dilakukan PT BPR Antar Parama Kraksaan setelah kredit tersebut diberikan pada waktu proses persetujuan kredit yaitu pengawasan administrasi

meliputi kelengkapan dan keabsaan dokumen permohonan kredit, akurasi analisis dan kesempurnaan warkat perjanjian dan pengikatan kredit. Apabila kredit tersebut sudah berjalan maka pengawasan harus selalu dilakukan dengan survey langsung ke lapangan (on the spot).

3. Upaya Pengendalian Piutang Tak Tertagih (Kredit Macet)

Setiap perusahaan atau bahkan perbankan sendiri pasti berusaha supaya usaha yang dijalankannya bisa maju dan memperoleh penghasilan yang meningkatan di tiap tahunnya oleh karena itu setiap perusahaan atau perbankan tersebut mempunyai upaya-upaya agar penurunan kredit bermasalah bank bisa dicapai.

Dari hasil penelitian diperoleh data upaya pengendalian yang dilakukan manajemen kredit dalam menurunkan kredit bermasalah adalah sebagai berikut:a. Memacu kredit yang disalurkan ke nasabah

Setiap mulai awal tahun dibuat rencana kerja dengan merujuk kepada pengalaman tahun sebelumnya, sehingga untuk perencanaan di tahun yang akan datang bisa lebih baik.dari awal tahun itu juga sudah diramalkan berapa laba yang akan diperoleh bank untuk dengan begitu bank bisa menentukan kebijakan-kebijakan apa akan diambil untuk tahun berikutnya sehingga kesalahan atau kelemahan di tahun sebelumnya bisa diantisipasi terlebihi dahulu supaya tidak terulang kembali.

b. Penggunaan daftar analisis umur piutangPenertiban administrasi kredit yang

dimaksudkan adalah mengklasifikasi piutang-piutang yang dimiliki PT BPR Antar Parama Kraksaan dapat dengan mudah memantau piutang mana yang belum jatuh tempoh. Hal ini bisa memudahkan PT BPR Antar Parama Kraksaan untuk mengambil keputusan piutang-piutang mana yang lebih dahulu harus ditangani sehingga kemungkinan kerugian pada kredit tidak lancar atau ragu-ragu dan kredit macet dapat ditekan.

c. Melakukan peringatanJika sudah diketahui oleh pihak bahwa

terdapat nasabah yang dimulai mengalami telat dalam membayar kewajibannnya maka sebelum dilakukan penagihan secara langsung maka pihak PT BPR Antar Parama Kraksaan terlebih dahulu memberikan peringatan I tidak ada tanggapan dari nasabah maka dilakukan peringatan II dan apabila

Page 19: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

peringatan II juga tidak ada tanggapan maka dilakukan peringatan III.

d. Melaksanakan penagihan langsungPenagihan langsung dilakukan jika nasabah

tetap tidak mengindakan peringatan I, II, III yang diberikan kepada nasabah.

Dalam upaya mengendalikan kredit bermasalah PT BPR Antar Parama Kraksaan melakukan analisis menggunakan 5C dengan semaksimal mungkin, hal ini dapat diketahui dari hasil kolektibilitas kredit pada tahun 2011, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sebagai berikut:

Tabel 3Data Perbandingan Kolektibilitas Kredit Tahun 2010 – 2011

Uraian2010 2011 Pekembangan

Nilai (Rp) Nilai (Rp) Nilai (Rp) % Ket.0 1 2 3 = 2 – 1 4 = 3 / 1 5

Lancar 4.468.574.000 4.968.602.000 500.028.000 11% NaikKurang Lancar 94.795.000 83.971.000 –10.824.000 –11% TurunDiragukan 99.353.000 85.702.000 –13.651.000 –14% TurunMacet 125.299.000 100.601.000 –24.698.000 –20% Turun

Jumlah 4.788.021.000 5.238.876.000 450.855.000 9%  

Sumber : PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo dan diolah

Dari tabel tersebut diketahui bahwa setelah PT BPR Antar Parama Kraksaan memaksimalkan pelaksanaan analisis 5C, maka kolektibilitas dari kredit yang disalurkan pada tahun 2011 dapat ditingkatkan dan dapat menekan tingkat kredit yang kurang lancar hingga 11% dari tahun sebelumnya (2010),

kredit yang diragukan dapat ditekan hingga 14% dari tahun 2010 dan kredit macet juga dapat ditekan hingga 20% dari tahun 2010.

Sedangkan rasio Non Performing Loan (NPL) pada PT BPR Antar Parama Kraksaan adalah sebagai berikut:

Tabel 4Data Rasio Non Performing Loan (NPL) Tahun 2007 – 2011

No

Tahun

Non Performing Loan (Rp)Nilai Kredit

(Rp)Rasio NPLKurang

LancarDiragukan Macet Jumlah

0 1 2 3 4 5 = 2 + 3 + 4 6 7 = 5/6

1 2007 156.983.000132.601.00

0146.009.00

0435.593.000

4.067.424.000

10,71%

2 2008 101.097.000123.092.00

0134.055.00

0358.244.000

4.108.356.000

8,72%

3 2009 94.972.000102.033.00

0131.175.00

0328.180.000

4.352.071.000

7,54%

4 2010 94.795.000 99.353.000125.299.00

0319.447.000

4.788.021.000

6,67%

5 2011 83.971.000 85.702.000100.601.00

0270.274.000

5.238.876.000

5,16%

Sumber : PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo

Page 20: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Dari data di atas dapat dilihat bahwa Rasio Non Performing Loan (NPL) pada PT BPR Antar Parama Kraksaan pada tahun 2007 sebesar 10,71%, pada tahun 2008 terjadi penurunan rasio NPL menjadi sebesar 8,72%, tetapi tahun 2009 kembali meningkat menjadi sebesar 7,54% dan tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi sebesar 6,67%, serta pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi sebesar 5,17%, namun secara keseluruhan selama tahun 2007 – 2011 rasio NPL PT BPR Antar Parama Kraksaan masih berada di atas batas maksimum rasio NPL yang disyaratkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%.

Besarnya tingkat NPL ini disebabkan karena permohonan kredit nasabah yang juga mengalami kenaikan, untuk itu pihak PT BPR Antar Parama Kraksaan harus lebih selektif dalam menilai calon debitur.

Analisis kredit yang dilakukan PT BPR Antar Parama Kraksaan yaitu dengan menggunakan prinsip 5C sangat berperan dalam mengambil keputusan kredit yang akan diberikan, karena dengan prinsip 5C ini PT BPR Antar Parama Kraksaan lebih mudah menilai kemampuan dan kesediaan calon debitur dalam mengembalikan pinjaman di kemudian hari, sehingga dengan demikian tingkat NPL pada PT BPR Antar Parama Kraksaan dapat ditekan.4. Penggunaan Analisis 5C

Selama ini PT BPR Antar Parama Kraksaan menggunakan analisis 5C tetapi kurang optimal, kelemahan ini disebabkan antara lain:a. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon

nasabahb. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap

maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali.

c. Kurang pemahaman terhadap kebutuhan keungan yang sebenarnya dari calon nasabah dan manfaat kredit yang diberikan.

d. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah dan kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat.

e. Terlalu agresif.f. Pemberian kelonggaran dan kredit terlalu banyak

tanpa disadari.g. Kurang pengalaman dari pejabat kredit atau

account officer.

h. Pejabat kredit atau account officer mudah dipengaruhi diintimidasi atau dipaksa oleh calon nasabah.

i. Kurang berfungsinya bagian legal dan remindial serta adanya keyakinan yang berlebihan.

j. Kurang mengadakan kontak dengan nasabah dan kunjungan on the spot pada lokasi usaha nasabah.

Untuk mengatasi kelemahan sebelum penggunaan analisis 5C, dilakukan hal-hal sebagai berikut:a. Melakukan wawancara langsung untuk

mendapatkan informasi serta masukan-masukan mengenai keadaan yang sebenarnya dari pemohon sebagai bahan pertimbangan dan pencocokan antara data pada formulir permohonan dengan keadaan yang sebenarnya.

b. Pihak bank wajib memberikan informasi yang optimal sehubungan dengan kredit yang akan diberikan kepada pemohon, baik dari formulir permohonan, kelengkapan data, hak dan kewajiban pemohon, tingkat suku bunga serta ketentuan umum pengembalian kredit.

c. Pihak Bank mengajukan beberapa pertanyaan yang bertujuan unuk meneliti data formulir permohonan kredit yang telah diisi oleh pemohon, pertanyaan tersebut di fokuskan untuk mendapatkan kenyakinan mengenai: hebenaran data pemohon, kebenaran penghasilan pemohon, apakah pemohon mempunyai kewajiban lain yang harus dibanyar setiap bulannya.

d. Pihak bank melaksanakan analisis kredit terhadap hasil wawancara dengan maksud agar kredit yang diberikan mencapai tujuan yaitu aman dan tetatur. Tujuan utama dari analisis permohonan kredit adalah untuk memperoleh kenyakinan bahwa calon debitur mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank secara teratur, baik pembiyaan pokok maupun hubungan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Tolak ukur yang digunakan PT BPR Antar Parama Kraksaan untuk efektifitas penggunaan analisis kredit 5C adalah:a. Memperoleh keyakinan apakah nasabah

mempunyai kemauan dan kemempuan memenuhi kewajibanya kepada bank secara tertib, dan pembiayaan pokok pinjaman maupun bunganya sesuai kesepakatan dengan baik.

Page 21: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

b. Nasabah memiliki itikad baik dan diharapkan bank benar-benar mendapatkan nasabah yang menguntungkan.

c. Agunan yang digunakan sebagai jaminan mempunyai nilai ekonomis yang sesuai dengan kredit yang diberikan.

d. Penurunan nilai Non Performing Loan setiap periodenya dengan adanya peningkatan kolektibilitas dari kredit yang lancar.

Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika sebagai berikut:1. Analisis Regresi

Untuk mengetahui bagaimana dampak pemberian kredit terhadap Non Performing Loan (NPL) digunakan analisis regresi sebagai berikut:

Tabel 5

Persamaan regresi sederhana yang dihasilkan dari perhitungan tersebut yaitu Y = 817.331,90 – 0,11X, dengan deskripsi sebagai berikut:a. Nilai konstanta a = 817.331,90 menunjukkan

besarnya Non Performing Loan (NPL) tanpa dipengaruhi nilai kredit, hal ini memberi pengertian bahwa apabila dalam pemberian kredit tidak dilakukan analisis kredit maka besarnya Non Performing Loan (NPL) adalah 817.331,90.

b. Nilai koefisien regresi b = –0,11 menunjukkan besarnya penurunan Non Performing Loan (NPL) apabila bertambahnya nilai kredit satu satuan, hal ini memberi pengertian bahwa setiap bertambahnya pemberian kredit yang dilakukan dengan menggunakan analisis kredit mempengaruhi penurunan Non Performing Loan (NPL) sebesar 0,11.

2. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui seberapa besar dampak atau pengaruh nilai kredit terhadap Non Performing Loan (NPL) digunakan analisis koefisien determinasi sebagai berikut:

Tabel 6

Model Summary

,860a ,739 ,652 35977,90673Model1

R R SquareAdjus tedR Square

Std. Error ofthe Es timate

Predic tors : (Cons tant), Ni lai Kredi ta.

Nilai koefisien determinasi ini menunjukkan bahwa besarnya dampak (pengaruh) nilai kredit terhadap ragam (variasi) variabel Non Performing Loan (NPL) adalah 65,20%, sedangkan variasi Non Performing Loan (NPL) lainnya sebesar 34,80% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti, di antaranya faktor kemudahan syarat kredit, jangka waktu kredit, faktor sumber daya manusia.

3. Pengujian HipotesisPengujian hipotesis menggunakan Uji t yang

digunakan untuk menguji koefisien regresi dari variabel independennya, dari perhitungan Tabel 5 diperoleh nilai t hitung (–3,667) < –t tabel (3,182), dan berdasarkan kriteria pengujian hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif (H1) yang diterima, jadi terbukti “Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y)”.

Dari hasil pengujian ini hipotesis yang ditetapkan telah terbukti yaitu “Peranan analisis 5C dalam pemberian kredit memberikan dampak penurunan terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Antar Parama Kraksaan Probolinggo”.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan1. Dalam penerapan prinsip 5C terhadap pengambilan

keputusan kredit PT BPR Antar Parama Kraksaan lebih menekankan prinsip Character, Collateral, dan Capacity, sedangkan prinsip lainnya yaitu Capital, dan Condition of economy digunakan sebagai pendukung untuk menguatkan data calon debitur.

Page 22: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

2. PT BPR Antar Parama Kraksaan memaksimalkan pelaksanaan analisis 5C, sehingga kolektibilitas dari kredit yang disalurkan pada tahun 2011 dapat ditingkatkan dan dapat menekan tingkat kredit yang kurang lancar, namun secara keseluruhan selama tahun 2007 – 2011 rasio NPL PT BPR Antar Parama Kraksaan masih berada di atas batas maksimum rasio NPL yang disyaratkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%.

3. Besarnya dampak (pengaruh) nilai kredit Non Performing Loan (NPL) adalah 65,20%, sedangkan variasi Non Performing Loan (NPL) lainnya sebesar 34,80% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti, di antaranya faktor kemudahan syarat kredit, jangka waktu kredit, faktor sumber daya manusia.

4. Dari hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa “Peranan analisis 5C dalam pemberian kredit memberikan dampak penurunan terhadap Non Performing Loan (NPL) Pada PT BPR Antar Parama Kraksaaan Probolinggo

Saran

1. Sebaiknya PT BPR Antar Parama Kraksaan mengoptimalkan kinerja bagian kredit untuk pengawasan kredit yang diberikan selama kredit tersebut berjalan, sehingga kredit yang bermasalah dapat ditekan.

2. Sebaiknya fasilitas pinjaman kredit yang nilai nominalnya besar hanya diberikan kepada debitur yang bertempat tinggal di kota atau daerah dekat dengan kantor PT BPR Antar Parama Kraksaan berada, hal ini untuk memudahkan pengontrolan sewaktu-waktu terjadi masalah dengan kredit tersebut.

3. PT BPR Antar Parama Kraksaan perlu terus meningkatkan perhatiannya dalam mengantisipasi terjadinya kredit macet (piutang tak tertagih), dengan cara memperketat seleksi permohonan kredit, men-training tim analisis kredit dan meningkatkan kerjasama serta koordinasi di antara semua bagian.

Daftar Rujukan

Basuki, Agus, dkk. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Yogyakarta: Bagian penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hasan, M. Iqbal. 2001. Statistik Inferensif, Pokok-Pokok Materi Statistik I. Jakarta: Bumi Aksara.

Malayu S.P. Hasibuan. 2001. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Jakarta.

Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muljono, Teguh Pudjo. 2000. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil. Edisi Kedua.Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Yogykarta: STIE YKPN.

Mulyana, Usep. 2008. Analisis Kausal dan Korelasi. Republik Indonesia. Undang-Undang RI No. 10

Tahun 1998 Tentang Perbankan.Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan

Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.Sabardi, Agus. 2005. Manajemen Keuangan.

Yogyakarta: UPP AMP YKPN.Sartono, A. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta:

BPFE.

Siagian, Dergibson dan Sugiarto. 2002. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Syamsuddin, L. 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan. Edisi Baru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tjoekam, H. Moh. 2005. Perkreditan, Bisnis Inti Bank Komersial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

IDENTITAS PENULIS

Nama : Khusnik Hudzafidah, S.E., M.S.iNIDN : 0703027001

Page 23: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Perguruan Tinggi : Universitas Panca Marga ProbolinggoAlamat : Jl. Yos Sudarso Pabean Dringu Probolinggo 67271Telp./Faks. : (0335) 422715 / (0335) 427923

Page 24: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

ANALISIS EFISIENSI PENGENDALIAN BIAYA DAN TINGKAT PERPUTARAN MODAL KERJA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

RENTABILITAS EKONOMI PADA PUSAT KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA (PKPRI) KABUPATEN/KOTA PROBOLINGGO

Oleh: Elok Dwi VidiyastutikFakultas Ekonomi Universitas Panca Marga Probolinggo

Abstract: Economic sector in Indonesia has three main forces that contribute to stable economic conditions that is, the state enterprise sector, private sector, cooperative sector and the last one. All three economic actors are expected to work together to achieve prosperity and welfare of the community. Increasing efficiency, working capital management very important role in running the cooperative efforts to obtain the income generated by its operations. This study aims to analyze the effect of cost control and efficiency of working capital turnover rate of economic profitability in the Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) District / City of Probolinggo. Data analysis techniques used in the form of multiple regression analysis. The results prove that the efficiency of cost control and working capital turnover rate significantly influence the economic profitability either simultaneously or partially. Based on a coefficient of determination (Adjusted R2) shows the results of 0.768, which means that the efficiency of cost control and provide working capital turnover rate of 76.80% and influence the rest 23.20% influenced by other factors is not examined. From the explanation it could be concluded that although the rate of capital turnover if it works well but does not offset the cost of good pegendalian the economic profitability will not increase or not will be high.

Keywords: Efficiency of cost control, working capital turnover rate, economic profitability

PENDAHULUAN

Pada dasarnya peningkatan rentabilitas dari waktu ke waktu menunjukkan kemajuan yang dicapai KPRI, namun demikian apabila terjadi kenaikan biaya yang relatif besar dan tingkat perputaran modal kerja yang relatif lambat berarti belum efektifnya KPRI dalam pengelolaan usaha.

Perbandingan antara laba/SHU yang diperoleh terhadap modal yang berputar menghasilkan prosentase tingkat rentabilitas. Standar tingkat rentabilitas yang telah ditetapkan oleh Dep. Kop. PK&M 2002 bahwa rentabilitas dapat dikatakan efisien jika sebesar 10% – 14%, selain menggunakan standar tersebut, untuk menilai efisiensi yang telah dicapai lazimnya juga diperbandingkan dengan tingkat bunga pinjaman atau utang yang berlaku. Suatu badan usaha seperti koperasi dapat dikatakan efisien apabila rate of returnnya lebih tinggi dari pada tingkat suku bunga pinjaman atau utang, dengan demikian faktor tingkat bunga pinjaman yang yang berlaku dapat digunakan sebagai alat ukur efisiensi

yang dicapai oleh KPRI di Kabupaten/Kota Probolinggo.

Observasi pendahuluan yang telah dilakukan di PKP-RI dan Dinas Koperasi yang terdapat di Kabupaten/Kota Probolinggo, peneliti menemukan permasalahan sebagian dari sampel yang diambil tidak semua memiliki tingkat rentabilitas yang baik, sebagian dari KPRI yang ada memiliki tingkat rentabilitas di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Koperasi dan dapat disimpulkan bahwa terdapat masalah pada KPRI yang ada di Kabupaten/Kota Probolinggo yang harus diteliti lebih lanjut.

Tingkat rentabilitas ekonomi yang rendah tentu sulit bagi koperasi untuk dapat mengembalikan modal pinjaman tersebut, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa KPRI di Kota/Kabupaten Probolinggo pada tahun 2010 masih mengalami masalah inefisiensi. Inefisiensi yang terjadi pada KPRI di Kabupaten/Kota Probolinggo menunjukkan pengelolaan pengendalian

Page 25: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

biaya dan modal kerja yang dimiliki masih belum baik.

Fenomena ini menunjukkan betapa diperlukannya pengelolaan secara efektif dan efisien pada pengendalian biaya dan modal kerja yang ada, pada akhirnya dengan adanya pengelolaan efisiensi biaya dan modal kerja tersebut, diharapkan SHU dan tingkat rentabilitas ekonomi KPRI yang tercapai di Kabupaten/Kota Probolinggo juga dapat meningkat.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini dirumuskan permasalahan berikut: “Apakah ada pengaruh antara efisiensi pengendalian

biaya dan tingkat perputaran modal kerja terhadap rentabilitas ekonomi pada Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kabupaten/Kota Probolinggo?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah “Untuk menganalisis pengaruh efisiensi pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal kerja terhadap rentabilitas ekonomi pada Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kabupaten/Kota Probolinggo”

.

25

Page 26: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan dua variabel independen. Variabel dependen diwakili oleh Rentabilitas Ekonomi (Y), dan Variabel independen masing-masing diwakili efisiensi pengendalian biaya (X1), dan dan tingkat perputaran modal (X2). a. Rentabilitas Ekonomi (Y)

Rentabilitas ekonomi (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Rentabilitas (Return On Investment/ROI) pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo, dengan indikator :1) Jumlah Laba Usaha/SHU2) Jumlah Total Modal Usaha

Rentabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase.

Rentabilitas Ekonomi =Laba/SHU Sebelum Bunga dan Pajak

X 100%Modal Usaha

Sumber : Riyanto, 2001: 36

Standar rentabilitas ekonomi minimal menurut ketentuan dari Dep. Kop adalah sebesar 10% – 14% untuk kriteria efisien (Dep. Kop. PK&M, 2002:23).

b. Efisiensi Pengendalian Biaya (X1), dengan indikator :1) Jumlah biaya usaha2) Jumlah pendapatan operasional bruto

Tolok ukur efisiensi dari pengendalian biaya adalah dengan membandingkan total biaya usaha dengan biaya standar.

Biaya Usaha = Biaya Karyawan + Biaya Organisasi + Overhead Cost Paint

% Biaya usaha = Total Biaya Usaha X100%Pendapatan Operasional Bruto

Efisiensi Pengendalian Biaya= % Total biaya usaha yang dicapai – % Biaya usaha standar% Efisiensi biaya usaha standar normal untuk badan usaha koperasi ditetapkan sebesar 65% (Dep. Kop PK&M, 2002 : 22)

c. Tingkat Perputaran Modal (X2), dengan indikator:1) Jumlah penjualan 2) Jumlah modal kerja awal3) Jumlah modal kerja akhir

Lamanya perputaran modal kerja dapat dihitung dengan membagi 360 hari dengan jumlah perputaran modal kerja dalam satu tahun. Menurut Munawir perputaran modal kerja adalah dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tingkat Perputaran Modal Kerja =Penjualan

X 1Modal Kerja Rata-rata

Modal Kerja Rata-rata =Modal Kerja Awal + Modal Kerja Akhir

2

Modal kerja (Konsep Kualitatif) = Total Aktiva lancar – Total Hitung Lancar

Page 27: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Standar peputaran modal kerja (Working Capital Turn Over) untuk badan usaha koperasi ditetapkan minimal sebesar 4 kali untuk kriteria efisien (Dep. Kop PK&M, 2002 : 22).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua KPRI di Kabupaten/Kota Probolinggo sebanyak 42 buah koperasi yang tersebar di wilayah Kabupaten/Kota probolinggo pada tahun 2010. Sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik dengan kriteria yaitu KPRI di tahun 2010 yang masih aktif dan terdaftar pada PKPRI Kabupaten/Kota Probolinggo sebanyak 30 koperasi. Sedangkan 12 koperasi lainnya masih terdaftar tetapi tidak aktif maka tidak diambil sebagai sampel.

Metode analisis yang digunakan yaitu analisisis deskriptif adalah analisis data yang diperlukan untuk menggambarkan atau menerangkan hasil penelitian yang diuraikan dalam bentuk kalimat. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan menerangkan apakah efisiensi pengendalian biaya, perputaran modal kerja dan rentabilitas ekonomi PKPRI Kabupaten/Kota Probolinggo sudah sesuai atau belum dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Standar rasio yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan keputusan Dep. Kop. PK&M tahun 2002 adalah :

Tabel 1. Standar Penilaian Rasio KoperasiNo

Rasio Standar Kriteria

1 Efisiensi Pengendalian Biaya 

> 65% Efisien

  < 65% Tidak Efisien

2 Perputaran Modal Kerja > 4 Kali Efisien    < 4 Kali Tidak Efisien3 Rentabilitas Ekonomi > 14% Sangat Efisien    10% – 14% Effisien

    < 10% Tidak Effisien

Sumber : Dep. Kop. PK&M tahun 2002

Model analisis statistik yang digunakan adalah model analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Variable Regression) dengan menggunakan Software SPSS v.12, formulasi yang digunakan yaitu : Y = a + b1 X1 + b2 X2 + e.

Uji HipotesisProsedur pengujian Hipotesis Statistik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:a. Uji hipotesis pertama adalah uji F, untuk

mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian terdapat pada tabel ANOVA dengan syarat secara simultan atau bersamaan.1) H0 : β1 = β2 = 0 (tidak ada pengaruh antara X1

dan X2, terhadap Y).Hi : β1 = β2 ≠ 0 (ada pengaruh antara

X1 dan X2 terhadap Y).2) Dalam penelitian ini digunakan tingkat

signifikan 0,05 dengan derajat bebas (n – k), di mana n = jumlah pengamatan variabel dan k = jumlah variabel.

3) Kriteria pengujian sebagai berikut : a) Jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima dan Hi

ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.

b) Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan Hi

diterima, maka artinya ada pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.

4) Dalam pengerjaannya untuk uji F dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS v.12.

b. Uji hipotesis kedua adalah adalah uji t, untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian terdapat pada tabel Coefficients.1) H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh antara X1 dan X2

terhadap Y).Hi : βi ≠ 0 (ada pengaruh antara X1 dan X2

terhadap Y).2) Penelitian ini menggunakan tingkat signifikan

0,05 dengan derajat bebas (n – k), di mana n = Jumlah pengamatan variabel dan k = jumlah variabel.

3) Dasar Kritis H0 melalui kurva distribusi t student dua sisi, sebagai berikut: a) H0 diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

b) H0 ditolak jika – t tabel > t hitung > t tabel

4) Dalam pengerjaannya untuk uji t dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS v.12.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R²) diinterpretasikan sebagai besaran proporsi (persentase) dari keragaman Y yang diterangkan oleh model regresi atau untuk mengukur besar sumbangan dari variabel independen X terhadap keragaman variabel dependen Y

27

Page 28: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

(Suliyanto, 2006:89). Dalam output SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summary dan tertulis Adjusted R square, dalam pengerjaannya untuk koefisien determinasi ini menggunakan bantuan paket program SPSS v.12.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah penaksir dalam regresi merupakan penaksir kolinear tak bias terbaik, untuk memperoleh persamaan yang paling tepat digunakan parameter regresi yang dicari dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode regresi OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan Best Linear Unbiased Estimation (BLUE), oleh karena itu diperlukan adanya uji asumsi klasik terhadap model yang telah diformulasikan, yang mencakup pengujian normalitas, multikolinieritas, dan heteros-kedastisitas, Algifari (2000:83).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Obyek Penelitian

Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (KPRI) yang menjadi objek penelitian ini adalah koperasi yang telah berbadan hukum dan tercatat di Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Kabupaten/Kota Probolinggo. Koperasi sejumlah 42 KPRI, dengan kriteria 30 KPRI beroperasi dan 12 KPRI sedang dalam masa tidak aktif atau tidak beroperasi.

KPRI sebelumnya bernama Koperasi Pegawai Negeri (KPN), Tetapi setelah berlakunya UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian berubah menjadi KPRI. KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo merupakan koperasi yang didirikan untuk memelihara kepentingan dan memenuhi kebutuhan para anggotanya (pegawai negeri) dengan adanya KPRI diharapkan dapat membantu meringankan pegawai negeri dalam memenuhi kebutuhannya serta dapat meningkatkan kebutuhannya. Selain itu kebutuhan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk membentuk wadah untuk mendidik anggotanya tumbuh menjadi insan koperasi yang berjiwa wirausaha.

KPRI juga dapat membantu para pegawai untuk dapat menumbuhkan rasa rajin menabung, karena di koperasi mau tidak mau para Pegawai Negeri diwajibkan melakukan simpanan baik simpanan wajib

maupun simpanan sukarela, dan ini bermanfaat bagi Pegawai Negeri itu sendiri di masa yang akan datang.

Deskripsi Hasil Penelitian

Efisiensi Pengendalian Biaya

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, rasio efisiensi pengendalian biaya di KPRI Kota/ Kabupaten Probolinggo Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

Tabel 2. Rata-rata Efisiensi Pengendalian Biaya

N Min. Max. Mean

Std. Deviation

X1 30 36,00 84,00 60,5667 11,05685

Valid N (listwise)

30

Sumber : Data Laporan Keuangan KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo Diolah

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa rata-rata rasio efisiensi pengendalian biaya yang dicapai pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo pada tahun 2010 adalah sebesar 60,57%. Realisasi rasio efisiensi pengendalian biaya tertinggi atau yang paling efisien adalah 36,00% yang dicapai oleh KPRI Subur Jaya, sedangkan rasio efisiensi pengendalian biaya terendah atau yang paling tidak efisien sebesar 84,00% yang dimiliki oleh KPRI Sehat Sumberasih. Sebagian dari seluruh sampel yang diambil oleh peneliti, tidak semuanya memiliki tingkat efiensi pengendalian biaya yang efektif.

Dari 30 buah sampel KPRI yang diambil di Kabupaten/Kota Probolinggo pada tahun 2010 yang digunakan oleh peneliti sebanyak 5 buah KPRI dari total sampel memiliki kriteria tidak efisien karena melebihi standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Koperasi sebesar 65%, sedangkan sisanya sebanyak 25 buah KPRI dari total sampel memiliki tingkat efisiensi pengendalian biaya yang cukup baik.

Perputaran Modal KerjaPerputaran modal kerja merupakan hubungan

banyaknya penjualan dalam suatu periode dengan modal kerja yang ada. Semakin pendek periode perputaran, berarti semakin cepat modal kerja yang berputar.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di dapat data perputaran modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo, sebagaimana Tabel berikut ini:

Page 29: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Tabel 3. Rata-rata Tingkat Perputaran Modal Kerja

N Min. Max. MeanStd.

Deviation

X2 30 2,81 4,85 4,0303 ,56405

Valid N (listwise)

30

Sumber : Data Laporan Keuangan KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo Diolah

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa rata-rata perputaran modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 pada kriteria efisien. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perputaran modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo berada di atas standar yang telah ditetapkan oleh Dep.Kop. PK&M tahun 2002 yaitu minimal sebesar 4 kali.

Rata-rata perputaran modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 adalah 4,03 kali, hal ini menunjukkan bahwa dalam satu tahun modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo berputar 4,03 kali.

Perputaran modal kerja tertinggi terdapat pada KPRI Gala Windu yaitu sebesar 4,85 kali. Sedangkan perputaran modal kerja terendah terjadi pada KPRI Bayuangga yaitu sebesar 2,81 kali yang berarti bahwa dalam satu tahun modal kerja pada KPRI tersebut hanya berputar 2,81 kali. Hal ini mengindikasikan adanya variasi tingkat perputaran modal kerja yang cukup besar di KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010.

Rentabilitas EkonomiRentabilitas ekonomi sering digunakan untuk

mengukur efisiensi penggunaan modal suatu koperasi, maka modal yang dipakai dalam rentabilitas ekonomi hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan.

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data rentabilitas ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 sebagaimana Tabel berikut ini:

Tabel 4. Rata-rata Tingkat Rentabilitas Ekonomi

N Min. Max. MeanStd.

DeviationY 30 3,51 28,91 16,2267 5,96151Valid N (listwise)

30

Sumber : Data Laporan Keuangan KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo Diolah

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa dari sejumlah sampel yang diambil rata-rata rentabilitas ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 adalah pada kriteria efisien. Hal ini menunjukkan bahwa rentabilitas ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo berada di atas standar yang telah ditetapkan oleh Dep.Kop. PK&M tahun 2002 yaitu rentabilitas ekonomi lebih dari 14% dengan kriteria Sangat Efisien, antara 10% – 14% dengan kriteria Efisien dan kurang dari 10% dengan kriteria Tidak Efisien.

Rata-rata rentabilitas ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 adalah 16,23% dengan kriteria sangat efisien, hal ini menunjukkan bahwa tiap Rp 100,00 modal usaha yang dikelola KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo mampu menghasilkan SHU sebesar 16,23% atau Rp 16,23 tiap tahun. Rentabilitas ekonomi tertinggi pada KPRI Rutan yaitu sebesar 28,91%, hal ini menunjukkan bahwa tiap Rp 100,00 modal usaha yang dikelola KPRI Rutan tersebut mampu menghasilkan SHU sebesar Rp 28,91 tiap tahun, sedangkan rentabilitas ekonomi terendah pada KPRI Sehat Sumberasih yaitu sebesar 3,51% yang berarti setiap Rp 100,00 modal usaha yang dikelola oleh KPRI Bina Sehat Sumberasih tersebut mampu menghasilkan SHU sebesar Rp 3,51 tiap tahun.

Dilihat dari besarnya rata-rata tingkat Rentabilitas Ekonomi yang dimiliki oleh KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010, berarti masih terdapat KPRI yang memiliki tingkat Rentabilitas Ekonomi dibawah standar yang ditetapkan oleh Dinas Koperasi, selain itu KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo juga memiliki tingkat variasi rentabilitas ekonomi yang bermacam-macam.

Analisis Data

Analisis Regresi Berganda

Regresi berganda berguna untuk meramalkan pengaruh dua variabel independen atau lebih terhadap satu variabel dependen atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara dua variabel independen (X) atau lebih dengan sebuah variabel dependen (Y) (Umar, 2003:241). Hasil dari analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:

Tabel 5. Hasil Analisis Regresi BergandaVariabel Koefisien Fhitung Sig. R R2 Adjusted

29

Page 30: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

RegresiR2

Konstanta 21,598

49,021 0,000 0,885 0,784 0,768

Efisiensi Pengendalian Biaya (X1)

–0,333

Perputaran Modal Kerja (X2)

3,677

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Tabel 5 tersebut hasil analisis regresi berganda yang diperoleh melalui program SPSS versi 12 didapatkan suatu persamaan regresi yaitu Y = 21,598 – 0,333X1 + 3,677X2. Bentuk persamaan regresi di atas memiliki makna sebagai berikut:1) Konstanta a = 21,598

Nilai konstanta ini memberi pengertian bahwa jika variabel independen (efisiensi pengendalian biaya dan perputaran modal kerja) bernilai nol, maka rentabilitas ekonomi bernilai sebesar 21,598.2) Koefisien regresi X1 (Efisiensi Pengendalian

Biaya) = –0,333 Koefisien ini memberi pengertian bahwa jika

ada kenaikan satu satuan efisiensi pengendalian biaya akan diikuti dengan penurunan rentabilitas ekonomi sebesar –0,333 dan variabel independen lainnya dianggap konstan.3) Koefisien X2 (Perputaran Modal Kerja) = 3,677

Koefisien ini memberi pengertian bahwa apabila ada kenaikan satu satuan tingkat perputaran modal kerja akan diikuti dengan kenaikan rentabilitas ekonomi sebesar 3,677 dan variabel independen lainnya dianggap konstan.Uji Hipotesisa. Uji Simultan (Uji F)

Uji simultan dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yaitu efisiensi pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu rentabilitas ekonomi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program SPSS v.12 dari tabel ANOVA pada tabel 8 dapat dilihat besarnya probabilitas yang diperoleh dari variabel Efisiensi Pengendalian Biaya dan Tingkat Perputaran Modal Kerja yaitu 0,000 yang berarti angka ini dibawah angka 0,05 berarti 0,000 > 0,05 kesimpulan yang diambil adalah yaitu bahwa efisiensi pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal

kerja secara simultan berpengaruh terhadap Rentabilitas Ekonomi.

Selain itu jika nilai Fhitung dibandingkan dengan Ftabel maka diperoleh Fhitung sebesar 49,021 sedangkan Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% dan derajat kebebasan 2 dan 27 diperoleh Ftabel sebesar 3,354. Jadi Fhitung (49,021) > Ftabel (3,354) dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa efisiensi pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal kerja secara simultan berpengaruh terhadap Rentabilitas Ekonomi.b. Uji Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yaitu antara efisiensi pengendalian biaya terhadap variabel rentabilitas ekonomi dan tingkat perputaran modal kerja terhadap variabel rentabilitas ekonomi, dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap koefisien regresi. Berdasarkan perhitungan SPSS v.12 diperoleh hasil uji t sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji t (Uji Parsial)

Variabel t hitung t tabel Sig. r r2

Efisiensi Pengendalian Biaya (X1)

–5,240 –2,048 0,000 –0,845 0,714

Perputaran Modal Kerja (X2)

2,948 2,048 0,007 0,751 0,564

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Dari Tabel 6. diketahui bahwa nilai signifikasi untuk koefisien regresi X1 (Efisiensi Pengendalian Biaya) adalah 0,000. Signifikan atau tidaknya koefisien regresi dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas, jika probabilitas < 0,05 maka Hi diterima. Dapat dilihat bahwa 0,000 < 0,05 maka Hi diterima. Jika nilai thitung dibandingkan dengan ttabel dapat dilihat hasil perbandingan nilai t hitung untuk X1 (Efisiensi Pengendalian Biaya) antara t hitung dan t tabel dapat disimpulkan bahwa thitung (–5,240) < ttabel (–2,048) sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara efisiensi pengendalian biaya terhadap rentabilitas ekonomi.

Dari tabel 6, diketahui bahwa nilai signifikasi untuk koefisien regresi X2 (Tingkat Perputaran Modal Kerja) adalah 0,007. Signifikan atau tidaknya koefisien regresi dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas, jika probabilitas < 0,05 maka Hi diterima. Dapat dilihat bahwa 0,007 < 0,05 maka Hi diterima. Jika nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel dapat

Page 31: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dilihat hasil perbandingan nilai t hitung untuk X2

(Tingkat Perputaran Modal Kerja antara t hitung dan t tabel

ternyata dapat disimpulkan bahwa t hitung (2,948) > t tabel

(2,048) sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari tingkat perputaran modal kerja terhadap rentabilitas ekonomi. c. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui besarnya persentase variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi dalam variabel independen, maka dicari nilai Adjusted R2. Berdasarkan tabel 8 hasil perhitungan diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,768 Koefisien ini menunjukkan bahwa 76,80% perubahan yang terjadi pada rentabilitas ekonomi dapat dipengaruhi oleh variabel efisiensi pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal kerja, sedangkan sisanya sebesar 23,20% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Selain dicari nilai R2 sebagaimana di atas, perlu juga diketahui koefisien parsialnya untuk mengetahui sumbangan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Pada tabel 6 dengan mengkuadratkan koefisien korelasi parsial maka koefisien determinasi parsial variabel efisiensi pengendalian biaya sebesar 0,714 dan tingkat perputaran modal kerja sebesar 0,564 dapat diketahui. Hal ini mengandung arti bahwa sumbangan masing-masing variabel terhadap rentabilitas ekoomi untuk efisiensi pengendalian biaya sebesar 71,40% sedangkan tingkat perputaran modal kerja sebesar 56,40%.

Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui

normal tidaknya sebaran data, teknik yang

digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov

Goodness of Fit Test, sebagai berikut:Tabel 7. Data Uji Normalitas

One -Sa m ple Kolm ogorov -Sm irnov Te s t

3 0,0 0 0 0

2 ,7 7 0 2 0,0 9 3,0 9 3

-,0 8 8,5 0 7,9 5 9

NMe a nStd . De v ia tio n

No rma l Pa ra me tersa, b

Ab s o lu tePo s i t i v eNe g a ti v e

Mo s t Ex tre meDi ffe re n c e s

Ko lmo g o ro v -Smi rn o v ZAs y mp . Si g . (2 -ta i l e d )

Ab s _ Re s

Te s t d is trib u tio n i s No rma l .a .

Ca lc u la te d fro m d a ta .b .

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai p-value yaitu Asymp.Sig (2-tailed) bernilai 0,959 > 0,05 sehingga disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi normal.

Tampak juga secara visual dalam gambar dibawah ini dengan titik-titik residual mengikuti pola garis lurus, sebagai berikut:

Gambar 1 . Grafik Uji Normalitas

b.. Uji AutokorelasiUji Autokorelasi dilakukan untuk menguji

apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t–1 (sebelumnya) (Ghozali, 2001:61). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya problem autokorelasi pada model regresi dengan menggunakan uji Durbin– Watson (D–W test). Apabila nilai D–W berada di antara –2 sampai dengan +2, berarti tidak ada autokorelasi.

Hasil analisis yang didapatkan melalui perhitungan SPSS v.12 menunjukkan bahwa nilai Durbin–Watson sebesar 1,942 dapat dilihat pada tabel 8, nilai tersebut mendekati angka 2 sebagai sebagai berikut:

31

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

Expe

cted

Cum

Pro

b Dependent Variable: Y

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Page 32: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Tabel 8. Data Uji Autokorelasi

Mo d e l Su m m a ryb

,8 8 5 a ,7 8 4 ,7 6 8 2 ,8 7 0 9 7 1 ,9 4 2Mo d e l1

R R Sq u a reAd j u s te dR Sq u a re

Std . Erro r o fth e Es t i ma te

Du rb i n -W a ts o n

Pre d i c to rs : (Co n s ta n t), X2 , X1a .

De p e n d e n t Va ri a b l e : Yb .

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Hasil uji Durbin–Watson dengan menggunakan SPSS v.12 adalah 1,942 yang berada diantara –2 sampai dengan +2 dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah autokorelasi pada model regresi. c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah antara variabel independent yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna, jika nilai VIF tidak lebih dari 5, maka model tidak terdapat multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas sebagaimana tabel berikut:

Tabel 9. Data Uji Multikolinearitas

Variabel IndependenCollinearity StatisticsTolerance VIF

Efisiensi Pengendalian Biaya (X1) 0,574 1,741Perputaran Modal Kerja (X2) 0,574 1,741

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Dari hasil uji multikolineritas pada tabel 9, dapat diketahui bahwa tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai VIF > 5, artinya asumsi bebas multikolinearitas tidak dilanggar.d. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah kondisi di sebaran varian faktor atau mana (disturbance) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga Z pengganggu makin besar maka sebaran Y makin lebar sempit.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidak ada heteroskedasitas dengan menggunakan uji Rank Spearman yaitu membandingkan antara residual dengan seluruh variabel independen (Ghozali, 2001: 69).

Hasil uji heteroskedastisitas menggunakan SPSS v12 sebagaimana tabel 10, berikut:

Tabel 10. Data Uji Heteroskedastisitas Abs_Res X1 X2

Spearman's Abs_Re Correlation 1,000 –0,162 –0,016

rho  s CoefficientSig. (2-tailed) , 0,392 0,933

    N 30 30 30

Sumber : Data diolah dengan SPSS v.12

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apabila terjadi penyimpangan model karena variance gangguan berbeda antara satu observasi ke observasi lain. Dari hasil uji heteroskedastisitas Tabel 10 diperoleh nilai signifkansi variabel efisiensi pengendalian biaya = 0,392 > 0,05 dan nilai signifkansi variabel perputaran modal kerja = 0,933 > 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai masing-masing variabel signifikan atau lebih besar dibandingkan dengan derajat signifikansi = 5% ( = 0,05), dengan demikian model tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pembahasan

a. Efisiensi Pengendalian Biaya KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo Tahun 2010

Koperasi untuk dapat bertahan dan

berkembang dengan baik perlu memperhatikan

efisiensi biaya dengan cara dapat mengontrol dan

mengelola usaha-usaha yang ada dengan sehemat

mungkin dan tepat sasaran serta dapat

menghindari pemborosan yang mungkin terjadi.

Dari data persentase tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengendalian biaya KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010

sebagian besar dapat dikatakan efisien.

Dibuktikan dengan rata-rata rasio efisiensi

pengendalian biaya yang dicapai pada KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 adalah

sebesar 60,57% yang jika dibandingkan dengan

standar yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi

adalah sebesar 65%. Ini berarti hampir semua

pihak dalam koperasi sudah melakukan dan

melaksanakan pengendalian biaya dengan baik

dan rapi, teratur sesuai dengan rencana. Dengan

pengendalian biaya yang efisien KPRI dapat

Page 33: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

meningkatkan keuntungan dari usaha yang

dilakukannya.

Namun dilain pihak, masih terdapat

beberapa KPRI yang masuk dalam kriteria

pengendalian biaya tidak efisien. Hal ini

menunjukkan bahwa KPRI tersebut belum

mampu mengelola biaya yang digunakan dengan

efisien, selain itu juga standar yang telah

ditetapkan oleh Dinas Koperasi dirasa sudah

kurang relevan lagi dengan keadaan ekonomi

sekarang ini yang mengalami krisis ekonomi

yang berkepanjangan serta turunnya nilai mata

uang atau adanya inflasi dan faktor-faktor lain

yang tidak diteliti yang menyebabkan naiknya

biaya yang dimiliki oleh KPRI.

Tidak efisiennya beberapa KPRI terjadi

karena adanya pembengkakan biaya pada pos-pos

tertentu. Beberapa hal yang perlu dikaji alasan

mengapa KPRI tersebut memiliki pengendalian

biaya yang kurang efisien salah satunya

dikarenakan adanya pembengkakan biaya pada

tingginya biaya administrasi & umum.

Secara garis besar hasil penelitian

menunjukkan bahwa efisiensi pengendalian biaya

berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomi tetapi

secara negatif. Maknanya secara parsial bahwa

jika ada kenaikan satu satuan efisiensi

pengendalian biaya akan diikuti dengan

penurunan rentabilitas ekonomi sebesar –0,333.

Hal ini ditunjukkan dengan sudah

banyaknya KPRI di Kota/Kabupate Probolinggo

tahun 2010 memiliki pengendalian biaya yang

efisien. Penyempurnaan dalam suatu kegiatan

terus dilakukan untuk dapat menekan biaya-biaya

yang dianggap tidak perlu dan kemudian

membandingkan antara hasil yang dicapai dalam

kegiatan tersebut dengan standar yang telah

ditetapkan atau rencana yang sudah dibuat.

Beberapa langkah yang harus dilakukan oleh

koperasi adalah harus dapat mempertahankan hal

tersebut sebaik mungkin, selain itu

penekananpenekanan biaya yang dianggap

kurang perlu harus dilakukan dan tetap

memeriksa dan mengontrol masuk atau keluarnya

dana sehingga, dengan efisiennya biaya pada

koperasi tersebut dapat membantu menaikkan

tingkat rentabilitas ekonomi meskipun kecil

pengaruhnya.

Untuk para anggota meskipun hanya secara

pasif, diharapkan untuk dapat terus mengawasi

dan mengingatkan untuk dapat melakukan

efisiensi biaya agar koperasi tersebut dapat terus

hidup dan berdiri dan memiliki tingkat

rentabilitas ekonomi yang baik.

b. Perputaran Modal Kerja pada KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo Tahun 2010

Secara umum hasil penelitian

menunjukkan bahwa perputaran modal kerja pada

KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010

dalam kriteria efisien karena memiliki tingkat

perputaran yang cukup sesuai standar Dinas

Koperasi.

Rata-rata tingkat perputaran modal kerja di

KPRI Kabupaten/Kota Probolinggo sebesar 4,03

kali, ini menunjukkan bahwa dalam satu tahun

modal kerja pada KPRI Kabupaten/Kota

Probolinggo berputar 4,03 kali. Dengan demikian

selama satu tahun modal kerja yang berputar

dapat kembali selama 89 hari.

33

Page 34: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Perputaran modal kerja ini dapat dikatakan

efektif dikarenakan modal yang digunakan oleh

KPRI sebagian besar dari modal sendiri juga

berasal dari modal pinjaman (pihak ketiga)

Kebijaksanaan ini diambil karena keterbatasan

modal yang dimiliki oleh koperasi. Selain itu

beberapa faktor lain yang mungkin

mempengaruhi tingkat perputaran modal kerja

yaitu, lamanya waktu pengembalian pinjaman

atau piutang dari anggota koperasi, dan

rendahnya perputaran persediaan yang berarti

dibagian penjualan atau toko karena kurangnya

minat untuk membeli barang dari anggota.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa

tingkat perputaran modal kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap rentabilitas ekonomi.

Rasio perputaran modal kerja dicari melalui

perbandingan antara penjualan dengan modal

kerja rata-rata. Semakin cepat perputaran modal

kerja maka akan semakin efisiensi modal kerja

yang ada sehingga dapat diarahkan untuk

mencapai tingkat rentabilitas ekonomi yang

maksimal pula.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh

koperasi untuk dapat

mencapai hal ini adalah mengoptimalkan

semua aspek yang mempengaruhi perputaran

modal kerja tersebut seperti meningkatkan

penjualan, untuk bagian simpan-pinjam

mempermudah syarat, untuk para anggota agar

dapat berpartisipasi secara aktif. Sedangkan dari

segi manajemen administrasi dapat dilakukan

dengan merapikan semua administrasi yang ada.

c. Rentabilitas Ekonomi pada KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010

Rentabilitas merupakan kemampuan

perusahaan menghasilkan keuntungan

dibandingkan dengan modal yang digunakan dan

dinyatakan dalam persen (Riyanto, 2001: 36).

Kondisi rentabilitas ekonomi pada KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 berada

pada standar yang ditetapkan oleh Dep.Kop.

PK&M di atas 16%, rata-rata rentabilitas

ekonomi pada tahun ini adalah sebesar 16,23%

dengan kriteria sangat efisien hal ini

menunjukkan bahwa tiap Rp 100,00 modal usaha

yang dikelola KPRI mampu menghasilkan SHU

sebesar 16,23% atau Rp 16,23 tiap tahun yang

berarti juga bahwa KPRI Kabupaten/Kota

Probolinggo mampu dalam mengelola harta yang

dimiliki secara efisien.

Sehingga sudah selayaknya dalam usaha

untuk menaikkan tingkat rentabilitas ekonomi

guna mencapai efisiensi bagi KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo selayaknya

menggunakan ukuran standar yang telah

ditetapkan oleh Departemen Koperasi dan dengan

mempertimbangkan juga tingkat suku bunga

hutang atau pinjaman yang berlaku untuk periode

berjalan.

d. Pengaruh Efisiensi Pengendalian Biaya

Usaha dan Tingkat Perputaran Modal

Kerja Terhadap Rentabilitas Ekonomi

Berdasarkan uji hipotesis secara simultan

(Uji F) menunjukkan bahwa efisiensi

pengendalian biaya dan tingkat perputaran modal

kerja secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap rentabilitas ekonomi. Dengan demikian

dapat diketahui bahwa efisiensi pengendalian

biaya dan tingkat perputaran modal kerja dapat

Page 35: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

digunakan untuk memprediksi rentabilitas

ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota

Probolinggo dalam upaya meningkatkan SHU

atau profit dan kelangsungan usaha KPRI di masa

datang.

Dari hasil pehitungan dengan

menggunakan program SPSS v.12 diperoleh

persamaan regresi Y = 21,598 – 0,333X1 +

3,677X2 maka diketahui bahwa apabila efisiensi

pengendalian biaya mengalami kenaikan sebesar

satu kali sedangkan variabel lain dianggap

konstan, tetapi akan diikuti penurunan rentabilitas

ekonomi sebesar –0,333. Sedangkan apabila

tingkat perputaran modal kerja mengalami

kenaikan sebesar satu kali dan variabel lain

konstan maka rentabilitas ekonomi akan

meningkat sebesar 3,677 kali.

Berdasarkan hasil Koefisien Determinasi

(Adjuested R2) menunjukkan hasil 0,768 yang

artinya bahwa efisiensi pengendalian biaya dan

tingkat perputaran modal kerja memberikan

pengaruh sebesar 76,80% dan selebihnya 23,20%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Dari hasil persamaan regresi dan Adjusted

R2 diatas dapat digunakan oleh pengurus,

pengawas koperasi, anggota koperasi, atau pihak-

pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk

memprediksi atau memperkirakan koperasi dalam

mencapai rentabilitas ekonomi. Oleh karena itu

kedua variabel tersebut hendaknya juga harus

diperhitungkan dalam upaya meningkatkan

rentabilitas ekonomi pada KPRI Kabupaten/Kota

Probolinggo di samping faktor-faktor lain yang

mempengaruhi.

Secara parsial efisiensi pengendalian biaya

berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomi karena

pengendalian biaya yang dilakukan oleh KPRI

yang ada sebagian besar sudah dapat

dikategorikan efisien, pendapat ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rispandi (2004),

meneliti tentang pengaruh modal kerja terhadap

rentabilitas pada para anggota koperasi karyawan

PT. PLN. Dengan hasil analisis korelasi ini

menyatakan bahwa modal kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap rentabilitas ekonomi

ternyata terbukti. Nilai koefisien determinasi

sebesar 86,67% mengandung pengertian bahwa

rentabilitas ekonomi pada koperasi karyawan

dipengaruhi oleh modal kerja.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan

bahwa meskipun tingkat perputaran modal

kerjanya baik namun jika tidak diimbangi adanya

pegendalian biaya yang baik maka rentabilitas

ekonomi tidak akan meningkat atau tidak akan

tinggi.

Manajemen KPRI lebih memperhatikan

pengelolaan modal kerja dengan baik. Modal

kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang

cukup agar koperasi dapat berperasi dengan

seekonomis mungkin dan perusahaan tidak

mengalami kesulitan ketika timbul krisis atau

kekacauan keuangan. Manajemen juga

memperhatikan bahwa tidak selamanya modal

kerja harus tersedia dalam jumlah yang

berlebihan karena menunjukkan dana yang tidak

produktif.

Manajemen KPRI harus dapat secara efisien

untuk mengelola biaya usaha sehingga SHU

dapat dicapai secara optimal. Salah satu cara

35

Page 36: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

yaitu dengan mengontrol dan mengelola biaya

yang ada dengan sehemat mungkin dan tepat

sasaran serta dapat menghindari pemborosan

yang mungkin terjadi. Selain itu manajemen

dalam mengimbangi biaya tenaga kerja maka

efisiensi biaya perlu ditingkatkan antara lain

dengan memacu produktivitas kerja dan

mendorong karyawan bisa kreatif dan inovatif

untuk menghasilkan produk mauoun jasa yang

unggul.

Untuk dapat meniningkatkan rentabilitasnya

terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan

melalui pengelolaan modal yang baik dan

digunakan dalam kegiatan operasional koeprasi,

selain itu perusahaan dapat melakukan beberapa

cara di bawah ini:

1) Dengan menambah biaya usaha sampai tingkat

tertentu.

2) Dengan mengurangi pendapatan dari penjualan

sampai tingkat tertentu.

KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Efisiensi pengendalian biaya dan tingkat

perputaran modal kerja pada KPRI

Kabupaten/Kota Probolinggo tahun 2010 rata-

rata dalam kategori efisien dan secara umum

dapat dikatakan cukup tinggi, sedangkan

rentabilitas ekonomi dengan rata-rata

mencapai 16,23% dalam kategori sangat

efisien sesuai dengan standar Dep.Kop.

PK&M tahun 2002.

2. Berdasarkan analisis regresi berganda dapat

diketahui bahwa secara simultan efisiensi

pengendalian biaya dan tingkat perputaran

modal kerja berpengaruh signifikan terhadap

rentabilitas ekonomi. Besarnya pengaruh

tersebut yaitu sebesar 76,80% (adjusted R2)

dan sisanya 23,20% dipengaruhi oleh faktor

lain yang tidak diteliti.

3. Efisiensi pengendalian biaya dan tingkat

perputaran modal kerja juga berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap rentabilitas

ekonomi. Efisiensi pengendalian biaya

berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomi

sebesar 71,40% dan besarnya pengaruh tingkat

perputaran modal kerja terhadap rentabilitas

ekonomi adalah 56,40%.

Saran

Dengan mengetahui adanya pengaruh

antara efisiensi pengendalian biaya dan

perputaran modal kerja terhadap rentabilitas

ekonomi, baik secara simultan maupun secara

parsial, peneliti memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Pihak manajemen KPRI Kabupaten/Kota

Probolinggo diharapkan dapat meningkatkan

efisiensi pengendalian biaya dengan mengelola

biaya secara efektif, sehingga SHU yang

diterima dapat lebih besar dan rentabilitas

ekonomi juga tinggi.

2. Untuk dapat menaikkan tingkat perputaran

modal kerja pihak manajemen lebih

mengoptimalkan hal yang sudah ada, seperti

mempermudah syarat kredit, memilih orang

yang akan mengambil kredit untuk

Page 37: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

mengurangi resiko, dan sebagainya sehingga

dapat meningkatkan SHU dan rentabilitas

ekonomi.

3. Bagi peneliti lanjutan, perlu adanya penelitian

lanjutan yang mengungkap faktor-faktor lain

yang mempengaruhi rentabilitas selain

efisiensi pengendalian biaya dan tingkat

perbutaran modal kerja.

Daftar Rujukan

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Penedekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Atmaja, Lukas Setia. 1997. Memahami Statistik Bisnis. Penerbit Anda. Yogyakarta.

Baridwan, Zaki. 2000. Intermediate Accounting. BPFE. Yogyakarta.

Campbell, Wilson. 1999. Controllership. Erlangga. Jakarta.

Dep. Kop. PK & M. 2002. Formulir dan Petunjuk Pembinaan Koperasi Per Triwulan dan Tahunan. Jakarta: Dirjen Koperasi.

________________, Undang-Undang Perkope- rasian No. 25 Tahun 1992. Aneka Ilmu. Semarang.

Ducker, Peter. F. 1995. Mengelola Untuk Mencapai Hasil. Erlangga. Jakarta.

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Universitas Diponegoro. Semarang.

Gitosudarmo, Indriyo.2000. Manajemen Keuangan. BPFE. Yogyakarta.

Gujarati. Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Cetakan Pertama. Terjemahan Sumaro Zain. Penerbit erlangga. Jakarta.

Harahap, Safri Sofyan. 200. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Jakarta.

Mardiasmo. 1994. Akuntansi Biaya Suatu Pendekatan Manajerial. Erlangga. Jakarta.

Morine. 2008. 100 Teknik Meningkatkan Laba. Pustaka Binaman Presindo. Jakrata.

Mowen & Hansen. 2004. Manajemen Accounting. Salemba Empat. Jakarta.

Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Bagian Peneliti STIE YKPN. Yogyakarta.

Munandar. 2000. Budgeting, Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. BPFE. Yogyakarta.

Munawir. 2001. Analisis Laporan Keuangan. Transito. Bandung.

Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi. Jakarta.

Ravianto, J. 2000. Manajemen Biaya Pengendalian dan Reduksi Biaya. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. Jakarta.

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaa Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.

Santoso, Singgih. 2001. Latihan SPSS Statistik Parametrik. Edisi Pertama. Setakan

37

Page 38: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

Kedua. PT Elek Media Komputindo. Jakarta.

Sriyadi. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi Perusahaan Modern. IKIP Semarang Press. Semarang.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor.

Sumarsono. 2004. Metode Penelitian Akuntansi: Beserta Contoh Interpretasi Hasil Pengolahan Data. FE UPN Veteran. Surabaya.

Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Ekonometrika Pengantar. BPFE. Jogyakarta.

Supriyono. 2006. Akuntansi Biaya Perencanaan

dan Pengendaliam Biaya Serta Pembuatan Keputusan. BPFE. Yogyakarta.

Sutrisno, Rich M., Kusriyanto. 204. Teknik Mengendalikan Biaya. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus.1989. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 39: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

IDENTITAS PENULIS

Nama : Elok Dwi Vidiyastutik, S.E., M.Ak.NIDN : 0712088501Perguruan Tinggi : Universitas Panca Marga ProbolinggoAlamat : Jl. Yos Sudarso Pabean Dringu Probolinggo 67271Telp./Faks. : (0335) 422715 / (0335) 427923

39

Page 40: Deskripsi Obyek Penelitian - Fakultas Ekonomife.upm.ac.id/.../2014/06/Jurnal_Vol_1_All_ECOBUS.docx · Web viewBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka