dermatitis atopik
DESCRIPTION
DERMATITIS ATOPIK.TRANSCRIPT
DERMATITIS ATOPIK.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian
luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia,
cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan.
Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum
dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–
kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya
kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu.
Kulit membungkus seluruh bagian luar tubuh, sehingga kulit gampang terjangkit
penyakit. Salah satu penyakit kulit adalah dermatitis atopic (DA)
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak
<5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30
tahun terakhir.
Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,
seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan
bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan
pengumpulan data.
1
1.2. TUJUAN
1. Membahas mekanisme terjadinya keluhan seperti pada skenario
2. Mengidentifikasi pasien pada skenario
3. Membahas diagnosa diferensial pada skenario
4. Menegakkan diagnosa pasien pada skenario
5. Membahas penyakit sebagai diagnosa pasien pada scenario
1.3. MANFAAT
1. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme terjadinya keluhan seperti pada
scenario
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pasien pada scenario
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa banding keluhan pada scenario
4. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa penyakit pasien pada scenario
5. Mahasiswa dapat menjelaskan penyakit sebagai diagnosa pasien pada skenario
2
BAB II
PEMBAHASAN SKENARIO
2.1. SKENARIO
Seorang ibu muda datang ke poli kulit RSUP dengan membawa anaknya yang berumur
7 tahun dengan keluhan sejak 2 hari ini mengeluh gatal disekitar lipatan siku dan
lututnya. Ibu pasien menceritakan bahwa gatal yang dirasakan anaknya sampai
mengganggu tidurnya sehingga pasien sering menggaruk bagian yang dirasakan gatal
tersebut akibatnya tampak kemerahan pada bekas garukan. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa anaknya memiliki riwayat alergi udang dan telur, sedangkan ibu pasien
memiliki riwayat asma sejak kecil.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan ujud kelainan kulitnya berupa makula eritema,
papula, eksoriasi dan likenifikasi pada lipatan paha sedangkan pada lipatan siku
ditemukan makula eritema, papul, dan sedikit skuama. Dan dari tanda vital dalam batas
normal.
2.2. STATUS PASIEN
anak yang berumur 7 tahun
KU: Gatal sejak 2 hari ini
gatal disekitar lipatan siku dan lututnya
gatal yang dirasakan sampai mengganggu tidurnya
tampak kemerahan pada bekas garukan
memiliki riwayat alergi udang dan telur
RPK: ibu pasien memiliki riwayat asma sejak kecil
PF: ditemukan ujud kelainan kulitnya berupa makula eritema, papula, eksoriasi
dan likenifikasi pada lipatan paha sedangkan pada lipatan siku ditemukan
makula eritema, papul, dan sedikit skuama
V.S: dalam batas normal
3
2.3. PERMASALAHAN SKENARIO
1. Kenapa pasien mengeluh gatal? Dan Kenapa pada pemeriksaan fisik ditemukan
ujud kelainan kulit berupa macula eritema, papula, ekskoriasi dan likenifikasi pada
lipatan paha dan macula eritema, papul, dan sedikit skuama pada lipatan siku?
Pada pasien diketahui memiliki riwayat alergi. Mekanisme munculnya gejala alergi
diperantarai oleh reaksi hipersensitifitas tipe 1. Dimana patofisiologi reaksi
hipersensitifitas tipe 1 melibatkan Ig-E dan sel mast yang berguna untuk
membasmi allergen. Munculnya Ig-E dan sel mast menyebabkan pengeluaran
mediator-mediator alergi salah satunya histamine yang menyebabkan reseptor gatal
di kulit menjadi aktif. Jadi pada pasien ini gejala gatal muncul dikarenakan reaksi
hipersensitifitas tipe 1 yang melibatkan sel mast dan menghasilkan histamine yang
akan menimbulkan gatal-gatal.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik muncul beberapa gejala, dikarenakan sel
mast yang berdeganuralisasi tidak hanya memunculkan histamine tetapi
menghasilkan mediator lain seperti protease, prostaglandin,sitokin, asam
arakhidonat, dimana beberapa mediator – mediator ini mengakibatkan manifestasi
kelainan pada kulit.
2. Bagaimana Hubungan Riwayat astma pada ibu dengan keluhan pasien?
Riwayat ashma pada ibu berhubungan secara genetic pada munculnya keluhan. Ini
dikarenakan sifat-sifat penyakit ashma akan diturunkan ke anaknya. Tetapi di
scenario tidak pernah disebutkan saat pajanan allergen, pasien mengalami keluhan
sesak nafas sebagai maniestasi dari asma.
3. Hubungan riwayat alergi udang dan telur dengan keluhan pasien?
Udang dan telur merupakan etiologi yang berperan sebagai allergen karena
memiliki protein bermolekul besar. Sehingga udang dan telur ini mengaktifkan
sifat hipersensitifitas tipe 1 yang akhirnya memunculkan gejala.
4
2.4. DIAGNOSA DIFERENSIAL
2.4.1. Dermatitis Atopik
a. Definisi
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
penderita atau keluarganya.
b. Gambaran Klinis
DA pada anak (2 – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de
novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama,
erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih
dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.
c. Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan
Rajka telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok
kerja Inggris di koordinasi oleh William (1994).
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor.
1) Kriteria Mayor
Pruritus
Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
Dermatitis kronis atau residif
Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
2) Kriteria Minor
Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
5
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermatografism dan delayed blanched response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat dan eritema
Gatal bila berkeringat
Intolerans perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau
emosi
Tes alergi kulit tipe dadakan positif
Kadar IgE dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
2.4.2. Dermatitis Kontak Alergi
a. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi
b. Gejala
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut
dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin jugga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan
kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
6
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya
konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan
adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya
papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular.
Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan
mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula
lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan
distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang
terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang
dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream,
sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada
kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh.
c. Diagnosis
Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat dan pemeriksan
klinis yang teliti.Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi
numularis disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan
papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memeakai
kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari logam(nikel).
Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan
yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah
dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik,
psoriasis).
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalissasssi
dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan
penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan
oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan hendaknya
dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
7
Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen atau
senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang
mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada
sekitar ppaparan tehadap alergen yan gumum. Untuk mengidentifikasi agen
penyebab mungkin diperlukan kerja mirip detektif yang baik.
2.4.3. Skabies
a. Definisi
Scabies adalah penyakit kulit yang di sebabkan oleh infeksi dan sensitisasi
terhadap sarcoptes scabiei var,hominis dan produknya.
b. Gejala Klinis dan Diagnosis
Ada 4 tanda cardinal:
1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang di sebabkan karna
aktifitas tunggau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab.
2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalm sebuah perkampungan yang padat peduduknya
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan di serang oleh tunggau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tunggau, tetapi
tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat seabagai pembawa
( carrir ).
3) Adanya trowongan ( kunik kulus ) pada tempat – tempat predileksi yang
berwarna putih atau ke abu abuan berbentuk garis lurus atau berkelok
pajangnya 1 cm, pada ujung trowongan itu di temukan papul atau
vesikel. Jikan itu timbul infeksi skunder ruam kulitnya menjadi folimor
( pustu, exkoriasi, dan lain lain ). Tempat predsilepsi biasanya
merupakan tempat dengan stratum kornium yang tipis karena , yaitu :
sela sela jari tangga pergelangan tangga bagian vola,siku bagian
luar,lipat ketiak bagian depat, ariola mamae ( wanta ), umbilicus,
8
bokong, genetalia eksterna ( pria ), dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyarang telapak tanagn dan telapak kaki.
4) Menemukan tunggau , merupakan hal yang paling diagnostic . dapat
ditemukan 1 atau lebih stadium tunggau ini.
Diagnose dapat di buat dengan menemukan 2 dari empat tanda cardinal
tersebut.
2.4.4. Psoriasis
a. Definisi
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomen tetesan
lilin, auspitz dan kobner.
b. Gejala Klinis
Gatal ringan
Bercak bercakl eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di
atasnya
Skuama berlapis lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta
transparan
Besar kelainan bervariasi: lentikular, lumular atau plakat, dapat
berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagaian besar lentikular
disebut psiorasis gutata, pada anak anak dan dewasa muda terjadi
setalah infeksi akut dan striptokokus.
Terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner (isomorfik).
Kedua fenomena ini disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan
yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% positif dan didapat
pula pada penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka palana
juvenilis.
c. Bentuk Klinis
Pada psiorasis terdapat berbagai bentuk klinis.
Psiorasis vulgaris
9
Psiorasis gutata
Psiorasis inversa
Psiorasis eksudativa
Psiorasis seboroik (seboriasis)
Psiorasis pustulosa
Eritroderma psoriatic
2.5. DIAGNOSA SKENARIO
Dari penjelasan-penjelasan tentang diagnosa diferensial di atas,diagnosa pada skenario
adalah DERMATITIS ATOPIK.
10
BAB III
PEMBAHASAN DIAGNOSA SKENARIO
3.1. DERMATITIS ATOPIK
A. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya.
Dermatitis atopik atau eksema adalah peradangan kronik kulit yang kering
dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak-kanak. Eksema dapat
menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur.
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi
sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul
hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari
eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema
hingga dewasa.
Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan
penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai
kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari
yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis
atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi
antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema
atopik, eksema dermatitis, prurigo Besnier, dan neurodermatitis.
B. Epidemiologi
DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari
seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu
orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai
usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat
sampai 75 persen.
11
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada
anak <5 tahun sebesar 3,1% dan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10%
pada 20-30 tahun terakhir.
Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan,
seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada
dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan
pengumpulan data.
C. Etiologi dan Patogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,
lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah
melalui reaksi imunologik.
Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat
besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit
alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31 – 33
karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM – CSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh
sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan
penting.
Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi
gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen
kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun
rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai
efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik DA.
Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di
dalamkompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun
yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan
sel mas.
Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan,
autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan
12
kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses :
ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di
membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui
reseptor FcεRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcεRI,
menyebabkan degranulasi sel mas dan akankeluar histamin dan faktor
kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat
(immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan
nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE,
sel Langerhans (melalui reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein),
kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC
II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang
mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan
terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan
perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan
sitokin IFN-γ, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi
IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh
sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi
mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga
respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada
pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.Selain dengan SL
dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang terdapat pada
sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel
basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin
pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya
peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa
rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada
DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN-γ yang
merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar
IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi.
Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan
GM-CSF mampumenginduksi sel basal untuk berproliferasi
13
menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T
menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan
IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel
B.
Respons sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
o Sintesis IgE meningkat.
o IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
o Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
o Respons hipersensitivitas lambat terganggu
o Eosinofilia
o Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
o Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun
o Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
o Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai
peningkatan IL-13 dan PGE2
Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga
terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water
loss meningkat, skincapacitance (kemampuan stratum korneum
meningkatkan air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang
rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk
menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga
memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui
kulit dengan segala akibat-akibatnya.
Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap remeh.
Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia<5 tahun. Jenis
makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya
susu dan telur, sedangkan pada dewasa seafood dan kacang-kacangan.
14
Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen
hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat
menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik
terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan
langsung dengan tingkat keparahan DA.
Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA,
suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara
tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA.
Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang
kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres
akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur
imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal.
Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya
mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik,
pemutih, pengawet) memasuki kulit.
D. Faktor-faktor Pencetus
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan
alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian
uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa
penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu
masih diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan
tersebut untuk menentukan kepastiannya.
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau
lewat inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu
rumah (TDR), dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita
15
DA mengandung IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya
42% pada penderita asma di Amerika Serikat. Perlu juga diperhatikan
bahwa DA juga bisa diakibatkan oleh alergen hirup lainnya seperti bulu
binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4
musim.
Infeksi kulit
Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit
oleh kuman umumnya Staphylococcus aureus, virus dan jamur.
Stafilokokus dapat ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah
koloni bisa mencapai 107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat
infeksi kuman Stafilokokus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja
sebagai superantigen,mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang
selanjutnya melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan
disertai infeksi harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman
stafilokokus dan steroid topikal.
E. Gambaran Klinis
Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan – 2 tahun), DA anak (2 – 10
tahun) dan DA pada remaja dan dewasa.
DA infantil (2 bulan – 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan
kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema,
papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan
akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan
tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa ditemukan
didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah
2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
DA pada anak (2 – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de
novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit
16
skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat
yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.
DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi,
sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat
misalnya pada bibir (kering, pecah,bersisik), vulva, puting susu atau
skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama.
Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya
menjadi hiperpigmentasi.
Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama
dirasakan padamalam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus
masih belum jelas. Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas
bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. Disangkakan sel peradangan,
ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan
kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan konsentrasi rendah
serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus.
F. Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan Rajka
telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris
di koordinasi oleh William (1994).
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap
individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor
tersebut.
17
o Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen, pemutih, dll)
o menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban
tinggi.
o Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak
keringat.
o Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
mencetuskan DA.
o Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen
infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan
berbulu.
o Menghindarkan stres emosi.
o Mengobati rasa gatal/ menghindari trauma garukan.
Pengobatan
1) Pengobatan Topikal
o Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih
impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai
jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea
10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa
kali sehari, setelah mandi.
o Kortikosteroid topical
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA,
tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup
banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi,
daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid
potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila
aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid
diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
18
o Imunomodulator topical
Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan
dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15
tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan
jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali
rasa terbakar setempat.
Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu
imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya
sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang
dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan
dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
Preparat ter
Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada
kulit. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik misalnya
mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau
crudecoaltar 1% - 5%.
Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena
berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.
Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1
minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi
pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek
samping sedatif.
2) Pengobatan Sistemik
o Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut.
Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-
seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
19
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba
dihentikan akan timbul rebound phenomen.
o Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti
histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-
penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang
mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada
penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada
kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x
sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade
reseptor histamin H1 dan H2.
o Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya
peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat
diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada
infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10
hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
o Interferon
IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi
dan proliferasi sel TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan
menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan
jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
o Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T
akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang
akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin
ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat,
bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali.
Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum
dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.
20
Terapi Sinar (phototherapy).
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau
kombinasi ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik
daripada ultra violet B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil
sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif dengan cara
memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit.
H. Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
DA yang luas pada anak.
Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
Awitan (onset) DA pada usia muda.
Anak tunggal.
Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi
asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk
mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan tentang diagnosa diferensial di atas, diagnosa pada
skenario adalah DERMATITIS ATOPIK.
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya.
Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan – 2 tahun), DA anak (2 – 10 tahun)
dan DA pada remaja dan dewasa.
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria
minor.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan: penatalaksanaan umum, pengobatan, dan
terapi sinar.
22
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, A. dkk. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Adhi. DjuandaProf. Dr. dr. dkk. 1987. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI
Anonymous. 2009. Dermatitis Atopik.
http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/dermatitis-atopik/ . Diakses
tanggal 1 Desember 2012
Anonymous. 2010. Dermatitis Kontak Alergi.
http://ismirayanti.blogspot.com/2010/10/dermatitis-kontak-alergi.html. Diakses tanggal
1 Desember 2012
Anonymous. 2012. Fisiologi Kulit.
http://www.psychologymania.com/2012/10/fisiologi-kulit-manusia.html. Diakses
tanggal 1 Desember 2012
Anonymous. 2012. Anatomi Fisiologi Kulit. http://www.anneahira.com/anatomi-
fisiologi-kulit.html. Diakses tanggal 1 Desember 2012
23