departemen kehutanan badan penelitian dan …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan...

22
DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN • • t '. : .. . . '. I. .. . .. " .. ... .. .

Upload: others

Post on 29-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

• • t '.

: .. . .

'. • I. • •

.. . .. " .. ... .. .

Page 2: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN Kampus Balitbang Kehutanan JI. Gunung Batu Nomor 5, PO BOX 331, Bogor 16610 Telepon (0251) 631238; Fax. (0251) 7520005 E-mail : [email protected]

Page 3: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Pendahuluan

Tana man kayu putin (Me/a/euca caJuputl subsp. cqfuputi atau dalam literatur

lama sering juga disebut dengan Metaleuca Jeucadendron {Doran and

Turnbull 1997)) merupakan tanaman asli Indonesia yang cukup penting

bagi industri m inyak atsiri. Minyak kayu putih mengandung 1,8 cineote, yang

merupakan salah satu jeni~ monoterpenes dari jenis monocyctic, dalam jumlah

besar {15-60 96) yang mempunyai fungsi pengobatan (Turnbull 1986, Boland

et at. 1991). Disamping itu juga mengandung sesqwpentene atconots gtobutot,

vir idif/orotdan spatnLJ/enot sebagai minyak esensial utama (Brophy and Doran 1996)

Berdasarkan sebaran alaminya, jenis ini dibagi menjadi tiga subspecies, yaitu :

1). subsp. caJuputi Powell tumbuh di bagian barat daya Australia dan Indonesia

bagian timur (Kepulauan Maluku dan Timar), 2). subsp. cumingiana Barlow tumbuh

di bagian barat Indonesia (sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan bagian selatan),

Malaysia, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dan 3). Subsp. platyphylla Barlow tumbuh

di bagian utara Queensland/ Australia, bagian barat laut Papua New Guinea, bagian

selatan lrian Jay a, Kep. Aru dan Kep. Tanimbar (craven dan Barlow 1997). Seba ran

alam jenis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

A M~)lfPllii

• !M"-"lft!pm/' c Jlrtl/:jft(pllii

GamtxJr I. Persebaran a/am Melaleuca cajuputi

.,-

Minyak kayu putih umumnya mengandungt,8-cineo/e (3%-6096), dan sesquiterpene

atconots gtobU/ot (trace-9%), viridiflorol (trace-16%) and spatnutenot (trace-30%).

Komponen lain yang dikandung dalam jumlah kecil adalah limonene (trace-5%),

-caryopny11ene (trace-4%), numU/ene (trace-2%), viridiflorene (0.5%-9%), -terpineot

(1%-8%), - dan -selinene (masing masing 0%-3%) dan caryopnyllene oxide (trace-7%).

Rendemen minyak bervariasi dari 0.4% sampai 1.2% (w;w %, berat basah).

Pendahu!uan

Page 4: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Subspecies cajuputi adalah penghasil minyak kayuputih dengan kadar 1,8 cineole dan

rendemen yang tinggi, sedang subspecies lainnya yaitu cumingiana and p/atyphyl!a,

menghasilkan minyak dengan kadar cineole rendah. Di daerah Kalimantan Selatan

dan sumatera Selatan subspecies cumingiana dikenal sebagai gelam dan kayunya

banyak digunakan untuk keperluan bangunan.

lndustri minyak kayuputih di Indonesia tumbuh dari dua sumber bahan baku utama,

yaitu tegakan alam Me/a/euca cajuputi subsp. cajuputi di Kep. Maluku, yaitu di pulau­

pulau Ambon, Buru dan seram, dan tanaman kayuputih di Jawa. Tanaman kayuputih

di Jawa mulai ditanam sejak tahun 1926 menggunakan benih dari P. Buru. Hingga kini

luas tanaman tersebut telah mencapai lebih dari 18,000 ha yang sebagian besar

bearada di wilayah Perum Perhutani. sentra industri minyak kayu putih milik Perum

Perhutani kini tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan produksi

tahunan mencapai 300 ton. Angka ini adalah separuh dari perkiraan total produksi

seluruh dunia. Sebelum devaluasi rupiah, nilai produksi tahunan tersebut adalah

setara dengan US$ 3 juta (nilai tukar tahun 1997). Di Kepulauan Ambon, menurut

keterangan pengusaha penyulingan minyak kayu putih, produksi tahunan mencapai

90 ton dengan bahan baku dari tegakan a lam (Gunn et al. 1997).

Peremajaan tanaman lama, dan penanaman untuk perluasan areal terus dilakukan

di sentra tanaman kayuputih dengan menggunakan benih dari pohon benih yang

ada di areal tanaman tersebut. Karena mutu genetik sumber benih tersebut

rendah, maka produktivitas tanaman yang dihasilkannyajuga rendah dan akibatnya

produksi minyak kayuputih juga rendah. Dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti

sekarang ini, upaya untuk meningkatkan produktivitas minyak kayuputih menjadi

terasa lebih penting lagi, karena kebutuhan minyak kayuputih dalam negeri belum

dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun

di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan minyak kayu putih/

industri farmasi kebutuhan minyak kayu putih dalam negeri mencapai 1500 ton

per tahun. sementara itu suplai tahunannya hanya sebesar 400 ton. Kekurangan

sebesar lebih dari 1000 ton diperoleh dari import minyak ekaliptus dari China. Minyak

ekaliptus memang mempunyai kandungan 1,8 cineo/e yang tinggi > 70% (Boland et

a/1991).

Mengingat peran penting minyak kayuputih bagi industri farmasi di Indonesia dan

akibat semakin menurunnya produktivitas tegakan kayuputih, sejak tahun 1995

program pemuliaan tanaman kayuputih mulai dilaksanakan. Program pemuliaan

M. cajuputi subsp cajuputi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman

kayu putih melalui seleksi untuk mencari individu atau famili pohon dengan kadar

1,8 cineo/e dan rendemen tinggi.

lndustri Minyak Kayu Putlh

Page 5: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

strategi Pemunaan

2.1 Pembangunan populasi dasar/populasi breeding Mela/euca cajuputi di Jawa

2.1.1 Eksptorasi benih M. cajuputi

Eskplorasi benin atau koleksi benin M. cajuputi merupakan langkan awal dalam

membangun populasi dasar di Jawa. Kegiatan koleksi benin tersebut dilaksanakan

di sebaran alam M. cajuputi di Kepulauan Maluku dan tegakan tan am an M. cajuputi di

Jawa. Dari nasil k(lleksi benih tersebut dipero1en benin dari ponon induk-ponon induk

yang baik untuk dijadikan materi dalam pembangunan populasi dasar.

2.1.2 Kebun benih ujl keturunan M. ca)uputi sl<ala min r

Kebun benih bersakala minor merupakan kebun benih yang ditujukan untuk

mengnasilkan benih unggul selain itu kebun benih tersebut juga ditujukarT sebagai

pengnasil materi (klon yang terbaik dari Sifat pertumbuhan, kadar cineo/e dan

rendemen minyak) untuk membangun kebun benih bersakala produksi. Kebun bef1ih

ini dibangun di Paliyan Gunungkidul-D.I. Yogyakarta dengan menggunakart mater i

benih dari 20 famili !dang berasal dari 11 sumber benih (provenansi). Rancangan uji

ini menggunakan RCBD'aengan 10 ulangan,jumlah plot 10 ponon oerbentuk linier, dan

Page 6: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

~if . . J . J

' l I> .... ' ...

Dalam perkembangannya kebun benih

Gundih tidak dapat difungsikan sebagai

pot uji keturunan karena kerusakan

tanaman. Sebagai gantinya dibangun

kebun uji keturunan di Cepu (denganjumlah

famili yang lebih kecil). Materi benih yang

digunakan adalah 97 famili dimana 82 famili

berasal dari 6 sumber benih (provenansi)

dan 15 famili lainnya berasal dari 15 klon dari

\ 15 famili terbaik dari kebun benih minor.

Rancangan uji ini menggunakan RCBD

dengan 4 ulangan, jumlah plot 6 pohon

berbentuk empat persegi panjang (3 x 2),

dan jarak tanam 2 meter searah kolom

dan 3 meter antar baris.

2.1.4 Kebun benih uji keturunan generasi kedua

Pembangunan kebun benih ini ditujukan

untuk lebih meningkatkan kualitas genetik

benih yang telah dihasilkan dari kebun

benih generasi pertama. Selain itu juga

bertujuan untuk menggabungkan potensi

genetik yang ada di kebun benih Paliyan

dan kebun benih Ponorogo, serta benih

hasil persilangan terkendali Clari pohon plus

di kebun Ponorogo.

2.1.5 Klonal test

Apabila kandidat pohon plus untuk

perbanyakan vegetatif telah ditentukan,

perlu dilakukan uji klonal terhadap pohon­

po hon kandidat tersebut. Tujuannya

adalah untuk nienilai secara obyektif

kinerja klon-klon unggul tersebut. Beberapa

pengamatan menunjukkan bahwa kineja

ramet dari uji keturunan tidak selalu

sebaik ortetnya (pohon induknya). Uji klon

dilakukan di Paliyan Gunung Kidul.

lndustri Minyak Kayu Putih

Page 7: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

2.1.6 Kebun benih klonat

Kebun benih klon dibangun guna mendapatkan seluruh potensi

genetik yang ada pada pohon plus. Ramet hasil perbanyakkan

secara grafting diperoleh dari pohon plus yang ada di kebun Paliyan,

Ponorogo dan Cepu.

2.2 Seleksi

Seleksi pohon unggul pada kebun benih uji keturunan dilakukan

melalui tahapan berikut:

1. Seleksi pertama adalah di dalam plot sebesar so% menyisakan

3 pohon terbaik dari 6 pohon, aka_n dilaksanakan pada umur

12 bulan dengan menggunakan kriteria pertumbuhan.

2. Seleksi kedua adalah menghilangkan 10 % famili tejelek dan

seleksi di dalam plot yaitu menyisakan 1 pohon terbaik, akan

dilaksanakan pada umur 17 bulan dengan menggunakan

kriteria kadar cineote dan rendemen minyak.

2.3 Persilangan

Persilangan antara pohon pohon unggul dimaksudkan untuk lebih

meningkatkan mutu genetik tanaman kayu putih. Persilangan

dilakukan dengan memperhatikan sifat kandungan minyak dan

rendemennya. Hasil persilangan full-sib ini selanjutnya digunakan

sebagai bahan untuk pembuatan kebun uji keturunan fuJl-sib.

2.4 Uji perolehan genetik M. cajuputi

hasil seleksi uji keturunan F-1

Menguji peningkatan atau perolehan genetik produktivitas biomas,

kadar 1,8-cineo/e %, dan rendemen minyak bila dibandingkan

dengan hutan tanaman produksi. Dengan adanya uji tersebut

diharapkan dapat diperoleh informasi perolehan genetik dan kinerja

pertumbuhan tanaman hasil seleksi, dan memberikan rekomendasi

penggunaan benih unggul pada areal tanaman produksi baik di

Perum Perhutani, Dinas Kehutanan Prop. D.I. Yogyakarta, maupun

lainnya. •

Page 8: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Karal<teristil< Botani eberapa karakter biologis yang penting seperti breeding system,

potensi perbanyakan vegetatif, dan keragaman sifat minyak

diuraikan berikut ini.

3.1 Sistem perl<.awinan/persilangan (breeding system)

1. Bungan!:la bersifat protandrous, artin!:la tepung sari jatuh sebelum stigma

siap dibuahi, sehingga terjadin!:la pen\:jerbukan sendiri sangat kecil. serangga

sebagai agen pen\:jerbukan, meskipun bungan!:Jajuga dikunjungi oleh burung.

Pada Mela/euca cajuputisubsp. cajuputibunga dihasilkan secara terus menerus

selama musim berbunga, sehingga besar kemungkinan terjadi selfing dalam

satu t ajuk karena bunga pada setiap pohon tumbuh pada waktu !:Jang

berlainan.

2. Genus Mela/euca tergolong outcrossed. Pada jenis Melaleuca alternif olia nilai

outcrossing rate berdasarkan analisis isoz\:jmes terhadap populasi E11am

adalah diatas 90% (Butcher et al. 1992). lnformasi tentang outcrossing rate

padajenis M. cajuputibelum diketahui. Oleh karenan\:ja perlu mempertahankan

keragaman genetik !:Jang luas pada setiap generasi untuk meminimalkan

pen\:jempitan keragaman genetik serta efek negatif inbreeding.

3.2 Pembungaan dan produl<.si bUI

1. Pohon M. cajuputi subsp. cajuputi mulai berbunga pada umur 13 - 14 bulan.

Didaerah dengan curah hujan tinggi seperti di Jawa pembungaan dapat

terjadi sepanjang tahun, m eskipun puncakn!:la terjadi pada bulan Maret.

2. Tenggang waktu antara anthesis hingga biji masak berkisar antara 7-8

bulan.

Potensi Pengembangan lndustri Minyak Kayu Putih

Page 9: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

3. Dengan teknik persemaian yang tepat, biji sebanyak 1 gram dpt menghsilkan

antara 6000 -8000 bibit ..

3.3 Penyerbukan buatan

1. Teknik penyerbukan buatanjenis ini dapat menerapkan teknik yang digunakan

untukjenis ekaliptus, sebagaimana diuraikan oleh Moncur (1995).

2. Penyerbukan terkendali skala kecil direkomendasikan untuk rencana

pemuliaan ini, khususnya untuk menghasilkan galur elite. untuk skala poduksi

biji masal teknik ini tidak cocok karena rumit dan mahal.

3.4 Pembiakan vegetatif

Pembiakan vegetatif masal dengan stek dapat dilakukan untuk M. cajuputi subsp.

cajuputi. Sek dapat berasal dari akar atau pucuk. Cara lain \:jang dapat dilakukan adalah

dengan sambungan (grafting). sementara itu upa\:Ja untuk mengembangkan teknik

pembiakan vegetatif \Jang lebih efektif perlu diupa\:Jakan mengingat keunggulan

cara pembiakan ini dalam memanfaatkan seluruh potensi genetik \:jang ada .. Melalui

pembiakan vegetatif akan dapat dicapai peningkatan genetik a\:jng lebih baik dari

pada dengan biji dari kebun benih hasil pen\:jerbukan alam (Shelbourne J992).

3.5 Keragaman genetik

1. Uji provenansi yang lengkap hingga kini belum pernah dilakukan. Dari hasil uji

provenansi yang ada, seperti di Vietnam (Huang Chuong et al. 1996) didapati

bahwa keragaman yang nyata antar provenansi dalam pertumbuhan dan

daya hidup. Keragaman kandungan minyak juga sangat nyata baik didalam

provenansi maupun antara provenansi. Konsentrasi jenis minyak juga

berhubungan dengan sumber provenansinya.

2. Untuk membangun populasi dasar M. cajuputisubsp. cajuputidirekomendasikan

agar digunakan hanya benih yang berasal dari daerah yang sesuai, tumbuh

cepat dan kandungan minyak cineole tinggi.

Karaktenstik 8otani

Page 10: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Hasil-hasil Pemunaan

4.1 Kebun benih minor

Kebun benih uji keturunan !dang pertama dibangun di petak 95

BDH Palildan Gunung Kidul pada bulan Maret 1998. Uji keturunan ini

terdiri dari 20 famili. Rancangan lapangan adalah RCBD dengan 10

ulangan, masing masing ulangan terdiri dari 10 tree plot.

Seleksi tahap pertama dilakukan pada bulan April 1999 berdasarkan

sifat pertumbuhan tanaman. Sebanldak 50% dari pohon !dang

menampakkan pertumbuhan !dang rendah ditebang. Seleksi tahap

kedua dilakukan pada bulan April 2000 berdasarkan sifat minldak

1,8 cineote.

Sedangkan hasil evaluasi pada umur 23 bulan kebun benih uji

keturunan tersebut adalah sebagai nerikut :

1. Rendemen minyak yang paling tinggi dihasilkan oleh

provenan grup dari P. Ambon yaitu rata-rata sebesar 2, 1 %

sedangkan rendemen minyak yang paling rendah dihasilkan

oleh provenan grup dari Northern Territory yaitu sebesar 1,5

%. semua provenan grup yang diuji mempunyai rendemen

minyak di atas rendemen m inyak dari Gundih set:>agai

kont rol yaitu 1,4 %. Penelitian yang dilakukan oleh Brophy

and Doran (1996) menyebutkan bahwa rendemen m inyak

dari jenis M. cajuputi berkisar 0,4 % - 1,2 %.

2. Kadar 1,8-cineo/e minyak kayu putih tertinggi pada kebun

benih tersebut ditampilkan oleh provenan dari Northern

Territory . Australia, dan terendah dari western Australia.

Disisl lain Northern Territory tersebut mempunyai

rendemen minyak yang paling rendah. Berdasarkan data

di atas, maka disimpulkan bahwa beberapa provenans

mempunyai keunggulan sifat tertentu.

mbangan lndustri Minyak Kayu Putih

Page 11: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

.. .

3. Provenan grup dalam menampilkan suatu sifat merupakan hasil rata-rata

dari beberapa famili di dalam provenan tersebut, sehingga walaupun suatu

sifat dari provenan rendah, namun kemungkinan ada famili-famili di dalam

provenan tersebut menampilkan suatu sifat \:jang lebih tinggi. Sebagai contoh

famili nomor 2 dari provenan grup P. Buru mempun\:jai kadar 1,8-cineote 60,2

%, namun provenan grup tersebut han\:ja mempun\:jai kadar 1,8-cineote 51,7 %.

Sehingga dalam seleksi \:jang dilakukan bukan seleksi provenan tetapi seleksi

antar famili.

4. Kinerja sifat min\:Jak dari famili-famili pada kebun benih M. cajuputi di Pali\:jan

berbeda dengan pohon indukn\:Ja dihutan alam, bahkan ada \:jang lebih rendah.

Namun demikian bila dilihat data secara individu pohon di dalam famili, maka

ada individu pohon \:Jang mempun\:Jai sifat rendemen min\:Jak \:jang tinggi

sampai 4,78 % dan kadar 1,8-cineotesampai 73,9 %. Hal ini menunjukkan bahwa

dari beberapa individu pohon hasil keturunan pohon induk dihutan alam tetap

mempun\:jai mempun\:jai probabilitas sifat \:jang lebih baik dari indukn\:Ja.

Estimasi korelasi genetik dan korelasi penotipik antara ke empat sifat yang diteliti

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Korelasi genetik (rg) dan penotipik (rp) di antara 4 sifat di kebun benin l..lii keturunan M. cajuputi di Paliyan umur 2 tanun (susanto et al 2003).

Sifat Diameter0

r r g p

Tinggi (cm) 0,95 0,81

Diameter @ 30 cm (cm)

Kadar I ,8-cineole %

Kadar 1,8-cineole percent

r r g p

-0,06 O,Q7

-0,07 0,01

Rendemen Minyak

fN/W%DW)

r r g p

0,10 - 0, 18

0,01 - 0, 15

- 0,25 0,18

Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa korelasi genetik antara tinggi pohon dengan

diameter sangat tinggi dan positip, hal tersebut biasa terjadi pada pohon, karena

pertumbuhan tinggi akan diikuti oleh pertumbuhan diameter. Doran eta/. (1997)juga

menemukan korelasi genetik yang tinggi dan positip antara tinggi dengan diameter

yaitu sebesar 0,76 pada uji keturunan M. atternifoliadi Australia. Korelasi yang positip

tersebut sangat menguntungkan pada program pemuliaan yang mengandalkan

seleksi, karena dengan memperbaiki sifat tinggi otomatis juga memperbaiki

Page 12: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

sifat diameter. Korelasi genetik yang positip juga terlihat antara pertumbuhan

dengan rendemen minyak, sehingga dalam seleksi tidak terjadi masalah antara

pertumbuhan dengan rendemen minyak.

Korelasi genetik antara pertumbuhan (tinggi dan diameter) dengan kadar 1,8-cineole

negatip, korelasi yang negatip sangat tidak menguntungkan dalam memuliakan

kedua sifat antara pertumbUhan dengan kadar 1,8-cineo/e karena akan menghasilkan

kebalikan, yaitu memperbaiki sifat pertumbuhan berarti menurunkan kadar 1,8-

cineo/e. Nilai korelasi genetik antara pertumbuhan dengan kadar 1,8-cineote terse but

negatip namun sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada korelasi, sehingga

tidak bermasalah dalam memuliakan secara bersama-sama antara pertumbuhan

dengan kadar 1,8-cineo/e. Meningkatkan kadar 1,8-cineole tidak akan berpengaruh

negatip terhadap pertumbuhan.

Korelasi genetik antara rendemen minyak dengan kadar 1,8-cineo/e terlihat negatip

yaitu - 0,25. Korelasi negatip tersebut karena sifatnya merugikan dalam program

pemuliaan, apabila memuliakan rendemen minyak maka kadar 1,8-cineote akan

menurun. Strategi seleksi yang dilakukan harus sangat hati-hati, sehingga dalam

seleksi kita akan menggunakan nilai indek, sehingga tidak akan membuang individu

pohon yang memiliki rendemen minyak yang sangat tinggi, tetapi memiliki kadar

1,8-cineole yang sangat rendah. Namun di uji keturunan M. a/ternifo/ia di Australia

korelasi genetik antara sifat pertumbuhan rendemen minyak ditemukan negatip

sedangkan antara rendemen minyak dengan kadar 1,8-cineo/e berkorelasi positip

(Doran et al. 1997).

Korelasi genetik nilainya berbeda dengan korelasi penotipik, bisa keduanya positip,

tetapijuga bisa satu positip dan lainnya negatip. Sebagai contoh antara pertumbuhan

dengan rendemen minyak, untuk korelasi genetiknya negatip tetapi untuk korelasi

penotipiknya positip. Besar nilai korelasi jug a berlainan, korelasi genetik dapat lebih

tinggi dari pad a korelasi penotipik, tetapi juga dapat sebaliknya. Adanya perbedaan

nilai tersebut, karena pada sifat penotipik merupakan perpaduan antara genetik

dengan lingkungan.

Estimasi perbaikan atau perolehan genetik dari tinggi pohon, diameter, rendemen

minyak dan kadar 1,8-cineo/e disajikan pada Tabel 2. Nilai intensitas seleksi diperoleh

dengan menggunakan tabel seleksi berdasarkan jumlah famili yang diuji dan

besarnya ni lai heritabilitas.

Potensi Pengembangan lndustri Minyak Kayu Putih

Page 13: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Tabel 2. Estimasi perolehan genetik dari 4 sifat di kebun benih uji ketrunan M. cajuputi di Paliyan umur 2 tahun (susanto et al 2003).

T inggi (m) 2,5 I, 163 0,74 0,38 15

Diameter (cm) 2,9 I, 163 1,14 0,58 20

Kadar 1,8-cineo/e % 50,8 I, 163 71,61 5,3 10

Rendemen Minyak 1,7 I, 163 0,59 0,36 21 ('N!W% DW)

Keterangan : a2

P = varian penotipik, !J.G = perolehan genetik

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa prediksi perolehan genetik untuk ke-empat sifat

tersebut besarnya antara 10 - 21 %. Perolehan genetik yang paling besar adalah

rendemen minyak yaitu sebesar 21 %, artinya dengan seleksi yang akan diterapkan

pada uji keturunan maka akan menaikkan rendemen minyak sebesar 21 % dari nilai

rata-rata sebelum dilakukan seleksi. Jadi bila pada penanaman tegakan M. cajuputi

menggunakan benih dari kebun benih semai hasil konversi uji keturunan tersebut,

maka tanaman tegakan M. cajuputitersebut akan menghasilkan rendemen minyak

rata-rata 2,06 % (1,7 % • 0,36 %). PErolehan genetik rendemen minyak sebesar 21 %

tersebut lebih tinggi dari perolehan genetik rendemen minyak pada uji M. atternifolia

di Australia yaitu sebesar 17 % (Butcher, 1996). Perolehan genetik pada kadar 1,8-

cineole hanya 10 % dari rata-rata di uji keturunan, sehingga bila tegakan tanaman

M. cajuputih menggunakan benih dari kebun benih semai hasil konversi Uji keturunan

tersebut, maka tegakan M. cajuputi tersebut akan menghasilkan kadar 1,8-cineole

rata-rata 56, 1 %. Perolehan genetik kadar 1,8-cineole sebesar 10 % jug a ditemukan

pada Uji keturunan M. atternifotia (Butcher et at. 1996).

4.2 Kebun benlh utama

Kebun benih uji keturunan utama dibangun di KPH Gundih, KPH Madiun dan KPH cepu.

Uji keturunan ini terdiri dari 82 famili yang berasal dari provenansi Maluku, Gundih

dan Ponorogo Uji keturunan di Gundih dan Ponorogo dibangun pada bulan Maret

2000, sedangkan di Cepu dibangun pada bulan Pebruari 2002. Karena gangguan

hama kebun benih Gundih tidak dapat difungsikan sebagai uji keturunan.

Hasil-ha~il Pernuliaan

Page 14: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Seleksi akhir uji keturunan di Ponorogo telah dilakukan dengan meninggaJkan satu

pohon terbaik dalam setiap famili dan menghilangkan 20 famili terjelek ( sisa famili

dalam kebun benih sebanyak 62). Hasil analisis rendemen minyak dan kadar 1,8

cineole menunjukkan telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan

dengan kebun benih Paliyan. Rata-rata rendemen kebun benih Ponorogo sebesar

4.78%. Kebun benih Ponorogo kini telah siap memenuhi kebutuhan benih ungguJ kayu

putih untuk kebutuhan dalam Skala operasional.

4.3 Persnangan pohon plus Persilangan terkendali antara pohon pohon plus di kebun benih Paliyan dilakukan

untuk memperoleh keturunan full-Sib. Dari persilangan ini diperoleh 39 kombinasi

persilangan dari 9 pohon plus.

Benih hasil persilangan ini digunakan untuk pembangunan uji keturunan full sib pada

tahun 2004. Evaluasi terhadap uji keturunan ini tengah berlangsung. Persilangan

juga telah dilakukan terhadap pohon-pohon plus di kebun benih Ponorogo.

4.4 UJI perolehan genetlk · Petak uji perolehan genetik telah dibangun pada musim tanam awal 2007 di Sukun

Ponorogo. Materi genetik untuk uji perolehan genetik ini berasal dari benih hasil

persilangan alami pohon pohon plus di kebun benih Paliyan, benih dari seluruh pohon

yang ada di kebun benih Paliyan, benih awal famili di kebun Ponorogo dan benih biasa

( dari tegakan Perhutani di Gundih dan Ponorogo ).

Potemi Pengemhangan lndustri Minyak Kayu Putih

Page 15: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

· ~

P enanaman kayu putih pad a areal Perum Perhutani maupun Dinas

Kehutanan Propinsi DIY sejauh ini hanya menggunakan benih yang

berasal dari pohon-pohon penghasil benih (seed trees) di areal tegakan

kayu putih yang telah ada. Penunjukan pohon benih ini hanya berdasarkan

karakteristik fenotipe saja, sama sekali belum memperhat ikan faktor genetik.

sumber benih seperti tersebut di atas dalamjangka panjangjelas merugikan karena

potensi produksinya masih rendah. Data dari berbagai pabrik kayu putih yang ada di

lndramayu, Gundih, Paliyan-Gn Kidul, dan Ponorogo menunjukkan bahw a rendemen

berkisar antara 0.80 - 1.00, sedangkan kadar 1,8-cineo/e nya berkisar antara 55% -

65%. saat ini peningkatan produktivitas tanaman ini telah diupayakan melalui upaya

perbaikan sifat genetik (rendemen dan kadar 1,8-cineote), sehingga dapat diperoleh

sumber benih yang telah termuliakan.

Permasalahan benih untuk pengembangan penanaman kayu putih dengan

produktivitas yang tinggi saat ini bukan merupakan kendala Iagi. Upaya penyediaan

benih unggul kayu putih telah dilakukan dengan pembangunan kebun uji keturunan

yang selanjutnya dikonversi menjadi kebun benih. Hingga saat ini telah dibangun 4

kebun benih kayu putih yang terletak di Paliyan, Ponorogo, Cepu dan Gundih yang

telah menghasilkan benih unggul. Berdasarkan analisa kadar minyak 1,8 cineole dan

rendemennya, kebun benih tersebut berpotensi menghasilkan tanaman dengan

kadar minyak 1,8 cineole sebesar 65% - 73% dan rendemen minyak set5esar 2,05%-

Page 16: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Dari total luasan 3 ha , kebun benih tersebut mampu memproduksi benih 3 kg

per tahun. oengan viabilitas benih sebesar 80%, dalam setiap 1 gram benih rata­

rata mampu menghasilkan 6000-8000 bibit kayu putih. oengan jarak tanam awal

3 x 1 m, maka kebutuhan benih untuk penanaman per ha ialah 3300 bibit. oengan

demikian, kebun benih ini mampu untuk mencukupi penanaman kayu putih seluas

lebih dari 5,400 ha setiap tahunn\:ja. Kemampuan ini jelas telah melebihi kebutuhan

untuk penanaman bibit ka\:JU putih yang diperlukan oleh Perum Perhutani dan Dinas

Kehutanan Propinsi DI Yogyakarta, sehingga ada peluang kepada pihak lain yang

ingin mengembangkan komoditi kayu putih unggut.

Page 17: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

I

lndustr1i Minyal< 1Kayu

Putih / @? asar domestik minyak kayuputih dipenuhi dari Perum

! Perhutani, Dinas Kehutanan Propinsi DIY, industri rakyat

di Kep Maluku dan beberapa sumber kecil lainnya. Perum

Perhutani mengoperasikan pabrik penyulingan minyak kayuputih yang terpadu

dengan areal tanaman kayuputih yang keseluruhannya mencapai 1uas 18,000 ha.

abrik-pabrik Perum Perhutani terdapat di wilayah KPH lndramayu, KPH Gundih,

PH Madiun, dan KPH Mojokerto. Hasil minyak kayuputih dari Perum Perhutani

diperkirakan mencapai 300 ton per tahun. Sedangkan di Dinas kehutanan

DIY produksi tahunannya mencapai 50 ton. Dinas Kehutanan Propinsi DIY

mengoperasikan 2 pabrik penyulingan besar di sendangmole dan

Gelaran. Selain itu juga mengoperasikan 3 pabrik penyulingan

skala kecil yang terletak di Dlingo, Kediwung, sremo. suplai

bahan baku diperoleh dari tanaman kayuputih yang

dikelola sendiri oleh Dinas Kehutanan

DIY seluas 4 000 ha .

Page 18: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Di kepulauan Maluku luas tanaman kayu putih diperkirakan mencapai 120. ooo ha.

Tanaman yang berupa tegakc;ln alam ini digunakan sebagai bahan baku industri

minyak kayu putih. Penyulingan skala rumah tangga dilakukan dengan menggunakan

ketel-ketel tradisional. Terdapat kurang Jebih 100 unit penyulingan kecil dengan

kapasitas 160 kg daun. Tota\ produksi minyak kayu putih di kepuJauan Maluku

kurang Jebih mencapai 196 ton/th. Dari ketiga daerah penghasil minyak kayu putih,

kepulauan Maluku merupakan penghasil utama minyak kayu putih.

Kesenjangan antar persediaan dan permintaan sebesar Jebih dari 1000 ton

merupakan peluang untuk mengembangkan industri minyak kayu putih di dalam

negeri. Peningkatan produksi minyak kayu putih akan dapat terwujud bila komponen

tanaman dan pabrik penyulingan melakukan revitalisasi. Upaya merevitalisasi

industri minyak kayu putih harus dimulai dari hutan tanaman kayu putih. Dengan

tersedianya benih unggul tanaman kayu putih maka peremajaan tanaman tua

akan dapat dilakukan dan d iharapkan pada akhirnya Juasan tanaman kayu putih

akan dapat ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan industri farmasi dalam negeri

dan pasar ekspor.

Poter.s Pengem argan lndustri MlnJ UaJU Putih

Page 19: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

. ~ I

Pasar dan Ke1aya1<an El<onomi Industri Minyal<

Kayu PUtih erbagai sumber men\:jebutkan bahwa kebutuhan min!:Jak ka!:JU putih

dalam negeri belum dapat dipenuhi dari sumber sendiri. Oalam tiap

tahunn\:ja terdapat kekurangan min\:jak ka!:JU putih sebesar 1000 ton.

Selama ini kekurangan ini dicukupi dengan mengimpor min\:jak eukaliptus dari Cina.

Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarn\:ja peluang untuk pengembangan industri

min\:jak ka!:JU putih masih terbuka lebar.

Tetapi ken!:Jataann!:Ja usaha budida!:!a tanaman ka!:JU putih masih sangat

memprihatinkan. Rendahn!:Ja harga jual daun ka!:JU putih men!:Jebabkan petani

enggan untuk menanam ka!:JU putih di lahan mereka. Harga jual daun ka\:ju putih

selama ini han\:ja didasarkan pada ongkos petik daun ka!:JU putih dan bia\:ja transport

dari lokasi pemetikan ke pabrik pengolahan, sedangkan bia!:Ja budida!:Ja tanaman

ka!:JU putih tidak diperhitungkan. Di lain pihak, keuntungan dari harga jual min!:Jak

ka!:JU putih selama ini lebih dinikmati oleh industri pen!:JUlingan dan pengemas

min\:jak. Kondisi seperti ini jika dibiarkan terus menerus dapat mematikan industri

min!:Jak ka!:JU putih itu sendiri.

Menurut studi \:jang dilakukan oleh Astana (2005), rendemen min!:Jak ka!:JU putih

merupakan salah satu faktor penting \:jang menentukan laba-rugi industri ini.

Selama ini industri pen!:Julingan min!:Jak ka!:JU putih, baik !:Jang diusahakan oleh rak!:Jat,

Perum Perhutani maupun Dinas Kehutanan Propinsi DI Yog\:jakarta memberikan

nilai \:jang rendah terhadap harga daun ka!:JU putih. Harga daun han\:ja didasarkan

pada perhitungan upah pemetikan dan pengakutan ke pabrik pen\:julingan, dan

berkisar antara Rp 90 - Rp 215 per kg. Oleh sebab itu meski rendemenn!:Ja rendah

(maksimum 1%) usaha pen!:Julingan tetap menguntungkan. Akibat dari rendahn!:Ja

harga daun ini maka tidak ada insentif bagi industri ini untuk mengembangkan

tanaman ka\:ju putih. Upa!:Ja peremajaan tanaman ka!:JU putih berlangsung sangat

lambat dan dilakukan han\:ja untuk mempertahankan luas areal tanaman, bukan

dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman dan min\:jakn!:Ja. oengan harga

daun !:Jang la!:Jak, antara Rp 500 - RP 900 per kg, rendemen min\:jak sebesar minimal

2% dianggap sebagai batas bawah agar usaha ini menguntungkan.

Pasa; dan 1eiayakan Ef.'onom: lndu~trl l.linyak Kayu Putin

Page 20: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Berdasarkan studi tersebut diatas, usaha penanaman dan penyulingan minyak kayu

putih Skala rakyat dengan pola tumpangsari secara ekonomi dapat memberikan

keuntungan yang layak kepada petani. oengan asumsi luas tanaman satu hektar,

harga daun Rp 700 per kg dan suku bunga 12% per tahun, diperoleh nilai NPV

sebesar Rp 4.403.727, B/ C rasio sebesar 1, 18 dan nilai IRR sebesar 18%, petani dapat

memperoleh laba hingga Rp 6.768.470 (jika biaya sewa lahan dan tenaga kerja sendiri

tidak diperhitungkan).

Dari hasil studi diatas dapat disimpulkan bahwa industri rl!inyak kayu putih

mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ketersediaan benih unggul dengan

rendemen minyak yang tinggi merupakan salah satu prasyarat bagi pengembangan

industri ini. usaha yang telah dilaksanakan guna mendapatkan benih unggul dengan

rendemen minyak tinggi yang telah dan sedang dilakukan oleh Balai Besar Penelitian

Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan merupakan salah satu komponen

produksi yang kini telah dapat dimanfaatkan. Semuanya berpulang kepada para

pelaku industri minyak kayu putih, pemerintah melalui kebijakan regulasi, Perum

Perhutani, Dinas kehutanan Propinsi, industri pengemasan dan para petani untuk

memanfaatkan hasil penelitian ini.

Page 21: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

DAFTAR PUSTAKA Astana, s. 2005. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya dan penyulingan kayu

putih skala rakyat. Makalah disampaikan pada Temu Lapang Puslit Sosial

Ekonomi dan KebUakan Kehutanan dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah

di Semarang, 14 Desember 2005.

Boland, D. Brophy, J.J. and House, A.P.N. 1991. Eucalyptus Leaf Oils. Use, Chemistry

Distillation and Marketing. ACIAR, Canberra. Australia. 252p.

Butcher, P.A., Bell, J.C.and Moran, G.F.1992. Patterns of genetic diversity and nature

of the breeding system in Melaleuca alternifolia (Myrtacecae ). Australia

Journal of Botany 40:365-375.

Butcher, P.A., Matheson, A.C. and Slee, M.U. 1996. Potential for genetic improvement

of oil production in Melaleuca a/ternifolia and M. linariifolia. New Forest 11: 31-51.

Brophy, J.J. and Doran, J.C. 1996. Essential Oils of Tropical Asteromyrtus, Callistemon

and Mela/euca Species: In search of Interesting Oils with commercial Potential.

ACIAR Monograph No. 40.

craven L.A. and Barlow. B.A. 1997. New taxa and new combination in Melaleuca

(Myrtaceae). Novon. 7(2): 113-119.

Doran, J.C. and Turnbull, J.W. 1997. Australian Trees and Shrubs: Species for Land

Rehabilitation and Farm Planting in the Tropics. ACIAR Monograph No.24. ACIAR,

Canberra, Australia. 384p.

Doran, J.C., Baker, G.R., Murtagh G.J. and Southwell, I.A. 1997. Improving tea tree yield

and quality through breeding and selection. RIRDC Research Paper series No

97 /53. Project No. DAN-87 A.

Gunn, B.V., McDonald, M.W., Lea, D., Leksono, B. and Nahusona,, J. 1997. Ecology,

seed and leaf collection of cajuput (Melaleuca cajuputi)from Indonesia and

Australia. IPGRI Plant Genetic Resaources Newsletter No. 12 :36-43.

Hoang Chuong , Doran, J.C., Pinyopusarerk, K. and Harwood, C.E. 1996. variation in

growth and survival of Melaleuca species in the Mekong Delta of Vietnam. In:

Dieters, M.J., Matheson, A.C., Nikles, D.G., Harwood, C.E. and Walker, S.M. (eds).

Tree Improvement for sustainable Tropical Forestry. Proceedings QFRl-IUFRO

conference, Caloundra, Queensland, Australia, 27 October - 1November 1996.

Gympie, Queensland Forestry Research lnstitue. Pp :31-36.

Pasar d2n Keiayakan Ekun0111i indmtri Minyak Kayu Putih

Page 22: DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN …dapat dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa maupun di Kepulauan Maluku. Menurut informasi industri pengepakan

Moncur, M.W.1995. Techniques for pollinating eucalypts. ACIAR Technical Reports

No.34.20p.

Shelbourne, C.J.A.1992. Genetic gains from different kinds of breeding population

and seed or plant producing population. south Africa Forestry Journal

160:49-62.

susanto M, J.C. Doran, R. Arnold and A. Rimbawanto. 2003. Genetic Variation in Growth

and Oil Characteristics of Metateuca cajuputi subsp. cajuputi and Potential for

Genetic Improvement. Journal of Tropical Forest Science 15(3): 469-482.

Turnbull, J.W. (ed.) 1986. Multipurpose Australian Trees and Shrubs. Lesser-known

Species for Fuelwood and Agroforestry. ACIAR, Canberra, Australia.