dengue shock syndrome

30
DENGUE SHOCK SYNDROME BAB I PENDAHULUAN Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6) Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 1

Upload: indah-sandy-simorangkir

Post on 30-Jun-2015

1.307 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dengue Shock Syndrome

DENGUE SHOCK SYNDROME

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri

sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David

Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit

yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi.

Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak

pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus Dengue sejak 1780 – 1949

memiliki kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis. (1,2,3,4,5,6)

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka

kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952

infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang

ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Malaysia,

dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah

kematian yang sangat tinggi. (1,2,3,4.5)

Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat

berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. (1,2,3)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 1

Page 2: Dengue Shock Syndrome

BAB II

SINDROM SYOK DENGUE

Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang mempengaruhi

daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian

infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala

(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam

Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok

Dengue (SSD). (1,2,3)

1. DEFINISI

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD disertai

dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari DBD dan

merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang

berakibat fatal. (1,2,3)

2. ETIOLOGI

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus

yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3

serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga

tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang

yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,

pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan

bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan

serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)

Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan

A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus

dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang

berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)

sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 2

Page 3: Dengue Shock Syndrome

nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus dapat

masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan

virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada

nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,

yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)

3. EPIDEMIOLOGI

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka

kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai

saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan

adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada

tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD

cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)

Gambar 1. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 3

Page 4: Dengue Shock Syndrome

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada

suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan

hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di

setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa

pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus

terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)

4. PATOGENESIS

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori

yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)

dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)

Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection. Pasien

yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko

berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada

sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen

antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.

Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-

antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang

ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga

syok. (1,2,3)

Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 4

Page 5: Dengue Shock Syndrome

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma

kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan

kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik

dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh

darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit

terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 5

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD

Page 6: Dengue Shock Syndrome

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama

iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi

trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi

trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product)

sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.(2,3)

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 6

Gambar 4. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Page 7: Dengue Shock Syndrome

5. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya

tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bsifat

asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue (DD),

demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)

Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala

prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.(1)

Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue

Demam Dengue

Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back

fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah,

dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2

hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6

atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan

petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan

perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan

menoragi. (1,2,3,4)

Demam Berdarah Dengue

Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka

kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 7

Page 8: Dengue Shock Syndrome

sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah

tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,

kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie

halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya

ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,

perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar

dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari

penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang

sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus

dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus

berat penderita dapat mengalami syok. (1,2,3,4)

Sindrom Syok Dengue

Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari

sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang

ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20

mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang. Kebanyakan

pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau

pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti

asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan

terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti

ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari,

kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda

prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin

(Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan

limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau

menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai

limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit

umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan

kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.(1,2)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 8

Page 9: Dengue Shock Syndrome

Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau

deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction namun

teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik

terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5,

meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14

pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)

Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat. Hipoproteinemi

akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak

pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan

PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan

BUN ditemukan pada syok berat. (1,2)

Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi

pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-

ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.(1,2)

7. DIAGNOSIS DAN PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT

Penegakan diagnosis berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 (1,2,4)

Demam Dengue

1. Probable

Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri

belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_

1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat

yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.

2. Corfirmed

Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,

peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan

atau isolasi virus.

Demam Berdarah Dengue

Diagnosis tegak bila semua hal dipenuhi :

1. Demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :

• uji tourniquet positif

• petekie, ekimosis, atau purpura

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 9

Page 10: Dengue Shock Syndrome

• perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan

• hematemesis atau melena

3. Trombositopenia < 100.00/ul

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

• peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.

• penurunan nilai hematokrit > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat

• efusi pleura, asites, hipoproteinemi

Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

- Penurunan kesadaran, gelisah

- Nadi cepat, lemah

- Hipotensi

- Tekanan nadi < 20 mmHg

- Perfusi perifer menurun

- Kulit dingin-lembab.

PENENTUAN DERAJAT PENYAKIT

Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu

ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)

Gambar 6. Derajat Penyakit Infeksi Virus DenguePerbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 10

Page 11: Dengue Shock Syndrome

DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM

DD

Demam 2-7 hariDisertai > 2 tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia

LeukopeniaTrombositopeniKebocoran Plasma (-)

Serologi Dengue Positif

DBD I Gejala di atas (+)Disertai uji bendung positif Trombositopeni

(<100.000/ul)

Kebocoran Plasma (+) :Peningkatan Ht > 20 % Penurunan Ht > 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat.

DBD II Gejala di atas (+)Disertai perdarahan spontan

DBDDSS

IIIGejala di atas (+)Disertai tanda kegagalan sirkulasi

DBDDSS

IVSyok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu kebocoran plasma.

Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi resusitasi cairan dan indikasi

perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan

cairan plasma. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan

biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.(1,2,3)

Demam Dengue

Pada fase demam pasien dianjurkan :

• Tirah baring, selama masih demam.

• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua pasien

harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini

disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.

Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan

pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). (1,2,3,4)

Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi

suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 11

Page 12: Dengue Shock Syndrome

Protokol 1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok

Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di Unit Gawat

Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD dilakukan

pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil trombosit normal atau

turun sedikit (100.000 – 150.000) pasien dipulangkan, wajib kontrol 24 jam berikut atau bila

memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil Hb dan Ht normal, trombosit <100.000,

pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau turun, pasien dirawat. (1,4)

Gambar 7. Penanganan Tersangka (probable) DBD Tanpa Syok

Protokol 2. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok, diberi

cairan infuse kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari :

1500 + (20 x (BB dalam kg – 20)

Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan trombosit

turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam. Bila hasil Hb, Ht

meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan sesuai Protokol 3.(1)

Gambar 8. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 12

Page 13: Dengue Shock Syndrome

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi

awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4 jam

setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi, tekanan

darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi menjadi

5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi menjadi 3

ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian cairan infuse

dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis cairan infus naik

menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgbb jam.

Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+) masuk ke protokol syok.(1)

Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 13

Page 14: Dengue Shock Syndrome

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan saluran

cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria), perdarahan otak,

dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan

sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6

jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi

pad pasien perdarahan spontan masif dengan kadar trombosit <100.000 dengan atau tanpa tanda

KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang).(1)

Gambar 10. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada SSD.

Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila

renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit

keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 – 120 menit

kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam, hentikan infus

karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi (ditandai dengan Ht yg

turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan gagal jantung. (1)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 14

Page 15: Dengue Shock Syndrome

Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer

lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini

terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses patogenesis penyakit

masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1 jam

pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.(1)

Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30

ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht. Bila

ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht

menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan transfuse

darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum stabil

dengan nilai Ht lebih dari 30°/o dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan

perbandingan 4:1 atau 3:1.(1,2)

Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10-

30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak

menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat

disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu

sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada

kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan

selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. (1,2)

Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, Sasaran tekanan vena sentral

15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan asam basa,

elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral sudah

sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat

inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine). (1,2,4)

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis

tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih

kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dandilakukan

koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahansebagai akibat KID, tidak akan

tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.(2)

Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat kemungkinan infeksi

sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian antibiotik

pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang

digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.(2)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 15

Page 16: Dengue Shock Syndrome

Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 16

Page 17: Dengue Shock Syndrome

Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)(2)

1. Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh

larutan yang mengandung dekstran)

1. Koloid

Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD

Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan

kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).(2)

Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan

larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan

ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8 jam, sedangkan efek

volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5 jam. Kedua larutan tersebut dapat

menggangu mekanisme pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan

menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24

jam. Pemberian dekstran tidak boleh diberikan pada pasien dengan KID.(2)

Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai

sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar 2-3 jam dan tidak

mengganggu mekanism pembekuan darah. (2)

Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah

larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan

hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6%

HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan

tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena

pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan

waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.(2)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 17

Page 18: Dengue Shock Syndrome

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya dirawat

di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang perawatan

khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting

dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk

mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta

menampung urin serta mencatat jumlahnya.(2)

Kriteria Memulangkan Pasien(2)

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 18

Page 19: Dengue Shock Syndrome

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka

kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan

dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda

renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu

masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung pada daya

tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat

menimbulkan kematian.(2,3,5,6)

Pengobatan SSD bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting.

Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan

perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang

adekuat akan mencegah terjadinya syok. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan

merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan

pengobatan yang tepat dancepat akan menurunkan angka kematian DBD.(1,2,3,4,5,6)

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 19

Page 20: Dengue Shock Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2006

(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen

Kesehatan RI. 2005

(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Reviews.

1998.Vol 11, No 3 ;480-496

(4) Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.

Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997.

Available from htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication

Accessed December 1, 2009.

(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector

Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009

(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier Health

Sciences. 2008.

Indah Sandy Simorangkir S,Ked - Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RS.Otorita Batam - Des’09 - FK Univ.Trisakti 20