demam reumatik akut
DESCRIPTION
gejala dan tanda , diagnosis, terapiTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam reumatik akut merupakan penyakit peradangan akut yang dapat
menyertai faringitis dan ada pada 0,3% kasus faringitis yang disebabkan oleh
Streptococcus beta-hemolyticus grup A.1,2 Penyakit ini bisa terjadi secara akut atau
berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis,
korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum.3,4 Penyakit ini cenderung berulang dan
dipandang sebagai penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa
muda di seluruh dunia.2 Puncak insiden demam reumatik akut terdapat pada kelompok
usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun. Demam reumatik akut yang menimbulkan gejala sisa pada
katup-katup jantung disebut sebagai penyakit jantung reumatik.4
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik sering terjadi pada daerah
kumuh dan padat. Di negara berkembang, demam reumatik akut merupakan penyebab
utama dalam kelainan kardiovaskular (25%-45%)5 Prevalensi demam reumatik akut yang
diperoleh dari penelitian World Health Organization (WHO) mulai tahun 1984 di 16
negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur jauh, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-
rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada anak-anak sekolah di beberapa negara Asia
pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai 10 per 1.000. dari suatu penelitian yang dilakukan
2
di India Selatan diperoleh prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara
angka yang didapatkan di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak sekolah.2,5
Prevalensi demam reumatik akut di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
jantung reumatik anak berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian,
secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam reumatik akut di Indonesia
pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat penyakit jantung reumatik anak
merupakan akibat dari demam reumatik akut.3
B. TUJUAN
Tujuan penulisan referat yang berjudul “Demam Reumatik Akut” ini adalah untuk
memberikan informasi ilmiah mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, pathogenesis,
patologi, gejala klinis dan diagnosis, penanganan, serta prognosis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STREPTOKOKUS GRUP A
Streptokokus adalah penyebab infeksi bakteri yang paling lazim pada masa bayi
dan anak. Streptokokus grup A, penyebab faringitis akut bakterial yang paling sering,
juga menghasilkan variasi yang luas infeksi lain dan sekuele nonsupuratif seperti demam
reumatik.6
Streptokokus beta-hemolitikus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbulkan hemolisis pada sel darah merah. Sel ini terdiri dari
sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membrane, yang disusun terutama dari
lipoprotein. Komponen bagian dalam adalah peptodoglikan, yang memberi kekakuan
dinding sel, menimbulkan arthritis, serta reaksi nodular pada kulit binatang percobaan.
Komponen kedua adalah polisakarida dinding sel atau karbohidrat spesifik-grup. Struktur
imunokimia komponen tersebut menentukan spesifisitas serologis bermacam-macam
serogrup.6,9
Karbohidrat pada grup A merupakan polimer polisakarida yaitu yang terdiri dari
pendukung utama ramnose dengan rantai samping ramnose yang diakhiri ujung terminal
N-asetilgluktosamin. Gula amino ini merupakan determinan antigenic spesifik dari
karbohidrat streptokokus grup A. karbohidrat ini terbukti memiliki determinan antigenic
bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia. Komponen ketiga terdiri dari
protein yang dilabel sebagai protein M, R, dan T. dari ketiga protein ini yang paling
penting adalah protein M, yakni antigen spesifik tipe dari streptokokus grup A.6
4
Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis,
hambatan tersebut dinetralkan oleh antibody terhadap protein M, yaitu antibody spesifik-
tipe. Imunitas terhadap infeksi streptokokus grup A adalah spesifik-tipe, bukan spesifik-
grup, dan dihubungkan dengan adanya antibody spesifik-tipe. Dari permukaan keluar
bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbrie yang tersusun oleh asam
lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptokokus terhadap sel epitel. 6,9
B. DEMAM REUMATIK AKUT
1. ETIOLOGI
Streptokokus beta-hemolitikus grup A merupakan agen penyebab terjadinya
demam reumatik akut (DRA). Infeksi bakteri ini pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya DRA, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.9 Hubungan
kuman Streptokokus beta hemolitik grup A sebagai penyebab demam reumatik akut
(DRA) terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat
diperoleh dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis
yang membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi
Streptokokus β hemolitik grup A, terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24. 3
2. EPIDEMIOLOGI
Demam reumatik akut (DRA) masih sering didapati pada anak di negara
sedang berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. 2
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000
anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam reumatik di
Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan
5
jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 2,7. Statistik rumah sakit di
negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita
penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang
berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih
merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa
muda. Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa
negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah.
Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi dinegara
berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – 150 per 100.000 di
Cina.2,5
3. PATOGENESIS
Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan
terjadinya DR telah lama diketahui. Demam reumatik merupakan respons auto
immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan.
Respons manifestasi klinis dan derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh
kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif.
Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran
antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibody
yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor
resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T
memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari
Streptokkokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa serotype
6
biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-
protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya
homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti
tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang
disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup
jantung. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19
dan 24 berhubungan dengan terjadinya DRA. 3
Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh
bakteri dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex
molecules dengan nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus
streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan superantigen-like
activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam
patogenesis DR.3
Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen
streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang
rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis
streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang
mengontrol low level respons antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II
human leukocyte antigen, HLA. Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan
permukaan bakteri dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik
seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan
reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh
fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding proteins. Faktor lingkungan
7
seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses
kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi
penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya
infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.3
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat skema patogenesis DR
Gambar 2.1 Skema Patogenesis Demam Reumatik (DR)
4. PATOLOGI
DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat,
terutama mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh
lapisan jantung akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis
8
fibrinosa kadang-kadang didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah
beberapa saat tanpa sekuele klinis yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade.
Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard menyebabkan pembesaran semua ruang
jantung. Pada miokardium mula-mula didapati fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi
limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti didapatinya nodul aschoff di miokard
yang merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral
yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang besar dan sel giant
multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area yang jernih
dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.4,6 Nodul Aschoff bisa
didapati pada spesimen biopsy endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard
menyebabkan valvulitis reumatik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous,
berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup
dan korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan
edema dari daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa
didapati dan dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding
atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan
fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau
insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti katup aorta. Katup
trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.4,6,9
5. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Tidak ada satu manifestasi klinis atau uji laboratorium spesifik yang dengan
tegas menegakkan diagnosis demam reumatik. Ada sejumlah tanda klinis tertentu,
9
disebut kriteria Jones, yang membuat diagnosis demam reumatik akut sangat
mungkin dan memerlukan pembahasan manifestasi klinis dan diagnosis bersama.
Walaupun kriteria Jones telah diubah beberapa kali sejak publikasi aslinya.1,4,6,9,10
Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada
dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam reumatik. Pada
perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart
Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya
(Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya, kemungkinan
besar menandakan adanya demam reumatik.10 Tanpa didukung bukti adanya infeksi
streptokokus, maka diagnosis demam reumatik harus selalu diragukan, kecuali pada
kasus demam reumatik dengan manifestasi mayor tunggal berupa korea Syndenham
atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul
setelah masa laten yang lama dan infeksi streptokokus.4,6
Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai
suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam reumatik.6 Kriteria ini
bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis, baik
berupa over-diagnosis maupun underdiagnosis.
Rekomendasi American Heart Association untuk diagnosis serangan awal
demam reumatik dapat dilihat pada tabel 2.1 1,10
10
Tabel 2.1. Kriteria Jones (Updated 1992)
Manifestasi mayor Manifestasi minor- Karditis Klinis :
- Artralgia- Demam
- Poliartritis LaboratoriumPeninggian reaksi fase akut(LED meningkat dan atau CRP)
- Korea Interval PR memanjang - Eritema Marginatum- Nodulus Subkutan
DitambahDisokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus tenggorok yang positif atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO yang meningkat
Kriteria Mayor
a. Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam reumatik yang paling berat
karena merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi
penyakit jantung reumatik. 4,6
Diagnosis karditis reumatik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan
adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan sifat bising organik,
(b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung kongestif.1,3,4,6,7
Bising jantung merupakan manifestasi karditis reumatik yang seringkali
muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung
kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat(4). Bising pada karditis
reumatik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising
11
awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks
(bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri 4
b. Poliartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam reumatik
paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya
berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian
berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada
beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada
satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. 4,6,8,9
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)
tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor.10 Selain itu, agar dapat
digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya
dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus
didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.4
c. Korea
Korea Sydenham (St. Vitus damce) secara khas ditandai oleh adanya
gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya
bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi
demam reumatik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea
jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan
lazim terjadi pada perempuan. 3,4,6,9
12
Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian
penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam reumatik meskipun
tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam reumatik
yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.4
d. Eritema marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam reumatik dan
tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa
gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara
sentrifugal.4,6 Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare reumatikum
dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi
tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau
menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat
dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika ditekan. Tanda mayor demam
reumatik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.4,6
e. Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini
berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya,
dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. 1,4,9. Tanda ini pada
umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
13
Kriteria Minor
1. Artralgia
Atralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan
nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam
hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal(9,10). Artralgia tidak dapat digunakan
sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor(10).
2. Demam
Demam pada demam reumatik biasanya ringan,meskipun adakalanya
mencapai 39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung
sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu.(1,9,11). Demam
merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada
begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding
yang bermakna.(9,10).
3. Laboratorium
Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah,
kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan
peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan
pada demam reumatik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor
yang ditemukan(1,10).
14
4. Interval P-R yang memanjang
Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai
pada demam reumatik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam
reumatik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda
yang memadai akan adanya karditis reumatik(4,9,10).
Bukti yang Mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar
untuk demam reumatik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada
orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat
dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam reumatik akut(4,9).
Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan
usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam reumatik akut.
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
adanya infeksi streptokokus akut(9).
6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terhadap DRA ditujukan pada 3 hal yaitu 1). Pencegahan primer pada
saat serangan DR, 2). Pencegahan sekunder DR, 3). Menghilangkan gejala yang
menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal
jantung dan korea.
15
Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat
serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Pencegahan sekunder DR bertujuan
untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat
kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup
jantung. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberian pada pencegahan primer dan
sekunder dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Reumatik.
Cara pemberian
Jenis antibiotika Dosis Frekuensi
Pencegahan primer : pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk mencegah serangan primer demam rematik
Intramuskuler
Benzatin PNC G 1,2 juta unit(600.000 unit untuk BB <27 kg)
Satu kali
Oral Penisilin V 250mg / 400.000 unit 4 kali sehari selama 10 hari
Eritromisin 40 mg/kg bb/hari(jangan lebih dari 1gr/hr
3-4 kali sehari selama 10 hari
Yang lain seperti klindamisin, nasilin, amoksilin, sefalesin
Dosis bervariasi Selama 10 hari
Tetrasiklin dan sulfa jangan digunakanPencegahan sekunder : pencegahan berulangnya demam rematik
Intramuskuler
Benzatin PNC G 1,2 juta unit Setiap 3-4 minggu
Oral Penisilin VSulfadiazinEritromisin
250 mg500 mg250 mg
2 kali sehariSekali sehari2 kali sehari
Tetrasiklin jangan digunakan
16
a. Tirah Baring
Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal
jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti
inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan
arthritis.9
Semua penderita demam reumatik harus tinggal di rumah sakit. Penderita
dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu
menjalani tirah baring secara ketat(3,11). Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang
berat (dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak
selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8
minggu(10,11), yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang
boleh dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat(3).
Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua
tanda demam reumatik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring
tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan
istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.1
b. Anti Inflamasi
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat
ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam reumatik
memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat
diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4
minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin
dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25
17
mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan
menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4
jam.1
Kortikosteroid dianjurkan pada demam reumatik dengan gagal jantung. Obat
ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi
insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam reumatik
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi
selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3
dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk
menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3
ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.1,3,10,11
c. Pengobatan Gagal Jantung
Gagal jantung pada demam rematik dapat ditangani seperti kasus gagal
jantung pada umumnya. Komplikasi ini biasanya dapat diatasi dengan tirah baring
dan pemberian kortikosteroid, meskipun seringkali perlu diberikan digitalis, diuretik,
atau vasodilator.3,10 Digitalis biasanya tidak seefektif pada gagal jantung kongestif
akibat kelainan lainnya1. Pemberian obat ini harus dilakukan secara hati-hati karena
dapat menambah iritabilitas jantung sehingga dapat menyebabkan aritmia1, di
samping batas keamanannya yang sempit(10). Cara pemberian digoxin pada gagal
jantung meliputi loading dose dan maintenance. Loading dose diberikan selama 1-3
hari pengobatan dengan dosis 0,03mg/kgbb/hari, sedangkan dosis maintenance yaitu
0,01mg/kgbb/hari dan terbagi dalam 2 kali pemberian. Pengobatan ini diberikan
selama masih terjadi gagal jantung.
18
d. Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung
selama beberapa minggu sampai 3 bulan.1,3,10,11 Obat-obat sedatif, seperti
klorpromazin, diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil
yang memuaskan. Perlu diingat, haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di
bawah umur 12 tahun.9
7. PROGNOSIS
Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat
keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi
yang sekarang sudah jarang terlihat di Negara maju namun masih sering ditemukan di
Negara berkembang. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam
reumatik akut hingga mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan
angka penyebuhan yang tinggi penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara
teratur. 6
19
BAB III
KESIMPULAN
1. Streptococcus beta-hemolitikus grup A merupakan agen penyebab terjadinya demam
reumatik akut
2. Demam reumatik akut masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang dan
sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun
3. Diagnosis demam reumatik akut menggunakan kriteria Jones yaitu apabila ditemukan 2
kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya
infeksi streptokokus sebelumnya
4. Penatalaksanaan DRA ditujukan pada 3 hal yaitu pencegahan primer pada saat serangan
DRA, Pencegahan sekunder DRA, dan Menghilangkan gejala yang menyertainya.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Huon H. Gray, Keith D.Dawkins, John M.Morgan and Iain A.Simpson. Penyakit Katup Jantung dalam : Lecture Notes Kardiologi, edisi keempat, Erlangga, Jakarta,2005.
2. C. Olivier. Rheumatic fever—is it still a problem?. Journal of Antimicrobial Chemotherapy (2000) 45, Topic T1, 13–21. available from: http://jac.oxfordjournals.org/content/45/suppl_1/13.full.pdf+html
3. Abdullah AS. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik Permasalahan Indonesia. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18716/1/mkn-sep2007-40%20%281%29.pdf .
4. Donald C. Fyler. Demam Reumatik dalam : Kardiologi Anak Nadas. Gajah Mada University Press, 1996.
5. World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29 October–1 November 2001.
6. A Samik Wahab. Dalam : Sudigdo S, Bambang M (penyunting). Buku Ajar Kardiologi Anak, Jakarta: Binarupa Aksara:1994.
7. Marijon E, Ou P, Celermajer DS, Ferreira B, Mocumbi A O, Jani D, et al. Prevalence of Rheumatic Heart Disease Detected by Echocardiographic Screening. N Engl J Med 2007 357:470-6. Available form: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa065085
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.
9. Halstead S, Arbovirus. Dalam : Berhrman RE, Kliegman R, Arvin AM (editor). Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2. Wahab AS (penyunting) Jakarta : EGC : 2000
10. Crawford, Michael H, Aortic Stenosis dalam Lange Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, 2nd edition, Mc Graw Hill Company, New York, 2003.
11. Latania K. Logan, James B. McAuley and Stanford T. Shulman. Macrolide Treatment Failure in Streptococcal Pharyngitis Resulting in Acute Rheumatic Fever. Pediatrics 2012;129;e798; originally published online February 6, 2012; DOI: 10.1542/peds.2011-1198. http://pediatrics.aappublications.org/content/129/3/e798.full.html