dbd uti bab 1
DESCRIPTION
dbdTRANSCRIPT
Laporan Kasus
Demam Berdarah Dengue
Oleh:
Hayati Rizki Putri
I4A011048
Pembimbing:
dr. Nani Zaitun, Sp. PD
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Demam Berdarah Dengue
Oleh
Hayati Rizki Putri
Pembimbing
dr. Nani Zaitun, Sp. PD
Banjarmasin, Juni 2015
Telah setuju diajukan
.……………………….dr. Nani Zaitun, Sp. PD
Telah selesai dipresentasikan
.………………………dr. Nani Zaitun, Sp. PD
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS ...................................................................................7
BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................20
BAB IV PENUTUP...............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam
stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang
mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat
DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada
tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk,
provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate
sebesar 1,01% (2007). (1,2)
Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang
termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe
yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-41, ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus
yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD, yaitu derajat 1 demam disertai
gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2 seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3 didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit
4
dingin dan lembab, tampak gelisah. Derajat 4 syok berat, nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur. (3)
Terdapat 3 sistem organ yang diperkirakan berperan penting dalam
patogenesis DD/DBD, yakni sistem imun, hati, dan sel endotel pembuluh darah.
Virus dengue diinjeksikan oleh nyamuk aedes ke dalam darah. Virus ini secara
tidak langsung juga mengenai sel epidermis dan dermis sehingga menyebabkan
sel Langerhans dan keratinosit terinfeksi. Sel-sel yang terinfeksi ini bermigrasi ke
nodus limfe, dimana makrofag dan monosit kemudian direkrut dan menjadi target
infeksi selanjutnya. Kemudian terjadi amplifikasi infeksi dan virus tersebar
melalui darah (viremia primer). Viremia primer ini menginfeksi makrofag
jaringan beberapa organ seperti limpa, sel hati, sel stromal, sel endotel, dan
sumsum tulang. Infeksi makrofag, hepatosit, dan sel endotel memengaruhi
hemostasis dan respon imun penjamu terhadap virus dengue (4).
Tanda dan gejala klinis yang muncul antara lain demam yang muncul tiba-
tiba, mual muntah, ruam kulit, nyeri kepala serta nyeri otot dan tulang, gangguan
pada mata: pembengkakan, lakrimasi, dan fotofobia. Pajanan klinis infeksi dengue
dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase febris, kritis, dan pemulihan. Mortalitas pada
pasien demam berdarah dengue cukup tinggi. Pada usia dewasa, prognosis dan
perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dibandingkan anak-anak (5).
5
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Tn. Aulia Muzzakir
Umur : 16 tahun
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. Kuripan
MRS : 25 Mei 2015
RMK : 1-15-21-95
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tangga 28 Mei 2015.
3.2.I KELUHAN UTAMA
Demam
3.2,II RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam muncul mendadak demam bisa naik bisa turun, dan turun setelah diberi
obat paracetamol. Namun demam muncul kembali.
6
Pasien juga merasakan muntah 4 kali 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Volume muntahan kurang lebih 100 cc setiap kali muntah. Muntah didahului
mual. Saat muntah, muntah pasien tidak memancar (muncrat). Muntahan berisi
makanan dan air. Setiap ingin makan atau minum pasien merasa mual. Mual
dirasakan pasien hingga sekarang. Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian atas
(ulu hati). Nyeri perut datang bersamaan dengan dimulainya demam. Nyeri perut
seperti perih. Nyeri dirasa menjalar ke bagian kanan atas perut. Namun pada
bagian kana atas perut yaang dirasa hanya nyeri bukan perih. Nyeri perut
dirasakan terus menerus walau saat istirahat nyeri masih dirasa dan tidak
berkurang.
Pasien merasa tidur terganggu karena nyeri perut yang dirasakan. Makan
dan minum pasien juga berkurang karena rasa mual yang di rasaBuang air kecil
normal seperti biasa berwarna kuning dan tidak nyeri. Pasien merasa sejak sakit
badannya terasa lemas, dan agak linu di seluruh bagian tubuh. Pasien mengaku
tidak pernah merokok ataupun mengonsumsi alkohol.
3.2.III RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien tidak memiliki riwayat DM dan hipertensi.
3.2.IV RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengaku adiknya meninggal karena demam berdarah saat berusia 4 tahun.
7
3. Pemeriksaan fisik
KU : tampak sakit ringan
Kesan gizi : kesan gizi cukup
Berat badan : 50 kg
Kesadaran : Compos mentis GCS : 4-5-6
Tekanan darah : 110/70 mmHg pada lengan kanan dengan
tensimeter aneroid
Laju nadi : 80 kali/menit, kuat angkat, teratur
Laju nafas : 20kali/menit
Suhu tubuh (aksiler) : 37 oC
Saturasi Oksigen : 98
Kepala dan leher
Kulit : hiperpigmentasi pada tungkai kanan dan kiri
Kepala : normosefali
Leher : pembesaran KGB (-/-), nyeri tekan (-/-),
JVP normal
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : nyeri tekan (-/-) serumen minimal (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : mukosa lembap, ulkus (-)
Toraks
Paru Ins : dada datar, tarikan nafas simetris
Pal : Fremitus vokal simetris
8
Per : Suara perkusi sonor (+/+)
Aus : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung Ins : Ictus cordis tidak terlihat
Pal : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula
sinistra, getaran/ thrill (-)
Per : Suara perkusi pekak, batas kanan ICS IV linea
parasternalis dextra, batas kiri ICS V linea
midclavicula sinistra
Aus : S1 dan S2 tunggal, reguler, dan tidak terdengar
suara bising
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Shifting dullness (-) undulasi (-),
Palpasi : Turgor cepat kembali, nyeri tekan,
+ + +
- - -
- - -
Hepar teraba 3cm di bawah arcus costae dan 4 cm
di bawah processus xipoideus.
Spelonmegali (-)
9
Eksremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), parese (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-) , parese (-/-),
pitting edema (-/-)
4. Pemeriksaan penunjang
PemeriksaanHasil
25
Hasil
26
Hasil
27Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.6 13.0 13.6 12.0 – 16.00 g/dL
Lekosit 5,9 4.7 3.5 4.0 – 10.5 rb/μL
Eritrosit 4.94 4.40 4.60 3.90 – 5.50 Juta/μL
Hematokrit 43.8 37.1 38.3 37.00 – 47.00 Vol%
Trombosit 148 118 101 150 – 450 ribu/μL
RDW-CV 13.0 11.8 11.7 11.5 – 14.7 %
MCV.MCH.MCHC H2 H3 H4
MCV 88.7 84.4 83.2 80.0 – 97.0 N
MCH 29.5 29.5 29.6 27.0 – 32.0 Pg
MCHC 33.3 39.0 35.5 32.0 – 38.0 %
HITUNG JENIS
MID % 6.6 6.7 6.8 0.0-1.0 %
Gran% 80.0 84.0 82.0 50,0-70,0 %
Limfosit % 13.4 13.2 13.2 25,0-40,0 %
10
PemeriksaanHasil
25
Hasil
26
Hasil
27Nilai Rujukan Satuan
Gran# 4.70 4.72 4.74 2.50-7.00 ribu/ul
Limfosit# 0.8 0.8 0.8 1,25-4,0 ribu/ul
MID# 0.4 0.4 0.4
Serologi 26 Mei 2015
IgM anti dengue (-)
Tanggal Subjek Objek Assisment Planning
25/05/2015 Demam (+)Mual (+)Makan (+)Nyeri perut (+)Makan (-)Minum (+)
TD : 110/70N : 80R: 20x/mT: 37
-Observasi febris H3DHF
IVFD RL 20tpmParacetamol 3x1 tab
26/05/2015 Demam (-)Mual (-)Muntah (-)Nyeri perut (+)Makan (+)Minum (+)
TD : 100/60N : 67R: 16x/mT: 36
-Observasi febris H4DHF
IVFD RL 20tpmParacetamol 3x1 tab
27/05/2015 Demam (-)Mual (-)Muntah (-)Nyeri perut (+)Makan (+)Minum (+)
TD : 100/60N : 67R: 16x/mT: 36
-Observasi febris H4DHF
IVFD RL 20tpmParacetamol 3x1 tab
11
5. Daftar masalah
Berdasarkan data-data di atas didapatkan beberapa daftar masalah:- Demam
- Mual
- Muntah
- Nyeri perut
- Trombositopeni
6. Rencana awal
- Demam naik turun, turun jika diberi obat, naik lagi dalam 2 jam. Mual
muntah, dan trombositopeni.
Assessment : DHF
Planning :
1. Laboratorium : DR, IgM anti dengue, IgG anti dengue, NS1.
2. Terapi:IVFD RL 20tpm
Paracetamol 3x1 tab
3. Monitoring :Tanda vital, KU, cairan.
4. Edukasi :Tirah baring, pola makan, balance cairan.
12
BAB III
PEMBAHASAN
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD) (6).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
tidak adekuat (7).
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE);
13
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi (8).
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi. berbagai mediator
inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
14
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma
(9).
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi tromobosit (9).
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (10).
Berdasarkan kriteria WHO 2009, diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal ini terpenuhi:
15
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;
petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD, yaitu:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur
(11).
Pemeriksaan Penunjang
16
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia
umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi
dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam (12).
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah
albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Untuk membuktikan etiologi DBD,
dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan
serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap
sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta
biaya yang relatif mahal (13).
Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode
diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan
reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR
memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi
virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini
banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan
17
IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat
sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi
mulai hari ke 2 (14).
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus
Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama
antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan
metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari
pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari
ke 5 pada infeksi sekunder Dengue (15).
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai
keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1
sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer (16).
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)
dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks
kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada
kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
18
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >
15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue (17).
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (18)
19
Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.
Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain
pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang,
pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya
efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi
nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan
tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya
perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol
pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5
kategori, sebagai berikut (19):
20
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
21
BAB IV
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 16 tahun yang
didiagnosis DHF grade 1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien telah ditatalaksana dengan
terapi suportif dan simptomatik. Setelah pasien dirawat selama 3 hari dari
tanggal 25 Mei 2015 sampai dengan 27 Mei 2015, pasien memutuskan untuk
menghentikan rawat inap atas permintaannya sendiri.
22
Daftar Pustaka
1. Sharp TM, Gaul L, Muehlenbachs A, Hunsperger E, Bhatnagar J, Lueptow
R, et al. Fatal hemophagocytic lymphohistiocytosis associated with locally
acquired dengue virus infection - new Mexico and Texas, 2012. MMWR
Morb Mortal Wkly Rep. 2014 Jan 24. 63(3):49-54.
2. Wilder-Smith A, Gubler DJ. Geographic expansion of dengue: the impact
of international travel. Med Clin North Am. 2008 Nov. 92(6):1377-90, x.
3. Chowell G, Torre CA, Munayco-Escate C, Suárez-Ognio L, López-Cruz
R, Hyman JM. Spatial and temporal dynamics of dengue fever in Peru:
1994-2006. Epidemiol Infect. 2008 Dec. 136(12):1667-77.
4. Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, Fisk T, Robins R, von
Sonnenburg F. Spectrum of disease and relation to place of exposure
among ill returned travelers. N Engl J Med. 2006 Jan 12. 354(2):119-30.
5. Wagner D, de With K, Huzly D, Hufert F, Weidmann M, Breisinger S, et
al. Nosocomial acquisition of dengue. Emerg Infect Dis. 2004 Oct.
10(10):1872-3.
6. Dejnirattisai W, Duangchinda T, Lin CL, Vasanawathana S, Jones M,
Jacobs M, et al. A complex interplay among virus, dendritic cells, T cells,
and cytokines in dengue virus infections. J Immunol. 2008 Nov 1.
181(9):5865-74.
23
7. Halstead SB, Heinz FX, Barrett AD, Roehrig JT. Dengue virus: molecular
basis of cell entry and pathogenesis, 25-27 June 2003, Vienna,
Austria. Vaccine. 2005 Jan 4. 23(7):849-56.
8. Limjindaporn T, Wongwiwat W, Noisakran S, Srisawat C, Netsawang J,
Puttikhunt C, et al. Interaction of dengue virus envelope protein with
endoplasmic reticulum-resident chaperones facilitates dengue virus
production. Biochem Biophys Res Commun. 2009 Feb 6. 379(2):196-200.
9. Zhang JL, Wang JL, Gao N, Chen ZT, Tian YP, An J. Up-regulated
expression of beta3 integrin induced by dengue virus serotype 2 infection
associated with virus entry into human dermal microvascular endothelial
cells. Biochem Biophys Res Commun. 2007 May 11. 356(3):763-8.
10. Chen LC, Lei HY, Liu CC, Shiesh SC, Chen SH, Liu HS. Correlation of
serum levels of macrophage migration inhibitory factor with disease
severity and clinical outcome in dengue patients. Am J Trop Med Hyg.
2006 Jan. 74(1):142-7.
11. Green S, Rothman A. Immunopathological mechanisms in dengue and
dengue hemorrhagic fever. Curr Opin Infect Dis. 2006 Oct. 19(5):429-36.
12. Guzman MG, Alvarez M, Rodriguez-Roche R, Bernardo L, Montes T,
Vazquez S. Neutralizing antibodies after infection with dengue 1
virus. Emerg Infect Dis. 2007 Feb. 13(2):282-6.
13. Restrepo BN, Ramirez RE, Arboleda M, Alvarez G, Ospina M, Diaz FJ.
Serum levels of cytokines in two ethnic groups with dengue virus
infection. Am J Trop Med Hyg. 2008 Nov. 79(5):673-7.
24
14. de Macedo FC, Nicol AF, Cooper LD, Yearsley M, Pires AR, Nuovo GJ.
Histologic, viral, and molecular correlates of dengue fever infection of the
liver using highly sensitive immunohistochemistry. Diagn Mol Pathol.
2006 Dec. 15(4):223-8.
15. Shah I. Dengue and liver disease. Scand J Infect Dis. 2008. 40(11-12):993-
4.
16. Dejnirattisai W, Jumnainsong A, Onsirisakul N, et al. Cross-reacting
antibodies enhance dengue virus infection in humans. Science. 2010 May
7. 328(5979):745-8.
17. Schmidt AC. Response to dengue fever--the good, the bad, and the
ugly?. N Engl J Med. 2010 Jul 29. 363(5):484-7.
18. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Travel-associated
Dengue surveillance - United States, 2006-2008. MMWR Morb Mortal
Wkly Rep. 2010 Jun 18. 59(23):715-9.
19. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Locally acquired
Dengue--Key West, Florida, 2009-2010. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
2010 May 21. 59(19):577-81.
25