dampak gizi tak seimbang pada kesejahteraan keluarga 2
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
DAMPAK GIZI TAK SEIMBANG PADA KESEJAHTERAAN KELUARGA
Kelompok VI
03007009 Adnan Rizky Maliki
03007144 Linta Isna H
03007271 Wijayanti
03008020 Amanda Prahastianti
03008043 Aryc Oktarian Jaya
03008068 Cherlie Marsya
03008094 Endy Jutamulia
03008118 Hendri Antonius
03008147 M Dinda Kharismana A
03008172 Namira
03008197 Raini
03008223 Shane Tuty Cornish
03008241 Timothea Stephanie
03008260 Yolanda Edith Pratiwi Nababan
03008283 Muhammad Azri Azmi Bin Yahya
03008302 Siti Hanisah BT Samsuddin
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 22 Juni 2011
BAB IPENDAHULUAN
Pengetahuan masyarakat tentang pemilihan makanan yang baik untuk mencapai hidup
yang sehat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, ekonomi, sosial, budaya, kondisi
kesehatan dan lain sebagainya.
Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang terkait dalam meningkatkan status
gizi masyarakat jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang
praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dengan pola
konsumsi masyarakat. Pengembangan pedoman gizi seimbang baik untuk petugas maupun
masyarakat adalah salah satu strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan
yang ada di masyarakat dengan tujuan akhir yaitu tercapainya status gizi masyarakat yang
lebih baik.
Setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat
sosial ekonominya. Pada keluarga yang kaya dan tinggal diperkotaan, masalah gizi yang
sering dihadapi adalah masalah kelebihan gizi yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga ini
mempunyai risiko tinggi untuk mudah menjadi gemuk dan rawan terhadap penyakit jantung,
darah tinggi, diabetes dan kanker.
Pada keluarga dengan tingkat sosial ekonominya rendah atau sering disebut keluarga
miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi kurang.
Risiko penyakit yang mengancamnya adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi
saluran pernafasan atas (SPA), rendahnya tingkat intelektual dan produktifitas kerja.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pak Amin umur 50 tahun tinggal bersama istri dan satu anak yang bekerja di Bank.
Waktu kecil Pak Amin hidup sangat sederhana, konsumsi energinya sesuai dengan angka
kebutuhan minimal dan protein di bawah angka kebutuhan minimal. Sejak anaknya bekerja 5
tahun yang lalu di Bank, Pak Amin hidup serba kecukupan terjadi perubahan gaya hidup (life
style) dan perubahan pola makan. Konsumsi energi diatas angka kebutuhan gizi dan
konsumsi lemaknya 28 %.
Pemeriksaan Fisik : Berat badan : 66kgTinggi Badan : 147cmLingkaran pinggang : 102cmPemeriksaan Lab :HbA1c : 7,5%Trigliserida : 220mg/dlKolesterol total : 270mg/dlLDL : 175mg/dlHDL : 37mg/dlTekanan Darah : 150/100mmHg
BAB III
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Identitas
Nama : Pak Amin
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : menikah
Status Gizi
- Waktu kecil pasien hidup sangat sederhana, konsumsi energinya sesuai dengan angka
kebutuhan minimal dan protein di bawah angka kebutuhan minimal.
- Sejak anaknya bekerja 5 tahun yang lalu di Bank, Pak Amin hidup serba kecukupan terjadi
perubahan gaya hidup (life style) dan perubahan pola makan. Konsumsi energi diatas angka
kebutuhan gizi dan konsumsi lemaknya 28 %.
Pertanyaan:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gizi seimbang?
2. Jelaskan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang.
3. Apa tujuan Pedoman Umum Gizi Seimbang
4. Jelaskan interpretasi anda tentang Status Gizi Keluarga yang berhubungan dengan
hasil riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007/2010
5. Jelaskan prosentase kebutuhan zat-zat gizi (nutriens) untuk konsumsi penduduk
berdasarkan gizi seimbang dalam keluarga
6. Jelaskan aoa yang dimaksud dengan prosentase penduduk yang mengkonsumsi Energi
dan Protein dibawah angka kebutuhan minimal
7. Dampak konsumsi Protein menurut angka kebutuhan minimal pada statusw gizi Pak
Amin waktu kecil
1.Gizi Seimbang
Gizi seimbang merupakan asupan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya).
Kebutuhan gizi tiap orang berbeda-beda dan hal tersebut berhubungan dengan jenis kelamin,
usia, berat badan, tinggi badan, status kesehatan dan juga aktifitas seseorang. Kondisi gizi
yang prima menyebabkan berat badan seimbang dan terkendali. Konsumsi karbohidrat
sebaiknya 50-60 %, protein > 15%, dan lemak 15-25 % dari kebutuhan energi.
Tabel 1.1 Kebutuhan energi dan protein menurut usia dan jenis kelamin:
No Kelompok Umur Energi (kkal) Protein (gr)
Anak
1 0-6 bl 550 10
2 7-12 bl 650 16
3 1-3 th 1000 25
4 4-6 th 1550 39
5 7-9 th 1800 45
Laki-laki
1 10 s/d 12 Tahun 2050 50
2 13 s/d 15 Tahun 2400 60
3 16 s/d 18 Tahun 2600 65
4 19 s/d 29 Tahun 2550 60
5 30 s/d 49 Tahun 2350 60
6 50 s/d 64 Tahun 2250 60
7 64 Tahun Lebih 2050 60
Wanita
1 10 s/d 12 Tahun 2050 50
2 13 s/d 15 Tahun 2350 57
3 16 s/d 18 Tahun 2200 55
4 19 s/d 29 Tahun 1900 50
5 30 s/d 49 Tahun 1800 50
6 50 s/d 64 Tahun 1750 50
7 64 Tahun Lebih 1600 45
Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada tiga fungsi
utama zat-zat gizi, yaitu sebagai: (1) sumber energi/tenaga; (2) sumber zat pembangun; dan
(3) sumber zat pengatur. Sumber energi diperlukan tubuh dalam jumlah yang lebih besar
dibandingkan kebutuhan zat pembangun dan zat pengatur, sedang kebutuhan zat pengatur
diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan zat pembangun (diambil dari
Almatsier, 2002).
Sumber energi diperoleh dari beras, jagung, sereal/gandum, ubi kayu, kentang dan
yang semisal dengannya. Zat pengatur diperoleh dari sayur dan buah-buahan, sedang zat
pembangun diperoleh dari ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang-kacangan dan sebagainya.
Ketiga golongan bahan makanan dalam konsep dasar gizi seimbang tersebut digambarkan
dalam bentuk kerucut dengan urutan-urutan menurut banyaknya bahan makanan tersebut
yang dibutuhkan oleh tubuh. Dasar kerucut menggambarkan sumber energi/tenaga, yaitu
golongan bahan pangan yang paling banyak dimakan, bagian tengah menggambarkan sumber
zat pegatur, sedangkan bagian atas menggambarkan sumber zat pembangun yang secara
relatif paling sedikit dimakan tiap harinya.
2. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang:
1. Makanlah aneka ragam makanan
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat 1/2 dari kebutuhan energi
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari kebutuhan energi dan rendah
lemak jenuh
5. Gunakanlah garam beryodium
6. Makanlah sumber zat besi
7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai 4 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya
8. Biasakan makan pagi
9. Minumlah air bersih aman dan cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
11. Hindari minum-minuman beralkohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas
3.Tujuan Pedoman Umum Gizi Seimbang
Direktorat Gizi Depkes pada tahun 1995 telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Tujuan PUGS merupakan alat untuk memberikan penyuluhan pangan dan gizi
kepada masyarakat luas, dalam rangka memasyarakatkan gizi seimbang. Pedoman disusun
dalam rangka memenuhi salah satu rekomendasi Konferensi Gizi Internasional di Roma pada
tahun 1992. PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5 sempurna
yang memuat pesan-pesan yang berkaitan dengan pencegahan baik masalah gizi kurang,
maupun masalah gizi lebih yang selama 20 tahun terakhir mulai menampakkan diri di
Indonesia (diambil dari Almatsier, 2002).
4. Interpretasi tentang Status Gizi Keluarga berhubungan
dengan hasil RISKEDAS 2007/2010???
Hasil RISKESDAS 2007
Rerata nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Sebanyak
21 provinsi mempunyai rerata Konsumsi Energi per Kapita per Hari dibawah rerata nasional,
yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Rerata nasional Konsumsi Protein per Kapita per Hari adalah 55,5 gram. Sebanyak 16
provinsi mempunyai rerata konsumsi Protein per Kapita per Hari dibawah rerata nasional,
yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Secara nasional persentase RT dengan konsumsi “energi rendah” adalah 59,0 % dan
konsumsi “protein rendah” sebesar 58,5 %. Sebanyak 21 provinsi dengan persentase
konsumsi “energi rendah” di atas angka nasional (59,0 %) yaitu Provinsi Riau, Jambi,
Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.
Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi konsumsi “protein rendah” di atas angka
prevalensi nasional (58,5%) yaitu Provinsi Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
DI Yogyakarta, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua
Hasil RISKESDAS 2010
Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40,6 persen penduduk mengonsumsi makanan
dibawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang
dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur dijumpai 24,4 persen Balita; 41,2 persen
anak usia sekolah; 54,5 persen remaja; 40,2 persen Dewasa; serta 44,2 persen ibu hamil
mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal. Sementara itu proporsi penduduk
tertinggi dengan konsumsi <70% AKG adalah NTB (46,6%), dan terendah adalah provinsi
Bengkulu (23,7%).
5.Prosentase kebutuhan zat-zat gizi (nutriens) untuk konsumsi
berdasarkan gizi seimbang dalam keluarga
Konsumsi lemak:
- Pedesaan : 22,9 %
- Perkotaan : 27,9 %
Konsumsi protein
- Pedesaan : 13,2%
- Perkotaan : 15,5 %
Konsumsi karbohidrat
- Pedesaan : 63,8 %
- Perkotaan : 58,6 %
Interpretasi:
- konsumsi lemak pada perkotaan lebih dari angka kebutuhan anjurannya (> 25 % dari
kebutuhan energi). Penduduk perkotaan beresiko lebih tinggi untuk penyakit
kardiovaskuler dibandingkan penduduk desa.
- Konsumsi karbohidrat pada pedesaan melebihi angka kebutuhan anjurannya (>60%
dari kebutuhan energi). Hal ini membuat resiko mengidap diabetes melitus pada
penduduk desa lebih tinggi dibandingkan penduduk kota.
- Konsumsi protein pada pedesaan kurang dari angka kebutuhan anjurannya (<15 %
dari kebutuhan energi).
- Konsumsi karbohidrat tinggi cenderung pada daerah ekonomi yang kurang baik
sedangkan konsumsi protein tinggi cenderung pada daerah ekonomi yang lebih baik.
6.Prosentase penduduk yang mengkonsumsi Energi dan Protein di bawah
angka kebutuhan minimal
Rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia sebesar 61,2 gram atau 13,3 % dari total
konsumsi energi. Konsumsi protein penduduk Indonesia ini kurang dari angka kebutuhan
minimal dari protein (15% dari total konsumsi energi).
Hasil Riskesdas 2010, konsumsi penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi energi dibawah
kebutuhan minimal (lebih rendah dari 70 % dari AKG bagi orang Indonesia tahun 2004)
adalah sebanyak 40,6 %. Proporsi defisit energi < 70 % terbanyak pada usia remaja (54,5%),
dan terendah pada anak balita (24,4 %).
Proporsi penduduk yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (<70% dari
AKG) lebih banyak pada penduduk di desa dari pada penduduk di kota.Pada penduduk
dengan kuintil pengeluaran rumah tangga terendah (kuintil 1) sebanyak 46,6 % penduduk
yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (70 %), dan sebaliknya pada kuintil
pengeluaran rumah tangga tertinggi (kuintil 5), sebanyak 34,3 persen penduduk yang
mengonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (< 70 % AKG).
Interpretasi
Persentase RT (Rumah Tangga) dengan konsumsi “energi rendah” dan “ protein rendah”
menurut tingkat pengeluaran RT per kapita menunjukkan pola yang spesifik, yaitu semakin
tinggi tingkat pengeluaran RT per kapita, semakin rendah persentase RT dengan konsumsi
“energi rendah” dan “protein rendah”.
7.Dampak konsumsi Protein menurut angka kebutuhan minimal pada
status gizi Pak Amin waktu kecil
Dampak pada konsumsi protein pada angka kebutuhan minimal adalah adanya kekurangan
protein atau kwashiorkor.
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis.
Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain (5):
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua
makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak
memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain)
sangatlah dibutuhkan (6). Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI (2).
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik
tidak stabil (7), ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah
berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor (5).
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak
dapat mencukupi kebutuhan proteinnya (2).
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat
apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat
ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Gejala Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-Kwashiorkor,
antara lain (2,4):
* Gagal untuk menambah berat badan
* Pertumbuhan linear terhenti.
* Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)
* Diare yang tidak membaik
* Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).
* Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.
* Penurunan masa otot
* Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.
* Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan
anemia.
* Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir
dengan kematian (2,4).
Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya
sistem imun (4). Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah
dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan
bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat
menurunkan IQ secara permanen (4).