dampak alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi …
TRANSCRIPT
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN JERUK
MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI
DESA TABOLANG KECAMATAN TOPOYO
KABUPATEN MAMUJU TENGAH
JUMARNI
105960188815
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN JERUK
MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI
DESA TABOLANG KECAMATAN TOPOYO
KABUPATEN MAMUJU TENGAH
JUMARNI
105960188815
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Alih Fungsi
Lahan Tanaman Jeruk Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Tabolang
Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah” adalah benar merupakan hasil
karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana
pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Juni 2020
Jumarni
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi
dengan judul “Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk Menjadi Perkebunan
Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Prof.Dr.Ir. Ratnawati Tahir, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dr. Reni
Fatmasari Syafruddin, SP., M.Si. selaku pembimbing dua yang senantiasa
meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi
ini diselesaikan.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., MP selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Ibu Dr.Sri Mardiyati, SP.,M.P. selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Ayahanda Nurdin,dan Almarhuma Hj.Maryam dan Adikku tercinta Kurniawan
dan Nuraliah, dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan bantuan, baik
moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Seluruh dosen program studi agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan segudang ilmu kepada
penulis.
6. Kepada pihak pemerintah Desa Tabolang, khususnya kepala Desa Tabolang
beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian
di Daerah tersebut.
7. Terima Kasih kepada teman angkatan 2015 METAMORFOSIS dan teman kelas
maupun teman-teman kampus dan organda atas motivasi dan dorongan serta
saran-saran yang telah diberikan kepada saya atas pembuatan skripsi ini.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam penulisan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir, semoga karya tulis
ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang
membutuhkan. Semoga Kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Amin.
.
Makassar, 29 Juni 2020
viii
ABSTRAK
Jumarni, 105960188815. Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk Menjadi
Perkebunan Kelapa Sawit Di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah Dibimbing oleh RATNAWATI TAHIR dan RENI
FATMASARI SYAFRUDDIN
Penelitian ini untuk mengetahui dampak yang mempengaruhi alih fungsi
lahan tanaman jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit dan dampak alih fungsi lahan
perkebunan jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit. Informan dalam penelitian ini
dilakukan secara sengaja atau dengan cara teknik purposive yaitu petani yang
melakukan alih fungsi lahan dengan cara pengambilan kuesioner penelitian ini
berjumlah 10 orang yang terlibat dalam alih fungsi lahan. Analisis yang digunakan
yaitu analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi petani
melakukan alih fungsi lahan yaitu : (i) dilihat dari faktor eksternal, petani kesulitan
memenuhi keperluan dan kebutuhan sehari-hari dikarenakan harga jual jeruk
tergolong murah sedangkan setelah melakukan alih fungsi lahan petani perlahan
bisa memperbaiki ekonominya dikarenakan harga jual sawit yang tergolong stabil ,
(ii) dari faktor internal, waktu panen jeruk dilakukan 6 bulan sekali dengan harga
jual yang tidak stabil dan tergolong murah, sedangkan waktu panen kelapa sawit
bisa dilakukan hampir setiap bulan dengan harga jual yang cukup stabil dan mahal,
dan (iii) dilihat dari faktor kebijakan, dimana pemerintah terus melakukan
pengawasan terhadap harga beli sawit sehingga harga bisa terus stabil dan
pemerintah juga memberikan pupuk serta bantuan alat berat sehingga
mempermudah petani saat melakukan alih fungsi lahan.
Alih fungsi lahan tanaman jeruk ke tanaman kelapa sawit memberikan
dampak yang positif terhadap petani, dimana petani perlahan bisa memperbaiki
perekonomiannya. Hal tersebut dikarenakan pendapatan kelapa sawit lebih besar
dibandingkan dengan usahatani jeruk. Hal tersebut juga berdampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo
Kabupaten Mamuju Tengah. Pengalih fungsian lahan petani jeruk ke perkebunan
sawit dapat meningkatkan nilai kesejahteraan masyarakat.
Kata Kunci :Alih Fungsi Lahan, Jeruk, Kelapa Sawit.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
KATA PENGANTAR..... ............................................................................... iv
ABSTRAK...................................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x
I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penelitian ….………………………………………………. 5
1.4 Kegunaan Penelitian…………….…………………………………. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 6
2.1 Tanaman Jeruk….………………………………………………….. 6
2.2 Tanaman Kelapa Sawit….…………………………………………. 7
2.3 Alih Fungsi Lahan……………..…………………………………… 10
2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan…….………………………………….. 12
2.5 Faktor-faktor Alih Fungsi Lahan .………………………………… 14
2.6 Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan…………………………. 16
2.7 Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 18
III. METODE PENELITIAN …………………………………………….. 20
x
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 20
3.2 Teknik Penentuan Informan……………………………………….. 20
3.3 Jenis dan Sumber Data…….………………………………………. 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………. 21
3.5 Teknik Analisis Data….. ………………………………………….. 22
3.6 Definisi Operasional……………………………………………….. 23
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………………. 25
4.1 Letak Geografis…………………………..………………………… 25
4.2 Kondisi Iklim………..……….…………………………………….. 26
4.3 Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin …………………….. 26
4.4 Kondisi Demografis ……………………………………………… 29
4.5 Luas Lahan ......................................................................................... 30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………. 33
5.1 Identitas Informan ….…..…………………………………………. 33
5.2 Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk
Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit ……………………………...... 45
5.3 Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Perkebunan
Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan Masyarakat...........................
50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 54
6.1 Kesimpulan………………………………………………………… 54
6.2 Saran….…………………………………………………………….. 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Jumlah Rata – rata Curah hujan Setiap Bulan Pada Tahun 2019 …….. 26
2. Struktur Penduduk Desa Tabolang Menurut Golongan Umur
dan Jenis Kelamin………………………………………..……..……… 28
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ……….. 30
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian................................... 31
5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ……………………… 32
6. Umur Petani Alih fungsi Lahan Tanaman jeruk ke kelapa sawit
di Desa Tabolang kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah. ….. 33
7. Pendidikan Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman
Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah. ……………………………………………………… 40
8. Tanggungan Keluarga Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke
Tanaman kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo
Kabupaten Mamuju Tengah. ……………………………………….... 42
9. Pengalaman Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman
Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah. ……………………………………………………… 43
10. Jumlah Luas Lahan Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman
Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah. ……………………………………………………… 44
11. Pendapatan Petani jeruk dan petani kelapa sawit…………………….. 50
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kerangka Pikir ……………………………………………….……… 19
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Kuesioner Penelitian……………………............................................... 56
2. Identitas Responden Peternakan Ayam Ras Petelur ………………… 59
3. Peta Desa Tabolang.....………………………………….……………. 60
4. Dokumentasi Penelitian………..……………………………………… 61
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia antara lain; sebagai penyumbang devisa negara, sumber
lapangan pekerjaan, pemacu proses industrialisasi, dan sumber bahan pangan.
Namun seiring perkembangan zaman, sektor pertanian mengalami penurunan
akibat adanya alih fungsi lahan, serta kurangnya minat pemuda untuk terjun ke
bidang pertanian.
Alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu fenomena yang cukup
banyak terjadi belakangan ini di Indonesia. Hal ini seiring dengan pertambahan
penduduk dan kegiatan pembangunan sehingga mengakibatkan permintaan dan
kebutuhan terhadap lahan semakin tinggi yang dipergunakan untuk
menyelenggarakan kegiatan dalam bidang pertanian maupun nonpertanian. Dalam
ilmu ekonomi, kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak produktif dan tidak
menguntungkan selalu akan dengan cepat digantikan dengan kegiatan lain yang
lebih produktif dan menguntungkan. Persaingan terjadi untuk pemanfaatan yang
paling menguntungkan sehingga dapat mendorong terjadinya perubahan
pemanfaatan lahan (Kustiwan, 2007)
Menurut Fauziah (2005), alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia bukan
hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu segi
substansi ketentuannya yang tidak jelas dan tidak tegas, maupun penegaknya yang
tidak di dukung oleh pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang
memberikan izin pemfungsian suatu lahan. Tetapi juga tidak didukung oleh “tidak
2
menariknya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat
produksi lainnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat
dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan cenderung terus menurun
drastis mengakibatkan minat penduduk (ataupun sekedar mempertahankan
fungsinya) terhadap sektor pertanian pun menurun.
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan
adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak
negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga
dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-
faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan biasanya terkait dengan proses
perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa alih fungsi lahan
merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah. Sebagian besar alih fungsi
lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam penguasaan lahan
yang lebih didominasi oleh pihak kapitalis dengan mengantongi izin mendirikan
bangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah (Ante,Elizabeth dkk. 2016).
Tanaman sawit adalah merupakan tanaman jangka panjang, dimana dulunya
tidak diminati oleh masyarakat di kabupaten mamuju tengah, disebabkan nilai jual
dan biaya perawatan yang lumayan tinggi, inilah yang menjadi salah satu
pertimbangan dari masyarakat sehingga masyarakat kurang diminati. Tahun demi
tahun, paradigma masyarakat soal tanaman sawit mulai mengalami degradasi,
3
sampai akhirnya berangsur-angsur petani yang awalnya menanam jeruk akhirnya
memilih untuk berganti profesi menjadi petani kelapa sawit.
Di Provinsi Sulawesi Barat sendiri, kelapa sawit menjadi salah satu
komoditas unggulan atau komoditas nomor satu, pada tahun 2013 luas area
perkebunan di Provinsi Sulawesi Barat seluas 96.318 ha dan mengalami
peningkatan pada tahun 2016 hingga mencapai 116.356 ha, artinya selama kurung
waktu 3 tahun perluasan area tanam perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sulawesi
Barat mengalami peningkatan rata-rata setiap tahun sebanyak 6.205 ha (Ditjenbun,
2014/2015).
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat No. 1 Tahun 2014
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014/2030,
menetapkan Kabupaten Mamuju Tengah sebagai salah satu Kabupaten yang
menjadi kawasan prioritas pengembangan perkebunan kelapa sawit. Perkembangan
perluasan area perkebunan di Kabupaten Mamuju Tengah cukup signifikan, pada
awal tahun 2014 luas area sebesar 26.231 ha dan mengalami perubahan luas sekitar
3.000 ha pada semester II 2014 (Ditjenbun, 2015).
Pergantian tanaman jeruk menjadi tanaman kelapa sawit oleh petani masih
belum diketahui hal apa yang mempengaruhi sehingga petani beralih ke tanaman
kelapa sawit, dan terbukti pada tahun 2000-an perekonomian masyarakat yang ada
di Kecamatan Budong-Budong, Pangale, Topoyo, Tobadak, dan Karossa
mengalami peningkatan yang signifikan. Lima Kecamatan itulah saat ini menjadi
sentra produksi tanaman kelapa sawit yang ada di daerah otonom baru ini.
4
Area sawit berada di 26 desa dan 5 kecamatan itu memiliki luas 15.000 Ha
dan terdiri dari kebun inti milik perusahaan PT. Surya Lestari II seluas 931 Ha, dan
450 Ha plasma dan seluas 6.000 Ha milik masyarakat dan sisanya kebun yang
dikelola IGA.
Perkembangan alih fungsi lahan perkebunan jeruk menjadi perkebunan
kelapa sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah
dapat dikatakan sangat tinggi karena nilai ekonomis tanaman jeruk yang rendah
sehingga mengakibatkan para petani mulai berpikir mengganti tanaman mereka
menjadi tanaman kelapa sawit yang nilai ekonomisnya lebih tinggi dibandingkan
tanaman jeruk. Hal ini juga sangat didukung oleh letak geografis dari Desa
Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah yang sangat mendukung
dari pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan
perkebunan jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit ?
2. Bagaimana dampak alih fungsi lahan perkebunan jeruk menjadi perkebunan
kelapa sawit ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
5
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi petani melakukan alih fungsi
lahan tanaman jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit.
2. Untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan perkebunan jeruk menjadi
perkebunan kelapa sawit
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
khususnya yang berkaitan dengan alih fungsi lahan dari kebun jeruk menjadi
kebun kelapa sawit.
2. Bagi pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan dan strategi yang tepat
berkaitan dengan pengendalian alih fungsi lahan ini.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jeruk
Indonesia terdapat berbagai macam varietas jeruk. Keragaman jeruk sangat
tinggi yang ditunjukkan oleh banyaknya anggota pada marga
Citrus(Karsinah,dkk.,2002). Meskipun demikian, yang dianggap sebagai jeruk
yang asli hanya 3 kelompok yaitu mandarin, jeruk besar dan sitron, sedangkan yang
lainnya hasil persilangan dari ketiga kelompok tersebut. Kelompok mandarin
sendiri terdiri dari banyak spesies yang secara fenotipik berbeda jauh (Barret dan
Rhodes,1976 dalam Hajrah, 2009).
Jeruk (Citrus sp) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Asia
Tenggara. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman ini sudah terdapat di
Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman budidaya. Di
Indonesia, bila dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun jeruk
merupakan komoditas buah-buahan yang terpenting ketiga setelah pisang dan
mangga (Ashari, 1995).Tanaman Jeruk dapat dipanen setelah memasuki umur
tanam 2,5-3 tahun setelah penanaman, oleh karena itu kami akan memberikan
informasi kepada sahabat pertanian tentang Bagaimana Cara Budidaya
Jeruk,sehingga kita bisa bersama-sama dapat berbagi ilmu dan memulai agribisnis
buah jeruk memiliki prospek yang cerah dan menjanjikan.
Penyebaran beberapa species jeruk khususnya di Indonesia, sangat cepat
dan luas, hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan varietas-varietas jeruk
lokal komersial dari beberapa spesies seperti jeruk keprok garut (Jawa Barat),
7
Tawangmangu (Jawa Tengah), Belinyu (Jawa Timur), Batu 55 (Jawa Timur),
Pulung (Ponorogo), siam Pontianak (Kalimantan Barat), siam madu (Sumatera
Utara) dan siam banjar (Kalimantan Selatan), sedangkan untuk jeruk manis antara
lain jeruk manis pacitan (Jawa Timur) dan jeruk manis punten (Jawa Timur)
(Hardiyanto,dkk., 2004).
Kehadiran jeruk varietas lokal ini kemungkinan sebagai variasi dalam
populasi dari berbagai daerah (Hajrah,2009). Beberapa varietas jeruk manis yang
telah beradaptasi baik di berbagai daerah, salah satu diantaranya adalah jeruk manis
pacitan.
2.2 Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya
menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak
kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah
Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi (Pahan, 2006).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) mempunyai produktivitas
lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, seperti kelapa,
kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain. Elais dalam bahasa yunani berasal dari
kata Elaion yang artinya minyak. Guineensis berasal dari kata Guinea Yaitu tempat
seorang ahli bernama jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kalinya di
pantai Guinea (Setyamidjaja, D,1991, dalam Andrianto,2014).
8
Ditinjau dari biaya produksinya, maka budidaya tanaman kelapa sawit lebih
ringan dengan masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang yaitu selama 22
tahun. Ditinjau dari ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, maka
tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan terhadap
serangan hama dan penyakit dibanding tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah
harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.
Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku alkohol, sabun, lilin, dan
industri kosmetika.
Peran kelapa sawit dalam perekonomian indonesia begitu kentara. Minyak
kelapa sawit sebagai minyak nabati memiliki kelebihan-kelebihan dibanding
minyak hewani dalam perannya mendukung kesehatan manusia. Secara umum
dinyatakan kelapa sawit mempunyai peranan cukup strategis, yaitu minyak sawit
merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu
bahan ini akan ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini
penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok
kebutuhan masyarakat. Sebagai bahan pokok kebutuhan manusia harganya harus
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Minyak kelapa sawit sebagai salah satu
komoditas pertanian sebagai andalan ekspor non migas Indonesia. (Kurdianto,
2011)
9
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU -15° LS).
Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan
kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-
2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak
kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku
pembungaan dan produksi buah sawit. Tanaman kelapa sawit secara umum cocok
untuk ditanam pada lahan dataran rendah. (Pahan, 2006).
Biji kelapa sawit tidak berkecambah secara cepat karena adanya sifat
dormansi. Batang kelapa sawit memiliki kecepatan tumbuh sekitar 35-75 cm per
tahunnya. Untuk meningkatkan kecepatan produksi, maka dilakukan beberapa
inovasi. Metode pertama yang dilakukan adalah pengecambahan biji kelapa sawit.
Hal ini dilakukan untuk menghilangkan dormansi benih dan meningkatkan
persentase daya kecambah. Metode kedua adalah pemupukan. Pupuk yang dapat
ditambahkan dapat berupa pupuk organik maupun anorganik. Pupuk organik
dimanfaatkan dalam memperbaiki struktur tanah dan memberikan pasokan zat hara
bagi tanaman. Pupuk anorganik yang biasa ditambahkan adalah pupuk NPK.
Efektivitas pemupukan akan tinggi jika pupuk diberikan dalam dosis yang rendah
secara kontinu. Metode ketiga adalah pengendalian gulma. Pengendalian gulma
dapat dilakukan secara manual, kimiawi dan biologis.Secara manual dapat
dilakukan melalui penyiangan piringan kelapa sawit dengan memotong rerumputan
(Pahan, 2006).
Pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan pemberian herbisida
dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu mekanisme kerja herbisida, cara
10
pemberian dan sifat gulma. Herbisida memiliki berbagai macam mekanisme kerja
seperti mempengaruhi respirasi dan fotosintesis gulma, serta menghambat
perkecambahan gulma, menghambat sintesis asam amino dan metabolisme
lipid Metode keempat adalah pengendalian hama. Hama yang umum menyerang
kelapa sawit antara lain ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, kumbang bahkan babi
hutan. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan pemberian insektisida atau
menggunakan predator alaminya (Kurdianto, 2011).
2.3 Alih Fungsi Lahan
Menurut Nasution (2004) dalam Sudaryanto et. (2009) rata-rata tingkat
konversi lahan sawah irigasi diperkirakan sekitar 110 ribu hektar per tahun.Ini
termasuk konversi lahan sawah beririgasi untuk menggunakan non-pertanian dan
tanaman selain padi. Di Jawa lahan sawah irigasi dikonversi terutama untuk tujuan
non-pertanian,yaitu 58,7 persen menuju area perumahan dan sisanya untuk
industri,pusat perbelanjaan,dan lain-lain.
Menurut, Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi
lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan
itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk
penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya
dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
11
Alih fungsi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari
bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain misalnya perubahan lahan
pertanian menjadi non pertanian. Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang
disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman,
industri, perkantoran, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang
perkembangan masyarakat,Alih fungsi lahan bukan hanya terletak pada boleh atau
tidaknya suatu lahan di alih fungsikan tetapi lebih banyak menyangkut kepada
kesesuaian dengan tata ruang, dampak dan manfaat ekonomi dan lingkungan dalam
jangka panjang dan alternatif lain yang dapat ditempuh agar manfaatnya lebih besar
daripada dampaknya (Pakpahan et al., 2007).
Irawan (2005) mengungkapkan bahwa Alih fungsi lahan berawal dari
permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan terhadap pendapatan
dibanding dengan komoditas non pertanian. Oleh karena itu pembangunan ekonomi
yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung menyebabkan
naiknya permintaan komoditas pangan dengan laju lebih tinggi dibandingkan
dengan permintaan komoditas non pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah
karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditas merupakan turunan
dari permintaan komoditas yang bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang
membawa kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan
lahan untuk kegiatan pertanian dengan laju lebih cepat dibandingkan kenaikan
permintaan di luar lahan untuk kegiatan non pertanian.
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
perubahan fungsi sebagai anatause luruh kawasan lahan dari fungsinya(seperti yang
12
direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan
sebagai perubahan untuk penggunaan lain, disebabkan oleh faktor faktor yang
secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang
makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik. Hal ini tentunya sesuai dengan Prinsip ekonomi, bahwa pengguna akan
selalu memaksimalkan penggunaan lahannya. Kegiatan-kegiatan yang dianggap
tidak produktif dan tidak menguntungkan selalu akan dengan cepat digantikan
dengan kegiatan lain yang lebih produktif dan menguntungkan.
Persaingan terjadi untuk pemanfaatan yang paling menguntungkan sehingga
dapat mendorong terjadinya perubahan pemanfaatan lahan (Kustawan dalam Ikhlas
Saili 2012). Sihalo dalam (Astuti, 2011) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah
alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non
pertanian ke lahan pertanian.
2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan
Menurut Soemarno (2013) konversi lahan berimplikasi pada perubahan
struktur agraria, beberapa perubahan yang terjadi, yaitu:
1. Perubahan pola penguasaan lahan.
Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari pemilikan tanah dan bagaimana
tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi akibat adanya
konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah.
2. Perubahan pola penggunaan tanah dapat dilihat dari bagaimana masyarakat dan
pihak-pihak lain memanfaatkan sumber agraria tersebut.Konversi lahan
13
menyebabkan pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaat sumber agraria,
khususnya tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga
kerja dalam pemanfaatan sumber agraria,khususnya tenaga kerja wanita.
Konversi lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di sektor
pertanian. Selain itu,konversi lahan menyebabkan perubahan pada
pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang semakin tinggi. Implikasi
dari berlangsungnya perubahan ini adalah dimanfaatkannya lahan tanpa
mengenal sistem “bera”, khususnya untuk lahan sawah.
3. Perubahan pola hubungan.Lahan yang semakin terbatas menyebabkan
memudarnya sistem bagi hasil tanah“maro” jadi “mertelu”. Demikian juga
munculnya sistem tanah baru yaitu system sewaan sistem jual gadai.Perubahan
terjadi akibat meningkatnya nilai lahan dan lahan yang makin terbatas.
4. Perubahan pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata
pencaharian masyarakat dari hasil-hasil produksi pertanian dibandingkan
dengan hasil non-pertanian.
5. Perubahan sosial dan komunitas.Konversi lahan dapat menyebabkan
pendapatan yang semakin menurun. Dampak konversi lahan sawah dapat
dipandang dari dua sisi. Pertama, dari fungsinya lahan sawah diperuntukan
untuk memproduksi padi. Dengan demikian adanya konversi lahan sawah ke
fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya
perubahan lahan sawah ke pemukiman, perkantoran, prasarana jalan dan
lainnya berimplikasi dengan besarnya kerugian akibat sudah diinvestasikan
dana untuk mencetak sawah, membangun waduk dan sistem irigasi.
14
2.5 Faktor-faktor Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
(Lestari, 2010). Tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya konversi lahan
pertanian yaitu sebagai berikut :
1. Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan dan pertumbuhan penduduk, demografis maupun
ekonomi.
2. Faktor internal merupakan faktor yang lebih melihat sisi yang disebabkan oleh
kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor kebijakan merupakan merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi
lahan pertanian.
Laju penggunaan lahan akan semakin meningkat seiring dengan
pembangunan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya permintaan akan lahan
mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Menurut
Pakpahan (1993) faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi atau konversi lahan
sawah ke penggunaan non-pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-
faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor
yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu
faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan alih fungsi.
Menurut Situmeang (1998), perubahan struktur ekonomi dimana telah
terjadi peningkatan peranan sektor non-pertanian terhadap perekonomian dapat
15
mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya,
perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya
pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat
terjadinya struktur ekonomi ke arah sektor manufaktur, jasa dan sektor non-
pertanian lainnya.
Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih
fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian antara lain:
1. Faktor Kependudukan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah
meningkatkan permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup
masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non
pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani
disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian
relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga
petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga
lainnya.
3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan
terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum
skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang
memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan.
Hal ini antara lain tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
16
cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non
pertanian.
5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (Law
Enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada.
2.6 Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan
Sihaloho (2004) membagi konversi lahan ke dalam tujuh pola atau tipologi
yaitu: 1) konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
lahan yang kurang/tidak produktif dan masalah ekonomi pelaku konversi; 2)
konversi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang produktif,
sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah; 3)
konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth
driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi
kebutuhan tempat tinggal; 4) konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social
problem driven land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni masalah
ekonomi dan perubahan kesejahteraan; 5) konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh
faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan
ingin keluar dari kampung; 6) konversi adaptasi agraris; disebabkan karena masalah
ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan
meningkatkan hasil pertanian; 7) konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya untuk perkantoran, sekolah koperasi
perdagangan termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi
demografi.
17
Pada alih fungsi sawah, terutama industri yang mempunyai nilai tambah
lebih besar sangat jelas berperan, sementara pada alih fungsi non-budidaya tekanan
penduduk lebih dominan. Ini artinya, alih fungsi sawah lebih banyak dipengaruhi
oleh pemilik modal, sementara alih fungsi kawasan non-budidaya oleh penduduk
lapar tanah (miskin). Alih fungsi lahan dapat bersifat permanen dan juga dapat
bersifat sementara. Jika lahan sawah beririgasi teknis diubah menjadi kawasan
perumahan atau industri, maka alih fungsi lahan tersebut bersifat permanen. Akan
tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka alih fungsi
fungsi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun-tahun berikutnya dapat
dijadikan sawah kembali.
Alih fungsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya daripada alih
fungsi lahan sementara. Alih fungsi lahan permanen mempunyai arti strategis,
seperti kawasan non-budidaya (kawasan lindung) menjadi kawasan budidaya dan
lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi non-sawah (industri dan
pemukiman).
2.7 Kerangka Pemikiran
Alih fungsi lahan adalah suatu proses perubahan penggunaan lahan dari
bentuk penggunaan tertentu menjadi penggunaan lain. Alih fungsi lahan terjadi di
Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah merupakan alih
fungsi lahan yang awalnya dijadikan perkebunan jeruk menjadi perkebunan kelapa
sawit.
Alih fungsi lahan perkebunan jeruk menjadi perkebunan kelapa sawit di
Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah dipengaruhi oleh
18
beberapa faktor yaitu faktor eksternal ,internal, dan kebijakan Faktor eksternal
merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan daerah
perkotaan,demografi maupun ekonomi.Faktor internal merupakan faktor yang
melihat lebih jauh sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumah tangga
pertanian penggunaan lahan.Faktor kebijakan merupakan aspek regulasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan
perubahan fungsi lahan pertanian.
Alih fungsi lahan pertanian tanaman jeruk menjadi kelapa sawit
memberikan dampak terhadap pendapatan petani, dengan perubahan pendapatan
petani yang meningkat maka akan meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa
Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah
Gambar 1. Kerangka pemikiran Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk
Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan
Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah
Alih Fungsi Lahan
Tanaman Jeruk Tanaman Kelapa Sawit
Faktor-faktor Alih Fungsi Lahan
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Kebijakan Pemerintah
Dampak Alih Fungsi Lahan
Pendapatan Masyarakat
19
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo
Kabupaten Mamuju Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa ada terjadi alih fungsi tanaman
jeruk menjadi tanaman kelapa sawit yang dilakukan oleh para petani Penelitian ini
dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Oktober 2019 – Desember 2019.
3.2 Teknik Penentuan Informan
Menurut Sugiyono (2016), Purposive Sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbanagn tertentu. Teknik Purposive Sampling
dapat digunakan apabila ada kriteria-kriteria tertentu yang sudah ditentukan antara
lain. Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak sepuluh (10) orang
yang telah dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Adapun kriteria yang jadi
pedoman saya untuk memilih informan yaitu: Petani yang memiliki 1-2 lahan,
Petani yang memiliki luas lahan minimal 1 Ha, Petani yang mengolah lahan sendiri,
dan Petani yang tidak memiliki lagi lahan perkebunan setelah melakukan alih fungsi
lahan.
3.3 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan yaitu jenis data kualitatif (deskriptif). Sumber
data diperlukan untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan
20
fokus penelitian.Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber aslinya yang berupa wawancara, jajak pendapat dari individu
atau kelompok (orang) maupun hasil observasi dari suatu objek, kejadian atau hasil
pengujian (benda). Dengan kata lain, peneliti membutuhkan pengumpulan data
dengan cara menjawab pertanyaan riset (metode survei) atau penelitian benda
(metode observasi).
2. Data sekunder
Data sekunder adalah adalah sumber data penelitian yang diperoleh melalui
media perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang
telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan
secara umum. Dengan kata lain,peneliti membutuhkan pengumpulan data dengan
cara berkunjung ke perpustakaan, pusat kajian, pusat arsip atau membaca banyak
buku yang berhubungan dengan penelitiannya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Maryati (2010), teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian kualitatif adalah teknik yang memungkinkan diperoleh data detail dengan
waktu yang relatif lama. Menurut Sugiyono (2005), teknik pengumpulan data
merupakan langka yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dalam meneliti yaitu mendapatkan data. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu :
21
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada objek
peneliti.
2. Wawancara
Wawancara yang digunakan dengan penelitian ini dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman
wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan
data yang dicari.
3. Dokumentasi
Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar oleh peneliti
untuk memperkuat hasil penelitian. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar
atau karya-karya monumental seseorang.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu Teknik analisis deskriptif
adalah kualitatif yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Untuk menjawab dampak dari alih
fungsi lahan. Adapun analisis yang digunakan yaitu menggunakan secara deskriptif
Analisis data untuk menjawab tujuan pertama yaitu dilakukan secara
deskriptif yaitu untuk mengetahui dampak alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi
perkebunan kelapa sawit.
22
3.6 Definisi Operasional
Konsep operasional merupakan pengertian dari istilah-istilah yang
digunakan dan juga merupakan batasan untuk mempermudah pengumpulan data
dan memperjelas ruang lingkup dalam penelitian, yaitu terdiri dari
1. Alih fungsi lahan adalah penggantian atau pengalihan komoditas dari tanaman
jeruk ke kelapa sawit pada lahan yang sama.
2. Jeruk manis (Citrus sinensis L.) adalah jenis tanaman yang diusahakan oleh
petani di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo sebelum alih fungsi lahan.
3. Kelapa sawit (Elaeis) adalah jenis tanaman yang diusahakan oleh petani di Desa
Tabolang Kecamatan Topoyo sebelum alih fungsi lahan.
4. Faktor internal adalah hal-hal dari dalam diri petani itu sendiri yang
mendorongnya melakukan alih fungsi lahan
5. Faktor eksternal adalah hal-hal dari luar yang mempengaruhi petani melakukan
alih fungsi lahan
6. Kebijakan pemerintah adalah aturan yang dibuat pemerintah yang kemudian
dijadikan patokan oleh petani untuk melakukan alih fungsi lahan.
7. Dampak dari perubahan alih fungsi lahan merupakan akibat yang ditimbulkan
oleh adanya alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi tanaman kelapa sawit di
Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.
8. Perubahan pola nafkah agraria adalah pola perubahan mata pencaharian
pertanian menjadi non pertanian di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo
Kabupaten Mamuju Tengah.
23
9. Perubahan sosial adalah perubahan yang diakibatkan dari alih fungsi lahan jeruk
ke tanaman kelapa sawit dalam kehidupan sosial masyarakat di Desa Tabolang
Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.
10.Perubahan pendapatan merupakan selisih antara pendapatan petani yang
awalnya melakukan budidaya tanaman jeruk menjadi petani kelapa sawit.
11.Perekonomian masyarakat merupakan gambaran tingkat pemenuhan kebutuhan
rumah tangga di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju
Tengah.
24
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Desa Tabolang terletak di sebelah Utara Ibu kota Kecamatan Topoyo. Desa
dengan luas 10.684.467 m2 ini berjarak ± 10 km dari kota kecamatan dan ±12 km
dari Ibu kota Kabupaten. Adapun batas wilayah Desa Tabolang adalah sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan den Desa Salupangkang I dan Kecamatan Karossa
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Budong-Budong Desa Tobadak
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Salu Le’bo’
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Topoyo,Desa Tangkau dan Desa
Tappilina.
Berdasarkan letak geografisnya, Desa Tabolang berada di dataran tinggi
yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang sangat luas, serta kaya akan
potensi sumber daya alam lainnya, seperti mata air yang dapat ditemukan di setiap
dusun. Desa ini merupakan salah satu desa di Mamuju Tengah yang mempunyai
tingkat kesuburan tanah yang baik untuk tanaman.
Desa Tabolang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Topoyo,
Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat. Desa ini terdiri dari tujuh
dusun yaitu Dusun Tabolang, Dusun Jenetallasa, Dusun Kalando, Dusun Tangkou,
Dusun Salurea, Dusun Puncak Indah, Dusun Tangkou Indah,dan Dusun Bumi
tankou.
25
4.2 Kondisi Iklim
Kondisi topografi secara tidak langsung tentu akan mempengaruhi kondisi
iklim dan cuaca termasuk curah hujan. Pada tahun 2018 bulan Mei merupakan
puncak musim penghujan dengan rata-rata curah hujan mencapai 120 mm dengan
hari hujan sebanyak 16 hari. Sedangkan untuk bulan yang memiliki tingkat hujan
paling rendah dalam setahun selama 120 terjadi pada bulan September dengan
curah hujan sebesar 43 mm dan hari hujan sebanyak 5 hari.Untuk lebih jelasnya
pada tabel 1 berikut ini curah hujan pada tahun 2018 seperti pada tabel berikut.
Tabel 1 Jumlah Rata – rata Curah hujan Setiap Bulan Pada Tahun 2019.
Curah hujan 120 Mm/thn
Jumlah bulan hujan 6 s/d 8 bulan/thn
Kelembapan 65 s/d 80 Persen
Suhu rata-rata harian 32 .0C
Tinggi tempat dari permukaan laut 25. dpl
Sumber :Kantor Desa Tabolang Tahun 2019
4.3 Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut umur dalam arti demografi adalah komposisi
penduduk menurut kelompok umur tertentu. Komposisi menurut umur dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Usia belum produktif (kelompok umur <14 tahun)
2. Usia produktif (kelompok umur antara 15-64 tahun)
3. Usia tidak produktif (kelompok umur >64 tahun)
28
Berdasarkan pengelompokan umur tersebut dapat diketahui rasio beban
tanggungan (dependency ratio) yang dapat digunakan untuk melihat angka
ketergantungan suatu negara. Rasio beban tanggungan adalah angka yang
menunjukkan perbandingan antara penduduk usia non produktif dengan penduduk
usia produktif. rasio beban tanggungan (dependency ratio) dapat diketahui dengan
rumus sebagai berikut.
Rasio beban tanggungan = 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑁𝑜𝑛𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓100%
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin adalah pengelompokan
penduduk berdasarkan jenis kelaminnya. Komposisi ini untuk mengetahui
perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dalam satu wilayah
tertentu. Adanya ketidakseimbangan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
(rasio jenis kelamin) dapat mengakibatkan rendahnya fertilitas dan rendahnya
angka pertumbuhan penduduk. Perbandingan (rasio) jenis kelamin dapat diketahui
dengan rumus berikut ini :RJK = 𝐿
𝑃𝑥 𝑘
Keterangan RJK : rasio jenis kelamin
L : Jumlah penduduk laki-laki
P : Jumlah penduduk perempuan
k : bilangan konstan dengan nilai 1.000.
29
Tabel 2. Struktur Penduduk Desa Tabolang Menurut Golongan Umur dan Jenis
Kelamin
No
.
Kelompok
umur (tahun)
Jenis Kelamin Jumlah
Penduduk Laki-
laki &
perempuan
Persentase
(%) Laki-
laki Perempuan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
>75
170
160
154
145
110
150
117
115
111
95
50
39
30
19
16
9
172
155
142
145
143
121
117
110
104
72
46
51
32
17
14
12
342
315
296
290
253
271
234
225
215
167
96
90
62
36
30
21
11,56
10,89
10,12
9,72
8,79
9,19
7,89
7,45
7,42
5,65
3,27
2,91
2,27
1.27
1.00
0,70
Jumlah 1490 1453 2943 100,00
Sumber :Kantor Desa Tabolang Tahun 2019
Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan umur dan jenis kelamin jumlah
penduduk di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo yang berumur 0-4 tahun berjumlah
342 jiwa yaitu laki-laki 170 jiwa dan perempuan 172 jiwa dengan persentase
11,56%, yang berumur 5-9 yang berjumlah 315 jiwa yaitu laki-laki 160 jiwa dan
perempuan 155 jiwa dengan persentase 10,89%, yang berumur 10-14 berjumlah
296 yaitu lai-laki 154 jiwa dan perempuan berjumlah 142 jiwa dengan persentase
10,12%, yang berumur 15-19 berjumlah 290 yaitu laki-laki berjumlah 145 jiwa dan
perempuan berjumlah 145 jiwa dengan persentase 9,72%, yang berumur 20-24
berjumlah 253 yaitu laki-laki berjumlah 110 jiwa dan perempuan 143 jiwa dengan
30
persentase 8,79%, yang berumur 25-29 berjumlah 271 jiwa yaitu laki-laki
berjumlah 150 jiwa dan perempuan berjumlah 121 jiwa dengan persentase 9,19%,
yang berumur 30-34 berjumlah 234 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 117 jiwa dan
perempuan 117 jiwa dengan persentase 7,89%, yang berumur 35-39 berjumlah 225
jiwa yaitu laki-laki berjumlah 115 jiwa dan perempuan 110 jiwa dengan persentase
7,45%, yang berumur 40-44 berjumlah 215 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 111 jiwa
dan perempuan 104 jiwa dengan persentase 7,42%,yang berumur 45-49 berjumlah
167 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 95 jiwa dan perempuan 72 jiwa dengan
persentase 5,65%, yang berumur 50-54 berjumlah 96 jiwa yaitu laki-laki berjumlah
50 jiwa dan perempuan 46 jiwa dengan persentase 3,27%,yang berumur 55-59
berjumlah 90 jiwa yaitu laki-laki 39 jiwa dan perempuan 51 jiwa dengan persentase
2,91%, yang berumur 60-64 berjumlah 62 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 30 jiwa
dan perempuan 32 jiwa dengan persentase 2,27%, yang berumur 65-69 berjumlah
36 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 19 dan perempuan 17 jiwa dengan persentase
1,27%, yang berumur 70-74 berjumlah 30 jiwa yaitu laki-laki 16 jiwa dan
perempuan berjumlah 14 jiwa dengan persentase 1,00%, yang berumur >75
berjumlah 21 jiwa yaitu laki-laki berjumlah 9 jiwa dan perempuan berjumlah 12
jiwa dengan persentase 0,70%
4.4 Kondisi Demografis
Berdasarkan hasil sensus tahun 2019 tingkat pendidikan warga Desa
Tabolang meningkat dibandingkan tahun lalu dan setara dengan pendidikan di desa
lainnya. Namun, masih perlu perhatian yang lebih serius untuk memberi
31
penyadaran kepada seluruh masyarakat Tabolang akan pentingnya pendidikan bagi
pembangunan desa, karena dengan adanya pendidikan masyarakat lebih mampu
melakukan pengembangan pemanfaatan potensi yang ada di desa. Sarana dan
prasarana pendidikan cukup memadai dengan adanya bangunan sekolah dasar dan
SMP yang ada di Desa Tabolang. Data hasil sensus untuk tingkat pendidikan
masyarakat Desa Tabolang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Tingkatan
pendidikan Laki-laki Perempuan Persentase (%)
Tidak Tamat SD 192 175 27.51
SD 212 255 35.16
SMP 92 90 12.82
SMA 130 80 16.27
D1 12 15 2.32
D3 0 0 0.00
S1 35 40 5.77
S2 1 0 0.15
Jumlah 674 655 100.00
Sumber: Data hasil sensus penduduk Desa Tabolang tahun 2019 (diolah)
Mayoritas penduduk Tabolang memiliki mata pencaharian sebagai petani
dan berkebun. Sesuai dengan hasil komoditi terbesar yang bersumber dari Tabolang
adalah Kelapa Sawit.Kemudian hasil tabel diatas menunjukkan tingkat pendidikan
di desa Tabolang sangat beragam, ini dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat
dalam dunia pendidikan menjadi hal mendasar dalam menciptakan lingkungan yang
berpendidikan.
32
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah (org) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
14
PNS
ABRI/POLRI
Pensiunan
Honorer/Kontrak
Petani
Wiraswasta
Pedagang
Buruh Tani
Tukang batu
Buruh perusahaan
Buruh bangunan
Pengusaha
Tukang Jahit
Karyawan
15,00
1,00
3,00
120,00
538,00
25,00
39,00
59,00
13,00
14,00
34,00
9,00
11,00
71,00
1,57
0,10
0,31
12,60
56,51
2,63
4,10
6.20
1,36
1,47
3,57
0,94
1,15
7.46
Total 952 100
Sumber: Data hasil sensus penduduk Desa Tabolang tahun 2019
Berdasarkan hasil tabel di atas terkait pekerjaan penduduk pada desa
Tabolang, dapat diasumsikan bahwa jenis pekerjaan yang paling mendominasi pada
penduduk Tabolang adalah petani, dengan perolehan angka sebesar 538.00, dan
tingkat pekerjaan yang paling sedikit adalah tingkat pekerjaan sebagai Abri atau
Polri, dengan perolehan nilai sebesar 1.00, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tingkat pekerjaan yang mata pencaharian masyarakat pada desa Tabolang adalah
petani.
Jumlah penduduk Desa Tabolang dapat dilihat dari hasil sensus penduduk
yang dilakukan pada tahun 2019. Terdapat jumlah penduduk Desa Tabolang 2.933
jiwa dengan dengan perbandingan, laki-laki 1.533 jiwa dan perempuan sebanyak
1.400 jiwa. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
33
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jiwa Persentase (%)
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
1533
1400
51,45
48,55
Total 2.933 100
Sumber: Data hasil sensus penduduk Desa Tabolang Tahun 2019
Berdasarkan data pemerintah Desa Tabolang tahun 2019, jumlah rumah
tangga yang ada di Desa Tabolang tercatat sebanyak 768 KK. Pertambahan
penduduk tidak terlalu pesat,. Persentase jumlah penduduk untuk jenis kelaimin laki
laki sebesar 1.533 jiwa sedang persentase jumlah untuk jenis kelamian perempuan
sebesar 1.400 jiwa, sehingga dapat asumsikan bahwa jumlah persentase jenis
kelamian laki laiki mendominasi pada Desa Tabolang.
4.5 Luas Lahan
Luas lahan adalah jumlah seluruh lahan tanaman sawit yang dimiliki petani
yang ada di daerah tabolang itu berbeda-beda karena jenis lahan yang dimiliki juga
ada beberapa ukuran atau luas . Luas lahan sangat mempengaruhi produksi sawit
dan kesejahteraan masyarakat karena hasil yang akan mereka dapat lebih banyak,
tetapi kondisi lahan juga berbeda karena ada kondisi lahan yang datar dan maupun
miring atau pegunungan.
Jenis Lahan yang miring sangat mempengaruhi tanaman sawit karna petani
sulit untuk membersihkan lahan dan jika waktu panen telah tiba.
34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Informan
Identitas petani yang diuraikan berikut menggambarkan keragaman petani
responden dari beberapa aspek petani alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi
perkebunan kelapa sawit Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju
Tengah,melalui survey metode pengumpulan data dengan kuesioner diperoleh
umur,kondisi responden , nama, jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, sebagai
berikut :
5.1.1 Umur Petani
Umur sangat mempengaruhi aktivitas pengalaman dan produktivitas kinerja
seseorang karena dikaitkan langsung dengan kekuatan fisik dan mental, sehingga
berhubungan erat dengan pengambilan keputusan. informan yang berumur lebih tua
relatif cenderung mempunyai pengalaman usahatani yang lebih baik dibandingkan
dengan informan yang berumur lebih muda. umur informan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Umur Petani Alih fungsi Lahan Tanaman jeruk ke kelapa sawit di Desa
Tabolang kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.
No Umur Jumlah Persentase (%)
1 26 – 35 2 20
2 36 – 45 3 30
3 46 – 55 5 50
Jumlah 10 100,00
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020
35
Tabel 6 diketahui bahwa umur informan pada usia 26-35 sebanyak 2 orang
dengan persentase paling rendah yaitu 20% dimana petani yang masih kurang
produktif, dibanding dengan petani yang berumur 36-45 sebanyak 3 orang dengan
persentase 30% yang di mana fase mulai produktif ,dan yang berumur 46-55
sebanyak 5 orang dengan persentase lebih tinggi yaitu 50% dan paling banyak atau
semakin produktif karena merupakan informan yang paling mendominasi di mana
dapat dilihat dari angka yang paling tinggi.
5.1.2 Pendidikan
Dimana dalam teori sumber daya manusia menunjukkan, bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang, cenderung semakin tinggi produktivitasnya.
Logikanya semakin tinggi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung
semakin inovatif, yang akan membawa dampak positif pada pembangunan sektor
pertanian, dengan produktivitas hasil pertanian yang semakin tinggi,serta cara
bertindak dalam keputusan seseorang dalam menjalankan pekerjaanya. Untuk
mengetahui pendidikan formal responden dapat di lihat di tabel 7.
Tabel 7 Pendidikan Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman Kelapa
Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak sekolah 3 30,00
2 SD 4 40,00
3 SMP 2 20,00
4 SMA 1 10,00
Jumlah 10 100,00
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.
36
Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden SD sebanyak 4
orang (40,00%), dan SMP sebanyak 2 orang (20,00%), dan SMA sebanyak 1 orang
(10,00%), dan yang TIDAK SEKOLAH sebanyak 3 orang (30,00%). Hal ini akan
berpengaruh terhadap tingkat penerapan petani responden dalam melakukan
usahatani kelapa sawit. Pendidikan yang ditempuh petani kebanyakan hanya
sampai di tingkat SD disebabkan akan faktor ekonomi petani. Petani yang memiliki
pendidikan hanya sampai SD sangat berpengaruh terhadap kreativitas serta
pengetahuan didunia pendidikan yang kurang, maka petani yang memiliki
pendidikan rendah biasanya sulit untuk menyentuh teknologi baru atau sulit untuk
mengambil keputusan, beda halnya dengan petani yang memiliki pendidikan tinggi,
petani tersebut dapat mengolah teknologi yang ada untuk lahan yang tidak produktif
lagi sehingga dapat meningkatkan produksi dan keuntungan petani.
Pendidikan merupakan identitas suatu masyarakat.Apabila pendidikan yang
ditempuh oleh masyarakat atau petani tinggi, dapat diartikan lingkungan
masyarakat mampu dengan mudah menerima pengetahuan baru.Terkait teknologi
dan perubahan-perubahan di dunia pertanian.
5.1.3 Tanggungan Keluarga
Penggambaran tentang jumlah anggota keluarga petani bertujuan untuk
melihat seberapa besar tanggungan keluarga tersebut. Keluarga petani terdiri dari
petani itu sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak dan tanggungan lain yang
berstatus tinggal bersama dalam satu keluarga. Sebagian besar petani menggunakan
tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang secara tidak langsung
merupakan tanggung jawab kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan
37
keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga, karena di
satu sisi sumber pendapatan yang meningkat keterbatasan kepemilikan sumber
daya, dan di sisi lain anggota keluarga yang ditanggung jumlahnya besar
berimplikasi pada besarnya pula biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tabel 8 Tanggungan Keluarga Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke
Tanaman kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah.
No Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%)
1
2
3
1-2
2-3
5-6
2
3
5
20,00
30,00
40,00
Jumlah 10 100,00
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.
Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden
terbanyak berada pada antara 5-6 sebanyak 5 orang dengan persentase (40,00%)
kemudian tanggungan keluarga 2-3 sebanyak 3 orang dengan persentase (30,00 %)
dan kemudian 1-2 sebanyak 2 orang dengan persentase paling rendah
(20,00%).Semakin banyak tanggungan keluarga yang dimiliki petani semakin
banyak pula pengeluaran yang dibutuhkan dan semakin sedikit jumlah tanggungan
petani maka semakin sedikit biaya yang dikeluarkan sehingga petani dapat lebih
mengembangkan usahatani yang dimilikinya serta terpenuhinya kebutuhan
keluarganya. Untuk petani yang memiliki banyak tanggungan keluarga maka akan
berusaha keras untuk menambah pendapatan melalui usaha tani kelapa sawit
sehingga dapat memenuhi semua kebutuhan.
5.1.4 Pengalaman Usaha Tani
Pengalaman usahatani disini yang dimaksud adalah lamanya seorang petani
responden dalam menekuni usaha taninya.Semakin lama petani menggeluti usaha
38
taninya, maka semakin banyak pengalaman yang dimilikinya.Dengan pengalaman
yang cukup besar akan berkembang suatu keterampilan dan keahlian dalam
menentukan cara yang lebih tepat untuk usahatani secara efektif dan efisien.
Tabel 9 Pengalaman Petani Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman Kelapa
Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.
No Pengalaman Usahatani Jumlah Persentase (%)
1 10 – 16 2 20,00
2 17 – 23 3 30,00
3 24 – 30 5 40,00
Jumlah 10 100,00
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020.
Tabel 9 menunjukkan bahwa pengalaman petani responden terendah adalah
10 - 16 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase (20,00%) dan 17 – 23 tahun
sebanyak 3 orang dengan persentase (30,00%) pengalaman usahatani tertinggi
yaitu 24 – 30 tahun sebanyak 5 orang dengan persentase (50,00%). Hal ini
menunjukkan bahwa umumnya responden berpengalaman dalam berusahatani
kelapa sawit. Pengalaman berusahatani sangat erat hubungannya dengan keinginan
peningkatan kesejahteraan petani dalam melaksanakan usahatani kelapa sawit serta
keinginan petani mengetahui informasi tentang peningkatan produksi dan
pendapatan kelapa sawit yang lebih meningkat untuk menambah tingkat
kesejahteraan petani.
Petani belajar dengan mengamati pengalaman petani lain atau mendapat
pengetahuan dari petani-petani yang sudah memiliki pengalaman usahatani yang
lama itu sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik mengambil
keputusan daripada melakukan tindakan sendiri.
39
5.1.5 Luas Lahan
Luas lahan adalah jumlah seluruh lahan sawit yang diusahakan petani luas
lahan terpengaruh suatu produksi dan pendapatan petani. Petani yang memiliki
status lahan milik sendiri mempunyai kebebasan dalam menggunakan dan
memanfaatkan lahan pertaniannya,sedangkan beda dengan petani yang status lahan
sakap yang tidak mempunyai kebebasan dengan menggunakan atau memanfaatkan
lahan tersebut karena harus bagi hasil dengan pemilik lahan tersebut..Adapun data
mengenai luas lahan petani kelapa sawit di Desa Tabolang yang diambil sebagai
responden adalah sebagai berikut ini. Klasifikasi luas lahan responden yang
mengikuti dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Luas Lahan Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Tanaman
Kelapa Sawit di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten
Mamuju Tengah.
No Luas lahan Jumlah Persentase (%)
1 1,00 - 1,50 5 50,00
2 1,51- 2,00 3 30,00
3 2,01 - 2,50 2 20,00
Jumlah 10 100,00
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020
Tabel 10 ini menjelaskan bahwa luas lahan yang paling banyak dimiliki
petani Kelapa sawit di Desa Tabolang rata-rata 1,00 – 1,50 Ha sebanyak 5 orang
dengan persentase 50,00%. dan yang mempunyai luas lahan 1,51 – 2,00 Ha
sebanyak 3 orang dengan persentase 30,00%. Sedangkan yang paling sedikit
memiliki luas lahan 2,01 – 2,50 Ha sebanyak 2 orang dengan persentase 20,00%.
Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Tabolang memiliki lahan pertanian
sendiri untuk melakukan usahatani Kelapa sawit dan luas lahan yang lumayan besar
40
dapat mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani kelapa sawit sehingga
menghasilkan pendapatan yang cukup maksimal.
5.2. Dampak yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk
Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit
Alih fungsi lahan pertanian tanaman jeruk menjadi lahan perkebunan kelapa
sawit menjadi hal yang berdampak positif di kalangan petani di Desa Tabolang
Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah.Hal ini tidak bisa di pungkiri,
karena menjadi petani kelapa sawit sangatlah menjanjikan. Setiap saat harga tandan
buah segar (TBS) terus naik, kondisi ini sangat menguntungkan petani. Persoalan
alih fungsi lahan tanaman jeruk menjadi tanaman kelapa sawit disebabkan pula oleh
tingginya harga pupuk, serangan hama penyakit, serta harga jeruk yang fluktuatif
setiap memasuki masa panen, cenderung harganya menurun. Adapun faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan dari tanaman jeruk menjadi kelapa sawit sebagai
berikut :
1. Dampak Eksternal
Dampak Eksternal. Merupakan dampak yang disebabkan oleh adanya
dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.terkait hal ini dapat
diasumsikan bahwa faktor eksternal yang melandasi terjadi alih fungsi lahan ke
perkebunan kelapa sawit faktor tingginya tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh masyarakat, sehingga dengan gambaran informasi dari luar tentang output dari
lahan perkebunan sawit, menjadikan pemikiran mereka untuk mengalihfungsikan
lahan, menjadi lahan perkebunan sawit, terkait perihal salah satu informan
menyatakan :
41
‘‘Dahulu waktu saya menanam jeruk,penghasilan yang saya dapat hanya
sedikit atau pas-pasan lalu tidak cukup juga untuk keperluan atau
kebutuhan keluarga,baik kebutuhan makanan atau keperluan yang
lainnya,sehingga saya berpikiran untuk mengganti tanaman kelapa sawit
saja( Bapak AM 28, 12,2019)’’
Berdasarkan hasil wawancara diatas, terdapat kesamaan dengan informan terkait 1.
Dampak eksternal sebagai berikut :
‘‘Waktu saya masih menanam buah jeruk,awalnya baik-baik saja dan
hasilnya cukup untuk kebutuhan keluarga.Dan seiring berjalannya waktu
harga buah jeruk menurun drastis,sehingga saya kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga,dan juga karena menunggu waktu panennya begitu
lama jadi saya berpikiran untuk mengganti saja tanaman Jeruk ini menjadi
tanaman kelapa sawit,setelah saya menanam sawit Alhamdulillah sangat
memuaskan bagi saya dan keluarga dan penjualannya juga sangat mudah.
(BapakAN 28,12,2019)’’
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka, dapat diasumsikan dampak
eksternal, yang meliputi ekonomi dan demografi, menyebabkan pengalih fungsian
tanaman jeruk masyarakat ke perkebunan sawit, dengan dalih hasil dan pendapatan
yang melimpah, agar dapat memenuhi tingkat kebutuhan sehari- hari masyarakat,
dalam pendekatan lain Sadono dan Sukimo, mengemukakan perubahan tingkat
ekonomi dilandasi perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku pada tiap
tahun, baik dari segi pendapatan. Dalam penerapanya peran pemerintah pun juga
sangat diperlukan, mengingat segala aturan dalam berkegiatan ekonomi diatur oleh
pemerintah yang mana bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
2. Dampak Internal Secara Sosial
Dampak Internal ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Dalam perjalanan ekonomi,
selalunya disandarkan oleh pertambahan jumlah penduduk, atau dalam contoh
kecil, ialah bertambahnya angka lahir dan pernikahan pada suatu daerah, dari hal
42
ini akan menimbulkan gejalah pertumbuhan ekonomi yang sangat berdinamika di
kalangan keluarga atau kalangan masyarakat. Berikut ini tanggapan informan
terkait damoak internal pengalih fungsian lahan:
‘‘Ya, beberapa tahun terakhir sejak saya jadi petani sawit penggunaan
lahan memang sangat baik dan saya merasakan perubahan di sektor
pendapatan itu sehingga saya mampu memenuhi kebutuhan keluarga
dengan hasil panen sawit, tetapi untuk gangguan tanaman sawit ini yaitu
hama babi hutan. (Bapak SH 28,12.2019).’’
Di kesempatan lain informan juga menyebutkan hal yang sama, sebagai berikut:
‘‘Sejak saya beralih fungsi lahan tanaman kelapa sawit penggunaan lahan
yang sangat baik dikarenakan kondisi lahan yang miring atau pegunungan
sawit itu dapat tumbuh lebih subur dan perawatan yang tidak berlebihan
karena pohon sawit itu besar dan tinggi,sehingga rumput yang lain tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman kelapa sawit,dan pembeli juga mudah
untuk ditemukan seperti perusahaan. Semenjak saya tanam sawit saya
sangat bersyukur karena pendapatan yang saya dapat sangat
memuaskan.(Bapak SH, 28,12, 2019)’’
Berdasarkan hasil interpretasi informan kunci diatas dapat diasumsikan bahwa
petani sangat terbantu dengan kehadiran pohon jenis sawit ini, ini dibuktikan
dengan tanggapan informan yang menyatakan untuk memberi nafkah kepada istri
dan anak kini semakin tidak susah, dan pemanfaatan lahan kosong dari petani dapat
dipergunakan seproduktif mungkin, sehingga untuk perolehan hasil dari tanaman
ini sangat signifikan keuntunganya. Dan proses jual beli kepada konsumen yakni
dalam hal ini perusahaan sangat memudahkan petani untuk menjual hasil dari tani
mereka.
Dalam pandangan ekonomi hal ini sangat sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Budiono yang menyatakan bahwa pertumbuhan pendudukan
monitoring oleh peningkatan kapasitas produksi (output) yang sifatnya jangka
panjang,yang artinya adalah sifatnya generating yang menghasilkan suatu kekuatan
43
untuk keberlangsungan ekonomi pada periode berikutnya. Bila dilihat dari sistem
produktivitas pohon sawit, maka dapat dikatakan berjalan searah, dimana tingkat
produktivitas pohon jenis ini sampai 35 tahun dapat menghasilkan buah.
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.
Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan
masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang
dilarang dikonversi serta baik dari hasil produktivitas alih fungsi lahan. Berikut ini
hasil wawancara informan terkait faktor kebijakan:
‘‘Peran pemerintah selaku saya petani sawit, pemerintah sudah
memberikan bantuan pupuk kepada kami dan proses pengalihan fungsi
lahan kami dibantu dengan alat berat yang harga sewanya murah,tapi
untuk aturan hukum seperti seperti penjualan sawit kami di dikenakan tarif
pajak.tapi untuk untuk harga sawit langsung dari perusahaan. (Bapak
RJ,28, 12, 2019)’’
Berdasarkan hasil interpretasi informan diatas dapat dilihat bahwa regulasi
pemerintah dalam mengatur harga tidak ada,adapun kesempatan lain informan
memberi tanggapan terkait peran pemerintah bagi petani sawit, sebagai berikut:
‘‘Sejak saya memulai alih fungsi lahan tanaman kelapa sawit 7 tahun yang
lalu belum pernah mendengar pemerintah menegur perusahaan yang
semena-mena menentukan harga, jika harga sawit turun kami menahan
buah sawit sementara atau menyimpannya dan menunggu harga sawit
kembali normal lalu kami jual. Yang kami harap untuk pemerintah agar
mengeluarkan kebijakan penentuan harga sawit agar kami selaku petani
tidak bingung dalam penjualan buah kelapa sawit.
(Bapak RH 28,12,2019).’’
44
Berdasarkan hasil interpretasi informan terkait kebijakan pemerintah, maka
dapat diasumsikan bahwa masyarakat yang berprofesi sebagai petani sawit,
mengalami kegelisahan, di sektor penentuan harga yang tidak memenuhi standar
konsisten, dan tidak kredibilitas, sehingga para petani jenuh dengan perilaku
perusahaan yang dalam menentukan harga semena-semena, dan berakibat pada
petani sawit yang terkadang harus menahan hasil panennya menunggu kenaikan
harga sawit.
Dalam perkembangan, sektor ekonomi merupakan hal yang tabu untuk di
definisikan dan untuk direalisasikan, mengingat tingkat kebutuhan masyarakat
sangat berdinamika, dalam pandangan para ahli terjadi regulasi teori, menurut,
Sukiyah (1997) faktor–faktor penyebab perubahan pola perladangan adalah antara
lain; faktor kebijakan pemerintah, faktor penduduk, faktor teknologi, faktor
keadaan tanah, faktor bangsa pasar dan faktor kepercayaan.
Pandangan diatas menunjukkan bahwa terjadinya perubahan peningkatan
ekonomi, dipengaruhi oleh peran pemerintah, dalam membuat regulasi kebijakan
dan aturan, agar tidak terjadi kesalahan komunikasi antara konsumen dan produsen,
sejatinya peran pemerintah berada pada tataran menjaga elektabilitas pertumbuhan
ekonomi, yang mana dapat dilihat dari sektor aturan atau kebijakan di wilayah
harga, dan penunjang infrastruktur.
5.3 Dampak Alih Fungsi Lahan Tanaman Jeruk ke Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Hasil penghitungan ekonomi antara petani jeruk dan petani kelapa sawit
didapatkan bahwa keuntungan petani kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan
petani jeruk. Hal ini disebabkan setelah panen selama 4 bulan petani sawit mampu
45
mengembalikan modal, terlebih lagi jika bibit sawit yang ditanami adalah bibit
unggul. Dengan adanya perkebunan kelapa sawit di Desa Tabolang, dapat
menyediakan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani terutama buruh tani yang
terkena alih fungsi lahan. Selain itu, dengan adanya perkebunan kelapa sawit di
Desa Tabolang, dapat menyediakan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani
terutama buruh tani yang terkena alih fungsi lahan.
Pendapatan petani kelapa sawit rakyat yang jumlahnya relatif tinggi
dibandingkan saat petani masih membudidayakan tanaman jeruk yang jumlahnya
relatif rendah.Pada tabel 11 menjelaskan selisih pendapatan petani pada saat masih
menjadi petani jeruk dan setelah menjadi petani kelapa sawit:
Tabel 11. Pendapatan Petani jeruk dan petani kelapa sawit
No Uraian Pendapatan
Petani Jeruk
Pendapatan Petani
Kelapa Sawit
Selisih
Pendapatan
1 Rata-rata 1.147.878 5.109.453 3.342.924
2 Rata-rata/Ha 671.472,45 2.465.352,76 2.390.892
Jumlah 1.819.300,29 8.094.117,10 6.274.816,81
Sumber : Data Primer Telah diolah, 2020
Berdasarkan tabel diatas, tingkat pendapatan petani sebelum alih fungsi
lahan memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.147.878 dan setelah adanya alih
fungsi lahan dari tanaman jeruk ke tanaman kelapa sawit terjadi peningkatan
pendapatan rata rata sebesar Rp. 2.465.352,76, yang dalam persentase selisih
senilai Rp. 3.342.924. Perbedaan pendapatan yang sangat signifikan
menggambarkan dampak adanya alih fungsi lahan tanaman jeruk ke tanaman
kelapa sawit membawa dampak yang positif terhadap peningkatan pendapatan
46
petani di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah. Adapun
dampak alih fungsi lahan dari tanaman jeruk ke kelapa sawit:
Dampak alih fungsi lahan perkebunan jeruk ke tanaman kelapa sawit terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Tabolang Kecamatan Topoyo
Kabupaten Mamuju Tengah, dapat dilihat adanya peningkatan pendapatan petani
sebesar 444,90% setelah adanya alih fungsi lahan. Dampak adanya alih fungsi lahan
terhadap kesejahteraan masyarakat berdampak positif pada sektor pendapatan
petani, terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat serta berkurangnya tingkat
pengangguran. Hal ini juga tergambar dari hasil wawancara yang telah dilakukan
terhadap salah satu informan, yang menyatakan bahwa :
“ Setelah saya beralih fungsi ke perkebunan kelapa sawit
pendapatan setiap bulannya mencapai 6.000.000 jt dan yang
dulunya saya hanya mempunyai motor sekarang sudah mempunyai
mobil dan anak-anak semua dapat melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi.(Bapak SM, 28,12, 2019)
Hampir semua responden menyatakan bahwa dampak alih fungsi lahan
perkebunan jeruk menjadi kelapa sawit membawa dampak positif terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat.Dan pendapatan rata-rata yang diperoleh
petani sebelum dan sesudah alih fungsi lahan ini dijelaskan dalam wawancara
informan :.
“Waktu saya masih menanam jeruk kalau panen itu saya dapat 4,5
juta per 6 bulan,kalau di bagi per bulannya hanya 750 ,saya rasa
tidak cukup untuk kebutuhan keluarga ,dan kemudian saya berpikir
untuk menanam kelapa sawit dan ternyata memang pendapatan yang
saya dapat cukup membantu untuk kebutuhan keluarga karena
perbulan saya panen dan mendapatkan hasil itu paling banyak 4 jt
perbulan saja. (Bapak WW 28,12,2019)
47
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden ( SM dan WW) dimana
pendapatan petani saat alih fungsi lahan sangat meningkat. Dari awal menanam
jeruk hingga mengganti kelapa sawit.Dan dapat dilihat dari rata-rata produksi
sebelum dan sesudah alih fungsi lahan jeruk ke kelapa sawit. Dari hasil wawancara
bersama informan :
‘‘Sejak saya tanam pohon kelapa sawit saya mendapatkan hasil
panen sebanyak 4 ton per bulan, dan ini memang sangat berbeda
dengan tanaman jeruk karena di setiap panennya itu menunggu
waktu setengah tahun atau 6 bulan. Dan lebih terasa mudahnya lagi
hasil panen kelapa sawit di jemput sama perusahaan.
(Bapak IS 18,12,2019)’’
Dari hasil wawancara responden menandakan terjadi peningkatan
pendapatan petani masyarakat di desa Tabolang, setelah adanya alih fungsi lahan
yang dilakukan oleh petani. Dan proses perawatan yang lebih mudah harga yang
lebih mahal.Wawancara dengan informan :
‘‘Peningkatan pendapatan yang sangat dirasakan kepada
masyarakat karena kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi secara
produktif, dan bahkan banyak masyarakat rela membeli lahan yang
mahal hanya untuk dijadikan perkebunan pohon kelapa
sawit(Bapak MB 28,12,2019)’’
Berdasarkan hasil interpretasi informan terkait indikator dampak alih fungsi
lahan, dapat diasumsikan bahwa petani mengalami perubahan peningkatan
pendapatan, hasil panen yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani, hal
ini dibuktikan dengan semakin tingginya angka petani yang mengalihfungsikan
lahan mereka menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dengan tingkat persentase
pendapatan petani yang di atas 100% sejak menanam jeruk.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Kusdianto,2011) bahwa terjadinya alih
fungsi lahan sawah ke tanaman kelapa sawit disebabkan oleh berbagai hal yaitu
48
pendapatan usahatani kelapa sawit lebih tinggi dengan resiko lebih rendah, nilai
jual/agunan kebun lebih tinggi, biaya produksi usahatani kelapa sawit lebih rendah,
dan terbatasnya ketersediaan air.
Kemudian menurut (Ante Elizabeth, dkk, 2016), pertumbuhan ekonomi
terjadi karena adanya kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara
atau daerah untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada
penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan
penyesuaian kelembagaan dan ideologi suatu negara, dari beberapa pendapat para
ahli, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pendapatan perkapita dari masyarakat
dan kemampuan suatu negara menyediakan penunjang penyediaan barang akan
berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
49
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan terdiri dari : (i) faktor eksternal,
yang meliputi ekonomi dan demografi, menyebabkan pengalih fungsian
tanaman jeruk masyarakat ke perkebunan sawit, dengan dalih hasil dan
pendapatan yang melimpah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari
masyarakat, (ii) faktor internal, dimana petani sangat terbantu dengan
kehadiran pohon jenis sawit ini, karena dapat memberikan nafkah kepada istri
dan anak, sehingga untuk perolehan hasil dari tanaman ini sangat signifikan
keuntungan, (iii) faktor kebijakan, dimana pemerintah harus memiliki regulasi
atau aturan yang jelas dalam melindungi petani dari perusahaan sawit, agar
harga sawit tetap stabil.
2. Dampak alih fungsi lahan tanaman jeruk ke tanaman kelapa sawit secara
ekonomi, pendapatan kelapa sawit lebih besar dibandingkan dengan usahatani
jeruk. Secara sosial. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Tabolang
Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah pengalih fungsian lahan
petani ke perkebunan sawit berdampak positif terhadap nilai kesejahteraan
masyarakat
50
6.2 Saran
Adapun saran Untuk kedepannya dalam usahatani Kelapa sawit di Desa
Tabolang Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah :
1. Disarankan kepada pihak pemerintah agar kiranya memberikan perhatian lebih
kepada petani, di sektor infrastruktur jalan tani, mengingat hal ini sangat
berpengaruh pada tingkat kemudahan akses petani
2. Disarankan kepada pihak pemerintah agar kiranya memberikan perhatian lebih
kepada petani, di sektor kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi regulasi
harga standar sawit, mengingat tinggi angka diskriminasi harga yang
diberlakukan oleh perusahaan berdampak pada penurunan pendapatan pada
petani, dan dan nilai kesejahteraan petani sawit
51
DAFTAR PUSTAKA
Ante,Elizabeth dkk. 2016. Dampak Ekonomi dan Sosial Alih Fungsi Lahan
Pertanian Hortikultura Menjadi Kawasan Wisata Bukit Rurukan
Kecamatan Tumohon Timur, Kota Tumohon. Agri Sosial Ekonomi Unsrat.
Vol 12 nomor 3:113-124
Adrianto. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Pertumbuhan Area Kelapa Sawit.
www.ditjenbun.pertanian.go.id
Ashari, 1995 Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta.
Astuti, Desi Irnalia. 2011. Keterkaitan Harga Lahan Terhadap Laju Konversi
Lahan Pertanian Di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor.Tidak
diterbitkan.Skripsi, Bogor. IPB
Fauziah, L. N. 2005. “Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian
(Studi Komparatif Indonesia dan Amerika)”. Yogyakarta. Universitas
Gadjah Mada
Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Analisis Kritis Atas Laporan keuangan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Hajrah, Wa Ode. 2009. Mempelajari Profil Sensori Jeruk Keprok Batu 55 (citrus
reticulata blanco), Keprok Blinyu (citrus reticulata), Manis Punten (citrus
sinensis osbeck) Serta Manis Valencia (citrus sinensis osbeck) Dengan
Analisis Sensori Deskriptif. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bogor.
Hardiyanto, C. Martasari, dan D.Agi Simanto.2004. Rekoleksi,Karakterisasi dan
Konservasi Plasmanutfah Jeruk. (Inpres) Laporan Akhir Tahun 2004. Lokal
Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtrofik.
Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya,
dan Faktor Determinan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian, Bogor.
Karsinah, S. Purnomo, Sudjidjo, dan Sukarmin. 2002. Perbaikan Tekstur Buah
Jeruk Siam melalui Hibridisasi. Seminar Hasil Penelitian Tahun 2002 .
Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok
Kurdianto, D. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Tanaman Kelapa Sawit.
http://uripsantoso.wordpress.com
52
Kustiwan, Iwan. 2007. Kajian Permasalahan dan Kebijaksanaan Pengendalian
Konversi Lahan Pertanian di Wilayah Pantai Utara Pulau Jawa.
Lestari , T. 2009. Dampak konversi lahan pertanian bagi taraf hidup petani. Skripsi
bogor Institut Pertanian Bogor.http://kolokiumkpmipb.wordpress.com
diakses 16 maret 2011.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA
Nasoetion, Lutfi Ibrahim, dan Winoto, Joyo. 2000. Masalah Alih Fungsi Lahan dan
Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Jakarta
Nasrruddin, W dan Wini Nahraeni, 1999 . Ekonomi Produksi. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Pahan, Iyung. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis Hulu
Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya
Pakpahan, Agus. 2007. Investing In Farmers’ Welfare. Cetakan pertama. Bogor:
PT Penerbit IPB Press
Sihaloho M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria.
[Tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekartawi. 2001. Pengantar Agroindustri. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada
Soemarno. 2013. Konversi Lahan dalam Mata Kuliah Landuse Planning and Land
Management. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Sudaryanto T, Sri H S, Sumaryanto. 2009. Increasing Number of Small Farms in
Indonesia Causes and Consequences. University of Kent, United Kingdom.
Sugito, Yogi. 2013. Metode Penelitian: Metode Percobaan dan Penulisan Karya
Ilmiah. Malang. UB Press
Suryana A. 2005. Satu Abad Kiprah Lembaga Penelitian Tanah: 1905-2005. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif ,Kualitatif,
Dan R&D. Bandung Alfabeta
Utomo M. 1992. Alih Fungsi Lahan: Tinjauan Analitis dalam Makalah Seminar
Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Universitas Lampung,
Lampung.
Winoto. 2005. Fakta Alih Fungsi Lahan. Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara
53
Lampiran 1 kuesioner Penelitian
1. Draf wawancara peneliti
KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI
DAMPAK YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN
JERUK KE PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA TABOLANG
KECAMATAN TOPOYO KABUPATEN MAMUJU TENGAH
I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : .....................................................................
Umur : .....................................................................
Jenis Kelamin : .....................................................................
Pengalaman usahatani : .................................................. (Tahun)
Pendidikan terakhir : ( Tidak sekolah/SD/SMP/SMA/PT )
Pekerjaan : ......................................................................
Luas Lahan : ....................................................... ( Ha )
N
o
Jenis Lahan
Status
Luas
(Ha) Milik Sewa Garap
Jumlah
54
II. PERTANYAAN ALIH FUNGSI LAHAN
A. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan petani
1. apakah faktor utama bapak beralih menjadi petani sawit dan apa alat utama
bapak ?
Jawab:.........................................................................................................................
................................................................................................................
2. apakah sejak menjadi petani sawit, bapak mengalami perubahan di sektor
pendapatan ?
Jawab:.........................................................................................................................
....................................................................................................................................
3. apakah ada regulasi kebijakan pemerintah sejak bapak menanam pohon sawit,
apa harapan bapak ?
Jawab .........................................................................................................................
………………………………………………………………………………………
B. Variabel dampak alih fungsi lahan
1. Sejak bapak beralih fungsi petani sawit, berapa pendapatan bapak menjadi
petani sawit?
Jawab:.........................................................................................................................
2 . bagaimana pertumbuhan ekonomi bapak dan masyarakat yang lain sejak beralih
fungsi menjadi petani sawit?
55
Jawab:....................................................................................................................
Lampiran 2 Peta Desa Tabolang
56
Lampiran 3 Identitas Responden :
NO Nama Responden Umur
(th)
Tingkat
Pendidikan
Luas Lahan
(Ha)
Peng.usaha
tani
1 Ambo 35 SMP 2,1 23
2 Ansar 34 SMP 2,2 21
3 Sahar 43 SMA 1,4 22
4 Wawan 48 Tidak sekolah 1,7 17
5 Rahman 47 SD 2 20
6 Rijal 45 SD 1,5 21
7 Salihin 41 SD 1,3 21
8 Mubarak 53 Tidak sekolah 1 10
9 Ishaq 49 Tidak sekolah 1,5 12
57
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Wawancara responden
Wawancara responden
58
Wawancara Bersama Kepala Desa
Buah Kelapa Sawit Yang sudah di Panen
RIWAYAT HIDUP
JUMARNI lahir di Tobadak 17 Agustus 1996 dari Ayah
Nurdin dan Ibu Alm. Hj. Maryam. Penulis merupakan
anak Pertama dari Tiga bersaudara. Peneliti sekarang
bertempat tinggal di Jl. Pallantikang 5 Kec. Somba Opu
Kab. Gowa. Pendidikan yang telah di tempuh oleh peneliti
yaitu mulai masuk di Sekolah Dasar pada Tahun 2003 di
SD Inpres Benteng dan Lulus pada Tahun 2009, kemudian Penulis melanjutkan
sekolah di SMP Negeri 1 Tobadak Lulus pada Tahun 2012, selanjutnya penulis
melanjutkan Sekolah di SMK Negeri 1 Topoyo dan lulus pada Tahun 2015. Dan
mulai melanjutkan kuliah di salah satu Universitas Muhammadiyah Makassar pada
Tahun 2015 mengambil Program Studi Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis Strata
Satu. Sampai dengan penulisan skripsi selesai pada tahun 2020 di Universitas
Muhammadiyah Makassar.
JUMARNI 105960188815by Tahap Skripsi .
Submission date: 29-Jan-2021 10:58PM (UTC-0800)Submission ID: 1497609857File name: skripsi_jumarni_1.docx_plg_1.docx (111.2K)Word count: 9621Character count: 61386
20%SIMILARITY INDEX
20%INTERNET SOURCES
2%PUBLICATIONS
11%STUDENT PAPERS
1 9%
2 3%
3 3%
4 2%
5 2%
Exclude quotes On
Exclude bibliography On
Exclude matches < 2%
JUMARNI 105960188815ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
repository.ipb.ac.idInternet Source
digilibadmin.unismuh.ac.idInternet Source
eprints.stiperdharmawacana.ac.idInternet Source
docobook.comInternet Source
id.m.wikipedia.orgInternet Source