dam natarang

7
7/23/2019 DAM Natarang http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 1/7 Geoteknik Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G-51 EVALUASI DAN KONTROL PENGARUH REMBESAN PADA DAM TAILLING WAY LINGGO, KABUPATEN TANGGAMUS (068G) Andius D. Putra 1 1  Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Jl. Prof. S. Brojonegoro No. 1, Gedong Meneng, Bandar Lampung  Email: [email protected] ABSTRAK PT. Natarang Mining Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang penambangan emas di wilayah Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Salah satu bentuk kontribusi bagi pertanian sekitar serta untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat limbah pengolahan emas, maka dibangunlah dam tailling yang berfungsi untuk mengendapkan tailing selama proses penambangan emas. Tailing merupakan limbah yang dihasilkan dari proses penggerusan (penghancuran) batu yang mengandung bijih mineral (emas, perak, dan tembaga) untuk diambil bijih mineralnya.Proses pemisahaan ini juga dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia.Tailling umumnya memiliki komposisi sekitar 50% lumpur batuan dan 50% air. Salah satu faktor kontrol pembangunan  Dam Tailling adalah monitoring dan evaluasi terhadap kemungkinan rembesan yang terjadi di tubuh dam. Evaluasi dan kontrol yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pemodelan berbasis metode elemen hingga (  finite element method ) dengan model Plane Strain. Metode evaluasi dan kontrol dilakukan dengan membentuk beberapa model kondisi dam tailling berdasar data yang ada di lapangan. Model berbasis  finite element ini kemudian di analisis sehingga diketahui kemungkinan yang terjadi pada saat dam tailling beroperasi danbesaran deformasi dan settlement yang terjadiakibat rembesan dikarenakan proses pelaksanaan yang tidak sesuai. Kontrol yang dilakukan didasarkan dari model-model yang telah disusun sebelumnya sebagai masukkan guna perbaikan kondisi di lapangan. Hasil pemodelan dalam penelitian menunjukkan bahwa rembesan pada dam taillingdapat diminimalkan dengan melakukan pemasangan geotekstile dan agregat pada tubuh bendung. Kegagalan fungsi geotekstile sangat mempengaruhi konstruksi dam dan dapat berakibat kegagalan secara keseluruhan.  Rapid draw down yang terjadi di bagian hulu jika dibandingkan dengan kegagalan fungsi geotekstile tidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Bahaya yang sangat besar terjadi justru lebih dikarenakan kegagalan fungsi geotekstile dalam mengarahkan rembesan. Kontrol yang didapat dari pemodelan ini kemudian diterapkan dilapangan, dimana proses pemadatan tubuh dam menjadi hal yang sangat penting untuk dijaga kualitasnya. Selain itu kesalahan prosedur pemasangan geotekstile di tengah tubuh dam juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kata kunci: dam tailling, metode elemen hingga, rembesan, settlement 1. PENDAHULUAN Kontribusi yang diberikan kepada masyarakat oleh PT. Natarang Mining Indonesia sebagai salah satu perusahaan bidang penambangan emas di Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung seperti melakukan pembuatan jalan akses masuk ke wilayah penambangan, kesempatan penduduk untuk memanen hasil perkebunan kopi yang ada di lahan perusahaan serta komitmen perusahaan untuk tetap memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Salah satu usaha yang dilakukan adalah melakukan pembangunan dam tailling yang berfungsi untuk mengendapkan tailing yang digunakan selama proses penambangan emas. Tailing merupakan limbah yang dihasilkan dari proses penggerusan (penghancuran) batu yang mengandung bijih mineral (emas, perak, dan tembaga) untuk diambil bijih mineralnya. Untuk mendapatkan 1 gram emas, umumnya perusahaan tambang menghasilkan 1 ton limbah batuan. Dalam proses pemisahan biji ini, sejumlah logam-logam berat dan toksik terlepas dari batuan. Proses pemisahaan ini juga dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Inilah yang mengkhawatirkan dari sisi lingkungan. Tailing umumnya memiliki komposisi sekitar 50 % lumpur batuan dan 50 % air.Setiap kegiatan penambangan menghasilkan limbah tailing, yang merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan atau batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari

Upload: salam-daeng-bengo

Post on 18-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 1/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 5 1

EVALUASI DAN KONTROL PENGARUH REMBESAN PADA DAM TAILLING WAY

LINGGO, KABUPATEN TANGGAMUS

(068G)

Andius D. Putra1

1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Jl. Prof. S. Brojonegoro No. 1, Gedong Meneng, Bandar Lampung

 Email: [email protected] 

ABSTRAK

PT. Natarang Mining Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang

penambangan emas di wilayah Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Salah satu bentuk kontribusi bagi pertanian sekitar serta untuk meminimalisir dampak lingkungan

akibat limbah pengolahan emas, maka dibangunlah dam tailling yang berfungsi untuk 

mengendapkan tailing selama proses penambangan emas. Tailing merupakan limbah yang

dihasilkan dari proses penggerusan (penghancuran) batu yang mengandung bijih mineral (emas,

perak, dan tembaga) untuk diambil bijih mineralnya.Proses pemisahaan ini juga dilakukan dengan

menggunakan bahan-bahan kimia.Tailling umumnya memiliki komposisi sekitar 50% lumpur

batuan dan 50% air. Salah satu faktor kontrol pembangunan  Dam Tailling adalah monitoring dan

evaluasi terhadap kemungkinan rembesan yang terjadi di tubuh dam. Evaluasi dan kontrol yang

dilakukan dalam penelitian ini berupa pemodelan berbasis metode elemen hingga ( finite element 

method ) dengan model Plane Strain. Metode evaluasi dan kontrol dilakukan dengan membentuk 

beberapa model kondisi dam tailling berdasar data yang ada di lapangan. Model berbasis  finite

element  ini kemudian di analisis sehingga diketahui kemungkinan yang terjadi pada saat dam

tailling beroperasi danbesaran deformasi dan settlement  yang terjadiakibat rembesan dikarenakan

proses pelaksanaan yang tidak sesuai. Kontrol yang dilakukan didasarkan dari model-model yang

telah disusun sebelumnya sebagai masukkan guna perbaikan kondisi di lapangan. Hasil pemodelandalam penelitian menunjukkan bahwa rembesan pada dam taillingdapat diminimalkan dengan

melakukan pemasangan geotekstile dan agregat pada tubuh bendung. Kegagalan fungsi geotekstile

sangat mempengaruhi konstruksi dam dan dapat berakibat kegagalan secara keseluruhan. Rapid 

draw down yang terjadi di bagian hulu jika dibandingkan dengan kegagalan fungsi geotekstile tidak 

memberikan pengaruh yang cukup besar. Bahaya yang sangat besar terjadi justru lebih dikarenakan

kegagalan fungsi geotekstile dalam mengarahkan rembesan. Kontrol yang didapat dari pemodelanini kemudian diterapkan dilapangan, dimana proses pemadatan tubuh dam menjadi hal yang sangat

penting untuk dijaga kualitasnya. Selain itu kesalahan prosedur pemasangan geotekstile di tengah

tubuh dam juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan.

Kata kunci: dam tailling, metode elemen hingga, rembesan, settlement 

1. PENDAHULUAN

Kontribusi yang diberikan kepada masyarakat oleh PT. Natarang Mining Indonesia sebagai salah satu perusahaan

bidang penambangan emas di Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung seperti melakukan

pembuatan jalan akses masuk ke wilayah penambangan, kesempatan penduduk untuk memanen hasil perkebunan

kopi yang ada di lahan perusahaan serta komitmen perusahaan untuk tetap memperhatikan kelestarian lingkungansekitar. Salah satu usaha yang dilakukan adalah melakukan pembangunan dam tailling yang berfungsi untuk 

mengendapkan tailing yang digunakan selama proses penambangan emas. Tailing merupakan limbah yang

dihasilkan dari proses penggerusan (penghancuran) batu yang mengandung bijih mineral (emas, perak, dan

tembaga) untuk diambil bijih mineralnya. Untuk mendapatkan 1 gram emas, umumnya perusahaan tambang

menghasilkan 1 ton limbah batuan. Dalam proses pemisahan biji ini, sejumlah logam-logam berat dan toksik 

terlepas dari batuan. Proses pemisahaan ini juga dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Inilah yangmengkhawatirkan dari sisi lingkungan. Tailing umumnya memiliki komposisi sekitar 50 % lumpur batuan dan 50 %

air.Setiap kegiatan penambangan menghasilkan limbah tailing, yang merupakan produk samping, reagen sisa, sertahasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan atau batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi

bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari

Page 2: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 2/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

G - 5 2 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

segivolume, mengingat dalam satu ton tanah yang mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni.

Dapat dibayangkan, akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan penanganan

lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut. Pada awalnya, logam yang terpendam dalam perut bumi tidak 

berbahaya. Ketika kegiatan penambangan terjadi, logam-logam berat tersebut ikut terangkat bersama batu-batuan

yang digali. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang

dibuang.Berdasar kondisi tersebut dan komitmen PT. Natarang Mining terhadap lingkungan di sekitar arealpenambangan maka dibuatlah suatu dam yang berfungsi untuk mengendapkan dan menahan tailling masuk ke dalam

tanah dan mampu mencemari lingkungan.

2. METODE PENELITIAN

Kondisi lapangan

Berdasar hasil studi sebelumnya, maka tatanan geologi sekitar Projek Emas Natarang Mining Way Linggo

menunjukkan (Survei Geologi Lembar Kotaagung, ESDM, 1999) dapat dibagi kedalam beberapa bagian diantaranya

adalah endapan kuarter; meliputi alluvium dan volkanik muda (breksi, andesit dan basaltik ); formasi semung; terdiri

atas konglomerat, batupasir, batulempung; formasi seblat; tersusun atas batulempung, batupasir, batupasir tufaan;formasi hulusimpang; tersusun atas breksi volkanik, andesitik, basaltik , lava dan alterasi hydrothermal serta batuan

intrusi; diorit dan granodiorit .Lokasi penelitian ini berada di Satuan Volkanik Muda Formasi Hulusimpang (Amin,

T.C., et.al.,1993). Endapan ini tersusun atas volkanik  breksia, andesit, basaltik  dan lava. Lapisan tanah yang

berkembang adalah tipe tanah residual. Tanah ini merupakan hasil lapukan batuan penyusun dilokasi ini. Secara

prinsip batuan dasit segar ( fresh rocks) adalah lapisan yang baik untuk pondasi dam tailing.Berdasarkan data

logging 9 titik bor mesin menunjukkan stratifikasi lapisan secara umum menjadi tiga lapis. Ketiga lapisan ini adalahpaling atas adalah lapisan top soil dengan ketebalan 0.2 - 1 meter, kedua adalah lapisan lapukan batuan dengan

tebal 2-10 meter, dan paling bawah adalah lapisan Dasit (Gambar 1).

Gambar 9. Profil lapisan tanah di penampang DH-01 - DH-05 di As Damdan singkapan residual soil di lokasi Dam

Tailing Way Linggo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

Aliran air tanah

Salah satu masalah utama penyebab terjadinya kegagalan suatu dam dikarenakan rembesan pada bagian bawah dam

yang terjadi karena perbedaan tinggi muka air di bagian hulu dan bagian hilir. Rembesan pada tubuh dam tidak 

dapat dihindari begitu saja tetapi perlu dilakukan kontrol terhadap rembesan yang terjadi. Rembesan yang tidak 

terkontrol akan mengakibatkan erosi dan berujung pada gagalnya konstruksi suatu dam. Dalam melakukanperancangan suatu bendung, analisis rembesan menjadi sangat penting karena mampu memperkirakan distribusi

tekanan air pori, menentukan pola kegagalan tahanan geser. Dengan mengetahui pola gradien hidraulik pada tubuh

dam dapat memberikan gambaran kepada kita tentang pola keruntuhan atau kegagalan dam. Kontrol terhadap

rembesan pada tubuh dapat dilakukan dengan menganalisis rembesan dengan membentuk model baik secara fisik 

maupun secara empiris untuk mengetahui fenomena pola aliran dari rembesan. Dengan memberikan kondisi batas

tertentu dan sifak fisik material tanah maupun pondasi, pemodelan ini dapat digunakan untuk menentukan tekanan

hidraulik, pola aliran, serta jumlah debit rembesan. Persamaan Laplace merupakan dasar persamaan matematikauntuk beberapa model dan metode yang digunakan dalam analisa rembesan. Persamaan Laplace (1) digunakan

Page 3: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 3/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 5 3

sebagai dasar untuk pemodelan aliran rembesan dalam kasus aliran tanah keadaan steady. Model numerik 

merupakan suatu alat bantuuntuk menggambarkan atau menyederhanakan suatu kondisi alam yang ada. Prickett

(1975, dalam Wang 1982), model aliran air tanah dapat dibagi atas model tangki pasir, model analogi termasuk 

model aliran kental dan model elektronika serta model matematika termasuk model analitik maupun numerik.

Pembahasan menggunakan persamaan berikut.

(pers. 1)

Dengan merupakan fungsi dari variable arahx dany, 

aliran (Burnett, 1987). Garis Aliran potensial yaitu hubungan antara garis yang satu dengangaris lain yang

mempunyai tinggi tekanan yangsama (konstan). Garis aliran dan garis ekuipotensial selalu saling tegak lurus

(Hardiyatmo, 1992). Dalam pengembangan selanjutnya fungsi rembesan yang melewati bagian bawah dam dapat

dibentuk dari persamaan berikut.

0yx   =   

  

 Υ∂φ∂

Κ Υ∂∂

+   

  

 Χ∂φ∂

Κ Χ∂∂ (pers.2)

Untuk kondisi tanah homogen dan anisotropic, persamaan 2 diatas menjadi :

0yx2

2

2

2

= Υ∂φ∂Κ+

 Χ∂φ∂Κ (pers.3)

dimana Kx dan Ky merupakan nilai koefisien permeabilitas tanah dan dannilai   φmerupkanan perwujudan dari piezometric head .

Gambar 10. Potongan Melintang dari Dam Tailling Way Linggo

Metode analisis dan evaluasi dilakukan dengan membentuk beberapa pemodelan dengan menggunakan bantuan

software Plaxis, dimana software ini mandasarkan pada analisisi metode elemen hingga ( finite element method )

dengan model Plane Strain. Berbagai model tersebut diharapkan akan memberikan hasil atau keluaran terhadap total

deformasi yang terjadi, lendutan, tegangan tanah efektif serta tekana air pori yang terjadi dalam tubuh dam.

Beberapa parameter dan data yang digunakan dalam analisis ini adalah :

a. Data geometri dam yang akan dievaluasib. Data dan informasi tanah dasar dan tanah pengisi tubuh dam

c. Data properties geotekstile yang berfungsi untuk mengarahakan rembesan dalam tubuh dam

d. Data tentang indeks properties tanah seperti : koefisien permeabilitas tanah (kx dan ky), nilai kohesi (c,

kN/m2), modulus elastisitas tanah (E), sudut gesek internal (∅), poisson ratio (υ) dan beberapa parameterpendukung lainnya.

e. Skenario analisis dan evaluasi didasarkan pada kondisi dam terisi penuh (skenario 1), kondisi dam dalam posisisurut mendadak akibat (skenario 2, draw down) serta kondisi dam jika rembesan tidak melalui geotekstile yang

dipasang di tengah tubuh dam (skenario 3).

3. HASIL ANALISIS

Skenario 1

Skenario ini mendasarkan pada kondisi dimana permukaan air berada dalam kondisi penuh mengisi dam yang telahdibangun. Dalam skenario ini rembesan berhasil melalui geotekstile yang difungsikan untuk mengarahkan aliran

rembesan ke luar tubuh dam, tetapi tanpa mengikutkan tailling dalam air yang keluar di kaki dam. Pertimbangan ini

Page 4: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 4/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

G - 5 4 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

diambil dengan harapan air yang merembes tidak membawa sisa-sisa tailling hasil penambangan emas di bagian

hulu dam. Pada saat dilakukan pemodelan, digunakan metode Plane strain dimana tinjauan didasarkan pada bidang

kontak permukaan tanpa melihat seberapa panjang pada arah tegak lurus bidang. Model ini masih mengandalkan

sistem dua dimensi. Pada Gambar 3a terlihat dimana hasil pemodelan menunjukkan bahwa total deformasi yang

terjadi pada tubuh dam sebesar 7,89x10-3 meter. Jika dilihat maka deformasi yang terjadi cukup kecil. Dalam suatu

konstruksi dam, jika deformasi yang terjadi masih dalam batas toleransi dimana dam mengalami perubahan bentuk yang dihasilkan oleh tegangan dan tekanan yang dihasilkan oleh pengaruh air di bagian hulu dam maka dapat

dikatakan dam dalam kondisi aman. Kondisi ini dapat bekerja dengan baik jika selama proses pemanfaatan dam

tidak mengalami kebocoran yang serius.

a. Deformasi b. Displacement

Gambar 11. Deformasi dan displacement yang terjadi saat konstruksi beroperasi

Pada Gambar 3b, memberikan gambaran bahwa total displacement yang terjadi sama dengan total perubahan bentuk 

yang ada. Dalam masa pemanfaatannya tubuh dam akan mengalami displacement yang terjadi pada arah sumbu x

dan sumbu y. Total displacement yang terjadi akibat body force diagram pada tubuh dam sebesar 7,89.10-3

m.

Sedangkan pengaruh displacement yang ditimbulkan pada arah sumbu x (horsisontal), terjadi secara global sebesar

6,43x10-3 m. Kecilnya displacement yang terjadi diakibatkan pula oleh tertahannya tubuh dam oleh lapisan

geotekstile pembungkus agregat sirtu yang dipasang di tengah tubuh dam. Displacement arah horisontal yang palingbesar mengalami perubahan terjadi di bagian hilir dam, sedangkan jika dibandingkan dengan displacement yang

terjadi pada arah vertikal (7,34x10-3 m) justru terjadi di bagian hulu di depan bagian kosntruksi geotekstile. Total

peningkatan lendutan pada tubuh dam yang diakibatkan oleh perubahan gaya di hulu dam. Peningkatan lendutan

terbesar terjadi di hulu dam, berdasar kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa lendutan yang paling berpengaruh

terjadi di hulu dam yang diakibatkan oleh tekanan air saat mengisi tubuh dam selama proses berlangsung. Dalam

skenario lain akan terlihat pengaruh saat terjadi kehilangan muka air secara tiba-tiba (rapid draw down). Regangan

geser yang terjadi pada tubuh bendung, paling besar ditahan oleh bagian mercu dam. Perubahan regangan geser di

bagian atas ini dapat dikarenakan oleh adanya pelapisan agregat yang dibungkus dengan geotekstile yang

mengakibatkan ikatan tanah yang dipadatkan dengan geotekstile kurang menyatu.

a. Tegangan Rata-rata b. Tekanan Air Pori

Gambar 12. Perubahan Tegangan Rata-rata dan Tekanan Air Pori yang terjadi pada Tubuh Dam

Tegangan rata-rata yang terjadi pada tubuh dam justru terjadi di bagian hulu dam. Pada bagian dasar dam tegangan

yang terjadi bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa lapisan tanah pada tubuh dam dibagian hilir mengalamidesakan atau tekanan yang diakibatkan oleh air yang berada di bagian hulu. Rembesan air di bagian hulu yang

ditunjukkan oleh nilai tegangan yang negatif menunjukkan bahwa air di bagian hulu mempengaruhi tegangan uplift

Page 5: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 5/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 5 5

yang dihasilkan. Kondisi ini jika terjadi kebocoran dapat mengakibatkan tubuh dam mengalami deformasi vertikal

yang dapat membahayakan keamanan dan stabilitas dam. Keterkaitan antara tegangan rata-rata yang bernilai begatif 

 juga ditunjukkan oleh tekana air pori negatif di bagian hulu dam. Tekana air pori negatif memberikan kejelasan,

bahwa didalam partikel tanah terjadi desakan yang cukup besar. Hal ini ditandai dengan merapatnya butiran tanah di

tubuh bendung sebagai akibat desakan atau tekanan tanah yang diakibatkan oleh air di bagian hulu dam.

Dari beberapa hasil evaluasi diatas terhadap beberapa kondisi yang terjadi saat proses pemanfaatan Dam WayLinggo, maka dapat disimpulkan bahwa dalam masa pemakaiannya dam dapat berfungsi sebagai mana mestinya dan

dalam kondisi yang aman. Hal ini terlihat dari beberapa parameter perubahan bentuk yang terjadi saat air di bagian

hulu terisi tidak memberikan perubahan yang signifikan atau perubahan tersebut masih dalam batas toleransi

maksimal.

Skenario 2Dalam pemanfaatan software Plaxis dapat diskenariokan terjadinya kehilangan muka air di bagian hulu dalam waktu

yang cukup singkat. Pemodelan ini dilakukan dengan mengatur tahapan atau phase analisis yang terjadi pada tubuh

dam. Dalam skenario ini, air akan surut sampai dengan titik terrendah dari dam di bagian hulu. Dalam grafik 

tersebut, muka air di bagian hulu akan turun sampai titik terendah dan rembsan di bagian hilir masih berada atau

masuk melalui geotekstile yang dipasang sebelumnya. Kondisi ini dimodelkan mengingat kegagalan dam atau

bendung sering terjadi dikarenakan kondisi dimana air tiba-tiba susut di bagian hulu sehingga mengakibatkan

kehilangan energi yang sangat besar dan berakibat pada tertariknya tubuh dam ke arah hilangnya air tersebut. Padagambar 5a menunjukkan deformasi yang terjadi cukup besar jika dibandingkan dengan deformasi yang terjadi pada

skenario sebelumnya. Pada model ini terlihat bahwa deformasi yang terjadi sebenarnya adalah 5 kali 30,41x10-3

m,

perhitungan ini dikarenakan skala yang digunakan secara otomatis dirubah saat perhitungan dari skala 1000 menjadi

skala 200. Dari perubahan elemen yang diwakili pada tubuh dam terlihat bahwa pada bagian puncak dam terjadi

perubahan ke arah hulu dan hilir dam. Konsisi perubahan ini akan terlihat lebih jelas lagi pada Gamber 5b.

a. Deformasi b. Horisontal Displacement

Gambar 13. Deformasi yang terjadi Akibat Kehilangan Muka Air di Hulu dan Displacement Arah Horisontal

Displacement arah horisontal memperlihatkan bahwa kehilangan tegangan sehingga mengakibatkan terjadinya

lendutan ke arah horisontal yang saling berlawanan. Kehilangan gaya yang terjadi di bagian hulu akanmengakibatkan tubuh dam akan jatuh ke bagian hulu dan sebagian lagi akan jatuh ke arah hilir. Bidang dilatasi dari

kedua kegagalan ini terjadi di bagian tengah bendung atau di bagian filter yang dibuat dari geotekstile dan agregat

batuan. Jika dilihat lebih dalam lagi maka tegangan geser relatif paling besar terjadi pada bagian tengah dam, pada

bagian tengah dam terjadi kehilangan energi yang cukup besar sehingga konstruksi dam akan kehilangan dayaakibat hilangnya tekana air di bagian hulu dam. Kondisi ini merupakan kondisi yang tidak diharapkan sehingga ktatetap harus wasapada dan menjaga kualitas pemadatan serta kontrol terhadap paramater tanah saat dilakukan proses

pemadatan tanah di lapangan.

Skenario 3Pada pemodelan ini diasumsikan bahwa geotekstile dan agregat yang ada ditengah tubuh dam yang berfungsi untuk 

mengarahkan rembesan di tubuh dam tidak berfungsi dengan baik sehingga mengakibatkan rembesan yang terjadi

memutus bagian tengah dam. Pada Gambar 6a, memperlihatkan bahwa kegagalan tubuh dam dapat terjadi lebih

dikarenakan rembesan yang tidak bekerja dengan baik di tubuh dam. Rembesan yang melewati lapis geotekstile

sangat memberikan pengaruh yang kurang baik bagi tubuh dam, terlihat bahwa defromasi yang terjadi cukup besar.Perubahan yang terjadi terlihat bahwa tubuh dam mengalami perubahan ke arah hilir dan dengan perubahan yang

cukup besar. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa pada saat proses pemasangan geotekstile di bagian tengah harus

sangat hati-hati dengan menjaga kualitas dan fungsi geotekstile sebagai filter untuk menyaring tailling yang terlewatdan mengarahkan aliran rembesan yang terjadi di tubuh dam.

Page 6: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 6/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

G - 5 6 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

a. Deformasi b. Total Displacement

Gambar 14. Deformasi dan Displacement yang terjadi pada Skenario 3

Total displacement yang terjadi di tubuh bendung jika dilihat pada Gambar 6b memperlihatkan bahwa bagian tengah

bendung mengalami displacement lebih dari 0,56 meter. Hal ini untuk suatu kostruksi bendung sangat berbahaya

sekali dan dapat berakibat pada hilangnya daya dukung atau kekuatan struktur bendung dari dam. Untuk 

menghindari kondisi tersebut maka pada saat pemasangan geotekstile pada bgaian tengah harus benar-benar dijaga

kualitasnya.

a. Displacement Arah Vertikal b. Total Incremental Displacement

Gambar 15. Perubahan yang terjadi pada bagian hulu dam sebagai akibat pemasangan konstruksi yang tidak sesuai

Displacement pada arah horisontal yang terjadi juga cukup besar, hal ini terjadi sama seperti yang diakibatkan oleh

kegagalan secara global. Salah satu hal yang paling menarik dapat dilihat pada Gambar 7a, dimana di bagian hulu

tubuh bendung akan turun kebawah dan bagian hilir mengalami pengangkatan ke bagian atas. Proses up lift di

bagian hilir juga sangat besar, hal ini sangat membahayakan secara keseluruhan dari dam yang berfungsi untuk 

menahan tailling dan tampungan air. Peningkatan total displavement di bagian hilir tubuh dam terlihat sangat jelas

dan kondisi ini dapat mempengaruhi kinerja dam secara keseluruhan atau bahkan dapat membahayakan baik konstruksi maupun jiwa.

4. KESIMPULAN

Dari hasil pemodelan yang dilakukan terhadap Dam Way Linggo milik PT. Natarang Mining, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Dam akan berfungsi dengan baik jika selama proses pelaksanaan pemadatan dapat dikontrol dari segi

kepadatan dan parameter koefisien arah sumbu x dan sumbu y terutama pada tubuh dam;b. Pemasangan geotekstile dan agregat di bagian tengah tubuh bendung harus benar-benar diperhatikan,

kegagalan fungsi geotekstile sangat mempengaruhi konstruksi dam dan dapat berakibat kegagalan

secarakeseluruhan dan bahkan membahayakan jiwa manusia;

c. Kontrol piezometer yang dipasang di bagian hilir dam harus benar-benar dikontrol untuk melihat perubahan

tekanan air pori yang ada di tubuh dam;

d. Pengaruh rapid draw down yang terjadi di bagian hulu jika dibandingkan dengan kegagalan fungsi geotekstiletidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Bahaya yang sangat besar terjadi justru lebih dikarenakan

kegagalan fungsi geotekstile dalam mengarahkan rembesan. Untuk menghindari hal tersebut maka pemadatan

tubuh dam sangat penting untuk dijaga kualitasnya serta menghindari kesalahan dalam melakukan pemasangan

geotekstile di tengah tubuh dam.e. Nilai safety factor di bagian hilir bendung menunjukkan hasil yang cukup aman begitu pula hasil analisis

stabilitas lereng dalam kondisi optimasi.

Page 7: DAM Natarang

7/23/2019 DAM Natarang

http://slidepdf.com/reader/full/dam-natarang 7/7

Geoteknik 

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 G - 5 7

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, Final report : Design and Evaluation of Tailings Dams, U.S. Environmental Protection Agency

Office of Solid Waste Special Waste Branch 401 M Street, SW Washington, DC 20460

Deniz, ERSAYI, 2006, Studying Seepage In A Body Of Earth-Fill Dam By (Artificial Neural Networks) ANNs, A

Dissertation Submitted to the Graduate School in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of MASTER OF SCIENCE Department: Civil Engineering Major: WaterResourcesEngineering, Irzzi

LI Xueliang , WANG Laigu, 2013, Study on the Seepage Stability of Jingyugou Tailing Dam, School of Mechanics

and Engineering, Liaoning Technical University, Fuxin 123000, China

(http://www.seiofbluemountain.com/upload/product/201002/12657142003ub332j8.pdf)

McLeod, Harvey and Murray, Len, 2003, Tailings Dam Versus A Water Dam, What Is The Design Difference,

ICOLD Symposium on Major Challenges in Tailings Dams, June 15, 2003, CanadaSingh, B., H.D. Sharma. 1976. Earth and Rockfill Dams.India: Sarita Prakashan Nauchandi Meerut.

Sosrodarsono, S., Kensaku, T. 1989. Bendungan Type Urugan. Jakarta: PT.Pradya Paramita.

Trimaijon, Andy Hendri, 2005, Perbandingan Tipe Elemen Pada Model Matematis Persamaan Aliran Air Tanah

 Dengan Metode Elemen Hingga, Jurnal Sains dan Teknologi 4(I), Maret 2005:20-29

Yuli Astuti, Aniek Masrevaniah, Suwanto Marsudi, 2012,  Analisa Rembesan Bendungan Bajulmati Terhadap

 Bahaya Piping Untuk Perencanaan Perbaikan Pondasi, Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 1, Mei

2012, hlm 51 – 

60