daftar isi -...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------- ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ------------------------------------------------------------------------------ iii
BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------ 1
A. LATAR BELAKANG ---------------------------------------------------------------- 1
B. MAKSUD DAN TUJUAN ---------------------------------------------------------- 2
C. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGAISASI -------------------- 3
D. ASPEK STRATEGIS ORGANISASI ---------------------------------------------- 5
BAB II PERENCANAAN STRATEGIS --------------------------------------------------------- 8
PERENCANAAN STRATEGIS TAHUN 2010-2014 ---------------------------- 8
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ----------------------------------------------------------- 12
A. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2014 ---------------------------------------- 12
B. ANALISA CAPAIAN KINERJA TAHUN 2014 ----------------------------------- 56
C. AKUNTABILITAS KEUANGAN TAHUN 2014 ---------------------------------- 65
BAB IV PENUTUP ------------------------------------------------------------------------------ 68
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
AAA... LLLAAATTTAAARRR BBBEEELLLAAAKKKAAANNNGGG
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik sebagai salah satu komponen
Kementerian Dalam Negeri yang memiliki peranan penting dalam menjaga keutuhan bangsa
dan negara, khususnya upaya untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam
rangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memerlukan suatu
perencanaan yang strategis pada setiap program kegiatan agar apa yang diinginkan dapat
tercapai sesuai dengan sasaran. Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang matang dan
terarah serta usaha yang maksimal dari setiap aparat, untuk berkomitmen memper-
tanggungjawabkan seluruh program kegiatan dan hasil akhir kegiatan yang telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan dalam bentuk Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Direktorat
Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.
Salah satu prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah
akuntabilitas, hal ini merupakan salah satu wujud komitmen organisasi penyelenggara
pemerintahan dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumberdaya
dalam pelaksanaan kebijakan pada setiap akhir tahun. Hal tersebut ditegaskan dalam Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP),
bahwa Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban dalam mewujudkan Good Governance di lingkungan Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik.
Pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik melaksanakan
program kerja secara bertahap melalui pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja sebagai
pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Proses penyusunan
dokumen perencanaan dan anggaran tahunan dilakukan secara terpadu dengan mengacu pada
dokumen perencanaan serta berdasarkan pada visi dan misi Ditjen Kesbangpol sebagaimana
tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Kesbangpol Tahun 2010-2014 dalam rangka
mewujudkan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Ditjen Kesbangpol.
Laporan Kinerja Ditjen Kesbangpol Tahun 2014 pada dasarnya merupakan salah satu
bentuk pertanggungjawaban Ditjen Kesbangpol atas kinerja yang dilaksanakan dalam
pencapaian visi dan misi organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, lingkup penyusunan
Laporan Kinerja akan memberikan kondisi obyektif pada tahun 2014, perencanaan strategis,
target dan pencapaian kinerja, dan evaluasi pencapaian kinerja berdasarkan Perjanjian
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
2
Indikator Kinerja Utama (IKU) berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-866
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-41 Tahun
2010 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri
yang didalamnya terdapat target capaian kinerja utama Ditjen Kesbangpol dan Perjanjian
Kinerja Ditjen Kesbangpol Tahun 2014 sebagai kesepakatan target capaian kinerja antara
Dirjen Kesbangpol sebagai penerima mandat dengan Menteri Dalam Negeri sebagai pemberi
mandat.
BBB... MMMAAAKKKSSSUUUDDD DDDAAANNN TTTUUUJJJUUUAAANNN
Maksud penyusunan Laporan Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun
2014 adalah:
1. Sebagai bentuk pertanggungjawaban secara tertulis Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan
Politik kepada Menteri Dalam Negeri selaku Pemberi Kewenangan dan Pengguna
Anggaran Kementerian Dalam Negeri atas kinerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik Tahun 2014;
2. Memberikan gambaran dan informasi mengenai tingkat capaian pelaksanaan program dan
kegiatan dalam rangka mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran Ditjen Kesatuan Bangsa
dan Politik khusunya dan Kementerian Dalam Negeri umumnya;
3. Memberikan gambaran mengenai tingkat keberhasilan dan/atau tingkat kegagalan capaian
kinerja atas pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan
Politik Tahun 2014.
Adapun tujuan yang diharapkan dari Penyusunan Laporan Kinerja Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik Tahun 2014 adalah:
1. Mewujudkan pertanggungjawaban akuntabilitas kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik
Tahun 2014;
2. Memberikan umpan balik bagi pengambilan kebijakan strategik dan peningkatan kinerja
perencanaan program dan kegiatan maupun pemberdayaan sumber daya di lingkungan
Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik khususnya dan Kementerian Dalam Negeri secara
umum;
3. Terlaksananya sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan program/kegiatan kerja secara
efisien, efektif dan responsif serta tanggap terhadap kondisi penyelenggaraan pemerintahan
bidang kesatuan bangsa dan politik.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
3
4. Menyediakan referensi berupa hasil evaluasi yang akuntabel dan berkualitas kepada
pimpinan dalam rangka pengambilan keputusan bagi perbaikan dan peningkatan
akuntabilitas kinerja serta sebagai bahan masukan terhadap pelaksanaan program dan
kegiatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik periode berikutnya.
CCC... KKKEEEDDDUUUDDDUUUKKKAAANNN,,, TTTUUUGGGAAASSS PPPOOOKKKOOOKKK DDDAAANNN FFFUUUNNNGGGSSSIII OOORRRGGGAAANNNIIISSSAAASSSIII
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik berkedudukan sebagai unsur pelaksana Kementerian Dalam Negeri di bidang
kesatuan bangsa dan poitik, yang dipimpin oleh Direktur Jenderal yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri Dalam Negeri. Adapun tugas pokok Direktorat Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta
standarisasi teknis dibidang kesatuan bangsa dan Politik. Dalam melaksanakan tugas
pokoknya, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai fungsi (a) perumusan
kebijakan di bidang kesatuan bangsa dan politik; (b) pelaksanaan kebijakan di bidang kesatuan
bangsa dan politik; (c) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kesatuan
bangsa dan politik; (d) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kesatuan bangsa
dan politik; dan (e) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.
Selanjutnya berdasarkan struktur organisasi Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik
sebagaimana Permendagri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai 6
(enam) Unit Eselon II yaitu 1 (satu) Sekretariat yang mempunyai 4 (empat) bagian dan
masing-masing bagian mempunyai 3 (tiga) Sub Bagian serta 5 (lima) Direktorat yang masing-
masing terdiri dari 5 (lima) sub direktorat dan masing-masing mempunyai 2 (dua) seksi,
kecuali pada Direktorat Ketahanan Ekonomi terdiri dari 4 (empat) sub Direktorat dan 2 (dua)
seksi pada masing-masing Direktorat, dengan bagan sebagai berikut:
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
4
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
5
DDD... AAASSSPPPEEEKKK SSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIIISSS OOORRRGGGAAANNNIIISSSAAASSSIII
Beberapa tantangan kedepan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
antara lain: (1) Pemantapan wawasan kebangsaan dan karakter bangsa dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; (2) Peran partai politik dan organisasi
kemasyarakatan dalam melaksanakan agregasi politik, komunikasi politik, artikulasi politik, dan
pendidikan politik bagi masyarakat; (3) Perbaikan proses politik melalui revisi berbagai
peraturan perundang-undangan bidang politik; (4) Peningkatan kepercayaan masyarakat terkait
upaya menjaga nilai-nilai kebhinnekaan atau kemajemukan bangsa, termasuk komitmen
melindungi kebebasan beragama, keyakinan politik, latar belakang etnis dan sosial budaya, serta
menghindari bentuk-bentuk kekerasan dalam penyelesaian permasalahan dalam masyarakat; (5)
Penguatan peran lembaga demokrasi; serta (6) Upaya penanganan konflik sosial dann
pemerintahan.
Selanjutnya, aktualisasi partai politik sebagai saluran utama aspirasi politik rakyat
belum sepenuhnya dapat berlangsung dengan optimal karena berbagai kondisi partai politik
secara internal serta perkembangan lingkungan eksternalnya. Masih terdapat kekecewaan
masyarakat kepada partai politik, juga terhadap mekanisme kaderisasi partai politik yang masih
belum berjalan baik. Padahal, partai politik merupakan salah satu unsur aktor politik dalam
infrastruktur politik yang sangat penting dalam mengembangkan mekanisme demokrasi yang
sedang berlangsung dalam sistem politik yang sedang dimantapkan. Dalam konteks tersebut,
diperlukan upaya dan dukungan bagi partai politik sesuai dengan kriteria dan mekanisme yang
ditetapkan dalam aturan perundang-undangan antara lain dengan mendorong dan memfasilitasi
partai politik untuk terus menerus meningkatkan kapasitasnya dalam melaksanakan fungsinya
melalui fasilitasi dan pemberian dukungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada sisi pendidikan politik masyarakat, serta penguatan persatuan dan kesatuan
nasional, telah dilaksanakan penjajakan dalam rangka fasilitasi pendidikan politik yang
bekerjasama dengan Center for Elektion and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia yang
dilaksanakan di 34 Provinsi dengan melibatkan Perguruan Tinggi se-Indonesa dalam rangka
peningkatan partisipasi politik bagi pemilih muda. Selain hal tersebut juga telah dilaksanakan
pengembangan wawasan dan nilai-nilai kebangsaan, serta kesadaran masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta peningkatan partisipasi politik di daerah, melalui
kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Terkait dengan upaya menjawab adanya
kebutuhan payung hukum bagi penyusunan program-program pembangunan di daerah terkait
penanganan dan pegelolaan konflik dalam rangka memelihara Stabilitas Politik dan Kesatuan
Bangsa, antara lain: (1) Diterbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan
Konflik Sosial (PKS); (2) RPP tindaklanjut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial (PKS); (3) Penyusunan Rencana Aksi penanganan gangguan
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
6
keamanan dalam negeri tindaklanjut Inpres No. 1 Tahun 2014; serta (4) diterbitkannya
Permendagri nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah, dan
Permendagri No. 16 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri,
mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis
dibidang kesatuan bangsa dan politik. Sebagai salah satu komponen yang memiliki kewenangan
urusan pemerintah tersebut, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai
hubungan kerja dengan Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dalam penanganan masalah politik dalam negeri, masalah-masalah konflik sosial dan
pemerintahan di daerah, dan dalam tataran perjanjian kebijakan penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan kegiatan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan, pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan dan peningkatan kapasitas aparatur di bidang bina ideologi dan wawasan
kebangsaan, kewaspadaan nasional, ketahanan seni, budaya, agama dan kemasyarakatan, politik
dalam negeri, maupun di bidang ketahanan ekonomi.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan serta kebijakan yang
berkaitan dengan penanganan masalah-masalah sosial dalam kehidupan di masyarakat melalui
pembentukan forum-forum dialog yang ada dimasyarakat seperti Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) sebagaimana amanat Permendagri Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pedoman
Peyelenggaraan Pembauran Kebangsaan (FPK), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
tindaklanjut dari Permendagri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadat,
Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor
36 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah serta
memfasilitasi pembentukan komunitas intelejen di daerah dengan melibatkan instansi terkait di
Daerah. Pembentukan forum-forum tersebut berlangsung efektif dan dipercaya dapat memberi
kontribusi dalam penanganan konflik. Meskipun bukan sebagai faktor tunggal, forum-forum
yang ada telah memberikan kontribusi meningkatkanya komunikasi dan dialog yang kontruktif
antar anggota masyarakat dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan, termasuk
konflik sosial. Forum-forum dimaksud, dipercaya cukup efektif baik secara langsung maupun
tidak langsung menekan angka konflik pada Tahun 2013 sehingga berkurang ditahun
sebelumnya. Pada tahun 2010 telah terjadi 93 peristiwa konflik yang kemudian menurun
menjadi 77 peristiwa konflik pada tahun 2011, pada tahun 2012 terdapat 128 peristiwa konflik
dimana mengalami penurunan menjadi 92 peristiwa konflik pada Tahun 2013. Forum dialog
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
7
tersebut juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan sehingga mampu menekan angka
konflik yang terjadi pada tahun 2014 yaitu turun dari tahun 2013 menjadi 71 peristiwa konflik.
Hubungan kerja yang melibatkan pemerintahan daerah khususnya Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi dan Kabupaten/Kota, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan
Politik setiap saat selalu melakukan koordinasi melalui Pusat Komunikasi Informasi
(PUSKOMIN) yang berada di pusat dan masing-masing daerah untuk memantau perkembangan
situasi dan kondisi daerah di bidang kesatuan bangsa dan politik. Disamping itu Direktorat
Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik juga melibatkan elemen-elemen di masyarakat seperti
organisasi kemasyarakatan di daerah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pusat melalui
kegiatan kerjasama program di bidang Pendidikan Politik dan Wawasan Kebangsaan serta Cinta
Tanah Air serta memberikan izin pendirian kepada organisasi kemasyarakatan yang baru.
Disisi lain, dinamika globalisasi dan perdagangan bebas mengharuskan pemerintah dan
rakyat Indonesia bekerja lebih keras untuk memenuhi salah satu aspek kehidupan nasional yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang menyangkut produksi, distribusi,
konsumsi, barang dan jasa yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan ekonomi nasional, dilakukan dengan perencanaan pembangunan ekonomi untuk
mendukung ketahanan ekonomi baik daerah maupun nasional. Adapun upaya yang dilakukan
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Ketahanan Ekonomi yaitu melalui upaya mendorong
pemerintah daerah untuk membentuk perusahaan daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
mendorong percepatan budidaya Hutan Rakyat (HR); revitalisasi anjungan daerah di TMII
sebagimana amanat dalam Permendagri Nomor 28 Tahun 2014; program diskusi dan sosialisasi
tentang kredit-kredit program; pemantauan harga barang kebutuhan pokok masyarakat melalui
sistem manajemen informasi bidang ketahanan ekonomi yang sedang dibagun; serta kampanye
publik cinta produk dalam negeri.
Untuk itu peran Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik dan Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik di Daerah sangatlah strategis khususnya dalam penanganan masalah-
masalah yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban di masyarakat, menjaga persatuan
dan kesatuan serta keutuhan NKRI.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
8
BBBAAABBB IIIIII
PPPEEERRREEENNNCCCAAANNNAAAAAANNN SSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIIISSS
AAA... PPPEEERRREEENNNCCCAAANNNAAAAAANNN SSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIIISSS TTTAAAHHHUUUNNN 222000111000---222000111444
Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) pemerintah harus dapat menempatkan posisinya sebagai
katalisator dan motivator dalam menggerakkan sendi-sendi pemerintahan dalam tingkat
pelayanan kepada masyarakat dan perwujudan pembangunan sebagai bentuk keterlibatan dan
partisipasi masyarakat menuju tatanan pemerintahan yang baik (Good Governance). Apabila
kondisi tersebut dapat berjalan selaras dan berkesinambungan, maka penyelenggaraan
pemerintahan yang mengarah pada good governance akan terwujud dan dapat berjalan dengan
baik.
Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 merupakan dokumen
perencanaan strategis untuk memberikan gambaran dan arahan kebijakan dan strategi
pembangunan pada tahun 2010-2014 sebagai tolok ukur dan alat bantu dalam melaksanakan
tugas dan fungsi Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik dalam menyelenggarakan sebagian tugas
pemerintahan dibidang urusan dalam negeri. Dokumen ini berfungsi untuk menuntut segenap
penyelenggara kegiatan dilingkungan Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik untuk secara
konsisten melaksanakan program/kegiatan pembangunan sesuai tugas dan fungsi yang diemban
dibidang pembinaan kesatuan bangsa dan politik.
Penyusunan Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 dimaksudkan
sebagai panduan kerja operasional yang visioner, sekaligus sebagai instrumen pokok dalam
keseluruhan kerangka manajemen program di lingkungan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa
dan Politik. Juga dimaksudkan dalam rangka penyiapan dokumen perencanaan pembangunan 5
tahunan, serta bertujuan untuk memantapkan terselenggaranya kegiatan-kegiatan prioritas
sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran strategis yang ingin dicapai oleh Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik dalam periode 5 Tahun kedepan, yang disesuaikan dengan dinamika dan
tuntutan perubahan yang ada dalam masyarakat, serta sinkronisasi perencanaan pembangunan
secara menyeluruh dan terintegrasi dalam mendukung kebijakan Kementerian Dalam Negeri
khususnya dan kebijakan pembangunan nasional pada umumnya.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
9
Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik
sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-866 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061-41 Tahun 2010
tentang Penetapan Indikator Utama Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-
2014 merupakan parameter serta acuan dalam melaksanakan seluruh program dan kegiatan di
lingkungan Ditjen Kesbangpol Tahun Anggaran 2014 yang juga merupakan kelanjutan dari
indikator kinerja utama Ditjen Kesbangpol pada periode Renstra Tahun 2005-2009.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
10
Sebagaimana yang dijelaskan diatas, yang juga tertuang dalam Renstra Kementerian
Dalam Negeri 2010-2014 dan Renstra Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik 2010-2014 serta
Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014
ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2010-
2014 sebagai berikut :
Indikator Kinerja Utama (IKU) Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014
diimplementasikan sebagaimana tabel 5 diatas, dituangkan dalam Perjanjian Kinerja (PK)
Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014 sebagai Kontrak Kinerja antara Direktur
Jenderal Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik dengan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21
Januari 2014 sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Dimana Perjanjian Kinerja Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik tersebut merupakan ikhtisar rencana kinerja yang akan dicapai pada tahun
2014 sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan menjadi dasar penilaian dalam
evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun anggaran 2014.
INDIKATOR KINERJA UTAMA DITJEN KESBANGPOL
Jumlah paket revisi Undang-Undang Bidang Politik khususnya revisi terbatas terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggara Pemilu
Kondisi
2009
Target
2014
Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi
Indeks Organisasi Kemasyarakatan
Indeks Kebebasan Sipil
Paket UU
Bidang
Politik
Hasil
revisi UU
Bidang
Politik
62,72 70
0 3
86,97 80
Indeks Hak-Hak Politik 54,60 70
Persentase kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan 50% 80%
Persentase forum dialog publik yang efektif 50% 80%
Persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait
4 pilar negara (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika,
dan NKRI).
50% 80%
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
11
Tabel
Perjanjian Kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik
NO. SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
UTAMA TARGET
1 2 3 4
1. Meningkatnya kualitas
penyelenggaraan
demokrasi
(Pemilu/Pilpres).
1. Jumlah paket revisi
undang-undang bidang
politik khususnya revisi
terbatas terhadap
Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu
2 (dua) Dokumen
2. Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi
70
3. Indeks Kebebasan Sipil 80
4. Indeks Hak-Hak Politik 80
2. Meningkatnya
Komitmen Pemangku
kepentingan dalam
menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa.
Persentase
kebijakan/peraturan
perundangan yang
dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dan para
pemangku kepentingan
80%
3. Meningkatnya
komunikasi dan dialog
yang konstruktif antar
anggota masyarakat
dalam penyelesaian
persoalan
kemasyarakatan.
Persentase forum dialog
publik yang efektif
80%
4. Meningkatnya kesadaran
Warga Negara dalam
partisipasi politik
Persentase peningkatan
masyarakat dalam kegiatan
terkait 4 pilar negara
(Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika, dan
NKRI).
80%
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
12
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
Pertanggungjawaban kinerja yang tepat, jelas dan terukur merupakan media untuk
mengetahui kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri sesuai
Rencana Kinerja dan Perjanjian Kinerja Kementerian Dalam Negeri Tahun 2014. Mengacu
pada Kepmendagri Nomor 061-866 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Kepmendagri
Nomor 061-041 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja Indikator Utama (IKU) di lingkungan
Kementerian Dalam Negeri disajikan dalam perbandingan antara target tiap indikator kinerja
dengan realisasinya. Capaian kinerja Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam
Negeri Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
SASARAN 1
Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)
CAPAIAN KINERJA SASARAN
Tabel 3.1 Pengukuran Kinerja Sasaran 1
Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)
Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
1. Jumlah revisi paket Undang-
Undang Bidang Politik
khususnya Revisi terbatas
Undang-Undang No. 22 Tahun
2007 tentang Penyelenggara
Pemilu
2 (dua)
Dokumen
1 (satu) Undang-
Undang No. 17
Tahun 2014 tentang
MPR, DPR, DPD
dan DPRD,
Sedangkan revisi
terbatas UU No. 42
tentang pemilu
Presiden dan wakil
Presiden di hentikan
pembahasannya
sesuai keputusan
Baleg DPR RI
90%
2. Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi
70 72,24 103,35%
3. Indeks Kebebasan Sipil 80 79,00 98,75%
4. Indeks Hak-Hak Politik 80 46,25 57,81%
A. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA TAHUN
2012
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
13
Dalam rangka penguatan persatuan dan kesatuan bangsa serta melanjutkan
pengembangan sistem politik yang berkedaulatan rakyat dan kesetaraan dalam penyampaian
aspirasi dengan memperhatikan asas dan prinsip demokrasi pancasila seperti pelaksanaan
pemilihan umum, adanya partai politik dan organisasi sosial politik sebagai sarana saluran
aspirasi rakyat serta memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ke depan,
tuntutan demokrasi yang berdasarkan pancasila diprediksi akan semakin menguat akan
membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur politik sebagai implikasi dari dinamika
lingkungan politik bangsa. Oleh karena itu, diperlukan upaya sinergis dari seluruh pihak, baik
masyarakat, pemerintah maupun partai politik, untuk secara bersama membangun struktur
politik dan menyempurnakan model demokrasi di masa mendatang. Akan tetapi, sasaran ke
depan bukan hanya sebatas pada prosedural demokrasi tetapi menyentuh substansi Demokrasi
Pancasila di Indonesia.
Kelembagaan pilar elemen bangsa (supra struktur1, infra struktur
2 dan sub struktur
3)
yang kokoh dan didukung oleh stabilitas nasional adalah kunci bagi penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan kehidupan bermasyarakat. Demokrasi Pancasila merupakan
landasan kehidupan sosial politik, untuk itu pembangunan politik dalam negeri diarahkan pada
terwujudnya demorasi yang berkedaulatan rakyat melalui proses konsolidasi secara bertahap.
Kondisi ideal tersebut secara umum menggambarkan indikasi yang harus dicapai
melalui upaya yang mengarah pada sasaran terwujudnya peningkatan kualitas
penyelenggaraan proses demokrasi. Selanjutnya salah satu tanda dari kualitas
penyelenggaraan proses demokrasi dapat dilihat dari partisipasi politik yang meningkat pada
pemilu 2014, sebagaimana data grafik dibawah terhadap tingkat partisipasi pemilih dalam
pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden.
1 Supra struktur, menurut teori montesquieu adalah suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan sistem bernegara yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. 2 Infrastruktur, menurut teori Montesquieu adalah lembaga-lembaga politik yang ada di dalam masyarakat yang dibentuk dan bergerak di tingkat masyarakat itu sendiri (yang meliputi partai politik, kelompok kepentingan, media komunikasi politik, organisasi kemasyarakatan dan tokoh masyarakat. 3 Substruktur adalah masyarakat.
Indikator 1: Jumlah revisi paket Undang-Undang Bidang Politik khususnya revisi
terbatas Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
14
Secara umum, perkembangan demokrasi selama lima tahun terakhir sebagaimana
tercermin dari data diatas terdapat perbaikan proses penyelenggaraan Pemilu dan
meningkatnya partisipasi politik rakyat utamanya terjadi peningkatan partisipasi politik
terhadap pemilu legislatif pada 2014 dengan partisipasi sebesar 74,55% pada 2014 dari
70,99% pada pemilu 2009. Namun demikian, terkait dengan penyelenggaraan pemilu presiden
dan wakil presiden secara nasional tingkat partisipasi politik mengalami tren menurun dari
pemilu 2009. Pada tahun 2014 tingkat partisipasi hanya 70,91% secara kuantitatif terkait
dengan partisipasi masyarakat mengalami penurunan namun secara kualitas justru mengalami
peningkatan. Hal tersebut dapat terlihat dari partisipasi masyarakat yang turut mengawal
terhadap proses berjalannya pemilu. Terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu, sejak awal
sejak awal telah disepakati perbaikan peraturan perundangan bidang politik yaitu Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik; Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD sedangkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden mengacu pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) Nomor 41A/DPR-RI/2009-2010 tentang Persetujuan Perjanjian Program Legislasi
Nasional tahun 2010-2014 dihentikan pembahasannya. Dari sisi capaian kinerja dapat
dikatakan tercapai 90% yaitu mengalami progress/kemajuan pembahasan dari tahun
sebelumnya yaitu 50%.
Adapun arah penyusunan revisi paket politik adalah untuk mengefektifkan sistem
presidensial dalam kerangka negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Pembangunan politik
Sumber: KPU, 2014
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
15
dalam negeri merupakan bagian integral dalam rangka pembangunan demokrasi pancasila
yang berkarakter kebangsaan. Pemerintah bersama DPR RI telah merampungkan beberapa
perbaikan regulasi bidang politik untuk memantapkan kehidupan demokrasi pancasila di masa
mendatang. Perbaikan dimaksud adalah untuk menampung berbagai aspirasi yang telah
menyoroti adanya kelemahan dalam proses pelaksanaan Pemilu 2009 yang lalu. Upaya
perbaikan tersebut tidaklah dimaksudkan untuk mengakomodir berbagai kepentingan politik
melainkan lebih menekankan pada upaya untuk membangun etika dan budaya politik yang
demokratis berdasarkan Pancasila, yang muara akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan
rakyat, untuk membangun kedewasaan berdemokrasi serta menciptakan konsolidasi demokrasi
pancasila melalui perbaikan regulasi politik dan pelaksanaan Pemilu yang demokratis,
berkualitas, luber dan jurdil.
Implikasi dari kehadiran revisi terbatas dan ditetapkannya UU bidang politik
dimaksud diatas yakni, terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak-
hak politiknya pada tahun 2014 serta peninngkatan kapasitas partai politik melalui dukungan
bantuan keuangan partai politik. Hal lain dapat dilihat melalui partisipasi pemilih dalam
pemilu legislatif sebesar 74,55% dan pada pilpres sebesar 70,91% (data kpu.go.id). Demikian
halnya peningkatan proporsi keterwakilan perempuan di DPR mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu sebesar 18,0%, namun mengalami penurunan pada pemilu legislatif
2014 yaitu hanya sebesar 16,6% . Pada tahun 2014 ini, berdasarkan pada hasil Pemilu
Legislatif tanggal 9 April 2014 terjadi peningkatan pemilih yang pemula pada tahun 2009-
2014 terdapat jumlah pemilih sebanyak 85.000.062 suara dan pada tahun 2014-2019 sebanyak
124.972.491 suara, terjadi kenaikan sejumlah 39.972.429 suara sehingga akan berpengaruh
terhadap perhitungan anggaran terkait bantuan keuangan Partai Politik. Terdapat wacana
untuk mengevaluasi penyaluran bantuan keuangan kepada partai politik di masyarakat sipil
untuk meningkatkan kapsitas parpol, namun demikian berdasarkan data yang diperoleh terkait
dengan proses kaderisasi terhadap partai politik dalam hal pendidikan politik mengalami tren
penurunan secara nasional yaitu dari skor 68,40 pada 2012 menjadi 50,00 pada 2013. Hal
tersebut juga yang berdampak pada turunnya kepercayaan masyarakat kepada partai politik.
Juga partai politik belum mampu transparan dan akuntabel dari segi penggunanan maupun
tujuan hakiki bantuan keuangan partai politik. Hal tersebut masih dalam proses pembahasan
RPP Bantuan Keuangan Partai Politik perubahan dari PP No. 83 Tahun 2012.
Untuk itu di samping adanya perbaikan regulasi bidang politik, Pemerintah
bekerjasama dengan sejumlah pihak telah melakukan berbagai upaya yang berkelanjutan di
bidang penataan sumberdaya manusia dalam kelembagaan politik agar implementasi produk
perundang-undangan dapat diserap dengan baik yakni proses pendidikan politik bagi masyarakat
di daerah. Pendidikan politik bagi masyarakat hendaknya tidak dimaknai sebagai sebuah
kegiatan politik dari aspek kekuasaan saja tetapi hendaklah dimaknai sebagai upaya
mensinerjikan pemahaman setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Hal ini perlu
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
16
ditekankan agar kita semua sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dapat meningkatkan
pemahaman tentang pentingnya menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi ataupun kelompok. Dalam mendukung upaya dimaksud, telah dilakukan
berbagai kegiatan dalam rangka memberi dukungan pelaksanaan pemilu 2014 sebagaimana
amanat pasal 126 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan Pasal 246
ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD antara lain:
1. Terlaksananya Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Penyelenggaraan Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 yang dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2014
bertempat di JCC yang diikuti oleh 5000 peserta yang dihadiri pemangku kepentingan
penyelenggaraan pemilu yang dibuka oleh Presiden RI sebagai upaya menyamakan
persepsi guna sinergitas di antara pemangku kepentingan pemilu, sehingga dapat
memperkuat dan memantapan fungsi koordinasi bagi suksesnya Pemilu Legislatif Tahun
2014;
2. Terlaksananya Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Penyelenggaraann Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2014
bertempat di Sentul Internasional Convention Center (SICC) yang diikuti oleh 5000
peserta yang dihadiri pemangku kepentingan penyelenra pemilu yang dibuka oleh
Presiden RI sebagai upaya menyamakan persepsi guna sinergitas di antara pemangku
kepentingan pemilu, sehingga mampu memperkuat dan memantapkan fungsi koordinasi
bagi suksesnya Pilpres Tahun 2014;
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat melalui iklan di Media cetak, TV nasional dan TV
Lokal, dan peningkatan partisipasi di kalangan pemilih muda melalui kegiatan kerjasama
antara Kemendagri dengan Perguruan Tinggi dalam hal ini CEPP UI;
4. Monitoring oleh TIM Teknis dari Kemendagri dan Kemenkopolhukam dalam rangka
mendukung kelancaran penyelenggaraan pemilu tahun 2014 ke 34 Provinsi;
5. Terbitkan SE Mendagri No. 273/400/SJ tanggal 20 Januari 2014 perihal Kampanye
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014;
6. Terbitnya SE Mendagri No. 270/1559/SJ tanggal 26 Maret 2014 perihal Bantuan
Pemerintah Daerah untuk Sosialisasi Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun
2014. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk sosialisasi terkait pemungutan suara tanggal
9 April 2014;
7. Terbitnya SE Mendagri No. 270/1727/SJ tanggal 4 April 2014 perihal Pelaksanaan
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Monitoring dimaksud dalam rangka
penyaluran logistik pemilu dan netralitas Kepala Daerah;
8. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3346A/SJ tanggal 3 Juli 2014 perihal Pelaksanaan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut, terdapat
himbauan agar Kepala Daerah bersikap netral dan tidak meninggalkan daerahnya pada
tanggal 6-12 Juli 2014;
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
17
9. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3347A/SJ tanggal 3 Juli 2014 perihal Bantuan
Pemerintahan Daerah untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014. Dalam Surat Edaran tersebut, Kepala Daerah menghimbau kepada
masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, serta melakukan monitoring terkait
distribusi logistik;
10. Terbitnya SE Mendagri No. 270/3478/SJ tanggal 9 Juli 2014 perihal Pelaksanaan
Perjanjian Pemenang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Dalam Surat
Edaran tersebut, menghimbau agar masyarakat tidak terpengaruh pada hal-hal yang dapat
mengganggu stabilitas nasional, serta memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
11. Fasilitasi kelembagaan pemberdayaan calon legislative perempuan dan forum pendidikan
politik dalam rangka peningkatan kapasitas calon legislatif perempuan yang
diselenggarakan guna memberi pembekalan bagi calon legislatif perempuan. Kegiatan
dimaksud dilaksanakan dengan bekrjasama Kemen PPA dan dilaksanakan 10 angkatan.
Indeks kinerja lembaga demokrasi adalah salah satu aspek dalam mengukur Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI). IDI bertujuan mengkuantifikasi perkembangan demokrasi pada
tingkat provinsi melalui tiga aspek yakni, aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan
aspek kinerja lembaga demokrasi. Pada tahun 2013, secara nasional Indeks Demokrasi
Indonesia (IDI) mengalami kenaikan menjadi 63,72, angka ini naik 1,09 poin dibandingkan
IDI nasional 2012 yaitu sebesar 62,63. Namun demikian, walaupun mengalami kenaikan
tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori “sedang”. Terkait dengan hal
tersebut, Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi pada tahun 2013 sebesar 72,24, angka ini naik
2,98 poin dibandingkan tahun 2012 yaitu 69,28. Jika dilihat dari capaian kinerja, angka 72,24
melebihi dari target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 yaitu 70. Sehingga capaian dapat
dikatakan sebesar 103,2%. Walaupun terjadi peningkatan indeks, namun pola sebaran masih
sama dengan tahun pengukuran sebelumnya yaitu lembaga demokrasi berada pada kategori
“sedang”.
Indikator 2: Indeks Kineja Lembaga Demokrasi
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
18
Visualisasi Perkembangan
Nilai Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi pada 2012-2013
Jika dilihat dari sisi variabel pada Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi, dari 5 (lima)
variabel terdapat 2 (dua) variabel yang mengalami peningkatan skor yaitu (1) peran DPRD
(naik 1,09 poin dari 35,53 pada tahun 2012 menjadi 36,62 pada 2013) dan (2) peran peradilan
yang independen (naik 1,52 poin dari 82,42 pada 2012 menjadi 83,94 pada 2013). Terdapat 1
(satu) variabel mengalami penurunan skor yaitu peran partai politik mengalami penurunan
yang cukup signifikan yaitu sebesar 16,01 poin dari 69,52 pada 2012 menjadi 53,51 pada
2013. Sedangkan 2 (dua) variabel lainnya yaitu terkait pemilu yang bebas dan adil serta peran
birokrasi pemerintah daerah cenderung tidak mengalami perubahan atau relatif sama.
Perkembangan Skor Variabel
Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi2012-2013
No. Nama Variabel 2012 2013
1 Pemilu yang Bebas dan Adil 87,67 87,67
2 Peran DPRD 35,53 36,62
3 Peran Partai Politik 69,52 53,51
4 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah 88,58 88,58
5 Peran Peradilan yang Independen 82,42 83,94
Dari sisi indikator, terdapat 11 (sebelas) indikator yang terkait dengan Indeks
Kinerja Lembaga Demokrasi, 5 (lima) diantaranya pada tahun 2013 mengalami kenaikan skor
atau dapat dikatakan berkinerja cukup baik yaitu yang terkait dengan variabel Peran DPRD :
(1) Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan naik 0,72 poin dari 47,87 pada 2012 menjadi
Nilai Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi, Tahun 2009, 62.72
Nilai Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi, Tahun 2010, 63.11
Nilai Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi, Tahun 2011, 74.72
Nilai Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi, Tahun 2012, 69.28
Nilai Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi, Tahun 2013, 72.24
INDEKS KINERJA LEMBAGA DEMOKRASI
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
19
48,59 pada 2013. (2) Perda yang merupakan insiatif DPRD naik 3,88 poin dari 16,72 pada
2012 menjadi 20,60 pada 2013. (3) Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif juga mengalami
kenaikan 0,11 poin dari 7,25 pada 2012 menjadi 7,36 pada 2013. Kenaikan skor juga dialami
indikator pada variabel Peran Peradilan yang Independen : (1) Keputusan Hakim yang
Kontroversial naik 5,76 poin dari 92,73 pada 2012 menjadi 86,97 pada 2013. Terkait dengan
varibel Peran partai Politik dari 2 (dua) indikator terdapat 1 (satu) indikator yang mengalami
peningkatan skor yaitu prosentase perempuan pengurus partai politik dengan peningkatan skor
sebesar 5,53 poin dari 79,60 pada 2012 menjadi 85,13 pada 2013. Sedangkan indikator lainnya
memiliki kecenderungan tidak mengalami perubahan atau relatif sama.
Perkembangan Skor
Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013
(yang mengalami kenaikan poin)
No Indikator 2012 2013
1 Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan 47,87 48,59
2 Perda yang merupakan inisiatif DPRD 16,72 20,60
3 Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif 7,25 7,36
4 Prosentase Perempuan Pengurus Partai Politik 79,60 85,13
5 Keputusan Hakim yang Kontroversial 86,97 92,73
Sementara indikator yang mengalami penurunan skor yaitu pada variabel peran
partai politik pada indikator kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh partai peserta pemilu
turun 18,4 poin dari 68,40 pada 2012 menjadi 50,00 pada 2013. Indikator yang juga
mengalami penurunan yaitu pada variabel Peran Peradilan yang Independen yaitu pada
indikator Penghentian Penyidikan yang kontroversial oleh Jaksa atau polisi turun sebesar 2,73
poin dari 77,88 pada 2012 menjadi 75,15 pada 2013. Sedangkan 4 (empat) indikator lainnya
terdapat kecenderungan tidak mengalami perubahan atau relatif sama.
Data Perkembangan Skor
Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013
(yang mengalami penurunan poin/kecenderungan sama)
No Indikator 2012 2013
1 Kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh partai
peserta pemilu 68,40 50,00
2 Penghentian Penyidikan yang Kontroversial
oleh Jaksa atau Polisi 77,88 75,15
3 Keberpihakan KPUD dalam 91,46 91,46
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
20
Penyelenggaraan Pemilu
4 Kecurangan dalam Pemilihan Suara 83,89 83,89
5 Penggunaan Fasilitasi Pemerintah
untuk Kepentingan Parpol 92,04 92,04
6 Keterlibatan PNS dalam Kegiatan
Parpol Peserta Pemilu 85,12 85,12
Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek
Kinerja Lembaga Demokrasi terdapat 13 provinsi yang mengalami kenaikan indeks dengan 3
(tiga) provinsi yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Timur yang
naik 29,88 poin dari 52,22 pada 2012 menjadi 82,10 pada 2013; (2) Aceh juga mengalami
kenaikan sebesar 19,76 poin dari 57,21 pada 2012 menjadi 76,97 pada 2013; (3) Banten
mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 14,58 poin dari 70,42 pada 2012 menjadi 85
pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 20 provinsi yang mengalami perubahan indeks
menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1)
Kalimantan Tengah mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 22,61 poin dari
85,82 pada 2012 menjadi 68,44 pada 2013; (2) Kalimantan Barat pada 2013 juga mengalami
penurunan skor cukup signifikan yaitu 17,62 poin dari 76,23 pada 2012 menjadi 58,61 pada
2013; (3) penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Jawa Tengah sebesar
16,57 poin dari 77,46 pada 2012 menjadi 60,89 pada 2013.
Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga
demokrasi yaitu melalui :
1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33
provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas
pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi
Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja
IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi
dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja
demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33
Provinsi, yakni :
a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;
b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;
c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat,
Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
21
d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;
e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.
2) Mendorong DPRD untuk lebih meningkatkan perannya dalam hal pengalokasian terkait
pendidikan dan kesehatan melalui pelaksanaan orientasi anggota DPRD Provinsi dan
DPRD Kab/Kota.
Sebagaimana Indeks kinerja lembaga demokrasi, Indeks Kebebasan Sipil juga
merupakan salah satu aspek dalam mengukur Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dimana pada
2013 terjadi peningkatan skor sebesar 1,06 poin dari 77,94 pada 2012 menjadi 79,00 pada
2013. Walaupun terdapat peningkatan skor namun jika dilihat dari capaian kinerja, angka
79,00 merupakan realisasi 2013 dimana target 2014 sebesar 80 sehingga dapat dikatakan tidak
tercapai sebagaimana target yang telah ditetapkan yaitu hanya tercapai sebesar 98,75%. Hal
tersebut sebagai akibat turunnya variabel aspek kebebasan sipil yaitu yang terkait kebebasan
berkeyakinan sebesar 2,66 poin dari 83,79 pada 2012 menjadi 81,13 pada 2013. Peningkatan
indeks dimaksud, terkait dengan pola sebaran masih sama dengan tahun pengukuran
sebelumnya yaitu berada pada kategori “sedang”.
Visualisasi Perkembangan Nilai Indeks Kebebasan Sipil
Terkait dengan peningkatan skor Indeks Kebebasan Sipil sebesar 1,06 poin, apabila
dilihat dari sisi variabel dari 4 (empat) terdapat 3 (tiga) variabel yang mengalami peningkatan
Nilai Indeks Kebebasan Sipil,
Tahun 2009, 86.97
Nilai Indeks Kebebasan Sipil,
Tahun 2010, 82.53
Nilai Indeks Kebebasan Sipil,
Tahun 2011, 80.79
Nilai Indeks Kebebasan Sipil,
Tahun 2012, 77.94
Nilai Indeks Kebebasan Sipil, Tahun 2013, 79
Nilai Indeks Kebebasan Sipil
Indikator 3: Indeks Kebebasan Sipil
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
22
skor yaitu (1) Kebebasan Berpendapat mengalami peningkatan skor yang cukup signifikan
sebesar 7,29 poin dari 61,86 pada 2012 menjadi 69,15 pada 2013; (2) Kebebasan Berkumpul
dan Berserikat juga mengalami kenaikan yang memberikan kontribusi terkait upaya
peningkatan aspek kebebasan sipil sebesar 5,78 poin dari 80,28 pada tahun 2012 menjadi
86,06 pada 2013; dan (3) Kebebasan dari Diskriminasi naik 1,52 poin dari 84,70 pada 2012
menjadi 86,22 pada 2013. Terdapat 1 (satu) variabel mengalami penurunan skor yaitu terkait
kebebasan berkenyakinan yang mengalami penurunan sebesar 2,66 poin dari 83,79 pada 2012
menjadi 81,13 pada 2013.
Perkembangan Skor Variabel
Indeks Kebebasan Sipil pada 2012-2013
No. Nama Variabel 2012 2013
1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat 80,28 86,06
2 Kebebasan Berpendapat 61,86 69,15
3 Kebebasan Berkenyakinan 83,79 81,13
4 Kebebasan dari Diskriminasi 84,70 86,22
Dari sisi indikator, terdapat 10 (sepuluh) indikator yang terkait dengan Indeks
Kebebasan Sipil, 6 (enam) diantaranya pada tahun 2013 mengalami kenaikan skor atau dapat
dikatakan berkinerja cukup baik yaitu memiliki skor diatas 80. Indikator dimaksud yaitu yang
terkait dengan variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat : (1) Ancaman/penggunaan
kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat naik
5,76 poin dari 80,00 pada 2012 menjadi 85,76 pada 2013. (2) Ancaman/penggunaan kekerasan
oleh masyarakat yang menghambat kekerasan berkumpul dan berserikat naik 5,91 poin dari
88,18 pada 2012 menjadi 82,27 pada 2013. Kenaikan skor juga terjadi pada variabel
Kebebasan Berpendapat yaitu : (1) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah
yang menghambat kekebasan berpendapat naik 8,09 poin dari 65,45 pada 2012 menjadi 73,54
pada 2013. (2) Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat
kebebasan berpendapat naik 3,33 poin dari 43,94 pada 2012 menjadi 47,27 pada 2013.
Variabel yang juga mengalami peningkatan skor yaitu Kebebasan dari Diskriminasi yang
terkait dengan indikator : (1) Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminasi dalam hal gender
dsb naik sebesar 1,97 poin dari 85,00 pada 2012 menjadi 86,97 pada 2013. (2)
Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender juga mengalami
kenaikan sebesar 3,54 poin dari 88,48 pada 2012 menjadi 92,02 pada 2013.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
23
Perkembangan Skor
Indikator Kebebasan Sipil pada 2012-2013
(yang mengalami kenaikan skor)
No Indikator 2012 2013
1 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat
pemerintah yang menghambat kekerasan
berkumpul dan berserikat
80,00 85,76
2 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh
masyarakat yang menghambat kekerasan
berkumpul dan berserikat
82,27 88,18
3 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat
pemerintah yang menghambat kekebasan
berpendapat
65,45 73,54
4 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh
masyarakat yang menghambat kebebasan
berpendapat
43,94 47,27
5 Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminasi
dalam hal gender dsb 85,00 86,97
6 Ancaman/penggunaan kekerasan oleh
masyarakat karena alasan gender 88,48 92,02
Terkait dengan varibel Kebebasan dari Diskriminasi dari 4 (empat) indikator
terdapat 1 (satu) indikator yang mengalami penurunan skor yaitu Aturan tertulis yang
diskriminatif dalam hal gender, etnis dan kelompok sebesar 0,5 poin dari 81,31 pada 2012
menjadi 80,81 pada 2013. Variabel lain yang juga mengalami penurunan skor yaitu terkait
Kebebasan Berkenyakinan dengan indikator yang mengalami penurunan yaitu (1) Aturan
tertulis yang membatasi kebebasan menjalan ibadah agama turun sebesar 2,89 poin dari
85,24 pada 2012 menjadi 82,35 pada 2013. (2) Tindakan/pernyataan pejabat membatasi
kekebasan menjalankan ibadah agama turun 3,49 poin dari 81,67 pada 2012 menjadi
78,18 pada 2013. (3) indikator yang juga mengalami penurunan skor yaitu terkait dengan
ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama turun 1,21 poin
dari 79,39 pada 2012 menjadi 78,18 pada 2013.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
24
Data Perkembangan Skor
Indikator Kinerja Lembaga Demokrasi 2012-2013
(yang mengalami penurunan poin/kecenderungan sama)
No Indikator 2012 2013
1 Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal
gender, etnis dan kelompok 81,31 80,81
2 Tindakan/pernyataan pejabat membatasi
kekebasan menjalankan ibadah agama 81,67 78,18
3 Ancaman/penggunaan kekerasan dari satu
kelompok terkait ajaran agama 79,39 78,18
4 Aturan tertulis yang membatasi kebebasan
menjalan ibadah agama 85,24 82,35
Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek
Kebebasan Sipil terdapat 14 provinsi yang mengalami kenaikan skor dengan 3 (tiga) provinsi
yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Barat yang naik 13,91 poin
dari 65,93 pada 2012 menjadi 79,85 pada 2013; (2) Kalimantan Tengah juga mengalami
kenaikan sebesar 13,45 poin dari 68,44 pada 2012 menjadi 81,89 pada 2013; (3) Aceh
mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 11,72 poin dari 60,16 pada 2012 menjadi 71,78
pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 19 provinsi yang mengalami perubahan indeks
menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1) Lampung
mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 23,29 poin dari 94,14 pada 2012
menjadi 70,75 pada 2013; (2) Sulawesi Tenggara pada 2013 juga mengalami penurunan skor
cukup signifikan yaitu 7,07 poin dari 91,39 pada 2012 menjadi 84,32 pada 2013; (3)
penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Bengkulu sebesar 6,19 poin dari
77,76 pada 2012 menjadi 71,57 pada 2013.
Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga
demokrasi yaitu melalui :
1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33
provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas
pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi
Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja
IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi
dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja
demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33
Provinsi, yakni :
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
25
a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;
b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;
c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat,
Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;
d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;
e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.
2) Menerbitkan regulasi secara tertulis terkait dengan jaminan kebebasan berkumpul dan
berserikat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, yang
kemudian akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Peraturan Pemerintah.
3) Menerbitkan regulasi secara tertulis terkait dengan jaminan kebebasan dalam menjalankan
ibadah agama dengan Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan
Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan
Pendirian Rumah Ibadah.
4) Fasilitasi Pembentukan dan Pemberdayaan Forum Kerukanan Umat Beragama (FKUB) di
daerah.
Berbeda dengan kedua indeks sebelumnya yang mengalami kecenderungan
peningkatan skor, Indeks Hak-Hak Politik mengalami penurunan setiap tahunnya terakhir
sebesar 0,08 poin dari 46,33 pada 2012 menjadi 46,25 pada 2013. Adapun kontribusi terhadap
penurunan skor tersebut adalah terkait dengan variabel Peran Partai Politik sebesar 16,01 poin
dari 69,52 pada 2012 menjadi 53,51 pada 2013. Penurunan tersebut, menjadikan Indeks Hak-
Hak Politik pada kategori “buruk”.
Indikator 3: Indeks Hak-Hak Politik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
26
Visualisasi Perkembangan Nilai Hak-Hak Politik
Pada 2012-2013
Terkait dengan penurunan skor pada variabel indeks Hak-Hak Politik dari 7 (tujuh)
indikator terdapat 1 (satu) indikator yang berkontribusi terhadap penurunan skor hak-hak
politik yaitu masih terdapat kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi
yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan seperti merusak, memblokir, membakar, dan
melakukan penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah. Penurunan skor sebesar 0,41 poin
dari 19,21 pada 2012 menjadi 18,71 pada 2013. Sedangkan 2 (dua) indikator mengalami
kenaikan skor yaitu terkait (1) prosentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD
Provinsi sebesar 1,54 poin dari 54,30 pada 2012 menjadi 54,84 pada 2013. (2) Indikator lain
yang juga mengalami peningkatan skor yaitu pengaduan masyarakat mengenai
penyelenggaraan pemerintahan sebesar 2.61 poin dari 72,51 pada 2012 menjadi 69.91 pada
2013. Adapun 4 (empat) indikator lainnya terdapat kecenderungan tidak mengalami perubahan
atau relatif sama.
Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun
2009, 54.6
Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun
2010, 47.87
Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun
2011, 47.54
Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun
2012, 46.33
Nilai Indeks Hak-Hak Politik, Tahun
2013, 46.25
Nilai Indeks Hak-Hak Politik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
27
Perkembangan Skor Variabel
Indeks Hak-Hak Politik pada 2012-2013
No. Nama Variabel 2012 2013
1 Hak-Hak Memilih atau dipilih 84,52 84,52
2 Kurangnya Fasilitasi sehingga Penyandang Cacat
tidak dapat menggunakan hak pilihnya
50,00 50,00
3 Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) 30,00 30,00
4 Voters turnout 73,82 73,82
5 Prosentase Perempuan Terpilih terhadap total
anggota DPRD Provinsi
54,30 54,84
6 Demontrasi/mogok yang bersifat kekerasan 19,21 18,71
7 Pengaduan masyarakat mengenai
penyelenggaraan pemerintahan
69,91 72,51
Sementara untul level provinsi, data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) aspek
Kebebasan Sipil terdapat 14 provinsi yang mengalami kenaikan skor dengan 3 (tiga) provinsi
yang mengalami kenaikan terbesar diantaranya yakni : (1) Jawa Barat yang naik 13,91 poin
dari 65,93 pada 2012 menjadi 79,85 pada 2013; (2) Kalimantan Tengah juga mengalami
kenaikan sebesar 13,45 poin dari 68,44 pada 2012 menjadi 81,89 pada 2013; (3) Aceh
mengalami kenaikan terbesar terakhir sebesar 11,72 poin dari 60,16 pada 2012 menjadi 71,78
pada 2013. Disisi lain, pada 2013 terdapat 19 provinsi yang mengalami perubahan indeks
menjadi lebih rendah, diantaranya terjadi pada 3 (tiga) provinsi terendah yaitu : (1) Lampung
mengalami penurunan skor yang cukup signifikan yaitu 23,29 poin dari 94,14 pada 2012
menjadi 70,75 pada 2013; (2) Sulawesi Tenggara pada 2013 juga mengalami penurunan skor
cukup signifikan yaitu 7,07 poin dari 91,39 pada 2012 menjadi 84,32 pada 2013; (3)
penurunan yang cukup signifikan juga terjadi pada provinsi Bengkulu sebesar 6,19 poin dari
77,76 pada 2012 menjadi 71,57 pada 2013.
Adapun kontribusi kegiatan sebagai upaya meningkatkan indeks kinerja lembaga
demokrasi yaitu melalui :
1) Fasilitasi pembentukan kelompok kerja pengembangan IDI atau Pokja IDI pada 33
provinsi sesuai Surat Edaran Mendagri tahun 2011. Kelompok tersebut terdiri atas
pemangku kepentingan yang memiliki tugas sebagai mitra tim IDI (Indeks Demokrasi
Indonesia) dalam pengembangan dan pemanfaatan Indeks Demokrasi Indonesia. Pokja
IDI telah terbentuk pada 33 provinsi, sedangkan PPWK telah terbentuk pada 21 Provinsi
dan 24 Kab/Kota. Bentuk kegiatan adalah fasilitasi pengembangan kelompok kerja
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
28
demokrasi dan pendampingan pusat pendidikan wawasan kebangsan di 5 regional di 33
Provinsi, yakni :
a. Sulawesi Utara meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara;
b. Bali meliputi: Bali, NTB, NTT, Jateng, Papua dan Papua Barat;
c. Lampung meliputi: Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Sumatera Barat,
Bengkulu, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau;
d. Kalimantan Barat meliputi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur dan Jawa Timur;
e. Banten meliputi: Banten, Aceh, Jabar, DKI, DIY dan Sumatera Utara.
2) Menerbitkan regulasi atau pedoman terkait dengan penggunaan hak memilih dan dipilih
dalam pemilu. Adapun regulasi yang dikeluarkan yaitu terkait dengan paket Undang-
Undang Bidang Politik : (1) Undang- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Partai Politik; (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum; (3) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
(4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD; dan
(5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
3) Mengeluarkan pedoman berupa modul tentang Pendidikan bagi Calon Pemilih Pemula.
4) Penanganan dan pemantauan konflik yang terjadi agar tidak bersifat kekerasan
sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial (PKS).
5) Mengefektifkan pemanfaatan Pusat Komunikasi dan Informasi (Puskomin) terkait dengan
pengaduan masyarakat baik terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan maupun terkait
peristiwa konflik yang terjadi di daerah.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
29
SASARAN 2
Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa
CAPAIAN KINERJA SASARAN
Tabel 3.2
Pengukuran Kinerja Sasaran 2
Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa
No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
1. Persentase kebijakan/peraturan
perundangan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan pemangku
kepentingan
80% 77,27% 96,59%
Indikator 3: Persentase kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan
Terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
yaitu merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kesatuan
bangsa dan politik sebagaimana amanat Permendagri Nomor 41 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri. Dimana dalam merumuskan kebijakan
tersebut, harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya baik secara substansi
maupun penormaannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004. Dalam merumuskan kebijakan diperlukan partisipasi masyarakat, instansi terkait
serta para pemangku kepentingan lainnya dalam hal keterlibatan dalam proses politik yang
seluas-luasnya baik dalam pengambilan keputusan maupun monitoring kebijakan. Hal tersebut
tentunya diarahkan demi terwujudnya situasi dan kondisi nasional yang kondusif dalam
rangka tercapainya pembangunan nasional.
Penyusunan sebuah kebijakan termasuk peraturan perundang-undangan semestinya
selain mempertimbangkan faktor-faktor normatif yang ideal juga harus memperhatikan faktor
penerimaan dan kemampuan pelaksanaannya oleh para pemangku kepentingan terkait. Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor utama dalam meningkatkan komitmen pemangku
kepentingan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak mengalami penolakan dan dapat
dilaksanakan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Bahwa upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia melalui penciptaan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan syarat
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
30
pokok pencapaian tujuan nasional, oleh karena itu perwujudan pencapaiannya harus
dilaksanakan melalui pelaksanaan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah termasuk
untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dan menerapkan prinsip tata pemerintahan yang
bersih dan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan dalam menyelenggarakan Pemerintahan
Daerah harus berpedoman pada asas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara,
kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalisme, akuntabilitas, efisiensi,
efektivitas dan keadilan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, terkait dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada
daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan, dimana tanggungjawab akhir dari
penyelenggaraan pemerintah daerah akan tetap berada pada Pemerintah Pusat. Untuk itu
Pemerintah Daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan
Nasional. Sejalan dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan
bagian integral dari kebijakan nasional. Oleh karenanya, daerah dalam melaksanakan
kebijakan nasional harus menempatkan partisipasi masyarakat sebagai instrumen yang sangat
penting dalam sistem pemerintahan daerah dan berguna untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan sosial, menciptakan rasa memiliki pemerintahan, menjamin keterbukaan,
akuntabilitas dan kepentingan umum.
Sejalan dengan tersebut diatas, sampai dengan laporan ini disusun terdapat
peraturan perundangan yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
selama kurun waktu 2010-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Capaian Implementasi Kebijakan/Regulasi
Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Periode 2010-2013
No Jenis Tentang Capaian Kategori
1 UU Nomor 2 Tahun
2011
Partai Politik > 25 Provinsi Baik
2 UU Nomor 15 Tahun
2011
Penyelenggara Pemilihan
Umum
> 25 Provinsi Baik
3
UU Nomor 7 Tahun
2012
Penanganan Konflik
Sosial
> 25 Provinsi Baik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
31
4 UU Nomor 8 Tahun
2012
Pemilihan Umum
Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat
Daerah
> 25 Provinsi Baik
5 UU Nomor 17 Tahun
2013
Organisasi
Kemasyarakatan
15-25 Provinsi Cukup
Baik
6 UU Nomor 17 Tahun
2014
MPR, DPR, DPD dan
DPRD
> 25 Provinsi Baik
7 PP Nomor 18 Tahun
2013
Tata Cara Pengunduran
Diri Kepala Daerah,
Wakil Kepala Daerah,
dan Pegawai Negeri
Yang Akan Menjadi
Bakal Calon Anggota
DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, serta
Pelaksanaan Cuti Pejabat
Negara Dalam
Kampanye Pemilu
Anggota
> 25 Provinsi Baik
8 Permendagri No. 16
Tahun 2011
Perubahan Atas
Permendagri Nomor 11
Tahun 2006 Tentang
Komunitas Intelejen
Daerah
> 25 Provinsi Baik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
32
9 Permendagri No. 39
Tahun 2011
Perubahan Atas
Permendagri Nomor 44
Tahun 2009 tentang
Pedoman Kerjasama
Kementerian Dalam
Negeri Dan Pemerintah
Daerah Dengan
Organisasi
Kemasyarakatan Dan
Lembaga Nirlaba
Lainnya Dalam Bidang
Kesatuan Bangsa Dan
Politik Dalam Negeri
15-25 Provinsi Cukup
Baik
10 Permendagri No. 36
Tahun 2010
Pedoman Fasilitasi
Penyelenggaraan
Pendidikan Politik
> 25 Provinsi Baik
11 Permendagri No. 49
Tahun 2010
Pedoman Pemantauan
Orang Asing Dan
Organisasi Masyarakat
Asing Di Daerah
15-25 Provinsi Cukup
Baik
12 Permendagri No. 50
Tahun 2010
Pedoman Pemantauan
Tenaga Kerja Asing Di
Daerah
15-25 Provinsi Cukup
Baik
13 Permendagri No. 29
Tahun 2011
Pedoman Pemerintah
Daerah Dalam Rangka
Revitalisasi Dan
Aktualisasi Nilai-Nilai
Pancasila
15-25 Provinsi Cukup
Baik
14
Permendagri No. 38
Tahun 2011
Pedoman Peningkatan
Kesadaran Bela Negara
Di Daerah
15-25 Provinsi Cukup
Baik
15 Permendagri No. 57
Tahun 2011
Pedoman Orientasi Dan
Pendalaman Tugas
Anggota DPRD Propinsi
Dan DPRD Kab/Kota
> 25 Provinsi Baik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
33
16 Permendagri No. 61
Tahun 2011
Pedoman Pemantauan,
Pelaporan Dan Evaluasi
Perkembangan Politik Di
Daerah
> 25 Provinsi Baik
17 Permendagri No. 64
Tahun 2011
Pedoman Penerbitan
Rekomendasi Penelitian
15-25 Provinsi Cukup
Baik
18 Permendagri No. 1
Tahun 2012
Pedoman Pemberian
Tanda Penghargaan
Pembauran Kebangsaan
10-15 Provinsi Kurang
19 Permendagri No. 33
Tahun 2012
Pedoman Pendaftaran
Organisasi
Kemasyarakatan Di
Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri Dan
Pemerintah Daerah
10-15 Provinsi Kurang
20 Permendagri No. 71
Tahun 2012
Pedoman Pendidikan
Wawasan Kebangsaan
15-25 Provinsi Cukup
Baik
21 Permendagri No. 20
Tahun 2013
Perubahan Kedua Atas
Permendagri No 44
Tahun 2009 tentang
Pedoman Kerjasama
Departemen Dalam
Negeri dan Pemerintah
Daerah dengan
Organisasi
Kemasyarakatan dan
Lembaga Nirlaba
Lainnya dalam Bidang
Kesatuan Bangsa dan
Politik
10-15 Provinsi Kurang
22 Permendagri Nomor
21 Tahun 2013
Fasilitasi Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkotika
< 10 Provinsi Buruk
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
34
23 Permendagri Nomor
26 Tahun 2013
Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 24 Tahun
2009 tentang Pedoman
Tata Cara Perhitungan,
Penganggaran Dalam
APBD, Pengajuan,
Penyaluran, dan Laporan
Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan
Keuangan
> 25 Provinsi Baik
24 Permendagri Nomor 7
Tahun 2014
Perubahan Atas
Permendagri No. 64
Tahun 2011 tentang
Pedoman Penerbitan
Rekomendasi Penelitian
10-15 Provinsi Kurang
25 Permendagri Nomor
28 Tahun 2014
Revitalisasi Fungsi dan
Peran Anjungan Daerah
Di TMII
10-15 Provinsi Kurang
26 Permendagri Nomor
77 Tahun 2014
Perubahan Atas
Permendagri Nonor 26
Tahun 2013 tentang
Perubahan atas
Permendagri No. 26
Tahun 2013 tentang
Pedoman Tata Cara
Perhitungan
Penganggaran dalam
APBD, Pengajuan,
Penyaluran, dan Laporan
Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan
Keuangan Partai Politik
15-25 Provinsi Cukup
Baik
Sumber data: Bagian Perundang-Undangan dan Kepegawaian, Desember 2014
Berdasarkan data tersebut diatas, telah dilakukan analisis dan pembobotan
berdasarkan pada masing-masing kebijakan/regulasi yang dihasilkan Direktorat Jenderal
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
35
Kesatuan Bangsan dan Politik selama kurun waktu 2010-2014 dengan kategori sebagai
berikut:
Tabel 3.4
Kategori Kebijakan/Regulasi yang dilaksanakan
Pemerintah daerah dan Pemangku Kepentingan Lainnya
No. Nilai Kebijakan/Regulasi yang dilaksanakan Daerah
Kategori Nilai
1. > 25 Provinsi Baik
2. 15-25 Provinsi Cukup Baik
3. 10-15 Provinsi Kurang
4. < 10 Provinsi Buruk
Dari total 26 peraturan yang dihasilkan selama kurun waktu 2010-2014 terdapat 10
peraturan yang telah diimplementasikan dan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dan
pemangku kepentingan lainnya melalui berbagai regulasi yang ada di daerah baik dalam
bentuk penyusunan Peraturan Daerah maupun penyusunan RPJMD, Renstrada dan Rencana
Kerja Daerah yaitu sebanyak lebih dari 25 Provinsi dengan penilaian kategori “baik”. Adapun
provinsi yang belum optimal melaksanakan implementasi terkait 10 (sepuluh)
kebijakan/regulasi bidang kesatuan bangsa dan politik yaitu Sumatera Utara, Bangka Belitung,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Kalimantan Utara. Sedangkan 10 (sepuluh)
peraturan bidang kesatuan bangsa dan politik lainnya dilaksanakan oleh 15-25 Provinsi
dengan penilaian kategori “cukup baik”. Provinsi yang menindaklanjuti terkait dengan
peraturan tersebut yaitu Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan Lampung, Aceh, Bali, Gorontalo,
NTT, Maluku Utara, Kepri, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara dan kemudian terkait dengan 5 peraturan yang terbit tahun 2013 dan 2014
berada pada kategori penilaian “kurang” sebagai akibat dari peraturan tersebut ditindaklanjuti
oleh 10 provinsi dalam bentuk penyusunan rencana kerja daerah yaitu melalui kegiatan
sosialisasi di daerah. Terkait dengan 1 peraturan yaitu Permendagri No. 21 Tahun 2013
tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika hanya ditindaklanjuti oleh kurang
dari 10 Provinsi yaitu BNNP Jawa Barat, BNNP DKI Jakarta sebagai akibat peraturan
dimaksud baru terbit pada tahun 2013 dan baru efektif dilakukan sosialisasi pada TA 2014.
Adapun metode yang digunakan dalam rangka pengumpulan data dan Informasi
terkait implementasi kebijakan/regulasi bidang kesatuan bangsa dan politik yaitu melalui
review media dan dokumen perencanaan daerah (RPJMD, Renstrada dan Rencana Kerja
Daerah); penyebaran kuesioner pada saat pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional bidang
Kesatuan Bangsa dan Politik terakhir dilaksanakan pada tanggal 27-30 Januari 2013 dan 5-7
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
36
Desember 2013 di Jakarta; wawancara mendalam kepada pejabat terkait di daerah; dan
monitoring dan evaluasi secara terus menerus melalui berbagai kegiatan di daerah.
Dari sisi capaian kinerja dari jumlah 26 regulasi/kebijakan bidang kesbangpol yang
telah dihasilkan selama kurun waktu 2010-2014 dapat dikatakan tercapai 96,15% atau
terealisasi 76,92% dari target 80% yang telah ditetapkan di dalam dokumen Rencana Strategis
(Renstra). Hal tersebut sebagai akibat terdapat 6 peraturan perundangan yang dikeluarkan
tahun 2013 dan 2014 belum maksimal terimplementasi di daerah, sehingga hanya kurang dari
10 provinsi yang menindaklanjuti dalam bentuk pelaksanaan sosialisasi di daerah.
Adapun permasalahan dan kendala yang ditemui dalam pencapaian target kinerja
implementasi kebijakan/regulasi bidang kesbangpol sehingga keberhasilan yang dicapai belum
maksimal yaitu:
1. Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi serta konsolidasi dalam implementasi
kebijakan/peraturan perundangan-undangan. Hal ini juga disebabkan adanya kekosongan
dalam penyelenggaraan urusan-urusan lintas sektor yang tidak ditangani secara utuh oleh
salah satu instansi termasuk SKPD Kesbangpol di daerah;
2. Masih adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Implementasi/tindaklanjut terkait peraturan perundang-undangan bidang kesbangpol di
daerah mengalami kesulitan dikarenakan adanya “political will” Kepala Daerah yang
berbeda-beda dalam presepsinya serta belum adanya komitmen pemangku kepentingan;
4. Terbatasnya kemampuan APBD dan SDM yang memadai dalam rangka sosialisasi dan
monitoring pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut terutama untuk
Kabupaten/Kota;
5. Belum adanya penegasan untuk penyesuaian struktur organisasi/nomenklatur Kesbangpol
Provinsi/Kabupaten/Kota dimana didalam amanat PP 38 Tahun 2007 disebutkan bahwa
Kesbangpoldagri merupakan salah satu urusan wajib namun dalam PP No. 41 Tahun 2007
masih disebutkan nomenklatur Kesbangpol dan Linmas sementara amanat PP No. 6
Tahun 2010 bahwa linmas penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Satpol PP, terkait hal
tersebut PP No. 41 Tahun 2007 perlu direvisi kembali.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam pemecahan permasalahan tersebut
diatas adalah:
1. Perlu pengaturan yang lebih tegas terkait penyelenggaraan urusan kesbangpol dalam
konteks urusan pemerintahan umum sehingga dapat dilaksanakan secara lintas sektor.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan urusan tersebut maka diperlukan penataan kembali
pada organisasi penyelenggara urusan di pusat maupun di daerah. Gubernur, Bupati dan
Walikota selain selaku kepala daerah juga perlu ditempatkan sebagai wakil pemerintah di
wilayah (Kepala Wilayah) sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi serta
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
37
konsolidasi pemerintahan di daerah. Untuk mendukung tugas Kepala Wilayah dimaksud,
perlu dibantu oleh unit kerja aparatur pusat yang menangani urusan tersebut;
2. Inventarisasi data yang akurat terkait kebijakan/peraturan perundangan Bidang Kesatuan
Bangsa dan Politik;
3. Perlunya sosialisasi dan pemahaman terhadap pejabat politik di daerah terutama kepada
Kepala Daerah;
4. Perlunya simplifikasi dalam rangka penyusunan kebijakan/peraturan perundang-
undangan sehingga tidak terjadi duplikasi/tumpang tindih antara satu kebijakan/peraturan
dengan kebijakan/peraturan lain;
5. Perlunya peningkatan kegiatan seperti pelaksanaan Bimbingan Teknis, Pendidikan dan
Pelatihan, Rapat Koordinasi dan Seminar yang melibatkan Kesbangpol
Provinsi/Kabupaten/Kota;
6. Penyesuaian kembali terkait struktur organisasi maupun nomenklatur Kesbangpol
yang ada di Provinsi/kabupaten/Kota sehingga ada kejelasan baik secara hierarki
maupun tupoksinya dengan harapan hal tersebut akan mampu memperjelas dalam
penyusunan kebijakan maupun perbaikan mekanisme, prosedur penyelenggaraan
kebijakan publik;
7. Pemantauan dan monitoring secara berkala terhadap implementasi pelaksanaan
kebijakan/peraturan perundangan oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan
lainnya.
SASARAN 3
Meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat
dalam penyelesaian persoalan kemasyarakatan
CAPAIAN KINERJA SASARAN
Tabel 3.5
Pengukuran Kinerja Sasaran 3
Meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat
dalam penyelesaian persoalan kemasyarakatan
No. Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
1. Persentase forum dialog publik yang
efektif
80%
80% 100%
Indikator 4: Persentase forum dialog publik yang efektif
Selaras dengan visi dan misi pembangunan nasional yaitu yang terkait (1)
Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab yang
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
38
berfalsafah pancasila; (2) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandas hukum; (3)
Mewujudkan indonesia aman, damai dan bersatu. Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik mempunyai tugas dan peran dalam rangka
mewujudkan misi pembangunan dimaksud. Yang kemudian diterjemahkan kedalam program
pembinaan kesatuan bangsa dan politik. Dalam mewujudkan program tersebut, dilakukan
pendekatan melalui penguatan forum-forum dialog yang melibatkan peran serta masyarakat
dalam penyelesaian berbagai permasalahan di masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut,
kontruksi hubungan kemitraan yang dibangun antara pemerintah dengan masyarakat seperti
yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terdiri dari kemitraan di
bidang kewaspadaan dini melalui Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) berdasarkan
amanat Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di
Daerah, dibidang kerukunan antar umat beragama melalui Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9
dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Sedangkan
kemitraan dibidang kerukunan antar etnis melalui Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan Di Daerah.
Mencermati situasi nasional yang terus berkembang selama ini, sebuah keprihatinan
masih terjadinya konflik dan peristiwa kekerasan di sejumlah daerah. Berbagai peristiwa
konflik yang terjadi dilatarbelakangi dengan beberapa motif. Adapun penyebab paling krusial
terjadinya konflik di Indonesia antara lain terkait: distorasi kebijakan publik, patologi
birokrasi, kesenjangan sosial ekonomi, perebutan sumber daya alam, masalah adat kebudayaan
dan identitas, distorsi penegakan hukum dan keadilan, disfungsi aparat keamanan. Dengan
kondisi tersebut peran strategis forum dialog publik seperti Forum Kewaspadaan Dini
Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) menjadi sangat penting dalam rangka mengantisipasi timbulnya berbagai
konflik dan kerawanan sosial ditengah masyarakat yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Menyikapi permasalahan dan potensi yang dimiliki diatas diperoleh sebuah keyakinan bahwa
metodologi yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan keamanan dalam negeri terkait
konflik sosial adalah melalui dialog-dialog publik yang efektif. Untuk itu dalam program
pembinaan kesatuan bangsa dan politik dilakukan pendekatan melalui penguatan forum-forum
dialog yang terdapat di masyarakat khususnya forum yang dibentuk melalui Permendagri
sebagai upaya penciptaan rasa aman, terlindungi dan stabilitas kerukunan dalam masyarakat.
Terhadap indikator tersebut diatas, sasaran strategis Renstra Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik menargetkan 80% pelaksanaan forum dialog publik yang efektif terhadap
ketiga forum yang ada di daerah yaitu FKDM, FKUB dan FPK termasuk Kominda. Forum
dialog yang berlangsung efektif ini dipercaya pula dapat memberi kontribusi dalam
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
39
penanganan konflik. Memperhatikan perkembangan forum-forum yang ada tersebut diperoleh
hasil yang cukup menggembirakan, setidaknya bila dilihat dari pembentukan forum-forum di
daerah. Selanjutnya meskipun bukan sebagai faktor tunggal, forum-forum yang ada telah
memberikan kontribusi meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota
masyarakat dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan, termasuk konflik sosial.
Dipercaya bahwa forum-forum yang ada cukup efektif baik secara langsung maupun tidak
menekan angka konflik pada Tahun 2014 sehingga berkurang di banding tahun sebelumnya.
Gambar 3.17
Data Peristiwa Konflik Selama Kurun Waktu 2010-2013
Sumber Data: Pusat Komunikasi dan Informasi Ditjen Kesbangpol, Kemendagri Tahun 2014
Selama kurun waktu 2010-2014 telah terekam sebanyak 454 peristiwa konflik
dengan ricina sebagai berikut :
Tahun 2010 telah terjadi 93 peristiwa konflik;
Tahun 2011 telah terjadi 77 peristiwa konflik;
Tahun 2012 telah terjadi 128 peristiwa konflik;
Tahun 2013 telah terjadi 85 peristiwa konflik; dan
Tahun 2014 telah terjadi 71 peristiwa konflik.
Sehubungan dengan hal tersebut, implikasi utama terjadinya konflik yaitu konflik
mampu menghambat proses pembangunan termasuk pemberdayaan manusia di daerah
tertinggal; konflik yang tidak teratasi dengan baik juga akan menurunkan tingkat kepercayaan
publik terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan; konflik yang ditandai dengan tidak
adanya saluran komunikasi politik serta kebijakan publik yang terdistorsi oleh kepentingan
parsial.
Peristiwa konflik, Tahun 2010, 93
Peristiwa konflik, Tahun 2011, 77
Peristiwa konflik, Tahun 2012, 128
Peristiwa konflik, Tahun 2013, 85
Peristiwa konflik, Tahun 2014, 71
Peristiwa konflik
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
40
Adapun pencapaian terhadap upaya menekan angka konflik dengan melakukan
penguatan forum-forum dialog didaerah dapat digambarkan sebagaimana data di bawah ini:
1. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM)
Dalam Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 ditegaskan bahwa penyelenggaraan
kewaspadaan dini masyarakat di daerah menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh
masyarakat, difasilitasi dan dibina oleh pemerintah daerah. Karena itu FKDM merupakan
salah satu bentuk kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Dengan
kemitraan melalui FKDM diharapkan masyarakat mampu memberikan kontribusi positif
demi terwujudnya keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat.
Tabel 3.6
Data rekapitulasi pembentukan
FKDM Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia
Provinsi FKDM Provinsi FKDM Kab/Kota
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
NAD √ 23 -
SUMUT √ 23 10
SUMBAR √ 18 1
RIAU √ 12 -
JAMBI √ 11 -
SUMSEL √ 15 1
BENGKULU √ 9 1
LAMPUNG √ 15 -
BABEL √ 6 1
KEPRI √ 7 -
DKI JAKARTA √ 6 -
JABAR √ 14 13
JATENG √ 35 -
DIY √ 5 -
JATIM √ 34 -
BANTEN √ 8 -
BALI √ 5 4
NTB √ 10 -
NTT √ 21 1
KALBAR √ 10 4
KALTENG √ 14 -
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
41
KALSEL √ 13 3
KALTIM √ 14 1
SULUT √ 15 -
SULTENG √ 12 1
SULSEL √ 24 4
SULTRA √ 12 1
GORONTALO √ 6 -
SULBAR √ 3 3
MALUKU √ 11 -
MALUT √ 6 4
PAPUA √ 9 20
PAPUA BARAT √ 5 8
KALTARA - X - 5
TOTAL 33 1 425 89
Sumber data: Direktorat Kewaspadaan Nasional, Desember 2014
Berdasarkan data diatas, sampai dengan akhir tahun 2014 FKDM yang terbentuk
yaitu 33 Provinsi dari 34 Provinsi (97,05%) dan 425 Kab/Kota dari total 514 Kab/Kota
(82,68%) dengan total keseluruhan sebesar 90% dari jumlah Provinsi/Kab/Kota yang
ada. Dari total 90% yang terbentuk di Provinsi/Kab/Kota mencapai 87,94% efektif
dalam melakukan deteksi dini, cegah dini dan lapor cepat terhadap potensi kerawanan
konflik yang terjadi di daerah. Data tersebut tidak mengalami kenaikan dari tahun 2013
yaitu efektif di 33 Provinsi (97,05%) dan 335 Kab/Kota atau sebesar 78,82%. Sehingga
capaian secara keseluruhan efektif sebesar 87,94%.
Data tersebut diperoleh dengan berbagai sumber yaitu melalui laporan
pelaksanaan kegiatan baik secara langsung
dalam bentuk hardcopy maupun melalui
media elektronik seperti surat elektronik
(email), pendataan pada saat
dilaksanakannya Rapat Koordionasi
Nasional terkait Forum Kewaspadaan
Dini Masyarakat (FKDM) yang
dilaksanakan setiap tahunnya, dan juga
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
yang dilaksanakan ke beberapa daerah serta
melalui data kuesioner/wawancara kepada seluruh
Kepala Badan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
42
Adapun kendala dari pembentukan maupun penguatan FKDM di daerah antara
lain:
a. Kurangnya dukungan dan respon dari anggota DPRD dalam hal penganggaran
terhadap forum dialog yang ada didaerah, dimana DAU APBD setiap tahunnya
diprioritaskan untuk infrastruktur daerah, pendidikan dan kesehatan;
b. Terkait minimnya dukungan dana, disebabkan masih adanya anggapan bahwa
forum dialog tersebut tidak terlalu penting sehingga dalam penganggaran belum
diprioritaskan;
c. Di beberapa daerah, penganggaran program kerja Badan Kesbang ditentukan
langsung oleh Kepala Daerahnya masing-masing bukan atas usulan/direncanakan
oleh Satuan Kerja Kesbangpol terkait;
d. Belum adanya dukungan sarana dan prasarana untuk mobilitas;
e. Adanya konflik pemilukada sehingga mempengaruhi proses penganggaran forum
dialog yang ada di daerah;
f. Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi dan konsultasi terkait FKDM kepada
Pemerintah Daerah.
Upaya tindak lanjut dari permasalahan yang terjadi terkait pembentukan dan
penguatan FKDM di daerah antara lain:
a. Perlu adanya Surat Edaran Mendagri yang bersifat instruktif terkait penganggaran
alokasi dana untuk pembentukan dan penguatan fasilitasi forum tersebut atau
penganggaran terpusat melalui dana dekonsentrasi;
b. Penguatan komitmen, pemahaman dan sosialisasi terkait urgensi forum kepada
anggota DPRD dan pemangku kepentingan lainnya sehingga ada dukungan alokasi
dana dalam pembentukan dan penguatan forum;
c. Perlu pendekatan yang dilakukan oleh SKPD Kesbangpol kepada tokoh masyarakat
setempat dalam pembentukan forum sehingga diharapkan dapat dibentuk sampai
pada tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan;
d. Perlunya upaya peningkatan efektivitas FKDM melalui mekanisme pemberian
reward dan punishment serta monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan.
2. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Dalam rangka memelihara ketertiban, kerukunan dan keharmonisan kehidupan
antar umat beragama sebagaimana yang telah dijelaskan pada UUD RI Tahun 1945 Pasal
29 Ayat (2) bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu”. Perlu dipahami bersama bahwa UUD RI Tahun 1945 selain menghormati hak-hak
asasi manusia, pada saat yang sama juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia. Hal
tersebut dijelaskan dalam Pasal 28 J Ayat (2): “Dalam menjalankan hak dan
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
43
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis”.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah telah membuat pengaturan tentang
kehidupan keagamaan dalam rangka menjaga ketertiban, keharmonisan dan keserasian
aktivitas kehidupan keagamaan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, antara
lain melalui Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan
Umat Beragama, Pemberdayaan Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB),
dan Pendirian Rumah Ibadat.
FKUB telah menjadi mitra
strategis pemerintah daerah dalam
meningkatkan kualitas kerukunan umat
beragama dan mewujudkan suasana
yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keberadaan
Dewan Penasihat FKUB, perlu terus didorong untuk melaksanakan pemberdayaan
terhadap FKUB melalui peningkatan intensitas interaksi unsur-unsur Dewan Penasihat
FKUB dengan FKUB. Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang lebih intensif antara
Wakil Gubernur sebagai Ketua Dewan Penasihat FKUB Provinsi, FKUB dengan
pemerintah daerah dalam rangka mengantisipasi berbagai kondisi yang berpotensi
memicu konflik sosial bernuansa agama.
Tabel 3.7
Daftar rekapitulasi pembentukan
FKUB Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia
Provinsi
FKUB Provinsi FKUB Kab/Kota
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
ACEH √ 19 4
SUMUT √ 30 3
SUMBAR √ 14 5
RIAU √ 12 -
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
44
JAMBI √ 11 -
SUMSEL √ 15 1
BENGKULU √ 7 3
LAMPUNG √ 11 4
BABEL √ 4 3
KEPRI √ 6 1
DKI JAKARTA √ 6 -
JABAR √ 27 -
JATENG √ 35 -
DIY √ 4 1
JATIM √ 38 -
BANTEN √ 8 -
BALI √ 9 -
NTB √ 10 -
NTT √ 21 1
KALBAR √ 14 -
KALTENG √ 14 -
KALSEL √ 13 -
KALTIM √ 10 -
SULUT √ 14 1
SULTENG √ 14 -
SULSEL √ 23 1
SULTRA √ 10 3
GORONTALO √ 5 1
SULBAR √ 3 3
MALUKU √ 11 11
MALUT √ 5 5
PAPUA √ 10 19
PAPUA BARAT √ 6 7
KALTARA √ 5 -
TOTAL 34 1 445 63
Sumber data: Direktorat Ketahanan Seni, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan, Desember 2014
Berdasarkan pada data diatas, sampai dengan tahun 2014 telah terbentuk FKUB
yaitu 34 Provinsi dari 34 Provinsi (100%), 445 Kab/Kota dari total 514 Kab/Kota
(86,58%). Dari jumlah FKUB yang terbentuk terdapat 34 Provinsi dikatakan efektif
yaitu 97,06% dan 445 Kab/Kota efektif sebanyak 424 (82,49%) yang efektif dalam
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
45
membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya dalam upaya
memelihara kerukunan antar umat beragama serta aktif dalam memberikan rekomendasi
kepada Pemerintah Daerah terkait upaya penyelesaian kerukunan di daerah. Sehingga
secara keseluruhan terkait dengan efektitas FKUB di daerah tercapai sebesar 89,77%.
Dari data pembentukan FKUB di 34 provinsi terdapat 33 Provinsi atau 97,06%
yang sudah menindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Gubernur dan rutin menyampaikan
laporan kegiatannya baik secara langsung maupun melalui Pusat Komunikasi dan
Informasi (Puskomin). Adapun provinsi yang aktif melakukan komunikasi, koordinasi
dan membangun jaringan kerja baik dengan forum komunikasi lainnya maupun berbagai
pemangku kepentingan di daerah yang ada (seperti lembaga keagamaan, lembaga
pendidikan, pemuka budaya, LSM kerukunan dan kalangan penguasaha) serta
memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait dengan permasalahan pemeliharaan
kerukunan maupun konflik yang bersifat keagamaan di daerah yaitu Aceh, Sumut,
Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Babel, Kepri, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, Jatim,
Banten, Bali, NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulteng, Sulsel, dan Pabar.
Efektifitas peran FKUB di daerah dapat dilihat dari bagaimana FKUB berperan aktif
sebagai koordinator gerakaan pemeliharaan kerukunan di daerah; FKUB juga sebagai
mitra Pemerintah Daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan baik
yang bersifat preventif maupun represif; dan FKUB juga aktif menangani pengaduan
masyarakat terkait kasus konflik yang bersifat keagamanaan.
Salah satu contoh terkait pelaksanaan FKUB yang ada di Aceh, dimana
Pemerintah Aceh telah menindaklanjuti kebijakan pemerintah terkait dengan
pemeliharaan kerukunan antar umat beragama melalui perjanjian beberapa dokumen
Pemerintah Aceh seperti Qanun Aceh, Peraturan tentang Dokumen Perencanaan yaitu
RPJMD, Renstrada dan Rencana Kerja Daerah dengan telah menetapkan 7 (tujuh)
prioritas dan sasaran Pemerintah Aceh salah satunya adalah pembangunan agama, sosial
dan budaya serta secara spesifik menindaklanjuti PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadat melalui perjanjian Peraturan Gubernur
Aceh No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah.
Selain data diatas, terdapat capaian di beberapa provinsi yang sudah melakukan
pembentukan sampai dengan tingkat Kecamatan, Desa/Kelurahan yaitu DKI Jakarta
Selatan, Banten (Serang), Sumatera Selatan (Muara Banyuasin), Jawa Tengah (Salatiga,
Tegal, Pemalang), DIY (Sleman), Kepulauan Riau (Lingga), Sulawesi Selatan (Luwu
Utara, Bitung), Lampung (Lampung Utara), Kalimatan Timur (Bontang), Sulawesi
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
46
Tengah (Poso), Maluku (Buru), NAD (Bener Meriah), Nusa Tenggara Timur
(Manggarai) dengan tingkatan prosentase yang berbeda daerah satu dengan lainnya.
Bagi beberapa Kabupaten/Kota yang belum melakukan pembentukan
dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
a. Kurangnya pemahaman terhadap substansi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 baik
dikalangan aparatur pemerintah dan pemerintah daerah, anggota FKUB maupun
masyarakat;
b. Kurangnya komitmen dari Kepala Daerah untuk mendorong peran FKUB dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya;
c. Belum optimalnya fungsi Dewan Penasehat FKUB dalam mendorong peran dan
tugas FKUB;
d. Belum tumbuhnya kesadaran dari sebagian anggota FKUB untuk melepaskan
kepentingan politik menjelang pemilukada;
e. Masih berkembangnya anggapan bahwa keberadaan FKUB hanya sebagai lembaga
untuk penyelesaian konflik terkait kerukunan umat beragama;
f. Eksistensi FKUB dan program-programnya belum dikenal dibeberapa instansi
daerah maupun masyarakat luas serta belum menyentuh pada persoalan secara
substansi.
Tindak lanjut terhadap kendala dan permasalahan yang dihadapi antara lain :
a. Pemahaman dan sosialisasi kembali terkait Permendagri Nomor 41 Tahun 2010
kepada daerah sehingga ada kesamaan nomenklatur dalam mensinergiskan kegiatan
pusat dan daerah;
b. Perlu dukungan dana baik melalui APBD maupun APBN (dana dekonsentrasi) agar
ke depan FKUB menjadi lebih mandiri, profesional dan bertanggungjawab;
c. Perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dan berkala terkait pelaksanaan tugas
dan fungsi instansi pembina teknis FKUB di daerah.
d. Peningkatan kapasitas anggota FKUB melalui berbagai pelatihan dan bimbingan
teknis yang bekerjasama dengan instansi lainnya.
3. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK)
Bangsa Indonesia terbangun melalui proses bersatunya keanekaragaman suku
bangsa, agama, adat istiadat dan budaya yang ada di nusantara dari sabang sampai
merauke, dan kemajemukan suku bangsa itu merupakan sesuatu yang patut disyukuri
sehingga kedepan diharapkan kemajemukan tersebut tidak berpotensi menimbulkan
masalah. Oleh karenanya upaya pengelolaan masyarakat yang majemuk secara baik perlu
dikembangkan secara sistematik dan berkelanjutan untuk menumbuhkan harmonisasi
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
47
Dilatarbelakangi oleh kondisi
tersebut dan dalam rangka meningkatkan rasa
cinta tanah air di daerah serta sebagai upaya
mengembangkan nilai-nilai persatuan dan
kesatuan, maka keberadaan Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) menjadi alternatif bagi
masyarakat dalam membangun sikap untuk
menghormati dan menghargai kemajemukan
masyarakat. Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sebagai mitra sekaligus ujung tombak
pemerintah yang memiliki peran penting dan bermakna strategis dalam mengupayakan
kerjasama antar warga masyarakat yang diarahkan untuk memantapkan kerukunan
nasional.
Sebagai dasar pembentukan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) adalah
Permendagri Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembauran
Kebangsaan di Daerah dan Surat Kementerian Dalam Negeri Nomor 061/149.D.I Tanggal
13 Februari 2008 perihal Pembentukan FPK dan Dewan Kehormatan FPK yang ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia.
Tabel 3.8
Data Rekapitulasi Pembentukan
FPK Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia
Provinsi
FPK Provinsi FPK Kab/Kota
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
NAD √ 18 5
SUMUT √ 19 14
SUMBAR √ 3 16
RIAU √ 12 0
JAMBI √ 8 3
SUMSEL √ 15 2
BENGKULU √ 7 3
LAMPUNG √ 8 7
BABEL √ 4 3
KEPRI √ 7 -
DKI JAKARTA - √ - 6
JABAR √ 10 17
JATENG √ 31 4
DIY √ 2 3
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
48
JATIM √ 27 11
BANTEN √ 7 1
BALI √ 7 2
NTB √ 6 4
NTT √ 19 3
KALBAR - √ 3 11
KALTENG √ 4 10
KALSEL √ 4 9
KALTIM √ 7 3
SULUT √ 3 12
SULTENG √ 9 4
SULSEL √ 23 1
SULTRA √ 11 3
GORONTALO √ 2 4
SULBAR - √ - 6
MALUKU - √ - 11
MALUT - √ 1 9
PAPUA - √ - 29
PAPUA
BARAT
√ - 1 12
KALTARA - √ 5 -
TOTAL 27 7 283 228
Sumberdata: Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan, Desember 2014
Berdasarkan data diatas, sampai dengan Tahun 2014 FPK telah terbentuk yaitu
27 Provinsi dari 34 Provinsi (79,41%) dan 283 Kab/Kota dari 514 Kab/Kota (54,66%).
Dari jumlah Provinsi/Kab/Kota yang terbentuk terdapat 73,52% Provinsi dan 25,87%
Kab/Kota yang efektif dalam mengantisipasi terjadinya konflik terkait pembauran di
daerah. Sehingga total capaian sebesar 49,70%.
Sebagaimana dijelaskan dalam tabel diatas bahwa terkait Forum Pembauran
Kebangsaan (FPK) pembentukannya belum seluruh prov/kab/kota sehingga ke depan
perlu kerja keras bersama semua pihak terkait sehingga seluruh Provinsi/Kab/Kota dapat
tercapai. Namun demikian di beberapa Kabupaten/Kota sudah melakukan pembentukan
Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sampai pada tingkat Kecamatan seperti Sigi
(Sulawesi Tengah), Gayo Lues, Lhoksumawe (NAD), Musi Banyuasin (Sumatera
Selatan), Salatiga, Tegal (Jawa Tengah), Lingga (Kepulauan Riau), Luwu Utara
(Sulawesi Selatan), Poso (Sulawesi Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
49
Lampung Utara (Lampung) dengan tingkat prosentase yang berbeda daerah satu dengan
daerah lainnya.
Namun demikian dalam pembentukannya di beberapa Provinsi/Kabupaten/ Kota
masih menemui kendala/permasalahan antara lain:
a. Rendahnya pemahaman pada unsur perencanaan daerah yaitu Kepala Daerah dan
DPRD terkait pentingnya Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sehingga alokasi
dana pada APBD sangat minim, seperti pada Kabupaten Bitung Provinsi Sulawesi
Selatan, untuk Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) masuk pada pos Kominda dan
FKPD (Muspida) sehingga alokasi dana untuk FPK belum teranggarkan;
b. Kurangnya perhatian dari Kepala Daerah terkait kegiatan yang ada di Kesbangpol
sehingga forum dialog seperti FPK kurang mendapat dukungan dalam
penyelenggaraannya.
c. Masih minimnya kapasitas dan pengetahuan anggota forum dalam menjalankan
tugas fungsinya.
Tindaklanjut yang perlu dilakukan dalam menangani kendala/permasalahan diatas
antara lain:
a. Sosialisasi dan pemahaman kembali kepada Kepala Daerah dan SKPD terkait
tentang pentingnya Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sehingga pada masa yang
akan datang, forum tersebut akan terfasilitasi secara kegiatan maupun anggaran
sesuai dengan tugas fungsinya;
b. Pelaksanaan bimbingan teknis maupun pelatihan dan pendidikan kepada anggora
FPK dalam peningkatan kapasitas dan kemampuan dan juga dalam rangka
penguatan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK);
c. Perlunya regulasi yang tegas terkait mekanisme reward dan punishment bagi daerah
yang tidak melakukan pembentukan dan penguatan forum;
d. Perlu adanya dukungan dana APBN melalui dekonsentrasi.
4. KOMINDA (Komunitas Intelijen Daerah)
Dalam pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
“Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Bunyi pembukaan
tersebut, menyiratkan bahwa Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk melindungi
setiap warga negaranya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan tugasnya
senantiasa wajib berpedoman pada 4 pilar utama kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
50
Mencermati situasi dan kondisi nasional yang terus berkembang saat ini, salah satu
upaya pemerintah untuk dapat menjawab berbagai permasalahan yang berpotensi
mengganggu kondisi keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat telah di terbitkan
Permendagri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Permendagri Nomor 16 Tahun 2011 tentang Perubahan Permendagri
No. 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
Tabel 3.9
Data Rekapitulasi Pembentukan
Kominda Provinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia
Provinsi
Kominda Provinsi Kominda
Kab/Kota
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
Sudah
terbentuk
Belum
terbentuk
NAD √ 23 -
SUMUT √ 33 -
SUMBAR √ 19 -
RIAU √ 12 -
JAMBI √ 11 -
SUMSEL √ 15 -
BENGKULU √ 10 -
LAMPUNG √ 14 -
BABEL √ 7 -
KEPRI √ 7 -
DKI JAKARTA √ 6 -
JABAR √ 26 -
JATENG √ 35 -
DIY √ 5 -
JATIM √ 38 -
BANTEN √ 8 -
BALI √ 9 -
NTB √ 10 -
NTT √ 21 -
KALBAR √ 14 -
KALTENG √ 14 -
KALSEL √ 13 -
KALTIM √ 14 -
SULUT √ 15 -
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
51
Sumberdata: Direktorat Kewaspadaan Nasional, Desember 2014
Berdasarkan data diatas, sampai dengan Tahun 2014 Kominda telah terbentuk di
seluruh 33 Provinsi (97,05%) dan 509 Kab/Kota atau 99,02%. Dari total Kominda yang
telah terbentuk efektif sebanyak 33 provinsi (97,05%) sedangkan Kab/Kota efektif
sebesar 88,13% atau 453 Kab/Kota. Secara keseluruhan Kominda dapat dikatakan aktif
dalam menjalankan tugas dan peranannya di daerah dalam rangka mengantisipasi konflik
di daerah. Hal tersebut, terlihat pada saat pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional yang
dilaksanakan setiap tahunnya dihadiri oleh seluruh Ketua Kominda Prov/Kab/Kota,
Kabinda, Kaban Kesbangpol Prov/Kab/Kota, Asintel Kodam/Korem, Asintel Kejati, Dir
Intelkam Polda serta laporan rutin yang disampaikan baik melalui surat elektronik (email)
maupun laporan yang disampaikan setiap harinya melalui Pusat Komunikasi dan
Informasi yang ada di Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik terkait dengan situasi dan
kondisi Ipoleksosbud dan keamanan daerah di seluruh Indonesia.
Dari sisi capaian target Renstra terkait dengan Sasaran Strategis “Meningkatnya
komunikasi dan dialog yang kontruktif antar anggota masyarakat dalam penyelesaian
persoalan kemasyarakatan” dapat dikatakan tercapai 80% dari target 80% (capaian
sebesar 100%).
SULTENG √ 11 -
SULSEL √ 23 -
SULTRA √ 12 -
GORONTALO √ 6 -
SULBAR √ 5 -
MALUKU √ 14 -
MALUT √ 11 -
PAPUA √ 29 -
PAPUA BARAT √ 11 -
KALTARA - √ - 4
TOTAL 33 1 509 4
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
52
SASARAN 4
Meningkatnya kesadaran warga negara dalam partisipasi politik
CAPAIAN KINERJA SASARAN
Tabel 3.10
Pengukuran Kinerja Sasaran 4
Meningkatnya kesadaran warga negara Target dalam partisipasi politik
Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian
Persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait 4 pilar Negara
(Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika dan NKRI)
80%
94,19% 117,73%
Indikator 4: Persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait 4 pilar Negara
(Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI)
Dinamika lingkungan strategis yang berkembang telah membawa implikasi
berbagai penafsiran terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Kondisi ini dikhawatirkan bangsa Indonesia akan
menghadapi krisis ideologi.
Seiring dengan itu
menguatnya pengaruh
budaya asing (westernisasi)
yang terjadi didalam
perilaku dan gaya hidup
masyarakat Indonesia yang
tidak lagi mencerminkan
nilai-nilai luhur Pancasila,
serta munculnya faham-
faham radikal, menguatnya “cauvimisme”4 kesukuan sehingga membuat terjadinya
disharmonis sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya kegiatan
revitalisasi Pancasila dalam rangka penguatan karakter bangsa merupakan suatu program yang
mendesak untuk diselenggarakan guna peningkatan partisipasi politik masyarakat melalui
pelaksanaan pendidikan politik. Upaya-upaya dimaksud diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan sarasehan, seminar dan forum-forum diskusi yang diselenggarakan melalui kerjasama
dengan berbagai unsur instansi pemerintah, elemen masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan. Hal tersebut dalam rangka menyelaraskan persepsi dan interpretasi yang
4 “cauvimisme” adalah suat paham cinta terhadap tanah air secara berlebihan terhadap bangsanya sendiri dengan merendahkan bangsa lain
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
53
berbeda dalam memahami Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan falsafah
negara, utamanya mengenai penguatan karakter bangsa.
Di era informasi dan dalam masyarakat madani, masyarakatlah yang harus berperan,
ini adalah realitas politik dan juga bagian dari proses demokratisasi sebagaimana amanat
konstitusi kita mengenai kebebasan berserikat pada pasal 28 UUD 1945 dan adanya kebebasan
mengemukakan pendapat lisan dan tulisan. Oleh karenanya pendidikan politik menjadi bentuk
nyata dan berkelanjutan yang harus kita laksanakan bersama untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa melalui pembangunan politik dalam negeri yakni terciptanya pembangunan politik yang
berkarakter dengan menjunjung tinggi etika dan budaya politik demokratis berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan politik dalam negeri dimaksudkan untuk mendukung
penguatan demokrasi Pancasila khususnya dan menciptakan stabilitas politik secara nasional.
Pencapaian cita-cita nasional harus didukung oleh kemampuan manusia–manusia
Indonesia yang mampu menunjukkan profesionalisme, juga kualitas kisi-kisi kebangsaan
yang terwujud dalam pola sikap dan perilaku cinta tanah air dan yakin akan perjuangan
menuju cita-cita nasional. Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi semata dalam
mewujudkan cita-cita nasional tidaklah cukup, masih diperlukan landasan nilai-nilai
kebangsaan guna tetap terjaganya upaya perekatan dan integritas nasional untuk kelangsungan
dan kejayaan bangsa dan negara. Sikap perilaku cinta tanah air merupakan landasan dasar
yang dapat menjadi pengarah (driving force) sekaligus penjamin bahwa upaya pembangunan
nasional tetap berada dalam rel yang benar (on the right track), yakni rel kebangsaan
Indonesia.
Pembentukan pola sikap dan perilaku bela negara merupakan bagian dari sistem
building, sebagai sub sistem pengawal struktur kemasyarakatan dan kenegaraan yang
mewarnai tidak saja akselerasi, tetapi juga arah perjuangan mencapai cita-cita nasional. Oleh
sebab itu “kualitas jiwa merah putih” merupakan hal yang mendasar yang harus diwujudkan,
sebagaimana disuratkan dalam syair lagu Kebangsaan : “Bangunlah jiwanya, bangunlah
badannya”. Berhasilnya pembangunan jiwa dari manusia-manusia Indonesia dengan
penanaman nilai-nilai bela negara menjadi fondasi yang kokoh bagi upaya pembangunan
nasional mewujudkan keindonesiaan yang dicita-citakan.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan
tetap tegaknya NKRI, salah satu strategi dan kebijakan yang ditempuh diperlukan program
yang melibatkan peran strategis masyarakat melalui program Peningkatan Wawasan
Kebangsaan dan Cinta Tanah Air, Kesadaran Bela Negara dalam rangka penguatan persatuan
dan kesatuan bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan sehingga partisipasi masyarakat
terkait sosialisasi peningkatan kesadaran bela negara dapat dilaksanakan secara optimal. Hal
tersebut sebagai wujud peningkatan kesadaran bela negara dalam rangka membangun karakter
dan jati diri bangsa dengan tujuan mendorong terjadinya pemahaman dan motivasi untuk
meningkatkan pemahaman bela negara melalui forum-forum diskusi maupun dialog.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
54
Dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat dan pelaksanaan
pendidikan politik, pada tahun 2014 Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik telah bekerjasama dengan 746 organisasi kemasyarakatan dari total
kerjasama 792, dalam rangka peningkatan kapasitas organisasi kemasyarakatan dan
masyarakat bidang pembinaan kesatuan bangsa dan politik se-Indonesia.
Adapun uraian capaian indikator kinerja outcome tersebut diatas adalah sebagai
berikut dalam beberapa kegiatan yaitu:
a. Meningkatnya kapasitas, pemahaman dan peran masyarakat utamanya pemuda, perempuan
dan aparat pemerintah dalam bidang bina ideologi dan wawasan kebangsaan melalui 25
forum dialog dan sosialisasi pengembangan nilai kebangsaan;
b. Meningkatan partisipasi politik pemilih pemula yang diselenggarakan guna mencari
metode pendidikan politik yang tepat untuk peningkatan partisipasi pemilih pada pemilu
2014. Kegiatan dimaksud bekerjasama dengan Center for Election and Political Party
(CEPP) Universitas Indonesia yang dilaksanakan di 34 Provinsi;
c. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait kegiatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, melalui kegiatan sosialisasi wawasan kebangsaan dan
cinta tanah air dengan terlaksananya 119 kerjasama program/kegiatan Kementerian dengan
organisasi kemasyarakatan di daerah;
d. Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam partisipasi politik terkait nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI melalui
kegiatan penanganan konflik di daerah berupa pelaksanaan 126 kerja sama Kementerian
dan organisasi kemasyarakatan;
e. Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam penyelenggaraan urusan pemerintah Bidang
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri melalui pelaksanaan sosialisasi dan seminar
terkait nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan
NKRI dengan pelaksanaan 289 kerjasama program/kegiatan Kementerian dengan
organissai kemasyarakatan tersebar di 33 Provinsi/Kabupaten/Kota;
f. Meningkatnya pemahaman masyarakat khususnya bagi kaum perempuan dan masyarakat
di wilayah miskin, terisolasi, perbatasan dan marjinal melalui pelaksanaan pendidikan
politik berupa kegiatan sosialisasi terkait dengan nilai-nilai yang terkandung Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI melalui pelaksanaan 118 kerja sama
program/kegiatan Kementerian dengan organisasi kemasyarakatan;
g. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait pembinaan dan pengembangan ketahanan
ekonomi dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemilu 2014 melalui pelaksanaan 94
kerjasama program/kegiatan Kementerian dengan organisasi kemasyarakatan.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
55
Dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan ini, sebagaimana amanat Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka Ditjen Kesatuan
Bangsa dan Politik sebagai mitra dari organisasi kemasyarakatan mempunyai
program/kegiatan yang bersentuhan langsung kepada masyarakat yakni program kerja sama di
bidang politik dalam negeri yang ditujukan kepada masyarakat melalui organisasi
kemasyarakatan
akan terus
melakukan
sosialisasi
pelaksanaan
kerja sama
program/kegiatan Kementerian pada seluruh Provinsi/Kabupaten/Kota dalam upaya
peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan politik dan wawasan kebangsaan.
Kegiatan ini dipandang sangat efektif untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah
khususnya di bidang Pendidikan Politik dan Wawasan Kebangsaan serta Cinta Tanah Air
khususnya untuk daerah-daerah perbatasan dengan negara lain.
Selain itu indikator lainnya adalah terlaksananya sosialisasi terkait dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI kedalam
kehidupan berbangsa. Kualitas sumberdaya manusia terutama dengan organisasi-
organisasinya yang berwawasan kebangsaan sangat menentukan bangsa kedepan, oleh karena
itu diperlukan langkah-langkah taktis dan strategis dalam menyiapkan sasaran tersebut. Alasan
kegiatan dilakukan Sosialisasi terkait dengan nilai-nilai dimaksud kedalam kehidupan
berbangsa tersebut disebabkan masalah persatuan dan kesatuan bangsa bersifat kompleks dan
dinamis, sejalan dengan kompleksitas dan dinamika masyarakat kita yang bersifat majemuk.
Dari sisi target Renstra, terkait dengan sasaran “Meningkatnya kesadaran warga
Negara dalam partisipasi politik” dapat dikatakan tercapai 94,19% dari target 80%.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
56
ANALISIS REALISASI KINERJA SASARAN 1
Tabel 3.11
Perbandingan Realisasi Kinerja Sasaran 1
Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)
Indikator Kinerja Target Realisasi
2014 2013 2012 2011 2010
Jumlah revisi paket
Undang-Undang Bidang
Politik khususnya Revisi
terbatas Undang-Undang
No. 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu
2 (dua) 1 UU 17
Tahun 2014
dan DIM
RUU
Pilpres
2 (dua)
Draft RUU
1 (satu)
Dokumen
2 (dua)
Dokumen
Draft
RUU
Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi
70 72,24 - 69,82 74,72 63,11
Indeks Kebebasan Sipil 80 79,00 - 77,94 80,79 82,53
Indeks Hak-Hak Politik 70 46,25 - 46,33 47,57 47,87
ANALISIS CAPAIAN KINERJA SASARAN 1
Tabel 3.12
Perbandingan Capaian Kinerja Sasaran 1
Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres)
Indikator Kinerja Target Capaian
2014 2013 2012 2011 2010
Jumlah revisi paket Undang-
Undang Bidang Politik
khususnya Revisi terbatas
Undang-Undang No. 22 Tahun
2007 tentang Penyelenggara
Pemilu
2 (dua) 90% 50% 46,6% 40% 20%
Indeks Kinerja Lembaga
Demokrasi
70 103,2% - 102,68% 113,21% 120,67%
Indeks Kebebasan Sipil 80 98,75% - 98,66% 103,58% 109,02%
Indeks Hak-Hak Politik 70 66,07% - 68,13% 72,08% 90,32%
Capaian terkait indikator “Jumlah revisi paket Undang-Undang Bidang Politik
khususnya Revisi Terbatas UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu” yaitu
penyelesaian 5 (lima) paket revisi Undang-Undang Bidang Politik dimulai sejak tahun 2010,
namun demikian dalam perkembangannya terdapat prioritas pembahasan di Badan Legislatif
B. ANALISIS REALISASI DAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2014
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
57
DPR RI sehingga target yang telah ditetapkan belum tercapai. Adapun capaian progress dari
masing-masing revisi perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a. Pada tahun 2010, dari pembahasan 5 (lima) paket revisi Undang-Undang Bidang Politik
masih dalam bentuk draft RUU dikarenakan DPR RI belum menyerahkan draft tersebut
kepada pemerintah, namun demikian pemerintah telah menyiapkan Daftar Inventarisasi
Masalah (DIM) inisiatif dengan pembahasan internal pemerintah terkait dengan revisi RUU
dimaksud. Sehingga sampai dengan akhir tahun 2010 capaian tersebut dapat dikatakan masih
rendah yaitu 20% dari target yang telah ditetapkan dalam Renstra.
b. Pada Tahun 2011, terdapat 2 (dua) Undang-Undang yang telah diselesaikan dari 5 (lima)
paket revisi terbatas yang ditargetkan. 2 (dua) Undang-Undang tersebut yaitu penyelesaian
penyempurnaan Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik, yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 15 Januari 2011 dan
telah diundangkan dalam Lembaran Negara RI No. 8 tahun 2011. Sedangkan terkait dengan
penyusunan revisi terbatas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu yang telah diundangkan pada tanggal 15 September 2011. Sehubungan dengan hal
tersebut, dari sisi capaian target Renstra terkait dengan penyelesaian paket Undang-Undang
Bidang Politik dapat dikatakan tercapai 40% dari target 5 (lima) Undang-Undang.
c. Pada Tahun 2012, terkait dengan sisa 3 (tiga) Undang-Undang Bidang Politik yang belum
diselesaikan dan ditargetkan pada tahun 2012 telah selesai 100%, namun demikian sampai
dengan akhir tahun 2012 baru tersusun 1 (satu) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Adapun untuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden masih dalam proses penyelesaian
dikarenakan sampai dengan laporan ini disampaikan DPR RI belum menyampaikan draft
RUU kepada pemerintah. Sebagai antisipasi, pemerintah melakukan pembahasan internal
dengan mempersiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan mengacu dari wacana
pembahasan yang berkembang di Badan Legislasi DPR-RI terhadap revisi Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Berdasarkan kondisi
tersebut capaian target penyusunan Undang-Undang Bidang Politik adalah 46.6%. Hal ini
disebabkan penyusunan revisi UU tersebut merupakan inisiatif DPR RI serta adanya
pembahasan Undang-Undang Bidang Politik lainnya yang lebih diprioritaskan dalam
penyusunannya. Kondisi dimaksud mengacu pada Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI) Nomor 41A/DPR-RI/2009-2010 tentang Persetujuan Perjanjian
Program Legislasi Nasional tahun 2010-2014.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
58
d. Pada Tahun 2013, terdapat 2 (dua) Undang-Undang Bidang Politik yang masih dalam tahap
pembahasan. Namun demikian terkait draft RUU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan
DPRD belum disampaikan kepada pemerintah sehingga sampai dengan akhir 2013
pemerintah hanya menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dengan mengacu pada
wacana yang berkembang di Badan Legislatif DPR RI. Untuk Rancangan Revisi UU No. 42
Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD berdasarkan laporan dari Badan
Legislatif DPR RI dihentikan pembahasannya dan ditarik dari Program Legislasi Nasional
sehingga dari sisi capaian target dapat dikatakan tercapai 50% terkait dengan progress
pembahasan DIM internal pemerintah.
e. Pada Tahun 2014, terdapat 2 (dua) Undang-Undang Bidang Politik yang masih ditargetkan
kembali mengingat pada tahun 2013 target dimaksud belum tercapai dikarenakan adanya
prioritas pembahasan di DPR RI. Adapun capaian pada tahun 2014 yaitu terbitnya Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, sedangkan 1(satu)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai
dengan laporan ini disusun dihentikan pembahasannya berdasarkan laporan dari Badan
Legislasi DPR RI.
Selanjutnya terkait dengan indikator Indeks Demokrasi Indonesia yang terdiri dari 3
(tiga) aspek yaitu (1) Aspek Kinerja Lembaga Demokrasi; (2) Aspek Kebebasan Sipil; (3)
Aspek Hak-Hak Politik, secara terinci capaian dimaksud setiap tahunnya dijabarkan sebagai
berikut :
a. Tahun 2010, dari target 52,3 indeks kinerja lembaga demokrasi, tercapai sebesar 63,11
sehingga capaian kinerja melebihi target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 120,66%.
b. Tahun 2011 dari target 66 indeks kinerja lembaga demokrasi, tercapai sebesar 74,72
sehingga capaian kinerja melebihi target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 113,21% .
c. Tahun 2012 dari target 68 indeks kinerja lembaga demokrasi, tercapai sebesar 69,82
sehingga capaian kinerja melebihi target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 102,67%.
d. Tahun 2013 tidak ada target.
e. Tahun 2014 dari target 70 indeks kinerja lembaga demokrasi, tercapai sebesar 72,24
sehingga capaian kinerja melebihi target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 103,2%.
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
59
Analisis Realisasi Kinerja Sasaran 2
Tabel 3.13
Perbandingan Realisasi Kinerja Sasaran 2
Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa
Indikator Kinerja Target Realisasi
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase
kebijakan/peratur
an perundangan
yang
dilaksanakan oleh
Pemerintah
Daerah dan
pemangku
kepentingan
80% 77,27% 72,73% 72% 75% -
Analisis Capaian Kinerja Sasaran 2
Tabel 3.14
Perbandingan Capaian Kinerja Sasaran 2
Meningkatnya komitmen pemangku kepentingan dalam menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa
Indikator Kinerja Target Capaian
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase
kebijakan/peratura
n perundangan
yang dilaksanakan
oleh Pemerintah
Daerah dan
pemangku
kepentingan
80% 96,59% 90,91% 92% 83,3% -
Berdasarkan pada indikator tersebut diatas, pada tahun 2011 terkait dengan 3 (tiga)
peraturan bidang kesatuan bangsa dan politik yang dihasilkan pada tahun 2010 telah
implementasikan dengan baik kepada Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya
baik berupa tindaklanjut dalam Rencana Kerja daerah maupun dalam Peraturan Daerah.
Adapun 3 (tiga) peraturan dimaksud yaitu Permendagri No. 36 Tahun 2010 tentang Pedoman
Fasilitasi Penyelenggaraan Pendidikan Politik telah terimplementasi lebih dari 25 Provinsi
dengan kategori “baik”, sedangkan terkait Permendagri No. 49 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pemantauan Orang Asing dan Organisasi Masyarakat Asing di Daerah dan Permendagri No.
50 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemantauan Tenaga Kerja Asing telah dilaksanakan antara
15-25 Provinsi dengan kategori “cukup baik”. Sedangkan peraturan yang diterbitkan Tahun
2011 secara keseluruhan terdapat 9 peraturan, 5 (lima) diantaranya dilaksanakan oleh lebih
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
60
dari 25 Provinsi dengan kategori “baik”. Sedangkan 4 (empat) peraturan lainnya dilaksanakan
oleh 15-25 daerah dengan kategori “cukup baik”.
Pada tahun 2012, terkait dengan 5 (lima) peraturan bidang kesbangpol yang
dihasilkan terdapat 2 (dua) peraturan yang telah dilaksanakan oleh 25 daerah dengan kategori
“baik”, 1 (satu) peraturan yang dilaksanakan lebih dari 15-25 daerah dengan kategori “cukup
baik” dan 2 (dua) peraturan lainnya hanya dilaksanakan 10-15 daerah dengan kategori
“kurang”. Sedangkan pada tahun 2013, terdapat 5 (lima) peraturan yang dihasilkan dengan
pengelompokkan 2 peraturan telah dilaksanakan oleh lebih dari 25 provinsi dengan kategori
“baik”, 1 (satu) peraturan dilaksanakan oleh 15-25 Provinsi dengan kategori “cukup baik”, 1
(satu) peraturan dilaksanakan hanya 10-15 Provinsi dengan kategori kurang dan 1 (satu)
peraturan lainnya hanya dilaksanakan oleh kurang dari 10 provinsi sehingga berada pada
kategori “buruk”. Pada capaian 2014, terdapat 4 (empat) peraturan yang telah diterbitkan 1
(satu) peraturan dalam bentuk Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, 1 (satu) Permendagri Nomor 77 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Permendagri Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan,
Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan dilaksanakan oleh 15-25 Provinsi dengan kategori “cukup
baik”, sedangkan 2 (dua) Permendagri yang diterbitkan pada tahun 2014 hanya dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya 10-15 provinsi dengan kategori
“kurang” yaitu Permendagri Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Permendagri
Nomor 64 Tahun 2011 tentang Pedoman Penerbitan Rekomendasi Penelitian dan Permendagri
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Revitalisasi Fungsi dan Peran Anjungan Daerah di Taman
Mini Indonesia (TMII).
Analisis Realisasi Kinerja Sasaran 3
Tabel 3.15
Perbandingan Realisasi Kinerja Sasaran 3
Meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat
dalam penyelesaian persoalan kemasyarakatan
Indikator Kinerja Target Realisasi
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase forum dialog
publik yang efektif
80% 80% 76,51% 72,5% 65% -
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
61
Analisis Realisasi Kinerja Sasaran 3
Tabel 3.16
Perbandingan Capaian Kinerja Sasaran 3
Meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat
dalam penyelesaian persoalan kemasyarakatan
Indikator
Kinerja Target
Capaian
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase forum
dialog publik
yang efektif
80% 100% 95,64% 93,5% 92,8% -
Capaian kinerja sasaran terkait indikator “Prosentase forum dialog publik yang
efektif” telah tercapai sebesar 80% atau 100% dari target yang telah ditetapkan. Hal tersebut
sebagai akibat pada 2014 terdapat peningkatan pembentukan forum dialog dibeberapa provinsi
dan Kab/Kota dan berjalan efektif dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan.
Adapun capaian setiap tahunnnya sebagi berikut :
a) Tahun 2010 tidak ada target.
b) Tahun 2011, dari target 70% capaian terhadap indikator ini hanya sebesar 65%. Hal
tersebut sebagai akibat forum dialog dimaksud (FPK, FKDM, FKUB dan Kominda) belum
secara keseluruhan tersosialisasikan ke daerah sehingga belum ada tindaklanjut daerah
baik dalam pembentukan forum dialog maupun pemberdayaannya sehingga berjalan
efektif dalam pemecahan permasalahan kemasyarakatan di daerah. Adapun pembentukan
masing-masing forum dialog tersebut sebagai berikut :
FPK : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah, pada tahun 2011 telah dilakukan
pembentukan di 23 Provinsi, dan 46 Kab/Kota.
FKDM : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat, pada tahun 2011 telah dilakukan pembentukan di 24
Provinsi, dan 145 Kab/Kota.
FKUB : sebagaimana amanat dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9
Tahun 2006, pada tahun 2011 telah dilakukan pembentukan di 25 Kab/Kota dan 243
Kab/Kota.
c) Tahun 2012, dari target 75% capaian terhadap indikator ini hanya sebesar 70,2%. Hal
tersebut sebagai akibat minimnya dukungan anggaran baik dalam rangka peningkatan
kapasitas anggota forum dialog dimaksud (FPK, FKDM, FKUB dan Kominda) maupun
dukungan sarana dan prasarana untuk mobilitas dalam penyelesaian konflik di daerah
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
62
sehingga forum dialog dimaksud belum secara efektif berjalan. Adapun pembentukan
masing-masing forum dialog tersebut sebagai berikut :
FPK : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah dan Surat Kementerian Dalam
Negeri Nomor 061/149.D.I Tanggal 13 Februari 2008 perihal Pembentukan FPK dan
Dewan Kehormatan FPK yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota
seluruh Indonesia, sehingga pada tahun 2012 telah dilakukan pembentukan di 25
Provinsi, dan 48 Kab/Kota.
FKDM : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat, pada tahun 2012 telah dilakukan pembentukan di 33
Provinsi, dan 261 Kab/Kota.
FKUB : sebagaimana amanat dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9
Tahun 2006, pada tahun 2012 telah dilakukan pembentukan di 33 Kab/Kota dan 416
Kab/Kota.
d) Tahun 2013, dari target 80% capaian terhadap indikator ini hanya sebesar 76,51%. Hal
tersebut sebagai akibat masih belum optimalnya forum-forum yang sudah terbentuk dalam
penyelesaian konflik di daerah dikarenakan di beberapa daerah baru melakukan
pembentukan sehingga tahap pemberdayaan melalui peningkatan kapasitas belum
dilakukan. Adapun pembentukan masing-masing forum dialog tersebut sebagai berikut :
FPK : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah dan Surat Kementerian Dalam
Negeri Nomor 061/149.D.I Tanggal 13 Februari 2008 perihal Pembentukan FPK dan
Dewan Kehormatan FPK yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota
seluruh Indonesia, sehingga pada tahun 2013 telah dilakukan pembentukan di 25
Provinsi, dan 133 Kab/Kota.
FKDM : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat, pada tahun 2013 telah dilakukan pembentukan di 33
Provinsi, dan 425 Kab/Kota.
FKUB : sebagaimana amanat dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9
Tahun 2006, pada tahun 2013 telah dilakukan pembentukan di 33 Kab/Kota dan 424
Kab/Kota.
e) Tahun 2014 dari target 80% capaian terhadap indikator sebesar 80%. Pada tahun 2014
terdapat peningkatan yang cukup signifikan terhadap efektifitas forum dialog di daerah.
Hal tersebut dikarenakan pada tahun 2013 terdapat alokasi dana dekonsentrasi yang
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
63
mendukung pelaksanaan pembentukan dan pemberdayaan/peningkatan kapasitas anggota
forum dialog dalam melakukan penyelesaian konflik di daerah juga berkoodinasi aktif
dengan forum dialog lainnya.
FPK : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah dan Surat Kementerian Dalam
Negeri Nomor 061/149.D.I Tanggal 13 Februari 2008 perihal Pembentukan FPK dan
Dewan Kehormatan FPK yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota
seluruh Indonesia, sehingga pada tahun 2014 telah dilakukan pembentukan di 25
Provinsi, dan 133 Kab/Kota.
FKDM : sebagaimana amanat dari Permendagri Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewaspadaan Dini Masyarakat, pada tahun 2014 telah dilakukan pembentukan di 33
Provinsi, dan 425 Kab/Kota.
FKUB : sebagaimana amanat dari Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9
Tahun 2006, pada tahun 2014 telah dilakukan pembentukan di 34 Provinsi dan 445
Kab/Kota.
Analisis Realisasi Kinerja Sasaran 4
Tabel 3.17
Perbandingan Realisasi Kinerja Sasaran 4
Meningkatnya kesadaran warga negara dalam partisipasi politik
Indikator Kinerja Target Realisasi
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase peningkatan
masyarakat dalam
kegiatan terkait 4 pilar
Negara (Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika dan NKRI)
80% 94,14% 97,17 % 99,5% 70% 52%
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
64
Analisis Capaian Kinerja Sasaran 4
Tabel 3.18
Perbandingan Capaian Kinerja Sasaran 4
Meningkatnya kesadaran warga negara dalam partisipasi politik
Indikator Kinerja Target Capaian
2014 2013 2012 2011 2010
Persentase peningkatan
masyarakat dalam
kegiatan terkait 4 pilar
Negara (Pancasila,
UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika dan NKRI)
80% 117,73% 126,56 % 137.2% 100% 80%
Terkait dengan indikator persentase peningkatan masyarakat dalam kegiatan terkait
4 konsensus kehidupan berbangsa (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tungga Ika, dan NKRI),
pada tahun 2014 mengalami penurunan capaian dari tahun sebelumnya. Hal tersebut sebagai
akibat menurunnya tingkat partisipasi masyarakat melalui pelaksanaan kegiatan terkait nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI dalam
kehidupan berbangsa yang telah dikerjasamakan dengan mitra pemerintah di daerah, yaitu
melalui pelaksanaan kerjasama dengan OMS dalam rangka peningkatan pendidikan politik
yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun capaian setiap tahunnya sebagai berikut :
1. Tahun 2010, terkait dengan pelaksanaan kerjasama organisasi kemasyarakatan tercapai
sebesar 52% melalui pelaksanaan sosialisasi, seminar, lokakarya nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Adapun
kemitraan/kerjasama dimaksud terlaksana hanya sebesar 400 kerjasama yang tersebar di
seluruh Indonesia. Adapun kendala terkait dengan belum tercapainya target sesuai dengan
yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan sebagai akibat adanya ketidaksiapan
organissai kemasyarakatan dalam melaksanakan kegiatan dan belum dipahami sepenuhnya
mekanisme pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban kegiatan sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan;
2. Tahun 2011, pelaksanaan kerjasama program bidang kesatuan bangsa dan politik dalam
hal ini terkait dengan nilai-nilai yang terkandung pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal
Ika dan NKRI tercapai sebesar 70%;
3. Tahun 2012, terkait dengan pelaksanaan kerjasama program bidang kesatuan bangsa dan
politik dengan organisasi kemasyarakatan dapat dikatakan capaiannya melebihi target
yang telah ditetapkan yaitu 99,5% dari target 72,5%;
4. Tahun 2013, tercapai sebesar 97,17% dari target yang telah ditetapkan yaitu 75%;
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
65
5. Tahun 2014, tercapai sebesar 94,19% dari target yang telah ditetapkan yaitu 80%.
Sehubungan dengan hal tersebut, Ditjen Kesbangpol akan berupaya secara simultan
melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan kerjasama program dengan organisasi
kemasyarakatan sebab sebagai mitra pemerintah sangatlah efektif untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya di bidang Pendidikan Politik dan Wawasan
Kebangsaan serta Cinta Tanah Air khususnya untuk daerah-daerah perbatasan dengan Negara
lain. Adapun bentuk pelaksanaan kerjasama pada tahun 2015 mendatang akan disesuaikan
kembali menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan. Adapun bentuk dari kemitraan yang dimaksud sesuai dengan undang-
undang yaitu pemberdayaan organisasi kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan kinerja
dan menjaga keberlangsungan ormas melalui fasilitasi kebijakan, penguatan kapasitas
kelembagaan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Selain peningkatan partisipasi masyarakat dalam berpolitik melalui pelaksanaan
kerjasama secara simultan setiap tahunnya juga melalui pelaksanaan 25 forum dialog dalam
rangka pengembangan nilai-nilai kebangsaan kepada pemuda, perempuan dan aparatur
pemerintah.
Adapun total alokasi anggaran pada Program Pembinaan Kesatuan Bangsa dan
Politik sepanjang tahun 2010-2014 adalah sebesar Rp. 815.907.871.000,- dengan realisasi sebesar
Rp. 757.765.376.262,- atau 92,87%. Adapun pagu dan realisasi anggaran pertahun yaitu :
No. Tahun Alokasi Realisasi %
1. 2010 119.864.542.000 11.7107.011.984 97,7
2. 2011 159.808.581.000 148.895.393.507 93,17
3. 2012 169.607.200.000 162.486.895.989 95,80
4. 2013 190.417.548.000 178.523.300.675 93,75
5. 2014 176.210.000.000 151.542.567.268 86,00
Pagu alokasi anggaran Ditjen Kesbangpol Tahun 2014 sebesar Rp.
176.210.000.000,-, terdapat Rp. 40.661.855.000,- dialokasikan dalam rangka peningkatan
kapasitas dan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan melalui program kerjasama Ormas.
Kemudian dalam rangka pelaksanaan pendidikan politik kepada partai politik yang mendapatkan
kursi di DPR RI setiap tahunnya diberikan bantuan keuangan sebesar Rp. 9.929.000.000,-.
Sedangkan dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas fungsi pembinaan kesatuan bangsa dan
politik secara langsung dikelola sebesar Rp. 125.619.145.000,-.
C. AKUNTABILITAS TAHUN 2014
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
66
Berdasarkan data perkembangan laporan realisasi keuangan Ditjen Kesbangpol,
sampai dengan 31 Desember 2014 sebesar Rp. 151.542.567.268,- atau 86,00%. Dengan rincian
realisasi per masing-masing kegiatan pada Direktorat sebagi berikut :
No. Unit Kerja Alokasi Realisasi %
1. Direktorat Bina Ideologi
dan Wawasan Kebangsaan
24.071.374.000 22.307.582.500 92,67
2. Direktorat Kewaspadaan
Nasional
32.875.271.000 25.806.012.480 78,50
3. Direktorat Ketahanan Seni,
Budaya, Agama dan
Kemasyarakatan
24.302.165.000 23.132.263.495 95,19
4. Direktorat Politik Dalam
Negeri
45.697.055.000 37.426.007.816 81,90
5. Direktorat Ketahanan
Ekonomi
11.043.900.000 9.258.726.526 83,84
6. Sekretariat Ditjen 38.220.235.000 33.527.375.601 87,72
T O T A L 176.210.000.000,- 151.457.968.418 85,95
Alokasi
Realisasi
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
67
Adapun realisasi anggaran Ditjen Kesbangpol Tahun 2014
Berdasarkan Jenis Belanja
No. Jenis Belanja Alokasi Realisasi %
1. Belanja Pegawai 14.811.290.000 14.383.402.136 97,11
2. Belanja Barang 160.698.710.000 136.377.741.282 84,87
3. Belanja Modal 700.000.000 696.825.000 99,55
T O T A L 176.210.000.000 151.457.968.418 85,95
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
68
BAB IV
PENUTUP
AAA... KKKEEESSSIIIMMMPPPUUULLLAAANNN
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Tahun 2014
merupakan kelanjutan laporan kinerja tahun sebelumnya yang dibuat untuk menggambarkan
capaian kinerja dan prestasi maupun permasalahan yang dihadapi Ditjen Kesbangpol. Laporan
Kinerja ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pencapain sasaran dalam Rencana Strategis
(Renstra) untuk mengetahui sejauhmana manfaat program/kegiatan di bidang Pembinaan
Kesatuan Bangsa dan Politik bagi masyarakat. Selain itu, laporan kinerja juga merupakan
acuan bagi pimpinan untuk mengontrol pencapaian kinerja pada masing-masing unit kerja
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagai wujud pertanggungjawaban yang obyektif.
Secara garis besar pencapaian sasaran kinerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri dari keseluruhan program/kegiatan mencapai nilai 85,95%. Selain
itu, menyangkut capaian sasaran ditemukan :
1. Capaian sasaran dinilai cukup berhasil, selain karena kinerja Direktorat Jenderal Kesatuan
Bangsa dan Politik, juga merupakan hasil dari faktor-faktor lain diluar Direktorat Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik.
2. Pada beberapa capaian sasaran yang dinilai berhasil dapat dilihat dari capaian target yang
direncanakan, apabila dilihat dari perbandingannya dengan populasi sudah menunjukkan
prosentase yang baik. Hal ini mengindikasikan perjanjian target dapat tercapai dengan baik.
3. Sebagian besar program menunjukkan capaian kinerja yang baik, terutama pada indikator
kinerja outcome maupun indikator kinerja output. Hal ini menunjukkan bahwa program dan
kegiatan yang telah ditentukan harus dilaksanakan.
BBB... SSSAAARRRAAANNN
Berdasarkan kinerja yang telah dicapai oleh Ditjen Kesbangpol pada tahun 2014,
dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Secara umum kinerja Ditjen Kesbangpol dapat dikatakan sudah tercapai, namun demikian
perlu ditingkatkan lagi pada tahun 2014;
2. Mengupayakan sinergi kegiatan antar unit kerja agar dilaksanakan secara bersama untuk
optimalisasi kegiatan (hasilnya komprehensif) yang dirasakan manfaatnya secara langsung
oleh pemangku kepentingan kesbangpol dalam penyelesaian masalah yang ada sehingga
tidak tumpang tindih serta efisiensi waktu dalam pelaksanaannya;
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik
Kementerian Dalam Negeri LAKIP 2014
69
3. Dalam pengelolaan anggaran agar lebih ditingkatkan baik dari sisi realisasi keuangan
maupun realisasi kinerja outcome maupun outputnya, sehingga dapat memaksimalkan
capaian kinerja organisasi;
4. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap perkembangan pelaksanaan kegiatan pada
setiap lingkup unit kerja eselon II, yang diikuti identifikasi setiap permasalahan yang
menghambat pelaksanaan kegiatan serta memilih solusi penyelesaiannya;
5. Perlunya pengawalan khusus dari masing-masing pimpinan unit kerja sehingga target yang
telah di tetapkan dalam Perjanjian Kinerja (PK) dapat tercapai;
6. Menerapkan asas-asas tertib administrasi, transparan, hindari pemborosan (efisiensi), dan
cegah potensi timbulnya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam upaya
meningkatkan capaian riil (nyata) seluruh program, kegiatan dan anggaran lingkup Ditjen
Kesbangpol.