daftar isi issn : 1907-9419dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/8010211005147686363619octo… · )...
TRANSCRIPT
Daftar Isi ISSN : 1907-9419
iii
DAFTAR ISI
◙ PENGANTAR REDAKSI i
◙ DAFTAR ISI iii-iv
◙ LEMBAR ABSTRAK v-xiii
1 HUBUNGAN NILAI SOSIAL, BUDAYA DAN LINGKUNGAN DALAM MENDUKUNG PARIWISATA BERKELANJUTAN DI YOGYAKARTA Joko Tri Haryanto
121-126
2 PERAN CARRYING CAPACITY DALAM PERENCANAAN
PARIWISATA BERKELANJUTAN I Ketut Surya Diarta, SP., MA
127-144
3 ANALISA PENGARUH KEPUASAN PENGUNJUNG TERHADAP
KEINGINAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI PADA TAMAN WISATA PEMANDIAN AIR PANAS TIRTA SANITA Mawardin M. Simpala, STP, M. Sc dan Darmawan Damanik, SH. MM
145-157
4 DAMPAK PENYELENGGARAAN TOUR DE SINGKARAH BAGI
MASYARAKAT LOKAL PROVINSI SUMATERA Addin Maulana
159-171
5
DARI SEBUAH BENTENG, TRI HITA KARANA SAMPAI ROMANTISME; EVALUASI PUSH & PULL FACTOR PERKEMBANGAN PANTAI KUTA, BALI Arief Faizal Rachman
173-187
6
TOURISM AND THE SHIFING VALUES OF CULTURAL HERITAGE: VISITING PASTS, DEVELOPING FUTURES Devi Roza K. Kausar
189-197
7 PERENCANAAN DAN MANAJEMEN KAWASAN WISATA
YANG BERKELANJUTAN STUDI KASUS BENTENG OTANAHA DI KOTA GORONTALO Krishna Anugrah, M.Par
199-209
Daftar Isi ISSN : 1907-9419
iv
DAFTAR ISI
8 RINGKASAN DISERTASI
Showroom Batik di Kampoeng Batik Laweyan Diringkas oleh: Destha Titi Raharjana- Puspar UGM
211-220
9 TINJAUAN BUKU
International Tourism: Culture and Behaviour – Yvette Reisinger Ditinjau oleh: Destha Titi Raharjana
221-223
10 BIO DATA PENULIS 225- 227 11 PEDOMAN PENULISAN 229-230
Devi Roza K. Kausar: Conference Report: Tourism and The Shifing Values of Cultural
Heritage Visiting Pasts, Developing Futures
189
Conference Report (Laporan Konferensi)
Tourism and the Shifting Values of Cultural Heritage:
Visiting Pasts, Developing Futures
Devi Roza K. Kausar
Fakultas Pariwisata, Universitas Pancasila
Sari
Tulisan ini merupakan laporan dan ulasan terhadap sebuah konferensi
internasional yang belangsung pada tanggal 5 sampai 9 April 2013 di ibukota
Taiwan, Taipei, bertema “Tourism and the Shifting Values of Cultural Heritage:
Visiting Pasts, Developing Futures”. Konferensi ini memfokuskan pada
pemanfaatan, pelestarian serta berbagai permasalahan terkait warisan budaya atau
cultural heritage dalam konteks pariwisata. Penyelenggara konferensi adalah
University of Birmingham, Inggris, dan National Taiwan University, Taiwan, serta
didukung oleh UNESCO UNITWIN Network on Tourism, Culture, and
Development dan Universite Paris 1 Pantheon-Sorbonne, Perancis. Diikuti oleh
peserta dari kurang lebih 30 negara, konferensi ini telah menjadi wadah bagi
pertukaran ilmu pengetahuan di bidang pariwisata dan budaya, diseminasi dan
diskusi topik penelitian dari berbagai negara, dan menjadi ajang penjajakan
berbagai kerjasama internasional.
Kata kunci: pariwisata, warisan budaya, pelestarian, pembangunan
Pendahuluan
Pada tanggal 5 sampai 9 April,
2013, sebuah konferensi akademik
internasional bertema “Tourism and
the Shifting Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts, Developing
Futures”, diselenggarakan di Taipei,
Taiwan, oleh University of
Birmingham, Inggris, dan National
Taiwan University, Taiwan, serta
didukung oleh UNESCO UNITWIN
Network on Tourism, Culture, and
Development dan Universite Paris 1
Pantheon-Sorbonne, Perancis. Tujuan
dari konferensi ini adalah untuk
mengkaji hubungan yang kompleks
antara berbagai bentuk warisan
budaya, baik yang berwujud
(tangible) maupun tak benda
(intangible) dengan pariwisata
maupun wisatawan. Konferensi
internasional ini diikuti oleh kurang
lebih 195 peserta dari 30 negara yang
terdiri dari akademisi, peneliti,
maupun para praktisi yang lingkup
penelitian maupun pekerjaannya
berhubungan dengan pariwisata dan
warisan budaya.
Konferensi diselenggarakan di
gedung Chiang Kai Sek Memorial
(CKS Memorial), yang di dalamnya
terdapat monumen dan museum
Chiang Kai Sek, pendiri negara
Taiwan atau Republic of China.
Gedung ini memiliki sebuah
auditorium yang digunakan untuk sesi
Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 8 No. 2 Juni 2013 ISSN 1907-9419
190
pembukaan konferensi dan presentasi
dari pembicara kunci, ruang-ruang
kelas yang digunakan untuk sesi
paralel, serta beberapa buah ruangan
untuk makan siang dan coffee break.
Penggunaan gedung tersebut untuk
penyelenggaraan konferensi,
memungkinkan peserta konferensi
untuk sekaligus memahami sejarah
berdirinya negara Taiwan melalui
kegiatan tour keliling CKS Memorial
yang diorganisir secara bersama oleh
panitia konferensi dan pihak
pengelola gedung dan museum.
Konferensi internasional selama
lima hari tersebut terdiri dari
beberapa program yang akan
dijelaskan secara lebih detail pada
bagian-bagian selanjutnya dari tulisan
ini. Program konferensi secara garis
besar terdiri dari sesi presentasi
pembicara kunci, sesi paralel dengan
berbagai tema di mana para
pemakalah mempresentasikan
makalah yang telah diseleksi oleh
panitia, dan sesi diskusi khusus yang
diselenggarakan oleh International
Council on Monuments and Sites
(ICOMOS). Ada pula program-
program sampingan lainnya seperti
kunjungan ke berbagai daya tarik
wisata budaya dan acara makan
malam yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kota Taipei.
Hubungan Pariwisata dan Warisan
Budaya dalam Konteks Personal,
Lokal dan Global
Hubungan dan saling keterkaitan
antara pariwisata dan warisan budaya
dalam konteks lokal maupun global,
serta dalam dimensi identitas
nasional, masyarakat maupun pribadi,
menjadi tema besar yang diusung
pada sesi pembicara kunci pada
konferensi ini. Terdapat tiga
pembicara kunci yaitu Profesor Maria
Gravari-Barbas dari Universite Paris
1, Pantheon-Sorbonne, Marilyn
Truscott dari ICOMOS International
Committee on Intangible Cultural
Heritage dan Profesor Nelson
Graburn dari University of California
Berkeley, AS.
Gravari-Barbas yang
membawakan presentasi berjudul
“Tourism and Heritage in a
Globalized Context: A New
Paradigm” mengatakan bahwa
pariwisata adalah sebuah motor
penggerak yang sangat kuat dalam
proses heritage production atau
produksi sebuah “warisan” atau
“pusaka”. Menurut asalnya katanya,
heritage berarti sesuatu yang
diwariskan dari satu generasi ke
generasi lainnya. Heritage production
berkaitan erat dengan pendapat
beberapa ahli bahwa heritage adalah
sesuatu yang terpilih untuk
dilestarikan (Ashworth 2006). Di
dalam konsep heritage, menurut
Ashworth dan Tunbridge (1999),
terkandung interpretasi dari sejarah
masa lalu yang hadir melalui
monumen dan artefak,
dikombinasikan dengan memori
kolektif individu maupun kelompok,
untuk merespon kebutuhan masa kini
yang meliputi penguatan identitas
maupun kebanggaan menjadi bagian
dari identitas tersebut, serta
kebutuhan akan sebuah sumber daya
yang dapat dimanfaatkan, misalnya
untuk pariwisata. Schouten (1995)
bahkan mengatakan bahwa heritage
tidak sama dengan sejarah karena ia
telah diproses melalui sebuah
mitologi, ideologi, nasionalisme,
kebanggaan lokal, ide-ide romantis
atau bahkan hanya sebuah ide
Devi Roza K. Kausar: Conference Report: Tourism and The Shifing Values of Cultural
Heritage Visiting Pasts, Developing Futures
191
pemasaran, sehingga menjadi suatu
komoditas.
Dalam presentasinya, Gravari-
Barbas membahas tentang peran
pariwisata dalam lahirnya konsep
modern tentang heritage, juga dalam
fenomena patrimoniophilia atau
penetapan warisan-warisan yang
diakui secara global atau dimiliki
oleh masyarakat dunia, seperti pada
penetapan situs Warisan Dunia oleh
UNESCO. Gravari-Barbas
memberikan contoh bagaimana
pariwisata turut memproduksi (co-
produce) Mont St. Michel di Perancis
sebagai warisan budaya yang
akhirnya menjadi Warisan Dunia.
Mont St. Michel adalah sebuah gereja
dan biara yang dibangun pada abad
ke-7 di sebuah pulau pasang berbatu
di daerah Normandy, Perancis. Dalam
perjalanan waktu, perubahan maupun
penambahan-penambahan yang
dilakukan pada Mont St. Michel
banyak dipengaruhi oleh kedatangan
pendatang atau wisatawan ke pulau
tersebut. Jumlah pengunjung yang
sebanyak kurang lebih tiga juta orang
per tahun (http://www.ot-
montsaintmichel.com/en/histoire.htm)
juga memberikan justifikasi terhadap
gereja dan biara ini untuk menjadi
World Heritage yang menganut
prinsip kepemilikan secara universal
(patrimondialisation).
Marilyn Truscott dari ICOMOS
International Committee on
Intangible Cultural Heritage
membahas tentang warisan tak benda
(intangible heritage) dalam kaitannya
dengan pariwisata. Truscott
berpendapat bahwa pariwisata dalam
berbagai kasus, menunjukkan
perannya sebagai pendorong
pelestarian intangible heritage, yang
akhirnya berpengaruh terhadap
keberlanjutan suatu kebudayaan
(community cultural continuity).
Namun demikian, pariwisata juga
dapat menjadi suatu faktor yang
mengintervensi atau mendominasi
praktek kebudayaan sehingga
kepentingan masyarakat pemilik
suatu kebudayaan menjadi
terkalahkan oleh kepentingan
wisatawan. Hal ini misalnya terjadi
pada modifikasi pertunjukan kesenian
ataupun mata budaya seperti
kerajinan yang menafikan unsur-
unsur filosofis dari kebudayaan
tersebut.
Pembicara kunci yang ketiga
yaitu Profesor Nelson Graburn,
seorang antropolog dari University of
California Berkeley, AS. Graburn,
yang merupakan salah satu founding
fathers dari ilmu pariwisata,
menyampaikan paparan yang
berjudul “Cultural Tourism and
Heritage as Learning: Personal
Explorations of Alterity and Identity”.
Dengan menarik, Graburn
memaparkan berbagai dilema yang
timbul ketika pariwisata dilihat dari
sudut pandang ekonomi dan
antropologi. Pariwisata sebagaimana
diakui oleh Graburn dan juga
dikatakan oleh beberapa penulis,
adalah salah satu alat pembangunan
ekonomi (Telfer 2002a; Brohman
1996; Walpole dan Goodwin 2000).
Promosi pariwisata, terutama
pariwisata internasional,
mengharuskan setiap negara maupun
tempat untuk menawarkan sesuatu
yang unik bagi wisatawan. Graburn
mengatakan bahwa pada konteks
heritage, warisan budaya sering kali
diekploitasi menjadi suatu sumber
daya yang menguntungkan dengan
tak jarang mengubah maksud dari
pelestarian dan penggunaannya. Tak
Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 8 No. 2 Juni 2013 ISSN 1907-9419
192
jarang makna dari keberadaan
warisan budaya tersebut pun
bergeser, misalnya dari tempat ibadah
menjadi daya tarik wisata.
Di samping itu, Graburn juga
memaparkan bahwa telah banyak
energi dan dana digunakan untuk
mengembalikan kembali suatu
memori atau kejayaan masa lampau
dengan tujuan agar suatu destinasi
pariwisata mempunyai identitas yang
dapat dipasarkan. Untuk tujuan
tersebut monumen, sisa-sisa
peninggalan masa lalu, maupun
kebiasaan-kebiasaan yang sudah
ditinggalkan kembali direstorasi dan
dihidupkan dengan pariwisata sebagai
motor penggeraknya. Namun
demikian, berbagai dilema juga
timbul, misalnya apakah suatu
destinasi akan merestorasi kembali
suatu monumen atau membiarkannya
dalam kondisi seperti ketika
monumen tersebut diwariskan oleh
generasi sebelumnya. Dalam dilema
tersebut, terkandung isu-isu lain,
seperti otentisitas dan komodifikasi
suatu wujud kebudayaan untuk
kepentingan pariwisata.
Pada akhirnya paparan ketiga
pembicara kunci di atas berhasil
mendorong berbagai diskusi hangat
antara pembicara kunci dengan para
peserta maupun antar sesama peserta
konferensi mengenai berbagai isu
dalam hubungan pariwisata dan
warisan budaya. Di antara berbagai
isu yang dibahas adalah tantangan-
tantangan yang timbul ketika harus
menyeimbangkan pariwisata dan
pelestarian warisan budaya,
mengelola isu kepemilikan,
pergesaran maksud kegiatan
pelestarian dan makna keberadaan
sebuah situs warisan budaya – dari
kepentingan masyarakat menjadi
kepentingan wisatawan, serta
keadilan di antara berbagai kelas
sosial pada masyarakat dalam
mengakses warisan budaya serta
manfaat yang timbul dari warisan
budaya tersebut. Keadilan inilah yang
disebut oleh Throsby (2003) sebagai
intra-generational equity, yang dapat
dicapai jika keanekaragaman dalam
pemanfataan warisan budaya dapat
dipertahankan. Misalnya suatu
warisan budaya tidak dimanfaatkan
secara ekslukif untuk pariwisata
tetapi juga sebagai tempat kegiatan
sosial bagi masyarakat yang hidup di
sekelilingnya.
Paparan Gravari-Barbas
menawarkan suatu landasan pikir
karena bahasannya bersifat
konseptual mengenai hubungan
mendasar antara pariwisata dan
warisan budaya, selain juga bahasan
mengenai paradigma kepemilikan
universal yang relatif baru berusia
tiga dekade. Di samping itu, Truscott
yang memberikan paparan mengenai
warisan budaya tak benda, berhasil
mengingatkan peserta bahwa peran
pariwisata dalam pelestarian warisan
budaya tak benda bagai “pisau
bermata dua” yang mampu menjadi
insentif namun juga dapat menjadi
faktor yang menafikan kepentingan
masyarakat pemilik warisan tak
benda tersebut. Sedangkan paparan
Graburn merupakan suatu telaah
kritis yang mendorong peserta untuk
memikirkan kembali berbagai
dampak pariwisata terhadap warisan
budaya. Di antara berbagai dampak
adalah adanya dorongan untuk
menghidupkan kembali jejak
kebudayaan dan memori masa
lampau yang hadir melalui situs dan
bangunan bersejarah, bahkan
kesenian yang telah jarang
Devi Roza K. Kausar: Conference Report: Tourism and The Shifing Values of Cultural
Heritage Visiting Pasts, Developing Futures
193
dipertunjukkan sebagai daya tarik
pariwisata. Hal ini tentunya
merupakan dampak positif pariwisata
sebagai pendorong pelestarian
budaya. Namun demikian, terdapat
juga dampak negatif yang kadang
timbul dari dorongan di atas. Di
antaranya adalah masalah otentisitas
yang terabaikan ketika membangun
kembali suatu situs dan monumen,
serta masalah komodifikasi atau
perubahan suatu wujud kebudayaan
untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan. Paparan Graburn berhasil
mencerahkan sekaligus juga
memprovokasi peserta untuk melihat
hubungan pariwisata dan warisan
budaya secara lebih kritis.
Narasi Global versus Lokal dalam
Pengelolaan Pariwisata Warisan
Budaya
Seperti telah disebutkan pada
bagian sebelumnya, konferensi
internasional ini juga memberikan
kesempatan pada para pemakalah
yang telah diseleksi karyanya untuk
mempresentasikan penelitian, studi
kasus maupun suatu best practice.
Karya tulis para pemakalah telah
diseleksi terlebih dahulu dan
kemudian dipresentasikan dalam sesi
paralel dengan berbagai tema. Pada
setiap harinya terdapat dua sampai
tiga slot waktu untuk pelaksanaan
sesi paralel, di mana pada setiap slot
waktu dibagi menjadi empat sesi
paralel berdasarkan tema-tema yang
berbeda. Pada setiap sesi paralel
terdapat tiga sampai empat makalah
yang dipresentasikan. Adapun
berbagai tema sesi paralel antara lain
World Heritage management,
cultural heritage and identity,
development through heritage
tourism, community engagement,
cultural heritage management, city
heritage and tourism, digital
technology and heritage, World
Heritage – identities and conflict, dan
tema lainnya.
Pada sesi paralel inilah dua
pemakalah dari Indonesia
mempresentasikan karyanya. Penulis
termasuk salah satu pemakalah pada
sesi community engagement dengan
makalah penelitian mengenai
pariwisata berbasis masyarakat di
Kompleks Percandian Muarajambi,
Sumatra (Kausar dan Zilberg 2013).
Makalah ini diawali dengan
pembahasan mengenai sejarah
Muarajambi dan signifikansi kawasan
percandian Muarajambi dalam
perkembangan agama Budha dan
sebagai salah satu pusat Kerajaan
Sriwijaya. Namun demikian,
kompleks percandian Muarajambi
yang masuk dalam daftar sementara
situs Warisan Dunia ini mengalami
beberapa ancaman terhadap
kelestariannya, yaitu dengan
keberadaan pabrik pemrosesan
minyak kelapa sawit dan adanya
tumpukan (stockpile) batu bara yang
berjarak sangat dekat dengan salah
satu candi. Kebijakan pemerintah
pusat, yang merepresentasikan
Indonesia sebagai peratifikasi
Konvensi Warisan Dunia, tercermin
dalam upaya pemerintah pusat
mendaftarkan Muarajambi dalam
daftar sementara Warisan Dunia.
Pada langkah pemerintah pusat
tersebut terkandung maksud untuk
mengenalkan kembali peran
Muarajambi dalam sejarah peradaban
dunia, melestarikan situs tersebut
untuk generasi yang akan datang dan
untuk mendorong kunjungan
wisatawan. Sedangkan pemerintah
daerah, tetap memberikan ijin usaha
Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 8 No. 2 Juni 2013 ISSN 1907-9419
194
kepada industri batu bara dan kelapa
sawit (dua industri penyumbang
terbesar Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di Jambi) walaupun
keberadaan kedua industri tersebut
mengancam pelestarian situs.
Besarnya kemungkinan bahwa masih
banyak sisa-sisa peninggalan yang
belum digali seharusnya menjadi
pertimbangan untuk membebaskan
kawasan percandian dari keberadaan
industri. Di samping itu, debu dari
tumpukan batu bara telah dapat
merusak batu-batu candi yang telah
dibangun sejak abad ke-7 tersebut.
Namun demikian, di tengah tidak
sejalannya arah kebijakan pemerintah
daerah dengan pemerintah pusat dan
belum ditetapkannya kawasan
percandian Muarajambi sebagai
kawasan cagar budaya, terdapat suatu
upaya dari anggota masyarakat untuk
mendorong perkembangan pariwisata
dan meningkatkan pemahaman
generasi muda atas sejarah
Muarajambi. Penulis membahas
inisiatif ini sebagai modal sosial
untuk berkembangnya pariwisata dan
upaya pelestarian berbasis
masyarakat yang sangat penting bagi
Muarajambi. Sedangkan pemakalah
lainnya dari Yogyakarta
mempresentasikan kerangka
perundang-undangan untuk
perlindungan warisan budaya
(Fadillah 2013).
Dari beberapa sesi makalah yang
diikuti oleh penulis, terdapat
beberapa catatan penting khususnya
mengenai pengelolaan warisan
budaya, terutama situs Warisan
Budaya Dunia (World Cultural
Heritage). Isu-isu penting ini
merupakan benang merah yang dapat
diamati dari berbagai penelitian
dengan studi kasus di tempat yang
berbeda-beda. Pertama, pedoman-
pedoman pelestarian yang
digaungkan dalam Konvensi Warisan
Dunia (World Heritage Convention)
atau dalam tataran global acap kali
tidak terlaksana di tingkat lokal
(daerah) karena kurangnya kerangka
institusional seperti perundangan,
mekanisme koordinasi antar lembaga,
bahkan rencana tata ruang. Di
samping itu pada negara-negara yang
telah melaksanakan desentralisasi,
kebijakan pemerintah pusat yang
merupakan pihak yang meratifikasi
Konvensi Warisan Dunia, sering
tidak diikuti oleh kebijakan yang
searah di tingkat daerah yang
memiliki kewenangan otonom. Isu
pertama ini antara lain terjadi pada
situs Muarajambi yang masuk daftar
sementara (tentative list) Warisan
Dunia di Indonesia (Kausar dan
Zilberg 2013) dan beberapa situs
heritage di Inggris (dikutip dari
diskusi tanya jawab).
Kedua, beberapa studi kasus
menunjukkan beberapa konflik yang
terjadi ketika pembangunan
pariwisata dilakukan di sekitar
kawasan pelestarian dan berdampak
kepada relokasi anggota masyarakat.
Konflik yang terjadi bukan saja
karena pengorbanan-pengorbanan
ekonomi yang harus dialami oleh
masyarakat, tetapi juga karena
relokasi sering kali menjauhkan
masyarakat dari akar budaya maupun
sumber penghidupan mereka. Hal ini
misalnya dialami oleh suatu
kelompok masyarakat di Shilin (stone
forest) World Heritage Site di China
(Swain dan Shi 2013).
Berbagai kasus yang
dipresentasikan oleh para pemakalah
menunjukkan indikasi bahwa
kebijakan, arah, pedoman atau secara
Devi Roza K. Kausar: Conference Report: Tourism and The Shifing Values of Cultural
Heritage Visiting Pasts, Developing Futures
195
garis besar disebut “narasi” di tingkat
global sering berbeda dengan
berbagai kenyataan di tingkat lokal.
Narasi global versus lokal terjadi
misalnya pada proses pencanangan
suatu situs menjadi sebuah warisan
(heritage) tanpa menganut asas
partisipatif di tingkat lokal, sementara
pada Konvensi Warisan Dunia
dihimbau penerapan asas partisipatif;
pencanangan rencana tata ruang yang
di tingkat lokal tidak
mempertimbangkan pelestarian; serta
kebijakan di tingkat nasional yang
tidak diikuti oleh peraturan-peraturan
untuk pelaksanaan di tingkat daerah.
Penutup Sebuah konferensi akademik
bertujuan untuk menyediakan wadah
bagi pertukaran akademis, yang
terdiri dari diseminasi hasil penelitian
serta refleksi atas perkembangan-
perkembangan yang terjadi dengan
pemikiran kritis yang konstruktif.
Konferensi internasional yang
bertajuk “Tourism and the Shifting
Values of Cultural Heritage: Visiting
Pasts, Developing Futures” pun
mempunyai tujuan serupa khususnya
dalam mengkaji hubungan yang
kompleks antara berbagai bentuk
warisan budaya, baik yang berwujud
(tangible), maupun tak benda
(intangible) dengan pariwisata
maupun wisatawan. Kombinasi
berbagai program pada konferensi ini
telah berhasil menjadi wadah bagi
pertukaran ilmu pengetahuan di
bidang pariwisata dan budaya,
diseminasi dan diskusi topik
penelitian dari berbagai negara, dan
menjadi ajang penjajakan berbagai
kerjasama internasional.
Bagi Indonesia yang sangat
berkepentingan dengan
pengembangan industri
pariwisatanya, konferensi ini dapat
memberikan wawasan mengenai
berbagai isu yang harus
dipertimbangkan dalam pemanfaatan
warisan budaya untuk pariwisata.
Konferensi ini juga memberikan
wawasan berupa best practice
pengelolaan heritage tourism maupun
pelajaran dari masalah-masalah yang
dihadapi dalam pengelolaan heritage
tourism dari berbagai tempat di dunia.
Beberapa hal yang perlu dicapai
dalam pengembangan heritage
tourism di Indonesia adalah
tercapainya keselarasan antara
kebijakan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, kerjasama antar
keduanya dan partisipasi masyarakat.
Daftar Pustaka
Asworth, G.J. dan Tunbridge, J.E.
1999. Old Cities, New
Pasts: Heritage Planning in
Selected Cities of Central
Europe. GeoJournal 49:
105-116.
Asworth, G.J. 2006. The
Commodification of the
Past as an Instrument for
Local Development: Don’t
Count on It. Pada
McLoughlin, J., Kaminski,
J. and Sodagar, B. (editor)
Heritage Impact 2005:
Proceedings of the First
International Symposium on
the Socio-economic Impact
of Cultural Heritage.
Budapest: Archaeolingua.
Brohman, J. 1996. New Directions in
Tourism for Third World
Development. Annals of
Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol. 8 No. 2 Juni 2013 ISSN 1907-9419
196
Tourism Research 23(1): 48
– 70.
Fadillah, A. 2013. National
Regulations as Guard and
Certainty for the
Sustainable Protection and
Measurement of Cultural
Heritage. Prosiding.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
Graburn, N. 2013. Cultural Tourism
and Heritage as Learning:
Personal explorations of
Alterity and Identity.
Presentasi kunci.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
Gravari-Barbas, M. 2013. Tourism
and Heritage in a
Globalized Context: A New
Paradigm. Presentasi kunci.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
http://www.otmontsaintmichel.com/e
n/histoire.htm
Kausar, D.R.K. dan Zilberg, J. 2013.
Community-based Tourism
and Conservation in
Muarajambi Temple,
Indonesia. Prosiding.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
Schouten, F.F.J. 1995. Heritage as
historical reality. Pada
Herbert, D.T. (editor)
Heritage, Tourism and
Society. London: Mansell
Publishing Limited.
Swain, M.B. and Shi, Y. 2013.
Tangible Removal and
Intangible Renewal in
China’s Stone Forest World
Heritage Site. Prosiding.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
Telfer, D.J. 2002a. The Evolution of
Tourism and Development
Theory. Pada Sharpley, R.
and Telfer, D.J. (editor)
Tourism and Development:
Concepts and Issues.
Aspects of Tourism Series.
Multilingual Matters, Ltd.
Throsby, D. 2003. Cultural
Sustainability. Pada Ruth
Towse (editor) A Handbook
of Cultural Economics.
Edward Elgar Publishing
Limited, Cheltenham.
Truscott, M. 2013. Intangible
Heritage and Tourism:
Outsiders and Community
Cultural Continuity.
Presentasi kunci.
International Conference
“Tourism and the Shifting
Values of Cultural
Heritage: Visiting Pasts,
Developing Futures”,
Taipei, 5 – 9 April.
Walpole, M.J. dan Goodwin, H.J.
2000. Local Economic
Devi Roza K. Kausar: Conference Report: Tourism and The Shifing Values of Cultural
Heritage Visiting Pasts, Developing Futures
197
Impacts of Dragon Tourism
in Indonesia. Annals of
Tourism Research 27(3):
559-576.