d.-trade-and-economic-integration

131
SUBTEMA TRADE AND ECONOMIC INTEGRATION

Upload: wijdanul-latifah

Post on 16-Jan-2016

47 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

D.-Trade-and-Economic-Integration

TRANSCRIPT

Page 1: D.-Trade-and-Economic-Integration

SUBTEMATRADE AND ECONOMIC INTEGRATION

Page 2: D.-Trade-and-Economic-Integration

ANALISIS PERGERAKANHARGA INTERNASIONAL MINYAK BUMI, CPO, DAN KEDELAI

DENGAN PENDEKATAN VECM

Jauhari Dwiputra Fadila1), Nunung Kusnadi2), Amzul Rifin3)

1,2,3)Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Intitut Pertanian Bogor

ABSTRACTThe issue of energy conversion became popular for the past few decades. Bioenergy is a leading

products that are considered capable of replacing petroleum, because it is more green and sustain. If thedemand for agricultural products was increased, the price of them would be increased too (ceterisparibus). By looking at monthly price between 2004-2013 from World Bank, this research studied thepattern of crude oil, crude palm oil (CPO), and soybeans price movements under an integrated marketcondition. The movement prices were analyzed by using Vector Error Correction Model (VECM), withFEVD and IRF approached, which indicated that there was cointegration between the crude oil priceagainst soybeans and CPO price. Furthermore, the results of Granger causality test showed crude oilprice had the two-way causal relationship with the CPO price, but not with soybeans price. Meanwhile,soybeans price was heavily influnced by the movement price of CPO in the long term .

Keywords: Energy conversion, crude oil, VECM

ABSTRAKIsu konversersi energi menjadi populer beberapa dekade terakhir. Bioenergi

merupakan produk terdepan yang dianggap mampu menggantikan bahan bakar minyak(minyak bumi), karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini berakibatadanya dugaan peningkatan permintaan produk pertanian untuk bioenergi, yang diikutioleh naiknya harga produk pertanian tersebut. Skripsi ini membahas mengenai polapergerakan harga minyak, CPO, dan kedelai dalam suatu kondisi keterkaikatan atauintgrasi pasar. Melalui pendekatan permodelan VECM dan alat analisis IRF dan FEVD,maka peneliti bermaksud untuk menganalisi hubungan yang terjadi antara pergerakanharga minyak terhadap produk pertanian, yaitu CPO dan kedelai. Hasil Johansencointegration test menunjukan bahwa terdapat kointegrasi antar ketiga variabel.Sedangkan hasil Granger causality test menunjukan harga minyak memilki hubungankausalitas dua arah dengan CPO, tetapi tidak dengan kedelai. Variabel yang palingberpengaruh terhadap harga CPO adalah harga CPO itu sendiri, sedangakan padakedelai paling banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga CPO.

Kata kunci: konversi energi, minyak, VECM

Page 3: D.-Trade-and-Economic-Integration

PENDAHULUAN

Latar BelakangPenggunaan energi terus mengalami

peningkatan, hal ini didasarkan oleh jumlahpopulasi manusia dan kebutuhan kerja yangterus meingkat. Tetapi sumber daya alam yangtersedia sangatlah terbatas, terutaman bahanbakar tak terbarukan. Salah satu produk energiprimer yang paling banyak digunakan adalahminyak bumi (crude oil). Peningkatan sisipermintaan yang tidak diikuti oleh naiknyapenawaran secara proporsional akanmengakibatkan kondisi shortage, sehinggaharga minyak bumi akan semakin mahal ataunaik.

Kondisi di atas mendorong konsumenminyak bumi untuk mencari produk substitusilain yang dianggap lebih stabil danberkelanjutan. Alasan lain yang mendorongberpindahnya konsumen ke energi terbarukan(seperti bioenergi) adalah isu global warming.Konsumen menjadi lebih peduli terhadapkondisi lingkungan, sehingga produk-produkramah lingkungan menjadi pilihan utama masakini.

Kenaikan harga minyak bumi, didugaakan mempengaruhi kondisi harga komoditaspertanian pertanian. Hal ini dikarenakannaiknya konsumsi komoditas pertanian,sehingga timbul persaingan penggunaan produkpertanian untuk pangan atau bioenergi. Kranzlet al. telah membuktikan bahwa terdapatkorelasi antara minyak bumi dengan rapeseeddan biodiesel. Dia berpendapat bahwa dengankenaikan harga minyak akan memicu hargaproduk pertanian ikut naik. Hal ini dikarenaadanya kenaikan biaya-biaya produksi danpeningkatan jumlah permintaan produkpertanian untuk bahan baku energi.

Di Indonesia sendiri, juga pernahdilakukan kajian mengenai keterkaitan hargaberas dengan harga minyak bumi dunia. Hasildari penelitian bahwa terbukti minyak bumimemilki pengaruh terhadap harga beras, tetapihanya memiliki peranan yanag kecil dansebagian besar ditentukan oleh faktor hargaberas itu sendiri (Chintia 2013).

. Harga sering menjadi salah satuindikator dalam melihat integrasi pasar, karenaharga dapat mencerminkan kondisi penawarandan permintaan secara umum, dan merupakanvariabel yang paling mudah didapatkan. Ketikaharga bergerak bersamaan antar dua komoditas,maka ada kemungkinan adanya integrasi pasar(Ariyoso 2010).

Oleh karena itu menjadi penting untukmengetahui hubungan dan pola interaksi antaraharga dunia minyak bumi dengan harga

komoditas pertanian. Komoditas pertanian yangdipilih adalah CPO dan kedelai. Komoditastersebut dianggap penting karena keduanyasangat berhubungan dengan ekspor dan imporIndonesia. CPO merupakan salah satukomoditas utama ekspor dan penyumbangdevisa sektor pertanian terbesar di Indonesia.Sedangkan kedelai adalah salah satu komoditasyang paling banyak diimpor Indonesia. Makapergerakan harga dari kedua komoditassangatlah penting dalam menjaga pemasukandevisa Indonesia dan pengeluaran pembelanjaannegara.

Perumusan MasalahMelihat dari data yang telah dijabarkan

di atas dan timbulnya isu konversi energi darienergi fossil seperti minyak (crude oil) menjadienergi terbarukan (contoh: bioenergi), makaakan timbul suatu interaksi antar kedua pasartersebut.

Petanyaannya adalah:A.Bagaimana pola pergerakan hargadari minyak bumi?

B.Bagaimana hubungan integrasipasar yang terjadi antara minyakbumi dengan CPO dan kedelai?

Tujuan Penelitian. Dari hasil perumusan masalah diatas, makatujuan dari penelitian ini adalah:• Menganalisis pergerakan harga minyak

bumi dunia• Menganalisi hubungan pergerakan harga

minyak bumi terhadap CPO dan kedelai,dalam kondisi pasar yang terintegrasi

Ruang Lingkup PenelitianBatasan masalah yang digunakan untuk

mengarahkan dan member ruang lingkuppenelitian yang baik sehingga output daripenelitian memberikan hasil yang optimal danefektif. Batasan masalah pada penelitian iniadalah sebagai berikut :B. Variabel yang diukur hanya harga minyak

bumi, CPO, dan kedelaiC. Data harga dunia didapatkan hanya dari

Worldbank, periode 2004 sampai 2013,dengan jenis data bulanan (time series)

D. Alat analisis yang digunakan adalah uni roottest, cointegration test, causality test, danvariance decomposition

Kerangka Pemikiran

Page 4: D.-Trade-and-Economic-Integration

Integrasi PasarKetika suatu produk atau jasa dimana

memiliki relasi atau hubungan dengan produklain yang berbeda pasar maka bisadimungkinkan akan terjadi integrasi pasar.Menurut Goletti dan Tsigas (1994) integrasipasar adalah suatu kondisi yang dihasilkanakibat tindakan pelaku pemasaran sertalingkungan pemasaran yang mendukungterjadinya perdagangan, yang meliputiinfrastuktur pemasaran dan kebijakanpemerintah, yang menyebabkan harga di suatupasar ditransformasikan ke pasar lainnya.

Time Series dan StasioneritasSebuah data deret waktu (time series)

adalah sekumpulan suatu nilai (value) darisebuah observasi yang variabelnya dibedakanberdasarkan waktu, baik harian, mingguan,bulanan, tahunan, dll (Gujarati 2004).

Pada data deret waktu maka perludilakukan kajian terhadapa stasioneritas, agatdata yang digunakan menjadi tidak bias(spurious regression). Stasioneritas menunjukanbahwa tidak adanya peningkatan ataupenurunan pada data. Data secara umum harusber si f at horizontal sepanjang sumbu waktu.Dengan kata lain, fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan,tidak tergantung pada waktu dan varians darifluktuasi tersebut pada pokoknya tetap konstansetiap waktu.

Hipotesis PenelitianDengan mengacu pada rumusan masalah,

tinjauan teoritis serta beberapa penelitianterdahulu yang diuraikan sebelumnya, makahipotesis yang diajukan dalam penelitian iniadalah:1. Diduga terdapat kointegrasi antara hargaminyak (bumi), CPO, dan kacang kedelai2. Diduga terdapat hubungan kausalitas antarharga minyak terhadap harga CPO dan kedelai3. Diduga peningkatan harga minyak akanmembuat harga CPO dan kedelai semakinmahal atau meningkat4. Diduga apabila terjadi peningkatan hargaminyak secara terus menerus, akan memperkuatdaya saing produk pertanian (CPO dan kedelai)

Metode Penelitian

Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan adalah data

sekunder. Data berupa data deret waktu (timeseries) bulanan yang dibatasi dari tahun 2004sampai 2013. Pemilihan rentang waktuberdasarkan subjektifitas peneliti, sehingajumlah data observasi yang didapatkanberjumlah 120. Data sekunder yang digunakan

berasal dari data pink sheet yang dikeluarkanoleh World Bank secara online.

Pengolahan data analisis kuantitatifmenggunakan pendekatan ekonometrika denganbantuan software Eviews versi 7.

Unit Root TestUji unit root digunkan untuk

mengidentifikasi stasioneritas dari data seriesyang digunakan. Metode yang digunakan adalahaugmented Dicket-Fuller(ADF). Ujistasioneritas ini didasarkan atas hipotesis nolvariabel stokastik memiliki unit root. Jika

hipotesa diterima berarti variabel tersebut tidakstasioner, maka perlu dilakukan uji derajatintegrasi. Dengan rumusan:

Dimana:β1: Intersepβ2: koefisien trend waktuεt: Residual

Johansesn Cointegration TestPenggunaan uji johansen cointegration

adalah unuk mengetahui apakah data-data yangdigunaka tersebut memilki kointegrasi. Ketikavariabel-variabel yang kita gunakanberkointegrasi, maka secara jangka panjangmemilki keterkaitan atau hubungan diantaravariabel tersebut (Rifin 2009).

Jika rank kointegrasi yang didapat lebihbesar dari nol, maka model yang digunakanadalah Vector Error Correction Model(VECM). Jika rank kointegrasi sama dengan nolmaka model yang digunakan adalah VARdengan pendifferensian (Regowo 2008).

Model Empiris VECMModel VECM yang digunakan adalah:

=++Dimana:Crude Oil: adalah harga minyak bumiPalm oil : adalah harga CPOSoybeans: harga kacang kedelai

Granger CausalityGranger’s Causality digunakan untuk

menguji adanya hubungan kausalitas antara duavariabel. Kekuatan prediksi dari informasisebelumnya dapat menunjukkan adanyahubungan kausalitas antara y dan x dalamjangka waktu lama.

Page 5: D.-Trade-and-Economic-Integration

Dengan hipotesis:H0: Tidak ada kausalitasH1: Ada kausalitas

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi data

Dari data harga World Bank yang telahdiolah (lihar lampiran 1.) bahwa pergerakanharga minyak bumi bergerak bersamaan denganharga kedelai dan CPO. Ketiganya secara umummemilki trend positif dari tahun ketahun. Hal inimemperkuat dugaan bahwa terdapat integrasiatau hubungan antara minyak bumi dengan CPOdan kedelai.

Minyak bumi dianggap sebagaipemimpin (leader) pada sektor energi, sehinggakenaikan harga minyak bumi akan diikuti olehnaiknya harga CPO dan kedelai. Kenaikan hargaminyak bumi tersebut akan membuat konsumsiminyak bumi berkurang dan beralih padaproduk CPO dan kedelai (pada kasus ini).Dengan demikian terjadi lonjakan permintaanpada pasar pertanian. Akibat dari naiknyapermintaan tersebut (ceterin paribus) makaharga CPO dan kedelai akan meningkat.

Pendugaan Hubungan Harga Minyak Bumi,CPO, dan Kedelai

Sebelum menganalisis hubungan hargaminyak bumi dengan harga CPO dan kedelai,perlu melakuan beberapa tahapan untukmemenuhi syarat permodelan yang digunakan,yaitu uji stasioneritas, uji kointegrasi, danpermodelan VECM.

Uji Stasioneritas

Tabel 1. Hasil Uji ADF

Variabel Prob. Keterangan

Crude Oil 0.0256 Stasioner

Soybeans 0.0752 Tidak Stasioner

Palm oil 0.2422 Tidak Stasioner

Dari hasil uji ADF didapatkan bahwapada taraf level hanya variabel crude oil yangterbukti secara statistikn pada taraf nyata 5%stasioner. Dengan demikian perlu dilakuakndifferencing agar data yang digunakan stasioner.

Tabel 2. Hasil Uji ADF tingkat differencing

Variabel Nlai ADF Prob. Ket.

Crude oil -6.6681 0.000 Stasioner

soybeans -7.8289 0.000 Stasioner

Palm oil -6.7534 0.000 Stasioner

Setelah dilakukan differencig satu kalimaka didapatkan bahwa dari ketiga variabelsudah stasioner, sehigga data sudah bisa diolahuntuk tahap selanjutnya.

Uji KointegrasiUji kointegrasi untuk mengetahui apakah

akan terjadi keseimbangan dalam jangkapanjang, yaitu terdapat kesamaan pergerakandan stabilitas hubungan diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini atau tidak.

Tabel 3. Hasil Uji Johansen Cointegration

Hypothesized Trace

No. of CE(s) Statistic Prob.**

None * 26.37711 0.0268

At most 1 9.346886 0.1498

At most 2 0.186715 0.7201

Hasil uji Johansen Cointegration,menunjukan bahwa ketiga variabel tersebutterbukti secara statistik pada taraf nyata 5 %terkointegrasi. Hal ini terlihat bahwa ketigahipotesis tersebut memilki nilai prob atau p-value kurang dari 5% (0.05). Karena terdapatpersamaan yang terkointegrasi, maka modelyang digunakan adalah Vector Error CorrectionModel (VECM).

Model VECM

Setelah dilakukan uji kointegrasijohansesn, lalu dilanjutkan pada tahappermodelan VECM. Hasil estimasi yangdilakukan dalam permodelan VECM sebagaiberikut.

Page 6: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 4. Permodelan empiris VECM

RegressorRegressand

D(Crude_oil) D(Palm_oil) D(Soybeans)

CRUDE_OIL(-1) -0.105933 -0.120675 0.0178137

PALM_OIL(-1) -0.27225 -0.27225 -0.27225

SOYBEANS(-1) -0.229837 -0.229837 -0.229837

D(CRUDE_OIL(-1) 0.23696 -0.898176 -0.959337

D(CRUDE_OIL(-2) 0.093121 1.678567 0.547408

D(CRUDE_OIL(-3) 0.104874 -3.355698 -0.997596

D(PALM_OIL(-1) 0.017044 0.463464 0.126079

D(PALM_OIL(-2) 0.018767 0.010852 -0.037622

D(PALM_OIL(-3) 0.031093 0.247389 0.163496

D(SOYBEANS(-1) 0.007374 -0.049338 0.278762

D(SOYBEANS(-2) -0.018781 -0.242987 -0.009641

D(SOYBEANS(-3) -0.039169 -0.204238 -0.18764

C -1.166724 -1.166724 -1.166724

Model VECM menunjukan bahwa padamodel minyak bumi dipengaruhi secarasignifikan (5%) oleh variabel dirinya sendiripada lag pertama dan variabel CPO pada lag 3.Artinya setiap kenaikan harga CPO satu satuanpada 3 bulan sebelumnya akan meningkatkanharga minyak bumi sebesar 0.03109 satuan.

Pada model CPO pada taraf nyata 5%,hanya dipengaruhi oleh variabel minyak bumipada lag ke-3 dan variabel CPO itu sendiri padalag pertama dan ke-3. Artinyak ketika terjadikenaikan harga CPO pada satu bulan dan tigabulan sebelumnya, secara berturut-turut akanmeningkatkan harga CPO sebesar 0.46364 dan0.247389 satuan.

Selanjutnya permodelan harga kedelai,menunjukan variabel kedelai itu sendiri danCPO yang secara signifikan memilki pengaruhterhadap pergerakan harga kedelai. Ketikaterjadi kenaikan harga CPO satu satuan padasatu bulan dan tiga bulan sebelumnya, makasecara berturut-turut akan meningkatkan hargakedelai sebesar 0.126079 satuan dan 0.163496satuan.

Analisis interaksi minyak bumi, CPO, dankedelai (IRF dan FEVD)

Untuk mempermudah dalam membacahasil permodelan VECM, maka perlu dilakukanpendekatan IRF dan FEVD. Analisis IRFmerupakan cara yang paling baik untukmenunjukan respon dari model terhadap shock.Hal ini karena koefisien hasil estimasi VARsulit untuk diartikan dan kurang bisadiandalkan. Akan tetapi analisis IRF

mempunyai keterbatasan dalammenginterpretasikan ukuran dan besarnyapengaruh perubahan dalam sistem (Susanti2008).

Dari hasil analisi IRF (lihat lampiran 7.kolom 1) bahwa apabila harga minyak diberikanguncangan (shock) maka CPO dan kedelai akanmerespon secara positif. Hal inimenggambarkan ketika terjadi kenaikan hargaminyak bumi dunia maka harga CPO dankedelai diduga akan mengalami kenaikan hargapula. Tetapi respon yang diberikan kedelaicenderung lebih stabil dan datar dibanding CPO.

Pada gambar lampiran 7 kolom 2,menunjukan hasil respon yang diberikan minyakbumi dan kedelai akibat guncangan yang terjadipada variabel harga CPO. Hal serupa jugadialami kedelai dan minyak bumi, yaitu denganmemberikan respon positif pada periode dugaanselanjutnya. Ketika terjadi kenaikan harga CPOmaka harga minyak bumi dan kedelai juga ikutnaik. Hal ini dikarenakan adanya perpindahanpermintaan, sehingga permintaan minyak bumidan kedelai meningkat dan hasilnya hargaproduk tersebut meningkat.

Sedangkan pada kolom 3, menunjukanrespon yang diberikan CPO dan minyak bumi,akibat guncanga yang terjadi pada variabelkedelai. Pada hasil IRF tersebut, ketika adakenaikan harga dari kedelai maka akan direspon negatif oleh CPO dan direspon positifoleh variabel minyak bumi. Artinya ketikaterjadi kenaikan harga kedelai, maka harga CPOakan menurun, sedangka harga minyak bumiakan meningkat.

Pendekatan lain yang digunakan adalahFector Error Variance Decompositio (FEVD).Metode ini menganalisis bagaimana ragam(variance) dari suatu variabel dipengaruhi atauditentukan oleh variabel dirinya sendiri danvariabel lain, secara simultan. Yaitu seberapabesar perbedaan antara variance sebelum dansesudah shock, baik shock yang berasal dari dirisendiri maupun shock dari variabel lain untukmelihat pengaruh relatif variabel-variabelpenelitian terhadap variabel lainnya (BPPMLK2008).

Dari hasil uji yang dilakukan (lihatlampiran 8, 9, 10 ) bahwa sebagian besar padaperiode jangka pendek, ketiga variabel secaradominan dipengaruhi oleh variabel dirinyasendiri. Pada kasus minyak bumi, variasi hargapada periode pertama hanya dipengaruhi secara100% oleh dirinya sendiri. Tetapi pada jangkawaktu panjang, terjadi pengaruh variabel CPOterhadap variabilitas harga minyak bumimeningkat sampai 42%.

Selanjutnya varibilitas harga CPO padaperiode awal dapat dipengaruhi atau dijelaskanoleh variabel minyak sebesar 17% dan terusmengalami penurunan. Sedangkan variabel

Page 7: D.-Trade-and-Economic-Integration

kedelai tidak banyak mempengaruhi pergerakanharga CPO, dengan peran terbesar adalah 3%.

Analisis selanjutnya adalah variancedecomposition pada variabel harga kacangkedelai. Diawal periode variabilitas ataukeberagaman pergerakan harga kedelai lebihbanyak dipengaruhi oleh variabel kedelai itusendiri, yaitu sekitar 59% dari totalkeberagaman. Tetapi pada periode jangkapanjang, peran dari variabel CPO dalammenjelaskan variabilitas harga kedelaimengalami kenaikan dari waktu ke waktu.Bahkan pada periode ke -12 forecast errorvariance dari kedelai mampu dijelaskan olehCPO sebesar 59%. Sedangakan kontribusiminyak mengalami penurunan pada periodejangka panjang, dengan peran sekitar 19% darikeragaman harga kedelai. Hal ini menunjukanbahwa pada masa mendatang diduga pergerakanharga CPO mampu berpengaruh secara dominanterhadap pergerakan harga kedelai.

Simpulan

Dapat disimpulakan bahwa harga minnyabumi memilki trend yang positf, dengandemikian ada pendugaan harga minyak bumipada masa mendatang juga akan terusmeningkat. Selain itu pola pergerakan harga dariCPO dan kedelai memiliki pola yang mirip.Dengan demikian dapat diindikasikan polapergerakan harga dari CPO dan kedelaidipengaruhi oleh pergerakan harga minyakbumi, sebagai sektor utama dalam pasar energi.

Selanjutnya melalui uji kausalitasGranger terhadap model VECM, pergerakanharga minyak dapat mempengaruhi harga CPO,begitu juga sebaliknya (vice versa). Hal inimembuktikan isu konversi energi telah terjadipada sektor CPO. Tetapi tidak terbukti secarastatistik terjadi kedelai, dikarenaka pemanfaatankedelai sebagai bahan bakar belum banyakdigunakan.

Selanjutnya hasil impulse response fectormenunjukan harga CPO dan kedelai akan ikutnaik, akibat adanya kenaikan harga minyakbumi. Puncak kenaikan harga pada CPO dankedelai akibat harga minyak bumi naik ada padabulan ke-3 setelah terjadi kenaikan hargaminyak bumi.

Dalam analisis FEVD, variabiliatas hargaminyak bumi dapat dipengaruhi oleh harga CPOdan kedelai sebesar 45% dalam jangka panjang.Sedangkan kontribusi minyak dan kedelaiterhadap variabilitas harga CPO adalah hanyasebesar 16% dan 0.1%, dan akan mengalamipenurunan selanjutnya.

Hubungan integrasi antar variabel-variabel di atas akan efektif terjadi apabilaintegrasi pasar yang terjadi pada suatu negaraberjalan secara sempurna, seperti kasus

bioetanol di Brazil (Kranzl et al.). Maka perludilakukan penelitian lebih lanjut mengenaivariabel-variabel lain, baik skala mikro danmakro dalam melihat pergerakan harga produkpertanian.

DAFTAR PUSTAKA

[Kementrian Keuangan] BPPMLK. 2008.Analisis hubungan kointegrasi dankausalitas serta hubungan dinamis antaraaliran modal asing, perubahan nilai tukardan pergerakan IHSG di Pasar ModalIndonesia. Badan Pengawas Pasar Modaldan Lembaga Keuangan, KementrianKeuangan, Jakarta.

Ariyoso. 2010. Integrasi pasr dan faktor-faktoryang mempengaruhi harga kakaoIndonesia [Skripsi]. Fakultas Pertanian,Jurusan Ekstensi Manajemen Agribisnis.Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chintia, Santi. 2013. Dampak guncangan hargaminyak bumi dunia terhadap harga berasdomestik [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana,Intitut Pertanian Bogor, Bogor.

Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometricfourth edition. The Mac Graw-HillCompanies, Singapura.

Kranzl, Lukas, et al. Does bioenergy contributeto more stable energy prices? (in press)

Regowo, Nofa Harry. 2008. Analisis integrasipasar kopras dunia dengan pasar kopradan minyak goreng kelapa domestik.Departemen ilmu ekonomi, FakultasEkonomi dan Manajemen, IntitutPertanian Bogor, Bogor.

Rifin, Amzul. 2009. Price linkage betweeninternational price of crude palm oil(CPO) and cooking oil price inIndonesia [Jurnal].

Subagja, Hariadi. 2012. Analisis kointegrasiharga dan usha ternak ayam broiler diProvinsi Jawa Timur [Disertasi].Program pasca sarjana, FakultasPertania, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta.

Von Lampe, M. 2007. Economics andagricultural market impact of growingbiofuel production. Agrarwirtschaft 56(2007) Heft 5/6, 232-237.

[World Bank]. Pink Sheet. 2014. World BankCommodity Price Data (The Pink Sheet)monthly prices in nominal US dollars,1960 to present.

Page 8: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 1. Kerangka Operasional

Mulai

Penentuan Topik

danRumusanMasalahPencarian Data

Indemtifikasi Pola

Data

UjiStasioner

(Unitroot test)UjiKointegr

asi

EstimasiModelVAR

GrangerCausality

Test

AnalisisData

Kesimpulan dan

Sara

Uji VDCUji Impulse Response Uji VarianceDecomposition

Page 9: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 2. Uji ADF pada taraf level

Variabel Nlai ADFNilai Kristis Mckinnon

Prob. Keterangan1% 5% 10%

Crude Oil -3.707391 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.0256 Stasioner

Soybeans -3.276753 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.0752 Tidak Stasioner

Palm oil -2.691278 -4.037668 -3.448348 -3.149326 0.2422 Tidak Stasioner

Lampiran 3. Uji ADF pada differencing 1

Variabel Nlai ADFNilai Kristis Mckinnon

Prob. Keterangan1% 5% 10%

Crude_oil -6.668084 -4.03767 -3.44834 -3.14932 0.000 Stasioner

soybeans -7.828915 -4.03767 -3.44835 -3.14933 0.000 Stasioner

Palm oil -6.753398 -4.03767 -3.44835 -3.14933 0.000 Stasioner

Lampiran 4. Hasil Uji Johansen Cointegration

Hypothesized Trace 0.05

No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**

None * 0.136544 26.37711 24.27596 0.0268

At most 1 0.07593 9.346886 12.3209 0.1498

At most 2 0.001608 0.186715 4.129906 0.7201

Lampiran 5. Model VECM

Cointegrating Eq: CointEq1

CRUDE_OIL(-1) 1.000000

PALM_OIL(-1) 0.027225

(0.03100)

[ 0.87822]

Page 10: D.-Trade-and-Economic-Integration

SOYBEANS(-1) -0.229837

(0.06579)

[-3.49358]

C -1.166724

(12.3891)

[-0.09417]

Error Correction:D(CRUDE_OIL

)D(PALM_O

IL)D(SOYBEAN

S)

CointEq1 -0.105933 -0.120675 0.178137

(0.03714) (0.36280) (0.17681)

[-2.85195] [-0.33262] [ 1.00752]

D(CRUDE_OIL(-1)) 0.236969 -0.891876 -0.959337

(0.10781) (1.05302) (0.51318)

[ 2.19801] [-0.84697] [-1.86939]

D(CRUDE_OIL(-2)) 0.093121 1.678567 0.547408

(0.11408) (1.11429) (0.54304)

[ 0.81626] [ 1.50641] [ 1.00805]

D(CRUDE_OIL(-3)) -0.104874 -3.355698 -0.997596

(0.10647) (1.03991) (0.50679)

[-0.98504] [-3.22693] [-1.96846]

D(PALM_OIL(-1)) 0.017044 0.463464 0.126079

(0.01166) (0.11385) (0.05548)

[ 1.46227] [ 4.07089] [ 2.27238]

Page 11: D.-Trade-and-Economic-Integration

D(PALM_OIL(-2)) 0.018767 0.010852 -0.037622

(0.01252) (0.12233) (0.05962)

[ 1.49841] [ 0.08871] [-0.63107]

D(PALM_OIL(-3)) 0.031093 0.247389 0.163496

(0.01250) (0.12208) (0.05950)

[ 2.48766] [ 2.02643] [ 2.74805]

D(SOYBEANS(-1)) 0.007374 -0.049338 0.278762

(0.02428) (0.23713) (0.11557)

[ 0.30374] [-0.20806] [ 2.41216]

D(SOYBEANS(-2)) -0.018781 -0.242987 -0.009641

(0.02462) (0.24048) (0.11719)

[-0.76280] [-1.01045] [-0.08226]

D(SOYBEANS(-3)) -0.039169 -0.204238 -0.187640

(0.02411) (0.23548) (0.11476)

[-1.62469] [-0.86733] [-1.63508]

R-squared 0.367281 0.301028 0.251974

Adj. R-squared 0.313560 0.241681 0.188462

Sum sq. resids 2845.938 271505.6 64483.10

S.E. equation 5.181551 50.61001 24.66437

F-statistic 6.836769 5.072359 3.967362

Log likelihood -350.2002 -614.5694 -531.1898

Akaike AIC 6.210349 10.76844 9.330859

Schwarz SC 6.447727 11.00582 9.568238

Mean dependent 0.618707 3.224138 1.810345

S.D. dependent 6.254007 58.11798 27.37888

Determinant resid covariance (dofadj.) 20543725

Page 12: D.-Trade-and-Economic-Integration

Determinant resid covariance 15675551

Log likelihood -1454.712

Akaike information criterion 25.66745

Schwarz criterion 26.47454

Lampiran 6. Hasil Uji Granger Causality

Null Hypothesis:Obs

F-Statistic

Prob.

D(PALM_OIL) does not Granger CauseD(CRUDE_OIL)

116

5.15966

0.0023

D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(PALM_OIL)5.0554

10.0026

D(SOYBEANS) does not Granger CauseD(CRUDE_OIL)

116

0.71597

0.5445

D(CRUDE_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS)0.6293

50.5976

D(SOYBEANS) does not Granger CauseD(PALM_OIL)

116

1.52776

0.2114

D(PALM_OIL) does not Granger Cause D(SOYBEANS)3.2304

80.0252

Page 13: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 7. Hasil uji IRF

Lampiran 8. Hasil Uji FEVD minyak bumi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Valu

e Ti

tle

Variance Decomposition ofCRUDE_OIL

Page 14: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 9. Hasil Uji FEVD CPO

Lampiran 10. Hasil Uji FEVD Kedelai

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Valu

e Ti

tle

Variance Decomposition ofPALM_OIL

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Valu

e Ti

tle

Variance Decomposition ofSOYBEANS

Page 15: D.-Trade-and-Economic-Integration

PENURUNAN EKSPOR KAKAO INDONESIAPASCA PENERAPAN BEA KELUAR BIJI KAKAO

Dahlia Nauly

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gadingdan Ghana. Menurut data ICCO (International Cocoa Organization) pada tahun 2011/2012produksi biji kakao Indonesia sebesar 440 ribu ton sementara Pantai Gading 1.486 ribu tondan Ghana 879 ribu ton. Nilai ekspor biji kakao dan kakao olahan Indonesia pada tahun 2012mencapai 1,05 milyar US $ (UN Comtrade, 2013). Hal tersebut menjadikan kakao sebagaikomoditas ekspor perkebunan utama Indonesia setelah kelapa sawit dan karet.

Sebagai salah satu negara producen kakao terbesar dunia, sampai awal tahun 2010Indonesia masih terus mengandalkan biji kakao. Hal ini menyebabkan industria pengolahankakao dalam negeri kekurangan vahan baku, sehingga kapasitas produksi pada industripengolahan kakao tidak berjalan secara maksimal.Untuk mengembangkan industri hilirproduk kakao, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010yang menetapkan bea keluar bagi biji kakao yang akan diekspor dan diberlakukan sejak April2010. Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku serta peningkatandaya saing industri pengolahandalam negeri.

Setelah berlangsung dua tahun, penerapan bea keluar tersebut sudah tampak hasilnya.Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Perdagangan RI, pada tahun 2012 eksporkakao Indonesia dalam bentuk biji kakao hanya 39 persen. Angka ini menurun dibandingkanpada tahun 2008 yang mencapai 69 persen. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwakebijakan bea keluar telah mampu menurunkan ekspor kakao mentah (berupa biji) danmeningkatkan ekspor kakao olahan.

Namun yang menjadi masalah adalah bahwa semenjak dikeluarkannya kebijakantersebut total nilai ekspor kakao Indonesia mengalami penurunan. Bahkan penurunan tersebutmerupakan penurunan terbesar sepanjang tahun 1967 sampai 2013 (Gambar 1 ). Berdasarkanperumusan masalah diatas, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis penyebab penurunanekspor dilihat dari pengaruh komposisi ekspor dan daya saing. Dengan mengetahui penyebabpenurunan tersebut diharapkan dapat menjadi informasi dalam perumusan kebijakan eksporkakao Indonesia selanjutnya.

Page 16: D.-Trade-and-Economic-Integration

Gambar 1.PerkembanganNilaiEksporKakaodanBijiKakao IndonesiaSumber: UN Comtrade, 2014

METODOLOGI

Penurunan ekspor kakao Indonesia pasca diberlakukannya beakeluar tidaklahdisebabkan oleh menurunnya permintaan dunia, karena ekspor negara-negara utama penghasilkakao pada umumnya masih mengalami peningkatan (Syadullah, 2012). Namun penurunantersebut antara lain dapat disebabkan karena perubahan komposisi ekspor. Perubahankomposisi ini terjadi pasca penerapan beaekspor biji kakao di mana pada awalnya sebagianbesar berupa bahan mentah (biji kakao) kini menjadi produk kakao olahan. Selain itu,penurunan ekspor dapat juga terjadi disebabkan daya saing Indonesia untuk komoditas bijikakao mengalami penurunan.Menurut Leamerdan Stern (1970), kegagalan ekspor suatunegara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia dapatdisebabkan (1) Ekspor terkonsentrasi pada komoditas-komoditas yang pertumbuhanpermintaannya relative rendah, (2) Ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalamistagnansi, (3) Negara tersebut tidak mampu bersaing dengan negara-negara pengeksporlainnya. Basri dan Munandar (2010) menyatakan bahwa analisis constant market share(CMS) memungkinkan dilakukannya pemisahan dari ketiga sumber penurunan/pertumbuhanekspor yang pada akhirnya akan menghasilkan implikasi-implikasi kebijakan

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari United NationsCommodity Trade Statistics (UN Comtrade) tahun 2010 dan 2012. Data tersebut dianalisisdengan menggunakan metode Constant Market Share (CMS). Esfahani (2006)mengungkapkan bahwa analisis CMS adalah metode untuk menganalisis pola perdagangandan tren perdagangan untuk tujuan formulasi kebijakan. Metode ini bertujuan untukmemperjelas faktor-faktor yang menentukan keragaan ekspor komparatif suatu negara.Asumsi dasar dari analisis CMS adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasardunia tidak berubah antar waktu. Persamaan yang digunakan pada analisis CMS ini sepertiyang digunakan Tyers et al, (1985) yaitu sebagai berikut:

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800Juta

US $

Tahun

Bij…Ka…

Page 17: D.-Trade-and-Economic-Integration

.. ..

.. .. .. ..

( 1) ( ) ( 1) ( 1)( 1)( ) ( 1)

( 1) ( 1) ( 1) ( 1)

( ) (( ) ij i t ij t ij t ij ij t iji t it t i j i ji

t t t t

g g E E E g Eg g EE Eg

E E E E

Dengan :. . . .

. .

( ) ( 1 )

( 1 )

t t

t

E Eg

E

pertumbuhan standar

. .

( 1 )

( 1 )

( )i t ii

t

g g E

E

pengaruh komposisi komoditas

. .

( 1 )

( 1 )

( )i j i t i ji j

t

g g E

E

pengaruh distribusi pasar

. .

( ) ( 1 ) ( 1 )

( 1 )

( t i j t i j i j t i ji j

t

E E g E

E

pengaruh persaingan (daya saing)

. . . .

. .

( ) ( 1 )

( 1 )

( ) ( 1 )

( 1 )

( ) ( 1 )

( 1 )

t t

t

t i t ii

t i

t i j t i ji j

t i j

W Wg

W

W Wg

W

W Wg

W

Keterangan :

..( )tE = nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh jenis komoditas untuk tahun t

..( 1)tE

= nilai total ekspor Indonesia untuk seluruh jenis komoditas kakao tahun t-1

( )t iE = nilai total ekspor Indonesia tahun t untuk komoditas i (jenis kakao tertentu, misal

cocoa paste)

( )t jE = nilai total ekspor seluruh jenis komoditas kakao Indonesia tahun ke t ke Negara

tujuan j (misal AS)

( )t ijE = nilai ekspor Indonesia tahun t untuk komoditas i (cocoa paste) ke negara j

. .( )tW = nilai total seluruh ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) untuk

seluruh jenis produk kakao tahun t

( )t iW = nilai total ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) tahun t untuk

komoditas i

( )t jW = nilai total ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) tahun t ke

negara j

( )t ijW = nilai total ekspor standar (dunia atau negara pengekspor tertentu) pada tahun t

untuk komoditas i ke negara j

Page 18: D.-Trade-and-Economic-Integration

a. Pertumbuhan standar menunjukkan pengaruh perdagangan dunia yang menghubungkanberbagai perubahan pada ekspor suatu negara dengan pertumbuhan umum ekspor dunia.Parameter yang positif menunjukkan bahwa negara dianalisis dapat memelihara pangsapasar ekspornya di pasar luar negeri.

b. Pengaruh komposisi komoditas. Parameter pengaruh komposisi komoditas yang positifmengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian telah mengeksporkomoditas yang memiliki pertumbuhan permintaan ekspor dunia yang tinggi.

c. Pengaruh distribusi pasar. Pengaruh distribusi akan positif jika negara pengekspor telahmendistribusikan pasarnya ke pusat pertumbuhan permintaan.

d. Pengaruh persaingan. Pengaruh persaingan mengindikasikan adanya kenaikan ataupenurunan bersih (net gain or loss) dalam pangsa pasar dari negara pengekspor yangdianalisis.

Komoditas kakao yang akan dianalisis mencakup enam jenis produk kakaomenurut 4digit kode HS yaitu: biji kakao (1801), kulit kakao (1802), kakao pasta (1803), kakao butter(1804), kakao bubuk (1805) dan cokelat dan makanan lainnya yang mengandung kakao(1806) Sedangkan pemilihan pasar dilakukan dengan cara mengurutkan negara-negara yangtermasuk dalam sepuluh besar tujuan ekspor dunia untuk komoditas tersebut, yaitu USA,Belanda, Jerman, Perancis, Belgia, Spanyol, Malaysia, Inggris, Federasi Rusia, Kanada,China, Itali, Singapura,Polandia dan Jepang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama periode tahun 2010-2012, secara umum pertumbuhan ekspor kakaoIndonesia ke dunia mengalami penurunan sebesar 35,9 persen padahal ekspor kakao duniamengalami peningkatan sebesar 14,5 persen. Apabila dilihat dari strukturnya, ekspor kakaoIndonesia juga mengalami perubahan. Di tahun 2010, 73 persen ekspor kakao berupa bijikakao, namun pada tahun 2012 ekspor biji kakao hanya sebesar 37 persen dari total nilaiekspor kakao Indonesia.Sementara persentase kakao pasta meningkat dari 4 persen menjadi20 persen (Gambar 2).

Komoditas kakao yang nilai ekspornya meningkat sangat besar adalah kulit kakaoyang ditahun 2010 sebesar 727.212 US $ menjadi 3.505.593 ditahun 2012. Kakao pastameningkat sebesar 215,7 persen, yaitu dari 66.092.928 US $ menjadi 208.667.988 US $.Peningkatan nilai ekspor kakao bubuk sebesar 60 persen. Sementara ekspor kakao butterturun sebesar 0,28 persen dan cokelat dan makanan lainnya yang mengandung kakao turunsebesar 19,6 persen.

Gambar 2. Perbandingan Nilai Ekspor Kakao Indonesia tahun 2010 dan 2012

BijiKakao73%

KulitKakao

0%

KakaoPasta

4%

KakaoButter14%

KakaoBubuk

6%

Cokelatdan

makanan

mengandung…

2010

BijiKakao37%

KulitKakao

0%KakaoPasta20%

KakaoButter22%

KakaoBubuk16%

Cokelatdan

makanan

mengandung…

2012

Page 19: D.-Trade-and-Economic-Integration

Berdasarkan hasil analisis Constant Market Share (CMS) pada periode 2010-2012pertumbuhan negatif dari ekspor kakao tersebut disebabkan karena (1) ekspor kakaoIndonesia belum ditujukan ke negara-negara pengimpor yang memiliki pertumbuhan imporkakao yang tinggi (nilai distribusi pasar -0,084) dan (2) daya saing kakao Indonesia di pasarkakao dunia yang cukup lemah yang tercermin dari angka yang bertanda negatif (-0,432)(Tabel 1).

Tabel 1. Parameter PertumbuhanEksporKakao Indonesia keDunia (2010-2012)KOMPONEN Nilai

PertumbuhanEkspor -0,359KomposisiKomoditas 0,011Distribusipasar -0,084Dayasaing -0,432PertumbuhanStandar 0,145

Sumber:UNComtrade, 2014 (diolah)

Gambar 3. Dekomposisi Constant Market Share 2010-2012.Sumber UN Comtrade, 2014 (diolah)

Pengaruh komposisi komoditas pada periode 2010-2012 adalah positif. Namun jikadiuraikan lebih lanjut maka dapat diketahui bahwa komposisi komoditas untuk kakao pastadan kakao butter memiliki nilai negatif. Ini berarti bahwa Indonesia belum mengeksporkomoditas kakao pasta dan kakao butter sesuai dengan pertumbuhan permintaan untukkomoditas tersebut. Hal ini terjadi karena permintaan dunia untuk komoditas kakao pasta dankakao butter pada periode tersebut sedang mengalami penurunan, padahal Indonesia sedangmeningkatkan ekspor kakao olahan terutama kakao bubuk dan kakao butter (Gambar 3).

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan permintaan ekspor dunia untukkomoditas kakao pasta dan kakao butter lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhanpangsa pasar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia melakukan ekspor padaproduk yang permintaan dunianya menurun selain itu pada periode tersebut terjadi penurunanharga pada kedua komoditas tersebut (Hameed dan Arshad, 2013). Pada komoditas biji kakao,permintaan dunia meningkat sedangkan ekspor biji kakao Indonesia mengalami penurunankarena diberlakukan bea keluar pada tahun 2010.

Pertumbuhan Standar

(dunia)

KomposisiKomoditi

DistribusiPasar Daya Saing

Cokelat 59628026.20 752341.98 1200308.94 -1115789.87Kakao Bubuk 8235575.22 1767350.70 9189869.96 5918045.06Kakao Butter -22567318.81 -41245447.13 -9202421.50 37847704.24Kakao Pasta -885958.58 -3984309.17 -1115528.90 52846137.82Kulit Kakao 8960778.01 519302.01 158029.76 282374.50Biji Kakao 32415584.10 48663199.13 -49704126.76 -350493423.78

-400,000,000-300,000,000-200,000,000-100,000,000

0100,000,000200,000,000

US

$

Page 20: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 2. Pertumbuhan Pangsa Pasar Indonesia dan Permintaan Ekspor Dunia (2010-2012)

KomoditasPertumbuhanRata-rataPangsaPasar Indonesia

(%)

PertumbuhanDunia(%)

BijiKakao (HS 1801) -67,68 25,92KulitKakao (HS 1802) 382,06 213,40Kakao Pasta (HS1803)

215,72 -2,25

Kakao Butter (HS1804)

-0,28 -33,97

KakaoBubuk (HS1805)

60,08 19,31

Cokelat (HS 1806) 19,59 19,08Sumber:UNComtrade, 2014 (diolah)

Pada aspek distribusi pasar, hasil menunjukkan bahwa pengaruh efek negativeberasal dari komoditas biji kakao, kakao pasta dan kakao butter yang belum terdistribusidengan baik ke negara-negara yang memiliki pertumbuhan permintaan ekspor kakao yangtinggi (Tabel 3). Untuk jenis biji Kakao, Negara tujuan utama ekspor Indonesia adalahMalaysia, Singapura, Amerikadan China.Sebanyak 52,46persen biji kakao Indonesiaditujukan ke Malaysia, padahal Negara tersebut memiliki pertumbuhan permintaan ekspor bijikakao rendah. Sementara di China pertumbuhan permintaan sangat tinggi, namun Indonesiahanya mengekspor 3,56persen biji kakaonya ke Negara tersebut. Di samping itu,pertumbuhan permintaan ekspor di Singapura sudah mengalami penurunan, namun Indonesiamengekspor 18,42persen biji kakaonya ke Negara tersebut.

Demikian pula yang terjadi pada kakao pasta. Kakao pasta Indonesia sebagian besarditujukan ke Spanyol, Jerman dan Filipina. Padahal pertumbuhan permintaan ekspor dinegara-negara tersebut menunjukkan angka negatif yang berarti sedang mengalamipenurunan. Di sisi lain pertumbuhan permintaan kakao pasta di China sangat pesat, namunIndonesia hanya mengekspor 8,76persen kakao pastanya ke Negara tersebut.

Tabel 3. Pangsa Pasar dan Pertumbuhan Negara Tujuan Ekspor

Komoditas NegaraTujuanEkspor

Rata-rata PangsaPasarIndonesia (%)

PertumbuhanDunia(%)

BijiKakao Malaysia 52,46 3,16Singapura 18,42 -30,88China 3,56 102,50Belanda 0,90 -12,29Jerman 1,62 21,29AS 10,43 35,95ROW 12,61 55,99

Kakao Pasta AS 18,60 22,58Spanyol 23,81 -12,61Jerman 17,34 -23,79China 8,76 134,91Filipina 10,00 -67,40

Page 21: D.-Trade-and-Economic-Integration

Brazil 5,25 10,21ROW 16,25 -3,55

Kakao Butter AS 35,70 -62,37Perancis 11,47 -28,12Jerman 7,45 -28,00Inggris 6,82 -25,75China 3,35 57,77Jepang 3,73 -23,13ROW 25,12 -32.23

Sumber:UNComtrade, 2014(diolah)

Komoditas kakao butter pada periode 2010-2012 juga mengalami penurunanpermintaan ekspor. Hal ini terjadi di negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia yaituAmerika Serikat (AS), Perancis, Jerman, Inggris dan Jepang. Sementara permintaan eksporkakao butter di China masih tumbuh sebesar 57,77persen, namun hanya 3,35 persen eksporkakao butter Indonesia ditujukan ke Negara tersebut.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa daya saing Indonesia pada komoditas biji kakaomengalami penurunan yang sangat besar.Ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mampumemelihara pangsa pasarnya biji kakaonya disebabkan turunnya keunggulan relative terhadapnegara-negara eksportir lainnya di Negara tujuan ekspor, Hal ini sesuai dengan yangdikemukakan Rifin (2013) bahwa dayasaing biji kakao Indonesia mengalami penurunan ditahun 2011 yang ditunjukkan dengan nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) yangturun.

Tabel 4.Pengaruh Daya Saing Komoditas Kakao IndonesiaNegara

pengimporBijiKakao KulitKakao

PastaKakao

KakaoButter

BubukKakao Cokelat

USA -0,204 0,000 0,043 0,015 0,001 0,000Belanda -0,007 0,000 0,001 -0,002 0,001 0,000Jerman -0,025 0,000 0,005 0,015 0,004 0,000Perancis 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000Belgia -0,006 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000Spanyol -0,002 0,000 0,004 0,001 -0,001 0,000Malaysia -0,208 0,000 0,010 0,002 0,001 -0,005Inggris 0,000 0,000 0,000 0,008 0,000 0,000FederasiRusia 0,000 0,000 0,000 0,003 -0,002 0,000Kanada -0,007 0,000 0,000 0,004 0,000 0,000China -0,044 0,000 0,013 0,009 0,000 0,000Itali 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000Singapura -0,007 0,000 0,000 0,001 0,002 -0,001Polandia 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,001 0,000Jepang -0,002 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000Lainnya -0,081 0,000 0,013 0,003 0,004 0,005

Sumber:UNComtrade, 2013 (diolah)

Page 22: D.-Trade-and-Economic-Integration

Secara umum dayasaing biji kakao Indonesia cukup lemah, khususnya di pasarAmerika, Malaysia, China dan Jerman. Hal ini terlihat dari koefisien dayasaing yang bertandanegatif di pasar-pasar tersebut. Biji kakao Indonesia tidak memiliki potensi dayasaing diNegara mana pun yang terlihat dari tidak adanya nilai yang bertanda positif di atas nol(lihatTabel 4).Menurut Hasibuan et al.(2012) dayasaing biji kakao yang rendah terjadi karenaproduk biji kakao Indonesia dikenal memiliki kualitas rendah sehingga hanya dijadikansebagai bahan campuran di negara-negara industry kakao serta memiliki harga yang lebihrendah dari Negara eksportir lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Athanashoglou et al.(2010) yang menyatakan bahwa ukuran dayasaing dengan metode CMS sangat terkait denganfactor harga dan non harga seperti kualitas, produk, pelayanan aktivitas ekspor, waktu danlain-lain.

Nauly (2014) mengemukakan bahwa cokelat dan makanan olahan lainnya yangmengandung kakao Indonesia belum memiliki dayasaing sepanjang tahun 1990 sampai 2012.Ini ditunjukkan dengan nilai RCA kurang dari satu. Namun pada tahun 2011 dayasaingnyalebih rendah dibandingkan tahun 2010. Analisis CMS menunjukkan bahwa penurunandayasaing ini terutama terjadi di Malaysia dan Singapura. Sedangkan kakao pasta Indonesiamemiliki peningkatan dayasaing di Amerika China, Malaysia, Jerman dan Spanyol.Sementara pada komoditas kakao butter dayasaing Indonesia yang rendah terjadi di Belanda.Penurunan dayasaing kakao bubuk, Indonesia terjadi di Spanyol, Rusia dan Polandia.

KESIMPULAN

Pertumbuhan ekspor kakao Indonesia periode 2010-2012 berada di bawah pertumbuhanekspor dunia bahkan Indonesia mengalami penurunan ekspor. Kondisi tersebut disebabkankarena:1. Permintaan ekspor kakao pasta dan kakao butter dunia mengalami penurunan padahal

Indonesia sedang melakukan peningkatan ekspor kakao olahan terutama kakao pasta dankakao butter.

2. Ekspor biji kakao Indonesia sebagian besar ditujukan ke Malaysia dan Singapura,padahal negara-negara tersebut memiliki permintaan ekspor biji kakao yang rendah.Kakao pasta Indonesia sebagian besar ditujukan ke Spanyol, Jerman dan Filipina yangmengalami pertumbuhan permintaan ekspor negatif. Komoditas kakao butter mengalamipenurunan permintaan di negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia yaitu AmerikaSerikat (AS), Perancis, Jerman, Inggris dan Jepang.

3. Daya saing biji kakao Indonesia mengalami penurunan terutama di pasar tujuan eksporterutama Amerika, Malaysia, China dan Jerman. Selain itu, cokelat dan makanan olahanlainnya yang mengandung kakao juga mengalami penurunan dayasaing di Malaysia danSingapura

DAFTAR PUSTAKA

Athanasoglou, P., C. Backinezos dan E.A.Georgiou. 2010. Export Performance,Competitiveness and Commodity Compotition. MPRA Paper No. 31997.http://mpra.ub.uni-muenchen.de/31997.

Basri F. dan H Munandar. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional, Pengenalan danAplikasi Metode Kuantitatif. Kencana. Jakarta.

Departemen Perindustrian.2009. Roadmap Pengembangan Industri Kakao,Direktorat JenderalIndustri Agro dan Kimia, Jakarta.

Page 23: D.-Trade-and-Economic-Integration

Esfahani, A danFredoun Z. 2006. Constant Market Shares Analysis: Uses, Limitation andProspects. The Australian Journal of Agricultural and Resource Economics.50. p 510-526.

Hameed, A dan F.M Arshad. 2013. Future Trends of Export Demand for Selected MalaysianCocoa Products. Academic Journal Inc.

Hasibuan, AM., Nurmalina R dan Wahyudi A. 2012. Analisis dan Daya Saing PerdaganganBiji Kakao dan Produk Kakao Olahan Indonesia di Pasar Internasional.Buletin RISTIVol 3 (1). p. 57-70.

International Cocoa Organization [ICCO].2012. Quarterly Bulletin of Cocoa Statistics, No. 3- Volume XXXVIII.

Leamer, E.E dan R.M Stern (1970).Quantitative International Economics.Allyn and Bacon.Nauly, D. 2014. Daya Saing Ekspor Kakao Olahan Indonesia.Tesis. Magister Agribisnis.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Jakarta.Rifin, A. 2013.Competitiveness of Indonesia’s Cocoa Bean Export in The World Market.

International Journal of Trade, Economics and Finance.Vol 4. p 279-281Syadullah, M. 2012. Dampak Kebijakan Bea Keluar Terhadap Ekspor dan Industri

Pengolahan Kakao.Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 6 (1).p 53-68.Tyers, R. P. Phillips and D. Lim. 1985.ASEAN-Australia Trade in Manufactures; A Constant

Market Share Analysis, 1970-1979. In Lim,D. (ed). 1985. ASEAN-Australia Trade inManufactures. Logman Chashire, Melbourne.

Page 24: D.-Trade-and-Economic-Integration

DAYA SAING EKSPOR PRODUK NANAS KALENGAN INDONESIA DI PASARAMERIKA SERIKAT

Valentina Theresia

ABSTRAKIndonesia merupakan negara produsen nanas terbesar kelima di dunia dan

pengekspor produk nanas kalengan terbesar ketiga di dunia setelah Thailand dan Philipina,sehingga nanas dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Namun dalampengembangannya, nanas dihadapkan pada kondisi produksi yang berfluktuasi yangberdampak pada berfluktuasinya jumlah ekspor produk nanas kalengan Indonesia. Selama iniekspor produk nanas kalengan Indonesia sebagian besar ditujukan ke pasar Amerika Serikat.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui daya saing ekspor produk nanaskalengan Indonesia dengan produk nanas kalengan dari negara Philipina dan Thailand dipasar Amerika Serikat.Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunderdengan menggunakan data bulanan pada tahun 2005-2014. Data dianalisis dengan modelpendekatan Almost Ideal Demand System (AIDS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa pasar ekspor produk nanas kalenganIndonesia di Amerika Serikat paling rendah dibandingkan Philipina dan Thailand. Permintaanimpor produk nanas kalengan dari Indonesia paling inelastis ketika terjadi perubahananggaran pengeluaran impor produk nanas kalengan Amerika Serikat. Elastisitas harga sendiridari semua negara bernilai negatif (inelastis). Hubungan antara Indonesia dengan Philipinadan Thailand bersifat komplementer. Sedangkan hubungan antara Phillipina dan Thailandbersifat substitusi. Demikian pula hubungan antara Rest of The World dan negara Indonesia,Philipina dan Thailand bersifat substitusi.

Kata kunci : nanas kalengan, daya saing ekspor, model AIDS

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nanas merupakan salah satu buah paling terkenal di dunia dan masuk dalam jajaranking fruit karena ukurannya yang besar dan permintaan yang cukup tinggi dari pasar dunia.Nanas juga merupakan komoditas buah-buahan yang paling banyak dihasilkan olehmasyarakat di dunia setelah mangga. Produksi nanas adalah 21% dari total produksi buah-buahan dunia. Nanas diproduksi oleh sekitar 86 negara di dunia, sehingga akibatnya produksinanas tersebar luas di seluruh negara-negara tropis, namun hanya sebagian kecil dari negara-negara tersebut yang mengekspor dalam jumlah besar. Pada umumnya sekitar 70% dariproduksi nanas suatu negara digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Lima besar negaraprodusen nanas dunia yaitu Thailand, Costa Rica, Brazil,Philipina, dan Indonesia, dimanakelima negara tersebut menyumbang lebih dari setengah total produksi dunia (FAO, 2014).Berikut ini disajikan data produksi nanas dunia pada tahun 2012.

Gambar 1. Produksi Nanas Dunia Pada Tahun 2012

Page 25: D.-Trade-and-Economic-Integration

Sumber : FAO, 2014

Sebagian besar nanas diekspor dalam bentuk olahan yaitu yang berupa nanaskalengan dan konsentrat jus. Produksi nanas kalengan sangat terkonsentrasi di negara-negaraAsia Tenggara seperti Thailand, Philipina, dan Indonesia. Ekspor nanas kalengan dari ketiganegara tersebut bisa mencapai 78% dari total ekspor nanas kaleng dunia sedangkan untukproduk konsentrat jus mencapai 58% dari total ekspor konsentrat jus nanas dunia.

Eksportir nanas kalengan terbesar di dunia adalah Thailand, diikuti oleh Philipinadan Indonesia. Lebih dari 95 % produksi nanas di Thailand adalah untuk pengolahan yangdiperuntukkan untuk tujuan ekspor, sedangkan sekitar 5 % digunakan untuk konsumsi segar.Thailand mengekspor nanas kalengan kepada 127 negara. Berdasarkan data ITC (2014), pasarterbesar produk nanas kalengan Thailand adalah Amerika Serikat (29,6%) diikuti oleh Jerman(6,4%), Rusia (5,3%), Jepang (4,1%) dan Inggris (3,4%). Keunggulan kompetitif Thailanddalam ekspor buah kaleng berasal dari beberapa faktor termasuk modal yang signifikan daninvestasi teknologi dari perusahaan makanan multinasional (Dole Food Company), biayatenaga kerja yang rendah, dan adanya insentif dari pemerintah (Asopa, 2003).

Philipina sebagai eksportir produk nanas segar dan olahan terbesar di dunia setelahThailand, memiliki industri ekspor yang cukup meningkat. Ada sejumlah pabrik pengolahandi Phiilipina, beberapa diantaranya dimiliki oleh perusahaan multinasional seperti DolePhilipina dan Del Monte Foods. Dole Philipina adalah salah satu perusahaan multinasionalterbesar di Philipina. Pada tahun 2009, Dole memiliki saham di pasar AS sebesar 57,8%untukproduk buah kaleng dan 47,6 % untuk fruit cup, sedangkan Del Monte hanya memiliki 9,0%dan 36,7 % pangsa pasar untuk produk yang sama (Balito, 2010). Berdasarkan datawww.trademap.org (2014), pasar terbesar nanas kalengan dari Philipina adalah AmerikaSerikat (63,8%) diikuti oleh Spanyol (5,1%), Republik Korea (3,7%), Jepang (3,6%) danBelanda (3,1%).

Indonesia termasuk produsen nanas terbesar ke-5 di dunia setelah Thailand, CostaRica, Brazil, dan Philipina. Tingkat produksi nanas yang cukup besar karena Indonesiamemiliki potensi wilayah yang cocok untuk pertumbuhan nanas. Data produksi nanasIndonesia pada tahun 2005-2012 dapat dilihat pada gambar 2. Produksi buah nanas secaranasional sebagian besar disumbang oleh lima daerah utama penghasil nanas, yaitu Lampung,Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Jawa Tengah.

Gambar2. Data Produksi Nanas Indonesia Tahun 2005 – 2012

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

Production (Int $1000)

Production (MT)

Page 26: D.-Trade-and-Economic-Integration

Sumber : BPS, 2014

Nanas merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial danprospektif untuk dijadikan sebagai komoditas andalan ekspor Indonesia yang memilikivolume ekspor terbesar yaitu mencapai 80% dari total ekspor buah-buahan di Indonesia.Namun proporsi volume terbesar tersebut berasal dari ekspor nanas kalengan.Produk nanaskaleng mempunyai peluang besar untuk dikembangkan karena memberikan kontribusi padapeningkatan nilai ekspor non migas nasional dan menduduki peringkat pertama pada nilaiekspor Indonesia untuk buah dalam kaleng yaitu sebesar 90 persen. Nanas kaleng merupakanpengolahan lebih lanjut dari buah nanas segar dan hampir seluruh produksinya ditujukanuntuk ekspor (Haryanto dan Beni, 2007).

PT. Great Giant Pineapple merupakan perkebunan pertama di Indonesia yangmengembangkan riset secara intensif dalam membudidayakan tanaman nanas jenis smoothcayenne yang cocok untuk dikalengkan. Kebun nanas PT. Great Giant Pineapple merupakanperkebunan nanas terintegrasi yang terbesar di dunia dan menjadi pemimin produsen nanasolahan diIndonesia. PT. Great Giant Pineapple telah mengekspor nanas ke lebih dari 50negaradan mensuplai 15-20% total kebutuhan nanas dunia. Perusahaan ini berskala internasionaldalam industri pengalengan nanasdan terintegrasi vertikal penuh (full integration).

Produk nanas kalengan (HS 200820) merupakan salah satu komoditas yang menarikuntuk dikaji karena Indonesia merupakan negara eksportir terbesarketiga didunia setelahThailand dan Philipina. Nilai ekspor pertahunnyamencapai 139juta USD dengan pasar hampirke seluruh dunia. Pasar terbesarnya adalahAmerika Serikat, kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa, Timur Tengah dan Amerika Latin seperti Peru, Uruguay, dan Panama, sertaIndia.

Amerika Serikat merupakan importir produk nanas kalengan terbesar di dunia.Berdasarkan data www.trademap.org(2014), total volume impor produk nanas kalenganAmerika Serikat pada tahun 2013 mencapai 340.432 ton dengan total nilai impor sebesar 374juta US Dollar. Nilai impor produk nanas kalengan ini meningkat sebesar 3% dari tahunsebelumnya yang berjumlah 364 juta USD.Amerika Serikat mengimpor produk nanaskalengan dari 45 negara. Negara pengekspor terbesar produk nanas kalengan ke AmerikaSerikat adalah Thailand, Philipina, Indonesia, China, dan Malaysia.

Hingga saat ini Indonesia menduduki peringkat ketiga negara penyedia produk nanaskalengan bagi Amerika Serikat. Pada tahun 2011, Indonesia berhasil mengirimkan produknanas kalengan ke Amerika Serikat senilai49 juta USD kemudian menurun pada tahun 2012menjadi 46 juta USD dan pada tahun 2013 kembali menurun menjadi 40 juta USD. Sementaraitu Philipina mengalami peningkatan setiap tahunnya dan puncaknya pada tahun 2013berhasil mengirimkan produk nanas kalengan ke Amerika Serikat senilai 112 juta USD. Nilai

0

500000

1000000

1500000

2000000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ton

Tahun

PRODUKSI (TON)

Page 27: D.-Trade-and-Economic-Integration

ekspor produk nanas kalengan Philipina masih kalah dengan Thailand. Pada tahun 2011Thailand berhasil mengirimkan produk nanas kalengan ke Amerika Serikat senilai156 jutaUSD kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 161 juta USD dan pada tahun 2013kembali menurun menjadi 151 juta USD. Nilai ekspor produk nanas kalengan ke AmerikaSerikat dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar3. Nilai Ekspor Produk Nanas Kalengan ke Amerika Serikat

Sumber : www.trademap.org (2014)

Kinerja Indonesia dalam ekspor produk nanas kalengan ke Amerika Serikat dalam 3 tahunterakhir memang menunjukkan penurunan nilai, namun dari tahun-tahun sebelumnya bisadikatakan nilai ekspor produk nanas kalengan berfluktuatif dan cenderung mengarah kepadapeningkatan nilai. Hal ini mengindikasikan bahwa produk nanas kalengan Indonesiamendapat minat positif dan serius dari pasar Amerika Serikat sehingga posisi ini harusdiperkuat agar harga produk Indonesia juga dapat bersaing apabila dibandingkan denganharga produk nanas kalengan dari negara-negara pesaing.

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelima di dunia dan pengekspornanas terbesar ketiga di dunia, sehingga nanas dapat memberikan kontribusi bagiperekonomian Indonesia. Namun dalam pengembangannya, nanas dihadapkan pada kondisiproduksi yang berfluktuasi yang berdampak pada berfluktuasinya jumlah ekspor nanasIndonesia. Ekspor nanas Indonesia sebagian besar dalam bentuk nanas olahan yang dikemasdalam kaleng.

Ekspor produk nanas kalengan Indonesia selama ini sebagian besar ditujukan kepasar Amerika Serikat. Ekspor produk nanas kalengan Indonesia ke pasar Amerika Serikat inibisa mengakibatkan ketergantungan pasar ekspor produk nanas kalengan dan akanmengganggu industri nanas kalengan dikarenakan Amerika Serikat menjadi lebih dapatmenentukan harga ekspor yang pada akhirnya dapat berdampak pada harga domestikIndonesia. Selain itu juga, Indonesia menghadapi persaingan dengan negara produsen nanaslainnya, sehingga dapat mengancam menurunkan ekspor produk nanas kalengan Indonesia.Untuk melihat penawaran ekspor produk nanas kalengan maka yang dipilih menjadi negarapesaing Indonesia adalah Thailand dan Philipina.

1.3. Tujuan Penelitian

- 20,000 40,000 60,000 80,000

100,000 120,000 140,000 160,000 180,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Valu

e (U

S Do

llar T

hous

and)

Tahun

Indonesia

Philipina

Thailand

Page 28: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tujuan utama dari penelitian adalah untukmengetahui daya saing ekspor produknanas kalengan Indonesia dengan produk nanas kalengan dari negara Philipina danThailandberdasarkan pangsa pasarnyadi Amerika Serikat.

Nilai ekspor produk nanas kalengan dari 3 eksportir terbesar dunia yaitu Philipina,Thailand dan Indonesia cukup berfluktuatif.Hal ini menunjukkan bahwa terjadi persainganantara negara eksportir tersebut di pasar dunia khususnya di Amerika Serikat. Oleh karena itudengan menganalisis daya saing ekspor produk nanas kalengan Indonesia akan menjadiinformasi penting dalam menentukan strategi pemasaran dalam menghadapi persaingandengan negara-negara pesaingnya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasibagi pengembanganperdagangan produk nanas kalengan dan dapat berguna bagi pengambil kebijakan, produsendan eksportir dalam rangka pengembangan produk nanas kalengandalam meningkatkan dayasaing ekspor produk nanas kalengan Indonesia dalam menghadapipersaingan dengan negaraprodusen lainnya di pasar USA.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Permintaan

Permintaan menunjukkan jumlah barang atau jasa yang akan dibeli oleh konsumenpada berbagai tingkatan harga selama periode waktu dan keadaan tertentu. Hubungan antarajumlah barang yang diminta dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan membelidigambarkan sebagai fungsi permintaan. Ada banyak variabel yang mempengaruhipermintaan terhadap suatu barang, tetapi pada umumnya hanya variabel yang pengaruhnyabesar dan langsung saja yang diperhitungkan, seperti harga barang itu sendiri, harga baranglain, dan pendapatan konsumen.

Ada dua macam fungsi permintaan, yaitu fungsi permintaan Marshallian dan fungsipermintaan Hicksian. Menurut Nugraha (2001), fungsi permintaan Marshallian diturunkandari maksimalisasi utilitas dengan kendala pendapatan konsumen. Pada fungsi permintaanMarshallian, jumlah barang yang diminta merupakan fungsi dari harga dan pendapatan.Sedangkan fungsi permintaan Hicksian diturunkan dari minimisasi pengeluaran pada tingkatutilitas tertentu (konstan). Fungsi permintaan Hicksian menunjukkan jumlah barang yangdiminta merupakan fungsi dari harga dan tingkat kepuasan konsumen tertentu.

Menurut Deaton dan Muelbaueuer (1980), ada beberapa sifat ataupun batasan yangharus dipenuhi oleh suatu fungsi permintaan, yaitu:1. Adding Up

Nilai total permintaan (baik fungsi permintaan Marshallian maupun fungsi permintaanHicksian) merupakan total pengeluaran dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

2. HomogenitasFungsi permintaan Hicksian akan homogen berderajat nol terhadap harga, sedangkanuntuk fungsi permintaan Marshallian akan homogen berderajat nol terhadap harga danpengeluaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada fungsi permintaan Marshalian,permintaan terhadap suatu barang atau jasa tidak akan berubah jika terjadi perubahanharga dan pengeluaran secara proporsional.

3. SimetriSifat ini merupakan jaminan dari cara untuk menguji apakah konsumen bersifat konsistendalam menentukan preferensinya

Page 29: D.-Trade-and-Economic-Integration

4. NegativitasSifat ini sesuai dengan teori permintaan yang menyatakan bahwa antara harga suatubarang dengan jumlah yang diminta akan terdapat hubungan yang negatif.

Sifat adding up dan homogenitas merupakan konsekuensi dari spesifikasi kendalaanggaran linier, sedangkan sifat simetri dan negativitas merupakan konsekuensi dari sifatpreferensi konsumen yang konsisten (Deaton dan Muelbaueuer, 1980).

2.2. Konsep Elastisitas

Elastisitas merupakan persentase perubahan suatu variabel karena adanya perubahansatu persen variabel lain. Elastisitas dapat diturunkan dari fungsi permintaan. Elastisitasyangditurunkan dari fungsi permintaan Marshallian disebut sebagai elastisitastidakterkompensasi (uncompensated elasticities), sedangkan elastisitas yangdidapatkan darifungsi permintaan Hicksian disebut sebagai elastisitasterkompensasi (compensatedelasticities). Berdasarkan penyebab perubahan permintaan, elastisitas bisa dibedakan menjaielastisitas harga, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan (Salvatore, 1994).

Elastisitas harga merupakan persentase kenaikan/penurunan jumlah barangyangdiminta akibat perubahan harga barang itu sendiri. Elastisitas harga mempunyai tanda negatif.Kenaikan harga menyebabkan turunnya jumlah barang yang diminta.Sebaliknya, turunnyaharga barang tersebut akan menyebabkan meningkatnya jumlah barang yang diminta.Menurut Lipseyet al. (1995), nilai elastisitas harga dapat dipergunakan untukmengelompokkan suatubarang apakah termasuk barang elastis, elastisitas unit, atau baranginelastis. Nilaielastisitas dapat membedakan barang menjadi:|ε| < 1, barang tersebut termasuk barang inelastis,|ε| = 1, barang tersebut termasuk barang yang memiliki elastisitas unit, dan|ε| > 1, barang tersebut termasuk elastis.

Elastisitas silang menunjukkan perubahan jumlah barang yang diminta yangdisebabkan oleh perubahan harga barang lain. Konsep elastisitas silang dapat digunakanuntuk mengetahui hubungan antara dua barang, apakah saling bersubstitusi atau salingberkomplemen. Nilai elastisitas silang > 0 (positif) menunjukkan saling menggantikan(substitusi) antara dua barang tersebut, sedangkan jika nilai elastisitas silang < 0 (negatif)menunjukkan kedua barang tersebut saling melengkapi (komplementer), atau tidak adahubungan kegunaan padakedua barang tersebut (netral) jika nilai elastisitasnya = 0 (Lipseyetal., 1995).

Elastisitas pendapatan menunjukkan perubahan respon permintaan konsumenterhadap suatu barang yang disebabkan perubahan pendapatan konsumen. Konsep elastisitaspendapatan dapat digunakan untuk mengetahui suatu barang termasuk barang inferior, barangnormal, atau barang mewah. Nilai elastisitas dapat dibedakan menjadi:ε < 0, barang tersebut termasuk barang inferior,0 < ε<1, barang tersebut termasuk barang normal atau pokok, danε> 1, barang tersebut termasuk barang mewah.

2.3. Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Model permintaan Almost Ideal Demand System (AIDS) pertama kali diperkenalkanoleh Deaton dan Muelbauer pada tahun 1980, yang menyatakan bahwa terdapat hubunganantara pendapatan (pengeluaran) dengan tingkat konsumsi yang dinyatakan dalam bentukbudget share. Model ini diturunkan dari fungsi biaya atau pengeluaran dan fungsi utilitastidak langsung dengan mempertimbangkan keputusan konsumen dalam menentukan beberapakomoditas secara bersamaan.

Page 30: D.-Trade-and-Economic-Integration

Menurut Deaton dan Muelbauer (1980), model AIDS memiliki beberapa keunggulanyaitu : (1) Dapat digunakan untuk mengestimasi sistem persamaan yang terdiri atas beberapakelompok komoditi yang saling berkaitan; (2) Model lebih konsisten dengan data pengeluarankonsumsi yang telah tersedia, sehingga estimasi permintaan dapat dilakukan tanpa datakauntitas; dan (3) Konsisten dengan teori permintaan karena adanya restriksi yang dapatdimasukkan ke dalam model dan dapat dugunakan untuk mengujinya.

Menurut Henneberry dan Hwang (2007), dengan keunggulan yang dimiliki olehmodel AIDS, maka model ini dapat digunakan untuk menganalisis sistem permintaan baiksecara mikro maupun makro. Selain itu, menurut Wan et al. (2010), model AIDS memberikanhasil yang cukup konsisten dengan teori ekonomi, tidak bertentangan dengan teori, lebihfleksibel, dan mudah menggunakannya.

Model AIDS sudah banyak digunakan oleh para peneliti untuk berbagai tujuanpenelitian, diantaranya yaitu : menganalisis model permintaan (Savitri 2010 dan Bhakti2011), menghitung proporsi pengeluaran masyarakat di daerah (Nugraha, 2001), menganalisispersaingan negara-negara dalam pasar ekspor (Chan dan Nguyen, 2002), dan menganalisispermintaan impor di sebuah negara (Andayani dan Tilley, 1997).

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebutmeliputidata bulanan dengan rentang waktu Januari 2005 - Maret 2014. Data yangdikumpulkan adalah data volume dan nilai ekspor produk nanas kalengan Indonesia, Philipinadan Thailand ke Amerika Serikat yang bersumber dariITC (www.trademap.org). Sedangkandata produksi nanas Indonesia bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia, serta data-data lain yang bersumber dari Kementerian Pertanian RI dan FAO.

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatifdengan model pendekatan Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan menggunakanprogam Stata 10untuk melihat perkembangan perdagangan produk nanas kalengan Indonesiadan negara-negara pesaing. Penawaran ekspor produk nanas kalengan Indonesia diestimasimenurut negara tujuan ekspor yaitu Amerika Serikat. Hal ini karena Amerika Serikatmerupakan negara pengimpor terbesar produk nanas kalengan dari Indonesia. Dalammelakukan ekspor produk nanas kalengan ke Amerika Serikat, Indonesia menghadapibeberapa pesaing diantaranya adalah Thailand dan Philipina. Kedua negara tersebut dipilihkarena merupakan negara pengekpor produk nanas kalengan terbesar di dunia dan didugaakan berpengaruh terhadap volume ekspor produk nanas kalengan Indonesia ke negara tujuanekspor, sedangkan negara pengekspor lainnya dianggap sebagai sisa dunia dan bersifateksogenous.

Model AIDS yang akan digunakan dalam analisis pada penelitian ini akanmenunjukkan pangsa pasar eksportir produk nanas kalenganyaitu Indonesia, Philipina,Thailand dan Rest of The World (ROW) di pasar Amerika Serikat. Model persamaan yangakan dibangun adalah :

WInd = α1+ δ1Ln PInd+ δ2 Ln PPhi + δ3Ln PTha +δ4Ln PROW + β1 Ln (x/P*)WPhi = α2+ δ5 Ln PInd+ δ6 Ln PPhi + δ7Ln PTha +δ8Ln PROW + β2 Ln (x/P*)WTha = α3+ δ9Ln PInd+ δ10 Ln PPhi + δ11Ln PTha +δ12Ln PROW + β3 Ln (x/P*)WROW= α4+ δ13Ln PInd+ δ14 Ln PPhi + δ15Ln PTha +δ16Ln PROW + β4 Ln (x/P*)

Page 31: D.-Trade-and-Economic-Integration

Keterangan :Wi = pangsa ekspor negara eksportirPj = harga asal negara eksporx= nilai impor totalP*= index harga1,2,3, α4= Konstanta1,…, 16; 1,2,3,4= Koefisien

Tiga restriksi yang harus dimasukkan kedalam model agar asumsi maksimalkepuasan dapat terpenuhi, yaitu :Adding up : ∑ = 1 = , ∑ = 0,∑ = 0Homogenitas : ∑ = 0 untuk semua iSimetri : =Kemudian dilakukan pengukuran dampak perubahan harga dan pengeluaran yang diturunkandari fungsi permintaan, yaitu :

a. Elastisitas harga sendiri : eii = − 1b. Elastisitas harga silang : eij = ( ≠ )c. Elastisitas pengeluaran : eij = 1 +

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan data berdasarkan model yang dibentuk dengan menggunakansoftware Stata 10 dan dengan memasukkan restriksi-restriksi (constraint) kedalam modelpersamaan tersebut, diperoleh model persamaan baru sebagai berikut :

WInd = 0,345 + 0,112Ln PInd - 0,076 Ln PPhi - 0.097Ln PTha + 0,606Ln PROW - 0,018Ln (x/P*)WPhi= -0,401 - 0,076 Ln PInd- 0,013Ln PPhi + 0,104Ln PTha –0,016 Ln PROW + 0,068Ln (x/P*)WTha = -0,439 - 0,097Ln PInd + 0,104Ln PPhi - 0,099Ln PTha + 0,092Ln PROW + 0,001Ln (x/P*)WROW = 0,621 + 0,060Ln PInd - 0,016Ln PPhi + 0,091Ln PTha - 0,136Ln PROW + 0,001Ln

(x/P*)

Model persamaan WInd menunjukkan besar pangsa pasar Indonesia dalammengekspor nanas kalengan ke Amerika Serikat. WPhimenunjukkan besar pangsa pasarPhilipina dalam mengekspor nanas kalengan ke Amerika Serikat. WThamenunjukkan besarpangsa pasar Thailand dalam mengekspor nanas kalengan ke Amerika Serikat, danWROWmenunjukkan besar pangsa pasar Rest of The world dalam mengekspor nanas kalenganke Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pangsa pasar (share) Indonesia dalammengekspor produk nanas kalengan ke Amerika Serikat adalah sebesar 0,146%, pangsa pasar(share) Philipina dalam mengekspor produk nanas kalengan ke Amerika Serikat adalahsebesar 0,312%,pangsa pasar (share) Thailand dalam mengekspor produk nanas kalengan keAmerika Serikat adalah sebesar 0,451%, dan pangsa pasar (share) Rest of The world dalammengekspor produk nanas kalengan ke Amerika Serikat adalah sebesar 0,091%. Grafikhubungan pangsa pasar tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Pangsa Pasar (Share) Ekspor Produk Nanas Kalengan Ke Amerika Serikat

Page 32: D.-Trade-and-Economic-Integration

Berdasarkan grafik diatas, menunjukkan bahwa dibandingkan Philipina danThailand, pangsa pasar ekspor produk nanas kalengan Indonesia di Amerika Serikat palingrendah. Pangsa pasar terbesar dimiliki oleh Thailand yang kemudian diikuti olehPhilipina.Daya saing suatu komoditas tercermin dari market share (pangsa pasar). Olehkarena itu, jika suatu negara yang memiliki pangsa pasar yang tinggi maka akan memilikitingkat daya saing yang tinggi pula pada komoditas tersebut.

Dalam penelitian ini juga dibahas mengenai elastisitas. Elastisitas yang dianalisisadalah elastisitas pengeluaran (expenditure elasticity), elastisitas terkompensasi (compensatedelasticity), dan elastisitas tidak terkompensasi (uncompensated elasticity). Besarnya nilaiketiga elastisitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai Elastistisitas Pengeluaran Produk Nanas Kalengan ke Amerika Serikat

Negara Eksportir Elastisitas Pengeluaran

Indonesia 0.879Philipina 1.219Thailand 1.003

ROW 0.423

Berdasarkan hasil nilai elastisitas pengeluaran, nilai elastisitas Indonesia sebesar0,879, yang berarti bahwa apabila terjadi kenaikan pengeluaran impor produk nanas kalenganoleh Amerika Serikat sebesar satu persen, maka akan meningkatkan shareekspor produknanas kalengan Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 0,879 persen. Nilai elastisitaspengeluaran Philipina sebesar 1,219, menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikanpengeluaran impor produk nanas kalengan oleh Amerika Serikat sebesar satu persen, makaakan meningkatkan shareekspor produk nanas kalengan Philipinake Amerika Serikat sebesar1,219 persen. Nilai elastisitas pengeluaran Thailand sebesar 1,003, menunjukkan bahwaapabila terjadi kenaikan pengeluaran impor produk nanas kalengan oleh Amerika Serikatsebesar satu persen, maka akan meningkatkan shareekspor produk nanas kalengan Thailandke Amerika Serikat sebesar 1,003 persen.

Dari ketiga interpretasi nilai elastisitas pengeluaran tersebut, menunjukkan bahwaIndonesia memilikinilai terendah dibandingkan dengan dua negara lainnya, yaitu Philipinadan Thailand. Hal ini berarti permintaan impor produk nanas kalengan dari Indonesia palinginelastis bila dibandingkan dengan negara Philipina dan Thailand ketika terjadi perubahananggaran pengeluaran impor produk nanas kalengan Amerika Serikat. Menurut Tomek danRobinson dalam Boonsaeng et al. (2008), semakin besar nilai elastisitas pengeluaran makamenunjukkan kualitas produk yang lebih baik.Iniberarti bahwa peningkatan imporproduknanas kalengan Amerika Serikat kurang menguntungkan bagi Indonesia dibandingkannegara-negara lainnya. Produk nanas kalengan dari Indonesia kurang disukai oleh Amerika

0.146

0.3120.451

0.091Indonesia

Philipina

Thailand

ROW

Page 33: D.-Trade-and-Economic-Integration

Serikat bila dibandingkan dengan produk nanas kalengan dari Philipina dan Thailand.Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa daya saing (dalam hal ini pangsa pasar)ekspor produknanas kalengan Indonesia masih kalah dengan negara eskportir produk nanaskalengan lainnya yaitu Philipina dan Thailand.

Tabel 2. Nilai Elastisitas Terkompensasi Ekspor Produk Nanas Kalengan ke Amerika SerikatElastisitas Terkompensasi (Compensated Elasticity)

Negara Eksportir Indonesia Philipina Thailand ROWIndonesia -0.086 -0.206 -0.213 0.506Philipina -0.097 -0.728 0.784 0.041Thailand -0.069 0.542 -0.768 0.295

ROW 0.805 0.134 1.455 -2.405

Berdasarkan penghitungan nilai elastisitas terkompensasi (Compensated Elasticity)untuk elastisitas harga sendiri, diperoleh hasil nilai elastisitas antara Indonesia dan Indonesiabernilai -0,086 yang berarti bahwakenaikan harga produk nanas kalengan Indonesia sebesarsatu persen makaakan menurunkan share Indonesia sebesar 0,086 persen. Nilai elastisitasterkompensasi untuk Philipina dan Philipina sebesar -0,728, yang berarti bahwa kenaikanharga produk nanas kalengan Phlipinasebesar satu persen makaakan menurunkan sharePhilipina sebesar 0,728 persen. Begitu pula dengan nilai elastisitas terkompensasi untukThailand dan Thailand sebesar -0,768, yang berarti bahwa kenaikan harga produk nanaskalengan Thailandsebesar satu persen makaakan menurunkan share Thailand sebesar 0,768persen.

Dari hasil elastisitas terkompensasi(Compensated Elasticity) untuk elastisitas hargasendiri, nilai elastisitas semua negara bernilai negatif (inelastis). Hal ini sesuai dengan hukumpermintaan yang menyatakan bahwa ketika harga suatu komoditas meningkat, makapermintaan atau shareterhadap produk tersebut akan turun. Share Indonesia bersifat inelastisterhadap perubahan harga produk nanas kalengan, hal ini berarti bahwa dengan adanyaperubahan harga tidak dapat direspon dengan cepat oleh para eksportir produk nanaskalengan. Begitu pula halnya dengan negara Philipina dan Thailand.

Berdasarkan nilai hasil elastisitas terkompensasi (Compensated Elasticity) untukelastisitas harga silang, pada kasus di Indonesia, apabila terjadi kenaikan harga produk nanaskalengan Philipina sebesar satu persen, maka akan menurunkan share Indonesia sebesar 0,097persen; dan ketika terjadi kenaikan harga produk nanas kalengan Thailand sebesar satupersen, maka akan menurunkan share Indonesia sebesar 0,069 persen. Untuk kasus diPhilipina, apabila terjadi kenaikan harga produk nanas kalengan Indonesia sebesar satupersen, maka akan menurunkan share Philipina sebesar 0,206 persen; sedangkan apabilaterjadi kenaikan harga produk nanas kalengan Thailand sebesar satu persen, maka akanmeningkatkan share Philipina sebesar 0,542 persen. Untuk kasus di Thailand, apabila terjadikenaikan harga produk nanas kalengan Indonesia sebesar satu persen, maka akan menurunkanshare Thailand sebesar 0,213 persen; sedangkan apabila terjadi kenaikan harga produk nanaskalengan Philipina sebesar satu persen, maka akan meningkatkan share Thailand sebesar0,784 persen. Lain halnya dengan kasus Rest of The World (ROW), apabila terjadi kenaikanharga produk nanas kalengan Indonesia sebesar satu persen, maka akan meningkatkan shareROW sebesar 0,506 persen; apabila terjadi kenaikan harga produk nanas kalengan Philipinasebesar satu persen, maka akan meningkatkan share ROW sebesar 0,041 persen; dan apabilaterjadi kenaikan harga produk nanas kalengan Thailand sebesar satu persen, maka akanmeningkatkan share ROW sebesar 0,295 persen.

Dari hasil elastisitas terkompensasi (Compensated Elasticity) untuk elastisitas hargasilang tersebut,dalam hubungan Indonesia dengan negara-negara pesaingnya yaitu Philipina

Page 34: D.-Trade-and-Economic-Integration

dan Thailand, terjadi hubungan yang bersifat komplementer yang ditunjukkan oleh nilaielastisitas yang bertanda negatif. Hal ini berarti hubungan antar Indonesia dengan Philipinadan Thailand dalam hal ekspor produk nanas kalengan saling melengkapidan Indonesia dalammengekspor produk nanas kalengannya sangat tergantung kepada pasar ekspor Philipina danThailand karena kedua negara tersebut mendominasi dalam perdagangan produk nanaskalengan dunia. Oleh karena itu Indonesia perlu meningkatkan kerjasama yang salingmenguntungkan dengan negara-negara tersebut. Sedangkan hubungan antara Phillipina danThailand bersifat substitusi, hal ini ditunjukkan oleh nilai elastisitas harga silang yangbertanda positif. Hal ini berarti hubungan antara Philipina dan Thailand dalam hal eksporproduk nanas kalengan saling menggantikan dan bersaing satu sama lain.Asumsinya apabilaproduk nanas kalengan dari Philipina tidak tersedia di pasar Amerika Serikat, maka dapatdigantikan oleh produk nanas kalengan dari Thailand, demikian juga sebaliknya, apabilaproduk nanas kalengan dari Thailand tidak tersedia di pasar Amerika Serikat, maka dapatdigantikan oleh produk nanas kalengan dari Philipina. Demikian pula hubungan antara Rest ofThe World dan negara Indonesia, Philipina dan Thailand bersifat substitusi. Terjadipersaingan pada produk nanas kalengan dari Rest of The World dengan negara Indonesia,Philipina dan Thailand.

Tabel 3. Nilai Elastisitas Tidak Terkompensasi Ekspor Produk Nanas Kalengan ke AmerikaSerikat

Elastisitas Tidak Terkompensasi (Uncompensated Elasticity)Negara Eksportir Indonesia Philipina Thailand ROW

Indonesia -0.214 -0.480 -0.610 0.426Philipina -0.275 -1.108 0.234 -0.013Thailand -0.216 0.229 -1.220 0.204

ROW 0.743 0.002 1.264 -2.444

Untuk penghitungan nilai elastisitas tidak terkompensasi (UncompensatedElasticity), diperoleh hasil yang tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada nilaihasil elastisitas terkompensasi (Compensated Elasticity). Nilai tanda pada kedua hasilelastisitas tersebut sama, sehingga interpretasi hasil pada elastisitas tidak terkompensasi samadengan pada elastisitas terkompensasi. Kecuali pada kasus antara Philipina dan ROWdidapatkan nilainya pada elastisitas tidak terkompensasi sebesar -0,013, sehingga hubunganantara Philipina dan ROW bersifat komplementer, sedangkan pada elastisitas terkompensasisebesar 0,041. Namun perbedaan nilai tersebut tidak begitu jauh berbeda.

Secara umum, karena ekspor produk nanas kalengan Indonesia dilakukan olehperusahaan perkebunan multinasional, maka implikasi kebijakan yang dapat diterapkanuntukmeningkatkan daya saing produk nanas kalengan dalam hal ini pangsa pasar yang lebih baikdi pasar dunia khususnya di Amerika Serikat adalah dengan memperbaiki kapasitas produksidan kualitas nanas dengan memberdayakan petani berskala kecil melalui penguatankelembagaan petani,pengembangan kemitraan serta peningkatan kualitasproduk. Penguatankelembagaan difokuskan untuk mendorong petani mengembangkankelompok tani yangdiarahkan untuk membentuk asosiasi petani. Untuk mengembangkan kemitraan khususnyadengan eksportir yaitu dengan mendorong petani untuk membentuk kemitraan petani yangsepenuhnya dikelola oleh petani sehingga dapat menjalin komunikasi dan koordinasi yangbaik dengan kelompok tani maupun asosiasi petani. Kemitraan dengan eksportir bertujuanuntuk mengembangkan saling pengertian dan transparansi di sepanjang rantai pasokan daripetani hingga ke eksportir, termasuk menjamin kelangsungan pasokan produksi. Sedangkanuntuk meningkatkan kualitas produk yaitu dengan penerapan Good AgriculturePractices(GAP).

Page 35: D.-Trade-and-Economic-Integration

Selain itu strategi kebijakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saingproduk nanas kalengan Indonesia adalah dengan meningkatkan kinerja ekspor produk nanaskalengan Indonesia, yaitu dengan cara meningkatkan nilai ekspor di pasar dunia khususnyaAmerika Serikat. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan negarapengekspor produk nanas kalengan lainnya yang bernilai ekspor tinggi dan berdaya saing kuatdalam pemasaran, yaitu dengan negara Thailand dan Philipina. Indonesia harus lebih intensifmengekspor nanas ke Amerika Serikat yang merupakan negara tujuan potensial karenaAmerika Serikat merupakan negara dengan GDP perkapita yang tinggi dibandingkan negaratujuan lainnya sehingga aliran ekspor nanas Indonesia ke Amerika Serikat akancenderung naik.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dibandingkan Philipinadan Thailand, pangsa pasar ekspor produk nanas kalengan Indonesia di Amerika Serikatpaling rendah. Pangsa pasar terbesar dimiliki oleh Thailand yang kemudian diikuti olehPhilipina. Dari nilai elastisitas pengeluaran, menunjukkan bahwa permintaan impor produknanas kalengan dari Indonesia paling inelastis bila dibandingkan dengan negara Philipina danThailand ketika terjadi perubahan anggaran pengeluaran impor produk nanas kalenganAmerika Serikat

Elastisitas harga sendiri dari semua negara bernilai negatif (inelastis). Hubunganantara Indonesia dengan Philipina dan Thailand bersifat komplementer. Sedangkan hubunganantara Phillipina dan Thailand bersifat substitusi. Demikian pula hubungan antara Rest of TheWorld dan negara Indonesia, Philipina dan Thailand bersifat substitusi.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, SRM. & Tilley, DS. (1997). Demand and competition among supply sources: theIndonesian fruit import market. Journal of Agricultural and AppliedEconomics,Vol.29, No.2. p.279-289.

Asopa, V.N. (2003). Competitiveness in pineapple canning industry. Paper presented at 2003Hawaii International Conference on Business, Honolulu, HI, June 18-21, 2003.

Bhakti, Diana. (2011). Permintaan energi rumah rangga di pulau Jawa. Bogor: FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor.Thesis.

Boonsaeng, T., Fletcher, SM. & Carpio, CE.(2008). Journal of Agricultural and AppliedEconomics. Vol.40. No.3. p.941-951.

Chang, HS. & Nguyen, C. (2002). Elasticity of demand for australian cotton in japan. TheAustralian Journal of Agriculture and Resource Economics, Vol.46. No.1. p.99-113.

Deaton A.& Muellbauer, J. (1980). An Almost Ideal Demand System. The AmericanEconomic Review. Vol.70. No.3. p.312-326.

Hadi, Prayogo U. (2001). The case study of canned pineapple in Indonesia. Bangkok(Thailand) : UNCTAD Workshop on Commodity Export Diversification and PovertyReduction in South and South-East Asia.

Haryanto dan Beni. (2007). Nanas. Jakarta : Penebar Swadaya.Henneberry, SR. &Hwang, SH. (2007). Meat demand in South Korea : an application of the

restricted source differentiated AIDS Model. Journal of Agricultural and AppliedEconomic, Vol.39 No.1, p.1-25.

Page 36: D.-Trade-and-Economic-Integration

Indonesian Trade Promotion Center Budapest. (2012). Market brief produk buah kaleng diHungaria. Indonesia : Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Lipsey, R.G, Paul N. Courant, D. Purvis, & P.O. Steiner. (1995). Ekonomi Mikro. Jakarta :Binarupa Aksara.

Nugraha, A. (2001). Diversifikasi Pangan Pokok di Indonesia : Penerapan model AlmostIdeal Demand System untuk permintaan pangan pokok. Bogor : Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Savitri, Dewi. (2010). Analisis permintaan sayuran hijau di Pulau Jawa. Bogor : FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor. Thesis.

Wan, Y., Sun, C. & Grebner, DL. (2010). Analysis of import demand for wooden beds in theU.S. Journal of Agricultural and Applied Economics, Vol.42, No. 4, p.643-658.

Page 37: D.-Trade-and-Economic-Integration

STRATEGI TERHADAP POTENSI DAMPAK GLOBALISASI ASEAN ECONOMICCOMMUNITY (AEC) TERHADAP ARUS PERDAGANGAN INDONESIA KE

NEGARA ASEAN-9 DENGAN PENDEKATAN GRAVITY MODEL

Nur Elisa FaizatyMahasiswa Magister Sains Agribisnis, Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Asean Economic Community (AEC) adalah konsensus antar negara ASEANuntuk melalukan integrasi dan globalisasi ekonomi. Berlangsungnya AEC pada tahun2015 mendatang akan memberikan dampak bagi Indonesia. Tujuan dari penelitian iniadalah menganalisis faktor-faktor penentu arus perdagangan Indonesia dengan negaraASEAN-9, menganalisis potensi dampak globalisasi perdagangan AEC bagi Indonesia,serta implikasi kebijakan bagi perdagangan regional Indonesia menghadapi AEC 2015.Pendekatan utama yang digunakan dalam kajian ini regresi dengan model gravitysebagai konsep dasar. Variabel-variabel yang diuji adalah impor, GDP kedua negarapartner, populasi kedua negara partner, jarak geografis, dan tarif. Data yang dignnkanadalah data panel negara ASEAN dalam rentang tahun 2000-2013. Hasil kajianmenunjukkan bahwa variable PDB dan Populasi kedua negara partner menjadideteminan dalam arus perdagangan Indonesia dengan Negara Asean-9, sedangkanvariable jarak dan tariff tidak. Populasi Indonesia sebanyak 40% dari popualsi ASEAN,berpotensi membawa dampak bahwa Indonesia menjadi pasar strategis bagi Singapura,Malaysia, Thailand, dan Brunei. Namun disisi lain, AEC merupakan momentum bagiIndonesia untuk memperluas pasar ke negara ASEAN-9. Kuncinya adalah strategiofensif, melalui peningkatan daya saing berbasis SDM; hilirisasi produk utama eksporIndonesia; peningkatan jumlah, fasilitas, dan implementasi standarisasi; intensifikasisosialisasi AEC bagi seluruh stakeholders; serta dukungan kebijakan fiscal-moneter,dan intensifikasi iklim bisnis untuk peningkatan daya saing produk Indonesia.

Keywords: gravity model, AEC, perdagangan, strategi

PENDAHULUAN

Kerjasama negara-negara ASEAN dimulai sejak 1967 yang bertujuan untukmempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya.Dalam dinamika perkembangannya, kerjasama ekonomi ASEAN diarahkan padapembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yangpelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan dengan kerjasama di bidangpolitik-keamanan dan sosial budaya. AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. AEC Blueprint memuat empatpilar utama. Pilar utamanya yaitu ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksitunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerjaterdidik dan aliran modal yang lebih bebas. Dengan adanya AEC tersebut, negara-negara ASEAN akan melakukan integrasi dan globalisasi ekonomi.

Globalisasi ekonomi ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan, atauketergantungan dan persaingan di bidang ekonomi. Gejala globalisasi terjadi dalam

Page 38: D.-Trade-and-Economic-Integration

berbagai aspek kegiatan, terutama kegiatan finansial, produk investasi, danperdagangan luar negeri yang selanjutnya akan mempengaruhi tata hubungan ekonomiantarnegara (Septiana, 2011). Perdagangan global sangat mempengaruhi pertumbuhanekonomi suatu negara, karena adanya persaingan di pasar internasional antarnegara.

Perdagangan Global adalah integrasi ekonomi melalui perdagangan antar negaradengan melibatkan subjek yang lebih besar, yaitu satu negara dengan negara lain(bilateral), antar beberapa negara (multilateral), dan beberapa negara dalam suatuwilayah (regional). Dalam perdangan global, negara-negara yang bergabung menjadisatu kekuatan pasar dengan memperkecil atau menghilangkan sama sekali hambatan-hambatan perdagangan. Globalisasi dan regionalisasi perdagangan membuat batasnegara-negara yang terlibat dalam perdagangan global menjadi kabur, sehinggamembuka peluang masuknya produk luar negeri ke dalam pasar domestik, sekaligusproduk domestik berpeluang dipasarkan secara kompetitif ke pasar internasional.

Salah satu keuntungan perdagangan global adalah memungkinkan suatu negarauntuk berspesialisasi dalam menghasilkan barang dan jasa secara murah, baik dari segibahan maupun cara berproduksi. Selain itu, terdapat manfaat nyata dari perdaganganglobal yakni berupa kenaikan pendapatan, cadangan devisa, transfer modal, danbertambahnya kesempatan kerja. Namun, perdagangan global dapat menimbulkantantangan dan kendala yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang sepertiIndonesia. Tantangan yang dimaksud diantaranya eksploitasi terhadap negara berkem-bang, rusaknya industri lokal, keamanan barang menjadi rendah (Septiana, 2011).

Perbandingan data Gross Domestik Product (GDP) setiap negara-negaraASEAN, GDP total seluruh anggota ASEAN, dan potensi jumlah total GDP yangdihasilkan oleh perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN, menunjukkan bahwasecara ekonomi perjanjian perdagangan bebas membuka peluang bagi Indonesia untukmemanfaatkan pasar yang lebih besar bila mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki.Globalisasi dan regionalisasi perdagangan membawa peluang yang dapat dimanfaatkanuntuk mendukung pencapaian visi pembangunan jangka panjang nasional 2015-2025.

Tabel 1. Gross Domestik Product (GDP) Negara ASEAN Tahun 2012

Negara Populasi (jiwa)GDP

(US$ berlaku, juta)Pertumbuhan

GDP (%)Brunei Darussalam 412.238 16.953.952.625 2,15Cambodia 14.864.646 14.038.383.450 7,26Indonesia 246.864.191 878.043.027.882 6,23Laos 6.521.314 8.254.088.067 8,04Malaysia 29.239.927 305.032.745.225 5,64Myanmar 52.797.319 1.447.070.795.292 0,08Filiphina 96.706.764 250.182.000.000 6,81Singapura 5.312.400 276.520.000.000 1,32Thailand 66.785.001 365.966.000.000 6,49Vietnam 88.772.900 155.820.000.000 5,25

Sumber: World Development Indicator (2014)

Berdasarkan Kinerja Ekspor dan Impor, nilai ekspor Indonesia ke ASEAN padaperiode 2004-2008 mengalami kenaikan secara bertahap dengan trend sebesar 19,9%per tahun (Tabel 2). Peningkatan terbesar terjadi pada periode 2007-2008 yaitu sebesar

Page 39: D.-Trade-and-Economic-Integration

NegaraTujuan

Tahun Trend(%)2004 2005 2006 2007 2008

NegaraAsal

Tahun Trend(%)2004 2005 2006 2007 2008

22%. Negara tujuan ekspor utama dan terbesar Indonesia di ASEAN adalah Singapura,kemudian Malaysia, Thailand dan Filippina. Trend peningkatan ekspor Indonesia yangcukup signifikan selama periode 2004 – 2008, meskipun nilai ekspornya kecil (kecualidengan Vietnam), terjadi dengan negara- negara CLMV yaitu Myanmar (50,14%),Vietnam (31,51%), Laos (29,91%), dan Kamboja (22,51%).

Tabel 2. Ekspor Indonesia ke Negara ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$)

Brunei D 31,76 39,33 37,56 43,37 59,67 14,55Kamboja 71,82 93,94 103,65 121,85 174,03 22,51Laos 1,57 1,75 4,34 3,71 3,99 29,91Filipina 1.237,59 1.419,12 1.405,67 1.853,68 2.053,61 13,66Malaysia 3.016,05 3.431,30 4.110,76 5.096,06 6.432,55 21,05Myanmar 60,28 77,99 137,71 262,38 250,76 50,14Singapura 5.997,89 7.835,38 8.929,85 10.501,62 12.862,05 19,94Thailand 1.976,24 2,246,46 2.701,55 3.054,27 3.661,25 16,65Vietnam 600,99 678,44 1.052,00 1.355,16 1.672,90 31,51Total 12.994,20 15.823,72 18.483,09 22.292,11 27.170,82 19,94Sumber: BPS, 2014

Namun, peningkatan nilai ekspor tersebut belum dapat mengimbangi kenaikanimpor yang cukup besar dari negara ASEAN khususnya Singapura. Impor Indonesiadari 9 negara ASEAN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Total peningkatanimpor Indonesia dari ASEAN meningkat lebih dari 300%, dari US$ 11,5 juta padatahun 2004 naik menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008. Nilai impor Indonesia dariASEAN mengalami peningkatan yang sangat nyata yaitu 72,3% dari US$ 23,8 jutapada tahun 2007 menjadi US$ 40,9 juta pada tahun 2008, naik lebih dari 3 kalikenaikan ekspor (Sekretariat ASEAN). Hal ini telah mengakibatkan defisit neracaperdagangan Indonesia ke Intra-ASEAN bertambah dari US$ 1,5 juta di tahun 2007,menjadi US$ 13,8 juta pada tahun 2008.

Tabel 3. Impor Indonesia dari ASEAN, Periode 2004-2008 (juta US$)

Brunei D 295,24 1.197,49 1.606,93 1.864,72 2,416,62 59,16Kambodia 1,10 0,73 1,06 1,25 2,00 18,88Laos 0,004 0,06 0,17 2,94 0,21 222,18Filipina 228,58 322,23 284,65 359,85 755,54 28,42Malaysia 1.681,95 2.148,53 3.193,33 6.411,93 8.922,29 55,75Myanmar 17,42 14,15 19,66 30,39 29,68 20,08Singapura 6.082,77 9.470,72 10.034,53 9.839,79 21.789,48 29,57Thailand 2.771,58 3.446,96 2.983,48 4.287,06 6.334,26 20,58Vietnam 415,79 439,03 846,80 994,20 717,67 21,03Total 11.494,45 17.039,91 18.970,62 23,792,13 40.967,76 33,32

Sumber: BPS, 2014

Page 40: D.-Trade-and-Economic-Integration

Nilai impor dari Singapura selama periode 2004-2008 mengalami peningkatanyang sangat signifikan, dari US$ 6 juta pada tahun 2004 menjadi US$ 21,8 juta padatahun 2008 (lebih dari 300%). Peningkatan impor yang sangat menyolok terjadi padatahun 2008 yaitu dari US$ 9,8 juta pada tahun 2007 menjadi US$ 21,8 juta pada tahun2008 (naik hampir 300%). Demikian halnya dengan impor dari Malaysia, naik lebihdari 500%, dari US$ 1,7 juta pada tahun 2004, naik menjadi US$ 8,9 juta pada tahun2008. Impor dari Thailand meningkat dari US$ 2,7 juta tahun 2004 menjadi US$ 6,3juta, naik lebih dari 200%.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar danmemiliki wilayah teritorial yang luas. Kondisi tersebut pada dasarnya menjadikanIndonesia memiliki peluang untuk menjadi basis produksi bagi komoditi global, dansebaliknya juga menjadi potensi pasar bagi komoditi negara-negara lain. Dengan terusberkembangnya kondisi globalisasi perdagangan negara-negara di dunia, maka tema inisemakin menarik untuk dikaji. Terlebih, persiapan Indonesia yang relatif lambatdibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, maka perdagangan Indonesia akanberpotensi menerima dampak dari kebijakan AEC yang akan diimplementasikan dalam2015 nanti.

Perumusan MasalahDilihat dari kinerja perdagangan 5 tahun terakhir ini pembukaan pasar oleh

masing-masing Negara ASEAN dalam AEC ini, keuntungan lebih banyak dinikmatioleh Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia belum mendapatkan keuntunganyang seimbang dengan Negara Anggota ASEAN khususnya dengan ketiga negaratersebut. Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan 40% penduduk ASEAN (Dept.of Economic and Social Affairs, United Nations dalam Menuju ASEAN EconomicCommunity 2015), tidak dapat dihindari merupakan tujuan pasar terdekat dan utamayang sangat potensial bagi Negara Anggota ASEAN. Oleh karenanya, Indonesia harussegera melakukan langkah-langkah strategis di sektor perdagangan.

Dengan bergulirnya sebuah konsensus antar negara ASEAN di bidang ekonomiyang diwujudkan dalam AEC, penulis ingin menganalisis dampak globalisasiperdagangan barang antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya sebagaimitra dagang. Dalam model yang akan dibangun, penulis mengadopsi konsep darigravity model untuk perdagangan, dimana total impor perdagangan sebagai variabeldependen, karena besaran impor menggambarkan arus perdagangan antar dua negara.Sementara variabel PDB negara importir, PDB negara eksportir, populasi negaraimportir, populasi negara eksportir, tarif, perbedaan nilai tukar, dan jarak ekonomis,sebagai variabel bebasnya. Arus jasa, tenaga kerja, dan modal tidak masuk dalamlingkup kajian ini.

Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan penelitiandalam kajian ini adalah:1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi arus perdagangan negara ASEAN?2. Bagaimana strategi kebijakan perdagangan bagi Indonesia menghadapi AEC

2015?

Tujuan PenelitianBerdasarkan perumusan masalah yang disusun, tujuan dalam kajian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi arus perdagangan negara ASEAN.2. Merumuskan strategi kebijakan perdagangan bagi Indonesia menghadapi AEC

2015?

Page 41: D.-Trade-and-Economic-Integration

TINJAUAN PUSTAKAFaktor-fakor yang Memengaruhi Perdagangan GlobalProduk Domestik Bruto (PDB)

Kalbasi (2001) dalam Yuniarti (2007), menyatakan bahwa GDP negaraeksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut, sedangkan GDP negara importirmengukur kapasitas absorbsi. Kedua variabel tersebut diperkirakan mempunyaihubungan positif dengan perdagangan. Beberapa studi terdahulu tentang determinanperdagangan melalui Gravity model menunjukkan beberapa temuan yang menarik.Hasil studi Batra (2004), Clarete (2002), Cristie (2005), Di Mauro (2000) Elliot danIkemoto (2005), Pass (2000), Pravone et al (2003), Woytek (2003), Yuniarti (2013)menunjukkan hasil bahwa pendapatan nasional (Baik GDP maupun pendapatanperkapita serta jumlah GDP kedua mitra dagang) dan jarak berpengaruh terhadapperdagangan.

PopulasiSelain GDP per kapita atau GDP kedua mitra dagang, Populasi merupakan

determinan perdagangan bilateral/multilateral, yang ditunjukkan dalam studi Clarete(2002) dan Pravorne (2003). Populasi digunakan untuk mengukur ukuran negara. Suatunegara yang memiliki ukuran lebih besar menunjukkan negara tersebut mempunyaiproduksi yang lebih beragam dan cenderung memenuhi kebutuhannya sendiri, sehinggabesarnya populasi diperkirakan berhubungan negatif dengan perdagangan. Namun,besarnya populasi dapat menunjukkan potensi pasar yang besar, sehingga populasidapat berpengaruh positif. Studi Woytek (2003) tidak menunjukkan pengaruh variabelpopulasi. Variabel tarif dalam penelitian Rifqi (2013) dan Di Mauro (2000) tidakmenjadi faktor determinan perdagangan.Kurs

Kurs merupakan harga atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalamnilai mata uang negara lain. Bila kurs suatu negara mengalami depresiasi makaimpornya akan menurun sedangkan bila kursnya mengalami apresiasi maka impornyaakan meningkat (Nopeline, 2009). Penelitian Thorpe (2005) menunjukkan bahwa kursberpengaruh signifikan terhadap indeks perdagangan pada sektor manufaktur di AsiaTimur. Namun penelitian Lubis (2008), Nopeline (2009), dan Nugroho (2011)menunjukkan bahwa perubahan kurs tidak berpengaruh signifikan terhadap volumeperdagangan antarnegara. Produk-produk yang bersifat inelastis maupun yang bersifatelastis, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan variable kurs. Padakasus produk-produk pertanian, penawaran ekspor produk pertanian yang inelasticmenunjukkan bahwa produk pertanian secara umum kurang responsive terhadapperubahan kurs di suatu negara (Lubis, 2008). Begitupun pada produk yang sifatnyaelastis seperti tekstil dan produk tekstil, baik jangka pendek maupun jangka panjang,perubahan kurs tidak berpengaruh terhadap volume perdagangan antarnegara (Nugroho,2011).Jarak

Jarak merupakan proksi bagi biaya transportasi. Krugman (1991)mempertimbangkan bahwa jarak du amitra dagang menjadi determinan penting polaperdagangan secara geografis. Hal tersebut dikarenakan jarak akan meningkatkan biayatransportasi, meskipun jarak bukanlah satu-satuny abiaya yang ditanggung. Masih ada

Page 42: D.-Trade-and-Economic-Integration

biaya lain selain jarak, antara lain adalah pengapalan dan waktu. Menurut penelitianChristie (2005), Pravorne et al (2003), Woytek (2003), Clarete et al (2002), danKrueger (1999), dan Rifqi (2013), Kien dan Hashimoto (2005) variable jarakmempengaruhi perdagangan bilateral antarnegara.

Tarif ImporTarif impor merupakan cara proteksi yang lazim digunakan untuk proteksi

barang dalam negeri. Padahal kebijakan ini mengurangi efisiensi ekonomi, karenamasyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihakyang diuntungkan dari adanya tarif adalah produsen dalam negeri. Karena produsenmendapatkan proteksi dari persaingan produk luar negeri

Hasil Penelitian Yue (2004) dengan model GTAP (global Trade AnalysisProject), tarif impor berkorelasi positif terhadap ekspor suatu negara. Maish di tahunyang sama, Liu dan Luo menganalisis perdagangan ASEAN-5 dan China. Didapatkanhasil bahwa tarif impor secara signifikan berdampak negative terhadap ekspor suatunegara. Selain itu, penelitian Kien dan Hashimoto (2005), Ibrahim dan Permata (2010),dan Wibowo (2010), juga menyimpulkan hal yang serupa.

Kerjasama PedaganganHasil kajian Dollar (1992), Sach dan Warner (1995), Edwards (1998), dan

Wacziarg (2001) dalam Ridwan (2009), menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yangmenurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negaraanggota, dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada negaraanggota, dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacuefisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas dankuantitas input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapatmeningkatkan profit dengan semakin besarnya pasar ekspor dan meningkatkankesempatan kerja.

Keanggotaan negara mitra dagang dalam suatu regional TradeArrangements/TRAs, menunjukkan hasil hampir sama. Sebagian besar berpengaruhpositif dari keanggotaan mitra dagang dalam RTAs, yang ditunjukkan oleh studi Batra(2004), Clarete (2002), Cristie (2005), Di Mauro (2000) Elliot dan Ikemoto (2005),Pass (2000), Pravone et al (2003), dan Krueger (1999).

Model-Model dalam Studi Perdagangan GlobalDengan terus berkembangnya kondisi globalisasi perekonomian, maka tema ini

semakin menarik untuk dikaji. Berbagai model digunakan untuk menganalisisperdagangan antarnegara, diantaranya adalah model keseimbangan umum (CGEmodel), Global Trade Analysis Project (GTAP model), gravity model, hinggaReavealed Comparative Advantage model (RCA).

Penelitian Oktaviani et al kerjasama Kemitraan dan Bappenas (2008) berjudul”Consultancy and Training Services to Develop Quantitative Analytical Tools andFramework for Assessing Investment and Trade Competitiveness” dengan metodeanalisis RCA, Export Produk Dinamik, CMSA dan CGE menunjukkan selama periodetahun 2000-2006 nilai ekspor Indonesia tumbuh sebesar 10.76 persen pertahun, nilai inilebih rendah secara relatif dibandingkan Cina (23.61 persen). Terdapat 194 komoditasIndonesia yang memiliki nilai RCA lebih dari 1 dan tingkat pertumbuhan ekspor yang

Page 43: D.-Trade-and-Economic-Integration

positif. Berdasarkan matriks ekspor produk dinamik kategori komoditas ekspor dalamkuadran rising star adalah komoditas pertanian dan agroindustri.

Pada tahun 2004, Yue mencoba menganalisis dampak kebangkitan danbergabungnya China ke WTO terhadap ASEAN. Menggunakan model GTAP (GlobalTrade Analysis Project). Variabel yang digunakan antara lain: volume ekspor, volumeimpor, PDB, populasi, Foreign Direct Investment, dan tarif impor. Hasilnya, selaintarif, variabel lain berkolerasi positif terhadap ekspor suatu negara. Pada beberapaproduk Negara-negara ASEAN masih bisa bersaing dengan China, namun secarakeseluruhan , Negara ASEAN masih kalah dalam persaingan dengan China. Olehkarena itu, Negara Asean harus merestrukturisasi industri, serta meningkatkanketerampilan dan teknologinya

Liu dan Luo (2004) menganalisis perdagangan ASEAN dan China, namun lebihberfokus pada 5 negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, danFilipina. Mereka menganalisis dampak keikutsertaan China dalam perdagangan bebasdengan 5 negara ASEAN yang telah ditentukan di atas. Model yang digunakan adalahMSSR model, untuk melihat pangsa pasar produk suatu Negara. Terdapat persaingan dibeberapa sektor industri antara China dan ASEAN-5. Namun, perdagangan ini memilikipeluang besar bagi tiap negara untuk memperluas pangsa ekspornya jika terusmeningkatkan kualitas pada produk yang berkeunggulan komparatif di setiap negara.

Penelitian yang dilakukan Kien bersama Hashimoto (2005) menganalisis faktor-faktor penentu arus perdagangan AFTA. Dengan menggunakan gravity model. Variabelyang dianalisis antara lain, PDB, jarak, populasi, nilai tukar, dan bahasa. Hasilnya,PDB, populasi, nilai tukar, dan bahasa berkolerasi positif terhadap arus ekspor,sedangkan jarak berkolerasi negatif. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulanbahwa AFTA hanya melakukan perdagangan di antara anggotanya, dan jugaperdagangan lebih besar terjadi pada negara yang memiliki preferensi identik. Selainitu, penelitian ini mengungkapkan bahwa jarak bisa menjadi hambatan dalamperdagangan.

Jenis data

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data panel (cross section dari10 negara ASEAN dan time series (selama 13 tahun, tahun 2000-2012).

Sumber dan Teknik Pengumpulan DataData yang digunakan dalam penelitian bersumber dari bank data World Bank,

Badan Pusat Statistik, Asean Development Bank, Geobytes, International MonetaryFund, serta beberapa referensi lain yang sesuai dengan topik kajian. Teknikpengumpulan data dilakukan melalui pencatatan langsung data yang diperoleh, yangdiakses melalui website lembaga-lembaga tersebut.

Definisi OperasionalDefinisi operasional variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

Tabel 4. Definisi Operasional Varibel dalam Kajian PenelitianNo. Variabel Definisi Operasional Sumber Data1 Total Impor Total pembelian komoditas dari suatu

negara ke negara lainBadan PusatStatistk

Page 44: D.-Trade-and-Economic-Integration

No. Variabel Definisi Operasional Sumber Data2 Total Ekspor Total penjualan komoditas dari suatu negara

ke negara lainBadan PusatStatistk

3 Produk DomestikBruto (PDB)

Nilai pasar semua barang dan jasa yangdiproduksi suatu negara pada waktu tertentu

World Bank

4 Populasi Kumpulan individu yang berada di suatunegara pada waktu tertentu

World Bank

5 Tarif Pajak yang dikenakan untuk setiap produkimpor dari negara lain

ADB

6 Jarak Geografis Jarak antar Negara diukur secara garis lurusantar ibukota negara yang berdagang

Geobytes

Spesifikasi ModelEstimasi besarnya nilai barang yang keluar masuk suatu wilayah dapat

dilakukan melalui pendekatan gravity. Terdapat dua jenis variabel yang digunakandalam penelitian ini, yaitu variabel terikat (dependen variabel) dan variabel bebas(independen variabel), yang keduanya diadopsi dari gravity model. Nilai ekspormenjadi variabel dependen, sementara variabel. Independennya terdiri dari PDB,polupasi, tarif impor, jarak ekonomi, dan bahasa. Model yang digunakan dalampenelitian ini adalah:

��!"# = ��! + ! ��!" + ��! !" + ��! !" + ! !" + ��!!"#

+ ��! !" + ℰ!"#Keterangan:��!"# : Total impor negara i dari negara j pada tahun

t

��!" : PDB negara i pada

tahun t

!" : PDB negara j pada tahun

t

!" : Populasi negara i pada tahun

t

!" : Populasi negara j pada tahun

t

!" : Jarak negara i dan j pada tahun t diukur dari jarak antara ibukota kedua

negara!" : Tarif impor negara i pada tahun t

Page 45: D.-Trade-and-Economic-Integration

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DETERMINAN/FAKTOR PENENTU ARUS PERDAGANGANHasil Analisis Regresi pada Model

Untuk mendapatkan gambaran aliran perdagangan antara Indonesia dengannegara ASEAN-9, model yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untukmengestimasi nilai impor Indonesia dan Impor ASEAN-9. Impor ASEAN-9 merupakancerminan (mirror) dari Ekspor Indonesia Intra ASEAN, sehingga ekspor Indonesiadiestimasi dari model impor ASEAN-9 tersebut.

Estimasi Impor IndonesiaHasil estimasi akhir data panel, dapat dilihat determinan perdagangan bilateral

Indoensia dan negara-negara ASEAN seperti terlihat dalam Tabel 6. Uji Signifikasidengan menggunakan F-test digunakan untuk menguji hipotesis apakah konstanta samauntuk semua unit. Untuk membandingkan antara penggunaan pooled least square

Page 46: D.-Trade-and-Economic-Integration

dengan fixed effect dalam penelitian, maka dilakukan uji Chow. Dari estimasi uji Chowdidapatkan hasil output EViews yang menunjukkan nilai probabilitas F-statistics(0.9922) dan nilai probabilitas chi-square (0.9888) tidak signifikan pada taraf nyatalima persen, sehingga tidak cukup bukti unruk menolak H0. Maka dapat dikatakan bahwamodel Pooled effect lebih baik dibandingkan model fixed effect.

Selanjutnya untuk membandingkan apakah fixed effect atau random effect yangdigunakan dalam penelitian, maka dilakukan uji Hausman. Berdasarkan hasil ujiHausman yang diperoleh dari hasil output EViews menunjukkan bahwa p-value(1.0000) tidak signifikan pada taraf nyata lima persen (p-value < 5%), sehingga tidakcukup bukti untuk menolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa modelRandom effect lebih baik dibandingkan model fixed effect.

Page 47: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 5. Hasil Regresi Impor Indonesia

Dependent Variabel: IMPORINDONESIAMethod: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/26/14 Time:23:26Sample: 2000 2012Periods included: 13Cross-sections included: 9Total panel (balanced) observations: 117Swamy and Arora estimator of component variances

Variabel

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

JARAK

-1655830. 2080052. -0.796052 0.4277PDBASEAN9 0.066530 0.026060 2.552982 0.0121PDBINDONESIA 0.173801 0.032889 5.284489 0.0000POPULASIASEAN9 8760.919 2780.511 3.150831 0.0021POPULASIINDONESI

A-12616.73 4000.580 -3.153726 0.002

1TARIFIMPOR -21093385 18406185 -1.145994 0.2543C -9.68E+10 7.49E+10 -1.292305 0.1990

Effects SpecificationS.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000

Idiosyncratic random 1.03E+10 1.0000

Weighted Statistics

R-squaredAdjusted R-squared

0.961337 Mean dependent var0.959228 S.D. dependent var

1.09E+114.93E+10

S.E. of regression 9.96E+09 Sum squared resid 1.09E+22F-statistic

Prob(F-statistic)455.8460 Durbin-Watson stat0.000000

1.970268

UnweightedStatistics

R-squared 0.961337 Mean dependent var 1.09E+11

Sum squared resid 1.09E+22 Durbin-Watson stat 1.970268

Page 48: D.-Trade-and-Economic-Integration

IMPOR INDONESIA = -96800000000 + 0.173801 PDB INDONESIA + 0.066530PDB ASEAN9 -12616.73 POPULASI INDONESIA + 8760.919 POPULASI ASEAN9-1655830 JARAK -21093385 TARIF

Hasil estimasi model regresi diatas menyatakan bahwa nilai konstanta sebesar96.800.000.000 bertanda negatif menggambarkan bahwa tanpa adanya pengaruh darivariabel PDB ASEAN-9, PDB Indonesia, Populasi ASEAN-9, Populasi Indonesia,jarak geografis, serta tarif, maka nilai impor Indonesia akan deficit sebesar96800000000 US$. Nilai koefisien variabel PDB Indonesia sebesar 0,173801 danbertanda positif menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1 US$ PDB Indonesia makaakan meningkatkan impor Indonesia sebesar 0,173801. Untuk negara ASEAN-9,koefisien PDB sebesar 0,066530 bertanda positif yang menunjukkan bahwa setiappeningkatan 1 US$ PDB ASEAN-9 akan menaikkan impor Indonesia sebesar 0,066530.

Variabel lainnya, populasi Indonesia bernilai 121616,73 bertanda negatif artinyasetiap penambahan 1 jiwa populasi Indonesia akan menurunkan impor Indonesiasebesar 121616,73 US$. Sedangkan untuk negara ASEAN-9 setiap satu jiwapenambahan jumlah populasi, akan meningkatkan impor Indonesia sebesar 8760,919.Nilai koefisien tarif sebesar -21093385 bertanda negatif artinya setiap peningkatanpenurunan tarif impor sebesar 1 persen akan meningkatkan impor Indonesia sebesar -21093385 US$. Koefisien variabel jarak bernilai -1655830 yang berari bahwa setiappenambahan 1KM udara jarak mitra dagang Indonesia, akan menurunkan imporIndonesia sebesar -1655830 US$.

Berdasarkan uraian tersebut, tanda koefisien eberapa variabel terbukti konsistendengan teori-teori yang berkaitan dengan gravity model. Variabel PDB Indonesia, PDBASEAN-9, dan Populasi ASEAN 9, memiliki tanda positif, sedangkan tarif, dan jarakgeografis bertanda negatif, yang kesemuanya sesuai dengan teori. Sedangkan variabelpopulasi Indonesia, menurut teori memiliki dua kemungkinan. Suatu negara yangmemiliki ukuran lebih besar menunjukkan negara tersebut mempunyai produksi yanglebih beragam dan cenderung memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga besarnyapopulasi diperkirakan mempunyai hubungan yang negatif dengan perdagangan. Namundisisi lain, besarnya populasi dapat menunjukkan potensi pasar yang besar, sehinggapopulasi dapat berpengaruh positif. Pada kasus Indonesia, terdapat kecenderunganbahwa Indonesia belum mampu berproduksi produk yang lebih beragam dan jugacenderung belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga kemungkinanjumlah populasi Indonesia diperkirakan berhubungan positif dengan impor Indonesia.

Estimasi Impor ASEAN-9Untuk membandingkan antara penggunaan pooled least square dengan fixed

effect dalam penelitian, maka dilakukan uji Chow. Dari estimasi uji Chow didapatkanhasil output EViews yang menunjukkan nilai probabilitas F-statistics (0.9933) dan nilaiprobabilitas chi-square (0.9903) tidak signifikan pada taraf nyata lima persen, sehinggatidak cukup bukti unruk menolak H0. Maka dapat dikatakan bahwa model Pooled effectlebih baik dibandingkan model fixed effect.

Selanjutnya untuk membandingkan apakah fixed effect atau random effect yangdigunakan dalam penelitian, maka dilakukan uji Hausman. Berdasarkan hasil ujiHausman yang diperoleh dari hasil output EViews menunjukkan bahwa p-value(1.0000) tidak signifikan pada taraf nyata lima persen (p-value < 5%), sehingga tidak

Page 49: D.-Trade-and-Economic-Integration

cukup bukti untuk menolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa modelRandom effect lebih baik dibandingkan model fixed effect.

Tabel 6. Hasil Regresi Impor Indonesia

Dependent Variabel: IMPORASEAN9Method: Panel EGLS (Cross-section randomeffects) Date: 05/27/14 Time: 17:16Sample: 2000 2012Periods included: 13Cross-sections included: 9Total panel (balanced) observations: 117Swamy and Arora estimator of component variances

Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PDBASEAN9 0.004074 0.002742 1.485457 0.1403JARAKGEO -4.61E+08 1.22E+11 -0.003794 0.9970PDBINA 0.059836 0.003595 16.64458 0.0000POPULASIASEAN9 -8.79E+08 1.12E+08 -7.872608 0.0000POPULASIINDONESIA 1.37E+09 1.48E+08 9.266094 0.0000TARIFIMP -6.46E+12 1.27E+13 -0.509450 0.6115C -9.04E+15 4.50E+15 -2.008827 0.0470

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000Idiosyncratic random 6.04E+14 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.983187 Mean dependent var 9.80E+15Adjusted R-squared 0.982270 S.D. dependent var 4.40E+15S.E. of regression

F-statistic5.86E+14 Sum squared resid1072.101 Durbin-Watson stat

3.77E+313.338511

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.983187 Mean dependent var 9.80E+15Sum squared resid 3.77E+31 Durbin-Watson stat 3.338511

IMPOR ASEAN-9 = -9040000000000000 + 0.059836 PDB INDONESIA + 0.004074PDB ASEAN-9 + 1370000000 POPULASI INDONESIA -879000000 POPULASIASEAN9 -461000000 JARAK -6460000000000 TARIF

Page 50: D.-Trade-and-Economic-Integration

Hasil estimasi model regresi diatas menyatakan bahwa nilai konstanta sebesar9040000000000000 bertanda negatif menggambarkan bahwa tanpa adanya pengaruhdari variabel PDB ASEAN-9, PDB Indonesia, Populasi ASEAN-9, Populasi Indonesia,jarak geografis, serta tarif, maka nilai impor ASEAN-9 akan deficit sebesar9040000000000000 US$. Nilai koefisien variabel PDB Indonesia sebesar 0.059836 dan

Page 51: D.-Trade-and-Economic-Integration

bertanda positif menggambarkan bahwa setiap kenaikan 1 US$ PDB Indonesia makaakan meningkatkan impor ASEAN-9 sebesar 0.059836. Untuk negara ASEAN-9,koefisien PDB sebesar 0.004074 bertanda positif yang menunjukkan bahwa setiappeningkatan1 US$ PDB ASEAN-9 akan menaikkan impor ASEAN-9 sebesar0.004074.

Variabel lainnya, populasi Indonesia bernilai 1370000000 bertanda positifartinya setiap penambahan 1 jiwa populasi Indonesia akan menikkan impor ASEAN-9sebesar 1370000000 US$. Sedangkan untuk negara ASEAN-9 setiap satu jiwapenambahan jumlah populasi, akan meningkatkan impor ASEAN-9 sebesar -879000000. Nilai koefisien tarif sebesar -6460000000000 bertanda negatif artinyasetiap peningkatan penurunan tarif impor negara ASEAN-9 sebesar 1 persen akanmeningkatkan impor ASEAN-9 sebesar -6460000000000 US$. Koefisien variabel jarakbernilai -461000000 yang berari bahwa setiap penambahan 1 KM udara jarak mitradagang ASEAN-9 terhadap Indonesia, akan menurunkan impor ASEAN-9 sebesar -461000000 US$.

Serupa dengan hasil estimasi dari model yang diaplikasikan pada model imporIndonesia, pada model Impor ASEAN-9 ini, tanda koefisien variabel-variabel didalamnya konsisten dengan teori-teori yang berkaitan dengan gravity model. VariabelPDB Indonesia, PDB ASEAN-9, dan Populasi Indonesia, memiliki tanda positif,sedangkan tarif dan jarak geografis bertanda negatif, yang kesemuanya sesuai denganteori. Sedangkan variabel populasi ASEAN-9, menurut teori memiliki duakemungkinan. Suatu negara yang memiliki ukuran lebih besar menunjukkan negaratersebut mempunyai produksi yang lebih beragam dan cenderung memenuhikebutuhannya sendiri, sehingga besarnya populasi diperkirakan mempunyai hubunganyang negatif dengan perdagangan. Namun disisi lain, besarnya populasi dapatmenunjukkan potensi pasar yang besar, sehingga populasi dapat berpengaruh positif.

Pada kasus ASEAN-9, terdapat kecenderungan bahwa beberapa negara ASEAN(Singapura, Malaysia, dan Thailand) merupakan negara maju/berkembang, danmemiliki SDM yang lebih kompeten, dengan tingkat produktivitas yang tinggi, sertabanyak memiliki industry hilir. Bahkan 2 diantaranya (Malaysia dan Thailand)memiliki jumlah populasi yang cukup besar dalam lingkup regional Asia Tenggara.Namun berdasarkan Trade Performance Index, terhadap 14 cabang industry yangmenghasilkan produk ekspor utama Indonesia ke negara ASEAN adalah produkmakanan, produk dari bahan kulit, produk kayu, tekstil, pakaian jadi, dan bahan mineraldan olahannya. Sebagian produk-produk yang diekspor Indonesia tersebut selain berupaproduk olahan, juga merupakan produk segar atau produk olahan yang dalam bentukcurah, belum tersertifikasi/terstandarisasi, dan belum memiliki brand. Sehingga oleh 3negara-negara ASEAN tersebut akan diolah, di re-branding, dan distandarisasikan.Terlebih, negara ASEAN yang tergolong low-middle income merupakan pasar bagiIndonesia. Sehingga seharusnya, nilai impor ASEAN-9 harusnya berhubungan positifdengan populasinya.

Jika dilihat dari signifikasi model, dari keenam variabel yang dilibatkan dalammodel, empat diantaranya berpengaruh signifikan, yaitu Populasi kedua negara partner,dan PDB kedua negara partner. Variabel jarak geografis dan tarif tidak berpengaruhsignifikan. Menurut pandangan penulis, variabel jarak tidak lagi menjadi determinandalam sebuah perdagangan regional karena negara partner berlokasi dalam sutukawasan dan memiliki jarak yang relative tidak jauh berbeda, sehingga jarak tidakterlalu mempengaruhi perdagangan negara-negara yang berlokasi dalam satu kawasan.

Page 52: D.-Trade-and-Economic-Integration

Sementara variabel tarif, menjadi tidak signifikan karena AEC merupakan integrasiekonomi pada level common market, yaitu yang membebaskan perdagangan barang,dan arus faktor produksi (tenaga kerja dan modal) dari semua bentuk hambatan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan pada studi hubungan regional AEC negaraASEAN, faktor PDB dan pupulasi kedua negara partner menjadi faktor determinan,sedangkan faktor tarif dan jarak menjadi tidak signifikan dengan adanya globalisasi danregionalisasi eonomi negara ASEAN.

POTENSI DAMPAK GLOBALISASI PERDAGANGAN AEC BAGIINDONESIA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Berdasarkan uraian berbagai determinan dalam arus perdagangan diatas, dapatdisimpulkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang merupakan 40% pendudukASEAN (Dept. of Economic and Social Affairs, United Nations dalam Menuju ASEANEconomic Community 2015), tidak dapat dihindari merupakan tujuan pasar terdekat danutama yang sangat potensial bagi Negara Anggota ASEAN. Hal tersebut diperkuatdengan fakta dalam 5 tahun terakhir ini pembukaan pasar tersebut lebih banyakdinikmati oleh Singapura, Malaysia dan Thailand. Indonesia belum mendapatkankeuntungan yang seimbang dibandingkan dengan ketiga negara tersebut.

Keberadaan AEC selayaknya tidak serta merta hanya ditanggapi secara defensif,melainkan harus dipandang sebagai peluang sehingga strategi ofensif sangat baik untukdilakukan. AEC sebenarnya adalah momentum strategis bagi Indonesia untukmeningkatkan daya saing dan produktivitasnya. Hal tersebut karena, walaupun AECmerupakan konsensus ekonomi antar negara ASEAN yang menjadikan negara ASEANmenjadi pasar tunggal dan basis produk regional (pasar bebas), pemenuhan kualitas danstandar produk menjadi persyaratan perdagangan intra-ASEAN dalam AEC 2015.

Dalam konteks AEC, kegiatan penilaian kesesuaian menjadi pintu bagikomoditas industri untuk dapat diedarkan secara bebas di pasar ASEAN. Hal tersebutdinyatakan dalam ASEAN Framework Agreement on MRA yang telah diratifikasi olehpemerintah RI melalui Keputusan Presiden RI No. 82 tahun 2002. Dalam hal iniASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memerlukan 4 (empat) pilar utama,yang terdiri dari: (i) essential general products safety requirements; (ii) common rulesof standards and conformance; (iii) harmonized legislation; (iv) mutual recognition oflegally marketed products. Rumusan empat pilar tersebut untuk dapat mewujukan aliranbarang yang aman dan berkualitas secara bebas di kawasan ASEAN, peningkatanindustri berbasis produksi ASEAN, dan peningkatan daya saing industri berbasisproduksi ASEAN dalam pasar global. Bahkan, ASEAN telah membentuk ASEANConsultative Committee on Standars and Quality (ACCSQ), untuk mengharmonisasistandard dan kesepakatan saling mengakui dan penilaian kesuaian produk satu denganyang lainnya (BSN, 2013). Jadi, kesiapan Indonesia menjadi faktor yang sangat pentingdalam menghadapi dampak dari akan berlangsungnya AEC nanti.

Sayangnya, persiapan Indonesia masih cukup jauh tertinggal dibandingkannegara ASEAN lainnya. Berdasarkan penilaian implementasi negara ASEAN denganinstrument Scorecard, Indonesia menempati urutan ke 10. Capaian Scorecard inimencerminkan kesungguhan ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015. Tingkatimplementasi Indonesia mencapai 84,6% (peringkat ke-10) selama periode 2008-2013.Tingkat implementasi tertinggi dicapai oleh Singapura dengan angka 93,52%. Denganpersiapan yang relatif lambat dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, makaperdagangan Indonesia akan berpotensi menerima dampak dari kebijakan AEC 2015.

Page 53: D.-Trade-and-Economic-Integration

Malaysia, Singapura, dan Thailand.. Indonesia menduduki peringkat 38berdasarkan Global Competitive Index, sementara Singapura menduduki peringkatkedua, Malaysia menduduki peringkta ke 24, Brunei menduduki peringkat ke 26,Thailand menduduki peringkat ke 37. Faktor penyebabnya rendahnya daya saingIndonesia terhadap beberapa negara ASEAN tersebut antara lain adalah, birokrasi danaspek legal, fasilitasi dan kemudahan memperoleh kredit, perdagangan lintas negara,kualitas dan keterampilan SDM, juga faktor pendukung (infrastruktur, teknologi)Indonesia yang masih relatif rendah.

Tabel 8. Global Competitiveness Index Negara Asean

Negara

Global CompetitiveIndex Faktor Pendukung Global Competitive Index

2012-2013

2013-2014

Kemudahanberusaha

Memperolehkredit

PerdaganganLintas Negara

Singapore 2 2 1 12 1Malaysia 25 24 12 1 11Brunei 28 26 18 70 20Thailand 38 37 79 129 40Indonesia 50 38 99 40 74Philippines 65 59 128 129 37Vietnam 75 70 133 53 118Lao PDR n.a 81 138 129 53Cambodia 85 88 163 167 160Myanmar n.a 139 n.a n.a n.a

Sumber: World Economic Forum (www.weforum.org)

PENUTUPBerdasarkan hasil kajian dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor yang menjadi determinan dalam arus perdagangan barang Indonesia dengannegara ASEAN-9 dalam AEC adalah Populasi kedua negara partner, PDB keduanegara Partner, sementara variabel jarak geografis dan tarif bukan merupakandeterminan.

2. Kesiapan Indonesia menghadapi AEC masih cukup jauh tertinggal dibandingkannegara ASEAN lainnya. Faktor penyebabnya adalah masih rendahnya daya saingdan produktivitas Indonesia. Tanpa persiapan yang baik, Indonesia akan berpotensimenerima dampak buruk arus perdagangan AEC.

3. Implikasi kebijakan Indonesia menghadapi AEC dapat dilakukan melalui StrategiOfensif, antara lain:i. Peningkatan daya saing berbasis SDM. Dimulai dengan penyediaan lembaga

pendidikan yang mendukung peningkatan kualitas dan produktivitas SDM,termasuk juga peningaktan kemampuan bahasa asing SDM Indonesia. Seperti diThailand dan Vietnam misalnya, telah ada pusat-pusat kerja yang memberikanpelatihan keterampilan teknis dan pelatihan penguasaan bahasa Indonesia

ii. Hilirisasi produk berbasis agro, migas, dan barang mineral melalui kebijakanlintas sektoral

iii. Peningaktan jumlah acuan standar produk dan jumlah lembaga penguji yangberstandar internasional, termasuk penyediaan sarana pendukungnya.

Page 54: D.-Trade-and-Economic-Integration

iv. Kebijakan fiscal dan moneter yang mendukung peningkatan daya saingdan intensifikasi iklim bsinis, serta deregulasi misalnya melalui pemberian taxholiday bagi produk-produk tertentu.v. Intensifikasi sosialisasi AEC bagi seluruh stakeholders masyarakat

Indonesia.

DAFTARPUSTAKA

Asean Development Bank (www.adb.org)Achmad F. 2011. Pengaruh Port Efficiency dalam Perdagangan Bilateral Indonesia-Uni

Eropa: Pendekatan Model Gravity. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah MadaASEAN [Asociation of South East Asia Nation]. 2008. Asean EconomicCommunity

Blueprint. Jakarta (ID): ASEAN SecretariatBadan Pusat Statistik (www.bps.go.id)Di Mauro. 2000. The Impact of Economic Integration on FDI and Export: AGravity

Approach. CEPS Working Document No. 156. Diaksesmelalui:http://www.CEPS.be

Elliot R. 2005. AFTA and Asian Crisis: Helpor Hindrance to ASEAN Intra-RegionalTrade. Diakses melalui www.lesman-ac.uk/ses/research/discussion-paper0311.pdf

Geobytes (www.geobytes.com)Kartini, EL. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perdagangan Aset diIndonesia

dengan Gravity Model. Jakarta (ID): Universitas IndonesiaKemendag [Departemen Perdagangan]. 2011. Menuju ASEAN EconomicCommunity

2015. Jakarta (ID): KemendagKrugman P. 1991. Lessons of Massachusetts for EMU. Geography andTrade.

Cambridge: MIT PressRidwan. 2009. Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di KawasanASEAN:

Analisis Model Gravitasi. Jurnal Organisasi dan MAnajemen, Vol. 5 No 2hal.95-107

Rifqi, M. 2013. Dampak Globalisasi Perdagangan Antara ASEAN-5 dan China.Malang

(ID): Universitas BrawijayaSahlan R. 2007. Perdagangan Luar Malaysia dalam Konteks AFTA, DAFTA, dan

EU: Pendekatan Model Graviti. Malaysia: Universiti Utara MalaysiaUtami, LC. 2008. Variabel-variabel Determinan Perdagangan Internasional.Jakarta

(ID): Universitas Indonesia

Page 55: D.-Trade-and-Economic-Integration

Yuniarti D. 2007. Analisis Determinan Perdagangan Indonesia. JurnalEkonomi

Pembangunan Vol. 12 No.2, hal 99-109.Krueger A. 1999. Trade Creation and Trade Diversion ander NAFTA.

http://www.nber.org/papers/w7429Krugman P. 1991. Geography and Trade. Cambridge, MA: MIT PressPass T. 2000. Gravity Approach for Modelling Trade Flows Between Estonia andthe

Main Trading Partners. University of TartuPravone, L. 2003. The Gravity Model and Prediction of Trade Flows BetweenBaltics

States and Their Trade Partners. Euro Faculty Working Papers inEconomicsNo. 17 Agustus

Woytek K. 2003. Of Opennes and Distance, Trade Development in TheCommon

Wealth of Independent States 1993-2003: IMF Working Paper.WP/03/207

World Economic Forum(www.weforum.org) World Bank(www.worldbank.org)

Page 56: D.-Trade-and-Economic-Integration

KOMPETISI NEGARA EKSPORTIR KEDELAI DI INDONESIA DENGANMODEL AIDS

Prisca Nurmala Sari1

ABSTRAK

Nilai impor kedelai Indonesia sangat tinggi karena kedelai di Indonesia tidakproduktif. Hal tersebut membuat Indonesia tergantung dari impor untuk memenuhipermintaan yang melebihi dari jumlah pasokan lokal. Penelitian bertujuan untuk melihatbagaimana kompetisi negara eksportir kedelai dalam memasok kedelai ke Indonesiadalam bentuk share. Negara eksportir kedelai yang digunakan dalam penelitian iniadalah USA, Malaysia, dan Argentina karena jumlah ekspornya yang paling besar.Pengukuran kompetisi negara eksportir kedelai dengan Model AIDS memasukkanvariabel harga kedelai impor dari ketiga negara, kebijakan tarif impor, produksi danharga kedelai lokal. Hasil penelitian menunjukkan penerapan kebijakan tarif imporkedelai dapat menurunkan share USA dan Malaysia, tetapi meningkatkan shareArgentina. Ketika produksi dan harga kedelai lokal meningkat, maka akan menurunkanshare USA dan Argentina serta kebalikannya untuk Malaysia. Dilihat dari nilaiexpenditure elasticity, USA dan Malaysia elastis, sedangkan Argentina tidak elastis. Haltersebut mengindikasikan bahwa ketika pengeluaran impor kedelai Indonesiameningkat, maka akan meningkatkan share USA dan Malaysia sangat tinggi. Dilihatdari nilai compensated elasticity, hubungan antara kedelai dari USA dan Malaysia;Malaysia dan Argentina; Argentina dan ROW bersifat substitusi. Sedangkan hubunganantara kedelai dari USA dan Argentina; USA dan ROW; Malaysia dan ROW bersifatkomplementer. Namun, jika dilihat dari nilai uncompensated elasticity, hubungankedelai dari Malaysia dan Argentina berubah bersifat komplementer. Strategi Indonesiauntuk menurunkan impor kedelai dapat dilakukan dari sisi supply dan keran impor. Darisisi supply, peningkatan produktivitas kedelai dengan rekayasa genetika atau penciptaaniklim yang serupa dengan teknologi. Dari sisi keran impor, Indonesia dapat menerapkankebijakan tarif karena terbutki efektif.

1 Mahasiswa Magister Sains Agribisnis IPB. [email protected]

Page 57: D.-Trade-and-Economic-Integration

PENDAHULUAN

Semakin hari, kontribusi sektorpertanian terhadap GDP Indonesiasemakin menurun dimulai dari tahun2009 hingga tahun 2013. Kontribusi yangmenurun menunjukkan output pertanianyang semakin menurun. Hal tersebutdikhawatirkan akan menyebabkankerawanan pangan yang akan memberidampak semakin melebar sepertikelaparan, penurunan produktivitas, danseterusnya.

Salah satu komoditi pertanian yangoutput atau jumlah produksinya menurunadalah kedelai. Perkembangan produksikedelai di Indonesia memiliki pola yangsama dengan perkembangan luas lahanyang ditanami kedelai. Perkembanganluas lahan dan produksi kedelaiberfluktuasi. Peningkatan luas lahan danjumlah produksi kedelai terjadi padatahun 2004, turun pada tahun 2006,meningkat kembali pada tahun 2008, danmenurun pada tahun 2010 hingga saat ini.Namun, menurut data BPS (2014),walaupun luas lahan kedelai menurun ditahun 2013 menjadi seluas 660.283hektar, nilai produksi kedelai menurutangka sementara meningkat menjadi847.157 ton.

Walaupun produksi kedelaimeningkat, peningkatannya tidak dapatmengimbangi permintaan atau kebutuhankedelai di Indonesia. Jumlah permintaanterhadap produk turunan kedelai semakinmeningkat karena jumlah pendudukIndonesia semakin bertambah semakinlama mengingat kedelai merupakan salahsatu sumber protein untuk manusia.Jumlah permintaan (demand) danproduksi (supply) kedelai di Indonesiaselalu tidak seimbang.

Produksi atau pasokan (supply) lebihsedikit dibandingkan permintaan akanmembuat harga kedelai di Indonesiamahal. Untuk mengatasi hal tersebut danjuga kelangkaan kedelai, makapemerintah mengimpor kedelai dari luar

negeri dengan harga yang lebih murah.Pada tahun 2012-2013, sempat terjadikrisis kedelai sehingga harga pada saat itumenjulang tinggi membuat pengrajintahu, tempe, tauco, dan lainnya rugikarena bengkaknya biaya produksi. Halitu dikarenakan langkanya kedelai diIndonesia. Pemerintah menerapkanpembebasan bea masuk impor kedelaiuntuk mengimbangi kebutuhan domestik.Penetapan kebijakan tersebut jugadilakukan karena nilai kurs rupiah sedangmelemah sehingga biaya impor menjadimahal. Impor kedelai dilakukan jugauntuk menstabilkan harga kedelai didomestik.

Mekanisme pembelian dan penjualankedelai di Indonesia diserahkan kepadamekanisme pasar. Oleh karena itu, peranpemerintah dibutuhkan ketika terjadiketidakseimbangan permintaan danproduksi kedelai di Indonesia. Namun,hal yang selalu terjadi sampai saat iniadalah permintaan kedelai melebihijumlah produksi. Hal tersebut membuatpemerintah sulit berswasembada kedelaikarena salah satu rencana kerjaKementerian Pertanian Indonesia adalahswasembada kedelai. Indonesia pernahswasembada kedelai pada tahun 1990-an.Pada saat itu, luas lahan Indonesia untukkedelai masih sangat luas. Untuk saat ini,swasembada kedelai dirasa sangat sulitdirealisasikan mengingat konversi lahanpertanian menjadi non pertanian semakinbertambah. Konversi lahan kedelaimenjadi komoditas pertanian lainnya jugabanyak terjadi karena mengusahakankedelai tidak terlalu membuahkankeuntungan (profit). Tingkatproduktivitas kedelai di Indonesia sangatrendah, yaitu sebesar 1,49 ton per hektar(Kementan 2013).

Konversi lahan kedelai menjaditanaman pertanian lainnya oleh karenakeengganan petani menanam kedelai jugadikarenakan adanya kedelai impor yangmasuk ke Indonesia. Kedelai impor yang

Page 58: D.-Trade-and-Economic-Integration

lebih murah membuat para pengrajintahu, tempe, dan produk turunan kedelailainnya lebih memilih kedelai impor.Ditambah pula karena preferensipengrajin produk kedelai ini yang lebihmemilih kedelai impor karena kedelaiimpor memiliki ukuran yang lebih besar,warna lebih putih, dan kandungan proteinlebih tinggi. Hal tersebut membuatNegara Indonesia terus mengalamiketergantungan akan produk imporkedelai. Fenomena demikian membuatimpor kedelai terus berulang-ulang terjadidi Indonesia. Untuk memperbaiki sistemdan fenomena yang demikian, makapenting dipelajari, dianalisis sebagailandasan dalam membuat alternatifsolusinya atau kebijakan.

Indonesia sangat tergantungterhadap produk kedelai impor. Indonesiapernah menjadi importir terbesar di duniayang ke delapan (FAO 2013). Ditahun 2013, negara yang menjadieksportir utama kedelai yang memasokkedelai ke Indonesia, yaitu AmerikaSerikat, Argentina, dan Malaysia.Amerika Serikat menjadi negarapengekspor kedelai utama ke Indonesia.

Oleh karena Amerika Serikatmerupakan eksportir utama dan tetapkomoditi kedelai, Indonesiamenggantungkan permintaan kedelaidomestiknya yang besar kepada AmerikaSerikat. Ketergantungan ini merupakanhal yang buruk. Pada paper ini,akan dibahas mengenai pangsa pasarkedelai impor dari eksportir NegaraAmerika Serikat, Malaysia, danArgentina di Indonesia sebagai importir.Model pangsa pasar tersebut akandikaitkan dengan produksi kedelai lokal,price kedelai lokal, dan pengaruhpenetapan kebijakan tarif impor kedelai diIndonesia. Hasil dari paper ini adalahdapat mengetahui bagaimana pengaruhbeberapa variabel independen terhadappangsa pasar eksportir kedelai keIndonesia.

LITERATURE REVIEW

Teori PermintaanMenurut Nugraha (2001), kombinasi

output ditunjukkan dengan fungsipermintaan Marshallian(uncompensated). Harga dan pendapatanmemiliki peranan yang penting dalampemilihan kombinasi, yaitu pada fungsipermintaan tersebut.

Di sisi lain, selain sisi kombinasioutput yang dipengaruhi harga danpendapatan konsumen, permintaan jugadapat dilihat dari sisi dimana konsumeningin meminimalkan pengeluarannyauntuk memperoleh kepuasannya. Haltersebut menimbulkan fungsi permintaanHicksian (compensated). Fungsipermintaan ini menghasilkan kombinasioutput yang memiliki kepuasan sampaitingkat tertentu. Namun, menurutNugraha (2001), yang mempengaruhikombinasi output adalah tingkat kepuasandan harga produk. Teori maupun kurvapermintaan menjadi penting untukdipelajari dalam menjalankan bisnisbahkan dalam mengatur kegiatanperekonomian negara. Kedua fungsipermintaan tersebut biasa dikenal dengankonsep dualitas dalam teori permintaan.

Deaton dan Muellbauer (1980)mengungkapkan bahwa terdapat beberapabatasan dalam kedua fungsi permintaantersebut, yaitu : Adding-up Restrictions

Nilai total merupakan total biaya yangdikeluarkan untuk mengkonsumsi output. Homogenity

Menurut Nugraha (2001), fungsipermintaan hicksian akan homogenberderajat nol terhadap harga danpengeluaran rumah tangga. Sehingga jikaterjadi perubahan harga dan pengeluaransecara proporsional, permintaan outputtidak akan berubah. Symetry

Batasan ini menguji apakahkonsumen memiliki preferensi yang

Page 59: D.-Trade-and-Economic-Integration

konsisten seiring berjalannya waktu atautidak. Negativity

Batasan ini sama halnya dengan teoripermintaan, yaitu terdapat hubungan yangnegatif antara harga dengan jumlhapermintaan.

Batasan adding-up dan homogeneitymerupakan cerminan dari kendalaanggaran yang ditunjukkan oleh garisanggaran, sedangkan pada kurva indiferenyang menunjukkan preferensi konsumenyang konsisten mencerminkan batasansimetri dan negativitas (Deaton danMuellbauer 1980 ; Nugraha 2001 ;Wardani 2007).

Model AIDS

Model AIDS diperkenalkan pertamakali oleh Deaton dan Muellbauer (1980).Menurut pencetusnya Deaton danMuelbauer (1980) serta Wan et al.(2010), model ini memiliki kelebihanyang lebih dibandingkan RotterdamModel dan Translog Model. Kedua modelini dapat menguji hambatan“homogeneity” dan “symetri”. Padadasarnya, Model AIDS digunakan untukmembuat persamaan permintaan. Porsianggaran dari komoditi atau produkberhubungan dengan total pengeluarandan harga relatif. seiring berkembangnyamodel ini, kombinasi penggunaan modelini lebih variatif dan dikembangkan daritujuan dasar estimasi persamaanpermintaan. Menurut Henneberry danHwang (2007), oleh karena kelebihanModel AIDS, model ini dapat digunakanuntuk menganalisis sistem permintaanbaik mikro maupun secara makro.Didukung pula oleh pernyataan Yang danKoo (1994), Lee et al. (2008) serta Wanet al. (2010), yaitu hasil model ini cukupkonsisten dengan teori ekonomi, tidakbertentangan dengan teori, lebih fleksibelserta mudah menggunakannya.

Sampai saat ini, Model AIDS sudahbanyak digunakan para peneliti untuk

mengestimasi parameter-parameter didalam penelitiannya. Tujuan-tujuanpenelitian yang menggunakan ModelAIDS antara lain mengestimasi modelpermintaan (Nugraha 2001), menghitungproporsi pengeluaran masyarakat didaerah seperti kota atau provinsi(Nugraha 2001 ; Wardani 2007),mengestimasi persaingan negara-negaradalam pasar ekspor (Chang & Nguyen2002), mengestimasi permintaan imporatau menganalisis kompetisi impor disebuah negara (Yang dan Koo 1994 ;Andayani dan Tilley 1997 ; Wang et al.1998 ; Satyanarayana et al. 1999 ;Henneberry dan Hwang 2007 ; Mutondodan Henneberry 2007 ; Boonsaeng et al.2008 ; Lee et al. 2008 ; Wan et al. 2010)dan lainnya. Model AIDS juga digunakanuntuk melihat dampak kebijakanpemerintah (kebijakan perdagangan)terhadap porsi pasar (market share) atauposisi persaingan sebuah negara.

Terdapat dua Model AIDS, yaitumodel yang statis dan model yangdinamis. Menurut Wan et al. (2010),model AIDS statis merupakan modeljangka panjang karena perilaku konsumenatau responden dianggap berada di dalamkeseimbangan atau bersifat statis. Namun,pada kenyataannya, konsumen dapatdipengaruhi oleh beberapa faktor yangmembentuk perilaku konsumen yangberbeda. Model AIDS statis juga tidakmampu mengevaluasi dinamika jangkapendek.

Model AIDS yang dinamisberkembang seiring berkembangnyamodel ekonometrika yangmengakomodasi data time series dandapat diakomodasi oleh teknik errorcorrection yang diajukan oleh Engle danGranger (Wan et al. 2010). Selain itu,berkembang pula Model AIDS yangmenggunakan konsep sourcedifferentiated, yang disebut SDAIDS(Source-Differentiated Almost IdealDemand System).

Page 60: D.-Trade-and-Economic-Integration

Kasus Impor dengan Model AIDS

Variabel dependen yang digunakanuntuk mengestimasi Model AIDS dengankasus impor tergantung tujuan penelitian,dapat berupa proporsi pengeluaran imporuntuk komoditi tertentu (Yang & Koo1994 ; Andayani & Tilley 1997 ;Satyanarayana et al. 1999 ; Henneberry &Hwang 2007 ; Mutondo & Henneberry2007 ; Boonsaeng et al. 2008 ; Lee et al.2008 ; Wan et al. 2010). Proporsipengeluaran impor oleh importirmencerminkan perilaku yang dimilikioleh importir (Yang & Koo 1994).

Variabel independen yang digunakandalam penelitian mengenai pangsa pasaratau kompetisi di dalam pasar impordapat berupa harga produk impor (Yang& Koo 1994 ; Andayani & Tilley 1997 ;Satyanarayana et al. 1999 ; Henneberry &Hwang 2007 ; Mutondo & Henneberry2007 ; Boonsaeng et al. 2008 ; Lee et al.2008 ; Wan et al. 2010) dan variabelkebijakan sebagai dummy variable ketikaingin melihat dampak kebijakanpemerintah (Wan et al. 2010).

Sebuah negara eksportir yangkegiatan ekspornya sangat potensial atauprospektif di pasar impor negaratujuannya adalah jika permintaan produktidak sensitif terhadap perubahan hargatetapi pangsa pasar eksportir akanmeningkat ketika terjadi kenaikanpengeluaran impor oleh negara importirtujuan eksportir (Lee et al. 2008).

METODE

Model

Model dasar AIDS dapatdikombinasikan dengan variabel-variabellain yang berkaitan dengan kasus yangdiangkat. Tujuan dari modelling denganmodel AIDS pada pembahasan padapaper ini adalah ingin mengetahui danmenganalisis pangsa pasar negaraeksportir kedelai di pasar Indonesiasebagai importir. Dalam menganalisis

kompetisi eksportir kedelai di Indonesia,terdapat tiga negara sebagai majorcountries yang mengekspor komoditikedelai ke Indonesia sebagai importir.Negara eksportir kedelai ke Indonesiayang sangat dominan atau intense adalahAmerika Serikat, Argentina, danMalaysia. Ketiga negara tersebut akandibahas di dalam model.

Model AIDS yang akan digunakandalam analisis pada paper ini akanmenunjukkan pangsa pasar eksportirkedelai di Indonesia dimana eksportiradalah Amerika Serikat, Malaysia, danArgentina. Dalam model ini, juga ingindilihat bagaimana pengaruh produksikedelai lokal (Indonesia) dan hargakedelai lokal terhadap pangsa pasareksportir kedelai di Indonesia.

Kebijakan impor kedelai di Indonesiaakan ditinjau di dalam Model AIDS.Kebijakan yang ditinjau adalah hanyakebijakan tarif saja karena penerapankebijakan kuota baru berlangsung satutahun kurang, jadi belum sesuai ataubelum sangat layak untuk dianalisispengaruhnya. Kebijakan impor kedelaiyaitu tarif dimasukkan ke dalam modelsebagai variabel dummy.

Terdapat tiga persamaan model AIDSpada paper ini. Persamaan pertama yaitumenerangkan pangsa pasar AmerikaSerikat; yang persamaan kedua adalahuntuk Malaysia; dan ketiga menerangkanpangsa pasar Argentina di Indonesiasebagai importirnya. Ketiga persamaantersebut adalah berikut.

WUSA = 1+ 1 Ln PUSA+ 2 Ln PMalay+ 3

Ln PArgentina + 4 Ln PROW + 1 Ln(x/P*) + c1 D + d1 Ln produksikedelai lokal + e1 Ln price lokal

WMalaysia = 2+ 5 Ln PUSA+ 6 Ln PMalay+7 Ln PArgentina + 8 Ln PROW +2 Ln (x/P*) + c2 D + d2 Lnproduksi kedelai lokal + e2 Lnprice lokal

Page 61: D.-Trade-and-Economic-Integration

WArgentina = 3+ 9 Ln PUSA+ 10 LnPMalay+ 11 Ln PArgentina + 12

Ln PROW + 3 Ln (x/P*) + c3 D+ d3 Ln produksi kedelai lokal+ e3 Ln price lokal

Keterangan :1,2,3 = Konstanta1,…, 12;1,2,3 = Koefisienc1…c3; d1…d3; e1…e3 = KoefisienD = Dummy kebijakan tarif

D = 1 ada kebijakan tarifD = 0 tidak ada kebijakan tarif

Data

Data yang digunakan dalampembahasan pada paper ini adalah datasekunder dan tahunan. Digunakan datatahunan karena terdapat keterbatasan dataproduksi kedelai lokal bulanan. Datatepatnya pada bulan apa untukdiberlakukannya tarif impor kedelai jugasulit untuk dicari. Data nilai impor danharga kedelai di negara eksportir diambildari website ‘Comtrade’, sedangkan dataproduksi kedelai lokal diperoleh dariKementan (2014); data price lokaldiperoleh dari FAO (2014). Informasimengenai penetapan kebijakan tarifdiperoleh dari Kementerian Keuangan(2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Overview Negara Eksportir KedelaiAmerika Serikat (USA) merupakan

negara produsen kedelai dengan tingkatproduktivitas tertinggi dibandingkannegara lainnya. tingkat produktivitasbudidaya kedelai di Amerika Serikatsebesar 2,66 ton/hektar. Menurut FAO(2014), Amerika Serikat merupakannegara eksportir kedelai pertama yangpaling banyak mengekspor kedelai kenegara-negara di dunia. Nilai eksporkedelainya pada tahun 2013 adalah21.494.191.869 dolar Amerika Serikat.Adapun persentase nilai ekspor kedelai

Amerika Serikat ke negara tujuanekspornya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase Nilai KedelaiEkspor dari Amerika Serikat di Dunia

Tahun 2013Sumber : FAO 2014

Negara RRC merupakan negaraimportir kedelai yang memperolehpasokan kedelai dari Amerika Serikatdengan jumlah nilai (value) yang palingbesar dibandingkan negara tujuan eksporkedelai Amerika Serikat lainnya.Sedangkan Indonesia merupakan negaraimportir kedelai Amerika Serikat denganbesar nilai yang paling besar padaperingkat ke-4 dengan besar pangsasebesar 4,6 persen. Amerika Serikathampir menjadi negara eksportir kedelaipertama yang selalu mengeksporkedelainya ke Indonesia.

Malaysia, negara tetangga Indonesiajuga mengekspor kedelai produksinya keIndonesia. Argentina dan Malaysia sama-sama berkompetisi merebut pasar kedelaiIndonesia dan keduanya kadang-kadangmenempati posisi kedua bergantian dalammengekspor kedelai dalam jumlah palingbanyak ke Indonesia. Persentase besarekspor kedelai oleh Malaysia ke negaraimportir di dunia dapat dilihat oadaGambar 2. Nilai ekspor kedelai Malaysiasebesar 15.890.876 dolar Amerika Serikatdengan Indonesia merupakan tujuanekspor utamanya dengan besar persentase94,5 persen. Jika ditinjau lagi, Malaysiajuga melakukan impor kedelai utamanyadari Amerika Serikat dan Argentina.

China62%

Mexi-co7%

Japan5%

Indo-nesia5%

ROW21%

Page 62: D.-Trade-and-Economic-Integration

Impor tersebut diekspor kembali keIndonesia.

Gambar 2. Persentase Nilai KedelaiEkspor dari Malaysia di Dunia

Tahun 2013Sumber : FAO 2014

Argentina merupakan negara lainnyayang mengekspor kedelai ke Indonesia.Saat ini, Argentina menjadi intensemengekspor kedelai hasil produksinya keIndonesia, namun tidak pada tahun 1996-1998. Pada tahun 2013, Argentinamerupakan negara kedua yangmengekspor kedelainya ke Indonesiadengan nilai yang paling besar. Besarnilai kedelai yang diekspor Argentina keIndonesia sebesar 5.457.163.621 dolarAmerika Serikat.

Gambar 3. Persentase Nilai KedelaiEkspor dari Argentina di Dunia

Tahun 2013

Sumber : FAO 2014

Adapun persentase nilai ekspor kedelaiArgentina dalam pasar impor kedelai didunia dapat dilihat pada Gambar 3.Indonesia berada di peringkat ke-4dengan besar nilai kedelai ekspor dariArgentina yang paling besar dari seluruhnegara importir kedelai Argentina didunia. Thailand menjadi negara tujuanekspor kedelai Argentina dengan besarnilai ekspor kedelai terbesar ke-3.

Overview Perkedelaian di IndonesiaData nilai impor kedelai Indonesia

dari ketiga negara sebagai majorcountries ke Indonesia semakinmeningkat dari tahun ke tahun walaupunmengalami penurunan. Perkembanganharga kedelai impor di Indonesia darisetiap negara eksportir dapat dilihat padaGambar 4. Dilihat di gambar, hargakedelai impor yang paling tinggi adalahharga kedelai dari Malaysia (warnahijau). Sedangkan garis yang berwarnamerah adalah Argentina, dan biru adalahAmerika Serikat.

Gambar 4. Perkembangan Harga KedelaiImpor dari Negara Eksportir

Sumber : Comtrade.un.org (2014)

Harga kedelai impor yang palingrendah adalah kedelai dari AmerikaSerikat. Hal tersebut membuat Indonesia

Indo-nesia95%

Singa-pore3%

ROW2%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

1993

1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

2009

2011

2013

US$

China80%

Egypt7%

Thai-land2%

Indo-nesia1%

ROW10%

Tahun

Page 63: D.-Trade-and-Economic-Integration

sangat bergantung pada pasokan kedelaidari Amerika Serikat karena harganyayang murah sehingga devisa yangberkurang pun sedikit. Data produksikedelai di Indonesia dari tahun 1993-2003dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlahproduksi kedelai di Indonesia semakinmenurun. Hal tersebut dikarenakankonversi lahan pertanian menjadi nonpertanian serta konversi lahan kedelaimenjadi lahan komoditi lain karenakurang terdorongnya semangat petanikedelai untuk membudidayakan kedelailagi sehingga jumlah petani kedelaiberkurang.

Gambar 5. Perkembangan ProduksiKedelai Lokal (Indonesia) Tahun 1993-

2013Sumber : Kementan 2014

Perkembangan harga kedelai produksilokal di Indonesia dapat dilihat padaGambar 6. Satuan harga kedelai yaituUS$/ton. Dari Gambar 6, pergerakanharga kedelai lokal cenderung meningkatdari tahun 1993. Meningkatnya hargakedelai dikarenakan jumlah produksiyang menurun. Menurunnya jumlahproduksi dapat dilihat pada Gambar 5.Jumlah kedelai yang sedikit (pasokan)akan menyebabkan meningkatnya hargakedelai. Hal tersebut sesuai dengan teoripermintaan.

Gambar 6. Perkembangan Harga KedelaiLokal (Indonesia) Tahun 1993-2013

Sumber : FAO 2014

Komoditi kedelai di Indonesiatermasuk ke dalam komoditi strategisIndonesia. Pemerintah melakukanstabilisasi harga kedelai. Seperti yangsudah dibahas sebelumnya, jumlahpermintaan domestik akan kedelaimelebihi jumlah pasokan kedelai yangada di Indonesia. Oleh karena itu, untukmemenuhinya, pemerintah melakukanimpor kedelai dari para eksportir. Untukmelindungi produsen kedelai diIndonesia, pemerintah selalu menetapkankebijakan impor kedelai yang berganti-ganti. Pergantian atau perubahankebijakan tersebut dilakukan melihatkondisi Indonesia seperti harga kedelai,exchange rate, dan lainnya.

Pemerintah Indonesia menetapkanhambatan-hambatan impor kedelai.Hambatan yang dilakukan yaitupenetapan tarif dan kuota. Penetapanbesar tarif berubah-ubah atau tidak selalusama pada tiap tahun. Tarif pada imporkedelai pertama kali diberlakukan sejaktahun 1974. Gambaran perjalanan besarantarif impor kedelai Indonesia sejak tahun1974 dapat dilihat pada Gambar 7. Kuotakedelai impor pertama kali ditetapkanpada tahun 1973-1979.

0200000400000600000800000

10000001200000140000016000001800000

1993

1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

2009

2011

2013

0

200

400

600

800

1000

1200

Tahun

US$/ton

Tahun

Page 64: D.-Trade-and-Economic-Integration

Gambar 7. Perkembangan Besaran TarifImpor Kedelai Indonesia

Tahun 1974-2013Sumber : Kemenkeu 2014

Pada tahun 2013, kebijakan baruditetapkan pemerintah dengan keluarnyaPeraturan Menteri Perdagangan(Permendag) No.45 Tahun 2013 dimanaIndonesia menetapkan kuota imporkedelai pada tahun ini. Para pengusahaimportir kedelai nasional harusmendaftarkan diri terlebih dahulu sebagaiImportir Terdaftar (IT) dan menetapkanjumlah permintaan kedelainya. Namun,pada akhirnya, pemerintah tidakmemberikan izin untuk mengimporkedelai dengan jumlah seluruh yangdiminta. Dari kebutuhan nasional,pemerintah menetapkan kuota imporkedelai sebesar 70 persen saja.

Kompetisi Eksportir Kedelai diIndonesia

Data yang sudah diperoleh sesuaidengan model yang dibentuk diolahdengan menggunakan software STATA10. Dari hasil pengolahan, akandihasilkan nilai koefisien-koefisien sertakonstanta yang membentuk persamaanModel AIDS yang sudah dibahassebelumnya. Hasil pengolahan datadengan software tersebut jika dituliskan

dalam persamaan Model AIDS adalahberikut.

WUSA = -1.51 + 0,226 Ln PUSA+ 0,06 LnPMalay - 0.068 Ln PArgentina + 0,122Ln PROW + 0,311 Ln (x/P*) -0,023 D – 0,117 Ln produksikedelai lokal – 0,39 Ln pricelokal

WMalaysia = -0,019 + 0,007 Ln PUSA- 0,021Ln PMalay – 0,001 Ln PArgentina –0,019 Ln PROW - 0,001 Ln(x/P*) – 0,022 D – 0,005 Lnproduksi kedelai lokal + 0,056Ln price lokal

WArgentina = 1,05 + 0,083 Ln PUSA – 0,016Ln PMalay + 0,018 Ln PArgentina

– 0,065 Ln PROW – 0,029 Ln(x/P*) + 0,056 D – 0,03 Lnproduksi kedelai lokal –0,048 Ln price lokal

Persamaan Model AIDS di atasmerupakan persamaan yang belummengakomodasi restriksi-restriksi yangharus dimasukkan ke dalam persamaantersebut. Sehingga setelah diperolehpersamaan sebelum direstriksi, restriksiatau constraint dimasukkan atau di-inputke dalam persamaan Model AIDStersebut. Koefisien dari setiap variabel,termasuk konstanta juga berubah. Adapunpersamaan Model AIDS yang sudahmengakomodasi restriksi dapat dilihatsebagai berikut.

WUSA = -1.068 + 0,386 Ln PUSA+ 0,03 LnPMalay - 0.063 Ln PArgentina - 0,353Ln PROW + 0,242 Ln (x/P*) -0,036 D – 0,092 Ln produksikedelai lokal – 0,034 Ln pricelokal

WMalaysia = -0,31 + 0,03 Ln PUSA- 0,022 LnPMalay – 0,0008 Ln PArgentina –0,0067 Ln PROW + 0,0072 Ln(x/P*) – 0,017 D + 0,007 Lnproduksi kedelai lokal + 0,023Ln price lokal

0

5

10

15

20

25

30

3519

7419

7719

8019

8319

8619

8919

9219

9519

9820

0120

0420

0620

0920

12

(%)

Page 65: D.-Trade-and-Economic-Integration

WArgentina = 2,082 - 0,063 Ln PUSA –0,0008 Ln PMalay + 0,013 LnPArgentina + 0,05 Ln PROW –0,04 Ln (x/P*) + 0,041 D –0,09 Ln produksi kedelailokal – 0,039 Ln price lokal

Persamaan WUSA mendeskripsikanbesar pangsa pasar Amerika Serikat(USA) dalam mengekspor kedelai keIndonesia. Pada persamaan WUSA, ketikaPemerintah Indonesia menerapkan tarifkedelai impor (D=1), pangsa pasarAmerika Serikat menurun karena tandakoefisien dummy negatif. Hal tersebuttentu saja karena tujuan penetapan tarifadalah membatasi jumlah impor. Ketikaproduksi kedelai lokal (Indonesia)meningkat, maka akan menurunkanpangsa pasar ekspor kedelai AmerikaSerikat karena tanda koefisien produksikedelai lokal bertanda negatif. Namun,ketika harga kedelai lokal di Indonesiameningkat, pangsa pasar kedelai eksporAmerika Serikat menurun, dibuktikandari tanda negatif pada koefisien pricelokal.

Persamaan WMalaysia mendeskripsikanpangsa pasar Malaysia dalam mengeksporkedelainya ke Indonesia. Pada persamaanWMalaysia, ketika Pemerintah Indonesiamenerapkan tarif kedelai impor (D=1),pangsa pasar Malaysia menurun karenatanda koefisien dummy negatif. Ketikaproduksi dan harga kedelai lokal diIndonesia meningkat, akan dapatmeningkatkan pangsa pasar Malaysiadalam pasar Indonesia sebagaiimportirnya. Hal tersebut kebalikan darikasus di Amerika Serikat. Hal tersebutpula mengindikasikan bahwa walaupunproduksi kedelai lokal meningkat,permintaan impor kedelai dari Malaysiatetap saja meningkat atau para pengrajin

tahu tempe lebih memilih (meminta)kedelai impor dibandingkan kedelai lokal.

Persamaan WArgentina pangsa pasarArgentina dalam mengekspor kedelai keIndonesia. Pada persamaan WArgentina,

ketika Pemerintah Indonesia menerapkantarif kedelai impor (D=1), pangsa pasarArgentina meningkat karena tandakoefisien dummy positif. Hal tersebutmengindikasikan bahwa kebijakan tarifimpor kedelai tidak dapat menghambatimpor kedelai dari Argentina. Samahalnya dengan kasus di Amerika Serikat,ketika produksi dan harga kedelai lokal diIndonesia meningkat, maka akanmenurunkan pangsa pasar Argentina diIndonesia sebagai importirnya.

Perhitungan elastisitas juga dianalisisdalam paper ini. Elastisitas yangdianalisis adalah elastisitas pengeluaran(expenditure elasticity), compensatedelasticity, dan uncompensated elasticity.Besarnya nilai ketiga elastisitas tersebutdapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Expenditure, Compensated,dan Uncompensated ElasticityKedelai Impor di Indonesia

Expenditure ElasticityElastisi-

tasUSA 1,288Malay-sia

1,4

Argen-tina

0,298

ROW -1,43Compensated Elasticity

USAMalay-

siaArgen-

tinaROW

USA 0,299 0,054 -0,018 -0,335Malay-sia

2,506 -2,204 0,013 -0,286

Argen-tina

-0,266 0,004 -0,715 0,963

Uncompensated Elasticity

USAMalay

-siaArgen-

tinaROW

Page 66: D.-Trade-and-Economic-Integration

USA -0,78 0,031 -0,092 -0,446Malay-sia

1,33 -2,229 -0,067 -0,407

Argen-tina

-0,52 -0,001 -0,732 0,938

Untuk kasus expenditure elasticity,nilai elastisitas Amerika Serikat (USA)sebesar 1,288 yang berarti bahwakenaikan pengeluaran impor kedelai olehIndonesia sebesar satu persen, akanmeningkatkan share Amerika Serikatdalam mengimpor kedelai ke Indonesiasebesar 1,288. Nilai elastisitasexpenditure Malaysia sebesar 1,4 yangmengindikasikan bahwa kenaikanpengeluaran impor kedelai Indonesia satupersen, akan meningkatkan shareMalaysia dalam mengimpor kedelai keIndonesia sebesar 1,4. Argentinamemiliki nilai expenditure elasticitysebesar 0,298 yang berarti bahwakenaikan pengeluaran impor kedelaiIndonesia satu persen, akan meningkatkanshare Argentina dalam mengimporkedelai ke Indonesia sebesar 0,298. Dariketiga interpretasi expenditure elasticitytersebut, permintaan impor akan kedelaiMalaysia paling elastis ketika terjadiperubahan anggaran pengeluaran imporkedelai Indonesia. Sedangkan permintaankedelai impor dari Argentina inelastiskarena nilai elastisitasnya kurang darisatu dalam tanda mutlak. Menurut Tomekdan Robinson dalam Boonsaeng et al.(2008), semakin besar nilai elastisitasexpenditure, menunjukkan kualitas yanglebih baik. Dalam kasus ini, oleh karenanilai elastisitas Malaysia paling tinggi,kualitas kedelai Malaysia lebih disukaiIndonesia dan lebih bagus. Namun, olehkarena Malaysia juga mengimpor kedelaidari Amerika Serikat, kemungkinan besarkedelai impor tersebut diekspor keIndonesia.

Untuk kasus compensated elasticity,nilai elastisitas antara Amerika Serikat-Amerika Serikat bernilai negatif. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa ketikakenaikan harga kedelai Amerika Serikatsebesar 1 persen akan meningkatkanshare Amerika Serikat sebesar 0,299persen. Sedangkan untuk nilaicompensated elasticity Malaysia-Malaysia serta Argentina-Argentinabernilai negatif. Untuk yang Malaysia-Malaysia interpretasinya adalah ketikakenaikan harga kedelai Malaysia sebesar1 persen akan menurunkan shareMalaysia sebesar 2,204 persen. Samahalnya dengan Argentina-Argentina,ketika kenaikan harga kedelai Argentinasebesar 1 persen akan menurunkan shareArgentina sebesar 0,715 persen. Melihatketiga hasil elastisitas compensateddengan negaranya sendiri, untuk kasusMalaysia-Malaysia serta Argentina-Argentina sudah sesuai dengan teori.Ketika harga komoditi naik, makapermintaan atau share seharusnyamenurun. Teori demikian tidak berlakuuntuk kasus Amerika Serikat-AmerikaSerikat karena nilainya positif. Haltersebut dikarenakan walaupun hargakedelai Amerika Serikat meningkat,Indonesia tetap mengimpornya dalamjumlah yang banyak karena kualitaskedelai mereka sangat tinggidibandingkan eksportir lainnya. Padatahun 2012-2013, impor kedelaiIndonesia hampir seratus persen dipasokoleh Amerika Serikat.

Untuk kasus compensated elasticitypada persamaan Amerika Serikat, ketikaterjadi kenaikan harga kedelai Malaysiasebesar 10 persen, maka akanmeningkatkan share Amerika Serikatsebesar 0,54 persen; ketika terjadikenaikan harga kedelai Argentina sebesar10 persen, maka akan menurunkan shareAmerika Serikat sebesar 0,18 persen;ketika terjadi kenaikan harga kedelaiROW sebesar 10 persen, maka akanmenurunkan share Amerika Serikatsebesar 3,35 persen. Pada persamaanMalaysia, ketika terjadi kenaikan harga

Page 67: D.-Trade-and-Economic-Integration

kedelai Amerika Serikat sebesar 1 persen,maka akan meningkatkan share Malaysiasebesar 2,506 persen; ketika terjadikenaikan harga kedelai Argentina sebesar10 persen, maka akan meningkatkanshare Malaysia sebesar 0,13 persen;ketika terjadi kenaikan harga kedelaiROW sebesar 10 persen, maka akanmenurunkan share Malaysia sebesar 2,86persen. Pada persamaan Argentina, ketikaterjadi kenaikan harga kedelai AmerikaSerikat sebesar 10 persen, maka akanmenurunkan share Argentina sebesar 2,66persen; ketika terjadi kenaikan hargakedelai Malaysia sebesar 10 persen, makaakan meningkatkan share Argentinasebesar 0,04 persen; ketika terjadikenaikan harga kedelai ROW sebesar 10persen, maka akan meningkatkan shareArgentina sebesar 9,63 persen.

Dari hasil compensated elasticities,nilai elastisitas antar negara eksportiryang bertanda positif menandakan bahwakedelai dari kedua negara tersebut bersifatsubstitusi, sedangkan yang bertandanegatif, kedelai dari kedua negaratersebut bersifat saling melengkapi. Padakasus kedelai impor di Indonesia, yangbersifat substitusi atau salingmenggantikan adalah antara kedelai dariAmerika Serikat dan Malaysia; Argentinadan Malaysia; serta Argentina dan ROW,sedangkan hubungan atau sifat antarakedelai dari Amerika Serikat danArgentina; Amerika Serikat dan ROW;serta Malaysia dan ROW adalahkomplementer atau saling melengkapi.Kedelai antara Malaysia dan negara lainkecuali ROW bersifat substitusi. Haltersebut dikarenakan kedelai yangdiekspor Malaysia ke Indonesiamerupakan kedelai yang berasal dariAmerika Serikat dengan persentasejumlah kedelai yang paling banyakdibandingkan negara eksportir lainnyayang mengekspor kedelai ke Malaysia.Begitu juga antara Malaysia dan

Argentina, Malaysia juga mengimporkedelai dari Argentina.

Pada kasus uncompensatedelasticities, sama seperti pembahasancompensated elasticities. Untuk nilaielastisitas yang positif mengindikasikanbahwa sifat impor kedelai antara duanegara bersifat substitusi dan sebaliknyabersifat komplementer. Tanda nilaielastisitas uncompensated pun samadengan tanda nilai compensated, kecualiantara Malaysia dengan Argentina sertaAmerika Serikat dengan dirinya sendiri.Pada kasus uncompensated elasticities,nilai elastisitas ini untuk kedelai imporantara dari Argentina-Malaysia bersifatkomplementer karena tandanya negatif.Hal tersebut mengindikasikan bahwaketika pendapatan Indonesia diasumsikankonstan karena uncompensated,hubungan kedelai dari kedua negaratersebut menjadi saling melengkapi. Samahalnya dengan nilai elastisitas AmerikaSerikat dengan dirinya sendiri. Pada saatpendapatan Indonesia konstan, Indonesialebih memikir kembali untuk mengimporkedelai dari Amerika Serikat ketikaharganya meningkat karena biaya imporpun akan meningkat. Oleh karena itu,nilai uncompensated elasticity AmerikaSerikat negatif.

Melihat hasil analisis share negaraeksportir kedelai ke Indonesia denganModel AIDS, Indonesia sangatbergantung sekali dengan pasokan kedelaiimpor dari Amerika Serikat. Hal tersebutterlihat dari nilai compensated elasticityantara Amerika Serikat dengan dirinyasendiri bernilai positif. Walaupun hargakedelai Amerika Serikat meningkat,Indonesia tetap saja mengimpornya.

Kegiatan impor yang dilakukannegara dapat mengurangi devisa negara.Hal tersebut tentu saja membuatpemerintah ingin menekan impor,terutama impor kedelai. Untuk menekanimpor kedelai, menerapkan kebijakantarif cukup efektif dalam menurunkan

Page 68: D.-Trade-and-Economic-Integration

share impor dari Amerika Serikat sebagaipemasok utama kedelai. Jika besar tarifmeningkat, maka diduga akan terusmenurunkan share kedelai impor keIndonesia dari Amerika Serikat danMalaysia. Namun, penerapan kebijakantarif saja tidak cukup karena kontinuitaskedelai di Indonesia tidak cukupmengimbangi permintaan pasar.

Tanaman kedelai merupakan tanamansubtropis yang kurang cocokdikembangkan di Indoensia. Oleh karenaitu, untuk meningkatkan produktivitasdengan mengandalkan bibit yang adatidak cukup karena belum ada yangseproduktif seperti Amerika Serikat.Strategi pemulanya adalah denganmengadakan rekayasa genetika pada bibitkedelai sehingga dapat dihasilkan bibityang produktif dan siap tanam pada iklimtropis. Selain itu, para ahli pertanian jugaperlu mendorong produktivitas tanamankedelai dengan menciptakan lingkunganyang serupa dengan iklim subtropisdengan teknologi tertentu. Hal-haltersebut dilakukan untuk mendorongproduktivitas tanaman kedelai diIndonesia.

Ketika pasokan kedelai lokal sudahmembaik dan produktif dengandilakukannya hal-hal yang dikemukakansebelumnya, maka jumlah pasokankedelai di Indonesia akan meningkat.Dengan meningkatnya jumlah produksikedelai lokal, harga kedelai lokal akantidak meningkat atau cenderung stabil.Meningkatnya jumlah produksi akanmengurangi permintaan kedelai impor.Strategi pendorongan produktivitaskedelai tersebut juga diimbangi denganpenerapan kebijakan tarif oleh Indonesiasehingga kedelai impor yang umumnyalebih murah menjadi berkurang. Haltersebut merupakan kebijakan yang propetani dan membuat petani kedelai lokalbersemangat dan terus berproduksi.Semangat petani juga dikarenakan bibit

kedelai yang produktif ketika strategitersebut diterapkan.

Dengan adanya semangat petani lokaluntuk menanam kedelai lokal, jumlahpasokan kedelai Indonesia pun meningkatdan keran impor kedelai menurun. Keduakebijakan tersebut yaitu peningkatanproduktivitas kedelai lokal sertapenerapan kebijakan tarif akan dapatmengurangi share negara eksportirkedelai ke Indonesia atau mengurangiketergantungan Indonesia terhadapkedelai impor.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dalampembahasan pada paper ini adalah bahwapenetapan atau pemberlakuan tarif imporkedelai efektif ketika diterapkan diArgentina. Kenaikan produksi dan hargakedelai lokal dapat menurunkan shareeksportir kedelai, tetapi tidak berlakupada Malaysia. Permintaan impor akankedelai Malaysia paling elastis jika dilihatdari nilai expenditure elasticity ketikaterjadi perubahan anggaran pengeluaranimpor kedelai Indonesia.

Dari ketiga hasil elastisitascompensated dengan negaranya sendiri,untuk kasus Malaysia-Malaysia sertaArgentina-Argentina sudah sesuai denganteori permintaan. Namun, teori tersebuttidak berlaku untuk kasus AmerikaSerikat-Amerika Serikat karena nilainyapositif sehingga ketika harga kedelaiAmerika Serikat meningkat, shareAmerika Serikat tetap meningkat. Haltersebut dikarenakan walaupun hargakedelai Amerika Serikat meningkat,Indonesia tetap mengimpornya dalamjumlah yang banyak karena kualitaskedelai mereka sangat bagus. Pada nilaicompensated elsticities kedelai impor diIndonesia, yang bersifat substitusi atausaling menggantikan adalah antarakedelai dari Amerika Serikat danMalaysia; Argentina dan Malaysia; sertaArgentina dan ROW, sedangkan

Page 69: D.-Trade-and-Economic-Integration

hubungan atau sifat antara kedelai dariAmerika Serikat dan Argentina; AmerikaSerikat dan ROW; serta Malaysia danROW adalah komplementer atau salingmelengkapi. Sedangkan dari hasiluncompensated elasticities, tandakoefisien tetap sama walaupun denganbesaran nilai koefisien yang berbeda.Tetapi berbeda untuk Malaysia-Argentina. Kedelai dari kedua negara inibersifat komplementer.

Strategi yang dapat dilakukan olehpemerintah dalam mengurangi angkaimpor kedelai Indonesia harus dilakukandari dua sisi, yaitu sisi pasokan dan sisikeran impor kedelai. Dari sisi pasokan,Indonesia harus meningkatkanproduktivitas kedelainya dengan rekayasagenetika bibit yang sesuai dengan iklimsubtropis atau penciptaan kondisilingkungan yang serupa dengan kondisilingkungan subtropis. Dan dari sisi keranimpor, juga harus ditekan denganmenerapkan kebijakan tarif yang lebihbesar. Kedua strategi ini akan memicusemangat petani kedelai lokal danproduksi kedelai lokal yang akanmenurunkan jumlah impor kedelaiIndonesia atau ketergantungan Indonesiaterhadap para negara eksportir kedelai,terutama Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, SRM., Tilley, DS. 1997.Demand and Competition AmongSupply Sources : The IndonesianFruit Import Market. Journal ofAgricultural and Applied Economics.Vol.29. No.2. p.279-289.

Boonsaeng, T., Fletcher, SM., Carpio,CE., 2008. Journal of Agriculturaland Applied Economics. Vol.40.No.3. p.941-951.

Chang, HS., Nguyen, C. 2002. Elasticityof Demand for Australian Cotton inJapan. The Australian Journal ofAgriculture and ResourceEconomics. Vol.46. No.1. p.99-113.

Deaton A., Muellbauer, J. 1980. AnAlmost Ideal Demand System. TheAmerican Economic Review. Vol.70.No.3. p.312-326.

Henneberry, SR., Hwang, SH. 2007.Meat Demand in South Korea : AnApplication of The Restricted SourceDifferentiated AIDS Model. Journalof Agricultural and AppliedEconomics. Vol.39 No.1. p.1-25.

Mutondo, JE. dan Henneberry S. 2007.Competitiveness of U.S. Meats inJapan and South Korea : A SourceDifferentiated Market Study.Prosiding American AgriculturalEconomics Association AnnualMeeting : Oregon, 29 Juli-1 Agustus2007. Portland : AmericanAgricultural Economics Association.

Nugraha, A. 2001. Diversifikasi PanganPokok di Indonesia : PenerapanModel Almost Ideal Demand SystemUntuk Permintaan Pangan Pokok[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Satyanarayana, V., Wilson, WW.,Johnson, DD. 1999. Import Demandfor Malt in Selected Countries : ALinear Approximation of AIDS.Canadian Journal of AgriculturalEconomics. Vol.47. p.137-149.

Wan, Y., Sun, C., Grebner, DL. 2010.Analysis of Import Demand forWooden Beds in the U.S. Journal ofAgricultural and Applied Economics.Vol.42. No. 4. p.643-658.

Wang, Q., Fuller, F., Hayes, D.,Halbrendt, T. 1998. ChineeseConsumer Demand for AnimalProducts and Implications for U.S.Pork and Pultry Exports. Journal ofAgricultural and Applied Economics.Vol.30. No.1. p.127-140.

Wardani, TPK. 2007. Analisis PolaKonsumsi dan Permintaan BuahPada Tingkat Rumah Tangga diPulau Jawa Penerapan Model AlmostIdeal Demand System (AIDS)

Page 70: D.-Trade-and-Economic-Integration

[skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor.

Yang, SR., Koo, WW. 1994. JapaneseMeat Import Demand EstimationWith The Source DifferentiatedAIDS Model. Journal of Agricultureand Resource Economics. Vol.19.No.2. p.396-408.

Page 71: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 1. Output Stata Model AIDS yang Sudah Diretriksi

.

_cons 2.082393 .8538959 2.44 0.015 .4087876 3.755998pindo -.038906 .026682 -1.46 0.145 -.0912017 .0133897

prodindo -.0901991 .035468 -2.54 0.011 -.1597151 -.0206832d .0414863 .0175874 2.36 0.018 .0070156 .075957x -.039806 .0386231 -1.03 0.303 -.1155059 .0358939pr .0499841 .0090116 5.55 0.000 .0323216 .0676466pa .013354 .0053017 2.52 0.012 .0029628 .0237452pm -.0008267 .0018291 -0.45 0.651 -.0044117 .0027583

pusa -.0625114 .011965 -5.22 0.000 -.0859625 -.0390604argent

_cons -.3104939 .3046481 -1.02 0.308 -.9075931 .2866054pindo .0231663 .0100145 2.31 0.021 .0035383 .0427943

prodindo .0071187 .0135613 0.52 0.600 -.0194609 .0336983d -.0171628 .0060645 -2.83 0.005 -.029049 -.0052766x .0071731 .012752 0.56 0.574 -.0178205 .0321666pr -.0066854 .017582 -0.38 0.704 -.0411455 .0277747pa -.0008267 .0018291 -0.45 0.651 -.0044117 .0027583pm -.022195 .0077991 -2.85 0.004 -.0374809 -.0069091

pusa .0297071 .01723 1.72 0.085 -.004063 .0634773malay

_cons -1.067535 2.037944 -0.52 0.600 -5.061832 2.926762pindo -.0342934 .0611953 -0.56 0.575 -.1542339 .0856471

prodindo -.0917656 .087999 -1.04 0.297 -.2642404 .0807092d -.0355594 .0407061 -0.87 0.382 -.1153418 .044223x .2417264 .0876436 2.76 0.006 .069948 .4135047pr -.3534759 .0901069 -3.92 0.000 -.5300822 -.1768696pa -.0625114 .011965 -5.22 0.000 -.0859625 -.0390604pm .0297071 .01723 1.72 0.085 -.004063 .0634773

pusa .3862802 .0952441 4.06 0.000 .1996053 .5729552usa

Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

argent 21 7 .0357757 0.5119 48.63 0.0000malay 21 7 .0117983 0.5929 34.94 0.0000usa 21 7 .0809928 0.7382 72.14 0.0000

Equation Obs Parms RMSE "R-sq" chi2 P

Page 72: D.-Trade-and-Economic-Integration

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN KUOTA IMPOR TERHADAP PERSAINGANAPEL IMPOR DI INDONESIA

Agista Rosiana1)

1) Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Agribisnis FEM IPB, [email protected]

ABSTRAKKonsumsi buah Indonesia mengalami peningkatan meskipun belum mencapai konsumsi

buah standar. Peningkatan ini diikuti dengan meningkatnya volume impor buah termasukdidalamnya buah apel. Dalam rangka melindungi petani domestik dan meningkatkan produksi buahnasional agar tercipta swasembada pangan, pemerintah melalui Kementeriaan Pertanian danPerdagangan menetapkan kebijakan pembatasan kuota impor untuk tujuh produk termasuk buahapel yang diberlakukan bulan Januari – Juni 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihatpersaingan pangsa pasar antar negara pemasok apel impor di Indonesia serta melihat dampakkebijakan pembatasan kuota impor yang dilakukan oleh pemerintah. Penelitian ini menggunakanpendekatan An Almost Ideal Demand System (AIDS). Model AIDS digunakan untuk melihatpersaingan antar pemasok apel impor di Indonesia. Data yang digunakan adalah data dua bulananvolume impor apel dari negara China, Amerika dan rest of the world dari bulan Januari 2006 –Desember 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa China dan Amerika memiliki hubungan yangsaling bersubstitusi yang menunjukkan bahwa keduanya bersaing dalam mendapatkan pangsa pasardi Indonesia. Sebesar 71,77 persen pangsa impor Indonesia didominasi oleh China, sedangkanAmerika mendapatkan 22,92 persen. Kebijakan pembatasan kuota impor masih belum efektifdijalankan karena terbukti bahwa saat kebijakan berlangsung, impor buah apel yang berasal dariChina naik sebesar 0,057 persen. Kurang efektifnya kebijakan ini, besar kemungkinan disebabkansaat kebijakan pembatasan kuota impor dijalankan tidak diikuti dengan peningkatan produksinasional. Sehingga volume impor dari negara China tetap meningkat. Oleh karena itu, sebelummenerapkan kebijakan pembatasan impor, pemerintah perlu memperhatikan pasokan domestik agarkebijakan yang diterapkan berjalan efektif.

Kata Kunci: Apel, Kuota Impor, AIDS

PENDAHULUANKonsumsi buah Indonesia dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan. Walaupun

belum mampu mencapai konsumsi buah standar2, peningkatan konsumsi buah ini memberikanruang usaha baik bagi pengusaha domestik maupun pemasok luar yaitu negara-negara eksportir.Menurut data Kementerian Pertanian, sepanjang 2011 volume impor buah mencapai 878.318,3 ton,meningkat 50,48 persen dari tahun 2010 yang hanya 583.677,7 ton. Komoditas yang diimpor pada2011 di antaranya anggur (389.448 ton), apel (163.398 ton), dan apel (171.858 ton).3

Buah apel merupakan salah satu buah yang termasuk daftar dengan nilai impor yang tinggidi Indonesia. Buah apel menempati posisi kedua berdasarkan data pada Direktorat JenderalHortikultura Kementerian Pertanian RI pada tahun 2012. Nilai impor Indonesia untuk buah dapatdilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Impor Indonesia Untuk Buah Tahun 2012No Komoditi Nilai impor (US $)1 Jeruk 227.300.473

2http://www.antaranews.com/berita/382714/konsumsi-buah-di-indonesia-masih-rendah [12 Mei 2014]3http://www.tempo.co/read/news/2012/05/06/093401957/Aturan-Impor-Buah-Terjegal-Kementerian-Perdagangan[12Mei 2014]

Page 73: D.-Trade-and-Economic-Integration

2 Apel 151.680.8653 Pir 92.723.5534 Anggur 119.334.6675 Durian 28.886.4036 Pisang 1.030.3147 Mangga 1.109.2038 Melon dan Semangka 873.2379 Strawberry 1.217.89210 Pepaya 70.241

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI, 2012

Liberalisasi perdagangan telah mengancam keberadaan buah-buahan Indonesia sejakdiluncurkannya Paket Juni/PAKJUN 1994 yang salah satu unsurnya adalah penurunan tarif imporbuah-buahan termasuk di dalamnya buah apel. Apalagi disusul diberlakukannya ASEANFTA/AFTA dan ASEAN-China FTA dan bergabungnya Indonesia dalam World TradeOrganization (WTO) serta Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Dengan hilangnyahambatan tarif, berbagai Negara produsen apel seperti China dan Amerika akan semakin leluasamemasarkan produknya dengan harga yang lebih murah dalam jumlah lebih besar yang padagilirannya akan mengancam petani domestik di Indonesia.

Impor untuk produk hortikultura terus meningkat. Pengajuan impor hortikultura untuksemester I tahun 2014 mengalami lonjakan yang cukup signifikan dibandingkan periode yang samatahun lalu. Menurut data Kementerian Perdagangan, pada periode Januari-Juni 2014, totalpengajuan izin impor produk hortikultura mencapai 817.250 ton, atau melonjak dibandingkanrealisasi impor hortikultura diperiode yang sama tahun lalu yang hanya sekitar 289.485 ton.Sementara itu, untuk importasi buah apel sendiri di semester I tahun 2014 pengajuannya tercatatmencapai sekitar 200.483 ton, atau melonjak 138% dibandingkan realisasi impor apel periode yangsama tahun lalu yang hanya 83.918 ton.4

Berdasarkan Gambar 1, nilai impor untuk buah apel dari tahun 1990 hingga 2013 memilikikecenderungan yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan telahmemberikan ruang yang besar bagi negara-negara eksportir untuk memasarkan barang-barangnya diIndonesia. Sedikitnya hambatan masuk bagi para eksportir memberikan dampak akanmembanjirnya produk-produk impor yang sekaligus akan memberikan dampak negatif bagi petanidomestik di Indonesia.

Gambar 1. Nilai Impor Apel Indonesia Tahun 1990 - 2013

4http://agroindonesia.co.id/2014/03/12/derita-petani-apel-malang/

Page 74: D.-Trade-and-Economic-Integration

Sumber: UN Comtrade Database (comtrade.org)

Banjir impor buah terutama apel membuat pemerintah turun tangan dengan melakukanpenertiban izin impor produk hortikultura (buah dan sayur) untuk menjaga daya saing produk lokalsehingga para importir tidak dapat mengimpor secara bebas karena pemerintah akanmemberlakukan kuota pemasukan buah dari luar negeri. Aturan pembatasan kuota sudah ada dandikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 60Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Peraturan MenteriPerdagangan (Permendag) No. 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Dari20 komoditas Hortikultura yang diatur dalam regulasi dua kementerian tersebut, terdapat tujuhkomoditas hortikultura yang dibatasi jumlah kuota impornya yang masuk ke Indonesia, dan tigabelas komoditas lainnya yang dilarang masuk ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Kebijakan pembatasan produk hortikultura termasuk di dalamnya buah apel mulaiditerapkan pada awal tahun 2013 berdasarkan Permentan No. 60 Tahun 2012. Kebijakan yangdiberlakukan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan merupakan salah satukebijakan pemerintah untuk mendukung petani domestik dengan mempertimbangkan kemampuanproduksi industri pertanian domestik dalam memenuhi kebutuhan pasar, sehingga tujuan akhirnyadalah terciptanya swasembada pangan pada berbagai produk pangan. Komoditas Hortikultura yangdiatur aktivitas impornya dapat dilihat pada Tabel 2.

020,000,00040,000,00060,000,00080,000,000

100,000,000120,000,000140,000,000160,000,000180,000,000200,000,000

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

NIL

AI IM

POR

TAHUN

TRADE VALUE

Page 75: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 2. Komoditas Hortikultura Nasional yang Diatur ImporProduk yang Dibatasi Jumlah

Kuota ImporProduk yang Dilarang Masuk

ke Indonesia- Bawang (bawang bombay,

bawang merah dan bawangputih)

- Apel (apel siam, apel mandarin)- Lemon- Grapefruit/ Pamelo- Anggur- Apel- Lengkeng

- Durian- Nanas- Melon- Pisang- Mangga- Pepaya- Kentang- Kubis- Wortel- Cabai- Krisan- Anggrek- Heliconia

Sumber: Permentan No. 60 Tahun 2012

Adanya aturan impor baik larangan impor maupun pembatasan kuota impor produk-produktertentu yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan ini jelas akanmemberikan dampak positif bagi para petani lokal, namun disisi lain memberikan dampak negatifdalam sudut pandang perusahaan importir dan negara-negara eksportir. Penertiban aturan imporsecara langsung dapat mempengaruhi volume impor Indonesia atau volume ekspor pada sudutpandang negara-negara eksportir. Penertiban aturan impor ini akan meningkatkan tingkatpersaingan negara-negara eksportir apel.Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untukmelihat dan mengevaluasi persaingan pasar antar negara pemasok apel impor di Indonesia, melihatpangsa pasar dari masing-masing negara eksportir apel ke Indonesia serta melihat dampak ataupengaruh dari kebijakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdaganganmengenai kebijakan pembatasan kuota impor untuk produk hortkultra khususnya apel impor.

KAJIAN PUSTAKA

Andayani dan Tilley (1997) menggunakan model AIDS dalam kajian penelitiannya terkaitpermintaan dan persaingan antar pemasok pada buah impor di pasar Indonesia. Model AIDSdigunakan untuk mengestimasi buah apel, apel, anggur dan buah lainnya di Indonesia. Kajian inimenghasilkan marshallian expenditure elasticities untuk buah impor yang berasal dari Amerikadengan estimasi antara 1,01 dan 1,21. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa persaingan antarproduk (persaingan antar komoditi) lebih penting dan memberikan dampak yang signifikandibandingkan dengan persaingan antar pemasok (antar negara). Model AIDS yang digunakanadalah a restricted, source-differentiated, almost ideal demand system (RSAIDS). RSAIDSdigunakan untuk menganalisis permintaan impor untuk produk yang terdiferensiasi atau untukproduk yang sama atau sejenis dan bersaing di pasar yang sama.

Wan, Sun dan Grebner (2010) melakukan kajian mengenai persaingan impor furnitur diAmerika dimana terjadi peningkatan impor furnitur kamar tidur untuk memenuhi kebutuhandomestik. Pemasok domestik telah digantikan oleh pemasok dari negara-negara berkembang sepertiChina dan Vietnam selama satu dekade terakhir. Untuk menjelaskan perubahan struktur pasar, analmost ideal demand system (AIDS) model digunakan untuk menganalisis impor pasar,menganalisis perilaku konsumen, dan mengevaluasi efektifitas dari investigasi antidumping yangdilakukan oleh negara China. Hasil kajian menunjukkan bahwa perilaku konsumen Amerika akan

Page 76: D.-Trade-and-Economic-Integration

menggunakan barang furnitur yang diimpor dari Vietnam, Malaysia dan China dengan nilaielastisitas tertinggi dihasilkan oleh Vietnam.

Model AIDS digunakan untuk mengevaluasi persaingan pasar dan permintaan impor(Henneberry dan Hwang, 2007; Yang dan Koo, 1994 dalam Wan, Sun, dan Grebner, 2010). Changdan Nguyen (2002) menggunakan model AIDS dalam menentukan posisi persaingan kapasAustralia di pasar Jepang. Hasil penelitian ditemukan bahwa Amerika memiliki posisi pasar yangkuat yang membuat Australia harus mampu berkompetisi dalam biaya dan kualitas yang dapatbersaing di pasar.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Data dan Sumber DataData yang digunakan dalam makalah ini adalah data sekunder impor buah apel dari dua

negara yaitu China dan Amerika serta digunakan data rest of the world (ROW). Data sekunderimpor apel Indonesia diperoleh dari International Trade Center (trademap.org) dengan kode HS080810 yaitu untuk produk apel. Data yang digunakan merupakan data dua bulanan sebanyak48 mulai Januari 2006 – Desember 2013.

Negara-negara eksportir yang diamati adalah negara China, Amerika dan dunia (Rest ofworld). Pemilihan kedua negara tersebut didasarkan pada data International Trade Center yangmenunjukkan bahwa kedua negara tersebut merupakan negara eksportir apel terbesar yangmasuk ke Indonesia dengan besar pangsa pasar ekspor kedua negara tersebut ke Indonesia lebihdari 90 persen.

2. Metode Pengolahan DataMetode yang digunakan adalah An Almost Ideal Demand System (AIDS) models dengan

teknik time series econometrics dengan menggunakan software Stata 10 dan Microsoft Excel2013. Model AIDS digunakan untuk menghitung fungsi permintaan impor dalam perdaganganinternasional. Model AIDS digunakan untuk mengevaluasi persaingan pasar dan permintaanimpor (Henneberry dan Hwang, 2007; Yang dan Koo, 1994 dalam Wan, Sun, dan Grebner,2010). Pada makalah ini model AIDS digunakan dengan tujuan untuk mengevaluasi persainganantar negara eksportir. Model AIDS dikenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980dan menjadi alat analisis yang populer bagi para peneliti. Model pangsa pasar ekspor negaraeksportir yaitu:

Keterangan:wi = pangsa ekspor negara eksportir ke-iP = harga asal negara eksportirM= X = nilai total impor duniaP* = indeks harga dengan P* = ∑ wi Pi

Model AIDS yang akan digunakan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui pangsapasar dari negara-negara eksportir serta persaingannya terhadap impor buah apel oleh Indonesia.Negara-negara yang menjadi kajian ini adalah China dan Amerika. Nilai impor buah yang terusmeningkat termasuk buah apel dan dalam rangka melindungi petani domestik maka pemerintahIndonesia menetapkan hambatan-hambatan impor buah apel. Hambatan yang dilakukan olehPemerintah untuk melindungi produk-produk hortikultura yaitu larangan impor serta pembatasanimpor dengan kuota. Hambatan impor yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakanpembatasan kuota untuk buah apel akan ditinjau juga ke dalam Model AIDS. Kebijakan kuota

Page 77: D.-Trade-and-Economic-Integration

dilakukan pada bulan Januari – Juni 2013. Sehingga kebijakan pembatasan impor melalui kuotaimpor dimasukkan ke dalam model sebagai variabel dummy.

Pada model AIDS untuk pangsa impor buah apel di Indonesia menghasilkan dua persamaan.Persamaan pertama menjelaskan pangsa ekspor negara China untuk ekspor apel di pasar Indonesia.Persamaan kedua menjelaskan bagaimana apel yang berasal dari negara Amerika mendudukipangsa pasar di Indonesia. Kedua persamaan adalah sebagai berikut:

WChina = 1+ 1 Ln PChina+ 2 Ln PUSA+ 3 Ln PROW + 1 Ln (x/P*) + c1 DWUSA = 2+ 4 Ln PChina+ 5 Ln PUSA+ 6 Ln PROW + 2 Ln (x/P*) + c2 D

Keterangan :1,2 = Konstanta1,…, 6; 1,2;c1…c3 = KoefisienD = Dummy kebijakan pembatasan kuota impor

D = 1 ada kebijakan pembatasan kuota imporD = 0 tidak ada kebijakan pembatasan kuota impor

Elastisitas HargaElastisitas harga menunjukkan persentase perubahan kuantitas atau jumlah permintaan

karena perubahan satu persen harga komoditas impor. Expenditure elasticity menunjukkanpersentase perubahan belanja impor sebagai respon terhadap perubahan total impor. Modelexpenditure elasticity yaitu:

Expenditure Elasticity menunjukkan bahwa setiap kenaikan impor di negara pengimporsebesar satu persen maka akan mengubah share atau pangsa ekspor negara eksportir tertentu. Misalnilai Expenditure Elasticity negara China yang melakukan ekspor apel ke Indonesia dengan nilaielastisitassebesar 1,56 artinya kenaikan satu persen impor apel di Indonesia akan meningkatkanshare atau pangsa ekspor China ke Indonesia naik sebesar 1,56 persen.

Model uncompensated elasticity adalah model elastisitas yang tidak terkompensasi atautidak dipengaruhi oleh variabel Income atau pendapatan. Model uncompensated elasticity yaitu:

Model compensated elasticity adalah model elastisitas yang terkompensasi atau dipengaruhioleh variabel Income atau pendapatan. Model compensated elasticity yaitu:

Deaton dan Muellbauer (1980) mengemukakan syarat atau batasan dalam model AIDS iniadalah negativity, symmetry dan homogeneity serta adding-up restriction.Simmetry berarti harganegara eksportir i mengandung harga eksportir j, symmetry dipenuhi saat γij = γji. Homogeneityberarti proporsi pada total impor dan harga tidak berdampak pada jumlah pembelian atau alokasibudget yang ada. Homogeneity dipenuhi saat γ12 +γ13 +γ14 = 0.

Page 78: D.-Trade-and-Economic-Integration

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan software STATA 10 didapatkan nilaikoefisien sertakonstanta untuk kedua persamaan pangsa pasar negara China dan Amerika. Hasilpengolahan data ini sudah mengandung atau megakomodasi restriksi-restriksi yang menjadi batasandalam persamaan ini. Hasil pengolahan data dituliskan dalam persamaan Model AIDS adalahsebagai berikut:

WChina = 0.6880977+ 0.1206403Ln PChina - 0.125446Ln PUSA+ 0.0048057Ln PROW + 0.0067327Ln(x/P*) + 0.0573945D

WUSA = 0.2626798 - 0.125446Ln PChina + 0.0990438Ln PUSA+ 0.0264022Ln PROW - 0.0117338Ln(x/P*) - 0.0425373D

Persamaan WChina menunjukkan pangsa pasar China untuk produk buah apel yang dieksporke Indonesia. Persamaan WChina menghasilkan nilai dummy sebesaar 0,00573945. Hal ini berartisaat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan kuota impor apel (D=1), pangsa pasarChina naik sebesar 0,057 persen. Kenaikan pangsa pasar China di Indonesia ditunjukkan dengannilai dummy yang bernilai positif. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan diterbitkannya kebijakanpembatasan kuota impor melalui Permentan No. 60 Tahun 2012. Kebijkaan pembatasan impor tidakmemberikan pengaruh yang nyata terhadap laju impor apel dari China ke Indonesia.

Persamaan WUSA menunjukkan pangsa pasar Amerika untuk produk buah apel yangdiekspor ke Indonesia. Persamaan WUSA menghasilkan nilai dummy yang bernilai negatif. Koefisiendummy bernilai- 0.0425373yang berarti bahwa saat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakanpembatasan kuota impor apel (D=1) maka akan menurunkan pangsa pasar Amerika sebesar 0,0425persen di Indonesia. Kebijakan pembatasan kuota impor apel untuk negara Amerika berjalandengan efektif dan menurunkan pangsa Amerika di Indonesia. Namun, secara umum kebijakanpenerapan pembatasan kuota impor apel ini tidak berjalan dengan efektif. Hal ini dapat dilihat padaTabel 3 bahwa pangsa pasar impor apel Indonesia untuk China menempati posisi pertama denganshare atau pangsa yang besar yaitu sebesar 71,77 persen disusul pada posisi kedua oleh Amerikasebesar 22,92 persen dengan nilai share rest of the world sebesar 5,31 persen. Oleh karena itukebijakan pemerintah mengenai pembatasan kuota impor tidak berjalan dengan efektif karenaterbukti tidak memberikan pengaruh yang semestinya bagi China sebagai negara eksportir apelterbesar ke Indonesia dan sebaliknya malah meningkatkan share ekspor China di Indonesia.

Tidak sesuainya kebijakan yang digalakkan pemerintah ini dengan hasil yang didapatkanbisa jadi dikarenakan saat diberlakukannya kebijakan pembatasan impor, jumlah produksi domestikkurang. Sehingga kebijakan pembatasan impor tidak efektif karena supply domestik yang kurangmengakibatkan impor apel meningkat pada negara China. Selain itu, kebijakan kuota impor tidakefektif bisa juga dikarenakan masa larangan yang terlalu singkat. Tujuan awal diterbitkannyakebijakan pembatasan kuota impor ini adalah untuk melindungi petani buah dan sayur domestikdengan memberikan waktu kepada petani buah dan sayur domestik untuk mengejar peningkatanproduksi selama enam bulan dari bulan Januari hingga Juni 2013. Namun masa larangan dan kuotaimpor ini sangat singkat, sehingga tujuan peningkatan produksi buah domestik pun sangat sulituntuk dicapai.

Page 79: D.-Trade-and-Economic-Integration

Demand Elasticities- Expenditure Elasticity

Tabel 3. Hasil perhitungan share impor dan expenditure elasticity

Negara Share Expenditure Elasticity

CHI 0.7177 1.0094USA 0.2292 0.9488ROW 0.0531 1.0555

Interpretasi dari expenditure elasticity pada negara China dengan nilai sebesar 1,0094 berartisetiap kenaikan impor apel di Indonesia sebesar satu persen akan meningkatkan pangsa atau shareekspor apel yang berasal dari China sebesar 1,0094 persen. Nilai Expenditure elasticity Amerikasebesar 0,9488 mengindikasikan bahwa setiap satu persen kenaikan impor apel di Indonesia akanmeningkatkan share atau pangsa ekspor Amerika sebesar 0,9488 persen. Dari nilai Expenditureelasticity kedua negara tersebut dapat dilihat bahwa permintaan impor apel yang berasal dari Chinalebih elastis ketika terjadi perubahan harga dibandingkan dengan permintaan impor apel yangberasal dari Amerika. Namun berdasarkan hasil yang didapat terlihat bahwa nilai Expenditureelasticity untuk negara China dan Amerika menunjukkan nilai elastisitas yang mendekati satu (E ≈1). Hal ini menunjukkan bahwa besar perubahan jumlah impor apel Indonesia akan sama atau tidakjauh berbeda dengan besar perubahan perubahan pangsa pasar negara eksportir di negara importir.Artinya setiap kenaikan satu persen impor apel Indonesia maka akan menaikan pangsa pasar negaraeksportir sebesar kurang lebih satu persen.- Compensated elasticity

Tabel 4. Hasil Perhitungan Compensated Elasticity

Compensated ElasticityNegara P CHI P USA P ROW

CHI 1.8858 0.0544 0.0598USA 0.1703 -0.3386 0.1683ROW 0.6611 0.6393 -1.5526

Pada elastisitas permintaan compensated elasticity dipengaruhi atau dikompensasi olehpengeluaran atau impor dunia. compensated elasticity atau Hicksian elasticity menghitungelastisitas harga sendiri atau harga silang. Elastisitas harga sendiri China dengan China 1,8858berarti bahwa jika harga apel impor yang berasal dari China naik satu persen maka share ataupangsa pasar China di Indonesia akan naik sebesar 1,8858 persen. Sedangkan nilai compensatedelasticity untuk antar Amerika dengan Amerika menunjuukan hasil yang negatif yaitu dengan nilaisebesar -0,3386. Hal ini menunjukkan jika harga apel impor yang berasal dari Amerika naik satupersen, maka share atau pangsa pasar Amerika di Indonesia turun sebesar 0,3386 persen. Nilaielastisitas harga sendiri untuk negara Amerika lebih sesuai dengan teori permintaan yang ada yaitujika harga naik maka permintaan akan turun dengan ditunjukkan adanya penurunan share suatunegara. Tidak sesuainya hasil dengan teori permintaan besar kemungkinan disebabkan karena besarpangsa pasar yang dikuasai oleh China terhadap ekspor apelnya ke Indonesia. Pangsa apel China diIndonesia sangat besar yaitu 71,77 persen sehingga walaupun terjadi kenaikan harga Indonesiatetap akan mengimpor buah apel dari China.

Elastisitas silang pada model compensated elasticity antara China dengan Amerikamenunjukkan hasil yang positif yaitu sebesar 0,0544. Nilai positif elastisitas silang terkompensasimenunjukkan bahwa negara China dan Amerika memiliki hubungan yang saling bersubstitusi ataudengan kata lain Amerika dan China bersaing untuk meningkatkan pangsa pasar Indonesia. Nilai0,0544 berarti bahwa jika harga apel impor yang berasal dari Amerika naik satu persen maka

Page 80: D.-Trade-and-Economic-Integration

pangsa pasar China akan meningkat sebesar 0,0544 persen. Elastisitas silang antara Amerikadengan China menunjukkan nilai 0,1703 yang berarti bahwa setiap kenaikan harga impor apel yangberasal dari China satu persen maka pangsa pasar Amerika untuk ekspor apel ke Indonesia akanmeningkat sebesar 0,1703 persen. Hubungan antara Amerika dan China menunjukkan hubunganyang positif yang artinya Amerika dan China saling bersubstitusi yang menandakan bahwa merekabersaing untuk mendapatkan pangsa pasar ekspor apel ke Indonesia.

Nilai elastisitas yang terkompensasi untuk negara Amerika menunjukkan nilai yang lebihelastis dibandingkan dengan China. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena apel Amerikabukan sumber yang utama yang masuk ke Indonesia. Impor utama buah apel Indonesia berasal dariChina. Sehingga perubahan harga yang terjadi pada apel yang berasal dari Amerika akan diresponlebih oleh pasar Indonesia.

- Uncompensated elasticityPada uncompensated elasticity, nilai elastisitas tidakdipengaruhi oleh pengeluaran atau

impor dunia. Uncompensated elasticity atau Marshallian elasticity menghitung elastisitas hargasendiri atau harga silang antar negara pengimpor apel di Indonesia. Tabel hasil perhitunganelastisitas permintaan pada Marshallian elasticity dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Elastisitas Permintaan Impor Marshallian Model

Uncompensated ElasticityNegara P CHI P USA P ROW

CHI -0.8386 -0.1769 0.0062USA -0.5107 -0.5561 0.1179ROW -0.0965 0.3974 -1.6086

Interpretasi elastisitas harga sendiri untuk negara China dengan nilai elastisitas sebesar -0,8386 berarti setiap satu persen kenaikan harga apel ekspor yang berasal dari China maka shareimpor China di pasar Indonesia akan menurun sebanyak 0,8386 persen. Sedangkan elastisitassendiri untuk apel Amerika menunjukkan nilai –0,5561. Interpretasi dari nilai elastisitas ini adalahsetiap satu persen kenaikan harga apel yang diekspor dari Amerika ke Indonesia maka share imporAmerika untuk ekspor apel ke Indonesia turun sebesar 0,5561 persen. Hasil pengolahan data padaelastisitas terkompensasi telah sesuai dengan teori permintaan dimana nilai elastistas menunjukkannilai yang negatif. Sehingga saat harga produk tertentu naik maka pangsa pasar ekspor negaraeksportir akan turun.Elastisitas silang untuk negara China – Amerika menghasilkan nilai sebesar -0,1769. Hal inimenunjukkan bahwa China dan Amerika memiliki hubungan yang saling berkomplementer.Interpretasi dari nilai elastisitas ini adalah saat harga apel Amerika naik satu persen maka shareimpor apel dari China akan turun sebesar 0,1769 persen. Sedangkan elastisitas Amerika – Chinamenghasilkan nilai sebesar -0.5107. Hubungan yang terjadi antara Amerika dan Chinamenunjukkan bahwa keduanya saling berkomplementer karena memiliki tanda yang negatif.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik pada makalah ini adalah bahwa kebijakan larangan impordan pembatasan kuota impor yang diberlakukan oleh Kementerian Pertanian dan KementerianPerdagangan pada produk hortikultura bulan Januari – Juni 2013 efektif diterapkan pada Amerikakarena dengan kebijakan pembatasan kuota dapat menurunkan pangsa ekspor Amerika keIndonesia. Namun, kebijakan pembatasan kuota impor tidak memberikan pengaruh pada pangsaekspor apel China ke Indonesia. Karena saat kebijakan pemerintah terkait pembatasan kuota impordijalankan pangsa ekspor China terhadap Indonesia malah meningkat. Secara umum kebijakanpemerintah kurang memberikan pengaruh bagi pangsa impor apel di Indonesia. Hal ini dikarenakan

Page 81: D.-Trade-and-Economic-Integration

jumlah impor apel Indonesia terbanyak berasal dari China yaitu sebanyak 71,77 persen. Kurangefektifnya kebijakan pembatasan kuota impor yang digalakkan oleh pemerintah ini kemungkinanbesar dikarenakan saat kebijakan pembatasan kuota impor dijalankan tidak diikuti dengan produksidomestik yang meningkat. Akibatnya meskipun terdapat kebijakan pembatasan kuota impor, jumlahapel impor yang berasal dari China meningkat. Selain itu masa larangan atau pembatasan kuotaimpor yang singkat juga dapat menjadi alasan tidak efektifnya kebijakan pemerintah. Masa laranganimpor dan pembatasan kuota impor yang berjalan selama enam bulan pertama di bulan 2013 tidakcukup memberikan waktu kepada petani buah dan sayur domestik untuk mengejar peningkatanproduk sebagai tujuan awal dari diberlakukannya kebijakan pembatasan kuota impor produk-produkhortikultura.

Berdasarkan hasil kajian di atas, dalam rangka mendukung petani domestik denganmempertimbangkan kemampuan produksi industri pertanian domestik dalam memenuhi kebutuhanpasar, maka pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Perdagangan sebaiknya menerapkankebijakan pembatasan kuota impor saat jumlah produksi domestik berlimpah. Oleh karena itu,sebelum menerapkan kebijakan pembatasan impor, pemerintah perlu memperhatikan pasokandomestik agar kebijakan yang diterapkan berjalan efektif. Selain itu dapat mendorong petanidomestik dalam negeri untuk meningkatkan produksinya dengan efisien. Kebijakan pembatasankuota impor yang akan diterapkan sebaiknya dibarengi dengan kesiapan dan strategi pemerintahuntuk mengatasi berbagai kendala yang akan muncul.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, SRM., Tilley, DS. 1997. Demand and Competition Among Supply Sources : TheIndonesian Fruit Import Market. Journal of Agricultural and Applied Economics.Vol.29. No.2. p.279-289.

Chang, HS., Nguyen, C. 2002. Elasticity of Demand for Australian Cotton in Japan. The AustralianJournal of Agriculture and Resource Economics. Vol.46. No.1. p.99-113.

Deaton A., Muellbauer, J. 1980. An Almost Ideal Demand System. The American EconomicReview. Vol.70. No.3. p.312-326.

Wan Y, Chang You dan Donald LG. 2010. Competition of Imported Wooden Bedroon Furniture inthe United States [Journal].

Wan, Y., Sun, C., Grebner, DL. 2010. Analysis of Import Demand for Wooden Beds in the U.S.Journal of Agricultural and Applied Economics. Vol.42. No. 4. p.643-658.

Yang, SR., Koo, WW. 1994. Japanese Meat Import Demand Estimation With The SourceDifferentiated AIDS Model. Journal of Agriculture and Resource Economics. Vol.19.No.2. p.396-408.

Page 82: D.-Trade-and-Economic-Integration

Lampiran 1. Output Stata Model AIDS

.

_cons .1454981 .0444777 3.27 0.001 .0583235 .2326728dummy -.0091093 .015104 -0.60 0.546 -.0387126 .020494

x .0029462 .0092487 0.32 0.750 -.0151809 .0210734pr -.0321696 .0271249 -1.19 0.236 -.0853335 .0209942pu .0217824 .0339625 0.64 0.521 -.0447829 .0883478pc -.0030084 .0487563 -0.06 0.951 -.0985691 .0925522

row

_cons .2626798 .0820616 3.20 0.001 .1018419 .4235177dummy -.0425373 .040969 -1.04 0.299 -.1228351 .0377604

x -.0117338 .0249189 -0.47 0.638 -.0605739 .0371063pr .0264022 .0331652 0.80 0.426 -.0386004 .0914048pu .0990438 .0985409 1.01 0.315 -.0940927 .2921803pc -.125446 .1075561 -1.17 0.243 -.3362521 .0853601

usa

_cons .6880977 .0891473 7.72 0.000 .5133723 .8628231dummy .0573945 .0433561 1.32 0.186 -.0275819 .1423708

x .0067327 .0265656 0.25 0.800 -.0453349 .0588003pr .0048057 .0472291 0.10 0.919 -.0877615 .0973729pu -.125446 .1075561 -1.17 0.243 -.3362521 .0853601pc .1206403 .1316704 0.92 0.360 -.137429 .3787096

chi

Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

row 48 5 .0234999 0.1289 13.86 0.0165usa 48 4 .0634628 0.0380 3.95 0.4122chi 48 4 .0673378 0.1161 5.38 0.2506

Equation Obs Parms RMSE "R-sq" chi2 P

( 3) [usa]pc + [usa]pu + [usa]pr = 0( 2) [chi]pc + [chi]pu + [chi]pr = 0( 1) [chi]pu - [usa]pc = 0Constraints:

Seemingly unrelated regression, iterated

Iteration 7: tolerance = 2.305e-07Iteration 6: tolerance = 2.058e-06Iteration 5: tolerance = .00001878Iteration 4: tolerance = .00017781Iteration 3: tolerance = .00218284Iteration 2: tolerance = .02640741Iteration 1: tolerance = .1901429

> ) isure. sureg (chi: sc = pc pu pr x dummy) (usa: su = pc pu pr x dummy) (row: sr = pc pu pr x dummy), constraints(1 2 3

. constraint 3 [usa]pc+[usa]pu+[usa]pr=0

. constraint 2 [chi]pc+[chi]pu+[chi]pr=0

. constraint 1 [chi]pu=[usa]pc

(8 vars, 48 obs pasted into editor). edit

2. (/v# option or -set maxvar-) 5000 maximum variables1. (/m# option or -set memory-) 10.00 MB allocated to data

Notes:

BTRascal @ lianshuLicensed to: STATA/ SE

Serial number: 36316181256Unlimited-user Stata for Windows (network) perpetual license:

979-696-4601 (fax)979-696-4600 [email protected] http://www.stata.com

Special Edition College Station, Texas 77845 USA4905 Lakeway Drive

Statistics/Data Analysis StataCorp___/ / /___/ / /___/ 10.0 Copyright 1984-2008/__ / ____/ / ____/___ ____ ____ ____ ____ tm

Page 83: D.-Trade-and-Economic-Integration

DAMPAK TRADE FACILITATION DAN TARIF PADA ELEKTRONIK DAN KAYU DIASEAN+3 TERHADAP ALIRAN PERDAGANGAN

¹Ramdhani Budiman, ²Rina Oktaviani¹ Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB

² Guru Besar Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB

ABSTRAK

Dalam rangka menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, Negara-negaraASEAN melakukan penurunan tarif, memfaatkan trade facilitation dan meningkatkan kerja samadengan negara-negara di luar ASEAN, seperti China, Korea Selatan dan Jepang. Tujuan penulisanadalah menganalisis penerapan trade facilitation dan tarif pada komoditi kayu dan elektronik yangmerupakan komoditas prioritas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data tahunan 2007-2012digunakan dan diolah menggunakan model gravitasi dengan data panel. Trade facilitationmemberikan efek yang lebih baik dan tidak ada efek untuk hambatan tarif pada aliran perdaganganproduk elektronik . Hal ini berbeda dengan aliran perdagangn kayu, meskipun telah menggunakantrade facilitation tapi masih ada efek signifikan dari hambatan tarif. Agar potensi perdagangan dikawasan ASEAN+3 dapat dimaksimalkan dengan baik, fasilitas perdagangan yang tersedia agardimaksimalkan dengan baik dan koordinasi yang baik antar sesama pelaku perdagangan.

Kata kunci : tarif, trade facilitation, Sektor-Sektor Prioritas Integrasi (Priority IntegrationSectors/PISs)Kelompok Jurnal F130: Trade Policy; International Trade Organizations

PENDAHULUANLiberalisasi perdagangan dengan menghilangkan segala bentuk hambatan perdagangan di

negara kawasan ASEAN dimulai dalam perjanjian Preferential Tariff Arrangement (PTA) tahun1977. Kemudian pada tahun1992 terbentuk kesepakatan Common Effective Prefferential Tariff-ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) yang merupakan cikal bakal penghapusan tarif di kawasanASEAN-6 dengan target implementasi pada tahun 2008. Kemudian disusul oleh negara anggotaASEAN lainnya, yaitu Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar (Kementerian Perdagangan RI2010). Untuk menciptakan integrasi perdagangan yang lebih luas, ASEAN melakukan kesepakatanFree Trade Area (FTA) dengan negara Australia, Selandia Baru, China, India, Jepang, dan KoreaSelatan. Masing-masing negara anggota ASEAN pun melakukan kerja sama secara individu dengannegara mitra dagang mereka (US International Trade Commission 2010).

Trade Facilitation merupakan salah satu kebijakan yang telah diterapkan dalam perdaganganbebas di kawasan ASEAN. Kebijakan trade facilitation lebih menitikberatkan pada kemudahandalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan penyeragaman system pada kodebarang (harmonized system), national single windows, modernisasi infrastruktur, dan administrasikepabean dan manifest kargo pada pelabuhan yang terdapat dalam perjanjian Mutual RecognitionAgreement (MRA) (Zahidi 2012). Adanya fasilitasi perdagangan diharapkan tercipta suatulingkungan yang konsisten, transparan, dan dapat diprediksi bagi transaksi perdaganganinternasional sehingga dapat meningkatkan nilai perdagangan (Kementerian Perdagangan RI 2010).

Kerjasama Free Trade Area ASEAN+3 merupakan kerja sama perdagangan bebas dengannegara-negara yang memiliki perekonomian yang maju di kawasan Asia Timur yang dilakukakansecara bertahap. Pertama, perjanjian antara ASEAN dengan China dalam ASEAN-ChinaComprehensive Economic Cooperation pada tahun 2003. Kedua, perjanjian antara ASEAN denganJepang dalam ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership pada tahun 2003. Ketiga,perjanjian antara ASEAN dengan Korea Selatan dalam Joint Declaration on ComprehensiveCooperation Partnership beween ASEAN and Korea pada tahun 2004. Inti dari kerja samaASEAN+3 adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kerja sama ekonomi, perdagangan,

Page 84: D.-Trade-and-Economic-Integration

investasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat ekonomi ASEAN+3 (KementerianPerdagangan RI 2010).

Pemberlakuan penurunan tarif yang sudah mulai diterapkan namun hambatan tarif masih tetapdiberlakukan di masing-masing negara ASEAN+3. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap arustransaksi perdagangan di kawasan ASEAN+3 menjadi kurang optimal. Peningkatan tradefacilitation diharapkan menjadi suatu solusi untuk meningkatkan aliran perdagangan yangmemberikan kemudahan dalam bertransaksi antar negara ASEAN+3.

Elektronik dan kayu merupakan salah satu sektor prioritas untuk diliberalisasikan diperdagangan ASEAN dan dilakukanlah penghapusan tarif pada kedua komoditi tersebut. Tarifimpor pada sektor kayu dan elektronik di kawasan ASEAN+3 mengalami perkembangan yangberbeda (Gambar 1). Pada sektor kayu, tarif masih relatif tinggi dibanding dengan sektor elektronik.Pada tahun 2007 tarif impor kayu sebesar 8.88 persen kemudian mengalami penurunan pada tahun2012 menjadi 8.46 persen. Pada sektor elektronik, tarif impor elektronik sebesar 4.43 persen padatahun 2007 namun pada tahun 2012 meningkat menjadi 4.56 persen. Dengan demikian sangatmenarik untuk dianalisis bagaimana pengaruh penerapan trade facilitation dan tarif pada komoditikayu dan elektronik serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Sumber : WITS, 2014b (diolah)

Gambar 1 Rata-rata total tarif di kawasan ASEAN+3

DATA DAN METODE PENELITIANData sekunder yang digunakan dalam bentuk time series dari tahun 2007 hingga 2012 dan

cross section 9 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, Singapura,China, Jepang, dan Korea Selatan). Data elektronik dan kayu yang digunakan dalam penelitian iniberasal dari beberapa sumber, yaitu UN COMTRADE, ASEAN, World Bank, WITS, CEPII, danbeberapa diambil dari data publikasi internasional seperti Doing Business dan GlobalCompetitiveness Report.

Model yang digunakan untuk menganalisis perbandingan trade facilitation dan tarifterhadap perdagangan di ASEAN+3 adalah gravity model. Model ini diuji dengan metode kuadratterkecil (OLS). Metode ini dipilih karena merupakan bentuk paling sederhana yang diterapkandalam pengolahan data panel data yang berbentuk pool.

Gravity model secara umum disajikan dalam bentuk persamaan untuk mengetahui aliranekspor komoditi dari negara i ke negara j sebagai berikut :

= + + + + + _ +_ + _ + _ + + _ ++ ………………(3)Di mana :

: GDP riil negara eksportir pada tahun t (USD): GDP riil negara importir pada tahun t (USD): Jumlah penduduk negara eksporti r pada tahun t (jiwa): Jumlah penduduk negara importir pada tahun t (jiwa)_ : Jarak ekonomi antar kedua negara pada tahun t (kilometer)

3.5

8.5

2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2

TARI

F AD

VAL

ORE

M(P

ERSE

N)

TAHUN

kayu elektronik

Page 85: D.-Trade-and-Economic-Integration

_ : Tarif ad valorem komoditi pada tahun t (persen)_ : Waktu yang diperlukan untuk mengekspor komoditi pada tahun t (hari)_ : Kelengkapan dokumen yang diperlukan untuk ekspor pada padatahun t (jumlah berkas)

: Kualitas pelabuhan negara tujuan ekspor pada tahun t (indeks ; 0-7)_ : Biaya transportasi ekspor komoditi pada tahun t (USD): Dummy krisis ekonomi global pada tahun 2008. Di mana 1 = untuk

tahun setelah tahun 2008 ; 0 = lainnya

TARIF IMPOR DAN TRADE FACILITATION PRODUK ELEKTRONIK

DAN KAYU DI ASEAN+3

Perkembangan nilai tarif impor sektor elektronik di kawasan ASEAN+3 dari tahun 2007hingga 2012 dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai tarif elektronik tertinggi terdapat di negara Jepang,pada tahun 2012 nilai tarif rata-rata yang diambil dari delapan negara lainnya sebagai tujuan eksporJepang sebesar 6.93 persen. Nilai tarif ini meningkat dibanding pada tahun 2007 yang sebesar 5.82persen. Sedangkan nilai tarif elektronik terendah yaitu Filipina. Nilai tarif rata-rata yang diambildari beberapa negara mitra dagang Filipina di kawasan ASEAN+3 pada tahun 2012 sebesar 2.62persen.

Sumber : WITS, 2014b (diolah)

Gambar 2 Perkembangan tarif elektronik di kawasan ASEAN+3 (persen)

Sedangkan Gambar 3 menunjukkan perkembangan tarif rata-rata sektor kayu di kawasanASEAN+3. Nilai tarif tertinggi terdapat pada negara Jepang. Nilai tarif rata-rata kayu yang diambildari mitra dagang Jepang di kawasan ASEAN+3 pada tahun 2012 sebesar 10.73 persen. Sedangkannilai tarif terendah terdapat di negara Indonesia sebesar 7.33 persen. Dari nilai tarif tersebutmenunjukkan masih adanya negara-negara yang masih menerapkan tarif sebagai kebijakanperdagangan mereka meskipun penurunan tarif telah mulai diberlakukan.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2

tarif

ad v

alor

em (%

)

tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Singapura

Thailand

Vietnam

China

Jepang

Korea Selatan

Page 86: D.-Trade-and-Economic-Integration

Kualitas Pelabuhan di Negara-Negara ASEAN+3Kualitas pelabuhan yang baik berdasarkan volume dan teknologi di terminal kontainer atau

bagian kemas dari pelabuhan. Kualitas pelabuhan dilihat juga dari lalu lintas kargo secara umumdan penumpang yang menggunakan fasilitas pelabuhan (Merk dan Dang 2012). Di kawasanASEAN+3 terdapat negara-negara yang memiliki kualitas pelabuhan yang di atas lima persen,seperti Singapura yang memiliki kualitas pelabuhan terbaik di kawasan ASEAN+3 kemudiandiikuti oleh Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang (Tabel 1).

Biaya Transportasi di Negara-Negara ASEAN+3Menurut Salvatore (1997) biaya transportasi memberi pengaruh tidak langsung terhadap

lokasi penyelenggaraan produksi dan pusat-pusat industri secara internasional. Semakin jauh jarakantar negara yang melakukan perdagangan maka biaya yang harus dikeluarkan akan semakin tinggi.Gambar 2 menunjukkan biaya transportasi pengiriman barang ekspor di negara-negara kawasanASEAN+ 3 masih tinggi sehingga menghambat transaksi ekspor komoditi kayu.

5

6

7

8

9

10

11

12

2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2

tarif

ad v

alor

em(%

)

tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Singapura

Thailand

Vietnam

China

Jepang

Korea Selatan

Kualitas Pelabuhan (Indeks 0-7)Tahun IDN MYS PHL SGP THA VNM CHN JPG KOR2007 2.7 5.7 2.8 6.8 4.7 2.8 3.9 5.5 5.52008 3 5.7 3.2 6.7 4.4 2.8 4.3 5.2 5.22009 3.4 5.5 3 6.7 4.7 3.3 4.2 5.2 5.12010 3.6 5.6 2.8 6.7 5 3.6 4.3 5.2 5.52011 3.6 5.7 3 6.8 4.7 3.4 4.5 5.2 5.52012 3.6 5.5 3.3 6.8 4.6 3.4 4.4 5.2 5.5

Sumber : WITS, 2014b (diolah)

Gambar 3 Perkembangan tarif kayu di kawasan ASEAN+3 (persen)

Tabel 1 Kualitas pelabuhan di negara-negara ASEAN+3 (Indeks; 0-7)

Sumber : Global Competitiveness Report, 2013 (diolah)

Page 87: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 2 Kelengkapan berkas dokumen di negara-negara ASEAN+3 (jumlah)

Kelengkapan Berkas Dokumen Transaksi Ekspor di Negara-Negara ASEAN+3

Kelengkapan berkas-berkas dokumen untuk transaksi ekspor dan impor diperlukan bagikementerian pemerintahan, bea cukai, otoritas pelabuhan, dan lembaga-lembaga lainnya yangrelevan untuk diperhitungkan. Semakin banyak dokumen yang diperlukan akan mengakibatkanpenurunan arus perdagangan (DoingBusiness 2014). Ini dikarenakan proses birokrasi yang panjangdan memerlukan waktu yang lama akan menurunkan nilai transaksi ekspor di kawasan ASEAN+3(Tabel 2).

Waktu Ekspor Negara-Negara di ASEAN+3Waktu untuk proses pengurusan berkas-berkas dokumen dan pengiriman mempengaruhi

transaksi perdagangan. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk proses trasaksi hingga sampaike tempat tujuan akan menurunkan nilai ekspor elektronik di kawasan ASEAN+3. Dapat dilihat ditabel 3, waktu yang diperlukan masing-masing negara ASEAN+3 untuk menyelesaikan transaksiperdagangan masih ada beberapa negara. Pada tahun 2012, beberapa negara yang memerlukanwaktu yang lebih lama untuk transaksi perdagangan di antaranya China (21 hari), Vietnam (21hari), dan Indonesia (17 hari).

350450550650750850950

1050

2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2

BIAY

A TR

ANSP

ORT

ASI (

USD

)

TAHUNIndonesia Malaysia Filipina

Singapura Thailand Vietnam

China Jepang Korea Selatan

IDN MYS PHL SGP THA VNM CHN JPG KOR2007 7 6 6 5 9 6 6 5 52008 5 7 8 4 7 6 7 4 42009 5 7 8 4 4 6 7 4 42010 5 7 7 4 4 6 7 4 32011 5 7 8 4 6 6 7 4 32012 4 6 7 4 5 6 8 3 32013 4 5 7 4 5 6 8 3 3

Sumber : Doing Business, 2013 (diolah)

Gambar 4 Biaya transportasi di negara-negara ASEAN+3 (USD)

Sumber : Doing Business,2013 (diolah)

Page 88: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 4 Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor elektronik dikawasan ASEAN+3

Sumber : Doing Business,2013 (diolah)

Model Untuk Ekspor ElektronikPemilihan model terbaik dilakukan melalui beberapa uji. Pertama, uji Chow untuk memilih

model yang terbaik antara Fixed Effect Model (FEM) atau Pooled Least Squares (PLS).Berdasarkan hasil uji tersebut, model terbaik adalah FEM. Kedua, uji Hausmann untuk memilihmodel terbaik antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model (REM). Berdasarkan hasil ujitersebut, model terbaik adalah FEM.

Tahun IDN MYS PHL SGP THA VNM CHN JPG KOR

2007 21 18 17 5 17 24 21 10 112008 21 18 16 5 14 24 21 10 82009 21 18 18 5 14 22 21 10 82010 20 18 15 5 22 22 21 10 82011 17 17 15 5 14 22 21 10 72012 17 11 15 5 14 21 21 10 7

Variabel Koefisien Probabilitas

Popi 2.911502*** 0.0006

T_X -0.345913* 0.0601

GDPj 0.100313 0.4559

S_X 0.041028 0.7708

Qual 0.570554** 0.0365

Tar_X 0.014276 0.1050

Cost_Tran 0.045838 0.7606

Doc_X 0.670657*** 0.0001

DCrisis -0.012424 0.7274

C -44.08305 0.0029

AR1 0.389989 0.0000

Observation 432

R² 0.996988

Prob(F-stat) 0.000000

DW-stat 2.040078

Tabel 3 Waktu ekspor di negara-negara ASEAN+3 (hari)

Page 89: D.-Trade-and-Economic-Integration

Pengaruh jumlah penduduk negara tujuan dilihat berpengaruh positif dimana dari sisipermintaan, semakin meningkatnya jumlah penduduk akan berakibat permintaan ekspor akanbarang elektronik semakin meningkat. Trade facilitation di kawasan ASEAN+3 pada komoditielektronik diwakili oleh variabel waktu pengiriman untuk ekspor, kualitas pelabuhan, dankelengkapan berkas dan dokumen. Waktu yang diperlukan untuk ekspor (T_X) memberikanpengaruh yang signifikan. Semakin bertambah waktu yang diperlukan untuk mengekspor barangsetiap satu persen maka akan berpengaruh terhadap jumlah komoditi elektronik yang diekspor yangsemakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuakn oleh Marquez-Ramos et al(2012).

Kelengkapan berkas (Doc_X) dokumen mempengaruhi signifikan secara positif. Hasil initidak sesuai dengan hipotesis diawal, dimana seharusnya semakin banyak persyaratan berkas-berkasdokumen untuk ekspor maka akan menurunkan nilai transaksi ekspor. Hal ini disebabkan fasilitas-fasilitas perdagangan di kawasan ASEAN terutama untuk Intra ASEAN+3 masih belum digunakansecara optimal. Sehingga akan berpengaruh terhadap nilai ekspor perdagangan Intra ASEAN+3meningkat tidak optimal (ASEANSEC 2012).

Kualitas pelabuhan (Qual) memberi pengaruh yang signifikan pada arus perdagangan secarapositif. Kualitas pelabuhan yang semakin baik akan berpengaruh terhadap efisiensi kegiatan dipelabuhan. Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilson et al (2003b).

Model Untuk Ekspor KayuPemilihan model terbaik dilakukan melalui beberapa uji. Pertama, uji Chow untuk memilih

model yang terbaik antara Fixed Effect Model (FEM) atau Pooled Least Squares (PLS).Berdasarkan hasil uji tersebut, model terbaik adalah FEM. Kedua, uji Hausmann untuk memilihmodel terbaik antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model (REM). Berdasarkan hasil ujitersebut, model terbaik adalah FEM.

Variabel Koefisien Probabilitas

GDPj 2.189944*** 0.0000

GDPi -0.900789* 0.0513

POPj -0.363778 0.5591

POPi -1.403039** 0.0437

S_X -1.105593*** 0.0076

T_X -0.174916 0.1600

Qual 0.591260*** 0.0003

Tar_X -0.020102*** 0.0062

Cost_Tran -0.239631** 0.0147

Doc_X 0.0067222 0.539

DCrisis -0.088639*** 0.0034

C 19.59291 0.2081

Tabel 5 Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekspor kayuElektronik di Kawasan ASEAN+3

Page 90: D.-Trade-and-Economic-Integration

***,**,* signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, dan 10%

Pengaruh yang signifikan diberikan oleh pendapatan nasional negara pengekspor (GDPj)secara positif. Pendapatan perkapita negara yang meningkat menunjukkan kemampuan produksinegara tersebut semakin besar yang berimplikasi terhadap nilai ekspor yang semakin meningkat.Hal ini dikarenakan perekonomian suatu negara yang besar akan membuat investasi negara menjadisemakin besar, yang akan meningkatkan kapasitas produksi barang suatu negara termasuk komoditiuntuk ekspor (Zahidi 2012).

Selain dipengaruhi oleh pendapatan nasional negara pengekspor, ekspor kayu dipengaruhioleh pendapatan nasional negara pengimpor (GDPi). Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan hipotesisyang telah dibuat sebelumnya, dimana hasilnya menunjukkan pengaruh signifikan secara negatif.Penurunan nilai ekspor kepada negara pengimpor dikarenakan negara-negara di kawasanASEAN+3 mampu untuk memenuhi kebutuhan kayu dalam negeri sehingga mengurangi nilaiimpor kayu. Sebagian besar negara-negara di kawasan ASEAN juga merupakan pengekspor kayuterbesar di dunia, seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Singapura (Kontan 2014).

Populasi negara pengimpor (Popi) turut mempengaruhi terhadap nilai ekspor komoditi kayu.Nilai estimasi populasi mempengaruhi secara signifikan negatif. Hasil ini tidak sesuai denganhipotesis di awal. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jayangsari (2006), bahwa negara denganpopulasi penduduk yang besar memiliki volume perdagangan yang rendah dan sebaliknya negaradengan populasi penduduk yang kecil memiliki volume perdagangan internasional yang besar.Negara dengan ukuran besar memiliki produksi terdiversifikasi dan mandiri sehingga untuktransaksi ekspor akan cenderung kecil. Sedangkan negara yang kecil tidak dapat memenuhikebutuhan dalam negeri sehingga perlu perdagangan internasional.

Jarak ekonomi (S_X) mempengaruhi ekspor kayu di kawasan ASEAN+3 secara signifikannegatif. Jarak nominal akan mengakibatkan penurunan transaksi perdagangan seperti penelitianZahidi (2012) bahwa Share GDP yang semakin meningkat akan mengurangi jarak, atau dikatakangiven pendapatan nasional negara-negara ASEAN+3 akan menurunkan jarak antar negara, sehinggaakan berpengaruh terhadap ekspor yang semakin meningkat.

Trade facilitation untuk ekspor kayu diwakili oleh variabel kualitas pelabuhan (Qual) danbiaya transportasi (Cost_tran). Kualitas pelabuhan berpengaruh signifikan secara positif terhadapperdagangan kayu di kawasan ASEAN+3. Kualitas pelabuhan yang baik akan meningkatkan arustransaksi perdagangan. Proses pengiriman kayu ke negara-negara di kawasan ASEAN+3memerlukan kapal untuk pengiriman dan bongkar muat di pelabuhan yang cepat dan efisien akanberpengaruh terhadap lamanya sampai ke negara tujuan. Terlalu lamanya barang-barang berbahanutama kayu di pelabuhan akan berpengaruh terhadap kualitas barangnya yang akan semakinmenurun dan berpengaruh terhadap nilai transaksi ekspor kayu. Hasil ini sesuai dengan penelitianyang dilakukan oleh Wilson et al (2003b).

Biaya transportasi (Cost_tran) berpengaruh signifikan secara negatir terhadap nilai eksporkayu di ASEAN+3. Adanya perjanjian kerjasama perdagangan bebas tentunya akan menurunkanhambatan perdagangan untuk meningkatkan arus transaksi ekspor-impor. Sehingga biayatransportasi yang semakin turun setiap tahunnya akan meningkatkan arus perdagangan komoditikayu di kawasan ASEAN+3. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Màrquez-Ramos et al (2012).

AR1 0.383910 0.0000

Observation 432

R² 0.993144

Prob(F-stat) 0.000000

DW-stat 2.086949

Page 91: D.-Trade-and-Economic-Integration

Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008 memberi pengaruh signifikan terhadapperdagangan kayu secara negatif. Transaksi ekspor kayu di kawasan ASEAN+3 mengalamipenurunan pada tahun 2009, namun hal itu dengan cepat dapat diantisipasi oleh negara-negaraASEAN+3 dengan ditunjukkan kembali meningkatnya nilai ekspor pada tahun 2010. Hal inidikarenakan kemampuan negara-negara di kawasan ASEAN+3 yang telah berpengalaman dalammenghadapi krisis yang pernah terjadi di tahun 1998 dan juga ditunjukkan dengan pertumbuhanekonomi yang tetap meningkat (Sihono 2009).

Berdasarkan pengklasifikasian Rauch, elektronik dan kayu masing-masing termasuk dalamkelompok komoditi yang terdifferensiasi dan kelompok reference-priced. Penerapan tradefacilitation akan berjalan efektif pada produk yang bersifat terdifferensiasi dan reference-priced.Elektronik yang termasuk komoditi yang terdifferensiasi menunjukkan pengaruh dari fasilitasperdagangan yang diwakili oleh variabel kualitas pelabuhan dan kelengkapan dokumen. Tarif padakomoditi ini tidak berpengaruh signifikan. Namun pada komoditi kayu yang merupakan komoditiyang bersifat reference-priced masih dipengaruhi tarif yang merupakan bentuk dari hambatanperdagangan walaupun trade facilitation dapat diterapkan pada komoditi ini dalam perdaganganIntra ASEAN+3. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rausch (1999) bahwatrade facilitation berpengaruh kuat pada kelompok komoditi yang bersifat terdifferensiasi.

SIMPULANPada komoditi elektronik, trade facilitation ditunjukkan oleh variabel kualitas pelabuhan,

kelengkapan berkas-berkas dokumen, dan waktu transaksi perdagangan. Kualitas pelabuhan yangsemakin baik akan mendorong peningkatan arus perdagangan antar kedua negara. Kelengkapanberkas-berkas dokumen yang semakin banyak yang seharusnya menjadi hambatan perdaganganjustru meningkatkan arus perdagangan. Ketidaksesuaian ini diakibatkan penerapan fasilitasperdagangan yang belum efektif. Selain itu, waktu transaksi perdagangan dari proses ekspor hinggamencapai tempat tujuan merupakan suatu hambatan jika adanya penambahan waktu pengiriman.Jumlah penduduk negara pengimpor memberikan dampak positif terhadap arus ekspor elektronik dikawasan ASEAN+3.

Pada komoditi kayu, trade facilitation ditunjukkan oleh variabel kualitas pelabuhan danbiaya transportasi. Sama seperti pada komoditi elektronik, kualitas pelabuhan yang semakin baikmemberi pengaruh positif terhadap arus perdagangan di kawasan ASEAN+3. Biaya transportasimemberi pengaruh negatif terhadap arus perdagangan komoditi kayu. Pendapatan nasional negarapengekspor memberi pengaruh positif terhadap arus perdagangan kayu. Namun pendapatannasional negara pengimpor, jarak ekonomi, dan dummy krisis memberi dampak negatif terhadapnilai ekspor kayu di kawasan ASEAN+3.

Elektronik dan kayu merupakan sektor-sektor yang telah dapat diberikan trade facilitation.Trade facilitation berpengaruh kuat pada sektor elektronik dibanding pada sektor kayu. Tarif padakedua sektor, elektronik dan kayu memberi pengaruh yang berbeda. Tarif tidak berpengaruh secarasignifikan pada sektor elektronik, namun tarif memberi pengaruh terhadap sektor kayu. Hal inidikarenakan penurunan tarif pada sektor kayu belum berjalan secara efektif dibanding pada sektorelektronik. Sehingga masih terdapat hambatan perdagangan berupa tarif di sektor kayu.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, masing-masing negaraanggota dapat melakukan koordinasi dan menentukan langkah untuk penurunan tarif padasektor yang termasuk di dalam Sektor Prioritas Integritas (Priority Integration Sectors/PISs).

2. Kebijakan trade facilitation yang telah diterapkan negara-negara ASEAN dapat dimasukkan kedalam kesepakatan ASEAN+3 untuk meningkatkan arus perdagangan.

3. Pemerintah masing-masing negara ASEAN+3 perlu mengkaji kembali penerapan tradefacilitation sektor elektronik terutama pada peningkatan kualitas pelabuhan dan penurunan

Page 92: D.-Trade-and-Economic-Integration

persyaratan dokumen untuk ekspor sehingga akan menurunkan waktu ekspor untukmenigkatkan arus ekspor elektronik.

4. Pemerintah masing-masing negara ASEAN+3 perlu mengkaji ulang mengenai kebijakan tarifpada sektor kayu karena akan berdampak terhadap nilai ekspor kayu yang lebih rendahdibanding sektor elektronik. Selain itu, pelabuhan-pelabuhan di negara-negara ASEAN+3 perluditingkatkan kualitasnya sehingga akan menurunkan biaya transportasi untuk meningkatkanarus ekspor kayu.

DAFTAR PUSTAKAArifianto MD. 2012. Ekonometrika, Esensi, dan Aplikasi Dengan Mengunakan Eviews. Jakarta

(ID): Erlangga.[ASEANSEC] Association of Southeast Asian Nations Secretariat. 2008. ASEAN Economic

Community Blueprint. Jakarta (ID): ASEANSEC.[ASEANSEC] Association of Southeast Asian Nations Secretariat. 2012a. Trade and Facilitation.

Jakarta (ID): ASEANSEC.[ASEANSEC] Association of Southeast Asian Nations Secretariat. 2012b. ASEAN Community

Progress Monitoring System 2012. Jakarta (ID): ASEANSEC[ASEANSEC] Association Southeast Asians Nations Secretary. 2012c. ASEAN Economic

Community Scorecard. Jakarta (ID): ASEANSEC.Astuti Y. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perbedaan Profitabilitas Bank Asing

dan Bank Domestik di Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Ilmu Ekonomi Fakultas EkonomiManajemen Institut Pertanian Bogor.

Detik. MS Hidayat resah ekspor kayu Indonesia kalah dengan Vietnam. 2014. [Internet].[diunduh2014 Mei]. Tersedia pada: http://finance.detik.com/read/2014/03/11/125321/2522082/1036/ms-hidayat-resah-ekspor-produk-kayu-ri-kalah-dengan-vietnam

Easasiaforum. A critical look at the ASEAN Economic Community Scorecard. 2012. [Internet].[diunduh pada 2014 Mei]. Tersedia pada: http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-community-scorecard/

Engman M. 2005. The Economic Impact of Trade Facilitation. Working Papers. No. 21. OECD(FR): OECD.

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika: Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPBPress.

Gujarati D. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Julius AM, Suryadi S, editor. Jakarta (ID): Erlangga.Hatzichronoglou T. 1997. Révision Des Classifications Des Secteurs Et Des Produits De Haute

Technologie .Working Papers. No. 97. OECD (FR): OECD.Jayangsari I. 2006. Analisis Dampak Trade Facilitation Terhadap Perdagangan Bilateral Intra-

ASEAN [Skripsi]. Bogor (ID): Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Manajemen Institut PertanianBogor.

Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan.Bogor (ID): IPB Press.Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonomterika Deret Waktu: Teori dan Aplikasi. Bogor (ID): IPB Press.Krugman PR, Obstfeld M. 2003. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Basri Faisal,

penerjemah. Jakarta (ID): RajaGrafindo Persada. Terjemahan dari: International Economics:Theory and Policy.

Kindleberger CP, Lindert P. 1993. Ekonomi Internasional. Burhanuddin A, penerjemah; KariamanM, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari:International Economics. Ed ke-8.

Liputan 6. Ekspor RI ke ASEAN masih kalah dengan Malaysia. 2014.[Internet]. [diunduh 2014Mei]. Tersedia pada: http://bisnis.liputan6.com/read/2022835/ekspor-ri-ke-asean-masih-kalah-dari-malaysia

Maraya GQ. 2013. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Daging Sapi di Indonesia [Skripsi].Bogor (ID): Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Marquez-Ramos L, Martinez-Zarzoso I, Suarez-Burguet C. 2012. Trade Policy Versus TradeFacilitation: An Application Using ‘Good Old’ OLS. Economic Journal. Vol 6: 1-38.

Page 93: D.-Trade-and-Economic-Integration

Merk O, Dang T. 2012. Efficiency of World Ports in Container and Bulk Cargo (Oil, Coal, Ores,and Grain). OECD Regional Development Working Papers No. 9. OECD (FR): OECD.

Moise E, Sorescu S. 2013. Trade Facilitation Indicators: The Potential Impact of Trade Facilitationon Developing Countries. Working Papers No. 144. OECD (FR): OECD.

Mustika, I. 2009. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penawaran EksporTelevisi Indonesia ke Malaysia, Singapura, dan Thailand [Skripsi]. Bogor (ID): Ilmu EkonomiFakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Nadhilah, NT. 2013. Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Cumi-Cumi danSotong Olahan di Indonesia Tahun 2002-2011 [Skripsi]. Bogor (ID): Ilmu Ekonomi FakultasEkonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

[OECD] ] Organization for Economic CO-operation and Development. 2012. The Costs andChallenges of Trade Facilitation Measures. Paris (FR): OECD.

[OECD] Organization for Economic CO-operation and Development. 2013. OECD TradeFacilitation Indicators: Transforming Border Bottlenecks Into Global Gateways. WashingtonDC (US): OECD.

Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia.Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi IPB.

Kontan. Pelaku usaha belum manfaatkan FTA ASEAN. 2013. [Internet]. [diunduh 2014 April].Tersedia pada: http://nasional.kontan.co.id/news/pelaku-usaha-belum-manfaatkan-fta-asean

Purwanto T. 2011. Dampak Perkembangan Perdagangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi diNegara-Negara ASEAN+3 [Thesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rauch JE. 1999. Network versus Market In International. Journal of International Economic. 48(1):7-35.

[Kemendag] Republik Indonesia Kementerian Perdagangan Indonesia. 2010a. Menuju ASEANEconomic Community (AEC) 2015. Jakarta (ID): Kemendag

[Kemendag] Republik Indonesia, Kementerian Perdagangan. 2010b. ASEAN-China Free TradeArea. Jakarta (ID): Kemendag.

[Kemendag] Republik Indonesia, Kementerian Perdagangan. 2010c. ASEAN-Korea Free TradeArea. Jakarta (ID): Kemendag.

[Kemendag] Republik Indonesia, Kementerian Perdagangan. 2013. Liberalisasi Jasa Keuangandalam Kerangka ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP). Jakarta (ID):Kemendag.

Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiarti Y, editor. Jakarta (ID):Erlangga. Terjemahan dari: International Economics. Ed ke-5.

Sihono T. 2009. Dampak Krisis Finansial Amerika Serikat Terhadap Perekonomian Asia. JurnalEkonomi Pendidikan [Internet]. April 2009; [diunduh 2014 Mei 15: ] 6 (1):IPB.

Sindo. Perjanjian fasilitas perdagangan untungkan Indonesia. 2014. [Internet]. [diunduh 2014 Mei].Tersedia pada: http://ekbis.sindonews.com/read/815385/33/perjanjian-fasilitas-perdagangan-untungkan-indonesia

[UN] United Nation. 1976. Port Performance Indicators. Geneva (CH): UN.[UN COMTRADE] United Nation Commodity Trade Statistic Database. 2014. Data Query Import

and Export. [Internet]. [diunduh 2014 April] Tersedia pada: http://comtrade.un.org[USITC] United State International Trade Comission. 2010. ASEAN: Regional Trends in Economic

Integration, Export Competitiveness, and Inbound Investment for Selected Industries.Washington DC (US): USITC.

Wilson JS, Mann CL, dan Otsuki T. 2005. Assessing The benefits of Trade Facilitation: A GlobalPerspective. World Economy 28(6): 841–871.

Wilson JS, Mann CL, Otsuki T. 2003a. Trade Facilitation and Economic Development: A NewApproach To Quantifying The Impact. The World Bank Economic Review 17(3): 367-389.

Wilson JS, Mann CL, Otsuki T. 2003b. Trade Facilitation and Economic Development : Maesuringthe Impact. World Bank Policy Research Working Paper 2988.

[WB] World Bank. Doing Business 2006-2014. Wahington DC (US): WB.

Page 94: D.-Trade-and-Economic-Integration

[WEF] World Economic Forum. Global Competitveness Report 2006-2014. Geneva [CH]: WEF.[WITS] World Integrated Trade Solution. Country Profile 2007-2012. 2014a. [Internet] [diunduh

Mei 2014]. http://wits.worldbank.org/wits[WITS] World Integrated Trade Solution. Tariff and Trade Analysis Data 2006-2012. 2014b.

[Internet].[diunduh April 2014]. http://wits.worldbank.org/witsZahidi A. 2012. Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN+3

[Thesis]. Bogor (ID): Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 95: D.-Trade-and-Economic-Integration

PERSAINGAN EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR NEGARA AMERIKA SERIKATHaris Fatori Aldila1)

1) Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Agribisnis FEM IPB, [email protected]

Pasar ekspor kopi di Amerika Serikat menunjukkan kondisi pasar yang kompetitif yangmendorong adanya persaingan antar negara eksportir termasuk Indonesia. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui bagaimana persaingan ekspor biji kopi dari negara Indonesia di pasarAmerika Serikat dan bagaimana implikasi kebijakan dari persaingan tersebut. Penelitian inimenggunakan pendekatan An Almost Ideal Demand System (AIDS), elastisitas harga dan elastisitaspengeluaran. Hasil penelitian menunjukkan Indonesia memiliki hubungan substitusi dengan negaraBrazil, Vietnam dan Guatemala dan memiliki hubungan komplementer dengan negara Colombia.Indonesia sangat peka terhadap perubahan harga ekspor kopi. Apabila harga ekspor kopi Indonesiameningkat satu persen akan menyebabkan pangsa pasar ekspor Indonesia di Amerika Serikat turun1,57 persen. Indonesia kurang peka terhadap perubahan pengeluaran impor Amerika Serikat. Ketikapengeluaran impor Amerika Serikat naik satu persen, pangsa pasar ekspor Indonesia di AmerikaSerikat akan naik 0,32 persen. Berdasarkan kondisi persaingan tersebut, alternatif kebijakan yangdapat diambil diantaranya kebijakan penurunan harga dan penyediaan informasi pasar.

Kata Kunci : Kopi, Amerika Serikat, Elastisitas

PENDAHULUANKopi telah menjadi salah satu komoditas perkebunan yang berpotensi sangat besar sebagai

komoditas perdagangan ekspor. Seiring dengan berkembangnya industri kopi, permintaan terhadapbiji kopi semakin meningkat terutama permintaan ekspor. Negara Amerika Serikat merupakannegara importir kopi terbesar di dunia. Menurut data FAO, pada tahun 2011, Amerika Serikattercatat mengimpor kopi sebanyak 1.376.620 ton atau setara dengan $ 7.081.860.000. AmerikaSerikat menempati urutan pertama negara pengimpor kopi diikuti negara Jerman dan Italia.

Tabel 1. Negara Importir Kopi Terbesar di Dunia Tahun 2011

No NegaraVolume Nilai(Ton) (1000 $)

1 Amerika Serikat 1.376.620 7.081.8602 Jerman 1.105.436 4.902.3863 Italia 473.431 1.762.0724 Jepang 416.805 1.958.6765 Belgia 302.332 1.403.557

Sumber: FAO, 2011.

Impor biji kopi Amerika Serikat dari tahun 2009 hingga 2013 menunjukkan kecenderunganyang meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 3,44 persen pertahun (Gambar 1). Peningkatanpermintaan impor ini didukung oleh tingginya tingkat konsumsi kopi masyarakat Amerika Serikatdan semakin berkembangnya industri kopi. Hasil survei dari National Coffee Assosiation USAmenunjukkan bahwa sebanyak 83 persen masyarakat Amerika Serikat yang berumur 18 tahun keatas mengkonsumsi kopi. Tingkat konsumsi perkapita masyarakat Amerika Serikat juga tergolongtinggi yaitu mencapai 4,11 kilogram perkapita pertahun (ICO, 2011). Beberapa industri kopi jugabanyak berkembang di Amerika Serikat. Industri kopi di Amerika Serikat yang memiliki pangsapasar di atas 10 persen diantaranya The J.M. Smucker Company, Kraft Food Inc., StarbucksCorporation, Nestle SA, dan Green Mountain Coffee Roasters Inc (ITPC, 2013). Tingginyakonsumsi kopi masyarakat dan berkembangnya industri kopi di Amerika Serikat mendorongpermintaan impor kopi semakin meningkat.

Page 96: D.-Trade-and-Economic-Integration

Gambar 1. Perkembangan Volume Impor Kopi Negara Amerika Serikat Tahun 2009-2013

Amerika Serikat sebagian besar mengimpor kopi berupa biji kopi yang tidak disangrai dantidak dihilangkan kafeinnya dengan proporsi mencapai 88,5 persen terhadap total impor kopi.Produk kopi yang diimpor Amerika Serikat berasal dari 141 negara. Diantara 141 negara tersebut,negara Brazil, Vietnam, Guatemala, Colombia, dan Indonesia merupakan lima negara eksportir kopiterbesar di pasar Amerika Serikat. Pangsa pasar kopi di Amerika Serikat dikuasai oleh negara Brazildengan pangsa pasar mencapai 24 persen (Gambar 2). Indonesia menempatkan Amerika Serikatsebagai tujuan utama ekspor kopi.

Gambar 2. Pangsa Pasar Eksportir Utama Kopi di Amerika Serikat

Sejak bulan Juli 1989, perdagangan kopi dunia diserahkan pada mekanisme pasardidasarkan pada International Coffee Agreement 1983 (ICA-1983). International CoffeeOrganization (lCO)telah melakukan kebijakan reformasi pada perdagangan kopi dunia denganmenghapus sistem kuota, price control dan intervensi pasar sejak tahun 2001.Kebijakan inimengarahkan pasar kopi menjadi lebih kompetitif. Kebijakan tarif baik ekspor maupun impor masihberlaku di beberapa negara seperti Uni Eropa. Akan tetapi, Amerika Serikat menentapkan kebijakan

1,200,000

1,250,000

1,300,000

1,350,000

1,400,000

1,450,000

1,500,000

2009 2010 2011 2012 2013

Volu

me

Impo

r (To

n)

Tahun

24%

9%

7%

21%

9%

30% Brazil

Vietnam

Indonesia

Colombia

Guatemala

ROW

Page 97: D.-Trade-and-Economic-Integration

tarif nol persen atau bebas tarif untuk impor untuk kopi. Negara eksportir kopi seperti Brazil danVietnam juga menetapkan tarif nol persen untuk ekspor kopi (ICO, 2010).

Kebijakan perdagangan kopi dunia yang dibuat oleh ICO menyebabkan pasar kopi duniasemakin kompetitif. Amerika Serikat sebagai importir kopi terbesar menetapkan pembebasan tarifuntuk impor kopi. Hal ini menjadi peluang besar bagi negara-negara eksportir kopi untuk masuk kedalam pasar Amerika Serikat. Kondisi pasar yang sangat bersaing dan didukung dengan adanyapembebasan tarif impor di beberapa negara termasuk Amerika Serikat ini menyebabkan adanyapersaingan yang ketat antar negara eksportir kopi. Persaingan ini berdampak pada persainganpangsa pasar ekspor di Amerika Serikat.

Indonesia merupakan salah satu produsen dan pengekspor kopi terbesar di dunia. AmerikaSerikat merupakan tujuan pasar utama ekspor kopi Indonesia. Indonesia harus bersaing dengannegara eksportir kopi lainnya di Amerika serikat. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui bagaimana persaingan ekspor biji kopi dari negara Indonesia di pasar Amerika Serikatdan bagaimana implikasi kebijakan dari persaingan tersebut.

KAJIAN PUSTAKAKopi merupakan komoditas yang memiliki potensi besar untuk dipasarkan baik pasar dalam

negeri maupun pasar luar negeri (ekspor). Ekspor kopi semakin meningkat seiring denganpeningkatan produksi negara produsen dan peningkatan permintaan kopi dari negara importir.Besaran jumlah ekspor ke luar negeri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlahproduksi, luas lahan, dan kurs dolar Amerika (Galih dan Setiawina, 2014). Diantara ketiga variabeltersebut, variabel jumlah produksi memiliki pengaruh yang paling dominan.Kustiari (2007) jugamenyebutkan bahwa nilai tukar berpengaruh terhadap volume ekspor akan tetapi peubah nilai tukarini tidak disarankan untuk dijadikan sebagai instrumen kebijakan dalam meningkatkanekspor.Hakim dan Hariyati (2008) menyebutkan bahwa aturan perdagangan internasional jugaberpengaruh terhadap volume penawaran ekspor kopi. Penetapan tarif impor kopi dari IMF sebesar5 persen dan AFTA 2,5 persen berdampak pada peningkatan ekspor kopi. Sementara itu, tarif impornol persen yang ditetapkan oleh WTO menyebabkan ekspor kopi Indonesia turun.

Ekspor kopi dan produksi kopi di Indonesia masih didominasi oleh jenis kopi Robusta(Chandraet al., 2013; Kustiari, 2007). Negara-negara di Asia Tenggara seperti Indonesia danVietnam banyak memproduksi kopi Robusta sedangkan negara di Amerika Latin seperti Brazil danKolombia lebih banyak memproduksi kopi Arabika. Ditinjau dari segi harga, kopi Robustamemiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan kopi jenis lainnya (Kustiari, 2007).Permasalahan yang sering dihadapi Indonesia pada perdagangan ekspor kopi adalah rendahnyamutu biji kopi yang diekspor sehingga berdampak pada penurunan daya saing kopi Indonesia dipasar Internasional (Dradjatet al., 2007; Hidayat dan Soetriono 2010; Chandraet al. 2013).Walaupun demikian, Beberapa penelitian masih menunjukkan bahwa usahatani kopi di Indonesiamasih memiliki daya saing yang baik terutama untuk kopi Robusta (Suwandari dan Soetriono, 2010; Hidayat dan Soetriono 2010). Chandraet al. (2013) memprediksi volume ekspor kopi robusta akanmeningkat sampai tahun 2021 dengan pertumbuhan volume ekspor kopi robusta tiap tahunnyasebesar 1,6 persen.

Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap daya saing kopi indonesia yaitukebijakan pemerintah, tarif impor, nilai tukar dan harga kopi dunia. Kebijakan pemerintah dapatmemberikan dampak yang berbeda terhadap daya saing kopi Indonesia. Menurut Suwandari danSoetriono (2010) kebijakan pemerintah terhadap input dan output tradable berupa pajak, subsidi,tarif bea masuk, dan kebijakan harga memberikan dampak positif bagi usahatani kopi rakyat.Sementara itu, Kebijakan pemerintah terhadap terhadap input non tradable masih memberikandampak negatif. Kenaikan tarif impor kopi dapat meningkatkan keunggulan kompetitif usahatanikopi dan sebaliknya apabila tarif ditrunkan akan berdampak negatif bagi usahatani kopi.Melemahnya nilai tukar rupiah dapat mningkatkan keunggulan komparatif usahatani kopi dansebaliknya apabila nilai tukar rupiah menguat akan berdampak negatif terhadap keunggulankomparatif. Hidayat dan Soetriono (2010) menambahkan bahwa harga kopi dunia juga berpengaruh

Page 98: D.-Trade-and-Economic-Integration

terhadap daya saing usahatani kopi. Apabila terjadi kenaikan harga kopi robusta di dunia sebesar5%, 10% dan 20%, maka cenderung meningkatkan keunggulan komparatif. Sedangkan, apabilaterjadi penurunan harga kopi robusta di dunia sebesar 5%, 10% dan 20%, maka cenderungmenurunkan keunggulan komparatif.

Analisis mengenai persaingan ekspor kopi di pasar internasional banyak dilakukan denganmelihat daya saing kopi di pasar internasional dengan menghitung keunggulan kompetitif dankomparatifnya. Metode yang digunakan diantaranya Revealed Comparative Advantage (RCA), ataumenggunakan Policy Analytical Matrix (PAM) dan Domestic Resources Cost (DRC). Pendekatandengan menggunakan daya saing tersebut tidak dapat menggambarkan sejauh mana hubungan antarsatu negara dengan pesaingnya. Pendekatan daya saing hanya memberikan informasi mengenaiapakah suatu negara memiliki keunggulan dalam memproduksi suatu produk.Pada penelitian iniakan menggunakan pendekatan analisis dengan model An Almost Ideal System (AIDS) danpendekatan elastisitas. Model AIDS dikembangkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980) sebagaianalisis untuk permintaan. Pendekatan AIDS dan elastisitas ini dipilih karena dapatmenggambarkan bagaimana posisi antar negara dalam persaingan. Model ini telah banyakdiaplikasikan pada penelitian mengenai analisis permintaan seperti yang dilakukan oleh Karagianniset al. (2000), Chang dan Nguyen (2002), Rifin (2010), dan Rifin (2013).

METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2014. Penelitian ini menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari berbagai sumber. Produk yang dikaji yaitu impor kopi yang tidak disangrai dantidak dihilangkan kafeinnya dengan kode HS 090111. Data yang dikumpulkan meliputi databulanan dari data volume dan nilai impor negara Amerika Serikat dari bulan Januari 2005 sampaidengan Maret 2014. Negara eksportir yang dipilih dalam analisis yaitu negara Brazil, Vietnam,Indonesia, Colombia, dan Guatemala. Sumber data diperoleh dari Food and AgricultureOrganization (FAO), International Trade Centre (ITC), International Coffee Organization (ICO),dan National Coffee Assosiation USA.

Analisis data untuk melihat persaingan ekspor biji kopi dari negara Indonesia di pasarAmerika Serikat menggunakan pendekatan An Almost Ideal Demand System (AIDS). Model AIDSpertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer (1980) untuk analisis permintaan. ModelAIDS ini telah banyak digunakan untuk analisis permintaan karena model ini memiliki konsistensidengan teori dan fungsinya fleksibel (Chang & Nguyen, 2002). Model empiris AIDS untuk analisisimpor kopi Amerika serikat sesuai dengan model AIDS yang dikembangkan oleh Deaton danMuellbauer (1980) adalah sebagai berikut:

= + + ∗dimana wiadalahpangsa ekspor negara eksportir ke-i (i = Brazil, Vietnam, Indonesia, Colombia,Guatemala dan ROW), P adalah harga asal negara eksportir ke-j (j = Brazil, Vietnam, Indonesia,Colombia, Guatemala dan ROW) , m adalah nilai total impor USA dan P* adalah indeks hargadengan:

P* = ∑ wi Pi.

dan αi, βi serta γijmerupakan koefisien parameter. Pada fungsi tersebut ditambahkan kendala teoritisyaitu Adding up, Symmetry dan Homogenity.

Adding up : ∑ = ,∑ = , ∑ =Symmetry : = Homogenity :∑ =

Page 99: D.-Trade-and-Economic-Integration

Untuk mengetahui hubungan persaingan antar negara eksportir pada pasar Amerika Serikat,maka langkah selanjutnya dilakukan penghitungan untuk nilai elastisitas. Nilai elastisitas yangdihitung adalah elastisitas harga dan elastisitas pengeluaran (Expenditure Elasticity). Elastisitasharga dibedakan menjadi dua yaitu Compensated Elasticity dan UncompensatedElasticity.Elastisitas harga terkompensasi (Hicksian Elasticity) menunjukkan dampak perubahanharga hanya dari perubahan harga dan perubahan tersebut dikompensasi untuk perubahan padapendapatan. Sementara itu, elastisitas harga yang tidak terkompensasi (Marshallian Elasticity)menunjukkan dampak perubahan harga dan pendapatan dari perubahan pada harga.

Compensated Elasticity(η*ij) : ∗ = − + +Uncompensated Elasticity (ηij) : = − + +Expenditure Elasticity(µ i) : = +

dimana δij adalah Kronecker delta yang bernilai satu apabila i = j dan nol apabila i≠ j.

HASIL DAN PEMBAHASANPerkembangan Ekspor Kopi ke Amerika Serikat

Indonesia menghadapi persaingan ekspor dengan negara eksportir kopi seperti Brazil,Vietnam, Kolombia, Guatemala dan lainnya. Indonesia, Brazil, dan Vietnam merupakan negaraprodusen dan eksportir kopi terbesar di dunia. Ketiga negara tersebut memiliki tujuan pasar utamayang sama yaitu negara Amerika Serikat. Volume ekspor kopi Indonesia ke Amerika Serikat daritahun 2001-2013 cenderung stabil dan tidak memperlihatkan fluktuasi yang besar. Sementara itu,negara Brazil dan Vietnam menunjukkan kecenderungan volume ekspor yang meningkat. Brazilmerupakan negara eksportir utama di Amerika Serikat terlihat dengan tingginya volume ekspordibandingkan dengan negara lainnya. Volume ekspor Brazil tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitumencapai 404.716 ton. Ketika volume ekspor Brazil pada tahun 2011 meningkat tajam, volumeekspor dari negara Vietnam dan Indonesia justru mengalami penurunan sedangkan volume ekspordari Guatemala dan Colombia sedikit meningkat. Perkembangan volume ekspor kopi dari limanegara eksportir utama kopi ke Amerika Serikat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perkembangan Volume Ekspor Kopi dari Lima Negara Eksportir Utama Kopi keAmerika Serikat Tahun 2001-2013

Volume ekspor kelima negara eksportir utama menunjukkan pola yang fluktuatif. Akantetapi apabila dilihat dari nilai ekspornya, kelima negara tersebut memiliki kecenderungan yang

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Volu

me

Impo

r (To

n)

Brazil

Vietnam

Indonesia

Colombia

Guatemala

Page 100: D.-Trade-and-Economic-Integration

meningkat (Gambar 4). Brazil menempati urutan pertama dengan nilai terbesar diantara negaralainnya sedangkan Indonesia menempati posisi terakhir diantara kelima negara tersebut. Pada tahun2011 terjadi kecenderungan yang sama pada nilai ekspor dengan volume ekspor Brazil. Nilai eksporBrazil meningkat tajam pada tahun 2011 begitu pula dengan negara Colombia. Hal ini dikarenakanterjadi kenaikan harga kopi yang signifikan pada tahun 2014 (Gambar 5).

Gambar 4. Perkembangan Nilai Ekspor Kopi dari Lima Negara Eksportir Utama Kopi ke AmerikaSerikat Tahun 2001-2013

Gambar 5 menunjukkan perkembangan harga ekspor kopi dari kelima negara eksportirutama ke Amerika Serikat. Harga kopi dari Guatemala dan Colombia cenderung lebih tinggidibandingkan dengan negara lainnya. Hal ini dikarenakan negara Amerika Latin seperti Guatemaladan Colombia merupakan negara penghasil kopi Arabika yang memiliki nilai jual lebih tinggidibandingkan jenis kopi lainnya (Kustiari, 2007). Harga Indonesia memiliki kecenderungan lebihtinggi dibandingkan dengan negara Brazil dan Vietnam. Volume ekspor Indonesia yang lebihrendah dibandingkan dengan Brazil menyebabkan harganya lebih mahal. Sementara itu, Vietnammemiliki harga yang paling rendah diantara kelima negara eksportir tersebut. Ini merupakan salahsatu bentuk strategi dagang Vietnam. Persaingan ekspor kopi yang semakin ketat menyebabkanVietnam seringkali melakukan ekspor dengan potongan harga (Kustiari, 2007). Dung dan Jenicek(2007) menyebutkan bahwa Vietnam mengekspor dalam jumlah besar kopi Robusta dengan hargayang relatif lebih rendah dibandigkan dengan negara lainnya. Harga kopi dari Vietnam setengahkali harga kopi dari negara Amerika Latin.

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Nila

i Im

por (

1000

$)

Brazil

Vietnam

Indonesia

Colombia

Guatemala

Page 101: D.-Trade-and-Economic-Integration

Gambar 5. Perkembangan Harga Kopi dari Lima Negara Eksportir Utama Kopi ke AmerikaSerikat Tahun 2001-2013

Persaingan Ekspor Kopi di Amerika SerikatPersaingan ekspor kopi di Amerika Serikat dapat dilihat dengan menghitung nilai elastisitas

harga dan elastisitas permintaan dari masing-masing negara pesaing. Hasil perhitungan elastisitasdapat dilihat pada Tabel 2. Elastisitas harga melihat pengaruh perubahan harga terhadap pangsapasar negara eksportir di negara Amerika Serikat. Elastisitas harga dilihat dari elastisitas hargasendiri dan elastisitas harga silang.

Nilai elastisitas harga sendiri menunjukkan pola yang sama untuk elastisitas hargaterkompensasi dan elastisitas harga tidak terkompensasi. Elastisitas harga sendiri Indonesia danGuatemala cenderung elastis sedangkan elastisitas harga sendiri Brazil, Vietnam, dan Colombiacenderung inelastis. Negara Indonesia merupakan negara yang paling peka terhadap perubahanharga dibandingkan dengan negara lainnya. Besaran nilai elastisitas harga sendiri yangterkompensasi Indonesia adalah -1,57 yang berarti apabila terjadi kenaikan harga ekspor Indonesiasebesar satu persen maka pangsa ekspor Indonesia ke Amerika Serikat akan turun 1,57 persen. Halini bisa terjadi karena harga kopi Indonesia memang lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil danVietnam, sementara itu volume ekspornya masih dibawah Brazil dan Vietnam. Apabila terjadikenaikan harga ekspor kopi Indonesia maka Amerika Serikat akan meningkatkan pembelian darinegara lain yang memiliki harga lebih murah dibandingkan Indonesia sehingga pangsa pasar eksporIndonesia bisa turun.

0.00

1000.00

2000.00

3000.00

4000.00

5000.00

6000.00

7000.00

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Harg

a ($

/Ton

) Brazil

Vietnam

Indonesia

Colombia

Guatemala

Page 102: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 2. Hasil Perhitungan Elastisitas Harga dan Elastisitas PengeluaranNegara Brazil Vietnam Indonesia Colombia Guatemala ROW

CompensatedElasticityBrazil 0,70 -0,04 0,01 1,30 -0,73 -1,24Vietnam -0,10 -0,58 0,41 0,70 -0,33 -0,10Indonesia 0,03 0,57 -1,57 -0,92 0,68 1,22Colombia 1,51 0,31 -0,29 -0,79 -0,49 -0,25Guatemala -1,85 -0,32 0,47 -1,07 1,49 1,28

UncompensatedElasticityBrazil 0,48 -0,12 -0,05 1,11 -0,82 -1,52Vietnam -0,34 -0,68 0,34 0,49 -0,43 -0,41Indonesia -0,05 0,54 -1,60 -0,99 0,65 1,12Colombia 1,35 0,25 -0,34 -0,93 -0,56 -0,46Guatemala -2,20 -0,45 0,37 -1,37 1,35 0,84

EkspenditureElasticity 0,93 1,02 0,32 0,68 1,46 1,26

Elastisitas harga silang menunjukkan hubungan substitusi atau komplementer antar negaraeksportir. Elastisitas Harga Silang dari compensated elasticity menunjukkan adanya hubungansubstitusi antara Indonesia-Brazil, Indonesia-Vietnam, dan Indonesia-Guatemala. Hubungantersebut menunjukkan bahwa Indonesia bersaing dalam hal pangsa pasar ekspor dengan ketiganegara tersebut. Persaingan dengan Brazil dan Vietnam diduga karena keduanya merupakaneksportir dan produsen kopi terbesar di dunia sehingga terjadi persaingan pasar di Amerika Serikat.Selain itu harga kopi Brazil dan Vietnam berada di bawah harga kopi Indonesia sehingga apabilaharga Indonesia naik maka pangsa ekspor negara Vietnam dan Brazil akan meningkat. Efeksubstitusi terbesar terjadi antara Indonesia dengan Guatemala. Indonesia dan Guatemala memilikipangsa pasar yang tidak berbeda jauh, sementara itu harga kopi guatemala lebih tinggi daripadaharga kopi indonesia. Elastisitas harga silang Indonesia-Guatemala sebesar 0,68 yang berartiapabila harga ekspor kopi Indonesia naik satu persen maka pangsa pasar Guatemala akan naik 0,68persen. Apabila harga ekspor Guatemala naik satu persen maka pangsa pasar Indonesia akan naik0,47 persen. Persaingan antara Indonesia dan Guatemala juga diduga karena kualias kopi Guatemalalebih baik daripada kopi Indonesia.

Selain terdapat hubungan substitusi, elastisitas harga silang juga menunjukkan adanyahubungan komplementer antara negara Indonesia dengan Colombia. Hal ini diduga karena industrikopi Amerika Serikat membutuhkan bahan baku dari kedua negara tersebut. Hal ini juga bisa terjadikarena kopi yang dihasilkan Colombia dan Indonesia sama atau tidak memiliki keunikan tertentu.Dari compensated elasticity diperoleh elastisitas harga silang Indonesia-Colombia sebesar -0,92yang berarti apabila harga ekspor kopi Indonesia naik satu persen maka pangsa pasar Colombiaakan turun 0,92 persen. Sementara itu, elastisitas harga silang Colombia-Indonesia sebesar -0,29yang berarti apabila harga ekspor Colombia naik satu persen maka pangsa pasar Indonesia akanturun 0,29 persen.

Peningkatan pengeluaran impor Amerika Serikat juga akan berpengaruh terhadap pangsapasar ekspor negara eksportir di Amerika Serikat yang tercermin dalam elastisitas pengeluaran.Nilai elastisitas pengeluaran terbesar dimiliki oleh negara Guatemala. Apabila terjadi peningkatanpengeluaran impor Amerika Serikat maka negara yang paling diuntungkan adalah negaraGuatemala. Nilai elastisitas pengeluaran Guatemala sebesar 1,46 yang berarti apabila pengeluaranimpor Amerika Serikat meningkat satu persen maka pangsa pasar Guatemala akan meningkat

Page 103: D.-Trade-and-Economic-Integration

sebesar 1,46 persen. Sementara itu, negara Indonesia memberikan respon yang paling rendahdiantara negara lainnya. Apabila terjadi kenaikan pengeluaran impor Amerika Serikat sebesar satupersen, pangsa pasar Indonesia akan meningkat sebesar 0,32 persen. Indonesia tidak terlalu pekaterhadap perubahan pengeluaran impor Amerika Serikat.

Implikasi KebijakanPasar kopi di Amerika Serikat menunjukkan adanya persaingan yang sangat ketat. Amerika

Serikat mengimpor kopi dari 141 negara eksportir yang menyebabkan adanya perebutan pangsapasar ekspor mengingat Amerika Serikat merupakan negara pengimpor kopi terbesar di dunia.Indonesia menjadi salah satu eksportir kopi terbesar di Amerika Serikat dengan pangsa pasar rata-rata 7 persen. Indonesia harus bersaing dengan negara lain yang memilki pangsa pasar lebih besardari Indonesia seperti Brazil, Colombia, Guatemala, dan Vietnam.

Indonesia sangat peka terhadap perubahan harga ekspor kopi dalam negeri karena memilikielastisitas harga sendiri yang elastis. Ketika harga ekspor kopi Indonesia naik maka pangsa eksporIndonesia di Amerika Serikat akan turun. Indonesia juga harus menghadapi persaingan denganNegara Brazil, Vietnam, dan Guatemala. Menghadapi hal tersebut maka kebijakan penurunan hargadinilai paling tepat. Apabila Indonesia ingin meningkatkan pendapatan dari ekspor maka Indonesiadapat menurunkan harga jual ekspornya. Posisi harga Indonesia masih lebih tinggi daripada hargaBrazil dan Vietnam. Penurunan harga jual dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi produksidan menekan biaya produksi dalam negeri. Penurunan harga ekspor juga dapat dilakukan denganmengurangi pajak ekspor, beban bunga dan beban biaya operasional di pelabuhan. Di Indonesia,eksportir harus membayar pajak penghasilan (Pph 0,5%), pajak pertambahan nilai (PPN) 10%,retribusi, biaya penanganan dan biaya pemasaran sebelum kopi diekspor. Secara keseluruhan biayayang ditanggung pengekspor diperkirakan mencapai tidak kurang dari 10% terhadap harga eksporkopi biji. Sementara itu, negara Vietnam telah menghapus berbagai pajak yang sebelumnyadikenakan kepada pengekspor (Dradjatet al. 2007).

Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan asosiasi eksportir kopi perlu memfasilitasipengembangan pasar dengan memberikan informasi pasar seperti informasi harga, standar mutu,informasi pasar yang sedang tumbuh dan informasi pasar potensial secara kontinu dandipublikasikan kepada eksportir kopi. Arus informasi pasar yang lancar dapat memberikankemudahan bagi eksportir untuk melihat perkembangan pasar dan keperluan prediksi pasar dimasayang akan datang.

KESIMPULAN

Sebagai negara importir kopi terbesar di dunia, Amerika Serikat merupakan pasar yangsangat baik bagi ekspor kopi. Amerika Serikat melakukan perdagangan bebas bagi ekspor kopidengan memberikan tarif nol persen terhadap impor biji kopi. Hal ini menjadikan Amerika Serikatsebagai pasar utama ekspor kopi negara eksportir kopi tak terkecuali Indonesia.

Lima negara eksportir kopi utama di Amerika Serikat adalah Brazil, Guatemala, Colombia,Vietnam, dan Indonesia. Dalam persaingan pasar kopi Amerika Serikat, Indonesia harus bersaingdengan negara Brazil, Vietnam dan Guatemala. Sementara itu, Indonesia memiliki hubungan salingberkomplementer dengan negara Colombia. Indonesia sangat peka terhadap perubahan harga eksporkopi dalam negeri. Apabila harga ekspor kopi Indonesia meningkat akan menyebabkan pangsapasar ekspor di Amerika Serikat turun. Sementara itu, Indonesia kurang peka terhadap perubahanpengeluaran impor Amerika Serikat. Ketika pengeluaran impor Amerika Serikat naik, pangsa pasarekspor Indonesia akan naik tetapi tidak sebesar empat negara lainnya.

Iklim persaingan ekspor kopi di Amerika Serikat yang begitu ketat menyebabkan Indonesiaharus mengambil kebijakan yang tepat. Kebijakan yang dapat diambil diantaranya kebijakanpenurunan harga dan penyediaan informasi pasar. Kebijakan penurunan harga dapat dilakukanmelalui efisiensi produksi, menekan biaya produksi, mengurangi pajak, beban bungan dan biaya

Page 104: D.-Trade-and-Economic-Integration

operasional di pelabuhan. Beberapa informasi pasar yang dibutuhkan eksportir diantaranyainformasi harga, standar mutu, informasi pasar yang sedang tumbuh dan informasi pasar potensial.

DAFTAR PUSTAKAChandra D, Ismono RH, Kasymir E. 2013. Prospek perdagangan kopi robusta Indonesia di pasar

internasional. JIIA 1(1) : 10-15.Chang HS, Nguyen C. 2002. Elasticity of demand for Australian cotton in Japan. The Australian

Journal of Agriculture and Resource Economics 46(1): 99-113.Deaton A, Muellbauer J. 1980. An almost ideal demand system. The American Economic Review

70(3) : 312-326.Dradjat B, Agustian A, Supriatna A. 2007. Ekspor dan daya saing kopi biji Indonesia di pasar

internasional:implikasi strategis bagi pengembangan kopi biji organik.PelitaPerkebunan23(2) : 159-179.

Dung LV, Jenicek V. 2007. The study on penetration capacity of coffee products into USA'smarket.Agricultura Tropica Et Subtropica40(4): 149-155.

Galih AP, Setiawina ND. 2014. Analisis pengaruh jumlah produksi, luas lahan, dan kurs dolarAmerika terhadap volume ekspor kopi Indonesia periode tahun 2001-2011. E-JurnalEP Unud 3(2) : 48–55.

Hakim A, Hariyati Y. 2008. Dampak liberalisasi perdagangan dunia terhadap permintaan danpenawaran kopi Indonesia. J–SEP 2(3): 1-12.

Hidayat A, Soetriono. 2010.Daya saing ekspor kopi robusta Indonesia di pasar internasional. J-SEP4(2): 62-82.

[ICO] International Coffee Organization. 2010. Obstacles to Consumption ICC 105-7 Rev.1.London : International Coffee Council.

________________________________. 2011. The effects of tariffs on the coffee trade ICC 107-7.London : International Coffee Council.

[ITPC] Indonesian Trade Promotion Center. 2013. Market Brief Kopi. Chicago : ITPC.Karagiannis G, Katranidis S, Velentzas K. 2000. An error correction almost ideal demand system

for meat in Greece. Agricultural Economics 22: 29–35.Kustiari R. 2007. Perkembangan pasar kopi dunia dan implikasinya bagi Indonesia. Forum

Penelitian Agroekonomi 25(1): 43–55.Rifin A. 2010. An analysis of Indonesia’s palm oil position in the world market: a two-stage

demand approach. Oil Palm Industry Economic Journal 10(1): 35-42.______. 2013. Competitiveness of Indonesia’s cocoa beans export in the world market.

International Journal of Trade, Economics and Finance 4(5): 279-281.Suwandari A, Soetriono. 2010. Analisis kebijakan kopi robusta dalam upaya meningkatkan daya

saing dan penguatan revitalisasi perkebunan.J-SEP 4(3):60-76.

Page 105: D.-Trade-and-Economic-Integration

DAMPAK KEBIJAKAN NON TARIF NEGARA MITRA FTA TERHADAP EKSPORPRODUK PERIKANAN INDONESIA

Rahayu Ningsih1

Calon peneliti pada Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan InternasionalRina Oktaviani2

Guru Besar FEM IPB

Abstrak

Indonesia sudah melakukan kerjasama perdagangan dengan ASEAN dan beberapa negara mitraseperti Jepang, Cina, India, Australia, New Zealand, dan Korea. Meskipun dalam perjanjianperdagangan telah disepakati adanya penurunan tarif, namun ada kecenderungan berbagai negaramenerapkan kebijakan non tarif sebagai bentuk proteksi baru sehinggaberdampak pada aksespasar produk Indonesia di negara mitra tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan masih dijumpainyabeberapa kasus penolakan atas beberapa produk Indonesia di negara mitra. Bahkan, sejak tahun2010 hingga 2013, terdapat lebih dari 43 pos tarif produk perikanan Indonesia yang tidak lagidiekspor ke Jepang yakni meliputi produk tuna, salmon, lobster, sirip hiu, kepiting dan udang.Dengan hilangnya ekspor dari 43 pos tarif tersebut, berarti Indonesia kehilangan devisa eksportahunan sebesar US$ 535 juta. Dengan menggunakan model analisis regresi data panel yangdikembangkan dari Bora et al (2002) diperoleh hasil bahwa sanitary phitosanitary (SPS)berdampak signifikan negatif terhadap ekspor produk perikanan Indonesia sementara technicalbarrier to trade (TBT) berdampak signifikan posistif.

Kata kunci: produk perikanan, non tarif, sanitary phitosanitary, technical barrier to trade

PENDAHULUAN

Perdagangan bebas bilateral maupun multilateral semakin pesat perkembangannya, terutamadi Asia sejak gagalnya kesepakatan perundingan WTO terutama untuk produk pertanian. Negara-negara di Asia menempuh berbagai cara dalam memperluas perdagangan bebas di Asia, seperti:pembentukan Regional Trade Agreements (RTAs) dalam bentuk Free Trade Agreements (FTAs)dan Economic Partnership Agreements (EPAs). Indonesia dan negara-negara ASEAN termasukkedalam kelompok yang cepat membentuk kerjasama perdagangan dalam bentuk FTA maupunEPA.

Walaupun perdagangan bebas berdasarkan teori perdagangan internasional akanmeningkatkan perekonomian negara-negara yang terlibat dalam perdagangan bebas, banyak negaramasih melakukan proteksi perdagangan. Berbagai negara masih menerapkan pembatasan ekspor,pemberian proteksi, dan tendensi kuat terhadap pembentukan blok-blok perdagangan, sehinggaperbedaan terhadap liberalisasi diskriminatif dan non-diskriminatif mungkin menjadi kabur. Dengandemikian perjanjian perdagangan bebas menjadi salah satu sarana untuk liberalisasi perdagangan.

Dalam perkembangannya, Indonesia telah melakukan langkah strategis dengan membukakerangka kerjasama perdagangan dengan ASEAN dan beberapa negara mitra potensial. Namuntampaknya bentuk kerjasama perdagangan ini belum menunjukkan peningkatan yang cukupsignifikan ke pasar tujuan ekspor tersebut. Meski nilai ekspor menunjukkan peningkatan untukbeberapa komoditi tertentu, namun masih ditemukan laporan mengenai adanya penolakan atasekspor beberapa produk Indonesia di negara mitra. Kecenderungan ini kemungkinan besar dipicuoleh adanya penerapan hambatan non tarif oleh para negara mitra dagang Indonesia.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia atas penerapan hambatan non tarifadalah masalah penolakan ekspor produk perikanan Indonesia di beberapa negara mitra. Contohkasus yang pernah dialami Indonesia adalah kasus penolakan produk crab meat Indonesia keAustralia dikarenakan kandungan standard plate count yang melebihi ambang batas yang

Page 106: D.-Trade-and-Economic-Integration

ditetapkan. Ada juga kasus lainnya seperti larangan ekspor tuna Indonesia di pasar Rusia akibattidak memenuhi standar serta penolakan produk perikanan Indonesia di Amerika Serikat karenaadanya kandungan salmonella yang melebihi ambang batas. Bahkan untuk kasus di Jepang, selamatahun 2010 hingga 2013, terdapat lebih dari 43 pos tarif produk perikanan Indonesia yang tidak lagidiekspor ke Jepang yakni meliputi produk tuna, salmon, lobster, sirip hiu, kepiting dan udang.Dengan hilangnya ekspor dari 43 pos tarif tersebut, berarti Indonesia kehilangan rata-rata devisaekspor tahunan sebesar US$ 535 juta. Meski belum diketahui penyebab hilangnya mata dagangproduk perikanan Indonesia tersebut, namun perlu diwaspadai bahwa hal tersebut kemungkinandisebabkan oleh adanya hambatan non tarif yang diterapkan di Jepang.

Kebijakan perdagangan suatu negara yang cenderung memproteksi impor melalui kebijakanhambatan non tariff measures (NTM) akan berdampak pada menurunnya volume ekspor negara lainke negara tersebut. Penurunan ekspor tersebut dikhawatirkan akan mengurangi keuntunganperdagangan. Dengan berkurangnya volume perdagangan yang terjadi antar negara tersebut makaakan ada potensial ekspor yang hilang sehingga mempengaruhi welfare suatu negara. Berdasarkanuraian permasalahan di atas, maka kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hambatannon tarifnegara mitra yang diterapkan atas produk perikanan Indonesia serta bagaimana dampak penerapannon tarif tersebutterhadap kinerja ekspor produk perikanan Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Meskipun pemberlakuan hambatan non tarif masih sesuai dengan ketentuan WTO, namunmeasures yang diterapkan tentu akan memberikan dampak terhadap arus perdagangan dan volumeekspor suatu negara. Selain itu, pemberlakuan proteksi dalam bentuk non tariff measures (NTM)akan memberikan kerugian bagi produsen baik dalam negeri maupun luar negeri. Proteksi imporakan membuat negara pengimpor dirugikan dalam hal kompetisi di pasar domestik sehingga volumeperdagangan akan berkurang. Negara pengekspor dan negara pengimpor akan kehilangankeuntungan dari perdagangan internasional. Sehingga sejak awal tahun 1990-an sudah banyakilmuwan dalam bidang ekonomi mencoba menghitung NTM dan dampaknya terhadap trade danwelfare seperti yang dilakukan oleh Kee et al (2004) dan Andriamananjara at al (2005).Penghitungan NTM tidak mudah dilakukan akibat kompleksitas permasalahan dan cakupan NTM.Kee et al menghitung indeks yang dapat menjadi indikator seberapa besar proteksi perdaganganyang dilakukan oleh suatu negara dengan dengan mempertimbangkan kedua jenis hambatan baiktarif maupun non tarif yang dikenal dengan Overall Trade Restrictiveness Index (OTRI). Semakintinggi nilai OTRI, negara tersebut semakin banyak melakukan pembatasan perdagangan.

Gambar 1. Overall Trade Restrictiveness Index negara-negara ASEAN+3 tahun 2009

Sumber: Kee et al (2009)

Berbagai Studi Mengenai Dampak NTM terhadap Kinerja Ekspor

Page 107: D.-Trade-and-Economic-Integration

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mendiskusikan dampak dari biaya perdaganganterhadap kinerja ekspor. Wall (1999) menganalisis dampak proteksi impor terhadap arusperdagangan Amerika Serikat dan dampaknya terhadap welfare. Penelitian ini menggunakananalisis panel gravity untuk melihat dampak variabel GDP negara pengekspor, GDP negarapengimpor, dan Trade Policy Index terhadap arus perdagangan. Hasil penelitian menunjukkanadanya import protection di negara-negara selain U.S. menyebabkan ekspor AS 26.2 percent lebihrendah pada tahun 1996. Hambatan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat menurunkan impor ASdari negara-negara non-NAFTA sebesar 15.4 persen per tahun yang menyebabkan welfare costsebesar 1.45 persen. Sumber utama dari hilangnya kesejahteraan adalah pengalihan quota rent keluar negeri daripada deadweight efficiency losses.

Fugazza dn Maur (2008) menganalisis dampak penghapusan non tariff barrier terhadap tradedan welfare menggunakan computable general equilibrium (CGE) dalam kerangka GTAP. Datanon tariff barrier yang digunakan adalah data advalorem equivalent of NTB hasil penelitian yangdilakukan Kee et al (2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara dengan tingkat NTB yangtinggi seperti sub-Saharan Africa, South East Asia, dan North Africa tidak mendapatkankeuntungan yang berarti dari penurunan NTB secara global. Sejalan dengan Fugazza, Winchester(2008) melakukan simulasi penurunan tarif dan non tarif barrier pada perdagangan bilateralAustralia dan New Zealand menggunakan CGE. Penurunan NTB akan menghasilkan gain of tradeyang lebih besar dibandingkan penurunan tarif

Andriamananjara et al (2004) memperkenalkan metode estimasi NTM price gapsmenggunakan tiga metode yang berbeda (tariff equivalent, export tax equivalent and sand-in-the-wheels) dan menganalisis dampak ekonomi (trade, welfare dan production) dari penghapusan NTMpada produk alas kaki, pakaian, dan makanan olahan menggunakan CGE.

Nakakeeto (2011) mengkaji dampak NTM terhadap perdagangan komoditi pertanian diUganda, Mali, dan Senegal. Penelitian ini menggunakan pendekatan inventory untuk mengukurNTM dan gravity model untuk melihat dampak NTM terhadap ekspor komoditi pertanian. Denganmenggunakan tiga indikator yang berbeda untuk mengukur NTM yaitu dummy variable, coverageratio, dan advelorem equivalent of NTM, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbedauntuk ketiga model. Model dengan menggunakan variabel dummy NTM menunjukkan bahwa NTMmemiliki dampak yang negatif terhadap ekspor. Model dengan menggunakan indikator coverageratio menunjukkan bahwa NTM memiliki dampak positif terhadap ekspor.

Berdasarkan hasil penghitungan tersebut diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-56 dari 125 negara dalam hal restriksi perdagangan. Diantara negara-negara di kawasan ASEAN+3,pada tahun 2009 Indonesia merupakan negara yang paling sedikit melakukan restriksi perdagangan.OTRI Indonesia yan diterbitkan lembaga internasional World Bank sebesar 4,7 persen danmerupakan negara yang memiliki indeks TRI paling rendah diantara negara anggota ASEAN+3lainnya. Malaysia dan Philipina adalah negara yang memiliki OTRI paling tinggi. Hal inimenggambarkan bahwa masih ada imperfect market pada pasar komoditi.

Technical Barrier to Trade dan Sanitary and Phyto-Sanitary Sebagai Hambatan Non Tarif

C. Technical Barrier to Trade(TBT)

Hambatan teknis perdagangan / technical barriers to trade (TBT) adalah tindakan ataukebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional,dimana penerapannya dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatanperdagangan. TBT merupakan salah satu bagian perjanjian dalam General Agreement on Tariff andTrade (GATT) yang mengatur hambatan dalam perdagangan yang terkait dengan peraturan teknis(technical regulation), standar (standard), dan prosedur penilaian kesesuaian (conformityassessment procedure).

Sebagai upaya untuk mencegah terlalu banyaknya ragam standar, Perjanjian TBT mendorongnegara anggota untuk menggunakan standar-standar internasional dimana dianggap perlu. Lebih

Page 108: D.-Trade-and-Economic-Integration

lanjut, negara anggota tidak dicegah dari mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaminstandar nasionalnya dipenuhi.

TBT telah menjadi hambatan non-tarif untuk perdagangan yang penting. TBT muncul ketikakebijakan domestik memaksakan regulasi, standar teknis, pengujian dan prosedur sertifikasi, ataupersyaratan pelabelan berpengaruh pada kemampuan eksportir untuk mengakses pasar.

Walau sering digunakan secara bersamaan, TBT memiliki pengertian yang berbeda antaratechnical regulation dan standard atas dasar kategori kepatuhan. Secara baku berdasarkan TBTAgreement pengertian mengenai technical regulation, standard, dan conformity assessmentprocedure adalah sebagai berikut:

Peraturan Teknis (technical regulation) adalah: Dokumen yang mengatur sifat produk atauproses dan metoda produksi terkait, termasuk aturan administrasi yang berlaku dimanapemenuhannya bersifat wajib. Regulasi teknis dapat juga meliputi atau berkaitan secara khususdengan persyaratan terminologi, simbol, pengepakan, penandaan atau pelabelan yang diterapkanuntuk suatu produk, proses atau metoda produksi.

Standar (standard) adalah: Dokumen yang dikeluarkan oleh suatu badan resmi, yang untukpenggunaan umum dan berulang, menyediakan aturan, pedoman, karakteristik atau sifat untuk suatuproduk atau proses dan metoda produksi terkait yang pemenuhannya bersifat tidak wajib (sukarela).Standar dapat juga meliputi atau berkaitan secara khusus dengan persyaratan terminologi, simbolpengepakan, ukuran, penandaan atau pelabelan yang diterapkan untuk suatu produk, proses ataumetoda produksi.

Prosedur Penilaian Kesesuaian (conformity assessment procedure) adalah: Prosedur yangdipakai langsung atau tidak langsung untuk menetapkan bahwa persyaratan yang relevan dalamregulasi teknis atau standar telah terpenuhi.

Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan utama antara regulasi teknis denganstandar adalah pada kewajiban pemenuhannya. Regulasi teknis merupakan peraturan yang wajibdipenuhi dimana barang impor dapat dihalangi masuk ke dalam pasar domestik apabila gagalmemenuhi regulasi teknis yang ditetapkan. Sementara itu standar diberlakukan secara sukarela.Barang impor yang gagal memenuhi standar dapat diperbolehkan untuk masuk ke dalam pasardomestik, tetapi dapat gagal memperoleh pangsa pasar yang signifikan apabila konsumenmemutuskan untuk lebih memilih produk yang memenuhi standar dibandingkan yang tidaksehingga dalam prakteknya dapat menjadi persyaratan wajib bagi suatu barang untuk dapatmengakses pasar. Selain itu, regulasi teknis ditetapkan oleh pemerintah sedangkan standardikeluarkan oleh badan akreditasi resmi yang ada.

Regulasi teknis dan standar merupakan bagian integral dari inisiasi kebijakan domestik untukmelindungi konsumen, pekerja, dan perusahaan. TBT dapat mencakup persyaratan label, sertifikasi,pengemasan, spesifikasi teknis, dan lainnya. Regulasi ini menjadi hambatan bagi perdagangan jikaeksportir dipaksa untuk memenuhi standar yang berbeda untuk dapat mengakses pasar di berbagainegara, dan/atau jika mereka tidak memiliki kemampuan teknis untuk memenuhi regulasi teknis.

Sebagaian bagian dari GATT dan WTO, TBT Agreement turut mengadaptasi semangat dariWTO dalam mewujudkan perdagangan multilateral tanpa hambatan. Untuk itu, TBT memilikiprinsip dasar yang digunakan dalam perumusannya yakni:

• Tidak diskriminasi. Dalam prinsip ini berlaku prinsip Most Favored Nation dan Nationaltreatment sehingga penggenaan regulasi teknis dan standard atas suatu barang harusdiberlakukan secara seimbang kepada barang sejenis tanpa memperdulikan dari mana asalbarang tersebut.

• Mencegah hambatan yang tidak perlu terhadap perdagangan. Dalam hal ini pelaksanaanTBT di suatu negara diupayakan memiliki hambatan yang paling minim (the least traderestrictive measure) dan memperhitungkan adanya resiko persyaratan yang ditetapkan tidakdapat dipenuhi.

• Harmonisasi. Untuk menghindari terjadinya standar yang berbeda-beda, negara anggotadidorong untuk merujuk kepada standar yang berlaku secara internasional yang disepakatidalam menyusun standar domestiknya.

Page 109: D.-Trade-and-Economic-Integration

• Transparansi. Seluruh proses penetapan regulasi teknis, standard, maupun prosedur penilaiankesesuainya dilakukan secara terbuka dengan mengikuti ketentuan-ketentuan notifikasi ditingkat internasional.

E. Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS)Kesepakatan SPS adalah bagian dari kesepakatan WTO yang berkaitan dengan hubungan

antara kesehatan dan perdagangan internasional. Perdagangan dan perjalanan internasional telahmengalami perluasan secara signifikan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Hal ini berakibatmeningkatnya perpindahan produk pertanian yang selanjutnya dapat meningkatkan resikokesehatan. Kesepakatan SPS memperkenalkan perlunya bagi negara anggota WTO untuk tidakhanya melindungi dari resiko yang disebabkan oleh masuknya hama, penyakit, dan gulma, tetapijuga untuk meminimalkan efek negatif dari ketentuan SPS terhadap perdagangan.

Aspek kesehatan dari Kesepakatan SPS pada dasarnya berarti bahwa anggota WTO dapatmelindungi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan dengan menerapkan ketentuan-ketentuanuntuk mengelola resiko yang berhubungan dengan impor. Ketentuan tersebut biasanya dalambentuk persyaratan karantina atau keamanan pangan yang dapat diklasifikasikan sebagai sanitasi(terkait dengan kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan) atau fitosanitasi (terkait dengankehidupan atau kesehatan tumbuhan).

Aspek perdagangan internasional dalam Kesepakatan SPS secara prinsip berarti bahwadalam usaha melindungi kesehatan, anggota WTO tidak seharusnya menggunakan ketentuanSPS yang tidak diperlukan, tidak berdasarkan pada pertimbangan ilmiah, tidak mengada-ada,atau secara tersembunyi (tersamar) untuk membatasi perdagangan internasional.

Kesepakatan SPS dijalankan oleh Komite Ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi (theSPSCommittee, Komite SPS), dimana semua anggota WTO dapat berpartisipasi. Komite SPS adalahforum konsultasi dimana anggota WTO secara reguler bertemu untuk berdiskusi tentangketentuan SPS dan efeknya terhadap perdagangan, mengawasi pelaksanaan Kesepakatan SPS,dan mencari cara untuk menghindari terjadinya potensi perbedaan pendapat.

Dampak Pemberlakuan SPS dan TBT terhadap Ekspor Negara BerkembangSecara umum dapat dikatakan bahwa SPS dan TBT merupakan salah satu hambatan

perdagangan non tarif. Segala pemberlakuan hambatan, menurut Krugman dan Obstfeld (2000)memberikan efek negatif terhadap ekspor negara partner. Dengan rata-rata tarif di dunia yangsemakin rendah, maka pemberlakuan SPS dan TBT semakin mendapat porsi lebih besar dalam halmekanisme proteksi negara terhadap industri domestiknya.

Hanya saja, untuk jangka pendek, efek SPS dan TBT terhadap ekspor menunjukkan hasilyang cukup beragam, terutama untuk TBT. Jiang (2008) menunjukkan bahwa efek pemberlakuanTBT di pasar Amerika Serikat, Eropa dan Jepang terhadap produk tekstil Cina justru meningkatkanekspor tekstil Cina ke pasar tersebut. Lebih lanjut, Jiang (2008) memberikan beberapa alasanmengapa TBT bisa memberikan pengaruh positif untuk ekspor Cina di jangka pendek:

a) Akselerasi TeknisTBT memberikan tantangan untuk industri Cina dalam hal akselerasi teknis produk-produkekspor sehingga dapat memenuhi syarat TBT di negara partner

b) Adaptasi InfrastrukturDengan adanya TBT di negara partner, infrastruktur industri yang menaungi produk-produktekstil mengalami penyesuaian yang pada gilirannya dapat lebih membuka ruang bagi produk-produk Cina untuk melakukan penetrasi pasar. Hal ini diraih dengan efisiensi produksi.

Sementara itu di Iran, Alaeibakhsh dan Ardakani (2011) menunjukkan bahwa pemberlakuanSPS dan TBT di negara partner memberikan pengaruh yang negatif terhadap ekspor produkPistachio. Hal ini tentunya mengkonfirmasi Krugman dan Obstfeld (2000). Namun di Brazil,Fassarella, Souza dan Burnquist (2011) menunjukkan bahwa SPS dan TBT memiliki pengaruhpositif dan signifikan terhadap produk ekspor daging Brazil ke negara partner.

Page 110: D.-Trade-and-Economic-Integration

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa efek pemberlakuan SPS dan TBT memberikanhasil yang ambigu dimana hambatan ini bisa memberikan efek yang positif atau negatif terhadapekspor sebagaimana argument Crivelli.P, and Groschl, J, (2012). Hal ini juga tergantung sejauhmana respon suatu negara atas penerapan kebijakan non tariff measure yang diberlakukan olehnegara mitranya. Negara maju dan negara berkembang atau kurang berkembang akan memberikantingkat responsifitas yang berbeda dalam mengadaptasi kebijakan non tarif yang diterapkan negaramitranya.

METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Data Panel

Model yang akan digunakan untuk menganalisis dampak non tariff terhadap ekspor produkperikananadalah model analisis data panel. Model yang akan digunakan dideskripsikan melaluipersamaan berikut:

Dimana:• Ekspor (X) merupakan nilai perdagangan produk ekspor Indonesia ke negara mitra dagangnya• Produksi adalah GDP sektor.• Jarak Ekonomi (JE) adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu

negara dalam melakukan ekspor. Jarak ekonomi dihitung dengan pendekatan weighted-average economic distance yang diperoleh dari : D=Jarak Ekonomi (JE)

Jarak geografi yang digunakan adalah jarak antar ibukota dua negara (km).

• Frequency Index (FI) merupakan ukuran NTM negara partner dagang Indonesia yangnilainya diukur dalam persentase.

• Exchange Rate (ER) merupakan nilai tukar mata uang negara pengimpor terhadap matauang Indonesia

Dalam lingkup HS yang lebih detail, model mengadopsi pendekatan frequency index yang diambildari studi Bora, Kuwahara dan Laird (2002). Studi mereka pada dasarnya menghitung dua macamindex yaitu Frequency index (FI) dan Coverage ratio (CR) pada model 3.9 dan 3.10

Dimana:Fj = Frequency index negara pengimpor pada level agregasi produk yang diinginkanDi = Dummy NTM (1=ada NTM, 0=tidak ada NTM)Ni = Jumlah item produk yang terindikasi NTMNt = Jumlah total item produk

CRj= Coverage ratio negara pengimpor pada level agregasi produk yang diinginkanDi = Dummy NTM (1=ada NTM, 0=tidak ada NTM)Vi = Volume impor komoditi

Page 111: D.-Trade-and-Economic-Integration

Penelitian ini menggunakan pendekatan FI dibanding CR mengingat ketersediaan data serta modelyang jauh lebih robust. Gambar 2 menyajikan karakteristik CR dan FI dari negara-negara yangdijadikan sampel.

Gambar 2. Penggunaan Frekuensi Index (FI) dan Coverage Ratio (CR ) oleh Beberapa Negara

Sumber: WTO (2013), diolah

Dalam model ini, jenis NTM yang dianalisa adalahSanitary and Phytosanitary (SPS) danTechnical Barriers to Trade (TBT). Measures dalam bentuk SPS lebih difokuskan pada penanganankesehatan pada produk sehingga dapat meminimalisir penyebaran penyakit. Sementara TBT lebihberfokus pada regulasi teknis, standar test dan sertifikasi pada produk tertentu.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data sekunder. Data sekunderyang digunakan dalam analisis menggunakan data ekspor dan impor HS 6 digit yang berasal dariUN Statistic (COMTRADE) dan Badan Pusat Statistik. Sementara data non tarif berupa SPS danTBT diperoleh dari WTO.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Negara Mitra FTAEkspor perikanan Indonesia ke negara-negara ASEAN +6 tahun 2012 sebesar 1.308 juta USD

meningkat sebesar 18 persen dari tahun 2011 (Tabel 7). Namun peningkatan ini lebih rendahdibandingkan peningkatan ekspor tahun sebelumnya yang dapat mencapai 19 persen. Kondisi iniperlu menjadi perhatian mengingat sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan eksporIndonesia. Penurunan laju pertumbuhan ekspor ini akan berdampak negatif terhadap neracaperdagangan Indonesia dengan negara-negara di kawasan tersebut. Sementara, neraca perdaganganproduk perikanan Indonesia masih tercatat positif selama tahun 2010 sampai dengan 2012.

Tabel 1 menunjukkan kinerja perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN+6. NeracaPerdagangan Indonesia dengan Australia, Jepang, Malaysia, Singapura dan Thailand pada tahun2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Neraca perdagangan memburuk pada perdagangan Indonesiadengan China, India, dan New Zealand yang ditunjukkan dengan penurunan neraca perdagangan.Neraca perdagangan Indonesia dengan India dan New Zealand bahkan tercatat negatif dalambeberapa tahun terakhir. Ekspor perikanan Indonesia ke dua negara tersebut juga tercatat palingrendah dibandingkan negara lainnya seperti terlihat pada Tabel 2. Jepang yang merupakan negaratujuan ekspor terbesar untuk komoditi perikanan mampu menyerap ekspor produk perikananIndonesia sebesar 677 juta USD kemudian diikuti China, Thailand, Singapura, dan Malaysia.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Produk Perikanan Indonesia dengan Negara-negara ASEAN+6

Page 112: D.-Trade-and-Economic-Integration

Negara Tujuan Ekspor 2010 2011 2012

Australia 15.284 19.507 28.219

China -9.296 23.074 126.100

India -5.868 -12.711 -17.716

Japan 551.235 631.250 661.630

Korea, Rep. 41.044 55.607 55.582

Malaysia 37.597 57.343 78.790

New Zealand -383 -846 -1.927

Philippines 3.144 2.500 1.642

Singapore 75.454 78.155 86.024

Thailand 59.831 79.877 169.997

Total 768.043 933.7581.188.34

4

Sumber: WITS (2013), diolah

Tabel 2. Peringkat Ekspor Produk Perikanan Indonesia ke Negara ASEAN+6 Tahun 2012

Peringkat Negara Jumlah

1 Japan 677.123

2 China 189.955

3 Thailand 172.119

4 Malaysia 87.609

5 Singapore 87.193

6Korea, Rep. 56.381

7 Australia 30.960

8 Philippines 5.521

9 New Zealand 1.205

10 India 341

Total 1.308.412

Sumber: WTO (2013), diolah

Penerapan Kebijakan NTM atas Produk Perikanan Indonesia di Negara Mitra FTA

Page 113: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 3 menunjukkan jenis hambatan SPS dan TBT yang diterapkan masing-masing negaramitra FTA utama Indonesia terhadap produk perikanan Indonesia. Pada tabel 3 terlihat bahwaseluruh negara mitra FTA Indonesia menerapkan kebijakan SPS atas produk perikanan Indonesia,sedangkan negara yang menerapkan TBT hanya Australia dan Korea Selatan.

Tabel 3. Produk Perikanan yang Dikenakan NTM (SPS dan TBT) oleh negara ASEAN+6

Member Imposing SPS TBT

Australia

Live fish (0301)Crustaceans (0306)Moluscs (0307)

Fish, frozen, whole(0303),Fish fillets and pieces,fresh, chilled or frozen(0304)

China All Product

Indonesia All Product

Japan Live fish (0301)

Korea, Republic of All Product Life Fish (0301)

Malaysia All Product

New Zealand

All Product except HS0305 (Fish,cured orsmoked and fish meal fitfor human consumption)

Philippines All Product

Singapore

Live fish (0301)ish fillets and pieces,fresh, chilled or frozen(0304)Moluscs (0307)

Thailand

All Product except HS0304 (Fish fillets andpieces, fresh, chilled orfrozen)

Sumber: WTO (2013), diolah

Dampak Kebijakan TBT dan SPS terhadap Ekspor Produk Perikanan Indonesia

Berdasarkan tabel 4,negara seperti Australia, Singapura, Malaysia mengeluarkan persyaratanterkait sertifikasi kesehatan. China, New Zealand, dan Filipina juga memberlakukan food safetystandard. Di era perdagangan bebas saat ini hal-hal yang berkaitan dengan standar keamanan perludikelola karena mempengaruhi ekspor produk ikan Indonesia. Sebagian besar mitra dagangIndonesia sudah menerapkan kebijakan standarisasi keamanan pangan, sehingga Indonesia perlumelakukan langkah-langkah kebijakan yang bertujuan untuk menjamin kualitas produk perikanan.Pemenuhan persyaratan keamanan pangan diperlukan untuk meningkatkan akses pasar produkperikanan Indonesia. Lemahnya kualitas infrastruktur ekspor Indonesia terutama laboratorium dipelabuhan ekspor yang berstandar internasional juga merupakan kendala dalam meningkatkan aksespasar produk perikanan Indonesia di Negara Uni Eropa (Lord, Oktaviani dan Ruehe, 2010).

Page 114: D.-Trade-and-Economic-Integration

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa Indonesia belum mengatur persyaratan keamanan dankesehatan bagi produk impor perikanan dari negara lain. Pada tabel 9, berdasarkan data WTO tahun2013 Indonesia hanya memiliki kebijakan berupa persyaratan import carrying media. Hal ini perlumenjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Indonesia belum memiliki standar keamanan bagiproduk yang masuk ke Indonesia sementara hampir seluruh negara partner dagang Indonesia diASEAN+6 menerapkan standar tersebut sehingga hal tersebut akan merugikan perdaganganIndonesia. Selain berdampak pada meningkatnya impor produk perikanan karena tidak adanyahambatan non tarif, dampak lainnya adalahdari segi keamanan pangan dimana hal ini akanmeningkatkan resiko bagi kesehatan.

Tabel 4. SPS dan TBT di ASEAN + 6 untuk Produk Perikanan (selected)

Negara Mitra Dagang Negara

Notif Jenis NTM

Australia

China

Indonesia

Japan

Korea,Republic of

Malaysia

NewZealand

Philippines

Singapore

Thailand

TotalTotal

SPS

aquatic animaldiseases controlact 3 3

Biosecurity 1 1

healthcertificationrequirements 1 3 3 7

Import Healthstandars 4 4

import riskanalysis report 1 1

National FoodSafety Standard 5 4 9

quarantinemethods andprocedures 4 4

Requirements ofImportation ofCarrying Media 4 4

standard coversthe preparation 3 3

Standards &Specificationsfor Foods 2 2

(blank) 2 4 2 3 2 3 1 1 2 20

SPSTotal 4 9 6 3 11 4 7 8 4 2 58

Page 115: D.-Trade-and-Economic-Integration

TBTNational TestProcedures 1 1

(blank) 1 1

TBTTotal 1 1 2

GrandTotal 5 9 6 3 12 4 7 8 4 2 60

Sumber: WTO (2013), diolah

Gambar 3 menyajikan paparan detail mengenai ekspor produk perikananIndonesia kenegara-negara yang tergabung dalam ASEAN+6. Dapat kita lihat bahwa ‘crustaceans’ mendominasikeseluruhan ikan dan produk ikan setidaknya pada tiga tahun terakhir. Secara umum, eksporproduk perikanandari Indonesia mengalami peningkatan, namun demikian tren peningkatan ini agakterhambat dengan pemberlakuan SPS dan TBT dari beberapa negara tujuan seperti terangkumdalam Tabel 3 dan 4. Dalam tabel tersebut kita lihat bahwa jumlah measure SPS jauh lebih banyakdibandingkan TBT. Hal ini kemudian diperkuat dengan hasil estimasi sebagaimana terlihat padaTabel 5 dimana SPS berdampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekspor dari ikan danproduk ikan pada tingkat tingakt kepecayaan 95 %.

Gambar 3. Ekspor Produk Perikanan Indonesia ke Negara ASEAN+6

Tabel 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Produk Perikanan Indonesia ke ASEAN+6

Dependent Variable: Export

Independent Variable Coefficient t-Statistic

FI_TBT 0.006815 1.902**

Page 116: D.-Trade-and-Economic-Integration

FI_SPS -0.023448 -2.85***

LOG(PRODUKSI) 1.953097 2.22***

LOG(JE) -0.079288 -1.59

LOG(ER) -0.071782 -0.138

R-squared 0.5347

Catatan: Signifikansi statistik ditunjukkan melalui *(10%), **(5%), and ***(1%)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor Indonesia seperti hasil simulasipersamaan pada Tabel5. Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan ekspor produk perikananIndonesia adalah adanya hambatan NTM yang diterapkan oleh negara-negara mitra dagangIndonesia. Kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing negara akan mempengaruhi daya saingproduk serta aliran perdagangan terhadap produk yang diperdagangkan. Seluruh negara ASEAN+6menerapkan kebijakan non tarif untuk produk perikanan. Beberapa negara seperti China, Indonesia,Korea, Malaysia, Filipina menggunakan kebijakan SPS untuk seluruh produk perikanan. SedangkanTBT hanya digunakan oleh Australia dan Korea pada jenis produk ikan tertentu. Kebijakan SPSternyata lebih banyak diterapkan dibandingakan dengan kebijakan TBT.

Berdasarkan hasil estimasi model, TBT terbukti memberikan pengaruh yang positif dansignifikan terhadap kinerja ekspor produk perikanan. Pegaruh prositif TBT ini tentunya merupakanhal yang tidak sesuai dengan standar teori, dimana pelbagai hambatan perdagangan sejatinyamemberikan pengaruh negatif terhadap produk ekspor. Namun sebagaimana yang diungkapkanJiang (2008), bahwa untuk negara berkembang, pemberlakuan TBT justru memberikan dampakpositif terhadap ekspor negara berkembang terssebut karena faktor-faktor sebagai berikut:

• Akselerasi TeknisTBT memberikan tantangan untuk industri negara berkembang dalam hal akselerasi teknisproduk-produk ekspor sehingga dapat memenuhi syarat TBT di negara partner.

• Adaptasi InfrastrukturDengan adanya TBT di negara partner, infrastruktur industri yang menaungi produkmengalami penyesuaian yang pada gilirannya dapat lebih membuka ruang bagi produk-produk di negara berkembang untuk melakukan penetrasi pasar. Hal ini diraih denganefisiensi produksi.

Dampak positif TBT atas produk perikanan Indonesia tersebut juga sejalan dengan pendapatpelaku di sektor perikanan yang menyatakan bahwa adanya penerapan standar tertentu oleh mitradagang dapat meningkatkan peluang akses pasar yang lebih luas. Hal ini sebagaimana yangdikemukakan oleh eksportir produk perikanan di wilayah Sumatera Utara yang menyatakan bahwaketika eksportir memiliki sertifikat tertentu seperti Global Good Agriculture Practice (GAP)certification, dan Aquaculture Stewardship Council (ASC) certification, meskipun diperlukan biayayang cukup mahal, hal tersebut dapat memberikan peluang akses pasar yang lebih luas dimanaproduk perikanan Indonesia dapat diterima tidak hanya di negara tertentu di Uni Eropa melainkandapat masuk ke pasar/negara di seluruh wilayah Uni Eropa.

Sementara, berdasarkan hasil estimasi, hambatan SPS memberikan dampak yang signifikannegatif. Sebagaimana terlihat pada tabel 3 dan 4 bahwa negara yang banyak menggunakan SPSadalah China (9 regulasi) , Korea (11 regulasi), New Zealand (7 regulasi), dan Filipina (8 regulasi).Penerapan SPS tersebut dapat mengurangi ekspor produk perikanan Indonesia ke negara tersebut.Ekspor produk perikanan Indonesia ke negara-negara tersebut (kecuali China) juga terlihat relatif

Page 117: D.-Trade-and-Economic-Integration

rendah dibandingkan negara lainnya. Kebijakan yang diterapkan dinegara-negara tersebut adalahmencakup kebijakan terkait standar kesehatan. Oleh karena itu Indonesia perlu melakukan langkahlangkah strategi untuk mengatasi hambatan perdagangan ke negara tersebut dengan beberapa caraantara lain, negosiasi ulang terkait kebijakan SPS dalam bentuk capacity building maupun bantuanteknis sehingga dapat memfasilitasi produsen ikan di Indonesia dalam hal menjaga kualitas produk.Dengan demikian, hambatan terkait standar kesehatan dan keamanan pangan dapat teratasi sehinggadapat meminimalisir ditolaknya produk-produk ikan Indonesia di negara-negara tersebut.

Salah satu langkah strategis dan upaya yang pernah dilakukan di Indonesia diantaranya adalahbentuk kerjasama antara Indonesia dengan Uni Eropa melalui Trade Support Program. Programtersebut merupakan bantuan untuk mengakselerasi kemampuan teknis uji mutu pada laboratoriumdi pelabuhan ekspor Indonesia yang ditujukan untuk mendukung eskspor Indonesia (Lord,Oktaviani dan Ruehe, 2010). Selain itu, bantuan teknis juga pernah diberikan oleh pemerintahBelanda kepada Indonesia untuk pemurnian lingkungan di wilayah produksi kerang-kerangan.Sebelumnya, produk kerang-kerangan Indonesia ditolak karena ditemukannya kandungan logamberat yang melebihi ambang batas. Bentuk bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk programsanitasi perairan di wilayah produksi kerang-kerangan di wilayah Sumatera Utara. Program bantuanteknis tersebut terbukti dapat meningkatkan kualitas mutu dari produk kerang-kerangan Indonesiasehingga Indonesia dapat kembali mengakses pasar atas produk kerang-kerangandi pasar Eropa.Melalui upaya dan strategi tersebut, diharapkan ekspor Indonesia ke beberapa negara lain sepertiChina, Korea, New Zealand, dan Filipina juga dapat ditingkatkan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil estimasi menggunakan analisis data panel, dapat disimpulkan bahwakebijakan TBT yang diterapkan oleh negara mitra FTA Indonesia atas produk perikanan Indonesiaberdampak signifikan positif sementara kebijakan SPS berdampak signifikan negatif terhadapekspor produk perikanan Indonesia. Hasil estimasi atas kebijakan TBT yang bersifat positif sejalandengan hasil studi Jiang (2008) yang menyimpulkan bahwa untuk negara berkembang, penerapannon tarif measure oleh negara mitra justru dapat memberikan dampak positif terhadap ekspornegara berkembang tersebut.

Untuk mengatasi hambatan SPS, Indonesia dapat melakukan negosiasi bilateral dengannegara mitra agar dapat memberikan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas bagiprodusen/eksportir produk perikanan Indonesia sebagaimana bantuan yang pernah diberikan olehUni Eropa dalam mengakselerasi kemampuan teknis uji mutu pada laboratorium di pelabuhanekspor Indonesia dan pemerintah Belanda dalam program pemurnian dan sanitasi lingkungan.Dengan langkah dan upaya tersebut Indonesia diharapkan mampu mengatasi hambatan ataspenerapan kebijakan SPS oleh negara mitranya.

Page 118: D.-Trade-and-Economic-Integration

DAFTAR PUSTAKA

Alaeibakhsh , Sedigheh and Ardakani, Zahra (2012), “Quantifying the Trade Effects of SPS andTBT Agreements on Export of Pistachios from Iran” World Applied Sciences Journal 16 (5):637-641.

Andriamananjara, S., J. M. Dean, R. Feinberg, M. Ferrantino, R. Ludema, M. Tsigas (2004). “TheEffects of Non-Tariff Measures on Prices, Trade, and Welfare: CGE Implementation ofPolicy-Based Price Comparisons,” USITC Economics Working Paper No. 2004-04-A.

Fugazza, Marco and Maur, Jean-Christophe (2008). “Non Tariff Barriers in Computable GeneralEquilibrium Modelling”, Policy Issues in International Trade and Commodities Study SeriesNo.38

Jiang, Ningchuan (2008), “Effect of Technical Barriers to Trade on ChineseTextile Product Trade”International Business Research Vol. 1 No. 3.

Kee, Hiau Looi, Alessandro Nicita and Marcelo Olarreaga, (2004). "Inport demand elasticities andtrade distortions", World bank Policy Research Working Paper 3452.

______________________________________________, (2009). "Estimating trade restrictivenessindices", Economic Journal, vol. 119, p. 172—199.

Krugman, Paul and Obstfeld, Maurice (2010). International Economics: Theory and Practice”Addison-Wesley Publishing Company

Lord, M., Oktaviani, R., and Ruehe, E. (2010). Indonesia Trade Access to the European Union:Opportunities and Challenges. Final study of TRANSTEC – EQUINOCCIO.

Nakakeeto, Gertrude (2011). The Impact of Technical Measures on Agricultural Trade: A Case ofUganda, Senegal, and Mali. ―Improving Food Security through Agricultural Trade. Thesis,Virginia Polytechnic Institute and State University

Winchester N., (2009). Is there a dirty little secret? Non-tariff barriers and the gains from trade.Journal of Policy Modeling 31, 819-834

Wall, Howard (1999). “Using the Gravity Model to Estimate the Cost of Protection,” Review,Federal Reserve Bank of St. Louis,

Crivelli.P, and Groschl, J.(2012). SPS Measures and Trade: Implementation Matters. EconomicResearch and Statistic Division, World Trade Organization

Page 119: D.-Trade-and-Economic-Integration

PERTANIAN DI INDONESIA : ANALISIS SWOT

AGRICULTURE IN INDONESIA : A SWOT ANALYSIS

Dian Dwi Laksani, Endah Ayu NingsihPusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, Badan Pengkajian dan Pengembangan

Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan-RIJl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat,

[email protected], [email protected]

AbstrakPenelitian ini menganalisa kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman dalam sektor pertanian diIndonesia. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan kondisi alam yang mendukung menjadikekuatan dalam sektor pertanian namun sekaligus menjadi kelemahan di mana sebagian besarpertanian masih dalam skala kecil dan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu,pertanian Indonesia masih dihadapi oleh masalah minimnya infrastruktur, keterbatasan modal, dankurangnya penguasaan teknologi pertanian. Walaupun pasar internasioal dapat menjadi peluanguntuk produk pertanian di mana perjanjian perdagangan bebas Indonesia telah memberikan aksespasar yang lebih mudah namun produk pertanian masih harus bersaing dengan produk negara laindengan kualitas yang lebih baik. Selain itu hambatan non tarif sering kali diberlakukan untukproduk pertanian sehingga produk Indonesia masih mengalami penolakan atau hambatan untukmasuk ke Negara tujuan ekspor.

Kata kunci : Pertanian, Indonesia, SWOT

AbstractThis study analyzes the strengths, weaknesses opportunities and threats in the Indonesia’sagricultural sector. The availability of sufficient labor and geographic condition has been thestrength to force the agricultural sector, but at the same time these become the weakness with theshortage of qualified human resources and the most of the farms are still in small scale and. Inaddition, Indonesia's agriculture is still facing a lack of infrastructure, limited access to financingsources, and agricultural technology deficiency. Although the international market appear to be anopportunity for agricultural products with Indonesia’s Free Trade Agreement has provided an easiermarket access of agricultural products but these products still have to compete with the betterquality products from other countries. In addition, non-tariff barriers are often being applied toagricultural products so that the Indonesia’s products are still experiencing rejection or barriers toentry into export destinations.

Key words : Agriculture, Indonesia, SWOTJEL Classification : C23, F13, F18

Page 120: D.-Trade-and-Economic-Integration

PENDAHULUANPertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor

inimenyumbang sebesar 36.1 jutatenaga kerja pada tahun 2013 atau sebesar 34 persen dari totalangkatan kerja menurut lapangan pekerjaan utama (BPS, 2014) dan menyumbang 8 persen dariProduk Domestik Bruto nasional pada tahun 2013 (BPS, 2014)5. Dengan sumber daya alam dankondisi geografis yang dimiliki seharusnya Indonesia bisa diharapkan dapat menjadi produsenuntuk berbagai macam jenis produk pertanian yang mampu memenuhi baik kebutuhan domestikmaupun internasional. Pada kenyataannya, pertanian di Indonesia masih mengalami masalah klasikdari minimnya infrastruktur, sulitnya akses pembiayaan bagi petani, hingga kurangnya dukunganpemerintah. Penelitian ini menghimpun faktor internal yang menjadi kekuatan maupun kelemahandalam pertanian Indonesia selain juga faktor eksternal yang menjadi peluang maupun ancamandalam pengembangan sektor pertanian.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode SWOT yang merupakan kependekan dari Strength,

Weakness, Opportunity, dan Threat yang menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamanyang terkait dengan upaya meningkatkan kinerja sektor pertanian di Indonesia. Dengan melakukanstudi terhadap beberapa literatur yang berkaitan dengan aspek pertanian di Indonesia serta melaluipengamatan langsung, seluruh data dan informasi yang diperoleh kemudian ditabulasikan secarasederhana untuk memetakan strategi yang tepat dalam pengembagan sektor pertanian. Data-datayang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat daristudi literatur dan publikasi ilmiah yang berasal dari lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, sementara itu, data primer juga akan menjadi rujukan utama dalam pengumpulan data.Dalam studi ini, ada beberapa metode yang akan digunakan yaitu In depth Interview, wawancaramendalam dengan pejabat terkait di Kementerian Pertanian tingkat pusat, Dinas Perindustrian danperdagangan tingkat daerah, asosiasi profesi serta petani di Sumatra Utara khususnya Medan danSumatra Selatan khususnya Palembang.

TINJAUAN PUSTAKAAnalisis SWOT pada umumnya dilakukan dalam rangka mencari strategi terbaik dalam

mencapai tujuan dari suatu institusi baik itu berupa perusahaan, organisasi, maupun pemerintah.Karena fleksibilitas dan kesederhanaan dari analisis SWOT, metode ini juga dapat diaplikasikandalam berbagai disiplin, salah satunya dalam bidang pertanian. Analisis SWOT dalam bidangpertanian yang dilakukan di Negara berkembang lain seperti India, China, dan Bulgaria yangdilakukan oleh Kumar dan Nain (2013), Yuan-yuan dan Shu-rong (2011), dan Celik dan Perker(2009) pada umumnya menemukan karakteristik yang sama. Ketersediaan tenaga kerja dan kondisialam selalu menjadi kekuatan dalam pengembangan sektor pertanian di Negara berkembang.Namun rendahnya teknologi, infrastruktur yang kurang memadai serta ketersediaan tenaga kerjaterlatih menjadi kelemahan sektor pertanian di Negara berkembang yang menyebabkan produk hasilpertanian berkualitas rendah serta kurang nilai tambah. Sementara itu faktor permintaan serta akseske pasar tujuan juga selalu menjadi peluang menjadi untuk setiap kegiatan perekonomian tidakterkecuali pertanian. Faktor yang menjadi ancaman untuk industri pertanian di Negara berkembangadalah semakin berkurangnya minat penduduk untuk tetap di sektor pertanian akibat kurangnyadukungan pemerintah serta persaingan dari produk impor. Hal tersebut mengancam kelestariansektor pertanian karena adanya alih penggunaan lahan ke sektor non pertanian.

Analisis SWOT pertanian Indonesia secara khusus dilakukan oleh Indonesia AgribusinessReport yang menyebutkan bahwa pertanian masih merupakan tradisi masyarakat Indonesia namun

5 PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Sektor pertanian mencakup tanaman bahan makanan dantanaman perkebunan

Page 121: D.-Trade-and-Economic-Integration

tetap dihadapkan oleh masalah minimnya produktivitas dan banyaknya pertanian yang masih dalamskala kecil. Pertanian di Indonesia masih memiliki peluang untuk dikembangkan di pulau-pulauyang masih belum dieksplorasi namun ancaman juga terjadi akibat banyaknya alih fungsi lahan didaerah yang sudah padat penduduk akibat dari sektor lain yang lebih menjanjikan dibandingkanpertanian.

HASIL DAN PEMBAHASANDengan menggunakan metode SWOT penelitian ini telah mengklasifikasikan hal-hal yang

menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam sektor pertanian di Indonesia untukmenjadi exportir produk pertanian.

Kekuatan (Strength)Indonesia memiliki sejumlah kekuatan di sektor pertanian yang berpotensi untuk

dikembangkan lebih lanjut. Sejumlah kekuatan tersebut umumnya bersifat inherent, seperti kondisialam, luas lahan, dan tenaga kerja yang memadai.

Dari sisi alam, Indonesia memiliki iklim tropis yang sangat ideal untuk perkembanganberbagai jenis tanaman. Keanekaragaman hayati di Indonesia tergolong yang paling tinggi di dunia,sebagai hasil dari keberadaan eksosistem daratan dan lautan yang memadai untukperkembangbiakan makhluk-makhluk hidup. Indonesia juga memiliki tanah yang subur. Secarageologis Indonesia merupakan pertemuan dari Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik, sehinggaada ratusan gunung berapi yang ada di negara ini. Kondisi ini membuat tanah Indonesia umumnyaberupa tanah vulkanis yang subur, sebagaimana bisa ditemui di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, danSulawesi. Lebih jauh, Indonesia juga banyak memiliki sungai-sungai besar, seperti Sungai Brantas,Sungai Batanghari, dan Sungai Musi, sehingga membuatnya memiliki endapan tanah aluvial dalamjumlah besar. Tanah aluvial, yang banyak dijumpai di dataran rendah, merupakan tanah sangatsubur yang sangat ideal untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman.

Kondisi ini telah membuat Indonesia memiliki lahan-lahan pertanian yang luas. Luas sawahdi Indonesia mencapai 7,8 juta hektar yang meliputi sawah irigasi, tadah hujan, pasang surut, danair dalam. Tercatat bahwa produksi padi terutama dikontribusikan olah sawah irigasi, yangberkontribusi pada 60,3 persen produksi nasional, sementara 26,5 persen sisanya berasal dari sawahtadah hujan. Sekitar 41 persen dari keseluruhan lahan sawah ini terletak di Pulau Jawa, sementarasekitar 59 persen berada di luar Jawa (Wahyunto, 2009).

Kekuatan Indonesia lainnya terletak pada tenaga kerja yang melimpah di mana sebagianbesar tenaga kerja Indonesia terletak di sektor pertanian (Basri, 2009). Pada tahun 2006, tenagakerja di sektor ini mencapai jumlah 40,1 juta jiwa atau 42 persen dari keseluruhan tenaga kerjaIndonesia, sementara pada tahun 2007 jumlahnya mencapai 41,2 juta jiwa atau 41,2 persen.Konsentrasi tenaga kerja di sektor ini melebihi sektor-sektor lain. Sektor perniagaan umum yangteletak di posisi kedua tercatat hanya memiliki tenaga kerja sebanyak 19,2 juta jiwa atau 20,1persen pada tahun 2006 dan 20,6 juta jiwa atau 20,6 persen dari keseluruhan total tenaga kerja.

Kelemahan (Weaknesses)Di sisi lain, Indonesia juga memiliki sejumlah kelemahan yang menghambat pengembangan

sektor pertaniannya.Di Indonesia, petani-petani cukup sulit mengakses permodalan. Investasi di sektor ini juga

cenderung masih minim karena investor belum berani menanamkan modal besar. Penyebabnyaadalah sektor pertanian ini dikategorikan sebagai sektor yang memiliki risiko tinggi dan keuntunganyang rendah (high risk, low profit). Sementara itu akses permodalan dari perbankan juga masihdihadapkan oleh suku bunga yang cukup tinggi. Pada tahun 2010, suku bunga tertinggi tercatat padasubsektor sarana pertanian yang mencapai level 25,06 persen, sementara yang terendah padasubsektor kehutanan dan pemotongan kayu yang mencapai level 11,03 persen (sumber: WebsiteKementerian Pertanian).

Page 122: D.-Trade-and-Economic-Integration

Faktor lain yang menyebabkan persepsi risiko tinggi pada sektor pertanian Indonesia adalahpertumbuhannya yang tergolong kecil. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian berada di bawahpertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Pada tahun 2005-2007, pertumbuhan sektor pertanianhanya mencatat 2,5 persen, 3,0 persen, dan 3,5 persen, bandingkan dengan pertumbuhan ekonominasional yang bisa tumbuh hingga 5,6 persen, 5,5 persen, dan 5,5 persen. Pertumbuhan sektorpertanian ini juga kalah jauh dibandingkan sejumlah sektor non-tradable yang justru berkembangsangat pesat di dekade 2000an. Pertumbuhan sektor transportasi dan komunikasi jauh melampauipertumbuhan sektor pertanian selama tahun 2005-2007, dimana sektor ini tumbuh hingga mencapailevel dua digit, yaitu 13,0 persen, 13,6 persen, dan 13,6 persen.

Selain itu, pertanian di Indonesia juga terkendala oleh berbagai macam permasalahanstruktural, seperti alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman yang terjadi secaracepat, ketiadaan insentif pemerintah, birokasi yang lamban dan kurang koordinasi, infrastrukturyang buruk, dan lain-lain. Selain itu, terms of trade (nilai tukar) produk pertanian juga relatif rendahsehingga tidak mensejahterakan petani yang mengerjakannya (Apriyantono, 2013).

Dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika investasi di sektor pertanian tergolongkecil. Antara tahun 2008-2012, tercatat bahwa realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)di sektor pertanian primer mencapai Rp 32,06 triliun atau hanya 12 persen dari total PMDNnasional. Sementara untuk Penanaman Modal Asing (PMA), angkanya bahkan lebih kecil lagi,yaitu hanya US$ 3,58 miliar atau 4,17 persen dari total PMA nasional (Nugrayasa, 2013).

Kelemahan lainnya dari sektor pertanian Indonesia adalah infrastruktur pendukung yangkurang memadai. Indonesia memiliki ranking kualitas infrastruktur yang relatif buruk diantaranegara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena infrastruktur-infrastruktur tersebut sangat dibutuhkan untuk pengembangan ekspor Indonesia keluar negeri.Infrastruktur yang kurang memadai akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang mempengaruhidaya saing Indonesia secara keseluruhan.

Kondisi infrastruktur yang berbeda di sejumlah daerah pada akhirnya menyebabkandisparitas harga di berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 2010, harga beras di Jawa Timurhanyalah sebesar Rp 4.250, tetapi bisa mencapai level Rp 4.500 di Kalimantan Timur, Rp 5.000 diMerauke, dan bahkan Rp 10.000 di Paniai (pedalaman Papua). Kondisi yang sama juga terjadiuntuk tepung gandum, dimana harga terendah adalah Rp 3.500 (di Sulawesi Selatan) dan hargatertinggi tercatat sebesar Rp 10.000 (di Nabire, Papua). Harga gula, sementara itu, tercatat beradapada level Rp 5.800 di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, tapi bisa mencapai level Rp 11.000di Nabire.

Kelemahan lainnya dalam pengembangan sektor pertanian Indonesia adalah rendahnyakualitas sumber daya manusia (SDM). Tercatat lebih dari 70 persen petani Indonesia hanyamemiliki pendidikan setingkat sekolah dasar. Itupun banyak dari mereka yang tidakmenamatkannya. Lebih lanjut, petani Indonesia juga umumnya belum berorientasi padapembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, upaya pembukaan lahan pertanian dan perkebunan barusering kali dilakukan dengan teknik tebang dan bakar (slash and burn). Cara ini dinilai sangat tidakramah lingkungan karena menimbulkan asap kebakaran hutan dalam skala besar danmembahayakan kesehatan dan keberlanjutan lingkungan. Cara-cara pengelolaan lain yang tidakramah lingkungan adalah praktik pembalakan liar (illegal logging) di sektor kehutanan yangdilakukan secara masif. Pembalakan liar ini dilakukan dengan memanfaatkan celah pengawasan danpenegakan hukum di Indonesia yang relatif lemah dalam rangka mendapatkan kayu alamberkualitas tinggi dengan harga murah.

Kelemahan berikutnya terletak pada sektor pertanian yang masih dikelola sebagai usahakecil. Pada tahun 2007 tercatat Indonesia memiliki penduduk miskin sebanyak 37,2 juta jiwa.Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di pedesaan dengan mata pencaharian utama disektor pertanian. 80 persen dari angka tersebut adalah petani-petani dengan skala usaha mikro yang

Page 123: D.-Trade-and-Economic-Integration

memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar6. Pengembangan pertanian skala kecil ini sifatnyaproblematik karena selain tidak mampu mencapai skala ekonomi untuk mendapatkan profitberjumlah besar juga membuat petani-petani sulit untuk mencapai tingkat kesejahteraan hidup yangmemadai.

Masalah teknologi produksi menjadi masalah klasik yang ditemui pada hampir semua liniekonomi di Indonesia, tidak terkecuali sektor pertanian. Masih banyak usaha-usaha pertanianIndonesia yang dikelola secara tradisional dan belum memanfaatkan teknologi terkini.

Kelemahan lainnya terletak pada produk pertanian yang masih sangat dipengaruhi olehmusim. Lebih jauh, faktor musim ini juga turut mempengaruhi persepsi tingginya resiko di sektorpertanian. Pertanian di Indonesia masih sangat bergantung pada musim, sehingga produksi tidakterjadi sepanjang tahun.

Lebih jauh, berbagai kendala masih menghantui pengembangan produk pertanian,diantaranya juga berasal dari kualitas dan mutu yang rendah. Beberapa produk pertanian Indonesiabelum dapat memenuhi standar di Negara pengimpor bahkan untuk kasus tertentu produk pertanianjuga mengalami penolakan dengan alasan penyakit tanaman.

Analisis IFAS Komoditas Sektor PertanianTabel 1 berikut ini merangkum kekuatan dan kelemahan dari pengembangan sektor

pertanian Indonesia. Tabel ini juga mencantumkan bobot dan rating dari tiap-tiap faktor tersebut.Perhitungan bobot didasarkan pada penilaian kondisi saat ini dari masing-masing faktor. Sedangkanpenentuan rating didasarkan pada urgensi penanganan dari faktor-faktor tersebut.

Tabel 1 – Analisis IFAS Komoditas Sektor Pertanian

FAKTOR INTERNALBobot Rating Score

Strengths (Kekuatan)

1. Kondisi alam dan luas lahan yang mendukung 0.18 2.00 0.36

2. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup' 0.20 2.40 0.48

Sub total 0.38 0.84

Weaknesses (Kelemahan)

1. Keterbatasan modal 0.06 4.00 0.25

2. Infrastruktur pendukung yang kurang memadai 0.09 4.00 0.36

3. Rendahnya kualitas sumber daya manusia petani 0.07 3.00 0.21

4. Petani belum memperhatikan aspek lingkungan 0.09 2.60 0.23

5. Masih banyak usaha pertanian dalam skala kecil 0.08 2.80 0.23

6. Penggunaan teknologi produksi yang masihsederhana

0.08 3.60 0.27

7. Produk pertanian sangat dipengaruhi oleh musim 0.06 2.20 0.14

8. Rendahnya kualitas produk pertanian 0.09 2.80 0.25

6 Peraturan Menteri Pertanian No. 16/ Permentan/ OT.140/2/2008 tentang Pengembangan Usaha Agribsnis Perdesaan(PUAP)

Page 124: D.-Trade-and-Economic-Integration

Sub Total 0.62 0.89

Jumlah (Kekuatan+Kelemahan) 1 1.73

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa faktor-faktor kelemahan (W) lebih dominan dibandingkankekuatan (S). Dalam hal bobot, faktor-faktor kelemahan (W) membentuk sekitar 0,62 atau 62persen dari keseluruhan bobot IFAS komoditas sektor pertanian, sementara faktor-faktor kekuatan(S) hanya membentuk 0,38 atau 38 persen. Hal ini mengindikasikan Indonesia tampaknya tidakmemiliki potensi yang menjanjikan di sektor pertanian.

Untuk kekuatan, faktor yang memiliki bobot paling besar adalah faktor ketersediaan tenagakerja yang cukup dengan nilai 0,20. Sedangkan kondisi alam dan luas lahan yang mendukungbernilai 0,18. Sementara untuk kelemahan (W), tiga faktor yang memiliki bobot tertinggi yaitu‘infrastruktur pendukung yang kurang memadai’, ‘petani belum memperhatikan aspek lingkungan’,dan ‘rendahnya kualitas produk pertanian’.

Peluang (Opportunities)

Dari sisi peluang, Indonesia memiliki sejumlah peluang pengembangan ekspor sektor pertanian keluar negeri. Salah satunya adalah potensi pasar produk pertanian yang cukup besar di luar negeri.Untuk pasar utama di Asia Pasifik, yaitu AS dan China, sejumah produk-produk Indonesia memilikipotensi pengembangan ekspor yang cerah. Hal ini terlihat dari indikator Export Product Dynamics(EPD), yang menunjukkan plot penguasaan pangsa pasar dan pertumbuhan permintaan pasar duniauntuk suatu komoditas. Sebagaimana tampak pada tabel VIII, sejumlah komoditas ekspor Indonesiamendapat status rising star di pasar AS, seperti kacang mete, kopi, kayu manis, pala, lada, turmerik,dan jahe. Tercatat hanya komoditas teh di pasar AS dimana Indonesia mencatat status lostopportunity karena kalah dari kompetitor-kompetitornya. Sementara itu di pasar China, sejumlahkomoditas yang mendapat status rising star adalah kacang mete, kopi, teh, kayu manis, pala, lada,mangga, dan manggis. Tercatat hanya komoditas pisang dimana Indonesia memiliki status lostopportunity.

Tabel 2 - Indikator Export Product Dynamics (EPD) untuk Sejumlah Komoditas EksporIndonesia, 2005-2009

Komoditas Ekspor EPD

Pasar AS Pasar China

Kacang mete Rising star Rising star

Kopi Rising Star Rising star

Teh Lost Opportunity Rising star

Kayu manis Rising star Rising star

Pala Rising star Rising star

Lada Rising star Rising star

Mangga & manggis Tidak termasukdalam cakupanpenelitian

Rising star

Pisang Lost opportunity

Turmerik Rising star Tidak ekspor

Page 125: D.-Trade-and-Economic-Integration

Jahe Rising star

Sumber: diolah dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian KementerianPertanian dan PT. Pranata Pola Cipta, “Hasil Kajian Pasar Ekspor untuk komoditi StrategisDalam Rangka Market Intelligence”.

Penguasaan pangsa pasar produk-produk Indonesia di luar negeri ini juga didukung olehindikator Revealed Comparative Advantages (RCA). Tabel IX menggambarkan bahwa hampirsemua produk memiliki status berdaya saing (RCA > 1) di pasar AS dan China, seperti kacangmete, kopi, teh, kayu manis, pala, lada, mangga, manggis, dan turmerik. Tercatat hanya jahe dipasar AS dan pisang di pasar China yang memiliki status tidak berdaya saing (RCA < 1).

Tabel 3 - Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk Sejumlah Komoditas EksporIndonesia

Komoditas Ekspor RCA

Pasar AS Pasar China

Kacang mete Berdaya saing Berdaya saing

Kopi Berdaya saing Berdaya saing

Teh Berdaya saing Berdaya saing

Kayu manis Berdaya saing Berdaya saing

Pala Berdaya saing Berdaya saing

Lada Berdaya saing Berdaya saing

Mangga & manggis Tidak termasukdalam cakupanpenelitian

Berdaya saing

Pisang Tidak berdayasaing

Turmerik Berdaya saing Tidak ekspor

Jahe Tidak berdayasaing

Sumber: diolah dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian KementerianPertanian dan PT. Pranata Pola Cipta, “Hasil Kajian Pasar Ekspor untuk komoditi StrategisDalam Rangka Market Intelligence”.

Peluang Indonesia lainnya adalah keberadaan berbagai skema perjanjian perdagangan bebasbilateral dan regional. Meskipun untuk sejumlah komoditas industri keberadaan perjanjianperdagangan bebas ini menimbulkan sejumlah ancaman, untuk komoditas pertanian dampaknyaterlihat cukup positif karena mampu mendorong ekspor ke negara-negara lain.

Memanfaatkan skema ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZ FTA),sejak November 2012 Indonesia kini telah mengekspor produk manggis ke pasar Australia. Setelahproduk manggis ini, pada tahun 2013 akan diupayakan untuk mengekspor komoditas salak. Produkmanggis sendiri kini tengah menjadi primadona ekspor hortikultura Indonesia. Ekspor manggismeningkat dari 6.900 ton pada tahun 2002 menjadi 7.200 ton pada tahun 2003. Pada tahun 2011,

Page 126: D.-Trade-and-Economic-Integration

dari total produksi manggis nasional sebanyak 117.600 ton, tercatat volume ekspor mencapai12.600 ton dengan nilai 9,9 juta dollar AS (Rp 94 miliar). Pasar utama manggis ini adalahHongkong dan Taiwan. Selain itu, memanfaatkan skema-skema ASEAN-China FTA dan ASEANFTA, ekspor manggis kini juga mulai masuk ke Cina, Singapura, dan Malaysia (sumber:Kementerian Pertanian)

Ancaman (Threats)Di sisi lain, pengembangan ekspor sektor pertanian Indonesia juga terkendala oleh sejumlah

kendala berarti. Salah satunya terletak pada kebijakan perdagangan tarif bea masuk negara lain yangmasih cukup tinggi untuk sektor pertanian.

Negara-negara maju seperti Jepang dan AS umumnya sangat protektif terhadap sektorpertaniannya. Di negara-negara tersebut, petani memiliki kedudukan yang kuat secara politiksehingga mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah. Itulah sebabnya mereka mampu memaksapemerintahnya untuk melindungi sektor pertanian domestik dari produk-produk impor dalamrangka menjamin kekompetitifan produk-produk mereka sendiri. Secara ekonomi, negara-negaramaju sebenarnya sudah tidak lagi memiliki comparative advantages di sektor pertanian, sehinggamenjadi bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah agar dapat tetap survive. Di Jepang,kuatnya lobi-lobi sektor pertanian ini menjadi faktor yang menggaggalkan perundingan EarlyVoluntary Sectoral Liberalization (EVSL) pada akhir tahun 1990an. Saat itu, Jepang menaikkantarif impor beras, gandum, dan sereal lainnya hingga mencapai 300-500 persen (Chung, 2011). Disisi lain, AS umumnya lebih suka menggunakan behind-the-border policy seperti subsidi untukmembantu petani-petani domestiknya.

Ancaman berikutnya terletak pada kebijakan perdagangan non tarif yang diterapkan dinegara-negara lain. Salah satu peristiwa terkini pemberlakuan kebijakan perdagangan non tarif initerjadi pada perdagangan hortikultura antara Indonesia dan China. Sejak Februari 2013, sejumlahproduk ekspor unggulan Indonesia seperti manggis dan salak dilarang masuk ke China.Penyebabnya adalah badan karantina negara tersebut menemukan Organisme Pengganggu Tanaman(OPT) dan unsur logam berat pada produk-produk Indonesia. Hal ini membawa dampak cukupbesar di dalam negeri karena pasar China membentuk sekitar 40 persen dari ekspor manggisIndonesia.

Lebih jauh, pengembangan ekspor sektor pertanian Indonesia juga terkendala olehkeberadaan produk-produk pesaing dari negara lain. Sebagai contoh, India menjadi pemasok utamaproduk kacang mete di pasar AS, sementara Vietnam mendominasi ekspor produk tersebut di pasarChina. Kondisi yang sama juga terjadi untuk komoditas kopi, dimana produk kopi Indonesia dipasar AS bersaing dengan kopi asal Kolombia dan Brazil. Indonesia hanya menjadi pengekspornomor satu untuk komoditas pala dan salak di pasar China. Untuk komoditas-komoditas lainnyaIndonesia belum memiliki pangsa pasar yang cukup signifikan.

Ancaman pengembangan sektor pertanian Indonesia juga terletak dari membanjirnya imporsektor pertanian di dalam negeri. Sejak tahun 2010 Indonesia mengalami defisit perdagangan untukproduk pertanian. Pada tahun 2010, impor telah mencapai US$ 3,7 miliar, sementara ekspornyahanya US$ 3,3 miliar. Pada tahun 2011, tren yang sama juga terjadi dimana impor mencapai US$4,8 miliar dan ekspor hanya US$ 3,4 miliar. Dari sisi pertumbuhan, ekspor produk pertanian jugaterlihat hanya sebesar 28,13 persen. Kondisi ini berbeda jauh dibandingkan pertumbuhan imporyang mencapai level 73,74 persen.

Analisis EFAS Komoditas Sektor PertanianTabel 4 berikut ini merangkum peluang dan ancaman dari pengembangan sektor pertanian

Indonesia. Tabel ini juga mencantumkan bobot dan rating dari tiap-tiap faktor peluang danancaman.

Tabel 4 – Analisis EFAS Komoditas Sektor Pertanian

FAKTOR EKSTERNAL Bobot Rating Score

Page 127: D.-Trade-and-Economic-Integration

Opportunities (Peluang)

1. Potensi pasar produk pertanian luar negeri besar 0.29 1.6 0.47

2. Keberadaan berbagai perjanjian dagang bilateraldan regional terkait produk pertanian

0.27 2.2 0.60

Sub total 0.56 1.07

Threats (Ancaman)

1. Kebijakan perdagangan tarif bea masuk negaralain untuk produk pertanian masih tinggi

0.13 3.2 0.42

2. Kebijakan perdagangan non tarif produk pertaniannegara lain menjadi penghalang

0.09 4.0 0.35

3. Kualitas produk pertanian negara pesaing lebihbagus

0.13 2.6 0.34

4. Banyaknya produk pertanian impor yang masukke Indonesia

0.09 4.0 0.35

Sub Total 0.43 1.45

Jumlah Peluang-Ancaman 1 2.52

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa komposisi peluang (O) dan ancaman (T) dalamperhitungan bobot EFAS terlihat cukup seimbang. Peluang (O) berkontribusi pada sekitar 0,56 atau56 persen dari keseluruhan bobot EFAS, sementara ancaman membentuk sekitar 0,43 atau 43persen.

Untuk peluang, bobot terbesar dimiliki oleh ‘potensi pasar luar negeri yang besar’ (0,29).Bobot terkecil dimiliki oleh satu-satunya peluang lain disini, yaitu ‘keberadaan berbagai perjanjiandagang bilateral dan regional terkait produk pertanian’ (0,27).

Untuk ancaman, bobot terbesar berasal dari faktor ‘kebijakan perdagangan tarif bea masuknegara lain untuk produk pertanian masih tinggi’ dan ‘kkualitas produk pertanian negara pesainglebih bagus’ (masing-masing menyumbang sebesar 0,13). Sementara itu, bobot terkecil berasal dari‘kebijakan perdagangan non tarif produk pertanian negara lain menjadi penghalang’ dan‘banyaknya produk pertanian impor yang masuk ke Indonesia’ (masing-masing menyumbang 0,09).

Strategi Pengembangan Sektor Pertanian IndonesiaDengan mengacu pada analisis internal dan eksternal di atas, maka perumusan strategi

pengembangan ekspor dapat dilakukan. Strategi-strategi ini akan dirumuskan dengan kombinasi S-O (Strength-Opportunities), W-O (Weaknessess-Opportunities), S-T (Strength-Threats), dan W-T(Weaknessess-Threats).

I. Strategi S-OStrategi-strategi yang termasuk dalam kategori S-O adalah sebagai berikut:

1. Memanfaatkan kondisi alam dan luas lahan yang mendukung serta ketersediaan tenaga kerjayang cukup untuk menangkap besarnya potensi pasar produk pertanian di luar negeri

2. Memanfaatkan kondisi alam dan luas lahan yang mendukung serta ketersediaan tenaga kerjayang cukup untuk menangkap peluang berupa keberadaan berbagai perjanjian dagangbilateral dan regional terkait dengan produk pertanian

Page 128: D.-Trade-and-Economic-Integration

II. Strategi W-OStrategi-strategi yang termasuk dalam kategori W-O adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah modal, infrastruktur pendukung, kualitas sumberdaya manusia petani,dan skala usaha pertanian untuk menangkap peluang besarnya potensi pasar produkpertanian luar negeri

2. Meningkatkan kualitas produk pertanian, penggunaan teknologi produksi, dan penerapanaspek lingkungan untuk menangkap peluang berupa keberadaan berbagai perjanjian dagangbilateral dan regional terkait produk pertanian.

III. Strategi S-TStrategi-strategi yang termasuk dalam kategori S-T adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kondisi alam dan luas lahan yang mendukung serta ketersediaan tenaga kerjayang cukup untuk mengatasi banyaknya produk impor yang masuk ke Indonesia

IV. Strategi W-TStrategi-strategi yang termasuk dalam kategori W-T adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan jumlah modal, infrastruktur pendukung, kualitas sumberdaya manusia petani,dan skala usaha pertanian untuk mengatasi ancaman banyaknya produk pertanian imporyang masuk ke Indonesia

2. Meningkatkan kualitas produk pertanian dan penggunaan teknologi produksi untukmengatasi ancaman berupa kualitas produk pertanian negara pesaing lebih bagus

3. Meningkatkan kualitas produk pertanian dan memperhatikan aspek lingkungan untukmengatasi ancaman berupa tingginya level tarif bea masuk negara lain dan hambatankebijakan perdagangan non tarif produk pertanian negara lain

Untuk dapat mengetahui prioritas dan keterkaitan antar strategi berdasarkan hasilpembobotan SWOT, maka dilakukan interaksi kombinasi strategi internal dan eksternal darimasing-masing factor pada tiap produk. Strategi yang terpilih sebagai strategi prioritas dalamperencanaan pembangunan masing-masing produk adalah yang memiliki nilai interaksi terbesar darikeempat kombinasi SO, ST, WO, dan WT.

Berdasarkan hasil perhitungan perkalian dan nilai bobot dan nilai rating (urgensi) yangdiperoleh dari internal factor analisis summary (IFAS) dan External factor Analysis summary(EFAS) masing-masing produk, dapat ditentukan urutan prioritas strategi yangdiinginkan padasetiap produk. Strategi yang menjadi prioritas utama adalah yang memiliki nilai interaksi palingtinggi, prioritas kedua adalah yang memiliki nilai terbesar kedua dan seterusnya sampai interaksiyang memiliki nilai paling rendah merupakan strategi yang menjadi prioritas terakhir dalamperencanaan pembangunan sektor di daerah tersebut.

Tabel 5 – Strategi Prioritas Pengembangan Komoditas Sektor Pertanian

PERTANIAN

IFAS Kekuatan (S) Kelemahan (W)

EFAS 0.84 0.89

Peluang (O) (SO) : 0.89 (WO) : 0.95

1.07 Prioritas IV Prioritas III

Ancaman (T) (ST) : 1.21 (WT) : 1.29

1.45 Prioritas II Prioritas I

Dengan mengacu pada tabel di atas, maka bisa dilihat bahwa prioritas pertamapengembangan komoditas sektor pertanian adalah pada strategi WT dengan skor 1,29. Prioritas

Page 129: D.-Trade-and-Economic-Integration

kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah strategi ST, WO, dan SO dengan skor masing-masing 1,21, 0,95, dan 0,89. Strategi WT yang menjadi strategi utama menunjukkan bahwa sektorpertanian secara umum belum kompetitif dan belum siap menghadapi persaingan dengan luarnegeri.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASIKesimpulanBerdasarkan hasil analisa SWOT didapatkan bahwa :

1. Produk pertanian perlu melakukan peningkatan daya saing. Produk-produk pertanian yangmengalami pertumbuhan permintaan dunia dan Indonesia belum dapat memanfaatkannyakarena penurunan daya saing.

2. Strategi prioritas produk pertanian yang masih berdaya saing rendah memerlukan strategiyaitu meningkatkan jumlah modal, infrastruktur pendukung, kualitas sumberdaya manusiapetani, dan skala usaha pertanian untuk mengatasi ancaman banyaknya produk pertanianimpor yang masuk ke Indonesia serta meningkatkan kualitas produk pertanian danmemperhatikan aspek lingkungan untuk mengatasi ancaman berupa tingginya level tarif beamasuk negara lain dan hambatan kebijakan perdagangan non tarif produk pertanian negaralain.

Rekomendasi1. Indonesia perlu menambahkan capacity building. Capacity building yang perlu diangkat

adalah: Capacity building untuk melampaui hambatan non tarif yang disyaratkan olehNegara-Negara Mitra Indonesia; Capacity building sebaiknya menyentuh pembangunankapasitas institusi, pembangunan kapasitas SDM, dan pembangunan kapasitas infrastruktur;Indonesia perlu menginventaris hambatan non tarif negara Mitra dan mengidentifikasicapacity building yang cocok untuk produk tersebut.

2. Perlu adanya upaya internal untuk peningkatan daya saing produk pertanian Indonesiaterutama produktivitas dan kualitas.

3. Indonesia sebaiknya berkonsentrasi pada upaya mempersiapkan diri agar produk-produkpertanian bisa lebih kompetitif di masa depan.

DAFTAR PUSTAKAApriyantono, Anton. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Diakses dari

http://www.deptan.go.id/renbangtan/konsep_pembangunan_pertanian.pdf pada tanggal20 Juli 2013 pukul 20:28.

Asian Development Bank. (2007) . Expanding Horizons: A Study on the Development of theIndonesia, Malaysia, Thailand Growth-Triangle Economic Connectivity Corridors. ADB:Manila. Diakses dari http://www.imtgt.org/Documents/Studies/expanding-horizons-study.PDF pada tanggal 26 November 2012 pukul 11:30 WIB, hlm. 18-19

Basri, Fasri.(2009). Catatan Satu Dekade Krisis: Transformasi, Masalah Struktural, dan HarapanEkonomi Indonesia. Jakarta: Esensi.

Chung, Chien-peng.(2011). Designing Asia-Pacific Economic Cooperation. Dalam Lok Sang Hodan John Wong (eds.). APEC and the Rise of China. Singapore: World Scientific.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian dan PT.Pranata Pola Cipta. Hasil Kajian Pasar Ekspor untuk komoditi Strategis Dalam RangkaMarket Intelligence. Diakses dari http://www.ina.or.id/knoma-hpsp/ll/MoA_Kajian_Pasar_Ekspor_Komoditas_Strategis_rev.pdf pada tanggal 15 Juli 2013pukul 12:32.

Findlay, Christopher dan Chen Chunlai.(2000). Australia’s APEC Agenda – Implications forAustralia and China. Dalam Peter Drysdale, Zhang Yunling, dan Ligang Song (eds.). APECand Liberalisation of the Chinese Economy. Canberra: Australia-Japan Research Center.

Page 130: D.-Trade-and-Economic-Integration

Harijono, Try dan Brigita Isworo. Perubahan Iklim, Sektor Pertanian Paling Terpukul. Diakses darihttp://distan.majalengkakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=37:perubaha.. pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 21:45.

Hidayat, Atep Afia. Mengkatrol SDM Pertanian. Diakses darioc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=2268pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 20:58.

Hredzak, Tammy dan Quynh Le. (April 2013). Key Trends and Developments relating to Trade andInvestment Measures and Their Impact on the APEC Region. Singapore: APEC PolicySupport Unit.

Ho, Lok Sang dan John Wong. (2011). APEC and the Rise of China: an Introduction. Dalam LokSang Ho dan John Wong (eds.). APEC and the Rise of China. Singapore: World Scientific.

Kelegama, Saman. (Dec. 16-22, 2000). Open Regionalism and APEC: Rhetoric and Reality. Dalamjurnal Economic and Political Weekly, Vol. 35, No. 51.

Kumar, Parveen dan Nain, M.S. (July, 2013). Agriculture in India: A SWOT analysis. Dalam jurnalIndian Journal Of Applied Research, Volume : 3 | Issue : 7.

Novianti, Tanti dan Ella Hapsari Hendratno. Analisis Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia keNegara China. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nugrayasa, Oktavio. Atasi Gempuran Impor Produk Pertanian. Dalamhttp://www.setkab.go.id/artikel-5952-atasi-gempuran-impor-produk-pertanian.html padatanggal 15 Juli 2013 pukul 12:20.

Patunru, Arianto A. November-Desember .(2011). Indonesia’s Logistics Costs andCompetitiveness. Dalam jurnal Strategic Review, Vol. 1, No. 2.

Peraturan Menteri Pertanian No. 16/ Permentan/ OT.140/2/2008 tentang Pengembangan UsahaAgribsnis Perdesaan (PUAP)

Rangkuti, Freddy. (1995). SWOT Balanced Scorecard. Jakarta.Sabir, H.M. (1987). Poltik Bebas Aktif Tantangan dan Kesempatan. Jakarta: CV. Haji Masagung.Wahyunto. (2009). Lahan Sawah di Indonesia Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan Nasional.

Dalam jurnal Informatika Pertanian, Vol. 18, No. 2.Yanai, Akiko. (2004). Characteristics of APEC Trade Liberalization: A Comparative Analysis with

the WTO. Dalam Jiro Okamoto (ed.). Trade Liberalization and APEC. London dan NewYork: Routledge.

Yuan-Yuan, Wan dan Shu-Rong, Yan. (2011). SWOT Analysis of Agricultural Product LogisticsDevelopment- A Case Study of Shaanxi Province. Asian Agricultural Research.

Zhang, Jiangjun. (2000). The Function of APEC and Implications for China: A Critical Review.Dalam Peter Drysdale, Zhang Yunling, dan Ligang Song (eds.). APEC and Liberalisation ofthe Chinese Economy. Canberra: Australia-Japan Research Center.

Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Ekspor, Jilid I 2006. (2006). Jakarta: BPS.Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Ekspor 2008, Jilid I.(2008).Jakarta: BPS.Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, Realisasi Triwulan IV 2008, Realisasi 2008. (2009).

Jakarta: Bank Indonesia.Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jilid I. (2010). Jakarta: BPS.Indonesia Agribussiness Report. (2011).Business Monitor International Ltd.Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. (2011). Jakarta:

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.APEC Closes Historic Trade Deal on Environmental Goods. Diakses dari

http://iipdigital.usembassy.gov/st/english/article/2012/09/20120912135879.html#axzz2VhDjPd1V pada tanggal 9 Juni 2013 pukul 13:20.

China Larang Manggis dan Salak RI Sebagai Aksi Balas Dendam. Tertanggal 29 Mei 2013.Diakses dari http://finance.detik.com/read/2013/05/29/133446/2259081/4/china-larang-manggis-dan-salak-ri-sebagai-aksi-balas-dendam pada tanggal 29 Mei 2013 pukul 11:32.

Integrate to Grow, Innovate to Prosper. 20th APEC Economic Leaders’ Meeting, Vladivostok,Rusia, pada tanggal 8-9 September 2012.

Page 131: D.-Trade-and-Economic-Integration

Mentan Lepas Ekspor Perdana Manggis ke Australia. Tertanggal 28 November 2012. Diakses darihttp://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=1057; pada tanggal 28 Juni 2013 pukul 14:57.

RI Impor Buah dari China Rp 18 T, Ekspor Manggis Cuma Miliaran. Diakses darihttp://finance.detik.com/read/2013/05/29/141300/2259157/4/ri-impor-buah-dari-china-rp-18-t-ekspor-manggis-cuma-miliaran pada tanggal 15 Juli 2013 pukul 11:19.

Salak & Manggis Indonesia Dilarang Masuk ke China. Tertanggal 29 Mei 2013. Diakses darihttp://finance.detik.com/read/2013/05/29/115401/2258941/4/salak-manggis-indonesia-dilarang-masuk-ke-china pada tanggal 15 Juli 2013 pukul 11:31.

The Honolulu Declaration – Toward a Seamless Regional Economy. 19th APEC EconomicLeaders’ Meeting, Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 12-13 November 2011.

Tingkat Risiko Tinggi Penyaluran Kredit Pertanian Hanya 1,65 Persen. Diakses darihttp://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=32&id=67204 padatanggal 20 Juli 2013 pukul 21:34.

Yokohama Declaration – The Yokohama Vision – Bogor and Beyond. 18th APEC EconomicLeaders’ Meeting, Yokohama, Jepang, 13-14 November 2010.

www.bkpm.go.id pada tanggal 16 April 2013 pukul 7.00.http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/e_makro/TW%20I/Tabel_html/Suku_Bunga.htm pada

tanggal 20 Juli 2013 pukul 20:25.http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=45293 pada tanggal 19 Juni 2013

pukul 8:58.