cva
DESCRIPTION
stase bedahTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi & Fisiologi
Karena penyebab dari CVA adalah berasal dari vaskular, maka
sangatlah penting untuk mengetahui vaskularisasi dari otak secara anatomis,
dan juga bagaimana fisiologi dari aliran darah ke otak.
Gambar 2.1 Circle of Willis
Circle of Willis2
Circle of Willis adalah bagian dari sirkulasi arteri otak. Fungsi yang
penting untuk diketahui adalah bahwa circle of Willis ini mempunyai
kemampuan kolateral. Jadi apabila dari salah satu arteri tersebut ada
yang terganggu sirkulasinya, arteri lainnya akan berusaha untuk
2
mensupply bagian yang terganggu agar tidak terjadi ischemia.
Lingkaran ini sendiri terdiri dari arteri berikut:
a. Arteri Cerebral anterior (D&S)
i. Mensupply daerah :
Korteks motorik
Sensorik primer yang luas
Gyrus cinguli
ii. Bercabang ke :
Regio paraseptalis
Diencephalon
Processus anterior capsula interna
Bagian Rostral dari basal ganglia
Corpus Callossum
Hemisphere media cerebri
iii. 5 Cabang utama :
A. Orbitalis
A. Frontopolaris
A. Frontalis
A. Kaloso Marginalis
A. Parietalis interna
b. Arteri Communicans anterior
c. Arteri Carotis interna (D&S)
i. Bercabang menjadi:
A. Oftalmika
A. Communicans Posterior
A. Coroidalis Posterior
Cabang terminal
d. Arteri Cerebri Media (MCA)
i. Mensupply daerah : lobus parietalis, frontalis, temporalis
ii. Cabang MCA:
A. Orbitofrontalis
A. Rolandia
A. Parietalis ant
3
A. Parietalis post
Arteri angularis
A. Temporo oksipitalis
A. Temporalis Ant.
e. Arteri Cerebral posterior (D&S)
i. Bercabang menjadi :
A. Kalkaria
A. Occipitotemporalis
A. Rami Temporalis
f. Arteri Communicans posterior (D&S)
g. Arteri Basilaris
i. Adalah penggabungan dari arteri vertebralis kanan dan
kiri
ii. Membentuk :
A. Cerebralis Inferior Ant.
A. Cerebralis Superior
Gambar 2.2 Area yang divaskularisasi arteri di otak
4
Meningen otak3
Gambar 2.2 Meningen otak1
1. Duramater
Duramater otak secara konvensional digambarakan sebagai dua
lapisan: lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Lapisan ini menyatu
dengan erat kecuali pada beberapa garis, dimana mereka berpisah untuk
membentuk sinus venosus.
Lapisan endosteal tidak lebih dari suatu lapisan yang membungkus
permukaan dalam dari tulang tengkorak. Pada saat di foramen magnum, ini
tidak menjadi satu dengan duramater dari medulla spinalis. Disekitar tepi
dari semua foramina di tengkorak, menyatu dengan periosteum pada sisi
luar tulang tengkorak. Pada sutura, ini menjadi satu dengan ligament
sutural. Lapisan ini paling kuat melekat pada tulang basis cranii.
Lapisan meningeal adalah duramater sendiri. Lapisan ini merupakan
suaru membran fibrosa yang tebal dan kuat serta membungkus otak dan
berlanjut melalui foramen magnum dengan duramater medulla spinalis.
Lapisan ini bertindak sebagai pembungkus tubular untuk saraf cranialis
ketika melewati foramen-foramen di tengkorak. Di luar tengkorak,
pembungkus menyatu dengan epineurium dari saraf.
5
Falks serebri merupakan lipatan berbentuk sabit dari duramater yang
terletak pada pertengahan diantara dua hemisfer otak. Ujung anterior yang
sempit melekat pada internal frontal crest dan krista galli. Ujung posterior
yang lebar menyatu pada garis tengah dengan permukaan atas tentorium
serebeli. Sinus sagitalis superior berjalan di tepi atas yang tetap, sinus
sagitalis inferior berjalan di sepanjang perlekatannya pada tentorium
serebelli.
Tentorium serebelli merupakan lipatan berbentuk bulan sabit dari
duramater yang menjadi atap fosa kranii posterior. Ini membungkus
permukaan atas dari serebelum dan menyikong lobus oksipitalis dari
hemisfer serebri.
Falks serebri dan falks serebelli melekat pada permukaan atas dan
bawah dari tentorium. Sinus rektus berjalan pada perlekatan tersebut
hingga ke falks serebri.
Sinus Venosus dari rongga tengkorak terletak diantara lapisan-lapisan
duramater. Fungsi utama mereka adalah menerima darah dari otak melalui
vena serebri dan cairan serebrospinalis dari rongga subaraknoid melalui vili
arachnoid. Darah di dalam sinus duramater mengalir ke vena jugularis
interna di leher.
Sinus sagitalis superior menempati batas atas falks serebri. Bermula
dari anterior pada foramen sekum, dimana biasanya menerima vena dari
rongga hidung. Berjalan posterior membuat alur pada kalvaria tulang
tengkorak. Sinus berhubungan melalui saluran kecil dengan dua atau tiga
lacuna vena berbentuk ireguler. Banyak vili arachnoid dan granulasi
menonjol ke lakuna yang juga menerima vena diploika dan vena meningea.
Sinus transversus merupakan sepasang struktur yang bermula di
protuberantia occipitalis interna. Sinus kanan biasanya menyatu dengan
sinus sagitalis superior, dan bagian kiri menyatu dengan sinus rektus.
Setiap sinus menempati tepi yang melekat dari tentoriumserebeli, membuat
alut pada tulang oksipital dan sudut posteroinferior tulang parietal. Sinus
transversus menerima darah dari sinus petrosus superior, vena serebri dan
serebelli inferior serta vena diploica. Mereka berakhir dengan turun sebagai
sinus sigmoid.3
6
Gambar 2.3 Sinus Venosus1
2. Arachnoid mater
Arachnoid mater merupakan membran halus, impermeable yang
melapisi otak dan terletak di antara pia mater di dalam dan dura mater di
luar. Ini dipisahkan dari duramater oleh suatu rongga potensial, subdrual
space, terisi oleh selapis cairan. Arachnoid mater dipisahkan dari pia mater
oleh subarachnoid spae, yang berisi cairan serebrospinal. Permukaan luar
dan dalam arachnoid dilapisi oleh sel mesothelial pipih.
Arachnoid terhubung dengan pia mater melewati rongga suarachnoid
yang terisi cairan melalui serabut halus jaringan fibrosa. Cairan
serebrospinal siproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel lateral,
ventrikel ke tiga, dan ventrikel ke empat dari otak. Cairan ini keluar dari
sistem ventrikular otak melalui tiga foramina di atap ventrikel ke empat dan
juga memasuki ruang subarachnoid. Ini sekarang bersirkulasi ke atas pada
permukaan hemisfer serebri dan ke bawah d sekitar medulla spinalis.3
3. Pia mater
Pia mater merupakan membran vaskular yang dilapisi oleh sel
mesotelial pipih. Lapisan ini menempel pada otak, membungkus girus dan
memasuki sulkus yang paling dalam. Lapisan ini meluas hingga ke saraf
kranial dan bergabung dengan epineurinnya. Arteri serebri memasuki
substansi otak membawa bungkusan pia mater dengan mereka.
7
Pia mater membentuk tela choroidea dari atap ventrikel ke tiga dan ke
empat dari otak dan bergabung dengan ependyma untuk membentuk
plexus koroideus di ventrikel lateral, ventrikel ke tiga dan ventrikel ke empat
dari otak.3
Cerebral Blood Flow4
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak
adalah 50-60 ml per 100 gr jaringan otak per menit. Jadi jumlah darah
untuk seluruh tak, yang kira-kira beratnya antara 1200-1400 gram
adalah 700-840 ml per menit.
CBF ditentukan dari berbagai macam faktor, seperti viskositas
darah, dilatasi pembuluh darah, dan tekanan perfusi cerebral, yang
ditentukan oleh tekanan darah di dalam tubuh. Pembuluh darah di
dalam otak dapat mengubah aliran darah ke otak dengan mengubah
diameter dari pembuluh darah, proses ini disebut dengan
autoregulasi. Arteri akan melakukan vasokonstriksi ketika tekanan
darah tubuh meningkat, sedangkan berdilatasi ketika tekanan darah
menurun. Hal-hal yang dapat mempengaruhi peredaran darah dibagi
menjadi faktor ekstrinsik dan faktor-faktor intrinsik.
CBF sama dengan tekanan perfusi cerebral dibagi dengan
resistensi vascular intracranial (CVR).
CBF = Tekanan perfusi Cerebral (CPP)
Resistensi vaskular intracranial (CVR)
*CPP = Mean Arterial Pressure (MAP) – Intracranial Pressure (ICP)
Faktor-faktor entrinsik :
a) Tekanan darah sistemik
b) Kemampuan jantung untuk memompa darah ke sirkulasi
sistemik
c) Kualitas pembuluh darah karotikovertebral
d) Viskosistas darah
Faktor-Faktor intrinsik:
a) Autoregulasi arteri serebral
8
b) Faktor biokimiawi
Doktrin monroe-Kellie.3
Doktrin monroe-Kellie merupakan suatu konsep sederhana tetapi
penting untuk memahami dinamika tekanan intra kranial. Konsepnya adalah
bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, karena rongga kranium pada
dasarnya merupakan rongga yang kaku, tidak mungkin melebar. Darah di
dalam vena dan cairan serebrospinal dapat dikeluarkan / dipindahkan dari
rongga tengkorak, sehingga tekanan intrakranial tetap normal. Sehingga
segera setelah cedera otak, suatu masa seperti perdarahan dapat terus
bertambah dengan tekanan intrakranial masih tetap normal. Namun, sewaktu
batas pemindahan / pengeluaran cairan serebrospinal dan darah intravaskular
sudah terlewati maka tekanan intrakranial secara sangat cepat akan
meningkat. (Fildes J, 2012)
Gambar 2.4 Doktrin monroe-kellie
9
Homunculus
10
Gambar 2.2 Homunculus cortical dan sensorik
II. Definisi Cerebrovascular Accident
Cerebrovascular Accident atau biasa disebut dengan Stroke, adalah sebuah
terminologi yang menggambarkan adanya defisit neurologis secara mendadak yang
terjadi lebih dari 24 jam dengan etiologi dari vaskular.5
Definisi dari WHO menyebutkan bahwa stroke adalah sindroma klinis yang
dikarakteristikan dengan defisit neurologis baik fokal maupun global pada sistem
saraf pusat, dengan durasi gejala lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian,
tanpa disertai penyebab lain kecuali dari vaskular.6
Sedangkan, definisi menurut Satyanegara, gangguan vaskular kotak atau
cerebro vascular disease (CVD) adalah suatu kondisi sistem susunan saraf pusat
yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah. Meskipun di dalam klinis
seringkali disamakan antara CVD dengan stroke, namun stroke memiliki makna
yang lebih spesifik. Stroke merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan perfusi
11
pembuluh darah otak secara akut yang menimbulkan kehilangan fungsi neurologis
secara cepat.7
Definisi yang paling baru menyatakan istilah "stroke" harus secara luas
digunakan untuk mencakup semua hal berikut:
1. Definisi infark SSP: infark pada otak, sumsum tulang belakang, disebabkan
iskemia, berdasarkan:
a. Patologis, pencitraan, atau bukti obyektif lainnya dari otak, sumsum
tulang belakang, atau cedera iskemik fokal retina dalam distribusi
vaskular didefinisikan; atau
b. Bukti klinis otak, sumsum tulang belakang, atau cedera iskemik fokal
retina berdasarkan gejala bertahan ≥24 jam atau sampai mati, dan
etiologi lainnya dikecualikan.
2. Definisi stroke iskemik: Sebuah episode disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh infarct baik fokal dari otak.
3. Definisi perdarahan intraserebral: Koleksi fokus darah dalam parenkim otak
atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.
4. Definisi stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral: adanya
progresifitas secara cepat tanda-tanda disfungsi neurologis yang disebabkan
koleksi fokus darah dalam parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak
disebabkan oleh trauma.
5. Definisi perdarahan subarachnoid: Perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid (ruang antara membran arachnoid dan pia mater dari otak atau
sumsum tulang belakang).
6. Definisi stroke yang disebabkan oleh perdarahan subarachnoid: adanya
progresifitas secara cepat tanda-tanda disfungsi neurologis dan / atau sakit
kepala karena perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yang tidak
disebabkan oleh trauma .
7. Definisi stroke, tidak disebutkan secara spesifik: Sebuah episode
disfungsi neurologis akut diduga disebabkan oleh iskemia atau perdarahan,
bertahan ≥24 jam atau sampai mati, tapi tanpa bukti yang cukup untuk
diklasifikasikan sebagai salah satu di atas.8
12
III. Epidemiologi Stroke
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab
utama kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap
tahunnya yang sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan
sepertiganya bertahan hidup dengan kekacauan, dan seper t iga
s isanya dapa t sembuh kemba l i seper t i semula . Dar i
kese lu ruhan da ta d i dun ia , te rnya ta s t roke sebaga i
penyebab kemat ian mencapa i 9% (sek i ta r 4 ju ta )dar i to ta l
kemat ian per tahunnya .
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000
pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya
perdarahan intraserebral. Mor ta l i tas dan morb id i tas pada s t roke
hemorag ik leb ih bera t dar i pada s t roke iskemik. Dilaporkan
hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. S e l a i n i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 %
a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar
50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47%wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur
69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan
outcome yang lebih buruk.
IV. Klasifikasi CVA7
Gangguan vaskular otak secara garis besar diklasifikasikan menjadi:
CVD haemorhagik, CVD non-haemorhagik.
13
Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan vaskular otak7
V. Mekanisme stroke9
Gambar 2.5 Mekanisme Stroke
Gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme ini,
namun apapun mekanismenya, efeknya adalah adanya gangguan di otak,
baik iskemia/infarct, maupun gangguan hemorrhagis.
14
VI. Faktor resiko Stroke
1) Yang tidak dapat di modifikasi
a. Usia: Stroke terjadi pada semua grup usia. Penelitian menunjukkan
bahwa resiko stroke meningkat dua kali diantara usia 55-85 tahun.
Tetapi stroke dapat terjadi bahkan pada masa remaja.
b. Jenis Kelamin: pria memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena stroke
daripada wanita, namun insidensi kematian akibat stroke lebih tinggi
pada wanita.
c. Ras: Beberapa orang dari ras tertentu memiliki resiko lebih tinggi
terkena stroke. Pada ras Afrika-Amerika memiliki faktor resiko lebih
tinggi daripada ras lain, hampir 2x lebih banyak apabila
dibandingkan dengan ras kaukasian.
d. Riwayat penyakit stroke pada keluarga: Merupakan faktor resiko,
terutama apabila ditambah dengan predisposisi kelainan genetik
yang menjadi pemicu stroke seperti hipertensi dan diabetes mellitus.
2) Yang dapat dimodifikasi
a) Hipertensi: Hipertensi adalah faktor resiko yang paling potent
untuk menyebabkan terjadinya stroke. Adanya hipertensi
menyebabkan peningkatan resiko terjadinya stroke sampai 2-4
kalinya.
b) Merokok: Merokok menyebabkan peningkatan kejadian stroke
iskemik hingga 2x, dan 4x pada kejadian stroke haemorrhagic.
Hal ini dihubungkan dengan adanya atherosclerosis di arteri
carotis. Selain itu kandungan nikotin pada rokok juga
mengelevasi tekanan darah; karbon monoksida yang terkandung
pun menurunkan jumlah oksigen yang dapat dibawa darah ke
otak; dan asap dari rokok menyebabkan darah menjadi kental,
dan rentan terjadi koagulasi. Merokok juga mendukung
terbentuknya aneurisma.
c) Penyakit jantung: Penyakit jantung seperti penyakit jantung
koroner, irama jantung ireguler, dan pembesaran dari salah satu
bilik jantung dapat menyebabkan terjadinya sumbatan yang bisa
15
menyumbat arteri yang lebih kecil. Selain itu, atherosclerosis
menyebabkan gangguan mekanis pada dinding arterial.
d) Riwayat TIA: Jika seorang pasien sudah memiliki riwayat gejala
TIA, ini menjadi sebuah faktor resiko dibandingkan orang yang
tidak memiliki riwayat TIA.
e) Diabetes: merupakan faktor resiko, oleh karena menyebabkan
terjadinya perubahan yang destruktif pada pembuluh darah di
seluruh tubuh, termasuk pembuluh darah otak. Selain itu, apabila
kadar glukosa dalam darah tinggi pada saat stroke, maka
menyebabkan tingkan kerusakan yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan kadar glukosa yang normal.
f) Gangguan kolesterol: Terutama pada Low-Density Lipoprotein.
Karena LDL tersebut membawa kolesterol dari darah ke sel.
Apabila terjadi kelebihan LDL, maka kolesterol dapat menumpuk
di pembuluh darah, sehingga pada akhirnya pun dapat
menyebabkan atherosklerosis.
g) Inaktifitas fisik dan obesitas. Inaktifitas fisik dan obesitas di
asosiasikan dengan adanya hipertensi, diabetes dan penyakit
jantung.
VII. Stroke Ischemic10
a. Definisi: Berkurangnya atau terganggunya aliran darah ke otak sehingga
supply oksigen berkurang pada salah satu area otak.
Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus stroke),
disebabkan oleh adanya obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi tru disebabkan oleh bekuan
(tructur) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik
primer, termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan
penyakit jantung Structural. Sumbatan aliran darah di A. carotis interna
sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering
mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga
terjadi penyempitan atau stenosis.
16
b. Klasifikasi :
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebab: Thrombosis cerebri dan
embolic cerebri.
2) Secara anatomis: menunjukkan area arteri secara spesifik atau
menunjukkan suatu area yang spesifik dari otak yang terkena iskemia.
Tabel 2.2 Klasifikasi anatomis
Arteri Stroke Syndrome
Arteri carotis interna Bisa asimptomatis,campuran antara
gejala arteri serebral media dan inferior.
Oklusi arteri serebral media Hemiplegi kontralateral, hemianesthesia
homonymous hemianopia
Oklusi arteri serebral anterior Hemiparesis terutama di tungkai bawah
Oklusi serebral posterior Homonymous hemianopia,
hemianesthesia,
Vertebrobasiler thrombosis Quadriparesis, bulbar paralysis, coma
Infarct Sentral Pontine Quadriparesis, bulbar paralysis
Syndroma Medullaly lateral Ipsilateral ataxia, sindroma Horner,
nystagmus, paralisa Nv. Cr 9 dan 10.
2) Secara klinis :
a) TIA (Transient Ischemic Attack) : Semua gejala defisit neurologis
sembuh dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisiet) : Gejala neurologis
menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam.
c) Progressive Stroke : Gejala defisit neurologis yang bertambah
berat
d) Completed Stroke : Gejala defisit neurologis dari permulaan sudah
maksimal.
17
c. Penyebab Stroke Iskemik
Tabel 2.3 Penyebab Stroke Iskemik
Tetapi, secara patologis, terdapat dua penyebab, yaitu:
1) Thrombosis
2) Embolic
i. Cardioembolic Stroke
Cardioembolic stroke adalah 20% penyebab iskemik
stroke. Stroke tipe cardioembolic, disebabkan adanya emboli
dari materi thrombus yan terbentuk di dinding arterial atau
dinding ventrikel ataupun yang ada di katup jantung bilik kanan.
Thrombus yang terbentuk ini dapat seketika lepas ke peredaran
darah arterial, lalu menyumbat salah satu cabang arteri di otak.
Aoabila terjadi lisis dari thrombus tersebut, maka gejala yang
timbul hanyalah TIA, namun apabila penyumbatan terjadi lebih
lama akan dapat menyebabkan stroke.
Embolic stroke biasanya memiliki onset yang seketika,
dan dengan defisit neurologis yang maksimal. Emboli yang
bersumber dari jantung biasanya akan menyumbat MCA, PCA
atau salah satu cabangnya.
18
ii. Artery-to-artery Embolic Stroke
Formasi dari thrombus pada plak atherosklerosis dapat
menyebabkan emboli pada arteri intrakranial, yang
menyebabkan artery-to-artery embolic stroke. Arteri yang paling
sering menyebabkan hal ini adalah terutama arcus aorta, arteri
carotis communis, carotis interna, arteri vertebral, dan arteri
basilar.
d. Patofisiologi Stroke Iskemik11,12
Oklusi akut dari pembuluh darah intracranial menyebabkan reduksi dari
aliran darah ke otak pada regio otak yang di supply olehnya. Apabila
aliran darah ke otak menurun sampai nol, dapat menyebabkan kematian
jaringan otak dalam 4-10 menit, apabila aliran darah ke otak <16-18
ml/100 gram jaringan, dapat menyebabkan terbentuknya infark dalam
satu jam, dan apabila aliran darah <20 ml/100 gram jaringan otak, dapat
menyebabkan iskemia tanpa disertai infark, kecuali apabila dibiarkan
sampai beberapa jam atau hari.
Apabila aliran darah otak diperbaiki dalam waktu yang cepat sebelum
terjadinya kematian jaringan, pasien biasanya hanya akan mengalami
gejala transient seperti TIA. Jaringan yang mengelilingi pusat iskemik,
terlihat iskemik, namun masih biasa diselamatkan atau reversibel disebut
dengan ischemic penumbra. Hal ini dapat terlihat pada MRI. Karena
jaringan ini masih dapat reversibel, maka tujuan dari penanganan adalah
menyelamatkan jaringan ini agar dapat kembali berfungsi secara normal.
Focal cerebral infarct terjadi melalui dua jalur, yaitu : (1) Necrotic
pathway dan (2) Apoptotic pathway.
19
Skema 2.1 Skema Kaskade Iskemia.
Karena adanya iskemia, menyebabkan neuron kekurangan glukosa
menyebabkan kegagalan mitokondria untuk memproduksi ATP pompa
ion berhenti bekerja menyebabkan neuron depolarisasi rilis
glutamate kelebihan glutamata extraseluler bersifat neurotoksik
nekrosis dari neuron.
Jadi pada intinya, stroke iskemik mengakibatkan perubahan dari sel
neuron otak secara bertahap, tetapi pada akhirnya menyebabkan adanya
neuron damage:
1. Penurunan aliran darah otak
Penurunan ADO ini disebabkan oleh hilang atau berkurangnya
suplai oksigen dan glukosa yang terjadi sekunder akibat oklusi
vaskula,serta adanya perubahan pada metabolisme seluler akibat
gangguan proses produksi energi akibat oklusi sebelumnya, seperti
yang dijelaskan sebelumnya. Akibat dari oklusi ini, akan terjadi
20
gangguan hemodinamik, yang secara bertahap dikenal beberapa
critical level berdasarkan beratnya oklusi, yaitu:6
a. Tingkat kritikal pertama:
Terjadi bila ADO menurun hingga 70-80% (kurang dari 50-
55 ml/100 gr otak/ menit). Respon dari otak adalah
terhambatnya sintesa protein karena adanya disagregasi
ribosom.
b. Tingkat kritikal kedua:
Terjadi bila ADO berkurang hingga 50% (hingga 35 ml/100
gr jaringan otak/ menit). Responnya dalah akan terjadi
aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi
laktat yang selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat
dan edema sitotoksis.
c. Tingkat kritikal ketiga
Terjadi bila ADO berkurang hingga 30% (20ml/ 100 gr
jaringan otak/menit). Pada keadaan ini akan terjadi
berkurangnya produksi ATP, defisit energi, serta adanya
gangguan transpor aktif ion, instabilitas membran sel, serta
dilepaskannya neurotransmitter eksitatorik yang berlebihan.
Pada saat ADO mencapai hanya 20% dari nilai normal
(10-15ml/100 gr jaringan otak/menit), maka neuron-neuron
otak mengalami hilangnya gradien ion dan selanjutnya
terjadi depolarisasi anoksis dari membran.
Jika ADO menjadi kurang dari 10 ml/100 gr jaringan
otak/menit, maka akan terjadi kerusakan neuron yang
ireversibel secara cepat. Daerah ini disebut iskemik core
(inti infark).
21
Gambar 2.6 Respon jaringan otak terhadap penurunan ADO
2. Apoptosis
Terdapat 2 pola kematian sel, yaitu:
a. Nekrosis: ditandai oleh adanya pembengkakan sel,
denaturasi protein, dan kerusakan organela.
b. Apoptosis: Kejadian yang lebih teratur, merupakan kematian
terprogram dari pada populasi spesifik dalam keadaan
normal seperti embriogenesis atau juga pada beberapa
keadaan patologis.
Kedua hal inilah yang diketahui menyebabkan terjadinya neuronal
death.
e. Manifestasi klinis
Gejala stroke iskemik yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut ialah:
22
Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
Buta mendadak
Disfasia
Hemiparesis kontralateral
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
Gangguan sensibilitas
Gangguan mikturisi
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar
Quadriplegia
Hiperrefleks
Gangguan koordinasi gerakan tubuh
Tanda-tanda cerebellar
Diplopia, nistagmus, maupun hemianopsia homonim.
Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Afasia
alexia
agraphia
Acalculia
Syndrome lobus frontalis
Amnesia
Dementia
f. Diagnosis
1) Anamnesis
Terutama adalah terjadinya keluhan/gejala defisit neurologis yang
mendadak, tanpa trauma kepala,disertai adanya faktor resiko
stroke.
2) Pemeriksaan fisik
Adanya defisit neurologis fokal, ditemukan faktor resiko seperti
hiperensi, kelainan jantung dan kelainan pembuulh darah lainnya.
3) Pemeriksaan penunjang
23
CT-Scan: membantu dagnosis dan membedakannya dengan
perdahran
Angiografi serebral: untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang pembuluh darah yang terganggu.
g. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan umum
Pada stroke akut jangan diberikan antihipertensi, dan jangan
diberikan infus yang mengandung glukosa. Hindari terjadinya
overhidrasi. dan jangan memberikan kortikosteroid pada
penderita stroke.
2) Penatalaksanaan stroke thrombotic
-Pentoksifilin : untuk memperbaiki sirkulasi kontralateral
- Ca Channel blocker
-Antikoaguansia (Chandra B,2004)
VIII. Stroke Haemorrhagic
a. Definisi: Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam
ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
b. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan bentuk terbanyak kedua dari
stroke, dan yang paling fatal. Sebagian besar terjadi akibat hipertensi,
dimana tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik
dapat menyebabkan pecahnya arteriolm sehingga terjadi perdarahan di
dalam parenkhim otak. 7
1) Penyebab :
Hipertensi
Cerebral amyloid Angiopathy
Aneurisma
Neoplasma
Gangguan koagulasi
24
Antikoagulan
Thrombosis vena intracranial
Idiopatik
2) Patogenesis
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan
darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan
darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh
darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis),
gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis
yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.7
3) Gejala klinis
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Dari sekitar
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala
parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala
mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan
arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.
Sindroma klinis berdasarkan pada perdarahan pada suatu lokasi
anatomis tertentu:
25
-Putamen
Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif pada
hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga
mempunyai gejala mendadak dan hampir maksimal saat
onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada
14 % kasus dan pada setiap waktu hanya 28 %; semua
pasien menunjukkan berbagai bentuk defisit motori dan
sekitar 65 % mengalami perubahan reaksi terhadap pin-
prick.
-Talamus
Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit
neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral
terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas
dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata
yang mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh.
Perluasan perdarahan kesubtalamus dan batang otak
berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze
vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil namun
berreaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya kon-
vergensi, pupil tak berreaksi, deviasi serong, defisit
lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak.
Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan
dan gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi
kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi pada
20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat
penekanan jalur CSS.
-Pons
Perdarahan pontin paling umum menyebabkan kematian
dari semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil
segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun
reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf
26
kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri
kepala, mual dan muntah jarang.
-Cerebelum
Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak
mampu bejalan atau berdiri. Duapertiga dari pasien dengan
perdarahan serebelar spontan mengalami gangguan tingkat
kesadaran dan tetap responsif saat datang; hanya 14 % koma saat
masuk. 50 % menjadi koma dalam 24 jam, dan 75 % dalam seminggu
sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95 %, nyeri
kepala (umumnya bioksipital) pada 73 %, dan pusing
(dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau
berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda
serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %),
ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsi-
lateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial
perifer (61 %), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30 %). Hemi-
plegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya
disebabkan oleh strok oklusif yang terjadi sebelumnya
atau bersamaan.
-Kortikal
Manifestasi klinis dari perdarahan kortikal spontan
tergantung ukuran dan lokasi perdarahan.
4) Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan
keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah
kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik
satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo,
afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.
27
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis
stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang
dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah hitung
darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar
serum glukosa. Pemeriksaan penunjang lainnya termasuk dalam CT-
Scan, dan angiography.
CT Scan
Onset defisit neurologis yang terjadi mendadak di asumsikan
adalah akibat adanya perdarahan vaskular, sampai ditentukan bukan.
Namun, sangat tidak mungkin untuk mengetahui apakah gejala
tersebut dikarenakan iskemia atau hemoragik hanya dengan klinis
saja. Muntah-muntah, tekanan sistolik >220 mmHg, nyeri kepala yang
berat, koma atau penurunan kesadaran, semuanya mengarah kepada
ICH, namun, tidak ada satupun dari gejala klinis ini yang bersifat
spesifik. Maka diperlukan pemeriksaan CT scan. CT scan sangat
sensitif untuk menentukan adanya perdarahan akut, dan merupakan
gold standar.
Hematoma intraserebral tampak jelas, juga ukuran
dan lokasi terhadap substansi putih dan kelabu dari
otak. Distribusi anatomis hematoma sendiri memberi
pengarahan yang kuat akan etiologinya.
CT scan memungkinkan diagnosis yang cepat dan
akurat atas PIS spontan. Tampilan sering mengarahkan
pada lesi spesifik. CT scan dengan kontras intravena
mungkin menunjukkan adanya tumor atau AVM, pengenalan
atas kemungkinan penyebab perdarahan.
28
Gambar 2.7 Perdarahan intracranial
Angiografi
Angiografi dilaksanakan untuk mencari penyebab sekunder seperti
malformasi arteriovenous, atau aneurisma.
29
5) Penatalaksanaan:13
Pengelolaan secara medis
-Penilaian dan Pengelolaan Inisial.
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis
pasien serta etiologi, ukuran serta lokasi perdarahan.
Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial
terhadap pasien adalah sama.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi
dan pengelolaan awal harus dilakukan bersama tanpa
penundaan yang tak perlu. Pemeriksaan neurologis
inisial, yang dapat dilakukan dalam 10 menit, harus
menyeluruh. Informasi ini penting tidak saja untuk
memastikan prognosis, namun juga untuk membuat rencana
tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan
jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Hipoksia harus
ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder
akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan
darah penting baik pada pasien hipertensif maupun
nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk
pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah
PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting
untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan
pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan
peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan
untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar
160mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini terkadang tidak mutlak dan
akan bervariasi tergantung masing-masing pasien.
Pengelolaan awal hipertensinya bisa menggunakan labetolol.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status
asam-basa.Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi
30
untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30mmHg, dan setelah
kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1.5 g/kg
IV.
- Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal
maupun bedah. Pasien dengan peninggian TIK dan/atau
dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha
nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk
mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang
otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antaranya (1) elevasi kepala hingga 30o
untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena; (2) mannitol intravena
(mula-mula 1.5 g/kg bolus, lalu 0.5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L);
(3) restriksi cairan ringan (67-75 % dari pemeliharaan)
dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu;
(4) ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta
drainasi CSS untuk mempertahankan TIK kurang dari
20mmHg; dan (5) intubasi endotrakheal dan hiper-
ventilasi, mempertahankan PCO2 25-30mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional
akibat PIS, peninggian kepala, restriksi cairan, dan
mannitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk
memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi
cedera iskemik sekunder. (Lewis B, 2010)
Pengelolaan secara bedah
Indikasi tindakan bedah terhadap pasien PIS terutama
tergantung pada etiologi, lokasi dan ukuran perdarahan,
serta status klinis pasien.
31
Tindakan pembedahan untuk evakuasi/aspirasi bekuan darah
pada stadium akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah
pada kasus-kasus demikian adalah:
a) Pasien yang masih tetap adpat bertahan setelah fase akut
dalam beberapa hari, pada saat itu bekuan darah sudah mulai
mencair dan memungkinkan untuk di aspirasi, sehingga massa
desakan/defisit dapat dikurangi.
b) Hematom intraserebellar, mengingat mudah untuk segera
dikeluarkan dan kecil kemungkinan menimbulkan defisit
neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan
operasi pada hari-hari pertama.
c) Hematom intraserebral yang letaknya superfisial seringkali
mudah di angkat dan tidak memperburuk defisit neurologis.
d) Tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan
intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak
tidak memberikan hasil keluaran yang berbeda dibandingkan
dengan tanpa tindakan operasi, sehingga untuk kasus
demikian terapi konservatif-medikametosa lebih baik dan
mencaup upaya menurunkan tekanan darah, penggunaan
obat-obatan dehidrasi untuk mengurangi edema serebri. 7
6) Prognosis
Poor prognosis:
- Usia
Perdarahan masif, dan dalam (basal ganglia/thalamic)
- Tingkat kesadaran pasien
Good prognosis:
- Lesi kecil superficial (frontal, temporal atau parieto-occipital)
- Kesadaran pasien yang baik.
Tingkat mortalitas secara umum berkisar antara 25-60% (90% apabila
pasien dalam keadaan koma)9
32
c. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Insidensi erdarahan subarachnoid bervariasi untuk masing-
masing negara-daerah. Di Jepang perdarahan ini menyebabkan 25
kematian/100.000 popilasi tahun. Sedangkan angka kematiannya di amerika
adalah 16/100.000 populasi.
1) Etiologi :
Aneurisma
A-V Malformation
Tumor
Vasculitis
2) Patogenesis:
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala.
Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang
berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi
secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-
kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan
spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang
lemah dari dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma
dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang
kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi
melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid
adalah hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan
subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena
(malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi
arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi
meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah. (Sotirios, 2000)
33
3) Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan bervariasi tergantung jumlah
perdarahan. Biasanya adalah severe headache, dan onsetnya instan.
Bisa juga diikuti dengan adanya kehilangan kesadaran atau kejang
epileptic. Nausea dan vomitting juga dapat ditemukan. (Kenneth W,
2014)
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil
darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit
kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah
(kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum
pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala
yang tidak biasa ke dokter segera.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar
otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges),
menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan
muntah, dan pusing. Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-
gejala yang mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak,
seperti berikut:
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling
umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
4) Diagnosis15
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak
studi mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring
untuk menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini
dan dihubungkan dengan keluaran pasien.
34
Sistem skoring Hunt & Hess
Digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari perdarahan SAH.14
Tabel 2.4. Hunt & Hess skoring
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma
Skala Fisher
Skala Fisher digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan
subaraknoid berdasarkan munculnya darah di kepala pada
pemeriksaan CT scan; penilaian ini hanya berdasarkan gambaran
radiologik. Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko
luaran klinis yang lebih buruk.
Tabel 2.5 Skala Fisher
Sistem Ogilvy dan Carter
Sistem Ogilvy dan Carter menggabungkan data klinis,
demografi dan radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif
untuk menentukan prognosis pasien yang mendapatkan intervensi
bedah.
35
Tabel 2.6 Sistem Ogilvy & Carter16
Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan Skala
Hunt dan Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini
mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga bisa memengaruhi luaran
klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran baik atau sangat baik pada
kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya lebih dari 1,
secara signifi kan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih 10%
pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien
dengan nilai 5 tidak dapat dioperasi.
36
CT-Scan
Gambar 2.8 Perdarahan SAH
Lumbar Pungsi
Lumbal pungsi dilaksanakan apabila pada hasil CT scan tidak
ditemukan perdarahan. Lumbal pungsi positif apabila ditemukan
gambaran xanthochromic.
Gambar 2.9 Gambaran Xanthochromia pada CSF
37
Tabel 2.7 Indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi LP pada SAH
5) Tatalaksana15
Tatalaksana umum
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf
merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada
aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat
di Intensive Care Unit(ICU) untuk pemantauan kondisi
hemodinamiknya. Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology
Critical Care
Unit yang secara signifi kan akan memperbaiki luaran klinis. Jalan
napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central
venous pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga
terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus dilakukan
secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan pasien
harus istirahat total.
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan
perdarahan ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta
manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah
harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi obat-obat
antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Setelah
aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi,
tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai amannya.
Analgesik sering kali diperlukan; obat-obat narkotika dapat
diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting yang dihubungkan
dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia; karena itu,
38
keduanya harus segera dikoreksi. Profi laksis terhadap trombosis vena
dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan
peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat diberikan
setelah dilakukan penatalaksanaan terhadap aneurisma.
Penanganan khusus
Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma
yang ruptur, yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling. Bukti
klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan
segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh
lebih baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan
aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi manajemen komplikasi
selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli bedah neurovaskular
menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical clipping terhadap
aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien
perdarahan subaraknoid derajat rendah.
6) Komplikasi
Tabel 2.6 Komplikasi SAH berdasarkan waktu
d. Aneurisma serebri
Aneurisma serebri merupakan suatu benjolan dinding arteri ota yang
mengandung lapisan intima dan adventisia (tidak mengandung lapisan
muskularis), sehingga dengan demikian dinding ini relatif menjadi lebih
lemah dan mudah pecah.
1) Patogenesis
Penyebab aneurisma serebral bsia disebabkan secara
multifaktorial. Hal –hal yang mempengaruhi antaranya genetik dan
kelainan dari arteri tersebut.
39
Aneurisma biasanya terbentuk pada tempat-tempat yang terdapat
stress gemodinamik. Sebagai contoh, tempat-tempat yang
bertekanan tinggi seperti pada tempat bifurcatio. (Kenneth, 2010)
2) Morfologi
Aneurisma intraserebral dibagi menjadi sakular dan fusiformis.
Gambar 2.10 Morfologi aneurisma
Sakular biasanya terjadi pada tempat-tempat bifucartio. Sedangkan
fuiformis biasanya terjadi pada kelainan atheroskelrosis pada arteri
carotis dan basilar.
3) Gejala klinis
Aneurisma serebri biasanya secara klnis tidak meimbulkan
gejala tau keluhan apa-apa sampai suatu saat pecah. Pasien
mengeluh adanya nyeri kepala hebat sebagai pertanda adanya
suatu perdarahan. Aneurisma yang besar dan menekan struktur vital
di otak baru dapat menampilkan gejala defisit neurologis fokal yang
progresif. Gejala fokal yang tersering adalah paralisa N.III dan
disertai nyeri. aneurisma yang sangat besar dapat menimbulkan
gejala yang miripd engan tumor atau lesi massa intrakranial yang
lain.7
40
4) Diagnosis
Investigasi diagnostik mutakhir yang ditetapkan untuk kasus-
kasus aneurisma intrakranial adalah mencakup pemeriksaan
angiografi serebral, CT scan otak, dan MRI otak. (Satyanegara,
2010)
5) Penatalaksanaan
Penanganan terhadap aneurisma intrakranial khususnya
intervensi tindakan bedah dimaksudkan untuk mereparasi
aneurisma yang ruptur, dimana prinsipnya adalah mengusahakan
supaya sirkulasi arteri tidak lagi memasuki kantong aneurisma
sehingga ruptur dan pertumbuhan selanjutnya dapat dicegah.
Beberapa metode prosedur tindakan terhadap aneurisma
intrakranial yang saat ini sering diteapkan adalah sebagai berikut:
Eksklusi aneurisma dari sirkulasi arterial: klipping leher
aneuisma, tunggal tandem atau multipel, ligasi
hunterian, klip proksimal simple tornikuet, balon
intravaskular.
Augmentasi stem kolateral: pintas temporalis
superfisialis, pintas interposes vena/arteri.
IX. Stroke Skor
Apabila tidak tersedia suatu pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang
diagnosa, maka untuk memudahkan pmeriksaan dapat dilakukan dengan sistem
skoring. Sistem ini berdasarkan gejala klinis saat pasien masuk rumah sakit. Sistem
yang sering digunakan adalah:
41
Siriraj Score
Pembacaan:
Skor >1 : Perdarahan otak
<-1 : infark otak
Sensitivitas : Untuk perdarahan : 89,3%
Untuk infark: 93,2%
Ketepatan diagnostik: 90,3%
X. Pencegahan
Stroke Profile : Untuk mencegah stroke, seorang pertama harus mengetahui
resiko dirinya dalam terkena stroke. National Institute of Neurological Disorders and
Stroke mengeluarkan sebuah metode mudah yang dapat menilai resiko terjadinya
stroke untuk pria dan wanita untuk 10 tahun ke depan.
Dengan mengetahui resiko kejadian stroke dalam 10 tahun ke depan, maka
diharapkan dapat meminimalisir faktor-faktor resiko yang dapat di rubah, agar pada
akhirnya dapat mengurangi kejadian stroke.
42
Skor Stroke Profile untuk Pria
SBP = Tekanan darah sistolik, treated atau untreated; Diabetes= riwayat diabetes; Cigarettes = merokok; CVD =
cardiovascular disease; AF= riwayat atrial Fibrilation; LVH= Left Ventricular Hyperthrophy; untrd = tidak diterapi; trd =
diterapi dengan medikasi
Skor Stroke Profile untuk wanita
43
SBP = Tekanan darah sistolik, treated atau untreated; Diabetes= riwayat diabetes; Cigarettes = merokok; CVD =
cardiovascular disease; AF= riwayat atrial Fibrilation; LVH= Left Ventricular Hyperthrophy; untrd = tidak diterapi; trd =
diterapi dengan medikasi
Sebagai contoh, Martha, berusia 65 tahun, ingin menentukan resiko dirinya
terkena stroke untuk 10 tahun ke depan. Dia mempunyai riwayat merokok dan ada
Atrial Fibrilation. Maka, untuk Martha, stroke profilenya adalah:
Usia 65 tahun 4 poin
SBP, trdt 2 poin
Diabetes, no 0 poin
Merokok, yes 3 poin
CVD, no 0 poin
AF, yes 6 poin
44
LVH, no 0 poin
TOTAL 15 poin
Maka, resiko Martha terkena stroke dalam 10 tahun ke depan adalah 16%, lebih
banyak apabila dibandingkan dengan grup usia 65-69 tahun yang hanya 7,2 persen,
karena Martha merokok dan mempunyai riwayat AF.
45