crimson moon

2
 Crimson MOON Prologue “haaaaah … haaaaah … haaah …” Aku kehabisan nafas. Sebuah pisau lipat berada di telapak tangan kananku. Berat menggenggamna! dan tanganku tak  bisa berhenti bergun"ang dengan hebat. #ampir seluruh tubuhku terasa panas. Punggung! lengan! kaki! leher! kepala! bagai disiram batu  bara panas ang baru sa$a dikeluarkan dari mesin uap. %eningku penuh dengan keringat! memban$iri seluruh mukaku hingga bagian depan keme$a  putih ang biasana aku pakai! sepertina. &elap. Aku ben"i gelap. 'iluar sedang hu$an badai sepertina! suara hu$an ang amat deras disertai suara &untur dan "ahaa kilat begitu mengintimidasi bagiku. (asana ingin berteriak. … Merah) Akibat kilatan "ahaa petir melalui $endela! sekilas terlihat ber"ak ber"ak merah me*arnai keme$aku. #uh) … mengapa merah) … mengapa keringatku ber*arna merah) “ha) Ah! … hahahhahh” Anir. +t ulah ang aku pikirkan saat men"ium bau ber"ak,ber"ak ini Aku terta*a ke"il menadari kekonolanku! semua orang pasti tahu "airan men$i$ikkan ini … … tentu sa$a ini bukan keringat. “ini darah kan) Bisa,bisana aku terlupa dengan hal konol ma"am ini …hahah” “…” Aku terdiam. “huh) … Mengapa ada darah)” Mengapa seluruh tubuhku berlumuran darah) Aku terdiam se$enak! memaksa otakku u ntuk berpikir. Mengapa tubuhku berlumuran darah)

Upload: arie-bagus-prasetyo

Post on 04-Oct-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fanfic

TRANSCRIPT

Crimson MOON

Prologuehaaaaah haaaaah haaah Aku kehabisan nafas.Sebuah pisau lipat berada di telapak tangan kananku. Berat menggenggamnya, dan tanganku tak bisa berhenti berguncang dengan hebat.Hampir seluruh tubuhku terasa panas. Punggung, lengan, kaki, leher, kepala, bagai disiram batu bara panas yang baru saja dikeluarkan dari mesin uap.Keningku penuh dengan keringat, membanjiri seluruh mukaku hingga bagian depan kemeja putih yang biasanya aku pakai, sepertinya.Gelap.Aku benci gelap.Diluar sedang hujan badai sepertinya, suara hujan yang amat deras disertai suara Guntur dan cahaya kilat begitu mengintimidasi bagiku. Rasanya ingin berteriak. Merah?Akibat kilatan cahaya petir melalui jendela, sekilas terlihat bercak bercak merah mewarnai kemejaku.Huh? mengapa merah? mengapa keringatku berwarna merah?ha? Ah, hahahhahhAnyir. Itulah yang aku pikirkan saat mencium bau bercak-bercak iniAku tertawa kecil menyadari kekonyolanku, semua orang pasti tahu cairan menjijikkan ini tentu saja ini bukan keringat.ini darah kan? Bisa-bisanya aku terlupa dengan hal konyol macam ini hahah Aku terdiam.huh? Mengapa ada darah?Mengapa seluruh tubuhku berlumuran darah?Aku terdiam sejenak, memaksa otakku untuk berpikir.Mengapa tubuhku berlumuran darah?Mengapa di telapak tangan kananku terdapat pisau?Mengapa aku berada di dalam rumah, padahal seingatku aku sedang berjalan sembari memandangi puncak gedung-gedung pencakar langit yang baru dibangun di kota Jakarta ini?Mengapa tubuhku terasa berat bagai dihantam truk berkecepatan tinggi? Mengapa tubuhku gemetaran? Mengapa kondisi rumah gelap gulita? Mengapa piring-piring indah dan perabotan kesayangan ayah dan ibuku berserakan di ruang tamu yang aku duduki saat ini?Mengapa?Mengapa?! Mengapa?!! Mengapa?!! Mengapa?!! Mengapa?!! Mengapa?!! Mengapa?!!Tubuhku bergetar hebat. Kepalaku sakit. Lututku lemas. Rambutku terasa bagai ditarik. Kulitku bagai tercabik-cabik. Nafasku semakin berat dan sesak, seperti ada debu tebal di udara yang aku hirup ini. Aku ingin berteriak, namun tak bisa.Mengapa?!! Ada apa ini? Aku tak mengerti! Aku tak mengerti sama sekali! Tak ada ingatan satupun mengapa bisa terjadi hal ini!Banyak pertanyaan yang bermunculan dibenakku saat ini, sampai-sampai aku ingin membenturkan kepalaku hingga lepas isi otakku di atas lantai keramik dibawahku ini.Aku harus tenang Aku perlahan bangkit dari lantai yang dingin ini. Lututku sakit. Entah sudah berapa lama aku duduk disini.Aku berbalik perlahan, berharap bisa menemukan orang tuaku sambil menyeimbangkan langkahku yang anehnya masih terasa sangat berat.Papa!! Mama!! Kalian dimana?!! .Aku melangkahkan kakiku secara perlahan, sambil meraba-raba udara kosong di depanku, berharap setidaknya aku menemukan lilin dan korek yang biasanya berada di dapur. Untung saja aku sudah cukup hapal dengan rumah yang baru keluargaku huni selama seminggu ini.Walaupun begitu, berjalan di tengah kegelapan sendirian terasa sangat mengerikan bagiku. Rasanya seperti ribuan tangan-tangan halus menarik seluruh tubuhku secara paksa kedalam kegelapan total dari mana mereka berasal. Entahlah, aku hanya merasa tak suka dengan suasana gelap.